UTILIZATION COOPERATION OF REGIONAL ASSETS IN THE FORM OF BUILD, OPERATE, TRANSFER AGREEMENT)”
SKRIPSI
KERJA SAMA PEMANFAATAN BARANG MILIK DAERAH BERUPA TANAH DALAM BENTUK PERJANJIAN BANGUN GUNA SERAH
“(UTILIZATION COOPERATION OF REGIONAL ASSETS IN THE FORM OF BUILD, OPERATE, TRANSFER AGREEMENT)”
NIM. 140710101458
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS JEMBER
HUKUM 2018
SKRIPSI
KERJA SAMA PEMANFAATAN BARANG MILIK DAERAH BERUPA TANAH DALAM BENTUK PERJANJIAN BANGUN GUNA SERAH
“(UTILIZATION COOPERATION OF REGIONAL ASSETS IN THE FORM OF BUILD, OPERATE, TRANSFER AGREEMENT)”
NIM. 140710101458
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS JEMBER
HUKUM 2018
ii
MOTTO
Orang-orang hebat bukan baru bekerja karena terinspirasi, namun mereka menjadi terinspirasi karena mereka lebih suka bekerja. Mereka tidak menyia-nyiakan waktu untuk menunggu inspirasi. (Xxxxxx Xxxxxx)1
1 xxxxx://xxx.xxxxxxxx.xxx/xxxxxx/00000-Xxxxxx_Xxxxxx, diakses pada tanggal 17 juli 2018 pada pukul 10.32 WIB
iii
PERSEMBAHAN
Skripsi ini saya persembahkan untuk :
1. Orang tua saya, Ayahanda Xxxx Xxxxxxxxxxx dan Ibunda Embon Yunica, atas untaian doa yang tidak pernah putus, kasih sayang dengan segala perhatian, segala bentuk dukungan dan motivasi yang secara tulus dan ikhlas selalu menyertai setiap usaha saya;
2. Seluruh Guru dan Dosen saya sejak Sekolah Dasar sampai Perguruan Tinggi yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah memberikan dan mengajarkan ilmu-ilmunya yang sangat bermanfaat dan berguna serta membimbing dengan penuh kesabaran; dan
3. Almamater Universitas Jember yang saya banggakan.
iv
KERJA SAMA PEMANFAATAN BARANG MILIK DAERAH BERUPA TANAH DALAM BENTUK PERJANJIAN BANGUN GUNA SERAH
“(UTILIZATION COOPERATION OF REGIONAL ASSETS IN THE FORM OF BUILD, OPERATE, TRANSFER AGREEMENT)”
SKRIPSI
NIM. 140710101458
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS JEMBER
HUKUM 2018
v
PERSETUJUAN
DISETUJUI TANGGAL 23 Juli 2018
Oleh:
M.H. NIP: 197004101998021001
M.HUM NIP: 197303252001122002
vi
DDiiggiittaall RReeppoossiittoorryy UUnniivveerrssiittaass JJeemmbbeerr
DDiiggiittaall RReeppoossiittoorryy UUnniivveerrssiittaass JJeemmbbeerr
PENGESAHAN
KERJA SAMA PEMANFAATAN BARANG MILIK DAERAH
BERUPA TANAH DALAM BENTUK PERJANJIAN BANGUN GUNA SERAH
XXXXX NIM. 140710101458
Dosen Pembimbing Utama Dosen Pembimbing Anggota
XXXX XXXXXXX XXXXXXXXX, S,H., M.H. WARAH ATIKAH, S.H., M.HUM. NIP: 197004101998021001
NIP: 197303252001122002
Mengesahkan,
Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan
Tinggi Universitas Jember
Dekan,
Xx. XXXXX XXXXXXX, S.H., M.H.
NIP. 197409221999031003
vii
PENETAPAN PANITIA PENGUJI
Dipertahankan di hadapan Panitia Penguji pada : Hari : Senin
Diterima oleh Panitia Penguji Fakultas Hukum Universitas Jember
PANITIA PENGUJI:
Sekretaris,
Dr.XXXXX, S.H., M.HUM. Xx.XXX XXXXXXX, S.H., M.H. NIP:195612061983031003
NIP:1973032520011220
Anggota Panitia Penguji
1. XXXX XXXXXXX XXXXXXXXX. X.X., X.X : (.
)
NIP. 197004101998021001
2. XXXXX XXXXXX, X.X., X.XXX : (
)
NIP. 197303252001122002
viii
DDiiggiittaall RReeppoossiittoorryy UUnniivveerrssiittaass JJeemmbbeerr
PERNYATAAN
Yang bertandatangan di bawah ini :
: 140710101458
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa karya tulis yang berjudul :
“Kerja Sama Pemanfaatan Barang Milik Daerah Berupa Tanah Dalam Bentuk Pernjanjian Bangun Guna Serah” adalah benar-benar hasil karya sendiri, kecuali jika dalam pengutipan substansi sumbernya, dan belum pernah diajukan pada instansi manapun, serta bukan karya jiplakan. Saya bertanggungjawab atas keabsahan dan kebenaran isinya sesuai dengan sikap ilmiah yang harus dijunjung tinggi.
Xxxxxxxx pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya, tanpa adanya tekanan dan paksaan dari pihak manapun serta bersedia mendapat sanksi akademik jika ternyata dikemudian hari pernyataan ini tidak benar.
Xxxx Xxxxx Xxxxx NIM. 140710101458
ix
DDiiggiittaall RReeppoossiittoorryy UUnniivveerrssiittaass JJeemmbbeerr
UCAPAN TERIMAKASIH
Puji Tuhan dan rasa syukur Penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang atas segala Rahmat, Petunjuk, serta Hidayah yang telah diberikan, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Kerja Sama Pemanfaatan Barang Milik Daerah Berupa Tanah Dalam Bentuk Pernjanjian Bangun Guna Serah. Penulisan skripsi ini merupakan tugas akhir sebagai syarat untuk menyelesaikan Program Studi Ilmu Hukum serta mencapai gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Jember.
Pada kesempatan ini, Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak- pihak yang telah banyak membantu dan memberikan dukungan dalam penulisan skripsi ini, antara lain :
1. Xxxxx Xxxx Xxxxxxx Xxxxxxxxx, S.H., M.H. selaku Dosen Pembimbing Utama skripsi;
2. Ibu Xxxxx Xxxxxx,S.H.,M.Hum., selaku Dosen Pembimbing Anggota skripsi;
3. Bapak Dr.Xxxxx, S.H., M.Hum selaku Ketua Panitia Penguji skripsi;
4. Bapak Xx.Xxx Xxxxxxx, S.H., M.H selaku Sekretaris Panitia Penguji skripsi;
5. Bapak dan Ibu dosen, civitas akademika, serta seluruh karyawan Fakultas Hukum Universitas Jember atas segala ilmu dan pengetahuan yang diberikan;
6. Orang tua saya Ayahanda Xxxx Xxxxxxxxxxx dan Ibunda Embon Yunica, yang selalu memberikan doa dan menjadi penyemangat sehingga skripsi ini dapat terselesaikan;
7. Teman dekat saya selama menempuh pendidikan S1 di Universitas Jember diantaranya: Hibal, Cheppy, Izzy, Xxxx, Xxxx, Xxxxxxxx, Xxxxx, Xxxxx, Xxxx, Xxxxx, Xxxxx, Xxxx, Xxxxxx, Xxxx, Xxxxx, Axl, Xxxx, Xxxxxx, Aini, Xxxx, Xxxx, dan yang lainnya yang tidak saya bisa sebutkan satu-persatu, serta keluarga besar ALSA Local Chapter Universitas Jember dan ALSA National Chapter Indonesia, serta keluarga besar Ikatan Mahasiswa Jabodetabek di Jember yang selalu membantu dan memberikan semangat sehingga skripsi ini dapat terselesaikan;
x
8. Teman-teman seperjuangan angkatan 2014 di Fakultas Hukum Universitas Jember, atas semangat dan kerjasamanya selama ini;
9. Kepada para pihak yang telah membantu saya untuk menyelesaikan pendidikan Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Jember.
Tiada balas jasa yang dapat penulis berikan kecuali harapan semoga amal kebaikannya mendapat imbalan Tuhan Yang Maha Esa.
Demi kesempurnaan karya ilmiah ini, penulis berharap dan membuka ruang seluas-luasnya terhadap kritik dan saran dari semua pihak. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan masyarakat pada umumnya. Amin.
xi
RINGKASAN
Mengingat keterbatasan pemerintah melalui APBN, maupun daerah melalui APBD dalam menyediakan pendanaan untuk pembangunan infrastrukturnya, maka perlu dikembangkan hubungan kemitraan yang saling menunjang dan menguntungkan antara perusahaan besar dan kecil baik perusahaan nasional maupun perusahaan asing dalam rangka memperkuat struktur ekonomi nasional melalui model-model atau pola-pola baru sebagai alternatif pembiayaan pembangunan proyek-proyek pemerintah. Salah satu alternatif pembiayaan proyek infrastruktur, yang dapat menjembatani kesulitan pembiayaan pembangunan baik karena keterbatasan tanah atau lahan yang strategis maupun dana adalah dengan mengundang pihak swasta untuk berpartisipasi dalam pengadaan proyek pemerintah melalui sistem Bangun Guna Serah (Build Operate and Transfer/BOT).
Rumusan masalah dalam penelitian skripsi ini ada dua yaitu, bagaimana penerapan asas-asas hukum agraria dalam konsep perjanjian bangun guna serah dan bagaimana proses perolehan hak pengelolaan dan pemanfaatan barang milik negara/daerah oleh investor, serta implikasi hukum dari peralihan tersebut.
Tujuan Penelitian dalam penelitian skripsi ini ada dua yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum dari penelitian skripsi ini adalah melngkapi dan memenuhi tugas sebagai persyaratan pokok yang bersifat akademis guna meraih gelar sarjana hukum pada fakultas hukum universitas jember, mengembangkan ilmu dan pengetahuan hukum dari perkuliahan yang bersifat teoritis dengan praktik yang terjadi dalam masyarakat, menambah pengalaman dan memberikan sumbangan pemikiran yang berguna bagi kalangan umum, bagi para mahasiswa fakultas hukum dan almamater. Tujuan khusus dari penelitian skripsi ini adalah untuk untuk mengetahui penerapan asas-asas hukum agraria dalam pelaksanaan perjanjian bangun guna serah, untuk mengetahui proses perolehan hak pengelolaan dan pemanfaatan barang milik negara/daerah oleh investor, serta implikasi hukum dari peralihan tersebut.
Metode penelitian dalam penulisan skripsi ini ialah tipe penelitian yuridis normatif. Pendekatan masalah yang digunakan yaitu pendekatan Undang-Undang dan pendekatan konseptual. Bahan hukum yang digunakan dalam penulisan skripsi ini meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Metode yang digunakan untuk analisis bahan hukum yaitu metode analisa bahan hukum deduktif.
Hasil penelitian dalam penulisan skripsi ini pertama, Perjanjian Bangun Guna Serah hadir sebagai salah satu bentuk alternatif dalam menjawab permasalahan-permasalahan yang dialami Indonesia , khususnya dalam hal keterbatasan sumber daya tanah serta keterbatasan APBN maupun daerah melalui APBD dalam menyediakan pendanaan untuk pembangunan infrastrukturnya. Namun meskipun perjanjian Bangun Guna Serah adalah tanah, UUPA tidak secara tegas memberikan pengaturan tentang perjanjian bangun guna serah itu sendiri. Dengan demikian bukan berarti konsep pemanfaatan melalui peralihan hak dalam konsep bangun guna serah disini tidak sejalan dengan kaidah-kaidah atau asas-asas dalam hukum agraria.
Kesimpulan dalam skripsi ini adalah pertama, Pelaksanaa perjanjian BOT dilandasi 3 asas utama dalam hukum agraria yatu Asas tingkatan tertinggi bumi,
xii
air, ruang angkasa, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara, asas pemisahan horisontal, asas tata guna tanah. Kedua, Proses perolehan hak pengelolaan dan pemanfaatan Barang Milik Negara/Daerah sebagaimana diuraikan dalam pembahasan adalah proses perolehan yang umum dilakukan sesuai dengan ketetentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, namun perolehan hak pengelolaan dan pemanfaatan Barang Milik Negara/Daerah tersebut dapat juga diperoleh oleh investor/perusahaan karena hasil pembelian lelang harta (boedel) pailit dari perusahaan pemegang awal hak pengelolaan dan pemanfaatan Barang Milik Negara/Daerah yang mengalami kepailitan atau dinyatakan pailit.
Saran dalam skripsi ini adalah pertama, Mengingat konsep Bangun Guna Serah memiliki peran yang cukup besar dalam mendukung pelaksanaan pembangunan nasional dalam menjembatani keterbatasan penyediaan lahan strategis maupun keterbatasan dana/modal, maka untuk memberikan kepastian hukum terhadap ketersediaan lahan strategis tersebut dan kepastian hubungan hukum para pihak dalam perjanjian BOT, perlu didukung oleh kebijikan pemerintah dalam bentuk undang-undang sebagai aturan yang secara khusus mengatur perjanjian Bangun Guna Serah. Kedua, Demi keyakinan dan kepastian bertindak bagi aparatur pemerintah / pemerintah daerah, maka ketentuan lebih lanjut dalam hal terjadinya kondisi kepailitan sebaiknya juga diatur dalam peraturan pelaksana PP No. 27/2014 yaitu melalui peraturan menteri atau peraturan daerah.
xiii
DAFTAR ISI
i
ii
iii
iv
v
vi
vii
HALAMAN PENETAPAN PANITIA PENGUJI
viii
ix
x
xii
xiv
1
1
5
5
5
6
1.5.3.2 Bahan Hukum Sekunder 8
10
2.1.1 Pengertian Perjanjian dan Unsur-unsur 10
2.1.2 Syarat sahnya Perjanjian 12
2.1.3 Asas-asas dalam Perjanjian 13
2.2.1 Pengertian Hukum Agraria 14
2.2.2 Asas-asas Hukum Agraria 16
xiv
2.3.1 Pengertian Hak Atas Tanah 18
2.3.2 Macam-macam Hak atas Tanah menurut UUPA 19
2.4.1 Pengertian Pengertian Bangun Guna Serah 24
2.4.2 Subjek Perjanjian Bangun Guna Serah 26
2.4.3 Objek Perjanjian Bangun Guna Serah 26
2.5.1 Pengertian Badan Hukum 28
2.5.2 Jenis-Jenis Badan Hukum 30
2.6 Pengelolaan Barang Milik Daerah 31
2.6.1 Pengertian Pengelolaan Barang Milik Daerah 31
2.6.2 Jenis Barang Milik Negara/Daerah 33
35
3.1 Penerapan Asas-asas Hukum agrariadalam konsep Perjanjian bangun guna serah 35
3.2 Proses perolehan hak pengelolaan dan pemanfaatan Barang Milik Negara/Daerah oleh Investor, serta implikasi hukum dari peralihan tersebut 48
60
xvi
xv
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Peran negara yang utama dalam setiap konstitusi atau Undang- Undang Dasar, mewujudkan cita-cita bangsa itu sendiri, dan cita-cita bangsa Indonesia tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945 sebagai dasar konstitusi Negara Republik Indonesia, untuk mewujudkan kesejahteraan seluruh warga negara Indonesia serta membentuk negara kesejahteraan. Xxxxx Xxxxx menyebutkan bahwa dalam prinsip negara kesejahteraan, pemerintah tidak semata-mata sebagai penjaga keamanan atau ketertiban masyarakat, tetapi memikul tanggung jawab utama untuk mewujudkan keadilan sosial, kesejahteraan umum, dan sebesar- besarnya kemakmuran rakyat. Berkaitan dengan itu, Sjachran Basah mengatakan pemerintah tidak semata-mata di bidang pemerintahan saja, melainkan harus melaksanakan kesejahteraan sosial dalam rangka mencapai tujuan negara melalui pembangunan nasional. 1
Indonesia menunjukkan keinginan kuat untuk membentuk negara kesejahteraan tersebut sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, yaitu: “membentuk suatu pemerintah negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan \bangsa, serta ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial” 2 . Dengan melakukan pembangunan disegala bidang kehidupan, termasuk pembangunan dibidang hukumnya untuk mencapai tujuan yang diamanatkan Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Salah satu asas terpenting dari batang tubuh Undang-Undang Dasar 1945, yang menjadi landasan pembangunan ekonomi Indonesia diatur dalam Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa: “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di
1 Sjachran Basah.1986. Peradilam Tata Usaha Negara. Rajawali. Bandung. Hlm. 3.
2 C.F.G. Xxxxxxxxx Xxxxxxx. 1991. Permasalahan Hukum Dalam Masyarakat. Bina Aksara. Jakarta. Hlm. 2
1
dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat” 3.
Sejalan dengan hal di atas, maka hakikat untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat dan kesejahteraan rakyat dalam penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan sumber daya agraria harus didukung oleh penataan sistem hukum yang berpihak kepada rakyat. Guna mewujudkan amanat tersebut, setelah melalui proses dan waktu yang cukup panjang, maka pada tanggal 24 September 1960 Pemerintah dan DPR mengesahkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria selanjutnya disebut UUPA. Dengan berlakunya UUPA, maka di Indonesia terjadi perubahan yang fundamental di bidang agraria, yaitu perubahan dari hukum agraria kolonial menjadi hukum agraria nasional yang didasarkan atas hukum adat tentang tanah, sederhana, menjamin kepastian hukum bagi seluruh rakyat Indonesia, tidak mengabaikan unsur-unsur yang bersandar pada hukum agama, memberi kemungkinan supaya bumi, air, dan ruang angkasa dapat mencapai fungsinya dalam membangun masyarakat yang adil dan makmur, memperhatikan perkembangan jaman dalam kaitannya dengan soal agraria, mewujudkan penjelmaan dari Pancasila dan cita-cita bangsa seperti tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, serta melaksanakan ketentuan Pasal 33 UUD 19454.
Pembangunan nasional sebagai rangkaian upaya pembangunan yang berkesinambungan, yang meliputi seluruh aspek kehidupan masyarakat, bangsa dan negara. Untuk melaksanakan tugas mewujudkan tujuan nasional sebagaimana dirumuskan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tersebut, membutuhkan tanah yang cukup luas sedangkan persediaan tanah sangat terbatas baik jumlah maupun luasnya yang bersifat tetap dan tidak bertambah dalam segala dimensi kebutuhan manusia. Keterbatasan sumber daya tanah, berhadapan dengan peningkatan kebutuhan tanah bagi pelaksanaan pembangunan, di satu sisi membawa dampak positif meningkatnya harga tanah,
3 Xxxxxxx Xxxxxxxxxxxxx. 2006. Hukum Laut Internasional. Bina Cipta. Jakarta. Hlm
4 Muchsin. 2007. Hukum Agraria Indonesia Perspektif Sejarah. Xxxxxx Xxxxxxx.
tetapi di pihak lain membawa dampak negatif menjadi salah satu pemicu timbulnya sengketa/konflik pertanahan. Di samping itu, dalam kaitannya dengan peningkatan permintaan akan tanah, tidak jarang terdapat sekelompok orang yang sengaja mempergunakan kesempatan untuk mengambil keuntungan pribadi dengan mengambil alih tanah masyarakat tanpa memperhatikan rasa keadilan.
Selain tanah, meningkatnya pembangunan nasional yang bertitik berat pada bidang ekonomi, membutuhkan pula penyediaan dana yang cukup besar. Kebutuhan dana untuk pembangunan infrastruktur sekitar dua tahun kebelakang saja diperkirakan membutuhkan dana sekitar Rp. 700 triliun sampai dengan Rp.
1.030 triliun, dan sekitar Rp. 200 triliun dapat didanai dari APBN, artinya pemerintah hanya mampu membiayai sekitar 20%, sedangkan sekitar Rp. 600 triliun atau sekitar 80% diharapkan partisipasi dari investor lokal atau internasional5.
Mengingat keterbatasan pemerintah melalui APBN, maupun daerah melalui APBD dalam menyediakan pendanaan untuk pembangunan infrastrukturnya, maka perlu dikembangkan hubungan kemitraan yang saling menunjang dan menguntungkan antara perusahaan besar dan kecil baik perusahaan nasional maupun perusahaan asing dalam rangka memperkuat struktur ekonomi nasional melalui model-model atau pola-pola baru sebagai alternatif pembiayaan pembangunan proyek-proyek pemerintah. Salah satu alternatif pembiayaan proyek infrastruktur, yang dapat menjembatani kesulitan pembiayaan pembangunan baik karena keterbatasan tanah atau lahan yang strategis maupun dana adalah dengan mengundang pihak swasta untuk berpartisipasi dalam pengadaan proyek pemerintah melalui sistem Bangun Guna Serah (Build Operate and Transfer/BOT).
Merujuk pada definisi perjanjian Bangun Guna Serah (BOT) yang dijelaskan dalam Pasal 1 angka 14 Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah, maka BOT memiliki unsur- unsur sebagai berikut:
5 Xxxx Xxxxxxx. 2008. Aspek Hukum Pembiayaan Proyek Infrasturktur BOT . Genta Press.
1) Adanya para pihak, yaitu pihak investor yang menyediakan dana untuk membangun fisik proyek tersebut, dan pihak pemilik tanah yaitu pihak masyarakat yang memiliki lahan strategis. Demikian juga pihak pemerintah sebagai pemilik hak eksklusif atau pemegang hak pengelolaan atau juga pemegang hak ulayat;
2) Adanya objek yang diperjanjikan dalam perjanjian BOT, yaitu lahan atau beserta bangunannya;
3) Investor dalam jangka waktu tertentu diberi hak kelola dengan pola bagi hasil, royalty, atau kompensasi dengan harapan modal yang telah diinvestasikan dapat kembalik atau bahkan menguntungkan; dan
4) Setelah waktu kelola tersebut berakhir, investor mengembalikan bangunan beserta fasilitas-fasilitas yang melekat pada bangunan tersebut kepada pemilik lahan atau pemerintah sebagai pemilik hak eksklusif atau pemegeang hak pengelolaan.
Menelaah unsur-unsur dari perjanjian BOT dia atas, baik dilihat dari kehendak para pihak untuk melakukan perjanjian, isi perjanjian, dan pelaksanaan BOT, menunjukan pelaksanaan perjanjian BOT dilandasi asas-asas yang telah ditentukan dalam UUPA dan asas keseimbangan perjanjian. Contohnya seperti penerapan salah satu asas dalam UUPA yaitu hak menguasai dari negara, atas tanah sebagai objek bangun guna serah. Pengertian “dikuasai” negara sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 33 ayat (3) UUPA tidak dijelaskan secara rinci dalam penjelasan, baik penjelasan umum maupun penjelasan pasal demi pasal. Hal ini memungkinkan hak menguasai negara itu ditafsirkan atas berbagai pemahaman, tergantung dari sudut pandan dan kepenting yang menafsirkan. Dan selanjutnya mengingat konsep BOT ini merupakan konsep yang sudah lama ditemukan namun baru saja diterapkan maka dirasa perlu ada pembahasan secara detail terkait status hukum yang melandasi tanah yang menjadi objek perjanjian bangun guna serah itu sendiri
Berangkat dari latar belakang di atas penulis tertarik untuk menulis skripsi yang mengangkat judul tentang Kerja Sama Pemanfaatan Barang Milik Daerah Berupa Tanah Dalam Bentuk Perjanjian Bangun Guna Serah.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana penerapan asas-asas hukum agraria dalam pelaksanaan perjanjian bangun guna serah (Build, Operate, and Transfer)?
2. Bagaimana proses perolehan hak pengelolaan dan pemanfaatan barang milik negara/daerah oleh investor, serta implikasi hukum dari peralihan tersebut?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Adapun tujuan umum dari penelitian ini adalah :
a. Melengkapi dan memenuhi tugas sebagai persyaratan pokok yang bersifat akademis guna meraih gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Jember.
b. Mengembangkan ilmu dan pengetahuan hukum dari perkuliahan yang bersifat teoritis dengan praktik yang terjadi dalam masyarakat.
c. Menambah pengalaman dan memberikan sumbangan pemikiran yang berguna bagi kalangan umum, bagi para mahasiswa fakultas hukum dan almamater.
1.3.2 Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah :
a) Untuk mengetahui penerapan asas-asas hukum agraria dalam pelaksanaan perjanjian bangun guna serah (Build, Operate, and Transfer)
b) Untuk mengetahui proses perolehan hak pengelolaan dan pemanfaatan Barang Milik Negara/Daerah oleh investor, serta implikasi hukum dari peralihan tersebut?
1.4 Manfaat Penelitian
Adapun hasil dari penelitian ini, diharapkan mempunyai manfaat sebagai
1) Manfaat Teoritis
Tulisan ini, diharapkan dapat memberikan masukan bagi ilmu pengetahuan khususnya sumbangan pemikiran perkembangan hukum yang mengatur tentang bentuk kerjasama bangun guna serah dan sinkronisasi terhadap ketentuan lainnya terutama yang berkaitan dengan peraturan perundang-undangan hak pengelolaan dan pemanfaatan barang milik negara/daerah.
2) Manfaat Praktis
a) Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi aparat pemerintah sebagai pengelola atau pengguna barang milik negara/daerah dalam memaksimalkan peranannya untuk memanfaatkan aset yang dimiliki, dengan berpedoman pada dasar peraturan perundang-perundangan yang benar.
b) Penelitian ini diharapkan dapat membantu memberikan sumbangan pemerintah bagi untuk mengambil kebijakan-kebijakan strategis guna pelaksanaan perjanjian bangun guna serah sebagai suatu bentuk upaya dukungan pelaksanaan pembangunan nasional.
1.5. Metode Penelitian
1.5.1 Tipe Penelitian
Tipe penelitian yang dipergunakan dalam penyusunan skripsi ini adalah yuridis normatif, artinya permasalahan yang diangkat, dibahas dan diuraikan dalam penelitian ini difokuskan dengan menerapkan kaidah-kaidah atau norma- norma dalam hukum positif. Tipe penelitian yuridis normatif dilakukan dengan mengkaji berbagai macam aturan hukum yang bersifat formal seperti Undang- Undang, literatur-literatur yang bersifat konsep teoritis yang kemudian dihubungkan dengan permasalahan yang menjadi pokok pembahasan6.
1.5.2 Pendekatan Penelitian
Di dalam suatu penelitian hukum terdapat beberapa macam pendekatan yang dengan pendekatan tersebut, penulis mendapat informasi dari berbagai aspek
6 Xxxxx Xxxxxx Xxxxxxx. 2014. Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media Group. Jakarta. hlm.194.
mengenai isu hukum yang diangkat dalam permasalahan untuk kemudian dicari jawabannya. Adapun dalam penyusunan skripsi ini, penulis menggunakan 2 (dua) macam pendekatan, yaitu :
1. Pendekatan Perundang-undangan (Statute Approach)
Pendekatan ini dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang masih berkaitan dengan tema pembahasan. Hasil dari telaah tersebut merupakan suatu argumen untuk mejelaskaan kesimpulan dari tema yang dibahas kali ini. Dalam hal ini dengan mencari dan menginventarisir peraturan atau undang-undang yang mengatur perjanjian bangun guna serah serta status hukum hak atas tanah yang dimilik oleh badan hukum dalam perjanjian tersebut.. Dengan menelaah undang-undang tersebut dirasa dapat menjawab atau memberikan kesimpulan terhadap tema yang diangkat.
2. Pendekatan Konseptual (Conseptual Approach)
Pendekatan konseptual yaitu suatu metode pendekatan melalui pendekatan dengan merujuk pada prinsip-prinsip hukum. Prinsip-prinsip ini dapat diketemukan dalam pandangan-pandangan sarjana ataupun doktrin- doktrin hukum. Dalam hal pendekatan konseptual (conceptual approach) dilakukan manakala peneliti tidak beranjak dari aturan hukum yang ada, dengan menelaah beberapa literatur maupun pendapat ahli terkait perjanjian bangun guna serah serta status hukum hak atas tanah yang dimiliki oleh badan hukum dalam perjanjian tersebut.
1.5.3 Sumber Bahan Hukum
Bahan hukum merupakan sarana dari suatu penulisan yang digunakan untuk memecahkan permasalahan yang ada sekaligus memberikan preskripsi mengenai apa yang seharusnya. Bahan hukum yang digunakan dalam penulisan Skripsi ini meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan non hukum, yaitu :
1.5.3.1 Bahan Hukum Primer
Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang bersifat autoritatif, artinya mempunyai otoritas. Bahan-bahan hukum primer terdiri dari perundang- undangan, catatan-catatan resmi atau risalah dalam pembuatan perundang-
undangan. Adapun yang termasuk dalam bahan hukum primer yang akan dipergunakan dalam mengkaji setiap permasalahan dalam penulisan skripsi ini adalah :
1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
2) Xxxxxx-Xxxxxx Xxxxx 0 Xxxxx 0000, xxxxxxx Peraturan Dasar Pokok- Pokok Agraria
1.5.3.2 Bahan Hukum Sekunder
Bahan hukum sekunder adalah seluruh informasi tentang hukum yang berlaku atau yang pernah berlaku di suatu negeri. Keberadaan bahan-bahan hukum sekunder, secara formal tidak sebagai hukum positif. Bahan-bahan hukum sekunder ini adalah buku-buku teks, laporan penelitian hukum, jurnal hukum yang memuat tulisan-tulisan kritik para ahli dan para akademisi terhadap berbagai produk hukum perundang-undangan dan putusan pengadilan, notulensi berbagai seminar hukum, memori-memori yang memuat opini hukum, terbitan, dan deklarasi-deklarasi7.
1.5.3.3 Bahan Non Hukum
Bahan non hukum atau bahan hukum tersier merupakan penunjang dari bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Bahan non hukum dapat berupa buku-buku diluar ilmu hukum, akan tetapi masih ada kaitannya dengan isu hukum yang dibahas. Selain itu, bahan non hukum juga dapat diperoleh melalui internet,
7 Xxxxxxxx Xxxxxxxx. 2006. Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta, hlm.165.
ataupun laporan-laporan penelitian non hukum dan jurnal-jurnal non hukum sepanjang mempunyai relevansi dengan topik penulisan skripsi.8
1.5.4 Analisis Bahan Hukum
Cara untuk menarik kesimpulan dari hasil penelitian yang sudah terkumpul dipergunakan metode analisa bahan hukum deduktif, yaitu suatu metode penelitian berdasarkan konsep atau teori yang bersifat umum diaplikasikan untuk menjelaskan tentang seperangkat data, atau menunjukkan komparasi atau hubungan seperangkat data dengan seperangkat data yang lain dengan sistematis berdasarkan kumpulan bahan hukum yang diperoleh, ditambahkan pendapat para sarjana yang mempunyai hubungan dengan bahan kajian sebagai bahan komparatif. Langkah-langkah selanjutnya yang dipergunakan dalam melakukan suatu penelitian hukum, yaitu :
a. Mengidentifikasi fakta hukum dan mengeliminir hal-hal yang tidak relevan untuk menetapkan isu hukum yang hendak dipecahkan;
b. Pengumpulan bahan-bahan hukum yang sekiranya dipandang mempunyai relevansi juga bahan-bahan non-hukum;
c. Melakukan telaah atas isu hukum yang diajukan berdasarkan bahan-bahan yang telah dikumpulkan;
d. Menarik kesimpulan dalam bentuk argumentasi yang menjawab isu hukum;
e. Memberikan preskripsi berdasarkan argumentasi yang telah dibangun di dalam kesimpulan.
Dalam membuat skripsi ini, bahan-bahan hukum yang sesuai dari langkah-langkah penelitian hukum tersebut di analisa agar mendapatkan hasil analisa yang memberikan pemahaman atas isu hukum yang dibahas sebagai permasalahan dalam skripsi ini. Melalui langkah-langkah tersebut maka akan didapatkan kesesuaian hubungan antara suatu data dengan data yang lainnya, sehingga penelitian hukum ini dapat menemukan kesimpulan yang tepat.
8 Xxxxx Xxxxxx Xxxxxxx. Op. Cit., hlm. 164.
PUSTAKA
Upaya manusia untuk memenuhi berbagai kepentingan, salah satu wujudnya berupa kontrak. Dalam KUH Perdata kontrak/perjanjian diatur dalam Buku III tentang Perikatan (van verbintenissen) Pasal 1233 – Pasal 1864. Pasal 1313 KUHPerdata mengatur bahwa suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lainnya. Pasal ini menerangkan secara sederhana tentang pengertian perjanjian yang menggambarkan tentang adanya dua pihak yang saling mengikatkan diri. Pengertian ini sebenarnnya tidak begitu lengkap, tetapi dengan pengertian ini sudah begitu jelas bahwa dalam perjanjian itu terdapat satu pihak mengikatkan dirinya kepada pihak lain.
Menurut Subekti, perjanjian adalah suatu persitiwa di mana ada seorang berjanji kepada seorang lain atau dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal. Dari peristiwa ini, timbullah suatu hubungan antara dua orang tersebut yang dinamakan perikatan. Perjanjian itu menerbitkan suatu perikatan antara dua orang yang membuatnya. Dalam bentuknya, perjanjian berupa suatu rangkaian perkataan yang mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau ditulis9.
Menurut Xxxxxxx Xxxxxxxxxxx, perjanjian adalah suatu hubungan hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum. Maksudnya, kedua pihak tersebut sepakat untuk menentukan peraturan atau kaidah atau hak dan kewajiban yang mengikat mereka untuk ditaati dan dilaksanakan. Kesepakatan tersebut adalah untuk menimbulkan akibat hukum, yaitu menimbulkan hak dan kewajiban, sehingga apabila kesepakatan itu dilanggar maka akan ada akibat hukumnya atau sanksi bagi si pelanggar 10 .
9 Subekti. 2001. Hukum Perjanjian, cetakan 19, Intermasa, Jakarta, hlm 1
10 Xxxxxxx Xxxxxxxxxxx. 1986. Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), Liberti. Yogyakarta, hlm. 97-98
00
a) Unsur esensialia, yaitu unsur yang harus ada dalam suatu kontrak karena tanpa adanya kesepakatan tentang unsur esensialia ini maka tidak ada kontrak. Sebagai contoh, dalam kontrak jual beli harus ada kesepakatan mengenai barang dan harga karena tanpa kesepakatan mengenai barang dan harga dalam kontrak jual beli, kontrak tersebut batal demi hukum karena tidak ada hal yang diperjanjikan.
b) Unsur naturalia, yaitu unsur yang telah diatur dalam undang-undang sehingga apabila tidak diatur oleh para pihak dalam perjanjian, undang- undang yang mengaturnya. Dengan demikian, unsur naturalia ini merupakan unsur yang selalu dianggap ada dalam kontrak. Sebagai contoh, jika dalam kontrak tidak diperjanjikan tentang cacat tersembunyi, secara otomatis berlaku ketentuan dalam KUHPerdata bahwa penjual harus menanggung cacat tersembunyi.
c) Unsur aksidentalia, yaitu unsur yang nanti ada atau mengikat para pihak jika para pihak memperjanjikannya. Sebagai contoh, dalam jual beli dengan angsuran diperjanjikan bahwa apabila pihak debitur lalai membayar utangnya, dikenakan denda dua persen perbulan keterlambatan, dan apabila debitur lalai membayar selama tiga bulan berturut-turut, barang yang sudah dibeli dapat ditarik kembali kreditor tanpa melalui pengadilan. Demikian pula klausul-klausul lainnya yang sering ditentukan dalam suatu kontrak, yang bukan merupakan unsur yang esensialia dalam kontrak tersebut.
1.1.2 Syarat Sahnya Perjanjian
1. Adanya kesepakatan kehendak (consensus, agreement)
Dengan syarat kesepakatan kehendak dimaksudkan agar suatu kontrak dianggap saah oleh hukum, kedua belah pihak mesti ada kesesuaian pendapat tentang apa yang diatur oleh kontrak tersebut. Oleh hukum umumnya diterima teori bahwa kesepakatan kehendak itu ada jika tidak terjadinya salah satu unsur-unsur paksaan (dwang,duress), penipuan (bedrong, fraud), kesilapan (dwaling, mistake).
2. Wenang/kecakapan berbuat menurut hukum (capacity)
a. Orang – orang yang belum dewasa
b. Mereka yang berada dibawah pengampuan
4. Kausa yang diperbolehkan/halal/legal
2.1.3 Asas-asas Dalam Perjanjian
Di dalam hukum perjanjian dikenal banyak asas, antara lain 11 :
a) Xxxx konsensualisme, menerangkan bahwa perxxxxxan ialah pada saat terjadinya kesepakatan. Dengan demikian, apabila tercapai kesepakatan antara para pihak, lahirlah perjanjian, walaupun perjanjian itu belum dilaksanakan pada saat itu juga. Hal ini berarti bahwa dengan tercapainya kesepakatan oleh para pihak melahirkan hak dan kewajiban bagi mereka atau biasa juga disebut bahwa perjanjian tersebut sudah bersifat obligatoir, yakni melahirkan kewajiban bagi para pihak untuk memenuhi perjanjian tersebut
1. bebas menentukan apakah ia akan melakukan perjanjian atau tidak;
2. bebas menentukan dengan siapa ia akan melakukan perjanjian;
11 Xxxxxx Xxxx. 2007. Hukum Kontrak. Raja grafindon Persada. Jakarta. hlm 3-5
3. bebas menentukan isi klausul perxxxxxxx;
4. bebas menentukan bentuk perjanjian;
5. kebebasan-kebebasan lainnya yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-perundangan.
c) Xxxx mengikatnya suatu kontrak (Pacta Sunt Servanda). Setiap orang yang membuat perjanjian, dia terikat untuk memenuhi perjanjian tersebut karena perjanjian tersebut mengandung janji-janji yang harus dipenuhi dan janji tersebut mengikat para pihak sebagaimana mengingatkanya undang-undang. Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata yang menentukan bahwa semua perjanjian yang dibuat sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
Pengertian Hukum Agraria
Tentang apa yang disebut hukum tanah atau hukum agraria dapat dengan secara singkat dikatakan bahwa hukum tanah adalah hukum yang mengatur hubungan antara orang dan tanah dengan orang lain. Jadi merupakan perlindungan kepentingan orang terhadap orang lain mengenai tanah.
Hukum Agraria dalam ilmu hukum sebenarnya memiliki pengertian yang lebih luas. Dalam bahasa latin, agraria yang sering di sebut dnegan Ager mempunyai arti tanah atau sebidang tanah. Dalam bahasa latin pula kata agrarius berarti persawahan atau perladangan atau bisa juga pertanian. Jika kita buka
dalam Kamus Besar Indonesia dinyatakan bahwa “Agraria” berarti urusan pertanahan dan atau tanah pertanahan serta urusan pemilikan atas tanah. Sedang dalam bahasa inggris istilah agraria atau sering disebut dengan “Agrarian” yang berarti tanah dan sering dihubungkan dengan berbagai usaha pertanian/
Menurut Subekti hukum agraria adalah keseluruhan ketentuan-ketentuan hukum, baik hukum perdata, maupun hukum tata negara maupun pula hukum tata usaha negara yang mengatur hubungan-hubungan antara orang termasuk badan hukum, dengan bumi, air, dan ruang angkasa dalam seluruh wilayah negara dan mengatur pula wewenang-wewenang yang bersumber pada hubungan-hubungan tertentu. Sedangkan menurut Xxxxxxxx dan X. Tjirisiedibio, hukum agraria adalah keseluruhan dari ketentuan-ketentuan hukum, baik Hukum Perdata maupu Hukum Tata Negara maupun pula Hukum Tata Usaha Negara yang mengatur hubungan antara orang termasuk badan hukum dengan bumi, air, dan ruang angkasa dalam seluruh wilayah negara dan mengatur pula wewenang-wewenang yang bersumber pada hubungan-hubungan tersebut. Xxxxx Xxxxxxx menyatakan hukum agraria bukan hanya merupakan satu perangkat bidang hukum. Hukum Agraria merupakan satu kelompok berbagi bidang hukum yang masing-masing mengatur hak-hak penguasaan atas sumber-sumber daya alam tertentu yang termasuk pengertia agraria. Kelompok berbagai bidang hukum tersebut terdiri atas :
a. Hukum Tanah yang mengatur hak-hak penguasaan atas tanah dalam arti permukaan bumi ;
b. Hukum Air, yang mengatur hak-hak penguasaan air ;
c. Hukum Pertambangan, yang mengatur hak-hak penguasaan atas bahan- bahan galian yang dimaksud oleh Undang-Undang pokok pertambangan ;
d. Hukum Perikanan, yang mengatur hak-hak penguasaan atas kekayaan alam yang terkandung didalam air ;
e. Hukum penguasaan Atas Tenaga dan Unsur-unsur dalam ruang angkasa, mengatur hak-hak penguasaan atas tenaga dan unsur-unsur dalam ruang angkasa yang dimaksudkan oleh pasa 48 UUPA.
Hukum Agraria merupakan salah satu hukum yang digunakan untuk mengatur penggunaan dan pemanfaatan hasil dari alam. Dalam UUPA (Undang- undang Pokok Agraria) di jelaskan pengertian agraria meliputi bumi, air, dan
ruang angkasa serta kekayaan alam yang tergantung di dalamnya (Pasal 1 ayat 2). Sementara itu pengertian bumi meliputi permukaan bumi (yang di sebut tanah), tubuh bumi di bawahnya serta yang berada dibawah air (Pasal ayat 4) jo. Pasal 4 ayat 1.
2.2.2 Asas-asas Hukum Agraria
Asas-asas hukum agraria adalah sebagai berikut :
d. Asas Semua Hak Atas Tanah Mempunyai Fungsi Sosial
e. Asas hanya Warga Negara Indonesia yang dapat mempunyai Hak Milik atas Tanah
f. Asas Persamaan bagi setiap Warga Negara Indonesia
h. Asas Tata Guna Tanah/Penggunaan Tanah Secara Berencana
Asas ini terdapat pada Pasal 10 ayat (1) UUPA. Munculnya kegiatan land reform atau agrarian reform, yaitu perombakan mengenai pemilikan dan penguasaan tanah. Sehingga tanah yang dimiliki atau dikuasai seseorang tetapi tidak digunakan sebagaimana mestinya dapat digunakan untuk hal- hal yang bermanfaat.
2.3.1 Pengertian Hak Atas Tanah
Atas dasar hak menguasai dari negara sebagai yang dimaksud dalam Pasal 2 ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi, yang disebut tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain serta badan-badan hukum (Pasal 4 ayat (1) UUPA), pasal ini memberi wewenang untuk mempergunakan tanah yang bersangkutan demikian pula tubuh bumi dan air serta ruang yang ada diatasnya, sekedar diperlukan untuk kepentingan yang langsung berhubungan dengan penggunaan tanah itu dalam batas-batas menurut undang-undang ini dan peraturan-peraturan hukum lain yang lebih tinggi.
2.3.2 Macam-macam Hak Atas Tanah Menurut UUPA
1) Hak-hak atas tanah sebagai dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) ialah:
Menurut Pasal 20 ayat (1) UUPA hak milik adalah hak turuntemurun, terkuat, dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah dengan mengingat ketentuan dalam Pasal 6, yaitu semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial. Hak milik atas tanah dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain. Yang menjadi subjek hak milik adalah yang terdapat dalam Pasal 21 UUPA, adalah:
2. Oleh pemerintah ditetapkan badan-badan hukum yang dapat mempunyai hak milik dan syarat-syaratnya ;
3. Orang asing yang sesudah berlakunya undang-undang ini memperoleh hak milik karena pewarisan tanpa wasiat atau percampuran harta karena perkawinan, demikian pula warga negara Indonesia yang mempunyai hak milik dan setelah berlakunya undang-undang ini kehilangan kewarganegaraanya wajib melepaskan hak itu di dalam jangka waktu satu tahun sejak diperolehnya hak tersebut atau hilangnya kewarganegaraan itu. Jika sesudah jangka waktu tersebut lampau hak milik itu tidak dilepaskan, maka hak tersebut hapus karena hukum dan tanahnya jatuh pada negara, dengan ketentuan bahwa hak- hak pihak lain uang membebaninya tetap berlangsung ;
4. Selama seseorang di samping kewarganegaraan Indonesianya mempunyai kewarganegaraan asing maka ia tidak dapat mempunyai
tanah dengan hak milik dan baginya berlaku ketentuan dalam ayat (3) Pasal ini.
Menurut Pasal 28 UUPA hak guna usaha didefinisikan sebagai hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh negara, dalam jangka waktu sebagaimana tersebut dalam Pasal 29, guna perusahaan pertanian, perikanan atau peternakan. Hak yang diberikan atas tanah yang luasnya paling sedikit 5 hektar, dengan ketentuan bahwa jika luasnya 25 hektar atau lebih harus memakai investasi modal yang layak dan teknik perusahaan yang baik, sesuai dengan perkembangan zaman. Mengenai peralihannya, hak ini dapat beralih dan dapat dialihkan.
Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah menerangkan bahwa mengenai subjek Hak Guna Usaha adalah warga negara Indonesia dan badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia. Lebih lanjut diatur dalam Pasal 4 PP No. 40 Tahun 1996 mengenai tanah yang dapat diberikan HGU, adalah :
1. tanah yang dapat diberikan dengan hak guna usaha adalah tanah negara.
2. dalam hal tanah yang akan diberikan dengan hak guna usaha itu adalah tanah negara yang merupakan kawasan hutan, maka pemberian hak guna usaha dapat dilakukan setelah tanah yang bersangkutan dikeluarkan dari statusnya dari kawasan hutan.
3. pemberian hak guna usaha atas tanah yang telah dikuasai dengan hak tertentu sesuai ketentuan yang berlaku, pelaksanaan ketentuan hak guna usaha tersebut baru dapat dilaksanakan setelah terselesaikannya pelepasan hak tersebut sesuai dengan tata cara yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.
4. dalam hal di atas tanah yang akan diberikan dengan hak guna usaha itu terdapat tanaman dan/atau bangunan milik pihak lain yang keberadaannya berdasarkan atas hak yang sah, pemilik bangunan dan
tanaman tersebut diberik ganti kerugian yang dibebankan pada pemegang hak guna usaha baru.
5. ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam ayat ( 4), ditetapkan dengan keputusan presiden.
Aturan lebih lanjut mengenai terjadinya, jangka waktunya sampai hapusnya Hak Guna Usaha dapat dilihat di Pasal 5 sampai Pasal 18 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996.
Definisi hak guna bangunan (HGB) diatur dalam UUPA Pasal 35 adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri, dengan jangka waktu paling lama 30 tahun. Subjek hak guna bangunan menurut Pasal 36 UUPA jo. Pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 40 tahun 1996 adalah :
2. Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia (badan hukum Indonesia).
Aturan lebih Lanjut mengenai jangka waktu, Peralihan sampai pada hapusnya hak ini diatur dalam Pasal 19 sampai Pasal 38 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996.
Hak pakai adalah hak untuk menggunakan dan/atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh negara atau tanah milik orang lain, yang memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan pemberiannya atau dalam perjanjian dengan pemilik tanahnya, yang bukan perjanjian sewa-menyewa atau perjanjian pengolahan tanah, segala sesuatu asal tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan-ketentuan UUPA (diatur dalam Pasal 41 sampai Pasal 43 UUPA dan PP Nomor 40 Tahun 1996 Pasal 39 sampai Pasal 58).
Pasal 44 diterangkan bahwa hak sewa untuk bangunan adalah kondisi dimana seseorang atau suatu badan hukum mempunyai hak sewa atas tanah yang apabila ia berhak mempergunakan tanah milik orang lain untuk
keperluan bangunan dengan membayar kepada pemiliknya sejumlah uang sebagai sewa. Pembayaran sewa tersebut dapat melalui satu kali atau pada tiap-tiap waktu tertentu maupun sebelum atau sesudah tanahnya dipergunakan. Subjek hukum dari hak ini diatur dalam Pasal 45 UUPA.
f) Hak Membuka Tanah dan Memungut Hasil Hutan
Hak membuka tanah dan memungut hasil hutan hanya dapat dipunyai oleh warga negara Indonesia dan diatur dengan peraturan pemerintah (Pasal 46 UUPA).
g) Hak-hak lain yang ridak termasuk dalam hak-hak tersebut di atas yang akan ditetapkan dengan undang-undang serta hak-hak yang sifatnya sementara sebagai yang disebutkan dalam Pasal 53.
Walaupun seluruh hak atas tanah diatas memiliki kesamaan dalam hal memberikan kewenangan bagi pemegeang hak untuk mendayagunakan atau memperoleh manfaat terhadap tanah yang bersangkutan, tetapi sifat-sifat khusus haknya akan memberikan perbedaan, tujuan penggunaan tanah dan batas waktu penguasaanya merupakan dasar perbedaan antara hak atas tanah yang satu dengan yang lain. Selain itu pemegang hak atas tanah juga dibebani beberapa kewajiban yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat. Beberapa kewajiban yang harus dipenuhi pemegang hak atas tanah menurut Undang-Undang Pokok Agarira adalah:
1. Menurut Pasal 15 Undang-Undapng Pokok Agraria telah dijelaskan bahwa salah satu kewajiban pemegang hak atas tanah adalah. memelihara tanah yang dihaki. Memelihara tanah, termasuk mengusahakan tingkat kesuburan tanah serta mencegah perbuatan yang mengakibatkan kerusakan pada tanah.
2. Menurut Pasal 10 Undang-Undang Pokok Agraria telah menjelaskan bahwa setiap orang dan badan hukum yang mempunyai sesuatu hak atas tanah pertanian pada azasnya diwajibkan mengerjakan atau mengusahakan sendiri secara aktif, dengan mencegah cara-cara pemerasan.
3. Kewajiban untuk membayar pajak Para pemilik tanah yang mengusahakan tanah diwajibkan membayar Pajak Bumi Bangunan (PBB) sesuai dengan peraturan Undang-Undang perpajakan yang berlaku.
4. Menurut Pasal 19 ayat (1) telah menjelaskan kewajiban untuk melakukan pendaftaran tanah. Untuk memperoleh kepastian hukum dan meperoleh alat bukti yang kuat dalam bentuk sertifikat hak atas tanah harus melakukan pendaftaran tanah dikantor pertanahan setempat. Hak atas tanah yang wajib didaftarkan adalah hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai dan hak sewa. Diluar UUPA, Hak Tanggungan Yang diatur dengan Undang-Undang Nomor 4 tahun 1996 wajib juga untuk didaftarkan. Dalam pendaftaran hak pakai atas tanah negara, yang dimaksud dengan Hak atas tanah ini adalah hak atas tanah dengan status hak pakai.
2.4.1 Pengertian Bangun Guna Serah
Perjanjian bangun guna serah (Build Operate and Transfer/BOT) merupakan istilah yang baru dalam kegiatan ekonomi Indonesia, walaupun jika melihat sejarahnya konsep BOT sebenarnnya merupakan konsep yang sudah memiliki umur yang cukup tua yaitu sekitar 300 sebelum masehi yang dilakukan di Kota Xxxxxxx Xxxxx (Athena) 12. Mengingat istilah BOT merupaka istilah yang relatif baru, maka sebagai gambaran umum untuk memudahkan memahami konsep BOT, ada beberapa pendapat para sarjana sebagaimana disebutkan di bawah ini.
Xxxxxxxx X. Xxxxxxxx, menyebutkan bahwa BOT adalah :
“is a variety of type of project financing known as contractor provided financing. In the standard contractor provided financing a project entit may request proposal for the construction of a project pursuant to which the contractor will not only provided the materials and serices needed to complete the project but will also provide or at least arrange the necessari financing. The contractor will also need to operate the project and use its cash flows to repay the debt it has incurred”13.
12 Xxxxx Xxxxx. 1982.Sejarah Hukum. Ghalia Indonesia. Bogor. hlm. 172.
13Xxxxxxxx X. Xxxxxxxx. 2012.What the xxxxx Xxxx Know. Virginia.Hlm 22-23
Kemudian menurut Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 470/KMK.01/1994 tentang Tata Cara Penghapusan Dan Pemanfaatan Barang Milik/Kekayaan Negara, yang menyebutkan bahwa perjanjian bangun guna serah (Build Operate and transfer/BOT) adalah pemanfaatan barang/milik kekayaan negara berupa tanah oleh pihak lain, dengan cara pihak lain tersebut membangun bangunan atau sarana lain berikut fasilitasnya di atas tanah tersebut, serta mendayagunakannya dalam jangka waktu tertentu, untuk kemudian menyerahkan kembali tanah, bangunan, dan atau sarana lain berikut fasilitasnya tersebut beserta pendayagunaanya kepada departemen/lembaga yang bersangkutan setelah berakhirnya jangka waktu yang disepakati.
2.4.2 Subjek Perjanjian Bangun Guna Serah
Merujuk kembali pada definisi perjanjian bangun guna serah (Build Operate and Transfer/BOT), serta ciri-ciri BOT sebagaimana disebutkan di atas, maka jika dianalisis. Dilihat dari para pihak atau subjek yang melaksanakan perjanjian, perjanjian BOT intinya melibatkan pihak investor sebagai pihak yang menyediakan dana untuk membangun fisik proyek tersebut, dan melibatkan pihak pemilik tanah/lahan yaitu pihak masyarakat/swasta yang memiliki lahan strategis atau pihak pemerintah sebagai pemilik hak eksklusif atau pemegang hak pengelolaan atau juga masyarakat hukum adat sebagai pemegang hak ulayat.
2.4.3 Objek Perjanjian Bangun Guna Serah
a) pengelola barang untuk barang milik negara;
b) gubernur/bupati,walikota untuk barang milik daerah
melaksanakan suatu perbuatan tertentu. Pada perikatan untuk memberikan sesuatu, prestasinya berupa menyerahkan sesuatu barang atau memberikan kenikmatan atas sesuatu barang. Berbuat sesuatu adalah setiap prestasi untuk melakukan sesuatu yang bukan memberikan sesuatu, dan tidak berbuat sesuatu adalah jika debitur berjanji untuk tidak melakukan perbuatan tertentu14
b) Memenuhi unsur berbuat sesuatu, dimana pihak investor dibebani kewajiban untuk melakukan pembangunan objek BOT dengan pembiayaannya, dan sebagai kontra prestasi atas pembangunan tersebut, pihak investor dalam jangka waktu tertentu diberi hak kelola atas bangunan yang dibagun untuk mengambil manfaat ekonominya dengan pola bagi hasil, royalty, atau kompensasi dengan harapan modal yang telah diinvestasikan dapat kembali atau bahkan menguntungkan; dan setelah waktu kelola tersebut berakhir, investor mengembalikan bangunan beserta fasilitas-fasilitas yang melekat pada bangunan tersebut kepada pemilik lahan atau pemerintah sebagai pemilik hak eksklusif atau pemegang hak pengelolaan.
Orang perseorangan (person) dalam dunia hukum adalah subjek hukum atau pendukung hak dan kewajiban. Orang perseorangan sebagai manusia pribadi merupakan subjek hukum karena memiliki hak dan mampu melakukan perbuatan hukum atau mengadakan hubungan hukum yang harus diikuti dengan adanya
14 R.Setiawan.1987. Pokok-pokok Hukum Perikatan. Bina Cipta. Bandung.Hlm 4
kecakapan hukum (recsbekwaamheid) dan kewenangan hukum (rectsbevoedgheid). Di samping manusia pribadi, dikenal juga subjek hukum lain yang diciptakan manusia sebagai pendukung hak dan kewajiban, yaitu badan hukum (rectspersoon)15. Ada dua macam subjek hukum yang dikenal dalam ranah ilmu hukum, yaitu :
1. Natururlijke persoon (natural persoon) yaitu manusia pribadi (Pasal 1329 KUHPerdata).16
2. Recht persoon (legal entity) yaitu badan atau perkumpulan yang didirikan dengan sah yang berkuasa melakukan perbuatan-perbuatan perdata (Pasal 1654 KUHPerdata).17
Selama ini istilah badan hukum diadopsi dari istilah Belanda (rechtpersoon) atau istilah Inggris (legal persons), dan ada juga yang menyebutnya dengan istilah persona moralis. Badan Hukum merupakan subjek hukum sama halnya seperti manusia pribadi.
15 Xxxxxx Xxx. 1987. Badan Hukum . Alumni. Xxxxxxx. Xxx 00
00 Xxxxx 0000 XXXxxxxxx: “Tiap orang berwenang untuk membuat perikatan, kecuali jika ia dinyatakan tidak cakap untuk hal itu”.
17 Pasal 1654 KUHPerdata: “Semua badan hukum yang berdiri dengan sah, begitu pula orang-orang swasta, berkuasa untuk melakukan perbuatan-perbuatan perdata, tanpa mengurangi perungang-undangan yang mengubah kekuasaan itu, membatasinya atau menundukkannya kepada tata cara tertentu”
merupakan suatu realitas, konkret, riil, walaupun tidak dapat diraba, bukan khayal, atau merupakan suatu yurisdische realiteit (kenyatan yuridis). Xxxxxxxx, menyebut badan hukum sebagai suatu personifikasi atau perwujudan hak dan kewajiban. Sementara, E. Utrecht, menyatakan badan hukum adalah badan yang menurut hukum yang berkuasa berwenang menjadi pendukung hak. Selanjutnya ia menjelaskan bahwa badan hukum itu adalah setiap pendukung hak yang tidak berjiwa, atau lebih tepat yang bukan manusia. Sedangkan R. Subekti mengatakan badan hukum pada pokoknya adalah suatu badan atau perkumpulan yang dapat memiliki hak-hak dan melakukan perbuatan seperti seorang manusia, serta memiliki kekayaan sendiri, dapat digugat atau menggugat di depan hakim. Pendapat hampir senada juga dikemukakan oleh X. Xxxxxxx xxxxxxxx, yang mengatakan bahwa badan hukum (rechtpersoon) merupakan suatu badan yang dapat mempunyai harta, hak serta kewajiban seperti orang pribadi.
1. Perkumpulan Orang/perkumpulan modal (organisasi);
2. Dapat melakukan perbuatan hukum (rechtshandeling) dalam hubungan-hubungan hukum (rechtbetrekking);
3. Mempunyai harta kekayaan sendiri;
5. Mempunyai hak dan kewajiban; dan
6. Dapat digugat atau menggugatdi depan pengadilan.
1. Dinyatakan secara tegas dalam peraturan atau undang-undang yang mengaturnya;
2. Dinyatakan secara tegas di dalam akta pendiriannya;
4. Di dalam praktik kebiasaan diakui sebagai badan hukum; dan
5. Ditegaskan dalam yurisprudensi.
KUHPerdata, Pasal 1653 menyebutkan jenis-jenis perkumpulan atau badan hukum:
1. Perkumpulan yang diadakan oleh kekuasaan umum;
2. Perkumpulan yang diakui oleh kekuasaan umum; dan
Berdasrkan materinya badan hukum dibagi atas :
1. Badan hukum publik (Publiekrecht) yaitu badan hukum yang mengatur hubungan antara negara danatau apartanya dengan warga negara yang menyangkut kepentingan umum atau publik, seperti hukum pidana, hukum tata negara, hukum tata usaha negara, hukum internasional, dan lain sebagainya.
Contoh : Negara, pemerintah daerah, lembaga-lembaga negara seperti Bank Indonesia.
2. Badan hukum privat (Privaatrecht) yaitu perkumpulan orang yang mengadakan kerja sama dan merupakan satu kesatuan yang memenuhi syarat- syarat yang ditentukan oleh hukum. Badan hukum privat selalu bertujuan mencari keuntungan (profit oriented), seperti perseroan terbatas. Namun demikian, ada juga yang tidak sepenuhnya berorientasi keuntungan/materiil, seperti yayasan.
Pengelolaan Barang milik Daerah
Pengertian Pengelolaan Barang Milik Daerah
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 27 Tahun 2014 menjelaskan bahwa Barang Milik Daerah adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) atau berasla dari perolehan lainnya yang sah.
Menurut Xxxxxx Xxxxx dan Xxxx Xxxxxxxxxxx (2010) menerangkan bahwa aset/barang milik daerah sebagai berikut:
“Aset/barang milik daerah adalaha semua kekayaan daerah baik yang dibeli atau diperoleh atas beban APBD maupun yang berasala dari perolehan lain yang sah baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak beserta bagian- bagiannya ataupun yang merupakan satuan tertentu yang dapa dinilai, dihitung, diukut atau ditimbang termasuk hewan dan tumbuh-tumbuhan kecuali uang dan surah berharga lainnya”
Berdasarkan lampiran Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 17 Tahun 20017 tentang petunjuk teknis pelaksanaan pengelolaan barang daerah dijelaskan bahwa Barang Daerah adalah semua kekayaan daerah baik yang dimiliki maupun yang dikuasai yang berwujud, baik yang bergerak maupun tidak bergerat serta bagian-bagiannya ataupun yang merupakan satuan tertentu yang dapat dinilai, dihitung, diukur, atau ditimbang termasuk hewan dan tumbuh- tumbuhan kecuali uang dan surat berharga lainnya. Pengelola Barang adalah pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab menetapkan kebijakan dan
pedoman serta melakukukan pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah. (PP Nomor 27 Tahun 2014).
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata pengelolaan, mempunyai 4 pengertian, yaitu :
1. Pengelolaan adalah proses, cara, perbuatan mengelola ;
2. Pengelola adalah proses melakukan kegiatan tertentu dengan menggerakan tenaga orang lain ;
3. Pengelolaan adalah proses yang membantuk merumuskan kebijaksanaan dan tujuan organisasi ;
4. Pengelolaan adalah proses yang memberikan pengawasan pada semua hal yang terlibat dalam pelaksanaan kebijaksanaan dan pencapaian tujuan.
Pengelolaan barang milik daerah menurut Permendagri 17 Tahun 2007 pengelolaan barang milik daerah adalah rangkaian kegiatan dan/atau tindakan yang meliputi perencanaan kebutuhan dan penganggaran, pengadaan, penerimaan, penyimpanan dan penyaluran penggunaan, penatausahaan, pemanfaatan, pengamanan dan pemeliharaan, penilaian, penghapusan, pemindahtanganan, pembinaan, pengawasan dan pengendalian dan tuntutan ganti rugi.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa pengelolaan barang milik daerah yaitu suatu rangkaian yang dilakukan oleh pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab menetapkan kebijakan dan pedoman untuk mengelola semua barang/kekayaan yang dibelik atau diperoleh atas beban anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) atau berasal dari perolehan lainnya yang sah baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak yanng meliputi kegiatan pengelolaan barang milik daerah.
Dalam hal ini perjanjian Bangun, Guna, Serah adalah salah satu bentuk pengelolaan baranng milik daerah berupa pemanfaatan aset daerah atau negara berupa tanah. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2014 pasal 1 angka 10 pendayagunaan barang milik negara/daerah yang tidak digunakan untuk penyelenggaraan tugas dan fungsi kementrian/lembaga/satuan kerja perangkat daerah dan/atau optimalisassi Barang Milik Negara/Daerah dengan tidak mengubah status kepemilikannya.
Pemanfaatan merupakan tahapan keempat dalam pengelolaan BMD jika mengacu kepada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2014 tentang pengelolaan barang milik negara/daerah pasal 3 ayar (2) setelah perencanaan kebutuhan dan penganggaran, pengadaan dan penggunaan.
Jenis Barang Milik Negara/Daerah
Berdasarkan pengertian yang terdapat di dalam PP No.27 Tahun 2014 mengenai Pengelolaan Barang Milik Daerah, Barang Milik Negara/Daerah meliputi:
1. Barang yang dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/Daerah; dan
2. Barang yang berasal dari perolehan lainnya yang sah, meliputi :
a. Barang yang diperoleh dari hibah/sumbangan atau yang sejenis;
b. Barang yang diperoleh sebagai pelaksanaan dari perjanjian/kontrak;
c. Barang yang diperoleh sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; atau
d. Barang yang diperoleh berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.
Dilihat dari mobilitas barangnya, Xxxxxxx menyatakan bahwa barang milik daerah dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu:
1. Benda tidak bergeral (real property), meliputi tanah, bangunan, gedung, bangunan air, jalan dan jembatan, instalasi, jaringan, serta monument/bangunan bersejarah (heritage).
2. Benda bergerak (personal property), antara lain mesin, kendaraan, peralatan (meliputi: alat berat, alat angkutan, alat bengkel, alat pertanian, alat kantor dan rumah tangga, alat studio, alat kedokteran, alat laboratorium, dan ala keamanan), buku/perpustakaan, barang bercorak keseniaan dan kebudayaan, hewan/ternak dan tanaman, persediaan (barang habis pakai, suku cadang, bahan baku, bahan penolong, dan sebagainya, serta surat-surat berharga.
4.1 Kesimpulan
BAB 4 PENUTUP
Berdasarkan analisa yang telah penulis uraikan melalui jawaban dari rumusan masalah yang ada, maka penulis menyimpullkan hal-hal sebagai berikut :
1) pelaksanaan perjanjian BOT dilandasi asas-asas yang telah ditentukan dalam UUPA. Adapun 3 asas utama dalam Hukum agraria yang diterapkan dalam konsep perjanjian bangun guna serah adalah Pertama, Asas tingkatan tertinggi bumi, air, ruang angkasa, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara, atau biasa dikenal sebagai hak menguasai negara. Yang dimana berdasarkan penjelasan lebih rinci dalam UUPA dapat disimpulkan sifat hakikat hak menguasai negara atas tanah adalah bahwa dengan keterbatasan APBN/APBD, pemerintah dapat mengoptimalkan tanah dengan menggandeng pihak investor untuk menanamkan modalnya, sehingga secara nyata dapat mewujudkan peningkatan pertumbuhan perekonomian nasional. Kedua, Asas pemisahan horisontal, berkaitan dengan hubungan antara tanah dengan segala sesuatu yang ada di atasnya, adanya perbedaan pemahaman antara asas pelekatan vertikal dan pemisahan horisontal. Terlihat bahwa UUPA mengatur tentang tanah berdasarkan asa pemisahan horisontal dan melalui hal tersebut telah di implementasikan dalam Perjanjian bangun guna serah itu sendiri, karena asas pemisahan horisontal akan lebih bermanfaat bagi pengembangan pembangungan. Ketiga, Asas tata guna tanah, melalui asas tata guna tanah terlihat jelas bahwa melalui asas ini pemerintah baik pemerintah pusat ataupun daerah berusaha untuk mewujudkan adanya suatu bentu perencanaan (planning)mengenai peruntukuan, penggunaan, dan persediaan bumi, air , dan ruang angkasa untuk berbagai kepentingan hidup rakyat dan negara.
2) Proses perolehan hak pengelolaan dan pemanfaatan Barang Milik Negara/Daerah sebagaimana diuraikan dalam pembahasan adalah proses perolehan yang umum dilakukan sesuai dengan ketetentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, namun perolehan hak pengelolaan dan
60
pemanfaatan Barang Milik Negara/Daerah tersebut dapat juga diperoleh oleh investor/perusahaan karena hasil pembelian lelang harta (boedel)pailit dari perusahaan pemegang awal hak pengelolaan dan pemanfaatan Barang Milik Negara/Daerah yang mengalami kepailitan atau dinyatakan pailit. Dan dapat disimpulkan bahwa implikasi perolehan hak pengelolaan/pemanfaatan Barang Milik Daerah hasil lelang kepailitan dalam proses Bangun Guna Serah sangat bergantung pada kesepakatan pemerintah daerah sebagai pemilik tanah/pihak dari perjanjian bangun guna serah sebelumnya dengan kurator, atau ada penetapan Hakim Pengawas, atau pada kesepakatan pemerintah dengan pemenang lelang kepailitan.
4.2 Saran
Berdasarkan analisis yang telah dilakuka oleh penulis, maka dalam permasalahan ini penulis mengajukan sebagai berikut :
1) Mengingat konsep Bangun Guna Serah memiliki peran yang cukup besar dalam mendukung pelaksanaan pembangunan nasional dalam menjembatani keterbatasan penyediaan lahan strategis maupun keterbatasan dana/modal, maka untuk memberikan kepastian hukum terhadap ketersediaan lahan strategis tersebut dan kepastian hubungan hukum para pihak dalam perjanjian BOT, perlu didukung oleh kebijikan pemerintah dalam bentuk undang-undang sebagai aturan yang secara khusus mengatur perjanjian Bangun Guna Serah.
2) Demi keyakinan dan kepastian bertindak bagi aparatur pemerintah / pemerintah daerah, maka ketentuan lebih lanjut dalam hal terjadinya kondisi kepailitan sebaiknya juga diatur dalam peraturan pelaksana PP No. 27/2014 yaitu melalui peraturan menteri atau peraturan daerah. Alternatif lainnya dapat juga diatur dalam setiap kerjasama pemanfaatan barang milik daerah termasuk perjanjian bangun guna serah yang dilakukan oleh pemerintah/pemerintah daerah dalam klausul perjanjiannya dapat secara khusus mengatur hal dan ketentuan bila terjadi kepailitan. Dimana dari awal dapat ditentukan hak dan kewajiban jika terjadi kepailitan. Dimana
dari awal dapat ditentukan hak dan kewajiban jika terjadi kepailitan baik bagi pemerintah/pemerintah daerah, mitra Bangun Guna Serah awal, maupun nantinya bagi mitra bangunguna serah pemeang hasil lelang kepailitan
DAFTAR PUSTAKA
Buku-buku :
Xxxxxx Xxxx. 2007. Hukum Kontrak. Raja grafindon Persada. Jakarta.
Xxxxx xxxxxxx, 2012.Bangun guna serah membangun tanpa memiliki tanah.Keni.Jakarta.
Xxxx Xxxxxxx. 2008. Aspek Hukum Pembiayaan Proyek Infrasturktur BOT . Genta Press. Jakarta.
Xxxxxx Xxx. 1987. Badan Hukum . Alumni. Jakarta.
C.F.G. Xxxxxxxxx Xxxxxxx. 1991. Permasalahan Hukum Dalam Masyarakat. Bina Aksara. Jakarta.
Xxxxxxxx X. Xxxxxxxx. 2012. What the xxxxx Xxxx Know. Virginia.
Xxxxxxx Xxxxxxxxxxxxx. 2006. Hukum Laut Internasional. Bina Cipta. Jakarta. Muchsin. 2007. Hukum Agraria Indonesia Perspektif Sejarah. Xxxxxx Xxxxxxx.
Xxxxx Xxxxx. 1982. Sejarah Hukum, Ghalia Indonesia, Bogor.
Xxxxx Xxxxxx Xxxxxxx. 2014. Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media Group. Jakarta.
X.Xxxxxxxx.0000. Pokok-pokok Hukum Perikatan. Bina Cipta. Bandung. Sjachran Basah.1986. Peradilam Tata Usaha Negara. Rajawali. Bandung.
Xxxxxxxx Xxxxxxxx. 2006. Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat.
PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Subekti. 2001. Xxxxx Xxxxxxxxxx, xxxxxxx 00, Xxxxxxxxx, Xxxxxxx.
Xxxxxxx Xxxxxxxxxxx. 0000. Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), Liberti.
Perundang-undangan :
Xxxxxx-Xxxxxx Xxxxx Xxxxxx Xxxxxxxx Xxxxxxxxx Xxxxx 0000
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960, tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria
xvi
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah