PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA
PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA
Nomor : P.31/Menhut-II/2012 TENTANG
LEMBAGA KONSERVASI
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang | : | a. bahwa berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P. 53/Menhut-II/2006 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.1/Menhut-II/2007, telah ditetapkan Peraturan Menteri Kehutanan tentang Lembaga Konservasi; b. bahwa dengan adanya kebutuhan untuk mengakomodasikan perkembangan faktual guna penguatan regulasi lembaga konservasi, maka Peraturan Menteri Kehutanan sebagaimana dimaksud pada huruf a perlu dilakukan penyesuaian dan perubahan; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud huruf a dan huruf b, maka dipandang perlu menetapkan Peraturan Menteri Kehutanan tentang Lembaga Konservasi; |
Mengingat | : | 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3419); 2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1994 tentang Pengesahan Konvensi PBB Mengenai Keanekaragaman Hayati (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3556); 3. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 43, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3687); 4. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 (Lembaran...... |
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4412);
5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5059);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 1998 tentang Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Pada Departemen Kehutanan dan Perkebunan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 94, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3767), sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 92 Tahun 1999 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 201, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3914);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 14, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3803);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1999 tentang Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 15, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3804);
9. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);
10. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 56, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5217);
11. Keputusan Presiden Republik Indonesia 43 Tahun 1978 tentang Pengesahan Convention on International Trade in Endangered Species (CITES) of Wild Fauna and Flora;
12. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 84/P Tahun 2009 tentang Kabinet Indonesia Bersatu II sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 59/P Tahun 2011;
13. Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 104/Kpts-II/2003 tentang Penunjukan Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam sebagai Otorita Pengelola (Management Authority) CITES di Indonesia;
14.Keputusan......
14. Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 355/Kpts-II/2003 tentang Penandaan Spesimen Tumbuhan dan Satwa Liar;
15. Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 447/Kpts-II/2003 tentang Tata Usaha Pengambilan atau Penangkapan dan Peredaran Tumbuhan dan Satwa Liar;
16. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.19/Menhut- II/2005 tentang Penangkaran Tumbuhan dan Satwa Liar;
17. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.40/Menhut- II/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kehutanan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 405);
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN MENTERI KEHUTANAN TENTANG LEMBAGA KONSERVASI.
BAB I KETENTUAN UMUM
Bagian Kesatu Pengertian
Pasal 1 Dalam peraturan ini yang dimaksud dengan :
1. Konservasi adalah langkah-langkah pengelolaan tumbuhan dan/atau satwa liar yang diambil secara bijaksana dalam rangka memenuhi kebutuhan generasi saat ini dan generasi masa mendatang.
2. Konservasi ex-situ adalah konservasi tumbuhan dan/atau satwa yang dilakukan di luar habitat alaminya.
3. Lembaga konservasi adalah lembaga yang bergerak di bidang konservasi tumbuhan dan/atau satwa liar di luar habitatnya (ex-situ), baik berupa lembaga pemerintah maupun lembaga non-pemerintah.
4. Lembaga konservasi untuk kepentingan umum adalah lembaga yang bergerak di bidang konservasi tumbuhan dan/atau satwa liar di luar habitatnya (ex-situ), baik berupa lembaga pemerintah maupun lembaga non-pemerintah yang dalam peruntukan dan pengelolaannya mempunyai fungsi utama dan fungsi lain untuk kepentingan umum.
5. Lembaga konservasi untuk kepentingan khusus adalah lembaga yang bergerak di bidang konservasi tumbuhan dan/atau satwa liar di luar habitatnya (ex-situ), baik berupa lembaga pemerintah maupun lembaga non-pemerintah yang dalam peruntukan dan pengelolaannya difokuskan pada fungsi penyelamatan atau rehabilitasi satwa.
6. Izin lembaga konservasi adalah izin yang diberikan oleh Menteri Kehutanan kepada pemohon yang telah memenuhi syarat-syarat sesuai ketentuan perundang-undangan untuk membentuk lembaga konservasi.
7.Kebun.......
7. Kebun binatang adalah tempat pemeliharaan satwa sekurang-kurangnya
3 (tiga) kelas taksa pada areal dengan luasan sekurang-kurangnya 15 (lima belas) hektar dan pengunjung tidak menggunakan kendaraan bermotor (motor atau mobil).
8. Taman satwa adalah tempat pemeliharaan satwa sekurang-kurangnya 2 (dua) kelas taksa pada areal dengan luasan sekurang-kurangnya 2 (dua) hektar.
9. Taman satwa khusus adalah tempat pemeliharaan jenis satwa tertentu atau kelas taksa satwa tertentu pada areal sekurang-kurangnya 2 (dua) hektar.
10. Taman safari adalah tempat pemeliharaan satwa sekurang-kurangnya 3 (tiga) kelas taksa pada areal terbuka dengan luasan sekurang-kurangnya
50 (lima puluh) hektar, yang bisa dikunjungi dengan menggunakan kendaraan roda empat (mobil) pribadi dan/atau kendaraan roda empat (mobil) yang disediakan pengelola yang aman dari jangkauan satwa.
11. Kebun botani adalah lokasi pemeliharaan berbagai jenis tumbuhan tertentu, untuk dimanfaatkan sebagai sarana pendidikan, penelitian dan pengembangan bioteknologi, rekreasi dan budidaya.
12. Pusat rehabilitasi satwa adalah tempat untuk melakukan proses rehabilitasi, adaptasi satwa dan pelepasliaran ke habitat alaminya.
13. Pusat penyelamatan satwa adalah tempat untuk melakukan kegiatan pemeliharaan satwa hasil sitaan atau temuan atau penyerahan dari masyarakat yang pengelolaannya bersifat sementara sebelum adanya penetapan penyaluran satwa (animal disposal) lebih lanjut oleh Pemerintah.
14. Pusat latihan satwa khusus adalah tempat melatih satwa khusus spesies gajah agar menjadi terampil sehingga dapat dimanfaatkan antara lain untuk kegiatan peragaan di dalam areal pusat latihan gajah, patroli pengamanan kawasan hutan, sumber satwa bagi lembaga konservasi lainnya dan/atau membantu kegiatan kemanusiaan dan pendidikan.
15. Museum zoologi adalah tempat koleksi berbagai spesimen satwa dalam keadaan mati, untuk kepentingan pendidikan dan penelitian.
16. Herbarium adalah tempat koleksi berbagai spesimen tumbuhan dalam keadaan mati untuk kepentingan pendidikan dan penelitian.
17. Taman tumbuhan khusus adalah tempat pemeliharaan jenis tumbuhan liar tertentu atau kelas taksa tumbuhan liar tertentu, untuk kepentingan sebagai sumber cadangan genetik, pendidikan, budidaya, penelitian dan pengembangan bioteknologi.
18. Tumbuhan dan satwa liar asli Indonesia adalah semua jenis tumbuhan dan satwa liar yang secara historis hidup dan penyebarannya berada di wilayah Negara Republik Indonesia.
19. Tumbuhan dan satwa liar bukan asli Indonesia (asing) adalah semua jenis tumbuhan dan satwa liar yang secara historis hidup dan penyebarannya di luar wilayah Negara Republik Indonesia.
20. Pengembangbiakan tumbuhan dan satwa liar adalah kegiatan penangkaran berupa perbanyakan individu melalui cara reproduksi kawin (sexual) maupun tidak kawin (asexual) dalam lingkungan buatan dan/atau semi alami serta terkontrol dengan tetap mempertahankan kemurnian jenis.
21.Pengembangbiakan.....
21. Pengembangbiakan tumbuhan dan satwa liar terkontrol adalah kegiatan penangkaran berupa perbanyakan individu melalui cara reproduksi kawin (sexual) maupun tidak kawin (asexual) dalam lingkungan buatan dan/atau semi alami serta terkontrol dengan tetap mempertahankan kemurnian jenis dan memperhatikan daya dukung serta mengacu pada pengelolaan koleksi (collection management).
22. Jenis tumbuhan atau satwa adalah jenis yang secara ilmiah disebut spesies atau anak-anak jenis secara alamiah disebut sub-spesies baik di dalam maupun di luar habitatnya.
23. Koleksi tumbuhan atau satwa liar adalah kumpulan spesimen tumbuhan atau satwa liar yang menjadi obyek pengelolaan lembaga konservasi.
24. Tumbuhan yang dilindungi adalah semua jenis tumbuhan baik yang hidup maupun yang mati serta bagian-bagiannya yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan ditetapkan sebagai tumbuhan yang dilindungi.
25. Satwa liar yang dilindungi adalah semua jenis satwa liar baik yang hidup maupun mati serta bagian-bagiannya yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan ditetapkan sebagai satwa yang dilindungi.
26. Mitra kerja adalah pihak dan/atau pihak-pihak yang dengan dana dan/atau keahlian teknis yang dimilikinya yang melakukan kegiatan di bidang lembaga konservasi dengan tidak ada unsur komersial melalui kerjasama dengan Direktorat Jenderal atau Unit Pelaksana Teknis.
27. Menteri adalah Menteri yang diserahi tugas dan bertanggung jawab di bidang kehutanan.
28. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal yang diserahi tugas dan bertanggung jawab di bidang perlindungan hutan dan konservasi alam.
29. Direktur Teknis yang selanjutnya disebut Direktur adalah Direktur yang diserahi tugas dan bertanggung jawab di bidang keanekaragaman hayati.
30. Unit Pelaksana Teknis yang selanjutnya disebut UPT adalah Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam, Balai Besar Taman Nasional, Balai Konservasi Sumber Daya Alam atau Balai Taman Nasional.
Bagian Kedua
Fungsi dan Prinsip Lembaga Konservasi
Pasal 2
(1) Lembaga Konservasi mempunyai fungsi utama pengembangbiakan terkontrol dan/atau penyelamatan tumbuhan dan satwa dengan tetap mempertahankan kemurnian jenisnya.
(2) Selain fungsi utama sebagaimana dimaksud pada ayat (1), lembaga konservasi juga mempunyai fungsi sebagai tempat pendidikan, peragaan, penitipan sementara, sumber indukan dan cadangan genetik untuk mendukung populasi in-situ, sarana rekreasi yang sehat serta penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan.
Pasal 3
(1) Pengelolaan lembaga konservasi dilakukan berdasarkan prinsip etika dan kesejahteraan satwa.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai etika dan kesejahteraan satwa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal.
BAB......
BAB II
BENTUK DAN KRITERIA LEMBAGA KONSERVASI
Bagian Kesatu Bentuk Lembaga Konservasi
Pasal 4 Lembaga konservasi dapat berbentuk:
a. pusat penyelamatan satwa;
b. pusat latihan satwa khusus;
c. pusat rehabilitasi satwa;
d. kebun binatang;
e. taman safari;
f. taman satwa;
g. taman satwa khusus;
h. museum zoologi;
i. kebun botani;
j. taman tumbuhan khusus; atau
k. herbarium.
Bagian Kedua Pengelompokkan Lembaga Konservasi
(1) Lembaga konservasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dikelompokkan menjadi:
a. lembaga konservasi untuk kepentingan khusus; dan
b. lembaga konservasi untuk kepentingan umum.
(2) Lembaga konservasi untuk kepentingan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:
a. pusat penyelamatan satwa;
b. pusat latihan satwa khusus; dan
c. pusat rehabilitasi satwa.
(3) Lembaga konservasi untuk kepentingan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:
a. kebun binatang;
b. taman safari;
c. taman satwa;
d. taman satwa khusus;
e. museum zoologi;
f. kebun botani;
g. taman tumbuhan khusus; dan
h. herbarium.
Bagian......
Bagian Ketiga Kriteria Lembaga Konservasi
Pasal 6
Kriteria Pusat Penyelamatan Satwa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a, terdiri atas :
a. jenis koleksi satwa yang dilindungi dan/atau satwa asing;
b. pengelolaan koleksi bersifat sementara atau tidak menetap permanen;
c. memiliki sarana pemeliharaan dan perawatan satwa, sekurang-kurangnya terdiri atas:
1) kandang pemeliharaan;
2) kandang habituasi;
3) kandang transport yang sesuai dengan jenis satwa;
4) naungan; dan
5) prasarana pendukung pengelolaan satwa yang lain (gudang pakan);
d. memiliki fasilitas kesehatan minimal yang berfungsi sebagai karantina dan klinik;
e. memiliki tenaga kerja permanen sesuai bidang keahliannya, sekurang- kurangnya terdiri atas:
1) dokter hewan;
2) tenaga paramedis;
3) perawat satwa (animal keeper);
4) tenaga keamanan; dan
5) tenaga administrasi.
f. memiliki fasilitas kantor pengelola; dan
g. memiliki fasilitas pengelolaan limbah.
Kriteria Pusat Latihan Satwa khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf b, terdiri atas :
a. satwa yang dikoleksi khusus spesies gajah;
b. memiliki sarana pelatihan gajah, antara lain tempat penjinakan, tempat pelatihan dan perlengkapan pelatihan;
c. memiliki sarana pelatihan sumber daya manusia dan barak mahout;
d. memiliki sarana pemeliharaan dan perawatan satwa, sekurang-kurangnya terdiri atas:
1) kandang perawatan;
2) fasilitas naungan;
3) gudang pakan; dan
4) prasarana pendukung pengelolaan satwa yang lain.
e. memiliki ketersediaan sumber air berupa sungai atau dam;
f. memiliki areal penggembalaan;
g. memiliki fasilitas kesehatan, sekurang-kurangnya terdiri atas:
1) karantina;
2) klinik; dan
3) koleksi obat.
h. memiliki fasilitas pelayanan pengunjung, sekurang-kurangnya terdiri atas:
1) ruang informasi;
2) toilet;
3) tempat sampah;
4) petunjuk arah; dan
5) parkir.
i.memiliki.......
i. memiliki tenaga kerja permanen sesuai bidang keahliannya, sekurang- kurangnya terdiri atas:
1) dokter hewan;
2) mahout;
3) tenaga paramedis; dan
4) tenaga keamanan.
j. memiliki fasilitas kantor pengelola; dan
k. memiliki fasilitas pengelolaan limbah.
Kriteria Pusat Rehabilitasi Satwa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf c, terdiri atas :
a. jenis koleksi terdiri dari satwa tertentu yang dilindungi;
b. memiliki sarana pengadaptasian, sekurang-kurangnya terdiri atas:
1) tempat pengadaptasian; dan
2) perlengkapan pengadaptasian.
c. memiliki sarana pemeliharaan dan perawatan satwa, sekurang-kurangnya terdiri atas:
1) kandang pemeliharaan;
2) kandang habituasi;
3) kandang transport yang sesuai dengan jenis satwa;
4) naungan;
5) gudang pakan; dan
6) prasarana pendukung pengelolaan satwa yang lain.
d. memiliki fasilitas kesehatan, sekurang-kurangnya terdiri atas:
1) karantina;
2) klinik; dan
3) koleksi obat.
e. memiliki tenaga kerja permanen sesuai bidang keahliannya, sekurang- kurangnya terdiri atas:
1) dokter hewan;
2) tenaga paramedis;
3) perawat satwa (animal keeper);
4) tenaga keamanan; dan
5) tenaga administrasi.
f. memiliki fasilitas kantor pengelola; dan
g. memiliki fasilitas pengelolaan limbah.
Pasal 9
Kriteria Kebun Binatang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf d, terdiri atas :
a. memiliki satwa yang dikoleksi sekurang-kurangnya 3 (tiga) kelas taksa baik satwa yang dilindungi, satwa yang tidak dilindungi atau satwa asing;
b. memiliki luas areal sekurang-kurangnya 15 (lima belas) hektar;
c. memiliki sarana pemeliharaan dan perawatan satwa, sekurang-kurangnya terdiri atas:
1) kandang pemeliharaan;
2) kandang perawatan;
3) kandang pengembangbiakan;
4) kandang sapih;
5) kandang peragaan;
6)areal.....
6) areal bermain satwa;
7) gudang pakan dan dapur;
8) naungan untuk satwa; dan
9) prasarana pendukung pengelolaan satwa yang lain;
d. memiliki fasilitas kesehatan, sekurang-kurangnya terdiri atas:
1) karantina satwa;
2) klinik;
3) laboratorium; dan
4) koleksi obat.
e. memiliki fasilitas pelayanan pengunjung, sekurang-kurangnya terdiri atas:
1) pusat informasi;
2) toilet;
3) tempat sampah;
4) petunjuk arah;
5) peta dan informasi satwa;
6) parkir;
7) kantin/restoran;
8) toko cindera mata;
9) shelter;
10) loket; dan
11) pelayanan umum;
f. memiliki tenaga kerja permanen sesuai bidang keahliannya, sekurang- kurangnya terdiri atas:
1) dokter hewan;
2) kurator;
3) tenaga paramedis;
4) penjaga/perawat satwa (animal keeper);
5) tenaga keamanan;
6) pencatat silsilah (studbook keeper);
7) tenaga administrasi; dan
8) tenaga pendidikan konservasi;
g. memiliki fasilitas kantor pengelola; dan
h. memiliki fasilitas pengelolaan limbah.
Pasal 10
Kriteria Taman Safari sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf e, terdiri atas:
a. memiliki satwa liar yang dikoleksi sekurang-kurangnya 3 (tiga) kelas taksa baik satwa yang dilindungi, satwa yang tidak dilindungi dan/atau satwa asing;
b. memiliki luas areal sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) hektar;
c. areal pemeliharaan satwa terbuka;
d. pengunjung menggunakan kendaraan yang aman dari jangkauan satwa liar;
e. memiliki sarana pemeliharaan dan perawatan satwa, sekurang-kurangnya terdiri atas:
1) kandang pemeliharaan;
2) kandang perawatan;
3) kandang pengembangbiakan;
4) kandang sapih;
5) kandang peragaan;
6) areal bermain satwa;
7)gudang.......
7) gudang pakan dan dapur;
8) naungan untuk satwa; dan
9) prasarana pendukung pengelolaan satwa yang lain;
f. memiliki fasilitas kesehatan lengkap, sekurang-kurangnya terdiri atas:
1) karantina satwa;
2) rumah sakit hewan;
3) laboratorium; dan
4) koleksi obat.
g. memiliki fasilitas pelayanan pengunjung, sekurang-kurangnya terdiri atas:
1) pusat informasi;
2) toilet;
3) tempat sampah;
4) petunjuk arah;
5) peta dan informasi satwa;
6) parkir;
7) kantin/restoran;
8) toko cindera mata;
9) shelter;
10) loket; dan
11) pelayanan umum.
h. memiliki tenaga kerja permanen sesuai bidang keahliannya, sekurang- kurangnya terdiri atas:
1) dokter hewan;
2) kurator;
3) tenaga paramedis;
4) penjaga/perawat satwa (animal keeper);
5) tenaga keamanan;
6) pencatat silsilah (studbook keeper);
7) tenaga administrasi; dan
8) tenaga pendidikan konservasi.
i. memiliki fasilitas kantor pengelola; dan
j. memiliki fasilitas pengelolaan dan pengolahan limbah.
Pasal 11
Kriteria Taman Satwa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf f terdiri atas :
a. memiliki jenis satwa yang dikoleksi sekurang-kurangnya 2 (dua) kelas taksa;
b. memiliki luas areal sekurang-kurangnya 2 (dua) hektar;
c. memiliki jenis satwa yang dilindungi, satwa yang tidak dilindungi dan/atau satwa asing;
d. memiliki sarana pemeliharaan dan perawatan satwa, sekurang-kurangnya terdiri atas:
1) kandang pemeliharaan;
2) kandang perawatan;
3) kandang pengembangbiakan;
4) kandang sapih;
5) kandang peragaan;
6) areal bermain satwa;
7) gudang pakan dan dapur;
8) naungan untuk satwa; dan
9) prasarana pendukung pengelolaan satwa yang lain;
e.memiliki.......
e. memiliki fasilitas kesehatan, sekurang-kurangnya terdiri atas:
1) karantina satwa;
2) klinik;
3) laboratorium; dan
4) koleksi obat.
f. memiliki fasilitas pelayanan pengunjung, sekurang-kurangnya terdiri atas:
1) pusat informasi;
2) toilet;
3) tempat sampah;
4) petunjuk arah;
5) peta dan informasi satwa;
6) parkir;
7) kantin/restoran;
8) toko cindera mata;
9) shelter;
10)loket; dan
11)pelayanan umum.
g. memiliki tenaga kerja permanen sesuai bidang keahliannya, sekurang- kurangnya terdiri atas:
1) dokter hewan;
2) tenaga paramedis;
3) penjaga/perawat satwa (animal keeper);
4) tenaga keamanan;
5) pencatat silsilah (studbook keeper);
6) tenaga administrasi; dan
7) tenaga pendidikan konservasi.
h. memiliki fasilitas kantor pengelola; dan
i. memiliki fasilitas pengelolaan limbah.
Kriteria Taman Satwa Khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf g, terdiri atas :
a. memiliki satwa yang dikoleksi 1 (satu) jenis tertentu atau 1 (satu) kelas taksa tertentu;
b. memiliki luas areal sekurang-kurangnya 2 (dua) hektar;
c. memiliki jenis satwa yang dilindungi, satwa yang tidak dilindungi dan/atau satwa asing;
d. memiliki sarana pemeliharaan dan perawatan satwa, sekurang-kurangnya terdiri atas:
1) kandang pemeliharaan;
2) kandang perawatan;
3) kandang pengembangbiakan;
4) kandang sapih;
5) kandang peragaan;
6) areal bermain satwa;
7) gudang pakan dan dapur;
8) naungan untuk satwa; dan
9) prasarana pendukung pengelolaan satwa yang lain.
e. memiliki fasilitas kesehatan, sekurang-kurangnya terdiri atas:
1) karantina satwa;
2) klinik; dan
3) koleksi obat.
f.memiliki......
f. memiliki fasilitas pelayanan pengunjung, sekurang-kurangnya terdiri atas:
1) pusat informasi;
2) toilet;
3) tempat sampah;
4) petunjuk arah;
5) peta dan informasi satwa;
6) parkir;
7) kantin;
8) toko cindera mata;
9) shelter;
10) loket; dan
11) pelayanan umum.
g. memiliki tenaga kerja permanen sesuai bidang keahliannya, sekurang- kurangnya terdiri atas:
1) dokter hewan;
2) tenaga paramedis;
3) penjaga/perawat satwa (animal keeper);
4) tenaga keamanan;
5) pencatat silsilah (studbook keeper);
6) tenaga administrasi; dan
7) tenaga pendidikan konservasi.
h. memiliki fasilitas kantor pengelola; dan
i. memiliki fasilitas pengelolaan limbah.
Pasal 13
Kriteria Museum Zoologi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf h, terdiri atas :
a. koleksi spesimen satwa dalam keadaan mati;
b. memiliki sarana bangunan dengan luasan yang cukup atau disesuaikan dengan jumlah dan jenis koleksi yang dikelola, dilengkapi dengan fasilitas pengatur temperatur ruangan, dan fasilitas pengunjung;
c. memiliki sarana tempat penyimpanan, tempat preparasi dan preservasi, tempat peragaan dan tempat edukasi;
d. memiliki tenaga kerja permanen sesuai bidang keahliannya, sekurang- kurangnya terdiri atas:
1) tenaga taksidermi;
2) perawat spesimen;
3) tenaga interpreter;
4) tenaga keamanan; dan
5) tenaga administrasi.
e. memiliki fasilitas kantor pengelola.
Kriteria Kebun Botani sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf i, terdiri atas :
a. memiliki koleksi berbagai jenis tumbuhan liar;
b. memiliki sarana pendukung pengelolaan, sekurang-kurangnya terdiri atas:
1) green house;
2) laboratorium; dan
3) kebun bibit.
c.memiliki.....
c. memiliki tenaga kerja permanen sesuai bidang keahliannya, sekurang- kurangnya terdiri atas:
1) botanis;
2) interpreter;
3) perawat tumbuhan;
4) tenaga keamanan; dan
5) tenaga administrasi.
d. memiliki fasilitas kantor pengelola.
Kriteria Taman Tumbuhan Khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf j, terdiri atas:
a. memiliki koleksi tumbuhan terdiri atas satu famili tertentu;
b. memiliki sarana pendukung pengelolaan minimal, sekurang-kurangnya terdiri atas:
1) green house;
2) laboratorium; dan
3) taman bibit.
c. memiliki tenaga kerja permanen sesuai bidang keahliannya, sekurang- kurangnya terdiri atas:
1) botanis;
2) interpreter;
3) perawat tumbuhan;
4) tenaga keamanan; dan
5) tenaga administrasi.
d. memiliki fasilitas kantor pengelola.
Kriteria Herbarium sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf k, terdiri atas :
a. memiliki koleksi spesimen tumbuhan liar dalam bentuk herbarium;
b. memiliki sarana bangunan dengan luasan yang cukup atau disesuaikan dengan jumlah dan jenis koleksi yang dikelola, dan dilengkapi dengan fasilitas pengatur temperatur ruangan;
c. memiliki sarana tempat penyimpanan, tempat preparasi dan preservasi, tempat peragaan dan tempat edukasi;
d. memiliki tenaga kerja permanen sesuai bidang keahliannya, sekurang- kurangnya terdiri atas:
1) tenaga taksidermi;
2) perawat spesimen;
3) tenaga interpreter;
4) tenaga keamanan; dan
5) tenaga administrasi.
e. memiliki fasilitas kantor pengelola.
BAB......
BAB III
PENGELOLAAN LEMBAGA KONSERVASI UNTUK KEPENTINGAN KHUSUS
Pasal 17
Pengelolaan lembaga konservasi untuk kepentingan khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a, dilakukan melalui kerjasama.
Pasal 18
(1) Kerjasama pengelolaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 dapat dilakukan dengan mitra kerja.
(2) Mitra kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan badan hukum yang berbentuk:
a. badan usaha milik negara;
b. badan usaha milik swasta;
c. lembaga swadaya masyarakat;
d. lembaga penelitian yang kegiatannya meliputi penelitian tumbuhan dan satwa;
e. lembaga pendidikan formal; atau
f. yayasan.
Pasal 19
Tata cara kerjasama pengelolaan lembaga konservasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
BAB IV
PENGELOLAAN LEMBAGA KONSERVASI UNTUK KEPENTINGAN UMUM
Bagian Kesatu Umum
Pasal 20
(1) Pengelolaan lembaga konservasi untuk kepentingan umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf b dilakukan melalui izin.
(2) Izin lembaga konservasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh Menteri.
Pasal 21
Permohonan izin lembaga konservasi untuk kepentingan umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 dapat diajukan oleh :
a. badan usaha milik negara;
b. badan usaha milik daerah;
c. badan usaha milik swasta;
d. lembaga penelitian yang kegiatannya meliputi penelitian tumbuhan dan satwa;
e. lembaga pendidikan formal;
x. xxxxxxxx; atau
g. yayasan.
Bagian.....
Bagian Kedua Tata Cara Perizinan
(1) Permohonan izin lembaga konservasi diajukan pemohon kepada Menteri dengan tembusan disampaikan kepada:
a. Direktur Jenderal;
b. Gubernur setempat, untuk areal lembaga konservasi yang berada di wilayah DKI Jakarta dan/atau lembaga konservasi yang berlokasi di 2 (dua) kabupaten/kota atau lebih;
c. Bupati/Walikota setempat; dan
d. Kepala Balai Besar/Balai Konservasi Sumber Daya Alam setempat.
(2) Permohonan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilengkapi dengan dokumen, yang terdiri atas:
x. xxxan pertimbangan bupati/walikota setempat;
b. saran pertimbangan gubernur setempat untuk areal lembaga konservasi yang berada di wilayah DKI Jakarta dan/atau lembaga konservasi yang berlokasi di 2 (dua) kabupaten/kota atau lebih;
c. berita acara persiapan teknis dan rekomendasi dari kepala balai besar/balai konservasi sumber daya alam setempat;
d. proposal dan site plan;
e. surat izin tempat usaha (SITU);
f. nomor pokok wajib pajak (NPWP);
g. akte pendirian badan usaha bidang konservasi atau akte pendirian yayasan/koperasi bidang konservasi;
h. kartu tanda penduduk atau identitas pemohon;
i. bukti kepemilikan lahan yang sah dengan luas lahan minimal sesuai dengan bentuk lembaga konservasi, meliputi:
1) hak milik;
2) hak guna usaha;
3) hak pakai; atau
4) hak guna bangunan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai proposal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal.
Bagian Ketiga Penilaian
Pasal 23
(1) Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1), Menteri menugaskan Direktur Jenderal untuk melakukan penilaian atas kelengkapan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (2).
(2) Direktur Jenderal menugaskan Direktur terkait melakukan penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Direktur sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dalam melakukan penilaian dapat melibatkan pihak lain yang kompeten.
Pasal.....
Pasal 24
(1) Dalam hal penilaian terhadap permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 telah memenuhi persyaratan, Direktur dalam tenggat waktu 7 (tujuh) hari kerja, menyampaikan hasil penilaian teknis dan administrasi serta konsep persetujuan prinsip Menteri kepada Direktur Jenderal.
(2) Direktur Jenderal dalam tenggat waktu 10 (sepuluh) hari kerja, menyampaikan rekomendasi penilaian teknis dan administrasi serta konsep persetujuan prinsip pembangunan lembaga konservasi kepada Menteri melalui Sekretaris Jenderal.
(3) Persetujuan prinsip sebagaimana dimaksud pada ayat (2), berlaku selama 2 (dua) tahun dan memuat kewajiban yang harus dilakukan oleh pemohon meliputi :
a. melakukan studi lingkungan;
b. melakukan pembangunan infrastruktur sekurang-kurangnya kantor pengelola, fasilitas kesehatan, dan sarana pemeliharaan spesimen koleksi sesuai site plan;
c. melaporkan kemajuan proses sebagaimana huruf a dan b.
Pasal 25
(1) Berdasarkan hasil penilaian terhadap permohonan izin lembaga konservasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 tidak memenuhi persyaratan teknis dan administrasi, Direktur Jenderal dalam tenggat waktu 10 (sepuluh) hari kerja, menyampaikan surat pemberitahuan kepada pemohon untuk melengkapi persyaratan.
(2) Dalam hal kelengkapan persyaratan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dipenuhi dalam tenggat waktu 30 (tiga puluh) hari kerja, Direktur Jenderal menyampaikan surat penolakan kepada pemohon.
(3) Dalam hal persyaratan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah dipenuhi oleh pemohon, permohonan diproses sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24.
Pasal 26
(1) Sekretaris Jenderal setelah menerima rekomendasi penilaian teknis dan administrasi serta konsep persetujuan prinsip pembangunan Lembaga Konservasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2), dalam tenggat waktu 10 (sepuluh) hari kerja melakukan penelaahan dari aspek hukum.
(2) Dalam hal permohonan dinilai tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Sekretaris Jenderal dalam tenggat waktu 10 (sepuluh) hari kerja, menyampaikan surat pemberitahuan kepada Direktur Jenderal agar pemohon dapat melengkapi persyaratan.
(3)Dalam.....
(3) Dalam hal persyaratan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dinilai memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (2), permohonan diproses lebih lanjut.
(4) Berdasarkan hasil penelaahan dari aspek hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dalam tenggat waktu 10 (sepuluh) hari kerja, Sekretaris Jenderal menyampaikan konsep persetujuan prinsip pembangunan Lembaga Konservasi kepada Menteri.
(5) Menteri dalam tenggat waktu 7 (tujuh) hari kerja setelah menerima konsep persetujuan prinsip pembangunan Lembaga Konservasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4), menandatangani persetujuan prinsip pembangunan lembaga konservasi.
(6) Persetujuan prinsip Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dalam tenggat waktu 5 (lima) hari kerja disampaikan kepada pemohon melalui Sekretaris Jenderal.
Pasal 27
(1) Berdasarkan persetujuan prinsip sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (6), Kepala UPT melakukan evaluasi perkembangan pemenuhan kewajiban pemohon dan menyampaikan rekomendasi untuk penetapan izin lembaga konservasi kepada Direktur Jenderal dengan melampirkan:
a. dokumen studi lingkungan yang telah disahkan pejabat yang berwenang; dan
b. berita acara pemeriksaan sarana prasarana yang telah dibangun sesuai site plan.
(2) Direktur Jenderal melakukan penilaian terhadap pemenuhan seluruh kewajiban pemohon sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Dalam hal pemohon telah memenuhi seluruh kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal dalam tenggat waktu 10 (sepuluh) hari kerja, menyampaikan rekomendasi penilaian teknis dan administrasi serta konsep Keputusan Menteri tentang Izin Lembaga Konservasi kepada Menteri melalui Sekretaris Jenderal.
(4) Dalam hal pemohon tidak memenuhi seluruh kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dalam tenggat waktu 10 (sepuluh) hari kerja, Direktur Jenderal menyampaikan surat penolakan kepada pemohon.
(5) Sekretaris Jenderal setelah menerima penilaian teknis dan administrasi serta konsep Keputusan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dalam tenggat waktu 10 (sepuluh) hari kerja melakukan penelaahan dari aspek hukum.
(6) Berdasarkan hasil penelaahan dari aspek hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (5), dalam tenggat waktu 10 (sepuluh) hari kerja, Sekretaris Jenderal menyampaikan konsep Keputusan Menteri tentang Izin Lembaga Konservasi kepada Menteri.
(7)Menteri......
(7) Menteri dalam tenggat waktu 7 (tujuh) hari kerja setelah menerima konsep Keputusan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (6), memberikan Izin Lembaga Konservasi.
(8) Izin Lembaga Konservasi sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dalam tenggat waktu 5 (lima) hari kerja disampaikan kepada pemohon melalui Sekretaris Jenderal.
Bagian Keempat
Jangka Waktu dan Perpanjangan Izin Pasal 28
(1) Izin lembaga konservasi untuk kepentingan umum diberikan untuk jangka waktu 30 (tiga puluh) tahun dan dapat diperpanjang berdasarkan hasil penilaian yang dilakukan oleh Direktur Jenderal.
(2) Perpanjangan izin lembaga konservasi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diajukan oleh pemegang izin kepada Menteri selambat-lambatnya 1 (satu) tahun sebelum jangka waktu izin lembaga konservasi berakhir.
(3) Tata cara perpanjangan izin lembaga konservasi sesuai dengan prosedur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22.
Bagian Kelima Larangan
Pasal 29 Setiap pemegang izin lembaga konservasi dilarang:
a. memindahtangankan izin lembaga konservasi kepada pihak lain;
b. menjual koleksi spesimen tumbuhan dan satwa liar;
c. melakukan pertukaran koleksi spesimen tumbuhan dan satwa liar tanpa izin;
d. melakukan persilangan antar jenis tumbuhan dan satwa yang menjadi koleksinya;
e. melakukan perkawinan satwa dalam satu kekerabatan (inbreeding);
f. memperagakan satwa yang sedang bunting, sakit, dan abnormal; dan
g. mentelantarkan satwa atau mengelolala satwa yang tidak sesuai dengan etika dan kesejahteraan satwa.
Bagian Keenam Hak dan Kewajiban
Pasal 30
(1) Pemegang izin lembaga konservasi untuk kepentingan umum berhak :
a. memperoleh koleksi jenis tumbuhan atau satwa liar sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan;
b. memanfaatkan hasil pengembangbiakan tumbuhan atau satwa liar sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan;
c.bekerja......
c. bekerja sama dengan lembaga konservasi lain di dalam atau di luar negeri, antara lain untuk pengembangan ilmu pengetahuan, tukar menukar jenis tumbuhan dan satwa liar, peragaan, dan peminjaman satwa liar dilindungi ke luar negeri untuk kepentingan pengembangbiakan (breeding loan) sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan;
d. memperagakan jenis tumbuhan dan satwa liar di dalam areal pengelolaannya dan di luar areal pengelolaannya sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan;
e. memperoleh manfaat hasil penelitian jenis tumbuhan dan satwa liar; dan
f. menerima imbalan atas jasa kegiatan usahanya.
(2) Pemegang izin lembaga konservasi untuk kepentingan umum berkewajiban:
a. membuat rencana karya pengelolaan (RKP) 30 (tiga puluh) tahun dalam waktu paling lambat 1 (satu) tahun sejak diterimanya izin;
b. membuat rencana karya lima tahun (RKL);
c. membuat rencana karya tahunan (RKT);
d. melakukan penandaan atau sertifikat terhadap spesimen koleksi tumbuhan dan satwa liar yang dipelihara;
e. membuat buku daftar silsilah (studbook) masing-masing jenis satwa yang hidup;
f. mengelola intensif lembaga konservasi, yang meliputi kegiatan: memelihara, merawat, memperbanyak tumbuhan liar dan mengembangbiakan jenis satwa liar sesuai dengan etika dan kesejahteraan satwa;
g. memperkerjakan tenaga ahli sesuai dengan bidangnya;
h. memberdayakan masyarakat setempat;
i. melakukan pemeriksaan kesehatan satwa koleksi secara reguler dan pencegahan penularan penyakit;
j. melakukan upaya pengamanan dan menjaga keselamatan pengunjung, petugas serta tumbuhan dan satwa liar;
k. melakukan pengelolaan limbah dan tata kelola lingkungan;
l. membuat dan menyampaikan laporan triwulan secara regular mengenai perkembangan pengelolaan tumbuhan dan satwa kepada Direktur Jenderal dengan tembusan Kepala Balai Besar/Balai Konservasi Sumber Daya Alam setempat;
m. membayar pungutan penerimaan negara bukan pajak sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
n. mengkoleksi spesies asli indonesia sekurang-kurangnya 50% (lima puluh per seratus) dari jumlah total koleksi tumbuhan dan satwa liar.
Pasal 31
Ketentuan dan tata cara penyusunan RKP, RKL dan RKT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2) huruf a, huruf b, dan huruf c diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal.
BAB.....
BAB V
PEROLEHAN TUMBUHAN DAN SATWA LIAR
Bagian Kesatu
Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar Pasal 32
(1) Tumbuhan dan satwa liar untuk koleksi lembaga konservasi terdiri atas:
a. tumbuhan dan satwa liar asli Indonesia yang selanjutnya disebut tumbuhan dan satwa liar; dan
b. tumbuhan dan satwa liar bukan asli Indonesia yang selanjutnya disebut tumbuhan dan satwa liar asing.
(2) Lembaga konservasi untuk kepentingan umum dapat memperoleh jenis tumbuhan atau satwa liar untuk koleksi melalui:
a. penyerahan melalui Pemerintah terhadap tumbuhan dan satwa liar hasil sitaan dan/atau penyerahan sukarela dari masyarakat;
b. hibah, pemberian atau sumbangan dari lembaga konservasi dalam negeri dan luar negeri;
c. tukar menukar atau peminjaman untuk kepentingan pengembangbiakan (breeding loan) antara lembaga konservasi dalam negeri dengan lembaga konservasi dalam negeri atau lembaga konservasi dalam negeri dengan lembaga konservasi luar negeri;
x. xxxxambilan satwa dari instalasi konservasi satwa yang dikelola Pemerintah, antara lain pusat latihan satwa khusus dan pusat penyelamatan satwa;
e. pembelian bagi jenis yang tidak dilindungi dengan cara dan dari sumber yang sah;
f. pengambilan atau penangkapan dari alam dengan mekanisme izin; dan
g. hasil evakuasi dari bencana alam dan/atau penyelamatan akibat konflik.
(3) Lembaga konservasi untuk kepentingan khusus dapat memperoleh jenis satwa liar melalui:
a. penyerahan melalui Pemerintah terhadap satwa liar hasil upaya penegakan hukum, penyerahan secara sukarela dari masyarakat, akibat bencana alam, dan/atau akibat konflik; dan
b. hibah, pemberian atau sumbangan satwa liar dari lembaga konservasi dalam negeri dan/atau dari lembaga konservasi luar negeri untuk kepentingan konservasi in-situ, penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan.
(4) Tata cara memperoleh koleksi jenis tumbuhan dan satwa liar untuk lembaga konservasi diatur dengan Peraturan Menteri tersendiri.
Bagian......
Bagian Kedua Pemanfaatan Tumbuhan dan Satwa Liar
Pasal 33
(1) Jenis tumbuhan dan satwa liar koleksi lembaga konservasi untuk kepentingan umum dapat dimanfaatkan untuk kepentingan:
a. pengembangbiakan yang terkontrol;
b. penelitian dan pendidikan;
c. pertukaran;
d. peminjaman jenis satwa liar dilindungi untuk kepentingan pengembangbiakan (breeding loan);
e. peragaan; dan
f. pelepasliaran ke habitat alam.
(2) Jenis tumbuhan dan satwa liar koleksi lembaga konservasi untuk kepentingan khusus dapat dimanfaatkan untuk kepentingan:
a. penelitian dan pendidikan;
b. pelepasliaran ke habitat alam; dan
c. bagi satwa liar yang tidak dapat dilepasliarkan ke habitat alam, dapat disalurkan kepada lembaga konservasi untuk kepentingan umum sebagai sumber induk atau koleksi.
Pasal 34
Pemanfaatan spesimen untuk pengembangbiakan terkontrol sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1) huruf a, dilakukan lembaga konservasi untuk kepentingan umum sesuai dengan rencana pengelolaan koleksi.
Pasal 35
(1) Penelitian dan pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1) huruf b dan ayat (2) huruf b, dapat dilakukan terhadap satwa hidup maupun mati oleh peneliti dari dalam negeri atau luar negeri.
(2) Penelitian dan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), hanya dapat dilakukan oleh peneliti dari lembaga konservasi atau lembaga pendidikan formal.
(3) Ketentuan dan tata cara permohonan izin untuk penelitian dan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sesuai peraturan perundang- undangan.
Pasal 36
(1) Pertukaran jenis tumbuhan dan satwa liar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1) huruf c, hanya dapat dilakukan antar lembaga konservasi dengan lembaga konservasi di dalam negeri atau luar negeri, dengan ketentuan:
a. untuk mempertahankan atau meningkatkan populasi, memperkaya keanekaragaman jenis, penelitian dan ilmu pengetahuan, dan/atau penyelamatan jenis;
b.jenis......
b. jenis tumbuhan dan satwa tersebut sudah dipelihara atau merupakan koleksi unit lembaga konservasi; dan
c. antara jenis tumbuhan dengan tumbuhan atau satwa dengan satwa.
(2) Pertukaran jenis tumbuhan dan satwa dengan lembaga konservasi luar negeri selain memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), juga didasarkan atas keseimbangan nilai konservasi dan jumlah jenisnya.
(3) Pertukaran jenis tumbuhan dan satwa liar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri tersendiri.
Pasal 37
(1) Kegiatan peminjaman jenis satwa liar dilindungi untuk kepentingan pengembangbiakan (breeding loan) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 pada ayat (1) huruf d, hanya dapat dilakukan antar lembaga konservasi dengan lembaga konservasi baik dalam maupun luar negeri, dengan ketentuan:
a. untuk kepentingan pengembangbiakan (breeding) non-komersial;
b. jenis satwa koleksi di lembaga konservasi yang merupakan keturunan pertama (F1) atau keturunan berikutnya;
c. untuk peminjaman ke lembaga konservasi luar negeri wajib mendapat dukungan persetujuan (endorsement) atau informasi permohonan peminjaman jenis satwa dari pihak Pemerintah melalui perwakilan diplomatik (diplomatic channel); dan
d. jenis satwa dan hasil keturunannya yang dipinjamkan ke lembaga konservasi luar negeri status satwanya tetap menjadi milik Pemerintah Republik Indonesia.
(2) Peminjaman jenis satwa liar dilindungi untuk kepentingan pengembangbiakan (breeding loan) sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan dalam bentuk izin yang diberikan oleh Menteri.
(3) Lembaga konservasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus terlebih dahulu membuat kesepakatan bersama (Memorandum of Understanding) yang dituangkan dalam naskah perjanjian kerjasama dengan jangka waktu 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang setelah dilakukan evaluasi oleh Direktur Jenderal.
(4) Ketentuan lebih lanjut peminjaman jenis satwa liar dilindungi untuk kepentingan pengembangbiakan (breeding loan) diatur dengan Peraturan Menteri tersendiri.
Pasal 38
(1) Peragaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1) huruf e, dapat dilakukan oleh lembaga konservasi.
(2) Peragaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan di dalam maupun di luar lembaga konservasi baik di dalam maupun di luar negeri.
(3) Tata cara peragaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Xxxaturan Menteri tersendiri.
Pasal......
Pasal 39
(1) Pelepasliaran ke habitat alam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat
(1) huruf f dan ayat (2) huruf c, dapat dilakukan oleh lembaga konservasi.
(2) Tata cara pelepasliaran ke habitat alam sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diatur dengan Xxxaturan Direktur Jenderal.
Pasal 40
(1) Satwa liar yang tidak dapat dilepasliarkan ke habitat alam dari lembaga konservasi untuk kepentingan khusus dalam bentuk Pusat Penyelamatan Satwa dan Pusat Rehabilitasi Satwa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (2) huruf c dapat disalurkan/diberikan kepada lembaga konservasi untuk kepentingan umum.
(2) Penyaluran/Pemberian Satwa liar yang tidak dapat dilepasliarkan ke habitat alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai peraturan perundang-undangan.
BAB VI
PEMBINAAN DAN PENILAIAN LEMBAGA KONSERVASI
Bagian Kesatu Pembinaan
Pasal 41
(1) Direktur Jenderal melalui Direktur dan Kepala UPT melakukan pembinaan kepada lembaga konservasi.
(2) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi aspek:
a. teknis,
b. administrasi; dan
c. pemanfaatan.
Pasal 42
(1) Pembinaan aspek teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (2) huruf a meliputi:
a. fasilitas sarana dan prasarana kantor pengelola dan pengelolaan satwa;
b. kesehatan satwa dan fasilitas sarana dan prasarana kesehatan satwa;
c. sumber daya manusia;
d. penerapan etika dan kesejahteraan satwa termasuk penerapan bio- safety dan bio-security;
e. program pengembangbiakan terkontrol;
f. pengunjung dan fasilitas sarana dan prasarana pengunjung;
g. komponen teknis yang tertuang dalam kewajiban pemegang izin; dan
h. implementasi program dan kegiatan yang tertuang dalam stuktur dokumen perencanaan (RKP, RKL dan RKT).
(2)Pembinaan.....
(2) Pembinaan aspek administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (2) huruf b meliputi:
a. perizinan;
b. sistem pendataan koleksi termasuk studbook keeper;
c. pelaporan pengelolaan tumbuhan dan satwa;
d. kerjasama kemitraan;
e. stuktur dokumen perencanaan (RKP, RKL dan RKT); dan
f. catatan medis (medical record).
(3) Pembinaan aspek pemanfaatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (2) huruf c meliputi :
a. peragaan;
b. tukar-menukar;
c. peminjaman koleksi tumbuhan dan satwa liar untuk pengembangbiakan (breeding loan);
d. pelepasliaran; dan
e. penelitian dan pendidikan.
(4) Pembinaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (2) dilakukan paling sedikit 1 (satu) kali dalam setahun.
Bagian Kedua Penilaian
Pasal 43
(1) Direktur Jenderal melakukan penilaian terhadap lembaga konservasi melalui:
a. penilaian secara internal (self assement); dan
b. penilaian secara eksternal.
(2) Penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b, dilakukan untuk:
a. mendorong lembaga konservasi untuk terus menerus meningkatkan pengelolaan dan mempertahankan mutu pengelolaan;
b. menetapkan, memelihara dan meningkatkan standar operasional pengelolaan lembaga konservasi melalui proses evaluasi yang dilakukan secara internal (self assessment) dan secara eksternal;
c. meningkatkan kesejahteraan satwa secara khusus; dan
d. meningkatkan peran lembaga konservasi dalam kegiatan konservasi dan pemberdayaan masyarakat.
(3) Dalam melakukan penilaian secara eksternal terhadap lembaga konservasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, Direktur Jenderal membentuk tim.
(4) Hasil penilaian tim sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan kepada Direktur Jenderal.
(5) Dalam hal hasil penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dengan nilai predikat di atas memenuhi standar, Direktur Jenderal memberikan sertifikat hasil penilaian.
(6)Dalam.....
(6) Dalam hal hasil penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dengan nilai predikat tidak memenuhi standar, Direktur Jenderal melalui Direktur dan Kepala UPT melakukan pembinaan intensif.
(7) Proses penilaian terhadap lembaga konservasi dilakukan paling lambat 3 (tiga) tahun sejak diterimanya izin.
(8) Pedoman penilaian lembaga konservasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal.
BAB VIII SANKSI
Pasal 44
Pemegang izin lembaga konservasi untuk kepentingan umum yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 dan Pasal 30 ayat (2) dapat dikenakan sanksi administratif berupa :
a. penghentian sementara pelayanan administrasi;
b. denda; dan
c. pencabutan izin.
Pasal 45
Sanksi penghentian sementara pelayanan administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 huruf a dikenakan bagi lembaga konservasi untuk kepentingan umum yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat
(2) huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, huruf f, huruf g, huruf h, huruf i, huruf j, huruf k, huruf l dan huruf m atau larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 huruf f.
Pasal 46
(1) Sanksi denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 huruf b dikenakan bagi lembaga konservasi untuk kepentingan umum yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2) huruf n;
(2) Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku juga atas pelanggaran karena kelalaiannya yang menyebabkan kematian satwa.
(3) Pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 47
Sanksi pencabutan izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 huruf c dikenakan bagi lembaga konservasi yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e dan huruf g.
Pasal......
Pasal 48
(1) Pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 dilakukan setelah diberikan peringatan tertulis dari Direktur Jenderal atas nama Menteri sebanyak 3 kali berturut-turut dengan jangka waktu masing- masing 30 (tiga puluh) hari kerja.
(2) Peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan penilaian atau hasil pemeriksaan Tim yang dibentuk oleh Direktur Jenderal.
BAB IX HAPUSNYA IZIN
Pasal 49
Izin lembaga konservasi untuk kepentingan umum berakhir apabila :
a. jangka waktu izin berakhir dan tidak diperpanjang;
b. diserahkan kembali oleh pemegang izin kepada Menteri sebelum izin berakhir; dan
c. dicabut oleh Menteri sebagai sanksi pelanggaran.
Pasal 50
(1) Dengan berakhirnya izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49, jenis tumbuhan dan/atau satwa liar yang dilindungi yang dikelola pemegang izin wajib dikembalikan kepada Negara.
(2) Pengembalian jenis tumbuhan dan satwa liar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan kepada lembaga konservasi dengan persetujuan Menteri.
BAB X
PERUBAHAN BENTUK, PERPINDAHAN DAN PERLUASAN LOKASI LEMBAGA KONSERVASI UNTUK KEPENTINGAN UMUM
Bagian Kesatu Perubahan Bentuk
Pasal 51
Permohonan untuk perubahan bentuk lembaga konservasi diproses sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20, Pasal 21, Pasal 22 dan disertai dokumen studi lingkungan.
Bagian......
Bagian Kedua Perpindahan Lokasi
Pasal 52
Permohonan untuk perpindahan lokasi lembaga konservasi diproses sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 sampai dengan Pasal 27.
Bagian Ketiga Perluasan Lokasi
Pasal 53
(1) Perluasan lokasi lembaga konservasi diproses melalui permohonan yang diajukan oleh pemohon kepada Menteri dengan tembusan kepada:
a. Direktur Jenderal;
b. Kepala balai besar/balai konservasi sumber daya alam setempat.
(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilengkapi dengan :
a. berita acara persiapan teknis dan rekomendasi dari kepala balai besar/balai konservasi sumber daya alam setempat;
b. dokumen studi lingkungan;
c. lokasi/lahan menyatu atau tidak terpisah sesuai dengan dokumen SITU; dan
d. memiliki bukti kepemilikan lahan yang sah.
Pasal 54
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 telah dipenuhi, Menteri menerbitkan revisi izin lembaga konservasi.
BAB XI KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 55
Dengan ditetapkannya Xxxaturan Menteri Kehutanan ini, maka terhadap permohonan izin lembaga konservasi wajib menyesuaikan dengan ketentuan dalam Peraturan ini.
BAB.....
-28-
BAB XII PENUTUP
Pasal 56
Pada saat Peraturan Menteri Kehutanan ini mulai berlaku, maka Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.53/Menhut-II/2006 tentang Lembaga Konservasi sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.1/Menhut-II/2007, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 57
Peraturan Menteri Kehutanan ini berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahui, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri Kehutanan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 24 Juli 2012
MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
XXXXXXXX XXXXX
Diundangkan di Jakarta pada tanggal 25 Juli 2012
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
XXXX XXXXXXXXX
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2012 NOMOR 747