SKRIPSI
SKRIPSI
ANALISIS TERJADINYA WANPRESTASI ATAS PERJANJIAN GADAI SAWAH
OLEH :
Xxxx Xxx Xxxxx 040 2018 0833
Di ajukan sebagai salah satu tugas akhir dalam rangka penyelesaian studi
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR 2023
i
HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI
Diterangkan bahwa skripsi tersebut dibawah ini :
Nama : Xxxx Xxx Xxxxx
Stambuk 040 20180833
Jurusan/Program Studi : Ilmu Hukum
Judul : Analisis Terjadinya Wanprestasi Atas Perjanjian Xxxxx Xxxxx
Telah ditetapkan didepan majelis penguji pada tanggal … Februari 2023 dan Dinyatakan lulus oleh :
1. Xx. X . Xxxx Xxxxx, SH,MH (… )
Pembimbing I
2. Xx.Xxxxxxx SH,. MH (… )
Pembimbing II
3. .Xx. Xxxxx Xxxxx XX,.MH (… )
Penguji I
4. Hj. Xxxxxxxxx R, SH,.MH (… )
Penguji II
II
PENGESAHAN SKRIPSI
Analisis Terjadinya Wanprestasi Atas Perjanjian Gadai Sawah Disusun dan diajukan oleh:
XXxx Xxx Xxxxx 04020180833
Telah dipertahankan dihadapan Panitia Ujian Skripsi Pada Program Studi Sarjana Ilmu Hukum Fakultas Hukum Unversitas Muslim Indonesia
Pada, … Februari 2023 Dan dinyatakan diterima
Makassar, Februari 2023
Disetujui,
Pembimbing I Pembimbing II
Dr.Hj. X. Xxxxx SH,.MH Xx. Xxxxxxx SH,. MH
Mengetahui
Dekan
Xxxx. Xx. X. Xx xxx Husen, S.H.,X.X. XXXx. 104860192
III
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Diterangkan bahwa ujian Skripsi di bawah ini:
Nama Mahasiswa : Xxxx Xxx Xxxxx
Nomor Stambuk 040 2018 0833
Program Studi : Ilmu Hukum
Bagian : Hukum Perdata
Judul : Analisis Terjadinya Wanprestasi Atas Perjanjian Xxxxx Xxxxx
Nomor SK Pembimbing : 0126/H.05/FH-UMI/II/2022
Telah diperiksa dan disetujui untuk diajukan dalam ujian Skripsi
Disetujui Oleh
PEMBIMBING I PEMBIMBING II
Dr.Hj. X. Xxxxx SH,.MH Xx. Xxxxxxx SH,. MH
Mengetahui
Ketua Bagian Hukum Perdata
Xx. Xx. Xxxx Xxxxx XX.,MH.
IV
PERSETUJUAN UJIAN SKRIPSI
Menyatakan bahwa skripsi dibawah ini:
Nama : Xxxx Xxx Xxxxx
Stambuk 0420180833
Program studi : Ilmu Hukum Program Kekhususan : Hukum Perdata
Judul : Analisis Terjadinya Wanprestasi Atas Perjanjian Xxxxx Xxxxx
Dikeliuarkan di : Makassar
Pada tanggal : 05 Februari 2023
Dekan,
Xxxx. Xx. X. Xx xxx Husen, S.H.,X.X. XXXx. 104860192
V
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI
Yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama Mahasiswa : Xxxx Xxx Xxxxx
NIM 040 20180833
Bagian : Hukum Perdata
Judul Skripsi/Penelitian : Analisis Terjadinya Wanprestasi Atas Perjanjian
Gadai Sawah
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi saya ini benar merupakan hasil karya sendiri, bukan merupakan hasil plagiasi terhadap karya ilmiah orang lain. Apabila di kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan bahwa sebagian atau keseluruhan dari skrpisi ini merupakan hasil plagiasi, maka saya bersedia menerima sanksi karena perbuatan tersebut.
Makassar, Februari 2023 Yang menyatakan,
Xxxx Xxx Xxxxx
VI
KATA PENGANTAR
مِ ٌحرَّ لا ن
مٰ حْ رَّ لا
مِ س
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat Rahmat dan Karunia Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Xxxxxxxx beserta salam semoga senantiasa terlimpah curahkan kepada Xxxx Xxxxxxxx XXX, kepada keluarganya, sahabatnya, hingga kepada umatnya hingga akhir zaman ini, amin. Sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi meski dalam wujud yang sangat sederhana, yang berjudul “AnalisisTerjadinya Wanprestasi Atas Perjanjian Gadai Sawah ”Penulisan skripsi ini diajukan untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana pada Program Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Muslim Indonesia.
Penyusunan skripsi ini merupakan hasil dari kerja keras dan usaha maksimal dari penulis sebagai tantangan dan rintangan, tetapi berkat ketekunan, ketabahan, dan keinginan untuk maju meraih keberhasilan maka semuanya itu dapat diatasi dan walaupun terdapat kekurangan dan kesalahan, itu tidak lebih dari konsekuensi logis dari sifat keterbatasan yang melekat pada diri manusia.
Dengan segala kerendahan hati, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu penulis dengan senang hati dan
tangan terbuka senantiasa mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun demi kesempurnaan skripsi ini Pertama-tama, penulis menyampaikan rasa terima kasih yang terdalam dan tak terhingga kepada Kedua orang tuaku tercinta, Ibunda Xx Xxxxxx dan ayah handa X. Xxx. Fadlin Fk , S.Pd MH yang selama ini memberikan dukungan yang sangat luar biasa kepada penulis baik dukungan moral maupun materil, yang selama pembuatan skripsi ini rela mendengar segala curhatan penulis memberikan solusi jika penulis mengalami masalah, yang setiap hari menelpon penulis hanya untuk memberikan semangat dan mengingatkan penulis untuk menjaga kesehatan, dan teramat lagi doa mereka yang tak ada henti-hentinya buat penulis.
Penulis yakin bahwa penyelesaian skripsi ini tidak dapat terwujud tanpa dukungan, bimbingan, bantuan baik moril maupun materil dari berbagai pihak. Olehnya itu dengan penuh keikhlasan dan kerendahan hati penulis mengucapkan rasa terima kasih dan hormat kepada :
1. Bapak Prof.Xx.X.Xxxxx Xxxxxxx,SE.,X.Xx selaku Rektor Universitas Muslim Indonesia.
2. Bapak Prof.Dr., X. Xxxxx Xxxxx X.X.,M.H. selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Muslim Indonesia.
3. Ibu Xx. Xx. Xxxx Xxxxx XX,.MH Selaku pembimbing 1 dengan ikhlas memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis.
4. Ibu Dr. Xx. Xxxxxxx SH,.MH selaku pembimbing 2 yang dengan ikhlas memberikan bimbingan, arahan, petunjuk dan masukan dalam menyelesaikan skripsi ini. Kerelaan beliau dalam mengorbankan waktu, tenaga, dan pemikiran yang merupakan salah satu faktor terwujudnya skripsi ini.
5. Bapak Xx. Xxxxx Xxxxx ,.MH selaku tim penguji yang telah memberikan saran dan kritikan.
6. Ibu Hj. Dinaryati R, SH,.MH selaku tim penguji yang telah memberikan kritik dan saran yang membangun dalam menyempurnkan skripsi ini.
7. Ibu Xx. Xx. Xxxx Xxxxx XX,. MH selaku ketua Bagian Hukum Perdata, Bapak dan ibu Xxxxx serta staf FH-UMI yang telah membina, mengarahkan, dan memberi ilmu sehingga penulis dapat meyelesaikan studi dan skripsi ini.
8. Bapak/Ibu Dosen Program Studi Ilmu Hukum yang telah memberikan bekal pengetahuan dan keterampilan.
9. Teman-teman KKPH angkatan XXVII Kantor Pengadilan Agama Maros Kelas I B.
10. Sahabat-sahabat penulis Xxxx Xxxxx, Xxxx Xxxxx dan Xxxxxxxx Ma’wah, dan yang berada di Fakultas Hukum Universitas Muslim Indonesia yang telah memberikan motivasi kepada penulis sehingga dari awal hingga akhir selalu mengingatkan penulis.
11. Seluruh staf Fakultas Hukum Universitas Muslim Indonesia yang telah membimbing dan membantu penulis selama menyelesaikan studi di FH UMI.
12. Semua pihak yang tidak sempat saya sebutkan satu per satu yang turut membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Harapan penulis mudah-mudahan skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Oleh karena itu kritik dan saran dari para pihak sangat diharapkan karena untuk menunggu sampai sempurna skripsi ini, rasanya tidaklah mudah. Penulis berharap semoga skripsi ini memberi manfaat yang sebesar-besarnya bagi pengembangan wawasan ilmu pengetahuan khususnya dibidang hukum perdata.
Makassar, 8 Februari 2023 Penulis
Xxxx Xxx Xxxxx
ABSTRAK
Xxxx Xxx Xxxxx 040 2018 0833 dengan judul “ AnalisisTerjadinya Wanprestasi Atas Perjanjian Gadai Sawah “ Dibawah bimbingan Hj. X. Xxxxx Sebagai ketua pembimbing dan Xxxxxxx, sebagai anggota pembimbing.
Tujuan Penelitian adalah Untuk mengetahui dan menganalisis faktor yang menyebabkan terjadinya wanprestasi dalam perjanjian gadai sawah dan Untuk mengetahuai dan menganalisis Wanprestasi Dalam Perjanjian Gadai Menurut Kitab Undang- undang Hukum Perdata
Metode penelitian digunakan adalah metode penelitian normatif yaitu yang berlandaskan pada undang- undang dan yurisprudensi. Pendeketan kepada masyarakat yang terkait menggadaikan sawahnya Bahan yang digunakan yaitu bahan hukum primer,dan bahan hukum sekunder. Analisis digunakan untuk mengkaji dan membahas permasalahan yang diteliti oleh penulis pada penelitian ini untuk memperoleh pembahasan dan kesimpulan yang relevan, tepat serta sesuai dengan permasalahan yang diteliti.
Hasil penelitan menimbulkan bahwaFaktor-faktor yang menyebabkan terjadinya wanprestasi dalam perjanjian gadai sawah adalah Permasalahan ekonomi merupakan permasalahan yang sering menyebabkan terjadinya wanprestasi dalam perjanjian gadai tanah sawah di Kab. Majene hal ini dikarenakan terdapat beberapa kebutuhan-kebutuhan pribadi masyarakat, Rasa Kepercayaan Yang Cenderung Lebih Tinggi, Keadaan Memaksa merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya wanprestasi dalam gadai tanah sawah di Kab. Majene. Kurangnya Penerapan Prinsip Kehati-Hatian dalam Menerima Gadai, Tidak Terdapat Jangka Waktu Penebusan Terhadap Tanah Sawah Yang Digadaikan. Xxx Xxxxxx penyelesaian Wanprestasi Dalam Perjanjian Gadai Menurut Kitab Undang- undang Hukum Perdata penyelesaian melalui non-litigasi yakni secara mufakat. Penyelesaian secara Mufakat merupakan pembahasan yang dilakukan para pihak secara bersama- sama untuk mencapai keputusan yang disepakati karena penyebab terjadinya suatu wanprestasi yaitu Adanya kelalaian dari pihak penggadai
,Melaksanakaan tetapi tidak tepat waktu,Melaksanaakan tetapi tidak seperti yang dijanjikan, serta adanya keadaan memaksa dari pihak penggadai
Kata Kunci : Wanprestasi Atas Perjanjian Gadai Tanah
DAFTAR ISI
SAMPUL i
HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ii
PENGESAHAN SKRIPSI ii
PERSETUJUAN UJIAN SKRIPSI iv
PERSETUJUAN PEMBIMBING v
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI vi
KATA PENGANTAR ix
ABSTRAK xii
DAFTAR ISI xiii
BAB I PENDAHULUAN 1
X. Xxxxx Belakang Masalah 1
B. Rumusan Masalah 6
C. Tujuan Penelitian 7
D. Manfaat Penelitian 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 8
X. Xxxxxxan Umum Perjanjian 8
1. Pengertian Perjanjian 8
2. Unsur-Unsur Perjanjian 13
3. Syarat-syarat Perjanjian 14
4. Asas Hukum Perjanjian 16
5. Jenis-Jenis Perjanjian 18
6. Hapusnya Perjanjian 21
7. Prestasi 22
B. Wanprestasi 23
1. Pengertian Wanprestasi 23
2. Bentuk-Bentuk Wanprestasi 25
3. Akibat Wanprestasi 26
C. Tinjauan Umum Gadai 27
1. Pengertian Gadai 27
2. Dasar Hukum Gadai 29
3. Perjanjian Gadai 30
4. Unsur-unsur Gadai 31
5. Subjek Dan Objek Gadai 32
6. Hak Dan Kewajiban Dalam Gaadai 35
BAB III METODE PENELITAN 36
A. Tipe Penelitian 36
B. Pendekatan Penelitian 36
C. Jenis Dan Sumber Bahan Hukum 37
D. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum 38
E. Analisis Bahan Hukum 38
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 40
A. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya wanprestasi dalam perjanjian gadai sawah 40
X. Xxxxxx penyelesaian Wanprestasi Dalam Perjanjian Gadai Menurut Kitab Undang- undang Hukum Perdata 54
BAB V PENUTUP 60
A. Kesimpulan 60
B. Saran 61
DAFTAR PUSTAKA 62
BAB I PENDAHULUAN
X. Xxxxx Belakang Masalah
Praktik menggadaikan hak atas tanah berdasarkan hukum adat masih berlangsung di Indonesia hingga sekarang ini, khususnya di kalangan masyarakat pedesaan. Gadai tanah sawah dapat diartikan menyerahkan tanah sawah dari penggadai (pemilik tanah) kepada pemegang gadai untuk menerima pembayaran sejumlah uang maupun barang berharga lainnya seperti emas dari pemegang gadai, dengan ketentuan penggadai tetap berhak atas pengembalian tanahnya dengan jalan menebusnya kembali dari pemegang gadai. 1
Menggadaikan hak atas tanah sawah dalam sistem hukum adat berbeda dengan gadai sistem hukum perdata. Pasal 1150 Kitab Undang- Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) menyebutkan bahwa: Gadai adalah suatu hak yang diperoleh seorang berpiutang atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh seorang berutang atau oleh seorang lain atas namanya, dan yang memberikan kekuasaan kepada si berpiutang itu untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan daripada orang berpiutang lainnya, dengan kekeculian biaya
1 (Balgis Lapa dengan, Menggadaikan Hak Atas Tanah Menurut Sistem Hukum Adat Di Indonesia, Lex Administratum, Vol. III/No.1, Edisi Januari-Maret 2015, hlm. 75)
untuk melelang barang tersebut dan biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkannya setelah barang itu digadaikan, biaya-biaya mana harus didahulukan. Prestasi merupakan hal yang harus dilaksanakan dalam suatu perikatan.2
Dalam dua tahun terakhir dunia sedang dilanda oleh sebuah pandemi yang bernama Covid-19. Sebuah virus atau penyakit menular yang bisa mengakibatkan kematian, virus ini juga melanda negara Indonesia sehingga masyarakat banyak yang dirugikan atas musibah ini mulai dari kesulitan dalam menjalani kehidupan, kesulitan dalam kegiatan ekonomi di antaranya pendapatan menurun sehingga berdampak pada tingkat kesejahteraan dalam memenuhi kebutuhan hidup serta melahirkan pula dampak perubahan psikologi masyarakat menengah ke bawah terdampak Covid-19 yang membuat mereka semakin tercekik hingga memiliki praduga akan diberikan bantuan atau santunan dari pihak luar. Salah satu dari beberapa masyarakat akhirnya memilih untuk menggadaikan barang-barang berharga mereka demi menyambung kehidupan.3
Bagi sebagian masyarakat yang sedang bingung atau saat dalam masalah kesulitan ekonomi gadai ini bisa menjadi salah satu alternatif
2 (R. Subekti dan R. Xxxxxxxxxxxxx, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Jakarta: PT. Balai Pustaka, Cet. Ke 41, 2014,)
3 Uliyatul Mu‟awwanah, Xxxx Xxxxxxxx, and Aprilia Sri Utami, „Penguatan Halal Value Chain Dalam Pemasaran Abon Lele Melalui Adaptasi Digital‟, Mujtama’: Jurnal Pengabdian Masyarakat, 2021.1 (2021), 65–73
atau jalan pintas untuk mendapatkan hutang yang berupa pinjaman uang dengan menggadaikan atau menyerahkan barang-barang yang bernilai ekonomis kepada pihak-pihak yang akan memberikan pinjaman hutang kepadanya, namun kegiatan ini akan menimbulkan kerugian jika pihak yang berhutang yang menyerahkan barang berharganya tidak bisa melunasi barang tersebut maka barang yang sudah diserahkan akan hilang atau bisa menjadi milik pihak yang memberi hutang. Maka dari itu jika tidak ingin kehilangan barang yang sudah di gadaikan pihak yang sudah mendapatkan pinjaman hutang harus bisa membayar atau melunasi hutang tersebut sesuai waktu yang sudah di sepakati oleh kedua belah pihak yaitu pihak yang berhutang (yang menyerahkan barang) dan pihak pemberi hutang..
Di dalam Al-Qur’an di syariatkan tentang Rahn atau gadai. Seperti
yang dijelaskan dalam firman Allah swt dalam QS. Al-Baqarah/2: 283.
ۡ˜ نِئف
هَ مِ َأ نِإو
م˜ تُ ىك
ىٰ لَ ع
ز, فَ س
م˜ لَ و
ْاودُ جت
ابٗتِ اك
هَ ٰ زِ ف ۡ
ه تض
ىبُ ق˜ م
مكُ ض
ع˜ ب اض
ع˜ ب
د ؤَ ٌُ ل˜ف
يذِ لَّ ٱ
هَ مِ تُ ؤ˜ٱ هتَ ىَ مَ ٰ َأ ق
تَّ ٌَ ل˜و
ّللٱ بر
ه َلو
ْاىمُ تُ ك˜ ت
دَ هَ ٰ ش
لٱ ة همَ و
اهم˜ تُ ك˜ ٌ
وَّ ئِ ف
ه ثاء
ۡ م ق ب
ل ه و
ّللٱ امَ ب
xxxxxx ع˜ ت
ًلِ ع
ۡ م ٢٨٣
Terjemahnya :
Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu´amalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang). Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia
bertakwa kepada Allah Tuhannya dan janganlah kamu (para saksi) menyembunyikan persaksian.Dan barangsiapa yang menyembunyikannya, maka sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.4
Yang sering terjadi di kalangan masyarakat, bukti perjanjian gadai biasanya hanya berupa kwitansi atau surat pernyataan gadai yang dikeluarkan oleh pihak Desa, yang mana banyak hal-hal yang tidak dicantumkan secara tegas. Dalam Pasal 1339 KUHPerdata menyebutkan bahwa : “Suatu perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas dinyatakan didalamnya, tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat perjanjian, diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan atau undang-undang. Hal tersebut jelas walaupun tidak dinyatakan secara tegas, para pihak tidak boleh melakukan sesuatu yang seharusnya tidak diperbolehkan dalam perjanjian kecuali adanya kesepakatan dari para pihak yang mengikat kontrak tersebut. Sesuai dengan Pasal 1338 ayat (3) menyatakan bahwa : “Suatu perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik”.5
Permasalahan yang sering terjadi dalam perjanjian gadai tanah sawah dikalangan masyarakat adalah ketika pihak pemberi gadai dalam melakukan penebusan terhadap sawahnya yang digadaikan tidak sesuai dengan perjanjian yang telah ditentukan. Misalnya saja Dalam usaha
4 QS. Al-Baqarah/2: 283.
5 Xxxxxx Xxxxxxxx, Seluk Beluk dan Asas-Asas Hukum Perdata, PT Alumni, Bandung, 2006, hlm. 145
pemenuhan kebutuhannya sehari-hari dalam masyarakat khususnya di Lingkungan Leppe Kel. Baurung Kec. Banggae Timur Kab. Majene setiap orang memiliki berbagai cara sesuai dengan perkembangan kehidupan saat ini. Selain dengan pembelian dan peminjaman untuk memenuhi kebutuhannya terdapat cara lain dalam memenuhi kebutuhannya yaitu dengan cara perjanjian menggunakan kegiatan gadai karena Perjanjian dengan menggunakan gadai kelihatannya lebih memberikan kemudahan- kemudahan dibandingkan harus menggunakan pinjaman dari lembaga keuangan khususnya bank.
Adapun dalam gadai yang biasa dilakukan di kab. Majene, salah satunya adalah gadai sawah, karena di Kab. Majene masyarakatnya mayoritas petani. Adapun dalam bentuk perjanjian yang di lakukan oleh sebagian masyarakat Majene yaitu perjanjian tertulis dimana yang dimaksud Perjanjian tertulis yaitu suatu perjanjian yang dibuat oleh parah pihak dalam bentuk tertulis. Salah satu pemicu dari terjadinya gadai sawah di Kab. Majene tersebut ialah adanya kebutuhan yang mendesak tuntutan kebutuhan ekonomi seperti biaya kuliah, rumah sakit dan menutupi uang bank dll.
Pada dasarnya penebusan tanah sawah yang digadaikan haruslah ditebus dengan jumlah yang sama, seperti pada saat perjanjian disepakati. Namun, terkadang hal tersebut tidak dilakukan oleh pihak
pemberi gadai, pihak pemberi gadai tidak mengembalikan sejumlah pinjaman kepada penerima gadai, melainkan mengembalikan sejumlah uang tidak seperti yang ia tukarkan ketika pertama kali perjanjian terjadi sehingga timbullah wanprestasi dari salah satu pihak yang menyepakati perjanjian tersebut.
Berdasarkan pemaparan masalah yang telah dijelaskan sebelumnya, sehingga penulis berkeinginan untuk mengambil penelitian dengan judul “ Analisis Terjadinya Wanprestasi Atas Perjanjian Gadai Sawah “
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan dari latar belakang masalah yang telah dipaparkan, maka rumusan masalah yang akan diangkat pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Faktor-faktor apakah yang menyebabkan terjadinya wanprestasi dalam perjanjian gadai sawah?
2. Bagaimanakah bentuk penyelesaian Wanprestasi Dalam Perjanjian Gadai Menurut Kitab Undang- undang Hukum Perdata?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dipaparkan sebelumnya, maka tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah sebagai berikut:.
1. Untuk mengetahui dan menganalisis faktor yang menyebabkan terjadinya wanprestasi dalam perjanjian gadai sawah.
2. Untuk mengetahuai dan menganalisis Wanprestasi Dalam Perjanjian Gadai Menurut Kitab Undang- undang Hukum Perdata
D. Manfaat Penelitian
Diharapkan penelitian ini mampu memberikan manfaat baik dari segi teoritik maupun juga praktik kepada berbagai pihak.
1. Manfaat Teoritik
Dapat memberikan informasi serta memperluas pengetahuan mengenai kedudukan atau pandangan hukum perdata terhadap hukum perjanjian terjadinya wanprestasi atas gadai sawah Di Kab. Majene.
2. Manfaat Praktik
Diharapkan mampu memberikan kontribusi pemikiran bagi pengembangan ilmu pengetahuan di bidang hukum perdata, khusunya dalam menyelesaikan permasalahan pelaksanaan gadai sawah.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
X. Xxxxxxan Umum Perjanjian
1. Pengertian Perjanjian
Perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada pihak lain atau dimana dua orang atau lebih saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal. Akibat dari perjanjian terciptalah suatu perikatan atau hubungan hukum yang menimbulkan hak dan kewajiban pada masing-masing pihak yang membuat perjanjian tersebut. Dalam hal ini fungsi perjanjian sama dengan perundang-undangan yang mengikat para pihak dan hanya berlaku khusus terhadap para pembuatnya saja. Secara etimologis perjanjian dalam bahasa Arab diistilahkan dengan mu’ahadah ittifa’, atau akad. Dalam bahasa Indonesia dikenal dengan kontrak, perjanjian atau persetujuan yang artinya adalah suatu perbuatan dimana seseorang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap terhadap seseorang lain atau lebih.6
KUHPerdata menyatakan “suatu perjanjian adalah suatu perbuatan yang dengan mana satu orang atau lebih”. Kerjasama ini dengan istilah “kemitraan”,yang artinya adalah “suatu strategi bisnis yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih dalam jangka waktu tertentu
6 Xxxxxxxx Xxxx, Xxxxxxxx Xxxx Xxxxx, Perbankan Syariah: Dasar-Dasar dan Dinamika Perkembangannya di Indonesia, (Cet. II, Jakarta: Rajawali Pers, 2017), h.45
untuk meraih keuntungan bersama dengan prinsip saling membutuhkan dan saling membesarkan”Istilah perjanjian berasal dari bahasa Belanda overeenkomst dan verintenist. Pasal 1313 ayat (1) KUH Perdata, dapat diketahui bahwa suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dimana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih. Dari peristiwa tersebut timbul suatu hubungan antara dua orang atau lebih yang dinamakan perikatan. Dengan demikian, perjanjian merupakan sumber terpenting yang melahirkan perikatan. Selain dari perxxxxxxx, perikatan juga dilahirkan dari undang-undang (pasal 1233 KUH perdata) atau dengan perkataan lain ada perikatan yang lahir dari perjanjian dan perikatan yang lahir dari undang-undang. Pada kenyataannya yang paling banyak adalah perikatan yang dilahirkan dari perjanjian. Dan tiap perikatan adalah untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu atau untuk tidak berbuat sesuatu (1314 KUH perdata)7 Mengenai pembuatan perjanjian, suatu perjanjian dapat dibuat dengan cara yang mana dalam pasal 1314 KUHPerdata menyebutkan bahwa “suatu perjanjian dibuat dengan Cuma-Cuma atau atas beban. Suatu perjanjian dengan Cuma-Cuma adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan suatu keuntungan kepada pihak yang lain, tanpa menerima suatu manfaat bagi dirinya sendiri. Suatu
7 Kumpulan Kitab Undang-Undang dan Hukum ( Citra Media Wacana,2016) h. 287
perjanjian atas beban, adalah suatu perjanjian yang mewajibkan masing-masing pihak memberikan sesuatu, berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu. Sebagaimana disebutkan dalam doktrin lama (teori lama) yang disebut perjanjian adalah perbuatan hukum berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum.
Dalam definisi ini telah tampak adanya asas konsensualisme dan timbulnya akibat hukum (tumbuh/lenyap hak dan kewajiban), kemudian menurut doktrin baru (teori baru) yang dikemukakan Xxx Xxxxx, perjanjian diartikan sebagai suatu hubungan hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum. Alat bukti dalam perkara perdata yaitu menurut pasal 1866 KUHPerdata atau 163 HIR atau 283 RBg terdiri atas:
1. Alat bukti surat.
2. Alat bukti saksi.
3. Persangkaan
4. Pengakuan.
5. Sumpah.
Dengan demikian perjanjian sama dengan persetujuan, yaitu perhubungan yang belum terikat, sedangkan perikatan adalah perhubungan yang telah mengikat. Menurut penulis istilah perjanjian mengandung arti luas yang meliputi persetujuan diluar keperdataan,
misalnya perjanjian internasional dan lain-lainnya, sedangkan istilah perikatan dan persetujuan berada didalam ruang lingkup hubungan keperdataan. Dengan mengadakan perjanjian tiap-tiap pihak mempunyai hak dan kewajiban secara timbal balik. Pihak yang satu mempunyai hak untuk menuntut sesuatu dari pihak yang lain, sedangkan pihak yang lain mempunyai kewajiban untuk memenuhi tuntutan begitu juga sebaliknya. Subyek dalam perjanjian adalah pihak- pihak yang terdapat dalam perjanjian. Dalam hal ini terdapat dua macam subyek, yakni seorang manusia atau suatu badan hukum yang mendapat beban kewajiban atau mendapat beban kewajiban atau mendapat hak atas pelaksanaan kewajiban subyek itu.
Subyek yang berupa seseorang manusia haruslah memenuhi syarat sah untuk melakukan tindakan hukum yaitu sudah dewasa dan tidak berada dibawah pengampuan. Subjek perjanjian dengan sendirinya sama dengan subjek perikatan yaitu kreditur dan debitur yang merupakan subyek aktif-dan pasif. Adapun kreditur maupun debitur tersebut dapat orang perseorangan maupun dalam bentuk badan hukum. Sedangkan objek dalam perjanjian adalah berupa prestasi yang berwujud memberi sesuatu, berbuat sesuatu, dan tidak berbuat sesuatu. Perikatan untuk memberi sesuatu ialah kewajiban seorang untuk memberi atau menyerahlan sesuatu, baik secara yuridis
maupun secara nyata. Perikatan untuk berbuat sesuatu yaitu prestasi dapat berwujud berbuat sesuatu atau melakukan perbuatan yang positif.
Sedangkan perikatan untuk tidak berbuat sesuatu yaitu untuk tidak melakukan perbuatan tertentu yang telah dijanjikan. Dalam hal ini terdapat 3 (tiga) macam objek, yakni :
1. Perjanjian berlaku bagi pihak yang membuat perjanjian.
2. Perjanjian berlaku bagi ahli waris dan mereka yang mendapat hak.
3. Perjanjian berlaku bagi pihak ketiga.
Menurut Xxxxxxxxxx Xxxxxxxx menyebutkan beberapa jenis perjanjian antara lain :
1. Perjanjian Xxxxxx Xxxxx dan Perjanjian Sepihak
a) Perjanjian Timbal balik adalah perjanjian yang memberikan hak dan kewajiban kepada kedua belah pihak. Perjanjian timbal balik adalah pekerjaan yang paling umum terjadi dikalangan masyarakat, misalnya perjanjian jual beli, sewa menyewa, tukar menukar.
b) Perjanjian sepihak adalah perjanjian yang memberikan kewajiban kepada satu pihak dan hak kepada pihak lainnya,
misalnya perjanjian hibah. Hadiah, dimana pihak yang satu berkewajiban
2. Unsur-Unsur Perjanjian
Berikut ini adalah unsur-unsur dari perjanjian sebagai berikut:
a. Esensialia yaitu unsur mutlak yang harus ada dalam perjanjian, tanpa unsur ini perjanjian tidak mungkin ada. yang dimana dimaksud disini bahwa dalam suatu perjanjian haruslah mengandung suatu ketentuan tentang prestasi-prestasi.
b. Naturalia yaitu unsur yang tidak diperjanjikan secara khusus tetapi dengan sendirinya dianggap ada karena sudah melekat pada perjanjian. Dan unsur ini sudah di atur dalam undang- undang namun dapat di buat kesepakatan lain oleh para pihak. Unsur naturalia ini hanya untuk perjanjian-perjanjian tertentu yang dianggap ada kecuali sebaliknya.
c. Accidentalia yaitu unsur perjanjian yang ditambahkan oleh para pihak ketika undang-undang tidak mengatur tentang hal tersebut. Karena tidak diatur dalam undang-undang, maka unsur tersebut harus dimuat secara tegas dalam perjanjian.8
Unsur-unsur yang harus ada dalam perjanjian adalah :
8 Much. Nurachmad, Buku Pintar Memahami dan Membuat Surat Perjanjian, (Cet. I, Jakarta: Visimedia, 2010), h.20
a. Pihak-pihak yang melakukan perjanjian, pihak-pihak dimaksud adalah subjek perjanjian;
b. Consensus antar para pihak;
x. Xxxxx perjanjian;
d. Tujuan dilakukannya perjanjian yang bersifat kebendaan atau harta kekayaan yang dapat dinilai dengan uang; dan
e. Bentuk perjanjian yang dapat berupa lisan maupun tulisan.
Xxx-xxx yang mengikat dalam perxxxxxxx (Pasal 1338, 1339, 1347 BW) adalah :
a. Isi perjanjian;
b. Undang-undang;
c. Kebiasaan;
d. Kepatutan.
3. Syarat-Syarat Sahnya Perjanjian
Perjanjian yang sah artinya perjanjian yang memenuhi syarat yang telah ditentukan oleh undang- undang, sehingga ia diakui oleh hukum (legally concluded contract). Menurut ketentuan Pasal 1320 KUHPdt, syarat- syarat sah perjanjian adalah Syarat-syarat sahnya perjanjian dapat kita temukan dalam suatu ketentuan Pasal 1320 kitab Undang- Undang hukum perdata yang berbunyi:
a) Kesepakatan mereka mengikatkan dirinya;
b) Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
c) Suatu pokok persoalan tertentu;
d) Suatu sebab yang tidak terlarang.
Keempat unsur tersebut selanjutnya, dalam doktrin ilmu hukum yang berkembang, digolongkan dalam:
1) Dua unsur pokok yang menyangkut subyek (pihak) yang mengadakan perjanjian (unsur subyektif);dan
2) Dua unsur pokok lainnya yang berhubungan langsung dengan obyek perjanjian (unsur obyektif).
Unsur subyektif mencakup adanya unsur kesepakatan secara bebas dari para pihak yang berjanji, dan kecakapan dari pihak-pihak yang melaksanakan perjanjian. Sedangkan unsur obyektif meliputi keberadaan dari pokok persoalan yang merupakan obyek yang diperjanjikan, dan causa dari obyek berupa prestasi yang disepakati untuk dilaksanakan tersebut haruslah sesuatu yang tidak dilarang atau diperkenankan menurut hukum. Tidak terpenuhinya salah satu unsur dari keempat unsur tersebut menyebabkan cacat dalam perjanjian, dan perjanjian tersebut diancam dengan kebatalan, baik dalam bentuk dapat dibatalkan (jika terdapat pelanggaran terhadap unsur subyektif), maupun batal demi hukum (dalam hal tidak terpenuhinya unsur
obyektif), dengan pengertian bahwa perikatan lahir dari perjanjian tersebut tidak dapat dipaksakan pelaksanaannya.9
4. Asas Hukum Perjanjian
Asas-asas dalam perikatan berlaku pula sebagai asas-asas perjanjian. Namun dari berbagai literatur dijumpai asas-asas perjanjian yaitu:
a. Asas kepribadian yaitu suatu asas yang menyatakan seseorang hanya boleh melakukan perjanjian untuk dirinya sendiri.
x. Xxxx konsensual/kesepakatan merupakan suatu kontrak sudah sah dan mengikat ketika tercapai kata sepakat, selama syarat- syarat lainnya sudah terpenuhi.
c. Perjanjian batal demi hukum merupakan suatu asas yang menyatakan bahwa suatu perjanjian akan batal demi hukum jika memenuhi syarat objektif.
d. Keadaan memaksa (overmacht) yaitu suatu kejadian yang tak terduga dan terjadi diluar kemampuannya sehingga terbebas dari keharusan membayar ganti kerugian.
e. Asas canseling yaitu suatu asas yang menyatakan bahwa perjajian tidak memenuhi syarat subektif dapat dimintakan pembatalan.
9 Xxxxxxx Xxxxxxx, Xxxxxxx Xxxxxxx, Perikat Yang Lahir dari Perjanjian,( Cet. 1, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003), h.93 – 94
x. Xxxx kebebasan berkontrak artinya para pihak bebas membuat kontrak dan menentukan sendiri isi kontrak tersebut sepanjang tidak bertentangan undang - undang, ketertiban umum dan kebiasaan dan didasari atas itikad baik.
Dengan demikian, asas ini mengandung makna bahwa kedua belah pihak bebas menentukan isi perjanjian, asalkan tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan dan peraturan perundangan. Karena adanya asas kebebasan ini maka dalam praktik ini timbul jenis-jenis perjanjian yang pada mulanya tidak diatur dalam KUHPerdata. Jenis perjanjian inilah yang diatas disebut perjanjian innominatif yang pada umumnya timbul dalam kegiatan bisnis. Perjanjian innominatif adalah perjanjian jual beli kredit,Sewa Guna Usaha, Franchising (Waralaba), dan lain-lain.
g. Asas obligatoir yaitu suatu kontrak dimana yang dimaksudkan disini bahwa setelah sahnya suatu kontrak, maka kontrak tersebut sudah mengikat, tetapi baru sebatas menimbulkan hak dan kewajiban diantara para pihak.
x. Xxxxxxxxxxxxx (Pasal 1345 KUH Perdata) yaitu seseorang yang melakukan pengurusan terhadap benda orang lain tanpa
diminta oleh orang yang bersangkutan maka ia harus mengurusnya sampai selesai.
i. Asas pacta sunt servanda artinya suatu kontak atau perjanjian yang di buat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi para pihak yang membuatnya.10
5. Jenis-Jenis Perjanjian
Jenis-jenis perjanjian adalah sebagai berikut:
a. Perjanjian menurut sumbernya yaitu penggolongan perjanjian didasarkan tempat perjanjian tersebut ditemukan.
b. Perjanjian menurut namanya yaitu berdasarkan kepada nama perjanjian yang tercantum dalam Pasal 1319 KUHPerdata dan artikel 1355 NBW yang menyebutkan bahwa dua macam perjanjian menurut namanya yaitu perjanjian nominaat (bernama) dan perjanjian innominaat(tidak bernama). Yang dimaksud dari perjanjian nominaat (bernama) merupakan perjanjian yang ada dalam KUHPerdata dimana yang termasuk didalamnya yaitu perjanjian jual beli, perjanjian tukar-menukar, perjanjian sewa- menyewa, perjanjian persekutuan perdata, perjanjian hibah, perjanjian penitipan barang, perjanjian pinjam pakai, perjanjian pinjam-meminjam, perjanjian pemberian kuasa, perxxxxxxx
10 Xxxxx, Xxxxxxxx haji, Hukum Keperdataan Dalam Prespektif Hukum Nasional, Perdata(BW),Hukum Islam, dan Hukum Adat ( Cet. 1; Depok: PT RAJA GRAFINDO PERSADA, 2018), h.80 – 81
penanggungan utang, dan perjanjian perdamaian. Sedangkan perjanjian innominaat belum dikenal dalam KUHPerdata. Dimana yang termasuk dalam perjanjian innominaat adalah leasing, sewa beli, franchise, joint venture, perjanjian karya,dan keagenan.
c. Perjanjian timbal balik adalah perjanjian-perjanjian yang menimbulkan hak dan kewajiban pokok kepada para pihak, seperti pada perjanjian jual beli dan perjanjian sewa-menyewa, perjanjian timbal balik.
Perjanjian timbal balik ini dibagi menjadi dua macam yaitu: Perjanjian timbal balik tidak sempurna yaitu perjanjian yang senantiasa menimbulkan hak dan kewajiban bagi para pihak. Disini tampak adanya prestasi-prestasi yang saling seimbang. Perjanjian sepihak yaitu perjanjian yang selalu menimbulkan kewajiban- kewajiban hanya bagi satu pihak, sedangkan menimbulkan hak bagi pihak lainnya. Misalnya perjanjian hibah dan perjanjian penanggungan (borgtocht). Perjanjian cuma-cuma atau perjanjian atas beban merupakan perjanjian ketika pihak yang satu memberikan keuntungan kepada pihak yang lain tanpa menerima suatu manfaat bagi dirinya. Misalnya perjanjian hibah dan perjanjian pinjam pakai. Sementara itu, perjanjian atas beban merupakan perjanjian yang mewajibkan pihak yang satu untuk
melakukan prestasi yang harus dilakukan oleh pihak lain. Contohnya: perjanjian jual beli dan perjanjian sewa menyewa.
d. Perjanjian berdasarkan sifatnya yaitu perjanjian yang didasari pada hak kebendaan dan kewajiban yang ditimbulkan dari adanya perjanjian. Perjanjian ini di bagi menjadi dua macam yaitu:
1) Perjanjian kebendaan adalah suatu perjanjian ketika hak kebendaan ditimbulkan, diubah atau dilenyapkan untuk memenuhi perikatan, sementara itu. Sementara itu;
2) Perjanjian obligatoir adalah perjanjian yang menimbulkan hak dan kewajiban diantara para pihak.
e. Perjanjian pokok dan tambahan dimana perjanjian pokok yaitu perjanjian yang utama, baik individu maupun badan hukum. Sementara itu perjanjian tambahan adalah perjanjian pembebanan hak tanggungan atau fidusia
x. Xxxjanjian berdasarkan aspek larangannya yaitu penggolongan perjanjian dari aspek tidak diperkenankannya para pihak untuk membuat perjanjian yang bertentangan dengan undang-undang kesusilaan dan ketertiban umum.11
6. Hapusnya Perjanjian
11 Xxx Xxxxx Xxxxxxx, Panduan Praktis Membuat Surat – Surat Bisnis Dan Perjanjian( Cet. I; Jakarta: Visimedia, 2013), h.21 – 24.
Perjanjian menurut Xxxx. Xxxxxxx, SH diartikan sebagai suatu peristiwa di mana seorang berjanji kepada seorang lain atau di mana dua orang saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal. Sedangkan dalam ketentuan Pasal 1313 KUH Perdata dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan Perjanjian adalah suatu perbuatan di mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.Hapusnya perjanjian harus benar-benar dibedakan dari hapusnya perikatan, karena suatu perikatan dapat hapus, sedangkan perjanjiannya yang merupakan sumbernya masih tetap ada.
Pada perjanjian jual beli, dengan dibayarnya harga maka perikatan mengenai pembayaran menjadi hapus, sedangkan perjanjiannya belum hapus, karena perikatan mengenai penyerahan barang belum terlaksana. Hanya jika semua perikatan-perikatan dari perjanjian telah hapus seluruhnya, maka perjanjiannya pun akan berakhir.Hal tersebut merupakan hapusnya perjanjian sebagai akibat dari hapusnya perikatan-perikatannya. Sebaliknya hapusnya perjanjian dapat pula mengakibatkan hapusnya perikatan-perikatannya, yaitu apabila suatu perjanjian hapus dengan berlaku surut.
Sebagai akibat dari pembatalan berdasarkan wanprestasi (Pasal 1266 KUH Perdata), maka semua perikatan yang telah terjadi menjadi hapus. Perikatan-perikatan tersebut tidak perlu lagi dipenuhi dan apa
yang telah dipenuhi, harus pula ditiadakan.Selain itu dapat juga terjadi, bahwa perjanjian berakhir atau hapus untuk waktu selanjutanya, jadi kewajiban-kewajiban yang telah ada tetap ada.Dengan pernyataan mengakhiri perjanjian, perjanjian sewa menyewa dapat diakhiri, akan tetapi perikatan untuk membayar uang sewa, atas sewa yang telah dinikmati tidak menjadi hapus karenanya.
Jadi perjanjijian dapat dihapus karena syarat sah di hapusnya suatu perjanjian ialah:
a. Telah tercapainya suatu tujuan.
x. Xxxxx masa berlakunya surat perjanjian.
x. Xxxsetujuan dari para pihak untuk mengakhiri perjanjiannya.
d. Telah di penuhinya tentang berakhirnya perjanjian sesuai dengan ketentuan-ketentuan sendiri.
7. Prestasi
Prestasi yaitu inti dari suatu perikatan, sebab jika prestasi tersebut sudah tercapai dalam pengertian terpenuhi oleh para pihak, maka pada saat itu juga perikatan itu berakhir. Adapun mengenai prestasi dalam suatu perikatan meliputi memberikan sesuatu, berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu (Pasal 1234 KUH Perdata), sehingga setiap pihak yang terikat dalam suatu perjanjian berkewajiban untuk
memberikan sesuatu, untuk menyerahkan sesuatu atau tidak melakukan apapun juga. Berikut ini adalah sifat-sifat dari prestasi yaitu:
a. Harus sudah tertentu atau dapat ditentukan.
b. Harus memungkinkan
c. Harus diperbolehkan
d. Harus bermanfaat bagi kreditur
e. Bisa terdiri dari suatu perbuatan atau serentetan perbuatan.12
B. Wanprestasi
1. Pengertian Wanprestasi
Wanprestasi atau dikenal dengan istilah ingkar janji, yaitu kewajiban dari debitur untuk memenuhi suatu prestasi, jika dalam melaksankan kewajiban bukan terpengaruh karena keadaan, maka debitur dianggap telah melakukan ingkar janji. Perikatan wanprestasi berasal dari bahasa Belanda yaitu berarti prestasi buruk (Bandingkan: Wanbeheer yang berarti pengurusan buruk, dan wanddad yaitu perbuatan buruk)
Menurut Xxxxx xxxxx Xxxxxxxx wanprestasi adalah seseorang yang tidak memenuhi kewajiban yang telah disepakati dalam perikatan,
12 Xxxxxx X.X. Xxxxxxxxx, Penawaran dan Penerimaan Dalam Hukum Perjanjian,(Cet. I, Bandung: Grasindo, 2010),25 – 26
tidak dipenuhinya kewajiban oleh debitor karena dua kemungkinan alasannya yaitu: 13
a. Karena kesalahan debitor, baik karena kesengajaan maupun kelalaian dan;
b. Karena keadaan memaksa (foice majeure), diluar kemampuan debitor. Jadi dapat kita simpulan dari defenisi di atas bahwa wanprestasi itu ialah seseorang yang tidak memenuhi kewajibannya dalam suatu perikatan yang di lakukan dan di katakan melawan hukum.
Tindakan wanprestasi dapat terjadi karena kelaaian, kesengaajan. Konsekuensi dari keaadaan wanprestasi yaitu pihak yang di rugikan dapat menuntut pihak yang lekakukan wanprestasi dengan perhitungan- perhitungan tentang berupa biaya, rugi dan bunga atau pengakhiran kontrak.
2. Bentuk-Bentuk Wanprestasi
Berikut ini adalah bentuk-bentuk dari wanprestasi yaitu sebagai berikut:
a. Debitur tidak memenuhi prestasi sama sekali artinya bahwa debitur tidak memenuhi kewajiban yang telah disanggupinya dipenuhi kewajiban yang telah disanggupinya untuk dipenuhi
13 Xxxxx Xxxxx Xxxxxxxx, Hukum Perdata Indonesia, (Cet. V, Bandung: Pt. Citra Xxxxxx Xxxxx, 2014), h. 241
dalam suatu perjanjian atau tidak memenuhi kewajiban yang di tetapkan undang-undang dalam perikatan yang timbul karena undang-undang. Debitur yang tidak memenuhi prestasi sama sekali bisa disebabkan karena debitur memang tidak mau berperstasi. Atau bisa juga disebabkan karena kreditur memang tidak mau seecara objektif tidak mungkin berperstasi lagi atau secara subjektif tidak ada gunanya lagi untuk berprestasi, misalkan debitur yang masih mampu berprestasi tapi karena sudah lewat waktunya, bagi kreditur sudah tidak ada gunanya lagi.
b. Debitur memenuhi prestasi, tetapi tidak baik atau keliru. Yang artinya debitur melaksanakan atau memenuhi apa yang diperjanjikan atau apa yang di tentukan oleh undang-undang, tetapi tidak sebagaimana mestinya menurut kualitas yang ditetapkan oleh undang-undang.
c. Debitur memenuhi prestasi, tetapi tidak tepat waktu yang artinya debitur memenuhi prestasi tetapi terlambat, waktu yang ditetapkan dalam perjajian tidak dipenuhi. Artinya prestasi dilaksanakan dan objek yang diperjanjikan benar, tetapi pelaksanaannya tidak sesuai dengan waktu yang diperjanjikan. Dengan demikian,
debitur yang seperti ini dapat dikatakan telah lalai dan wanprestasi.14
3. Akibat Wanprestasi
Akibat wanprestasi yang dilakukan debitur dapat menimbulkan kerugian bagi kreditur. Sanksi atau akibat-akibat hukum bagi debitur yang berwanprestasi ada 4 macam, yaitu sebagai berikut:
a. Debitur diharuskan membayar ganti kerugian yang diderita oleh kreditur (Pasal 1234 KUH Perdata).
b. Pembatalan perjanjian disertai dengan pembayaran ganti kerugian (Pasal 1267 KUH Perdata).
x. Xxxalihan resiko kepada debitur sejak saat terjadinya wanprestasi (Pasal 1237 ayat 2 KUH Perdata).
d. Pembayaran biaya perkara apabila diperkarakan dimuka hukum ( Pasal181 ayat 1 HIR).15 Selain akibat hukum terhadap debitur diatas, kreditur dapat melakukan beberapa hal tuntan terhadap debitur yang telah wanprestasi yaitu sebagai berikut:
1) Tuntutan pembatalan perjanjian.
2) Tuntutan pemenuhan perjanjian.
3) Tuntutan ganti rugi.
14 Ambar Suadi, Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah, (Cet. I, Jakarta: Prenadamedia Group, 2018), h. 113 – 114
15 Simanjuntak, Hukum Perdata Indonesia, (Cet. III, Jakarta: Kencana, 2017), h.293
4) Tuntutan pembatalan dan disertai tuntutan ganti kerugian.
5) Tuntutan agar debitur melaksanakan perjanjian disertai ganti rugi.
C. Tinjauan Umum Gadai
1. Pengertian Gadai
Gadai berasal dari terjemahan dari kata pand (bahasa Belanda) atau pledge atau pawn (bahasa Inggris). Pengertian Gadai Tercantum dalam Pasal 1150 Kitab Undang-undang Hukum Perdata, gadai adalah Suatu hak yang diperoleh kreditur atas suatu barang bergerak yang diserahkan kepadanya oleh debitur atau oleh kuasanya, sebagai jaminan atas utangnya dan yang memberi wewenang kepada kreditur untuk mengambil pelunasan piutangnya dari barang itu dengan mendahului kreditur-kreditur lain; dengan pengecualian biaya penjualan sebagai pelaksanaan putusan atas tuntunan mengenai pemilikan atau penguasaan, dan biaya penyelamatan barang itu, yang dikeluarkan setelah barang itu diserahkan sebagai gadai yang harus didahulukan 16
Ketentuan-ketentuan mengenai gadai diatur dalam KUH Perdata Bab XX Buku II Pasal 1150 sampai dengan Pasal 1160. Pengertian
16 Salim. H. 2004. Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada
gadai sendiri dijabarkan dalam pasal 1150 KUH Perdata, gadai adalah suatu hak yang diperoleh seorang berpiutang atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh seorang berutang atau oleh orang lain atas namanya, dan yang memberikan kekuasaan kepada pihak yang berpiutang untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan dari orang-orang berpiutang lainnya; dengan kekecualian biaya untuk melelang barang tersebut danbiaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkan setelah barang itu digadaikan, biaya mana harus didahulukan. Pengertian gadai yang tercantum dalam Pasal 1150 KUH Perdata ini sangat luas, tidak hanya mengatur tentang pembebanan jaminan atas barang bergerak, tetapi juga mengatur tentang kewenangan kreditur untuk mengambil pelunasannya dan mengatur eksekusi barang gadai, apabila debitur lalai dalam melaksanakan kewajibannya.
Selain itu beberapa perumusan tentang gadai juga dikemukakan oleh beberapa ahli hukum sebagai berikut :
1. Xxxxxxx Xxxxxxxxxxxx mengartikan gadai sebagai suatu hak yang didapat oleh seorang berpiutang atas suatu benda bergerak,yang kepadanya diserahkan oleh si berhutang atau seorang lain atas namanya, untuk menjamin pembayaran
hutang, dan yang memberi hak kepada si berpiutang lain, diambil dari uang pendapatan- pendapatan barangitu.
2. X. Xxxxx XX menyatakan bahwa yang dimaksud dengan xxxxx adalah suatu perjanjian yang dibuat antara kreditur dengan debitur dimana debitur menyerahkan benda bergerak kepada kreditur untuk menjamin pelunasan suatu hutang gadai, ketika debitur lalai melaksanakan prestasinya. Dalam definisi ini, gadai dikonstruksikan sebagai perjanjian accesoir (tambahan), sedangkan perjanjian pokoknya adalah perjanjian pinjam meminjam uang denganjaminan
2. Dasar Hukum Gadai
Dasar hukum gadai dapat dilihat pada peraturan perundang- undangan berikut ini :
Pasal 1150 Kitab Undang-undang Hukum Perdata sampai Pasal 1160 Buku II Kitab Undang-undang Hukum Perdata dan Artikel 1196 vv, title 19 Buku III NBW. (Berlakunya Kitab Undang-undang Hukum Perdata hingga saat ini berdasarkan aturan Pasal 1 aturan peralihan Undang-undang Dasar 1945, karena hingga saat ini belum ada Undang-undang nasional yang mengatur mengenai gadai) ;Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1969 tentang Perusahaan Jawatan Pegadian; Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1970 tentang
perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1970 tentang Perusahaan Jawatan Pegadaian; Peraturan Pemerintah Nomor 103 Tahun 2000 tentang Perusahaan Umum (Perum) Pegadaian. Di Indonesia lembaga yang ditunjuk untuk menerima dan menyalurkan kredit berdasarkan hukum gadai adalah lembaga pegadaian.
3. Perjanjian Gadai
Undang-undang dalam Pasal 1150 Kitab Undang-undang Hukum Perdata memberikan perumusan Gadai sebagai berikut :
“Gadai adalah suatu hak yang diperbolehkan seorang berpiutang atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh seorang berhutang atau orang lain atas namanya, dan yang memberikan kekuasaan kepada si berpiutang untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan dari pada orang berpiutang lainnya, dengan kekecualian biaya untuk melelang barang tersebut dan biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelematkannya, setelah barang itu digadaikan, biaya-biaya mana harus didahulukan”
Perumusan Undang-undang seperti tersebut diatas sedapat- dapatnya akan kita pakai sebagai patokan untuk pembicaraan lebih lanjut. Kata “gadai” dalam Undang-undang digunakan dalam 2 (dua) arti, pertama-tama untuk menunjuk kepada bendanya (benda gadai,
vide Pasal 1152 Kitab Undang- undang Hukum Perdata), kedua, tertuju kepada haknya (hak gadai, seperti pada Pasal 1150 Kitab Undang- undang Hukum Perdata).17
4. Unsur Gadai
Unsur-unsur gadai yang tercantum dalam pengertian gadai adalah sebagai berikut :
1. Adanya subjek gadai, yaitu kreditur (pexxxxxx xxxxx) dan debitur (pemberi gadai);
2. Adanya objek gadai, yaitu barang bergerak, baik yang berwujud maupun tidak berwujud;
3. Adanya kewenangan kreditur.
Kewenangan kreditur adalah kewenangan untuk melakukan pelelangan terhadap barang debitur. Penyebab timbulnya pelelangan ini adalah karena debitur tidak melakasanakan prestasinya sesuai dengan kesepakatanyang dibuat antara kreditur dan debitur, walaupun debitur telah diberikan somasi kreditur (X. Xxxxx. 2004:35)
5. Subjek dan Objek Gadai
Subjek gadai terdiri atas dua pihak, yaitu pemberi gadai
17 Satrio. J. 1996. Hukum Jaminan: Hak-hak Jaminan Kebendaan, Cet. 3. Bandung: Citra Xxxxxx Xxxxx.
(pandgever) dan pexxxxxx xxxxx (pandnemer). Pandgever, yaitu orang atau badan hukum yang memberikan jaminan dalam bentuk benda bergerak selaku gadai kepada penerima gadai untuk pinjaman uang yang diberikan kepadanya untuk pihak ketiga. Unsur-unsur pemberi gadai, yaitu
:
1. Orang atau badan hukum;
2. Memberikan jaminan berupa benda bergerak;
3. Kepada penerima gadai;
4. Adanya pinjaman uang.
Penerima gadai (pandnemer) adalah orang atau badan hukum yang menerima gadai sebagai jaminan untuk pinjaman uang yang diberikannya kepada pemberi gadai untuk mengelola lembaga gadai adalah perusahaan pegadaian. Perusahaan ini didirikan berdasarkan:
1) Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1969 tentang Perusahaan Jawatan Pegadaian;
2) Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1970 tentang Perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1969 tentang Perusahaan Jawatan Pegadaian; dan
3) Peraturan Pemerintah Nomor 103 Tahun 2000 tentang Perusahaan Umum (Perum) Pegadaian.
Sifat usaha dari perusahaan pegadaian ini adalah menyediakan
pelayanan bagi kemanfaatan umum dan sekaligus memupuk keuntungan berdasarkan prinsip pengelolaan perusahaan, maksud dan tujuan Perum ini adalah :
1) Turut meningkatkan kesejahteraan masyarakat, terutama golongan ekonomi lemah kebawah melalui penyediaan dana atas dasar hukum gadai dan jasa di bidang keuangan lainnya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya;
2) Menghindarkan masyarakat dari gadai gelap, praktik riba dan pinjaman tidak wajar lainnya (Pasal 7 Peraturan Pemerintah Nomor 103 Tahun 2000 tentang Perusahaan Umum (Perum) Pegadaian.
Untuk mendukung maksud dan tujuan di atas, maka Perum Pegadaian juga melakukan usaha-usaha sebagai berikut :
1) Menyalurkan uang pinjaman berdasarkan jaminan fidusia;
2) Pelayanan jasa titipan;
3) Pelayanan jasa sertifikasi logam mulia dan batu adi;
4) Unit toko emas;
5) Industri perhiasan emas;
6) Usaha-usaha lain yang menunjang maksud dan tujuan tersebut diatas.
Usaha yang paling menonjol dilakukan oleh Perum Pegadaian adalah menyalurkan uang (kredit) berdasarkan hukum gadai. Artinya bahwa barang yang digadaikan itu harus diserahkan oleh pemberi gadai kepada penerima gadai, sehingga barang-barang itu berada dibawah kekuasaan penerima gadai. Objek gadai ini adalah benda bergerak. Benda bergerak ini dibagi menjadi dua macam, yaitu benda bergerak berujud dan tidak berujud. Benda bergerak berujud adalah benda yang dapat berpindah atau dipindahkan. Yang termasuk dalam benda bergerak berujud, seperti emas, arloji, sepeda motor dal lain-lain. Benda bergerak yang tidak berujud, seperti piutang atas bawah, piutang atas tunjuk, hak memungut hasil benda dan atas piutang .18
6. Hak Dan Kewajiban Gadai
Dalam hak gadai (gadai tanah) terdapat hak dan kewajiban bagi pemberi hak gadai (gadai tanah) dan penerima gadai (gadai tanah). Hak pemberi gadai tanah yaitu sebagai berikut:
a. Mendapatkan uang tunai
b. Mendapatkan tanah yang telah digadaikan.
Kewajiban pemberi hak gadai adalah sebagai berikut:
18 Salim. H. 2004. Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
a. Menyerahkan tanah yang digadaikan pada si penerima hak gadai (gadai tanah).
b. Menebus uang gadai sebelum hak gadai (gadai tanah) berlangsung 7 tahun.
Hak dari penerima hak gadai (gadai tanah):
a. Mendapatkan penyerahan tanah yang digadaikan dari pemberi hak gadai.
b. Mendapatkan kembali uang gadai dari pemberi hak gadai sebelum hak gadai berlangsung 7 tahun.
Kewajiban dari penerima hak gadai:
a. Mengusahakan tanah yang digadaikan oleh pemberi hak gadai.
b. Mengembalikan tanah yang digadaikan kepada pemberi hak gadai setelah hak gadai berlangsung lebih dari 7 tahun
BAB III METODE PENELITIAN
A. Tipe Penelitian
Penelitian ini menggunakan tipe penelitian hukum normatif yaitu tipe penelitian hukum yang menganalisis dan mengkaji hukum sebagai norma untuk menyelesaikan masalah hukum di masyarakat .19 Penelitian hukum normatif akan menjadikan sistem norma sebagai pusat kajiannya. Sistem norma dalam arti yang sederhana adalah sistem kaidah atau aturan. Sehingga penelitian hukum normatif adalah penelitian yang mempunyai objek kajian tentang kaidah atau aturan hukum sebagai suatu bangunan sistem yang terkait dengan suatu peristiwa hukum. Penelitian ini dilakukan dengan maksud untuk memberikan argumentasi hukum sebagai dasar penentu apakah suatu peristiwa sudah benar atau salah serta bagaimana sebaiknya peristiwa tersebut menurut hukum.20
B. Pendekatan Penelitian
Adapun pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan perundang-undangan (statuta approach) yaitu pendekatan terhadap hukum Pokok kajiannya adalah hukum yang dikonsepkan sebagai norma atau kaidah yang berlaku dalam masyarakat dan menjadi
hal.75.
19Xxxxxxx Xxxxxxxx, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Rajawali Pers, 2016),
20 Xxxxxxxxx Xxxxx, Metode Penelitian (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998), h.34
acuan perilaku setiap orang. Sehingga penelitian hukum normatif berfokus pada masyarakat terkait dalam wanprestasi gadai sawah di Lingkungan Leppe Kel. Baurung Kec. Banggae Timur Kab. Majene, asas-asas dan doktrin hukum, penemuan hukum dalam perkara konkrit, sistematik hukum, perbandingan hukum Dan dalam hal ini yang dipergunakan adalah data sekunder dan data primer.
c. Jenis Dan Sumber Bahan Hukum
Adapun jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Sumber Bahan Primer
Data primer adalah data biasanya diperoleh dengan survey lapangan yang menggunakan semua metode pengumpulan data original. Data yang diperoleh dengan cara wawancara atau interview langsung dengan pihak-pihak yang terkait dalam wanprestasi gadai sawah di Lingkungan Leppe Kel. Baurung Kec. Banggae Timur Kab. Majene.
2. Sumber Bahan Sekunder
Sumber data sekunder adalah data yang diperoleh dari dokemen-dokumen (tabel, catatan, dan lain-lain ), yang dapat memperkaya data primer. Data yang diperoleh dari pihak yang tidak berkaitan secara langsung dengan penelitian ini, seperti data yang
diperoleh dari kajian pustaka berupa buku, jurnal dan referensi- referensi lainnya yang berkaitan dengan materi penelitian
C. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum
Teknik pengumpulan bahan hukum yang mendukung dan berkaitan dengan pemaparan penelitian ini adalah studi dokumen (studi kepustakaan). Studi dokumen adalah suatu alat pengumpulan bahan hukum yang dilakukan melalui bahan hukum tertulis dengan mempergunakan content analisis. Teknik ini berguna untuk mendapatkan landasan teori dengan mengkaji dan mempelajari buku- buku, peraturan perundang-undangan, dokumen, laporan, arsip dan hasil penelitian lainnya baik cetak maupun elektronik yang berhubungan dengan Analisis Terjadinya Wanprestasi Atas Perjanjian Gadai Sawah Di Kab. Majene.
E. Analisis Bahan Hukum
Analisis data penelitian adalah kegiatan menguraikan, membahas, menafsirkan temuan-temuan penelitian dengan perspektif atau sudut pandang tertentu baik yang disajikan dalam bentuk narasi untuk data kualitatif. Analisis data dilakukan secara deskriptif kualitatif yaitu bahan- bahan hukum yang diperoleh disajikan secara deskriptif dan dianalisis secara kualitatif, yaitu bahan-bahan hukum yang membahas,
menafsirkan temuan-temuan penelitian dengan sudut pandang tertentu.21
21 Xxxxxxxx Xxxxx, Metode Penelitian Ilmu – Ilmu Sosial ( Jakarta: UUI Press,2017),
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya wanprestasi dalam perjanjian gadai sawah
Gadai adalah suatu hak yang diperoleh seorang berpiutang atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh seorang berutang atau oleh seorang lain atas namanya, dan yang memberikan kekuasaan kepada si berpiutang itu untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan daripada orang berpiutang lainnya, dengan kekeculian biaya untuk melelang barang tersebut dan biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkannya setelah barang itu digadaikan, biaya-biaya mana harus didahulukan.22
Prestasi merupakan hal yang harus dilaksanakan dalam suatu perikatan Namun, adakalanya iktikad baik dalam perjanjian yang disepakati oleh para pihak dilanggar oleh salah satu pihak sehingga menyebabkan terjadinya wanprestasi. Wanprestasi merupakan suatu keadaan yang dikarenakan kelalaian atau kesalahannya, pemberi gadai tidak dapat
22 Xxxxxxxx Xxxxxxxx 1983,Hukum Adat Di Indonesia,PT.Raja Grafindo Persada,Jakarta,hlm 186.
memenuhi prestasi seperti yang telah ditentukan dalam perxxxxxxx,Akibatnya salah satu pihak harus mengalami kerugian.23
Permasalahan yang sering terjadi dalam perjanjian gadai tanah sawah adalah ketika pihak pemberi gadai dalam melakukan penebusan terhadap tanah yang digadaikan tidak sesuai dengan perjanjian yang telah ditentukan. Misalnya saja di Kab. Majene gadai tanah sawah dilakukan oleh para pihak tidak dengan menggunakan sejumlah uang secara langsung melainkan dengan sejumlah emas yang telah ditentukan oleh para pihak yang dilihat dari besar kecilnya tanah sawah tersebut, yang kemudian emas tersebut dijual kembali untuk mendapatkan sejumlah uang.
Pada dasarnya penebusan tanah sawah yang digadaikan haruslah ditebus dengan jumlah emas yang sama, seperti pada saat perjanjian disepakati. Namun, terkadang hal tersebut tidak dilakukan oleh pihak pemberi gadai, pihak pemberi gadai tidak mengembalikan sejumlah emas kepada penerima gadai, melainkan mengembalikan sejumlah uang tidak seperti yang ia tukarkan ketika pertama kali perjanjian terjadi sehingga timbullah wanprestasi dari salah satu pihak yang menyepakati perjanjian tersebut.24
23 Xxxx Xxxxxxxx 1990,Pelaksanaan Landreform Dan Jual Gadai Tanah,Amrico,Bandung,hlm,32.
Menurut Undang Undang Pokok Agraria dalam Pasal 17 ini mengnai luas maksimum dan minimum ini harus diatur dengan peraturan perundang undangan,oleh karena itu diserahkan pada kebijakan pemerintah,apakah hal ini akan diatur dengan peraturan pemerintah atau pemerintah bersama sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat berdasarkan undang – undang. Mengingat akan pentingnya masalah ini, pemerintah berpendapat,untuk permasalahan ini sebaiknya diatur dengan peraturan yang bersifat undang undang.25
Dengan keadaan yang mendesak,maka diaturlah dengan Peraturan Pemerintah sebagai Pengganti Undang Undang, Undang Undang No 56 Tahun 1960 Tentang Penetapan Luas Tanah Pertanian,maka luas maksimum ditetapkan untuk tiap tiap kabupaten dengan memperhatikan keadaan daerahnya masing masing dengan faktor – faktor sebagai berikut
:
a. Tersedianya tanah tanah yang dapat dibagi bagikan.
b. Kepadatan penduduk.
c. Jenis jenis dan kesuburan tanahnya (diadakan perbedaan antara sawah dan tanah kering,diperhatikan adakah pengairan yang teratut atau tidak)
d. Besarnya usaha tani yang sebaik baiknya.
25Bodi Harsono,1997,Hukum Agraria Indonesia Sejarah Pembentukan Undang Undang Pokok Agraria,Isi dan Pelaksanaannya,Djambatan,Jakarta.hlm 391.
e. Tingkat kemajuan tehnik pertaniannya.
Dengan berdasarkan pada hal tersebut diatas yang membeda bedakan keadaan di berbagai daerah di wilayah negara Indonesia,maka diadakan perbedaan antara daerah yang sangat padat,cukup padat dan kurang padat,sedangkan untuk perbedaan antara batas untuk tanah sawah dan tanah kering batasnya adalah sama dengan batas tanah sawah dengan ditambah 20% untuk daerah padat dan 30% untuk daerah yang tidak padat.26
Jangka waktu gadai tanah dalam praktiknya dibagi menjadi dua, yaitu :
1. Gadai Tanah yang Lamanya Tidak ditentukan. Dalam hal Gadai tanah tidak ditentukan lamanya,maka pemilik tanah pertanian tidak boleh melakukan penebusan sewaktu-waktu, misalnya sekarang digadai, satu atau dua bulan kemudian ditebus. Penebusan baru dapat dilakukan apabila pemegang gadai minimal telah melakukan satu kali masa panen. Hal ini disebabkan karena gadai tanah merupakan perjanjian penggarapan tanah bukan perjanjian pinjam meminjam uang.
2. Gadai Tanah yang Lamanya ditentukan. Dalam gadai tanah ini, pemilik tanah baru dapat menebus tanahnya kalau jangka waktu yang diperjanjikan dalam gadai tanah berakhir. Kalau jangka waktu
26 Xxxx Xxxxxxxx. op cit.hlm 64.
tersebut sudah berakhir dan pemilik tanah tidak dapat menebus tanahnya, maka tidak dapat dikatakan bahwa ia melakukan wanprestasi sehingga pemegang gadai bisa menjual lelang tanah yang digadaikan tersebut.
Apabila dalam batas waktu yang telah ditentukan, pemilik tanah tidak dapat menebusnya, maka pemegang gadai tidak dapat memaksa pemilik tanah untuk menebus tanahnya dan kalau pemegang gadai tetap memaksa menjual lelang tanah yang digadaikan tersebut, maka pemilik tanah dapat menggugat pemegang gadai kecuali pemilik tanah dapat mengizinkan menjual tanah yang digadaikan.
Aturan Hukum Tentang Sistem Gadai Tanah Pertanian masyarakat khususnya di Lingkungan Leppe Kel. Baurung Kec. Banggae Timur Kab. Majene Jenis transaksi yang sering di lakukan oleh masyarakat salah satunya merupakan transaksi atas tanah pertanian di antaranya adalah gadai tanah pertanian. pelaksanaan gadai masih sering di lakukan oleh masyarakat khususnya gadai sawah oleh masayarakat petani. Masyarakat Kab. Majene menyebut gadai sawah merupakan transaksi gadai tanah pertanian yang di gunakan untuk bercocok tanam padi atau sayuran
sebagai jaminan atas pinjaman uang dan tanah pertanian itu di manfaatkan oleh penerima gadai.27
Gadai tanah pertanian merupakan salah satu bentuk transaksi yang sering terjadi karena pemilik tanah mendapatkan masalah ekonomi yang mendesak maka untuk mengatasi permasalahannya adalah dengan cara menggadaikan, masyarakat petani dipilih karena kemudahan-kemudahan dan prosesnya cepat untuk mendapatkan uang pinjaman. Gadai tanah pertanian mempunyai dasar hukum yang berlaku, dasar hukum gadai tanah pertanian terlihat pada produk hukum seperti yang terangkum dalam ketentuan hukum Nasional.
Dasar aturan gadai tanah berasal dari Undang Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok Agraria yang selanjutnya di sebut Undang-Undang Pokok Agraria, dimana Undang-Undang Pokok Agraria telah mengelompokkan gadai kedalam hak-hak yang sifatnya sementara sebagaimana yang tertuang dalam pasal 16 ayat (1) huruf h. Selanjutnya dalam Undang-Undang Pokok Agraria pasal 53 ketentuan mengenai macam-macam hak atas tanah yang sifatnya sementara di sebutkan dalam pasal 53 ayat (1) yang menjelaskan bahwa hak gadai atas tanah pertanian merupakan hak atas tanah yang sifatnya sementara dimana dalam hak gadai tanah pertanian terdapat sifat-sifat yang
27 Wawancara X. Xxx. Fadin FK,S.pd,. MH selaku orang tua saya di Masyarakat Kab. Majene. Pada tanggal 11 Desember 2022 Pukul 11.00 WITA.
bertentangan dengan Undang-Undang yang mana hak tersebut akan diusahakan untuk dihapuskan dalam waktu yang singkat.
Ketentuan hak-hak atas tanah ini diatur dalam Undang-Undang Pokok Agraria dan di berikan sifat yang sementara, yang diusahakan akan di hapus di karenakan mengandung sifat-sifat pemerasan dan bertentangan dengan jiwa Undang-Undang Pokok Agraria. Kenyataannya sampai saat ini tidak dapat di tanah pertanaian yang dimilikinya. Praktek gadai tanah pertanian oleh kalangan hapuskan dan yang dapat dilakukan adalah mengurangi sifat-sifat pemerasan tersebut.28
Dalam upaya untuk menghapus sifat pemerasan dalam transaksi gadai tanah pertanian sekaligus, bukanlah suatu pekerjaan yang mudah di karenakan gadai tanah pertanian tersebut sudah berakar dalam kehidupan masyarakat khususnya di pedesaan. Yang dapat dilakukan adalah mengurangi sifat pemerasan dengan jalan membuat ketentuan tentang cara-cara penebusan uang gadai.
Hal ini dilakukan dalam rangka penertiban dan melindungi golongan masyarakat ekonomi lemah dalam hal ini adalah pemberi gadai. Untuk membatasi sifat-sifat pemerasan hak gadai tanah pertanian, maka diatur lebih lanjut dalam Undang-Undang Nomor 56 Prp (Perpu) Tahun 1960 Tentang Penepatapan Luas Tanah Pertanian, yang selanjutnya
28 Undang-undang Pokok Hukum Agraria
disebutkan dalam pasal 7 ayat (1), (2) dan (3) mengenai aturan tentang batasan waktu dan cara penebusan dalam gadai tanah pertanian. Dalam pasal 7 ayat (1) di tegaskan bahwa menguasai tanah pertanian dengan hak gadai yang pada mulai berlakunya peraturan ini sudah berlangsung 7 tahun atau lebih wajib mengembalikan tanah itu kepada pemiliknya dalam waktu sebulan setelah tanaman yang ada selesai di panen, dengan tidak ada hak untuk menuntut pembayaran uang gadai.
Atas dasar ketentuan ini, jika hak gadai tanah pertanian yang sudah berlangsung 7 tahun atau lebih, maka tanah harus dikembalikan kepada pemilik tanah tanpa uang tebusan dalam waktu sebulan setelah tanaman yang ada di panen. Hal ini di asumsikan bahwa pemegang gadai yang menggarap tanah pertanian selama 7 tahun atau lebih, maka hasilnya akan melebihi uang gadai yang ia berikan kepada pemilik tanah pertanian. Maka agar ketentuan-ketentuan peraturan ini dapat berjalan dan dilaksanakan sebagaimana mestinya diadakan sanksi-sanksi pidana seperlunya sesuai dengan pasal 10 ayat (1) huruf b dan ayat (2) Undang- Undang Nomor 56 Prp Tahun 1960: (1) Dipidana dengan hukuman kurungan selama-lamanya 3 bulan dan/atau denda sebanyak-banyaknya Rp 10.000.- huruf b barang siapa tidak melaksanakan kewajiban tersebut
pada pasal 3, 6 dan 7 (1). (2) Tindak pidana tersebut pada ayat (1) pasal ini adalah pelanggaran.29
Dengan ketentuan bahwa sewaktu-waktu hak gadai tanah pertanian itu telah berlangsung 7 tahun, maka pemegang gadai wajib mengembalikan tanah tersebut tanpa pembayaran uang tebusan, dalam waktu sebulan setelah tanamam yang ada selesai di panen. Ketentuan pasal 7 tersebut, secara yuridis formal telah membatalkan sistem gadai tanah pertanian yang telah berjalan di tengah-tengah masyarakat yang masih memakai hukum adat. Namun kenyataannya pelaksanaan gadai menurut sistem hukum adat tetap saja beralaku di Kab. Majene.
Untuk mengetahui sejauh mana analisis dari hukum, maka pertama- tama harus dapat mengukur sejauh mana aturan hukum itu ditaati atau tidak ditaati. Tentu saja, jika suatu aturan hukum ditaati oleh sebagian besar target yang menjadi sasaran ketaatannya, dapat dikatakan bahwa aturan hukum yang bersangkutan adalah efektif. Namun demikian, sekalipun dapat dikatakan aturan yang ditaati itu efektif, tetapi tetap masih dapat dipertanyakan lebih jauh derajat efektifitasnya. Seseorang menaati atau tidak suatu aturan hukum, tergantung pada kepentingannya. Selanjutnya untuk menjawab pertanyaan, kapan suatu aturan hukum atau
29.Xxxxx Xxxxxxxxxxxx,1989,Hukum Agraria I,Gramedia Pustaka Utama,Jakarta.
perundang-undangan dianggap tidak efektif berlakunya, maka jawabannya adalah:
a. Jika sebagian besar warga masyarakat tidak menaatinya.
b. Jika ketaatan sebagian besar warga masyarakat hanya ketaatan yang bersifat compliance atau identification.
Faktor Penyebab Terjadinya Wanprestasi Perjanjian Gadai Tanah Sawah Adapun yang menjadi penyebab terjadinya wanprestasi dalam perjanjian gadai tanah sawah Di Kab, Majene yaitu:
a. Permasalahan Ekonomi.
Permasalahan ekonomi merupakan permasalahan yang sering menyebabkan terjadinya wanprestasi dalam perjanjian gadai tanah sawah di Kab. Majene hal ini dikarenakan terdapat beberapa kebutuhan-kebutuhan pribadi masyarakat yang tidak terpenuhi sehingga salah satu cara yang dilakukan oleh pemberi gadai untuk mencukupi perekonomiannya adalah dengan menggadaikan kembali tanah yang telah digadaikan terdahulu, hal ini seperti kasus yang dilakukan oleh Masyarakat Pertanian masyarakat khususnya di Lingkungan Leppe Kel. Baurung Kec. Banggae Timur Kab. Majene sebagian bermata pencarian disektor pertanian, salah satunya ialah persawahan. Bila panen telah tiba mereka akan mendapatkan hasil. Dari hasil tersebut dipergunakannya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari seperti misalnya kebutuhan sekolah, berobat, penanaman modal dll. Ketika
dalam keadaan yang mendesak mereka terpaksa menggadaikan sawahnya untuk memenuhi kebutuhannya.
Sebagaimana yang dikatakan oleh xxx Xxxxx (54 tahun):.
“Itu kami menggadaikan sawah karena kebutuhan ekonomi seperti biaya sekolah, biaya kuliah dan perbaikan rumah dan untuk menambah modal usaha ”30
Dari pernyataan hasil wawancara di atas dapat kita simpulkan bahwah masyarakat di Lingkungan Leppe Kel. Baurung Kec. Banggae Timur Kab. Majene menggadaikan sawahnya karena adanya kebutuhan mendesak seperti biaya sekolah, kuliah dan juga untuk menambah modal.
Gadai diatur dalam Buku II title 20 KUHPerdata menurut Pasal 1150 gadai adalah suatu hak yang diperoleh kreditor atas suatu barang bergerak, yang diberikan kepadanya oleh debitor atau orang lain atas namanya untuk menjamin suatu barang, dan yang memberikan kewenangan kepada kreditor untuk mendapat pelunasan kepada kreditor untuk mendapat pelunasan dari barang tersebut lebih dahulu kreditor-kreditor lainnya, terkecuali biaya-biaya untuk melelang barang tersebut dan biaya yang telah dikeluarkan untuk memelihara benda itu.
30 Wawancara oleh Xxxxx Xxxxx Kab. Majene diakses pada tanggal 10 Desember 2022 Pulul 10.00 WITA
Gadai menurut hukum adat berbeda dengan gadai menurut fiqh muamalah dimana pengertian gadai menurut hukum adat adalah menyerahkan tanah untuk menerima pembayaran uang secara tunai, dengan ketentuan, si penjual (pemberi gadai) tetap berhak atas pembelian tanahnya dengan jalan menebusnya kembali.
b. Rasa Kepercayaan Yang Cenderung Lebih Tinggi.
Penggadai cenderung menggadaikan tanah sawahnya kepada kerabat dekatnya sendiri, sehingga penerima gadai yang mempunyai uang simpanan akan cenderung menerima tanah sawah yang digadaikan karena melihat dari faktor kerabat yang menurutnya tidak akan melakukan wanprestasi. Hal ini dapat dilihat dari kasus wanprestasi yang dialami oleh ibu Xxxx
“Kan ada perjanjiannya jadi kalo misalkan sudah ada perjanjiannya na sampaimi waktuna itu, ka biasa kebetulan pada saat perjanjian bilang sekian tahun na kebetulan tidak ada uangna sipemilik yang menggadai ini yang menggadai bisa berhubungan langsung dengan penggadai bilang bisa ditambah karena pada saat ini belum ada uang yang saya mau tebus, biasa begitu”31
Dari pernyataan tersebut maka tanah yang digadaikan akan tetap di garap oleh penerima gadai selama pemilik tanah belum membayar uang tebusan senilai dengan yang dipinjam walaupun telah jatuh tempo waktu yang telah disepakati sehingga hasil tanah pertanian tersebut akan tetap di
31 Wawancara Ibu Asmi warga kab. Majene Pada tanggal 10 Desember 2022 Pukul 15.00 WITA
nikmati oleh pexxxxxx xxxxx selama pexxxxxx xxxxx masih mempunyai hak gadai. Berakhirnya hak gadai tanah sawah pertanian menurut pelaksanaannya di Kab. Majene adalah hanya dapat berakhir ketika pemberi gadai telah menebus tanahnya.
B. Keadaan Terpaksa.
Keadaan terpaksa merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya wanprestasi dalam gadai tanah sawah di Kab. Majene. Adapun salah satu keadaan memaksa yang dialami oleh penggadai yang akhirnya menyebabkan terjadinya wanprestasi adalah seperti pembayaran kredit yang jangka waktunya telah sampai, sehingga pemberi gadai akan mengambil salah satu jalan pintas dengan menggadaikan kembali tanah sawah yang telah digadaikan kepada pihak lain (pihak kedua) hal itulah yang dilakukan oleh ibu Xxxx selaku pemberi gadai yang akhirnya menyebabkan terjadinya wanprestasi.32
x. Xxxxxxnya Penerapan Prinsip Kehati-Hatian dalam Menerima Gadai.
Dalam menerima gadai tanah sawah yang digadaikan oleh pemberi gadai, penerima gadai yang mengalami wanprestasi cenderung memikirkan prinsip saling bantu membantu sesama dalam menyelesaikan masalah yang dialami oleh pihak pemberi gadai sehingga tanpa pikir panjang akan
32 Wawncara ibu asmi warga kab. Majene Pada tanggal 10 Desember 2022 Pukul 15.00 WITA
melakukan perjanjian dengan pemberi gadai dengan memberikan sejumlah emas maupun uang yang telah disepakati keduanya, hal inilah yang dialami oleh Mardiana masyarakat yang kurang menerapkan prinsip kehati-hatian dalam menerima gadai Kab. Majene sehingga menyebabkan dirinya mengalami wanprestasi dengan digadaikan tanah sawah yang diterima olehny kepada pihak lain tanpa sepengetahuan olehnya.
d. Tidak Terdapat Jangka Waktu Penebusan Terhadap Tanah Sawah Yang Digadaikan.
Kebiasaan yang dilakukan masyarakat dalam melakukan perjanjian gadai tanah sawah yaitu tidak menentukan jangka waktu penebusan terhadap tanah sawah yang digadaikan tersebut sehingga dalam praktiknya gadai tanah sawah berlangsung dalam jangka waktu yang sangat lama hingga 25 (dua puluh lima) tahun, sehingga perjanjian gadai tanah sawah akan turun temurun yang dikarenakan pihak penggadai telah meninggal dunia, sehingga hal tersebut dapat menyebabkan wanprestasi yang penyebabnya karena pihak pemberi gadai berubah menjadi ahli waris yang tidak mengetahui akad perjanjian gadai tanah sawah pertama sekali dilakukan, hal ini adalah yang terjadi pada Bariah Masyarakat di lingkungan Leppe Kel. Baurung Kec. Banggae Timur Kab. Majene yang akhirnya
menyebabkan terjadinya wanprestasi dalam perjanjian gadai tanah sawah yang dilakukan olehnya.33
X. Xxxxxx penyelesaian Wanprestasi Dalam Perjanjian Gadai Menurut Kitab Undang- undang Hukum Perdata
Perjanjian ialah peristiwa dimana seseorang berjanji kepada orang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal. Dari peristiwa ini timbullah sesuatu hal antara dua orang tersebut menimbulkan suatu peerikatan antara dua orang yang membuatnya. Dalam wujudnya perjanjian itu berupa kesanggupan atau suatu rangkaian perkataan yang mengandung janji-janji yang di ucapkan atau tertulis.
Sejak terjadinya perjanjian gadai antara pemberi gadai dan penerima gadai, maka sejak saat itulah timbul hak dan kewajiban para pihak. Kewajiban pemberi gadai adalah membayar pokok pinjaman dan bunga sesuai dengan yang ditentukan oleh penerima gadai. Perjanjian kredit dengan jaminan barang bergerak, ditentukan tanggal mulainya kredit dan tanggal jatuh temponya atau tanggal pengembalian kredit, dimana apabila sampai dengan tanggal jatuh tempo tidak dilakukan pelunasan atau diperpanjang lagi kreditnya.34
33 Wawancara Bariah Masyarakat di lingkungan Leppe Kel. Baurung Kec. Banggae Timur Kab. Majene pada tanggal 26 Desember 2022 Pukul 09.00 WITA
34 Komariah, 2004, Edisi Revisi Hukum Perdata, Malang: UMM Pres, hal 107
Permasalahan yang sering terjadi dalam perjanjian gadai tanah sawah dikalangan masyarakat adalah ketika pihak pemberi gadai dalam melakukan penebusan terhadap sawahnya yang digadaikan tidak sesuai dengan perjanjian yang telah ditentukan. Misalnya saja Dalam usaha pemenuhan kebutuhannya sehari-hari dalam masyarakat khususnya di Lingkungan Leppe Kel. Baurung Kec. Banggae Timur Kab. Majene setiap orang memiliki berbagai cara sesuai dengan perkembangan kehidupan saat ini. Selain dengan pembelian dan peminjaman untuk memenuhi kebutuhannya terdapat cara lain dalam memenuhi kebutuhannya yaitu dengan cara perjanjian menggunakan kegiatan gadai karena Perjanjian dengan menggunakan gadai kelihatannya lebih memberikan kemudahan-kemudahan dibandingkan harus menggunakan pinjaman dari lembaga keuangan khususnya bank.
Adapun dalam gadai yang biasa dilakukan di kab. Majene, salah satunya adalah gadai sawah, karena di Kab. Majene masyarakatnya mayoritas petani. Adapun dalam bentuk perjanjian yang di lakukan oleh sebagian masyarakat Majene yaitu perjanjian tertulis dimana yang dimaksud Perjanjian tertulis yaitu suatu perjanjian yang dibuat oleh parah pihak dalam bentuk tertulis. Salah satu pemicu dari terjadinya gadai sawah di Kab. Majene tersebut ialah adanya kebutuhan yang mendesak tuntutan kebutuhan ekonomi seperti biaya kuliah, rumah sakit dan menutupi uang bank dll.
Pada dasarnya penebusan tanah sawah yang digadaikan haruslah ditebus dengan jumlah yang sama, seperti pada saat perjanjian disepakati. Namun, terkadang hal tersebut tidak dilakukan oleh pihak pemberi gadai, pihak pemberi gadai tidak mengembalikan sejumlah pinjaman kepada penerima gadai, melainkan mengembalikan sejumlah uang tidak seperti yang ia tukarkan ketika pertama kali perjanjian terjadi sehingga timbullah wanprestasi dari salah satu pihak yang menyepakati perjanjian tersebut.
Gadai dalam pandangan masyarakat Lingkungan Leppe Kel. Baurung Kec. Banggae Timur Kab. Majene ialah merupakan suatu utang dengan menggunakan jaminan antara penggadai dan penerima gadai. Penggadai mendapatkan uang dan penerima gadai mendapatkan barang jaminan, umumya masyarakat Lingkungan Leppe Kel. Baurung Kec. Banggae Timur Kab. Majene melaksanakan gadai karna kebutuhan yang mendadak dan tidak ada pilihan lain selain menggadaikan sawahnya.35
Kebanyakan masyarakat Majene lebih memilih sistem transaksi gadai dibanding meminjam uang di lembaga keuangan karna alasannya jika meminjam uang dilembaga keuangan prosedurnya lebih rumit dan memakan waktu yang cukup lama ditambah dengan bunga yang setiap bulannya harus dibayar sedangkan kebutuhan yang harus dipenuhi harus cepat dan sifatnya
35 Wawancara X. Xxx. Fadin FK,S.pd,. MH selaku orang tua saya di Masyarakat Kab. Majene. Pada tanggal 11 Desember 2022 Pukul 11.00 WITA.
mendesak sehingga langkah yang paling bijak ialah dengan melakukan transaksi gadai.
Perjanjian dirumuskan dalam pasal 1313 KUHPerdata ialah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhada suatu orang atau lebih.36
Perjanjian ini mengandung beberapa unsur yaitu:
1. Perbuatan
2. Perbuatan melawan hukum atau sering juga di sebut tindakan hukum karena perbuatan tersebut membawa akibat hukum bagi para pihak yang saling berjanji.
3. Satu orang mengikatkan dirinya terhadap orang lain Di dalam perjanjian terdapat janji yang diberikan oleh pihak satu kepada pihak kedua. Dalam perjanjian ini kedua belah pihak terikat kepada akibat hukum yang muncul karena atas kehendak sendiri.
Di dalam KUHPer, perjanjian hutang piutang digolongkan sebagai perjanjian khusus. Perjanjian yang dilakukan oleh masyarakat Lingkungan Leppe Kel. Baurung Kec. Banggae Timur Kab. Majene dalam hal perjanjian gadai sawah dilakukan secara tertulis seperti yang dilakukan bapak Xxxxxxxx dan ibu hastina. Dimana xxx Xxxxx menggadaikan sawahnya ke bapak
36Undang – undang Pasal 1313 KUHperdata
Jumardin seluas setengah hektar, dengan uang pinjamaan sebesar
25.000.000 dengan jangka waktu 5x panen, tetapi karena bapak Xxxxxxxx tidak pandai mengeolah sawah tersebut jadi sawah tersebut diserahkan ke xxx Xxxxx selaku pemilik sawah tersebut, selama masa gadai bapak Xxxxxxxx terkadang tidak mendapatkan hasil dari sawah tersebut dan waktu jaatuh temponya juga sudah lewat dan tidak juga melunasi hutangnya. Nah dari sini xxx Xxxxx mulai tidak jujur kepada si pemegang gadai atau mengingkari janjinya terhadap bapak xxxxxxxx, apa yang ia perjanjikan tidak sesuai dengan apa yang dijanjikan atau juga di sebut wanprestasi. Wanprestasi merupakan suatu keadaan dimana seorang debitur tidak memenuhi kewajibannya atau juga ingkar janji dan atau kelalaian yang dilakukan debitur baik karena tidak melaksanakan apa yang telah di perjanjikan.
Menurut Pasal 6 ayat (1) Undang – Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa menyebutkan bahwa sengketa atau beda pendapat perdata dapat diselesaikan oleh para pihak melalui alternatif penyelesaiaan sengketa yang didasarkan pada itikad baik dengan mengesampingkan penyelesaian secara litigasi di Pengadilan Negeri. Dalam hukum indonesia dikenal ada dua cara penyelesaian sengketa wanprestasi yaitu melalui jalur litigasi dan non-litigasi.
Upaya penyelesaian yang sering dilakukan masyarakat Lingkungan Leppe Kel. Baurung Kec. Banggae Timur Kab. Majene ialah upaya
penyelesaian melalui non-litigasi yakni secara mufakat. Penyelesaian secara Mufakat merupakan pembahasan yang dilakukan para pihak secara bersama- sama untuk mencapai keputusan yang disepakati.
Adapun masyarakat dalam menyelesaikan wanprestasi pelaksanakan gadai sawah di Lingkungan Leppe Kel. Baurung Kec. Banggae Timur Kab. Majene yaitu :
1. Musyawarah secara kekeluargaan
2. Ketika tidak menemukan titik temu, maka diadakan musyawarah dengan pemerintah setempat.
Adapun penyebab terjadinya suatu wanprestasi yaitu sebagai berikut:
1. Adanya kelalaian dari pihak penggadai
2. Melaksanakaan tetapi tidak tepat waktu
3. Melaksanaakan tetapi tidak seperti yang dijanjikan
4. karena adanya keadaan memaksa dari pihak penggadai Seperti yang di jelaskan oleh Pak Desa Lingkungan Leppe Kel. Baurung Kec. Banggae Timur Kab. Majene:
“Jika terjadi perselisahan antara penggadai dan pemegang gadai kita panggil ke kantor untuk menyelesaikan masalahnya tetapi jika di kantor tidak bisa terselesaikan maka kita tempuh jalur hukum”
Dari kasus di atas menurut analisa penulis, nampak bahwa semua penyelesaian sengketa dilakukan melalui jalur non-litigasi yang dipilih dapat dikategorikan sebagai negosiasi, yaitu upaya penyelesaian sengketa tanpa melalui proses peradilan dengan tujuan mencapai kesepakatan bersama, dimana para pihak yang bersengketa berhadapan langsung secara seksama dalam mendiskusikan permasalahan yang dihadapi secara kooperatif dan saling terbuka dengan cara perundingan dan/atau menghadirkan kepala desa/ lurah setempat sebagai pengadil.
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh penulis, maka dapat ditarik kesimpulan
1. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya wanprestasi dalam perjanjian gadai sawah adalah Permasalahan ekonomi merupakan permasalahan yang sering menyebabkan terjadinya wanprestasi dalam perjanjian gadai tanah sawah di Kab. Majene hal ini dikarenakan terdapat beberapa kebutuhan-kebutuhan pribadi masyarakat, Rasa Kepercayaan Yang Cenderung Lebih Tinggi, Keadaan Memaksa merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya wanprestasi dalam gadai tanah sawah di Kab. Majene. Kurangnya Penerapan Prinsip Kehati-Hatian dalam Menerima Gadai, Tidak Terdapat Jangka Waktu Penebusan Terhadap Tanah Sawah Yang Digadaikan.
2. Bentuk penyelesaian Wanprestasi Dalam Perjanjian Gadai sawah di Kab.
Majene penyelesaian melalui non-litigasi yakni secara mufakat. Penyelesaian secara Mufakat merupakan pembahasan yang dilakukan para pihak secara bersama-sama untuk mencapai keputusan yang disepakati karena penyebab terjadinya suatu wanprestasi yaitu Adanya
kelalaian dari pihak penggadai ,Melaksanakaan tetapi tidak tepat waktu, Melaksanaakan tetapi tidak seperti yang dijanjikan, serta adanya keadaan terpaksa dari pihak penggadai.
B. SARAN
Adapun saran penelitian seabagai berikut :
1. Bagi seluruh masyarakat khususnya di Lingkungan Leppe Kel. Baurung Kec. Banggae Timur Kab. Majene masyarakat yang melakukan system bagi hasil gadai yang sebaiknya mengetahui terlebih dahulu bagaimana sistem bagi hasil yang benar dalam Islam sehingga tidak melanggar ketentuan dari ajaran Islam dan tidak terjadi kekeliruan dalam proses pelaksanaan bagi hasil itu sendiri.
2. Perlu adanya kebijaksanaan pemerintah khususnya bagi masyarakat yag menggadaikan sawahnya agar Pemerintah perlu mengadakan penyuluhan dengan melakukan sosialisasi dari pihak berwenang terkait hukum dibidang pertanahan secara khusus mengenai gadai sawah . Kurangnya perhatian pemerintah maupun pihak yang berwenang kepada masyarakat kecil menyebabkan masyarakat kerap mendapatkan berbagai kesulitan bahkan ketidak pahaman mengenai gadai tanah, dengan demikian perlu dilakukannya pengoptimalan sosialisasi mengenai peraturan-peraturan yang ada kepada masyarakat luas secara khusus masyarakat kecil yang berada jauh dari ibu kota.
DAFTAR PUSTAKA
X. Xxxxxature
Al-Qur’an Dan Terjemahannya. Departemen Agama RI. Jakarta: CV Pustaka Al-kautsar, 2010
Xxxxx Xxxxxx Xxxxxx, Hukum Perjanjian Islam Di Indonesia, Yokyakarta: Gadjahmada University Press, 2010
Xxxxxx Xxxxxx , Hukum Gadai Syariah, Bandung: CV. Alfabeta,2011
Xxxxx Xxxxxxxxx. Metode Penelitian ,Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998 Xxxxxxxx Xxxxxxx, Xxx Xxxxx, DKK, Perbankan Syariah di Indonesia.
Jakarta: Rajawali Pers, 2017
Xxxxxxxx xxxx Xxxxx. Hukum Keperdataan Dalam Prespektif Hukum Nasional, Perdata(BW), , dan Hukum Adat ,Depok: PT Raja Grafindo Perseda , 2018.
Balgis Lapa dengan, Menggadaikan Hak Atas Tanah Menurut Sistem Hukum Adat Di Indonesia, Lex Administratum, Vol. III/No.1, Edisi Januari-Maret 2015
Xxxxxx Xxxxx, Konsep Hukum Perdata. Jakarta: Rajawali, 2015.
Xxxxx Xxxxxxxxx Xxxxxx X.X. Penawaran dan Penerimaan Dalam Hukum Perjanjian, Bandung: Grasindo, 2010.
Xxxxxxxx. Metode Penelitian Ilmu – Ilmu Sosial. Jakarta: UUI Press,2017 Istiqamah. Hukum Perdata di Indonesia. Gowa: Alauddin press, 2011.
Xxxxxx Xxxxx Xxxxxxxxxxx, Asas-Asas Hukum Perikatan, Medan: FH USU, 1970,
Xxxxxxxx Xxxx, Xxxxxxxx Xxxx Xxxxx, Perbankan Syariah: Dasar – dasar dan Dinamika Perkembangannya di Indonesia.Jakarta: Rajawali pers, 2017.
Xxxxxxx Xxxxxxx, Xxxxxxx Xxxxxxx, Perikat Yang Lahir Dari Perjanjian.
Jakarta: PT Raja Grafindo persada, 2003.
Xxxxxxx Xxxxxxxx. Metode Ricet Untuk Bisnis dan Ekonomi, Jakarta: Xxxxxxxx
Xxxxxxxxxx Xxxxxxx S, Penegakan Hukum dan Kesadaran Masyarakat,
Yokyakarta: Deepublish,2015
Xxxxxxxx Xxxxx Xxxxx . Hukum Perdata Indonesia. Bandung: Pt. Citra Xxxxxx Xxxxx, 2014
Maerisa Xxx Xxxxx. Panduan Praktis Membuat Surat – Surat Bisnis Dan Perjanjian. Jakarta: Visimedia, 2013 .
Nurachmad Much. Buku Pintar Memahami dan Membuat Surat Perjanjian. Jakarta: Visimedia, 2010.
Xxxxxxxxxxx Xxxxx. Hukum Bisnis di Indonesia di Lengkapi Dengan Hukum Bisnis dalam Presfektif Syariah, Jakarta: Prenadamedia Group, 2019.
Panduan Hukum di Indonesia, Pedoman Anda Memahami Dan Menyelesaikan Hukum. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia,2007.
Xxxxxxx Xxxxxx, Hukum Komersil. Jakarta: Pusat Penerbitan UT, Cet.
Ke I, 2003,
Xxxxx. Perkembangan Teori dalam Ilmu Hukum, Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2010.
Pengantar Hukum Perdata Tertulis(BW), Jakarta: Sinar Grafika, 2008.
Simanjuntak, Hukum Perdata Indonesia. Jakarta: Kencana, 2017
Xxxxxxxx, metode penelitian kuantitafif dan kualitatif dan R&D
Bandung: Alfabeta, 2013.
Supianto, Hukum Jaminan Fidusia Prinsip Publitasi Pada Jaminan Fidusia. Garudhawacara, 2015
Urip Santoso, Hak Atas Tanah, Hak Pengelolaan Tanah dan Hak milik Atas Satuan Rumah Susun, Depok: Kencana, 2017
Xxxxxx Xxxxxxxxxx, Dasar – dasar Hukum Administrasi Negara, Jakarta: Bina Aksara, 1989.
Yahman, Karakteristik Wanprestasi dan Tindak Pidana yang Lahir dari Hubungan Kontraktual, Jakarta: Devisi dari Prenadamadia Group, 2014.
B. Undang-undang
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Pokok Agraria
Undang-Undang No 56 Prp/1960 tentang Tentang Penetapan Luas Tanah Pertanian
C. Internet
xxxx://xxxxx.xxxxxxxxxx.xxx/0000/00/00/xxxxxxxxxxx/.(00 februari 2022 Pada Pukul 23.00 WIB)
http;//xxxxxxxxxx.xxxxxxxxx.xx.xx/0000/00/xxxxxxxxxx-xxx pelaksanaan- suatu-perjanjian//. (11 februari 2022 Pada Pukul
21.00 WIB).
D. Jurnal :
Xxxxxx Xxxxx xxx. Pandangan Ekonomi Islam Terhaadap Praktek Gadai Sawah Di Desa Taluungeng Kecematan Barebbo Kabupaten Bone, Makassar: Jurusan Ekonomi Islam fakultas Ekonomi Dan Bisnis Islam UIN Xxxxxxxx Xxxxxxxx, 2017
Septiana Desi. Pelaksanaan Perjanjian Gadai Tanah Pertanian Menurut Hukum Adat (Studi di Desa Simpangan Agung Kecematan Seputih Agung Kabupaten Lampung Tengah).Lampung, Fakultas Hukum Universitas Lampung, 2016
Kurniawan Oni. Ketentuan Penyelesaian Wanprestasi Dalam Perjanjian Gadai Sawah Ditinjau Dari Undang – Undang Hukum Perdata, Surakarta: Jurusan Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret, 2012. Undang – undang Undang – Undang Nomor 30 Tahun 1999