PERJANJIAN PELAKSANAAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT PERIODE II TAHUN ANGGARAN 2021
PERJANJIAN PELAKSANAAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT PERIODE II TAHUN ANGGARAN 2021
NOMOR : 1569-Int-KLPPM/UNTAR/X/2021
Pada hari ini Kamis tanggal 14 bulan Oktober tahun 2021 yang bertanda tangan dibawah ini:
1. Nama : Ir. Jap Tji Beng, Ph.D.
Jabatan : Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Alamat : Xx. Xxxxxx X. Xxxxxx Xx. 0 Xxxxxxx Xxxxx 00000
selanjutnya disebut Pihak Pertama
2. Nama : Xxxxxxxx, M.Psi.,Psikolog Jabatan : Dosen Tetap
Fakultas : Psikologi
Alamat : Xx. Xxxxxx X. Xxxxxx Xx. 0 Xxxxxxx Xxxxx 00000 selanjutnya disebut Pihak Kedua
Pihak Pertama dan Pihak Kedua sepakat mengadakan Perjanjian Pelaksanaan Pengabdian Kepada Masyarakat sebagai berikut:
Pasal 1
(1). Pihak Pertama menugaskan Pihak Kedua untuk melaksanakan pengabdian kepada masyarakat atas nama Universitas Tarumanagara dengan judul "Psikoedukasi Peningkatan Kesehatan Mental Pada Remaja Dengan Autoimun (Komunitas ODAI) "
(2). Pelaksanaan pengabdian kepada masyarakat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan berdasarkan perjanjian ini dan Perjanjian Luaran Tambahan PKM.
(3). Perjanjian Luaran Tambahan PKM pembiayaannya diatur tersendiri.
Pasal 2
(1). Biaya pelaksanaan pengabdian kepada masyarakat sebagaimana dimaksud Pasal 1 di atas dibebankan kepada Pihak Pertama melalui anggaran Universitas Tarumanagara.
(2). Besaran biaya pelaksanaan yang diberikan kepada Pihak Kedua sebesar Rp 5.500.000,- (lima juta lima ratus ribu rupiah), diberikan dalam 2 (dua) tahap masing-masing sebesar 50%.
(3). Pencairan biaya pelaksaaan Tahap I akan diberikan setelah penandatangangan Perjanjian Pelaksanaan Pengabdian Kepada Masyarakat.
(4). Pencairan biaya pelaksanaan Tahap II akan diberikan setelah Pihak Kedua melaksanakan pengabdian kepada masyarakat, mengumpulkan laporan akhir, logbook, laporan pertanggungjawaban keuangan dan luaran/draf luaran.
(5). Rincian biaya pelaksanaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) terlampir dalam Lampiran Rencana dan Rekapitulasi Penggunaan Biaya yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam perjanjian ini.
Pasal 3
(1). Pelaksanaan kegiatan pengabdian kepada masyarakat akan dilakukan oleh Pihak Kedua sesuai dengan proposal yang telah disetujui dan mendapatkan pembiayaan dari Pihak Pertama.
(2). Pelaksanaan kegiatan pengabdian kepada masyarakat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam Periode I, terhitung sejak Juli
– Desember 2021
Pasal 4
(1). Pihak Pertama mengadakan kegiatan monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan pengabdian kepada masyarakat yang dilakukan oleh Pihak Kedua.
(2). Pihak Kedua diwajibkan mengikuti kegiatan monitoring dan evaluasi sesuai dengan jadwal yang ditetapkan oleh Pihak Pertama.
(3). Sebelum pelaksanaan monitoring dan evaluasi, Pihak Kedua wajib mengisi lembar monitoring dan evaluasi serta melampirkan laporan kemajuan pelaksanaan pengabdian kepada masyarakat dan logbook.
(4). Laporan Kemajuan disusun oleh Pihak Kedua sesuai dengan Panduan Pengabdian Kepada Masyarakat yang telah ditetapkan Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat.
(5). Lembar monitoring dan evaluasi, laporan kemajuan dan logbook diserahkan kepada Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat sesuai dengan batas waktu yang ditetapkan.
Pasal 5
(1). Pihak Kedua wajib mengumpulkan Laporan Akhir, Logbook, Laporan Pertanggungjawaban Keuangan, dan luaran/draf luaran.
(2). Laporan Akhir disusun oleh Pihak Kedua sesuai dengan Panduan Pengabdian Kepada Masyarakat yang telah ditetapkan Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat.
(3). Logbook yang dikumpulkan memuat secara rinci tahapan kegiatan yang telah dilakukan oleh Pihak Kedua dalam pelaksanaan Pengabdian Kepada Masyarakat
(4). Laporan Pertanggungjawaban yang dikumpulkan Pihak Kedua memuat secara rinci penggunaan biaya pelaksanaan Pengabdian Kepada Masyarakat yang disertai dengan bukti-bukti.
(5). Luaran Pengabdian Kepada Masyarakat yang dikumpulkan kepada
Pihak Kedua berupa luaran wajib dan luaran tambahan.
(6). Luaran wajib hasil Pengabdian Kepada Masyarakat berupa artikel ilmiah yang dipublikasikan di Xxxxxx Xxxxx, jurnal ber-ISSN atau prosiding nasional/internasional.
(7). Selain luaran wajib sebagaimana disebutkan pada ayat (6) di atas,
Pihak Kedua wajib membuat poster untuk kegiatan Research Week. (8). Draft luaran wajib dibawa pada saat dilaksanakan Monitoring dan
Evaluasi (Monev) PKM.
(9). Batas waktu pengumpulan Laporan Akhir, Logbook, Laporan Pertanggungjawaban Keuangan, dan luaran adalah Desember 2021
Pasal 6
(1). Apabila Pihak Kedua tidak mengumpulkan Laporan Akhir, Logbook, Laporan Pertanggungjawaban Keuangan, dan Luaran sesuai dengan batas akhir yang disepakati, maka Pihak Pertama akan memberikan sanksi.
(2). Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) proposal pengabdian kepada masyarakat pada periode berikutnya tidak akan diproses untuk mendapatkan pendanaan pembiayaan oleh Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat.
Pasal 7
(1). Dalam pelaksanaan kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini, Pihak Kedua dibantu oleh Asisten Pelaksanaan Pengabdian kepada Masyarakat yang identitasnya sebagai berikut:
a. Xxxxx Xxxxxx Xxxxxxxxx Xxx/000000000/Xxxxxxxx Psikologi
x. Xxxxx Xxxxxxxx/705200190/Fakultas Psikologi
x. Xxxx Xxxxxxx/705200191/Fakultas Psikologi
(2). Pelaksanaan asistensi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan lebih lanjut dalam Surat tugas yang diterbitkan oleh Pihak Pertama.
Pasal 8
(1). Apabila terjadi perselisihan menyangkut pelaksanaan pengabdian kepada masyarakat ini, kedua belah pihak sepakat untuk menyelesaikannya secara musyawarah.
(2). Dalam hal musyawarah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak tercapai, keputusan diserahkan kepada Pimpinan Universitas Tarumanagara.
(3). Keputusan sebagaimana dimaksud dalam pasal ini bersifat final dan mengikat.
Demikian Perjanjian Pelaksanaan Pengabdian Kepada Masyarakat ini dibuat dengan sebenar-benarnya pada hari, tanggal dan bulan tersebut xxxxxx xxxxx xxxxxx 0 (xxxx), yang masing-masing mempunyai kekuatan hukum yang sama.
Pihak Pertama Pihak Kedua
Ir. Jap Tji Beng, Ph.D. Xxxxxxxx, M.Psi.,Psikolog
RENCANA PENGGUNAAN BIAYA (Rp)
Rencana Penggunaan Biaya | Jumlah |
Honorarium | Rp 1.650.000,- |
Pelaksanaan Kegiatan | Rp 3.850.000,- |
REKAPITULASI RENCANA PENGGUNAAN BIAYA (Rp)
NO | POS ANGGARAN | TAHAP I (50 %) | TAHAP II (50 %) | JUMLAH | |||
1 | Honorarium | Rp | 825.000,- | Rp | 825.000,- | Rp | 1.650.000,- |
2 | Pelaksanaan Kegiatan | Rp 1.925.000,- | Rp 1.925.000,- | Rp | 3.850.000,- | ||
Jumlah | Rp 2.750.000,- | Rp 2.750.000,- | Rp | 5.500.000,- |
Jakarta,
14 Oktober
2021
Pelaksana PKM
(Xxxxxxxx, M.Psi.,Psikolog)
LAPORAN AKHIR
PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT YANG DIAJUKAN
KE LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT
PSIKOEDUKASI PENINGKATAN KESEHATAN MENTAL PADA REMAJA DENGAN AUTOIMUN (KOMUNITAS ODAI)
Disusun oleh:
Ketua Xxx Xxxxxxxx, M.Psi., Psikolog
Anggota:
Xxxxxx Xxxxxxxx - 705200190 Xxxx Xxxxxxx – 705200191
Xxxxx Xxxxxx Xxxxxxxxx Xxx - 705200203
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS TARUMANAGARA JAKARTA
2021
HALAMAN PENGESAHAN PROPOSAL PKM
Periode II/Tahun 2021
1. Judul PKM
2. Nama Mitra PKM
3. Ketua Tim Pelaksana
: PSIKOEDUKASI PENINGKATAN KESEHATAN MENTAL PADA REMAJA DENGAN AUTOIMUN (KOMUNITAS ODAI)
: Komunitas ODAI
A. Nama dan Gelar : Xxxxxxxx, M.Psi.,Psikolog
B. NIDN/NIK : 0331088203/10709002
C. Jabatan/Gol. : Dosen/Lektor 300
D. Program Studi : Psikologi
E. Fakultas : Psikologi
F. Bidang Keahlian : Psikologi Klinis
H. Nomor HP/Tlp 08170705303
4. Anggota Tim PKM
A. Jumlah Anggota (Mahasiswa) : 3 orang
B. Nama & NIM Mahasiswa 1 : Xxxxxx Xxxxxxxx & 705200190
C. Nama & NIM Mahasiswa 2 : Xxxx Xxxxxxx & 705200191
D. Nama & NIM Mahasiswa 2 : Xxxxx Xxxxxx Xxxxxxxxx Xxx & 705200203
5. Lokasi Kegiatan Mitra : Komunitas ODAI A.Wilayah Mitra : Jakarta
B. Kabupaten/Kota : Jakarta Timur
C. Provinsi : DKI Jakarta
6. Metode Pelaksanaan : Daring
7. Luaran yang dihasilkan : Publikasi Senapenmas
8. Jangka Waktu Pelaksanaan : Juli-Desember 2021
9. Pendanaan
Biaya yang diusulkan : Rp. 5.500.000,-
Jakarta, 10 Desember 2021
Menyetujui, Ketua Pelaksana
Ketua LPPM
Ir. Jap Tji Beng, Ph.D. Xxxxxxxx, M.Psi.,Psikolog NIK:10381047 NIK: 10709002
DAFTAR ISI
RINGKASAN………………………………………………………………………… 4
BAB 1 PENDAHULUAN…………………………………………………………… 5
1.1 Analisis Situasi…………………………………….……….…………….. 5
1.2 Permasalahan Mitra……………………………………….……………… 7
1.3 Uraian Hasil Penelitian dan PKM Terkait …………..…………………… 8
BAB 2 SOLUSI PERMASALAHAN DAN LUARAN…..…………….…………... 9
2.1 Solusi Permasalahan……………………….……………….……………. 9
2.2 Rencana Luaran Kegiatan.………………………………………………. 9
BAB 3 METODE PELAKSANAAN……………………………………………… 10
3.1 Langkah-Langkah/Tahapan Pelaksanaan…………....…………………. 10
3.2 Partisipasi Mitra dalam Kegiatan PKM………………………………… 10
3.3 Kepakaran dan Pembagian Tugas TIM………………………………… 10
BAB 4 HASIL DAN LUARAN YANG DICAPAI………………………………. 12
4.1 Hasil yang Dicapai…………………………………………………….. 12
4.2 Luaran yang Dicapai…………………………………………………... 12
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN……………………………………………. 13
5.1 Kesimpulan………………………………….………………………….. 13
5.2 Saran…………………………………..………………………………... 13
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………….…………………. 14
LAMPIRAN …………………………………………………….…………………... 15
RINGKASAN
Penyakit autoimun adalah penyakit yang terjadi akibat sistem kekebalan tubuh atau sistem imun menyerang sel-sel sehat dalam tubuhnya sendiri. Penyakit ini berkembang ketika sistem kekebalan tubuh salah dalam menilai sel sehat yang ada dalam tubuh dan malah menganggapnya sebagai zat asing. Bahayanya, penyakit autoimun ini bisa mengakibatkan kerusakan sel jaringan dalam tubuh dan menimbulkan peradangan serta mengakibatkan kondisi yang serius pada penderitanya, seperti gangguan pada tulang persendian, saraf, kelenjar, dan organ-organ penting lainnya. Dengan kondisi tubuh dimana sistem kekebalan menyerang sistem jaringan dan organ tubuh, maka para pengidap autoimun dapat mengalami masalah fisik dan psikis yang beragam dan kompleks. Pada pengidap autoimun yang berada pada tahap perkembangan remaja, akan menghadapi berbagai tantangan yang beragam terkait dengan tantangan tugas perkembangan remaja akhir menjelang dewasa awal yang dapat menyebabkan para remaja ini mengalami masalah kesehatan mental. Kondisi fisik yang terbatas akibat masalah imunitas ini juga turut menghambat aktivitas dan produktivitas remaja yang tengah dalam masa puncak mengeksplorasi berbagai kemungkinan untuk masa depan mereka. Di satu sisi, kondisi kesehatan mental mereka dapat terganggu karena keterbatasan fisik akibat autoimun, namun di sisi lain, mereka sangat memerlukan menjaga kesehatan mental agar terhindar dari stres yang dapat menyebabkan mereka relapse/kambuh. Dengan demikian perlu dilakukan upaya preventif untuk menyikapi kebutuhan guna menjaga kesehatan mental bagi para remaja pengidap autoimun dalam Komunitas Orang dengan Autoimun (ODAI). Tim PKM memberikan psikoedukasi kepada para remaja dengan autoimun ini mengenai cara untuk mengenali permasalahan yang mereka hadapi dan cara-cara untuk membantu meningkatkan kesehatan mental mereka.
Kata kunci: Psikoedukasi, remaja, autoimun
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Analisis Situasi
Masa remaja merupakan masa perkembangan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Batasan usia remaja menurut WHO adalah 12 tahun hingga 24 tahun (dalam Xxxxxxx, Xxxxxxx, & Putra, 2019). Pertumbuhan dan perkembangan yang dialami oleh remaja akan berkaitan dengan banyak perubahan yang mereka rasakan. Dalam buku Experience Human Development, Papalia dan Martorell (2014) menjelaskan bahwa perkembangan pada remaja meliputi tiga aspek perkembangan, yaitu fisik, kognitif dan psikososial. Adapun perkembangan fisik yang dialami adalah pubertas dan adanya resiko kesehatan yang dapat sering terjadi seiring dengan isu perilaku. Berdasarkan perkembangan kognitif menurut Piaget (dalam Xxxxxxx & Martorell, 2014), remaja sudah mampu berpikir abstrak dan berpikir tentang kemungkinan-kemungkinan, meskipun masih ada pemikiran yang belum matang dalam beberapa sikap dan perilaku. Sedangkan pada perkembangan psikososial menurut Xxxxxxx (dalam Xxxxxxx & Xxxxxxxxx, 2014), remaja berada pada tahap identitas versus kebingungan identitas, mereka merasa perlu mengumpulkan pengalaman, mengujinya meskipun beresiko. Bagi seorang remaja yang terdiagnosa mengalami penyakit autoimun akan merasa sedih karena penyakit ini akan mengganggu atau menghambat atau menjadi kendala dalam proses perkembangan mereka.
Pusdatin Kemenkes RI (2017) menjelaskan bahwa penyakit autoimun adalah kondisi ketika sistem imunitas atau kekebalan tubuh seseorang menyerang tubuhnya sendiri. Sejalan dengan pengertian tersebut, dilansir dari website Siloam Hospital (2021), penyakit autoimun adalah penyakit yang terjadi akibat sistem kekebalan tubuh atau sistem imun menyerang sel-sel sehat dalam tubuh sendiri. Penyakit ini berkembang ketika sistem kekebalan tubuh salah dalam menilai sel sehat yang ada dalam tubuh dan malah menganggapnya sebagai zat asing. Akibatnya, tubuh mulai memproduksi antibodi yang akan menyerang dan merusak sel sehat dalam tubuh.
Xxxxxxx (2020) menjelaskan bahwa gangguan sistem kekebalan ini menyebabkan berkurangnya aktivitas atau berlebihnya aktivitas sistem kekebalan secara abnormal. Beberapa contoh penyakit autoimun adalah Diabetes type-1, Rheumatoid Arthritis (RA), Psoriasis/Psoriatic Arthritis, Multiple Sclerosis (MS), Systemic Lupus Erythematosus (SLE), Inflammatory Bowel Disease (IBD), Addison’s Disease, Graves’ Disease, Sjogren’s Syndrome, Hashimoto’s Thyroiditis, Myasthenia Gravis, Autoimmune Vasculitis, Pernicious Anemia, Celiac Disease (Watson, 2019). Masih ada lebih dari 80 penyakit autoimun yang berbeda. Seringkali gejalanya tumpang tindih, sehingga sulit didiagnosis.
Gejala-gejala tersebut seperti kelelahan, pegal otot, bengkak dan kemerahan, demam ringan, kesulitan berkonsentrasi, mati rasa/kesemutan di tangan dan kaki, rambut rontok, serta ruam kulit. Penyakit autoimun lebih sering terjadi pada wanita, dan sering diturunkan dalam keluarga (Xxxxxx, 2019).
Etiologi penyakit autoimun adalah multifaktorial: faktor genetik, lingkungan, hormonal, dan imunologis dianggap penting dalam perkembangan penyakit ini. Namun demikian, Xxxxxxxxxxx dan Xxxxxxxxxxxxxx (2008) menyebutkan timbulnya setidaknya 50% dari gangguan autoimun telah dikaitkan dengan "faktor pemicu yang tidak diketahui". Stres fisik dan psikologis telah terlibat dalam perkembangan penyakit autoimun, karena banyak penelitian pada hewan dan manusia menunjukkan efek berbagai stresor pada fungsi kekebalan tubuh. Lebih lanjut disebutkan bahwa banyak penelitian retrospektif menemukan bahwa sebagian besar (hingga 80%) pasien melaporkan stres emosional yang tidak biasa sebelum onset penyakit. Stres tidak hanya menyebabkan penyakit, tetapi penyakit itu sendiri juga menyebabkan stres yang signifikan pada pasien, sehingga menciptakan lingkaran setan (Xxxxxxxxxxx & Xxxxxxxxxxxxxx, 2008).
Berdasarkan hasil wawancara Cyprina dan Xxxxxxxx (2013) dengan empat subjek Odapus (orang dengan lupus) berusia remaja, menunjukkan bahwa Xxxxx menimbulkan dampak secara fisik dan psikologis. Hal tersebut terjadi karena penyakit Lupus sendiri maupun efek samping pengobatan yang dilakukan Odapus. Efek samping pengobatan yang bersifat fisik berupa bentuk wajah yang membulat (moonface) serta berat badan yang tak menentu. Sedangkan dampak psikologis yang dirasakan Odapus remaja, berkaitan dengan perubahan fisiknya adalah kurangnya rasa percaya diri. Emosi yang tidak stabil juga merupakan salah satu efek samping penggunaan steroid dengan dosis tinggi. Selain itu, Odapus remaja juga rentan terkena stress yang berkaitan dengan perubahan fisik yang dialami selama masa pengobatan Lupus.
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan Sutisna (dalam Cyprina & Cahyanti, 2013) bahwa perubahan fisik, meliputi moonface dan penurunan atau peningkatan berat badan adalah penyebab stres. Stres yang terjadi pada Odapus Remaja juga berkaitan dengan keterbatasan fisik yang menyebabkan penurunan produktivitas, terutama ketika flare menyerang. Masalah finansial juga dinilai sebagai penyebab stres, dimana biaya pengobatan yang dikatakan subjek tidak murah. Hal ini juga disebut sebagai stres finansial, dimana biaya yang dikeluarkan Odapus cukup besar, sehingga Odapus juga menanggung beban finansial (Sutisna dalam Cyprina & Cahyanti, 2013). Masalah stres berhubungan erat dengan kesehatan mental. Dilansir dari laman Kementrian Kesehatan (2018), disebutkan bahwa kesehatan mental adalah kondisi ketika batin kita berada dalam
keadaan tentram dan tenang, sehingga memungkinkan kita untuk menikmati kehidupan sehari-hari dan menghargai orang lain di sekitar. Terdapat beberapa jenis masalah kesehatan mental dan tiga jenis kondisi yang paling umum terjadi yaitu stres, gangguan kecemasan dan depresi. Dikatakan bahwa seseorang yang bermental sehat dapat menggunakan kemampuan atau potensi dirinya secara maksimal dalam menghadapi tantangan hidup, serta menjalin hubungan positif dengan orang lain.
Berdasarkan bahasan di atas, penting bagi para remaja dengan autoimun untuk berusaha meningkatkan kesehatan mental mereka. Terdapat beberapa cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kesehatan mental mereka. Pertama, dengan menyadari bahwa rasa khawatir atau cemas merupakan hal yang normal terjadi. Xxxxxxxxxxxxxx, Xxxxxxxxxx, dan Soetikno (2019) menyatakan bahwa ketika individu didiagnosis dengan penyakit kronis, maka normal apabila menunjukkan beberapa gejala kecemasan. Kedua, membuat rutinitas untuk mempertahankan kondisi normal. Karena jika mereka tidak memiliki rutinitas yang berarti, maka para remaja ini akan terus memikirkan penyakitnya dan merasa tidak dapat menerima kenyataan bahwa mereka mengalami penyakit autoimun. Ketiga, dengan mencari pengalihan yang positif. Karena adanya perasaan takut akan ditolak oleh lingkungan menyebabkan perasaan terisolasi yang berdampak pada depresi yang dapat memperparah sakitnya (Xxxxxxxxxxxxxx, Xxxxxxxxxx, & Xxxxxxxx, 2019). Keempat, dengan berbaik hati pada diri sendiri dan orang lain. Xxxxxx, melakukan komunikasi positif pada orang lain, baik itu kepada orangtua, saudara, maupun teman-teman. Menurut Xxxxxx (2020), komunikasi positif dalam keluarga akan menjadi jalan bagi orangtua untuk dapat menyampaikan pesan-pesan dan umpan balik dengan cara-cara yang mudah diterima satu dengan yang lain dan memberi perasaan yang aman dan nyaman bagi keluarga. Keenam, dengan memahami bahasa tubuhnya. Dengan cara menyayangi tubuh, mengetahui kapan tubuhnya membutuhkan istirahat dan kapan waktunya harus kontrol ke dokter, serta mengkonsumsi obat secara rutin.
Cara terakhir adalah mencari cara yang tepat untuk mengatasi stres mereka. Menurut Xxxxxxx dan Xxxxxxx (dalam Gaol, 2016), stress adalah hubungan antara individu dengan lingkungannya yang dievaluasi oleh seseorang sebagai tuntutan atau ketidakmampuan dalam menghadapi situasi yang membahayakan atau mengancam kesehatan. Selanjutnya Xxxxxxx dan Xxxxxxx membagi dua metode koping/penanggulangan yang dapat dilakukan ketika stres, yaitu (1) problem-focused coping merupakan cara menanggulangi stress dengan berfokus pada permasalahan yang dihadapi dan (2) emotion-focused coping merupakan cara penanggulangan stres dengan emosi. Koping yang berfokus pada emosi dilakukan karena tidak ada lagi yang bisa dilakukan (Xxxxxxx xxxxx Xxxx, 0000).
Mengingat pentingnya meningkatkan kesehatan mental bagi para remaja dengan autoimun, maka dirancang sebuah kegiatan psikoedukasi yang dipandang perlu untuk dilakukan bagi para remaja dengan autoimun ini. Ketika para remaja dengan autoimun ini sudah mengetahui cara untuk mengenali permasalahan yang mereka hadapi dan cara-cara untuk membantu meningkatkan kesehatan mental mereka, maka diharapkan mereka dapat menentukan dan melakukan beberapa cara-cara yang mampu meningkatkan kesehatan mental mereka.
1.2 Permasalahan Mitra
Para remaja dengan autoimun akan mengalami masalah fisik dan psikologis yang beragam dan kompleks karena kondisi tubuh mereka, dimana sistem imun akan menyerang sistem jaringan dan organ tubuh. Kondisi fisik yang terbatas karena kerentanan imunitas dapat menghambat aktivitas padahal usia mereka merupakan usia produktif. Kondisi inilah yang akhirnya turut mempengaruhi kesehatan mental remaja dengan autoimun.
Banyak remaja dengan autoimun kini terlibat aktif dalam kegiatan komunitas, seperti Komunitas Orang dengan Autoimun (ODAI) ini. Mereka mengikuti berbagai kegiatan penyuluhan kesehatan, informasi vaksin aman bagi kondisi autoimun, dan kegiatan daring/luring selama sebelum dan sesudah pandemi. Namun ketua Komunitas ODAI mengakui bahwa aspek kesehatan mental masih belum banyak tersentuh oleh pakar psikologi atau konselor. Dari 95 anggota remaja aktif dalam komunitas melalui Whatsapp Group, mereka banyak mengeluhkan tentang aspek psikis mereka yang mulai meresahkan dan berkali-kali membuat kondisi autoimun mereka kambuh (emisi) selama masa pandemi. Berdasarkan survei yang dilakukan tim PKM terhadap mereka dalam rentang waktu 2-8 September 2021, faktor stres mereka berkisar pada masalah pribadi, orangtua, relasi sosial, emosi tidak stabil, kondisi fisik, dan masa emisi yang tidak bisa dikontrol. Domisili mereka tersebar di kota-kota di Pulau Jawa dan Sumatra seperti Bogor, Bandung, Depok, Jambi. Kediri, Malang, Pasuruan, dan Sidoarjo. Jenis autoimun yang diidap adalah Systemic Lupus Erythematosus atau yang dikenal dengan penyakit Lupus.
Menyikapi kebutuhan menjaga kesehatan mental bagi para remaja pengidap autoimun dalam Komunitas Orang dengan Autoimun (ODAI), maka Xxx PKM memberikan psikoedukasi kepada para remaja dengan autoimun ini mengenai cara untuk mengenali permasalahan yang mereka hadapi dan cara-cara untuk membantu meningkatkan kesehatan mental mereka.
1.3. Uraian Hasil Penelitian dan PKM Terkait
Penelitian yang dilakukan oleh Xxxxxxxxxxxxxx, Xxxxxxxxxx, dan Soetikno (2019) mengenai Odapus, menyebutkan bahwa kegiatan yang umumnya dilakukan oleh komunitas Odapus berupa perayaan hari lupus internasional, seminar mengenai autoimun, menyaksikan film bersama, serta kunjungan ke rumah atau rumah sakit apabila ada Xxxxxx yang kondisinya sedang drop. Bentuk kelompok sosial yang diberikan oleh komunitas tersebut, selain dalam bentuk kegiatan-kegiatan di atas berupa sharing dan dukungan yang diberikan melalui media sosial yang mereka miliki. Dengan demikian bentuk kegiatan psikoedukasi berupa seminar dianggap sudah sesuai untuk memberikan informasi-informasi kepada para remaja dengan autoimun.
BAB 2 SOLUSI PERMASALAHAN DAN LUARAN
2.1 Solusi Permasalahan
Fakultas Psikologi Universitas Tarumanagara menawarkan sebuah program psikoedukasi mengenai cara meningkatkan kesehatan mental bagi para remaja pengidap autoimun dalam Komunitas Orang dengan Autoimun (ODAI). Kegiatan akan dilaksanakan dalam 1 (satu) sesi selama 1 (satu) hari. Acara diadakan pada hari Sabtu pagi dengan harapan semua peserta dapat ikut serta tanpa terganggu dengan kegiatan rutin. Dengan demikian semua peserta bisa mendapatkan kesempatan yang sama.
Rangkaian kegiatan yang akan dilaksanakan, dilakukan secara daring melalui zoom cloud meeting demi mengurangi resiko terinfeksi Covid-19. Para peserta akan dipastikan terlebih dahulu bahwa mereka masing-masing memiliki aplikasi Zoom.
Rencana Luaran Kegiatan
No | Jenis Luaran | Keterangan |
Luaran Wajib | ||
1 | Publikasi ilmiah pada jurnal ber ISSN atau | Draft/sudah sumbit |
2 | Prosiding dalam Temu ilmiah | Draft/sudah sumbit |
Luaran Tambahan | ||
1 | Publikasi di jurnal Internasional | Draft/sudah sumbit |
2 | Publikasi di media massa | Draft/sudah sumbit |
3 | Hak Kekayaan Intelektual (HKI) | Draft/terdaftar |
4 | Teknologi Tepat Guna (TTG) | Draft/sudah disusun |
5 | Model/purwarupa/karya desain | Draft/sudah disusun |
6 | Buku ber ISBN | Draft/sudah disusun |
BAB 3 METODE PELAKSANAAN
3.1 Langkah-langkah/Tahapan Pelaksanaan
PKM ini dilaksanakan dengan melalukan psikoedukasi kepada para remaja dengan autoimun yang berada di dalam KOmunitas ODAI. Adapun langkah yang dilakukan melalui beberapa tahapan. Tahap pertama yang dilakukan adalah mengadakan pendekatan terhadap Mitra PKM dengan menghubungi ibu Xx. Xxxxx Xxxxxxxxxxxx sebagai ketua dan pendiri Komunitas Orang Dengan Autoimun (ODAI). Setelah mendapatkan respon positif dan keterbukaan dari ketua Komunitas Orang Dengan Autoimun (ODAI), tim PKM mulai menyusun rencana dan bentuk kegiatan yang akan dilaksanakan. Berdasarkan kebutuhan dari remaja dengan autoimun, mereka membutuhkan psikoedukasi untuk membantu mereka menghadapi dan mengatasi masalah psikologis sehari-hari terkait dengan aktivitas mereka sebagai remaja dengan autoimun.
Tahap kedua, tim PKM membuat link pendaftaran peserta dan menyebarkan link tersebut untuk mendata remaja yang tertarik untuk mengikuti kegiatan psikoedukasi ini di grup Whatsapp mereka melalui bantuan ketua Komunitas Orang Dengan Autoimun (ODAI). Link registrasi ini dibuka selama seminggu dari 2-8 September 2021. Pendaftaran remaja mendapatkan 26 peserta yang membutuhkan pendampingan psikologis ini.
Tahap ketiga, tim PKM bekerjasama dengan Komunitas Orang Dengan Autoimun (ODAI) mengadakan sesi perkenalan terlebih dahulu. Ketua Komunitas Orang Dengan Autoimun (ODAI) akan membuka dan menjelaskan bentuk kegiatan yang akan diperoleh para peserta pada hari Jumat, tanggal 8 Oktober 2021. Sedangkan kegiatan psikoedukasi berlangsung berlangsung pada hari Sabtu, tanggal 16 September 2021.
Tahap keempat, untuk mengakhiri kegiatan PKM ini adalah tim PKM akan mendata evaluasi dari kegiatan psikoedukasi yang telah dilakukan, menyebarkan survei bagi para peserta untuk mendapatkan umpan balik. Tim PKM kemudian menyusun laporan PKM dan menetapkan pencapaian keberhasilan dari kegiatan PKM ini. Tim PKM kemudian akan mengadakan acara penutupan sebagai akhir dari kegiatan PKM.
3.2 Partisipasi Mitra dalam Kegiatan PKM
Xxxxx berperan untuk membantu dalam penyebaran link pendaftaran, mendukung pelaksanaan kegiatan dengan memberikan pengingat dan menfasilitasi kegiatan psikoedukasi yang akan
dilaksanakan bagi para remaja Komunitas Orang Dengan Autoimun (ODAI). Xxxxx sangat membantu dalam menjaring peserta dan menjembatani antara tim PKM dengan para peserta.
3.3 Uraian kepakaran dan tugas masing-masing anggota tim
Xxx pengusul mempunyai kualifikasi sesuai dengan bidang yang menunjang keberhasilan sesuai target luaran, yaitu:
- Xxxxxxxx, M.Psi, Psikolog adalah Ketua tim PKM juga seorang psikolog dengan spesialisasi anak/remaja. Xxxxxxxx mengelola sebuah sekolah Little Shine dan layanan day care lengkap dengan jasa konsultasi psikologi untuk para orangtua anak usia prasekolah dan sekolah. Xxxxxxxx juga memberikan jasa konseling di Pusat Bimbingan dan Konseling Psikologi UNTAR. Berbagai pengalaman sebagai narasumber dengan memberikan seminar maupun psikoedukasi di media massa, sekolah, komunitas maupun institusi pernah dijalaninya. Pengalaman mengajar di Fakultas Psikologi selama 12 tahun dengan spesialisasi psikologi perkembangan anak dan membantu menjadi pembimbing praktikum profesi psikologi klinis anak.
- Nilam Xxxxxx Xxxxxxxxx Xxx adalah mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Tarumanagara angkatan 2020. Nilam memiliki kompetensi untuk membuat flyer dalam bentuk digital.
- Xxxxxx Xxxxxxxx adalah mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Tarumanagara angkatan 2020.
Xxxxxx akan membantu dalam pembuatan link google form guna kepentingan psikoedukasi.
- Xxxx Xxxxxxx adalah mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Tarumanagara angkatan 2020. Aufi akan membantu dalam mengatur jalannya pelaksanaan psikoedukasi di dalam zoom meeting.
BAB 4 HASIL DAN LUARAN YANG DI CAPAI
1.1 Hasil yang Dicapai
Para peserta tampak sangat antusias dengan setiap materi yang disampaikan. Hal ini tampak dari banyaknya pertanyaan yang diajukan dan suasana psikoedukasi yang kondusif. Para peserta juga tampak puas dengan presentasi yang disampaikan dan jawaban yang diberikan atas setiap pertanyaan mereka. Adapun berdasarkan hasil evaluasi diketahui bahwa 100 % peserta menyatakan bahwa materi presentasi mudah dipahami; 76,9 % peserta menyatakan bahwa materi yang disampaikan sangat menarik; dan 69,2 % peserta menyatakan bahwa kegiatan ini sangat berguna untuk perjalanan hidupnya. Berikut adalah diagram hasil evaluasi dari para peserta.
Diagram 1
Kemudahan materi untuk dipahami
• Mudah dipahami = 100% (n=13)
Diagram 2
Ketertarikan terhadap isi dari materi yang disampaikan
• Sangat menarik = 76.9% (n=10)
• Cukup menarik = 23.1% (n=3)
Diagram 3
Kegunaan kegiatan ini untuk kehidupan saya
• Sangat berguna = 69.2% (n=9)
• Cukup berguna = 30.8% (n=4)
4.2 Luaran yang Dicapai
Adapun luaran yang dicapai dari kegiatan ini berupa pelaksanaan program kepada 13 peserta yang merupakan remaja dengan autoimun yang tergabung dalam komunitas ODAI dan yang telah mendapatkan cara-cara untuk meningkatkan kesehatan mental mereka. Selain itu adalah publikasi ilmiah pada kegiatan ilmiah SERINA 2021 dan artikel pada prosiding SERINA 2021. Para peserta tampak sangat antusias dengan setiap materi yang disampaikan. Hal ini tampak dari banyaknya pertanyaan yang diajukan dan suasana psikoedukasi yang kondusif. Para peserta juga tampak puas dengan presentasi yang disampaikan dan jawaban yang diberikan atas setiap pertanyaan mereka.
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 KESIMPULAN
Berdasarkan kegiatan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa para peserta telah mendapatkan psikoedukasi melalui kegiatan yang berjudul “Psikoedukasi Peningkatan Kesehatan Mental Pada Remaja Dengan Autoimun (Komunitas ODAI)”. Karena andemi, maka kegiatan psikoedukasi ini dilakukan secara daring melalui zoom cloud meeting kepada para peserta yang merupakan remaja dengan autoimun. Para peserta sudah mendapatkan tambahan wawasan dan cara untuk mengenali permasalahan yang mereka hadapi juga cara-cara untuk membantu meningkatkan
kesehatan mental mereka, sehingga diharapkan mereka dapat menentukan dan melakukan beberapa cara-cara yang mampu meningkatkan kesehatan mental mereka. Para pendamping di komunitas ini juga merasa terbantu karena para peserta setidaknya sudah tahu pentingnya meningkatkan kesehatan mental bagi kesehatan fisik maupun psikologis mereka.
5.2 SARAN
Adapun saran yang perlu menjadi perhatian adalah bahwa para peserta berharap acara serupa dapat diadakan lebih rutin. Selain itu mereka juga mengharapkan agar dapat dilakukan kegiatan pendampingan psikologis atau konseling guna membantu mereka dalam menghadapi berbagai permasalahan yang mungkin dapat menyebabkan stress dan dapat mempengaruhi kesehatan mereka, baik secara fisik maupun psikologis.
XXXXXX XXXXXXX
0. Xxxxxxx, E. D. T. & Xxxxxxxx, I. Y. (2013). Proactive coping pada orang dengan lupus (odapus) remaja. Jurnal Psikologi Klinis dan Kesehatan Mental. 2 (2). 88-95.
2. Xxxx, N. T. L. (2016). Teori stres: Stimulus, respons, dan transaksional. Buletin Psikologi. 24 (1). 1-11.
3. Xxxxxxx, X. (2020). What are autoimmune disorders? Xxxxxxxx, X (Ed.). xxxxx://xxx.xxxxx.xxx/x-xx-x-xxxxxx/xxxxxxxxxx-xxxxxxxx. Diunduh 10 September 2021.
4. Jenis penyakit autoimun dan beberapa gejalanya. Retrieved 22 Juli 2021. xxxxx://xxx.xxxxxxxxxxxxxxx.xxx/xxxxxxxxx-xxxxxx/xxxxxxx/xxxxx-xxxxxxxx-xxxxxxxx-xxx- beberapa-gejalanya. Diunduh 11 September 2021.
5. Xxxxxxx, D. E. & Xxxxxxxxx, G. (2014). Experience human development. NY: McGraw Hill.
6. Xxxxxxxxxxx, X. & Xxxxxxxxxxxxxx, D. (2008). Stress as a trigger of autoimmune disease. Elsevier. 7 (3). 209-213.
7. Xxxxxxx, X., Xxxxxxx, Y. & Putra, H. (2019). Tingkat pengetahuan remaja kelas x tentang risiko kehamilan usia dini di sman 1 moyo hulu. Jurnal Kesehatan dan Sains. 3 (1). 37-40.
8. Xxxxxxxxxxxxxx, X., Xxxxxxxxxx, M. P., & Xxxxxxxx, X. (2019). Gambaran kecemasan dan depresi pada orang dengan systemic lupus erythematosus (sle) di rumah sakit x. Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni. 3 (2). 457-464.
9. Pengertian kesehatan mental. Retrieved 08 Juni 2018. xxxxx://xxxxxxx.xxxxxx.xx.xx/xxxxxxxxxx- kesehatan-mental 2018. Diunduh 28 Oktober 2021.
10. Xxxxxx, X. (2020). Pentingnya pembiasaan komunikasi positif dalam keluarga di masa pandemic covid-19. Jurnal Realita. 5 (2). 1067-1075.
11. xxx.xxxxxxxx.xxxxxx.xx.xx. (n.d.). 2017. Situasi penyakit lupus di Indonesia. Retrieved from xxxxx://xxxxxxxx.xxxxxx.xx.xx/xxxxxxxxx/xxxxxxxx/xxxxxxxx/xxxxxxxxx/Xxxxxxxxx-Xxxxx-0000.xxx. Diunduh 10 September 2021.
12. Xxxxxx, X. (2019). Autoimmune diseases: Types, symptoms, causes, and more. xxxxx://xxx.xxxxxxxxxx.xxx/xxxxxx/xxxxxxxxxx-xxxxxxxxx. Diunduh 28 Oktober 2021.
LAMPIRAN
Lampiran 1
Materi yang disampaikan ke Mitra
Lampiran 2
Foto-foto dan Video (link video)
a. Pembukaan oleh MC
b. Kata Sambutan dari Xxx Xxxxx
c. Penyampaian Materi Psikoedukasi oleh Ibu Xxxxxxxx
d. Sesi Tanya – Jawab
e. Sesi Foto Bersama
f. Video Pelaksanaan Link g-drive :
xxxxx://xxxxx.xxxxxx.xxx/xxxx/x/0x00x0Xxxxxx0XxXxx0xXxX0XxXXxxXX0/xxxx?xxxxxxxxxxx
Lampiran 3
Luaran Wajib Berupa Draft Artikel untuk Prosiding SERINA II Untar
PSIKOEDUKASI PENINGKATAN KESEHATAN MENTAL PADA REMAJA DENGAN AUTOIMUN (KOMUNITAS ODAI)
Agustina1, Xxxxxx Xxxxxxxx0, Aufi Azzahra3, dan Nilam F. F. Hia4
1Program Studi Sarjana Psikologi, Universitas Tarumanagara Jakarta Surel: xxxxxxxx@xxxx.xxxxx.xx.xx
3Program Studi Sarjana Psikologi, Universitas Tarumanagara Jakarta Surel: xxxx.000000000@xxxx.xxxxx.xx.xx
ABSTRACT
Autoimmune disease is a disease that occurs when the body's immune system attacks healthy cells in its own body. The danger is that this autoimmune disease can damage tissue cells in the body and cause inflammation and lead to serious conditions for sufferers, such as disorders of the bones, joints, nerves, glands, and other important organs. With a body condition where the immune system attacks the body's tissue and organ systems, people with autoimmune disease can experience various and complex physical and psychological problems. Autoimmune sufferers who are at the stage of adolescent development, will face various challenges related to the challenges of late adolescent developmental tasks towards early adulthood which can cause these adolescents to experience mental health problems. This limited physical condition due to immunity problems also hinders the activities and productivity of teenagers who are in their peak period of exploring various possibilities for their future. On the one hand, their mental health conditions can be disrupted due to physical limitations due to autoimmune, but on the other hand, they really need to maintain mental health in order to avoid stress that can cause them to relapse. Thus, it is necessary to take preventive measures to address the need to maintain mental health for adolescents with autoimmune disease in the Autoimmune People Community (ODAI). The PKM team provides psychoeducation to these teenagers with autoimmune on how to recognize the problems they face and ways to help improve their mental health.
Keywords: Psychoeducation, adolescent, autoimmune
ABSTRAK
Penyakit autoimun adalah penyakit yang terjadi akibat sistem kekebalan tubuh atau sistem imun menyerang sel-sel sehat dalam tubuhnya sendiri. Bahayanya, penyakit autoimun ini bisa mengakibatkan kerusakan sel jaringan dalam tubuh dan menimbulkan peradangan serta mengakibatkan kondisi yang serius pada penderitanya, seperti gangguan pada tulang persendian, saraf, kelenjar, dan organ-organ penting lainnya. Dengan kondisi tubuh dimana sistem kekebalan menyerang sistem jaringan dan organ tubuh, maka para pengidap autoimun dapat mengalami masalah fisik dan psikis yang beragam dan kompleks. Pada pengidap autoimun yang berada pada tahap perkembangan remaja, akan menghadapi berbagai tantangan yang beragam terkait dengan tantangan tugas perkembangan remaja akhir menjelang dewasa awal yang dapat menyebabkan para remaja ini mengalami masalah kesehatan mental. Kondisi fisik yang terbatas akibat masalah imunitas ini juga turut menghambat aktivitas dan produktivitas remaja yang tengah dalam masa puncak mengeksplorasi berbagai kemungkinan untuk masa depan mereka. Di satu sisi, kondisi kesehatan mental mereka dapat terganggu karena keterbatasan fisik akibat autoimun, namun di sisi lain, mereka sangat memerlukan menjaga kesehatan mental agar terhindar dari stres yang dapat menyebabkan mereka relapse/kambuh.
Dengan demikian perlu dilakukan upaya preventif untuk menyikapi kebutuhan guna menjaga kesehatan mental bagi para remaja pengidap autoimun dalam Komunitas Orang dengan Autoimun (ODAI). Tim PKM memberikan psikoedukasi kepada para remaja dengan autoimun ini mengenai cara untuk mengenali permasalahan yang mereka hadapi dan cara-cara untuk membantu meningkatkan kesehatan mental mereka.
Kata kunci: Psikoedukasi, remaja, autoimun
1. PENDAHULUAN
Masa remaja merupakan masa perkembangan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Batasan usia remaja menurut WHO adalah 12 tahun hingga 24 tahun (dalam Xxxxxxx, Xxxxxxx, & Putra, 2019). Pertumbuhan dan perkembangan yang dialami oleh remaja akan berkaitan dengan banyak perubahan yang mereka rasakan. Dalam buku Experience Human Development, Papalia dan Martorell (2014) menjelaskan bahwa perkembangan pada remaja meliputi tiga aspek perkembangan, yaitu fisik, kognitif dan psikososial. Adapun perkembangan fisik yang dialami adalah pubertas dan adanya resiko kesehatan yang dapat sering terjadi seiring dengan isu perilaku. Berdasarkan perkembangan kognitif menurut Piaget (dalam Xxxxxxx & Martorell, 2014), remaja sudah mampu berpikir abstrak dan berpikir tentang kemungkinan-kemungkinan, meskipun masih ada pemikiran yang belum matang dalam beberapa sikap dan perilaku. Sedangkan pada perkembangan psikososial menurut Xxxxxxx (dalam Xxxxxxx & Xxxxxxxxx, 2014), remaja berada pada tahap identitas versus kebingungan identitas, mereka merasa perlu mengumpulkan pengalaman, mengujinya meskipun beresiko. Bagi seorang remaja yang terdiagnosa mengalami penyakit autoimun akan merasa sedih karena penyakit ini akan mengganggu atau menghambat atau menjadi kendala dalam proses perkembangan mereka.
Pusdatin Kemenkes RI (2017) menjelaskan bahwa penyakit autoimun adalah kondisi ketika sistem imunitas atau kekebalan tubuh seseorang menyerang tubuhnya sendiri. Sejalan dengan pengertian tersebut, dilansir dari website Siloam Hospital (2021), penyakit autoimun adalah penyakit yang terjadi akibat sistem kekebalan tubuh atau sistem imun menyerang sel-sel sehat dalam tubuh sendiri. Penyakit ini berkembang ketika sistem kekebalan tubuh salah dalam menilai sel sehat yang ada dalam tubuh dan malah menganggapnya sebagai zat asing. Akibatnya, tubuh mulai memproduksi antibodi yang akan menyerang dan merusak sel sehat dalam tubuh.
Xxxxxxx (2020) menjelaskan bahwa gangguan sistem kekebalan ini menyebabkan berkurangnya aktivitas atau berlebihnya aktivitas sistem kekebalan secara abnormal. Beberapa contoh penyakit autoimun adalah Diabetes type-1, Rheumatoid Arthritis (RA), Psoriasis/Psoriatic Arthritis, Multiple Sclerosis (MS), Systemic Lupus Erythematosus (SLE), Inflammatory Bowel Disease (IBD), Addison’s Disease, Graves’ Disease, Sjogren’s Syndrome, Hashimoto’s Thyroiditis, Myasthenia Gravis, Autoimmune Vasculitis, Pernicious Anemia, Celiac Disease (Watson, 2019). Masih ada lebih dari 80 penyakit autoimun yang berbeda. Seringkali gejalanya tumpang tindih, sehingga sulit didiagnosis. Gejala-gejala tersebut seperti kelelahan, pegal otot, bengkak dan kemerahan, demam ringan, kesulitan berkonsentrasi, mati rasa/kesemutan di tangan dan kaki, rambut rontok, serta ruam kulit. Penyakit autoimun lebih sering terjadi pada wanita, dan sering diturunkan dalam keluarga (Xxxxxx, 2019).
Etiologi penyakit autoimun adalah multifaktorial: faktor genetik, lingkungan, hormonal, dan imunologis dianggap penting dalam perkembangan penyakit ini. Namun demikian, Xxxxxxxxxxx dan Xxxxxxxxxxxxxx (2008) menyebutkan timbulnya setidaknya 50% dari gangguan autoimun telah dikaitkan dengan "faktor pemicu yang tidak diketahui". Stres fisik dan psikologis telah terlibat
dalam perkembangan penyakit autoimun, karena banyak penelitian pada hewan dan manusia menunjukkan efek berbagai stresor pada fungsi kekebalan tubuh. Lebih lanjut disebutkan bahwa banyak penelitian retrospektif menemukan bahwa sebagian besar (hingga 80%) pasien melaporkan stres emosional yang tidak biasa sebelum onset penyakit. Stres tidak hanya menyebabkan penyakit, tetapi penyakit itu sendiri juga menyebabkan stres yang signifikan pada pasien, sehingga menciptakan lingkaran setan (Xxxxxxxxxxx & Xxxxxxxxxxxxxx, 2008).
Berdasarkan hasil wawancara Cyprina dan Xxxxxxxx (2013) dengan empat subjek Odapus (orang dengan lupus) berusia remaja, menunjukkan bahwa Xxxxx menimbulkan dampak secara fisik dan psikologis. Hal tersebut terjadi karena penyakit Lupus sendiri maupun efek samping pengobatan yang dilakukan Odapus. Efek samping pengobatan yang bersifat fisik berupa bentuk wajah yang membulat (moonface) serta berat badan yang tak menentu. Sedangkan dampak psikologis yang dirasakan Odapus remaja, berkaitan dengan perubahan fisiknya adalah kurangnya rasa percaya diri. Emosi yang tidak stabil juga merupakan salah satu efek samping penggunaan steroid dengan dosis tinggi. Selain itu, Xxxxxx remaja juga rentan terkena stres yang berkaitan dengan perubahan fisik yang dialami selama masa pengobatan Lupus.
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan Sutisna (dalam Cyprina & Cahyanti, 2013) bahwa perubahan fisik, meliputi moonface dan penurunan atau peningkatan berat badan adalah penyebab stres. Stres yang terjadi pada Odapus Remaja juga berkaitan dengan keterbatasan fisik yang menyebabkan penurunan produktivitas, terutama ketika flare menyerang. Masalah finansial juga dinilai sebagai penyebab stres, dimana biaya pengobatan yang dikatakan subjek tidak murah. Hal ini juga disebut sebagai stres finansial, dimana biaya yang dikeluarkan Odapus cukup besar, sehingga Odapus juga menanggung beban finansial (Sutisna dalam Cyprina & Cahyanti, 2013).
Xxxxxxx stress berhubungan erat dengan kesehatan mental. Dilansir dari laman Kementrian Kesehatan (2018), disebutkan bahwa kesehatan mental adalah kondisi ketika batin kita berada dalam keadaan tentram dan tenang, sehingga memungkinkan kita untuk menikmati kehidupan sehari-hari dan menghargai orang lain di sekitar. Terdapat beberapa jenis masalah kesehatan mental dan tiga jenis kondisi yang paling umum terjadi yaitu stres, gangguan kecemasan dan depresi. Dikatakan bahwa seseorang yang bermental sehat dapat menggunakan kemampuan atau potensi dirinya secara maksimal dalam menghadapi tantangan hidup, serta menjalin hubungan positif dengan orang lain.
Berdasarkan bahasan di atas, penting bagi para remaja dengan autoimun untuk berusaha meningkatkan kesehatan mental mereka. Terdapat beberapa cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kesehatan mental mereka. Pertama, dengan menyadari bahwa rasa khawatir atau cemas merupakan hal yang normal terjadi. Xxxxxxxxxxxxxx, Xxxxxxxxxx, dan Soetikno (2019) menyatakan bahwa ketika individu didiagnosis dengan penyakit kronis, maka normal apabila menunjukkan beberapa gejala kecemasan. Kedua, membuat rutinitas untuk mempertahankan kondisi normal. Karena jika mereka tidak memiliki rutinitas yang berarti, maka para remaja ini akan terus memikirkan penyakitnya dan merasa tidak dapat menerima kenyataan bahwa mereka mengalami penyakit autoimun. Ketiga, dengan mencari pengalihan yang positif. Karena adanya perasaan takut akan ditolak oleh lingkungan menyebabkan perasaan terisolasi yang berdampak pada depresi yang dapat memperparah sakitnya (Xxxxxxxxxxxxxx, Xxxxxxxxxx, & Xxxxxxxx, 2019).
Keempat, dengan berbaik hati pada diri sendiri dan orang lain. Xxxxxx, melakukan komunikasi positif pada orang lain, baik itu kepada orangtua, saudara, maupun teman-teman. Menurut Xxxxxx (2020), komunikasi positif dalam keluarga akan menjadi jalan bagi orangtua untuk dapat menyampaikan pesan-pesan dan umpan balik dengan cara-cara yang mudah diterima satu dengan yang lain dan memberi perasaan yang aman dan nyaman bagi keluarga.Keenam, dengan memahami bahasa tubuhnya. Dengan cara menyayangi tubuh, mengetahui kapan tubuhnya membutuhkan istirahat dan kapan waktunya harus kontrol ke dokter, serta mengkonsumsi obat secara rutin.
Cara terakhir adalah mencari cara yang tepat untuk mengatasi stres mereka. Menurut Xxxxxxx dan Xxxxxxx (dalam Gaol, 2016), stress adalah hubungan antara individu dengan lingkungannya yang dievaluasi oleh seseorang sebagai tuntutan atau ketidakmampuan dalam menghadapi situasi yang membahayakan atau mengancam kesehatan. Selanjutnya Xxxxxxx dan Xxxxxxx membagi dua metode koping/penanggulangan yang dapat dilakukan ketika stres, yaitu (1) problem-focused coping merupakan cara menanggulangi stress dengan berfokus pada permasalahan yang dihadapi dan (2) emotion-focused coping merupakan cara penanggulangan stres dengan emosi. Koping yang berfokus pada emosi dilakukan karena tidak ada lagi yang bisa dilakukan (Xxxxxxx xxxxx Xxxx, 0000).
Mengingat pentingnya meningkatkan kesehatan mental bagi para remaja dengan autoimun, maka dirancang sebuah kegiatan psikoedukasi yang dipandang perlu untuk dilakukan bagi para remaja dengan autoimun ini. Ketika para remaja dengan autoimun ini sudah mengetahui cara untuk mengenali permasalahan yang mereka hadapi dan cara-cara untuk membantu meningkatkan kesehatan mental mereka, maka diharapkan mereka dapat menentukan dan melakukan beberapa cara-cara yang mampu meningkatkan kesehatan mental mereka.
2. METODE PELAKSANAAN
PKM ini dilaksanakan dengan melalukan psikoedukasi kepada para remaja dengan autoimun yang berada di dalam KOmunitas ODAI. Adapun langkah yang dilakukan melalui beberapa tahapan. Tahap pertama yang dilakukan adalah mengadakan pendekatan terhadap Mitra PKM dengan menghubungi ibu Xx. Xxxxx Xxxxxxxxxxxx sebagai ketua dan pendiri Komunitas Orang Dengan Autoimun (ODAI). Setelah mendapatkan respon positif dan keterbukaan dari ketua Komunitas Orang Dengan Autoimun (ODAI), tim PKM mulai menyusun rencana dan bentuk kegiatan yang akan dilaksanakan. Berdasarkan kebutuhan dari remaja dengan autoimun, mereka membutuhkan psikoedukasi untuk membantu mereka menghadapi dan mengatasi masalah psikologis sehari-hari terkait dengan aktivitas mereka sebagai remaja dengan autoimun.
Tahap kedua, tim PKM membuat link pendaftaran peserta dan menyebarkan link tersebut untuk mendata remaja yang tertarik untuk mengikuti kegiatan psikoedukasi ini di grup Whatsapp mereka melalui bantuan ketua Komunitas Orang Dengan Autoimun (ODAI). Link registrasi ini dibuka selama seminggu dari 2-8 September 2021. Pendaftaran remaja mendapatkan 26 peserta yang membutuhkan pendampingan psikologis ini.
Tahap ketiga, tim PKM bekerjasama dengan Komunitas Orang Dengan Autoimun (ODAI) mengadakan sesi perkenalan terlebih dahulu. Ketua Komunitas Orang Dengan Autoimun (ODAI) akan membuka dan menjelaskan bentuk kegiatan yang akan diperoleh para peserta pada hari Jumat,
tanggal 8 Oktober 2021. Sedangkan kegiatan psikoedukasi berlangsung berlangsung pada hari Sabtu, tanggal 16 September 2021.
Tahap keempat, untuk mengakhiri kegiatan PKM ini adalah tim PKM akan mendata evaluasi dari kegiatan psikoedukasi yang telah dilakukan, menyebarkan survei bagi para peserta untuk mendapatkan umpan balik. Tim PKM kemudian menyusun laporan PKM dan menetapkan pencapaian keberhasilan dari kegiatan PKM ini. Xxx XXX kemudian mengadakan acara penutupan sebagai akhir dari kegiatan PKM.
Partisipasi Mitra
Xxxxx berperan untuk membantu dalam penyebaran link pendaftaran, mendukung pelaksanaan kegiatan dengan memberikan pengingat dan memfasilitasi kegiatan psikoedukasi yang dilaksanakan bagi para remaja Komunitas Orang Dengan Autoimun (ODAI). Xxxxx sangat membantu dalam menjaring peserta dan menjembatani antara tim PKM dengan para peserta.
3. HASIL
Para peserta tampak sangat antusias dengan setiap materi yang disampaikan. Hal ini tampak dari banyaknya pertanyaan yang diajukan dan suasana psikoedukasi yang kondusif. Para peserta juga tampak puas dengan presentasi yang disampaikan dan jawaban yang diberikan atas setiap pertanyaan mereka. Adapun berdasarkan hasil evaluasi diketahui bahwa 100 % peserta menyatakan bahwa materi presentasi mudah dipahami; 58,3 % peserta menyatakan bahwa materi yang disampaikan sangat menarik; dan 63,9 % peserta menyatakan bahwa kegiatan ini sangat berguna untuk perjalanan hidupnya. Adapun luaran yang dicapai dari kegiatan ini berupa pelaksanaan program kepada 13 peserta yang merupakan remaja dengan autoimun yang tergabung dalam komunitas ODAI dan yang telah mendapatkan cara-cara untuk meningkatkan kesehatan mental mereka. Selain itu adalah publikasi ilmiah pada kegiatan ilmiah SERINA 2021 dan artikel pada prosiding SERINA 2021. Para peserta tampak sangat antusias dengan setiap materi yang disampaikan. Hal ini tampak dari banyaknya pertanyaan yang diajukan dan suasana psikoedukasi yang kondusif. Para peserta juga tampak puas dengan presentasi yang disampaikan dan jawaban yang diberikan atas setiap pertanyaan mereka. Berikut adalah diagram hasil evaluasi dari para peserta.
Diagram 1
Kemudahan materi untuk dipahami Mudah dipahami = 100% (n=13)
Diagram 2
Ketertarikan terhadap isi dari materi yang disampaikan
• Sangat menarik = 76.9% (n=10)
• Cukup menarik = 23.1% (n=3)
Diagram 3
Kegunaan kegiatan ini untuk kehidupan saya
• Sangat berguna = 69.2% (n=9)
• Cukup berguna = 30.8% (n=4)
4. KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan kegiatan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa para peserta telah mendapatkan psikoedukasi melalui kegiatan yang berjudul “Psikoedukasi Peningkatan Kesehatan Mental Pada Remaja Dengan Autoimun (Komunitas ODAI)”. Karena pandemi, maka kegiatan psikoedukasi ini dilakukan secara daring melalui zoom cloud meeting kepada para peserta yang merupakan remaja dengan autoimun. Para peserta sudah mendapatkan tambahan wawasan dan cara untuk mengenali permasalahan yang mereka hadapi juga cara-cara untuk membantu meningkatkan kesehatan mental mereka, sehingga diharapkan mereka dapat menentukan dan melakukan beberapa cara-cara yang mampu meningkatkan kesehatan mental mereka. Para pendamping di komunitas ini juga merasa terbantu karena para peserta setidaknya sudah tahu pentingnya meningkatkan kesehatan mental bagi kesehatan fisik maupun psikologis mereka.
Adapun saran yang perlu menjadi perhatian adalah bahwa para peserta berharap acara serupa dapat diadakan lebih rutin. Selain itu mereka juga mengharapkan agar dapat dilakukan kegiatan pendampingan psikologis atau konseling guna membantu mereka dalam menghadapi berbagai permasalahan yang mungkin dapat menyebabkan stress dan dapat mempengaruhi kesehatan mereka, baik secara fisik maupun psikologis.
Ucapan Xxxxxx Xxxxx (Acknowledgement)
Kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini dibiayai oleh Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat, Universitas Tarumanagara. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Komunitas Orang Dengan Autoimun (ODAI).
REFERENSI
Xxxxxxx, E. D. T. & Xxxxxxxx, I. Y. (2013). Proactive coping pada orang dengan lupus (odapus) remaja. Jurnal Psikologi Klinis dan Kesehatan Mental. 2 (2). 88-95.
Xxxx, N. T. L. (2016). Teori stres: Stimulus, respons, dan transaksional. Buletin Psikologi. 24 (1).
1-11.
Xxxxxxx, X. (2020). What are autoimmune disorders? Xxxxxxxx, X (Ed.). xxxxx://xxx.xxxxx.xxx/x-xx-x-xxxxxx/xxxxxxxxxx-xxxxxxxx. Diunduh 10 September 2021.
Jenis penyakit autoimun dan beberapa gejalanya. Retrieved 22 Juli 2021. xxxxx://xxx.xxxxxxxxxxxxxxx.xxx/xxxxxxxxx-xxxxxx/xxxxxxx/xxxxx-xxxxxxxx-xxxxxxxx-xxx- beberapa-gejalanya. Diunduh 11 September 2021.
Xxxxxxx, D. E. & Xxxxxxxxx, G. (2014). Experience human development. NY: McGraw Hill. Xxxxxxxxxxx, X. & Xxxxxxxxxxxxxx, D. (2008). Stress as a trigger of autoimmune disease. Elsevier.
7 (3). 209-213.
Xxxxxxx, X., Xxxxxxx, Y. & Putra, H. (2019). Tingkat pengetahuan remaja kelas x tentang risiko kehamilan usia dini di sman 1 moyo hulu. Jurnal Kesehatan dan Sains. 3 (1). 37-40.
Xxxxxxxxxxxxxx, X., Xxxxxxxxxx, M. P., & Xxxxxxxx, X. (2019). Gambaran kecemasan dan depresi pada orang dengan systemic lupus erythematosus (sle) di rumah sakit x. Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni. 3 (2). 457-464.
Pengertian kesehatan mental. Retrieved 08 Juni 2018. xxxxx://xxxxxxx.xxxxxx.xx.xx/xxxxxxxxxx- kesehatan-mental 2018. Diunduh 28 Oktober 2021.
Xxxxxx, X. (2020). Pentingnya pembiasaan komunikasi positif dalam keluarga di masa pandemic covid-19. Jurnal Realita. 5 (2). 1067-1075.
xxx.xxxxxxxx.xxxxxx.xx.xx. (n.d.). 2017. Situasi penyakit lupus di Indonesia. Retrieved from xxxxx://xxxxxxxx.xxxxxx.xx.xx/xxxxxxxxx/xxxxxxxx/xxxxxxxx/xxxxxxxxx/Xxxxxxxxx-Xxxxx- 2017.pdf. Diunduh 10 September 2021.
Xxxxxx, X. (2019). Autoimmune diseases: Types, symptoms, causes, and more. xxxxx://xxx.xxxxxxxxxx.xxx/xxxxxx/xxxxxxxxxx-xxxxxxxxx. Diunduh 28 Oktober 2021.
Xxxxxxxx 0
Xxxxxx Xxxxxxxx Berupa Draft Artikel Publikasi Media Massa Daring
PENTINGNYA MENINGKATAN KESEHATAN MENTAL PADA REMAJA DENGAN AUTOIMUN
Masa remaja merupakan masa perkembangan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Menurut WHO, masa remaja dimulai dari usia 12 tahun hingga 24 tahun. Masa remaja juga menjadi masa dimana para remaja banyak mengalami pertumbuhan dan perkembangan Pertumbuhan dan perkembangan yang dialami oleh remaja akan berkaitan dengan banyak perubahan yang mereka rasakan. Bagi seorang remaja yang terdiagnosa mengalami penyakit autoimun, mereka akan merasa sedih karena penyakit ini akan mengganggu atau menghambat atau menjadi kendala dalam proses perkembangan mereka. Dilansir dari website Siloam Hospital (2021), penyakit autoimun adalah penyakit yang terjadi akibat sistem kekebalan tubuh atau sistem imun menyerang sel-sel sehat dalam tubuh sendiri. Penyakit ini berkembang ketika sistem kekebalan tubuh salah dalam menilai sel sehat yang ada dalam tubuh dan malah menganggapnya sebagai zat asing. Akibatnya, tubuh mulai memproduksi antibodi yang akan menyerang dan merusak sel sehat dalam tubuh. Xxxxxxx (2020) menjelaskan bahwa gangguan sistem kekebalan ini dapat menyebabkan berkurangnya aktivitas atau berlebihnya aktivitas sistem kekebalan secara abnormal. Para remaja dengan autoimun akan mengalami masalah fisik dan psikologis yang beragam dan kompleks karena kondisi tubuh mereka, dimana sistem imun akan menyerang sistem jaringan dan organ tubuh. Kondisi fisik yang terbatas karena kerentanan imunitas dapat menghambat aktivitas padahal usia mereka merupakan usia produktif. Kondisi inilah yang akhirnya turut mempengaruhi kesehatan mental remaja dengan autoimun.
Penyakit autoimun sendiri memiliki berbagai macam jenis. Beberapa contoh penyakit autoimun adalah Rheumatoid Arthritis (RA), Systemic Lupus Erythematosus (SLE), Diabetes type-1, Psoriasis/Psoriatic Arthritis, Autoimmune Vasculitis, Hashimoto’s Thyroiditis, Pernicious Anemia, Graves’ Disease, Celiac Disease, Sjogren’s Syndrome, Inflammatory Bowel Disease (IBD), Myasthenia Gravis (Watson, 2019). Dan masih ada lebih dari 80 penyakit autoimun yang berbeda. Gejala-gejala yang
mungkin seringkali dirasakan oleh mereka yang memiliki penyakit autoimun di antara lain adalah bengkak dan kemerahan, kelelahan, demam ringan, pegal otot, sulit berkonsentrasi, rambut rontok, kesemutan, serta ruam pada kulit. Penyebab timbul dan perkembangan dari gangguan autoimun sudah seringkali dikaitkan dengan stress fisik dan psikologis. Banyak penelitian retrospektif menemukan bahwa sebagian besar (hingga 80%) pasien melaporkan stres emosional yang tidak biasa sebelum onset penyakit. Stres tidak hanya menyebabkan penyakit, tetapi penyakit itu sendiri juga mengakibatkan stres yang signifikan pada pasien, sehingga menciptakan lingkaran setan (Xxxxxxxxxxx & Xxxxxxxxxxxxxx, 2008). Kesehatan mental juga memiliki hubungan yang erat dengan masalah stress. Dilansir dari laman Kementerian Kesehatan (2018), disebutkan bahwa kesehatan mental adalah kondisi ketika batin kita berada dalam keadaan tentram dan tenang, sehingga memungkinkan kita untuk menikmati kehidupan sehari-hari dan menghargai orang lain di sekitar. Dikatakan bahwa seseorang yang bermental sehat dapat menggunakan kemampuan atau potensi dirinya secara maksimal dalam menghadapi hidup, serta dapat menjalin hubungan positif dengan orang lain. Ada tiga jenis kondisi yang seringkali mungkin terjadi ketika mengalami masalah stress, yaitu depresi, stres, dan gangguan kecemasan. Definisi stres menurut Xxxxxxx dan Xxxxxxx (dalam Gaol, 2016) adalah hubungan antara individu dengan lingkungannya yang dievaluasi oleh seseorang sebagai tuntutan atau ketidakmampuan dalam menghadapi situasi yang membahayakan atau mengancam kesehatan.
Terkait hal ini, tim PKM dari fakultas Psikologi dari Universitas Tarumanagara mengadakan kolaborasi dengan komunitas Orang Dengan Autoimun (ODAI) untuk melaksanakan kegiatan psikoedukasi untuk meningkatkan Kesehatan mental pada mereka yang memiliki penyakit autoimun, terutama pada mereka yang berusia remaja. Banyak remaja dengan autoimun kini terlibat aktif dalam kegiatan komunitas, seperti Komunitas Orang dengan Autoimun (ODAI) ini. Mereka mengikuti berbagai kegiatan penyuluhan kesehatan, informasi vaksin aman bagi kondisi autoimun, dan kegiatan daring/luring selama sebelum dan sesudah pandemi. Namun ketua Komunitas ODAI mengakui bahwa aspek kesehatan mental masih belum banyak tersentuh oleh pakar psikologi atau konselor. Dari 95 anggota remaja aktif dalam komunitas melalui Whatsapp Group, mereka banyak mengeluhkan tentang aspek psikis mereka yang mulai meresahkan dan berkali-kali membuat kondisi autoimun mereka kambuh (emisi) selama masa pandemi. Berdasarkan survei yang dilakukan tim PKM terhadap mereka dalam rentang waktu 2-8 September 2021, faktor stres mereka berkisar pada masalah pribadi, orangtua, relasi sosial, emosi tidak stabil, kondisi fisik, dan masa emisi yang tidak bisa dikontrol. Domisili mereka tersebar di kota-kota di Pulau Jawa dan Sumatra seperti Bogor, Bandung, Depok,
Jambi. Kediri, Malang, Pasuruan, dan Sidoarjo. Jenis autoimun yang diidap adalah Systemic Lupus Erythematosus atau yang dikenal dengan penyakit Lupus. Psikoedukasi ini juga memiliki tujuan untuk menambah wawasan dan cara untuk mengenali permasalahan yang dialami oleh para remaja yang memiliki penyakit autoimun, sehingga dapat membantu meningkatkan kesehatan mental mereka. Setelah psikoedukasi ini diadakan, tim PKM berharap agar para remaja yang memiliki penyakit autoimun juga dapat menentukan dan melakukan beberapa cara-cara yang dapat meningkatkan kesehatan mental mereka. Ada beberapa hal yang dapat dilakukan oleh para remaja dengan autoimun untuk meningkatkan dan menjaga kesehatan mental mereka. Hal pertama yang dapat mereka lakukan adalah menyadari bahwa rasa khawatir atau cemas merupakan hal normal yang terjadi. Ketika seseorang terdiagnosis memiliki penyakit kronis, maka normal jika mereka merasakan atau mengalami kecemasan (Trisnaramawati et al., 2019). Hal kedua adalah membuat rutinitas untuk mempertahankan kondisi normal, karena jika tidak maka mereka akan cenderung terus memikirkan penyakit mereka dan menjadi sulit untuk menerima kenyataan bahwa mereka memiliki penyakit autoimun. Hal ketiga adalah mencari pengalihan positif. Hal keempat yang dapat dilakukan adalah berbaik hati pada diri sendiri dan orang lain. Hal kelima adalah melakukan komunikasi positif pada orang lain di sekitar kita. Kemudian hal keenam adalah memahami bahasa tubuh sendiri. Cara memahami bahasa tubuh sendiri adalah dengan mengetahui kapan tubuh butuh istirahat dan kapan harus melakukan aktivitas tertentu. Hal ketujuh dan yang terakhir adalah mencari cara sendiri yang tepat untuk mengatasi stress, seperti mencari bantuan psikologis yang terpercaya. Selain ketujuh hal ini, kita juga dapat mencoba melakukan dua metode coping atau penanggulangan ketika mengalami stres, yaitu problem-focused coping dan emotion-focused coping. Problem-focused coping adalah cara dan upaya untuk mengatasi stres dengan berfokus pada permasalahan yang dihadapi serta bertindak langsung pada permasalahan tersebut dalam bentuk pemecahan masalah yang terencana atau konfrontasi. Beberapa contoh kegiatan yang dapat dilakukan berdasarkan problem-focused coping yaitu berusaha untuk mengatur waktu, mencari dukungan, membuat jadwal hal yang ingin dikerjakan, menetapkan batasan kesehatan. Emotion-focused coping adalah cara untuk mencoba mengatasi stres dengan berfokus pada emosi yang dirasakan, caranya adalah dengan mengurangi respons emosi negatif dari suatu kondisi penyebab stres, misalnya merasa malu, cemas, takut, berduka, dan frustasi. Beberapa contoh kegiatan yang dapat dilakukan berdasarkan emotion-focused coping adalah berolahraga, mandi, semangati diri anda sendiri, dan bermeditasi (Xxxxxxx xxxxx Xxxx, 0000).
Seri Seminar Nasional Ke-III Universitas Tarumanagara Tahun 2021
Nilai Budaya Indigenous Sebagai Pendukung Sustainable Development di Era Industri 4.0. Jakarta, 2 Desember 2021
PSIKOEDUKASI PENINGKATAN KESEHATAN MENTAL PADA REMAJA DENGAN AUTOIMUN (KOMUNITAS ODAI)
Agustina1, Xxxxxx Xxxxxxxx0, Aufi Azzahra3, dan Nilam F. F. Hia4
1Program Studi Sarjana Psikologi, Universitas Tarumanagara Jakarta Email: xxxxxxxx@xxxx.xxxxx.xx.xx
ABSTRACT
Autoimmune disease is a disease that occurs when the body's immune system attacks healthy cells in its own body. The danger is that this autoimmune disease can damage tissue cells in the body and cause inflammation and lead to serious conditions for sufferers, such as disorders of the bones, joints, nerves, glands, and other important organs. With a body condition where the immune system attacks the body's tissue and organ systems, people with autoimmune disease can experience various and complex physical and psychological problems. Autoimmune sufferers who are at the stage of adolescent development, will face various challenges related to the challenges of late adolescent developmental tasks towards early adulthood which can cause these adolescents to experience mental health problems. This limited physical condition due to immunity problems also hinders the activities and productivity of teenagers who are in their peak period of exploring various possibilities for their future. On the one hand, their mental health conditions can be disrupted due to physical limitations due to autoimmune, but on the other hand, they really need to maintain mental health in order to avoid stress that can cause them to relapse. Thus, it is necessary to take preventive measures to address the need to maintain mental health for adolescents with autoimmune disease in the Autoimmune People Community (ODAI). The PKM team provides psychoeducation to these teenagers with autoimmune on how to recognize the problems they face and ways to help improve their mental health.
Keywords: Psychoeducation, adolescent, autoimmune
ABSTRAK
Penyakit autoimun adalah penyakit yang terjadi akibat sistem kekebalan tubuh atau sistem imun menyerang sel-sel sehat dalam tubuhnya sendiri. Bahayanya, penyakit autoimun ini bisa mengakibatkan kerusakan sel jaringan dalam tubuh dan menimbulkan peradangan serta mengakibatkan kondisi yang serius pada penderitanya, seperti gangguan pada tulang persendian, saraf, kelenjar, dan organ-organ penting lainnya. Dengan kondisi tubuh dimana sistem kekebalan menyerang sistem jaringan dan organ tubuh, maka para pengidap autoimun dapat mengalami masalah fisik dan psikis yang beragam dan kompleks. Pada pengidap autoimun yang berada pada tahap perkembangan remaja, akan menghadapi berbagai tantangan yang beragam terkait dengan tantangan tugas perkembangan remaja akhir menjelang dewasa awal yang dapat menyebabkan para remaja ini mengalami masalah kesehatan mental. Kondisi fisik yang terbatas akibat masalah imunitas ini juga turut menghambat aktivitas dan produktivitas remaja yang tengah dalam masa puncak mengeksplorasi berbagai kemungkinan untuk masa depan mereka. Di satu sisi, kondisi kesehatan mental mereka dapat terganggu karena keterbatasan fisik akibat autoimun, namun di sisi lain, mereka sangat memerlukan menjaga kesehatan mental agar terhindar dari stres yang dapat menyebabkan mereka relapse/kambuh. Dengan demikian perlu dilakukan upaya preventif untuk menyikapi kebutuhan guna menjaga kesehatan mental bagi para remaja pengidap autoimun dalam Komunitas Orang dengan Autoimun (ODAI). Tim PKM memberikan psikoedukasi kepada para remaja dengan autoimun ini mengenai cara untuk mengenali permasalahan yang mereka hadapi dan cara-cara untuk membantu meningkatkan kesehatan mental mereka.
Kata kunci: Psikoedukasi, remaja, autoimun
1. PENDAHULUAN
Masa remaja merupakan masa perkembangan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Batasan usia remaja menurut WHO adalah 12 tahun hingga 24 tahun (dalam Xxxxxxx, Xxxxxxx, &
1277
Seri Seminar Nasional Ke-III Universitas Tarumanagara Tahun 2021
Nilai Budaya Indigenous Sebagai Pendukung Sustainable Development di Era Industri 4.0.
Jakarta, 2 Desember 2021
Putra, 2019). Pertumbuhan dan perkembangan yang dialami oleh remaja akan berkaitan dengan banyak perubahan yang mereka rasakan. Dalam buku Experience Human Development, Papalia dan Martorell (2014) menjelaskan bahwa perkembangan pada remaja meliputi tiga aspek perkembangan, yaitu fisik, kognitif dan psikososial. Adapun perkembangan fisik yang dialami adalah pubertas dan adanya resiko kesehatan yang dapat sering terjadi seiring dengan isu perilaku. Berdasarkan perkembangan kognitif menurut Piaget (dalam Xxxxxxx & Martorell, 2014), remaja sudah mampu berpikir abstrak dan berpikir tentang kemungkinan-kemungkinan, meskipun masih ada pemikiran yang belum matang dalam beberapa sikap dan perilaku. Sedangkan pada perkembangan psikososial menurut Xxxxxxx (dalam Xxxxxxx & Xxxxxxxxx, 2014), remaja berada pada tahap identitas versus kebingungan identitas, mereka merasa perlu mengumpulkan pengalaman, mengujinya meskipun beresiko. Bagi seorang remaja yang terdiagnosa mengalami penyakit autoimun akan merasa sedih karena penyakit ini akan mengganggu atau menghambat atau menjadi kendala dalam proses perkembangan mereka.
Pusdatin Kemenkes RI (2017) menjelaskan bahwa penyakit autoimun adalah kondisi ketika sistem imunitas atau kekebalan tubuh seseorang menyerang tubuhnya sendiri. Sejalan dengan pengertian tersebut, dilansir dari website Siloam Hospital (2021), penyakit autoimun adalah penyakit yang terjadi akibat sistem kekebalan tubuh atau sistem imun menyerang sel-sel sehat dalam tubuh sendiri. Penyakit ini berkembang ketika sistem kekebalan tubuh salah dalam menilai sel sehat yang ada dalam tubuh dan malah menganggapnya sebagai zat asing. Akibatnya, tubuh mulai memproduksi antibodi yang akan menyerang dan merusak sel sehat dalam tubuh.
Xxxxxxx (2020) menjelaskan bahwa gangguan sistem kekebalan ini menyebabkan berkurangnya aktivitas atau berlebihnya aktivitas sistem kekebalan secara abnormal. Beberapa contoh penyakit autoimun adalah Diabetes type-1, Rheumatoid Arthritis (RA), Psoriasis/Psoriatic Arthritis, Multiple Sclerosis (MS), Systemic Lupus Erythematosus (SLE), Inflammatory Bowel Disease (IBD), Addison’s Disease, Graves’ Disease, Sjogren’s Syndrome, Hashimoto’s Thyroiditis, Myasthenia Gravis, Autoimmune Vasculitis, Pernicious Anemia, Celiac Disease (Watson, 2019). Masih ada lebih dari 80 penyakit autoimun yang berbeda. Seringkali gejalanya tumpang tindih, sehingga sulit didiagnosis. Gejala-gejala tersebut seperti kelelahan, pegal otot, bengkak dan kemerahan, demam ringan, kesulitan berkonsentrasi, mati rasa/kesemutan di tangan dan kaki, rambut rontok, serta ruam kulit. Penyakit autoimun lebih sering terjadi pada wanita, dan sering diturunkan dalam keluarga (Xxxxxx, 2019).
Etiologi penyakit autoimun adalah multifaktorial: faktor genetik, lingkungan, hormonal, dan imunologis dianggap penting dalam perkembangan penyakit ini. Namun demikian, Xxxxxxxxxxx dan Xxxxxxxxxxxxxx (2008) menyebutkan timbulnya setidaknya 50% dari gangguan autoimun telah dikaitkan dengan "faktor pemicu yang tidak diketahui". Stres fisik dan psikologis telah terlibat dalam perkembangan penyakit autoimun, karena banyak penelitian pada hewan dan manusia menunjukkan efek berbagai stresor pada fungsi kekebalan tubuh. Lebih lanjut disebutkan bahwa banyak penelitian retrospektif menemukan bahwa sebagian besar (hingga 80%) pasien melaporkan stres emosional yang tidak biasa sebelum onset penyakit. Stres tidak hanya menyebabkan penyakit, tetapi penyakit itu sendiri juga menyebabkan stres yang signifikan pada pasien, sehingga menciptakan lingkaran setan (Xxxxxxxxxxx & Xxxxxxxxxxxxxx, 2008).
Berdasarkan hasil wawancara Cyprina dan Xxxxxxxx (2013) dengan empat subjek Odapus (orang dengan lupus) berusia remaja, menunjukkan bahwa Xxxxx menimbulkan dampak secara fisik dan psikologis. Hal tersebut terjadi karena penyakit Lupus sendiri maupun efek samping pengobatan yang dilakukan Odapus. Efek samping pengobatan yang bersifat fisik berupa bentuk wajah yang membulat (moonface) serta berat badan yang tak menentu. Sedangkan dampak psikologis yang dirasakan Odapus remaja, berkaitan dengan perubahan fisiknya adalah kurangnya rasa percaya diri. Emosi yang tidak stabil juga merupakan salah satu efek samping penggunaan steroid dengan
1278
Seri Seminar Nasional Ke-III Universitas Tarumanagara Tahun 2021
Nilai Budaya Indigenous Sebagai Pendukung Sustainable Development di Era Industri 4.0. Jakarta, 2 Desember 2021
dosis tinggi. Selain itu, Xxxxxx remaja juga rentan terkena stres yang berkaitan dengan perubahan fisik yang dialami selama masa pengobatan Lupus.
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan Sutisna (dalam Cyprina & Cahyanti, 2013) bahwa perubahan fisik, meliputi moonface dan penurunan atau peningkatan berat badan adalah penyebab stres. Stres yang terjadi pada Odapus Remaja juga berkaitan dengan keterbatasan fisik yang menyebabkan penurunan produktivitas, terutama ketika flare menyerang. Masalah finansial juga dinilai sebagai penyebab stres, dimana biaya pengobatan yang dikatakan subjek tidak murah. Hal ini juga disebut sebagai stres finansial, dimana biaya yang dikeluarkan Odapus cukup besar, sehingga Odapus juga menanggung beban finansial (Sutisna dalam Cyprina & Cahyanti, 2013).
Xxxxxxx stress berhubungan erat dengan kesehatan mental. Dilansir dari laman Kementrian Kesehatan (2018), disebutkan bahwa kesehatan mental adalah kondisi ketika batin kita berada dalam keadaan tentram dan tenang, sehingga memungkinkan kita untuk menikmati kehidupan sehari-hari dan menghargai orang lain di sekitar. Terdapat beberapa jenis masalah kesehatan mental dan tiga jenis kondisi yang paling umum terjadi yaitu stres, gangguan kecemasan dan depresi. Dikatakan bahwa seseorang yang bermental sehat dapat menggunakan kemampuan atau potensi dirinya secara maksimal dalam menghadapi tantangan hidup, serta menjalin hubungan positif dengan orang lain.
Berdasarkan bahasan di atas, penting bagi para remaja dengan autoimun untuk berusaha meningkatkan kesehatan mental mereka. Terdapat beberapa cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kesehatan mental mereka. Pertama, dengan menyadari bahwa rasa khawatir atau cemas merupakan hal yang normal terjadi. Xxxxxxxxxxxxxx, Xxxxxxxxxx, dan Soetikno (2019) menyatakan bahwa ketika individu didiagnosis dengan penyakit kronis, maka normal apabila menunjukkan beberapa gejala kecemasan. Kedua, membuat rutinitas untuk mempertahankan kondisi normal. Karena jika mereka tidak memiliki rutinitas yang berarti, maka para remaja ini akan terus memikirkan penyakitnya dan merasa tidak dapat menerima kenyataan bahwa mereka mengalami penyakit autoimun. Ketiga, dengan mencari pengalihan yang positif. Karena adanya perasaan takut akan ditolak oleh lingkungan menyebabkan perasaan terisolasi yang berdampak pada depresi yang dapat memperparah sakitnya (Xxxxxxxxxxxxxx, Xxxxxxxxxx, & Xxxxxxxx, 2019). Keempat, dengan berbaik hati pada diri sendiri dan orang lain. Xxxxxx, melakukan komunikasi positif pada orang lain, baik itu kepada orangtua, saudara, maupun teman-teman. Menurut Xxxxxx (2020), komunikasi positif dalam keluarga akan menjadi jalan bagi orangtua untuk dapat menyampaikan pesan-pesan dan umpan balik dengan cara-cara yang mudah diterima satu dengan yang lain dan memberi perasaan yang aman dan nyaman bagi keluarga.Keenam, dengan memahami bahasa tubuhnya. Dengan cara menyayangi tubuh, mengetahui kapan tubuhnya membutuhkan istirahat dan kapan waktunya harus kontrol ke dokter, serta mengkonsumsi obat secara rutin.
Cara terakhir adalah mencari cara yang tepat untuk mengatasi stres mereka. Menurut Xxxxxxx dan Xxxxxxx (dalam Gaol, 2016), stress adalah hubungan antara individu dengan lingkungannya yang dievaluasi oleh seseorang sebagai tuntutan atau ketidakmampuan dalam menghadapi situasi yang membahayakan atau mengancam kesehatan. Selanjutnya Xxxxxxx dan Xxxxxxx membagi dua metode koping/penanggulangan yang dapat dilakukan ketika stres, yaitu (1) problem- focused coping merupakan cara menanggulangi stress dengan berfokus pada permasalahan yang dihadapi dan (2) emotion-focused coping merupakan cara penanggulangan stres dengan emosi. Koping yang berfokus pada emosi dilakukan karena tidak ada lagi yang bisa dilakukan (Xxxxxxx xxxxx Xxxx, 0000).
Mengingat pentingnya meningkatkan kesehatan mental bagi para remaja dengan autoimun, maka dirancang sebuah kegiatan psikoedukasi yang dipandang perlu untuk dilakukan bagi para remaja dengan autoimun ini. Ketika para remaja dengan autoimun ini sudah mengetahui cara untuk
1279
Seri Seminar Nasional Ke-III Universitas Tarumanagara Tahun 2021
Nilai Budaya Indigenous Sebagai Pendukung Sustainable Development di Era Industri 4.0.
Jakarta, 2 Desember 2021
mengenali permasalahan yang mereka hadapi dan cara-cara untuk membantu meningkatkan kesehatan mental mereka, maka diharapkan mereka dapat menentukan dan melakukan beberapa cara-cara yang mampu meningkatkan kesehatan mental mereka.
2. METODE PELAKSANAAN PKM
PKM ini dilaksanakan dengan melalukan psikoedukasi kepada para remaja dengan autoimun yang berada di dalam KOmunitas ODAI. Adapun langkah yang dilakukan melalui beberapa tahapan. Tahap pertama yang dilakukan adalah mengadakan pendekatan terhadap Mitra PKM dengan menghubungi ibu Xx. Xxxxx Xxxxxxxxxxxx sebagai ketua dan pendiri Komunitas Orang Dengan Autoimun (ODAI). Setelah mendapatkan respon positif dan keterbukaan dari ketua Komunitas Orang Dengan Autoimun (ODAI), tim PKM mulai menyusun rencana dan bentuk kegiatan yang akan dilaksanakan. Berdasarkan kebutuhan dari remaja dengan autoimun, mereka membutuhkan psikoedukasi untuk membantu mereka menghadapi dan mengatasi masalah psikologis sehari-hari terkait dengan aktivitas mereka sebagai remaja dengan autoimun.
Tahap kedua, tim PKM membuat link pendaftaran peserta dan menyebarkan link tersebut untuk mendata remaja yang tertarik untuk mengikuti kegiatan psikoedukasi ini di grup Whatsapp mereka melalui bantuan ketua Komunitas Orang Dengan Autoimun (ODAI). Link registrasi ini dibuka selama seminggu dari 2-8 September 2021. Pendaftaran remaja mendapatkan 26 peserta yang membutuhkan pendampingan psikologis ini.
Tahap ketiga, tim PKM bekerjasama dengan Komunitas Orang Dengan Autoimun (ODAI) mengadakan sesi perkenalan terlebih dahulu. Ketua Komunitas Orang Dengan Autoimun (ODAI) akan membuka dan menjelaskan bentuk kegiatan yang akan diperoleh para peserta pada hari Jumat, tanggal 8 Oktober 2021. Sedangkan kegiatan psikoedukasi berlangsung berlangsung pada hari Sabtu, tanggal 16 September 2021.
Tahap keempat, untuk mengakhiri kegiatan PKM ini adalah tim PKM akan mendata evaluasi dari kegiatan psikoedukasi yang telah dilakukan, menyebarkan survei bagi para peserta untuk mendapatkan umpan balik. Tim PKM kemudian menyusun laporan PKM dan menetapkan pencapaian keberhasilan dari kegiatan PKM ini. Xxx XXX kemudian mengadakan acara penutupan sebagai akhir dari kegiatan PKM.
Partisipasi Mitra
Xxxxx berperan untuk membantu dalam penyebaran link pendaftaran, mendukung pelaksanaan kegiatan dengan memberikan pengingat dan memfasilitasi kegiatan psikoedukasi yang dilaksanakan bagi para remaja Komunitas Orang Dengan Autoimun (ODAI). Xxxxx sangat membantu dalam menjaring peserta dan menjembatani antara tim PKM dengan para peserta.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Para peserta tampak sangat antusias dengan setiap materi yang disampaikan. Hal ini tampak dari banyaknya pertanyaan yang diajukan dan suasana psikoedukasi yang kondusif. Para peserta juga tampak puas dengan presentasi yang disampaikan dan jawaban yang diberikan atas setiap pertanyaan mereka. Adapun berdasarkan hasil evaluasi diketahui bahwa 100 % peserta menyatakan bahwa materi presentasi mudah dipahami; 58,3 % peserta menyatakan bahwa materi yang disampaikan sangat menarik; dan 63,9 % peserta menyatakan bahwa kegiatan ini sangat berguna untuk perjalanan hidupnya. Adapun luaran yang dicapai dari kegiatan ini berupa pelaksanaan program kepada 13 peserta yang merupakan remaja dengan autoimun yang tergabung dalam komunitas ODAI dan yang telah mendapatkan cara-cara untuk meningkatkan kesehatan mental mereka. Selain itu adalah publikasi ilmiah pada kegiatan ilmiah SERINA 2021 dan artikel pada prosiding SERINA 2021. Para peserta tampak sangat antusias dengan setiap materi yang disampaikan. Hal ini tampak dari banyaknya pertanyaan yang diajukan dan suasana
1280
Seri Seminar Nasional Ke-III Universitas Tarumanagara Tahun 2021
Nilai Budaya Indigenous Sebagai Pendukung Sustainable Development di Era Industri 4.0. Jakarta, 2 Desember 2021
psikoedukasi yang kondusif. Para peserta juga tampak puas dengan presentasi yang disampaikan dan jawaban yang diberikan atas setiap pertanyaan mereka. Berikut adalah diagram hasil evaluasi dari para peserta.
Diagram 1 Kemudahan materi untuk dipahami Mudah dipahami = 100% (n=13)
Diagram 2
Ketertarikan terhadap isi dari materi yang disampaikan
• Sangat menarik = 76.9% (n=10)
• Cukup menarik = 23.1% (n=3)
Diagram 3
Kegunaan kegiatan ini untuk kehidupan saya
• Sangat berguna = 69.2% (n=9)
• Cukup berguna = 30.8% (n=4)
4. KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan kegiatan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa para peserta telah mendapatkan psikoedukasi melalui kegiatan yang berjudul “Psikoedukasi Peningkatan Kesehatan Mental Pada Remaja Dengan Autoimun (Komunitas ODAI)”. Karena pandemi, maka
1281
Seri Seminar Nasional Ke-III Universitas Tarumanagara Tahun 2021
Nilai Budaya Indigenous Sebagai Pendukung Sustainable Development di Era Industri 4.0.
Jakarta, 2 Desember 2021
kegiatan psikoedukasi ini dilakukan secara daring melalui zoom cloud meeting kepada para peserta yang merupakan remaja dengan autoimun. Para peserta sudah mendapatkan tambahan wawasan dan cara untuk mengenali permasalahan yang mereka hadapi juga cara-cara untuk membantu meningkatkan kesehatan mental mereka, sehingga diharapkan mereka dapat menentukan dan melakukan beberapa cara-cara yang mampu meningkatkan kesehatan mental mereka. Para pendamping di komunitas ini juga merasa terbantu karena para peserta setidaknya sudah tahu pentingnya meningkatkan kesehatan mental bagi kesehatan fisik maupun psikologis mereka. Adapun saran yang perlu menjadi perhatian adalah bahwa para peserta berharap acara serupa dapat diadakan lebih rutin. Selain itu mereka juga mengharapkan agar dapat dilakukan kegiatan pendampingan psikologis atau konseling guna membantu mereka dalam menghadapi berbagai permasalahan yang mungkin dapat menyebabkan stress dan dapat mempengaruhi kesehatan mereka, baik secara fisik maupun psikologis.
Ucapan Xxxxxx Xxxxx (Acknowledgement)
Kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini dibiayai oleh Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat, Universitas Tarumanagara. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Komunitas Orang Dengan Autoimun (ODAI).
REFERENSI
Xxxxxxx, E. D. T. & Xxxxxxxx, I. Y. (2013). Proactive coping pada orang dengan lupus (odapus) remaja. Jurnal Psikologi Klinis dan Kesehatan Mental. 2 (2). 88-95.
Xxxx, N. T. L. (2016). Teori stres: Stimulus, respons, dan transaksional. Buletin Psikologi. 24 (1). 1-11.
Xxxxxxx, X. (2020). What are autoimmune disorders? Xxxxxxxx, X (Ed.). xxxxx://xxx.xxxxx.xxx/x-xx-x-xxxxxx/xxxxxxxxxx-xxxxxxxx. Diunduh 10 September 2021.
Jenis penyakit autoimun dan beberapa gejalanya. Retrieved 22 Juli 2021. xxxxx://xxx.xxxxxxxxxxxxxxx.xxx/xxxxxxxxx-xxxxxx/xxxxxxx/xxxxx-xxxxxxxx-xxxxxxxx-xxx- beberapa-gejalanya. Diunduh 11 September 2021.
Xxxxxxx, D. E. & Xxxxxxxxx, G. (2014). Experience human development. NY: McGraw Hill. Xxxxxxxxxxx, X. & Xxxxxxxxxxxxxx, D. (2008). Stress as a trigger of autoimmune disease. Elsevier.
7 (3). 209-213.
Xxxxxxx, X., Xxxxxxx, Y. & Putra, H. (2019). Tingkat pengetahuan remaja kelas x tentang risiko kehamilan usia dini di sman 1 moyo hulu. Jurnal Kesehatan dan Sains. 3 (1). 37-40.
Xxxxxxxxxxxxxx, X., Xxxxxxxxxx, M. P., & Xxxxxxxx, X. (2019). Gambaran kecemasan dan depresi pada orang dengan systemic lupus erythematosus (sle) di rumah sakit x. Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni. 3 (2). 457-464.
Pengertian kesehatan mental. Retrieved 08 Juni 2018. xxxxx://xxxxxxx.xxxxxx.xx.xx/xxxxxxxxxx- kesehatan-mental 2018. Diunduh 28 Oktober 2021.
Xxxxxx, X. (2020). Pentingnya pembiasaan komunikasi positif dalam keluarga di masa pandemic covid-19. Jurnal Realita. 5 (2). 1067-1075.
xxx.xxxxxxxx.xxxxxx.xx.xx. (n.d.). 2017. Situasi penyakit lupus di Indonesia. Retrieved from xxxxx://xxxxxxxx.xxxxxx.xx.xx/xxxxxxxxx/xxxxxxxx/xxxxxxxx/xxxxxxxxx/Xxxxxxxxx-Xxxxx- 2017.pdf. Diunduh 10 September 2021.
Xxxxxx, X. (2019). Autoimmune diseases: Types, symptoms, causes, and more. xxxxx://xxx.xxxxxxxxxx.xxx/xxxxxx/xxxxxxxxxx-xxxxxxxxx. Diunduh 28 Oktober 2021.
1282