KEBIJAKAN UMUM APBD (KUA) PROVINSI RIAU
KEBIJAKAN UMUM APBD (KUA) PROVINSI RIAU
TAHUN 2023
PEMERINTAH PROVINSI RIAU TAHUN 2022
DAFTAR ISI
Halaman
BAB I : PENDAHULUAN I-1
1.1 Latar Belakang Penyesuaian Kebijakan Umum APBD (KUA)………………………………………….......................................... I-1
1.2 Tujuan Penyusunan KUA. ............................................................ I-3
BAB | II : | 1.3 Dasar (Hukum) Penyusunan KUA ........................................... KERANGKA EKONOMI MAKRO PROVINSI RIAU .................... | I-4 II-1 |
2.1 Arah Kebijakan Ekonomi Daerah .............................................. | II-1 | ||
2.1.1 Kondisi dan Proyeksi Ekonomi Global ...................... | II-2 | ||
2.1.2 Kondisi Ketenagakerjaan................................................ | II-6 | ||
2.1.3 Kondisi Kesejahteraan Daerah………………………….. | II-8 | ||
2.2 Arah Kebijakan Keuangan Daerah .......................................... | II-9 | ||
BAB | III : | ASUMSI DASAR PENYUSUNAN RAPBD PROVINSI RIAU .... | III-1 |
3.1 Asumsi Dasar yang Digunakan Dalam APBN……………….. | III-1 | ||
3.2 Asumsi Dasar yang Digunakan Dalam APBD……………….. | III-7 | ||
3.2.1 Pertumbuhan Ekonomi…………………………………….. | III-7 | ||
3.2.2 Laju Inflasi Provinsi Riau ................................................ | III-8 | ||
3.2.3 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) ............... | III-9 | ||
3.2.3.1 PDRB Menurut Lapangan Usaha .................... | III-9 | ||
3.2.3.2 PDRB Menurut Pengeluaran ........................... | III-11 | ||
BAB | IV : | KEBIJAKAN PENDAPATAN DAERAH ………………………………… | IV-1 |
4.1 Kebijakan Perencanaan Pendapatan Daerah yang Diproyeksikan untuk Tahun Anggaran Berkenaan V-1 | |||
4.2 Target Pendapatan Daerah Meliputi Pendapatan Asli | Daerah | ||
(PAD), Pendapatan Transfer dan Lain-lain Pendapatan | Daerah | ||
yang Sah ………………………………………………….. ................... | IV-12 | ||
BAB | V : | KEBIJAKAN BELANJA DAERAH …………………………………… .. | V-1 |
5.1 Kebijakan Terkait dengan Perencanaan Belanja ................ | V-1 | ||
5.2 Rencana Belanja Operasi, Belanja Modal, Belanja Transfer dan |
i
Belanja Tidak Terduga………………………………………………….. V-3
BAB | VI : | KEBIJAKAN PEMBIAYAAN DAERAH ……………………………… | VI-1 |
6.1 Kebijakan Penerimaan Pembiayaan........................................ | VI-1 | ||
6.2 Kebijakan Pengeluaran Pembiayaan....................................... | VI-4 | ||
BAB | VII : | STRATEGI PENCAPAIAN ……………………………… ..................... 7.1 Strategi Pencapaian Pendapatan Daerah .............................. | VII-1 VII-10 |
7.2 Strategi Belanja Daerah ................................................................ | VII-11 | ||
BAB | VIII : | PENUTUP ……………………………………………………………...……… | VII-1 |
ii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 : Laju Pertumbuhan Ekonomi Tahun 2019–2021 dan Proyeksi 2022-2023 Provinsi Riau I-2
Tabel 2.2 : Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global, sejumlah Negara Maju dan Berkembang (%yoy) .................................................. II-5
Tabel 2.3 : Tingkat Pengangguran Terbuka Pulau Sumatera
(%)…………………………………………… ....................................... II-7
iii
Tabel 3.1 : Sasaran Ekonomi Makro Indonesia Tahun
2023…………...………………………………………………………….. | III-2 | ||
Tabel | 3.2 : | Laju Inflasi Tahun 2019-2021 dan Target Tahun 2022- | |
2023 Provinsi Riau .…………………………. | III-9 | ||
Tabel | 3.3 : | Perkembangan Laju Pertumbuhan PDRB ADHK 2019 – 2021 dan Target 2022-2023 Provinsi Riau | |
.…………………………. | III-10 | ||
Tabel | 3.4 : | perkembangan Laju Pertumbuhan PDRB Menurut | |
Pengeluaran 2018-2020 dan Target 2022-2023 | |||
Provinsi | |||
Riau…………...………………………………………………………….. | III-12 | ||
Tabel | 4.1 : | Proyeksi Pendapatan Tahun 2022-2023 | |
(dalam juta rupiah).......................................................................... | IV-12 | ||
Tabel | 5.1 : | Proyeksi Belanja Daerah Provinsi Riau Tahun 2022-2023 | |
(dalam juta rupiah).......................................................................... | V-2 | ||
Tabel | 6.1 : | Proyeksi Pembiayaan Daerah Provinsi Riau Tahun 2023 | VI-7 |
Tabel | 7.1 : | Hubungan Visi/Misi dan Tujuan/Sasaran Pembangunan | |
pada RPJMD Provinsi Riau Tahun 2019 - 2024…………….. | VII-3 | ||
Tabel | 7.2 : | Prioritas Pembangunan Provinsi Riau Tahun 2023 ……… | VII-5 |
Tabel | 7.3 : | Konsistensi Tema (Tujuan Pokok) Pembangunan antara Nasional dan Provinsi Riau I-8 |
Tabel | 7.4 : | Keterkaitan Prioritas Pembangunan Nasional terhadap Prioritas Daerah Provinsi Riau… I-8 |
Tabel | 7.5 : | Konsistensi Tema (Tujuan Pokok) Pembangunan antara Nasional dan Provinsi Riau Tahun 2023 I-9 |
iv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1.1 : | Proses Penyusunan KUA 2023 ................................................... | I-3 |
Gambar 2.1 : | Grafik Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Provinsi Riau (dalam%) ............................................................................................ | II-6 |
Gambar 2.2 : | Grafik SBT Penggunaan Tenaga Kerja dan Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja ................................................... | II-6 |
Gambar 2.3 : | Grafik Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan ................... | II-8 |
Gambar 2.4 : | Grafik Perkembangan Gini Ratio ............................................... | II-8 |
Gambar 3.1 : | Dampak Cocid-19 Terhadap Berbagai Sektor ...................... | III-3 |
Gambar 3.2 : | Perkembangan Nilai Tukar Rupiah dan Cadangan Devisa Indonesia .............................................................................. | III-4 |
Gambar 3.3 : | Proporsi Investor pada SBN (Persen) ..................................... | III-5 |
Gambar 3.4 : Grafik Pertumbuhan Ekonomi Riau , Sumatera, Nasional Secara Tahunan (%yoy) I-7
v
Gambar 3.5 : Grafik Perkembangan Andil Inflasi Minyak Goreng dan Rokok Kretek Filter di Riau (%yoy) ....................................................... III-9
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG PENYUSUNAN KEBIJAKAN UMUM APBD (KUA)
Menindaklanjuti ketentuan Pasal 89 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, bahwa Kepala Daerah menyusun rancangan Kebijakan Umum APBD (KUA) dan Rancangan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (PPAS) berdasarkan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) dengan mengacu pada pedoman penyusunan APBD. Penyusunan Kebijakan Umum APBD (KUA) merupakan upaya untuk mencapai visi, misi, tujuan dan sasaran yang ada dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) untuk periode satu tahun. Kebijakan Umum APBD (KUA) merupakan kebijakan di bidang keuangan sebagai pernyataan yang dibuat dan diterapkan oleh kepala daerah dan disepakati oleh DPRD untuk menjelaskan manajemen keuangan daerah. Secara umum, kebijakan di bidang keuangan merupakan tindakan resmi yang diambil oleh suatu organisasi untuk mendukung pelaksanaan tujuan dan sasaran yang hendak dicapai di bidang keuangan. Kebijakan memberikan suatu kerangka untuk manajemen keuangan dan acuan untuk melaksanakan urusan-urusan keuangan pemerintah daerah.
Implementasi Peraturan Pemerintah Nomor 12 tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah telah diterbitkan melalui Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 70 Tahun 2019 tentang Sistem Informasi Pemerintahan Daerah, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 90 Tahun 2019 tentang Klasifikasi, Kodefikasi dan Nomenklatur Perencanaan Pembangunan dan Keuangan Daerah, dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 77 Tahun 2020 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Daerah. Peraturan tersebut mengamanatkan kepada Pemerintah Daerah untuk menyediakan dokumen dan infomasi perencanaan pembangunan dan keuangan daerah yang terintegrasi. Karenanya, penyusunan dokumen perencanaan dan penganggaran, termasuk di dalamnya Kebijakan Umum Anggaran, disusun dengan menggunakan aplikasi Sistem Informasi Pemerintahan Daerah (SIPD) yang dikembangkan oleh Kementerian Dalam Negeri.
Pemerintah Provinsi Riau telah menyusun dan menetapkan RKPD tahun 2023 melalui Peraturan Gubernur Nomor 35 Tahun 2022 Tentang Rencana Pembangunan Kerja Pemerintah Daerah Tahun 2023. Berdasarkan RKPD yang telah ditetapkan tersebut maka Pemerintah Provinsi Riau menyusun Kebijakan Umum APBD (KUA) Tahun Anggaran 2023 untuk menjadi pedoman bagi Perangkat Daerah menyusun
RKA-SKPD. Adapun program, kegiatan dan sub kegiatan dalam KUA, PPAS dan APBD harus konsisten dengan program, kegiatan dan sub kegiatan yang telah ditetapkan dalam dokumen perencanaan pembangunan daerah sesuai penjelasan pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 86 Tahun 2017 tentang Tata Cara Perencanaan, Pengendalian dan Evaluasi Pembangunan Daerah, Tata Cara Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah, serta Tata Cara Perubahan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah, dan Rencana Kerja Pemerintah Daerah.
Kebijakan Umum APBD (KUA) yang disusun memuat kondisi ekonomi makro Daerah, asumsi penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), kebijakan Pendapatan Daerah, kebijakan Belanja Daerah, kebijakan Pembiayaan Daerah, dan strategi pencapaiannya. Dengan demikian, maka Kebijakan Umum APBD (KUA) Tahun Anggaran 2023 pada dasarnya memuat kebijakan umum Daerah Tahun 2023 yang menjadi pedoman dan ketentuan umum dalam penyusunan RAPBD Tahun Anggaran 2023. Kebijakan umum ini diharapkan dapat menjembatani antara arah dan tujuan strategis dengan ketersediaan anggaran.
Kebijakan Umum APBD (KUA) tahun anggaran 2023 disusun melalui pendekatan teknokratik berdasarkan RKPD Tahun 2023, yang berarti dalam proses penyusunan KUA dilaksanakan dengan memperhatikan aspek normatif dan teknis sebagaimana ditentukan peraturan perundang-undangan. Adapun RKPD Provinsi Riau Tahun 2023 yang telah ditetapkan sebagai dasar Penyusunan KUA tahun anggaran 2023 merupakan tahun keempat RPJMD Provinsi Riau Tahun 2019-2024 dengan senantiasa bersinergi dan berkoordinasi dengan kebijakan pembangunan nasional. Rangkaian proses penyusunan dimaksud, diharapkan dapat mewujudkan dokumen KUA tahun anggaran 2023 yang implementatif, transparan dan akuntabel.
KUA disampaikan oleh Kepala Daerah kepada DPRD untuk dibahas dalam pembicaraan pendahuluan APBD tahun anggaran 2023 dan ditetapkan dengan Nota Kesepakatan antara Pemerintah Provinsi Riau dengan DPRD Provinsi Riau. Dalam kaitan tersebut, maka KUA akan menjadi dokumen penganggaran yang secara politis menjembatani RKPD Provinsi Riau Tahun 2023 dengan penyusunan APBD Provinsi Riau Tahun 2023.
Alur proses perencanaan dan penganggaran dari KUA sampai dengan APBD dapat dilihat pada gambar berikut:
Gambar 1.1.
Pembahasan TAPD Bersama Badan Anggaran DPRD
Kepala Daerah menyampaikan Rancangan KUA-PPAS ke DPRD pertengahan Bulan Juli
Proses Penyusunan KUA 2023
RKPD 2023
Kepala Daerah Menyusun Rancangan KUA-PPAS berdasarkan RKPD dibantu TAPD
TAPD melaporkan Rancangan KUA-PPAS ke Kepala Daerah awal Bulan Juli
RKA SKPD
Kepala Daerah menerbitkan Pedoman Penyusunan RKA SKPD
Nota Kesepakatan KUA PPAS 2023
Diserahkan ke PPKD
APBD 2023
RAPBD 2023
Berdasarkan Gambar1.1, dokumen RKPD Tahun Anggaran 2023 merupakan dokumen strategis dalam perencanaan pembangunan. Hal ini didasarkan bahwa dengan dokumen RKPD Tahun Anggaran 2023, Pemerintah Provinsi Riau menyusun KUA PPAS Tahun Anggaran 2023 yang kemudian akan dijadikan dasar bagi penyusunan RAPBD Tahun Anggaran 2023.
1.2 TUJUAN PENYUSUNAN KEBIJAKAN UMUM APBD (KUA)
Tujuan penyusunan Kebijakan Umum Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi Riau Tahun Anggaran 2023 adalah:
1. Sebagai pedoman dalam pelaksanaan Program dan Kegiatan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah Tahun 2023;
2. Menciptakan keterkaitan, konsistensi dan sinergitas antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan dan pengawasan pembangunan, antar SKPD, dan antar stakeholder pembangunan;
3. Sebagai pedoman dalam penyusunan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS) APBD Provinsi Riau Tahun Anggaran 2023 yang selanjutnya dijadikan pedoman dalam penyusunan APBD TA. 2023;
4. Tersedianya dokumen perencanaan anggaran yang memuat indikator makro ekonomi, kebijakan pendapatan, belanja dan pembiayaan sebagai penjabaran perencanaan pembangunan tahun 2023;
5. Sebagai bahan informasi kepada stakeholders, mengenai arah kebijakan Pemerintah Daerah Provinsi Riau dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan dan penjabaran rencana strategis dan operasional pembangunan Provinsi Riau Tahun 2023.
1.3 DASAR (HUKUM) PENYUSUNAN KEBIJAKAN UMUM APBD (KUA)
Dasar hukum penyusunan Kebijakan Umum APBD (KUA) Tahun Anggaran 2023 adalah sebagai berikut :
1. Undang-Undang Nomor 61 Tahun 1958 tentang Penetapan Undang-Undang Darurat Nomor 19 Tahun 1957 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Swatantra Tingkat I Sumatera Barat, Jambi dan Riau (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1957 Nomor 75) sebagai Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1958 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1646);
2. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421);
3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587), sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679);
4. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 245);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2018 tentang Standar Pelayanan Minimal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 2);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 42);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2019 tentang Laporan dan Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 52);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 187);
9. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 31);
10. Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2015-2019 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 3);
11. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 86 Tahun 2017 tentang Tata Cara Perencanaan, Pengendalian dan Evaluasi Pembangunan Daerah, Tata Cara Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah, serta Tata Cara Perubahan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah, dan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 1312);
12. Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 120 Tahun 2018 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 80 Tahun 2015 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 157);
13. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 90 Tahun 2019 tentang Klasifikasi, Kodefikasi, dan Nomenklatur Perencanaan Pembangunan dan Keuangan Daerah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 1447);
14. Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2020 tentang Peraturan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2019 tentang Laporan dan Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintah Daerah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 288);
15. Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 77 Tahun 2020 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Daerah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 1781);
16. Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 59 Tahun 2021 tentang Penerapan Standar Pelayanan Minimal (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 nomor 1419).
17. Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 81 Tahun 2022 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Kerja Pemerintah Daerah Tahun 2023 (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 590);
18. Peraturan Daerah Provinsi Riau Nomor 9 Tahun 2009 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Provinsi Riau Tahun 2005-2025 (Lembaran Daerah Provinsi Provinsi Riau Tahun 2009 Nomor 9) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Daerah Provinsi Riau Nomor 12 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Peraturan Daerah Provinsi Riau Nomor 9 Tahun 2009 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Provinsi Riau Tahun 2005-2025 (Lembaran Daerah Provinsi Riau Tahun 2017 Nomor 12);
19. Peraturan Daerah Provinsi Riau Nomor 10 Tahun 2018 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Riau Tahun 2018-2038 (Lembaran Daerah Provinsi Riau
Tahun 2108 Nomor 10);
20. Peraturan Daerah Provinsi Riau Nomor 4 Tahun 2022 tentang Perubahan atas Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2019 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Provinsi Riau Tahun 2019-2024 (Lembaran Daerah Provinsi Riau Tahun 2022 Nomor 4);
BAB II
KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH
Kerangka ekonomi makro Provinsi Riau memberikan gambaran kondisi dan proyeksi mengenai ekonomi makro daerah yang meliputi pertumbuhan ekonomi, struktur ekonomi, pendapatan per kapita, perkembangan inflasi serta indikator- indikator lainnya yang berkaitan dalam penyusunan kerangka ekonomi makro daerah. Indikator-indikator yang membentuk kerangka ekonomi daerah digunakan sebagai dasar bagi penyusunan proyeksi ekonomi. Selanjutnya, hasil proyeksi ekonomi tersebut akan digunakan sebagai dasar asumsi dalam melakukan prediksi kondisi keuangan daerah, yaitu pendapatan daerah yang bersumber dari Pendapatan Asli Daerah (PAD). Namun perlu diperhatikan bahwa hasil proyeksi tersebut lebih berperan sebagai asumsi yang mendasari penyusunan rencana pembangunan ekonomi, dari pada sebagai suatu target kinerja yang harus dicapai.
2.1 ARAH KEBIJAKAN EKONOMI DAERAH
Kebijakan ekonomi daerah Provinsi Riau dalam meningkatkan daya saing daerah adalah pada pengembangan sektor industri, pertanian, perdagangan besar dan pariwisata. Arah kebijakan daerah Provinsi Riau di tahun 2023 memiliki tema “Memantapkan Kesejahteraan Masyarakat, Pelayanan Publik dan Daya Saing Daerah yang Kompetitif”. kebijakan ekonomi daerah Provinsi Riau mengacu kepada arah kebijakan nasional di bidang ekonomi yang bersumber dari dokumen Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2023 dan dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Riau Tahun 2019-2024.
Indikator kondisi perekonomian Riau secara makro dapat diketahui melalui data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), jumlah nilai tambah bruto (Gross Value Added) yang timbul dari seluruh perekonomian di suatu wilayah (Badan Pusat Statistik Peovinsi Riau). Penilaian PDRB terbagi atas 2 yaitu berdasarkan harga berlaku dan harga konstan. PDRB bermanfaat dalam penyusunan perencanaan dan juga sebagai bahan evaluasi hasil-hasil pembangunan yang telah dilaksanakan.
Target pertumbuhan ekonomi Riau untuk tahun 2022 dan 2023 diproyeksikan dengan menggunakan metoda Financial Police Programme (FPP). Secara rinci realisasi dan target pertumbuhan ekonomi Provinsi Riau dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 2.1
Laju Pertumbuhan Ekonomi Tahun 2019–2021 dan Proyeksi 2022-2023 Provinsi Riau
Indikator Makro | Realisasi | Proyeksi | |||
Tahun 2019 | Tahun 2020 | Tahun 2021 | Tahun 2022 | Tahun 2023 | |
Pertumbuhan Ekonomi (%) | 2,81 | (1,13) | 3,36 | 2,69 – 3,04 | 2,82 – 3,49 |
Sumber data BPS Riau dan proyeksi
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa target pertumbuhan ekonomi Provinsi Riau tahun 2022 sebesar 2,69%–2,3,04% dan tahun 2023 sebesar 2,82%–3,49%.
Arah kebijakan ekonomi daerah Provinsi Riau ditujukan untuk mengimplementasikan program, mewujudkan visi dan misi serta isu strategis Provinsi Riau yang merupakan payung hukum dalam perumusan prioritas program dan kegiatan pembangunan yang akan dilaksanakan tahun 2023.
2.1.1. KONDISI DAN PROYEKSI EKONOMI GLOBAL
Kualitas pemulihan ekonomi terus dijaga dengan penguatan peran APBN sebagai shock absorber, khususnya dalam melindungi pemulihan kelompok masyarakat berpendapatan rendah. Pengendalian stabilitas tingkat inflasi serta pasar keuangan domestik akan menjadi kunci dalam menjaga momentum pemulihan di tahun 2022. Perekonomian Indonesia diprediksi tumbuh di kisaran 5,1%–5,4% di tahun 2022. Proyeksi ini sejalan dengan kalkulasi lembaga internasional termasuk Bank Dunia (5,1%), IMF (5,3%), dan Consensus Forecast (5,1%).
Pemerintah menyebut ada beberapa faktor yang diperkirakan akan mempengaruhi kondisi ekonomi Indonesia di tahun 2023. Faktor-faktor tersebut berasal dari internal maupun eksternal. Dari faktor internal, beberapa hal yang menjadi pertimbangan Pemerintah di antaranya, pertama, efektivitas penanganan pandemi terutama di masa transisi. Kedua, Pemerintah juga mempertimbangkan proyeksi tingkat konsumsi rumah tangga agar terus menunjukkan kinerja optimal. Selain itu, Pemerintah juga memperkirakan investasi masih akan menjadi motor penggerak utama dalam mendorong pembangunan infrastruktur, revitalisasi industri termasuk pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN). Di samping itu permintaan global terhadap produk unggulan nasional diperkirakan akan tetap kuat. Sementara dari faktor eksternal, Pemerintah juga memperhatikan dampak dari konflik bersenjata antara Rusia-Ukraina serta ancaman perkembangan ekonomi di sejumlah negara, terutama negara maju seperti Amerika Serikat. Dampak dari konflik ini diperkirakan menjadi salah satu faktor risiko terbesar bagi perekonomian global dan nasional kedepan yang harus diwaspadai.
Perekonomian global telah pulih di tahun 2021 meski tidak merata. Dalam estimasi IMF, secara agregat pertumbuhan ekonomi global di tahun 2021 di tingkat 6,1%. Pertumbuhan ekonomi berbagai negara menunjukkan rebound antara lain akibat basis yang sangat rendah di tahun sebelumnya serta adanya upaya pengendalian pandemi yang lebih baik dan terukur. Kehadiran vaksin sebagai proteksi utama dari COVID-19 juga menjadi game changer yang meningkatkan kepercayaan diri masyarakat dalam melakukan aktivitas social ekonomi meski di tengah pandemi. Akan tetapi, kecepatan pemulihan ekonomi antar negara tidak seragam disebabkan adanya perbedaan kecepatan vaksinasi dan kapasitas stimulus. Negara maju umumnya memiliki pasokan vaksin yang sangat memadai, sehingga dapat melakukan program vaksinasi lebih awal dan lebih cepat. Hal tersebut membuat negara maju relatif dapat melakukan reopening dan relaksasi restriksi lebih dini.
Pengaruh dinamika ekonomi global kepada laju perekonomian domestik diperkirakan masih akan berlanjut di tahun 2023. Potensi keberlanjutan perlambatan ekonomi negara utama dunia, seperti AS dan Tiongkok, akan memberikan tekanan kepada intensitas perdagangan internasional. Sementara di tengah ketidakpastian konstelasi dunia, disrupsi perdagangan komoditas berpotensi meningkatkan risiko krisis pangan dan energi global. Selain itu, berlanjutnya pengetatan likuiditas pasar keuangan dunia dapat menyebabkan masih tingginya cost of fund.
Pemulihan ekonomi global dan kembali meningkatnya aktivitas perekonomian karena pelonggaran pembatasan COVID-19 yang dilakukan banyak negara, mendongkrak tingkat permintaan akan komoditas, termasuk minyak mentah. Di saat yang bersamaan, ketegangan tensi geopolitik yang semakin memuncak memberikan tekanan dari sisi penawaran sehingga mendorong harga minyak lebih tinggi. Respons kebijakan OPEC+ dalam pemotongan produksi juga tidak memenuhi target sehingga harga tetap bertahan di tingkat yang tinggi.
Ketegangan geopolitik dilanjutkan serangan Rusia ke Ukraina pada akhir Februari 2022 mengakselerasi kenaikan harga minyak mentah. Hal ini menyebabkan disrupsi pasokan minyak dari Rusia yang merupakan salah satu eksportir minyak terbesar, karena sanksi yang diberikan negara barat. Harga minyak mentah terus mengalami peningkatan sampai menyentuh di kisaran US$130 per barel pada awal Maret. Sampai dengan Juni 2022, harga minyak mentah masih bertahan di atas kisaran US$100 per barel.
Meskipun ketidakpastian perekonomian global semakin meningkat, harga minyak mentah diperkirakan masih akan berada di level yang tinggi. Hal ini dapat terjadi seiring masih ketatnya produksi minyak mentah akibat tensi geopolitik Rusia- Ukraina yang masih berkepanjangan. Mempertimbangkan pergerakan harga minyak mentah dunia, ICP diproyeksikan mencapai kisaran US$95–105 per barel di tahun 2022. Sejalan dengan harga minyak mentah global, ICP tahun 2023 diperkirakan berada pada kisaran US$90 per barel.
Lifting minyak mentah tahun 2022 diproyeksikan mencapai 625–630 ribu barel per hari (bph), menurun dibandingkan lifting tahun 2021 sebesar 660 ribu bph. Sementara itu, lifting gas juga menunjukkan tren yang relatif menurun dengan permasalahan yang sama dengan lifting minyak. Kinerja lifting gas bumi pada tahun 2022 diproyeksikan mencapai 956–964 ribu barel setara minyak per hari (bsmph). Lifting gas ini relatif stabil dibandingkan capaian di tahun 2021. Lifting minyak dan gas bumi pada tahun 2023 diperkirakan masing-masing sebesar 660 ribu bph dan
1.050 ribu bsmph.
Untuk tahun 2023, secara agregat pertumbuhan ekonomi diperkirakan masih relatif kuat, di tengah ketidakpastian risiko global. Tensi geopolitik yang tinggi di tahun 2022 diperkirakan masih menyimpan risiko pada laju pertumbuhan ekonomi global di tahun 2023. Selain itu, tingginya tingkat inflasi yang berkepanjangan dan diiringi dengan pengetatan kebijakan moneter juga masih berpotensi menciptakan stagflasi perekonomian dunia. Sementara bayang-bayang krisis pangan dan energi diperkirakan masih tetap hadir menjadi salah satu risiko yang perlu terus diawasi di tahun 2023. Meskipun demikian, dengan fundamental makro ekonomi yang robust, laju pertumbuhan ekonomi Indonesia diperkirakan akan terus membaik. Sejumlah institusi internasional, termasuk Bank Dunia, IMF, dan Bloomberg, memperkirakan bahwa Indonesia merupakan salah satu perekonomian dengan resiliensi yang relatif baik dibandingkan dengan negara berkembang lainnya. Selain itu, potensi pertumbuhan yang lebih baik di tengah transformasi ekonomi juga akan dapat menopang pertumbuhan ekonomi nasional. Meskipun tidak setinggi perkiraan sebelumnya, dengan masih besarnya potensi dorongan tersebut, pertumbuhan ekonomi nasional di tahun 2023 diperkirakan pada 5,3 persen.
Sejalan dengan hal diatas, perekonomian Provinsi Riau diperkirakan mampu tumbuh positif seiring pemulihan ekonomi global yang terus berlanjut, meski beresiko lebih rendah dari prakiraan sebelumnya. Hal tersebut diiringi dengan kenaikan inflasi serta percepatan normalisasi kebijakan moneter diberbagai negara. Peningkatan ketegangan geopolitik Rusia-Ukraina, implementasi kebijakan zero
COVID-19 di Tiongkok, dan percepatan normalisasi kebijakan moneter di berbagai negara berdampak pada pelemahan pertumbuhan ekonomi global.
Pertumbuhan ekonomi negara-negara tujuan ekspor Riau diperkirakan positif pada tahun 2022. Realisasi pertumbuhan ekonomi Tiongkok pada triwulan I tahun 2022 mengalami peningkatan, yaitu sebesar 4,8% (yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang mencatat 4,0% (yoy). Sementara itu, pertumbuhan positif juga dicapai negara lainnya seperti Eropa dan India yang masing-masing tumbuh sebesar 5,1% (yoy) dan 5,4% (yoy), meskipun lebih lambat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Kondisi Amerika Serikat (AS) sendiri terpengaruh geopolitik di Eropa dan kenaikan inflasi domestik sehingga pada kuartal pertama tahun 2022 mengalami pertumbuhan yang lebih rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yaitu sebesar -1,5% (yoy). Meskipun demikian, pertumbuhan ekonomi AS secara agregat pada tahun 2022 diperkirakan tetap positif. Secara keseluruhan, IMF memprediksi pertumbuhan ekonomi dunia pada tahun 2022 berada pada zona positif yaitu mencapai 3,6% (yoy).
Tabel 2.2
Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global, sejumlah Negara Maju dan Berkembang (%yoy)
Kondisi yang terjadi pada perekonomian global masih mendukung terjaganya permintaan komoditas utama Riau, sehingga menjadi kontributor utama pendorong pertumbuhan ekonomi Riau. Selain itu, harga komoditas global yang masih meningkat, menjaga tingginya nilai ekspor Riau. Selain dari komponen ekspor, sumber utama peningkatan pertumbuhan ekonomi Riau diperkirakan berasal dari Pemerintah. Sementara itu, dari sisi lapangan usaha (LU), pendorong utama pertumbuhan diperkirakan berasal dari LU Industri Pengolahan dan LU Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan.
2.1.2. KONDISI KETENAGAKERJAAN
Kondisi ketenagakerjaan Provinsi Riau pada triwulan I tahun 2022 terus membaik. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Provinsi Riau pada Februari 2022 tercatat sebesar 4,40%, turun dibandingkan denga Februari 2021 yang sebesar 4,96%. Angka TPT Riau juga terpantau lebih rendah dibandingkan dengan rat-rata TPT Sumatera dan Nasional yang masing-masing sebesar 5,13% dan 5,83% (Gambar 2.1).
Gambar 2.1
Grafik Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Provinsi di Sumatera (dalam%)
Sumber: Bank Indonesia
Membaiknya kondisi ketenagakerjaan Riau juga tercermin dari indikator ketenagakerjaan dalam Survei Konsumen (SK) dan Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) yang dilakukan Bank Indonesia. Berdasarkan hasil SK, indeks ketersediaan lapangan kerja saat ini dibandingkan dengan 6 (enam) bulan yang lalu terpantau meningkat dari 86,50 menjadi 87,50 pada triwulan laporan. Perbaikan juga terlihat dari indikator penggunaan tenaga kerja SKDU, yang mengalami peningkatan dari - 1,80 menjadi 2,68. (Gambar 2.2)
Gambar 2.2
Grafik SBT Penggunaan Tenaga Kerja dan Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja
Dibandingkan dengan kondisi ketenagakerjaan di Provinsi lain di Pulau Sumatera, Riau merupakan Provinsi dengan angka TPT terendah keempat, dengan Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) kedua terendah diantara provinsi- provinsi lain di Sumatera. Hal ini salah satunya disebabkan oleh kembali beroperasinya sektor usaha secara penuh di tengah pemulihan ekonomi, mendorong berangsur-angsur peningkatan penyerapan tenaga kerja.
Tabel 2.3
Tingkat Pengangguran Terbuka Pulau Sumatera (%)
Provinsi | Riau | Aceh | Sumut | Sumbar | Jambi | Sumsel | Bengkulu | Lampung | Babel | Kepri |
Feb 2016 | 5.94 | 8.13 | 6.49 | 5.81 | 4.66 | 3.94 | 3.84 | 4.54 | 6.17 | 9.03 |
Feb 2017 | 5.76 | 7.39 | 6.41 | 5.80 | 3.67 | 3.80 | 2.81 | 4.43 | 4.46 | 6.44 |
Feb 2018 | 5.72 | 6.55 | 5.59 | 5.55 | 3.65 | 4.02 | 2.70 | 4.33 | 3.61 | 6.43 |
Feb 2019 | 5.57 | 5.53 | 5.56 | 5.29 | 3.62 | 3.99 | 2.50 | 3.96 | 3.39 | 6.41 |
Feb 2020 | 5.07 | 5.42 | 4.73 | 5.22 | 4.41 | 3.86 | 3.22 | 4.28 | 3.41 | 5.57 |
Feb 2021 | 4.96 | 3.72 | 5.17 | 4.54 | 6.01 | 6.30 | 10.12 | 6.26 | 6.67 | 5.04 |
Feb 2022 | 4.40 | 5.97 | 5.47 | 6.17 | 4.7 | 4.74 | 3.39 | 4.31 | 4.18 | 8.02 |
Sumber: BPS
Walaupun penyerapan tenaga kerja tinggi, kualitas tenaga kerja di Riau masih dapat ditingkatkan. Hal ini diindikasikan oleh tingkat pendidikan sebagian besar tenaga kerja yang tergolong rendah. Mayoritas pendidikan yang ditamatkan oleh penduduk 15 tahun keatas yang bekerja pada periode Februari 2022 adalah tingkat pendidikan SMA/SMK dan SD dengan persentase masing-masing 34,30% dan 33,50%. Dibandingkan dengan Februari 2021, pangsa angkatan kerja denga tingkat pendidikan, terkontraksi sebesar 35,45% menjadi 34,30%. Hal serupa juga terjadi pada pekerja dengan tingkat pendidikan tinggi (Diploma/Universitas) yang tercatat menurun dari 15,84% pada periode sebelumnya menjadi 13,23%. Disisi lain, pekerja yang menamatkan tingkat pendidikan SMP sederajat pada Februari 2022 tercatat sebesar 18,97%, lebih tinggi dibandingkan dnegan tahun 2021 yang sebesar 18,06%. Besarnya tenaga kerja dengan tingkat pendidikan yang relative rendah umumnya mengisi kebutuhan tenaga kerja untuk sektor-sektor informal di Provinsi Riau (Gambar 2.3)
Gambar 2.3
Grafik Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan
2.1.3. KONDISI KESEJAHTERAAN DAERAH
Sejalan dengan terus membaiknya kondisi ketenagakerjaan, kondisi kesejahteraan di Riau juga menunjukkan perbaikan, di tengah berlangsungnya pemulihan aktifitas ekonomi. Tingkat kemiskinan di Riau tercatat turun dari 7,04% pada September 2020 menjadi 7,00% pada September 2021. Meskipun demikian, jumlah penduudk miskin di Riau sedikit meningkat dari 491,22 ribu orang pada September 2020 menjadi 496,66 ribu atau tumbuh sebesar 1,11% (yoy). (Gambar 2.4)
Gambar 2.4
Grafik Perkembangan Gini Ratio
Sumber: BPS, diolah
Berdasarkan lokasi tinggalnya, mayoritas penduduk miskin masih terkonsentrasi di daerah pedesaan dengan pangsa sebesar 61,55%. Meski demikian, penduduk miskin yang tinggal di daerah pedesaan tercatat berkurang sebanyak 7,09 ribu orang menjadi 305,67 ribu orang atau terkontraksi 2,27% (yoy) dari September 2020 yang mencapai 312,76ribu orang. Di sisi lain, jumlah penduduk miskin di daerah perkotaan tercatat mengalami peningkatan 7,02% (yoy) dari 178,46 ribu orang pada September 2020 menjadi 190,99 pada periode laporan.
Sesuai dengan karakteristik kemiskinan Riau yang terkonsentrasi di daerah pedesaan, pada triwulan I tahun 2022 kondisi kesejahteraan diperkirakan lebih baik dari triwulan sebelumnya. Perkiraan ini didasarkan pada dominasi struktur sumber mata pencaharian penduduk desa adalah petani, dan kondisi Nilai Tukar Petani (NTP) mengalami peningkatan pada triwulan laporan. Jika dilihat dari subsektornya, peningkatan NTP Riau masih didorong oleh subsector tanaman perkebunan rakyat, yang didominasi oleh tanaman kelapa sawit dengan nilai tukar sebesar 172,61 atau meningkat 8,45% dari triwulan sebelumnya. Indeks harga yang diterima pada subsektor tanaman perkebunan rakyat tercatat meningkat 4,56% menjadi 181,01, seiring masih tingginya harga TBS lokal sebagai imbas dari kenaikan CPO di tengah pengetatan suplai minyak nabati dan krisis energi. Sementara itu, indeks harga yang dibayar petani perkebunan rakyat turut mengalami peningkatan yang disebabkan oleh naiknya indeks konsumsi rumah tangga, khususnya cabai merah, minyak goreng, dan bawang merah, serta kenaikan indeks BPPBM khususnya pupuk. Kenaikan NTP pada triwulan I tahun 2022 mengindikasikan peningkatan pendapatan petani di pedesaan yang diharapkan dapat mendorong peningkatan kesejahteraan di wilayah pedesaan.
2.2 ARAH KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH
Arah kebijakan keuangan daerah merupakan aspek penting dalam penyelenggaraan Pemerintahan Daerah. Hal ini dikarenakan dalam rangka membiayai pelaksanaan pembangunan sangat tergantung dengan kemampuan keuangan daerah, sehingga kebijakan dalam pengelolaan keuangan daerah yang cermat dan akurat perlu dilakukan agar pelaksanaan pembangunan dan penyelenggaraan pemerintahan daerah dapat terselenggara dengan baik. Keberhasilan suatu daerah dalam melaksanakan pembangunannya tidak bisa dilepaskan dari faktor pengelolaan keuangan daerah yang dikelola dengan manajemen yang baik pula.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, bahwa keuangan daerah adalah semua hak dan kewajiban Daerah dalam rangka penyelenggaraan Pemerintahan Daerah yang dapat dinilai dengan uang serta segala bentuk kekayaan yang dapat dijadikan milik Daerah berhubung dengan hak dan kewajiban Daerah tersebut. Keuangan daerah tersebut harus dikelola dengan prinsip prinsip transparan, efisien, efektif, akuntabilitas dan partisipatif. Sedangkan pengelolaan keuangan daerah adalah keseluruhan kegiatan
yang meliputi perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, pertanggungiawaban, dan pengawasan keuangan daerah.
Dalam rangka pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Pemerintahan Daerah, pengelolaan keuangan daerah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sistem pengelolaan keuangan negara dan merupakan elemen pokok dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah bahwa Pengelolaan Keuangan Daerah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari penyelenggaraan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah sebagai akibat dari penyerahan Urusan Pemerintahan. Semua sumber keuangan yang melekat pada urusan pemerintah yang diserahkan kepada daerah menjadi sumber penerimaan yang cukup dengan mengacu pada peraturan perundang-undangan.
Kebijakan keuangan daerah yang meliputi pendapatan, belanja dan pembiayaan harus dikelola secara efektif, efisien, transparan dan akuntabel dan tepat agar dapat memberikan manfaat bagi kepentingan masyarakat. Dalam hal pengelolaan keuangan, Pemerintah Provinsi Riau mempedomani Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah serta arah kebijakan yang selaras dengan RPJMD Provinsi Riau tahun 2019-2024 yang telah di tetapkan.
Pada tahun 2023, kebijakan keuangan daerah difokuskan pada kebijakan yang memperhatikan kapasitas fiskal yang utamanya memfokuskan pada pendapatan asli daerah, pendapatan transfer dan lain-lain pendapatan yang sah. Pemerintah Provinsi Riau berupaya meningkatkan pendapatan, khususnya pengelolaan pendapatan asli daerah melalui upaya intensifikasi dan ekstensifikasi. Peningkatan pengelolaan pendapatan daerah bertujuan untuk mengurangi ketergantungan terhadap penerimaan dari pendapatan transfer yang berasal dari pemerintah pusat. Sumber utama PAD berasal dari Pajak Kendaraan Bermotor, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor serta pendapatan dari hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan.
BAB III
ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH
Efektivitas kebijakan, program dan kegiatan pembangunan yang tertuang dalam RKPD Tahun 2023 sebagai pelaksanaan agenda RPJMD tahun 2019-2024 di tahun terakhir, tidak terlepas dari kapasitas anggaran yang dapat dikelola oleh Pemerintah Provinsi Riau. Untuk itu, kebutuhan belanja pembangunan daerah akan selalu mempertimbangkan kapasitas fiskal daerah sebagai salah satu penopang strategis dalam implementasi RKPD, yang akan selalu berdampingan dengan sumber- sumber pendanaan non APBD, seperti APBN, Hibah, serta transfer dari Pemerintah Pusat.
3.1 ASUMSI DASAR YANG DIGUNAKAN DALAM APBN
Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2O23 merupakan penjabaran tahun keempat dari RPJMN Tahun 2O2O-2O24 yang memiliki sasaran pembangunan jangka menengah yaitu, "Mewujudkan masyarakat Indonesia yang mandiri, maju, adil, dan makmur melalui Percepatan Pembangunan di berbagai bidang dengan menekankan terbangunnya struktur perekonomian yang kokoh berlandaskan keunggulan kompetitif di berbagai wilayah yang didukung oleh Sumber Daya Manusia yang berkualitas dan berdaya saing". Tujuh agenda pembangunan RPJMN Tahun 2020- 2024 tetap dipertahankan dalam RKP Tahun 2023 menjadi tujuh Prioritas Nasional (PN), yakni (l) Memperkuat Ketahanan Ekonomi untuk Pertumbuhan Yang Berkualitas dan Berkeadilan; (2) Mengembangkan Wilayah untuk Mengurangi Kesenjangan dan Menjamin Pemerataan; (3) Meningkatkan Sumber Daya Malusia Berkualitas dan Berdaya Saing; (4) Revolusi Mental dan Pembangunan Kebudayaan; (5) Memperkuat Infrastruktur untuk Mendukung Pengembangan Ekonomi dan Pelayanan Dasar; (6) Membangun Lingkungan Hidup, Meningkatkan Ketahanan Bencana, dan Perubahan Iklim; serta (7) Memperkuat Stabilitas Polhukhankam dan Transformasi Pelayanan Publik.
Sasaran Ekonomi Makro Nasional Tahun 2023 mempunyai tema “Peningkatan Produktifitas untuk Transformasi Ekonomi yang Inklusif dan Berkelanjutan” diiringi oleh peningkatan kualitas pertumbuhan. Sasaran ekonomi makro yang hendak dicapai pada Tingkat kemiskinan 7,5 – 8,5 persen dan TPT 5,3–6,0 persen. rasio gini 0,375–
0,378, IPM menjadi 73,31–73,49, secara lebih rinci digambarkan pada tabel berikut ini:.
Tabel 3.1
Sasaran Ekonomi Makro Indonesia Tahun 2023
Indikator | 2021 | 2022 outlook | 2023 | |
RPJMN | Sasaran | |||
Perkiraan Besaran-Besaran Pokok | ||||
Pertumbuhan PDB (% yoy) | 3,69 | 5,4 – 6,0 | 4,9 | 5,3 – 5,9 |
Laju Inflasi, IHK (% yoy): Akhir Periode | 1,87 | 2,0 – 4,0 | 2,7 | 2,0 – 4,0 |
Target Pembangunan | ||||
Tingkat kemiskinan (%) | 9,71 | 8,5 – 9,0 | 5,25 | 7,5 – 8,5 |
Tingkat pengangguran terbuka (%) | 6,49 | 5,5 – 6,2 | 5,20 | 5,3 – 6,0 |
Rasio Gini (nilai) | 0,381 | 0,376 – 0,378 | 0,360 – 0,374 | 0,375 – 0,378 |
Indeks Pembangunan Manusia (nilai) | 72,29 | 73,44 – 73,48 | 75,54 | 73,31 – 73,49 |
Penurunan emisi gas rumah kaca | 27,30 | 27,02 |
Sumber : BPS diolah
Berdasarkan asumsi ekonomi Makro yang tercantum dalam RAPBN 2021 yang disusun oleh Kementerian Keuangan, realisasi pertumbuhan ekonomi Nasional di Tahun 2021 sebesar 4,3 %. Selanjutnya untuk tingkat inflasi di Tahun 2021 sebesar 5,85. Kondisi ini diperkirakan akan berubah pada tahun mendatang setelah bergeraknya aktifitas perekonomian dengan protokol adaptasi kebiasan baru.
Sektor pariwisata yang diperkirakan akan sangat terpengaruh karena penurunan jumlah turis Tiongkok dan dari negara lain akan mengalami penurunan. Berkurangnya pasokan dari Tiongkok karena larangan impor makanan dan minuman dari Tiongkok serta hewan hidup. Hal-hal tersebut akan berpengaruh terhadap kinerja ekspor dan impor barang serta jasa. Penurunan kinerja perdagangan barang dan penurunan wisatawan mancanegara berpotensi mendorong peningkatan Current Account Deficit. Selain sektor strategis seperti industri pengolahan, perdagangan dan pariwisata, aktivitas pendukung lainnya seperti jasa transportasi, pembiayaan kendaraan bermotor dan jasa penerbangan juga terdampak signifikan akibat meluasnya pandemi tersebut.
Gambar 3.1.
Dampak Covid-19 Terhadap Berbagai Sektor
Sumber : Kerangka Ekonomi Makro and Pokok-pokok kebijakan Fiskal Tahun 2022
Memasuki tahun 2022, tekanan di pasar keuangan global semakin meningkat, seiring dengan eskalasi konflik Rusia-Ukraina, peningkatan inflasi akibat disrupsi suplai dan kenaikan harga komoditas di pasar global, serta dampak kebijakan moneter yang lebih ketat di negara maju, terutama Amerika Serikat. Hal-hal tersebut telah berdampak terhadap tekanan nilai tukar di banyak negara. Tekanan pada nilai tukar rupiah mulai terasa di triwulan II tahun 2022, terutama didorong semakin intensifnya kenaikan suku bunga FFR dan respons terhadap rencana kontraksi balance sheet The Fed.
Berlanjutnya pengetatan moneter The Fed yang diperkirakan semakin agresif, isu resesi global, serta dinamika perang antara Rusia dan Ukrania masih akan mewarnai pergerakan nilai tukar rupiah hingga akhir tahun 2022. Meski demikian, dengan semakin solidnya perekonomian domestik serta masih terjaganya surplus yang berasal dari kinerja neraca perdagangan diperkirakan masih dapat menopang pergerakan nilai tukar rupiah. Koordinasi yang cukup intens serta sinergi kebijakan akan terus dilakukan untuk menahan dampak gejolak global terhadap stabilitas sistem keuangan dan pergerakan nilai tukar rupiah. Dengan berbagai tantangan tersebut, rata-rata nilai tukar rupiah hingga akhir tahun 2022 diperkirakan akan berada pada rentang Rp14.500–Rp14.900 per dolar AS. Perkembangan nilai tukar rupiah dan cadangan devisa Indonesia dalam periode 2018–2022 dapat dilihat pada Grafik 3.1
Gambar 3.2
Nilai tukar rupiah di tahun 2023 diperkirakan mengalami pelemahan terutama dipicu oleh masih adanya tekanan pada kinerja transaksi finansial. Ketidakpastian di pasar keuangan global diperkirakan masih cukup tinggi sejalan dengan berlanjutnya eskalasi risiko, meski dengan intensitas yang lebih rendah dibanding tahun 2022. Kinerja dari transaksi berjalan akan turut menambah tekanan pada pergerakan nilai tukar rupiah di tahun 2023. Adanya potensi resesi global terutama yang terjadi di AS dan Tiongkok sebagai mitra dagang utama Indonesia diperkirakan dapat memicu penurunan volume ekspor Indonesia. Dari sisi moneter, respons kebijakan yang akan diambil oleh Bank Indonesia melalui berbagai bauran instrumen moneter yang dimiliki akan turut memengaruhi pergerakan nilai tukar rupiah ke depan. Penguatan koordinasi antarlembaga keuangan dalam wadah KSSK juga akan terus dilakukan sehingga dapat menahan dampak volatilitas global khususnya pada stabilitas nilai tukar rupiah. Dengan berbagai tantangan dan peluang tersebut, secara umum rata-rata nilai tukar rupiah tahun 2023 diasumsikan akan bergerak pada kisaran Rp14.750 per dolar AS.
Sementara itu, pasar obligasi Pemerintah juga masih menjadi daya tarik bagi para investor, baik lokal maupun asing. Surat berharga Indonesia masih kompetitif yang terlihat dari selisih yield dengan surat utang Pemerintah AS (US Treasury-Bill) yang relatif tinggi, sementara tingkat inflasi domestik relatif masih rendah. Kondisi ekonomi Indonesia yang resilien dan pemulihan ekonomi yang terus menguat juga menjadi faktor daya tarik bagi investor obligasi.
Kinerja yield domestik juga relatif terjaga seiring dominasi investor domestik yang mencapai kisaran 84% per Juli 2022. Porsi kepemilikan perbankan meningkat cukup signifikan di masa pandemi seiring preferensi penempatan dana perbankan pada instrumen yang aman, menggantikan income dari penyaluran kredit yang menurun. Sementara itu, peningkatan kepemilikan yang signifikan pada BI
dipengaruhi skema kebijakan burden sharing untuk membiayai APBN. Di sisi lain, kepemilikan asing pada obligasi Pemerintah terus menurun bahkan berada di kisaran 16% pada Juli 2022. Kondisi ini telah mampu menahan kenaikan yield domestik yang lebih tinggi di saat tekanan eksternal meningkat, khususnya sejak triwulan kedua tahun 2022. Strategi pembiayaan Pemerintah akan tetap dilakukan secara pruden dan kredibel menghadapi kondisi pasar yang volatile ke depan.
Sepanjang tahun 2022, yield SUN 10 tahun bergerak sedikit meningkat akibat dampak kenaikan yield UST-Bill seiring eskalasi risiko global terutama karena faktor percepatan normalisasi kebijakan moneter AS. Tekanan yield tersebut diperkirakan masih akan mewarnai kinerja SUN 10 tahun hingga akhir tahun dan berpotensi menaikkan cost of fund APBN, meski diharapkan dapat diimbangi oleh kondisi likuiditas domestik yang tetap ample. Pemerintah akan terus mengantisipasi kondisi pasar yang volatile serta melakukan fine tuning strategi pembiayaan untuk menjaga pemenuhan pembiayaan dengan biaya yang efisien dan risiko terkendali. Dengan berbagai dinamika tersebut, pada tahun 2022 rata-rata yield SUN 10 tahun diperkirakan mencapai kisaran 6,85–8,42 persen. Proporsi investor pada SBN dalam kurun waktu lima tahun terakhir.
Gambar 3.3
Berlanjutnya tren pemulihan perekonomian di 2023 disertai pengelolaan kebijakan fiskal yang semakin sehat akan berdampak positif pada minat investor global dan domestik pada instrumen SUN. Selain itu, berbagai upaya reformasi struktural, terutama penguatan peran sektor keuangan dan pendalaman pasar keuangan domestik, juga diharapkan menjadi faktor penting dalam menjaga kinerja pasar obligasi Pemerintah. Hal ini juga ditopang oleh terjaganya stabilitas makro perekonomian domestik, di tengah kondisi eksternal yang masih diliputi ketidakpastian. Dinamika yang terjadi ini diperkirakan membuat tingkat suku bunga
(yield) SUN 10 Tahun masih berfluktuasi di tahun 2023, namun secara rata-rata masih berada di kisaran 7,9 persen.
Sejak awal 2022, tingginya harga kedelai, gandum, dan pakan ternak mendorong kenaikan harga produk turunan. Selain itu, tingginya harga CPO sejak akhir 2021 juga mendorong kenaikan harga minyak goreng domestik. Di samping tekanan dari eksternal, cuaca kemarau basah turut memberikan tekanan harga pada komoditas hortikultura dan gangguan distribusi. Oleh karena itu, Pemerintah terus berusaha untuk menjaga keterjangkauan harga pangan melalui koordinasi antar daerah serta izin impor untuk menjamin ketersediaan pasokan domestik dan didukung dengan pengawasan distribusi. Di sisi lain, tekanan dari komponen administered prices relatif terkendali di tengah tingginya harga ekonomi global. Hal ini tidak terlepas dari komitmen Pemerintah untuk menjaga harga energi domestik pada jenis bensin tertentu dan tarif listrik melalui instrumen APBN. Meskipun demikian, masih terdapat tekanan yang berasal dari penyesuaian tarif angkutan udara di tengah peningkatan permintaan dan penyesuaian harga beberapa komoditas energi nonsubsidi. Dengan mempertimbangkan kondisi daya beli yang semakin pulih di tengah masih terdapatnya tekanan harga komoditas global, laju inflasi 2022 diperkirakan mencapai kisaran 4,0 hingga 4,8%.
Pergerakan laju inflasi tahun 2023 diperkirakan dipengaruhi oleh risiko resesi ekonomi global dan pergerakan harga komoditas global. Laju inflasi inti diperkirakan masih akan tumbuh seiring dengan aktivitas ekonomi domestik yang terus membaik dan kembali ke kondisi normal di tengah tekanan eksternal yang mulai melandai. Inflasi komponen volatile food masih menjadi tantangan, terutama dampak dari faktor cuaca, dan akan terus diupayakan tetap terkendali melalui penguatan sisi hulu hingga hilir dan intervensi kebijakan harga. Pemerintah juga terus berkomitmen untuk menurunkan disparitas harga antar daerah dengan menjamin ketersediaan pasokan dan kelancaran distribusi serta terus memperbaiki tata kelola pangan sebagai dukungan untuk menjaga ketahanan pangan nasional. Sementara itu, kebijakan administered prices akan terus dikelola dengan hati-hati tanpa mengesampingkan tujuan peningkatan ketepatan sasaran subsidi energi. Kebijakan harga energi domestik tetap mempertimbangkan kondisi daya beli masyarakat dan perekonomian secara umum dengan memerhatikan keberlanjutan fiskal jangka panjang. Dengan mempertimbangkan faktor-faktor di atas, laju inflasi 2023 diperkirakan mencapai 3,3% (yoy), berada dalam rentang sasaran inflasi 3,0 ± 1,0%.
3.2 ASUMSI DASAR YANG DIGUNAKAN DALAM APBD
3.2.1 PERTUMBUHAN EKONOMI
Tren pemulihan perekonomian Riau terus berlanjut pada Triwulan I Tahun 2022 dengan pertumbuhan sebesar 4,72% (yoy). Pertumbuhan ekonomi Riau mengalami akselerasi jika dibandingkan dengan triwulan IV Tahun 2021 yang tumbuh 3,81% (yoy). Secara spasial, pertumbuhan tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan Sumatera, yang tumbuh sebesar 4,03% (yoy) pada Triwulan I Tahun 2022 (Grafik 3.1). Pencapaian ini menyebabkan Riau menjadi Provinsi dengan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) terbesar kelima di Indonesia atau terbesar pertama diluar Jawa, dengan kontribusi terhadap nasional sebesar 5,39%.
Gambar 3.4
Grafik Pertumbuhan Ekonomi Riau, Sumatera, Nasional Secara Tahunan
(% yoy)
Sumber: BPS,diolah
Akselerasi perekonomian Riau pada triwulan I Tahun 2022 ditopang oleh kinerja komponen investasi. Terjaganya permintaan terhadap komoditas Riau dan tren harga komoditas yang relatif tinggi turut mendorong investor untuk melakukan ekspansi, terutama untuk meningkatkan kapasitas produksi. Selain itu, investasi pemerintah juga terpantau meningkat yang tercermin pada realisasi belanja modal bangunan dan nonbangunan yang lebih tinggi dari periode yang sama tahun sebelumnya.
Dari sisi sektoral, pertumbuhan ekonomi Riau ditopang oleh peningkatan lapangan usaha (LU) perdagangan dan Lapangan Usaha konstruksi. Akselerasi Lapangan Usaha perdagangan didorong oleh peningkatan kinerja perdagangan besar dan eceran, sejalan dengan pelonggaran aktifitas masyarakat seiring menurunnya kasus positif COVID-19. Penjualan kendaraan bermotor juga terpantau masih tinggi, sejalan dengan masih tingginya harga kelapa sawit yang mendorong daya beli
masyarakat. Sementara itu, peningkatan kinerja pada Lapangan Usaha Konstruksi didukung oleh meningkatnya intensitas pembangunan proyek infrastruktur strategis nasional. Peningkatan aktifitas eksplorasi sumur minyak baru dan meningkatnya harga komoditas tambang menjadi sumber pertumbuhan sektor pertambangan.
3.2.2 LAJU INFLASI PROVINSI RIAU
Inflasi Provinsi Riau terkendali dan mendukung stabilitas perekonomian. Indeks Harga Konsumen (IHK) pada triwulan I Tahun 2022 lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Peningkatan inflasi pada triwulan laporan bersumber dari kelompok makanan, minuman, dan tembakau, serta kelompok perawatan pribadi dan jasa lainnya. Secara spasial, inflasi tertinggi terjadi di Kota Pekanbaru, diikuti oleh Kota Tembilahan dan Kota Dumai.
Andil terbesar inflasi Provinsi Riau pada triwulan I Tahun 2022 bersumber dari kelompok makanan, minuman, dan tembakau. Kelompok ini mencatat inflasi sebesar 5.02% (yoy) (andil 1.59%) pada triwulan laporan, meningkat signifikan dibandingkan dengan tingkat inflasi pada kelompok makanan, minuman dan tembakau disumbangkan oleh inflasi pada komoditas minyak goreng dan rokok kretek filter, dengan andil masing-masing 0.34% dan 0.14%. Peningkatan harga minyak goreng sebagai dampak dari kenaikan harga bahan bakunya, yaitu crude palm oil (CPO), yang pada triwulan I tahun 2022 mengalami peningkatan sebesar 51,51% (yoy), lebih tinggi dari triwulan sebelumnya yang mengalami kenaikan 50.36 % (yoy). Sebagaimana terkonfirmasi dari pantauan Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) Bank Indonesia, rerata harga minyak goreng pada triwulan I tahun 2022 mencapai Rp18.567/liter, atau meningkat 3,92% dari rerata harga triwulan sebelumnya yang sebesar Rp17.867/liter. Lebih lanjut, kenaikan harga rokok kretek filter pada triwulan laporan, didorong oleh penyesuaian tarif cukai rokok untuk tahun 2022. Meski demikian, peningkatan tekanan inflasi yang lebih tinggi tertahan oleh koreksi harga komoditas beras, sekolah menengah atas, cabai rawit, kol putih/kubis, dan telepon seluler.
Gambar 3.5
Grafik Perkembangan Andil Inflasi Minyak Goreng dan Rokok Kretek Filter
di Riau (%yoy)
Sumber: BPS, diolah
Target laju inflasi Provinsi Riau tahun 2022 dan 2023 sama dengan realisasi tahun 2021 sebesar 2,0 %, hal ini diasumsikan bahwa ketersediaan barang dan daya beli masyarakat stabil karena inflasi yang tidak stabil menyebabkan pendapatan riil masyarakat akan terus turun sehingga standar hidup dari masyarakat turun dan akhirnya menjadikan semua orang terutama orang miskin bertambah miskin. semua orang, Secara rinci perkembangan capaian dan target inflasi dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel. 3.2
Laju Inflasi Tahun 2019 – 2021 dan Target Tahun 2022 – 2023 Provinsi Riau
Indikator Makro | Realisasi | Target | |||
Tahun 2019 | Tahun 2020 | Tahun 2021 | Tahun 2022 | Tahun 2023 | |
Inflasi (%) | 2,36 | 2,40 | 2,0 | 2,0 | 2,0 |
Sumber data RKPD Provinsi Riau 2023
3.2.3 PDRB DAN STRUKTUR EKONOMI
3.2.3.1 PDRB MENURUT LAPANGAN USAHA
Salah satu indikator penting untuk mengetahui kondisi ekonomi di suatu wilayah/regional dalam suatu periode tertentu adalah data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), baik atas dasar harga berlaku maupun atas dasar harga konstan. PDRB pada dasarnya merupakan jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu negara/wilayah tertentu, atau merupakan jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi. dalam satu tahun. Unit produksi tersebut dikelompokkan ke dalam 17 sektor. Untuk Provinsi Riau tiga tahun terakhir ini (2019 s/d 2021) ada tiga sektor dominan yang memberikan kontribusi tertinggi yaitu (1) Industri Pengolahan (2) Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan; dan (3)
Pertambangan dan Penggalian. Struktur ekonomi Provinsi Riau terjadi pergeseran, sebelumnya sektor pertambangan dan penggalian menjadi sektor paling dominan, karena semakin menurunnya produksi migas dan harga yang berfluktuatif cenderung menurun, maka sektor ini tergeser oleh sektor lain (Industri Pengolahan) yang konsisiten meningkat. Perkembangan PDRB ADHK 2019– 2021 dan target 2022 - 2023 Provinsi Riau dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 3.3
Perkembangan Laju Pertumbuhan PDRB ADHK 2019 – 2021 dan Target 2022 - 2023 Provinsi Riau (persentase)
PDRB BERDASARKAN LAPANGAN USAHA | 2019 | 2020 | 2021 | Target 2022 | Target 2023 |
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan (R) | 4,13 | 4,33 | 4,26 | 3,2 – 3,6 | 3,4 – 4,2 |
Pertambangan dan Penggalian (R) | (6,98) | (6,57) | (3,34) | (3,6) – (3,2) | (3,5) – (3,1) |
Industri Pengolahan/Manufacturing (R) | 5,82 | 1.91 | 4,08 | 3,8 – 3,9 | 3,7 – 4,0 |
Pengadaan Listrik dan Gas (E) | 13,58 | 14,62 | 4,08 | 5,3 – 6,0 | 5,6 – 6,9 |
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang (R) | 1,94 | 0,71 | 4,95 | 2,0 – 2,2 | 2,1 – 2,6 |
Konstruksi (R) | 6,27 | (3.28) | 2,74 | 4,5 – 5,1 | 4,7 – 5,8 |
Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor (R) | 5,16 | (11,99) | 9,95 | 4,9 – 5,5 | 5,1 – 6,4 |
Transportasi dan Pergudangan (R) | 0,97 | (24,44) | 4,49 | 3,3 – 3,8 | 3,5 – 4,3 |
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum (E) | 2,46 | (21,18) | 17,44 | 6,0 – 6,8 | 6,3 – 7,8 |
Informasi dan Komunikasi (E) | 9,30 | 12,53 | 7,28 | 6,5 – 7,4 | 6,9 – 8,5 |
Jasa Keuangan dan Asuransi (E) | 0,15 | 4,15 | 5,15 | 1,8 – 2,1 | 1,9 – 2,4 |
Real Estat (R) | 5,29 | 1,92 | 3,11 | 3,8 – 4,2 | 3,9 – 4,9 |
Jasa Perusahaan | 6,54 | (24,65) | 1,50 | 6,2 – 7,0 | 6,5 – 8,1 |
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib | 2,79 | (3,35) | 0,79 | 1,4 – 1,5 | 1,4 – 1,8 |
Jasa Pendidikan | 6,60 | 2,09 | 3,33 | 3,2 – 3,6 | 3,4 – 4,2 |
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial | 10,69 | 15,93 | 11,54 | 7,9 – 9,0 | 8,3 – 10,3 |
Jasa lainnya | 8,75 | (22,51) | 4,31 | 8,8 – 9,9 | 9,2 – 11,4 |
Sumber data BPS Riau dan proyeksi
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa perkembangan laju pertumbuhan PDRB ADHK tahun 2019 hingga 2021 sangat bervariasi ada sektor yang mengalami kenaikan dan juga sektor yang mengalami penurunan. Pada tahun 2020 sektor yang mengalami
kenaikan cukup besar adalah Informasi dan komunikasi dan sektor Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial, yang mengalami penurunan yang cukup signifikan adalah Penyediaan akomodasi dan makan minum dan Jasa Perusahaan hal ini disebabkan karena diberlakukannya Pembatasan Sosila Berskala Besar (PSBB) telah membatasi aksesbilitas dan aktivitas ekonomi masyarakat/dunia usaha dan ada kebijakan penutupan sementara bandara SSK II dan beberapa pelabuhan internasional sehingga menutup akses kunjungan wisatawan mancanegara ke Provinsi Riau. Demikian juga dengan target tahun 2022 dan 2023, sektor yang mengalami kenaikan cukup signifikan adalah sektor konstruksi dan jasa perusahaan, peningkatan ini akibat mulai pulihnya ekonomi dampak pandemi Covid-19.
Untuk itu Pemerintah Provinsi Riau tahun 2023 perlu menerapkan kebijakan ekonomi yang tepat untuk memulihkan sektor-sektor yang mengalami kontraksi dan mempertahankan serta meningkatkan sektor sektor lainnya. Faktor pendorong pertumbuhan ekonomi di provinsi Riau bila ditinjau dari sisi lapangan usaha adalah
(1) Pengembagan dua Kawasan industri (Tenayan dan KITB); (2) Kebijakan nasional penanganan covid 19 (vaksin booster); (3) Beroperasinya jalan tol Pekanbaru– Bangkinang–Pangkalan (Sumbar) dan pembangunan jalan tol Pekanbaru–Rengat– Jambi–Dumai–Rantau Prapat (Sumut); (4) Beroperasinya blok Rokan oleh Pertamina Hulu Rokan, blok-blok lainnya dan Provinsi Riau menerima Public Interest (PI) 10%;
(5) Pengembangan kilang Pertamina (RDMP) Dumai untuk meningkatkan produksi minyak; (6) Dukungan kebijakan nasional mengenai Biosolar (B.30 dan B.50).
3.2.3.2 PDRB MENURUT PENGELUARAN
PDRB pengeluaran Provinsi Riau pada tahun 2021 komponen Ekspor Luar Negeri mengalami pertumbuhan tertinggi sebesar 38,02%, Konsumsi Rumah Tangga juga mengalami peningkatan dimana pada tahun 2020 mengalami kontraksi akibat dari wabah pandemik Covid19. Target tahun 2022 dan 2023 komponen Konsumsi Rumah Tangga tetap mengalami peningkatan sebesar 4,2–5,5%, demikian pula dengan komponen Pembentukan Modal Tetap Bruto naik sebesar 4,2–4,7%. Sumber peningkatan ini dengan masih berlangsungnya kegiatan pembangunan infrastruktur maupun penambahan modal tetap pada proyek-proyek pembangunan jalan tol. Diperkirakan daya beli masyarakat akan meningkat pasca pandemik COVID-19 sehingga berdampak pada meningkatnya konsumsi masyarakat. Guna meningkatkan nilai tambah beberapa komoditas unggulan Riau, maka perlu didorong pengembangan industri hilir yang didukung oleh Kawasan indutri yang terpadu, meningkatkan dukungan infrastruktur dan kemudahan berusaha. Sedangkan komponen ekspor
barang dan jasa mengalami penurunan dibanding tahun 2021 guna mengurangi tekanan defisit transaksi berjalan seiring dengan akselerasi pertumbuhan ekonomi domestik. Secara rinci perkembangan realisasi dan target PDRB menurut pengeluaran dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
Tabel 3.4
Perkembangan Laju Pertumbuhan PDRB Menurut Pengeluaran 2018 – 2020 dan Target 2022 -2023 Provinsi Riau
Pertumbuhan PDRB Menurut Pengeluaran (Persen) | 2019 | 2020 | 2021 | Target 2022 | Target 2023 |
Konsumsi Rumah Tangga | 2,05 | (2,11) | 3,20 | 4,2 – 4,8 | 4,4 – 5,5 |
Konsumsi LNPRT | 16,14 | (0,40) | (5,96) | 2,2 – 2,7 | 4,4 – 5,5 |
Konsumsi Pemerintah | 2,90 | (6.35) | (0,15) | (6,8) – 7,1 | (6,9) – 4,4 |
Pembentukan Modal Tetap bruto | 2,61 | (1,86) | 3,93 | 4,2 – 4,7 | 4,4 – 5,4 |
Perubahan Inventori | 26,70 | 67,16 | (79,2) | 4,2 – 4,7 | 4,4 – 5,4 |
Ekspor Barang dan Jasa | (15,12) | 13,18 | 38,02 | 25,7 | 25,7 |
Impor Barang dan Jasa | (18,25) | (6,45) | 3,29 | 18,6 – 9,9 | 4,9 – (4,7) |
Sumber data RKPD Provinsi Riau 2023
BAB IV
KEBIJAKAN PENDAPATAN DAERAH
Penyusunan Kebijakan Umum APBD Tahun 2023 dilakukan sesuai kaidah dalam perencanaan pembangunan yang terdiri atas rencana pendapatan daerah yang berasal dari sumber-sumber pendapatan, pengeluaran belanja daerah yang bersifat wajib dan mengikat serta ketersediaan pembiayaan daerah. Selain mempertimbangkan asumsi dasar ekonomi makro maupun kondisi ekonomi daerah, penyusunan Kebijakan Umum APBD Tahun 2023 juga memperhatikan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan daerah, berbagai kebijakan yang akan ditempuh terkait dengan pelaksanaan pembangunan daerah melalui program, kegiatan, dan sub kegiatan, seta perkembangan pencapaian realisasi pembangunan daerah tahun-tahun sebelumnya.
Kebijakan perencanaan dan penganggaran daerah yang tercermin dalam postur APBD menjadi sangat berpengaruh dalam pembangunan daerah, karena APBD merupakan implementasi dari kebijakan fiskal sekaligus mencerminkan gambaran tahapan berbagai program pemerintah daerah dalam rangka mewujudkan visi pembangunan jangka menengah.
4.1 KEBIJAKAN PERENCANAAN PENDAPATAN DAERAH YANG DIPROYEKSIKAN UNTUK TAHUN ANGGARAN BERKENAAN
Pendapatan Daerah merupakan penerimaan yang sangat penting bagi Pemerintah Daerah dalam menunjang pembangunan daerah guna membiayai proyek- proyek dan kegiatan-kegiatan daerah.
Pada Tahun 2023, direncanakan Pendapatan Daerah dapat bersumber dari:
1. Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang terdiri dari kelompok Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang dipisahkan dan lain- lain Pendapatan Asli Daerah Yang Sah;
2. Pendapatan Transfer terdiri dari Transfer Pemerintah Pusat (Dana Perimbangan, Dana Insentif Daerah, Dana Desa, Dana Transfer Umum) dan Transfer Antar- Daerah (Pendapatan Bagi Hasil dan Bantuan Keuangan;
3. Kelompok Lain-Lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah meliputi Hibah, Dana Darurat dan/atau lain-lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
Pendapatan Daerah meliputi semua penerimaan uang melalui Rekening Kas Umum Daerah yang tidak perlu dibayar kembali oleh daerah dan penerimaan lainnya yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan diakui sebagai penambah ekuitas yang merupakan hak daerah dalam 1 (tahun) tahun anggaran.
Kebijakan yang perlu mendapat perhatian Pemerintah Provinsi Riau dalam penyusunan APBD Tahun Anggaran 2023 terkait dengan pendapatan daerah sebagai berikut:
A. Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah pendapatan yang diperoleh daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, dengan memperhatikan kebijakan sebagai berikut:
1) Penganggaran pajak daerah dan retribusi daerah:
a) Perda tentang pajak daerah dan retribusi daerah yang sebelumnya berpedoman pada Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 disempurnakan sesuai dengan perkembangan keadaan dan pelaksanaan desentralisasi fiskal dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Perda mengenai Pajak dan Retribusi yang disusun berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah masih tetap berlaku paling lama 2 (dua) tahun terhitung sejak diundangkannya UU HKPD ini.
b) Penetapan target pajak daerah dan retribusi daerah harus didasarkan pada data potensi pajak daerah dan retribusi daerah di masing-masing provinsi dan Kabupaten/Kota serta memperhatikan perkiraan asumsi makro, seperti pertumbuhan rasio perpajakan daerah, pertumbuhan ekonomi, dan tingkat inflasi tahun 2022 yang dapat mempengaruhi target pendapatan pajak daerah dan retribusi daerah.
c) Dalam rangka mengoptimalkan pajak daerah dan retribusi daerah, Pemerintah Provinsi Riau harus melakukan kegiatan pemungutan. Kegiatan pemungutan tersebut merupakan suatu rangkaian kegiatan mulai dari penghimpunan data objek dan subjek pajak atau retribusi, penentuan besarnya pajak atau retribusi yang terutang sampai kegiatan penagihan pajak atau retribusi kepada Wajib Pajak atau Wajib Retribusi serta pengawasan penyetorannya, dengan berbasis teknologi.
d) Pendapatan pajak daerah yang bersumber dari Pajak Kendaraan Bermotor paling sedikit 10% (sepuluh persen), termasuk yang dibagihasilkan kepada Kabupaten/Kota, dialokasikan untuk mendanai
pembangunan dan/atau pemeliharaan jalan serta peningkatan moda dan sarana transportasi umum.
e) Dalam rangka mendukung program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), Pemerintah Provinsi Riau menggunakan pendapatan yang bersumber dari pajak rokok yang merupakan bagian provinsi maupun bagian Kabupaten/Kota, sebesar 75% (tujuh puluh lima persen) dari 50% (lima puluh persen) realisasi penerimaan pajak rokok bagian hak masing- masing Daerah provinsi/Kabupaten/Kota untuk pendanaan program jaminan kesehatan nasional sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan dan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 40 Tahun 2016 tentang Petunjuk Teknis Penggunaan Pajak Rokok Untuk Pendanaan Pelayanan Kesehatan Masyarakat, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 53 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 40 Tahun 2016 tentang Petunjuk Teknis Penggunaan Pajak Rokok Untuk Pendanaan Pelayanan Kesehatan Masyarakat.
f) Pendapatan yang bersumber dari Retribusi Perpanjangan Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing dialokasikan untuk mendanai penerbitan dokumen izin, pengawasan di lapangan, penegakan hukum, penatausahaan, biaya dampak negatif dari perpanjangan Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing, dan kegiatan pengembangan keahlian dan keterampilan tenaga kerja lokal dan diatur dalam perda sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 16 Peraturan Pemerintah Nomor 97 Tahun 2012.
g) Pendapatan retribusi daerah yang bersumber dari Retribusi Pengendalian Lalu Lintas dialokasikan untuk mendanai peningkatan kinerja lalu lintas dan peningkatan pelayanan angkutan umum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 9 Peraturan Pemerintah Nomor 97 Tahun 2012.
h) Pendapatan retribusi daerah yang bersumber dari Retribusi Pelayanan Kesehatan yang merupakan hasil klaim kepada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) yang diterima oleh Satuan Kerja Perangkat Daerah
(SKPD) atau Unit Kerja pada SKPD yang belum menerapkan Badan Layanan Umum Daerah (BLUD), dianggarkan pada akun pendapatan, kelompok pendapatan PAD, jenis pendapatan Retribusi Daerah, objek pendapatan Retribusi Jasa Umum, rincian objek pendapatan Retribusi Pelayanan Kesehatan dan sub rincian objek pendapatan kode rekening berkenaan.
i) Pemerintah Provinsi Riau dapat memberikan insentif berupa pengurangan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB) untuk mendukung operasional penggunaan Alat Peralatan Pertahanan/Alat Utama Sistem Senjata Tentara Nasional Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
j) Pemerintah Provinsi Riau dapat memberikan insentif berupa pengurangan Pajak Kendaraan Bermotor terkait moda transportasi angkutan darat untuk mengoptimalkan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
k) Larangan Pemerintah Provinsi Riau melakukan pungutan atau yang disebut nama lainnya yang dipersamakan dengan pungutan di luar yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan, sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 286 ayat (2) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Pasal 32 huruf a Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019.
Kepala Daerah yang melakukan pungutan atau dengan sebutan lain di luar yang diatur dalam undang-undang tersebut dikenai sanksi administratif berupa tidak dibayarkan hak-hak keuangannya yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan selama 6 (enam) bulan.
l) Larangan Pemerintah Provinsi Riau melakukan pungutan:
1) yang menyebabkan ekonomi biaya tinggi;
2) menghambat mobilitas penduduk;
3) lalu lintas barang dan jasa antar daerah; dan
4) kegiatan impor/ekspor yang merupakan program strategis nasional; sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 32 huruf b Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019.
Kepala Daerah yang melakukan pungutan tersebut dikenai sanksi administratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
m) Hasil pungutan atau sebutan lainnya sebagaimana tercantum wajib disetorkan seluruhnya ke kas daerah.
n) Pajak daerah dan retribusi daerah dirinci menurut objek, rincian objek dan sub rincian objek.
2) Penganggaran Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah Yang Dipisahkan
Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan merupakan penerimaan daerah atas hasil penyertaan modal daerah.
Kebijakan penganggaran hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan Tahun Anggaran 2023 memperhatikan nilai kekayaan daerah yang dipisahkan dan perolehan manfaat ekonomi, sosial dan/atau manfaat lainnya dalam jangka waktu tertentu, meliputi:
a) keuntungan sejumlah tertentu dalam jangka waktu tertentu berupa deviden, bunga dan pertumbuhan nilai Perusahaan Daerah yang mendapatkan investasi Pemerintah Provinsi Riau;
b) peningkatan berupa jasa dan keuntungan bagi hasil investasi sejumlah tertentu dalam jangka waktu tertentu;
c) peningkatan penerimaan daerah dalam jangka waktu tertentu sebagai akibat langsung dari investasi yang bersangkutan;
d) peningkatan penyerapan tenaga kerja sejumlah tertentu dalam jangka waktu tertentu sebagai akibat langsung dari investasi yang bersangkutan; dan/atau
e) peningkatan kesejahteraan masyarakat sebagai akibat dari investasi Pemerintah Provinsi Riau;
sebagaimana diamanatkan dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.
3) Penganggaran Lain-lain PAD Yang Sah
Lain-lain PAD yang sah merupakan penerimaan daerah selain pajak daerah, retribusi daerah, dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, terdiri atas:
a) hasil penjualan BMD yang tidak dipisahkan;
b) hasil pemanfaatan BMD yang tidak dipisahkan;
c) jasa giro;
d) hasil pengelolaan dana bergulir;
e) pendapatan bunga;
f) penerimaan atas tuntutan ganti kerugian Keuangan Daerah;
g) penerimaan komisi, potongan, atau bentuk lain sebagai akibat penjualan, tukar-menukar, hibah, asuransi, dan/atau pengadaan barang dan jasa termasuk penerimaan atau penerimaan lain sebagai akibat penyimpanan uang pada bank, penerimaan dari hasil pemanfaatan barang daerah atau dari kegiatan lainnya merupakan Pendapatan Daerah;
h) pendapatan denda atas keterlambatan pelaksanaan pekerjaan;
i) pendapatan denda pajak daerah;
j) Pendapatan denda retribusi daerah;
k) pendapatan dari pengembalian;
l) pendapatan dari BLUD; dan
m) pendapatan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
Dalam rangka meningkatkan lain-lain PAD yang sah, Pemerintah Provinsi Riau dapat mengoptimalisasikan pemanfaatan barang milik daerah dalam bentuk sewa, Bangun Guna Serah (BGS)/Bangun Serah Guna (BSG), Kerjasama Pemanfaatan (KSP) dan kerjasama penyediaan infrastruktur (KSPI) sesuai peraturan perundang-undangan mengenai barang milik daerah.
Lain-lain pendapatan asli daerah yang sah tersebut dirinci berdasarkan objek, rincian objek dan sub rincian objek.
B. Pendapatan Transfer adalah dana yang bersumber dari Pemerintah Pusat dan Pemerintah Provinsi Riau lainnya, dengan memperhatikan kebijakan sebagai berikut:
1) Transfer Pemerintah Pusat
(a) Dana Bagi Hasil Pajak
i. Bersumber dari Pajak terdiri atas DBH-Pajak Bumi dan Bangunan (DBH-PBB) selain PBB Perkotaan dan Perdesaan, dan DBH-Pajak Penghasilan (DBH-PPh) yang terdiri dari DBH-PPh Pasal 25 dan Pasal 29 Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri (WPOPDN) dan PPh Pasal 21 dianggarkan paling tinggi sesuai dengan alokasi yang ditetapkan dalam Peraturan Presiden mengenai Rincian APBN Tahun Anggaran 2023 atau Peraturan Menteri Keuangan mengenai Alokasi DBH-Pajak Tahun Anggaran 2023 atau informasi resmi mengenai alokasi DBH- Pajak Tahun Anggaran 2023 yang dipublikasikan melalui portal
Kementerian Keuangan, dengan memperhatikan kemungkinan realisasi penerimaan negara yang dinamis, diantaranya dengan mempertimbangkan penerimaan DBH 3 (tiga) tahun terakhir didasarkan pada realisasi rata-rata pendapatan DBH-Pajak 3 (tiga) tahun terakhir yaitu Tahun Anggaran 2021, Tahun Anggaran 2020 dan Tahun Anggaran 2019 . Dalam hal Peraturan Presiden mengenai Rincian APBN Tahun Anggaran 2023 atau Peraturan Menteri Keuangan mengenai Alokasi DBH-Pajak Tahun Anggaran 2023 ditetapkan dan/atau terdapat perubahan atau informasi resmi mengenai alokasi DBH-Pajak Tahun Anggaran 2023 melalui portal Kementerian Keuangan yang dipublikasikan setelah Perda tentang APBD Tahun Anggaran 2023 ditetapkan, pemerintah daerah harus menyesuaikan alokasi DBH-Pajak dimaksud pada Perda tentang Perubahan APBD Tahun Anggaran 2023 atau ditampung dalam Laporan Realisasi Anggaran (LRA) bagi Pemerintah Daerah yang tidak melakukan Perubahan APBD Tahun Anggaran 2023.
ii. Pendapatan dari DBH-Cukai Hasil Tembakau (DBH-CHT) dianggarkan sesuai dengan alokasi tahun sebelumnya yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai Rincian DBH-CHT menurut Provinsi/Kabupaten/Kota Tahun Anggaran 2023. Apabila Peraturan Menteri Keuangan mengenai Rincian DBH-CHT menurut provinsi/Kabupaten/Kota Tahun Anggaran 2023 belum ditetapkan, penganggaran pendapatan DBH-CHT didasarkan pada realisasi rata- rata pendapatan DBH-CHT 3 (tiga) tahun terakhir yaitu Tahun Anggaran 2021, Tahun Anggaran 2020 dan Tahun Anggaran 2019. Dalam hal Peraturan Menteri Keuangan mengenai Rincian DBH-CHT menurut provinsi/Kabupaten/Kota Tahun Anggaran 2023 belum ditetapkan dan/atau terdapat perubahan setelah Perda tentang APBD Tahun Anggaran 2023 ditetapkan, Pemerintah Provinsi Riau harus menyesuaikan alokasi DBH-CHT dimaksud dengan melakukan perubahan Perkada tentang penjabaran APBD Tahun Anggaran 2023 dengan pemberitahuan kepada Pimpinan DPRD, untuk selanjutnya dituangkan dalam Perda tentang perubahan APBD Tahun Anggaran 2023 atau ditampung dalam LRA bagi Pemerintah Provinsi Riau yang tidak melakukan Perubahan APBD Tahun Anggaran 2023.
(b) Dana Bagi Hasil Bukan Pajak
i. Pendapatan Dana Bagi Hasil yang bersumber dari Sumber Daya Alam (DBH-SDA) terdiri dari:
(1) DBH-Kehutanan;
(2) DBH-Pertambangan Mineral dan Batubara;
(3) DBH-Pertambangan Minyak Bumi;
(4) DBH-Pertambangan Gas Bumi;
(5) DBH-Pengusahaan Panas Bumi; dan
(6) DBH-Perikanan;
Dianggarkan paling tinggi sesuai dengan alokasi yang ditetapkan dalam Peraturan Presiden mengenai Rincian APBN Tahun Anggaran 2023 atau Peraturan Menteri Keuangan mengenai Alokasi DBH-SDA Tahun Anggaran 2022 atau informasi resmi mengenai alokasi DBH-SDA Tahun Anggaran 2023 yang dipublikasikan melalui portal Kementerian Keuangan dengan memperhatikan kemungkinan realisasi penerimaan negara yang dinamis, diantaranya dengan mempertimbangkan penerimaan DBH 3 (tiga) tahun terakhir didasarkan pada realisasi rata-rata pendapatan DBH-Pajak 3(tiga) tahun terakhir yaitu Tahun Anggaran 2021, Tahun Anggaran 2020 dan Tahun Anggaran 2019.
Dalam hal Peraturan Presiden mengenai Rincian APBN Tahun Anggaran 2023 mengenai Alokasi DBH-SDA atau Peraturan Menteri Keuangan mengenai Alokasi DBH-SDA Tahun Anggaran 2023 ditetapkan dan/atau terdapat perubahan atau informasi resmi mengenai alokasi DBH-SDA Tahun Anggaran 2023 melalui portal Kementerian Keuangan yang dipublikasikan setelah Perda tentang APBD Tahun Anggaran 2022 ditetapkan, Pemerintah Daerah harus menyesuaikan alokasi DBH-SDA dimaksud pada Perda tentang Perubahan APBD Tahun Anggaran 2023 atau ditampung dalam Laporan Realisasi Anggaran (LRA) bagi Pemerintah Daerah yang tidak melakukan Perubahan APBD Tahun Anggaran 2023.
Apabila terdapat pendapatan lebih DBH-SDA Tahun Anggaran 2023 seperti pendapatan kurang salur tahun-tahun sebelumnya atau selisih pendapatan Tahun Anggaran 2022 ,pendapatan lebih tersebut dituangkan dalam Perda tentang Perubahan APBD Tahun Anggaran
2022 atau ditampung dalam LRA bagi Pemerintah Daerah yang tidak melakukan Perubahan APBD Tahun Anggaran 2023.
(c) Dana Alokasi Umum (DAU)
DAU bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pendapatan DAU dianggarkan sesuai dengan Peraturan Presiden mengenai Rincian APBN Tahun Anggaran 2023 atau informasi resmi mengenai alokasi DAU Tahun Anggaran 2023 yang dipublikasikan melalui portal Kementerian Keuangan. Dalam hal Peraturan Presiden dimaksud belum ditetapkan atau informasi resmi mengenai alokasi DAU Tahun Anggaran 2023 melalui portal Kementerian Keuangan belum dipublikasikan, penganggaran pendapatan DAU didasarkan pada alokasi DAU Tahun Anggaran 2022.
Apabila Peraturan Presiden ditetapkan atau informasi resmi mengenai alokasi DAU Tahun Anggaran 2023 melalui portal Kementerian Keuangan dipublikasikan, setelah Perda tentang APBD Tahun Anggaran 2022 ditetapkan, Pemerintah Daerah harus menyesuaikan alokasi DAU dimaksud pada Perda tentang Perubahan APBD Tahun Anggaran 2023 atau ditampung dalam LRA bagi pemerintah daerah yang tidak melakukan perubahan APBD Tahun Anggaran 2023.
Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan melakukan penghitungan alokasi DAU menurut Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota dengan menggunakan formula berdasarkan bobot dan persentase tertentu yang ditetapkan dengan mempertimbangkan tingkat pemerataan keuangan antar daerah.
Hasil penghitungan alokasi DAU menurut Daerah provinsi dan Kabupaten/Kota disampaikan dalam pembahasan Nota Keuangan dan Rancangan Undang-Undang mengenai APBN antara Pemerintah dengan Dewan Perwakilan Rakyat.
(d) Dana Alokasi Khusus (DAK)
Dana Transfer Khusus bersumber dari APBN yang dialokasikan pada Pemerintah Provinsi Riau untuk mendanai kegiatan/sub kegiatan khusus
yang merupakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Pemerintah Provinsi Riau yang ditetapkan oleh Pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pendapatan dana transfer khusus tersebut, yang diuraikan atas DAK Fisik dan DAK Non Fisik.
Pendapatan Dana Transfer Khusus dimaksud dianggarkan sesuai dengan Peraturan Presiden mengenai Rincian APBN Tahun Anggaran 2023 atau informasi resmi mengenai alokasi Dana Transfer Khusus Tahun Anggaran 2023 yang dipublikasikan melalui portal Kementerian Keuangan. Dalam hal KUA dan PPAS disepakati kepala Daerah bersama DPRD sebelum Peraturan Presiden mengenai rincian APBN Tahun Anggaran 2023 ditetapkan atau informasi resmi mengenai alokasi Dana Transfer Khusus Tahun Anggaran 2023 melalui portal Kementerian Keuangan belum dipublikasikan, penganggaran Dana Transfer Khusus langsung dituangkan dalam rancangan Perda tentang APBD Tahun Anggaran 2023.
Apabila Peraturan Presiden mengenai rincian APBN Tahun Anggaran 2023 ditetapkan atau informasi resmi mengenai alokasi Dana Transfer Khusus Tahun Anggaran 2023 melalui portal Kementerian Keuangan dipublikasikan setelah Perda tentang APBD Tahun Anggaran 2023 ditetapkan, maka Pemerintah Daerah harus menganggarkan Dana Transfer Khusus dimaksud dengan melakukan perubahan Perkada tentang Penjabaran APBD Tahun Anggaran 2023 dengan pemberitahuan kepada pimpinan DPRD, untuk selanjutnya dituangkan dalam Perda tentang perubahan APBD Tahun Anggaran 2023 atau ditampung dalam LRA bagi Pemerintah Daerah yang tidak melakukan perubahan APBD Tahun Anggaran 2023.
e) Dana Insentif Daerah (DID)
Dana Insentif Daerah bersumber dari APBN yang dialokasikan kepada Pemerintah Provinsi Riau tertentu berdasarkan kriteria tertentu dengan tujuan untuk memberikan penghargaan atas perbaikan dan/atau pencapaian kinerja tertentu.
Penganggaran Dana Insentif Daerah dialokasikan sesuai dengan Peraturan Presiden mengenai rincian APBN Tahun Anggaran 2023 atau Peraturan Menteri Keuangan mengenai tata cara pengalokasian Dana
Insentif Daerah Tahun Anggaran 2023 atau informasi resmi mengenai alokasi Dana Insentif Daerah Tahun Anggaran 2023 yang dipublikasikan melalui portal Kementerian Keuangan.
Dalam hal Peraturan Presiden mengenai Rincian APBN Tahun Anggaran 2023 atau Peraturan Menteri Keuangan mengenai tata cara pengalokasian Dana Insentif Daerah ditetapkan dan/atau terdapat perubahan atau informasi resmi mengenai alokasi Dana Insentif Daerah Tahun Anggaran 2023 melalui portal Kementerian Keuangan dipublikasikan setelah Perda tentang APBD Tahun Anggaran 2023 ditetapkan, Pemerintah Provinsi Riau harus menyesuaikan alokasi Dana Insentif Daerah dimaksud dengan melakukan perubahan Perkada tentang penjabaran APBD Tahun Anggaran 2023 dengan pemberitahuan kepada Pimpinan DPRD, untuk selanjutnya dituangkan dalam Perda tentang Perubahan APBD Tahun Anggaran 2023 atau ditampung dalam LRA bagi Pemerintah Provinsi Riau yang tidak melakukan perubahan APBD Tahun Anggaran 2023.
Pendapatan pemerintah Provinsi Riau yang bersumber dari Dana Insentif Daerah, penggunaannya harus berpedoman pada pada Peraturan Menteri Keuangan mengenai Pengelolaan Dana Insentif Daerah.
C) Lain-Lain Pendapatan Daerah Yang Sah merupakan dana pendapatan daerah selain pendapatan asli daerah dan pendapatan transfer. Lain-lain pendapatan daerah yang sah dirinci berdasarkan objek, rincian objek dan sub rincian objek.
a. Pendapatan hibah
Pendapatan hibah merupakan bantuan yang berasal dari pemerintah pusat, Pemerintah Provinsi Riau lain, masyarakat, dan badan usaha dalam negeri atau luar negeri yang tidak mengikat untuk menunjang peningkatan penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
Penerimaan hibah termasuk sumbangan dari pihak ketiga/sejenis yang tidak mengikat, tidak berdasarkan perhitungan tertentu, dan tidak mempunyai konsekuensi pengeluaran atau pengurangan kewajiban kepada penerima maupun pemberi serta tidak menyebabkan biaya ekonomi tinggi.
Hibah dari badan usaha luar negeri merupakan penerusan hibah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pendapatan hibah dimaksud dapat didasarkan pada dokumen pernyataan kesediaan untuk memberikan hibah.
b. Lain-lain Pendapatan sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang- undangan.
Penganggaran lain-lain pendapatan yang sesuai dengan ketentuan peraturan Perundang-undangan meliputi Hibah Dana Bos berpedoman pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 24 Tahun 2020 tentang Pengelolaan Dana Bantuan Operasional Sekolah pada Pemerintah Daerah.
4.2 TARGET PENDAPATAN DAERAH MELIPUTI PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD), PENDAPATAN TRANSFER, DAN LAIN-LAIN PENDAPATAN DAERAH YANG SAH
Jumlah pendapatan yang ditargetkan pada tahun 2023 merupakan perkiraan yang terukur secara rasional yang dapat dicapai untuk setiap sumber pendapatan dan didasarkan pada ketentuan peraturan perundang-undangan, Pendapatan Daerah ditargetkan sebesar Rp9,17 Triliun yang terdiri dari Pendapatan Asli Daerah sebesar Rp5,41 Triliun, Pendapatan Transfer sebesar Rp3,76 Triliun dan Lain-Lain Pendapatan Daerah Yang Sah sebesar Rp2,78 Milyar. Pendapatan Daerah Tahun 2023 diperkirakan sebesar Rp9,17 Triliun diproyeksikan meningkat dari realisasi pendapatan tahun 2022. Untuk sumber-sumber pendapatan terhadap pendapatan daerah Provinsi Riau tahun 2022 dan proyeksi pada tahun 2023 dapat dilihat pada tabel:
Tabel 4.1
Proyeksi Pendapatan Tahun 2022-2023 (dalam juta rupiah)
No. | Uraian | PERDA APBD Tahun 2022 | KUA PPAS 2023 |
4 | PENDAPATAN DAERAH | 8.656.846 | 9.178.183 |
4.1 | Pendapatan Asli Daerah (PAD) | 4.750.451 | 5.410.981 |
4.1.01 | Pajak Daerah | 3.600.241 | 3.971.835 |
4.1.02 | Retribusi Daerah | 23.257 | 21.951 |
4.1.03 | Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan | 558.418 | 946.215 |
4.1.04 | Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah | 568.535 | 470.980 |
4.2 | Pendapatan Transfer | 3.903.145 | 3.764.423 |
4.2.01 | Pendapatan Transfer Pemerintah Pusat | 3.903.145 | 3.764.423 |
4.3 | Lain-lain Pendapatan yang Sah | 3.251 | 2.780 |
4.3.01 | Pendapatan Hibah | 3.251 | 2.780 |
Sumber: Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Riau Tahun 2023
4.2.1. UPAYA-UPAYA PEMERINTAH PROVINSI RIAU DALAM MENCAPAI TARGET Dalam pengelolaan keuangan daerah, Pemerintah Provinsi Riau senantiasa berupaya meningkatkan pendapatan, khususnya Pendapatan Asli Daerah (PAD) melalui upaya intensifikasi dan ekstensifikasi. Peningkatan Pengelolaan PAD diperlukan untuk mengurangi ketergantungan terhadap penerimaan dari Dana Transfer yang berasal dari pusat. Sumber utama PAD adalah Pajak Kendaraan Bermotor, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor, sehingga perlu dilakukan terobosan dan inovasi untuk mengoptimalkan pendapatan disamping menggali sumber-sumber alternatif pembiayaan lainnya. Untuk meningkatkan Pendapatan Daerah perlu dilakukan terobosan dan inovasi dalam pengelolaan intensifikasi dan ekstensifikasi Pendapatan Daerah melalui perluasan basis penerimaan, pengendalian atas kebocoran pendapatan, peningkatan efisiensi administrasi pendapatan serta diiringi dengan peningkatan akuntabilitas
dan transparansi pengelolaan pendapatan.
Pengelolaan penerimaan daerah harus dilakukan dengan cermat dan tepat. Pemerintah Provinsi Riau dituntut untuk mampu menciptakan suatu perangkat yang dapat menjamin seluruh penerimaan daerah dapat terhimpun dan diterima di kas daerah serta tercatat sesuai sistem akuntansi Pemerintah Provinsi Riau. Dalam hal ini Pemerintah Provinsi Riau perlu memiliki sistem pengendalian intern yang memadai untuk menjamin ditaatinya prosedur dan kebijakan manajemen yang telah ditetapkan.
Pada dasarnya untuk meningkatan kinerja pendapatan daerah tahun 2023 dapat ditempuh melalui upaya intensifikasi dan ekstensifikasi pendapatan daerah melalui perluasan basis penerimaan, pengendalian atas kebocoran pendapatan, peningkatan efisiensi administrasi pendapatan serta diiringi dengan peningkatan akuntabilitas dan transparansi pengelolaan pendapatan.
Pemerintah Provinsi Riau berupaya dalam mencapai target pendapatan yang telah ditetapkan dan telah disepakati dalam APBD. Upaya-upaya tersebut diantaranya:
1. Meningkatkan kualitas pelayanan perpajakan dan retribusi daerah melalui penyempurnaan regulasi, penyederhanaan prosedur, kemudahan akses pelayanan perpajakan/retribusi daerah berbasis teknologi informasi;
2. Memperluas basis penerimaan, antara lain dengan mengidentifikasi wajib pajak/retribusi baru dan potensial, memperbaiki basis data objek
pajak/retribusi, mendesain ulang dasar pengenaan pajak dan struktur besaran tarif retribusi, memperbaiki penilaian, menghitung kapasitas penerimaan dari setiap jenis pajak/retribusi daerah dan memberikan insentif berupa pengurangan maupun pembebasan tarif pajak sesuai ketentuan peraturan perundang undangan;
3. Memperkuat proses pemungutan, dengan melakukan review dan revisi serta mempercepat penyusunan petunjuk teknis pelaksanaan pemungutan serta memperkuat kapasitas SDM pemungut pajak dan retribusi;
4. Meningkatkan pengawasan dengan melakukan pemeriksaan secara insidentil maupun berkala, memperbaiki proses pengawasan, menerapkan sanksi terhadap penunggak pajak/retribusi;
5. Meningkatkan efisiensi administrasi pemungutan pajak/retribusi melalui penyederhanaan prosedur administrasi pemungutan pajak/retribusi.;
6. Meningkatkan peran dan fungsi Unit Pelaksana Teknis Pengelolaan Pendapatan melalui perbaikan pelayanan, membangun sinergi dan kerjasama pemungutan pajak/retribusi dengan kabupaten/kota;
7. Meningkatkan kontribusi BUMD dalam penerimaan PAD;
8. Meningkatkan koordinasi dengan pemerintah pusat terkait optimalisasi penerimaan dana bagi hasil, DAU dan DAK;
9. Meningkatkan kinerja pemerintah daerah untuk mendapatkan dana insentif daerah.
Upaya Provinsi Riau tersebut merupakan salah satu usaha yang dilakukan untuk meningkatkan kemampuan Pemerintah Daerah dalam mengelola potensi fiskal daerah. Dan pada dasarnya untuk meningkatan kemampuan pengelolaan fiskal dilakukan melalui intensifikasi dan ekstensifikasi pendapatan daerah.
1) Intensifikasi Pendapatan Daerah
Intensifikasi pendapatan daerah adalah upaya peningkatan pendapatan daerah melalui optimalisasi pengelolaan sumber-sumber pendapatan daerah. Upaya ini dilakukan untuk memaksimalkan pungutan penerimaan daerah yang berasal dari Penerimaan Asli Daerah (PAD). Selama tahun 2019 hingga tahun 2023, upaya intensifikasi pendapatan dilakukan melalui kegiatan sebagai berikut:
1. Penyempurnaan dasar hukum (regulasi) pemungutan Pajak dan Retribusi Daerah, penyederhanaan prosedur, kemudahan akses pelayanan perpajakan/retribusi daerah berbasis teknologi informasi;
2. Membuat kebijakan relaksasi pajak dengan pemberian keringanan atas denda/sanksi dan tunggakan pajak/retribusi daerah dan pembebasan pembayaran untuk Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor;
3. Optimalisasi pendapatan dari pajak daerah menerapkan aplikasi penerimaan pajak secara elektronik (online system) serta peningkatan pengelolaan penerimaan retribusi daerah berbasis elektronik;
4. Optimalisasi penerapan SIGNAL (Samsat Digital Nasional) dengan kanal pembayaran melalui mobile banking dan penambahan multichannel bank;
5. Optimalisasi pelayanan PKB dan BBNKB melalui penambahan unit Samsat Keliling, Samsat transaksi antar jemput antar kampung (Samsat Tanjak), dan samsat Payment Point bekerjasama dengan Bank Riau Kepri;
6. Optimalisasi kinerja BUMD untuk mendukung peningkatan pendapatan dan daya saing daerah serta peningkatan kinerja pengelolaan BLUD;
7. Inventarisasi, optimalisasi dan pemberdayaan/revitalisasi aset daerah untuk peningkatan pendapatan dan mendukung prioritas pembangunan daerah (Kemiskinan, Pengangguran dan Pangan);
8. Pemutakhiran data objek pajak/retribusi melalui Pendataan wajib pajak/retribusi dan Pemutakhiran data administrasi wajib pajak kendaraan bermotor berbasis Nomor Induk Kependudukan;
9. Verifikasi dan pemeriksaan terhadap wajib pajak self assessment;
10. Monitoring, evaluasi dan pemeriksaan dalam pelaksanaan pemungutan retribusi di tingkat OPD/unit kerja;
11. Penagihan piutang pajak dan pemberian sanksi administratif dan penegakan hukum terhadap wajib pajak/rertibusi;
12. Penagihan deviden kepada BUMD yang belum menyetorkan deviden ke kas daerah;
13. Peningkatan kualitas dan kuantitas pelayanan pajak melalui peningkatan kemampuan aparat pemungut pajak/retribusi, pembenahan dan standarisasi ruang pelayanan Samsat, melaksanakan transaksi non tunai/cashless untuk seluruh jenis penerimaan daerah serta pengembangan standar operasional dan prosedur di setiap kantor unit pelayanan pendapatan;
14. Mengoptimalisasikan penerimaan yang dapat meningkatkan DBH SDA.
2) Ekstensifikasi Pendapatan Daerah
Ekstensifikasi pendapatan daerah adalah upaya peningkatan pendapatan daerah melalui perluasan dan atau penambahan objek pungutan baru. Upaya yang dilakukan antara lain adalah:
1. Penambahan objek pajak dan retribusi sebagai sumber pendapatan baru serta penyesuaian tarif dengan pemberlakukan Peraturan Daerah Nomor 19 Tahun 2018 tentang Retribusi Daerah;
2. Penambahan Unit Pelayanan Kesamsatan ke daerah-daerah potensi yang jauh dari jangkauan serta serta pengembangan titik layanan yang melibatkan partisipasi masyarakat di pedesaan;
3. Kerjasama pertukaran data konsumsi konsumen pengguna bahan bakar dengan Badan Pengatur Hilir (BPH) Migas, serta mengupayakan integrasi sistem pertukaran data dan informasi secara real time;
4. Kerjasama dengan stakeholder dalam upaya peningkatan kepatuhan wajib pajak serta melakukan sosialisasi kepada wajib pajak dan wajib retribusi;
5. Peningkatan kerjasama dengan instansi vertikal dalam rangka optimalisasi peningkatan penerimaan Dana Bagi Hasil Pajak/Bukan Pajak, DAU dan DAK serta mengajukan permohonan ke Pemerintah Pusat untuk menyalurkan Kewajiban kurang bayar Dana Bagi Hasil kepada daerah;
6. Optimalisasi realisasi dari potensi PBB-P3 dan PPh melalui kerjasama dengan Kantor Wilayah Direktur Jenderal Pajak Riau Kepri.
7. Mengupayakan memasukkan DBH Kelapa Sawit kedalam Rancangan Peraturan Pemerintah turunan UU Nomor 1/2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (HKPD), disebabkan daerah penghasil perkebunan berhak memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya terhadap potensi perkebunan dengan mempertimbangkan dampak infrastruktur, lingkungan dan sosial.
Kebijakan yang akan dilaksanakan pada tahun 2023 guna meningkatkan pendapatan daerah Provinsi Riau adalah sebagai berikut:
1. Optimalisasi pajak progresif;
2. Optimalisasi tilang elektronik termasuk terhadap kendaraan penunggak pajak;
3. Perluasan jangkauan wilayah samsat tanjak dan samsat keliling
4. Penambahan armada samsat keliling;
5. Perluasan samsat payment point;
6. Sosialisasi penggunaan aplikasi SIGNAL;
7. Optimalisasi pendataan, pemeriksaan dan penagihan tunggakan
8. Sosialisasi, edukasi dan penertiban
9. Mendesak Pemerintah Pusat dalam hal ini Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan R.I yaitu dengan :
− Untuk tidak melakukan tunda salur DBH Tahun berjalan dan melunasi kurang bayar tahun sebelumnya untuk menjaga kontinuitas likuiditas keuangan Pemerintah Provinsi Riau sehingga dapat mengganggu pembangunan yang telah dianggarkan;
− Untuk melaksanakan rekonsiliasi secara berkala dalam rangka perhitungan Dana Bagi Hasil khususnya sektor minyak dan gas bumi yang transparan dengan memaparkan perhitungan faktor pengurang.
10. Mendesak Pemerintah Pusat untuk lebih awal mengeluarkan Peraturan Presiden dan Peraturan Menteri Keuangann R.I tentang alokasi DBH sebagai dasar perhitungan penyusunan APBD.
BAB V
KEBIJAKAN BELANJA DAERAH
5.1. KEBIJAKAN TERKAIT DENGAN PERENCANAAN BELANJA
Belanja Daerah merupakan belanja yang harus dikeluarkan oleh Pemerintah Provinsi Riau untuk menjalankan aktivitas pemerintahan baik itu memberikan pelayanan kepada masyarakat maupun melaksanakan pembangunan. Kebijakan belanja daerah senantiasa memprioritaskan terlebih dahulu pos belanja yang wajib dikeluarkan, antara lain belanja pegawai, belanja bunga dan pembayaran pokok pinjaman, belanja subsidi, belanja bagi hasil, serta belanja barang dan jasa yang wajib dikeluarkan.
Dalam rangka pencapaian target sasaran pembangunan Tahun 2023 Belanja Daerah Provinsi Riau Tahun 2023 diarahkan pada:
1. Pemenuhan visi dan misi Kepala Daerah;
2. Memenuhi pelaksanaan program prioritas daerah dan program unggulan Perubahan RPJMD Tahun 2019-2024, urusan pemerintahan yang harus dilaksanakan serta pelaksanaan tugas organisasi;
3. Peningkatan pelayanan dasar sarana prasarana kesehatan dan pendidikan;
4. Fokus pemulihan ekonomi dalam penanganan dampak COVID-19;
5. Mendukung program/kegiatan yang terkait dengan agenda prioritas dan fokus pembangunan nasional dan daerah termasuk upaya percepatan pengurangan kemiskinan;
6. Peningkatan kesiapsiagaan bencana dengan memperhatikan segala aspek mitigasi bencana baik bencana alam maupun non alam;
7. Peningkatan ketahanan pangan, baik peningkatan produksi dalam rangka swasembada dan memperlancar akses pasar terhadap pangan;
8. Pemulihan Produktivitas Sentra Industri Kecil dan Industri Menengah (SIKIM);
9. Pemulihan usaha ekonomi kreatif terutama di sektor UMKM dan IKM yang terdampak;
10. Pembangunan infrastruktur yang mendukung pemulihan ekonomi sektor industri;
11. Pemulihan perekonomian masyarakat terdampak diantaranya pada sektor ketenagakerjaan dan daya beli masyarakat;
12. Memenuhi alokasi persentase belanja sebagaimana amanat peraturan perundang- undangan yaitu 20% untuk fungsi pendidikan dan 10% untuk fungsi kesehatan sedangkan mandatory untuk belanja infrastruktur, pelatihan ASN dan anggaran pengawasan (APIP) akan disesuaikan dengan potensi;
13. Meningkatkan keserasian pembangunan antar wilayah dan daerah melalui:
1) Bantuan keuangan kepada kabupaten/kota yang diarahkan pada kegiatan yang dapat mendorong perekonomian dan kesejahteraan rakyat;
2) Bantuan keuangan kepada pemerintah desa diarahkan untuk peningkatan ketahanan dan pemberdayaan masyarakat desa.
Pada tahun 2023, belanja daerah Pemerintah Provinsi Riau di proyeksikan sebesar Rp9,83 Triliun dengan komposisi sebagai berikut : Belanja Pegawai sebesar 24,10% (Rp2,37 Triliun), sebesar Belanja barang dan Jasa 30,15% (Rp2.96 Triliun), Belanja Hibah sebesar 3,36% (Rp330,41 Milyar) yang turun cukup signifikan dibandingkan Tahun 2022, Belanja Bantuan Sosial sebesar 0,52% (Rp50,83 Milyar), Belanja Modal sebesar 19,87% (Rp1,95 Triliun), Belanja Tidak Terduga sebesar 0,63% (Rp62,24 Milyar), Belanja Bagi Hasil kepada Kabupaten/Kota sebesar 15,40% (Rp1,51 Triliun), dan Belanja Bantuan Keuangan Kepada Kabupaten/Kota dan Pemerintahan Desa sebesar 6,82% (Rp588,29 Milyar). Detail proyeksi belanja daerah tahun 2022-2023 dapat dilihat pada Tabel 5.1 berikut:
Tabel 5.1
Proyeksi Belanja Daerah Provinsi Riau Tahun 2022 - 2023 (dalam juta rupiah)
No | Uraian | Perda APBD 2022 | KUA PPAS 2023 |
5 | BELANJA | 8.656.846 | 9.839.389 |
5,1 | Belanja Operasi | 5.475.772 | 5.719.150 |
5.1.01 | Belanja Pegawai | 2.309.913 | 2.371.725 |
5.1.02 | Belanja Barang dan Jasa | 2.759.665 | 2.966.171 |
5.1.03 | Belanja Hibah | 347.112 | 330.416 |
5.1.04 | Belanja Bantuan Sosial | 59.082 | 50.838 |
5,2 | Belanja Modal | 1.230.001 | 1.954.758 |
5,3 | Belanja Tidak Terduga | 52.693 | 62.243 |
5.3.01 | Belanja Tidak Terduga | 52.693 | 62.243 |
5,4 | Belanja Transfer | 1.898.380 | 2.103.238 |
5.4.01 | Belanja Bagi Hasil | 1.474.216 | 1.514.945 |
5.4.02 | Belanja Bantuan Keuangan | 424.164 | 588.294 |
Sumber: Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Riau Tahun 2023
5.2. RENCANA BELANJA OPERASI, BELANJA MODAL, BELANJA TRANSFER DAN BELANJA TIDAK TERDUGA.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah yang terdiri dari Belanja Operasi, Belanja Modal, Belanja tidak terduga dan Belanja Transfer. Adapun kebijakan belanja daerah sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 27 Tahun 2021 tentang Pedoman Penyusunan APBD Tahun Anggaran 2022 masih menjadi Pedoman Penyusunan Pedoman Penyusunan APBD 2023 adalah sebagai berikut:
A. Belanja Operasi, merupakan pengeluaran anggaran untuk kegiatan sehari-hari Pemerintah Provinsi Riau yang memberi manfaat jangka pendek, dirinci atas jenis:
1) Belanja Pegawai
Belanja pegawai digunakan untuk menganggarkan kompensasi yang diberikan kepada Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah, Pimpinan dan anggota DPRD, serta Pegawai Aparatur Sipil Negara (ASN) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Penganggaran belanja pegawai antara lain berupa gaji/uang representasi dan tunjangan, tambahan penghasilan Pegawai ASN, belanja penerimaan lainnya pimpinan dan anggota DPRD serta Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, insentif pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah/Jasa layanan lainnya yang diamanatkan dalam peraturan perundangan-undangan. Pemerintah Daerah mengalokasikan belanja pegawai diluar tunjangan guru yang dialokasikan melalui TKD maksimal sebesar 30% dari total belanja APBD.
Kebijakan penganggaran belanja pegawai dimaksud memperhatikan hal- hal sebagai berikut:
a) Penganggaran untuk gaji pokok dan tunjangan ASN disesuaikan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan serta memperhitungkan rencana kenaikan gaji pokok dan tunjangan ASN serta pemberian gaji ketiga belas dan tunjangan hari raya.
b) Penganggaran belanja pegawai untuk kebutuhan pengangkatan Calon ASN dan pengangkatan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) sesuai formasi pegawai Tahun 2022.
c) Penganggaran belanja pegawai untuk kebutuhan kenaikan gaji berkala, kenaikan pangkat, tunjangan keluarga dan mutasi pegawai dengan
memperhitungkan acress yang besarnya maksimum 2,5% dari jumlah belanja pegawai untuk gaji pokok dan tunjangan.
d) Penganggaran penyelenggaraan jaminan kesehatan bagi Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah, pimpinan dan anggota DPRD serta ASN/PNS daerah dibebankan pada APBD Tahun Anggaran 2023 sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
e) Penganggaran penyelenggaraan jaminan kecelakaan kerja dan kematian bagi Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah serta pimpinan dan anggota DPRD, dibebankan pada APBD disesuaikan dengan yang berlaku bagi pegawai ASN sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
f) Penganggaran tambahan penghasilan kepada pegawai ASN memperhatikan kemampuan keuangan daerah dan memperoleh persetujuan DPRD sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan sebagaimana diatur dalam Pasal 58 Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. Penyediaan anggaran tambahan penghasilan kepada pegawai ASN Pemerintah Provinsi Riau dialokasikan selama 12 bulan, dan jika kemampuan keuangan daerah memungkinkan dapat diberikan Tambahan penghasilan ke 13 dan 14 sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan dengan didasarkan pada pertimbangan beban kerja, tempat bertugas, kondisi kerja, kelangkaan profesi, prestasi kerja, dan/atau pertimbangan objektif lainnya.
Pemberian tambahan penghasilan kepada pegawai ASN daerah ditetapkan dengan Perkada dengan berpedoman pada peraturan pemerintah. Dalam hal belum adanya peraturan pemerintah dimaksud, kepala daerah dapat memberikan tambahan penghasilan bagi pegawai ASN setelah mendapat persetujuan Menteri Dalam Negeri.
Penetapan besaran standar satuan biaya tambahan penghasilan kepada pegawai ASN dimaksud memperhatikan aspek efisiensi, efektivitas, kepatutan dan kewajaran serta rasionalitas.
Tunjangan Profesi Guru PNSD, Dana Tambahan Penghasilan Guru PNSD, dan Tunjangan Khusus Guru PNSD di Daerah Khusus yang bersumber dari APBN Tahun Anggaran 2023 melalui DAK Non Fisik merupakan salah satu kriteria tambahan penghasilan berdasarkan pertimbangan objektif lainnya.
g) Penganggaran Insentif Pemungutan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan diperhitungkan sebagai salah satu unsur perhitungan tambahan penghasilan berdasarkan pertimbangan objektif lainnya.
2) Belanja Barang dan Jasa
Belanja barang dan jasa digunakan untuk menganggarkan pengadaan barang/jasa yang nilai manfaatnya kurang dari 12 (dua belas) bulan, termasuk barang/jasa yang akan diserahkan atau dijual kepada masyarakat/pihak ketiga dalam rangka melaksanakan program dan kegiatan pemerintahan daerah guna pencapaian sasaran prioritas daerah yang tercantum dalam RPJMD pada SKPD terkait serta diuraikan menurut objek, rincian objek, dan sub rincian objek.
Barang dan jasa dimaksud antara lain berupa belanja barang pakai habis, bahan/material, jasa kantor, jasa asuransi, perawatan kendaraan bermotor, cetak/penggandaan, sewa rumah/gedung/gudang/parkir, sewa sarana mobilitas, sewa alat berat, sewa perlengkapan dan peralatan kantor, makanan dan minuman, pakaian dinas dan atributnya, pakaian kerja, pakaian khusus dan hari-hari tertentu, perjalanan dinas, perjalanan dinas pindah tugas, pemulangan pegawai, pemeliharaan, jasa konsultansi, jasa ketersediaan pelayanan (availability payment), lain-lain pengadaan barang/jasa, belanja lainnya yang sejenis, belanja barang dan/atau jasa yang diserahkan kepada masyarakat/pihak ketiga, belanja barang dan/atau jasa yang dijual kepada masyarakat atau pihak ketiga, belanja beasiswa pendidikan PNS, belanja kursus, pelatihan, sosialisasi dan bimbingan teknis PNS, dan belanja pemberian uang yang diberikan kepada pihak ketiga/masyarakat.
Selanjutnya, kebijakan penganggaran belanja barang dan jasa memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a) Penganggaran belanja barang pakai habis disesuaikan dengan kebutuhan nyata yang didasarkan atas pelaksanaan tugas dan fungsi SKPD, standar kebutuhan yang ditetapkan oleh Kepala Daerah, jumlah pegawai dan volume pekerjaan serta memperhitungkan estimasi sisa persediaan barang Tahun Anggaran 2022 sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
b) Pemberian jasa narasumber/tenaga ahli dianggarkan dalam sub kegiatan yang besarannya mempedomani Peraturan Gubernur tentang Standar Biaya.
c) Penganggaran honorarium bagi ASN dan Non ASN memperhatikan asas kepatutan, kewajaran, rasionalitas dan efektifitas dalam pencapaian sasaran program, kegiatan dan sub kegiatan sesuai dengan kebutuhan dan waktu pelaksanaan sub kegiatan dalam rangka mencapai target kinerja sub kegiatan dimaksud dan dibatasi serta didasarkan pada pertimbangan bahwa keberadaannya dalam sub kegiatan memiliki peranan dan kontribusi nyata terhadap pelaksanaan sub kegiatan dimaksud.
d) Penganggaran untuk Jaminan Kesehatan bagi Kepala Desa dan Perangkat Desa serta pekerja/pegawai yang menerima gaji/upah, dianggarkan dalam APBD sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
e) Uang untuk diberikan kepada pihak ketiga/masyarakat dianggarkan dalam rangka:
1) pemberian hadiah yang bersifat perlombaan;
2) penghargaan atas suatu prestasi;
3) Beasiswa kepada masyarakat;
4) penanganan dampak sosial kemasyarakatan akibat penggunaan tanah milik Pemerintah Provinsi Riau untuk pelaksanaan pembangunan proyek strategis nasional dan non proyek strategis nasional sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan/atau
5) TKDD yang penggunaannya sudah ditentukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
f) Penganggaran biaya sertifikasi atas barang milik daerah berupa tanah yang dikuasai Pemerintah Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
g) Pengembangan pelayanan kesehatan di luar cakupan penyelenggaraan jaminan kesehatan yang disediakan oleh BPJS Kesehatan dalam rangka pemeliharaan kesehatan berupa medical check up, kepada:
1) Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah sebanyak 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun, termasuk keluarga (satu istri/suami dan dua anak), dianggarkan dalam bentuk program dan kegiatan pada SKPD yang
secara fungsional terkait sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
2) Pimpinan dan Anggota DPRD sebanyak 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun, tidak termasuk istri/suami dan anak, dianggarkan dalam bentuk program dan kegiatan pada SKPD yang secara fungsional terkait sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dilakukan di dalam negeri dengan tetap memprioritaskan Rumah Sakit Umum Daerah setempat, Rumah Sakit Umum Pusat di Provinsi atau Rumah Sakit Umum Pusat terdekat.
h) Dalam rangka mewujudkan Universal Health Coverage (UHC), Pemerintah Provinsi Riau wajib melakukan integrasi Jaminan Kesehatan Daerah dengan Jaminan Kesehatan Nasional guna terselenggaranya jaminan kesehatan bagi seluruh penduduk, di luar peserta penerima bantuan iuran yang bersumber dari APBN sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, yang dianggarkan pada SKPD yang menangani urusan kesehatan pemberi pelayanan kesehatan. Besaran kontribusi iuran penerima bantuan iuran Jaminan Kesehatan, iuran peserta pekerja bukan penerima upah dan bukan pekerja dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan kelas III yang menjadi tanggungjawab Pemerintah Daerah mempedomani ketentuan peraturan perundang-undangan.
i) Pemerintah Provinsi Riau menganggarkan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBN-KB), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Sumbangan Wajib Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan (SWDKLLJ) dan administrasi perpajakan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
j) Pengadaan barang/jasa yang akan dijual/diserahkan kepada masyarakat/pihak ketiga/pihak lain dalam rangka melaksanakan program, kegiatan dan sub kegiatan pemerintahan daerah berdasarkan visi dan misi kepala daerah yang tertuang dalam RPJMD dan dijabarkan dalam RKPD, dianggarkan dalam jenis belanja barang dan jasa sesuai dengan mempedomani Pasal 59 Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019.
k) Pengadaan belanja barang/jasa yang akan dijual/diserahkan kepada masyarakat/pihak ketiga/pihak lain pada tahun anggaran berkenaan dimaksud dianggarkan sebesar harga beli/bangun barang/jasa yang
akan dijual/diserahkan kepada masyarakat/pihak ketiga/pihak lain ditambah seluruh belanja yang terkait dengan pengadaan/pembangunan barang/jasa sampai siap diserahkan.
l) Penganggaran belanja perjalanan dinas dalam rangka kunjungan kerja atau studi banding, baik perjalanan dinas dalam negeri maupun perjalanan dinas luar negeri, dilakukan secara selektif, frekuensi, jumlah hari dan jumlah orang dibatasi serta memperhatikan target kinerja dari perjalanan dinas dimaksud sehingga relevan dengan substansi kebijakan Pemerintah Provinsi Riau. Hasil kunjungan kerja atau studi banding dilaporkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
m) Penganggaran belanja perjalanan dinas harus memperhatikan aspek pertanggungjawaban sesuai biaya riil atau lumpsum, khususnya untuk hal-hal sebagai berikut:
1) Sewa kendaraan dalam kota dibayarkan sesuai dengan biaya riil. Komponen sewa kendaraan tersebut hanya diberikan untuk Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati, Wali kota/Wakil Wali kota, Pejabat Pimpinan Tinggi Madya dan pejabat yang diberikan kedudukan atau hak keuangan dan fasilitas setingkat Pejabat Pimpinan Tinggi Madya.
2) Biaya transportasi dibayarkan sesuai dengan biaya riil.
3) Dalam hal pelaksanaan perjalanan dinas tidak menggunakan fasilitas hotel atau tempat penginapan lainnya, kepada yang bersangkutan diberikan biaya penginapan sebesar 30% (tiga puluh persen) dari tarif hotel di kota tempat tujuan sesuai dengan tingkatan pelaksana perjalanan dinas dan dibayarkan secara lumpsum.
4) Uang harian dan uang representasi dibayarkan secara lumpsum. Standar satuan biaya untuk perjalanan dinas dianggarkan sesuai Peraturan Presiden Nomor 33 Tahun 2020 yang besarannya ditetapkan dalam Perkada.
Selanjutnya, penyediaan alokasi anggaran untuk perjalanan dinas tersebut termasuk yang mengikutsertakan Non ASN. Ketentuan perjalanan dinas dimaksud ditetapkan dengan perkada.
n) Penyediaan anggaran pendidikan dan pelatihan, bimbingan teknis atau sejenisnya yang terkait dengan peningkatan kapasitas bagi pejabat
daerah dan staf Pemerintah Daerah, pimpinan dan anggota DPRD; serta unsur lainnya yang dibutuhkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, diprioritaskan pelaksanaannya di wilayah Provinsi Riau. Dalam hal terdapat kebutuhan untuk menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan, bimbingan teknis, sosialisasi, workshop, lokakarya, seminar, atau sejenisnya dapat diselenggarakan di luar wilayah Provinsi Riau.
Sehubungan dengan hal tersebut, dalam rangka memutus mata rantai penularan COVID-19, penerapan protokol pencegahan penularan COVID-19 serta penerapan tatanan normal baru, produktif dan aman COVID-19 di berbagai aspek kehidupan, baik aspek pemerintahan, kesehatan, sosial dan ekonomi, penyelenggaraan rapat, pendidikan dan pelatihan, bimbingan teknis, sosialisasi, workshop, lokakarya, seminar atau sejenis lainnya dapat dilaksanakan secara virtual berbasis teknologi informasi.
Dalam hal penyelenggaraan rapat, pendidikan dan pelatihan, bimbingan teknis, sosialisasi, workshop, lokakarya, seminar atau sejenis lainnya tidak dapat dilaksanakan secara virtual berbasis teknologi informasi dengan pertimbangan antara lain keterbatasan dukungan sarana dan prasana teknologi dan infomasi, pelaksanaan kegiatan rapat, pendidikan dan pelatihan, bimbingan teknis, sosialisasi, workshop, lokakarya, seminar atau sejenis lainnya tersebut dapat dilakukan dengan tetap memperhatikan penerapan protokol pencegahan penularan COVID-19.
o) Penganggaran pemeliharaan barang milik daerah yang berada dalam penguasaan pengelola barang, pengguna barang atau kuasa pengguna barang berpedoman pada daftar kebutuhan pemeliharaan barang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
p) Pemerintah Provinsi Riau menganggarkan belanja barang dan jasa dalam APBD Tahun Angggaran 2023 pada SKPD terkait dan diuraikan menurut objek, rincian objek, dan sub rincian objek berkenaan.
3) Belanja Hibah dan Bantuan Sosial
a) Belanja hibah
Belanja hibah berupa uang, barang, atau jasa dapat dianggarkan dalam APBD sesuai dengan kemampuan keuangan daerah setelah
memprioritaskan pemenuhan belanja urusan pemerintahan wajib dan urusan pemerintahan pilihan, kecuali ditentukan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Belanja hibah diberikan badan dan lembaga, serta organisasi kemasyarakatan yang berbadan hukum Indonesia yang secara spesifik telah ditetapkan peruntukannya dan ditujukan untuk menunjang pencapaian sasaran program, kegiatan dan sub kegiatan Pemerintah Daerah sesuai dengan kepentingan daerah dalam mendukung terselenggaranya fungsi pemerintahan, pembangunan, dan kemasyarakatan dengan memperhatikan asas keadilan, kepatutan, rasionalitas, dan manfaat untuk masyarakat. Belanja Hibah, ditujukan untuk menunjang penyelenggaraan urusan pemerintahan daerah kepada pemerintah daerah atau pemerintah daerah lainnya, dan kelompok masyarakat/perorangan yang secara spesifik telah ditetapkan peruntukannya antara lain untuk pembiayaan BOSDa SMA-SMK-SLB-MA swasta, pendidikan umum dan keagamaan, stimulan kesejahteraan pendidik keagamaan serta sarana peribadatan/keagamaan dan kebudayaan.
Belanja hibah memenuhi kriteria paling sedikit:
(1) peruntukannya secara spesifik telah ditetapkan;
(2) bersifat tidak wajib dan tidak mengikat;
(3) tidak secara terus menerus setiap tahun anggaran;
(4) memberikan nilai manfaat bagi Pemerintah Provinsi Riau dalam mendukung terselenggaranya fungsi pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan; dan
(5) memenuhi persyaratan penerima hibah.
Pemerintah Provinsi Riau menganggarkan belanja hibah dalam APBD Tahun Anggaran 2023 pada SKPD terkait dan diuraikan menurut objek, rincian objek, dan sub rincian objek berkenaan.
b) Belanja Bantuan Sosial
Belanja bantuan sosial berupa uang dan/atau barang dapat dianggarkan dalam APBD sesuai dengan kemampuan keuangan daerah setelah memprioritaskan pemenuhan belanja urusan pemerintahan wajib dan urusan pemerintahan pilihan, kecuali ditentukan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Belanja bantuan sosial digunakan untuk menganggarkan pemberian bantuan kepada
individu, keluarga, kelompok dan/atau masyarakat yang sifatnya tidak secara terus menerus dan selektif yang bertujuan untuk melindungi dari kemungkinan terjadinya resiko sosial, kecuali dalam keadaan tertentu dapat berkelanjutan.
Pemerintah Provinsi Riau menganggarkan belanja bantuan sosial dalam APBD Tahun Anggaran 2023 pada SKPD terkait dan diuraikan menurut objek, rincian objek, dan sub rincian objek berkenaan.
Alokasi anggaran belanja hibah dan bantuan sosial dalam rangka menunjang program, kegiatan dan sub kegiatan Pemerintah Provinsi Riau dicantumkan dalam RKPD Tahun 2023 berdasarkan hasil evaluasi Kepala SKPD atas usulan tertulis dari calon penerima hibah dan bantuan sosial, kecuali ditentukan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
Penganggaran belanja hibah dan bantuan sosial dalam APBD Tahun Anggaran 2023 mempedomani Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 77 Tahun 2020 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Daerah dan Peraturan Gubernur Riau Nomor 2 Tahun 2022 tentang Pedoman Belanja Hibah dan Belanja Bantuan Sosial Yang Bersumber Dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
B. Belanja Modal, merupakan Belanja yang digunakan untuk menganggarkan pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pengadaan aset tetap dan aset lainnya. pengadaan aset tetap tersebut memenuhi kriteria:
1. mempunyai masa manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan;
2. digunakan dalam kegiatan pemerintahan daerah; dan
3. batas minimal kapitalisasi aset tetap.
Batas minimal kapitalisasi aset tetap diatur dalam Peraturan Gebernur Nomor 67 Tahun 2018 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Gebernur Nomor 67 Tahun 2018 tentang Kebijakan Akuntansi Pemerintah Provinsi Riau Berbasis Akrual menyatakan bahwa nilai aset tetap yang dianggarkan dalam belanja modal tersebut adalah sebesar harga beli atau bangun aset ditambah seluruh belanja yang terkait dengan pengadaan/pembangunan aset sampai aset siap digunakan, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Selanjutnya, kebijakan penganggaran belanja modal memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a) Pemerintah Provinsi Riau harus memprioritaskan alokasi belanja modal pada APBD Tahun Anggaran 2023 untuk pembangunan dan pengembangan sarana dan prasarana yang terkait langsung dengan peningkatan pelayanan publik serta pertumbuhan ekonomi daerah.
b) Belanja modal dirinci menurut objek belanja yang terdiri atas:
1) Belanja modal tanah;
belanja modal tanah digunakan untuk menganggarkan tanah yang diperoleh dengan maksud untuk dipakai dalam kegiatan operasional Pemerintah Provinsi Riau dan dalam kondisi siap dipakai.
2) Belanja modal peralatan dan mesin;
belanja modal peralatan dan mesin digunakan untuk menganggarkan peralatan dan mesin mencakup mesin dan kendaraan bermotor, alat elektronik, inventaris kantor, dan peralatan lainnya yang nilainya signifikan dan masa manfaatnya lebih dari 12 (dua belas) bulan dan dalam kondisi siap pakai.
3) Belanja modal gedung dan bangunan;
belanja modal gedung dan bangunan digunakan untuk menganggarkan gedung dan bangunan mencakup seluruh gedung dan bangunan yang diperoleh dengan maksud untuk dipakai dalam kegiatan operasional Pemerintah Provinsi Riau dan dalam kondisi siap dipakai.
4) Belanja modal jalan, jaringan, dan irigasi;
belanja modal jalan, jaringan dan irigasi digunakan untuk menganggarkan jalan, jaringan dan irigasi mencakup jalan, jaringan dan irigasi yang dibangun oleh Pemerintah Provinsi Riau serta dimiliki dan/atau dikuasai oleh Pemerintah Provinsi Riau dan dalam kondisi siap dipakai.
5) Belanja modal aset tetap lainnya;
belanja aset tetap lainnya digunakan untuk menganggarkan aset tetap lainnya mencakup aset tetap yang tidak dapat dikelompokkan ke dalam kelompok aset tetap, yang diperoleh dan dimanfaatkan untuk kegiatan operasional Pemerintah Provinsi Riau dan dalam kondisi siap dipakai.
6) Belanja modal aset tidak berwujud;
belanja modal aset non keuangan yang dapat diidentifikasikan namun tidak memiliki wujud fisik serta dimiliki untuk digunakan secara langsung atau tidak langsung untuk kegiatan Pemerintah dalam menghasilkan barang atau jasa atau digunakan untuk tujuan lainnya, tetapi tidak terbatas pada hasil kajian atau penelitian yang memberikan manfaat jangka panjang baik
berupa perangkat lunak (software) computer, lisensi, waralaba (franchise), hak cipta (copyright), dan hak paten.
c) Segala biaya yang dikeluarkan setelah perolehan awal aset tetap (biaya rehabilitasi/renovasi) sepanjang memenuhi batas minimal kapitalisasi aset, dan memperpanjang masa manfaat atau yang memberikan manfaat ekonomi dimasa yang akan datang dalam bentuk peningkatan kapasitas, atau peningkatan mutu produksi atau peningkatan kinerja dianggarkan dalam belanja modal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
d) Penganggaran pengadaan tanah untuk kepentingan umum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan Penganggaran pengadaan barang milik daerah dilakukan sesuai dengan kemampuan keuangan dan kebutuhan daerah berdasarkan prinsip efisiensi, efektif, transparan dan terbuka, bersaing, adil, dan akuntabel dengan mengutamakan produk dalam negeri. Penganggaran pengadaan dan pemeliharaan barang milik daerah didasarkan pada perencanaan kebutuhan barang milik daerah dan daftar kebutuhan pemeliharaan barang milik daerah yang disusun dengan memperhatikan kebutuhan pelaksanaan tugas dan fungsi SKPD serta ketersediaan barang milik daerah yang ada. Selanjutnya, perencanaan kebutuhan barang milik daerah merupakan salah satu dasar bagi SKPD dalam pengusulan penyediaan anggaran untuk kebutuhan barang milik daerah yang baru (new initiative) dan angka dasar (baseline) serta penyusunan RKA-SKPD. Perencanaan kebutuhan barang milik daerah dimaksud berpedoman pada standar barang, standar kebutuhan dan/atau standar harga, penetapan standar kebutuhan oleh kepala daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pengadaan barang milik daerah dimaksud dalam pelaksanaannya juga harus sesuai standarisasi sarana dan prasarana kerja Pemerintah Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
Berkaitan dengan itu, standar harga pemeliharaan untuk satuan biaya pemeliharaan gedung atau bangunan dalam negeri, standar satuan biaya pengadaan kendaraan dinas, satuan biaya pemeliharaan kendaraan dinas dan satuan biaya pemeliharaan sarana kantor mempedomani Peraturan Presiden Nomor 33 Tahun 2020.
C. Belanja Tidak Terduga, merupakan pengeluaran untuk keadaan darurat termasuk keperluan mendesak yang tidak dapat diprediksi sebelumnya serta pengembalian atas kelebihan pembayaran atas penerimaan daerah tahun-tahun
sebelumnya serta untuk bantuan sosial yang tidak dapat direncanakan sebelumnya.
Belanja tidak terduga Tahun Anggaran 2023 dianggarkan secara memadai dengan mempertimbangkan kemungkinan adanya kebutuhan yang antara lain :
1. Keadaan darurat yang meliputi :
a) bencana alam, bencana non-alam, bencana sosial dan/atau kejadian luar biasa;
b) pelaksanaan operasi pencarian dan pertolongan; dan/atau
c) kerusakan sarana/prasarana yang dapat mengganggu kegiatan pelayanan publik.
Pengunaan belanja tidak terduga untuk kebutuhan tanggap darurat bencana meliputi pencarian dan penyelamatan korban bencana, pertolongan darurat, evakuasi korban bencana, kebutuhan air bersih dan sanitasi, pangan, sandang, pelayanan kesehatan, dan penampungan serta tempat hunian sementara.
Batas waktu penggunaan belanja tidak terduga adalah waktu status keadaan darurat bencana yaitu dimulai saat tanggap darurat ditetapkan oleh kepala daerah sampai ketetapan tahap tanggap darurat selesai.
2. Keperluan mendesak meliputi :
a) Kebutuhan daerah dalam rangka pelayanan dasar masyarakat yang anggarannya belum tersedia dalam tahun anggaran berjalan;
b) Belanja daerah yang bersifat mengikat dan belanja yang bersifat wajib; Belanja daerah yang bersifat mengikat merupakan belanja yang dibutuhkan secara terus menerus dan harus dialokasikan oleh Pemerintah Provinsi Riau dengan jumlah yang cukup untuk keperluan setiap bulan dalam tahun anggaran berkenaan, seperti: pembayaran kekurangan gaji dan tunjangan, pembayaran telepon, air, listrik dan internet.
Belanja daerah yang bersifat wajib merupakan belanja untuk terjaminnya kelangsungan pemenuhan pendanaan pelayanan dasar masyarakat seperti pendidikan, kesehatan, melaksanakan kewajiban kepada pihak ketiga, kewajiban pembayaran pokok pinjaman, bunga pinjaman yang telah jatuh tempo, dan kewajiban lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan/atau memiliki dasar hukum yang melandasinya.
c) Pengeluaran daerah yang berada diluar kendali Pemerintah Provinsi Riau dan tidak dapat diprediksikan sebelumnya, serta amanat peraturan perundang-undangan; dan/atau
d) pengeluaran daerah lainnya yang apabila ditunda akan menimbulkan kerugian yang lebih besar bagi Pemerintah Provinsi Riau dan/atau masyarakat.
Kriteria keadaan darurat dan keperluan mendesak dimaksud ditetapkan dalam Perda tentang APBD Tahun Anggaran 2023.
Selanjutnya, pengeluaran untuk mendanai:
a) Keadaan darurat di luar kebutuhan tanggap darurat bencana, konflik sosial, dan/atau kejadian luar biasa, digunakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
b) Keperluan mendesak; dan/atau
c) Pengembalian atas kelebihan pembayaran atas penerimaan daerah tahun- tahun sebelumnya;
yang belum tersedia anggarannya dan/atau tidak cukup tersedia anggarannya, diformulasikan terlebih dahulu dalam RKA-SKPD dan/atau Perubahan DPA- SKPD.
Dalam hal belanja tidak terduga tidak mencukupi, menggunakan:
a) dana dari hasil penjadwalan ulang capaian program, kegiatan dan sub kegiatan lainnya serta pengeluaran pembiayaan dalam tahun anggaran berjalan; dan/atau
b) memanfaatkan kas yang tersedia.
Penjadwalan ulang capaian program, kegiatan dan sub kegiatan tersebut diformulasikan terlebih dahulu dalam Perubahan DPA-SKPD dengan pemberitahuan kepada pimpinan DPRD, untuk selanjutnya dituangkan dalam peraturan daerah tentang perubahan APBD Tahun Anggaran 2023 atau ditampung dalam LRA jika tidak melakukan perubahan APBD Tahun Anggaran 2023.
Selanjutnya, belanja tidak terduga diuraikan menurut objek, rincian objek, dan sub rincian objek. Belanja Tidak Terduga hanya dianggarkan pada Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah Provinsi Riau selaku Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah (SKPKD)
D. Belanja Transfer, merupakan pengeluaran uang dari Pemerintah Provinsi Riau kepada Pemerintah Kabupaten/Kota dan/atau dari Pemerintah Provinsi Riau kepada Pemerintah Desa.
Belanja transfer yang dialokasikan adalah:
1) Belanja Bagi Hasil
Belanja bagi hasil digunakan untuk menganggarkan bagi hasil yang bersumber dari pendapatan Provinsi Riau kepada Kabupaten/Kota. Kebijakan penganggaran belanja bagi hasil Pemerintah Provinsi Riau kepada Pemerintah Kabupaten/Kota dianggarkan dalam APBD sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Besaran alokasi belanja bagi hasil pajak daerah pemerintah provinsi kepada pemerintah kabupaten/kota dianggarkan secara bruto, yaitu jumlah pendapatan daerah yang dianggarkan tidak boleh dikurangi dengan belanja yang digunakan dalam rangka menghasilkan pendapatan tersebut dan/atau dikurangi dengan bagian pemerintah pusat/daerah lain dalam rangka bagi hasil sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
2) Belanja Bantuan Keuangan
Belanja bantuan keuangan dapat dianggarkan sesuai kemampuan keuangan daerah setelah memprioritaskan pemenuhan belanja urusan pemerintahan wajib dan urusan pemerintahan pilihan serta alokasi belanja yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan, kecuali ditentukan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Belanja bantuan keuangan diberikan kepada daerah lain dalam rangka kerja sama daerah, pemerataan peningkatan kemampuan keuangan, dan/atau tujuan tertentu lainnya.
Tujuan tertentu lainnya tersebut yaitu dalam rangka memberikan manfaat bagi pemberi dan/atau penerima bantuan keuangan.
Belanja bantuan keuangan terdiri atas:
a. bantuan keuangan antar-daerah Provinsi;
b. bantuan keuangan antar-daerah Kabupaten/kota;
c. bantuan keuangan daerah Provinsi ke daerah Kabupaten/Kota di wilayahnya dan/atau daerah Kabupaten/Kota di luar wilayahnya;
d. bantuan keuangan daerah Kabupaten/Kota ke daerah provinsinya dan/atau daerah Provinsi lainnya; dan/atau
e. bantuan keuangan daerah Provinsi atau Kabupaten/Kota kepada desa.
Kriteria pemberian bantuan keuangan meliputi bantuan keuangan bersifat umum atau bantuan keuangan bersifat khusus. Bantuan keuangan yang bersifat umum peruntukan dan pengelolannya diserahkan kepada Pemerintah Provinsi Riau dan/atau Pemerintah Desa penerima bantuan yang digunakan untuk mengatasi kesenjangan fiskal dengan menggunakan formula jumlah penduduk, luas wilayah, indeks kemahalan konstruksi, produk domestik regional bruto per kapita, dan indeks pembangunan manusia.
Selanjutnya, bantuan keuangan yang bersifat khusus peruntukannya ditetapkan oleh Pemerintah Provinsi Riau pemberi bantuan dan pengelolaannya diserahkan sepenuhnya kepada penerima bantuan yang digunakan untuk membantu capaian kinerja program prioritas Pemerintah Provinsi Riau penerima bantuan keuangan sesuai dengan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan penerima bantuan.
Pemberi bantuan keuangan bersifat khusus dapat mensyaratkan penyediaan dana pendamping dalam APBD atau anggaran pendapatan dan belanja desa penerima bantuan.
Dari aspek teknis penganggaran, dalam APBD pemberi bantuan keuangan diuraikan daftar nama Pemerintah Kabupaten/Kota dan/atau Pemerintah Desa penerima bantuan keuangan sebagai sub rincian objek sesuai kode rekening berkenaan.
BAB VI
KEBIJAKAN PEMBIAYAAN DAERAH
Pembiayaan adalah seluruh transaksi keuangan pemerintah, baik yang berasal dari penerimaan daerah maupun pengeluaran daerah, yang perlu dibayar atau yang akan diterima kembali, yang dalam penganggaran pemerintah terutama dimaksudkan untuk menutup defisit dan/atau memanfaatkan surplus anggaran.
Struktur pembiayaan daerah berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah terbagi dalam Penerimaan Pembiayaan dan Pengeluaran Pembiayaan. Adapun kebijakan atas pembiayaan daerah sebagai berikut.
6.1. KEBIJAKAN PENERIMAAN PEMBIAYAAN
Dalam hal APBD diperkirakan defisit, APBD dapat didanai dari penerimaan pembiayaan daerah yang ditetapkan dalam Peraturan Daerah tentang APBD. Penerimaan Pembiayaan daerah bersumber dari:
1. SiLPA;
Penganggaran Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Tahun Sebelumnya (SiLPA) didasarkan pada penghitungan yang cermat dan rasional dengan mempertimbangkan perkiraan realisasi anggaran Tahun Anggaran 2022 dalam rangka menghindari kemungkinan adanya pengeluaran pada Tahun Anggaran 2022 yang tidak dapat didanai akibat tidak tercapainya SiLPA yang direncanakan. SiLPA tersebut bersumber dari:
a. pelampauan penerimaan PAD;
b. pelampauan penerimaan pendapatan transfer;
c. pelampauan penerimaan lain-lain Pendapatan Daerah yang sah;
d. pelampauan penerimaan Pembiayaan;
e. penghematan belanja;
f. kewajiban kepada pihak ketiga sampai dengan akhir tahun belum terselesaikan; dan/atau
g. sisa dana akibat tidak tercapainya capaian target kinerja dan sisa dana pengeluaran pembiayaan.
2. Pencairan Dana Cadangan;
Digunakan untuk menganggarkan pencairan dana cadangan dari rekening dana cadangan ke Rekening Kas Umum Daerah dalam tahun anggaran berkenaan. Jumlah dana cadangan tersebut sesuai dengan jumlah yang telah ditetapkan dengan Peraturan Daerah tentang pembentukan dana cadangan bersangkutan. Pencairan dana cadangan dalam 1 (satu) tahun anggaran menjadi penerimaan pembiayaan APBD dalam tahun anggaran berkenaan. Dalam hal dana cadangan tersebut belum digunakan sesuai dengan peruntukannya, dana cadangan dimaksud dapat ditempatkan dalam portofolio yang memberikan hasil tetap dengan risiko rendah. Penggunaan atas dana cadangan yang dicairkan dari rekening dana cadangan ke RKUD dianggarkan dalam SKPD pengguna dana cadangan bersangkutan, kecuali ditentukan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
3. Hasil Penjualan Kekayaan Daerah Yang Dipisahkan;
Hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Penerimaan atas hasil penjualan kekayaan daerah dicatat berdasarkan bukti penerimaan yang sah, seperti dokumen lelang, akta jual beli, nota kredit, dan dokumen sejenis lainnya.
4. Penerimaan Pinjaman Daerah;
Penerimaan pinjaman daerah didasarkan pada jumlah pinjaman yang akan diterima dalam tahun anggaran berkenaan sesuai dengan yang ditetapkan dalam perjanjian pinjaman bersangkutan. Penerimaan pinjaman daerah digunakan untuk menganggarkan penerimaan pinjaman daerah termasuk penerimaan atas penerbitan obligasi daerah yang akan diterima pada tahun anggaran berkenaan. Pemerintah Daerah dapat melakukan pinjaman daerah berdasarkan peraturan perundang-undangan di bidang pinjaman daerah. Bagi Pemerintah Daerah yang berencana untuk melakukan pinjaman daerah harus dianggarkan terlebih dahulu dalam rancangan Peraturan Daerah tentang APBD tahun anggaran berkenaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pemerintah Daerah yang akan melakukan pinjaman bersumber dari: Pemerintah Pusat; Pemerintah Daerah lain, Lembaga Keuangan Bank, Lembaga Keuangan Bukan Bank; dan Masyarakat (obligasi daerah), harus mengajukan dan mendapat pertimbangan terlebih dahulu dari Menteri Dalam Negeri, dengan paling sedikit melampirkan sebagai berikut:
a. persetujuan DPRD yang dilengkapi dengan risalah sidang;
b. salinan berita acara pelantikan Kepala Daerah;
c. kerangka acuan kegiatan;
d. RPJMD;
e. RKPD;
f. Laporan Keuangan Pemerintah Daerah selama 3 (tiga) tahun terakhir;
g. APBD tahun anggaran berjalan;
h. Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD tahun anggaran berkenaan;
i. Rencana keuangan pinjaman daerah yang menginformasikan besaran pagu pinjaman, tenor waktu pinjaman, prakiraan penarikan pinjaman serta prakiraan pengembalian pokok dan bunga pinjaman;
j. Pernyataan tidak mempunyai tunggakan atas pengembalian pinjaman yang ditandatangani oleh Kepala Daerah;
k. Perhitungan tentang rasio kemampuan keuangan daerah untuk mengembalikan pinjaman/DSCR; dan
l. Perbandingan sisa pinjaman daerah ditambah jumlah pinjaman yang akan ditarik tidak melebihi 75% (tujuh puluh lima persen) dari jumlah penerimaan umum APBD tahun sebelumnya, kecuali diatur lain dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pinjaman jangka pendek digunakan hanya untuk menutup kekurangan arus kas. Untuk pinjaman jangka menengah digunakan untuk membiayai pelayanan publik yang tidak menghasilkan penerimaan, sedangkan pinjaman jangka panjang yang bersumber dari pemerintah, Pemerintah Daerah lain, lembaga keuangan bank, dan lembaga keuangan bukan bank digunakan untuk membiayai infrastruktur dan/atau kegiatan investasi berupa kegiatan pembangunan prasarana dan/atau sarana dalam rangka penyediaan pelayanan publik yang menjadi urusan Pemerintahan Daerah, dengan tujuan:
a. menghasilkan penerimaan langsung berupa pendapatan bagi APBD yang berkaitan dengan pembangunan prasarana dan/atau sarana daerah;
b. menghasilkan penerimaan tidak langsung berupa penghematan belanja APBD yang seharusnya dikeluarkan apabila kegiatan tersebut tidak dilaksanakan; dan/atau
c. memberikan manfaat ekonomi dan sosial.
Pinjaman jangka panjang diperkenankan melewati masa jabatan Kepala Daerah, kecuali diatur lain dalam ketentuan peraturan perundang-undangan serta dalam rangka mendukung prioritas nasional dan/atau kepentingan strategis nasional sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Kepala Daerah dengan persetujuan DPRD dapat menerbitkan obligasi daerah untuk membiayai infrastruktur dan/atau investasi yang menghasilkan penerimaan daerah setelah memperoleh pertimbangan dari Menteri Dalam Negeri dan persetujuan dari menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pemerintah Daerah dapat melakukan pinjaman yang berasal dari penerusan pinjaman utang luar negeri dari menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan setelah memperoleh pertimbangan Menteri Dalam Negeri. Perjanjian penerusan pinjaman dilakukan antara menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan dan Kepala Daerah.
5. Penerimaan kembali pemberian pinjaman daerah;
Digunakan untuk menganggarkan penerimaan kembali pinjaman yang diberikan kepada pihak penerima pinjaman sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
6. Penerimaan Pembiayaan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan;
Digunakan untuk menganggarkan penerimaan Pembiayaan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Sampai saat ini, Pemerintah Daerah Provinsi Riau hanya merencanakan penerimaan pembiayaan yang bersumber dari Silpa dan belum mengalokasikan anggaran penerimaan pembiayaan lainnya.
Pada tahun 2023, Pemerintah Provinsi Riau memproyeksikan alokasi penerimaan pembiayaan dari SiLPA. Proyeksi alokasi SiLPA tersebut mencakup pelampauan target pendapatan dan penghematan belanja serta sisa dana Earmark baik yang telah tercapai outputnya maupun yang belum tercapai outputnya. Besaran Proyeksi SiLPA tersebut sebesar Rp661.205.606.942 untuk menutup defisit anggaran pada tahun 2023.
6.2. KEBIJAKAN PENGELUARAN PEMBIAYAAN
Dalam hal APBD diperkirakan surplus, APBD dapat digunakan untuk pengeluaran pembiayaan daerah yang ditetapkan dalam Peraturan Daerah tentang APBD. Pengeluaran Pembiayaan daerah dapat digunakan untuk:
1. Pembayaran cicilan pokok utang yang jatuh tempo
Pembayaran cicilan pokok utang yang jatuh tempo didasarkan pada jumlah yang harus dibayarkan sesuai dengan perjanjian pinjaman dan pelaksanaannya
merupakan prioritas utama dari seluruh kewajiban Pemerintah Daerah yang harus diselesaikan dalam tahun anggaran berkenaan berdasarkan perjanjian pinjaman jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang.
Pembayaran cicilan pokok utang yang jatuh tempo merupakan pembayaran pokok pinjaman, bunga dan kewajiban lainnya yang menjadi beban Pemerintah Daerah harus dianggarkan pada APBD setiap tahun sampai dengan selesainya kewajiban dimaksud.
Dalam hal alokasi anggaran dalam APBD tidak mencukupi untuk pembayaran cicilan pokok utang, Kepala Daerah dapat melakukan pelampauan pembayaran mendahului perubahan APBD, dengan melakukan perubahan Peraturan Kepala Daerah tentang Penjabaran APBD Tahun Anggaran 2023 dan dilaporkan kepada Pimpinan DPRD, untuk selanjutnya dianggarkan dalam Peraturan Daerah tentang perubahan APBD Tahun Anggaran 2023 atau ditampung dalam LRA bagi Pemerintah Daerah yang tidak melakukan Perubahan APBD Tahun Anggaran 2023.
2. Penyertaan Modal Daerah
Pemerintah Daerah dapat melakukan penyertaan modal pada BUMD dan/atau BUMN, apabila jumlah yang akan disertakan dalam Tahun Anggaran 2023 telah ditetapkan dalam Peraturan Daerah mengenai penyertaan modal daerah bersangkutan dan pelaksanaannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, dan peraturan daerah dimaksud ditetapkan sebelum persetujuan Kepala Daerah bersama DPRD atas rancangan Peraturan Daerah tentang APBD.
Pemerintah Daerah dalam melakukan penyertaan modal daerah memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a. Dalam hal akan melaksanakan penyertaan modal, Pemerintah Daerah terlebih dahulu menyusun perencanaan investasi Pemerintah Daerah yang dituangkan dalam dokumen rencana kegiatan investasi yang disiapkan oleh PPKD selaku pengelola investasi untuk disetujui oleh Kepala Daerah. Berdasarkan dokumen rencana kegiatan penyertaan modal daerah tersebut, Pemerintah Daerah menyusun analisis penyertaan modal daerah Pemerintah Daerah sebelum melakukan penyertaan modal daerah. Analisis penyertaan modal daerah dilakukan oleh penasehat investasi yang independen dan profesional, dan ditetapkan oleh Kepala Daerah
sebagaimana diamanatkan dalam ketentuan peraturan perundang- undangan.
Penyertaan modal daerah bertujuan untuk meningkatkan pendapatan daerah, pertumbuhan perkembangan perekonomian daerah dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat guna memperoleh manfaat ekonomi, sosial, dan/atau manfaat lainnya.
Penyertaan modal dalam rangka pemenuhan kewajiban yang telah tercantum dalam Peraturan Daerah mengenai penyertaan modal pada tahun sebelumnya, tidak diterbitkan Peraturan Daerah tersendiri sepanjang jumlah anggaran penyertaan modal tersebut belum melebihi jumlah penyertaan modal yang telah ditetapkan pada Peraturan Daerah mengenai penyertaan modal. Dalam hal Pemerintah Daerah akan menambah jumlah penyertaan modal melebihi jumlah penyertaan modal yang telah ditetapkan dengan Peraturan Daerah mengenai penyertaan modal, Pemerintah Daerah melakukan perubahan Peraturan Daerah mengenai penyertaan modal yang bersangkutan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
b. Dalam rangka memperkuat struktur permodalan pada Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), Pemerintah Daerah dapat menambah modal yang disetor dan/atau melakukan penambahan penyertaan modal pada BUMD, sehingga BUMD tersebut dapat lebih berkompetisi, tumbuh dan berkembang. Khusus untuk BUMD sektor perbankan, Pemerintah Daerah dapat melakukan penambahan penyertaan modal dimaksud guna menambah modal inti sebagaimana dipersyaratkan Bank Indonesia dan untuk memenuhi Capital Adequacy Ratio (CAR) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pemerintah Daerah yang merupakan pemegang saham pengendali, melakukan penyertaan modal kepada BUMD Persero guna memenuhi kepemilikan saham menjadi 51% (lima puluh satu persen) atau lebih.
Pemenuhan kepemilikan saham minimal 51% (lima puluh satu persen) oleh 1 (satu) daerah tersebut, dilakukan paling lama 5 (lima) tahun sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
c. Dalam rangka pemberdayaan masyarakat, Pemerintah Daerah dapat menganggarkan investasi jangka panjang non permanen dalam bentuk
dana bergulir. Dana bergulir dalam APBD dianggarkan pada akun pembiayaan, kelompok pengeluaran pembiayaan daerah, dan diuraikan ke dalam jenis, objek, rincian objek dan sub rincian objek.
Dalam penyaluran dana bergulir, Pemerintah Daerah dapat melakukan kerjasama dengan BUMD Lembaga Keuangan Perbankan, Lembaga Keuangan Non Perbankan atau Lembaga Keuangan lainnya.
Kebijakan pengeluaran pembiayaan daerah mencakup pembentukan dana cadangan, penyertaan modal (investasi) daerah yang telah ditetapkan dengan Peraturan Daerah, pembayaran pokok utang yang jatuh tempo, pemberian pinjaman daerah kepada Pemerintah daerah lainnya sesuai dengan sesuai dengan perjanjian yang telah ditetapkan.
Dalam hal ada kecenderungan terjadinya defisit anggaran, antisipasi dilakukan dengan kebijakan-kebijakan yang akan berdampak pada pos penerimaan pembiayaan daerah. Sebaliknya jika ada kecenderungan akan terjadinya surplus anggaran, antisipasi dilakukan dengan kebijakan-kebijakan yang akan berdampak pada pos pengeluaran pembiayaan daerah, seperti penyelesaian pembayaran pokok utang dan penyertaan modal. Detail proyeksi pembiayaan daerah tahun 2023 dapat dilihat dari tabel 6.1 berikut ini;
Tabel 6.1
Proyeksi Pembiayaan Daerah Provinsi Riau 2023
Kode | Pendapatan dan Penerimaan Pembiayaan Daerah | Target Tahun Anggaran Berkenaan |
6 | PEMBIAYAAN | |
6.1 | PENERIMAAN PEMBIAYAAN | 661.205.606.942 |
6.1.01 | Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Tahun Sebelumnya | 661.205.606.942 |
Jumlah Penerimaan Pembiayaan | 661.205.606.942 | |
6.2 | PENGELUARAN PEMBIAYAAN | 0 |
6.2.02 | Penyertaan Modal Daerah | 0 |
Jumlah Pengeluaran Pembiayaan | 0 | |
Pembiayaan Netto | 661.205.606.942 |
Sumber: Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Riau Tahun 2023
BAB VII
STRATEGI PENCAPAIAN
Sebagai bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia, dalam penetapan arah pembangunan daerah hendaknya selaras dengan arah pembangunan nasional. Hal ini perlu dilakukan agar berbagai kebijakan pembangunan daerah memiliki link and match dengan pembangunan nasional. Mengacu pada pemikiran tersebut maka dalam penyusunan tema pembangunan Provinsi Riau tahun 2023 di samping mengacu pada visi Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Provinsi Riau 2005-2025 dan Visi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Riau 2019-2024, juga mengacu pada tema RKP Nasional Tahun 2023.
Visi dan misi pembangunan 5 (lima) tahunan (RPJMD) merupakan penjabaran visi dan misi gubernur dan wakil gubernur Riau terpilih serta menjadi dasar perumusan prioritas pembangunan daerah. Pernyataan visi dan misi pembangunan 5 (lima) tahunan Provinsi Riau sesuai dengan visi dan misi gubernur dan wakil gubernur Riau yang telah disampaikan dalam masa kampanye. Visi adalah rumusan umum mengenai keadaan yang diinginkan pada akhir periode perencanaan pembangunan Provinsi Riau. Perumusan visi pembangunan jangka menengah tahun 2019-2024 mempedomani visi RPJPD Provinsi Riau 2005-2025, isu strategis pembangunan Provinsi Riau dan juga memperhatikan visi RPJMN 2020-2024.
Visi Provinsi Riau Tahun 2019-2024 “Terwujudnya Riau yang berdaya saing, sejahtera, bermanfaat dan unggul di Indonesia (Riau Bersatu)”
Visi Riau untuk pembangunan selama kurun waktu 2019-2024 memiliki makna berdaya saing, sejahtera, bermartabat, dan unggul di Indonesia dengan penjelasan sebagai berikut:
a. Visi Provinsi Riau Tahun 2019-2024
▪ Berdaya Saing : Kondisi kemampuan daerah yang mapan didukung pertumbuhan ekonomi, infraktruktur, dan sumber daya manusia yang handal dan lingkungan hidup yang lestari.
▪ Sejahtera : Kondisi kemakmuran masyarakat Riau yang dicirikan dengan meningkatnya pendapatan masyarakat,
berkurangnya ketimbangan sosial, menurunnya kemiskinan dan pengangguran.
▪ Bermartabat : Mengangkat marwah Provinsi Riau menjadi yang terdepan dan berintegritas melalui pengamalan nilai-nilai agama serta penerapan falsafah budaya melayu dalam sendi kehidupan bermasyarakat.
▪ Unggul : Menjadi Riau berprestasi dibidang keagamaan, budaya, seni, dan olah raga serta terbaik dan terdepan dalam inovasi, pelayanan publik dan penyelenggaraan pemerintah.
b. Misi Provinsi Riau Tahun 2019-2024
Misi adalah rumusan umum mengenai upaya-upaya yang akan dilaksanakan untuk mewujudkan visi. Sehubungan dengan hal tersebut, dalam mewujudkan Visi Provinsi Riau 2019-2024 maka Misi Pembangunan Jangka Menengah Provinsi Riau Tahun 2019-2024 meliputi:
1. Mewujudkan Sumberdaya Manusia yang beriman, Berkualitas dan Berdaya Saing Global melalui Pembangunan Manusia Seutuhnya.
Misi ini diarahkan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang berdaya saing melalui peningkatan derajat pendidikan masyarakat, derajat kesehatan masyarakat dan kesetaraan gender. Selain itu, untuk mewujudkan sumberdaya yang beriman melalui peningkatan kerukunan umat beragama.
2. Mewujudkan Pembangunan Infrastruktur Daerah yang Merata dan Berwawasan Lingkungan dan Berkelanjutan.
Misi ini diarahkan untuk meningkatkan kualitas infrastruktur melalui peningkatan pelayanan transportasi, cakupan pelayanan air minum dan sanitasi rumah tangga, cakupan layanan listrik bagi rumah tangga, infrastruktur pengelolaan dan konservasi sumber daya air. Juga diarahkan untuk mewujudkan pembangunan yang berwawasan lingkungan (Riau Hijau) melalui peningkatan indeks kualitas lingkungan hidup dan penurunan emisi gas rumah kaca.
3. Mewujudkan Pembangunan Ekonomi yang inklusif, Mandiri dan Berdaya Saing.
Misi ini diarahkan untuk mewujudkan perekonomian yang mandiri dan berdaya saing melalui peningkatan kemandirian ekonomi dan penurunan kesenjangan pendapatan, peningkatan investasi daerah, peningkatan
ketahanan pangan daerah, serta penurunan angka kemiskinan dan pengangguran.
4. Mewujudkan Budaya Melayu sebagai Payung Negeri dan Mengembangkan Pariwisata yang Berdaya Saing.
Misi ini diarahkan untuk meningkatkan pemajuan Budaya Melayu melalui peningkatan perlindungan, pengembangan, pemanfaatan dan pembinaan kebudayaan Melayu Riau. Untuk meningkatkan nilai tambah dan daya saing pariwisata melalui peningkatan kunjungan dan kenyamanan wisatawan mancanegara.
5. Mewujudkan Tata Kelola Pemerintahan yang baik dan Pelayanan Publik yang prima berbasis Teknologi Informasi.
Misi ini diarahkan untuk meningkatkan kinerja ASN dan pelayanan publik melalui penyelenggaraan pemerintahan daerah yang bersih, transparan, dan akuntabel.
Hubungan misi, tujuan dan sasaran pembangunan tahun 2019-2024 adalah sebagaimana tergambar pada tabel 7.1 di bawah ini.
Tabel 7.1.
Hubungan Visi/Misi dan Tujuan/Sasaran Pembangunan pada RPJMD Provinsi Riau Tahun 2019-2024
No | Visi/Misi | Tujuan | Sasaran | ||
1. | Mewujudkan Sumber daya Manusia yang Beriman, Berkualitas dan Berdaya Saing global melalui Pembangunan Manusia Seutuhnya | 1.1 | Meningkatkan kualitas SDM yang berdaya saing | 1.1.1 | Meningkatnya derajat pendidikan Masyarakat |
1.1.2 | Meningkatnya derajat kesehatan masyarakat | ||||
1.1.3 | Meningkatnya kesetaraan gender | ||||
1.2 | Mewujudkan sumber daya yang beriman | 1.2.1 | Meningkatnya kerukunan umat beragama | ||
2 | Mewujudkan Pembangunan Infrastruktur Daerah yang Merata, Berwawasan Lingkungan dan berkelanjutan | 2.1 | Meningkatkan kualitas infrastruktur | 2.1.1 | Meningkatnya Pelayanan transportasi |
2.1.2 | Meningkatnya kualitas kawasan permukiman | ||||
2.1.3 | Meningkatnya cakupan layanan listrik bagi rumah tangga | ||||
2.1.4 | Meningkatnya infrastruktur pengelolaan sumber daya air |
No | Visi/Misi | Tujuan | Sasaran | ||
2.2 | Mewujudkan pembangunan yang berwawasan lingkungan | 2.2.1 | Meningkatnya kualitas lingkungan hidup | ||
2.2.2 | Menurunnya emisi Gas rumah kaca | ||||
3. | Mewujudkan Pembangunan Ekonomi yang inklusif, Mandiri dan Berdaya Saing | 3.1 | Mewujudkan perekonomian yang mandiri dan berdaya saing | 3.1.1 | Meningkatnya kemandirian ekonomi dan menurunnya kesenjangan pendapatan |
3.1.2 | Meningkatnya investasi daerah | ||||
3.1.3 | Meningkatnya ketahanan pangan daerah | ||||
3.1.4 | Menurunnya angka kemiskinan dan pengangguran | ||||
4. | Mewujudkan Budaya Melayu sebagai Payung Negeri dan Mengembangkan Pariwisata yang BerdayaSaing | 4.1. | Meningkatkan Pemajuan Budaya Melayu | 4.1.1. | Meningkatnya keberlanjutan Budaya Melayu Riau |
4.1.2 | Meningkatnya Pengembangan Budaya Melayu Riau | ||||
4.1.3 | Menigkatnya Pemanfaatan Budaya Melayu Riau | ||||
4.2 | Meningkatkan Nilai Tambah Pariwisata | 4.2.1 | Meningkatnya Kunjungan wisatawan mancanegara | ||
4.2.2 | Meningkatnya Kenyamanan wisatawan mancanegara | ||||
5. | Mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik dan pelayanan publik yang prima berbasis teknologi informasi | 5.1. | Meningkatkan penyelenggaraan pemerintahan daerah yang bersih, transparan, dan akuntabel | 5.1.1. | Meningkatnya Kualitas Pelayanan Publik |
5.1.2 | Meningkatnya Kinerja Penyelenggaraan Pemerintah |
Tabel 7.2.
Prioritas Pembangunan Provinsi Riau Tahun 2023
NO | PRIORITAS | SASARAN | INDIKATOR | TARGET | ARAH KEBIJAKAN | FOKUS KEBIJAKAN |
1 | Kesejahteraan Masyarakat | Meningkatnya derajat pendidikan | Rata-Rata Lama Sekolah penduduk umur ≥25 tahun (tahun). | 9.51–9,58 Tahun | − Meningkatkan ketersediaan akses pendidikan dan mendorong pengembangan pendidikan vokasi − Meningkatkan kualitas dan pemerataan tenaga pendidik | PENDIDIKAN : 1. Peningkatan Aksesabilitas Pendidikan 2. Peningkatan Kualitas dan Kuantitas Sarana dan Prasarana Pendidikan 3. Peningkatan Mutu serta pemerataan pendidik dan Tenaga Kependidikan 4. Peningkatan Mutu Peserta Didik, Relevansi Pendidikan Menengah dan Vokasi |
Harapan Lama Sekolah | 13,36-13,39 Tahun | |||||
Meningkatnya derajat kesehatan masyarakat | Angka Harapan Hidup | 71,93-71,99 Tahun | − Meningkatkan pelayanan kesehatan dan penanganan krisis kesehatan akibat bencana dan kejadian luar biasa − Meningkatkan akses dan kualitas pelayanan keluarga berencana − Meningkatkan pembinaan, pengembangan dan pengelolaan keolahragaan | KESEHATAN : 1. Meningkatkan kualitas pelayanan Kesehatan 2. Menyediakan dan meningkatkan mutu sarana dan prasana Kesehatan 3. Meningkatkan pelayanan Kesehatan terutama masyarakat miskin, kurang mampu dan terdampak krisis Kesehatan akibat bencana dan kejadian luar bisa | ||
Menurunnya angka kemiskinan dan pengangguran | Persentase penduduk miskin | 6,65-6,31 Persen | − Menjamin pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat miskin − Meningkatkan kapasitas kemampuan PSKS − Meningkatkan peran lembaga ekonomi pedesaan | KEMISKINAN : 1. Pemenuhan kebutuhan dasar pokok masyarakat 2. Penyediaan jaminan kesehatan dan Pendidikan masyarakat 3. Pemberdayaan ekonomi masyarakat | ||
Tingkat Pengangguran Terbuka | 4,10-3,92 Persen | − Meningkatkan keterampilan, kompetensi dan produktivitas tenaga kerja − Meningkatkan perluasan kesempatan tenaga kerja dan penempatan tenaga kerja − Meningkatkan perlindungan dan pengawasan tenaga kerja − Peningkatan kompetensi wirausaha muda | KETENAGAKERJAAN : 1. Mendorong peningkatan nilai tambah produk 2. Optimalisasi kegiatan program padat karya 3. Peningkatan kualitas tenaga kerja |
NO | PRIORITAS | SASARAN | INDIKATOR | TARGET | ARAH KEBIJAKAN | FOKUS KEBIJAKAN |
2 | Pelayanan Publik | Meningkatnya kerukunan hidup beragama | Indeks kerukunan umat beragama | 76.01 | − Meningkatkan pemahaman dan pengamalan agama dalam kehidupan masyarakat − Meningkatkan toleransi kerjasama dan kesetaraan antar umat beragama − Meningkatkan ketentraman di masyarakat | 1. Meningkatkan pemahaman dan pengamalan agama dalam kehidupan masyarakat 2. Meningkatkan toleransi kerjasama dan kesetaraan antar umat beragama 3. Meningkatkan ketentraman di masyarakat |
Meningkatnya Kualitas Pelayanan Publik | Indeks Kepuasan Masyarakat | 91.1 | − Meningkatkan Kualitas Sarana dan Prasarana dan Kepatuhan Penerapan SOP Pelayanan | 1. Meningkatkan Kualitas Sarana dan Prasarana dan Kepatuhan Penerapan SOP Pelayanan 2. Meningkatkan kualitas pengelolaan keuangan dan Aset 3. Meningkatkan Akuntabilitas Kinerja OPD 4. Meningkatkan Profesionalisme ASN 5. Meningkatkan kualitas Pengawasan Daerah 6. Meningkatkan Kualitas Perencanaan Daerah 7. Meningkatkan Tata Laksana Pemerintahan | ||
Meningkatnya Kinerja Penyelenggaraan Pemerintah | Opini BPK | WTP | − Meningkatkan kualitas pengelolaan keuangan dan Aset | |||
Nilai SAKIP | 71.1 | − Meningkatkan Akuntabilitas Kinerja OPD − Meningkatkan Profesionalisme ASN | ||||
Nilai LPPD | 3.49 | − Meningkatkan kualitas Pengawasan Daerah | ||||
Sistem Pemerintah Berbasis Elektronik (SPBE) | 3.37 | − Meningkatkan Kualitas Perencanaan Daerah − Meningkatkan Tata Laksana Pemerintahan | ||||
3 | Daya Saing Daerah | Meningkatnya kemandirian ekonomi dan menurunkan kesenjangan pendapatan | Nilai PDRB (ADHB) | Rp.775.234,53 - Rp.790.679,36 Mi | − Meningkatkan produksi hasil industri | INDUSTRI : 1. Peningkatan nilai tambah dan output industri (Makanan dan Minuman) 2. Peningkatan inovasi teknologi |
Koefisien Gini (Indeks) | 0.35 | − Meningkatkan produksi pertanian | PERTANIAN : (Tanaman Hortikultura (Cabai, Bawang Merah, Jeruk, Nenas, Pisang, Durian) 1. Meningkatkan produksi dan produktifitas tanaman pangan (Padi) Prengembangan SDM Pertanian PERTANIAN : (Tanaman Perkebunan (Kelapa Sawit, Kelapa, Karet) 1. Meningkatkan produktivitas perkebunan rakyat (kelapa sawit, kelapa, karet) |
NO | PRIORITAS | SASARAN | INDIKATOR | TARGET | ARAH KEBIJAKAN | FOKUS KEBIJAKAN |
2. Meningkatkan kemitraan petani dan swasta (Kelapa) PERTANIAN :( Tanaman (Peternakan) 1. Meningkatkan produksi daging sapi PERIKANAN : 1. Meningkatkan produksi dan produktivitas Perikanan | ||||||
Meningkatnya investasi daerah | Nilai Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) | Rp.161,568.12 Mi | − Memperbaiki iklim dan promosi Investasi | PENANAMAN MODAL : 1. Memperbaiki iklim dan promosi Investasi | ||
Meningkatnya infrastruktur pengelolaan sumber daya air. | Persentase lahan pertanian yang teririgasi dengan baik | 28.3 | − Meningkatkan layanan irigasi dan penanganan abrasi/banjir | PERTANIAN : (Tanaman Pangan - Padi) 1. Meningkatkan produksi dan produktifitas tanaman pangan (Padi) | ||
Meningkatnya ketahanan pangan daerah | Indeks Ketahanan Pangan | 69.37 | − Menjamin ketersediaan, keamanan, kualitas dan keberlangsungan bahan pangan | PERTANIAN: 1. Meningkatkan produksi dan produktifitas tanaman pangan (Padi) PERDAGANGAN : 1. Peningkatan daya beli masyarakat 2. Penumbuhan pusat distribusi logistik daerah (pasar induk, pasar grosir) 3. Efisiensi jalur logistik | ||
Meningkatnya kunjungan wisatawan mancanegara | Jumlah kunjungan wisatawan Mancanegara (Jiwa) | 79.223 | − Meningkatkan aksesibilitas destinasi wisata − Meningkatkan promosi dan kelembagaan pariwisata | PARIWISATA : 1. Meningkatkan jumlah kunjungan dan kenyamanan tamu hotel 2. Meningkatkan promosi dan kelembagaan pariwisata 3. Mengembangkan ekonomi kreatif secara terpadu | ||
Meningkatnya kenyamanan wisatawan mancanegara | Rata-rata lama tinggal wisatawan mancanegara (Hari) | 2.35 | − Mengembangkan ekonomi kreatif secara terpadu | |||
Meningkatnya keberlanjutan Budaya Melayu Riau | Persentase Budaya Melayu Riau yang dilindungi | 78.30 | − Meningkatkan pengelolaan dan pengembangan pemajuan kebudayaan Melayu Riau | 1. Meningkatkan pengelolaan dan pengembangan pemajuan kebudayaan melayu Riau | ||
Meningkatnya Pengembangan Budaya Melayu Riau | Persentase Budaya Melayu Riau yang dikembangkan | 20 | ||||
Menigkatnya Pemanfaatan Budaya Melayu | Persentase Budaya Melayu Riau | 20 |
NO | PRIORITAS | SASARAN | INDIKATOR | TARGET | ARAH KEBIJAKAN | FOKUS KEBIJAKAN |
Riau | yang dimanfaatkan |
Tabel 7.3 berikut ini menyajikan konsistensi tema (tujuan pokok) pembangunan tahun 2023 antara Nasional dan Provinsi Riau.
Tabel. 7.3
Konsistensi Tema (Tujuan Pokok) Pembangunan antara Nasional dan Provinsi Riau Tahun 2023
Uraian | Nasional | Provinsi Riau |
Tema | Peningkatan Produktivitas untuk Tranformasi Ekonomi yang Inklusif dan Berkelanjutan | Memantapkan Kesejahteraan Masyarakat, Pelayanan Publik dan Daya Saing Daerah yang Kompetitif |
Subtansi Tema | - Penghapusan kemiskinan ekstrem; - Peningkatan kualitas SDM : kesehatan dan pendidikan; - Penanggulangan pengangguran & peningkatan decent job; - Pemulihan dunia usaha; - Revitalisasi industri dan penguatan riset terapan; - Pembangunan rendah karbon dan transisi energi (respon terhadap perubahan iklim); - Percepatan pembangunan infrastruktur dasar antara lain; air bersih dan sanitasi; - Pembangunan IKN | - Kesejahteraan Masyarakat; - Pelayanan Publik; - Daya Saing Daerah. |
Tabel 7.4 berikut ini menyajikan keterkaitan Prioritas Pembangunan Nasional terhadap Prioritas Daerah Provinsi Riau Tahun 2023;
Tabel 7.4
Keterkaitan Prioritas Pembangunan Nasional terhadap Prioritas Daerah Provinsi Riau Tahun 2023
NO. | PRIORITAS NASIONAL | PRIORITAS DAERAH |
1 | Memperkuat Ketahanan Ekonomi untuk Pertumbuhan Berkualitas dan Berkeadilan | Daya Saing Daerah |
2 | Mengembangkan Wilayah untuk Mengurangi Kesenjangan dan Menjamin Pemerataan | Daya Saing Daerah |
3 | Meningkatkan Sumber Daya Manusia, yang berkualitas dan berdaya saing | Kesejahteraan Masyarakat; Daya Saing Daerah. |
4 | Revolusi Mental dan Pembangunan Kebudayaan | Pelayanan Publik |
5 | Memperkuat Infrastruktur untuk Mendukung Pengembangan Ekonomi dan Pelayanan Dasar | Daya Saing Daerah |
6 | Membangun Lingkungan Hidup, meningkatkan ketahanan bencana dan perubahan iklim | |
7 | Memperkuat Stabilitas Polhunkam dan Transformasi pelayanan Publik | Pelayanan Publik |
Tabel 7.5 berikut ini menyajikan konsistensi tema (tujuan pokok) pembangunan tahun 2023 antara Nasional dan Provinsi Riau.
Tabel. 7.5
Konsistensi Tema (Tujuan Pokok) Pembangunan antara Nasional dan Provinsi Riau Tahun 2023
Uraian | Nasional | Provinsi Riau |
Tema | Peningkatan Produktivitas untuk Tranformasi Ekonomi yang Inklusif dan Berkelanjutan | Memantapkan Kesejahteraan Masyarakat, Pelayanan Publik dan Daya Saing Daerah yang Kompetitif |
Subtansi Tema | - Penghapusan kemiskinan ekstrem; - Peningkatan kualitas SDM : kesehatan dan pendidikan; - Penanggulangan pengangguran & peningkatan decent job; - Pemulihan dunia usaha; - Revitalisasi industri dan penguatan riset terapan; - Pembangunan rendah karbon dan transisi energi (respon terhadap perubahan iklim); - Percepatan pembangunan infrastruktur dasar antara lain; air bersih dan sanitasi; - Pembangunan IKN | - Kesejahteraan Masyarakat; - Pelayanan Publik; - Daya Saing Daerah. |
7.1 STRATEGI PENCAPAIAN PENDAPATAN DAERAH
Berdasarkan arah kebijakan umum dan target pendapatan yang ingin dicapai pada tahun 2023, maka strategi kebijakan umum pendapatan daerah sebagai upaya pencapaian target adalah sebagai berikut:
1. Menyesuaikan struktur pendapatan dan mengoptimalkan sumber-sumber pendapatan daerah sehingga target penerimaan minimal dapat terpenuhi sesuai dengan target yang ditetapkan dan tepat waktu;
2. Meningkatkan kesadaran masyarakat untuk memenuhi kewajibannya sesuai dengan kemampuan dan potensi yang dimiliki, sehingga diharapkan mampu memberi dukungan yang optimal dalam menunjang kebutuhan dana yang diperlukan dengan mengupayakan penggalian potensi sumber-sumber pendapatan daerah secara optimal berdasarkan kewenangan dan potensi yang dimiliki dengan memperhatikan pentingnya pelayanan dan kemampuan masyarakat;
3. Peningkatan intensifikasi dan ekstensifikasi sumber-sumber pendapatan sesuai kewenangan dan potensi yang ada dengan memperhatikan aspek-aspek keadilan, kepentingan umum dan kemampuan masyarakat serta efisiensi dan efektifitas pengelolaan keuangan daerah dalam bidang pendapatan daerah;
4. Optimalisasi pendapatan transfer dan lain-lain pendapatan daerah yang sah;
5. Memastikan bahwa rencana pendapatan daerah yang akan dituangkan dalam Rencana Kerja Anggaran (RKA) merupakan perkiraan yang terukur, rasional serta memiliki kepastian serta dasar hukum penerimaannya;
6. Melakukan penghitungan proyeksi pendapatan, khususnya pendapatan daerah pajak daerah dan retribusi daerah selama 5 (lima) tahun serta mengakomodir trend realisasi pendapatan 5 (lima) tahun terakhir.
7.2 STRATEGI BELANJA DAERAH
Strategi pencapaian pembangunan melalui program dan kegiatan serta belanja daerah dilakukan melalui pendekatan anggaran kinerja yang berorientasi pada pencapaian hasil dari input yang direncanakan. Kebijakan ini bertujuan untuk meningkatkan akuntabilitas perencanan anggaran serta menjamin efektivitas dan efisiensi penggunaan anggaran ke dalam program dan kegiatan. Dalam rangka mengatur penggunaan anggaran belanja daerah agar tetap terarah, efisien dan efektif, maka arah kebijakan belanja daerah tahun anggaran 2023 sesuai dengan sasaran pembangunan tahun 2023 yang telah ditetapkan dalam Peraturan Daerah tentang RPJMD, sebagai berikut:
1. Mempedomani Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 77 Tahun 2020 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Daerah.
2. Pengelolaan belanja daerah sesuai dengan anggaran berbasis kinerja (performance based) untuk mendukung capaian target kinerja utama pada tahun 2023 dengan menganut prinsip akuntabilitas, efektif dan efisien dalam rangka mendukung penerapan anggaran berbasis kinerja dan sasaran pembangunan tahun 2023.
3. Belanja daerah diprioritaskan dalam rangka pelaksanaan urusan pemerintahan Provinsi Riau yang terdiri dari urusan wajib dan urusan pilihan sebagaimana ditetapkan dalam ketentuan perundang-undangan.
4. Pemanfaatan belanja yang bersifat reguler/rutin diutamakan untuk memenuhi belanja yang bersifat mengikat antara lain pembayaran gaji PNS, belanja bagi hasil kepada Kota/kota, dan belanja operasional kantor dengan mengedepankan prinsip efisien dan efektif.
5. Mengupayakan pelaksanaan pengadaan barang dan jasa lebih awal, sehingga penyerapan belanja lebih cepat dan menghindari penumpukan realisasi belanja pada akhir tahun anggaran.
BAB VIII
PENUTUP
Kebijakan Umum APBD (KUA) Provinsi Riau disusun berdasarkan Peraturan Gubernur Riau Nomor 35 tahun 2022 tentang Rencana Kerja Pemerintah Daerah Provinsi Riau Tahun 2023 dengan berpedoman pada Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 77 Tahun 2020 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Daerah.
Kebijakan Umum APBD (KUA) Provinsi Riau Tahun Anggaran 2023 berisikan kerangka ekonomi makro Provinsi Riau, asumsi dasar penyusunan RAPBD Provinsi Riau dan kebijakan pendapatan, belanja dan pembiayaan Provinsi Riau untuk tahun anggaran 2023.
Kebijakan Umum APBD (KUA) yang telah disepakati akan menjadi dasar penyusunan Nota Kesepakatan Kebijakan Umum APBD Provinsi Riau Tahun 2023 antara Gubernur dengan DPRD Provinsi Riau. Selanjutnya, Nota kesepakatan tersebut akan menjadi pedoman dalam penyusunan Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD Tahun 2023, dan diharapkan dapat menjadi pedoman bagi seluruh pemangku kepentingan agar pembangunan yang telah direncanakan dapat dilaksanakan secara optimal.
Dalam penyusunannya, sesuai dengan ketentuan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 70 Tahun 2020 tentang Sistem Informasi Pemerintahan Daerah, Kebijakan Umum APBD ini menggunakan aplikasi berbasis web yang telah terintegrasi secara nasional, sehingga seluruh tahapan proses mulai dari perencanaan di RKPD sampai dengan pertanggungjawaban APBD nantinya akan terekam dan teradministrasikan dengan baik sesuai dengan peraturan perundang- undangan. Penggunaan aplikasi ini tentunya memiliki kelebihan dan kekurangan dalam penggunaannya, khususnya kaitan dengan kendala jaringan, perangkat keras (server) dan sumberdaya manusia operator. Pemerintah dan Pemerintah Provinsi Riau akan selalu berupaya untuk melakukan penyesuaian perbaikan kearah yang lebih baik.
Apabila dalam proses pembahasan KUA antara Pemerintah Daerah dengan DPRD terdapat penambahan kegiatan atau sub kegiatan baru yang tidak tercantum
dalam Peraturan Gubernur Riau Nomor 35 Tahun 2022 tentang Rencana Kerja Pemerintah Daerah Provinsi Riau Tahun 2023, maka Gubernur dan Ketua DPRD harus membuat Berita Acara Penambahan Kegiatan/Sug Kegiatan dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam Nota Kesepakatan Kebijakan Umum APBD 2023.
Demikian Kebijakan Umum APBD ini disusun untuk menjadi pedoman penyusunan dan pembahasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun 2023.