MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 2 TAHUN 2021 TENTANG
TATA CARA PELAKSANAAN KERJA SAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang | : | a. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 46 ayat (2) Peraturan Presiden Nomor 38 Tahun 2015 tentang Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur, telah ditetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 21/PRT/M/2018 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat; b. bahwa terdapat perubahan dalam struktur organisasi dan tata kerja Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat sehingga pengaturan terkait pelaksanaan kerja sama pemerintah dengan badan usaha dalam penyediaan infrastruktur pekerjaan umum dan perumahan rakyat perlu diganti; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan |
Perumahan Rakyat tentang Tata Cara Pelaksanaan Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur; | ||
Mengingat | : | 1. Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916); 3. Peraturan Presiden Nomor 38 Tahun 2015 tentang Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 62); 4. Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2020 tentang Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 40); 5. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 13 Tahun 2020 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 473); 6. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 16 Tahun 2020 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 554) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 26 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 16 Tahun 2020 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 1144); |
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KERJA SAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR.
BAB I KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha yang selanjutnya disingkat KPBU adalah kerja sama antara pemerintah dan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur untuk kepentingan umum dengan mengacu pada spesifikasi yang telah ditetapkan sebelumnya oleh Menteri, yang sebagian atau seluruhnya menggunakan sumber daya Badan Usaha dengan memperhatikan pembagian risiko di antara para pihak.
2. Pelaksanaan KPBU dalam Penyediaan Infrastruktur yang selanjutnya disebut Pelaksanaan KPBU adalah kegiatan yang bertujuan membangun, memperluas, dan/atau meningkatkan aspek teknik maupun aspek kelembagaan, manajemen, keuangan, peran serta masyarakat, dan hukum dalam kesatuan yang utuh untuk melaksanakan Penyediaan Infrastruktur kepada masyarakat menuju keadaan yang lebih baik.
3. Infrastruktur adalah fasilitas teknis, fisik, sistem, perangkat keras, dan lunak yang diperlukan untuk melakukan pelayanan yang diperlukan utuk melakukan pelayanan kepada masyarakat dan mendukung jaringan struktur agar pertumbuhan ekonomi dan sosial masyarakat dapat berjalan dengan baik.
4. Penyediaan Infrastruktur adalah kegiatan yang meliputi pekerjaan konstruksi untuk membangun atau
meningkatkan kemampuan Infrastruktur dan/atau kegiatan pengelolaan Infrastruktur dan/atau pemeliharaan Infrastruktur dalam rangka meningkatkan kemanfaatan Infrastruktur.
5. Penanggung Jawab Proyek Kerjasama yang selanjutnya disingkat PJPK adalah menteri/kepala lembaga/kepala daerah, atau direksi badan usaha milik negara/badan usaha milik daerah sebagai penyedia atau penyelenggara infrastruktur berdasarkan ketentuan peraturan perundang- undangan.
6. Badan Usaha adalah badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, badan usaha swasta yang berbentuk Perseroan Terbatas, badan hukum asing, atau koperasi.
7. Badan Usaha Pelaksana KPBU yang selanjutnya disebut Badan Usaha Pelaksana adalah perseroan terbatas yang didirikan oleh Badan Usaha pemenang lelang atau ditunjuk langsung.
8. Simpul KPBU adalah Unit Organisasi yang ditunjuk dan ditetapkan oleh Menteri berdasarkan peraturan perundang-undangan yang memiliki tugas melaksanakan penyiapan perumusan kebijakan, sinkronisasi, fasilitasi, koordinasi, pengawasan, dan evaluasi pembangunan KPBU.
9. Tim KPBU adalah tim yang dibentuk oleh PJPK yang membantu pengelolaan KPBU pada tahap penyiapan dan transaksi hingga tercapai pemenuhan pembiayaan, termasuk membantu Panitia Pengadaan dalam kegiatan Pengadaan Badan Usaha Pelaksana.
10. Panitia Pengadaan Badan Usaha Pelaksana yang selanjutnya disebut Panitia Pengadaan adalah tim yang dibentuk PJPK yang memiliki peran dan tanggung jawab untuk mempersiapkan dan melaksanakan proses Pengadaan Badan Usaha Pelaksana pada tahap transaksi.
11. Badan Penyiapan adalah Badan Usaha dan/atau lembaga/institusi/organisasi internasional yang dipilih melalui kesepakatan atau seleksi untuk melakukan pendampingan pada tahap transaksi atau tahap penyiapan hingga transaksi proyek KPBU yang memberikan nilai tambah dalam bentuk pembiayaan terlebih dahulu pada tahap transaksi atau tahap penyiapan hingga transaksi proyek KPBU dan/atau dengan target hasil keluaran berupa kepastian dapat ditransaksikannya proyek KPBU.
12. Pengadaan Badan Usaha Pelaksana adalah rangkaian kegiatan pemilihan Badan Usaha untuk mendapatkan mitra kerja sama bagi PJPK dalam melaksanakan proyek KPBU.
13. Prakarsa Pemerintah adalah suatu proyek Penyediaan Infrastruktur yang diprakarsai oleh pemerintah dan ditawarkan kepada Badan Usaha untuk dikerjasamakan dengan skema KPBU.
14. Prakarsa Badan Usaha adalah suatu proyek pengadaan Infrastruktur yang diprakarsai oleh Badan Usaha dimana usulan proposal yang diajukan oleh Badan Usaha harus memenuhi persyaratan kesesuaian dengan rencana induk sektor, kelayakan secara ekonomi dan finansial, serta Badan Usaha memiliki kemampuan keuangan yang memadai untuk membiayai pelaksanaan proyek yang diprakarsai.
15. Studi Pendahuluan adalah kajian awal yang dilakukan oleh Direktur Jenderal untuk memberikan gambaran mengenai perlunya penyediaan suatu Infrastruktur melalui skema KPBU.
16. Konsultasi Publik adalah proses interaksi antara Menteri dengan masyarakat termasuk pemangku kepentingan untuk meningkatkan transparansi, efisiensi, akuntabilitas, dan efektivitas KPBU.
17. Penjajakan Minat Pasar adalah proses interaksi untuk mengetahui masukan maupun minat calon investor,
perbankan, dan asuransi atas KPBU yang akan dikerjasamakan pada tahap penyiapan KPBU.
18. Konsultasi Pasar adalah proses interaksi untuk mengetahui masukan maupun minat calon investor, perbankan, dan asuransi atas KPBU yang akan dikerjasamakan pada tahap transaksi KPBU.
19. Prastudi Kelayakan adalah kajian yang dilakukan untuk menilai kelayakan KPBU dengan mempertimbangkan paling sedikit aspek hukum, teknis, ekonomi, keuangan, pengelolaan risiko, lingkungan, dan sosial.
20. Studi Kelayakan adalah kajian yang dilakukan oleh Badan Usaha calon pemrakarsa untuk KPBU atas mekanisme Prakarsa Badan Usaha dalam rangka penyempurnaan Prastudi Kelayakan.
21. Dukungan Pemerintah adalah kontribusi fiskal dan/atau bentuk lainnya yang diberikan oleh menteri/kepala lembaga dan/atau menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan dan kekayaan negara sesuai dengan kewenangan masing-masing berdasarkan peraturan perundang-undangan untuk meningkatkan kelayakan finansial dan efektivitas KPBU.
22. Jaminan Pemerintah adalah kompensasi finansial yang diberikan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang keuangan dan kekayaan negara kepada Badan Usaha Pelaksanan melalui skema pembagian risiko untuk proyek kerja sama.
23. Perjanjian KPBU adalah perjanjian antara PJPK dan Badan Usaha Pelaksana untuk Penyediaan Infrastruktur.
24. Xxx Xxxxxxxxxxxx Pelaksanaan Perjanjian KPBU yang selanjutnya disebut Xxx Xxxxxxxxxx adalah tim yang dibentuk atau ditunjuk oleh PJPK untuk membantu PJPK dalam tahap pelaksanaan Perjanjian KPBU.
25. Unit Organisasi di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat yang selanjutnya disebut Unit
Organisasi adalah setiap unit eselon I yang memiliki kewenangan menjalankan tugas dan fungsi terhadap Infrastruktur berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
26. Pimpinan Unit Organisasi adalah setiap pimpinan Unit Organisasi di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.
27. Direktorat Jenderal adalah Direktorat Jenderal Pembiayaan Infrastruktur Pekerjaan Umum dan Perumahan.
28. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Pembiayaan Infrastruktur Pekerjaan Umum dan Perumahan.
29. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pekerjaan umum dan perumahan rakyat.
BAB II
JENIS INFRASTRUKTUR YANG DAPAT DIKERJASAMAKAN MELALUI SKEMA KPBU
Pasal 2
(1) Infrastruktur yang dapat dikerjasamakan terdiri atas:
a. Infrastruktur jalan berupa:
1. jalan arteri, jalan kolektor, dan jalan lokal;
2. jalan tol;
3. jembatan non tol; dan/atau
4. penerangan jalan umum;
b. Infrastruktur sumber daya air dan irigasi berupa:
1. prasarana penampung air beserta bangunan
pelengkapnya | antara | lain | |
waduk/bendungan, pembawa air baku; | intake | dan | saluran |
2. bendung dan jaringan irigasi dan rawa; dan/atau
3. bangunan pengendali daya rusak air, antara lain pengendali banjir, drainase utama perkotaan, pengaman pantai, dan pengendali sedimen;
c. Infrastruktur air minum berupa:
1. investasi pengembangan sistem penyediaan air minum dan/atau pengelolaan sistem penyediaan air minum terhadap air baku dan unit produksi;
2. investasi unit distribusi yang selanjutnya dioperasikan dan dikelola oleh badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah; dan/atau
3. investasi teknologi pengoperasian dan pemeliharaan dalam rangka mengupayakan penyelenggaraan sistem penyediaan air minum yang efektif dan efisien dengan mekanisme kontrak berbasis kinerja;
d. Infrastruktur sistem pengelolaan air limbah terpusat berupa:
1. sub sistem pelayanan;
2. sub sistem pengumpulan; dan/atau
3. sub sistem pengolahan terpusat;
e. Infrastruktur sistem pengelolaan air limbah setempat berupa:
1. sub sistem pengolahan setempat;
2. sub sistem pengangkutan; dan/atau
3. sub sistem pengolahan lumpur tinja;
f. Infrastruktur sistem pengelolaan persampahan berupa:
1. sarana dan prasarana pengangkutan;
2. sarana dan prasarana pengolahan; dan/atau
3. sarana dan prasarana pemrosesan akhir sampah;
g. Infrastruktur ekonomi fasilitas perkotaan, berupa pasar umum.
h. Infrastruktur fasilitas pendidikan, penelitian, dan pengembangan, berupa:
1. sarana pembelajaran;
2. laboratorium;
3. pusat pelatihan;
4. pusat penelitian/pusat kajian;
5. sarana dan prasarana penelitian dan pengembangan;
6. inkubator bisnis;
7. galeri pembelajaran;
8. ruang praktik siswa;
9. perpustakaan;
10. fasilitas pendukung pembelajaran dan pelatihan;
i. Infrastruktur fasilitas sarana olahraga, kesenian dan budaya berupa:
1. gedung/stadion olahraga; dan/atau
2. gedung kesenian dan budaya;
j. Infrastruktur perumahan rakyat berupa:
1. perumahan untuk masyarakat berpenghasilan rendah;
2. rumah susun khusus;
3. rumah susun negara; dan/atau
4. rumah susun umum dengan fungsi campuran; dan
k. Infrastruktur bangunan negara berupa gedung perkantoran, rumah negara, dan sarana pendukung lainnya.
(2) Dalam hal Unit Organisasi bermaksud melaksanakan KPBU untuk Infrastruktur selain jenis Infrastruktur sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pimpinan Unit Organisasi mengajukan permohonan kepada Menteri.
(3) Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Menteri mengajukan permohonan KPBU untuk Infrastruktur selain jenis Infrastruktur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang perencanaan pembangunan nasional untuk mendapat penetapan.
(4) KPBU untuk jenis Infrastruktur jalan tol sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a angka 2 dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
Pasal 3
(1) Untuk meningkatkan efektivitas, efisiensi, dan kelayakan proyek, Pelaksanaan KPBU dapat terdiri dari gabungan dari 2 (dua) atau lebih jenis Infrastruktur.
(2) Dalam hal KPBU merupakan gabungan dari 2 (dua) atau lebih jenis Infrastruktur sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri dapat bertindak bersama-sama sebagai PJPK dengan menteri, kepala lembaga, atau kepala daerah yang memiliki kewenangan terhadap sektor Infrastruktur yang dikerjasamakan berdasarkan peraturan perundang- undangan.
(3) Selain gabungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pelaksanaan KPBU dapat merupakan gabungan dari 2 (dua) atau lebih PJPK untuk 1 (satu) jenis Infrastruktur.
(4) Tata cara pelaksanaan gabungan KPBU dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
BAB III KELEMBAGAAN KPBU
Bagian Kesatu Penanggungjawab Proyek KPBU
Pasal 4
(1) Menteri bertindak sebagai PJPK dalam Pelaksanaan KPBU untuk Penyediaan Infrastruktur.
(2) Menteri dapat memberikan mandat kepada Direktur Jenderal dan/atau Pimpinan Unit Organisasi sesuai dengan tugas dan fungsinya untuk menjadi PJPK.
(3) Pelimpahan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak menghilangkan tanggung jawab Menteri sebagai PJPK.
(4) Pelimpahan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan keputusan Menteri.
(5) Pembagian wewenang Pelaksanaan KPBU dalam Penyediaan Infrastruktur sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Pasal 5
(1) Direksi badan usaha milik negara yang ditunjuk oleh Menteri dapat bertindak sebagai PJPK.
(2) Dalam hal badan usaha milik negara yang ditunjuk oleh Menteri tidak dapat melaksanakan tugasnya sebagai PJPK, badan usaha milik negara menyampaikan alasan tidak dapat melaksanakan tugasnya sebagai PJPK secara tertulis kepada Menteri.
(3) Berdasarkan penyampaian alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Menteri mengambilalih tugas badan usaha milik negara sebagai PJPK.
Pasal 6
(1) PJPK memiliki tugas dan tanggung jawab:
a. menyusun rencana anggaran untuk pelaksanaan tahap perencanaan, penyiapan dan transaksi KPBU sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
b. menyusun Studi Pendahuluan;
c. menyusun Prastudi Kelayakan;
x. xxnyusun pengajuan Dukungan Pemerintah dan/atau Jaminan Pemerintah;
e. melakukan Konsultasi Publik, Penjajakan Minat Pasar, dan Konsultasi Pasar;
f. menetapkan Tim KPBU dan Panitia Pengadaan;
g. melakukan Pengadaan Badan Usaha Pelaksana yang mencakup persiapan dan pelaksanaan Pengadaan Badan Usaha Pelaksana;
h. menandatangani Perjanjian KPBU; dan
i. melaksanakan Perjanjian KPBU yang terdiri atas persiapan pengendalian pelaksanaan Perjanjian KPBU dan pengendalian pelaksanaan Perjanjian KPBU.
(2) Dalam hal kewenangan sebagai PJPK dimandatkan oleh Menteri, tugas dan tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh:
a. Direktur Jenderal untuk tugas dan tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a sampai dengan huruf g; dan
b. Pimpinan Unit Organisasi untuk tugas dan tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf h sampai dengan huruf i.
(3) Selain melaksanakan tugas dan tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, Pimpinan Unit Organisasi memiliki tugas dan tanggung jawab membantu PJPK dalam:
a. melakukan identifikasi kebutuhan atas tanah untuk KPBU berdasarkan hasil kajian akhir Prastudi Kelayakan;
b. mengajukan permohonan penetapan lokasi KPBU;
c. melaksanakan pengadaan tanah dan membantu proses perizinan untuk menyelenggarakan KPBU sesuai dengan kewenangannya;
d. menyusun Prastudi Kelayakan aspek teknis; dan
e. menyiapkan dokumen kajian lingkungan hidup.
Bagian Kedua Simpul KPBU
Pasal 7
(1) Menteri menunjuk Direktorat Jenderal sebagai Simpul KPBU.
(2) Simpul KPBU sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertugas untuk:
a. menyiapkan perumusan kebijakan, sinkronisasi, koordinasi, pengawasan, dan evaluasi pembangunan KPBU; dan
b. membantu PJPK dalam melaksanakan kegiatan tahap pelaksanaan Perjanjian KPBU.
(3) Simpul KPBU sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas unsur pengarah dan unsur pelaksana.
(4) Simpul KPBU sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri.
Bagian Ketiga
Tim KPBU, Panitia Pengadaan, dan Xxx Xxxxxxxxxx
Pasal 8
(1) Menteri atau Direktur Jenderal selaku PJPK membentuk Tim KPBU dan Panitia Pengadaan.
(2) Menteri atau Pimpinan Unit Organisasi selaku PJPK membentuk Xxx Xxxxxxxxxx.
(3) Tim KPBU dan Panitia Pengadaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melakukan koordinasi secara berkala dengan Simpul KPBU pada tahap penyiapan dan tahap transaksi KPBU.
(4) Tim KPBU sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki tugas dan tanggung jawab untuk:
a. membantu kegiatan tahap penyiapan KPBU;
b. membantu kegiatan tahap transaksi KPBU hingga tercapainya pemenuhan pembiayaan, termasuk berkoordinasi dengan Panitia Pengadaan dalam kegiatan Pengadaan Badan Usaha Pelaksana;
c. menyampaikan pelaporan kepada PJPK secara berkala melalui Simpul KPBU; dan
d. melakukan koordinasi dengan Simpul KPBU dalam pelaksanaan tugasnya.
(5) Panitia Pengadaan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) memiliki tugas dan tanggung jawab untuk mempersiapkan dan melaksanakan proses Pengadaan Badan Usaha Pelaksana pada tahap transaksi KPBU.
(6) Xxx Xxxxxxxxxx sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bertugas membantu PJPK melaksanakan pengendalian pelaksanaan Perjanjian KPBU.
BAB IV
TATA CARA PELAKSANAAN KPBU ATAS PRAKARSA PEMERINTAH
Bagian Kesatu Umum
Pasal 9
KPBU atas Prakarsa Pemerintah dilaksanakan dengan tahapan sebagai berikut:
a. tahap perencanaan;
b. tahap penyiapan;
c. tahap transaksi; dan
d. tahap pelaksanaan Perjanjian KPBU.
Bagian Kedua Tahap Perencanaan KPBU
Pasal 10 Tahap perencanaan KPBU terdiri atas:
a. penyusunan rencana anggaran dana KPBU;
b. identifikasi dan usulan penetapan KPBU;
c. pengambilan keputusan lanjut/tidak lanjut rencana KPBU;
x. xxnyusunan daftar rencana KPBU di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat; dan
e. pengkategorian KPBU.
Pasal 11
(1) PJPK menyusun rencana anggaran dana KPBU sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf a.
(2) PJPK menyusun rencana anggaran dana KPBU untuk setiap tahapan Pelaksanaan KPBU sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 sesuai dengan kewenangannya.
(3) Dalam hal proyek KPBU membutuhkan Dukungan Pemerintah dalam bentuk pembangunan sebagian konstruksi, Menteri atau Pimpinan Unit Organisasi yang bertindak sebagai PJPK menyiapkan rencana anggaran yang dibutuhkan.
(4) Dalam hal pengembalian investasi direncanakan untuk diperoleh melalui pembayaran ketersediaan layanan Menteri atau Pimpinan Unit Organisasi yang bertindak sebagai PJPK menyiapkan rencana anggaran yang dibutuhkan.
(5) Pembayaran ketersediaan layanan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) merupakan pembayaran secara berkala oleh Menteri kepada Badan Usaha Pelaksana atas tersedianya layanan Infrastruktur yang sesuai dengan kualitas dan/atau kriteria sebagaimana ditentukan dalam Perjanjian KPBU.
(6) Rencana anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dapat bersumber dari:
a. anggaran pendapatan dan belanja negara;
b. pinjaman atau hibah; dan/atau
c. sumber yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 12
Identifikasi dan usulan penetapan KPBU sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf b terdiri atas kegiatan:
a. pemberian rekomendasi keterpaduan proyek KPBU dengan pengembangan kawasan;
b. penyusunan rencana umum proyek KPBU; dan
c. penyusunan Studi Pendahuluan.
Pasal 13
Pimpinan Unit Organisasi yang mempunyai tugas melaksanakan penyusunan kebijakan teknis dan rencana terpadu program pengembangan Infrastruktur berdasarkan pendekatan pengembangan wilayah memberikan rekomendasi keterpaduan proyek KPBU dengan pengembangan kawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf a.
Pasal 14
(1) Direktur Jenderal menyusun rencana umum proyek KPBU sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf b untuk jangka waktu 5 (lima) tahun berdasarkan masukan dari Pimpinan Unit Organisasi.
(2) Rencana umum proyek KPBU sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan bagian dari rencana strategis dari masing-masing Unit Organisasi.
(3) Direktur Jenderal melakukan identifikasi proyek Infrastruktur untuk menyusun rencana umum proyek KPBU sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(4) Dalam melaksanakan identifikasi proyek Infrastruktur sebagaimana dimaksud pada ayat (3) Direktur Jenderal menerapkan analisis multi kriteria.
(5) Analisis multi kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (4) merupakan prosedur seleksi dan pemeringkatan proyek dengan menggunakan metodologi gabungan penilaian subyektif dan obyektif dari beberapa kriteria.
Pasal 15
(1) Direktur Jenderal menyusun Studi Pendahuluan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf c berdasarkan rencana umum proyek KPBU.
(2) Direktur Jenderal melakukan Konsultasi Publik untuk menyusun Studi Pendahuluan.
(3) Direktur Jenderal berkoordinasi dengan Simpul KPBU dalam melakukan konsutasi publik sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(4) Konsultasi Publik sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) bertujuan memperoleh pertimbangan mengenai manfaat dan dampak KPBU kepada kepentingan masyarakat.
(5) Konsultasi Publik sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) paling sedikit menghasilkan:
a. penerimaan tanggapan dan/atau masukan dari pemangku kepentingan yang menghadiri Konsultasi Publik; dan
b. evaluasi terhadap hasil yang didapat dari Konsultasi Publik dan implementasinya dalam KPBU.
Pasal 16
(1) Direktur Jenderal menyampaikan Studi Pendahuluan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 kepada Menteri.
(2) Berdasarkan Studi Pendahuluan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri melakukan pengambilan keputusan lanjut atau tidak lanjut rencana KPBU sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf c.
(3) Menteri dapat meminta masukan Simpul KPBU dalam pengambilan keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(4) Menteri menyampaikan Studi Pendahuluan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada menteri
yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perencanaan pembangunan nasional.
Pasal 17
(1) Simpul KPBU melakukan penyusunan daftar rencana KPBU di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf d berdasarkan Studi Pendahuluan dan pengambilan keputusan lanjut atau tidak lanjut rencana KPBU oleh Menteri.
(2) Simpul KPBU berkoordinasi dengan Unit Organisasi dalam penyusunan daftar rencana KPBU di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Daftar rencana KPBU di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri.
(4) Daftar rencana KPBU di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat dimutakhirkan setiap tahun sesuai dengan perkembangan proyek KPBU di setiap tahapan KPBU.
Pasal 18
(1) Simpul KPBU melakukan pengkategorian KPBU sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf e berdasarkan daftar rencana KPBU yang telah disusun.
(2) Pengkategorian KPBU sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
a. KPBU siap ditawarkan; dan
b. KPBU dalam proses penyiapan.
(3) Pengkategorian KPBU sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian Ketiga Tahap Penyiapan KPBU
Pasal 19
(1) Tahap penyiapan KPBU terdiri atas:
a. penyiapan Prastudi Kelayakan termasuk kajian pengembalian investasi Badan Usaha Pelaksana;
b. Penjajakan Minat Pasar;
c. pengajuan Dukungan Pemerintah dan/atau Jaminan Pemerintah; dan
x. xxxxajuan penetapan lokasi KPBU.
(2) Tahap penyiapan KPBU sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit menghasilkan:
a. Prastudi Kelayakan;
b. berita acara Penjajakan Minat Pasar;
c. rencana Dukungan Pemerintah dan/atau Jaminan Pemerintah;
d. penetapan tata cara pengembalian investasi Badan Usaha; dan
e. pengadaan tanah untuk KPBU.
(3) Unit Organisasi memberikan masukan teknis dalam penyusunan hasil penyiapan KPBU sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
Pasal 20
(1) Menteri atau Direktur Jenderal selaku PJPK melakukan penyiapan Prastudi Kelayakan termasuk kajian pengembalian investasi Badan Usaha Pelaksana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) huruf a.
(2) Dalam melakukan penyiapan Prastudi Kelayakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri atau Direktur Jenderal selaku PJPK berkoordinasi dengan Pimpinan Unit Organisasi.
(3) Penyiapan Prastudi Kelayakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas 2 (dua) tahap, meliputi:
a. penyiapan kajian awal Prastudi Kelayakan yang terdiri atas:
1. kajian hukum dan kelembagaan;
2. kajian teknis yang disusun oleh Pimpinan Unit Organisasi;
3. kajian ekonomi dan komersial;
4. kajian lingkungan dan sosial;
5. kajian bentuk kerja sama dalam Penyediaan Infrastruktur;
6. kajian risiko; dan
7. kajian kebutuhan Dukungan Pemerintah dan/atau Jaminan Pemerintah; dan
b. penyiapan kajian akhir Prastudi Kelayakan yang terdiri atas penyesuaian data dengan kondisi terkini serta pemutakhiran atas kelayakan dan kesiapan KPBU.
(4) Kajian akhir Prastudi Kelayakan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b juga memuat kajian kesiapan KPBU yang meliputi:
a. terpenuhinya seluruh persyaratan kajian pada Prastudi Kelayakan termasuk hal lain yang perlu ditindaklanjuti;
b. persetujuan para pemangku kepentingan mengenai KPBU;
c. kepastian perlu atau tidaknya Dukungan Pemerintah dan/atau Jaminan Pemerintah; dan
d. penyesuaian data dengan kondisi terkini dan pemutakhiran atas kelayakan dan kesiapan KPBU.
(5) Dalam hal proyek KPBU terdapat pembagian kewenangan dalam pengembangan sistem hulu dan hilir, kelayakan KPBU dinilai dari lingkup KPBU dan keseluruhan sistem KPBU terutama sistem hilir terkait dengan kemampuan penyerapan titik serah.
(6) Penyiapan Prastudi Kelayakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan dalam 1 (satu) tahap dalam hal proyek KPBU merupakan:
a. proyek prioritas dan/atau proyek strategis nasional; dan/ atau
b. proyek yang telah memiliki contoh proyek kerja sama serupa dengan minat yang tinggi di dalam Penjajakan Minat Pasar.
(7) Penyusunan Prastudi Kelayakan yang dilakukan dalam 2 (dua) tahap sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) dapat diubah menjadi 1 (satu tahap) dalam hal terdapat minat yang tinggi dalam Penjajakan Minat Pasar.
Pasal 21
(1) Menteri atau Direktur Jenderal selaku PJPK melaksanakan Konsultasi Publik dan/atau Penjajakan Minat Pasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) huruf b.
(2) Konsultasi Publik sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) bertujuan:
a. mendapat masukan mengenai kebutuhan masyarakat terkait dengan KPBU;
b. menjajaki kepatuhan terhadap norma sosial dan norma lingkungan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang lingkungan hidup; dan
c. memastikan kesiapan KPBU termasuk kebutuhan Dukungan Pemerintah.
(3) Penjajakan Minat Pasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk memperoleh masukan dan tanggapan terhadap KPBU dari calon investor, Badan Usaha di bidang konstruksi, dan/atau Badan Usaha, lembaga, institusi, atau organisasi nasional maupun internasional di bidang keuangan.
(4) Direktur Jenderal berkoordinasi dengan Simpul KPBU dalam melaksanakan Konsultasi Publik dan/atau Penjajakan Minat Pasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Pasal 22
(1) Menteri dan/atau menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan dapat memberikan Dukungan Pemerintah terhadap KPBU sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) huruf c.
(2) Dukungan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan dalam bentuk:
a. dukungan kelayakan;
b. insentif perpajakan; dan/atau
c. lainnya sesuai peraturan perundang- undangan.
(3) Dukungan Pemerintah dalam bentuk dukungan kelayakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan/atau insentif perpajakan KPBU sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b diberikan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan.
(4) Direktur Jenderal selaku PJPK mengusulkan Dukungan Pemerintah dalam bentuk dukungan kelayakan dan/atau insentif perpajakan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) kepada Menteri.
(5) Berdasarkan usulan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Menteri mengajukan permohonan kepada menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan untuk mendapatkan persetujuan pemberian Dukungan Pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(6) Dalam hal Dukungan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) mendapat persetujuan untuk diberikan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan, Direktur Jenderal bertindak sebagai Kuasa Pengguna Anggaran pada dukungan kelayakan setelah ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan.
(7) Dukungan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dicantumkan dalam dokumen Pengadaan Badan Usaha.
Pasal 23
(1) Proyek KPBU dapat memperoleh Jaminan Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) huruf c.
(2) Untuk memperoleh Jaminan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri menyampaikan lembar penyaringan proyek beserta kelengkapannya serta usulan Jaminan Pemerintah beserta kelengkapannya kepada menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan melalui Badan Usaha Penjaminan Infrastruktur.
(3) Usulan Jaminan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan oleh Menteri sebelum penyelesaian kajian akhir Prastudi Kelayakan untuk tujuan penjaminan Penyediaan Infrastruktur.
(4) Jaminan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dicantumkan dalam dokumen Pengadaan Badan Usaha.
Pasal 24
(1) Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan dapat memberikan fasilitas pada tahap penyiapan KPBU dan transaksi KPBU.
(2) Fasilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan fasilitas untuk penyiapan dan pelaksanaan transaksi proyek KPBU dalam Penyediaan Infrastruktur.
(3) Untuk memperoleh Fasilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Direktur Jenderal selaku PJPK menyusun dokumen permohonan fasilitas beserta kelengkapannya.
(4) Direktur Jenderal selaku PJPK menyampaikan dokumen permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) kepada Menteri.
(5) Berdasarkan dokumen permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Menteri mengajukan permohonan fasilitas kepada menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan.
Pasal 25
(1) Unit Organisasi melakukan identifikasi kebutuhan atas tanah untuk KPBU berdasarkan hasil kajian akhir Prastudi Kelayakan.
(2) Dalam hal hasil identifikasi menunjukkan kebutuhan akan pengadaan tanah, Unit Organisasi melakukan perencanaan dan penyusunan dokumen pengadaan tanah untuk memperoleh penetapan lokasi.
(3) Dalam hal hasil identifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menunjukkan kebutuhan tanah berstatus Barang Milik Negara atau Barang Milik Daerah, Unit Organisasi mengajukan usulan pemanfaatan Barang Milik Negara atau Barang Milik Daerah untuk Pelaksanaan KPBU kepada pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian Keempat Tahap Transaksi KPBU
Pasal 26 Tahap transaksi KPBU terdiri atas:
a. Konsultasi Pasar;
b. penetapan lokasi KPBU;
c. Pengadaan Badan Usaha Pelaksana yang mencakup persiapan dan pelaksanaan Pengadaan Badan Usaha Pelaksana;
d. penandatanganan Perjanjian KPBU; dan
e. pemenuhan pembiayaan oleh Badan Usaha Pelaksana.
Pasal 27
(1) Menteri atau Direktur Jenderal selaku PJPK melaksanakan tahap transaksi KPBU sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 huruf a dan huruf c.
(2) Menteri atau Pimpinan Unit Organisasi selaku PJPK melaksanakan tahap transaksi KPBU sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 huruf b, huruf d, dan huruf e.
(3) Transaksi KPBU sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan setelah memenuhi ketentuan sebagai berikut:
a. syarat dan ketentuan pengelolaan Barang Milik Negara atau Barang Milik Daerah untuk Pelaksanaan KPBU telah dipenuhi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan;
b. penetapan lokasi telah diperoleh; dan
c. perizinan sesuai dengan kebutuhan sektor yang bersangkutan.
(4) Pemenuhan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan oleh Pimpinan Unit Organisasi.
Pasal 28
(1) Konsultasi Pasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal
26 huruf a bertujuan untuk memperoleh masukan, tanggapan, dan mengetahui minat pemangku kepentingan terhadap KPBU.
(2) Pemangku kepentingan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berasal dari Badan Usaha, lembaga, institusi, organisasi nasional, atau internasional.
Pasal 29
(1) Menteri atau Pimpinan Unit Organisasi selaku PJPK memastikan kesesuaian dokumen perencanaan pengadaan tanah dan pemukiman kembali berkaitan
dengan rencana KPBU untuk mendapatkan penetapan lokasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 huruf b.
(2) Menteri atau Pimpinan Unit Organisasi selaku PJPK memastikan KPBU telah mendapatkan izin lingkungan.
(3) Menteri atau Pimpinan Unit Organisasi selaku PJPK mengajukan permohonan penetapan lokasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Penetapan lokasi untuk KPBU sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan sebelum tahap prakualifikasi Pengadaan Badan Usaha Pelaksana KPBU.
Pasal 30
(1) Menteri atau Direktur Jenderal selaku PJPK membentuk Panitia Pengadaan untuk melaksanakan Pengadaan Badan Usaha Pelaksana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 huruf c setelah berkoordinasi dengan Simpul KPBU.
(2) Panitia Pengadaan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) menyusun rencana dan dokumen Pengadaan Badan Usaha Pelaksana.
(3) Penyusunan rencana dan dokumen pengadaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) memperhatikan hasil Konsultasi Pasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28.
(4) Pengadaan Badan Usaha Pelaksana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan berdasarkan peraturan lembaga yang menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang kebijakan pengadaan barang/jasa pemerintah.
Pasal 31
Penandatanganan Perjanjian KPBU sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 huruf d dilakukan oleh Pimpinan Unit Organisasi selaku PJPK dengan Badan Usaha Pelaksana.
Pasal 32
(1) Badan Usaha Pelaksana harus memperoleh pemenuhan pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 huruf e paling lama 12 (dua belas) bulan sejak menandatangani Perjanjian KPBU.
(2) Dalam hal Badan Usaha Pelaksana tidak dapat memperoleh pemenuhan pembiayaan yang bukan disebabkan oleh kelalaian Badan Usaha Pelaksana, PJPK dapat memberikan perpanjangan waktu pemenuhan pembiayaan paling lama 6 (enam) bulan.
(3) Kelalaian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) didasarkan pada kriteria yang ditetapkan oleh PJPK dan dituangkan dalam Perjanjian KPBU.
(4) Dalam hal Badan Usaha Pelaksana tidak dapat memperoleh pemenuhan pembiayaan setelah diberikan perpanjangan waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Perjanjian KPBU berakhir dan PJPK berhak mencairkan jaminan pelaksanaan.
Pasal 33
Pemenuhan pembiayaan yang bersumber dari pinjaman dinyatakan telah terlaksana jika:
a. perjanjian pinjaman telah ditandatangani untuk membiayai seluruh KPBU; dan
b. sebagian pinjaman telah dapat dicairkan untuk memulai pekerjaan konstruksi.
Pasal 34
Dalam hal pelaksanaan Perjanjian KPBU terbagi menjadi beberapa tahapan, pemenuhan pembiayaan dinyatakan telah terlaksana, jika:
a. perjanjian pinjaman telah ditandatangani untuk membiayai salah satu tahapan KPBU; dan
b. sebagian pinjaman untuk membiayai salah satu tahapan KPBU telah dapat dicairkan untuk memulai pekerjaan konstruksi.
Pasal 35
(1) PJPK dapat dibantu oleh Badan Penyiapan untuk melakukan penyiapan dan/atau transaksi KPBU.
(2) Badan Penyiapan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) bertugas melakukan pembiayaan dan pendampingan pada tahap penyiapan dan/atau tahap transaksi.
(3) Tata cara pengadaan Badan Penyiapan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian Kelima
Tahap Pelaksanaan Perjanjian KPBU
Pasal 36
Tahap pelaksanaan Perjanjian KPBU dilaksanakan dengan tujuan memastikan penyediaan jasa atau layanan, serta pelaksanaan hak dan kewajiban PJPK dan Badan Usaha Pelaksana dilaksanakan sesuai Perjanjian KPBU.
Pasal 37
(1) Tahap pelaksanaan Perjanjian KPBU terdiri atas:
a. persiapan pengendalian pelaksanaan Perjanjian KPBU; dan
b. pengendalian pelaksanaan Perjanjian KPBU.
(2) Tahap pengendalian pelaksanaan Perjanjian KPBU sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilaksanakan pada masa:
a. konstruksi;
b. penyediaan layanan; dan
c. berakhirnya Perjanjian KPBU.
(3) Masa Konstruksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a tidak dilaksanakan pada KPBU yang tidak meliputi konstruksi.
Pasal 38
(1) Menteri atau Pimpinan Unit Organisasi selaku PJPK dibantu oleh Xxx Xxxxxxxxxx dalam tahap pelaksanaan Perjanjian KPBU.
(2) Xxx Xxxxxxxxxx sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat merupakan unit kerja atau satuan kerja yang telah ada dan/atau unit kerja atau satuan kerja baru di Direktorat Jenderal dan/atau Unit Organisasi.
Pasal 39
Bagan alir Pelaksanaan KPBU atas Prakarsa Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 sampai dengan Pasal
38 tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
BAB V
TATA CARA PELAKSANAAN KPBU ATAS PRAKARSA BADAN USAHA
Pasal 40
(1) Badan Usaha dapat memprakarsai KPBU Penyediaan Infrastruktur.
(2) Prakarsa Badan Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan:
a. usulan KPBU terintegrasi secara teknis dengan rencana teknis sektor yang bersangkutan;
b. layak secara ekonomi dan finansial; dan
c. Badan Usaha yang mengajukan prakarsa memiliki kemampuan keuangan yang memadai untuk membiayai pelaksanaan Penyediaan Infrastruktur.
(3) Prakarsa Badan Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:
a. tahap inisiasi;
b. tahap penyiapan;
c. tahap transaksi; dan
d. tahap pelaksanaan Perjanjian KPBU.
Pasal 41
(1) Calon Badan Usaha Pemrakarsa menyampaikan surat pernyataan minat kepada Menteri untuk mengajukan usulan proyek KPBU atas Prakarsa Badan Usaha.
(2) Surat pernyataan minat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai dengan:
a. ringkasan studi atau Prastudi Kelayakan;
b. laporan keuangan calon Badan Usaha Pemrakarsa; dan
c. perjanjian konsorsium dalam hal calon Badan Usaha Pemrakarsa berbentuk konsorsium.
(3) Menteri melakukan evaluasi terhadap usulan proyek KPBU atas Prakarsa Badan Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak surat pernyataan minat diterima oleh Menteri.
(4) Apabila jangka waktu evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terlampaui, Menteri dapat menyampaikan perpanjangan waktu kepada Badan Usaha disertai dengan alasan dan batas waktu perpanjangan pelaksanaan evaluasi.
Pasal 42
(1) Dalam hal Menteri memberikan persetujuan terhadap usulan proyek KPBU atas Prakarsa Badan Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (3), Menteri menerbitkan Surat Izin Prakarsa.
(2) Berdasarkan Surat Izin Prakarsa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Calon Badan Usaha Pemrakarsa menyusun dan menyampaikan Studi Kelayakan serta kelengkapannya kepada Menteri.
(3) Kelengkapan Studi Kelayakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
a. substansi kajian akhir Studi Kelayakan;
b. basic engineering design;
c. dokumen perencanaan pengadaan tanah;
d. laporan keuangan; dan
e. kelengkapan pendukung teknis dan administrasi lainnya.
(4) Studi Kelayakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun oleh calon Badan Usaha Pemrakarsa paling lama 6 (enam) bulan sejak Menteri memberikan persetujuan.
(5) Menteri melakukan evaluasi terhadap Studi Kelayakan yang disusun oleh Calon Badan Usaha Pemrakarsa paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak Studi Kelayakan dan kelengkapannya diterima.
(6) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (4) terlampaui, Menteri dapat menyampaikan perpanjangan waktu kepada Badan Usaha disertai dengan alasan perpanjangan dan batas waktu perpanjangan pelaksanaan evaluasi Studi Kelayakan.
(7) Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) digunakan oleh Menteri sebagai bahan pertimbangan dalam memberikan persetujuan atau pemberitahuan penolakan usulan KPBU kepada Calon Badan Usaha Pemrakarsa.
(8) Dalam hal Menteri memberikan persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (6), Menteri menerbitkan Surat Persetujuan Pemrakarsa.
Pasal 43
(1) Proyek KPBU atas Prakarsa Badan Usaha yang telah memperoleh Surat Izin Prakarsa sebagaimana dimaksud dalam pasal 41 ayat (1) atau Surat Persetujuan Pemrakarsa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (7) dicantumkan dalam daftar rencana KPBU atas Prakarsa Badan Usaha di kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pekerjaan umum dan perumahan rakyat.
(2) Menteri mengajukan daftar rencana KPBU sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang perencanaan pembangunan nasional untuk mendapat penetapan.
Pasal 44
Bagan alir Pelaksanaan KPBU atas Prakarsa Badan Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 sampai dengan Pasal 43 tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
BAB VI MANAJEMEN RISIKO
Pasal 45
(1) Direktur Jenderal menyusun manajemen risiko dalam menyelenggarakan setiap tahapan KPBU sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dan Pasal 40.
(2) Direktur Jenderal berkoordinasi dengan Pimpinan Unit Organisasi dalam menyusun manajemen risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Manajemen risiko Pelaksanaan KPBU bertujuan memastikan keberlanjutan Infrastruktur dan meningkatkan kepercayaan para pemangku kepentingan dalam Pelaksanaan KPBU.
(4) Penerapan pelaksanaan manajemen risiko pada proyek KPBU dilakukan secara bertahap dan terstruktur.
(5) Direktur Jenderal bertanggung jawab merancang penerapan pelaksanaan manajemen risiko proyek KPBU.
BAB VII
PEMANTAUAN, EVALUASI, DAN FASILITASI
Pasal 46
Pemantauan dan evaluasi Pelaksanaan KPBU Infrastruktur bertujuan untuk:
a. mendapatkan informasi secara langsung mengenai perkembangan proses pelaksanaan Proyek KPBU;
b. mengidentifikasi dan menginventarisasi permasalahan Pelaksanaan KPBU sebagai upaya pemecahan masalah; dan
c. mengevaluasi hasil Pelaksanaan KPBU khususnya berkaitan dengan manfaat dan kinerja Pelaksanaan KPBU.
Pasal 47
(1) Simpul KPBU melaksanakan pemantauan dan evaluasi Pelaksanaan KPBU atas proses dan pencapaian proyek KPBU di setiap tahapan KPBU.
(2) Dalam melaksanakan pemantauan dan evaluasi Pelaksanaan KPBU sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Simpul KPBU berkoordinasi dengan Pimpinan Unit Organisasi.
(3) Proses pemantauan dan evaluasi dilakukan secara rutin dan berkala setiap tahun.
(4) Unit Organisasi memberikan dukungan berupa penyampaian data informasi terkini dan akses ke lokasi Proyek KPBU.
(5) Hasil dari pemantauan dan evaluasi secara berkala disampaikan oleh Simpul KPBU kepada:
a. Menteri sebagai bahan pertimbangan pengambilan kebijakan; dan
b. Pimpinan Unit Organisasi sebagai bahan untuk proses perbaikan organisasi secara terus menerus.
Pasal 48
(1) Direktur Jenderal dapat memberikan fasilitasi kepada Pemerintah Daerah, badan usaha milik negara, dan/atau badan usaha milik daerah dalam
Pelaksanaan KPBU sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Fasilitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
a. konsultasi;
b. asistensi; dan/atau
c. pemberian fasilitator.
(3) Fasilitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan berdasarkan permohonan yang disampaikan Gubernur, Bupati/Walikota, atau direksi badan usaha milik negara/badan usaha milik daerah selaku PJPK kepada Menteri melalui Direktur Jenderal dengan melampirkan ringkasan informasi proyek KPBU.
(4) Dalam melakukan fasilitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Menteri melalui Direktur Jenderal berkoordinasi dengan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perencanaan pembangunan nasional.
(5) Fasilitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak menghilangkan tanggung jawab Pemerintah Daerah, badan usaha milik negara, dan/atau badan usaha milik daerah sebagai PJPK dalam melaksanakan tahapan KPBU.
BAB VIII KETENTUAN PENUTUP
Pasal 49
Pada saat Xxxaturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 21/PRT/M/2018 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 1156), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 50
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 19 Januari 2021
MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,
ttd
X. XXXXXX XXXXXXXXXXX
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 25 Januari 2021
DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,
ttd
XXXXXX XXXXXXXXXXX
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2021 NOMOR 45