PENERAPAN ASAS PROPORSIONALITAS DALAM PERJANJIAN PENGGUNAAN BERSAMA PANGKALAN TNI AU ADISUTJIPTO ANTARA PANGKALAN TNI AU ADISUTJIPTO DENGAN PT. ANGKASA PURA I (PERSERO) BANDAR UDARA ADISUTJIPTO YOGYAKARTA
PENERAPAN ASAS PROPORSIONALITAS DALAM PERJANJIAN PENGGUNAAN BERSAMA PANGKALAN TNI AU ADISUTJIPTO ANTARA PANGKALAN TNI AU ADISUTJIPTO DENGAN PT. ANGKASA PURA I (PERSERO) BANDAR UDARA ADISUTJIPTO YOGYAKARTA
TESIS
OLEH :
NAMA MHS. : XXXXX XXXXXXXXX, X.X XX. POKOK MHS : 14912037
BKU : HUKUM BISNIS
PROGRAM MAGISTER ILMU HUKUM PROGGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
2015
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
ﺎﮭﻬﻌﺳوﻭ ﻻإﺇ ﺎﺳﻔﻧ ﷲ فﻑﻠﻛﯾﻳ ﻻ…
Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya ........
( Al- Baqaroh: 286 )
Ya Allah. TanpaMu aku bukan apa-apa.
Terima Kasih atas segala kasih sayang yang telah Engkau curahkan kepadaku untuk
menyelesaikan Tesis ini. Kupersembahkan Tesisku ini untuk almamaterku tercinta,
Program Studi Magister Ilmu Hukum, Program Pascasarjana Fakultas Hukum, Universitas Islam Indonesia Yogyakarta, dan
Rasa Hormatku dan Terimakasihku kepada Keluargaku Tercinta Istriku. dr. Xx'xxx Xxxxxx, Xxxku Zahwa Putri Xxxxxxx, Xxxxxx XxXxxxx Xxxxxxxx dan Xxxxxx Xxxxxxx Xxxxxx, Xxxxxx
Xxxx Xxxxx, Komandan Pangkalan TNI Aankatan Udara Adisutjipto General Menejer Angkasa Pura I (Persero) Bandara Adisutjipto
Kepala Dinas Hukum di Jakarta
PERNYATAAN ORISINALITAS
Yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : XXXXX XXXXXXXXX, X.X
NPM : 14912037
BKU : Hukum Bisnis
Judul Tesis : Penerapan Asas Proporsionalitas dalam Perjanjian Penggunaan Bersama Pangkalan TNI AU Adisutjipto antara Pangkalan TNI AU Adisutjipto dengan PT. Angkasa Pura I (Persero) Bandar Udara Adisutjipto Yogyakarta
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa Tesis saya ini adalah asli hasil karya atau laporan penelitian yang saya lakukan sendiri dan bukan plagiasi dari hasil karya orang lain pada Program Magister Ilmu Hukum Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia. Kecuali yang secara tertulis diacu dalam penelitian ini dan disebutkan dalam acuan daftar pustaka.
Xxxxxxxx pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya.
Yogyakarta, Desember 2015 Yang menyatakan,
XXXXX XXXXXXXXX, X.X
KATA PENGANTAR
ﻦﯿﻴﻤﻟﺎ ﻌﻟاﺍبﺏرﺭ+ﺪﻤﻟاﺍـﺤ
ﻢـﯿﻴﺣﺮﻟﺎ ﻨﻤﺣّ ﺮﻟﺎﮭﻬﻠﻟﺎﻤـﺴـﺑ
, هﻩﺮﻔﻐﺘﺴﻧوﻭ ﮫﻪﻨﯿﻴﻌﺘﺴﻧوﻭ هﻩﺪﻤﺤﻧ, ﻦﻣ #ﺎـــﺑ ذﺫﻮﻌﻧوﻭ
ﻦﻣوﻭ ﺎﻨﺴﻔﻧأﺃ رﺭوﻭرﺭﺸ
ﮫﻪﻟيﻱدﺩﺎھﮪﮬﻫ ﻼﻓﻞﻠ ﯾﻳﻀﻦﻣوﻭﮫﻪﻟ ﻞـﻀﻣﻼﻓ
ﷲﮭﻬﺪﯾﻳﻣﻦﺎﻟﻨﻤﺎ أﺃﻋتﺕﺌﺂّـﯿﻴﺳ
, ﻻإﺇ ﮫﻪﻟإﺇﻻ نﻥأﺃﺪــﮭﻬﺷأﺃ ﷲ
ﮫﻪﻟﻮﺳرﺭوﻭ هﻩﺪ ﺒﻋاﺍﺪـ ـﻤﺤﻣ أﺃنﻥﺪﮭﻬﺷأﺃوﻭﮫﻪﻟ ﻚﯾﻳ ﺮﺷﻻهﻩﺪﺣوﻭ , ﷲﻠﻰﺻﮫﻪﻠّﻤ ﺟآﺁنﻥﺮﻘاﺍﻟﻖﻠﺨﺑوﻭﮫﻪ ــﻠ ﺳرﺭأﺃ
ﻦﯾﻳّ ﺪﻟاﺍ مﻡﻮﯾﻳﻟﻰإﺇ ﺎنﻥﺴﺣﺈﺑﻢ ﮭﻬﻌﺒﺗﻦﻣوﻭ ﻦﯿﻴﻌ ﺑﺎ ّﺘﻟاﺍوﻭﮫﻪﺑ ﺎﺤأﺃﺻوﻭﮫﻪﻟآﺁﻠﻰﻋوﻭﮫﻪﯿﻴﻠﻋكﻙرﺭﺎﺑ وﻭ . ﺪﻌﺑ ﺎّ ﻣأﺃ ,
Segala puji senantiasa penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan nikmat yang sempurna, rahmat, hidayah dan kekuatan kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan tugas akhir penyusunan tesis untuk memperoleh gelar Magister Strata Dua di bidang Ilmu Hukum pada Program Magister Hukum Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia Yogyakarta.
Shalawat serta Salam senantiasa tercurahkan kepada junjungan kita Xxxx Xxxxxxxx XXX, keluarga serta sahabat yang telah membawa perubahan bagi peradaban dunia dengan hadirnya agama Islam sebagai peradaban terbesar yang tak pernah pudar oleh zaman, dan telah memberikan contoh suri tauladan bagi seluruh umat.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan tesis ini tidak dapat dipungkiri selama penyusunannya telah banyak pihak yang secara langsung maupun tidak langsung berjasa dalam penyelesaiannya, baik dalam memotivasi, membimbing, dan berpartisipasi, sehingga tesis ini dapat terselesaikan dengan baik. Oleh karena itu penulis sangat berterima kasih yang tak terhingga kepada:
• Bapak Xxx. Xxxx Xxxxxxxx, M. A., M. H., Ph. D. dan Ibu Xx. Xxxx Xxxxxx, S.H., M. Hum., selaku Ketua dan Sekretaris Program Magister Ilmu Hukum Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia Yogyakarta.
• Bapak Xx. Xxxx Xxxxxx, S.H., M.Hum., Xxxxxxx Xxxxxxxx, S.H., LL.M., M.Hum., Ph.D. dan Xxx Xxxxxxxx, S.H., M.H., selaku pembimbing yang dengan ikhlas dan sabar telah mencurahkan waktu dan perhatiannya untuk membimbing dan mengarahkan dalam penyusunan tesis ini.
• Seluruh dosen Program Magister Ilmu Hukum Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia Yogyakarta yang telah melimpahkan ilmunya dan selalu memberi inspirasi.
• Pegawai Sekretariat Program Magister Ilmu Hukum Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia Yogyakarta yang telah membantu menyelesaikan segala urusan administrasi.
Akhirnya penulis hanya bisa berharap semoga yang telah kalian lakukan kepadaku menjadi amal saleh dan semoga Allah SWT membalas kebaikan kalian yang setimpal. Tiada gading yang tak retak begitu juga dengan tesis ini, penulis sadar bahwa tesis ini tidak luput dari kekurangan dan mungkin jauh dari kesempurnaan. Untuk itu penulis mohon maaf atas segala kekurangan, saran dan kritik yang membangun sangat penyusun harapkan dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Amin ya Rabbal ‘alamin.
Yogyakarta, Desember 2015 Penulis,
Xxxxx Xxxxxxxxx NPM. 14912037
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ....................................................................................... | i |
HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................... | ii |
HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN .............................................. | iii |
PERNYATAAN ORISINALITAS .................................................................. | iv |
KATA PENGANTAR...................................................................................... | v |
DAFTAR ISI .................................................................................................... | vii |
ABSTRAK ....................................................................................................... | x |
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ | 1 |
A. Latar Belakang ........................................................................... | 1 |
B. Rumusan Masalah ...................................................................... | 6 |
C. Tujuan Penelitian........................................................................ | 7 |
D. Manfaat Penelitian ...................................................................... | 7 |
E. Orisinalitas Penelitian................................................................. | 8 |
F. Kerangka Teori ........................................................................... | 11 |
G. Metode Penelitian ....................................................................... | 22 |
H. Sistematika Pembahasaan........................................................... | 25 |
BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................... | 27 |
A. Tinjauan Umum Hukum Perjanjian ........................................... | 27 |
1. Pengertian Perjanjian............................................................ | 27 |
2. Jenis-jenis Perjanjian ............................................................ | 30 |
3. Asas-asas Hukum Perjanjian ................................................ | 36 |
4. Syarat Sah Perjanjian............................................................ | 53 |
5. Unsur-unsur Perjanjian......................................................... | 56 |
6. Berakhirnya Perjanjian ......................................................... | 58 |
B. Asas Proporsionalitas dalam Perjanjian ..................................... | 59 |
1. Pengertian Asas Proporsionalitas......................................... | 59 |
2. Karakteristik Asas Proporsionalitas ..................................... | 60 |
3. Fungsi Asas Proporsionalitas ............................................... | 63 |
4. Hubungan Asas Proporsionalitas dengan Asas Hukum | |
Perjanjian ............................................................................. | 64 |
C. Gambaran Umum Pangkalan TNI AU Adisutjipto dan PT. Angkasa Pura I (Persero) Bandar Udara Adisutjipto
Yogyakarta 69
1. Profile Pangkalan TNI AU Adisutjipto Yogyakarta 69
a. Letak Geografis dan Luas Wilayah 69
b.Visi dan Misi Pangkalan TNI AU Adisutjipto Yogyakarta 72
c. Tugas Pokok Pangkalan TNI AU Adisutjipto Yogyakarta 73
d. Susunan dan Stuktur Pangkalan TNI AU
Adisutjipto Yogyakarta 74
2. Profile PT. Angkasa Pura I (Persero) Bandar Udara
Adisutjipto Yogyakarta 76
a. Sejarah PT. Angkasa Pura I (Persero) Bandar
Udara Adisutjipto Yogyakarta 76
b. Visi Misi Nilai PT. Angkasa Pura I (Persero) Bandar
Udara Adisutjipto Yogyakarta 77
c. Struktur Organisasi PT. Angkasa Pura I (Persero)
Bandar Udara Adisutjipto Yogyakarta 79
d. Bidang Usaha PT. Angkasa Pura I (Persero) Bandar
Udara Adisutjipto Yogyakarta 80
e. Spesifikasi Bandar Udara Adisutjipto Yogyakarta 82
BAB III ANALISIS ASAS PROPORSIONALITAS DALAM PERJANJIAN PENGGUNAAN BERSAMA PANGKALAN TNI AU ADISUTJIPTO ANTARA TNI AU ADISUTJIPTO DENGAN PT. ANGKASA PURA I (PERSERO) BANDAR UDARA ADISUTJIPTO YOGYAKARTA 83
A. Urgensi Asas Proporsionalitas dalam Perjanjian 83
B. Penerapan Asas Proporsionalitas dalam Perjanjian Penggunaan Bersama Pangkalan TNI AU Adisutjipto antara TNI AU Adisutjipto dengan PT. Angkasa Pura I (Persero)
Bandar Udara Adisutjipto Yogyakarta 93
BAB IV PENUTUP 118
A. Kesimpulan 118
B. Saran 120
DAFTAR\PUSTAKA 121
LAMPIRAN-LAMPIRAN
ABSTRAK
Perjanjian ialah sebuah perikatan yang dilakukan oleh dua orang pihak atau lebih yang di dalamnya terdapat beberapa kesepakatan yang telah dimusyawarahkan. Adanya kerjasama antara TNI AU Adisutjipto dan PT. Angkasa Pura I (Persero) Bandar Udara Adisutjipto Yogyakarta dalam penggunaan bersama Pangkalan TNI AU Adisutjipto sebagai Bandar Udara merupakan salah satu contohnya. Dalam hal ini asas proporsionalitas sangat penting untuk terwujudnya pertukaran hak dan kewajiban yang memenuhi prinsip justice dan fairness Adapun pokok masalah yang diambil oleh penulis dalam penyususnan tesis ini ialah bagaimanakah penerapan asas proporsionalitas pada perjanjian antara TNI Angkatan Udara dengan PT Angkasa Pura I (Persero) tentang Penggunaan Bersama Pangkalan TNI Angkatan Udara Adisutjipto Yogyakarta sebagai Bandar Udara, pada tahap pra kontrak dan pembentukan kontrak maupun pelaksanaan kontrak?
Penelitian ini merupakan penelitian bersifat yuridis-normatif, yaitu penelitian yang pendekatan masalahnya dengan menganalisa perjanjian dan prosedur tetap antar TNI AU Adisutjipto dan PT. Angkasa Pura I (Persero) Bandar Udara Adisutjipto Yogyakarta. Metode pengumpulan data dilakukan dengan cara (metode) ; observasi, kuisoner kepada pejabat yang berwenang PT. Angkasa Pura I (Persero) Bandar Adisutjipto Yogyakarta, yakni General Manager. Masalah yang ada dalam penelitian ini kemudian dianalisis dengan teknik analisis induktif. Metode induktif digunakan untuk menganalisis status hukum (sesuai atau tidak sesuai dengan asas dan prinsip hukum perjanjian dan asas Proporsionalitas) mengenai asas proporsionalitas yang diterapkan oleh PT. Angkasa Pura I (Persero) Bandar Udara Adisutjipto Yogyakarta dengan TNI AU Adisutjipto mengenai Pangkalan TNI AU Adisutjipto yang digunakan secara bersama-sama sebagai Bandar Udara.
Hasil dari analisis dapat disimpulkan bahwa perjanjian penggunaan bersama pangkalan TNI AU Adisutjipto antara TNI AU Adisutjipto dengan PT. Angkasa Pura I (Persero) Bandar Udara Adisutjipto Yogyakarta telah sesuai dengan asas hukum perjanjian dan asas proporsionalitas, meskipun ada perbedaan dalam fungsi dan tujuan TNI AU Adisutjipto dengan PT. Angkasa Pura I (Persero) Bandar Adisutjipto Yogyakarta dalam menggunakan Pangkalan TNI AU Adisutjipto.
ABSTRAC
Its agreement one engagement which did by two parties or more that in it there are some deal already agreed. Mark sense collaboration among TNI AU Adisutjipto and PT. Angkasa Pura I (Persero) Adisutjipto Yogyakarta's airport in purpose with Base TNI AU Adisutjipto as Airport constitutes one of its example. In this case ground proporsionalitas momentously to its materializes interchange the right and obligation on that accomplishes principle justice and fai r ness. There is subject even problem that took by writer in collation this thesis it how proporsionalitas's base implement on indentured among TNI Air Force with PT. Angkasa Pura I (Persero) about Purpose with Base TNI Adisutjipto Yogyakarta's Air Force as Airport, on phase pre contract and formation contract and also contract performing?
This research constitutes research to get character normatif's judicial formality , which is research which its problem approaching by analyses agreement and regular procedure among TNI AU Adisutjipto and PT. Angkasa Pura I (Persero) Adisutjipto Yogyakarta's airport
. Data collecting method did by (method) ; observation, xxxxxxxx to official in charge PT. Angkasa Pura I (Persero) Adisutjipto Yogyakarta's port, namely General Manager. Aught problem in observational it then dianalisis with tech inductive analisis. Inductive method is utilized for menganalisis state sentences (accord or in conflict with ground and indentured law principle and base Proporsionalitas) about ground proporsionalitas who applied by PT. Angkasa Pura I (Persero) Adisutjipto Yogyakarta's airport with TNI AU Adisutjipto hit TNI AU Adisutjipto's Base that utilized by ala all together as Airport.
Result from analisis can be concluded that purpose agreement with base TNI AU Adisutjipto among TNI AU Adisutjipto with PT. Angkasa Pura I (Persero) Adisutjipto Yogyakarta's airport corresponded to indentured law ground and base proporsionalitas, even available distinctive deep logistic and intent TNI AU Adisutjipto with PT. Angkasa Pura I (Persero) Adisutjipto Yogyakarta's port in utilize TNI AU Adisutjipto's Base.
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Indonesia, sebagai bangsa yang berdaulat adalah negara kepulauan berciri nusantara yang disatukan oleh wilayah perairan dan udara, dengan batas-batas, hak-hak, dan kedaulatan,1 mempunyai cita-cita untuk mewujudkan tujuan Nasional seperti yang telah diamanatkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yaitu mewujudkan suatu masyarakat yang adil dan makmur, merata dan berkesinambungan antara materiil dan spirituil berwawasan Nusantara serta memantapkan ketahanan nasional yang berdasarkan pada Pancasila di dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Dalam upaya mencapai tujuan nasional tersebut, diperlukan adanya sikap kebersamaan dan fungsi masing-masing komponen pelaksana pembangunan dengan penuh kesetiaan dan ketaatan pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dengan didukung adanya sistem transportasi nasional yang mendukung pertumbuhan ekonomi, pengembangan wilayah, mempererat hubungan antar bangsa, dan memperkukuh kedaulatan negara.2
Penerbangan merupakan bagian dari sistem transportasi nasional yang mempunyai karakteristik mampu bergerak dalam waktu cepat, menggunakan teknologi tinggi, padat modal, manajemen yang andal, serta memerlukan jaminan keselamatan dan keamanan
1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan
2 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan.
yang optimal, perlu dikembangkan potensi dan peranannya yang efektif dan efisien, serta membantu terciptanya pola distribusi nasional yang mantap dan dinamis.3
Sejalan dengan itu, mengingat pentingnya transportasi udara memiliki nilai penting dalam mencapai tujuan pembangunan, peranan penerbangan yang menguasai hajat hidup orang banyak, maka penerbangan dikuasai oleh negara yang pembinaannya dilakukan oleh pemerintah, dalam hal ini Badan Usaha Milik Negara (BUMN). BUMN yang ditetapkan pemerintah dalam hal pengelolaan Bandar Udara Adisutjipto Yogyakarta adalah PT (Persero) Angkasa Pura I. Perusahaan Perseroan (Persero) adalah perusahaan milik negara yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (UU BUMN). BUMN adalah Perusahaan Perseroan, yang selanjutnya disebut Persero, adalah BUMN yang bentuknya perseroan terbatas yang modalnya terbagi dalam saham yang seluruh atau paling sedikitnya 51% (lima puluh satu persen) sahamnya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia yang tujuan utamanya mengejar keuntungan.4
Pangkalan TNI AU Adisutjipto sebagai lembaga pendidikan Militer yang berada di bawah jajaran Komando Pendidikan TNI Angkatan Udara adalah Pangkalan Udara Militer,5 di dalamnya beroperasi Bandar udara yang dikelola oleh PT. Angkasa Pura I (Persero) menggunakan sebagian wilayah Pangkalan TNI AU Adisutjipto untuk kepentingam penerbangan sipil/komersial. Pangkalan TNI AU Adisutjipto tersebut terletak di sebelah timur Kota Yogyakarta termasuk dalam wilayah Kabupaten Sleman Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan.
4 Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara
5 Juknis TNI AU.
Permasalahan penggunaan bersama Pangkalan TNI Angkatan Udara Adisutjipto dengan Bandar Udara Adisutjipto adalah pada pemakaian area dan fasilitas yang sama dan atau berdekatan. Padahal, keduanya memiliki kepentingan dan kegiatan yang berbeda. Pada Bandar Udara Adisutjipto menggunakan Pangkalan TNI Angkatan Udara Adisutjipto sebagai sarana kepentingan sipil yang mengutamakan keamanan, keselamatan, dan kelancaran penerbangan warga sipil untuk mengejar keuntungan, sedangkan pada Pangkalan TNI Angkatan Udara Adisutjipto digunakan lebih menekankan untuk pertahanan dan keamanan Negara yakni menyelenggarakan pendidikan TNI AU, operasi udara dan pembinaan potensi kedirgantaraan.
Penggunaan bersama Pangkalan TNI AU Adisutjipto sebagai Pangkalan Udara Militer untuk penerbangan militer dan Bandar Udara untuk penerbangan sipil tidak diatur secara spesifik dalam Departemen Perhubungan, namun pengelolaan yang dipergunakan untuk Bandar Udara tersebut diatur lebih lanjut dalam suatu perjanjian kerjasama sesuai dengan peraturan perundang- undangan.
Adanya perbedaan kepentingan para pihak tersebut sangatlah di butuhkan suatu prinsip proporsionalitas di dalam kontrak atau perjanjian Penggunaan Bersama Pangkalan TNI Angkatan Udara Adisutjipto Yogyakarta sebagai Bandara sehingga di dalam melaksanakan kontrak atau perjanjian tersebut para pihak dapat dengan jelas mengetahui kedudukan hukum serta hak dan kewajiban yang dimiliki oleh kedua belah pihak di dalam kontrak atau perjanjian. Perbedaan tersebut dapat diakomodir dan selanjutnya dapat dibingkai dengan sebuah perangkat hukum sehingga dapat mengikat para pihak. Mengenai sisi kepastian hukum dan keadilan, justru akan tercapai apabila perbedaan yang ada diantara para pihak dapat terakomodir melalui sebuah mekanisme hubungan kerjasama secara seimbang dan terarah sesuai dengan proporsi yang dimiliki masing-masing pihak secara fair. supaya terwujudnya suatu kontrak atau perjanjian yang saling menguntungkan para pihak (win-win contract) tidak ada yang saling dirugikan dan tumpang
tindih sehingga dalam pengelolaannya dapat berjalan kondusif, adil dan fair. Penerapan asas proporsionalitas tidak dilihat dari konteks keseimbangan matematis (equilibrium), tetapi pada proses dan mekanisme pertukaran hak dan kewajiban yang berlangsung secara fair.6
Penyusunan perjanjian antara Pangkalan TNI Angkatan Udara Adisutjipto dengan PT Angkasa Pura I (Persero) Bandar Udara Adisutjipto Yogyakarta mengacu pada ketentuan hukum perjanjian yang berdasarkan asas proporsional, yang dimuat dalam buku ketiga Kitab Undang- undang Hukum Perdata. Pembentukan perjanjian kerjasama yang dilandasi pertukaran hak dan kewajiban para pihak secara proporsional akan menghasilkan kontrak atau perjanjian yang fair. Hasil kesepakatan dalam bentuk kontrak atau perjanjian merupakan hal yang sangat penting karena mengikat para pihak dari aspek hukumnya. Pada tahap ini Hak dan kewajiban para pihak disusun dan selanjutnya mengikat untuk dilaksanakan. Untuk itu proporsionalitas pertukaran hak dan kewajiban dapat dicermati dari subtansi klausal-klausal dalam kontrak atau perjanjian yang disepakati para pihak.
Perjanjian antara Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara dengan PT. Angkasa Pura I (Persero) Nomor: Perjama/19/VII/2013, Nomor: SP.120/HK.09.01/2013/OPD tentang Penggunaan Bersama Pangkalan TNI Angkatan Udara Adisutjipto Yogyakarta sebagai Bandar Udara tanggal 8 Juli 2013 merupakan bentuk Kerjasama Pemanfaatan Lahan TNI AU yang diatur pemerintah di dalam Lampiran IV Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 96/PMK.06/2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penggunaan, Pemanfaatan, Penghapusan, dan Pemindahtanganan Barang Milik Negara.
Perjanjian yang mengikat antara TNI Angkatan Udara dengan PT Angkasa Pura I (Persero) selaku Pengelola Bandar Udara Adisutjipto Yogyakarta adalah Penggunaan Barang Milik Negara (BMN), yaitu pemanfaatan sebagian tanah dalam areal wilayah Pangkalan TNI AU Adisutjipto yang tidak digunakan untuk melaksanakan tugas pokok
6 Xxxx Xxxxx Xxxxxxx, “Prinsip-Prinsip dalam Hukum Kontrak dan Asas Proporsionalitas”, Jurnal Hukum Bisnis , Vol.29, No 2, 2010, hal. 12.
dan fungsi Pangkalan TNI AU Adisutjipto penggunaannya dimanfaatkan untuk menunjang penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi Pangkalan TNI AU Adisutjipto, perlu adanya pemahaman para pihak akan kewajiban dan hak dalam klausal dalam kontrak atau perjanjian tersebut. Perlunya asas proposionalitas dalam Perjanjian Penggunaan Bersama Pangkalan TNI AU Adisutjipto sebagai Bandar Udara ini akan sangat bermanfaat para pihak untuk mengetahui, apakah kedudukan hukum serta hak dan kewajiban kedua belah pihak sesuai dengan proporsi yang dimiliki masing-masing pihak di dalam kontrak atau perjanjian sudah terbagi secara proporsional. Dengan demikian, dalam hubungan kerjasama Penggunaan bersama Pangkalan TNI Angkatan Udara Adisutjipto Yogyakarta akan terjadi suatu timbal balik yang proporsional pula.
Adanya kesepakatan internal antara TNI Angkatan Udara dengan PT Angkasa Pura I (Persero) selaku Pengelola Bandar Udara Adisutjipto Yogyakarta secara tertulis, Pangkalan TNI Angkatan Udara Adisutjipto Yogyakarta dapat digunakan sebagai Bandar Udara secara bergantian tanpa saling merugikan pihak lain. Akan tetapi, karena adanya beberapa kewajiban yang pada praktiknya tidak dilakukan, maka perlu tindak lanjut yang proporsional, agar perjanjian kerjasama ini memenuhi keadilan bagi kedua belah pihak. Misalnya seperti wanprestasi dalam hal honorarium terhadap pegawai kebandarudaraan, harusnya dibayar oleh kedua belah pihak, akan tetapi pada kenyataannya dibayar terlebih dahulu oleh pihak TNI AU. Di lain sisi, apabila ada keterlambatan pendaratan yang menyebabkan kerugian terhadap PT. Angkasa Pura I (Persero), yang dikomplain oleh maskapai.
Berdasarkan pernyataan di atas, maka perlu diketahui penerapan asas
proporsionalitas perjanjian antara TNI Angkatan Udara dengan PT. Angkasa Pura I (Persero) tentang Penggunaan Bersama Pangkalan TNI Angkatan Udara Adisutjipto Yogyakarta sebagai Bandar Udara.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah tersebut di atas, maka perlu kiranya dikemukakan pokok masalah yang dirumuskan sebagai berikut :
1. Bagaimanakah penerapan asas proporsionalitas pada perjanjian antara TNI Angkatan Udara dengan PT Angkasa Pura I (Persero) tentang Penggunaan Bersama Pangkalan TNI Angkatan Udara Adisutjipto Yogyakarta sebagai Bandar Udara, pada tahap pra kontrak dan pembentukan kontrak maupun pelaksanaan kontrak?
2. Apakah dengan adanya perjanjian ini, ada pihak-pihak yang merasa dirugikan?
C. Tujuan Penelitian
Sehubungan dengan permasalahan di atas, maka yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui penerapan asas proporsionalitas pada perjanjian antara TNI Angkatan Udara dengan PT. Angkasa Pura I (Persero) tentang Penggunaan Bersama Pangkalan TNI Angkatan Udara Adisutjipto Yogyakarta sebagai Bandar Udara, pada tahap pra kontrak dan pembentukan kontrak maupun pelaksanaan kontrak.
D. Manfaat Penelitian
Bagi penulis penelitian ini merupakan salah satu syarat wajib untuk memperoleh gelar Magister Hukum, pada saat yang sama temuan dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat setidaknya dalam 2 (dua) hal, yaitu:
1. Segi Teoritis
Diharapkan hasil penelitian ini berguna untuk menambah ilmu pengetahuan serta wawasan pemikiran lapangan Hukum Perdata khusus
dalam bidang Hukum Perjanjian
2. Segi Praktis
a. Dengan penelitian ini, diharapkan dapat memberikan manfaat bagi masyarakat, khususnya kepada pelaku usaha dalam membuat suatu perjanjian
b. Secara praktis penulisan ini dapat membantu pihak-pihak yang terkait dengan perjanjian antara TNI Angkatan Udara dengan PT. Angkasa Pura I (Persero) tentang Penggunaan Bersama Pangkalan TNI Angkatan Udara Adisutjipto Yogyakarta sebagai Bandar Udara
E. Orisinalitas Penelitian
Penelitian mengenai asas proporsionalitas dalam perjanjian kerjasama ada beberapa yang meneliti, di antaranya tesis yang berjudul Penerapan Asas Proporsionalitas dalam Perjanjian Build Operate Transfer antara Pemerintah Kabupaten Banjar dan Investor yang ditulis oleh Xxxxx Xxxxxxxxxxxx Srimangandi, dalam karyan ilmiahnya ini menjelaskan bahwa Perjanjian BOT yang dibuat antara Pemerintah Kabupaten Banjar dan Investor tidak proporsionalitas, hal ini bisa dilihat dari pemberian hak kepada investor yang tidak sebanding dengan kewajiban yang dilakukan oleh investor dan hak yang diberikan kepada Pemerintah Daerah tidak sebanding dengan kewajiban yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah, sehingga tidak terjadi pertukaran di antara para pihak secara proporsionalitas. Akibat dari tidak diterapkannya asas proporsionalitas, maka tujuan perjanjian BOT, yakni mendapatkan keuntungan tidak dapat terwujud. Perjanjian tidak implementatif dengan tujuan dibuatnya perjanjian, yakni mewujudkan apa yang dibutuhkan oleh para pihak
yaitu terwujudnya Pusat Perbelanjaan di Martapura dan untuk memperoleh keuntungan bersama.7
Adapun makalah yang berjudul Analisis Asas Proporsionalitas dalam Kontrak Perwaliamanatan yang Dibuat Berdasarkan Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Nomor Kep-412/BL/2010, dalam penelitian ini dapat diketahui bahwa terdapat beberapa urgensi asas proporsionalitas dalam kontrak perwaliamanatan yaitu untuk mengkoreksi pemberlakuan asas kebebasan berkontrak yang terkadang tidak memberikan keadilan dan perlindungan hukum bagi pemegang obligasi, untuk mengkontrol pelaksanaan hak dan kewajiban para pihak dalam kontrak perwaliamanatan agar terwujud proporsionalitas dan memenuhi prinsip justice dan fairness, berfungsi sebagai dasar interpretasi untuk mengetahui sejauh mana Peraturan Nomor VI.C.4 tersebut layak atau tidak untuk dijalankan. Diketahui pula bahwa kontrak perwaliamanatan yang dibuat berdasarkan Peraturan Nomor VI.C.4 tersebut tidak memenuhi asas proporsionalitas karena tidak diwujudkan berdasarkan nilai-nilai kesetaraan (equitability).8
Selain itu ada jurnal mengenai Kajian terhadap Asas Proporsionalitas dan Asas Keseimbangan dalam Perjanjian Waralaba Sebagaimana Diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007 Tentang Waralaba dan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 53 Tahun 2012 Tentang Penyelenggaraan Waralaba (Studi Kasus Mr. Kinclong Laundry), dalam penelitian ini diketahui bahwa perjanjian Waralaba Mr. Kinclong Laundry telah menerapkan asas proporsionalitas dan asas keseimbangan, namun
7 Xxxxx Xxxxxxxxxxxx Srimangandi, ”Penerapan Asas Proporsionalitas dalam Perjanjian Build Operate Transfer antara Pemerintah Kabupaten Banjar dan Investor”, Tesis Program Magister Ilmu Hukum Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia Yogyakarta (2011).
8 Xxxxx Xxxxxxxx Xxxxxxxxxx, “Analisis Asas Proporsionalitas dalam Kontrak Perwaliamanatan yang Dibuat Berdasarkan Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Nomor Kep- 412/BL/2010”, Program Studi Magister Kenotariatan Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Brawijaya.
penerapan dalam menjalankan usahanya belum optimal. Hak dan kewajiban dalam perjanjian Mr. Kinclong Laundry belum menunjukkan keadilan bagi pihak pemberi waralaba maupun penerima waralaba.9
Dari beberapa penelitian di atas mengenai kajian asas proporsionalitas dalam perjanjian, judul dan penelitian yang akan diambil oleh penulis tidak sama dengan beberapa penelitian sebelumnya, meskipun sama-sama meneliti mengenai asas proporsionalitas dalam perjanjian, tapi isi dan teknik penelitian berbeda. Perbedaannya ialah selain mengkaji analisa dari pembuatan perjanjian tertulis yang sudah disahkan antara para pihak, penulis melakukan kajian analisa dari hasil jawaban kuisioner, yakni General Manager PT. Angkasa Pura I (Persero) Bandar Udara Adisutjipto Yogyakarta sebagai bahan data perbandingan dengan perjanjian yang sudah disetujui oleh kedua belah pihak.
F. Kerangka Teori
Dalam kehidupan bermasyarakat kebutuhan akan hukum sangat diperlukan untuk menjaga agar terjaganya kehidupan masyarakat yang tertib dan aman. Oleh karena itu untuk menjaga perubahan masyarakat di bidang hukum tetap teratur harus diikuti dengan pembentukan norma-norma sehingga dapat berlangsung secara tertib dan harmonis. Perkembangan ilmu hukum tidak terlepas dari teori hukum sebagai landasannya dan tugas teori hukum adalah untuk: “menjelaskan nilai-nilai hukum dan postulat-postulatnya hingga dasar-dasar filsafatnya yang paling dalam, sehingga penelitian ini tidak terlepas dari teori-teori ahli hukum yang dibahas dalam bahasa dan sistem pemikiran para ahli
9 Xxxxxxx Xxxxxxx Nur, “Kajian terhadap Asas Proporsionalitas dan Asas Keseimbangan dalam Perjanjian Waralaba Sebagaimana Diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007 Tentang Waralaba dan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 53 Tahun 2012 Tentang Penyelenggaraan Waralaba (Studi Kasus Mr. Kinclong Laundry)”, Privat Law Edisi 03 Nov. 2013-Maret 2014.
hukum sendiri”.10 Teori merupakan keseluruhan pernyataan yang saling berhubungan yang dikemukakan untuk menjelaskan tentang adanya sesuatu.11
Teori berguna untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau proses tertentu terjadi dan satu teori harus diuji dengan menghadapkannya pada fakta- fakta yang dapat menunjukkan ketidakbenarannya. Menurut Xxxxxxxx Xxxxxxxx, bahwa “kontinuitas perkembangan ilmu hukum, selain bergantung pada metodologi, aktivitas penelitian dan imajinasi sosial sangat ditentukan oleh teori.”12 Xxxxxxxxxx mendefenisikan “teori sebagai perangkat proposisi yang terintegrasi secara sintaksis (yang mengikuti aturan tertentu yang dapat dihubungkan secara logis satu dengan lainnya dengan tata dasar yang dapat diamati) dan berfungsi sebagai wahana untuk meramalkan dan menjelaskan fenomena yang diamati”.13
Sedangkan Xxxxxxx Xxxxxxxxxxxxx menyatakan, pengembangan Ilmu Hukum yang bercirikan Indonesia tidak saja dilakukan dengan mengoper begitu saja ilmu-ilmu hukum yang berasal dari luar dan yang dianggap modern, tetapi juga tidak secara membabi buta mempertahankan yang asli. Keduanya harus berjalan secara selaras. Selanjutnya dengan mengilhami dari teori Law as a Tool of Social Engineering dari ajaran Xxxxxx Xxxxx yang beraliran Sociological Jurisprudence. Xxxxxxx Xxxxxxxxxxxxx menghasilkan teori hukum sebagai sarana pembaharuan masyarakat.14 Istilah “pembaharuan hukum” sebenarnya mengandung makna yang luas mencakup sistem
10 W. Xxxxxxxxx, Teori dan Filsafat Umum, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996, hal. 2.
11 J.J.H. Xxxxxxxx, Refleksi tentang Hukum, Penerjemah. Xxxxx Xxxxxxxx, (Bandung, Citra Xxxxxx Xxxxx, 1999), hlm. 2.
12 Xxxxxxxx Xxxxxxxx, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI Press, 2007), hlm. 6.
13 Xxxxxxxxxx dalam Lexy J. Xxxxxxx, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2002), hlm. 34-35.
14 Xxxx Xxxxxxx dan Xxxxxxx Xxxxx Xxxxxxxx, Filsafat Hukum: Madzhab dan Refleksinya, )Bandung, Rosdakarya, 1994), hlm. 111.
hukum.15 Dalam prosesnya, pembangunan ternyata ikut membawa konsekuensi terjadinya perubahan-perubahan atau pembaharuan pada aspek-aspek sosial lain termasuk di dalamnya pranata hukum. Artinya, perubahan yang dilakukan (dalam bentuk pembangunan) dalam perjalanannya menuntut adanya perubahan-perubahan dalam bentuk hukum. Perubahan hukum ini memiliki arti yang positif dalam rangka menciptakan hukum baru yang sesuai dengan kondisi pembangunan dan nilai hukum masyarakat.16 Teori Sociological Jurisprudence yang dikemukakan oleh Xxxxxx Xxxxx, menyatakan bahwa hukum sebagai suatu unsur dalam hidup masyarakat harus memajukan kepentingan umum. Artinya hukum harus dilahirkan dari konstruksi hukum masyarakat yang dilegalisasi oleh penguasa. Ia harus berasal dari konkretisasi nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat.
Penelitian ini juga berusaha untuk memahami perjanjian kerjasama antara Tentara Nasional Indonesia dengan PT. Angkasa Pura I (Persero) Nomor: Perjama/19/VII/2013 Nomor: SP.120/HK.09.01/2013/OPD tanggal 8 Juli 2013 tentang Penggunaan Bersama Pangkalan TNI Angkatan Udara Adisutjipto Yogyakarta sebagai Bandar Udara secara yuridis, artinya adalah memahami objek penelitian sebagai hukum yakni sebagai kaidah hukum sebagaimana yang ditentukan dalam yurisprudensi dan peraturan-peraturan yang berkaitan dengan masalah hukum perjanjian. Teori yang juga dipakai dalam penulisan tesis ini adalah teori keadilan berbasis perxxxxxxx (dalam hal ini Xxxx Xxxxx).
Pembahasan tentang hubungan kontraktual para pihak pada hakikatnya tidak dapat dilepaskan dalam hubungannya dengan masalah keadilan. Kontrak sebagai wadah yang
15 Xxxxxxxx X. Xxxxxxxx, American Law, (New York: WW Norton & Company, 1930, hlm. 5-6; Xxxxxxx, Relevansi Teori Sociological Jurisprudence dalam Upaya Pembaharuan Hukum di Indonesia, 2005, USU Repository 2006).
16 Xxxxx Xxxxx Nusantara dan Xxxxxxx Xxxxxxxx, Pembangunan Hukum: Sebuah Orientasi (Pengantar Editor) dalam Beberapa Pemikiran Pembangunan Hukum di Indonesia, (Bandung: Alumni, 1980), hlm. 2.
mempertemukan kepentingan satu pihak dengan pihak lain menuntut bentuk pertukaran kepentingan yang adil. Oleh karena itu sangat tepat dan mendasar apabila dalam melakukan analisisis terhadap Perjanjian kerjasama Pemanfaatan TNI Angkatan Udara dengan PT. Angkasa Pura I (Persero) tentang Penggunaan Bersama Pangkalan TNI Angkatan Udara Adisutjipto Yogyakarta sebagai Bandar Udara dimulai dari aspek filosofis keadilan berkontrak. Apakah keadilan itu? Pertama, Xxxxx menjawabnya sebagai fairness, atau istilah Black’s Law Dictionary “equal time doctrine” yaitu suatu keadaan yang dapat diterima akal secara umum pada waktu tertentu tentang apa yang benar.17 Keadilan menurut Xxxxx ini disebut dengan istilah fairness adalah karena dalam membangun teorinya Xxxxx berangkat dari suatu posisi hipotetis di mana ketika setiap individu memasuki kontrak sosial itu mempunyai kebebasan (liberty). Posisi hipotetis itu disebut dengan “original position” (posisi asli). Posisi asli itu adalah suatu status quo awal yang menegaskan bahwa kesepakatan fundamental yang dicapai dalam kontrak sosial adalah fair. Berdasarkan fakta adanya “original position” ini kemudian melahirkan istilah “keadilan sebagai fairness”.18 Ditegaskan oleh Xxxxx bahwa meskipun dalam teori ini menggunakan istilah fairness namun tidak berarti bahwa konsep keadilan dan fairness adalah sama.
Salah satu bentuk keadilan sebagai fairness adalah memandang bahwa posisi setiap orang dalam situasi awal ketika memasuki sebagai kesepakatan dalam kontrak sosial itu
17 Xxxxx X.X Xxxxxxxxxan, Lay Judges dan Hakim Ad Hoc, Suatu Studi Teoritis Mengenai Sistem Peradilan Pidana Indonesia, (Jakarta: Program Pasca Sarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2009), hlm. 27.
18 Ibid.
adalah rasional dan sama-sama netral. Dengan demikian keadilan sebagai fairness disebut juga dengan teori kontrak.19
Xxxxx mencoba menawarkan suatu bentuk penyelesaian yang terkait dengan problematika keadilan dengan membangun teori keadilan berbasis kontrak. Menurutnya suatu teori keadilan yang memadai harus dibentuk dengan pendekatan kontrak, dimana asas-asas keadilan yang dipilih bersama benar-benar merupakan hasil kesepakatan bersama dari semua person yang bebas, rasional dan sederajat.20 Hanya melalui pendekatan kontrak sebuah teori keadilan mampu menjamin pelaksanaan hak dan sekaligus mendistribusikan kewajiban secara adil bagi semua orang. Oleh karenanya dengan tegas Xxxxx menyatakan, suatu konsep keadilan yang baik haruslah bersifat kontraktual. Menurut Xxxxx adalah tidak adil mengorbankan hak dari satu atau beberapa orang hanya demi keuntungan ekonomis yang lebih besar dari bagi masyarakat secara keseluruhan. Sikap ini justru bertentangan dengan keadilan sebagai basis yang melandasi pengaturan kesejahteraan sosial. Oleh karenanya pertimbangan ekonomis tidak boleh bertentangan dengan prinsip kebebasan dan hak yang sama bagi semua orang. Dalam konteks ini Xxxxx menyebut “justice as fairness” yang ditandai adanya prinsip rasionalitas, kebebasan dan kesamaan Oleh karena itu diperlukan prinsip-prinsip keadilan yang lebih mengutamakan asas hak daripada asas manfaat. Xxxxx merumuskan 2 (dua) prinsip keadilam distributif, sebagai berikut:21
19 Dalam hal hubungan dengan istilah “kontrak” ini Xxxxx mengakui banyak kritikan yang diterima dengan mengatakan; “Banyak kata yang telah memelencengkan konotasi-konotasi yang pada mulanya cenderung kabur. Istilah uitlitas dan utilitarianisme tanpa kecuali. Istilah-istilah itu juga punya makna yang banyak dieksploitasi para kritkus, namun cukup jelas bagi mereka yang siap mempelajari doktrin utilitarian. Hal yang sama juga terjadi pada istilah “kontrak” yang diterapkan pada teori-teori moral. Ibid. hlm. 28.
20 Xxxx Xxxxx Xxxxxxx, Hukum Perjanjian Asas Proporsionalitas dalam Kontrak Komersial, Cet. 3, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2013), hal. 44.
21 Menurut K. Xxxxxxx, xxxxxxx as fairness, dalam makna leksikal (kamus) just berarti adil juga fair. Tetapi ada perbedaan, just berarti adil menurut isinya (substansi) atau disebut keadilan substansial, sedangkan fair berarti adil menurut prosedurnya atau keadilan procedural. Dalam Xxxx Xxxxx Xxxxxxx Ibid, hlm. 44.
1. the greates equal principle, bahwa setiap orang harus memiliki hak yang sama atas kebebasan dasar yang paling luas, seluas kebebasan yang sama bagi semua orang. Ini merupakan hal yang paling mendasar (hak asasi) yang harus dimiliki semua orang. Dengan kata lain, hanya dengan adanya jaminan kebebasan yang sama bagi semua orang, maka keadilan akan terwujud (prinsip kesamaan hak)
2. ketidaksamaan sosial dan ekonomi harus diatur sedemikian rupa, sehingga perlu diperhatikan asas atau prinsip berikut :
a. the different principle, dan
b. the principle of fair equality of opportunity.
Dengan penekanannya yang begitu kuat pada pentingnya memberi peluang yang sama bagi semua pihak, Xxxxx berusaha agar keadilan tidak terjebak dalam ekstrem kapitalisme di satu pihak dan sosialisme di lain pihak. Xxxxx mengatakan bahwa prinsip
(1) yaitu the greatest equal principle, harus lebih diprioritaskan dari prinsip (2) apabila keduanya berkonflik. Sedang prinsip (2), bagian b yaitu the principle of (fair) equality of opportunity harus lebih diprioritaskan dari bagian a yaitu the different principle.
Xxxxx Xxxxxx Xxxxxxx00 menyebutkan asas proporsionalitas dengan istilah “equitability contract” dengan unsur justice serta fairness. Makna “equitability” menunjukkan suatu hubungan yang setara (kesetaraan), tidak berat sebelah, dan adil (fair), artinya hubungan kontraktual tersebut pada dasarnya berlangsung secara proporsional dan wajar. Dengan merujuk pada asas aequitas praestasionis, yaitu azas yang menghendaki jaminan keseimbangan dan ajaran justum pretium, yaitu kepantasan menurut hukum. Tidak dapat disangkal bahwa kesamaan para pihak tidak pernah ada. Sebaliknya, para
22 Xxxxx Xxxxxx Xxxxxxx, “Batas-Batas Kebebasan Berkontrak”, Yuridika, Volume 18 No.3, Mei 2003, hlm.205.
pihak ketika masuk ke dalam kontrak berada dalam keadaan yang tidak sama. Akan tetapi, ketidaksamaan tersebut tidak boleh dimanfaatkan oleh pihak yang dominan untuk memaksakan kehendaknya secara tidak memadai kepada pihak lain. Dalam situasi semacam inilah asas proporsionalitas bermakna equitability23 Asas proporsionalitas merupakan asas yang melandasi atau mendasari pertukaran hak dan kewajiban para pihak sesuai proporsi atau bagiannya dalam seluruh proses kontraktual. Asas proporsionalitas mengandaikan pembagian hak dan kewajiban yang diwujudkan dalam seluruh proses hubungan kontraktual, baik dalam fase pra kontraktual, pada saat pembentukan kontrak, maupun pada saat pelaksanaan kontrak (precontractual,contractual, post contractual).
Perjanjian berdasarkan definisi yang diberikan dalam Pasal 1313 KUH Perdata adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih. R. Subekti menyatakan, bahwa suatu perjanjian adalah suatu peristiwa di mana seseorang berjanji kepada orang lain atau di mana dua orang itu saling berjanji kepada orang lain atau di mana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu dari peristiwa ini timbul hubungan perikatan.24
Xxxxx Xxxxx Xxxxxxxx merumuskan definisi Pasal 1313 KUH Perdata sebagai berikut, bahwa yang disebut perjanjian adalah suatu persetujuan di mana dua orang atai lebih saling mengikatkan diri untuk melaksanakan sesuatu hal dalam lapangan harta kekayaan.25
Beberapa asas yang berkaitan dengan perjanjian, yaitu:
1. Asas konsensualitas
23 Ibid. hlm.28
24 R. Subekti, Hukum Perjanjian, (Jakarta: Intermasa, 1987), hlm. 1.
25 Xxxxx Xxxxx Xxxxxxxx, Hukum Perikatan, (Bandung: Citra Xxxxxx Xxxxxx, 1992), hlm. 78.
Dengan asas ini maka suatu perjanjian pada dasarnya sudah ada sejak tercapainya kata sepakat di antara para pihak dalam perjanjian tersebut. Asas konsensualisme yang terdapat dalam pasal 1320 KUH Perdata mengandung arti kemauan para pihak untuk saling mengikatkan diri dan kemauan ini membangkitkan kepercayaan bahwa perjanjian itu akan dipenuhi. Eggens dalam Ibrahim26 menyatakan asas konsensualitas merupakan suatu puncak peningkatan manusia yang tersirat dalam pepatah; een man een man een word een word. Selanjutnya dikatakan olehnya bahwa ungkapan “orang harus dapat dipegang ucapannya” merupakan tuntutan kesusilaan, akan tetapi Pasal 1320 KUH Perdata menjadi landasan hukum untuk penegakkannya. Tidak dipenuhinya syarat konsensualisme dalam perjanjian menyebabkan perjanjian dapat dibatalkan, karena tidak memenuhi syarat subyektif.
2. Asas kekuatan mengikatnya perjanjian, yaitu bahwa para pihak harus memenuhi apa yang telah dijanjikan sebagaimana disebutkan dalam pasal 1338 KUH Perdata yang menyebutkan bahwa perjanjian yang dibuat secara sah sebagai undang-undang bagi yang membuatnya.
3. Asas kebebasan berkontrak, adalah adanya kebebasan yang seluas-luasnya yang oleh undang-undang diberikan kepada masyarakat untuk mengadakan perjanjian tentang apa saja, asalkan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, kepatutan dan ketertiban umum (Pasal 1338 KUH Perdata). Kebebasan berkontrak adalah asas yang esensial, baik bagi individu dalam mengembangkan diri baik di dalam kehidupan pribadi maupun kehidupan sosial kemasyarakatan, sehingga beberapa pakar
26Xxxxxxx Xxxxxxx, Xxxximpasan Pinjaman (Kompensasi) dan Asas Kebebasan Berkontrak dalam Perjanjian Kredit Bank, (Jakarta: CV Utomo, 2003), hlm. 37.
menegaskan kebebasan berkontrak merupakan bagian dari hak asasi manusia yang dihormati.27
4. Asas itikad baik dan kepatutan. Asas ini menegaskam bahwa para pihak dalam membuat perjanjian harus didasarkan pada itikad baik dan kepatutan, yang mengandung pengertian pembuatan perjanjian antara para pihak harus didasarkan pada kejujuran untuk mencapai tujuan bersama. Pelaksanaan perjanjian juga harus mengacu pada apa yang patut dan seharusnya diikuti dalam pergaulan masyarakat. Asas itikad baik dan kepatutan berasal dari hukum Romawi, yang kemudian dianut oleh Civil Law, bahkan dalam perkembangannya juga dianut oleh beberapa negara berfaham Common Law. Pengertian itikad baik dan kepatutan berkembang sejalan dengan perkembangan hukum untuk Romawi, yang semula hanya memberikan ruang bagi kontrak-kontrak yang telah diatur dalam undang-undang (iudicia stricti iuris yang bersumber pada Civil Law). Diterimanya kontrak-kontrak yang didasarkan pada bonae fides yang mengharuskan diterapkannya asas itikad baik dan kepatutan dalam pembuatan dan pelaksanaan perjanjian.28 Masalah yang muncul,hingga saat ini belum satu kata untuk memberikan dasar yang tepat sebagai patokan apakah perjanjian telah dilaksanakan atas dasar itikad baik dan kepatutan atau belum. Praktiknya diserahkan kepada hakim untuk menilai hal tersebut. Hal ini juga terjadi di negara-negara Anglo Xxxxx, xxxxx-hakim di negara- negara Anglo Saxon belum mempunyai standar yang telah disepakati untuk mengukur asas tersebut. Biasanya frase itikad baik dan kepatutan selalu dikaitkan dengan makna fairness, reasonable standard of dealing, a common ethical sense.29
27 Ibid, hlm. 40.
28 Xxxxxx Xxxxxxxxx, Itikad Baik dalam Keabsahan Berkontrak, (Jakarta: Universitas Indonesia, 2003), hlm. 131.
29 Ibid, hlm. 30.
Perjanjian dapat dikatakan sah dan mempunyai kekuatan hukum apabila telah memenuhi syarat-syarat sahnya perjanjian yang telah ditentukan oleh Undang-Undang. Perlu diperhatikan bahwa perjanjian yang memenuhi syarat yang ada dalam Undang- Undang diakui oleh hukum, sebaliknya perjanjian yang tidak memenuhi syarat tidak diakui oleh hukum walaupun diakui oleh pihak-pihak yang bersangkutan. Karena itu selagi pihak-pihak mengakui dan mematuhi perjanjian yang mereka buat walaupun tidak memenuhi syarat perjanjian itu berlaku diantara mereka.
Berdasarkan Pasal 1320 KUH Perdata, untuk sahnya suatu perjanjian para pihak harus memenuhi syarat-syarat tersebut di bawah ini:
1. Kesepakatan atau persetujuan para pihak.
2. Kecakapan para pihak dalam membuat suatu perjanjian;
3. Suatu hal tertentu;
4. Suatu causa atau sebab yang halal.
Selanjutnya, unsur-unsur perjanjian dapat dikategorikan sebagai berikut:30
1. Essentialia, yaitu unsur daripada persetujuan yang tanpa itu persetujuan tidak mungkin ada.
2. Naturalia, yaitu unsur yang oleh undang-undang ditentukan sebagai pertauran yang bersifat mengatur.
3. Accidentalia, unsur yang oleh para pihak ditambahkan dalam persetujuan di mana undang-undang tidak mengaturnya unsur perjanjian adalah sebagai berikut:31
30 R. Setiawan, op. cit, hlm. 50.
31 Xxxxx Xxxxx Xxxxxxxx, op. cit, hlm. 80
a. Ada beberapa pihak. Para pihak dalam perjanjian ini disebut subyek perjanjian.
Subyek perjanjian dapat berupa orang atau badan hukum. Subyek perjanjian ini harus berwenang untuk melaksanakan perbuatan hukum seperti yang ditetapkan oleh undang-undang.
b. Ada persetujuan antara para pihak. Persetujuan antara para pihak bersifat tetap, bukan suatu perundingan. Dalam perundingan umumnya dibicarakan mengenai syarat-syarat dan obyek perjanjian itu timbul perjanjian.
c. Adanya tujuan yang hendak dicapai. Mengenai tujuan yang hendak dicapai tidak boleh bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan dan ketertiban umum.
d. Adanya prestasi yang akan dilaksanakan. Prestasi merupakan kewajiban yang harus dipenuhi oleh pihak pihah sesuai dengan syarat-syarat perjanjian.
e. Adanya bentuk tertentu lisan atau tulisan. Pentingnya bentuk tertentu ini karena undang-undang yang menyebutkan bahwa hanya dengan bentuk tertentu suatu perjanjian mempunyai kekuatan mengikat dan bukti yg kuat.
f. Adanya syarat-syarat tertentu sebagai isi perjanjian. Dari syarat-syarat tertentu dapat diketahui hak dan kewajiban masing-masing pihak. Syarat-syarat itu terdiri dari syarat pokok yang menimbulkan kewajiban dan menimbulkan hak.
G. Metode Penelitian
a. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian hukum ini adalah yuridis- normatif. Penelitian yuridis-normatif adalah suatu prosedur ilmiah untuk menemukan kebenaran berdasarkan logika keilmuan dari sisi normatifnya yang objeknya adalah
hukum itu sendiri.32 Pertimbangan yang digunakan dalam menentukan jenis penelitian ini adalah analisis terhadap ketentuan dalam perjanjian antara TNI Angkatan Udara dengan PT. Angkasa Pura I (Persero) tentang Penggunaan Bersama Pangkalan TNI Angkatan Udara Adisutjipto Yogyakarta sebagai Bandar Udara apakah sudah terbagi secara proporsional hak dan kewajiban kedua belah pihak sesuai dengan proporsi yang dimiliki masing-masing pihak di dalam kontrak atau perjanjian dan dapat dinilai sesuai ataukah melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku.
b. Sumber Bahan Hukum
Bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier.33 Bahan hukum primer yaitu bahan hukum yang mengikat yang terdiri dari norma atau kaidah dasar dan peraturan perundang-undangan. Bahan hukum primer (primary sources of authorities) dalam penelitian ini ialah Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 96/PMK.06/2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penggunaan, Pemanfaatan, Penghapusan, dan Pemindahtanganan Barang Milik Negara sera Perjanjian Akta PT. Angkasa Pura I (Persero) dan TNI AU Adisutjipto Yogyakarta.
Selanjutnya bahan hukum sekunder (secondary sources of authorities) yang digunakan dalam penelitian ini yaitu bahan-bahan yang erat kaitannya dengan bahan hukum primer dan dapat membantu menganalisis dan memahami bahan hukum primer, misalnya, hasil karya ilmiah para sarjana/ahli hukum maupun non hukum, hasil-hasil penelitian terdahulu, jurnal, dan sebagainya.
32 Xxxxxx Xxxxxxx, Xxxxx&Metodologi Penelitian Hukum Normatif, (Malang: Bayumedia, 2011), hlm.
57.
33 Xxxxxxxx Xxxxxxxx dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan Singkat, (PT. Raja
Grafindo Persada, 2003). hlm. 13.
Sedangkan bahan hukum tersier yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder. Bahan hukum tersier yang digunakan dalam penelitian ini meliputi: literatur pendukung yang berupa kamus dan ensiklopedia.
c. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini untuk mendapatkan informasi yang berkaitan dengan penelitian berasal dari kuisioner langsung kepada Manager PT Angkasa Pura I (Persero) Bandar Udara Adisutjipto Yogyakarta. Kuisioner dalam penelitian ini dimaksudkan agar mendapatkan informasi secara langsung dari responden yang dianggap valid dan tidak didapat dari dokumentasi.
d. Metode Pendekatan
Metode pendekatan yang digunakan dalam jenis penelitian yuridis-normatif ini adalah pendekatan perundang-undangan (statute-approach) dan pendekatan analitis (analytical-Approach). Pendekatan perundang-undangan (statute-approach) digunakan untuk meneliti apakah perjanjian Penggunaan Bersama Pangkalan TNI Angkatan Udara Adisutjipto Yogyakarta sebagai Bandar Udara yang berbentuk perjanjian kerjasama pemanfaatan dapat dinilai sesuai apabila perjanjian tersebut dilihat dari Ketentuan dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata terutama buku III yang menjadi dasar terjadinya perikatan di antara para pihak, maupun dinilai dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 96/PMK.06/2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penggunaan, Pemanfaatan, Penghapusan, dan Pemindahtanganan Barang Milik Negara khususnya Bab IV Pemanfaatan Barang Milik Negara Pasal 5 angka 4 huruf c mengenai Pemanfaatan Barang Milik Negara dilakukan dalam bentuk
kerjasama pemanfaatan. Pendekatan analitis (analytical-approach) digunakan untuk menganalisis konsep yuridis tentang asas proporsional dalam perjanjian yang dibuat oleh para pihak sehingga dapat menjawab permasalahan hukum yang ada sehingga tercipta kepastian hukum.
H. Sistematika Pembahasan
Sistematika pembahasan dalam penelitian ini peneliti merencanakan mambahas dan menguraikan permasalahan yang merupakan
bagian-bagian yang di bagi dalam empat (4) bab, sebagai berikut:
Bab pertama, bab ini merupakan bab pendahuluan yang berisikan antara lain : latar belakang masalah, pokok masalah, tujuan penelitian, orisinalitas penelitian, kerangka teori, metode penelitian, dan sistematika pembahasan.
Bab kedua merupakan bab tinjauan umum hukum perjanjian yang berisikan antara lain: tinjauan umum mengenai hukum perjanjian, pengertian perjanjian pada umumnya, macam- macam perjanjian, asas-asas hukum perjanjian, syarat sahnya perjanjian, uunsur- unsur perjanjian, berakhirnya perikatan, asas proporsionalitas di dalam perjanjian, pengertian asas proporsionalitas, karakteristik asas proporsionalitas, fungsi asas proporsionalitas, hubungan asas proporsionalitas dengan asas hukum perjanjian, hubungan asas proporsionalitas dengan asas keseimbangan. Serta gambaran umum pangkalan TNI Angkatan Udara Adisutjipto Yogyakarta dan PT. Angkasa Pura I (Persero) Bandar Udara Adisutjipto Yogyakarta.
Bab ketiga merupakan bagian yang berisikan analisis terhadap data- data yang diperoleh pada bab kedua dan bab ketiga kemudian dianalisis terhadap penerapan asas hukum perjanjian dan asas proporsionalitas sebagaimana yang ada pada kerangka teori.
Diharapkan pada bab ini dapat menjawab seluruh permasalahan yang ada secara sistematis dan teoritis.
Bab keempat, merupakan bab terakhir yang berisikan penutup dari tesis yang berisikan kesimpulan yang merupakan jawaban dari semua permasalahan yang diteliti dan dianalisis, serta beberapa saran untuk kemajuan kerjasama pangkalan TNI AU Adisutjipto dengan PT. Angkasa Pura I (Persero) Bandar Udara Adisutjipto Yogyakarta.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Hukum Perjanjian
1. Pengertian Perjanjian
Dalam praktik istilah kontrak atau perjanjian terkadang masih dipahami secara rancu. Banyak pelaku bisnis mencampuradukkan kedua istilah tersebut seolah merupakan pengertian yang berbeda. Burgerlijk Wetboek (selanjutnya disingkat BW) menggunakan istilah overeenkomst dan contract untuk pengertian yang sama. Hal ini secara jelas dapat disimak dari judul Buku III titel Kedua Tentang “Perikatan-Perikatan yang Lahir dar Kontrak atau Perjanjian” yang dalam bahasa aslinya (bahasa Belanda), yait satu orang atau lebih : “Xxx xxxxxxxxxxxxxx die uit contract of overeenkomst geboren worden”.34
Istilah kontrak berasal dari kata “contrack” dalam bahasa Inggris, dalam bahasa Perancis “contract” dan dalam bahasa Belanda “overeenkomst”, sekalipun kadang-kadang juga digunakan istilah “contract” dalam istilah bahasa Indonesia kontrak sama pengertiannya dengan perjanjian. Sedangkan istilah perjanjian cakupannya lebih luas, dengan demikian perbedaan dua istilah ini bukan pada bentuknya, tidak
34 Xxxx Xxxxx Xxxxxxx, Hukum Perjanjian Asas Proporsionalitas dalam Kontrak Komersial, Cet. 3, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2013), hlm. 13
tepat bila kontrak diartikan sebagai perjanjian yang dibuat secara tertulis, sebab kontrak pun dibuat secara lisan.35
Menurut Pasal 1313 BW, kontrak atau perjanjian dirumuskan sebagai suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.36
C.J.H. Xxxxxxx dan X.X. xx Xxxx, menjelaskan perikatan sebagai hubungan hukum (rechtsverhouding) antara dua pihak berdasarkan satu pihak, yakni debitor (schuldenaar atau debiteur), memiliki suatu prestasi yang terletak di bidang kekayaan (vermogen), dan kreditor (schuldeiser atau crediteur) memiliki hak untuk menuntut pemenuhan prestasi tersebut.37
Hal yang sama juga dikemukakan oleh Subekti, menurut Subekti perjanjian adalah suatu peristiwa di mana seorang berjanji kepada orang lain atau di mana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal.38 Dengan mengutip pendapat Xxxxxxx, Xxxxxxxx menyatakan bahwa perikatan adalah suatu hubungan hukum antara sejumlah terbatas subjek- subjek hukum sehubungan dengan seorang atau beberapa orang daripadanya (debitor atau para debitor) mengikatkan diri untuk bersikap menuntut cara-cara tertentu terhadap pihak lain, yang berhak atas sikap yang demikian. Kemudian dengan mengutip pendapat Xxxxx, Xxxxxxxx juga
35 Mudjisantosa, Memahami Kontrak Pengadaan Pemerintah, Cet. 1, (Yogyakarta: CV. Primaprint. 2014), hlm. 108.
36 Terjemahan BW dalam bahasa Indonesia merujuk pada hasil terjemahan Subekti dan Xxxxxxxxxxxxx, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, (Jakarta: Paramita,1980).
37 Xxxxxx Xxxxxxxxx, Hukum Kontrak Indonesia dalam Perspektif Perbandingan (Bagian Pertama), Cet. 1, (Yogyakarta: FH UII Press, 2013), hlm. 4.
38 Subekti, Hukum Perjanjian, Cet. XI, (Jakarta: PT. Intermasa, 1987), hlm. 1.
menyatakan bahwa perikatan adalah suatu hubungan hukum yang bersifat harta kekayaan antara dua orang atau lebih, atas dasar mana pihak yang satu berhak (kreditor) dan pihak lain memiliki kewajiban (debitor) atas suatu prestasi.39
Menurut Xxxxx, kontrak atau perjanjian merupakan hubungan hukum yang satu dengan subyek hukum yang lain dalam bidang harta kekayaan. Perlu diketahui bahwa subyak hukum yang satu berhak atas prestasi dan begitu juga dengan subyek hukum yang lain berkewajiban untuk melaksanakan prestasinya sesuai dengan yang telah disepakati.40
X. Xxxxx Xxxxxxx dengan menggunakan istilah perjanjian mendefinisikan perikatan sebagai hubungan hukum kekayaan atau harta benda antara dua orang atau lebih yang memberi kekuatan hak pada satu pihak untuk memperoleh prestasi dan sekaligus mewajibkan pada pihak lain untuk menunaikan prestasi. J. Satrio dengan memperhatikan substansi isi Buku III KUHPerdata merumuskan perikatan sebagai hubungan dalam hukum kekayaan, di mana di satu pihak ada hak dan di lain pihak ada kewajiban.41
KRMT Xxxxxxxxxxxxxx memberikan definisi perjanjian adalah suatu perbuatan hukum berdasarkan kata sepakat di antara dua orang atau lebih untuk menimbulkan akibat-akibat hukum yang dapat dipaksakan oleh
39 R. Setiawan, Pokok-pokok Hukum Perikatan, Cet. 5, (Bandung: Binacipta, 1994), hlm.
2.
40 Pranoto dan Itok Xxx Xxxxxxxxx, Urgensi Asas Proporsionalitas dalam Kontrak Kerja
Xxxxxxxxx Sebagai Antisipasi Terjadinya Sengketa, Privat Law, Edisi 02 Juli-Oktober 2013, hlm. 89.
41 Xxxxxx Xxxxxxxxx, Op.cit., hlm. 4-5.
undang-undang.42 Menurut Xxxxxxxxxx, perjanjian obliagatoir (yang menciptakan perikatan) merupakan sarana utama bagi para pihak untuk secara mandiri mengatur hubungan-hubungan hukum di antara mereka. Yang mana dikatakan oleh Xxxxx, bahwa suatu persetujuan itu tidak lain suatu perjanjian (afspraak) yang mengakibatkan hak dan kewajiban.
Melalui perjanjian terciptalah perikatan atau hubungan hukum yang menimbulkan hak dan kewajiban pada masing-masing pihak yang membuat perjanjian. Dengan kata lain, para pihak yang terikat untuk mematuhi perjanjian yang telah mereka buat tersebut. Dalam hal ini fungsi perjanjian sama dengan perundang-undangan, tetapi hanya berlaku khusus terhadap para pembuatnya saja. Secara hukum, perjanjian dapat dipaksakan berlaku melalui pengadilan. Hukum memberikan sanksi terhadap pelaku pelanggaran perjanjian atau xxxxxx xxxxx (wanprestasi).
2. Jenis-jenis Perjanjian
Menurut Xxxxxxx, perjanjian dapat dibedakan menjadi beberapa jenis yaitu:
a. Perjanjian timbal balik adalah perjanjian yang dibuat dengan meletakkan hak dan kewajiban kepada kedua pihak yang membuat perjanjian. Misalnya perjanjian jual beli Pasal 1457 KUHPerdata dan perjanjian sewa menyewa Pasal 1548 KUHPerdata. Dalam perjanjian jual beli hak dan kewajiban ada di kedua belah pihak. Pihak penjual
42 Xxxx Xxxxx Xxxxxxx, Op.cit., hlm. 16-19.
berkewajiban menyerahkan barang yang dijual dan berhak mendapat pembayaran dan pihak pembeli berkewajiban membayar dan hak menerima barangnya.
b. Perjanjian sepihak adalah perjanjian yang dibuat dengan meletakkan kewajiban pada salah satu pihak saja. Misalnya perjanjian hibah. Dalam hibah ini kewajiban hanya ada pada orang yang menghibahkan yaitu memberikan barang yang dihibahkan sedangkan penerima hibah tidak mempunyai kewajiban apapun. Penerima hibah hanya berhak menerima barang yang dihibahkan tanpa berkewajiban apapun kepada orang yang menghibahkan.
c. Perjanjian dengan percuma adalah perjanjian menurut hukum terjadi keuntungan bagi salah satu pihak saja. Misalnya hibah (schenking) dan pinjam pakai Pasal 1666 dan 1740 KUHPerdata.
d. Perjanjian konsensuil, riil dan formil
Perjanjian konsensuil adalah perjanjian yang dianggap sah apabila telah terjadi kesepakatan antara pihak yang membuat perjanjian. Perjanjian riil adalah perjanjian yang memerlukan kata sepakat tetapi barangnya harus diserahkan. Misalnya perjanjian penitipan barang pasal 1741 KUHPerdata dan perjanjian pinjam mengganti Pasal 1754 KUHPerdata. Perjanjian formil adalah perjanjian yang memerlukan kata sepakat tetapi undang-undang mengharuskan perjanjian tersebut harus dibuat dengan bentuk tertentu secara tertulis dengan akta yang dibuat oleh pejabat umum notaris
atau PPAT. Misalnya jual beli tanah, undang-undang menentukan akta jual beli harus dibuat dengan akta PPAT, perjanjian perkawinan dibuat dengan akta notaris.
e. Perjanjian bernama atau khusus dan perjanjian tak bernama Perjanjian bernama atau khusus adalah perjanjian yang telah diatur dengan ketentuan khusus dalam KUHPerdata Buku ke tiga Bab V sampai dengan bab XVIII. Misalnya perjanjian jual beli, sewa menyewa, hibah dan lain-lain. Perjanjian tak bernama adalah perjanjian yang tidak diatur secara khusus dalam undang-undang. Misalnya perxxxxxxx xxxxxxx, perjanjian keagenan dan distributor, perjanjian kredit.43
Sedangkan menurut Xxxxxx Xxxxx, jenis perjanjian dapat dibedakan menurut berbagai cara, adapun perbedaannya adalah sebagai berikut:
a. Perjanjian timbal balik dan perjanjian sepihak
Perjanjian timbal balik yaitu perjanjian yang dapat menimbulkan kewajiban pokok bagi kedua belah pihak yang melakukannya. Misalnya: kewajiban yang timbul dalam perjanjian jual beli, pihak penjual mempunyai kewajiban pokok menyerahkan barang yang dijualnya, dipihak lain pembeli mempunyai kewajiban untuk membayar harga yang telah disepakati. Perjanjian sepihak yaitu
43 Sutarno, Aspek-aspek Hukum Perkreditan Pada Bank, (Bandung: Alfabeta), 2003, hlm.
82.
perjanjian dimana salah satu pihak saja yang dibebani suatu kewajiban. Misal: dalam perjanjian pemberian hibah, hanya satu pihak saja yang mempunyai kewajiban.
b. Perjanjian cuma-cuma dan perjanjian dengan alas hak membebani Perjanjian cuma-cuma yaitu suatu perjanjian yang memberikan keuntungan bagi salah satu pihak tanpa adanya imbalan dari pihak lain. Perjanjian dengan alas hak yang membebani adalah perjanjian dimana terhadap prestasi dari pihak yang lain, antara prestasi dan kontra prestasi tersebut terdapat hubungan menurut hukum meskipun kedudukannya tidak harus sama. Misal: Di satu pihak berprestasi sepeda, di pihak lain berprestasi kuda. Jadi di sini yang penting adanya prestasi dan kontra prestasi.
c. Perjanjian konsensuil, riil dan formil
Perjanjian konsensuil yaitu adanya suatu perjanjian cukup dengan adanya kata sepakat dari para pihak. Misalnya: Masing-masing pihak sepakat untuk mengadakan jual beli kambing. Perjanjian riil yaitu perjanjian disamping adanya kata sepakat masih diperlukan penyerahan bendanya. Misalnya: Dalam jual beli kambing tersebut harus ada penyerahan dan masih diperlukan adanya formalitas tertentu. Adapun untuk perjanjian formil dalam perjanjian jual beli kambing di atas dengan dibuatkan akta tertentu.
d. Perjanjian bernama, tidak bernama dan perjanjian campuran.
Perjanjian bernama adalah perjanjian yang telah ada namanya seperti
dalam buku III KUHPerdata Bab V sampai dengan Bab XVIII. Perjanjian tidak bernama adalah perjanjian yang tidak ada namanya. Ketentuannya diatur dalam buku III KUHPerdata Bab I sampai dengan Bab IV yang merupakan ketentuan umum.
Perjanjian campuran adalah perjanjian yang terdiri dari beberapa perjanjian bernama juga kemungkinan pula terdapat perjanjian tidak bernama.
e. Perjanjian kebendaan dan obligatoir
Perjanjian kebendaan yaitu perjanjian untuk menyerahkan hak kebendaan. Sedangkan perjanjian obligatoir yaitu perjanjian yang dapat menimbulkan kewajiban kepada pihak-pihak, misal: jual beli.
f. Perjanjian yang sifatnya istimewa
1) Perjanjian liberatoir yaitu perjanjian untuk membebaskan dari kewajiban. Misal dalam Pasal 1438 KUHPerdata mengenai pembebasanhutang dan pasal-pasal berikutnya (Pasal 1440 dan Pasal 1442 KUHPerdata).
2) Perjanjian pembuktian, yaitu perjanjian dimana para pihak sepakat menentukan pembuktian yang berlaku bagi para pihak.
3) Perjanjian untung-untungan, seperti yang ada dalam Pasal 1774 yaitu perjanjian yang pemenuhan prestasinya digantungkan pada kejadian yang belum tentu terjadi.
4) Perjanjian publik, yaitu perjanjian yang sebagian atau seluruhnya dikuasai oleh hukum publik karena salah satu pihak
bertindak sebagai penguasa. Contoh: Perjanjian yang dilakukan antara mahasiswa tugas belajar (ikatan dinas).44
Xxxxxxxxxx Xxxxxxxx juga mengelompokkan perjanjian menjadi beberapa jenis, yaitu:
a. Perjanjian timbal balik dan perjanjian sepihak
Perjanjian timbal balik (bilateral contract) adalah perjanjian yang memberikan hak dan kewajiban kepada kedua belah pihak. Perjanjian timbal balik adalah pekerjaan yang paling umum terjadi dalam kehidupan bermasyarakat, misalnya perjanjian jual beli, sewa menyewa, pemborongan bangunan, tukar menukar.
Perjanjian sepihak adalah perjanjian yang memberikan kewajiban kepada satu pihak dan hak kepada pihak lainnya, misalnya perjanjian hibah, hadiah. Pihak yang satu berkewajiban menyerahkan benda yang menjadi obyek perikatan dan pihak yang lainnya berhak menerima benda yang diberikan itu. Yang menjadi kriteria perjanjian jenis ini adalah kewajiban berprestasi kedua belah pihak atau salah satu pihak. Prestasi biasanya berupa benda berwujud baik bergerak maupun tidak bergerak, atau benda tidak berwujud berupa hak, misalnya hak untuk menghuni rumah.
Pembedaan ini mempunyai arti penting dalam praktek, terutama dalam soal pemutusan perjanjian menurut pasal 1266
44 Xxxxxx Xxxxx, Hukum Perikatan, ( Semarang: Oetama), 1985, hlm. 4.
KUHPerdata. Menurut pasal ini salah satu syarat ada pemutusan perjanjian itu apabila perjanjian itu bersifat timbal balik.
b. Perjanjian percuma dan perjanjian dengan alas hak yang membebani Perjanjian percuma adalah perjanjian yang hanya memberikan
keuntungan pada satu pihak saja, misalnya perjanjian pinjam pakai, perjanjian hibah.
Perjanjian dengan alas hak yang membebani adalah perjanjian dalam mana terhadap prestasi dari pihak yang satu selalu terdapat kontra prestasi dari pihak lainnya, sedangkan antara kedua prestasi itu ada hubungannya menurut hukum. Kontra prestasinya dapat berupa kewajiban pihak lain, tetapi juga pemenuhan suatu syarat potestatif (imbalan). Misalnya A menyanggupi memberikan kepada B sejumlah uang, jika B menyerahlepaskan suatu barang tertentu kepada A.
Pembedaan ini mempunyai arti penting dalam soal warisan berdasarkan undang-undang dan mengenai perbuatan-perbuatan yang merugikan para kreditur (perhatikan Pasal 1341 KUHPerdata).
c. Perjanjian bernama dan tidak bernama.
Perjanjian bernama adalah perjanjian yang mempunyai nama sendiri, yang dikelompokkan sebagai perjanjian-perjanjian khusus karena jumlahnya terbatas, misalnya jual beli, sewa menyewa, tukar
menukar, pertanggungan. Perjanjian tidak bernama adalah perjanjian yang tidak mempunyai nama tertentu dan jumlahnya tidak terbatas.
d. Perjanjian kebendaan dan perjanjian obligatoir.
Perjanjian kebendaan (zakelijke overeenkomst, delivery contract) adalah perjanjian untuk memindahkan hak milik dalam perjanjian jual beli. Perjanjian kebendaan ini sebagai pelaksanaan perjanjian obligatoir. Perjanjian obligatoir adalah perjanjian yang menimbulkan perikatan, artinya sejak terjadi perjanjian, timbullah hak dan kewajiban pihak-pihak. Pembeli berhak menuntut penyerahan barang, penjual berhak atas pembayaran harga. Pembeli berkewajiban membayar harga, penjual berkewajiban menyerahkan barang.
Pentingnya pembedaan ini adalah untuk mengetahui apakah dalam perjanjian itu ada penyerahan (levering) sebagai realisasi perjanjian dan penyerahan itu sah menurut hukum atau tidak.
e. Perjanjian konsensual dan perjanjian real.
Perjanjian konsensual adalah perjanjian yang timbul karena ada persetujuan kehendak antara pihak-pihak. Perjanjian real adalah perjanjian di samping ada persetujuan kehendak juga sekaligus harus ada penyerahan nyata atas barangnya, misalnya jual beli barang bergerak, perjanjian penitipan pinjam pakai (Pasal 1694, 1740 dan 1754 KUHPerdata).
Dalam hukum adat, perjanjian real justru yang lebih menonjol sesuai dengan sifat hukum adat bahwa setiap prbuatan hukum (perjanjian) yang obyeknya benda tertentu, seketika terjadi persetujuan kehendak serentak keetika itu juga terjadi peralihan hak. Hal ini disebut "kontan dan tunai".45
3. Asas-asas Hukum Perjanjian
Sebelum melakukan perjanjian, harus diketahui terlebih dahulu asas- asas apa saja yang terkandung di dalam perjanjian. Karena hal itu sangat penting, supaya tidak ada pihak yang merasa dirugikan. Seperti yang dikatakan oleh Xxxxx X. Xxxxxxxxxx bahwa pengjakian asas-asas perjanjian memiliki peranan penting untuk memahami berbagai undang- undang mengenai sahnya perjanjian. Perkembangan yang terjadi terhadap suatu ketentuan undang-undang akan lebih mudah dipahami setelah mengetahui asas-asas yang berkaitan dengan masalah tersebut.46
Xxxxxxxxxx menjelaskan hubungan fungsional antara asas dan ketentuan hukum (rechtsgels) sebagai berikut:
1) Asas-asas hukum berfungsi sebagai pembangun sistem. Asas-asas itu tidak hanya mempengaruhi hukum positif, tetapi juga dalam banyak hak menciptakan suatu sistem. Suatu sistem tidak aka nada tanpa adanya asas-asas.
45
46 Xxxxxx Xxxxxxxxx, Hukum Kontrak., Op.Cit., hlm. 83.
2) Asas-asas itu membentuk satu dengan lainnya suatu sistem check and balance. Asas-asas ini sering menunjuk ke arah yang berlawanan, apa yang kiranya menjadi merupakan rintangan ketentuan-ketentuan hukum. Oleh karena menunjuk ke arah yang berlawanan, maka asas- asas itu saling kekang mengekang, sehingga ada keseimbangan.47
Sistem pengaturan hukum perjanjian yang terdapat di dalam Buku III KUHPerdata memiliki karakter atau sifat sebagai hukuum pelengkap (aanvullenrechts atau optional law). Dengan karakter yang demikian, orang boleh menggunakan atau tidak menggunakan ketentuan yang terdapat di dalam Buku III KUHPerdata tersebut. Di dalam perjanjian, para pihak dapat mengatur sendiri yang menyimpang dari ketentuan Buku III KUHPerdata.
Hukum kontrak memberikan kebebasan kepasa subjek kontrak untuk melakukan kontrak dengan beberapa pembatasan tertentu. Sehubungan dengan itu Pasal 1338 KUHPerdata menyatakan:
1) Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang- undang bagi mereka yang membuatnya (alle wettglijkgemaakte overeenkomsten strekken dengenen die dezelve hebben aangegaan tot et),
2) Perjanjian itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan kata sepakat kedua belah pihak atau karena alasan undang-undang yang dinyatakan
47 Ibid.
cukup untuk itu (zij kunnen niet herroepen worden, dan wet daartoe voldoende verklaard),
3) Perjanjian tersebut harus dilaksanakan dengan itikad baik (zij moeten te goerder trouw worden ten uitvoer gebragt).48
Asas-asas kontrak yang dikandung Pasal 1338 KUHPerdata sebagai berikut:
1) Asas Konsensualisme;
2) Asas Pacta Sunt Servanda;
3) Asas Kebebasan Berkontrak; dan
4) Asas Itikad Baik.
Berdasarkan teori, di dalam suatu kontrak terdapat 5 (lima) asas yang dikenal menurut ilmu hukum perdata. Kelima asas itu antara lain adalah:49
1) Asas Kebebasan Berkontrak (Freedom of Contract),
2) Asas Konsensualisme (Consesualism),
3) Asas Kepastian Hukum (Pacta Sunt Servanda)
4) Asas Itikad Baik (Good Faith)
5) Asas Kepribadian (Personality)
Xxxxxxx Xxxxxxxxxxx mengajukan tiga asas perjanjian yang dapat dirinci sebagai berikut:50
48 Ibid.
49 Xxxxxxxxxxxx, Op.Cit., hlm. 110.
50 Ibid., hlm. 84.
1) Xxxx konsensualisme, yakni suatu persesuaian kehendak (berhubungan dengan lahirnya suatu perxxxxxxx);
2) Asas kekuatan mengikatnya suatu perjanjian (berhubungan dengan akibat perjanjian); dan
3) Asas kebebasan berkontrak (berhubungan dengan isi perxxxxxxx).
Menurut Xxxxxx Xxxxxxxxx, hukum perjanjian mengenal empat asas perjanjian yang saling kait mengkait satu dengan yang lainnya. Keempat perjanjian tersebut adalah sebagai berikut:51
1) Asas Konsensualisme (The Principle of Consesualism);
2) Asas Kekuatan Mengikatnya Kontrak (The Legal Binding of Contract);
3) Asas Kebebasan Berkontrak (The Principle of Freedom of Contract); dan
4) Asas Itikad Baik (Principle of Good Faith)
Berbeda dengan uraian di atas, Xxxxxxxxxxx mengajukan tiga asas perjanjian yang lain, yakni:52
1) Asas otonomi, yaitu adanya kewenangan mengadakan hubungan hukum yang mereka pilih (asas kemauan bebas);
2) Asas kepercayaan, yaitu adanya kepercayaan yang ditimbulkan dari perjanjian itu, yang perlu dilindungi (asas melindungi pihak beritikad baik); dan
51 Ibid., hlm. 85.
52 Ibid.
3) Asas kausa, yaitu adanya saling ketergantungan (keterikatan) bagi suatu perjanjian untuk tunduk pada ketentuan hukm (rechtsregel) yang telah ada, walaupun ada kebebasan berkontrak.
Terhadap adanya perbedaan unsur-unsur asas-asas perjanjian tersebut di atas, Xxxxxxxxxxx memberikan penjelasan sebagai berikut:53
1) Hubungan antara kebebasan berkontrak dan asas otonomi berada dalam keadaan bahwa asas otonomi mensyaratkan adanya kebebasan mengikat perjanjian; dan
2) Perbedaannya adalah menyangkut pembenaran dari keterikatan kontraktual, asas otonomi memainkan peranan dalam pembenaran mengenai ada tidaknya keterikatan kontraktual. Suatu kekurangan dalam otonomi (tiadanya persetujuan (toesteming), misbruik omstandigheiden) digunakan sebagai dasar untuk pembenaran ketiadaan dan keterikatan kontraktual.
Xxxxxx Xxxxx Xxxxxxxxxxx mengemukakan asas-asas kontrak yang lebih banyak lagi, yakni:54
1) Asas Kebebasan Berkontrak;
2) Asas Konsensualisme;
3) Asas Kepercayaan;
4) Asas Kekuatan Mengikat;
5) Asas Persamaan Hukum;
53 Ibid.
54 Ibid., hlm 86.
6) Asas Keseimbangan;
7) Asas Kepastian Hukum;
8) Asas Moral; dan
9) Asas Kepatutan.
Asas Kebebasan Berkontrak
Suatu asas hukum penting berkaitan dengan berlakunya perjanjian adalah asas kebebasan berkontrak. Yang artinya, para pihak bebas untuk membuat perjanjian apa saja, baik yang sudah ada pengaturannya maupun yang belum ada pengaturannya dan bebas menentukan sendiri isi perjanjiannya, yaitu tidak boleh bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum dan kesusilaan.55
Asas kebebasan berkontrak merupakan tiang sistem hukum perdata, khususnya hukum perikatan yang diatur Buku III KUHPerdata. Bahkan menurut Rutten, hukum kontrak, seluruhnya didasarkan pada asas kebebasan berkontrak. Asas kebebasan berkontrak yang dianut hukum Indonesia tidak lepas kaitannya dengan sistem terbuka yang dianut Buku III KUHPerdata merupakan hukum pelengkap yang boleh dikesampingkan oleh para pihak yang membuat kontrak.56
Dengan asas kebebasan berkontrak orang dapat menciptakan jenis kontrak baru yang sebelumnya tidak dikenal di dalam perjanjian bernama dan isinya menyimpang dari kontrak bernama yang diatur oleh undang-
55 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Pasal 1338 ayat (1).
56 Xxxxxx Xxxxxxxxx, Hukum Kontrak, Op. Cit. hlm. 86.
undang, yakni Buku III KUHPerdata. Kontrak tersebut dikenal sebagai kontrak tidak bernama.
Xxxxx Xxxx Xxxxxxxxx menyimpulkan menyimpulkan ruang lingkup asas kebebasan berkontrak sebagai berikut:57
1) Kebebasan untuk membuat atau tidak membuat perjanjian;
2) Kebebasan untuk memilih dengan pihak siapa ia ingin membuat perjanjian;
3) Kebebasan untuk memilih causa perjanjian yang akan dibuatnya.
4) Kebebasan untuk menentukan objek suatu perjanjian.
5) Kebebasan untuk menentukan bentuk suatu perjanjian; dan
6) Kebebasan untuk menerima atau menyimpangi ketentuan undang- undang yang bersifat opsional.
Asas kebebasan berkontrak ini bersifat universal, artinya berlaku juga dalam berbagai sistem hukum perjanjian di negara-negara lain dan memiliki ruang lingkup yang sama. Pasal 1338 (1) KUHPerdata mengakui asas kebebasan berkontrak dengan menyatakan, bahwa semua perjanjian yang dimuat secara sah mengikat para pihak sebagai undang-undang.
Aspek-aspek kebebasan berkontrak dalam Pasal 1338 KUHPerdata yang menyiratkan adanya 3 (tiga) asas yang seyogyanya dalam perjanjian:58
57 Ibid., hlm. 87.
58 Kitab Undang-undang Perdata, Pasal 1337.
a) Mengenai terjadinya perjanjian
Asas yang disebut konsensualisme, artinya menurut KUHPerdata perjanjian hanya terjadi apabila telah adanya persetujuan kehendak antara para pihak.
b) Tentang akibat perjanjian
Bahwa perjanjian mempunyai kekuatan yang mengikat antara pihak- pihak itu sendiri. Asas ini ditegaskan dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata yang menegaskan bahwa perjanjian dibuat secara sah di antara para pihak, berlaku sebagai undang-undang bagi para pihak yang melakukan perjanjian tersebut.
c) Tentang Perjanjian
Sepenuhnya diserahkan kepada para pihak (contracks-vrijheid atau
partijautonomie) yang bersangkutan.
Dengan kata lain, selama perjanjian itu tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku, kesusilaan, kepentingan umum, dan ketertiban, maka perjanjian itu diperbolehkan.
Jadi, semua perjanjian atau seluruh isi perjanjian, asalkan pembuatannya memenuhi syarat, berlaku bagi para pembuatnya sama seperti perundang-undangan. Pihak-pihak bebas untuk membuat perjanjian apa saja dan menuangkan apa saja di dalam isi sebuah kontrak.
Dalam perkembangannya, ternyata kebebasan berkontrak dapat menimbulkan ketidakadilan, karena untuk mencapai asas kebebasan berkontrak harus didasarkan pada posisi tawar (bargaining position) para
pihak yang seimbang. Dalam kenyataannya hal tersebut sulit (jika dikatakan tidak mungkin) dijumpai adanya kedudukan posisi tawar yang betul-betul seimbang atau sejajar. Pihak yang memiliki posisi tawar yang lebih tinggi seringkali memaksakan kehendaknya. Dengan posisi yang demikian itu, ia dapat mendikte pihak lainnya untuk mengikuti kehendaknya dalam perumusan isi perjanjian. Dalam keadaan demikian, pemerintah atau Negara seringkali melakukan intervensi atau pembatasan kebebasan berkkontrak dengan tujuan untuk melindungi pihak yang lemah. Pembatasan tersebut dapat dilakukan mealaui peraturan perundang- undangan dan putusan pengadilan.59
Pasal 1320 KUHPerdata sendiri sebenarnya membatasi asas kebebasan berkontrak melalui pengaturan persyaratan sahnya perjanjian yang harus memenuhi kondisi:
a) Adanya kata sepakat para pihak;
b) Kecakapan para pihak untuk membuat kontrak;
c) Adanya objek tertentu; dan
d) Adanya kausa yang tidak bertentangan dengan hukum.
Di negara-negara dengan sistem common law, kebebasan berkontrak juga dibatasi melalui peraturan perundang-undangan dan public policy. Hukum kontrak Indonesia jugamembatasi kebebasan berkontrak dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, ketertiban umum, dan kesusilaan. Pembatasan ini dikaitkan dengan kausa yang halal dalam
59 Xxxxxx Xxxxxxxxx, Hukum Kontrak, Op. Cit. hlm. 88.
kontrak. Berdasarkan Pasal 1337 KUHPerdata suatu kausa dapat menjadi terlarang apabila dilarang oleh undang-undang, kesusilaan, dan ketertiban umum (eene oorzaak is ongeoorloofd, wanner dezelve de wet verboden is, of wanner dezelve strijding is met de geode zeden, of met de openbare orde).60
Selain pembatasan tersebut di atas, Xxxxxx Xxxxxxxxx mencatat beberapa hal yang menyebabkan makin berkurangnya asas kebebasan bekontrak, antara lain:61
a) Makin berpengaruhnya ajaran itikad baik di mana itikad baik tidak hanya ada pada saat perjanjian dilaksanakan jug telah harus ada pada saat perjanjian dibuat; dan
b) Makin berkembangnya ajaran penyalahgunaan keadaan dalam kontrak.
Selain kedua hal di atas, Setiawan mencatat dua hal lagi yang dapat membatasi kebebasan berkontrak. Makin banyaknya perjanjian yang dibuat dalam bentuk baku yang disodorkan pihak kreditor atas dasar take it or leave it. Di sini tidak ada kesempatan bagi debitor untuk turut serta menentukan isi perjanjian. Juga makin berkembang peraturan perundang- undangan di bidang ekonomi turut membatasi kebebasan berkontrak. Peraturan yang demikian itu merupakan mandatory rukes of a public nature. Peraturan-peraturan ini bahkan membuat ancaman kebatalan
60 Ibid., hlm. 89.
61 Ibid.
perjanjian di luar adanya paksaan, kesesatan, dan penipuan yang sudah dikenal dalam hukum perjanjian.62
Asas Konsensualisme
Asas konsensualisme berarti kesepakatan (consensus), yaitu pada dasarnya perjanjian sudah lahir sejak detik tercapainya kata sepakat.63 Dalam kontrak atau perjanjian harus didasarkan pada konsensus atau kesepakatan dari pihak-pihak yang membuat perjanjian. Dengan asas konsensualisme, perjanjian dikatakan telah lahir jika ada kata sepakat atau persesuaian kehendak di antara para pihak yang membuat perjanjian tersebut. Tidak ada kata sepakat, tidak ada kontrak (no consent no contract).64
Berdasarkan asas konsensualisme itu, dianut paham bahwa sumber kewajiban kontraktual adalah bertemunya kehendak (convergence of wills) atau consensus para pihak yang membuat kontrak.
Asas konsensualisme ini berkaitan dengan penghormatan martabat manusia. Subekti menyatakan bahwa hal ini merupakan puncak peningkatan martabat manusia yang tersimpul dari pepatah Belanda “een man een man, een word een word”, yang maksudnya dengan ditetapkannya perkataan seseorang, maka orang itu ditingkatkan
62 R. Setiawan, Op. Cit., hlm. 179.
63 Mudjisantosa., Op. Cit., hlm. 110.
64 Xxxxxx Xxxxxxxxx, Hukum Kontrak, Op. Cit. hlm. 90.
martabatnya sebagai manusia. Meletakkan kepercayaan perkataan seseorang berarti menganggap orang itu kesatria.65
Asas Kekuatan Mengikatnya Kontrak
Dasar teoritik mengikatnya kontrak bagi para pihak yang umumnya dianut di negara-negara civil law dipengaruhi oleh hukum Kanonik. Hukum Kanonik juga mengajarkan dan mengakui bahwa setiap janji itu mengikat. Dari sinilah kemudian lahir prinsip pacta sunt servanda. Dengan pacta sunt servanda, orang harus mematuhi janjinya. Dikaitkan dengan perjanjian para pihak yang membuat perjanjian harus melaksanakan atau perjanjian yang mereka buat. Menurut asas ini kesepakatan para pihak itu mengikat sebagaimana layaknya undang- undang bagai para pihak yang membuatnya.66
Dengan adanya janji timbul kemauan bagi para pihak untuk saling berprestasi, ada kemauan untuk saling mengikatkan diri. Kewajiban kontraktual tersebut menjadi sumber bagi para pihak untuk secara bebas menentukan kehendak tersebut dengan segala akibat hukumnya. Berdasarkan kehendak tersebut, para pihak secara bebas mempertemukan kehendak masing-masing. Kehendak para pihak inilah yang menjadi dasar kontrak. Terjadinya perbuatan hukum itu ditentukan berdasar kata sepakat.67
65 Ibid.
66 Ibid., hlm. 91.
67 Ibid.
Dengan adanya konsensus dari para pihak itu, maka kesepakatan itu menimbulkan kekuatan mengikat perjanjian sebagaimana layaknya undang-undang (pacta sunt servanda). Apa yang dinyatakan seseorang dalam suatu hubungan menjadi hukum bagi mereka. Asas inilah yang menjadi kekuatan mengikatnya perjanjian. Ini bukan kewajiban moral, tetapi juga kewajiban hukum yang pelaksanaannya wajib ditaati.68
Asas Itikad Baik
Itikad baik berarti keadaan batin para pihak dalam membuat dan melaksanakan perjanjian harus jujur, terbuka dan saling percaya.69 Itikad baik dalam kontrak dibedakan antara itikad baik pra kontrak (precontractual good faith) dan itikad baik pelaksanaan kontrak (good faith on contract performance). Kedua macam itikad baik tersebut memiliki makna yang berbeda.70
Itikad baik di dalam fase prakontrak disebut juga sebagai itikad baik subjektif. Kemudian itikad baik dalam fase pelaksanaan kontrak disebut itikad baik objektif. Itikad baik prakontrak, adalah itikad yang harus ada pada saat para pihak melakukan negosiasi. Itikad baik prakontrak ini bermakna kejujuran (honesty). Itikad baik ini disebut itikad baik yang bersifat subjektif, karena didasarkan pada kejujuran para pihak yang melakukan negosiasi.71
68 Ibid.
69 Mudjisantosa., Op. Cit., hlm. 110.
70 Xxxxxx Xxxxxxxxx, Hukum Kontrak, Op. Cit. hlm. 91.
71 Ibid., hlm. 92.
Itikad baik pelaksanaan kontrak yang disebut sebagai itikad baik objektif mengacu kepada isi perjanjian. Isi perjanjian harus rasional dan patut. Isi kontrak adalah kewajiban dan hak para pihak yang mengadakan kontrak. Kewajiban dan hak tersebut harus rasional dan patut. Itikad baik pelaksanaan kontrak juga dapat bermakna melaksanakan secara rasional dan patut.
Itikad baik dalam pelaksanaan kontrak merupakan lembaga hukum yang berasal dari hukum Romawi yang kemudian diserap oleh civil law. Belakangan, asas ini diterima pula hukum kontrak di Negara-negara yang menganut common law, seperti Amerika Serikat, Australia, dan Kanada. Bahkan asas ini telah diterima pula oleh hukum internasional seperti Artikel 1.7 UNIDROIT dan Artikel 1.7 Convention Sales of Goods. Asas ini ditempatkan sebagai asas yang paling penting (super eminent principle) dalam kontrak. Ia menjadi suatu ketentuan fundamental dalam hukum kontrak, dan mengikat para pihak dalam kontrak.72
Asas Personalitas
Asas ini berarti isi perjanjian hanya mengikat para pihak secara personal, tidak mengikat pihak-pihak lain yang tidak memberikan kesepakatannya.73 Adanya asas personalitas ini dapat disimpulkan dari ketentuan Pasal 1340 ayat (1) KUHPerdata. Pasal ini menyebutkan, overeenkomsten zijn alleen van kracht tusschen de handelende partijen
72 Ibid.
73 Mudjisantosa., Op. Cit., hlm. 110.
(perjanjian hanya berlaku bagi mereka yang membuatnya). Dengan demikian asas personalitas bermakna bahwa kontrak atau perjanjian hanya berlaku bagi pihak-pihak yang membuatnya.
Penyimpangan dari asas personalitas antara lain dapat disimpulkan dari ketentuan Pasal 1317 ayat (1) KUHPerdata. Pasal ini menyebutkan, men kan ook tem behoove van eenen derde iets bedingen, wanneer een beding, hetwelk men voor zich zelven maakt, of eene gift die men aan ander doet, zulk eene voorwaarde bevat (dapat pula diadakan perjanjian untuk diri sendiri atau suatu pemberian kepada orang lain, mengandung syarat semacam itu). Dengan ketentuan ini pihak-pihak yang membuat perjanjian dapat memperjanjikan bahwa perjanjian tersebut jug berlaku terhadap pihak ketiga. Kontrak semacam ini disebut sebagai derdenbending.74
Xxxxx bagi kepentingan pihak ketiga adalah suatu janji yang oleh para pihak dituangkan dalam satu perjanjian yang isinya menentukan bahwa pihak ketiga akan mendapatkan ha katas suatu prestasi. Di dalam perjanjian untuk kepentingan pihak ketiga ini terdapat pihak-pihak. Pertama, seseorang yang meminta diperjanjikan baik untuk sendiri maupun untuk pihak ketiga. Ini disebut stipulator. Kedua, pihak yang menjanjikan sesuatu untuk pihak ketiga. Pihak ini disebut promisor.
74 Xxxxxx Xxxxxxxxx, Hukum Kontrak, Op. Cit. hlm. 93.
Selanjutnya ketiga, pihak ketiga yang mendapatkan hak dari stipulator
terhadap promisor.75
4. Syarat Sahnya Perjanjian
a. Sepakat Mereka yang Mengikatkan Dirinya
Yang dimaksud dengan kesepakatan di sini adalah adanya rasa ikhlas atau saling memberi dan menerima atau sukarela di antara pihak- pihak yang membuat perjanjian tersebut. Kesepakatan tidak ada apabila perjanjian dibuat atas dasar paksaan, penipuan atau kekhilafan.
b. Kecakapan untuk Membuat Suatu Perjanjian
Kecakapan di sini artinya para pihak yang membuat perjanjian haruslah orang-orang yang oleh hukum dinyatakan sebagai subyek hukum. Pada dasarnya semua orang menurut hukum cakap untuk membuat perjanjian. Yang tidak cakap adalah orang-orang yang ditentukan hukum, yaitu anak-anak, orang dewasa yang ditempatkan di bawah pengawasan (curatele), dan orang sakit jiwa.
Anak-anak adalah mereka yang belum dewasa yang menurut Pasal 330 KUHPerdata belum berumur 21 (dua puluh satu) tahun. Meskipun belum berumur 21 tahun (dua puluh satu) tahun, apabila seseorang telah atau pernah kawin dianggap sudah dewasa, berarti cakap untuk membuat perjanjian.
75 Ibid.
c. Suatu Hal Tertentu
Hal tertentu maksudnya obyek yang diatur perjanjian tersebut harus jelas, setidak-tidaknya dapat ditentukan. Jadi, tidak boleh samar- samar. Hal ini penting untuk memberikan jaminan atau kepastian kepada para pihak dan mencegah timbulnya kontrak fiktif.
d. Suatu Sebab yang Halal
Maksudnya isi perjanjian tidak boleh bertentangan dengan perundang-undangan yang sifatnya memaksa, ketertiban umum, dan atau kesusilaan, misalnya jual beli bayi adalah tidak sah Karena bertentangan dengan norma-norma tersebut.
KUHPerdata memberikan kebebasan berkontrak kepada pihak- pihak untuk membuat perjanjian secara tertulis maupun secara lisan. Baik tertulis maupun secara lisan mengikat, asalkan memenuhi syarat- syarat yang diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata. Jadi, perjanjian tidak harus dibuat secara tertulis.
Sebagai pembanding, di dalam hukum kontrak Islam terdapat beberapa asas-asas perjanjian juga, di antaranya:76
1. Al-Hurriyah (kebebasan);
2. Al-Musawah (persamaan atau kesetaraan);
3. Al-Adalah (keadilan);
4. Al-Ridha (kerelaan);
5. Ash-Shidq (kejujuran);
76 Ibid.
6. Al-Kitabah (tertulis).
Xxxxxxx Xxxxx mengemukakan delapan asas perjanjian di dalam hukum kontrak Islam, yaitu:77
1. Asas Ibahah (Mabda’ al-Ibahah)
Asas ini pada dasarnya menyatakan bahwa orang dapat membuat transaksi atau mengadakan kontrak apapun sepanjang tidak ada ketentuan yang melarangnya. Asas ini didasarkan pada maksim bahwa pada dasarnya sesuatu diperbolehkan selama belum ada ketentuan yang melarangnya.
2. Asas Kebebasan Berakad (Mabda’ Hurriyah at-Ta’aqud)
Asas kebebasan berkontrak dalam Islam sama halnya dengan sistem kebebasan berkontrak dalam civil law, hanya saja dalam kontrak Islam dibatasi oleh ketentuan yang ada dalam al-Qur’an dan Sunnah.
3. Asas Konsensualisme (Mabda’ ar-Radha’iyyah)
Xxxx konsensualisme ini pada dasarnya menyatakan bahwa akan atau kontrak akan lahir setelah ada kata sepakat oleh para pihak.
4. Xxxx Xxxxx itu Mengikat
Asas ini sama dengan asas kekuatan mengikatnya perjanjian yang didasarkan pada maksim pacta sunt servanda.
5. Asas Keseimbangan (Mabda’ at-Tawazun fi al-Mu’awadhah)
77 Xxxxxxx Xxxxx, Hukum Perjanjian Syariah Studi tentang Teori Akad dalam Fikih Muamalat, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2007), hlm. 83-92.
Kewajiban dan hak para pihak semestinya imbang. Agar posisi tawar para pihak seimbang harus didasari oleh posisi tawar para pihak yang seimbang pula.
6. Asas Kemaslahatan (Tidak Memberatkan)
Hal ini dimaksudkan bahwa perjannjian yang dibuat para pihak bertujuan untuk kemaslahatan bagi mereka dan tidak boleh menimbulkan kerugian (mudharat) atau keadaan yang memberatkan (musyaqqah).
7. Asas Amanah
Asas dimaksudkan bahwa masing-masing pihak yang bertransaksi harus dilandasi itikad baik.
8. Asas Keadilan
Dengan asas ini diharapkan agar pihak dalam menentukan isi kontrak dan melaksanakan kontrak berlaku adil.
5. Unsur-unsur Perjanjian78
a. Essentalia
Yaitu unsur utama, tanpa adanya unsur ini persetujuan tidak mungkin ada.
b. Naturalia
Yaitu unsur yang oleh undang-undang ditentukan sebagai peraturan yang bersifat mengatur.
78 Xxxxxx Xxxxxxxxx, Hukum Kontrak, Op. Cit. hlm. 6-9.
c. Accidentalia
Yaitu unsur yang oleh para pihak ditambahkan dalam persetujuan di mana undang-undang tidak mengatur.79
Di dalam hukum Islam, unsur-unsur kontrak disebut arkan (tunggal atau singgulur: rukn). Di Indonesia istilah arkan atau rukn biasa disebut rukun.80 Rukun akad (perjanjian atau kontrak) menurut pendapat ahli-ahli hukum Islam kontemporer ada empat yaitu:81
1. Para pihak yang membuat akad (al-Aqidain)
2. Pernyataan kehendak dari pihak (Shigatul-‘Aqd)
3. Objek akad (Mahalul-‘Aqd)
4. Tujuan akad (Xxxxxx al-‘Aqd)
Prestasi dan Wanprestasi
a. Prestasi
Prestasi merupakan sesuatu yang wajib dipenuhi oleh para pihak dalam perjanjian. Berdasarkan Pasal 1234 KUHPerdata, ada tiga macam prestasi yang dapat diperjanjikan, yaitu:
1) Untuk memberikan sesuatu
2) Untuk berbuat sesuatu
3) Untuk tidak berbuat sesuatu
79 R. Setiawan, Op.cit., hlm. 50.
80 Xxxxxx Xxxxxxxxx, Hukum Perikatan Indonesia, Op.Cit., hlm. 43.
81 Xxxxxxx Xxxxx, Op. Cit., hlm. 96.
b. Wanprestasi
Wanprestasi ini merupakan istilah yang diambil dari bahasa Belanda yang berarti "prestasi buruk". Namun oleh para sarjana, kata "wanprestasi" ini diterjemahkan dalam uraian kata menurut pendapatnya masing-masing.
6. Berakhirnya Perjanjian
Menurut Xxxxxxxx, Perjanjian berakhir dikarenankan:82
a. Ditentukan dalam persetujuan oleh para pihak. Misalnya perjanjian akan berlaku untuk waktu tertentu.
b. Undang-undang menentukan batas berlakunya suatu perjanjian.
Misalnya menurut Pasal 1066 ayat 3 menyatakan bahwa para ahli waris dapat mengadakan persetujuan untuk selama waktu tertentu untuk tidak melakukan pemecahan harta warisan. Akan tetapi, waktu perjanjian tersebut dalam ayat 4 Pasal 1066 dibatasi berlakunya hanya untuk limma tahun.
c. Para pihak atau undang-undang dapat menentukan bahwa dengan terjadinya peristiwa tertentu, maka perjanjian akan berakhir. Misalnya, jika salah satu pihak meninggal.
d. Pernyataan menghentikan perjanjian (opzegging). Opzegging dapat dilakukan oleh kedua belah pihak atau oleh salah satu pihak. Dan opzegging hanya ada pada perjanjian-perjanjian yang bersifat
82 R. Setiawan, Op. Cit., hlm. 69.
sementara, misalnya dalam perjanjian kerja dan perjanjian sewa- menyewa.
e. Perjanjian berakhir karena putusan hakim.
f. Tujuan perjanjian telah tercapai.
g. Dengan persetujuan para pihak (herroeping).
B. Asas Proporsionalitas dalam Perjanjian
1. Pengertian Asas Proporsionalitas
Pengertian asas proporsionalitas dapat dirunut dari asal kata “proporsi” (proportion- Inggris; proportie-Belanda) yang berarti perbandingan, perimbangan, sedang “proporsional” (proportional-Inggris; proportioneel-Belanda) berarti sesuai dengan proporsi, sebanding, seimbang, berimbang.83
Menurut P.S. Xxxxxx, pertemuan para pihak dalam mekanisme pasar sesuai dengan apa yang diinginkan (proportion in what they want) merupakan bentuk pertukaran yang adil (fair exchange). Mekanisme ini merupakan dasar fundamental yang melandasi konsep “freedom of choice in exchange-freedom of contract”. Adapun X. Xxxxx Xxxxxxxx dalam disertasinya, Prinsip Hukum Kontrak dalam Pengadaan Barang dan Jasa oleh Pemerintah, mengemukakan bahwa yang menjadi utama dalam asas proporsionalitas ialah keseimbangan dalam pembagian kewajiban. Sedangkan menurut X. Xxxxx Xxxxxxx, penerapan asas proporsionalitas
83 Xxxx Xxxxx Xxxxxxx, Op. Cit., hlm. 29.
dalam pembuktian sangat relevan, mengingat dalam ilmu hukum tidak pernah ditemukan dan diperoleh maupun dihasilkan pembuktian logis sebagaimana pasti dan logisnya pembuktian yang dihasilkan ilmu pasti (eksak).84
Xxxx proporsionalitas dalam kontrak diartikan sebagai asas yang mendasari pertukaran hak dan kewajiban para pihak sesuai dengan proporsi atau bagiannya. Proporsionalitas pembagian hak dan kewajiban ini yang diwujudkan dalam seluruh proses hubungan kontraktual, baik pada fase prakontrak, pembentukan kontrak maupun pelaksanaan kontrak. Intinya, asas proporsionalitas tidak mempermasalahkan keseimbangan (kesamaan) hasil, namun lebih menekankan proporsi pembagian hak dan kewajiban di antara para pihak.85
2. Karakteristik Asas Proporsionalitas
Karakteristik asas proporsional meliputi proses prakontrak, pembentukkan maupun pelaksanaan kontrak. Asumsi kesetaraan posisi para pihak, terbukanya peluang negosiasi serta aturan main yang fair menunjukkan bekerjanya mekanisme pertukaran hak dan kewajiban yang proporsional. Di samping itu, ruang lingkup dan daya kerja asas proporsionalitas lebih dominan pada kontrak komersil. Dengan asumsi dasar bahwa karakteristik kontrak komersial menempatkan posisi para pihak pada kesetaraan, sehingga tujuan para kontrakan yang berorientasi
84 Ibid., hlm. 30-31.
85 Ibid,.
pada keuntungan bisnis akan terwujud apabila terdapat pertukaran hak dan kewajiban yang fair (proporsional). Di sini problematika mengenai ada atau tidak adanya keseimbangan para pihak pada dasarnya kurang relevan lagi diungkapkan, karena melalui kesetaraan posisi para pihak, terbukanya peluang negosiasi serta aturan main yang fair, maka substansi keseimbangan itu sendiri telah tercakup dalam mekanisme pertukaran hak dan kewaijban yang proporsional.86
Menurut Xxxxxxxxxx, sepanjang prestasi yang diperjanjikan bertimbal balik mengandaikan kesetaraan (posisi para pihak), maka apabila terjadi ketidakseimbangan, fokus perhatian akan dititikberatkan pada kesetaraan yang terkait dengan cara terbentuknya kontrak, dan tidak pada hasil akhir dari prestasi dimaksud. Pandangan Xxxxxxxxxx ini tentunya relevan dengan asas proporsionalitas dalam konteks kontrak komersil yang menekankan kesetaraan posisi dan pertukaran prestasi di antara para pihak.87
Untuk itu, ada beberap kriteria yang dapat dijadikan pedoman untuk menemukan asas proporsionalitas dalam kontrak, sebagai berikut:88
a. Kontrak yang bersubstansi asas proporsionalitas adalah kontrak yang memberikan pengakuan terhadap hak, peluang dan kesempatan yang sama kepada para kontraktan untuk menentukan pertukaran yang adil bagi mereka. Kesamaan bukan berarti “kesamaan hasil” melainkan pada
86 Ibid., hlm. 84, 95-96.
87 Ibid.
88 Ibid., hlm. 88.
posisi para pihak yang mengandaikan :kesetaraan kedudukan dan hak (equitability)” (prinsip kesamaan hak/kesetaraan hak).
b. Berlandaskan pada kesamaan/kesetaraan hak tersebut, maka kontrak yang dilandasi oleh kebebasan para kontraktan untuk menentukan substansi apa yang adil dan apa yang tidak adil bagi mereka (prinsip kebebasan).
c. Kontrak yang bersubstansi asas proporsional adalah kontrak yang mampu menjamin pelaksanaan hak dan sekaligus mendistribusikan kewajiban secara proporsional bagi para pihak. Perlu digarisbawahi bahwa keadilan tidak selalu berarti semua orang harus selalu mendapatkan sesuatu dalam jumlah yang sama, dalam konteks ini dimungkinkan adanya hasil akhir yang berbeda. Dalam hal ini, maka prinsip distribusi-proporsional terhadap hak dan kewajiban para pihak harus mengacu pertukaran yang fair (prinsip distribusi-proporsional).
d. Dalam hal terjadinya sengketa kontrak, maka beban pembuktian, berat ringan kadar kesalahan maupun hal-hal lain terkait harus diukur berdasarkan asas proporsionalitas untuk memperoleh hasil penyelesaian yang elegan dan win-win solution.
Akhirnya, dalam memahami karakteristik asas proporsionalitas adalah menempatkan sesuatu sesuai dengan kapasitasnya. Bukan berarti sesuatu itu harus ditempatkan dengan setara. Karena sesuatu dikatakan sama, pasti sama. Berbedapun begitu. Yang penting dirasakan sama, dan bahagianyapun sama.
3. Fungsi Asas Proporsionalitas
Fungsi asas proporsionalitas, baik dalam proses pembentukkan maupun pelaksanaan kontrak komersial di antaranya:89
1) Dalam tahap pra-kontrak, asas proporsionalitas membuka peluang negosiasi bagi para pihak untuk melakukan peryukaran hak dan kewajiban secara fair. Oleh karena itu, tidak proporsional dan harus ditolak proses negosiasi dengan itikad buruk;
2) Dalam pembentukkan kontrak, asas proporsional menjamin kesetaraan hak serta kebebasan dalam menentukan/mengatur proporsi hak dan kewajiban para pihak berlangsung secara fair;
3) Dalam pelaksanaan kontrak, asas proporsional menjamin terwujudnya distribusi pertukaran hak dan kewajiban menurut proporsi yang disepakati/dibebankan pada para pihak;
4) Dalam hal terjadi kegagalan dalam pelaksanaan kontrak, maka harus dinilai secara proporsional apakah kegagalan tersebut bersifat fundamental (fundamental breach) sehingga mengganggu pelaksanaan sebagian besar kontrak atau sekadar hal-hal yang sederhana/kesalahan kecil (minor important). Oleh karena itu, pengujian melalui asas proporsionalitas sangat menentukan dalil kegagalan pelaksanaan kontrak, agar jangan sampai terjadi penyalahgunaan oleh salah satu pihak dalam memanfaatkan klausul kegagalan pelaksanaan kontrak,
89 Ibid., hlm. 101.
semata-mata demi keuntungan salah satu pihak dengan merugikan pihak lain;
5) Bahkan dalam hal terjadi sengketa kontrak, asas proporsionalitas menekankan bahwa proporsi beban pembuktian kepada para pihak harus dibagi menurut pertimbangan yang fair.
4. Hubungan Asas Proporsionalitas dengan Asas Hukum Perjanjian
Menurut Xxxxx Xxxxxx xxxxxxx, aturan-aturan hukum yang menguasaikontrak sebenarnya penjelmaan dari dasar-dasar filosofis yang terdapat pada asas-asas hukum secara umum. Asas-asas ini bersifat sangat umum dan menjadi landasan berfikir, yaitu dasar ideologis aturan-aturan hukum. Beberapa asas tersebut bersifat samar-samar dan hanya dengan upaya yang sangat keras dapat dipahami dan diurai secara jelas. Asas hukum merupakan sumber bagi sistem hukum yang memberi inspirasi mengenai nilai-nilai etis, moral, dan sosial masyarakat. Dengan demikian, asas hukum sebagai landasan norma menjadi alat uji bagi norma hukum yang ada, dalam arti norma hukum tersebut pada akhirnya harus dapat dikembalikan pada asas hukum yang menjiwainya.90
Asas-asas hukum dapat saja timbul dari pandangan akan kepantasan dalam pergaulan sosial yang kemudian diadopsi oleh pembuat undang- undang sehingga menjadi aturan hukum. Sebagai contoh asas itikad baik telah dituangkan ke dalam undang-undang sehingga menjadi aturan
90 Ibid., hlm. 102.
hukum. Akan tetapi, tidak semua asas hukum dapat dituangkan menjadi aturan hukum. Meskipun demikian, asas ini tidak boleh diabaikan begitu saja, melainkan harus tetap dirujuk. Upaya untuk menemukan asas hukum tersebut dilakukan dengan cara mencari sifat-sifat umum (kesamaan- kesamaan) dalam norma peraturan yang konkret.91
Memahami keberadaan asas proporsionalitas tentunya tidak dapt dilepaskan dalam konteks hubungannya dengan asas-asas pokok hukum kontrak, yaitu kebebasan berkontrak,konsensualisme, kekuatan mengikat dan itikad baik, serta personality. Pemahaman ini dirasa perlu untuk mengetahui bekerjanya asas proporsionalitas dalam hubungannya dengan asas-asas hukum kontrak lainnya. Asas-asas hukum kontrak pada dasarnya tidak terpisah satu dengan lainnya, namun dalam berbagai hal saling mengisi dan melengkapi. Dengan kata lain, masing-masing asas tidak berdiri dalam kesendiriannya, tetapi saling melingkupi dan melengkapi keberadaan suatu kontrak.
Selanjutnya, dengan memperhatikan substansi masing-masing asas yang ada dalam perjanjian, sesuai dengan fungsi “check and balance”, maka asas kebebasan berkontrak, asas konsensualisme, asas daya mengikat kontrak, asas pacta sunt servanda, itikad baik serta asas proporsionalitas mempunyai daya kerja menjangkau kontrak yang bersangkutan. Sebagi suatu sistem, pada prinsipnya para pihak bebas membuat kontrak, menentukan isi dan bentuknya, serta melangsungkan proses pertukaran
91 Ibid.
hak dan kewajiban sesuai kesepakatan masing-masing secara proporsional. Dalam hubungan antar asas-asas hukum kontrak, menurut Xxxx Xxxxx Xxxxxxx, kedudukan asas proporsionalitas adalah asas pokok hukum kontrak yang lain. Alasannya didasari pada karakteristik serta fungsi asas proporsionalitas itu sendiri.92
Proporsionalitas daya kerja masing-masing asas dalam membingkai suatu kontrak hendaknya tidak diartikan sebagai pengertian atau makna asas proporsionalitas. Bekerjanya masing-masing asas secara proporsional dalam membentuk kontrak karena bekerjanya asas-asas tersebut dalam sistem “check and balance”. Idealnya agar kontrak menjadi kukuh maka masing-masing asas seyogianya mempunyai daya kerja proporsional. Sedangkan asas proporsionalitas sendiri terkait dengan pertukaran hak dan kewajiban secaa proporsional yang meliputi seluruh tahapan kontrak. Jadi, pengertian asas proporsionalitas hendaknya dibedakan dengan bekerjanya asas-asas dalam hukum kontrak secara proporsional.93
5. Hubungan Asas Proporsionalitas dengan Asas Keseimbangan
Asas proporsionalitas dalam perjanjian diartikan sebagai asas yang mendasari pertukaran hak dan kewajiban para pihak yang sesuai dengan proporsi atau bagiannya. Asas ini tidak mempermasalahkan keseimbangan
92 Ibid., hlm. 143.
93 Ibid., 144.
hasil, namun lebih menekankan pada proporsi pembagian hak dan kewajiban di antara para pihak.94
Sedangkan asas keseimbangan merupakan kehendak dari kedua belah pihak untuk memenuhi dan melaksanakan perjanjian dan menekankan hak dan kewajiban para pihak secara wajar dengan tidak membebabi salah satu pihak saja. Untuk melakukan pengujian daya kerja asas keseimbangan maka dapat melalui tindakan, isi, dan pelaksanaan perjanjian.95
Dalam berbagai kajian akamdemis, perbincangan mengenai eksistensi kontrak (hukum kontrak) dalam hubungannya dengan para pihak acap kali dikaitkan dengan “keseimbangan dalam berkontrak” (asas keseimbangan). Namun demikian, seakan tidak pernah hentinya muncul anggapan bahwa kontrak yang terjalin antara pihak-pihak tidak memberikan keseimbangan posisi bagi salah satunya. Kontrak yang demikian dianggap tidak adil dan berat sebelah, sehingga memunculkan upaya untuk mencari dan menggali temuan-temuan baru di bidang hukum kontrak agar dapat menyelesaikan problematika ketidakseimbangan dalam hubungan kontraktual.
Pengertian “keseimbangan-seimbang” atau “evenwicht-evenwichtig” (Belanda) atau “equality-equal-equalibrium” (Inggris) bermakna leksikal
94 Xxxxxxx Xxxxxxx R, Kajian terhadap Asas Proporsionalitas dan Asas Keseimbangan dalam Perjanjian Waralaba Sebagaimana Diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007 Tentang Waralaba dan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 53 Tahun 2012 Tentang Penyelenggaraan Waralaba (Studi Kasus Perjanjian Mr. Kinclong Laundry), Privat Law, Edisi 03 November 2013- Maret 2014, hlm. 43- 44.
95 Ibid.
“sama, sebanding” menunjuk pada suatu keadaan posisi, derajat, berat, dan lain-lain. Black’s Law Dictionary, mendefinisikan “equal” sama dengan “alike; uniform; on the same plane or level with respect to efficienly, worth, value, amount or rights. Word “equal” as used in law implies not identify but duality and used of one thing as the measure of another. Sedang Xxxxxxx’x Third New International Dictionary memberi pengertian “equal” sebagai berikut:
a. Of the same quantity, size, number, value, degree, intensity, quality, etc.
b. Having the same right, privileges, ability, rank, etc.
c. Evently proportioned; balance or uniform in effect or operation.
d. Having the necessary ability, strength, power, capacity, or courage.
e. Fair, just, impartial.96
Menurut Xxxxxxx Xxxxxxx, asas keseimbangan (evenwichtsbeginsel) di dalam disertasinya diberi makna dalam dua hal, yaitu (i) Asas keseimbangan sebagai asas etikal yang bermakna suatu “keadaan pembagian beban di kedua sisi berada dalam keadaan seimbang”. Makna keseimbangan di sini berarti pada satu sisi dibatasi kehendak (berdasar pertimbangan atau keadaan yang menguntungkan) dan pada sisi lain keyakinan (akan kemampuan). Dalam batasan kedua sisi tersebut keseimbangan dapat diwujudkan. (ii) Asas keseimbangan sebagai asas yuridikal artinya asas keseimbangan dapat dipahami sebagai asas yang layak atau adil, dan selanjutnya diterima sebagai landasan keterikatan
96 Xxxx Xxxxx Xxxxxxx, Op. Cit., hlm. 25-26.
yuridikal dalam hukum kontrak Indonesia. Dalam hal keseimbangan kontraktual terganggu, maka jalan keluar untuk melakukan pengujian daya kerja asas keseimbangan, melalui: tindakan, isi, dan pelaksanaan perjanjian.97
Intinya, asas proporsionalitas dengan asas keseimbangan sangat lah erat kaitannya dengan hak dan kewajiban, yang mana di dalam hal ini hubungan perjanjian antara Pangkalan TNI AU Adisutjipto dan Bandar Udara.
C. Gambaran Umum Pangkalan TNI AU Adisutjipto dan PT. Angkasa Pura 1 (Persero) Bandar Udara Adisutjipto Yogyakarta
1. Pangkalan TNI AU Adisutjipto Yogyakarta
a. Letak Geografis dan Luas Wilayah
Bila melihat keadaan alamnya Pangkalan TNI Angkatan Udara Adisutjipto terletak di dataran rendah yang dilindungi gunung-gunung dan bukit-bukit yang terletak 9 km sebelah Timur Kota Yogyakarta. Di sebelah tenggara Nampak barisan bukit yang indah yang merupakan batas dataran tinggi Gunung Kidul dan sebelah utara tampak gunung Merbabu dan Merapi yang asapnya tak putus-putusnya mengepul ke angkasa bebas.
Di sebelah barat tampak puncak-puncak deretan bukit-bukit dan sebelah selatan barat daya terdapat Pantai Samudera Indonesia. Dengan
97 Ibid., hlm. 29.
melihat keadaan alam di sekitarnya tersebut, di samping baik sebagai kedudukan suatu Akademi, Lanud Adisutjipto merupakan daerah latihan penerbangan yang ideal. Sebagian areanya masuk dalam wilayah Kabupaten Sleman, sebagian lainnya masuk Kabupaten Bantul. Luasnya 550 hektar dengan batas-batas:
1. Sebelah Utara jalan raya Yogyakarta-Solo
2. Sebelah barat jalan raya Janti
3. Sebelah Selatan Desa Banguntapan dan Sendangtirto
4. Sebelah Timur Desa Kalitirto
Di ujung timur Run Way (R/W) terdapat jalan raya menuju Komplek Akademi TNI AU (AAU), dan di sebelah selatan R/W terdapat Lapangan Golf dan Skadron-Skadron Pendidikan. Medan sekitar Lanud Adisutjipto merupakan daerah yang relative terbuka. Lanud Adisutjipto juga membawahi satuan yang berada di luar area pangkalan yakni Lapangan Terbang (Air Strip) Gading dan Satuan Radar (Satrad) Congot. Lapter gading luasnya 23,3 hektar, dengan batas-batas sebelah selatan jalan raya Yogyakarta-Solo-Wonosari, sebelah utara perkampungan, sebelah timur lading dan sebelah barat perkampungan. Sedangkan Satrad Congot terletak di Kabupaten Kulon Progo dan menempati area seluas delapan hektar. Batas-batasnya, sebelah utara sungai, sebelah barat sungai dan perkampungan, sebelah timur perkampungan dan sebelah selatan Samudera Indonesia. Kawasan ini juga dipakai sebagai lapangan tembak bagi Lanud Adisutjipto.
Sekitar Lanud Adisutjipto merupakan daerah terbuka, baik berupa persawahan maupun ladang serta adanya perkampungan yang mengelilingi pangkalan. Pengembangan tata kota (pemekaran kota) Yogyakarta menuju kea rah timur, sehingga di sekitar Lanud Adisutjipto muncul bangunan-bangunan yang berupa gedung-gedung bertingkat (hotel), namun demikian masih dalam batas-batas yang tidak membahayakan penyelenggaraan penerbangan. Pembuatan gedung- gedung bertingkat yang ada di sekitar Lanud Adisutjipto harus mendapat rekomendasi dari Komandan Lanud Adisutjipto.
Aerodome Adisutjipto sendiri berada pada koordinat 07.47 – 110.26E dengan elevasi 359 feet. Panjang R/W 2.220 meter, lebar 45 meter dengan permukaan berupa aspal. Parkir area untuk Bandara seluas 376 m x 75 m dengan konstruksi beton dan aspal mampu menampung delapan pesawat jenis B-737. Sedang untuk base Ops TNI AU seluas 100 m x 75 m mampu menmpung empat pesawat (2 C-130 Hercules dan 2 F-27 Fokker).
Bila ditinjau faktor-faktor historisnya, Lanud Adisutjipto mempunyai arti yang strategis di dalam Sejarah Kemerdekaan serta pertumbuhan republic ini. Setidak-tidaknya karena beberapa alasan berikut ini :
a) Pangkalan Udara Adisutjipto merupakan titik tolak lahirnya AURI.Di Yogyakarta dengan Pangkalan Udara Adisutjipto (dahulu
Xxxxxx) lahirlah apa yang disebut Markas Tertinggi TKR Jawatan Penerbangan yang kelak menjadi TNI Angkatan Udara.
b) Di Lanud Adisutjipto dilakukan penerbangan yang pertama-tama oleh Almarhum Laksamana Muda Adisutjipto dengan pesawat “Merah Putih” yang pertama dengan mempergunakan pesawat latih “Cureng” bekas peninggalan Tentara Jepang.
c) Lanud Adisutjipto tempat didirikannya Sekolah Penerbang yang pertama-tama oleh Laksamana Muda A. Adisutjipto.
d) Di Yogyakarta pada tanggal 9 April 1946 lahir Angkatan Udara Republik Indonesia.
e) Untuk memperingati jasa Bapak Pendidikan Angkatan Udara Alm.
Laksamana Muda Udara A. Adisutjipto yang gugur di Yogyakarta pada tanggal 29 Juli 1947, nama XXX Xxxxxx diganti menjadi Lanud Adisutjipto.
f) Yogyakarta adalah kot pelajar dan mahasiswa. Ratusan perguruan tinggi berdiri di kota ini. Salah satunya adalah “Perguruan Tinggi Militer” yakni Akademi Angkatan Udara (AAU) yang asal usulnya juga berawal dari Lanud Adisutjipto. Kini ratusan ribu mahasiswa dari berbagai penjuru tanah air bahkan dari mancanegara menempuh pendidikan di kota heroik ini.
2. Visi dan Misi Pangkalan TNI AU Adisutjipto Yogyakarta
Visi
Mewujudkan sumber daya manusia penerbang dan navigator yang professional, berjiwa sapta marga guna mengawaki organisasi dan alutsista TNI AU.
Misi
1. Melaksanakan pendidikan di lingkungan TNI AU secara professional, efektif, efisien, dan modern.
2. Mewujudkan hasil didik Perwira Penerbang/Navigator dan Instruktur Penerbang/Navigator yang berkualitas.
3. Meningkatkan sarana dan prasarana pendidikan serta kualitas hasil didik serta memelihara dan mempertahankan komponen keluarga.
5. Tugas Pokok Pangkalan TNI AU Adisutjipto Yogyakarta
Pangkalan TNI AU Adisutjipto, disingkat Lanud Adisutjipto adalah pelaksana pendidikan TNI AU yang berkedudukan langsung di bawah Komandan Komando Pendidikan TNI AU (Xxxxxxxxxx). Di samping sebagai Pelaksana Pendidikan TNI AU, Lanud Adisutjipto juga bertugas menyelenggarakan operasi udara dan pembinaan potensi kedirgantaraan.
Dalam rangka pelaksanaan tugas tersebut di atas Lanud Adisutjipto menyelenggarakan fungsi-fungsi sebagai berikut :
1) Menyelenggarakan pendidikan penerbangan.
2) Menyelenggarakan kegiatan intel udara, operasi udara, pengamanan keamanan dan pertahanan pangkalan serta pembinaan sumber daya.
3) Menyelenggarakan pembinaan kemampuan melaksanakan tugas- tugas operasi udara dan pembinaan potensi kedirgantaraan.
4) Menyelenggarakan pengawasan, pengendalian dan evaluasi pelaksanaan program pendidikan dan fungsi pangkalan udara.
3. Susunan dan Stuktur Organisasi Pangkalan TNI AU Adisutjipto
Organisasi Lanud Adisutjipto disusun dalam dua tingkat sebagai berikut :
1) Tingkat Markas Pangkalan :
a) Eselon Pimpinan : Komandan Pangkalan TNI AU Adisutjipto, disingkat Xxxxxxxx Xxx.
b) Eselon Pembantu Pimpinan / Staff :
(1) Ruang Operasi, disingkat Ruops
(2) Program dan Anggaran, disingkat Progar
(3) Pemegang Kas, disingkat Pekas
(4) Pengadaan, disingkat Ada
(5) Penerangan dan Perpustakaan, disingkat Pentak
(6) Hukum, disingkat Kum
(7) Pengamanan, disingkat Pam
c) Eselon Pelayanan :
(1) Sentral Komunikasi, disingkat Senkom
(2) Sekretariat, diangkat Set
d) Eselon Pembantu Pimpinan / Staff Pelaksana :
(1) Dinas Operasi, disingkat Disops
(2) Dinas Personel, disingkat Dispers
(3) Dinas Logistik, disingkat Dislog
e) Eselon Pelaksanan :
(1) Satuan Polisi Militer, disingkat Satpom
(2) Satuan Musik, disingkat Satsik
(3) Rumah Sakit Tingkat IV, disingkat Rumkit Tk IV
(4) Skadron Tehnik 043, disingkat Skatek 043
2) Tingkat Pelaksanan : Wing Pendidikan Terbang, disingkat Wingdik Terbang
STRUKTUR ORGANISASI LANUD ADISUTJIPTO YOGYAKARTA
DANLANUD
KUM
PAM
RUOPS
XXXXXX
XXXXXX
PEKAS
ADA
SENKOM SET
DISOPS
DISPERS
DISLOG
SI OPSLAT SI BASEOPS
SI BINPERSMAN
XX XXXXXXX
SI HARMATSISTA SI KALMATSISTA
SI ANGKUTAN
SI BINTAL
SI SEN
SI BINPOTDIRSA
SI LAMBANGJA
SI BINJAS
SI LEK
SI SARBAN
SKATEK 043
SATPOM
SATSIK RUMKIT
SI BMP SI GPL
WINGDIK TERBANG
SI ALINS/ALONGINS
URTU
SI FASIN
OPSDIK
LAMBANGJA
EVALDIK
BINGADIKSIS
SKADIK 101
SKADIK 102
SKADIK 104
4. PT. Angkasa Pura I (Persero) Adisutjipto Yogyakarta
a. Sejarah PT. Angkasa Pura I (Persero) Adisutjipto Yogyakarta
Bandara Adisutjipto adalah bandar udara yang terletak di Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Bandar udara Adisutjipto awalnya di bangun sebagai pangkalan udara TNI Angkatan Udara. Bandar udara ini dulu dinamakan Maguwo, sesuai dengan nama desa tempatnya berada Maguwoharjo. Pangkalan udara Maguwo dibangun sejak tahun 1940 lalu dipergunakan oleh Militaire Luchtvaart pada tahun 1942.
Pada tahun 1942 kota Jogjakarta diduduki oleh Tentara Jepang dan pangkalan udara Maguwo di ambil alih Tentara Jepang dari Pemerintah Hindia Belanda. Bulan November 1945 lapangan terbang beserta fasilitasnya dapat di kuasai oleh Badan Keamanan Rakyat (BKR) Jogjakarta Timur yang di pimpin oleh Xxxxx Xxxx Xxxxxx. Pada Tahun 1945 Pangkalan Udara Maguwo di ambil alih oleh Pemerintah Republik Indonesia dan dijadikan Pangkalan Angkatan Udara untuk mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia. Lapangan terbang ini digunakan untuk operasional pesawat-pesawat AURI, serta untuk latihan terbang bagi Kadet sekolah penerbang di Maguwo yang di pimpin oleh Xxxxxxxxx Xxxxxxxxxxx.
Pada tanggal 29 Juli1947 pesawat Dakota VT-CLA yang dikemudikan oleh Marsekal Muda Xxxxxxxx Xxxxxxxxx Xxxxxxxxxxx ditembak jatuh oleh pesawat Belanda. tahun 1950 lapangan terbang Maguwo beserta fasilitas pendukungnya seperti pembekalan diserahkan
76
kepada AURI. Dengan adanya pertumbuhan dan perubahan pemerintahan pangkalan udara Maguwo mengalami perubahan nama yang di sesuaikan dengan dinamika fungsi dan peranan TNI AU. Berdasarkan keputusan kepala staff Angkatan Udara No.76 Tahun 1952 Tanggal 17 Agustus 1952 nama pangkalan udara Maguwo diubah menjadi pangkalan udara Adisutjipto.
Semenjak tahun 1959 Bandara Adisutjipto dijadikan untuk Akademi Angkatan Udara (AAU) Republik Indonesia. Tahun 1964 Direktorat Jenderal Perhubungan Udara dengan keputusannya dan atas persetujuan Angkatan Udara Indonesia, Pelabuhan Udara XxxXxxxxxxx Jogjakarta menjadi pelabuhan udara Gabungan Sipil dan Militer. Pada tahun 1972 dilakukan perluasan Terminal Sipil yang pertama. Selanjutnya pada tahun 1977 dilakukan perluasan terminal lagi karena volume penerbangan makin meningkat. Pada tanggal 1 April 1992, sesuai dengan PP Nomor 48 Tahun 1992, Bandar Udara Adisutjipto secara resmi masuk ke dalam pengelolaan Perum Angkasa Pura I. Tanggal 2 Januari 1993 statusnya dirubah menjadi PT (PERSERO) Angkasa Pura I Cabang Bandar Udara Adisutjipto sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 1993.
b. Visi Misi Nilai PT. Angkasa Pura I (Persero) Bandar Udara Adisutjipto Yogyakarta
Visi Perusahaan
Menjadi salah satu dari sepuluh perusahaan pengelola bandar udara terbaik di Asia.
Misi Perusahaan
1. Meningkatkan nilai pemangku kepentingan
2. Menjadi mitra pemerintah dan pendorong pertumbuhan ekonomi
3. Mengusahakan jasa kebandarudaraan melalui pelayanan prima yang memenuhi standar keamanan, keselamatan, dan kenyamanan
4. Meningkatkan daya saing perusahaan melalui kreatifitas dan inovasi
5. Memberikan kontribusi positif terhadap lingkungan hidup
Nilai Budaya Perusahaan
1. Sinergi
2. Adaptif
3. Terpercaya
4. Unggul
c. Struktur Organisasi PT. Angkasa Pura I (Persero) Bandar Udara Adisutjipto Yogyakarta
d. Bidang Usaha PT Angkasa Pura I (Persero) Bandar Udara Adisutjipto Yogyakarta
Bidang usaha PT AngkasaPura I (Persero) Cabang Bandar Udara Internasional Adisutjipto Yogyakarta adalah jasa kebandarudaraan (airport services) yang terbagi atas 2 bagian besar yaitu jasa aeronautika dan jasa non-aeronautika.
Jasa Aeronautika
Jasa Aeronautika adalah jasa layanan yang diberikan kepada perusahaan penerbangan dan penumpang yang terdiri dari:
Aircraft Parking, jasa penempatan dan penyimpanan pesawat dalam bandar udara. Untuk itu, PT. Angkasa Pura I (Persero) Cabang Bandar Udara Internasional Adisutjipto Yogyakarta memberikan fasilitas apron yang dapat menampung sampai dengan 8 pesawat dari berbagai jenis. Selain apron, bekerja sama dengan berbagai instansi, disediakan pula fasilitas pengisian bahan bakar, perawatan pesawat dan kebutuhan pendukung operasional perusahaan penerbangan.
Passenger Processing, jasa layanan penumpang dalam bandar udara PT. Angkasa Pura I (Persero) Cabang Bandar Udara Internasional Xxx Xxxxxxxx Yogyakarta memberikan fasilitas terminal penumpangyang nyaman dan dapat menampung sampai dengan 2,5 juta penumpang pertahun. Dalam terminal penumpang tersebut diberikan fasilitas check- in, transit, boarding penumpang dan fasilitas pendukung lainnya.
Jasa non-aeronautika
Jasa layanan pendukung kebutuhan perusahaan penerbangan dan penumpang dengan bekerjasama dengan berbagai pihak yang terdiri dari:
Food and Beverages, layanan makanan dan minuman didalam maupun diluar terminal bandar udara.
Retail, layanan perbelanjaan untuk kebutuhan penumpang di mana di dalamnya termasuk dutyfree.
Advertising, sebagai fasilitas umum yang strategis, bandar udara menyediakan ruang bagi iklan yang dapat digunakan oleh berbagai perusahaan.
Property, bandar udara menyewakan ruang (space) dalam maupun di luar terminal penumpang yang dapat disewa untuk berbagai kebutuhan. Parkir Kendaraan, layanan parkir kendaraan penumpang maupun penjemput termasuk didalamnya layanan airport shuttle, taxy, bus dan lainnya.
Cargo Service, layanan pengelolaan kargo pesawat termasuk di dalamnya pemeriksaan dan penyimpanan kargo.
3. Spesifikasi Bandara Adisutjipto Yogyakarta
BAB III
ANALISIS ASAS PROPORSIONALITAS DALAM PERJANJIAN PENGGUNAAN BERSAMA PANGKALAN TNI AU ADISUTJIPTO DENGAN ANGKASA PURA I (PERSERO) BANDAR UDARA ADISUTJIPTO YOGYAKARTA
A. Urgensi Asas Proporsionalitas dalam Perjanjian
Secara umum dapat diketahui bahwa asas sebagai pikiran dasar/prinsip hukum yang abstrak memiliki fungsi yang krusial bagi pembentukan hukum konkrit serta bagi pengaturan dan pembentukan perjanjian, demikian pula untuk mengetahui apakah hukum yang berlaku juga telah sesuai dengan cita hukum/nilai etis/kehendak masyarakat, maka asas perwujudan kehendak masyarakat juga berperan sebagai dasar interpretasi atas hukum yang berlaku tersebut.
Di samping itu, asas hukum juga memiliki fungsi sebagaimana dikemukakan oleh Xxxxx, yaitu:
a. Asas-asas hukum berfungsi untuk menjaga keterjalinan atas aturan-
aturan hukum yang tersebar.
b. Asas-asas hukum berfungsi sebagai dasar pemecahan atas masalah- masalah yang timbul dan baru.
c. Asas-asas hukum berfungsi sebagai dasar pembentukan ajaran hukum baru yang dapat dijadikan dasar penyelesaian atas masalah yang
83
baru.”98
Sehingga berdasarkan fungsi tersebut, Xxxxxxx Xxxxxxxx menyimpulkan bahwa asas hukum bertujuan untuk memberikan arahan yang layak/pantas menurut hukum dalam hal menggunakan atau menerapkan aturan-aturan hukum. Dengan asas tersebut dapat pula diketahui mana-mana aturan yang layak dan tidak layak dijalankan.99
Demikian pula dengan asas proporsionalitas, sebagaimana asas-asas hukum yang lain, juga diharapkan dapat menjadi titik tolak dalam pembentukan peraturan perundang-undangan dan diharapkan pula dapat menjadi salah satu instrumen bagi interpretasi peraturan perundang- undangan tersebut, agar dengannya segala peraturan perundang-undangan yang berlaku sesuai dengan nilai etis dan kehendak masyarakat.
Berkaitan dengan hukum perjanjian, asas-asas hukum juga berfungsi sebagai pedoman atau patokan serta rambu atau batas dalam mengatur dan membentuk perjanjian yang akan dibuat hingga pada akhirnya menjadi suatu perikatan yang berlaku bagi para pihak dan dapat dipaksakan pelaksanaannya dan pemenuhannya.100
Berkaitan dengan hukum perjanjian, Xxxxxxxxxx menyimpulkan bahwa sebagaimana diatur dalam buku ke III Kitab Undang-undang Hukum perdata, setidaknya terdapat tiga asas yang berlaku bagi hukum kontrak,
98 Xxxxxxx Xxxxxxx, Asas Keseimbangan Bagi Hukum Perjanjian Indonesia Hukum Perjanjian Berlandasakan Asas-asas Wigati Indonesia, (Bandung: Citra Xxxxxx Xxxxx, 2006), hlm. 82- 83.
99 Ibid.
100 Xxxxxxx Xxxxxxx dan Xxxxxxx Xxxxxxx, Perikatan yang Lahir dari Perjanjian, (Jakarta; Rajagrafindo Persada, 2006). hlm. 14.
yaitu:
a. Asas kebebasan berkontrak (menurut bentuk dan isi) dengan perkecualian kontrak-kontrak dalam bentuk formal dan riil dan (isi) syarat kausa yang diperbolehkan;
b. Asas daya mengikat kontrak dengan perkecualian daya pembatasan iktikad baik dan overmacht; dan
c. Asas yang menyatakan bahwa perxxxxxan hanya menciptakan perikatan di antara para pihak dalam perjanjian/kontrak dengan perkecualian janji yang dibuat demi kepentingan pihak ketiga.”101
Sedangkan jika mengacu pada asas-asas kontrak komersial menurut UNIDROIT adalah:
a. Xxxx kebebasan berkontrak.
b. Asas iktikad baik (good faith) dan transaksi jujur (fair dealing).
c. Asas diakuinya kebiasaan transaksi bisnis di negara setempat.
d. Asas kesepakatan melalui penawaran (offer) dan penerimaan (acceptance) atau melalui tindakan.
e. Asas larangan bernegoisasi dengan itikad buruk.
f. Xxxx kewajiban menjaga kerahasiaan.
g. Asas perlindungan pihak lemah dari syarat-syarat baku.
h. Xxxx syarat sahnya kontrak.
i. Asas dapat dibatalkannya kontrak bila mengandung perbedaan besar (gross disparity).
101 Xxxx Xxxxx Xxxxxxx, Hukum Perjanjian Asas Proporsionalitas dalam Kontrak
Komersial,(Jakarta: Kencana Predana Media Group, 2013) hlm. 104-105.
j. Xxxx contra proferentem dalam penafsiran kontrak baku.
k. Xxxx menghormati kontrak ketika terjadi kesulitan (hard-ship).
l. Asas pembebasan tanggung jawab dalam keadaan memaksa (force majeur).”102
Asas-asas tersebut secara bersama-sama merupakan satu kesatuan dalam satu sistem “check and balance” yang bertugas untuk mendorong terciptanya hubungan hukum dalam kontrak yang proporsional, sehingga dengannya asas-asas tersebut bersama dengan asas proporsionalitas menjadi bagian yang tidak terpisahkan guna mewujudkan kontrak yang berkeadilan.103
Berdasarkan sistem check and balance tersebut, asas proporsionalitas berfungsi untuk mengkoreksi asas kebebasan berkontrak dan asas keseimbangan yang di dalam pelaksanaannya justru tidak memberikan keadilan bagi salah satu pihak.
Bertolak pula pada pemahaman terhadap asas proporsionalitas sebagai wujud reaksi atas asas kebebasan berkontrak yang dinilai dapat menimbulkan ketidakadilan, Xxxxxx Xxxxxxxx dan Xxxx Xxxx menyatakan bahwa asas kebebasan berkontrak bukanlah satu-satunya asas yang berlaku dalam pembentukan undang-undang tentang kontrak, tetapi keberadaanya harus turut pula memperhatikan adanya prinsip “keadilan kontraktual”.
“Perwujudan keadilan berkontrak ditentukan melalui dua pendekatan.
102 Ibid. hlm. 106-107.
103 Ibid. hlm.. 108.
Pertama, pendekatan prosedural, pendekatan ini menitikberatkan pada persoalan kebebasan berkehendak dalam suatu kontrak. Pendekatan kedua, yaitu pendekatan substantif yang menekankan kandungan atau substansi serta pelaksanaan kontrak. Dalam pendekatan substantif perlu diperhatikan adanya kepentingan yang berbeda.”104
Xxxx proporsionalitas sebagai suatu asas tidak hanya memandang keadilan dari nilai/hasil akhir atas kontrak, sehingga atas pembagian hak dan kewajiban dalam hubungan hukum kontraktual berlangsung tanpa memperhatikan proses yang berlangsung, sebagaimana keberlakuan asas keseimbangan. Namun asas proporsionalitas sebagai suatu asas menekankan adanya persamaan hak, yaitu kebebasan bagi para pihak untuk menentukan substansi perjanjian yang adil atau tidak bagi mereka.
Asas proporsionalitas tidak hanya penting untuk menghasilkan kontrak yang berkeadilan dan saling menguntungkan (keadilan substansial), namun dengan asas proporsionalitas penting juga untuk menekankan adanya fairness (keadilan dalam prosedur), sehingga atas perannya tersebut seyogyanya asas proporsionalitas dapat selalu terlibat dalam setiap proses pembentukan kontrak.
Beberapa fungsi asas proporsionalitas dalam tahap-tahap kontrak, yaitu sebagai berikut:
a. Dalam tahap pra kontrak, asas proporsionalitas membuka peluang negoisasi bagi para pihak untuk melakukan pertukaran hak/kontra prestasi
104 Ibid. hlm. 106-107.
dan kewajiban/prestasi secara fair. Sehingga atas dasar ini penilaian terhadap adanya itikad baik merupakan hal yang esensial dalam mewujudkan negoisasi yang baik.
b. Dalam pembentukan kontrak, asas proporsionalitas berfungsi untuk menjamin kesetaraan/equivalensi hak para pihak serta adanya kesetaraan/equivalensi kebebasan dalam menentukan/menyepakati proporsi hak/kontra prestasi dan kewajiban/prestasi dengan prinsip
fairness.
c. Dalam pelaksanaan kontrak, asas proporsionalitas menjamin terwujudnya distribusi yang proporsional atas hak/kontra prestasi dan kewajiban/prestasi yang telah disepakati sebagai beban/hak dan kewajiban para pihak.
d. Bahkan dalam terjadinya sengketa atas kontrak, asas proporsionalitas berfungsi untuk menetapkan penyebab kegagalan secara patut dan cermat sehingga secara objektif akan ditemukan adanya penyalahgunaan atas wewenang yang dimiliki oleh salah satu pihak. Berkaitan dengan hal itu pula asas proporsionalitas, berfungsi untuk menentukan proporsi atas beban pembuktian bagi para pihak secara fair.” 105
Xxxxx Xxxxxx mengistilahkan asas proporsionalitas dengan istilah “equitablity contract”, dengan unsur justice and fairness, artinya bahwa asas proporsionalitas merupakan asas yang berperan untuk
105 Ibid. hlm. 101-102.
mendasari hubungan kontraktual sehingga dapat berjalan secara proporsional dan wajar. Hal ini erat kaitannya dengan asas aequitas praestasionis yang menghendaki jaminan keseimbangan dan teori justum pretium yang mengajarkan tentang kepantasan menurut hukum. Hal ini didasarkan pada kenyataan atas kesamaan para pihak yang tidak pernah ada, namun atas hal tersebut tidak dapat dijadikan alasan bagi pihak yang dominan untuk memaksaan kehendak kepada pihak lain. 106
Asas proporsionalitas sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari asas- asas umum hukum kontrak memiliki peran penting dalam kontrak komersial dalam hal ini khususnya kontrak penggunaan bersama Pangkalan TNI AU Adisutjipto sebagai Bandar Udara Komersil. Mengingat di dalam kontrak tersebut terdapat hubungan hukum yang membutuhkan prinsip proporsionalitas dalam pembagian hak dan kewajiban di saat kedudukan para pihak tidak equivalen.
Kontrak di dalam dunia bisnis merupakan sebuah keharusan, kontrak yang mengatur hubungan hukum bagi pelaku bisnis, penting untuk menjaga keberlangsungan transaksi serta terlaksananya prestasi yang telah dijanjikan. Bahkan lebih jauh dapat dipahami, kontrak bertujuan untuk melindungi kepentingan-kepentingan/hak dasar bagi para pihak.107
Xxxxxxxxxx menjelaskan bahwa latar belakang diperlukannya kontrak adalah adanya keinginan untuk mewujudkan tujuan yang
106 Ibid. hlm. 86-87.
107 Ibid. hlm. 96-97.
baik berupa pertukaran harta kekayaan secara adil, yang dalam pandangannya dapat terwujud apabila terdapat keadilan di antara prestasi dan kontra prestasi.108
Menurut pandangan Xxxx Xxxxx Xxxxxxx, hal ini sangat relevan dengan implementasi asas proporsionalitas yang menghendaki adanya kesetaraan posisi/kedudukan dan prestasi dalam berkontrak.
Menurut PS. Xxxxxx, kontrak memiliki tiga tujuan:
e. Kontrak wajib untuk dilaksanakan (memaksa) serta memberikan perlindungan terhadap suatu harapan yang wajar.
f. Kontrak berupaya mencegah terjadinya suatu penambahan kekayaan secara tidak adil.
g. Kontrak bertujuan untuk mencegah terjadinya kerugian tertentu dalam hubungan kontraktual.
Sedangkan jika dilihat dari perspektif perancangan kontrak komersial, menurut Xxxxx Xxxxxx dan Xxxxxxx Xxxxxx, ditetapkannya prosedur dan syarat-syarat dalam suatu transaksi komersil memiliki tujuan, yaitu:
a. Untuk menyediakan bukti tertulis mengenai transaksi yang mereka lakukan.
b. Untuk mencegah terjadinya penipuan.
c. Untuk menetapkan hak dan kewajiban para pihak
d. Untuk mengatur secara terperinci transaksi bisnis yang komplek, demi
108 Ibid., hlm. 98.