MANAJEMEN DAN KINERJA RANTAI PASOK JAGUNG
MANAJEMEN DAN KINERJA RANTAI PASOK JAGUNG
A ARGA XXXX XXXXXXXX G211 16 526
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS DEPARTEMEN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR
2022
1
MANAJEMEN DAN KINERJA RANTAI PASOK JAGUNG
X.Xxxx Xxxx Xxxxxxxx G2116526
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian
pada
Program Studi Agribisnis Departemen Sosial Ekonomi Pertanian
Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin Makassar
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS DEPARTEMEN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR
2022
PANITIA UJIAN SARJANA DEPARTEMEN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS HASANUDDIN
JUDUL : MANAJEMEN DAN KINERJA RANTAI PASOK JAGUNG NAMA : A. ARGA XXXX XXXXXXXX
STAMBUK : G211 16 526
SUSUNAN PENGUJI
Dr. Ir. Heliawaty, X.Xx.
Ketua Sidang
Ir. A. Xxxxxxxx, X.Xx.
Anggota
Xx. X. Xxxxx Xxxxxxxxxx, S.P., X.Xx.
Anggota
Ni Made Viantika S., S.P., M.Agb.
Anggota
Tanggal Ujian: 28 April 2022
ABSTRAK
A. ARGA XXXX XXXXXXXX. Manajemen dan Kinerja Rantai Pasok Jagung. Dibimbing oleh HELIAWATY dan X. XXXXXXXX.
Moncongloe merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Maros yang daerahnya didominasi oleh sektor pertanian, salah satu potensi yang menonjol untuk tanaman pangan adalah komoditas jagung. Gambaran umum rantai pasok jagung pakan yang terjadi di Desa Moncongloe Bulu ialah proses penyaluran jagung tersebut dimulai dari produsen awal hingga sampai ke tangan konsumen dimana terdiri dari lebih satu jaringan rantai pasok yang teridentifikasi. Meskipun saluran rantai pasok sudah ada namun belum dipastikan tingkat efisien kinerjanya. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui manajemen rantai pasok dan menganalisis kinerja rantai pasok pada komoditas jagung di Desa Moncongloe Bulu, Kecamatan Moncongloe, Kabupaten Maros, Provinsi Sulawesi Selatan. Jenis penelitian adalah kuantitatif kualitatif dengan menggunakan metode analisis Food Supply Chain Networking (FSCN) dan Data Envelopment Analysis (DEA) untuk mengetahui manajemen dan analisis kinerja rantai pasok.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi manajemen rantai pasok jagung di Desa Moncongloe Bulu, Kecamatan Moncongloe, Kabupaten Maros kurang baik dikarenakan aliran produk pada indikator kesesuaian waktu pengiriman dikategorikan kurang lancar. Aliran finansial pada indikator ketepatan waktu dan harga jual yang ditetapkan dikategorikan kurang lancar. Aliran informasi pada indikator arus informasi masih lemah. Efisiensi kinerja rantai pasok jagung Desa Moncongloe Bulu mencapai rata-rata 78,95% dimana nilai efisien ditingkat petani sebanyak 22 orang dari 30 petani dan nilai efisien di tingkat pedagang sebanyak 5 pedagang dari 8 pedagang dalam rantai pasok jagung Desa Moncongloe Bulu. Saluran pertama rantai pasok jagung di Desa Moncongloe Bulu memiliki nilai kinerja 61,5% efisien, saluran kedua memiliki nilai kinerja sebesar 72,7% efisien, dan saluran ketiga memiliki nilai kinerja mencapai 100% efisien.
Kata Kunci: Xxxxxx, Manajemen Rantai Pasok, Kinerja Rantai Pasok, FSCN, dan DEA.
ABSTRACT
A. ARGA XXXX XXXXXXXX. Management and Performance Corn Supply Chain. Supervised by XXXXXXXXX and X. XXXXXXXX
Xxxxxxxxxxx is one of the sub-districts in Maros Regency whose area is dominated by the agricultural sector, one of the potential commodities for food crops is corn. The general description of the feed corn supply chain that occurs in Moncongloe Bulu Village is the process of distributing corn from the producer to the consumer, through more than one identified supply chain network. Although supply chain channels already exist, their efficiency level has not been determined. This study aims to determine supply chain management and to analyze supply chain performance on corn commodities in Moncongloe Bulu Village, Moncongloe District, Maros Regency, South Sulawesi Province. This research is both quantitative and qualitative, using Food Supply Chain Networking (FSCN) and Data Envelopment Analysis (DEA) methods to understand the management and analysis of supply chain performance.
The results showed that the condition of corn supply chain management in Moncongloe Bulu Village, Moncongloe District, Maros Regency was not good because the product flow on the delivery time suitability indicator is categorized as substandard. Financial flows on the indicators of timeliness and set selling price are categorized as substandard. The flow of information on the information flow indicator is low. The efficiency of the corn supply chain performance in Moncongloe Bulu Village reached an average of 78.9 percent, with 22 out of 30 farmers being efficient and 5 out of 8 traders being efficient. In Moncongloe Bulu Village, the first channel of the corn supply chain has a performance value of 61.5 percent efficient, the second channel has a performance value of 72.7 percent efficient, and the third channel has a performance value of 100 percent efficient.
Keywords : Corn, Supply Chain Management, Supply Chain Performance, FSCN, DEA
RIWAYAT HIDUP PENULIS
X.Xxxx Xxxx Xxxxxxxx dilahirkan di Batangase, Kecamatan Mandai, Kabupaten Maros, Provinsi Sulawesi Selatan pada tanggal 8 Mei 1996 merupakan anak ketiga dari Bapak (Alm) A.Abd. Xxxxx dan Xxx Xxxxxxxxxx dari tiga bersaudara. Penulis telah menempuh beberapa pendidikan formal yaitu:
1. SDN 6 Bontoa (2002-2008)
2. SMPN 1 Mandai (2008-2011)
3. SMAN 1 Maros (2011-2014)
Selanjutnya penulis dinyatakan lulus di Perguruan Tinggi Universitas Xxxxxx Xxxxxxxxxx (UNHAS) melalui jalur non subsidi (2016) pada Program Studi Agribisnis, Departemen Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian untuk jenjang pendidikan
Strata Satu (S1). Selama menempuh pendidikan di UNHAS, penulis aktif dalam dunia akademik. Selain aktif dalam dunia akademik, penulis juga bergabung dalam organisasi lingkup Departemen Sosial Ekonomi Pertanian sebagai anggota Mahasiswa Peminat Sosial Ekonomi Pertanian (MISEKTA) dan juga tercatat sebagai demisioner Kepala Bidang Sumber Daya Manusia (Kabid SDM) periode 2018-2019. Selain itu, penulis juga turut aktif mengikuti seminar-seminar mulai dari tingkat regional, nasional hingga ke tingkat internasional.
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang telah memberikan Rahmat dan Karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini dengan judul “Manajemen dan Kinerja Rantai Pasok Jagung” dibawah bimbingan Dr. Ir. Xxxxxxxxx, X.Xx. dan Ir. A. Amrullah, X.Xx. Skripsi ini sebagai tugas akhir dan syarat untuk mendapat gelar sarjana (S1) pada Program Studi Agribisnis, Departemen Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin.
Dengan selesainya skripsi ini, tidak terlepas dari bantuan banyak pihak yang telah membantu dan memberikan masukan-masukan kepada penulis. Untuk itu penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang terlibat. Semoga segala kebaikan bernilai pahala.
Penulis menyadari bahwa selama penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari berbagai hambatan dan kesulitan, menyadari keterbatasan kemampuan yang penulis miliki, dengan penuh rendah hati penulis mengakui bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, segala kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan skripsi ini. Sekian dan terima kasih.
Makassar, 28 April 2022
Penulis,
PERSANTUNAN
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang telah memberikan kelancaran dan kemudahan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul “Manajemen dan Kinerja Rantai Pasok Jagung”. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini tidak akan terselesaikan dengan baik tanpa bantuan dari berbagai pihak, baik bantuan moril maupun materil. Pada kesempatan ini penulis ingin menghaturkan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada orang-orang yang terlibat dalam penelitian dan penyusunan skripsi ini. Skripsi ini penulis persembahkan sebagai rasa cinta kepada alm. Xxxxxxxx Xxx.Xxxxx dan Ibunda Xxxxxxxxxy, dengan penuh kerendahan hati penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tak terhingga karena telah telah memotivasi, membesarkan, mendidik, merawat dengan penuh kasih sayang, kesabaran, ketulusan dan keikhlasan serta lantunan doa yang senantiasa dipanjatkan. Semoga tulisan ini dapat menjadi kebanggan bagi Ayah dan Ibu. Tidak sedikit kendala yang penulis hadapi dalam proses penelitian hingga penyusunan skripsi. Namun, dengan tekad yang kuat serta dukungan dari berbagai pihak, maka kendala tersebut dapat teratasi dengan baik. Tanpa mengurangi rasa hormat kepada mereka yang tidak dapat disebutkan satu-persatu, melalui kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih terdalam dan setinggi-tingginya kepada:
1. Ibu Xx.Xx. Heliawaty, X.Xx. selaku pembimbing utama, terima kasih banyak atas didikan, pengalaman, waktu, ilmu, doa dan saran mengenai berbagai hal. Meski ditengah kesibukan senantiasa meluangkan waktunya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis memohon maaf atas segala kekurangan dan kesalahan yang membuat kecewa, baik saat perkuliahan maupun selama proses bimbingan dan penyusunan skripsi ini. Penulis berharap semoga ibu senantiasa diberkahi dan dilindungi oleh Allah SWT.
2. Bapak Ir. A. Xxxxxxxx, M,Si. selaku dosen pembimbing kedua, terima kasih atas waktu dan ilmunya, serta senantiasa selalu sabar dalam membimbing dan memberikan masukan terhadap penulis. Penulis memohon maaf atas segala kekurangan yang membuat kecewa, kesalahan dan tingkah laku yang kurang berkenan selama ini, baik saat perkuliahan maupun penyusunan skripsi ini. Semoga bapak senantiasa berada dalam kesehatan dan lindungan Allah SWT.
3. Ibu Xx. X. Xxxxx Xxxxxxxxxx, S.P., X.Xx. dan Ibu Ni Made Viantika S. S.P., X.Xxx. selaku penguji yang telah memberikan kritik serta saran guna perbaikan penyusunan skripsi ini. Penulis memohon maaf atas kesalahan dan tingkah laku yang kurang berkenan selama ini, baik saat perkuliahan maupun penyusunan skripsi ini. Semoga ibu senantiasa berada dalam lindungan Allah SWT.
4. Xxxxx Xxxxxx Xxxxxxxxx, S.P., X.Xx. selaku panitia seminar proposal dan Bapak Xx. Xxxxx M. Xxxxx, S.P, X.Xx. selaku panitia ujian akhir, terima kasih banyak telah meluangkan waktunya untuk mengatur jadwal seminar serta petunjuk dalam penyempurnaan tugas akhir ini. Terima kasih atas dukungan dan motivasi dan berkenan membantu ketika penulis bertanya mengenai hal-hal yang kurang atau bahkan tidak penulis pahami. Semoga bapak senantiasa diberkahi dan dilindungi oleh Allah SWT.
5. Ibu Xx. X. Xxxxx Xxxxxxxxxx, S.P., X.Xx., selaku Ketua Departemen dan Penasehat Akademik, serta Bapak Xx. Xxxxx M. Xxxxx, S.P., X.Xx. selaku sekretaris Departemen Sosial Ekonomi Pertanian yang telah banyak memberikan semangat, pengetahuan,
mengayomi, dan memberikan teladan selama penulis menempuh pendidikan. Semoga ibu dan bapak senantiasa diberkahi dan dilindungi oleh Allah SWT.
6. Bapak Dr. Ir. Muh. Xxxxx Xxxxx, S.P., X.Xx. selaku Wakil Dekan Bidang Akademik, Riset, dan Inovasi Fakultas Pertanian yang telah banyak memberikan semangat, ilmu, mengayomi dan memberikan kelancaran dalam urusan administrasi keperluan tugas akhir selama penulis menempuh pendidikan. Semoga Bapak senantiasa diberkahi dan dilindungi oleh Allah SWT.
7. Bapak dan Ibu dosen, khususnya Program Studi Agribisnis Departemen Sosial Ekonomi Pertanian, yang telah mengajarkan banyak ilmu dan memberikan dukungan serta teladan yang baik bagi penulis selama menempuh pendidikan.
8. Seluruh staf dan pegawai Departemen Sosial Ekonomi Pertanian dan Fakultas Pertanian terkhusus Pak Xxxxx, Kak Ima, Kak Cica, dan Pak Anca yang telah membantu penulis dalam proses administrasi untuk penyelesaian tugas akhir ini.
9. Teristimewa pula buat, Xxxx Xxxxxx Sari X.X, Xxxxxxxx Mawaddah Xxxxx X.X, Xxxxx Xxxxxxxxx S.P, Xxxxx Xxxxxxxxx Xxxxxxxx S.P, Fitri Anugrah Xxxx, Xxxxx Xxx. Xxxxxx S.P, Bima Xxxxxxxxx Xxxxxxx S.P, Xxxxx Xxx Xxxxx X.X, Xxxxxx S.P, dan Xxxxxx Xxx Xxxxx S.P., yang telah menjadi teman berdiskusi dan berbagi pandangan terkait penelitian ini. Terima kasih telah meluangkan waktu dan bersedia membantu dari awal hingga akhir penyusunan skripsi ini. Terima kasih telah menjadi pendengar yang baik, juga atas segala bantuan, semangat dan motivasinya kepada penulis dalam proses penulisan skripsi ini. Terima kasih untuk segala pengalaman dan kisah perjuangan sarjana selama 5 tahun ini yang mengukir banyak pelajaran untuk kehidupan penulis.
10. Keluarga Besar Mahasiswa Agribisnis Angkatan 2016 (MASA6ENA). Terima kasih telah menjadi saudara dan keluarga baru. Terima kasih atas cerita, ilmu, pengalaman, tawa, dan tangis yang telah terukir. Kebersamaan yang tidak akan penulis lupakan, semoga kita semua mencapai keberhasilan kita masing-masing dengan cara yang indah.
11. Kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan yang tak mampu penulis sebutkan satu-persatu. Terima kasih banyak. Demikianlah dari penulis, semoga segala pihak yang secara langsung maupun tidak langsung telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, semoga Allah membalas segala kebaikan kita semua.
Makassar, 28 April 2022
Penulis,
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL i
HALAMAN JUDUL ii
HALAMAN PENGESAHAN iii
HALAMAN PERSETUJUAN iv
Deklarasi v
ABSTRAK vi
ABSTRAK vii
RIWAYAT HIDUP viii
PRAKATA ix
PERSANTUNAN x
DAFTAR ISI xii
DAFTAR TABEL xvi
DAFTAR GAMBAR xvii
DAFTAR LAMPIRAN xviii
1.4 Manfaat Penelitian 5
2.1 Rantai Pasok (Supply Chain) 6
2.2 Manajemen Rantai Pasok 11
2.3 Food Supply Chain Network (FSCN) 13
2.4.1 Supply Chain Operation References (SCOR) 15
2.4.2 Data Envelopment Analysis (DEA) 18
3. METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian 25
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 25
3.3 Jenis dan Sumber Data Penelitian 25
3.4 Metode Pengumpulan Data 26
3.5 Populasi dan Sampel Penelitian 26
3.6 Analisis Data 27
3.6.1 Analisis Kondisi Manajemen Rantai Pasok melalui Food Supply Chain Networking (FSCN) 27
3.6.2 Pengukuran Kinerja Rantai Pasok melalui Data Envelopment
Analysis (DEA) 28
3.7 Defenisi Operasional Penelitian 29
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum 31
4.1.1 Latar dan Luas 31
4.1.2 Topografi 31
4.1.3 Tanah 31
4.1.4 Suhu/Kelembaban 31
4.1.5 Jumlah Penduduk 31
4.1.6 Penggunaan, Status dan Populasi Ternak 32
4.1.7 Kelembagaan 32
4.1.8 Fasilitas Umum 33
4.1.9 Aksebilitas 33
4.1.10 Jumlah Kelompok dan Anggotanya 33
4.1.11 Hasil Produksi 33
4.2 Karakteristik Responden 34
4.2.1 Karakteristik Responden Menurut Usia 34
4.2.2 Karakteristik Responden Menurut Tingkat Pendidikan 35
4.2.3 Karakteristik Responden Menurut Pengalaman Usaha 36
4.2.4 Karakteristik Responden Menurut Xxxx Xxxxx 36
4.3 Manajemen Rantai Pasok 37
4.3.1 Sasaran Rantai Pasok 37
4.3.2 Struktur Rantai Pasok 40
4.3.3 Sumber Daya Rantai Pasok 49
4.3.4 Proses Bisnis Rantai Pasok 54
4.3.5 Manajemen Rantai 62
4.6 Kinerja Rantai Pasok 68
4.6.1 Pengukuran Kinerja Petani pada Rantai Pasok 68
4.6.2 Pengukuran Kinerja Pedagang pada Rantai Pasok 72
5. PENUTUP
5.1 Kesimpulan 75
5.2 Saran 75
DAFTAR PUSTAKA 76
DAFTAR TABEL
Tahun 2018 ................................................................................................. | 3 | |
Tabel 3 | Kartu Bobot Penilaian SCOR Supply Chain Council Version 10.0 ........... | 17 |
Tabel 4 | Penelitian Terdahulu ................................................................................... | 21 |
Tabel 1 Luas Panen, Produksi, Komoditi Jagung Kabupaten Maros 2018 .............. 3 Tabel 2 Luas Panen, Produksi, Komoditi Jagung Kecamatan Moncongloe
Tabel 5 Perhitungan Metrik-Metrik Output Input untuk Model SCOR 28
Tabel 6 Karakteristik Responden Pelaku Rantai Pasok Jagung Mneurut Usia,
Tahun 2022 34
Tabel 7 Karakteristik Responden Pelaku Rantai Pasok Jagung Menurut
Pendidikan, Tahun 2022 35
Tabel 8 Karakteristik Responden Menurut Pengalaman Usaha 36
Tabel 9 Rata-rata Luas Lahan Petani Jagung di Desa Moncongloe Bulu,
Tahun 2022 36
Tabel 10
Tabel. 10 Penilain Manajemen Rantai Pasok masing-masing saluran 68
Tahun 2022 ................................................................................................
Tabel 11 Rekapitulasi Nilai Variabel Input dan Output Petani pada Rantai Pasok
Jagung, Tahun 2022 69
Tabel 12 Rekapitulasi Nilai Variabel Input dan Output Pedagang pada Rantai Pasok Jagung, Tahun 2022 72
xvi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Produksi, Konsumsi, Neraca Jagung Indonesia Tahun 1
2016-2021..........................................................................................
Gambar 2 Kontribusi Produksi Jagung di Indonesia Tahun 2013-2017 (%) 2
Dikelola ............................................................................................. | ||
Gambar 4 | Mata Rantai Supply Chain ................................................................ | 8 |
Gambar 5 | Aliran Material, Informasi, dan Finansial dalam SCM ..................... | 12 |
Gambar 6 | Kerangka Food Supply Chain Networking (FSCN) ......................... | 13 |
Gambar 7 | Proses Inti dalam SCOR ................................................................... | 16 |
Gambar 8 | Kerangka Pikir .................................................................................. | 24 |
Gambar 3 Simplifikasi Model Supply Chain dan 3 Macam Aliran yang 6
Gambar 9 Struktur Anggota Rantai Pasok Jagung di Desa Moncongloe Bulu, 37 Tahun 2022 ......................................................................................
Gambar 10 Struktur Anggota Primer dan Anggota Sekunder di Desa 40
Moncongloe Bulu, 2022 ....................................................................
Gambar 11 Pola Aliran Produk, Aliran Finansial, dan Aliran Informasi Rantai 56
Pasok Jagung di Desa Moncongloe Bulu, 2022 ................................
Gambar 12 Rekapitulasi Efisiensi Kinerja Rantai Pasok Petani Jagung, 71
Tahun 2022 .......................................................................................
Gambar 13 Rekapitulasi Efisiensi Kinerja Rantai Pasok Pedagang Jagung, 74
Tahun 2022 .......................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN
No. Teks
Lampiran 1 Identitas Petani Jagung di Desa Moncongloe Bulu, Kecamatan Moncongloe, Kabupaten Maros, Provinsi Sulawesi Selatan, 2022.
Lampiran 2. Identitas Pedagang Jagung Petani Moncongloe Bulu, 2022. Lampiran 3. Rincian Nilai Kinerja Kecepatan Tanggapan Anggota Rantai Pasok
Jagung Desa Moncongloe Bulu, 2022.
Lampiran 4. Rincian Nilai Kinerja Fleksibilitas Anggota Rantai Pasok Jagung Desa Moncongloe Bulu, 2022.
Lampiran 5. Rincian Nilai Kinerja Biaya Anggota Rantai Pasok Jagung Desa Moncongloe Bulu, 2022.
Lampiran 6. Rincian Nilai Kinerja Aset Petani Rantai Pasok Jagung Desa Moncongloe Bulu, 2022.
Lampiran 7. Rincian Nilai Kinerja Aset Pedagang Rantai Pasok Jagung Desa Moncongloe Bulu, 2022.
Lampiran 8. Rincian Nilai Kinerja Realibilitas Anggota Rantai Pasok Jagung Desa Moncongloe Bulu, 2022.
Lampiran 9. Xxxxx Xxxxxxx Output dan Input Kinerja Petsni Jagung Desa Moncongloe Bulu, 2022.
Lampiran 10. Xxxxx Xxxxxxx Output dan Input Kinerja Pedagang Jagung Desa Moncongloe Bulu, 2022.
Lampiran 11. Dokumentasi Penelitian Bersama Responden
1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pertanian menjadi sumber pangan serta sumber mata pencaharian sehingga termasuk dalam salah satu sektor ekonomi penghasil devisa negara. Subsektor tanaman pangan merupakan salah satu pembangunan sektor pertanian yang bertujuan untuk mencapai swasembada pangan sehingga terjadi peningkatan produksi dan peningkatan pendapatan petani. Selain itu, pembangunan pertanian berupaya dalam pengentasan kemiskinan seperti menciptakan lapangan pekerjaan, peningkatan nilai tambah komoditi, daya saing komoditi, hingga dapat mencapai kesejahteraan masyarakat (Marrissa, 2018).
Salah satu komoditas pertanian strategis yang bernilai ekonomis serta mempunyai peluang untuk dikembangkan karena kedudukannya sebagai sumber utama karbohidrat dan protein selain beras ialah jagung. Xxxxxxx (2018) menjelaskan bahwa jagung merupakan salah satu dari tiga komoditas pangan utama yakni setelah padi dan kedelai yang direncanakan sebagai sasaran utama dalam tercapainya swasembada. Jagung memiliki berbagai manfaat tidak hanya sebagai bahan pangan masyarakat tetapi juga untuk makanan olahan, industri tepung, dan industri pakan ternak. Indonesia merupakan produsen jagung terbesar di ASEAN dengan angka produksi 19,6 juta ton/tahun (BPS, 2015).
Berdasarkan data Kementerian Pertanian (2018) produksi jagung Indonesia (Angka Ramalan I) pada 2018 seberat 30,56 juta ton dengan luas lahan panen 5,73 juta hektare (ha). Alhasil, produktivitas jagung nasional tahun lalu seberat 52,41 kuintal/ha. Luas lahan panen jagung tahun tahun lalu diperkirakan meningkat 5,66% dari tahun sebelumnya sementara produksinya hanya tumbuh 3,64%. Alhasil, produktivitas jagung nasional hanya tumbuh 0,27% dari tahun sebelumnya. Berikut ini grafik produksi, konsumsi, dan neraca jagung (2016-2021).
Gambar 1. Produksi, Konsumsi, Neraca Jagung Indonesia Tahun 2016-2021.
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian (Pusdatin) Sekretariat Jenderal Kementerian Pertanian memproyeksikan neraca jagung hingga 2021 mencatat surplus. Produksi jagung tahun ini diprediksi akan mencapai 28,61 juta ton atau naik 2,35% dari tahun
sebelumnya dan akan terus meningkat menjadi 32,65 juta ton pada 2021. Sementara konsumsi jagung pada tahun ini diprediksi mencapai 20,35 juta ton. Jumlah tersebut terdiri dari konsumsi bakan pakan ternak 14,27 juta ton dan konsumsi rumah tangga serta kebutuhan industri makanan seberat 6,08 juta ton. Sementara untuk keperluan bibit dan yang tercecer mencapai 1,54 juta ton.
Secara nasional, tiga provinsi di Pulau Jawa masih menjadi produsen terbesar jagung nasional. Jawa Timur, Jawa Tengah dan Jawa Barat berkontribusi sebesar 48,4% produksi jagung domestik. Sementara sentra jagung terbesar di luar Jawa adalah Lampung, Sulawesi Selatan (Sulsel) dan Sumatera Utara (Sumut). Hal ini menunjukkan bahwa Sulawesi Selatan merupakan salah satu wilayah yang memiliki potensi penyumbang produksi jagung terbesar di luar Jawa dan Sumatra, bahkan kini menjadi salah satu target pengembangan jagung di Indonesia. Berikut ini kontribusi produksi jagung di Indonesia (2013-2017).
Gambar 2. Kontribusi Produksi Jagung di Indonesia Tahun 2013-2017 (%).
Gambar 2 memperlihatkan bahwa Provinsi Sulawesi Selatan merupakan salah satu sentra produksi jagung di Indonesia setelah Lampung. Hal ini menjadi suatu peningkatan selama lima tahun terakhir. Secara total lahan tanam jagung di Sulawesi Selatan seluas
450.000 hektar. Pada tahun 2018 produksi jagung di Sulawesi Selatan sebanyak 2,3 juta ton. Angka tersebut melebihi target produksi yakni 2,1 juta ton.
Produksi jagung di Sulawesi Selatan mengalami pertumbuhan yang signifikan sebesar 13,38 persen dari tahun sebelumnya. Peningkatan bersumber dari beberapa kabupaten yang produksi jagung antara lain Kabupaten Maros, Sidrap, Bone, Wajo, Soppeng, Gowa, Takalar, Jeneponto, Bantaeng dan Bulukumba serta wilayah Luwu Raya. Moncongloe merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Maros yang daerahnya didominasi oleh sektor pertanian, salah satu potensi yang menonjol untuk tanaman pangan adalah komoditas jagung (BPS, 2018). Adapun luas panen dan produksi komoditi jagung di Kabupaten Maros tahun 2018 dapat dilihat pada tabel 1 berikut ini:
Tabel 1. Luas Panen, Produksi, Komoditi Jagung Kabupaten Maros Tahun 2018.
No. Kecamatan Luas Panen (Hektar) Produksi (Kwintal)
1. Mandai | 124,0 | 6232,86 |
2. Moncongloe | 940,0 | 47249,10 |
3. Maros Baru | 0,0 | - |
4. Marusu | 8,0 | 402,12 |
5. Turikale | 0,0 | - |
6. Lau | 1,0 | 50,27 |
7. Bontoa | 0,0 | - |
8. Bantimurung | 16,2 | 814,29 |
9. Simbang | 507,0 | 25484,36 |
10. Xxxxxxxxi | 525,0 | 26389,13 |
11. Tompobulu | 1142,0 | 57402,63 |
12. Camba | 404,7 | 20342,25 |
13. Cenrana | 38,3 | 1925,15 |
14. Mallawa | 503,0 | 25283,30 |
Jumlah | 4209,2 | 211575,44 |
Sumber: Badan Pusat Statistika Kabupaten Maros Dalam Angka, 2018.
Tabel 1 memperlihatkan bahwa kecamatan yang memiliki produksi tertinggi adalah Kecamatan Moncongloe dengan total produksi 47249,10 kwintal. Untuk tanaman jagung di Kecamatan Moncongloe luas pertanaman mencapai 657,4 ha dengan nilai produksi sebanyak 3.309,5 ton. Produktivitas tanaman jagung rata-rata mencapai 4,90 ton/ha dengan luas pertanaman terbanyak kedua ada di Desa Moncongloe. (BPS, 2018). Berikut ini tabel yang menunjukkan luas panen dan produksi komoditi jagung di Kabupaten Maros tahun 2018.
Tabel 2. Luas Panen, Produksi, Komoditi Jagung Kecamatan Moncongloe Tahun 2018.
No. Desa Luas Tanam (Ha) Luas Panen (Ha) Produksi
(Ton)
1. Moncongloe Lappara | 53 | 53 | 271,56 |
2. Moncongloe Bulu | 177 | 177 | 1026,6 |
3. Moncongloe | 26 | 26 | 137,8 |
4. Bonto Bunga | 52 | 52 | 272 |
5. Bonto Marannu | 55 | 55 | 288,47 |
Jumlah | 363 | 363 | 1,996,23 |
Sumber: Badan Pusat Statistika Kabupaten Maros dalam Angka, 2018.
Tabel 2 memperlihatkan Desa yang memiliki produksi tertinggi adalah Desa Moncongloe Bulu dengan total produksi 1026,6 ton. Untuk tanaman jagung di Desa Moncongloe Bulu luas pertanaman mencapai 177 ha dengan nilai produksi sebanyak 1026,6 ton. (BPS, 2018).
Penelitian Xxx Xxxxxxx Xxxxxxxx dan Xxxxxxxx (2016) menjelaskan bahwa permasalahan pertanian jagung meliputi baik dari sisi produksi maupun dalam hal pemasaran. Kurangnya informasi juga memicu harga yang lemah petani kurang mengetahui informasi mengenai harga jagung dan lemah dalam hal teknik perawatan jagung dari panen hingga siap
jual, selain itu, kurangnya penanganan pascapanen yang baik juga menimbulkan loss yang tinggi, ketidakpastian permintaan mengakibatkan potensi terjadinya kekurangan persediaan produk ataupun kelebihan persediaan produk.
Penanggulangan masalah persediaan jagung memerlukan kajian terhadap dinamika komoditas jagung. Dinamika komoditas jagung ini dapat dilihat melalui suatu rantai kegiatan yang dimulai dari penanganan pascapanen, penyimpanan, dan distribusi atau pemasaran komoditas sampai ke tangan konsumen. Rantai tersebut ialah rantai pasok yang merupakan kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh jaringan perusahaan yang secara bersama-sama bekerja untuk menciptakan dan menghantarkan suatu produk sampai ke tangan pelanggan. Hubungan yang terjadi meliputi aliran barang/produk, services, uang/modal, maupun informasi dari produsen awal sampai pada konsumen akhir (Xxxxxxx, 2012).
Gambaran umum rantai pasok jagung pakan yang terjadi di Desa Moncongloe Bulu ialah proses penyaluran jagung tersebut dimulai dari produsen awal hingga sampai ke tangan konsumen dimana terdiri dari lebih satu jaringan rantai pasok yang teridentifikasi. Beberapa diantaranya terdapat proses peyaluran barang dari petani ke pengumpul Desa Moncongloe Bulu dan langsung dijual ke konsumen. Adapula yang melalui Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) lalu disalurkan ke pedagang besar, pedagang pengecer, hingga ke konsumen yang berada di Wilayah Makassar. Meskipun saluran rantai pasok sudah ada namun belum dipastikan tingkat efisien kinerjanya. Permasalahan lain ialah tidak stabilnya jumlah penawaran jagung, tidak adanya aktivitas transformasi produk menjadi produk olahan lain, sehingga daya tawar produsen pertama yakni petani menjadi lemah.
Identifikasi efisiensi kinerja rantai pasok jagung pakan menjadi bahan kajian bagi stakeholder yang terkait dengan bisnis jagung pakan, khususnya para pelaku rantai pasok. Menurut Xxxxx (2006) dalam Xxxxxxxxx Xxxxx Sari (2014), kinerja rantai pasok merupakan tingkat kemampuan rantai pasok tersebut untuk memenuhi kebutuhan konsumen dengan mempertimbangkan indikator kinerja kunci yang sesuai pada waktu dan biaya tertentu. Kinerja rantai pasok yang efisien artinya barang diproduksi dalam jumlah yang tepat, pada saat yang tepat, dan pada tempat yang tepat dengan tujuan mencapai biaya dari sistem secara keseluruhan yang minimum dan juga mencapai tingkat pelayanan yang diinginkan.
Dalam upaya meningkatkan produksi, produktivitas, mutu, dan daya saing secara optimal, diperlukan penanganan yang efektif dan efisien antar aspek produksi dan distribusi. Sehingga melalui kajian rantai pasok dan kinerjanya pada komoditi jagung pakan dapat dijadikan sebagai salah satu pendekatan yang digunakan dalam mengidentifikasi permasalahan serta memberikan informasi tentang penyesuaian atas aktivitas rantai pasok yang efisien. Berdasarkan uraian tersebut, maka penulis tertarik melakukan penelitian “Manajemen dan Kinerja Rantai Pasok Jagung”.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang, maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana kondisi manajemen rantai pasok pada komoditas jagung di Desa Moncongloe Bulu, Kecamatan Moncongloe, Kabupaten Maros, Provinsi Sulawesi Selatan?
2. Bagaimana kinerja rantai pasok pada komoditi jagung di Desa Moncongloe Bulu, Kecamatan Moncongloe, Kabupaten Maros, Provinsi Sulawesi Selatan?
1.3. Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan sebagai berikut:
1. Mengetahui manajemen rantai pasok pada komoditas jagung di Desa Moncongloe Bulu, Kecamatan Moncongloe, Kabupaten Maros, Provinsi Sulawesi Selatan.
2. Mengetahui kinerja rantai pasok pada komoditi jagung di Desa Moncongloe Bulu, Kecamatan Moncongloe, Kabupaten Maros, Provinsi Sulawesi Selatan.
1.4. Kegunaan Penelitian
Melalui penelitian ini, penulis berharap dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak sebagai berikut:
1. Bagi penulis, dapat menambah wawasan dan pengetahuan terutama yang berkaitan dengan rantai pasok serta merupakan salah satu syarat kelulusan untuk memperoleh gelar sarjana di Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin.
2. Bagi pelaku rantai pasok sebagai bahan informasi dan pertimbangan dalam mewujudkan rantai pasok yang efisien.
3. Bagi pemerintah, sebagai pengambil kebijakan dalam pengembangan wawasan dan menganalisis permasalahan rantai pasok jagung melalui gambaran tentang profil rantai pasok dan kinerja rantai pasok pada masing-masing tingkatan rantai pasok jagung Desa Moncongloe Bulu, Kecamatan Moncongloe, Kabupaten Maros di masa mendatang.
4. Bagi pembaca, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi awal yang berguna dalam pengembangan topik-topik penelitian lanjutan bagi para akademisi dan peneliti mengenai rantai pasok jagung.
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Rantai Pasok (Supply Chain)
Kegiatan yang terkait dengan arus dan transportasi barang dari tahap bahan baku hingga sampai pengguna akhir, serta seluruh arus informasi terkait, atau jalan penciptaan nilai dari produsen dasar ke konsumen, termasuk semua transportasi dan layanan logistik yang terhubung didalamnya adalah rantai pasok (Andrews dalam Apurwanti, 2019). Sedangkan menurut Xxxxxxx & Xxxxxxxxxxxx (2010) dalam Xxxx Xxxxxx (2013) menjelaskan supply chain adalah jaringan perusahaan-perusahaan yang secara bersama-sama bekerja untuk menciptakan dan menghantarkan suatu produk ke tangan pemakai sampai akhir. Perusahaan- perusahaan tersebut biasanya termasuk supplier, pabrik, distributor, toko atau ritel, serta perusahaan pendukung seperti perusahaan jasa logistik. Dilihat dari beberapa pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa rantai pasok (supply chain) merupakan suatu sistem arus yang melibatkan proses produksi, pengiriman, penyimpanan, distribusi dan penjualan produk untuk memenuhi permintaan produk hingga ke konsumen akhir.
Pelaku rantai pasok (supply chain) terdiri atas semua yang terlibat, baik secara langsung maupun tidak langsung dalam pemenuhan permintaan pelanggan, yang mencakup produsen, pemasok input, jasa transportasi, pergudangan, pengecer, bahkan pelanggan sendiri (Chopra 2007 dalam Saptana dkk, 2016). Pelaku rantai pasok dari hulu ke hilir bertindak atas informasi yang diperoleh sesuai dengan kondisi di pasar. Setiap pelaku rantai pasok memiliki tujuan, karakter dan strategi yang berbeda-beda. Peran rantai pasok pada prinsipnya adalah untuk menambah nilai kepada produk, dengan cara memindahkannya dari suatu lokasi ke lokasi lain, atau dengan melakukan proses perubahan terhadapnya. Penambahan nilai tersebut dapat diterapkan pada aspek kualitas, biaya-biaya, saat pengiriman, fleksibilitas pengiriman dan inovasi (Hidayat dkk, 2012).
Mekanisme rantai pasok produk pertanian dapat bersifat tradisional ataupun modern. Rantai pasok bersifat modern karena petani langsung bekerjasama dengan manufaktur/pasar modern/retail untuk bisa memasarkan produk panenannya.
HULU HILIR
SUPPLIE R
MANUFACTU
DISTRIBUTO
RETAILER
END COSTUMER
Material/produk, pengembalian Uang, invoice, pricing, credit terms flow
Kapasitas, jadwal pengiriman, order, data penjualan
Aliran Fisik
Aliran Pembayaran Aliran Informasi
Gambar 3. Simplifikasi model supply chain dan 3 macam aliran yang dikelola
Pada Gambar 3, memperlihatkan bahwa supply chain adalah koordinasi dari material, informasi dan arus keuangan diantara perusahaan yang berpartisipasi.
a. Arus material melibatkan arus produk fisik dari pemasok sampai konsumen melalui rantai, sama baiknya dengan arus balik dari retur produk, layanan, daur ulang dan pembuangan.
b. Arus informasi meliputi ramalan permintaan, transmisi pesanan dan laporan status pesanan.
c. Arus keuangan meliputi informasi kartu kredit, syarat–syarat kredit, jadwal pembayaran, penetapan kepemilikan dan pengiriman.
Pengelolaan yang efektif penting dilakukan terkait banyaknya mata rantai yang terlibat dalam rantai pasok produk perunggasan dan melihat karakteristik produk yang mudah rusak. Hubungan antarbagian dalam manajemen rantai pasok berperan terhadap nilai pengangkutan barang dan nilai produk akhir yang diterima pelanggan. Hubungan yang berjalan baik dapat mendukung efektivitas rantai pasok, sebaliknya hubungan yang tidak berjalan dengan baik mengganggu efektivitas keseluruhan rantai pasok (Xxxxxxx, Xxxxx (2012) dalam Saptana, 2016).
Indrajit dan Xxxxxxxxxxxx (2010) dalam Modul Pengantar Manajemen Rantai Pasok (2014) memaparkan dalam rantai pasok ada beberapa pemain utama yang merupakan perusahaan – perusahaan yang mempunyai kepentingan didalam arus barang, para pemain utama itu adalah supplier, manufacturer, distributor, retail outlets, dan customer. Proses mata rantai yang terjadi antar pemain utama itu adalah sebagai berikut:
a. Chain 1: Supplier
Jaringan yang bermula dari sini, yang merupakan sumber yang menyediakan bahan pertama, dimana mata rantai penyaluran barang akan dimulai. Bahan pertama ini bisa dalam bentuk bahan baku, bahan mentah, bahan penolong, bahan dagangan, subassemblies, suku cadang dan sebagainya. Sumber pertama ini dinamakan supplier. Dalam arti yang murni, ini termasuk juga suppliers’ supplier atau sub-suppliers. Jumlah supplier bisa banyak atau sedikit, tetapi supplier’s suppliers biasanya berjumlah banyak sekali. Inilah mata rantai yang pertama.
b. Chain 1 – 2: Supplier – Manufacturer
Rantai pertama dihubungkan dengan rantai yang kedua, yaitu manufacturer atau plants atau assembler atau fabricator atau bentuk lain yang melakukan pekerjaan membuat, memfabrikasi, meng-assembling, merakit, mengkonversikan, ataupun menyelesaikan barang (finishing). Hubungan dengan mata rantai pertama ini sudah mempunyai potensi untuk melakukan penghematan. Misalnya inventories bahan baku, bahan setengah jadi, dan bahan jadi yang berada di pihak supplier, manufacturer dan tempat transit merupakan target untuk penghematan ini. Tidak jarang penghematan sebesar 40% - 60%, bahkan lebih, dapat diperoleh dari inventory carring cost di mata rantai ini. Dengan menggunakan konsep supplier partnering misalnya, penghematan dapat di peroleh.
c. Chain 1 – 2 – 3: Supplier – Manufacturer – Distributor
Barang sudah jadi yang dihasilkan oleh Manufacturer sudah mulai disalurkan kepada pelanggan. Walaupun tersedia banyak cara untuk menyalurkan barang ke pelanggan, yang umum adalah melalui distributor dan ini biasanya ditempuh oleh sebagian besar supply chain.
Barang dari pabrik melalui gudangnya disalurkan ke gudang distributor atau wholesaler atau pedagang dalam jumlah yang besar, dan pada waktunya nanti pedagang besar menyalurkan dalam jumlah yang lebih kecil kepada retailers atau pengecer.
d. Chain 1–2–3–4: Supplier–Manufacturer–Distributor–Retail Outlets
Pedagang besar biasanya mempunyai fasilitas gedung sendiri atau dapat juga menyewa dari pihak lain. Gudang ini digunakan untuk menimbun barang sebelum disalurkan ke pihak pengecer. Sekali lagi disini ada kesempatan untuk memperoleh penghematan dalam bentuk jumlah inventories dan biaya gedung, dengan cara melakukan desain kembali pola–pola pengirima barang baik dari gudang manufacturer maupun ke toko pengecer (retail outlets).
e. Chain 1–2–3–4–5: Supplier–Manufacturer–Distributor–Retail Outlets-Customer
Dari rak–raknya, para pengecer atau retailers ini menawarkan barangnya langsung kepada para pelanggan atau pembeli atau pengguna barang tersebut. Yang termasuk outlets adalah toko, warung, toko serba ada, pasar swalayan, toko koperasi, mal, club stores dan sebagainya, pokoknya dimana pembeli akhir melakukan penelitian. Walaupun secara fisik dapat dikatakan ini mata rantai terakhir, sebetulnya masih ada satu mata rantai lagi, yaitu dari pembeli (yang mendatangi retail outlets) ke real customer dan real user, karena pembeli belum tentu pengguna yang sesungguhnya. Mata rantai supply baru benar–benar berhenti setelah yang bersangkutan tiba di pemakai langsung (pemakai yang sebenarnya) barang jasa yang dimaksud.
Dari penjelasan mengenai pelaku-pelaku rantai pasok tersebut dapat dikembangkan suatu model rantai pasok, yaitu suatu gambaran plastis mengenai hubungan mata rantai dari pelaku-pelaku tersebut yang dapat berbentuk seperti mata rantai yang terhubung satu dengan yang lain seperti yang dapat dilihat pada Gambar 4 berikut:
End Costumer
Retailer
Distributor
Manufact
Supplier
Gambar 4 Mata Rantai Supply Chain
Tiap-tiap tingkat dari rantai pasokan dihubungkan melalui aliran produk, informasi, dan keuangan. Aliran ini biasanya terjadi secara langsung dan mungkin diatur oleh satu tingkat atau perantara. Xxxx xxxxxx xxxx (2018) menjelaskan bahwa ada tiga macam komponen dalam rantai pasokan, antara lain:
a. Rantai Pasokan Hulu/Upstream Supply Chain
Bagian upstream (hulu) supply chain meliputi aktivitas dari suatu perusahaan manufaktur dengan para penyalurannya yang mana terdapat manufaktur, assembler, atau kedua-duanya dan koneksi mereka kepada para penyalur mereka (para penyalur second-trier). Hubungan para penyalur dapat diperluas kepada beberapa strata, semua jalan dari asal material (contohnya bijih tambang, pertumbuhan tanaman). Di dalam upstream supply chain, aktivitas yang utama adalah pengadaan bahan baku.
b. Manajemen Internal Rantai Pasokan
Bagian dari internal supply chain meliputi semua proses pemasukan barang ke gudang yang digunakan dalam mentransformasikan masukan dari para penyalur ke dalam keluaran organisasi itu. Hal ini meluas dari waktu masukan masuk ke dalam organisasi. Di dalam rantai suplai internal, perhatian yang utama adalah manajemen produksi, pabrikasi, dan pengendalian persediaan.
c. Segmen Rantai Pasokan Hilir/Downstream Supply Chain Segment
Downstream (arah muara) supply chain meliputi semua aktivitas yang melibatkan pengiriman produk kepada pelanggan akhir. Di dalam downstream supply chain, perhatian diarahkan pada distribusi, pergudangan, transportasi, dan after-sales-service.
Untuk memahami bagaimana perusahaan dapat meningkatkan kinerja dari rantai pasoknya dalam konteks responsiveness dan effectiveness, hal pertama yang harus dipahami adalah fungsi dari berbagai poros penggerang (driver) didalam rantai pasok. Secara rinci, dari rantai fungsi dari berbagai poros penggerang didalam rantai pasok dapat diuraikan sebagai berikut (Xxxxxx and Xxxxx (2013) dalam Susanty dkk, 2018):
a. Fasilitas
Fasilitas merupakan lokasi fisik dari jaringan rantai pasok; tempat suatu produk di produksi, di rakit, atau difabrikasi. Terdapat dua tipe dari fasilitas yaitu lokasi proses produksi dan lokasi gudang atau tempat penyimpanan. Keputusan tentang peran, lokasi, kapasitas, dan fleksibilitas dari suatu fasilitas akan memiliki dampak terhadap kinerja dari rantai pasok. Sebagai contoh, distributor dari suatu suku cadang otomotif yang dituntut untuk sangat responsif terhadap permintaan dari konsumen akan memiliki banyak fasilitas gudang yang berlokasi dekat dengan konsumen walaupun hal ini akan mengurangi tingkat efisiensi. Dalam kasus lain, distributor yang efisien akan memiliki sedikit gudang untuk meningkatkan efisiensi, walaupun hal ini akan mengurangi tingkat responsiveness dari distributor tersebut.
b. Persediaan
Di dalam rantai pasok, persediaan dapat dibedakan menjadi bahan baku, barang setengah jadi, dan barang jadi. Perubahan kebijakan dalam persediaan dapat merubah tigkat efisiensi dan tingkat responsiveness dari rantai pasok secara dramatis. Sebagai contoh, retail pakaian jadi dapat menjadi suatu retail yang sangat responsif jika dia menyimpan persediaan dalam jumlah banyak dan memuaskan kebutuhan konsumen dari persediaan tersebut. Namun demikian, jumlah persediaan yang banyak akan meningkatkan biaya operasional dari retail terebut yang pada akhirnya membuat retail tersebut kurang efisien. Dilain pihak, mengurangi jumlah persediaan akan membuat retail lebih efisien tetapi akan mengurangi tingkat responsiveness dari retail tersebut.
c. Transportasi
Transportasi menyebabkan terjadinya pergerakan persediaan dari satu titik ke titik lainnya di dalam rantai pasok. Transportasi dapat terjadi dari sejumlah kombinasi moda dan rute, dan masing masing kombinasi moda dan rute tersebut akan memiliki kinerja yang berlainan satu sama lain. Pemilihan transportasi mempunyai dampak yang sangat besar terhadap tingkat efisiensi dan efektivitas dari rantai pasok. Sebagai contoh, sebuah perusahaan dapat mengirinkan barang-barangnya dengan menggunakan moda transportasi yang cepat seperti FedEx sehigga rantai pasok yang dimiliki oleh perusahaan tersebut mempunyai tingkat responsiveness yang tinggi. Namun demikian, pengiriman dengan menggunan FedEx akan menyebabkan rantai pasok terbebani dengan biaya yang tinggi. Alternatif lainnya, perusahaan dapat menggunakan moda transportasi yang lebih lambat untuk mengirimkan produknya; hal ini membuat rantai pasok yang dimiliki perusahaan efisien tetapi memiliki tingkat responsiveness yang terbatas.
d. Teknologi informasi
Teknologi informasi terdiri atas data dan analisis tentang fasilitas, persediaan, transportasi, biaya, harga, dan konsumen dari rantai pasok. Informasi merupakan poros penggerak terbesar di rantai pasok karena informasi memengaruhi secara langsung poros penggerak lainnya dari rantai pasok. Informasi memberikan manajemen kesempatan untuk menjadikan sebuah rantai pasok menjadi sangat responsif dan sangat efisien. Sebagai contoh, dengan infomasi tentang pola permintaan dari konsumen, sebuah perusahan farmasi dapat memproduksi dan menyimpan obat-obatan untuk mengantisipasi berbagai permintaan dari konsumen, yang membuat rantai pasok yang dimilikinya menjadi sangat responsif karena konsumen senantiasa dapat menemukan obat-obatan yang mereka perlukan. Informasi tentang permintaan ini sekaligus membuat rantai pasok menjadi lebih efisien karena perusahaan farmasi dapat meramalkan dengan lebih baik jumlah permintaan dari konsumen dan hanya memproduksi sesuai dengan jumlah permintaan tersebut. Informasi juga dapat membuat rantai pasok menjadi lebih efisien dengan menyediakan manajer pilihan untuk melakukan pembelian, dimana perusahaan dapat memilih alternatif pemasok yang sesuai dengan kebutuhan mereka namun dengan harga yang paling murah.
e. Sourcing
Sourcing adalah pemilihan siapa yang akan melakukan suatu aktivitas rantai pasok tertentu seperti produksi, penyimpanan, transportai, dan manajemen informasi. Pada tingkatan strategik, keputusan tentang sourcing akan menentukan aktivitas mana yang akan dilakukan oleh perusahaan dan aktivitas mana yang akan dilakukan oleh pihak ketiga. Keputusan tentang sourcing akan memengaruhi tingkat responsivitas dan efisiensi dari rantai pasok. Flextronik, sebuah perusahaan kontrak manufaktur dibidang elektoronik, mempunyai keinginan untuk dapat menawarkan responsivitas sekaligus efektivitas kepada konsumennya. Flexronik mencoba untuk membuat fasilitas produksinya di Amerika Serikat, dengan tetap mempertahankan keberadaan dari sejumlah fasilitas produksinya di negara-negara berbiaya rendah. Flextronik berharap dapat menjadi sumber yang efisien bagi semua konsumen dengan menggunakan kombinasi tersebut.
f. Harga
Harga menentukan seberapa banyak perusahaan dapat memberikan harga pada barang dan jasa yang dihasilkannya yang membuat barang dan jasa tersebut tersedia di dalam rantai
pasok. Harga akan memengaruhi perilaku dari pembeli barang dan jasa, dan selanjutnya akan memengaruhi kinerja dari rantai pasok. Sebagai contoh, jika perusahan transportasi menawarkan harga yang berbeda-beda berdasarkan pada lead time yang diberikan kepada konsumen, maka akan sangat mungkin bahwa konsumen yang sangat mementingkan efisiensi akan melakukan pemesanan diawal dan konsumen yang sangat mementingkan responsivitas akan menunggu dan melakukan pemesanan di akhir waktu sebelum produk tersebut benar- benar perlu untuk dikirimkan.
Riseti Triyanti dan Xxxxx Xxxxx (2015) mengemukakan bahwa ada empat komponen besar yang perlu dibina dalam mengelola rantai pasok, antara lain: (1) Produksi untuk menangani pembelian, manajemen operasi dan operasi pergudangan. Pihak-pihak yang terlibat adalah produsen komoditas sebagai bahan baku atau produk pangan bagi konsumen;
(2) Perdagangan untuk menangani pembelian, pencarian pemasok andalan dan distribusi bahan pangan. Pihak-pihak yang terlibat adalah pedagang ritel, pedagang pasar induk, serta distributor; (3) Kelembagaan jasa untuk menangani pembelian, operasi dan manajemen sistem rantai pasok. Pihak-pihak yang terlibat adalah beragam institusi jasa termasuk bank, lembaga pembiayaan, rumah sakit, lembaga pendidikan, lembaga penyedia jasa asuransi dll; dan (4) Transportasi untuk menangani manajemen sistem pasok dan manajemen lalu lintas. Pihak-pihak yang terlibat adalah perusahaan jasa angkutan darat, laut maupun udara yang memiliki kompetensi dan pengalaman terkait.
2.2 Manajemen Rantai Pasok (Supply Chain Management)
Sebuah jaringan yang terintegrasi dari aktivitas pengadaan bahan baku, transformasi value, hingga transportasi kepada konsumen secara efektif dan efisien adalah manajemen rantai pasok (Perdana et al, 2015). Sedangkan Xxxx Xxxxx, Xxxxx Xxxxxxxx, Xxxxxx Xxxxxxx (2017) menambahkan bahwa Supply Chain Management sebagai rangkaian pendekatan yang digunakan untuk mengintegrasikan pemasok, produsen, gudang dan toko secara efektif agar persediaan barang dapat diproduksi dan didistribusi pada jumlah yang tepat, ke lokasi yang tepat, dan pada waktu yang tepat sehingga biaya keseluruhan sistem dapat diminimalisir selagi berusaha memuaskan kebutuhan dan layanan. Sejak tahun 1980-an, telah dikembangkan istilah manajemen rantai pasok (supply chain management, SCM). Istilah ini banyak digunakan, walaupun dengan beberapa kerancuan pengertian. Beberapa pihak memberikan definisi/pengertian manajemen rantai pasok (Xxxxxxxx, 2005) sebagai berikut:
a. Xxxxxxx (1998), menyatakan bahwa SCM merupakan integrasi atas prosesproses bisnis dari pengguna akhir melalui pemasok awal yang menyediakan produk, jasa, dan informasi yang memberikan nilai tambah bagi pelanggan.
b. Menurut Xxxxxx-Xxxx (2002), SCM adalah suatu kumpulan pendekatan yang digunakan untuk mengintegrasikan secara efisien antara pemasok, perusahaan manufaktur, pergudangan, dan toko, sehingga barang diproduksi dan didistribusikan pada kuantitas, lokasi, dan waktu yang benar, untuk meminimumkan biaya-biaya pada kondisi yang memuaskan kebutuhan tingkat pelayanan.
c. Menurut Xxxxxxxxx (1999), SCM merupakan integrasi atas kegiatan-kegiatan dalam suatu rantai pasok dengan hubungan yang diperbaiki, untuk mencapai suatu keunggulan bersaing yang berkelanjutan.
d. Xxxxxx & Xxxxxx (2001), berpendapat bahwa SCM mencakup manajemen atas aliran-aliran diantara tingkatan dalam suatu rantai pasok untuk memaksimumkan keuntungan total.
Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa Manajemen Rantai Pasok atau Supply Chain Management merupakan sebuah pendekatan secara koordinasi dan tersistematis terhadap seluruh aktivitas seluruh pelaku rantai pasok secara eifisen sehingga produk yang dihasilkan maupun didistrubiskan dapat tepat jumlah, tepat waktu, tepat biaya dan tepat kebutuhan bagi konsumen atau dapat disingkat menjadi suatu manajemen terhadap aliran antar dan diantara tahapan supply chain untuk memaksimalkan profitabilitas keseluruhan supply chain.
Seluruh perusahaan atau organisasi yang terkait dalam rantai pasok dibagi menjadi dua, yaitu anggota utama dan anggota pendukung. Anggota utama dari rantai pasok adalah semua unit bisnis yang secara nyata melakukan aktivitas operasional atau manajerial dalam proses bisnis. Proses bisnis ini dirancang untuk menghasilkan output untuk konsumen atau pasar tertentu. Sedangkan anggota pendukung dalam rantai pasok adalah perusahaan atau organisasi yang menyediakan bahan baku, ilmu, atau aset lain yang penting tapi tidak langsung berpartisipasi dalam aktivitas yang menghasilkan sebuah input menjadi output untuk konsumen (Xxxxxxx et al. (1998) dalam Rega, 2016).
Rantai pasok mencakup semua aktivitas yang berkaitan dengan aliran dan transformasi barang dari bentuk bahan baku hingga sampai ke pengguna akhir (end user). Rantai pasok pada dasarnya terdiri dari beberapa elemen, antara lain supplier, pusat manufaktur, gudang, pusat distribusi, sistem transportasi, retail outlet, dan konsumen hal tersebut dapat dilihat pada Gambar 5 berikut.
Market Research Data
Engineering and Design Data Scheduling Information
Order Flow and Cash Flow
Supplier
Ideas and Design to satisfy the
end costumer Market flow
Credit flow
Supplier
Supplier
Supplier
Distributor
Costumer
Costumer
Costumer
Gambar 5. Aliran Material, Informasi, dan Finansial dalam SCM
Gambar 5. memperlihatkan bahwa diperlukan suatu manajemen rantai pasok agar dapat mencapai kualitas pelayanan yang di fasilitaskan kepada pelanggan seperti waktu respon dan efisiensi tenaga kerja untuk memenuhi kebutuhan pelanggan. Pujawan dan Mahendrawathi (2010) dalam Xxxxxxxxx dkk (2016) menambahkan bahwa manajemen rantai pasok tidak terlepas dari tujuan strategis pada supply chain, strategi tidak bisa dilepaskan dari tujuan jangka panjang. Tujuan inilah yang diharapkan akan tercapai. Keputusan-keputusan jangka
pendek dan di lingkungan lokal mestinya harus mendukung organisasi atau supply chain ke arah tujuan-tujuan strategis tersebut. Tujuan-tujuan strategis tersebut perlu dicapai untuk membuat supply chain menang atau setidaknya bertahan dalam persaingan pasar. Untuk bisa memenangkan persaingan pasar maka supply chain harus bisa menyediakan produk yang murah, berkualitas, tepat waktu, bervariasi.
Untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut maka supply chain harus bisa menerjemahkan tujuan-tujuan di atas ke dalam kemampuan sumber daya yang dimiliki.
Fungsi dari manajemen rantai pasok menurut Sinulingga dalam Alim dkk (2018) adalah untuk mengkoordinasikan aliran bahan, informasi dan uang antara semua perusahaan terkait seperti perusahaan pemasok dan perusahaan lainnya yang terkait dengan pasokan bahan, perusahaan manufaktur yang melakukan pengolahan bahan yang dipasok, perusahaan distributor dan perusahaan retailer.
2.3 Food Supply Chain Network (FSCN)
Chopra (2013) dalam Xxxxx Xxxxxxx dkk (2018) menyatakan rantai pasok secara umum terdiri dari semua pihak yang telibat baik secara langsung maupun tidak langsung, dalam memenuhi kebutuhan dari konsumen. Pengelolaan rantai pasok dalam agribisnis dan agroindustri didefiniskan sebagai hubungan kerjasama antara produsen di lahan, pengolah serta wholesale (pasar induk) atau pedagang ritel dalam memberikan jaminan serta untuk meminimalkan biaya produksi (Brown dalam Triyanti dkk, 2015). Penjabaran kondisi rantai pasok saat ini menggunakan kerangka kerja Food Supply Chain Networking (FSCN) dimana terdapat empat elemen yang dapat digunakan untuk menjelaskan, menganalisis atau mengembangkan secara spesifikasi rantai pasokan tersebut antara lain struktur rantai, manajemen rantai, proses bisnis rantai dan sumberdaya rantai. Empat elemen yang digunakan untuk menjelaskan, menganalis dan mengembangkan secara spesifik rantai pasokan yang terjadi dapat dilihat pada Gambar 6.
Siapa saja anggota FSCN dan apaperan mereka?
Elemen-elemen apa yang dapat menciptakan proses bisnis?
Struktur rantai pasok
Siapa yang melakukan proses bisnis
FSCN ini?
Bagaimana tingkat integrasiproses?
Sasaran Rantai
Manajemen Rantai Pasok
Proses Bisnis Rantai Pasok
Kinerja Rantai Pasok
Sumber daya rantai pasok
Bagaimana struktur manajemen yang digunakan setiap proses?
Bagaimana pengaturan kontrak yang
dibuat?
Struktur pemerintahan?
Apa saja sumber daya yang digunakan dalam setiap proses oleh setiap anggota FSCN?
Gambar 6. Kerangka Food Supply Chain Networking (FSCN)
Gambar 6, memperlihatkan bahwa Food Supply Chain Networking (FSCN) merupakan tahapan analisis rantai pasok dengan menggunakan kerangka yang dimulai dari analisis sasaran, struktur, manajemen, sumber daya, dan proses bisnis rantai pasok hingga (Sari dkk, 2015). Terdapat garis hubung satu arah dan dua arah yang menghubungi setiap elemen. Garis hubung satu arah menandakan bahwa satu elemen memengaruhi elemen lainnya. Garis hubung dua arah menandakan bahwa terdapat hubungan saling memengaruhi di antara keduanya. Berikut ini deskripsi pada setiap elemen FSCN:
1. Sasaran Rantai (Chain Objectives)
a) Sasaran pasar, menjelaskan mengenai bagaimana model suatu rantai pasokan berlangsung terhadap produk yang dipasarkan Tujuan pasar dideskripsikan dengan jelas. Seperti siapa pelanggannya, apa yang diinginkan dan yang dibutuhkan dari produk tersebut.
b) Sasaran pengembangan, menjelaskan sebagai target atau objek dalam rantai pasokan yang hendak dikembangkan oleh beberapa pihak yang terlibat di dalamnya.
c) Pengembangan kemitraan, menjelaskan mengenai upaya yang dilakukan oleh anggota rantai pasokan untuk mengembangkan hubungan kerjasama kemitraan.
2. Struktur Rantai (Network Structure)
a) Anggota rantai dan aliran komoditas, menjelaskan mengenai anggota atau pihak-pihak yang teriibat di dalam rantai pasokan dan peranannya masing-masing. Aliran komoditas mulai dari hulu sampai hilir serta penyebarannya ke berbagai lokasi dijelaskan dan dikaitkan dengan keberadaan anggota rantai pasokan. serta bentuk kerjasama yang terjadi diantara berbagai pihak.
b) Entitas rantai pasokan, menjelaskan sebagai elemen-elemen di dalam rantai pasokan yang mampu menstimulasi lerjadinya berbagai proses bisnis. Elemen-elemen tersebut meliputi produk. pasar stakeholder rantai pasokan dan siluasi persaingan.
c) Xxxxx dan petani, menjelaskan mengenai hubungan kerjasama pada petani. Profil petani seperti kesepakatan jangka panjang, kondisi lahan pertanian, kegiatan pertanian. produktivitas pertanian. kegiatan pasca panen, juga disertakan dengan lengkap Kegiatan pasca panen yang melibatkan petani.
3. Manajemen Rantai
a) Struktur manajemen, menjelaskan konfigurasi hubungan di dalam rantai pasokan. Tujuannya adalah untuk mengetahut pihak yang bertindak sebagai pengatur dan pelaku utama di dalam rantai pasokan. Pihak yang menjadi pelaku utama adalah yang melakukan sebagian besar aktivitas di dalam rantai pasokan. dan memiliki kepemilikan penuh terhadap aset yang dimilikinya.
b) Pemilihan mitra, menjelaskan mengenai bagaimana proses kemitraan itu terbentuk. Kriteriaknteha apa saja yang digunakan untuk memilih mitra kerjasama dan bagaimana prakteknya di lapangan.
c) Kesepakatan kontraktual dan sistem transaksi, menjelaskan mengenai bentuk kesepakatan kontraktual yang disepakati dalam membangun hubungan kerjasama disertai dengan sistem transaksi yang dilakukan diantara berbagai pihak yang bekerjasama.
d) Dukungan pemerintah, menjelaskan mengenai peran pemerintah sebagai pengambil kebijakan dalam mengatur dan mendukung proses di sepanjang rantai pasokan.
4. Sumber Daya Rantai
Meninjau potensi sumber daya yang dimiliki oleh anggota rantai pasokan adalah penting guna mengetahui potensi-potensi yang dapat mendukung upaya pengembangan rantai pasokan. Untuk itu, aspek sumber daya yang dibahas meliputi aspek sumber daya fisik, teknologi, sumber daya manusia (SDM), dan permodalan.
5. Proses Bisnis Rantai
Proses bisnis rantai menjelaskan proses-proses yang terjadi di dalam rantai pasokan untuk mengetahui apakah keseluruhan alur rantai pasokan sudah terintegrasi dan berjalan dengan baik atau tidak, dan menjelaskan bagaimana melalui suatu tindakan strategik tertentu mampu mewujudkan rantai pasokan yang mapan dan terintegrasi. Proses bisnis rantai ditinjau berdasarkan aspek hubungan proses bisnis antar anggota. rantai pasokan, pola distribusi, support anggota rantai, perencanaan kolaboratif, penelitian kolaboratif. jaminan identitas merk. aspek nilai tambah pemasaran, aspek resiko. serta proses trust building.
2.4 Kinerja Rantai Pasok
Menurut Qhoirunisa (2014) dalam Xxxxx Xxxxxxx, dkk (2017) keragaan struktur rantai pasok dapat dianalisis secara kualitatif, termasuk dalam menganalisis kinerja atau performance yang dihasilkan. Analisis kinerja rantai pasok secara kualitatif perlu didukung adanya ukuran kinerja yang kuantitatif agar menghasilkan hasil kinerja yang lebih terukur dan objektif. Sebagai proses yang saling terintegrasi antar anggota yang tergabung di dalamnya, pengukuran kinerja rantai pasok perlu menggunakan pendekatan tertentu. Kinerja rantai pasok didefinisikan oleh Xxxxxxxxx et al sebagai titik temu antara konsumen dan pemangku kepenting dimana syarat keduanya telah terpenuhi dengan relevansi atribut indikator kinerja dari waktu ke waktu.
Terdapat sejumlah masalah dalam metrik yang digunakan untuk mengukur kinerja rantai pasokan, dan akhirnya mengeluarkan argument bahwa pengukuran kinerja rantai pasokan sangat terfregmentasi di dalam dan di seluruh organisasi dan performa rantai pasokan sangat tergantung pada efektivitas komunikasi dan koordinasi antara elemen-elemen sistem dan bidang fungsional ini.
Sukati (2012) dalam Kurniawan dkk (2018) berpendapat bahwa memvalidasi kinerja rantai pasokan harus mencakup tiga jenis pengukuran kinerja, yaitu pengukuran kinerja sumber daya (seberapa baik sumber daya tersebut), pengukuran output (seberapa baik itu memberikan nilai kepada konsumen) dan pengukuran fleksibilitas (seberapa fleksibel sistem ketidakpastian eksternal). Penelitian menujukkan bahwa tidak ada daftar metrik yang akan digunakan untuk mengevaluasi dan mengukur kinerja rantai pasokan dalam sistem manufaktur. Hal yang biasanya dimanfaatkan secara umum yaitu variabel kinerja rantai pasokan yang digunakan dalam studi penelitian. Untuk mengetahui kinerja rantai pasokan perusahaan diperlukan suatu pengukuran melalui pendekatan, yaitu metode Supply Chain Operation Reference (SCOR). Metode SCOR adalah suatu model acuan dari operasi supply chain. SCOR mampu memetakan bagian-bagian supply chain.
2.4.1 Supply Chain Operations References (SCOR)
Pengukuran kinerja rantai pasokan mencakup pengukuran kinerja perusahaan pada proses internal dan proses eksternal perusahaan. Proses internal perusahaan merupakan seluruh proses yang terjadi di dalam perusahaan mulai dari proses perencanaan produksi
hingga pengirirman produk kepada customer. Sedangkan proses eksternal merupakan proses yang melibatkan hubungan perusahaan dengan stage yang berada diluar perusahaan, yaitu Supplier dan Customer. Supply Chain Operations Reference (SCOR) adalah suatu model referensi proses yang dikembangkan oleh Dewan Rantai Pasokan (Supply Chain Council) sebagai alat diagnosa (diagnostic tool) manajemen rantai pasok. SCOR dapat digunakan untuk mengukur kinerja rantai pasok, meningkatkan kinerjanya. dan mengkomunikasikan kepada pihak-pihak yang teriibat di dalamnya. SCOR merupakan alat manajemen yang mencakup mulai dari pemasoknya pemasok. hingga ke konsumennya konsumen (Marimin, 2010).
Model SCOR sendiri berisi beberapa bagian dan diselenggarakan sekitar lima manajemen utama Proses Plan, Source, Make, Deliver, dan Return. Dengan menggambarkan rantai pasokan menggunakan proses membangun blok ini, Model bisa digunakan untuk menggambarkan rantai pasokan yang sangat sederhana atau sangat kompleks menggunakan seperangkat hampir semua rantai pasokan. Model ini telah mampu menggambarkan dan memberikan dasar untuk perbaikan rantai pasokan untuk proyek global serta proyek-proyek spesifik lokasi. Berikut ini Gambar 7. yang menunjukkan proses inti dalam SCOR.
Gambar 7. Proses Inti dalam SCOR
Menurut Xxxxxxxxx dan Xxxxxxxxx (2003) dalam Setiadi (2018), bahwa dalam SCOR, proses-proses rantai pasokan tersebut didefinisikan ke dalam lima proses yang terintegrasi, yaitu perencanaan (plan), pengadaan (source), produksi (make), distribusi (delivery), dan pengembalian (return).
a. Plan, yaitu proses perencanaan rantai pasokan mulai dari mengakses sumber daya pasokan, merencanakan penjualan dengan mengagregasi besarnya permintaan, merencanakan penyimpanan (inventory) serta distribusi, merencanakan produksi, merencanakan kebutuhan bahan baku, merencanakan pemilihan supplier, dan merencanakan saluran penjualan,serta perencanaan kapasitas jangka panjang.
b. Source, yaitu proses yang berkaitan dengan keperluan pengadaan bahan baku (material) dan pelaksanaan outsource. Proses ini meliputi kegiatan negosiasi dengan supplier, komunikasi dengan supplier, penerimaan barang, inspeksi dan verifikasi barang,
hingga pada pembayaran (pelunasan) barang ke supplier. Serta ketersediaan bahan jangka pendek.
c. Make, yaitu proses yang mencakup masalah dalam penjadwalan jalur produksi, manufaktur dan pengujian, pengemasan, pelepasan produk ke gudang, transportasi antar perusahaan, proses persediaan, pemanfaatan, hasil produk, dan kapasitas jangka pendek.
d. Deliver, Proses ini merupakan proses yang berkaitan dengan pemenuhan pesanan, menerima dan mengkonfirmasikan pesanan, mengelola inventori, rute pengiriman, penerimaan produk source atau make, mengambil dan mengepak produk, memuat dan mengirimkan produk, penerimaan produk di lokasi pelanggan, verifikasi instalasi produk, dan penagihan/faktur.
e. Return, yaitu Proses ini berkaitan dengan pengembalian produk ke perusahaan dari pembeli karena beberapa hal seperti kerusakan pada produk, catat pada produk, ketidak tepatan jadwal pengiriman, dan lain sebagainya. Proses ini meliputi kegiatan penerimaan produk yang dikembalikan (return), pengelolaan administrasi pengembalian, verifikasi produk yang di-return, dan penukaran produk.
Kinerja yang digunakan dalam pengukuran performa rantai pasokan disebut dengan atribut kinerja yang meliputi reliabilitas rantai pasokan, responsivitas rantai pasokan, fleksibilitas rantai pasokan, biaya rantai pasokan, dan manajemen aset rantai pasokan. Masing-masing dari atribut kinerja tersebut terdiri dari satu atau lebih metrik level 1. Adapun dalam mengukur kinerja melalui alat analisis SCOR, terdapat atribut kinerja dan metrik pengukuran rantai pasok. Atribut beserta metriknya terlihat pada tabel berikut.
Tabel 3. Kartu Bobot Penilaian Model SCOR Supply Chain Council Version 10.0 Sumber Faktor Atribut Kinerja Metrik SCOR Level 1
Eksternal Tingkat keandalan rantai pasok
(realibility)
Kemampuan respon rantai pasok (responsiveness)
Tingkat kecerdasan rantai pasok (agility)
Internal Biaya rantai pasok Manajemen aset rantai pasok
• Pemenuhan pesanan
• Kinerja pengiriman
• Kesesuaian dengan standar mutu
• Waktu siklus pemenuhan pesanan
• Lead time pemenuhan pesanan
• Fleksibilitas rantai pasok
• Daya adaptasi rantai pasok
• Biaya total manajemen rantai pasok
• Waktu siklus kas
• Laba atau aset tetap rantai pasok
• Laba atas modal kerja
Sumber: Jurnal Aplikasi Bisnis dan Manajemen (JABM), 2018.
Tabel 3 memperlihatkan bahwa dalam penilaian mengunakan model SCOR pada umumnya ada lima poin penting yang dapat diukur dalam performa supply chain management Antara lain sebagai berikut: (1) Pengiriman, mengacu pada ketepatan waktu pengiriman: persentase pesanan dikirimkan secara lengkap dan tidak melewati pada tanggal
yang diminta oleh pelanggan. (2) Kualitas, adalah kepuasan pelanggan dan dapat diukur melalui beberapa cara. Salah satunya, dapat diukur terhadap apa yang pelanggan harapkan. Pengukuran ini erat kaitannya dengan loyalitas pelanggan. (3) Waktu. Waktu pengisian total dapat dihitung langsung dari tingkat persediaan. Jika kita mengasumsikan ada tingkat penggunaan konstan dari persediaan, maka waktu dalam persediaan hanya tingkat persediaan dibagi dengan tingkat penggunaan. (4) Fleksibilitas, adalah waktu yang dibutuhkan untuk mengubah volume atau bauran produk dengan persentase tertentu atau jumlah. (5) Biaya, Ada dua cara untuk mengukur biaya. Pertama, perusahaan dapat mengukur total biaya pengiriman, termasuk manufacture, distribusi, biaya persediaan tercatat, dan biaya rekening yang membawa piutang.
2.4.2 Data Envelopment Analysis (DEA)
Data Envelopment Analysis (DEA) adalah sebuah teknik pemrograman matematis berdasarkan pada linier programming yang digunakan untuk mengevaluasi efisiensi dari suatu unit pengambilan keputusan (unit kerja) yang bertanggung jawab menggunakan sejumlah input untuk memperoleh suatu output yang ditargetkan (Xxxxxxx xxx, 2017). Hal serupa dijelaskan oleh Sutawijaya dan Xxxxxxx dalam Sa’diyah (2016) yang menyatakan bahwa Data Envelopment Analysis (DEA) merupakan sebuah metode optimasi program matematika yang mengukur efisiensi teknik suatu Decision Making Unit (DMU), dan membandingkan secara relatif terhadap DMU yang lain. Berdasarkan kedua definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa DEA adalah teknik pemograman linier yang digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi beberapa unit yang terlibat dalam suatu kinerja.
Efisiensi yang diukur oleh analisis DEA memiliki karakter berbeda dengan konsep efisiensi pada umumnya. Pertama, efisiensi yang diukur adalah bersifat teknis, bukan ekonomis. Artinya, analisis DEA hanya memperhitungkan nilai absolute dari suatu variabel. Satuan dasar pengukuran yang mencerminkan nilai ekonomis dari tiap-tiap variabel seperti harga, berat, panjang, isi dan lainnya tidak dipertimbangkan. Oleh karenanya dimungkinkan suatu pola perhitungan kombinasi berbagai variabel dengan satuan yang berbeda-beda. Kedua, nilai efisiensi yang dihasilkan bersifat relatif atau hanya berlaku dalam lingkup sekumpulan Unit Kegiatan Ekonomi yang diperbandingkan tersebut (Marsaulina N, 2011).
Decision Making Unit (DMU) merupakan istilah yang digunakan terhadap unit yang akan diukur efisiensinya. Dalam hal ini, penelitian dengan pendekatan DEA akan menganalisis efisiensi relatif suatu DMU dalam satu kelompok observasi terhadap DMU lain. Teknik analisis DEA didesain khusus untuk mengukur efisiensi relatif suatu DMU dalam kondisi banyak input maupun output. Efisiensi relatif suatu DMU adalah efisiensi suatu DMU dibanding dengan DMU lain dalam sampel yang menggunakan jenis input dan output yang sama. DEA memformulasikan DMU sebagai program linear fraksional untuk mencari solusi, apabila model tersebut ditransformasikan ke dalam program linear dengan nilai bobot dari input dan output (Sa’diyah, 2016).
Variabel input yang digunakan merupakan sumberdaya yang dipergunakan untuk melakukan fungsi rantai pasok. Variabel output adalah hasil yang merupakan perwujudan dari aktivitas rantai pasok yang telah dilakukan. Angka efisiensi yang diperoleh dengan model DEA memungkinkan untuk mengidentifikasi unit kegiatan ekonomi yang penting untuk diperhatikan dalam kebijakan pengembangan kegiatan ekonomi yang dijalankan secara kurang produktif (Prasetyo, 2008).
Menurut Xxxxx Xxxxxxxxx (2013), Data Envelopment Analysis (DEA) dapat mengatasi keterbatasan yang dimiliki analisis rasio parsial dan regresi berganda untuk pengukuran efisiensi suatu organisasi atau unit kegiatan ekonomi yang melibatkan banyak input dan banyak output (multi input-multi output). Efisiensi relatif suatu unit kegiatan ekonomi adalah efisiensi suatu unit kegiatan ekonomi disbanding dengan kegiatan ekonomi pada lima tahun terakhir dengan jenis input dan output yang sama. Sehingga ada beberapa manfaat/kelebihan yang dimiliki oleh pengukuran efisiensi dengan menggunakan metode Data Envelopment Analysis (DEA), antara lain:
1. Dapat mengakomodasi banyak (multiple) input dan output. Hal ini tidak dapat dijawab oleh teknik pengukuran kinerja lainnya seperti rasio dan ekonometrika.
2. Sebagai tolok ukur untuk memperoleh efisiensi relatif yang berguna untuk mempermudah dalam membandingkan kinerja suatu UKE dengan UKE lainnya.
3. Mengukur berbagai informasi efisiensi antar unit kegiatan ekonomi untuk mengidentifikasikan faktor-faktor penyebabnya.
4. Tidak membutuhkan variabel harga yang kadang sulit ditemukan pada sektor-sektor tertentu.
Meskipun untuk menghitung efisiensi relatif DEA memiliki banyak kelebihan dibanding analisis rasio parsial dan analisis regresi, namun DEA juga memiliki keterbatasan, antara lain:
1. Metode DEA mensyaratkan semua input dan output harus spesifik dan dapat diukur.
2. Metode DEA berasumsi bahwa setiap unit input atau output identik dengan unit lain dalam tipe yang sama tanpa mampu mengenali perbedaan tersebut. Sehingga DEA dapat memberi hasil yang bias, maka perlu pengukuran data base yang lebih spesifik.
3. Metode DEA yang berasumsi pada constant return to scale menyatakan bahwa perubahan proporsional pada semua tingkat input akan menghasilkan perubahan proporsional yang sama pada tingkat output. Asumsi ini penting karena memungkinkan semua UKE diukur dan dibandingkan terhadap unit isoquant walaupun pada kenyataannya hal tersebut jarang terjadi.
Bobot input dan output yang dihasilkan dalam DEA tidak dapat ditafsirkan dalam nilai ekonomi meskipun koefisien tersebut memiliki formulasi matematik yang sama.
2.5 Jagung
Jagung (zea mays) adalah salah satu komoditas serealia yang serbaguna, selain sebagai sumber biomas, bahan baku industri pakan, bahan makanan, dan minuman juga merupakan komoditas bisnis strategis yang dari waktu ke waktu semakin popular. Teknologi pengolahan jagung menjadi bihun diharapkan dapat memperkecil penggunaan terigu.
Jagung (zea mays) adalah tanaman semusim yang mempunyai batang berbentuk bulat, beruas-ruas dan tingginya antara 60 – 300 cm. Tanaman jagung dapat tumbuh di dataran rendah sampai dataran tinggi (ketinggian 0-1.300 m dpl). Curah hujan yang optimal adalah antara 85–100 mm/bulan dan turun merata sepanjang tahun. Tanaman ini banyak ditanam di ladang-ladang yang berhawa sedang dan panas sebagai tanaman bahan makanan daerah setempat dan bahan makanan untuk ternak. Sebagai bahan makanan, jagung mengandung zat: gula, kalium, asam jagung dan minyak lemak. (Xxxxxxxx dalam Diana, 2017).
Tanaman jagung dipanen sesuai tujuan penanaman. Jagung semi (baby corn) dipanen pada umur 45-50 hari setelah tanam atau 5-6 hari setelah bunga betina muncul dan belum dibuahi. Jagung untuk sayur atau rebus, dipanen saat umur 60 hari setelah tanam. Sedangkan bila diambil biji keringnya, panen dilakukan bila telah terbentuk lapisan hitam (black layer) pada dasar biji sekitar 80-100 hari setelah tanam. Setelah proses panen selesai kegiatan pasca panen dimulai. Kegiatan pasca panen meliputi proses pemipilan, yaitu memisahkan biji jagung dari tongkolnya, kemudian proses pengeringan, pengemasan, dan yang terakhir pemasaran (Wisnu, 2016). Adapun faktor produksi terdiri dari empat komponen, yaitu tanah, modal, tenaga kerja, dan skill atau manajemen (pengelolaan). Kalau salah satu faktor tidak tersedia maka proses produksi tidak akan berjalan, terutama tiga faktor terdahulu, seperti tanah, modal, dan tenaga kerja.
Permintaan/konsumsi jagung secara umum dapat dibedakan menjadi empat kelompok, yaitu konsumsi langsung, untuk bahan baku industri pakan ternak, bahan baku industri makanan, dan untuk kebutuhan lain, seperti bibit, hilang tercecer, dll. Penggunaan jagung untuk konsumsi langsung atau makanan pokok masyarakat dari tahun ke tahun terus meningkat, meskipun pertumbuhannya semakin menurun seiring dengan keberhasilan swasembada beras (Maharanil, 2014). Tanaman jagung banyak sekali gunanya, sebab hampir seluruh bagian tanaman dapat dimanfaatkan untuk berbagai macam keperluan antara lain:
a) Batang dan daun muda : pakan ternak
b) Batang dan daun tua (setelah panen): pupuk hijau atau kompos
c) Batang dan daun kering: kayu bakar
d) Batang jagung : lanjaran (turus)
e) Batang jagung: pulp (bahan kertas)
f) Buah jagung muda: sayuran, pergedel, bakwan, sambel goreng
g) Biji jagung tua: pengganti nasi, marning, brondong, roti jagung, tepung, bihun, bahan campuran kopi bubuk, biskuit, kue kering, pakan ternak, bahan baku industry.
Menurut Soeharsono & B. Xxxxxxxxxx (2006) dalam Bunyamin (2013) sebagai pakan, jagung dimanfaatkan sebagai sumber energi dengan istilah energi metabolis. Walaupun jagung mengandung protein sebesar 8,5%, tetapi pertimbangan penggunaan jagung sebagai pakan adalah untuk energi. Apabila energi yang terdapat pada jagung masih kurang, misalnya untuk pakan ayam broiler, biasanya ditambahkan minyak agar energi ransum sesuai dengan kebutuhan ternak. Kontribusi energi jagung adalah dari patinya yang mudah dicerna. Jagung juga mengandung 3,5% lemak, terutama terdapat di bagian lembaga biji. Kadar asam lemak linoleat dalam lemak jagung sangat tinggi, sehingga dapat memenuhi kebutuhan ayam, terutama ayam petelur. Jagung mempunyai kandungan Ca dan P yang relatif rendah dan sebagian besar P terikat dalam bentuk fitat yang tidak tersedia seluruhnya untuk ternak berperut tunggal. Syarat umum bagi produk jagung untuk pakan maupun untuk pangan ditetapkan dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) menurut Litbang Deptan (2016).
Syarat Umum:
a. Bebas hama dan penyakit
b. Bebas bau busuk, asam, atau bau asing lainnya
c. Bebas bahan kimia: insektisida dan fungisida
2.6 Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu adalah kajian penelitian yang pernah dilakukan oleh peneliti sebelumnya yang dapat diambil dari berbagai sumber ilmiah seperti skripsi, tesis, disertasi atau jurnal penelitian. Berikut adalah penelitian terdahulu yang menjadi acuan peneliti dalam melakukan penelitian:
Tabel 4. Penelitian Terdahulu
No. Peneliti Judul Hasil Penelitian
1. Xxxxx Xxxxxxx, Xxx Xxx Xxxxxxxx, Xxxx Xxxxxxxxx
2. Xxxxxxxx, Xxxxx Xxxxx, dan Xxxxx Xxxxxxxxxx
Analisis Rantai Pasok Jagung (Studi Kasus Pada Rantai Pasok Jagung Hibrida (Zea mays) di Kelurahan Cicurug Kecamatan Majalengka Kabupaten Majalengka).
Kinerja Dan Efisiensi Rantai Pasok Biji Kakao Di Kabupaten Pasaman, Sumatera Barat
Hasil penelitian menunjukan bahwa kondisi rantai pasok jagung di Kelurahan Cicurug belum berjalan dengan baik. Sasaran pasar memiliki target yang jelas namun terdapat permasalahan dalam optimalisasi sasaran rantai pasok, yaitu petani tidak ditunjang dengan pengetahuan mengenai kualitas jagung yang baik. Pengukuran kinerja rantai pasok yang dilakukan dengan pendekatan efisiensi pemasaran menunjukan bahwa rantai pasok masih belum mencapai kinerja optimal, satu dari dua saluran pemasaran nilai rasio biaya dan keuntungan rendah walaupun marjin dan farmer’s share bernilai tinggi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat enam saluran pemasaran biji kakao yaitu petani sebagai produsen biji kakao, petani bandar, pedagang pengumpul tingkat desa, pedagang pengumpul tingkat kecamatan, pedagang besar, dan eksportir. Berdasarkan analisis efisiensi pemasaran, saluran satu merupakan saluran yang lebih efisien dibandingkan saluran lainnya. Pada saluran satu, nilai marjin pemasaran sebesar 16,1% dengan farmer’s share sebesar 83,9%. Sebaran nilai rasio keuntungan terhadap biaya tersebar merata dengan nilai rasio keuntungan terhadap biaya secara total sebesar 2,4.
3. Xxxxxxx, Xxxx Xxxxxxxxx dan Xxxxxxx
Analisis Kinerja Rantai Pasok Ikan Nila pada Bandar Sriandoyo di Kecamatan Tugumulyo Kabupaten Musi Rawas
Hasil pengukuran kinerja rantai pasok ikan nila pada pembudidaya mitra maupun Bandar Sriandoyo secara umum menunjukkan kinerja baik setelah dibandingkan dengan benchmarking. Dimana sebagian atribut kinerja telah mencapai target status superior yaitu merupakan capaian kinerja terbaik. Sedangkan atribut kinerja pengiriman dan kesesuaian dengan standar mencapai target status advantage (menengah). Hasil pengukuran efisiensi kinerja rantai pasok bahwa 23 pembudidaya mitra (60%) telah mencapai efisien teknis karena memiliki nilai efisiensi kinerja 100%. Sedangkan 15 pembudidaya mitra (40%) belum mencapai efisiensi teknis. Bandar Sriandoyo telah mencapai efisiensi teknis karena memiliki nilai efisiensi kinerja 100%, artinya dari faktor input maupun output telah berjalan sesuai target yang ditetapkan
2.7 Kerangka Pemikiran
Jagung (Zea mays L) merupakan salah satu serealia yang strategis dan bernilai ekonomis. Desa Moncongloe Bulu, Kecamatan Moncongloe merupakan salah satu wilayah sentra penghasil jagung di Kabupaten Maros. Wilayah tersebut memiliki luas produksi, serta memiliki lingkungan geografis yang cocok untuk pertumbuhan komoditi jagung membuat produksi jagung dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan. Namun, masih terdapat beberapa permasalahan yang dihadapi petani salah satunya saat pasca panen. Keterlibatan perilaku pasar jagung lebih didominasi oleh pedagang besar ini yang akan memasok ke pabrik pakan ternak. Petani memiliki akses terbatas hanya pada pedagang pengumpul sehingga jangkauan petani relatif lebih sempit dan berdampak pada aksesibilitas petani terhadap informasi harga juga menjadi terbatas. Permasalahan secara umum tersebut dapat diidentifikasi melalui rantai pasok.
Penjabaran kondisi rantai pasok pada penelitian ini akan menggunakan kerangka kerja Food Supply Chain Networking (FSCN) yang dimodifikasi oleh Vorst (2006) dimana terdapat beberapa elemen yang akan diidentifikasi antara lain sasaran rantai, struktur rantai, manajemen rantai, sumberdaya rantai, dan proses bisnis rantai. Elemen-elemen tersebut digunakan untuk menjelaskan dan menganalisis secara spesifik rantai pasokan yang terjadi. Sedangkan untuk melihat kinerja rantai pasokan dapat dilihat melalui variabel input dan output yang digunakan didasarkan pada hasil perancangan model kinerja dengan mengadaptasi model SCOR. Variabel input yang digunakan seperti metrik siklus waktu pemenuhan pesanan, fleksibilitas rantai pasok, biaya, cash to cash cycle time, persediaan harian. Sementara variabel output terdiri dari metrik kinerja pengiriman, pemenuhan pesanan dan kesesuaian dengan standar mutu.
Komoditi Jagung Desa Moncongloe Bulu
Mengetahui kinerja rantai pasok melalui model DEA: | |
INPUT - Siklus pemenuhan pesanan - lead time pemenuhan pesanan - Fleksibitas - Biaya total supply chain management - cash to cash cycle time - Persediaan harian OUTPUT - Kinerja pengiriman - Pemenuhan pesanan - Kualitas produk |
Sasaran Pengembangan
Sasaran Rantai Pasok
Sasaran Pasar
Kondisi Rantai Pasok menggunakan Analisis FSCN (Food Supply Chain Network)
Proses Bisnis Rantai Pasok
Manajemen Rantai Pasok
Sumber Daya
Rantai Pasok
Struktur
Rantai Pasok