LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LAKIP) SATKER 03
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LAKIP) SATKER 03
DINAS KESEHATAN
PROVINSI SUMATERA BARAT TAHUN 2020
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI i
KATA PENGANTAR ..........................................................................................
ii
BAB I : PENDAHULUAN ..................................................................................
1
1.1. Latar Belakang ……………………………………………………..
1
1.2. Maksud dan Tujuan ..................................................................
5
BAB II : GAMBARAN STRUKTUR ORGANISASI BIDANG KESEHATAN MASYARAKAT 7
2.1. Tugas Pokok dan Fungsi ..........................................................
7
2.2. Struktur Organisasi Bidang Kesehatan Masyarakat .................
9
BAB III : PELAKSANAAN KEGIATAN BIDANG KESEHATAN MASYARAKAT TAHUN ANGGARAN 2020 ..............................................................
10
BAB IV : AKUNTABILITAS KINERJA 17
4.1 Kinerja Organisasi ....................................................................
17
4.2 Capaian Perjanjian Kinerja 17
1. Pembinaan Gizi Masyarakat ...................................................
19
2. Pembinaan Kesehatan Keluarga ............................................
30
3. Pembinaan Upaya Kesjaor ......................................................
41
4. Penyehatan Lingkungan .........................................................
42
5. Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat ..............
47
6. Dukungan Manajemen ............................................................
50
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN ..............................................................
51
5.1 Kesimpulan 51
5.2 Saran-Saran 54
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur dipanjatkan kepada Allah Tuhan Yang Maha Kuasa, dimana dengan izinNya telah dapat menyelesaikan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Bidang Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat yang didukung melalui anggaran Satker 03 Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat.
LAKIP ini dibuat berdasarkan Perjanjian Kinerja (PK) antara Dirjen Kesehatan Masyarakat dengan Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Tahun 2020. Terdapat 6 (enam) Program/Sasaran dengan 21 (dua puluh satu) indikator kinerja sesuai dengan target yang telah disepakati seperti yang tertuang dalam Perjanjian Kinerja.
Pencapaian indikator PK pada hakekatnya ditujukan untuk menunjang
pencapaian Renstra Kementerian Kesehatan khususnya indikator yang
menjadi tanggung jawab Ditjen Kesehatan Masyarakat, secara umum ditujukan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat di Indonesia pada umumnya dan Sumatera Barat pada khususnya.
Keberhasilan pembangunan kesehatan di Sumatera Barat dapat diukur melalui pencapaian Umur Harapan Hidup (UHH) yang merupakan indikator RPJMD. Pencapain UHH ditunjang dengan pencapaian indikator lainnya dibidang kesehatan seperti penurunan angka kematian bayi, angka kematian ibu melahirkan, penurunan gizi kurang/buruk, pencapaian imunisasi dasar lengkap dan lain-lain. Disamping itu pencapaian UHH juga didukung dengan tersedianya akses dan pelayanan kesehatan yang berkualitas, ketersediaan sumber daya manusia kesehatan yang kompeten.
Untuk mencapai PK yang telah disepakati, maka Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat mendapat alokasi anggaran APBN dari Satker 03 sebesar Rp. 2.601.590.000,-. .Realisasi keuangan untuk anggaran ini mencapai 94,50 % dan realisasi Fisik 97,99 %.
Untuk pencapaian PK sesuai dengan indikator masing-masing program, maka dari 21 indikator yang ada, maka pada tahun 2020 terdapat 14 (empat belas) indikator yang telah berhasil dicapai.
Secara garis besar LAKIP Satker 03 Dinas Kesehatan Sumatera Barat Kesehatan Masyarakat ini mengambarkan keberhasilan dalam pencapaian target kinerja, baik kinerja program, kinerja kegiatan, capaian hasil kegiatan dan indikator kinerja dan juga menampilkan beberapa permasalahan dan hambatan yang didapatkan dalam mencapai hasil-hasil program dan kegiatan
serta beberapa keberhasilan, inovasi-inovasi yang dicapai pada Tahun 2020
yang didukung melalui sumber anggaran APBN Dekonsentrasi Satker 03 Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat. Walaupun pada tahun 2020 terjadi bencana nasional non alam yang disebabkan oleh Corona Virus Disease (COVID-19), dimana layanan kesehatan essensial banyak terhenti selama pandemi covid-19. Peningkatan kualitas laporan tentunya masih perlu ditingkatkan, masukan dan kritikan sangat diharapkan demi kesempurnaan pada masa yang akan datang.
Akhirnya pada kesempatan ini izinkan kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Kepala Dinas Kesehatan yang telah memberikan bimbingan/masukan dalam melaksanakan program / kegiatan kesehatan masyarakat.
Pada kesempatan ini juga disampaikan ucapan terima kasih kepada Ibu Dirjen Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan RI, Bapak Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat atas dukungan yang diberikan. Selanjutnya terima kasih juga disampaikan kepada seluruh Kepala Seksi dan Seluruh Staf di Bidang Kesehatan Masyarakat atas kerja keras dan komitmen yang tinggi dalam melaksanakan seluruh program dan kegiatan dalam pencapaian target indikator kinerja di Bidang Kesehatan Masyarakat, semoga seluruh kontribusi yang diberikan akan menjadi amal ibadah disisi Allah Tuhan Yang Maha Kuasa, Aamiin.
Padang, Januari 2021
Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat
XXXXXX, SKM, M.Kes NIP. 19641231 198803 1 064
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Sumatera Barat Tahun 2016 - 2021 telah ditegaskan bahwa Pembangunan Kesehatan di Sumatera Barat merupakan bagian dari Misi 3 yaitu : Meningkatan Sumber Daya Manusia yang cerdas, sehat, beriman, berkarakter dan berkualitas tinggi dengan tujuan Meningkatkan Derajat Kesehatan Masyarakat dengan sasaran yaitu meningkatnya derajat kesehatan masyarakat secara merata.
Keberhasilan pembangunan kesehatan ditentukan dengan terjadinya penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) yang akan berdampak terjadinya peningkatan Umur harapan Hidup. Tahun 2015, pemerintah telah menetapkan target penurunan AKI & AKB pada Millenium Development Goals (MDGs 2015) yaitu AKI sebesar 102/100.000 Kelahiran Hidup (KH) dan AKB sebesar 23/1000 Kelahiran Hidup (KH).
Keberhasilan pembangunan kesehatan dapat juga dilihat dari peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang diukur dengan pencapaian Umum Harapan Hidup (UHH), untuk Provinsi Sumatera Barat, kondisi ini menunjukkan hasil yang cukup mengembirakan, dimana pencapaian UHH di Provinsi Sumatera Barat menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun. Hasil yang dicapai untuk 3 (tiga) tahun belakangan adalah 69,01 (2018), 69,31 (2019) dan 69,47 (2020).
Walaupun dalam pencapaian derajat kesehatan masyarakat di Sumatera Barat yang ditunjukkan dengan pencapaian UHH, menunjukkan peningkatan setiap tahun, dalam program kesehatan masyarakat masih terdapat beberapa isue atau permasalahan yang perlu menjadi perhatian seperti masih tingginya kematian ibu melahirkan, kematian bayi atau neonates, masih tingginya permaslahan gizi seperti gizi buruk dan kurang , gizi kurus dan sangat kurus , gizi pendek dan sangat pendek (stunting), masih belum maksimalnya akses sanitasi (jamban dan air bersih), masih belum mekasimalnya Perilaku Hidup Bersih dan
Sehat (PHBS) dimasyarakat, belum maksmimalnya pelaksanaan Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (GERMAS).
Gambaran permasalahan Program Kesehatan Masyarakat di Provinsi Sumatera Barat secara umum dapat dilihat dari masih adanya kematian Ibu melahirkan untuk 3 (tiga) tahun berjalan masih berfluktuatif sebesar 111 orang (2018), 116 orang (2019 dan 125 orang (2020). Penyebab kematian ibu terbanyak adalah perdarahan sebesar 26,4% dan hipertensi sebesar 18,4%. Untuk jumlah kematian bayi juga masih berfluktuatif yaitu 788 bayi (2018), 810 bayi (2019) dan 775 bayi (2020). Penyebab kematian bayi masih didominasi oleh Berat Xxxx Xxxxx Xxxxxx (BBLR) sebesar 21,55% dan asfikisia sebesar 19,22%. Kondisi ini masih mengambarkan bahwa masalah kualitas pelayanan Ibu dan Anak perlu menjadi perhatian yang serius. Faktor kondisi ibu sebelum dan selama kehamilan amat menentukan kondisi bayinya. Tantangan ke depan adalah mempersiapkan calon ibu agar benar-benar siap untuk hamil dan melahirkan serta menjaga agar terjamin kesehatan lingkungan yang mampu melindungi bayi dari infeksi.
Permasalahan gizi juga masih merupakan permasalahan yang masih perlu perhatian dan penangganan yang serius untuk masa yang akan datang. Masalah gizi yang menjadi isue nasional dan juga menjadi isue di Provinsi Sumatera Barat yang berdampak terhadap kualitas Sumber Daya Manusia, yaitu masih tingginya prevalensi anak balita pendek (Stunting). Stunting adalah sebuah kondisi berdasarkan pengukuran Tinggi Badan menurut Umur seseorang ternyata lebih pendek dibanding tinggi badan yang seusia.Proses terjadinya stunting merupakan manivestasi kegagalan pertumbuhan (growth faltering) dimulai dalam kandungan, hingga anak berusia dua tahun. Kekurangan gizi terjadi sejak bayi dalam kandungan dan pada masa awal anak lahir, tetapi stunting baru nampak setelah anak berusia 2 tahun.
Data Propinsi Sumatera Barat berdasarkan hasil Riskesdas dan Survei Status Gizi Balita Indonesia (SSGBI) menunjukan prevalensi stunting 36,5 % (Riskesdas 2007), 39,2 % (Riskesdas 2013), 29,9 %
(Riskesdas 2018) dan 27,47% (SSGBI 2019). Walaupun sudah terjadi penurunan, akan tetapi prevalensi stunting di Sumatera Barat masih berada diatas satndar yang ditetapkan WHO yaitu <20 %.
Tahun 2020, bencana nasional non alam yang disebabkan oleh Corona Virus Disease (COVID-19) berdampak terhadap kondisi ekonomi, sosial dan kesehatan masyarakat secara luas Pemerintah telah menetapkan bencana non alam ini sebagai bencana nasional melalui Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2020 tentang Penetapan Bencana Non alam Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) sebagai Bencana Nasional. Kondisi ini berpengaruh terhadap kebijakan di daerah, ketersediaan pangan dalam rumah tangga serta keterbatasan akses pelayanan kesehatan.
Layanan kesehatan esensial banyak terhenti selama Pandemi Covid-19. Terhentinya layanan karena Posyandu banyak yang tutup, sehingga terhentinya pemantauan perkembangan dan pertumbuhan, penangguhan layanan imunisasi, layanan pemberian Vitamin, dan layanan antenatal care (ANC). Alasan utama dari penangguhan layanan karena masalah keamanan masyarakat serta langkah-langkah menjaga jarak fisik dan kecemasan petugas kesehatan.
Salah satu masalah yang harus diwaspadai di tengah pandemi covid-19 adalah terkait gizi. Pemenuhan gizi yang cukup dan seimbang di masa sebelum pandemi covid-19, sudah menjadi masalah yang serius di Indonesia dan juga di Sumatera Barat. Ditambah adanya pandemi Covid-19 yang terus bertambah angka kasus infeksinya dan berdampak pada banyak sektor sampai perekonomian. Dengan menurunnya pendapatan, tidak adanya pekerjaan, menjadi pengangguran, pendapatan menurun, masalah gizi ini menjadi sangat rentan dan membutuhkan perhatian.
Untuk mencapai hal diatas, diperlukan pemberdayaan masyarakat agar dapat berperan aktif dalam menyehatkan diri, keluarga dan lingkungannya. Kesehatan juga menjadi urusan semua sektor karena berkaitan dengan berbagai sektor dan juga harus diupayakan secara gotong royong, sesuai fungsi dan tugas masing-masing. Upaya mewujudkan semua ini memerlukan komitmen khususnya dari para pengambil keputusan sehingga memberikan dukungan kebijakan yang diperlukan.
Disamping permasalahan lain yang juga perlu menjadi perhatian dalam mewujudkan derajat kesehatan yang optimal adalah menyangkut masalah program kesehatan lingkungan dan kesjaor, serta program promosi dan pemberdayaan masyarakat.
Program Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat termasuk salah satu program strategis yang juga memberikan kontribusi dalam mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Salah satu indikator yang dapat dijadikan sebagai keberhasilan dalam pelaksanaan program ini adalah terkait dengan adanya kebijakan yang dibuat oleh Kab/Kota dalam mendukung pelaksanaan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). Sampai dengan tahun 2020 pencapaian indikator ini telah diwujudkan pada 19 Kab/Kota (100%) yang memiliki kebijakan tentang PHBS.Namun demikian terkait dengan 10 (sepuluh) indikator PHBS yang ada masih upaya peningkatan dalam implementasi PHBS. Indikator-indikator PHBS pada tahun 2020 yang perlu mendapat perhatian adalah Tidak Merokok (38,2%), Maka Buah dan Sayur (54,76%) dan Cuci Tangan Pakai Sabun (56,39%). Untuk mewujudkan PHBS yang maksimal ditengah-tengah masyarakat salah satu upaya atau program yang dilakukan adalah melalui Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (GERMAS). Pelaksanaan GERMAS sudah dilakukan pada seluruh Kab/Kota di Sumatera Barat, akan tetapi agar program ini betul-betul memberikan daya ungkit yang besar dalam mewujudkan PHBS maka implemntasi kegiatan ini perlu lebih dimasifkan pada tingkat nagari atau desa di seluruh Provinsi Sumatera Barat.
Gambaran pencapaian program kesehatan lingkungan dapat dilihat dari pencapaian akses jamban yang sehat di Sumatera Barat adalah 74,38 % (2018), 79,75% (2019) dan 81,68% (2020). Dalam mencapai akses jamban dan air bersih salah satu upaya yang dilakukan adalah melalui 5 (lima) pilar STBM dengan tujuan untuk mewujudkan universal acses sanitasi pada tahun 2020 yang merupakan wujud dari pencapaian akses jamban yang sehat sehingga masyarakat tidak ada lagi yang buang air besar sembarangan atau Open Defication Free (ODF). Disamping 2 (dua) indikator kesehatan lingkungan diatas yang ditunjang melalui pilar STBM, juga terdapat program unggulan lain yaitu Program Kabupaten Kota Sehat (KKS),
Upaya Kesehatan Kerja dan olahraga dengan sasaran seluruh pekerja baik di sektor formal maupun informal, ditujukan untuk mewujudkan masyarakat pekerja Indonesia agar sehat, bugar dan produktif. Secara umum pekerja sektor informal lebih banyak dari pekerja formal dimana pekerja sektor informal meliputi pekerja usaha mandiri, skala kecil dan mikro. Selain itu, pada pasal 80
disebutkan bahwa upaya kesehatan olahraga ditujukan untuk meningkatkan kesehatan dan kebugaran masyarakat melalui aktivitas fisik, latihan fisik, dan olahraga. Upaya kesehatan kerja dan olahraga mengutamakan pelayanan kesehatan yang bersifat promotif dan preventif, tanpa mengabaikan aspek kuratif dan rehabilitative.
Gambaran pelaksanaan program kesehatan kerja dan olah raga telah mengalami perkembangan. Kondisi ini terlihat dengan semakin tingginya komitmen dari Dinas Kesehatan Kab/Kota yang melaksanakan Program Kesjaor di Provinsi Sumatera Barat. Saat ini pelaksanaan program ini telah mencakup pada seluruh Kab/Kota di Sumatera Barat. Puskesmas yang melaksanakan kesehatan olahraga tahun 2020 sebesar 84,4%, yang sudah mecapai level 1 hanya 16 Kab/Kota. Penyebabnya karena kondisi pandemi sehingga menyebabkan kegiatan di Puskesmas tidak terlaksana dengan baik karena fokus pada penanganan Covid-19. Capaian TFU yang dilakukan pengawasan tahun 2020 sebesar 39,89% terjadi penurunan dari tahun 2019 dengan capaian 64,5%, hal ini disebabkan kurangnya pengawasan oleh petugas karena dampak pandemi covid-19.
Untuk mencapai target-target kinerja yang menjadi tugas dan fungsi Bidang Kesehatan Masyarakat dengan seksi-seksi yang ada, maka pada tahun 2020 Bidang Kesehatan Masyarakat didukung melalui angaran APBD Provinsi Sumatera Barat dan anggaran Dekonsentrasi Satker 03 melalui APBN.
Gambaran kondisi umum pelaksanaan program kegiatan Bidang Kesehatan Masyarakat di Provinsi Sumatera Barat dapat terlihat berdasarkan hasil pencapaian program. Laporan pertanggungjawaban kinerja Bidang Kesehatan Masyarakat tahun 2020 ini akan memberikan gambaran tentang pelaksanaan kegiatan, pencapaian indikator kinerja program, hambatan dan pemecahan masalah.
1.1. Maksud dan Tujuan
Penyusunan Laporan Pertanggungjawaban Kinerja Bidang Kesehatan Masyarakat merupakan bentuk pertanggungjawaban kinerja pada tahun 2020 dalam mencapai target dan sasaran program seperti yang tertuang dalam rencana strategis, dan ditetapkan dalam dokumen penetapan kinerja Dinas
Kesehatan Provinsi Sumatera Barat oleh Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat.
Tujuan :
1. Diketahuinya kegiatan program Bidang Kesehatan Masyarakat tahun 2020.
2. Diketahuinya pelaksanaan program Bidang Kesehatan Masyarakat tahun 2020.
3. Diketahuinya pencapaian program Bidang Kesehatan Masyarakat tahun 2020.
4. Diketahuinya faktor penunjang dan faktor penghambat pelaksanaan program Bidang Kesehatan Masyarakat tahun 2020
BAB II
GAMBARAN STRUKTUR ORGANISASI BIDANG KESEHATAN MASYARAKAT
2.1 Tugas Pokok dan Fungsi
Berdasarkan Peraturan Gubernur Sumatera Barat Nomor 52 Tahun 2017 tentang Uraian Tugas Pokok Dan Fungsi Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat maka Bidang Kesehatan Masyarakat mempunyai :
Tugas pokok :
Melaksanakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan operasional di bidang kesehatan keluarga, gizi masyarakat, promosi dan pemberdayaan masyarakat, kesehatan lingkungan, kesehatan kerja dan olah raga.
Fungsi:
a. Penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, pembinaan, pelaksanaan, evaluasi dan pelaporan di bidang Kesehatan Keluarga dan Gizi Masyarakat;
b. Penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, pembinaan, pelaksanaan, evaluasi dan pelaporan di bidang Promosi dan Pemberdayaan Masyarakat; dan
c. Penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, pembinaan, pelaksanaan, evaluasi dan pelaporan di bidang Kesehatan Lingkungan, Kesehatan Kerja dan Olah Raga.
Uraian Tugas:
1. Menyelenggarakan pengkajian program kerja bidang kesehatan keluarga, gizi masyarakat, promosi dan pemberdayaan masyarakat, kesehatan lingkungan, kesehatan kerja dan olah raga;
2. Menyelenggarakan pengkajian bahan kebijakan teknis pembinaan bidang kesehatan keluarga, gizi masyarakat, promosi dan pemberdayaan masyarakat, kesehatan lingkungan, kesehatan kerja dan olah raga;
3. Menyelenggarakan pengkajian bahan fasilitasi bidang kesehatan keluarga, gizi masyarakat, promosi dan pemberdayaan masyarakat, kesehatan lingkungan, kesehatan kerja dan olah raga;
4. Menyelenggarakan fasilitasi bidang kesehatan keluarga, gizi masyarakat, promosi dan pemberdayaan masyarakat, kesehatan lingkungan, kesehatan kerja dan olah raga;
5. Menyelenggarakan koordinasi bidang kesehatan keluarga, gizi masyarakat, promosi dan pemberdayaan masyarakat, kesehatan lingkungan, kesehatan kerja dan olah raga;
6. Menyelenggarakan fasilitasi dan pengembangan bidang kesehatan keluarga, gizi masyarakat, promosi dan pemberdayaan masyarakat, kesehatan lingkungan, kesehatan kerja dan olah raga;
7. Menyelenggarakan koordinasi pelatihan, workshop Bidang kesehatan keluarga, gizi masyarakat, promosi dan pemberdayaan masyarakat, kesehatan lingkungan, kesehatan kerja dan olah raga;
8. Menyelenggarakan pelaporan dan evaluasi kegiatan Bidang kesehatan keluarga, gizi masyarakat, promosi dan pemberdayaan masyarakat promosi dan pemberdayaan masyarakat , kesehatan lingkungan, kesehatan kerja dan olah raga;
9. Menyelenggarakan Usaha Kesehatan Sekolah (UKS);
10. Menyelenggarakan koordinasi dalam pelaksanaan kegiatan di Kabupaten/Kota;
11. Melaksanakan koordinasi dengan unit kerja terkait; dan
12. Melaksanakan tugas kedinasan lain yang diberikan oleh pimpinan.
2.2. Struktur Organisasi Bidang Kesehatan Masyarakat
Secara garis besar strutur organisasi Bidang Kesehatan Masyarakat dapat dilihat seperti bagan dibawah ini.
Gambar 2.1 Struktur Organisasi Bidang Kesmas
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat
Xxxx Xxxxxxxx, SKM MKM
Fungsional Teknis:
1. Formayoza, SKM, MKM
2. Xxxxx Xxxxx, SKM
3. Xxxx Xxxxxxxx, SKM, MSi
4. Danulmarta Aulia, SKM
5. Xxxxxx Xxxxxxxx, Amd.KL
Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat
Xxxxxx, SKM M.Kes
Plt Kepala Seksi Kesehatan Keluarga & Gizi Masyarakat
Xxxxx Xxxxx SKM MKM
Staf
1. Xxxxxx Xxxxxxx, SKM MKM
Staf
Kepala Seksi Promosi & Pemberdayaan Masyarakat
Xxxxx Xxxxx, SKM, MKM
Kepala Seksi Kesehatan Lingkungan, Kesehatan Kerja &Xxxx Xxxx
Xxxxxxxx, SKM, M.Biomed
2. Xxxxx Xxxxx, X.XxX
3. Xxxxx Xxxxx, SSiT
4. Xxxxxxxx, Amd.Keb
5. Syuniarti, Amd.Keb
6. Xxx Xxxxxxxxxx, SKM
7. Xxxxxxxx Xxxx, SKM, MKM
8. Xxxx Xxxxxx, SKM
9. Xxxxx Xxxxxxx, SGz
10. Eni Mautia, SKM, M.Biomed
11. Meridanengsih, X.XX
12. Xxxxxxxxxx, S.Sos
13. Firdaus. S.Sos
14. Xxxxxx Xxxxxxx, BSc
15. Xxxxxxxxx
1. Liliyarni, SKM, MKM
2. Mega Wahyumi, SKM
3. Xxx Xxxxx, SKM
4. Xxxxxxxx, SKM, X.Xxx
5. Xxxxxxxxxxx, X.XX, Mkes
6. Xxxxxxxx, SKM, MM
7. ElviBa HAaBkimII,ISKM
8. Xxxx Xxxxxxxxxxx
9. Xxxxxxx
Xxxx
1. Xxxxx Xxxxx, SKM
2. Xxxx Xxxx, B,Sc
3. Xxxxxxx
BAB III
PELAKSANAAN KEGIATAN BIDANG KESEHATAN MASYARAKAT TAHUN ANGGARAN 2020
Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat khususnya Bidang Kesehatan Masyarakat melakukan upaya pemerintah dalam meningkatnya ketersediaan dan keterjangkauan pelayanan kesehatan yang bermutu bagi seluruh masyarakat. Untuk mencapai sasaran hasil tersebut, maka Kementerian Kesehatan menyediakan anggaran guna peningkatan Program Pembinaan Kesehatan Masyarakat melalui Dana Dekonsentrasi Provinsi Sumatera Barat. Xxxx dekonsentrasi APBN tahun anggaran 2020 yang dilaksanakan Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat (03) sebagai wakil Kementerian Kesehatan No DIPA.024.03.3.089015/2020 tanggal 12 November 2019
menyelenggarakan fungsi sebagai berikut :
1) Pembinaan Gizi Masyarakat
2) Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya Pada Program Pembinaan Kesehatan Masyarakat
3) Pembinaan Upaya Kesehatan Kerja Xxx Xxxxxxxx
4) Pembinaan Kesehatan Keluarga
5) Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat
6) Penyehatan Lingkungan
Pelaksanaan Anggaran Dana Dekon Bidang Kesehatan Masyarakat pada tahun 2020 dapat dijelaskan sebagai berikut :
a. Pagu awal Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat adalah sebesar Rp.9.945.064.000,-.
b. DIPA Revisi 1 sebesar Rp. 2.601.590.000,- diterima pada tanggal 12 Mei 2020. Terjadi pengurangan Pagu yang sangat besar dengan jumlah yang siknifikan dari pagu awal, karena adanya kebijakan untuk recofusing dana dalam rangka penanganan Pandemi Covid-19
c. DIPA Revisi 2 sebesar Rp. 2.601.590.000,- diterima pada tanggal 11 November 2020. Tidak ada perubahan Pagu (tetap), untuk merevisi
kegiatan penggunaan akun Pandemi Covid-19 yang dalam rangka penanganan Pandemi Covid-19
Untuk kelancaran pelaksanaan kegiatan Bidang Kesehatan Masyarakat didukung dana APBN tahun 2018 - 2020 sebagai berikut:
Tabel. 3.1 Anggaran Bidang Kesehatan Masyarakat
Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat Dana APBN (Dekonsentrasi) Tahun 2018 – 2020
Program | 2018 | 2019 | 2020 | |||||||||
Anggaran | Realisasi | Anggaran | Realisasi | Anggaran | Realisasi | |||||||
Keuangan (Rp) | (%) | Fisik (%) | Keuangan (Rp) | (%) | Fisik (%) | Keuangan (Rp) | (%) | Fisik (%) | ||||
Pembinaan Gizi Masyarakat | 1.761.637.000 | 1.703.244.535 | 96,69 | 100 | 1.844.826.000 | 1.759.965.500 | 95,40 | 100 | 830.699.000 | 824.450.400 | 99,25 | 100 |
Dukungan Manajemen & Pelaksanaan Tugas teknis Lainnya pada prog Pembinaan Kesmas | 1.076.692.000 | 994.873.492 | 92,40 | 100 | 905.837.000 | 816.346.986 | 90,12 | 100 | 278.587.000 | 266.525.590 | 95,67 | 100 |
Pembinaan Upaya Kesehatan kerja dan Olahraga | 860.170.000 | 830.520.550 | 96,55 | 100 | 568.729.000 | 549.837.400 | 96,68 | 100 | 245.000.000 | 244.520.900 | 98,80 | 100 |
Pembinaan Kesehatan Keluarga | 1.368.178.000 | 1.324.744.835 | 96,83 | 100 | 1.183.500.000 | 1.134.057.020 | 95,82 | 100 | 442.403.000 | 352.565.620 | 83,47 | 90 |
Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat | 8.091.125.000 | 5.219.591.021 | 64,51 | 76,78 | 4.016.285.000 | 3.645.576.926 | 90,77 | 100 | 707.947.000 | 666.492.232 | 94,14 | 100 |
Penyehatan Lingkungan | 1.013.292.000 | 876.069.200 | 86,46 | 94,00 | 000.000.000 | 000.000.000 | 92,00 | 000 | 000.000.000 | 000.000.000 | 88,91 | 91,30 |
Jumlah | 14.171.094.000 | 00.000.000.000 | 77,26 | 86,35 | 9.169.951.000 | 8.509.205.432 | 92,79 | 99,25 | 2.601.590.000 | 2.458.536.742 | 94,50 | 97,99 |
Realisasi keuangan dana APBN Tahun Anggaran 2018 sebesar Rp. 00.000.000.000,- atau mencapai 77,26 persen dari alokasi anggaran sebesar Rp. 14.171.094.000,- dengan realisasi fisik mencapai 86,35%. Realisasi keuangan dana APBN Tahun Anggaran 2019 sebesar Rp.8.509.205.432,- atau mencapai 92,79 persen dari alokasi anggaran sebesar Rp.9.169.951.000,- dengan realisasi fisik mencapai 99,25%. Realisasi keuangan dana APBN Tahun Anggaran 2020 sebesar Rp.2.458.536.742,- atau mencapai 94.50 persen dari alokasi anggaran sebesar Rp.2.601.590.000 dengan realisasi fisik mencapai 97,99%.
Kegiatan yang dilaksanakan oleh Bidang Kesehatan Masyarakat tahun 2020 bersumber dana APBN adalah sebagai berikut :
Tabel. 3.2 Kegiatan Bidang Kesehatan Masyarakat dana APBN tahun 2020
No | Dana APBN | Anggaran (Rp.) | Realisasi (Rp.) | % | Fisik (%) | Pelaksanaan |
DIPA.024.03.3.089015/2020 | 2.601.590.000 | 2.458.536.742 | 94,50 | 97,99 | ||
I | Pembinaan Gizi Masyarakat | 830.699.000 | 824.450.400 | 99.25 | 100 | |
1 | Penguatan intervensi suplementasi gizi pada ibu hamil dan balita pada daerah stunting | 9.516.000 | 9.480.000 | 99,62 | 100 | Hanya bisa dilakukan di 2 (dua) kab lokus stunting ; Kab. 50 Kota dan Pasaman. Recofusing dana covid- 19, kegiatan selesai |
2 | Pelaksanaan Surveilans gizi menggunakan e-PPGBM | 763.301.000 | 760.668.600 | 99.66 | 100 | Kegiatan Surveilans Gizi 4 Angkatan 1. Akt I : 9-12 Maret 2020 2. Akt II : 16 -19 Maret 2020 3. Akt III : 22 – 24 Nov 2020 4. Akt IV : 26 – 28 Nov 2020 |
3 | Pelacakan dan konfirmasi masalah gizi dan monev kegiatan gizi | 49.800.000 | 46.220.000 | 92.81 | 100 | Pelacakan dan konfirmasi masalah gizi dan monev kegiatan gizi ke kab/kota |
4 | Konsultasi dan mengikuti kegiatan di pusat | 8.082.000 | 8.081.800 | 100 | 100 | Mengikuti Kegiatan pusat dalam rangka HGN 2020 |
II | Dukungan Manajemen & Pelaksanaan Tugas teknis Lainnya pada prog Pembinaan Kesmas | 278.587.000. | 266.525.590 | 95.67 | 100 | |
1 | 1. Pengelolaan Keuangan dan BNM 2. Penyusunan Rencana Program 3. Pengelolaan data, informasi dan pelaksanaan Pemantauan Evaluasi program | 210.256.000 30.891.000 37.440.000 | 198.600.790 30.889.800 37.035.000 | 100 | - Kegiatan Rutin satker Kesmas - Rapat Koordinasi Penyusunan Anggaran tidak dilaksanakan pusat - Konsultasi teknis ke pusat realisasi hanya 4 orang | |
III | Pembinaan Upaya Kesehatan kerja dan Olahraga | 568.729.000 | 549.837.400 | 96,68 | 100 | |
1 | Pembinaan Pemeriksaan Kebugaran Jasmani Bagi Jemaah Haji | 68.070.000 | 68.070.000 | 100 | 100 | Kegiatan dalam bentuk pengukuran kebugaran jasmani jamaah haji di Kab/Kota |
2 | Pelaksanaan Kesehatan Kerja di Tempat Kerja | 167.630.000 | 167.216.000 | 99,75 | 100 | Kegiatan dalam bentuk pertemuan evaluasi dan upaya percepatan pelaksanaan kesehatan kerja dan olahraga, orientasi kesehatan kerja dan monitoring penyelenggaraan kesehatan kerja dan olahraga |
3 | Instansi Pemerintah yang Melaksanakan Pengukuran Keguran Jasmani | 9.300.000 | 9.234.000 | 99,30 | 100 | Kegiatan dalam bentuk pengukuran kebugaran jasmani di OPD |
V | Pembinaan Kesehatan Keluarga | 1.368.178.000 | 1.324.744.835 | 96,83 | 100 | |
1 | Pendampingan Program Kesehatan Keluarga ke Kab/Kota | 187.460.000 | 174.447.000 | 93,05 | 100 | Kegiatan dilakukan di 8 Kab/Kota terpilih, tahapan yang dilaksanakan dengan melakukan Assesment ke puskesmas yang sudah ditentukan oleh Kab/Kota. Selanjutnya hasil Assesment disampaikan dalam pertemuan yang dihadiri seluruh puskesmas dan pengelola program terkait. |
2 | Penguatan AMP Terintegrasi Survailans Kematian Ibu (SKI) | 167.818..000 | 131.652.640 | 78,4 | 100 | Pertemuan dilaksanakan bulan Desember 2020, peserta pertemuan sebanyak 76 orang yang terdiri dari Kabid Kesmas, Kabid Yankes, Kabid Yanmed RS dan Kasi Kesga Gizi di 19 Kab/Kota. Kesepakatan pertemuan Melakukan revisi SK TIM AMP yang ditanda tangani Bupati/Walikota. Hasil kajian dan rekomendasi dilaporkan kepada Bupati/Walikota. Adanya MoU Dinkes dengan RS untuk pelayanan kegawatdaruratan. Pengentrian kematian di MPDN |
3 | Pemeriksaan SHK | 67.125.000 | 46.465.460 | 69,2 | 74,1 | Jumlah sampel 000 dialokasikan untuk 3 Kab/Kota yaitu Padang Pariaman, Kota Padang dan Kota Solok. Jumlah realisasi sampel sebanyak 741. |
V | Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat | 4.016.285.000 | 3.645.576.926 | 90,77 | 100 | |
VI | Kesehatan Lingkungan | 116.954.000 | 103.982.000 | 88,91 | 91,30 | |
1 | Pengawasan Tempat Pengelolaan Pangan (TPP) yang memenuhi Syarat | 10.175.000 | - | - | - | Kegiatan (TPP) terminal kelas A & B berupa pertemuan & perjadin dalam rangka pembinaan kegiatan terminal sehat. Kegiatan tidak dapat dilaksanakan karena pandemic covid-19 |
2 | Pengawasan Tempat Fasilitas Umum (TFU) yang memenuhi syarat kesehatan | 34.952.000 | 33.947.000 | 97,12 | 100 | Kegiatan dalam bentuk Orientasi STBM di Pondok Pesantren |
3 | Pengawasan Terhadap Sarana Air Minum | 51.390.000 | 50.960.000 | 99,16 | 100 | Kegiatan dalam bentuk monitoring dan evaluasi |
4 | Pembinaan Pelaksanaan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) | 20.437.000 | 19.075.000 | 93,34 | 100 | Kegiatan dalam bentuk monitoring pelaksanaan STBM dan Bimtek Terpadu Kesehatan Lingkungan |
BAB IV AKUNTABILITAS KINERJA
4.1 Kinerja Organisasi
Perkembangan terbaru membuktikan bahwa manajemen tidak cukup hanya memastikan bahwa proses pengelolaan manajemen berjalan dengan efisien. Diperlukan instrumen baru, pemerintahan yang baik (good governance) untuk memastikan bahwa manajemen berjalan dengan baik. Selain itu, budaya organisasi turut mempengaruhi penerapan pemerintahan yang baik di Indonesia. Pengukuran kinerja dalam penyusunan laporan akuntabilitas kinerja dilakukan dengan cara membandingkan target kinerja sebagaimana telah ditetapkan dalam penetapan kinerja pada awal tahun anggaran dengan realisasi kinerja yang telah dicapai pada akhir tahun anggaran. Laporan kinerja merupakan bentuk akuntabilitas dari pelaksanaan tugas dan fungsi yang dipercayakan kepada setiap instansi pemerintah atas penggunaan anggaran. Hal terpenting yang diperlukan dalam penyusunan laporan kinerja adalah pengukuran kinerja dan evaluasi serta pengungkapan (disclosure) secara memadai hasil analisis terhadap pengukuran kinerja
4.2 Capaian Perjanjian Kinerja
Perjanjian kinerja Bidang Kesehatan Masyarakat telah ditetapkan dalam dokumen penetapan kinerja yang merupakan suatu dokumen pernyataan kinerja/perjanjian kinerja untuk mewujudkan target kinerja tertentu dengan didukung sumber daya yang tersedia. Indikator dan target kinerja yang telah ditetapkan menjadi kesepakatan yang mengikat untuk dilaksanakan dan dipertanggungjawabkan sebagai upaya mewujudkan pelayanan kesehatan yang berkualitas kepada masyarakat Indonesia. Perjanjian penetapan kinerja tahun 2020 yang telah ditandatangani bersama oleh Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat dengan Direktur Jenderal Kesehatan MasyarakatKemenkes RI tahun 2020 dalam rangka pencapaian target.
Dalam upaya untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang ditandai dengan menurunnya angka kematian ibu, angka kematian bayi,
program kesehatan masyarakat memiliki kegiatan-kegiatan yang diukur melalui Indikator kinerja sebagai berikut:
Tabel 4.1 Indikator Perjanjian Kinerja Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat Dengan Dirjen Kesehatan Masyarakat Tahun 2020
No | Sasaran Prog/Keg | Indikator Kinerja | Target Provinsi | Realisasi | % Capaian | |
1 | Pembinaan | 1 | Persentase Kab/Kota | |||
Gizi Masyarakat | yang melaksanakan surveilans gizi | 53% | 75,7 | 143 | ||
2 | Persentase puskesmas | |||||
yang mampu Tata laksana gizi buruk pada | 21% | 24,5 | 117 | |||
balita | ||||||
3 | Persentase ibu hamil | |||||
Kurang Energi Kronis | 16% | 8,6 | 146 | |||
(KEK) | ||||||
4 | Persentase bayi usia | |||||
kurang dari 6 bulan | 50% | 77,62 | 155 | |||
mendapat ASI Ekslusif | ||||||
2 | Pembinaan | 1 | Jumlah Kab/Kota yang | |||
Kesehatan Keluarga | Menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan | 5 Kab/Kota | 1 | 20 | ||
ibu dan bayi baru lahir | ||||||
2 | Persentase Persalinan | |||||
di Fasilitas Pelayanan | 87% | 75,65 | 87 | |||
Kesehatan | ||||||
3 | Jumlah Kab/Kota yang | |||||
menyelenggarakan pelayanan kesehatan | 4 Kab/Kota | 16 | 400 | |||
balita | ||||||
4 | Jumlah Kab/Kota yang | |||||
menyelenggarakan pelayanan kesehatan Anak Usia Sekolah dan | 5 Kab/Kota | 12 | 240 | |||
Remaja | ||||||
5 | Jumlah Kab/Kota yang | |||||
menyelenggarakan pelayanan kesehatan | 4 Kab/Kota | 16 | 400 | |||
usia reproduksi | ||||||
6 | Persentase Kab/Kota | |||||
yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan | 45% | 52,63 | 117 | |||
lanjut usia | ||||||
3 | Pembinaan Upaya Kesjaor | 1 | Jumlah Kab/Kota yang menyelenggarakan kesehatan kerja | 13 Kab/Kota | 16 | 123 |
2 | Jumlah Kab/Kota yang menyelenggarakan kesehatan olahraga | 13 Kab/Kota | 15 | 115 | ||
4 | Penyehatan Lingkungan | 1 | Persentase Desa/kelurahan Stop | 30% | 25,96 | 87 |
Buang air besar | ||||||
Sembarangan (SBS) | ||||||
2 | Jumlah Kab/Kota Sehat | 19 | 18 | 95 | ||
(KKS) | Kab/Kota | |||||
3 | Persentase sarana air | |||||
minum yang diawasi | ||||||
/diperiksa kualitas air | 58% | 30,63 | 53 | |||
minumnya sesuai | ||||||
standar | ||||||
4 | Jumlah Fasyankes yang | |||||
memiliki Pengelolaan | 230 | |||||
Limbah Medis sesuai Standar | Fasyanke s | 323 | 140 | |||
5 | Persentase tempat | |||||
pengelolaan pangan | ||||||
(TPP) yang memenuhi syarat sesuai standar | 40% | 42,44 | 106 | |||
6 | Persentase tempat dan | |||||
fasilitas umum (TFU) | ||||||
yang dilakukan | 55% | 39,89 | 73 | |||
pengawasan sesuai | ||||||
standar | ||||||
5 | Promkes dan | 1 | Persentase Kab/Kota | |||
PM | yang menerapkan kebijakan gerakan | 20% | 20% | 100 | ||
masyarakat hidup sehat | ||||||
2 | Persentase Kab/Kota | |||||
melaksanakan pembinaan posyandu | 40% | 40% | 100 | |||
aktif | ||||||
6 | Dukungan | 1 | Persentase kinerja | |||
Manajemen | RKAKL pada program | |||||
dan Pelaks tugas teknis | pembinaan kesehatan masyarakat | 85% | 94,5 | 111 | ||
lainnya pada | ||||||
prog Kesmas |
Berikut ini dapat dilihat capaian Indikator Perjanjian Kinerja Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera dengan Dirjen Kesehatan Masyarakat yang didukung melalui Anggaran APBN Satker 03 Tahun 2020 sebagai berikut :
4.3.1. Pembinaan Gizi Masyarakat
4.3.1.1. Persentase Kabupaten/Kota Yang Melaksanakan Surveilans Gizi
Kabupaten/kota yang melaksanakan surveilans gizi adalah kabupaten/kota yang minimal 70% dari jumlah puskesmas melakukan kegiatan pengumpulan data, pengolahan dan analisis data, serta diseminasi informasi. Realisasi cakupan kabupaten/Kota yang melaksanakan Surveilans Gizi pada tahun 2020 sudah mencapai target yang ditetapkan yaitu 75,7% dari target
53%, dengan persentase capaian adalah sebesar 143%. Dibandingkan dengan capaian Nasional tahun 2020 sebesar 49,4% dengan target 50%, maka realisasi berada diatas rata-rata nasional. Ada perbedaan target Provinsi dengan Nasional tahun 2020 dimana target provinsi lebih besar dari target nasional. Dari 19 kab/kota hanya ada 3 (tiga) kabupaten/kota yaitu kota Kab. Solok Selatan, Kota Padang dan Kota Bukittinggi yang belum mencapai target seperti grafik berikut ini.
Grafik 4.1 Persentase Kab/Kota Yang melaksanakan Surveilans Gizi Tahun 2020
Dalam pelaksanaan Surveilans Gizi, peran Petugas Puskesmas sangat diperlukan untuk melakukan :
- Melakukan penimbangan dan pengukuran Bersama kader;
- Mengumpulkan data hasil penimbangan di Posyandu;
- Validasi hasil penimbangan di Posyandu;
- Analisis hasil penimbangan;
- Intervensi hasil analisis data.
- Entry Data . Data yang telah dikumpulkan dan divalidasi, selanjutnya entry data dilakukan oleh petugas puskesmas kedalam aplikasi sigizi terpadu (e-PPGBM).
- Diseminasi . Data yang sudah di entry kedalam sigizi terpadu dan dianalisis sederhana oleh sistem, didiseminasikan ke lintas program dan lintas sector
Hambatan dalam pelaksanaan surveilans gizi adalah Pada awal pandemi Covid-19 (mulai bulan April – Mei 2020) pelayanan penimbangan balita di Posyandu tidak terlaksana karena ada himbauan dari pusat dan daerah untuk melakukan sosial distansing. Hari buka dan pelaksanaan posyandu mengikuti kebijakan daerah. Koordinasi petugas, kader dan masyarakat tidak maksimal dalam pelaksanaan posyandu sehingga ada posyandu tidak melakukan pelayanan. Kota Padang dan Kota Bukittinggi merupakan zona merah penyebaran Covid-19, sehingga banyak posyandu yang tidak bisa berjalan optimal. Sementara kab Solok Selatan proses input data surveilans gizi belum dilakukan secara optimal. Realisasi Pelaksanaan entry data Surveilans Gizi kabupaten/Kota tahun 2020 dapat lilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 4.2 Pelaksanaan Surveilans Gizi Tahun 2020
Kegiatan surveilans gizi adalah pengamatan secara teratur dan terus menerus terhadap status gizi masyarakat sebagai dasar untuk membuat keputusan dalam upaya meningkatkan status gizi masyarakat. Kegiatan Surveilans Gizi di Puskesmas diperkuat dengan Sistem Informasi Gizi Terpadu (Sigizi Terpadu) dengan Modul aplikasi Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat (e-PPGBM). Salah satu kriteria pelaksanaan surveilans gizi adalah assessment yang di lakukan melalui kegiatan pemantauan pertumbuhan. Pada awal masa pandemi kegiatan pemantauan pertumbuhan balita di posyandu sempat berhenti karena ada himbauan untuk tidak memberikan pelayana, kemudian dibatasi dan pelaksanaan posyandu dengan menreapkan protokol kesehatan. Selain itu kegiatan pelacakan untuk mengetahui determinan masalah gizi juga terbatas. Data hasil analisis surveilans gizi penimbangan bulanan dan penimbangan massal disampaikan ke pimpinan puskesmas untuk dimanfaatkan oleh Lintas Program dan Lintas sektor terkait terutama untuk disampaikan di forum Lokmin Puskesmas
/Musrenbang Nagari/desa/kelurahan dan lainnya.
4.3.1.2. Persentase Puskesmas Mampu Tatalaksana Gizi Buruk Pada Balita
Puskesmas mampu melakukan tatalaksana gizi buruk pada balita Balita Gizi buruk adalah balita usia 0-59 bulan dengan tanda klinis gizi buruk atau indeks Berat Badan menurut Panjang Badan (BB/PB) atau Berat Badan menurut Tinggi Badan (BB/TB) dengan nilai Z-score kurang dari -3 SD atau Lingkar Lengan Atas <11,5 cm bagi balita 6-59 bulan adalah Puskesmas dengan kriteria:
1) Mempunyai Tim Asuhan Gizi terlatih, terdiri dari dokter, bidan/perawat, dan tenaga gizi, dan 2) Memiliki Standar Prosedur Operasional tatalaksana gizi buruk pada balita. Realisasi cakupan Puskesmas mampu tatalaksana gizi buruk pada balita pada tahun 2020 sudah mencapai target yang ditetapkan yaitu 24,5% dari target 10%, dengan persentase capaian adalah sebesar 245%. Dibandingkan dengan capaian Nasional tahun 2020 sebesar 7,4% dengan target 10%, maka realisasi jauh berada diatas rata- rata nasional. Sudah ada 3 (tiga) kabupaten/kota yaitu kota Padang Pariaman, Pasaman Barat dan Pasaman yang sudah memenuhi target pencapaian seperti grafik berikut ini.
Persentase Puskesmas Mampu Tatalaksana Gizi Buruk Pada Balita
tahun 2020
Target 10%
100,0
80,0
80,0
65,062,5
60,0
57,1
40,0
39,1
26,725,0
14,313,0
24,5
20,0
5,3 4,3 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0
0,0
Grafik 4.2 Persentase Puskesmas Mampu Tatalaksana Gizi Buruk Pada Balita Tahun 2020
Padang Pariaman
Pasaman Barat
Pasaman Pariaman
Agam Mentawai
Solok Dharmasraya
Padang Kab. Solok Tanah Datar Pesisir Selatan
Sijunjung 50 Kota Solok Selatan Sawahlunto
Padang Panjang
Bukittinggi Payakumbuh
Sumatera Barat
Pandemi COVID-19 menyebabkan terjadinya perubahan atau penyesuaian pada implementasi kegiatan dan pembiayaan, yang akan berdampak pada capaian kinerja program. Salah satu indikator yang paling berdampak adalah lndikator Persentase Puskesmas Mampu Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita di Puskesmas. Terdapat penyesuaian definisi operasional indikator selama pada masa pandemi Covid19 menjadi pelaksanaan pencapaian dilaksanakan bertahap yang dimulai dari pemenuhan tersedianya SOP Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita di Puskesmas. Definisi operasional ini akan disesuaikan dengan kondisi yang ada yaitu kondisi pandemi dan new normal (pasca pandemi).
Indikator yang semula adalah agar puskesmas Mempunyai Tim Asuhan Gizi terlatih, terdiri dari dokter, bidan/perawat, dan tenaga gizi. Pelatihan yang sudah direncanakan pada tahun 2020 tidak dapat berjalan optimal Karena kebijakan recofusing dana Covid-19, maka pelatihan Tata laksana gzi buruk untuk petugas puskesmas tidak bisa dilaksanakan yang berpengaruh tehadap target indikator. Dalam rangka pencapaian target indikator tersebut, Direktorat Gizi Masyarakat telah menyusun menindaklanjuti dengan mewajibkan puskesmas untuk membuat Standar Operasional Prosedur (SOP) Pencegahan
dan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita. Puskesmas akan menindaklanjuti dengan menyusun SOP tersebut sesuai dengan sumber daya yang ada di wilayahnya dan melakukan upload dokumen SOP ke dalam aplikasi e-PPGBM. Sudah lebih dari separuh puskesmas kabupaten/kota melakukan upload dalam aplikasi Sigizi Terpadu sedang dalam proses. sehingga jumlah puskesmas yang memiliki SOP untuk tatalaksana gizi buruk dapat lebih meningkat lagi nantinya.
Tabel 4.3 Puskesmas yang melakukan Upload SOP tahun 2020
4.3.1.3. Persentase Ibu Hamil Kurang Energi Kronik (KEK)
Persentase Ibu hamil Kurang Energi Kronik (KEK) adalah Ibu hamil dengan risiko Kurang Energi Kronik (KEK) yang ditandai dengan ukuran Lingkar Lengan Atas (LiLA) kurang dari 23,5 cm. Realisasi cakupan Ibu hamil Kurang Energi Kronik (KEK) pada tahun 2020 sudah mencapai target yang ditetapkan yaitu 8,6% dari target 16%, dengan persentase capaian adalah sebesar 146%. Dibandingkan dengan capaian Nasional tahun 2020 sebesar 12,2% dengan target 16%, maka realisasi sudah diatas rata-rata nasional. Ada
2 (dua) kabupaten/kota yang tidak memenuhi target yaitu Kab. Pasaman (16,5%) dan Kota Sawahlunto (28,5%) seperti grafik berikut ini :
Persentase Ibu Xxxxx Xxxxxx Energi Kronis (KEK) tahun 2020
Target 16%
30,0
28,5
25,0
20,0
16,5
15,0
12,513,2
9,9 10,110,610,811,611,611,8
10,0
6,4 6,7 6,8 7,7 7,7
8,6
5,0
2,4 3,7 3,8
-
Grafik 4.3 Persentase Ibu Hamil Kurang Energi Kronis (KEK) Tahun 2020
Solok Selatan
Pasaman Barat Payakumbuh Padang Pariaman
50 Kota Kab. Solok
Solok Bukittinggi Sijunjung Pariaman
Agam Dharmasraya Tanah Datar Mentawai Pesisir Selatan
Padang Padang Panjang
Pasaman
Sawahlunto
Sumatera Barat
Kekurangan energi kronik (KEK) adalah masalah gizi yang disebabkan karena kekurangan asupan makanan dalam waktu yang cukup lama, yaitu hitungan tahun. Berdasarkan Pemantauan Status Gizi (PSG) tahun 2016, gambaran asupan makanan ibu hamil di Indonesia masih memprihatinkan, dimana proporsi ibu hamil dengan tingkat kecukupan energi kurang dari 70% angka kecukupan energi (AKE) sekira 53,9%, yang artinya lebih dari separuh ibu hamil di Indonesia mengalami kekurangan energi. Sementara proporsi ibu hamil dengan tingkat kecukupan protein kurang dari 80% angka kecukupan protein (AKP) juga cukup tinggi, yaitu sekira 51,9%, yang berarti separuh ibu hamil di Indonesia mengalami defisit protein. Kurangnya asupan energi yang berasal dari zat gizi makro (karbohidrat, protein dan lemak) maupun zat gizi mikro terutama vitamin A, vitamin D, asam folat, zat besi, seng, kalsium dan iodium serta zat gizi mikro lain pada wanita usia subur yang berkelanjutan (remaja sampai masa kehamilan), mengakibatkan terjadinya kurang energi kronik (KEK) pada masa kehamilan, yang diawali dengan kejadian ‘risiko’ KEK
dan ditandai oleh rendahnya cadangan energi dalam jangka waktu cukup lama yang diukur dengan lingkar lengan atas (LiLA).
Jika membandingkan capaian di tahun 2019 dan tahun 2020, terlihat penurunan persentase ibu hamil KEK dari 8,84% menjadi 8,6%. dan berada dibawah target, seperti pada grafik berikut ini :
Grafik 4.4 Persentase Ibu Xxxxx Xxxxxx Energi Kronis (KEK) Tahun 2019 – 2020
Prevalensi Ibu Hamil KEK
Tahun 2019 - 2020
20
15
10
8,84
18
5
8,6
16
0
2019
2020
Target
Realisasi
Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO), batas ambang masalah kesehatan masyarakat untuk ibu hamil dengan risiko KEK adalah <5%, sementara Riskesdas 2018 menunjukkan angka 17,3% dan Riskesdas 2017 sebesar 14,8%. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia dan juga provinsi Sumatera Barat masih mempunyai masalah kesehatan masyarakat ibu Hamil KEK. Upaya yang dapat dilakukan untuk perbaikannya adalah :
- Konseling ibu tentang gizi seimbang bagi ibu hamil yang terintegrasi di kelas ibu.
- Penyuluhan tentang MT untuk ibu hamil KEK, dengan memanfaatkan pangan lokal, sehingga tidak bergantung kepada pangan jadi atau pangan pabrikan.
- Pendidikan gizi seimbang dan konsumsi tablet tambah darah bagi remaja puteri, dalam rangka meningkatkan status kesehatan remaja putri yang merupakan calon ibu
- Kegiatan kelas ibu hamil. Kelas Ibu Hamil ini merupakan sarana untuk belajar bersama tentang kesehatan bagi ibu hamil, dalam bentuk tatap muka
dalam kelompok. Melalui kelas ibu hamil diharapkan terjadi peningkatkan pengetahuan, perubahan sikap dan perilaku ibu dalam hal kehamilan. Dalam kegiatan ini pengetahuan tentang gizi dan konseling dapat diberikan untuk ibu hamil terutama ibu hamil yang berisiko
- Penyelenggaraan kegiatan pelayanan antenatal di puskesmas (ibu hamil mendapatkan pelayanan antenatal minimal 4 kali) Kegiatan ini merupakan akses pelayanan kesehatan terhadap ibu hamil dan tingkat kepatuhan ibu hamil dalam memeriksakan kehamilannya ke tenaga kesehatan minimal 4 kali, sesuai dengan ketetapan waktu kunjungan. Melalui kegiatan ini diharapkan ibu hamil dapat dideteksi secara dini adanya masalah, gangguan atau kelainan dalam kehamilannya, dan dilakukan penanganan secara cepat dan tepat.
- GP2SP merupakan upaya pemerintah, masyarakat maupun pengusaha untuk menggalang dan berperan serta, guna meningkatkan kepedulian dalam upaya memperbaiki kesehatan dan status gizi pekerja perempuan, sehingga dapat meningkatkan produktivitas kerja dan meningkatkan kualitas generasi penerus. Kegiatan utama GP2SP diantaranya adalah perusahaan menyediakan ruang ASI, mengadakan kelas ibu hamil, cek kesehatan secara berkala dan memperhatikan gizi pekerja hamil dan menyusui di tempat kerja.
4.3.1.4. Persentase Bayi Kurang Dari 6 Bulan Mendapat ASI Eksklusif
Bayi usia 0 bulan 5 bulan 29 hari yang diberi ASI saja tanpa makanan atau cairan lain kecuali obat, vitamin dan mineral berdasarkan recall 24 jam. Persentase bayi usia kurang 6 bulan mendapat ASI Eksklusif adalah proporsi bayi mencapai umur 5 bulan 29 hari mendapat ASI Eksklusif 6 bulan terhadap jumlah seluruh bayi mencapai umur 5 bulan 29 hari yang datang dan tercatat dalam register pencatatan/Buku KIA/KMS di suatu wilayah pada periode tertentu x 100%. Realisasi cakupan Bayi Kurang Dari 6 Bulan Mendapat ASI Ekslusif pada tahun 2020 telah dapat melampaui target yang ditetapkan yaitu 77,6% dari target 53%, dengan persentase capaian adalah sebesar 145%.
Dibandingkan dengan capaian Nasional tahun 2020 sebesar 59,7% dari target 50%, maka realisasi sudah diatas rata-rata nasional. Semua kabupaten/kota sudah memenuhi target pencapaian seperti grafik berikut ini.
100,0
Cakupan Bayi Kurang dari 6 Bulan Mendapat ASI Eksklusif tahun
2020
Target 40%
90,6 90,6 90,1 89,7 88,5
85,0 80,5 80,2 79,9 79,4
80,0
77,4 75,9 74,2 73,7 73,3 72,4 72,4
77,62
71,4 70,3
60,0
40,0
20,0
-
Grafik 4.5 Cakupan Bayi Kurang Dari 6 Bulan Mendapat ASI Eksklusif Tahun 2020
Payakumbuh
Sawahlunto
Solok Agam Pariaman
Padang Panjang
Pasaman Kab. Solok Mentawai Padang Pariaman
50 Kota Bukittinggi Tanah Datar Pasaman Barat Dharmasraya Pesisir Selatan
Sijunjung Solok Selatan
Padang
Sumatera Barat
Ada trend kenaikan cakupan Bayi Kurang dari 6 Bulan Mendapat ASI Eksklusif tahun selama periode tahun 2016 sampai dengan 2020, seperti grafik berikut ini.
Persentase Bayi Usia Kurang dari 6 Bulan Mendapat ASI Eksklusif
Tahun 2016 - 2020
100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
2016
2017
2018
2019
2020
Target
Realisasi
Grafik 4.6 Cakupan Bayi Kurang Dari 6 Bulan Mendapat ASI Eksklusif Tahun 2019 - 2020
75 | ,6 | 76 | ,4 | 77 | ,0 | 75 | ,9 | 77 | ,62 | ||||||
53 | |||||||||||||||
47 | 50 | ||||||||||||||
44 | |||||||||||||||
42 | |||||||||||||||
Upaya peningkatan cakupan pemberian ASI Ekslusif dilakukan dengan berbagai strategi, mulai dari penyusunan kerangka regulasi, peningkatan kapasitas petugas dan promosi ASI ekslusif. Peraturan yang mendukung Pemberian ASI Ekslusif adalah :
1) Peraturan Daerah (PERDA) ASI Provinsi Sumatera Barat No. 15 Tahun 2014 tentang Pemberian Air Susu Ibu Eksklusif. Dalam Perda ASI tersebut diatur tanggungjawab pemerintah daerah dalam pengembangan program ASI, menetapkan kebijakan daerah, melaksananakan advokasi dan sosialisasi serta pengawasan terkait program pemberian ASI eksklusif
2) Kab. Kepulaan Mentawai : Perbup No 48 Tahun 2017 Tentang 7 Pesan Sikerey yang didalamnya terdapat pesan ASI
3) Kabupaten Solok : Perda No 4 Tahun 2017
4) Kab Sijunjung : Perda No 3 Tahun 2013 tentang ASI Dan Surat Edaran Bupati Tentang Tindak Lanjut Perda No 3 Tahun 2013
5) Kabupaten Padang Pariaman : Perbup No 29 Tahun 2019 Tentang Pemberian Air Susu Ibu Eksklusif
6) Kabupaten Pasaman : Peraturan Bupati Pasaman No 24 Tahun 2019 tentang Cegah Stunting dengan PINTAR yang poinnya ada ASI Eksklusif
7) Kabupaten Dharmasraya : Peraturan Bupati No 14 Tahun 2015
8) Kota Padang : Perwako No 7 Tahun 2015 tentang Ruang Menyusui
9) Kota Sawahlunto : Perwako No 19 Tahun 2017 Tentang Pedoman Pelaksanaan Pemberian Asi Eksklusif
10) Kota Payakumbuh : Perda No 9 Tahun 2015
11) Kota Pariaman : Himbauan Walikota Pariaman Tentang Pemberian ASI Eksklusif 0-6 Bulan
4.3.2. Pembinaan Kesehatan Keluarga
4.3.2.1. Jumlah Kab/Kota Yang Menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan Ibu dan Bayi Baru Lahir
Kriteria Kab/Kota yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir adalah Seluruh puskesmas menyelenggarakan kelas ibu hamil minimal di 50% desa/kelurahan, Cakupan K4 minimal 85%, Seluruh puskesmas dengan tempat tidur mampu memberikan pelayanan kegawatdaruratan maternal neonatal, Kab/Kota memiliki minimal 1 Rumah Sakit Mampu melakukan penanganan kasus rujukan komplikasi dan kegawatdaruratan maternal neonatal dan Dinas Kesehatan Kab/Kota menyelenggarakan AMP minimal 1 kali setiap 3 bulan. Terlaksananya pelayanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir terlihat dari masing-masing indikator pendukung yang memenuhi target yang sudah ditetapkan. Target Kab/Kota yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir tahun 2020 sebanyak 5 Kab/Kota dengan realisasi sebanyak 1 Kab/Kota (5,26%). Hanya ada 1 (satu) Kab/Kota yang memenuhi target pencapaian yaitu Kota Payakumbuh (100%), sedangkan 18 Kab/Kota belum memenuhi target yang sudah ditetapkan seperti grafik berikut ini :
Grafik 4.7 Persentase Jumlah Kab/Kota yang Menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan Ibu dan Bayi Baru Lahir Tahun 2020
Pelayanan Kesehatan Ibu dan Bayi Baru Lahir
100
100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
0
5,26
Pelayanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir dapat dihitung secara komposit dimana terpenuhinya 5 indikator pendukung yaitu :
1. Seluruh puskesmas menyelenggarakan kelas ibu hamil minimal di 50% desa/kelurahan. Pelaksanaan kelas ibu hamil merupakan kegiatan terencana sesuai kebutuhan untuk membahas materi buku KIA secara berdiskusi dan berbagi pengalaman antara ibu hamil dalam kelompok. Kegiatan kelas ibu hamil dilakukan minimal 4 kali selama kehamilan, dengan mengikuti kelas ibu diharapkan meningkatkan pengetahuan, merubah sikap dan perilaku ibu tentang kesehatan ibu hamil, bersalin dan ibu nifas serta tumbuh kembang balita yang optimal.
2. Cakupan K4 minimal 85%
Pemeriksaan pelayanan ibu hamil ke 4 (K4) menggambarkan tingkat perlindungan pada ibu hamil, dengan mendapatkan minimal 4 kali pelayanan antenatal care diharapkan ibu hamil mengetahui kondisi kesehatan ibu dan janin. Selain itu ibu dan keluarga juga diharapkan telah memahami tanda – tanda bahaya kehamilan yang berkemungkinan juga akan dialami ibu hamil. Pada saat ibu hamil melakukan pemeriksaan kehamilan, tenaga kesehatan memberikan pelayanan antenatal secara lengkap (10 T) yang terdiri dari: timbang badan dan ukur tinggi badan, ukur tekanan darah, nilai status gizi
(ukur LiLA), ukur tinggi fundus uteri, tentukan presentasi janin dan denyut jantung janin, skrining status imunisasi TT dan bila perlu pemberian imunisasi TT, pemberian tablet besi (90 tablet selama kehamilan), test lab sederhana (Golongan Darah, Hb, Glukoprotein Urin) dan skrining terhadap Hepatitis B, Sifilis, HIV, Malaria, TBC, tata laksana kasus, dan temu wicara/ konseling termasuk P4K serta KB PP.
3. Seluruh puskesmas dengan tempat tidur mampu memberikan pelayanan kegawatdaruratan maternal neonatal
4. Kab/Kota memiliki minimal 1 Rumah Sakit Mampu melakukan penanganan kasus rujukan komplikasi dan kegawatdaruratan maternal neonatal.
Rumah Sakit mampu melakukan penanganan kasus rujukan komplikasi dan kegawatdaruratan maternal dan neonatal yang memiliki tenaga dengan kemampuan serta sarana dan prasarana penunjang yang memadai untuk memberikan pelayanan pertolongan kegawatdaruratan obstetrik dan neonatal komprehensif dalam 24 jam sehari dan 7 hari seminggu.
5. Dinas Kesehatan Kab/Kota menyelenggarakan AMP minimal 1 kali setiap 3 bulan.
Kunjungan neonatus adalah cakupan pelayanan pada bayi baru lahir usia 0 - 28 hari yang mendapatkan pelayanan sesuai standar paling sedikit 3 kali dengan distribusi waktu 1 kali pada 6-48 jam, 1 kali pada hari ke 3 – hari ke 7, dan 1 kali pada hari ke 8 – hari ke 28 setelah lahir di suatu wilayah pada kurun waktu tertentu. Pelayanan neonatal esensial, standar kuantitas adalah kunjungan minimal 3 kali selama periode neonatal dengan ketentuan Kunjungan neonatal 1 (KN 1) 6-48 Jam, Kunjungan neonatal 2 (KN 2) 3-7 hari dan Kunjungan neonatal 3 (KN 3) 8-28 hari. Pada kunjungan neonatus pelayanan yang diberikan sesuai standar yaitu, pemeriksaan dilakukan dengan pendekatan MTBM, perawatan tali pusat, konseling ASI dan tanda bahaya bayi baru lahir, pemberian imunisasi HB 0 untuk bayi usia < 24 jam yang lahir tidak ditolong oleh tenaga kesehatan dan Injeksi Vit K1 bagi yang tidak lahir di fasyankes atau belum mendapatkan injeksi Vit K1jika belum diberikan saat lahir, penanganan dan rujukan kasus neonatal komplikasi.
Beberapa faktor yang menghambat tidak tercapainya target disebabkan oleh beberapa faktor sebagai berikut :
1) Masih adanya Persalinan non tenaga kesehatan.
2) Akses Pelayanan Kesehatan akibat faktor geografis yang sulit
3) Tenaga kesehatan tidak berada ditempat
4) Kompetensi tenaga kesehatan yang belum maksimal
5) Pelayanan Neonatus belum sesuai standar
Sedangkan faktor-faktor pendukung pencapaian kinerja adalah sebagai berikut
1) Adanya program Jampersal melalui dana DAK Non Fisik
2) Adanya kegiatan supervisi fasilitatif untuk peningkatan kompetensi tenaga kesehatan.
3) Penguatan Pelayanan Neonatal Esensial
4) Peningkatan peran serta lintas program, lintas sector dan pemberdayaan masyarakat dalam pemanfatan Buku KIA
5) Sistim rujukan neonatus komplikasi
4.3.2.2. Persentase Persalinan di Fasilitas Kesehatan
Persentase Persalinan di Fasilitas Kesehatan adalah Jumlah ibu bersalin yang mendapatkan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan sesuai standar/Jumlah sasaran ibu bersalin yang ada di suatu wilayah pada kurun waktu tertentu x100%. Cakupan Ibu bersalin yang mendapatkan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan oleh tim minimal 2 (dua) orang terdiri dari Dokter dan bidan atauDokter dan perawat atau2 (dua) orang bidan, atauBidan dan perawat
Target Persalinan di Fasyankes (PF) tahun 2020 sebesar 87% dengan realisasi sebesar 76,30%. Hanya 3 (tiga) Kabupaten/Kota yang memenuhi target pencapaian cakupan yaitu Pariaman (92,33%), Padang Panjang (89,02%), Kota Payakumbuh (87,71%) dan Kota Solok (87,37%). Pencapaian terendah di Kabupaten Kepulauan Mentawai (25,6%) seperti grafik berikut :
Grafik 4.8 Persentase Persalinan di Fasyankes Tahun 2020
Persalinan di Fasyankes
100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
92,3389,0287,7187,3786,95
82,1781,8880,2778,0876,674,7573,35 73 72,89
72,2169,3967,666,42
76,3
25,6
Berdasarkan grafik diatas terlihat cakupan PF tahun 2020 belum mencapai target yang sudah ditetapkan. Terdapat beberapa hal yang menjadi faktor penghambat pencapaian pelayanan persalinan di fasilitas kesehatan antara lain :
1. Situasi pandemic covid-19 yang membuat ibu bersalin khawatir melakukan persalinan di fasilitas kesehatan
2. Masih rendahnya kompetensi petugas dalam memberikan pelayanan persalinan
3. Kurangnya kepatuhan tenaga kesehatan dalam melaporkan cakupan pelayanan persalinan di BPM dan RSB.
4. Tingkat pendidikan ibu yang masih rendah dan masih rendahnya peran perempuan dalam pengambilankeputusan.
5. Budaya di kelompok masyarakat tertentu, yang menyebabkan ibu hamil lebih memilih untuk bersalin di rumah atau dipolindes.
6. Belum samanya persepsi tentang Definisi Operasional Persalinan di Fasyankes tentang poskesdes dan polindes
Upaya yang dilakukan untuk meningkatkan cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan di Fasilitas Kesehatan (PF) adalah :
1. Supervisi fasilitatif bagi petugas untuk melihat tingkat kepatuhan petugas dalam memberikan pelayanan sesuai standar.
2. Pendampingan program kesehatan keluarga untuk memantau kualitas pelayanan yang diberikan kepada ibu dan anak dengan melakukan pendampingan semua program kesehatan keluarga di masing-masing puskesmas. Selain evaluasi bagi petugas juga melakukan mapping sarana prasarana pendukung pelayanan kesehatan ibu dan anak.
3. Review defenisi operasional indikator kesehatan keluarga bagi petugas, dan koordinasi dengan lintas program, organisasi profesi terkait pencatatan dan pelaporan.
4. Penguatan program perencanaan persalinan dan pencegahan komplikasi (P4K), melalui konseling yang aktif dan efektif, diharapkan ibu hamil dan keluarga dapat melakukan perencanaan kehamilan dan persalinannya dengan baik serta memantapkan keputusan ibu hamil dan keluarganya untuk melahirkan ditolong tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan.
4.3.2.3. Jumlah Kab/Kota Yang Menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan Balita
Kriteria Kab/Kota yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan balita adalah Seluruh puskesmas melaksanakan kelas ibu balita sedikitnya di 50% desa/kelurahan, Seluruh puskesmas melaksanakan pendektan MTBS pada kunjungan balita sakit dan Seluruh puskesmas melaksanakan intervensi (SDIDTK) pada rujukan balita dipantau gangguan perkembangan. Pada tahun 2020 target Kab/Kota yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan balita sebanyak 4 Kab/Kota (21%) dengan realisasi sebanyak 16 Kab/Kota (84,21%). Ada 3 (tiga) kabupaten/kota yang belum memenuhi target pencapaian yaitu Kota Padang (0%), Kab. Solok Selatan (0%) dan Kota Padang Panjang (0%)seperti grafik berikut ini :
Grafik 4.9 Persentase Jumlah Kab/Kota yang Menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan Balita Tahun 2020
Pelayanan Kesehatan Balita
100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100
100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
84,21
0 0 0
Pelayanan kesehatan balita dapat dihitung secara komposit dimana terpenuhi 3 indikator pendukung yaitu :
1. Seluruh puskesmas melaksanakan kelas ibu balita sedikitnya di 50% desa/kelurahan.
Pelaksanaan kelas ibu hamil merupakan kegiatan terencana sesuai kebutuhan untuk membahas materi buku KIA secara berdiskusi dan berbagi pengalaman tentang pemenuhan pelayanan kesehatan, gizi dan stimulasi dan perkembangan antara ibu balita yang mempunyai anak berusia antara 0-5 tahun secara bersama-sama. Kegiatan kelas ibu balita dilakukan minimal 1 kali sebulan dengan pengelompokan umur 0-1 tahun, umur 1-2 tahun dan umur 2-5 tahun.
2. Seluruh puskesmas melaksanakan pendekatan MTBS pada kunjungan balita sakit.
Dalam penerapan MTBS, penilaian dilakukan secara cepat terhadap semua gejala anak sakit, sehingga dapat segera ditentukan apakah anak dalam keadaan sakit berat dan perlu dirujuk. Selain pemberian pengobatan yang sesuai disamping cara konseling bagi ibu dengan menggunakan buku KIA.
3. Seluruh puskesmas melaksanakan intervensi (SDIDTK) pada rujukan balita dipantau gangguan perkembangan.
Stimulasi yang tepat akan merangsang otak balita sehingga perkembangan kemampuan gerak, bicara dan bahasa, sosialisasi dan kemandirian pada balita berlangsung optimal sesuai dengan umur anak. Deteksi dini penyimpangan tumbuh kembang perlu dilakukan untuk dapat mendeteksi secara dini, apabila ditemukan penyimpangan maka dilakukan intervensi dini penyimpangan tumbuh kembang balita sebagai tindakan koreksi dengan memanfaatkan plastisitas otak anak agar tumbuh kembangnya kembali normal.
4.3.2.4. Jumlah Kab/Kota Yang Menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan Anak Usia Sekolah dan Remaja
Kriteria Kab/Kota yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan anak usia sekolah dan remaja adalah Minimal 40% puskesmas mampu laksana Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR) dan Setiap puskesmas membina minimal 20% sekolah/madrasah (SD/MI, SMP/MTs, SMA/SMK/MA) melalui kegiatan UKS/M yang ada di wilayah kerja puskesmas. Pada tahun 2020 target Kab/Kota yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan anak usia sekolah dan remaja sebanyak 5 Kab/Kota (26%) dengan realisasi sebanyak 13 Kab/Kota (68,42%). Ada 6 (enam) kabupaten/kota yang belum memenuhi target pencapaian yaitu Kota Pariaman (0%), Kab. Pesisir Selatan (0%), Kab. Sijunjung (0%), Kab. Pasaman (0%), Kota Bukittinggi (0%) dan Kota Padang (0%) seperti grafik berikut ini :
Grafik 4.10 Persentase Jumlah Kab/Kota yang Menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan Anak Usia Sekolah dan Remaja Tahun 2020
Pelayanan Kesehatan Anak Usia Sekolah dan Remaja
100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100
100
80 68,42
60
40
20
0 0 0 0 0 0
0
Penjaringan kesehatan merupakan suatu prosedur pemeriksaan kesehatan yang dilakukan untuk memilah (skrining) anak yang sehat dan tidak sehat, serta dapat dimanfaatkan untuk pemetaan kesehatan peserta didik. Penjaringan kesehatan dilakukan agar terdeteksinya secara dini masalah kesehatan peserta didik, sehingga bila terdapat masalah dapat segera ditindaklanjuti. Selain itu hasil penjaringan kesehatan dapat dijadikan data atau bahan informasi untuk menilai perkembangan kesehatan peserta didik, maupun untuk dijadikan pertimbangan.
4.3.2.5. Jumlah Kab/Kota Yang Menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan Usia Reproduksi
Kriteria Kab/Kota yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan usia reproduksi adalah Minimal 50% puskesmas memberikan pelayanan kesehatan reproduksi calon pengantin (Kespro Catin) dan Seluruh puskesmas mampu dan memberikan pelayanan KB Pasca Persalinan. Pada tahun 2020 target Kab/Kota yang menyelenggarakan pelayanan usia reproduksi sebanyak 4 Kab/Kota (21%) dengan realisasi sebanyak 17 Kab/Kota (89,47%). Ada 2 (dua) kabupaten/kota yang belum memenuhi target pencapaian yaitu Kab. Mentawai (0%) dan Kota Sawahlunto (0%) seperti grafik berikut ini :
Pelayanan Kesehatan Usia Reproduksi
100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100
100 89,47
80
60
40
20
0 0
0
Grafik 4.11 Persentase Jumlah Kab/Kota yang Menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan Usia Reproduksi Tahun 2020
PESISIR SELATAN
SOLOK SIJUNJUNG TANAH DATAR
PADANG PARIAMAN
AGAM LIMA PULUH KOTA
PASAMAN SOLOK SELATAN DHARMAS RAYA PASAMAN BARAT KOTA PADANG KOTA SOLOK
KOTA PADANG PANJANG KOTA BUKITTINGGI KOTA PAYAKUMBUH KOTA PARIAMAN KEPULAUAN MENTAWAI
KOTA SAWAH LUNTO
SUMBAR
Penyelenggaraan pelayanan kesehatan usia reproduksi juga dihitung secara komposit dengan memenuhi 2 indikator yaitu :
1. Minimal 50% puskesmas memberikan pelayanan kesehatan reproduksi calon pengantin (kespro catin).
Konseling/komunikasi, informasi, edukasi (KIE) kesehatan reproduksi calon pengantin dan skrining kesehatan bagi calon pengantin, minimal pemeriksaan status gizi meliputi : (pemeriksaan berat badan, tinggi badan, penentuan IMT, pemeriksaan Lingkar Lengan Atas / LiLa) dan tanda anemia (pemeriksaan konjungtiva dan pemeriksaan Hb) Pelayanan diberikan oleh tenaga kesehatan (dokter dan atau bidan dan atau perawat dan atau petugas gizi)
2. Seluruh puskesmas mampu dan memberikan pelayanan KB Pasca Persalinan.
KB Pasca Persalinan (KB PP) adalah pelayanan KB yang diberikan kepada PUS setelah persalinan sampai kurun waktu 42 hari, dengan tujuan untuk menjarangkan kehamilan, atau mengakhiri kesuburan
dengan metoda cara modern (AKDR/ pil/ suntik/ kondom/ MAL/ implan/ vasektomi) setelah ibu melahirkan.
4.3.2.6. Persentase Kab/Kota Yang Menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan Lanjut Usia
Persentase Kab/Kota yang Menyelenggarakan Pelayanan Lanjut Usia adalah Jumlah Kab/Kota yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan lanjut usia/Jumlah Kab/Kota dalam kurun waktu 1 tahun x 100%. Pada tahun 2020 target Kab/Kota yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan lanjut usia sebesar 45% dengan realisasi sebesar 57,89% (mencapai target) . Ada 8 (delapan) kabupaten/kota yang belum memenuhi target pencapaian yaitu Kab. Solok (0%), Kab. Sijunjung (0%), Kab. Pasaman (0%), Kota Padang (0%), Kota Sawahlunto (0%), Padang Panjang (0%) dan Payakumbuh (0%) seperti grafik berikut ini :
Pelayanan Kesehatan Lanjut Usia
Grafik 4.12 Persentase Kab/Kota yang Menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan Lanjut Usia Tahun 2020
100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 | |||||||
100 | |||||||
90 | |||||||
80 | |||||||
70 | 57,89 | ||||||
60 | |||||||
50 | |||||||
40 | |||||||
30 | |||||||
20 | |||||||
10 | 0 0 | 0 0 | 0 | 0 0 | 0 | ||
0 |
Penyelenggaraan pelayanan kesehatan lanjut usia juga dihitung secara komposit dengan memenuhi 3 indikator yaitu
1. Seluruh puskesmas membina posyandu di 50% desa di wilayah desa di wilayah kerjanya.
Seluruh puskesmas melaksanakan pembinaan pada posyandu lansia sehingga posyandu lansia buka minimal 4 kali dalam satu tahun pada setiap desa tersebut. Setiap puskemas minimal memiliki 1 posyandu lansia. Posyandu lansia merupakan salah bentuk pelayanan luar gedung, kegiatan meliputi skrining dan edukasi kesehatan. Skrining kesehatan lansia merupakan salah satu target Standar Pelayanan Minimal yang wajib dipenuhi oleh seluruh Kabupaten/Kota.
2. Minimal 50% puskesmas yang ada di Kab/Kota menyelenggarakan pelayanan kesehatan santun lansia.
Penyelenggaraan pelayanan kesehatan santun lansia dengan memberikan pelayanan yang baik dan berkualitas, terdapat petugas pelayanan yang terlatih atau memahami pelayanan kesehatan lansia dan geriatri. Memberikan prioritas pelayanan kepada lanjut usia, minimal dengan mendahulukan lansia di loket, poliklinik, laboratorium dan apotik. Mengkondisikan sarana yang ada semaksimal mungkin, sehingga aman dan mudah diakses oleh lansia. Melakukan koordinasi dengan lintas program dengan pendekatan siklus hidup.
3. Kab/Kota mengembangkan program perawatan jangka panjang bagi lansia.
Pelaksanaan dalam bentuk kegiatan orientasi Program PJP bagi Lansia dan panduan praktis bagi caregiver informal.
4.3.3. Pembinaan Upaya Kesehatan Kerja dan Olahraga
4.3.3.1 Persentase Desa/kelurahan Stop Buang Air Besar Sembarangan (SBS)
Desa/kelurahan stop buang air besar sembarangan (SBS) adalah desa/kelurahan yang seluruh penduduknya tidak lagi melakukan praktek buang air besar sembarangan dibuktikan melalui proses verifikasi.
Tabel 4.4 Persentase Desa/Kelurahan Stop Buang Air Besar Sembarangan (SBS) Tahun 2020
Indikator | Target | Realisasi | Capaian |
Persentase desa/kelurahan stop buang air besar sembarangan (SBS) | 30 | 25,96 | 86,53 % |
Grafik 4.13 Persentase Desa/Kelurahan Stop Buang Air Besar Sembarangan (SBS) Tahun 2017 - 2020
KA; 2020; 25,96 |
KA; 2019; 21,13 |
2017 2018 |
2019 KA; 2018; 10,12 2020 |
KA; 2017; 2 |
Selama 4 tahun terakhir presentase desa/nagari ODF di Provinsi Sumatera Barat meningkat. Walaupun jumlah desa ODF Sumatera Barat masih rendah dari jumlah kelurahan/nagari 1.117 di Sumbar yang ODF baru mencapai nagari/kelurahan dengan persentase 25,96%, hal ini meningkat dari Tahun 2019 yang hanya mencapai 21,13%. Target Desa/Nagari ODF tahun 2020 di Provinsi Sumatera Barat belum tercapai (Target 30%).
4.3.4.2 Jumlah Kab/Kota Sehat (KKS)
Kabupaten/kota yang menyelenggarakan kab/kota sehat dilihat dengan kriteria:
1. Memiliki laporan hasil verifikasi oleh provinsi yaitu melaksanakan minimal 2 tatanan masyarakat sehat mandiri, dan permukiman sarana dan prasarana umum.
2. Memiliki SK tim pembina KKS
3. Memiliki SK forum KKS
4. Mempunyai rencana kerja tim pembina
5. Mempunyai rencana kerja forum
Jumlah Kabupaten/kota yang menyelenggarakan tatanan kawasan sehat, dilihat dari tatanan yang dilaksanakan oleh Forum Kabupaten/Kota Sehat dengan pembinaan oleh Tim Pembina Kabupaten/Kota Sehat setiap tahunnya. Dari 19 Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Barat pada Tahun 2020 ini, 18 Kabupaten/Kota sudah mempunyai Forum Kabupaten/Kota Sehat dengan melaksanakan Tatanan sesuai potensi daerah masing-masing. Hal ini sudah mencapai target yang telah ditetapkan tahun 2020, yaitu 18 Kabupaten/Kota. Kabupaten yang belum melaksanakan Tatanan Kabupaten/Kota Sehat hanya Kabupaten Kepulauan Mentawai.
Grafik 4.14 Jumlah Kabupaten/Kota Sehat (KKS) Tahun 2016 - 2020
Jika dilihat dari grafik diatas terlihat adanya peningkatan bila dibandingkan dengan tahun 2016 dan 2017 sebanyak 17 kabupaten/kota menjadi 18
kabupaten/kota di 3 (tiga) tahun berturut-turut sesuai dengan target yang ditetapkan yaitu tahun 2018, 2019 dan 2020.
Dari 19 kabupaten/kota di Sumatera Barat masih ada 1 (satu) kabupaten yang belum menyelenggarakan tatanan kawasan sehat dan hal ini menjadi target selanjutnya pada tahun 2021.
4.3.4.3 Persentase Sarana Air Minum Yang Diawasi/Diperiksa Kualitas Air Minumnya Sesuai Standar
Grafik 4.15 Persentase Sarana Air Minum Yang Diawasi/ Diperiksa Kualitas Air Minum Sesuai Standar Tahun 2017 - 2020
Persentase air minum yang dilakukan pengawasan dihitung dari sarana air minum yang dilakukan pengawasan dibagi total sarana air minum dikali 100%. Sarana air minum yang dilakukan pengawasan diprioritaskan untuk sarana air minum yang bersifat komunal, yaitu dari reservoir PDAM, Depot Air Minum, reservoar air Pamsimas dan saran air minum komunal lainnya. Jika semua sarana air minum komunal telah dilakukan pengawasan dapat dilanjutkan ke sarana air minum individu.
Tahun 2020, presentase sarana air minum yang dilakukan pengawasan 30,63 % turun dari target yang telah ditetapkan sebesar 58%.
4.3.4.4 Jumlah Fasyankes Yang Memiliki Pengelolaan Limbah Medis Sesuai Standar
Grafik 4.16 Jumlah Fasyankes Yang Memiliki Pengelolaan Limbah Medis Sesuai Standar Tahun 2017 - 2020
Dari 74 Rumah Sakit di Provinsi Sumatera Barat, dengan perincian Rumah sakit Pemerintah 31 RS dan swasta 46 Rumah Sakit, Jumlah rumah sakit yang melakukan pengelolaan limbah sesuai standar dalam 5 (lima) tahun terkahir terjadi peningkatan. Tahun 2016 hanya 1 (satu) rumah sakit, meningkat pada tahun 2017 dan 2018 menjadi 2 (dua) rumah sakit dan terus bertambah menjadi 6 (enam) rumah sakit pada tahun 2019, dan pada tahun 2020 terjadi peningkatan yang signifikan mencapai 48 rumah sakit. Hal ini dipengaruhi oleh semakin ketatnya tuntutan dan pengawasan terhadap limbah di fasilitas pelayanan kesehatan sesuai peraturan yang ditetapkan pemerintah terutama untuk pengelolaan limbah infeksius.
4.3.4.5 Persentase Tempat Pengolahan Pangan (TPP) yang memenuhi syarat sesuai standar
Grafik 4.17 Persentase Tempat Pengolahan Pangan Yang Memenuhi Syarat Sesuai Standar Tahun 2020
Presentase tempat pengelolaan makanan yang memenuhi syarat kesehatan dihitung dari jumlah tempat pengelolaan makanan yang diperiksa yang memenuhi syarat dibagi total tempat pengelolaan makanan yang diperiksa x 100%. Tempat Pengelolaan makanan dan minuman yang memenuhi syarat kesehatan dilihat melalui E Monev TPM Per 31 Desember 2020 di Provinsi Sumatera Barat sebesar 42,44%, Hal ini sudah melencapai target yang ditetapkan sebesar 40%.
4.3.4.6 Persentase Tempat dan Fasilitas Umum (TFU) Yang Dilakukan Pengawasan Sesuai Standar
Grafik 4.17 Persentase Tempat dan Fasilitas Umum (TFU) Yang Dilakukan Pengawasan Sesuai Standar Tahun 2020
4.3.5 Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat
4.3.5.1 Persentase Kab./Kota yang Menerapkan Kebijakan Gerakan Masyarakat Hidup Sehat
Dari 19 kab./kota sudah memiliki kebijakan yang mendukung Germas, namun belum semuanya yang menerapkan kebijakan Germas tersebut. Hal ini dikarenakan bahwa kab./kota yang telah menerapkan Germas ditentukan oleh 2 (dua) faktor, yakni :
- Memiliki kebijakan Xxxxxx sesuai dengan Inpres No. 1 tahun 2017
- Melaksanakan penggerakan masyarakat dalam melaksanakan Germas minimal 3 x setahun dengan melibatkan Pendidikan (sekolah), UKBM atau mitra potensial
Tabel 4.5 Persentase Kab/Kota Yang Menerapkan Kebijakan Gerakan Masyarakat Hidup Sehat Tahun 2020
Indikator | Target | Realisasi | Capaian |
Persentase Kabupaten/Kota yang menerapkan kebijakan gerakan masyarakat hidup sehat | 20 % | 31,6 % | 158 % |
Kabupaten/kota yang telah menerapkan Kebijakan Germas adalah Bukittinggi, Pasaman, Padang, Kab. Solok, Kota Solok dan Pariaman. Hal ini terbukti dengan dikeluarkannya kebijakan Germas di tahun 2020 dan pelaksanaan kegiatan Germas dengan melibatkan lintas sektor.
Disamping itu keberhasilan capaian indikator tersebut juga didukung dengan kegiatan yang berkaitan dengan Germas, yang berasal dari dana APBN (Dekonsentrasi) maupun APBD. Diantara kegiatan APBN tersebut diantaranya :
− Pertemuan Forum Germas di Provinsi dan Kab./Kota
− Pembinaan Teknis dalam Pencapaian Program Prioritas
− Pembinaan Implementasi Kebijakan Germas di Kab./Kota
− Kampanye Hidup Sehat melalui Berbagai Media Kegiatan APBD diantaranya :
- Media Promosi dan Komunikasi Informasi dan Edukasi
- Kampanye Gerakan Masyarakat Hidup Sehat di Kab./Kota
- Jambore PKK-KB Kes
Kegiatan DAK Non Fisik diantaranya Mobilisasi Masyarakat dalam Implementasi Germas
4.3.5.2 Persentase Kab/Kota Melaksanakan Pembinaan Posyandu Aktif
Posyandu merupakan salah satu bentuk Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat (UKBM) yang dikelola dan diselenggarakan dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan, guna memberdayakan masyarakat dan memberikan kemudahan kepada masyarakat dalam memperoleh pelayanan kesehatan dasar, utamanya untuk mempercepat penurunan angka kematian ibu dan bayi. Upaya pengembangan kualitas sumberdaya manusia dengan mengoptimalkan potensi
tumbuh kembang anak dapat dilaksanakan secara merata jika Posyandu dapat dilakukan secara efektif dan efisien dan dapat menjangkau semua sasaran yang membutuhkan layanan kesehatan anak, ibu hamil, ibu menyusui dan ibu nifas.
Tabel 4.6 Persentase Kab/Kota Melaksanakan Pembinaan Posyandu Aktif Tahun 2020
Indikator | Target | Realisasi | Capaian |
Persentase Kabupaten/Kota melaksanakan pembinaan posyandu aktif | 40 % | 52,6 % | 131,5 % |
Untuk meningkatkan kinerja Posyandu Aktif, perlu dilakukan pembinaan oleh OPD terkait (Dinas Kesehatan, Dinas Pendidikan, Dinas Pemberdayaan Masyarakat, dll) serta TP-PKK melalui Pokjanal dan Forum yang ada di tingkat kab./kota maupun kecamatan. Dalam melihat keberhasilan pembinaan Posyandu Aktif tersebut, dipantau dari beberapa kriteria berikut ini :
- Memiliki Pokjanal yang keanggotaannya terdiri dari lintas sektor terkait
- Mengadakan pertemuan rutin minimal 2 x setahun
- Melakukan peningkatan kapasitas petugas puskesmas dan kader yang berasal dari nagari
- Memiliki dan menggunakan sistim dalam melakukan pelaporan kegiatan Posyandu (mis : SIP Posyandu)
- Posyandu Aktif minimal 50 %
Dari data yang ada, diketahui 10 kab./kota yang telah melaksanakan pembinaan Posyandu Aktif, yakni : Kota Bukittinggi, Kab. Pasaman, Kab. Pesisir Selatan, Kab. Agam, Kab. Padang Pariaman, Kota Sawahlunto, Kab. Sijunjung, Kab. Tanah Datar Kab. Dharmasraya dan Kab. Solok.
Selain itu, tercapainya target indikator ini, juga didukung dengan kegiatan yang menunjang indikator tersebut, diantaranya :
Sumber dana APBN yaitu Pertemuan Koordinasi Pokjanal Posyandu Tingkat Provinsi
Sumber dana APBD yaitu Jambore PKK-KB Kes dan dana DAK Non Fisik yaitu Orientasi Komunikasi Antar Pribadi Bagi Tenaga Kesehatan dan Penguatan UKBM Melalui Pemberdayaan Masyarakat
4.3.6 Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya
Kegiatan Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya pada Program Pembinaan Kesehatan Masyarakat. Persentase realisasi kegiatan administrasi dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya Program Kesehatan Masyarakat sebesar 94.5% dari target 85%, (Capaian 111%)
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasakan uraian-uraian pada bab-bab sebelumnya, maka berikut dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1. Bidang Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat, dalam mencapai Perjanjian Kinerja (PK) yang ditetapkan oleh Dirjen Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan RI, memperoleh anggaran APBN ( Xxxxxx Xxxxx 03 ) sebesar Rp. 2.601.590.000,-
2. Dalam pelaksanaan program dan kegiatan Bidang Kesehatan Masyarakat melalui anggaran APBN (Satker 03), dari jumlah alokasi anggaran Rp. 2.601.590.000,- telah dapat direalisasi Rp. 2.458.536.742,- (94,50%), dengan Realisas Fisik: 97,99%.
3. Capaian Indikator PK untuk masing-masing Program/Kegiatan dapat digambarkan sebagai berikut :
1) Pencapaian Indikator Sasaran Program / Kegiatan Pembinaan Gizi Masyarakat.
Dari 4 (empat) indikator Perjanjian Kinerja yang ditetapkan hanya 3 (tiga) indikator mencapai target yaitu :
- Persentase kabupaten/Kota yang melaksanakan Surveilans Gizi sebesar 24,1 % dari Target 53%, (Capaian 75,7%).
- Persentase Puskesmas mampu tatalaksana gizi buruk pada balita sebesar 24,5% dari Target 21%, (Capaian 24,5%).
- Persentase Ibu hamil Kurang Energi Kronik (KEK) sebesar 8,6 % dari Target 16%, (Capaian 110,15 %).
- Persentase Bayi Usia Kurang Dari 6 (enam) Bulan Yang Mendapat ASI Ekslusif sebesar 71,91% dari Target 50%, (Capaian 143,82%)
Sedangkan yang belum mencapai target yaitu :
- Persentase Kab/Kota yang melaksanakan Surveilans Gizi sebesar 24,1 % dari Target 53%, (Capaian 75,7%).
2) Pembinaan Program Kesehatan Keluarga
Dari 6 (enam) Indikator Perjanjian Kinerja yang ditetapkan ada 4 (empat) indikator yang mencapai target yaitu :
- Jumlah Kab/Kota yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan balita sebanyak 16 Kab/Kota dari Target 4 Kab/Kota (Capaian 400%).
- Jumlah Kab/Kota yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan Anak Usia Sekolah dan Remaja sebanyak 13 Kab/Kota dari Target 5 Kab/Kota (Capaian 260%).
- Jumlah Kab/Kota yang menyelenggarakan pelayanan usia reproduksi sebanyak 17 Kab/Kota dari Target 4 Kab/Kota (Capaian 425%).
- Persentase Kab/Kota yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan usia lanjut sebesar 57,47% dari Target 50%, (Capaian 85,06%).
Sedangkan 2 (dua) indikator yang tidak mencapai target yaitu :
- Jumlah Kab/Kota yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir sebanyak 1 Kab/Kota dari Target 5 Kab/Kota (Capaian 20%).
- Persentase Persalinan di Fasilitas Kesehatan sebesar 78,21% dari Target 87%, (Capaian 110,1%)
3) Program Kesehatan Kerja dan Olahraga
Dari 2 (dua) indikator yang ditetapkan, semua indikator mencapai target yaitu :
- Jumlah Kab/Kota yang menyelenggarakan kesehatan kerja sebanyak 16 Kab/Kota dari Target 13 Kab/Kota (Capaian 123%).
- Jumlah Kab/Kota yang menyelenggarakan kesehatan olahraga sebanyak 15 Kab/Kota dari Target 13 Kab/Kota (Capaian 115%).
4) Program Penyehatan Lingkungan
Dari 6 (enam) indikator yang ditetapkan, hanya 2 (dua) yang mencapai target yaitu:
- Jumlah Fasyankes yang memiliki pengelolaan limbah medis sesuai standar sebanyak 323 dari target 230 fasyankes (Capaian 140%).
- Persentase Tempat Pengelolaan Pangan Pangan (TPP) yang memenuhi sesuai standar sebesar 42,44% dari Target 40% (Capaian 106%).
Sedangkan 4 (empat) indikator yang tidak mencapai target yaitu :
- Persentase Desa/Kelurahan Stop Buang air Besar Sembarangan (BABS) sebesar 25,96% dari target sebesar 30% (Capaian 87%).
- Jumlah Kab/Kota Sehat (KKS) sebanyak 18 Kab/Kota dari Target 19 Kab/Kota (Capaian 95%).
- Persentase Sarana Air Minum Yang diawasi/diperiksa kualitas air minumnya sesuai standar sebesar 30,63% dari Target 58% (Capaian 53%).
- Persentase Tempat dan Fasilitas Umum (TFU) yang dilakukan pengawasan sesuai standar sebesar 39,89% dari Target 55% (Capaian 73%)
5) Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat
Dari 2 (dua) indikator yang ditetapkan semuanya mencapai target yaitu :
- Persentase Kab/Kota yang menerapkan kebijakan gerakan masyarakat
hidup sehat sebesar 20% dari Target 20% (Capaian 100%)
- Persentase Kab/Kota melaksanakan pembinaan posyandu aktif sebesar 40% dari Target 40% (Capaian 100%)
6) Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya Pada Program Kesehatan Masyarakat
Dari 1 (satu) Indikator Perjanjian Kinerja yang ditetapkan, indikator tersebut mencapai target yaitu :
- Persentase realisasi kegiatan administrasi dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya Program Kesehatan Masyarakat sebesar 94,5% dari target 85%, (Capaian 111%)
5.2 Xxxxx-Xxxxx
1. Perlu upaya maksimal dalam pencapaian target indikator program- program di Bidang Kesehatan Masyarakat, melalui pembinaan, montoring, evaluasi program, dengan fokus pada daerah-daerah dengan capaian indikator yang rendah.
2. Meningkatkan dan memaksimalkan harmonisasi, singkronisasi, koordinasi dan komunikasi dengan Penanggung Jawab Program Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan Kab/Kota dan seluruh pemegang program yang ada di bidang kesehatan masyarakat Dinas Kesehatan Kab/Kota, terutama dalam memaksimalkan sistem informasi / sistem pelaporan yang telah ditetapkan oleh masing-masing program dari Kementerian Kesehatan RI melalui aplikasi seperti : e- PPBGM, Aplikasi MPDN, Aplikasi STBM Smart, Aplikasi KOMDAT, serta aplikasi yang terkait dengan proses pelaksanaan anggaran dari Satker 03 ( e-DJA, e-Bappenas dan e-Monev ).
3. Meningkatkan dan memaksimalkan harmonisasi, singkronisasi, koordinasi dan komunikasi dengan Lintas Program dan Lintas Sektoral Provinsi dan Organisasi Profesi tenaga kesehatan terkait dalam pelaksanaan program dan kegiatan kesehatan masyarakat.
4. Untuk pelaksanaan program dan kegiatan yang ada di Bidang Kesehatan Masyarakat pada tahun mendatang agar lebih mengutamakan kualitas pelaksanaan program dan kegiatan, sehingga betul-betul memberikan dampak dalam pencapaian tujuan program dan pencapaian indikator program kesehatan masyarakat.
5. Pelaksanaan program dan kegiatan baik yang bersumber dari dana APBD dan APBN betul-betul dilaksanakan sesuai rencana yang sudah dibuat atau sesuai aliran kas yang telah ditetapkan.
.