BAB II
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS
2.1 Kajian Pustaka
2.1.1 Teori Penawaran (Supply)
Penelitian ini membahas mengenai PKL dari sisi penawaran yang dijelaskan melalui faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan PKL di Sekitar Kampus UPI Kecamatan Sukasari Kelurahan Isola Kota Bandung. Oleh karena itu, teori penawaran perlu diaplikasikan ke dalam penelitian ini, dikarenakan terwujudnya pendapatan pedagang juga merupakan salah satu interaksi supply dan demand, di mana hal ini tidak akan terwujud hanya dari permintaan saja, namun juga ada penawaran dari pedagang.
Hukum penawaran adalah suatu pernyataan yang menjelaskan tentang sifat hubungan antara harga suatu barang dan jumlah barang yang ditawarkan penjual. Dalam hukum ini dinyatakan bagaimana keinginan para penjual untuk menawarkan barangnya apabila harganya tinggi dan bagaimana pula keinginan untuk menawarkan barangnya tersebut apabila harganya rendah (Xxxxxxx, 1994).
2.1.1.1 faktor-faktor yang Mempengaruhi Penawaran
Terdapat berbagai faktor yang mempengaruhi penawaran, diantaranya adalah sebagai berikut:
- Harga barang itu sendiri
Bila harga barang naik, ceteris paribus, maka jumlah barang yang ditawarkan produsen akan bertambah, begitu juga sebaliknya.
- Harga barang lain
Bisa bersifat substitusi (pengganti) atau komplemen (saling melengkapi). Apabila barang substitusi naik, ceteris paribus, maka penawaran suatu barang akan bertambah, begitu juga sebaliknya. Sedangkan barang komplemen adalah apabila barang komplemen naik, ceteris paribus, maka penawaran suatu barang akan berkurang, begitu juga sebaliknya.
- Biaya produksi
Kenaikan biaya produksi yang meliputi bahan baku, listrik, dan lain sebagainya, ceteris paribus, menyebabkan produsen mengurangi penawaran barangnya dipasaran, begitu juga sebaliknya.
- Kemajuan teknologi
Kemajuan teknologi, ceteris paribus, menyebabkan produsen mengurangi penawaran barangnya dipasaran, begitu juga sebalinya.
- Jumlah produsen
Apabila jumlah produsen suatu produk semakin banyak, ceteris paribus,
maka penawaran barang tersebut akan bertambah, begitu juga sebaliknya.
2.1.1.2 Fungsi Penawaran
Dari berbagai variabel yang mempengaruhi penawaran yang telah disebutkan di atas, maka fungsi dari penawaran yaitu:
Qs = f (x) atau
Qs = f (Px, Py, BP, T, JP)
Keterangan :
Qs = Penawaran barang x
Px = Harga barang x
Py = Harga barang y (substitusi atau komplemen) BP = Biaya produksi
T = Teknologi
JP = Jumlah produsen
Teori penawaran tidak mungkin melakukan analisis terhadap semua variabel-variabel yang mempengaruhi, maka diasumsikan bahwa faktor-faktor lain yang mempengaruhi penawaran konstan kecuali barang-barang itu sendiri (asumsi ceteris paribus).
X. Xxxxxxx Xxxxxx (2012: 70-72) menjelaskan terdapat faktor-faktor yang menyebabkan pergerakan dan pergeseran sepanjang kurva penawaran yaitu sebagai berikut:
a. Perubahan harga menimbulkan gerakan sepanjang kurva penawaran.
b. Sedangkan perubahan faktor-faktor lain di luar harga menimbulkan pergeseran kurva tersebut.
2.1.1.3 Bentuk Kurva Penawaran
Bentuk kurva penawaran yang memenuhi hukum penawaran adalah bergerak dari kiri bawah ke kanan atas (mempunyai slope positif). Artinya pada kurva penawaran yang berbentuk seperti ini, perubahan jumlah barang yang
ditawarkan semata-mata ditentukan oleh harga barang itu sendiri dengan hubungan yang positif.
Harga (P)
S
P2
P1
Q1 Q2 Kuantitas (Q)
Gambar 2.1 Bentuk Kurva Penawaran
Dari gambar 2.1 menjelaskan bahwa apabila harga barang berada pada titik P1, maka jumlah barang yang ditawarkan berada pada titik Q1, sedangkan apabila terjadi kenaikan tingkat harga, maka akan menyebabkan kurva berubah dari titik P1 ke P2, maka jumlah barang yang ditawarkan produsen pun akan mengalami peningkatan dari titik Q1 ke Q2. Perubahan tersebut terjadi karena adanya faktor yang mempengaruhi, yaitu tingkat harga.
Kemudian yang berikutnya yaitu pergeseran kurva penawaran. Pergeseran kurva penawaran ini terjadi akibat perubahan faktor-faktor lain diluar harga, dengan bentuk kurva yaitu sebagai berikut:
Harga (P)
D
S1 S2
P2 P1
Q1 Q2 Kuantitas (Q)
Gambar 2.2 Pergeseran Kurva Penawaran
Kurva penawaran bisa mengalami pergeseran ke kanan atau ke kiri. Pergeseran ini terjadi karena berubahnya jumlah produk yang ditawarkan produsen sebagai akibat dari berbagai faktor, kecuali faktor harga produk tersebut. Seperti halnya pada gambar 2.2 ketika harga naik dari P1 ke P2, maka produsen menaikan pula penawarannya dari Q1 ke Q2 hal ini terjadi karena barang yang diminta konsumen ketika harga naik cenderung sedikit.
Perubahan jumlah barang yang ditawarkan tidak lagi dipengaruhi oleh perubahan harga barang tersebut, melainkan disebabkan oleh perubahan faktor- faktor lain yang selama ini dianggap konstan. Dalam hal ini asumsi ceteris paribus sudah tidak berlaku lagi.
Bentuk lain kurva penawaran yang menyimpang dari hukum penawaran adalah sebagai berikut:
- Kurva penawaran yang sejajar dengan sumbu harga (vertikal). Bentuk kurva penawaran yang seperti ini disebut kurva penawaran yang inelastis
sempurna. Artinya, berapapun harga yang berlaku, jumlah yang ditawarkan tidak mengalami perubahan.
- Kurva penawaran yang sejajar dengan sumbu kuantitas (horizontal). Bentuk kurva penawaran yang seperti ini disebut kurva penawaran yang elastis sempurna. Artinya, pada tingkat harga tertentu dengan perubahan yang sangat kecil sekali (mendekati nol), jumlah barang yang ditawarkan bisa berapa saja.
- Kurva penawaran yang bergerak dari kiri atas ke kanan bawah. Bentuk kurva penawaran seperti ini disebut Backward Binding Supply Curve, yaitu bentuk kurva penawaran tenaga kerja.
S1
S2
S3
SL
W1
0 Q 0
Works
L
L1 Leissure
Gambar 2.3
Bentuk Lain Kurva Penawaran
2.1.2 Teori Pendapatan
Pendapatan berasal dari kata dasar “dapat”. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengertian pendapatan adalah hasil kerja (usaha dan sebagainya). Pengertian pendapatan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia merupakan
definisi pendapatan secara umum. Pada perkembangannya, pengertian pendapatan memiliki penafsiran yang berbeda-beda tergantung dari latar belakang disiplin ilmu yang digunakan untuk menyusun konsep pendapatan bagi pihak-pihak tertentu.
Pendapatan merupakan tujuan utama dijalankannya suatu usaha. Pendapatan adalah jumlah seluruh uang yang diterima oleh seseorang atau rumah tangga dalam jangka waktu tertentu untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka (Xxxxxxxxx dan Nordhaus, 1997).
Menurut Xxxxxx Xxxxxxx pendapatan adalah penghasilan yang diterima tanpa memberikan suatu kegiatan apapun yang diterima oleh suatu negara. Pendapatan juga merupakan uang bagi sejumlah pelaku usaha yang telah diterima oleh suatu usaha dari pembeli sebagai hasil dari proses penjualan barang ataupun jasa. Pendapatan dapat juga disebut dengan income dari seseorang yang diperoleh dari hasil transaksi jual-beli dan pendapatan diperoleh apabila terjadi transaksi antara pedagang dengan pembeli dalam suatu kesepakatan harga bersama. Pendapatan juga merupakan suatu unsur yang harus dilakukan dalam melakukan suatu usaha. Karena dalam melakukan suatu usaha tentu ingin mengetahui nilai atau jumlah pendapatan yang diperoleh selama melakukan usaha. Menurut Xxxxxxx Xxxxxxxxxxxxxx (1957) Pendapatan merupakan jumlah barang dan jasa yang memenuhi tingkat hidup masyarakat, di mana dengan adanya pendapatan yang dimiliki oleh setiap jiwa disebut dengan pendapatan perkapita, dan pendapatan perkapita sendiri menjadi tolok ukur kemajuan atau perkembangan ekonomi. Hal tersebut sangat berpengaruh bagi kelangsungan suatu usaha,
semakin besar pendapatan yang diperoleh maka semakin besar kemampuan suatu usaha untuk membiayai segala pengeluaran dan kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan. Kondisi seseorang dapat diukur dengan menggunakan konsep pendapatan yang menujukkan jumlah seluruh uang yang diterima oleh seseorang atau rumah tangga selama jangka waktu tertentu (Xxxxxxxxx dan Nordhaus, 2013).
Pendapatan dapat juga dikatakan sebagai penerimaan (Revenue) yaitu penerimaan pedagang dari hasil penjualan outputnya (Xxxxxxxx, 2000).
Terdapat beberapa konsep revenue yaitu:
1. Total Revenue (TR) yaitu total produsen dari hasil penjualan outputnya. Total revenue adalah output kali harga jual output.
TR = P × Q
Keterangan:
TR = Total Revenue (total pendapatan) P = Harga jual barang
Q = Output
2. Averange Revenue (AR) adalah penerimaan produsen per unit output yang
dijual.
AR = TR
Q
Sehingga AR tidak lain adalah harga (jual) output perunit (Q).
3. Marginal Revenue (MR) yaitu kenaikan dari TR yang dikarenakan oleh tambahan penjualan 1 unit output.
MR =
∆TR
∆Q
Keterangan:
∆TR = tambahan pendapatan total
∆Q = tambahan output.
Menurut ilmu ekonomi, pendapatan merupakan nilai maksimum yang dapat dikonsumsi oleh seseorang dalam suatu periode dengan mengharapkan keadaan yang sama pada akhir periode seperti keadaan semula. Definisi pendapatan menurut ilmu ekonomi menutup kemungkinan perubahan lebih dari total harta kekayaan badan usaha pada awal periode dan menekankan pada jumlah nilai statis pada akhir periode, dengan kata lain pendapatan adalah jumlah kenaikan harta kekayaan karena perubahan penilaian yang bukan diakibatkan perubahan modal dan hutang. Harga ini ditentukan oleh kekuatan penawaran dan permintaan pasar produksi.
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), pendapatan menurut lapangan usaha yang ada di Indonesia adalah sebagai berikut:
1. Pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan
2. Pertambangan dan penggalian
3. Industri pengolahan
4. Listrik, gas dan air minum
5. Bangunan
6. Perdagangan, hotel dan restoran
7. Pengangkutan dan komunikasi
8. Bank dan lembaga keuangan lainnya
9. Sewa rumah
10. Pemerintahan dan pertahanan
11. Jasa-jasa
Menurut Xxxxxx Xxxxxxx (1994: 54), pendapatan dapat dihitung melalui tiga cara yaitu:
1. Cara pengeluaran, cara ini pendapatan dihitung dengan menjumlahkan nilai pengeluaran/perbelanjaan ke atas barang-barang dan jasa.
2. Cara produksi, cara ini pendapatan dihitung dengan menjumlahkan nilai barang dan jasa yang dihasilkan.
3. Cara pendapatan, dalam perhitungan ini pendapatan diperoleh dengan cara menjumlahkan seluruh pendapatan yang diterima.
Secara garis besar, pendapatan digolongkan menjadi tiga golongan (Xxxxxxxxx dalam Xxxxxxx, 2015), yaitu:
1. Gaji dan Upah. Yaitu imbalan yang diperoleh setelah orang tersebut melakukan pekerjaan untuk orang lain yang diberikan dalam waktu satu hari, satu minggu maupun satu bulan.
2. Pendapatan dari usaha sendiri. Merupakan nilai total dari hasil produksi yang dikurangi dengan biaya-biaya yang dibayar dan usaha ini merupakan usaha milik sendiri atau keluarga dan tenaga kerja berasal dari anggota keluarga sendiri, nilai sewa kapital milik sendiri dan semua biaya ini biasanya tidak diperhitungkan.
3. Pendapatan dari usaha lain. Pendapatan yang diperoleh tanpa mencurahkan tenaga kerja dan ini biasanya merupakan pendapatan sampingan antara lain
yaitu pendapatan dari hasil menyewakan aset yang dimiliki seperti rumah, ternak dan barang lain, bunga dari uang, sumbangan dari pihak lain dan pendapatan dari pensiun.
Dalam penelitian ini, pendapatan yang diterima oleh PKL di Sekitar Kampus UPI Kecamatan Sukasari Kota Bandung diukur berdasarkan jumlah pendapatan mereka yang didapat perbulannya atau disebut revenue. Pendapatan merupakan uang yang diterima oleh seseorang atau perusahaan dalam bentuk gaji (wages), upah (salaries), sewa (rent), bunga (interest), laba (profit) dan sebagainya.
Xxxxxx Xxxxxxx (1994: 49-51) membagi pendapatan menjadi dua macam, yaitu:
1. Pendapatan perorangan
Adalah pendapatan yang dihasilkan oleh atau dibayarkan kepada perorangan sebelum dikurangi dengan pajak penghasilan perorangan.
2. Pendapatan disposible
Adalah jumlah pendapatan yang dapat dibelanjakan oleh rumah tangga, atau pendapatan setelah dikurangi dengan pajak penghasilan.
2.1.3 Pengertian Perdagangan
Perdagangan atau perniagaan adalah kegiatan tukar menukar barang atau jasa atau keduanya yang berdasarkan kesepakatan bersama bukan pemaksaan. Pada masa awal sebelum uang ditemukan, tukar menukar barang dinamakan barter, yaitu menukar barang dengan barang. Pada masa modern perdagangan
dilakukan dengan penukaran uang. Setiap barang dinilai dengan sejumlah uang. Pembeli akan menukar barang atau jasa dengan sejumlah uang yang diinginkan penjual. Dalam perdagangan ada orang yang membuat yang disebut produsen. Kegiatannya bernama produksi. Jadi, produksi adalah kegiatan membuat suatu barang. Ada juga yang disebut distribusi, distribusi adalah kegiatan mengantar barang dari produsen ke konsumen. Konsumen adalah orang yang membeli barang. Konsumsi ialah suatu kegiatan yang bertujuan mengurangi atau menghabiskan daya guna suatu benda, baik berupa barang maupun jasa, untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasan secara langsung (Wikipedia, 2017). Menurut (Xxxxxxx Xxxxx, 2002) Perdagangan adalah suatu proses tukar menukar baik barang maupun jasa dari sebuah wilayah kewilayah lainnya. Kegiatan perdagangan ini terjadi dikarenakan adanya perbedaan sumber daya yang dimiliki dan perbedaan kebutuhan.
Menurut Xxxxx (2001), pedagang dapat di kategorikan menjadi:
a. Pedagang asongan: Pedagang yang menjajakan buah-buahan, makanan, minuman dan sebagainya (di dalam kendaraan umum atau perempatan jalan).
b. Pedagang besar: Orang yang berdagang secara besar-besaran (dengan modal besar).
c. Pedagang kecil: Orang yang berdagang secara kecil-kecilan (dengan modal kecil).
d. Pedagang perantara: Pedagang yang menjual belikan barang dari pedagang besar kepada pedagang kecil.
2.1.4 Sektor Informal
2.1.4.1 Pengertian Sektor Informal
Istilah sektor informal pertama kali dilontarkan oleh Xxxxx Xxxx (1971) dengan menggambarkan sektor informal sebagai bagian angkatan kerja kota yang berada di luar pasar tenaga terorganisasi (Mulyana, 2011). Sektor informal biasanya digunakan untuk menunjukkan aktivitas ekonomi berskala kecil dan sering mengalami banyak kesulitan untuk menjalin hubungan secara resmi. Sektor informal yang dimaksud di sini adalah suatu kegiatan berskala kecil yang bertujuan untuk mendapatkan kesempatan kerja. Di dalam UU. Nomor 9 Tahun 1995 tentang usaha kecil dijelaskan bahawa yang dimaksudkan dengan usaha kecil adalah kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil dan memenuhi kriteria, seperti kekayaan bersih paling banyak Rp.200.000.000, milik Warga Negara Indonesia, berdiri sendiri, bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki baik secara langsung maupun tidak secara langsung dengan usaha menengah atau besar, berbentuk usaha perseorangan, dan berbadan usaha yang tidak berbadan hukum, atau badan usaha berbadan hukum. Elemen yang umumnya termasuk dalam sektor ini adalah yang berpendidikan kurang, keterampilan kurang, dan umumnya para pendatang. Hal tersebut sebagai gambaran tentang sektor informal yang tergantung dari sudut pandang operasional maupun penelitian (Manning – Xxxxxxxxx, 1996:90-91).
Menurut Xxxx, (2001: 63) memberikan pengertian bahwa istilah sektor informal biasanya digunakan untuk menunjukkan sejumlah kegiatan ekonomi yang berskala kecil. Tetapi akan menyesatkan bila disebutkan perusahaan berskala
kecil, karena sektor informal dianggap sebagai suatu manifestasi situasi pertumbuhan kesempatan kerja di negara sedang berkembang, karena itu mereka yang memasuki kegiatan berskala kecil ini di kota, terutama bertujuan untuk mencari kesempatan kerja dan pendapatan daripada memperoleh keuntungan. Karena mereka yang terlibat dalam sektor ini pada umumnya miskin, berpendidikan sangat rendah, tidak terampil dan kebanyakan para migran, jelaslah bahwa mereka bukanlah kapitalis yang mencari investasi yang menguntungkan dan juga bukan pengusaha seperti yang dikenal pada umumnya.
Menurut Sethuraman yang dikutip Xxxxxxxxxxx Xxxxxxxx (1988:22) mendefinisikan sektor informal secara umum yaitu terdiri dari unit usaha berkala kecil yang memproduksi, mendistribusi barang dan jasa dengan tujuan pokok menciptakan kesempatan kerja dan pendapatan bagi dirinya masing-masing serta dalam usahanya itu sangat dibatasi oleh faktor modal maupun keterampilan.
Menurut Bremen yang dikutip Xxxxx Xxxxx (1985:74) menyatakan, bahwa sektor informal merupakan suatu pekerjaan yang umumnya padat karya, kurang memperoleh dukungan, pengakuan dari pemerintah, dan kurang terorganisir dengan baik.
Sedangkan menurut Xxxxxxxxx, (1988: 42) yang menyatakan bahwa pilihan sektor informal adalah suatu jawaban atas rendahnya pendidikan dan keterampilan yang dimiliki oleh anak-anak jalanan. Investasi yang diperlukan untuk sektor ini relatif rendah serta tidak memerlukan persyaratan kemampuan atau keterampilan khusus.
Berdasarkan beberapa definisi di atas maka dapat dikatakan bahwa sektor informal seperti PKL, pedagang asongan dan tukang semir sepatu. Merupakan pekerjaan yang tidak memerlukan pendidikan, keterampilan khusus dan modal material yang besar.
Adapun salah satu masalah penting yang dihadapi negara-negara dunia ketiga adalah merebaknya kontradiksi ekonomi politik evolusi pertumbuhan perkotaan di negara-negara tersebut. Pertumbuhan konsentrasi penduduk di kota- kota besar negara-negara dunia ketiga terjadi dengan kecepatan yang sangat tinggi. Tetapi, pertumbuhan kota-kota tersebut ternyata tidak diikuti dengan kecepatan yang sebanding oleh pertumbuhan industrialisasi. Fenomena ini oleh para ahli disebut sebagai urbanisasi berlebih atau “over urbanization”. Istilah ini menggambarkan bahwa tingkat urbanisasi yang terjadi terlalu tinggi melebihi tingkat industrialisasi yang dicapai oleh evolusi suatu masyarakat (Mulyana, 2011).
Arus migrasi desa-kota yang cukup besar tidak semuanya terserap di sektor industri modern di kota, karena keterbatasan sektor industri modern dan tidak semua migran memiliki skill atau kemampuan untuk masuk ke sektor industri modern tersebut. Hal ini mengakibatkan para migran yang tidak dapat masuk ke sektor industri modern lebih memilih sektor informal yang relatif mudah untuk dimasuki. Agar tetap dapat bertahan hidup (survive), para migran yang tinggal di kota melakukan aktifitas-aktifitas informal (baik yang sah dan tidak sah) sebagai sumber mata pencaharian mereka. Hal tersebut dilakukan
dengan pertimbangan daripada menjadi pengangguran yang tidak memiliki penghasilan atau memiliki penghasilan tetapi rendah dan tidak tetap.
2.1.4.2 Ciri-ciri Sektor Informal
Pada umumnya, sektor informal tidak mempunyai tempat usaha yang permanen dan terpisah dari tempat tinggalnya, tidak mempunyai keterkaitan (lingkage) dengan usaha lain yang lebih besar, tidak mengenal sistem perbankan, pembukuan, perkreditan dan sebagainya (Xxx Xxxxxxx, 1993). Menurut Xxxx Xxxxxxxx seperti dikutip Xxxxxxx T (1989), ciri-ciri sektor informal yang cukup kentara adalah hubungan kerja tanpa perjanjian atau kontrak tertulis, dan usahanya yang masih menggunakan teknologi sederhana.
Menurut Xxxx Xxxxxxxx dan Xxxxxxx (1979: 38), ciri-ciri sektor informal adalah sebagai berikut:
1. Aktivitas pada sektor ini tidak terorganisir secara baik karena timbulnya tidak melalui institusi yang ada pada perekonomian modern.
2. Karena kebijakan pemerintah tidak sampai pada sektor ini, maka sektor informal tidak memiliki hubungan langsung dengan pemerintah.
3. Pada umumnya setiap unit usaha tidak memiliki izin usaha dari pemerintah.
4. Pola kegiatan tidak teratur dengan baik dalam arti tempat dan jam kerja.
5. Unit usaha pada sektor ini mudah untuk masuk dan keluar dari sektor ke sektor lain.
6. Karena modal dan peralatan serta perputaran usaha relatif kecil, maka skala operasi unit usaha ini kecil pula.
7. Teknologi yang digunakan termasuk kedalam teknologi yang sederhana.
8. Untuk mengelola usaha tidak diperlukan tingkat pendidikan tertentu, serta keahliannya didapat dari sistem pendidikan non formal dan pengalaman.
9. Unit usaha ini termasuk ke dalam one man enter prise atau kalau memiliki buruh, maka buruh berasal dari lingkungan keluarga atau disebut juga family enterprise.
10. Sumber dana untuk modal tetap atau modal kerja kebanyakan berasal dari tabungan sendiri dan dari sumber keuangan tidak resmi.
11. Hasil produksi dan jasa dari sektor ini terutama dikonsumsi oleh golongan masyarakat miskin dan kadang-kadang oleh golongan menengah.
2.1.4.3 Sebab Munculnya Sektor Informal
Di Indonesia sektor informal mulai dikenal sejak tahun 1970. Namun keberadaannya baru mulai diperhitungkan sejak terjadinya krisis ekonomi pada tahun 1998. Munculnya sektor informal pada waktu itu terjadi karena tingginya angka Pemutusan Hubungan Kerajam (PHK) dan angka pengangguran. Adanya sektor informal mampu menyerap sebagian besar pencari kerja dan menyediakan lapangan pekerjaan untuk kalangan miskin.
Menurut Xxxx Xxxxxxx (1993), pada umumnya pekerja di sektor informal menganggap bahwa sektor ini sebagai sektor transisi sampai adanya kesempatan untuk bekerja di sektor formal. Hal ini dikarenakan untuk masuk sektor informal sangatlah mudah dan tidak ada persyaratan yang ketat. Yang penting adanya kemauan, siapapun bisa terjun kesektor informal. Menurut Xxxxxxxxx Xxxx Xxxxxxx dan Xxxxx Xxxxxxx (1996), sektor informal muncul akibat kurang siapnya
daya dukung kota terhadap pembengkakan tenaga kerja dari desa, sehingga menyebabkan terjadinya peningkatan jumlah pengangguran penuh dan yang pengangguran separuh.
Pendapat lain mengatakan bahwa sektor informal muncul karena timbulnya masalah kemiskinan perkotaan akibat tidak cukup tersedianya lapangan kerja di perkotaan (X. Xxxx Xxxxxxxx, 1987). Xxxxxx sebagaimana dikutip oleh Xxxxxxxxx Xxxx Xxxxxxx dan Xxxxx Xxxxxxx (1996) juga mengemukakan pendapatnya. Ia mengatakan kota-kota di dunia ketiga mengalami apa yang disebut urbanisasi berlebih (over urbanization), yaitu suatu keadaan di mana kota- kota tidak dapat menyediakan fasilitas pelayanan pokok dan kesempatan kerja yang memadai kepada sebagian besar penduduk. Keadaan ini terjadi karena adanya urban bias, yakni kebijakan yang lebih mengutamakan pengembangan perkotaan, sehingga penduduk luar kota banyak yang terangsang untuk mencari nafkah ke kota, sedangkan pemerintah kota sudah tidak mampu menambah fasilitas perkotaan.
2.1.4.4 Dampak Munculnya Sektor Informal
Sektor informal sering dijadikan kambing hitam dari penyebab kesemrawutan lalu lintas maupun pencemaran lingkungan. Padahal, keberadaan dari sektor informal ini sangat membantu kepentingan masyarakat dalam menyediakan lapangan pekerjaan dengan penyerapan tenaga kerja secara mandiri atau menjadi safety belt bagi tenaga kerja yang memasuki pasar kerja, selain untuk menyediakan kebutuhan masyarakat golongan menengah ke bawah.
Pada umumnya sektor informal sering dianggap lebih mampu bertahan hidup 'survive' dibandingkan sektor usaha yang lain. Hal tersebut dapat terjadi karena sektor informal relatif lebih independen atau tidak tergantung pada pihak lain, khususnya menyangkut permodalan dan lebih mampu beradaptasi dengan lingkungan usahanya.
Menurut Xxxx X Xxxxxxxx (1987) dampak positif yang ditimbulkan oleh sektor informal, antara lain: membuka lapangan pekerjaan, sumber pendapatan daerah, memenuhi kebutuhan masyarakat, sarana pemasaran bagi sektor formal dan sarana pemasaran bagi industri kecil. Adapun dampak negatif yang ditimbulkan oleh sektor informal adalah mengganggu ketertiban dan kebersihan kota, menimbulkan kemacetan lalu lintas, dan mengganggu keindahan lingkungan kota.
Perbedaan kesempatan memperoleh penghasilan antara sektor formal dan sektor informal pada pokoknya didasarkan atas perbedaan antara pendapatan dari gaji dan pendapatan dari usaha sendiri. Variabel kuncinya terletak pada tingkat rasionalisasi pekerjaan, yaitu apakah pekerja diatur atas gaji yang tetap yang permanen dan teratur ataukah tidak (Manning, 1985).
Salah satu aspek penting dari perbedaan antara sektor formal dan sektor informal adalah bahwa kesempatan kerja dalam sektor informal sering dipengaruhi oleh jam kerja yang tidak tetap dalam suatu jangka waktu tertentu (misalnya seminggu). Hal ini disebabkan oleh tidak adanya hubungan kontrak kerja jangka panjang sehingga upah di sektor ini cenderung dihitung perhari atau
per jam. Oleh karena itu, penting untuk membedakan antara tingkat upah (per jam atau perhari) dan penghasilan rata-rata perminggu atau perbulan (Manning, 1985).
2.1.4.5 Peran Sektor Informal terhadap Perekonomian
Di negara-negara berkembang, sebagian besar angkatan kerja terlibat pada sektor informal. Keberadaan sektor informal ini hampir tidak tercatat dalam statistik ekonomi resmi suatu negara, padahal aktivitasnya seringkali memainkan peran penting dalam basis sumber kehidupan sebagian besar penduduk di wilayah-wilayah yang sedang berkembang. Kegiatan sektor informal sering juga disebut sebagai underground economy (Gerxhani, 2000). Kata underground disini menunjukkan bahwa sektor informal tidak hanya kegiatan legal saja tapi bisa mencakup kegiatan illegal.
Sektor informal sangat pesat pertumbuhannya di negara-negara berkembang karena ketidakmampuan sektor modern dalam menyerap tenaga kerja yang ada, akibat pertumbuhan penduduk yang pesat. Sebagian besar orang memasuki sektor informal karena mereka sudah tidak tertampung di sektor modern. Sektor informal adalah bagian dari suatu model usaha yang berada diluar jangkauan aturan pemerintah. Tentu ini berbeda dengan sektor formal yang selalu memperhatikan aturan pemerintah seperti mendapat ijin usaha dan aturan kepegawaian (Marcouiller, 1995).
Sektor modern ternyata tidak mampu menyiapkan pekerjaan seperti yang diharapkan. Pertumbuhan angkatan kerja dinegara berkembang sangat cepat. Selain itu krisis ekonomi yang sering melanda negara-negara berkembang menyebabkan terhambatnya mereka mengembangkan sektor modern. Investasi di
negara berkembang lebih banyak mengandalkan pinjaman luar negeri dan sangat terbatas. Pemerintah sangat terbatas kemampuannya dalam menciptakan lapangan pekerjaan. Setelah menghadapi berbagai masalah di atas pemerintah mulai membangun pandangan yang berbeda tentang sektor informal. Sektor ini tidak lagi dianggap sebagai sektor marginal tapi merupakan sektor ekonomi yang membantu pemerintah memecahkan masalah pengangguran di dalam negeri. Oleh karenanya pemerintah daerah Kota Bandung membuat peraturan daerah Kota Bandung Nomor 04 Tahun 2011 tentang penataan dan pembinaan pedagang kaki lima.
Pendapat lain lagi mengatakan bahwa beban ekonomi seperti, pajak yang tinggi, penyogokan, dan birokratisasi yang berlebihan mendorong berkembangnya sektor informal di negara berkembang (De Soto, 1989). Para pengusaha sektor informal mencoba menghindari berbagai macam beban keuangan karena praktek korupsi yang meluas. Dengan masuk ke sektor informal mereka bisa menghindari pungutan yang membebani keuangan mereka. Namun karena bergerak di sektor informal maka otomatis mereka tidak mendapat pelayanan publik yang memadai dibanding dengan mereka yang bergerak di sektor formal. Biasanya mereka yang bergerak di sektor publik mendapat perlindungan jaminan hak milik dari negara.
Sering pemerintah membuat kebijakan ekonomi yang keliru sehingga perekonomian negara terpuruk. Krisis ekonomi yang melanda Indonesia adalah contoh kegagalan kebijakan ekonomi pemerintah pada masa yang lalu. Dalam situasi ini sektor informal menjadi harapan pemerintah sebagai penyelamat ekonomi nasional (Xxxxxxxxx 1995).
Setelah sektor informal mendapat pengakuan maka timbul pertanyaan bagaimana menumbuhkan sektor ini? Selama ini kebijakan ekonomi neo-klasik lebih berpihak kepada usaha besar. Oleh karena itu, kebijakan mekanisme pasar seolah-olah lebih menguntungkan usaha besar dari pada usaha kecil. Xxxxxxxx xx Xxxx adalah ahli ekonomi yang secara konsisten melihat bahwa kebijakan mekanisme pasar juga cocok untuk sektor usaha informal atau usaha mikro (De Soto, 2000). Campur tangan pemerintah yang tidak terlalu banyak akan memberi kesempatan sektor informal tumbuh secara mandiri dan kuat. Oleh karena itu, xx Xxxx menginginkan pemerintah harus menghapus atau mengurangi aturan yang terlalu membelenggu sektor informal berkembang. Perkembangan sektor informal yang pesat akan membantu pemerintah dalam penciptaan lapangan kerja.
Menurut (Gerxhani, 2000). Peranan sektor informal terhadap perekonomian adalah sebagai berikut:
1. Menjamin tingkat kompetisi dan fleksibilitas produksi
2. Memberi sumbangan terhadap pertumbuhan ekonomi lokal
3. Sektor ini mendorong upah di sektor formal untuk bergerak ke bawah
4. Menyediakan harga barang dan jasa yang murah
5. Member pendapatan yang cukup untuk individu tertentu
6. Upah tenaga kerja sangat murah
7. Upah yang murah dengan biaya administrasi/birokrasi yang murah mengakibatkan produktivitas modal sektor ini cukup tinggi
8. Pengalaman beberapa negara menunjukkan bahwa penurunan GDP dapat ditutupi dengan kenaikan yang cepat dari sektor informal.
2.1.5 Pedagang Kaki Lima
2.1.5.1 Pengertian Pedagang Kaki Lima
Pedagang Kaki Lima (PKL) adalah sebuah profesi yang terjadi akibat semakin sempitnya lapangan pekerjaan di sektor formal sehingga sebagian masyarakat beralih kesektor informal demi kelangsungan hidupnya. Menurut XxXxx dan Xxxxx (1977:25), PKL mempunyai pengertian yang sama dengan ”hawkers”, yang didefinisikan sebagai orang-orang yang menjajakan barang dan jasa untuk dijual di tempat yang merupakan ruang untuk kepentingan umum, terutama di pinggir jalan dan trotoar. Sebenarnya istilah kaki lima berasal dari masa penjajahan kolonial belanda. Peraturan pemerintah pada saat itu menetapkan setiap jalan raya yang dibangun hendaknya menyediakan sarana untuk pejalan kaki. Lebar ruas untuk pejalan adalah lima kaki atau sekitar satu setengah meter, maka dari itu pedagang yang berjualan di area pejalan yang lebarnya lima kaki itu sering kali disebut pedagang kaki lima (PKL).
Menurut Xxxxxxxxx dalam Kurniadi (2003), PKL adalah orang yang dengan modal relatif sedikit berusaha untuk memasuki bidang produksi dan menawarkannya untuk memenuhi kebutuhan konsumen. Xxxxxx (1994) yang dikutip dalam Putri (2014) menyebutkan PKL adalah pedagang yang menggelar barang dagangannya di depan suatu toko ataupun di trotoar jalan. PKL merupakan salah satu dari sektor informal yang kehadirannya sangat membantu bagi pedagang yang memiliki modal kurang.
Karena Kebebasan setiap individu masyarakat untuk berkembang dan berusaha dalam pemenuhan kehidupan yang layak harus didukung. Keberadaan
masyarakat dalam melakukan kegiatan usaha merupakan salah satu cerminan dari kegiatan ekonomi masyarakat yang kreatif, yang tetap berjalan dalam lingkup perekonomian mandiri. Kebebasan masyarakat dalam berusaha pada dasarnya telah dijamin keberadaannya di dalam Undang-Undang Dasar 1945.
Adapun menurut peraturan daerah Kota Bandung nomor 04 tahun 2011, mengenai karakteristik dan klasifikasi PKL adalah sebagai berikut:
• Karakteristik PKL
1. Karakteristik PKL adalah sebagai berikut:
a. perlengkapan dagang mudah dibongkar pasang atau dipindahkan.
b. mempergunakan bagian jalan, trotoar, dan/atau tempat lain untuk kepentingan umum yang bukan diperuntukkan bagi tempat berdagang secara tetap.
2. PKL menggunakan sarana berdagang berupa:
a. Tenda makanan
b. Gerobak
c. Deprokan/Xxxxxxx
• Klasifikasi PKL
1. PKL yang berdagang berdasarkan jenis dagangan yang dijual, terdiri dari para penjual:
a. makanan dan minuman
b. pakaian/tekstil, mainan anak
c. kelontong
d. sayuran dan buah-buahan
e. obat-obatan
f. barang cetakan
g. jasa perorangan
h. peralatan bekas.
2. PKL yang berdagang berdasarkan waktu berdagang, terdiri dari:
a. yang berdagang pada pagi hingga siang hari
b. pagi hingga sore hari
c. sore hingga malam hari
d. malam hingga pagi hari
e. pagi hingga malam hari
f. sepanjang hari
3. PKL yang berdagang berdasarkan bangunan tempat berdagang, dapat diklasifikasikan menjadi:
a. PKL bergerak/movable/dorongan
b. PKL tanpa bangunan seperti PKL deprokan/dasaran/gelaran
c. PKL dengan bangunan non permanen (bongkar pasang).
Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 04 Tahun 2011 Tentang Penataan dan Pembinaan Pedagang Kaki Lima.
Pasal 12 Lokasi PKL dibagi ke dalam 3 (tiga) zona sebagai berikut:
a. Zona merah yaitu lokasi yang tidak boleh terdapat PKL
b. Zona kuning yaitu lokasi yang bisa tutup buka berdasarkan waktu dan tempat;
c. Zona hijau yaitu lokasi yang diperbolehkan berdagang bagi PKL.
Pasal 13 Zona merah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf a merupakan wilayah sekitar tempat ibadat, rumah sakit, komplek militer, jalan nasional, jalan provinsi dan tempat-tempat lain yang telah ditentukan dalam peraturan perundang-undangan kecuali ditentukan lain berdasarkan peraturan daerah ini.
Pasal 14 (1) Zona kuning sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf b yang berdasarkan waktu adalah seluruh pasar tumpah di daerah hanya boleh berdagang pada jam tertentu yaitu mulai pukul 22.00 WIB sampai 06.00WIB. (2) Zona kuning yang berdasarkan waktu dari jam 17.00 WIB sampai 04.00 WIB adalah pedagang kuliner. (3) Zona kuning yang berdasarkan tempat yaitu kantor- kantor Pemerintah Daerah yang sudah tidak digunakan, depan mall dan sekitar lapangan olahraga yang telah ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 15 Zona hijau sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf c merupakan wilayahwilayah tertentu berdasarkan hasil relokasi, revitalisasi pasar, konsep belanja tematik, konsep festival dan konsep Pujasera sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Peraturan Walikota Bandung Nomor 571 Tahun 2014 tentang perubahan atas peraturan Walikota Bandung nomor 888 tahun 2012 tentang petunjuk pelaksanaan peraturan daerah Kota Bandung nomor 04 tahun 2011 tentang penataan dan pembinaan pedagang kaki lima.
Pasal 8 (1) Zona Merah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf a, merupakan wilayah sekitar tempat ibadah, rumah sakit, komplek militer, jalan
nasional, jalan provinsi dan tempat-tempat lain yang telah ditentukan dalam peraturan perundang-undangan kecuali ditentukan lain berdasarkan Peraturan Daerah dan Peraturan Walikota ini. (2) Ketentuan sekitar tempat ibadah, rumah sakit, dan komplek militer sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi jarak radius 100 (seratus) meter dari batas terluar lokasi dimaksud.
Xxxxxxxxx dan Xxx Xxxxxxxxxx (2001) melakukan pengelompokkan pedagang kaki lima (PKL), mereka mengelompokkannya menjadi empat, yaitu:
1. Jasa: tambal ban, reparasi kunci dan jam.
2. Makanan dan minuman: makanan pokok, makanan suplemen, minuman dan jamu.
3. Non-makanan: tanaman hias, burung, rokok, surat kabar dan majalah, mainan anak-anak, bensin, makanan hewan, peralatan kendaraan bermotor, bamboo, makanan ikan/alat pancing
4. Buah-buahan.
2.1.5.2 Xxxxxx Xxxdorong Dari Desa dan Faktor Penarik Dari Kota
Terdapat beberapa faktor mengapa banyak PKL untuk mengadu nasibnya di perkotaan. Hal ini tidak terlepas dari faktor pendorong dari Desa dan faktor penarik dari Kota. Maka bisa dirumuskan beberapa faktor pendorong dan penarik PKL untuk berdagang di Kota-kota besar termasuk di Kota Bandung, yaitu sebagai berikut:
Faktor Pendorong dari Desa
1. Kurang dan terbatasnya kesempatan kerja atau lapangan kerja di pedesaan
2. Upah kerja di pedesaan relatif rendah
3. Fasilitas dan infrastruktur kehidupan di pedesaan kurang tersedia dan tidak memadai
4. Tanah pertanian di pedesaan banyak yang sudah tidak produktif karena tidak subur atau mengalami kekeringan
5. Kehidupan pedesaan lebih monoton dari pada perkotaan
6. Timbulnya bencana di pedesaan, seperti banjir, gempa bumi, kemarau panjang dan wabah penyakit
Faktor Penarik dari Kota
1. Kesempatan kerja di perkotaan lebih banyak dibandingkan dengan di pedesaan.
2. Upah kerja yang tinggi di perkotaan.
3. Kota sebagai pusat pemerintahan, perdagangan, ilmu pengetahuan, dan teknologi sangat menarik untuk kehidupan sosial.
4. Tersedia beragam fasilitas kehidupan dan infrastruktur, seperti fasilitas pendidikan, kesehatan, transportasi, rekreasi, dan pusat-pusat perbelanjaan.
2.1.5.3 Faktor-Xxxxxx Xxxx Mempengaruhi Pendapatan PKL
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi pendapatan PKL yaitu sebagai berikut:
1. Biaya Tetap
Biaya tetap adalah biaya yang jumlah totalnya akan sama dan tetap tidak berubah sedikitpun walaupun jumlah barang yang diproduksi dan dijual berubah- ubah dalam kapasitas normal. Contoh biaya tetap PKL seperti gerobak, blender, kompor, gas dan lain-lain.
2. Biaya Operasional
Biaya operasional adalah biaya yang berubah secara proporsional dengan kuantitas volume produksi atau penjualan. Jika kuantitas produksi naik/ bertambah maka biaya variabel akan ikut bertambah sebesar perubahan kuantitas dikalikan biaya operasional persatuan. Contoh biaya operasional PKL penjual martabak yaitu bahan baku seperti terigu, cokelat, kacang, telur, gula dan lain- lain.
Biaya tetap dan biaya operasional ini merupakan hal yang sangat vital dalam sebuah bisnis atau perusahaan. Tanpa biaya tersebut bisnis tidak dapat berjalan sebagaimana mestinya. Mulai dari bisnis yang besar maupun bisnis yang kecil, semuanya membutuhkan biaya untuk menjalankan bisnisnya.
Pada intinya biaya tetap dan biaya operasional adalah aset utama untuk menjalankan bisnis dimana umumnya berbentuk dana atau uang. Dengan uang maka bisnis bisa berjalan dengan lancar untuk mendukung proses produksi hingga pemasarannya.
Dalam penelitian ini biaya tetap dan biaya operasional dibutuhkan dan digunakan oleh PKL untuk menyelenggarakan kegiatan produksi sehari-hari yang selalu berputar.
3. Jam Kerja
Jam kerja merupakan jangka waktu yang digunakan untuk menjalankan suatu usaha. Yang dimaksud jam kerja di dalam penelitian ini adalah waktu yang digunakan oleh PKL dalam berjualan setiap bulannya. Merencanakan pekerjaan- pekerjaan yang akan datang merupakan langkah-langkah memperbaiki
pengurusan waktu. Apabila perencanaan pekerjaan belum dibuat dengan teliti, tidak ada yang dapat dijadikan panduan untuk menentukan bahwa usaha yang dijalankan adalah selaras dengan sasaran yang ingin dicapai. Dengan adanya pengurusan kegiatan-kegiatan yang hendak dibuat, sesorang itu dapat menghemat waktu dan kerjanya (Su’ud, 2007:132).
4. Lama Usaha
Lama usaha menimbulkan suatu pengalaman berusaha, pengalaman dapat mempengaruhi pengamatan seseorang dalam bertingkah laku (Xxxxxxxx, 2008). Seseorang yang bekerja lebih lama akan memiliki strategi khusus ataupun cara tersendiri dalam berdagang karena memiliki pengalaman yang lebih banyak dalam menekuni usahanya.
Lama usaha merupakan ukuran tentang lama waktu atau masa kerja yang telah ditempuh seseorang dapat memahami tugas suatu pekerjaan dan melaksanakannya dengan baik. Lamanya seorang pelaku usaha menekuni bidang usahanya akan memberi pengaruh terhadap kemampuan profesionalnya. Semakin lama seseorang menekuni bidang usaha perdagangan akan semakin meningkatkan pengetahuan tentang selera ataupun perilaku konsumen. Keterampilan dalam berdagang yang semakin bertambah dan semakin banyak pula relasi bisnis maupun pelanggan yang dijaring. Semakin lama usaha seseorang dalam membuka usaha maka semakin terampil melakukan pekerjaan dan semakin sempurna pola berpikir dan sikap dalam bertindak untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Oleh karena itu lama usaha yang dijalani seseorang akan meningkatkan
kemampuan dalam melaksanakan usaha tersebut sehingga akan dapat menigkatkan produktivitas usaha tersebut.
5. Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan yang dimaksud adalah pendidikan formal yang telah ditempuh/ditamatkan oleh pedagang. level tingkat pendidikan yang digunakan meliputi: SD, SMP, SMA, dan Perguruan Tinggi.
6. Usia
Usia sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi pendapatan, termasuk pendapatan para PKL yang tergolong kepada usia produktif. Usia produktif adalah penduduk pada kelompok usia antara 15 hingga 64 tahun. Seseorang masuk dalam usia produktif jika sudah melebihi batasan minimum umur yang ditentukan dan tidak melewati batas maksimum umurnya.
2.2 Penelitian Terdahulu
Untuk memperkaya perspektif penelitian ini, maka selain dari kajian teori yang telah dijelaskan, dilakukan juga review terdahulu dari beberapa penelitian sebelumnya.
Berikut ini merupakan tabel mengenai hasil penelitian terdahulu, persamaan, dan perbedaan faktor-faktor yang diteliti penulis dengan yang diteliti oleh penelitian terdahulu.
Tabel 2.1
Persamaan dan Perbedaan Faktor-Faktor yang Diteliti
No. | Penulis/Judul | Hasil Penelitian | Persamaan | Perbedaan |
1. | I Xxxxxx Xxx Antara, Luh Putu Aswitari (2016) “Beberapa Faktor yang mempengaruhi Pendapatan PKL di Kecamatan Denpasar Barat” (Jurnal Ekonomi Pembangunan Universitas Udayana) | Hasil penelitian Vol.5, No.11 menunjukan bahwa secara bersama-sama faktor produksi modal, lama usaha, dan tenaga kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap pendapatan PKL di Kecamatan Denpasar Barat. Adapun variabel yang lebih dominan mempengaruhi pendapatan adalah jumlah tenaga kerja, dengan koefisien regresinya sebesar 0,108. Sehingga memiliki arti bahwa jika jumlah tenaga kerja naik sebesar 1 orang maka pendapatan PKL akan meningkat sebesar 0,108%. | Variabel independen yang diteliti: - Modal - Lama usaha Variabel dependen yang diteliti: “Faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan PKL”. | Variabel independen yang diteliti penulis tidak menggunakan variabel tenaga kerja, melainkan: - Modal(biaya tetap dan biaya operasional - Jam kerja - Lama usaha - Tingkat pendidikan - Usia |
2. | Xxxxxxxx Xxxxx (2017) “Analisis Faktor-faktor yang mempengaruhi Pendapatan PKL di Kota Kuala Simpang (Jurnal Samudra Ekonomika) | Hasil estimasi Vol.1, No. 1 menunjukan bahwa variabel modal, jam kerja, dan lama usaha berpengaruh signifikan terhadap pendapatan PKL di Kota Kuala Simpang dengan Koefisien determinasi sebesar 0,433 atau sebesar 43,3%. Sisanya sebesar 56,7% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak masuk dalam penelitian ini. | Variabel independen yang diteliti: - Modal - Jam kerja - Lama usaha Variabel dependen yang diteliti: “Faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan PKL”. | Variabel independen yang diteliti penulis,melipu ti: - biaya tetap - biaya operasional - Jam kerja - Lama usaha - Tingkat pendidikan - Usia |
3. | Xxxxxxxx Xxxxxxxxx (2009) “Analisis Variabel yang | Berdasarkan Volume 10, Nomor 1, hasilnya membahas tentang faktor usia, tingkat pendidikan, pengalaman kerja serta jam | Variabel independen yang diteliti: - Usia - Tingkat | Variabel independen yang diteliti penulis menambahkan |
No. | Penulis/Judul | Hasil Penelitian | Persamaan | Perbedaan |
Berpengaruh Terhadap Tingkat Pendapatan Pedagang Makanan dan Minuman Kaki Lima Di Alon- Alon Kota Madiun” (Jurnal Sosial) | kerja. Dari hasil uji t diperoleh koefisien varibel usia -19,602. Artinya bahwa dengan adanya peningkatan usia sebesar satu satuan, maka pendapatan PKL akan menurun sebesar 19,602. Hal ini berlaku dengan asumsi bahwa variabel bebas lainnya konstan. Untuk variabel tingkat pendidikan dan jam kerja pun sama, yaitu tidak berpengaruh signifikan. Variabel yang berpengaruh signifikan yaitu variabel pengalaman kerja. | pendidikan - Lama usaha - Jam kerja Variabel dependen yang diteliti: “Faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan PKL”. | variabel: - biaya tetap - biaya operasional. | |
4. | Xxxxxxxxx Xxxxxxx (2018) “Analisis Faktor-Faktor yang mempengaruhi Pendapatan Pedagang Kuliner Kaki Lima di Sepanjang Jalan Kampus Universitas Muhamadiyah Surakarta” (Jurnal Universitas Muhamadiyah Surakarta. | Berdasarkan hasil perhitungan uji normalitas data dengan model Jarque- Bera bahwa variabel independennya berdistribusi normal. Hasil uji asumsi klasik menunjukkan bahwa tidak terdapat masalah multikolinieritas, heteroskedastisitas dan auotokolerasi. Hasil uji t dapat diketahui bahwa variabel modal usaha dan lama usaha berpengaruh signifikan terhadap pendapatan pedagang kuliner kaki lima sedangkan variabel jam kerja dan usia pedagang tidak berpengaruh signifikan. | Variabel independen yang diteliti: - Modal - Lama usaha - Jam kerja - Usia Variabel dependen yang diteliti: “Faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan PKL”. | Variabel independen yang diteliti penulis menambahkan variabel: - Lama usaha - Tingkat pendidikan |
5. | Xxxx Xxxxxxx (2017) “Analisis Faktor-Faktor yang mempengaruhi | Berdasarkan Vol.6, No.4, Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara parsial variabel-variabel yang signifikan mempengaruhi pendapatan | Variabel independen yang diteliti: - Modal - Jam kerja - Tingkat | Variabel independen yang diteliti penulis,melipu ti: - biaya tetap |
No. | Penulis/Judul | Hasil Penelitian | Persamaan | Perbedaan |
Pendapatan Pedagang di Pasar Bantul Kabupaten Bantul”(Jurnal Pendidikan dan Ekonomi). | pedagang Pasar Bantul antara lain modal usaha dan jam kerja. Sedangkan variabel tingkat pendidikan dan lama usaha secara parsial tidak berpengaruh terhadap pendapatan pedagang Pasar Bantul. Selanjutnya variabel modal usaha, tingkat pendidikan, lama usaha, dan jam kerja secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap pendapatan pedagang Pasar Bantul. Pengaruh tersebut sebesar 52,6% dan sisanya 47,4% dijelaskan oleh variabel- variabel lain. | pendidikan - Lama usaha Variabel dependen yang diteliti: “Faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan pedagang”. | - biaya operasional - Jam kerja - Lama usaha - Tingkat pendidikan Usia |
2.3 Kerangka Pemikiran
Dari penjelasan yang telah disampaikan sebelumnya, maka inti dari permasalahannya adalah harapan untuk memperoleh pendapatan yang tinggi bagi PKL yang menjadi bagian dari lapangan kerja sektor informal, hal ini terjadi karena lapangan kerja sektor formal menjadi prioritas utama bagi tenaga kerja. Namun adanya krisis ekonomi yang melanda Indonesia beberapa tahun lalu, mengakibatkan banyak terjadi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) pada sektor formal, sehingga menambah jumlah angka pengangguran, dan ditambah dengan semakin banyaknya arus migrasi desa-kota, di mana pendatang baru tersebut umumnya tidak memperoleh pekerjaan, sehingga mereka mencoba mengadu
nasibnya dengan berpartisipasi dalam kegiatan ekonomi kota, sebagai self- employment yang akhir-akhir ini dikenal sebagai sektor informal.
Sektor informal menjadi salah satu penyelamat bagi mereka yang tidak mendapatkan pekerjaan di sektor formal, hal tersebut dilakukan agar terhindar dari pengangguran. Pengangguran adalah suatu keadaan di mana seseorang yang tergolong dalam angkatan kerja ingin mendapatkan pekerjaan tetapi belum dapat memperolehnya. Faktor utama yang menimbulkan pengangguran adalah adalah kekurangan pengeluaran agregat. Para pengusaha memproduksi barang dan jasa dengan maksud untuk mencari keuntungan. Keuntungan tersebut akan diperoleh jika para pengusaha dapat menjual barang yang mereka produksi. Semakin besar permintaan, semakin banyak barang dan jasa yang mereka wujudkan (Xxxxxx Xxxxxxx,1994: 14).
Dari beberapa referensi teori yang dijabarkan sebelumnya, tulisan ini mencoba mengkaji bagaimana keterkaitan beberapa faktor yang dianggap dapat mempengaruhi pendapatan pedagang kaki lima (PKL). Untuk mempermudah faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pendapatan pedagang kaki lima (PKL), maka peneliti menguraikannya dalam bentuk gambar, Seperti gambar pada kerangka pemikiran berikut.
Biaya Tetap (X1) | |
Biaya Operasional (X2) | |
Jam Kerja (X3) | |
Lama Usaha (X4) | |
Tingkat Pendidikan(X5) | |
Usia (X6) | |
Pendapatan PKL (Y)
Gambar 2.3 Kerangka Pemikiran
Hubungan antara biaya tetap dan biaya operasional dengan pendapatan terjadi karena biaya tersebut merupakan salah satu dari faktor produksi sama dengan modal, yaitu input (faktor produksi) yang sangat penting dalam menentukan tinggi rendahnya pendapatan. Tetapi bukan berarti merupakan faktor satu-satunya yang dapat meningkatkan pendapatan . Dalam hal ini biaya bagi pedagang juga merupakan salah satu faktor produksi yang mempengaruhi tingkat pendapatan. Besar kecilnya biaya kerja yang digunakan dalam usaha tentunya akan berpengaruh terhadap pendapatan yang diperoleh PKL. Agar usaha dagangnya berjalan dengan baik, diperlukan biaya/modal dagang yang cukup memadai pula.
Selain biaya tatap dan biaya operasional, jam kerja pun mempengaruhi tingkat pendapatan. Hal ini terjadi karena semakin lama jam kerja yang digunakan seseorang maka akan tinggi tingkat upah atau pendapatan yang diterima oleh seseorang tersebut,dan sebaliknya jika semakin sedikit jumlah jam kerja yang digunakan oleh seseorang maka akan semakin sedikit tingkat upah atau pendapatan yang diterima oleh pedagang.
Variabel lama usaha menjadi salah satu variabel yang cukup berpengaruh terhadap pendapatan PKL. jika variabel lama usaha bertambah maka pendapatan PKL akan meningkat, sebaliknya jika variabel lama usaha berkurang maka pendapatan PKL akan berkurang. Lamanya suatu usaha dapat menimbulkan pengalaman berusaha, di mana pengalaman dapat mempengaruhi pengamatan seseorang dalam bertingkah laku. Semakin lama seseorang menekuni bidang usaha maka seseorang tersebut akan mempengaruhi produktivitasnya (kemampuan profesionalnya atau keahliannya), sehingga dapat menambah efisiensi dan mampu menekan biaya produksi lebih kecil daripada hasil penjualan. Selain itu lama usaha juga menentukan adanya pelanggan tetap, karena jika usaha tersebut sudah berdiri lama maka pasti akan ada pelanggan tetap yang selalu datang untuk membeli kembali.
Variabel tingkat pendidikan merupakan variabel independen yang mempengaruhi pendapatan PKL. Hal ini karena pengetahuan dan kepintaran seseorang bisa dilihat dari tingginya pendidikan yang ia peroleh, biasanya semakin tinggi pendidikannya maka seseorang akan cenderung lebih mudah untuk
memperoleh pendapatan, termasuk PKL, yang diharapkan bahwa tingginya pendidikan berpengaruh positif terhadap pendapatan yang dihasilkannya.
Salah satu dari variabel independen yang mempengaruhi pendapatan pedagang kaki lima adalah usia pedagang itu sendiri, Variabel usia berpengaruh terhadap pendapatan PKL. Dengan semakin bertambahnya usia maka akan mempengaruhi kondisi fisik pedagang dalam berjualan terutama bagi PKL yang berusia lanjut sehingga pendapatan yang diperoleh akan ikut berkurang.
2.4 Hipotesis
Dalam penelitian ini akan dirumuskan hipotesis guna untuk mengetahui pengaruh variabel independen terhadap pendapatan PKL. Hipotesis sementara yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Biaya tetap diduga mempunyai pengaruh positif terhadap PKL.
2. Biaya operasional diduga mempunyai pengaruh positif terhadap pendapatan PKL.
3. Jam kerja diduga mempunyai pengaruh positif terhadap pendapatan PKL.
4. Tingkat pendidikan diduga tidak berpengaruh terhadap pendapatan PKL.
5. Usia diduga mempunyai pengaruh terhadap pendapatan PKL, tetapi usia cenderung berpengaruh negatif karena semakin bertambah usia kondisi fisik pedagang dalam berjualan akan semakin menurun juga sehingga berakibat kepada pendapatan yang ia peroleh akan cenderung menurun.
6. Lama usaha diduga mempunyai pengaruh positif terhadap pendapatan PKL.