BAB II
BAB II
GAMBARAN UMUM TENTANG AKAD IJARAH DAN RISIKO KERUGIAN PEMBUATAN RUMAH BORONGAN
0. Pengertian
A. Akad
Akad adalah Perjanjian tertulis yang memuat ijab (penawaran) dan qabul (penerimaan). Istilah Al-‘Aqdu (akad) dapat disamakan dengan istilah perikatan dalam KUHPerdata. Sedangkan istilah Al-‘Aqdu (janji) dapat di samakan dengan istilah perjanjian atau overeenkomst, yaitu suatu pernyataan dari seseorang untuk mengerjakan atau tidak mengerjakan sesuatu yang tidak berkaitan dengan orang lain1.
Para ahli Hukum Islam (Xxxxxx Xxxxx) memberikan definisi akad sebagai pertalian antara ijab dan kabul yang dibenarkan oleh syara‟ yang menimbulkan akibat hukum terhadap objeknya.
Di dalam Al-Qur‟an telah dijelaskan mengenai akad, Allah berfirman dalam QS. Al-Maidah : 1 :
..2
1Xxxxx Xxxx Xxxxxxxx Xxxxx, Xxxx Xxxxxxxx, (Jakarta :Amzah, 2014), hlm. 17
2 Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemah, Bandung: Yayasan penyelenggaraan penterjemah Al-Qur‟an, 2008. “Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu”. (QS. Al-Maidah : 1).
20
Tafsir dari Firman Allah menjelaskan bahwa “Ibnu
„Xxxxx, Xxxxxxx dan beberapa ulama lainya mengatakan : “Yang di maksud dengan Xxxx adalah perjanjian.” Xxxx Xxxxx juga menceritakan adanya ijma‟ tentang hal itu. Ia mengatakan: “Perjanjian-perjanjian adalah apa yang mereka sepakati , berupa sumpah atau lainya”. Xxx xxx Xxx Xxxxxxx mengatakan dari Ibnu „Xxxxx, ia berkata : ynag di maksud dengan perjanjian tersebut adalah segala yang di halalkan dan diharamkan Allah, yang diperlukan, dan apa yang di tetapkan Allah di dalam Al-Qur‟an secara keseluruhan, maka janganlah kalian mengkhianati dan melanggarnya”.3
Dalam istilah Fiqh, Secara umum akad berarti sesuatu yang menjadi tekad seseorang untuk melaksanakana, baik yang muncul dari satu pihak, seperti wakaf, talak, sumpah maupun yang muncul dari dua pihak, seperti jual beli, sewa, wakalah, dan gadai4.
Menurut kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, yang dimaksud dengan akad adalah kesepakatan dalam suatu perjanjian antara dua pihak atau lebih untuk
3 Xxxxxx Xxxxxxxxxxxxxxx xx-Mubarakfuri, Tafsir Xxxx Xxxxxx,( Jakarta : Pustaka Xxxx Xxxxxx, 2016), hlm. 598
4Rachmat Syafe‟i, Xxxx Xxxxxxxx, (Bandung: CV pustaka Setia, 2001), hlm. 44
melakukan dan atau tidak melakukan perbuatan-pernuatan Hukum tertentu5.
Pada dasarnya prinsip-prinsip akad sebenarnya hampir sama dengan asas hukum perjanjian berdasarkan hukum positif yang di atur dalam undang-undang perdata yang berlaku di indonesia.
Perjanjian dalam hukum perdata telah dijelaskan pasal 1313 KUHPerdata adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikat dirinya terhadap satu orang atau lain atau lebih.
Adapun Hukum perjanjian di atur dalam pasar 1320 KUHPerdata yaitu :
a. Kesepakatan para pihak
b. Kecakapan para pihak
c. Mengenai suatu hal tertentu
d. Sebab yang halal
B. Ijarah
Al-Ijārah Secara Etimologi berasal dari kata al- ajru, yang berarti menurut bahasanya ialah al-iwadh, arti dalam bahasa Indonesianya ialah ganti dan upah6. Menurut Xxxxxx Xxxxx dalam Fikih Sunah, Al-Ijarah
5Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah, (Jakarta: Kencana,2013), hlm .72
6Xxxxxx Xxxxxxx, Xx‟xxx Xxxxxxxx, Xxxxx Xxxxxxxx, (Bogor:Ghalia Indonesia, 2011), hlm, 167
berasal kata Al-Ajru yang berarti al-‘Iwadh
(penggantian)7.
Dalam arti luas al-ijārah merupakan suatu akad yang berisi suatu penukaran manfaat suatu dengan jalan memberikan imbalan dengan jalan tertentu. Hal ini sama artinya dengan menjual manfaat barang apabila dilihat dari segi barangnya dan juga bias diartikan menjual jasa apabila dilihat dari segi orangnya8.
Adapun Dasar Hukum, Rukun dan Syarat-Syarat Ijarah
sebagai berikut :
a. Dasar Hukum Al-Ijarah (sewa menyewa)
Al-Ijarah dalam Bentuk sewa menyewa maupun dalam Bentuk upah mengupah merupakan muamalah yang telah di syariatkan dalam islam. Hukum asalnya menurut Xxxxxx Xxxxx ialah Mubah (Boleh) di lakukan sesuai dengan ketentuan yang telah di tetapkan oleh Xxxxx‟ berdasarkan ayat Al-Qur‟an. Hadits-hadits Nabi dan ketetapan ijma ulama. Adapun dasar hukum Ijarah9 :
7Drs. H. Xxxxx Xxxxx Xxxxxxx, Xxxx Xxxxxxxx, (Jakarta : Amzah, 2010) hlm, 315
8 Xxxxx Xxxxxxx, Xxxx Xxxxxxxx, (Bandung: PT Raja Grafindo, 2002), hlm. 113
9Rachmat Syafe‟i, Xxxxx Xxxxxxxx, (Bandung : CV Pustaka Setia, 2001), hlm 123
1. Al-Qur‟an dalam QS. Al-Qashas :26-27 :
o
ľ
ľ J
i
ũ
10
Beberapa ulama berbeda pendapat dalam hal upah atau imbalan terhadap pekerjaan-pekerjaan dan sifatnya ibadah atau perwujudan ketaatan kepada Allah. Sebagaimana yang dilakukan oleh Xxx‟xxx dan Xxxx Xxxx dalam ayat di atas menjelaskan bahwa Xxx Xxxxx seorang dari kedua wanita berkata yaitu “Wahai ayah, pekerjakan pemuda itu untuk mengembala atau mengurus domba piaraan kita dengan xxxx. Sunggu, ia adalah orang yang
10Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemah, Bandung: Yayasan penyelenggaraan penterjemah Al-Qur‟an, 2008. “Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: "Ya bapakku ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena Sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya". Berkatalah Dia (Syu'aib): "Sesungguhnya aku bermaksud menikahkan kamu dengan salah seorang dari kedua anakku ini, atas dasar bahwa kamu bekerja denganku delapan tahun dan jika kamu cukupkan sepuluh tahun Maka itu adalah (suatu kebaikan) dari kamu, Maka aku tidak hendak memberati kamu. dan kamu insya Allah akan mendapatiku Termasuk orang- orang yang baik".(QS. Al-Qashas : 26-27 ).
baik yang engkau pekerjakan, karena tenaganya kuat dan dirinya dapat dipercaya. Xxxxxx xxxxxxx “Aku bermaksud mengawinkamu dengan salah seorang putriku ini. Sebagai maskawinya, kamu harus bekerja pada kami selama delapan tahun . tapi jika kamu mau menggenapkannya menjadi sepuluh tahun dengan sukarela, maka itu lebih baik. Tapi aku tidak mengharuskan diriku sebagai orang yang saleh, yang baik dalam bermuamalah dan menepati janji”.11
Ayat ini dapat dipahami bahwa di dalam ayat di atas disyaratkan adanya imbalan atau upah, dan di jadikan landasan dalam memperkerjakan orang lain yang punya keahlian dibidangnya. Dan dalam melakuka hal perlunya menepati janji yang telah di janjikan antara kedua belah pihak.
Dalam QS Al-Zukhruf : 32 di jelaskan juga :
õ
12
11 X. Xxxxxxx Xxxxxx, Tafsir Al-Mishbah,( Jakarta : Lentera Hati, 2002), hlm. 336-337
12 Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemah, Bandung: Yayasan penyelenggaraan penterjemah Al-Qur‟an, 2008 “Dan ingatlah ketika Xxxxxxx xxxxxxx kepada bapaknya dan kaumnya: "Sesungguhnya aku tidak
Penafsiran dari kitab Xxxx Xxxxxx yaitu tentang suatu urusan itu bukan umat yang menentukan melainkan hanya lah Allah swt. Allah lebih mengetauhi di mana dia meletakkan risalahnya. Karena sesungguhnya tidak sekali- sekali dia menurunkan Al-Qur‟an ini melainkan kepada makhluk yang paling suci hati jiwanya serta paling mulia dan paling suci rumah dan keturunanya. Kemudian Allah Swt. Menjelaskan dia telah berbeda-bedakan di antara makhluk-Nya dalam membagikan pemberian-Nya kepada mereka berupa harta, rezeki, akal dan pengertian lahir dan batin bagi mereka. Menurut suatu pendapat, makna ayat ialah agar sebagian dari mereka dapat memanfaatkan sebagian ynag lain untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan, karena yang lemah memerlukan yang kuat dan begitu pula sebaliknya.13
Ayat di atas menjelaskan bahwa Allah memberikan kelebihan sebagian manusia atas sebagian yang lain, agar manusia itu saling membantu antara yang satu dengan yang lainya, salah satu caranya adalah dengan melakukan akad Ijarah (upah-mengupah / sewa-menyewa), karena dengan akad Ijarah itu sebagian manusia dapat mempergunakan sebagian yang lain.
bertanggung jawab terhadap apa yang kamu sembah. Tetapi (aku menyembah) Tuhan yang menjadikanku; karena Sesungguhnya Dia akan memberi hidayah kepadaku". (QS. Al-Zukhruf : 26-27)
13 Xxxxxx Xxxxxxxxxxxxxxx xx-Mubarakfuri, Tafsir Xxxx Xxxxxx ,( Jakarta : Pustaka Xxxx Xxxxxx, 2016), hlm. 281
2. As-Sunah :
Hadits riwayat Xxx Xx-Xxxxxx dari Xxx Xxxxxxxx dan Xxx Xx‟id Al-Xxxxxxx, Xxxx SAW bersabda :
ُهرَجْ َأ ُهمِ عْ .ُيلْ.َف ارَ.يْجِ أ رجَ أَتسْ
ا نِ مَ
“Barang siapa mempekerjakan pekerja, beritahukanlah upahnya”. (HR. Xxx Xxxxx dari Xxx Xxxxxxxx).
ُهَقرَعَ
فٌ يََِ
نْ َأ لَ بْ.َق هُ
رَ.يْجَِلْْا ا وُطعْ َأ
“Berikanlah Upah pekerja sebelum keringatnya kering”.(HR. Xxxx Xxxxx dari Xxx Xxxx).
3. Ijma‟
Umat islam pada masa sahabat telah berijma‟ bahwa boleh Ijarah dibolehkan sebab bermanfaat bagi manusia.14 Mengenai kebolehan Ijarah para ulama sepakat tidak ada seorang ulama pun yang membantah kesepakatan (Ijma’) ini, sekalipun ada diantara mereka yang berbeda pendapat, akan tetapi hal ini tidak ditanggapi. Jelaslah bahwa Allah SWT telah mensyariatkan Ijarah ini yang tujuannya untuk
14Rachmat Syafe‟i,Xxxxx Xxxxxxxx, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2001), hlm 124.
kemaslahatan ummat, dan tidak ada larangan untuk melakukan kegiatan Ijarah.
Disyaratkan Ijarah, semua ulama bersepakat, tidak ada seseorang ulama pun yang membantah kesepakatan ijma‟ ini, sekalipun ada beberapa orang diantara mereka yang berbeda pendapat dalam tataran teknisnya.
Pakar-pakar keilmuan telah sepakat akan legitimasi Ijarah.dari beberapa nash yang ada, kiranya dapat dipahami bahwa Ijarah itu disyariatkan dalam islam, karena pada dasarnya manusia senantiasa terbentur pada keterbatasan dan kekurangan. Oleh karena itu, manusia antara yang satu dengan yang lain selalu terikat dan saling membutuhkan.
Tentunya Ijarah dalam kehidupan manusia sangat dibutuhkan karena merupakan salah satu aplikasi keterbatasan. Oleh karena itu boleh dikatakan bahwa pada dasarnya Ijarah itu adalah salah satu bentuk aktivitas antara dua pihak atau saling meringankan, serta termasuk salah satu bentu tolong menolong yang di anjurkan dalam agama.15
15 Xxxxxxx Xxxx, Fiqh Muamalah, (Yogyakarta :Sukses Offset, 2011), hlm 79
b. Rukun dan Syarat al-ijarah
1. ‟Aqid (Orang Yang Berakad), dan Mu‟jir (Orang yang menyewa atau memberi suatu Upah).
2. Shighat Akad/ Pernyataan, berupa pernyataan dari kedua bela pihak yang bekontrak, baik secara verbal atau dalam bentuk lain. Kedua bela pihak saling harus rela, tidak terpaksa dalam melakukan akad.
3. Ujrah (Upah)
4. Manfaat16 Syarat Ijarah adalah :
1. Yang terikat dengan dua orang yang berakad, menurut Xxxxx Xxxxx‟xxxx dan xxxxxx disyaratkan telah balig dan berakal. Oleh karena itu apabila seseorang belum atau tidak berakal, seperti anak kecil dan orang gila tidak bisa menggunakan akad ijarah karena tidak sah. Sedangkan menurut Xxxxx Xxxxxxxxx dan Xxxxxxxxx bahwa kedua orang berakal tidak harus mencapai usia balig, karena itu anak baru mumayyiz pun boleh melakukan akad Al-Ijarah, hanya pengesahannya perlu persetujuan walinya.
16Rachmat Syafe‟i, Xxxxx Xxxxxxxx, (Bandung : CV Pustaka Setia, 2001), hlm 125
2. Kedua belah pihak yang berakad menyatakan kerelaannya melakukan akad Ijarah. Apabila salah satu diantaranya terpaksa melakukan akad Ijarah, maka akadnya tidak sah, sesuai dengan firman allah yang tercantum dalam surah An-Nisa ayat 29.
3. Manfaat yang menjadi Al-Ijarah harus diketauhi sehingga tidak muncul perselisihan di kemudian hari. Sedangkan apabila yang menjadi manfaat obyek tidak jelas, maka akadnya tidak sah. Kejelasan manfaat itu dapat dilakukan dengan menjelaskan jenis manfaatnya dan penjelasanya berapa lama manfaatnya itu dipegang penyewa.
4. Objek Al-Ijarah itu Boleh di serakan dan di gunakana secara langsung tidak ada cacatnya.Ulama fiqh sepakat, bahwa tidak boleh menyewakan sesuatu yang tidak boleh diserahkan dan manfaatnya langsung oleh penyewanya.
5. Objek Al-Ijarah itu sesuatu yang di halalkan oleh syara‟.oleh karena itu para ulama sepakat mengatakan tidak boleh menyewa seseorang dalam hal yang buruk misalnya menyewa seseorang untuk membunuh orang lain, menyewa tempat- tempat maksiat dan lain-lainnya yang berkaitan dengan larangan agama.
6. Yang di sewakan itu bukan sesuatu kewajiban bagi penyewa, seperti menyewa orang lagi dalam ibadahnya, menyuruh orang lain untuk melaksanakan haji ataupun puasa nya maka akad sewa nya tidak sah.
7. Objek Ijarah itu merupakan yang biasa disewakan, seperti kendaraan, rumah, ataupun jasa menyewa tukang.
8. Upah atau sewa dalam akad Ijarah harus jelas, tertentu, dan sesuatu yang memiliki nilai ekonomi.
Adapun Syarat Sah Ijarah 17:
Keabsahan Ijarah sangat berkaitan dengan
„aqid (orang yang akad), Xx’xxx’xxxxx (barang yang menjadi onjek akad), Ujrah (upah), dan zat akad (Nafs Al-‘Aqad), yaitu :
a. Adanya keridaan dari kedua bela pihak yang akad.
b. Ma‟qud „alaih bermanfaat dengan jelas
Adanya kejelasan pada Ma’qud ‘Alaih atau barang menghilangkan pertentangan di antara ‘aqid. Di antara cara untuk mengetauhi ma’qud
17 Xxxxxxx Xxxxx‟i, Xxxxx Xxxxxxxx, (Bandung : CV Pustaka Setia, 2001), hlm 126
‘alaih (barang) adalah dengan menjelaskan manfaatnya, pembatasan waktu, atau menjelaskan jenis pekerjaan jika Ijarah atas pekerjaan atau jasa seseorang.
1. Penjelasan manfaat
2. Penjelasan waktu
3. Sewa
4. Penjelasan jenis pekerjaan
5. Penjelasan waktu pekerjaan
6. Ma’qud ‘alaih ( Barang) harus dapat memenuhi secara syara‟
7. Kemanfaatan benda dibolehkan menurut syara‟.
8. Tidak menyewa untuk pekerjaan yang di wajibkan kepadanya.
9. Tidak mengambil manfaat bagi diri orang yang disewa
10. Manfaat ma’qud ‘alaih sesuai dengan keadaan yang umum.18
c. Jenis-jenis Ijarah
Akad Ijarah menurut objeknya ada 2 macam :
18 Xxxxxxx Xxxxx‟i, Xxxxx Xxxxxxxx, (Bandung : CV Pustaka Setia, 2001), hlm 127
Pertama, Ijarah terhadap manfaat benda-benda nyata yang dapat diindera yaitu bisa di anggap terlaksana dengan penyerahan barang yang di sewa kepada penyewa untuk dimanfaatkan, seperti menyerahkan rumah, tokoh dan sebagaimnya.
Kedua Ijarah terhadap jasa pekerjaan, yaitu Ijarah baru bisa di anggap terlaksana kalau pihak yang di sewa (pekerja) melaksanakan tanggung jawabnya melakukan sesuatu, seperti membuat rumah yang di lakukan tukang, memperbaiki komputer oleh teknisi komputer dan lain sebagainya. Dengan di serahkannya barang dan di laksanakannya pekerjaan tersebut, pihak yang menyewakan dan pihak pekerjaan baru berhak mendapatkan uang sewa dan uang upah19.
d. Berakhirnya akad Ijarah
1. Periode akad sudah selesai sesuai perjanjian, namun kontrak masih dapat berlaku walaupun dalam perjanjian sudah selesai dengan beberapa alasan.
2. Periode akad belum selesai tetapi kedua bela pihak menghentikan akad Ijarah.
3. Terjadi kerusakan aset
19M. Alijasan, Berbagai Transaksi dalam Islam, (Jakarta : PT. Raja Gramedia Persada, 2004), hlm 236
4. Penyewa tidak dapat membayar sewa
5. Salah satu pihak meninggal dunia dan ahli waris tidak berkeinginan untuk meneruskan akad karena memberatkannya. Kalau ahli waris merasa tidak masalah maka akad tetap berlangsung. Kecuali akad nya upah menyusui maka bila sang bayi atau yang menyusui meninggal maka akadnya menjadi batal.
Menurut ulama Hanafiyah, Ijarah adalah akad lazim yang di dasarkan pada firman allah SWT yang boleh di batalkan . pembatalan tersebut dikaitkan pada asalnya, bukan didasarkan pada pemenuhan akad. Sebaliknya jumhur ulama berpendapat bahwa Ijarah adalah akad lazim yang tidak dapat dibatalkan kecuali dengan adanya sesuatu yang merusak pemenuhanya, seperti hilangnya manfaat.20
Sifat Ijarah adalah mengikat para pihak yang berakad. Mengikat yang di maksud adalah apakah akad Ijarah bisa di batalkan (fasakh) secara sepihak atau tidak. Menurut xxxxxxxxx, Ijarah adalah akad yang lazim (mengikat) yang boleh dibatalkan. Menurut mereka Ijarah batal dengan meninggalkan salah
hlm.130.
20Rachmat Syefe‟i, Fiqih Muamalah, ( Bandung: Pustaka Setia, 2001)
seorang yang berakad dan tidak dapat dialih kepada ahli waris. Alasanya adalah bahwa kematian itu merupakan perpindahan barang yang disewakan dari satu pemilikan kepada pemilikan yang lain. Karena itu akad tersebut batal. Sedangkan jumhur ulama berpendapat bahwa Ijarah adalah akad lazim yang tidak dapat dibatalkan dan dapat diwariskan. Adapun alasanya adalah bahwa akad Ijarah itu merupakan akad imbalan. Karena itu tidak menjadi batal karena meninggalnya salah satu pihak seperti dalam jual beli.
C. Risiko
Risiko adalah suatu keadaan yang tidak pasti dan terdapat unsur bahaya21, akibat atau konsekuensi yang dapat terjadi akibat sebuah proses yang sedang berlangsung atau kejadian yang akan datang. Dalam bidang asuransi, Xxxxxx juga dapat diartikan sebagai kewajiban untuk memikul kerugian jika ada sesuatu kejadian di luar kesalahan salah satu pihak yang menimpa benda yang di maksudkan dalam kontrak. Di simi berarti beban untuk memikul tanggung jawab dari risiko itu hanyalah kepada salah satu pihak saja, ada
21 Risiko dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia.
baiknya dalam setiap kontrak itu risiko diletakkan dan menjadi tanggung jawab kedua belah pihak22.
Adapun risiko dalam hukum perjanjian adalah kewajiban memikul kerugian yang di sebabkan oleh suatu kejadian (peristiwa) diluar kesalahan salah satu pihak.
Risiko adalah kehilangan miliknya (modal / barangnya) atau kemungkinan buruk yang mungkin terjadi23.
Jenis-jenis risiko secara Umum :
1. Risiko Murni (Pure Risk) bersifat Murni, yaitu Risiko yang pasti menimbulkan kerugian dan terjadi tanpa sengaja. Misalnya seperti musibah, bencana alam, pencurian dan sebagainya.
2. Risiko Spekulatif, merupakan risiko yang dapat timbul karena disengajakan oleh yang bersangkutan agar mendapatkan keuntungan, misalnya seperti perkreditan.
3. Risiko Fundamental, merupakan risiko yang tidak bisa dilimpahkan kepada seseorang atau orang lain.
22Xxxxx X. Xxxxxxx, Hukum Bisnis untuk Perusahaan teori dan contoh kasus,(Jakarta : Kencana Prenadamedia Group),hlm. 41.
23Oni Sahroni Xxx Xxxxxxxxx A, Xxxxx, Xxxxxxxx Xxxxxx dan Keuangan Islam, (Depok: PT. Rajagrafindo Persada,2017), hlm.212.
4. Risiko khusus, adalah risiko yang muncul karena bersumber pada peristiwa tunggal atau mandiri. Sehingga sangat mudah diketauhi penyebabnya. Misalnya seperti pesawat jatuh dan kapal tenggelam.
5. Risiko dinamis, merupakan risiko yang disebabkan oleh adanya kemampuan teknologi.24
Dalam Islam, Risiko bisa di bedakan menjadi 2 hal :
a. Risiko yang wajib adalah risiko dalam investasi yang tidak bisa dihindarkan sebagai konsekuensi bisnis secara alamia. Dalam investasi, risiko harus berbanding lurus dengan keuntungan, jika ada risiko maka akan ada hak atas keuntungan.
Risiko dalam bisnis memiliki 3 kriteria :
1. Dapat di abaikan (Al-Gharar Al-Yasir), untuk suatu tolerable risk, kemungkinan dari kegagalan haruslah lebih kecik daripada kemungkinan tingkat keberhasilan nya.
2. Tidak dapat dihindarkan (Inevitable/ La Yumkinu At-Taharruz ‘Anhu), menghindari bahwa tingkat penambahan nilai dari suatu akrtivitas transaksi tidak dapat diwujudkan tanpa adanya kesiapan untuk menanggung risiko.
24Xxxxxxx Xxxxxx Xxxxxx,Xxxxxxxxx Xxxxxx,( Xxxxxxxx: Salemba Empat,2013), hlm. 26.
3. Tidak di inginkan dengan sengaja (Unintentional/ Xxxxxxx Xxxxxxx), mengisyaratkan bahwa tujuan dari suatu transaksi ekonomi yang normal adalah untuk menciptakan nilai tambah, bukan untuk menanggung risiko. Shingga risiko bukan merupakan sesuatu yang menjadi keinginan dari suatu transaksi keuangan dan investasi.
b. Risiko yang tidak di bolehkan adalah spekulasi dan taruhan seperti maisir (judi). Jenis kedua ini adalah gharar dan spekulasi yang diharamkan dalam islam sebagaimana di tegaskan oleh xxxx xxxxxxxx dalam majmu fatwa.
Maisir yang mengandung tindakan memakan harta sesama secara batil. Jenis inilah yang diharamkan dari Allah dan Rasul-Nya.
Risiko investasi adalah terjadinya hal-hal yang tidak di inginkan (Ihitmal Al-Makruh) dalam investasi. Maka melakukan mitigasi terhadap risiko- risiko tersebut dengan cara-cara yang di perbolehkan oleh syariah itu di anjurkan karena termasuk menjaga harta/aset (Hifdzul Mal) sebagai salah-satu maqashid syariah25.
25Oni Sahroni Xxx Xxxxxxxxx A, Xxxxx. Maqashid Bisnis dan Keuangan Islam. (Depok: PT Rajagrafindo Persada,2017), hlm.213
Dalam akad Ijarah, penyewa berhak atas manfaat dan jasa danberisiko mengganti manfaat jika barangnya rusak di tanganya. Pihak yang menyewakan berhak atas upah sewa dan berisiko barang yang di sewakan rusak/hilang.
Bahkan banyak dalil-dalil dalam syariat islam ini yang mewajibkan pelaku usaha bisnis sejak masa Xxxxxxxxxx XXX. Adapun Hadits Dari Kisah Xxxxx xxx Xxxxx Xxxxxxxx dalam mudharabah. Al-Qurri menjelaskan bahwa landasan di bolehkannya mitigasi risiko. Dalam kisah Xxxxx xxx Xxxxx Xxxxxxxx, akad muzara‟ah dan akad xxxxxxx adalah akad amanah yang mengandalkan komitmen pengelola, oleh karena itu pemilik tanah menghadapi risiko komitmen pengelola (Modal Risk), maka di antara solusinya adalah akad ijarah agar tanah mereka terjamin26.
D. Kerugian
Kerugian adalah sesuatu yang di anggap mendatangkan rugi (tentang kerusakan).27 Kerugian adalah perbedaan yang terjadi antara pendapatan dan beban yang terjadi. Dimana beban yang terjadi melebihi
00Xxx Xxxxxxi Xxx Xxxxxxxxx A, Xxxxx. Maqashid Bisnis dan Keuangan Islam. (Depok: PT Rajagrafindo Persada,2017), hlm.214
27 Kerugian dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia.
pendapatan yang di terima, sehingga beban sangat terkait dengan pendapatan.
Kerugian memiliki arti dalam kelas verba atau kata kerja sehingga kerugian dapat menyatakan suatu tindakan, keberadaan, pengalaman, atau pengertian dinamis lainya dan nomina atau kata benda sehingga kerugian dapat menyatakan nama dari seseorang, tempat, atau semua benda dan segala yang dibendakan.28
2. Dasar Hukum Perjanjian Borongan
Di dalam peraturan perundaang-undangan pasal 1601b kitab Undang-undang hukum perdata (KUHPerdata) tentang perjanjian pemborongan adalah suatu perjanjian antara pihak satu (si pemborong) mengikatkan diri untuk menyelenggarakan suatu perkerjaan bagi pihak yang lain (pihak yang memborongkan) dengan menerima suatu harga yang di tentukan.
Adapun perjanjian pemborongan pekerjaan yaitu suatu perjanjian yang di lakukan oleh pihak pemborong dan pihak yang memberikan pekerjaan borongan. Pekerjaan kerja ini dalam syariat islam di golongkan kepada perjanjian sewa menyewa (Al-Ijarah) ialah ijarah Al-A’yan yaitu sewa menyewa tenaga kerja manusia untuk melakukan perkerjaan. Dalam istilah hukum pihak yang melakukan pekerjaan di sebut
28xxxxx://xxx.xxxxxxx.xxx/xxxx-xxxx/xxxxxxxx.xxxx
dengan “Ajir” ( yang terdiri dari ajri khas yaitu seseorang tertentu dan ajir mustarak yaitu orang-orang yang bekerja untuk kepentingan orang banyak), dan orang yang memperoleh manfaat dari pekerjaan ajir (pemberi kerja) disebut dengan “Musta‟jir.29
3. Dampak kerugian rumah borongan
Saat membangun rumah, tentu orang memerlukan tenaga kerja tukang. Namun sering sekali kita kesulitan cara memili tukang, termasuk menghitung biayanya.
Menggunakan tukang perlu kecermatan agar hasilnya memuaskan dan biaya yang dikeluarkan tidak membengkak serta menghindari dari dampak yang mengakibatkan kerugian. Jika tukang yang digunakan di kenal, memilinya tentu tidak sulit.ada 2 macam upah yang perlu diterapkan dalam membayar tukang, yaitu Sistem harian dan Sistem borongan.30
a. Sistem harian
Sistem harian memiliki kelebihan yaitu tukang harus bekerja terus tanpa ada kesempatan menganggur. Untuk mengefisienkan pekerjaan tukang, harus terlebih dahulu material serta gambar teknik yang menerangkan apa saja yang perlu di ganti, di robohkan dan dibangun.
29 Xxxxxxxx xxxxxxxx Suhrawardu,Hukum Perjanjian Dalam Islam,(Jakarta: Sinar Grafika,2007), hlm.153-154.
30 Xxx Xxxxxxx Xxx Xxxxxxxxx A, Xxxxx. Maqashid Bisnis dan Keuangan Islam. (Depok: PT Rajagrafindo Persada,2017), hlm.205
Sistem ini juga ada kekuranganya, Pemilik rumah harus terus mengawasi, bukan tidak mungin mereka tidak bekerja karena semakin lama proyek waktu yang di butuhkan untuk mengerjakan proyek, maka semakin banyak upah yang akan mereka diterima.
b. Sistem borongan
Pada sistem borongan setidaknya terdapat dua pola, borongan upah tenaga dan borongan secara keseluruhan.Perbedaan nya, pada sistem borongan upah tenaga, ada hanya membayar upah tukang saja, ada materialnya tetap di siapkan sendiri.
Ini berbeda dengan pola borongan keseluruhan, karena biaya atau upah tenaga dan bahan (material) diserahkan kepada tukang atau mandor. Jika anda akan menggunakan sistem borongan ada beberapa hal yang perlu diperhatikan agar kerja tukang bisa lebih esien.
Untuk memakai sistem ini, ada baiknya menyiapkan gambar kerja atau spesifikasi pekerjaan yang direncanakan. Meski menyerahkan pekerjaan kepada tukang, tapi tetap harus turut mengawasi hasil pekerjaannya. Hal ini mengingat tukang yang di bayar borongan biasanya ingin buru-buru selesai tanpa memperhatikan kualitas pekerjaan nya.
Di lihat dari sisi harga biaya borongan pola upah lebih murah dari pada sistem borongan utuh.Besar biaya kedua nya tergantung dari luasaan bangunan yang di bangun.
Adapun yang menjadi dampak dari hal tersebut, Sering sekali banyak hal yang tidak terduga dalam membuat rumah, suatu kendala yang sering muncul, seperti adanya musibah, kesalahan dalam pembuatan, kelalaian tukang dan berbagai macam kendala. Tentu dalam pembuatan rumah tersebut akan menimbulkan dampak dari risiko kerugian nya.
4. Pengertian Hukum Ekonomi Syariah
1. Pengertian Ekonomi Syariah
Hukum adalah merupakan sebuah aturan atau tatanan yang harus di jalani dengan perintah untuk menyelaraskan kehidupan manusia. Ekonomi Syariah adalah kumpulan norma hukum yang besumber dari Al- Qur‟an dan Hadits yang mengatur urusan perekonomian umat manusia31, Ekonomi Syariah juga adalah sebuah sistem Ekonomi yang di landasi oleh sebuah atau banyak nilai-nilai atau moral islamiah. Atau Ekonomi syariah merupakan salah satu jenis ekonomi yang menunjang tinggi nilai-nilai keislaman dalam semua aktivitas atau kegiatan
00Xxxxxxxxx Xxx, Hukum Ekonomi Syariah ( Jakarta: Sinar Grafika, 2009), hlm 4.
perekonomian yang dilaksanakan.Munculnya ekonomi syariah merupakan respon dari kemajuan zaman yang begitu pesatnya hingga nilai-nilai keislaman mulai luntur khusus nya dalam berniaga atau dalam kegiatan perekonomian.
Jadi Jika kita di gabungkan dengan hukum ekonomi syariah adalah hukum yang mengatur segala hal yang berkaitan dengan kegiatan sistem ekonomi yang dilandasi dan di dasari oleh nilai-nilai islamiah yang tercantum dalam Al-Qur‟an, Hadits, serta ijtihad para Ulama.
Pengertian Ekonomi Syariah dalam Undang-undang No. 3 Tahun 2006 tentang perubahan atas Undang-undang No.& Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, Maka Ekonomi Syariah berarti perbuatan dan/ atau kegiatan Usaha yang dilaksanakan menurut prinsip syariah32.
Adapun Sumber Hukum Ekonomi Syariah :
Hukum Ekonomi Syariah bersumber pada aturan- aturan yang telah ditetapkan oleh Allah SWT dan hasil ijtihad (akal pikiran manusia).
Sumber-sumber Hukum Ekonomi Syariah yaitu33 :
32Xxxxxxxxx Xxx, Hukum Ekonomi Syariah, (Jakarta : Sinar Grafika Offset, 2009), hlm. 2
33Faisal, Modul Hukum Ekonomi Islam, (Lhokseumawe: Unimal Press,2015), hlm. 8-9
a. Al-Qur‟an
Al-Qur‟an merupakan sumber hukum islam yang utama dan pertama. Al-Qur‟an adalah xxxxx xxxxxx Allah Swt yang di turunkan kepada Xxxx Xxxxxxxx Xxx melalui malaikat dalam bahasa arab untuk dijadikan pedoman hudup bagi umat manusia.
Al-Qur‟an berasal dari kata kerja Qara-a artinya (dia telah) membaca. Kata kerja berubah menjadi kata kerja suruhan iqra’ artinya bacalah, dan berubah lagi menjadi kata benda Qur‟an yang secara harfiah berarti “bacaan” atau sesuatu yang harus dibaca atau dipelajari.
b. Hadits dan sunnah
Hadits adalah sumber Hukum Islam kedua setelah Al-Qur‟an yang berupa perkataan, perbuatan, dan sikap Rasulullah yang tercatat dalam kitab-kitab hadits. Dengan kata lain di dalam hadis berisikan tentang cerita singkat dan berbagai informasi mengenai apa yang dikatakan, diperbuat, disetujui dan tidak disetujui oleh Xxxx Xxxxxxxx Xxx.
Sumber Hukum Ekonomi Islam yang telah dijelaskan tersebut merupakan yang pertama. Selain itu sumber Hukum Ekonomi Islam yang berdasarkan dari
hasil ijtihad manusia melalui proses penalaran.34 Ijtihad merupakan suatu bentuk penalaran yang pertama sesudah Al-Qur‟an dan Hadis.
5. Prinsip-Prinsip Hukum Ekonomi Syariah35 :
1. Hukum Ekonomi Syariah berawal dari hukum kegiatan ekonomi dari yang semuanya awalnya diperbolehkan menjadi dijaga atau dipandu dan didasari oleh landasar ilmu islamiah.
2. Muamalah hendaknya dilakukan oleh kedua belah puhak secara suka sama suka dan tidak ada unsur paksaan dari pihak manpun.
3. Sesuatu yang penting untuk mendatangkan maslahat bagi masyarakat dan menjauhkan mudharat bagi seluruh kehidupan manusia.
4. Aktivitas ekonomi wajib menghindari dari unsur gharar, dzhulm, riba dan unsur lain yang di haramkan.
Adapun yang mendasari dalam Prinsip Ekonomi Syariah adalah, sebagai berikut :
1. Siap menerima risiko
34 Xxxxxxxxx Xxx, Hukum Ekonomi Syariah,( Jakarta: Sinar Grafika Offset, 2009), hlm. 4
35 Xxxxxxxxx Xxx, Hukum Ekonomi Syariah, (Jakarta : Sinar Grafika Offset, 2009), hlm.7.
Prinsip Ekonomi Syariah yang dapat dijadikan pedoman oleh setiap muslim dalam bekerja untuk menghindari dirinya dan keluarganya, yaitu menerima risiko yang terkait dengan pekerjaan itu. Keuntungan dan manfaat yang diperoleh juga terkait dengan jenis pekerjaanya.Karena itu tidak ada keuntungan/manfaat yang diproleh seseorang tanpa risiko.Hal ini merupakan jiwa dari prinsip “dimana ada manfaat disitu ada risiko”.
2. Tidak melakukan penimbunan (Ihtikar), yang merupakan tindakan pembelian barang dagangan dengan tujuan untuk menahan atau menyimpan barang tersebut dinyatakan barang langka dan berharga mahal.
3. Tidak monopoli, dalam Sistem Ekonomi Syariah tidak diperbolehkan seseorang, baik dari perorangan maupun lembaga bisnis dapat melakukan monopoli. Harus ada kondisi persaingan, bukan monopoli atau otopoli. Islam mendorong persaingan dalam ekonomi sebagai jiwa dari Fastabiqul khairat.
4. Pelarangan interes riba, ada orang berpendapat bahwa Al-Qur‟an hanya melarang riba dalam bentuk bunga berbunga dan bunga yang dipraktikkan oleh bank konversional bukan riba.
5. Solidaritas sosial, seorang muslim terhadap sesamanya dapat di ibaratkan dalam satu tubuh. Jika satu anggota tubuh sakit, maka seluruh tubuh akan merasakan sakit juga. Jika seorang muslim mengalami problem kemiskinan, maka tugas kaum muslimin lainya untuk menolong orang miskin itu ( dengan cara mebayar zakat, infak, dan shadaqah)36.
6. Bentuk-Bentuk Perjanjian Dalam Hukum Ekonomi Syariah
Munculnya Hukum Ekonomi Syariah merupakan kibat interaksi hukum islam dan sistem hukum Nasional, yang awalnya terbatas pada hukum keluarga atau dalam bidang hukum perdata.
Hukum Ekonomi islam merupakan suatu bidang kajian yang dewasa terus berkembang baik dalam konteks pendalaman dari disiplin dan dari sisi keilmuannya maupun dalam kaitan perluasan lingkup subjek ini swbagai konsekuensi perkembangan pesat atau dinamika interaksi ekonomi internasional yang mengarah pada yang bersifat mendunia.
Konsep Hukum Ekonomi Islam diperkenalkan dan di aplikasikan pada hampir setiap bidang usaha dan sastra.
36 Xxxxxxxxx, Hukum Ekonomi Syariah, (Jakarta : Sinar Grafika Offset, 2009), hlm. 10
Pada awalnya diterapkan pada ekonomi mikro yang kemudian berkembang pada semua sektor bidang usaha. Kegiatan ekonomi islam bertumbuh pada ketentuan hukum Islam. Dengan masuknya sistem Ekonomi Islam diharapkan hukum ekonomi indonesia akan mengalami perkembangan positif yang membangun kebersamaan dalam rangka menciptakan kesejahteraan negara dan bangsa menuju masyarakat yang adil dan makmur.37
Adapun Asas–Asas Akad (Perjanjian) Dalam Hukum Ekonomi Syariah
Asas-asas perjanjian merupakan konkretisasi dari norma-norma filosofis, yaitu nilai-nilai dasar yang menjadi fondasi ajaran islam. Asas-asas perjanjian dalam Hukum Islam terdiri dari asas kebolehan (Mabda’ Al-Ibadah), asas kebebeasan bekontrak (Mabda’ Hurriyyah At-Ta’aqud), asas konsensualisme/ kesepakatan (Mabda Ar-Radha’iyayah), asas janji itu mengikat, asas keseimbangan (Mabda’at-Tawazun Fi Al-Mu’awadhah), asas kemaslahatan (tidak memberatkan), asas amanah dan asas keadilan.
a. Asas ibadah atau kebolehan merupakan asas hukum islam dalam bidang muamalah yang merumuskan pada kalimat “pada dasarnya segala sesuatu itu boleh dilakukan sampai ada dalil yang melarangnya”. Hal ini bertolak belakang
37 Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah, (Jakarta:Kencana, 2013),hlm. 10
dengan asas yang berlaku dalam ibadah bahwa tidak ada ibadah kecuali apa yan telah di contohkan oleh Xxxxxxxxxx Xxx. Jika dihubungkan dengan tindakan hukum dan perjanjian maka perjanjian apapun dapat di buat sejauh tidak ada larangan khusus mengenai perjanjian tersebut.
b. Asas kebebasan berakad dalam Hukum Islam dibatasi dengan larangan makan harta sesama dengan jalan bathil. Yang di maksud dengan makan harta sesama dengan jalan bathil adalah makan harta orang lain dengan cara yang tidak dibenarkan dan tidak sah menurut hukum syariah.
c. Asas kosesual berlandaskan pada kaidah Hukum Islam pada asasnya perjanjian (akad) itu adalah kesepakatan para pihak dan akibat hukumnya adalah apa yang mereka tetapkan melalui janji. Asas janji itu mengikat berlandaskan pada perintah dalam Al-Quran agar memenuhi janji-janji.
d. Hukum perjanjian Islam menekankan perlunya keseimbangan dalam perjanjian. Keseimbangan dapat berupa keseimbang antara yang diberikan dengan yang diterima maupun keseimbangan dalam memikul risiko.
e. Asas kemaslahatan38 dimaksudkan agar akad yang dibuat oleh para pihak bertujuan untuk mewujudkan kemaslahatan bagi mereka dan tidak boleh menimbulkan kerugian (mudharat) atau keadaan yang memberatkan (musyaqqah).
f. Xxxx amanah mengandung arti bahwa para pihak yang melakukan akad harus memiliki itikad baik dalam bertransaksi dengan pihak lainya. Dalam perjanjian Islam dituntut adanya amanah misalnya memegang rahasia, atau memberikan informasi yang sesungguhnya, tidak bohong.
7. Bentuk-Bentuk Perjanjian Dalam Hukum Bisnis (dalam Hukum Perdata)
Istilah perjanjian dapat di lihat dalam KUHP, bahkan di dalam ketentuan hukum itu di muat pula pengertian perjanjian. Di samping istilah tersebut, Kitab Undang-undang juga menggunakan istilah perikatan, peruntungan, namun pengertian dari istilah itu tidak di benarkan.
Istilah perjanjian dalam pasal 1313 kitab undang- undang hukum Perdata, Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lain atau lebih mengikatkan
38Xxxxx Xxxxx Xxx Xxx Xxxxx, Prinsip-Prinsip Dasar Ekonomi Islam Persfektif Makasid Syariah, (Jakarta: PT Fajar Interpratama Mansdiri, 2014), hlm. 43
dirinya terhadap satu orang atau lebih.39 Pasal 1313 KUHPerdata ini menegaskan bahwa perjanjian mengakibatkan seseorang mengikatkan dirinya kepada orang lain. Hal ini berarti suatu perjanjian menimbulkan kewajibn atau prestasi dari satu orang kepada orang lainya yang berhak atas pemenuhan prestasi tersebut. Dengan kata lain bahwa suatu perjanjian akan selalu ada dua pihak, dimana pihak yang satu untuk memenuhi suatu prestasi dan pihak lain berhak atas prestasi tersebut. Prestasi merupakan kewajiban yang harus dipenuhi dan dilaksanakan oleh salah satu pihak (debitur) kepada pihak lain (kreditur) yang ada dalam perjanjian. Prestasi terdapat baik dalam perjanjian yang bersifat sepihak, artinya prestasi atau kewajiban itu hanya ada pada satu pihak tanpa adanya suatu kontra prestasi atau kewajiban yang harus dari pihak lainya.40
Adapun Unsur perjanjian :
1. Ada para pihak
2. Ada persetujuan antara pihak-pihak tersebut
3. Ada tujuan yang akan dicapai
4. Ada prestasi yang akan dilaksanakan
5. Ada bentuk tertentu, baik lisan maupun tertulis. Ada syarat-syarat tertentu.
39 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Pasal 1313 Tentang Perjanjian.
40Sri Xxxxxxxxxxx Xxxxx, Xxxxxx xxxxx, dan Xxxxxx Xxxx Xxxxxxx.
Hukum Perdata (Suatu pengatar), Jakarta : CV. Xxxxxx Xxxx, 2005), hlm. 150
Syarat sahnya perjanjin (Pasal 1320 KUHPerdata) :
1. Adanya kesepakatan
Syarat pertama merupakan awal dariterbentuknya perjanjian, yaitu adanya kesepakatan antara para pihak tentang isi perjanjian yang akan dilaksanakan. Oleh karena itu timbulnya kata sepakat tidak boleh di sebabkan oleh tiga hal, yaitu adanya unsur keterpaksaan, penipuan, dan kekeliruhan. Apabila perjanjian dibuat berdasarkan adanya paksaan dari salah satu pihak, maka perjanjian dapat di batalkan.
2. Adanya kecakapan hukum
Kecakapan untuk membuat suatu perikatan pada saat penyusunan kontrak para pihak khususnya manusia secara hukum telah dewasa atau cakap berbuat atau belum dewasa tetapi ada walinya. Pada dasarnya semua orang cakap membuat perjanjia, sesuai dengan ketentuan dalam Undang-undang Pasal 1329 KUHPerdata kecuali yang diatur dalam pasal 1330 KUHPerdata. Pada umumnya orang dikatakan cakap melakukan perbuatan hukum termasuk pula membuat perjanjian ialah apabila ia sidah dewasa yang berumur
21 tahun dan telah kawin. Ukuran orang dewasa 21 tahun atau sudah kawin, disimpulkan secara redaksi Pasal 330 KUHPerdata. Sedangkan mereka yang tidak
cakap melakukan perbuatan hukum, sebagaimana diatur Pasal 1330 KUHPerdata, yaitu :
a. Orang-orang yang belum dewasa
b. Mereka yang ditaruh dibawah pengampuan
c.Orang-orang perempuan dalam hal-hal yang telah ditetapkan oleh undang-udang dan pada umunya semua orang kepada siapa undang-undang telah melarang membuat perjanjian-perjanjian tertentu.41
3. Adanya objek yang di perjanjikan
Secara yuridis suatu perjanjian harus mengenai hal tertentu yang telah disetujui. Suatu hal tertentu yaitu obyek perjanjian dan isi perxxxxxxx. Setiap perjanjian harus memiliki objek tertentu penilaian, maka objek yang akan dinilai haruslah jelas dan ada, sehingga tidak mengira-ngira.
4. Adanya kausa yang halal
Setiap perjanjian yang di buat para pihak tidak boleh bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum, dan kesusilaaan. Dalam akta perjanjian sebab dari perjanjian dapat dilihat pada bagian setelah komparasi, dengan syarat subjektif, yaitu syarat mengenai orang- orang atau subjek hukum yang mengadakan perjanjian, apabila kedua syarat ini dilanggar, maka perjanjian batal demi hukum. Namun apabila telah memenuhi
41 Kitab Undang-undang Hukum Perdata Pasal 1330.
unsur-unsur sahnya suatu perjanjian dan asas-asas perjanjian, maka perjanjian itu sah dan dapat di jalankan. 42
Bentuk-bentuk Kontrak Bisnis :
1. Perjanjian Tertulis
a. Perjanjian di bawah tangan
b. Perjanjian dengan saksi notaris
c. Perjanjian yang di buat di hadapan dan oleh notaris dalam bentuk akta notariel.
2. Perjanjian tidak tertulis/ lisan
42 Xxx Xxxxxxx Xxx Xxxxxxxxx A, Xxxxx. Maqashid Bisnis dan Keuangan Islam. (Depok: PT Rajagrafindo Persada,2017), hlm.212.