KONSEKUENSI PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA BERDASARKAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 35 TAHUN 2021 TENTANG PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU,ALIH DAYA, WAKTU KERJA DAN WAKTU ISTIRAHAT DAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA
KONSEKUENSI PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA BERDASARKAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 35 TAHUN 2021 TENTANG PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU,ALIH DAYA, WAKTU KERJA DAN WAKTU ISTIRAHAT DAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA
SKRIPSI
DISUSUN OLEH :
XXXXXXXX XXXXXX XXXXXXXXX NIM. 1811111173
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS BHAYANGKARA SURABAYA
1
2022
i
HALAMAN JUDUL
KONSEKUENSI PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA BERDASARKAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 35 TAHUN 2021 TENTANG PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU,ALIH DAYA,WAKTU KERJA DAN WAKTU ISTIRAHAT,DAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu untuk melengkapi tugas akhir semester dan memenuhi syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum
Disusun Oleh:
XXXXXXXX XXXXXX XXXXXXXXX
1811111173
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS BHAYANGKARA SURABAYA
2022
ii
LEMBARAN PENGESAHAN
KONSEKUENSI PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA BERDASARKAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 35 TAHUN 2021 TENTANG PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU,ALIH DAYA,WAKTU KERJA DAN WAKTU ISTIRAHAT,DAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu utuk melengkapi tugas akhir semester dan memenuhi syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum
Disusun Oleh:
XXXXXXXX XXXXXX XXXXXXXXX
1811111173
PEMBIMBING:
INDI XXXXXXX X.X.X,X.X.,X.X
iii
PENGESAHAN TIM PENGUJI SKRIPSI
Skripsi ini telah dipertahankan di depan Tim Dosen penguji Skripsi Fakultas Hukum Universitas Bhayangkara Surabaya.
Pada tanggal, 29 maret 2022
Dan telah diterima/dinyatakan lulus memenuhi syarat untuk memperoleh gelar Serjana Hukum.
Xxx Xxxxuji:
1. Prof.Xx. Xxxxxxxx, X.X.,X.X.XXX ................................................
2. Indi Xxxxxxx,X.X.X.,X.X.,X.X ................................................
3. Xxxxx Xxxxxx, X.X.X.,X.X ................................................
Mengesahkan: Dekan,
Xx. Xxxxx, X.X.,M.Hum
iv
SURAT PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama : Xxxxxxxx Xxxxxx Xxxxxxxxx Tempat/tgl lahir : Sidoarjo, 13 April 2000
NIM 1811111173
Arah Minat : Perdata
Alamat : Xxxxxxxxxx Xx 00/Xx 00 Ds.Masangan Wetan Kec.Sukodono Kab.Sidoarjo Jawa Timur
Menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi saya dengan judul “KONSEKUENSI PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA BERDASARKAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 35 TAHUN 2021 TENTANG PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU,ALIH DAYA,WAKTU KERJA DAN WAKTU ISTIRAHAT, DAN PEMUTUSAN HUBUNGAN
KERJA”untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar Serjana Hukum bahwa ini benar-benar adalah karya tulis saya sendiri, yang telah saya buat sesuai dengan ketentuan standar dalam penulisan karya tulis ilmiah yang sudah ditentukan oleh kampus, dan bukan hasil jiplakan (Plagiat). Dan apabila ternyata Xxxxxxx yang penulis buat ini hasil jiplakan (Plagiat), maka penulis bersedia untuk dituntut dan dicabut gelar keserjanaannya (Serjana Hukum) yang telah penulis proleh di Fakultas Hukum Universitas Bhayangkara Surabaya.
Demikian surat pernyataan ini penulis buat:
Surabaya , 29 maret 2022
XXXXXXXX XXXXXX XXXXXXXXX
NIM.1811111006
v
Kupersembahkan pemikiran sederhana ini khusus kepada:
Kedua orang tuaku tercinta yang selalu mendudung dan tidak pernah mengeluh menasehati dan
mengingatkanku disaat saya berada dititk terendah dan hampir hilang arah apa yang harus saya
lakukan dan mereka selalu ada untuk mensuport dan memberi semangat sampai akhirnya saya
bisa berada dititik sekarang ini. dan juga saya persembahkan pemikiran ini untuk kakak xxxxxx
yang jasa dan kebaikannya tidak akan pernah saya bisa lupakan. Terimakasih karena selalu
xxxxx menghadapi adekmu yang sangat sering buat kak xxxxxx kesal tapi kak xxxxxx selalu
mengajarkanku untuk selalu mejadi orang yang bertanggung jawab dalam segala hal dan hal
itu tidak akan pernah saya lupakan.
vi
KATA PENGANTAR
Dengan mengucap syukur pada Tuhan Yang Maha Esa, atas kebaikan dan perlindungannya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “KONSEKUENSI PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA BERDASARKAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 35 TAHUN 2021 TENTANG PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU,ALIH DAYA,WAKTU KERJA DAN WAKTU ISTIRAHAT, DAN
PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA” sesuai dengan rencana tanpa pengalaman yang berarti keberhasilan dalam penulisan skripsi ini tidak mungkin dapat tercapai tanpa bantuan serta bimbingan dari berbagai pihak yang terkait. Oleh sebab itu melalui kesempatan yang ada saat ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih dan penghormatan yang sedalam- dalamnya kepada:
1. Bapak Brigjen Pol. (Purn). Xxx.Xxx Xxxxxxx,SH.,M.Hum Rektor Universitas Bhayangkara Surabaya
2. Bapak Xx. Xxxxx, S.H.,M.Hum Dekan Fakultas Hukum Universitas Bhayangkara Surabya.
3. Xxx Xxxx Xxxxxxxxx Sushanty,S.H.,M.H selaku ketua program studi ilmu hukum fakultas hukum universitas bhayangkara surabaya
4. Bapak Xxxx Xxxxxxx,S.H.I.,S.H.,M.H selaku dosen pembimbing yang telah memberikan petunjuk, dorongan, bimbingan, serta saran beserta arahannya dalam pengerjaan skripsi ini sampai dengan selesai.
5. Xxx Xxxx Xxxxxxxxx, SH,MH Selaku Dosen Wali penulis selama studi perkuliahan di Fakultas Hukum Universitas Bhayangkara Surabaya.
vii
6. Bapak Prof Xx Xxxxxxxx, S.H.,X.XXX dan bapak Wreda xxxxxx, X.X.X.,X.X Xxxxxx Dosen Penguji Skripsi Yang Telah Memberikan Arahannya Dalam Penyempurnaan Penulisan Skripsi
7. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum Universias Bhayangkara Surabaya yang telah mengajar dan memberikan bekal ilmu yang bermanfaat bagi penulis selama studi di Fakultas Hukum Universitas Bhayangkara Surabaya.
8. Seluruh staf dan karyawan yang ada di Fakultas Hukum Universitas Bhyangkara Surabaya tanpa terkecuali.
9. Semua pihak yang terkait yang telah memberikan bantuan dukungan dan semangat baik itu moril dan materil selama studi kuliah hingga selesainya skripsi ini.
10. Kedua orang tua yang selalu memberi dukungan semangat kepada penulis selama studi di Fakultas Hukum Universias Bhayangkara Surabaya hingga selesainya skripsi ini.
11. Xxxx penulis yang selalu memberi dukungan semangat kepada penulis selama studi di Fakultas Hukum Universias Bhayangkara Surabaya hingga selesainya skripsi ini.
12. Teman-teman seperjuangan dari Fakultas Hukum yang menjadi teman penulis untuk berdiskusi dan belajar bersama Xxxxxxx putri xxxxxx dan xxxxx Xxxxxx xxxxxxx
13. Teman-teman penulis di sidoarjo yang juga selalu memberi semangat semangat kepada penulis selama studi di Fakultas Hukum Universias Bhayangkara Surabaya hingga selesainya skripsi ini.
Saya menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna, kritik-kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan skripsi ini akan selalu saya terima dengan besar hati. Dan semoga penelitian penulisan skripsi ini dapat bermanfaat setiap orang yang membacanya.
viii
Akhir kata saya ucapkan banyak terimakasih kepada semua pihak yang telah membatu dalam pengerjaan skripsi ini dari awal pengerjaannya sampai akhirnya skripsi ini bisa selesai tepat waktu. Semoga Tuhan senantiasa melindungi dan mempermudah selaga usaha kita, Amin.
Surabaya, 29 maret 2022
Penulis
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL i
LEMBAR PENGESAHAN ii
PENGESAHAN TIM PENGUJI SKRIPSI iii
SURAT PERNYATAAN. iv
PERSEMBAHAN v
KATA PENGANTAR. vi
DAFTAR ISI ix
ABSTRAK xi
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang 1
1.2 Rumusan masalah. 3
1.3 Manfaat penelitian. 4
1.4 tujuan penelitian. 4
1.5 kajian pustaka 5
1.6 metode penelitian. 16
1.7 sistematika penulisan. 19
BAB II PENGATURAN PHK DALAM PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 35 TAHUN 2021 TENTANG PERJANJIAN KERJA,ALIH DAYA,WAKTU KERJA DAN WAKTU ISTIRAHAT DAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA
A. Hak dan kewajiban pengusaha 21
B. Hak dan kewajiban pekerja atau buruh. 25
C. Aturan pemutusan hubungan kerja peraturan pemerintah nomor 35 tahun 2021 25
BAB III KONSEKUENSI PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA DALAM PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 35 TAHUN 2021 TENTANG PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU,ALIH DAYA,WAKTU KERJA DAN WAKTU ISTIRAHAT,DAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA
A. Jenis-jenis pemutusan hubungan kerja 41
B. Konsekuensi hukum pengusaha melakukan pemutusan hubungan kerja 42
x
C. Konsekuensi hukum yang tidak sesuai peraturan pemerintah nomor 35 tahun 2021. 49
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan. 59
B. Saran. 60
DAFTAR PUSTAKA
xi
ABSTRAK
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pengaturan pemutusan hubungan kerja dan bagaimana konsekuensi hukum yang sesuai dan tidak sesuai dengan peraturan pemerintah nomor 35 tahun 2021 tentang perjanjian kerja waktu tertentu,alih daya,waktu kerja dan waktu istirahat,dan pemutusan hubungan kerja. penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif dengan melakukan pendekatan undang-undang. Bahan hukum yang digunakan adalah hukum primer,sekunder dan tersier. Adapun teknik pengumpulan bahan hukum menggunakan bahan hukum yuridis normatif yakni melakukan pembahasan terhadap bahan hukum yang ada dikaitkan dengan landasan teori yang telah dikemukakan sehingga dapat ditarik sebuah kesimpulan. Adapun temuan dalam penelitian ini pengaturan mengenai pemutusan hubungan kerja diatur pada peraturan pemerintah nomor 35 tahun 2021 dimana sebelum melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh pengusaha harus memiliki hubungan perjanjian kerja terlebih dahulu, perjanjian kerja dalam hubungan kerja dibuat secara tertulis atau lisan. sehingga saat terjadi pemutusan hubungan kerja maka pengakhiran itu sesuai dengan hukum yang berlaku sehingga ada konsekuensi hukum yang ditanggung oleh pengusaha. konsekuensi atas pemutusan hubungan kerja yang dilakukan oleh pengusaha terhadap pekerja/buruh maka pekerja/buruh berhak mendapatkan uang kompensasi atau uang pesangon namun ketika terjadi ketidak sesuaian pemberian uang kompensasi dan pesangon maka pekerja/buruh dapat menyelesaikannya dengan perundingan bipartid dan tripartid. Dan jika gagal maka kedua belah pihak dapat menyelesaikannya dengan cara mediasi,konsiliasi dan arbitrase
Kata kunci : konsekuensi,pemutusan hubungan kerja,uang pesangon,hak pekerja
xii
ABSTRACT
The purpose of this study is to find out how the termination of employment is arranged and what are the legal consequences that are appropriate and not in accordance with government regulation number 35 of 2021 regarding work agreements for a certain time, outsourcing, work and rest periods, and termination of employment. This research is a normative legal research by taking a legal approach. The legal materials used are primary, secondary and tertiary laws. The technique for collecting legal materials uses normative juridical legal materials, namely conducting discussions of existing legal materials associated with the theoretical basis that has been put forward so that a conclusion can be drawn. As for the findings in this study, the regulation regarding termination of employment is regulated in government regulation number 35 of 2021 where before terminating the worker/laborer the entrepreneur must first have a work agreement relationship, the work agreement in the employment relationship is made in writing or verbally. so that when there is termination of employment, the termination is in accordance with applicable law so that there are legal consequences that are borne by the entrepreneur. As a consequence of the termination of employment by the entrepreneur to the worker/labourer,the worker/labourer is entitled to compensation or severance pay, but when there is a discrepancy between the provision of compensation and severance pay, the worker/labourer can resolve it through bipartid and tripartite negotiations. And if it fails, both parties can resolve it by means of mediation, conciliation and arbitration
Keywords : consequence,termination of employment, severence pay, workers' right
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
pada dasarnya perusahaan dan tenaga kerja terikat dalam sebuah perjanjian antara pengusaha dengan buruh/pekerja dengan memberikan perjanjian yang memuat syarat-syarat dan hak dalam bekerja Salah satu yang menjadi masalah dalam setiap hubungan pengusaha dan buruh/pekerja yaitu pemutusan hubungan kerja (PHK) hal ini terjadi karena adanya suatu konflik atau habisnya kontrak kerja antara pekerja dengan pengusaha sehingga mengakibatkan berakhirnya hak serta kewajiban hubungan pengusaha dengan pekerja.
pekerjaan merupakan hal yang amat penting bagi kehidupan manusia karena seseorang akan mendapatkan imbalan berupa gaji dan jenjang karir dengan bekerja kita dapat memenuhi kebutuhan hidup yang lebih baik Untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera,adil,makmur, Hal ini tercantum pada pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 yang menyebutkan bahwa “tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”
pemutusan hubungan kerja ada dalam istilah lain disebut pengakhiran hubungan kerja antara tenaga kerja dengan pengusaha dapat terjadi karena putus demi hukum atau karena berakhirnya waktu perjanjian yang telah disepakati sebelumnya dan dapat pula terjadi karena adanya perselisihan antara tenaga kerja dan pengusaha,meninggalnya tenaga kerja atau karena sebab lainnya. Menurut teori
pekerja yang berhak untuk memutuskan hubungan kerja oleh karena pada prinsipnya pekerja tidak boleh dipaksakan untuk terus-menerus bekerja bilamana ia sendiri tidak menghendakinya1
Di indonesia sendiri masalah hukum mengenai ketenagakerjaan masih sangat sering terjadi adanya hak-hak yang seharusnya diperoleh para pekerja, namun tidak diberikan oleh perusahaan tempat bekerjanya menjadi masalah yang terus terjadi hingga saat ini jika terjadi PHK dalam pasal 40 peraturan pemerintah nomor 35 tahun 2021 tentang perjanjian kerja waktu tertentu,alih daya, waktu kerja dan waktu istirahat dan pemutusan hubungan kerja menyatakan bahwa pengusaha wajib membayar membayar uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima
Pemutusan hubungan kerja seringkali menyulut konflik hubungan industrial antara pekerja dengan pengusaha, konflik diantara kedua belah pihak ini terjadi karena adanya perselisihan mengenai besarnya uang pesangon yang layak, uang penghargaan masa kerja, uang kompensasi dan lain sebagainya. Sebagaimana yang tercantum pada peraturan menteri ketenagakerjaan nomor 14 tahun 2020 tentang pedoman pemberian bantuan pemerintah berupa subsidi gaji/upah pasal 1 ayat (3) yang menyebutkan “gaji/upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayar menurut suatu perjanjian kerja,kesepakatan atau peraturan perundang-undangan, termasuk tunjangan bagi
1 Lalu husni, pengantar hukum keteagakerjaan indonesia, cetakan II jakarta,rajawali pers,2001
pekerja/buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah dilakukan”2 dengan adanya peraturan perundang-undangan kehidupan ditata dan diatur keadilan dan kepastian hukum didistribusikan,serta kejahatan dan pelanggaran ditindak3 fungsi hukum bukan hanya untuk alat pengendalian sosial tapi untuk menjaga ketertiban masyarakat, tetapi juga sebagai insrumen untuk mencapai tujuan negara serta menggerakkan perubahan terhadap masyarakat kearah yang diinginkan artinya hukum merupakan sarana utama untuk menghadrikan suatu kesejahteraan dan keadaan publik4
mengingat penelitian ini berkaitan dengan pemutusan hubungan kerja maka penelitian ini akan memfokuskan terhadap konsekuensi hukum atas pemutusan hubungan kerja berdasarkan Peraturan pemerintah nomor 35 tahun 2021 tentang perjanjian kerja waktu tertentu,alih daya, waktu kerja dan waktu istirahat dan pemutusan hubungan kerja terhadap karyawan kontrak dengan status perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) dan perjanjian kerja waktu tidak tertentu (PKWTT) beserta uang kompensasi,uang pesangon para buruh/pekerja
1.2. Rumusan Masalah
Sebagaimana yang telah diuraikan dalam latar belakang di atas maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :
2 Peraturan menteri ketenagakerjaan pasal 1 ayat (3) nomor 14 tahun 2020 tentang pedoman pemberian bantuan pemerintah berupa subsidi gaji/upah
3 Jalaludin, hakikat dan fungsi peraturan perundang-undangan sebagai batu uji kritis terhadap gagasan pembentukan perda yang baik, jurnal aktualita, volume 6 nomor 3,2011 hlm 2
4 Xxxx xxxxxxx,mewujudkan hukum berkeadilan secara progresif perspektif pancasila, jurnal al- ahkam, volume 2 nomor 2, 2017 hlm 137
1. Bagaimana pengaturan pemutusan hubungan kerja dalam peraturan pemerintah nomor 35 tahun 2021 tentang perjanjian kerja waktu tertentu,alih daya,waktu kerja dan waktu istirahat dan pemutusan hubungan kerja ?
2. Bagaimana konsekuensi hukum phk dalam peraturan pemerintah nomor 35 tahun 2021 tentang perjanjian kerja waktu tertentu,alih daya waktu kerja dan waktu istirahat ?
1.3 Manfaat Penelitian
Dapat memberikan kontribusi terhadap ilmu hukum khususnya dalam hukum ketenagakerjaan yang berkaitan dengan tanggung jawab para pengusaha dan pekerja yang telah melakukan pemutusan hubungan kerja
1.4 Tujuan Penelitian
A. Tujuan umum dari penelitian ini untuk mengetahui bagaimana pengaturan pemutusan hubungan kerja dan konsekuensi hukum atas pemutusan hubungan kerja yang sesuai dan tidak sesuai dalam peraturan pemerintah nomor 35 tahun 2021 tentang perjanjian kerja waktu tertentu,alih daya,waktu kerja dan waktu istirahat dan pemutusan hubungan kerja
B. Tujuan khusus dari penelitian ini merupakan salah satu persyaratan wajib untuk memperoleh gelar sarjana hukum (S.H) pada fakultas hukum universitas bhayangkara
1.5 Kajian Pustaka
A. Penelitian terdahulu
Penelitian terdahulu bertujuan untuk mendapatkan bahan acuan penelitian sekaligus perbandingan untuk menghindari anggapan kesamaan dengan penelitian lain maka dalam kajian pustaka ini peneliti mencantumkan hasil-hasil penelitian terdahulu sebagai berikut :
1. hasil penelitian xxx xxxxxxxx (2016)
Penelitian xxx xxxxxxxx (2016) berjudul keberadaan uang pesangon dalam pemutusan hubungan kerja demi hukum di perusahaan yang sudah menyelenggarakan program jaminan pensiun, penelitian ini merupakan penelitian yang menggunakan metode kualitatif deskriptif. Penelitian bertujuan untuk menganalisa bagaimana keberadaaan uang pesangon dalam pemutusan hubungan kerja demi hukum diperusahaan yang sudah menyelenggarakan program jaminan pensiun dan SK direksi sebagai dasar pengaturannya.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa, keberadaan uang pesangon diperusahaan yang sudah menyelenggarakan program jaminan pensiun dipersamakan dengan jaminan pensiun yang premi atau iurannya dibayar penuh oleh pengusaha dengan catatan jaminan pensiun tidak boleh lebih rendah dari besaran pesangon karena pensiun yang seharusnya diterima oleh buruh. Jaminan pensiun otomatis dapat meniadakan uang pesangon yang seharusnya diterima oleh buruh ketika memasuki usia pensiun. UU ketenagakerjaan tidak konsisten dalam pengaturan mengenai uang pesangon dan jaminan pensiun karena awalnya
pesangon dan jaminan pensiun diatur dalam pengaturan yang berbeda-beda sebab memang merupakan memang merupakan dua hal yang memiliki karakter berbeda. Sk direksi dari prespektif hukum perburuhan tidak dapat dijadikan dasar hukum pengaturan uang pesangon diperusahaan yang sudah menyelenggarakan program jaminan pensiun karena bukan pengaturan perusahaan seperti yang dimaksudkan dalam UU ketenagakerjaan baik dilihat dari proses, sifat maupun isinya. ketentuan peraturan perusahaan dalam UU ketenagakerjaan bersifat pemaksa dan tidak dapat disimpangi, sehingga tidak dapat dipersamakan dengan SK direksi5
2. hasil penelitian xxxxxxxx xxxxxxx xxxxxxx (2017)
penelitian xxxxxxxx xxxxxxx xxxxxxx (2017) yang berjudul kajian hukum penetapan uang pesangon ditinjau dari undang-undang nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, penelitian ini merupakan penelitian menggunakan metode penelitian yuridis normatif, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana kewajiban pengusaha membayar uang pesangon dan bagaimana mekanisme pelaksanaan uang pesangon.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa penetapan uang pesangon sebagaimana yang diatur dalam undang-undang nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan telah nyata dan tegas diatur dalam pasal 156 artinya ketika terjadi pemutusan hubungan kerja dari pengusaha untuk pekerja/buruh maka seyogiannya seorang pengusaha
5 Xxx xxxxxxxx, keberadaan uang pesangon dalam pemutusan hubungan kerja demi hukum di perusahaan yang sudah menyelenggarakan program jaminan pensiunan, jurnal ilmiah fakultas hukum universitas udayana kertha patrika volume 38 nomor.1 2016
diwajibkan membayar uang pesangon,uang penghargaan masa kerja, uang penggantian hak pengusaha,badan hukum, atau badan-badan lain yang mempekerjakan tenaga kerja dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk uang pesangon pada pekerja/buruh harus sesuai dengan prinsip umum ketenagakerjaan. kedua penetapan uang pesangon yang terdapat dalam pasal 156 ayat 2 undang-undang nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan merupakan hak dasar dari pekerja/buruh. Seorang pengusaha harus memberikan imbalan bentuk apapun kepada pekerja/buruh ketika dalam melaksanakan tugasnya sebagai pekerja/buruh maupun pekerja/buruh sudah tidak lagi bekerja pada perusahaan dengan kata lain terjadinya pemutusan hubungan kerja dengan secara otomatis pengusaha harus memberikan perhatian kepada pekerja/buruh sebagai bentuk rasa keadilan kepada pekerja/buruh dengan memberikan uang pasangon kepada mereka pekerja/buruh dalam melaksanakan hak dan kewajibannya pengusaha berada diposisi sentral dengan peran strategis dalam proses pembangunan nasional khususnya dalam bidang ketenagakerjaan atau perburuan.6
3. hasil penelitian xxxxx xxxxx xxxxxx, dinda narin aiza dan xxxxxx xxxxxxxx gawi (2021)
penelitian xxxxx xxxxx xxxxxx, dindan xxxxx xxxx dan xxxxxx xxxxxxxx gawi (2021) berjudul tinjauan yuridis pasal 59 peraturan pemerintah nomor 35
6 Xxxxxxxx xxxxxxx xxxxxxx, kajian hukum penetapan uang pesangon ditinjau dari undang- undang nmor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, jurnal lex et societatis, vol,5 no,7 2017
tahun 2021 mengenai ketentuan pesangon bagi pekerja umkm berdasarkan asas perlindungan pekerja penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana ketentuan uang pesangon bagi pekerja umkm berdasarkan asas perlindungan pekerja.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa besaran uang pesangon pada kesepakatan karena besaran nominal pesangon yang tinggi pada undang-undang dianggap dapat mengancam keberlangsungan umkm. Akan tetapi, penghitungan penghitungan besaran nominal uang pesangon yang didasarkan hanya pada kesepakatan antara pekerja karena pada hukum ketenagakerjaan nilai sebuah kesepakatan saja tidaklah cukup. Pada ketentuan pasal 88A ayat (4) dan ayat (5) undang-undang nomor 11 tahun 2020 tentang cipta kerja (klaster ketenagakerjaan) yakni pengaturan pengupahan atas kesepakatan antara pengusaha dan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh tidak boleh lebih rendah dari ketentuan pengupahan yang ditetapkan peraturan perundang-undangan dan jika lebih rendah/bertentangan dari peraturan perundang-undangan, kesepakatan tersebut batal dami hukum dan pengaturan pengupahan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Sehingga ketentuan pesangon bagi pekerja umkm tertuang dalam pasal 59 peraturan pemerintah nomor 35 tahun 2021 yang mendasarkan besaran nominalnya pada
kesepakatan antara pekerja dengan pengusaha merupakan hal yang pada esensinya bertentangan dengan asas perlindungan pekerja7
NAMA | JUDUL | VARIABEL | METODE ANALISA | HASIL ANALISIS |
Xxx | Xxberadaan uang | Pesangon, | Deskriptif | keberadaan uang pesangon |
hermawan, | pesangon dalam | pemutusan | kualitatif | diperusahaan yang sudah |
2016 | pemutusan hubungan | hubungan | menyelenggarakan program | |
kerja demi hukum di | kerja,jaminan | jaminan pensiun dipersamakan | ||
perusahaan yang | pensiun | dengan jaminan pensiun yang | ||
sudah | premi atau iurannya dibayar | |||
menyelenggarakan | penuh oleh pengusaha dengan | |||
program jaminan | catatan jaminan pensiun tidak | |||
pensiun | boleh lebih rendah dari besaran | |||
pesangon karena pensiun yang | ||||
seharusnya diterima oleh buruh. | ||||
Jaminan pensiun otomatis dapat | ||||
meniadakan uang pesangon | ||||
yang seharusnya diterima oleh | ||||
buruh ketika memasuki usia | ||||
pensiun. UU ketenagakerjaan | ||||
tidak konsisten dalam | ||||
pengaturan mengenai uang | ||||
pesangon dan jaminan pensiun | ||||
karena awalnya pesangon dan | ||||
jaminan pensiun diatur dalam | ||||
pengaturan yang berbeda-beda | ||||
sebab memang merupakan | ||||
memang merupakan dua hal | ||||
yang memiliki karakter berbeda. | ||||
Sk direksi dari prespektif | ||||
hukum perburuhan tidak dapat | ||||
dijadikan dasar hukum | ||||
pengaturan uang pesangon | ||||
diperusahaan yang sudah |
7 Xxxxx xxxxx afifah,didha narin aiza,dan xxxxx xxxxxxxx gawi, tinjauan yuridis pasal 59 peraturan pemerintah nomor 35 tahun 2021 mengenai ketentuan pesangon bagi pekerja umkm berdasarkan asas perlindungan pekerja, jurnal hukum lex generalis,vol.2 no.5 2021
menyelenggarakan program jaminan pensiun karena bukan pengaturan perusahaan seperti yang dimaksudkan dalam UU ketenagakerjaan baik dilihat dari proses, sifat maupun isinya. ketentuan peraturan perusahaan dalam UU ketenagakerjaan bersifat pemaksa dan tidak dapat disimpangi, sehingga tidak dapat dipersamakan dengan SK direksi | ||||
Xxxxxxxx xxxxxxx xxxxxxx, 2017 | kajian hukum penetapan uang pesangon ditinjau dari undang-undang nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan | Penetapan,uang pesangon, ketenagakerjaan | Yuridis normatif | penetapan uang pesangon sebagaimana yang diatur dalam undang-undang nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan telah nyata dan tegas diatur dalam pasal 156 artinya ketika terjadi pemutusan hubungan kerja dari pengusaha untuk pekerja/buruh maka seyogiannya seorang pengusaha diwajibkan membayar uang pesangon,uang penghargaan masa kerja, uang penggantian hak pengusaha,badan hukum, atau badan-badan lain yang mempekerjakan tenaga kerja dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk uang pesangon pada pekerja/buruh harus sesuai dengan prinsip umum ketenagakerjaan. kedua penetapan uang pesangon yang terdapat dalam pasal 156 ayat 2 undang-undang nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan merupakan hak dasar dari pekerja/buruh. Seorang pengusaha harus memberikan |
imbalan bentuk apapun kepada pekerja/buruh ketika dalam melaksanakan tugasnya sebagai pekerja/buruh maupun pekerja/buruh sudah tidak lagi bekerja pada perusahaan dengan kata lain terjadinya pemutusan hubungan kerja dengan secara otomatis pengusaha harus memberikan perhatian kepada pekerja/buruh sebagai bentuk rasa keadilan kepada pekerja/buruh dengan memberikan uang pasangon kepada mereka pekerja/buruh dalam melaksanakan hak dan kewajibannya pengusaha berada diposisi sentral dengan peran strategis dalam proses pembangunan nasional khususnya dalam bidang ketenagakerjaan atau | ||||
Xxxxx xxxxx afifah, dinda narin aiza, dan xxxxxx xxxxxxxxx gawi,tahun 2021 | tinjauan yuridis pasal 59 peraturan pemerintah nomor 35 tahun 2021 mengenai ketentuan pesangon bagi pekerja umkm berdasarkan asas perlindungan pekerja | Asas perlindungan pekerja, ketentuan pesangon UMKM,undang- undang cipta kerja | Xxxxxxx normatif | besaran uang pesangon pada kesepakatan karena besaran nominal pesangon yang tinggi pada undang-undang dianggap dapat mengancam keberlangsungan umkm. Akan tetapi, penghitungan penghitungan besaran nominal uang pesangon yang didasarkan hanya pada kesepakatan antara pekerja karena pada hukum ketenagakerjaan nilai sebuah kesepakatan saja tidaklah cukup. Pada ketentuan pasal 88A ayat (4) dan ayat (5) undang-undang nomor 11 tahun 2020 tentang cipta kerja (klaster ketenagakerjaan) yakni |
pengaturan pengupahan atas kesepakatan antara pengusaha dan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh tidak boleh lebih rendah dari ketentuan pengupahan yang ditetapkan peraturan perundang-undangan dan jika lebih rendah/bertentangan dari peraturan perundang-undangan, kesepakatan tersebut batal dami hukum dan pengaturan pengupahan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Sehingga ketentuan pesangon bagi pekerja umkm tertuang dalam pasal 59 peraturan pemerintah nomor 35 tahun 2021 yang mendasarkan besaran nominalnya pada kesepakatan antara pekerja dengan pengusaha merupakan hal yang pada esensinya bertentangan dengan asas perlindungan pekerja |
Sedangkan untuk penelitian yang sekarang dilakukan oleh peneliti seperti dibawah ini :
1. Penelitian Xxxxxxxx Xxxxxx D (2022)
penelitian xxxxxxxx xxxxxx d (2022), berjudul konsekuensi pemutusan hubungan kerja berdasarkan peraturan pemerintah nomor 35 tahun 2021 tentang perjanjian kerja waktu tertentu,alih daya,waktu kerja dan waktu istirahat, dan pemutusan hubungan kerja, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisa konsekuensi hukum pengusaha melakukan
phk yang sesuai dan tidak sesuai dengan peraturan pemerintah nomor 35 tahun 2021.
Penelitian ini dilakukan dengan metode yuridis normatif dimana data yang dikumpulkan berupa peraturan perundang-undangan dan histori
NAMA | JUDUL | variabel | Metode analisa | Hasil analisa |
Xxxxxxxx | Xxxxxxxxxxx | konsekuensi | Xxxxxxx | pada peraturan pemerintah nomor |
naufal D | pemutusan | hukum,pemutusan | normatif | 35 tahun 2021 dimana sebelum |
2022 | hubungan kerja | hubungan kerja, | melakukan pemutusan hubungan | |
berdasarkan | uang | kerja terhadap pekerja/buruh | ||
peraturan | pesangon,hak | pengusaha harus memiliki | ||
pemerintah | pekerja | hubungan perjanjian kerja terlebih | ||
nomor 35 tahun | dahulu, perjanjian kerja dalam | |||
2021 tentang | hubungan kerja dibuat secara | |||
perjanjian kerja | tertulis atau lisan. sehingga saat | |||
waktu tertentu, | terjadi pemutusan hubungan kerja | |||
alih daya, | maka pengakhiran itu sesuai | |||
waktu kerja dan | dengan hukum yang berlaku | |||
waktu istirahat, | sehingga ada konsekuensi hukum | |||
dan pemutusan | yang ditanggung oleh pengusaha. | |||
hubungan kerja | konsekuensi atas pemutusan | |||
hubungan kerja yang dilakukan | ||||
oleh pengusaha terhadap | ||||
pekerja/buruh maka pekerja/buruh | ||||
dengan status pegawai kontrak atau | ||||
perjanjian kerja waktu tertentu | ||||
(PKWT) berhak mendapatkan uang | ||||
kompensasi sesuai dengan masa | ||||
kerjanya, namun bagi | ||||
pekerja/buruh dengan status | ||||
perjanjian kerja waktu tidak | ||||
tertentu (PKWTT) berhak | ||||
mendapatkan uang pesangon,uang | ||||
penggantian hak dan uang | ||||
penghargaan masa kerja, namun | ||||
ketika terjadi ketidak sesuaian |
pemberian uang kompensasi dan pesangon maka pekerja/buruh dapat menyelesaikannya dengan perundingan bipartid dan tripartid. Dan jika gagal maka kedua belah pihak dapat menyelesaikannya dengan cara mediasi,konsiliasi dan arbitrase |
Perbedaan antara penelitian terdahulu dengan penelitian sekarang dapat dilihat pada tabel dibawah ini
Peneliti terdahulu | Penelitian sekarang | ||
Xxx xxxxxxxx | Xxxxanalis uang pesangon | Xxxxxxxx | Xxxx diteliti adalah |
2016 | phk yang sudah | Naufal D. | konsekuensi hukum yang |
menyelenggarakan | 2022 | diterima pengusaha saat | |
program jaminan pensiun | melakukan phk pada peraturan | ||
dan SK direksi sebagai | pemerintah nomor 35 tahun | ||
dasar pengaturannya | 2021 | ||
Xxxxxxxx | Xxxx diteliti adalah | Menganalisa pengaturan phk | |
xxxxxxx xxxxxxx | kewajiban pengusaha | dalam peraturan pemerintah | |
2017 | membayar uang pesangon | nomor 35 tahun 2021 | |
dan mekanisme | |||
pelaksanaan uang | |||
pesangon undang-undang | |||
nomor 13 tahun 2003 | |||
Xxxxx xxxxx | Xxxxanalis ketentuan | Menganalisa jumlah uang | |
afifah, dinda | uang pesangon bagi | kompensasi dan pesangon atas | |
narin aiza, dan | pekerja umkm berdasarkan | konsekuensi phk yang sesuai | |
ikhsan | asas perlindungan pekerja. | dan tidak sesuai peraturan | |
romansyah | pemerintah nomor 35 tahun | ||
gawi,tahun | 2021 | ||
2021 |
B. Pengertian tenaga kerja
Tenaga kerja merupakan orang yang mampu melakukan pekerjaan menghasilkan suatu barang atau jasa untuk kebutuhan sendiri maupun masyarakat menurut undang-undang nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan disebutkan
bahwa tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang atau jasa baik untuk memenuhi dirinya sendiri maupun masyarakat.
Menurut Dr a xxxxxx, SH tenaga kerja merupakan penduduk yang bekerja didalam maupun diluar hubungan kerja dengan alat produksi utamanya dalam proses produksi adalah tenaga kerja itu sendiri baik tenaga fisik maupun pikiran.8
Menurut Xx xxxxxxx xxxxxxxxxx mendefinisikan bahwa tenaga kerja adalah penduduk yang telah atau sedang bekerja yang sedang mencari pekerjaan dan juga melaksanakan kegiatan lain, misalnya bersekolah dan juga mengurus rumah tangga9
Pengertian tenaga kerja yang dipaparkan oleh xx. Xxxxxxx xxxxxxxxxx mempunyai arti yang lebih luas dari pekerja/buruh pengertian tenaga kerja menurut dr. Payaman mencakup hubungan kerja dan tenaga kerja yang belum bekerja.
C. pengertian pekerja/buruh
Dalam peraturan pemerintah nomor 35 tahun 2021 menyebutkan tentang pengertian tentang pekerja/buruh yang terdapat pada pasal 1 ayat 2 bahwa pekerja atau buruh adalah orang yang bekerja dengan menerima upah atau dengan imbalan lain
8 Artikel. xxxxx://xxx-xxxxxxxx- xxx.xxx.xxxxxxxxxx.xxx/x/x/xxx.xxxxxxxx.xxx/xxxxxxxx/xxxxxxxxxx- ketenagakerjaan/amp/?amp_js_v=a6&_gsa=1&usqp=mq331AQKKAFQArABIIACAw%3D
%3D#aoh=16497435239111&referrer=https%3A%2F%0Xxxx.xxxxxx.xxx&_tf=Dari%20% 251%24s&share=https%3A%2F%0Xxxx.xxxxxxxx.xxx%2Fliterasi%2Fpengertian- ketenagakerjaan%2F
9 Op.cit
Buruh adalah orang yang bekerja pada usaha perorangan dan diberikan imbalan kerja secara harian maupun borongan sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak baik secara lisan maupun tertulis yang biasanya imbalan kerja tersebut diberikan secara harian10
1.6 Metode Penelitian
Dalam menyusun karya ilmiah ini adapun penulis menggunakan metode penulisan hukum normatif dengan melihat hukum dari presfektif internal yang objek penelitiannya menggunakan norma hukum11
A. Jenis Penelitian
Dalam penulisan ini, metode penelitian hukum yang dilakukan melalui hukum normatif, dimana hukum dikonsepkan sebagai apa yang tertulis pada peraturan perundang-undangan (law in book). Penelitian ini dilakukan terhadap sistematika hukum tertulis dan akibat suatu hukumnya yaitu peraturan pemerintah nomor 35 tahun 2021 tentang perjanjian kerja waktu tertentu,alih daya, waktu kerja dan waktu istirahat dan pemutusan hubungan kerja
B. Tipe Penelitian
Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif yaitu penelitian yang difokuskan untuk mengkaji penelitian hukum positif. Penelitian ini memfokuskan tentang konsekuensi pemutusan hubungan kerja
10 Xxxxxxxx, pengertian buruh (xxxx://xxx.xxxxxxxx.xxx/xxxx-000000-xxxxx.xxxx). Diakses 7 januari 2022
11 Xxxxxxxx xxxxxxxx, 1985 penelitian hukum normatif suatu tinjauan singkat, CV rajawali, jakarta hlm 15
berdasarkan peraturan pemerintah nomor 35 tahun 2021 tentang perjanjian kerja waktu tertentu,alih daya, waktu kerja dan waktu istirahat, dan pemutusan hubungan kerja
C. Pendekatan Masalah
Dalam memecahkan masalah penulis akan menjelaskan tentang pendekatan-pendekatan yang digunakan dalam metode penelitian yuridis normatif, yaitu :
1. Pendekatan perundang-undangan (statute approach)
Merupakan penelitian yang mengutamakan bahan hukum yang berupa peraturan perundang-undangan sebagai acuan dasar dalam melakukan penelitian, pendekatan ini dilakukan untuk menelaah semua peraturan perundang-undangan yang bersangkut paut dengan permasalahan yang sedang terjadi12
2. Pendekatan historis ( historical approach)
Merupakan pendekatan yang digunakan untuk mengetahui sejarah dari latar belakang serta yang berpengaruh terhadap nilai-nilai yang terkandung dalam peraturan perundang-undangan. pendekatan historis (historical approach) banyak digunakan untuk meneliti dan menelaah tentang sejarah kaitannya dengan pemabahasan yang menjadi topik dalam suatu penelitian hukum13
12 xxxxx://xxx.xxxxxx.xxx/xxxxxxxxxx-xxxxxxxxx-xxxxxxxx-xxxxxxx-xxxxxxxx-xxxxx-xxxxxxxxxx- hukum/#:~:text=Pendekatan%20historis%20(historical%20approach)%20adalah,dalam%20sebu ah%20peraturan%20perundang%2Dundangan
13 Op.cit
D. Sumber Bahan Hukum
1. Sumber Bahan Hukum dan/atau data premier
Yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat yang terdiri atas perundang- undangan, yaitu Undang-undang nomor 2 tahun 2004 tentang penyelesaian perselisihan hubungan industrial, Peraturan pemerintah nomor 34 tentang penggunaan tenaga kerja asing, Peraturan pemerintah nomor 35 tahun 2021 tentang perjanjian kerja waktu tertentu,alih daya,waktu kerja dan waktu istirahat, dan pemutusan hubungan kerja, Undang-undang nomor 11 tahun 2020 tentang cipta kerja lembaran negara republik indonesia tahun 2020, Peraturan pemerintah republik indonesia nomor 36 tahun 2021 tentang pengupahan, Peraturan pemerintah nomor 37 tahun 2021 tentang penyelenggaraan program jaminan kehilangan kerja
2. Sumber Bahan Hukum Sekunder :
Yaitu sebuah bahan hukum premier yang relavan dengan materi yang diteliti seperti :buku-buku, jurnal, literatur, artikel, majalah dan koran, makalah serta hasil-hasil penelitian yang diperoleh melalui media cetak maupun media elektronik
E. Prosedur Pengumpulan Bahan Hukum
Pengumpulan bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan penelitian kepustakaan (library research) penulis melakukan pengumpulan data dengan cara membaca sejumlah literatur yang relavan terkait dengan konsekuensi pemutusan hubungan kerja berdasarkan peraturan pemerintah nomor 35 tahun 2021 tentang perjanjian kerja waktu tertentu,alih daya, waktu kerja
dan waktu istirahat, dan pemutusan hubungan kerja. serta menganalisa melalui peraturan perundang-undangan maupun dokumentasi lainnya seperti karya ilmiah,jurnal, internet maupun teori-teori yang berkaitan dengan materi penulisan skripsi penulis
F. Pengolahan Dan Analisis Bahan Hukum
analisis yang digunakan dalam pembuatan skripsi ini ialah menarik kesimpulan dimulai dari yang bersifat umum ke pernyataan khusus dengan menggunakan hasil studi pustaka dan penalaran bahan hukum primer berupa peraturan perundang-undangan yaitu dengan cara melakukan pemilihan data yang dianggap tepat
1.7 Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah pemahaman dari penelitian, penelitian ini terbagi dalam 4 (empat) bab antara lain sebagai berikut :
BAB I : PENDAHULUAN
Bab Ini Merupakan Bagian Pertama Dalam Bab Ini Akan Membahas Latar Belakang Permasalahan, Rumusan Masalah, Manfaat Penelitian,Tujuan Penelitian, Kajian Pustaka, Metode Penelitian, Dan Sistematika Penulisan BAB II. BAGAIMANA PENGATURAN PHK DALAM PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 35 TAHUN 2021 TENTANG PERJANJIAN KERJA WAKU TERTENTU,ALIH DAYA, WAKTU KERJA DAN WAKTU ISTIRAHAT, DAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA
Bab Ini Merupakan Bagian Kedua Dalam Bab Ini Akan Membahas Hak Dan Kewajiban Pengusaha, Hak Dan Kewajiban Pekerja Dan Aturan Pemutusan Hubungan Kerja peraturan pemerintah nomor 35 Tahun 2021
BAB III. BAGAIMANA KONSEKUENSI HUKUM PHK DALAM PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 35 TAHUN 2021
Bab Ini Merupakan Bagian Ketiga Dalam Bab Ini Akan Membahas Jenis- Jenis Pemutusan Hubungan Kerja, Konsekuensi Hukum Pengusaha Yang Melakukan Pemutusan Hubungan Kerja, Konsekuensi Hukum Yang Tidak Sesuai Dengan Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2021
BAB IV PENUTUP
Dalam Bab Ini Akan Berisikan Keseluruhan Pembahasan Berupa Simpulan Dan Saran Yang Akan Diperoleh Dari Keseluruhan Pembahasan Pada Bab- Bab Sebelumnya
BAB II
PENGATURAN PHK DALAM PP 35 TAHUN 2021 TENTANG PERJANJIAN KERJA,ALIH DAYA, WAKTU KERJA DAN WAKTU ISTIRAHAT DAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA
A. Hak dan kewajiban pengusaha
Pengusaha pengusaha menurut peraturan pemerintah nomor 36 tahun 2021 tentang pengupahan menyebutkan bahwa pengusaha adalah :
a) Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang menjalankan suatu perusahaan milik sendiri
b) Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya
c) Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang berada di indonesia mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud huruf (a) dan (b) yang berkedudukan diluar wilayah indonesia
Dapat diambil kesimpulan bahwa seorang pengusaha adalah orang yang mempekerjakan orang lain untuk dirinya dengan memberikan imbalan dalam bentuk upah sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati sebelumnya seorang pengusaha juga dapat menjalankan perusahaan baik milik orang lain ataupun milik sendiri
a. Hak pengusaha
Bukan hanya pekerja saja yang mempunyai hak dan kewajiban tetapi pengusaha juga mempunyai hak dan kewajiban terhadap pekerjanya mengingat
21
pemenuhan hak dan kewajiban ini juga berdampak pada keharmonisan hubungan kerja. ada beberapa hak yang dimiliki oleh pengusaha antara lain yaitu :
1. Hak memberikan upah minimum
Upah minimum atau upah terendah ada upah minimum terdiri dua macam yaitu upah minimum provinsi dan upah minimum kabupaten/kota upah pemberian upah minimum ini berdasarkan kondisi ekonomi dan ketenagakerjaan adapun syarat-syarat tertentu yaitu meliputi pertumbuhan ekonomi daerah atau inflasi pada kabupaten/kota yang bersangkutan. Pasal 26 menyebutkan :
a) Penyesuaian nilai upah minimum dilakukan setiap tahun
b) Penyesuaian nilai upah minimum ditetapkan pada rentang nilai tertentu diantara batas atas dan batas bawah upah minimum pada wilayah yang bersangkutan
c) Batas upah minimum sebagaimana dimaksud ayat (2) yaitu merupakan acuan nilau upah minimum tertinggi yang dapat ditetapkan dan dihitung
2. Hak untuk membuat aturan
Sebuah perusahaan pasti mempunyai sebuah aturan dimana aturan tersebut diperuntukkan bagi pekerja/buruh aturan perusahaan dibuat agar meminimalisir terjadinya konflik antar pekerja/buruh selain itu dalam peraturan perusahaan juga memuat hak dan kewajiban pekerja/buruh
3. Hak mendapat ganti rugi
Ketika pekerja/buruh melakukan kesalahan kerja baik sengaja atau tidak sengaja jika hal itu merugikan pengusaha maka pengusaha berhak untuk mendapatkan ganti rugi dari pekerja/buruh konsekuensinya pekerja/buruh juga dapat diputus hubungan kerjanya tanpa melalui putusan pengadilan hal ini diatur pada pasal 52 ayat (2) huruf (g) yang menyatakan “dengan ceroboh atau sengaja merusah atau membiarkan dalam keadaan bahaya barang milik perusahaan yang menimbulkan kerugian bagi perusahaan” akan tetapi, ketentuan ini harus diatur dalm peraturan perusahaan dan perjanjian kerja bersama
4. Hak dalam melakukan pemutusan hubungan kerja
Pengakhiran hubungan kerja juga merupakan hak dari pengusaha apabila pekerja/buruh melakukan pelanggaran perjanjian kerja atau melanggar peraturan perusahaan seorang pengusaha juga berhak melakukan pengakhiran hubungan kerja bila pekerja/buruh melakukan kesalahan berat hak untuk melakukan pemutusan hubungan kerja ini diatur pada peraturan pemerintah nomor 35 tahun 2021 tentang perjanjian kerja waktu tertentu,alih daya,waktu kerja dan waktu istirahat dan pemutusan hubungan kerja
b. Kewajiban pengusaha
Dalam hubungan kerja harus ada keseimbangan antara hak dan kewajiban para pihak sehingga dapat berjalan harmonis adapun kewajiban pengusaha sebagai berikut :
1. Kewajiban membayar upah
Kewajiban paling utama dari seorang pengusaha adalah memberikan upah karena upah ini sebagai bentuk imbalan yang diberikan pengusaha kepada pekerja/buruh setelah melakukan pekerjaannya hal ini diatur pada peraturan pemerintah nomor 35 tahun 2021 tentang perjanjian kerja waktu tertentu,alih daya,waktu kerja dan waktu istirahat dan pemutusan hubungan kerja
2. Kewajiban memberikan istirahat atau cuti
Memberikan waktu istirahat dan cuti pada pekerja/buruh merupakan hal yang wajib waktu istirahat diberikan minimal paling sedikit 30 menit setelah bekerja selama 4 jam sesuai dengan aturan undang-undang nomor 11 tahun 2020 tentang cipta kerja
3. Xxxxx memberikan jaminan sosial
Pengusaha wajib memeberikan jaminan sosial adapun bentuk-bentuk jaminan sosial sebagaimana yang tercantum pada peraturan pemerintah nomor 37 tahun 2021 tentang penyelenggaraan jaminan kehilangan pekerjaan jaminan sosial yang diberikan pengusaha antara lain sebagai berikut :
a) Jaminan kesehatan
b) Jaminan kecelakaan kerja
c) Jaminan hari tua
d) Jaminan pensiun
e) Jaminan kematian
f) Jaminan kehilangan pekerjaan
B. Hak dan kewajiban pekerja atau buruh
Kewajiban karyawan adalah hak dari perusahaan dimana pekerja memiliki konsekuensi dan wajib mematuhi pada peraturan perusahaan dimana dia bekerja. Dalam hubungan kerja pasti muncul kewajiban-kewajiban pekerja/buruh14
1. Wajib melakukan pekerjaan sesuai dengan perjanjian kerja yang telah disepakati oleh pekerja dengan pengusaha dalam menjalankan suatu pekerjaan pekerja/buruh boleh melakukan pekerjaanya sendiri atau digantikan oleh orang lain akan teteapi dengan seizin pengusaha
2. Pekerja/buruh juga wajib menaati peraturan dari pengusaha. Aturan-aturan tersebut wajib ditaati karena memiliki konsekuensi pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap pekerja/buruh
3. Pekerja/buruh wajib mengganti kerugian atau denda apabila pekerja/buruh pada saat melakukan pekerjaannya secara sengaja atau tidak sengaja karena kelalaiannya menimbulkan kerusakan yang menimbulkan kerugian bagi pengusaha maka pekerja/buruh wajib mengganti kerugian tersebut
C. Aturan pemutusan hubungan kerja peraturan pemerintah nomor 35 tahun 2021
Perselisihan umumnya terjadi karena ada hal yang berkaitan dengan pemutusan hubungan kerja (PHK), dalam pratiknya phk dapat dilakukan oleh salah satu pihak baik dari pengusaha maupun pekerja/buruh. Para pihak yang terkait dalam hubungan industrial juga harus mengupayakan agar tidak terjadi pemutusan hubungan kerja. bagi pekerja/buruh pengakhiran hubungan kerja menjadi mimpi
14 F.X Xxxxxxxxxx,perjanjian kerja. Jakarta,sinar grafika 2008 hlm 43
buruk karena phk awal dari sebuah penderitaan bagi pekerja. Karena itu mereka berusaha sebisa mungkin agar dirinya tidak sampai kehilangan pekerjaan suka atau tidak suka pengakhiran hubungan kerja sesungguhnya adalah sesuatu yang cukup dekat dan sangat mungkin serta wajar dalam konteks hubungan kerja15
Sebelum membahas terjadinya pemutusan hubungan kerja Pada umumnya kelangsungan ikatan kerja bersama antara pengusaha dengan tenaga kerja terjalin bila kedua belah pihak saling membutuhkan dan saling mematuhi terhadap perjanjian kerja yang telah disepakati pada saat mereka menjalin hubungan kerjasama dengan adanya keterikatan bersama antara pengusaha dengan pekerja/buruh artinya dengan adanya keterikatan antara kedua belah pihak berarti masing-masing pihak memiliki hak dan kewajibannya masing-masing apabila terjadi pemutusan hubungan kerja manajer dituntut untuk memenuhi hak dan kewajiban terhadap tenaga kerja sesuai dengan kondisi pada saat kontrak16
Hubungan antara pengusaha dan buruh tak luput dari perjanjian. Perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja dan tata tertib perusahaan17menurut xxxx xxxxxx perjanjian kerja adalah suatu perjanjian dimana pihak kesatu (pekerja/buruh) mengikatkan diri untuk bekerja dengan menerima upah dari pihak kedua yakni majikan dan majikan mengikatkan diri untuk mempekerjakan buruh dengan membayar upah18 pengertian perjanjian kerja juga terdapat pada pasal 1601a
15 Xxx xxxxxxxx xxxxxxxxx, pedoman penyelesaian PHK,jakarta,praninta offset,2007 hlm 1
16 B,xxxxxxxx xxxxxxxxxxxxxxx, menajemen tenaga kerja indonesia,pendekatan administratif dan operasional,jakarta,Pt,bumi aksara,2005, hlm 305
17 Lembaran peraturan pemerintah pasal 1 ayat(5) nomor 36 tahun 2021 tentang pengupahan
18 Xxxx xxxxxxxxxx, hukum ketenagakerjaan, pustaka setia bandung 2013
KUHPerdata yang menyebutkan “perjanjian perburuhan adalah perjanjian dengan mana pihak yang satu,siburuh, mengikatkan dirinya untuk dibawah perintah pihak yang lain si majikan, untuk sesuatu waktu tertentu, melakukan pekerjaan dengan menerima upah”19
Jenis-jenis perjanjian kerja dalam Hubungan kerja antara pengusaha dengan pekerja didahului dengan adanya perjanjian kerja, perjanjian kerja dapat dilakukan dalam batas waktu tertentu (PKWT) atau tanpa batas waktu tertentu (PKWTT) tujuannya agar dalam hubungan kerja dapat terjamin adanya keadilan maupun perlindungan hukum terhadap hak-hak pekerja dan pengusaha. jenis perjanjian kerja terbagi menjadi 2 macam yaitu :
1) Perjanjian kerja waktu tidak tertentu (PKWTT)
Yaitu perjanjian kerja yang dibuat oleh pengusaha dan pekerja berdasarkan kesepakatan bersama untuk mengadakan hubungan kerja yang tetap sehingga tidak ada batasan waktu kecuali sampai usia pensiun atau pekerja meninggal dunia perjanjian ini harus dibuat secara tertulis sebagaimana yang tercantum pada pasal 66 ayat (1) undang-undang cipta kerja nomor 11 tahun 2020.
2) Perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT)
Perjanjian kerja waktu tertentu adalah perjanjian kerja yang bersifat kontrak antara pekerja/buruh dengan pengusaha untuk mengadakan hubungan kerja dalam waktu tertentu atau untuk pekerjaan tertentu. Perjanjian kerja waktu
19 Prof,R,xxxxxxx,S.H & R.xxxxxxxxxxxxx,kitab undang-undang hukum perdata burgerlijk wetboek,Pt balai pustaka,bandung september 1992 hal 429
tertentu tidak dapat diadakan untuk pekerjaan yang bersifat tetap.20 Perjanjian kerja waktu tertentu harus dibuat secara tertulis serta menggunakan bahasa indonesia dan huruf latin21 Perjanjian kerja waktu tertentu tidak dapat mensayaratkan adanya masa percobaan apabila pengusaha mengadakan masa percobaan maka masa percobaan tersebut gagal dami hukum dan masa kerja tetap dihitung22 apabila perjanjian kerja telah berakhir maka pengusaha wajib memberikan uang kompensasi kepada pekerja/buruh sebagaimana yang telah diatur dalam pasal 61A ayat (1) undang-undang nomor 11 tahun 2020 tentang cipta kerja. Pasal 13 menyebutkan perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) paling sedikit memuat :
a) Nama,alamat perusahaan, dan jenis usaha
b) Nama,jenis kelamin, umur, dan alamat pekerja/buruh
c) Jabatan atau jenis pekerjaan
d) Tempat kerja
e) Besaran dan pembayaran upah
f) Hak dan kewajiban pengusaha dan pekerja/buruh sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan/atau syarat kerja yang diatur dalam peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama
g) Mulai dan jangka waktu berlakunya PKWT
h) Tempat dan tanggal PKWT dibuat
20 Pasal 59 ayat 2 undang-undang nomor 11 tahun 2020 tentang cipta kerja
21 pasal 57 ayat 1 undang-undang nomor 11 tahun 2020 tentang cipta kerja
22 Pasal 58 undang-undang nomor 11 tahun 2020 tentang cipta kerja
i) Tanda tangan para pihak dalam PKWT
Berdasarkan pasal 1320 KUHPerdata menyebutkan untuk syarat sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat :
1) Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya
Subjek yang membuat perjanjian harus setuju mengenai isi pokok yang diperjanjikan tanpa adanya paksaaan,kekhilafan dan penipuan terhadap orang yang membuat suatu perjanjian
2) Kecakapan untuk membuat suatu perikatan
Kecakapan menurut kamus besar bahasa indonesia (KBBI) adalah kemampuan/kesanggupan, orang yang cakap adalah seseorang yang telah dianggap dewasa (telah berusia 21 tahun) dan berakal sehat. Pada pasal 1330 KUHPerdata orang yang tidak cakap untuk membuat suatu perjanjian ialah :
a) Orang-orang yang belum dewasa
b) Mereka yang ditaruh dibawah pengampuan
c) Orang-orang perempuan, dalam hal-hal yang ditetapkan oleh undang-undang, dan pada umumnya semua orang kepada siapa undang-undang telah melarang membuat perjanjian tertentu. Sehingga orang yang berada dalam kriteria ini tidak dapat membuat suatu perjanjian
3) Suatu hal tertentu
Suatu hal tertentu artinya ada hak-hak dan kewajiban yang diperjanjikan antara kedua belah pihak paling tidak perjanjian yang dimaksud ditentukan
jenisnya, pasal 1333 suatu perjanjian harus mempunyai sebagai pokok suatu barang yang paling sedikit ditentukan jenisnya23
4) Suatu sebab yang halal
Yang dimaksud suatu sebab yang halal dalam perjanjian kerja ialah isi dari perjanjian yang buat tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang- undangan kesusilaan dan ketertiban umum hal ini diatur pasal 1337 KUHPerdata24
Sedangkan dalam pasal 57 ayat (1) dan (2) undang-undang nomor 11 tahun 2020 tentang cipta kerja mengatakan bahwa “perjanjian kerja untuk waktu tertentu dibuat secara tertulis serta harus menggunakan bahasa indonesia dan huruf latin” dan ayat
(2) “dalam hal perjanjian kerja waktu tertentu dibuat dalam bahasa indonesia dan bahasa asing apabila kemudian terdapat perbedaan penafsiran antara keduanya yang berlaku perjanjian kerja waktu tertentu yang dibuat dalam bahasa indonesia” namun perjanjian kerja juga dapat berakhir sebagaimana pasal 61 apabila :
a) Pekerja atau buruh meninggal dunia
b) Berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja
c) Selesainya suatu pekerjaan tertentu
d) Adanya putusan pengadilan atau lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap
23 Prof,R,xxxxxxx,S.H & R.xxxxxxxxxxxxx,kitab undang-undang hukum perdata burgerlijk wetboek,Pt balai pustaka,bandung september 1992 hlm 373
24 Prof,R,xxxxxxx,S.H & R.xxxxxxxxxxxxx,kitab undang-undang hukum perdata burgerlijk wetboek,Pt balai pustaka,bandung september 1992 hlm 374
e) Adanya keadaan atau kejadian yang dicantumkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama yang dapat menyebabkan berakhirnya hubungan kerja
Sebelum melakukan pemutusan hubungan kerja tentu ada prosedur untuk mencegah terjadinya phk selain dapat ditempuh melalui jalur pengadilan dapat juga melalui jalur diluar pengadilan yaitu melalui perundingan bipartid,mediasi,konsiliasi dan arbitrase
1. Perundingan bipartid merupakan perundingan antar pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh dengan pengusaha untuk menyelesaikan perselisihan hubungan industrial
2. Mediasi adalah penyelesaian perselisihian hak perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja, dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan melalui musyawarah yang ditengahi oleh seorang atau lebih mediator yang netral. Mediator sendiri merupakan pegawai instansi pemerintah yang bertanggung jawab dibidang ketenagakerjaan yang memenuhi syarat-syarat sebagai mediator yang ditetapkan oleh menteri untuk bertugas melakukan mediasi dan mempunyai kewajiban memberikan anjuran tertulis kepada para pihak yang berselisih untuk menyelesaikan perselisihan hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja, dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan
3. Konsiliasi adalah penyelesaian perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja atau perselisihan antar serikat pekerja/serikat
buruh hanya dalam satu perusahaan melalui musyawarah yang ditengahi oleh seorang atau lebih konsiliator yang netral.
4. Arbitrase adalah penyelesaian suatu perselisihan kepentingan, dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan diluar pengadilan hubungan industrial melalui kesepakatan tertulis dari para pihak yang berselisih untuk menyerahkan penyelesaian perselisihan kepada xxxxxxxx yang putusannya mengikat para pihak dan bersifat final.
Adapun pihak-pihak dari pemerintah dalam pelaksanaan mediasi, konsiliasi dan arbitrase yaitu :
1. Mediator sendiri merupakan pegawai instansi pemerintah yang bertanggung jawab dibidang ketenagakerjaan yang memenuhi syarat-syarat sebagai mediator yang ditetapkan oleh menteri untuk bertugas melakukan mediasi dan mempunyai kewajiban memberikan anjuran tertulis kepada para pihak yang berselisih untuk menyelesaikan perselisihan hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja, dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan
2. Konsiliator adalah seorang atau lebih yang memenuhi syarat-syarat sebagai konsiliator ditetapkan oleh menteri yang bertugas melakukan konsiliasi dan wajib memberikan anjuran tertulis kepada para pihak yang berselisih untuk menyelesaikan perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja atau perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan
3. Arbiter merupakan seorang atau lebih yang dipilih oleh para pihak yang berselisih dari daftar arbiter yang ditetapkan oleh menteri untuk memberikan putusan mengenai perselisihan kepentingan, perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan yang diserahkan penyelesaiannya melalui arbitrase yang putusannya mengikat para pihak dan bersifat final
Istilah pemutusan hubungan kerja (PHK) menurut pasal 1 ayat (15) peraturan pemerintah nomor 35 tahun 2021 tentang perjanjian kerja waktu tertentu,alih daya,waktu kerja dan waktu istirahat, dan pemutusan hubungan kerja menyebutkan pemutusan hubungan kerja adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja/buruh menurut tulus pemutusan hubungan kerja (separation) adalah mengembalikan karyawan kemasyarakat25 sedangkan menurut xxxxxxxx pemutusan hubungan kerja adalah pemberhentian seseorang karyawan dengan suatu organisasi (perusahaan) pemutusan hubungan kerja adalah permasalahan utama dalam hubungan antara pengusaha dan pekerja disamping masalah upah26 adapun yang dimaksud pemutusan hubungan kerja menurut F.X xxxxxxxxx adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja atau buruh dan pengusaha27
25 Brankas everest pemutusan hubungan kerja,xxxxx://xxxxxxxxxxxxxx.xxxxxxxxx.xxx/xxxxxxx/xxxxxxxxx-xxxxxxxx-xxxxx/ diakses januari 2022
26 Lalu husni,pengantar hukum ketenagakerjaan, rajawali pers, Jakarta, 2001 hal 64
27 F.X. Djumaialdi, perjanjian kerja jakarta.sinar grafika cet,ke-1, 2005 hlm 45
Menurut D.Xxxxx H.xxxxxxxxxx pemutusan hubungan kerja adalah pengakhiran hubungan kerja antara pengusaha atau pengusaha dengan karyawan pekerja, yang disebabkan oleh sejumlah faktor penting28
Menurut xxxxx xxxxxxxxxx faktor penyebab terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK) dari pihak pekerja/buruh antara lain yaitu :
1. Secara sukarela pindah pekerjaan yang lebih baik atau karena alasan lain
2. Secara sukarela karena tidak adanya kepuasan kerja
3. Membuat ulah agar hubungan kerjanya diputuskan karena tidak adanya kepuasan kerja29
Berdasarkan pendapat xxxxx salah seorang ahli hukum yang memberikan pengertian secara umum mengenai phk yaitu merupakan suatu hubungan kerja yang dilakukan oleh pengusaha/majikan kepada pekerja/buruh yang disebabkan oleh suatu hal tertentu yang menyebabkan hubungan kerja tersebut berakhir hubungan kerja yang dibuat atau disepakati bersama oleh pengusaha dan pekerja buruh.30
Pemutusan hubungan kerja merupakan sesuatu hal yang tidak diharapkan terutama oleh pekerja, mengigat akibat terjadinya pemutusan hubungan kerja
28 D.Xxxxx H.xxxxxxxxxx, PHK dan pesangon karyawan, yogyakarta.pustaka yustisi cet-ke 1,2007, hlm 18
29 Xxxxx xxxxxx, pengaturan pemutusan hubungan kerja (PHK) menurut undang-undang ketenagakerjaan, Xxxx xxxxxxxxxx, hubungan industrial sebuah pengantar, yogyakarta,BPFE yogyakarta,2002 hlm 118
30 Lalu husni, 2006 hukum ketenagakerjaan indonesia, PT raja grafindo persada, jakarta hlm.53
merupakan awal kesengsaraan pekerja atau buruh dengan pengurangan atau hilangnya penghasilan pekerja untuk diri sendiri dan keluarganya31
Pasal 151 ayat (1) menyebutkan Hubungan kerja antara pekerja/buruh, serikat pekerja/serikat buruh dan pemerintah harus mengupayakan agar tidak terjadi pemutusan hubungan apabila pemutusan hubungan kerja tidak bisa dihindari maka alasan pemutusan hubungan kerja harus diberitahukan oleh pengusaha kepada pekerja/ buruh alasan-alasan pengusaha melakukan pemutusan hubungan kerja diatur dalam pasal 36 yang menyebutkan :
a) Perusahaan melakukan penggabungan, peleburan, pengambil alihan,atau pemisahan perusahaan dan pekerja/buruh tidak bersedia melanjutkan hubungan kerja atau pengusaha tidak bersedia menerima pekerja atau buruh
b) Perusahaan melakukan efisiensi diikuti dengan penutupan perusahaan atau tidak diikuti dengan penutupan perusahaan yang disebabkan perusahaan mengalami kerugian
c) Perusahaan tutup yang disebabkan karena perusahaan mengalami kerugian secara terus-menerus selama 2 (dua) tahun
d) Perusahaan tutup yang disebabkan keadaan memaksa (force majeur)
e) Perusahaan dalam keadaan penundaan kewajiban pembayaran utang
f) Perusahaan pailit
g) Adanya permohonan pemutusan hubungan kerja yang diajukan oleh pekerja atau buruh dengan alasan perbuatan sebagai berikut :
31 Xxxxxxxxx xxxxxxxx, tinjauan yuridis pelaksanaan pemutusan hubungan kerja (PHK) secara sepihak oleh perusahaan menurut undang-undang nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan,jurnal ilmu hukum legal opinion volume 3,2015,hlm 3
1. Menganiaya, menghina secara kasar, atau mengancam pekerja atau buruh
2. Membujuk dan menyuruh pekerja/buruh untuk melakukan perbuatan yang bertentangan dengan peraturan perundang- undangan
3. Tidak membayar upah tepat pada waktu yang telah ditentukan selama 3 (tiga) bulan berturut-turut atau lebih meskipun pengusaha sudah membayar upah secara tepat waktu sesudah itu
4. Tidak melakukan kewajiban yang telah di janjikan kepada pekerja/buruh
5. Memerintahkan pekerja atau buruh untuk melaksanakan pekerjaan diluar yang diperjanjikan
6. Memberikan pekerjaan membahayakan jiwa,keselamatan kesehatan dan kesusilaan pekerja/buruh sedangkan pekerjaan tersebut tidak dicantumkan pada perjanjian kerja
h) Adanya putusan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang menyatakan pengusaha tidak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud pada huru g terhadap permohonan yang diajukan oleh pekerja atau buruh dan pengusaha memutuskan untuk melakukan pemutusan hubungan kerja
i) Pekerja atau buruh mengundurkan diri atas kemauan sendiri harus memenuhi syarat :
1. Mengajukan permohonan pengunduran diri secara tertulis selambat- lambatnya 30 (tiga puluh) hari sebelum tanggal mulai pengunduran diri
2. Tidak terikat dalam ikatan dinas
3. Tetap melaksanakan kewajibannya sampai tanggal mulai pengunduran diri
j) Pekerja/buruh mangkir selama 5 (lima) hari kerja atau lebih berturut-turut tanpa keterangan secara tertulis yang dilengkapi dengan bukti yang sah dan telah dipanggil oleh pengusaha 2 (dua) kali secara patut dan tertulis
k) Pekerja/buruh melakukan pelanggaran ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama dan sebelumnya telah diberikan surat peringatan pertama, kedua,dan ketiga secara berturut-turut masing-masing berlaku paling lama 6 (enam) bulan kecuali ditetapkan laindalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan,atau perjanjian kerja bersama
l) Pekerja/buruh tidak dapat melakukan pekerjaan selama 6 (enam) bulan akibat ditahan pihak yang berwajib karena diduga melakukan tindak pidana
m) Pekerja/buruh mengalami sakit berkepanjangan atau cacat akibat kecelakaan kerja dan tidak dapat melakukan pekerjaannya setelah melampaui batas 12 (dua belas) bulan
n) Pekerja/buruh memasuki usia pensiun
o) Pekerja/buruh meninggal dunia
Pekerja/buruh dapat menerima ataupun menolak atas pemutusan hubungan kerja (PHK) berdasarkan peraturan pemerintah nomor 35 tahun 2021 pasal 38 “dalam hal pekerja/buruh telah mendapatkan surat pemberitahuan dan tidak menolak pemutusan hubungan kerja, pengusaha harus melaporkan pemutusan hubungan kerja kepada kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang ketenagakerjaan dan/atau dinas yang menyelenggarakan urusan pemerintah dibidang ketenagakerjaan provinsi dan kabupaten/kota” tahapan untuk melakukan penolakan pemutusan hubungan kerja terdapat pada pasal 39 yang menyebutkan :
1) Pekerja/buruh yang telah mendapatkan surat pemberitahuan pemutusan hubungan kerja dan menyatakan menolak, harus membuat surat penolakan disertai alasan paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah diterimanya surat pemberitahuan
2) Dalam hal terjadi perbedaan pendapat mengenai pemutusan hubungan kerja, penyelesaian pemutusan hubungan kerja harus dilakukan melalui perundingan bipartid antara pengusaha dengan pekerja/buruh dan/atau serikat pekerja/serikat buruh
3) Dalam hal perundingan bipartit sebagaimana dimaksud ayat (2) tidak mencapai kesepakatan, penyelesaian pemutusan hubungan kerja tahap berikutnya dilakukan melalui mekanisme penyelesaian perselisihan hubungan industrial (PHI) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan
Ketika pekerja/buruh menolak untuk di putus hubungan kerjanya maka pekerja/buruh wajib melakukan perundingan bipartit dengan pengusaha. Pengusaha
juga dilarang melakukan pemutusan hubungan kerja sebagaimana yang diatur dalam pasal 153 ayat (1) undang-undang nomor 11 tahun 2020 tentang cipta kerja bahwa :
1) Pengusaha dilarang melakukan pemutusan hubungan kerja kepada pekerja/buruh dengan alasan :
a. Berhalangan masuk kerja karena sakit menurut keterangan dokter selama waktu tidak melampaui 12 (dua belas) bulan secara terus- menerus
b. Berhalangan menjalankan pekerjaannya karena memenuhi kewajiban terhadap negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
c. Menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya
d. Menikah
e. Xxxxx, melahirkan, gugur kandungan, atau menyusui bayinya
f. Mempunyai pertalian darah atau ikatan perkawinan dengan pekerja/buruh lainnya dalam satu perusahaan
g. Mendirikan, menjadi anggota atau pengurus serikat pekerja/serikat buruh, pekerja/buruh melakukan kegiatan serikat pekerja/serikat buruh diluar jam kerja, atau berdasarkan ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja
h. Mengadukan pengusaha kepada pihak yag berwajib mengenai perbuatan pengusaha yag melakukan tindak pidana kejahatan
i. Berbeda paham, agama, aliran politik, suku, warna kulit, golongan, jenis kelamin, kondisi fisik atau status perkawinan
j. Dalam keadaan cacat tetap, sakit akibat kecelakaan kerja, atau sakit karena hubungan kerja yang menurut surat keterangan dokter yang jangka waktunya penyembuhannya belum dapat dipastikan
Berdasarkan uraian diatas jika pengusaha melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) dengan alasan-alasan diatas maka batal demi hukum dan pengusaha wajib mempekerjakan kembali pekerja/buruh yang bersangkutan
BAB III
KONSEKUENSI HUKUM PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA DALAM PP 35 TAHUN 2021 TENTANG PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU ALIH DAYA WAKTU KERJA DAN WAKTU ISTIRAHAT,DAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA
A. Jenis-jenis pemutusan hubungan kerja
Pemutusan hubungan kerja adalah pemutusan kontrak kerja pekerja/buruh dengan perusahaan seorang pekerja dapat diberhentikan secara sukarela dari pekerjaan atau mengikuti keputusan yang dibuat oleh atasan mereka. Maksud lain yakni pemutusan hubungan kerja karena hal tertentu yang mengarah pada pemutusan hak dan kewajiban antara pekerja/buruh dengan pengusaha pihak pemberi pekerjaan32
Adapun jenis-jenis dari pemutusan hubungan kerja antara lain yaitu
1. Pemutusan hubungan kerja demi hukum yaitu pemutusan hubungan kerja (PHK) yang terjadi pada sebuah perusahaan karena berakhirnya masa kerja atau pekerja/buruh yang bersangkutan meninggal dunia
2. Pemutusan hubungan kerja oleh pengusaha yaitu pihak dari pengusaha melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja dengan alasan serta prosedur tertentu
32 Xxxx xxxxxx, pengertian PHK-larangan dan jenis pemutusan hubungan kerja
(xxxxxxxxxxxxx.xxx) diakses 7 maret 2022 pukul 19:00
41
3. Pemutusan hubungan kerja oleh pekerja/buruh yaitu pekerja/buruh yang berkeinginan untuk melakukan pemutusan hubungan kerja karena alasan tertentu
4. Pemutusan hubungan kerja oleh pengadilan penyelesaian hubungan industrial (PPHI) yaitu pemutusan hubungan kerja yang dilakukan oleh pengadilan hal ini terjadi karena adanya perselisihan hak antara pengusaha dengan pekerja/buruh
B. Konsekuensi hukum pengusaha melakukan PHK
Menurut kamus besar bahasa indonesia (KBBI) konsekuensi memiliki arti akibat atau tanggung jawab dalam melakukan pemutusan hubungan kerja ada Jaminan perlindungan hak normatif pekerja diatur dalam undang-undang nomor 11 tahun 2020 tentang cipta kerja dan peraturan pemerintah nomor 35 tahun 2021 dimana undang-undang dan peraturan pemerintah tersebut berfungsi untuk melindungi pekerja dan pengusaha. hak pekerja/buruh timbul pada saat terjadi hubungan kerja antara pekerja/buruh dengan pengusaha dan berakhir pada saat putusnya hubungan kerja.
Ketika pekerja kontrak/perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) masa kontrak kerjanya habis maka pekerja/buruh tidak mendapatkan uang pesangon melainkan uang kompensasi. uang kompensasi diberikan kepada pekerja/buruh yang telah mempunyai masa kerja paling sedikit 1 (satu) bulan secara terus menerus pada peraturan pemerintah nomor 35 tahun 2021 pasal 16 ayat (1) menyebutkan besaran uang kompensasi diberikan sesuai dengan ketentuan sebagai berikut :
a) PKWT selama 12 (dua belas) bulan secara terus menerus, diberikan sebesar 1 (satu) bulan upah
b) PKWT selama 1 ( satu) bulan atau lebih tetapi kurang dari 12 (dua belas) bulan, dihitung secara proposional dengan perhitungan
Masa kerja x 1 (satu) bulan upah
12
c) PKWT selama lebih dari 12 (dua belas) bulan dihitung secara proposional dengan perhitungan
Masa kerja x 1 (satu) bulan upah
12
Berbeda dengan perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT). jika pekerja/buruh merupakan karyawan tetap/perjanjian kerja waktu tidak tertentu (PKWTT) ketika diputus hubungan kerjanya maka pekerja/buruh berhak mendapatkan uang pesangon dan pengusaha wajib membayar uang pesangon mengacu pada pasal 40 yang menyebutkan dalam terjadi pemutusan hubungan kerja pengusaha wajib membayar uang pesangon dan atau uang penghargaan masa kerja, dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima33
Pesangon adalah sejumlah dana yang diberikan kepada pekerja/buruh ketika berakhirnya masa kerja atau diberikan pada saat pemutusan hubungan kerja Pengaturan mengenai hak pesangon ada dalam dalam undang-undang nomor 11
33 Lembaran Peraturan pemerintah nomor 35 tahun 2021 tentang perjanjian kerja waktu tertentu, alih daya, waktu kerja dan waktu istirahat, dan pemutusan hubungan kerja. Hlm 25
tahun 2020 tentang cipta kerja pada pasal 156 peraturan pemerintah nomor 35 tahun 2021 pasal 40 yang isinya sebagai berikut :
1) Dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja,pengusaha wajib membayar uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja, dan udang penggantian hak yang seharusnya diterima
2) Uang pesangon sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) diberikan dengan ketentuan sebagai berikut :
a. Masa kerja kurang dari (satu) tahun, 1(satu) bulan upah
b. Masa kerja 1(satu) tahun, 2 (dua) bulan upah
c. Masa kerja 2 (dua) tahun atau lebih teteapi kurang dari 3 (tiga) tahun, 3 (tiga) bulan upah
d. Masa kerja 3(tiga) tahun atau lebih tetapi kurang dari 4 (empat) tahun, 4 (empat) bulan upah
e. Masa kerja 4 (empat) tahun atau lebih tetapi kurang dari 5 (lima) tahun, 5 (lima) bulan upah
f. Masa kerja 5 (lima) tahun atau lebih, tetapi kurang dari 6 (enam) tahun, 6 (enam) bulan upah
g. Masa kerja 6 (enam) tahun atau lebih tetapi kurang dari 7 (tujuh) tahun, 7 (tujuh) bulan upah
h. Masa kerja 7 (tujuh) tahun atau lebih tetapi kurang dari 8 (delapn) tahun, 8 (delapan) bulan upah
i. Masa kerja 8 (delapan tahun atau lebih, 9 (sembilan) bulan upah
3) Uang penghargaan masa kerja sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) diberikan dengan ketentuan sebagai berikut :
a. Masa kerja 3 (tiga) tahun atau lebih tetapi kurang dari 6 (enam) tahun, 2 (dua) bulan upah
b. Masa kerja 6 (enam) tahun atau lebih tetapi kurang dari 9 (sembilan) tahun, 3 (tiga) bulan upah
c. Masa kerja 9 (sembilan) tahun atau lebih tetapi kurang dari 12 (dua belas) tahun, 4 (empat) bulan upah
d. Masa kerja 12 (dua belas) tahun atau lebih teteapi kurang dari 15 (lima belas) tahun, 5 (lima) bulan upah
e. Masa kerja 15 (lima belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 18 (delapan belas) tahun, 6 (enam) bulan upah
f. Masa kerja 18 (delapan belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 21 (dua puluh satu) tahun, 7 (tujuh) bulan upah
g. Masa kerja 21 (dua puluh satu) tahun atau lebih tetapi kurang dari 24 (dua puluh empat) tahun, 8 (delapan) bulan upah dan
h. Masa kerja 24 (dua puluh empat)tahun atau lebih, 10 (sepuluh) bulan upah.
4) Uang penggantian hak yang seharusnya diterima sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :
a. Cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur
b. Biaya atau ongkos pulang untuk pekerja/buruh dan keluarganya ke tempat dimana buruh/pekerja diterima bekerja
c. Hal-hal lain yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama
Adapun konsekuensi hukum pengusaha akibat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh sebagai berikut :
1. karena alasan penggabungan,peleburan atau pemisahan perusahaan dan pekerja/buruh tidak bersedia melanjutkan hubungan kerja atau pengusaha tidak bersedia menerima pekerja/buruh maka pekerja/buruh berhak atas uang pesangon sebesar 1 (satu) kali ketentuan pasal 40 ayat (2) uang penghargaan masa kerja sebesar 1(satu) kali ketentuan pasal 40 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai dengan ketentuan pasal 40 ayat (4) hal ini diatur pada pasal 42
2. Pemutusan hubungan kerja pasal 42 ayat (3) karena alasan pengambil“alihan perusahaan yang mengakibatkan terjadinya perubahan syarat kerja dan pekerja/buruh tidak bersedia melanjutkan pemutusan hubungan kerja maka pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja dan pekerja/buruh berhak atas:
a) Uang pesangon sebesar 0.5 (nol koma lima) kali ketentuan pasal 40 ayat (2)
b) Uang penghargaan masa kerja sebesar 1(satu) kali ketentuan pasal 40 ayat (3)
c) Uang penggantian hak sesuai ketentuan pasal 40 ayat (4)
3. Seorang pengusaha juga dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh karena alasan perusahaan tutup yang disebabkan perusahaan mengalami kerugian secara terus menerus selama 2(dua) tahun
atau mengalami kerugian tidak secara terus menerus selama 2(dua) tahun maka pekerja/buruh berhak atas uang pesangon sebesar 0.5 (nol koma lima) kali ketentuan pasal 40 ayat (2),uang penghargaan masa kerja sebesar 1(satu) kali ketentuan pasal 40 ayat (3),dan uang penggantian hak sesuai dengan pasal 40 ayat (4) hal ini diatur pada pasal 44 ayat (1)
4. pasal 44 ayat (2) menyebutkan pengusaha juga dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh karena alasan perusahaan tutup yang disebab kan bukan karena perusahaan mengalami kerugian maka pekerja/buruh mendapatkan uang pesangon sebesar 1(satu) kali ketentuan pasal 40 ayat (2), uang penghargaan masa kerja sebesar 1(satu) kali ketentuan pasal 40 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai ketentuan pasal 40 ayat (4)
5. Seorang pengusaha bisa saja melakukan pemutusan hubungan kerja karena keadaan memaksa (force majeur) Force majeur menurut R.subekti “debitur menunjukkan bahwa tidak terlaksananya apa yang dijanjikan itu disebabkan oleh hal-hal yang sama sekali tidak dapat diduga dan dimana ia tidak dapat berbuat apa-apa terhadap keadaan keadaan atau peristiwa yang timbul diluar dugaan tadi dengan kata lain tidak terlaksananya perjanjian atau kelambatan dalam pelaksanaan itu,bukanlah disebabkan karena kelalaiannya artinya bila salah satu pihak dalam suatu perikatan tidak dapat memenuhi kewajibannya ini tidak dapat dipermasalahkan”34 apabila pekerja/buruh
34 Xxxxxx s,s soemadipradja, penjelasan hukum tentang keadaan memaksa,jakarta,nasional legal reform program,2010 hlm 7
diputus hubungan kerjanya disebabkan karena keadaan memaksa (force majeur) pekerja/buruh mendapatkan
a) uang pesangon sebesar 0.5 (nol koma lima) kali ketentuan pasal 40 ayat (2)
b) uang penghargaan masa kerja sebesar 1(satu) kali ketentuan pasal 40 ayat
(3) dan
c) uang penggantian hak sesuai dengan ketentuan pasal 40 ayat (4)
6. pasal 45 ayat (2) dijelaskan tentang pekerja yang diputus hubungan kerjanya akibat keadaan memaksa (force majeur) yang tidak mengakibatkan perusahaan ditutup maka pekerja berhak atas :
a) uang pesangon sebesar 0.75 (nol koma tujuh puluh lima) kali ketentuan pasal 40 ayat (2)
b) uang penghargaan masa kerja sebesar 1(satu) kali ketentuan pasal 40 ayat
(3) dan
c) uang penggantian hak sesuai ketentuan pasal 40 ayat (4)
7. bagi pekerja/buruh yang melanggar peraturan perusahaan juga dapat diputus hubungan kerjanya sebagaimana pasal 52 ayat (1) menyebutkan bahwa pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh karena alasan pekerja/buruh melakukan pelanggaran ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja,peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama dan sebelumnya telah diberikan surat peringatan pertama,kedua, dan ketiga secara berturut-turut maka pekerja/buruh berhak atas :
a) uang pesangon sebesar 0,5 (nol koma lima) kali ketentuan pasal 40 ayat (2)
b) uang penghaargaan masa kerja sebesar 1(satu) kali ketentuan pasal 40 ayat (3)
c) uang penggantian hak sesuai ketentuan pasal 40 ayat (4)
8. adapun pemutusan hubungan kerja karena alasan pekerja/buruh melakukan pelanggaran bersifat mendesak yang diatur dalam perjanjian kerja,peraturan perusahan,atau perjanjian kerja bersama maka pekerja tersebut berhak atas:
a) uang penggantian hak sesuai dengan ketentuan pasal 40 ayat (4) dan
b) uang pisah yang besarannya diatur dalam perjanjian kerja,peraturan perusahaan,dan perjanjian kerja bersama
barangsiapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 42 ayat (2), pasal 68, pasal 69 ayat (2), pasal 80, pasal 82, pasal 88A ayat (3), pasal 88E ayat
(2), pasal 143, pasal 156 ayat (1) atau pasal 160 ayat (4) dikenai sanksi pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp.10.000.000 (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak Rp.400.000.000 (empat ratus juta rupiah) 35
C. Konsekuensi hukum yang tidak sesuai peraturan pemerintah nomor 35 tahun 2021
Pada saat terjadi pemutusan hubungan kerja yang dilakukan pengusaha maka ada konsekuensi hukum yang harus ditanggung karena menyangkut hak pekerja atau buruh langkah hukum yang bisa dilakukan oleh pekerja ketika terjadi adanya ketidak sesuain pesangon bagi pekerja yang telah diputus hubungan kerjanya maka
35 Pasal 185 ayat 1 Lembaran undang-undang nomor 11 tahun 2020 tentang cipta kerja
pekerja atau buruh dapat menyelesaikannya secara musyawarah terlebih dahulu melalui perundingan bipartid
1. Proses perundingan bipartid
sebagaimana yang ditegaskan dalam pasal 3 ayat 1 undang-undang nomor 2 tahun 2004 tentang penyelesaian perselisihan hubungan industrial bahwa “perselisihan hubungan industrial wajib diupayakan penyelesaiannya terlebih dahulu melalui perundingan bipartid secara musyawarah untuk mencapai mufakat”
Pada pasal 6 ayat 2 proses perundingan bipartid harus memuat :
a) nama lengkap dan alamat para pihak
b) tanggal dan tempat perundingan
c) pokok masalah atau alasan perselisihan
d) pendapat para pihak
e) kesimpulan atau hasil perundingan
f) tanggal serta tanda tangan para pihak yang melakukan perundingan
Penyelesaian perselisihan bipartid paling lambat dilakukan dengan jangka waktu 30 hari jika perundingan bipartid ini gagal atau pengusaha menolak untuk berunding maka salah satu pihak atau kedua belah pihak mencatatkan perselisihanya pada instansi yang bertanggung jawab dbidang ketenagakerjaan setempat dengan melampirkan bukti bahwa upaya-upaya penyelesaian melalui perundingan bipartid telah dilakukan.
Apabila bukti-bukti perundingan tidak dilampirkan maka instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan mengembalikan berkas untuk dilengkapi dengan jangka paling lama 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya pengembalian berkas namun, setelah menerima pencatatan dari salah satu pihak instansi yang bertanggung jawab dibidang ketenagakerjaan setempat wajib menawarkan kepada para pihak untuk menyepakati memilih menggunakan penyelesaian melalui konsiliasi atau melalui arbitrase.
Dalam hal perundingan bipartid jika mencapai suatu kesepakatan maka dibuat perjanjian bersama dan ditandatangani oleh para pihak. Perjanjian bersama tersebut bersifat mengikat dan menjadi hukum serta wajib dilaksanakan oleh para pihak yang bersengketa kemudian perjanjian bersama itu wajib didaftarkan oleh para pihak yang melakukan perjanjian pada pengadilan hubungan industrial pada pengadilan negeri di wilayah para pihak yang mengadakan perjanjian bersama, perjanjian bersama yang didaftarkan sebagai akta bukti pendaftaran perjanjian bersama dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari perjanjian bersama hal ini diatur pada pasal 7 undang-undang nomor 2 tahun 2004 tentang penyelesaian perselisihan hubungan industrial
Apabila perjanjian bersama tidak dilaksanakan oleh salah satu pihak maka pihak yang dirugikan dapat mengajukan permohonan eksekusi kepada pengadilan hubungan industrial pada pengadilan negeri diwilayah perjanjian bersama didaftar untuk mendapatkan penetapan eksekusi. Dalam hal pemohon eksekusi berdomisili diluar pengadilan negeri tempat pendaftaran perjanjian bersama maka pihak pemohon eksekusi dapat mengajukan permohonan
eksekusi melalui pengadilan hubungan industrial pada pengadilan negeri diwilayah domisili pemohon eksekusi untuk diteruskan ke pengadilan hubungan industrial pada pengadilan negeri yang berkompeten melaksanakan eksekusi
2. Proses penyelesaian melalui mediasi
Proses mediasi ini dilakukan oleh mediator yang berada disetiap kantor instansi yang bertanggung jawab dibidang ketenagakerjaan kabupaten atau kota adapun syarat-syarat untuk menjadi seorang mediator sebagaimana yang dijelaskan pasal 9 undang-undang nomor 2 tahun 2004 tentang penyelesaian perselisihan industrial bahwa :
a) xxxxxxx dan bertaqwa kepada tuhan yang maha esa
b) warga negara indonesia
c) berbadan sehat menurut surat keterangan dokter
d) menguasai peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan
e) berwibawa,jujur,adil dan berkelakuan tidak tercela
f) berpendidikan sekurang-kurangnya strata satu(S1)
g) syarat lain yang ditetapkan oleh menteri
sebagai seorang mediator, mediator dapat memanggil saksi atau saksi ahli untuk hadir dalam sidang mediasi guna diminta dan didengar keterangannya. Saat proses mediasi berlangsung dan telah tercapai kesepakatan penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui mediasi maka dibuat perjanjian bersama yang ditandatangani oleh para pihak yang disaksikan oleh mediator serta didaftarkan dipengadilan hubungan industrial pada pengadilan negeri
diwilayah hukum pihak-pihak mengadakan perjanjian bersama untuk mendapatkan akta bukti pendaftaran.
Namun, jika dalam proses mediasi tidak mencapai sebuah kesepakatan penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui mediasi maka sebagaimana yang tertulis pada pasal 13 ayat 2 seorang mediator harus :
a) mediator mengeluarkan anjuran tertulis
b) anjuran tertulis sebagaimana dimaksud pada huruf a dalam waktu selambat- lambatnya 10 (sepuluh) hari kerja sejak sidang mediasi pertama harus sudah disampaikan kepada para pihak
c) para pihak harus sudah memberikan jawaban secara tertulis kepada mediator yang isinya menyetujui atau menolak anjuran tertulis dalam waktu selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari kerja setelah menerima anjuran tertulis
d) pihak yang tidak memberikan pendapatnya sebagaimana huruf c dianggap menolak anjuran tertulis
e) dalam hal para pihak menyetujui anjuran tertulis sebagaimana dimaksud pada huruf a,maka dalam waktu selambat-lambatnya 3 (tiga) hari kerja sejak anjuran tertulis disetujui mediator harus sudah selesai membantu para pihak membuat perjanjian bersama untuk kemudian didaftar dipengadilan hubungan industrial pada pengadilan negeri diwilayah hukum pihak-pihak mengadakan perjanjian bersama untuk mendapatkan akta bukti pendaftaran.
Pendafataran perjanjian bersama dipengadilan hubungan industrial pada pengadilan negeri apabila perjanjian bersama pada pasal 13 ayat 2 huruf e tidak dilaksanakan oleh salah satu pihak maka pihak yang dirugikan dapat mengajukan permohonan eksekusi kepada pengadilan hubungan industrial pada pengadilan negeri diwilayah perjanjian bersama didaftar untuk mendapat penetapan eksekusi. Bagi pemohon eksekusi yang berdomisili diluar wilayah hukum pengadilan hubungan industrial pada pengadilan negeri tempat pendaftaran perjanjian bersama maka pemohon eksekusi dapat mengajukan permohonan eksekusi melalui pengadilan hubungan industrial pada pengadilan negeri diwilayah domisili pemohon eksekusi untuk diteruskan ke pengadilan hubungan industrial pada pengadilan negeri yang berkompeten melaksanakan eksekusi
3. Proses penyelesaian melalui konsiliasi
Penyelesaian perselisihan melalui konsilisasi dilakukan oleh konsiliator yang terdaftar pada kantor instansi yang bertanggung jawab dibidang ketenagakerjaan kabupaten atau kota adapun syarat-syarat menjadi seorang konsiliator menurut pasal 19 ayat 1 yaitu :
a) xxxxxxx dan bertaqwa kepada tuhan yang maha esa
b) warga negara indonesia
c) berumur sekurang-kurangnya 45 tahun
d) pendidikan minimal lulusan strata satu (S-1)
e) berbadan sehat menurut surat keterangan dokter
f) berwibawa,jujur,adil dan berkelakuan tidak tercela
g) memiliki pengalaman dibidang hubungan industrial sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun
h) menguasai peraturan perundang-undangan dibidang ketenagakerjaan
i) syarat lain yang ditetapkan oleh menteri
dalam proses penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui konsiliasi dan mencapai kesepakatan maka dibuat perjanjian bersama yang ditandatangani oleh para pihak dan disaksikan oleh konsiliator dan didaftarkan di pengadilan hubungan industrial pada pengadilan negeri diwilayah hukum pihak-pihak mengadakan perjanjian bersama untuk mendapatkan akta bukti pendaftaran. Namun, jika tidak tercapai kesepakatan penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui konsiliasi maka 36:
a) konsiliator mengeluarkan anjuran tertulis
b) anjuran tertulis sebagaimana yang dimaksud pada huruf a dalam waktu selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari kerja sejak sidang konsiliasi pertama harus disampaikan kepada para pihak
c) para pihak harus sudah memberikan jawaban secara tertulis kepada konsiliator yang isinya menyetujui atau menolak anjuran tertulis dalam waktu selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari kerja setelah menerima anjuran tertulis
d) pihak yang tidak memberikan pendapatnya sebagaimana dimaksud dalam huruf c dianggap menolak anjuran tertulis
e) dalam hal para pihak menyetujui anjuran tertulis sebagimana dimaksud huruf a maka dalam waktu selambat-lambatnya 3 (tiga) hari kerja sejak anjuran tertulis disetujui, konsiliator harus sudah selesai membantu para pihak membuat perjanjian bersama untuk kemudian didaftar dipengadilan hubungan industrial pada pengadilan negeri diwilayah pihak-pihak mengadakan perjanjian bersama untuk mendapatkan akta bukti pendaftaran
Pada pendaftaran perjanjian bersama dipengadilan hubungan industrial pada pengadilan negeri. Perjanjian yang telah didaftar diberikan akta bukti pendaftaran dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari perjanjian bersama. Apabila perjanjian bersama tidak dilaksanakan oleh salah satu pihak maka pihak yang dirugikan dapat mengajukan permohonan eksekusi dipengadilan hubungan industrial pada pengadilan negeri diwilayah perjanjian bersama di daftar untuk mendapat penetapan eksekusi.
dalam hal pemohon eksekusi berdomisili diluar wilayah hukum pengadilan hubungan industrial pada pengadilan negeri tempat pendaftaran perjanjian bersama maka pemohon eksekusi dapat mengajukan permohonan eksekusi melauli pengadilan hubungan industrial pada pengadilan negeri diwilayah domisili pemohon eksepsi dan selanjutnya diteruskan ke pengadilan hubungan industrial pada pengadilan negeri yang berkompeten melaksanakan eksekusi37 konsiliator menyelesaikan tugasnya dalam waktu selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak menerima permintaan penyelesaian perselisihan
4. penyelesaian melalui arbitrase
penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui aribtrase menggunakan arbiter dilakukan atas dasar kesepakatan para pihak yang berselisih. Kesepakatan para pihak yang berselisih harus dinyatakan secara tertulis dalam surat perjanjian arbitrase, dibuat rangkap 3 (tiga) dan masing-masing pihak mendapatkan 1 (satu) yang mempunyai hukum yang sama isi surat perjanjian arbitrase memuat38 :
a) nama lengkap dan alamat atau tempat kedudukan para pihak yang berselisih
b) pokok-pokok persoalan yang menjadi perselisihan dan yang diserahkan kepada arbitrase untuk diselesaikan dan diambil putusan
c) jumlah arbiter yang disepakati
d) pernyataan para pihak yang berselisih untuk tunduk dan menjalankan keputusan arbitrase
e) tempat tanggal pembuatan surat perjanjian dan tanda tangan para pihak yang berselisih
dalam hal penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui arbitase seorang arbiter wajib menyelesaikan perselisihan hubungan industrial dalam jangka waktu selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja sejak penandatanganan surat perjanjian arbiter atas kesepakatan para pihak seorang arbiter juga berwenang untuk memperpanjang jangka waktu penyelesaian perselisihan hubungan industrial 1 (satu) kali perpanjangan selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kerja apabila dalam penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui oleh arbiter mencapai
perdamaian maka arbiter atau majelis arbiter wajib membuat aka perdamaian yang ditandatangani oleh para pihak yang berselisih dan arbiter atau majelis arbiter. Akta perdamaian didaftarkan dipengadilan hubungan industrial pada pengadilan negeri di wilayah arbiter mengadakan perdamaian pada putusan arbitrase mempunyai kekuatan hukum yang mengikat para pihak yang berselisih dan merupakan putusan yang bersifat akhir dan tetap hal ini diatur pada pasal 51 ayat 1.
Berdasarkan uraian diatas merupakan prosedur hukum yang dilakukan oleh pengusaha atau pekerja/buruh ketika terjadi ketidak sesuaian konsekuensi hukum yang berlaku pada peraturan pemerintah nomor 35 tahun 2021 tentang perjanjian kerja waktu tertentu,alih daya, waktu kerja dan waktu istirahat dan pemutusan hubungan kerja
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan
1. pengaturan mengenai pemutusan hubungan kerja diatur pada peraturan pemerintah nomor 35 tahun 2021 dimana sebelum melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh pengusaha harus memiliki hubungan perjanjian kerja terlebih dahulu, perjanjian kerja dalam hubungan kerja dibuat secara tertulis atau lisan. sehingga saat terjadi pemutusan hubungan kerja maka pengakhiran itu sesuai dengan hukum yang berlaku sehingga ada konsekuensi hukum yang ditanggung oleh pengusaha
2. konsekuensi atas pemutusan hubungan kerja yang dilakukan oleh pengusaha terhadap pekerja/buruh maka pekerja/buruh dengan status pegawai kontrak atau perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) berhak mendapatkan uang kompensasi sesuai dengan masa kerjanya, namun bagi pekerja/buruh dengan status perjanjian kerja waktu tidak tertentu (PKWTT) berhak mendapatkan uang pesangon,uang penggantian hak dan uang penghargaan masa kerja, namun ketika terjadi ketidak sesuaian pemberian uang kompensasi dan pesangon maka pekerja/buruh dapat menyelesaikannya dengan perundingan bipartid dan tripartid. Dan jika gagal maka kedua belah pihak dapat menyelesaikannya dengan cara mediasi,konsiliasi dan arbitrase
59
60
B. SARAN
1. saran saya kepada pemerintah seharusnya pemerintah ini lebih mewajibkan perjanjian tertulis terhadap pekerja/buruh dengan status kontrak atau perjanjian kerja waku tertentu (PKWT) pada peraturan pemerintah nomor 35 tahun 2021 pasal 2, karena dapat mempermudah perhitungan masa kerja pekerja pada pengusaha ketika terjadi pemutusan hubungan kerja hal ini juga mengantisipasi jika terjadi perbedaan pendapat maka perjanjian tertulis dapat menjadi bukti yang sah. jika hanya berupa lisan saja sangat rentan terjadi perbedaan penafsiran masing-masing pihak sesuai kepentingannya dan akan sulit dibuktikan
2. ketika pengusaha melakukan pemutusan hubungan kerja seharusnya pengusaha ini berkewajiban untuk memberikan uang kompensasi atau uang pesangon sesuai dengan peraturan pemerintah nomor 35 tahun 2021 pada saat diputus hubungan kerjanya sehingga kedepannya agar tidak timbul permasalahan mengenai jumlah uang kompensasi ataupun uang pesangon yang diterima pekerja/buruh saat terjadi phk
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku
Lalu husni, pengantar hukum keteagakerjaan indonesia, cetakan II jakarta,rajawali pers,2001
Xxxxxxxx xxxxxxxx, 1985 penelitian hukum normatif suatu tinjauan singkat, CV rajawali, jakarta
X.X Xxxxxxxxxx,perjanjian kerja. Jakarta,sinar grafika 2008
Xxx xxxxxxxx xxxxxxxxx, pedoman penyelesaian PHK,jakarta,praninta offset,2007 B,xxxxxxxx xxxxxxxxxxxxxxx, menajemen tenaga kerja indonesia,pendekatan
administratif dan operasional,jakarta,Pt,bumi aksara,2005 Xxxx xxxxxxxxxx, hukum ketenagakerjaan, pustaka setia bandung 2013
Prof,R,xxxxxxx,S.H & R.xxxxxxxxxxxxx,kitab undang-undang hukum perdata burgerlijk wetboek,Pt balai pustaka,bandung september 1992
Lalu husni,pengantar hukum ketenagakerjaan, rajawali pers, Jakarta, 2001
F.X. Djumaialdi, perjanjian kerja jakarta.sinar grafika cet,ke-1, 2005
D.Xxxxx H.xxxxxxxxxx, PHK dan pesangon karyawan, yogyakarta.pustaka yustisi cet-ke 1,2007
Xxxxx xxxxxx, pengaturan pemutusan hubungan kerja (PHK) menurut undang- undang ketenagakerjaan, Xxxx xxxxxxxxxx, hubungan industrial sebuah pengantar, yogyakarta,BPFE yogyakarta,2002
Lalu husni, 2006 hukum ketenagakerjaan indonesia, PT raja grafindo persada, jakarta
Xxxx xxxxxx, pengertian PHK-larangan dan jenis pemutusan hubungan kerja
Xxxxxx s,s soemadipradja, penjelasan hukum tentang keadaan memaksa,jakarta,nasional legal reform program,2010
B. Peraturan perundang-undangan
Undang-undang nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan
Undang-undang nomor 2 tahun 2004 tentang penyelesaian perselisihan indutrial Undang-undang nomor 11 tahun 2020 tentang cipta kerja
Peraturan menteri ketenagakerjaan nomor 14 tahun 2020 tentang pedoman pemberian bantuan pemerintah berupa subsidi gaji/upah
Peraturan pemerintah nomor 35 tahun 2021 tentang perjanjian kerja waktu tertentu,alih daya, waktu kerja dan waktu istirahat dan pemutusan hubungan kerja
Peraturan pemerintah nomor 36 tahun 2021 tentang pengupahan
Peraturan pemerintah nomor 37 tentang penyelenggara program jaminan kehilangan pekerjaan
C. Jurnal
Xxxx xxxxxxx,mewujudkan hukum berkeadilan secara progresif perspektif pancasila, jurnal al-ahkam, volume 2 nomor 2, 2017
Jalaludin, hakikat dan fungsi peraturan perundang-undangan sebagai batu uji kritis terhadap gagasan pembentukan perda yang baik, jurnal aktualita, volume 6 nomor 3,2011
Xxx xxxxxxxx, keberadaan uang pesangon dalam pemutusan hubungan kerja demi hukum di perusahaan yang sudah menyelenggarakan program jaminan pensiunan, jurnal ilmiah fakultas hukum universitas udayana kertha patrika volume 38 nomor.1 2016
Xxxxxxxx xxxxxxx xxxxxxx, kajian hukum penetapan uang pesangon ditinjau dari undang-undang nmor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, jurnal lex et societatis, vol,5 no,7 2017
Xxxxx xxxxx afifah,didha narin aiza,dan xxxxx xxxxxxxx gawi, tinjauan yuridis pasal
59 peraturan pemerintah nomor 35 tahun 2021 mengenai ketentuan pesangon bagi pekerja umkm berdasarkan asas perlindungan pekerja, jurnal hukum lex generalis,vol.2 no.5 2021
Xxxxxxxxx xxxxxxxx, tinjauan yuridis pelaksanaan pemutusan hubungan kerja (PHK) secara sepihak oleh perusahaan menurut undang-undang nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan,jurnal ilmu hukum legal opinion volume 3,2015,
(xxxxxxxxxxxxx.xxx)
D. Lain-lain
Xxxxxxxx, pengertian buruh (xxxx://xxx.xxxxxxxx.xxx/xxxx-000000-xxxxx.xxxx).
Brankas everest pemutusan hubungan kerja,xxxxx://xxxxxxxxxxxxxx.xxxxxxxxx.xxx/xxxxxxx/xxxxxxxxx-xxxxxxxx- kerja/
Artikel. Pengertian tenaga kerja xxxxx://xxx-xxxxxxxx- xxx.xxx.xxxxxxxxxx.xxx/x/x/xxx.xxxxxxxx.xxx/xxxxxxxx/xxxxxxxxxx- ketenagakerjaan/amp/?amp_js_v=a6&_gsa=1&usqp=mq331AQKKA FQArABIIACAw%3D%3D#aoh=16497435239111&referrer=https%3A% 2F%0Xxxx.xxxxxx.xxx&_tf=Dari%20%251%24s&share=https
%3A%2F%0Xxxx.xxxxxxxx.xxx%2Fliterasi%2Fpengertian- ketenagakerjaan%0XXxxxxxxx.xxx
xxxxx://xxx.xxxxxx.xxx/xxxxxxxxxx-xxxxxxxxx-xxxxxxxx-xxxxxxx-xxxxxxxx- dalam-penelitian- hukum/#:~:text=Pendekatan%20historis%20(historical%20approach)%20 adalah,dalam%20sebuah%20peraturan%20perundang%2Dundangan