PENJELASAN ATAS
PENJELASAN ATAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR ….. TAHUN …..
TENTANG
HARMONISASI KEBIJAKAN FISKAL NASIONAL
I. UMUM
Penguatan tata kelola hubungan keuangan antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah tidak dapat berdiri sendiri untuk menjawab tantangan dalam mewujudkan tujuan bernegara. Kebijakan fiskal terdiri atas fungsi alokasi, distribusi, dan stabilisasi sehingga pelaksanaan kebijakan fiskal di Daerah harus sinergis dengan kebijakan fiskal di Pemerintah dalam rangka mengoptimalkan seluruh instrumen kebijakan fiskal dalam mencapai tujuan bernegara. Untuk itu, Xxxaturan Pemerintah ini mengatur bagaimana melaksanakan harmonisasi kebijakan fiskal nasional, yang dilakukan antara lain melalui sinergi kebijakan fiskal nasional, Pembiayaan Utang Daerah, Dana Abadi Daerah, dan Sinergi Pendanaan.
Harmonisasi kebijakan fiskal nasional merupakan proses atau upaya untuk menyelaraskan, menyerasikan, dan/atau menyesuaikan kebijakan fiskal antara Pemerintah dengan Pemerintahan Daerah di dalam pengelolaan dan pengaturan pendapatan, belanja, dan pembiayaan negara dan daerah untuk menjalankan fungsi alokasi dan distribusi dalam rangka menjaga stabilitas, pertumbuhan ekonomi, pelayanan publik, dan kesejahteraan masyarakat, serta untuk mengoptimalkan pelaksanaan Pembiayaan Utang Daerah, penyelenggaraan Dana Abadi Daerah, pelaksanaan Sinergi Pendanaan, dan penerapan sinergi kebijakan fiskal nasional dalam kerangka hubungan keuangan Pemerintah dan Pemerintahan Daerah.
Sinergi kebijakan fiskal nasional dilakukan antara lain dengan penyelarasan kebijakan fiskal pusat dan Daerah, penetapan batas maksimal defisit APBD, dan Pembiayaan Utang Daerah, pengendalian dalam kondisi darurat, serta sinergi BAS. Sinergi kebijakan fiskal nasional tersebut didukung oleh sistem informasi yang dapat mengonsolidasikan laporan keuangan pemerintahan secara nasional sesuai dengan BAS yang terintegrasi antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah, menyajikan informasi Keuangan Daerah secara nasional, serta menghasilkan kebijakan yang didasarkan pada pemantauan dan evaluasi atas Hubungan Keuangan antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah yang terukur dan terstruktur.
II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1.
Cukup jelas.
Pasal 2.
Cukup jelas.
Pasal 3.
Cukup jelas.
Pasal 4.
Cukup jelas.
Pasal 5.
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “target kinerja makro Daerah” meliputi kinerja pembangunan dan kinerha fiskal daerah.
Yang dimaksud dengan “target urusan pemerintahan” mencakup target kinerja urusan, program, kegiatan, dan/atau subkegiatan sesuai dengan urusan Pemerintah Daerah.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Pasal 6.
Cukup jelas.
Pasal 7.
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “program prioritas” merupakan program
prioritas nasional dan program prioritas Daerah.
Ayat (2)
Belanja untuk mendanai urusan Pemerintahan Daerah tertentu berupa belanja pendidikan, kesehatan, pegawai, dan infrastruktur dapat beririsan.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Ayat (8)
Cukup jelas.
Ayat (9)
Cukup jelas.
Pasal 8.
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “kebijakan” antara lain berupa peraturan Menteri.
Ayat (3)
Pergeseran anggaran yang menyebabkan perubahan APBD dan yang tidak menyebabkan perubahan APBD.
Pergeseran anggaran yang menyebabkan perubahan APBD ditetapkan dengan peraturan Kepala Daerah dan diberitahukan kepada DPRD.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 9.
Cukup jelas.
Pasal 10.
Cukup jelas.
Pasal 11.
Cukup jelas.
Pasal 12.
Cukup jelas.
Pasal 13.
Cukup jelas.
Pasal 14.
Cukup jelas.
Pasal 15.
Cukup jelas.
Pasal 16.
Cukup jelas.
Pasal 17.
Cukup jelas.
Pasal 18.
Cukup jelas.
Pasal 19.
Cukup jelas.
Pasal 20.
Yang dimaksud dengan “interoperabilitas” adalah koordinasi dan kolaborasi antar proses bisnis dan antar sistem elektronik, dalam rangka pertukaran data, informasi, atau layanan platform digital sinergi kebijakan fiskal nasional.
Yang dimaksud dengan “akuntabilitas” adalah kejelasan fungsi dan pertanggungjawaban dari platform digital sinergi kebijakan fiskal nasional. Yang dimaksud dengan “keamanan” adalah kerahasiaan, keutuhan, ketersediaan, keaslian, dan kenirsangkalan (nonrepudiation) sumber daya yang mendukung platform digital sinergi kebijakan fiskal nasional.
Yang dimaksud dengan “akurat” adalah suatu tindakan yang
mencerminkan ketelitian, kecermatan, dan ketepatan.
Yang dimaksud dengan ‘relevan” adalah suatu keadaan yang sesuai dengan
kondisi objektif sekarang dan masa yang akan datang.
Yang dimaksud dengan “tepat waktu” adalah suatu peristiwa yang sesuai
dengan jadwal atau rencana.
Yang dimaksud dengan “dapat dipertanggungjawabkan” adalah suatu kondisi atau fakta yang dapat diperbandingkan secara angka nominal dan matematis.
Pasal 21.
Cukup jelas.
Pasal 22.
Cukup jelas.
Pasal 23.
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Penyajian informasi Keuangan Daerah secara nasional meliputi informasi pembangunan Daerah, pengelolaan Keuangan Daerah, dan informasi terkait lainnya.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Pasal 24.
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “informasi terkait lainnya” termasuk namun
tidak terbatas pada data non-Keuangan Daerah.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 25.
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “informasi lainnya” termasuk laporan
penggunaan dana TKD serta seluruh informasi namun tidak terbatas
pada data nonkeuangan daerah, serta data yang dibutuhkan oleh Pemerintah dalam rangka melaksanakan program nasional.
Pasal 26.
Cukup jelas.
Pasal 27.
Cukup jelas.
Pasal 28.
Cukup jelas.
Pasal 29.
Cukup jelas.
Pasal 30.
Cukup jelas.
Pasal 31.
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “bersifat terbuka” adalah keterbukaan informasi sesuai peraturan perundangan mengenai Keterbukaan Informasi Publik.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “bersifat terbuka” adalah keterbukaan informasi sesuai peraturan perundangan mengenai Keterbukaan Informasi Publik.
Pasal 32.
Cukup jelas.
Pasal 33.
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Insentif dapat berupa insentif fiskal dan/atau penghargaan lainnya.
Ayat (4)
Insentif dapat berupa Insentif fiskal dan/atau penghargaan lainnya.
Ayat (5)
Insentif dapat berupa Insentif fiskal dan/atau penghargaan lainnya.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Pasal 34.
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “taat pada ketentuan peraturan perundang-undangan” adalah bahwa pengelolaan Pembiayaan Utang Daerah harus patuh dan tunduk pada kaidah hukum yang ada.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “transparan” adalah prinsip keterbukaan yang memungkinkan masyarakat untuk mengetahui dan mendapatkan akses informasi seluas-luasnya tentang Keuangan Daerah.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “akuntabel” adalah perwujudan kewajiban seseorang atau satuan kerja untuk mempertanggungjawabkan pelaksanaan kebijakan yang dipercayakan kepadanya dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.
Huruf d
Yang dimaksud dengan “efisien” adalah pencapaian keluaran yang maksimal dengan masukan tertentu atau penggunaan masukan terendah untuk mencapai keluaran tertentu.
Yang dimaksud dengan “efektif” adalah pencapaian hasil program dengan target yang telah ditetapkan dengan cara membandingkan keluaran dengan hasil.
Huruf e
Yang dimaksud dengan “kehati-hatian” adalah pelaksanaan dilakukan dengan memperhatikan kemampuan keuangan daerah.
Huruf f
Yang dimaksud dengan “profesional” adalah pengelolaan dilaksanakan dengan kompetensi terbaik dengan penuh tanggung jawab dan komitmen yang tinggi.
Pasal 35.
Cukup jelas.
Pasal 36.
Cukup jelas.
Pasal 37.
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “Nilai Bersih Maksimal Pembiayaan Utang Daerah” adalah jumlah utang daerah setelah dikurangi pembayaran utang.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Pemberian persetujuan DPRD melekat pada saat pembahasan APBD.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan “dalam hal tertentu” adalah kondisi kedaruratan yang mengakibatkan perkiraan pendapatan Daerah mengalami penurunan paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari APBD.
Pasal 38.
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “persyaratan teknis” adalah persyaratan keuangan, persyaratan administrasi, dan kelayakan kegiatan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Ayat (8)
Cukup jelas.
Pasal 39.
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “syarat administrasi” merupakan
dokumen yang dipersyaratkan.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “jumlah sisa Pembiayaan Utang Daerah” adalah jumlah pokok Pembiayaan Utang Daerah lama yang belum terdaftar.
Yang dimaksud dengan “jumlah Pembiayaan Utang Daerah yang akan ditarik” adalah jumlah pokok rencana Pembiayaan Utang Daerah yang diusulkan.
Ayat (4)
Rasio kemampuan keuangan daerah untuk mengembalikan Pembiayaan Utang Daerah menunjukkan rasio kemampuan membayar kembali Pembiayaan Utang Daerah yang dikenal dengan
istilah Debt Service Coverage Ratio (DSCR) dihitung dengan formula sebagai berikut:
Pendapatan yang tidak ditentuak penggunaannya - Belanja Pegawai Pokok pinjaman + Bunga + Biaya Lain
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Perubahan nilai rasio kemampuan keuangan dilakukan dengan mempertimbangkan perkembangan perekonomian nasional dan kondisi Keuangan Daerah.
Pasal 40.
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan “pinjaman tunai” adalah Pinjaman Daerah berbasis program yang digunakan untuk mendukung pembiayaan APBD dengan penarikannya mensyaratkan dipenuhinya kondisi tertentu yang disepakati pihak pemberi pinjaman dan penerima pinjaman, seperti paket kebijakan dan/atau terlaksananya kegiatan tertentu.
Yang dimaksud dengan “pinjaman kegiatan” adalah Pinjaman Daerah berbasis kegiatan yang digunakan untuk membiayai pembangunan sarana dan prasarana tertentu yang menjadi kewenangan Daerah dengan penarikannya sesuai dengan perkembangan/kemajuan pelaksanaan kegiatan.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Pasal 41.
Cukup jelas.
Pasal 42.
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “LKB atau LKBB” adalah LKB atau LKBB yang dianggap mampu oleh Menteri.
Pasal 43.
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Untuk Pinjaman Daerah bersumber dari Pemerintah yang melebihi sisa masa jabatan Kepala Daerah, maka pertimbangan Menteri, menteri yang menyelenggarakan Urusan pemerintahan dalam negeri dan menteri yang menyelenggarakan Urusan perencanaan pembangunan nasional dilakukan melalui mekanisme pemberian pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Yang dimaksud dengan “kondisi tertentu” adalah kondisi apabila
jumlah usulan Pinjaman Daerah lebih dari 5 (lima) per hari.
Ayat (8)
Cukup jelas.
Pasal 44.
Ayat (1)
untuk Pinjaman Daerah bersumber dari Pemerintah melalui penugasan kepada LKB atau LKBB yang melebihi sisa masa jabatan Kepala Daerah, maka pertimbangan Menteri, menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri dan menteri yang menyelenggarakan Urusan perencanaan pembangunan nasional dilakukan melalui mekanisme pemberian pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Yang dimaksud dengan “kondisi tertentu” adalah kondisi apabila
jumlah usulan Pinjaman Daerah lebih dari 5 (lima) per hari.
Ayat (8)
Cukup jelas.
Ayat (9)
Cukup jelas.
Ayat (10)
Cukup jelas.
Ayat (11)
Cukup jelas.
Ayat (12)
Cukup jelas.
Pasal 45.
Cukup jelas.
Pasal 46.
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “kebijakan fiskal nasional” adalah kebijakan pemerintah di bidang fiskal dalam upaya pencapaian target pembangunan dan pertumbuhan ekonomi.
Yang dimaksud dengan “kondisi darurat” adalah memburuknya kondisi ekonomi makro dan keuangan yang menyebabkan fungsi dan peran APBN dan APBD tidak dapat berjalan secara efektif dan efisien, antara lain:
a. proyeksi pertumbuhan ekonomi di bawah asumsi dan deviasi asumsi dasar ekonomi makro lainnya secara signifikan;
b. proyeksi penurunan pendapatan negara/Daerah dan/atau meningkatnya belanja negara/Daerah secara signifikan; dan/atau
c. adanya ancaman yang membahayakan perekonomian nasional dan/atau stabilitas sistem keuangan.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “pinjaman tunai” adalah Pinjaman Daerah berbasis program yang digunakan untuk mendukung pembiayaan APBD dengan penarikannya mensyaratkan dipenuhinya kondisi tertentu yang disepakati pihak pemberi pinjaman dan penerima pinjaman, seperti paket kebijakan dan/atau terlaksananya kegiatan tertentu.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan “LKB atau LKBB” adalah LKB atau LKBB yang
dianggap mampu oleh Menteri.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Kategori kapasitas fiskal daerah sesuai dengan peraturan Menteri mengenai Peta Kapasitas Fiskal.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Pasal 47.
Cukup jelas.
Pasal 48.
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “Pasar Modal Domestik” adalah kegiatan yang bersangkutan dengan Penawaran Umum dan perdagangan efek, Perusahaan Publik yang berkaitan dengan efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “penawaran umum” adalah kegiatan penawaran efek yang dilakukan oleh Emiten untuk menjual efek kepada masyarakat berdasarkan tata cara yang diatur dalam Undang- Undang mengenai pasar modal dan peraturan pelaksanaannya.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 49.
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Yang dimaksud dengan “kondisi tertentu” adalah kondisi apabila jumlah usulan Obligasi Daerah dan Sukuk Daerah lebih dari 5 (lima) per hari.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Ayat (8)
Cukup jelas.
Ayat (9)
Cukup jelas.
Ayat (10)
Cukup jelas.
Ayat (11)
Cukup jelas.
Ayat (12)
Yang dimaksud dengan “ahli syariah Pasar Modal” adalah orang perseorangan yang memiliki pengetahuan dan pengalaman di bidang Syariah dan memiliki izin untuk memberikan nasihat dan/atau mengawasi pelaksanaan penerapan prinsip syariah di pasar modal oleh pihak yang melakukan kegiatan Syariah di pasar modal dan/atau memberikan pernyataan kesesuaian syariah atas produk atau jasa syariah di pasar modal.
Pasal 50.
Cukup jelas.
Pasal 51.
Cukup jelas.
Pasal 52.
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “Wali Amanat” dalam ketentuan ini adalah pihak yang mewakili kepentingan pemegang efek bersifat utang termasuk Obligasi Daerah dan Sukuk Daerah sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 53.
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Yang dimaksud dengan “untuk mendukung pelaksanaan kegiatan” antara lain untuk pemeliharaan objek pembiayaan dan hal-hal lain sepanjang tidak digunakan untuk honorarium, perjalanan dinas, dan adminisrasi proyek.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Pasal 54.
Cukup jelas.
Pasal 55.
Cukup jelas.
Pasal 56.
Ayat (1)
Dasar penerbitan Sukuk Daerah tidak dimaksudkan sebagai jaminan penerbitan Sukuk Daerah.
Ayat (2)
Pemberian persetujuan DPRD dilakukan pada saat pembahasan nilai bersih maksimal Pembiayaan Utang Daerah.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 57.
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan antara lain berupa pelaksanaan putusan hukum yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap (inkracht)
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 58.
Ayat (1)
Penjualan atau penyewaan hak manfaat BMD tersebut dilakukan dalam struktur Sukuk Daerah Ijarah.
Cara lain yang sesuai dengan Akad yang digunakan dalam rangka penerbitan Sukuk Daerah antara lain, penggunaan BMD sebagai bagian penyertaan dalam rangka kerja sama usaha dalam struktur akad Musyarakah (partnership).
Sifat pemindahtanganan BMD dalam struktur Sukuk Daerah antara lain:
a. penjualan dan/atau penyewaan dilakukan hanya atas hak manfaat BMD;
b. tidak terjadi pemindahan hak kepemilikan (legal title) BMD; dan
c. tidak dilakukan pengalihan fisik BMD sehingga tidak mengganggu penyelenggaraan tugas pemerintahan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 59.
Cukup jelas.
Pasal 60.
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “sangat jauh menyimpang dari rencana penarikan” seperti penyerapan pijaman masih di bawah 25% (dua puluh lima persen) dari ketentuan tahapan penarikan dana yang disepakati dalam Perjanjian Pinjaman.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Yang dimaksud dengan “kewajiban yang timbul akibat pembatalan sebagian atau seluruh pinjaman daerah” antara lain pokok, bunga atau imbal hasil, denda dan biaya lain.
Pasal 61.
Cukup jelas.
Pasal 62.
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Ketentuan tenor investasi lebih rendah dari masa jatuh tempo Obligasi Daerah dan/atau Sukuk Daerah.
Pasal 63.
Cukup jelas.
Pasal 64.
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “penganggaran APBD” termasuk penganggaran Dana Cadangan untuk pelunasan pokok Obligasi Daerah dan Sukuk Daerah.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 65.
Ayat (1)
Pemotongan dana TKD yang tidak ditentukan penggunaannya dilakukan dalam rangka menjamin terjaganya kualitas aset LKB atau LKBB yang mendapat penugasan dari Pemerintah.
Yang dimaksud dengan “dana TKD yang tidak ditentukan penggunaannya” adalah Dana Alokasi Umum dan/atau Dana Bagi Hasil yang tidak ditentukan penggunaannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 66.
Cukup jelas.
Pasal 67.
Cukup jelas.
Pasal 68.
Cukup jelas.
Pasal 69.
Cukup jelas.
Pasal 70.
Ayat (1)
“Kapasitas Fiskal Daerah” dimaksud berpedoman pada peraturan
Menteri mengenai peta Kapasitas Fiskal Daerah.
Yang dimaksud dengan “kebutuhan Urusan Pemerintahan wajib yang terkait dengan pelayanan dasar publik telah terpenuhi” adalah tingkat capaian tertentu dari kebutuhan Urusan Pemerintah wajib yang terkait dengan pelayanan dasar publik.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “Urusan Pemerintahan wajib yang terkait dengan pelayanan dasar publik” antara lain:
x. xxxdidikan;
b. kesehatan;
c. pekerjaan umum dan penataan ruang; dan/atau
d. perumahan rakyat dan kawasan permukiman.
Pasal 71.
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “sarana dan prasarana” merupakan fasilitas yang digunakan oleh pengelola Dana Abadi Daerah untuk mendukung pelaksanaan pengelolaan Dana Abadi Daerah.
Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Pemanfaatan Hasil Pengelolaan Dana Abadi Daerah mengatur urusan, program, dan kegiatan yang didanai dari Dana Abadi Daerah, sedangkan target layanan akan ditetapkan dalam Peraturan Kepala Daerah.
Huruf f
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Ayat (8)
Cukup jelas.
Ayat (9)
Cukup jelas.
Ayat (10)
Cukup jelas.
Ayat (11)
Cukup jelas.
Pasal 72.
Cukup jelas.
Pasal 73.
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “investasi yang bebas dari risiko penurunan nilai” adalah penempatan dana pada instrumen keuangan yang ditawarkan oleh lembaga keuangan yang telah diakui kredibilitasnya sehingga nilai pokok/awal investasi tidak dipengaruhi fluktuasi di pasar uang/pasar modal, fluktuasi hanya akan mempengaruhi imbal hasil. Contoh penempatan dengan kriteria demikian misalnya adalah investasi pada Surat Berharga Negara hingga jatuh tempo atau tidak merealisasikan kerugian pada saat dijual, serta deposito pada bank yang sehat.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan “analisis terhadap risiko” antara lain risiko pasar, risiko likuiditas, risiko operasional, dan informasi tambahan, termasuk rencana penanggulangannya dalam hal terjadi risiko investasi.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 74.
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “meningkatkan dan/atau memperluas layanan publik” adalah kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan di atas dan/atau di luar standar pelayanan minimal.
Urusan yang terkait dengan prioritas daerah antara lain pendidikan, kesehatan, lingkungan hidup, dan pariwisata.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan “belanja wajib” antara lain anggaran belanja
pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur.
Pasal 75.
Cukup jelas.
Pasal 76.
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “program prioritas lainnya” antara lain pengembangan suatu kawasan dan pembangunan dengan tematik tertentu.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “wilayah tertentu” adalah wilayah yang terletak di dalam suatu daerah dan/atau berbatasan/beririsan dengan daerah lain yang memiliki potensi untuk memberikan manfaat ekonomi, sosial, dan/atau manfaat lainnya kepada daerah.
Yang dimaksud dengan “tematik tertentu” adalah suatu tema pembangunan sesuai dengan prioritas daerah yang telah ditetapkan sebelumnya dan diusulkan untuk dibiayai melalui sinergi pendanaan.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 77.
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Pendapatan daerah dapat mencakup yang bersumber dari PAD yang telah diterima maupun potensi PAD, dan potensi TKD pada tahun yang akan datang.
Penerimaan pembiayaan daerah dapat bersumber dari pembiayaan Utang Daerah.
Ayat (3)
Pemerintah dapat mengarahkan TKD misalnya memperhatikan Sinergi Pendanaan dalam proses pengalokasian TKD pada tahun anggaran yang akan datang.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Yang dimaksud dengan “swasta” adalah badan usaha yang berbadan hukum sesuai ketentuan peraturan perundang- undangan.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Yang dimaksud dengan “sumber lainnya yang sah” yaitu sumber yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan misalnya keterlibatan lembaga donor.
Pasal 78.
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “dokumen perencanaan daerah” adalah
RPJMD dan/atau RKPD.
Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “pihak yang terlibat” merupakan pihak lain yang terlibat dalam rencana Sinergi Pendanaan selain Pemerintah Daerah yang bersangkutan.
Huruf d
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Komitmen antara lain berupa dokumen tertulis terkait kerja sama, komitmen pinjaman, dan dokumen tertulis tentang komitmen lainnya.
Ayat (7)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “sumber keuangan” yaitu pendanaan dalam rangka melaksanakan Sinergi Pendanaan baik yang bersumber dari APBD maupun selain APBD.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Yang dimaksud dengan “pengelolaan keuangan lainnya” antara lain pemenuhan kewajiban jangka panjang komitmen pembiayaan maupun kerjasama daerah.
Ayat (8)
Cukup jelas.
Pasal 79.
Cukup jelas.
Pasal 80.
Cukup jelas.
Pasal 81.
Cukup jelas.
Pasal 82.
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Pemantauan dan evaluasi pendapatan asli daerah dilakukan dengan membandingkan potensi pendapatan asli daerah dengan realisasi pendapatan asli daerah.
Mekanisme Pemantauan dan Evaluasi Pendapatan Asli Daerah dilakukan melalui evaluasi Rancangan Peraturan Daerah, serta pengawasan pelaksanaan aturan teknis pemungutan.
Ayat (3)
Kecepatan belanja daerah dihitung dengan membandingkan realisasi bulanan terhadap anggaran.
Ketepatan belanja daerah dihitung dengan membandingkan kesesuaian standar biaya daerah dengan Standar Harga Satuan Regional.
Pemenuhan belanja wajib dihitung berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pencapaian keluaran dan hasil dihitung dengan membandingkan output kegiatan yang didanai oleh APBD dengan target yang telah direncanakan dengan perbaikan indikator pembangunan daerah.
Ayat (4)
Huruf a
Jumlah SiLPA yang wajar dihitung dengan membandingkan jumlah SiLPA terhadap perkiraan kebutuhan operasional.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Ayat (5)
Likuiditas keuangan daerah dihitung dengan membandingkan kas dan utang jangka pendek.
Pasal 83.
Cukup jelas.
Pasal 84.
Cukup jelas.
Pasal 85.
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 86.
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 87.
Cukup jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR