Pasal 1
KODE ETIK PEMERIKSA
BAB I KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan :
1. Badan Pemeriksa Keuangan, yang selanjutnya disingkat BPK, adalah lembaga negara yang bertugas untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
2. Anggota BPK adalah Pejabat Negara pada BPK yang dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah dan diresmikan oleh Presiden.
3. Pemeriksa adalah orang yang melaksanakan tugas pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara untuk dan atas nama BPK.
4. Pelaksana BPK Lainnya adalah pejabat struktural pada Unit Pelaksana Tugas Pemeriksaan dan BPK Perwakilan Provinsi sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya serta Pejabat dan/ atau pegawai lainnya sesuai surat tugas yang sah untuk melakukan pemeriksaan keuangan negara.
5. Pemeriksaan adalah proses identifikasi masalah, analisis, dan evaluasi yang dilakukan secara independen, obyektif, dan profesional berdasarkan standar pemeriksaan, untuk menilai kebenaran, kecermatan, kredibilitas, dan keandalan informasi mengenai pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.
6. Hasil Pemeriksaan adalah hasil akhir dari proses penilaian kebenaran, kepatuhan, kecermatan, kredibilitas, dan keandalan data/informasi mengenai pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang dilakukan berdasarkan standar pemeriksaan yang dituangkan dalam Laporan Hasil Pemeriksaan sebagai Keputusan BPK.
7. Kewajiban adalah segala sesuatu yang harus dilakukan sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan dan apabila tidak dilakukan akan dikenakan hukuman.
8. Larangan adalah segala sesuatu yang tidak diperbolehkan untuk dilakukan dan apabila dilanggar akan dikenakan hukuman.
9. Integritas adalah mutu, sifat, atau keadaan yang menunjukkan kesatuan yang utuh, dimilikinya sifat jujur, kerasnya upaya, serta kompetensi yang memadai.
10. Independensi adalah suatu sikap dan tindakan dalam melaksanakan pemeriksaan untuk tidak memihak kepada siapapun dan tidak dipengaruhi oleh siapapun.
11. Profesionalisme adalah kemampuan, keahlian, dan komitmen profesi dalam menjalankan tugas.
12. Kode Etik BPK, yang selanjutnya disebut Kode Etik, adalah norma-norma yang harus dipatuhi oleh setiap Anggota BPK, Pemeriksa, dan Pelaksana BPK lainnya selama menjalankan tugasnya untuk menjaga martabat, kehormatan, citra, dan kredibilitas BPK.
BAB II
TUJUAN DAN RUANG LINGKUP
Pasal 2
Kode Etik bertujuan untuk memberikan pedoman yang wajib ditaati oleh Anggota BPK, Pemeriksa, dan Pelaksana BPK Lainnya untuk mewujudkan BPK yang berintegritas, independen, dan profesional demi kepentingan negara.
Pasal 3
Kode Etik ini berlaku bagi Anggota BPK, Pemeriksa, dan Pelaksana BPK Lainnya.
BAB III KODE ETIK
Pasal 4
(1) Nilai Dasar merupakan kristalisasi moral yang Primus Inter Pares dan melekat pada diri manusia serta menjadi patokan dan ideal (cita-cita) dalam kehidupan sehari-hari.
(2) Nilai Dasar Kode Etik BPK terdiri dari Integritas, Independensi, dan Profesionalisme.
Pasal 5
Kode Etik harus diwujudkan dalam sikap, ucapan, dan perbuatan Anggota BPK, Pemeriksa, dan Pelaksana BPK Lainnya selaku Aparatur Negara/Pejabat Negara dalam melaksanakan pemeriksaan dan dalam kehidupan sehari-hari, baik selaku Individu dan Anggota Masyarakat, maupun selaku Warga Negara.
BAB IV IMPLEMENTASI KODE ETIK
Bagian Kesatu
Anggota BPK, Pemeriksa, dan Pelaksana BPK Lainnya Selaku Individu dan Anggota Masyarakat
Pasal 6
(1) Anggota BPK, Pemeriksa, dan Pelaksana BPK Lainnya wajib:
a. mengakui persamaan derajat, hak, dan kewajiban asasi setiap manusia;
b. menghormati perbedaan dan menjaga kerukunan hidup bermasyarakat;
c. bersikap jujur dan bertingkah laku sopan; dan
d. menjunjung tinggi nilai moral yang berlaku dalam masyarakat.
(2) Anggota BPK, Pemeriksa, dan Pelaksana BPK Lainnya dilarang:
a. menunjukkan keberpihakan dan dukungan kepada kegiatan-kegiatan politik praktis;
b. memaksakan kehendak pribadi kepada orang lain dan/atau masyarakat;
c. melakukan kegiatan baik secara sendiri-sendiri maupun dengan orang lain yang secara langsung atau tidak langsung merugikan keuangan negara; dan
d. melakukan kegiatan yang dapat menguntungkan kelompoknya dengan memanfaatkan status dan kedudukannya baik langsung maupun tidak langsung.
Bagian Kedua
Anggota BPK, Pemeriksa, dan Pelaksana BPK Lainnya Selaku Warga Negara
Pasal 7
(1) Anggota BPK, Pemeriksa, dan Pelaksana BPK Lainnya wajib:
a. mempertahankan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 serta menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
b. mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; dan
c. menjaga nama baik, citra, dan kehormatan bangsa dan negara.
(2) Anggota BPK, Pemeriksa, dan Pelaksana BPK Lainnya dilarang:
a. menjadi anggota organisasi yang dinyatakan dilarang secara sah di wilayah Republik Indonesia dan organisasi lain yang menimbulkan keresahan masyarakat; dan
b. menjadi perantara dalam pengadaan barang dan/atau jasa di lingkungan pemerintah.
Bagian Ketiga
Anggota BPK selaku Pejabat Negara
Pasal 8
(1) Anggota BPK selaku Pejabat Negara wajib:
a. melaksanakan sumpah atau janji yang diucapkan ketika mulai memangku jabatannya;
b. menjaga rahasia negara atau rahasia jabatan;
c. mengutamakan kepentingan negara daripada kepentingan pribadi, seseorang, dan/atau golongan;
d. menghindari terjadinya benturan kepentingan;
e. menunjukkan sikap kemandirian dalam pengambilan keputusan;
f. bertanggung jawab, konsisten, dan bijak; dan
g. menerapkan secara maksimal prinsip tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih.
(2) Anggota BPK selaku Pejabat Negara dilarang:
a. memanfaatkan status, kedudukan, dan peranannya selaku pejabat negara untuk kepentingan pribadi, seseorang, dan/atau golongan;
b. memanfaatkan hasil pemeriksaan untuk kepentingan pribadi, seseorang, dan/atau golongan;
c. memanfaatkan fasilitas negara untuk kepentingan pribadi, seseorang, dan/atau golongan;
d. menjalankan pekerjaan dan profesi lain yang dapat mengganggu independensi, integritas, dan profesionalismenya selaku Anggota BPK;
e. mengungkapkan temuan pemeriksaan yang masih dalam proses penyelesaian kepada pihak lain di luar BPK;
f. mempublikasikan hasil pemeriksaan sebelum diserahkan kepada lembaga perwakilan;
g. memberikan asistensi dan jasa konsultasi terhadap kegiatan entitas yang menjadi obyek pemeriksaan; dan
h. memerintahkan dan/atau mempengaruhi dan/atau mengubah temuan pemeriksaan, opini, kesimpulan, dan rekomendasi hasil pemeriksaan yang tidak sesuai dengan fakta dan/atau bukti-bukti yang diperoleh pada saat pemeriksaan, sehingga temuan pemeriksaan, opini, kesimpulan, dan rekomendasi hasil pemeriksaan menjadi tidak obyektif.
Bagian Keempat
Pemeriksa dan Pelaksana BPK Lainnya selaku Aparatur Negara
Pasal 9
(1) Pemeriksa dan Pelaksana BPK Lainnya selaku Aparatur Negara wajib:
a. bersikap jujur, tegas, bertanggung jawab, obyektif, dan konsisten dalam mengemukakan pendapat berdasarkan fakta pemeriksaan;
b. menjaga kerahasiaan hasil pemeriksaan kepada pihak yang tidak berkepentingan;
c. mampu mengendalikan diri dan bertingkah laku sopan, serta saling mempercayai untuk mewujudkan kerja sama yang baik dalam pelaksanaan tugas;
d. menunjukkan sikap kemandirian dalam melaksanakan tugas pemeriksaan, menghindari terjadinya benturan kepentingan;
e. menyampaikan hasil pemeriksaan yang mengandung unsur pidana sesuai dengan prosedur kepada Pimpinan BPK;
f. melaksanakan tugas pemeriksaan secara cermat, teliti, dan akurat sesuai dengan standar dan pedoman yang telah ditetapkan;
g. memberikan kesempatan kepada pihak yang diperiksa untuk menanggapi temuan dan kesimpulan pemeriksaan serta mencantumkannya dalam laporan hasil pemeriksaan;
h. meningkatkan pengetahuan dan keahliannya; dan
i. melaksanakan pemeriksaan sesuai dengan standar dan pedoman pemeriksaan.
(2) Pemeriksa dan Pelaksana BPK Lainnya selaku Aparatur Negara dilarang:
a. meminta dan/atau menerima uang, barang, dan/atau fasilitas lainnya baik langsung
2 SEPTEMBER 2012
Warta BPK
maupun tidak langsung dari pihak yang terkait dengan pemeriksaan;
b. menyalahgunakan dan melampaui wewenangnya baik sengaja atau karena kelalaiannya;
c. menghambat pelaksanaan tugas pemeriksaan untuk kepentingan pribadi, seseorang, dan/atau golongan;
d. memanfaatkan rahasia negara yang diketahui karena kedudukan atau jabatannya untuk kepentingan pribadi, seseorang, dan/atau golongan;
e. memaksakan kehendak pribadi kepada pihak yang diperiksa;
x. xxxjadi anggota/pengurus partai politik;
g. menjadi pengurus yayasan, dan/atau badan-badan usaha yang kegiatan nya dibiayai anggaran negara;
x. xxxberikan asistensi atau jasa konsultasi atau menjadi narasumber dalam bidang pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara;
i. mendiskusikan pekerjaannya dengan pihak yang diperiksa di luar kantor BPK atau di luar kantor atau area kegiatan obyek yang diperiksa;
j. melaksanakan pemeriksaan terhadap pejabat pengelola keuangan negara yang memiliki hubungan pertalian darah dan semenda sampai derajat ketiga;
k. melaksanakan pemeriksaan pada obyek dimana Pemeriksa pernah bekerja selama 2 (dua) tahun terakhir;
l. merubah tujuan dan lingkup pemeriksaan yang telah ditetapkan dalam program pemeriksaan tanpa persetujuan Penanggung Jawab Pemeriksaan;
m. mengungkapkan laporan hasil pemeriksaan atau substansi hasil pemeriksaan kepada media massa dan/atau pihak lain, tanpa ijin atau perintah dari Anggota BPK;
n. mengubah temuan atau memerintahkan untuk mengubah temuan pemeriksaan, opini, kesimpulan, dan rekomendasi hasil pemeriksaan yang tidak sesuai dengan fakta dan/atau bukti bukti yang diperoleh pada saat pemeriksaan, opini, kesimpulan, dan rekomendasi hasil pemeriksaan menjadi tidak obyektif; dan
o. mengubah dan/atau menghilangkan bukti hasil pemeriksaan.
BAB V HUKUMAN KODE ETIK
Bagian Kesatu Tingkat dan Jenis Hukuman
Pasal 10
(1) Jenis hukuman bagi Anggota BPK berupa:
a. peringatan tertulis; atau
b. pemberhentian dari keanggotaan BPK.
(2) Hukuman tersebut pada ayat (1) ditetapkan oleh Majelis Kehormatan Kode Etik yang disahkan melalui Sidang Pleno BPK.
(3) Tingkat dan jenis hukuman bagi Pemeriksa dan Pelaksana BPK Lainnya berupa:
a. hukuman ringan berupa teguran tertulis dan dicatat dalam Daftar Induk Pegawai (DIP);
b. hukuman sedang yang terdiri dari:
1. penangguhan kenaikan peran Pemeriksa dan tidak melaksanakan pemeriksaan paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun;
2. penurunan peran Pemeriksa dan tidak melaksanakan pemeriksaan paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun; atau
3. diberhentikan sementara sebagai peran Pemeriksa paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun;
c. hukuman berat yang terdiri dari:
1. diberhentikan sementara sebagai Pemeriksa paling singkat 1 (satu) tahun, paling lama 5 (lima) tahun; atau
2. diberhentikan sebagai Pemeriksa.
(4) Hukuman tambahan berupa pengembalian uang dan/atau barang dan fasilitas lainnya yang telah diperoleh secara tidak sah dan/atau pengurangan penghasilan yang diterima.
(5) Data dan informasi yang diperoleh selama penelitian dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan jenis hukuman.
Bagian Kedua
Jenis Pelanggaran dan Jenis Hukuman Bagi Anggota BPK
Pasal 11
(1) Jika Anggota BPK melakukan pelanggaran terhadap kewajiban dan larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, Pasal 7, dan Pasal 8 yang berdampak negatif terhadap organisasi BPK, maka dijatuhi hukuman peringatan tertulis.
(2) Jika Anggota BPK melakukan pelanggaran terhadap kewajiban dan larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, Pasal 7, dan Pasal 8 yang berdampak negatif pada pemerintah dan/ atau negara, maka dijatuhi hukuman pemberhentian dari keanggotaan BPK.
Bagian Ketiga
Jenis Pelanggaran dan Jenis Hukuman Bagi Pemeriksa dan Pelaksana BPK Lainnya
Pasal 12
(1) Jika Pemeriksa dan Pelaksana BPK Lainnya melakukan pelanggaran terhadap kewajiban dan larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, Pasal 7, dan Pasal 9 yang berdampak negatif pada unit kerja, maka dijatuhi hukuman ringan berupa teguran tertulis.
(2) Jika Pemeriksa dan Pelaksana BPK Lainnya melakukan pelanggaran terhadap kewajiban dan
larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, Pasal 7, dan Pasal 9 yang berdampak negatif pada organisasi BPK, maka dijatuhi hukuman sedang.
(3) Jika Pemeriksa dan Pelaksana BPK Lainnya melakukan pelanggaran terhadap kewajiban dan larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, Pasal 7, dan Pasal 9 yang berdampak negatif pada pemerintah dan/atau negara, maka dijatuhi hukuman berat.
Pasal 13
Hukuman atas pelanggaran Kode Etik bagi Pemeriksa dan Pelaksana BPK Lainnya tidak membebaskan dari tuntutan atas pelanggaran disiplin Pegawai Negeri Sipil.
Pasal 14
Untuk menegakkan Kode Etik, BPK membentuk Majelis Kehormatan Kode Etik yang pengaturan dan penetapannya sebagai berikut:
a. Peraturan BPK tentang Majelis Kehormatan Kode Etik yang mengatur mengenai keanggotaan, tugas, wewenang, dan tata cara persidangan/ pemeriksaan sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 30 ayat (3) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan; dan
b. Keputusan BPK tentang Majelis Kehormatan Kode Etik yang merupakan penetapan Anggota Majelis Kehormatan Kode Etik.
BAB VI KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 15
(1) Pengaduan indikasi pelanggaran Kode Etik yang diterima sebelum Peraturan ini ditetapkan dan belum diproses, penyelesaiannya berdasarkan peraturan ini.
(2) Pengaduan indikasi pelanggaran Kode Etik yang terjadi sebelum Peraturan ini ditetapkan dan sedang dalam proses oleh Majelis Kehormatan Kode Etik, penyelesaiannya berdasarkan Peraturan BPK No. 2 Tahun 2007 tentang Kode Etik Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia.
BAB VII KETENTUAN PENUTUP
Pasal 16
Pada saat peraturan ini mulai berlaku, Peraturan BPK No. 2 Tahun 2007 tentang
Kode Etik Badan Pemeriksaan Keuangan Republik Indonesia, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 17
Peraturan BPK ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan mengundangkan Peraturan ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2011 NOMOR 98
Warta BPK SEPTEMBER 2012 3
DARI KAMI
PENGARAH :
Xxxxxx Xxxxxxxxxx Xxxxx X. Xxxxxx Xxxxx Xxxxxxxxxxx
PENANGGUNG JAWAB :
Xxxxxxx Xxxx
SUPERVISI PENERBITAN :
Xxxxxxxxxx Xxxx Xxxxxx
KETUA DEWAN REDAKSI :
Xxxxxxx
XXXX REDAKSI :
Xxxx Xxxxx Xxxxxxxxx Xxxxxxx Xxx Xxxxxxx Xxxxxx Xxxx Xxxxxx
Xxxxx Xxxxxxxx (Desain Grafis)
KEPALA SEKRETARIAT :
Sri Haryati
STAF SEKRETARIAT :
Sumunar Mahanani Xxxxxxxx
Xxxxxx Xxxxxxx (Fotografer) Indah Lestari
Xxxx Xxxxxxxx Xxxxxxxxxxxx
ALAMAT REDAKSI:
Gedung BPK-RI
Jalan Xxxxx Xxxxxxx No. 31 Jakarta
Telepon :
021-25549000
Pesawat 1188/1187
Faksimili :
021-57854096
E-mail : xxxxx@xxx.xx.xx xxxxxxxx@xxxxx.xxx
DITERBITKAN OLEH:
SEKRETARIAT JENDERAL BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Majalah Warta BPK tidak pernah meminta sumbangan/sponsor
dalam bentuk apapun yang mengatasnamakan
Warta BPK
I N D E P E N D E N S I - I N T E G R I T A S - P R O F E S I O N A L I S M E
Laporan IHPS Membaik
Kamis, 4 Oktober 2012, Badan Pemeriksa Keuangan RI menyerahkan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) I Tahun 2012 kepada Presiden di Istana Negara, Jakarta. Penyerahan dilakukan oleh Ketua BPK RI, Xxxx Xxxxxxxx kepada Presiden Xxxxxx Xxxxxxx Xxxxxxxxx, disaksikan oleh Wakil Ketua BPK, Xxxxx Xxxxx, Anggota BPK, Xxxxxxxxx Xxxxx, Sekretaris Jenderal BPK, Xxxxxx Xxxxxxxxxx, Menteri Sekretaris Negara, Xxxx Xxxxxxxx, Menteri Keuangan, Xxxx Xxxxxxxxxxxx, Menteri PPN/Kepala Xxxxxxxx, Xxxxxx X Xxxxxxxxxxx, dan Sekretaris Kabinet, Xxxx Xxxx.
JIKA melihat hasil pemeriksaan atas
ketidakefektifan dan penyimpangan administrasi, tentu diharapkan makin berkurang di tahun laporan mendatang. Rekomendasi yang diberikan oleh BPK tentu dapat dijadikan pegangan untuk mendistorsi kasus-kasus dikemudian hari.
BPK dan XXX Xxxxxxxx te- rus berupaya melaksanakan kerja sama dalam hal audit lingkungan. Ini tak lepas dari posisi geografis kedua negara yang bertetangga. Gangguan lingkungan yang terjadi di salah satu negara, cepat atau lambat tentu akan berimbas.
Kerja sama ini juga me- nandakan eratnya hubungan antara badan pemeriksa
laporan keuangan semester I/2012
bisa dikatakan ada peningkatan, baik kualitas maupun kuantitas. Kualitas lebih baik dalam hal penyajian laporan keuangan, sedangkan kuantitas terkait dengan jumlah opini WTP
yang meningkat. Pencapaian ini bisa dikatakan, entitas mulai menyadari pentingnya pengajian laporan keuangan yang sesuai dengan standar BPK.
Meski begitu, masih banyaknya temuan kasus, sampai puluhan ribu, juga menandakan adanya ketidakpatuhan entitas terhadap undang-undang. Muara dari
ketidakpatuhan itu tak lain kerugian negara yang makin besar. Kasus ketidakhematan, ketidakefisienan,
kedua negara. Meski secara politis terkadang timbul masalah, seperti gesekan di perbatasan dan kekerasan terhadap TKW.
Dalam edisi ini kita juga pantau masalah kasus Century yang kembali muncul menyusul pernyataan mantan ketua KPK Xxxxxxxx Xxxxx dan mantan Xxxxxx Xxxxx Xxxxx. Juga tak lepas, upaya-upaya untuk melemahkan kewenangan KPK melalui revisi UU KPK oleh DPR. Tak pelak, langkah itu langsung menuai protes dari seluruh lapisan masyarakat. “Penyadapan Dihilangkan, Bubarkan Saja KPK”, begitu judul pada rubrik hukum edisi ini.
Redaksi menerima kiriman artikel, naskah, foto dan materi lain dalam bentuk softcopy atau via email sesuai dengan misi Warta BPK. Naskah diketik satu setengah spasi, huruf times new roman, 11 font maksimal 3 halaman kuarto. Redaksi berhak mengedit naskah sepanjang tidak mengubah isi naskah.
ISI MAJALAH INI TIDAK BERARTI SAMA DENGAN PENDIRIAN ATAU PANDANGAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
4
SEPTEMBER 2012
Warta BPK
6 - 12
LAPORAN UTAMA
BPK Ungkap 13.105 Kasus Senilai Rp12,48 Triliun
13 - 20 LAPORAN KHUSUS
Audit Paralel Untuk Atasi Masalah Lingkungan
24 - 30 AGENDA
Ketua BPK Kunjungi Redaksi Kompas
37 - 38 REFORMASI BIROKRASI
Terobosan Mengatasi Kendala Kualitas & Kuantitas SDM
21 - 23 WAWANCARA
‘Environmental Audit Sangat Penting Bagi Kita’
31 - 34 ANTAR LEMBAGA
AIPA Hasilkan Beberapa Resolusi
35 - 36 BPK DAERAH
BPK Sumsel Terus Upayakan Program E-Audit
42 - 43 TEMPO DOELOE
Tiga Landasan Hukum ARK
44 - 46 AKSENTUASI
Audit Kinerja Formasi PNS
50 - 52 INTERNASIONAL
BPK & XXX Xxxxxxxx Lanjutkan Upaya Perlindungan Laut
53 - 54 LINTAS PERISTIWA
Pengelolaan Keuangan Negara Tentukan Nasib Bangsa
55 -57 PANTAU
Kasus Century Buah dari ‘Operasi Senyap’
SEPTEMBER 2012
5
BPK Ungkap 13.105 Kasus Senilai Rp12,48 Triliun
Hasil pemeriksaan laporan keuangan pada semester I/2012 menunjukkan perbaikan kualitas dari sebelumnya. Entitas yang mendapatkan opini WTP juga meningkat menyusul tindaklanjut atas rekomendasi BPK.
Ketua BPK RI, Xxxx Xxxxxxxx menyampaikan pidatonya pada saat acara penyerahkan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) I Tahun 2012 dalam sidang paripurna DPR di Gedung Nusantara II DPR/ MPR, Jakarta, Selasa, 2 Oktober 2012.
H
Pada semester I/2012, BPK memeriksa sebanyak 527 laporan keuangan entitas yang terdiri atas 91 laporan keuangan di lingkungan pemerintah pusat (termasuk 4 LHP dukungan atas LK Badan Anggaran (BA), 430 LKPD (termasuk 4 LKPD TA 2010), serta 6 LK badan lainnya, termasuk BUMN.
Hasil pemeriksaan keuangan pada semester I/2012 menunjukkan perbaikan kualitas penyajian laporan keuangan dibandingkan dengan semester I/2011. Jumlah LKKL yang memperoleh opini WTP meningkat dari 52 menjadi 66.
Jumlah LKPD yang memperoleh opini WTP juga meningkat dari 32 menjadi 67. Perbaikan opini tersebut antara lain disebabkan entitas telah menindaklanjuti rekomendasi BPK.
Disebutkan juga bahwa, pada periode 2003 s/d 2012 (semester I), BPK menyerahkan laporan hasil pemeriksaan (LHP) yang mengandung unsur pidana kepada aparat penegak hukum
(APH) sebanyak 319 temuan senilai Rp34,066 triliun. LHP BPK yang mengandung unsur pidana tersebut
ASIL pemeriksaan
BPK selama semester I/2012 memperlihatkan sebanyak 13.105 kasus
senilai Rp12,48 triliun berhasil diungkap. Dari jumlah itu, sebanyak 3.976 kasus senilai Rp8,928 triliun merupakan temuan ketidakpatuhan yang mengakibatkan kerugian, potensi kerugian, dan kekurangan penerimaan. Adapun sisanya,
9.129 kasus senilai Rp3,551 triliun merupakan kasus penyimpangan administrasi, ketidakhematan, ketidakefisienan, dan ketidak efektifan serta kelemahan SPI.
Selama proses pemeriksaan,
entitas telah menindaklanjuti temuan ketidakpatuhan yang mengakibatkan kerugian, potensi kerugian, dan kekurangan penerimaan dengan menyerahkan aset atau menyetor ke kas negara/daerah/perusahaan senilai Rp311,34 miliar, dengan rincian temuan kerugian senilai Rp150,405 miliar, potensi kerugian senilai Rp14,514 miliar, dan kekurangan penerimaan senilai Rp146,421 miliar.
Demikian disampaikan Ketua BPK RI Xxxx Xxxxxxxx dalam sidang Paripurna DPR, di Senayan, Jakarta, baru-baru ini.
menjadi masukan penting bagi APH untuk menindaklanjuti.
1. Berbeda dari tahun sebelumnya, Buku IHPS I Tahun 2012 ini, tampil dengan format baru. Kalau tahun sebelumnya semua laporan pemeriksaan dalam satu buku, pada Buku IHPS semester I/2012 ini, dibagi dalam lima buku. Buku ini merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan sistematika sebagai berikut :Buku I berisi Ringkasan Eksekutif
2. Buku II berisi Ikhtisar
Pemeriksaan Keuangan
3. Buku III berisi Ikhtisar Pemeriksaan Kinerja
4. Buku IV berisi Ikhtisar PDTT
5. Buku V berisi Pemantauan Tindak Lanjut Rekomendasi Hasil Pemeriksaan BPK dan Penyelesaian Kerugian Negara/ Daerah.
Dalam IHPS Semester I/2012 juga diungkapkan, BPK mencatat sejumlah temuan yang sering terjadi dari tahun ke tahun dan memiliki nilai yang relatif besar. Temuan tersebut antara lain pengadaan barang dan jasa berupa kekurangan volume pekerjaan dan/ atau barang, pengelolaan aset negara/daerah berupa aset dikuasai pihak lain dan aset tidak diketahui keberadaannya, serta temuan kekurangan penerimaan akibat
denda keterlambatan pekerjaan yang belum dipungut. Diungkap juga
soal temuan berulang yang menjadi perhatian publik seperti perjalanan dinas, khususnya perjalanan dinas fiktif dan ganda.
Selama semester I/2012, BPK telah memeriksa 622 objek pemeriksaan
di lingkungan pemerintah pusat, pemerintah daerah, BUMN, BUMD dan badan lainnya. Berdasarkan jenis pemeriksaannya, sebanyak 527 merupakan objek pemeriksaan keuangan, 14 objek pemeriksaan kinerja, dan 81 objek PDTT.
Pemeriksaan Keuangan
Pada semester I/2012, BPK melakukan pemeriksaan keuangan TA 2011 atas LKPP, LK Bendahara Umum Negara (BUN), 89 LKKL (termasuk 4 LHP dukungan atas
LK BA 999), 430 LKPD (termasuk
4 LKPD TA 2010), dan 6 LK badan lainnya termasuk BUMN. Hasil pemeriksaan keuangan disajikan dalam tiga kategori yaitu opini, SPI, dan kepatuhan terhadap ketentuan
Pemerintah Pusat, BPK memberikan opini wajar dengan pengecualian (WDP) atas LKPP Tahun 2011. Opini tersebut sama dengan opini LKPP Tahun 2010.
Opini WDP diberikan karena BPK masih menemukan permasalahan- permasalahan, antara lain;
(a) permasalahan dalam pelaksanaan dan pencatatan hasil inventarisasi dan penilaian (IP) aset tetap pemerintah. Masalah-masalah tersebut antara lain, aset tetap belum dilakukan IP, aset tetap hasil IP dicatat ganda, aset tetap tidak diketahui keberadaannya, dan pelaksanaan IP belum mencakup penilaian masa manfaat aset tetap, sehingga pemerintah belum dapat melakukan penyusutan aset tetap.
(b) pemerintah telah melaksanakan inventarisasi, perhitungan, dan penilaian terhadap aset eks Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), tetapi masih
terdapat kelemahan antara lain pemerintah belum menemukan dokumen cessie atas aset eks BPPN berupa asetkredit, aset yang telah diserahkan kepada Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN) tidak didukung dokumen sumber yang valid,aset properti sebanyak 917 item belum dinilai. Jika dibandingkan dengan LKPP Tahun 2010, jumlah akun yang dikecualikan pada LKPP Tahun 2011 lebih sedikit.
Selain LKPP, BPK juga memeriksa laporan keuangan tiap kementerian negara, lembaga negara, lembaga pemerintah nonkementerian, serta LK BUN. Jumlah LKKL termasuk LK BUN Tahun 2011 yang diperiksa
BPK sebanyak 86 LKLL atau lebih banyak 3 LKKL dibandingkan dengan pemeriksaan LKKL Tahun 2010. Hal ini karena adanya penambahan bagian anggaran yang diperiksa yaitu Ombudsman Republik Indonesia, Badan Nasional
perundang-undangan.
Tentang Laporan Keuangan
Ketua BPK RI, Xxxx Xxxxxxxx menyerahkan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) I Tahun 2012 kepada Ketua DPR RI, Xxxxxxx Xxxx dalam sidang paripurna DPR di Gedung Nusantara II DPR/MPR, Jakarta, Selasa, 2 Oktober 2012.
Pengelola Perbatasan, dan Badan Pengembangan Wilayah Surabaya- Madura (BPWS).
Terhadap 86 LKKL termasuk LK BUN Tahun 2011, BPK memberikan opini WTP atas 66 LKKL, opini WDP atas 18 LKKL termasuk LK BUN serta opini tidak memberikan pendapat (TMP) pada 2 LKKL.
Secara umum, hasil pemeriksaan atas LKKL termasuk LK BUN pada semester I/2012 menunjukkan perbaikan kualitas penyajian laporan keuangan dibandingkan dengan semester I/2011. Jumlah LKKL yang memperoleh opini WTP meningkat dari 52 menjadi 66. Perbaikan opini tersebut antara lain karena entitas telah menindaklanjuti rekomendasi BPK.
Berdasarkan data, pada periode 2006 s/d 2011, kualitas penyajian LKKL mengalami peningkatan. Hal tersebut ditunjukkan antara lain dengan peningkatan persentase LKKL yang memperoleh opini WTP (jumlah opini WTP dibandingkan dengan total LKKL pada tahun
yang sama) yaitu dari 8% pada 2006 menjadi 77% pada Tahun 2011 atau
meningkat 69%.
Disamping itu, perbaikan kualitas penyajian laporan keuangan juga terlihat dari penurunan jumlah persentase opini WDP, TW, dan
TMP pada periode tahun yang sama. Kecenderungan peningkatan
persentase opini WTP dan penurunan persentase opini selain WTP ini, mengambarkan peningkatan keandalan data dan informasi yang disajikan di LKKL dan upaya optimal yang dilakukan oleh kementerian/ lembaga (KL) dalam memperbaiki penyajian laporan keuangan termasuk melaksanakan rekomendasi BPK.
Laporan Keuangan Pemerintah Daerah
Pada semester I/2012, BPK telah memeriksa 426 LKPD Tahun 2011
(81,30%) dari 524 pemerintah daerah
provinsi/kabupaten/kota dan 4 LKPD Tahun 2010, yaitu LKPD Kabupaten Kepulauan Aru dan Kabupaten Buru Selatan (Prov Maluku), yang baru dapat diselesaikan pada semester I/2012, serta Kabupaten Mamberamo Raya dan Kabupaten Waropen (Prov Papua) yang baru diterima BPK pada awal 2012.
Terhadap 426 LKPD 2011, BPK memberikan opini WTP atas 67 entitas (termasuk 33 entitas
dengan opini WTP dengan paragrap penjelasan (WTP DPP), opini WDP atas 316 entitas, opini tidak wajar (TW) atas 5 entitas, dan opini TMP atas 38 entitas.
Secara umum, hasil pemeriksaan atas LKPD 2011 yang diperiksa menunjukkan perbaikan
kualitas penyajian laporan
keuangan dibandingkan dengan
LKPD 2010 yang diperiksa pada semester I/2011. Jumlah LKPD yang memperoleh opini WTP meningkat dari 32 menjadi 67. Perbaikan opini tersebut antara lain karena entitas telah menindaklanjuti rekomendasi BPK.
Dari data yang terungkap, terlihat bahwa selama 2011 persentase
opini WDP (jumlah opini WDP dibandingkan dengan total LK per tingkat pemerintahan) masih tinggi di semua tingkat pemerintah daerah. Pemerintah daerah masih perlu meningkatkan kualitas penyajian LKPD sehingga dapat memperoleh opini yang lebih baik di masa
yang akan datang. Perbandingan opini antar pemerintah daerah menunjukkan, pemerintah provinsi relatif lebih banyak yang telah memperoleh opini WTP kemudian diikuti secara berurutan oleh pemerintah kota dan kabupaten.
Secara garis besar penyebab LKPD tidak memperoleh opini WTP pada 2011 antara lain permasalahan pengelolaan akun
kas, persediaan, investasi permanen dan nonpermanen serta aset tetap. BPK berharap agar pemerintah daerah melakukan perbaikan dengan menindaklanjuti rekomendasi BPK di tiap-tiap LHP, antara lain berkordinasi dengan bank dalam mengelola
rekening bendahara
pengeluaran, meningkatkan pengelolaan,
penatausahaan, pengendalian, dan pengawasan persediaan, menetapkan kebijakan akuntasi yang diperlukan untuk menyajikan
investasi nonpermanen dana bergulir berdasarkan net realizable value, serta menyusun kebijakan kapitalisasi aset tetap dan pengamanan aset melalui bukti kepemilikan.
Hasil pemeriksaan atas laporan keuangan semester I/2012 menunjukkan adanya 5.036 kasus kelemahan SPI (Sistem Pengendalian Intern) yang terdiri atas tiga kelompok temuan yaitu kelemahan sistem pengendalian akuntansi
dan pelaporan, kelemahan sistem pengendalian pelaksanaan anggaran
pendapatan dan belanja, serta kelemahan struktur pengendalian intern. Rinciannya adalah 616 kasus merupakan kelemahan SPI di pemerintah pusat, 378 kasus di pemerintah provinsi, serta 3.991
kasus di pemerintah kabupaten/kota, 5 kasus di BUMN dan 46 kasus di lingkungan badan lainnya.
Temuan Berdampak Finansial
Hal lain yang juga terungkap adalah ketidakpatuhan terhadap ketentuan perundang-undangan sebanyak 6.904 kasus senilai Rp7,001 triliun. Ketidakpatuhan yang mengakibatkan kerugian, potensi kerugian, dan kekurangan penerimaan sebanyak 3.543 kasus senilai Rp5,214 triliun. Atas kasus tersebut, BPK merekomendasikan penyetoran sejumlah uang ke kas
negara/daerah/perusahaan dan/atau penyerahan aset.
Secara rinci disebutkan tentang
3.543 kasus yang terjadi baik di lingkungan pemerintah pusat, pemerintah provinsi/kabupaten/ kota, BUMN dan badan lainnya, yang berdampak finasial, yaitu, temuan ketidakpatuhan terhadap ketentuan perundang undangan yang mengakibatkan kerugian, potensi kerugian, kekurangan penerimaan.
Di lingkungan Pemerintah Pusat, dari 1.072 kasus senilai Rp3,080 triliun,sebanyak 618 kasus di antaranya merupakan temuan yang berdampak finasial yaitu temuan ketidakpatuhan terhadap ketentuan perundang-undangan yang mengakibatkan kerugian, potensi kerugian, kekurangan penerimaan senilai Rp 2,197 triliun. Adapun sisanya merupakan temuan penyimpangan administrasi,
ketidakhematan, dan ketidakefektian sebanyak 454 kasus senilai Rp882,508 miliar.
Adapun di pemerintahan provinsi, dari 621 kasus senilai Rp1,002 triliun, sebanyak 343 kasus merupakan temuan yang
berdampak finansial yaitu temuan ketidakpatuhan terhadap ketentuan perundang-undangan yang mengakibatkan kerugian, potensi kerugian, kekurangan penerimaan senilai Rp870,557 milar. Sisanya merupakan temuan penyimpangan administrasi, ketidakhematan, dan ketidakefektifan sebanyak 278 kasus senilai Rp222,265 miliar.
Sementara di pemerintah kabupaten/kota, dari 5.155 kasus senilai Rp2,781 triliun sebagai akibat dari ketidakpatuhan terhadap ketentuan perundang-undangan,
Di BUMN dan badan lainnya, hasil pemeriksaan atas LK BUMN mengungkap lima kasus senilai Rp642,26 juta sebagai akibat adanya ketidakpatuhan terhadap ketentuan perundang- undangan.
2.565 kasus di antaranya merupakan temuan yang berdampak finansial, yakni, senilai Rp2,100 triliun. Adapun. sisanya meupakan temuan penyimpangan administrasi,
ketidakhematan, ketidakefisienan dan ketidakeektifan sebanyak 2.590 kasus senilai Rp680,311 miliar.
Di BUMN dan badan lainnya, hasil pemeriksaan atas LK BUMN mengungkap lima kasus senilai Rp642,26 juta sebagai akibat adanya ketidakpatuhan terhadap ketentuan perundang-undangan, sedangkan hasil pemeriksaan atas LB badan lainnya mengungkapkan 51 kasus senilai Rp136,598 miliar sebagai akibat adanya ketidakpatuhan terhadap ketentuan perundang- undangan. Dari total temuan pemeriksaan atas LK BUMN dan badan lainnya, sebanyak 17 kasus
merupakan temuan yang berdampak finansial yakni senilai Rp135,146 miliar.
Pemeriksaan Kinerja dan PDTT
Selain Pemeriksaan Keuangan, dalam IHPS juga diungkap tentang hasil Pemeriksaan
kinerja dan Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu (PDTT). Tentang Pemeriksaan Kinerja, disebutkan BPK lakukan pemeriksaan terhadap 14 objek pemeriksaan, terdiri dari sembilan objek pemeriksaan di lingkungan pemerintah pusat, satu objek pemeriksaan di lingkungan pemerintah daerah, tiga objek pemeriksaan di lingkungan BUMN dan satu objek pemeriksaan di lingkungan BUMD.
Hasil pemeriksaan kinerja selama semester I/2012 mengungkap
80 kasus ketidakhematan, ketidakefisienan dan ketidakefektifan senilai Rp125,437 miliar. Disamping itu, terungkap juga adanya 104 kasus kelemahan SPI dan11 kasus yang berdampak finansial, yaitu temuan ketidakpatuhan terhadap ketentuan perundang-undangan yang mengakibatkan indukasi kerugian, potensi kerugian, kekurangan penerimaan senilai Rp86,472
miliar dan 16 kasus penyimpangan administrasi.
Sementara Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu dilakukan terhadap 81 objek pemeriksaan pada 62 entitas, dengan cakupan pemeriksaan senilai Rp405,480 triliun atau sekitar 66,6% dari realisasi anggaran. Disebutkan, hasil PDTT mengungkapkan adanya 252 kasus kelemahan SPI dan 702 kasus ketidakpatuhan terhadap ketentuan perundang-undangan senilai Rp5,266 triliun.
Dari total kasus temuan PDTT tersebut, sebanyak 422 kasus merupakan temuan berdampak financial yang mengakibatkan kerugian, potensi kerugian, dan kekurangan penerimaan senilai Rp3,627 triliun. dr
P
Program Penerbitan NIK Nasional dan Penerapan e-KTP
ADA semester I/2012,
BPK telah melakukan
pemerikaan kinerja Program Penerbitan NIK (Nomor Induk
Kependudukan) Nasional dan Penerapan KTP Elektronik (e-KTP) Berbasis NIK Nasional.
Program pemerintah ini merupakan implementasi dari
amanat Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan.
Pada Pasal 101 huruf A diamanatkan bahwa pemerintah
(SIAK) yang dikirim ke daerah pada 2006-2010 senilai Rp155,22 miliar, dana dekonsentrasi dalam rangka pembangunan database kependudukan 2010 senilai Rp270,57 miliar, dan pengadaan Surat Pemberitahuan Nomor Induk Kependudukan (SP NIK) per
keluarga 2010 senilai Rp11,33 miliar.
Adapun realisasi anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) 2010 yang terkait langsung dengan Program Penerbitan NIK Nasional pada enam provinsi dan 12 kabupaten/kota yang diuji petik. Hanya Provinsi Jawa Tengah yang menganggarkan bantuan keuangan senilai Rp4,36 miliar.
Target pada 2010 adalah pemutakhiran pada database kependudukan pada 497 kabupaten/kota dan pendistribusian Surat Pemberitahuan (SP)
NIK kepada penduduk di 330 kabupaten/kota. Adapun, untuk 167 kabupaten/kota lainnya
dilaksanakan pada 2011.
Untuk penerapan KTP Elektronik atau e-KTP Berbasis NIK Nasional, Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan Pasal 64 ayat 3
memberikan NIK kepada
setiap penduduk paling lama 5 tahun sejak diberlakukannya
Sapto Amal Xxxxxxxxx
dan konsolidasi database sampai di
mewajibkan kepada pemerintah bahwa dalam KTP harus disediakan ruang untuk memuat kode keamanan dan rekaman elektronik
UU tersebut. Artinya, pemerintah
berkewajiban untuk menerbitkan NIK bagi setiap penduduk paling lambat pada 2011.
Untuk mengimplementasikan amanat UU, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), melalui Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri (Ditjen Dukcapil Kemendagri), melakukan program pemutakhiran dan konsolidasi database kependudukan di seluruh Indonesia.
Program pemutakhiran dan konsolidasi database kependudukan ini terdiri atas kegiatan pemutakhiran
tingkat kabupaten/kota, konsolidasi database kependudukan tingkat nasional di pusat, dan pencetakan blangko surat penerbitan NIK pada kabupaten/kota.
Realisasi anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) untuk kegiatan penerbitan NIK Nasional pada Ditjen Dukcapil periode
2003-2010 senilai Rp637,96 miliar. Dengan rincian, pembangunan Data Center (DC), aplikasi, Data
Recovery Center (DRC), dan peralatan pendukung periode 2003-2009 senilai Rp200,82 miliar, peralatan utama
dan pendukung Sistem Informasi Administrasi Kependudukan
data kependudukan.
Untuk mewujudkan amanat tersebut, pemerintah merencanakan Program Penerapan KTP Elektronik Berbasis NIK Nasional bagi 172 juta penduduk wajib KTP pada Tahun 2011 dan 2012.
Sistem KTP Elektronik tahun 2011 akan meliputi DC/Pusat Data Ditjen Dukcapil, DRC, 2.348 kecamatan dan 197 kabupaten/ kota. Sementara, pada tahun 2012 di 3.886 kecamatan dan 300 kabupaten/kota.
Pemeriksaan BPK atas dua program yang saling terkait tersebut menyelesaikan Pemeriksaan Kinerja
atas Program Penerbitan NIK Nasional Tahun 2010 dan Penerapan KTP Elektronik Berbasis NIK Nasional Tahun 2011. Instansi yang diperiksa adalah Kemendagri, tujuh pemerintah provinsi, serta 12 pemerintah kabupaten/kota. Tujuan Pemeriksaan sendiri untuk menilai efektivitas program instansi yang diperiksa.
Adapun instansi yang diperiksa tersebut, yaitu Ditjen Dukcapil Kemendagri, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, Provinsi Sumatra Utara, Kota Medan, dan Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Lampung, Kota Bandar Lampung, dan
Kabupaten Pringsewu, Provinsi Jawa Barat, Kota Depok, dan Kabupaten Cirebon, Provinsi Jawa Tengah, Kota Surakarta, dan Kabupaten Batang, Provinsi Bali, Kota Denpasar, dan Kabupaten Badung; serta Provinsi Sulawesi Utara, Kota Manado, dan Kabupaten Minahasa.
Sasaran pemeriksaan untuk Program Penerbitan NIK Nasional dan Penerapan
KTP Elektronik Berbasis NIK Nasional meliputi kegiatan perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi (monev) termasuk di antaranya mekanisme pemutakhiran dan konsolidasi database
kependudukan dalam rangka penerbitan NIK nasional
dan pengadaan penerapan KTP Elektronik Berbasis NIK Nasional.
Hasil pemeriksaan sendiri menyimpulkan bahwa Program Penerbitan NIK Nasional dan Penerapan
KTP Elektronik Berbasis NIK Nasional Tahun 2011 belum efektif serta pelaksanaan pengadaan KTP Elektronik
belum sepenuhnya mematuhi Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah.
Kesimpulan BPK tersebut dipengaruhi oleh ditemukannya permasalahan-permasalahan yang ditemukan selama pemeriksaan. Permasalahan-permasalahan ini mempengaruhi efektivitas dalam Program Penerbitan NIK Nasional dan
Penerapan KTP Elektronik Berbasis NIK Nasional, serta ketidakpatuhan dalam pelaksanaan pengadaan KTP Elektronik.
Permasalahan- permasalahan yang ditemukan tersebut terdiri atas 16 kasus ketidakefektifan senilai Rp6,03 miliar, tiga kasus ketidakekonomisan senilai Rp605,84 juta,
24 kasus kelemahan pengendalian intern yang mempengaruhi efektivitas, dan 12 kasus ketidakpatuhan yang mengakibatkan indikasi kerugian negara sebanyak lima kasus senilai Rp36,41 miliar, potensi kerugian negara sebanyak
tiga kasus senilai Rp28,90 miliar, serta penyimpangan administrasi sebanyak empat kasus.
Atas sejumlah temuan- temuan tersebut, BPK telah
merekomendasikan kepada Menteri Dalam Negeri, di antaranya agar memerintahkan Dirjen Dukcapil di antaranya untuk menetapkan tata cara dan prosedur pemeliharaan,
Masyarakat tengah menunggu giliran dalam pembuatan e-KTP.
pengamanan, dan pengawasan database kependudukan serta meningkatkan koordinasi dengan pemerintah daerah dalam pengamanan/pengelolaan barang SIAK.
Selain itu, direkomendasikan agar Menteri Dalam Negeri meminta kepada para bupati/walikota
untuk memerintahkan Kepala Dinas Dukcapil di antaranya untuk mengangkat tenaga operator dan
administrator SIAK sesuai kualifikasi. BPK juga telah merekomendasikan kepada Menteri Dalam Negeri di antaranya agar menginstruksikan Dirjen Dukcapil untuk melakukan evaluasi atas kinerja tim monev pada tingkat pusat dan provinsi/ kabupaten/kota sehingga menjamin terlaksananya kegiatan monev atas program penerbitan NIK Nasional secara efektif, serta rekomendasi- rekomendasi lainnya.
Diserahkan ke DPR
Anggota BPK Sapto Amal Xxxxxxxxx mengatakan pemeriksaan kinerja atas Program Penerbitan
NIK Nasional dan Penerapan KTP Elektronik Berbasis NIK Nasional sendiri telah diserahkan kepada
DPR pada 23 Juli 2012. Pada tanggal itu juga BPK menyerahkan hasil pemeriksaannya kepada Kemendagri.
Lebih lanjut dikatakannya, program e-KTP nasional itu sendiri dasarnya adalah penerbitan NIK-nya seperti apa. Itu berlangsung dari tahun 2003 sampai 2010. Anggaran yang disediakan sebesar Rp637 miliar.
Sementara penerapan KTP elektronik berbasis NIK, dari tahun 2011-2012. Pada tahun 2011 anggarannya sebesar Rp2,26 triliun. Pada tahun ini alokasi anggarannya sebesar Rp3,5 triliun. Sehingga total anggarannya sebesar Rp5,8 triliun. “Yang kita periksa adalah di-cut off tanggal 31 Desember 2011,” ungkap Sapto.
Hasil pemeriksaan yang paling penting, lanjutnya, pertama, untuk program penerbitan NIK belum efektif. Dimana surat pembentukan NIK masih mengandung data ganda, anomali, serta terdapat beberapa kelemahan.
Kedua, penerapan KTP elektronik berbasis NIK nasional belum efektif. Ini berdasarkan target yang telah ditetapkan, pada 2011, seharusnya telah terbit sebanyak 67 juta KTP
elektronik. Namun, sampai 31 Desember 2011, yang sudah selesai dicetak baru 1,45 juta KTP atau sekitar 2,17%. Dan yang sudah dikirim ke kecamatan baru 48.400 KTP atau sekitar 0,07%.
Ketiga, dalam pengadaan KTP elektronik belum sepenuhnya mematuhi Perpres No.54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah. Hal ini dikarenakan beberapa hal, yaitu:
1. Penyusunan dan penetapan harga perkiraan bukan berdasarkan data harga pasar setempat yang diperoleh
dari survei menjelang dilaksanakannya pengadaan. Pemilihan dan penetapan harga untuk beberapa peralatan menggunakan harga yang ditawarkan oleh konsorsium yang memenangkan pelelangan.
2. Panitia pengadaan tetap meloloskan penyedia jasa meskipun tidak sesuai.
3. Panitia pengadaan tidak melakukan negosiasi atas harga yang ditawarkan oleh calon penyedia barang/jasa.
4. Surat penyedia barang dan penandatanganan kontrak dilakukan pada masa sanggah- banding.
Xxxxx Xxxx Xxxxxxxxx juga mengingatkan bahwa
program e-KTP nasional ini masih berlangsung dan akan berakhir pada Oktober 2012. Oleh karena itu, BPK telah menyiapkan program pemeriksaannya sehingga tidak dilihat secara sepotong-potong, hanya tahun 2011 saja, tetapi juga
secara keseluruhan dari tahun 2011- 2012.
Hal ini juga berdasarkan program NIK secara keseluruhan dari tahun 2003-2010. “Insya Allah, kami sudah siapkan program pemeriksaan manakala program itu telah selesai sesuai dengan kontrak,” tegasnya. and
Audit Paralel Untuk Atasi Masalah Lingkungan
I
NDONESIA dan Malaysia punya karakteristik geografis, sumber daya alam, dan sosial dan budaya yang nyaris sama. Tak
heran hubungan kedua negara saling bertetangga ini sering didengungkan sebagai negara serumpun.
Walau punya karakteristik hampir sama, akan tetapi hubungan keduanya mengalami pasang surut.
Latar belakang sejarah memunculkan fluktuatifnya hubungan politik kedua negara di wilayah Asia Tenggara tersebut.
Dari sisi politik hubungan Indonesia-Malaysia mungkin ‘panas- dingin’. Namun, tidak berlaku pada kerja sama supreme audit institutions. Badan Pemeriksa Keuangan Republik
Indonesia (BPK RI) dan Jabatan Audit Negara Malaysia (XXX Xxxxxxxx) punya hubungan yang cukup ‘mesra’. Setidaknya sejak 2007, keduanya melakukan kerja sama bilateral yang lebih aktif, intensif dan aplikatif.
Salah satu bentuk kerja sama bilateral tersebut, dilakukannya audit paralel untuk obyek audit lingkungan. Pemilihan audit paralel pada bidang audit lingkungan ini dikarenakan kedua negara memiliki masalah yang nyaris sama dalam hal lingkungan.
Kedua negara sama-sama memiliki areal wilayah kehutanan yang cukup luas. Hasil kehutanan dan kawasan kehutanan merupakan aset kedua negara yang harus dijaga dari
kerusakan. Belum lagi lingkungan hidup lainnya, seperti laut, air bersih, dan lain-lain.
Isu lingkungan yang mengalami kerusakan juga bukan hanya dialami Indonesia dan Malaysia. Dunia pun mengakui bahwa isu lingkungan penting untuk ditanggulangi. Jika tidak, secara langsung maupun tidak langsung akan merusak peradaban manusia sendiri.
Berdasarkan hal itu, BPK dan XXX Xxxxxxxx merasa perlu bersinergi.
Tujuannya untuk turut serta menanggulangi masalah lingkungan secara bersama-sama sesuai tugas dan kewenangan di negara masing- masing.
Masalah pengelolaan kehutanan
Anggota BPK Xxx Xxxxxxx Xxxx memberikan cinderamata kepada salah satu peserta Technical Meeting on Environmental and Customs Parallel Audits antara BPK dan XXX Xxxxxxxx, 3 September 2012.
dilakukan antara BPK dan XXX Xxxxxxxx. Hasilnya disampaikan pula pada forum INTOSAI Working Group on Environtmental Audit, dimana BPK menjadi ketua pada 2013.
Dalam perkembangannya, area kerja sama BPK-XXX Xxxxxxxx diperluas. Tidak hanya di bidang audit kehutanan saja. Juga
mencakup bidang audit lingkungan lainnya, kerja sama di bidang audit pajak dan bea cukai, serta kerja sama di bidang pelatihan dan penelitian.
Lebih jauh dari itu, adanya kerja sama bilateral dengan XXX Xxxxxxxx di bidang audit lingkungan ini, BPK sendiri ikut berpartisipasi dalam membantu pemerintah untuk menjalankan pembangunan yang berkelanjutan. Membangun negara yang dicita-citakan founding father tak hanya untuk saat ini, tetapi juga
mengawali implementasi kerja sama bilateral ini. Menurut Anggota BPK Xxx Xxxxxxx Xxxx, masalah
ini merupakan isu sentral dunia. Banyak eksploitasi atas hutan yang tanpa mempedulikan kelangsungan lingkungan.
“Pengelolaan hutan tidak diperuntukkan untuk jangka
panjang, tetapi hanya berpikir sesaat,” ujarnya.
Hubungan BPK dan XXX Xxxxxxxx sendiri dimulai dengan pelaksanaan technical meeting pertama di Indonesia pada saat ulang tahun BPK ke-60, pada Januari 2007. Hubungan ini berlanjut dalam bentuk kerja sama dengan pelaksanaan pertemuan teknis kedua pra-MoU di Malaysia pada 16 Agustus 2007.
Hasil dari pertemuan teknis kedua di Malaysia itu adalah implementasi area kerja sama di bidang pengelolaan hutan dengan metode audit paralel. Kemudian kerja sama BPK-XXX Xxxxxxxx disahkan dengan penandatanganan memorandum
of understanding pada 4 November 2007, saat menghadiri INTOSAI Congress of Supreme Audit Institutions (INCOSAI) di Meksiko.
Capaian atas kerja sama ini antara lain BPK dan XXX Xxxxxxxx telah menyelesaikan audit paralel atas pengelolaan hutan, manajemen hutan bakau di Selat Malaka, pelatihan investigatif, pelatihan penggunaan GIS (geographic information system) dalam audit, pelatihan international public sector accounting standards, dan workshop manajemen e-learning untuk Pusdiklat BPK.
Pada tahun ini, implementasi kerja sama bilateral adalah audit paralel atas Illegal, Unreported and Unregulated (IUU) Fishing dan audit kinerja atas pelayanan ekspor barang yang dipungut bea keluar.
Audit paralel yang dilakukan antara BPK dan XXX Xxxxxxxx IUU Fishing ini bukan yang pertama. Sebelumnya, telah dilakukan audit paralel dengan audit pengelolaan hutan (audit on management of forest) pada 2007-2009. Setelah itu, periode 2009-2011, dilakukan audit pengelolaan hutan mangrove (audit on management of mangrove) di Selat Malaka.
Secara umum, beberapa audit paralel di bidang lingkungan telah
untuk masa depan. Untuk anak-cucu, generasi selanjut. Sekaligus berupaya menyelamatkan lingkungan hidup wilayah Indonesia sesuai wewenang yang dimiliki BPK.
“Kita hidup tidak hanya untuk hari ini, kita hidup tidak hanya untuk satu generasi, tetapi kita hidup sepanjang masa untuk anak-cucu kita. Oleh karena itu, eksploitasi yang menghancurkan environment, sebetulnya menghancurkan peradaban manusia itu sendiri.
Orang yang berpikir hanya untuk dirinya sendiri tanpa berpikir untuk anak-cucu, dengan mengeksploitasi alam itu adalah perilaku dzolim yang membunuh generasi yang akan datang,” ungkap Xxx Xxxxxxx.
Kehancuran ekosistem
Dia menilai seringkali pemerintah hanya menitikberatkan pada penerimaan negara, tetapi lupa ada kehancuran ekosistem. Dampak
dari kehancuran ekosistem ini malah tidak seimbang dengan penerimaan negara. Kehancuran ekosistem justru dampaknya jauh lebih besar dan memerlukan waktu serta biaya sangat besar pula untuk
memperbaikinya.
“Seorang pemimpin harus berpikir jauh ke depan agar apa yang diinginkan bangsa dan negara sebuah sustainable development itu bisa berjalan dengan baik,” ucapnya lagi.
Berkaitan dengan hal itu, dengan kewenangan yang diatur undang-undang. BPK bisa membantu pemerintah untuk mendorong adanya transparansi,
akuntabilitas, efektivitas, dan efisiensi dalam pengelolaan lingkungan.
Pengelolaan lingkungan sendiri, menurut Menteri Lingkungan Xxxxx Xxxxxxxxx Xxxxxxxx, merupakan salah satu pilar dari pembangunan berkelanjutan selain masyarakat dan
Menteri Lingkungan Hidup Xxxxxxxxx Xxxxxxxx memberikan keterangan dalam jumpa pers Technical Meeting on Environmental and Customs Parallel Audits antara BPK dan XXX Xxxxxxxx di Lombok, Nusa Tenggara Barat, 3 September 2012.
ekonomi.
Di sisi lain, masalah dari pembangunan berkelanjutan masih bermuara pada aspek transparansi dan akuntabilitas.
Di sinilah hubungan BPK dengan pembangunan berkelanjutan begitu nyata.
“Pembangunan berkelanjutan tidak akan tercapai tanpa adanya good governance,” ucap Xxxxxxxxx.
BPK sendiri punya peranan untuk
itu. Mendorong terbangunnya good governance melalui pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Secara spesifik, memeriksa pengelolaan lingkungan hidup di Indonesia yang dikelola negara melalui pemerintah.
Diakui Xxxxxxxxx bahwa BPK sendiri telah melaksanakan banyak audit lingkungan, seperti audit atas program pengawasan polusi udara, kepatuhan terhadap lingkungan
pada bidang pertambangan dan perkebunan, dan program-program pemerintah terkait lingkungan lainnya.
Laporan hasil pemeriksaannya sendiri sangat berguna bagi Kementerian Lingkungan Hidup dalam menentukan kebijakan- kebijakan dalam bidang lingkungan yang efisien, efektif, transparan dan akuntabel. and
BPK Rintis Audit Lingkungan Sejak 2004
AUDIT lingkungan memang hal yang baru bagi BPK. Terpilihnya BPK sebagai Ketua INTOSAI WGEA bukan Namun, BPK telah merintisnya sejak 2004. Pada tahun kebetulan. BPK ikut berkontribusi di dalamnya. Salah itu, BPK melakukan audit dengan perspektif lingkungan, satu kontribusinya, dalam mensuplai material tentang melalui program pemeriksaan limbah rumah sakit dan manajemen pemeriksaan kehutanan sehingga menjadi
polusi udara serta pencemaran sungai dan lingkungan. buku induk (hand book) supreme audit institution sedunia Setelah itu, BPK mulai melakukan audit-audit dalam memeriksa kehutanan yang disebut sebagai
lainnya, seperti manajemen kehutanan, pemberian guidance material forest management.
izin penggunaan kawasan hutan untuk kegiatan Dalam setiap pertemuan Steering Committee tahunan nonkehutanan, baik untuk kelapa sawit, pertambangan, yang berkaitan dengan WGEA, BPK selalu menyampaikan serta pemeriksaan lahan yang tumpang tindih. hasil laporan pemeriksaan dalam forum. Dan, itu tidak
Dalam lingkup internasional, BPK juga ikut serta dalam dilakukan oleh supreme audit institution negara lain. kelompok kerja audit lingkungan organisasi supreme Dengan reputasi BPK itu, upaya memaksimalkan audit institutions (institusi negara pemeriksa keuangan) audit lingkungan yang selama ini berjalan perlu untuk
internasional atau INTOSAI WGEA sejak 1998. Bahkan, pada ditingkatkan intensitas dan kualitasnya. Maka, sektor-sektor pertemuan WGEA ke-11 di Argentina, medio November yang kerap menjadi sorotan terkait kerusakan lingkungan 2011, BPK secara aklamasi terpilih sebagai Ketua kelompok lebih diintensifkan, seperti pertambangan, dan lain-lain. kerja ini. and
Pertemuan Teknis di Lombok
Serah terima kesepakatan bersama antara BPK RI dan XXX Xxxxxxxx.
P
ADA 3-4 September 2012, bertempat di Hotel Sheraton, Mataram, Lombok, Nusa Tenggara
Barat, diadakan pertemuan teknis antara BPK dan XXX Xxxxxxxx.
Pertemuan teknis tersebut dihadiri oleh Anggota BPK Xxx Xxxxxxx Xxxx, Menteri Lingkungan Xxxxx Xxxxxxxxx Xxxxxxxx, Deputi Auditor General of XXX Xxxxxxxx Dato’ Xxxx Xxxxxx xxx Xxxx, Gubernur Nusa Tenggara Barat XX. Xxxxxx Xxxxx, delegasi BPK dan XXX Xxxxxxxx, serta pejabat di
lingkungan Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat.
Kehadiran Menteri Lingkungan Xxxxx Xxxxxxxxx Xxxxxxxx tak lain
untuk memberikan masukan kepada BPK, khususnya. Ini merupakan bentuk kerja sama antara BPK
dan auditee untuk bersama- sama mencari solusi atas masalah lingkungan di Indonesia.
Xxxxxxxxx berharap pertemuan teknis ini dapat meningkatkan transparansi dan akuntabilitas untuk mendorong good governance sehingga masyarakat mendapatkan manfaatnya.
Deputy Auditor General of XXX Xxxxxxxx Dato’ Xxxx Xxxxxx xxx Xxxx mengatakan pertemuan teknis audit paralel ini akan banyak didapat manfaatnya bagi kedua belah pihak. Khususnya, dalam
memperbaiki sistem dan teknik audit, bertukar pengetahuan dan pengalaman terkait hambatan dan hasil audit, serta desain dan produk yang dihasilkan dari audit. Manfaat- manfaat tersebut bisa memberikan kontribusi bagi masing-masing negara.
Dalam pertemuan teknis di Mataram ini, ada empat hal yang dilakukan. Pertama, pertukaran pengalaman atas audit paralel di bidang IUU Fishing dan penilaian pengenaan bea cukai atas ekspor barang custom.
Kedua, menyusun outline laporan audit paralel. Ketiga, pembuatan audit planning memorandum audit
paralel di bidang manajemen sumber daya air (water resources management). Dan, keempat, diskusi terkait implementasi selanjutnya kerja sama bilateral BPK dan XXX Xxxxxxxx.
Pertemuan teknis selama dua hari itu menghasilkan empat butir kesepakatan teknis antara badan pemeriksa kedua negara untuk implementasi kerja sama bilateral selanjutnya.
Adapun keempat butir kesepakatan teknis yang merupakan action plan kerja sama bilateral selanjutnya, yaitu:
Penyusunan laporan paralel audit IUU Fishing dan Customs;
Kesepakatan atas Audit Plannning Memorandum (APM) dan Audit Design Matrix (ADM) on Water Resources Management yang akan dilaksanakan audit pada Semester II tahun 2012;
Pengembangan Audit Planning Memorandum (APM) dan Audit Design Matrix (ADM) on Food Security (Agriculture) pada pertemuan teknis selanjutnya di Malaysia. Audit akan dilaksanakan pada semester II tahun 2013;
Pelaksanaan secondment dan riset atas Accountability Index of Financial Management dan Quality Assurance tahun 2013.
Berdasarkan empat butir kesepatan tersebut, Anggota BPK Xxx Xxxxxxx Xxxx menyoroti masalah food security. Menurutnya, food
Menteri Lingkungan Xxxxx Xxxxxxxxx Xxxxxxxx didampingi Anggota BPK RI Xxx Xxxxxxx Xxxx, saat memberikan penjelasan pada acara pertemuan teknis di Mataram.
Deputy Auditor General of XXX Xxxxxxxx Dato’ Xxxx Xxxxxx xxx Xxxx, didampingi Anggota BPK RI Xxx Xxxxxxx Xxxx, saat memberikan penjelasan pada acara pertemuan teknis di Mataram.
security ini penting karena menjadi masalah di semua negara.
Dia mencontohkan bagaimana Amerika Serikat yang menjadi salah satu produsen kedelai mengalami kekeringan sehingga suplainya menurun drastis. Kondisi ini berdampak pada Indonesia yang disuplai dari Amerika Serikat.
Akibatnya, masyarakat tidak bisa menikmati tahu dan tempe. Padahal, makanan tersebut bukan makanan utama di Indonesia. Bagaimana jika beras yang menjadi bahan makanan pokok di Indonesia khususnya, dan
di beberapa negara Asia lainnya menjadi langka. Inilah pentingnya food security.
BPK punya peranan untuk itu dengan melakukan pemeriksaan yang menyangkut kebijakan dan program pemerintah dalam menyediakan pangan.
“Oleh karena itu, saya menyambut baik, ketika program berikutnya, setelah forest management, mangrove management, dan IUU Fishing, adalah food security,” ucapnya.
Pertemuan teknis di Mataram sendiri merupakan pertemuan
kesepuluh. Sebelumnya, pertemuan dilakukan di Pangkor, Perak, Malaysia. Pada pertemuan di Pangkor, Malaysia, disepakati pembahasan pelaksanaan audit paralel atas IUU Fishing, audit kinerja atas pelayanan ekspor barang yang dipungut bea keluar, dan perencanaan audit
atas pengelolaan sumber daya air. Kemudian ditindaklanjuti dalam pertemuan teknis di Mataram, Nusa Tenggara Barat. Setelah itu akan dilakukan pertemuan teknis
selanjutnya di Johor, Malaysia. and
Audit Paralel IUU Fishing
S
EPERTI yang telah ketahui, kerja sama bilateral BPK dan XXX Xxxxxxxx dalam melakukan audit paralel
telah dua kali dilakukan. Audit paralel terkait pengelolaan kehutanan (2007- 2009) dilakukan untuk pertama kalinya. Setelah itu diadakan audit paralel manajemen hutan mangrove di wilayah Selat Malaka (2009-2011).
Audit paralel manajemen hutan mangrove sendiri difinalisasi dengan penandatanganan laporan auditnya pada pertemuan teknis bidang audit lingkungan di Manado, Sulawesi Utara, 3-5 Oktober 2011. Selain itu, pertemuan teknis di Manado juga mendiskusikan rencana audit paralel mengenai Manajemen Perikanan dan Kelautan serta Manajemen Sumber Daya Air.
Dari pertemuan di Manado inilah kemudian memutuskan untuk melanjutkan kerja sama audit paralel terkait Illegal, Unreported and Unregulated atau IUU Fishing.
Implementasi hasil dari pertemuan
Dua delegasi BPK dan XXX Xxxxxxxx tengah mendiskusikan masalah IUU Fishing. 3 September 2012.
di Manado itu adalah dilaksanakan pertemuan teknis tanggal 9-10 April 2012 di Pulau Xxxxxxx, Xxxxxx Perak, Malaysia.
Pada pertemuan di Pulau Pangkor tersebut, BPK dan XXX Xxxxxxxx, selain menghasilkan beberapa
butir kesepakatan, keduanya juga bersepakat untuk melakukan pemeriksaan paralel atas IUU Fishing dan Customs pada Tahun 2012. Dalam pertemuan tersebut dilakukanlah penyusunan program pemeriksaan paralel dengan topik IUU Fishing dan manajemen bea dan cukai.
Pemilihan tema audit IUU Fishing dengan metode audit paralel ini dikarenakan Indonesia sendiri merupakan negara dengan wilayah lautan yang sangat luas.
Namun, sumber daya alam di lautan,
khususnya perikanan ini kurang memberikan pendapatan bagi negara. Permasalahan yang sama juga dihadapi Malaysia walaupun wilayah lautannya tak seluas Indonesia.
Modal Indonesia dalam hal perikanan laut khususnya, sangatlah besar. Wilayah Indonesia terdiri dari
17.506 pulau. Panjang garis pantai lebih dari 80.570 km. Luas laut teritorialnya sekitar 285.005 km. Luas laut perairan zona eksklusif ekonomi (ZEE) sekitar 2.692.762 km. Luas perairan pedalaman 2.012.392 km. Total luas wilayah perairan Indonesia 5.877.879 km.
Dengan modal wilayah perairan yang seluas itu bisa dibayangkan bagaimana potensi perikanan di dalamnya yang bisa berkontribusi bagi pendapatan negara.
Kenyataannya tidak demikian.
Jumlah ekspor subsektor perikanan Indonesia pada 2011 hanya senilai US$3,34 miliar. Dengan wilayah lautan yang begitu luas, hasil dari potensi perikanan hanya mampu menuai pendapatan sebesar itu. Bandingkan dengan Vietnam yang wilayah lautannya kalah jauh dibandingkan dengan Indonesia.
Pada 2011, nilai ekspor subsektor perikanannya sebesar US$25 miliar.
“Tentu ada yang salah dengan manajemen kelautan kita,” ucap Anggota BPK Xxx Xxxxxxx Xxxx.
Dia menilai bahwa perlu ada perubahan arah ekonomi Indonesia terkait penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Arah ekonomi untuk penerimaan negara bukan pajak saat ini mengandalkan sumber daya alam minyak dan gas (migas) serta mineral.
Sumber daya alam migas dan mineral ini telah dieksploitasi besar- besaran dan sehingga cenderung menurun produksinya. Otomatis sumber penerimaan dari migas dan mineral juga akan berkurang.
“Eksploitasi yang begitu hebat mengenai batu bara, tembaga, mangan, dan sebagainya, sehingga dengan demikian potensinya benar-benar sesuatu yang no renewable, dan itu membahayakan masa depan penerimaan negara,” ujarnya.
Menurut dia, Indonesia tidak bisa lagi mengandalkan hanya pada migas dan mineral. Ke depan harus dipikirkan Indonesia bergeser ke sumber daya laut.
Oleh karena itu, perlu ada perubahan penitikberatannya. Arah penerimaan negara bukan pajak sektor sumber daya alam yang menitik beratkan minyak bumi dan mineral, perlu dialihkan ke sumber daya kelautan. Di sinilah audit pada sektor kelautan diperlukan. Salah satunya dengan melaksanakan audit paralel IUU Fishing ini.
BPK mempunyai dasar pikiran terkait hal ini. Selama di dalam proses pengelolaan alam dan lingkungan di Indonesia yang memiliki potensi sebagai sumber pendapatan negara, BPK mempunyai kewenangan untuk mengaudit.
Adapun pemeriksaan yang bisa dilakukan BPK adalah melakukan pemeriksaan mengenai regulasi yang menyangkut pengelolaan penerimaan negara dari kelautan itu sudah lengkap belum, atau tumpang tindih atau tidak. Selain itu, BPK juga bisa melakukan pemeriksaan apakah penerimaan negara dari sektor sumber daya kelautan sudah optimal atau belum dari potensi yang dimiliki negara.
“Prinsipnya BPK mempunyai tanggung jawab agar potensi penerimaan negara dari kelautan itu utuh,” ucap Xxx Xxxxxxx. and
Seputar IUU Fishing
J
IKA kita mendengar istilah illegal fishing, pencurian ikan, itu adalah salah satu bentuk dari kejahatan perikanan. Dunia internasional mengenalnya dengan sebutan Illegal, Unregulated and unreported (IUU) Fishing.
Food and Agriculture Organization (FAO), salah satu organisasi PBB yang bertugas mengatasi masalah pangan di dunia, mendefinisikan Illegal sebagai sebuah kegiatan penangkapan ikan yang dilakukan oleh orang
atau kapal asing pada suatu perairan yurisdiksi suatu negara tanpa izin atau bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
Sementara istilah unreported didefinisikan sebagai sebuah kegiatan penangkapan ikan yang tidak dilaporkan hasil tangkapan ikannya kepada instansi yang berwenang. Bisa juga dilaporkan secara tidak benar atau tidak sesuai dengan prosedur pelaporan yang telah ditetapkan. Adapun, istilah unregulated didefinisikan sebagai suatu kegiatan penangkapan ikan pada suatu area atau stok ikan yang belum diterapkan ketentuan pelestariannya.
Modus IUU Fishing sendiri biasanya dilakukan kapal asing di wilayah perairan Indonesia, yang di antaranya, dengan menyalahi area penangkapan, jenis alat tangkap yang bisa nenimbulkan kerusakan ekosistem laut
dan menimbulkan ekploitasi besar-besaran, dan transhipment atau pengangkutan ikan.
Di perairan Indonesia sendiri, sumber daya beberapa spesies ikan saat ini dieksploitasi besar-besaran. Dengan begitu populasinya makin berkurang atau bahkan langka. Dampaknya, jumlah tangkapan ikan pun berkurang.
Tak heran jika jumlah pendapatan negara dari sektor perikanan kalah jauh dengan Vietnam yang notabene wilayah perairannya juga jauh lebih
sempit. Kondisi ini diduga karena ada praktek IUU Fishing di wilayah perairan Indonesia.
Dalam rangka melakukan upaya penanganan IUU Fishing, pemerintah
Indonesia telah meratifikasi dan mengadopsi United Convention on Law of the Sea (UNCLOS) pada 1982, Code of Conduct for Responsible Fisheries (CCRF) 1995, dan International Plan of Action (IPOA) IUU Fishing pada 2001.
Selain itu, pemerintah juga menandatangani memorandum of understanding (MoU) atau nota kesepahaman dengan pemerintah Malaysia pada 2012. Nota kesepahaman tersebut tentang Common Guidelines Concerning Treatment of Fisherman by Maritime Law Enforcement Agencies of Malaysia and Republic of Indonesia.
Sementara dalam peraturan perundang- undangan Indonesia, diatur dalam UU No.31 Tahun 2004 tentang Perikanan yang diamendemen dengan UU No. 45 Tahun 2009. Dalam UU itu secara jelas menyatakan bahwa tindakan illegal fishing merupakan tindakan pidana.
Daftarkan Kapal
Indonesia masuk sebagai anggota organisasi pengelola ikan regional yang biasa disebut Regional Fisheries Management
Organizations (RFMO). Juga di Commision on the Conservation of Southern Bluefin Tuna (CCSBT) atau Indian Ocean Tuna Commision (IOTC).
Dalam contracting party
setiap tahun, organisasi ini mewajibkan anggota
mendaftarkan kapalnya agar dapat menangkap ikan tuna jenis tertentu secara legal di perairan RFMO sesuai jumlah tangkapan masing-masing negara. Hal yang penting adalah kapal-kapal ikan harus melaporkan setiap tangkapan ikan sesuai kuota yang diberikan RFMO.
Walau pemerintah RI berupaya untuk mengatasi masalah IUU Fishing ini, tetapi masih bekum optimal. Hal
ini ditengarai karena keterbatasan kemampuan, peralatan, perangkat hukum, sehingga pelaksanaan monitoring, control, dan surveillance tidak memadai.
Operasi pengawasan yang dilaksanakan secara mandiri dan gabungan belum dapat menghilangkan praktek-praktek IUU Fishing. BPK melihat belum terbentuknya badan keamanan laut atau Indonesian
Security and Coast Guard di tingkat nasional sebagaimana yang diamanatkan Undang-Undang No. 17 Tahun 2008, menyebabkan belum adanya sinergi dan koordinasi pengendalian IUU Fishing antar instansi yang berwenang.
Belum lagi rendahnya kesadaran pengusaha di bidang perikanan untuk melaporkan hasil
tangkapannya. Hanya sekitar 14,21% saja dari 2.344 laporan pengusaha perikanan pada 2011. Juga, kepatuhan menyusun dan menyampaikan logbook, yang hanya 33.126 buah logbook pada 14 pelabuhan dari 64 pelabuhan yang seharusnya melaporkan. Hal ini yang mengakibatkan tidak optimalnya monitoring atas pemanfaatan sumber daya perikanan.
Ada keterbatasan dalam pengawasan atas illegal fishing. Mulai dari keterbatasan instrumen pengawasan seperti vessel monitoring system, olah gerak kapal pengawas, sumber daya pengawas, sarana dan prasarana pengawasan, maupun anggaran. Inilah yang menyebabkan belum
mampunya aparat pengawasan mencegah masuknya kapal asing ilegal ke perairan Indonesia dan
mengawasi kegiatan penangkapan ikan di wilayah Indonesia.
Selain itu, penegakan hukum masih lemah.
Sebab, penanganan kasus tindak pidana perikanan lambat, pengamanan barang bukti dan tersangka (ABK Justisia) dan ABK non-justisia masih belum memadai. and
Sangat Penting Bagi Kita’
Menteri Lingkungan Xxxxx Xxxxxxxxx Xxxxxxxx memberikan apresiasinya terhadap BPK yang terpilih sebagai Ketua INTOSAI WGEA periode 2013-2016.
Dengan menjadi Ketua Kelompok Kerja Audit Lingkungan Internasional itu, akan banyak manfaatnya bagi pengelolaan lingkungan hidup di Indonesia. Dengan begitu, Kementerian Lingkungan Hidup bisa dibantu BPK sebagai sebuah sinergi untuk bersama-sama menjaga dan memelihara lingkungan di Indonesia yang sampai saat ini masih terjadi kerusakan.
Dengan dukungan BPK, pemerintah bisa menjaga pembangunan berkelanjutan (sustainable development) sesuai koridor konstitusi. Bagaimana pandangan Xxxxxxxxx Xxxxxxxx terhadap lingkungan hidup di Indonesia dan BPK, berikut ini petikan wawancaranya.
Bagaimana peran Kementerian Lingkungan Hidup
saat ini terkait dengan lingkungan di Indonesia dan komitmen terhadap berbagai komitmen, konvensi, atau perjanjian terkait lingkungan di berbagai forum, organisasi di bidang lingkungan?
Peran dari kementerian lingkungan hidup ini seperti yang diatur dalam UU No. 32 tahun 2009 yang berkaitan dengan perlindungan dan pengelolaan hidup kita, kementerian ini bertanggung jawab dalam pengawasan dan juga pengelolaan lingkungan hidup indonesia ini supaya lingkungan hidup kita lestari,
pembangunan tetap dilaksanakan, ekonomi bertumbuh, tetapi lingkungan tetap terjaga. Ini yang dinamakan sustainable development. Sustainable development ini sangat tergantung kepada bagaimana lingkungan
itu tetap lestari. Oleh karena itu berdasarkan UU No.32 itu kementerian lingkungan hidup mempunyai tugas, tanggung jawab dan fungsi untuk melakukan
pengawasan juga pengelolaan bagaimana lingkungan itu bisa dijaga dengan baik.
Kami melakukan pengawasan terhadap berbagai kegiatan industri, bisnis, masyarakat, kelompok, golongan tertentu itu dalam kaitan dengan bagaimana mereka terlibat secara aktif di dalam penanganan lingkungan itu. Bisnis jalan, industrinya jalan, tetapi lingkungan harus tetap terjaga. Itu yang menjadi concern dari kementerian kita ini.
Dan juga dalam kaitan dengan berbagai konvensi internasional lain, yang berkaitan dengan lingkungan, kita harus get in follow di dalam. Kita care betul mengenai itu,
Xxxxxxxxx Xxxxxxxx
kita mendukung, kita mendorong, apapun yang dilakukan yang berkaitan dengan lingkungan, ya kita ada di sana.
Banyak kerusakan lingkungan di wilayah
Indonesia, baik di wilayah laut, hutan, dan wilayah ekologi lainnya. Apa yang tengah dan akan diupayakan Kementerian Lingkungan Hidup untuk meminimalisir kerusakan lingkungan tersebut?
Dalam UU No. 32 itu, ada beberapa peraturan pemerintah yang harus diselesaikan, yang berkaitan dengan penanganan lingkungan ini. Dan, pada bulan Februari, kita sudah bisa mendapatkan keputusan pemerintah, peraturan pemerintah mengenai perizinan yang berkaitan dengan amdal (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) dan segala macam itu, dan ini peraturan pemerintah yang sangat kuat, yang dapat kita pergunakan untuk membantu kita dalam rangka pengendalian lingkungan di Indonesia ini.
Amdal dan segala macam itu harus wajib dibuat
WAWANCARA
oleh semua usaha, semua kegiatan industri dan bisnis. Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 2012 ini sangat kuat, sangat penting. Ini harus dipegang oleh kita semua, untuk kepentingan pemeliharaan lingkungan kita.
Dari Kementerian Lingkungan Hidup, berdasarkan peraturan pemerintah itu, sekarang ini sedang dalam tahapan sosialisasi. Pada semua stakeholder, baik itu pemerintah provinsi, kabupaten dan kota, juga pihak bisnis dan masyarakat, mengenai peraturan pemerintah ini, yang berkaitan dengan perizinannya.
Saya harap, semuanya bisa memahami peraturan pemerintah ini dengan baik. Kita akan laksanakan itu, karena ini untuk kepentingan pemeliharaan lingkungan kita semua. Lingkungan rusak, bukan hanya pemerintah sendiri yang merasakan, tetapi juga masyarakat akan kena dampaknya.
Jadi, Kementerian Lingkungan Hidup, dalam rangka menjaga dan memelihara lingkungan itu, Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 2012 ini penting. Kita
implementasikan untuk pelaku usaha, pelaku bisnis di negara kita ini.
Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan
kerusakan lingkungan di Indonesia?
Saya melihat hal ini dari faktor kesadaran saja. Aturannya jelas, ada UU yang mengatur mengenai pengelolaan lingkungan di negara ini. Ada peraturan pemerintah, ada Keputusan Menteri. Jadi, ini tergantung dari kesadaran kita semua untuk bisa meng-comply (mengikuti/mematuhi) terhadap aturan-aturan yang ada, berkaitan dengan lingkungan hidup ini.
Juga koordinasi dengan kementerian/lembaga. Ini juga penting. Kalau kita loose koordinasi dengan
kementerian/lembaga berjalan dengan tidak baik, ini bisa menimbulkan kerusakan-kerusakan lingkungan. Misalnya, dengan Kementerian Ekonomi Sumber Daya Mineral, Perindustrian, Perdagangan, harus ada koordinasi yang baik dengan Kementerian Lingkungan Hidup. Sepanjang koordinasi tidak berjalan dengan baik, pasti akan banyak terjadi kerusakan lingkungan.
Kementerian ESDM misalnya, yang mengeluarkan perizinan tertentu, ini mestinya berkoordinasi dengan kita, yang berkaitan dengan amdal, dan lainnya itu. Ini harus dilakukan. Kalau tidak, kerusakan akan selalu terjadi.
Kerusakan lingkungan di Indonesia ini cenderung meningkat pada masa-masa implementasi otonomi daerah ini. Otonomi daerah memberikan kewenangan penuh pada gubernur, bupati, dan wali kota, dalam memberikan izin-izin tertentu untuk pertambangan dan lain-lain, ini juga yang menjadi hal yang menjadi faktor kerusakan lingkungan kita.
Jadi, tergantung koordinasi, dan komitmen dari kita semua. Baik antara kementerian/lembaga di tingkat pusat maupun dengan pemerintah daerah, baik provinsi, kabupaten dan kota. Berkoordinasi secara baik dengan kita untuk menjaga lingkungan kita bersama- sama.
Apa yang telah dilakukan pemerintah
terhadap faktor-faktor tersebut?
Kita selalu melakukan koordinasi dengan kementerian perindustrian, ESDM, dan lain-lain. Ini di bawah koordinasi kementerian koordinator perekonomian. Kita duduk bersama untuk membicarakan masalah-masalah (lingkungan) itu.
Perizinan-perizinan tertentu yang berdampak pada lingkungan itu kita selalu koordinasikan. Pejabat-pejabat eselon
I kita juga selalu berkoordinasi dengan kementerian terkait itu.
Berbagai komponen, seperti
pengusaha, pemerintah daerah, masyarakat, dan lainnya juga seharusnya ikut serta dalam menjaga lingkungan agar tetap baik dan meminimalisir kerusakan lingkungan demi pembangunan berkelanjutan dan berwawasan
lingkungan. Apa yang Anda harapkan dari mereka?
UU No. 32 juga mengatur mengenai bagaimana keterlibatan dari masyarakat, juga mengatur mengenai seluruh lapisan masyarakat, komponen masyarakat, stakeholder dalam rangka menjaga dan memelihara lingkungan ini.
Dalam kaitan dengan hal itu, dari Kementerian Lingkungan Xxxxx selalu ada kesempatan, ada peluang, untuk kita ada aktivitas bagaimana kita lakukan dalam
regulasi mengenai lingkungan itu bisa di jalankan dengan baik. Jadi, pemerintah juga akan diaudit dalam rangka penerapan kebijakan atau policy yang dilakukan berkaitan dengan lingkungan. Kemudian masyarakat, pelaku bisnis juga diaudit dalam kaitan mereka comply terhadap aturan, kebijakan atau policy pemerintah. Jadi, ini sangat penting. Saya melihat ini suatu start yang sangat baik sekali bagi kta semua dalam kaitan dengan menjaga lingkungan ini. Kami akan bekerjasama dengan BPK dalam hal ini.
Apa harapan Anda terhadap BPK di dalam mendorong efektifnya pembangunan berkelanjutan di Indonesia?
Tujuan dari audit lingkungan ini dalam rangka make sure, memberi kepastian bahwa lingkungan itu dikelola dengan baik. Comply terhadap peraturan perundang- undangan, kebijakan atau policy. Hal ini berkaitan untuk menjaga agar lingkungan ini tetap lestari. Maksudnya apa kita menjaga agar lingkungan tetap lestari?
Inilah kepentingan dari sustainable development itu. Pembangunan berkelanjutan.
Jadi, apa yang telah dilakukan Kementerian Lingkungan Hidup, apa yang telah dilakukan BPK adalah semua upaya dalam rangka memastikan bahwa pengelolaan atau manajemen lingkungan ini berjalan sesuai dengan kita harapkan, untuk menjaga kelestarian lingkungan untuk menjamin sustainable development berjalan dengan baik. and
kaitan dengan kita sosialisasikan, kita mengkoordinasikan, seperti hari saya akan turun ke ada satu kampung di
sini, itu dalam kaitan kita untuk terus mensosialisasikan bagaimana tanggung jawab kita bersama, tanggung jawab masyarakat, terus menjaga dan memelihara lingkungan. Saya datang ke provinsi, kabupaten, dengan berkoordinasi dengan gubernur dan bupati, terus mengingatkan mereka mengenai tanggung jawab bersama bagaimana kita memelihara, kita menjaga lingkungan kita ini.
Jadi, ini memang tanggung jawab Kementerian Lingkungan Hidup dalam rangka memfasilitasi, mengkoordinasikan, mensosialisasikan, dengan harapan kita mendapatkan pemahaman dan komitmen yang sama dari seluruh stakeholder di negara ini, dalam kaitan kita sama-sama menjaga dan memelihara lingkungan kita.
Apa pandangan Anda terhadap peran BPK terkait
dengan permasalahan lingkungan selama ini?
Ini penting. Jadi environmental audit, yang menjadi tanggung jawab BPK ini sangat penting bagi kita semua. Karena ini suatu tugas yang sangat membantu kementerian kita ini dalam kaitan dalam menjaga dan memelihara lingkungan ini.
Juga harus mengaudit lingkungan. Bagaimana
Kami melakukan pengawasan terhadap berbagai kegiatan industri, bisnis, masyarakat, kelompok, golongan tertentu itu dalam kaitan dengan bagaimana mereka terlibat secara aktif di dalam penanganan lingkungan itu. Bisnis jalan, industrinya jalan, tetapi lingkungan harus tetap terjaga. Itu yang menjadi concern dari kementerian
kita ini.
AGENDA
Ketua BPK Kunjungi Redaksi Kompas
Ketua BPK Xxxx Xxxxxxxx mengunjungi redaksi Kompas sebagai upaya sosialisasi program BPK dan mencari masukan dalam rangka memperbaiki tata kelola keuangan negara yang transparan dan akuntabel.
M
Rombongan Ketua BPK kali ini diterima oleh Pemimpin Umum Redaksi Kompas Xxxxx Xxxxxx, Wakil Pemimpin Redaksi Xxxxxxx Xxxxxxxxx, Wakil Pemimpin Redaksi Xxxxx Xxxxxxx, Editor Ekonomi Xxxxxx Xxxx, Redaktur Pelaksana Xxxxx Xxxxxxxx, serta para redaktur
ENJALIN kerja sama dengan media massa sepertinya sudah menjadi
agenda rutin BPK. Untuk itu, pada 25 September, Ketua BPK Xxxx Xxxxxxxx menyambangi kantor
redaksi Kompas di bilangan Palmerah,
Jakarta Pusat. Tak hanya ketua BPK, sejumlah pejabat di lingkungan BPK juga bertandang ke redaksi Kompas, di antaranya Sekjen BPK Xxxxxx Xxxxxxxxxx, Kepala Biro Humas dan Luar Xxxxxx Xxxxxxx Xxxx, dan Plt.
Kepala Biro Sekretariat Pimpinan Xxxxxxxxxx.
ekonomi dan politik.
Menurut Ketua BPK Xxxx Xxxxxxxx, kunjungan BPK ke redaksi Kompas dilakukan untuk memperkenalkan berbagai progam yang dikembangkan BPK. Salah satunya pogram e-audit yang
kini tengah dikembangkan BPK.
Dengan adanya kunjungan ini,
BPK ingin memperoleh masukan dari jajaran Redaksi Kompas dalam rangka memperbaiki tata kelola keuangan negara. Dengan demikian, penyimpangan yang terjadi dalam pengelolaan keuangan negara dapat diselesaikan dengan sistemik.
Untuk itu, dalam rangkaian kunjungan ini Ketua BPK memaparkan mengenai tugas dan wewenang BPK. Adapun, terkait e-audit, Xxxx Xxxxxxxx memaparkan langkah BPK dalam mendorong terwujudnya keadilan sosial melalui pusat data BPK.
BPK telah membentuk sistem link and match dengan auditee, yang akan dimanfaatkan sebagai alat kontrol dan monitoring untuk menciptakan transparansi dan akuntabilitas. “Kami mohon bantuan media untuk mengkritisi upaya ini sehingga BPK siap perbaiki sampai benar-benar terwujud secara nyata,”
katanya.
Pemimpin Umum Kompas, Xxxxx Xxxxxx menyatakan bahwa pihaknya mendapat kehormatan dan kepercayaan atas kunjungan ketua BPK dan rombongan. Menurut dia, sebagai lembaga negara, BPK
memiliki posisi yang sangat strategis dalam sistem kenegaraan. Satu hal yang perlu diperhatikan, lanjutnya, sebagai warga negara yang baik ada kewajiban yang harus dilakukan.
Negara perlu menciptakan keadilan sosial supaya semua warga negara bisa berkontribusi. “Kami sedapat mungkin ikut membantu karena hal ini adalah pekerjaan yang perlu dilakukan,” kata Xxxxx.
Wakil Pemimpin Redaksi Kompas Xxxxxxx Xxxxxxxxx mengungkapkan bahwa Kompas mendukung gagasan yang dikembangkan BPK dengan membentuk pusat data. Sebab selama ini masing-masing instansi
memiliki data tersendiri dan belum terintegrasi. Oleh karena itu, dia menyambut baik langkah BPK untuk mengintegrasikan data masing- masing instansi ke data BPK.
Budiman menambahkan langkah BPK untuk melakukan e-audit sebagai upaya untuk mengatasi korupsi. Pasalnya, lanjutnya,
solusi untuk mengatasi korupsi adalah teknologi, salah satunya dengan e-audit. Hanya saja untuk mewujudkan hal tersebut juga tidak mudah. Sebab setiap instansi
memiliki terobosan teknologi sendiri. “Namun apabila BPK dapat
menjadi pionir mengintegrasikan data-data tersebut dalam satu wadah, tentunya ini adalah hal yang baik,” tuturnya.
Menurut dia, apa yang dilakukan BPK untuk mewujudkan pengelolaan keuangan negara yang transparan dan akuntabel juga sejalan dengan Kompas. Dia berjanji jika ada laporan hasil pemeriksaan tentang temuan- temuan penyimpangan, Kompas akan membantu mensosialisasikan kepada masyarakat sehingga cita- cita BPK mewujudkan masyarakat berkeadilan sosial bisa segera terwujud. bw
Ketua BPK Xxxx Xxxxxxxx dan Sekjen BPK Xxxxxx Xxxxxxxxxx memberikan kenang-kenangan berupa majalah internal Warta BPK kepada Pemimpin Umum Harian Kompas Xxxxx Xxxxxx dalam rangka Media Visit, 25 September 2012.
BPK telah membentuk sistem link and match dengan auditee, yang akan dimanfaatkan
sebagai alat kontrol dan monitoring untuk menciptakan transparansi
dan akuntabilitas.
Anggota BPK Xxxxx Xxxxxx Xxxxxxxx menerima cinderamata dari Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sriwijaya dalam acara BPK Goes to Campus di Universitas Sriwijaya Palembang, 3 September 2012.
BPK Goes to Campus
di Universitas Sriwijaya
Kegiatan BPK Goes to Campus diselenggarkan di Universitas Sriwijaya. Upaya untuk mensosialisasi tugas dan kewenangan BPK serta memberikan informasi mengenai betapa pentingnya melaksanakan pengelolaan keuangan negara.
B
keynote speaker adalah Anggota BPK Xxxxx Xxxxxx Xxxxxxxx dengan materi bertema BPK dan Keuangan Negara.
Kegiatan yang digelar di Aula Kampus Program Studi MM
Universitas Sriwijaya ini juga dihadiri oleh Plt. Kepala Biro Sekretariat Pimpinan BPK Xxxxxxxxxx, Kepala Pusdiklat BPK Xxxx Xxxxxxx, dan
ERBAGAI upaya dilakukan BPK untuk mensosialisasikan programnya ke masyarakat.
Salah satunya yakni dengan menyelenggarakan kegiatan BPK Goes to Campus. Kegiatan public awareness
BPK di kalangan akademisi kali ini diselenggarkan di Universitas Sriwijaya, Pelembang, Sumatra Selatan, pada 3 September lalu. Kegiatan ini diikuti oleh para pengajar dan mahasiswa.
Adapun, yang bertindak sebagai
Kepala Kantor Perwakilan BPK Provinsi Sumatra Selatan V.M Ambar Wahyuni. Kegiatan ini dibuka oleh Rektor Universitas Sriwijaya, Xxxxx Xxxxxxxx.
Adapun tujuan diselenggarkaan
kegiatan ini untuk memberikan pemahaman terkait tugas, fungsi dan kewenangan serta sinergi BPK dalam mendorong transparansi dan akuntabilitas pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara demi terwujudnya kesejahteraan rakyat.
Selain itu kegiatan ini juga bertujuan untuk menjalin komunikasi, serta meningkatkan kerja sama yang efektif antara BPK RI dengan para pemangku kepentingan, khususnya kalangan akademisi Universitas Sriwijaya.
Anggota BPK Xxxxx Xxxxxx Xxxxxxxx mengungkapkan kegiatan BPK Goes to Campus merupakan upaya untuk mensosialisasi tugas dan
kewenangan BPK bagi kalangan civitas akademik. Kegiatan ini juga untuk memberikan informasi mengenai betapa pentingnya melaksanakan pengelolaan keuangan negara
sesuai dengan atauran perundang- undangan. “Oleh karena itu, BPK yang merupakan institusi yang berada di garda depan untuk mewujudkan good governance khususnya dalam pengelolaan keuangan negara,” katanya.
Dia mengungkapkan BPK Goes to Campus merupakan salah satu program yang dikembangkan BPK.
Selain melakukan pemeriksaan keuangan, BPK juga mendorong tata kelola keuangan yang baik sebagai bagian dari budaya, khususnya kepada perguruan tinggi. “Hal itu kita lakukan melalui BPK Goes to Campus,” tuturnya.
Xxxxx mengungkapkan sejauh ini ekspektasi masyarakat terhadap BPK sudah cukup tinggi. Bahkan, telah melebihi wewenangnya untuk
melakukan pemeriksaan. “BPK diminta untuk bergerak lebih jauh,” tegasnya.
Kondisi ini, lanjutnya, menunjukkan kepercayaan masyarakat terhadap BPK sudah cukup meningkat. Hal ini menjadi penting karena untuk mewujudkan good governance salah satunya adanya
“Untuk itu, kita mendorong agar masyarakat mendapat informasi yang lebih memadai mengenai apa yang sudah dilakukan BPK. Dengan
demikian partisipasi masyarakat dapat ditingkatkan kualitasnya.”
Di bagian lain, lanjut Agung, reformasi keuangan negara juga telah mengalami perkembangan. Kondisi itu, menuntut adanya peningkatan kompetensi para aparatur negara khususnya yang terlibat dalam pengelolaan keuangan negara.
“Oleh karena itu, aparatur yang terlibat dalam pengelolaan
keuangan negara sangat perlu untuk ditingkatkan kompetensinya,” kata Agung.
Hanya saja selama ini, lanjut Agung, sejumlah kalangan masih memandang pemeriksaan yang dilakukan BPK sebagai momok. Untuk itu, ke depan perlu didorong agar pemeriksaan BPK tidak lagi menjadi sesuatu yang menakutkan. “Tidak menjadi beban tetapi menjadi suatu kebutuhan untuk mewujudkan tata kelola keuangan yang transparan dan akuntabel,” jelasnya.
Kerja Sama Pihak Universitas
Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sriwijaya Prof. X. Xxxxxxxxxxx mengungkapkan kegiatan
BPK Goes to Campus merupakan sesuatu yang baik. Sebab melalui kegiatan ini akan menambah pengetahuan bagi mahasiswa.
Dengan adanya kegiatan ini mahasiswa akan lebih tahu secara mendalam mengenai fungsi, tugas, dan kewenangan BPK. Sebab, selama ini para mahasiswa hanya tahu BPK bagian dari lembaga negara. “Dengan adanya kegiatan ini maka pemahaman mahasiwa terhadap BPK akan menjadi jelas.”
Dia berharap kegiatan BPK Goes to Campus dapat dilakukan secara rutin. Sebab masih banyak hal yang perlu diketahui oleh mahasiswa. Selain itu, Xxxxxxxxxxx juga mengharapkan BPK bisa menggandeng pihak universitas untuk melakukan sosialisasi.
Seperti memberikan pendidikan. Tidak ketinggalan Syamsurijal juga mengharapkan konsep-konsep yang dilahirkan dari universitas dapat menjadi masukan bagi pihak BPK. Dengan demikian ada penyelarasan antara teori dan praktik.
“Saya kira kedepan perlu dibangun kerja sama antara BPK dengan pihak universitas untuk memperbaiki kualitas pengelolaan keuangan negara,” tegasnya. bw
unsur partisipasi masyarakat.
Anggota BPK Xxxxx Xxxxxx Xxxxxxxx berfoto bersama dengan Dekan Fakultas Ekonomi dan Dosen Universitas Sriwijaya Palembang, 3 September 2012.
Forum Konstitusi Serahkan Buku Sejarah BPK
Xxxxx Xxxxx
P
ADA Jum’at (14/9), Forum Konstitusi menyerahkan Buku Sejarah Badan Pemeriksa Keuangan
Rakyat Republik Indonesia yang merumuskan dan memutuskan Rancangan Perubahan Undang- Undang Dasar Negara Republik
Xxxxx, dan beberapa anggota Forum Konstitusi.
Dalam laporannya, Sekjen BPK Xxxxxx Xxxxxxxxxx menyatakan bahwa proses penyusunan buku ini diawali dengan pertemuan antara BPK dan Forum Konstitusi pada
14 Februari 2012. Pertemuan ini bertujuan untuk menyusun buku sejarah BPK, terutama terkait dengan perubahan UUD’45 yang mengatur tugas dan kewenangan BPK.
Buku ini diharapkan dapat memberikan gambaran, latar belakang pemikiran perubahan pasal-pasal yang terkait dengan BPK. “Dengan dituliskannya latar belakang pemikiran tersebut akan semakin memperjelas pemahaman pegawai dan masyarakat mengenai tugas, wewenang, dan kedudukan BPK seperti diatur UUD’45 yang telah diamandemen, seperti yang kita laksanakan sekarang ini,” ucap Hendar.
Selain itu, penjelasan yang terdapat dalam buku itu juga sangat bermanfaat untuk mengatasi permasalahan jika terdapat perbedaan penafsiran atas suatu ketentuan yang terkait dengan
BPK. Terkait penamaan judul xxxx, Xxxxxx menjelaskan, sebagai cerminan proses perubahan UUD’45,
khususnya pasal tentang BPK.
dalam Proses Perubahan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 kepada BPK. Penyerahannya dilaksanakan di Ruang Pola Gedung Arsip, Kantor Pusat BPK.
Forum Konstitusi sendiri merupakan wadah dari mantan anggota Panitia Ad Hoc III (1999) dan Panitia Ad Hoc I (1999-2002) Badan Pekerja Majelis Permusyawaratan
Indonesia Tahun 1945. Mereka terlibat langsung dalam amendemen UUD 1945 pascareformasi.
Hadir dalam acara tersebut Wakil Ketua BPK Xxxxx Xxxxx, Anggota
BPK Xxx Xxxxxxx Xxxx, Sekjen BPK Hendar Ristriawam, Kaditama Revbang & Diklat BPK Xxxxx X. Xxxxxx, dan pejabat eselon II dan III BPK. Sementara dari Forum Konstitusi hadir Ketua Forum Konstitusi Xxxxx
Sementara itu, Ketua Forum Konstitusi Xxxxx Xxxxx
mengemukakan bahwa buku ini dilatarbelakangi oleh kedudukan BPK yang saat ini berubah dari sebelum amendemen UUD 1945 dilakukan.
Peran BPK saat ini lebih menonjol dibandingkan dengan sebelumnya.
“Kalau dulu kita kenal ada tiga kekuasaan, kekuasaan legislatif,
yudikatif, dan eksekutif. Kalau sekarang ada namanya kekuasaan auditif,” ungkap Xxxxx.
Adanya kekuasaan auditif inilah membuat perubahan sangat luar biasa. Tak heran jika dalam UUD 1945 sebelum amendemen, BPK hanya dimuat pada pasal 23 ayat V. Setelah amendemen menjadi bab tersendiri dengan tiga pasal. Tugasnya pun diperluas menjadi memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara dan kedudukannya menjadi satu badan pemeriksa keuangan, bukan lagi suatu badan pemeriksa keuangan.
Namun, hasil amendeman yang menjadi puncak kedudukan BPK adalah sebuatan bebas dan mandiri yang disematkan kepada BPK. “Bebas itu artinya tidak bisa diintervensi, dan mandiri itu tidak tergantung dengan orang lain,” ujarnya.
Bacaan Wajib
Begitu pentingnya buku ini, membuat Wakil Ketua BPK Xxxxx Xxxxx menginstruksikan agar buku tersebut menjadi buku bacaan wajib di BPK. Buku ini, menurutnya, menjadi bahan referensi bagi siapapun.
Nantinya diharapkan buku ini menjadi diklat baik pada tingkatan yang paling rendah yang dalam hal ini diklat calon Pegawai Negeri Sipil (PNS). Bahkan, sebagai bahan diklat- diklat teknis pemeriksa.
“Saya akan minta nanti kepada Sekjen agar buku ini menjadi bacaan wajib seluruh pegawai dan calon pegawai yang baru masuk di BPK dan ini harus menjadi salah satu mata ujian sebelum mereka dinyatakan lulus sebagai pemeriksa, sebelum lulus sebagai PNS di BPK dan menjadi kurikulum diklat BPK pada setiap tingkatan. Ini harus menjadi
kurikulum wajib,” katanya.
Buku sejarah yang menjadi buku bacaan wajib dan sebagai mata ujian dikarenakan agar para pegawai BPK tahu bagaimana sejarah, filosofi, dan arah dari BPK. Dengan begitu, para pegawai ataupun calon pegawai bisa mengamban tugas yang diemban BPK.
Buku ini punya nilai yang sangat besar tak hanya bagi kalangan intern BPK. Bermanfaat bagi masyarakat luas, terutama yang ingin mendalami dan memahami tentang bagaimana hukum keuangan negara di Indonesia.
Lebih lanjut dikatakannya bahwa buku ini merupakan karya berikutnya dari para anggota Forum Konstitusi. Sebelumnya, sewaktu
aktif di legislatif, para anggota Forum Konstitusi merumuskan amandemen UUD’45 terkait BPK.
Di sisi lain, Xxxxx Xxxxx mewakili
Wakil Ketua BPK Xxxxx Xxxxx, Anggota BPK Xxx Xxxxxxx Xxxx, dan Sekjen BPK Xxxxxx Xxxxxxxxxx menerima buku sejarah BPK dari Ketua Forum Konstitusi Xxxxx Xxxxx, 14 September 2012.
Foto bersama para Pimpinan BPK RI dan Anggota Forum Konstitusi usai serah terima buku sejarah BPK RI, 14 September 2012.
pimpinan BPK dan seluruh pegawai BPK mengapresiasi sebesar-besarnya atas apa yang telah dilakukan Forum Konstitusi. Ketika menjadi anggota DPR/MPR mencurahkan segenap pemikiran sehingga membuat kedudukan BPK sedemikian kuat di mata konstitusi.
“Itu merupakan karya yang sangat monumental, karena dari
Penandatanganan naskah kesepakatan antara BPK RI dan Forum Konstitusi, 14
September 2012.
pemikiran bapak-bapak lah maka posisi kami seperti sekarang ini,” xxxx Xxxxx.
Lebih lanjut dikatakannya bahwa dia tidak bisa membayangkan jika kalau dulu rumusan amendemen UUD 1945 terkait BPK tidak seperti sekarang ini dengan situasi politik saat ini. Tentu kondisi BPK tidak lebih baik.
Berkat rumusan amendemen UUD, kedudukan BPK secara konstitusional kuat. Hal ini dibuktikan dengan hasil
dari sengketa kewenangan antarlembaga negara mengenai pembelian 7% saham divestasi PT Newmont Nusa Tenggara beberapa waktu lalu. Mahkamah Konstitusi menolak gugatan pemerintah terhadap hasil pemeriksaan BPK terkait hal itu.
Selain itu, berkat rumusan amendemen UUD 1945 tersebut, banyak lembaga pemeriksa keuangan negara-negara lain, khususnya negara-negara berkembang terkesan dengan kedudukan BPK yang begitu kuat. Banyak di negara-negara lain, terutama di ASEAN ‘iri’ terhadap kemandirian BPK.
“Sampai mengundang kami ke sana bagaimana kok rumusannya sedemikian hebatnya, jadi rumusan kebebasan dan kemandirian yang Bapak rumuskan itu menjadi bahan kajian negara-negara tetangga yang mereka ingin mencontoh seperti itu,” ungkap Xxxxx Xxxxx. and
AIPA Hasilkan Beberapa Resolusi
S
IDANG Umum ASEAN Inter-Parliamentary Assembly (AIPA) ke-33 diselenggarakan pada 16- 22 September 2012, di Senggigi, Lombok, Nusa Tenggara Barat. AIPA merupakan organisasi atau
perkumpulan parlemen negara anggota ASEAN.
Sidang Umum AIPA dihadiri oleh 393 peserta dan dibuka oleh Wakil Presiden Xxxxxxxx. Sebanyak 292 di antaranya adalah anggota parlemen dari 10 anggota AIPA dan sembilan observer. Xxxxxx mengangkat tema
Strengthening the Parliamentary Roles Towards ASEAN
Community 2015.
Pada kesempatan itu, AIPA juga mengundang BPK dengan pertimbangan BPK sebagai Ketua ASEANSAI yang pertama. BPK memperkenalkan ASEANSAI yang baru didirikan pertengahan November 2011 kepada parlemen negara ASEAN.
Hal yang mungkin kebetulan, Presiden AIPA dari DPR RI. Sementara BPK RI menjadi Ketua ASEANSAI. Dengan
Wakil Ketua BPK XX Xxxxx Xxxxx memberikan sambutan dalam ASEAN Inter-Parliamentary Assembly (AIPA) ke-33 diselenggarakan pada 16-22 September 2012, di Senggigi, Lombok, Nusa Tenggara Barat.
keuangan negara, harus ada kerja sama yang erat antara lembaga pemeriksa keuangan (supreme audit institution) dan parlemen.
Pada dasarnya, negara anggota ASEAN mempunyai komitmen untuk menerapkan transparansi dan akuntabilitas keuangan negara demi terciptanya kehidupan bernegara dan berbangsa yang lebih baik. Oleh karena itu, kerja sama supreme audit institution dan parlemen akan bermanfaat dalam
memperkuat pengawasan di masing- masing negara. Apalagi kerja sama antarorganisasi yang mewadahi keduanya. Tentu akan lebih memberikan manfaat bagi negara anggota ASEAN, seiring dengan rencana terbentuknya komunitas
begitu kerja sama atau sinergi bisa dilakukan bukan hanya antara BPK dan DPR, tetapi juga antara ASEANSAI dan AIPA. Ini selaras dengan pembentukan komunitas ASEAN pada 2015.
Wakil Ketua BPK Xxxxx Xxxxx mengharapkan terjalinnya kerja sama yang lebih baik dengan AIPA. “Pada kesempatan yang baik ini,
saya atas nama BPK dan ASEANSAI mengharapkan terjalinnya kerja sama yang lebih baik dengan AIPA di masa yang akan datang,” ucapnya pada saat sidang umum itu.
Menurut dia, sebagai organisasi baru, ASEANSAI perlu menjalin kerja sama dengan lembaga lain di ASEAN, khususnya AIPA. Untuk menegakkan transparasi dan akuntabilitas
ASEAN.
Hasilkan Resolusi
Sidang Umum AIPA sendiri menghasilkan beberapa resolusi. Pertemuan Women Inter Parliamentary Assembly
(WAIPA) menghasilkan tiga buah resolusi yang mengangkat isu pencapaian MDGs, kebijakan yang
Seluruh peserta sedang mendengarkan paparan dari delegasi Indonesia dalam ASEAN Inter-Parliamentary Assembly (AIPA) ke-33, di Senggigi, Lombok, Nusa Tenggara Barat.
Wakil Presiden Xxxxxxxx xxxxxxx bersama dengan peserta ASEAN Inter-Parliamentary Assembly (AIPA) ke-33 diselenggarakan pada 16-22 September 2012, di Senggigi, Lombok, Nusa Tenggara Barat.
2011-2012 berakhir. Jabatan Presiden AIPA yang baru dijabat parlemen Brunei Darussalam.
Brunei sendiri akan menjadi tuan rumah penyelenggaraan Sidang AIPA ke-34 di Bandar Seri Begawan, Brunei Darussalam pada September 2013.
Dalam penutupan sidang umum AIPA ke-33, Ketua DPR RI yang juga Presiden AIPA mengatakan bahwa peran dan posisi AIPA akan semakin penting dan sangat ikut menentukan dinamika yang
terus berkembang dalam ASEAN. Dalam kurun waktu 35 tahun, lanjutnya, semangat ASEAN terus
berkembang secara dinamis. Persidangan General Assembly dan berbagai aktifitas AIPA dari tahun ke tahun berproses
properempuan dan peningkatan kapasitas serta ketrampilan perempuan yang tinggal di daerah terpencil.
Pada pertemuan komite bidang ekonomi, menghasilkan empat resolusi, yaitu:
1. Kerja sama parlemen ASEAN melawan praktek pencucian uang. Termasuk di dalamnya memperkuat legislasi negara masing-masing dalam memerangi pencucian uang dan kejahatan transnasional ekonomi.
2. Menciptakan ekonomi hijau untuk mendukung pembangunan yang berkelanjutan.
3. Langkah strategis mengurangi angka kemiskinan dan membangun kerangka kerja institusi bersama untuk pembangunan berkelanjutan.
4. Resolusi terkait akses teknologi, pasar serta dukungan dana bagi usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). UMKM ini menjadi important engine bagi perekonomian di ASEAN serta menjadi elemen penting untuk meningkatkan pertumbuhan perekonomian ASEAN yang
berkelanjutan.
Pada Komite Politik dibahas peningkatan public awareness dengan mendorong peningkatan partisipasi masyarakat madani dalam pembentukan komunitas ASEAN. Selain itu, menjaga perdamaian dan stabilitas kawasan Asia Tenggara.
Sidang Umum AIPA juga menyepakati untuk mengadopsi keputusan Sidang AIPA Fact Finding Committee (AIFOKOM) yang
digelar Juli lalu di Yogyakarta, yang mengangkat isu mengenai rencana aksi untuk memerangi kejahatan narkoba.
Selain itu, pembentukan Technical Working Group untuk merumuskan langkah-langkah teknis bagi parlemen dalam memerangi narkoba. Disepakati pula kerja sama komprehensif dengan ASEAN Wildlife Enforcement Network (ASEAN-WEN) terkait agenda green legislative, ASEAN Foundation, dan Pan-African Parliament.
Dengan berakhirnya Sidang Umum AIPA ke-33 ini, maka masa jabatan Ketua DPR RI Xxxxxxx Xxxx sebagai Presiden AIPA periode
untuk membawa AIPA ke tahap
makin mendalami aspek-aspek yang berpengaruh terhadap penguatan solidaritas AIPA. Hal ini tentu akan mendukung proses transformasi dan integrasi ASEAN. and
“Sidang Umum AIPA juga menyepakati untuk mengadopsi keputusan
Sidang AIPA Fact Finding Committee (AIFOKOM) yang digelar Juli lalu
di Yogyakarta,
yang mengangkat isu mengenai rencana aksi untuk memerangi kejahatan narkoba.”
“AIPA dan ASEANSAI Bisa Bersinergi”
Ketua ASEAN Inter-Parliamentary Assembly (AIPA) Xxxxxxx Xxxx tengah memberikan sambutan pada Sidang Umum AIPA ke-33, di Senggigi, Lombok, Nusa Tenggara Barat.
PERAN parlemen/DPR di sebuah negara sangat
pada tahun 2015.
Apa saja agenda Sidang Umum AIPA ke-33, apa peran pentingnya bagi ASEAN, dan bagaimana kemungkinan kerjasama antara AIPA dan ASEANSAI, dan hal-hal terkait parlemen lainnya, berikut ini petikan wawancara dengan Ketua DPR Xxxxxxx Xxxx yang juga menjabat sebagai Presiden AIPA periode (2011-2012).
Hal apa saja yang dibahas dalam General Assembly ke-33?
Sebagaimana agenda yang telah disepakati dalam Executive Committee meeting pada Juli yang lalu, ada beberapa agenda yang dibahas dalam lima komisi, yaitu :
1. Komisi WAIPA,
Membahas tiga draf resolusi, di antaranya mengenai peran anggota parlemen perempuan dalam
penting. Sebagai lembaga perwakilan rakyat, parlemen punya kedudukan penting dalam ketatanegaraan sebuah negara. Tak terkecuali
di Indonesia. Dengan peran penting tersebut, tak salah jika peran ASEAN Inter-Parliamentary Assembly (AIPA) sebagai wadah parlemen negara anggota ASEAN juga penting, khususnya di kawasan Asia Tenggara.
Di sisi lain, kedudukan BPK pun sama pentingnya sebagai lembaga negara yang bertugas memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Jika BPK menjalankan tugasnya dengan baik, dan didukung lembaga-lembaga negara lainnya, tak terkecuali pemerintah, akan lebih mudah membawa Indonesia menuju negara yang punya akuntabilitas dan transparansi pengelolaan keuangan
yang baik. Muaranya nanti kesejahteraan rakyat seperti apa yang diamanatkan UUD 1945 dan Pancasila. Peran ini juga diemban ASEANSAI sebagai wadah perkumpulan lembaga- lembaga pemeriksa (supreme audit institutions) negara- negara anggota ASEAN.
Dengan peran dan kedudukan yang penting dalam ketatanegaraan, baik DPR maupun BPK, maka sebuah sinergi akan menciptakan kekuatan positif dalam membawa negara ke arah yang lebih baik. Pun hal yang sama pada tingkatan kawasan regional seperti Asia Tenggara dengan ASEAN-nya. Jadi, sinergi antara AIPA dan ASEANSAI bukan hal yang mustahil.Apalagi menyongsong komunitas ASEAN
meningkatkan kebijakan yang pro-perempuan dalam sektor ekonomi, kesehatan dan pendidikan.
2. Komisi Politik,
Membahas dukungan negara anggota ASEAN untuk melaksanakan konsep peningkatan kepedulian publik dan peningkatan partisipasi masyarakat sipil di dalam pembangunan masyarakat ASEAN.
3. Komisi Ekonomi,
Membahas peningkatan akses yang lebih baik dalam hal teknologi, pasar, dan utamanya pembiayaan bagi usaha kecil dan menengah, seperti dalam program regional yang didanai secara internasional.
4. Komisi Sosial
Ada tiga draf resolusi, antara lain :
Hasil sidang AIFOCOMM di Yogyakarta yang membahas penyalahgunaan obat terlarang (drug menace), dan peningkatan kepedulian dan partisipasi publik dalam program yang terkait dengan pengurangan risiko bencana serta respons terhadap kondisi darurat bencana.
5. Komisi Organisasi
Membahas sembilan draf yang penting antara lain kerja sama antara AIPA dan parlemen Pan–Afrika, dengan ASEAN Foundation, serta hal lain yang terkait dengan kerumahtanggaan, seperti laporan keuangan tahunan, laporan administrasi dan hal yang berkaitan dengan teknis sekretariat. Yang penting juga dibahas
adalah mengenai masa kerja sekretaris jenderal yang sekarang ini akan berakhir pada bulan Februari 2013 (masa kerja tiga tahun) dan akan digantikan, sesuai dengan regulasi, dengan Singapura.
Ada enam topik diskusi dengan Observer, antara lain: Penguatan dan peningkatan kapasitas sumber daya manusia; Isu energi dan aspek – aspek lingkungan; Penguatan upaya – upaya untuk mengatasi perubahan iklim.
Hal penting apa yang akan disampaikan DPR?
Hal – hal penting yang akan disampaikan oleh DPR adalah penguatan peran parlemen menghadapi pembentukan Komunitas ASEAN 2015, sebagaimana tema yang diusulkan Indonesia Strengthening the
Parliamentary Roles towards the ASEAN Community 2015. Tema ini diusulkan oleh Indonesia, karena Indonesia menganggap sangat penting peran aktif para wakil rakyat di kawasan dalam transformasi ASEAN menuju integrasi ASEAN 2015.
Dalam bidang ekonomi, DPR merasakan kebutuhan untuk meningkatkan perhatian yang lebih serius dalam pengentasan masalah kemiskinan, melalui peningkatan infrastruktur transportasi dan telekomunikasi di kawasan, melalui kerangka Initiative for ASEAN Integration (IAI), serta upaya memperkecil kesenjangan ekonomi di antara masyarakat ASEAN.
Tantangan apa saja yang dihadapi AIPA dalam
menyongsong Komunitas ASEAN 2015 ?
Tantangan yang perlu mendapat perhatian adalah kesenjangan ekonomi dan perbedaan tingkat kemajuan ekonomi antar negara – negara anggota ASEAN. Untuk mencapai kesetaraan ekonomi, memang memerlukan berbagai instrument, antara lain memperkuat peran usaha kecil dan menengah. Tantangan lain adalah
isu – isu keamanan non-tradisional, meliputi isu penyelundupan manusia, peredaran obat – obat terlarang, kerusakan lingkungan, masalah bencana dan perubahan iklim.
Tantangan menyongsong Komunitas ASEAN 2015 adalah meyakinkan masyarakat atas urgensi keberadaan ASEAN dalam jangka panjang. Proses ini jelas akan memakan waktu. Kedua, adalah tantangan penuntasan masalah konflik perbatasan. Ketiga, tantangan ketiga adalah mencapai proses demokratisasi yang lebih bermakna di kalangan anggota AIPA, untuk tercapainya stabilitas kawasan. AIPA sangat antusias menyambut proses demokratisasi yang mulai berjalan di Myanmar.
Dalam lingkup regional, DPR telah bersinergi
dengan AIPA. Hal yang sama juga antara BPK dan ASEANSAI. Apakah ada kemungkinan ke depan ASEANSAI akan bersinergi dengan AIPA ?
Semua kemungkinan jelas bisa. Kerja sama DPR
Hal – hal penting yang akan disampaikan oleh DPR adalah penguatan peran parlemen menghadapi pembentukan Komunitas ASEAN 2015, sebagaimana tema yang diusulkan Indonesia Strengthening the Parliamentary Roles towards the ASEAN Community 2015.
dengan BPK, dan AIPA dengan ASEANSAI. Oleh karena itu, dalam Sidang Umum ini, Ketua ASEANSAI yang sekarang dijabat oleh Ketua BPK, kita undang pada Sidang Umum AIPA dan bahkan akan memberikan statement dalam Sidang Paripurna.
Sebagaimana kita ketahui, bahwa AIPA adalah organisasi lembaga legislatif, yang fungsinya melakukan pengawasan terhadap lembaga eksekutif di masing– masing negara, dan BPK melakukan audit terhadap pengelolaan keuangan negara di masing–masing negara. Oleh karena itu, kedua lembaga tersebut harus bersinergi.
Dalam hal apa saja yang bisa dikerjasamakan
antara AIPA dan ASEANSAI ?
Membangun kerja sama untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih.
Pada saat memimpin AIPA, apa saja manfaatnya
bagi Indonesia?
Merupakan kesempatan berharga bagi DPR untuk lebih berperan besar dalam kancah politik internasional di kawasan, serta menjadikan AIPA sebagai organisasi yang lebih solid lagi di bawah kepemimpinan saya selaku Presiden AIPA.
Selaku Presiden AIPA, saya berkeinginan membangun kerja sama yang lebih baik di kalangan anggota AIPA, membangun solidaritas yang makin solid, juga kerja sama yang lebih bermakna antara AIPA dan mitra dialog. Oleh karena itu, beberapa bulan yang lalu, saya telah berkeliling melakukan kunjungan ke enam negara anggota AIPA, yaitu Singapura, Myanmar, Malaysia, Thailand, Kamboja dan Vietnam.
Dalam kunjungan ini, saya dan delegasi tidak hanya bertemu dengan kalangan parlemen, tetapi juga dengan kepala pemerintahan dan tokoh politik. Hal ini penting bagi pembentukan kesepahaman bersama dalam menghadapi masalah bersama di kawasan. Termasuk mengundang kehadiran mereka di Sidang Umum AIPA. Saya juga berkesempatan memimpin delegasi AIPA ke negara observer, yaitu India. and
BPK DAERAH
Ketua BPK Xxxx Xxxxxxxx memberikan pengarahan pada saat kunjungan ke BPK RI Perwakilan Provinsi Sumatra Selatan, di Palembang, belum lama ini. Nampak hadir mendampingi ketua, yaitu Anggota BPK Xxxxxxxxxx Xxxxxx Xxxxxxxxx, Anggota BPK Xxxxx Xxxx Xxxxxxxxx, dan Sekjen BPK Xxxxxx Xxxxxxxxxx.
BPK RI Perwakilan Sumsel
Terus Upayakan Program E-Audit
Berbagai upaya telah dilakukan BPK RI Perwakilan Provinsi Sumatera Selatan untuk mewujudkan program e-audit. Sejumlah pemerintah daerah ditargetkan sudah dapat terkoneksi dengan Pusat Data BPK tahun ini.
K
Kepala BPK RI Perwakilan Provinsi Sumsel Ambar Wahyuni mengungkapkan program e-audit
yagn dikembangkan BPK merupakan salah satu terobosan untuk meningkatkan efesiensi pemeriksaan. Selain itu, melalui pusat data ini juga dapat melakukan pemeriksaan lebih
ANTOR BPK RI Perwakilan Provinsi Sumatera Selatan kedatangan tamu istimewa.
Ketua BPK Xxxx Xxxxxxxx bertandang ke kantor perwakilan yang berada kota Palembang itu. Ketua
BPK didampingi oleh Anggota BPK RI Sapto Amal Xxxxxxxxx dan Sekjen BPK RI Xxxxxx Xxxxxxxxxx. Tak ketinggalan sejumlah kepala perwakilan juga ikut berkunjung ke kantor perwakilan BPK di Provinsi Sumatra Selatan.
Kedatangan Ketua BPK kali ini untuk meninjau progress program e-audit.
Dalam kesempatan ini Ketua BPK juga ingin melihat langsung perkembangan program ini.
Seperti diketahui BPK telah melakukan reformasi pemeriksaan yakni e-audit. Dengan adanya e-audit dapat mudah dapat menguji semua transaksi dengan cepat dan menyeluruh. Untuk mewujudkan hal tersebut, harus mempunyai persepsi yang sama antara BPK Pusat dengan BPK perwakilan.
Selain itu melalui e-audit juga dapat mengurangi persinggungan pemeriksa dan entitas yang diperiksa.
cepat. Belum lagi program e-audit ini juga akan mempermudah auditor untuk melakukan pemeriksaan.
Lebih penting lagi e-audit juga dapat mengatasi terbatasnya jumlah auditor di kantor perwakilan.
Ambar menjelaskan program e-audit memang masih dalam
proses pengembangan. Sebab untuk mewujudkan program berbasis TI
ini memang membutuhkan proses. Meski begitu, sejumlah tahapan pelaksanaan e-audit sudah banyak dilakukan oleh BPK RI Perwakilan
BPK DAERAH
Provinsi Sumatera Selatan. Salah satunya pada Juli 2011 lalu, BPK RI Perwakilan Sumatera Selatan telah menandatangani Nota Kesepahaman dengan 16 Pemerintah Daerah se Sumatra Selatan.
Oleh karena itu, lanjutnya, proses pemeriksaan di sebagai besar entitas, baik di Pemerintah Daerah Sumatra Selatan, masih dilakukan secara manual. Proses pengujian data masih berdasarkan hardcopy. Ini terjadi karena sistem yang ada di pemda beraneka raga. Akibatnya belum terkoneksi dengan BPK perwakilan.
“Selain itu KKP juga masih disusun berdasarkan fotokopi dokumen
yang diperoleh dari entitas. Itu pula yang membuat setelah pemeriksaan seringkali membawa data dalam bentuk hardcopy. Bahkan data
yang dibawa ke kantor perwakilan juga sangat banyak. Ini pula yang membuat KKP membutuhkan ruang penyimpanan yang cukup besar,” kata Ambar.
Tak hanya itu, integrasi data yang diperoleh dari pemda juga masih dilakukan secara manual. Bahkan untuk menghubungi personil di pemda juga tidak mudah dan memerlukan waktu yang lama. Selain itu, integrasi data antar-pemda, baik dari provinsi
ke kabupaten dan kota juga masih dilakukan menual dan belum dapat dilakukan secara online. Kondisi ini, lanjut Ambar, mengakibatkan deteksi dini atas kecurangan masih lamban. Kalaupun sudah dapat dideteksi tetapi masih belum akurat.
Dia menilai di masa mendatang persoalan tersebut tidak terjadi
lagi karena ada program e-audit. Dengan adanya program ini, entitas akan mengirimkan data ke pusat data secara online. Dengan aplikasi pengolahan data base tersebut akan dapat diakses auditor yang sudah ditunjuk di dalam command center. Kemudian data base yang diperoleh baik yang berupa data transaksi
maupun dari data aset itu dapat diakses secara online. ”Pengadaan barang jasa
juga dilaksanakan secara elektronik,” jelasnya.
Hanya saja, tambah Ambar, untuk mewujudkan hal tersebut dibutuhkan SDM yang kompeten
dalam mengelola data base. Selain itu, auditor juga dituntut untuk mampu menggunakan analisis database.
Tidak ketinggalan juga dibutuhkan perangkat yang memadai dan aplikasi pengolahan database.
Untuk itu, lanjutnya, BPK perwakilan juga tengah memproses pemasangan agen konsolidator.
Sejumlah pemerintah juga sudah ada yang terkoneksi dengan BPK di antaranya online dengan Pemprov dan Pemkot Palembang. Bahkan saat ini juga akan terkoneksi dengan Kabupaten Banyusain. Ambar menargetkan untuk online di
beberapa pemda di provinsi maupun kabupaten.
Namun secara keseluruhan pelaksanaan e-audit di BPK RI Perwakilan Provinsi Sumatera Selatan masih dalam tahap persiapan. Adapun, terkait dengan pengembangan data online melalui agen konsolidator sedang dipersiapkan dengan Biro
TI. “Rencananya akhir Oktober kami sudah meng-online-kan tiga pemda,” paparnya.
Terkait proses pengembangan di teknik audit bantuan komputer dapat terintegrasi setiap LKPD. Hanya saja untuk tahun ini, tuturnya, belum dapat dilaksanakan. Hal ini karena belum disosialisasikan.“Namun Desember ini sudah kami sosialisasikan,” tegasnya.
Untuk sejumlah persoalan masih dihadapi BPK RI Perwakilan Provinsi Sumatera Selatan, salah satunya masih ada pemda yang memproses data secara manual, yakni di kabupaten OKU. “Jadi mereka masih manual, mereka belum menggunakan Simda,” kata Ambar.
Persoalan lain, lanjutnya, adanya gangguan listrik yang seringkali padam di Sumatera Selatan. Bahkan, ketika mencoba online dengan pemda listrik sempat padam. Hal ini menjadi kendala sendiri. Persoalan lain yang dihadapi lanjut Ambar yakni jairngan internet yang tidak stabil.
Persoalan lain, tuturnya, yakni kemampuan pemeriksa untuk mengunakan software tersebut. Ini terjadi karena keterbatasan diklat yang diselenggarakan. “Kalaupun ada yang diikutkan diklat hanya sebatas kegiatan yang diselenggarakan Pusdiklat BPK. Namun kedepan ia juga akan lebih banyak lagi untuk mengikuti berbagai diklat. bw
REFORMASI BIROKRASI
Terobosan Mengatasi Kendala Kualitas & Kuantitas SDM
Berbagai upaya dilakukan untuk meningkatkan kualitas maupun kuantitas sumber daya manusia. Sejumlah program dilansir seperti Australian Development Scholarships (ADS) dan Scholarships Program for Strengthening the Reforming Institution (SPIRIT).
T
Indonesia dan Universitas Gadjah Mada,“ kata Widodo kepada Warta BPK.
Melalui program bea siswa ini, lanjutnya, diharapkan dapat
meningkatkan kompetensi pegawai sebagai bagian dari perbaikan kualitas SDM. Hanya saja, untuk bisa mengikuti program bea siswa ini ada syaratnya. “Salah satunya memiliki Test of English as a Foreign Language (TOEFL),” kata Widodo.
Menurut Xxxxxx yang juga mantan Kepala Perwakilan BPK Provinsi Sumatra Utara ini, dari total jumlah pemeriksa sekitar
3.000 orang, banyak yang berlatar belakang pendidikan Diploma Tiga (D3).
“Namun, saat ini jumlah itu sudah jauh berkurang. Selain karena mendapat bea siswa, mereka juga menempuh pendidikan dengan biaya sendiri. Hal ini bisa dilihat
dari banyaknya permohonan surat izin belajar. Hanya saja, kalau menempuh pendidikan sendiri,
tidak terkontrol kualitas perguruan tingginya. Untuk bea siswa kami usahakan kuliah di perguruan tinggi negeri,” katanya.
UNTUTAN masyarakat terhadap BPK semakin tinggi. Maklum, BPK memiliki peran yang
strategis dalam pengelolaan keuangan negara yang transparan dan akuntabel. Untuk
mewujudkan peran itu dibutuhkan profesionalisme para aparatur BPK.
Namun itu juga bukan perkara mudah. Apalagi sejumlah persoalan masih dihadapi BPK. Salah satunya, masih terbatasnya SDM, baik dari segi kuantitas maupun kualitas.
Belum lagi, persyaratan baru yang
mengharuskan pemeriksa minimal bergelar sarjana strata satu (S1) mulai 2016.
Kepala Biro SDM BPK Xxxxxx Xxxxxxxx Xxxx mengatakan untuk meningkatkan kualitas SDM, BPK memberikan program bea siswa mulai tahun ini. Sebanyak 100 pegawai mengikuti program bea siswa ini ke sejumlah perguruan tinggi negeri seperti Universitas Diponegoro, Universitas Brawijaya, dan Universitas Negeri Solo 11 Maret. “Untuk tahun berikutnya rencananya bea siswa di Universitas
Di sisi lain, tambahnya,
peningkatan jumlah SDM juga sangat penting. Pasalnya, saat ini BPK kekurangan sebanyak 1.600 karyawan. Akibatnya, ada banyak hal yang terganggu karena kekurangan SDM. “Untuk
peningkatan jumlah SDM sangat tergantung pada kebijakan pemerintah,” tuturnya.
Xxxxxx menjelaskan pada 2011, pemerintah memberlakukan moratorium pengangkatan calon pegawai negeri sipil. Namun, saat
REFORMASI BIROKRASI
ini sudah dibuka kembali. Hanya saja, BPK mendapat alokasi tidak terlalu banyak, hanya 166 orang, 80 di antaranya dropping dari STAN. Sisanya dibuka penerimaan dari masyarakat umum. Syaratnya,
pendidikan S1 dari tiga jurusan, yakni Teknologi Informasi, Hukum, dan Akuntansi.
Sebetulnya, road map BPK terkait kebutuhan SDM adalah 1.600 pegawai dicapai hingga 2014. Berdasarkan Renstra, selama
2010 hingga 2014, diharapkan rata-rata dalam setahun
bisa mendapatkan 300- 400 pegawai. Namun, karena ada moratorium pengangkatan pegawai, jumlahnya masih kurang dari yang diharapkan. “
Xxxxxx menjelaskan untuk menyiasati kekurangan SDM, beberapa hal telah dilakukan. Salah satunya melalui program e-audit. Menurut pria kelahiran Batangan, Pati, Jawa Tengah ini, program e-audit dapat membantu dalam mengatasi keterbatasan SDM pemeriksa.
“Dalam penerimaan CPNS tahun ini, dari 86 CPNS yang dites secara umum, 30% di antaranya berasal dari jurusan Teknologi Informasi. Ini di antaranya untuk kepentingan mendukung program e-audit,” tegasnya.
Terkait dengan program e-audit tersebut, banyak hal yang telah dilakukan guna mempelancar program itu seperti melaksanakan diklat. Hanya saja, masih ditemui sejumlah kendala, khususnya dari pihak entitas. Misalnya, server
atau sistemnya yang belum siap. Mungkin, untuk BUMN atau lembaga di tingkat pusat, tidak masalah.
Namun, di daerah, khususnya yang berada di pelosok-pelosok, masih memiliki kendala.
Peningkatan Kualitas
Widodo mengatakan dari segi kualitas justru lebih banyak
terobosan yang telah dilakukan. Seperti bantuan untuk peningkatan kualitas SDM di antaranya dari program ADS, SPIRIT, dan NESO Belanda. Dengan bantuan bea siswa itulah, BPK dapat meningkatkan kualitas SDM.
Selain program degree, lanjutnya, pihaknya juga menyelenggarakan program non-degree seperti pelatihan, sertifikasi, juga magang
di BPK negara lain. Pada 2010, BPK
Untuk menyiasati kekurangan SDM, beberapa hal telah dilakukan. Salah satunya melalui program e-audit yang dapat membantu dalam mengatasi keterbatasan SDM pemeriksa.
mengirim enam orang, di antaranya ke Selandia Baru dan Australia.
Pada 2011-2012, program magang ini sempat terhenti. Namun, kini program sudah dapat dilanjutkan kembali.
Program lain yakni KTF (Knowledge Transfer Forum). Melalui forum ini, pegawai yang pernah mengikuti diklat di luar negeri terkait performance audit, misalnya, dapat mentransfer ilmu yang didapatnya kepada teman auditor lain yang kebetulan tidak berangkat. “KTF ini sering kita lakukan di perwakilan- perwakilan,” jelasnya.
Program SDM terbaru, tambah Widodo, adalah counseling. Bisa
dibilang, ini adalah program baru yang diselenggarakan oleh Biro SDM. Program ini baru berjalan sejak 2011. Hal ini dilakukan karena banyak masalah yang dialami oleh para pegawai. Misalnya saja, seorang yang dimutasi ke daerah yang jauh, disediakan kesempatan untuk counseling.
“Meski jauh, mereka tetap bisa konsultasi karena kami menyediakan layanan e-counseling. Jadi bisa
chatting. Layanan ini baru kami
launch,” katanya.
Dia mengungkapkan SDM bukan manajemen kepegawaian yang hanya mengatur administrasi kepegawaian, kenaikan pangkat, dan gaji saja. Namun juga berusaha untuk meningkatkan SDM, peningkatan kapabilitas, dan kinerjanya.
Oleh karena itu, lanjutnya, pihaknya selalu melakukan assessment untuk menentukan peran seorang pegawai, khususnya pemeriksa.
“Selama ini assessment dilakukan untuk pemeriksa dan struktural. Misalnya, setelah kita assessment, ternyata orang ini tidak cocok di pemeriksa, tetapi di bidang pelayanan.”
Ke depannya, tambah Xxxxxx, sesuai dengan program
pemerintah, seluruh pegawai harus mempunyai jabatan fungsional. Tidak hanya pemeriksa, tetapi widyaswara, para medis, penelitian, perencanaan, nantinya sebagai fungsional umum. “Dengan adanya penilaian kinerja seseorang, nantinya, bisa diukur,” kata Widodo.
Untuk itu, akan ada manajemen kinerja individual. Kinerja individual seseorang akan dinilai dan ini dilakukan secara berjenjang. Setiap orang mendapat kenaikan pangkat berdasarkan kredit poin.
“Kalau poin tidak bertambah, tidak akan naik pangkat. Sekarang kita sedang membuat sistemnya,” tegasnya. dr/bw