BUPATI SIDOARJO
BUPATI SIDOARJO
SAMBUTAN BUPATI SIDOARJO
PADA RAPAT PARIPURNA JAWABAN EKSEKUTIF ATAS PANDANGAN UMUM FRAKSI-FRAKSI DPRD KABUPATEN SIDOARJO
TERHADAP RAPERDA TENTANG FASILITASI PELAKSANAAN PENGELOLAAN ZAKAT, INFAK DAN SEDEKAH DI SIDOARJO
ASSALAMU’ALAIKUM WR.WB. YANG SAYA HORMATI :
- PIMPINAN SIDANG DAN SEGENAP ANGGOTA DPRD KABUPATEN SIDOARJO.
- WAKIL BUPATI SIDOARJO;
- REKAN-REKAN FORUM PIMPINAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO ;
- PARA KOMANDAN/ KEPALA KESATUAN TNI – POLRI DI KABUPATEN SIDOARJO;
- SEKRETARIS DAERAH DAN PARA PEJABAT DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN SIDOARJO;
- PARA PIMPINAN INSTANSI VERTIKAL DI KABUPATEN SIDOARJO;
- PARA PIMPINAN PARTAI POLITIK DAN ORGANISASI MASYARAKAT ;
PARA WARTAWAN, ANGGOTA LSM SERTA HADIRIN DAN UNDANGAN YANG BERBAHAGIA.
PUJI SYUKUR KEHADIRAT ALLAH SWT, KARENA ATAS LIMPAHAN XXXXXX, XXXXXX, DAN HIDAYAHNYA, SEHINGGA PADA HARI INI KITA DAPAT MENGHADIRI RAPAT PARIPURNA DENGAN AGENDA PENYAMPAIAN JAWABAN ATAS PANDANGAN UMUM FRAKSI-FRAKSI DPRD KABUPATEN SIDOARJO TERHADAP RAPERDA KABUPATEN SIDOARJO TENTANG FASILITASI PELAKSANAAN PENGELOLAAN ZAKAT, INFAK DAN SEDEKAH, DALAM KEADAAN SEHAT WAL-AFIAT. MUDAH-MUDAHAN RAPAT PARIPURNA PADA HARI INI, BERMANFAAT BAGI KITA SEMUA SERTA MENDAPATKAN RIDLO DARI ALLAH SWT. AMIN.
TAK LUPA SHALAWAT SERTA SALAM SENANTIASA KITA CURAHKAN KEPADA JUNJUNGAN KITA XXXXXXX XXXXXXXXXX, NABI BESAR XXXXXXXX X.X.X BESERTA KELUARGA DAN PARA SAHABATNYA, SEMOGA KITA TERMASUK ORANG-ORANG YANG MENDAPAT SYAFA’ATNYA KELAK DI AKHIRAT.
SIDANG DEWAN YANG TERHORMAT,
MENGAWALI SAMBUTAN INI, KAMI SAMPAIKAN APRESIASI KEPADA PIMPINAN DAN SELURUH ANGGOTA DPRD ATAS PANDANGAN, SARAN MAUPUN HIMBAUAN SEBAGAIMANA DISAMPAIKAN DALAM RAPAT PARIPURNA DENGAN ACARA PEMANDANGAN UMUM FRAKSI-FRAKSI DPRD TERHADAP RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO TENTANG FASILITASI PELAKSANAAN PENGELOLAAN ZAKAT, INFAK DAN SEDEKAH.
SIDANG DEWAN YANG TERHORMAT,
DALAM RANGKA MENINGKATKAN DAYA GUNA DAN HASIL GUNA PENGELOLAAN ZAKAT YANG SESUAI DENGAN SYARIAT ISLAM, AMANAH, KEMANFAATAN, KEADILAN, KEPASTIAN HUKUM, TERINTEGRASI, DAN AKUNTABILITAS DI KABUPATEN SIDOARJO, DIPERLUKAN PERAN DAN DUKUNGAN DARI PEMERINTAH DAERAH UNTUK MENUNJANG PELAKSANAAN TUGAS DARI BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL (BAZNAS) DI KABUPATEN SIDOARJO YANG PADA DASARNYA DIBENTUK DAN MEMILIKI KEWENANGAN SEPENUHNYA DALAM MELAKUKAN TUGAS PENGELOLAAN ZAKAT SECARA NASIONAL. DUKUNGAN SEBAGAIMANA DIMAKSUD BAIK BERUPA PEMENUHAN INFORMASI BERUPA DATA MASYARAKAT PENERIMA ZAKAT, INFAK, SEDEKAH DI KABUPATEN SIDOARJO, PENGEMBANGAN SISTEM INFORMASI, SOSIALISASI UNTUK MENUMBUHKEMBANGKAN PARTISIPASI MASYARAKAT, SERTA PENDANAAN YANG DIPERLUKAN.
SIDANG DEWAN YANG TERHORMAT,
RAPERDA TENTANG FASILITASI PELAKSANAAN PENGELOLAAN ZAKAT, INFAK DAN SEDEKAH INI MERUPAKAN PENGGANTI DARI PERDA KABUPATEN SIDOARJO NO 4 TAHUN 2005 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT, INFAK DAN SEDEKAH, KARENA PERDA DIMAKSUD SUDAH TIDAK SESUAI DENGAN KEWENANGAN PEMERINTAH DAERAH DAN PERKEMBANGAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG ADA. KEWENANGAN PEMERINTAH DAERAH SEBAGAIMANA DIATUR DALAM PERDA NOMOR 4 TAHUN 2005 ADALAH MEMBENTUK BAZ DAN LAZ SERTA MENGATUR KEWAJIBAN DAN KESADARAN ZAKAT, INFAK DAN SEDEKAH BAGI ORANG MUSLIM, NAMUN SESUAI DENGAN UU NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT DAN PP NOMOR 14 TAHUN 2014 TENTANG PELAKSANAAN UU NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT, KEWENANGAN TERSEBUT MERUPAKAN KEWENANGAN DARI PEMERINTAH PUSAT. OLEH KARENANYA DISUSUNNYA RAPERDA INI HANYA SEBATAS FASILITASI PELAKSANAAN PENGELOLAAN ZAKAT, INFAQ DAN SEDEKAH.
SIDANG DEWAN YANG TERHORMAT,
DENGAN DISUSUNNYA RAPERDA INI, DIHARAPKAN DAPAT LEBIH MENGOPTIMALKAN PENGELOLAAN ZAKAT, INFAQ DAN SEDEKAH YANG DILAKSANAKAN OLEH BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL (BAZNAS) DI KABUPATEN SIDOARJO. SELANJUTNYA PERKENANKAN KAMI MENYAMPAIKAN JAWABAN DAN PENJELASAN ATAS PANDANGAN UMUM FRAKSI-FRAKSI DPRD KABUPATEN SIDOARJO SECARA SISTEMATIS DAN BERURUTAN SEBAGAI BERIKUT :
1. FRAKSI PARTAI KEADILAN SEJAHTERA;
2. FRAKSI PARTAI DEMOKRASI INDONESIA PERJUANGAN;
3. FRAKSI GERAKAN INDONESIA RAYA;
4. FRAKSI PAN-PPP;
5. FRAKSI GOLONGAN KARYA;
6. FRAKSI PARTAI KEBANGKITAN BANGSA;
7. FRAKSI PARTAI NASDEM DEMOKRAT.
JAWABAN PANDANGAN UMUM FRAKSI PARTAI KEBANGKITAN BANGSA
1. SUBSTANSI RAPERDA INI LEBIH DIFOKUSKAN PADA FASILITASI PENGELOLAAN, SOSIALISASI, DAN EDUKASI TERKAIT ZAKAT, INFAK, DAN SEDEKAH. NAMUN DEMIKIAN, BERKAITAN DENGAN PENYEMPURNAAN RAPERDA INI KHUSUSNYA TERKAIT PENAJAMAN TEKNIS PELAKSANAAN FASILITASI TERHADAP PENGELOLAAN, ZAKAT, INFAK, DAN SEDEKAH, SARAN KAMI PERHATIKAN DENGAN TETAP MENYESESUAIKAN KEWENANGAN PADA PEMERINTAH DAERAH.
2. PENDISTRIBUSIAN ZAKAT, INFAK DAN SEDEKAH TELAH DIATUR DALAM KETENTUAN PASAL 26 UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT, YANG MENYEBUTKAN BAHWA PENDISTRIBUSIAN ZAKAT DILAKUKAN BERDASARKAN SKALA PRIORITAS DENGAN MEMPERHATIKAN PRINSIP PEMERATAAN, KEADILAN, DAN KEWILAYAHAN. SEDANGKAN PEDOMAN PELAKSANAAN PENDISTRIBUSIAN ZAKAT TELAH DIATUR DALAM PERATURAN BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL NOMOR 3 TAHUN 2018 TENTANG PENDISTRIBUSIAN DAN PENDAYAGUNAAN ZAKAT.
3. SARAN FRAKSI PARTAI KEBANGKITAN BANGSA TERKAIT KONTROL PENDISTRIBUSIAN ZAKAT DIPERHATIKAN, ADAPUN PENDISTRIBUSIAN ZAKAT YANG DILAKSANAKAN OLEH BAZNAS KABUPATEN SIDOARJO TELAH BERPEDOMAN PADA PERATURAN BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL NOMOR 3 TAHUN 2018 TENTANG PENDISTRIBUSIAN DAN PENDAYAGUNAAN ZAKAT.
4. SESUAI LAPORAN HASIL PENGELOLAAN ZAKAT, INFAQ, DAN SEDEKAH YANG DIHIMPUN MELALUI BAZNAS, TELAH DIBEDAKAN ANTARA DONASI ZAKAT DENGAN DONASI INFAK DAN SEDEKAH, UNTUK DONASI ZAKAT DITASARUFKAN SESUAI DENGAN 8 ASNAF YAKNI FAKIR, MISKIN, AMIL, MUALLAF, GHARIM, RIQAB, FISABILILLAH, DAN XXXX XXXXX, SEDANGKAN DONASI INFAK DAN SEDEKAH BERSIFAT MASLAHAH.
5. DATA MUZAKKI, MUNFIQ DAN MUTTASHODDIQ YANG DIHIMPUN MELALUI BAZNAS SECARA MAYORITAS BERASAL DARI PARA APARATUR SIPIL DAERAH, SEDANGKAN DARI MASYARAKAT UMUM TIDAK LEBIH DARI 10 %, DAN KAMI AKAN SENANTIASA MELAKUKAN PEMUKHTAHIRAN DATA DIMAKSUD, SEHINGGA DIHARAPKAN PENGELOLAAN ZAKAT, INFAQ DAN SEDEKAH DI KABUPATEN SIDOARJO DAPAT LEBIH TERARAH, TERPADU, DAN TERKOORDINASI DENGAN BAIK.
6. LEMBAGA AMIL ZAKAT DAPAT DIKATAKAN LEGAL APABILA TELAH MEDAPATKAN IZIN DARI KEMENTERIAN AGAMA SESUAI KEPUTUSAN MENTERI AGAMA NOMOR 333 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN IZIN PEMBENTUKAN LEMBAGA AMIL ZAKAT, ADAPUN TERKAIT PENDISTRIBUSIAN DANA ZAKAT YANG TIDAK SESUAI DENGAN KETENTUAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DIPIDANA DENGAN PIDANA PENJARA PALING LAMA 5 (LIMA) TAHUN DAN/ATAU PIDANA DENDA PALING BANYAK RP. 500.000.000,00 (LIMA RATUS JUTA RUPIAH). HAL TERSEBUT SESUAI DENGAN KETENTUAN PASAL 25 UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT. SUBTANSI TERSEBUT DAPAT DIAKOMODIR DALAM RANCANGAN PERATURAN DAERAH INI DAN TENTUNYA DENGAN MENDASARI HASIL KESEPAKATAN BERSAMA PANSUS DALAM RAPAT PEMBAHASAN.
7. SUBSTANSI DALAM RAPERDA INI AKAN DIFOKUSKAN PADA FASILITASI PENGELOLAAN, PELAKSANAAN SOSIALISASI, DAN EDUKASI TERKAIT ZAKAT, INFAK, DAN SEDEKAH, DENGAN HARAPAN PENGELOLAAN ZAKAT DAPAT LEBIH OPTIMAL.
DEMIKIAN JAWABAN DAN TANGGAPAN ATAS PANDANGAN UMUM FRAKSI PARTAI KEBANGKITAN BANGSA, SELANJUTNYA KAMI BERALIH UNTUK MENANGGAPI DAN MENJAWAB PANDANGAN UMUM FRAKSI PARTAI DEMOKRASI INDONESIA PERJUANGAN.
JAWABAN PANDANGAN UMUM
FRAKSI PARTAI DEMOKRASI INDONESIA PERJUANGAN
1. DALAM HAL URUSAN AGAMA MASUK WILAYAH PEMERINTAH PUSAT (ABSOLUT) YANG SUDAH DIATUR DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2011 PADA PASAL 1 DAN PASAL 4, SEHINGGA TIDAK MUNGKIN PERATURAN DAERAH MENGATUR REGULASI DI ATASNYA.
2. SARAN FRAKSI PARTAI DEMOKRASI INDONESIA PERJUANGAN TERKAIT PERLU DIATURNYA PENGELOLAAN DANA-DANA IBADAH MALIYAH, MENJADI BAHAN PEMBAHASAN BERSAMA.
3. KAMI SEPENDAPAT DENGAN PANDANGAN FRAKSI PARTAI DEMOKRASI INDONESIA PERJUANGAN TERKAIT PERLUNYA PEMERINTAH DAERAH MELAKUKAN SOSIALISASI REGULASI SERTA MENINGKATKAN PENGAWASAN TERHADAP PENGELOLAAN ZAKAT, INFAK DAN SEDEKAH.
4. JAWABAN TERKAIT PENGGUNAAN DANA ZAKAT YANG BERSIFAT KARIKATIK INSIDENTAL TELAH DISAMPAIKAN PADA FRAKSI PARTAI KEBANGKITAN BANGSA.
5. TERKAIT SINKRONISASI DAN HARMONISASI ZAKAT, INFAK DAN SEDEKAH TELAH DIATUR DALAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2011 DAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 14 TAHUN 2014. ADAPUN TERKAIT PENDISTRIBUSIAN ZAKAT, INFAK DAN SEDEKAH TELAH DISAMPAKAN PADA FRAKSI PARTAI KEBANGKITAN BANGSA.
DEMIKIAN JAWABAN DAN TANGGAPAN ATAS PANDANGAN UMUM FRAKSI PARTAI DEMOKRASI INDONESIA PERJUANGAN, SELANJUTNYA KAMI BERALIH UNTUK MENANGGAPI DAN MENJAWAB PANDANGAN UMUM FRAKSI PARTAI GERAKAN INDONESIA RAYA.
JAWABAN PANDANGAN UMUM FRAKSI GERAKAN INDONESIA RAYA
1. JAWABAN TERKAIT TEKNIS PELAKSANAAN PENGUMPULAN ZAKAT TELAH DISAMPAIKAN PADA FRAKSI PARTAI KEBANGKITAN BANGSA.
2. JAWABAN TERKAIT PAYUNG HUKUM PENDISTRIBUSIAN DAN PENGELOLAAN ZAKAT INFAK DAN SEDEKAH TELAH DISAMPAIKAN PADA FRAKSI PARTAI KEBANGKITAN BANGSA.
3. JAWABAN TERKAIT PORSI PENDISTRIBUSIAN ZAKAT TELAH DISAMPAIKAN PADA FRAKSI PARTAI KEBANGKITAN BANGSA. SEDANGKAN TERKAIT LAPORAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN ZAKAT, INFAK, SEDEKAH DAN DANA SOSIAL LAINNNYA DILAPORKAN OLEH LEMBAGA AMIL ZAKAT KEPADA BAZNAS DAN PEMERINTAH DAERAH, UNTUK ITU KEDEPAN PEMERINTAH DAERAH BERSAMA BAZNAS BERUPAYA UNTUK MENINGKATKAN PEMBINAAN DAN PENGAWASAN.
4. JAWABAN TERKAIT PERMASALAHAN PENERTIBAN AMIL ILEGAL TELAH DISAMPAIKAN PADA FRAKSI PARTAI KEBANGKITAN BANGSA.
5. SARAN DAN MASUKAN DARI FRAKSI GERAKAN INDONESIA RAYA TERKAIT PERLUNYA FASILITASI, SOSIALISASI DAN EDUKASI OLEH PEMERINTAH KABUPATEN SIDAORJO TERHADAP 5 PROGRAM UNGGULAN PENGELOLAAN DANA KEAGAMAAN, KAMI PERHATIKAN.
6. JAWABAN TERKAIT PERLUNYA PENDATAAN MUZAKKI DAN PEMBINAANNYA TELAH DISAMPAIKAN PADA FRAKSI PARTAI KEBANGKITAN BANGSA.
DEMIKIAN JAWABAN DAN TANGGAPAN ATAS PANDANGAN UMUM FRAKSI GERAKAN INDONESIA RAYA, SELANJUTNYA KAMI BERALIH UNTUK MENANGGAPI DAN MENJAWAB PANDANGAN UMUM FRAKSI PAN-PPP.
JAWABAN PANDANGAN UMUM FRAKSI PAN-PPP
1. SARAN FRAKSI PAN-PPP AGAR SESEGERA MUNGKIN MENGESAHKAN PERDA TENTANG FASILITASI PENLAKSANAAN PENGELOLAAN ZAKAT, INFAQ, SEDEKAH MENJADI PERHATIAN KITA BERSAMA.
2. KAMI SEPENDAPAT DENGAN FRAKSI PAN-PPP TENTANG PERLUNYA MENGEDEPANKAN ASAS PROPORSIONALITAS DAN AKUNTABILITAS DALAM PENYUSUNAN RAPERDA INI.
3. JAWABAN TERKAIT PERLUNYA SOSIALISASI, PEMBINAAN DAN PENGAWASAN TERHADAP PENGELOLAAN ZAKAT, INFAQ DAN SEDEKAH TELAH DISAMPAIKAN PADA FRAKSI PARTAI DEMOKRASI INDONESIA PERJUANGAN.
4. JAWABAN TERKAIT PAYUNG HUKUM BADAN AMIL ZAKAT DALAM PENDISTRIBUSIAN ZAKAT, INFAQ DAN SEDEKAH TELAH DISAMPAIKAN PADA FRAKSI PARTAI KEBANGKITAN BANGSA.
5. JAWABAN TERKAIT PENYAMPAIAN DATA DAN LAPORAN KEGIATAN PENGELOLAAN UNIT PENGUMPUL ZAKAT TELAH DISAMPAIKAN PADA FRAKSI PARTAI DEMOKRASI INDONESIA PERJUANGAN.
DEMIKIAN JAWABAN DAN TANGGAPAN ATAS PANDANGAN UMUM FRAKSI PAN-PPP, SELANJUTNYA KAMI BERALIH UNTUK MENANGGAPI DAN MENJAWAB PANDANGAN UMUM FRAKSI PARTAI KEADILAN SEJAHTERA.
JAWABAN PANDANGAN UMUM FRAKSI PARTAI KEADILAN SEJAHTERA
1. TERIMA KASIH ATAS APRESIASI YANG DIBERIKAN OLEH FRAKSI PARTAI KEADILAN SEJAHTERA. PENGATURAN ZAKAT, INFAK, DAN SEDEKAH DALAM PERDA NOMOR 4 TAHUN 2005 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT, INFAK, DAN SEDEKAH SEJATINYA DIDASARKAN DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 38 TAHUN 1999 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT YANG TELAH DICABUT OLEH UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2011. OLEH KARENA ITU PERLU DISUSUN PERDA BARU TENTANG FASILITASI PELAKSANAAN PENGELOLAAN ZAKAT, INFAK DAN SEDEKAH DENGAN TETAP MEMPERHATIKAN BAGIAN- BAGIAN YANG MENJADI KEWENANGAN PEMERINTAH DAERAH.
2. TERIMA KASIH ATAS MASUKAN DARI FRAKSI PARTA KEADILAN SEJAHTERA. MASUKAN TERKAIT PENCERMATAN PENULISAN DASAR HUKUM DAN PENULISAN NORMA AKAN KAMI TINDAK LANJUTI DAN KAMI PERHATIKAN.
3. A. SALAH SATU BENTUK FASILITASI PENGELOLAAN ZAKAT YANG ADA DALAM RAPERDA INI ANTARA LAIN DENGAN PEMBANGUNAN DAN PENGEMBANGAN SISTEM INFORMASI SEBAGAI UPAYA UNTUK MENGETAHUI DATA TERKAIT MUZAKKI MAUPUN MUSTAHIQ. NAMUN TERKAIT PENGUMPULAN, PENDISTRIBUSIAN, MAUPUN PENDAYAGUNAAN DANA ZAKAT, INFAK DAN SEDEKAH TETAP MERUPAKAN KEWENANGAN BAZNAS KABUPATEN SIDOARJO.
B. UPAYA YANG DILAKUKAN UNTUK MENGETAHUI DATA MASYARAKAT YANG MENJADI SASARAN PEMBERIAN ZAKAT SALAH SATU DIANTARANYA ADALAH BERDASARKAN DATA TERPADU KESEJAHTERAAN SOSIAL.
C. JAWABAN TERKAIT MEKANISME PENDISTRIBUSIAN DAN PENGGUNAAN DANA ZAKAT YANG BERSIFAT KARIKATIK DAN INSIDENTAL TELAH DISAMPAIKAN PADA FRAKSI PARTAI KEBANGKITAN BANGSA.
D. JAWABAN TERKAIT PERLUNYA PENDATAAN MUZAKKI DAN PEMBINAANNYA TELAH DISAMPAIKAN PADA FRAKSI PARTAI KEBANGKITAN BANGSA.
4. A. JAWABAN TERKAIT DUKUNGAN TERHADAP 5 PROGRAM UNGGULAN PENGELOLAAN DANA KEAGAMAAN TELAH DISAMPAIKAN PADA FRAKSI GERAKAN INDONESIA RAYA;
B. JAWABAN TERKAIT PENDAMPINGAN KEPADA AMIL MAUPUN LEMBAGA AMIL ZAKAT TELAH DISAMPAIKAN PADA FRAKSI PARTAI KEBANGKITAN BANGSA;
C. JAWABAN TERKAIT PENDISTRIBUSIAN DAN PENGELOLAAN ZAKAT, INFAK, SEDEKAH AGAR LEBIH TEPAT SASARAN TELAH DISAMPAIKAN PADA FRAKSI PARTAI KEBANGKITAN BANGSA.
DEMIKIAN JAWABAN DAN TANGGAPAN ATAS PANDANGAN UMUM FRAKSI PARTAI KEADILAN SEJAHTERA, SELANJUTNYA KAMI BERALIH UNTUK MENANGGAPI DAN MENJAWAB PANDANGAN UMUM FRAKSI PARTAI GOLONGAN KARYA.
JAWABAN PANDANGAN UMUM FRAKSI PARTAI GOLONGAN KARYA
1. TERIMAKASIH ATAS DUKUNGAN FRAKSI PARTAI GOLONGAN KARYA TERHADAP RAPERDA INI, MUDAH-MUDAHAN DENGAN DISUSUNNYA RAPERDA INI DAPAT MENINGKATKAN PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PELAKSANAAN FASILITASI PENGELOLAAN ZAKAT DI KABUPATEN SIDOARJO.
2. JAWABAN TERKAIT DENGAN PENGAWASAN PENGELOLAAN ZAKAT, INFAQ DAN SEDEKAH TELAH DISAMPAIKAN PADA FRAKSI PARTAI KEBANGKITAN BANGSA.
3. JAWABAN TERKAIT PERDA SEBAGAI PAYUNG HUKUM DALAM PENGELOLAAN ZAKAT, INFAQ DAN SEDEKAH TELAH DISAMPAIKAN PADA FRAKSI PARTAI KEBANGKITAN BANGSA.
4. PENDISTRIBUSIAN ZAKAT MERUPAKAN KEWENANGAN DARI BAZNAS, NAMUN DEMIKIAN DALAM RANGKA MEMAKSIMALKAN PENDISTRIBUSIAN TERSEBUT PEMERINTAH DAERAH DAPAT TURUT MEMBERIKAN DATA MASYARAKAT DI KABUPATEN SIDOARJO KHUSUSNYA YANG MENJADI SASARAN PEMBERIAN ZAKAT.
5. JAWABAN FRAKSI PARTAI GOLONGAN KARYA TERKAIT PENDATAAN MUSTAHIK DAN MUZAKKI TELAH DISAMPAIKAN PADA FRAKSI PARTAI KEBANGKITAN BANGSA.
6. JAWABAN TERKAIT FASILITASI, SOSIALISASI DAN EDUKASI ZAKAT MELALUI 5 PROGRAM UNGGULAN PENGELOLAAN DANA KEAGAMAAN, TELAH DISAMPAIKAN PADA FRAKSI GERAKAN INDONESIA RAYA.
DEMIKIAN JAWABAN DAN TANGGAPAN ATAS PANDANGAN UMUM FRAKSI PARTAI GOLONGAN KARYA, SELANJUTNYA KAMI BERALIH UNTUK MENANGGAPI DAN MENJAWAB PANDANGAN UMUM FRAKSI NASDEM – DEMOKRAT.
JAWABAN PANDANGAN UMUM FRAKSI PARTAI NASDEM-DEMOKRAT
1. JAWABAN TERKAIT SEGERA DITETAPKANNYA RAPERDA FASILITASI PELAKSANAAN PENGELOLAAN ZAKAT, INFAQ DAN SEDEKAH TELAH DISAMPAIKAN PADA FRAKSI PAN-PPP.
2. JAWABAN TERKAIT POTENSI ZAKAT MASYARAKAT SIDOARJO TELAH KAMI SAMPAIKAN PADA FRAKSI PARTAI KEBANGKITAN BANGSA.
3. JAWABAN TERKAIT PERLUNYA PAYUNG HUKUM UNTUK BADAN AMIL ZAKAT TELAH KAMI SAMPAIKAN PADA FRAKSI PARTAI KEBANGKITAN BANGSA.
4. JAWABAN TERKAIT PENGAWASAN OLEH PEMERINTAH DAERAH DALAM PENDISTRIBUSIAN ZAKAT TELAH KAMI SAMPAIKAN PADA FRAKSI PARTAI KEBANGKITAN BANGSA.
5. JAWABAN TERKAIT PELAPORAN DATA LEMBAGA AMIL ZAKAT (LAZ) TELAH KAMI SAMPAIKAN PADA FRAKSI GERAKAN INDONESIA RAYA.
6. JAWABAN TERKAIT PENGGUNAAN DANA ZAKAT TELAH KAMI SAMPAIKAN PADA FRAKSI PARTAI KEBANGKITAN BANGSA.
7. JAWABAN TERKAIT DATA MUZAKKI MAUPUN MUSTAHIK TELAH KAMI SAMPAIKAN PADA FRAKSI PARTAI KEBANGKITAN BANGSA.
8. JAWABAN TERKAIT PERDA INI MENJADI PAYUNG HUKUM UNTUK UPZ TELAH KAMI SAMPAIKAN PADA FRAKSI PARTAI KEBANGKITAN BANGSA.
9. SEDANGKAN TERKAIT FASILITASI PENDATAAN MUZAKKI JAWABAN TELAH KAMI SAMPAIKAN PADA FRAKSI PARTAI KEBANGKITAN BANGSA.
10. JAWABAN TERKAIT FASILITASI, SOSIALISASI, DAN EDUKASI PENGELOLAAN ZAKAT, IFAQ, DAN SEDEKAH TELAH KAMI SAMPAIKAN PADA FRAKSI GERAKAN INDONESIA RAYA.
DEMIKIAN PENJELASAN ATAS PANDANGAN UMUM FRAKSI-FRAKSI DPRD KABUPATEN SIDOARJO TERHADAP RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO TENTANG FASILITASI PELAKSANAAN PENGELOLAAN ZAKAT, INFAQ DAN SEDEKAH, APABILA DALAM JAWABAN ELSEKUTIF INI MASIH ADA KEKURANGAN, AKAN DIJABARKAN LEBIH LANJUT DALAM RAPAT PANSUS TERKAIT MAUPUN RAPAT LAINNYA DILINGKUNGAN DPRD KABUPATEN SIDOARJO, SEMOGA ALLAH SWT SENATIASA MEMBERIKAN PETUNJUK, BIMBINGAN DAN KEKUATAN KEPADA KITA SEMUA DALAM MENJALANKAN TUGAS YANG TELAH DIAMANATKAN- NYA UNTUK MEMBANGUN KABUPATEN SIDOARJO YANG KITA CINTAI BERSAMA INI.
SEKIAN, TERIMA KASIH ATAS PERHATIANNYA WALLAHUL MUWAFFIQ ILAA AQWAMIT THORIQ WASSALAMU’ALAIKUM WR.WB.
SIDOARJO, 30 SEPTEMBER 2022 BUPATI SIDOARJO,
XXXXX XXXXXXX, S.Ip
PEMERINTAH KABUPATEN SIDOARJO
SEKRETARIAT DAERAH
Xxxxx Xxxxxxxx Xxxxx Xx.0 Xxxxxxxx Xxxx Xxx 00000 Telepon. (031) 8921946,8921960,8921853 Faks. (031) 8941145
Email : xxxxx@xxxxxxxxxxx.xx.xx Website : xxx.xxxxxxxxxxx.xx.xx
NOTA DINAS
Kepada Yth. Asisten Administrasi Pemerintahan dan Kesra Dari : Kepala Bagian Hukum
Tanggal : 15 September 2022 Nomor : 180/12526/438.1.1.3/2022
Sifat : Segera Lampiran : -
Perihal : Laporan Kegiatan Non Litigasi Bulan Juli - September 2022
Bersama ini kami sampaikan Laporan hasil kegiatan penyelesaian permasalahan Non Litigasi sebagai berikut :
1. Rapat koordinasi dan konsultasi tanggal 22 Juli 2022 dengan Polresta Sidoarjo dan Kejari Sidoarjo, Terkait Pemetaan Potensi Kerawanan Sosial Dan Situasi Keamanan Di Desa Lambangan Kecamatan Wonoayu Atas Gugatan Pilkades Lambangan Di Pengadilan Tata Usaha Negara Surabaya. Pada saat ini proses persidangan telah sampai pada tahap putusan pengadilan yang mengalahkan Penggugat, dan sampai dengan saai ini masih menunggu perkembangan apakah Penggugat mengajukan Banding atau tidak ke PTTUN ;
2. Rapat koordinasi dan konsultasi dengan Polresta Sidoarjo Dan Kejaksaan Negeri Sidoarjo Terkait Situasi Dan Kondisi Masyarakat Terkait hasil Pelaksanaan Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) Serentak Di Kabupaten Sidoarjo Serta Pemetaaan Potensi Permasalahan Kerawanan Sosial tanggal 26 Agustus 2022 di Desa Bogempinggir, Kecamatan Balongbendo, terkait dugaan adanya surat keterangan palsu yang sampai dengan saat ini dimungkinkan akan ada pelaporan secara hukum ;
3. Rapat koordinasi dan konsultasi dengan Polresta Sidoarjo Dan Kejaksaan Negeri Sidoarjo Terkait Situasi Dan Kondisi Masyarakat Terkait Serta Pemetaaan Potensi Permasalahan Kerawanan Sosial tanggal 09 September 2022 dengan Polresta Sidoarjo Dan Kejari Sidoarjo terkait Desa Bogempinggir, Kecamatan Balongbendo, mengenai dugaan adanya surat keterangan palsu yang sampai dengan saat ini sedang berproses hukum di Polresta Sidoarjo;
Dokumen ini telah ditandatangani secara elektronik menggunakan sertifikat elektronik yang diterbitkan oleh BsrE sesuai dengan Undang Undang No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, tandatangan secara elektronik memiliki kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah.
Kesimpulan Xxx Xxxxx :
a. Terkait masalah gugatan lambangan akan dilakukan pemantauan dan koordinasi dengan FORKOMPIMCAM ;
b. Terkait permasalahan di Desa Boggempinggir akan dilakukan monitoring serta pencegahan agar tidak memicu kerawanan sosial sambal menunggu proses hukum yang sedang berjalan.
Demikian untuk menjadikan periksa dan mohon petunjuk.
KEPALA BAGIAN HUKUM
XXXX XXXXXXXXX, SH., MH
Pembina Tk. I
NIP. 00000000 000000 0 002
Dokumen ini telah ditandatangani secara elektronik menggunakan sertifikat elektronik yang diterbitkan oleh BsrE sesuai dengan Undang Undang No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, tandatangan secara elektronik memiliki kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah.
FFCCC
BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR
PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 1 TAHUN 2022
TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIDOARJO,
Menimbang | : | bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 105 Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah dan Pasal 511 ayat (1) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 19 Tahun 2016 tentang Pedoman Pengelolaan Barang Milik Daerah, perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Barang Milik Daerah; |
Mengingat | : | 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1950 tentang Pemerintahan Daerah Kabupaten di Djawa Timur (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 1950 Nomor 41), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1965 tentang Perubahan Batas Wilayah Kotapraja Surabaya dan Daerah Tingkat II Surabaya dengan Mengubah Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Kota Besar dalam Lingkungan Propinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Daerah Istimewa Jogyakarta (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1965 Nomor 19, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2730); 3. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2013); 4. Undang Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286); 5. Undang Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355); 6. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234), sebagaimana telah diubah |
beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2022 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 143, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6801);
7. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5589), sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 92, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5533), sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 142, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6523);
9. Peraturan Pemerintah Nomor 84 Tahun 2014 tentang Penjualan Barang Milik Negara/ Daerah Berupa Kendaraan Perorangan Dinas (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 305, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5610), sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2022 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 84 Tahun 2014 tentang Penjualan Barang Milik Negara/ Daerah Berupa Kendaraan Perorangan Dinas (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 127, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6797);
10. Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 421, Tambahan lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6322);
11. Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2017 tentang Penilaian Kembali Barang Milik Negara/Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 175);
12. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 5 Tahun 1997 tentang Tuntutan Perbendaharaan dan Tuntutan Ganti Rugi Keuangan dan Materiil Daerah;
13. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 7 Tahun 2006 tentang Standarisasi Sarana dan Prasarana Kerja Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 11 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 7 Tahun 2006 tentang Standarisasi Sarana dan Prasarana Kerja Pemerintahan Daerah;
14. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 80 Tahun 2015 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 2036), sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 120 Tahun 2018 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 80 Tahun 2015 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 157);
15. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 19 Tahun 2016 tentang Pedoman Pengelolaan Barang Milik Daerah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 547); |
Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN SIDOARJO dan BUPATI SIDOARJO |
MEMUTUSKAN: |
Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH. |
BAB I KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan:
1. Daerah adalah Kabupaten Sidoarjo.
2. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Daerah Kabupaten Sidoarjo.
3. Bupati adalah Bupati Sidoarjo.
4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, selanjutnya disebut DPRD adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Sidoarjo.
5. Sekretaris Daerah adalah Sekretaris Daerah Kabupaten Sidoarjo.
6. Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah yang selanjutnya disingkat BPKAD adalah Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Sidoarjo.
7. Perangkat Daerah adalah unsur pembantu Bupati dan DPRD dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan daerah Kabupaten Sidoarjo.
8. Unit Pelaksana Teknis Daerah yang selanjutnya disingkat UPTD adalah balai, panti, dan UPT pada Perangkat Daerah di lingkungan Pemerintah Daerah Sidoarjo.
9. Badan Layanan Umum Daerah yang selanjutnya disingkat BLUD adalah perangkat atau unit pelaksana teknis pada perangkat daerah di lingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten Sidoarjo yang menerapkan pola pengelolaan keuangan Badan Layanan Umum Daerah dan dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan, dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas.
10. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang selanjutnya disingkat APBD adalah Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Sidoarjo.
11. Barang Milik Daerah adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBD atau berasal dari perolehan lainnya yang sah.
12. Pengelola Barang adalah pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab menetapkan kebijakan dan pedoman serta melakukan pengelolaan Barang Milik Daerah.
13. Pengguna Barang adalah pejabat pemegang kewenangan Penggunaan Barang Milik Daerah.
14. Kuasa Pengguna Barang adalah Kepala Satuan Kerja atau Pejabat yang ditunjuk oleh Pengguna Barang untuk menggunakan barang yang berada dalam penguasaannya dengan sebaik- baiknya.
15. Penilai adalah pihak yang melakukan penilaian secara independen berdasarkan kompetensi yang dimilikinya.
16. Penilaian adalah proses kegiatan untuk memberikan suatu opini nilai atas suatu objek penilaian berupa Barang Milik Daerah pada saat tertentu.
17. Pengelolaan Barang Milik Daerah adalah Keseluruhan kegiatan yang meliputi perencanaan kebutuhan dan penganggaran, pengadaan, penggunaan, pemanfaatan, pengamanan dan pemeliharaan, penilaian, pemindah-tanganan, pemusnahan, penghapusan, penatausahaan dan pembinaan, pengawasan dan pengendalian.
18. Perencanaan Kebutuhan adalah kegiatan merumuskan rincian kebutuhan Barang Milik Daerah untuk menghubungkan pengadaan barang yang telah lalu dengan keadaan yang sedang berjalan sebagai dasar dalam melakukan tindakan yang akan datang.
19. Penggunaan adalah kegiatan yang dilakukan oleh Pengguna Barang dalam mengelola dan menatausahakan Barang Milik Daerah sesuai dengan tugas dan fungsi Satuan Kerja Perangkat Daerah yang bersangkutan.
20. Pemanfaatan adalah pendayagunaan Barang Milik Daerah yang tidak digunakan untuk penyelenggaraan tugas dan fungsi satuan kerja Perangkat Daerah dan/atau optimalisasi Barang Milik Daerah dengan tidak mengubah status kepemilikan.
21. Sewa adalah Pemanfaatan Barang Milik Daerah oleh pihak lain dalam jangka waktu tertentu dengan menerima imbalan uang tunai.
22. Pinjam Pakai adalah penyerahan PenggunaanBarang antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah atau antar Pemerintah Daerah dalam jangka waktu tertentu tanpa menerima imbalan dan setelah jangka waktu tersebut berakhir diserahkan kembali kepada Pengelola Barang.
23. Kerja Sama Pemanfaatan adalah pendayagunaan Barang Milik Daerah oleh pihak lain dalam jangka waktu tertentu dalam rangka peningkatan penerimaan daerah bukan pajak/ pendapatan daerah dan sumber pembiayaan lainnya.
24. Bangun Guna Serah adalah Pemanfaatan Barang Milik Daerah berupa tanah oleh pihak lain dengan cara mendirikan bangunan dan/atau sarana berikut fasilitasnya, kemudian didayagunakan oleh pihak lain tersebut dalam jangka waktu tertentu yang telah disepakati, untuk selanjutnya diserahkan kembali tanah beserta bangunan dan/ atau sarana berikut fasilitasnya setelah berakhirnya jangka waktu.
25. Bangun Serah Guna adalah Pemanfaatan Barang Milik Daerah berupa tanah oleh pihak lain dengan cara mendirikan bangunan dan/atau sarana berikut fasilitasnya, dan setelah selesai pembangunannya diserahkan untuk didayagunakan oleh pihak lain tersebut dalam jangka waktu tertentu yang disepakati.
26. Kerja Sama Penyediaan Infrastruktur adalah kerja sama antara Pemerintah dan Badan Usaha untuk kegiatan penyediaan infrastruktur sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang- undangan.
27. Pemindahtanganan adalah pengalihan kepemilikan Barang Milik Daerah.
28. Penjualan adalah pengalihan kepemilikan Barang Milik Daerah kepada pihak lain dengan menerima penggantian dalam bentuk uang.
29. Tukar menukar adalah pengalihan kepemilikan Barang Milik Daerah yang dilakukan antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah, antar Pemerintah Daerah, atau antara Pemerintah Daerah dengan Pihak Lain, dengan menerima penggantian utama dalam bentuk barang, paling sedikit dengan nilai seimbang.
30. Hibah adalah pengalihan kepemilikan barang dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah, dari Pemerintah Daerah kepada Pemerintah Pusat, antar Pemerintah Daerah, atau dari Pemerintah Daerah kepada Pihak Lain, tanpa memperoleh penggantian.
31. Penyertaan Modal Pemerintah Daerah adalah pengalihan kepemilikan Barang Milik Daerah yang semula merupakan kekayaan yang tidak dipisahkan menjadi kekayaan yang dipisahkan untuk diperhitungkan sebagai modal/ saham daerah pada badan usaha milik negara/ badan usaha milik daerah atau badan hukum lainnya yang dimiliki negara.
32. Pemusnahan adalah tindakan memusnahkan fisik dan/atau kegunaan Barang Milik Daerah.
33. Penghapusan adalah tindakan menghapusBarang Milik Daerah dari daftar barang dengan menerbitkan keputusan dari pejabat yang berwenang untuk membebaskan Pengelola Barang, Pengguna Barang, dan/atau kuasa Pengguna Barang dari tanggung jawab administrasi dan fisik atas barang yang berada dalam penguasaannya.
34. Penatausahaan adalah rangkaian kegiatan yang meliputi pembukuan, inventarisasi, dan pelaporan Barang Milik Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
35. Inventarisasi adalah kegiatan untuk melakukan pendataan, pencatatan, dan pelaporan hasil pendataan Barang Milik Daerah.
36. Daftar Barang Pengguna yang selanjutnya disingkat DBP adalah daftar yang memuat data barang yang digunakan oleh masing- masing Pengguna Barang.
37. Daftar Barang Kuasa Pengguna yang selanjutnya disingkat DBKP adalah daftar yang memuat data barang yang dimiliki oleh masing-masing Kuasa Pengguna Barang.
38. Pihak lain adalah pihak-pihak selain Pemerintah Daerah.
BAB II
ASAS-ASAS PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH
Pasal 2
Pengelolaan barang milik daerah dilaksanakan berdasarkan :
a. asas fungsional;
b. asas kepastian hukum;
c. asas transparansi;
d. asas efisiensi;
e. asas akuntabilitas; dan
f. asas kepastian nilai.
BAB III RUANG LINGKUP
Pasal 3 Ruang lingkup Peraturan Daerah ini adalah :
a. Pejabat Pengelola Barang;
b. Perencanaan kebutuhan dan penganggaran;
x. Xxxxadaan;
d. Penggunaan;
e. Pemanfaatan;
x. Xxxxamanan dan Pemeliharaan;
g. Penilaian;
h. Pemindahtanganan;
i. Pemusnahan;
x. Xxxxhapusan;
k. Penatausahaan;
l. Pembinaan, Pengawasan dan Pengendalian;
m. pengelolaan Barang Milik Daerah oleh BLUD;
n. Barang Milik Daerah berupa Rumah Daerah;
o. ganti rugi dan sanksi; dan
p. sengketa Barang Milik Daerah.
Bagian Kesatu Barang Milik Daerah
Pasal 4
(1) Barang Milik Daerah meliputi:
a. barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBD; dan
b. barang yang berasal dari perolehan lainnya yang sah.
(2) Barang Milik Daerah yang dibeli atau diperoleh atas beban APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, harus dilengkapi dokumen pengadaan.
(3) Barang Milik Daerah yang berasal dari perolehan lainnya yang sah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, harus dilengkapi dokumen perolehan.
(4) Barang Milik Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), bersifat berwujud maupun tidak berwujud.
(5) Barang Milik Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, meliputi:
a. barang yang diperoleh dari hibah/sumbangan atau yang sejenis;
b. barang yang diperoleh sebagai pelaksanaan dari perjanjian/ kontrak;
c. barang yang diperoleh sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
d. barang yang diperoleh berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap; atau
e. barang yang diperoleh kembali dari hasil divestasi atas penyertaan modal pemerintah daerah.
BAB IV
PEJABAT PENGELOLA BARANG MILIK DAERAH
Bagian Kesatu
Pemegang Kekuasaan Pengelolaan Barang Milik Daerah
Pasal 5
(1) Bupati adalah Pemegang Kekuasaan Pengelolaan Barang Milik Daerah.
(2) Pemegang kekuasaan pengelolaan Barang Milik Daerah, berwenang dan bertanggung jawab:
a. menetapkan kebijakan pengelolaan barang milik daerah;
b. menetapkan penggunaan, pemanfaatan, atau pemindahtanganan barang milik daerah;
c. menetapkan kebijakan pengamanan dan pemeliharaan barang milik daerah;
d. menetapkan pejabat yang mengurus dan menyimpan barang milik daerah;
e. mengajukan usul pemindahtanganan barang milik daerah yang memerlukan persetujuan DPRD;
f. menyetujui usul pemindahtanganan, pemusnahan, dan penghapusan barang milik daerah sesuai batas kewenangannya;
g. menyetujui usul pemanfaatan barang milik daerah selain tanah dan/atau bangunan; dan
h. menyetujui usul pemanfaatan barang milik daerah dalam bentuk kerjasama penyediaan infrastruktur.
Bagian Kedua Pengelola Barang Milik Daerah
Pasal 6
(1) Sekretaris Daerah adalah Pengelola Barang Milik Daerah.
(2) Pengelola Barang Milik Daerah berwenang dan bertanggung jawab:
a. meneliti dan menyetujui rencana kebutuhan barang milik daerah;
b. meneliti dan menyetujui rencana kebutuhan pemeliharaan/ perawatan barang milik daerah;
c. mengajukan usul pemanfaatan dan pemindahtanganan barang milik daerah yang memerlukan persetujuan Bupati;
d. mengatur pelaksanaan penggunaan, pemanfaatan, pemusnahan, dan penghapusan barang milik daerah;
e. mengatur pelaksanaan pemindahtanganan barang milik daerah yang telah disetujui oleh Bupati atau DPRD;
f. melakukan koordinasi dalam pelaksanaan inventarisasi barang milik daerah; dan
g. melakukan pengawasan dan pengendalian atas pengelolaan barang milik daerah.
Bagian Ketiga
Pejabat Penatausahaan Barang
Pasal 7
(1) Kepala Perangkat Daerah yang mempunyai fungsi pengelolaan barang milik daerah selaku Pejabat Penatausahaan Barang.
(2) Pejabat Penatausahaan Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1). ditetapkan dengan Keputusan Bupati.
(3) Pejabat Penatausahaan Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), mempunyai wewenang dan tanggungjawab:
a. membantu meneliti dan memberikan pertimbangan persetujuan dalam penyusunan rencana kebutuhan barang milik daerah kepada Pengelola Barang;
b. membantu meneliti dan memberikan pertimbangan persetujuan dalam penyusunan rencana kebutuhan pemeliharaan/ perawatan barang milik daerah kepada Pengelola Barang;
c. memberikan pertimbangan kepada Pengelola Barang atas pengajuan usul pemanfaatan dan pemindahtanganan barang milik daerah yang memerlukan persetujuan Bupati;
d. memberikan pertimbangan kepada pengelola barang untuk mengatur pelaksanaan penggunaan, pemanfaatan, pemusnahan, dan penghapusan barang milik daerah;
e. memberikan pertimbangan kepada pengelola barang atas pelaksanaan pemindahtanganan barang milik daerah yang telah disetujui oleh Bupati atau DPRD;
f. membantu Pengelola Barang dalam pelaksanaan koordinasi inventarisasi barang milik daerah;
g. melakukan pencatatan barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan yang telah diserahkan dari Pengguna Barang yang tidak digunakan untuk kepentingan penyelenggaraan tugas dan fungsi SKPD dan sedang tidak dimanfaatkan pihak lain kepada Bupati melalui Pengelola Barang, serta barang milik daerah yang berada pada Pengelola Barang;
h. mengamankan dan memelihara barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada huruf g;
i. membantu Pengelola Barang dalam pengawasan dan pengendalian atas pengelolaan barang milik daerah; dan
j. menyusun laporan barang milik daerah.
Bagian Keempat
Pengguna Barang/ Kuasa Pengguna Barang
Pasal 8
(1) Kepala Perangkat Daerah adalah Pengguna Barang Milik Daerah.
(2) Pengguna Barang Milik Daerah berwenang dan bertanggung jawab:
a. mengajukan rencana kebutuhan dan penganggaran barang milik daerah bagi Perangkat Daerah yang dipimpinnya;
b. mengajukan permohonan penetapan status penggunaan barang yang diperoleh dari beban APBD dan perolehan lainnya yang sah;
c. melakukan pencatatan dan inventarisasi barang milik daerah yang berada dalam penguasaannya;
d. menggunakan barang milik daerah yang berada dalam penguasaannya untuk kepentingan penyelenggaraan tugas dan fungsi Perangkat Daerah yang dipimpinnya;
e. mengamankan dan memelihara barang milik daerah yang berada dalam penguasaannya;
f. mengajukan usul pemanfaatan dan pemindahtanganan barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan yang tidak memerlukan persetujuan DPRD dan barang milik daerah selain tanah dan/atau bangunan;
g. menyerahkan barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan yang tidak digunakan untuk kepentingan penyelenggaraan tugas dan fungsi SKPD yang dipimpinnya dan sedang tidak dimanfaatkan pihak lain, kepada Bupati melalui Pengelola Barang;
h. mengajukan usul pemusnahan dan penghapusan barang milik daerah;
i. melakukan pembinaan, pengawasan, dan pengendalian atas penggunaan barang milik daerah yang ada dalam penguasaannya; dan
j. menyusun dan menyampaikan laporan barang pengguna semesteran dan laporan barang pengguna tahunan yang berada dalam penguasaannya kepada Pengelola Barang.
(3) Pengguna Barang dapat melimpahkan sebagian kewenangan dan tanggung jawab kepada Kuasa Pengguna Barang.
(4) Pelimpahan sebagian wewenang dan tanggungjawab kepada Kuasa Pengguna Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ditetapkan oleh Bupati atas usul Pengguna Barang.
(5) Penetapan kuasa pengguna barang sebagaimana dimaksud pada ayat (4), berdasarkan pertimbangan jumlah barang yang dikelola, beban kerja, lokasi, kompetensi, dan/atau rentang kendali, dan pertimbangan objektif lainnya.
Pasal 9
Kuasa Pengguna Barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3), berwenang dan bertanggung jawab :
a. mengajukan rencana kebutuhan Barang Milik Daerah untuk unit kerja yang dipimpinnya kepada Pengguna Barang;
b. mengajukan permohonan penetapan status Penggunaan Barang Milik Daerah yang berada dalam penguasaannya kepada Pengguna Barang;
c. melakukan pencatatan dan Inventarisasi Barang Milik Daerah yang berada dalam penguasaannya;
d. menggunakan Barang Milik Daerah yang berada dalam penguasaannya untuk kepentingan penyelenggaraan tugas dan fungsi unit kerja yang dipimpinnya;
e. mengamankan dan memelihara Barang Milik Daerah yang berada dalam penguasaannya;
f. mengajukan usul Pemanfaatan dan Pemindahtanganan Barang Milik Daerah yang berada dalam penguasaannya kepada Pengguna Barang;
g. menyerahkan Barang Milik Daerah yang tidak digunakan untuk kepentingan penyelenggaraan tugas dan fungsi unit kerja yang dipimpinnya dan sedang tidak dimanfaatkan Pihak Lain, kepada Pengguna Barang;
h. mengajukan usul Pemusnahan dan Penghapusan Barang Milik Daerah kepada Pengguna Barang;
i. melakukan pengawasan dan pengendalian atas Penggunaan Barang Milik Daerah yang berada dalam penguasaannya; dan
j. menyusun dan menyampaikan Laporan Barang Kuasa Pengguna Semesteran (LBKPS) dan Laporan Barang Kuasa Pengguna Tahunan (LBKPT) yang berada dalam penguasaannya kepada Pengguna Barang.
Bagian Kelima
Pejabat Penatausahaan Pengguna Barang
Pasal 10
(1) Pengguna Barang dibantu oleh Pejabat Penatausahaan Pengguna Barang.
(2) Pejabat Penatausahaan Pengguna Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan oleh Bupati atas usul Pengguna Barang.
(3) Pejabat Penatausahaan Pengguna Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (2), yaitu pejabat yang membidangi fungsi pengelolaan barang milik daerah pada Pengguna Barang.
(4) Pejabat Penatausahaan Pengguna Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (2), berwenang dan bertanggung jawab:
a. menyiapkan rencana kebutuhan dan penganggaran barang milik daerah pada Pengguna Barang;
b. meneliti usulan permohonan penetapan status penggunaan barang yang diperoleh dari beban APBD dan perolehan lainnya yang sah;
c. meneliti pencatatan dan inventarisasi barang milik daerah yang dilaksanakan oleh Pengurus Barang dan/atau Pengurus Barang Pembantu;
d. menyusun pengajuan usulan pemanfaatan dan pemindahtanganan barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan yang tidak memerlukan persetujuan DPRD dan barang milik daerah selain tanah dan/atau bangunan;
e. mengusulkan rencana penyerahan barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan yang tidak digunakan untuk kepentingan penyelenggaraan tugas dan fungsi Pengguna Barang dan sedang tidak dimanfaatkan oleh pihak lain;
f. menyiapkan usulan pemusnahan dan penghapusan barang milik daerah;
g. meneliti laporan barang semesteran dan tahunan yang dilaksanakan oleh Pengurus Barang dan/atau Pengurus Barang Pembantu;
h. memberikan persetujuan atas Surat Permintaan Barang (SPB) dengan menerbitkan Surat Perintah Penyaluran Barang (SPPB) untuk mengeluarkan barang milik daerah dari gudang penyimpanan;
i. meneliti dan memverifikasi Kartu Inventaris Ruangan (KIR) setiap semester dan setiap tahun;
j. melakukan verifikasi sebagai dasar memberikan persetujuan atas perubahan kondisi fisik barang milik daerah; dan
k. meneliti laporan mutasi barang setiap bulan yang disampaikan oleh Pengurus Barang Pengguna dan/atau Pengurus Barang Pembantu.
Bagian Keenam Pengurus Barang Pengelola
Pasal 11
(1) Pengurus Barang Pengelola ditetapkan oleh Bupati atas usul Pejabat Penatausahaan Barang.
(2) Pengurus Barang Pengelola sebagaimana dimaksud pada ayat (1), adalah pejabat yang membidangi fungsi pengelolaan barang milik daerah pada Pejabat Penatausahaan Barang.
(3) Pengurus Barang Pengelola sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berwenang dan bertanggung jawab:
a. membantu meneliti dan menyiapkan bahan pertimbangan persetujuan dalam penyusunan rencana kebutuhan barang milik daerah kepada Pejabat Penatausahaan Barang;
b. membantu meneliti dan menyiapkan bahan pertimbangan persetujuan dalam penyusunan rencana kebutuhan pemeliharaan/ perawatan barang milik daerah kepada Pejabat Penatausahaan Barang;
c. menyiapkan dokumen pengajuan usulan pemanfaatan dan pemindahtanganan barang milik daerah yang memerlukan persetujuan Bupati;
d. meneliti dokumen usulan penggunaan, pemanfaatan, pemusnahan, dan penghapusan dari Pengguna Barang, sebagai bahan pertimbangan oleh Pejabat Penatausahaan Barang dalam pengaturan pelaksanaan penggunaan, pemanfaatan, pemusnahan, dan penghapusan barang milik daerah;
e. menyiapkan bahan pencatatan barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan yang telah diserahkan dari Pengguna Barang yang tidak digunakan untuk kepentingan penyelenggaraan tugas dan fungsi Perangkat Daerah dan sedang tidak dimanfaatkan pihak lain kepada Bupati melalui Pengelola Barang;
f. menyimpan dokumen asli kepemilikan barang milik daerah;
g. menyimpan salinan dokumen Laporan Barang Pengguna/ Kuasa Pengguna Barang;
h. melakukan rekonsiliasi dalam rangka penyusunan laporan barang milik daerah; dan
i. merekapitulasi dan menghimpun Laporan Barang Pengguna semesteran dan tahunan serta Laporan Barang Pengelola sebagai bahan penyusunan Laporan barang milik daerah.
(4) Pengurus Barang Pengelola secara administratif dan secara fungsional bertanggung jawab atas pelaksanaan tugasnya kepada Pengelola Barang melalui Pejabat Penatausahaan Barang.
(5) Dalam hal melaksanakan tugas dan fungsi administrasi Pengurus Barang Pengelola dapat dibantu oleh Pembantu Pengurus Barang Pengelola yang ditetapkan oleh Pejabat Penatausahaan Barang.
(6) Pengurus Barang Pengelola dilarang melakukan kegiatan perdagangan, pekerjaan pemborongan dan penjualan jasa atau bertindak sebagai penjamin atas kegiatan/ pekerjaan/penjualan tersebut yang anggarannya dibebankan pada APBD.
Bagian Ketujuh Pengurus Barang Pengguna
Pasal 12
(1) Pengurus Barang Pengguna ditetapkan oleh Bupati atas usul Pengguna Barang.
(2) Pengurus Barang Pengguna sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berwenang dan bertanggung jawab:
a. membantu menyiapkan dokumen rencana kebutuhan dan penganggaran barang milik daerah;
b. menyiapkan usulan permohonan penetapan status penggunaan barang milik daerah yang diperoleh dari beban APBD dan perolehan lainnya yang sah;
c. melaksanakan pencatatan dan inventarisasi barang milik daerah;
d. membantu mengamankan barang milik daerah yang berada pada Pengguna Barang;
e. menyiapkan dokumen pengajuan usulan pemanfaatan dan pemindahtanganan barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan yang tidak memerlukan persetujuan DPRD dan barang milik daerah selain tanah dan/atau bangunan;
f. menyiapkan dokumen penyerahan barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan yang tidak digunakan untuk kepentingan penyelenggaraan tugas dan fungsi Pengguna Barang dan sedang tidak dimanfaatkan pihak lain;
g. menyiapkan dokumen pengajuan usulan pemusnahan dan penghapusan barang milik daerah;
h. menyusun laporan barang semesteran dan tahunan;
i. menyiapkan Surat Permintaan Barang (SPB) berdasarkan nota permintaan barang;
j. mengajukan Surat Permintaan Barang (SPB) kepada Pejabat Penatausahaan Barang Pengguna;
k. menyerahkan barang berdasarkan Surat Perintah Penyaluran Barang (SPPB) yang dituangkan dalam berita acara penyerahan barang;
l. membuat Kartu Inventaris Ruangan (KIR) semesteran dan tahunan;
m. memberi label barang milik daerah;
n. mengajukan permohonan persetujuan kepada Pejabat Penatausahaan Pengguna Barang atas perubahan kondisi fisik barang milik daerah berdasarkan pengecekan fisik barang;
o. melakukan stock opname barang persediaan;
p. menyimpan dokumen, antara lain: fotokopi/salinan dokumen kepemilikan barang milik daerah dan menyimpan asli/fotokopi/salinan dokumen penatausahaan;
q. melakukan rekonsiliasi dalam rangka penyusunan laporan barang Pengguna Barang dan laporan barang milik daerah; dan
r. membuat laporan mutasi barang setiap bulan yang disampaikan kepada Pengelola Barang melalui Pengguna Barang setelah diteliti oleh Pejabat Penatausahaan Pengguna Barang.
(3) Pengurus Barang Pengguna sebagaimana dimaksud pada ayat (2) secara administratif bertanggung jawab kepada Pengguna Barang dan secara fungsional bertanggungjawab atas pelaksanaan tugasnya kepada Pengelola Barang melalui Pejabat Penatausahaan Barang.
(4) Dalam hal melaksanakan tugas dan fungsi administrasi Pengurus Barang Pengguna dapat dibantu oleh Pembantu Pengurus Barang Pengguna yang ditetapkan oleh Pengguna Barang.
(5) Pengurus Barang Pengguna dilarang melakukan kegiatan perdagangan, pekerjaan pemborongan dan penjualan jasa atau bertindak sebagai penjamin atas kegiatan/pekerjaan/penjualan tersebut yang anggarannya dibebankan pada APBD.
Bagian Kedelapan Pengurus Barang Pembantu
Pasal 13
(1) Bupati menetapkan Pengurus Barang Pembantu atas usul Kuasa Pengguna Barang melalui Pengguna Barang.
(2) Pembentukan Pengurus Barang Pembantu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan berdasarkan pertimbangan jumlah barang yang dikelola, beban kerja, lokasi, kompetensi dan/atau rentang kendali dan pertimbangan objektif lainnya.
(3) Pengurus Barang Pembantu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berwenang dan bertanggung jawab:
a. menyiapkan dokumen rencana kebutuhan dan penganggaran barang milik daerah;
b. menyiapkan usulan permohonan penetapan status penggunaan barang milik daerah yang diperoleh dari beban APBD dan perolehan lainnya yang sah;
c. melaksanakan pencatatan dan inventarisasi barang milik daerah;
d. membantu mengamankan barang milik daerah yang berada pada Kuasa Pengguna Barang;
e. menyiapkan dokumen pengajuan usulan pemanfaatan dan pemindahtanganan barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan yang tidak memerlukan persetujuan DPRD dan barang milik daerah selain tanah dan/atau bangunan;
f. menyiapkan dokumen penyerahan barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan yang tidak digunakan untuk kepentingan penyelenggaraan tugas dan fungsi Kuasa Pengguna Barang dan sedang tidak dimanfaatkan pihak lain;
g. menyiapkan dokumen pengajuan usulan pemusnahan dan penghapusan barang milik daerah;
h. menyusun laporan barang semesteran dan tahunan;
i. menyiapkan Surat Permintaan Barang (SPB) berdasarkan nota permintaan barang;
j. mengajukan Surat Permintaan Barang (SPB) kepada Kuasa Pengguna Barang;
k. menyerahkan barang berdasarkan Surat Perintah Penyaluran Barang (SPPB) yang dituangkan dalam berita acara penyerahan barang;
l. membuat Kartu Inventaris Ruangan (KIR) semesteran dan tahunan;
m. memberi label barang milik daerah;
n. mengajukan permohonan persetujuan kepada Pejabat Penatausahaan Pengguna Barang melalui Kuasa Pengguna Barang atas perubahan kondisi fisik barang milik daerah pengecekan fisik barang;
o. melakukan stock opname barang persediaan;
p. menyimpan dokumen, antara lain: fotokopi/salinan dokumen kepemilikan barang milik daerah dan menyimpan asli/fotokopi/salinan dokumen penatausahaan;
q. melakukan rekonsiliasi dalam rangka penyusunan laporan barang Kuasa Pengguna Barang dan laporan barang milik daerah; dan
r. membuat laporan mutasi barang setiap bulan yang disampaikan pada Pengguna Barang melalui Kuasa Pengguna Barang setelah diteliti oleh Pejabat Penatausahaan Pengguna Barang dan Pengurus Barang Pengguna.
(4) Pengurus Barang Pembantu baik secara langsung maupun tidak langsung dilarang melakukan kegiatan perdagangan, pekerjaan pemborongan dan penjualan jasa atau bertindak sebagai penjamin atas kegiatan/ pekerjaan/ penjualan tersebut, yang anggarannya dibebankan pada APBD.
BAB V
PERENCANAAN KEBUTUHAN DAN PENGANGGARAN
Pasal 14
(1) Perencanaan Kebutuhan Barang Milik Daerah disusun dengan memperhatikan kebutuhan pelaksanaan tugas dan fungsi Perangkat Daerah serta ketersediaan Barang Milik Daerah yang ada.
(2) Perencanaan Kebutuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi perencanaan pengadaan, pemeliharaan, Pemanfaatan, Pemindahtanganan, dan Penghapusan Barang Milik Daerah.
(3) Perencanaan Kebutuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), merupakan salah satu dasar bagi Perangkat Daerah dalam pengusulan penyediaan anggaran untuk kebutuhan baru (new initiative) dan angka dasar (baseline) serta penyusunan rencana kerja dan anggaran.
(4) Perencanaan Kebutuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kecuali untuk Penghapusan, berpedoman pada:
a. standar barang;
b. standar kebutuhan; dan/atau
c. standar harga.
(5) Standar barang dan standar kebutuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a dan huruf b, ditetapkan oleh Bupati setelah berkoordinasi dengan dinas teknis terkait.
(6) Penetapan standar kebutuhan oleh Bupati sebagaimana dimaksud pada ayat (5), dilakukan berdasarkan peraturan perundang-undangan.
(7) Standar harga sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf c, ditetapkan oleh Bupati sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 15
(1) Pengguna Barang menghimpun usul rencana kebutuhan barang yang diajukan oleh Kuasa Pengguna Barang yang berada di lingkungan kantor yang dipimpinnya.
(2) Pengguna Barang menyampaikan usul rencana kebutuhan Barang Milik Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kepada Pengelola Barang.
(3) Pengelola Barang melakukan penelaahan atas usul rencana kebutuhan Barang Milik Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2), bersama Pengguna Barang dengan memperhatikan data barang pada Pengguna Barang dan/atau Pengelola Barang dan menetapkannya sebagai rencana kebutuhan Barang Milik Daerah.
Pasal 16
Ketentuan lebih lanjut mengenai Tata cara perencanaan kebutuhan dan penganggaran Barang Milik Daerah di lingkungan Kabupaten Sidoarjo, diatur dalam Peraturan Bupati.
BAB VI PENGADAAN
Pasal 17
Pengadaan Barang Milik Daerah dilaksanakan berdasarkan prinsip efisien, efektif, transparan dan terbuka, bersaing, adil dan akuntabel.
Pasal 18
Pelaksanaan pengadaan Barang Milik Daerah dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB VII PENGGUNAAN
Pasal 19
Status Penggunaan Barang Milik Daerah ditetapkan oleh Bupati.
Pasal 20
Penetapan status Penggunaan tidak dilakukan terhadap Barang Milik Daerah berupa :
a. barang persediaan;
b. kontruksi dalam pengerjaan;
c. barang yang dari awal pengadaannya direncanakan untuk dihibahkan;
d. aset tetap renovasi (ATR).
Pasal 21
(1) Bupati dapat mendelegasikan penetapan status Penggunaan atas Barang Milik Daerah selain tanah dan/atau bangunan dengan kondisi tertentu kepada Pengelola Barang Milik Daerah.
(2) Kondisi tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yaitu:
a. Barang Milik Daerah yang tidak mempunyai bukti kepemilikan; dan/atau
x. Xxxxx tertentu yang ditetapkan oleh Xxxxxx.
Pasal 22
Penetapan status Penggunaan Barang Milik Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 dilakukan dengan tata cara sebagai berikut:
a. Pengguna Barang melaporkan Barang Milik Daerah yang diterimanya kepada Pengelola Barang disertai dengan usul Penggunaan; dan
b. Pengelola Barang meneliti laporan dari Pengguna Barang sebagaimana dimaksud pada huruf a dan mengajukan usul Penggunaan kepada Bupati untuk ditetapkan status Penggunaannya.
Pasal 23
(1) Barang Milik Daerah dapat ditetapkan status penggunaannya untuk penyelenggaraan tugas dan fungsi Perangkat Daerah, guna dioperasikan oleh Pihak Lain dalam rangka menjalankan pelayanan umum sesuai tugas dan fungsi Perangkat Daerah yang bersangkutan.
(2) Pengoperasian barang milik daerah oleh pihak lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1), paling lama 5 (tahun) dan dapat diperpanjang.
(3) Ketentuan lebih lanjut pelaksanaan penggunaan barang milik daerah oleh Pengguna Barang untuk dioperasikan oleh Pihak Lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur dalam Peraturan Bupati.
Pasal 24
(1) Barang Milik Daerah dapat dialihkan status Penggunaannya dari Pengguna Barang kepada Pengguna Barang lainnya untuk penyelenggaraan tugas dan fungsi berdasarkan persetujuan Bupati.
(2) Pengalihan status Penggunaan Barang Milik Daerah dapat pula dilakukan berdasarkan inisiatif dari Bupati, dengan terlebih dahulu memberitahukan maksudnya tersebut kepada Pengguna Barang.
Pasal 25
(1) Penetapan status Penggunaan Barang Milik Daerah berupa tanah dan/atau bangunan dilakukan dengan ketentuan bahwa tanah dan/atau bangunan tersebut diperlukan untuk kepentingan penyelenggaraan tugas dan fungsi Pengguna Barang dan/atau Kuasa Pengguna Barang yang bersangkutan.
(2) Pengguna Barang wajib menyerahkan Barang Milik Daerah berupa tanah dan/atau bangunan yang tidak digunakan dalam penyelenggaraan tugas dan fungsi Pengguna Barang, kepada Bupati melalui Pengelola Barang Milik Daerah.
(3) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), apabila tanah dan/atau bangunan tersebut telah direncanakan untuk digunakan atau dimanfaatkan dalam jangka waktu tertentu yang ditetapkan oleh Bupati.
Pasal 26
(1) Pengguna Barang yang tidak menyerahkan Barang Milik Daerah berupa tanah dan/atau bangunan yang tidak digunakan untuk kepentingan penyelenggaraan tugas dan fungsi Pengguna Barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2) kepada Bupati, dikenakan sanksi berupa pembekuan dana pemeliharaan Barang Milik Daerah berupa tanah dan/atau bangunan tersebut.
(2) Tanah dan/atau bangunan yang tidak digunakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), atau tidak dimanfaatkan, dicabut penetapan status Penggunaannya oleh Bupati.
(3) Tata cara pengenaan sanksi kepada Pengguna Barang yang tidak menyerahkan Barang Milik Daerah diatur dalam Peraturan Bupati.
Pasal 27
(1) Bupati menetapkan Barang Milik Daerah yang harus diserahkan oleh Pengguna Barang karena tidak digunakan untuk kepentingan penyelenggaraan tugas dan fungsi Pengguna Barang dan/atau Kuasa Pengguna Barang dan tidak dimanfaatkan oleh Pihak Lain.
(2) Dalam menetapkan penyerahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bupati memperhatikan:
a. standar kebutuhan tanah dan/atau bangunan untuk menyelenggarakan dan menunjang tugas dan fungsi Perangkat Daerah bersangkutan;
b. hasil audit atas Penggunaan tanah dan/atau bangunan; dan/atau
c. laporan, data, dan informasi yang diperoleh dari sumber lain.
(3) Tindak lanjut Pengelolaan atas penyerahan Barang Milik Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi:
a. penetapan status Penggunaan;
b. Pemanfaatan; atau
c. Pemindahtanganan.
Pasal 28
(1) Barang Milik Daerah yang telah ditetapkan status penggunaannya pada Pengguna Barang, dapat digunakan sementara oleh Pengguna Barang lainnya dalam jangka waktu tertentu tanpa harus mengubah status penggunaan Barang Milik Daerah tersebut, setelah terlebih dahulu mendapatkan persetujuan Bupati.
(2) Penggunaan sementara Barang Milik Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dilakukan untuk jangka waktu:
a. paling lama 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang untuk Barang Milik Daerah berupa tanah dan/atau bangunan;
b. paling lama 2 (dua) tahun dan dapat diperpanjang untuk Barang Milik Daerah selain tanah dan/atau bangunan.
Pasal 29
Apabila jangka waktu penggunaan sementara atas barang milik daerah telah berakhir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2), maka:
a. Pengguna Barang Sementara, mengembalikan Barang Milik Daerah kepada Pengguna Barang; atau
b. dilakukan pengalihan status penggunaan kepada Pengguna Barang yang menggunakan sementara barang milik daerah.
Pasal 30
(1) Pengguna Barang Sementara, dapat mengajukan permohonan perpanjangan waktu penggunaan sementara atas Barang Milik Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2).
(2) Perpanjangan waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan Pengguna Barang kepada Bupati paling lambat 3 (tiga) bulan sebelum jangka waktu penggunaan sementara barang milik daerah berakhir.
Pasal 31
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan penggunaan sementara Barang Milik Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28, diatur dalam Peraturan Bupati.
BAB VIII PEMANFAATAN
Bagian Kesatu Kriteria Pemanfaatan
Pasal 32
(1) Pemanfaatan Barang Milik Daerah dilaksanakan oleh:
a. Pengelola Barang dengan persetujuan Bupati, untuk Barang Milik Daerah yang berada dalam penguasaan Pengelola Barang;
b. Pengguna Barang dengan persetujuan Pengelola Barang, untuk Barang Milik Daerah berupa sebagian tanah dan/atau bangunan yang masih digunakan oleh Pengguna Barang, dan selain tanah dan/atau bangunan.
(2) Pemanfaatan Barang Milik Daerah dilaksanakan berdasarkan pertimbangan teknis dengan memperhatikan kepentingan daerah dan kepentingan umum.
Bagian Kedua Bentuk Pemanfaatan
Pasal 33
Bentuk Pemanfaatan Barang Milik Daerah berupa:
a. Sewa;
b. Pinjam Pakai;
x. Xxxxxsama Pemanfaatan;
d. Bangun Guna Serah atau Bangun Serah Guna; atau
e. Kerja Sama Penyediaan Infrastruktur.
Bagian Ketiga
Mitra dan Objek Pemanfaatan
Pasal 34
Mitra Pemanfaatan meliputi:
a. penyewa, untuk pemanfaatan barang milik daerah dalam bentuk Sewa;
b. peminjam pakai, untuk pemanfaatan barang milik daerah dalam bentuk Pinjam Pakai;
c. mitra Kerjasama Pemanfaatan, untuk pemanfaatan barang milik daerah dalam bentuk Kerjasama Pemanfaatan;
d. mitra Bangun Guna Serah atau Bangun Serah Guna, untuk pemanfaatan barang milik daerah dalam bentuk Bangun Guna Serah atau Bangun Serah Guna; dan
e. mitra Kerja Sama Penyediaan Infrastruktur, untuk pemanfaatan barang milik daerah dalam bentuk Kerja Sama Penyediaan Infrastruktur.
Pasal 35
Mitra Pemanfaatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34, memiliki tanggung jawab:
a. melakukan pembayaran atas pemanfaatan barang milik daerah sesuai bentuk pemanfaatan;
b. menyerahkan hasil pelaksanaan pemanfaatan sesuai ketentuan bentuk pemanfaatan;
c. melakukan pengamanan dan pemeliharaan atas barang milik daerah yang dilakukan pemanfaatan dan hasil pelaksanaan pemanfaatan barang milik daerah;
d. mengembalikan barang milik daerah setelah berakhirnya pelaksanaan; dan
e. memenuhi kewajiban lainnya yang ditentukan dalam perjanjian pemanfaatan barang milik daerah.
Pasal 36
(1) Objek pemanfaatan barang milik daerah meliputi:
a. tanah dan/atau bangunan; dan
b. selain tanah dan/atau bangunan.
(2) Objek pemanfaatan barang milik daerah berupa tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, dapat dilakukan untuk sebagian atau keseluruhannya.
(3) Dalam hal objek pemanfaatan barang milik daerah berupa sebagian tanah dan/ atau bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), luas tanah dan/atau bangunan yang menjadi objek pemanfaatan barang milik daerah adalah sebesar luas bagian tanah dan/atau bangunan yang dimanfaatkan.
Bagian Keempat Sewa
Pasal 37
(1) Penyewaan barang milik daerah dilakukan dengan tujuan:
a. mengoptimalkan pendayagunaan barang milik daerah yang belum/tidak dilakukan penggunaan dalam pelaksanaan tugas dan fungsi penyelenggaraan pemerintahan daerah;
b. memperoleh fasilitas yang diperlukan dalam rangka menunjang tugas dan fungsi Pengguna Barang; dan/atau
c. mencegah penggunaan barang milik daerah oleh pihak lain secara tidak sah.
(2) Penyewaan barang milik daerah dilakukan sepanjang tidak merugikan pemerintah daerah dan tidak mengganggu pelaksanaan tugas dan fungsi penyelenggaraan pemerintahan daerah.
Pasal 38
(1) Sewa Barang Milik Daerah dilaksanakan terhadap:
a. Barang Milik Daerah berupa tanah dan/atau bangunan yang sudah diserahkan oleh Pengguna Barang kepada Bupati;
b. Barang Milik Daerah berupa sebagian tanah dan/atau bangunan yang masih digunakan oleh Pengguna Barang; atau
c. Barang Milik Daerah selain tanah dan/atau bangunan.
(2) Sewa Barang Milik Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, dilaksanakan oleh Pengelola Barang setelah mendapat persetujuan Bupati.
(3) Sewa Barang Milik Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), huruf b dan huruf c dilaksanakan oleh Pengguna Barang setelah mendapat persetujuan dari Pengelola Barang.
Pasal 39
(1) Barang Milik Daerah dapat disewakan kepada Pihak Lain.
(2) Pihak yang lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi:
a. Badan Usaha Milik Negara;
b. Badang Usaha Milik Daerah;
x. Xxxxxx; dan
d. Badan hukum lainnya.
(3) Jangka waktu Sewa Barang Milik Daerah paling lama 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang.
(4) Jangka waktu Sewa Barang Milik Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dapat lebih dari 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang untuk:
a. kerja sama infrastruktur;
b. kegiatan dengan karakteristik usaha yang memerlukan waktu sewa lebih dari 5 (lima) tahun; atau
c. ditentukan lain dalam Undang-Undang.
Paragraf 1 Formula Tarif
Pasal 40
(1) Formula tarif/ besaran Sewa Barang Milik Daerah berupa tanah dan/atau bangunan ditetapkan oleh Bupati.
(2) Besaran sewa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah besaran nominal sewa barang milik daerah yang ditentukan.
(3) Formula tarif sewa barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan perkalian dari:
a. Tarif pokok sewa; dan
b. Faktor penyesuai sewa.
(4) Tarif pokok sewa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a adalah hasil perkalian antara nilai indeks barang milik daerah dengan luas tanah dan/atau bangunan dan nilai wajar tanah dan/atau bangunan.
(5) Tarif pokok sewa sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dibedakan untuk:
a. Barang milik daerah berupa tanah;
b. Barang milik daerah berupa bangunan;
c. Barang milik daerah berupa sebagian tanah dan bangunan; dan
d. Barang milik daerah selain tanah dan/atau bangunan.
(6) Besaran Sewa atas Barang Milik Daerah untuk kerja sama infrastruktur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (4) huruf a, atau untuk kegiatan dengan karakteristik usaha yang memerlukan waktu sewa lebih dari 5 (lima) tahun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (4) huruf b, dapat mempertimbangkan nilai keekonomian dari masing-masing jenis infrastruktur.
(7) Formula tarif/besaran Sewa Barang Milik Daerah selain tanah dan/atau bangunan, ditetapkan oleh Bupati dengan berpedoman pada kebijakan pengelolaan Barang Milik Daerah.
(8) Faktor penyesuai sewa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b, meliputi:
a. jenis kegiatan usaha penyewa;
b. bentuk kelembagaan penyewa; dan
c. periodesitas sewa.
(9) Faktor penyesuai sewa sebagaimana dimaksud pada ayat (8), dihitung dalam persentase.
(10) Faktor penyesuai sewa sebagaimana dimaksud pada ayat (8), ditetapkan oleh Xxxxxx.
Paragraf 2 Perjanjian Sewa
Pasal 41
(1) Penyewaan Barang Milik Daerah dituangkan dalam perjanjian sewa yang ditandangani oleh penyewa dan:
a. Bupati, untuk barang milik daerah yang berada pada Pengelola Barang; dan
b. Pengelola barang, untuk barang milik daerah yang berada pada Pengguna Barang.
(2) Sewa Barang Milik Daerah dilaksanakan berdasarkan perjanjian, yang sekurang-kurangnya memuat :
a. dasar perjanjian;
b. para pihak yang terikat dalam perjanjian;
c. jenis, luas, atau jumlah barang, besaran sewa, dan jangka waktu;
d. besaran dan jangka waktu sewa, termasuk periodesitas sewa;
e. tanggung jawab penyewa atas biaya operasional dan pemeliharaan selama jangka waktu sewa;
f. peruntukan sewa, termasuk kelompok jenis kegiatan usaha dan kategori bentuk kelembagaan penyewa;
x. xxx dan kewajiban para pihak; dan
h. hal lain yang dianggap perlu.
(3) Tata cara pelaksanaan sewa dilaksanakan dengan berpedoman pada peraturan perundang-undangan.
(4) Dalam hal terdapat beberapa usulan permohonan sewa dalam waktu yang bersamaan, Pengelola Barang menentukan penyewa untuk dimintakan persetujuan Bupati, dengan didasarkan pada pertimbangan:
a. Aspek pengamanan dan pemeliharaan Barang Milik Daerah; dan/atau
b. Sewa yang paling menguntungkan Pemerintah Daerah.
Pasal 42
(1) Hasil Sewa Barang Milik Daerah merupakan penerimaan daerah dan seluruhnya wajib disetorkan ke rekening Kas Umum Daerah.
(2) Penyetoran uang Sewa harus dilakukan sekaligus secara tunai paling lambat 2 (dua) hari kerja sebelum ditandatanganinya perjanjian Sewa Barang Milik Daerah.
(3) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), penyetoran uang Sewa Barang Milik Daerah untuk kerja sama infrastruktur dapat dilakukan secara bertahap dengan persetujuan Pengelola Barang.
Bagian Kelima Pinjam Pakai
Pasal 43
(1) Pinjam Pakai Barang Milik Daerah dilaksanakan antara Pemerintah Daerah dan Pemerintah Pusat atau antar Pemerintah Daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan.
(2) Jangka waktu Pinjam Pakai Barang Milik Daerah paling lama 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang.
(3) Pinjam Pakai sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan berdasarkan perjanjian tertulis yang sekurang-kurangnya memuat:
a. para pihak yang terikat dalam perjanjian;
b. dasar perjanjian;
c. identitas para pihak yang terkait dalam perjanjian;
d. jenis, luas, atau jumlah barang yang dipinjamkan, dan jangka waktu;
e. tanggung jawab peminjam atas biaya operasional dan pemeliharaan selama jangka waktu peminjaman;
x. xxx dan kewajiban para pihak; dan
g. persyaratan lain yang dianggap perlu.
Pasal 44
(1) Objek pinjam pakai meliputi Barang Milik Daerah berupa:
a. tanah dan/atau bangunan; dan
b. selain tanah dan/atau bangunan,
yang berada pada Pengelola Barang/ Pengguna Barang.
(2) Objek pinjam pakai Barang Milik Daerah berupa tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dilakukan untuk sebagian atau keseluruhannya.
Pasal 45
Pelaksanaan pinjam pakai, berpedoman pada Peraturan Perundang- undangan.
Bagian Keenam Kerjasama Pemanfaatan
Pasal 46
Kerja Sama Pemanfaatan Barang Milik Daerah dengan Pihak Lain dilaksanakan dalam rangka:
a. mengoptimalkan daya guna dan hasil guna Barang Milik Daerah; dan/atau
b. meningkatkan pendapatan daerah.
Pasal 47
(1) Kerja Sama Pemanfaatan Barang Milik Daerah dilaksanakan terhadap:
a. Barang Milik Daerah berupa tanah dan/atau bangunan yang sudah diserahkan oleh Pengguna Barang kepada Bupati;
b. Barang Milik Daerah berupa sebagian tanah dan/atau bangunan yang masih digunakan oleh Pengguna Barang; atau
c. Barang Milik Daerah selain tanah dan/atau bangunan.
(2) Kerja Sama Pemanfaatan atas Barang Milik Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, dilaksanakan oleh Pengelola Barang setelah mendapat persetujuan Bupati.
(3) Kerja Sama Pemanfaatan atas Barang Milik Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan huruf c, dilaksanakan oleh Pengguna Barang setelah mendapat persetujuan Bupati.
Pasal 48
(1) Kerja Sama Pemanfaatan atas Barang Milik Daerah dilaksanakan dengan ketentuan:
a. tidak tersedia atau tidak cukup tersedia dana dalam APBD untuk memenuhi biaya operasional, pemeliharaan, dan/atau perbaikan yang diperlukan terhadap Barang Milik Daerah tersebut;
b. mitra Kerja Sama Pemanfaatan ditetapkan melalui tender, kecuali untuk Barang Milik Daerah yang bersifat khusus dapat dilakukan penunjukan langsung;
c. Penunjukan langsung mitra Kerja Sama Pemanfaatan atas Barang Milik Daerah yang bersifat khusus sebagaimana dimaksud pada huruf b dilakukan oleh Pengguna Barang terhadap Badan Usaha Milik Daerah yang memiliki bidang dan/atau wilayah kerja tertentu sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan;
d. mitra Kerja Sama Pemanfaatan harus membayar kontribusi tetap setiap tahun selama jangka waktu pengoperasian yang telah ditetapkan dan pembagian keuntungan hasil Kerja Sama Pemanfaatan ke rekening Kas Umum Daerah;
e. besaran pembayaran kontribusi tetap dan pembagian keuntungan hasil Kerja Sama Pemanfaatan Barang Milik Daerah ditetapkan dari hasil perhitungan tim yang dibentuk oleh:
1. Bupati, untuk Barang Milik Daerah berupa tanah dan/atau bangunan;
2. Pengelola Barang Milik Daerah, untuk Barang Milik Daerah selain tanah dan/atau bangunan;
f. besaran pembayaran kontribusi tetap dan pembagian keuntungan hasil Kerja Sama Pemanfaatan harus mendapat persetujuan Pengelola Barang;
g. dalam Kerja Sama Pemanfaatan Barang Milik Daerah berupa tanah dan/atau bangunan, sebagian kontribusi tetap dan pembagian keuntungannya dapat berupa bangunan beserta fasilitasnya yang dibangun dalam satu kesatuan perencanaan tetapi tidak termasuk sebagai objek Kerja Sama Pemanfaatan;
h. besaran nilai bangunan beserta fasilitasnya sebagai bagian dari kontribusi tetap dan kontribusi pembagian keuntungan sebagaimana dimaksud pada huruf g, paling banyak 10% (sepuluh persen) dari total penerimaan kontribusi tetap dan pembagian keuntungan selama masa Kerja Sama Pemanfaatan;
i. bangunan yang dibangun dengan biaya sebagian kontribusi tetap dan pembagian keuntungan dari awal pengadaannya merupakan Barang Milik Daerah;
j. selama jangka waktu pengoperasian, mitra Kerja Sama Pemanfaatan dilarang menjaminkan atau menggadaikan Barang Milik Daerah yang menjadi objek Kerja Sama Pemanfaatan; dan
k. jangka waktu Kerja Sama Pemanfaatan paling lama 30 (tiga puluh) tahun sejak perjanjian ditandatangani dan dapat diperpanjang.
(2) Semua biaya persiapan Kerja Sama Pemanfaatan yang terjadi setelah ditetapkannya mitra kerja sama Pemanfaatan dan biaya pelaksanaan kerja sama Pemanfaatan, menjadi beban mitra kerja sama pemanfaatan.
(3) Ketentuan mengenai jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf k, tidak berlaku dalam hal Kerja Sama Pemanfaatan atas Barang Milik Daerah untuk penyediaan infrastruktur.
(4) Jangka waktu Kerja Sama Pemanfaatan atas Barang Milik Daerah untuk penyediaan infrastruktur sebagaimana dimaksud pada ayat (3), paling lama 50 (lima puluh) tahun sejak perjanjian ditandatangani dan dapat diperpanjang.
(5) Jenis penyediaan infrastruktur sebagaimana dimaksud pada ayat (4), mengacu pada ketentuan peraturan perundang- undangan mengenai penyediaan infrastruktur.
(6) Dalam hal mitra Kerja Sama Pemanfaatan atas Barang Milik Daerah untuk penyediaan infrastruktur sebagaimana dimaksud pada ayat (3), berbentuk Badan Usaha Milik Daerah, kontribusi tetap dan pembagian keuntungan dapat ditetapkan paling tinggi sebesar 70% (tujuh puluh persen) dari hasil perhitungan tim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e.
(7) Besaran kontribusi tetap dan pembagian keuntungan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), ditetapkan oleh Xxxxxx.
Bagian Ketujuh
Bangun Guna Serah dan Bangun Serah Guna
Pasal 49
(1) Bangun Guna Serah atau Bangun Serah Guna Barang Milik Daerah, dilaksanakan dengan pertimbangan:
a. Pengguna Barang memerlukan bangunan dan fasilitas bagi penyelenggaraan pemerintahan daerah untuk kepentingan pelayanan umum dalam rangka penyelenggaraan tugas dan fungsi; dan
b. tidak tersedia atau tidak cukup tersedia dana dalam APBD untuk penyediaan bangunan dan fasilitas tersebut.
(2) Bangun Guna Serah atau Bangun Serah Guna Barang Milik Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan oleh Pengelola Barang Milik Daerah setelah mendapat persetujuan Bupati.
(3) Bangun Guna Serah atau Bangun Serah Guna sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dapat dilakukan setelah Barang Milik Daerah yang direncanakan menjadi objek Bangun Guna Serah atau Bangun Serah Guna terlebih dahulu diserahkan kepada Bupati.
Pasal 50
Penetapan status Penggunaan Barang Milik Daerah sebagai hasil dari pelaksanaan Bangun Guna Serah atau Bangun Serah Guna, dilaksanakan oleh Bupati dalam rangka penyelenggaraan tugas dan fungsi Perangkat Daerah terkait.
Pasal 51
(1) Jangka waktu Bangun Guna Serah atau Bangun Serah Guna paling lama 30 (tiga puluh) tahun sejak perjanjian ditandatangani.
(2) Jangka waktu Bangun Guna Serah atau Bangun Serah Guna sebagaimana dimaksud pada ayat (1), hanya berlaku untuk 1 (satu) kali perjanjian dan tidak dapat dilakukan perpanjangan.
(3) Pemilihan mitra Bangun Guna Serah atau mitra Bangun Serah Guna dilaksanakan melalui tender.
(4) Mitra Bangun Guna Serah atau mitra Bangun Serah Guna yang telah ditetapkan, selama jangka waktu pelaksanaan:
a. wajib membayar kontribusi ke rekening Kas Umum Daerah setiap tahun, yang besarannya ditetapkan Bupati berdasarkan hasil perhitungan tim yang dibentuk oleh Bupati;
b. wajib memelihara objek Bangun Guna Serah atau Bangun Serah Guna; dan
c. dilarang menjaminkan, menggadaikan, atau memindahtangankan:
1) tanah yang menjadi objek Bangun Guna Serah atau Bangun Serah Guna;
2) bangunan beserta fasilitas yang berasal dari pelaksanaan Bangun Guna Serah yang digunakan langsung untuk penyelenggaraan tugas dan fungsi Pemerintah Daerah; dan/ atau
3) hasil Bangun Serah Guna.
(5) Dalam jangka waktu pelaksanaan Bangun Guna Serah atau Bangun Serah Guna, bangunan beserta fasilitas yang berasal dari pelaksanaan Bangun Guna Serah atau hasil Bangun Serah Guna harus digunakan langsung untuk penyelenggaraan tugas dan fungsi Pemerintah Daerah paling sedikit 10% (sepuluh persen).
(6) Bangun Guna Serah atau Bangun Serah Guna, dilaksanakan berdasarkan perjanjian yang sekurang-kurangnya memuat:
a. para pihak yang terikat dalam perjanjian;
b. objek Bangun Guna Serah atau Bangun Serah Guna;
c. jangka waktu pelaksanaan Bangun Guna Serah atau Bangun Serah Guna;
d. jangka waktu pengoperasian hasil Bangun Guna Serah atau Bangun Serah Guna; dan
e. hak dan kewajiban para pihak yang terikat dalam perjanjian.
(7) Izin mendirikan bangunan dalam rangka Bangun Guna Serah atau Bangun Serah Guna harus diatasnamakan Pemerintah Daerah.
(8) Semua biaya persiapan Bangun Guna Serah atau Bangun Serah Guna yang terjadi setelah ditetapkannya mitra Bangun Guna Serah atau Bangun Serah Guna dan biaya pelaksanaan Bangun Guna Serah atau Bangun Serah Guna menjadi beban mitra yang bersangkutan.
(9) Mitra Bangun Guna Serah Barang Milik Daerah harus menyerahkan objek Bangun Guna Serah beserta hasil Bangun Guna Serah kepada Bupati pada akhir jangka waktu pelaksanaan, setelah dilakukan audit oleh aparat pengawasan intern Pemerintah Daerah.
(10) Penyerahan objek Bangun Guna Serah beserta hasil Bangun Guna Serah sebagaimana dimaksud pada ayat (9) tidak menghapuskan kewajiban dan tanggung jawab Mitra Bangun Guna Serah untuk menindaklanjuti hasil audit yang telah dilakukan oleh aparat pengawasan intern Pemerintah.
Pasal 52
Bangun Serah Guna Barang Milik Daerah dilaksanakan dengan tata cara:
a. mitra Bangun Serah Guna harus menyerahkan objek Bangun Serah Guna kepada Bupati setelah selesainya pembangunan;
b. hasil Bangun Serah Guna yang diserahkan kepada Bupati ditetapkan sebagai Barang Milik Daerah;
c. mitra Bangun Serah Guna dapat mendayagunakan Barang Milik Daerah sebagaimana dimaksud pada huruf b sesuai jangka waktu yang ditetapkan dalam perjanjian; dan
d. setelah jangka waktu pendayagunaan berakhir, objek Bangun Serah Guna terlebih dahulu diaudit oleh aparat pengawasan intern Pemerintah sebelum Penggunaannya ditetapkan oleh Bupati.
Bagian Kedelapan
Kerja Sama Penyediaan Infrastruktur
Pasal 53
(1) Kerja Sama Penyediaan Infrastruktur atas Barang Milik Daerah dilaksanakan terhadap:
a. Barang Milik Daerah berupa tanah dan/atau bangunan pada Pengelola Barang/Pengguna Barang;
b. Barang Milik Daerah berupa sebagian tanah dan/atau bangunan yang masih digunakan oleh Pengguna Barang; atau
c. Barang Milik Daerah selain tanah dan/atau bangunan.
(2) Kerja Sama Penyediaan Infrastruktur atas Barang Milik Daerah pada Pengelola Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Pengelola Barang dengan persetujuan Bupati.
(3) Kerja Sama Penyediaan Infrastruktur atas Barang Milik Daerah pada Pengguna Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Pengguna Barang dengan persetujuan Bupati.
Pasal 54
(1) Kerja Sama Penyediaan Infrastruktur atas Barang Milik Daerah dilakukan antara Pemerintah Daerah dan Badan Usaha.
(2) Badan Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah badan usaha yang berbentuk:
a. perseroan terbatas;
b. Badan Usaha Milik Negara;
c. Badan Usaha Milik Daerah; dan/atau
d. koperasi.
(3) Jangka waktu Kerja Sama Penyediaan Infrastruktur paling lama 50 (lima puluh) tahun dan dapat diperpanjang.
(4) Penetapan mitra Kerja Sama Penyediaan Infrastruktur dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang- undangan.
(5) Mitra Kerja Sama Penyediaan Infrastruktur yang telah ditetapkan, selama jangka waktu Kerja Sama Penyediaan Infrastruktur:
a. dilarang menjaminkan, menggadaikan, atau memindah- tangankan Barang Milik Daerah yang menjadi objek Kerja Sama Penyediaan Infrastruktur;
b. wajib memelihara objek Kerja Sama Penyediaan Infrastruktur dan barang hasil Kerja Sama Penyediaan Infrastruktur; dan
c. dapat dibebankan pembagian kelebihan keuntungan sepanjang terdapat kelebihan keuntungan yang diperoleh dari yang ditentukan pada saat perjanjian dimulai (clawback).
(6) Pembagian kelebihan keuntungan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf c, disetorkan ke Kas Umum Daerah.
(7) Formula dan/atau besaran pembagian kelebihan keuntungan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf c, ditetapkan oleh Xxxxxx.
(8) Mitra Kerja Sama Penyediaan Infrastruktur harus menyerahkan objek Kerja Sama Penyediaan Infrastruktur dan barang hasil Kerja Sama Penyediaan Infrastruktur kepada Pemerintah Daerah pada saat berakhirnya jangka waktu Kerja Sama Penyediaan Infrastruktur sesuai perjanjian.
(9) Barang hasil Kerja Sama Penyediaan Infrastruktur menjadi Barang Milik Daerah sejak diserahkan kepada Pemerintah Daerah sesuai perjanjian.
Bagian Kesembilan Tender
Pasal 55
Tender sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 ayat (1) huruf b dan Pasal 51 ayat (2), dilakukan dengan tata cara :
a. rencana tender diumumkan di media massa nasional;
b. tender dapat dilanjutkan pelaksanaannya sepanjang terdapat paling sedikit 3 (tiga) peserta calon mitra yang memasukkan penawaran;
c. dalam hal calon mitra yang memasukkan penawaran kurang dari
3 (tiga) peserta, dilakukan pengumuman ulang di media massa nasional; dan
d. dalam hal setelah pengumuman ulang:
1) terdapat paling sedikit 3 (tiga) peserta calon mitra, proses dilanjutkan dengan mekanisme tender;
2) terdapat 2 (dua) peserta calon mitra, tender dinyatakan gagal dan proses selanjutnya dilakukan dengan mekanisme seleksi langsung; atau
3) terdapat 1 (satu) peserta calon mitra, tender dinyatakan gagal dan proses selanjutnya dilakukan dengan mekanisme penunjukan langsung.
Pasal 56
Tata cara pelaksanaan Pemanfaatan Barang Milik Daerah, berpedoman pada peraturan perundang-undangan.
BAB IX PENGAMANAN DAN PEMELIHARAAN
Bagian Kesatu Pengamanan
Pasal 57
(1) Pengelola Barang, Pengguna Barang dan/atau Kuasa Pengguna Barang wajib melakukan pengamanan Barang Milik Daerah yang berada dalam penguasaannya.
(2) Pengamanan Barang Milik Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :
a. pengamanan administrasi, seperti : menghimpun, mencatat, menyimpan dan menatausahakan dokumen bukti kepemilikan secara tertib dan aman;
b. pengamanan fisik, seperti : pemagaran, pemberian papan nama, asuransi dan penjagaan;
c. pengamanan hukum, seperti : pensertifikatan tanah dan pemerosesan IMB, pengurusan semua dokumen kepemilikan kendaraan bermotor.
Pasal 58
(1) Bukti kepemilikan Barang Milik Daerah wajib disimpan dengan tertib dan aman.
(2) Penyimpanan bukti kepemilikan Barang Milik Daerah dilakukan oleh Pengelola Barang.
(3) Tata cara penyimpanan dokumen kepemilikan Barang Milik Daerah, berpedoman kepada peraturan perundang-undangan.
Pasal 59
(1) Bupati dapat menetapkan kebijakan asuransi atau pertanggungan dalam rangka pengamanan Barang Milik Daerah tertentu dengan mempertimbangkan kemampuan keuangan Daerah.
(2) Kriteria Barang Milik Daerah Tertentu yang dapat diasuransikan/ dipertanggungkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi:
a. berlokasi di daerah rawan bencana alam;
b. berdasarkan sifat pengunaannya memiliki kemungkinan rusak atau hilang yang tinggi;
c. mempunyai dampak yang besar terhadap pelayanan umum apabila rusak atau hilang; dan
d. menunjang kelancaran tugas dan fungsi penyelenggaraan pemerintahan.
(3) Kebijakan asuransi atau pertanggungan Barang Milik Daerah dilengkapi dengan daftar yang berisikan:
a. nama barang;
b. data barang;
c. nilai barang;
d. besarnya premi asuransi tiap barang; dan
e. data lain yang diperlukan.
(4) Tata cara pengasuransian Barang milik Daerah, berpedoman pada peraturan perundang-undangan.
Pasal 60
(1) Barang Milik Daerah berupa tanah harus disertifikatkan atas nama Pemerintah Daerah.
(2) Barang Milik Daerah berupa bangunan harus dilengkapi dengan bukti kepemilikan atas nama Pemerintah Daerah.
(3) Barang Milik Daerah selain tanah dan/atau bangunan harus dilengkapi dengan bukti kepemilikan atas nama Pemerintah Daerah.
Bagian Kedua Pemeliharaan
Pasal 61
(1) Pengelola Barang, Pengguna Barang, atau Kuasa Pengguna Barang bertanggung jawab atas pemeliharaan Barang Milik Daerah yang berada di bawah penguasaannya.
(2) Pemeliharaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berpedoman pada Daftar Kebutuhan Pemeliharaan Barang (DKPB).
(3) Biaya pemeliharaan Barang Milik Daerah dibebankan pada APBD.
(4) Dalam hal Barang Milik Daerah dilakukan Pemanfaatan dengan pihak lain, biaya pemeliharaan menjadi tanggung jawab sepenuhnya dari penyewa, peminjam, mitra Kerja Sama Pemanfaatan, mitra Bangun Guna Serah/Bangun Serah Guna, mitra Kerja Sama Penyediaan Infrastruktur.
(5) Kuasa Pengguna Barang wajib membuat Daftar Hasil Pemeliharaan Barang yang berada dalam kewenangannya dan melaporkan secara tertulis Daftar Hasil Pemeliharaan Barang tersebut kepada Pengguna Barang secara berkala setiap 6 (enam) bulan/ per semester.
(6) Pengguna Barang atau pejabat yang ditunjuk meneliti laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), dan menyusun daftar hasil pemeliharaan barang yang dilakukan dalam 1 (satu) Tahun Anggaran sebagai bahan untuk melakukan evaluasi mengenai efisiensi pemeliharaan Barang Milik Daerah.
BAB X PENILAIAN
Pasal 62
Penilaian Barang Milik Daerah dilakukan dalam rangka penyusunan neraca Pemerintah Daerah, Pemanfaatan, atau Pemindahtanganan, kecuali dalam hal untuk :
a. Pemanfaatan dalam bentuk Pinjam Pakai; atau
b. Pemindahtanganan dalam bentuk Hibah.
Pasal 63
Penetapan nilai Barang Milik Daerah dalam rangka penyusunan neraca Pemerintah Daerah dilakukan dengan berpedoman pada Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP).
Pasal 64
(1) Penilaian Barang Milik Daerah berupa tanah dan/atau bangunan dalam rangka Pemanfaatan atau Pemindahtanganan dilakukan oleh:
a. Penilai Pemerintah; atau
b. Penilai Publik.
(2) Penilaian Barang Milik Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan untuk mendapatkan nilai wajar sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 65
(1) Penilaian Barang Milik Daerah selain tanah dan/ atau bangunan dalam rangka Pemanfaatan atau Pemindahtanganan dilakukan oleh tim yang ditetapkan oleh Bupati atau menggunakan penilaian.
(2) Penilaian Barang Milik Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan untuk mendapatkan nilai wajar sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 66
Dalam kondisi tertentu, Pengelola Barang dapat melakukan Penilaian kembali atas nilai Barang Milik Daerah yang telah ditetapkan dalam neraca Pemerintah Daerah.
Pasal 67
Tata cara Penilaian Barang Milik Daerah berpedoman pada peraturan perundang-undangan.
BAB XI PEMINDAHTANGANAN
Bagian Kesatu Umum
Pasal 68
(1) Barang Milik Daerah yang tidak diperlukan bagi penyelenggaraan tugas pemerintahan daerah dapat dipindahtangankan.
(2) Pemindahtanganan Barang Milik Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan dengan cara:
a. penjualan;
b. tukar menukar;
x. xxxxx; atau
d. penyertaan modal pemerintah daerah.
Bagian Kedua Persetujuan Pemindahtanganan
Pasal 69
(1) Pemindahtanganan Barang Milik Daerah dilaksankan setelah mendapatkan persetujuan DPRD untuk:
a. tanah dan/atau bangunan; atau
b. selain tanah dan/atau bangunan yang bernilai lebih dari Rp. 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
(2) Pemindahtanganan Barang Milik Daerah berupa tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a tidak memerlukan persetujuan DPRD, apabila:
a. sudah tidak sesuai dengan tata ruang wilayah atau penataan kota;
b. harus dihapuskan karena anggaran untuk bangunan pengganti sudah disediakan dalam dokumen penganggaran;
c. diperuntukkan bagi pegawai negeri sipil Pemerintah Daerah;
d. diperuntukkan bagi kepentingan umum; atau
e. dikuasai Pemerintah Daerah berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap dan/atau berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan, yang jika status kepemilikannya dipertahankan tidak layak secara ekonomis.
Pasal 70
Usul untuk memperoleh persetujuan DPRD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1), diajukan oleh Xxxxxx.
Pasal 71
Pemindahtanganan Barang Milik Daerah berupa tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (2), dilakukan oleh Pengelola Barang setelah mendapat persetujuan Bupati.
Pasal 72
(1) Pemindahtanganan Barang Milik Daerah selain tanah dan/atau bangunan yang bernilai sampai dengan Rp.5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dilakukan oleh Pengelola Barang setelah mendapat persetujuan Bupati.
(2) Pemindahtanganan Barang Milik Daerah selain tanah dan/atau bangunan yang bernilai lebih dari Rp.5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1) hurub b, dilakukan oleh Pengelola Barang setelah mendapat persetujuan DPRD.
(3) Usul untuk memperoleh persetujuan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (2), diajukan oleh Bupati sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Bagian Ketiga Penjualan
Pasal 73
Penjualan Barang Milik Daerah dilaksanakan dengan pertimbangan:
a. untuk optimalisasi Barang Milik Daerah yang berlebih atau tidak digunakan/dimanfaatkan;
b. secara ekonomis lebih menguntungkan bagi daerah apabila dijual; dan/atau
c. sebagai pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 74
(1) Penjualan Barang Milik Daerah dilakukan secara lelang, kecuali dalam hal tertentu.
(2) Pengecualian dalam hal tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi:
a. Barang Milik Daerah yang bersifat khusus, meliputi :
1. Rumah negara golongan III yang dijual kepada penghuninya yang sah;
2. Kendaraan perorangan dinas yang dijual kepada:
a) Bupati;
b) Wakil Bupati;
c) Xxxxxx Xxxxxx; dan
d) Mantan Wakil Bupati;
e) Pimpinan DPRD; atau
f) Mantan Pimpinan DPRD.
b. Barang Milik Daerah lainnya yang ditetapkan Bupati, antara lain:
1. tanah dan/atau bangunan yang akan digunakan untuk kepentingan umum;
2. tanah kavling yang menurut perencanaan awal pengadaannya digunakan untuk pembangunan perumahan pegawai negeri sipil Pemerintah Daerah, sebagaimana tercantum dalam Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA);
3. selain tanah dan/atau bangunan sebagai akibat dari keadaan kahar (force majeure);
4. bangunan yang berdiri di atas tanah pihak lain yang dijual kepada pihak lain pemilik tanah tersebut;
5. hasil bongkaran bangunan atau bangunan yang akan dibangun kembali; atau
6. selain tanah dan/atau bangunan yang tidak memiliki bukti kepemilikan dengan nilai wajar paling tinggi Rp.1.000.000,- (satu juta rupiah) per unit.
(3) Penentuan nilai dalam rangka Penjualan Barang Milik Daerah secara lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan untuk mendapatkan nilai wajar dengan memperhitungkan faktor penyesuaian.
(4) Nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (3), merupakan batasan terendah yang disampaikan kepada Bupati sebagai dasar penetapan nilai limit.
(5) Tata cara Penjualan Barang Milik Daerah yang bersifat khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, berpedoman pada peraturan perundang-undangan.
(6) Tata cara Penjualan Barang Milik Daerah lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, berpedoman pada peraturan perundang-undangan.
Pasal 75
Penjualan Barang Milik Daerah dilaksanakan oleh Pengelola Barang setelah mendapat persetujuan Bupati.
Pasal 76
(1) Penjualan Barang Milik Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 ayat (1), dilakukan dengan tata cara:
a. Pengguna Barang melalui Pengelola Barang mengajukan usul Penjualan Barang Milik Daerah selain tanah dan/atau bangunan kepada Bupati disertai pertimbangan aspek teknis, ekonomis, dan yuridis;
b. Bupati meneliti dan mengkaji pertimbangan perlunya Penjualan Barang Milik Daerah selain tanah dan/atau bangunan dari aspek teknis, ekonomis, dan yuridis;
c. apabila memenuhi syarat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, Bupati dapat menyetujui dan menetapkan Barang Milik Daerah selain tanah dan/atau bangunan yang akan dijual sesuai batas kewenangannya; dan
d. untuk Penjualan yang memerlukan persetujuan DPRD, Xxxxxx mengajukan usul Penjualan disertai dengan pertimbangan atas usulan tersebut.
(2) Hasil Penjualan Barang Milik Daerah wajib disetor seluruhnya ke rekening Kas Umum Daerah sebagai penerimaan Daerah.
Bagian Keempat Tukar Menukar
Pasal 77
(1) Tukar Menukar Barang Milik Daerah dilaksanakan dengan pertimbangan:
a. Untuk memenuhi kebutuhan operasional penyelenggaraan pemerintahan;
b. untuk optimalisasi Barang Milik Daerah; dan
c. tidak tersedia dana dalam APBD.
(2) Tukar Menukar Barang Milik Daerah dapat dilakukan dengan pihak:
a. Pemerintah Pusat;
b. Pemerintah Daerah lainnya;
c. Badan Usaha Milik Negara/Daerah atau badan hukum lainnya yang dimiliki negara; atau
d. Pemerintah Desa;
e. swasta.
Pasal 78
(1) Tukar Menukar dapat berupa:
a. tanah dan/atau bangunan yang telah diserahkan kepada Bupati;
b. tanah dan/atau bangunan yang berada pada Pengguna Barang; atau
c. selain tanah dan/atau bangunan.
(2) Penetapan Barang Milik Daerah berupa tanah dan/atau bangunan yang akan dipertukarkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan oleh Bupati.
(3) Tukar Menukar sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan oleh Pengelola Barang setelah mendapat persetujuan Bupati.
Pasal 79
(1) Tukar Menukar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 ayat (1) huruf a dan huruf b, dilaksanakan dengan tata cara:
a. Pengguna Barang melalui Pengelola Barang mengajukan usul Tukar Menukar berupa tanah dan/atau bangunan kepada Bupati disertai pertimbangan dan kelengkapan data;
b. Bupati meneliti dan mengkaji pertimbangan perlunya Tukar Menukar berupa tanah dan/atau bangunan dari aspek teknis, ekonomis, dan yuridis;
c. apabila memenuhi syarat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan Bupati dapat menyetujui dan menetapkan Barang Milik Daerah berupa tanah dan/atau bangunan yang akan dipertukarkan;
d. proses persetujuan Tukar Menukar Barang Milik Daerah berupa tanah dan/atau bangunan dilaksanakan dengan berpedoman pada ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69, Pasal 70, Pasal 71, dan Pasal 72;
e. Pengelola Barang melaksanakan Tukar Menukar dengan berpedoman pada persetujuan Bupati; dan
f. pelaksanaan serah terima barang yang dilepas dan barang pengganti harus dituangkan dalam berita acara serah terima barang.
(2) Tukar Menukar Barang Milik Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 ayat (1) huruf c dilaksanakan dengan tata cara:
a. Pengguna Barang mengajukan usul Tukar Menukar Barang Milik Daerah selain tanah dan/atau bangunan kepada Pengelola Barang disertai pertimbangan, kelengkapan data, dan hasil pengkajian tim intern Perangkat Daerah Pengguna Barang;
b. Pengelola Barang meneliti dan mengkaji pertimbangan tersebut dari aspek teknis, ekonomis, dan yuridis;
c. apabila memenuhi syarat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, Pengelola Barang dapat menyetujui usul Tukar Menukar Barang Milik Daerah selain tanah dan/atau bangunan sesuai batas kewenangannya;
d. proses persetujuan Tukar Menukar Barang Milik Daerah selain tanah dan/atau bangunan dilaksanakan dengan berpedoman pada ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72;
e. Pengguna Barang melaksanakan Tukar Menukar dengan berpedoman pada persetujuan Pengelola Barang; dan
f. pelaksanaan serah terima barang yang dilepas dan barang pengganti harus dituangkan dalam berita acara serah terima barang.
(3) Tata cara tukar menukar barang berpedoman pada peraturan perundang-undangan.
Pasal 80
(1) Barang pengganti tukar menukar dapat berupa:
a. barang sejenis; dan/atau
b. barang tidak sejenis.
(2) Barang pengganti utama tukar menukar Barang Milik Daerah berupa tanah, harus berupa:
a. tanah; atau
b. tanah dan bangunan.
(3) Barang pengganti utama tukar menukar Barang Milik Daerah berupa bangunan, dapat berupa:
a. tanah;
b. tanah dan bangunan;
c. bangunan; dan/atau
d. selain tanah dan/atau bangunan.
(4) Barang pengganti sebagaiman dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), harus berada dalam kondisi siap digunakan pada tanggal penandatangannan perjanjian tukar menukar atau BAST.
Pasal 81
(1) Nilai barang pengganti atas tukar menukar paling sedikit seimbang dengan nilai wajar Barang Milik Daerah yang dilepas.
(2) Apabila nilai barang pengganti lebih kecil daripada nilai wajar Barang Milik Daerah yang dilepas, mitra tukar menukar wajib menyetorkan ke rekening kas umum daerah atas sejumalh selisih nilai antara nilai wajar barang milik daerah yang dilepas dengan nilai barang pengganti.
(3) Penyetoran selisih nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilaksanakan paling lambat 2 (dua) hari kerja sebelum BAST ditandatangani.
(4) Selisih nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), dituangkan dalam perjanjian tukar menukar.
Bagian Kelima Hibah
Pasal 82
(1) Hibah Barang Milik Daerah dilakukan dengan pertimbangan untuk kepentingan sosial, budaya, keagamaan, kemanusiaan, pendidikan yang bersifat non komersial, dan penyelenggaraan pemerintahan daerah/ desa.
(2) Hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus memenuhi syarat:
a. bukan merupakan barang rahasia negara;
b. bukan merupakan barang yang menguasai hajat hidup orang banyak; dan
c. tidak diperlukan dalam penyelenggaraan tugas dan fungsi dan penyelenggaraan Pemerintahan Daerah.
Pasal 83
(1) Hibah dapat berupa:
a. tanah dan/ atau bangunan yang telah diserahkan kepada Bupati;
b. tanah dan/ atau bangunan yang berada pada Pengguna Barang; atau
c. selain tanah dan/ atau bangunan.
(2) Penetapan Barang Milik Daerah berupa tanah dan/atau bangunan yang akan dihibahkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, dilakukan oleh Bupati.
(3) Hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b, dilaksanakan oleh Pengelola Barang setelah mendapat persetujuan Bupati.
(4) Hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, dilaksanakan oleh Pengguna Barang setelah mendapat persetujuan Bupati.
Pasal 84
(1) Hibah Barang Milik Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83 ayat (1) huruf a, dilaksanakan dengan tata cara:
a. Pengelola Barang mengkaji perlunya Hibah Barang Milik Daerah berdasarkan pertimbangan dan syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82;
b. apabila memenuhi syarat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, Pengelola Barang mengajukan hasil kajian dan konsep penetapan Hibah Barang Milik Daerah kepada Bupati;
c. berdasarkan hasil kajian Pengelola Barang, Bupati dapat menetapkan Barang Milik Daerah yang akan dihibahkan sesuai batas kewenangannya;
d. proses persetujuan Hibah Barang Milik Daerah dilaksanakan dengan berpedoman pada ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 dan Pasal 71;
e. pelaksanaan Hibah Barang Milik Daerah tersebut dilaksanakan oleh Pengelola Barang dengan berpedoman pada persetujuan sebagaimana dimaksud dalam huruf d; dan
f. pelaksanaan serah terima barang yang dihibahkan harus dituangkan dalam berita acara serah terima barang.
(2) Hibah Barang Milik Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83 ayat (1) huruf b, dilaksanakan dengan tata cara:
a. Pengguna Barang melalui Pengelola Barang mengajukan usul Hibah Barang Milik Daerah berupa tanah dan/ atau bangunan kepada Bupat disertai pertimbangan dan kelengkapan data;
b. dalam rangka persetujuan Bupati, Pengelola Barang meneliti dan mengkaji pertimbangan perlunya Hibah Barang Milik Daerah berupa tanah dan/ atau bangunan dari aspek teknis, ekonomis, dan yuridis;
c. apabila memenuhi syarat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, Bupati dapat menyetujui dan/ atau menetapkan Barang Milik Daerah berupa tanah dan/ atau bangunan yang akan dihibahkan;
d. proses persetujuan Hibah Barang Milik Daerah dilaksanakan dengan berpedoman pada ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 dan Pasal 71;
e. Pengelola Barang melaksanakan Hibah dengan berpedoman pada persetujuan sebagaimana dimaksud dalam huruf d; dan
f. pelaksanaan serah terima barang yang dihibahkan harus dituangkan dalam berita acara serah terima barang.
(3) Hibah Barang Milik Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83 ayat (1) huruf c, dilaksanakan dengan tata cara:
a. Pengguna Barang melalui Pengelola Barang mengajukan usul Hibah Barang Milik Daerah selain tanah dan/ atau bangunan kepada Bupati disertai pertimbangan, kelengkapan data, dan hasil pengkajian tim intern instansi Pengguna Barang;
b. dalam rangka persetujuan Bupati, Pengelola Barang meneliti dan mengkaji usul Hibah Barang Milik Daerah berdasarkan pertimbangan dan syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82;
c. apabila memenuhi syarat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, Bupati dapat menyetujui usul Hibah Barang Milik Daerah selain tanah dan/ atau bangunan sesuai batas kewenangannya;
d. proses persetujuan Hibah Barang Milik Daerah dilaksanakan dengan berpedoman pada ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72;
e. Pengelola Barang melaksanakan Hibah dengan berpedoman pada persetujuan sebagaimana dimaksud dalam huruf d; dan
f. pelaksanaan serah terima barang yang dihibahkan harus dituangkan dalam berita acara serah terima barang.
(4) Tata cara pelaksanaan hibah berpedoman pada peraturan perundang-undangan.
Bagian Keenam Penyertaan Modal Pemerintah Daerah
Pasal 85
(1) Penyertaan Modal Pemerintah Daerah atas Barang Milik Daerah dilakukan dalam rangka pendirian, memperbaiki struktur permodalan dan/atau meningkatkan kapasitas usaha Badan Usaha Milik Daerah atau badan hukum lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
(2) Penyertaan Modal Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dilakukan dengan pertimbangan:
a. Barang Milik Daerah yang dari awal pengadaannya sesuai dokumen penganggaran diperuntukkan bagi Badan Usaha Milik Daerah atau badan hukum lainnya yang dimiliki negara dalam rangka penugasan pemerintah; atau
b. Barang Milik Daerah lebih optimal apabila dikelola oleh Badan Usaha Milik Daerah atau badan hukum lainnya yang dimiliki negara, baik yang sudah ada maupun yang akan dibentuk.
Pasal 86
(1) Penyertaan Modal Pemerintah Daerah atas Barang Milik Daerah dapat berupa:
a. tanah dan/atau bangunan yang telah diserahkan kepada Bupati;
b. tanah dan/atau bangunan pada Pengguna Barang; atau
c. Barang Milik Daerah selain tanah dan/atau bangunan.
(2) Penetapan Barang Milik Daerah berupa tanah dan/atau bangunan yang akan disertakan sebagai modal Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, dilakukan oleh Bupati.
(3) Penyertaan Modal Pemerintah Daerah atas Barang Milik Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan oleh Pengelola Barang setelah mendapat persetujuan Bupati.
(4) Tanah dan/atau bangunan yang berada pada Pengguna Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b antara lain tanah dan/atau bangunan yang sejak awal pengadaannya direncanakan untuk disertakan sebagai modal pemerintah daerah sesuai yang tercantum dalam dokumen penganggaran, yaitu Dokumen
Pelaksanaan Anggaran (DPA). | ||
(5) Barang milik daerah selain tanah dan/atau | bangunan | yang |
berada pada Pengguna Barang sebagaimana ayat (1) huruf c antara lain meliputi: | dimaksud | pada |
a. barang milik daerah selain tanah dan/atau bangunan yang dari awal pengadaannya untuk disertakan sebagai modal pemerintah daerah;
b. barang milik daerah selain tanah dan/atau bangunan yang lebih optimal untuk disertakan sebagai modal pemerintah daerah.
Pasal 87
Tata cara penyertaan Modal Pemerintah Daerah atas barang milik daerah, berpedoman pada ketentuan peraturan perundang- undangan.
BAB XII PEMUSNAHAN
Pasal 88
Pemusnahan Barang Milik Daerah dilakukan dalam hal:
a. Barang Milik Daerah tidak dapat digunakan, tidak dapat dimanfaatkan, dan/atau tidak dapat dipindahtangankan; atau
b. terdapat alasan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 89
(1) Pemusnahan dilaksanakan oleh Pengelola Barang setelah mendapat persetujuan Bupati untuk barang milik daerah pada pengelola barang.
(2) Pemusnahan dilaksanakan oleh Pengguna Barang setelah mendapat persetujuan Bupati untuk barang milik daerah pada pengguna barang.
(3) Pelaksanaan Pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), dituangkan dalam berita acara dan dilaporkan kepada Bupati.
Pasal 90
Pemusnahan dilakukan dengan cara dibakar, dihancurkan, ditimbun, ditenggelamkan atau cara lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 91
Tata cara pelaksanaan Pemusnahan Barang Milik Daerah berpedoman pada peraturan perundang-undangan.
BAB XIII PENGHAPUSAN
Pasal 92
Penghapusan meliputi:
a. Penghapusan dari Daftar Barang Pengguna (DBP) dan/atau Daftar Barang Kuasa Pengguna (DBKP);
b. Penghapusan dari Daftar Barang Pengelola; dan
x. Xxxxhapusan dari Daftar Barang Milik Daerah (DBMD).
Pasal 93
(1) Penghapusan dari DBP dan/atau DBKP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 92 huruf a, dilakukan dalam hal Barang Milik Daerah sudah tidak berada dalam penguasaan Pengguna Barang dan/atau Kuasa Pengguna Barang.
(2) Penghapusan dari Daftar Barang Pengelola sebagaimana dimaksud dalam Pasal 92 huruf b, dilakukan dalam hal Barang Milik Daerah tersebut sudah tidak berada dalam penguasaan pengelola barang.
(3) Penghapusan dari DBMD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 92 huruf c, dilakukan dalam hal terjadi penghapusan sebagaimana terjadi ayat (1) dan ayat (2), disebabkan karena :
a. pemindatangan atas barang milik daerah;
b. putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap dan sudah tidak ada upaya hukum lainnya;
c. menjalankan ketentuan Undang-undang;
d. pemusnahan; atau
e. sebab lain.
Pasal 94
Barang Milik Daerah sudah tidak berada dalam penguasaan pengelola barang, pengguna barang, dan/ atau kuasa pengguna barang, disebabkan karena :
a. penyerahan barang milik daerah;
b. pengalihan status penggunaan barang milik daerah;
c. pemindahtanganan atas barang milik daerah;
d. putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap dan sudah tidak ada upaya hukum lainnya;
e. menjalankan ketentuan Undang-undang;
f. pemusnahan; atau
g. sebab lain.
Pasal 95
(1) Penghapusan dari DBP dan/atau DBKP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 92, dilakukan dengan menerbitkan keputusan Penghapusan dari Pengelola Barang setelah mendapat persetujuan Bupati.
(2) Dikecualikan dari ketentuan mendapat persetujuan Penghapusan dari Bupati sebagaimana dimaksud pada ayat (1), untuk Barang Milik Daerah yang dihapuskan karena:
a. Pengalihan Status Penggunaan;
b. Pemindahtanganan; atau
c. Pemusnahan.
(3) Bupati dapat mendelegasikan persetujuan Penghapusan Barang Milik Daerah berupa barang persediaan kepada Pengelola Barang.
(4) Pelaksanaan Penghapusan Barang Milik Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaporkan kepada Bupati.
Pasal 96
(1) Penghapusan dari Daftar Barang Pengelola sebagaimana dimaksud dalam Pasal 92 huruf a, dilakukan dalam hal Barang Milik Daerah tersebut sudah tidak berada dalam penguasaan pengelola barang.
(2) Penghapusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan dengan menerbitkan keputusan Penghapusan dari Pengelola Barang setelah mendapat persetujuan Bupati.
Pasal 97
(1) Penghapusan dari DBMD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 92 huruf b, dilakukan dalam hal Barang Milik Daerah tersebut sudah beralih kepemilikannya, terjadi Pemusnahan, atau karena sebab lain.
(2) Penghapusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan:
a. berdasarkan keputusan dan/atau laporan Penghapusan dari Pengguna Barang, untuk Barang Milik Daerah yang berada pada Pengguna Barang;
b. berdasarkan keputusan Bupati, untuk Barang Milik Daerah yang berada pada Pengelola Barang.
Pasal 98
Tata cara penghapusan barang milik daerah berpedoman pada peraturan perundang-undangan.
BAB XIV PENATAUSAHAAN
Bagian Kesatu Pembukuan
Pasal 99
(1) Pengelola Barang harus melakukan pendaftaran dan pencatatan Barang Milik Daerah yang berada di bawah penguasaannya ke dalam Daftar Barang Pengelola Barang menurut penggolongan dan kodefikasi barang.
(2) Pengguna Barang/ Kuasa Pengguna Barang harus melakukan pendaftaran dan pencatatan Barang Milik Daerah yang status penggunaannya berada pada Pengguna Barang/ Kuasa Pengguna Barang ke dalam DBP/DBKP menurut penggolongan dan kodefikasi barang.
(3) Pengelola Barang menghimpun DBP/ DBKP sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(4) Pengelola Barang menyusun DBMD berdasarkan himpunan DBP/ DBKP sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dan Daftar Barang Pengelola Barang menurut penggolongan dan kodefikasi barang.
(5) Dalam daftar barang milik daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (4), termasuk barang milik daerah yang dimanfaatkan oleh pihak lain.
Bagian Kedua Inventarisasi
Pasal 100
(1) Pengguna Barang melakukan Inventarisasi Barang Milik Daerah paling sedikit 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun.
(2) Dalam hal Barang Milik Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berupa persediaan dan konstruksi dalam pengerjaan, Inventarisasi dilakukan oleh Pengguna Barang setiap tahun.
(3) Pengguna Barang menyampaikan laporan hasil Inventarisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), kepada Pengelola Barang paling lama 3 (tiga) bulan setelah selesainya Inventarisasi.
Pasal 101
Pengelola Barang melakukan Inventarisasi Barang Milik Daerah berupa tanah dan/atau bangunan yang berada dalam penguasaannya paling sedikit 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun.
Pasal 102
Ketentuan lebih lanjut terkait Inventarisasi Barang Milik Daerah diatur dalam Peraturan Bupati.
Bagian Ketiga Pelaporan
Pasal 103
(1) Kuasa Pengguna Barang harus menyusun Laporan Barang Kuasa Pengguna Semesteran dan Tahunan sebagai bahan untuk menyusun neraca satuan kerja untuk disampaikan kepada Pengguna Barang.
(2) Pengguna Barang menghimpun Laporan Barang Kuasa Pengguna Semesteran dan Tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sebagai bahan penyusunan Laporan Barang Pengguna Semesteran dan Tahunan.
(3) Laporan Barang Pengguna sebagaimana dimaksud pada ayat (2), digunakan sebagai bahan untuk menyusun neraca Perangkat Daerah untuk disampaikan kepada Pengelola Barang.
Pasal 104
(1) Pengelola Barang harus menyusun Laporan Barang Pengelola Semesteran dan Tahunan.
(2) Pengelola Barang harus menghimpun Laporan Barang Pengguna Semesteran dan Tahunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 103 ayat (2), serta Laporan Barang Pengelola sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sebagai bahan penyusunan Laporan Barang Milik Daerah.
(3) Laporan Barang Milik Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2), digunakan sebagai bahan untuk menyusun neraca Pemerintah Daerah.
Pasal 105
Tata cara pelaksanaan pembukuan, Inventarisasi, dan pelaporan Barang Milik Daerah berpedoman pada peraturan perundang- undangan.
BAB XV
PEMBINAAN, PENGAWASAN, DAN PENGENDALIAN
Bagian Kesatu Pembinaan
Pasal 106
Pembinaan terhadap tertib pelaksanaan pengelolaan Barang Milik Daerah dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
Bagian Kedua Pengawasan dan Pengendalian
Pasal 107
Pengawasan dan Pengendalian Barang Milik Daerah dilakukan oleh:
a. Pengguna Barang melalui pemantauan dan penertiban; dan/atau
b. Pengelola Barang melalui pemantauan dan investigasi.
Pasal 108
(1) Pengguna Barang melakukan pemantauan dan penertiban terhadap Penggunaan, Pemanfaatan, Pemindahtanganan, Penatausahaan, pemeliharaan, dan pengamanan Barang Milik Daerah yang berada di dalam penguasaannya.
(2) Pelaksanaan pemantauan dan penertiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1), untuk kantor/satuan kerja dilaksanakan oleh Kuasa Pengguna Barang.
(3) Pengguna Barang dan Kuasa Pengguna Barang dapat meminta aparat pengawasan intern Pemerintah untuk melakukan audit tindak lanjut hasil pemantauan dan penertiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2).
(4) Pengguna Barang dan Kuasa Pengguna Barang menindaklanjuti hasil audit sebagaimana dimaksud pada ayat (3), sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 109
(1) Pengelola Barang melakukan pemantauan dan investigasi atas pelaksanaan Penggunaan, Pemanfaatan, dan Pemindahtanganan Barang Milik Daerah, dalam rangka penertiban Penggunaan, Pemanfaatan, dan Pemindahtanganan Barang Milik Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Pemantauan dan investigasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat ditindaklanjuti oleh Pengelola Barang dengan meminta aparat pengawasan intern Pemerintah untuk melakukan audit atas pelaksanaan Penggunaan, Pemanfaatan, dan Pemindahtanganan Barang Milik Daerah.
(3) Hasil audit sebagaimana dimaksud pada ayat (2), disampaikan kepada Pengelola Barang untuk ditindaklanjuti sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 110
Tata cara pelaksanaan pengawasan dan pengendalian atas Barang Milik Daerah berpedomanpada peraturan perundang-undangan.
BAB XVI
PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH OLEH BADAN LAYANAN UMUM DAERAH
Pasal 111
(1) Barang Milik Daerah yang digunakan oleh Badan Layanan Umum Daerah merupakan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan untuk menyelenggarakan kegiatan Badan Layanan Umum Daerah yang bersangkutan.
(2) Pengelolaan Barang Milik Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengikuti ketentuan yang diatur dalam Peraturan Daerah ini dan peraturan pelaksanaannya, kecuali terhadap barang yang dikelola dan/atau dimanfaatkan sepenuhnya untuk menyelenggarakan kegiatan pelayanan umum sesuai dengan tugas dan fungsi Badan Layanan Umum Daerah, berpedoman pada peraturan perundang-undangan tentang Badan Layanan Umum Daerah dan peraturan pelaksanaannya.
BAB XVII
BARANG MILIK DAERAH BERUPA RUMAH NEGARA
Pasal 112
(1) Rumah Negara merupakan Barang Milik Daerah yang diperuntukkan sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan serta menunjang pelaksanaan tugas pejabat negara dan/atau pegawai negeri Pemerintah Daerah.
(2) Pengelolaan Barang Milik Daerah berupa Rumah Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan oleh Bupati dengan memperhatikan ketentuan peraturan perundang- undangan mengenai Rumah Negara.
(3) Tata cara Penggunaan, Pemindahtanganan, Penghapusan, Penatausahaan, Pengawasan dan Pengendalian Barang Milik Daerah berupa Rumah Negara berpedoman pada peraturan perundang- undangan.
BAB XVIII
GANTI RUGI DAN SANKSI
Pasal 113
(1) Setiap kerugian daerah akibat kelalaian, penyalahgunaan atau pelanggaran hukum atas pengelolaan Barang Milik Daerah diselesaikan melalui tuntutan ganti rugi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Setiap pihak yang mengakibatkan kerugian daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dikenakan sanksi administratif dan/atau sanksi pidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB XIX
SENGKETA BARANG MILIK DAERAH
Pasal 114
(1) Penyelesaian sengketa Barang Milik Daerah, dilakukan terlebih dahulu dengan cara musyawarah dan/atau mufakat oleh Perangkat Daerah atau Pejabat yang ditunjuk dengan pihak yang bersengketa.
(2) Dalam hal musyawarah dan/ atau mufakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak tercapai, penyelesaian sengketa dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB XX KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 115
(1) Pejabat atau pegawai yang melaksanakan pengelolaan Barang Milik Daerah yang menghasilkan penerimaan Daerah dapat diberikan insentif.
(2) Pejabat atau pegawai selaku Pengurus Barang dalam melaksanakan tugas rutinnya diberikan tunjangan yang besarannya disesuaikan dengan kemampuan keuangan Daerah.
(3) Pemberian insentif dan/atau tunjangan kepada pejabat atau pegawai yang melaksanakan pengelolaan Barang Milik Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) sesuai peraturan perundang-undangan.
Pasal 116
(1) Bupati dapat mengenakan beban Pengelolaan (capital charge) terhadap Barang Milik Daerah pada Pengguna Barang.
(2) Beban pengelolaan (capital charge) terhadap Barang Milik Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berpedoman pada peraturan perundang-undangan.
BAB XXI KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 117
Pada saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku:
a. seluruh kegiatan Perencanaan Kebutuhan dan Penganggaran, Pengadaan, Penggunaan, Pemanfaatan, Pengamanan dan Pemeliharaan, Penilaian, Penghapusan, Pemindahtanganan, Penatausahaan, dan Pembinaan, Pengawasan dan Pengendalian Barang Milik Daerah yang telah mendapatkan persetujuan dan/atau penetapan dari pejabat berwenang, dinyatakan tetap berlaku dan proses penyelesaiannya dilaksanakan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan sebelum Peraturan Daerah ini berlaku;
b. seluruh kegiatan Perencanaan Kebutuhan dan Penganggaran, Pengadaan, Penggunaan, Pemanfaatan, Pengamanan dan Pemeliharaan, Penilaian, Penghapusan, Pemindahtanganan, Penatausahaan, dan Pembinaan, Pengawasan dan Pengendalian Barang Milik Daerah yang belum mendapat persetujuan dan/atau penetapan dari pejabat berwenang, proses penyelesaiannya dilaksanakan berdasarkan ketentuan Peraturan Daerah ini.
Pasal 118
Perjanjian Kerja Sama Pemanfaatan Barang Milik Daerah yang telah dilaksanakan oleh Badan Layanan Umum Daerah sebelum Peraturan Daerah ini berlaku, dinyatakan berlaku dengan ketentuan wajib disesuaikan dengan Peraturan Daerah ini paling lama 2 (dua) tahun terhitung sejak Peraturan Daerah ini diundangkan.
BAB XXII KETENTUAN PENUTUP
Pasal 119
Pada saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku, Peraturan Daerah Kabupaten Sidoarjo Nomor 12 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Barang Milik Daerah (Lembaran Daerah Kabupaten Sidoarjo Nomor 1 Tahun 2008 Seri E), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 120
(1) Peraturan pelaksanaan dari Peraturan Daerah Kabupaten Sidoarjo Nomor 12 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Barang Milik Daerah dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti dengan peraturan yang baru berdasarkan Peraturan Daerah ini.
(2) Peraturan Bupati sebagai pelaksanaan dari Peraturan Daerah ini wajib ditetapkan paling lambat 1 (satu) tahun sejak Peraturan Daerah ini diundangkan.
Pasal 121
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Sidoarjo.
Ditetapkan di Sidoarjo, pada tanggal 8 Juli 2022
WAKIL BUPATI SIDOARJO,
ttd XXXXXXX
Xxxxxxxxxxx di Sidoarjo pada tanggal 8 Juli 2022
Pj. SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN SIDOARJO,
ttd
ANDJAR SURJADIANTO
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO TAHUN 2022 NOMOR 1 SERI D
NOREG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 60-1/2022
PENJELASAN ATAS
PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 1 TAHUN 2022
TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH
I. UMUM
Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah yang efektif dan efisien membutuhkan ketersediaan sarana dan prasarana yang memadai serta pengelolaan yang baik sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/ Daerah, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2020. Terlebih dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang membawa perubahan signifikan terhadap pelaksanaan fungsi pemerintahan daerah. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 mengatur pembagian urusan pemerintahan konkuren antara Pemerintah Pusat, Daerah provinsi dan Daerah Kabupaten/ Kota yang didasarkan pada prinsip akuntabilitas, efisiensi dan eksternalitas serta kepentingan strategis nasional.
Pengelolaan Barang Milik Daerah merupakan salah satu urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah. Adapun definisi barang milik daerah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang 1 Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara adalah semua kekayaan baik yang dibeli atau diperoleh atas beban APBD maupun yang berasal dari perolehan lain yang sah. Sedangkan siklus pengelolaan barang milik daerah sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2020 juncto Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 19 Tahun 2016 tentang Pedoman Pengelolaan Barang Milik Daerah mengatur mengenai perencanaan kebutuhan dan penganggaran, pengadaan, penggunaan, pemanfaatan, pengamanan dan pemeliharaan, penilaian, pemindahtanagan, pemusnahan, penghapusan, penatausahaan, pembinaan, pengawasan dan pengendalian.
Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/ Daerah, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2020 dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 19 Tahun 2016 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah, senyatanya diproyeksikan sebagai penyempurna Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/ Daerah yang diperlukan dalam upaya peningkatan, pembinaan dan pengawasan pengelolaan barang milik daerah dengan berdasar pada prinsip otonomi daerah. Dalam Pasal 551 ayat (1) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 19 Tahun 2016 mengamanatkan pembentukan Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Barang Milik Daerah.
II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1
Cukup Jelas
Pasal 2
Huruf a
Yang dimaksud dengan “asas fungsional” adalah bahwa pengambilan keputusan dan pemecahan permasalahan di bidang pengelolaan barang milik daerah yang dilaksanakan oleh pejabat pengelola baraang milik daerah sesuai dengan wewenang dan tanggung jawabnya masing-masing.
Huruf b
Yang dimaksud dengan „asas kepastian hukum‟ adalah pengelolaan barang milik daerah harus mampu memberikan kepastian hukum dalam segala tahapan pengelolaan barang milik daerah serta wajib dilaksanakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku
Huruf c
Yang dimaksud dengan “asas transparansi” adalah bahwa dalam segala tahapan penyelenggaraan pengelolaan barang milik daerah harus diselenggarakan secara transparan atau terbuka sehingga masyarakat dapat memperoleh informasi yang benar
Huruf d
Yang dimaksud dengan “asas efisiensi” adalah bahwa pengelolaan barang milik daerah digunakan sesuai batasan-batasan standar kebutuhan yang diperlukan dalam rangka menunjang penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi pemerintah secara optimal.
Huruf e
Yang dimaksud dengan “asas akuntabilitas” adalah bahwa setiap kegiatan pengelolaan barang milik daerah harus dapat dipertanggungjawabkan
Huruf f
Yang dimaksud dengan “asas kepastian nilai” adalah bahwa dalam Menyelenggarakan pengelolaan barang milik daerah, pengelola barang milik daerah harus didukung oleh adanya ketepatan jumlah dan nilai barang dalam rangka optimalisasi, pemanfaatan dan pemindahtanganan barang milik daerah serta penyusunan neraca daerah
Pasal 3
Cukup Jelas
Pasal 4
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan Dilengapi dokumen pengadaan adalah bahwa barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBD harus dilengkapi dengan dokumen yang ditetapkan oleh ULP/ Pejabat Pengadaan yang memuat informasi dan ketentuan yang harus ditaati oleh para pihak dalam proses pengadaan barang/ jasa
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan Dilengkapi dokumen perolehan adalah bahwa barang yang berasal dari perolehan yang sah harus dilengkapi Berita Acara Serah Terima Hibah, Perjanjian/ kontrak, Putusan Pengadilan dan dokumen perolehan lainnya.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan barang berwujud adalah barang yang mempunyai wujud/ dapat dirasakan oleh panca indera. Contoh : bangunan, sepeda, mobil. Sedangkan barang tidak berwujud adalah barang yang tidak mempunyai wujud fisik. Contoh : Software
Ayat (5)
Cukup Jelas
Pasal 5
Cukup Jelas
Pasal 6
Cukup Jelas
Pasal 7
Cukup Jelas
Pasal 8
Cukup Jelas
Pasal 9
Cukup Jelas
Pasal 10
Cukup Jelas
Pasal 11
Cukup Jelas
Pasal 12
Cukup Jelas
Pasal 13
Cukup Jelas
Pasal 14
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “ketersediaan barang yang ada” adalah barang milik daerah baik yang ada di Pengelola Barang maupun Pengguna Barang
Ayat (2)
Perencanaan pengadaan dibuat dengan mempertimbangkan pengadaan barang melalui mekanisme pembelian, pinjam pakai, sewa, sewa beli (leasing) atau mekanisme lainnya yang lebih efektif dan efisien sesuai
kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan daerah.
Ayat (3)
Cukup Jelas
Ayat (4)
Cukup Jelas
Ayat (5)
Cukup Jelas
Ayat (6)
Cukup Jelas
Ayat (7)
Cukup Jelas
Pasal 15
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Ayat (3)
Termasuk data barang pada Pengguna Barang dan/ atau Pengelola Barang adalah laporan Pengguna Barang semesteran, laporan Pengguna Barang tahunan, laporan Pengguna Barang semesteran, laporan Pengelola Barang tahunan dan sensus barang serta laporan Barang Milik Daerah semesteran dan tahunan
Pasal 16
Cukup Jelas
Pasal 17
Cukup Jelas
Pasal 18
Cukup Jelas
Pasal 19
Cukup Jelas
Pasal 20
Cukup Jelas
Pasal 21
Cukup Jelas
Pasal 22
Cukup Jelas
Pasal 23
Cukup Jelas
Pasal 24
Cukup Jelas
Pasal 25
Cukup Jelas
Pasal 26
Cukup Jelas
Pasal 27
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Huruf a
Cukup Jelas
Huruf b
Cukup Jelas
Huruf c
Termasuk dalam pengertian “sumber lain” antara lain hasil pelaksanaan pengawasan dan pengendalian yang dilakukan oleh Pengelola Barang dan laporan dari masyarakat.
Ayat (3)
Cukup Jelas
Pasal 28
Cukup Jelas
Pasal 29
Cukup Jelas
Pasal 30
Cukup Jelas
Pasal 31
Cukup Jelas
Pasal 32
Ayat (1)
Huruf a
Barang milik daerah yang berada dalam penguasaan Pengelola antara lain tanah dan/ atau bangunan yang diserahkan kepada Pengelola Barang
Huruf b
Cukup Jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “pertimbangan teknis” antara lain berkenaan dengan kondisi atau keadaan barang milik daerah dan rencana penggunaan
Pasal 33
Cukup Jelas
Pasal 34
Cukup Jelas
Pasal 35
Cukup Jelas
Pasal 36
Cukup Jelas
Pasal 37
Cukup Jelas
Pasal 38
Cukup Jelas
Pasal 39
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Ayat (3)
Cukup Jelas
Ayat (4)
Huruf a
Cukup Jelas
Huruf b
Cukup Jelas
Huruf c
Yang dimaksud dengan “ditentukan lain dalam Undang-Undang” meliputi jangka waktu sewa rumah susun.
Pasal 40
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “formula tarif” adalah perhitungan nilai sewa dengan cara mengalikan suatu indeks tertentu dengan nilai barang milik daerah.
Yang dimaksud dengan “besaran sewa” adalah besaran nilai nominal sewa barang milik daerah yang ditentukan
Ayat (2)
Cukup Jelas
Ayat (3)
Cukup Jelas
Ayat (4)
Cukup Jelas
Ayat (5)
Cukup Jelas
Ayat (6)
Yang dimaksud dengan “mempertimbangkan nilai keekonomian” antara lain dengan mempertimbangkan daya beli/ kemampuan membayar (ability to pay) masyarakat dan/ atau kemauan membayar (wilingness to pay) masyarakat
Ayat (7)
Cukup Jelas
Ayat (8)
Cukup Jelas
Ayat (9)
Cukup Jelas
Ayat (10)
Cukup Jelas
Pasal 41
Cukup Jelas
Pasal 42
Cukup Jelas
Pasal 43
Cukup Jelas
Pasal 44
Cukup Jelas
Pasal 45
Cukup Jelas
Pasal 46
Cukup Jelas
Pasal 47
Cukup Jelas
Pasal 48
Ayat (1)
Huruf a
Cukup Jelas
Huruf b
Yang termasuk “barang milik daerah yang bersifat khusus‟ antara lain :
1. Barang yang mempunyai spesifikasi tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
2. Barang yang memiliki tingkat kompleksitas khusus seperti bandar udara, pelabuhan laut, kilang, instalasi tenaga listrik dan bendungan/ waduk;
3. Barang yang dikerjasamakan dalam investasi yang berdasarkan perjanjian hubungan bilateral antar negara; atau
4. Barang lain yang ditetapkan oleh Xxxxxx.
Huruf c
Cukup Jelas
Huruf d
Cukup Jelas
Huruf e
Cukup Jelas
Huruf f
Cukup Jelas
Huruf g
Cukup Jelas
Huruf h
Perhitungan besaran kontribusi pembagian keuntungan yang merupakan bagian Pemerintah Daerah harus memperhatikan perbandingan nilai Barang Milik Daerah yang dijadikan obyek kerja sama pemanfaatan dan manfaat lain yang diterima Pemerintah Daerah dengan nilai investasi mitra dalam Kerja sama pemanfaatan.
Huruf i
Cukup Jelas
Huruf j
Cukup Jelas
Huruf k
Cukup Jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Ayat (3)
Cukup Jelas
Ayat (4)
Cukup Jelas
Ayat (5)
Cukup Jelas
Ayat (6)
Cukup Jelas
Ayat (7)
Penetapan besaran kontribusi tetap dan pembagian keuntungan dilakukan dengan mempertimbangkan kemampuan keuangan BUMD.
Pasal 49
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Ayat (3)
Penyertaan Pengguna Barang dalam pelaksanaan Bangun Guna Serah atau Bangun Serah Guna dimulai dati tahap pesiapan pembangunan, pelaksanaan pembangunan sampai dengan penyerahan hasil Bangun Guna Serah atau Bangun Serah Guna.
Pasal 50
Yang dimaksud “hasil” adalah bangunan beserta fasilitas yang telah diserahkan oleh mitra setelah berakhirnya jangka waktu yang diperjanjikan untuk Bangun Guna Serah atau setelah selesainya pembangunan
Pasal 51
Cukup Jelas
Pasal 52
Cukup Jelas
Pasal 53
Cukup Jelas
Pasal 54
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Ayat (3)
Perpanjangan jangka waktu kerjasama hanya dapat dilakukan apabila terjadi government force majeure seperti dampak kebijakan pemerintah yang disebabkan oleh terjadinya krisis ekonomi, politik, sosial dan keamanan.
Ayat (4)
Cukup Jelas
Ayat (5)
Cukup Jelas
Ayat (6)
Cukup Jelas
Ayat (7)
Cukup Jelas
Ayat (8)
Cukup Jelas
Ayat (9)
Cukup Jelas
Pasal 55
Cukup Jelas
Pasal 56
Cukup Jelas
Pasal 57
Cukup Jelas
Pasal 58
Cukup Jelas
Pasal 59
Cukup Jelas
Pasal 60
Cukup Jelas
Pasal 61
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “pemeliharaan‟ adalah suatu rangkaian kegiatan untuk menjaga kondisi dan memperbaiki semua barang milik daerah agar selalu dalam keadaan baik dan layak serta siap digunakan secara berdaya guna dan berhasil guna
Ayat (2)
Daftar Kebutuhan Pemeliharaan Barang merupakan bagian dari Daftar Kebutuhan Barang Milik Daerah
Ayat (3)
Cukup Jelas
Ayat (4)
Cukup Jelas
Ayat (5)
Yang dimaksud dengan “secara berkala” adalah setiap 6 (enam) bulan/semester
Ayat (6)
Cukup Jelas
Pasal 62
Cukup Jelas
Pasal 63
Cukup Jelas
Pasal 64
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “Penilai Pemerintah adalah Penilai Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Pemerintah yang diangkat oleh Kuasa Menteri Keuangan serta diberi tugas, wewenang dan tanggung jawab untuk melakukan penilaian termasuk atas hasil penilaiannya secara independen.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “Penilai Publik” adalah Penilai selain Penilai Pemerintah yang mempunyai izin praktik, penilaian dan menjadi asosiasi Penilai yang diakui oleh Pemerintah
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “nilai wajar” adalah estimasi harga yang akan diterima dari penjualan aset atau dibayarkan untuk penyelesaian kewajiban antara pelaku pasar yang memahami dan berkeinginan untuk melakukan transaksi wajar pada tanggal penilaian. Nilai wajar yang diperoleh dari hasil penilaian menjadi tanggung jawab penilai. Yang dimaksud dengan “ketentuan peraturan perundang-undangan” diantaranya ketentuan yang mengatur mengenai standar penilaian.
Pasal 65
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “tim” adalah panitia penaksir harga yang unsurnya terdiri dari instansi terkait. Yang dimaksud dengan “penilai” adalah Penilai Pemerintah atau Penilai Publik.
Ayat (2)
Cukup Jelas
Pasal 66
Yang dimaksud dengan “penilaian kembali‟ adalah proses revaluasi sesuai standar akuntansi pemerintahan yang metode penilaiannya dilaksanakan sesuai standar penilaian.
Pasal 67
Cukup Jelas
Pasal 68
Cukup Jelas
Pasal 69
Cukup Jelas
Pasal 70
Cukup Jelas
Pasal 71
Cukup Jelas
Pasal 72
Cukup Jelas
Pasal 73
Huruf a
Yang dimaksud dengan “tidak digunakan/ dimanfaatkan” adalah barang milik daerah yang tidak digunakan untuk kepentingan penyelenggaraan tugas dan fungsi SKPD atau tidak dimanfaatkan oleh pihak lain.
Huruf b
Cukup Jelas
Huruf c
Cukup Jelas
Pasal 74
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “lelang” adalah penjualan barang milik daerah yang terbuka untuk umum dengan penawaran harga secara tertulis dan/ atau lisan yang semakin meningkat atau menurun untuk mencapai harga tertinggi yang didahului dengan pengumuman lelang dan harus dilakukan di hadapan pejabat lelang
Ayat (2)
Cukup Jelas
Ayat (3)
Cukup Jelas
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan “nilai limit” adalah harga minimal barang yang akan dilelang dan ditetapkan oleh Pengelola Barang/ Xxxxxxxx Xxxxxx selaku Penjual.
Ayat (5)
Cukup Jelas
Ayat (6)
Cukup Jelas
Pasal 75
Cukup Jelas
Pasal 76
Cukup Jelas
Pasal 77
Ayat (1)
Tukar menukar ditempuh apabila Pemerintah tidak dapat menyediakan tanah dan/ atau bangunan pengganti.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup Jelas
Huruf b
Cukup Jelas
Huruf c
Cukup Jelas
Huruf d
Cukup Jelas
Huruf e
Yang dimaksud dengan “swasta” adalah pihak swasta, baik yang berbentuk badan hukum maupun perorangan
Pasal 78
Cukup Jelas
Pasal 79
Cukup Jelas
Pasal 80
Cukup Jelas Pasal 81
Cukup Jelas
Pasal 82
Cukup Jelas
Pasal 83
Cukup Jelas
Pasal 84
Cukup Jelas
Pasal 85
Cukup Jelas
Pasal 86
Cukup Jelas
Pasal 87
Cukup Jelas
Pasal 88
Cukup Jelas
Pasal 89
Cukup Jelas
Pasal 90
Cukup Jelas
Pasal 91
Cukup Jelas
Pasal 92
Cukup Jelas
Pasal 93
Cukup Jelas
Pasal 94
huruf a
Cukup Jelas huruf b
Cukup Jelas huruf c
Cukup Jelas huruf d
Cukup Jelas huruf e
Cukup Jelas huruf f
Cukup Jelas
huruf g
Yang dimaksud dengan “sebab lain” yaitu sebab-sebab yang secara normal dipertimbangkan wajar menjadi penyebab penghapusan, seperti hilang karena kecurian, terbakar, susut, menguap, mencair, kadaluarsa, mati, dan sebagai akibat dari keadaan kahar (force majeur).
Pasal 95
Cukup Jelas
Pasal 96
Cukup Jelas
Pasal 97
Yang dimaksud dengan “beralih kepemilikannya” antara lain karena barang milik daerah dimaksud telah terjadi pemindahtanganan atau dalam rangka menjalankan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dan sudah tidak ada upaya hukum lainnya. Yang dimaksud dengan “karena sebab lain” antara lain karena hilang, kecurian, terbakar, susut, menguap dan mencair
Pasal 98
Cukup Jelas
Pasal 99
Cukup Jelas
Pasal 100
Cukup Jelas
Pasal 101
Cukup Jelas
Pasal 102
Cukup Jelas
Pasal 103
Cukup Jelas
Pasal 104
Cukup Jelas
Pasal 105
Cukup Jelas
Pasal 106
Cukup Jelas
Pasal 107
Cukup Jelas
Pasal 108
Cukup Jelas
Pasal 109
Cukup Jelas
Pasal 110
Cukup Jelas
Pasal 111
Cukup Jelas
Pasal 112
Cukup Jelas
Pasal 113
Cukup Jelas
Pasal 114
Cukup Jelas
Pasal 115
Cukup Jelas
Pasal 116
Cukup Jelas
Pasal 117
Cukup Jelas
Pasal 118
Cukup Jelas
Pasal 119
Cukup Jelas
Pasal 120
Cukup Jelas
Pasal 121
Cukup Jelas
TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 115
BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR
PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 2 TAHUN 2022
TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PELAKSANAAN
ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH
TAHUN ANGGARAN 2021 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI SIDOARJO,
Menimbang : bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 320 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Pasal 23 ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Sidoarjo Tahun Anggaran 2021;
Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang–Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1950 tentang Pemerintahan Daerah Kabupaten di Djawa Timur (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 1950 Nomor 41), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1965 tentang Perubahan Batas Wilayah Kotapraja Surabaya dan Daerah Tingkat II Surabaya dengan Mengubah Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Kota Besar dalam Lingkungan Propinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Daerah Istimewa Jogyakarta (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1965 Nomor 19, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2730);
3. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);
4. Undang–Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);
5. Undang–Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4400);
6. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234), sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2022 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 143, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6801);
7. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik indonesia Nomor 5587), sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 137, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4575);
9. Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2005 tentang Sistem Informasi Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 138, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4576), sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2010 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 110, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5155);
10. Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 123, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5165);
11. Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2012 tentang Hibah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5272);
12. Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2017 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6041);
13. Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2018 tentang Pinjaman Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 248, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6279);
14. Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6322);
15. Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 199), sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 76 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 186);
16. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 64 Tahun 2013 tentang Penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan Berbasis Akrual pada Pemerintah Daerah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 1425);
17. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 80 Tahun 2015 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 2036), sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 120 Tahun 2018 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 80 Tahun 2015 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 157);
18. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 11 Tahun 2017 tentang Pedoman Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dan Rancangan Peraturan Kepala Daerah tentang Penjabaran Pertanggungjawaban Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 450);
19. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 64 Tahun 2020 tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2021 (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 888);
20. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 70 Tahun 2019 tentang Sistem Informasi Pemerintahan Daerah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 1114);
21. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 90 Tahun 2019 tentang Klasifikasi, Kodefikasi, dan Nomenklatur Perencanaan Pembangunan dan Keuangan Daerah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 1447);
22. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 77 Tahun 2020 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Daerah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 1781);
23. Peraturan Daerah Kabupaten Sidoarjo Nomor 5 Tahun 2020 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2021 (Lembaran Daerah Kabupaten Sidoarjo Tahun 2021 Nomor 1 Seri A);
24. Peraturan Daerah Kabupaten Sidoarjo Nomor 3 Tahun 2021 tentang Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2021 (Lembaran Daerah Kabupaten Sidoarjo Tahun 2021 Nomor 3 Seri A);
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN SIDOARJO
dan BUPATI SIDOARJO
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2021.
Pasal 1
Pertanggungjawaban pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2021 berupa laporan keuangan memuat:
a. Laporan Realisasi Anggaran;
b. Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih;
x. Xxxxxx;
d. Laporan Operasional;
e. Laporan Perubahan Ekuitas;
x. Xxxxxan Arus Kas; dan
g. Catatan atas Laporan Keuangan.
Pasal 2
Laporan Realissi Anggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) huruf a untuk Tahun Anggaran 2021 sebagai berikut :
a. Pendapatan Rp4.669.635.698.473,41
x. Xxxxxxx dan Transfer Rp4.936.099.885.354,76
c. Defisit (Rp 266.464.186.881,35)
d. Pembiayaan
- Penerimaan Rp1.109.326.717.093,10
- Pengeluaran Rp 1.866.000.000,00
- Pembiayaan Netto Rp1.107.460.717.093,10
e. Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran Rp 840.996.530.211,75
Pasal 3
Uraian Laporan Realisasi Anggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 sebagai berikut :
a. Selisih lebih anggaran dengan realisasi pendapatan sejumlah Rp398.854.472.022,41 dengan rincian sebagai berikut :
1. Anggaran pendapatan setelah perubahan Rp4.270.781.226.451,00 2. Realisasi Rp4.669.635.698.473,41
3. Selisih lebih Rp 398.854.472.022,41
b. Selisih anggaran dengan realisasi belanja dan transfer sejumlah (Rp440.063.670.262,24) dengan rincian sebagai berikut :
1 Anggaran belanja dan transfer Rp5.376.163.555.617,00 setelah perubahan
2. Realisasi Rp4.936.099.885.354,76
Selisih kurang (Rp 440.063.670.262,24)
x. Xxxxxxx lebih anggaran dengan realisasi defisit sejumlah Rp 838.918.142.284,65 dengan rincian sebagai berikut :
1. Anggaran surplus/defisit setelah perubahan
(Rp1.105.382.329.166,00)
2. Realisasi (Rp 266.464.186.881,35)
Selisih lebih Rp 838.918.142.284,65
d. Selisih anggaran dengan realisasi penerimaan pembiayaan sejumlah Rp1.244.387.927,10 dengan rincian sebagai berikut :
1. Anggaran penerimaan pembiayaan setelah perubahan
Rp1.108.082.329.166,00
2. Realisasi Rp1.109.326.717.093,10
Selisih lebih Rp 1.244.387.927,10
e. Selisih anggaran dengan realisasi pengeluaran pembiayaan sejumlah (Rp834.000.000,00) dengan rincian sebagai berikut :
1. Anggaran pengeluaran pembiayaan setelah perubahan
Rp2.700.000.000,00
2. Realisasi Rp1.866.000.000,00
Selisih kurang (Rp 834.000.000,00)
x. Xxxxxxx anggaran dengan realisasi pembiayaan netto sejumlah Rp2.078.387.927,10 dengan rincian sebagai berikut :
1. Anggaran pembiayaan netto setelah perubahan Rp1.105.382.329.166,00 2. Realisasi Rp1.107.460.717.093,10
Selisih lebih Rp 2.078.387.927,10
Pasal 4
Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) huruf b untuk tahun yang berakhir sampai dengan 31 Desember 2021 sebagai berikut :
a. Saldo Anggaran Lebih Awal Rp1.106.084.911.309,32
b. Penggunaan Saldo Anggaran Lebih sebagai Penerimaan
Pembiayaan Tahun Berjalan Rp1.106.084.911.309,32
Selisih Rp 0,00
x. Xxxx Xxxxx Pembiayaan Anggaran Rp 840.996.530.211,75
d. Koreksi Kesalahan Pembukuan Tahun
Sebelumnya Rp 0,00
e. Saldo Anggaran Lebih akhir Rp 840.996.530.211,75
Pasal 5
Neraca sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) huruf c per 31 Desember Tahun 2021 sebagai berikut:
a. Jumlah aset Rp21.808.175.246.105,40
b. Jumlah kewajiban Rp 100.362.872.767,60
c. Jumlah ekuitas Rp21.707.812.373.337,80
Pasal 6
Laporan Operasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) huruf d untuk tahun yang berakhir sampai 31 Desember Tahun 2021 sebagai berikut:
a. Pendapatan – Laporan Operasional Rp4.733.578.626.563,75
b. Beban – Laporan Operasional Rp4.221.004.863.707,35
c. Surplus kegiatan operasional Rp 512.573.762.856,40
d. defisit Kegiatan Non Operasional (Rp 00.000.000.000,94)
e. Surplus Sebelum Pos Luar Biasa Rp 502.197.517.588,46
f. Pos Luar Biasa Rp 0,00
g. Surplus – Laporan Operasional Rp 502.197.517.588,46
Pasal 7
Laporan Perubahan Ekuitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) huruf e per 31 Desember 2021 sebagai berikut:
a. Ekuitas Awal Rp21.159.537.506.282,60
b. Surplus Laporan Operasional Rp 502.197.517.588,46
c. Dampak Kumulatif Perubahan Mendasar Rp 00.000.000.000,73
d. Ekuitas Akhir Rp21.707.812.373.337,80
Pasal 8
Laporan Arus Kas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) huruf f untuk tahun yang berakhir sampai 31 Desember 2021 sebagai berikut :
a. Saldo kas awal per 1 Januari Tahun 2021 Rp1.106.084.911.309,32
b. Arus kas dari aktivitas operasi Rp 650.604.000.654,65
x. Xxxx kas dari aktivitas investasi (Rp 915.692.381.752,22)
d. Arus Kas dari aktivitas pendanaan Rp. 0,00
e. Arus kas dari aktivitas Transitoris Rp. 0,00
x. Xxxxx kas akhir per 31 Desember tahun 2021 Rp 840.996.530.211,75
Pasal 9
Catatan atas Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) huruf g untuk tahun yang berakhir sampai 31 Desember 2021 memuat informasi baik secara kuantitatif maupun kualitatif atas pos-pos laporan keuangan.
Pasal 10
Pertanggungjawaban pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2021 berupa laporan keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1, tercantum dalam lampiran dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini, terdiri dari :
a. Lampiran I : Laporan Realisasi Anggaran, terdiri atas:
Lampiran I.1 : Ringkasan Laporan Realisasi Anggaran Menurut Urusan Pemerintahan Daerah dan Organisasi:
Lampiran I.2 : Rincian Laporan Realisasi Anggaran Menurut Urusan Pemerintahan Daerah, Organisasi, Pendapatan, Belanja, dan Pembiayaan;
Lampiran I.3 : Ringkasan Laporan Realisasi Anggaran Belanja Daerah Menurut Urusan Pemerintahan Daerah, Organisasi, Program, Kegiatan, Sub Kegiatan, Kelompok, Jenis Pendapatan, Belanja dan Pembiayaan;
Lampiran I.4 : Rekapitulasi Belanja Menurut Urusan Pemerintahan Daerah, Organisasi, Program, Kegiatan Beserta Hasil dan Sub Kegiatan Beserta Keluaran;
b. Lampiran II : Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih;
x. Xxxxxxan III : Neraca;
d. Lampiran IV : Laporan Operasional;
e. Lampiran V : Laporan Perubahan Ekuitas;
x. Xxxxxxan VI : Laporan Arus Kas;
g. Lampiran VII : Catatan atas Laporan Keuangan;
x. Xxxxxxan VIII : Daftar Rekapitulasi Piutang Daerah;
i. Lampiran IX : Daftar Rekapitulasi Penyisihan Piutang Tidak tertagih;
x. Xxxxxxan X : Daftar Rekapitulasi Dana Bergulir dan Penyisihan
Dana Bergulir;
x. Xxxxxxan XI : Daftar Penyertaan Modal (Investasi) Daerah;
x. Xxxxxxan XII : Daftar Rekapitulasi Realisasi Penambahan dan
Pengurangan Aset Tetap Daerah;
m. Lampiran XIII : Daftar Rekapitulasi Aset Tetap;
n. Lampiran XIV : Daftar Rekapitulasi Konstruksi dalam Pengerjaan;
o. Lampiran XV : Daftar Rekapitulasi Aset Lainnya;
p. Lampiran XVI : Daftar Dana Cadangan Daerah;
q. Lampiran XVII : Daftar Kewajiban Jangka Pendek;
x. Xxxxxxan XVIII : Daftar Kewajiban Jangka Panjang;
s. Lampiran XIX : Daftar Kegiatan-Kegiatan yang Belum Diselesaikan
Sampai Akhir Tahun dan Dianggarkan Kembali dalam Tahun Anggaran Berikutnya; dan
x. Xxxxxxan XX : Ikhtisar Laporan Keuangan BUMD/ Perusahaan
Daerah.
u. Lampiran XX.1 : Ikhtisar laporan keuangan (neraca) BUMD/
Perusahaan Daerah.
v. Lampran XX.2 : Ikhtisar laporan keuangan (laporan laba/ rugi) BUMD/
Perusahaan Daerah.
Pasal 11
Ketentuan lebih lanjut mengenai Penjabaran Pertanggungjawaban pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2021, diatur dalam Peraturan Bupati.
Pasal 12
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Sidoarjo.
Ditetapkan di Sidoarjo
Ditetapkan di Sidoarjo pada tanggal 2014
BUPATI SIDOARJO,
pada tanggal 26 Agustus 2022 BUPATI SIDOARJO,
ttd XXXXX XXXXXXX
Diundangkan di Sidoarjo
pada tanggal 26 Agustus 2022
Pj. SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN SIDOARJO,
ttd
ANDJAR SURJADIANTO
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO TAHUN 2022 NOMOR 1 SERI A
NOREG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 89-2/2022
BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR
PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 76 TAHUN 2022
TENTANG
PERUBAHAN RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH TAHUN 2022 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI SIDOARJO,
Menimbang : a. bahwa Rencana Kerja Pemerintah Daerah Kabupaten Sidoarjo Tahun 2022 perlu disesuaikan dengan perkembangan dalam tahun berjalan antara lain berupa perubahan asumsi prioritas pembangunan daerah, kerangka ekonomi daerah dan keuangan daerah, rencana program dan kegiatan prioritas daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 343 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 86 Tahun 2017 tentang Tata Cara Perencanaan, Pengendalian, dan Evaluasi Pembangunan Daerah, Tata Cara Evaluasi Rancangan Perda tentang RPJPD dan RPJMD, serta Tata Cara Perubahan RPJPD, RPJMD, dan RKPD;
b. bahwa sesuai ketentuan Pasal 355 ayat (1) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 86 Tahun 2017 tentang Tata Cara Perencanaan, Pengendalian, dan Evaluasi Pembangunan Daerah, Tata Cara Evaluasi Rancangan Perda tentang RPJPD dan RPJMD, serta Tata Cara Perubahan RPJPD, RPJMD, dan RKPD, Perubahan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) ditetapkan dengan Peraturan Kepala Daerah;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Bupati tentang Perubahan Rencana Kerja Pemerintah Daerah Kabupaten Sidoarjo Tahun 2022;
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1950 tentang Pemerintahan Daerah Kabupaten di Djawa Timur (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 1950 Nomor 41), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1965 tentang Perubahan Batas Wilayah Kotapraja Surabaya dan Daerah