DEFAULT IN THE LEASE AGREEMENT CONDUCTED BY PT. BFI FINANCE INDONESIA
WANPRESTASI PADA PERJANJIAN SEWA GUNA USAHA YANG DILAKUKAN OLEH PT. BFI FINANCE INDONESIA
(STUDI PUTUSAN NOMOR: 26/PDT/2018/PT.BDG)
DEFAULT IN THE LEASE AGREEMENT CONDUCTED BY PT. BFI FINANCE INDONESIA
(STUDY OF VERDICT NUMBER: 26/PDT/2018/PT.BDG)
RIAN ERVIANA TRISTANTI NIM. 160710101070
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
FAKULTAS HUKUM 2020
WANPRESTASI PADA PERJANJIAN SEWA GUNA USAHA YANG DILAKUKAN OLEH PT. BFI FINANCE INDONESIA
(STUDI PUTUSAN NOMOR: 26/PDT/2018/PT.BDG)
DEFAULT IN THE LEASE AGREEMENT CONDUCTED BY PT. BFI FINANCE INDONESIA
(STUDY OF VERDICT NUMBER: 26/PDT/2018/PT.BDG)
RIAN ERVIANA TRISTANTI NIM. 160710101070
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS JEMBER
FAKULTAS HUKUM 2020
MOTTO
yang terlibat dalamnya serta melakukan tindakan-tindakan yang merugikan bagi pihak lain.1
Tidak ada satu pun perusahaan di dunia ini, yang dapat bertahan dan berhasil bersaing, apabila selalu melakukan kecurangan, mengabaikan perjanjian yang telah disepakati, tidak memperhatikan kepentingan dan tujuan bagi pihak-pihak
1 Toman Xxxx Xxxxxxxx, Hukum Bisnis, (Jakarta: Prenadamedia Group, 2019), hlm. 2.
PERSEMBAHAN
3. Almamater Fakultas Hukum Universitas Jember.
1. Kedua orang tuaku tercinta, Ibu Ringatin dan Almarhum Xxxxx Xxxxxxxx, terimakasih atas do’a, dukungan, kasih sayang dan pengorbanan kalian selama ini;
PRASYARAT GELAR SKRIPSI
WANPRESTASI PADA PERJANJIAN SEWA GUNA USAHA YANG
DILAKUKAN OLEH PT. BFI FINANCE INDONESIA (STUDI PUTUSAN NOMOR: 26/PDT/2018/PT.BDG)
DEFAULT IN THE LEASE AGREEMENT CONDUCTED BY PT. BFI FINANCE INDONESIA
(STUDY OF VERDICT NUMBER: 26/PDT/2018/PT.BDG)
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum
RIAN ERVIANA TRISTANTI NIM. 160710101070
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS JEMBER FAKULTAS HUKUM
2020
PERSETUJUAN SKRIPSI INI TELAH DISETUJUI
TANGGAL, 5 FEBRUARI 2020
Xxxxxxx Xxxx Xxxxxxxxx, S.H., X.X. XXX: 197306271997022001
Galuh Puspaningrum, S.H., M.H. NRP: 760015749
PENGESAHAN
Skripsi dengan judul:
DEFAULT IN THE LEASE AGREEMENT CONDUCTED BY PT. BFI FINANCE INDONESIA
(STUDY OF VERDICT NUMBER: 26/PDT/2018/PT.BDG)
RIAN ERVIANA TRISTANTI NIM. 160710101070
Dosen Pembimbing Utama Dosen Pembimbing Anggota
Xxxxxxx Xxxx Xxxxxxxxx, S.H., X.X. Xxxxx Puspaningrum, S.H., X.X. XXX: 197306271997022001 NRP: 760015749
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS JEMBER
PENETAPAN PANITIA PENGUJI
Dipertahankan di hadapan Panitia Penguji pada : Hari : Selasa
Diterima oleh Panitia Penguji Fakultas Hukum Universitas Jember
Xxxxxxx Xxxx Xxxxxxxxx, S.H., M.H. ………………………………
NIP. 197306271997022001
Galuh Puspaningrum, S.H., M.H. ………………………………
NRP. 760015749
PERNYATAAN
Saya sebagai penulis yang bertanda tangan dibawah ini : Nama : Xxxx Xxxxxxx Xxxxxxxxx
Nim 160710101070
Fakultas/Program Studi : Hukum/Ilmu Hukum
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa karya tulis ilmiah yang berbentuk skripsi ini dengan judul : WANPRESTASI PADA PERJANJIAN SEWA GUNA USAHA YANG DILAKUKAN OLEH PT. BFI FINANCE INDONESIA (STUDI PUTUSAN NOMOR: 26/PDT/2018/PT.BDG) adalah
benar-benar hasil karya saya sendiri dan didalam skripsi ini tidak terdapat karya orang lain yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar di perguruan tinggi atau lembaga pendidikan manapun, kecuali jika ada pengambilan karya orang lain dalam skripsi ini disebutkan sumbernya sebagaimana tercantum dalam Daftar Pustaka.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya, tanpa adanya teakanan dan paksaan dari pihak lain serta bersedia mendapat sanksi akademik jika ternyata ditemukan dikemudian hari pernyataan ini tidak benar.
Jember, 3 Maret 2020 Yang Menyatakan
Xxxx Xxxxxxx Xxxxxxxxx 160710101070
UCAPAN TERIMA KASIH
Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul: “WANPRESTASI PADA PERJANJIAN SEWA GUNA USAHA YANG DILAKUKAN OLEH PT. BFI FINANCE INDONESIA (STUDI PUTUSAN
NOMOR: 26/PDT/2018/PT.BDG)”. Skripsi ini disusun guna memenuhi salah satu syarat menyelesaikan program studi ilmu hukuim dan mencapai gelar sarjana hukum di Fakultas Hukum Universitas Jember.
Penulis menyadari bahwa tanpa bimbingan, dorongan, bantuan serta do’a dari berbagai pihak, penulis tidak dapat menyelesaiakan tugas akhir ini dengan baik. Oleh karena itu, penulis mengucapka terima kasih kepada :
1. Xxx Xxxxxxx Xxxx Xxxxxxxxx, S.H., M.H. Sebagai Dosen Pembimbing Utama Skripsi, yang telah banyak memberi bimbingan penulis hingga terselesaikannya skripsi ini;
2. Ibu Galuh Puspaningrum, S.H., M.H. Sebagai Dosen Pembimbing Anggota Skripsi, yang telah banyak memberi pengarahan dalam penulisan hingga terselesaikkanya skripsi ini;
3. Xxxxx Xxxxx Xxxxxxx, S.H., M.H. Sebagai Ketua Penguji, yang telah banyak memberi pengarahan dalam penulisan hingga terselesaikannya skripsi ini;
4. Xxx Xxx Xxxxxxx, S.H., M.H. Sebagai Sekretaris Penguji, yang telah menguji dan memberikan pengarahan demi perbaikan skripsi ini;
5. Dr. Moh. Xxx, S.H., M.H., Penjabat Dekan Fakultas Hukum Universitas Jember;
6. Xx. Xxxx Xxxxxxxxx Xxxxxxx, S.H., M.Hum., Xxxxx Xxxxxx Xxxxxxxx, S.H., M.H., Xx. Xxxxx Xxxxxxxx, S.H., M.H. Selaku Wakil Dekan I, II, III Fakultas Hukum Universitas Jember, yang telah memberikan bantuan selama perkuliahan;
7. Xxxx. Xx. Xxxxxxxxx Xxxx, S.H., X.Xx, Ketua Bagian Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Jember;
8. Seluruh Dosen Perdata, seluruh Staf Fakultas Hukum Universitas Jember yang telah banyak memberikan bantuan selama perkuliahan;
9. Kedua Orang Tua penulis, Alm. Xxxxx Xxxxxxxx dan Ibu Ringatin, terima kasih atas segala dukungan, kasih sayang, ketulusan,
kesabaran, semangat serta do’a kepada penulis selama ini;
10. Teman-teman Ikatan Keluarga Pelajar dan Mahasiswa Madiun (IKAPEMMA) yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu, yang telah memberikan dukungan dan semangat serta do’a kepada penulis.
Tiada balas jasa yang dapat penulis berikan dan lakukan, kecuali harapan, semoga amal kebaikan akan mendapatkan imbalan kebaikan dari Allah SWT. Namun demikian, penulis menyadari akan menerima kritik dan saran yang bersifat
membangun dari pembaca guna penyempurnaan skripsi ini.
RINGKASAN
Perusahaan leasing atau sewa guna usaha mempunyai kegiatan utama yang bergerak di bidang pembiayaan, yaitu memenuhi kebutuhan barang-barang modal yang diinginkan oleh calon nasabah. Didalamnya terdapat perjanjian antara pengusaha (lessee) dengan lembaga pembiayaan (lessor), serta bekerja sama dengan pihak supplier/ dealer, dengan sistem penyediaan barang modal baik secara sewa guna usaha dengan hak opsi (finance lease) maupun sewa guna usaha tanpa hak opsi (operating lease) yang bertujuan agar lessee dapat menggunakan hak tersebut dalam batas waktu yang telah ditentukan sesuai dengan pembayaran secara berkala. Meskipun menguntungkan, faktanya masih ada lessee yang melakukan wanprestasi, dengan kemungkinan pula lessee menggelapkan benda lessor seperti merubah bentuk objek kebendaan maupun menjual benda lessor tanpa mementingkan isi perjanjian yang telah dibuat. Tindakan wanprestasi merupakan kewajiban lessee yang tidak dilaksanakan sesusai dengan perjanjian serta menimbulkan resiko usaha dalam perusahaan leasing, bahkan lessor sering kehilangan objek leasing. Apabila kewajiban kontrak tidak sanggup dipenuhi oleh lessee, lessor berhak melakukan penarikan barang miliknya kembali, karena pemilik barang tersebut secara hukum masih milik lessor. Namun beberapa kasus menyebutkan bahwa ada pula perbuatan lessor yang dianggap wanprestasi dan merugikan pihak lessee dan pihak lessor yang melakukan wanprestasi maka lessor akan dijatuhi sanksi atau hukuman. Rumusan masalah yang dikemukakan dalam skripsi ini adalah: Pertama, apakah tindakan Xxxx Xxxxxxxx dan PT BFI Finance Indonesia Tbk merupakan suatu bentuk wanprestasi. Kedua, apakah pertimbangan hukum hakim dalam Putusan Pengandilan Tinggi Bandung No. 26/Pdt/2018/PT.Bdg telah sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Tujuan penelitian skripsi ini, secara umum ialah, Pertama, memenuhi dan melengkapi tugas sebagai persyaratan pokok yang bersifat akademis guna mencapai gelar Sarjana Hukum sesuai dengan ketentuan kurikulum Fakultas Hukum Universitas Jember; Kedua, untuk memperoleh pengetahuan baru di bidang ilmu hukum; Ketiga, Memberikan wawasan dibidang hukum kepada masyarakat khususnya tentang sewa guna usaha (leasing). Adapun tujuan khususnya yaitu: Pertama, Mengetahui dan memahami tindakan wanprestasi yang dilakukan para pihak dalam pelaksananaan perjanjian sewa guna usaha antara Xxxx Xxxxxxxx dan PT BFI Finance Indonesia; Kedua, Mengetahui dan memahami pertimbangan hukum hakim dalam Putusan Pengandilan Tinggi Bandung No. 26/Pdt/2018/PT.Bdg berdasarkan dengan ketentuan hukum yang berlaku. Metode Penelitian penulisan skripsi ini menggunakan tipe penelitian yuridis normative atau sering disebut (legal research) dimana pada setiap masalah yang diangkat dibahas dan diuraikan, dalam penelitian ini tefokus pada kaidah-kaidah dan norma-norma hukum positif. Pendekatan masalah yang digunakan, penulis menggunakan Pendekatan Undang- Undang (statute approach) dan pendekatan konseptual
Tinjauan Pustaka yang Pertama, menguraikan tentang pengertian dari wanprestasi, bentuk-bentuk wanprestasi dan pengaturannya pada Kitab Undang- Undang Hukum Perdata. Kedua, Membahas tentang pengertian perjanjian, syarat- syarat sah perjanjian, dan unsur-unsur perjanjian. Ketiga, Menjelaskan tentang
pengertian sewa guna usaha, subjek dan objek leasing, jenis-jenis sewa guna usaha. Keempat, menjelaskan tentang profil PT BFI Finance Indonesia Tbk.
Berdasarkan hasil pembahasan pada Putusan Nomor 26/Pdt/2018/PTBdg, pada perjanjian ini antara Xxxx Xxxxxxxx dan PT BFI Finance Indonesia telah sepakat untuk membuat perjanjian sewa guna usaha, yang mana hal tersebut tersebut timbul suatu permasalahan yang menyebabkan Xxxx Xxxxxxxx menggugat PT BFI Finance Indonesia karena dianggap wanprestasi. Untuk menentukan apakah pihak-pihak didalamnya benar-benar melakukan tindakan wanprestasi, maka dapat dilihat dari lewatnya batas waktu yang telah mereka sepakati dalam memenuhi prestasi/kewajibannya dan kemudian dibuktikan dengan somasi. Pemabahasan kedua, Xxxxx memiliki tugas untuk menerapkan hukum pada perkara yang konkret dalam bentuk putusan, sebelum dilakukan penerapan hukum itu pasti didahului dengan penemuan hukum. Pasal 5 ayat (1) sampai (3) Undang-Undang Nomor 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman menyebutkan bahwa ayat (1) hakim dan hakim konstitusi wajib mengikuti, memahami, dan menggali nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat; ayat (2) hakim dan hakim konstitusi harus memiliki integritas dan kepribadian yang jujur, tidak tercela, profesional, adil profesional, dan berpengalaman di bidang hukum; (3) hakim dan hakim konstitusi wajib menaati kode etik dan pedoman perilaku hakim.
Kesimpulan atas kasus yang diangkat ialah justru dalam hal ini Xxxx Xxxxxxxx yang memenuhi unsur wanprestasi yaitu bisa dibuktikan dari pengakuan Xxxx Xxxxxxxx sendiri dan somasi yang telah PT BFI Finance berikan. Pertimbangan hukum hakim yang baik harus memuat tentang 3 (tiga) hal, yaitu: kepastian hukum, kemanfaatan, dan keadilan karena telah menjadi amanat Undang Undang Dasar 1945 dan Undang-Undang Nomor 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Untuk mengetahui apakah pertimbangan hakim pada Putusan Pengadilan Tinggi Bandung No. 26/Pdt/2018/PT.Bdg telah sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku, maka dapat dilihat dari ketiga aspek tersebut.
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL DEPAN i
HALAMAN SAMPUL DALAM ii
HALAMAN PENETAPAN PANITIA PENGUJI viii
1.4 Metode Penelitian 6
1.4.1 Tipe Penelitian 7
1.4.2 Pendekatan Penelitian 7
1.4.3 Sumber Bahan Hukum 7
1.4.3.1 Bahan Hukum Primer 8
1.4.3.1 Bahan Hukum Sekunder 8
1.4.4 Analisa Bahan Hukum 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 10
2.1 Wanprestasi 10
2.1.1 Pengertian Wanprestasi 10
2.1.2 Bentuk-bentuk Wanprestasi 12
2.1.3 Pengaturan Wanprestasi dalam KUH Perdata 13
2.2.1 Pengertian Perjanjian 14
2.2.2 Syarat Sahnya Perjanjian 16
2.2.3 Unsur-unsur Perjanjian 20
2.3 Sewa Guna Usaha (Leasing) 22
2.3.1 Pengertian Sewa Guna Usaha 22
2.3.2 Subjek dan Objek Leasing 23
2.3.3 Jenis-Jenis Sewa Guna Usaha 24
2.4 Profil PT BFI Finance Indonesia 26
3.1 Tindakan wanprestasi pada perjanjian sewa guna usaha
antara Xxxx Xxxxxxxx dengan PT BFI Finance Indonesia. 28
3.2 Pertimbangan hukum hakim dalam Putusan
Pengandilan Tinggi Bandung No. 26/Pdt/2018/PT.Bdg 41
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN 52
4.1 Kesimpulan 52
4.2 Saran 53
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1: Putusan Pengadilan Tinggi Bandung Republik Indonesia Nomor 26/Pdt/2018/PT.Bdg.
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Leasing (sewa guna usaha) sudah bukan hal baru lagi di Indonesia. Setiap orang yang ingin memulai suatu usaha pasti akan membutuhkan modal yang tidak sedikit. Untuk memperoleh barang modal tentunya akan membutuhkan biaya yang banyak, oleh karena itu seorang pengusaha membutuhkan suatu lembaga untuk memperoleh suatu dana usaha yaitu leasing.
Di Indonesia perusahaan sewa guna usaha biasa disebut leasing. Perusahaan leasing atau sewa guna usaha mempunyai kegiatan utama yang bergerak di bidang pembiayaan, yaitu memenuhi kebutuhan barang-barang modal yang diinginkan oleh calon nasabah. Pada tahun 1974 kegiatan sewa guna usaha (leasing) mulai dikenalkan di Indonesia.2
Sistem pembiayaan pada kegiatan leasing memiliki fungsi penting untuk meningkatkan pembangunan perekonomian Nasional. Kegiatan sewa guna usaha ini bisa membantu para pemilik usaha besar maupun pemilik usaha kecil, untuk mengatasi masalah pembiayaan dalam memenuhi kebutuhan seperti barang- barang modal maupun alat-alat perlengkapan yang pengusaha tersebut butuhkan, yang berarti juga pembangunan perekonomian Nasional semakin meningkat.
Perusahaan sewa guna usaha yang berkembang begitu pesat dan semakin unggul telah menimbulkan gagasan untuk membuat peraturan secara khusus, yaitu melalui Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 84/PMK/.012/2006 tentang Perusahaan Pembiayaan, Peraturan Presiden No. 9 Tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayaan, dan Peraturan Ototitas Jasa Keuangan Republik Indonesia nomor 29/POJK.05/2014 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Pembiyaan. Leasing merupakan salah satu lembaga yang menjalankan kegiatannya di bidang pembiayaan, didalamnya terdapat perjanjian antara pengusaha (lessee) dengan lembaga pembiayaan (lessor), serta bekerja sama dengan pihak supplier/
2 Xxxxxxxx Xxx Xxxxxx, Lembaga Pembiayaan Dalam Perspektif Hukum, Cetakan Pertama, (Jakarta: Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya, 2019), hlm. 39.
dealer, dengan sistem penyediaan barang modal baik secara sewa guna usaha dengan hak opsi (finance lease) maupun sewa guna usaha tanpa hak opsi (operating lease) yang bertujuan agar lessee dapat menggunakan hak tersebut dalam batas waktu yang telah ditentukan sesuai dengan pembayaran secara berkala.3
Keberadaan barang modal yang disediakan oleh perusahaan leasing ini, dapat dimanfaatkan para pengusaha untuk memperoleh keuntungan yang maksimal, dan tidak harus memilikinya terlebih dahulu. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa keuntungan para pengusaha yang mereka dapatkan bukanlah dari kepemilikan barang modal tersebut melainkan dari penggunaan barang modal itu sendiri.
Perjanjian sewa guna usaha membebaskan para pihak yang bersangkutan memilih bentuk perjanjian yang akan dilakukan. Agar lebih efisien, saat ini perusahaan leasing dengan lessee membuat kontrak atau perjanjian leasing dalam bentuk perjanjian baku dengan format baku serta berlaku untuk memilih syarat- syarat yang diajukan yaitu “take it atau leave it”.4 Sewa guna usaha atau leasing merupakan suatu kontrak antara pemilik barang modal (lessor) dengan penyewa barang modal (lessee), dalam hal ini pemilik barang modal memberikan hak atas barang modal tersebut kepada penyewa dalam batas waktu yang telah ditentukan, beserta suatu imbalan berkala dari penyewa.5
Bagi para pengusaha adanya perusahaan leasing ini dapat menjadi pilihan yang baik, karena di waktu sekarang sangat susah mencari dan untuk jangka menengah dan panjang. 6 Para pengusaha menggunakan cara leasing untuk mendapatkan dana agar bisa membiayai barang modal dan melakukan pengembalian dalam jangka waktu antara tiga sampai lima tahun bahkan lebih.7 Manfaatnya sebagai lembaga pembiayaan yang diberikan oleh perusahaan sewa
3Xxxx Xxxxxx, Perencanaan Pajak, Edisi 4, (Jakarta: Salemba Empat, 2008), hlm. 45.
4 Xxxxxxxx Xxx Xxxxx, Op.,Cit., hlm. 38
5 Xxxx Xxxxxx, Op.,Cit., hlm. 45
6 Lasmanah, Xxxxxxx Sebagai Alternatif Pendanaan Perusahaan Sebagai Penunjang Perekonomian, Fokus, Jurnal Akutansi Dan Manajemen Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Bandung, Vol. 2, No. 1, Agustus 2000, hlm. 1.
7Ibid.
guna usaha sangat membantu dalam meringankan para pemula usaha yang tidak memiliki modal besar untuk membeli alat-alat perlengkapan usaha.
Disamping keuntungan yang telah diberikan oleh perusahaan leasing, faktanya masih ada lessee yang melakukan wanprestasi, dengan kemungkinan pula lessee menggelapkan benda lessor seperti merubah bentuk objek kebendaan maupun menjual benda lessor tanpa mementingkan isi perjanjian yang telah dibuat. Hal ini tentu saja menimbulkan kerugian bagi pihak lessor karena benda tersebut statusnya masih milik lessor dan xxxxxx hanya mempunyai opsi membeli, namun opsi membeli tersebut bisa dilakukan ketika pembayaran angsuran telah berakhir, jadi untuk menghindari resiko kerugian yang disebabkan oleh pihak lessee maka dibuatlah akta-akta tambahan serta memperkuat klausula-klausula di dalam kontrak perjanjian.8
Tindakan wanprestasi merupakan kewajiban lessee yang tidak dilaksanakan sesusai dengan perjanjian serta menimbulkan resiko usaha dalam perusahaan leasing, bahkan lessor sering kehilangan objek leasing. Apabila kewajiban kontrak tidak sanggup dipenuhi oleh lessee, lessor berhak melakukan penarikan barang miliknya kembali, karena pemilik barang tersebut secara hukum masih milik lessor.9 Namun beberapa kasus menyebutkan bahwa ada pula perbuatan lessor yang dianggap wanprestasi dan merugikan pihak lessee dan pihak lessor yang melakukan wanprestasi maka lessor akan dijatuhi sanksi atau hukuman. Apabila lessor melakukan wanprestasi/lalai, maka kewajiban lessee adalah membuat pernyataan secara formal bahwa lessor telah wanprestasi. Hal ini berarti lessee harus memberikan surat teguran atau somasi kepada lessor, supaya lessor segera melaksanakan kewajibannya.10
Seperti dalam kasus antara Xxxx Xxxxxxxx dan PT BFI Finance Indonesia Tbk, bahwa Xxxx Xxxxxxxx dan PT BFI Finance Indonesia Tbk telah melakukan perjanjian pembiayaan sebagai modal kerja atas beberapa unit mesin dengan 4
8Budy Xxxxxxxx, Perlindungan Hukum Bagi Kreditur Dalam Perjanjian Leasing Pada Pt. Era Cepat Transportindo, Yustisi, Vol. 3, No. 2, September 2016, hlm. 2.
9 Xxxxxxxxx, Hukum Perjanjian Teori dan Analisis Kasus, (Jakarta: Kencana, 2015), hlm.
70.
10Xxxxx X., Xxxxxxxxx Xxxxxx, Xxxxxxxi Vitaningtias, Perlindungan Hukum Bagi Lessee
Terhadap Lessor Yang Melakukan Wanprestasi, Private Law, Edisi 1, Maret-Juni 2013, hlm. 22.
(empat) buah perjanjian/kontrak. Dalam hal ini Xxxx Xxxxxxxx menggugat PT BFI Finance Indonesia Tbk dengan dasar gugatan sebagai berikut:11
1) Sebelumnya, tiap-tiap bulan Xxxx Xxxxxxxx sudah melaksanakan kewajibannya untuk membayar angsuran, namun karena kondisi usahanya sedang tidak lancar Xxxx Xxxxxxxx tidak bisa membayar angsuran tepat waktu dan kemudian mengajukan restrukturisasi dan disetujui.
2) Ternyata kondisi usaha Xxxx Xxxxxxxx belum juga membaik, dan mengajukan restrukturisasi kembali namun di tolak oleh PT BFI Finance Indonesia Tbk.
3) Karena di kemudian hari Xxxx Xxxxxxxx lalai melaksanakan kewajibannya untuk membayar angsuran, maka PT BFI Finance Indonesia Tbk memberikan surat peringatan pertama, hal tersebut membuat Xxxx Xxxxxxxx kecewa dengan dengan alasan baru satu kali terlambat membayar angsuran dan sudah membayarkan lebih dari 50% hutang pokoknya, kemudian kekecewaan Xxxx Xxxxxxxx berlanjut ketika PT BFI Finance Indonesia Tbk memberikan kembali surat peringatan kedua hanya selisih 10 hari saja dari diberikannya surat peringatan pertama tanpa menghiraukan kesulitan dan usulan Xxxx Xxxxxxxx, kemudian PT BFI Finance Indonesia Tbk juga memberikan surat peringatan ketiga.
4) Kekecewaan Xxxx Xxxxxxxx memuncak ketika PT BFI Finance Indonesia Tbk mengirimkan surat kepada Xxxx Xxxxxxxx perihal permemintaan pengembalian unit mesin dan melihat hanya dalam tempo kurang satu bulan PT BFI Finance Indonesia Tbk sudah melayangkan surat peringatan hingga tiga kali bahkan berniat menarik seluruh unit mesin, dalam hal ini Xxxx Xxxxxxxx menilai PT BFI Finance Indonesia Tbk tidak beritikad baik dan dianggap ingin mematikan usahanya.
5) Atas permasalahan tersebut Xxxx Xxxxxxxx melalui kuasa hukumnya telah melayangkan surat kepada PT BFI Finance Indonesia Tbk yang intinya ingin beritikad baik untuk menyelesaikan hutangnya, namun sampai gugatan tersebut diajukan, Xxxx Xxxxxxxx belum juga menerima jawaban.
11Lihat, lampiran Putusan Nomor26 Pdt/2018/PT.Bdg.
6) Sebagaimana dalam isi perjanjian, ketika debitur (Xxxx Xxxxxxxx) lalai melakukan pembayaran maka kreditur (PT BFI Finance Indonesia Tbk) menggunakan simpanan jaminan (security deposit) untuk menutupi jumlah yang seharusnya dibayar oleh debitur, namun hal tersebut tidak dilakukan oleh PT BFI Finace Indonesia. Oleh sebab itu PT BFI Finance Indonesia Tbk dinilai wanprestasi atas isi perjanjian.
7) Yang dilakukan PT BFI Finace Indonesia Tbk kepada Xxxx Xxxxxxxx juga dianggap melanggar hak-hak konsumen sebagaimana diatur dalam undang- undang perlindungan konsumen, yang pada dasarnya mengedepankan asas hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan konsumen.
8) Wanprestasi yang dilakukan oleh PT BFI Finance Indonesia Tbk telah menimbulkan kerugian bagi Xxxx Xxxxxxxx.
Berdasarkan hal-hal tersebut, maka penulis berkeinginan untuk melakukan penelitian lebih dalam bentuk wanprestasi yang ada dalam perjanjian sewa guna usaha antara Xxxx Xxxxxxxx dan PT BFI Finance Indonesia Tbk dan diharapkan melalui penulisan ini dapat bermanfaat bagi penulis sendiri maupun para pembaca. Oleh sebab itu, penulis tertarik untuk melakukan penulisan ini dalam proposal penelitian skripsi dengan judul “ WANPRESTASI PADA PERJANJIAN SEWA GUNA USAHA YANG DILAKUKAN OLEH PT. BFI FINANCE INDONESIA (STUDI PUTUSAN NOMOR: 26/PDT/2018/PT.BDG) ’’.
Berdasarkan penjelasan dari latar belakang yang telah penulis sampaikan, maka penulis menentukan suatu rumusan masalah yaitu:
1. Apakah tindakan Xxxx Xxxxxxxx dan PT BFI Finance Indonesia Tbk merupakan suatu bentuk wanprestasi?
2. Apakah pertimbangan hukum hakim dalam Putusan Pengandilan Tinggi Bandung No. 26/Pdt/2018/PT.Bdg telah sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku?
1.3 Tujuan Penelitian
Dari penelitian ini diharapkan bisa memperoleh suatu hasil yang bermanfaat, selain itu penelitian juga digunakan untuk menyelesaikan dan memecahkan suatu permasalahan. Dan tujuan yang hendak dicapai dalam penulisan karya ilmiah dalam bentuk skripsi ini adalah sebagai berikut.
Tujuan umum yang hendak dicapai dalam penulisan skripsi ini yaitu:
2. Untuk memperoleh pengetahuan baru di bidang ilmu hukum;
3. Memberikan wawasan dibidang hukum kepada masyarakat khususnya tentang sewa guna usaha (leasing).
1. Mengetahui dan menganalisa tindakan wanprestasi yang dilakukan para pihak dalam pelaksananaan perjanjian sewa guna usaha antara Xxxx Xxxxxxxx dan PT BFI Finance Indonesia;
2. Mengetahui dan menganalisa pertimbangan hukum hakim dalam Putusan Pengandilan Tinggi Bandung No. 26/Pdt/2018/PT.Bdg berdasarkan dengan ketentuan hukum yang berlaku.
Metode penelitian secara umum dipahami suatu kegiatan ilmiah yang dilakukan secara bertahap dimulai dari penentuan topik, pengumpulan data dan menganalisis data, sehingga nantinya diperoleh suatu pemahaman dan pengertian atas topik, gejala, atau isu tertentu. Penelitian hukum dilakukan dalam rangka upaya pembangunan hukum serta menjawab isu-isu hukum baru yang
berkembang dalam masyarakat. Tanpa penelitian hukum tidak akan berjalan maksimal.12
1.4.1 Tipe Penelitian
Tipe penelitian yang digunakan pada penulisan tugas skripsi ini merupakan tipe penelitian hukum dalam bentuk yuridis normatif. Penelitian yuridis normatif adalah penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan- bahan hukum primer dan sekunder atau bahan pustaka, yang difokuskan untuk mengkaji penerapan kaidah-kaidah atau norma-norma hukum positif.
Pada penelitian ini menggunakan metode pendekatan kasus, pendekatan konseptual dan pendekatan undang-undang. Pendekatan kasus adalah suatu pendekatan yang bertujuan untuk mempelajari penerapan norma-norma atau kaidah-kaidah hukum yang dilakukan dalam praktek hukum. 13 Pendekatan konseptual, peneliti merujuk pada sumber hukum sekunder yang memberi berbagai informasi tentang konsep yang terdapat dalam buku-buku hukum, artikel-artikel hukum, dan ensiklopedi hukum.14
Sedangkan pendekatan undang-undang adalah pendekatan yang memperhatikan struktur norma dalam wujud tata urutan atau hierarki peraturan perundang-undangan, dan juga perlu diperhatikan keberadaan norma apakah norma itu berada pada sebuah peraturan perundang-undangan yang bersifat khusus atau umum, lama atau baru.15
Bahan hukum dalam penelitian hukum yuridis normatif dapat berupa bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. 16 Bahan-bahan hukum tersebut berfungsi sebagai patokan dan dasar yang digunakan untuk menilai
12 Xxxx Xxxxxxxx Xxxxxxx dan X’xx Xxxxxx, Penelitian Hukum (Legal Research), (Jakarta: Xxxx Xxxxxxx, 2015), hlm. 7.
13 Xxxx Xxxxx Diantha, Metodologi Penelitian Hukum Normatif dalam Justifikasi Teori Hukum, (Jakarta: Prenada Group, 2016), hlm. 164.
14 Ibid., hlm. 159.
15 Ibid.
16 Ibid., hlm. 141
permasalahan hukum yang ada sehingga akan dapat ditemukan hukumnya dari pertanyaan hukum yang diajukan. Jika isu atau masalah hukum itu sudah dapat ditemukan jawabannya atau hukumnya, maka berarti masalah hukum itu sudah terpecahkan atau sudah terjawab.
Bahan hukum primer merupakan semua aturan tertulis yang ditegakkan oleh negara, semua itu bisa ditemukan dalam putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap, undang-undang yang ditetapkan parlemen, keputusan dan peraturan eksekutif, dan putusan hukum agen-agen administrasi. 17 Bahan-bahan hukum primer yang digunakan penulis antara lain:
1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;
3) Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2009 Tentang Lembaga Pembiayaan;
4) Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 84/PMK/.012/2006 tentang Perusahaan Pembiayaan;
5) Peraturan Ototitas Jasa Keuangan Republik Indonesia nomor 29/POJK.05/2014 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Pembiyaan
Bahan hukum sekunder dapat digolongkan atas bahan hukum sekunder dalam arti sempit dan bahan hukum sekunder dalam arti luas. Dalam arti sempit pada umumnya berupa buku-buku hukum yang berisi ajaran atau doktrin atau treatisess terbitan berkala berupa artikel-artikel tentang ulasan hukum atau law review; dan narasi tentang arti istilah, konsep, phrase, berupa kamus hukum atau ensikiopedi hukum.18
9
Dalam arti luas adalah bahan hukum yang tidak tergolong bahan hukum primer atau “any written work that is not primary authority termasuk segala karya ilmiah hukum yang tidak diplubikasikan atau yang dimuat di koran atau majalah populer. Dikaitkan dengan landasan teoretis dari proposal penelitian, bahan hukum sekunder yang berupa buku hukum mempunyai posisi yang strategis, karena dalam buku hukum ditemukan pemikiran para filsuf hukum yang kemudian pemikirannya itu beberapa di antaranya berkembang secara lebih spesifik menjadi teori hukum.19
Setelah bahan hukum terkumpul, kemudian dilanjutkan dengan teknik analisis bahan hukum dengan menggunakan analisis kualitatif yaitu melakukan pembahasan terhadap bahan hukum yang telah didapat dengan mengacu kepada landasan teoritis yang ada. Data yang telah diperoleh dari hasil penelitian ini disusun dan dianalisis kualitatif, kemudian selanjutnya data tersebut diuraikan secara deskriptif guna memperoleh gambaran yang dapat dipahami secara jelas dan terarah untuk menjawab permasalahan yang diteliti.20
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Wanprestasi
2.1.1 Pengertian Wanprestasi
Wanprestasi merupakan istilah dari ingkar janji, wanprestasi sendiri berasal dari bahasa Belanda, yang artinya prestasi buruk. Wanprestasi yaitu tidak dipenuhinya suatu kewajiban atau prestasi atas apa yang telah disepakati dalam suatu kontrak yang kewajiban atau prestasi tersebut dibebankan kepada pihak-pihak yang telah dicantumkan didalam kontrak yang bersangkutan.21 Setiap tindakan wanpestasi pasti menimbulkan kerugian bagi pihak lain yang bersangkutan, oleh karena itu harus ada sanksi berupa ganti rugi dengan tujuan tidak ada pihak-pihak yang dirugikan atas tindakan wanprestasi tersebut.
Menurut Pasal 1243 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata), menyebutkan: “Penggantian biaya kerugian dan bunga yang diakibatkan dari tidak dipenuhinya suatu perikatan, baru bisa diwajibkan, jika orang yang berutang tersebut telah dinyatakan lalai memenuhi perikatannya, tetap melalaikannya, atau apabila sesuatu yang harus diberikan atau dibuat dalam jangka waktu tertentu yang telah dilampauinya’’.
Wanprestasi ialah kelalaian atau tidak dipenuhinya suatu kewajiban sebagaiamana dalam ketentuan perjanjian yang dibuat oleh debitor dan kreditor. 22 Sebab terjadinya wanprestasi yaitu karena adanya kesengajaan, kesalahan dan kelalaian. Dalam hal kesengajaan, memang adanya kehendak untuk menimbulkan kerugian, artinya orang tersebut memang memiliki kehendak dan berniat untuk bertindak supaya menyebabkan suatu kerugian.23 Sekali mungkin debitur tidak bermaksud untuk merugikan kreditur, namun jika kenyataannya membuat kerugian terhadap kreditur meskipun tujuannya bukan
21Xxxxxxx Xxxxxx, Xxxx Xxxxxx Xxxxxx dan Xxxxx Xxxxx Lutfianingsih, Kamus Istilah Hukum Populer, (Jakarta: Prenamedia Group, 2016), hlm. 449.
22 Xxxxxxxx Xxxxx Xxxxxxxx, Pokok-pokok Hukum Kontrak, (Makassar: CV Social Politic Genius (SIGn), 2019), hlm. 122.
23 Yahman, Karakteristik Wanprestasi Xxx Xxxxxx Pidana Penipuan, (Jakarta: Kencana, 2014), hlm. 84.
10
itu dan ia mengetahui serta ingin bertindak yang menimbulkan kerugian, maka tetap disebut dengan unsur kesengajaan.
Debitur memiliki kewajiban untuk memberikan sesuatu barang, undang- undang mensyaratkan bahwa tidak ada kewajiban untuk memelihara barang tersebut, atas berkurangnya nilai harga barang yang diakibatkan karena kesalahan maka debitur harus bertanggung jawab.24 Kesalahan yang dimaksud harus memenuhi syarat-syarat, yaitu:25
1. Tindakan yang dilakukan harus bisa dihindari;
2. Si pembuat kesalahan dapat dipersalahkan karena tindakannya, dengan ia bisa mengetahui tentang akibatnya.
Tidaklah mudah untuk menetukan unsur kelalaian itu sendiri maka perlu adanya pembuktian. Pada Pasal 1238 menyebutkan bahwa “ Debitur dikatakan lalai dengan surat, atau dengan akta sejenis itu, atau berdasarkan kekuatan dari perikatan itu sendiri, yaitu bila perikatan ini mengakibatkan debitur harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan.”
Mengenai jangka waktu dalam melaksanakan pemenuhan kewajiban/prestasi sudah ditentukan, sehingga sesuai dengan Pasal 1238 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata bahwa debitur diangap lalai karena melewati waktu yang telah ditentukan. Oleh karena itu pengajuan somasi sangatlah penting. Pengajuan somasi harus dilakukan secara tertulis yang didalamnya memuat tentang segala tuntutannya, apa yang mendasari tuntutan tersebut, dan harapan pada saat kapan prestasi/kewajiban tersebut dapat dipenuhi.26 Apabila kreditur berkeinginan mengajukan tuntutan kepada debitur ke pengadilan, maka somasi ini akan berguna sebagai alat bukti di pengadilan bahwa debitur benar-benar melakukan wanprestasi.27
24 Ibid., hlm. 83
25Ibid.
26Simanjutak, Hukum Perdata Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2017), hlm. 292.
27Ibid., hlm. 293.
2.1.2 Bentuk-bentuk Wanprestasi
Seseorang dikatakan wanprestasi apabila ia telah lalai atau tidak memenuhi kewajibannya terhadap suatu perjanjian. Ada 4 (empat) bentuk wanprestasi, yaitu:28
1. Tidak memenuhi kontrak sama sekali.
Dalam hal ini, debitur tidak melaksanakan kontrak sama sekali. Tidak dipenuhinya suatu kewajiban menimbulkan kerugian bagi salah satu pihak, tidak perlu adanya penetapan lalai, kreditur bisa segera menuntut ganti rugi kepada debitur.
2. Terlambat memenuhi prestasi.
Debitur melakukan keterlambatan dalam memenuhi prestasinya, oleh karena itu perlu adanya penetapan lalai. Ganti rugi baru bisa dibebankan kepada debitur apabila debitur sudah ditetapkan lalai, dan untuk memenuhi prestasinya tetap lalai. Dalam hal ini penetapan lalai dapat ditiadakan dengan adanya persetujuan, yaitu di dalam persetujuan telah ditentukan bahwa debitur bisa dianggap wanprestasi jika debitur terlambat memenuhi prestasinya.
3. Pemenuhan kontrak tidak sebagaimana mestinya.
Salah satu atau semua pihak melaksanakan hal-hal yang tidak sesuai dengan apa yang telah diatur dalam kontrak. Dengan kata lain hal-hal yang telah dilakukan bertentangan dengan bagaimana kontrak seharusnya dilaksanakan. Akibatnya salah satu pihak tidak memperoleh keuntungan dan pelaksanaan prestasi pihak lainnya.
4. Melaksanakan sebagian isi kontrak.
Salah satu atau kedua pihak hanya melaksanakan sebagian isi kontrak dan meninggalkan sebagian lainnya. Melalaikan pelaksanaan hal-hal yang telah disepakati jelas merupakan pengingkaran terhadap kesepakatan itu sendiri. Apabila klausul yang tidak dilaksanakan bukan merupakan klausul dengan muatan yang esensiil maka pengabaian itu barangkali dapat
28 Xxxxx Xxxxx Xxxxxxx, Aspek Hukum Dalam Bisnis, (Surabaya: Airlangga University Press, 2009), hlm. 87.
dikesampingkan atau dapat diterima oleh pihak lainnya. Berbeda apabila wanprestasi itu berkenaan dengan hal-hal yang krusial, yang menentukan tercapai tidaknya tujuan kontrak, maka pihak lainnya tentu mengalami kerugian akibat wanprestasi itu.
2.1.3 Pengaturan Wanprestasi dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata diatur mengenai keabsahan dari sebuah kontrak. Jadi apapun bentuk perjanjian yang dibuat harus tunduk pada Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Di dalam pasal tersebut tidak disebutkan suatu formalitas tertentu di samping kesepakatan yang telah dicapai itu, maka disimpulkan bahwa setiap perianjian itu sudahlah sah (dalam arti mengikat) apabila sudah tercapai kesepakatan mengenai hal-hal yang pokok dari perjanjian itu.29
Namun demikian, terhadap asas konsensualitas itu, ada juga kekecualiannya, yaitu di sana-sini oleh undang-undang ditetapkan formalitas- formalitas tertentu untuk beberapa macam perianjian, atas ancaman batalnya perjanjian tersebut apabila tidak menurut bentuk cara yang dimaksud. Tujuannya tidak lain adalah untuk mengisi kekosongan hukum perdata yang terjadi.30
Menurut Pasal 1243 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, pasal tersebut mengatur mengenai kerugian akibat melanggar perjanjian/wanprestasi. Pada pasal tersebut dinyatakan bahwa: “Penggantian biaya rugi dan bunga karena tak dipenuhinya suatu perikatan, barulah mulai diwajibkan, apabila si berutang, setelah dinyatakan lalai memenuhi perikatannya, tetap melalaikannya, atau jika sesuatu yang harus diberikan atau dibuatnya, hanya dapat diberikan atau dibuat dalam tenggang waktu yang telah dilampaukannya”.31
29Sukarmi, Cyber Law: Kontrak Elektronik Dalam Bayang-bayang Pelaku Usaha,
(Jakarta: Pustaka Putra, 2009), hlm. 140.
30Ibid. 31Ibid.
Sudah dengan jelas disebutkan bahwa pertanggungjawaban kontraktual tunduk pada Pasal 1243 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Jadi pertanggungjawaban para pihak apabila terjadi wanprestasi terhadap isi suatu perjanjian baku dituntut berdasarkan pasal ini. Yang dimaksudkan kerugian yang dapat dimintakan penggantian itu, tidak hanya yang berupa biaya-biaya yang sungguh-sungguh telah dikeluarkan (kosten), atau kerugian yang sungguh-sunguh menimpa harta benda si berpiutang (schaden), tetapi juga yang berupa kehilangan keuntungan (interessen), yaitu keuntungan yang akan didapat seandainya si berhutang tidak lalai. Tetapi juga tidak semua kerugian dapat dimintakan peggantian.32
Undang-undang dalam hal ini mengadakan pembatasan, dengan rnenetapkan hanya kerugian yang dapat dikira-kirakan atau diduga pada waktu perjanjian dibuat dan yang sungguh-sungguh dapat dianggap sebagai suatu akibat langsung dari kelalaian si berhutang saja dapat dimintakan penggantian. Dan jika barang yang harus diserahkan itu berupa uang tunai, maka yang dapat diminta sebagai penggantian kerugian ialah bunga uang menurut penetapan undang-undang.33
Membahas tentang perjanjian, sebenarnya sudah banyak yang mendefinisikannya, tergantung bagian mana yang ditonjolkan dan yang dianggap penting dari definisi tersebut. Istilah “perjanjian’’ dalam hukum perjanjian merupakan kesamaan dari kata “ovreenkomst” dalam bahasa Belanda atau istilah “agreement” dalam bahasa Inggris. Istilah “hukum perjanjian” tidaklah sama dengan istilah “hukum perikatan”.34 Sebab, maksud dari istilah “perikatan” itu sendiri yaitu seluruh ikatan yang diatur dalam Kitab
32Ibid. 33Ibid.
34Munir Fuady, Konsep Hukum Perdata, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2015), hlm.
179.
Undang-Undang Hukum Perdata, jadi bisa termasuk perikatan yang timbul karena perjanjian ataupun perikatan yang timbul karena undang-undang.35
Dalam Pasal 1313 Kitab Undang- Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) menyebutkan, bahwa persetujuan atau perjanjian adalah suatu perbuatan yang mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Para ahli hukum berpendapat bahwa pada ketentuan Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata mempunyai beberapa kekurangan, yaitu:36
1) Tidak jelas, karena setiap perbuatan dapat disebut perjanjian;
2) Tidak nampak asas konsensualisme;
Definisi diatas dianggap tidak jelas karena pada penjelasan tersebut hanya menyatakan perbuatan saja, sehingga yang tidak termasuk perbuatan hukum pun juga disebut perjanjian. 37 Perjanjian dengan kontrak memiliki makna yang serupa karena pada pokoknya ialah terdapat suatu keadaan yang mana para pihak telah membuat kesepakatan terhadap sesuatu yang diperjanjikan dan diharuskan untuk melaksanakan dan mematuhinya, sehingga timbul hubungan hukum yang disebut perikatan dari perjanjian tersebut. Dengan demikian, perjanjian dan kontrak dapat menyebabkan timbulnya suatu hak dan kewajiban terhadap para pihak yang membuat perjanjian tersebut, oleh sebab itu perjanjian yang dibuat dianggap sebagai sumber hukum formal.38
Runtunan dari sebuah peraturan yang termasuk salah satu bentuk norma individual tentang hak sipil yang berkaitan dengan hukum perdata merupakan salah satu landasan teori dan pemahaman dari perjanjian.39 Seseorang yang melakukan perjanjian dimungkinkan akan berkaitan dengan proses hukum,
35Ibid.
36 Xxxxx Xxxxxx, Hukum Perikatan Dilengkapi Hukum Perikatan dalam Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2011), hlm. 120
37Ibid. 38Ibid.
39 Hartana, Hukum Perjanjian (Dalam Perspektif Perjanjiann Karya Pengusaha Pertambangan Batu Bara), Jurnal Komunikasi Hukum, Vol. 2, No. 2, Agustus 2016, hlm. 156.
dengan begitu dapat dinyatakan sebagai bagian dari peraturan hukum yang mempunyai sifat-sifat hukum.40
Membahas tentang hukum perjanjian ini pasti akan berkaitan dengan konsep perjanjian yang berlaku di Indonesia yang berdasarkan dari Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Hal tersebut dikarenakan persetujuan para pihak yang dituliskan dalam perjanjian mengacu kepada ketentuan pasal-pasal Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Buku Ketiga tentang Perikatan seperti yang dijelaskan pada Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Perjanjian terdiri dari dua macam, yaitu:41 Perjanjian bernama (nominaat) dan perjanjian tidak bernama (innominaat). Perjanjian bernama (nominaat) adalah perjanjian atau kontrak yang dikenal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang bersifat umum seperti pinjam meminjam, tukar-menukar, sewa menyewa, jual beli, hibah, persekutuan perdat, penitipan barang, perdamaian, perjanjian untung-untungan, penanggungan utang dan pemberian kuasa. Perjanjian tidak bernama (innominaat) ialah perjanjian yang tercipta, hidup, berkembang dan tumbuh dalam praktik dan diluar Kitab Undang- Undang Hukum Perdata, yang berarti perjanjian tidak bernama merupakan peraturan yang bersifat khusus.
2.2.2 Syarat Sahnya Perjanjian
Syarat sahnya suatu kontak diatur pada pasal 1320 KUH Perdata tentang syarat-syarat sahnya perjanjian, mengingat bahwa kontrak tidak lain adalah perjanjian yang dibuat secara tertulis. Pasal 1320 KUH Perdata menyebutkan bahwa untuk sahnya suatu perjanjian harus memenuhi empat syarat sebagai berikut:42
1) Kesepakatan mereka yang mengikatkan diri.
2) Kecakapan untuk membuat perikatan.
3) Suatu hal tertentu.
40Ibid.
41Xxxxxxxx Xxx Xxxxxx, Op, Cit., hlm. 36
42 Xxxxx Xxxxxx Xxxxxxxxx, Panduan Lengkap Membuat Surat-Surat Kontrak, (Jakarta: Visimedia, 2008), hlm. 7.
4) Suatu sebab yang halal (diperbolehkan).
a. Kesepakatan
Kesepakatan dalam kontrak adalah perasaan rela atau ikhlas di antara pihak-pihak pembuat kontrak mengenai hal-hal yang dituangkan di dalam isi kontrak. Kesepakatan dinyatakan tidak ada jika kontrak dibuat atas dasar penipuan, kesalahan, paksaan, dan penyalahgunaan keadaan:43
Penipuan merupakan tindakan yang dengan sengaja mengaburkan suatu keadaan atau mengajukan fakta yang tidak benar agar terlaksananya suatu hubungan kontrak, sehingga mengakibatkan keuntungan bagi salah satu pihak atau pihak ketiga. Misalnya pada kasus jual beli sepeda motor, seorang penjual menyatakan bahwa sepeda motor yang dijualnya dalam kondisi baru, sehingga pembeli berminat dan akhirnya membeli motor tersebut, padahal fakta sebenarnya sepeda motor yang dijual adalah bekas pakai orang lain.
Salah satu unsur yang dapat diajukan untuk membatalkan kontrak adalah adanya kesalahan. Kesalahan yang dimaksud adalah para pihak yang mengadakan suatu perikatan menunjukkan atau memandang suatu keadaan atau fakta yang keliru. Misalnya pada kasus pembayaran ganti rugi oleh calon pembeli terhadap pesawat TV milik penjual yang di- display, karena pihak penjual dan calon pembeli menyangka bahwa kerusakan terjadi karena kesalahan calon pembeli saat mencoba pesawat TV tersebut, padahal setelah itu diketahui ternyata kerusakan pesawat TV tersebut adalah cacat produksi dari pabrik.
Paksaan terjadi jika salah satu pihak sepakat untuk menandatangani kontrak karena adanya ancaman keselamatan badan atau materi. Berbagai bentuk paksaan dengan jalan mengancam dapat ditujukan langsung terhadap dirinya, keluarganya, atau orang lain yang berpengaruh terhadap
emosi pihak yang dipaksa. Contohnya, Xxxx A dipaksa menandatangani kontrak jual beli rumah dengan ancaman terhadap keselamatan keluarga jauhnya di kota lain, sehingga dengan terpaksa Tuan A menandatangani kontrak tersebut untuk menghindari adanya kejadian yang membahayakan keluarga jauhnya.
Penyalahgunaan keadaan adalah penstiwa yang terjadi ketika seseorang diminta bersepakat oleh pihak lain untuk mengadakan kontrak dengan kondisi keadaan yang mau tidak mau mengharuskannya mengambil risiko yang menghadang yang mungkin tidak akan disepakatinya jika dia tahu keadaan yang sebenarnya. Misalnya ketika pasien yang akan melahirkan berada dalam posisi tidak tahu dan tidak mampu berpikir jauh, si dokter menawarkan suatu tindakan operasi persalinan (caesar), tindakan tersebut sebenarnya tidak perlu dilakukan, karena cukup dengan proses alamiah, kelahiran dapat dilakukan.
Kecakapan berarti pihak-pihak yang membuat kontrak haruslah orang- orang yang oleh hukum dinyatakan sebagai subjek hukum. Syarat kecakapan untuk membuat suatu perikatan harus dituangkan secara jelas dalam bagian jati diri para pihak di dalam isi kontrak, yang dibuat sendiri oeh para pihak tersebut. Pada dasarnya semua orang menurut hukum cakap untuk membuat kontrak. Yang tidak cakap membuat kontrak adalah orang- orang yang ditentukan hukum, yaitu:44
Dalam ilmu hukum ada perbedaan mengenai dewasa” dalam keadaan telah “dewasa” yang memenuhi syarat hukum dan “pendewasaan” yang menunjuk pada keadaan yang belum dewasa, tetapi oleh hukum dinyatakan sebagai dewasa.
2) Seseorang yang berada di bawah pengampuan.
Seseorang yang berada di bawah pengampuan adalah orang-orang yang menurut penilaian hukum tidak dapat melakukan tindakan-tindakan untuk menjaga kepentingan dirinya sendiri, sehingga memerlukan seorang wali pengampu (seseorang yang membantu orang lain yang tidak dapat menjaga kepentingannya sendiri untuk melakukan tindakan hukum). Misalnya seseorang yang telah berusia lanjut dan terserang penyakit stroke sehingga tidak dapat melakukan perbuatan hukum sama sekali, maka keluarga dan orang tua tersebut boleh atau berhak mengajukan permohonan kepada pengadilan negeri yang berwenang untuk menjadi wali pengampu dan mewakili orang tua tersebut dalam melakukan perbuatan-perbuatan hukum.
3) Perempuan dalam hal-hal yang ditetapkan oleh undang-undang, dan semua orang yang oleh undang-undang telah dilarang membuat perjanjian-perjanjian tertentu.
Dahulu, seorang perempuan dinyatakan tidak cakap dalam melakukan perbuatan hukum. Namun, pada peraturan perundang- undangan yang baru dan berlaku sekarang ini melihat persamaan jenis kelamin, sehingga seorang perempuan dapat mewakili dirinya sendiri tanpa didampingi seorang suami.
4) Badan Hukum yang Bertindak Melakukan Perbuatan Hukum.
Badan hukum adalah suatu badan yang bisa memiliki harta kekayaan, hak, dan kewajiban seperti orang per orang (pribadi). Dengan kata lain, perusahaan dapat bertindak layaknya orang pribadi. Dalam hal pembuatan kontrak, hal tersebut termasuk hal yang harus diperhatikan oleh para pihak yang tergabung dalam badan hukum tersebut.
Hal tertentu mempunyai maksud bahwa objek yang diatur dalam kontrak harus jelas atau setidak-tidaknya dapat ditentukan. Jadi, tidak boleh mengambang atau samar-samar. Hal ini sangat penting dilakukan untuk memberikan jaminan (kepastian) kepada para pihak pembuat dan melaksanakan kontrak. Selain itu, juga mencegah munculnya kontrak yang
bersifat fiktif. Misalnya, dalam jual beli sebuah sepeda motor harus jelas nama merek, tahun pembuatan, warna, nomor mesin, dan hal lain yang berkaitan dengan motor yang akan dijual.45
d. Suatu sebab yang dibolehkan atau halal.
Suatu sebab yang dibolehkan berarti bahwa kesepakatan yang tertuang di dalam suatu kontrak tidak boleh bertentangan dengan perundang- undangan, ketertiban umum, dan kesusilaan. Sebagai contoh, perjanjian jual beli narkoba yang tidak sah karena bertentangan dengan norma-norma tersebut KUH Perdata memberikan kebebasan berkontrak secara tertulis maupun secara lisan, asalkan memenuhi syarat-syarat yang diatur di pada pasal 1320 KUH Perdata.46
Unsur-unsur perjanjian disesuaikan dengan makna kontrak yang berkembang di Indonesia dan dalam sistem civil law pada umumnya, common law dan sistem hukurn islam. Dan makna kontrak yang berkembang di Indonesia dapat ditarik kesimpulan bahwa ada beberapa unsur yang terdapat dalam kontrak yaitu:47
2) Ada kesepakatan yang membentuk kontrak;
3) Kesepakatan itu ditujukan untuk menimbulkan akibat;
Dikaitkan dengan sistem hukum kontrak yang berlaku di Indonesia unsur-unsur perjanjian tersebut dapat diklarifìkasikan dalam tiga kiasifikasi, yaitu unsur essentialia, unsur naturalia, dan unsur accidentalia:48
45 Ibid., hlm. 17
46 Ibid.
47 Salle, Hukuum Kontrak Teori dan Praktik, (Makassar: Social Politic Genius (SIGn), 2019), hlm. 33
1. Essensalia merupakan unsur yang harus ada atau mutlak dalam suatu perjanjian. Unsur ini bisa mengakibatkan dan menentukan terciptanya suatu perjanjian. Tidak ada perjanjian tanpa adanya unsur ini.
2. Naturalia merupakan unsur perjanjian yang oleh hukum diatur tetapi dapat dikesampingkan oleh para pihak. Bagian ini merupakan sifat alami (natuur) perjanjian secara diam-diam melekat pada perjanjian.
3. Accidentalia adalah unsur yang merupakan sifat pada perjanjian yang secara tegas diperjanjikan oleh para pihak.
Di dalam sistem common law, kontrak dimaknai sebagai persetujuan (agreement) antara pihak satu yang membuat penawaran (offer) dan pihak lainnya yang melakukan penerimaan atas penawaran tersebut (acceptance). Tanpa adanya kesepakatan bersama (mutualassent), maka tidak ada kontrak. Konsep ini sebenarnya sama dengan konsep kesepakatan berdasarkan hukum perjanjian Indonesia dan Belanda.49
Penawaran adalah suatu janji atau komitmen untuk melakukan atau tidak melakukan suatu perbuatan pada masa yang akan datang. Unsur berikutnya dari kontrak adalah penerimaan (acceptance). Tanpa adanya penerimaan tidak ada kontrak. Penerimaan dapat didefinisikan sebagai kesepakatan akhir dari offeree terhadap persyaratan penawaran. Penerimaan dapat dilakukan dengan cara tertentu. Penerimaan dapat dilakukan secara tegas (eksplisit) atau dilakukan secara tidak langsung yang dapat ditafsirkan dan perbuatan atau perilaku (implisit) offeree.50
Di dalam hukum islam, unsur-unsur kontrak disebut arkan (tunggal atau singular: rukn). Di Indonesia istilah arkan atau rukn itu biasa disebut rukun. Rukun akad (perjanjian atau kontrak) menurut pendapat ahli-ahli hukum Islam kontemporer ada empat yaitu:51
a) Para pihak yang membuat akad (al-’aqidan);
b) Pernyataan kehendak dan pihak (shigatul-’aqd);
c) Objek akad (mahalul-’aqd); dan
49 Ibid., hlm. 34
50 Ibid., hlm. 35
d) Tujuan akad (maudhu al-’aqd).
2.3 Sewa Guna Usaha
2.3.1 Pengertian Sewa Guna Usaha
Istilah sewa guna usaha adalah terjemahan dari kata leasing yang merupakan istilah dari bahasa Inggris, leasing berasal dari kata lease yang artinya sewa atau kata lainnya sewa menyewa.52 Namun antara sewa guna usaha (leasing) berbeda dengan sewa menyewa biasa. Ada beberapa bentuk dan unsur yang membedakan antara sewa menyewa biasa dengan sewa guna usaha, karena didalam sewa guna usaha terdapat ciri-ciri objeknya yang berupa barang modal, adanya hak opsi, penghitungan nilai sisa atas objeknya, dan pembayaran secara berkala dalam batas waktu yang telah ditentukan.53
Sewa guna usaha secara umum merupakan suatu equipment funding, yaitu kegiatan pembiayaan yang berbentuk barang modal atau alat-alat yang digunakan suatu perusahaan dalam menjalankan produksinya.54 Pada Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayaan, Sewa Guna Usaha (Leasing) adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal baik secara Sewa Guna Usaha dengan hak opsi (Finance Lease) maupun Sewa Guna Usaha tanpa hak opsi (Operating Lease) untuk digunakan oleh Penyewa Guna Usaha (Lessee) selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara angsuran.
Perjanjian sewa guna usaha juga disebut sebagai perjanjian pengikatan hak bersyarat, yang mana perjanjian leasing merupakan perjanjian dimana pemberi leasing (lessor) menyerahkan haknya kepada si penyewa (lessee) untuk menguasai barang modal tersebut dengan hak opsi atau tanpa hak opsi dengan imbalan dalam bentuk uang sewa atau dengan pembayaran lainnya.55
Perjanjian apapun dalam sewa guna usaha harus menjelaskan pokok- pokok perjanjian dengan tegas, sehingga bentuk hukum peraturan mana yang
hlm. 8.
52Sunaryo, Hukum Lembaga Pembiayaan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2013), hlm. 47.
53Ibid. 54Ibid.
55Ahmad Muliadi, Hukum Lembaga Pembiayaan, (Jakarta: Akademia Permata, 2013),
berlaku. Kewajiban dan hak para pihak jelas dan tidak memberikan kesempatan atau peluang kepada hakim yang mengadili perselisihan tentang perjanjian itu untuk memberikan interprestasi lain atau melaksanakan perjanjian itu lain dari pada yang dimaksudkan pihak -pihak56
Seorang yang baru memulai suatu usahanya yang hanya mempunyai modal sedikit, dalam hal ini perusahaan leasing menyediakan alat perlengkapan usaha yang dapat disewa oleh perusahaan yang bersangkutan, dengan berdasarkan perjanjian leasing, dengan demikian perusahaan leasing tersebut telah memberikan pinjaman (kredit) kepada si penyewa. Ada saatnya pada waktu berakhirnya perjanjian hak opsi akan diberikan kepada lessee untuk membeli alat-alat usaha yang disewanya tersebut dengan harga yang murah.57
Pada batas waktu akhir penyewaan, ada beberapa pilihan yang dimiliki oleh lessee, yaitu: 1). Mengembalikan barang/asset kepada lessor; 2). Berfungsi sebagai agen dari lessor untuk menjual barang/asset kepada pihak ketiga; dan atau 3). Memperbaharui kontrak sewa atau masuk ke dalam penyewaan tahap kedua.58
2.3.2 Subjek dan Objek Perjanjian Leasing
Subjek dan Objek disini yang dimasksud adalah subjek dan objek hukum dalam perjanjian leasing. Subjek Hukum ialah segala sesuatu yang mempunyai hak dan kewajiban menurut hukum dan mempunyai wewenang untuk bertindak dalam hukum.59 Kewenangan untuk bertindak yang dimaksud adalah bertindak menurut hukum. Dalam kehidupan sehari-hari, yang menjadi subjek hukum dalam sistem hukum lndonesia ialah individu (orang) dan badan hukum (perusahaan, organisasi, dan institusi).60
Dalam dunia hukum, subjek hukum dapat diartikan sebagai pembawa hak, yakni manusia dan badan hukum. Subjek yang berhubungan dengan
56Ibiid., hlm. 8.
57Nahrowi, Permasalahan Hukum Pembiayaan Leasing Di Indonesia, Jurnal Cita Hukum, Vo. 1, No. 1, Juni 2013, hlm. 33.
58Ibid., hlm. 29.
00Xxx Xxxxxxxx, Xxmahami Dasar Ilmu Hukum: Konsep Dasar Ilmu Hukum, (Jakarta: Prenamedia Group, 2018), hlm. 61.
perjanjian leasing ialah lessor dan lessee. Pihak yang diperbolehkan menjadi lessor ialah pihak yang dijinkan secara tegas oleh Departemen Keuangan boleh melakukan usaha dibidang sewa guna usaha. Lessee dalam hal ini ialah badan usaha atau perseorangan yang memiliki ijin usaha.61
Objek hukum adalah benda atau segala sesuatu yang dapat digunakan oleh subjek hukum dan yang dapat menjadi pokok suatu hubungan hukum, karena hal itu dapat dikuasakan oleh subjek hukum.62 Objek hukum berupa benda atau barang ataupun hak yang dapat dimiliki dan bernilai ekonomis. Objek perjanjian sewa guna usaha ialah barang modal yang telah dimiliki atau dibiayai atas permintaan lessee. Barang modal tersebut bisa dalam bentuk barang bergerak maupun barang tak bergerak.63
2.3.3 Jenis-Jenis Sewa Guna Usaha
Sewa guna usaha dapat dibagi mendi dua jenis, yaitu finance lease dan
Dalam financial lease ini, jenis dan spesifikasi barang yang dibutuhkan lessee ditentukan sendiri oleh lessee dan melakukan negoisasi secara langsung dengan supplier mengenai syarat-syarat pemeliharaan barang, harga, dan apa pun yang berkaitan dengan penggunaan barang tersebut.65 Sesudah itu, lessor akan melakukan pembayaran barang kepada supplier, lalu barang tersebut akan diberikan kepada lessee.
Kemudian lessee akan membayar sejumlah uang sewa kepada lessor secara berkala sebagai kompensasi atas jasa penggunaan barang tersebut dengan batas waktu yang telah ditentukan sesuai kesepakatan bersama.66 Secara keseluruhan jumlah uang sewa tersebut meliputi keuntungan bagi pihak lessor, biaya yang dikeluarkan oleh lessor untuk membayar barang
61Xxxxxxx, Op. Cit., hlm. 61. 00Xxx Xxxxxxxx, Xx. Cit., hlm. 67 63Ibid.
64 Xxxxxxxx Xxx Xxxxxx, Op. Cit., hlm. 40
65 Xxxxxxx Xxxxxxx, Segala Hal Tentang Hukum Lembaga Pembiayaan, (Yogyakarta: Buku Pintar, 2012), hlm. 33.
tersebut serta bunganya. Selanjutnya lessor memberikan hak opsi kepada
xxxxxx untuk membeli barang yang disewa pada di akhir masa perxxxxxxx.
Ada beberapa karakter dari finance lease yaitu:67
a. Barang modal bisa dalam berupa barang bergerak / tidak bergerak;
x. Xxxxxx modal tetap menajadi hak lessor sampai berlakunya hak opsi;
c. Jumlah sewa yang dibayar secara angsuran perbulan meliputi biaya perolehan barang, ditambah biaya-biaya lainnya serta keuntungan;
d. Besarnya harga sewa dan hak opsi harus menutupi harga barang. ditambah keuntungan yang diharapkan oleh xxxxxx;
e. Jangka waktu berlakunya kontrak leasing relatif panjang;
f. Resiko biaya pemeliharaan, kerusakan, pajak dan asuransi, ditanggung oleh lesse;
g. Kontrak sewa guna usaha tidak bisa dibatalka secara sepihak oleh
x. Xxxxxx memberikan hak opsi kepada xxxxxx untuk membeli barang, mengembalikan barang atau memperpanjang masa kontraknya pada di akhir masa perjanjian.
Sewa guna usaha dengan hak opsi (finance lease) ini dalam prakteknya ada beberapa bentuk variatif, yaitu direct lease, sale and lease back, dan sindycated lease.68
1) Direct Lease juga disebut true lease merupakan suatu bentuk transaksi sewa guna usaha dimana lessor membeli barang modal atas permintaan lessee kepada supplier, kemudia disewagunausahakan kepada lessee. Tujuan lessee disini adalah semata-mata untuk mendapatkan pembiayaan dengan cara sewa guna usaha memperoleh barang modal.
2) Sale and Lease Back merupakan jenis sewa guna usaha dengan mana barang modal sebenarnya barang dari lessee, kemudian dibeli oleh lessor dan selanjutnya disewakan kembali oleh xxxxxx. Sale and
67Xxxxxxx, Op. Cit., hlm. 56.
lease back ini mirip dengan utang uang untuk suatu keperluan tertentu dengan sistem bayaran cicilan dimana barang tersebut dipergunakan sebagai jaminan utang.
3) Syndicated Lease merupakan pembiayaan sewa guna usaha yang dilakukan oleh lebih satu lessor atas uatu barang modal yang diperlukan lesse. Hal ini bisa terjadi apabila kemampuan dana lessor terbatas atau karena alasan resiko yang dihadapinya. Oleh karena itu beberapa lessor melakukan perjanjian kerja sama untuk membiayai barang modal tersebut.
Pada leasing jenis operating leaseini, lessor sengaja membeli barang modal dan selanjutnya disewausahakan. Berbeda dengan finance lease, dalam operating lease jumlah seluruh pembayaran berkala tidak mencakup jumlah biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh barang modal tersebut berikut dengan bunganya. 69 Operating lease mempunyai karakteristik sebagai berikut:70
a. Jangka waktu leasing relatif singkat;
b. Tidak diberikan hak opsi bagi lessee untuk membeli barang pada akhir masa leasing;
c. Lessor wajib memelihara dan merawat barang modal;
d. Biaya operating lease dikhususkan untuk barang-barang yang muda terjual setelah pemakaian;
e. Harga sewa biasanya dibayar dengan jumlah uang tetap setiap bulannya;
x. Xxxxxxx leasing dapat dibatalkan oleh pihak lessee.
2.4 Profil PT. BFI Finance Indonsia
PT BFI Finance Indonesia Tbk (“BFI” atau ”Perusahaan”) berdiri pada tahun 1982 sebagai PT Manufacturer Xxxxxxx Xxxxxxx Indonesia, sebuah
27
perusahaan patungan antara Manufacturer Xxxxxxx Xxxxxxx Corporation dari Amerika Serikat dengan pemegang saham lokal. BFI adalah perusahaan pembiayaan terlama di Indonesia sekaligus menjadi perusahaan pembiayaan pertama yang mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya (sekarang disebut Bursa Efek Indonesia atau “BEI”). Perusahaan melakukan go public pada Mei 1990 dengan kode saham BFIN.71
Setelah menjalankan proses restrukturisasi utang yang bersumber darikrisis keuangan 1998, Perusahaan secara resmi berganti nama menjadi PT BFI Finance Indonesia Tbk pada 2001. Saat ini, 42,8% saham BFI dimiliki oleh konsorsium Trinugraha Capital SA (yang antara lain terdiri dari TPG dan Northstar Group). Sisanya dimiliki oleh pemegang saham institusi lokal dan internasional, serta pemegang saham publik.72
Kegiatan usaha BFI Finance pada dasarnya meliputi tiga jenis pembiayaan. Pertama, pembiayaan modal kerja, investasi dan multiguna yang ditujukan untuk kebutuhan produktif seperti modal kerja, investasi dan pengembangan usaha, maupun untuk kebutuhan konsumtif seperti biaya pernikahan, renovasi rumah, dan lain-lain. Kedua, pembiayaan sales dan lease back, yakni pembiayaan untuk pembelian mesin dan alat berat baik baru maupun bekas untuk menunjang produktivitas usaha, mulai dari alat berat industri seperti mesin excavator, bulldozer, crane, forklift, berbagai jenis truk, mesin cetak, mesin industri hingga alat-alat kesehatan. Ketiga, pembiayaan tanpa agunan untuk kebutuhan pendidikan, perjalanan wisata, serta pengembangan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM).73
Pada tahun 2017, BFI Finance membentuk Unit Syariah untuk menjawab kebutuhan masyarakat terhadap pembiayaan yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. BFI Finance memiliki jaringan pemasaran terbesar di Nusantara, dengan 228 kantor cabang dan 173 gerai yang tersebar di 33 dari 34 provinsi di Indonesia, dan didukung lebih dari 11.000 karyawan (per 31 Desember 2018).74
71Lihat di, xxxxx://xxx.xxx.xx.xx/xxxxx-xx.
72Ibid.
4.1 Kesimpulan
BAB IV PENUTUP
Berdasarkan penjelasan diatas maka, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Dalam menentukan apakah tindakan Xxxx Xxxxxxxx dan PT BFI Finance Indonesia merupakan suatu bentuk wanprestasi, perlu diketahui terlebih dahulu unsur-unsur seseorang dapat dikatakan wanprestasi yaitu unsur kesalahan, kesalahan karena kesengajaan, kesalahan karena kelalaian, pernyataan lalai dan somasi. Namun, berdasarkan alasan-alasan yang sudah dijelaskan diatas maka dapat diketahui bahwa tidak ditemukannya unsur- unsur kesalahan yang dilakukan oleh PT BFI Finance Indonesia, sehingga ia tidak bisa dikatakan wanprestasi. Xxxxxx, dalam hal ini Xxxx Xxxxxxxx yang memenuhi unsur wanprestasi yaitu bisa dibuktikan dari pengakuan Xxxx Xxxxxxxx sendiri dan somasi yang telah PT BFI Finance berikan. Adapun bentuk wanprestasi yang dilakukan Xxxx Xxxxxxxx ialah terlambat memenuhi prestasi dan melaksanakan kontrak hanya sebagaian. Dari perbuatan wanprestasi tersebut berarti ia juga melanggar asas-asas perjanjian mengenai asas keseimbangan dan asas moral.
2. Pertimbangan hukum hakim yang baik harus memuat tentang 3 (tiga) hal, yaitu: kepastian hukum, kemanfaatan, dan keadilan. Untuk mengetahui apakah pertimbangan hakim pada Putusan Pengadilan Tinggi Bandung No. 26/Pdt/2018/PT.Bdg telah sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku, maka dapat dilihat dari ketiga aspek tersebut. Berdasarkan penjelasan yang sudah diuraikan diatas, dapat diketahui bahwa hakim dalam menyatakan pertimbangan hukumnya telah sesuai dengan ketiga aspek tersebut, dan ketiga aspek tersebut ialah sebagai wujud pertimbangan hukum hakim telah sesuai dengan ketetuan hukum yang berlaku.
52
53
4.2 Saran
1. Seharusnya para pihak mentaati Pasal 1338 ayat (1) bahwa semua kontrak (perjanjian) yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Oleh karena itu sudah semestinya para pihak
mentaati isi perjanjian tersebut, agar terhidar dari perbuatan wanprestasi.
2. Hakim Pengadilan Tinggi Bandung harus bisa meneliti dan mencermati
persidangan, Xxxxxxx Xxxxx dalam memproses
pembuktian dapat menentukan apakah dalil gugatan penggugat dapat dibuktikan atau tidak. Apabilia dalil gugatan penggugat tidak dapat dibuktikan kebenarannya maka Xxxxxxx Xxxxx tidak akan mengabulkan
gugatan yang diajukan oleh Xxxxxxxxx.
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku
Xxxxx Xxxxxxx. 2013. Hukum Lembaga Pembayaan, Jakarta: Akademia Permata.
Xxxxx Xxxxx Xxxxxxx. 2009. Aspek Hukum Dalam Bisnis. Surabaya: Airlangga University Press.
Xxxxx Xxxxx. 2017. Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah Teori dan Praktik.
Xxxx Xxxxxxxx Xxxxxxx dan X’xx Xxxxxx. 2015. Penelitian Hukum (Legal Research). Jakarta: Sina Grafika.
Xxxx Xxxxxx. 2008. Perencanaan Pajak, Edisi 4. Jakarta: Salemba Empat.
Fauzan. 2005. Pokok-Pokok Hukum Acara Perdata Peradilan Agama dan Mahkamah Syar'iah di Indonesia. Jakarta: Kencana.
Xxxxx Xxxxxx Xxxxxxxxx. 2008. Panduan Lengkap Membuat Surat-Surat Kontrak.
Xxxxx Xxxxxxxxxxx. 2015. Aset Hak Kekayaan Intelektual Sebagai Jaminan Dalam Perbankan. Yogyakara: Deepublisher.
Xxxx Xxxxxxxx dan Serfianto. 2010. Bebas Jeratan Utang Piutang. Yogyakarta: Pustaka Yustisia.
Xxxxxxx Xxxxxx, Xxxx Xxxxxx Xxxxxx dan Xxxxx Xxxxx Lutfianingsih. 2016. Kamus Istilah Hukum Populer. Jakarta: Prenamedia Group
Xxxxxx Xxxxxxx. 2005. Teori dan Metode Penelitian Hukum Normatif. Malang: Batu Media.
Kasmir. 2001. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya. Depok: Raja Grafindo Persada.
Xxxxxxxx Xxx Xxxxxx. 2019. Lembaga Pembiayaan Dalam Perspektif Hukum.
Cetakan Pertama. Jakarta: Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya.
Xxxxx Xxxxx. 2015. Konsep Hukum Perdata. Jakarta: RajaGrafindo Persada.
Xxxxxxx Xxxxxxx. 2012. Segala Hal Tentang Hukum Lembaga Pembiayaan.Yogyakarta: Buku Pintar.
X. Xxxxxxxxx dan Xxxxxx Xxxxxx. 2018. Mahir Menulis Studi Kasus Hukum. Jakarta: Prenmedia Group.
Xxxx Xxxxx Diantha. 2016. Metodologi Penelitian Hukum Normatif dalam Justifikasi Teori Hukum. Jakarta: Prenada Group.
Nurachmad. 2010. Buku Pintar Memahami dan Membuat Surat Perjanjian.
Xxxxxxxx Xxxxx Xxxxxxxx. 2019. Pokok-pokok Hukum Kontrak. Makassar: CV Social Politic Genius (SIGn).
Simanjutak. 2017. Hukum Perdata Indonesia. Jakarta: Kencana.
Salle. 2019. Hukum Kontrak Teori dan Praktik. Makassar: Social Politic Genius. Xxxxxxxx, Xxxxx Xxxxxx, dan Xxxxx Xxxxxx. 2018. Aspek Hukum Ekonomi dan
Bisnis. Jakarta: Prenamedia Group.
Sunaryo. 2013. Hukum Lembaga Pembiayaan. Jakarta: Sinar Grafika.
Sukarmi. 2009. Cyber Law: Kontrak Elektronik Dalam Bayang-bayang Pelaku Usaha. Jakaerta: Pustaka Putra.
Sri Warjiati. 2018. Memahami Dasar Ilmu Hukum: Konsep Dasar Ilmu Hukum.
Xxxxxxxxxx. 2018. Mahir Menulis Studi Kasus Hukum. Jakarta: Prenamedia Group.
Xxxxxx Xxxxxxxx. 2015. Logika Hukum Pertimbangan Putusan Hakim.
Jakarta: Prenamedia group.
Xxxxxxxxx. 2015. Hukum Perjanjian Teori dan Analisis Kasus. Jakarta: Kencana
Titik Triwulan Tutik. 2016. Pengantar Hukum Perdata Indonesia. Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher.
Toman Xxxx Xxxxxxxx. 2029. Hukum Bisnis. Jakarta: Prenadamedia Group.
Xxxxx Xxxxxx. 2011. Hukum Perikatan Dilengkapi Hukum Perikatan dalam Islam. Bandung: Pustaka Setia.
Yahman. 2014. Karakteristik Wanprestasi Xxx Xxxxxx Pidana Penipuan. Jakarta: Kencana.
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata HIR/RBG
Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2009 Tentang Lembaga Pembiayaan.
Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 84/PMK/.012/2006 tentang Perusahaan Pembiayaan.
Peraturan Ototitas Jasa Keuangan Republik Indonesia nomor 29/POJK.05/2014 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Pembiyaan.
Xxxx Xxxxxxxx. Perlindungan Hukum Bagi Kreditur Dalam Perjanjian Leasing Pada Pt. Era Cepat Transportindo. Yustisi. Vol. 3. No. 2, September. 2016.
Xxxxx X., Xxxxxxxxx Xxxxxx, Xxxxxxxi Vitaningtias. Perlindungan Hukum Bagi Lessee Terhadap Lessor Yang Melakukan Wanprestasi. Private Law. Edisi 1, Maret-Juni 2013.
Hartana. Hukum Perjanjian (Dalam Perspektif Perjanjiann Karya Pengusaha Pertambangan Batu Bara). Jurnal Komunikasi Hukum. Vol. 2, No. 2. Agustus 2016.
Isnin Hariati. Penjatuhan Pidana Di Bawah Minimum Terhadap Pelaku Tindak Pidana Perzinahan (Kajian Putusan Nomor:244/Pid.B/2017/Pn Lwk), Indonesian Journal of Criminal Law (IJoCL), Vol. 1, No. 1, Juni 2019
Lasmanah. Xxxxxxx Sebagai Alternatif Pendanaan Perusahaan Sebagai Penunjang Perekonomian. Fokus. Jurnal Akutansi Dan Manajemen Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Bandung. Vol. 2. No. 1. Agustus 2000.
Nahrowi. Permasalahan Hukum Pembiayaan Leasing Di Indonesia. Jurnal Cita Hukum. Vo. 1. No. 1. Juni 2013.
LAMPIRAN
P U T U S A N NOMOR 26/PDT/2018/PT.BDG.
DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA
Pengadilan Tinggi Jawa Barat yang memeriksa dan mengadili perkara- perkara perdata pada tingkat banding, telah menjatuhkan putusan sebagai berikut dalam perkara antara :
XXXX XXXXXXXX, beralamat di Xxxxx Xxxxx Xxxxxxxxxxx Xx. 275 RT.001
PEMBANDING SEMULA PENGGUGAT ;
:
PT. BFI FINANCE INDONESIA, Tbk cq. PT.BFI FINANCE INDONESIA, Tbk
Kesemuanya Karyawan dari PT. BFI FINANCE INDONESIA, Tbk., berkedudukan di Tangerang Selatan beralamat kantor Jl. Xxxxxxxx Xxxxx Nomor 472 Kelurahan Batu Nunggal Kecamatan Bandung Kidul Kota Bandung berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal 17 April 2017;
TERBANDING SEMULA TERGUGAT ;
Pengadilan Tinggi Tersebut :
Membaca,Penetapan Ketua Pengadilan Tinggi Jawa Barat tanggal 24 Januari 2018, Nomor 26/PEN/PDT/2018/PT.BDG tentang Penunjukan Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini ;
Telah membaca berkas perkara dan surat-surat yang berhubungan dengan perkara ini ;
TENTANG DUDUK PERKARANYA :
Menimbang, bahwa Penggugat dalam surat gugatannya tertanggal 3 Maret 2017, yang didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Negeri Bandung pada tanggal 3 Maret 2017 dengan Register No. 101/Pdt.G/2017/PN.Bdg. telah mengemukakan hal-hal sebagai berikut :
1. Bahwa antara PENGGUGAT dan TERGUGAT telah diadakan perjanjian pembiayaan sebagai modal kerja atas beberapa unit mesin dengan 4 (empat) buah perjanjian/kontrak, dengan perincian sebagai berikut :
1) Perjanjian no. 6131500225 tertanggal 1 November 2015 atas 4 unit mesin setia blown film lines hdpe stbf45500d4 kaki, tahun 2015 dengan nilai barang tersebut Rp. 720.000.000 (tujuh ratus dua puluh juta rupiah), dengan nilai pokok hutang/nilai pembiayaan sebesar Rp. 269.159.040 (dua ratus enam puluh sembilan juta seratus lima puluh sembilan ribu empat puluh rupiah), dan simpanan jaminan debitor (security deposit) sebesar Rp. 450.840.960 (empat ratus lima puluh juta delapan ratus empat puluh ribu rupiah), dengan jangka waktu /masa sewa usaha 24 bulan dan nilai angsuran sebesar Rp. 13.474.500 (tiga belas juta empat ratus tujuh puluh empat ribu lima ratus rupiah);
2) Perjanjian no. 6131500226 tertanggal 21 November 2015 atas 1 unit mesin setia plasticbagsealingcutting fdjat 650servo, tahun 2015 dengan nilai barang tersebut Rp. 185.000.000 (seratus delapan puluh lima juta rupiah), dengan nilai pokok hutang/nilai pembiayaan sebesar Rp. 69.158.920 (enam puluh sembilan juta seratus lima puluh delapan ribu sembilan ratus dua puluh rupiah), dan simpanan jaminan debitor ( security deposit) sebesar Rp. 115.841.080 (seratus lima belas juta delapan ratus empat puluh satu ribudelapan puluh rupiah), dengan jangka waktu /masa sewa usaha 24 bulan dan nilai angsuran sebesar Rp.
3.462.500 (tiga juta empat ratus enam puluh dua ribu lima ratus rupiah);
3) Perjanjian no. 6131500227 tertanggal 21 November 2015 atas 1 unit mesin setia plasticbagsealingcutting bmsj 100/120servo, tahun 2015 dengan nilai barang tersebut Rp. 165.000.000 (seratus enam puluh lima juta rupiah), dengan nilai pokok hutang/nilai pembiayaan sebesar Rp.
61.682.280 (enam puluh satu juta enam ratus delapan puluh dua ribu dua ratus delapan puluh rupiah), dan simpanan jaminan debitor ( security deposit ) sebesar Rp. 103.317.720 (seratus tiga juta tiga ratus tujuh belas ribu tujuh ratus dua puluh rupiah), dengan jangka waktu /masa sewa usaha 24 bulan dan nilai angsuran sebesar Rp. 3.088.000 (tiga juta delapan puluh delapan ribu rupiah);
4) Perjanjian no. 6131600020 tertanggal 13 Februari 2016 atas 1 unit mesin setia extrusion pelletizer bya sjp 130 120, tahun 2014 dengan nilai barang tersebut Rp. 480.000.000 (empat ratus delapan puluh juta rupiah), dengan nilai pokok hutang/nilai pembiayaan sebesar Rp. 231.200.000 (dua ratus tiga puluh satu juta dua ratus ribu rupiah), dan simpanan jaminan debitor ( security deposit )sebesar Rp. 248.800.000 (dua ratus empat puluh delapan juta delapan ratus ribu rupiah), dengan jangka waktu /masa sewa usaha 24 bulan dan nilai angsuran sebesar Rp.
11.574.500 (sebelas juta lima ratus tujuh puluh empat ribu lima ratus rupiah);
2. Bahwa sebagaimana perjanjian, PENGGUGAT melakukan kewajibannya kepada TERGUGAT dengan membayar angsuran tiap-tiap bulannya atas masing-masing kontrak, namun karena situasi usaha yang kurang baik PENGGUGAT mengajukan restrukturisasi kredit pada masing-masing perjanjian / kontraknya dan disetujui TERGUGAT, yaitu sebagai berikut :
1) Perjanjian no. 6131500225 semula jangka waktu /masa sewa usaha 24 bulan dan nilai angsuran sebesar Rp. 13.474.500 (tiga belas juta empat ratus tujuh puluh empat ribu lima ratus rupiah) pada angsuran ke 12 s/d 15 cicilan menjadi Rp. 4.000.000 ( empat juta rupiah ), dan untuk selanjutnya cicilan sebesar Rp. 13.371.500 (tiga belas juta tiga ratus tujuh puluh satu ribu lima ratus rupiah) dengan jangka waktu keseluruhan menjadi 33 bulan.
2) Perjanjian no. 6131500226 semula jangka waktu /masa sewa usaha 24 bulan dan nilai angsuran sebesar Rp. 3.462.500 (tiga juta empat ratus enam puluh dua ribu lima ratus rupiah) pada angsuran ke 12 s/d 15 cicilan menjadi Rp. 1.000.000 ( satu juta rupiah ), dan untuk selanjutnya cicilan
sebesar Rp. 4.011.000 (empat juta sebelas ribu rupiah) dengan jangka waktu keseluruhan menjadi 30 bulan.
3) Perjanjian no. 6131500227 semula jangka waktu /masa sewa usaha 24 bulan dan nilai angsuran sebesar Rp. 3.088.000 (tiga juta delapan puluh delapan ribu rupiah) pada angsuran ke 12 s/d 15 cicilan menjadi Rp.
1.500.000 ( satu juta lima ratus ribu rupiah ), dan untuk selanjutnya cicilan sebesar Rp. 3.338.500 (tiga juta tiga ratus tiga puluh delapan ribu lima ratus rupiah) dengan jangka waktu keseluruhan menjadi 30 bulan.
4) Perjanjian no. 6131600020 semula jangka waktu /masa sewa usaha 24 bulan dan nilai angsuran sebesar Rp. 11.574.500 (sebelas juta lima ratus tujuh puluh empat ribu lima ratus rupiah) pada angsuran ke 9 s/d 12 cicilan menjadi Rp. 5.000.000 ( lima juta rupiah ), dan untuk selanjutnya cicilan sebesar Rp. 12.894.000 (dua belas juta delapan ratus sembilan puluh empat ribu rupiah) dengan jangka waktu keseluruhan menjadi 30 bulan.
3. Bahwa ternyata situasi usaha PENGGUGAT belum juga beranjak baik sehingga pada bulan Desember 2016 kembali PENGGUGAT mengajukan restrukturisasi kredit kepada TERGUGAT, namun TERGUGAT tidak menyetujuinya.
4. Bahwa pada tanggal 16 Januari 2017 ( PENGGUGAT lalai membayar cicilan 1 kali) TERGUGAT melayangkan Surat peringatan I kepada PENGGUGAT yang membuat PENGGUGAT kecewa dengan alasan baru satu kali saja terlambat melakukan pembayaran bahkan PENGGUGAT sudah lebih dari 50
5. Bahwa puncak kekecewaan PENGGUGAT adalah ketika PENGGUGAT menerima surat dari TERGUGAT pada tanggal 21 Februari 2017 perihal permintaan pengembalian unit mesin. Melihat hanya dalam tempo kurang dari satu bulan TERGUGAT melayangkan surat peringatan hingga 3 kali bahkan berniat menarik seluruh unit mesin sudah barang tentu PENGGUGAT menilai TERGUGAT tidak beritikad baik dan seolah-olah berniat akan mematikan usaha PENGGUGAT.
6. Bahwa atas permasalahan tersebut, PENGGUGAT melalui kuasa hukumnya telah melayangkan surat kepada TERGUGAT yang pada intinya
menyatakan beritikad baik menyelesaikan hutangnya dan mengajukan restrukturisasi kredit dengan cicilan hutang atas keempat perjanjian / kontraknya sebesar Rp. 10.000.000 (sepuluh juta rupiah) tiap-tiap bulannya namun hingga diajukannya gugatan ini PENGGUGAT belum menerima menjawab dari TERGUGAT. Melihat kenyataan tersebut, melalui gugatan ini, PENGGUGAT hendak meminta putusan majelis hakim agar atas ke empat perjanjian pembiayaan / kontraknya dilakukan restrukturisasi yang diangsur terhitung sejak putusan ini memiliki kekuatan hukum yang tetap (inkraht van gewijsde) dengan perincian sebagai berikut :
1) Perjanjian no. 6131500225, sisa hutang (termasuk bunga) adalah Rp. 248.687.000, cicilan/angsuran sebesar Rp. 3.500.000/bulan hingga lunas;
2) Perjanjian no. 6131500226, sisa hutang (termasuk bunga) adalah Rp. 62.165.000, cicilan/angsuran sebesar Rp. 1.000.000/bulan hingga lunas;
3) Perjanjian no. 6131500227, sisa hutang (termasuk bunga) adalah Rp. 53.827.500, cicilan/angsuran sebesar Rp. 1.000.000/bulan hingga lunas;
4) Perjanjian no. 6131600020, sisa hutang (termasuk bunga) adalah Rp. 242.092.000, cicilan/angsurn sebesar Rp. 4.500.000/bulan hingga lunas.
7. Bahwa sebagaimana isi pasal 4 masing-masing perjanjian / kontrak, seharusnya dalam hal debitur (PENGGUGAT) lalai, maka kreditur (TERGUGAT) menggunakan simpanan jaminan (security deposit) untuk menutupi suatu jumlah yang seharusnya dibayarkan debitur (PENGGUGAT). Bahwa ternyata TERGUGAT tidak menggunakan simpanan jaminan (security deposit) tetapi justru menerbitkan surat peringatan bagi PENGGUGAT hingga 3 kali bahkan meminta pengembalian unit mesin. Bahwa penerbitan surat peringatan dan permintaan pengembalian unit mesin dengan alasan adanya keterlambatan cicilan tanpa terlebih dahulu menggunakan simpanan jaminan (security deposit) adalah sebagai kelalaian dan wanprestasi TERGUGAT atas isi perjanjian.
8. Bahwa selain wanprestasi TERGUGAT sebagaimana terurai di angka (7) tersebut diatas, perbuatan TERGUGAT telah mencederai maksud dibuatnya perjanjian antara PENGGUGAT dan TERGUGAT yaitu sebagai pembiayaan modal kerja yang berarti kedua belah pihak telah sepakat untuk bekerjasama mengembangkan usaha yang dikelola oleh PENGGUGAT berdasarkan azas saling percaya, saling menguntungkan, dan membangun satu sama lain, karenanya setiap kondisi usaha tersebut sudah menjadi perhitungan dan resiko oleh masing-masing pihak, karenanya tidaklah benar
bila TERGUGAT sekonyong-konyong menuntut sepihak pengembalian mesin tanpa memperdulikan kondisi PENGGUGAT.
9. Bahwa apa yang telah dilakukan oleh TERGUGAT kepada PENGGUGAT juga telah melanggar hak-hak konsumen (PENGGUGAT) sebagaimana diatur dalam undang-undang perlindungan konsumen, yang pada dasarnya mengedepankan asas hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.
10. Bahwa akibat wanprestasi yang dilakukan TERGUGAT telah menimbulkan kerugian bagi PENGGUGAT dengan terganggunya PENGGUGAT dalam mengerjakan usaha maupun aktifitasnya sehari-hari, membayar ongkos- ongkos, juga harus membayar Pengacara, Oleh karena itu beralasan hukum agar Xxxxxxx Xxxxx menghukum TERGUGAT untuk membayar kerugian tersebut yang bila dihitung oleh PENGGUGAT sebesar Rp. 100.000.000 (seratus juta rupiah).
11. Bahwa Oleh karena TERGUGAT telah melakukan perbuatan wanprestasi, patut dan adil dihukum membayar ongkos-ongkos perkara yang timbul dalam perkara ini.
1. Menerima dan mengabulkan gugatan PENGGUGAT untuk seluruhnya;
1) Perjanjian no. 6131500225 tertanggal 1 November 2015 atas 4 unit mesin setia blown film lines hdpe stbf45500d4 kaki, tahun 2015 dengan nilai barang tersebut Rp. 720.000.000 (tujuh ratus dua puluh juta rupiah), dengan nilai pokok hutang/nilai pembiayaan sebesar Rp. 269.159.040 (dua ratus enam puluh sembilan juta seratus lima puluh sembilan ribu empat puluh rupiah), dan simpanan jaminan debitor (security deposit) sebesar Rp. 450.840.960 (empat ratus lima puluh juta delapan ratus empat puluh ribu rupiah).
2) Perjanjian no. 6131500226 tertanggal 21 November 2015 atas 1 unit mesin setia plasticbagsealingcutting fdjat 650servo, tahun 2015 dengan nilai barang tersebut Rp. 185.000.000 (seratus delapan puluh lima juta
rupiah), dengan nilai pokok hutang/nilai pembiayaan sebesar Rp. 69.158.920 (enam puluh sembilan juta seratus lima puluh delapan ribu sembilan ratus dua puluh rupiah), dan simpanan jaminan debitor ( security deposit) sebesar Rp. 115.841.080 (seratus lima belas juta delapan ratus empat puluh satu ribudelapan puluh rupiah).
3) Perjanjian no. 6131500227 tertanggal 21 November 2015 atas 1 unit mesin setia plasticbagsealingcutting bmsj 100/120servo, tahun 2015 dengan nilai barang tersebut Rp. 165.000.000 (seratus enam puluh lima juta rupiah), dengan nilai pokok hutang/nilai pembiayaan sebesar Rp.
61.682.280 (enam puluh satu juta enam ratus delapan puluh dua ribu dua ratus delapan puluh rupiah), dan simpanan jaminan debitor ( security deposit ) sebesar Rp. 103.317.720 (seratus tiga juta tiga ratus tujuh belas ribu tujuh ratus dua puluh rupiah).
4) Perjanjian no. 6131600020 tertanggal 13 Februari 2016 atas 1 unit mesin setia extrusion pelletizer bya sjp 130 120, tahun 2014 dengan nilai barang tersebut Rp. 480.000.000 (empat ratus delapan puluh juta rupiah), dengan nilai pokok hutang/nilai pembiayaan sebesar Rp. 231.200.000 (dua ratus tiga puluh satu juta dua ratus ribu rupiah), dan simpanan jaminan debitor ( security deposit )sebesar Rp. 248.800.000 (dua ratus empat puluh delapan juta delapan ratus ribu rupiah).
3. Menyatakan demi hukum bahwa perbuatan TERGUGAT adalah perbuatan wanprestasi;
1) Perjanjian no. 6131500225, sisa hutang (termasuk bunga) adalah Rp. 248.687.000, cicilan/angsuran sebesar Rp. 3.500.000/bulan hingga lunas;
2) Perjanjian no. 6131500226, sisa hutang (termasuk bunga) adalah Rp. 62.165.000, cicilan/angsuran sebesar Rp. 1.000.000/bulan hingga lunas;
3) Perjanjian no. 6131500227, sisa hutang (termasuk bunga) adalah Rp. 53.827.500, cicilan/angsuran sebesar Rp. 1.000.000/bulan hingga lunas;
4) Perjanjian no. 6131600020, sisa hutang (termasuk bunga) adalah Rp. 242.092.000, cicilan/angsurn sebesar Rp. 4.500.000/bulan hingga lunas. yang diangsur terhitung sejak putusan ini memiliki kekuatan hukum yang tetap (inkraht van gewijsde)
5. Menghukum TERGUGAT untuk membayar kerugian akibat terganggunya PENGGUGAT dalam mengerjakan usaha maupun aktifitasnya sehari-hari, membayar ongkos-ongkos, juga harus membayar Pengacara yang bila
dihitung oleh PARA PENGGUGAT sebesar Rp. 100.000.000 (seratus juta rupiah).
6. Menghukum PARA TERGUGAT untuk membayar segala biaya perkara yang timbul dalam perkara ini.
Namun, bilamana yang terhormat majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini berpendapat lain dari apa yang dimohonkan dalam perkara ini, mohon kiranya memberikan putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono);
Menimbang, bahwa terhadap gugatan Penggugat tersebut, Tergugat telah mengajukan jawaban, tertanggal 29 Agustus 2017, sebagai berikut
DALAM EKSEPSI:
A. TERGUGAT DAN PENGGUGAT TELAH SEPAKAT MEMILIH DOMISILI HUKUM DI PENGADILAN NEGERI TANGERANG
1. Bahwa TERGUGAT telah memberikan fasilitas pembiayaan dalam bentuk sewa guna usaha kepada PENGGUGAT berdasarkan PERJANJIAN PEMBIAYAAN nomor 6131500225, 6131500226, 6131500227 ketiganya tertanggal 21 November 2015 dan PERJANJIAN nomor 6131600020 tanggal 13 Februari 2016 (selanjutnya seluruh perjanjian tersebut disebut “PERJANJIAN”).
2. Bahwa diantara TERGUGAT dan PENGGUGAT telah terjadi kesepakatan di dalam pasal 31 PERJANJIAN mengenai pemilihan domisili hukum untuk penyelesaian sengketa yang timbul sehubungan dengan pelaksanaan PERJANJIAN yaitu di Pengadilan Negeri Tangerang.
3. Bahwa menunjuk pasal 118 ayat 4 Herziene Indonesisch Reglement (HIR), apabila dalam PERJANJIAN telah dipilih dan ditentukan suatu tempat kedudukan, maka gugatan diajukan kepada Ketua Pengadilan Negeri dalam daerah hukum tempat kedudukan yang dipilih itu.
4. Bahwa mengingat sesuai ketentuan dalam pasal 31 PERJANJIAN juncto pasal 118 ayat 4 HIR atau 142 RBG, kewenangan untuk mengadili perkara ini berada pada Pengadilan Negeri Tangerang, serta menimbang inti permasalahan dalam perkara aquo adalah bermuara pada pelaksanaan isi PERJANJIAN dan PENGGUGAT juga telah secara tegas mengakui telah mengadakan PERJANJIAN dengan TERGUGAT (vide halaman 1 dan 2 Gugatan PENGGUGAT), maka sudah seharusnya Gugatan oleh PENGGUGAT terhadap TERGUGAT diajukan melalui Pengadilan Negeri Tangerang sesuai kesepakatan dalam PERJANJIAN, namun pada kenyataannya PENGGUGAT justru telah mendaftarkan gugatannya di Pengadilan Negeri Bandung, oleh sebab itu TERGUGAT mohon
kebijaksanaan dari Majelis Hakim Pengadilan Negeri Bandung untuk menerima eksepsi TERGUGAT dan memutuskan agar Gugatan PENGGUGAT tersebut tidak dapat diterima (Niet Onvantkelijke Verklaard).
II. DALAM POKOK PERKARA:
– Bahwa dalil-dalil yang telah dikemukakan TERGUGAT pada bagian Pokok Perkara ini menjadi satu kesatuan dan bagian yang tidak terpisahkan dari bagian Eksepsi di atas.
B. FASILITAS PEMBIAYAAN DALAM BENTUK SEWA GUNA USAHA (LEASING) DENGAN JENIS TRANSAKSI SALE AND LEASE BACK
5. Bahwa TERGUGAT merupakan salah satu perusahaan yang bergerak di bidang jasa pembiayaan di Indonesia, yang menjalankan kegiatan usaha jasa salah satunya adalah sewa guna usaha (leasing) sebagaimana diatur dalam PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA nomor 84/PMK.012/2006 tentang PERUSAHAAN PEMBIAYAAN (selanjutnya disebut ”PERMENKEU”) dengan pengertian sebagai berikut:
a. Pasal 1 huruf c menyebutkan:
” Sewa Guna Usaha (Leasing) adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal baik secara sewa guna usaha dengan hak opsi (Finance Lease) maupun sewa guna usaha tanpa hak opsi (Operating Lease) untuk digunakan oleh Penyewa Guna Usaha (Lessee) selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara angsuran.”
b. Pasal 3 ayat 1 menyebutkan:
“ Kegiatan Sewa Guna Usaha dilakukan dalam bentuk pengadaan barang modal bagi Penyewa Guna Usaha (Lessee), baik dengan maupun tanpa hak opsi untuk membeli barang tersebut.”
6. Bahwa pengadaan barang oleh TERGUGAT sebagaimana dimaksud pasal 1 huruf c dan pasal 3 ayat 1 PERMENKEU di atas, dilakukan dengan cara mengacu pada pasal 3 ayat 2 PERMENKEU yang berbunyi sebagai berikut:
“ Dalam kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pengadaan barang modal dapat juga dilakukan dengan cara membeli barang Penyewa Guna Usaha (Lessee) yang kemudian disewa-guna- usahakan kembali.”
dan oleh pasal 1 ayat 6 PERATURAN OTOTITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA nomor 29/POJK.05/2014 tentang
PENYELENGGARAAN USAHA PERUSAHAAN PEMBIAYAAN
(selanjutnya disebut “POJK”) yang berbunyi sebagai berikut:
“ Jual dan Sewa-Balik (Sale and Leaseback) adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk penjualan suatu barang oleh debitur kepada Perusahaan Pembiayaan yang disertai dengan menyewa- pembiayaankan kembali barang tersebut kepada debitur yang sama.”
“ Sepanjang perjanjian Sewa Guna Usaha masih berlaku, hak milik atas barang modal obyek transaksi Sewa Guna Usaha berada pada Perusahaan Pembiayaan.”
dan oleh pasal 8 ayat 2 POJK yang berbunyi sebagai berikut:
“ Dalam hal perjanjian Sewa Pembiayaan (Finance Lease) masih berlaku, kepemilikan atas barang objek transaksi Sewa Pembiayaan (Finance Lease) berada pada Perusahaan Pembiayaan.”
C. PENGGUGAT TELAH MENERIMA FASILITAS SEWA GUNA USAHA DENGAN JENIS TRANSAKSI SALE AND LEASE BACK DARI
TERGUGAT
8. Bahwa atas dasar permohonan dari PENGGUGAT, maka TERGUGAT telah setuju memberikan fasilitas sewa guna usaha (leasing) kepada PENGGUGAT dengan pelaksanaannya mengacu pada PERMENKEU dan POJK sebagaimana penjelasan huruf B di atas.
9. Bahwa dalam rangka realisasi pemberian fasilitas sewa guna usaha (leasing) kepada PENGGUGAT, maka TERGUGAT telah melakukan pengadaan barang dengan cara membeli mesin-mesin milik PENGGUGAT dengan spesifikasi tersebut di bawah ini sesuai bukti Perjanjian Jual Beli sebagai berikut:
a. 4 (empat) Unit SETIA BLOWN FILM LINES HDPE STBF45500D 4 KAKI, tahun 2015, serial number masing-masing nomor SP-45-001, SP-45-002, SP-45-003 dan SP-45-004 sesuai Invoice nomor 10/SP/02/15 tanggal 21 Februari 2015 yang dikeluarkan oleh SETIA TEKNIK (selanjutnya disebut “BARANG I”) sesuai bukti PERJANJIAN
JUAL BELI tanggal 21 November 2015 dengan harga perolehan sebesar Rp. 720.000.000.
b. 1 (satu) Unit SETIA PLASTIC SEALING CUTTING FDJAT650SERVO, tahun 2015, serial number JW-650-003 sesuai dengan Invoice nomor 5/KI/05/15 tanggal 02 Mei 2015 yang dikeluarkan oleh SETIA TEKNIK (selanjutnya disebut “BARANG II”) sesuai bukti PERJANJIAN JUAL BELI tanggal 21 November 2015 dengan harga perolehan sebesar Rp. 185.000.000,-.
c. 1 (satu) Unit SETIA PLASTIC BAG SEALING CUTTING BMSJ100/120SERVO, tahun 2015, serial number 1111-BMSJ-PD sesuai dengan Invoice nomor 5/KI/05/15 tanggal 2 Mei 2015 yang dikeluarkan oleh SETIA TEKNIK (selanjutnya disebut “BARANG III”) sesuai bukti PERJANJIAN JUAL BELI tanggal 21 November 2015 dengan harga perolehan sebesar Rp. 165.000.000,-.
d. 1 (satu) Unit SETIA EXTRUSION PELLETIZER BYA SJP 130 120, tahun 2014, serial number IS-PLT-027 sesuai Invoice nomor 10/SP/02/15 tanggal 3 September 2014 yang dikeluarkan oleh SETIA TEKNIK (selanjutnya disebut “BARANG IV”) sesuai bukti PERJANJIAN JUAL BELI tanggal 13 Februari 2016 dengan harga perolehan sebesar Rp. 480.000.000,-
10. Bahwa setelah TERGUGAT melakukan pembelian BARANG I – IV (selanjunya seluruhnya disebut “BARANG”) dari PENGGUGAT, maka PENGGUGAT wajib membayar kepada TERGUGAT berupa Simpanan Jaminan (Security Deposit) untuk masing-masing PERJANJIAN, yang mana pembayaran Simpanan Jaminan (Security Deposit) oleh PENGGUGAT dimaksud dilakukan dengan cara dipotong dari harga jual beli BARANG sebagaimana di atas, serta PENGGUGAT juga wajib membayar uang sewa guna usaha kepada TERGUGAT dengan syarat dan ketentuan sebagai berikut:
PERJANJIAN 6131500225
Simpanan Jaminan : Rp. 450.840.960,- Periode Pembayaran Uang Sewa Guna Usaha : 24 (dua puluh empat)
kali
Besar Uang Sewa Guna Usaha Per Periode Pembayaran :
Periode ke-1
sampai dengan
periode ke-24 masing- masing sebesar Rp. 13.474.500,-.
Denda Keterlambatan Pembayaran Uang Sewa Guna Usaha : 2 ‰
(dua per mil) per hari dari jumlah kewajiban yang tertunggak pembayarannya.
PERJANJIAN 6131500226
Simpanan Jaminan : Rp. 115.841.080,- Periode Pembayaran Uang Sewa Guna Usaha : 24 (dua puluh empat)
Besar Uang Sewa Guna Usaha Per Periode Pembayaran :
Periode ke-1
sampai dengan periode ke-24 masing- masing sebesar Rp. 3.462.500,-.
Denda Keterlambatan Pembayaran Uang Sewa Guna Usaha : 2 ‰
(dua per mil) per hari dari jumlah kewajiban yang tertunggak pembayarannya.
PERJANJIAN 6131500227
Simpanan Jaminan : Rp. 103.317.720,- Periode Pembayaran Uang Sewa Guna Usaha : 24 (dua puluh empat)
Besar Uang Sewa Guna Usaha Per Periode Pembayaran :
Periode ke-1
sampai dengan periode ke-24 masing- masing sebesar Rp. 3.088.000,-.
Denda Keterlambatan Pembayaran Uang Sewa Guna Usaha : 2 ‰
(dua per mil) per hari
dari jumlah kewajiban yang tertunggak pembayarannya.
PERJANJIAN 6131600020
Barang : BARANG IV
Simpanan Jaminan : Rp. 248.800.000,- Periode Pembayaran Uang Sewa Guna Usaha : 24 (dua puluh empat)
kali
Besar Uang Sewa Guna Usaha Per Periode Pembayaran :
Periode ke-1
sampai dengan periode ke-24 masing- masing sebesar Rp. 11.574.500,-.
Denda Keterlambatan Pembayaran Uang Sewa Guna Usaha : 2 ‰
(dua per mil) per hari dari jumlah kewajiban yang tertunggak pembayarannya.
X. XXX KEPEMILIKAN ATAS BARANG ADA PADA TERGUGAT
11. Bahwa dengan adanya pembelian BARANG oleh TERGUGAT dari PENGGUGAT sesuai bukti PERJANJIAN JUAL BELI tersebut di atas, maka mengacu pasal 3 ayat 3 PERMENKEU dan pasal 8 ayat 2 POJK hak kepemilikan atas BARANG ada pada TERGUGAT, sedangkan kedudukan PENGGUGAT bukan sebagai pemilik, melainkan hanya sebagai penyewa guna usaha saja atas BARANG atas dasar PERJANJIAN.
12. Bahwa ketentuan tersebut juga telah disepakati antara PENGGUGAT dengan TERGUGAT dalam pasal 7.1 PERJANJIAN yang menyebutkan:
“ Debitur dengan ini mengakui bahwa Perseroan adalah pembeli dan oleh karena itu terhitung sejak Tanggal Pencairan Fasilitas Lessor adalah satu-satunya pemilik Barang Modal, sesuai Surat Pernyataan Penerimaan Barang Modal dan demikian selanjutnya maka selama Perjanjian ini (masih) berlangsung, berdasarkan ketentuan dalam Pasal 3 ayat 3 Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia nomor 84/PMK.012/2006 tanggal 29 September 2006, dan Pasal 8 ayat 2 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan nomor 29/POJK.05/2014 tanggal 19 November 2014 tentang
Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Pembiayaan, Perseroan adalah pemilik dari Barang.”
E. PENGGUGAT TIDAK MEMILIKI ITIKAD BAIK DALAM MELAKSANAKAN KEWAJIBAN YANG TIMBUL BERDASARKAN PERJANJIAN, PADAHAL TELAH DIBERIKAN TOLERANSI DAN KESEMPATAN OLEH TERGUGAT UNTUK ITU
13. Bahwa TERGUGAT menolak dengan tegas dalil PENGGUGAT pada angka 4 s/d 6 Gugatannya yang pada intinya menyatakan TERGUGAT tidak menghiraukan kesulitan yang sedang dialami oleh PENGGUGAT, dengan alasan sebagai berikut:
14. Bahwa dalam pelaksanaan kewajiban PENGGUGAT kepada TERGUGAT dalam membayar uang sewa guna usaha berdasarkan PERJANJIAN, faktanya dari sejak pembayaran ke-04 yang jatuh tempo pada tanggal
24 Februari 2016 untuk PERJANJIAN 6131500225, 6131500226 dan 6131500227, serta pembayaran ke-02 yang jatuh tempo pada tanggal 16 Maret 2016 untuk PERJANJIAN 6131600020 PENGGUGAT sudah menunggak pembayaran kepada TERGUGAT.
15. Bahwa dengan mempertimbangkan kendala yang sedang dihadapi oleh PENGGUGAT tersebut di atas, maka TERGUGAT sepakat dan setuju untuk memberikan toleransi dan kesempatan kepada PENGGUGAT agar dapat melaksanakan kewajibannya dengan baik melalui penjadwalan kembali (restrukturisasi) hutangnya berdasarkan PERJANJIAN kepada TERGUGAT menjadi sebagai berikut:
Besar Uang Sewa Guna Usaha Per Periode Pembayaran: - 12 sebesar Rp. 0,- jatuh tempo pada tanggal 28 September 2016 - 13 – 16 masing-masing sebesar Rp. 4.000.000,- jatuh tempo setiap tanggal 28 pada bulan Oktober 2016 sampai dengan bulan Januari 2017 - 17 – 34 masing-masing sebesar Rp. 13.371.500,- jatuh tempo setiap tanggal 28 pada bulan Februari 2017 sampai dengan bulan Juli 2018 | |
PERJANJIAN | Besar Uang Sewa Guna Usaha Per Periode Pembayaran: |
6131500226 | - 01 - 11 masing-masing sebesar Rp. 3.462.500,- jatuh tempo setiap tanggal 24 pada bulan November 2015 sampai dengan bulan September 2016. - 12 sebesar Rp. 0,- jatuh tempo pada tanggal 28 September 2016 - 13 – 16 masing-masing sebesar Rp. 1.000.000,- jatuh tempo setiap tanggal 28 pada bulan Oktober 2016 sampai dengan bulan Januari 2017. - 17 – 31 masing-masing sebesar Rp. 4.011.000,- jatuh tempo setiap tanggal 28 pada bulan Februari 2017 sampai dengan |
Besar Uang Sewa Guna Usaha Per Periode Pembayaran: - 12 sebesar Rp. 0,- jatuh tempo pada tanggal 28 September 2016 - 17 – 31 masing-masing sebesar Rp. 3.388.500,- jatuh tempo setiap tanggal 28 pada bulan Februari 2017 sampai dengan | |
Besar Uang Sewa Guna Usaha Per Periode Pembayaran: - 09 sebesar Rp. 0,- jatuh tempo pada tanggal 28 September 2016 - 10 – 13 masing-masing sebesar Rp. 5.000.000,- jatuh tempo setiap tanggal 28 pada bulan Oktober 2016 sampai dengan bulan Januari 2017. - 14 – 31 masing-masing sebesar Rp. 12.894.000,- jatuh tempo setiap tanggal 28 pada bulan Februari 2017 sampai dengan bulan Juli 2018 |
16. Bahwa berdasarkan uraian fakta dan bukti tersebut di atas, maka sangat tidak berdasar apabila PENGGUGAT menyatakan TERGUGAT tidak menghiraukan kesulitan dan usulan yang diajukan PENGGUGAT, terlebih dalam angka 2 Gugatannya PENGGUGAT juga telah secara tegas mengakui bahwa TERGUGAT telah memberikan kesempatan kepada PENGGUGAT dengan cara memberikan penjadwalan kembali (restrukturisasi) hutang berdasarkan PERJANJIAN.
F. PENGGUGAT TELAH MELAKUKAN PERBUATAN CIDERA JANJI (WANPRESTASI) TERHADAP TERGUGAT DENGAN MENUNGGAK PEMBAYARAN BERDASARKAN PERJANJIAN
17. Bahwa menunjuk pada Pasal 1338 KUHPerdata disebutkan:
“Semua persetujuan yang dibuat sesuai dengan undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang ditentukan oleh undang-undang. Persetujuan harus dilakukan dengan itikad baik.”
18. Bahwa berdasarkan ketentuan diatas, maka sudah sepatutnya PENGGUGAT melaksanakan seluruh kewajibannya dalam PERJANJIAN dengan itikad baik. NAMUN MESKIPUN TERGUGAT SUDAH MEMBERIKAN PENJADWALAN KEMBALI (RESTRUKTURISASI) HUTANG BERDASARKAN PERJANJIAN KEPADA PENGGUGAT, TETAPI FAKTANYA DARI SEJAK JATUH TEMPO PEMBAYARAN PADA TANGGAL 28 DESEMBER 2016 SAMPAI DENGAN SAAT INI PENGGUGAT MENUNGGAK PEMBAYARAN KEPADA TERGUGAT, padahal terhadap tunggakan pembayaran tersebut telah telah seringkali dilakukan kesempatan dan teguran oleh TERGUGAT kepada PENGGUGAT baik secara lisan maupun tertulis sesuai dengan bukti sebagai berikut:
a. Surat Peringatan I nomor 000000000XX000000, 000000000XX000000, 000000000XX000000 dan 000000000XX000000;
b. Surat Peringatan II nomor 000000000XX000000,
000000000XX000000, 000000000XX000000; | 000000000XX000000 dan | |
c. Surat Peringatan 000000000XX000000, | III | nomor 000000000XX000000, 000000000XX000000 dan |
000000000XX000000. |
19. Bahwa selama ini TERGUGAT sangat kesulitan menagih PENGGUGAT, meskipun telah berulang kali diberikan waktu, toleransi, kesempatan dan teguran agar PENGGUGAT segera melaksanakan kewajibannya tersebut, akan tetapi PENGGUGAT hanya menghindar dan memberikan janji-janji pembayaran saja tanpa ada realisasinya, sehingga TERGUGAT tidak memperoleh kepastian pembayaran dari PENGGUGAT sampai dengan saat ini.
“Debitur lalai untuk membayar nilai angsuran/ uang sewa guna usaha pada tanggal jatuh temponya atau jumlah apapun lainnya yang wajib dibayarnya berdasarkan Perjanjian ini….”
21. Bahwa terhadap dalil TERGUGAT yang menyatakan bahwa PENGGUGAT telah melakukan tindakan cidera janji (wanprestasi) terhadap PERJANJIAN karena menunggak pembayaran sesungguhnya tidak perlu lagi diperiksa kebenarannya, menimbang hal itu telah diakui secara tegas oleh PENGGUGAT dalam Posita nomor 4 Gugatannya sebagai berikut:
“Bahwa Pada tanggal 16 Januari 2017 (PENGGUGAT lalai membayar cicilan 1 kali) ”
22. Bahwa merujuk pada ketentuan pasal 1925 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA (selanjutnya disebut ”KUHPerdata”) disebutkan:
“Pengakuan yang diberikan di hadapan Hakim, merupakan suatu bukti yang sempurna terhadap orang yang telah memberikannya, baik sendiri maupun dengan perantaran seseorang yang diberi kuasa khusus untuk itu.”
Berdasarkan hal tersebut diatas, maka dengan adanya pengakuan tersebut sudah cukup membuktikan bahwa PENGGUGAT telah cidera janji (wanprestasi) terhadap PERJANJIAN. Oleh karena itu pada kesempatan ini TERGUGAT mohon kepada Hakim Pengadilan Negeri Bandung yang memeriksa Perkara ini untuk menolak Gugatan PENGGUGAT untuk seluruhnya.
G. TERGUGAT BERHAK MENGAKHIRI PERJANJIAN DAN MEMINTA PENGEMBALIAN BARANG, SEBAGAI AKIBAT DARI PERBUATAN
CIDERA JANJI (WANPRESTASI) PENGGUGAT TERHADAP PERJANJIAN
23. Bahwa TERGUGAT menolak dengan tegas dalil PENGGUGAT pada angka 5, 6 dan 8 Gugatannya yang pada intinya menyatakan TERGUGAT tidak berhak dalam meminta pengembalian BARANG kepada PENGGUGAT, dengan alasan sebagai berikut:
”Jika terjadi salah satu atau semua hal peristiwa Cidera Janji sebagaimana tersebut dalam pasal 22 di atas, maka Perseroan berhak untuk segera menjalankan setiap dan/ atau segala upaya hukum seperti di bawah ini:
a. Menyatakan sebagian atau seluruh Nilai Angsuran/ Uang Sewa Guna Usaha yang belum waktunya jatuh tempo, ditambah biaya-biaya serta ongkos-ongkos yang timbul berdasarkan Perjanjian ini jatuh tempo, dan karenanya harus dibayar oleh PENGGUGAT secara tunai dan sekaligus pada waktu ditagih.”
Kemudian mengacu pasal 23.2 PERJANJIAN disebutkan:
“…Debitur mulai saat itu harus segera menghentikan segala bentuk pemakaian Barang.”
Dan pasal 23.4 PERJANJIAN mengenai Peristiwa Cidera Janji disebutkan: ”Perseroan... melakukan tindakan pemilikan kembali (Repossesing) Barang dari tangan dan penguasaan Debitur atau siapapun juga termasuk untuk memasuki semua tempat dan/ atau bangunan yang diduga menjadi tempat penyimpanan atau penitipan Barang, dan mengambil, menyuruh mengambil atau menarik setiap dan semua Barang untuk dan dalam rangka pemilikan kembali (repossessing) oleh Perseroan berdasarkan Perjanjian ini, selanjutnya Perseroan berhak menyewa guna usahakan Barang kepada orang atau pihak lain, ataupun menjual atau dengan cara apapun lainnya memindahkan hak atas Barang kepada orang atau pihak lain.”
25. Bahwa mengacu ketentuan diatas, maka dengan adanya perbuatan cidera janji (wanprestasi) yang dilakukan oleh PENGGUGAT kepada TERGUGAT, maka TERGUGAT berhak untuk mengakhiri PERJANJIAN
dan menyatakan seluruh kewajiban PENGGUGAT menjadi jatuh tempo seketika dan karenanya wajib dilunasi oleh PENGGUGAT secara sekaligus kepada TERGUGAT, dalam hal ini TERGUGAT selaku pemilik atas BARANG juga berhak untuk melakukan penguasaan kembali atas BARANG sesuai ketentuan dalam pasal 574 KUHPERDATA yang berbunyi sebagai berikut:
”Pemilik barang berhak menuntut siapa pun juga yang menguasai barang itu, supaya mengembalikannya dalam keadaan sebagaimana adanya.
26. Bahwa bukannya menyerahkan BARANG kepada TERGUGAT, justru faktanya PENGGUGAT tetap menguasai dan mempergunakan BARANG milik TERGUGAT tanpa disertai dengan pembayaran kewajiban kepada TERGUGAT sesuai kesepakatan dalam PERJANJIAN, dengan demikian hal tersebut semakin membuktikan bahwa PENGGUGAT memang tidak memiliki itikad baik dalam melaksanakan kewajibannya kepada TERGUGAT. Oleh sebab itu sangat berdasar dan berasalan apabila TERGUGAT mohon kepada Majelis Hakim Pengadilan Negeri Bandung untuk menolak permintaan penjadwalan kembali (restrukturisasi) hutang berdasarkan PERJANJIAN sebagaimana petitum Gugatan PENGGUGAT.
H. SIMPANAN JAMINAN (SECURITY DEPOSIT) TIDAK DIPERGUNAKAN UNTUK MEMBAYAR UANG SEWA GUNA USAHA YANG
TERTUNGGAK
27. Bahwa TERGUGAT menolak dengan tegas dalil PENGGUGAT pada angka 7 Gugatannya yang pada intinya menyatakan TERGUGAT telah melakukan perbuatan cidera janji dikarenakan tidak menggunakan Simpanan Jaminan (Security Deposit) untuk membayar tunggakan uang sewa guna usaha, dengan alasan sebagai berikut:
28. Bahwa PENGGUGAT telah gagal paham dalam mengartikan fungsi dari Simpanan Jaminan (Security Deposit), mengingat apabila kondisinya PENGGUGAT telah melakukan pembayaran uang sewa guna usaha secara tepat waktu sampai dengan akhir masa sewa guna usaha, maka Simpanan Jaminan (Security Deposit) akan dipergunakan untuk membayar harga jual beli yang jumlahnya sebesar Nilai Sisa (Residual Value) sesuai ketentuan dalam pasal 25.1 PERJANJIAN yang berbunyi sebagai berikut:
”Pada akhir Jangka Waktu/ Masa Sewa Guna Usaha dan Debitur telah melunasi seluruh kewajibannya berdasarkan Perjanjian ini, Debitur menggunakan hak opsi untuk membeli sekuruh Barang dari Perserian dengan harga sebesar Nilai Sisa (Residual Value) sebagaimana tercantum dalam Struktur Perjanjian ini, dan dalam hal ini Simpanan Jaminan (Security Deposit) dipergunakan sebagai pembayarannya.”
Sebaliknya, apabila PENGGUGAT melakukan perbuatan cidera janji (wanprestasi) terhadap PERJANJIAN, maka menunjuk pada ketentuan dalam pasal 23.3 PERJANJIAN, Simpanan Jaminan (Security Deposit) akan dipergunakan sebagai factor pengurang (kompensasi sebagian) bagi seluruh jumlah pembayaran yang wajib dibayar PENGGUGAT berdasarkan PERJANJIAN.
29. Bahwa berdasarkan uraian di atas, maka sangat keliru apabila Debitur atau kuasanya menyatakan Simpanan Jaminan (Security Deposit) dapat dipergunakan oleh TERGUGAT untuk membayar tunggakan uang sewa guna usaha PENGGUGAT berdasarkan PERJANJIAN sebagaimana posita Gugatannya, mengingat fungsi Simpanan Jaminan (Security Deposit) terbatas pada hal-hal sebagaimana angka 28 di atas.
30. Xxxxx mengingat tidak ada satupun bukti yang menunjukan apabila TERGUGAT telah melakukan perbuatan cidera janji (wanprestasi) berdasarkan PERJANJIAN, maka tidak tepat apabila TERGUGAT harus dihukum untuk mengganti kerugian sebesar Rp. 100.000.000,- sebagaimana dalil PENGGUGAT pada angka 10 posita Gugatannya. Oleh sebab itu TERGUGAT mohon kepada Xxxxxxx Xxxxx Pengadilan Negeri Bandung untuk menolak Gugatan PENGGUGAT untuk seluruhnya.
DALAM REKONVENSI:
– Bahwa dengan diajukannya Gugatan Rekonvensi oleh TERGUGAT, maka untuk selanjutnya pada bagian gugat rekonvensi ini TERGUGAT selanjutnya disebut ”PENGGUGAT REKONVENSI” dan PENGGUGAT selanjutnya disebut ”TERGUGAT REKONVENSI”.
– Bahwa guna menghindari pengulangan yang tidak perlu, maka dalil-dalil yang telah diuraikan oleh PENGGUGAT REKONVENSI dalam bagian Konvensi di atas menjadi satu kesatuan dan bagian yang tidak terpisahkan dengan bagian Rekonvensi ini.
I. TERGUGAT REKONVENSI WAJIB MELUNASI SELURUH KEWAJIBANNYA KEPADA PENGGUGAT REKONVENSI
31. Bahwa mengingat TERGUGAT REKONVENSI telah melakukan tindakan cidera janji (wanprestasi) kepada PENGGUGAT REKONVENSI sebagaimana telah diuraikan pada huruf G di atas, maka PENGGUGAT REKONVENSI berhak untuk mengakhiri PERJANJIAN untuk kemudian secara seketika dan sekaligus menagih seluruh jumlah hutang TERGUGAT REKONVENSI dalam jumlah per tanggal Jawaban ini (in casu 29 Agustus 2017) sebesar Rp. 646.198.747,78,- dengan perincian sebagai berikut:
PERJANJIAN 6131500225
- Xxxx Xxxx Xxxxxxxxx : Rp. 101.600.500,-
- Nilai Kerugian yang ditetapkan :
a. Sisa Nilai Pokok Pembiayaan : Rp. 133.374.621,59,-
x. Xxxxx Xxxx (Residu Value) : Rp. 450.840.960,-
- Denda Keterlambatan : Rp. 21.123.978,-
- Penalty Pelunasan diawal : Rp. 6.668.800,-
- Bunga Berjalan : Rp. 71.710,68
- Biaya lain – lain : Rp. (+) Sub Total : Rp 713.680.570,27,-
- Simpanan Jaminan : Rp. 450.840.960,- ( - ) TOTAL : Rp. 262.839.610,27,-
- Xxxx Xxxx Xxxxxxxxx : Rp. 30.077.000,-
- Nilai Kerugian yang ditetapkan :
a. Sisa Nilai Pokok Pembiayaan : Rp. 29.804.043,18,-
x. Xxxxx Xxxx (Residu Value) : Rp. 115.841.080,-
- Denda Keterlambatan : Rp. 6.144.212,-
- Penalty Pelunasan diawal : Rp. 1.490.300,-
- Bunga Berjalan : Rp. 16.031,02
- Biaya lain – lain : Rp. (+) Sub Total : Rp 183.370.666, 20
- Simpanan Jaminan : Rp. 115.841.080,- ( - ) TOTAL : Rp. 67.531.586,20,-
PERJANJIAN 6131500227
- Uang Sewa Terhutang - Nilai Kerugian yang ditetapkan | : Rp. : | 26.719.500,- |
a. Sisa Nilai Pokok Pembiayaan | : Rp. | 25.178.277,48,- |
x. Xxxxx Xxxx (Residu Value) | : Rp. | 103.317.720,- |
- Denda Keterlambatan | : Rp. | 5.820.942,- | |
- Penalty Pelunasan diawal | : Rp. | 1.259.000,- | |
- Bunga Berjalan - Biaya lain – lain | : Rp. : Rp. | 13.545,15 | (+) |
Sub Total | : Rp | 162.308.984,63 | |
- Simpanan Jaminan | : Rp. | 103.317.720,- | ( - ) |
TOTAL PERJANJIAN 6131600020 | : Rp. | 58.991.264,63,- | |
- Uang Sewa Terhutang | : Rp. | 100.258.000,- | |
32. Bahwa mengingat hutang TERGUGAT REKONVENSI berdasarkan PERJANJIAN dihitung per tanggal Jawaban ini (in casu 29 Agustus 2017), namun kenyataannya selama proses perkara ini berjalan ternyata perhitungan hutang TERGUGAT REKONVENSI mengalami perubahan akibat dikenakan denda sebesar 0,2 % atau sebesar Rp. 67.330,- setiap hari keterlambatannya sesuai, sehingga demikian dikuatirkan pada saat putusan pada perkara ini diperoleh kekuatan hukum tetap akan menimbulkan kerugian pada PENGGUGAT REKONVENSI mengingat jumlah hutang yang seharusnya dibayarkan TERGUGAT REKONVENSI tersebut seharusnya lebih besar daripada jumlah hutang saat ini. Oleh karena itu PENGGUGAT REKONVENSI mohon agar TERGUGAT REKONVENSI tetap dibebankan untuk membayar denda keterlambatan untuk setiap harinya dalam jumlah di atas, terhitung sejak tanggal gugatan rekonvensi ini hingga TERGUGAT REKONVENSI melakukan pembayaran atas seluruh hutangnya tersebut kepada PENGGUGAT REKONVENSI.
33. Bahwa mengingat hal-hal yang dikemukakan oleh PENGGUGAT REKONVENSI didasarkan pada bukti-bukti otentik yang tidak dapat
disangkal kebenarannya, maka PENGGUGAT REKONVENSI mohon agar terhadap putusan perkara ini dapat dijalankan terlebih dahulu (uitvoerbaar bij vorraad) walaupun dilakukan perlawanan (verzet), bantahan, banding atau kasasi oleh TERGUGAT REKONVENSI.
J. PENGGUGAT REKONVENSI MOHON UNTUK DILETAKKAN SITA JAMINAN ATAS KENDARAAN (REVINDICATOIR BESLAAG) DAN HARTA BENDA MILIK TERGUGAT REKONVENSI LAINNYA (CONSERVATOIR BESLAAG)
”Segala kebendaan si berutang, baik yang bergerak maupun tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang akan ada di kemudian hari, menjadi tanggungan segala perikatan perseorangan”
Juncto 227 HIR, maka dengan demikian wajar dan patut untuk dikabulkan apabila PENGGUGAT REKONVENSI mohon kepada Majelis Hakim Pengadilan Negeri Bandung yang memeriksa perkara ini untuk meletakan sita jaminan (conservatoir beslaag) atas sebidang tanah berikut bangunan dan segala sesuatu yang berada di atasnya yang terletak di Mahar Martanegara Nomor 275, Rukun Tetangga 001, Rukun Warga 002, Kelurahan Utama, Kecamatan Cimahi Selatan, Cimahi, Provinsi Jawa
Barat.
PRIMER:
DALAM EKSEPSI:
1. Menerima eksepsi TERGUGAT I seluruhnya.
2. Menolak atau setidak-tidaknya menyatakan gugatan PENGGUGAT tidak dapat diterima (Niet Onvantkelijke Verklaard).
DALAM POKOK PERKARA:
1. Menolak gugatan PENGGUGATseluruhnya.
II. DALAM REKONVENSI:
1. Menerima gugatan rekonvensi PENGGUGAT REKONVENSI untuk seluruhnya atau setidak-tidaknya untuk sebagian.
2. Menyatakan Perjanjian Pembiayaan tersebut di bawah ini berikut dengan Perubahan Perjanjian/ Restrukturisasi tertanggal 26 September 2016 adalah sah, mengikat dan berkekuatan hukum:
a. PERJANJIAN PEMBIAYAAN nomor 6131500225 tanggal 21 November 2015
b. PERJANJIAN PEMBIAYAAN nomor 6131500226 tanggal 21 November 2015
c. PERJANJIAN PEMBIAYAAN nomor 6131500227 tanggal 21 November 2015
d. PERJANJIAN PEMBIAYAAN nomor 6131600020 tanggal 13 Februari 2016
3. Menyatakan TERGUGAT REKONVENSI telah cidera janji (wanprestasi) kepada PENGGUGAT REKONVENSI berdasarkan Perjanjian Pembiayaan tersebut di bawah ini berikut dengan Perubahan Perjanjian/ Restrukturisasi tertanggal 26 September 2016:
a. PERJANJIAN PEMBIAYAAN nomor 6131500225 tanggal 21 November 2015
b. PERJANJIAN PEMBIAYAAN nomor 6131500226 tanggal 21 November 2015
c. PERJANJIAN PEMBIAYAAN nomor 6131500227 tanggal 21 November 2015
d. PERJANJIAN PEMBIAYAAN nomor 6131600020 tanggal 13 Februari 2016
4. Menghukum TERGUGAT REKONVENSI untuk membayar hutangnya kepada PENGGUGAT REKONVENSI secara lunas dan sekaligus sebesar
Rp. 646.198.747,78,-
5. Menghukum TERGUGAT REKONVENSI untuk membayar denda sebesar
2 o/oo (dua per mil) atau sebesar Rp. 67.330,- untuk setiap hari keterlambatannya dari jumlah yang terhutang dari sejak tanggal Jawaban ini (in casu tanggal 29 Agustus 2017) sampai TERGUGAT REKONVENSI membayar seluruh hutangnya sampai dengan lunas.
6. Menyatakan sah dan berharga sita jaminan (conservatoir beslag) atas harta benda TERGUGAT REKONVENSI yang berupa sebidang tanah dan bangunan tempat tinggal yang terletak di Mahar Martanegara Nomor 275, Rukun Tetangga 001, Rukun Warga 002, Kelurahan Utama, Kecamatan Cimahi Selatan, Cimahi, Provinsi Jawa Barat.
7. Menyatakan Putusan dalam perkara ini dapat dijalankan terlebih dahulu atau secara serta merta (uitvoerbaar bij voorraad) meskipun ada perlawanan (verzet), bantahan, banding, kasasi baik dari TERGUGAT REKONVENSI maupun pihak manapun juga;
III. DALAM KONVENSI DAN REKONVENSI
Menghukum PENGGUGAT/ TERGUGAT REKONVENSI untuk membayar seluruh biaya yang timbul dalam perkara ini.
SUBSIDER:
Xxxxxxx Xxxxx yang terhormat memberikan putusan yang seadil-adilnya (ex aquo et bono).
1. Mengabulkan eksepsi Tergugat;
2. Menyatakan Pengadilan Negeri Bandung tidak berwenang mengadili perkara ini;
Menimbang, bahwa risalah pemberitahuan pernyataan banding yang dibuat oleh Xxxx Xxxx Pengganti pada Pengadilan Negeri Bandung yang menyatakan bahwa pada tanggal 15 Desember 2017, permohonan banding tersebut telah disampaikan dan diberitahukan secara sah dan saksama kepada pihak Terbanding semula Tergugat. ;
Menimbang, bahwa Pembanding semula Penggugat telah mengajukan Memori Banding yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Negeri Bandung
pada tanggal 08 Desember 2017, dan Xxxxxx Banding tersebut telah diberitahukan/disampaikan secara seksama kepada pihak Terbanding semula Tergugat pada tanggal 28 Desember 2017 ;
Menimbang, bahwa Terbanding semula Tergugat tidak mengajukan Kontra Memori Banding ;
TENTANG PERTIMBANGAN HUKUMNYA :
Menimbang, bahwa berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor
Menimbang, bahwa permohonan banding dari Pembanding semula Penggugat telah diajukan dalam tenggang waktu dan menurut tata cara serta memenuhi persyaratan yang ditentukan Undang-Undang, oleh karena itu permohonan banding tersebut secara formal dapat diterima ;
Menimbang, bahwa Kuasa Hukum Pembanding semula Penggugat telah mengajukan Memori banding yang pada pokoknya adalah sebagai berikut : Bahwa Putusan Majelis Hakim di tingkat pertama dalam perkara a quo tidak didasari atas alasan-alasan serta pertimbangan hokum yang tepat dan benar
serta terdapat suatu kekeliruan yang nyata dalam penerapan hukumnya untuk itu putusan tersebut harus dibatalkan dengan alasan-alasan :
- Bahwa putusan a quo tidak mempertimbangkan dalil-dalil Penggugat baik dalam replik maupun dalam bukti-bukti di persidangan;
- Bahwa Kantor Cabang adalah perpanjangan tangan dari kantor Pusat oleh karena itu gugatan demikian dapat dibenarkan ;
- Kompetensi relative dikabulkan didasarkan pilihan hokum dalam perjanjian sedangkan gugatan ini menurut Penggugat dapat dibenarkan menggugat di kantor cabang ;
1. bahwa Pembanding semula Penggugat dengan Terbanding semula Tergugat telah membuat surat perjanjian dan di dalam surat perjanjian tersebut pasal 31 Perjanjian Pembiayaan Nomor : 6131500225, 6131500226, 6131500227 ketiganya tertanggal 21 November 2015 dan Perjanjian Pembiayaan nomor 6131600020 tanggal 13 Februari 2016 ditentukan bahwa : “Untuk perjanjian ini dengan segala akibat dan pelaksanaannya Perseroan dan Debitur memilih domisili hukum di Kantor Pengadilan Negeri Tangerang;
2. bahwa dengan demikian menurut Xxxxxxx Xxxxx, sepanjang Perjanjian Pembiayaan tertanggal 21 November 2015, dan Struktur Perjanjian Pembiayaan Nomor : 6131500225 tertanggal 21 November 2015, Struktur Perjanjian Pembiayaan Nomor : 6131500226 tertanggal 21 November 2015, Struktur Perjanjian Pembiayaan Nomor : 6131500227 tertanggal 21 November 2015 dan Perjanjian Pembiayaan Nomor : 6131600020 tertanggal 13 Februari 2016 tersebut
telah dibuat dan disepakati, maka harus di taati oleh kedua belah pihak Penggugat dan Tergugat tanpa terkecuali ;
3. bahwa dengan berpedoman pada ketentuan pasal 118 ayat 4 HIR dikaitkan dengan pasal 31 dalam pejanjian pembiayaan tersebut diatas, Xxxxxxx Xxxxx berpendapat mekanisme penyelesaian perselisihan atau sengketa antara Penggugat dengan Tergugat seharusnya diajukan oleh Penggugat ke Pengadilan Negeri Tangerang;
MENGADILI
- Menerima permohonan banding dari Pembanding semula Penggugat ;
- Menguatkan putusan Pengadilan Negeri Bandung Nomor 101/Pdt.G/2017/PN.Bdg, tanggal 26 Oktober 2017 yang dimohonkan banding tersebut;
- Menghukum Pembanding semula Penggugat untuk membayar seluruh biaya perkara yang timbul dalam kedua tingkat peradilan yang ditingkat banding ditetapkan sejumlah Rp.150.000,00 (seratus limapuluh ribu rupiah).
Demikian diputus dalam sidang permusyawaratan Xxxxxxx Xxxxx,pada hari Kamis tanggal 1 Maret 2017 oleh kami XXXX XXXXXXXX, S.H.,M.H. Hakim Tinggi Pengadilan Tinggi Jawa Barat selaku Ketua Majelis dengan dan
X. XXXXXXXX, S.H. dan XXXXXXXX XXXX, S.H.,M.H. masing-masing sebagai Xxxxx-Xxxxx Anggota, yang ditunjuk untuk memeriksa dan mengadili perkara tersebut dalam Peradilan tingkat banding, berdasarkan Penetapan Ketua Pengadilan Tinggi Bandung tanggal 24 Januari 2018 Nomor 26/ PEN / PDT / 2018 / PT.BDG. putusan mana diucapkan pada hari Selasa, tanggal 6 Maret 2018 dalam persidangan yang dinyatakan terbuka untuk umum oleh Hakim Ketua Majelis dengan Xxxxx – Hakim Anggota tersebut dan dibantu oleh X. XXXX XXXXXXXX, S.H., Panitera Pengganti, tanpa dihadiri oleh pihak- pihak yang berperkara.
Xxxxx-Xxxxx Anggota Hakim Ketua
X. XXXXXXXX, S.H. XXXX XXXXXXXX, S.H.,M.H.
XXXXXXXX XXXX, S.H.,M.H.
X. XXXX XXXXXXXX, S.H.,
- Materai | ............……. | Rp. | 6.000,- |
- Redaksi | ..................... | Rp. | 5.000,- |
- Pemberkasan Rp. 139.000,-
J u m l a h Rp. 150.000,- ( seratus lima puluh ribu rupiah )