ANALISIS YURIDIS PERJANJIAN KERJASAMA KULINER DI BANDAR LAMPUNG
ANALISIS YURIDIS PERJANJIAN KERJASAMA KULINER DI BANDAR LAMPUNG
(Skripsi)
Oleh
XXXX XXXXX XXXXXXX
BAGIAN HUKUM PERDATA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG 2016
ABSTRAK
ANALISIS YURIDIS PERJANJIAN KERJASAMA KULINER DI BANDARLAMPUNG
Oleh:
Xxxx Xxxxx Xxxxxxx
Konsekuensi dari pesatnya perkembangan ekonomi khususnya pada ekonomi mikro, menimbulkan berbagai macam bentuk kerjasama bisnis. Perjanjian kerjasama bisnis yang terjadi di dalam memulai bahkan memperluas jaringan usaha sangatlah beraneka ragam. Salah satu bentuk dari kegiatan ekonomi mikro terakhir ini yang mudah dijumpai adalah bisnis kuliner (makanan dan minuman), perkembangan usaha kuliner yang ada saat ini tidak hanya berada pada tempat- tempat usaha khusus dan eksklusif, tetapi juga dapat dengan mudah jumpai di sepanjang pinggiran jalan dan bahu jalan (trotoar) yang berbentuk kios-kios atau tenda-tenda. Badan usaha yang menjadi objek penelitian adalah Martabak Bangka SF26, King Kone Pizza dan Cafe Anjun. Penelitian ini mengkaji dan membahas mengenai bentuk perjanjian kerjasama yang digunakan oleh pelaku usaha pada bisnis kuliner, hubungan hukum antara para pihak yang sepakat mengikatkan dirinya, upaya yang dapat dilakukan para pihak apabila terjadi perselisihan dan sengketa pada perjanjian kerjasama bisnis.
Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif-empiris dengan tipe penelitian deskriptif. Pendekatan masalah yang digunakan pendekatan noermatif-empiris. Data yang digunakan data primer dan sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Pengumpulan pustaka melalui studi pustaka. Pengumpulan data dilakukan dengan studi kepustakaan dan wawancara. Pengolahan data dilakukan dengan cara pemeriksaan data, penandaan data, klasifikasi data dan sistematisasi data.
Hasil penelitian menerangkan bahwa bentuk perjanjian kerjasama bisnis pada Xxxxxxxx Xxxxxx SF26 secara umum memenuhi kriteria usaha waralaba, namun tidak dapat dikatakan sebagai usaha waralaba karena Martabak Bangka SF26 tidak didaftarkan sebagai usaha waralaba pada Dinas dan Kementrian terkait sesuai ketentuan PP No 42 Tahun 2007 tentang Waralaba. King Kone Pizza badan usaha ini hanya melakukan kerjasama bisnis dengan jual-beli paket bisnis, meskipun di dalam pelaksanaan perjanjian kerjasamanya memiliki kemiripan
Xxxx Xxxxx Xxxxxxx
dengan waralaba. Seperti penggunaan merek, pelatihan, training dan dalam operasional bisnis. Sedangkan pada Cafe Anjun, perjanjian kerjasama yang dibuat hanya sebatas jual-beli paket bisnis dan isi perjanjian tidak dibuat secara tertulis. Namun, penggunaan merek tetap diperbolehkan selama membeli produk bahan dasar kepada pihak pertama. Hubungan hukum mengenai hak dan kewajiban para pihak dimuat secara khusus dan tertulis pada perjanjian kecuali pada Cafe Anjun. Upaya yang dapat dilakukan para pihak apabila terjadi perselisihan atau sengketa bisnis, ketiga objek badan usaha secara umum sepakat upaya pertama yang dapat ditempuh para pihak adalah musyawarah atau penyelesaian sengketa di luar pengadilan (Non Litigasi), namun apabila perselisihan atau sengketa yang terjadi tidak menemui kesimpulan maka para pihak sepakat akan menyelesaikan pada lembaga peradilan umum (Litigasi).
Kata Kunci : Bisnis Kuliner, Perjanjian Kerjasama.
ANALISIS YURIDIS PERJANJIAN KERJASAMA KULINER DI BANDAR LAMPUNG
Oleh
XXXX XXXXX XXXXXXX
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar SARJANA HUKUM
Pada
Bagian Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Lampung
BAGIAN HUKUM PERDATA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG 2016
RIWAYAT HIDUP
Nama lengkap penulis adalah Xxxx Xxxxx Xxxxxxx, penulis dilahirkan di Xxxxxx Xxxxxx, pada tanggal 05 November 1993 dan merupakan anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Xxxxxx Xxxxxan dan Xxx Xxxxxxx Xxxxxxx Xxxx Xxxxxxxxan.
Penulis mengawali pendidikan Sekolah Dasar di SDN 01 Sidang Gunung Tiga, Tulang Bawang yang diselesaikan pada tahun 2005, kemudian melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Pertama di Sekolah Lentera Harapan, Tulang Bawang yang diselesaikan pada tahun 2008. Penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Atas di Sekolah Lentera Harapan, Tulang Bawang dan diselesaikan pada tahun 2011.
Penulis melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi dan terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lampung melalui jalur SNMPTN. Selama menempuh pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Lampung, penulis juga aktif dalam kegiatan yang mendukung pendidikan penulis. Pada Tahun 2014, penulis melakukan Kuliah Kerja Nyata di Desa Margosari, Pagelaran Utara, Pringsewu dengan mengangkat tema Pos Pemberdayaan Masyarakat.
MOTO
‘’Barangsiapa memegang perintah-Ku dan melakukannya, dialah yang mengasihi Aku dan barangsiapa mengasihi Aku, ia akan dikasihi oleh Bapa-Ku dan Xxx pun akan mengasihi dia dan akan menyatakan diri-Ku kepadanya’’
(Yohanes 14 : 21)
‘’Banyak kegagalan didalam hidup ini dikarenakan orang-orang tidak menyadari betapa dekatnya mereka dengan keberhasilan saat mereka menyerah’’
(Xxxxxx Xxxx Xxxxxx)
‘’Aku sedang belajar menjadikan kebenaran sebuah candu, dimana bila aku tidak hidup dalam kebenaran tersebut aku pasti mati’’
(Penulis)
PERSEMBAHAN
Dengan penuh rasa puji dan syukur atas kasih yang diberikan Xxxxx Xxxxxxx dengan penuh kerendahan hati kupersembahkan kepada:
Kedua orang tuaku tercinta Bapak Kostan Silaban dan Xxx Xxxxxxx Xxxxxxx Br. Nainggolan yang telah membesarkan dengan setia, sabar dan penuh kasih sayang serta selalu menyertaiku dalam doa dan menantikan keberhasilanku, serta mengajarkanku untuk tetap kuat dalam menjalani hidup agar lebih baik kedepannya.
Kakakku yang terkasih Radia Betaulina Silaban yang menjadi motivasiku dan adikku terkasih Xxx Xxxx Xxxxxxx yang setia memberikan semangat dan mendukungku di dalam doa.
Almamater tercinta Universitas Lampung tempat ku belajar, menimba ilmu dan berproses menuju kesuksesan dalam masa depanku.
SANWACANA
Salam sejahtera dan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan kasih-Nyalah sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul ‘’Analisis Xxxxxxx Xxxjanjian Kerjasama Kuliner di Bandar Lampung’’ sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Lampung.
Dalam proses penyelesaian Penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan ilmu pengetahuan, bimbingan, masukan dan dukungan moril yang bersifat membangun dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Xxxxxxxx, S.H., M.S., sebagai Dekan Fakultas Hukum Universitas Lampung;
2. Bapak Xx.Xxxxx Xxxxxxxx, S.H., M.Hum., sebagai Ketua Bagian Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Lampung;
3. Ibu Xxx Xxxxarti, S.H. M.H., sebagai Pembimbing Akademik selama penulis menjalankan masa studi di Fakultas Hukum Universitas Lampung;
4. Ibu Xxxxxxx Xxxxxxx, S.H., M.H., sebagai Pembimbing I yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, saran, kritik dan petunjuk yang bermanfaat, serta mencurahkan segenap pemikirannya dalam proses penyelesaian penulisan skripsi ini;
5. Xxx Xxxxx Xxxxxx Xxxxxxx , S.H., LL.M., sebagai Xxxxxxxxxx XX yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, saran, kritik dan petunjuk yang bermanfaat, serta mencurahkan segenap pemikirannya dalam proses penyelesaian penulisan skripsi ini;
6. Bapak Xx. Xxxxxxxx Xxxxx, S.H., M.S., sebagai Pembahas I yang telah memberikan kritikan, saran dan masukan terhadap skripsi penulis;
7. Xxx Xxxxxxxxx, S.H., M.Hum., selaku Pembahas II yang telah memberikan kritikan, saran dan masukan terhadap skripsi penulis;
8. Seluruh Dosen dan Staf Fakultas Hukum Universitas Lampung yang telah banyak berdedikasi khususnya Bapak/Ibu Dosen Bagian Hukum Keperdataan sumber mata ilmu ku yang penuh ketulusan dedikasi yang memberikan ilmu yang bermanfaat dan motivasi bagi penulis, serta segala kemudahan dan bantuannya selama penulis menyelsaikan studi;
9. Xxxxx Xxxxxx Xxxxx, Xxxxx Xxxxx Xxxxx dan Xxxxx Xxxx Xxxxxxxx sebagai pemilik usaha kuliner yang menjadi objek kajian penulis didalam proses penelitian dan yang telah menyediakan waktunya untuk diwawancarai serta memberikan saran dan pelajaran yang sangat berharga khusunya didalam kesempurnaan skripsi ini;
10. Kedua orang tua saya, Bapak Kostan Silaban dan Ibunda Xxxxxxx Xxxxxxx Br. Nainggolan yang senantiasa setia mendoakan dan selalu memperjuangkan masa depan penulis dalam segala hal, terima kasih telah menjadi Tuhan yang selalu terlihat bagi penulis;
11. Kakak kandung penulis, Radia Beta Ulina Br. Silaban yang telah setia memberikan semangat, sukacita, dukungan dan doa yang begitu luar biasa bagi penulis yang mengajarkan banyak hal bagi penulis sebagai kakak yang baik;
12. Adik kandung penulis, Xxx Xxxx Xx. Silaban yang begitu luar biasa memberikan semangat dan doa bagi penulis sepanjang masa studi sampai penyelesaian skripsi ini;
13. Seluruh keluarga besar penulis, Xxxxx Xxxx, Opung Boru, Tulang, Nantulang, Amang Boru, Namboru, Bapa Uda, Inang Uda, Kakak dan Adik dan kelurga penulis yang lainnya yang telah memberikan semangat, motivasi dan doa kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini;
14. Keluarga Xxxxx Xxxxxxxxxx Xxxxx Xxxxxxx, sebagai orang tua, sahabat dan pembimbing rohani bagi penulis yang begitu luar biasa memberikan dukungan, motivasi, doa dan tuntunan yang sangat berharga bagi penulis sepanjang masa studi sampai pada proses penyelesaian penulisan skripsi ini.
15. Forum Mahasiswa Hukum Kristen, yang begitu hangat menyambut dari awal sampai akhir proses masa studi penulis. Keluarga seiman yang begitu luar biasa didalam setiap proses pendewasaan dalam hal kerohanian khususnya bagi penulis;
16. Alter Singer, komunitas rohani dan Vocal Group yang begitu luar biasa setia melayani, belajar dan bertumbuh didalam Xxxxx Xxxxxxx. Xxxxxxxx Xxxxxx, Xxxx Xxxxxx Xxxx, Xxxxxx Xxxxxx, Xxxx Xxxxxxxxxx, Xxxx Xxxxxxx, Xxxxxxxxxx Xxxxxxxxxx, Xxx Xxxxxxxx, Xxxxx Xxxx, Xxxx Xxxxx, Xxxxx Xxxxxx.
17. Jemaat gereja GMAHK Jatimulyo, yang begitu luar biasa setia memberikan dukungan, semangat terutama doa yang begitu senantiasa dipanjatkan kepada penulis.
18. Untuk sahabat, keluarga dan teman terbaiku Xxxx Xxxx Xxxxxx, Xxxxx Xxxxx Xxxxx dan Xxxxxxx Xxxxxxxxx yang begitu luar biasa membagi suka dan duka selama 10 tahun bersama.
19. Untuk sahabat dan teman-teman terbaik ku seperjuangan, Xxxxxx Xxxxxxxx, Xxxx Xxxxxxx, Xxxxx Xxxxxxx, Xxxxx Xxxxxxx, Xxxxxx Xxxxxxxxxx, Xxxx Xxxxxxx, Xxxxxxx Xxxxxxxxxx, Xxxxx Xxxxxxxxxxx, Xxxxx Xxxxxxx, Xxxxxx Xxxxxxx, Xxxx Xxxxxxxx, Xxxxxxx Xxxxxxxxx, Xxxxxxxx Xxxxxxxx, Xxxxx Xxxxxxxx dan teman-teman yang lainnya yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
20. Keluarga Pondok Elvindo tempat dimana penulis tinggal selama 5 tahun, banyak suka duka yang penulis alami selama masa penyelesaian studi bersama sama keluarga satu atap yang tidak bisa disebutkan satu persatu, kalian luar biasa.
21. Keluarga KKN ku, Xxxxxxxx, Xxxxxx Xxxxxxxx, Xxxx Xxxxxxxxx, Novi Xxxxxxxx, Xxxxxxx Xxxxxxxxxx, Xxxxx Xxxxxxxx, Xxxxx, Xxxxx Xxxxxxx Xxxx, Xxxxxxx Xxxx.
22. Almamater Tercinta
Semoga Tuhan memberikan balasan atas jasa dan xxxx xxxx yang telah diberikan kepada penulis. Akhir kata, penulis menyadari masih terdapat banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini dan jauh dari kesempurnaan, akan tetapi sedikit harapan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi yang membacanya, khususnya bagi penulis dalam mengembangkan dan mengamalkan ilmu pengetahuan.
Bandar Lampung, Penulis,
Xxxx Xxxxx Xxxxxxx
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK HALAMAN JUDUL
HALAMAN PERSETUJUAN HALAMAN PENGESAHAN RIWAYAT HIDUP
MOTO
HALAMAN PERSEMBAHAN SANWACANA
DAFTAR ISI
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 7
C. Ruang Lingkup 7
D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 8
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Mengenai Perjanjian 10
1. Pengertian Perjanjian 10
2. Unsur-unsur Perjanjian 12
3. Asas-asas Perjanjian 13
4. Syarat-syarat Sahnya Perjanjian 14
5. Akibat Perjanjian yang Sah 16
B. Hubungan Hukum Para Pihak dalam Perjanjian Bisnis 17
C. Perjanjian Kerjasama Kuliner 20
1. Kerjasama Bisnis dengan Waralaba 20
2. Perjanjian Kerjasama Bisnis dengan Keagenan dan Distributor 29
D. Pengertian kuliner dan Usaha Bisnis Kuliner yang Menjadi
Objek Penelitian 35
1. Pengertian Kuliner 35
2. Bisnis Kuliner yang Menjadi Objek Penelitian 37
a) Xxxxxxxx Xxxxxx SF26 37
b) King Kone Pizaa 37
c) Cafe Anjun (Cappucino Cincau) 38
E. Penyelesaian Sengketa Bisnis 38
F. Kerangka Pemikiran 41
III. METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian 43
B. Tipe Penelitian 43
C. Pendekatan Masalah 44
D. Jenis Data 44
E. Pengumpulan dan Pengolahan Data 46
F. Analisis Data 47
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Bentuk Perjanjian Kerjasama Bisnis Kuliner Martabak
Bangka SF26, King Kone Pizza, Cafe Anjun (Cappucino Cincau) 48
1. Xxxxxxxx Xxxxxx SF26 49
2. King Kone Pizza 62
3. Cafe Anjun (Cappucino Cincau)) 69
B. Hubungan Hukum Para Pihak dalam Perjanjian Kerjasama 76
C. Upaya Hukum yang Dapat Dilakukan jika Terjadi Sengketa 85
V. KESIMPULAN
A. Kesimpulan 89
B. Saran 92
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia adalah salah satu negara yang sedang berkembang dibidang perekonomiannya, terutama dalam sektor-sektor ekonomi mikro. Perkembangan yang pesat dari sektor ekonomi ini menimbulkan berbagai bentuk kerjasama bisnis yang beraneka ragam, oleh karena itu dengan berkembangnya kegiatan di sektor-sektor ekonomi ini akan mempunyai konsekuensi logis, yaitu semakin terbukanya kesempatan bagi masyarakat untuk melakukan kegiatan ekonomi.
Semakin mudah dan banyaknya model bisnis yang ditawarkan, memberikan peluang yang sangat besar bagi para pelaku usaha untuk memulai bahkan memperbesar jaringan usahanya. Beberapa bentuk kerjasama bisnis yang saat ini banyak sekali digunakan di Indonesia, yaitu: Merger, Konsolidasi, Modal Ventura dan Waralaba. Perjanjian kerjasama dengan sistem Modal Ventura dan Waralaba digunakan di dalam memulai dan memperluas jaringan usaha dan menitikberatkan pada bentuk perjanjian, sedangkan Merger dan Konsolidasi adalah salah satu bentuk kerjasama yang dilakukan dua badan usaha berbentuk perusahaan untuk memperbesar, memperluas atau bahkan menyelamatkan badan usaha yang telah
ada dan sedang berxxxxx0. Sedangkan untuk kerjasama bisnis khususnya dibidang kuliner sendiri sudah semakin berkembang di dalam sistem dan bentuk perjanjian. Bentuk perjanjian kerjasama yang digunakan pelaku usaha pun beragam mulai dari Sistem Keagenan, Bagi Hasil, Kerjasama Modal, Kemitraan, Kerjasama Kepemilikan, Modal Venturadan bentuk perjanjian dengan sistem Waralaba. Dari berbagai bentuk kerjasama bisnis tersebut Waralaba adalah salah satu bentuk kerjasama bisnis yang sering sekali digunakan dalam perjanjian kerjasama khususnya dibidang kuliner dewasa ini. Alasan banyaknya bentuk kerjasama bisnis dengan sistem Waralaba adalah karena sistem kerjasama bisnis ini sangat mudah untuk dijalankan karena manajemen bisnis telah terbangun, sudah dikenal oleh masyarakat luas, risiko dalam usaha waralaba relatif sangat kecil dan untuk memulainya seseorang yang akan memakai sistem dan konsep dengan bisnis waralaba tidak perlu memulai semuanya dari awal karena semua keperluan yang menyangkut operasional bisnis sudah disediakan oleh pemilik merek (pihak pertama).
Bisnis dibidang kuliner (makanan dan minuman) akhir-akhir ini menjadi primadona dan memiliki daya tarik tersendiri bagi para pelaku usaha yang ingin memulai usahanya atau bahkan memperluas jaringan usahanya dengan berbagai sistem, bentuk dan model perjanjian kerjasama bisnis. Tempat-tempat usaha kuliner yang menawarkan berbagai bentuk olahan makanan dan minuman yang beraneka ragam, khususnya di kota Bandar Lampung sangatlah mudah untuk dijumpai. Kerjasama bisnis kuliner yang semakin banyak ini bukannya tidak
1Dixxx Xxxxxxxxxx, Hukum Dagang, (Yogyakarta:X.X Xxxx Xxxxxx, 2012),hlm.141.
beralasan, kuliner merupakan kebutuhan pokok bahkan saat ini kuliner sendiri sudah menjadi hobi beberapa kalangan yang mencintai berbagai cita rasa.
Di kota Bandar Lampung sendiri apabila kita melintasi di sepanjang jalan protokol dan arteri, kita dapat menjumpai beberapa usaha dibidang kuliner yang memiliki lebih dari dua (2) tempat usaha yang menggunakan merek yang sama. Seperti jika kita melintasi sepanjang Jl. Z A Pagar Alam akan menjumpai banyak tempat usaha kuliner diantaranya Kentucky Fried Chicken (KFC),Dunkin Donuts, Mc Xxxxxx,dan yang terbaru adalahStarbucks Coffee,kesemua tempat usaha kuliner tersebut adalah merek dagang asing yang telah dikenal dengan perjanjian kerjasama bisnis yang menggunakan sistem, konsep dan model waralaba.2
Selain beberapa bisnis kuliner yang telah dikenal dengan perjanjian kerjasama bisnis yang menggunakan waralaba tersebut, kita juga dapat menjumpai tempat usaha kuliner nasional yang memiliki kemiripan dengan usaha waralaba dimana usaha tersebut memiliki tempat usaha khusus dan memiliki lebih dari dua (2) tempat usaha dengan merek yang sama di dalam menjual dan memasarkan hasil produk olahan kulinernya. Berikut adalah contoh tempat usaha kuliner yang ada di sepanjang Jl. Z A Pagar Alam seperti Pempek Tenda Biru, Bakso Son Xxxx Xxxx, Hang Dihi, Martabak Bangka, Rumah Makan Padang Puti Minang dan Dua Saudara. Selanjutnya apabila kita melintasi daerah Jl. Pramuka di kawasan kemiling dan Way Xxxxx Xxxxxx Lampung disana ada beberapa tempat usaha kuliner seperti Ayam Goreng Salira, Ayam Goreng MasterdanMartabak bangka
2xxxx://xxx.xxxxxxxxxxxxxx.xxx/Xxxxxxxxxxxx/xXXxxxx00000-000000-xxxxxx-xxxxxxxx-
indonesia/. diakses pada tanggal 8 Desember 2015 pukul 14.50.
Sinar Fajar (SF) 26dan tentunya masih ada beberapa jenis usaha dibidang kuliner lainnya yang tersebar didaerah kota Bandar Lampung.
Perkembangan bisnis kuliner sendiri ternyata semakin berkembang. Bisnis kuliner tidak hanya dapat kita jumpai ditempat-tempat usaha khusus dan eksklusif, tetapi juga dapat kita jumpai disepanjang pinggiran jalan dan bahu jalan (trotoar) yang tidak memiliki tempat khusus yang berbentuk kios-kios, tenda-tenda dan penjual makanan pinggiran atau kaki lima. Saat ini banyak bisnis kuliner memanfaatkan teras atau halaman minimarket sebagai tempat usaha mereka, bahkan disepanjang bahu jalan (trotoar) dan didepan ruko-ruko sudah dimanfaatkan oleh pelaku usaha untuk menjual hasil olahan kuliner yang mereka buat. Contohnya adalah Tahu Bulat Alibaba, King Kone Pizza, Capocino Cincau, Nasi Goreng 99, Teh Upet, Kebab Turki dan Sosis Bakar Juragan.
Beberapa contoh usaha kuliner tersebut memperlihatkan bahwa perkembangan bisnis kuliner sendiri sebenarnya sudah semakin meluas. Konsekuensi dari semakin banyaknya usaha kuliner maka pelaku usaha dituntut harus semakin kreatif di dalam menjual hasil karya mereka baik dari bentuk olahan makanan dan minuman, varian rasa, kualitas, fasilitas dan desain tempat usahanya pun sangat beraneka ragam dan menarik tentunya. Secara sekilas bila diperhatikan dari beberapa usaha kuliner tersebut memiliki kemiripan dengan model, sistem dan konsep waralaba. Badan-badan usaha tersebut memiliki lebih dari dua (2) tempat usaha dengan merek yang sama, bentuk dan desain dari produk yang ditawarkan sama, rasa yang yang ditawarkan sama, cara pembuatan sesuai prosedur yang sama antara merek sejenis, standar pelayanan tempat usaha sejenis relatif sama
dan di dalam hal seragam atau pakaian kerja pegawai (pekerja) pun menggunakan seragam yang sama.
Data yang didapat melalui Badan Penanaman Modal dan Perizinan (BPMP) bisnis waralaba mulai ada dan berkembang khususnya di kota Bandar Lampung barulah 7 (tujuh) tahun terakhir ini dan saat ini sudah mencapai 192 unit usaha, meliputi, 90 Indomart, 72 Alfamart, 15 Chamart dan 14 unit usaha waralaba lain yang diantaranya adalah bisnis waralaba makanan. Berdasarkan data tersebut membuktikan bahwa bisnis waralaba saat ini sudah berkembang dengan pesat dan menjadi salah satu pilihan kerjasama bisnis yang menjanjikan bagi para pelaku usaha khususnya dalam bidang kuliner.3
Berdasarkan bentuk kerjasama bisnis kuliner yang ada tersebut penulis tertarik untuk meneliti kegiatan usaha-usaha kuliner kecil dan menengah yang beroperasi di sepanjang badan jalan. Namun penulis hanya akan mengambil tiga (3) tempat usaha kuliner yang menjadi objek penelitian, yaitu. Pertama di Martabak Sinar Fajar (SF) 26,kantor pusatnya berada di Jl. Ebony Xxxx XX 0 X, Xxx Xxxxx, Xxxxxx Xxxxxxx. Xxxxxxxx Xxxxx Fajar SF26 sudah memiliki 22 gerai yang tersebar dibeberapa Provinsi di Indonesia. Kedua di King Kone Pizza, kantor pusatnya berada di Jl. Ebony Xxxx XX 0 X, Xxx Xxxxx, Xxxxxx Xxxxxxx.King Kone Pizza sudah memiliki 7 gerai yang tersebar hanya di kota Bandar Lampung. Ketiga di Cafe Anjun (Cappucino Cincau), kantor pemasarannya berada di Jl. Bumi Manti No 2, Kel. Kampung Baru, Kec. Kedaton, Bandar Lampung. Cafe
3Hasil wawancara dengan Bapak Xxxxx, salah satu pegawai di Badan Penanaman Modal dan Perizinan (BPMP) Kota Bandar Lampung pada pada 2 Mei 2015 pkl 10.00 wib
Anjun Sudah memiliki 7 gerai yang tidak hanya tersebar di kota Bandar Lampung.
Bentuk ketiga badan usaha di atas adalah bentuk usaha bukan badan hukum dan merupakan perusahaan perseorangan atau milik swasta dan jenis kegiatan usaha yang dijalankan adalah dagang. Secara umum ketiga usaha kuliner tersebut memiliki kriteria dan ciri khas usaha yang memiliki kemiripan dengan model perjanjian kerjasama dengan sistem, konsep dan model waralaba. Ketiganya memiliki kesamaan dalam hal tempat usaha dengan merek yang sama memiliki lebih dari dua (2) tempat usaha, tempat usahanya pun memiliki kemiripan dengan tempat usaha lain yang sejenis, bentuk dan desain dari produk yang ditawarkan sama, rasa yang yang ditawarkan sama, cara pembuatan sesuai prosedur yang sama antara merek sejenis, standar pelayanan tempat usaha sejenis relatif sama selain itu ketiga badan usaha yang mengatasnamakan konsep kerjasama bisnis dengan model waralaba tersebut memiliki standar atas pelayanan barang dan/atau jasa yang ditawarkan yang dibuat secara tertulis sesuai dengan ketentuan pada Peraturan Pemerintah No 42 Tahun 2007 tentang Waralaba.
Sekilas apabila dilihat beberapa usaha-usaha kuliner dengan segala kriteria- kriterianya tanpa melihat dan mengacu pada Peraturan Pemerintah No 42 Tahun 2007 tentang Waralaba, kegiatan usaha tersebut seolah-olah menggunakan kerjasama bisnis dengan sistem, konsep dan model waralaba. Saat ini yang sedang berkembang adalah banyak pelaku usaha dibidang kuliner khususnya di kota Bandar Lampung, yang mengaku berwaralaba namun pada kenyataannya tidak memenuhi kriteria usaha waralaba secara utuh dan penuh. Berdasarkan uraian di
atas yang menjadi permasalahan dan mendorong penulis tertarik menjadikan ini sebagai objek kajian adalah banyak usaha-usaha kuliner yang mengaku berwaralaba namun pada kenyataannya tidak memenuhi kriteria waralaba secara utuh dan penuh sesuai aturan dan regulasi yang ada.
Berdasarkan uraian latar belakang dan permasalahan di atas, penulis tertarik untuk membahas dan menjadikan bahan kajian yang berbentuk skripsi dengan judul “Analisis Xxxxxxx Xxxjanjian Kerjasama Kuliner di Bandar Lampung”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka terdapat beberapa permasalahan yang dapat dirumuskan antara lain:
1. Bentuk atau model perjanjian kerjasama bisnis apakah yang digunakan oleh Xxxxxxxx Xxxxx Fajar SF26, King Kone Pizza, Cafe Anjun (Cappucino Cincau)?
2. Bagaimana hubungan hukum dan penerapan prinsip keseimbangan dalam hak dan kewajiban para pihak di dalam perjanjian tersebut?
3. Bagaimanakah penyelesaian sengketa apabila terjadi permasalahan di dalam klausula perjanjian tersebut?
C. Ruang Lingkup
Ruang lingkup penelitian ini meliputi ruang lingkup pembahasan dan ruang lingkup bidang ilmu. Ruang lingkup pembahasan adalah bentuk kerjasama bisnis dan hubungan hukum antara para pihak dalam perjanjian kerjasama bisnis
tersebut, sedangkan ruang lingkup bidang ilmu adalah Hukum Keperdataan khususnya Hukum Ekonomi dan Bisnis.
D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk dapat mendeskripsikan, menganalisis, dan memahami, sebagai berikut:
1. Bentuk perjanjian kerjasama kuliner yang digunakan dalam bisnis pembuatan makanan dan minuman tersebut.
2. Tentang hubungan hukum dalam hak dan kewajiban para pihak dan penerapan prinsip keseimbangan di dalam perjanjian tersebut.
3. Penyelesaian sengketa apabila terjadi akibat hukum berdasarkan Peraturan Perundang-undangan yang ada sesuai dengan bentuk kerjasama yang telah disepakati.
Adapun kegunaan yang diharapkan dari hasil penelitian ini baik secara teoritis maupun secara praktis adalah sebagai berikut:
a. Kegunaan Teoritis
Hasil penelitian diharapkan dapat bermanfaat, memberikan sumbangan pemikiran dan saran bagi ilmu hukum khususnya dalam hukum perjanjian (bisnis).
b.Kegunaan Praktis
1) Bagi masyarakat, hasil penulisan ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan informasi bagi masyarakat, mengenai perjanjian kerjasama bisnis khususnya di bidang kuliner.
2) Bagi mahasiswa, menambah wawasan, pengetahuan memberikan informasi dan sumbangan pemikiran kepada mahasiswa mengenai perjanjian kerjasama bisnis khususnya bagi mahasiswa/i Fakultas Hukum.
3) Bagi penulis, hasil penulisan ini dapat menambah pengetahuan mengenai perjanjian kerjasama kuliner khususnya di bidang Hukum Ekonomi dan Bisnis, serta sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Lampung.
10
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Mengenai Perjanjian
1. Pengertian Perjanjian
Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) menyatakan bahwa: “Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.” 4Berdasarkan rumusan tersebut dapat diketahui bahwa suatu perjanjian adalah:
a. Suatu perbuatan.
b. Antara sekurangnya dua orang.
c. Perbuatan tersebut melahirkan perikatan di antara pihak-pihak yang berjanji tersebut.
Perbuatan yang disebutkan dalam rumusan awal ketentuan Pasal 1313 KUHPerdata menjelaskan kepada kita semua bahwa perjanjian hanya mungkin terjadi jika ada suatu perbuatan nyata, baik dalam bentuk ucapan, maupun tindakan secara fisik, dan tidak hanya dalam bentuk pikiran semata-mata.5
4 Subekti dan Xxxxxxxxxxxxx, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Jakarta: PT. Xxxxxxx Xxxxxxxx, 2008, hlm. 338.
5 Xxxxxxx Xxxxxxx & Xxxxxxx Xxxxxxx, Perikatan yang Lahir dari Perjanjian, Jakarta: Rajawali Pers, 2010, hlm. 7-8.
Menurut Xxxxxxxxxx Xxxxxxxx, ketentuan Pasal 1313 sebenarnya kurang tepat karena ada beberapa kelemahan yang perlu dikoreksi, yaitu sebagai berikut:
a. Hanya menyangkut sepihak saja. Hal ini dapat diketahui dari rumusan kata kerja “mengikatkan diri”, sifatnya hanya datang dari satu pihak saja, tidak dari kedua belah pihak. Seharusnya rumusan itu ialah “saling mengikatkan diri”, jadi ada konsensus antara dua pihak.
b. Kata perbuatan mencakup juga tanpa konsensus. Dalam pengertian “perbuatan” termasuk juga tindakan penyelenggaraan kepentingan (zaakwaarneming), tindakan melawan hukum (onrechtmatigedaad) yang tidak mengandung suatu konsensus. Seharusnya dipakai istilah “persetujuan”.
c. Pengertian perjanjian terlalu luas. Pengertian perjanjian mencakup juga perjanjian kawin yang diatur dalam bidang hukum keluarga. Padahal yang dimaksud adalah hubungan antara debitur dan kreditur mengenai harta kekayaan. Perjanjian yang diatur dalam buku III KUHPerdata sebenarnya hanya meliputi perjanjian yang bersifat kebendaan, bukan bersifat kepribadian (personal).
d. Tanpa menyebut tujuan. Dalam rumusan Pasal itu tidak disebutkan tujuan mengadakan perjanjian, sehingga pihak-pihak mengikatkan diri itu tidak jelas untuk apa.
Berdasarkan alasan-alasan di atas, maka dapat dirumuskan bahwa perjanjian adalah suatu persetujuan dengan mana dua orang atau lebih saling mengikatkan diri untuk melaksanakan suatu hal yang bersifat kebendaan yang terletak di dalam lapangan harta kekayaan. Dari definisi tersebut jelas terdapat konsensus antara pihak-pihak, untuk melaksanakan sesuatu hal, mengenai harta kekayaan, yang
dapat dinilai dengan uang.6 Secara sederhana, pengertian perjanjian adalah apabila dua pihak saling berjanji untuk melakukan atau memberikan sesuatu yang mereka perjanjikan mengenai harta kekayaan yang dapat dinilai dengan uang.
2. Unsur-Unsur Perjanjian
Apabila dirinci, perjanjian mengandung unsur-unsur sebagai berikut:
a. Essentialia, ialah unsur yang mutlak harus ada bagi terjadinyaperjanjian. Unsur ini mutlak harus ada agar perjanjian itu sah, merupakan syarat sahnya perjanjian. Unsur essentialia dalam perjanjian mewakili ketentuan-ketentuan berupa prestasi-prestasi yang wajib dilakukan oleh salah satu atau lebih pihak, yang mencerminkan sifat dari perjanjian tersebut, yang membedakankannya secara prinsip dari jenis perjanjian lainnya. Unsur essentialia ini pada umumnya dipergunakan dalam memberikan rumusan, definisi, atau pengertian dari suatu perjanjian.
b. Naturalia, yaitu unsur yang lazimnya melekat pada perjanjian, yaitu unsur yang tanpa diperjanjikan secara khusus dalam perjanjian secara diam-diam dengan sendirinya dianggap ada dalam perjanjian karena sudah merupakan pembawaan atau melekat pada perjanjian. Unsur naturalia pasti ada dalam suatu perjanjian tertentu, setelah unsur essentialia diketahui secara pasti. Misalnya dalam perjanjian yang mengandung unsur essentialia jual-beli, pasti akan terdapat unsur naturalia berupa kewajiban dari penjual untuk menanggung kebendaan yang dijual dari cacat-cacat tersembunyi. Sehubungan dengan hal itu, maka berlakulah ketentuan Pasal 1339 KUHPerdata yang menyatakan bahwa:
6Abdulkadir Xxxxxxxx, Hukum Perdata Indonesia, Bandung: PT Citra Aditya, 2000, hlm.224-225.
“Perjanjian-perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas dinyatakan di dalamnya, melainkan juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat perjanjian diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan, atau undang-undang.”7
c. Accidentalia, yaitu unsur pelengkap dalam suatu perjanjian, yang merupakan ketentuan-ketentuan yang dapat diatur secara menyimpang oleh para pihak sesuai dengan kehendak para pihak, merupakan persyaratan khusus yang ditentukan secara bersama-sama oleh para pihak. Dengan demikian, maka unsur ini pada hakekatnya bukan merupakan suatu bentuk prestasi yang harus dilaksanakan atau dipenuhi oleh para pihak.8
3. Asas-Asas Perjanjian
Hukum perjanjian mengenal beberapa asas penting, yang merupakan dasar kehendak pihak-pihak dalam mencapai tujuan. Beberapa asas tersebut adalah sebagai berikut:
a. Xxxx kebebasan berkontrak
Setiap orang bebas mengadakan perjanjian apa saja, baik yang sudah diatur atau belum dalam undang-undang. Tetapi kebebasan tersebut dibatasi oleh tiga hal, yaitu: tidak terlarang oleh undang-undang, tidak bertentangan dengan kepentingan umum, dan tidak bertentangan dengan kesusilaan.
7 Xxxxxxx Xxxxxxxxxxx, Hukum Acara Perdata Indonesia, Yogyakarta:Liberty, 2009, hlm. 118-119.
8 Xxxxxxx Xxxxxxx & Xxxxxxx Xxxxxxx, Op.Cit., hlm. 85-90.
b. Asas Pelengkap
Asas ini mengandung arti bahwa ketentuan undang-undang boleh tidak diikuti apabila pihak-pihak menghendaki dan membuat ketentuan-ketentuan sendiri yang menyimpang dari ketentuan undang-undang. Tetapi apabila dalam perjanjian yang mereka buat tidak ditentukan lain, maka berlakulah ketentuan undang-undang. Asas ini hanya mengenai hak dan kewajiban pihak-pihak saja.
c. Asas Konsensual
Perjanjian itu terjadi sejak saat tercapainya kata sepakat (konsensus) antara pihak-pihak mengenai pokok perjanjian.Sejak saat itu perjanjian mengikat dan mempunyai akibat hukum.
d. Asas Obligator
Asas ini mengandung arti bahwa perjanjian yang dibuat oleh pihak-pihak itu baru dalam taraf menimbulkan hak dan kewajiban saja, belum memindahkan hak milik.Hak milik baru berpindah apabila dilakukan dengan perjanjian yang bersifat kebendaan (zakelijke overeenkomst), yaitu melalui penyerahan (levering).
4. Syarat-Syarat Sahnya Perjanjian
Syarat-syarat sahnya perjanjian dapat kita temukan pada ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata yang menyatakan bahwa: Untuk syarat sahnya perjanjian, diperlukanempat (4) syarat:
a) Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya
Kesepakatan artinya persetujuan kehendak pihak-pihak mengenai pokok perjanjian. Sebelum ada persetujuan, biasanya pihak-pihak mengadakan perundingan sehingga tercapai persetujuan antara kedua belah pihak.
b) Kecakapan untuk membuat suatu perikatan
Pada umumnya orang dikatakan cakap melakukan perbuatan hukum apabila sudah berumur 21 tahun atau sudah kawin meskipun belum berumur 21 tahun dan tidak di bawah pengampuan.
c) Suatu pokok persoalan tertentu
Perjanjian yang tidak memenuhi syarat-syarat tersebut tidak akan diakui oleh hukum, walaupun diakui oleh pihak-pihak yang membuatnya. Selagi pihak mengakui dan mematuhi perjanjian yang mereka buat, meskipun tidak memenuhi syarat-syarat, perjanjian itu berlaku antara mereka.
d) Suatu sebab yang tidak terlarang (Causa yang Halal).
Sebab adalah suatu yang menyebabkan atau mendorong seseorang membuat perjanjian. Undang-undang tidak memperdulikan apa yang menjadi sebab orang mengadakan perjanjian, melainkan memperhatikan isi perjanjian yang menggambarkan tujuan yang hendak dicapai oleh pihak-pihak, apakah dilarang undang-undang atau tidak, bertentangan dengan ketertiban umum dan kesusilaan atau tidak.9
Syarat pertama dan kedua Pasal 1320 KUHPerdata disebut syarat subjektif, karena melekat pada diri orang yang menjadi subjek perjanjian. Jika syarat ini
9Subekti dan Xxxxxxxxxxxxx, Op.Cit., hlm 339.
tidak dipenuhi maka perjanjian dapat dibatalkan. Syarat ketiga dan keempat disebut syarat objektif, karena mengenai sesuatu yang menjadi objek perjanjian. Jika syarat ini tidak dipenuhi maka perjanjian batal demi hukum.10
5. Akibat Perjanjian yang Sah
Akibat hukum perjanjian yang sah berdasarkan Pasal 1338 KUHPerdata, yakni yang memenuhi syarat-syarat pada pasal 1320 KUHPerdata berlaku sebagai undang-undang bagi para pembuatnya, tidak dapat ditarik kembali tanpa persetujuan kedua belah pihak atau karena alasan-alasan yang cukup menurut undang-undang dan harus dilaksanakan dengan itikad baik.
Perjanjian yang sah berlaku sebagai undang-undang bagi pihak-pihak pembuatnya, artinya pihak-pihak harus menaati perjanjian itu sama dengan menaati undang-undang. Jika ada yang melanggar perjanjian yang mereka buat, maka ia dianggap sama dengan melanggar undang-undang, yang mempunyai akibat hukum tertentu yaitu sanksi hukum. Jadi barang siapa melanggar perjanjian yang ia buat, maka ia akan mendapat hukuman seperti yang telah ditetapkan dalam undang-undang.11
Perjanjian yang sah tidak dapat ditarik kembali secara sepihak.Perjanjian tersebut mengikat pihak-pihaknya, dan tidak dapat ditarik kembali atau dibatalkan secara sepihak saja.Jika ingin menarik kembali atau membatalkan itu harus memperoleh persetujuan pihak lainnya, jadi diperjanjikan lagi. Namun demikian, apabila ada
10Xxxxxxxxxx Xxxxxxxx, Op.Cit., hlm. 228-232.
11Ibid.,hlm. 97.
alasan-alasan yang cukup menurut undang-undang, perjanjian dapat ditarik kembali atau dibatalkan secara sepihak.12
Pelaksanaan dengan itikad baik, ada dua macam, yaitu sebagai unsur subjektif, dan sebagai ukuran objektif untuk menilai pelaksanaan. Dalam hukum benda unsur subjektif berarti “kejujuran“ atau “kebersihan“ si pembuatnya. Namun dalam pasal 1338 ayat 3 KUHPerdata, bukanlah dalam arti unsur subjektif ini, melainkan pelaksanaan perjanjian itu harus berjalan dengan mengindahkan norma-norma kepatutan dan kesusilaan. Jadi yang dimaksud dengan itikad baik disini adalah ukuran objektif untuk menilai pelaksanaan perjanjian itu.Adapun yang dimaksud dengan kepatutan dan kesusilaan itu, undang-undang pun tidak memberikan perumusannya, karena itu tidak ada ketepatan batasan pengertian istilah tersebut.Tetapi jika dilihat dari arti katanya, kepatutan artinya kepantasan, kelayakan, kesesuaian, kecocokan; sedangkan kesusilaan artinya kesopanan, keadaban.Dari arti kata ini dapat digambarkan kiranya kepatutan dan kesusilaan itu sebagai nilai yang patut, pantas, layak, sesuai, cocok, sopan dan beradab, sebagaimana sama-sama dikehendaki oleh masing-masing pihak yang berjanji.13
B. Hubungan Hukum Para Pihak dalam Perjanjian Kerjasama Bisnis
Hubungan hukum ialah hubungan antara dua atau lebih subyek hukum. Dalam hubungan hukum ini, hak dan kewajiban pihak yang satu akan berhadapan dengan hak dan kewajiban pihak yang lain. Dengan demikian hukum memberikan suatu hak kepada subyek hukum untuk berbuat sesuatu atau menuntut sesuatu yang diwajibkan oleh hak tersebut. Pada akhirnya terlaksananya hak dan kewajiban itu
12Ibid. 13Ibid.,hlm. 99.
dijamin oleh hukum. Setiap hubungan hukum mempunyai dua segi, yaitu kewenangan/hak dan kewajiban. Hak dan kewajiban ini keduanya timbul dari satu peristiwa hukum dan lenyapnya pun bersamaan. Unsur-unsur hubungan hukum setidaknya ada tiga hal, yaitu adanya para pihak, obyek, dan hubungan antara pemilik hak dan pengemban kewajiban atau adanya hubungan atas obyek yang bersangkutan.14
Menurut Xxxxxx X. Xxxxxxxxx, dalam suatu kontrak Franchise para pihak wajib mengikuti ketentuan yang umum dipakai dalam pembuatan kontrak, yang meliputi:15
1. Adanya para pihak.
2. Definisi-definisi.
3. Objek yang diperjanjikan, penjelasan hal-hal yang diperjanjikan.
4. Pembayaran royalti dan tata cara pembayaran royalti.
5. Kewajiban-keweajiban franchisee, meliputi;
a) Memelihara dan dan mengoprasikan usaha franchise yang sesuai dengan etika bisnis franchise yang sebaik-baiknya.
b) Mengikuti ketentuan dabn peraturan yang telah ditentukan oleh
franchisor.
c) Mengikuti ketentuan dan peraturan negara tempat usaha dilaksanakan.
d) Mengembangkan usaha franchise sesuai dengan pasar.
e) Mengizinkan pihak franchisor untuk memeriksa haknya yang telah diberikan kepada franchisee pada waktu tertentu.
14C.S.T. kansil, S.H., Pengantar ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1989), hlm. 118-119.
15 Xxxx, Xxxxxxx, Bisnis Franchise dan aspek-aspek hukumnya, (Bandung: pt Citra Xxxxxx Xxxxx, 2008),hlm . 68.
f) Mempromosikan logo dan merek dagang sesuai denagn ketentuan.
g) Mengikuti sistem pemilihan lokasi usaha menurut franchisor serta mentaati ketentuan, peraturan, dan prosedur yang ditentukan franchisor dalam hal pemilihan lokasi usaha.
h) Memberikan laporan bulanan tentang standar operasional kepada
xxxxxxxxxx, bersama-sama dengan laporan lainnya secara rutin.
i) Menyampaikan laporan tahunan tentang pengelolaan dan keadaan (maju/mundur) usaha yang dikelola dengan disertai analisis akuntan publik mengenai pendapatan kotor.
j) Mengizinkan pihak franchisor untuk memeriksa pembukuaan.
6. Pelayanan yang diberikan franchisor meliputi:
a) Pedoman beroperasi dan pelayanan konsultasi kepada franchise.
b) Memberi bantuan kepada franchisee dalam cara memepertahanklan usaha yang telah dicapai serta sistem administrasinya.
c) Membuat merek dagang, bahan promosi, dan brosur-brosur dengan biaya yang telah disepakati bersama.
d) Mengiklankan dan mempromosikan, baik ditingkat nasional, regional maupun lokal.
e) Mengutus supervisi untuk mengunjungi dan memeriksa sistrem franchise yang telah diberikan kepada franchisee dalam hal sistem administrasi yang telah dilaksanakan/
f) Memberikan pelayanan penentuan lokasi usaha, sistem bisnis, persyaratan-persyaratan dan mendapatkan pembayaran penentuan lokasi usaha jika pihak franchisor yang memplubikasikan kepentingan franchisee.
7. Hubungan para pihak dapat dikatakan termasuk hasil dari keberadaan franchisor yang merupakan pihak yang bebas dalam perjanjian franchise ini para pihak tidak boleh menciptakan hubungan keagenan, kemitraan, joint venture, atau hubungan antara yang memperkerjakan dan yang diperkerjakan (franchisor dan franchisee).
8. Masa berlakunya perjanjian, pembaharuan perjanjian, berakhirnya perjanjian, wanprestasi, pengalihan setiap hak-hak franchisor (utama) sebagai pihak yang memberikan hak-haknya kepada franchisee dan dapat menolak jika franchisee memutuskan untuk menjual atau mengalihkan franchisee nya.
9. Hak-hak dan kewajiban franchisee dan franchisor jika perjanjian berakhir.
10. Hukum yang akan berlaku dan penyelesaian sengketa.
C. Perjanjian Kerjasama Bisnis Pada Umumnya
Bentuk perjanjian kerjasama bisnis khususnya dibidang kuliner yang saat ini terjadi begitu beraneka ragam. Secara umum ketiga (3) tempat usaha yang akan menjadi objek penelitian penulis sangatlah identik dengan kerjasama bisnis Waralaba dan Distributor.
1. Kerjasama Bisnis dengan Waralaba
Di Indonesia bentuk kerjasama bisnis penjualan secara retail dengan waralaba
(Franchise) mungkin tidak asing lagi, secara umum untuk mengidentifikasi usaha-
usaha yang dididirikan dengan bentuk kerjasama bisnis waralaba, salah satunya adalah memiliki banyak tempat usaha dan bergerak pada produk sejenis. Contoh yang sering kita temui adalah KFC (Kentucky Fried Chicken) yaitu bisnis di bidang makanan cepat saji (fast food). Kerjasama bisnis dengan waralaba terakhir ini sangatlah mudah untuk dijumpai, salah satu alasannya adalah risiko dalam bentuk usaha ini relatif kecil dan mudah dalam prosedur pelaksanaan selain itu para wirausaha tidak lagi memikirkan biaya promosi yang dipakai untuk memperkenalkan produk yang akan ia jual. Namun, dengan mulai banyak dan merambahnya bentuk kerjasama dengan waralaba ini akan meningkatkan persaingan usaha yang sangat ketat dan berat bagi pengusaha kecil lokal yang bergerak di bidang usaha yang sejenis16.
a. Pengertian Waralaba
Di Indonesia pada awalnya tidak mengatur secara khusus mengenai hukum waralaba, namun seiring berkembangnya iklim bisnis dunia dan mulai masuknya bisnis waralaba di Indonesia dirasa perlu dibuat pengaturan khusus mengenai waralaba.17 Tahun 1997 terbitlah Peraturan Pemerintah (PP) No 16 Tahun 1997 tentang Waralaba. Ini adalah respon dari pemerintah menanggapi semakin banyaknya usaha-usaha baru yang menggunakan sistem bisnis dengan waralaba.
Istilah “Waralaba” diperkenalkan pertama kali oleh Lembaga Pendidikan dan Pengembangan Manajemen (LPPM) yang sebelumnya masyarakat mengenal istilah “Franchise”. Waralaba berasal dari kata “wara” yang berarti lebih atau istimewa dan “laba” berarti untung. Jadi, waralaba berarti usaha yang memberikan
16 Xxxxxxxxxx Xxxxxxxx, Hukum Perusahaan Indonesia (Bandung: PT Citra Xxxxxx Xxxxx, 2010), hlm. 554.
17Xxxxxx Xxxxx, Info Lengkap Waralaba (Yogyakarta:Medpress, 2008), hlm. 50.
keuntungan lebih/istimewa.18 Selanjutnya menurut Peraturan Pemerintah (PP) No 42 Tahun 2007 Pasal 1 Ayat (1) tentang Waralaba menyatakan Waralaba adalah hak khusus yang dimiliki oleh orang perseorangan atau badan usaha terhadap sistem bisnis dengan ciri khas usaha dalam rangka memasarkan barang dan/atau jasa yang telah terbukti berhasil dan dapat dimanfaatkan dan/atau digunakan oleh pihak lain berdasarkan perjanjian waralaba.
b. Pengaturan Hukum tentang Waralaba
Di dalam hukum positif Indonesia, kita dapat menemukan pengaturan tentang waralaba dan dasar hukum dari berlakunya waralaba. Dasar hukum yang mengatur tentang waralaba yaitu:
(1) Peraturan Khusus
Di Indonesia terdapat peraturan khusus yang mengatur tentang waralaba, khususnya yang berkenaan dengan tertib administrasinya, sehingga hal ini sangat membantu untuk menciptakan praktek waralaba yang baik. Peraturan khusus tersebut adalah Peraturan Pemerintah 42 Tahun 2007 tentang Waralaba dan Permendag 31 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Waralaba. Peraturan ini mengatur tentang tahap pembuatan perjanjian waralaba, mulai dari kriteria waralaba, isi atau klausula pokok dari perjanjian waralaba, kewajiban pemberi waralaba, pendaftaran, pembinaan dan pengawasan sampai kepada sanksi jika melanggar peraturan tersebut.
18Xxxxxxxx Xxxxxxx dan Xxxxxxxxx Xxxx, Hukum Bisnis: Dalam Persepsi Manusia Modern (Bandung: Xxxxxx Xxxxxxx, 2004), hlm.119.
(2) Perjanjian Sebagai Dasar hukum
Seperti yang kita ketahui bahwa dalam hukum dikenal suatu asas yang disebut sebagai asas “Kebebasan Berkontrak”. Maksudnya para pihak bebas melakukan kontrak apa pun sepanjang tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku, kebiasaan, kesopanan atau hal-hal lain yang berhubungan dengan ketertiban umum. undang-undang menyatakan bahwa perjanjian yang dibuat secara sah mempunyai kekuatan hukum yang sama seperti kekuatan hukum berlakunya suatu undang-undang, seperti yang tertulis di dalam Pasal 1338 Ayat (1) KUHPerdata. Oleh Karena itu, suatu perjanjian waralaba yang dibuat oleh para pihak (franchisor dan franchisee) berlaku sebagai undang-undang bagi mereka.19
KUHPerdata tidak menempatkan perjanjian waralaba sebagai suatu perjanjian bernama secara langsung, seperti jual beli, sewa-menyewa dan sebagainya. Karena itu, ketentuan hukum perjanjian yang berlaku di dalam suatu kontrak waralaba pada umumnya hanya ketentuan dalam bagian umum dari pengaturan tentang perjanjian, yaitu yang terdapat dalam Pasal 1233 sampai dengan Pasal 1456 KUHPerdata.
c. Klausula dalam Perjanjian Waralaba
Perjanjian waralaba memuat klausula paling sedikit:20
1. nama dan alamat para pihak;
2. jenis Hak Kekayaan Intelektual;
3. kegiatan usaha;
19Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis: Menata Bisnis Modern di Era Global
(Bandung: PT. Citra Xxxxxx Xxxxxx, 2005), hlm. 133.
20Xxxxx Xxxxx, Aspek Hukum Kontrak Waralaba , (Jakarta :PT.Tatanusa, 2014 ), hlm.
36.
4. hak dan kewajiban para pihak;
5.bantuan, fasilitas, bimbingan operasional, pelatihan, dan pemasaran yang diberikan pemberi waralaba kepada penerima waralaba;
6. wilayah usaha;
7. jangka waktu perjanjian;
8. tata cara pembayaran imbalan;
9. kepemilikan, perubahan kepemilikan dan dan hak ahli waris;
10. penyelesaian sengketa; dan
11. tata cara perpanjangan, pengakhiran dan pemutusan perjanjian.
d. Kriteria Bisnis Waralaba
Pemerintah dalam rangka menjaga agar suatu usaha bisnis waralaba memiliki kemampuan untuk menjalankan usaha serta membimbing franchisee dengan baik, maka secara tegas peraturan pemerintah menyatakan bagaimana kriteria usaha yang dapat dikatakan sebagai waralaba. Pasal 3 PP 42 Tahun 2007 tentang Waralaba menegaskan bahwa waralaba harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
a. Memiliki ciri khas usaha;
b. Terbukti sudah memberikan keuntungan;
c. Memiliki standar atas pelayanan dan barang dan/atau jasa yang ditawarkan (dibuat tertulis);
d. Mudah diajarkan dan diaplikasikan;
e. Adanya dukungan yang berkesinambungan;
f. Hak Kekayaan Intelektual yang telah terdaftar.
Kriteria di atas ditegaskan kembali pada Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor: 53/M-DAG/PER/8/2012 tentang Penyelenggaraan Waralaba (selanjutnya disingkat Permendag Nomor 53 Tahun 2012) sehingga dapat dikatakan kriteria di atas merupakan hal mutlak yang harus dipenuhi oleh pemberi waralaba atau franchisor untuk menjalankan atau agar dapat dikatakan bahwa bisnisnya layak menjadi bisnis dengan pola dan konsep waralaba.21
e. Aspek-Aspek dalam Waralaba
Dari sudut muatan yang terkandung di dalam suatu perjanjian waralaba yang umumnya terdiri dari pasal-pasal, jika dilakukan suatu identifikasi terhadap pokok-pokok materi yang terpenting di dalam perjanjian tersebut minimal terdapat klausula-klausula utama sebagai berikut:
1) Objek yang diwaralabakan
Objek yang diwaralabakan harus menjelaskan secara cermat mengenai bisnis barang/jasa apa yang termasuk dalam waralaba.
2) Tempat Berbisnis
Tempat berbisnis dan penampilan yang baik dan membawa ciri franchisor dibutuhkan dalam usaha waralaba. Tempat yang akan dijadikan lokasi berbisnis harus diperhatikan dengan baik agar kerjasama yang dijalankan menghasilkan keuntungan yang layak.
3) Wilayah Waralaba
Bagian ini meliputi pemberian wilayah oleh franchisor kepada franchisee, dimana dalam pertimbangan pemberian wilayah ini harus didasarkan pada strategi pemasaran. Idealnya wilayah yang diberikan merupakan wilayah yang tidak
21Zaeny Asyhadie, Hukum bisnis (Prinsip dan pelaksanaanya di Indonesia), (Jakarta:PT Rajagafindo Persada, 2011),hlm.161.
terlampau luas ataupun terlampau sempit, sehingga dapat di eksploitasi secara maksimal.
4) Sewa Guna
Sewa guna ini dilakukan apabila lokasi usaha waralaba didapat dengan suatu sewa. Jangka waktu sewa ini paling tidak harus sama dengan jangka waktu berlakunya perjanjian waralaba.
Seringkali waralaba menggunakan tempat untuk berbisnis yang bukan miliknya, ia menyewa suatu tempat untuk melakukan aktivitas waralaba. Dalam hal ini tempat tersebut diperoleh berdasarkan perjanjian sewa menyewa maka secara bijaksana lamanya waktu menyewa tempat tidak lebih singkat dibandingkan dengan jangka waktu perjanjian waralaba.
5) Pelatihan dan Bantuan Tehnik dari Franchisor
Pelatihan merupakan hal mutlak yang harus dilakukan oleh calon franchisee ataupun para franchisee. Franchisor merasa bahwa pelatihan terutama untuk tahap awal merupakan hal yang terpenting, franchisor harus mendapat kepastian bahwa para franchisee beserta staff mereka telah mendapat pelatihan yang baik.
6) Standar Operasional
Standar operasional yang diterapkan dalan waralaba biasanya tertuang dalam buku petunjuk operasional/operationmanuals. Petunjuk tersebut mengandung metode, dalam bentuk tertulis yang lengkap untuk menjalankan bisnis waralaba.
7) Pertimbangan-pertimbangan Keuangan
Pertimbangan keuangan merupakan hal yang paling sensitif dalam perjanjian waralaba. Besarnya uang yang harus dibayarkan oleh franchisee kepada
franchisor pada hakekatnya merupakan pengganti atas pemberian hak-haknya dari
franchisor kepada franchisee.
Terdapat beberapa jenis pembayaran yang menjadi kewajiban dari franchisee kepada franchisor, yaitu: initial fee, continuing fee, royalti serta biaya lain yang disepakati yang berguna di dalam memelihara kelanjutan hubungan waralaba.
8) Klausula-klausula kerahasiaan
Perjanjian waralaba selalu memuat klausula yang melarang para pihak (franchisor maupun franchisee) untuk memberitahukan rahasia dagang kepada pihak ketiga yang tidak mempunyai kepentingan dengan bisnis. Klausula ini sangat penting dalam suatu Perjanjian waralaba karena bila rahasia dagang diketahui oleh pihak lain akan menimbulkan pesaing baru dalam bidang bisnis barang/jasa yang sama.
9) Klausula yang Membatasi Persaingan
Selain itu, biasanya dicantumkan pula bahwa setelah berakhirnya perjanjian maka pihak waralaba dibatasi untuk tidak berusaha dalam bisnis yang sejenis dengan usaha waralaba yang sebelumnya telah dijalankan selama periode tertentu.
10) Pertanggungjawaban
Pertanggungjawaban merupakan hal yang penting, karena memuat mengenai sampai sejauh mana tanggung jawab yang dipikul baik oleh franchisor maupun franchisee. Pertanggungjawaban para pihak harus dirumuskan secara jelas dan terperinci agar masing-masing pihak mengetahui dengan tepat hal apa saja yang menjadi tanggung jawabnya.
11) Status Badan Usaha
Hingga saat ini perusahaan Indonesia yang hendak melibatkan diri dalam perjanjian waralaba tidak disyaratkan status badan usaha/perusahaan nya. Hal ini
harus diperhatikan karena memberikan dampak terhadap perancangan perjanjian waralaba.
12) Masa Berlaku dan Kemungkinan Pembaharuan/Perpanjangan Perjanjian Prinsip dasar dalam mengatur jangka waktu perjanjian ini adalah bahwa hubungan harus dapat bertahan pada jangka waktu yang cukup lama. Hubungan waralaba ini merupakan hubungan bisnis yang memerlukan waktu yang cukup untuk dapat mencapai hasil yang memadai. Jangka waktu perjanjian yang pendek akan memberatkan bagi pihak franchisee karena kesempatan untuk memaksimalkan fungsi operasional sangat singkat, sebaliknya apabila jangka waktu perjanjian cukup panjang maka kesempatan untuk mendapat keuntungan dari operasi waralaba cukup dimungkinkan.
13) Pengakhiran Perjanjian
Seperti telah dikemukakan di atas, kerjasama dibidang bisnis waralaba biasanya berlaku 5-10 tahun. Apabila jangka waktu itu telah terlampaui franchisor akan meninjau kembali hubungan itu dan juga franchisee seringkali berkeinginan untuk dapat terus memelihara serta memperbaharui hubungan kerjasama bisnis waralaba tersebut.
14) Pilihan Hukum dan Pilihan Forum
Semua perjanjian harus benar-benar memperhatikan penetapan hukum mana yang akan diterapkan dalam perjanjian, serta tempat hukum mana yang dipilih untuk menyelesaikan perselisihan-perselisihan yang timbul. Selain pilihan hukum terdapat pula pemilihan forum apakah dimungkinkan pula untuk menyelesaikan
perselisihan dengan arbitrase atau penyelesaian hanya berdasarkan proses yudisial biasa yakni melalui pengadilan.22
2. Perjanjian Kerjasama Bisnis dengan Sistem Keagenan dan Distibutor
a. Pengertian Keagenan dan Distributor
Menurut Xxxaturan Menteri Perdagangan RI No 11/M-DAG/PER/3/2006 tentang Ketentuan dan Tata Cara Penerbitan Surat Tanda Pendaftaran Agen atau Distributor Barang/Jasa pada Pasal 1 Agen adalah perusahaan perdagangan nasional yang bertindak sebagai perantara untuk dan atas nama prinsipal berdasarkan perjanjian untuk melakukan pemasaran tanpa melakukan pemindahan hak atas fisik barang dan/atau jasa yang dimiliki/dikuasai oleh prinsipal yang menunjuknya. Pendapat lainnya mengatakan Keagenan adalah hubungan hukum antara pemegang merek dan suatu perusahaan dalam penunjukan untuk melakukan perakitan/pembuatan/manufaktur serta penjualan dan distribusi barang modal atau produk industri tertentu. Agen pada pokoknya merupakan kuasa dari prinsipal fungsi agen adalah perantara yang menjual barang/jasa untuk dan atas nama pemilik merek. Xxxx bertindak melakukan perbuatan hukum misalnya barang atau jasa tidak atas namanya sendiri tetapi atas nama prinsipal. Xxxx dalam hal ini berkedudukan sebagai perantara. Sedangkan pengertian Distributor adalah perusahaan perdagangan nasional yang bertindak untuk dan atas namanya sendiri berdasarkan perjanjian yang melakukan pembelian, penyimpanan, penjualan serta pemasaran barang dan/atau jasa yang dimiliki/dikuasai. Pendapat lainnya mengatakan Distributor adalah orang atau lembaga yang melakukan
22Xxxxxxxx Xxxxxxx dan Xxxxxxxxx Xxxx, Op. Cit.,hlm.134-147.
kegiatan distribusi atau disebut juga pedagang yang membeli atau mendapatkan produk barang dagangan dari tangan pertama atau produsen secara langsung. Pedagang besar biasanya diberikan hak wewenang wilayah daerah tertentu dari produsen.Distributor adalah suatu Perusahaan/Pihak yang ditunjuk oleh Xxxxx Xxxxxxxxx untuk memasarkan dan menjual barang-barang principal dalam wilayah tertentu dan jangka waktu tertentu, dimana pihak Distributor dalam menjalankan kegiatannya tidak bertindak selaku wakil dari Distributor.Distributor bertindak untuk dan atas namanya sendiri.23
Pengertian dari sistem kerjasama sama bisnis Keagenan dan Distributor memiliki kemiripan di dalam pola kerjasama dalam memperluas jaringan usaha, dimana keduanya bergerak dalam pendistribusian barang atau jasa dan merupakan suatu cara pemasaran baik barang maupun jasa keagenan maupun distributor bertanggung jawab penuh atas segala tindakan yang dilakukan.
b. Pengaturan Hukum tentang Keagenan dan Disributor
Dasar hukum pengaturan keagenan dan distributor kita dapati dalam ketentuan- ketentuan sebagai berikut :
1. Dasar hukum perjanjian distributor termasuk dalam perjanjian innomiaat (perjanjian tidak bernama), karena tidak diatur secara khusus dalam KUHPer. Sekalipun tidak diatur secara khusus tetapi harus tetap tunduk pada peraturan atau ketentuan umum Buku III KUHPer. Dasar hukum dari perjanjian distributor adalah asas dari buku III yang memberikan kebebasan berkontrak dan sifatnya
23xxxx://xxx.xxxxxxxxxxxx.xxx/Xxxxxxxxxxxx/xXXxxxx00000-000000-xxxxx-xxxxxx-0-
Entertainment-ppt-powerpoint/. diakses pada tanggal 2 September 2015 pukul 14.50.
yang terbuka yang memungkinkan masyarakat dapat membuat segala macam perjanjian di luar perjanjian-perjanjian yang terdapat dalam KUHPerBuku III.
2.Dalam KUH Perdata tentang Kebebasan Berkontrak; 3.Dalam KUH Perdata tentang Kontrak Pemberian Kuasa; 4.Dalam KUH Dagang tentang Makelar; dan
5.Dalam KUH Dagang tentang Komisioner.
6.Dalam bidang hukum khusus, seperti dalam perundang-undangan dibidang pasar modal yang mengatur tentang dealer atau pialang saham.
7. Dalam peraturan administratif, semisal peraturan dari departemen perdagangandan perindustrian, yang mengatur masalah administrasi dan pengawasan terhadapmasalah keagenan.
c. Karakteristik Keagenan
Kontrak Keagenan merupakan pemberian kuasa bersifat perwakilan, artinya agen adalah wakil yang diberi kuasa untuk mengadakan dan melaksanakan kontrak dengan pihak ketiga untuk kepentingan dan atas nama Prinsipal. Pada kontrak Keagenan Koordinatif, agen perusahaan mempunyai karakteristik berikut ini.
1. Perusahaan berdiri sendiri, yang dapat berupa perusahaan perseorangan, persekutuan badan hukum, atau bahkan badan hukum.
2. Mewakili kepentingan perusahaan prinsipal, artinya prinsipal bertanggung jawab terhadap segala akibat hukum yang timbul dari perjanjian dengan pihak ketiga.
3. Berhubungan dengan pihak ketiga di wilayah pemasaran tempat kedudukan agen perusahaan, artinya wilayah di luar tempat kedudukan perusahaan prinsipal yang telah ditentukan dalam kontrak.
4. Agen perusahaan yang mengageni bidang bisnis yang sejenis. Karena itu, agen perusahaan dapat mengageni lebih dari satu bisnis perusahaan sejenis.
5. Agen perusahaan tidak boleh menyaingi prinsipal sehingga dapat merugikan perusahaan prinsipal.24
Selanjutnya Perjanjian Keagenan harus memuat beberapa hal dan tertuang di dalam pasal 21 Peraturan Menteri Perdagangan RI No. 11/M-DAG/PER/3/2006 disebutkan sebagai berikut;
1. Perikatan antara prinsipal dengan agen, agen tunggal, distibutor, ditributor, distributor tunggal barang atau jasa produksi luar negeri harus berbentuk perjanjian yang dilegalisir notary public dan surat keterangan dari Atase Perdagangan Republik Indonesia atau Pejabat Kantor Perwakilan Republik Indonesia di negara prinsipal.
2. Perikatan antara prinsipal dengan agen, agen tunggal, distributor, distributor tunggal barang dan atau jasa produksi luar negeri harus berbentuk perjanjian yang dilegalisir notaris.
3. Prinsipal dapat membuat perjanjian hanya dengan satu agen tunggal atau distributor tunggal untuk jenis barang dan jasa yang sama dari suatu merek di wilayah pemasaran tertentu untuk jangka waktu tertentu.
4. Prinsipal dapat membuat perjanjian hanya dengan satu agen atau lebih agen atau distributor jenis barang dan jasa yang sama dari suatu merek di
24Abdulkadir Xxxxxxxx Xxxxx Perusahaan Indonesia (Bandung:PT Citra Xxxxxx Xxxxx, 2010),hlm.50.
wilayah pemasaran tertentu untuk jangka waktu tertentu di luar wilayah pemasaran agen tunggal atau distributor tunggal.
5. Dalam hal prinsipal membuat perjanjian lebih dari satu agen atau distruibutor sebagaimana dimaksud pada ayat (4) , prinsipal wajib menyebutkan nama-nama agen atau distributor yang telah ditunjuk.
6. Perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) paling sedikit memuat;
a) Nama dan alamat lengkap para pihak-pihak yang mebuat perjanjian;
b) Maksud dan tujuan perjanjian;
c) Status keagenan atau kedistributoran;
d) Jenis barang dan atau jasa yang diperjanjikan;
e) Wilayah pemasaran;
f) Hak dan kewajiban masing-masing pihak;
g) Kewenangan;
h) Jangka waktu perxxxxxxx;
i) Cara-cara pengakhiran perjanjian;
j) Cara-cara penyelesaian perjanjian;
k) Hukum yang dipergunakan;
l) Tenggang waktu penyelesaian.
d. Bentuk Keagenan dan Distributor
Keputusan Menteri (Kepmen) No.23/1998 memberikan pengklasifikasian terhadap lembaga Keagenan dan Distributor sesuai dengan perkembangan dan praktek dilapangan yaitu menjadi sebagai berikut:
1. Agen tunggal pemegang merek (ATPM) termasuk agen pemegang lisensi perorangan atau badan usaha yang ditunjuk untuk dan atas nama pabrik pemilik merek barang tertentu untuk melakukan penjualan dalam partai besar barang dari pihak tersebut.
2. Agen, adalah perorangan atau badan usaha yang bertindak sebagai perantara untuk dan atas nama pihak yang menunjuknya untuk melakukan pembelian, penjualan/pemasaran tanpa melakukan pemindahan fisik barang.
3. Agen pabrik (manufactures agent), adalah agen yang melakukan kegiatan penjualan untuk dan atas nama kepentingan pabrik yang menunjuknya tanpa melakukan pemindahan fisik barang.
4. Agen penjualan (sales agent), adalah agen yang melakukan penjualan atas nama dan untuk kepentingan pihak lain yang menunjuknya tanpa melakukan pemindahan fisik barang.
5. Agen pembelian (purchasing agent), adalah agen yang melakukan pembelian atas nama dan untuk kepentingan pihak lain yang menunjuknya tanpa melakukan pemindahan fisik barang.
6. Distributor utama (main distributor), adalah perorangan atau badan usaha yang bertindak atas namanya sendiri yang ditunjuk oleh pabrik atau pemasok untuk melakukan pembelian, penyimpanan, penjualan serta pemasaran barang dalam partai besar secara tidak langsung kepada konsumen akhir terhadap barang yang dimiliki/dikuasai oleh pihak lain yang menunjuknya.
7. Sub distributor, adalah perorangan atau badan usaha yang ditunjuk oleh distributor utama atau grosir yang bertindak atas namanya sendiri untuk
melakukan kegiatan penjualan barang dalam partai besar sampai pada pengecer.
D. Pengertian Kuliner dan Usaha Bisnis Kuliner yang Menjadi Objek Penelitian
1. Pengertian Kuliner
Kata kuliner merupakan unsur serapan bahasa Inggris yaitu Culinary yang berarti berhubungan dengan memasak. Saat ini istilah kuliner sering dibaca dan didengar melalui media cetak maupun media elektronik. Pengertian kuliner tidak terlepas dari kegiatan memasak yang erat kaitannya dengan konsumsi makanan sehari- hari.Kuliner juga dapat diartikan sebagai hasil olahan yang berupa masakan berupa lauk-pauk, panganan maupun minuman.Sedangkan orang yang bekerja di bidang kuliner disebut koki atau chef.
Pemahaman tentang kuliner sendiri masih dianggap sama dengan industri pangan oleh masyarakat awam pada umumnya, padahal di dalam kuliner lingkupnya lebih detail sehingga beberapa hal berikut ini perlu diperhatikan untuk membedakan industri pangan dan kuliner serta memahami dunia kuliner itu sendiri.
a) Cara Memasak
Cara memasak di dalamnya melibatkan variasi dan teknik memasak yang akan menghasilkan rasa, penampilan dan bentuk yang bisa mengundang selera.
b) Xxxx Xxxx
Merupakan seni menghidangkan masakan baik makanan maupun minuman agar terlihat cantik dan menarik perhatian. Cara saji biasanya sanagt lekat dengan pendukung makanan semacam mengukir buah, sayur atau peranti saji yang sesuai.
c) Cara Makan
Cara makan tiap masakan sangat spesifik. Cara makan yang berbeda akan menghasilkan rasa dan “plesuare” yang berebeda saat dimakan. Beberapa komponen pelengkap semacam makanan pendamping, sambal, saos atau lalapan sangat penting. Teknik mencampur hidangan utama, pelengkap atau urutan menyantap makanan menjadi sanagt penting karena akan menghasilkan rasa berbeda. Keunikan terletak pada paduan atau urutan menikmatinya.
d) Cara Memilih Bahan
Cara memilih bahan merupakan salah satu teknik yang tidak boleh dilewatkan karena dengan memilih bahan yang cocok dan benar, maka hasil masakan menjadi sangat mnenarik dan sempurna.
e) Tujuan Makanan
Tujuan makan merupakan bagian penting untuk diperhatikan karena beberapa masakan memiliki fungsi sendiri juga dalam konsumsi setiap hari. Bukan hanya menjadi pengisi perut tetapi juga memili arti sosial dan religius.25
Dalam konteks ini kuliner tidak hanya sekedar seni membuat dan memasak makanan ataupun minuman tetapi merupakan hasil nyata dari sebuah gaya hidup yakni bagian dari sebuah kebudayaan bangsa yang memiliki nilai ekonomi tentunya.
25 Xxxxx Xxxxxxxx,Bangkitnya Bisnis Kuliner Tradisional (Meraih Untung dari Bisnis Masakan Tradisional Kaki Lima sampai restauran), (Jakarta:PT Elex Media Komputindo, 2008), hlm. 2.
2. Bisnis Kuliner yang Menjadi Objek Penelitian
Penulis hanya mengambil tiga (3) tempat usaha kuliner sebagai objek penelitian, dimana ketiga objek tersebut adalah tempat usaha kuliner yang berada dan beroperasi di kota Bandar Lampung.
a) Xxxxxxxx Xxxxx Fajar SF26
Saat ini bisnis usaha dengan merek Martabak Sinar Fajar (SF) 26 sudah tersebar di beberapa Provinsi di Indonesia. Pemilik atas merek Martabak Sinar Fajar SF26 adalah Xxxxx Xxxxxx Xxxxx beliau adalah pengusaha asal Bangka Belitung. Kantor pusatnya berada di Jl. Pulau Damar, No 98, Perumahan Way Kandis, Bandar Lampung. Dimana usaha ini mulai beroperasi pertamakali sejak tahun 1992 dan sudah memiliki 22 gerai atau tempat usaha yang menggunakan merek Martabak Bangka Sinar Fajar SF26 khususnya yang berada di kota Bandar Lampung.
b) King Kone Pizza
Bisnis makanan ini memproduksi makanan ringan yang rasanya seperti pizza pada umumnya namun yang membuat berbeda adalah dari segi tampilannya yang seperti corong dan tentunya menawarkan varian rasa yang yang beraneka ragam. Saat ini bisnis usaha dengan merek King Kone Pizza masih tersebar hanya di kota Bandar Lampung. Pemilik usaha atas merek King Kone Pizza adalah Xxxxx Xxxxx Xxxxx beliau adalah pengusaha muda asal Jawa Tengah. Kantor pusatnya berada di Jl. Ebony Xxxx XX 0 X, Xxx Xxxxx, Xxxxxx Xxxxxxx. Untuk King Kone Pizza sendiri bisnis ini baru mulai beroperasi pada tahun 2015 dan saat ini sudah
memiliki tujuh (7) gerai atau tempat usaha yang menggunakan merk King Kone Pizza yang semuanya berada di kota Bandar Lampung.
c) Cafe Anjun (Cappucino Cincau)
Bisnis kuliner ini memproduksi minuman aneka rasa dengan kopi sebagai rasa dasarnya. Saat ini bisnis usaha dengan merek Cafe Anjun masih tersebar hanya di Provinsi Lampung. Pemilik usaha atas merek Cafe Anjun adalah Xxxxx Xxxx Xxxxxxxx beliau adalah pengusaha asal kota Metro. Kantor pemasarannya sendiri berada di Jl. Bumi Manti No 2, Kel. Kampung Baru, Kec. Kedaton. Secara singkat bisnis atau usaha ini sudah berdiri sejak 2013 dan saat ini sudah memiliki tujuh (7) tempat usaha atau gerai dengan merek yang sama dan tidak hanya tersebar di kota Bandar Lampung saja.
E. Penyelesaian Sengketa Bisnis
Menurut Xxxxxxx, Pertentangan atau konflik yang terjadi antara individu-individu atau kelompok-kelompok yang mempunyai hubungan atau kepentingan yang sama atas suatu objek kepemilikan, yang menimbulkan akibat hukum antara satu dengan yang lain. Sedangkan menurut Xxx Xxxxxx, sengketa adalah pertentangan antara dua pihak atau lebih yang berawal dari persepsi yang berbeda tentang suatu kepemilikan atau hak milik yang dapat menimbulkan akibat hukum antara keduanya.26
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa Sengketa adalah perilaku pertentangan antara kedua orang atau lembaga dan atau lebih yang menimbulkan
26xxxx://xxxxxxxxxx.xxxxxxxxx.xx.xx/0000/00/xxxxxxxxxxxx-xxxxxxxx-xxxxxxx-xxxxxxx-
aspek-hukum-dalam-ekonomi/diakses tanggal 20Agustus 2015 pukul 11.52
suatu akibat hukum dan karenanya dapat diberikan sanksi hukum bagi salah satu diantara keduanya.
1. Cara penyelesaian sengketa bisnis dari sudut pandang pembuat keputusan.
a) Adjudikatif adalah mekanisme penyelesaian sengketa yang ditandai dimana kewenangan pengambilan keputusan dilakukan oleh pihak ketiga dalam sengketa diantara para pihak.
b) Konsensual/kompromi adalah cara penyelesaian sengketa secara kooperatif untuk mencapai penyelesaian yang bersifat win-win solution.
c) Quasi Adjudikatif merupakan kombinasi antara unsur konsensual dan adjudikatif.
2. Cara penyelesaian sengketa bisnis dari sudut pandang prosesnya.
a) Litigasi (melalui pengadilan) merupakan mekanisme penyelesaian sengketa melalui jalur pengadilan dengan menggunakan pendekatan hukum. Lembaga penyelesaiannya adalah Pengadilan Umum dan Pengadilan Niaga.
b) Non Litigasi (diluar pengadilan) merupakan mekanisme penyelesaian sengketa diluar pengadilan dan tidak menggunakan pendekatan hukum formal. Lembaga penyelesaiannya melalui mekanisme :
a. Arbitrase : merupakan cara penyelesaian sengketa perdata diluar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa (pasal 1 angka 1 UU No.30 Tahun 1999).
b.Negosiasi : sebuah interaksi sosial saat pihak-pihak yang terlibat berusaha untuk saling menyelesaikan tujuan yang berbeda dan bertentangan untuk mendapatkan solusi dari yang dipertentangkan.
c.Mediasi :negosiasi dengan bantuan pihak ketiga. Dalam mediasi yang memainkan peran utama adalah pihak-pihak yang bertikai.Pihak ketiga (mediator) berperan sebagai pendamping dan penasihat.
d. Konsiliasi :usaha untuk mempertemukan keinginan pihak yang berselisih untuk mencapai persetujuan dan menyelesaikan perselisihan tersebut.27
27Budiman Sinaga, Op.Cit., hlm.37.
Perjanjian Kerjasama Bisnis Kuliner
F. Kerangka Pemikiran
Pemilik (Pihak Pertama) | Penerima(Pihak Kedua) | ||
Tata Cara Penyelesaian Sengketa yangDapat Dilakukan Jika Terjadi Pelanggaran Terhadap Isi Perjanjian Kerjasama Bisnis
Hubungan Hukum para Pihak berdasarkan perjanjian kerjasama bisnis kuliner
Bentuk kerjasama bisnis apakah yang digunakan di dalam perjanjian kerjasama kuliner tersebut
Penjelasan:
Kuliner (makanan dan minuman) merupakan kebutuhan pokok bagi manusia dalam pemenuhan kebutuhan. Kuliner dewasa ini dijadikan sebagai peluang bisnis untuk mendapatkan keuntungan bahkan memperbesar pangsa pasar bagi pelaku kegiatan usaha, mengingat semua manusia membutuhkan makanan dan minuman. Oleh karena itu, berbagai jenis bentuk rasa dan olahan makanan mulai banyak ditawarkan oleh para pelaku usaha yang bergerak dalam industri makanan dan minuman khususnya pelaku usaha kecil menengah.
Konsekuensi dari semakin berkembangnya daya tarik akan usaha kuliner, meningkatkan animo para pelaku usaha untuk memulai bahkan memperluas usahanya. Selain itu, para pelaku usaha melihat bahwa peluang bisnis kuliner pun memiliki prospek yang sangat menguntungkan baik yang akan memulai usaha atau bahkan yang akan memperluas jaringan usaha bisnis mereka. Beberapa sistem dan model kerjasama bisnis yang banyak digunakan oleh para pelaku usaha di dalam menjalankan bisnis kuliner mereka, diantaranya dengan sistem kerjasama dengan Waralaba.
Berdasarkan uraian di atas terdapat beberapa hal-hal yang menarik untuk dianalisis, yaitu mengenai bentuk kerjasama bisnis yang digunakan di dalam perjanjian tersebut, hubungan hukum para pihak berdasarkan perjanjian kerjasama bisnis kuliner tersebut dan tata cara penyelesaian sengketa yang dapat dilakukan jika terjadi pelanggaran terhadap isi perjanjian kerjasama bisnis.
43
III. METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian normatif-empiris (applied law research), adalah penelitian hukum mengenai pemberlakuan atau implementasi ketentuan hukum normatif (kodifikasi, undang-undang, atau kontrak) secara in action pada setiap peristiwa hukum tertentu yang terjadi di dalam masyarakat guna mencapai tujuan yang telah ditentukan.28Penelitian tersebut dapat dilakukan (terutama) terhadap bahan-bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, sepanjang bahan-bahan tersebut mengandung kaedah hukum di dalam penelitian ini.
B. Tipe Penelitian
Berdasarkan permasalahan pada pokok bahasan dalam penelitian ini, maka tipe penelitian adalah tipe deskriptif, tipe penelitian hukum deskriptif bersifat pemaparan dan betujuan untuk memperoleh gambaran (deskriptif) lengkap tentang keadaaan hukum yang berlaku ditempat tertentu dan pada saat tertentu atau mengenai peristiwa yang terjadi masyarakat.29 Pada penelitian ini, penulis menganalisis secara jelas, rinci dan sistematis bagaimana perjanjian kerjasama,
28Xxxxxxxxxx Xxxxxxxx, Hukum dan Penelitian Hukum (Bandung: PT. Citra Xxxxxx Xxxxx, 2004),hlm. 134.
29Ibid.,hlm. 50.
hubungan hukum dan penyelesaian sengketa di dalam perjanjian kerjasama kuliner pada Martabak Bangka Sinar Fajar SF26, King Kone Pizza, Cafe Anjun di kota Bandar Lampung.
C. Pendekatan Masalah
Pendekatan masalah merupakan proses pemecahan atau penyelesaian masalah melalui tahap-tahap yang telah ditentukan, sehingga mencapai tujuan penelitian. Pada tipe pendekatan ini, peneliti melakukan pengamatan (observation) langsung terhadap proses berlakunya hukum normatif pada peristiwa hukum tertentu sehingga penelitian ini mengkaji ketentuan hukum.30
D. Jenis Data
Penelitian ini menggunakan 2(dua) jenis data dalam melakukan, data tersebut yaitu :
1. Data Primer
Data Primer adalah data yang berasal dari kebiasaan atau kepatutan yang tidak tertulis, dilakukan dengan observasi atau penerapan tolak ukur normatif terhadap peristiwa hukum in concreto dan wawancara dengan responden yang terlibat dalam peristiwa hukum yang bersangkutan.31
Data primer dalam penelitian ini, berasal dari wawancara dari pihak yang terlibat dalam perjanjian kerjasama bisnis pada Martabak Bangka Sinar Fajar SF26 yang beralamat Jl. Pulau Damar, No 98, Perumahan Way Kandis, Bandar Lampung.
30Ibid.,hlm. 150.
31Ibid., hlm. 151.
King Kone Pizza yang beralamat di Jl. Ebony Xxxx XX 0 X, Xxx Xxxxx, Xxxxxx Xxxxxxx. Cafe Anjun yang beralamat di Jl. Bumi Manti No 2, Kel. Kampung Baru, Kec. Kedaton, Bandar Lampung.
2. Data Sekunder
Data Sekunder adalah data yang berasal dari ketentuan perundang-undangan, yurisprudensi, dan buku literatur hukum atau bahan hukum tertulis lainnya.32
Data sekunder terdiri dari :
a. Bahan hukum primer, yaitu bahan yang berasal dari ketentuan perundang-undangan dan dokumen hukum. Bahan hukum primer yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari:
(1) Dokumen Perjanjian Kerjasama Bisnis;
(2) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;
(3) Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007 tentang Waralaba;
(4) Keputusan Menteri (Kepmen) No. 23 Tahun 1998 tentang Keagenan dan Distributor;
(5) Peraturan Menteri Perdagangan No 11 Tahun 2006 tentang Ketentuan dan Tata Cara Penerbitan Surat Tanda Pendaftaran Agen atau Distributor Barang atau Jasa.
b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan-bahan yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer. Bahan hukum sekunder yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari bahan-bahan kepustakaan
32Ibid., hlm. 152.
berupa buku-buku ilmu hukum, bahan kuliah, maupun literatur-literatur yang berkaitan dengan penelitian atau masalah yang dibahas.
c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan-bahan yang memberikan petunjuk atau penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Bahan hukum tersier yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari internet.
E. Pengumpulan dan Pengolahan Data
Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan melalui :
1. Studi kepustakaan (library research), yaitu studi yang dilakukan dengan cara mempelajari buku-buku, peraturan perundang-undangan serta dokumen-dokumen lainnya yang mendukung penulisan ini.
2. Studi dokumen, yaitu studi yang dilakukan dengan cara membaca, menelaah, dan mengkaji dokumen-dokumen yang menjadi objek penelitian ini yaitu dokumen perjanjian Martabak Bangka Sinar Fajar SF26, King Kone Pizza dan Cafe Anjun.
3. Wawancara (interview), yaitu studi yang dilakukan melalui proses tanya jawab dengan cara menanyakan langsung kepada pihak-pihak yang secara langsung berhubungan dengan objek yang diteliti. Dalam hal ini khususnya pihak pertama.
Data yang diperoleh selanjutnya akan diolah melalui tahap-tahap, sebagai berikut:
1. Seleksi data, yaitu memeriksa kembali apakah data yang diperoleh itu relevan dan sesuai dengan bahasan, selanjutnya apabila data ada yang
salah akan dilakukan perbaikan dan terhadap data yang kurang lengkap akan dilengkapi.
2. Klasifikasi data, yaitu pengelompokan data sesuai dengan pokok bahasan agar memudahkan pembahasan.
3. Sistematika data, yaitu penelusuran data berdasarkan urutan data yang telah ditentukan sesuai dengan ruang lingkup pokok bahasan secara sistematis.33
F. Analisis Data
Bahan hukum (data) hasil pengolahan tersebut dianalisis dengan menggunakan metode analisis kualitatif, yaitu menguraikan data secara bermutu dalam bentuk kalimat-kalimat yang tersusun secara teratur, runtun, logis, tidak tumpang tindih dan efektif, sehingga memudahkan interpretasi data dan pemahaman hasil analisis.34
Data dalam penelitian ini akan diuraikan ke dalam kalimat-kalimat yang tersusun secara sistematis, sehingga diperoleh gambaran yang jelas dan pada akhirnya dapat ditarik kesimpulan secara induktif sebagai jawaban singkat dari permasalahan yang diteliti.
33Ibid.hlm. 126.
34Ibid., hlm. 127.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Berdasarkan uraian hasil penelitian dan pembahasan maka kesimpulan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bentuk perjanjian kerjasama kuliner yang terjadi pada Martabak Bangka SF26, King Kone Pizza dan Cafe Anjun secara umum memiliki kemiripan dengan perjanjian kerjasama dengan bentuk waralaba, untuk dapat dikatakan sebagai usaha dengan sistem, model dan konsep waralaba ketiga badan usaha tersebut harus memenuhi kriteria yang terdapat pada Pasal 3 PP Nomor 42 Tahun 2007 tentang Waralaba, yaitu: memiliki ciri khas usaha, terbukti sudah memberikan keuntungan, memiliki standar atas pelayanan dan barang dan/atau jasa yang ditawarkan yang dibuat secara tertulis, mudah diajarkan dan diaplikasikan, adanya dukungan yang berkesinambungan, hak kekayaan intelektual yang telah terdaftar.
Xxxxxxxx Xxxxxx SF26 sebagai usaha kuliner tidak dapat dikatakan sebagai bentuk perjanjian kerjasama dengan waralaba, karena tidak memenuhi kriteria dan unsur-unsur perjanjian kerjasama dengan waralaba secara utuh dan penuh terutama di dalam pendaftaran hak kekayaan intelektual dan pendaftaran
sebagai usaha dengan waralaba. Sedangkan pada King Kone Pizza bentuk usaha yang digunakan hanya sebatas hubungan jual beli paket bisnis kuliner yang memiliki kemiripan dengan sistem dan konsep waralaba. Terakhir pada Cafe Anjun, bentuk usaha yang digunakan memiliki kemiripan dengan King Kone Pizza yaitu hanya sebatas jula beli paket, namun perjanjian kerjasama tidak dimuat secara tertulis atau hanya berdasarkan sistem kepercayaan antara kedua belah pihak.
2. Hubungan hukum merupakan syarat mutlak yang harus dimuat secara khusus di dalam suatu perjanjian kontraktual agar para pihak mengetahui untuk berbuat sesuatu atau menuntut sesuatu yang diwajibkan oleh hak tersebut mengenai hal-hal apa saja yang dikehendaki di dalam perjanjian tersebut.
Perjanjian kerjasama pada Xxxxxxxx Xxxxxx SF26, King Kone Pizza dan Cafe Anjun dibuat secara tertulis dan secara khusus memuat mengenai hak dan kewajiban para pihak. Hubungan hukum melahirkan hak dan kewajiban antara para pihak yang sepakat mengikatkan dirinya, dimana para pihak dituntut harus melakukan hal-hal yang menjadi objek yang telah disepakati dalam bentuk perjanjian kontraktual. Penerapan prinsip keseimbangan/proporsionalitas pada Martabak Bangka SF26, King Kone Pizza dan Cafe Anjun telah terjadi ditandai dengan adanya kesepakatan para pihak dalam perjanjian kerjasama kontraktual yang menunjang iklim bisnis yang baik.
3. Upaya yang dapat dilakukan para pihak apabila terjadi sengketa di dalam perjanjian kerjasama bisnis, diatur dalam UUPK Pasal 45 Ayat (1), terdapat dua pilihan untuk menyelesaikan sengketa konsumen tersebut, yaitu:
a. Melalui lembaga yang berfungsi menyelesaikan sengketa antara konsumen dan pelaku usaha; serta
b. Melalui peradilan yang berada di lingkup peradilan umum.
Selain itu, penyelesaian perkara juga dapat dilakukan diluar pengadilan yaitu:
a. Arbitrase. Penyelesaian suatu sengketa perdata diluar pengadilan formil yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat oleh para pihak yang bersengketa.
b. Konsiliasi. Penyelesaian sengketa ini banyak memiliki kesamaan dengan arbitrase, dan juga menyerahkan permasalahan kepada pihak ketiga untuk memberikan pendapatnya tentang sengketa yang disampaikan oleh para pihak. Walaupun demikian, pendapat dari konsiliator tersebut tidak mengikatnya seperti putusan arbitrase.
c. Mediasi. Alternatif penyelesaian sengketa dimana permasalahan diserahkan kepada seorang mediator yang memberikan pandangan-pandangan hukumnya mengenai sengketa yang sedang dipermasalahkan.
Berdasarkan perjanjian kerjasama dan wawancara yang dilakukan, para pihak menghendaki apabila timbul sengketa maka penyelesaian diluar pengadilan lah yang pertama kali yang digunakan, namun apabila perselisihan tidak menemui kesimpulan dan tidak dapat diselesaikan dengan musyawarah maka jalur Litigasi (peradilan umum) yang akan digunakan untuk menyelsaikan sengketa antara para pihak.
B. SARAN
Setelah penulis meneliti dan mengamati permasalahan sebagaimana tersebut di atas, maka penulis mencoba untuk mengemukakan saran sebagai berikut:
1. Kepada Pemerintah dan Kementrian Hukum dan HAM, terkait mekanisme pendaftaran dan legalitas usaha sebaiknya perlu ada sosialisasi mengenai perlunya pendaftaran HAKI dalam hal ini merek usaha. Permasalahan terakhir ini adalah banyak pelaku usaha tidak mengetahui pentingnya pendaftaran merek usaha yang sedang mereka jalani karena kurangnya informasi dan sosialisasi, selain itu mekanisme yang ada terkait pendaftaran masih terlalu rumit dan membingungkan, dan beban pajak yang akan dikenakan oleh pelaku usaha dirasa masih terlalu membebani.
2. Kepada Pelaku Usaha, perlu kiranya kesadaran akan pentingnya legalitas usaha terkait hal-hal yang nantinya akan menimbulkan akibat hukum dikemudian hari terutama dalam pendaftaran merek usaha, serta proaktif di dalam memajukan iklim bisnis yang sehat demi kemajuan ekonomi khususnya di bidang kuliner yang ada di kota Bandar Lampung
93
DAFTAR PUSTAKA
A. Sumber Buku
Xxxxxxxx,Xxxxx. 2008. Bangkitnya Bisnis Kuliner Tradisional (Meraih Untung dari Bisnis Masakan Tradisional Kaki Lima sampai restauran), Jakarta: PT Elex Media Komputindo.
Xxxxxxxx, Xxxxx. 2011. Hukum Bisnis (Prinsip dan pelaksanaanya di Indonesia),
Jakarta: PT Rajagafindo Persada.
Xxxxxxx, Xxxx. 2008. Bisnis Franchise dan aspek-aspek hukumnya, Bandung: PT. Citra Xxxxxx Xxxxx.
Xxxxx, Xxxxx. 2005. Pengantar Hukum Bisnis: Menata Bisnis Modern di Era Global, Bandung: PT. Citra Xxxxxx Xxxxxx.
Xxxxx, Xxxxxx. 2008. Info Lengkap Waralaba, Yogyakarta:Medpress. Xxxxxxx, Xxxx Xxxxx.0000. Hukum Perjanjian Asas Proporsionalitas dalam
Kontrak Komersial, Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Xxxxxxx, Xxxxxxxx dan Xxxxxxxxx Xxxx, 2004. Hukum Bisnis: Dalam Persepsi Manusia Modern, Bandung: Xxxxxx Xxxxxxx.
Xxxxxx, X.X.X. 1989. Pengantar ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka.
Xxxxx, Xxxxx. 2011. Aspek Hukum Kontrak Waralaba , Jakarta :PT.Tatanusa, 2014.
Xxxxxxxxxxx, Xxxxxxx. 2009. Hukum Acara Perdata Indonesia, Yogyakarta:Liberty.
Xxxxxxxx, Xxxxxxxxxx. 2004. Hukum dan Penelitian Hukum, Bandung: PT Citra Aditya.
........................................ 2010. Hukum Perusahaan Indonesia, Bandung: PT Citra Xxxxxx Xxxxx.
94
........................................ 2000. Hukum Perdata Indonesia, Bandung: PT Citra Xxxxxx Xxxxx.
........................................ 2010. Hukum Perdata Indonesia, Bandung: PT Citra Xxxxxx Xxxxx.
Xxxxxxx, Xxxxxxx & Xxxxxxx Xxxxxxx, 2010. Perikatan yang Lahir dari Perjanjian, Jakarta: Rajawali Pers.
Subekti dan Xxxxxxxxxxxxx, 2008. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Jakarta: PT. Xxxxxxx Xxxxxxxx.
Xxxxxxxxxx, Xxxxx. 2012. Hukum Dagang, Yogyakarta:C.V Xxxx Xxxxxx.
B. Sumber Peraturan Perundang-undangan
Dokumen perjanjian kerjasama Bisnis; Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;
Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007 tentang Waralaba;
Keputusan Menteri (Kepmen) No. 23 Tahun 1998 tentang Keagenan dan Distributor;
Peraturan Menteri Perdagangan No 11 Tahun 2006 tentang Ketentuan dan Tata Cara Penerbitan Surat Tanda Pendaftaran Agen atau Distributor Barang atau Jasa.
C. Sumber Internet
xxxx://xxx.xxxxxxxxxxxxxx.xxx/Xxxxxxxxxxxx/xXXxxxx00000-000000-xxxxxx- waralaba-indonesia/.
xxxx://xxx.xxxxxxxxxxxx.xxx/Xxxxxxxxxxxx/xXXxxxx00000-000000-xxxxx-xxxxxx- 6-Entertainment-ppt-powerpoint/.
xxxx://xxxxxxxxxx.xxxxxxxxx.xx.xx/0000/00/xxxxxxxxxxxx-xxxxxxxx-xxxxxxx- makalah-aspek-hukum-dalam-ekonomi/.