Pasal 1
AKSENTUASI
PERBURUAN ASET CENTURY MASIH MAJU MUNDUR
LAPORAN KHUSUS
JAMKESMAS BIKIN GEMAS
Edisi 4 - Vol. III April 2013
KODE ETIK PEMERIKSA
BAB I KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan :
1. Badan Pemeriksa Keuangan, yang selanjutnya disingkat BPK, adalah lembaga negara yang bertugas untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
2. Anggota BPK adalah Pejabat Negara pada BPK yang dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah dan diresmikan oleh Presiden.
3. Pemeriksa adalah orang yang melaksanakan tugas pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara untuk dan atas nama BPK.
4. Pelaksana BPK Lainnya adalah pejabat struktural pada Unit Pelaksana Tugas Pemeriksaan dan BPK Perwakilan Provinsi sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya serta Pejabat dan/ atau pegawai lainnya sesuai surat tugas yang sah untuk melakukan pemeriksaan keuangan negara.
5. Pemeriksaan adalah proses identifikasi masalah, analisis, dan evaluasi yang dilakukan secara independen, obyektif, dan profesional berdasarkan standar pemeriksaan, untuk menilai kebenaran, kecermatan, kredibilitas, dan keandalan informasi mengenai pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.
6. Hasil Pemeriksaan adalah hasil akhir dari proses penilaian kebenaran, kepatuhan, kecermatan, kredibilitas, dan keandalan data/informasi mengenai pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang dilakukan berdasarkan standar pemeriksaan yang dituangkan dalam Laporan Hasil Pemeriksaan sebagai Keputusan BPK.
7. Kewajiban adalah segala sesuatu yang harus dilakukan sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan dan apabila tidak dilakukan akan dikenakan hukuman.
8. Larangan adalah segala sesuatu yang tidak diperbolehkan untuk dilakukan dan apabila dilanggar akan dikenakan hukuman.
9. Integritas adalah mutu, sifat, atau keadaan yang menunjukkan kesatuan yang utuh, dimilikinya sifat jujur, kerasnya upaya, serta kompetensi yang memadai.
10. Independensi adalah suatu sikap dan tindakan dalam melaksanakan pemeriksaan untuk tidak memihak kepada siapapun dan tidak dipengaruhi oleh siapapun.
11. Profesionalisme adalah kemampuan, keahlian, dan komitmen profesi dalam menjalankan tugas.
12. Kode Etik BPK, yang selanjutnya disebut Kode Etik, adalah norma-norma yang harus dipatuhi oleh setiap Anggota BPK, Pemeriksa, dan Pelaksana BPK lainnya selama menjalankan tugasnya untuk menjaga martabat, kehormatan, citra, dan kredibilitas BPK.
BAB II
TUJUAN DAN RUANG LINGKUP
Pasal 2
Kode Etik bertujuan untuk memberikan pedoman yang wajib ditaati oleh Anggota BPK, Pemeriksa, dan Pelaksana BPK Lainnya untuk mewujudkan BPK yang berintegritas, independen, dan profesional demi kepentingan negara.
Pasal 3
Kode Etik ini berlaku bagi Anggota BPK, Pemeriksa, dan Pelaksana BPK Lainnya.
BAB III KODE ETIK
Pasal 4
(1) Nilai Dasar merupakan kristalisasi moral yang Primus Inter Pares dan melekat pada diri manusia serta menjadi patokan dan ideal (cita-cita) dalam kehidupan sehari-hari.
(2) Nilai Dasar Kode Etik BPK terdiri dari Integritas, Independensi, dan Profesionalisme.
Pasal 5
Kode Etik harus diwujudkan dalam sikap, ucapan, dan perbuatan Anggota BPK, Pemeriksa, dan Pelaksana BPK Lainnya selaku Aparatur Negara/Pejabat Negara dalam melaksanakan pemeriksaan dan dalam kehidupan sehari-hari, baik selaku Individu dan Anggota Masyarakat, maupun selaku Warga Negara.
BAB IV IMPLEMENTASI KODE ETIK
Bagian Kesatu
Anggota BPK, Pemeriksa, dan Pelaksana BPK Lainnya Selaku Individu dan Anggota Masyarakat
Pasal 6
(1) Anggota BPK, Pemeriksa, dan Pelaksana BPK Lainnya wajib:
a. mengakui persamaan derajat, hak, dan kewajiban asasi setiap manusia;
b. menghormati perbedaan dan menjaga kerukunan hidup bermasyarakat;
c. bersikap jujur dan bertingkah laku sopan; dan
d. menjunjung tinggi nilai moral yang berlaku dalam masyarakat.
(2) Anggota BPK, Pemeriksa, dan Pelaksana BPK Lainnya dilarang:
a. menunjukkan keberpihakan dan dukungan kepada kegiatan-kegiatan politik praktis;
b. memaksakan kehendak pribadi kepada orang lain dan/atau masyarakat;
c. melakukan kegiatan baik secara sendiri-sendiri maupun dengan orang lain yang secara langsung atau tidak langsung merugikan keuangan negara; dan
d. melakukan kegiatan yang dapat menguntungkan kelompoknya dengan memanfaatkan status dan kedudukannya baik langsung maupun tidak langsung.
Bagian Kedua
Anggota BPK, Pemeriksa, dan Pelaksana BPK Lainnya Selaku Warga Negara
Pasal 7
(1) Anggota BPK, Pemeriksa, dan Pelaksana BPK Lainnya wajib:
a. mempertahankan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 serta menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
b. mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; dan
c. menjaga nama baik, citra, dan kehormatan bangsa dan negara.
(2) Anggota BPK, Pemeriksa, dan Pelaksana BPK Lainnya dilarang:
a. menjadi anggota organisasi yang dinyatakan dilarang secara sah di wilayah Republik Indonesia dan organisasi lain yang menimbulkan keresahan masyarakat; dan
b. menjadi perantara dalam pengadaan barang dan/atau jasa di lingkungan pemerintah.
Bagian Ketiga
Anggota BPK selaku Pejabat Negara
Pasal 8
(1) Anggota BPK selaku Pejabat Negara wajib:
a. melaksanakan sumpah atau janji yang diucapkan ketika mulai memangku jabatannya;
b. menjaga rahasia negara atau rahasia jabatan;
c. mengutamakan kepentingan negara daripada kepentingan pribadi, seseorang, dan/atau golongan;
d. menghindari terjadinya benturan kepentingan;
e. menunjukkan sikap kemandirian dalam pengambilan keputusan;
f. bertanggung jawab, konsisten, dan bijak; dan
g. menerapkan secara maksimal prinsip tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih.
(2) Anggota BPK selaku Pejabat Negara dilarang:
a. memanfaatkan status, kedudukan, dan peranannya selaku pejabat negara untuk kepentingan pribadi, seseorang, dan/atau golongan;
b. memanfaatkan hasil pemeriksaan untuk kepentingan pribadi, seseorang, dan/atau golongan;
c. memanfaatkan fasilitas negara untuk kepentingan pribadi, seseorang, dan/atau golongan;
d. menjalankan pekerjaan dan profesi lain yang dapat mengganggu independensi, integritas, dan profesionalismenya selaku Anggota BPK;
e. mengungkapkan temuan pemeriksaan yang masih dalam proses penyelesaian kepada pihak lain di luar BPK;
f. mempublikasikan hasil pemeriksaan sebelum diserahkan kepada lembaga perwakilan;
g. memberikan asistensi dan jasa konsultasi terhadap kegiatan entitas yang menjadi obyek pemeriksaan; dan
h. memerintahkan dan/atau mempengaruhi dan/atau mengubah temuan pemeriksaan, opini, kesimpulan, dan rekomendasi hasil pemeriksaan yang tidak sesuai dengan fakta dan/atau bukti-bukti yang diperoleh pada saat pemeriksaan, sehingga temuan pemeriksaan, opini, kesimpulan, dan rekomendasi hasil pemeriksaan menjadi tidak obyektif.
Bagian Keempat
Pemeriksa dan Pelaksana BPK Lainnya selaku Aparatur Negara
Pasal 9
(1) Pemeriksa dan Pelaksana BPK Lainnya selaku Aparatur Negara wajib:
a. bersikap jujur, tegas, bertanggung jawab, obyektif, dan konsisten dalam mengemukakan pendapat berdasarkan fakta pemeriksaan;
b. menjaga kerahasiaan hasil pemeriksaan kepada pihak yang tidak berkepentingan;
c. mampu mengendalikan diri dan bertingkah laku sopan, serta saling mempercayai untuk mewujudkan kerja sama yang baik dalam pelaksanaan tugas;
d. menunjukkan sikap kemandirian dalam melaksanakan tugas pemeriksaan, menghindari terjadinya benturan kepentingan;
e. menyampaikan hasil pemeriksaan yang mengandung unsur pidana sesuai dengan prosedur kepada Pimpinan BPK;
f. melaksanakan tugas pemeriksaan secara cermat, teliti, dan akurat sesuai dengan standar dan pedoman yang telah ditetapkan;
g. memberikan kesempatan kepada pihak yang diperiksa untuk menanggapi temuan dan kesimpulan pemeriksaan serta mencantumkannya dalam laporan hasil pemeriksaan;
h. meningkatkan pengetahuan dan keahliannya; dan
i. melaksanakan pemeriksaan sesuai dengan standar dan pedoman pemeriksaan.
(2) Pemeriksa dan Pelaksana BPK Lainnya selaku Aparatur Negara dilarang:
a. meminta dan/atau menerima uang, barang, dan/atau fasilitas lainnya baik langsung
2 Warta BPK
APRIL 2013
maupun tidak langsung dari pihak yang terkait dengan pemeriksaan;
b. menyalahgunakan dan melampaui wewenangnya baik sengaja atau karena kelalaiannya;
c. menghambat pelaksanaan tugas pemeriksaan untuk kepentingan pribadi, seseorang, dan/atau golongan;
d. memanfaatkan rahasia negara yang diketahui karena kedudukan atau jabatannya untuk kepentingan pribadi, seseorang, dan/atau golongan;
e. memaksakan kehendak pribadi kepada pihak yang diperiksa;
x. xxxjadi anggota/pengurus partai politik;
g. menjadi pengurus yayasan, dan/atau badan-badan usaha yang kegiatan nya dibiayai anggaran negara;
x. xxxberikan asistensi atau jasa konsultasi atau menjadi narasumber dalam bidang pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara;
i. mendiskusikan pekerjaannya dengan pihak yang diperiksa di luar kantor BPK atau di luar kantor atau area kegiatan obyek yang diperiksa;
j. melaksanakan pemeriksaan terhadap pejabat pengelola keuangan negara yang memiliki hubungan pertalian darah dan semenda sampai derajat ketiga;
k. melaksanakan pemeriksaan pada obyek dimana Pemeriksa pernah bekerja selama 2 (dua) tahun terakhir;
l. merubah tujuan dan lingkup pemeriksaan yang telah ditetapkan dalam program pemeriksaan tanpa persetujuan Penanggung Jawab Pemeriksaan;
m. mengungkapkan laporan hasil pemeriksaan atau substansi hasil pemeriksaan kepada media massa dan/atau pihak lain, tanpa ijin atau perintah dari Anggota BPK;
n. mengubah temuan atau memerintahkan untuk mengubah temuan pemeriksaan, opini, kesimpulan, dan rekomendasi hasil pemeriksaan yang tidak sesuai dengan fakta dan/atau bukti bukti yang diperoleh pada saat pemeriksaan, opini, kesimpulan, dan rekomendasi hasil pemeriksaan menjadi tidak obyektif; dan
o. mengubah dan/atau menghilangkan bukti hasil pemeriksaan.
BAB V HUKUMAN KODE ETIK
Bagian Kesatu Tingkat dan Jenis Hukuman
Pasal 10
(1) Jenis hukuman bagi Anggota BPK berupa:
a. peringatan tertulis; atau
b. pemberhentian dari keanggotaan BPK.
(2) Hukuman tersebut pada ayat (1) ditetapkan oleh Majelis Kehormatan Kode Etik yang disahkan melalui Sidang Pleno BPK.
(3) Tingkat dan jenis hukuman bagi Pemeriksa dan Pelaksana BPK Lainnya berupa:
a. hukuman ringan berupa teguran tertulis dan dicatat dalam Daftar Induk Pegawai (DIP);
b. hukuman sedang yang terdiri dari:
1. penangguhan kenaikan peran Pemeriksa dan tidak melaksanakan pemeriksaan paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun;
2. penurunan peran Pemeriksa dan tidak melaksanakan pemeriksaan paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun; atau
3. diberhentikan sementara sebagai peran Pemeriksa paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun;
c. hukuman berat yang terdiri dari:
1. diberhentikan sementara sebagai Pemeriksa paling singkat 1 (satu) tahun, paling lama 5 (lima) tahun; atau
2. diberhentikan sebagai Pemeriksa.
(4) Hukuman tambahan berupa pengembalian uang dan/atau barang dan fasilitas lainnya yang telah diperoleh secara tidak sah dan/atau pengurangan penghasilan yang diterima.
(5) Data dan informasi yang diperoleh selama penelitian dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan jenis hukuman.
Bagian Kedua
Jenis Pelanggaran dan Jenis Hukuman Bagi Anggota BPK
Pasal 11
(1) Jika Anggota BPK melakukan pelanggaran terhadap kewajiban dan larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, Pasal 7, dan Pasal 8 yang berdampak negatif terhadap organisasi BPK, maka dijatuhi hukuman peringatan tertulis.
(2) Jika Anggota BPK melakukan pelanggaran terhadap kewajiban dan larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, Pasal 7, dan Pasal 8 yang berdampak negatif pada pemerintah dan/ atau negara, maka dijatuhi hukuman pemberhentian dari keanggotaan BPK.
Bagian Ketiga
Jenis Pelanggaran dan Jenis Hukuman Bagi Pemeriksa dan Pelaksana BPK Lainnya
Pasal 12
(1) Jika Pemeriksa dan Pelaksana BPK Lainnya melakukan pelanggaran terhadap kewajiban dan larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, Pasal 7, dan Pasal 9 yang berdampak negatif pada unit kerja, maka dijatuhi hukuman ringan berupa teguran tertulis.
(2) Jika Pemeriksa dan Pelaksana BPK Lainnya melakukan pelanggaran terhadap kewajiban dan
larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, Pasal 7, dan Pasal 9 yang berdampak negatif pada organisasi BPK, maka dijatuhi hukuman sedang.
(3) Jika Pemeriksa dan Pelaksana BPK Lainnya melakukan pelanggaran terhadap kewajiban dan larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, Pasal 7, dan Pasal 9 yang berdampak negatif pada pemerintah dan/atau negara, maka dijatuhi hukuman berat.
Pasal 13
Hukuman atas pelanggaran Kode Etik bagi Pemeriksa dan Pelaksana BPK Lainnya tidak membebaskan dari tuntutan atas pelanggaran disiplin Pegawai Negeri Sipil.
Pasal 14
Untuk menegakkan Kode Etik, BPK membentuk Majelis Kehormatan Kode Etik yang pengaturan dan penetapannya sebagai berikut:
a. Peraturan BPK tentang Majelis Kehormatan Kode Etik yang mengatur mengenai keanggotaan, tugas, wewenang, dan tata cara persidangan/ pemeriksaan sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 30 ayat (3) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan; dan
b. Keputusan BPK tentang Majelis Kehormatan Kode Etik yang merupakan penetapan Anggota Majelis Kehormatan Kode Etik.
BAB VI KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 15
(1) Pengaduan indikasi pelanggaran Kode Etik yang diterima sebelum Peraturan ini ditetapkan dan belum diproses, penyelesaiannya berdasarkan peraturan ini.
(2) Pengaduan indikasi pelanggaran Kode Etik yang terjadi sebelum Peraturan ini ditetapkan dan sedang dalam proses oleh Majelis Kehormatan Kode Etik, penyelesaiannya berdasarkan Peraturan BPK No. 2 Tahun 2007 tentang Kode Etik Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia.
BAB VII KETENTUAN PENUTUP
Pasal 16
Pada saat peraturan ini mulai berlaku, Peraturan BPK No. 2 Tahun 2007 tentang
Kode Etik Badan Pemeriksaan Keuangan Republik Indonesia, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 17
Peraturan BPK ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan mengundangkan Peraturan ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2011 NOMOR 98
APRIL 2013
Warta BPK 3
DARI KAMI
PENGARAH :
Xxxxxx Xxxxxxxxxx Xxxxx Xxxxxxxxxxx
PENANGGUNG JAWAB :
Xxxxxxx Xxxx
SUPERVISI PENERBITAN :
Xxxxxxxxxx
Xxxxx Xxxxx Xxxxx Xxxx
KETUA DEWAN REDAKSI :
Xxxxx Xxxxxxx
REDAKSI :
Xxxxxxx Xxxx Daras
Xxxx Xxxxx Xxxxxxxxx Xxxxxxx Xxx Xxxxxxx Xxxxxx Xxxx Xxxxxx
Xxxxx Xxxxxxxx (Desain Grafis)
KEPALA SEKRETARIAT :
Sri Haryati
STAF SEKRETARIAT :
Sumunar Mahanani Xxxxxxxx
Xxxxx Xxxxxxx Xxxx Xxxxxxxx Xxxxxxxxxxxx
ALAMAT REDAKSI:
Gedung BPK-RI
Jalan Xxxxx Xxxxxxx No. 31 Jakarta
Telepon :
021-25549000
Pesawat 1188/1187
Faksimili :
021-57854096
E-mail : xxxxx@xxx.xx.xx xxxxxxxx@xxxxx.xxx
DITERBITKAN OLEH:
SEKRETARIAT JENDERAL BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Majalah Warta BPK tidak pernah meminta sumbangan/ sponsor dalam bentuk apapun yang mengatasnamakan Warta BPK
I N D E P E N D E N S I - I N T E G R I T A S - P R O F E S I O N A L I S M E
DARI IHPS HINGGA “BPK BERSEPEDA”
DALAM Rapat Paripurna DPR, Selasa (2/4), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) melaporkan temuan ketidakpatuhan senilai Rp9.72
triliun. Dalam laporan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) semester II tahun 2012, temuan itu mencakup pemeriksaan 709 objek, terdiri atas 154 objek pemeriksaan kinerja, 450 objek PDTT, dan 105 objek pemeriksaan keuangan. Dari hasil pemeriksaan
itu, BPK menemukan sebanyak 3.990 kasus senilai Rp 5,83 triliun yang merupakan temuan ketidakpatuhan yang mengakibatkan kerugian, potensi kerugian, dan kekurangan penerimaan.
Berita itu menjadi sorotan banyak media massa nasional, tak terkecuali Warta BPK edisi April 2013. Selain topik aktual tersebut, Warta BPK juga menyoroti Jamkesmas yang bikin gemas. Tema itu diusung redaksi sebagai laporan khusus, mengingat bobot persoalan serta aktualitasnya yang tinggi. Lebih dari itu, hasil Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu (PDTT) oleh BPK menunjukkan bahwa
masih banyak hal yang perlu diperbaiki.
Selain program pendidikan, saat ini program Jamkesmas-lah yang
memiliki dampak begitu luas bagi masyarakat Indonesia, khususnya masyarakat miskin. Masih banyaknya hal yang perlu diperbaiki dalam pelaksanaan Jamkesmas ini, patut kiranya menjadi catatan semua pihak yang berkompeten.
Bukan saja menyangkut anggaran APBN yang mencapai lebih dari Rp
20 triliun, tetapi, penggunaan data kependudukan (data penduduk miskin) yang tidak akurat, serta perbedaan tafsir atas implementasi Jamkesmas di berbagai daerah tingkat II di seluruh Indonesia, mengakibatkan program yang sangat bagus ini menjadi rawan penyimpangan.
Last but not least, entah disadari atau tidak, setidaknya sejak edisi Februari 2013, majalah Warta BPK menunjukkan kinerja yang terus membaik. Bukan saja dari pilihan konten, tetapi yang utama adalah dari sisi jadwal penerbitan yang lebih
cepat. Semoga, peningkatan kinerja ini menjadi sesuatu yang paralel dengan kinerja BPK pada umumnya. *
R A L A T :
Warta BPK Edisi 2 - Vol III Februari 2013, terdapat kekurangan kalimat pada rubrik Laporan Utama pada tulisan berjudul “Menindak dan Mencegah Korupsi Ibarat telur dan Ayam”. Pada hal 11 akhir tulisan seharusnya terdapat kalimat “ melalui mekanisme pengawasan yang ketat,”kata Timur Xxxxxxx. bw
Redaksi minta maaf atas ketidaknyamanan tersebut.
Redaksi menerima kiriman artikel, naskah, foto dan materi lain dalam bentuk softcopy atau via email sesuai dengan misi Warta BPK. Naskah diketik satu setengah spasi, huruf times new roman, 11 font maksimal 3 halaman kuarto. Redaksi berhak mengedit naskah sepanjang tidak mengubah isi naskah.
ISI MAJALAH INI TIDAK BERARTI SAMA DENGAN PENDIRIAN ATAU PANDANGAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
4
Warta BPK APRIL 2013
DAFTAR ISI
6 - 12
LAPORAN UTAMA
BPK TEMUKAN
KERUGIAN NEGARA Rp5,83 TRILIUN
13 - 26 LAPORAN KHUSUS | ||
JAMKESMAS BIKIN GEMAS | ||
45 - 46 PROFESI | ||
MEMANGKAS IMBALAN JASA KURATOR | ||
47 - 51 INTERNASIONAL | ||
IDI INTOSAI GELAR WORKSHOP MANAJEMEN 3i | ||
52 - 53 PANTAU | ||
URGENT, REVISI UU PENERIMAAN NEGARA | ||
BUKAN PAJAK | ||
54 - 57 HUKUM | ||
MENGGIRING SANTET KE RANAH PIDANA | ||
58 - 61 UMUM | ||
PERUBAHAN KURIKULUM 2013 | ||
SULITNYA MEWUJUDKAN MANUSIA | ||
INDONESIA SEUTUHNYA | ||
62 - 63 LINTAS PERISTIWA | ||
KPK DIMINTA USUT PROYEK Rp 2,9 TRILIUN | ||
DI KEMENDIKBUD | ||
27 - 30 AGENDA
RAKOR PEMBAHASAN TEMUAN PEMERIKSAAN JAMKESMAS
TIGA ISU JADI PERHATIAN PENTING
31 - 32 OPINI
BANTUAN SOSIAL
33 - 34 BPK DAERAH
BPK PERWAKILAN PROVINSI KALIMANTAN BARAT
MASIH DITEMUKAN PERJALANAN DINAS TAK SESUAI KETENTUAN
35 - 39 ANTAR LEMBAGA
SATGAS WASPADA INVESTASI BODONG
40 - 41 REFORMASI BIROKRASI
PMPRB MULAI DIJALANKAN
42 - 44 AKSENTUASI
PERBURUAN ASET CENTURY MASIH MAJU MUNDUR
APRIL 2013 5
BPK TEMUKAN KERUGIAN NEGARA Rp5,83 TRILIUN
SELAMA SEMENTER II TAHUN 2012 BADAN PEMERIKSA KEUANGAN (BPK) TELAH MELAKUKAN SEJUMLAH PEMERIKSAAN. RINCIANNYA 154 OBYEK PEMERIKSAAN KINERJA, 450 OBJEK PEMERIKSAAN DENGAN TUJUAN TERTENTU (PDTT) DAN 105 OBJEK PEMERIKSAAN KEUANGAN. HASIL PEMERIKSAAN BPK MENGUNGKAPKAN SEBANYAK 3.990 KASUS SENILAI RP. 5,83 TRILIUN MERUPAKAN TEMUAN KETIDAKPATUHAN YANG MENGAKIBATKAN KERUGIAN NEGARA.
xxxxxx xxxxxxx
Xxxxx BPK Xxxx Xxxxxxxx saat menyerahkan IHPS Semester II Tahun 2012 kepada Ketua DPR Xxxxxxx Xxx.
APAT Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) awal April lalu menggelar agenda penting. Yakni
R
penyampaian Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester II (IHPS II) Tahun 2012 oleh Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Xxxx Xxxxxxxx. Di hadapan anggota DPR, Ketua BPK Xxxx Xxxxxxxx
mengungkapkan selama semester II tahun 2012 BPK telah memeriksa sebanyak 709 obyek pemeriksaan yang terdiri 154 obyek pemeriksaan kinerja, 450 objek Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu (PDTT) dan 105 objek pemeriksaan keuangan. Hasil pemeriksaan BPK mengungkapkan sebanyak 12,947 kasus senilai Rp9,72 triliun.
Dari jumlah tersebut lanjut Xxxx Xxxxxxxx, sebanyak 3.990 kasus senilai Rp5,83 triliun merupakan temuan ketidakpatuhan yang mengakibatkan kerugian negara. Selain itu BPK juga menemukan sebanyak 4.815 kasus merupakan kelemahan pengendalian intern sebanyak 1.901 kasus penyimpangan administrasi dan sebanyak 2.241 kasus senilai Rp3,88 triliun merupakan temuan ketidakhematan.
Terhadap kasus ketidakpatuhan yang mengakibatkan kerugian negara, Xxxx Xxxxxxxx meminta agar para anggota DPR mengawasi penyelesaian tindak lanjut. Apalagi nilai temuan tersebut bukan jumlah yang kecil.
Selain itu, temuan tersebut terjadi secara berulang setiap tahunnya. “Bila tidak bersama-sama mendorong penyelesaian tindaklanjutnya dan menanggulangi supaya tidak terus berulang, maka potensi kerugian negara yang lebih besar lagi akan terjadi,” kata Hadi.
Selain itu lanjut Xxxx Xxxxxxxx, dalam semester II tahun 2012 BPK juga memeriksa Laporan Keuangan
Pemerintah Daerah (LKPD) tahun 2011. Hasilnya BPK memberikan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) sebanyak 67 LKPD (13%), Wajar Dengan
Ketua BPK Xxxx Xxxxxxxx, didampingi Wakil Ketua BPK dan sejumlah Anggota BPK saat menggelar jumpa pers di Gedung DPR.
meningkat. Pada tahun 2007 misalnya belanja pegawai pemerintah pusat sebesar Rp90,42 triliun dan meningkat menjadi Rp180,62 triliun di tahun 2011. Sedangkan di tingkat pemerintah daerah pada tahun 2007 belanja pegawai sebesar Rp119.25 triliun dan meningkat menjadi Rp226.54 triliun di tahun 2011.
Dengan meningkatnya jumlah PNS tersebut
BPK mempertanyakan bagaimana penetapan formasi PNS dan pengadaannya selama ini. “Karena itu BPK melakukan pemeriksaan kinerja untuk
Pengecualian (WDP) sebanyak 349 LKPD (67%), Tidak Wajar (TW) sebanyak 8 LKPD (2%) dan Tidak Memberikan Pendapat (TMP) sebanyak 96 LKPD (18%).
Dari hasil pemeriksaan LKPD tersebut, Xxxx Xxxxxxxx mengungkapkan pemerintah
tingkat provinsi dan kota rata-rata memperoleh opini yang lebih baik dibandingkan pemeritah tingkat kabupaten. Untuk itu Xxxx Xxxxxxxx meminta agar pemerintah kabupaten didorong untuk bekerja lebih keras memperbaiki pengelolaan dan pelaporan keuangannya sehingga memperoleh opini yang lebih baik.
Secara garis besar Xxxx Xxxxxxxx mengungkapkan penyebab LKPD tidak memperoleh opini WTP karena aset tetap belum dilakukan inventarisasi dan penilaian. “Selain itu juga adanya kelemahan pengelolaan kas, piutang, persediaan, investasi permanen dan non permanen, belanja barang dan jasa, dan belanja modal,” jelas Xxxx Xxxxxxxx.
Pemeriksaan Kinerja
Xxxx Xxxxxxxx juga mengungkapkan selama semester II tahun 2012 BPK juga melakukan
pemeriksaan kinerja 154 obyek pemeriksaan. Pemeriksaaan itu meliputi penetapan formasi dan pengadaan Pegawai Negeri Sipil (PNS), swasembada beras berkelanjutan, minyak dan gas bumi, dan sumber daya air wilayah sungai Citarum.
Hasil pemeriksaan kinerja pada umumnya menyimpulkan bahwa program yang diperiksa masih ditemukan kelemahan-kelemahan yang dapat mempengaruhi efektivitas pencapaian tujuan program. “BPK menemukan 1.440 kasus ketidakefektifan senilai Rp1,22 triliun dan 36 kasus ketidakhematan senilai Rp56,73 miliar serta 12 kasus ketidakefisienan senilai Rp141,34 miliar,” jelas Xxxx Xxxxxxxx.
Salah satu hasil pemeriksaan kinerja yang perlu mendapat perhatian DPR yakni terkait penetapan formasi dan pengadaan PNS. Menurut Xxxx Xxxxxxxx, selama tahun 2007 hingga 2011 jumlah PNS bertambah rata-rata 12,38 persen per tahun. Pada tahun 2007 jumlah PNS sebanyak 4.067.201 orang dan pada tahun 2011 menjadi sebanyak 4.570.818 orang.
Sejalan dengan bertambahnya jumlah PNS tersebut, kata Xxxx Xxxxxxxx, belanja pagawai terus
menilai efektivitas penetapan formasi dan pengadaan PNS tahun 2009 dan 2010,” kata Xxxx Xxxxxxxx.
Hasilnya, lanjut Xxxx Xxxxxxxx, BPK menemukan adanya sejumlah kelemahan. Di antaranya pengajuan usulan tambahan formasi PNS oleh instansi pusat dan daerah belum sepenuhnya didasarkan pada analisis kebutuhan dan beban kerja. Selain itu pengajuan usulan penambahan itu juga tidak didukung data dan informasi kepegawaian yang akurat.
“BPK menemukan BKN belum memberikan pertimbangan atau kajian mengenai tambahan formasi PNS secara nasional. Pertimbangan BKN yang disampaikan kepada Kementerian PAN dan RB hanya berupa pertimbangan parsial terhadap tambahan formasi PNS pada instansi pusat dan daerah,” tambah Xxxx Xxxxxxxx.
Tak hanya itu. BPK juga menemukan pemberian pendapat Menteri Keuangan atas ketersediaan anggaran untuk membiayai tambahan PNS secara nasional juga belum dilakukan. “Kementerian Keuangan hanya memberikan pendapat atas ketersediaan anggaran untuk tambahan formasi PNS di
tingkat pusat. Padahal penambahan formasi PNS baik di pusat maupun daerah akan membebani APBN dan APBD dalam bentuk belanja pegawai dan alokasi umum untuk membiayai belanja pegawai daerah,” kata Xxxx Xxxxxxxx.
Belum efektifnya pengadaan PNS menurut Xxxx Xxxxxxxx, karena ada sejumlah kelemahan. Di antaranya BPK menemukan adanya
pelamar CPNS yang tidak memenuhi syarat batas usia maksimal tetapi dapat mengikuti ujian dan dinyatakan lulus serta diberikan NIP oleh BKN. “BPK berpendapat sistem penetapan formasi dan
pengadaan PNS tahun 2009 dan 2010 belum efektif,” tegas Xxxx Xxxxxxxx.
Selain itu lanjut Xxxx Xxxxxxxx, BPK juga telah melakukan pemeriksaan kinerja terhadap upaya pemerintah untuk mencapai swasembada beras berkelanjutan (SBB).
ketidakefektifan pencapaian target dan ketidakhematan penggunaan anggaran,” kata Xxxx Xxxxxxxx.
Selain itu lanjut Xxxx Xxxxxxxx, BPK juga melakukan pemeriksaan kinerja terhadap pelayanan kesehatan pada beberapa rumah sakit pemerintah. Hasil pemeriksaan
menunjukkan dari 66 rumah sakit yang diperiksa hanya satu RSUD yang telah
kebijakan energi nasional sektor gas, Xxxx Xxxxxxxx mengungkapkan, kalau kegiatan pendistribusian LPG oleh Pertamina umumnya sudah efektif. Hal ini tercermin dari pasokan LPG dari Pertamina yang telah menjangkau daerah-daerah yang terkonvensi secara cukup baik dari volume maupun ketepatan waktu. “Sekalipun begitu masih ada sejumlah
kendala yang dihadapi Pertamina, yakni adanya kerugian Pertamina dalam bisnis LPG
karena harga jual yang ditetapkan lebih rendah dibandingkan harga penyediannya,” kata Xxxx Xxxxxxxx.
Sementara hasil pemeriksaan kinerja terhadap pengelolaan Sumber Daya Air wilayah Citarum
BPK menyimpulkan bahwa pengelolaan SDA tersebut kurang efektif. Hal ini terlihat dari masih adanya
Pemeriksaan ini dilakukan
karena beras merupakan komoditi pangan yang penting bagi masyarakat.
Ketua BPK Xxxx Xxxxxxxx menjawab pertanyaan pers usai penyerahan IHPS Semester II Tahun 2012 di Gedung DPR.
kelemahan seperti
belum optimalnya pengendalian pencemaran air
“Swasembada beras dapat terwujud jika kebutuhan beras masyarakat dapat dipenuhi,” kata Xxxx Xxxxxxxx.
Hasilnya, menurut Xxxx Xxxxxxxx, BPK menemukan masih ada kelemahan dalam swasembada beras ini. Target pencetakan sawah tidak tercapai dan pengembangan usaha padi dengan menggunakan pupuk organik secara intensif belum efektif dalam meningkatkan produktivitas padi. Selain itu upaya pengamanan produksi padi melalui kegiatan pengendalian organisasi pengganggu tanaman dan dampak perubahan iklim belum optimal. “Kelemahan
itu berupa kelalaian, kurangnya pembinaan dan lemahnya pengawasan dalam pelaksanaan kegiatan
tersebut. Akibatnya menimbulkan
efektif dalam mengelola pelayanan obat pada instansi farmasi. “Pelayanan kesehatan pada umumnya belum efektif,” kata Xxxx Xxxxxxxx.
Belum efektifnya pelayanan kesehatan ini menurut Xxxx Xxxxxxxx karena masih adanya sejumlah kelemahan dalam pengelolaanya.
Seperti pemenuhan kebutuhan perbekalan farmasi tidak optimal. Tahap pemilihan, perencanaan, pengadaaan, penyimpanan, dan pendistribusian perbekalan farmasi belum dapat memenuhi tujuan setiap tahapan. Selain itu sarana prasarana instalasi farmasi, rawat inap, dan rawat jalan tidak sesuai standar sehingga pelayanan tidak optimal.
Sedangkan hasil pemeriksaan kinerja terhadap implementasi
limbah domestik yang dilaksanakan Kementerian Lingkungan Hidup bersama pemerintah daerah. Adanya kelemahan tersebut mengakibatkan pencemaran limbah domestik di sungai Citarum semakin buruk. “Selain itu terdapat penyimpangan yang diduga mengandung unsur perbuatan melawan hukum tindak pidana lingkungan berupa pembuangan limbah ke sungai Citarum oleh perusahaan tanpa memilik izin pembuangan limbah cair,” jelas Xxxx Xxxxxxxx.
Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu
Xxxx Xxxxxxxx mengungkapkan, BPK juga telah melakukan Pemeriksan Dengan Tujuan Tertentu
(PDTT) terhadap pengelolaan dan pertanggungjawaban Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) dan Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda) di 33 provinsi.
Hasilnya menurut Xxxx Xxxxxxxx, adanya kelemahan dalam pengelolaan Jamkesmas dan Jamkesda. Di antaranya yakni belum adanya
data base kepesertaan yang akurat, pemutakhiran data masyarakat miskin tidak dilakukan dengan baik dan adanya perbedaan data masyarakat miskin antar-instansi.
Selain itu lanjut Xxxx Xxxxxxxx, BPK juga menemukan masih adanya masyarakat miskin yang belum memperoleh pelayanan kesehatan gratis. BPK juga menemukan penyaluran, penggunaan dan pertanggungjawaban dana Xxxxxxxxx belum sesuai pedoman pelaksanaan Jamkesmas. “Kelemahan itu dapat mengganggu tujuan program Jamkesmas dan Jamkesda untuk memenuhi hak masyarakat miskin akan jaminan layanan kesehatan,” kata Xxxx Xxxxxxxx.
Sedangkan hasil Pemeriksaan dengan tujuan tertentu (PDTT) di 31 obyek pemeriksaan di lingkungan BUMN dan 7 obyek pemeriksaan Kontraktor Kotrak Kerjasama
(KKKS) menurut Xxxx Xxxxxxxx, BPK menemukan sebanyak 166 kasus ketidakpatuhan terhadap ketentuan perundang-undangan
yang mengakibatkan potensi kerugian negara Rp1,50 triliun. Rinciannya, kekurangan penerimaan selain
denda keterlambatan ke kas negara sebanyak 62 kasus senilai Rp312,01 miliar. Selain itu dalam pemeriksaan tersebut, BPK juga menemukan kekurangan penerimaan negara yang berasal dari koreksi perhitungan bagi hasil dengan KKKS sebanyak 50 kasus senilai Rp372,28 miliar. “Kasus tersebut disebabkan KKKS tidak mengakomodir perubahan lingkup kerja dalam amandemen kontrak yang mendapat persetujuan BP Migas terlebih dahulu,” kata Xxxx Xxxxxxxx.
Tindak Lanjut Rekomendasi BPK
Xxxx Xxxxxxxx mengungkapkan selama periode 2008 hingga 2012, BPK telah menyampaikan sebanyak 199,302 rekomendasi kepada entitas yang diperiksa. Dari jumlah tersebut sebanyak 54,89 persen atau 109,391 rekomendasi BPK telah ditindaklanjuti. Tindak lanjut tersebut berupa penyerahan aset
atau penyetoran ke kas negara selama semester II tahun 2012 sebesar Rp611,23 miliar.
Tak hanya itu. Selama periode tahun 2003 hingga 2012 BPK juga telah memantau kerugian negara sebanyak 17,282 kasus senilai Rp4,71 triliun.
Terhadap kerugian negara tersebut hingga akhir 2012, BPK mencatat telah dilakukan pembayaran berupa angsuran sebanyak 4,501 kasus senilai Rp568,34 miliar, pelunasan sebanyak 6,928 kasus senilai Rp750,84 miliar dan sebanyak
127 kasus senilai Rp12,46 miliar telah dihapuskan. “Sisa kasus kerugian negara yang belum diselesaikan adalah 10,249 kasus senilai Rp3,37 triliun,” kata Xxxx Xxxxxxxx.
Terkait adanya unsur tindak pidana tersebut, kata Xxxx Xxxxxxxx, dalam semester II Tahun 2012 BPK juga telah menyampaikan kepada intansi yang berwenang sebanyak 13 temuan yang mengandung unsur pidana senilai Rp195,37 miliar. “Dengan demikian sejak akhir 2003 hingga semester II tahun 2012 BPK telah menyampaikan sebanyak 332 temuan senilai Rp34,35 triliun,” tandas Xxxx Xxxxxxxx.
Mengakhiri laporannya, Xxxx Xxxxxxxx berharap para anggota DPR untuk mendalami temuan BPK tersebut. Sebab menurut Xxxx Xxxxxxxx, efektivitas hasil pemeriksaan BPK adalah jika LHP-nya ditindaklanjuti oleh entitas yang diperiksa. Untuk itu perlunya pengawasan intensif dari para pimpinan dan anggota DPR. “BPK yakin dengan dorongan DPR kepada pemerintah untuk menindaklanjuti hasil pemeriksaan
BPK, maka ke depan pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara akan semakin baik dan transparan,” kata Xxxx Xxxxxxxx. bw/bd
BPK masih belum menemukan ada database kepesertaan Jamkesmas yang akurat. Selain
itu penyaluran penggunaan dan pertanggungjawaban dana Xxxxxxxxx belum sesuai pedoman pelaksanaan Jamkesmas.
Peserta Ujian PNS
PENETAPAN FORMASI
PNS guna mengetahui akar
istimewa
DAN PENGADAAN PNS BELUM EFEKTIF
BPK TEMUKAN SEJUMLAH KEJANGGALAN DALAM REKRUTMEN PNS. KEMENTERIAN PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI (PAN DAN RB) DIHARAPKAN SEGERA MEMBUAT
GRAND DESIGN FORMASI PNS NASIONAL MAUPUN INSTANSIONAL DAN PEDOMAN PENYUSUNANNYA, TERMASUK PERBAIKAN SELEKSI CPNS.
ADAN PEMERIKSA KEUANGAN (BPK)
menemukan sistem penetapan formasi dan
pengadaan pegawai negeri sipil (PNS) pada tahun 2009 dan 2010 belum berjalan efektif. Karena itu BPK telah melakukan audit kinerja pengadaan
B
permasalahan yang terjadi di balik pengadaan PNS mengingat belanja pegawai tiap tahunnya cenderung meningkat.
Tercatat pada 2007, belanja pegawai pemerintah pusat sebesar Rp90,42 triliun telah meningkat menjadi Rp180,62 triliun pada 2011. Sedangkan di tingkat pemerintah daerah, pada 2007, belanja pegawai tercatat Rp119,25 triliun dan meningkat hingga angka Rp226,54 triliun pada 2011.
Sementara, selama periode 2007- 2011, jumlah pegawai negeri sipil rata- rata meningkat sebesar 12,38 persen per tahun. Pada 2007, jumlah pegawai negeri sipil mencapai 4.067.201 orang dan empat tahun kemudian, mencapai
4.570.818 orang atau meningkat 503.617 orang.
Dalam Laporan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II Tahun 2012, BPK telah menemukan
sejumlah kelemahan, berupa 25 kasus ketidakefektifan dan 12 kasus pengendalian intern yang
mempengaruhi penetapan formasi dan pengadaan PNS.
Kelemahan yang mempengaruhi efektifitas penetapan formasi dan pengadaan PNS yang ditemukan dalam pemeriksaan BPK itu antara lain dikarenakan pengajuan usulan formasi yang disampaikan instansi pusat dan daerah belum menggunakan data
dan informasi yang akurat. Selain itu pengajuan tersebut belum sepenuhnya didasarkan pada analisa kebutuhan dan analisa beban kerja Hal ini masih diperburuk dengan pelaksanaan pengiriman dokumen yang tidak sesuai dengan jadwal yang ditentukan.
Dalam audit kinerja itu BPK menemukan data bahwa
pertimbangan Badan Kepegawaian Negara (BKN) yang disampaikan kepada Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi untuk menetapkan formasi tidak didukung dengan pedoman perhitungan yang standar dan tidak didokumentasikan dengan baik. Data yang disampaikan kurang lengkap dan tidak mutakhir. Bahkan BKN juga belum memberikan pertimbangan atau kajian mengenai tambahan formasi pegawai negeri sipil secara nasional.
Dalam kaitannya dengan anggaran pembelanjaan, BPK menemukan pemberian pendapat Menteri Keuangan atas ketersediaan anggaran untuk membiayai tambahan formasi pegawai negeri sipil secara nasional belum dilakukan karena ketersediaan anggaran hanya untuk tambahan formasi di tingkat pusat. Padahal semua penambahan formasi di tingkat pusat maupun daerah akan membebani APBN/APBD dalam bentuk belanja pegawai dan dana alokasi umum.
Kementerian PAN dan RB sebagai kementerian yang bertanggung jawab di bidang aparatur negara belum memiliki grand design yang berisi
arah kebijakan formasi PNS Nasional dalam jangka waktu yang lebih dari
lima tahun. Hal tersebut membuat pemerintah belum bisa memetakan kebutuhan PNS secara nasional
baik dari sisi kualifikasi pendidikan, keahlian, jumlah, distribusi menurut instansi dan kriteria lain sesuai kebutuhan pembangunan dan visi/misi pemerintah.
Kelemahan lainnya yang mempengaruhi ketidak-efektifan pengadaan PNS, BPK menemukan penyelenggaraan yang kurang
Usulan formasi yang disampaikan instansi pusat dan daerah belum menggunakan data dan informasi yang akurat.
transparan. Data yang ditemukan BPK antara lain, jangka waktu pengumuman penerimaan PNS yang
lebih cepat dari waktu yang ditetapkan. Pengumuman dilakukan lewat media masa. Selain itu juga ditemukan adanya instansi yang membatasi CPNS hanya dari wilayah kerja setempat. Fakta
lain menunjukkan masalah kualifikasi pendidikan serta batasan usia yang tidak sesuai dengan yang telah ditetapkan Menteri PAN dan RB.
Ketidakefektifan dalam pengadaan Pegawai Negeri Sipil yang ditemukan BPK juga disebabkan banyaknya pelamar yang tidak memenuhi batas usia maksimal namun dapat mengikuti ujian dan dinyatakan lulus. Sementara itu tidak ada aturan yang menetapkan bagi peserta yang memiliki kesamaan nilai saat dilakukan ujian atau tes seleksi pengadaan PNS. Akibatnya tidak ada parameter yang mengatur kelulusan bagi peserta yang memiliki nilai sama dan kompetensi sama.
Pelaksanaan penyaringan CPNS juga belum sesuai prosedur. Berkas pelamar banyak yang tidak sesuai
dengan prasyarat kulifikasi yang mencakup masalah pendidikan, serta usia yang ditetapkan. Sementara itu kelulusan juga tidak didasarkan pada peringkat nilai ujian atau tes seleksi. Ada pexxxxx yang tidak lulus tes CPNS, tapi dinyatakan lulus dan ditetapkan NIP-nya.
Ada pelamar yang tidak lulus seleksi administrasi tapi tetap diangkat menjadi CPNS. Ada pula peserta yang
tidak tercantum dalam daftar kelulusan, tetapi ditetapkan kelulusannya
dan mendapat NIP. Ada pula kasus pejabat pembina kepegawaian yang menetapkan kelulusan bagi peserta ujian CPNS yang lembar jawaban komputernya tidak didukung data yang valid.
Dalam proses penetapan NIP masih terdapat kelemahan, karena pengajuan usulan tidak disertai berkas-berkas persyaratan dan jabatan, kualifikasi pendidikan dan unit penempatan CPNS yang telah ditetapkan NIP-nya berbeda dengan SK Rincian Formasi Menteri PAN dan RB.
Menyoal pengangkatan tenaga honorer menjadi CPNS, juga terdapat beberapa kelemahan. Misalnya pengangkatan tenaga honorer menjadi CPNS belum sesuai urutan prioritas tenaga yang dibutuhkan, adanya pengangkatan tenaga honorer yang persyaratannya tidak memadai. Bahkan ditemukan tenaga honorer yang sudah ada NIP-nya.
Pengangkatan Sekdes menjadi CPNS formasi tahun 2009 belum memadai. Penyampaian usulan data dan berkas pengangkatan Sekdes dari Bupati/Walikota kepada Kementerian Dalam Negeri belum seluruhnya melalui Gubernur.
Sementara itu proses verifikasi dan validasi pemberkasan pengangkatan Sekdes menjadi PNS belum dituangkan dalam kebijakan yang baku. Dalam pelaksanaannya terdapat perbedaan jumlah Sekdes yang ditetapkan NIP yang dikeluarkan Kementerian Dalam Negeri dengan yang dikeluarkan BKN. bd
ReKOMeNDASI BPK
TERKAIT temuan-temuan tersebut, BPK sudah menyampaikan rekomendasi kepada Kementerian PAN dan RB, Menteri Keuangan, Kepala BKN dan Menteri Dalam Negeri. Berikut rekomendasi yang disampaikan BPK.
Kementerian PAN dan RB
Merevisi Peraturan Pemerintah No 54 tahun 2003 tentang formasi PNS yang mendefinisikan dan
mengatur secara jelas pertimbangan tertulis Kepala BKN atas formasi nasional pusat dan daerah.
Membuat grand design formasi PNS nasional maupun instansional dan pedoman penyusunannya. Termasuk perbaikan seleksi CPNS.
Menyusun dan menetapkan petujuk teknis penetapan formasi terkait langkah-langkah kegiatan, penetapan dan metodologi perhitungan alokasi formasi dan berkoordinasi dengan Menteri Dalam Negeri dan Kepala BKN untuk mereviu dan melakukan rekonsiliasi database daftar nominasi Sekdes dan formasi Sekdes yang ditetapkan.
Menteri Keuangan
Berkoordinasi dengan Menteri PAN dan RB serta Menteri Dalam Negeri untuk mengharmonisasikan peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2003 pasal 2 ayat (1) tentang Formasi PNS dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, serta Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintah antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.
Berkoordinasi dengan Menteri Pan dan RB untuk mengharmonisasikan jadwal permintaan pendapat ketersediaan anggaran belanja pegawai untuk rencana alokasi formasi PNS dari kementerian PAN dan RB dengan jadwal perhitungan anggaran gaji pegawai baru yang mengacu pada siklus APBN pada Kementerian Keuangan.
Kepala BKN
Menyempurnakan Keputusan Kepala BKN yang mengatur kewajiban instansi menyampaikan lampiran
pertimbangan analisis jabatan dan analisis beban kerja.
Membuat kebijakan agar instansi melakukan rekonsiliasi data kepegawaian melalui Sistem Aplikasi Pelayanan Kepegawaian (SAPK) dan mengupayakan menggunakan data kepegawaian di BKN sebagai data perbandingan dalam melakukan analisis.
Menyusun pedoman yang mengatur formula pemberian pertimbangan yang dapat
dipertanggungjawabkan, dan mengatur dokumentasi yang harus ada terkait perubahan-perubahan angka usulan tambahan formasi hasil dari pertimbangan.
Melakukan sinkronisasi antara SK Kepala BKN dengan Keputusan Kepala (Kepka) BKN No 26 tahun 2004 terkait tugas dan wewenang Xxx Xxxxx
Kepegawaian dalam proses pemberian pertimbangan.
Meningkatkan koordinasi dengan Kementerian PAN dan RB dalam hal penetapan tambahan formasi PNS dan memperbaiki ketentuan dan mekanisme pengadaan CPNS serta melaksaanakan pengawasan dan pengendalian terhadap kegiatan pengadaan CPNS yang dilaksanakan oleh instansi pusat dan daerah secara memadai.
Menteri Dalam Negeri.
Meningkatkan koordinasi dengan BKN untuk memonitor jumlah Sekdes yang telah ditetapkan NIP- nya dan mengupayakan adanya landasan hukum yang kuat dalam pengangkatan Sekdes yang memenuhi syarat namun tertinggal. bd
JAMKESMAS BIKIN GEMAS
BPK TELAH MELAKUKAN PEMERIKSAAN DENGAN TUJUAN TERTENTU (PDTT) ATAS PELAKSANAAN PROGRAM JAMKESMAS DAN JAMKESDA. HASILNYA, MASIH BANYAK YANG PERLU DIPERBAIKI.
istimewa
Ilustrasi pelayanan kesehatan pada program Jamkesmas.
“
lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan”.
Berdasarkan amanat UUD 1945 itu, kesehatan dan pelayanannya merupakan salah satu hak asasi manusia. Hak asasi manusia yang dijamin konstitusi negara. Setiap warga negara berhak atas pelayanan kesehatannya, termasuk masyarakat
miskin. Hak yang dapat meningkatkan kualitas kesehatan mereka.
Kualitas kesehatan masyarakat di Indonesia memang masih tergolong rendah. Hal ini setidaknya dikarenakan dua hal. Pertama, selama ini masyarakat, terutama
masyarakat miskin cenderung kurang memperhatikan kesehatan mereka.
Hal ini disebabkan karena rendahnya tingkat pemahaman mereka akan pentingnya kesehatan. Padahal kesadaran rakyat tentang pemeliharaan dan perlindungan kesehatan sangatlah penting untuk mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.
Kedua, rendahnya derajat kesehatan masyarakat dapat pula disebabkan oleh ketidakmampuan mereka mendapatkan pelayanan kesehatan. Penyebabnya, apalagi kalau bukan mahalnya biaya pelayanan kesehatan.
Bukan rahasia lagi, masyarakat miskin tidak mampu memenuhi kebutuhan akan pelayanan kesehatan yang tergolong mahal. Jika kondisi
ini tidak segera diatasi, akan memperparah kondisi kesehatan
ORANG miskin dilarang
sakit,” begitu bunyi satir yang sangat populer. Banyak kejadian yang mencerminkan
begitu populernya seloroh tersebut. Menggambarkan bagaimana pelayanan kesehatan bagi masyarakat tak mampu atau orang miskin bisa dibilang cukup buruk. Pemberitaan di berbagai media turut menyorotinya.
Kondisi tersebut sungguh ironis.
Padahal, Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
secara detail menjelaskan bagaimana
masyarakat berhak mendapatkan pelayanan kesehatan. Bahkan, Konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia, Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, sebagai hukum tertinggi di Indonesia, mengamanatkan hak rakyat Indonesia dalam mendapatkan pelayanan kesehatan dengan baik.
Pasal 28H UUD 1945 dengan jelas mengamanatkan: “Setiap orang
berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan
masyarakat Indonesia. Sebab,
krisis ekonomi telah meningkatkan jumlah masyarakat miskin dan mengakibatkan naiknya biaya pelayanan kesehatan. Sehingga, semakin menekan akses pelayanan kesehatan mereka karena biaya yang semakin tak terjangkau.
Di sisi lain, kecenderungan meningkatnya biaya pemeliharaan kesehatan menyulitkan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang dibutuhkannya.
Kenaikan biaya pemeliharaan kesehatan itu semakin sulit diatasi oleh kemampuan penyediaan dana pemerintah maupun masyarakat.
Pemerintah tentu tidak tinggal diam dengan kondisi yang ada. Oleh karena itulah, kemudian diterbitkan ketentuan perundang-undangan yang mengatur mengenai pelayanan kesehatan.
Ketentuan perundang- undangan yang jelas mengatur adalah Undang- Undang (UU) No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. Undang-undang ini mengamanatkan untuk memberikan perlindungan kesehatan bagi fakir miskin, anak dan orang terlantar serta orang tidak mampu yang pembiayaan kesehatannya dijamin pemerintah.
Salah satu terobosan dari undang-undang tersebut adalah diluncurkannya Program Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas).
Lalu, diluncurkan pula Program Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda).
Program Jamkesmas adalah upaya pemerintah melalui Kementerian Kesehatan, untuk memenuhi hak pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin, sesuai amanat UUD 1945 dan peraturan perundang-undangan di bawahnya. Dijalankan mulai tahun 2008. Sebelumnya, ada juga program- program serupa, seperti Asuransi Kesehatan Keluarga Miskin (Askeskin) pada periode 2004-2007. Lalu, Program Jaminan Kesehatan Masyarakat Miskin (PJKMM). Program-program jaminan kesehatan tersebut sudah dilaksanakan sejak tahun 2005.
Dengan program ini diharapkan mampu meningkatkan akses dan mutu pelayanan kesehatan. Sehingga, bisa tercapai derajat kesehatan yang optimal secara efektif dan efisien
bagi seluruh peserta Jamkesmas, yaitu masyarakat tidak mampu. Masalahnya, pelaksanaan program jaminan kesehatan ini justru masih banyak persoalan. Setidaknya itu yang ditemukan BPK setelah melakukan PDTT atas pelaksanaan program tersebut.
Pemeriksaan BPK
Program Jamkesmas merupakan program pemerintah yang sangat penting bagi masyarakat di Indonesia, selain pendidikan. Sebab, sasarannya yang langsung berdampak pada masyarakat miskin.
BPK sebagai lembaga negara yang memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara di Indonesia pun ikut berperan aktif dalam melihat sejauh mana program Jamkesmas berjalan. Dengan kewenangannya, BPK dapat mendorong transparansi dan akuntabilitas pengelolaannya. Sebab, program ini sendiri dibiayai oleh uang negara.
Peran aktif yang dijalankan BPK, yang kemudian diimplementasikan dengan dilakukannya PDTT atas pengelolaan dan pertanggungjawaban program Jamkesmas dan Jamkesda
pada Kementerian Kesehatan, Pemberi Pelayanan Kesehatan (PPK), Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota, serta instansi terkait lainnya. Periode objek yang diperiksa adalah program yang dijalankan pada tahun anggaran 2010-Semester I 2012.
Ada empat hal yang menjadi
tujuan dari PDTT BPK ini. Pertama, untuk mengetahui dan menilai apakah seluruh peserta Jamkesmas telah terlayani program Jamkesmas ini.
Kedua, untuk mengetahui dan menilai apakah Sistem Pengendalian Intern (SPI) atas kepesertaan, pelayanan, penyaluran dan penggunaan dana serta pertanggungjawaban Program Jamkesmas dan Jamkesda telah dirancang dan dilaksanakan secara memadai atau tidak.
Ketiga, untuk mengetahui serta menilai apakah dana Jamkesmas dan Xxxxxxxx telah diterima PPK dalam jumlah, waktu, dan cara yang
tepat atau tidak. Dan, keempat, untuk mengetahui dan menilai apakah dana Xxxxxxxxx telah dipergunakan tepat sasaran dan dipertanggung jawabkan sesuai petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis yang berlaku.
Hasil dari pemeriksaan yang dilakukan BPK ini sendiri, mungkin bikin ‘gemas’. Secara
umum, BPK menyimpulkan bahwa pelaksanaan program Jamkesmas maupun Jamkesda ini masih jauh dari kata baik.
Hasil pemeriksaan BPK tersebut kemudian didiskusikan dengan para pemangku kepentingan dan pihak-pihak yang terkait di dalamnya pada 19 Maret 2013, di Crowne Plaza Hotel, Jakarta. Nama diskusi tersebut adalah rapat koordinasi terkait temuan pemeriksaan Jamkesmas. Tak tanggung-tanggung peserta diskusi melibatkan hampir
seluruh pihak yang terlibat dalam pelaksanaan Program Jamkesmas dan Jamkesda. Mulai dari Wakil Menteri Kesehatan, Anggota DPR, Kepala Daerah, sampai para Kepala Rumah Sakit, dan Dinas Kesehatan di daerah-daerah.
Salah satu hal yang ditekankan dalam diskusi tersebut adalah
soal kepesertaan. Hal yang terkait kepesertaan ini juga soal tidak updating-nya data kependudukan untuk menentukan kepesertaan program ini.
Selain itu juga golongan masyarakat yang boleh mengikuti program Jamkesmas ini masih membingungkan. Definisi masyarakat tidak mampu atau miskin berbeda- beda. Ini yang membuat bingung kepala daerah dalam menentukan masyarakat mana yang berhak mendapatkan Jamkesda.
Belum lagi soal berapakah nilai premi yang ideal bagi pemerintah untuk membiayai program ini.
Termasuk juga, banyak rumah sakit yang belum dibayar atau terlambat dibayar oleh pemerintah. Atau bagaimana kapasitas dan sarana prasarana pelayanan kesehatan yang tidak sebanding dengan banyaknya pasien yang menjadi peserta Jamkesmas dan Jamkesda.
Ada juga pihak rumah sakit yang
mengeluhkan bagaimana banyaknya jumlah pasien Jamkesmas atau Jamkesda yang dilayani, tetapi satu saja tidak mampu dilayani malah menjadi sorotan media massa terus- menerus.
Sementara itu, berdasarkan hasil temuan pemeriksaan BPK, Anggota BPK Xxxxx Xxxxxx menekankan pada beberapa hal. Pertama, kepesertaan Jamkesmas. Menurut Xxxxx, masalah kepesertaan ini terjadi karena tidak up to date-nya data peserta.
Data BPS yang digunakan sampai sekarang adalah data BPS tahun 2006 yang mencapai 76,4 juta orang. Padahal, dalam rentang 2006 sampai sekarang tentu banyak perubahan dalam komposisi penduduk yang berhak mendapatkan Jamkesmas.
Permasalahannya, lanjut Rizal,
siapa sebenarnya yang paling kompeten dan tahu dalam menentukan dan memberikan data jumlah peserta atau penduduk yang berhak mendapatkan Jamkesmas. Data BPS sendiri masih bisa dipertanyakan, kapan melakukan
surveinya, kapan melakukan sensusnya. Oleh karena itu, menurut Xxxxx, pihak yang paling tahu soal itu adalah Xxxxxx, Walikota, Camat, dan Lurah. Masalahnya lagi, sejauh mana komitmen dari mereka untuk meng-up date data itu dan sampainya ke Pusat itu berapa lama.
“Ini harus ada kesepakatan, jangan nanti Kementerian Kesehatan menunggu data, tahu- tahu anggaran sudah keluar, sehingga tidak bisa dibuat surat edaran atau Kepmenkes (Keputusan Menteri Kesehatan) yang
terkait dengan kepesertaan,” xxxx Xxxxx.
Akan terjadi ‘keributan personal’ dan ‘kegaduhan nasional’ begitu program
jaminan kesehatan jalan, kalau tidak bisa dibuat jelas masalah kepesertaan ini. Masalah ini seharusnya bisa dituntaskan sebelum Jaminan Kesehatan Nasional jalan pada
tahun 2014. Ini ‘pekerjaan rumah’ bagi Kementerian Kesehatan, dan pihak lainnya yang terkait. Termasuk Kementerian Dalam Negeri pun perlu dilibatkan.
“Kalau persoalan kepesertaan ini tuntas, saya yakin dan percaya,
program Jamkesmas akan berlangsung dengan baik nantinya,” ungkap Xxxxx.
Hal kedua adalah pembiayaan. Iuran atau premi yang ditentukan dalam Jamkesmas beragam berapa nilai yang idealnya. Kementerian Kesehatan mengusulkan Rp22.200 per kepala, per bulan. Dewan Jaminan Sosial Nasional
(DJSN) mengusulkan Rp27.000. Sementara Ikatan Dokter Indonesia (IDI) awalnya mengusulkan Rp50.000 yang kemudian menyepakati Rp27.000. Pada akhirnya, Kementerian Keuangan menetapkan Rp15.500.
Menurut Xxxxx, jika Pemerintah sudah berkomitmen ingin menanggung biaya pelayanan kesehatan masyarakat, seharusnya tidak setengah-setengah melakukannya. Bicara
soal budget, berarti bicara mengenai anggaran belanja negara. Ada penerimaan dan pengeluaran negara di situ. Oleh karena itu, dalam menetapkan budgetnya, sebaiknya Pemerintah menetapkannya bersama-sama dengan DPR. Apalagi, dalam menentukan plafon ini melibatkan pihak-pihak pelayan kesehatan
dan survei. Jadi, ketika hasilnya kemudian di bawa ke DPR, penetapan budget jauh lebih kuat landasannya. Bukan berdasarkan Xxxaturan Menteri Keuangan atau di bawahnya. Sebab, DPR punya kewenangan hak budgetnya dengan Pemerintah.
sepenuhnya berjalan dengan baik. Xxxxx menekankan pentingnya menentukan siapa yang bertanggung jawab atas penyuluhan kepada masyarakat.
Sosialisasi kepada masyarakat terkait program ini.
“Ini penting, buktinya kenapa hal ini belum sepenuhnya berjalan, kenapa di DKI Jakarta, pasien membludak seperti itu, memang masyarakat nggak tahu. Masyarakat kan begitu dikasih kartu
fasilitasnya, tunjangan pegawainya, dan lain-lainnya, sehingga sebisa mungkin tidak ada pasien yang terlantar karena keterbatasan sarana prasarana dan sumber daya manusia di rumah sakit.
Tunjangan pegawai kesehatan juga perlu karena intensitas pekerjaannya yang semakin meningkat dengan adanya program-program semacam Jamkesmas ini.
Hal keempat adalah soal verifikasi.
Khususnya verifikasi dari tingkatan rumah sakit dan verifikasi terkait pihak yang akan membayar. Dari hasil pemeriksaan, hal yang perlu dicatat adalah ada Rp261 miliar dana yang harusnya diterima oleh rumah sakit, tetapi belum dibayar. Hal ini disebabkan oleh persoalan verifikasi.
Hal lain yang menjadi catatan adalah Pemerintah Daerah belum membayar tagihan klaim program Jamkesda pada Pemberi Pelayanan Kesehatan (PPK) sebesar Rp348 miliar. Selain itu ada dana Jamkesmas yang
“Kalau menyerahkan
ini kepada Xxxaturan Menteri Keuangan,
Anggota BPK Xxxxx Xxxxxx
masih berada di
rekening Biro Bank BRI Dinas Kesehatan
peraturan yang levelnya lebih rendah, saya khawatir angkanya tidak sesuai dengan berapa sebenarnya batas ambang yang diinginkan,” jelasnya.
Terlepas dari hal itu, Xxxxx menyatakan, berapapun plafonnya, BPK akan mengikuti saja. Hal yang terpenting adalah BPK akan mengawasi apakah anggaran itu memang benar- benar telah tepat sasaran atau tidak.
Hal ketiga terkait pelayanan. Hasil dari temuan BPK, sosialisasi ini belum
gratis langsung datang ke rumah sakit. Apakah penyakitnya itu memang harus untuk level rumah sakit, mereka kan nggak tahu,” ungkapnya.
Menurut Xxxxx, sebaiknya Kementerian Kesehatan mengalokasikan anggarannya untuk melakukan sosialisasi terkait hal ini. Juga harus disosialisasikan bagaimana kondisi tempat-tempat pelayanan kesehatan. Jika masyarakatnya membludak, harus juga ditambah
Kabupaten/Kota yang belum dipertanggungjawabkan sebesar Rp629 miliar. Jumlah Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kotanya berjumlah 466 Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
“Ini persoalan serius, kami memberikan waktu kepada Inspektur Jenderal Kementerian Kesehatan selama dua bulan. Tolong persoalan ini kami diberi kejelasan. Kalau tidak, kami akan masuk dengan investigasi,” tegas Xxxxx. and
SePUTAR JAMKeSMAS
J
AMKESMAS adalah sebuah program jaminan kesehatan bagi warga Indonesia. Khususnya bagi
masyarakat tak mampu. Tujuan diluncurkannya program ini untuk memberikan perlindungan sosial di bidang kesehatan untuk menjamin masyarakat miskin dan tidak mampu yang iurannya dibayar pemerintah agar kebutuhan dasar kesehatannya yang layak dapat terpenuhi. Program ini sendiri dijalankan Kementerian Kesehatan sejak 2008. Dalam jangka panjang, Jamkesmas akan terintegrasi sebagai jaminan kesehatan Penerima Bantuan Iuran (PBI) dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN).
Program Jamkesmas diselenggarakan berdasar konsep asuransi sosial. Program ini diselenggarakan secara nasional dengan setidaknya dua tujuan.
Pertama, untuk mewujudkan
portabilitas pelayanan sehingga
istimewa
pelayanan rujukan tertinggi yang disediakan Jamkesmas dapat diakses seluruh peserta dari berbagai wilayah. Kedua, agar terjadi subsidi silang dalam rangka mewujudkan pelayanan kesehatan yang menyeluruh bagi masyarakat miskin
Pada tahun 2009 program ini mendanai biaya kesehatan untuk 76,4 juta penduduk. Jumlah ini termasuk sekitar 2,65 juta anak terlantar, penghuni panti jompo, tunawisma dan penduduk yang tidak memiliki kartu tanda penduduk.
Iuran bagi masyarakat miskin dan tidak mampu dalam Program
Jamkesmas bersumber dari Anggaran Pengeluaran dan Belanja Negara (APBN) dari Mata Anggaran Kegiatan (MAK) belanja bantuan sosial.
Pada hakikatnya pelayanan kesehatan terhadap peserta menjadi tanggung jawab dan dilaksanakan bersama oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Pemerintah
Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota berkewajiban memberikan kontribusi sehingga menghasilkan pelayanan yang optimal.
Peserta yang dijamin dalam program Jamkesmas meliputi:
1. Masyarakat miskin dan tidak mampu yang telah ditetapkan dengan keputusan Bupati/ Walikota mengacu pada
dua patokan. Pertama, data masyarakat miskin sesuai dengan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2008 dari Pendataan Program Perlindungan Sosial (PPLS) yang telah lengkap dengan nama dan alamat yang jelas. Kedua, sisa kuota: total kuota dikurangi data BPS tahun 2008 untuk kabupaten/kota setempat yang ditetapkan sendiri oleh kabupaten/kota setempat lengkap dengan nama dan alamat yang jelas.
2. Gelandangan, pengemis, anak dan orang terlantar, masyarakat miskin yang tidak memiliki identitas.
3. Peserta Program Keluarga Harapan (PKH) yang tidak memiliki kartu Jamkesmas.
4. Masyarakat miskin yang ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1185/Menkes/SK/ XII/2009 tentang Peningkatan Kepesertaan Jamkesmas bagi Panti Sosial, Penghuni Lembaga Pemasyarakatan dan Rumah Tahanan Negara serta Korban Bencana Pasca Tanggap Darurat. Tata laksana pelayanan diatur dengan petunjuk teknis (juknis) tersendiri sebagaimana tertuang dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1259/Menkes/ SK/XII/2009 tentang Petunjuk Teknis Pelayanan Jamkesmas
Bagi Masyarakat Miskin Akibat Bencana, Masyarakat Miskin Penghuni Panti Sosial, dan Masyarakat Miskin Penghuni Lembaga Pemasyarakatan serta Rumah Tahanan Negara
5. Ibu xxxxx dan melahirkan serta bayi yang dilahirkan (sampai umur 28 hari) yang tidak memiliki jaminan kesehatan.
6. Penderita Thalassaemia Mayor yang sudah terdaftar pada Yayasan Thalassaemia Indonesia (YTI) atau yang belum terdaftar namun telah mendapat
surat keterangan Direktur Rumah Sakit sebagaimana diatur dalam Petunjuk Teknis Jaminan Pelayanan Pengobatan Thalassaemia.
Fasilitas Kesehatan/Pemberi Pelayanan Kesehatan yang telah memberi pelayanan kesehatan kepada peserta Xxxxxxxxx membuat pertanggungjawaban dana pelayanan kesehatan dengan menggunakan Software INA-CBG’s dan selanjutnya diverifikasi oleh Verifikator Independen Jamkesmas.
Verifikator Independen Jamkesmas adalah orang/tim yang ditugaskan oleh Pusat
Pembiayaan Jaminan Kesehatan (P2JK) Kementerian Kesehatan untuk melakukan verifikasi terhadap pertanggungjawaban dana pelayanan kesehatan yang telah dilaksanakan oleh PPK Lanjutan.
Verifikator Independen Xxxxxxxxx sendiri telah ada sejak dimulainya program Jamkesmas pada tahun 2008.
Sementara verifikasi atas pelayanan kesehatan dalam program Jamkesmas di PPK lanjutan meliputi:
1. Verifikasi administrasi kepesertaan meliputi kartu peserta/surat keterangan lain yang sah oleh instansi yang berwenang, Nomor Surat Keabsahan Peserta (SKP), surat rujukan;
2. Administrasi pelayanan meliputi nama pasien, Nomor SKP, Nama dokter pemeriksa, tanda tangan komite medik (pada kasus yang masuk dalam Severity Level 3);
3. Administrasi keuangan meliputi bukti pembayaran tarif paket Indonesia Diagnostic Related Group (INA-DRG) dilampiri dengan form pengajuan klaim INA-DRG 1A dan INA-DRG 2A.
INA-DRG ini didefinisikan sebagai suatu sistem klasifikasi kombinasi beberapa jenis penyakit dan prosedur/tindakan pelayanan disuatu Rumah Sakit dengan pembiayaan yang dikaitkan dengan mutu dan efektivitas pelayanan terhadap pasien.
Proses verifikasi dalam pelaksanaan Jamkesmas, meliputi:
1. Pemeriksaan kebenaran dokumen identitas peserta Jamkesmas oleh PT Askes (Persero);
2. Pemeriksaan Surat Rujukan dan penerbitan SKP oleh PT Askes (Persero) dan Surat Jaminan Pelayanan (SJP) oleh Fasilitas Kesehatan (FASKES) lanjutan;
3. Memastikan dikeluarkannya rekapitulasi pengajuan klaim oleh petugas RS sesuai dengan format yang ditentukan;
4. Pemeriksaan kebenaran penulisan diagnosis, prosedur, dan Nomor Kode;
5. Rekapitulasi pertanggungjawaban dana FASKES lanjutan yang sudah layak bayar;
6. Menandatangani rekapitulasi pertanggungjawaban dana FASKES lanjutan;
7. Memastikan Direktur Rumah Sakit atau Kepala Balai Kesehatan menandatangani rekapitulasi laporan pertanggungjawaban dana;
8. Membuat laporan hasil pekerjaan bulanan kepada Tim Pengelola Jamkesmas Kabupaten/Kota;
Pada tahun 2012 verifikator independen Jamkesmas berjumlah 1522 orang. Tersebar di seluruh kabupaten/kota di Indonesia.
Bertugas di setiap PPK yang bekerja sama dengan Xxxxxxxxx. and
istimewa
JAMKeSDA
LAIN LADANG LAIN BELALANG
jaminan sosial.
Dengan landasan hukum tersebut, tujuan dari diselenggarakannya Jamkesda oleh Pemerintah Daerah ini sama: memberikan layanan kesehatan bagi masyarakat miskin di luar
kuota peserta Jamkesmas. Artinya, masyarakat miskin di daerah-daerah yang tidak terjamah Jamkesmas atau jaminan kesehatan lainnya, dapat mengikuti Jamkesda.
Penyelenggaraan Program Jamkesda mulai marak dilakukan sejak tahun 2008. Mengikuti jejak Kementerian Kesehatan yang meluncurkan Program Jamkesmas dan mengisi ceruk pada masyarakat miskin atau tidak mampu yang belum terlayani dalam program Jamkesmas. Atau, di luar kuota Xxxxxxxxx.
Selama tiga tahun, semakin banyak Pemerintah Daerah menyelenggarakan Jamkesda. Pada tahun 2010, Kementerian Kesehatan mencatat 33 provinsi dan 349 kabupaten/kota menyelenggarakan Jamkesda.
Beberapa Pemda mengikutsertakan masyarakat mampu ke dalam Program Jamkesda. Ada Pemda yang menanggung seluruh biaya pelayanan kesehatan atau membayari premi Jamkesda. Ada
JAMINAN Kesehatan Daerah
(Jamkesda) bisa dikatakan sama dengan Xxxxxxxxx. Bedanya, Jamkesmas merupakan program nasional atau Pemerintah Pusat yang dijalankan Kementerian Kesehatan, sedangkan Jamkesda merupakan program Pemerintah Daerah.
Program Jamkesda sendiri merupakan program pemberian layanan kesehatan bagi masyarakat yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah masing-masing. Anggarannya berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Penyelenggaraan program ini didasarkan pada usaha bersama dan kekeluargaan yang berkesinambungan dan dengan mutu yang terjamin serta pembiayaan kesehatan yang dilakukan
secara praupaya dan nirlaba.
Namanya saja Jamkesda, maka aturan yang melandasi operasional jaminan kesehatan ini tidak seragam seperti Jamkesmas. Jamkesmas aturannya langsung dari Kementerian Kesehatan. Adapun Jamkesda landasan hukumnya berdasarkan aturan di daerah masing-masing. Jadi, bisa
saja aturan mengenai Jamkesda ini berbeda antara daerah yang satu dengan daerah yang lain.
Walau aturan berbeda-beda pada setiap daerah, tetapi landasan hukumnya tetap mengacu pada UUD 1945 dan UU No. 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah. Dalam UU No. 32 Tahun 2004, diamanatkan bahwa pemerintah daerah juga punya kewajiban mengembangkan sistem
pula Pemda yang memungut premi
dari masyarakat.
Bagaimana pelaksanaan Jamkesda di daerah? Berikut ini ada contoh tiga daerah yang melaksanakan Jamkesda di wilayahnya masing-masing.
Ketiga daerah itu adalah Kota Depok (Provinsi Jawa Barat), Kabupaten Kutai Kartanegara (Provinsi Kalimantan Timur), dan Kabupaten Musi Banyuasin (Provinsi Sumatera Selatan).
Kota Depok
Dalam menjalankan Program Jamkesda, Pemerintah Kota (Pemkot) Depok telah menerbitkan dua peraturan daerah: Peraturan Daerah (Perda) No.3 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Daerah dan Peraturan Walikota No.13
Tahun 2012 yang juga mengatur mengenai pelayanan kesehatan masyarakat.
Dari sisi kepesertaan, Xxxxxxxx memang masih kurang. Dari data BBPS tahun 2012, jumlah penduduk Kota Depok sebanyak 1.813.612
juta jiwa. Dari jumlah penduduk sebesar itu, peserta Jamkesda
hanya 183.791 ribu jiwa; peserta Jamkesmas 137.221 ribu jiwa. Jadi, jika dipersentasekan jaminan kesehatan masyarakat yang diakomodir Pemkot Depok hanya sekitar 17,70 persen dari total jumlah penduduk.
Adapun syarat-syarat untuk
kepesertaan Jamkesda di Kota Depok, yaitu:
- KTP & KK Depok (sudah berlaku minimal 6 bulan);
- Tinggal di wilayah Kota Depok (minimal 6 bulan);
- Tidak memiliki jaminan pembiayaan kesehatan lainnya (Jamkesmas, Askes, Jamsostek Kesehatan, dll); dan
- Masuk dalam kriteria miskin menurut BPS (min 9 dari 14 kriteria).
Kabupaten Kutai Kartanegara Payung hukum daerah untuk pelaksanaan Jamkesda di Kabupaten
Kutai Kartanegara terbilang cukup banyak, yaitu:Peraturan Bupati Kutai Kartanegara No. 6 tahun 2012 tentang Sistem Pengelolaan
Jaminan Kesehatan Daerah; Keputusan Bupati Kutai Kartanegara No.
180.188/HK-308/2009
tentang Tata Kerja dan Organisasi Badan
Penyelenggara Jamkesda Kab. Kutai Kartanegara; Peraturan Bupati Kutai Kartanegara No.16 tahun 2010 tentang perubahan peraturan Bupati No.33
tahun 2009 tentang organisasi dan tata kerja Unit Pelaksana Teknis (UPTD) Dinas Kesehatan Kabupaten Kutai Kartanegara; dan Keputusan Bupati Kutai Kartanegara No.1/SK- Bup/HK/2011 tentang penetapan sasaran kepesertaan program jaminan kesehatan daerah Kabupaten Kutai
Kartanegara tahun 2011.
Dari sisi kepesertaan, masyarakat yang mendapatkan Jamkesda cukup banyak. Jumlah penduduk Kabupaten Kutai Kartanegara sendiri sekitar 727.771 ribu jiwa. Dari jumlah itu, masyarakat yang
mendapatkan Jamkesda sebanyak
518.400 ribu jiwa. Secara persentase mencapai sekitar 71 persen dari total jumlah penduduk. Sementara yang mendapatkan
Jamkesmas sebanyak 123.678 ribu jiwa atau atau 17 persen dari total populasi penduduk.
Adapun peserta Jamkesda ini, selama empat tahun terakhir ini ada perubahan. Pada periode tahun
2009-2010 pesertanya masih terbatas, yaitu Tenaga Tidak Tetap Daerah (T3D) dan Ketua RT se-Kabupaten
Kutai Kartanegara. Pada tahun 2011 sampai saat ini, pesertanya adalah seluruh penduduk yg ber-KTP dan KK Kab.
Kutai Kartanegara serta belum memiliki jaminan kesehatan manapun juga. Termasuk anak atau anggota keluarga lain dari pemilik jaminan kesehatan lain.
Kabupaten Musi Banyuasin Pelaksanaan Jamkesda di Kabupaten Musi Banyuasin biasa disebut Program Musi Banyuasin
(Muba) Sehat. Penyelenggaraannya sudah cukup lama. Setidaknya sejak tahun 2002. Modelnya swakelola.
Artinya, peserta Muba Sehat ini diharuskan membayar premi yang nilai nominal yang terjangkau, dikelola dengan bekerja sama PT Askes.
Payung hukum daerahnya didasarkan pada Keputusan Bupati Musi Banyuasin No.323 tahun 2012 tentang Penetapan Distribusi Peserta dan Jarak Tempuh dari Puskesmas
ke Rumah Sakit Rujukan Jaminan Musi Banyuasin Sehat Tahun 2012; Keputusan Bupati Musi Banyuasin No.
021 Tahun 2012 tentang Penunjukan Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin
untuk Melaksanakan secara Swakelola Kegiatan Jaminan Muba Sehat Tahun 2012; dan Keputusan Bupati Banyuasin No.216 Tahun 2012 tentang Pedoman Penyelenggaraan Program Upaya
Kesehatan Masyarakat Kabupaten Musi Banyuasin Tahun 2012. Selain itu, ada beberapa peraturan teknis lainnya.
Dalam hal kepesertaan, program Muba Sehat ini sedikit berbeda dengan daerah lainnya. Sebab, peserta Muba Sehat ini diperuntukkan bagi semua kalangan. Ada Muba
Gold yang diperuntukkan pejabat tinggi Kabupaten Musi Banyuasin. Xxx Xxxxxan Askes Alba yang diperuntukkan bagi para Kepala Desa, dan tingkatan di bawahnya. Ada juga untuk seluruh masyarakat Kabupaten Musi Banyuasin yang belum dijamin oleh jaminan kesehatan lainnya.
Biasanya masyarakat di luar PNS, TNI/ Polri, pensiunan, maupun peserta Jamsostek. and
HASIl PeMeRIKSAAN BPK
PELAKSANAAN JAMKESMAS DAN JAMKESDA MENJADI SALAH SATU PERHATIAN BPK. TAK XXXXX MEMANG, KARENA JAMKESMAS DAN JAMKESDA DIBIAYAI OLEH UANG NEGARA/DAERAH DAN SASARANNYA LANGSUNG KEPADA MASYARAKAT MISKIN.
B
menimbulkan ketidakpastian dalam kepesertaan, baik itu Jamkesmas maupun Jamkesda. Sasaran yang dituju pun, yaitu masyarakat miskin, tidak pasti sesuai dengan realitasnya. Bisa jadi, banyak masyarakat yang termasuk golongan tidak mampu, belum mendapatkan Jamkesmas dan Jamkesda. Karena, pada dasarnya populasi masyarakat kategori miskin ini berkembang dinamis dari waktu ke waktu. Bisa jadi telah berkurang. Atau, bisa jadi malah bertambah.
Risiko tersebut menjadi temuan signifikan kedua dari hasil pemeriksaan BPK. Dimana, masih terdapat risiko masyarakat miskin belum mendapatkan pelayanan
kesehatan gratis dan tidak tercakup, baik dalam program Jamkesmas maupun Jamkesda.
Dengan kondisi tersebut, BPK berpendapat, salah satu cara mengatasi masalah kepesertaan ini adalah mendorong Pemerintah
Daerah menyelenggarakan Program Jamkesda. Dimana, Pemerintah Pusat yang dalam hal ini adalah Kementerian Kesehatan, mengimbau Pemerintah Daerah membiayai masyarakat dengan mendorong
dikembangkannya Program Jamkesda di daerah masing-masing. Sehingga
EGITU pentingnya program Jamkesmas dan Jamkesda bagi
masyarakat, maka BPK pun melakukan pemeriksaan dengan tujuan tertentu atas pengelolaan dan pertanggungjawaban program Jamkesmas dan Jamkesda pada Kementerian Kesehatan, Pemberi Pelayanan Kesehatan (PPK),
Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota serta instansi terkait lainnya. Periode waktu yang diperiksa adalah Tahun Anggaran 2010 sampai Semester I Tahun Anggaran 2012.
Dari hasil pemeriksaan, disimpulkan ada kelemahan signifikan atas, setidaknya, lima hal yang patut digaris-bawahi. Pertama, masalah kepesertaan. Dalam konteks ini, BPK
melihat database kepesertaan belum up to date dan akurat; pemutakhiran data masyarakat miskin tidak berjalan dengan baik; dan adanya perbedaan dalam data masyarakat miskin antar-instansi. Artinya, data
populasi masyarakat miskin, baik itu di daerah, maupun secara nasional tidak seragam.
Mengenai database kepesertaan Jamkesmas, data masyarakat miskin yang terdaftar di Jamkesmas sebanyak 76,4 juta jiwa. Padahal jumlah populasi tersebut merupakan data BPS
yang berasal dari tahun 2006. Tapi, digunakan dari tahun 2008 sampai tahun 2012.
Dalam hal tidak seragamnya data mengenai kategori miskin dan data populasi masyarakat miskin sendiri,
ceruk bolongnya kepesertaan
Jamkesmas di daerah, bisa ditambal dengan kepesertaan Jamkesda.
Diharapkan seluruh masyarakat miskin dapat menikmati pelayanan kesehatan gratis.
Ketiga, penyaluran, pencairan, penggunaan, dan pertanggungjawaban dana
Xxxxxxxxx belum sesuai pedoman pelaksanaan Jamkesmas tahun 2010 dan 2011. Keempat, review kinerja pengelola program tidak dilakukan dan umpan balik atas pelaporan yang telah dilakukan pengelola Jamkesmas di tingkat daerah tidak diberikan secara berkala oleh pengelola tingkat pusat. Kelima, tim pengelola dan
tim koordinasi Jamkesmas Provinsi/ Kabupaten/Kota belum sepenuhnya
melaksanakan monitoring dan evaluasi serta penyetoran sisa Jamkesmas tahun 2010 dan 2011 belum selesai dilaksanakan.
Dari kelima hal signifikan hasil pemeriksaan BPK tersebut, merupakan simpulan dari banyaknya temuan- temuan yang terjadi saat BPK melakukan pemeriksaan. Di antara temuan-temuan BPK itu, yaitu masih adanya peserta yang masih dikenakan iuran atau biaya dalam mendapatkan obat, Alat Medis Habis Pakai atau darah. Selain itu, sistem pelayanan kesehatan yang belum optimal karena masih ada pasien yang ditolak dengan alasan kapasitas Rumah Sakit dan penyediaan dan distribusi obat yang belum mengakomodasi kebutuhan obat Program Jamkesmas.
Antara Program Jamkesmas dan Xxxxxxxx yang sebenarnya saling mengisi ini juga kadang tidak sinkron ketika pelaksanaan di lapangan.
Masih terdapat ketidakharmonisan Program Jamkesmas dengan Program Jamkesda. Akibatnya, masyarakat miskin tidak mendapatkan pelayanan kesehatan yang optimal.
Belum lagi soal kurangnya pengendalian dan pengawasan atas pengelolaan dana Jamkesmas pada Rumah Sakit. Sehingga terdapat penarikan dana yang tidak sesuai dengan jumlah klaim. Penarikan dana yang tidak sesuai dengan jumlah klaim ini antara lain digunakan untuk investasi dan pembayaran obat- obatan kepada Pedagang Besar Farmasi. Selain itu, terdapat penggunaan langsung hasil klaim oleh 200 Puskesmas dan rumah sakit.
Ada juga temuan terkait terdapatnya selisih tarif INA CBGs
dengan tarif rumah sakit yang membebani pihak rumah sakit. Misalnya saja, karena lama hari perawatan lebih tinggi dibandingkan lama hari perawatan yang telah ditetapkan dalam INA CBGs.
Akuntabilitas klaim dana Xxxxxxxxx pada rumah sakit tidak memadai. Hal ini dikarenakan rumah sakit belum melakukan monitoring dan evaluasi atas proses coding. Juga, secara umum, kebijakan pelayanan pasien Xxxxxxxxx pada beberapa rumah sakit belum sepenuhnya mendukung program Jamkesmas.
Temuan Penggunaan Dana Jamkesmas
Selain temuan yang bersifat kinerja dari pelaksanaan program Jamkesmas maupun Jamkesda, BPK juga menemukan beberapa temuan terkait penggunaan dana Jamkesmas. Pertama, penggunaan
xxxx Xxxxxxxxx pada 49 puskesmas di 12 Kabupaten/Kota senilai Rp862,09 juta tidak sesuai dengan pedoman pelaksanaan Program Jamkesmas.
Kedua, dana Xxxxxxxxx yang dicairkan dari rekening Jamkesmas rumah sakit tidak berdasarkan pertanggungjawaban atau klaim yang telah disahkan. Ketiga, terdapat
penggunaan langsung hasil klaim xxxx Xxxxxxxxx tahun 2010 sampai dengan tahun 2012 pada 200 Puskesmas dan sembilan rumah sakit sebesar Rp150,47 miliar. Keempat, penggunaan dana Jamkesmas pada delapan RSUD di delapan Kabupaten/Kota sebesar Rp2,40 miliar, tidak sesuai dengan pedoman pelaksanaan.
Kelima, rekening penampungan dana Jamkesmas di Bank BRI belum memperoleh jasa giro sebesar Rp1,35 miliar, belum disetor ke kas negara. Keenam, rumah sakit menanggung beban selisih tarif pelayanan kesehatan dan terdapat pelayanan kesehatan Jamkesmas yang tidak atau belum dapat klaim dengan nilai keseluruhan sebesar Rp261,69 miliar. Dan, ketujuh, Pemerintah daerah belum membayar tagihan klaim Program Jamkesda kepada PPK sebesar Rp348,47 miliar.
and
WAKIL MENTERI KESEHATAN XXX XXXXXXX XXXXX
BANYAKNYA MASALAH KARENA PROSES PERBAIKAN
PELAKSANAAN JAMKESMAS YANG MENUAI BANYAK MASALAH, DISIKAPI WAKIL MENTERI (WAMEN) KESEHATAN XXX XXXXXXX
K
MUKTI SEBAGAI BENTUK DARI PROSES PERBAIKAN YANG DILAKUKAN KEMENTERIAN KESEHATAN. XXX XXXXXXX MENGAKUI, XXXXXXXXX MEMANG MENGHADAPI BANYAK PERSOALAN. DI ANTARANYA SOAL KEPESERTAAN.
EPESERTAAN Jamkesmas itu, menurut Xxx, menggunakan data BPS tahun 2006
sejak dimulainya program ini sampai tahun 2011. Pada tahun 2012, Kementerian Kesehatan ingin melakukan pembaharuan. Justru dengan pembaharuan tersebut, sekarang terdapat persoalan.
Adanya persoalan tersebut, aku Xxx, karena pihaknya ingin memperbaiki. Mengapa? Karena dulu semata-mata, BPS memberikan kuota, sementara yang menentukan daerah.
karena pertimbangan kemampuan fiskal dan lain sebagainya, Kementerian Keuangan mengajukan Rp15.500.
“Nah, ini kita masih dalam suatu proses negosiasi, berapa sebetulnya yang pas. Sebetulnya kita inginkan uang itu, kalau bisa memiliki dampak langsung dengan peningkatan kualitas infrastruktur kesehatan, termasuk SDM kesehatan,” ucap Xxx Xxxxxxx.
Mengenai pemeriksaan BPK atas pelaksanaan Jamkesmas, Xxx
Xxxxxxx menyambut baik. Termasuk upaya BPK melakukan inisiatif menganjurkan dan mendorong agar para auditornya untuk hati-hati dalam melakukan pemeriksaan. Khususnya dalam melakukan pemeriksaan dan proses kemanfaatan dana khususnya Jamkesmas ini. Sebab, ada hal mendasar yang agak berbeda antara pemeriksaan BPK dengan aturan
Lebih lanjut dikatakan, persoalan kepesertaan ini ada hal yang perlu menjadi catatan. Dimana, Kementerian Kesehatan hanya bertindak sebagai pengguna data. Penentu data dan pemformulasi data adalah Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K), yang basisnya dari data BPS.
Proses selanjutnya, setelah Kementerian Kesehatan menggunakan data TNP2K, lalu mencetak kartu
yang dilaksanakan oleh Balai Pustaka, dan distribusikan. Dalam pendistribusiannya juga, diakui Xxx Xxxxxxx menimbulkan masalah.
“Terjadilah yang dulu dapat, menjadi tidak dapat. Kemudian, sebagian sudah ada yang menjadi PNS, sebagian lagi sudah meninggal,
Xxx Xxxxxxx
dan lain sebagainya. Inilah yang saya maksud sedang dalam proses perbaikan,” ujarnya.
Permasalahan yang timbul dalam pelaksanaan Jamkesmas, menurut Xxx Xxxxxxx, karena banyaknya jumlah peserta akses itu sendiri. Mungkin jumlahnya, nomor satu atau nomor dua di dunia, terkait kepesertaan jaminan kesehatan. Dengan banyaknya peserta yang perlu diurus inilah permasalahan selalu ada. Bahkan, kompleks permasalahannya.
Terkait dengan pembiayaan, Kementerian Kesehatan sebetulnya menghitung preminya sebesar Rp22.200 per orang, per bulan. Tapi,
mengenai Xxxxxxxxx sendiri. Intinya, antara pelayanan kesehatan di lapangan dengan peraturan kadang kurang sinkron. Juga, seharusnya pemeriksaan dilaksanakan secara menyeluruh.
“Oleh karena itu kami tidak ingin para pelaksana di lapangan, baik rumah sakit, puskesmas dan lain sebagainya menjadi korban, gara- gara peraturan yang tidak sinkron; pemeriksaan yang sangat ketat tetapi kurang melihat secara keseluruhan; dan tuntutan masyarakat yang
luar biasa, termasuk orang miskin, orang yang sedang sakit, termasuk mass media, jadi saya kira kita ingin medudukan persoalan yang
seharusnya, karena kita terus-menerus ingin berbenah,” paparnya. and
DIRJEN BUK KEMENTERIAN KESEHATAN XXXXX XXXXX
STRATEGI UTAMA ADALAH USAHA PREVENTIF DAN PROMOTIF
D
IRJEN Bina Upaya Kesehatan (BUK) Kementerian Kesehatan Xxxxx Xxxxx melihat bahwa program
Jamkesmas sebenarnya bukanlah yang utama. Strategi yang utama sebenarnya adalah usaha preventif dan promotif. “Sebenarnya andalan kita ke depan, juga nanti dengan berlakunya sistem jaminan kesehatan nasional adalah pelayanan preventif dan promotif,” ungkap Akmal.
Menurutnya, temuan-temuan BPK, maupun permasalahan yang ada dalam pelaksanaan Jamkesmas memperlihatkan hal itu. Bagaimana pun upaya pihaknya menaikkan pelayanan kesehatan yang kuratif, berupa pengobatan, tidak bisa menyelesaikan semua masalah.
Apa yang menjadi temuan BPK, lanjut Akmal lagi, memperlihatkan bahwa usaha kuratif saja tidak cukup. Bayangkan, jumlah kepesertaan Jamkesmas yang menitikberatkan pada usaha kuratif itu. Ada puluhan juta orang yang harus dilayani. Bahkan, jika digabung dengan jaminan kesehatan Pegawai Negeri Sipil (PNS), TNI, ABRI
(ASABRI), dan sebagainya mencapai lebih dari 100 juta orang. Itu yang nanti akan dikelola Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).
“Bagaimanapun usaha kita, mencoba melayani sekian puluh juta bahkan nanti totalnya di atas 100 juta setelah digabung dengan PNS, Askes, sosial, TNI, ABRI dan sebagainya, tetapi tetap usaha itu banyak menekankan pada tindakan kuratif. Ini sebenarnya bukan strategi utama kita dalam mencapai derajat kesehatan kita yang baik, yaitu usaha preventif dan promotif ini yang akan sangat banyak kita andalkan nantinya,” paparnya.
Akmal berharap kepada media massa bisa membantu program layanan kesehatan masyarakat. Khususnya,
dalam usaha preventif dan promotif. Ini yang menurutnya yang mesti didorong oleh Kementerian Kesehatan dan
para pemangku kepentingan lainnya. Termasuk juga pemeriksaan BPK atas upaya preventif dan promotif yang dilakukan Kementerian Kesehatan.
Terkait dengan supply set, pihak Ditjen BUK Kementerian Kesehatan akan berusaha memenuhi kebutuhan dan kekurangan tempat tidur, dan
Xxxxx Xxxxx
sebagainya, baik di rumah sakit maupun Puskesmas. Pemenuhannya dengan prioritas-prioritas di daerah-daerah berdasarkan data empiris yang dimiliki.
Data empiris yang dimiliki Ditjen BUK tersebut bisa dilihat daerah-daerah mana saja yang demand side-nya
tinggi. Biasanya daerah-daerah yang penduduknya padat. Daerah mana yang demand side-nya paling tinggi.
Sementara, daerah-daerah yang populasi penduduknya sedikit; daerah- daerah terpencil; atau daerah-daerah kepulauan, bentuk supply set-nya dimodifikasi. “Itu bukan dalam bentuk tempat tidur saja, tetapi dalam bentuk
pelayanannya, apakah Puskesmas keliling dan sebagainya,” terang Akmal.
Khusus dengan kondisi di Jakarta yang demand side-nya tinggi, upaya- upaya pelayanan kesehatan masyarakat di daerah sebenarnya tidak juga akan terjadi seperti di Jakarta. Sebab, demand side-nya juga tidak seperti di Jakarta.
Karena di Jakarta ini tidak ada masalah akses. Sehingga kenaikannya -nanti saat BPJS beroperasi- tidak seperti di Jakarta.
Adapun permasalahan di Jakarta, seperti membludaknya pasien berbanding dengan keterbatasan di rumah sakit atau Puskesmas, kembali membuktikan bahwa kalau hanya ingin mencoba memperbaiki kuratif, yang terjadi banyaknya masalah pada pelayanan kesehatan masyarakat.
Tapi, aku Akmal, ke depannya Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta juga tidak seperti itu tujuannya. Tidak hanya melakukan usaha kuratif. Ia tahu persis karena sebelumnya, terlibat langsung dalam kerja sama antara Rumah Sakit Xxxxx Xxxxxxxxxxxx (RSCM) dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Kerja sama itu dilakukan dengan membantu upaya kuratif di Puskesmas- Puskesmas. Khususnya, ketika ada kondisi dimana tiba-tiba pasien membludak.
Namun, ke depan, kegiatan-kegiatan preventif dan promotif juga akan dilakukan di Pemprov DKI Jakarta. Akmal mencontohkan dengan istilah “Dokter Keluarga” dan yang lainnya. Istilah itu esensinya adalah kegiatan-kegiatan preventif dan promotif.
“Kita tidak bisa terus-menerus memberikan bantuan kepada orang yang sakit, usaha yang penting adalah kita membuat orang supaya jangan sakit, jadi sebenarnya pekerjaan kita adalah membuat orang sehat,” pungkasnya. and
XXXXXXX XXXX
PREMI JAMKESMAS HARUS BERASASKAN PRUDENT
MASALAH PEMBIAYAAN MENJADI HAL YANG MENARIK DIUTARAKAN XXXXXXX XXXX, GURU BESAR FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS INDONESIA (FKM UI). MENURUTNYA, BERAPA PUN BIAYA PREMI PER BULAN, PER KEPALA YANG DIANGGARKAN NEGARA, HAL TERPENTING ADALAH SEMUANYA DILAKSANAKAN ATAS ASAS KEHATI-HATIAN, PRUDENT.
Lebih lanjut dikatakan Xxxxxxx, premi sebesar Rp6.500 tidak terlalu buruk. Apalagi kemudian Kementerian Keuangan setuju di angka Rp15.500. sudah lebih tinggi dari sebelumnya.
Kalaupun toh, belum ideal, bisa diperbaiki lagi. Jadi, angka 15.500 bukanlah harga mati.
Dalam konteks ini, Xxxxxxx ingin menyatakan bahwa boleh saja premi meningkat tajam, tetapi harus pelan- pelan. “Karena, kalau tiba-tiba besar,
dihitung dari premi yang Rp22.500. Puskesmas itu kosong dengan tenaga analis, yang penting sekali untuk mutu pelayanan, kosong tenaga gizi, nah
ini kalau Pemerintah menempatkan, berapa lagi itu anggarannya. Nah, itu beban menempatkan supply side,
belum bicara soal rumah sakit,” papar Xxxxxxx.
Belum lagi soal Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) yang menekankan pada aspek preventif dan promotif. Harus ada anggaran untuk itu karena sudah amanat undang-undang.
Peraturan Pemerintah No. 72 Tahun 2012 tentang Sistem Kesehatan Nasional (SKN) mengatakan bahwa upaya preventif dan promotif itu tanggung jawab pemerintah. Kalau kuratif, BPJS.
“Kita belum hitung betul anggaran UKM ini. UKM ini adalah setiap kegiatan pemerintah, masyarakat, dan swasta, untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah dan menanggulangi timbulnya masalah kesehatan di masyarakat. Saya kira anggarannya sama atau bahkan
lebih besar dari premi Jamkesmas, itu kan beban pemerintah juga. Belum lagi Pemerintah harus membayar
gaji aparatur kesehatan dari pusat sampai ke daerah. Jadi jangan
Xxxxxxx Xxxx
S
ELAMA ini, premi Jamkesmas berkisar Rp6.500 per bulan, per kepala. Kementerian Kesehatan kemudian
mari kita telaah kemana uang itu
perginya. Dengan harga obat yang tinggi, menurut saya, uang itu juga belum tentu dinikmati oleh para peserta Jamkesmas,” ujarnya.
Besaran anggaran untuk pembiayaan premi Jamkesmas ini juga
berasumsi bahwa hanya premi 22.500
itu, tetapi jumlah anggaran secara keseluruhannya besar,” paparnya lagi.
Menanggapi hal itu, Anggota BPK Xxxxx Xxxxxx mengatakan bahwa memang perlu berhati-hati dalam
menetapkan plafon premi Jamkesmas.
mengajukan peningkatan menjadi Rp22.200. Namun, Kementerian Keuangan sendiri setuju di kisaran Rp15.500. Sementara Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) malah lebih tinggi lagi, berkisar Rp27.000.
Perbedaan angka premi Jamkesmas ke depan ini menjadi perdebatan hangat. Manakah yang benar-benar ideal dan tepat? Menurut Xxxxxxx, untuk menentukan bentuk yang ideal ini sudah seharusnya menggunakan asas prudent tadi.
harus memperhatikan kebutuhan dari
Kementerian Kesehatan sendiri. Kalau preminya Rp22.500 saja, dalam setahun nilai yang dianggarkan sudah sekitar Rp22,5 triliunan. Itu angka yang sangat besar. Apalagi, kebutuhan Kementerian Kesehatan bukan melulu soal premi Jamkesmas.
“Saya mencatat beban Kementerian Kesehatan bukan hanya itu. Kementerian Kesehatan itu, harus membiayai investasi, infrastruktur, mendekatkan pelayanan, itu kan belum
Itu penting. Kemudian juga dana yang sudah ditetapkan itu, sampai betul kepada pihak yang berhak, dalam konteks pelayanannya. Singkatnya harus betul-betul mencapai sasaran.
Sehubungan dengan adanya temuan dari pemeriksaan BPK atas pelaksanaan Jamkesmas yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan, menurut Xxxxxxx, itu sudah merupakan temuan yang menjadi urusan dari BPK dan Kementerian Kesehatan. Tapi, hal terpenting adalah apa lesson learn-
nya dari temuan-temuan BPK ini yang bisa dipergunakan untuk memperbaiki pengelolaan Jaminan Kesehatan Nasional yang sudah di depan mata, pada 1 Januari 2014.
Masalah kepesertaan Jamkesmas, menurut Xxxxxxx Xxxx akan terbantu jika e-KTP sudah berjalan dengan baik. Akan lebih jelas lagi, baik itu dari sisi portabilitas (prinsip memberikan jaminan yang berkelanjutan meskipun peserta berpindah pekerjaan atau tempat tinggal dalam wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia), perubahan status penduduk dan sebagainya.
Hal penting lainnya adalah adanya kemungkinan perbedaan persepsi antara pemeriksaan BPK dengan prosedural pembayaran Jamkesmas. Pada prinsipnya, pembayaran ke PPK yang menggunakan model kapitasi. Kapitasi ini adalah PPK dibayar di muka dalam jumlah signifikan sehingga
PPK termotivasi melaksanakan upaya preventif dan promotif.
“Sehingga tidak banyak lagi orang berobat, uangnya utuh. Itu menjadi insentif. Tapi, dengan undang-undang pengelolaan keuangan daerah, itu wajib setor dalam pekerjaan sistem bujet.
Jadi, prinsip kapitasi yang diatur dalam undang-undang itu tidak efektif kalau peraturan tentang lembaga Puskesmas ini tidak diatur. Kita bisa bayangkan dalam tahun 2014 kita akan menerapkan kapitasi itu. Ini juga akan menjadi masalah bagi pemeriksaan BPK,” ungkap Xxxxxxx. and
ANGGOTA KOMISI IX DPR XXXX XXXXXXXXXX
A
BAHAYA, JIKA MASALAH KEPESERTAAN TIDAK SELESAI
NGGOTA Komisi IX DPR Xxxx Xxxxxxxxxx menyatakan bahwa permasalahan kepesertaan Jamkesmas
adalah hal yang sangat penting. Jika tidak bisa diselesaikan, bisa sangat bahaya sekali bagi kelangsungan jaminan kesehatan nasional nantinya.
Xxxxxxxxxx yang juga Ketua Panitia Xxxxx Xxxxxxxxx, mencontohkan bagaimana persoalan kepesertaan di Provinsi Jawa Timur yang sedemikian peliknya. Persoalan kepesertaan ini juga muncul ketika banyaknya orang kaya yang tidak berhak menerima
Xxxx Xxxxxxxxxx
istimewa
dulu. Jika persoalan kepesertaan tidak diselesaikan bisa sangat berbahaya sekali. Ini menyangkut orang yang berhak menerima tetapi tidak menerima, yang menerima malah orang lain. Ini baru Dinas
Kesehatan Provinsi Jawa Timur,” tandas Supriyanto.
Terkait permasalahan kepesertaan Jamkesmas, Xxxxxxxxxx sebagai Ketua Panitia Kerja Jamkesmas Komisi IX DPR sudah mengundang semua stakeholder yang ada di Kementerian Kesehatan.
Menurutnya, dalam pertemuan
tersebut, sebenarnya sudah disepakati
justru menjadi peserta Jamkesmas.
Di Jawa Timur saja terdapat 1,05 juta orang yang dulu menerima Jamkesmas sekarang tidak boleh menerima Jamkesmas. Persoalan ini terjadi karena BPS mengelola data, kemudian data itu diserahkan kepada TNP2K untuk diolah. Tapi, data tersebut tidak di-cross check dengan Pemerintah Daerah. Ini tidak dilakukan. Akibatnya masalah kepesertaan semakin besar.
Di Jawa Timur, kartu Jamkesmas yang diterima pada tahun 2013 sebesar 14,18 juta. Kartu yang sudah diverifikasi sebanyak 12 juta. Hasil dari verifikasi,
kartu rusak sebanyak 46.875 ribuan; peserta meninggal dunia 73.960 ribuan; kartu ganda 11.919 ribuan; peserta tidak mendapatkan kartu 34.300 ribuan; PNS yang mendapatkan kartu Jamkesmas 1614 ribuan; orang-orang kaya 512.197 ribuan; peserta yang belum mendapatkan kartu Jamkesmas baru sebesar 1,5 juta orang lebih.
“Ini baru Provinsi Jawa Timur yang kita undang, coba bayangkan jika provinsi-provinsi yang lain juga diundang, pasti akan mengalami hal yang sama. Untuk itu masalah kepesertaan ini harus diselesaikan
bahwa tahun 2013 ini, kepesertaan Jamkesmas ini sebesar 96,7 juta orang.
Besaran jumlah kepesertaan itu berdasarkan perhitungan dari BPS dan TNP2K. Jumlah peserta tersebut juga akan digunakan pada saat BPJS dilaksanakan pada Januari 2014 nanti. Sayangnya, DPR hanya bisa mendorong, tetapi Pemerintah tiba- tiba menghitung jumlah keseluruhan kepesertaan sebesar 86,4 juta orang.
“Padahal kita sudah sepakat jumlah kepesertaannya sebesar 96,7 juta orang,” tegas Xxxxxxxxxx. and
Anggota BPK Xxxxx Xxxxxx tengah menyampaikan paparannya pada Rapat Koordinasi (Rakor) terkait temuan pemeriksaan Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) pada 19 Maret 2013.
RAKOR PeMBAHASAN TeMUAN PeMeRIKSAAN JAMKeSMAS
TIGA ISU JADI PERHATIAN PENTING
A
Pemerintah sudah berkomitmen ingin menanggung biaya pelayanan masyarakatnya, seharusnya tidak setengah-setengah melakukannya. Oleh karena itu, dalam menetapkan bujetnya, sebaiknya Pemerintah menetapkannya bersama-sama
DA tiga hal penting yang patut menjadi
perhatian bagi pemangku kepentingan dan pelaku
pelayanan kesehatan. Khususnya terkait program Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas). Hal ini diungkapkan Anggota BPK Xxxxx Xxxxxx pada Rapat Koordinasi (Rakor) terkait temuan pemeriksaan Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) pada 19 Maret lalu, di salah satu hotel di Jakarta.
Tiga hal penting yang diungkapkan Xxxxx Xxxxxx itu adalah kepesertaan, pembiayaan, dan pelayanan. Tiga hal tersebut itu
merupakan hasil dari temuan dari hasil pemeriksaan BPK atas
pelaksanaan program Jamkesmas.
Hal penting pertama terkait kepesertaan. Menurut Xxxxx, persoalan yang mendasar yang ditemukan BPK adalah sudah tidak up to date-nya data yang digunakan dalam kepesertaan atau siapa-siapa saja yang dapat menikmati program ini. “Kalau persoalan kepesertaan ini tuntas,
saya yakin dan percaya, program Xxxxxxxxx akan berlangsung dengan baik nantinya,” ujarnya.
Masalah kedua adalah pembiayaan. Dalam hal ini, Xxxxx mengatakan bahwa jika
dengan DPR. Penetapan bujet ini jauh lebih kuat landasannya. Bukan berdasarkan Xxxaturan Menteri Keuangan atau di bawahnya.
“Kalau menyerahkan ini kepada Xxxaturan Menteri Keuangan, peraturan yang levelnya lebih rendah, saya khawatir angkanya tidak sesuai dengan berapa sebenarnya batas ambang yang diinginkan,” jelasnya.
Isu ketiga terkait pelayanan. Xxxxx menekankan pentingnya menentukan siapa yang bertanggung jawab atas penyuluhan kepada masyarakat.
Sosialisasi kepada masyarakat terkait program ini. Sebab, hasil dari temuan BPK, sosialisasi ini belum sepenuhnya
berjalan dengan baik.
“Ini penting, buktinya kenapa hal ini belum sepenuhnya berjalan, kenapa di DKI Jakarta, pasien membludak seperti itu, memang masyarakat nggak tahu. Masyarakat kan begitu dikasih kartu gratis langsung datang ke rumah sakit.
Apakah penyakitnya itu memang harus untuk level rumah sakit, mereka kan nggak tahu,” ungkapnya.
Menurut Xxxxx, sebaiknya Kementerian Kesehatan mengalokasikan anggarannya untuk melakukan sosialisasi terkait hal ini. Juga harus disosialisasikan bagaimana kondisi tempat-tempat pelayanan kesehatan. Jika masyarakatnya membludak, harus juga ditambah fasilitasnya, tunjangan pegawainya, dan lain-lainnya, sehingga sebisa mungkin tidak ada pasien yang terlantar karena keterbatasan
sarana prasarana dan sumber daya manusia di rumah sakit. Tunjangan pegawai juga perlu karena intensitas pekerjaannya yang semakin
meningkat dengan adanya program- program semacam Jamkesmas ini.
Acara Rakor ini sendiri menghadirkan beberapa nara sumber sebagai pembicara. Selain Anggota BPK Xxxxx Xxxxxx, nara sumber lainnya adalah Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI) Xxxxxxx Xxxx, Wakil Walikota Depok Xxxxx Xxxxx Xxxxxx, dan Bupati Kutai Kertanegara Xxxx Xxxxxxxxx.
Selain itu, hadir juga Wakil Menteri Kesehatan Xxx Xxxxxxx Xxxxx,
Anggota Komisi IX DPR yang sekaligus Ketua Panitia Kerja Xxxxxxxxx Xxxx Xxxxxxxxxx, dan Dirjen Bina Upaya Kesehatan (BUK) Kementerian Kesehatan Xxxxx Xxxxx serta pejabat eselon I, II dan III BPK terutama pada Auditorat Utama Keuangan Negara (AKN) VI BPK.
Adapun peserta Rakor meliputi beberapa Kepala Daerah, para Kepala Rumah Sakit, Kepala Dinas Kesehatan, Kepala Suku Dinas yang menjadi sampling atau sampel pemeriksaan BPK atas program Jamkesmas.
Rakor ini sendiri bertujuan untuk menjalin komunikasi dan dialog yang positif untuk bersama-sama mengidentifikasi permasalahan terkait program Jamkesmas antara pemangku kepentingan dan juga BPK selaku lembaga negara yang memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.
Dengan komunikasi dan dialog yang positif tersebut diharapkan bisa mencari solusi terbaik secara bersama- sama agar pelayanan kesehatan masyarakat, khususnya terkait Program Jamkesmas, yang berjalan secara lebih efektif dan berdayaguna. Dengan begitu bisa diharapkan adanya sinergi yang positif antara
BPK sendiri dan para pemangku kepentingan yang membuat kebijakan maupun yang menjalankan Program Jamkesmas. Dimana, BPK sendiri melakukan pemeriksaan kinerja atas Program Jamkesmas, khususnya, dan pelayanan kesehatan masyarakat di Indonesia pada umumnya. and
Suasana Rapat Koordinasi.
BPK DIMINTA AUDIT INVeSTIGASI
KOMPleK BUNG KARNO DAN KeMAYORAN
K
Gelora Bung Karno
OMISI II DPR meminta BPK melakukan audit menyeluruh terhadap Pusat Pengelolaan Komplek Gelora Bung Karno (PPK GBK) dan Pusat Pengelolaan Komplek Kemayoran (PPKK).
Audit diharapkan meliputi aspek aset, hukum, keuangan dan manajemen. Demikian disampaikan Wakil Ketua Komisi II DPR, Xxxxx Xxxxx Xxxx, dalam Rapat Konsultasi antara Panitia Kerja (Panja) Pengawas Pengelolaan Aset Negara Komisi II DPR dan BPK yang berlangsung di kantor BPK RI, Jakarta, baru-baru ini.
Rapat konsultasi ini dihadiri Ketua XXX, Xxxx
istimewa
Xxxxxxxx, Wakil Ketua BPK, Xxxxx Xxxxx, Anggota BPK, Xxxxx Xxxxxx Xxxxxxxx, Wakil Ketua Komisi II DPR, Xxxxx Xxxxx Xxxx, anggota Panja Komisi II, serta sejumlah pejabat di lingkungan BPK RI.
Dikatakan Xxxxx Xxxxx Xxxx, audit menyeluruh pada aspek aset bertujuan mengoptimalkan aset yang dimiliki pemerintah agar pemerintah mendapatkan haknya secara proporsional. Hal tersebut didasari kecilnya penerimaan negara, tidak sesuai aset yang ada di Komplek Gelora Bung Karno dan Komplek Kemayoran. Sedang audit menyeluruh terhadap aspek hukum
Xxxxx Xxxxx Xxxx
bertujuan agar DPR, khususnya Panja Pengawasan Pengelolaan Aset Negara mendapat bekal yang cukup agar pemasalahan hukum dapat diuraikan. “Lemahnya pemerintah dalam peran- serta di manajemen, adalah hal
yang mendasari dimintanya audit menyeluruh pada aspek manajemen. Karena selama ini perusahaan pengelola aset dan mitra kerjanya, mengabaikan prinsip-prinsip good governance dan kepatutan,” paparnya.
Dengan dilakukannya audit menyeluruh terhadap aspek ini, lanjut Hakam, Panja Komisi II DPR ingin pemerintah dapat memperbaiki proses perjanjian dan komitmen dengan perusahaan pengelolaan dan mitra kerja. Apabila pada audit menyeluruh ditemukan adanya potensi indikasi kerugian negara, Panja Komisi II
DPR meminta kepada BPK untuk melakukan audit investigasi pada PPK GBK dan PPKK.
Menanggapi permintaan tersebut, Wakil Ketua BPK, Xxxxx Xxxxx mengatakan, BPK telah melakukan audit menyeluruh atas Pusat
istimewa
Pengelolaan Komplek Gelora Bung Karno dan Pusat Pengelolaan Komplek Kemayoran, dan laporan tersebut sudah diberikan kepada DPR. Dalam laporan hasil pemeriksaan tersebut, kata Xxxxx Xxxxx, sudah mencakup empat aset yang disebutkan Panja Komisi II DPR. “Tinggal sekarang memenuhi permintaan melakukan audit investigasi. Audit investigasi itu, cirinya sempit tapi mendalam. Artinya, kita sudah fokus pada kasus-kasus tertentu tetapi lebih mendalam,” jelas Xxxxx Xxxxx. Menurutnya, ada sejumlah persoalan yang telah diungkap BPK lewat hasil pemeriksaan. Untuk itu hendaknya Panja Komsi II menentukan persoalan mana yang paling penting untuk dilakukan audit investigasi oleh BPK.
Kepada wartawan Hakam menjelaskan, Panja akan melakukan pendalaman terhadap hasil temuan BPK dan akan melakukan klarifikasi ke Sekretariat Negara. Selain itu, pihaknya juga akan mengundang mitra PPK
GBK dan PPKK juga para pakar dan ahli terkait. “Setelah itu, baru kita
mengambil keputusan, temuan mana saja yang akan diaudit investigasi,” jelas politisi dari Fraksi Partai Amanat Nasional itu.
Dikatakannya, audit investigasi perlu dilakukan setelah ada temuan bahwa pendapatan dari aset di Senayan dan Kemayoran, terlalu kecil. Dari total aset negara di Komplek Gelora Bung Karno dan Kemayoran diperkirakan sekitar Rp 75 triliun, namun pendapatan dari dua area itu hanya sekitar Rp 290 miliar setahun. “Jadi kurang lebih empat per-seribu (dari aset),” katanya. Itu artinya, pendapatan negara di kawasan itu cuma 0,4% dari nilai aset. Penerimaan itu meningkat dibanding sebelumnya, di mana penerimaan dari hasil pengelolaan kedua hasil itu hanya Rp 10-20 miliar setahun. Dari jumlah itu, yang masuk kas negara hanya 15%.
Hal ini terjadi karena dalam perjanjian kerjasama, 85% kembali ke pengelola, dan negara hanya menerima 15% sebagai penerimaan negara bukan pajak.
Temuan itu terungkap setelah BPK merampungkan audit atas Badan Layanan Umum (BLU) Pusat Pengelolaan Komplek Gelora Bung Karno dan Kemayoran. Dalam audit
tersebut, BPK memeriksa semua mitra usaha seperti hotel, perkantoran dan pusat perbelanjaan yang memakai lahan negara.
Sementara Anggota BPK, Xxxxx Xxxxxx Xxxxxxxx dalam penjelasannya kepada wartawan mengatakan, pertemuan dengan
Komisi II DPR guna membahas sekitar 105 temuan terkait pengelolaan aset negara oleh Badan Layanan Umum (BLU) Pusat Pengelolaan Kompleks Gelora Bung Karno dan Kemayoran. “Ini perlu disikapi hati-hati karena sudah lama jadi persoalan. Sejak sebelum tahun 2000, sebelum reformasi, pemeriksaan sudah
berkali-kali,” ujarnya. Dari 105 temuan tersebut, ada sekitar 18 temuan di BLU Gelora Bung Karno dan 87 di BLU Kemayoran. dr
Opini
B A N T U A N S O S I A L
Oleh : Xxxxx Xxxxxxx*
B
ANTUAN sosial (Bansos) adalah pemberian bantuan berupa uang/barang dari pemerintah daerah kepada
individu, keluarga, kelompok dan/atau masyarakat yang sifatnya tidak secara terus menerus dan bersifat selektif, yang bertujuan untuk melindungi dari kemungkinan terjadinya resiko sosial. Pemberian bansos ini dari keuangan daerah (APBD) diperbolehkan berdasarkan PP 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah dan Permendagri Nomor
13 Tahun 2006 tentang Pedoman
Pengelolaan Keuangan Daerah, yang telah diubah beberapa kali terakhir dengan Permendagri 21 Tahun 2011. Kedua peraturan tersebut tidak mensyaratkan calon penerima bansos sudah tercantum dalam APBD yang telah dibahas dan ditetapkan tahun sebelumnya, sehingga kepala daerah diberi wewenang untuk menetapkan penerima dan besaran bansos pada tahun berjalan sesuai dengan proposal yang masuk dan kebijakan kepala daerah.
Bantuan sosial tersebut menjadi salah satu jenis belanja daerah yang menyedot perhatian banyak pihak. Bukan saja masyarakat/kelompok masyarakat, Gubernur/Bupati/ Walikota, dan anggota DPRD yang berkepentingan dengan bansos, akan tetapi BPK, Kejaksaan, dan KPK juga menaruh perhatian yang cukup intens terhadap pemberian, pengelolaan dan pertanggungjawaban bansos tersebut. Tidak ketinggalan Lembaga Sosial Masyarakat (LSM), ICW, dan media massa ikut menyorot dan mengawasi permasalahan-permasalahan di sekitar bansos.
Bansos menjadi ‘menarik’ karena banyak pihak yang membutuhkannya. Masyarakat/kelompok masyarakat membutuhkannya untuk kepentingan sosial dan kesejahteraan. Kepala Daerah dan DPRD membutuhkannya
untuk memberikan perhatian dan kesejahteraan kepada rakyat yang dipimpinnya. Dengan demikian rekening bansos memiliki resiko bawaan yang cukup tinggi untuk disalahgunakan atau diselewangkan. Hal ini dapat terlihat dari permasalahan-permasalahan terkait bansos baik yang menjadi temuan BPK maupun yang diblow-up di media massa dan diproses oleh aparat penegak hukum. Permasalahan- permasalahan sekitar bansos antara lain pemberian bansos tidak sesuai dengan ketentuan atau prosedur pencairan, bansos tidak diterima atau diterima sebagian oleh yang berhak seperti tercantum dalam proposal, proposal bansos fiktif, dan bansos digunakan tidak sesuai dengan proposal. Di samping itu, bantuan sosial ditengarai oleh LSM, ICW, dan aparat penegak hukum digunakan sebagai alat ‘politik pencitraan’ oleh kepala daerah, terutama kepala daerah In-cumbent yang akan mencalonkan kembali dalam ajang pemilukada. Bisa juga disalahgunakan untuk para tim sukses yang dianggap telah berjasa dalam menggolkan kepala daerah yang sedang menjabat.
Dalam rangka menindaklanjuti
dan mengeliminir permasalahan- permasalahan tersebut dan karena belum jelasnya aturan tentang
pelaksanaan hibah dan bantuan sosial di daerah, Kementerian Dalam Negeri mengeluarkan Permendagri Nomor 32 Tahun 2011 tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial yang Bersumber dari APBD. Dengan permendagri ini pemberian bansos harus terencana dari awal pada tahun sebelumnya melalui pembahasan kebijakan umum anggaran dan prioritas plafon anggaran
sementara (KUA-PPAS). Setiap calon penerima bansos harus mengajukan permohonan kepada kepala daerah. Jika disetujui, akan menjadi
dasar pencantuman alokasi anggaran dalam rancangan KUA dan PPAS dan diproses lebih lanjut menjadi APBD. Selanjutnya dicairkan melalui mekanisme surat keputusan kepala daerah tentang penetapan nama-nama dan alamat calon penerima bansos
serta besaran uang atau bentuk barang yang akan diterima.
Dilihat dari prosedur penganggarannya, cukup panjang arus birokrasi yang harus dilalui oleh calon penerima bansos. Prosedur ini tidak mengakomodasi kebutuhan akan bansos yang betul-betul riil
dibutuhkan dalam keadaan mendadak, seperti kepala keluarga yang mendadak terkena PHK, orang miskin yang mengalami kecelakaan, musibah kebakaran, sakit dan butuh biaya berobat, dan lain-lain keadaan yang tidak dapat diprediksi sebelumnya.
Kondisi seperti tersebut tidak bisa menunggu berbulan-bulan sampai satu tahun untuk meerima bantuan dari APBD. Begitu pula dengan kegiatan sosial-kemasyarakatan dan keagamaan, seperti lomba olah raga antar kampung, perayaan HUT kemerdekaan, perbaikan sarana-
prasarana kampung, sunatan massal, peringatan hari besar agama, dan lain-lainnya akan kesulitan mendapat bansos karena dalam prakteknya kepanitian baru disiapkan sebulan
sebelum kegiatan dilaksankan.
Untuk mengakomodasi kebutuhan akan bansos yang sifatnya mendadak atau tidak dapat direncanakan sebelumnya, Pemerintah melakukan beberapa perubahan dalam Permendagri No. 32 Tahun 2011 dengan mengeluarkan Permendagri No. 39 Tahun 2012, yang antara lain menambahkan bahwa bantuan sosial
berupa uang kepada individu dan/atau keluarga terdiri dari bantuan sosial kepada individu dan/atau keluarga yang direncanakan dan yang tidak dapat direncanakan sebelumnya.
Bantuan sosial yang direncanakan dialokasikan kepada individu dan/ atau keluarga yang sudah jelas nama, alamat penerima dan besarannya pada saat penyusunan APBD, sedangkan bantuan sosial yang tidak dapat
direncanakan sebelumnya dialokasikan untuk kebutuhan akibat resiko sosial yang tidak dapat diperkirakan pada saat penyusunan APBD yang apabila ditunda penanganannya akan menimbulkan resiko sosial yang lebih besar bagi individu dan/atau keluarga yang bersangkutan.
Ada pertanyaan, apakah kedua Permendagri tersebut betul-betul mampu mencegah terjadinya penyimpangan dan/atau politisasi bantuan hibah dan bansos? Sebelum diberlakukannya kedua Permendagri tersebut, kepala daerah memiliki peran sentral dan dominan, karena penentuan siapa yang akan dibantu
dan berapa nilainya menjadi otoritas dari kepala daerah. DPRD hanya sebagai penentu plafon besaran anggaran hibah dan bansos. Inilah yang mungkin menimbulkan kecemburan anggota DPRD. Dengan diberlakukannya Permendagri 32
Tahun 2011 dan Permendagri 39 Tahun 2012, peluang politisasi bansos masih tetap terbuka. Dengan keterlibatan
DPRD dalam menganggarkan hibah dan bansos sejak dari pembahasan KUA dan PPAS, peluang politisasi bansos mungkin menjadi lebih terbuka lebar. Para anggota DPRD
yang nota bene adalah tokoh masyarakat, pembina, ketua, anggota atau simpatisan suatu organisasi (parpol), akan cenderung memobilisasi pembuatan proposal bantuan sosial sebagai bukti telah
memperjuangkan kepentingan organisasi/kelompok
masyarakat yang dulu menjadi konstituennya. Tarik ulur dan negosiasi antar anggota DPRD dan pemerintah daerah pun akan semakin alot
dalam menentukan plafon anggaran dan nama-nama calon pexxxxxx xxxxxx. Dan akhirnya bisa terjadi pembengkakan dalam peganggaran belanja hibah dan bansos.
Untuk itu perlu ada antipasti dari Pemerintah dhi. Kemendagri agar terbitnya Permendagri 32 Tahun 2011 dan Permendagri 39 Tahun 2012 tersebut tidak menimbulkan penyimpangan baru atau pergeseran penyimpangan dalam pengelolaan
bansos. Pengganggaran bansos dalam APBD juga perlu ada batas maksimal berapa persen dari total belanja daerah yang dianggarkan. Semoga tidak ada lagi penyimpangan, penyalagunaan dan politisasi lagi dalam pemberian bansos kepada masyarakat, sehingga masyarakat betul-betul merasakan manfaatnya. Aamiin.
*Penulis adalah Kabag Publikasi dan Layanan Informasi
BPK DAERAH
BPK PERWAKILAN PROVINSI KALIMANTAN BARAT
MASIH DITEMUKAN PERJALANAN DINAS TAK SESUAI KETENTUAN
H
Kepala BPK Perwakilan Provinsi Kalbar Xxx Xxxxxxx memberi sambutan saat penyerahan LHP.
ASIL pemeriksaan BPK atas belanja daerah pada tujuh entitas di Provinsi Kalimantan Barat, belum sepenuhnya sesuai dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah dan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebagaimana telah diubah untuk kedua kalinya dengan Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012. Tujuh entitas yang dimaksud adalah Provinsi Kalimantan Barat, Kota Singkawang, Kabupaten Sintang, Kabupaten Kapuas Hulu, Kabupaten Sekadau, Kabupaten Sambas, dan Kabupaten Melawi.
Temuan-temuan BPK terkait dengan belanja daerah antara lain; belanja perjalanan dinas belum sesuai ketentuan, kegiatan pengadaan peralatan dan mesin serta pengadaan buku belum sesuai ketentuan, realisasi belanja bantuan keuangan belum dilengkapi laporan
pertanggungjawaban, pelaksanaan hibah, bantuan keuangan dan belanja tidak terduga belum sepenuhnya mempedomani ketentuan.
Demikian terungkap dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Semester II/2012 atas Belanja Daerah yang diserahkan Kepala BPK Perwakilan Provinsi Kalimantan Barat, Xxx Xxxxxxx, kepada DPRD dan pemerintah provinsi/kota/kabupaten, di Kantor BPK Perwakilan Provinsi Kalimantan Barat, baru-baru ini. Selain LHP atas Belanja Daerah, pada kesempatan itu Kepala Perwakilan juga menyerahkan LHP atas Pendapatan Asli Daerah (PAD) pada Kabupaten Ketapang, LHP atas Operasional RSUD xx. Xxxxxxxx Xxxxxxxxx, dan LHP Kinerja pada RSUD Xxx Xxxxxxxx Xxxxx Kabupaten Sintang, RSUD Xxxxx Xxxx Kabupaten Ketapang, Dinas Kesehatan Kota Pontianak dan Kota Singkawang.
Sementara Laporan Hasil Pemeriksaan atas PAD Kabupaten Ketapang, menunjukkan bahwa pengelolaan PAD belum sepenuhnya sesuai dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, di antaranya: 1) Pengelolaan pajak hotel belum memadai; 2) Dinas Pendapatan Daerah belum melakukan pengelolaan pajak restoran secara memadai; 3) Pengelolaan dan penarikan pajak reklame, pengelolaan pajak penerangan jalan dan pengelolaan pemungutan retribusi Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) belum tertib; 4) Pengelolaan penerimaan penjualan aset daerah tidak tertib dan upaya penagihan tunggakan belum optimal.
Sedang Laporan Hasil Pemeriksaan atas Operasional RSUD xx. Xxxxxxxx menunjukkan, RSUD xx. Xxxxxxxx belum sepenuhnya melaksanakan operasionalnya sesuai dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Barat Nomor 4 Tahun 2008 tentang Pokok- Pokok Pengelolaan Keuangan Daerah, dan
BPK DAERAH
Laporan Hasil Pemeriksaan atas PAD Kabupaten Ketapang belum sepenuhnya sesuai dengan
UU No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retrubusi Daerah.
Kepala Perwakilan BPK Provinsi Kalbar menyerahkan LHP.
Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Barat Nomor 12 Tahun 2005 tentang Retribusi Pelayanan Kesehatan pada RSUD xx. Xxxxxxxx, di antaranya:
1) Pendapatan retribusi pelayanan kesehatan tidak disetorkan ke kas daerah; 2) Pengajuan tagihan klaim pelayanan kesehatan kepada pihak penjamin terlambat; 3) Pengelolaan tagihan biaya pelayanan kesehatan kepada pihak ketiga selaku penjamin tidak tertib; 4) Realisasi belanja jasa pelayanan kesehatan TA 2011 dan 2012 (s.d. Agustus) tidak sesuai ketentuan.
Hal lain yang juga terungkap dalam LHP Semester II/2012 adalah kinerja empat entitas, yakni; RSUD Xxx Xxxxxxxx Xxxxx Kabupaten Sintang dan RSUD Xxxxx Xxxx Kabupaten Ketapang dan Dinas Kesehatan Kota Pontianak serta Kota Singkawang, masih belum dan kurang efektif. Ini tercermin dalam tahapan-tahapan pelaksanaan program, yaitu tahap perencanaan, pelaksanaan dan pelaporan, monitoring, dan evaluasi.
Berdasarkan temuan-temuan tersebut, BPK RI mengharapkan agar seluruh entitas yang diperiksa dapat segera menindaklanjuti rekomendasi yang disampaikan dalam setiap LHP,
dimana hasil pemeriksaan tersebut akan mendukung pemeriksaan atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah yang akan segera dilaksanakan dalam waktu dekat.
Menjelang pelaksanaan e-audit, tahun ini BPK akan mendorong terlaksananya konekting data dengan entitas di wilayah Kalbar. Sampai dengan saat ini, BPK telah memasang agen konsolidasi pada tiga entitas,
Kantor Gubernur Kalimantan Barat.
yaitu Pemerintah Provinsi Kalbar, Pemerintah Kota Pontianak dan Pemerintah Kabupaten Sekadau yang berfungsi untuk menghubungkan data pada entitas tersebut dengan pusat data BPK. Tahun 2013 diharapkan seluruh entitas telah terpasang agen konsolidasi, sehingga pada tahun
2014 BPK dapat menggunakan e-audit sebagai alat (tool) dalam melakukan pemeriksaan. (*/dr)
istimewa
SATGAS WASPADA INVESTASI BODONG
UNTUK MELINDUNGI HAK NASABAH YANG DIRUGIKAN DALAM BERBAGAI KASUS INVESTASI, OTORITAS JASA KEUANGAN (OJK) MEMBENTUK SATUAN TUGAS WASPADA INVESTASI.
istimewa
Xxxxxxxxxxxxxx S. Soetiono
I
lembaga keuangan.
Diakui Xxxxxxxxxxxxxx, masalah investasi bodong bukan kali ini saja terjadi. Sebelumnya, pernah terjadi dugaan penipuan berkedok investasi. Bahkan persoalan ini sering terjadi dan terus berulang. Hal ini menurut Xxxxxxxxxxxxxx, karena masyarakat Indonesia cenderung mempunyai perilaku menginginkan imbal hasil yang tinggi dalam waktu singkat.
Selain itu konsumen di Indonesia yang senang dengan akses mudah dalam menggunakan jasa layanan.
Kondisi itu lanjut Xxxxxxxxxxxxxx diperparah dengan masih terbatasnya jumlah layanan jasa keuangan seperti tabungan, giro, saham, reksadana, dana pensiun. Berdasarkan survei bank
dunia tingkat literasi di Indonesia masih rendah dibandingkan negara-negara regional lainnya seperti Thailand, Malaysia, dan Filipina. Bank dunia menyebut saat ini jumlah pengguna tabungan giro hanya 111 juta dan kredit sebanyak 42 juta. “Kondisi ini menyebabkan timbul layanan jasa keuangan ‘ilegal’ yang memberikan imbal hasil tinggi, kata Xxxxxxxxxxxxxx.
Untuk menangani masalah tersebut, OJK juga tengah melakukan berbagai langkah preventif. Salah satunya dengan mengedukasi masyarakat
NVESTASI bodong sepertinya
tak mengenal berhenti. Xxxxx investasi bodong kerap bermunculan dan memakan
korban. Beberapa waktu lalu publik juga digegerkan kasus Koperasi Langit Biru juga telah menimbulkan korban yang cukup banyak. Belum lagi reda, publik kembali dihebohkan munculnya kasus kaburnya seorang direktur perusahaan invetasi emas GTIS yang mengiming-iming dapat memberikan return yang sangat menggiurkan. Sang direktur diduga telah melarikan dana triliunan rupiah ke negeri seberang.
Maraknya penipuan terkait investasi bodong membuat Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tak tinggal diam. Apalagi sejak Januari 2013, OJK telah menerima sedikitnya 302
pengaduan masyarakat terkait jenis
investasi. Dari laporan tersebut, 220 pengaduan menyampaikan
informasi dan permintaan informasi terkait perusahaan investasi yang mencurigakan. Dari seluruh pengaduan yang diterima, OJK memperkirakan jumlah kerugian akibat investasi tersebut mencapai Rp60 miliar.
Menurut Anggota Dewan Komisioner Bidang Edukasi dan Perlindungan Kosumen Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Xxxxxxxxxxxxxx S. Soetiono, tingginya jumlah pengaduan dan kerugian yang dialami masyarakat tersebut disebabkan minimnya edukasi masyarakat terkait akses kepada
jasa keuangan. Selain itu maraknya penipuan berkedok investasi tersebut akibat minimnya akses dan jangkauan
agar waspada terhadap tawaran
investasi yang diming-imingi bonus besar. Selain bonus besar, biasanya penawaran investasi mengikutsertakan tokoh masyarakat yang diidolakan.
Selain memberikan edukasi OJK juga memberikan pelayanan call centre apabila ada masyarakat yang ingin tahu informasi mengenai produk investasi bodong. “Cara kedua lebih bersifat represif,” kata Xxxxxxxxxxxxxx.
Sedangkan upaya agar penipuan seperti itu tak terjadi, menurut Xxxxxxxxxxxxxx, OJK akan membentuk market intelligent. Tugas market intelligent adalah berpura-pura menjadi nasabah investasi. Tim ini nantinya terjun langsung ke lapangan dan bertanya kepada perusahaan investasi terkait produk-produk yang ditawarkan.
Tak hanya itu lanjut Xxxxxxxxxxxxxx, OJK juga telah membentuk Satuan Tugas Waspada Investasi. Satgas ini bekerjasama dengan pihak kepolisian dan dibentuk untuk menindak penipuan investasi bodong.
Satuan Tugas (Satgas) ini sendiri merupakan hasil kerja sama beberapa instansi terkait, yang meliputi Bapepam-LK, Kementerian Keuangan, Bank Indonesia (BI), Bappebti, Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri (DJPDN), Kementerian Perdagangan, Bareskrim Polri, PPATK, Kejagung, Kemenkop dan UKM, Kemenkominfo, Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). “Xxx Xxxxxx terdiri dari para pejabat institusi- institusi di atas dengan jumlah anggota keseluruhan sebanyak 41 orang,” kata Xxxxxxxxxxxxxx.
Namun menurut Xxxxxxxxxxxxxx, dugaan pelanggaran tak selalu diserahkan ke Satgas Waspada Investasi. Bila pelanggaran berada
di bawah yurisdiksi OJK, maka pelanggaran itu akan ditangani oleh OJK sendiri. Sebaliknya, jika dugaan pelanggaran ada di bawah yurisdiksi lembaga lain seperti Kementerian Koperasi atau Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) Kementerian Perdagangan, maka akan diserahkan ke lembaga tersebut.
Menurut Wakil Ketua Komisi XI DPR Xxxxx Xxxxx Xxxx, maraknya perusahaan di bidang investasi yang merugikan masyarakat sepenuhnya diserahkan kepada Otoritas Jasa Keuangan
(OJK). Sebab menurutnya, fungsi perlindungan konsumen yang ada di OJK sangat tepat dalam mengontrol persoalan dugaan investasi bodong oleh perusahaan tertentu.
Sekalipun begitu lanjut Xxxxx Xxxxx Xxxx, nasabah atau konsumen yang merasa dirugikan juga bisa sewaktu-waktu melaporkan dugaan pelanggaran ini ke Komisi XI DPR. Nantinya, dewan akan merespon seluruh laporan yang masuk dari masyarakat. “Apabila laporannya
menyatakan bahwa OJK tak tangani masalah ini, Komisi XI bisa memanggil OJK dan mempertanyakan hal itu,” kata Xxxxx.
Sementara menurut Plt Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan, Xxxxxxx Xxxxxxx Xxxxxxxxx Xxxxxxxxxxxx, maraknya kasus investasi bodong, katanya, lebih disebabkan kurangnya perlindungan konsumen. Penipuan investasi ini terjadi karena warisan masa lalu dimana tidak adanya lembaga yang khusus mengurus perlindungan konsumen. Namun dengan lahirnya Otoritas Jasa Keuangan (OJK) maka pengawasan terhadap kemungkinan
Untuk mencegah praktek investasi bodong,
masyarakat diminta waspada terhadap tawaran investasi yang diming-imingi bonus besar. Selain bonus besar, biasanya penawaran investasi mengikutsertakan tokoh masyarakat yang diidolakan.
terjadinya kasus-kasus serupa akan bisa diminimalisir. Sebab di dalam OJK ada perlindungan konsumen.
Sedangkan menurut pendiri Badan Perlindungan Investor dan Nasabah, Xxxxxx, izin perdagangan komoditas yang dipegang Bappebti seharusnya disatukan dengan OJK. Penyatuan Bappebti ke OJK ini sangat logis.
Pasalnya, perdagangan komoditas berjangka pada dasarnya bukanlah jual beli komoditas, melainkan hanya perdagangan surat berharga atas komoditas tersebut.
Namun Xxxxxx menyayangkan ide mandeg karena Kemendag dan Xxxxxxxx menginginkan regulasi dan kewenangan sendiri. Akhirnya,
dibuatlah UU perdagangan komoditas berjangka tersebut. Karenanya, ide penyatuan tersebut seharusnya dibahas kembali seiring maraknya investasi bodong. Terlebih, UU OJK masih sederhana sehingga memungkinkan revisi lanjutan, terutama mengenai penyatuan Bappebti ke dalam OJK.
Hanya saja diakui Xxxxxx, penyatuan ini tentu membutuhkan waktu, terutama dalam hal payung hukum maupun infrastruktur lainnya. Di sisi lain, sudah ada ribuan orang yang menanggung rugi akibat kelakuan perusahaan bodong seperti Raihan
dan GTIS. Pada saat ini, semua otoritas, baik itu Bappebti, OJK, maupun pihak kepolisian dituntut saling bersinergi.
Sementara Ketua Dewan Komisioner OJK, Xxxxxxxx D. Xxxxx, mengaku merasa gerah dengan segala bentuk investasi bodong yang menimbulkan kerugian pada masyarakat. Karena itu, OJK akan bekerja sama dengan lembaga pemerintah lain untuk mengedukasi masyarakat agar tak mudah tergiur
tawaran investasi yang memberi iming- iming keuntungan besar dalam waktu singkat.
Selain itu, lanjut Xxxxxxxx Xxxxx, OJK akan bekerja sama dengan kepolisian untuk memperkuat penyidikan kasus-kasus di industri keuangan. Dengan begitu kepolisian dan OJK dapat menangani isu-isu yang terkait kegiatan ilegal lembaga keuangan.
Sekalipun begitu menurut Xxxxxxxx, kesadaran masyarakat terhadap ragam investasi tetap perlu ditingkatkan. Dengan mengetahui bagaimana berinvestasi yang baik, masyarakat akan lebih waspada terhadap penipuan dan terhindar dari kerugian. Ini cara paling efektif untuk mengurangi kasus-kasus investasi bodong. Karena itu pendidikan pada masyarakat, menurut Xxxxxxxx, perlu melibatkan banyak kementerian terkait, terutama kementerian pendidikan agar bisa menambahkan kurikulum baru terkait sistem keuangan. bw
XXXX XXXXX, BI-1 BARU
Xxxx Xxxxxxxx Xxxxxxxx Xxxxxxxxxxxx akhirnya terpilih sebagai Gubernur Bank Indonesia (BI), sehari setelah menjalani fit and proper test. Terpilih melalui voting, disahkan pada Sidang Paripurna DPR.
istimewa
Xxxx Xxxxxxxx Xxxxxxxx Xxxxxxxxxxxx
M
menguji ikut memuji kualitas presentasi makalah tersebut. Namun, banyak pertanyaan atau permintaan konfirmasi yang menohok pula.
Permintaan konfirmasi yang memang harus direspon pria kelahiran Amsterdam, Belanda, pada 24 Januari 1956 ini, memang cukup menohok.
Sebut saja keterkaitannya dengan Kasus Hambalang, sampai kasus ketika ia menjabat Direktur Utama Bank Mandiri. Kasus-kasus inilah yang bisa saja menggagalkannya menjadi orang nomor satu di BI.
Hal ini diungkapkan Anggota Komisi XI DPR dari Fraksi PDIP Xxxx Xxxxxxxxx. Menurutnya, lolos tidaknya Xxxx Xxxxx, adalah bisa tidaknya ia bisa mengklarifikasi terkait beberapa
kasus yang ingin dimintai konfirmasinya oleh beberapa anggota Komisi XI yang mengujinya.
“Selama Pak Agus bisa meyakinkan Komisi XI terkait dengan beberapa kasus tadi, ya potensi gugur itu semakin kecil peluangnya, kita hanya menjalankan amanat undang-undang, agar prosesnya clear and clean,” ucapnya.
Xxxx Xxxxx sendiri, setelah
ENJELANG Isya, 25
Maret 2013 lalu, Menteri Keuangan Agus D.W.
Xxxxxxxxxxxx baru saja keluar dari ruang rapat Komisi XI DPR. Setelah menjalani fit and proper test calon Gubernur BI, raut wajahnya letih, tetapi terlihat optimis dan gembira.
Puluhan wartawan yang bertanya dilayani. Bahkan, ketika sudah
masuk mobil dinas pun, tiba-tiba ia keluar menanggapi wartawan yang mengikutinya. Sambil tersenyum dan berkelakar. Kemudian masuk kembali ke mobil dinas, setelah sebelumnya menyalami dengan hangat Anggota Komisi XI DPR Fraksi PDIP yang juga ikut mengujinya: Xxxxxxxx Xxxxxx.
Wajah yang gembira dan optimis itu tidak tampak sebelumnya. Siang
hari pada saat rehat dari fit and proper test. Saat itu, Xxxx Xxxxx -begitu kerap media menyebut- keluar untuk rehat setelah menjalani fit and proper test ‘babak pertama’ sejak pukul 10.00 pagi sampai pukul 12.00 WIB. Ketegangan masih terasa. Menjawab seadanya pertanyaan puluhan wartawan yang mengeremuninya. Lantas, tergesa-gesa, bergegas keluar Gedung DPR.
Wajar memang. Pada saat mengawali uji fit and proper test calon Gubernur BI, Xxxx Xxxxx menyampaikan presentasi berjudul
panjang: “Penyelarasan dan Penguatan Bank Indonesia Menuju Bank Sentral yang Kredibel dan Terpercaya untuk Mendukung Pembangunan Masyarakat Indonesia yang Berkesinambugan”.
Sebagian Anggota Komisi XI DPR yang
rehat, merespon keterkaitannya dalam beberapa kasus yang ingin dimintai klarifikasinya oleh beberapa Anggota Komisi XI. Soal Hambalang, Agus mengatakan bahwa proyek hambalang yang mana rencana untuk meningkatkan anggaran proyeknya, itu sudah ada sejak akhir tahun
2009, sementara ia menjadi Menteri Keuangan pada bulan Mei 2010. Artinya, persetujuan kontrak tahun jamak P3SON Hambalang sebelum ia menjabat Menteri Keuangan.
“Terkait Hambalang, saya tidak pernah dengar, tidak pernah tahu tentang Hambalang ini. Bahwa kemudian ada satu nota dikirimkan kepada saya, itu adalah nota yang saya terima pada 1 Desember 2010. Dan, itu adalah satu-satunya nota yang saya
terima, sebelumnya saya tidak pernah dengar atau tahu tentang Hambalang, dan setelah itu pun saya tidak pernah dengar tentang Hambalang. Memang nota itu ada berbicara tentang kontrak tahun jamak, tetapi karena saya baru kira-kira enam bulan ada di Kementerian Keuangan, saya ketika membaca nota itu, ketika saya harus mendisposisi, disposisi saya bukannya setuju, ataupun bukannya menolak, tetapi saya katakan, ‘selesaikan’. Dan, selesaikan itu artinya selesaikan berdasarkan aturan. Saya tahunya belakangan, ketika kasus ini sudah mengemuka di publik,” ungkap Xxxx Xxxxx.
Terkait pemeriksaan BPK sendiri, Xxxx mengungkapkan bahwa ada perbedaan pendapat. Ia berpendapat sebagai pimpinan Kementerian Keuangan belum diberikan hak menanggapi atas hasil pemeriksaan itu.
Di sisi lain, ia juga merujuk pada hasil telaah Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR terkait kasus Hambalang. Dalam simpulannya, BAKN mencantumkan rekomendasinya agar DPR menggunakan Hak Bertanya kepada pihak-pihak yang terkait dengan kasus Hambalang, tetapi Menteri Keuangan tidak direkomendasikan.
Walau demikian, kalaupun nanti menjadi Gubernur BI, ia tidak berkeberatan mundur dari jabatannya jika menjadi tersangka dalam kasus ini.
Mengenai adanya kasus Serikat Pegawai Bank Mandiri yang keberatan atas kepemimpinannya, Agus menyatakan bahwa kondisi keuangan pada saat itu, tahun 2005 dimana ia menjabat Direktur Utama, di bawah titik nadir. Keuntungan yang tergerus, juga kredit bermasalah meningkat. Sementara serikat pegawai justru meminta gaji dan fasilitasnya dinaikkan. Xxxxxxxx protes pun sudah diatur dalam Perjanjian Kerja Bersama dengan Serikat Pekerja. Namun, waktu itu, malah demo besar-besaran, yang akhirnya ditempuh jalur hukum sampai tingkat kasasi. Mahkamah Agung pun sudah memutuskan.
“Jadi, saya mau clear, saya tidak ada isu terkait dengan hal itu,” ungkap Agus.
Terkait kebijakan-kebijakan yang akan diambilnya jika menjadi Gubernur BI, pada umumnya hampir sama dengan kebijakan-kebijakan BI sebelumnya.
Misalkan, Agus akan menjaga nilai tukar rupiah yang stabil. Tidak akan menargetkan berapa nilai tukar rupiah untuk kurun waktu tertentu. Namun, ia menekankan akan dikembangkannya bank syariah, atau ekonomi syariah.
Sebelum fit and proper test, DPR sudah meminta masukan dari ekonom dan sejumlah lembaga. Adapun lembaga yang dimintai informasi antara lain:
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Badan Intelijen Negara (BIN), dan Badan Pemeriksa
Agus akan menjaga nilai tukar rupiah yang stabil. Tidak akan menargetkan berapa nilai tukar rupiah untuk kurun waktu tertentu.
Keuangan. Tujuannya, untuk mengetahui track record Xxxx Xxxxx dan tantangan yang dihadapi BI dan Gubernur BI yang ideal.
Xxxx Xxxxx patut bersyukur. Jalannya menuju BI-1 tidak seterjal yang mungkin ia kira. Hal penting adalah dialah
satu-satunya calon Gubernur BI yang diusulkan Presiden, walau mengaku, tidak tahu bahwa ia satu-satunya calon. Selain itu, fit and proper test-nya terbilang cukup singkat walau dengan
begitu banyak pertanyaan dari Anggota Komisi XI DPR. Hanya butuh seharian untuk bisa menyampaikan presentasi, mengklarifikasi dan menjawab. Sejak pukul 10.00 pagi, sampai sekitar pukul
18.30 malam. Bandingkan dengan fit and proper test Xxxxxx Xxxxxxxx dulu, dua hari ia harus menjalani ujian.
Keesokan harinya, tanggal 26 Maret 2013, putusan diambil Komisi XI DPR. Walau sempat diinformasikan bahwa ada
kemungkinan putusan ditunda sampai tanggal 1 April, tetapi pada akhirnya putusan pun diambil malam hari.
Pada rapat tertutup di ruang sidang Komisi XI DPR, akhirnya putusan layak atau tidaknya Xxxx Xxxxx menjabat Gubernur BI harus melalui mekanisme voting. Hasil voting, Xxxx Xxxxx meraih 46 suara dari 54 anggota Komisi XI DPR. Sebanyak tujuh anggota Komisi XI
menolak Xxxx Xxxxx menjadi Gubernur BI. Sisanya, satu suara abstain.
Xxxx Xxxxx kini bisa bernafas lega. Pada tahun 2008, sempat gugur pada fit and proper test di DPR. Kini ia melenggang. Menjadi Gubernur BI
menggantikan posisi Xxxxxx Xxxxxxxx yang habis masa jabatannya pada 22 Mei 2013 ini.
Catatan DPR Untuk Xxxx Xxxxx
Ketua Komisi XI DPR Xxxx Xxxxx mengatakan keputusan yang dilakukan secara voting pada Xxxx Xxxxxxxxxxxx meninggalkan 14 catatan. Catatan ini harus diperhatikan Xxxx Xxxxx dalam menjabat sebagai Gubernur BI. Berikut ini 14 catatan tersebut.
1. Terkait fungsi dan tugas Bank Indonesia (BI) dalam hal pengendalian inflasi, BI harus fokus pengendalian target inflasi melalui penguatan fungsi TPI dan TPID serta menjaga kestabilan nilai tukar.
2. Gubernur BI terpilih harus dapat menjaga kekompakan dan keharmonisan lingkungan BI agar terjalin hubungan kerjasama yang baik dan Keputusan Dewan
Gubernur yang bersifat kolektif dan kolegial.
3. Terkait Laporan telaah Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) mengenai proyek tahun jamak Hambalang, Gubernur BI terpilih harus menepati janjinya yang disampaikan dalam fit and proper test di Komisi XI pada 25 Maret 2013 untuk mengundurkan diri jika ditetapkan menjadi tersangka.
4. Dalam rangka mendorong perkembangan perbankan syariah
di Indonesia dan mensejajarkan perbankan syariah nasional dengan negara-negara lain, BI harus terus berupaya mendorong akselerasi pertumbuhan perbankan syariah mengingat besarnya potensi pasar perbankan syariah di Indonesia yang mayoritas penduduknya agama Islam.
5. Kebijakan makroprudensial yang dijalankan oleh BI harus berpihak kepada kepentingan petani, nelayan, UMKN, sektor riil, dan kepentingan ekonomi nasional.
6. Dalam hal mewujudkan ketahanan pangan nasional, BI harus terus mendorong peningkatan dan memprioritaskan alokasi kredit kepada sektor pertanian rakyat serta berkoordinasi dengan OJK.
7. BI harus melaksanakan asas resiprokal Perbankan Nasional dengan langkah-langkah pembuatan Memorandum of Understanding (MoU) dengan pimpinan Bank Asing yang beroperasi di Indonesia dan pimpinan bank sentral asing tersebut berasal.
8. Kebijakan makroprudensial yang dijalankan oleh BI harus mampu mewujudkan kebijakan makroprudensial yang mampu menciptakan financial inclusion
dan menyeluruh ke seluruh rakyat Indonesia sampai ke pelosok.
9. Mengoptimalkan upaya menarik devisa hasil ekspor untuk masuk ke perbankan dalam negeri melalui optimalisasi kebijakan Devisa Hasil Ekspor (DHE) maupun instrumen kebijakan lainnya sehingga berdampak positif terhadap perekonomian nasional.
10. Dalam hal menilai kinerja Dewan Gubernur, terhitung pada 2014, BI harus memiliki dan menetapkan Indikator Kinerja Utama (IKU) untuk masing-masing Anggota Dewan Gubernur dengan desain struktur BI yang lebih efisien dan efektif.
11. Kebijakan lalu lintas devisa yang
dijalankan oleh BI harus lebih mengutamakan kepentingan nasional dan memberikan pembatasan kepada arus modal asing yang bersifat jangka pendek, spekulatif, dan fluktuatif.
12. Gubernur BI terpilih harus mendorong agar sistem pembayaran nasional semakin efisien, nyaman, dan aman.
13. Gubernur BI terpilih harus terus memelihara stabilitas macroprudential dan terus
berkoordinasi dengan pemerintah dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
14. Gubernur BI terpilih juga harus mengoptimalkan pelaksanaan program sosial Bank Indonesia (PSBI).
Sang Bankir yang Kembali ke Bank
Xxxx Xxxxxxxx Xxxxxxxx Xxxxxxxxxxxx begitu nama lengkapnya. Biasa dikenal dengan Xxxx X.X. Xxxxxxxxxxxx. Kalangan media banyak menyebutnya Xxxx Xxxxx. Meniti karier sebagai banker, kini ia kembali ke bank yang luar biasa kewenangan dan status dalam ketatanegaraan Indonesia: Bank Indonesia.
Xxxx Xxxxx meraih gelar sarjananya dari Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia pada 1984. Kemudian ia mengantongi sertifikat Banking & Management Courses. Termasuk di
State University of New York, Buffalo, USA, Stanford University, Palo Alto dan Institute of Banking & Finance, Singapore.
Karier pertamanya di perbankan adalah di Bank of America NT & SA (1984) sebagai Officer Development Program and International Loan Officer. Tepat setahun setelah lulus sarjana. Setelah itu, kariernya tidak pernah lepas dari dunia perbankan. Ia pernah berkarier
di Bank Niaga pada (1986-1994), Bank Bumiputera, Bank Ekspor Impor Indonesia (1998), dan Bank Permata.
Pada 2005, kariernya mulai melejit ketika diangkat menjadi Direktur
Utama Bank Mandiri. Lima tahun kemudian, dirinya mendapat panggilan Presiden Xxxxxx Xxxxxxx Xxxxxxxxx untuk masuk dalam jajaran Kabinet Indonesia Bersatu jilid II sebagai Menteri Keuangan. Agus menggantikan Xxx Xxxxxxx Xxxxxxxxx yang keluar karena kasus Bank Century dan juga karena menjabat sebagai Managing Director World Bank untuk Asia.
Menjabat sebagai Menteri Xxxxxxxx, Xxxx bisa dikatakan sebagai menteri tersibuk. Pekerjaan menutup anggaran subsidi BBM yang terus naik dan mengancam keseimbangan fiskal Indonesia adalah sebagian kecil dari tanggung jawabnya.
Selain itu, Xxxx juga harus mengawasi penyerapan anggaran pemerintah yang terus disorot sangat rendah di tengah makin labilnya perekonomian global. Xxxx juga menjabat sebagai Ketua Panitia Seleksi Otoritas Jasa Keuangan (Pansel DK OJK) dan juga Ketua Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan (FKSSK).
Di awal 2013, Presiden SBY kembali mempercayakan Xxxx dengan menjadi kandidat Gubernur BI menggantikan Xxxxxx Xxxxxxxx yang habis masa baktinya di 22 Mei mendatang.
Pencalonannya menjadi calon Gubernur BI ini adalah kali kedua setelah di
2008 lalu, DPR menolaknya lewat
fit and proper test. Namun, akhirnya kesampaian juga menduduki jabatan nomor satu di BI untuk periode 2013- 2018.
Walau kewenangan BI telah terpangkas menyusul eksistensi Otoritas Jasa Keuangan (OJK), tetapi BI tetaplah BI. Satu-satunya Bank Sentral yang punya peran dalam menjaga stabilitas moneter Indonesia. Pekerjaan yang tidak mudah tentunya, terlepas dari ‘kemudahannya’ menjadi Gubernur BI, karena dia satu-satunya calon pimpinan tertinggi bank sentral Indonesia itu.
Tapi, pengalaman segudang di dunia perbankan, akan memudahkannya pula dalam menjalankan tugas-tugas di BI. Seorang bankir punya modal itu. and
PMPRB MULAI DIJALANKAN
SOSIALISASI PENILAIAN REFORMASI BIROKRASI YANG BARU MELALUI PMPRB SUDAH DILAKUKAN. PENETAPAN ASSESOR DALAM KERANGKA PMPRB JUGA SUDAH DILAKUKAN. KINI, BPK MULAI
MENJALANKAN PMPRB.
P
sama. Penyelenggaraan yang hampir bersamaan dengan Rakornis BPK Perwakilan tersebut dimaksudkan untuk sekalian dengan mengikutsertakan
REFORMASI BIROKRASI
BPK Perwakilan dalam PMPRB ini. Tepat, dimana semua BPK Perwakilan seluruh Indonesia berkumpul di satu tempat.
Penyelenggaraan di Bali itu bersamaan dengan acara Rakornis BPK Perwakilan. Dimana para Kepala BPK Perwakilan berkumpul. BPK Perwakilan sendiri dinilai juga dalam PMPRB. Mereka juga sebagai assessor. Sehingga dengan berkumpulnya Kepala BPK Perwakilan, dimanfaatkan juga untuk melakukan self assessment di sana.
Kepala Sekretariat Tim Reformasi Birokrasi BPK Xxxx Xxxxxxx Xxxxxxx, yang juga menjabat Kepala Sub Bagian Kerja Sama Multilateral Biro Humas dan Luar Negeri BPK, mengatakan bahwa Tim Reformasi Birokrasi BPK sebenarnya memang merencanakan melakukan penilaian secara PMPRB pada BPK Perwakilan. Karena waktu itu kebetulan ada acara Rakornis BPK Perwakilan, maka dimasukkan agenda lain –selain Rakornis- penilaian untuk satuan kerja BPK Perwakilan.
“Nah, pada saat itu, langsung dilakukan penilaian, jadi mereka (Kepala BPK Perwakilan) memberikan nilainya masing-masing pada BPK Perwakilan yang dipimpinnya itu berapa,” ucap Yogi.
Lebih lanjut dikatakannya bahwa nilai-nilai yang telah diberikan pada BPK Perwakilan tersebut nantinya akan masuk pada rekap nilai (dokumen sumber) satuan kerja eselon I yang membawahi BPK Perwakilan. Ada eselon I Auditorat Keuangan Negara (AKN) V BPK dan AKN VI BPK. AKN V
ADA 5 Maret 2013 lalu,
bertempat di Kuta, Bali, BPK kembali menyelenggarakan workshop Penilaian Mandiri
Pelaksanaan Reformasi Birokrasi (PMPRB). Tema yang diusung dalam workshop kali ini: “Menilai Capaian Pelaksanaan Reformasi Birokrasi di Unit Kerja BPK RI Tahun 2012”.
Acara tersebut tidak lagi sekadar sosialisasi mengenai PMPRB ataupun
penetapan assessor (penilai) di
lingkungan kerja BPK. Tapi, sudah mulai menjalankan penilaian atas capaian reformasi birokrasi di BPK dengan menggunakan model baru: PMPRB. Satuan kerja yang dinilai adalah seluruh BPK-BPK Perwakilan.
Penyelenggaraannya hampir bersamaan dengan Rapat Koordinasi Teknis (Rakornis) BPK Perwakilan yang juga diselenggarakan di tempat
membawahi BPK Perwakilan di wilayah
Barat Indonesia. Sedangkan AKN VI membawahi BPK Perwakilan di wilayah Timur Indonesia.
PMPRB itu sendiri, untuk Lembaga semacam BPK, untuk satuan
kerja setingkat eselon I. “Tapi kita menginginkan bahwa penilaian ini merupakan representasi dari seluruh satuan kerja yang ada di BPK, makanya kita libatkan seluruh BPK Pewakilan,”
REFORMASI BIROKRASI
ungkap Yogi.
Penyelenggaraan workshop terkait PMPRB yang diselenggarakan di Bali itu sendiri merupakan kali ketiga.
Sebelumnya, telah diselenggarakan workshop Assessor PMPRB pada 21-23 November 2012 yang menetapkan para asessor di setiap satuan kerja eselon II
di lingkungan kerja Kantor Pusat BPK dan sosialisasi untuk pemantapan pemahaman mengenai PMPRB.
Setelah itu dilakukan penilaian pada satuan-satuan kerja di tingkat Kantor Pusat BPK. Penilaian secara PMPRB ini diselenggarakan pada 13-14 Februari
di Pusat Pendidikan dan Pelatihan (Pusdiklat) BPK, Kalibata Jakarta.
Dari hasil penilaian satuan-satuan kerja di tingkat Pusat tersebut, lalu diputuskan agar satuan-satuan kerja di daerah juga perlu dilakukan penilaian capaian reformasi birokrasinya melalui PMPRB ini.
BPK sendiri secara organisasi memiliki perwakilan di setiap provinsi. Sehingga seharusnya dilibatkan dalam program penilaian reformasi birokrasi ini. Maka, diselenggarakanlah penilaian secara PMPRB untuk BPK Perwakilan
di Bali itu. BPK sendiri memiliki 33 BPK Perwakilan di setiap provinsi di Indonesia.
Penilaian untuk BPK Perwakilan dilakukan melalui eselon II-nya, yaitu Kepala BPK Perwakilan. Jadi, assessor BPK Perwakilan adalah pejabat eselon II: Kepala BPK Perwakilan. Sementara di Kantor Pusat BPK, satuan-satuan kerja eselon II-nya melekat pada satuan kerja eselon I.
Hasil penilaian akhir nanti akan menggabungkan hasil-hasil nilai dari satuan-satuan kerja eselon II BPK. Jadi, penilaian akhir ini merupakan kompilasi dari penilaian-penilaian satuan kerja yang ada di BPK dan menjadi penilaian akhir model PMPRB BPK secara institusi.
Hasil penilaian akhir akan disampaikan ke Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan dan RB), selaku penanggung jawab pelaksanaan reformasi birokrasi nasional. Jadwal
penyerahannya sudah ditentukan oleh Xxxxxxxx dan RB, yaitu pada akhir Maret ini.
Penyampaian Hasil Penilaian
Penilaian melalui model PMPRB ini dibagi menjadi dua kelompok
kriteria. Kelompok pertama merupakan ‘Kelompok Pengungkit’ dan kelompok kedua merupakan ‘Kelompok Hasil’.
Kelompok Pengungkit ini memiliki lima kriteria, yaitu Kepemimpinan, Rencana Strategis (Renstra), Sumber Daya Manusia (SDM), Kemitraan, dan Proses. Kemudian ditambah dengan survei internal.
“Nah, untuk Kelompok Hasil, itu kebanyakan merupakan nilai-nilai dari luar, dari survei dan indeks yang
dilakukan oleh pihak eksternal BPK. BPK sendiri kebetulan sudah melakukan survei yang dilakukan oleh pihak eksternal,” terang Yogi.
HASIL PENILAIAN AKHIR NANTI AKAN MENGGABUNGKAN HASIL- HASIL NILAI DARI SATUAN-SATUAN
KERJA ESELON II BPK. JADI,
PENILAIAN AKHIR INI MERUPAKAN KOMPILASI DARI PENILAIAN-
PENILAIAN SATUAN KERJA YANG ADA DI BPK DAN MENJADI
PENILAIAN AKHIR MODEL PMPRB BPK SECARA INSTITUSI.
Dari seluruh hasil penilaian nantinya harus dimasukkan ke dalam sistem
yang disediakan Kemenpan dan RB. Nah, untuk penilaian yang dilakukan di Bali itu, sudah sekaligus dilakukan survei internal dengan Kemenpan dan RB secara langsung, secara online. Jadi,
nilai-nilai yang pegawai BPK Perwakilan sudah masuk ke sistemnya Kemenpan dan RB. Survei internal pada pegawai- pegawai di Kantor BPK Pusat sendiri, pada Maret ini, juga sudah dilakukan secara online.
Proses penilaian sampai penilaian
akhir yang kemudian dimasukkan ke dalam sistem Kemenpan dan RB
sebagai hasil akhir PMPRB BPK tahun 2012 meliputi tiga tahapan: Panel 1,
Panel 2, dan Panel 3.
Panel 1 adalah data yang dimasukkan oleh inputer dan assessor. Pada Panel 1 ini, begitu data sudah masuk, masih bisa diubah-ubah datanya oleh assessor. Begitu selesai, nilainya sepakat lalu melangkah ke Panel 2.
Pada Panel 2, data yang masuk sudah ‘terkunci’. Assessor sudah tidak bisa lagi mengubah-ubah atau
memperbaiki data lagi. Kalaupun bisa, yang bisa mengubah atau memperbaiki data hanya pada adminnya, yang dalam hal ini adalah Inspektorat Utama (Itama) BPK.
Ketika Panel 2 sudah selesai semuanya, maka melangkah ke Panel 3. Panel 3 ini, entitas, baik itu Kementerian/Lembaga, termasuk BPK yang dalam hal ini Itama BPK, sudah tidak bisa lagi mengubah atau
memperbaiki nilai. Jadi, hasil penilaian akhir ada pada Panel 3. Panel 3 ini akan dilakukan pada 31 Maret 2013 ini.
“Deadline-nya 31 Maret, data hasil PMPRB pada Kementerian/Lembaga sudah harus masuk ke sistemnya Kemenpan dan RB,” ucap Yogi.
Mengenai deadline ini ternyata kebanyakan Kementerian dan Lembaga yang mengikuti program reformasi birokrasi nasional ternyata belum sepenuhnya siap. Pada pertemuan terakhir antara Kementerian dan Lembaga dengan Kemenpan RB terkait laporan progress mengenai PMPRB ini, masih banyak yang meminta diundur. Walau pihak Kemenpan dan RB sendiri berkukuh sesuai pedoman bahwa deadline-nya tanggal 31 Maret.
Per 8 Maret 2013 lalu, baru tiga kementerian dan lembaga yang datanya sudah masuk: yaitu
Kementerian Pertanian, Lembaga Sandi Negara, dan Kementerian Kehutanan. Menurut Xxxx, BPK sendiri untuk target tanggal 31 Maret sebagai deadline sudah bisa masuk. and
PERBURUAN ASET CENTURY MASIH MAJU MUNDUR
PERBURUAN ASET BANK CENTURY DI SWISS BELUM MENUNJUKKAN HASIL MAKSIMAL. KEDUBES RI DI SWISS PERLU KEMBALI
DILIBATKAN. PEMERINTAH SIAPKAN DANA OPERASIONAL Rp17
S
MILIAR UNTUK MENARIK DANA YANG DIPARKIR DI BANK DRESSNER SWISS ITU
EJAK dibentuk pada April 2010, Xxx Xxxxawas kasus Bank Century sudah
87 kali rapat bersama pihak terkait untuk menyedot dana talangan pemerintah yang jumlahnya mencapai Rp6,5 triliun. Tapi hasilnya masih nol besar. Bahkan sampai sekarang Tim Pengembalian Aset belum mampu menarik sepeser pun aset Bank Century yang diparkir pada salah satu bank di Swiss dan Hongkong.
“Kita sudah rapat Timwas 87 kali. Hasilnya maju mundur, “kata pimpinan Xxxxxx Xxxxxxx, Xxxxxx Xxxxxxxxx dalam rapat Timwas di Gedung DPR, Senayan, Jakarta,
kami KBRI wakil resmi pemerintah yang bisa mendapatkan akses mengenai masalah MLA (Mutual Legal Assistance) ini,” sambungnya
Apa yang disampaikan Djoko Susilo cukup beralasan. Pasalnya ketika Wakil Menkumham Xxxxx Xxxxxxxxx memimpin tim khusus pemburu
aset kasus Bank Century di Swiss, pihak KBRI tak dilibatkan sama sekali sehingga KBRI tidak bisa memantau sejauh mana perkembangan tim pemburu aset yang dipimpin Xxxxxxxxxxx Xxxxx Xxxxxxxxx.
“Kalau tim pemburu itu yang pimpinannya Pak Xxxxxxx itu bagus, itu excellent,” kata Xxxxx
membandingkan kinerja tim Xxxxxxx dengan Xxxxx.
Menurut Xxxxx karena ketiadaan koordinasi antara KBRI di Swiss dengan tim pemburu aset akhirnya MLA terhenti. Xxxxx mengaku tidak mengetahui alasan dari pemerintah yang tidak berkomunikasi dengan KBRI. “Tim pemburu aset banyak. Beda lho, tim pemburu Pak Xxxxxxx, xxx Xxxxx xxxx lagi, xxx Xxxxx xxxxxx
Rabu (13/3). Rapat dihadiri
Kapolri Jenderal Xxxxx Xxxxxxx, Kabareskrim Xxxxxx Xxxxxxxx, Jaksa Xxxxx Xxxxxxx Xxxxx, Wakil Jaksa Agung, Xxxxxx Xxxx Xxxxxxxxxxxx,
Menkumham Xxxx Xxxxxxxxxx termasuk Dubes RI untuk Swiss Xxxxx Xxxxxx.
Namun demikian, tambahnya, keberadaan Timwas tetap diperlukan untuk mengawasi kerja pemerintah dalam upaya pengembalian aset yang dibekukan. Di Swiss, jumlah aset yang dibekukan berdasarkan data Menkeu mencapai Rp 1,5 triliun. Dana itu sampai saat ini masih berada dalam pengawasan pengadilan Swiss.
Pangkal kegagalan itu pun tak pernah jelas. Sejumlah anggota Timwas DPR RI menengarai kurangnya koordinasi antarlembaga yang ditugasi menjadi motor Tim Pengembalian
Aset Century ikut andil lambannya penarikan kembali aset yang nyangkut di bank Swiss itu.
Sinyalemen ini cukup beralasan.
Pasalnya dalam memberikan masukan kepada Menkumham, Dubes RI untuk Xxxxx, Xxxxx Xxxxxx berharap tim
yang datang ke Swiss juga bersedia didampingi tim Kedubes. “Mohon kalau bisa ada surat resmi dari Kumham kepada Federal Justice bahwa
Century,” tutur Xxxxx.
Lebih lanjut Xxxxx mengatakan, saat ini dia belum menerima MLA yang dikirim untuk pemerintah Swiss terkait aset Century yang parkir di bank negara tersebut.”Faktanya, MLA ini belum diterima, dan dana US$ 156 juta masih sengketa dan belum bisa dibekukan oleh otoritas Swiss,” kata Xxxxx
Xxxxxxx Xxxxx xxxx Century yang terdapat di bank di Swiss saat ini berjumlah US$ 156 juta dari US$ 220 juta. Tapi karena belum adanya MLA maka dikhawatirkan setiap saat bisa saja aset itu melayang.
Karena itu pihaknya kini akan
AKSENTUASI
fokus terhadap penyelesaian MLA kepada pemerintah Swiss, meski dirinya terkendala akses untuk mempertanyakan kelanjutan proses pembekuan aset Century. “Singkatnya, peranan kami dalam hal mendukung pemerintah menyelesaikan MLA pada pemerintah Swiss, kami seperti tukang pos,” lanjutnya.
“Peranan ini saya jalani sejak Maret 2010, sampai berhenti pada Maret atau April 2012. Ini yang berhenti sama sekali. Karena kami tidak mendapatkan sama sekali akses, bisa dikatakan kegiatan kami sebagai tukang pos vakum,” imbuhnya.
Namun Menteri Hukum dan HAM, Xxxx Xxxxxxxxxx segera meluruskan pernyataan Dubes RI untuk Xxxxx, Xxxxx Xxxxxx yang
menyebut Wakil Menkumham Xxxxx Xxxxxxxxx memimpin tim khusus pemburuan aset kasus Bank Century. Xxxx menegaskan tim terpadu tetap dipimpin Wakil Jaksa Xxxxx Xxxxxxx. Sedangkan dia memimpin Tim MLA.
Xxxx menerangkan Xxxxx Xxxxxxxxx memang ditugaskan untuk memenuhi undangan LSM
setempat terkait bantuan penanganan pengembalian aset. “Ada undangan dari satu lembaga di Swiss yang menawarkan bantuan tanpa biaya. Hal ini yang membuat ketertarikan kami dan menugaskan Wamen berangkat ke sana. Kami ingin tahu jasa-jasa seperti apa yang bisa mereka berikan. Mungkin karena kurang koordinasi dengan Kedubes . Tapi jangan diartikan melangkahi,” jelas Xxxx.
Anggota Xxxxxx Xxxxxxx dari Fraksi Golkar, Xxxxxxxx Xxxxx mengingatkan agar tim maksimal mengupayakan pengembalian aset Bank Century terkait tindak pidana yang dibekukan dengan pengawasan pengadilan. Di Swiss, jumlah aset yang dibekukan kata Menkeu mencapai Rp 1,5 triliun.
Dia juga mengingatkan agar tim berkoordinasi dengan Dubes RI untuk mengoptimakan kerja.”Kami minta Xxxxxxxxx tolong libatkan dubes
karena mereka tahu persis di situ,” ujar Xxxxxxxx.
Sedangkan anggota lainnya, Xxxx Xxxxxx, meminta tim pengembalian aset melakukan terobosan agar aset yang dibekukan dapat kembali ke kas negara. “Perlu terobosan mengenai lobi-lobi. Apa lobi dilakukan dengan membuat suatu legal opini dengan ahli hukum internasional. Melalui kerjasama dengan pengacara yang ditunjuk di luar negeri kita susun dasar lobi politik,” xxxx Xxxx Xxxxxx.
Sejumlah anggota Timwas DPR RI menengarai kurangnya koordinasi antarlembaga yang ditugasi menjadi motor Tim Pengembalian Aset Century, ikut andil lambannya penarikan kembali aset yang nyangkut di
bank Swiss itu.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Xxxxxxxx Xxxxxx mengatakan, Pemerintah Swiss mendukung upaya Indonesia untuk menarik dana Xxxxxx Xxxxxxxx yang ditempatkan di Bank Dressner Swiss. Hal itu disampaikan pemerintah
Swiss ketika dia berkunjung ke negeri tersebut.
Menurut Achsanul di sela-sela kunjungan itu, pihaknya telah memanfaatkan waktu yang ada untuk mengungkapkan hal-hal yang terkait dengan sebagian dana Bank Century yang disimpan di Swiss. Respon pemerintah Swiss menurut dia cukup positif. sehingga penelusuran dana Bank Century yang tersimpan di Swiss dapat terungkap.
“Sekarang yang penting dana itu bisa kembali ke pemerintah Indonesia. Dasar hukum pemerintah Indonesia untuk menarik kembali karena
dana itu merupakan hasil kejahatan
perbankan kasus Bank Century yang dilakukan Xxxxxx Xxxxxxxx senilai Rp1,5 triliun,” ujar dia.
Menurut dia, untuk segera mewujudkan pengembalian uang negara itu, maka MLA harus direvisi. Pemerintah Indonesia harus dapat mempertegas dan meyakinkan pemerintah atau pengadilan Swiss bahwa dana tersebut merupakan bagian dari kejahatan perbankan yang dilakukan Xxxxxx Xxxxxxxx.
Demi efektifitas pemulangan aset Bank Century tersebut Kementerian Hukum dan HAM berjanji segera akan meningkatkan koordinasi dengan jajaran Kementerian Luar Negeri di sana. Dalam hal ini adalah dengan Kedutaan Besar RI di Swiss. “Saya menyadari perwakilan-perwakilan kita, seyogyanya kita berdayakan dengan maksimal,” kata Menkum HAM Xxxx Xxxxxxxxxx .
Menurutnya, dalam suatu proses hukum tentunya ada due process yang tentunya berpegang pada kedaulatan masing-masing negara. “Tidak tepat manakala ketika kita pesimis dan menghentikan upaya-upaya yang sedang kita jalankan saat ini,” imbuh Xxxx.
Menyinggung dana operasional, Menteri Keuangan Xxxx Xxxxxxxxxxxx menegaskan pada tahun 2013
ini pemerintah menganggarkan Rp 17 miliar bagi tim pendukung pengembalian aset terkait tindak
pidana kasus Bank Century. Namun hingga bulan ketiga, anggaran tersebut belum dipakai.
“Tahun 2013 kami siapkan Rp 17 miliar dan belum digunakan,” kata Menteri Keuangan Xxxx Xxxxxxxxxxxx dalam rapat Xxxxxx Xxxxxxx tersebut. Pada tahun 2012, anggaran yang digelontorkan untuk tim yang dipimpin Menteri Hukum dan HAM Xxxx Xxxxxxxxxx mencapai Rp 14,8 miliar.
“Alokasi ke Kumham untuk pendanaan kegiatan tim Rp 14,8 miliar, realisasi jauh di bawah itu,” terangnya. bd
P
ADA 19 Maret 2013 lalu, melalui Sidang Paripurna DPR, telah ditetapkan Kantor Akuntan Publik (KAP) yang
akan memeriksa Laporan Keuangan (LK) BPK Tahun Anggaran (TA) 2012. KAP yang ditetapkan DPR tersebut adalah KAP Xxxxx, Xxxxxxxx dan Rasidi.
Xxxxxx Xxxxxxxxx yang dipimpin oleh Wakil Ketua DPR Sohibul Iman ini menetapkan KAP yang baru yang ditugaskan untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung
jawab keuangan BPK tahun 2012. Penetapannya berdasarkan pendapat, pandangan fraksi, dan musyawarah Komisi XI DPR. Pada sidang paripurna tersebut, seluruh anggota dari fraksi- fraksi di DPR yang hadir menyetujui penunjukan KAP Xxxxx, Xxxxxxxx dan Rasidi oleh Komisi XI DPR sebagai KAP pemeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan BPK tahun 2012.
DPR TETAPKAN KAP PEMERIKSA LK BPK TA 2012
“Sesuai dengan ketentuan Pasal 272 Peraturan Tata Tertib DPR RI, dengan memperhatikan pendapat dan pandangan fraksi-fraksi, berdasarkan musyawarah dan mufakat Komisi XI sepakat untuk menunjuk KAP Xxxxx, Xxxxxxxx dan Xxxxxx sebagai KAP pemeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan BPK tahun 2012,” kata Ketua Komisi XI DPR Xxxx Xxxxx,”
Menurut laporan Xxxx Xxxxx, pada 21 Februari 2013, Badan Musyawarah (Bamus) menugaskan kepada Komisi XI untuk membahas penunjukkan KAP yang akan melakukan pemeriksaan keuangan tahunan BPK tahun 2012.
Menindaklanjuti penugasan Bamus tersebut, pada 6 Maret 2013, Komisi XI melakukan uji kepatutan dan kelayakan kepada lima calon KAP. Biaya pemeriksaan LK BPK sendiri dialokasikan melalui Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) BPK TA 2013 senilai Rp2 miliar.
Kelima calon KAP yang mengikuti uji kelayakan dan kepatutan tersebut adalah KAP Xxxxx, Xxxxxxxx dan Xxxxxx, KAP Kanaka Xxxxxxxxxx dan Xxxxxxxxx, KAP Xxxxxxx Xxxxxxxx &
Rekan, KAP Xxxxxx Xxxxxxxx Adi dan Rekan, serta KAP Xxxxxxxx, Xxxxx & Rekan.
“Kami melakukan rapat intern pada 14 Maret lalu untuk mengambil keputusan. Hasilnya kami memilih KAP Xxxxx, Xxxxxxxx dan Xxxxxx sebagai KAP yang akan ditunjuk untuk memeriksa keuangan tahunan BPK,” jelas Emir.
Sebelumnya, melalui surat No.03/S/II-X-4/02/2013 tertanggal 8 Februari 2013, BPK telah mengusulkan tiga calon KAP untuk melakukan pemeriksaan keuangan terhadap lembaga tersebut. Di sisi lain, Menteri Keuangan melalui surat No. S-93/ MK.01/2013 tertanggal 11 Februari 2013 juga mengusulkan tiga calon KAP.
Dari kedua usulan tersebut, BPK dan Menteri Keuangan sama-sama mencantumkan KAP Xxxxx, Xxxxxxxx dan Xxxxxx dalam daftar calon KAP- nya. Sehingga keseluruhan calon yang mengikuti uji kepatutan dan kelayakan di Komisi XI DPR berjumlah lima KAP
KAP Xxxxx, Xxxxxxxx dan Xxxxxx sendiri bukan KAP yang benar-benar
baru yang ditugaskan DPR untuk memeriksa LK BPK. Sebelumnya, pada TA 2010, LK BPK diperiksa oleh KAP ini.
Pada TA 2011, LK BPK diperiksa oleh KAP Wisnu B. Soewito & Rekan. KAP Wisnu B. Soewito & Rekan ini juga pernah ditunjuk untuk memeriksa
LK BPK TA 2009. Sementara LK BPK TA 2008, diperiksa oleh KAP Hadori & Rekan.
Pemilihan KAP sebagai Auditor Independen yang memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan BPK ini merupakan amanat Undang-Undang No. 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan. Pada Pasal 32 Ayat 1 undang-undang tersebut dinyatakan:” Pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan tahunan BPK dilakukan oleh akuntan publik”.
Penunjukkan KAP dilakukan oleh DPR atas usul BPK sendiri dan Menteri Keuangan. Hasil dari pemeriksaan KAP ini diserahkan kepada DPR.
Sementara salinannya diserahkan kepada Pemerintah untuk penyusunan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP). and
K
ALANGAN profesi kurator boleh jadi sedang masygul berat. Pangkal soalnya menyangkut terbitnya
Peraturan Menteri Hukum dan HAM No. 01 Tahun 2013 tentang Pedoman Imbalan Bagi Kurator dan Pengurus. Aturan yang diterbitkan 11 Januari 2013 lalu memangkas fee yang berhak diterima kurator atau pengurus setelah mengurusi harta debitor. Tak pelak terbitnya Permenkumham No. 01 Tahun 2013
menuai protes dari kalangan profesi kurator.
Kurator Xxxxx Xxxxx misalnya mempertanyakan alasan pemerintah yang mengurangi fee kurator.
Padahal seharusnya kurator berhak mendapatkan imbalan yang besar karena tanggung jawabnya juga besar. Xxxxx menduga penerbitan Permenhukam ini untuk melindungi Telkomsel. Sebelumnya Telkomsel yang sebelumnya dipailitkan Pengadilan Niaga PN Jakarta Pusat itu menolak membayar fee kurator senilai Rp146,808 miliar yang ditetapkan Pengadilan Negeri Niaga Jakarta Pusat. Alasannya Telkomsel
PROFESI
MEMANGKAS IMBALAN JASA KURATOR
PERMENKUMHAM NO. 01 TAHUN 2013 MENUAI PROTES
DARI KALANGAN PROFESI KURATOR. ATURAN INI DIANGGAP MEMANGKAS FEE YANG BERHAK DITERIMA KURATOR.
istimewa
Xxxxxxx Xxxxxxxxxxx
mengganggap penetapan fee
kurator sangatlah tidak wajar dan tidak mencerminkan rasa keadilan, kepatutan, dan kepantasan.
Karena itu Xxxxx menganggap Permenkumham tentang fee kurator cacat dan menjadi ancaman serius bagi Pengadilan Niaga, khususnya kurator. Xxxxx menilai Pasal 2 ayat
(1) huruf c Permenkumham tersebut harus dinyatakan batal demi hukum karena telah melanggar peraturan yang lebih tinggi, yaitu Pasal 17 ayat
(2) juncto Pasal 17 ayat (3) juncto Pasal 76 (3) UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang(PKPU).
Selain itu Xxxxx juga melihat Permenkumham mencederai rasa keadilan. Sebab dengan adanya Permenhunkam itu orang akan takut mengajukan permohonan pailit karena pemohon akan menanggung
biaya kepailitan dan fee kurator jika
pailitnya dibatalkan di tingkat kasasi atau PK.
Sementara Ketua Asosiasi Kurator dan Pengurus Indonesia (AKPI) Xxxxxxx Xxxxxxxxxxx menyayangkan peraturan Menteri Hukum dan
HAM ini tanpa melibatkan AKPI sebagai salah satu pemangku kepentingan dalam hukum kepailitan. Menyinggung, besar- kecilnya fee kurator, menurut Xxxxxxx dihubungkan juga dengan seberapa banyak jam kerja (work hour)
yang telah dilakoni kurator dalam mengurus harta debitor.
Menanggapi tudingan tak sedap itu, Kepala Seksi Balai Harta Peninggalan Ditjen AHU Kementerian Hukum dan XXX, Xxxxxxx, menjelaskan lahirnya Permenkumham ini bukan karena Telkomsel. Permenkumham, kata
dia, dibuat karena kebutuhan yang
mendesak. Banyaknya pengaduan masyarakat yang terus meningkat setiap tahun menjadi sebab lahirnya peraturan ini.
Selain itu menurut Xxxxxxx, Permenkumham yang baru ini tidak ada perubahan signifikan dari kedua peraturan sebelumnya yakni Kepmenhunkam tahun 2008. Bahkan kata Xxxxxxx, materi Permenkumham sebagian besar merujuk pada Kepmenkumham
1998. Yang berubah antara lain pada persentase nilai imbalan. Sekalipun begitu Xxxxxxx mempersilakan bila ada pihak yang ingin mempersoalkan Permenkumham ke jalur hukum.
Bisa saja peraturan imbalan kurator terbaru itu direvisi.
Selama ini, imbalan jasa bagi kurator dan pengurus diatur berdasarkan Keputusan Menteri
Kehakiman No. M.09-HT.05.10- Tahun 1998. Secara umum, besarnya imbalan ditentukan berdasarkan persentase nilai harta pailit. Dalam lampiran Kepmenhukam tersebut, terdapat perbedaan persentase antara pengurusan dalam rangka kepailitan yang berakhir dengan perdamaian dan pengurusan dalam rangka kepailitan yang berakhir dengan pemberesan.
Sedangkan menurut Ketua Asosiasi Kurator dan Pengurus, Xxxxx Xxxxxxx seharusnya imbalan jasa kurator mengacu pada Keputusan Menteri Kehakiman No. M.09-
HT-05.10-Tahun 1998 tentang Pedoman Besarnya Imbalan Jasa Bagi Kurator Dan Pengurus. Tetapi dalam prakteknya, Xxxxxx tersebut sekarang sudah jarang dijadikan acuan lagi. Menurutnya, sekarang ini imbalan jasa kurator dan pengurus lebih banyak ditentukan berdasarkan kebijaksanaan dan diskresi dari Hakim.
Menanggapi adanya kesimpangsiuran imbalan jasa bagi kurator, menurut Timur, boleh-boleh saja kalau sekarang ini kurator ada yang menentukan tarifnya sendiri. Tentu dengan memperhatikan tingkat kerumitan pekerjaan, pengalaman kurator, atau melalui kesepakatan kurator sendiri. Xxxxx menegaskan bahwa
sudah ada rancangan peraturan baru mengenai imbalan jasa kurator yang kemungkinan dalam aturan tersebut akan ditentukan bahwa tarif kurator akan ditentukan per jam (man hour). Ini dilakukan karena pekerjaan kurator sama sekali tidak mudah dan dituntut tanggung jawab profesional yang berat.
Pendapat serupa juga diungkapkan Xxxxx. Menurutnya tarif kurator sebesar U$200/jam selama ini sudah menjadi tradisi di Pengadilan Niaga. Ia berpendapat, tarif tersebut didasarkan pertimbangan bahwa pada saat dia menjalankan pekerjaannya, dia
harus mengeluarkan terlebih dahulu biaya pemasangan iklan, penitipan barang, verifikasi, investigasi aset ke lapangan, dan lain-lain.
Selain itu lanjut Xxxxx, seorang kurator harus benar-benar meluangkan waktu dan pikiran untuk melakukan pekerjaannya. Belum lagi kemungkinan pertanggungjawaban pribadi apabila dalam menjalankan tugasnya kurator melakukan kesalahan dan kekeliruan. Karena tanggung jawabnya besar, kurator minta dibayar ratusan dollar per jam.
Sejatinya profesi kurator memang terbilang asing bagi sebagian masyarakat. Menurut
istimewa
(Ilustrasi) seorang kurator menilai karya seni.
Xxxxxxx Xxxxxxxxxxx, kurator adalah profesional yang diangkat oleh Xxxxxxxxxx Xxxxx untuk melakukan pengurusan dan pemberesan. Maksud pengurusan di sini yaitu mencatat, menemukan, mempertahankan nilai, mengamankan, dan membereskan harta dengan cara dijual melalui lelang. Meski ditunjuk oleh pengadilan, lanjut Xxxxxxx xxxxxxx
tetap diusulkan oleh pexxxxx xxxxxx. Namun dalam bertugas, kurator tidak bertindak untuk kepentingan pemohon melainkan untuk
kepentingan bundel pailit.
Karena itu kata Xxxxxxx menghitung aset perusahaan pailit adalah salah satu tugas Kurator.
Untuk itu, kurator harus memahami betul cara membaca laporan keuangan perusahaan agar bisa mendapatkan informasi tentang harta yang menjadi kewenangannya tersebut. Dalam bertugas, kurator justru bisa membutuhkan auditor jasa independen. Auditor sangat diperlukan jika kurator tidak mampu membaca laporan keuangan perusahaan. Bahkan, kurator bisa saja mengundang appraisal atau konsultan pajak bila memang
dibutuhkan.
Secara kasat mata mungkin tugas kurator terlihat mudah. Padahal, banyak hambatan yang ditemui di lapangan.
Xxxxx S Xxxxxxx, kurator yang tergabung dalam Ikatan Kurator dan Pengurus Indonesia (IKAPI) mengungkapkan ada beberapa masalah yang dihadapi kurator dalam melaksanakan tugas.
Dalam menghadapi debitor nakal, misalnya. Dalam hal ini debitor tidak mau bekerjasama dengan kurator dalam rangka pengurusan dan pemberesan harta pailit.
Masalah lainnya adalah pelaksanaan lelang harta pailit yang dihambat serta dilaporkannya kurator kepada
instansi kepolisian. Bahkan, tak jarang kurator mendapat tekanan dari kreditor yang hak-haknya tidak terpenuhi. “Ini menunjukkan perlindungan terhadap kurator belum maksimal,” kata Xxxxx.
Meski terkadang harus berurusan dengan kepolisian atau mendapat tekanan dalam bertugas, profesi kurator rupanya cukup diminati.
Buktinya dalam catatan AKPI, saat ini ada lebih dari 350 kurator di Tanah Air. Maklum, pendapatan kurator tak kecil-kecil amat. Setidaknya, 2,5-5 persen dari budel pailit sudah pasti hinggap ke kantong kurator. bw
IDI INTOSAI Gelar
INTERNASIONAL
Workshop Manajemen 3i
Pada 27 Februari – 1 Maret 2013, di Pnom Penh, Kamboja, INTOSAI Development Initiative (IDI) menggelar workshop manajemen terkait
International Standards of Supreme Audit Institutions (ISSAI) Implementation Initiative atau biasa disebut ISSAI Implementation Initiative (3i).
Wakil Ketua BPK RI Xxxxx Xxxxx saat menghadiri Workshop manajemen 3i programme.
W
lembaga audit yang sejalan dengan semangat Deklarasi Lima dan Mexico. Walau begitu, ada beberapa catatan pada pemeriksaan kinerja dan pemeriksaan kepatuhan.
Workshop juga menggelar diskusi antardelegasi. Setelah diskusi kemudian dilanjutkan dengan pemaparan para narasumber INTOSAI tentang esensi dan arah ISSAI mulai level 1 sampai dengan level 4.
Acara workshop tersebut diakhiri dengan penandatanganan Statement of Commitment on
ISSAI oleh ketua atau wakil lembaga pemeriksa yang hadir. Penandatanganan ini untuk menunjukkan komitmennya dalam mendukung upaya penerapan ISSAI dan menjadikan inisiatif internal lembaga-lembaga pemeriksa pada negara masing-masing.
Penandatanganan Statement of Commitment on ISSAI yang dilakukan Delegasi BPK RI diwakili
oleh Wakil Ketua BPK XX Xxxxx Xxxxx. Penandatanganannya bersama dengan perwakilan dari IDI INTOSAI dan ASOSAI.
orkshop ini diikuti 20
delegasi lembaga- lembaga pemeriksa di bawah ASOSAI.
diselenggarakan berkat kerja sama IDI INTOSAI dan Asian Organization Supreme Audit Institutions (ASOSAI) atau organisasi lembaga pemeriksa
se-Asia. Tujuannya, untuk menggalang komitmen penerapan ISSAI di kawasan Asia dalam wadah INTOSAI.
BPK RI sendiri termasuk dalam 20 delegasi yang berpartisipasi dalam workshop tersebut. Delegasi BPK
RI dipimpin Wakil Ketua BPK Xxxxx
Xxxxx. Sementara anggota delegasinya
terdiri dari: Kepala Biro Humas dan Luar Xxxxxx Xxxxxxx Xxxx, Kepala Subdit Kelembagaan Xxxx Xxxxxx, dan auditor BPK RI Xxx Xxxxxx.
Selama tiga hari delegasi SAI dari 20 negara menyampaikan presentasi gambaran kesesuaian
pengembangan standar pemeriksaan masing-masing negara terhadap ISSAI. Dari hasil presentasi, BPK RI memiliki tingkat kesesuaian yang cukup baik terhadap ISSAI. Terutama dalam hal kesesuaiannya dengan level 2 terkait dengan kelembagaan dan organisasi
Workshop manajemen
ISSAI Implementation Initiative merupakan sebuah awal perjalanan penerapan ISSAI pada lingkungan INTOSAI. Khususnya ASOSAI dan lembaga-lembaga pemeriksa di masing-masing negara. Workshop ini juga akan diikuti berbagai inisiatif lainnya, untuk mendorong perbaikan kualitas pemeriksaan pada sektor publik sesuai dengan mandat masing-masing lembaga- lembaga pemeriksa, anggota INTOSAI.
ISSAI
International Standards of Supreme Audit Institutions atau ISSAI merupakan sebuah standar internasional dari lembaga-lembaga pemeriksa di bawah naungan organisasi lembaga-lembaga pemeriksa sedunia atau (INTOSAI).
Tercetusnya ISSAI ini berdasarkan salah satu hasil deklarasi Konferensi INTOSAI XX di Afrika Selatan pada tahun 2010.
Dalam konferensi INTOSAI tersebut dihasilkan deklarasi. Salah satunya adalah penerapan kerangka
standar kualitas terbaik profesi bagi pengembangan institusi, organisasi dan profesionalisme lembaga pemeriksaan.
Kerangka ISSAI mencakup empat level. Level 1 yang mencakup prinsip umum dari Lima dan Mexico Declaration. Level 2 yang mencakup prasyarat mengfungsikan lembaga
pemeriksa. Level 3, mencakup prinsip dasar pemeriksaan. Dan, Level 4, mencakup pedoman pemeriksaan.
Begitu strategis dan pentingnya manfaat penerapan ISSAI bagi
Pertama, pengembangan produk publik global atas ISSAI.
Kedua, program sertifikasi ISSAI. Ketiga, jaringan komunitas
penerapan ISSAI. Keempat, Cooperative Audits sesuai ISSAI. Dan, kelima, pembangunan penerapan ISSAI pada lembaga-lembaga pemeriksa. SAI.
BPK RI sendiri sebagai anggota INTOSAI sejak diluncurkan program 3i tahun 2012, telah berpartisipasi dengan mengikutsertakan enam pegawainya
Para peserta Workshop manajemen 3i programme
ISSAI sebagai referensi dasar bagi pengembangan pemeriksaan sektor publik untuk seluruh lembaga pemeriksa (Supreme Audit Institution/ SAI). Penerapan kerangka ISSAI
ini bertujuan untuk memastikan kredibilitas, kualitas dan profesionalitas lembaga-lembaga pemeriksa di bawah naungan INTOSAI dalam menjalankan mandatnya.
ISSAI secara formal telah diselesaikan sejak tahun 2007. Substansinya merupakan kerangka utuh dan lengkap yang mengatur
lembaga-lembaga pemeriksa, INTOSAI memberikan mandat IDI INTOSAI untuk mengawal implementasi ISSAI.
Implementasinya melalui program yang dikenal sebagai ISSAI Implementation Iniative atau 3i. Program ini mendapat dukungan dari Bank Dunia bagi lembaga pemeriksa pada negara- negara berkembang.
Dengan mandat yang diberikan INTOSAI tersebut, IDI INTOSAI menjalankan lima inisiatif secara jangka pendek (2012-2014) dan jangka panjang yang mencakup lima hal.
dalam Program Sertifikasi ISSAI untuk menjadi International Facilitators of ISSAI.
Sementara IDI INTOSAI sendiri merupakan organisasi yang berada di bawah INTOSAI. Tugasnya adalah membangun kapasitas lembaga- lembaga pemeriksa yang menjadi anggota INTOSAI. Salah satu target
utama dari tugas IDI INTOSAI ini adalah membangun kapasitas bagi lembaga- lembaga pemeriksa negara-negara berkembang. and
Suasana simposium
BPK HADIRI SIMPOSIUM
UN-INTOSAI
Pada 5-7 Maret 2013, BPK menghadiri simposium Perserikatan Bangsa-Bangsa atau PBB (United Nations/UN) dan INTOSAI (UN-INTOSAI Symposium). Simposium internasional ini diselenggarakan di Vienna, Austria. Pembicara simposium selain dari INTOSAI dan anggotanya, juga dari badan PBB, serta organisasi yang terkait. Tema yang diangkat terkait dengan mendorong tata kelola publik secara efektif dan ekonomis.
S
INTERNASIONAL
terkait dengan peran badan pemeriksa dalam pemeriksaan dan konseling.
BPK sendiri hadir karena merupakan salah satu peserta yang diundang dari 189 peserta, dari 54 badan pemeriksa yang berpartisipasi pada simposium tersebut. Delegasi BPK dipimpin oleh Ketua BPK, Xxxx Xxxxxxxx, dengan anggota delegasi: Sekretaris Jenderal BPK, Xxxxxx Xxxxxxxxxx, Kepala Biro Humas dan Luar Xxxxxx Xxxxxxx Xxxx dan Kepala Sub Bagian Kesekretariatan Ditama Revbang Xxxxxx Xxxxxxxxx.
Simposium ke-22 itu dihadiri oleh 147 peserta. Adapun 147 perserta tersebut di antaranya delegasi dari SAI, empat organisasi di bawah PBB, Bank Dunia, dan satu lembaga swadaya masyarakat atau non government organisation (NGO), yaitu Gesselschalt
IMPOSIUM PBB dan
INTOSAI merupakan kegiatan dua tahunan yang diselenggarakan
PBB dan INTOSAI. Simposium yang diselenggarakan di Vienna, Austria tersebut merupakan simposium ke- 22 PBB dan INTOSAI. Pembahasannya
fur Internationale Zusammenarbeit (GIZ).Ada tiga tujuan dari simposium ini sendiri. Pertama, mengidentifikasi berbagai prasyarat, cara, dan metode
dalam meningkatkan efektivitas dan ekonomi public governance. Kedua, membuat ukuran yang jelas untuk memanfaatkan kesempatan dan menghindari risiko. Ketiga,
menekankan berbagai contoh praktis yang dapat dijadikan model praktik terbaik. Hal tersebut merupakan upaya untuk terus menjaga semangat INTOSAI, “experientia mutual omnibus prodest” atau pengalaman bersama
Suasana simposium
Suasana simposium
dapat memberikan manfaat bagi semua.
Simposium dibuka Sekretaris Jenderal INTOSAI Xxxxx Xxxxx. Dalam sambutannya, Xxxxx Xxxxx yang juga sebagai Ketua Badan Pemeriksa Austria atau Austrian Court of Audit (ACA) menekankan pada kontribusi badan pemeriksa dalam pencapaian tata kelola publik (public governance) secara efektif dan ekonomis.
Lebih lanjut dinyatakannya bahwa pemeriksaan dan konseling
merupakan pendekatan yang modern dan efektif bagi badan pemeriksa.
Sebagai suatu pendekatan yang modern dan efektif, pemeriksaan dan konseling yang dilakukan badan pemeriksa harus memperhatikan prasyarat, yaitu: pemilihan obyek pemeriksaan harus berorientasi masa depan; pemeriksaan bukan bagian dari kegiatan sehari-hari pemerintah
[manajemen], misalnya tetap dilakukan dalam pre-audit atau post audit tapi tetap setelah suatu aktivitas selesai dilakukan serta tetap berdasarkan bukti (facts based); dan rekomendasi yang diberikan harus memberikan nilai
tambah, berperspektif masa depan, dan memberikan solusi bagi pencapaian tata kelola publik yang efektif dan ekonomis.
Xxxxx Xxxxx juga mengungkapkan bahwa konseling oleh badan pemeriksa dimaksudkan untuk mengefektifkan tindak lanjut rekomendasi yang diberikan. Tidak sekedar presentasi sehari atau penyampaian melalui laporan hasil pemeriksaan.
Terkait dengan risiko, Xxxxx Xxxxx mengingatkan bahwa pemeriksaan dan konseling harus dilakukan dengan baik. Tujuannya untuk mendapatkan efisiensi bagi badan pemeriksa serta manfaat bagi masyarakat secara luas, tanpa melemahkan badan pemeriksa. Untuk itu, ada prasyarat yang harus dipenuhi. Pertama, tidak terlibat dalam manajemen operasional pemerintah.
Kedua, badan pemeriksa harus menghindari mengkritisi pengaruh politik. Dengan kata lain, lebih membatasi pada penilaian pada ekonomi, efisiensi, efektivitas serta kepatuhan atas keputusan yang diambil secara politik. Ketiga, jejak keputusan, bahwa semua proses pemeriksaan didasarkan pada bukti dan terbuka untuk diuji.
Dalam simpulan yang disampaikan, Xxxxx Xxxxx menekankan pada tiga hal: prasyarat (prerequisites), ukuran
yang jelas (visible measures), dan praktik
terbaik (best practices). Tiga hal tersebut merupakan prasyarat dalam merespon tuntutan atas efektivitas dan ekonomi tata kelola publik; mempertimbangkan kontribusi badan pemeriksa; dan memenuhi independensi dalam Deklarasi Lima.
Sementara itu, Utusan Sekjen PBB bidang Ekonomi dan Sosial Wo Hungbo, mengungkapkan penghargaan
dan terima kasih untuk simposium bersama ini. Sekretariat Jenderal PBB menghargai INTOSAI dalam upayanya untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas, efisiensi dan efektivitas untuk kepentingan masyarakat.
Resolusi PBB menunjukkan dukungan untuk mewujudkan hal tersebut serta kerjasama dengan INTOSAI.
Secara garis besar, Wo Hungbo menyampaikan tiga hal: agenda pembangunan PBB pasca 2015; akuntabilitas publik; dan keterlibatan warga negara dalam mengelola pembangunan. Untuk agenda Pembangunan PBB Pasca 2015 (Post 2015 Develepment Agenda), meliputi agenda Millenium Development Goals (MDGs). Agenda ini di antaranya
mendorong pemberantasan kemiskinan dan penanganan penyebaran HIV-AIDS. Agenda pasca 2015 tidak hanya mempercepat perkembangan MDGs, tapi juga agenda pembangunan pasca 2015 yang meliputi diskusi dari Rio + 20 ke sasaran pembangunan berkelanjutan atau sustainable development goals (SDGs), beserta pembiayaan jangka panjangnya (long term financing).
Diinformasikan oleh Wo, bahwa Panel tingkat tinggi Sekretariat Jenderal PBB saat ini juga membahas empat isu penting di dunia internasional, yaitu: kebutuhan good governance; investasi
dalam lembaga yang stabil dan akuntabel; pemberantasan korupsi; dan supremasi hukum (rule of laws).
Terkait akuntabilitas publik.
Menurut Wo, partisipasi publik penting bagi akuntabilitas publik. Hal ini berarti pejabat dan badan publik harus akuntabel kepada warga negara.
Peran badan pemeriksa sendiri sangat penting untuk mendorong transparansi dan akuntabilitas sehingga dapat mendukung public and good governance. Di sisi lain, biaya korupsi
tidak hanya terkait dengan hilangnya sumber daya publik dalam nilai tertentu, tetapi juga ketiadaaan rumah sakit, pendidikan, akses terhadap
air bersih, jalan, dan jembatan yang menyebabkan keluarga dan komunitas kehilangan kesejahteraan.
Soal keterlibatan warga negara dalam pembangunan, Wo menekankan bahwa salah satu ciri
good governance adalah keterlibatan dan partisipasi warga negara pada proses pengambilan keputusan dalam pembangunan. Badan publik harus membuat keputusan dan pelayanan
publik yang lebih baik untuk memenuhi kebutuhan publik.
Dalam simposium kali ini juga dirangkum beberapa usulan tindak lanjut dari simposium. Pertama, penelitian dan pengembangan metodologi pemeriksaan dan konseling. Kedua, pengembangan program hubungan masyarakat untuk keterlibatan publik. Ketiga pengembangan rencana strategis
untuk kemungkinan konseling oleh BPK atas hasil pemeriksaan. (BA/JE/And)
Sektor minyak, salah satu sumber penerimaan negara bukan pajak.
istimewa
URGENT, REVISI UU PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK
H
penerimaan berupa hibah yang merupakan hak Pemerintah,dan penerimaan lainnya yang diatur dalam Undang-undang tersendiri.
Dalam APBN Tahun 2013, Pendapatan Negara direncanakan Rp1.507,7 T, naik 11 % dari target APBN-P 2012. Dari total rencana penerimaan negara tersebut, sektor Pajak ditargetkan sebesar Rp1.031,7
INGGA pertengahan Maret 2013, Komite IV DPD RI masih intens melakukan kajian dalam
rangka revisi UU No 20 tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Sejumlah Rapat Dengar Pendapat Umum telah dilangsungkan, antara lain dengan Kementerian Kehutanan dan Kementerian
ESDM pada Senin (4/3/13) demi mendapatkan masukan materi revisi.
Revisi UU PNBP tadi dinilai sangat
urgent, mengingat potensinya yang begitu besar sebagai sumber penerimaan negara. Pada dasarnya, penerimaan negara itu sendiri terbagi atas 2 jenis penerimaan,
yaitu penerimaan dari pajak dan penerimaan bukan pajak yang disebut penerimaan negara bukan pajak (PNBP).
PNBP adalah seluruh penerimaan Pemerintah Pusat yang tidak berasal dari penerimaan perpajakan,
antara lain meliputi penerimaan yang bersumber dari pengelolaan dana Pemerintah; penerimaan dari pemanfaatan sumber daya alam; penerimaan dari hasil-hasil pengelolaan kekayaan Negara yang dipisahkan; penerimaan dari pelayanan yang dilaksanakan
Pemerintah; penerimaan berdasarkan putusan pengadilan dan yang berasal dari pengenaan denda administrasi;
T, Penerimaan Kepabeanan dan Cukai ditargetkan Rp147,2 T, dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) ditargetkan sebesar Rp324,3 T.
Angka penerimaan PNBP di atas,turun hampir 5% dari target APBN-P 2012, terutama akibat lebih rendahnya asumsi harga minyak (dari US$105/barel menjadi US$100/barel) dan turunnya asumsi lifting minyak (dari 930 ribu barel per hari menjadi 900 ribu barel per hari), namun naik 50% bila dibanding dengan realisasi tahun 2007.
Untuk mencapai target PNBP 2013 akan ditempuh upaya optimalisasi dan perbaikan kebijakan dan administrasi PNBP, antara lain melalui
langkah-langkah:Peningkatan lifting minyak dan gas; Penyesuaian tarif PNBP untuk SDA dan non-SDA, terutama untuk tarif yang sudah tidak sesuai dengan kondisi riil
saat ini; Penggalian potensi PNBP; Perbaikan regulasi dan administrasi PNBP;Pembangunan online system dalam pengadministrasian PNBP, serta peningkaan kinerja BUMN.
Ketua Komite IV DPD RI, Xxxxxxxx sendiri menyatakan, dalam upaya mengoptimalisasikan semua program peningkatan penerimaan PNPB itulah, DPD merasakan pentingnya revisi atas UU No. 20 tahun 1997 tentang PNBP tadi. Ditambahkan, sasaran revisi UU No. 20 Tahun 1997 ditekankan kepada akumulasi penerimaan yang merata bukan hanya untuk pusat tetapi
juga untuk pembangunan di daerah. “Dengan sistem dan mekanisme UU PNPB yang baru, akan memberikan kepastian adanya sumber pembiayaan untuk seluruh daerah,” harap Xxxxxxxx yang juga merupakan Anggota DPD RI asal Kepulauan Riau ini.
Sementara itu, dalam rapat dengar pendapat yang digelar baru-baru
ini, Sekretaris Jenderal Kementerian Kehutanan, Xxxx Xxxxxxxx, mengawali paparannya dengan menjelaskan jenis PNBP SDA sektor kehutanan yang dibagi menjadi DBH dan Non DBH. Xxxx melanjutkan penjelasan
mengenai hal-hal yang dianggap perlu untuk dipayungi oleh UU No. 20 Tahun 1997. Beberapa diantaranya adalah mengenai usul pasar karbon, usul PNBP biji-bijian pada perkebunan dan PNBP air.
Dalam kesempatan terpisah, pihak Kementerian ESDM, Xxxxxxx
Xxxxxxx, memberikan beberapa usulan perbaikan di beberapa pasal untuk dilakukan revisi, diantaranya pasal 3 ayat 1, pasal 2 ayat 1, pasal 5, pasal 6, pasal 8 dan pasal 11, “memang ada beberapa harapan dari kami untuk bisa misalnya menurunkan tingkat daripada undang undang,” jelas Djajang yang lebih lanjut mencontohkan pasal 3
ayat 1 mengenai dasar pemungutan
tarif atas jenis PNBP untuk diatur pada peraturan yang lebih rendah seperti Peraturan Menteri (Kementerian Penghasil PNBP).
Di akhir paparan, selaku staf ahli bidang ekonomi dan keuangan
kementerian ESDM, Xxxxxxx berharap agar masukan-masukan dari Kementerian ESDM tidak saja dapat diakomodir dengan baik tetapi juga bisa bermanfaat bagi kementerian lainnya.
Dari berbagai masukan yang
istimewa
Xxxxxxx Xxxxxxx
diterima, DPD RI menyimpulkan bahwa UU PNBP sudah tidak sesuai dengan kebijakan otonomi daerah yang ditandai dengan amandemen keempat UUD 1945 serta Undang-undang bidang keuangan negara terutama paket undang-undang daerah (UU Pemda, UU Keuangan Negara dan
UU Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah). “Kami berharap, dengan adanya Undang-undang PNBP yang baru maka kita bisa mendapatkan kepastian penerimaan negara bukan pajak yang berkelanjutan untuk membiayai pembangunan yang berkelanjutan yang melingkupi seluruhnya tidak hanya pusat tetapi juga daerah,” tambahnya.
Sedangkan, Askolani, Direktur PNBP
Kementerian Keuangan memaparkan penerimaan negara terdiri dari tiga komponen yaitu pajak, hibah dan penerimaan negara bukan pajak.
Ditambahkan, Menteri Keuangan mengelola PNBP sekurang-kurangnya sebesar 69% tiap tahun, terdiri dari penerimaan SDA migas 59%, dan bagian pemerintah atas laba deviden BUMN sebesar 10%, selain itu juga mengelola PBNP lainnya sebesar 22% dan SDA non migas 5%.
Ia berpendapat, ada tiga arah perubahan UU No.20 tahun 1997 yaitu pertama mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik, meningkatkan akuntabilitas dan transparansi (good governance), kedua memastikan dan menjaga ruang lingkup penerimaan negara bukan pajak sesuai UU Keuangan Negara (non tax coverage), dan ketiga mengoptimalkan pendapatan negara dari PNBP guna kesinambungan fiskal (fiscal sustainability).
Urgensi dilakukannya perubahan atas UU No. 20 Tahun 1997 bahwa dari hasil evaluasi, memang ditemukan cukup banyak hal
yang harus disesuaikan dengan perkembangan situasi aktual dan tantangan-tantangan di masa depan. Selain itu, dari sisi hukum sudah banyak perkembangan yang terjadi, seperti Amandemen UUD 1945, diterbitkannya Paket UU Keuangan Negara, lahirnya Undang-Undang MD3 dan UU No.9 tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan. Seluruh ketentuan perundangan tersebut bersifat dinamis, dan bersentuhan dengan basis UU No.20 tahun 1997 tentang PNBP yang berkenaan dengan penerimaan SDA, laba BUMN, dan kementerian/lembaga, sehingga dalam perjalanannya banyak hal
yang harus dibenahi atau diperbaiki. “Revisi adalah langkah yang paling tepat untuk mengharmonisasikan dan menyesuaikan regulasi PNBP serta dalam rangka mengantisipasi kebijakan PNBP ke depan,” papar Xxxxxxxx. (*/rd)
SANTET MASIH
MENJADI PRIMADONA PEMBAHASAN RUU REVISI
KUHP DAN
istimewa
MENGGIRING SANTET KE RANAH PIDANA
D
KUHAP. BANYAK KALANGAN YANG MENGANGGAP SALAH IHWAL
MASUKNYA DELIK SANTET KE KUHP. MASALAH KRUSIAL YANG
LEBIH PENTING
DARIPADA SANTET-
MENYANTET
HARUS DIPERHATIKAN.
I penghujung tahun sembilan puluhan masyarakat Jawa Timur, khususnya daerah “tapal
kuda” Situbondo, Banyuwangi, Jember digegerkan merebaknya isu santet. Meski ulah dukun santet yang dicurigai sebagai biang keladi itu sulit dibuktikan, faktanya ada sejumlah warga kedapatan mati secara misterius dengan ciri laiknya terkena santet.
Sontak peristiwa ini menimbulkan gelombang amuk masa yang tak terkendali. Satu-per satu dukun santet yang dicurigai memiliki ilmu gaib langsung dihabisi tanpa melalui proses pembuktian, ataupun proses hukum yang berlaku sebagaimana
laiknya kasus-kasus pidana.
Berangkat dari peristiwa tragis itulah beberapa tahun kemudian sejumlah ahli hukum, LSM serta para aktivis Hak Xxxxx Xxxxxxx mulai menggagas perlunya kanal yang bisa menghubungkan masalah yang bersifat ‘gaib” seperti “santet” ke dalam koridor hukum positif.
Tujuannya tak lain adalah untuk memberikan perlindungan kepada masyarakat agar kebrutalan yang pernah terjadi tak berulang.
Salah satu upaya yang dilakukan adalah memasukkan “delik santet” ke dalam rancangan undang-undang (RUU) yang dipersiapkan dalam revisi KUHP dan KUHAP. Memang KUHP yang dikenal sebagai kitab undang-
undang peninggalan Belanda itu tidak mengenal apa yang disebut santet.
Tapi hal itu tentunya tidak mudah. Berbagai tanggapan pro dan kontra terus mengalir dari berbagai kalangan terdadap rancangan “delik santet” yang dituangkan dalam
pasal 296 RUU revisi KUHP itu, Hal ini tentunya sangat logis mengingat selama ini ilmu gaib atau santet
dianggap masih berada berada pada wilayah “ada dan tiada”.
Bagi masyarakat Indonesia, penggunaan apa yang disebut-sebut sebagai ilmu hitam bukanlah hal yang asing. Bahkan hampir di semua wilayah Nusantara mengenali meski dengan sebutan yang berbeda- beda. Misalnya: teluh (Jawa Tengah), santet (Jawa Timur), beguganjang (Sumatera), tenung (Bali), dll. Tapi untuk merasionalkan peristiwa- peristiwa yang bersifat mistis atau gaib tersebut tentunya bukanlah hal yang mudah.
Bahkan pakar hukum sekaliber Xxxx. Xxxxx Xxxxxxx yang kini menjadi anggota Xxxxx Xxxxx pun belum bisa memastikan bisa tidaknya santet dikategorikan sebagai suatu tindakan yang riil atau rasional.
Menurut Xxxxx Xxxxxxx soal rasional itu menjadi sangat penting bila mau memasukkan santet dalam KUHP. “Hukum Pidana adalah hukum yang rasional,” tegas Xxxxx pula.
Dia mengkhawatirkan, bila pasal ini diajukan ke DPR dan diketok alias disetujui oleh dewan, maka akan timbul masalah di belakang hari.
Karena itulah dia mengimbau semua pihak, termasuk masyarakat yang terlibat dalam penyusunan revisi KUHP harus berhati-hati terhadap masalah ini.
“Nanti pembuktiannya seperti apa di pengadilan? Apakah jika ditemukan ada paku di dalam perut lalu itu santet? Lalu bagaimana menemukan pelakunya? Karena yang akan dipidana adalah perbuatan yang melawan hukum, maka salah
satu kuncinya adalah perbuatan itu sendiri,” papar Xxxxx di sebuah situs berita.
Guru besar ilmu hukum Universitas Xxxxxx Xxxxxxxxx ini malah mengkhawatirkan bila
penerapannya tak hati-hati pasal itu bisa menimbulkan keguncangan sosial. Sebab bisa saja seseorang dipenjara karena tuduhan bisa menyantet atau tuduhan sebagai dukun santet.
“Bahayanya lagi kalau dimasukkan dalam delik formil. Karena tidak
perlu dibuktikan bisa menyantet,
Xxxxx Xxxxxxx
orang bisa terkena pasal itu. Sebaliknya kalau masuk dalam delik materil, maka pembuktiannya akan mengalami kesulitan,” terang Xxxxx.
Karena itu, kata Xxxxx, jika memang dukun santet hendak dipidanakan hal itu bisa dilakukan dengan menggunakan delik lain. Misalnya seperti penghasutan atau penipuan. “Mungkin itu lebih mengena,” tambahnya.
Penggunaan delik lain inilah yang digaris-bawahi Kepala Divisi Kajian Hukum dan Kebijakan Peradilan,
Lembaga Kajian dan Advokasi untuk Independensi Peradilan (LeIP), Arsil. Dia pun sepakat bila yang dimasukkan ke dalam RUU KUHP bukan perbuatan santet atau akibatnya.
“Jangan salah memahami pasal 296 itu. Dalam pasal itu yang diatur bukan kegiatan santetnya atau akibat dari santet, tetapi yang diatur adalah penawaran jasanya,” kata Arsil.
Delik santet yang diatur dalam Rancangan KUHP itu memang menyatakan: “Setiap orang yang menyatakan dirinya mempunyai kekuatan gaib, memberitahukan, memberikan harapan, menawarkan dan memberitahukan bantuan jasa kepada orang lain bahwa karena perbuatannya itu dapat menimbulkan penyakit, kematian, penderitaan mental atau fisik seseorang maka dapat dipidana paling lama 5 tahun atau denda paling banyak Rp 300 juta. Jika ilmu gaib itu dikomersilkan ancaman pidana ditambah 1/3 dari 5 tahun.”
Aturan itu, kata Xxxxx, serupa dengan misalnya orang memberikan jasa pembunuhan atau pembunuh bayaran. “Jadi yang disasar bukan pembunuhannya, tapi ‘beriklan’-nya,” terang Arsil.
Karena yang diancam adalah penawaran jasanya, maka delik ini masuknya ke Bab Tindak Pidana Terhadap Ketertiban Umum, tentang Penawaran untuk Melakukan Tindak Pidana Umum. “Soal pasal ‘santet’ ini memang banyak yang salah persepsi,” beber Arsil.
Meski masih diperdebatkan, Xxxxxxx Xxxx, salah seorang anggota tim yang ikut menyusun rancangan revisi KUHP itu memastikan
hingga saat ini pasal santet masih dipertahankan. Dosen Universitas Muhammadiyah Jakarta ini mengingatkan bahwa pencantuman pasal santet justru bermaksud mengajak masyarakat untuk meninggalkan pemikiran-pemikiran yang tidak maju ditinjau dari watak bangsa.
Dasar pembentukan KUHP bukan hanya dari perbuatan yang dianggap tercela di dalam masyarakat, tetapi juga bertujuan membentuk watak bangsa, ujarnya.
Huda sepakat dengan Arsil, yang terjadi selama ini adalah kekeliruan pemahaman masyarakat berkaitan dengan substansi pasal santet.
Perdebatan lebih banyak mengarah ke soal pembuktian. Padahal santet tidak perlu dibuktikan karena masih sukar diterima secara logis.
Karena itu, tambahnya, hal yang perlu dibuktikan adalah penyebarluasan kemampuan santet yang dimiliki seseorang, baik bertujuan mencari keuntungan maupun tidak. Ranah hukum bukanlah tempat untuk membuktikan ada tidaknya santet.
Menurut Xxxx, tindak pidana santet yang dimaksud pasal
RUU KUHAP lebih mendekati delik penipuan, yaitu mengaku memiliki kemampuan santet dan
menyebarluaskannya. Ayat (1) dari pasal ini dikenakan bagi pelaku delik yang melakukan tindakannya secara sporadis dan tidak berkelanjutan.
Sementara ayat (2) melingkupi segala tindakan santet yang dilakukan dengan kontinuitas dan bertujuan mencari keuntungan (mata pencaharian). Karena itu Huda berharap, para ahli hukum tidak terjebak dalam pembahasan yang keliru mengenai pasal santet.
Sedangkan pakar hukum Xxxxxx Xxxx Mahendra menilai usulan dimasukannya pasal hukum santet pada rancangan undang-undang (RUU) KUHP yang tengah dibahas di DPR hanya mengada-ada. Sebab, di Indonesia tidak ada hukum santet, yang ada hanyalah hukum adat.
“KUHP kita itu kan merujuk pada hukum Belanda, Adat, Islam, dan konvensi-konvensi yang berlaku.
Dalam hal ini santet masuk pada kategori hukum adat. Jadi tidak ada itu hukum santet, itu hanya mengada-ada,” tegas Yusril Dalam RUU KUHP yang diajukan
pemerintah, delik santet diatur dalam pasal 296. Xxxxxx Xxxxxxxxxx itu memaparkan, dalam hukum pidana ada dua kategori hukum, yaitu pidana
materil dan pidana formil. “Delik tersebut adalah delik formil sehingga akibatnya tidak perlu terjadi, atau ada seperti delik materil,” katanya.
Yusril menegaskan, RUU KUHP bukan ditujukan untuk
masalah santet tetapi lebih kepada persekongkolan jahat untuk mencelakakan orang lain antara tersangka santet dengan pengguna jasa santet tersebut.
“Misalnya si A datang ke si B untuk meminta bantuan terkait pilkada,
si A meminta kepada si B dengan kekuatan gaibnya agar mencelakakan
Hal yang perlu dibuktikan adalah penyebarluasan kemampuan santet yang dimiliki seseorang, baik bertujuan mencari keuntungan maupun tidak. Ranah hukum bukanlah tempat untuk membuktikan ada tidaknya santet.
lawan si A, terlepas itu berakibat atau tidak, tetapi mereka sudah ada niat dan persekongkolan, ini yang perlu dipahami,” tandasnya.
Lantas apa kata paranormal?
Paranormal Ki Gendeng Pamungkas secara tegas menolak rencana Rancangan Undang-Undang (RUU) Santet yang saat ini sedang dalam pembahasan anggota DPR RI.
Bila pasal itu diterapkan dia menganggap hukum di Indonesia akan mengalami kemunduran. Dia meramalkan aparat kepolisian akan kesulitan membuktikan kejahatan santet. Kendati demikian jika DPR RI mengesahkan UU Santet maka
menurutnya polisi harus memiliki ahli
yang berkaitan dengan kasus itu. Dan dia pun mengaku siap untuk jadi staf ahli kepolisian di bidang magic.
Selain itu, Ki Gendeng juga menilai sepanjang UU tentang santet belum ataupun sudah diketuk palu maka santet di Indonesia masih akan tetap ada dan akan dilakukan secara tersembunyi.
Sedangkan Paranormal Xx Xxxxxx menantang DPR untuk bersikap objektif dalam membahas RUU Santet. Menurutnya, RUU itu sangat berpotensi menimbulkan kekacauan di masyarakat.
Ketua Umum Komando Pejuang Merah Putih (KPMP) ini menyarankan DPR untuk mengundang para
pakar atau orang yang memahami permasalahan santet, seperti dirinya untuk diminta pendapat. “Jangan meminta pendapat dari orang yang tidak mengerti persoalan santet. Saya bersedia datang ke DPR kalau diminta menjelaskan persoalan ini,” katanya.
Dia sepakat dengan pendapat lain yang menyatakan untuk membuktikan telah terjadinya pidana santet sangat sulit. Bahkan
dia menilainya sebagai satu hal yang irasional. Karena itu menurutnya santet tidak bisa dimasukkan ke ranah pidana.
Dia juga mempertanyakan barang bukti apa yang bisa menvonis seseorang telah melakukan santet.
Karena silet, paku, dan jarum yang selama ini identik dengan santet dapat dibeli dimana saja. “Harus jelas batasannya,” tandasnya.
Yang lebih mengkhawatirkan lagi, jika RUU Santet itu disahkan, bisa digunakan orang-orang yang berhati jahat. Yaitu dengan menyebarkan fitnah bahwa orang yang tidak disukainya adalah seorang atau pengguna santet.
Dengan alasan tersebut, Xx Xxxxxx mengaku tak setuju jika RUU Santet disahkan menjadi undang- undang. “Lebih baik, pemerintah
dan DPR mengurusi persoalan yang lebih besar, misalnya kasus Century
atau pengemplang pajak negara yg nilainya triliunan rupiah,” tandasnya.
Perlindungan HAM
Sementara itu Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Xxxxx Xxxxxx Xxxxx, berharap dalan RUU KUHP dan KUHAP DPR harus bisa menjawab berbagai persoalan yang terjadi dalam penegakan hukum di Indonesia saat ini. DPR juga diminta menghindari konflik kepentingan dalam membahas pasal-pasal yang dinilai menjadi acuan bagi penegakan supremasi hukum ke depannya.
“DPR harus lebih mengedepankan perbaikan atas berbagai persoalan hukum yang selama ini terjadi. Terusiknya rasa keadilan bagi masyarakat selama ini menjadi potret suram penegakan hukum di Indonesia. Persoalan itulah yang harus dipikirkan oleh DPR dalam membahas kedua RUU tersebut,” ujar Alvon.
Menurut dia, permasalahan krusial yang perlu diperbaiki dalam RUU KUHP menyangkut sistem keamanan, delik santet, dan bantuan hukum kepada rakyat miskin.
Sedangkan persoalan krusial yang perlu dilakukan perubahan dalam pembahasan RUU KUHAP, adalah menyangkut xxxxx xxxxxxxxx sebagai figur sentral dalam sistem peradilan pidana Indonesia. Serta masalah perlindungan terhadap Hak Asasi Manusia.
Dalam pembahasan pasal-pasal dalam RUU KUHAP dan KUHP,
DPR harus mengedepankan soal pemberian jaminan oleh negara terkait perlindungan yang memadai bagi warganya yang berhadapan dengan hukum, agar tidak mendapatkan perlakuan sewenang- wenang aparat hukum.
Alvon juga meminta DPR memberikan akses seluas-luasnya kepada masyarakat yang akan memberikan masukan terkait pembahasan kedua RUU tersebut.
Hal ini perlu dilakukan karena kebiasaan buruk yang kerap terjadi di DPR dalam setiap pembahasan RUU adalah tidak leluasanya masyarakat untuk memberi masukan.
Meski menuai kontroversi, pemerintah tetap memasukkan delik santet dalam draf RUU KUHP. Dalam draf tersebut, hukuman santet dapat dikenakan berupa pilihan denda atau penjara, meski akibat ilmu hitam tersebut dapat menimbulkan kematian.
Dalam Pasal 296 RUU KUHP disebutkan, orang dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau denda paling banyak Rp 300 juta apabila dia menyatakan dirinya mempunyai kekuatan gaib, memberitahukan,
memberikan harapan, menawarkan dan memberitahukan bantuan jasa kepada orang lain.
Draf RUU yang terdiri dari 766 pasal dengan 38 bab ini telah diserahkan pemerintah ke DPR kemarin (6/3). KUHP ini, nantinya akan menggantikan KUHP warisan kolonial Belanda.
KUHP dibentuk pada 1830 oleh pemerintah Belanda dan dibawa ke Indonesia pada 1872. Pemerintah kolonial memberlakukan secara nasional pada 1918. Meski demikian, dalam pelaksanaannya saat itu terdapat pembedaan pengadilan berdasarkan warna kulit.
Selain itu, draf RUU KUHP juga mengatur tentang tindak pidana terhadap lembaga perwakilan rakyat yang diatur dalam bagian ke satu Bab IV tentang Tindak Pidana Terhadap Kewajiban dan Hak Kenegaraan.
Dalam Pasal 276 disebutkan, ‘Setiap orang yang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan membubarkan rapat Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, atau memaksa Majelis atau Dewan tersebut supaya mengambil atau tidak mengambil suatu keputusan atau mengusir pimpinan atau
anggota dari rapat tersebut, dipidana dengan pidana penjara paling lama 9 tahun’. bd
PERUBAHAN KURIKULUM 2013
SULITNYA MEWUJUDKAN MANUSIA INDONESIA SEUTUHNYA
PEMBERLAKUAN KURIKULUM PENDIDIKAN SETIAP TAHUN, SELALU
MEMANCING PRO- KONTRA. TAK TERKECUALI TERHADAP RENCANA
PEMBERLAKUAN KURIKULUM 2013. MENDIKBUD MENILAI
SILANG-PENDAPAT ITU MUNCUL KARENA ADANYA SUDUT PANDANG YANG
BERBEDA.
S
EJUMLAH pemerhati pendidikan berharap, sebelum kurikulum 2013 diberlakukan hendaknya
pemerintah mempertimbangkan masak-masak sehingga kurikulum 2013 benar-benar bisa menjadi “langkah besar” yang bermakna bagi dunia pendidikan dan pembangunan bangsa Indonesia kedepan.
Menanggapi berbagai kritik
Xxxxxxxxx Xxxxxxxx Xxx
mengimplementasikan dalam
menjadi manusia yang sesuai
istimewa
tersebut Mendikbud Xxxxxxxx Xxx dalam tulisannya di Kompas. com menyimpulkan munculnya pro dan kontra terhadap rencana implementasi Kurikulum 2013
dikarenakan adanya perbedaan cara pandang atau belum dipahaminya kurikulum itu secara utuh.
Kurikulum 2013 adalah kurikulum berbasis kompetensi yang pernah digagas dalam Rintisan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) 2004. Tetapi karena desakan waktu, meski KBK 2004 belum sempurna, pemerintah harus segera
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan 2006 dimana rumusannya berbeda dengan kurikulum berbasis materi.
Perbedaan ini menyebabkan munculnya berbagai kritik dari pihak- pihak yang terbiasa menggunakan kurikulum berbasis materi. Karena itu, kata M Xxx, ada baiknya memahami lebih dahulu konstruksi kompetensi dalam kurikulum sesuai koridor yang telah digariskan UU Sisdiknas.
Secara falsafati, papar M Xxx, pendidikan adalah proses
panjang dan berkelanjutan untuk mentransformasikan peserta didik
dengan tujuan penciptaannya, yaitu bermanfaat bagi dirinya, bagi sesama, bagi alam semesta, beserta segenap isi dan peradabannya.
Dalam UU Sisdiknas, menjadi bermanfaat dirumuskan dalam indikator strategis, seperti beriman- bertakwa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri,
dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Guna memenuhi kebutuhan kompetisi di abad ke-21, UU Sisdiknas juga memberikan arahan yang
jelas bahwa tujuan pendidikan
UMUM
UMUM
harus dicapai. Salah satunya melalui penerapan kurikulum berbasis kompetensi. Sementara itu kompetensi lulusan program pendidikan harus mencakup tiga kompetensi, yakni sikap, pengetahuan, dan keterampilan, sehingga yang dihasilkan adalah manusia seutuhnya. Tujuan
pendidikan nasional perlu dijabarkan menjadi himpunan kompetensi dalam tiga ranah kompetensi tadi agar seseorang dapat menjadi orang yang beriman, bertakwa, berilmu, dan seterusnya.
“Mengingat pendidikan idealnya proses sepanjang hayat,maka lulusan atau keluaran dari suatu proses pendidikan tertentu harus dipastikan memiliki kompetensi yang diperlukan untuk melanjutkan pendidikannya secara mandiri sehingga esensi tujuan pendidikan tercapai,” tegas M Xxx.
Perencanaan Pembelajaran
Dalam usaha menciptakan sistem perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian yang xxxx,
Xxx merinci proses panjang tersebut menjadi beberapa jenjang berdasarkan perkembangan dan kebutuhan peserta didik. Setiap jenjang dirancang memiliki
proses sesuai perkembangan dan kebutuhan peserta didik sehingga ketidakseimbangan antara input yang diberikan dan kapasitas pemrosesan dapat diminimalkan.
Dalam sistem perencanaan pembelajaran yang baik, kurikulum harus mencakup empat hal. Pertama, hasil akhir pendidikan yang harus dicapai peserta didik (keluaran), dan dirumuskan sebagai kompetensi lulusan.
Kedua, kandungan materi yang harus diajarkan dan dipelajari oleh peserta didik (masukan/standar isi), dalam usaha membentuk
kompetensi lulusan yang diinginkan.
Ketiga, pelaksanaan pembelajaran (proses, termasuk
metodologi pembelajaran sebagai bagian dari standar proses) supaya ketiga kompetensi yang diinginkan terbentuk pada diri peserta didik.
Keempat, penilaian kesesuaian
proses dan ketercapaian tujuan pembelajaran sedini mungkin untuk memastikan bahwa masukan, proses, dan keluaran tersebut sesuai dengan rencana.
Dengan konsep kurikulum berbasis kompetensi, Mendikbud menegaskan tak tepat jika dikatakan pemerintah salah sasaran saat merencanakan perubahan kurikulum, karena yang perlu diperbaiki sebenarnya metodologi pembelajaran, bukan kurikulum.
Hal ini, tambahnya, menunjukkan belum dipahaminya secara
utuh bahwa kurikulum berbasis kompetensi mencakup metodologi pembelajaran. Tanpa metodologi pembelajaran yang sesuai, tak akan terbentuk kompetensi yang diharapkan.
Sebagai contoh M Xxx menunjuk, dalam Kurikulum 2013, kompetensi lulusan dalam ranah keterampilan untuk SD dirumuskan sebagai ”memiliki (melalui mengamati, menanya, mencoba, mengolah, menyaji, menalar, mencipta) kemampuan pikir dan tindak yang produktif dan kreatif, dalam ranah kongkret dan abstrak, sesuai yang ditugaskan kepadanya.”
Kompetensi semacam ini tak akan tercapai bila pengertian kurikulum diartikan sempit, tak termasuk metodologi pembelajaran.
Proses pembentukan kompetensi itu sudah dirumuskan dengan baik melalui kajian para peneliti, dan akhirnya diterima luas sebagai suatu taksonomi.
Pemikiran pengembangan Kurikulum 2013 seperti diuraikan di atas dikembangkan atas dasar
taksonomi-taksonomi yang diterima secara luas, kajian KBK 2004 dan KTSP 2006, dan tantangan abad ke-21 serta penyiapan Generasi 2045.
Kompetensi Inti
Kompetensi lulusan jenjang satuan pendidikan pun masih memerlukan rencana pendidikan yang panjang untuk pencapaiannya. Untuk memudahkan proses perencanaan dan pengendaliannya, pencapaian jangka panjang perlu dibagi-bagi jadi beberapa tahap sesuai jenjang kelas di mana kurikulum tersebut diterapkan.
Sejalan dengan UU, kompetensi inti ibarat anak tangga yang harus ditapak peserta didik untuk sampai pada kompetensi lulusan jenjang satuan pendidikan. Kompetensi inti meningkat seiring meningkatnya usia peserta didik yang dinyatakan dengan meningkatnya kelas.
Melalui kompetensi inti, sebagai anak tangga menuju ke
kompetensi lulusan, integrasi vertikal antarkompetensi dasar dapat dijamin, dan peningkatan kemampuan peserta dari kelas ke kelas dapat direncanakan. Sebagai anak tangga menuju ke kompetensi lulusan multidimensi, kompetensi inti juga
Xxxxxxxxx Xxxxxxxx Xxx
multidimensi.
Untuk kemudahan operasional- nya, kompetensi lulusan pada ranah sikap dipecah menjadi
dua, yaitu sikap spiritual terkait tujuan membentuk peserta didik yang beriman dan bertakwa, dan kompetensi sikap sosial terkait tujuan membentuk peserta didik yang berakhlak mulia, mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab.
Kompetensi inti bukan untuk diajarkan, melainkan untuk dibentuk melalui pembelajaran mata pelajaran- mata pelajaran yang relevan.
Setiap mata pelajaran harus tunduk pada kompetensi inti yang telah dirumuskan. Dengan kata lain, semua mata pelajaran yang diajarkan dan dipelajari pada kelas tersebut harus berkontribusi terhadap pembentukan kompetensi inti.
Ibaratnya, kompetensi inti merupakan pengikat kompetensi- kompetensi yang harus dihasilkan dengan mempelajari setiap mata pelajaran. Di sini kompetensi
inti berperan sebagai integrator horizontal antarmata pelajaran.
Dengan pengertian ini, kompetensi inti adalah bebas dari mata pelajaran karena tidak
istimewa
mewakili mata pelajaran tertentu. Kompetensi inti merupakan kebutuhan kompetensi peserta didik, sedangkan mata pelajaran adalah pasokan kompetensi dasar yang akan diserap peserta didik melalui proses pembelajaran yang tepat menjadi kompetensi inti.
Dalam mendukung kompetensi inti, capaian pembelajaran mata pelajaran diuraikan menjadi kompetensi dasar-kompetensi dasar yang dikelompokkan menjadi empat. Hal ini sesuai dengan rumusan kompetensi inti yang didukungnya, yaitu dalam kelompok kompetensi sikap spiritual, kompetensi sikap sosial, kompetensi pengetahuan, dan kompetensi keterampilan.
Uraian kompetensi dasar sedetail ini adalah untuk memastikan capaian pembelajaran tidak berhenti sampai pengetahuan saja, melainkan harus berlanjut ke keterampilan, dan bermuara pada sikap.
Kompetensi dasar dalam kelompok kompetensi inti sikap bukanlah untuk peserta didik karena kompetensi ini tidak diajarkan, tidak dihapalkan, tidak diujikan, tapi sebagai pegangan bagi pendidik bahwa dalam mengajarkan mata
pelajaran tersebut ada pesan-pesan sosial dan spiritual yang terkandung dalam materinya.
Kedudukan Bahasa
Uraian rumusan kompetensi seperti itu masih belum cukup untuk dapat digunakan, terutama saat merancang kurikulum SD (jenjang sekolah paling rendah), tempat peserta didik mulai diperkenalkan banyak kompetensi untuk dikuasai. Pada saat memulainya pun, peserta didik SD masih belum terlatih berpikir abstrak.
Dalam kondisi seperti inilah, maka terlebih dulu perlu dibentuk suatu saluran yang menghubungkan sumber-sumber kompetensi, yang sebagian besarnya abstrak, kepada peserta didik yang masih mulai belajar berpikir abstrak. Di sini peran bahasa menjadi dominan, yaitu sebagai saluran mengantarkan kandungan materi dari semua sumber kompetensi kepada peserta didik.
Usaha membentuk saluran sempurna (perfect channels dalam teknologi komunikasi) dapat dilakukan dengan menempatkan bahasa sebagai penghela mata pelajaran-mata pelajaran lain.
Dengan kata lain, kandungan materi mata pelajaran lain dijadikan sebagai konteks dalam penggunaan jenis teks yang sesuai dalam pelajaran Bahasa Indonesia. Melalui pembelajaran tematik integratif dan perumusan kompetensi inti, sebagai pengikat semua kompetensi dasar, pemaduan ini akan dapat dengan mudah direalisasikan.
Dengan cara ini pula, pembelajaran Bahasa Indonesia dapat dibuat menjadi kontekstual, sesuatu yang hilang pada model pembelajaran Bahasa Indonesia saat ini, sehingga pembelajaran Bahasa Indonesia kurang diminati pendidik dan peserta didik.
Melalui pembelajaran Bahasa Indonesia yang kontekstual, peserta
UMUM
didik sekaligus dilatih menyajikan bermacam kompetensi dasar secara logis dan sistematis.
Mengatakan kompetensi dasar Bahasa Indonesia SD, yang memuat penyusunan teks untuk menjelaskan pemahaman peserta didik, terhadap ilmu pengetahuan alam sebagai mengada-ada (Xxxx Xxxx Xxxxx, ”Petisi untuk Wapres”), sama saja dengan melupakan fungsi bahasa sebagai pembawa kandungan ilmu pengetahuan.
Diskusi Terbuka
Sementara itu diskusi terbuka yang digelar majelis guru besar Institut Teknologi Bandung pada Rabu (13/3/2013)di Balai Pertemuan Ilmiah ITB kembali memunculkan berbagai kritik tajam terhadap rencana pemberlakuan Kurikulum 2013.
Diskusi antara lain dihadiri Ketua MGB ITB, Xxxxxxxx Xxxxxxxxxxxx, profesor emeritus Universitas Negeri Xxxxxxx, Xxxxx Xxxx Xxxxxx Xxxxxx, guru besar
ilmu matematika ITB, Xxxx Xxxxxxx, serta guru besar ITB Xxxx Xxxxxxx Xxxxxxxxx.
Pada diskusi yang terbagi dalam dua sesi tanya jawab menyangkut substansi kurikulum 2013 itu terpaparlah sejumlah kelemahan pada substansi,
redaksional maupun filosofinya. Bahkan Xxxx Xxxxxxx secara tegas mengungkapkan, kurikulum 2013 memiliki pertentangan makna, bahkan dalam penjelasannya itu sendiri.
Menurut dia, alasan untuk mengubah kurikulum lebih didorong oleh masalah yang dihadapi generasi muda seperti perkelahian pelajar, narkoba, korupsi, maupun plagiatisme, sedangkan hal itu tidak terkait langsung dengan kurikulum.
“Kompetensi yang diharapkan kurikulum 2013 adalah siswa yang
mampu berkomunikasi, berpikir jernih dan kritis, mempertimbangkan segi moral suatu masalah, maupun menjadi warga negara yang efektif. Namun tidak ada yang menyebut tentang pentingnya kemampuan untuk menemukan atau inovasi, kemampuan mencipta, berfikir sinergis, maupun kemampuan melihat peluang,” kata Imam.
Proses pembelajaran berpusat pada peserta didik atau student centered active learning juga dikritik Imam. Meski konsep tersebut sudah benar, penjabaran selanjutnya ternyata bertolak belakang. Misalnya siswa sudah dibebani tuntutan berbagai macam kompetensi.
“Pemerintah yang memiliki kendali dalam menyusun dan melaksanakan kurikulum justru bertentangan dengan asas meritokrasi atau mendasarkan diri
pada potensi peserta didik,”tambah dia.
Dari segi redaksional, Imam justru menemukan banyak kejanggalan dalam logika berbahasa di dalam dokumen kurikulum. Dia menemukan kalimat mengenai pertimbangan dalam pengembangan kurikulum yakni :
Perlunya merumuskan kurikulum yang dapat menunjukkan pentingnya pengetahuan dan memastikan bahwa peserta didik akan peka atas kebutuhannya untuk berpengetahuan dan pengembangannya. Untuk itu
kurikulum perlu disusun dengan menggunakan pendekatan sains sebagai ciri utama proses
pembelajaran dan penilaian dalam pembentukan kompetensi.
“Komentar saya, kalimatnya rasional, antisipatif, dan menginspirasi. Tapi bila didalami dalam implementasi kurikulumnya banyak yang bertentangan,” kata Imam.
Terkait kompetensi inti dan kompetensi dasar, Imam banyak menemui penggabungan unsur agama dengan sains yang seharusnya tidak perlu dilakukan.
Dia menyebut contoh untuk kelas X mata pelajaran Bahasa
Indonesia, kompetensi intinya adalah menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya. Dalam kompetensi dasar poin pertama adalah mensyukuri anugerah
Tuhan akan keberadaan bahasa Indonesia dan menggunakannya sesuai dengan kaidah dan konteks untuk mempersatukan bangsa.
istimewa
Contoh-contoh lainnya juga diungkapkan oleh Xxxx Xxxxxxx. Dalam mata pelajaran Kimia untuk kelas X, dia mendapati kalimat penjelasan kompetensi dasar yakni “menyadari keteraturan dan kompleksitas
konfigurasi elektron dalam atom sebagai wujud kebesaran Tuhan YME.”
“Bila dicampur adukkan dengan Tuhan, naskah kurikulum seolah tidak bisa didebat karena nilainya menjadi suci,” ujar Iwan.
Tilaar bahkan menyebut bahwa penyusunan kurikulum 2013 ternyata tidak tercantum dalam penjabaran rencana strategis pendidikan dasar 2009-2014. Untuk itu, dia meminta agar rencana pemberlakuan kurikulum ditunda dulu sampai
betul-betul matang. bd
Lintas Peristiwa
KPK DIMINTA USUT PROYeK RP 2,9 TRIlIUN DI KeMeNDIKBUD
JAKARTA - Indonesia Corruption Watch (ICW) mengancam Kemendikbud, membawa proyek kurikulum 2013 ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Hal ini akan dilakukan jika Kemendikbud tidak segera menanggapi kajian ulang terhadap proyek senilai Rp 2,9 triliun itu. “Tentunya berbagai upaya akan kami lakukan. Dalam waktu dekat kami akan ke KPK minta KPK perkuat detektor terutama soal permainan anggaran kurikulum,” kata peneliti ICW, Xxxxx Xxxxxx di Kemendikbud, Jakarta, baru- baru ini sebagaimana dilansir Xxxxxxx.xxx.
ICW menduga ada pihak yang bermain dalam anggaran kurikulum tersebut. Oleh karena itu, jika kekuatan KPK masih kurang, ICW akan membawanya ke MK.”Karena anggaran ini besar, pasti banyak semut. Kami akan tetap pantau apa ada penyelewengan atau tidak. Karena anggaran secara tiba-tiba seperti ini seringkali memicu praktek korupsi lebih luas. Jika tidak bisa juga, kami akan cari-celah untuk mengajukan ke MK,” tegasnya.
Untuk merealisasikan Kurikulum 2013, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mengajukan anggaran ke DPR mencapai Rp 2,9 triliun. Anggaran
tersebut terdiri atas anggaran melekat Rp 1,740 triliun dan anggaran tambahan Rp 751,4 miliar. Anggaran tambahan digunakan untuk penyiapan dokumen kurikulum, penulisan buku, uji publik dan sosialisasi, penggandaan buku, pelatihan guru serta monitoring dan evaluasi.
Sementara anggaran melekat digunakan untuk pelatihan guru dan pengadaan buku untuk siswa maupun guru.
Anggaran itu bersumber dari APBN sebesar Rp 991,8 miliar dan dari Dana Alokasi Khusus (DAK) Rp 748,5 miliar.
xxxxxx.xxx
Xxxxx Xxxxxx
BANK SUMSel BABel TelAH TINDAKlANJUTI lAPORAN BPK
PALEMBANG - Semua Temuan Hasil Pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah ditindak-lanjuti oleh Bank Sumsel Babel, termasuk penyebab utama tidak tercapainya Loan to Deposit Ratio (LDR) pada tahun 2010. Demikian dikatakan Ketua Tim Rombongan Kunjungan Kerja Spesifik Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) H.A. Xxxxx Xxxxxx, saat melakukan pertemuan dengan jajaran Direktur Bank Sumsel Babel Xxxxx Xxxxx Xxxxx di Gedung Bank Sumsel Babel Palembang, belum lama ini, sebagaimana dikutip dari website DPR RI.
Xxxxx Xxxxx menjelaskan, Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR yang dibentuk oleh DPR merupakan alat kelengkapan DPR yang bersifat tetap yang berfungsi untuk menindaklanjuti laporan hasil pemeriksaan BPK dalam rangka pengawasan penggunaan keuangan negara.
Dia juga mengatakan, walaupun Bank Sumsel Babel telah menindaklanjuti temuan BPK, termasuk
penyaluran Kredit Usaha Kecil (KUK) yang macet. Perannya mendorong kredit usaha kecil harus ditingkatkan kembali dalam mendorong kesejahteraan para petani.
Dia mengemukakan. Kinerja Bank Sumsel Babel secara keseluruhan sejak tahun 2006 hingga tahun 2012 selalu
mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Di sisi lain, isu-isu krisis audit dan audit berbasis teknologi perlu mendapat perhatian dari Bank Sumsel Babel agar tidak menjadi buruk di kemudian hari.
Fauzi menambahkan, dalam rangka pelaksanaan amanat Undang-Undang maka pelaksanaan Kunjungan Kerja Spesifik ini diharapkan dapat memperoleh penjelasan yang lebih rinci dari Dirut Bank Sumsel Babel tentang permasalahan terkait laporan hasil temuan pemeriksaan BPK hasil pemeriksaan semester II tahun 2011.
istimewa
Xxxxx Xxxxxx
Lintas Peristiwa
FPKS DORONG PeMBIAYAAN IMO MASUK APBN-P
JAKARTA - Anggota Komisi V DPR RI dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera Xxxx Xxxxxxx Xxxx
mengungkapkan, saat ini fraksinya mendorong agar pembiayaan infrastructure maintenance and operation (IMO) dianggarkan dalam APBN Perubahan tahun 2013. Menurutnya, IMO dibutuhkan untuk meningkatkan kualitas pelayanan angkutan kereta api. Menurut Xxxx, sudah saatnya pemerintah memasukan pembiayaan IMO dalam APBN seperti yang diamanatkan dalam UU No. 23 tahun 2007 tentang Perkeretaapian. Demikian dikutip Xxxxxx.xxx.
Yudi mengatakan penerapan public service obligation (PSO) saat ini kurang mendukung peningkatan pelayanan angkutan kereta api karena jumlah IMO dianggap sama dengan jumlah TAC (track access charge).Sementara PT KAI dibebani untuk melaksanakan kegiatan pemeliharaan dan pengoperasian infrastruktur dengan dana sendiri.
Selain itu, pengucuran dana pemerintah dalam rangka pelaksanaan PSO tersebut juga sering terlambat.
Akibatnya fungsi prasarana menjadi kurang andal dan keselamatan dan keamanan penyelenggaraan angkutan kereta api menjadi taruhannya.
“Kontrak IMO antara pemerintah dan PT KAI saat ini nilainya dibuat sama dengan nilai kontrak TAC antara
kedua belah pihak sehingga tidak ada uang segar yang mengalir lebih dulu untuk melakukan perawatan dan pengoperasian prasarana kereta api. Hal ini berarti perawatan dan pengoperasian prasarana kereta api tergantung ketersediaan dana yang dimiliki PT KAI. Bisa jadi kalau dana nya tidak ada, kegiatan perawatan prasarana ini yang paling mudah dikorbankan. Oleh karena itu alokasi anggaran untuk IMO hendaknya
disediakan oleh pemerintah dan tercantum dalam APBN,” kata Yudi. Untuk pembiayaan IMO, Ditjen Perkeretaapian Kemenhub memperkirakan pembiayaan IMO tahun 2013 sebesar Rp1,7 triliun.
istimewa
PReSIDeN MINTA HARGA BBM BeRSUBSIDI TAK NAIK
JAKARTA - Menteri ESDM Xxxx Xxxxx mengatakan, Presiden Xxxxxx Xxxxxxx Xxxxxxxxx menginstruksikan agar jangan ada opsi menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubdisi dalam pembahasan mengatasi implementasi BBM bersubsidi yang tidak tepat sasaran. “Subsidi BBM memang tidak tepat sasaran. Tapi ada arahan lain dari Presiden agar tidak menaikkan harga BBM,” kata Jero di Kantor Presiden, Jakarta, baru-baru ini sebagaimana dilansir Xxxxxx.xxx.
Jero mengatakan, untuk penghematan BBM bersubsidi, Pertamina tengah mempersiapkan sistem dengan teknologi informasi agar kendaraan bermotor tidak bisa mengisi BBM bersubsidi berulang kali dalam jangka waktu tertentu. “Nanti ada IT di SPBU. Sekarang banyak orang beli, dibawa pulang kemudian dikuras, lalu diisi lagi. Ini karena (BBM bersubsidi) harganya murah. BBM terus dijual. Jadi nanti orang tidak bisa isi dua kali,” kata Xxxx.
Sebelumnya, Presiden mengatakan, pemerintah
ada sejumlah opsi yang menjadi bahan pertimbangan pemerintah. Hanya, opsi itu belum dapat disampaikan saat ini. Presiden mengakui bahwa subsidi BBM masih menimbulkan ketidakadilan. Misalnya, BBM subsidi digunakan kalangan menengah ke atas yang seharusnya bisa membeli BBM nonsubsidi. Realita seperti itu dinilai tidak tepat.
tengah kaji pengurangan subsidi BBM. Menurut Xxxxxxxx,
Xxxxxx Xxxxxxx Xxxxxxxxx
istimewa
Doctors of Laws Honoris Causa untuk Xxxxxxxx
XXXXXX XXXXXXXX MENDAPAT GELAR DOCTORS OF LAWS HONORIS CAUSA
DARI MONASH UNIVERSITY, AUSTRALIA. XXXXXXXX XXXXXXX TELAH MEMAINKAN PERAN STRATEGIS DALAM MEMPERKUAT DEMOKRASI, MENJAGA PERTUMBUHAN EKONOMI, DAN MENGURANGI
KEMISKINAN DI INDONESIA.
M
ONASH University, Australia, memberikan penghargaan gelar Doctors of Laws honoris
causa, kepada Xxxxxx Xxxxxxxx. Pemberian penghargaan itu langsung diberikan Rektor sekaligus Presiden Monash University, Profesor Xx Xxxxx, di Istana Wakil Presiden pada Februari lalu. Pemberian gelar yang berlangsung dalam sebuah upacara kehormatan itu juga dihadiri Presiden Xxxxxx Xxxxxxx Xxxxxxxxx, para menteri Kabinet Indonesia Bersatu II, Duta Besar Australia untuk Indonesia Xxxx Xxxxxxxx, dan para pejabat tinggi lintas kementerian.
Selain itu upacara juga dihadiri para tokoh
Wakil Presiden RI Xxxxxxxx
istimewa
akademisi dari Universitas Monash.
Hadir pula sejumlah tokoh nasional alumni Universitas Monash. Seperti Direktur Eijkman Institut yang juga Presiden Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia, Profesor Xxxxxxx Xxxxxxx, Ketua Otoritas Jasa Keuangan, Xxxxxxxx Xxxxx, Wakil Menteri Keuangan Xxxxxxxx Xxxxxxx, dan Direktur PT. Pos Indonesia Xxxxx Xxxxxxxx. Xxxxx juga Deputi Wakil Presiden Bidang Politik Xxxx Xxxxxxx Xxxxx.
Presiden Monash University, Profesor Xx Xxxxx, dalam keterangan tertulis mengungkapkan gelar Doctors
of Laws honoris causa merupakan penghargaan tertinggi dalam tradisi universitasnya. Diberikannya penghargaan ini kepada Xxxxxxxx xxxxxxx Xxxxx karena prestasi membanggakan yang diraih Xxxxxxxx di jajaran birokrasi Indonesia.
Selama ini lanjut Xxxxx, bersama Presiden Xxxxxx Xxxxxxx Xxxxxxxxx, Xxxxxxxx telah memainkan peran strategis
dalam memperkuat demokrasi, menjaga pertumbuhan ekonomi, dan mengurangi kemiskinan di Indonesia. Di bawah kepemimpinan Xxxxxxxx, Indonesia sebagai ekonomi terbesar di Asia Tenggara ini telah tumbuh pesat meski di tengah suasana ekonomi dunia yang masih tak menentu.
Selain itu Xxxxx juga menilai Xxxxxxxx memiliki andil dalam upaya penguatan peran masyarakat melalui desentralisasi, mengembangkan koridor pertumbuhan dan
otonomi daerah, serta mendorong pengentasan kemiskinan dan program-program sosial yang inklusif.
Xx Xxxxx mengatakan Xxxxxxxx menjadi orang ketiga di Indonesia yang mendapatkan gelar tersebut. Sebelumnya pemberian gelar serupa juga diberikan kepada mantan Rektor Universitas Indonesia, Profesor Xxxxxx, dan mantan Kepala Badan Koordinasi
Keluarga Berencana Nasional Xxxxxxx Xxxxxx.
Menurut Xx Xxxxx sebagai alumni Universitas Monash -lulus dengan gelar Master of Economics pada tahun 1972–prestasi Xxxxxxxx sangat membanggakan. Xxxxxx Xxxxxxxx juga pernah menjabat Gubernur Bank Indonesia, Menteri Koordinator Perekonomian, Menteri Keuangan dan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional. Dedikasinya
istimewa
sebagai Profesor Ekonomi di Universitas Gadjah Mada juga dinilai membanggakan.
Xxxxxxxx mengaku tidak pernah berpikir akan menerima gelar kehormatan Doctor of Laws dari Universitas Monash, Australia, tempatnya menuntut ilmu 40 tahun silam. Karena itu Xxxxxxxx merasa terhormat mendapat gelar doktor kehormatan itu. Apalagi gelar itu
diberikan secara langsung oleh Rektor Universitas Monash Xxxx Xx Xxxxx. “Saya menerima dengan bangga dan kerendahan hati gelar Doktor Hukum Honoris Causa dari Monash University,” kata Xxxxxxxx.
Dalam kesempatan itu Xxxxxxxx menyampaikan pandangan mengenai demokrasi di Indonesia. Ia mengatakan demokrasi telah
mencapai kemajuan walaupun masih ada beberapa catatan. Dia mencontohkan, kemajuan tersebut antara lain seperti kebebasan pers di Indonesia, transparansi dalam norma publik dan penegakan hukum yang
berjalan semakin baik dengan adanya KPK.
Tidak salah kata Xxxxxxxx, bila para pendiri bangsa ini menempatkan demokrasi, baik dalam arti sosial maupun politik, sebagai sebuah keharusan bagi Indonesia yang
xxxx lahir. Sekalipun kemudian bangsa Indonesia harus menempuh berbagai gejolak. Sebagian besar dari penerus bangsa ini masih tetap meyakini kebenaran visi para pendiri bangsa itu.
Hikmah penting yang bisa dipetik dari perjalanan bangsa ini kata Xxxxxxxx adalah tak akan pernah ada sebuah masyarakat sempurna. Begitu juga ketika bangsa ini mencapai cita-cita menjadi negara merdeka. Bangsa ini harus menghadapi kenyataan pahit peninggalan penjajahan.
Kesenjangan sosial, konflik yang penuh kekerasan, korupsi, penyalahgunaan kekuasaan
adalah beberapa persoalan yang menghadang republik muda. Bahkan hingga kini harus diakui, belum semua masalah itu tuntas dan terpecahkan.
Namun lanjut Xxxxxxxx, pengalaman itu telah mengajarkan betapa pentingnya sikap moderasi, yaitu bahwa optimisme perlu selalu diimbangi dengan kepekaan pada realita. Dari pengalaman, juga kian menyadarkan bahwa setiap bangsa memiliki beban sejarah masing- masing. “Kita dapat menorehkan sejarah, tapi kita tak selalu dapat mengguratkan sejarah seperti yang kita inginkan, sesuai selera kita,” kata Xxxxxxxx.
Oleh karena itu menurut Xxxxxxxx, harus menerima kenyataan bahwa kita bekerja dalam situasi tidak sempurna. Selain itu, kita tidak
dapat melepaskan diri dari kodrat manusia, yaitu kecenderungan untuk melakukan kekeliruan. Justru hasil terbaik yang bisa diharapkan dari proses politik yang demokratis yakni dengan mekanisme checks and balances. Proses perbaikan dan kemajuan terus dilakukan secara bertahap. Kadangkala mundur selangkah untuk maju dua langkah. “Kita tidak dapat berharap akan langsung mendapatkan satu set kebijakan yang sempurna dan yang
dapat menuntaskan semua persoalan,” kata Xxxxxxxx.
Menurut Xxxxxxxx, demokrasi hanyalah sistem yang dirancang untuk menghilangkan kekurangan dan memperbaiki kelemahan pengelolaan negara. Karena itu dengan demokrasi, tak perlu lagi memilih kekerasan sebagai solusi untuk mengubah keadaan maupun menyelesaikan perbedaan.
Lantas apakah bangsa ini sudah mencapai kemajuan dalam melaksanakan demokrasi di negeri ini? Menurut Xxxxxxxx, bangsa ini sudah melaksanakan demokrasi, meski masih ada beberapa catatan.
Salah satunya yakni elemen paling fundamental dalam demokrasi yakni kebebasan berpendapat. Konstitusi sudah menjamin kebebasan arus informasi maupun kemerdekaan untuk berpendapat. Pers Indonesia adalah salah satu yang paling bebas di dunia. Warga negara yang berbeda pandangan tak perlu khawatir akan menerima sanksi dari negara.
Rasanya tak salah jika Xxxxxxxx
mengatakan kalau bangsa ini sudah berhasil menghilangkan berbagai praktek
HIKMAH PENTING YANG BISA DIPETIK DARI PERJALANAN BANGSA INI KATA
XXXXXXXX ADALAH TAK AKAN PERNAH ADA SEBUAH MASYARAKAT SEMPURNA. BEGITU JUGA KETIKA BANGSA INI MENCAPAI CITA- CITA MENJADI NEGARA MERDEKA.
yang merusak masa silam. Kebijakan pemerintah kini begitu terbuka terhadap uji
publik. Sekarang, transparansi adalah norma
kehidupan publik sejalan dengan meningkatnya tuntutan masyarakat akan akuntabilitas. Kekuasaan yang membagi-bagi monopoli tidak lagi menjadi tabiat.
Selain itu menurut Xxxxxxxx, penegakan hukum juga kian membaik. Xxxxxxx memang masih menjadi elemen jahat di masyarakat.
Namun, lembaga-lembaga penegak hukum termasuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang kuat dan independen, sangat aktif
membongkar dan memburu berbagai kasus korupsi. Satu pencapaian penting, namun kurang mendapat perhatian, adalah keberhasilan dalam meningkatkan kesadaran masyarakat untuk melawan korupsi.
Xxxxxxxx juga menyampaikan tantangan konsolidasi demokrasi di Indonesia. Seperti perlunya keseimbangan yang tepat dalam membangun daerah, cara terbaik melindungi hak asasi manusia dan meningkatkan toleransi agama dan pengembangan modal sosial.
Menurutnya, modal sosial yang memadai hanya dapat diciptakan bila masyarakat tanpa henti berupaya mewujudkan rasa saling percaya. “Visi saya adalah Indonesia yang terus bergerak maju dan selalu siap dan mampu memperbaiki berbagai kekeliruannya, “ kata Xxxxxxxx.
Sedangkan keputusan untuk mendelegasikan kekuasaan ke tingkat kabupaten menurut Xxxxxxxx merupakan langkah perbaikan
yang tepat untuk melepaskan diri
dari model sentralistis masa silam. Hanya saja ke depan perlu mencari keseimbangan yang tepat dalam membangun daerah.
Xxxxxxxx xxxxxxx, berbagai persoalan akan dapat diatasi. Sebab pengalaman menunjukkan berbagai permufakatan mendasar sudah pernah dicapai bangsa ini pada
saat-saat genting. Tidak sedikit pula karya-karya besar bangsa yang telah dihasilkan. Xxxxxxxx yakin daya hidup bangsa ini dapat mengatasi berbagai masalah dan persoalan.
Sekadar diketahui, Xxxxxxxx, menuntut ilmu di Monash pada tahun 1960-an. Saat itu semangat civitas akademika universitas itu tengah membara. Kala itu, Fakultas Ekonomi dan Politik, di bawah kepemimpinan Profesor Xxx Xxxxxxxx, mengalami perkembangan yang sangat pesat.
Pada masa itu, gerakan mahasiswa di Australia, dan seluruh dunia, juga tengah bergelora. Monash berada di garis depan pergerakan tersebut.
Xxxxxxxx mengaku merasa beruntung bisa masuk di Universitas Monash. Apalagi ketika itu sejumlah ahli tentang Indonesia kenamaan bekerja dan berkumpul di Centre of Southeast Asian Studies yang baru saja berdiri. Tiga nama yang menonjol adalah Xxxx Xxxxx, Xxxx Xxxxx, dan Xxxxx Xxxxxx. Mereka dikenal sebagai pakar studi Indonesia yang sangat mumpuni.
Itu pula yang mendorong Xxxxxxxx untuk mengikuti aktivitas perkumpulan tersebut. Bahkan ia salah satu mahasiswa Indonesia yang sangat aktif menjadi peserta dalam seminar-seminar yang digelar Centre of Southeast Asian Studies. Saat itu minat Xxxxxxxx pada pada bidang ekonomi Indonesia, sehingga ia kerap berinteraksi dengan Xxxxx Xxxxxx.
Bagi Xxxxxxxx, Profesor Xxxxxx memiliki pemahaman yang sangat dalam tentang ekonomi Indonesia. “Saya sering memburu pemikiran- pemikirannya yang bijak,” kata Xxxxxxxx. bw
BPK BERSEPEDA,
AKTIVITAS GOWES, SEBUTAN AKRAB UNTUK KOMUNITAS BERSEPEDA, MAKIN MARAK DI LINGKUNGAN BADAN
PEMERIKSA KEUANGAN (BPK). BERMULA DARI HOBI
SEKELOMPOK PENGGEMAR SEPEDA, KINI SUDAH SAMPAI PADA GAGASAN MEMBENTUK WADAH YANG LEBIH
PERMANEN DENGAN LABEL “BPK BERSEPEDA”.
B
SERBA-SERBI
Jersey Pertama BPK Bersepeda
ERAWAL dari sekelompok penggemar kegiatan sepeda gunung (Komunitas Sepeda Selasa dan Jumat)
yang punya semangat, gagasan dan harapan akan terwujudnya badan yang sehat dan menyenangkan
(Fit & Fun), lahirlah komunitas BPK
BERSEPEDA. Komunitas ini pula yang kemudian menggagas kampanye pertama penggunaan nama BPK Bersepeda pada hari Minggu, 15 Januari 2012 bertepatan HUT BPK
ke-66 di Bumi Perkemahan Cibubur, Jakarta Timur.
Sebelumnya, Xxx Xxxxxxx Xxxx,
Xxxxxxxxx Xxxxx, Xxxxxxxxxx Xxxxxx Xxxxxxxxx, Xxxxx Xxxxx, Xxxxxxxx Xxxxxxxx, Xxxxx Xxxxxx, Xxxxxxxxxx Xxxxx dan beberapa petinggi BPK
di lingkungan kantor pusat kerap berkumpul bersama di Senayan. Mulailah merancang jersey (seragam) untuk komunitas tersebut.
Tulisan dan lambang BPK
Bersepeda ini pertama kali muncul pada jersey hijau–kuning yang digunakan saat
mencoba jalur Kalibata- Cibubur (36km). Saat itu lebih dari 60 orang mengikuti Fun Bike Kalibata –Cibubur. Kini, sekalipun komunitas BPK BERSEPEDA belum
resmi diluncurkan, tetapi semangat gowes BPK-ers ini sangat tinggi. Mereka bahkan rutin melakukan kegiatan bersepeda.
Pesepeda di BPK Bersepeda
Adalah Wakil Ketua BPK saat ini, Xxxxx Xxxxx yang menjadi motor penggerak BPK Bersepeda. Digadang pula oleh Xxxxxxxx
– Irtama, sebagai lapis kedua penggerak kegiatan BPK Bersepeda.
BPK Bersepeda saat mencoba jalur Telaga Warna (Puncak –Gadog (36 km) 14 desember 2012.
SERBA-SERBI
Selain mereka, bercokol nama-nama pesepeda Xxxxxx (Karo Umum), Xxxxx Xxxxxxx (Binbangkum), Hidayat (Biro Umum), Xxxxx, Xxxxxx dan teman-teman BPK lain, baik di kantor pusat maupun di Perwakilan sebagai motor penggerak BPK Bersepeda.
Pegawai di BPK Perwakilan se-Indonesia pun sebenarnya memiliki komunitas yang juga
mengagendakan setiap minggunya sebagaimana BPK Bersepeda di Jakarta. Beberapa kali BPK Bersepeda dari Jakarta berkumpul bersama BPK Bersepeda dari BPK Perwakilan untuk outing bersama dalam rangka fit & fun. Ke depan sudah sepatutnya, mereka digabungkan dalam worldwide BPK Bersepeda.
Kegiatan BPK Bersepeda
Jadwal rutin BPK bersepeda adalah hari Selasa dan Jumat, dengan semangat fit & fun, Senayan digilas oleh BPK Bersepeda setiap minggunya. Namun, BPK
Bersepeda pun beberapa kali telah mengadakan touring dan mencoba jalur yang ada di seputaran Jakarta, Bekasi, Tangerang, Jatiluhur, Cirebon, Kalimantan, Banten, dll.
Antara lain yang telah digilas BPK Bersepeda:
1. Jalur Cibubur –Jatiluhur (137km PP)
2. Jalur Cibubur –Sentul City (32km) diliput Jaktv
3. Jalur Sentul City -Bogor (18km)
4. Jalur Telaga Warna –Gadog (36km)
5. Jalur Bintara –Marunda via Banjir Kanal Timur (36km PP)
6. Jalur Malino
7. Jalur Tanjung Lesung –Pantai Carita (66Km)
8. Jalur Sentul City Kota Bunga (105km PP)
9. Sentul City –Pelabuhan Ratu (106km)
Prestasi BPK Bersepeda
Yang tidak kalah menarik atau mungkin dibilang fenomenal dari BPK Bersepeda di bawah Pimpinan Xxxxx Xxxxx adalah saat mengikuti Hill to Sea, dari Sentul City ke Pelabuhan Ratu sepanjang 100,04 km. BPK Bersepeda mengirimkan 9 orang wakilnya. Hasilnya salah seorang dari BPK Xxxsepeda masuk podium mendapatkan Finisher I (Juara 1/tercepat 100 km 5 jam 36 menit) yakni Xxxxxx Xxxxxxxx.
Prestasi lain adalah saat BPK Bersepeda diliput sebuah televisi swasta, saat menggilas JPT (Jalur Pinggir Tol) dari Cibubur –Sentul City sepanjang 32km.
Kesimpulannya, meski belum pernah di-launching resmi namun semangat Fit & Fun BPK Bersepeda ini terus meningkat.
Berbagai kegiatan terus dirancang dengan semangat “Fit & Fun menggilas jalur baru”. Semangat inilah yang menyemangati BPK Bersepeda untuk terus menikmati keindahan pemandangan Indonesia menggunakan roda dua.
Start dari kantor Marketing Gallery Sentul City dalam kegiatan Hill to Sea, 2 Maret 2013.
BPK Bersepeda mencoba jalur Pinggir Tol Cibubur menuju Sentul City, 1 Februari 2013.
Salah satu Pesepeda dari BPK Bersepeda di wawancarai Jaktv BPK Bersepeda mencoba jalur Pinggir Tol Cibubur menuju Sentul City, 1 Februari 2013.
SERBA-SERBI
Wakil Ketua BPK Xxxxx Xxxxx dan Rombongan BPK Bersepeda Tanjung Lesung – Pantai Carita (66 km) 23 Maret 2013.
Sesama Pesepeda dari BPK Bersepeda saat memberikan coaching clinic “posisi menggowes yang ideal”
Mahendro saat menggilas jalur Tanjung Lesung Pantai Carita (66 km), 23 Maret 2013.
Untuk keperluan pengorganisasian ke depan, BPK Bersepeda bahkan sudah merancang draft visi dan misi. Usulan visi dan misi dari komunitas BPK Bersepeda merupakan wujud kepedulian insan BPK terhadap peningkatan kualitas pegawai BPK secara fisik maupun psikis, serta terhadap permasalahan lingkungan
hidup yang terjadi saat ini. Draft visi adalah “Terciptanya Kualitas Hidup yang Lebih Baik dengan Bersepeda”, adapun misinya, “Meningkatkan Jumlah Pesepeda Untuk Fit & Fun”.
Harapan BPK Bersepeda
Sesuai dengan misi yang telah dicanangkan yakni “Meningkatkan
Jumlah pesepeda untuk Fit & Fun”, maka agar pegawai lain terdorong menggunakan sepedanya dalam beraktivitas sehari- hari, dipandang perlu meresmikan komunitas BPK Bersepeda yang memadai sebagai
bagian dari kegiatan resmi BPK. Tidak kurang BPK bersepeda pun
mengimbau agar diberikan Infrastruktur Bersepeda yang memadai seperti:
yang layak,
- Fasilitas mandi umum/ ganti pakaian yang memadai, serta
- Integrasi antara infrastruktur bersepeda dengan fasilitas kendaraan umum.
Ini semua hanya dapat tercapai apabila pimpinan, pengelola gedung, pengelola fasilitas umum serta pegawai penggiat sepeda secara bersama dan berkesinambungan mempunyai komitmen untuk meraihnya.
BPK Bersepeda terus menginginkan sepeda menjadi bagian dari komunitas sepeda lain di Indonesia dengan cara yang sangat mudah, yakni dengan 3M:
1. Mulai bersepeda dengan sepeda kita sendiri,
2. Mulai bersepeda dari/untuk jarak dekat,
3. Mulai bersepeda saat ini juga.
(fik/rd)
BPK Bersepeda saat akan menggilas Jalur Pinggir Tol (Cibubur
–Sentul City).
- Jalur khusus sepeda,
- Area parkir sepeda
Opini
TERBENAM DI LACI PENYIDIK
Oleh X.X. Xxxxxxx *)
PULUHAN LAPORAN HASIL PEMERIKSAAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN
MENGENDAP DI KEJAKSAAN AGUNG. PADAHAL LAPORAN ITU JELAS MENGANDUNG UNSUR TINDAK PIDANA.
BERGEPOK-GEPOK dokumen penting itu dikirim Badan Pemeriksa Keuangan ke Kejaksaan Agung lima tahun silam. Tersegel dalam sejumlah amplop besar, itulah berkas hasil kerja para auditor Badan Pemeriksa Keuangan PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia atau yang lebih dikenal dengan nama PT Bahana PUI.
Auditor menemukan sejumlah indikasi tindak pidana korupsi yang terjadi pada badan usaha milik negara yang berdiri sejak 1973 tersebut. Dari pemeriksaan sekitar tiga bulan, BPK menemukan sejumlah bukti penyelewengan yang terjadi di lembaga yang mengkhususkan bisnis
di bidang jasa potensial untuk perusahaan kecil dan menengah tersebut.
Pada auditor menemukan terjadi penyelewengan senilai Rp 1,2 triliun di sana. Menurut sumber Tempo yang ikut menelisik keuangan PUI, penyelewengan yang terjadi itu bisa menyeret sejumlah petinggi perusahaan. “Ada tiga kasus yang dilaporkan BPK,” ujarnya. Salah satunya ya itu tadi, pengemplangan duit yang ujung-ujungnya masuk ke kantong pribadi. Dokumen itu dengan detail memang menyebutkan periode tindak pidana itu terjadi, nilai kerugian negara, plus mereka yang paling bertanggung- jawab
Lima tahun setelah laporan itu dikirim, hingga detik ini para auditor tak mendengar tindak lanjut kejaksaan menelisik kasus itu untuk dibawa ke pengadilan. Kasus itu hilang begitu saja. Padahal, awalnya, saat kasus itu diserahkan, para auditor BPK sudah menyiapkan berbagai
dokumen jika jaksa meminta bukti tambahan. “Bagaimana lagi, kami tidak memiliki kekuatan memaksa Kejaksaan memanggil mereka yang terlibat itu,” ujar seorang auditor.
Nasib sama juga terjadi pada berbundel-bundel dokumen dugaan korupsi yang terjadi pada Dana Pensiun Perkebunan (Dapenbun) yang dikirim BPK setahun sebelumnya, 2006. Para auditor yang diberi tugas menemukan kongkalikong para pejabat dan pengelola dana perkebunan dengan sejumlah pihak yang membuat amblasnya duit Rp 488,5 miliar yang antara lain milik sekitar seratus ribu pensiunan karyawan perkebunan.
Kasus ini sempat mencuat dan memancing demo para pensiunan PT Perkebunan Nusantara. Nama sejumlah pejabat dan pengusaha swasta yang diduga otak penggangsiran duit sudah diserahkan BPK ke Kejaksaan. “Sangat lengkap, termasuk detail pengeluaran uang dan kejanggalan pengelolaan dana perkebunan itu,” ujar sumber Tempo. Lembaga auditor negara itu juga hingga
kini menyimpan berkas penting menyangkut kasus ini. Tapi kini kasus tersebut seperti menguap di Kejaksaan Agung. Tak terdengar para penyidik Kejaksaan menelisik lebih lanjut temuan penting para auditor.
Ihwal terbenamnya laporan Badan Pemeriksa Keuangan itu di Kejaksaan Agung, mencuat beberapa waktu lalu, ketika Wakil Ketua BPK Xxxxx Xxxxx berbicara kepada pers.
Kepada para wartawan saat itu Xxxxx Xxxxx menyatakan lembaganya telah menyampaikan 32 laporan hasil pemeriksaan periode 2009-2011, yang mengandung unsur pidana, ke Kejaksaan Agung. Nah, dari puluhan laporan itu, hingga kini yang disidik kejaksaan hanya dua laporan.
Adapun yang lain tak terdengar kabar beritanya. “Artinya, hanya sekitar enam persen yang ditindaklanjuti,” katanya.
Xxxxx tidak hanya memprihatinkan sedikitnya laporan lembaganya yang “ditangkap” Kejaksaan, tapi juga khawatir akan dampaknya. “Minimnya jumlah kasus yang ditindaklanjuti membuat para auditor BPK kehilangan semangat,” katanya, “Mencari temuan-temuan itu kan tidak gampang.”
Kepada Tempo, yang menemuinya di ruang kerjanya di lantai enam gedung BPK, dua pekan lalu, Xxxxx mengakui lebih dari seratus temuan BPK yang dikirim ke sejumlah lembaga penegak hukum tidak ada kabar kelanjutannya. Lembaganya, ujar dia, mengirim laporan itu karena yakin ada unsur tindak pidana di dalamnya. Tindak pidana itu bisa berupa kejahatan korupsi, lingkungan hidup, kehutanan, perbankan, dan sebagainya.
Menurut dia, lembaganya mengirim laporan itu karena terikat perintah Undang Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang BPK. “Pasal 8 undang-undang itu menyatakan
hasil temuan BPK yang mengandung unsur pidana harus diserahkan ke penegak hukum,” tuturnya. Xxxxx
tidak menampik saat ditanya perihal dua laporan BPK, yakni dugaan tindak pidana yang terjadi di PT PUI dan Dana Pensiun Perkebunan yang
hingga kini belum diselidiki Kejaksaan Agung itu. “Sampai kini kami memang belum mendengar perkembangan laporan tersebut,” ujarnya.
Sesuai dengan perintah undang- undang, tidak hanya ke Kejaksaan Agung lembaga auditor negara ini mengirimkan hasil pemeriksaannya yang di dalamnya ditemukan sejumlah indikasi tindak pidana ke kepolisian dan Komisi Pemberantasan Korupsi. Total laporan yang dikirim sejak 2003 hingga 2012 ini ada 145, yang di dalamnya tercakup 321 temuan beragam tindak pidana.
Menurut Xxxxx Xxxxx, lembaganya memang menginginkan
lembaga penegak hukum segera menindaklanjuti temuan itu. Sebab, jika berlarut-larut, kasus ini akan semakin sulit diselesaikan. Pelakunya bisa menghilangkan dokumen atau auditor yang memeriksanya sudah pindah entah ke mana. “Karena
itu, kami akan membuat nota kesepahaman lagi dengan lembaga penegak hukum untuk menangani laporan BPK,” ujarnya.
Sumber Tempo, baik di Kejaksaan maupun di BPK, menyatakan laporan yang dikirim BPK ke kejaksaan sebenarnya terhitung lengkap. laporan itu dengan sangat terperinci memaparkan bagaimana kerugian itu terjadi, tanggal pemeriksaan, tanggal wawancara dengan mereka yang dinilai bertanggung jawab, hingga jawaban-jawaban mereka.
Di luar itu, ada pula rekomendasi pelanggaran dan kejahatan apa yang terjadi pada instansi yang diaudit tersebut. “Laporan itu sudah sangat lengkap, sehingga kejaksaan sebenarnya tinggal memanggil dan memeriksa nama-nama yang ada di laporan itu,” ujar sumber ini
Wakil jaksa Xxxxx Xxxxxxx mengaku perihal mengendapnya laporan dari BPK itu. Hanya, ia
menyatakan tidak semua laporan itu merupakan tindak pidana yang mesti ditindaklanjuti lembaganya. Menurut dia, beberapa di antaranya bersifat administratif, yang bukan tindak pidana. Hanya, Xxxxxxx menggeleng tatkala ditanya detail yang dilakukan lembaganya. “Saya akan mengecek dulu,” katanya. Hal sama kembali dinyatakan juru bicara Kejaksaan Agung, X. Xxx Xxxxxxxxxxx, saat dihubungi Tempo pekan lalu. “Tidak semuanya laporan itu kami pegang. Yang di daerah, ya, dilimpahkan ke daerah. Jadi belum tentu yang disidik baru dua,” katanya.
Sejumlah aktivis antikorupsi menyesalkan sikap Kejaksaan yang terkesan tidak serius menindaklanjuti temuan BPK. Menurut anggota Badan Pekerja Indonesia Corruption Watch, Xxxxxxx Xxxxxx, laporan itu jelas bisa dipakai Kejaksaan untuk pihak awal penyidikan kasus korupsi.
Adapun Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada, Hifdzil Alim, menilai, selain menunjukkan lemahnya koordinasi antara BPK dan Kejaksaan, bisa jadi laporan BPK itu sengaja dibenamkan sejumlah orang dalam Kejaksaan agar tak terungkap. “Permainan orang dalam bisa mengubah status laporan BPK yang semula terindikasi tindak pidana menjadi tidak ada,” katanya kepada wartawan Tempo Xxxxxx Xxxxxx. Jalan keluar dari ini semua, ujar Hifdzil, lembaga penegak hukum harus transparan dalam menangani kasus tersebut. “Perkembangan penanganan kasus itu mesti disampaikan secara berkala ke publik,” katanya. *
*) Penulis adalah wartawan majalah Tempo, Pemenang Pertama Lomba Karya Tulis HUT BPK ke-66,
kategori Berita.
TEMPO DOELOE
TUjUH TAHUN DIWARNAI EMPAT PERUBAHAN STRUKTUR ORGANISASI
Pelantikan para Pemeriksa Utama Kepala Inspektorat Pemeriksa Kepala Biro pada masa Ketua BPK Xxxxxx Xxxxxxxxx.
S
Perubahan organisasi BPK yang begitu sering terjadi ini tentu ada tujuannya. Empat kali perubahan organisasi dalam waktu yang singkat tersebut dimaksudkan untuk mengikuti perkembangan administrasi keuangan negara. Selain itu, juga untuk menyelaraskan dengan perubahan yang terjadi pada pemerintahan Republik Indonesia sendiri.
Hal ini mungkin saja dapat dimaklumi, karena pada rentang waktu itu kondisi Indonesia, khususnya dari sisi ekonomi dan politik belum bisa dikatakan stabil.
Dimana, ada kejadian luar biasa Peristiwa G-30-S dan epilognya. Kemudian ditandai dengan kejatuhan pemerintahan Xxxxxxx yang kemudian memunculkan pemerintahan Orde Baru di bawah kendali Jenderal Xxxxxxxx. Ada masa
transisi juga dari apa yang dikenal dengan
ELAMA sekitar tujuh tahun tak kurang empat kali terjadi perubahan struktur organisasi BPK. Dengan perubahan struktur organisasi itu tentu saja mengubah tata kerja di internal BPK. Ini
menggambarkan bagaimana struktur organisasi BPK begitu sering berubah.
Uniknya, keempat perubahan struktur organisasi tersebut pada periode kepemimpinan Ketua BPK Xxxxxx Xxxxxxxxx seorang. Dengan kata lain, hanya satu periode kepemimpinan telah dihasilkan empat perubahan struktur organisasi. D. Xxxxxxxxx sendiri menjadi Ketua BPK periode 1966-1972.
Perubahan struktur organisasi BPK yang begitu sering dilakukan itu, terjadi pada periode 1965-1972. Dalam periode tersebut, pada tahun 1966 terjadi perubahan struktur organisasi BPK untuk pertama kalinya. Sekitar dua tahun kemudian, tepatnya pada 1968, terjadi perubahan. Selang setahun atau bahkan kurang dari setahun, pada 1969, terjadi perubahan lagi. Dua tahun kemudian, tahun 1971, perubahan kembali dilakukan.
Orde Lama ke Orde Baru.
Transisi dari Orde Lama ke Orde Baru ini, secara langsung maupun tidak langsung, menandai perubahan secara substantif pada alat perlengkapan negara. Alat perlengkapan negara ini tak lain dan tak bukan adalah lembaga-lembaga negara. Termasuk di dalamnya BPK.
Selain transisi kepemimpinan nasional tersebut, pada tahun 1965 dan 1966, BPK juga mengalami reorganisasi akibat dampak Undang-Undang No. 17 Tahun 1965 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No.6 Tahun 1964 Tentang Pembentukan Badan Pemeriksa Keuangan.
Kembali kepada empat kali perubahan struktur organisasi BPK. Pada perubahan pertama di tahun 1966, ditandai pembentukan enam direktorat. Empat direktorat yang berkaitan dengan tugas pemeriksaan.
Empat direktorat pemeriksaan ini disusun berdasarkan bidang-bidang kegiatan. Sementara dua direktorat lainnya merupakan unsur pendukung tugas pemeriksaan.
Pada tahun 1968, dilakukan lagi perubahan dengan pembentukan empat unit kerja yang berkaitan dengan
TEMPO DOELOE
Struktur Organisasi pada masa Ketua Dadang Suprayogi di tahun 1971.
tugas pemeriksaan. Pembentukan keempat unit kerja tersebut disusun berdasarkan pembagian departemen dalam pemerintahan Republik Indonesia. Dengan demikian, tugas pemeriksaan perusahaan-perusahaan negara tidak dilakukan oleh unit kerja khusus, seperti sebelumnya. Pemeriksaannya dilakukan oleh unit kerja yang memeriksa departemen yang membawahi perusahaan-perusahaan negara terkait.
Belum setahun struktur organisasi hasil perubahan di tahun 1968 berjalan mapan, setahun kemudian, tahun 1969, struktur organisasi kembali diubah. Perubahannya cukup signifikan. Dimana ada perubahan nama unit-unit kerja pemeriksa menjadi inspektorat.
Satuan kerja inspektorat ini dipimpin oleh Inspektorat Kepala. Inspektorat ini merupakan pimpinan sebagai unsur pelaksana pemeriksaan yang membawahi beberapa inspektorat. Ruang lingkup tugas pemeriksaan dari beberapa inspektorat ini dibagi berdasarkan entitas yang diperiksa, yaitu departemen dan lembaga negara.
Ada juga Inspektorat Umum. Satuan kerja ini terdiri dari enam dinas yang masing-masing mempunyai lingkungan kerja: Anggaran dan Perbendaharaan Umum, Perusahaan Negara, Kredit dan Devisa, Tuntutan Perbendaharaan dan Tuntutan Ganti Rugi, Organisasi dan Pembinaan, serta Daerah Otonom.
Sebagai unsur pendukung tugas pemeriksaan, dibentuk satuan kerja yang disebut Biro. Ada dua Biro yang dibentuk: Biro Urusan Dalam dan Biro Urusan Khusus. Selain itu ada juga Kantor Perwakilan di Yogyakarta. Kantor Perwakilan di Yogyakarta ini sudah ada sebelumnya.
Tugasnya memeriksa keuangan daerah.
Pada tahun 1971, perubahan organisasi BPK kembali dilakukan. Dari perubahan yang dilakukan itu, ada perubahan pada Sekretariat BPK. Struktur organisasi
Sekretariat BPK sendiri, terdiri dari Sekretariat Utama, dua Inspektorat Utama, enam Unit Pemeriksa Utama, dan Kantor Perwakilan BPK di Yogyakarta.
Sekretariat Utama BPK dipimpin Sekretaris Utama BPK. Sekretariat Utama ini sebelumnya disebut Sekretariat Umum. Perubahan nama ini berdasarkan Surat
Edaran Menteri Negara Penyempurnaan dan Pembersihan Aparatur Negara No. B.146/ MENPAN/4/71 tertanggal 29 April 1971.
Tugas Sekretariat Utama membantu Badan (Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota BPK) dalam memperlancar pelaksanaan tugas
BPK dengan memberikan bantuan teknis (staf) dan administrasi serta pengawasannya. Organ Sekretariat Utama yang baru itu sendiri terdiri dari Biro Urusan Dalam, Biro
Kepegawaian dan Pendidikan, Biro Keuangan, dan Biro Efisiensi.
Sementara Inspektorat Utama dipimpin Inspektur Utama. Jadi ada dua Inspektur Utama. Inspektorat Utama yang pertama bertugas membantu Badan di bidang teknis sebagai unsur staf. Inspektorat Utama yang kedua membawahi inspektorat-inspektorat yang diserahi tugas bidang-bidang teknis tertentu.
Secara umum, ada dua fungsi Inspektorat Utama ini. Pertama, melakukan koordinasi dan pengawasan dalam bidang pemeriksaan dan pengumpulan serta
pengolahan data tentang pengelolaan keuangan negara. Kedua, menyelenggarakan kepaniteraan Tuntutan Perbendaharaan dan Tuntutan Ganti Rugi.
Sedangkan Unit Pemeriksa Utama merupakan unsur pelaksana pemeriksaan BPK. Unit Pemeriksa Utama ini membawahi unit-unit pemeriksa. Tugasnya melakukan pemeriksaan sesuai ruang lingkup masing-masing menurut pembagian departemen atau lembaga sebagai entitas-entitas yang diperiksa BPK.
Unit Pemeriksa Utama ini juga mempunyai dua fungsi. Pertama, melakukan pemeriksaan atas pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara sesuai dengan luas lingkupnya masing-masing unit pemeriksa menurut pembagian departemen atau lembaga negara. Kedua, melakukan pemeriksaan atas pengelolaan keuangan negara yang dilaksanakan sesuai dengan kebijakan Badan, yang telah ditetapkan dalam rencana kerja serta program pelaksanaannya. and
RESENSI BUKU
KONDISI PEMBANGUNAN EKONOMI DI INDONESIA
BERBAGAI KONSEP EKONOMI DAN PEMBANGUNAN
DISATUKAN DALAM SEBUAH URAIAN PANJANG, BUKU
BERJUDUL: “PEMBANGUNAN PASCAMODERNIS: ESAI-ESAI EKONOMI POLITIK ADALAH SALAH SATUNYA. BUKU KARYA
EKONOM UGM DAWAM RAHARDJO INI MENGULITI BERBAGAI KONSEP EKONOMI DAN PEMBANGUNAN YANG DILIHAT
DALAM TATARAN KONDISI DI INDONESIA.
UKU ini merupakan kumpulan artikel (bunga rampai) yang berasal dari berbagai naskah ceramah
B
dan orasi ilmiah di berbagai kesempatan. Khususnya dalam forum-forum yang diselenggarakan International Non- governmental organization/NGO Forum on Indonesian Development (INFID) dan forum- forum lainnya.
Secara garis besar konten buku memuat hal-hal yang berkaitan dengan paradigma pembangunan, ekonomi kerakyatan, dan rekayasa ulang manajemen pembangunan. Terkait dengan paradigma pembangunan, Dawam Rahardjo mengangkat sebuah konsep yang dinamakan developmentalisme.
Developmentalisme ini sendiri kelanjutan dari konsep pemulihan ekonomi negara- negara berkembang. Tujuan utamanya adalah membendung pengaruh komunisme yang memilih satu atau bentuk lain sosialisme.
Pengaruh komunisme sendiri berkembang dengan membawa kampanye kemiskinan di dalamnya. Oleh karena itu, untuk menangkal pengaruh komunisme ini adalah pembangunan ekonomi berkelanjutan untuk menghapus kemiskinan. Di sinilah developmentalisme muncul.
Indonesia sendiri, pada masa Orde Baru mengusung developmentalisme dengan dijalankan oleh gabungan militer,
intelektual, dan pengusaha. Dengan model itu, developmentalisme yang diterapkan di Indonesia ini menuai kritik.
Kritik pertama, dengan penerapan developmentalisme model itu, maka ketergantungan terhadap negara-negara maju semakin kuat. Tak heran jika perekonomian Indonesia didominasi modal asing. Kritik kedua, developmentalisme dengan model tersebut justru telah melahirkan pemerintahan otoriter. Dari dua kritikan ini justru semakin memunculkan paham-paham antikapitalis dan prososialis walaupun pengaruh komunisme telah memudar.
Judul : Pembangunan Pascamodernis: Esai-Esai Ekonomi Politik
Penulis : M. Dawam Rahardjo Tahun Terbit : November 2012 Penerbit : INSIST Press Jumlah hlm : 182 halaman
Dawam melihat develop- mentalisme ini akan bertahan sebagai ideologi pembangunan elit politik.
Hal tersebut dikarenakan tiga kondisi yang terjadi di Indonesia. Pertama, kalangan ekonom masih menerima ukuran dan kriteria keberhasilan pembangunan yang berkisar pada konsep pertumbuhan ekonomi secara makro. Seperti yang diwariskan Orde Baru.
Kedua, masyarakat, dengan tingkat kecerdasan yang beragam, ternyata bisa menerima klaim-klaim keberhasilan ala partai berkuasa.
Dan, ketiga, perekonomian Indonesia masih memikul sindrom ketergantungan terhadap sumber daya internasional yang dikuasai negara-negara maju sehingga
teknokrat-teknokrat pemerintah yang dipilih adalah mereka yang tidak menentang hal itu.
Hal terkait dengan ekonomi kerakyatan, Dawam menguraikan bagaimana konsep ekonomi kerakyatan tersebut diterapkan di Indonesia. Mengutip gagasan yang disampaikan ekonom Emil Salim pada tahun 1979, yang melontarkan konsep Ekonomi Pancasila.
Pada dasarnya, Dawam melihat Ekonomi Pancasila ini merupakan model sistem ekonomi yang lahir di tengah-tengah antara liberalisme yang mengusung kapitalisme dan komunisme yang salah satunya mengusung sosialisme. Namun, kenyataannya, sejak Indonesia merdeka hingga saat ini, model sistem ekonomi Indonesia terombang-ambing dalam dua ideologi ekonomi yang bertentangan itu. Suatu waktu ke arah sosialisme, di lain waktu mengarah ke liberalisme. Atau, begitu sebaliknya.
Di saat mengarah sosialisme,
perkembangan ekonomi dengan pembangunannya dikendalikan negara secara terpusat atau
sentralistik. Sementara, di saat arah kebijakan liberalisme, perkembangan ekonomi diserahkan pada mekanisme pasar.
Ekonomi Pancasila sendiri, menurut salah ekonom memiliki pilar utama yang disebut perekonomian rakyat atau ekonomi rakyat. Istilah ekonomi rakyat ini, pada suatu kesempatan dianggap sebagai pengejawantahan dari komunisme. Karena ketakutan akan istilah itu, maka kemudian diubah menjadi ekonomi kerakyatan. Padahal Karl Marx (sang empunya komunisme) sendiri tidak pernah menyebut istilah ekonomi rakyat.
Dalam konteks sistem ekonomi di Indonesia, Ekonomi Pancasila
adalah ciri sistem ekonomi Indonesia.
Berbeda dengan sistem sosialis yang pilar utamanya perusahaan
negara. Juga, berbeda dengan sistem kapitalis yang sektor utamanya swasta. Ekonomi Pancasila pilar utamanya adalah ekonomi rakyat yang tergabung dalam koperasi.
Terkait rekayasa ulang manajemen pembangunan, Dawam menekankan bagaimana partisipasi perempuan
di bidang ekonomi yang kemudian memunculkan genderisasi ekonomi. Intinya, kehadiran perempuan dalam kehidupan berekonomi cukup timpang di Indonesia. Namun, kesadaran tentang pentingnya peranan dan potensi perempuan dalam proses perkembangan ekonomi belum cukup disadari.
Padahal, belakangan banyak diberitakan bagaimana perempuan ternyata telah tampil membawa solusi
terhadap krisis ekonomi keluarga. Begitu juga dengan gejala ekonomi kreatif yang banyak ditemukan di kalangan perempuan, baik yang terdidik maupun yang tidak.
Sayangnya, kenyataan pada komunitas perempuan ini cukup ironis dan tragis. Statistik
menunjukkan bagaimana perempuan justru menjadi korban kemiskinan, baik di daerah perkotaan maupun pedesaan. Perempuan juga mengalami diskriminasi dalam memperoleh pekerjaan dan menjalankan pekerjaan. Dalam era industrialisasi seperti saat ini, tenaga kerja perempuan juga menjadi objek eksploitasi.
Akhirnya dalam merekayasa ulang manajemen pembangunan Indonesia, kata kuncinya adalah perubahan.
Perubahan yang seharusnya bisa dilakukan pada era reformasi seperti saat ini. Era reformasi yang menandai berakhirnya Orde Baru ternyata hanya tampak pada demokratisasi politik, tetapi tak nampak pada demokratisasi ekonomi. Proses perkembangan ekonomi terkesan melanjutkan haluan neoliberalisme.
Buku ini menjabarkan begitu banyak konsep dan pemikiran ekonom nasional maupun luar negeri. Konsep-konsep dan pemikiran- pemikiran tersebut diselaraskan dengan kondisi di Indonesia sendiri. Bukan hanya itu, buku ini mencoba memberikan solusi yang coba ditawarkan dalam tarik-menariknya berbagai konsep dan pemikiran tersebut untuk pembangunan di Indonesia. and
GALLERY FOTO
Pertemuan pimpinan lembaga negara di Istana Negara, pada 22 Maret 2013.
Rapat koordinasi pembahasan temuan pemeriksaan Jamkesmas, di Jakarta, pada 19 Maret 2013.
76
Warta BPK
APRIL 2013
BPK mengadakan konsultasi dengan DPR, di Gedung DPR, pada 18 Maret 2013.
BPK melakukan MoU terkait
e-audit dengan pemerintah daerah se-Provinsi Sulawesi Tenggara dan Maluku Utara, di Jakarta, pada 28 Maret 2013.
APRIL 2013 Warta BPK
77
Itama BPK menyelenggarakan Focus Group Discussion dalam rangka persiapan peer review tahun 2014, di Jakarta, pada 4-5 Maret 2013.
Kabiro Humas dan Luar Negeri BPK Bahtiar Arif melakukan pertemuan dengan Polri, pada 15 Maret 2013, di Jakarta.
Dharma Wanita Persatuan (DWP) Setjen BPK menyelenggarakan pelatihan dan pembinaan organisasi Dharma Wanita Persatuan, di Kantor Pusat BPK, pada 21-22 Maret 2013.
BPK menerima kunjungan Mahasiswa-Mahasiswi Universitas Pasundan Bandung, di Kantor Pusat BPK, pada 4 Maret 2013.
APRIL 2013
Warta BPK 79
TEKNOLOGI MODERN UNTUK SEMUA LAPISAN MASYARAKAT
Penggunaan Anggaran Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) yang Amanah Turut Menjamin Masyarakat Memperoleh Pelayanan Kesehatan yang Layak
BPK - RI Memastikan Anggaran Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) Digunakan Secara Benar untuk Pemerataan Pelayanan Kesehatan Masyarakat
Independensi Integritas Profesionalisme xxx.xxx.xx.xx