ANALISIS YURIDIS PERJANJIAN ANTARA MITRA PENJUAL (MERCHANT) DENGAN PERUSAHAAN PENYEDIA JASA TRANSPORTASI BERBASIS ONLINE (STUDI TERHADAP PERJANJIAN ANTARA APOTIK TERRY FARMA DAN PT SOLUSI TRANSPORTASI INDONESIA (GRAB INDONESIA)
ANALISIS YURIDIS PERJANJIAN ANTARA MITRA PENJUAL (MERCHANT) DENGAN PERUSAHAAN PENYEDIA JASA TRANSPORTASI BERBASIS ONLINE (STUDI TERHADAP PERJANJIAN ANTARA APOTIK XXXXX XXXXX DAN PT SOLUSI TRANSPORTASI INDONESIA (GRAB INDONESIA)
Xxxxx Xxxxxxx Ginting1, T. Xxxxxxxxx Xxxx Xxxxx 2, Jelly Leviza3
Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
Jalan Xx. X. Xxxxxx Xxxxx 0, Xxxxxx Xxxxxx Xxxxx, Xxxxx Telp.(061)8211633. Email: xxxxxxxxxxxx@xxxxx.xxx
ABSTRAK
Tingginya penggunaan smartphone membuat kota Medan memiliki potensi besar bagi perkembangan bisnis berbasis online terutama dalam penggunaan aplikasi di bidang jasa, seperti jasa transportasi online. Salah satu perusahaan penyedia layanan aplikasi transportasi berbasis online adalah Grab Indonesia. Grab melihat proyeksi nilai investasi di bidang jasa aplikasi berbasis online sangat menguntungkan disebabkan karena masyarakat Indonesia sangat aktif dalam menggunakan media sosial dan e-commerce. Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah perjanjian antara mitra penjual (merchant) dengan Grab Indonesia memenuhi konstruksi hukum sebagai kontrak elektronik merujuk kepada perundang- undangan yang berlaku, bagaimana aspek tanggung jawab Grab terhadap kualitas dan keamanan produk yang dijual oleh xxxxxxxx dan bagaimana prosedur penyelesaian perselisihan antara merchant dengan Grab Indonesia berdasarkan kontrak perjanjian. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif. Sedangkan sifat penelitian ini adalah deskriptif analitis berarti penelitian berupaya untuk mendeskripsikan atau memberi gambaran terhadap suatu objek penelitian yang diteliti melalui sampel atau data yang telah terkumpul dan membuat kesimpulan yang berlaku umum. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder dengan bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier yang diperoleh melalui studi kepustakaan dan pedoman wawancara. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perjanjian antara merchant dengan Grab telah memenuhi konstruksi hukum sebagai kontrak elektronik merujuk kepada perundang-undangan yang berlaku. Aspek tanggung jawab Grab terhadap kualitas dan keamanan produk yang dijual oleh merchant diserahkan sepenuhnya kepada merchant sebagaimana diatur dalam klausula- klausula syarat dan ketentuan dan kode etik Grab. Selanjutnya prosedur penyelesaian perselisihan antara merchant dengan Grab berdasarkan kontrak perjanjian lebih mengutamakan model non litigasi dengan melalui arbitrase.
Kata kunci: Online, Merchant dan Kontrak Elektonik
ABSTRACT
High rate of smartphone users makes Medan city has big potential for the development of online-base business especially in service application user, such as online transportation. Grab Indonesia is one of the service provider companies for online-base transportation application. Grab sees promising investment value projection in online-base application service as people in Indonesia are highly active users of social media and e- commerce. The problems in this research are whether the agreement between merchant and Grab Indonesia meet the legal construction as electronic contract refers to valid legislation, how is Grab's responsibilities on product quality and safety sold by merchant, and how is dispute settlement procedures between merchant and Grab Indonesia pursuant to agreement contract. This is a normative juridical research with analytical descriptive design that describes the research object through samples or collected data and makes general conclusion. The data are carried out from primary and secondary data, namely primary, secondary and tertiary law; obtained by library study and guided interview. The result demonstrates that agreement between merchant and Grab meet the legal construction as electronic contract refers to valid legislation. Grab's responsibilities on product quality and safety sold by merchant are fully given to the merchant as stated in the term and condition clauses and in Grab's code of conduct. Non-litigation through arbitrage is prioritized in dispute settlement procedures between merchant and Grab pursuant to agreement contract.
Keywords: Transportation, Online, Merchant, Electronic Contract
PENDAHULUAN
Teknologi informasi dan komunikasi telah merambah kota-kota besar di Indonesia. Salah satunya adalah kota Medan. Kota Medan merupakan salah satu kota terbesar di Indonesia dilihat dari jumlah penduduk beserta luas wilayahnya. Seiring berkembang pesatnya kota Medan, berpengaruh pula pada perkembangan teknologi informasi dan komunikasi pada masyarakat kota Medan, seperti semakin tingginya penggunaan
smartphone (ponsel pintar). Tingginya penggunaan smartphone membuat kota Medan memiliki potensi besar bagi perkembangan bisnis berbasis online terutama dalam penggunaan aplikasi di bidang jasa, seperti jasa transportasi online.
Berdasarkan data yang dihimpun dari beberapa sumber berita online bahwa saat ini untuk memudahkan masyarakat membeli kebutuhan harian dari pedagang/penjual di Kota Medan,
perusahaan penyedia jasa transportasi berbasis online telah meluncurkan layanan pengantaran on-demand dalam era new normal ini.1 Peluang ini digunakan oleh para pemilik merchant yakni pelaku usaha bisnis selaku mitra untuk memanfaatkan jasa pengantaran makanannya melalui perusahaan penyedia jasa transportasi berbasis online.
Salah satu perusahaan penyedia layanan aplikasi transportasi berbasis online adalah Grab Indonesia. Grab menyediakan layanan transportasi angkutan umum meliputi kendaraan bermotor roda dua maupun roda empat. Grab hanyalah perusahaan teknologi yang meluncurkan aplikasi saja dan untuk kendaraannya sendiri adalah milik mitra. Grab melihat proyeksi nilai investasi di bidang jasa aplikasi berbasis online sangat menguntungkan disebabkan karena masyarakat Indonesia sangat aktif dalam
1 Xxxxx.xxxxxxxx.xxx, Sambut Penerapan New Normal, Grab Luncurkan GrabMart di Medan, xxxxx://xxxxx.xxxxxxxx.xxx/xxxx/xxxxx/xxxxxx- xxxxxxx/sambut-penerapan-new-normal-grab-
menggunakan media sosial dan e- commerce.
Kerja sama antara Grab dan pemilik merchant ini menimbulkan hubungan hukum antara keduanya. Hubungan hukum adalah suatu hubungan yang dilakukan antara subjek hukum mengenai objek hukum dan membawa akibat hukum.2 Hubungan hukum ini berbentuk hubungan kemitraan. Perjanjian kemitraan ini dapat dikatagorikan sebagai perjanjian tidak bernama. Ketentuannya tentang perjanjian tidak bernama diatur dalam buku III KUH Perdata Bab I sampai dengan Bab IV yang merupakan ketentuan umum. Berdasarkan uraian di atas, maka layak untuk meneliti tentang hubungan kerja sama kemitraan antara pemilik merchant (dalam hal ini apotik Xxxxx Xxxxx) dengan perusahaan penyedia aplikasi jasa transportasi online Grab Indonesia. Dalam kontrak perjanjian kemitraan antara para pihak terdapat hak dan kewajiban masing-masing
luncurkan-grabmart-di-medan/1, diakses 02
September 2020
2 Xxxx Xxxxxxxxx, “Hukum Ketenagakerjaan Pasca Reformasi, Cetakan Kedua”, Sinar Grafika, Jakarta, 2010, hal. 38
pihak. Kewajiban dari merchant tersebut telah diatur secara baku dan harus dipatuhi oleh merchant.
Berkenaan dengan uraian di atas, penelitian ini penting untuk dilakukan karena hal-hal berikut yaitu pertama, perkembangan bisnis online saat ini telah mendorong meluasnya rangkaian kerjasama antar para pihak, salah satunya kerjasama antara pemilik merchant dengan perusahaan penyedia aplikasi jasa transportasi online. Kerjasama dimaksud dilakukan dalam kerangka hukum sehingga menarik untuk di analisis keseimbangan hak dan kewajiban para pihak berikut perlindungan hukumnya. Kedua, tiap kontrak merupakan wujud dari kesepakatan kerjasama para pihak, namun dalam praktik terkadang sengketa menjadi hal yang tak terelakkan. Demikian pula kesepakatan kerjasama antar pemilik merchant perusahaan penyedia aplikasi jasa transportasi online bisa saja sewaktu- waktu menimbulkan sengketa. Atas dasar hal itu menarik diadakan analisis
hukum berkenaan dengan sengketa sebagaimana dimaksud di atas.
Berdasarkan hal-hal yang dikemukakan di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis perjanjian antara mitra penjual (merchant) dengan Grab Indonesia memenuhi konstruksi hukum sebagai kontrak elektronik merujuk kepada perundang-undangan yang berlaku, untuk mengetahui dan menganalisis aspek tanggung jawab Grab terhadap kualitas dan keamanan produk yang dijual oleh mitra penjual (merchant), dan untuk mengetahui dan menganalisis prosedur penyelesaian perselisihan antara mitra penjual (merchant) dengan Grab Indonesia berdasarkan kontrak perjanjian.
METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode yuridis normatif. Pendekatan yuridis normatif merupakan pendekatan yang dilakukan berdasarkan bahan hukum utama dengan cara menelaah teori-teori,
konsep-konsep, asas-asas hukum serta peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan penelitian ini.3 Penelitian ini bersifat deskriptif analisis. Deskriptif analisis berarti penelitian berupaya untuk mendeskripsikan atau memberi gambaran terhadap suatu objek penelitian yang diteliti melalui sampel atau data yang telah terkumpul dan membuat kesimpulan yang berlaku umum.4
Data yang dikumpul berasal dari data primer dan data data sekunder. Data primer yaitu data yang diperoleh dari lapangan sedangkan data sekunder yaitu data yang dikumpulkan melalui studi dokumen terhadap bahan kepustakaan yang terdiri dari bahan hukum primer (Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik jo Undang- undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor
3 Xxxxxxxxx Xxx, “Metode Penelitian Hukum”, Cetakan kedua, Sinar Grafika, Jakarta, 2010, hal. 30
4 Xxxxxxxx, “Metode Penelitian
Kuantitatif, Kualitatif dan R&D”, Alfabeta, Bandung, 2009. hal.29
11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2019 tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik, Undang-Undang Hukum Perdata, Kontrak elektronik (e- contract) perjanjian kemitraan antara Grab Indonesia sebagai perusahaan penyedia jasa aplikasi transportasi berbasis online dengan Apotik Xxxxx Xxxxx sebagai merchant/mitra penjual. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan 2 (dua) cara, yaitu studi kepustakaan (library research) dan studi lapangan (field research). Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan dengan mengadakan studi dokumen dan pedoman wawancara. Analisis data dalam penelitian ini adalah analisis data kualitatif yaitu dari asumsi tentang realitas atau fenomena sosial bersifat unik dan menyeluruh.5 Metode penarikan kesimpulan yang dilakukan
5 Xxxxxx Xxxxxx, “Analisa Data Penelitian, Pemahaman Filosofis, Dan Metodelogi Kearah Pengusaha Modal Aplikasi”, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003, hal. 53.
secara deduktif adalah dimana pengambilan kesimpulan dari sesuatu yang umum ke sesuatu yang khusus.6
HASIL DAN PEMBAHASAN
Agar suatu perjanjian itu sah menurut hukum haruslah memenuhi 4 (empat) syarat sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata yang meliputi syarat subjektif dan syarat objektif. Syarat subjektif berhubungan dengan subjek yang melakukan perjanjian yaitu adanya kesepatan para pihak dan kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum. syarat objektif terkait dengan objek dari perjanjian yaitu adanya suatu hal tertentu dan suatu sebab yang halal.
Menurut Xxxxxxx Xxxxxxx, unsur-unsur perjanjian terdiri dari 5 (lima) unsur yaitu: kata sepakat dari dua belah pihak, kata sepakat yang tercapai harus bergantung kepada para pihak, keinginan atau tujuan para pihak untuk timbulnya akibat hukum, akibat hukum untuk kepentingan pihak
6 Moh.Nazir, “Metode Penelitian, Ghalia Indonesia”, Jakarta, 2005, hal.42
yang satu dan atas beban yang lain atau timbal balik, serta dibuat dengan mengindahkan ketentuan perundang- undangan. Beberapa asas dari perjanjian terkait dengan perjanjian sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata adalah sebagai berikut: Asas Konsensualisme, Asas Kebebasan Berkontrak, dan Asas Kekuatan Mengikat (Pacta Sun Servanda).
Perjanjian merupakan perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.7 Dari peristiwa ini, timbullah suatu hubungan hukum antara dua orang atau lebih yang disebut perikatan yang di dalamya terdapat hak dan kewajiban masing-masing pihak. Terkait dengan kewajiban pihak-pihak ini sebagaimana disebutkan defenisi perjanjian, hal itulah yang disebut dengan prestasi. Menurut Xxxxx 1234 KUH Perdata prestasi dibagi atas 3 (tiga) yaitu, menyerahkan sesuatu,
7 Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
misalnya melakukan pembayaran harga barang dalam perjanjian jual beli barang; melakukan sesuatu, misalnya menyelesaikan pembangunan jembatan dalam perjanjian pemborongan pembuatan jembatan; tidak melakukan sesuatu, misalnya tidak bekerja ditempat lain selain perusahaannya bekerja saat ini dalam perjanjian kerja.
Tujuan dari perjanjian/kontrak ini adalah untuk mengatur hubungan hukum antara para pihak yang bukan hanya antara orang perorang, namun dapat juga berupa orang dengan badan hukum yang dalam hal ini adalah pemilik merchant dengan perusahaan penyedia jasa aplikasi transportasi berbasis online Grab yang melahirkan hak dan kewajiban. Pemilik merchant berhak atas akses masuk ke dalam akun perusahaan dan menikmati fasilitas kemudahan bertransaksi secara online dengan para customer/pembeli dan perusahaan Grab berhak atas fee/jasa yang telah disepakati atas penggunaan aplikasi transportasi berbasis online tersebut. Selain itu Grab juga memiliki
hak untuk mengakhiri hubungan kemitraan dengan pemilik merchant apabila mitranya tersebut secara berulang kali menerima ulasan buruk, keluhan kegagalan untuk memenuhi pesanan antar kepada pembeli. Suatu perjanjian baik konvensional maupun elektronik (e-contract) juga menimbulkan hubungan hak dan kewajiban para pihak. Yang dalam hal ini antara Grab dengan pemilik merchant telah diatur dalam bentuk pelaksanaan jasa.
Perjanjian kemitraan antara merchant dan Grab dalam hal ini berbentuk perjanjian kemitraan di bawah tangan yang memuat pasal per pasal yang telah ditentukan oleh perusahaan yang wajib dipatuhi oleh mitra. Perjanjian seperti ini merujuk pada ketentuan Pasal 1320 KUH Perdata tentang syarat sah suatu perjanjian. Dengan kata lain Suatu perjanjian agar menjamin kepastian bagi para pihak mengenai keabsahan dari perjanjian tersebut, maka haruslah memenuhi syarat-syarat sahnya perjanjian yang diatur dalam Pasal
1320 KUH Perdata.8 Perjanjian kemitraan dapat dilakukan berdasarkan asas kebebasan berkontrak yang telah ditentukan dalam Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata. Bentuk perjanjian kemitraan tersebut lazimnya berbentuk kontrak elektronik dimana mitra mengisi formulir yang disediakan pihak perusahaan melalui situs resmi xxx.Xxxx.xxx/xx/xxxxxxxx/. Syarat sahnya kontrak elektronik dapat disamakan dengan syarat sahnya suatu perjanjian sebagaimana yang termuat dalam Pasal 1320 KUH Perdata. Walaupun kontrak dalam transaksi e- commerce dituangkan dalam bentuk kontrak elektronik, akan tetapi pemenuhannya terhadap syarat sah tetap harus mengacu pada KUH Perdata seperti yang dijelaskan sebelumnya sebagaimana pada kontrak konvensional. Dijelaskan pula didalam Pasal 18 ayat (1) UUITE bahwa “transaksi elektronik yang dituangkan ke dalam kontrak elektronik mengikat para pihak”. Sehingga dalam kontrak
elektronik ini, dapat diterapkan ketentuan dari Buku III KUH Perdata tentang hukum perjanjian secara analogis. Pasal 1313 KUH Perdata juga menyebutkan “Suatu persetujuan adalah suatu perbuatan di mana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih”. Jika mengacu pada Pasal ini maka suatu kontrak elektronik dapat dianggap suatu bentuk perjanjian yang memenuhi pasal tersebut.
Merujuk kepada kode etik Grab Indonesia yang merupakan kumpulan pedoman dan standar perusahaan dalam meminta pertanggung jawaban dari seluruh mitra yang tergabung dalam komunitas Grab (dimana setiap mitra yang melakukan perjanjian/kontrak terhadap Grab Indonesia otomatis tunduk terhadap kode etiknya), maka Grab Indonesia memastikan bahwa pengguna dan terlindungi dengan mematuhi segala aturan hukum, peraturan dan regulasi yang berlaku. Grab menganggap serius pelanggaran
8 Xxxxxx Xxxxxxxx, “Seluk Beluk dan Asas- Asas Hukum Perdata”, PT. Alumni, 2010, Bandung, hal. 203
kode etik. Grab memiliki batasan terkait dengan masalah kualitas untuk mempertahankan standar tinggi platform nya. Kegagalan dalam mencapai batas ini dapat menyebabkan penangguhan atau penghentian akses Pengguna ke platform Grab. Grab mampu namun tidak berkewajiban untuk memberitahu Anda sebelum menghentikan penggunaan aplikasi dan layanan Grab.9 Grab telah dengan sangat jelas mencantumkan klausul pertanggung jawaban atas layanan dan produk dari mitra penjual (merchant) ke pengguna akhir (customer) pada pernyataan mitra penjual (merchant) dalam code of conduct yang dapat diakses mitra di laman resmi Grab Indonesia.
Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya wanprestasi antara mitra penjual (merchant) dengan Grab berdasarkan hasil wawancara disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut,10 yang pertama adanya salah urus dalam pengelolaan usaha bisnis
9xxxxx://xxx.xxxx.xxx/xx/xx/xxxxx-
policies/code-of-conduct-merchant/ diakses 5
Juni 2021
perusahan, atau karena kurang pengalaman dalam bidang usaha yang mereka tangani. Beberapa mitra penjual (merchant) yang baru memulai bisnis usahanya terkadang dihadapkan dengan problematika sistem pengelolaan yang kurang baik sehingga menyebabkan pengelola mengalami kerugian. Yang kedua, Watak buruk debitur yang berupaya menaikkan omset penjualan dengan bertindak curang, order fiktif hingga mark up harga (menaikkan harga) penjualan terlalu tinggi. Tidak dipungkiri lagi ada beberapa mitra penjual nakal yang ingin memperoleh keuntungan besar tetapi tidak memikirkan kepuasan konsumen dengan menaikkan harga barang lebih tinggi dari yang sewajarnya yang dapat merugikan konsumen. Tak jarang pula di lapangan terjadi order (pemesanan) fiktif yang berasal dari merchant itu sendiri dengan menggunakan nomor ponsel lain agar menaikkan rating atau prestasi dari tokonya guna mendapatkan reward
10 Hasil wawancara kepada pemilik Apotik Xxxxx Xxxxx di Xxxxx Xxxxxxxx Xxxx Xxxxx pada 12 Januari 2021
atau kepercayaan konsumen. Yang ketiga yaitu munculnya kejadian diluar kekuasaan mitra penjual (merchant), misalnya bencana alam dan kebakaran. Bencana alam seperti banjir, gempa bumi, badai, kebakaran dan lain sebagainya merupakan hal diluar kekuasaan manusia. Apabila hal ini terjadi yang menyebabkan keterlambatan pengantaran barang kepada konsumen seharusnya dapat ditoleransi. Namun ada kalanya konsumen yang tidak merasa puas terhadap ketepatan waktu melaporkan keterlambatan ini kepada pihak Grab yang menyebabkan mitra penjual (merchant) dikenai sanksi sesuai pelaporan yang ditujukan kepadanya. Yang keempat yaitu kelalaian mitra penjual yang mengakibatkan kerugian pengguna jasa yang berakhir dilaporkannya mitra kepada pihak Grab. Salah satu contoh atas kelalaian atau keteledoran mitra penjual (merchant) ini adalah salah memberikan barang sesuai pesanan di aplikasi, barang yang sudah kadaluarsa, barang yang terlalu mendekati
kadaluarsa, jumlah barang yang diberikan tidak sesuai pesanan, varian/jenis barang yang diberikan berbeda, dan lain sebagainya menyebabkan konsumen merasa dirugikan. Apabila konsumen tersebut melaporkan hal ini kepada pihak Grab maka mitra penjual (merchant) dikatakan wanprestasi dan dapat dikenai sanksi sesuai kode xxxx xxxxx Grab.
Berdasarkan hasil wawancara, hambatan yang dialami oleh mitra penjual (merchant) terhadap Grab hanya berupa hambatan teknis yakni masalah komunikasi antara mitra dengan perusahaan. Sebagai contoh dari hambatan teknis ini adalah ketika toko mitra penjual (merchant) tutup, namun ternyata pada aplikasi tidak dilakukan penutupan, sehingga ketika customer memesan barang dan di pick up (diambil) oleh pengemudi, ternyata keadaan dilapangan toko tutup. Sehingga customer melaporkan hal ini diaplikasi dengan memberikan nilai kurang baik terhadap merchant tersebut. Yang kedepannya dapat
mempengaruhi performa penjualan dari merchant bersangkutan.11 Kondisi lain dari hambatan teknis yang dialami merchant adalah adanya laporan dari customer mengenai barang yan dipesan tidak sesuai dan harga terlalu tinggi padahal menurut merchant apa yang diberikan telah sesuai yang tercantum pada aplikasi. Atau customer mengembalikan barang yang dipesan karena menganggap tidak sesuai pesanan. Hal ini berpengaruh terhadap rating/penilaian customer terhadap merchant, tidak berdampak pada pengemudi maupun mendapat sanksi dari perusahaan Grab.
Bagaimana halnya dengan barang yang telah diserahkan ke pengemudi namun pengemudi lalai atau dengan sengaja tidak menyerahkan kepada pemesan atau barang yang dipesan tersebut diberikan dalam keadaan rusak kepada customer. Padahal merchant memberikan barang dalam keadaan baik kepada mitra pengemudi. Mitra pengemudi tidak
11 Hasil wawancara kepada Apotik Xxxxx Xxxxx di Xxxxx Xxxxxxxx Xxxx Xxxxx pada 12 Januari 2021
menyerahkan kepada penerimanya/customer. Dalam hal ini pihak customer dapat melakukan pengaduan kepada perusahaan Grab yang dapat menyebabkan pengemudi diberikan sanksi sesuai kode xxxx xxxxx pengemudi layanan pesan antar yakni berupa pembekuan akun selama 5 (lima) hari hingga pencabutan layanan pada aplikasi mitra pengemudi.12 Tanggung jawab seperti ini diserahkan sepenuhnya kepada mitra pengemudi sebagai penyedia layanan pengiriman. Ketentuan ini telah diatur oleh Grab dalam ketentuan layanannya yang menyebutkan bahwa “anda (dalam hal ini mitra pengemudi) setuju bahwa jika pengiriman gagal (di mana alamat yang diberikan oleh pelanggan salah atau pelanggan tidak dapat dan/atau menolak dan/atau tidak dapat menerima barang) dan barang tersebut dikembalikan, anda bertanggung jawab untuk mengirim/ mengembalikan barang kembali ke pedagang GrabMart dan/atau pedagang layanan grosir untuk
12 Ibid
diserahkan kepada anda atau meninggalkan barang di tempat pengguna, tergantung pada konfirmasi dan arahan dari perwakilan pengalaman pelanggan.”13
Hasil penelitian di lapangan di dapat bahwa akibat hukum wanprestasi mitra penjual (merchant) adalah peringatan, peringatan keras dan tidak bisa menerima order sementara, pengakhiran hubungan kemitraan, pembekuan akun baik sementara, hingga data diperbaharui dan hingga data diverifikasi. Hal tersebut mengakibatkan mitra tidak dapat menerima baik penawaran dari pengguna jasa maupun segala bentuk poin dan bonus yang seharusnya dapat ia terima.14
Berdasarkan hasil wawancara kepada mitra penjual (merchant) dalam hal ini perlindungan hukum bagi mereka tidak secara tegas tercantum
13 Ketentuan Layanan: Transportasi, Pengiriman dan Logistik, xxxxx://xxx.xxxx.xxx/xx/xxxxx- policies/transport-delivery-logistics/ diakses tanggal 19 Februari 2021
14 Hasil wawancara kepada staff Grab di Kantor cabang Grab Kota Medan pada 25 Januari 2021
dalam perjanjian kontraktual di antara keduanya. Tidak adanya satu Pasal khusus yang mengatur perlindungan hukum bagi mitra penjual (merchant) ini menurut hasil wawancara terdapat sedikit keresahan apabila suatu saat terjadi perselisihan.15
Perlindungan hukum oleh pelaku usaha dalam hal ini mitra penjual (merchant) sebagai subjek hukum dapat dibagi dalam 2 (dua) bentuk perlindungan hukum, yaitu perlindungan hukum preventif dan perlindungan hukum refresif. Menurut Xxxxxxx, perlindungan hukum preventif yang berasal dari pemerintah yang bertujuan guna mencegah sebelum terjadinya pelanggaran. Perlindungan ini terdapat dalam peraturan perundang-undangan yang memberikan batasan atau rambu dalam melakukan kewajiwan untuk mencegah adanya pelanggaran.16
15 Hasil wawancara kepada pemilik Apotik Xxxxx Xxxxx di Jalan Xxxxxxxx Xxxx Medan pada tanggal 12 Januari 2021
16 Muchsin, “Perlindungan dan Kepastian Hukum bagi Investor di Indonesia”, Universitas Sebelas Maret, Surakarta 2003, hal. 20.
Perlindungan hukum preventif bertujuan untuk mencegah adanya suatu sengketa. Dalam perlindungan hukum ini, sebelum adanya keputusan pemerintah yang definitif, subjek hukum diberi kesempatan untuk mengajukan keberatan (inspraak) atau pendapatnya. Perlindungan hukum preventif sangat besar artinya bagi tindak pemerintahan yang didasarkan pada kebebasan bertindak karena dengan adanya perlindungan hukum yang preventif pemerintah terdorong untuk bersifat hati-hati dalam mengambil keputusan yang didasarkan pada diskresi. Di Indonesia belum ada pengaturan khusus mengenai perlindungan hukum preventif.17
Selanjutnya perlindungan hukum represif merupakan perlindungan akhir setelah terjadinya suatu pelanggaran atau sengketa berupa sanksi seperti denda, penjara, dan hukuman tambahan. Perlindungan hukum yang represif bertujuan untuk menyelesaikan sengketa penanganan
17 M Xxxxxx Xxxxxxx dan Xxxx Xxxxxx,
Perlindungan Hukum Mitra Ojek Daring Di
perlindungan hukum oleh Peradilan Umum dan Peradilan Administrasi di Indonesia termasuk kategori perlindungan hukum ini. Prinsip perlindungan hukum terhadap tindakan pemerintah bertumpu dan bersumber dari konsep tentang pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia diarahkan kepada pembatasan-pembatasan dan peletakan kewajiban masyarakat dan pemerintah. Prinsip kedua yang mendasari perlindungan hukum terhadap tindak pemerintahan adalah prinsip negara hukum. Dikaitkan dengan pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia, pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia mendapat tempat utama dan dapat dikaitkan dengan tujuan dari negara hukum.18
Dengan kata lain untuk menghindari terjadinya perselisihan maka mitra penjual (merchant) harus teliti dan memahami isi dari perjanjian kerjasama kemitraan dan mengikuti
Indonesia, Jurnal, Universitas Jember, Lentera Hukum, Volume 6 Issue 1 (2019)
18 Xxxxxxx, Op.cit
panduan mitra Grab yang telah disediakan oleh Grab sebagai perusahaan penyedia layanan aplikasi berbasis online yang dapat diakses di situs resmi Grab Indonesia. Dengan mengikuti langkah-langkah dan prosedur dari panduan tersebut dapat meminimalisir terjadinya kesalahan dan kesalahpahaman yang mengakibatkan perselisihan.
Dalam kaitannya dengan hubungan kemitraan bahwa pada saat mitra penjual menjalin kerjasama dengan perusahaan penyedia jasa transportasi berbasis online Grab, terdapat ketentuan umum layanan bagian penyelesaian sengketa yang dapat dilihat sebagai berikut: “Ketentuan Penggunaan ini diatur oleh hukum Indonesia, tanpa memperhatikan pilihan atau konflik ketentuan hukum dari yurisdiksi manapun, dan setiap perselisihan, tindakan, klaim atau penyebab tindakan yang timbul dari atau sehubungan dengan Ketentuan Penggunaan ini atau Layanan akan dirujuk ke Badan Arbitrase Nasional Indonesia
(“BANI”), sesuai dengan Peraturan BANI yang diubah atau diubah dari waktu ke waktu (“Peraturan”) oleh arbiter tunggal yang ditunjuk atas perjanjian bersama oleh Anda dan Grab (“Arbiter”). Jika Anda dan Grab tidak dapat menyetujui arbiter, Arbiter akan ditunjuk oleh ketua Bani sesuai dengan Aturan. Lokasi dan tempat arbitrase adalah Jakarta, dalam bahasa Inggris dan biaya Arbiter akan ditanggung sama oleh Anda dan Grab, dengan ketentuan bahwa Arbiter dapat meminta agar biaya tersebut ditanggung sedemikian rupa sebagaimana ditentukan oleh Arbiter bahwa diperlukan agar klausul arbitrase ini dapat ditegakkan berdasarkan hukum yang berlaku.” Berdasarkan ketentuan tersebut di atas maka pihak Grab lebih mengutamakan model non litigasi untuk penyelesaian perselisihannya dengan mitranya. Cara yang digunakan adalah melalui arbitrase.
KESIMPULAN DAN SARAN
Perjanjian antara mitra penjual (merchant) dengan Grab Indonesia
telah memenuhi konstruksi hukum sebagai kontrak elektronik merujuk kepada perundang-undangan yang berlaku. Hal ini merujuk pada ketentuan Pasal 1320 KUH Perdata tentang syarat sahnya suatu perjanjian. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik jo Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang- undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Walaupun kontrak dalam transaksi e- commerce dituangkan dalam bentuk kontrak elektronik, akan tetapi pemenuhannya terhadap syarat sah tetap mengacu pada KUH Perdata. Sehingga transaksi elektronik yang dituangkan ke dalam kontrak elektronik ini tetap mengikat para pihak.
Aspek tanggung jawab Grab terhadap kualitas dan keamanan produk yang dijual oleh mitra penjual (merchant) diserahkan sepenuhnya mitra penjual (merchant) sebagaimana diatur dalam klausula-klausula syarat dan ketentuan dan kode etik Grab. Segala yang
berhubungan dengan barang/produk yang disediakan oleh mitra penjual (merchant) adalah tanggung jawab merchant itu sendiri. Sebelum menyetujui isi perjanjian, mitra diwajibkan dan dianggap setuju untuk patuh dan menataai semua isi klausul yang dapat dibaca dan dipahami secara jelas memalui laman resminya. Namun demikian terdapat sanksi atas pelanggaran yang terjadi sesuai katagori pelanggaran kode etik yang telah disepakati sebelum dilakukannya peninjauan kembali kerjasama kemitraan antara keduanya.
Prosedur penyelesaian perselisihan antara mitra penjual (merchant) dengan Grab Indonesia berdasarkan kontrak perjanjian lebih mengutamakan model non litigasi. Cara yang digunakan adalah melalui arbitrase. model penyelesaian perselisihan secara non litigasi memang sedang dikedepankan mengingat latar belakang sosiokultural masyarakat Indonesia yang berdasarkan Pancasila lebih mengutamakan musyawarah mufakat untuk menyelesaikan suatu
perselisihan. Proses arbitrase pada dasarnya merupakan contractual process, karena proses atbitrase tidak mungkin tanpa adanya kesepakatan para pihak yang berselisih. Pada dasarnya arbiter merupakan kepanjangan negosiasi dengan bantuan pihak ketiga.
Diharapkan pemerintah mengeluarkan regulasi yang lebih detail mengenai hak dan kewajiban kemitraan antara perusahaan penyedia jasa aplikasi transportasi berbasis online dengan mitra penjual (merchant), yang selama ini lebih banyak mengatur hubungan hukum dengan pengemudi (ojek) online saja namun tidak secara tegas mengatur hubungan hukum dengan mitra penjual (merchant) Sehingga para pelaku usaha kecil dapat meningkatkan ekonomi masyarakat dalam masa sulit seperti sekarang ini.
Hendaknya perusahan penyedia jasa aplikasi transportasi online khususnya Grab Indonesia dapat menambahkan klausula perihal perlindungan bagi mitra penjual (merchant) dengan memperhatikan hak dan kewajiban
masing-masing pihak agar kerjasama kemitraan ini tidak hanya dirasakan menguntungkan salah satu pihak saja apabila dikaitkan dengan tujuan dari kemitraan itu sendiri yakni saling menguntungkan (mutualisme) antara satu dengan yang lain.
Hendaknya masing-masing pihak baik mitra dan perusahaan penyedia jasa aplikasi transportasi online khususnya Grab Indonesia paham dan menyadari akan hak dan kewajibannya untuk meminimalisir terjadinya perselisihan. Mitrapun diharapkan membaca dengan teliti dan seksama panduan yang telah diberikan pihak perusahaan penyedia aplikasi untuk menghindari kesalahan yang dapat merugikan mitra sendiri. Selanjutnya diharapkan para pihak dapat menyelesaikan perselisihan dengan duduk bersama menyelesaikan permasalahan secara musyawarah mufakat.
DAFTAR PUSTAKA
1. Buku
Xxxx Xxxxxxxxx, “Hukum Ketenagakerjaan Pasca Reformasi, Cetakan Kedua”, Sinar Grafika, Jakarta, 2010.
Xxxxxx Xxxxxx, “Analisa Data
Penelitian, Pemahaman Filosofis, Dan Metodelogi Kearah Pengusaha Modal Aplikasi”, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003.
M Xxxxxx Xxxxxxx dan Xxxx Xxxxxx, Perlindungan Hukum Mitra Ojek Daring Di Indonesia, Jurnal, Universitas Jember, Lentera Hukum, Volume 6 Issue 1, 2019.
Moh.Nazir, “Metode Penelitian, Ghalia Indonesia”, Jakarta, 2005.
Muchsin, “Perlindungan dan Kepastian Hukum bagi Investor di Indonesia”, Universitas Sebelas Maret, Surakarta. 2003.
Xxxxxx Xxxxxxxx, “Seluk Beluk dan Asas-Asas Hukum Perdata”, PT. Alumni, Bandung, 2010.
Xxxxxxxx, “Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D”, Alfabeta, Bandung, 2009.
Xxxxxxxxx Xxx, “Metode Penelitian Hukum”, Cetakan kedua, Sinar Grafika, Jakarta, 2010.
2. Peraturan Perundang-Undangan
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik jo Undang-Undang Nomor 19
Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang- Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2019 Tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen
3. Jurnal/Artikel
Ketentuan Layanan: Transportasi, Pengiriman dan Logistik, xxxxx://xxx.xxxx.xxx/xx/xxx ms-policies/transport- delivery-logistics/ diakses tanggal 19 Februari 2021
Xxxxx.xxxxxxxx.xxx, Sambut Penerapan New Normal, Grab Luncurkan GrabMart di Medan, xxxxx://xxxxx.xxxxxxxx.xxx/x ews/sumut/xxxxxx- xxxxxxx/sambut-penerapan- new-normal-grab-luncurkan- grabmart-di-medan/1, diakses 02 September 2020
xxxxx://xxx.xxxx.xxx/xx/xx/xxxxx- policies/code-of-conduct- merchant/ diakses 5 Juni 2021
4. Hasil Wawancara
Hasil wawancara kepada pemilik Apotik Xxxxx Xxxxx di Xxxxx Xxxxxxxx Xxxx Xxxxx pada 12 Januari 2021
Hasil wawancara kepada staff Grab di Kantor cabang Grab Kota Medan pada 25 Januari 2021