PERJANJIAN PEMBERIAN KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) TANPA JAMINAN BERDASARKAN PERATURAN MENTERI KOORDINATOR (PERMENKO) NOMOR 11 TAHUN 2017
PERJANJIAN PEMBERIAN KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) TANPA JAMINAN BERDASARKAN PERATURAN MENTERI KOORDINATOR (PERMENKO) NOMOR 11 TAHUN 2017
(STUDI PADA PT. BANK RAKYAT INDONESIA (BRI) UNIT PASAR TUGU CABANG TANJUNG KARANG BANDAR LAMPUNG)
(Skripsi)
Oleh Xxxxx Xxxxxxx.P
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG
2018
ABSTRAK
PERJANJIAN PEMBERIAN KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) TANPA JAMINAN BERDASARKAN PERATURAN MENTERI KOORDINATOR (PERMENKO) NOMOR 11 TAHUN 2017
(Studi Pada Xx.Xxxx Rakyat Indonesia (BRI) Unit Pasar Tugu Cabang Tanjung Karang Bandar Lampung)
Oleh : NAURA NISRINA. P
Kredit Usaha Rakyat (KUR) adalah kredit/pembiayaan dalam bentuk pemberian modal kerja dan investasi yang didukung fasilitas penjaminan untuk usaha produktif. Skema KUR secara khusus diperuntukkan bagi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah dan Koperasi yang usahanya layak, namun tidak mempunyai agunan yang cukup sesuai persyaratan yang ditetapkan perbankan.Segala sesuatu dapat saja timbul menjadi suatu permasalahan, mengingat pada dasarnya pemberian KUR diberikan tanpa mewajibkan adanya jaminan tambahan bagi debiturnya. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis syarat dan prosedur pemberian KUR, isi perjanjian KUR, serta pelaksanaan perjanjian danpenyelesaiannya apabila timbul permasalahan.
Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif-empiris dengan tipe penelitian deskriptif. Data yang digunakan adalah data primer, yaitudata yang diperoleh secara langsung dari sumber datanya melalui wawancara, dan data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka, wawancara dan studi dokumen. Pengolahan data dilakukan dengan cara pemeriksaan data, penandaan data, rekonstruksi data dan sistematisasi data yang selanjutnya dianalisis secara deskriptif kualitatif.
Hasil dari penelitian ini adalah syarat dan prosedur pemberian KURyaitu, harus mempunyai usaha produktif dan layak yang telah berxxxxx xxxxxx xxxxxxx 0 bulan, tidak sedang menerima kredit modal usaha dari lembaga perbankan lain serta melengkapi syarat administrasi yang dibutuhkan. Prosedur pemberian KUR antara lain, permohonan kredit oleh debitur, penerimaan dokumen oleh pihak bank, analisis dokumen, pengecekan (survey) ke lapangan, dan tahap keputusan kredit. Dalam perjanjian KUR tersebut tidak secara rinci mengatur mengenai hak dan kewajiban masing-masing pihak, hanya terdapat klausul-klausul mengenai kewajiban dan larangan bagi pihak debitur yang tercantum dalam Akta Perjanjian Pinjaman Mikro. Pada dasarnyaisi suatu perjanjian haruslah mencakup hak dan kewajiban dari kedua belah pihak, yaitu bank dan debitur. Bank berhak menerima
pengembalian kredit dan debitur berhak menerima sejumlah uang pinjamanan. Bank berkewajiban menyalurkan dana, sedangkan debitur berkewajiban mengembalikan pinjaman kredit. Dalam pelaksanaanya, bank telah melaksanakan kewajibannya, yaitu menyalurkan dana kepada debitur, namun debitur seringkali lalai dalam melaksanakan kewajibannya dalam mengembalikan pinjaman. Oleh karena itu, sering terjadi kredit bermasalah yaitu kredit bermasalah kurang lancar, kredit diragukan, dan kredit macet. Untuk kredit bermasalah kurang lancar penyelesaian yang dilakukan oleh bank,yaitu Xxxxxx sendiri datang ke lapangan dengan membicarakan secara kekeluargaan atau lebih bersifat persuasif juga melalui surat penagihan tertulis. Dalam kategori diragukan, pihak bank dapat melakukan restrukturisasi kredit dan apabila kredit sudah dalam kategori macet, pihak bank dapat mengajukan claim asuransi kepada lembaga penjamin KUR.
Saran yang disampaikan adalah bagi para nasabah (debitur) yang telah mendapatkan pinjaman kredit dapat memisahkan antara kepentingan pribadi dengan penggunaan dana pinjaman kredit serta tidak melakukan penambahan pinjaman pada lembaga lain. Bagi pihak bank, agar lebih teliti dalam menganalisis permohonan kredit dalam hal data yang diberikan calon debitur yang kurang lengkap, kurang akurat, dan kurang relevan.
Kata Kunci: Perjanjian, Kredit Usaha Rakyat (KUR), Jaminan
PERJANJIAN PEMBERIAN KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) TANPA JAMINAN BERDASARKAN PERATURAN MENTERI KOORDINATOR (PERMENKO) NOMOR 11 TAHUN 2017
(STUDI PADA PT. BANK RAKYAT INDONESIA (BRI) UNIT PASAR TUGU CABANG TANJUNG KARANG BANDAR LAMPUNG)
Oleh Xxxxx Xxxxxxx.P
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar SARJANA HUKUM
Pada
Bagian Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Lampung
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG
2018
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandar lampung, pada tanggal 15Juni 1996, dan merupakan anak kedua dari tiga bersaudara dari xxxxxxxx XxxxxX.Xxxxxxxxx dan XxxXxxxxxx.
Pendidikan TK Unila yang diselesaikan pada tahun 2002, SDN 2 Labuhan Ratu Bandar Lampung yang diselesaikan pada tahun 2008, SMP Negeri 8 Bandar Lampungyang diselesaikan pada tahun 2011, SMA Negeri 1 Bandar Lampungyang diselesaikan pada tahun 2014, dan terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lampung pada tahun 2014.
Selama menjadi mahasiswa, Penulis pernah aktif di beberapa organisasi kemahasiswaan, seperti Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Hukum Periode 2016-2017, Himpunan Masasiwa (Hima) Perdata Periode 2017-2018,dan mengikuti program KuliahKerja Nyata (KKN) di Sendang Agung, KecamatanBandar Mataram, Kabupaten Lampung Tengah.
MOTO
"Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai kesanggupannya "
(QS. Al-Baqarah (1): 286)
PERSEMBAHAN
Atas Ridho Allah SWT dan dengan segala kerendahan hati kupersembahkan skripsiku ini kepada:
Kedua orang tuaku tercinta Ayah X.Xxxxxxxxx dan Xxx Xxxxxxx
yang selama ini selalu mendo’akanku agar senantiasa diberikan kemudahan dan kelancaran dalam setiap langkahku, dan juga telah memberikan cinta, kasih sayang, kebahagiaan, doa, serta pengorbanannya selama ini untuk keberhasilanku.
SANWACANA
Dengan mengucap syukur Alhamdulillah, atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan segala keberkahan, nikmat, rahmat dan taufik serta hidayah-Nya. Sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini yang berjudul :
“Perjanjian Pemberian Kredit Usaha Rakyat (KUR) Tanpa Jaminan Berdasarkan Peraturan Menteri Koordinator (Permenko) Nomor 11 Tahun 2017 (Studi Pada PT. Bank Rakyat Indonesia (BRI) Unit Pasar Tugu Cabang Tanjung Karang Bandar Lampung)”. sebagai salah satusyarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Lampung.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan ilmu pengetahuan, bimbingan, dan masukan yang bersifat membangun dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Bapak Alm. Xxxxx Xxxxx X.X., M.Hum. Dekan Fakultas Hukum Universitas Lampung;
2. Bapak Prof. Dr. I Gede AB. Xxxxxxxx, S.H., M.H. Wakil Dekan I Bidang Akademik dan Kerjasama Fakultas Hukum Universitas Lampung;
3. Bapak Xx. Xxxxxxx, X.X., M.Hum. Ketua Bagian Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Lampung;
4. Xxx Xxxxxxx Xxxxxxxxxxxxx, S.H., M.Hum. Dosen Pembimbing I yang banyak membantu penulis dengan penuh kesabaran, meluangkan waktu untuk membimbing, memberikan masukan, motivasi dan mengarahkan penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan;
5. Xxxxx X. Xxxxx Xxxxxxx, S.H., M.H. Dosen Pembimbing II yang banyak membantu penulis dengan penuh kesabaran, membimbing, memberikan motivasi dan masukan yang membangun serta mengarahkan penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan;
6. Xxx Xxxxx Xxxxxxxx, S.H., M.Hum. Dosen Pembahas I yang telah memberikan kritik, saran, dan masukan yang sangat membangun terhadap skripsi ini;
7. Xxx Xxxx Xxxxxxxx, S.H., M.H. Dosen Pembahas II yang telah memberikan kritik, saran, dan masukan yang sangat membangun terhadap skripsi ini;
8. Xxx Xxxx Xxxxxxxx, S.H., M.H. Pembimbing Akademik atas bimbingan dan pengarahan kepada penulis selama menjalankan studi di Fakultas Hukum Universitas Lampung;
9. Seluruh dosen dan karyawan/i Fakultas Hukum Universitas Lampung yang penuh dedikasi dalam memberikan ilmu yang bermanfaat bagi penulis, serta segala bantuan secara teknis maupun administratif yang diberikan kepada penulis selama menyelesaikan studi;
10. Pihak PT. Bank Rakyat Indonesia (BRI) Unit Pasar Tugu, yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini, terimakasih atas semua bantuannya.
11. Untuk kakakku Xxxxxx Xxxxxxxx.P dan adikku Xxxxx Xxxxxx.Pyang tercinta, terimakasih untuk semua dukungan moril dan motivasi yang kalian berikan selama ini, serta selalu mendoakan dan menyemangatiku;
12. Sahabat terbaik Xxxxx Xxxxxx, Putri Aprilia, Xxxxxx Xxxxxxxx, Xxxx Xxxxxxxx, Xxx Xxxxxx, dan Luthfi Dermawanterimakasih selalu ada untukku baik saat suka maupun duka, serta motivasi yang diberikan selama ini, kalian sudah seperti keluarga bagiku, semoga persahabatan ini tetap terjalin untuk selamanya;
13. Sahabat-sahabat terbaikku selama menjalani perkuliahan, Xxx Xxxxxxxxxx, Xxxx Istana,Xxxxxxx Xxxx, Rut Xxxx, Xxxxxxxx Xxxxxxxx, Xxxxxxx Xxxxx, Ratu Bulan, Sintha Xxxxx, Xxxxxx Xxxxxxxx, Xxxxxx Xxxxxxx, Xxxxxxx Xxxxxxx, Xxxx Xxxxxxxx, Ni Komang Putri,terimakasih untuk dukungan moril serta motivasi kepada penulis selama perkuliahan yang selalu ada baik saat senang maupun sedih, terimakasih telah memberi keceriaan dalam hidupku, semoga persahabatan ini tetap terjalin untuk selamanya;
14. Almamater Tercinta, Fakultas Hukum Universitas Lampung.
15. Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Hukum Universitas Lampung Periode 2016-2017.
16. Himpunan Mahasiswa (Hima) Perdata Fakultas Hukum Universitas Lampung beserta semua rekan di dalamnya. Terimakasih untuk semua pangalaman luar biasa berharganya.
17. Teman-teman seperjuangan Fakultas Hukum Universitas Lampung angkatan 2014, terimakasih kebersamannya.
18. Semua pihak yang dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini, terimakasih atas semua bantuan dan dukungannya.
Semoga Allah SWT memberikan balasan atas jasa dan xxxx xxxx yang telah diberikan kepada penulis. Akhir kata, Penulis menyadari bahwa skripsi ini
masih jauh dari kesempurnaan, akan tetapi sedikit harapan semoga skripsi yang sederhana ini dapat bermanfaat bagi yang membacanya, khususnya bagi penulis dalam mengembangkan dan mengamalkan ilmu pengetahuan.
Bandar Lampung, 23 Agustus 2018
Penulis,
Naura Nisrina. P
DAFTAR ISI
ABSTRAK i
HALAMAN PERSETUJUAN iii
HALAMAN PENGESEHAN iv
HALAMAN PERNYATAAN v
RIWAYAT HIDUP vi
MOTO vii
PERSEMBAHAN.................................................................................. viii
SANWACANA ..................................................................................... ix
DAFTAR ISI x
I. PENDAHULUAN
A. Latar belakang 1
B. Rumusan Masalah 7
C. Ruang Lingkup 7
D. Tujuan Penilitian 7
E. Kegunaan Penelitian 8
II.TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Tentang Perjanjian 9
1. Perjanjian Pada Umumnya 9
2. Asas-Asas Perjanjian 11
3. Syarat Sah Perjanjian 14
4. Subjek dan Objek Perjanjian 16
5. Isi dan Pelaksanaan Perjanjian 18
B. Tinjauan tentang Perjanjian Kredit Perbankan 19
1. Perjanjian Kredit Sebagai Bentuk
Perjanjian Pinjam-Meminjam 19
2. Hak dan Kewajiban 20
3. Bentuk Perjanjian Kredit 21
4. Fungsi Perjanjian Kredit 22
5. Kredit Perbankan .................................................................. 23
6. Unsur-Unsur Kredit .............................................................. 24
7. Prinsip-Prinsip Pemberian Kredit ........................................ 25
C. Jaminan Kredit Perbankan .......................................................... 26
1. Jaminan Kredit Perbankan .................................................... 26
2. Fungsi Jaminan Kredit .......................................................... 27
3. Kredit tanpa Jaminan ............................................................ 29
D. Tinjauan tentang Kredit Usaha Rakyat (KUR) .......................... 30
1. Kredit Usaha Rakyat (KUR) ................................................ 30
2. Ketentuan Kredit Usaha Rakyat (KUR) ............................... 31
3. Penyalur dan Perusahaan Penjamin
Kredit Usaha Rakyat (KUR) ................................................ 32
4. Tujuan dan Fungsi Kredit Usaha Rakyat (KUR) ................. 33
E. Kerangka Pikir ............................................................................ 34
III. METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian .......................................................................... 36
B. Tipe Penelitian 37
C. Lokasi Penelitian ...................................................................... 39
D. Data dan Sumber Data 39
E. Metode Pengumpulan Data 41
F. Metode Pengolahan Data 43
G. Analisis Data 43
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Syarat dan Prosedur Pemberian Kredit Usaha Rakyat
(KUR) tanpa jaminan 45
B. Isi Perjanjian Kredit Usaha Rakyat (KUR) 60
C. Pelaksanaan Perjanjian Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan Penyelesaian apabila timbul permasalahan .............................. 70
1). Penggolongan Kualitas Kredit Bank Rakyat
Indonesia (BRI) unit Pasar Tugu ...................................... 70
2). Jumlah Debitur KUR tanpa jaminan pada Bank Rakyat Indonesia (BRI) unit Pasar Tugu ....................................... 71
3). Pelaksanaan Perjanjian Kredit Usaha Rakyat (KUR) tanpa Jaminan dan Penyelesaian akibat
timbul Permasalahan ...................................................... 73
V. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan .................................................................................... 92
B. Saran .......................................................................................... 94
DAFTAR PUSTAKA
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Peran penting dunia perbankan adalah sebagai salah satu pilar utama pembangunan ekonomi, dan mampu menjadi agent of development dalam mencapai tujuan nasional.Terwujudnya suatu sistem perbankan nasional yang sehat dan stabil memungkinkan dunia perbankan mampu memainkan peranan penting dalam menunjang pembangunan ekonomi nasional yang berorientasi kepada peningkatan kesejahteraan rakyat. Untuk merealisasikannya, maka lembaga perbankan melakukan usaha-usaha perbankan, bank akan mengembangkan jenis-jenis produknya dalam bentuk berbagai layanan perbankan.
Fungsi utama bank adalah sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat. Penyaluran dana dilakukan melalui mekanisme pemberian kredit. Suatu perjanjian kredit melibatkan dua pihak yaitu nasabah sebagai pemohon kredit (debitur) dan pihak bank sebagai pemberi kredit (kreditur). Dalam rumusan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan yang selanjutnya pada penulisan ini disingkat dengan Undang-Undang Perbankan Pasal 1 Angka 11 menyebutkan : “Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berdasarkan
persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga”.
Kredit yang diberikan oleh bank didasarkan atas kepercayaan, sehingga pemberian kredit merupakan pemberian kepercayaan kepada nasabah. Pemberian kredit oleh bank dimaksudkan sebagai salah satu usaha bank untuk mendapatkan keuntungan, maka bank hanya boleh meneruskan simpanan masyarakat kepada nasabahnya dalam bentuk kredit jika ia betul-betul yakin bahwa si debitur akan mengembalikan pinjaman yang diterimanya sesuai dengan jangka waktu dan syarat-syarat yang telah disetujui oleh kedua belah pihak.1
Dalam hal pemberian kredit, Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) merupakan salah satu sasaran yang tepat, UMKM merupakan salah satu bagian penting dari perekonomian Indonesia, yaitu menyediakan lapangan kerja sebesar 97,2% (sembilan tujuh koma dua perseratus) dari total lapangan kerja dan menyumbang sekitar 56,5% (lima puluh enam koma lima perseratus) pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) pada Tahun 2012. Pelaku usaha skala mikro, kecil, dan menengah menempati bagian terbesar dari seluruh aktivitas ekonomi rakyat Indonesia mulai dari petani, peternak, nelayan, petambang, pengrajin, pedagang, penyedia berbagai jasa. Jumlah UMKM pada Tahun 2013 mencapai 57,9 juta unit usaha meningkat 52,8 juta unit usaha pada Tahun 2009.2
1 Xxxxxxxx Xxxxxxxx, Hukum Perbankan di Indonesia, (Bandung: PT Citra Xxxxxx Xxxxx, 2012), hlm.333.
2 Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia, Buku Peraturan Kredit Usaha Rakyat, (Jakarta, 2016), hlm.1.
Aspek permodalan adalah salah satu kendala bagi pelaku UMKM dalam mengembangkan usahanya. Banyak pelaku UMKM yang ingin meminjam dana dari bank, namun mereka tak memiliki agunan. Salah satu program pemerintah dalam meningkatkan akses Pembiayaan UMKM kepada perbankan dengan pola penjaminan adalah dengan adanya program Kredit Usaha Rakyat (KUR).
Kredit Usaha Rakyat (KUR) adalah kredit/pembiayaan dalam bentuk pemberian modal kerja dan investasi yang didukung fasilitas penjaminan untuk usaha produktif. Penjaminan KUR tersebut diberikan dalam rangka meningkatkan akses Usaha Mikro, Kecil, Menengah, dan Koperasi (UMKM-K) pada sumber pembiayaan dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.
Perguliran KUR dimulai dengan adanya keputusan Sidang Kabinet Terbatas yang diselenggarakan pada tanggal 9 Maret 2007 bertempat di Kantor Kementerian Negara Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) dipimpin Presiden Xxxxxx Xxxxxxx Xxxxxxxxx. Salah satu agenda keputusannya antara lain, bahwa dalam rangka pengembangan usaha Usaha Mikro, Kecil, Menengah (UMKM) dan Koperasi, pemerintah akan mendorong peningkatan akses pelaku UMKM dan Koperasi kepada kredit/pembiayaan dari perbankan melalui peningkatan kapasitas Perusahaan Penjamin. Dengan demikian UMKM dan Koperasi yang selama ini mengalami kendala dalam mengakses kredit/pembiayaan dari perbankan karena kekurangan agunan dapat diatasi.
Skema KUR secara khusus diperuntukkan bagi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah dan Koperasi yang usahanya layak, namun tidak mempunyai agunan yang cukup sesuai persyaratan yang ditetapkan perbankan. Tujuan akhir
diluncurkan Program KUR adalah meningkatkan perekonomian, pengentasan kemiskinan dan penyerapan tenaga kerja.3
Pada tanggal 16 Juni 2015 diselenggarakan Rapat Kabinet Terbatas yang salah satu keputusannya adalah menurunkan suku bunga KUR menjadi 12% efektif per tahun.Sebagai tindak lanjut arahan tersebut, Komite Kebijakan melakukan kembali kajian untuk menentukan bentuk dan besaran subsidi yang sesuai bagi program KUR. Bentuk subsidi yang diberikan pemerintah adalah subsidi bunga dengan penyalur awal adalah BRI, Bank Mandiri, dan BNI.
Beberapa regulasi yang dikeluarkan yaitu Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pedoman Pelaksanaan Kredit Usaha Rakyat. Pada tahun 2017 pemerintah melakukan perbaikan kembali mengenai pelaksanaan KUR untuk tahun 2018 dengan menetapkan Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian (Permenko) Nomor 11 Tahun 2017 tentang Pedoman Pelaksanaan KUR dengan mengeluarkan kebijakan baru yaitu penurunan tingkat suku bunga KUR menjadi 7% efektif pertahun. Peraturan tersebut menjadi payung hukum baru dalam pelaksanaan Program KUR.4
Inilah sebuah terobosan baru yang menyentuh ekonomi masyarakat di sektor riil secara terprogram melalui dana perbankan. Sistem ini diharapkan agar rakyat mengembangkan usahanya secara terencana dan beragam sesuai dengan kemampuan masing-masing dan disesuaikan dengan lingkungan dan potensi sumberdaya setempat.
3Departemen Komunikasi dan Informatika Badan Informasi Publik Pusat Informasi Perekonomian, Kredit Usaha Rakyat, (Jakarta:2008), hlm.18-20.
4xxxx://xxx.xxxx.xx.xx/, diakses tanggal 11 Oktober 2017
Atas diajukannya permohonan peminjaman kredit tanpa jaminan tersebut, tentu saja harus mengikuti berbagai syarat dan prosedur yang ditetapkan oleh bank yang bersangkutan. Misalnya pada Bank Rakyat Indonesia (BRI) syarat utama yaitu berupa usaha produktif dan layak untuk dibiayai yang telah melakukan usaha secara aktif minimal 6 bulan. Artinya, apabila baru ingin memulai usaha belum diperkenankan untuk mengajukan Kredit Usaha Rakyat (KUR) tersebut. Hal inilah yang biasanya menimbulkan persepsi yang salah dikalangan masyarakat atau calon debitur KUR. Oleh sebab itu diperlukan informasi dan pengetahuan yang jelas tentang syarat dan prosedur dalam mengajukan Kredit Usaha Rakyat (KUR) ini.
Kredit Usaha Rakyat (KUR) dimulai dengan adanya suatu perjanjian. Bahwa untuk mendasari suatu perjanjian kredit adalah perjanjian pinjam-meminjam yang diatur dalam Pasal 1754 KUHPdt. Adanya perjanjian bertujuan agar para pihak yang ada dalam perjanjian yaitu pihak bank sebagai kreditur dan nasabah sebagai debitur mengetahui hak dan kewajiban masing-masing. Suatu perjanjian adalah semata-mata suatu persetujuan yang diakui oleh hukum. Bahwa setiap perjanjian memiliki bentuk dan isi. Perjanjian kredit perbankan biasanya berbentuk perjanjian baku (standard contract)dimana pihak bank telah menentukan terlebih dahulu isi dari perjanjian tersebut.Isi perjanjian itu sendiri, berupa maksud dan tujuan mengadakan perjanjian, syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan dari perjanjian yang disetujui oleh pihak-pihak yang bersangkutan.5 Perjanjian kredit bank pada umumnya meliputi para pihak, tujuan pemberian kredit, tingkat suku
hlm.93.
5 Xxxxxxxxxx Xxxxxxxx, Hukum Perjanjian, (Bandung: Penerbit Alumni, 1986),
bunga kredit, jangka waktu pemberian kredit, hak dan kewajiban masing-masing pihak, dan lain-lain.6
Suatu perjanjian mengikat bagi para pihak untuk melaksankannya sebagaimana diatur dalam Pasal 1339 KUHPdt. Apabila semua isi perjanjian dilaksanakan maka akan tercapailah tujuan perjanjian itu sendiri, dalam hal ini perjanjian KUR, namun apabila ada salah satu pihak yang melanggar atau tidak melaksanakan kewajibannya akan timbul permasalahan yang sering disebut dengan wanprestasi. Wanprestasi itu adalah kelalaian atau kealpaan yang dapat berupa tidak melakukan apa yang telah disanggupi akan dilakukannya, melaksanakan apa yang telah diperjanjikannya tetapi tidak sebagai mana yang diperjanjikan, melakukan apa yang diperjanjikan tetapi terlambat, melakukan suatu perbuatan yang menurut perjanjian tidak dapat dilakukan. Begitu pula dengan perjanjian Kredit Usaha Rakyat (KUR) tanpa jaminan ini. Segala sesuatu dapat saja timbul menjadi suatu permasalahan.Selain itu, karena pada dasarnya pemberian KUR diberikan tanpa mewajibkan adanya jaminan tambahan bagi debiturnya apakah bank selaku penyalur program KUR telah melaksanakan sesuai dengan kebijakan yang berlaku. Oleh sebab itu diperlukan pengetahuan masyarakat yang cukup tentang Kredit Usaha Rakyat (KUR) tanpa jaminan ini agar tidak terjadi masalah dikemudian hari. Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka penulis melakukan penelitian yang dituangkan dalam skripsi yang berjudul:“Perjanjian Pemberian Kredit Usaha Rakyat (KUR) Tanpa Jaminan Berdasarkan Peraturan Menteri Koordinator (Permenko) Nomor 11 Tahun 2017 (Studi
6Xxxxx xxxxxx, Hukum Perbankan Indonesia, (Surakarta: UNS Press,2011), hlm.25.
Pada PT. Bank Rakyat Indonesia (BRI) Unit Pasar Tugu Cabang Tanjung Karang Bandar Lampung)”.
B. Rumusan Masalah
Perumusan masalah dalam suatu penelitian, diperlukan untuk memberi kemudahan bagi penulis dalam membatasi permasalahan yang ditelitinya, sehingga dapat mencapai tujuan dan sasaran yang jelas serta memperoleh jawaban sesuai dengan yang diharapkan. Berdasarkan uraian dan latar belakang di atas, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana syarat dan prosedur dalam pengajuan KUR tanpa jaminan?
2. Bagaimana isi perjanjian KUR tanpa jaminan?
3. Bagaimana pelaksanaan perjanjian KUR tanpa jaminan dan bagaimana penyelesaiannya apabila timbul permasalahan?
C. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup kajian materi penelitian ini adalah perjanjian Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang mencakup syarat dan prosedur pelaksanaan perjanjian Kredit Usaha Rakyat (KUR) tanpa jaminan, isi perjanjian Kredit Usaha Rakyat (KUR), dan pelaksanaan perjanjian KUR. Lingkup bidang Ilmu Hukum Keperdataan, yaitu Hukum Perjanjian dan Hukum Perbankan.
D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah yang telah dibuat, maka tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis dan memahami:
1). Syarat dan prosedur dalam pengajuan Kredit Usaha Rakyat (KUR) tanpa jaminan
2). Isi perjanjian Kredit Usaha Rakyat (KUR) tanpa jaminan
3). Pelaksanaan perjanjian dan penyelesaian permasalahan yang timbul akibat Kredit Usaha Rakyat (KUR) tanpa jaminan .
E. Kegunaan Penelitian
a. Kegunaan Teoritis
Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat menunjang pengembangan ilmu pengetahuan dibidang Hukum Keperdataan lebih khususnya dalam lingkup Hukum Perjanjian dan Hukum Perbankan.
b. Kegunaan Praktis
1). Sebagai upaya pengembangan kemampuan dan penambah pengetahuan hukum bagi penulis mengenai ilmu bidang hukum perjanjian dan perbankan.
2). Memberikan gambaran kepada pembaca mengenai syarat dan prosedur pelaksanaan perjanjian kredit dan penyelesaian sengketa yang terjadi akibat Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang diberikan tanpa jaminan.
3). Sumbangan pemikiran, bahan bacaan dan sumber informasi serta bahan kajian bagi yang membutuhkan.
4). Sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi pada Fakultas Hukum Universitas Lampung.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Tentang Perjanjian
1. Perjanjian Pada Umumnya
Xxxx. Xxxxxxx, S.H., berpendapat bahwa suatu perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada orang lain atau di mana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal. Dari peristiwa ini, timbullah suatu hubungan antara dua orang tersebut yang dinamakan perikatan. Perjanjian itu menerbitkan suatu perikatan antara dua orang yang membuatnya. Dalam bentuknya, perjanjian itu berupa suatu rangkaian perkataan yang mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau ditulis.7
Xxxxxxx Xxxxxxxxxxxx, berpendapat bahwa perjanjian adalah suatu hubungan hukum mengenai harta benda antara dua pihak, dimana suatu pihak berjanji untuk melakukan suatu hal atau untuk tidak melakukan hal, sedangkan pihak lain berhak untuk menuntut pelaksanaan tersebut.8
Menurut Black’s Law Dictionary, perjanjian adalah suatu persetujuan antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan sebuah kewajiban untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu secara sebagian”. Inti definisi yang tercantum dalam
7 Subekti, Hukum Perjanjian, (Jakarta: Intermassa, 2005), hlm.1.
8 Wiryono Projodikiro, Asas-Asas Hukum Perjanjian, (Bandung: Bale,1993), hlm.17.
Black’s Law Dictionary adalah bahwa kontrak dilihat sebagai persetujuan dari para pihak untuk melaksanakan kewajiban, baik melakukan atau tidak melakukan secara sebagian.9
Peraturan yang berlaku bagi perjanjian diatur dalam Buku III KUHPdt yang berjudul “Tentang Perikatan”. Pengertian perjanjian dalam pasal 1313 KUHPdt disebutkan sebagai berikut :
“Suatu perjanjian adalah perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya pada satu orang atau lebih”.
Ketentuan pasal ini kurang tepat, karena ada beberapa kelemahan yang perlu dikoreksi. Kelemahan-kelemahan tersebut adalah sebagai berikut:10
a. Hanya menyangkut sepihak saja. Hal ini dapat diketahui darirumusan kata kerja “mengikatkan diri”, sifatnya hanya datang darisatu pihak saja, tidak dari kedua belah pihak. Seharusnya rumusan itu ialah “saling mengikatkan diri”, jadi ada konsensus antara dua pihak.
b. Kata perbuatan mencakup juga tanpa konsensus. Pengertian “perbuatan” termasuk juga tindakan penyelenggaraan kepentingan (zaakwaarneming), tindakan melawan hukum (onrechtmatige daad) yang tidak mengandung suatu konsensus. Seharusnya dipakai istilah “persetujuan”.
c. Pengertian perjanjian terlalu luas. Pengertian perjanjian mencakup juga perjanjian kawin yang diatur dalam bidang hukum keluarga. Padahal yang dimaksud adalah hubungan antara debitur dan kreditur mengenai harta
9 Xxxxx, H.S, Perkembangan Hukum Kontrak Innominaat di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, cet.1, 2003), hlm.16.
10 Xxxxxxxxxx Xxxxxxxx, Hukum Perdata Indonesia (Bandung: Citra Xxxxxx Xxxxx, Cet.
3, 2000), hal. 224
kekayaan. Perjanjian yang diatur dalam buku III KUHPdt sebenarnya hanya meliputi perjanjian yang bersifat kebendaan, bukan bersifat kepribadian (personal).
d. Tanpa menyebut tujuan. Dalam rumusan pasal itu tidak disebutkan tujuan mengadakan perjanjian, sehingga pihak-pihak mengikatkan diri itu tidak jelas untuk apa.
Berdasarkan alasan-alasan di atas, maka Xxxxxxxxxx Xxxxxxxx merumuskan pengertian perxxxxxxx sebagai berikut:11
“Perjanjian adalah suatu persetujuan dengan mana dua orang atau lebih saling mengikatkan diri untuk melaksanakan suatu hal mengenai harta kekayaan.”
2. Asas-Asas Perjanjian
Perjanjian pada umumnya dikenal beberapa asas penting yang merupakan dasar kehendak pihak-pihak dalam mencapai tujuan. Beberapa asas tersebut diantaranya adalah sebagai berikut:12
a. Asas kebebasan berkontrak (contractvrijheid)
Asas kebebasan berkontrak (contractvrijheid), berhubungan dengan isi perjanjian, asas ini mengandung pengertian bahwa setiap orang dapat mengadakan perjanjian apapun juga, baik yang telah diatur dalam undang-undang, maupun yang belum diatur dalam undang-undang.13 Asas kebebasan berkontrak dapat dianalisis dari
11Ibid, hlm.225.
12 Xxxxx X.X,Op.cit, hlm. 9.
13 Xxxxxx Xxxxx Xxxxxxxxxxx dkk, Perjanjian Kredit Bank, (Bandung; Alumni, 1993), hlm. 108.
ketentuan Pasal 1338 ayat (1) KUHPdt yaitu semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
Xxxx kebebasan berkontrak adalah salah satu asas yang memberikan kebebasan kepada para pihak untuk :14
1). Membuat atau tidak membuat perjanjian, 2). Mengadakan perjanjian dengan siapapun,
3). Menentukan isi perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratannya, dan 4). Menentukan bentuknya perjanjian, yaitu tertulis atau lisan.
Batasan dalam membuat suatu perjanjian dapat dilihat dalam Pasal 1337 KUHPdt yang menyatakan bahwa suatu sebab adalah terlarang, apabila dilarang oleh Undang-Undang, atau apabila berlawanan dengan kesusilaan baik atau ketertiban umum. Kemudian pembatasan terhadap asas kebebasan berkontrak juga dapat disimpulkan melalui pasal 1338 ayat (3) yang menyatakan bahwa suatu perjanjian hanya dilaksanakan dengan itikad baik. Oleh karena itu para pihak tidak dapat menentukan sekehendak hatinya klausul-klausul yang terdapat dalam perjanjiian tetapi harus didasarkan dan dilaksanakan dengan itikad baik.
b. Asas Konsensualisme (Persesuaian Kehendak)
Asas konsensualisme dapat disimpulkan dalam Pasal 1320 ayat (1) KUHPdt. Dalam pasal itu ditentukan bahwa salah satu syarat sahnya perjanjian yaitu adanya kesepakatan kedua belah pihak. Asas konsensualisme merupakan asas yang menyatakan bahwa perjanjian pada umumnya tidak diadakan secara formal, tapi
14Ibid.
cukup dengan adanya kesepakatan kedua belah pihak. Kesepakatan merupakan persesuaian antara kehendak dan pernyataan yang dibuat oleh kedua belah pihak.
c. Asas Pacta Sunt Servanda
Asas pacta sunt servanda atau disebut juga dengan asas kepastian hukum. Asas ini berhubungan dengan akibat perjanjian. Asas pacta sunt servanda merupakan asas bahwa hakim atau pihak ketiga harus menghormati substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak, sebagaimana layaknya sebuah undang-undang. Mereka tidak boleh melakukan intervensi terhadap substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak.
d. Xxxx Xxxxxx Xxxx (Goede Trouw)
Asas itikad baik dapat disimpulkan dari Pasal 1338 ayat (3) KUHPdt yang menyatakan bahwa perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik. Asas itikad merupakan asas bahwa para pihak, yaitu kreditur dan debitur harus melaksanakan substansi kontrak berdasarkan kepercayaan atau keyakinan yang teguh atau kemauan baik dari para pihak.
Asas itikad baik dibagi menjadi dua macam yaitu itikad baik nisbi dan itikad baik mutlak. Pada itikad baik nisbi, orang memperhatikan sikap dan tingkah laku yang nyata dari subjek. Pada itikad baik mutlak, penilaiannya terletak pada akal sehat dan keadilan, dibuat ukuran yang objektif untuk menilai keadaan (penilaian tidak memihak) menurut norma-norma yang objektif.
e. Asas Kepribadian (Personalitas)
Asas kepribadian merupakan asas yang menentukan bahwa seseorang yang akan melakukan dan atau membuat kontrak hanya untuk kepentingan perseorangan saja. Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 1315 KUHPdt yang menyatakan bahwa pada umumnya seseorang tidak dapat mengadakan perikatan atau perjanjian selain untuk dirinya sendiri. Inti ketentuan ini bahwa seseorang yang mengadakan perjanjian hanya untuk kepentingan dirinya sendiri.
Pasal 1340 KUHPdt menyatakan bahwa perjanjian hanya berlaku antara pihak yang membuatnya. Menurut ketentuan Pasal 1340 KUHPdt berarti bahwa perjanjian yang dibuat oleh para pihak hanya berlaku bagi mereka yang membuatnya. Namun ketentuan itu ada pengecualiannya, sebagaimana yang diintrodusir dalam Pasal 1317 KUHPdt, yang menyatakan bahwa dapat pula perjanjian diadakan untuk kepentingan pihak ketiga, bila suatu perjanjian yang dibuat untuk diri sendiri, atau suatu pemberian kepada orang lain, mengandung suatu syarat semacam itu.
3. Syarat Sah Perjanjian
Agar suatu perjanjian oleh hukum dianggap sah sehingga mengikat kedua belah pihak, maka perjanjian tersebut haruslah memenuhi syarat-syarat tertentu. Mengenai syarat sahnya suatu perjanjian diatur dalam Pasal 1320 KUHPdt, yang isinya sebagai berikut:
a. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya
Kesepakatan para pihak merupakan unsur mutlak untuk terjadinya suatu perjanjian. Kesepakatan itu dapat terjadi dengan berbagai cara, namun
yang paling penting adalah penawaran dan penerimaan atas penawaran tersebut.15
b. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan
Syarat kecakapan berbuat maksudnya adalah bahwa pihak yang melakukan kontrak haruslah orang yang oleh hukum memang berwenang membuat kontrak tersebut. Sebagaimana pada pasal 1330 KUHPdt menentukan bahwa setiap orang adalah cakap untuk membuat perikatan, kecuali undang-undang menentukan bahwa ia tidak cakap. Mengenai orang-orang yang tidak cakap untuk membuat perjanjian dapat kita temukan dalam pasal 1330 KUHPdt.
c. Sesuatu hal tertentu
Dalam suatu perjanjian, objek perjanjian itu harus jelas dan ditentukan oleh para pihak, objek perjanjian tersebut dapat berupa barang maupun jasa, namun dapat juga berupa tidak berbuat sesuatu. Hal tertentu ini dalam perjanjian disebut prestasi yang dapat berwujud barang, keahlian atau tenaga, dan tidak berbuat sesuatu.16
d. Sesuatu yang halal
Sebab adalah suatu yang menyebabkan orang membuat perjanjian, yang mendorong orang untuk membuat perjanjian, yang dimaksud dengan sebab yang halal dalam Pasal 1320 KUHPdt itu bukanlah sebab dalam arti yang menyebabkan atau yang mendorong orang membuat perjanjian,
15 Xxxxxx Xxxx dan Xxxxx Xxxx, Hukum Perikatan (Penjelasan Makna Pasal 1233 Sampai 1456 BW), (Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2011), hlm. 63.
16Ibid, hlm.30
melainkan sebab dalam arti “isi perjanjian itu sendiri” yang menggambarkan tujuan yang akan dicapai oleh pihak-pihak.17
Dari keempat syarat sahnya suatu perjanjian dapat dibedakan atas adanya syarat- syarat subjektif yang merupakan syarat yang berkenaan dengan orang atau subjek yang mengadakan perjanjian, dan adanya syarat-syarat objektif yang berkenaan dengan objek dari perbuatan hukum yang dilakukan itu.
4. Subjek dan Objek dalam Perjanjian
a. Subjek Hukum Perjanjian
Subyek hukum menurut Utrecht adalah suatu pendukung hak yaitu manusia atau badan yang menurut hukum berkuasa menjadi pendukung hak. Suatu subyek hukum mempunyai kekuasaan guna mendukung hak atau rechtsvoegdheid.18Yang termasuuk subjek hukum dalam perjanjian adalah orang dan badan hukum.
Sesuai dengan syarat sahnya perjanjian yang diatur didalam pasal 1320 KUHPdt dimana orang yang diperbolehkan untuk membuat suatu perjanjian ialah setiap manusia pribadi/orang (natuurlijke persoon) sesuai dengan hukum dianggap cakap bertindak sebagai subyek hukum, yaitu telah berumur 21 tahun atau sudah kawin.Adapun orang-orang yang tidak cakap dalam membuat suatu perjanjian diatur dalam Pasal 1330 KUHPdt yaitu, orang yang belum dewasa, mereka yang ditaruh dibawah pengampuan, dan wanita dalam perkawinan yang berstatus sebagai istri.
17 Subekti, Op.Cit., hlm.19.
18Utrech, Pengantar Dalam Hukum Indonesia, ( Jakarta: Universal, 1965), hlm. 234.
Dalam konteks subyek hukum, di samping manusia sebagai pembawa hak, badan- badan atau perkumpulan-perkumpulan dipandang sebagai subyek hukum yang dapat memiliki hak-hak dan melakukan perbuatan-perbuatan hukum seperti manusia. Badan-badan dan perkumpulan-perkumpulan itu dapat memiliki kekayaan sendiri, ikut serta dalam lalu lintas hukum dengan perantaraan pengurusnya, dapat digugat dan menggugat di muka pengadilan. Badan-badan atau perkumpulan tersebut dinamakan Badan Hukum (rechtpersoon) yang berarti orang (persoon)yang diciptakan oleh hukum.19
b. Objek Hukum Perjanjian
Prestasi adalah sesuatu yang wajib dipenuhi oleh debitur dalam setiap perikatan. Dengan kata lain, prestasi adalah objek hukum perjanjian. Dalam hukum perdata, kewajiban memenuhi prestasi selalu disertai jaminan harta kekayaan debitur.Prestasi adalah apa yang menjadi kewajiban debitur dan apa yang menjadi hak kreditur.20 Prestasi ini terdiri dari perbuatan yang menurut pasal 1234 KUHPdt ialah memberikan sesuatu, berbuat sesuatu, dan tidak berbuat sesuatu. Prestasi itu harus dapat ditentukan, dibolehkan, dimungkinkan, dan dapat dinilai dengan uang.Prestasi dalam suatu perikatan tersebut harus memenuhi syarat- syarat:21
1). Suatu prestasi harus merupakan suatu prestasi yang tertentu, atau sedikitnya dapat ditentukan jenisnya, tanpa adaya ketentuan sulit untuk menentukan apakah debitur telah memenuhi prestasi atau belum.
19CST Kansil, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: Balai Pustaka, cet-8, 1989), hlm. 216 20Sudikno, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), Yogyakarta: Liberty,1998 ), hlm 135. 21Ibid, hlm 136.
2). Prestasi harus dihubungkan dengan suatu kepentingan. Tanpa suatu kepentingan orang tidak dapat mengadakan tuntutan.
3). Prestasi harus diperbolehkan oleh Undang-Undang, kesusilaan dan ketertiban umum.
4). Prestasi harus mungkin dilaksanakan.
5. Isi dan Pelaksanaan Perjanjian
Isi dari perjanjian itu sendiri adalah berupa hubungan hukum yang timbul dari adanya hak dan kewajiban diantara masing-masing pihak yang mengikatkan dirinya pada sebuah perjanjian.Hubungan hukum adalah hubungan yang diatur oleh hukum. Hubungan hukum yang diatur oleh hukum itu adalah hak dan kewajiban warga, pribadi yang satu terhadap warga, pribadi yang lain dalam hidup bermasyarakat. Jadi, hubungan hukum adalah hak dan kewajiban hukum setiap warga atau pribadi dalam hidup bermasyarakat. Hak dan kewajiban tersebut apabila tidak terpenuhi dapat dikenakan sanksi menurut hukum.22
Hal yang harus dilaksanakan dalam suatu perjanjian disebut “Prestasi”. Apabila prestasi tersebut terpenuhi maka, tercapailah tujuan dari pelaksaan perjanjian itu sendiri dan sebaliknya. Menurut Xxxxx 1234 KUHPdt wujud prestasi ada tiga, yaitu, memberikan sesuatu, berbuat sesuatu, dan tidak berbuat sesuatu.
22 Xxxxxxxxxx Xxxxxxxx, Op.Cit, hlm. 23.
B. Tinjauan tentang Perjanjian Kredit Perbankan
1. Perjanjian Kredit Sebagai Bentuk Perjanjian Pinjam-Meminjam
Dalam Undang-Undang Perbankan tidak mengenal istilah perjanjian kredit. Dalam Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Perbankan merumuskan bahwa kredit merupakan penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasiutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. Pendapat yang sama dikemukakan Xxxxxxxxx Xxxxx Xxx menyatakan bahwa perjanjian kredit adalah identik dengan perjanjian pinjam mengganti.23
Menurut Xxxxx 1754 KUHPdt perjanjian pinjam-meminjam adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-barang yang menghabis karena pemakaian, dengan syarat bahwa pihak yang terakhir ini akan mengembalikan sejumlah yang sama dari jenis dan mutu sama pula.
Berdasarkan perjanjian pinjam-meminjam itu, pihak yang menerima pinjaman menjadi pemilik dari barang yang dipinjam dan jika barang itu musnah, dengan cara bagaimanapun, maka kemusnahan itu adalah atas tanggungannya (Pasal 1755 KUHPdt). Karena si peminjam diberikan kekuasaan untuk menghabiskan (memusnahkan) barang pinjamannya, maka sudah setepatnya ia dijadikan pemilik
23 Xxxxxxxxx Xxxxx Xxx,Hukum Perbankan di Indonesia, (Jakarta:PT. Xxxxxxx Xxxxxxxx, 1999),hlm.67.
barang itu. Sebagai pemilik ini ia juga memikul segala risiko atas barang tersebut; dalam halnya pinjam uang, kemerosotan nilai uang itu.24
2. Hak dan Kewajiban
Pada perjanjian kredit terdapat hak dan kewajiban masing-masing pihak, termasuk jangka waktu serta bunga yang ditetapkan oleh bank, serta diatur mengenai sanksi apabila debitur tidak memenuhi prestasinya dalam perjanjian kredit tersebut.25Hak dan kewajiban antara pemberi dan penerima pinjaman diatur dalam Pasal 1759 sampai dengan Pasal 1764 KUHPdt. Hak dari peminjam adalah menerima barang yang dipinjam dari pemberi pinjaman. Kewajiban pemberi pinjaman tidak dapat meminta kembali barang yang dipinjamkan sebelum lewat waktu yang ditentukan dalam perjanjian.
Kewajiban dari peminjam adalah mengembalikan barang yang dipinjam dalam jumlah dan keadaan yang sama dan pada waktu yang diperjanjikan (Pasal 1763 KUHPdt). Jika ia tidak mampu memenuhi kewajibannya maka ia diwajibkan membayar harga barang yang dipinjamnya, dengan syarat ia harus memperhatikan waktu dan tempat di mana barangnya, sesuai dengan perjanjian. Yang menjadi hak dari peminjam adalah menerima barang yang diperjanjikan dalam perjanjian pinjam-meminjam.26
24Subekti, Aneka Perjanjian, (Bandung: PT Citra Xxxxxx Xxxxx, cet ke 10, 1995),hlm. 126.
25 Kasmir,Bank & Lembaga Keuangan Lainnya, (Jakrata: PT RajaGrafindo Persada, 2003), hlm. 93.
26 Xxxxxx Xxxx, Op. Cit., hlm. 109
3. Bentuk Perjanjian Kredit
Di dalam KUHPdt tidak ada ketentuan tentang bagaimmana seharusnya bentuk suatu perjanjian, artinya perjanjian dapat dituangkan dalam bentuk perjanjian tertulis dan perjanjian tidak tertulis. Di dalam perjanjian kredit juga tidak ada ketentuan bahwa perjanjian kredit harus dalam bentuk tertentu.
Perjanjian kredit merupakan ikatan atau bukti tertulis antara bank dengan debitur sehingga harus disusun dan dibuat sedemikian rupa agar setiap orang mudah untuk mengetahui bahwa perjanjian yang dibuat itu merupakan perjanjian kredit. Dalam praktek bank ada 2 (dua) bentuk perjanjian kredit yaitu:27
1). Perjanjian kredit yang dibuat di bawah tangan dinamakan akta di bawah tangan artinya perjanjian yang disiapkan dan dibuat sendiri oleh bank kemudian ditawarkan oleh debitur untuk disepakati.
2). Perjanjian kredit yang dibuat oleh dan dihadapan Notaris yang dinamakan akta otentik atau akta notariil. Yang menyiapkan atau membuat perjanjian ini adalah seorang Notaris namun dalam praktek semua syarat dan ketentuan disiapkan oleh bank.
Suatu perjanjian kredit perbankan biasanya dibuat dalam bentuk perjanjian standar. Istilah perjanjian baku atau standar berasal dari terjemahan bahasa inggris yaitu, standard contract. Standar kontrak merupakan perjanjian yang telah ditentukan dan telah dituangkan dalam bentuk formulir. Kontrak ini telah
27Sutarno, Aspek-Aspek Hukum Perkreditan pada Bank, (Bandung: Alfabeta, 2014), hlm.101-102.
dditentukan secara sepihak oleh salah satu pihak.28 Xxxxxx Xxxxx Xxxxxxxxxxx mengklasifikasikan standard contract ini ke dalam dua kelompok. Pertama, Perjanjian standar umum, artinya perjanjian yang bentuk dan isinya terlah dipersiapkan terlebih dahulu oleh kreditur kemudian disodorkan pada debitur. Kedua, perjanjian standar khusus, artinya perjanjian itu ditetapkan oleh pemerintah secara sepihak dan diberlakukan bagi para pihak.29
Bank biasanya mempunyai form tersendiri dan di sana-sini dilakukan perubahan seperlunya. Walaupun demikian, semua syarat dan kondisinya (terms and conditions) sudah bersifat baku. Dalam hal ini, debitur hanya dalam posisi menerima atau tidak perjanjian kredit tersebut. Apabila menerima semua syarat dan ketentuan dalam perjanjian kredit, maka debitur harus menandatanganinya. Sebaliknya, apabila debitur menolak, ia tidak perlu menandatangani perjanjian kredit tersebut.30
4. Fungsi Perjanjian Kredit
Perjanjian kredit yang telah ditandatangani para pihak, baik yang berbentuk akta di bawah tangan atau dalam bentuk akta otentik mempunyai fungsi-fungsi sebagai berikut:31
1). Perjanjian kredit sebagai alat bukti bagi Kreditur dan Debitur yang membuktikan adanya hak dan kewajiban timbal balik antara Bank sebagai Kreditur dan Debitur.
28 Xxxxx X.X., Perkembangan Hukum Kontrak di luar KUH Perdata, (Jakarta: PT.Xxxx Xxxxxxxx 2007), hlm. 145
29 Xxxxxx Xxxxxxxxxxx, Op.Cit, hlm. 115.
30 H. Man S. Sastrawidjaja, Bunga Rampai Hukum Dagang (Bandung: P.T Alumni, 2005), hlm. 177.
31Xxxxxxx, Op.Cit, hlm. 129-130
2). Perjanjian kredit dapat digunakan sebagai alat atau sarana pemantauan atau pengawasan kredit yang sudah diberikan, karena perjanjian kredit berisi syarat dan ketentuan dalam pemberian kredit dan pengembalian kredit.
3). Perjanjian kredit merupakan perjanjian pokok yang menjadi dasar dari perjanjian ikutannya atau perjanjian pengikatan jaminan.
4). Perjanjian kredit hanya sebagai alat bukti biasa yang membuktikan adanya hutang debitur artinnya perjanjian kredit tidak mempunyai kekuasaan eksekutorial.
5. Kredit Perbankan
Dalam bahasa sehari-hari kata kredit sering diartikan memperoleh barang dengan membayar cicilan atau angsuran dikemudian hari atau memperoleh peminjaman uang yang pembayarannya dilakukan dikemudian hari dengan cicilan atau angsuran sesuai dengan perjanjian. Kata “kredit” berasal dari bahasa Latin creditus yang merupakan bentuk past participle dari kata credere (lihat pula credo dan creditum, yang berarti to trust atau faith. Kata trust itu sendiri berarti “Kepercayaan”.32Dapat dikatakan dalam hubungan ini bahwa kreditur (yang memberi kredit, lazim bank) dalam hubungan perkreditan dengan debitur (nasabah, penerima kredit) mempunyai kepercayaan, bahwa kreditur dalam waktu yang telah disetujui bersama, dapat mengembalikan (membayar kembali) kredit yang bersangkutan.33
32 D.Xxxxxxxxxxxx, Perkembangan Hukum Perkreditan Nasional Dan Internasional, (Badan Pembinaan Hukum Nasional, Jakarta, 1992), hlm. 1
33 Djoni S. Gazali dan Xxxxxxxx Xxxxx, Hukum Perbankan, (Jakarta: Sinar Grafika,2012), hlm.263
6. Unsur-Unsur Kredit
Apabila ditelusuri pengertian kredit lebih lanjut, maka dapat ditemukan unsur- unsur yang terkandung dalam makna kredit tersebut, yaitu:34
a. Kepercayaan, yaitu adanya keyakinan dari pihak bank atas prestasi yang diberikannya kepada nasabah peminjam dana yang akan dilunasinya sesuai dengan diperjanjikan pada waktu tertentu;
b. Waktu, yaitu adanya jangka waktu tertentu antara pemberian dan pelunasan kreditnya, jangka waktu tersebut sebelumnya terlebih dahulu disetujui atau disepakati bersama antara pihak bank dan nasabah peminjam dana;
c. Prestasi dan kontraprestasi, yaitu adanya obyek tertentu berupa prestasi dan kontraprestasi pada saat tercapainya persetujuan atau kesepakatan pemberian kredit yang dituangkan dalam perjnajian kredit antara bank dan nasabah peminjam dana, yaitu berupa uang atau tagihan yang diukur dengan uang dan bunga atau imbalan, bagi bank syariah.
d. Risiko, yaitu adanya risiko yang mungkin akan terjadi selama jangka waktu antara pemberian kredit dan pelunasan kredit tersebut, sehingga untuk mengamankan pemberian kredit dan menutup kemungkinan terjadinya wanprestasi dari nasabah peminjam dana, diadakanlah pengikatan jaminan (agunan).
34Ibid, hlm.268-269.
7. Prinsip-Prinsip Dalam Pemberian Kredit
Bank sudah barang tentu berkeinginan agar kredit yang diberikan tidak menjadi kredit yang bermasalah dikemudian hari. Oleh karena itu sebelum memberikan kredit, bank harus memenrikan panilaian yang seksama terhadap watak (character), kemampuan (capacity), modal (capital), agunan (collateral) dan prospek usaha dari nasabah debitur (condition of economy), yang lazim disebut dengan the five C of credit analysis atau prinsip 5C’s. Dalam hal ini menjadi keharusan bagi bank menilai secara seksama unsur 5C’s sebagai dasar dalam pemberian kredit yang bersangkutan, yang meliputi:35
a. Penilaian watak/kepribadian (character)
penilaian ini dimaksudkan untuk mengetahui kejujuran atau itikad baik calon debitur untuk melunasi atau mengembalikan pinjamannya, sehingga tidak akan menyulitkan bank di kemudian hari.
b. Penilaian kemampuan (capacity)
Bank harus meneliti tentang keahlian calon debitur dalam bidang usahanya dan kemampuan manajerialnya, sehingga bank yakin bahwa usaha yang akan dibiayainya dikelola oleh orang-orang yang tepat, sehingga calon debiturnya dalam jangka waktu tertentu mampu melunasi atau mengembalikan pinjamannya.
35Ibid, hlm.273-274.
c.. Penilaian terhadap modal (capital)
Bank harus melakukan analisis terhadap posisi keuangan secara menyeluruh mengenai masa lalu dan yang akand atang, sehingga dapat diketahui kemampuan permodalan calon debitur dalam menunjang pembiayaan proyek atau usaha calon debitur yang bersangkutan.
d. Penilaian terhadap agunan (collateral)
Untuk menanggung pembayaran kredit macet dikarenakan debitur wanprestasi, maka calon debitur umumnya wajib menyediakan jaminan yang umumnya berkualitas tinggi dan mudah dicairkan yang nilainya minimal sejumlah kredit atau pembiayaan yang diberikan kepadanya.
e. Penilaian terhadap prospek usaha nasabah debitur (condition of economy)
Bank harus menganalisis keadaan pasar di dalam dan di luar negeri, baik masa lalu maupun yang akan datang, sehinnga masa depan pemasaran dari proyek atau usaha calon debitur sehingga masa depan pemasaran dari hasil proyek atau usaha calon debitur yang dibiayai dapat pula diketahui.
C. Jaminan Kredit Perbankan
1. Jaminan Kredit Perbankan
Dalam memberikan fasilitas kredit kepada debitur, kreditur harus mengetahui dengan jelas apakah debitur mempunyai itikad baik untuk mengembalikan fasilitas kredit tersebut tepat pada waktunya. Faktor terpenting yang harus diteliti oleh kreditur adalah adanya jaminan yang dapat digunakan untuk melunasi hutang
debitur kepada kreditur sehingga bila suatu saat debitur wanprestasi, maka kreditur dapat menjual barang yang diagunkan tersebut untuk melunasi hutang debitur kepada kreditur. Sehingga untuk mengurangi risiko kerugian kreditur, maka diadakan suatu jaminan hutang piutang oleh para pihak yang menyerahkan barang milik debitur kepada kreditur sebagai jaminan dilaksanakannya kewajiban debitur kepada kreditur. Dalam KUHPdt, pengaturan mengenai jaminan secara umum terhadap pelunasan hutang dapat kita lihat dalam Pasal 1131 dan Pasal 1132 KUHPdt.
Jaminan kebendaan adalah jaminan yang mempunyai hubungan langsung dengan benda tertentu. Jaminan ini selalu mengikuti bendanya, ke manapun benda tersebut beralih atau dialihkan. Serta dapat dialihkan kepada dan dapat dipertahankan terhadap siapun. Jaminan kebendaan yang bersifat khusus mencakup penentuan/penunjukan atas benda tertentu milik debitur atau milik pihak ketiga untuk menjadi jaminan utangnya kepada kreditur.36
Jaminan perorangan adalah jaminan yang hanya mempunyai hubungan langsung dengan pihak pemberi jaminan, bukan terhadap benda tertentu. Jaminan ini hanya dapat dipertahankan terhadap orang-orang tertentu. Nantinya, seorang kreditur lewat jaminan ini dapat mengambil harta kreditur yang wanprestasi, dengan atau tanpa pranata hukum yang disebut “sita jaminan”.37
2. Fungsi Jaminan Kredit
Sebagaimana telah dikemukakan pemberian kredit adalah salah satu bentuk pinjaman uang. Dalam suatu pinjamam uang sering dipersyaratkan adanya
36 Xxxxx Xxxxx, Hukum Jaminan Utang, (Jakarta: Erlangga,2013), hlm.10.
37Ibid,hlm. 11.
jaminan hutang yang dapat terdiri dari berbagai bentuk dan jenis. Mengenai fungsi jaminan kredit baik ditinjau dari sisi bank maupun dari sisi debitur dikemukakan lebih lanjut sebagai berikut:38
a. Jaminan Kredit sebagai Pengamanan Pelunasan Kredit
Fungsi jaminan kredit untuk mengamankan pelunasan kredit baru akan muncul pada saat kredit dinyatakan sebagai kredit macet. Selama kredit telah dilunasi oleh debitur, tidak akan terjadi pencairan jaminan kreditnya. Dalam hal ini jaminan kredit akan dikembalikan kepada debitur yang bersangkutan sesuai dengan ketentuan hukum dan perjanjian kredit. Fungsi jaminan kredit untuk mengamankan pelunasan kredit sangat berkaitan dengan kepentingan bank yang meyalurkan dananya kepada debitur yang sering dikatakan mengandung risiko.39
b. Jaminan Kredit sebagai Pendorong Motivasi Debitur
Pengikatan jaminan kredit yang berupa harta milik debitur yang dilakukan oleh pihak bank, tentunya debitur yang bersangkutan takut akan kehilangan hartanya tersebut. Hal ini akan mendorong debitur berupaya untuk melunasi kreditnya kepada bank agar hartanya yang dijadikan jaminan kredit tersebut tidak hilang karena harus dicairkan oleh bank.
c. Fungsi yang Terkait dengan Pelakasanaan Ketentuan Perbankan
Keterkaitan jaminan kredit dengan ketentuan perbankan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia, misalnya dapat diperhatikan dari ketentuan-ketentuan yang
38 M. Bahsan, Hukum Jaminan (Jamian Kredit Perbankan Indonesia), (Jakarta: Rajawali Pers,2012), hlm.102.
39Ibid, hlm.103.
mengatur tentang penialian aguanan sebagai faktor pengurang dalam perhitungan PPA. Keterkaitan dengan ketentuan-ketentuan dari berbagai peraturan perundang- undangan tentang perbankan merupakan fungsi lain dari jamianan kredit dan mendukung keharusan penilaian jaminan kredit secara lengkap oleh bank sehingga akan merupakan jaminan yang layak dan berharga.40
3. Kredit Tanpa Jaminan
Menurut Xxxxxxxx, adapun yang dimaksudkan dengan kredit tanpa jaminan ini, yaitu pembrian kredit tanpa jaminan materiil (agunan fisik), pemberiannya sangatlah selektif dan ditujukan kepada nasabah yang telah teruji bonafiditas, kejujuran, dan ketaatannya, baik dalam transaksi perbankan maupun dalam kegiatan usaha yang dijalaninya. Dalam praktik perbankan modern, pemberian kredit seperti ini sering dilakukan. Di Indonesia pada dasarnya kredit tanpa jaminan fisik (materiil) ini juga dikenal dan telah banyak dilakukan, hanya dasar pemberiannya bukan karena nasabah tersebut telah teruji bonafiditas, kejujuran, dan ketaatannya, baik dalam transaksi perbankan maupun kegiatan usahanya, melainkan karena unsur korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).
Dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku, seperti Undang-Undang Perbankan, pemberian kredit demikian dapat saja direalisasikan sebab perundang- undangan yang berlaku sekarang lebih menganut pada jamianan yang bersifat nonfisik. Artinya, bahwa pemberian kredit dapat dilakukan oleh bank apabila bank mempunyai keyakinan terhadap debiturnya atas kemampuan dan
40Ibid, hlm.107.
kesanggupan debitur untuk melunasi utangnya sesuai dengan yang diperjanjikan. Adapun agunan merupakan jaminan tambahan yang lebih bersifat fisik.
Kredit tanpa jaminan mengandung risiko lebih besar. Dengan demikian, berlaku bahwa semua harta kekayaan debitur, baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, yang sudah ada maupun yang akan ada kemudian seluruhnya menjadi jaminan pemenuhan pembayaran hutang.41
D. Tinjauan Tentang Kredit Usaha Rakyat (KUR)
1. Kredit Usaha Rakyat (KUR)
Menurut Xxxaturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 11 Tahun 2017 tentang Pedoman Pelaksanaan Kredit Usaha Rakyat, pengertian KUR adalah kredit/pembiayaan modal kerja dan/atau investasi kepada debitur usaha yang produktif dan layak namun belum memiliki agunan tambahan atau agunan tambahan belum cukup. Kredit Usaha Rakyat (KUR) merupakansalah satu kredit atau pembiayaan yang diberikan oleh perbankan kepada UMKMK yang feasible tapi belum bankable. Maksudnya adalah usaha tersebut memiliki prospek bisnis yang baik dan memiliki kemampuan untuk mengembalikan. UMKM dan Koperasi yang diharapkan dapat mengakses KUR adalah yang bergerak di sektor usaha produktif antara lain: pertanian, perikanan dan kelautan, perindustrian, kehutanan, dan jasa keuangan simpan pinjam. Penyaluran KUR dapat dilakukan langsung,
41 Xxxxxxxx Xxxxxxxx, Op.Cit., hlm.437.
maksudnya UMKM dan Koperasi dapat langsung mengakses KUR di Kantor Cabang atau Kantor Cabang Pembantu Bank Pelaksana.42
2. Ketentuan Kredit Usaha Rakyat (KUR)
Penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) diatur oleh pemerintah melalui Peraturan Menteri Koornidanator Bidang Perekonomian Nomor 11 Tahun 2017 tentang Pedoman Pelaksanaan Kredit Usaha Rakyat.
Penyalur KUR adalah bank atau lembaga keuangan bukan bank yang disetujui oleh Komite Kebijakan Pembiayaan Bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. Penerima KUR adalah individu/perseorangan atau badan hukum yang melakukan usaha produktif berupa:
a. Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah;
b. calon Tenaga Kerja Indonesia yang akan bekerja di luar negeri;
c. anggota keluarga dari karyawan/karyawati yang berpenghasilan tetap atau bekerja Tenaga Kerja Indonesia;
d. Tenaga Kerja Indonesia yang purna bekerja di luar negeri; dan
e. Pekerja yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja.
Pada pembahasan ini akan difokuskan kepada Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang diberikan kepada UMKM. KUR Mikro diberikan kepada penerima KUR dengan jumlah paling banyak sebesar Rp.25.000.000 (dua puluh lima juta rupiah). Suku bunga KUR Mikro sebesar 7% (dua belas perseratus) efektif pertahun atau disesuaikan dengan suku bunga flat yang setara. Jangka waktu KUR Mikro:
42xxxx://xxx.xxxxxxxxxxx.xx.xx/xxxxxxx/xxxx-xx-xxx.xxx, diakses pada Tanggal 12 Oktober 2017
a. Paling lama 3 (tiga) tahun untuk kredit/pembiayaan modal kerja; atau
b. Paling lama 5 (lima) tahun untuk kredit/pembiayaan investasi.
Calon penerima KUR Mikro harus mempunyai usaha produktif dan layak yang telah berjalan minimum 6 (enam) bulan. Calon penerima KUR Mikro hanya dapat menerima KUR Mikro dengan total akumulasi plafon KUR Mikro termasuk suplesi atau perpanjangan paling banyak Rp.75.000.000,- (Tujuh puluh lima juta rupiah) dari penyalur KUR.
3. Penyalur dan Perusahaan Penjamin Kredit Usaha Rakyat (KUR)
Berdasarkan Keputusan Menteri Koordinator Bidang Perekonomiaan Nomor 188 Tahun 2015 tentang Penetapan Penyalur Kredit Usaha Rakyat dan Perusahaan Penjamin Kredit Usaha Rakyat pada Pasal 2 angka 1 menyebutkan perusahaan penyalur Kredit Usaha Rakyat Mikro, yaitu:
a. PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk;
b. PT Bank Mandiri (Persero) Tbk;
c. PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk;
d. Bank Pembangunan Daerah Nusa Tenggara Timur;
e. Bank Pembangunan Daerah Kalimantan Barat.
Lalu, dalam Pasal 3 angka 1 menyebutkan Perusahaan Penjamin KUR yaitu:
a. Perusahaan Umum (Perum) Jaminan Kredit Indonesia; dan
b. PT Asuransi Kredit Indonesia (Persero).
4. Tujuan dan Fungsi Kredit Usaha Rakyat (KUR)
Sesuai dengan ketentuan Pasal 2 Peraturan Menteri Koordinator bidan Perekonomian Nomor 11 Tahun 2017 menyatakan bahwa pelaksanaan KUR bertujuan untuk:
a. Meningkatkan dan memperluas penyaluran KUR kepada usaha produktif;
b. Meningkatkan kapasitas daya saing Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah; dan
c. Mendorong pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja.
Tujuan Program KUR adalah untuk mempercepat pengembangan sektor-sektor primer dan pemberdayaan usaha skala kecil, untuk meningkatkan aksesibilitas terhadap kredit dan lembaga-lembaga keuangan, mengurangi tingkat kemiskinan, dan memperluas kesempatan kerja. Pada dasarnya, KUR merupakan modal kerja dan kredit investasi yang disediakan secara khusus untuk unit usaha produktif melalui program penjaminan kredit.43
43Departemen Komunikasi dan Informatika Badan Informasi Publik Pusat Informasi Perekonomian, Op.Cit, hlm. 50.
E. Kerangka Pikir
Bank Rakyat
Indonesia (Kreditur)
Nasabah (Debitur)
Perjanjian Kredit
Usaha Rakyat (KUR)
Syarat Prosedur
Isi Perjanjian Kredit Usaha Rakyat (KUR)
Pelaksanaan Perjanjian Kredit Usaha Rakyat (KUR)
Pembuatan perjanjian dalam bentuk tertulis
Subjek Objek
Penyelesaian apabila timbul permasalahan dalam pemberian KUR
Hubungan Hukum (Hak dan Kewajiban)
Keterangan :
Berdasarkan kerangka pikir diatas, terdapat 2 (dua) pihak yaitu Bank Rakyat belah pihak mengadakan suatu perjanjian kredit, yaitu Kredit Usaha Rakyat (KUR). Debitur yang hendak meminjam kredit haruslah memenuhi syarat dan prosedur
yang telah ditetapkan oleh pihak bank terlebih dahulu. Jika seluruh syarat telah terpenuhi dan pihak bank menyetujui maka, dibuatlah suatu perjanjian kredit.
Dalam suatu perjanjian kredit haruslah mencakup subjek dan objek dalam perjanjian tersebut serta isi atau klausul-klausul perjanjian yang disepakati oleh kedua belah pihak. Berdasarkan perjanjian tersebut akan menimbulkan suatu hubungan hukum yang mana, yaitu berupa hak dan kewajiban masing-masing pihak, yaitu bank selaku kreditur dengan nasabah selaku debitur.
Bentuk dari realisasi suatu perjanjian disebut “Prestasi”. Apabila prestasi tersebut terpenuhi maka, tercapailah tujuan dari pelaksaan perjanjian tersebut namun, apabila prestasi tersebut tidak terpenuhi maka, timbul suatu permasalahan dalam pelaksanaan perjanjian tersebut yang biasanya disebut dengan “wanprestasi”. Dalam hal ini bagaimana upaya bank dalam menyelesaikan permasalahan yang timbul dalam perjanjian KUR tersebut.
III. METODE PENELITIAN
Metode penelitian adalah cara melakukan sesuatu dengan menggunakan pikiran secara seksama untuk mencapai suatu tujuan dengan cara mencari, mencatat, merumuskan, dan menganalisis sampai menyusun laporan.44 Metode penelitian merupakan suatu cara yang digunakan dalam mengumpulkan data penelitian dan membandingkan dengan standar ukuran yang telah ditentukan.45Dalam hal ini penulis menggunakan beberapa perangkat penelitian yang sesuai dengan metode penelitian ini guna memperoleh hasil yang maksimal, antara lain sebagai berikut:
A. Jenis Penelitian
Pada dasarnya jenis penelitian Hukum dibagi menjadi 3 (tiga) yaitu penelitian hukum normatif, penelitian hukum normatif-empiris, dan penelitian hukum empiris. Penelitian hukum normatif mengacu kepada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan putusan-putusan pengadilan serta norma-norma hukum yang ada dalam masyarakat. Penelitian hukum normatif-empiris adalah perilaku nyata setiap warga sebagai akibat keberlakuan hukum normatif, sedangkan penelitian hukum empiris merupakan penelitian hukum positif tidak tertulis mengenai perilaku anggota masyarakat dalam
44 Xxxxxx Xxxxxxx dan Xxx Xxxxxxx, Metodologi Penelitian, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), hlm. 1.
45 Xxxxxxxxx Xxxxxxxx, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), hlm. 126.
hubungan hidup bermasyarakat dengan kata lain, penelitian empiris mengungkapkan hukum yang hidup dalam masyarakat melalui perbuatan yang dilakukan oleh masyarakat.46
Jenis penelitian yang digunkan pada penulisan ini yaitu, penelitian hukum normatif-empiris dimana penulis mengkaji syarat dan prosedur mengenai pemberian Kredit Usaha Rakyat (KUR) tanpa jaminan diantara bank selaku kreditur dan nasabah selaku debitur apakah telah sesuai dengan syarat-syarat sah suatu perjanjian. Kemudian, bagaimana isi dari kontrak atau perjanjian KUR itu sendiri, serta bagaimana implementasi dari perjanjian tersebut diantara kedua belah pihak dan bagaimana penyelesaiannya dalam apabila terjadi suatu permasalahan, karena metode penelitianhukum normatif-empiris ini pada dasarnya ialah penggabungan antara pendekatan hukum normatif dengan adanya penambahan dari berbagai unsur-unsur empiris.
B. Tipe Penelitian
Berdasarkan sifat dan tujuannya, tipe penelitian hukum dibagi menjadi 3 yaitu:47 1). Penelitian Hukum Eksploratori(exploratory legal study)
Dapat diartikan sebagai penelitian hukum yang bersifat mendasar dan bertujuan untuk memperoleh keterangan, informasi dan data mengenai hal-hal yang belum diketahui. Penelitian ini seringkali menjadi semacam studi kelayakan (feasibility study)
46 Xxxxxxxxx Xxx, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2011, cetakan ketiga), hlm 105.
47 Xxxxxxxxxx Xxxxxxxx, Hukum dan Penelitian Hukum, (Bandung: PT Citra Xxxxxx Xxxxx, 2004), hlm. 49.
2). Penelitian Hukum Deskriptif (descriptive legal study)
Penelitian hukum deskriptif bersifat pemaparan dan bertujuan untuk memperoleh gambaran (deskripsi) lengkap tentang keadaan hukum yang berlaku di tempat tertentu dan pada saat tertentu yang terjadi dalam masyarakat. Pada penelitian hukum deskriptif peneliti, yang melakukannya harus menggunkan teori atau hipotesis
3). Penelitian Hukum Eksplanatori (explanatory legal study)
Penelitian hukum eksplanatori bersifat penjelasan dan bertujuan untuk menguji suatu teori atau hipotesis guna memperkuat atau menolak teori atau hipotesis hasil penelitian yang sudah ada.
Dalam penulisan ini tipe penelitian yang digunakan adalah tipe penelitian deskriptif.Metode pendekatan deskriptif merupakan suatu metode penelitian yang mempelajari masalah-masalah dalam masyarakat, serta tata cara yang berlaku dalam masyarakat serta situasi-situasi tertentu, termasuk tentang hubungan, kegiatan-kegiatan, sikap-sikap, pandangan-pandangan dari suatu fenomena, metode penelitian deskriptif juga ingin memperlajari norma-norma atau standar- standar.48Penelitian ini mendeskripsikan dan menganalisis mengenai syarat dan prosedur dalam pemberian Kredit Usaha Rakyat (KUR) tanpa jaminan, isi dari perjanjian tersebut, serta keberlakuan dan pelaksanaannya bagi pihak-pihak yang terkait didalamnya yaitu pihak bank selaku kreditur dan nasabahnya selaku debitur.
48Moch. Nazir, Metode Penelitian, (Jakarta: Salemba Empat, 2003), hlm. 54.
C. Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di PT. Bank Rakyat Indonesia (BRI) Unit Pasar Tugu cabang Tanjung Karang, Bandar Lampung, yang beralamat di Xxxxx Xxxxx Xxxxx Xx. 05 Kota Bandar Lampung, Lampung 35118.
D. Data dan Sumber Data Penelitian
Sumber data pada penelitian ini yaitu data primer dan data sekunder yang diperoleh dan dikumpulkan oleh peneliti yaitu melalui wawancara dengan informan dan menganalisis naskah perjanjian pemberian Kredit Usaha Rakyat (KUR) dalam hal ini peneliti akan memperoleh data dari informan yaitu pihak XX.Xxxx Rakyat Indonesia (BRI) Unit Pasar Tugu dan 15 orang responden debitur KUR.Adapun data primer dan sekunder yang dimaksud adalah sebagai berikut:
1. Data Primer, yaitu data yang diperoleh atau dikumpulkan secara langsung dari sumber datanya melalui wawancara,jajak pendapat dari individu atau kelompok (orang) maupun hasil observasi dari suatu obyek, kejadian atau hasil pengujian (benda).49Dalam penelitian ini data diperoleh melalui wawancara dengan informan dan respondenyaitu dengan melakukan tanya-jawab secara langsung. Informan dalam penelitian ini antara lain Pihak PT Bank Rakyat Indonesia (BRI) Unit Pasar Tugu yaitu, Xxxxxx Xxxxxx selaku Kepala Unit dan Xxxxxxx Xxxxx selaku Account Officer (Mantri) BRI unit Pasar Tugu serta 15 orang responden debitur KUR yang mengalami kredit bermasalah.
49 Xxxxxxxxx, Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006), hlm. 30.
2. Data sekunder adalah data yang umumnya telah dalam keadaan siap terbuat (ready made). Adapun sumber data berupa data sekunder yang biasa digunakan dalam penelitian hukum normatif terbagi menjadi 3 (tiga), yaitu bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier.50
a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat, dan terdiri dari:
1). Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
2). Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 tentang Perbankan
3). Peraturan Menteri Keuangan Nomor 135/PMK.05/2008 tentang Fasilitas Penjaminan Kredit Usaha Rakyat (KUR)
4). Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 11 Tahun 2017 tentang Pedoman Pelaksanaan Kredit Usaha Rakyat
5). Keputusan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 188 Tahun 2015 Tentang Penyalur KUR dan Perusahaan Penjamin KUR.
6). KEP-20/D.I.M.EKON/11/2010 tentang Standar Operasional Pemberian KUR
7). SK Direksi Bank Indonesia No. 27/162/KEP/DIR tanggal 31 Maret 1995 tentang Kewajiban Penyusunan dan Pelaksanaan Kebijaksanaan Perkreditan Bank bagi Bank Umum.
50 Xxxxxxx, Metodologi Riset, (Yogyakarta: PT Hanindita Offset, 1983), hlm. 56.
8). Surat Edaran Bank Indonesia No. 26/4/BPPP tanggal 29 Mei 1993 yang mengatur penyelamatan kredit bermasalah sebelum diselesaikan melalui lembaga hukum
b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer yang merupakan hasil olahan pendapat atau pikiran para pakar atau ahli yang mempelajari suatu bidang tertentu secara khusus yang akan memberikan petunjuk kemana peneliti akan mengarah. Yang dimaksud dengan bahan hukum sekunder adalah doktrin-doktrin yang ada di dalam buku, jurnal hukum dan internet.51 Dalam penulisan ini menggunakan buku-buku yang berkaitan dengan penelitian yang hendak diteliti.
c. Bahan hukum tersier, yakni bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder; contohnya adalah kamus, ensiklopedia, indeks kumulatif, dan seterusnya.52
E. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data adalah teknik atau cara yang dilakukan oleh peneliti untuk mengumpulkan data. Pengumpulan data dilakukan untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan dalam rangka mencapai tujuan penelitian. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 53
51Ibid, hlm.57.
52 Xxxxxxxx Xxxxxxxx, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: Universitas Indonesia (UI- PRESS), 2014), hlm 52.
53 Xxxxxx Xxxxxxx dan Xxx Xxxxxxx, Op.Cit,hlm.83.
1). Studi Kepustakaan (Library Research)
Studi Kepustakaan (Library Research) yaitu metode pengumpulan data dengan cara mempelajari dan menelaah buku-buku atau literatur yang berhubungan dengan objek penelitian.
2). Wawancara (Interview)
Wawancara (Interview) yaitu proses tanya-jawab dalam penelitian yang berlangsung secara lisan dalam mana dua orang atau lebih bertatap muka mendengarkan secara langsung informasi-informasi atau keterangan- keterangan.Metode wawancara terbagi menjadi 2 macam yaitu, tertutup dan terbuka. Wawancara tertutup adalah semua pertanyaan tertuju pada satu jawaban, yaitu ya atau tidak, setuju atau tidak dan sebagainya. Wawancara terbuka adalah wawancara yang arah pertanyaannya memberikan peluang kepada informan untuk beragumen dan tidak membatasi hanya menjawab ya atau tidak saja.54Metode wawancara yang digunakan adalah wawancara terbuka, hal ini berfungsi sebagai penggali data yang lebih objektif dari informan untuk mendapatkan informasi terkait dengan materi yang dibahas dalam penelitian ini, dan dilakukan kepada para responden yang telah ditentukan, yaitu Xxxxxx Xxxxxx selaku KepalaUnitBRI Pasar Tugu dan Xxxxxxxxx Xxxxxxx selaku Mantri(Account Officer).
3). Studi Dokumen
Studi dokumen adalah teknik pengumpulan data dengan cara membaca kesimpulan dari berkas-berkas atau arsip dokumen perjanjian antara PT.
54 Xxxxxxxx, Memahami Penelitian Kualitatif, (Bandung: Alfabete, 2005), hlm. 319.
Bank Rakyat Indonesia (BRI) Unit Pasar Tugu dengan kreditur, serta aturan atau ketentuan yang diterapkan di PT. Bank Rakyat Indonesia (BRI).
F. Metode Pengolahan Data
Data yang terkumpul, diolah melalui pengolahan data dengan tahap-tahap sebagai berikut:55
1). Pemeriksaan data (editing)
Yaitu mengoreksi data yang terkumpul sudah cukup lengkap, sudah benar dan sudah sesuai/relevan dengan masalah.
2). Penandaan data (coding)
Yaitu data yang terkumpul diberikan penandaan agar memudahkan dalam penyusunan data selanjutnya.
3). Rekonstruksi data (reconstructing)
Yaitu menyusun ulang data secara teratur, berurutan dan logis sehingga mi dan diinterpretasikan.
4). Sistematisasi data (systematizing)
Yaitu menempatkan data menurut kerangka sistematika bahasan urutan masalah.
G. Analisis Data
Analisis data dilakukan secara deskriptif kualitatif, analisis kualitatif menurut Xxxxxxxxxx Xxxxxxxx adalah menguraikan data secara bermutu dalam bentuk
hlm.51.
55 Xxxxxxx Xxxxxx, Penelitian Hukum Dalam Praktek, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008),
kalimat yang teratur, runtun, logis, tidak tumpang tindih dan efektif, sehingga memudahkan interpretasi data dan pemahaman hasil analisis.56Dalam penelitian ini data akan diuraikan ke dalam bentuk-bentuk kalimat yang tersusun secara sistematis dan logis, sehingga diperoleh gambaran yang jelas mengenai permasalahan yang hendak dikaji yaitu syarat dan prosedur pemberian Kredit Usaha Rakyat (KUR) tanpa jaminan, isi perjanjian KUR, serta pelaksanaaan dari perjanjian tersebut.
56 Xxxxxxxxxx Xxxxxxxx, Op.Cit, hlm. 128.
V. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan dari penelitian maka dapat disimpulkan :
1. Syarat dan prosedur pemberian Kredit Usaha Rakyat (KUR) tanpa jaminan pada PT. Bank Rakyat Indonesia (BRI) Unit Pasar Tugu Syarat dan prosedur pemberian pinjaman KUR oleh BRI Unit Pasar Tugutidaklah sulitdan mengikuti Permenko Nomor 11 tahun 2017 mengenai Pedoman Pelaksanaan KUR. Prosedur pemberian KUR sama seperti proses pemberian kredit pada umumnya.
2. Isi perjanjian Kredit Usaha Rakyat (KUR) tanpa Jaminan
Dalam perjanjian KUR tersebut tidak secara rinci mengatur mengenai hak dan kewajiban masing-masing pihak, hanya terdapat klausul-klausul mengenai kewajibanbagi pihak debitur yang tercantum dalam Pasal 11serta laranagan bagi debitur pada Pasal 12 Akta Perjanjian Pinjaman Mikro.
3. Pelaksanaan perjanjian Kredit Usaha Rakyat (KUR) ) tanpa jaminan dan Penyelesaian Apabila Timbul Permasalahan
Dalam pelaksanaannya terjadi kredit bermasalah yang disebabkan oleh pihak debitur maupun pihak bank (kreditur). Faktor penyabab kredit
bermasalah dari pihak debitur antara lain, penyalahgunaan pinjaman oleh debitur, itikad kurang baik dari debitur sendiri untuk mengembalikan pinjamannya, debitur memiliki lebih dari satu pinjaman kredit pada lembaga lain, serta kegagalan usaha debitur.Faktor kredit bermasalah dari pihak bank antara lain, dapat disebabkan karena analisis kredit data yang diberikan calon debitur kurang lengkap, kurang akurat dan kurang relevan, terdapat beberapa debitur yang tidak dimintai data mengenai info penghasilan/pendapatan, dan pihak bank tidak mengetahui sumber-sumber pendapatan nasabah, sehingga menyebabkan kredit bermasalah.
Upaya pihak BRI unit Pasar tugu untuk menanggulangi kredit bermasalah kurang lancar, mantri sendiri datang ke lapangan atau rumah debitur dengan membicarakan secara kekeluargaan atau lebih bersifat persuasif juga melalui surat penagihan secara tertulis. Untuk kredit bermasalah diragukan pada umumnya dapat diatasi dengan restrukturisasi berupa penurunan suku bunga kredit, perpanjangan jangka waktu, pengurangan tunggakan bunga kredit, pengurangan tunggakan pokok kredit, penambahan fasilitas kredit, atau konversi kredit menjadi pernyataan sementara. Apabila terjadi kredit macet BRI Unit Pasar Tugu dapat mengajukan claim kepada PT. Asuransi Kredit Indonesia (Askrindo) dan Perusahaan Umum (Perum) Jaminan Kredit Indonesia sebagai pihak penjamin dari pemerintah untuk penjaminan sebesar 70% dari plafon, sedangkan 30% nya ditutup oleh BRI Unit Pasar Tugu.
B. Saran
Berdasarkan hasil dan pembahasan dari penelitian, adapun saran-saran yang dapat diberikan adalah sebagai berikut :
1) Saran bagi nasabah (debitur) Kredit Usaha Rakyat (KUR) :
Diharapkan bagi para nasabah (debitur) yang telah mendapatkan pinjaman kredit dapat memisahkan antara kepentingan pribadi dengan penggunaan dana pinjaman kredit agar dana yang diperoleh benar-benar digunakan untuk modal usaha. Selain itu, bagi nasabah (debitur) sebaiknya tidak melakukan penambahan pinjaman pada lembaga lain, sehingga tidak terjadi overlapping pembiayaan dan kesulitan untuk melunasi pinjaman pada lembaga bersangkutan.
2) Saran bagi pihak bank (kreditur) :
Dalam mengatasi kredit bermasalah sebaikanya Bank Rakyat Indonesia (BRI) unit Pasar Tugu harus lebih teliti dalam menganalisis permohonan kredit dalam hal data yang diberikan calon debitur yang kurang lengkap. Oleh karena itu, diharapkan pihak BRI Unit Pasar Tugu memiliki SDM yang berkompeten dalam bidangnya.
DAFTAR PUSTAKA
BUKU:
Xxx, Xxxxxxxxx. 2011. Metode Penelitian Hukum. Jakarta: Sinar Grafika, 2011, cetakan ketiga.
Xxxxxxxxx. 2006.Pengantar Metode Penelitian Hukum, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Xxxxxxxx,Xxxxxxxxx. 2002.Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta: Rineka Cipta.
Ashshofa,Burhan. 2004. Metode Penelitian Hukum, Jakarta: PT Asdi Mahasatya.
Xxxxxxxxxxx, Xxxxxx Xxxxx, dkk. 1993. Perjanjian Kredit Bank, Bandung: Alumni.
Bahsan, M. 2012. Hukum Jaminan Jamian Kredit Perbankan Indonesia. Jakarta: Rajawali Pers.
Xxxxxx Xxxxxxx dan Xxx Xxxxxxx,2009. Metodologi Penelitian. Jakarta: Bumi Aksara.
Departemen Komunikasi dan Informatika Badan Informasi Publik Pusat Informasi Perekonomian. 2008. Kredit Usaha Rakyat. Jakarta.
Xxxxxxxx, Xxxxxxxx. 2012. Hukum Perbankan di Indonesia. Bandung: PT Citra Xxxxxx Xxxxx.
Xxxxx, Xxxxx. 2013. Hukum Jaminan Utang. Jakarta: Erlangga.
Xxxxxxxxxxxx,D. 1992.Perkembangan Hukum Perkreditan Nasional Dan Internasional, Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Nasional.
Xxxxxxx, Xxxxx S. dan Xxxxxxxx Xxxxx, Hukum Perbankan. 2012. Jakarta: Sinar Grafika.
Xxx,Xxxxxxxxx Xxxxx. 1999. Hukum Perbankan di Indonesia, Jakarta:,PT. Xxxxxxx Xxxxxxxx.
X.X, Xxxxx. 2003. Perkembangan Hukum Kontrak Innominaat di Indonesia.
Jakarta: Sinar Grafika, cet.1
X.X, Xxxxx. 2007. Perkembangan Hukum Kontrak di luar KUH Perdata, Jakarta: PT.Xxxx Xxxxxxxx.
Kansil, CST, 1989.Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta: Balai Pustaka,cet-8.
Kasmir, 0000.Xxxx & Lembaga Keuangan Lainnya, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Kasmir, 2002.Dasar-Dasar Perbankan, Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada.
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia, Buku Peraturan Kredit Usaha Rakyat, 2016. Jakarta.
Xxxxxxx. 1983. Metodologi Riset, Yogyakarta: PT Hanindita Offset.
Xxxx, Xxxxxx dan Xxxxx Xxxx,2011. Hukum Perikatan (Penjelasan Makna Pasal 1233 Sampai 1456 BW), Jakarta: Rajagrafindo Persada.
Xxxxxxxx, Xxxxxxxxxx. 2000. Hukum Perdata Indonesia, Bandung: Citra Xxxxxx Xxxxx.
Xxxxxxxx, Xxxxxxxxxx. 1986. Hukum Perjanjian, Bandung: Alumni.
Xxxxxxxx, Xxxxxxxxxx. 2014. Hukum dan Penelitian Hukum, Bandung: PT. Citra Xxxxxx Xxxxx.
Xxxxxxx, Xxxxxx. 2009.Metodologi Penelitian, Jakarta: Bumi Aksara.
Xxxxx,Xxxx dan Xxx Xxxxxxx. 2003. Metode Penelitian, Jakarta: Salemba Empat.
Projodikiro, Wiryono. 1993.Asas-Asas Hukum Perjanjian, Bandung: Bale.
Xxxxxxxxxxxxx,X. Man S. 2005. Bunga Rampai Hukum Dagang, Bandung: P.T Alumni.
Xxxxxxxx, Xxxxxx Xxxx. 1993.Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan yang Seimbang Bagi Para Pihak dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia, Jakarta: Institut Bankir Indonesia.
Xxxxxxxx, X.Xxxx. 1997.Pengujian dan Kontrol Terhadap Penggunaan Perjanjian Standar, Jakarta: Jurnal Ekonomi, edisi VII Februari.
Subekti, 1995.Aneka Perjanjian, Bandung: PT Citra Xxxxxx Xxxxx, cet-10. Subekti, 2005. Hukum Perjanjian, Jakarta: Intermassa.
Sudikno, 1998. Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), Yogyakarta: Liberty. Xxxxxxxx, 2005.Memahami Penelitian Kualitatif, Bandung: Alfabete.
Sutarno, 2014.Aspek-Aspek Hukum Perkreditan Pada Bank, Bandung: Alfabeta.
Xxxxxxxx,Xxxxxxxx.2014. Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: Universitas Indonesia (UI-PRESS).
Utrech, 1965.Pengantar Dalam Hukum Indonesia, Jakarta: Universal.
Xxxxxx,Xxxxxxx, 2008.Penelitian Hukum Dalam Praktek, Jakarta: Sinar Grafika.
Xxxxxx, Xxxxx, 2011. Hukum Perbankan Indonesia, Surakarta: UNS Press.
PERATURAN:
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPdt) Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 tentang Perbankan
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 135/PMK.05/2008 tentang Fasilitas Penjaminan Kredit Usaha Rakyat (KUR)
Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 11 Tahun 2017 tentang Pedoman Pelaksanaan Kredit Usaha Rakyat (KUR)
KEP-20/D.I.M.EKON/11/2010 tentang Standar Operasional Pemberian KUR
Kepmenko Nomor 188 Tahun 2015 tentang Penetapan Penyalur KUR dan Perusahaan Penjamin KUR
SK Direksi Bank Indonesia No. 27/162/KEP/DIR tanggal 31 Maret 1995 tentang KewajibanPenyusunan dan Pelaksanaan Kebijaksanaan Perkreditan Bank bagi Bank Umum.
Surat Edaran Bank Indonesia No. 26/4/BPPP tanggal 29 Mei 1993 yang mengatur penyelamatan kredit bermasalah sebelum diselesaikan melalui lembaga hukum
WEBSITE:
xxxx://xxx.xxxx.xx.xx/, diakses tanggal 11 Oktober 2017 xxxx://xxx.xxxxxxxxxxx.xx.xx/xxxxxxx/xxxx-xx-xxx.xxx, diakses pada Tanggal 12
Oktober 2017.
xxxxx://xx.xxxxxxxxx.xxx/xxxx/Xxxxxxxxxx_xxxxxxxxxx diakses pada tanggal 23 November 2017.