PETUNJUK TEKNIS
PETUNJUK TEKNIS
PENYELESAIAN KETIDAKSESUAIAN
LAHAN SAWAH YANG DILINDUNGI DENGAN RENCANA TATA RUANG, KESESUAIAN KEGIATAN PEMANFAATAN RUANG, IZIN, KONSESI, DAN/ATAU HAK ATAS TANAH
Nomor : 5/Juknis-HK.02/VI/2022 Tanggal : 14 Juni 2022
KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/ BADAN PERTANAHAN NASIONAL
.
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang dengan kuasa-Nya telah memperkenankan kami dapat menyelesaikan Petunjuk Teknis tentang Penyelesaian Ketidaksesuaian Lahan Sawah yang Dilindungi dengan Rencana Tata Ruang, Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang, Izin, Konsesi, dan/atau Hak Atas Tanah. Dengan diterbitkannya Petunjuk Teknis ini, diharapkan penyelesaian permasalahan Ketidaksesuaian Lahan Sawah yang Dilindungi dengan Rencana Tata Ruang, Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang, Izin, Konsesi, dan/atau Hak Atas Tanah dapat dilaksanakan secara efektif, efisien, dan optimal melalui tata kelola yang benar.
Petunjuk Teknis ini menjelaskan mengenai rule base (panduan penyelesaian) Ketidaksesuaian Lahan Sawah yang Dilindungi dengan Rencana Tata Ruang, Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang, Izin, Konsesi, dan/atau Hak Atas Tanah dalam rangka menyelesaikan berbagai hambatan dan permasalahan (debottlenecking) sebagai implikasi ditetapkannya Peta Lahan Sawah yang Dilindungi oleh Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional selaku Ketua Harian Tim Terpadu Xxxxxxxxxxxx Xxxx Xxxxxx Xxxxx Xxxxx. Panduan penyelesaian disusun dengan prinsip utama untuk menjaga kelestarian ekosistem Lahan Sawah yang Dilindungi agar dapat berkelanjutan. Selain itu, perlu mempertimbangkan pula dinamika investasi serta pelaksanaan pembangunan nasional dan daerah dalam rangka mewujudkan pembangunan perekonomian dan kesejahteraaan bagi masyarakat. Secara garis besar, panduan penyelesaian tersebut dibagi menjadi 3 (tiga) kelompok sebagai berikut:
a. panduan penyelesaian dalam rangka penyempurnaan data Peta Lahan Sawah yang Dilindungi;
b. panduan penyelesaian Lahan Sawah yang Dilindungi yang sesuai dengan kawasan/zona tanaman pangan dalam Rencana Tata Ruang; dan
x. xxxxxan penyelesaian Lahan Sawah yang Dilindungi yang tidak sesuai dengan kawasan/zona tanaman pangan dalam Rencana Tata Ruang.
Selain penyelesaian Ketidaksesuaian Lahan Sawah yang Dilindungi dengan Rencana Tata Ruang, Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang, Izin, Konsesi, dan/atau Hak Atas Tanah, Petunjuk Teknis ini menjelaskan pula mengenai pelaksanaan verifikasi dalam rangka perubahan Peta Lahan Sawah yang Dilindungi.
Demikian Petunjuk Teknis ini disusun untuk menjadi pedoman bagi pelaksanaan penyelesaian Ketidaksesuaian Lahan Sawah yang Dilindungi dengan Rencana Tata Ruang, Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang, Izin, Konsesi, dan/atau Hak Atas Tanah serta bagi pelaksanaan verifikasi dalam rangka perubahan Peta Lahan Sawah yang Dilindungi.
Jakarta, 14 Juni 2022
MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL SELAKU
KETUA HARIAN TIM TERPADU PENGENDALIAN ALIH FUNGSI LAHAN SAWAH,
ttd.
XXXXXX A. DJALIL
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR…………………………………………………………………………. 2
DAFTAR ISI…………………………………………………………………………………… 4 BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………………………. 6 A. Umum………………………………………………………………………… 6
B. Dasar Hukum………………………………………………………………. 7
C. Maksud dan Tujuan… 10
D. Ruang Lingkup 10
E. Ketentuan Umum… 11
BAB II PENYELESAIAN KETIDAKSESUAIAN LAHAN SAWAH YANG DILINDUNGI DENGAN RENCANA TATA RUANG, KESESUAIAN KEGIATAN PEMANFAATAN RUANG, IZIN, KONSESI, DAN/ATAU
HAK ATAS TANAH 15
A. Panduan Penyelesaian dalam rangka Penyempurnaan Data Peta
Xxxxx Xxxxx yang Dilindungi 16
B. Panduan Penyelesaian Lahan Sawah yang Dilindungi yang Sesuai dengan Kawasan/Zona Tanaman Pangan dalam Rencana
Tata Ruang 17
C. Panduan Penyelesaian Lahan Sawah yang Dilindungi yang Tidak Sesuai dengan Kawasan/Zona Tanaman Pangan dalam Rencana
Tata Ruang…………………………………………………………………. 18 BAB III VERIFIKASI DALAM RANGKA PERUBAHAN PETA LAHAN SAWAH
YANG DILINDUNGI 24
A. Tata Cara Pelaksanaan Verifikasi dalam rangka Perubahan Peta Lahan Sawah yang Dilindungi 24
B. Hasil Pelaksanaan Verifikasi dalam rangka Perubahan Peta Lahan Sawah yang Dilindungi 29
C. Sinkronisasi Hasil Verifikasi dalam rangka Perubahan Peta Lahan Sawah yang Dilindungi………………………………………….. | 30 | |
D. Penetapan Perubahan Peta Lahan Sawah yang Dilindungi……… | 31 | |
BAB IV | PENUTUP…………………………………………………………………………. | 33 |
LAMPIRAN…………………………………………………………………………………….. | 34 | |
A. | Format Peta Lahan Sawah yang Dilindungi yang Sesuai dengan Kawasan Tanaman Pangan dalam RTRW Kabupaten/Kota X dan Lahan Sawah yang Dilindungi yang Tidak Sesuai dengan Kawasan Tanaman Pangan dalam RTRW Kabupaten/Kota X ………….………… | |
34 | ||
B. | Format Peta Lahan Sawah yang Dilindungi yang Tidak Sesuai dengan Kawasan Tanaman Pangan dan Beririgasi Teknis di Kabupaten/Kota X dan Lahan Sawah yang Dilindungi yang Tidak Sesuai dengan Kawasan Tanaman Pangan dan Tidak Beririgasi Teknis di Kabupaten/Kota X………………………………………………… | |
35 | ||
C. | Format Peta Hasil Identifikasi terkait Kondisi Fisik Lahan Sawah yang Dilindungi di Kabupaten/Kota X………………………………….…. | |
36 | ||
D. | Format Peta Lahan Sawah yang Dilindungi Indikatif Hasil Verifikasi di Kabupaten/Kota X …………………………………………………………. | |
37 | ||
E. | Format Laporan Analisis Hasil Verifikasi dalam rangka Perubahan Peta Lahan Sawah yang Dilindungi .……………………………………….. | |
38 | ||
F. | Format Berita Acara Kesepakatan Hasil Verifikasi dalam rangka Perubahan Peta Lahan Sawah yang Dilindungi ………………………… | |
39 | ||
G. | Format Surat Pernyataan Kesanggupan dari Kepala Daerah untuk Mewujudkan Rencana Pengembangan Wilayah yang Diprioritaskan Perwujudan atau Pembangunannya ………………………………………. | |
41 |
BAB I PENDAHULUAN
A. Umum
Alih fungsi lahan sawah menjadi nonsawah semakin meningkat dengan pesat dari tahun ke tahun sehingga berpotensi mempengaruhi produksi padi nasional dan mengancam ketahanan pangan nasional. Beranjak dari kondisi tersebut, Pemerintah Pusat telah melakukan terobosan dengan menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2019 tentang Pengendalian Alih Fungsi Lahan Sawah (Perpres No. 59/2019). Adapun tujuan dari disusunnya Perpres No. 59/2019, antara lain:
1. mempercepat penetapan Peta Lahan Sawah yang Dilindungi dalam rangka memenuhi dan menjaga ketersediaan lahan sawah untuk mendukung kebutuhan pangan nasional;
2. mengendalikan alih fungsi lahan sawah yang semakin pesat;
3. memberdayakan petani agar tidak mengalihfungsikan lahan sawah; dan
4. menyediakan data dan informasi lahan sawah untuk bahan penetapan lahan pertanian pangan berkelanjutan.
Berdasarkan Perpres No. 59/2019, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional selaku Ketua Harian Tim Terpadu Xxxxxxxxxxxx Xxxx Xxxxxx Xxxxx Xxxxx diberikan kewenangan untuk menetapkan Xxxx Xxxxx Xxxxx yang Dilindungi. Xxxx Xxxxx Xxxxx yang Dilindungi yang ditetapkan oleh Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional merupakan hasil kesepakatan dari Tim Terpadu Pengendalian Xxxx Xxxxxx Xxxxx Xxxxx. Pasca ditetapkannya Keputusan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1589/SK- HK.02.01/XII/2021 tanggal 16 Desember 2021 tentang Penetapan Peta Lahan Sawah yang Dilindungi pada Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Barat, Provinsi Banten, Provinsi Jawa Barat, Provinsi Jawa
Tengah, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Provinsi Jawa Timur, Provinsi Bali, dan Provinsi Nusa Tenggara Barat, terdapat beberapa permasalahan yang dihadapi oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, antara lain:
1. terdapat lokasi yang telah ditetapkan sebagai Lahan Sawah yang Dilindungi namun tidak sesuai dengan Rencana Tata Ruang;
2. terdapat Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang, Izin, Konsesi, dan/atau Hak Atas Tanah yang telah diterbitkan di lokasi yang ditetapkan sebagai Lahan Sawah yang Dilindungi;
3. terdapat bangunan dan/atau urukan di lokasi yang ditetapkan sebagai Lahan Sawah yang Dilindungi;
4. terdapat Proyek Strategis Nasional di lokasi yang ditetapkan sebagai Lahan Sawah yang Dilindungi; dan
5. terdapat kesalahan basis data dalam Peta Lahan Sawah yang Dilindungi.
Beberapa permasalahan di atas dapat menimbulkan ketidakpastian hukum dalam pelaksanaan pengendalian Lahan Sawah yang Dilindungi serta berpotensi menghambat pelaksanaan pembangunan nasional dan daerah yang pada akhirnya dapat merugikan kepentingan masyarakat dan negara. Guna menyelesaikan berbagai permasalahan tersebut, dipandang perlu untuk menyusun Petunjuk Teknis tentang Penyelesaian Ketidaksesuaian Lahan Sawah yang Dilindungi dengan Rencana Tata Ruang, Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang, Izin, Konsesi, dan/atau Hak Atas Tanah.
B. Dasar Hukum
1. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 29, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6631);
2. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6633);
3. Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2021 tentang Kemudahan Proyek Strategis Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 52, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6654);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2021 tentang Penyelesaian Ketidaksesuaian Tata Ruang, Kawasan Hutan, Izin, dan/atau Hak Atas Tanah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6655);
5. Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2019 tentang Pengendalian Alih Fungsi Lahan Sawah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 163);
6. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2020 tentang Kementerian Agraria dan Tata Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 83);
7. Peraturan Presiden Nomor 48 Tahun 2020 tentang Badan Pertanahan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 84);
8. Peraturan Presiden Nomor 23 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Kebijakan Satu Peta pada Tingkat Ketelitian Peta Skala 1:50.000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 92);
9. Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 12 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pelaksanaan Verifikasi Data Lahan Sawah terhadap Data Pertanahan dan Tata Ruang, Penetapan Peta Lahan Sawah yang Dilindungi, dan Pemberian Rekomendasi Perubahan Penggunaan Tanah pada Lahan Sawah yang Dilindungi (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 979);
10. Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 16 Tahun 2020 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 985);
11. Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 17 Tahun 2020 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional dan Kantor Pertanahan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 986);
12. Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 18 Tahun 2020 tentang Tata Kerja Tim Terpadu Pengendalian Alih Fungsi Lahan Sawah dan Tim Pelaksana Pengendalian Alih Fungsi Lahan Sawah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 1380); dan
13. Keputusan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1589/SK-HK.02.01/XII/2021 tanggal
16 Desember 2021 tentang Penetapan Peta Lahan Sawah yang Dilindungi pada Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Barat, Provinsi Banten, Provinsi Jawa Barat, Provinsi Jawa Tengah, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Provinsi Jawa Timur, Provinsi Bali, dan Provinsi Nusa Tenggara Barat.
C. Maksud dan Tujuan
Petunjuk Teknis ini dimaksudkan sebagai pedoman atau acuan bagi Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dalam:
1. menyelesaikan permasalahan Ketidaksesuaian Lahan Sawah yang Dilindungi dengan Rencana Tata Ruang, Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang, Izin, Konsesi, dan/atau Hak Atas Tanah, baik dalam rangka perubahan Peta Lahan Sawah yang Dilindungi maupun dalam rangka penerbitan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang, Pertimbangan Teknis Pertanahan, dan Hak Atas Tanah; dan
2. melakukan verifikasi dalam rangka perubahan Peta Lahan Sawah yang Dilindungi.
Tujuan disusunnya Petunjuk Teknis ini adalah agar terdapat standardisasi dan keseragaman dalam:
1. penyelesaian permasalahan terkait Ketidaksesuaian Lahan Sawah yang Dilindungi dengan Rencana Tata Ruang, Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang, Izin, Konsesi, dan/atau Hak Atas Tanah, baik dalam rangka perubahan Peta Lahan Sawah yang Dilindungi maupun dalam rangka penerbitan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang, Pertimbangan Teknis Pertanahan, dan Hak Atas Tanah; dan
2. pelaksanaan verifikasi dalam rangka perubahan Peta Lahan Sawah yang Dilindungi.
D. Ruang Lingkup
Ruang lingkup Petunjuk Teknis ini meliputi:
1. penyelesaian Ketidaksesuaian Lahan Sawah yang Dilindungi dengan Rencana Tata Ruang, Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang, Izin, Konsesi, dan/atau Hak Atas Tanah; dan
2. verifikasi dalam rangka perubahan Peta Lahan Sawah yang Dilindungi.
E. Ketentuan Umum
1. Rencana Tata Ruang yang selanjutnya disingkat RTR adalah hasil perencanaan tata ruang.
2. Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang yang selanjutnya disingkat KKPR adalah kesesuaian antara rencana kegiatan pemanfaatan ruang dengan RTR.
3. Izin adalah keputusan pejabat pemerintahan yang berwenang sebagai wujud persetujuan atas permohonan instansi pemerintah, badan usaha, atau masyarakat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
4. Konsesi adalah keputusan pejabat pemerintahan yang berwenang sebagai wujud persetujuan dari kesepakatan badan dan/atau pejabat pemerintahan dengan selain badan dan/atau pejabat pemerintahan dalam pengelolaan fasilitas umum dan/atau sumber daya alam dan pengelolaan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
5. Pertimbangan Teknis Pertanahan yang selanjutnya disingkat PTP adalah pertimbangan yang memuat hasil analisis teknis penatagunaan tanah yang meliputi ketentuan dan syarat penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan/atau pemanfaatan tanah dengan memperhatikan RTR, sifat dan jenis hak, kemampuan tanah, ketersediaan tanah serta kondisi permasalahan pertanahan.
6. Hak Atas Tanah adalah hak yang diperoleh dari hubungan hukum antara pemegang hak dengan tanah, termasuk ruang di atas tanah, dan/atau ruang di bawah tanah untuk menguasai, memiliki, menggunakan, dan memanfaatkan, serta memelihara tanah, ruang di atas tanah, dan/atau ruang di bawah tanah.
7. Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional yang selanjutnya disebut Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang agraria/pertanahan dan tata ruang.
8. Tim Terpadu Pengendalian Alih Fungsi Lahan Sawah yang selanjutnya disebut Tim Terpadu adalah tim lintas kementerian/lembaga yang dibentuk dalam rangka pengendalian alih fungsi lahan sawah sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2019 tentang Pengendalian Alih Fungsi Lahan Sawah.
9. Tim Pelaksana Pengendalian Xxxx Xxxxxx Xxxxx Xxxxx yang selanjutnya disebut Tim Pelaksana adalah tim yang dibentuk untuk membantu pelaksanaan tugas Tim Terpadu.
10. Lahan Sawah yang Dilindungi yang selanjutnya disingkat LSD adalah LSD yang ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1589/SK-HK.02.01/XII/2021 tanggal 16 Desember 2021 tentang Penetapan Peta Lahan Sawah yang Dilindungi pada Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Barat, Provinsi Banten, Provinsi Jawa Barat, Provinsi Jawa Tengah, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Provinsi Jawa Timur, Provinsi Bali, dan Provinsi Nusa Tenggara Barat.
11. Xxxx Xxxxx Xxxxx yang Dilindungi yang selanjutnya disebut Peta LSD adalah peta yang memuat data LSD yang ditetapkan oleh Menteri.
12. Ketidaksesuaian adalah kondisi tumpang tindih antara LSD dengan RTR, KKPR, Izin, Konsesi, dan/atau Hak Atas Tanah.
13. Saluran Irigasi Premium adalah saluran irigasi yang mendapatkan jaminan suplai air dari bendungan.
14. Saluran Irigasi Teknis adalah saluran irigasi dimana airnya diatur dan dapat diukur.
15. Ekosistem LSD adalah ekosistem yang mendukung keberadaan dan keberlanjutan LSD.
16. Jaringan Infrastruktur adalah jaringan prasarana dan sarana untuk kepentingan umum antara lain berupa jalan, drainase, pipa gas, dan gorong-gorong.
17. Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
18. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom.
19. Penetapan Lokasi adalah penetapan atas lokasi pembangunan untuk kepentingan umum yang ditetapkan dengan keputusan gubernur/bupati/wali kota yang dipergunakan sebagai izin untuk pengadaan tanah, perubahan penggunaan tanah, dan peralihan Hak Atas Tanah dalam pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum.
20. Proyek Strategis Nasional yang selanjutnya disingkat PSN adalah proyek dan/atau program yang dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan/atau badan usaha yang memiliki sifat strategis untuk pertumbuhan dan pemerataan pembangunan dalam rangka upaya penciptaan kerja dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
21. Kawasan Industri adalah kawasan tempat pemusatan kegiatan industri yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana penunjang yang dikembangkan dan dikelola oleh perusahaan kawasan industri.
22. Forum Penataan Ruang Daerah adalah wadah di tingkat daerah yang bertugas untuk membantu Pemerintah Daerah dengan memberikan pertimbangan dalam penyelenggaraan penataan ruang.
23. Direktur Jenderal Pengendalian dan Penertiban Tanah dan Ruang yang selanjutnya disebut Direktur Jenderal adalah direktur jenderal yang mempunyai tugas dan fungsi di bidang pengendalian dan penertiban tanah dan ruang.
24. Kantor Pertanahan adalah instansi vertikal Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional di kabupaten/kota yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri melalui Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional.
25. Hari adalah hari kerja.
BAB II
PENYELESAIAN KETIDAKSESUAIAN
LAHAN SAWAH YANG DILINDUNGI DENGAN RENCANA TATA RUANG, KESESUAIAN KEGIATAN PEMANFAATAN RUANG, IZIN, KONSESI, DAN/ATAU HAK ATAS TANAH
Dalam rangka penyelesaian Ketidaksesuaian LSD yang telah ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1589/SK-HK.02.01/XII/2021 tanggal 16 Desember 2021 tentang Penetapan Peta Lahan Sawah yang Dilindungi pada Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Barat, Provinsi Banten, Provinsi Jawa Barat, Provinsi Jawa Tengah, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Provinsi Jawa Timur, Provinsi Bali, dan Provinsi Nusa Tenggara Barat dengan RTR, KKPR, Izin, Konsesi, dan/atau Hak Atas Tanah, diperlukan adanya panduan penyelesaian yang dapat dijadikan sebagai pedoman atau acuan bagi Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Panduan penyelesaian disusun dengan prinsip dasar untuk menjaga kelestarian Ekosistem LSD agar dapat berkelanjutan. Selain itu, perlu mempertimbangkan pula dinamika investasi serta pelaksanaan pembangunan nasional dan daerah demi mewujudkan kesejahteraan rakyat. Dengan demikian, terdapat keseimbangan antara perlindungan LSD untuk ketahanan pangan dengan investasi pembangunan. LSD memiliki peran penting bagi ketahanan pangan nasional. Oleh karena itu, segala bentuk pembangunan yang akan menggunakan LSD diharuskan untuk tetap menjaga kelestarian Ekosistem LSD. Hal ini dimaksudkan agar ketahanan pangan nasional dapat tetap terjaga meskipun dilaksanakan pembangunan pada lokasi yang telah ditetapkan sebagai LSD
tersebut.
Selain sebagai pedoman atau acuan untuk melakukan verifikasi dalam rangka perubahan Peta LSD, panduan penyelesaian juga dapat dijadikan sebagai pedoman atau acuan bagi penerbitan KKPR, PTP, Izin, dan Hak Atas Tanah.
A. Panduan Penyelesaian dalam rangka Penyempurnaan Data Peta Lahan Sawah yang Dilindungi
Panduan penyelesaian dalam rangka penyempurnaan data Peta LSD dimaksudkan untuk memperbaiki data pada Peta LSD yang telah ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1589/SK- HK.02.01/XII/2021 tanggal 16 Desember 2021 tentang Penetapan Peta Lahan Sawah yang Dilindungi pada Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Barat, Provinsi Banten, Provinsi Jawa Barat, Provinsi Jawa Tengah, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Provinsi Jawa Timur, Provinsi Bali, dan Provinsi Nusa Tenggara Barat. Panduan penyelesaian tersebut terdiri atas:
1. Jika dalam Peta LSD ditetapkan sebagai LSD namun kondisi di lapangan bukan berupa lahan sawah (antara lain: perbukitan, lahan tegalan, badan air, cagar budaya, lahan tanaman keras, dan tambak garam), maka dapat dikeluarkan dari LSD.
2. Jika LSD terdampak oleh perubahan batas daerah atau terdapat kesalahan delineasi batas daerah, maka tetap dipertahankan sebagai LSD dengan dilakukan perbaikan atau penyesuaian delineasi batas daerah sesuai dengan:
a. peraturan perundang-undangan mengenai pembentukan daerah yang bersangkutan; dan
b. peta batas daerah yang ditetapkan oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan di bidang pemerintahan dalam negeri.
B. Panduan Penyelesaian Lahan Sawah yang Dilindungi yang Sesuai dengan Kawasan/Zona Tanaman Pangan dalam Rencana Tata Ruang Panduan penyelesaian LSD yang sesuai dengan kawasan/zona tanaman pangan dalam RTR dimaksudkan untuk mempertahankan
keberadaan LSD. Panduan penyelesaian tersebut terdiri atas:
1. Jika LSD sesuai dengan kawasan/zona tanaman pangan dalam RTR namun di atasnya terdapat bangunan dan/atau urukan yang dibuat setelah ditetapkannya LSD, maka:
a. tetap dipertahankan sebagai LSD; dan
b. pemilik bangunan dan/atau urukan dapat dikenai sanksi administratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
2. Jika LSD sesuai dengan kawasan/zona tanaman pangan dalam RTR namun kemudian di atasnya terbit KKPR, Izin, Konsesi, PTP, dan/atau Hak Atas Tanah nonpertanian setelah ditetapkannya LSD, maka tetap dipertahankan sebagai LSD.
3. Jika LSD sesuai dengan kawasan/zona tanaman pangan dalam RTR namun di atasnya telah terdapat bangunan dan/atau urukan yang tidak memiliki KKPR atau Izin sebelum ditetapkannya LSD, maka:
a. tetap dipertahankan sebagai LSD; dan
b. pemilik bangunan dan/atau urukan dapat dikenai sanksi administratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
4. Jika LSD sesuai dengan kawasan/zona tanaman pangan dalam RTR namun di atasnya terdapat Penetapan Lokasi/izin lokasi yang masih berlaku/KKPR PSN atau Jaringan Infrastruktur, maka dapat dikeluarkan dari LSD dengan ketentuan sebagai berikut:
a. dilakukan delineasi terhadap lahan yang terdapat Penetapan Lokasi/izin lokasi yang masih berlaku/KKPR PSN atau Jaringan Infrastruktur tersebut dan mempertahankan lahan di luar delineasi sebagai LSD; dan
b. dikenakan kewajiban untuk menerapkan rekayasa teknis untuk menjaga kelestarian Ekosistem LSD.
5. Jika LSD sesuai dengan kawasan/zona tanaman pangan dalam RTR namun di atasnya terdapat Hak Atas Tanah nonpertanian sebelum ditetapkannya LSD, maka dapat dikeluarkan dari LSD dengan ketentuan sebagai berikut:
a. dilakukan delineasi terhadap lahan yang terdapat Hak Atas Tanah nonpertanian tersebut dan mempertahankan lahan di luar delineasi sebagai LSD; dan
b. dikenakan kewajiban untuk menerapkan rekayasa teknis untuk menjaga kelestarian Ekosistem LSD.
Kondisi sebagaimana disebutkan pada angka 1 dan angka 3 termasuk dalam kategori pelanggaran pemanfaatan ruang yang akan ditindaklanjuti dengan proses penertiban pemanfaatan ruang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
C. Panduan Penyelesaian Lahan Sawah yang Dilindungi yang Tidak Sesuai dengan Kawasan/Zona Tanaman Pangan dalam Rencana Tata Ruang
Panduan penyelesaian LSD yang tidak sesuai dengan kawasan/zona tanaman pangan dalam RTR dimaksudkan untuk menyelesaikan keterlanjuran kondisi faktual di atas LSD. Panduan penyelesaian tersebut terdiri atas:
1. Jika LSD berada di sekitar Saluran Irigasi Premium dan/atau berada dalam jangkauan pelayanan Saluran Irigasi Premium, maka tetap dipertahankan sebagai LSD.
2. Jika LSD beririgasi teknis namun di atasnya telah terdapat bangunan dan/atau urukan sebelum ditetapkannya LSD, maka dapat dikeluarkan dari LSD dengan ketentuan sebagai berikut:
a. dilakukan delineasi terhadap lahan yang terdapat bangunan dan/atau urukan tersebut dan mempertahankan lahan di luar delineasi sebagai LSD;
b. tidak dilakukan perluasan bangunan dan/atau urukan pada lahan tersebut;
c. dilakukan penerapan rekayasa teknis untuk menjaga fungsi Saluran Irigasi Teknis; dan
d. dikenakan kewajiban untuk menjaga kelestarian Ekosistem LSD.
3. Jika LSD beririgasi teknis, luasnya ≤ 5.000 m2, dan keberadaannya terkurung bangunan pada 3 (tiga) sisi sebelum ditetapkannya LSD, maka dapat dikeluarkan dari LSD dengan ketentuan sebagai berikut:
a. dilakukan delineasi terhadap lahan tersebut dan mempertahankan lahan di luar delineasi sebagai LSD;
b. dilakukan penerapan rekayasa teknis untuk menjaga fungsi Saluran Irigasi Teknis; dan
c. dikenakan kewajiban untuk menjaga kelestarian Ekosistem LSD.
4. Jika LSD beririgasi teknis namun di atasnya terdapat Penetapan Lokasi/izin lokasi yang masih berlaku/KKPR PSN atau Jaringan Infrastruktur, maka dapat dikeluarkan dari LSD dengan ketentuan sebagai berikut:
a. dilakukan delineasi terhadap lahan yang terdapat Penetapan Lokasi/izin lokasi yang masih berlaku/KKPR PSN atau Jaringan Infrastruktur tersebut dan mempertahankan lahan di luar delineasi sebagai LSD;
b. dilakukan penerapan rekayasa teknis untuk menjaga fungsi Saluran Irigasi Teknis; dan
c. dikenakan kewajiban untuk menjaga kelestarian Ekosistem LSD.
5. Jika LSD beririgasi teknis namun di atasnya terdapat Kawasan Industri inisiatif Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah yang Izinnya telah terbit sebelum ditetapkannya LSD, maka dapat dikeluarkan dari LSD dengan ketentuan sebagai berikut:
a. dilakukan delineasi terhadap lahan yang terdapat Kawasan Industri tersebut dan mempertahankan lahan di luar delineasi sebagai LSD;
b. dilakukan penerapan rekayasa teknis untuk menjaga fungsi Saluran Irigasi Teknis; dan
c. dikenakan kewajiban untuk menjaga kelestarian Ekosistem LSD.
6. Jika LSD beririgasi teknis namun di atasnya telah terbit KKPR, Izin, Konsesi, PTP, dan/atau Hak Atas Tanah nonpertanian sebelum ditetapkannya LSD, maka dapat dikeluarkan dari LSD dengan ketentuan sebagai berikut:
a. dilakukan delineasi terhadap lahan yang telah terbit KKPR, Izin, Konsesi, PTP, dan/atau Hak Atas Tanah nonpertanian tersebut dan mempertahankan lahan di luar delineasi sebagai LSD;
b. dilakukan penerapan rekayasa teknis untuk menjaga fungsi Saluran Irigasi Teknis; dan
c. dikenakan kewajiban untuk menjaga kelestarian Ekosistem LSD.
7. Jika LSD beririgasi teknis namun di atasnya telah terbit Hak Atas Tanah pertanian sebelum ditetapkannya LSD, maka tetap dipertahankan sebagai LSD.
8. Jika LSD beririgasi teknis namun lahannya telah dikuasai atau dimiliki secara sah oleh pelaku usaha sebelum ditetapkannya LSD, maka dapat dikeluarkan dari LSD dengan ketentuan sebagai berikut:
a. dilakukan delineasi terhadap lahan yang telah dikuasai atau dimiliki secara sah oleh pelaku usaha tersebut dan mempertahankan lahan di luar delineasi sebagai LSD;
b. dilakukan penerapan rekayasa teknis untuk menjaga fungsi Saluran Irigasi Teknis; dan
c. dikenakan kewajiban untuk menjaga kelestarian Ekosistem LSD.
9. Jika LSD beririgasi teknis namun di atasnya terdapat penetapan wilayah relokasi akibat bencana alam, maka dapat dikeluarkan dari LSD dengan ketentuan sebagai berikut:
a. dilakukan delineasi terhadap lahan yang terdapat penetapan wilayah relokasi akibat bencana alam tersebut dan mempertahankan lahan di luar delineasi sebagai LSD;
b. dilakukan penerapan rekayasa teknis untuk menjaga fungsi Saluran Irigasi Teknis; dan
c. dikenakan kewajiban untuk menjaga kelestarian Ekosistem LSD.
10. Jika LSD tidak beririgasi teknis dan memiliki produktivitas ≥ 6 (enam) ton per hektar per panen namun di atasnya telah terdapat bangunan dan/atau urukan sebelum ditetapkannya LSD, maka dapat dikeluarkan dari LSD dengan ketentuan:
a. dilakukan delineasi terhadap lahan yang terdapat bangunan dan/atau urukan tersebut dan mempertahankan lahan di luar delineasi sebagai LSD;
b. tidak dilakukan perluasan bangunan dan/atau urukan pada lahan tersebut; dan
c. dikenakan kewajiban untuk menerapkan rekayasa teknis untuk menjaga kelestarian Ekosistem LSD.
11. Jika LSD tidak beririgasi teknis, luasnya ≤ 5.000 m2, dan terkurung bangunan pada 3 (tiga) sisi sebelum ditetapkannya LSD, maka dapat dikeluarkan dari LSD.
12. Jika LSD tidak beririgasi teknis dan memiliki produktivitas ≥ 6 (enam) ton per hektar per panen namun di atasnya terdapat Penetapan Lokasi/izin lokasi yang masih berlaku/KKPR PSN atau Jaringan Infrastruktur, maka dapat dikeluarkan dari LSD dengan ketentuan sebagai berikut:
a. dilakukan delineasi terhadap lahan yang terdapat Penetapan Lokasi/izin lokasi yang masih berlaku/KKPR PSN atau Jaringan Infrastruktur tersebut dan mempertahankan lahan di luar delineasi sebagai LSD; dan
b. dikenakan kewajiban untuk menerapkan rekayasa teknis untuk menjaga kelestarian Ekosistem LSD.
13. Jika LSD tidak beririgasi teknis dan memiliki produktivitas ≥ 6 (enam) ton per hektar per panen namun di atasnya terdapat Kawasan Industri inisiatif Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah yang Izinnya telah terbit sebelum ditetapkannya LSD, maka dapat dikeluarkan dari LSD dengan ketentuan sebagai berikut:
a. dilakukan delineasi terhadap lahan yang terdapat Kawasan Industri tersebut dan mempertahankan lahan di luar delineasi sebagai LSD; dan
b. dikenakan kewajiban untuk menerapkan rekayasa teknis untuk menjaga kelestarian Ekosistem LSD.
14. Jika LSD tidak beririgasi teknis dan memiliki produktivitas ≥ 6 (enam) ton per hektar per panen namun di atasnya telah terbit KKPR, Izin, Konsesi, PTP, dan/atau Hak Atas Tanah nonpertanian sebelum ditetapkannya LSD, maka dapat dikeluarkan dari LSD dengan ketentuan sebagai berikut:
a. dilakukan delineasi terhadap lahan yang telah terbit KKPR, Izin, Konsesi, PTP, dan/atau Hak Atas Tanah nonpertanian tersebut dan mempertahankan lahan di luar delineasi sebagai LSD; dan
b. dikenakan kewajiban untuk menerapkan rekayasa teknis untuk menjaga kelestarian Ekosistem LSD.
15. Jika LSD tidak beririgasi teknis dan memiliki produktivitas ≥ 6 (enam) ton per hektar per panen namun di atasnya terdapat penetapan wilayah relokasi akibat bencana alam, maka dapat dikeluarkan dari LSD dengan ketentuan sebagai berikut:
a. dilakukan delineasi terhadap lahan yang terdapat penetapan wilayah relokasi akibat bencana alam tersebut dan mempertahankan lahan di luar delineasi sebagai LSD; dan
b. dikenakan kewajiban untuk menerapkan rekayasa teknis untuk menjaga kelestarian Ekosistem LSD.
16. Jika LSD terdampak akibat kondisi alam (antara lain: intrusi air laut, abrasi, dan penurunan muka tanah) sehingga secara fungsional tidak dapat lagi dipertahankan sebagai LSD, maka dapat dikeluarkan dari LSD.
17. Jika LSD berada dalam rencana pengembangan wilayah yang diprioritaskan pembangunan atau perwujudannya dalam RTR, maka dapat dikeluarkan dari LSD dengan ketentuan sebagai berikut:
a. dilakukan delineasi terhadap lahan yang berada dalam rencana pengembangan wilayah yang diprioritaskan pembangunan atau perwujudannya dalam RTR tersebut dan mempertahankan lahan di luar delineasi sebagai LSD;
b. menetapkan rencana pengembangan wilayah dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) tahun;
c. rencana pengembangan wilayah sebagaimana dimaksud pada huruf b dilengkapi dengan surat pernyataan kesanggupan dari kepala daerah untuk mewujudkan rencana pengembangan wilayah, bukti komitmen investasi, nama investor, dan rencana pembangunan; dan
d. dikenakan kewajiban untuk menerapkan rekayasa teknis untuk menjaga kelestarian Ekosistem LSD.
18. Jika LSD berada dalam kawasan hutan, maka dapat dipertahankan sebagai LSD sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan di bidang kehutanan.
Dalam hal LSD secara fungsional tidak dapat lagi dipertahankan sebagai LSD berdasarkan hasil kajian dan rekomendasi dari Forum Penataan Ruang Daerah, maka dapat dikeluarkan dari LSD.
BAB III
VERIFIKASI DALAM RANGKA PERUBAHAN PETA LAHAN SAWAH YANG DILINDUNGI
A. Tata Cara Pelaksanaan Verifikasi dalam rangka Perubahan Peta Lahan Sawah yang Dilindungi
Verifikasi dalam rangka perubahan Peta LSD mengacu pada panduan penyelesaian sebagaimana dimaksud dalam Bab II dan dilakukan melalui kegiatan identifikasi, analisis hasil identifikasi, dan klarifikasi. Verifikasi dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah (melalui perangkat daerah yang membidangi urusan penataan ruang) dengan melibatkan Kantor Pertanahan, instansi terkait, dan Forum Penataan Ruang Daerah.
Rincian tata cara pelaksanaan verifikasi dalam rangka perubahan Peta LSD dapat dijabarkan sebagai berikut:
1. Tata Cara Identifikasi
a. Identifikasi dilaksanakan oleh perangkat daerah yang membidangi urusan penataan ruang.
b. Dalam pelaksanaan identifikasi, perangkat daerah yang membidangi urusan penataan ruang dapat berkoordinasi dengan perangkat daerah/instansi terkait.
c. Dalam pelaksanaan identifikasi yang berkaitan dengan data pertanahan, perangkat daerah yang membidangi urusan penataan ruang berkoordinasi dengan Kantor Pertanahan.
d. Identifikasi terdiri atas:
1) identifikasi KKPR, Izin, Konsesi, PTP, Penetapan Lokasi, dan/atau Hak Atas Tanah di atas LSD;
2) identifikasi alih fungsi LSD; dan
3) identifikasi kawasan/zona tanaman pangan dalam RTR.
e. Identifikasi bertujuan untuk mengetahui faktor yang dipertimbangkan sebagai pengurang atau penambah terhadap luasan LSD.
f. Faktor pengurang luasan LSD, antara lain:
1) PTP yang diterbitkan sebelum ditetapkannya LSD;
2) Hak Atas Tanah nonpertanian yang diterbitkan sebelum ditetapkannya LSD;
3) KKPR yang diterbitkan sebelum ditetapkannya LSD;
4) Izin atau Konsesi yang diterbitkan sebelum ditetapkannya LSD;
5) bangunan dan/atau urukan yang telah ada sebelum ditetapkannya LSD;
6) luasan LSD ≤ 5.000 m2 dan keberadaannya terkurung
bangunan pada 3 (tiga) sisi;
7) Penetapan Lokasi/izin lokasi yang masih berlaku/KKPR PSN;
8) pembangunan Jaringan Infrastruktur;
9) Kawasan Industri inisiatif Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah yang Izinnya telah terbit sebelum ditetapkannya LSD;
10) penetapan wilayah relokasi akibat bencana alam;
11) LSD secara fungsional tidak dapat lagi dipertahankan sebagai LSD berdasarkan hasil kajian dan rekomendasi dari Forum Penataan Ruang Daerah;
12) rencana pengembangan wilayah yang diprioritaskan pembangunan atau perwujudannya dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) tahun; dan
13) kesalahan basis data Peta LSD.
g. Faktor penambah luasan LSD, antara lain:
1) lahan sawah dengan produktivitas ≥ 3 (tiga) ton per hektar per panen yang belum terdelineasi;
2) cetak sawah baru; dan
3) pembangunan jaringan/saluran irigasi baru.
h. Identifikasi dilakukan melalui:
1) pengumpulan data; dan
2) survei lapangan.
i. Pengumpulan data dilakukan dengan mengumpulkan data- data yang berkaitan dengan usulan perubahan Peta LSD, antara lain:
1) data Citra Satelit Resolusi Tinggi (CSRT)/foto udara kabupaten/kota;
2) data spasial dan tekstual LSD kabupaten/kota;
3) data spasial dan tekstual RTR;
4) data spasial dan/atau tekstual kawasan hutan;
5) data spasial dan/atau tekstual KKPR, Izin, dan/atau Konsesi yang terbit di atas LSD;
6) data spasial dan/atau tekstual PTP yang terbit di atas LSD;
7) data spasial dan/atau tekstual Hak Atas Tanah yang terbit di atas LSD;
8) data spasial dan/atau tekstual Penetapan Lokasi PSN;
9) data spasial dan/atau tekstual Jaringan Infrastruktur;
10) data spasial dan/atau tekstual daerah irigasi;
11) data spasial dan/atau tekstual Saluran Irigasi Premium;
12) data spasial dan/atau tekstual Saluran Irigasi Teknis;
13) data spasial dan/atau tekstual produktivitas lahan sawah; dan
14) data pendukung lainnya yang diperlukan.
j. Survei lapangan dilakukan untuk mengetahui kebenaran data yang telah dikumpulkan, kondisi fisik LSD aktual, dan pemanfaatan LSD aktual yang dapat dipertimbangkan sebagai faktor pengurang atau faktor penambah luasan LSD.
k. Survei lapangan dilaksanakan dengan melakukan pemantauan atau pemeriksaan lapangan (ground check survey). Dalam survei lapangan, dilakukan beberapa kegiatan, antara lain:
1) pengecekan lokasi dan luas LSD (baik yang sesuai dengan kawasan/zona tanaman pangan dalam RTR maupun yang tidak sesuai dengan kawasan/zona tanaman pangan dalam RTR);
2) pengecekan lokasi dan kondisi jaringan/saluran irigasi LSD;
3) pengecekan produktivitas LSD per hektar per panen;
4) pengecekan indeks pertanaman LSD;
5) pengecekan kondisi fisik LSD;
6) pengecekan lokasi PSN;
7) pengecekan lokasi Jaringan Infrastruktur;
8) pengecekan lokasi lahan sawah dengan produktivitas ≥ 3 (tiga) ton per hektar per panen yang belum terdelineasi (jika ada); dan/atau
9) pengecekan lokasi cetak sawah baru (jika ada).
2. Tata Cara Analisis Hasil Identifikasi
a. Analisis hasil identifikasi dilaksanakan oleh perangkat daerah yang membidangi urusan penataan ruang.
b. Dalam pelaksanaan analisis hasil identifikasi, perangkat daerah yang membidangi urusan penataan ruang dapat berkoordinasi dengan perangkat daerah/instansi terkait.
c. Dalam pelaksanaan analisis hasil identifikasi yang berkaitan dengan data pertanahan, perangkat daerah yang membidangi urusan penataan ruang berkoordinasi dengan Kantor Pertanahan.
d. Analisis hasil identifikasi dilakukan dengan pengolahan data spasial dan tekstual berdasarkan hasil identifikasi.
e. Analisis hasil identifikasi dilakukan dengan:
1) Melakukan penapisan melalui proses tumpang susun (overlay) Peta LSD dengan peta RTR (baik yang dalam proses revisi teknis, persetujuan substansi, maupun yang telah ditetapkan dengan peraturan daerah/peraturan kepala daerah) untuk menghasilkan:
a) LSD yang sesuai dengan kawasan/zona tanaman pangan dalam RTR; dan
b) LSD yang tidak sesuai dengan kawasan/zona tanaman pangan dalam RTR.
2) Terhadap LSD yang tidak sesuai dengan kawasan/zona tanaman pangan dalam RTR, dilakukan analisis dan penapisan lebih lanjut terhadap:
a) pemenuhan kriteria LSD sebagai berikut:
(1) berada di sekitar Saluran Irigasi Premium dan/atau berada dalam jangkauan pelayanan Saluran Irigasi Premium;
(2) beririgasi teknis;
(3) memiliki produktivitas ≥ 6 (enam) ton per hektar per panen; dan
(4) indeks penanaman minimal 2 (dua);
b) faktor pengurang luasan LSD;
c) faktor penambah luasan LSD (jika ada); dan
d) dokumen pendukung.
3. Tata Cara Klarifikasi
a. Klarifikasi dilaksanakan oleh perangkat daerah yang membidangi urusan penataan ruang dengan melibatkan Kantor Pertanahan, perangkat daerah/instansi terkait, dan Forum Penataan Ruang Daerah.
b. Klarifikasi dilakukan terhadap analisis hasil identifikasi.
c. Klarifikasi bertujuan untuk memperoleh data dan informasi terkini tentang LSD serta untuk menggali informasi dan masukan terkait LSD kepada pemangku kepentingan.
d. Klarifikasi dilaksanakan melalui Focus Group Discussion
(FGD).
e. Klarifikasi menghasilkan kesepakatan berupa:
1) LSD yang akan dipertahankan;
2) LSD yang tidak akan dipertahankan; dan
3) LSD yang akan ditambahkan (jika ada).
f. Hasil klarifikasi dituangkan dalam bentuk berita acara.
B. Hasil Pelaksanaan Verifikasi dalam rangka Perubahan Peta Lahan Sawah yang Dilindungi
1. Hasil pelaksanaan verifikasi dalam rangka perubahan Peta LSD berupa:
a. Peta LSD indikatif hasil verifikasi dalam format digital geodatabase dan cetak (analog) dengan skala 1:5.000 (jika penggunaan skala 1:5.000 tidak dapat dilakukan, maka dapat menggunakan skala 1:10.000);
b. berita acara kesepakatan hasil verifikasi yang ditandatangani oleh bupati/wali kota dan kepala Kantor Pertanahan;
c. laporan analisis hasil verifikasi;
d. dokumen pendukung, antara lain:
1) berita acara hasil klarifikasi;
2) rekomendasi Forum Penataan Ruang Daerah (jika dipersyaratkan);
3) bukti komitmen investasi (jika dipersyaratkan);
4) nama investor (jika dipersyaratkan);
5) surat pernyataan kesanggupan dari kepala daerah untuk mewujudkan rencana pengembangan wilayah yang diprioritaskan perwujudan atau pembangunannya dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) tahun (jika dipersyaratkan); dan
6) dokumen pendukung lainnya.
2. Bupati/wali kota menyampaikan secara tertulis hasil verifikasi dalam rangka perubahan Peta LSD kepada Direktur Jenderal selaku ketua Tim Pelaksana.
3. Dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) Hari terhitung sejak diterimanya hasil verifikasi, Direktur Jenderal selaku ketua Tim Pelaksana melaksanakan rapat koordinasi Tim Pelaksana.
4. Rapat koordinasi Tim Pelaksana dimaksudkan untuk memperoleh kesepakatan terkait hasil verifikasi yang telah dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah.
5. Rapat koordinasi Xxx Xxlaksana dihadiri oleh seluruh anggota Tim Pelaksana dan bupati/wali kota atau dapat diwakilkan oleh pejabat yang berkompeten dan dapat mengambil keputusan.
6. Anggota Tim Pelaksana atau Pemerintah Daerah yang tidak mengirimkan wakil dalam rapat koordinasi Tim Pelaksana dianggap menyetujui seluruh hasil keputusan rapat.
7. Hasil rapat koordinasi Tim Pelaksana berupa surat usulan penetapan perubahan Peta LSD dengan lampiran:
a. Peta LSD indikatif format digital geodatabase dan cetak (analog) dengan kelengkapan data analisis penetapan perubahan Peta LSD;
b. berita acara usulan penetapan perubahan Peta LSD yang ditandatangani oleh anggota Tim Pelaksana dan Pemerintah Daerah; dan
c. bahan laporan penyepakatan penyelesaian permasalahan dan/atau permasalahan yang belum disepakati.
8. Surat usulan penetapan perubahan Peta LSD beserta dengan lampirannya selanjutnya disampaikan kepada Tim Terpadu untuk dilakukan sinkronisasi hasil verifikasi.
9. Peta LSD indikatif sebagaimana dimaksud pada angka 7 huruf a dan berita acara usulan penetapan perubahan Peta LSD sebagaimana dimaksud pada angka 7 huruf b dapat dijadikan dasar penerbitan KKPR, PTP, Izin, dan Hak Atas Tanah.
C. Sinkronisasi Hasil Verifikasi dalam rangka Perubahan Peta Lahan Sawah yang Dilindungi
1. Sinkronisasi hasil verifikasi dalam rangka perubahan Peta LSD dilaksanakan melalui forum rapat koordinasi Tim Terpadu.
2. Tim Terpadu melaksanakan rapat koordinasi dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) Hari terhitung sejak diterbitkannya surat usulan penetapan perubahan Peta LSD oleh Direktur Jenderal selaku ketua Tim Pelaksana.
3. Rapat koordinasi Xxx Terpadu dimaksudkan untuk menyelesaikan permasalahan yang belum disepakati oleh Xxx Xxlaksana dan untuk memperoleh kesepakatan terkait perubahan Peta LSD yang akan ditetapkan oleh Menteri.
4. Rapat koordinasi Tim Terpadu dapat melibatkan Pemerintah Daerah yang mengusulkan perubahan Peta LSD.
5. Rapat koordinasi Xxx Terpadu dihadiri oleh seluruh anggota Tim Terpadu atau dapat diwakilkan oleh pejabat yang berkompeten dan dapat mengambil keputusan.
6. Anggota Tim Terpadu yang tidak mengirimkan wakil dalam rapat koordinasi Xxx Terpadu dianggap menyetujui seluruh hasil keputusan rapat.
7. Hasil rapat koordinasi Tim Terpadu berupa:
a. penyelesaian permasalahan yang belum disepakati oleh Xxx Xxxxxxxxx;
b. usulan Peta LSD hasil perubahan dalam format digital geodatabase dan cetak (analog) yang telah disepakati oleh Tim Terpadu; dan
c. berita acara hasil rapat.
D. Penetapan Perubahan Peta Lahan Sawah yang Dilindungi
1. Menteri menetapkan Peta LSD hasil perubahan yang telah disepakati oleh Xxx Xxxpadu dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) Hari terhitung sejak diterimanya hasil rapat koordinasi Tim Terpadu.
2. Peta LSD hasil perubahan yang telah ditetapkan oleh Menteri selanjutnya digunakan sebagai bahan bagi Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya dalam penetapan kawasan/lahan pertanian pangan berkelanjutan pada RTR.
3. Peta LSD hasil perubahan yang telah ditetapkan oleh Menteri diinfomasikan kepada publik melalui:
a. media cetak;
b. media elektronik;
c. situs web kementerian/lembaga anggota Tim Pelaksana dan Tim Terpadu; dan/atau
d. situs web Pemerintah Daerah.
BAB IV PENUTUP
1. Demikian Petunjuk Teknis ini untuk menjadi pedoman bagi penyelesaian Ketidaksesuaian LSD dengan RTR, KKPR, Izin, Konsesi, dan/atau Hak Atas Tanah serta bagi pelaksanaan verifikasi dalam rangka perubahan Peta LSD yang ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1589/SK-HK.02.01/XII/2021 tanggal 16 Desember 2021 tentang Penetapan Peta Lahan Sawah yang Dilindungi pada Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Barat, Provinsi Banten, Provinsi Jawa Barat, Provinsi Jawa Tengah, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Provinsi Jawa Timur, Provinsi Bali, dan Provinsi Nusa Tenggara Barat.
2. Petunjuk Teknis ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 14 Juni 2022
MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL SELAKU
KETUA HARIAN TIM TERPADU PENGENDALIAN ALIH FUNGSI LAHAN SAWAH,
ttd.
XXXXXX A. DJALIL
LAMPIRAN
A. Format Peta Lahan Sawah yang Dilindungi yang Sesuai dengan Kawasan Tanaman Pangan dalam RTRW Kabupaten/Kota X dan Lahan Sawah yang Dilindungi yang Tidak Sesuai dengan Kawasan Tanaman Pangan dalam RTRW Kabupaten/Kota X
LSD sesuai Kepmen
ATR/BPN No: ….. seluas
….. Ha
Kawasan Tanaman Pangan dalam Pola Ruang pada RTRW Kabupaten/Kota X seluas ….. Ha
LSD berada dalam Kawasan Tanaman Pangan pada RTRW Kabupaten/Kota X seluas: ….. Ha
LSD di luar Kawasan Tanaman Pangan pada RTRW Kabupaten/Kota X seluas: ….. Ha
B. Format Peta Lahan Sawah yang Dilindungi yang Tidak Sesuai dengan Kawasan Tanaman Pangan dan Beririgasi Teknis di Kabupaten/Kota X dan Lahan Sawah yang Dilindungi yang Tidak Sesuai dengan Kawasan Tanaman Pangan dan Tidak Beririgasi Teknis di Kabupaten/Kota X
LSD yang Tidak Sesuai dengan Kawasan Tanaman Pangan dalam RTRW Kabupaten/Kota X seluas:
….. Ha
C. Format Peta Hasil Identifikasi terkait Kondisi Fisik Lahan Sawah yang Dilindungi di Kabupaten/Kota X
D. Format Peta Lahan Sawah yang Dilindungi Indikatif Hasil Verifikasi di Kabupaten/Kota X
LSD indikatif hasil verifikasi seluas ... Ha.
LSD indikatif hasil verifikasi
E. Format Laporan Analisis Hasil Verifikasi dalam rangka Perubahan Peta Lahan Sawah yang Dilindungi
LAPORAN ANALISIS HASIL VERIFIKASI DALAM RANGKA PERUBAHAN
PETA LAHAN SAWAH YANG DILINDUNGI DI KABUPATEN/KOTA*) …..
Sistematika laporan analisis hasil verifikasi dalam rangka perubahan Peta Lahan Sawah yang Dilindungi (LSD) paling sedikit sebagai berikut:
BAB I | : | PENDAHULUAN 1. Latar Belakang 2. Maksud dan Tujuan 3. Dasar Hukum |
BAB II | : | IDENTIFIKASI (Menjelaskan mengenai proses dan hasil identifikasi yang telah dilakukan yang meliputi kegiatan pengumpulan data dan survei lapangan) |
BAB III | : | ANALISIS HASIL IDENTIFIKASI (Menjelaskan mengenai analisis hasil identifikasi yang dilakukan melalui pengolahan data tekstual dan spasial. Selain itu, menjelaskan pula mengenai faktor pengurang dan/atau faktor penambah dalam menentukan LSD terkoreksi) |
BAB IV | : | KLARIFIKASI (Menjelaskan mengenai proses dan hasil klarifikasi dengan pemangku kepentingan) |
BAB V | : | PENUTUP (Memuat kesimpulan dan rekomendasi) |
Keterangan:
*) Hapus yang tidak perlu
F. Format Berita Acara Kesepakatan Hasil Verifikasi dalam rangka Perubahan Peta Lahan Sawah yang Dilindungi
G. Format Surat Pernyataan Kesanggupan dari Kepala Daerah untuk Mewujudkan Rencana Pengembangan Wilayah yang Diprioritaskan Perwujudan atau Pembangunannya
KOP BUPATI/WALI KOTA*)…..
SURAT PERNYATAAN
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama | : | ….. |
Jabatan | : | ….. |
Dalam rangka penyelesaian ketidaksesuaian lokasi Lahan Sawah yang Dilindungi (LSD) sebagaimana ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1589/SK-HK.02.01/XII/2021 terhadap Peraturan Daerah Kabupaten/Kota….. Nomor….. Tahun….. tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota….. Tahun…../rancangan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota….. tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota….. dan/atau Peraturan Daerah/Peraturan Bupati/Peraturan Wali Kota Nomor….. Tahun….. tentang Rencana Detail Tata Ruang…../rancangan Peraturan Bupati/rancangan Peraturan Wali Kota tentang Rencana Detail Tata Ruang…..*), seluas….. hektar (keterangan: diisi luasan LSD yang belum disepakati), dengan ini menyatakan bahwa saya berkomitmen akan melaksanakan rencana pengembangan wilayah yang diprioritaskan perwujudan atau pembangunannya dalam Peraturan Daerah Kabupaten/Kota….. Nomor….. Tahun….. tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota….. Tahun…../rancangan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota….. tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota….. dan/atau Peraturan Daerah/Peraturan Bupati/Peraturan Wali Kota Nomor….. Tahun….. tentang Rencana Detail Tata Ruang…../rancangan Peraturan Bupati/rancangan Peraturan Wali Kota tentang Rencana Detail Tata Ruang…..*) dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) tahun terhitung sejak Surat Pernyataan ini ditandatangani, sebagai berikut:
a. Membangun Pelabuhan Laut di…., Kecamatan…., seluas….. hektar pada bulan..…tahun….. yang bertampalan dengan LSD seluas..… hektar (rincian dokumen terlampir).
b. Membangun Kawasan Industri di…., Kecamatan….., seluas….. hektar pada bulan..…tahun…..yang bertampalan dengan LSD seluas..… hektar (rincian dokumen terlampir).
c. Membangun Pasar Ikan di…., Kecamatan….., seluas..… hektar pada bulan..…tahun….. yang bertampalan dengan LSD seluas….. hektar (rincian dokumen terlampir).
d. Dst.
Apabila saya tidak melaksanakan hal-hal yang telah saya nyatakan dalam Surat Pernyataan ini, maka LSD yang termasuk dalam rencana pengembangan wilayah yang diprioritaskan perwujudan atau pembangunannya sebagaimana dimaksud di atas langsung ditetapkan menjadi LSD.
Demikian Surat Pernyataan ini dibuat dengan sebenar-benarnya untuk dapat dipergunakan sebagaimana mestinya.
(Tempat, Tanggal Bulan Tahun) |
Bupati/Wali Kota*)….. |
TTD dan Cap |
(Nama Jelas) |
Keterangan:
*) Hapus yang tidak perlu
Catatan:
Rincian rencana pengembangan wilayah yang diprioritaskan perwujudan atau pembangunannya disesuaikan dengan kondisi di daerah.
Contoh Lampiran Surat Pernyataan Kesanggupan dari Kepala Daerah untuk Mewujudkan Rencana Pengembangan Wilayah yang Diprioritaskan Perwujudan atau Pembangunannya
A. Dokumen Komitmen Investasi Swasta
1. Dokumen kesepakatan dengan perusahaan/investor
Menggambarkan kepastian dari pengusaha/investor terhadap lokasi rencana pembangunan serta pentahapan pembangunannya
2. Dokumen Teknis Pembangunan (Masterplan)
Menunjukkan lokasi kegiatan dan rencana pembiayaan pembangunan dari pengusaha/investor dan tahun pelaksanaan pembangunan
B. Dokumen Pembangunan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
1. Dokumen Rencana Kerja Tahunan (RKT)
2. Dokumen RPJMN