PEMBATASAN PERJANJIAN LISENSI HAK ATAS KEKAYAAN INTELEKTUAL DALAM HUKUM PERSAINGAN USAHA
PEMBATASAN PERJANJIAN LISENSI HAK ATAS KEKAYAAN INTELEKTUAL DALAM HUKUM PERSAINGAN USAHA
T E S I S
OLEH :
NAMA MHS. : DESLAELY PUTRANTI, XX XX. POKOK MHS. : 10912582
BKU : HUKUM BISNIS
PROGRAM MAGISTER ILMU HUKUM PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
2012
ii
PEMBATASAN PERJANJIAN LISENSI HAK ATAS KEKAYAAN INTELEKTUAL DALAM HUKUM PERSAINGAN USAHA
T E S I S
OLEH :
Nama Mhs. : DESLAELY PUTRANTI, SH
No. Pokok Mhs. : 10912582
BKU : HUKUM BISNIS
Telah diujikan dihadapan Xxx Xxxxuji dalam Ujian Akhir/Tesis dan dinyatakan LULUS pada hari Sabtu, 13 Oktober 2012
PROGRAM MAGISTER ILMU HUKUM PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
2012
iii
PEMBATASAN PERJANJIAN LISENSI HAK ATAS KEKAYAAN INTELEKTUAL DALAM HUKUM PERSAINGAN USAHA
Oleh :
Nama Mhs. : Deslaely Putranti, SH
No. Pokok Mhs. : 10912582
BKU : Hukum Bisnis
Telah diujikan dihadapan Xxx Xxxxuji dalam Ujian Akhir/Tesis dan dinyatakan LULUS pada Sabtu, 13 Oktober 2012
Program Magister (S-2) Ilmu Hukum
Pembimbing 1
Xx. Xxxx Xxxxxx, S.H., M.Hum Yogyakarta, ..........................
Pembimbing 2
Xxxx Xxxx Xxxxxxxx, S.H., M.Hum Yogyakarta, ...........................
Anggota Penguji
Xxxxxxx Xxxxxxxx, S.H., LL.M., M.Hum., Ph.D Yogyakarta, ...........................
Mengetahui
Ketua Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia
Dr. Ni’matul Huda, S.H., M.Hum.
iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
“Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantaramu dan orang- orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat”.
(QS Al-Mujaadilah :11)
“Lebih baik bermandi peluh di medan latihan daripada bermandi darah di medan tempur”
“You can never win over your ego. You can only control it for you to succeed”
Untuk kedua orang tuaku dan teman-teman yang telah mendukung selama studi S-2.
v
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum wr. wb.
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT Yang Maha Pengasih Lagi Penyayang yang telah memberikan rahmat dan hidayah, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul Pembatasan Perjanjian Lisensi Hak Atas Kekayaan Intelektual dalam Hukum Persaingan Usaha.
Penulis mendedikasikan tesis ini kepada Orang Tua penulis Xxxxx Xxx Xxxxxx, X.Xxx dan Ibu Sri Sugiarti, S.Pd beserta keluarga yang telah memberikan kesempatan dan dukungan dalam studi di Program Pascasarjana.
Terimakasih yang sebesar-besarnya penulis ucapkan kepada:
1. Bapak Xxxx. Xx. X. Xxx Xxxxxx Xxxxx, X.Xx. selaku Rektor Universitas Islam Indonesia
2. Xx. Xxxxx Xxxxxxxx, S.H., M.H. selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia
3. Ibu Dr. Ni’matul Huda, S.H., M.Hum. selaku Ketua Program Pascasarjana Fakultas Hukum Hukum Universitas Islam Indonesia
4. Xxx Xxxx Xxxxxx, S.H., M.Hum dan Xxxxx Xxxx Xxxx Xxxxxxxx, S.H., M.Hum selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu untuk membimbing dan memperbaiki tesis ini agar dapat selesai tepat waktu
5. Xxxxx Xxxxxxx Xxxxxxxx, S.H., LL.M., M.Hum., Ph.D selaku dosen Program Pascasarjana Fakultas Hukum Hukum Universitas Islam Indonesia yang telah banyak memberikan masukan dalam penulisan tesis ini
6. Seluruh dosen Program Magister (S-2) Ilmu Hukum Universitas Islam Indonesia yang telah memberikan banyak ilmu yang berguna bagi penulis
7. Seluruh staff karyawan Program Pascasarjana Fakultas Hukum Hukum Universitas Islam Indonesia yang telah membantu penulis dalam urusan administratif selama studi di kampus.
vi
8. Rekan-rekan BKU Hukum Bisnis angkatan 25, semoga silaturahmi kita tetap terjaga.
9. Rekan-rekan Program Magister (S-2) Ilmu Hukum Universitas Islam Indonesia angkatan 25.
10. Teman-temanku Xxxx Xxxxxxxxx, SH., MH, Xxxx Xxxxxxxx Xxxxx, SH, Xxxxx Xxxxxxx pratiwi, SH, Xxxxxx Xxxxxxxx YR, SH dan Xxxxxx Xxxxxxx, yang selalu memberikan semangat.
Semoga tesis ini dapat berguna dalam khasanah keilmuan. Tak lupa penulis memohon maaf atas segala kekurangan dalam penulisan tesis ini. Xxxxx dan kritik penulis harapkan sebagai bahan introspeksi agar penulis dapat melahirkan karya yang lebih baik lagi.
Wassalamualaikum wr. wb.
Yogyakarta, 10 November 2012
Deslaely Putranti
vii
ABSTRAK
Perjanjian Lisensi atas Hak Kekayaan Intelektual menimbulkan hak eksklusif berupa monopoli terhadap Hak Kekayaan Intelektual. Hak eksklusif tersebut banyak disalahgunakan oleh pemegang atau pemilik hak kekayaan intelektual untuk menentukan perjanjian lisensi yang melanggar asas-asas persaingan usaha. Permasalahan yang diteliti adalah bagaimana pengaturan pembatasan lisensi dala Pasal 50 huruf b Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 dan bagaimana seharusnya pembatasan lisensi diatur di dalam ketentuan hukum di Indonesia. Penelitian ini merupakan penelitian normatif yuridis yang menjadikan studi pustaka menjadi tumpuan utama. Bahan hukum yang digunakan adalah bahan hukum primer yang meliputi Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan peraturan perundang- undangan terkait. Bahan hukum sekunder berupa buku-buku literatur, jurnal, dan artikel digunakan untuk menjelaskan hukum primer. Hasil penelitian menemukan bahwa: (1) Pengaturan pembatasan lisensi di dalam Pasal 50 huruf b Undang- Undang No 5 Tahun 1999 sudah tepat hanya saja pasal tersebut membatasi keberadaan hak kekayaan intelektual yang mungkin muncul di masa yang akan datang. dan (2) Seharusnya pengaturan pembatasan lisensi di Indonesia diatur oleh Undang-Undang No 5 Tahun 1999 dan undang-undang terkait hak kekayaan intelektual secara berkesinambungan sehingga pelaksanaan pembatasan perjanjian lisensi menjadi maksimal.
Kata Kunci: Perjanjian Lisensi, Hak Kekayaan Intelektual, Hukum Persaingan Usaha
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL Error! Bookmark not defined.
HALAMAN PENGESAHAN Error! Bookmark not defined.
MOTTO DAN PERSEMBAHAN iv
KATA PENGANTAR v
ABSTRAK vii
DAFTAR ISI viii
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang Masalah 1
B. Rumusan Masalah 8
C. Tujuan Penelitian… 8
D. Kajian Pustaka… 8
E. Metode Penelitian… 13
F. Sistimatika Penulisan 16
BAB II ASPEK HUKUM PERSAINGAN USAHA DAN PERJANJIAN
LISENSI. 17
A. Hukum Persaingan Usaha. 17
B. Perjanjian Lisensi. 25
C. Pembatasan Lisensi di Uni Eropa dan Amerika 43
1. Pembatasan Lisensi di Uni Eropa. 43
2. Pembatasan Lisensi di Amerika Serikat 50
ix
D. Pembatasan Lisensi di Indonesia. 57
BAB III PEMBATASAN PERJANJIAN LISENSI HAK ATAS KEKAYAAN INTELEKTUAL DALAM HUKUM PERSAINGAN USAHA. 62
A. Pengaturan Pembatasan Perjanjian Lisensi dalam Pasal 50 huruf b Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 62
B. Pembatasan terhadap Perjanjian Lisensi di Indonesia. 70
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. 84
A. Kesimpulan 84
B. Saran 85
DAFTAR PUSTAKA… 86
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pasal 50 huruf b Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (Undang-Undang No. 5 Tahun 1999) mengecualikan perjanjian terkait hak atas kekayaan intelektual (HKI) dari berlakunya Undang-Undang ini. Pasal tersebut menyatakan bahwa:
“Yang dikecualikan dari ketentuan undang-undang ini adalah:
b. perjanjian yang berkaitan dengan hak atas kekayaan intelektual seperti lisensi, paten, merek dagang, hak cipta, desain produk industri, rangkaian elektronik terpadu, dan rahasia dagang, serta perjanjian yang berkaitan dengan waralaba.”
Akan tetapi, penormaan di dalam pasal tersebut kurang tepat. Di dalam pasal tersebut menyatakan bahwa “Perjanjian yang berkaitan dengan hak atas kekayaan intelektual seperti lisensi, paten, merek dagang, hak cipta, desain produk industri, rangkaian elektronik terpadu, dan rahasia dagang, serta perjanjian yang berkaitan dengan waralaba.” Penormaan dalam pasal ini membatasi keberadaan hak kekayaan intelektual lainnya seperti Perlindungan Varietas Tanaman. Oleh karena itu penormaan pasal ini seharusnya berbunyi “Perjanjian yang berkaitan dengan hak atas kekayaan intelektual” agar tidak membatasi keberadaan hak kekayaan lain yang akan muncul di masa yang akan datang
Hal yang harus diingat, bahwa lisensi bukanlah termasuk dalam hak atas kekayaan intelektual. Ini dapat dilihat dari pengertian lisensi menurut Black’s Law Dictionary, yaitu:1
1Xxxxx Xxxxxxxx Xxxxx, Black Law Dictionary, St. Xxxx Xxxx, West Publishing, Co., 1991, hlm. 634.
“A personal privilege to do some particular act or series of acts on land without possessing any estate or interest therein, and is at the will of the licensor and is not assignable. The permission by competent authority to do an act which, without such permission would be illegal, a trespass, a tort, or otherwise not allow able.”
Terjemahan dari pengertian lisensi itu adalah hak istimewa yang dimiliki oleh seseorang untuk melakukan tindakan tertentu atau serangkaian kegiatan dan hak tersebut melekat pada pemberi lisensi dan tidak dapat dialihkan. Izin atas hak istimewa tersebut dapat diberikan oleh pihak yang berwenang kepada pihak lain untuk dapat melakukan kegiatan, yang tanpa izin tersebut maka kegiatan tersebut akan menjadi terlarang, atau tidak sah, atau melawan hukum.
Dapat pula ditafsirkan bahwa, Pasal 50 huruf b Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 memberikan batasan terhadap perjanjian yang dikategorikan sebagai perjanjian terkait hak atas kekayaan intelektual. Namun penyebutan nama atau jenis hak atas kekayaan intelektual tidak sesuai dengan peraturan
perundang-undangan di bidang hak atas kekayaan intelektual. Misalnya istilah “desain produk industri.” Apakah yang dimaksud dengan istilah itu adalah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri? Selanjutnya istilah “rangkaian elektronik terpadu.” Apakah yang dimaksud dengan istilah itu adalah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu?
Sebagai hak yang dilindungi oleh undang-undang, hak atas kekayaan intelektual (HKI) memberikan jaminan kepada pemegang hak sebuah hak eksklusif untuk memonopoli karya atau ciptaannya. Dalam HKI terdapat karakteristik khusus yang berupa hak monopoli atas kreatifitas yang inovatif dan kreatif. Hak monopoli artinya pihak yang memegang HKI diberikan beberapa kekuasaan, yakni:2
1. HAK UNTUK MENGGUNAKAN SENDIRI ATAS HKI. MENGGUNAKAN HKI DAPAT DIMAKNAI MEMPRODUKSI, MENDISTRIBUSI, MENGEKSPOR, MEMPERBANYAK ATAU
2Muh. Arief, “Membangun Bisnis yang Berorientasi HKI: Solusi Menghadapi Krisis Keuangan Global”, 17 April 2011, dalam xxxx://xxxxxxxx.xxx.xx.xx/xxxxxxx/xxxxxxx/xxxxxxxxx-xxxxxx-xxxx-xxxxxxxxxxxx-xxx-xx lusi-menghadapi-krisis-keuangan-global.html , diakses 10 Januari 2012.
MENGUMUMKAN SENDIRI.
MEMBERIKAN LISENSI DAN MENGALIHKAN HKI KEPADA PIHAK LAIN BERDASARKAN PERJANJIAN PEMBERIAN HAK UNTUK MENIKMATI MANFAAT EKONOMI DARI SUATU HKI YANG DIBERIKAN PERLINDUNGAN DALAM JANGKA WAKTU DAN SYARAT TERTENTU. KEMUDIAN DALAM HAL MENGALIHKAN HKI MENGANDUNG ARTI TIDAK BERLANDASKAN PADA IZIN DALAM JANGKA WAKTU TERTENTU. ATINYA PEMEGANG HKI TELAH MENGALIHKAN HKINYA KEPADA PIHAK LAIN DALAM SEKALI PERBUATAN HUKUM. PERBUATAN HUKUMNYA BERUPA; PERJANJIAN YANG DIBENARKAN MENURUT KETENTUAN
PERUNDANG-UNDANGAN YANG BERLAKU, HIBAH, WASIAT, WARISAN, DAN JUAL BELI.
HAK UNTUK MELARANG ORANG LAIN ATAU BADAN HUKUM MENGGUNAKAN HKI TERSEBUT.
HAK MONOPOLI YANG MELEKAT PADA PEMEGANG HAK ATAS KEKAYAAN INTELEKTUAL MEMBERIKAN KEKUASAAN UNTUK EKSPLOITASI BAGI PEMEGANG HAK ATAS KEKAYAAN INTELEKTUAL TERSEBUT. ISI DARI HAK EKSKLUSIF YANG DIMILIKI OLEH PEMEGANG HAK ATAS KEKAYAAN INTELEKTUAL INI BERBEDA-BEDA ANTARA SATU HAK DENGAN HAK YANG LAINNYA. DALAM LINGKUP HAK CIPTA, KONTEKS MENGEKSPLOITASI ADALAH HAK EKSKLUSIF UNTUK MEMPERBANYAK DAN MENGUMUMKAN. DALAM LINGKUP HAK PATEN, KONTEKSNYA ADALAH MELAKSANAKAN YANG MELIPUTI KEGIATAN SEPERTI MEMBUAT, MENGGUNAKAN, MENJUAL, MENGIMPOR, MENYEWAKAN, MENYERAHKAN, DAN MENYEDIAKAN UNTUK DIJUAL. DALAM LINGKUP HAK ATAS MEREK, KONTEKSNYA ADALAH MENGGUNAKAN. DALAM LINGKUP HAK DESAIN INDUSTRI,
KONTEKSNYA ADALAH MELARANG YANG MELIPUTI KEGIATAN SEPERTI MEMBUAT, MEMAKAI, MENJUAL, MENGIMPOR, MENGEKSPOR, DAN MENGEDARKAN. DALAM LINGKUP HAK DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU, KONTEKSNYA ADALAH MELAKSANAKAN.3
DI NEGARA-NEGARA UNI EROPA, DI DALAM EUROPEAN COMMUNITY TREATY (PERJANJIAN MASYARAKAT UNI-EROPA) TERDAPAT PASAL 81 DAN 82 YANG MENGATUR MENGENAI DASAR-DASAR PENGATURAN PERSAINGAN USAHA,YANG DI DALAMNYA DIATUR PULA MENGENAI PERJANJIAN YANG BERKAITAN DENGAN KEKAYAAN INTELEKTUAL. DALAM KETENTUAN ITU DIATUR MENGENAI LISENSI TERKAIT MEREK, HAK CIPTA, PATEN, DAN PENGEMBANGAN VARIETAS TANAMAN. KETENTUAN INI MEMBERIKAN PENGATURAN YANG JELAS DAN TEGAS MENGENAI EKSPLOITASI DAN PEMANFAATAN ATAS HAK ATAS KEKAYAAN INTELEKTUAL MELALUI LISENSI. PEMBATASAN EKSPLOITASI TERKAIT HAK ATAS KEKAYAAN INTELEKTUAL DIWUJUDKAN DENGAN ADANYA ATURAN YANG DISEBUT „EXHAUSTION PRINCIPLE’, YAKNI PENGATURAN MENGENAI KEBEBASAN PERGERAKAN
BARANG (FREE MOVEMENT OF GOODS).4Secara umum, di bawah doktrin exhaustion, pemilik dari hak atas kekayaan intelektual dilarang oleh hukum untuk menggunakan haknya dalam mencegah impor produk yang telah dijual oleh dirinya sendiri, perusahaan terafiliasi, atau licensee di luar negara-negaraanggota Kawasan Ekonomi Eropa (European Economic Area).5Tujuan dari aturan
tersebut adalah untuk mencegah pemilik hak atas kekayaan intelektual “dari diperbolehkannya untuk memisahkan pasar nasional dan dari hal yang mengakibatkan perbedaan harga yang mungkin ada diantara Negara-negara anggota.”6
DI AMERIKA, TERDAPAT PEDOMAN MENGENAI HUKUM
3Lihat Peraturan KPPU Nomor 2 Tahun 2009 tentang Pedoman Pengecualian Penerapan Undang-Undang No. 5 Tahun 1999.
4Xxx Xxxxx and Xxxxxx, Competition Law of the European Community, Fourth Edition, Holland: Kluwer Law International, 2005, hlm. 588.
5IBID., HLM. 591.
6IBID.
PERSAINGAN USAHA YANG TERKAIT DENGAN LISENSI ATAS HAK ATAS KEKAYAAN INTELEKTUAL, YAKNI DI DALAM U.S. DEPARTMENT OF JUSTICE AND FEDERAL TRADE COMMISSION: ANTITRUST GUIDELINES FOR THE LICENSING OF INTELLECTUAL PROPERTY (PEDOMAN PERSAINGAN USAHA UNTUK LISENSI PADA HAK ATAS KEKAYAAN INTELEKTUAL). DIDALAMNYA MENGATUR MENGENAI LISENSI DI DALAM HUKUM PERSAINGAN USAHA, TERUTAMA YANG TERKAIT DENGAN PATEN, HAK CIPTA, RAHASIA DAGANG, DAN KNOW-HOW. DI DALAM PEDOMAN TERSEBUT TIDAK DIATUR MENGENAI PERLINDUNGAN PERSAINGAN USAHA TERKAIT MEREK, MESKIPUN PRINSIP UMUM PERSAINGAN USAHA JUGA DIBERLAKUKAN DIDALAM MEREK. NAMUN PEDOMAN TERSEBUT LEBIH MENEKANKAN PADA TRANSFER TEKNOLOGI DAN INOVASI YANG ERAT KAITANNYA DENGAN PATEN, HAK CIPTA, RAHASIA DAGANG DAN PERJANJIAN KNOW-HOW.7
PADA NEGARA-NEGARA EROPA DAN AMERIKA, HUKUM PERSAINGAN USAHA TELAH MENGATUR SECARA TERPERINCI MENGENAI LISENSI ATAS HAK ATAS KEKAYAAN INTELEKTUAL DIDALAM BAB TERSENDIRI. BERBEDA DENGAN HUKUM PERSAINGAN USAHA DI INDONESIA YANG DI DALAM
UNDANG-UNDANGNYA HANYA MEMBERIKAN ATURAN DASAR MENGENAI KETENTUAN LISENSI ATAS ATAS HAK ATAS KEKAYAAN INTELEKTUAL YANG TIDAK DIPERJELAS MELALUI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG LAIN.
UNDANG-UNDANG NO. 5 TAHUN 1999 MEMBERIKAN TUGAS KEPADA KPPU UNTUK MENYUSUN PEDOMAN DAN ATAU PUBLIKASI YANG
7William C. Xxxxxx and Dawn E. Xxxxxx, Antitrust Law Sourcebook for United States and Europe 2005 Edition, St. Xxxx Xxxxxxxxx: Xxxxxxx Xxxx, 2005, hlm. 1 I-265.
di dalam merriam-xxxxxxx, KNOW-HOW diartikan sebagai pengetahuan mengenai bagaimana melakukan sesuatu secara baik dan efisien, atau keahlian. pada sumber lain KNOW-HOWdiartikan sebagaiEXPERT SKILL (keahlian), yang berada diluar wilayah publik, yang dapat berupa hal yang terlihat, (seperti cetak biru, formula, petunjuk, pola, spesifikasi, dan rahasia dagang) atau yang tak terlihat (seperti kegiatan industri, konsep penjualan, kontrol atas kualitas, dan teknik pengetesan) yang bukan merupakan pengetahuan yang umum diketahui orang. pada perjanjian alih teknologi, KNOW-HOW merupakan faktor yang paling berharga dan memiliki jangka waktu yang tidak terbatas. di dalam hukum, KNOW-HOW dapat diartikan sebagai “semua informasi industri dan teknik yang mungkin untuk membantu di dalam produksi atau memproses barang atau bahan”. dalam beberapa tahun terakhir, KNOW-HOW telah menjadi hal yang dianggap sebagai faktor dari produksi yang melekat pada dirinya sendiri, yang membedakannya dengan tenaga kerja. dalam XXXX://XXX.XXXXXXXXXXXXXXXXXX.XXX/XXXXXXXXXX/XXXX-XXX.X TML, diakses 1 september 2012.
BERKAITAN DENGAN UNDANG-UNDANG NO. 5 TAHUN 1999 YAKNI DI DALAM PASAL 35 HURUF F. PEMBAHASAN MENGENAI PEMBATASAN LISENSI DI INDONESIA TIDAK DITUANGKAN DI DALAM
UNDANG-UNDANG, MELAINKAN DI DALAM PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA (KPPU), YAITU DI DALAM PERATURAN KPPU NO. 2 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PENGECUALIAN PENERAPAN UNDANG-UNDANG NO. 5 TAHUN 1999 (SELANJUTNYA DISEBUT PEDOMAN KPPU NO. 02 TAHUN 1999).
PEDOMAN KPPU TERSEBUT MENGATUR MENGENAI PENGECUALIAN HAK EKSKLUSIF YANG DIMILIKI OLEH PEMEGANG HKI. HAK EKSKLUSIF YANG DIATUR DI DALAM PEDOMAN KPPU NO. 02 TAHUN 1999 ADALAH HAK TERKAIT PERJANJIAN YANG BERKAITAN DENGAN HAK ATAS KEKAYAAN INTELEKTUAL.
DI DALAM PEDOMAN TERSEBUT DIATUR MENGENAI PEMBATASAN DAN PERSYARATAN TERKAIT PERJANJIAN LISENSI YANG DILAKUKAN OLEH PEMEGANG HAK ATAS KEKAYAAN INTELEKTUAL. PEMBATASAN TERSEBUT DIANGGAP PERLU, AGAR DI DALAM PELAKSANAAN PERJANJIAN LISENSI YANG DILAKUKAN OLEH PELAKU USAHA TIDAK MENGAKIBATKAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PRAKTEK PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT YANG PADA
AKHIRNYA MERUGIKAN MASYARAKAT.8 Dengan demikian, dalam kaitannya dengan persaingan usaha, agar HKI tidak disalahgunakan oleh pemegang hak, yang disebabkan oleh pemegang HKI yang merasa menguasai atas hak atas kekayaan intelektual yang dimilikinya secara mutlak, maka pembatasan eksklusivitas atas lisensi HKI ini perlu diatur. Karena, masalah ini tidak diatur di dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1999, maka pemegang HKI dapat secara bebas mengeksploitasi ciptaan ataupun karyanya tersebut. Untuk itulah, eksklusivitas atas lisensi HKI perlu dibatasi.
SEBAGAI CONTOH, PADA TAHUN 1970, XXXXX XXXXXX, ANGGOTA DIVISI ANTI MONOPOLI DARI DEPARTEMEN KEHAKIMAN INGGRIS MENGUMUMKAN DALAM PIDATONYA DAFTAR PENGAWASAN YANG TERDIRI DARI SEMBILAN PRAKTEK KEGIATAN LISENSI YANG DIANGGAP SEBAGAI HAMBATAN ANTI PERSAINGAN DI DALAM
PERDAGANGAN PADA PERJANJIAN LISENSI.9 Daftar ini dikenal sebagai doktrin “Nine No-No’s” yang berisi tentang sembilan daftar lisensi yang dilarang karena para pemegang hak atas kekayaan intelektual khususnya paten pada masa itu melakukannya untuk mendapatkan kontrol atas kemajuan inovasi mereka, untuk menentukan harga jual kembali terhadap produk mereka yang dipatenkan,
8Lihat Peraturan KPPU Nomor 2 Tahun 2009 tentang Pedoman Pengecualian Penerapan Undang-Undang No. 5 Tahun 1999.
9 Xxxxxxx Xxxxxxx and Xxxx Xxxxxxx, Antitrust Issue in the Licensing of Intellectual Property: the Nine No-No’s Meet the Nineties, Xxxxxxxx Papers: Microeconomics 1997, hlm. 284.
atau untuk terlibat di dalam pembagian pasar.10
B. RUMUSAN MASALAH
BERDASARKAN URAIAN PADA LATAR BELAKANG MASALAH, MAKA RUMUSAN MASALAH DALAM PENELITIAN INI ADALAH:
1. BAGAIMANA PENGATURAN TENTANG PEMBATASAN LISENSI DALAM PASAL 50 HURUF B UNDANG-UNDANG NO. 5 TAHUN 1999?
BAGAIMANA SEHARUSNYA PEMBATASAN LISENSI DIATUR DI DALAM KETENTUAN HUKUM DI INDONESIA?
C. TUJUAN PENELITIAN
TUJUAN PENELITIAN INI ADALAH:
1. UNTUK MENELITI DAN MEMAHAMI PENGATURAN TENTANG PEMBATASAN LISENSI DALAM PASAL 50 HURUF B UNDANG-UNDANG NO. 5 TAHUN 1999.
UNTUK MENELITI DAN MEMAHAMI PEMBATASAN LISENSI YANG SEHARUSNYA DIATUR DI DALAM KETENTUAN HUKUM DI INDONESIA.
D. KAJIAN PUSTAKA
PADA DASARNYA, HAK DAPAT DIBAGI MENJADI DUA, YAKNI:
1. HAK DASAR (ASASI) YANG MERUPAKAN HAK MUTLAK YANG TIDAK DAPAT DIGANGGU GUGAT, CONTOHNYA HAK HIDUP, HAK UNTUK MENDAPAT KEADILAN, DAN LAINNYA.
10IBID., HLM. 285.
HAK AMANAT ATURAN ATAU PERATURAN
PERUNDANG-UNDANGAN, YAITU HAK KARENA DIBERIKAN ATAU DIATUR OLEH MASYARAKAT MELALUI PERATURANPERUNDANGAN-UNDANGAN. DI INDONESIA HAK ATAS KEKAYAAN INTELEKTUAL (HKI) MERUPAKAN HAK AMANAT ATURAN, SEHINGGA HKI MERUPAKAN HAK PEMBERIAN DARI UMUM (PUBLIK) YANG DIJAMIN OLEH UNDANG-UNDANG.11
DI DALAM KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA (KUHPERDATA) TERDAPAT KETENTUAN MENGENAI HAK ATAS BENDA, YAKNI DALAM PASAL 503 DAN 504. BENDA DIBAGI MENJADI DUA JENIS, YAKNI:12
1. BENDA BERGERAK, YANG DIBAGI MENJADI DUA JENIS YAITU:
A. BENDA BERWUJUD, MISALNYA MOBIL, MESIN, PESAWAT.
XXXXX TIDAK BERWUJUD, MISALNYA HAK ATAS KEKAYAAN INTELEKTUAL DAN PIUTANG.
2. BENDA TAK BERGERAK.
HAL INI MENYEBABKAN HAK ATAS KEKAYAAN INTELEKTUAL JUGA DIPANDANG SEBAGAI HAK YANG HARUS DILINDUNGI OLEH UNDANG-UNDANG. DI SAMPING ITU, TERDAPAT CIRI KHUSUS DI DALAM HAK ATAS KEKAYAAN INTELEKTUAL, YAKNI BAHWA KEKAYAAN INTELEKTUAL MERUPAKAN SUATU BENTUK
11 Xxxx Xxxxx, “Perkembangan HAKI di Indonesia”,
xxxx://xxxxxxxxxx0.xxxxxxxxx.xxx/0000/00/00/xxxxxxxxxxxx-xxxx/xxxxxxx 17
Desember 2011.
12Lihat Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
KEKAYAAN, MESKIPUN BENTUKNYA TIDAK BERWUJUD.13
HAK ATAS KEKAYAAN INTELEKTUAL MERUPAKAN HAK YANG BERASAL DARI DARI HASIL KEGIATAN KREATIF SUATU KEMAMPUAN DAYA PIKIR MANUSIA YANG DIEKSPRESIKAN KEPADA KHALAYAK UMUM DALAM BERBAGAI BENTUKNYA, YANG MEMILIKI MANFAAT SERTA BERGUNA DALAM MENUNJANG KEHIDUPAN MANUSIA, YANG MEMPUNYAI NILAI EKONOMI. BENTUK NYATA DARI KEMAMPUAN KARYA INTELEKTUAL TERSEBUT DAPAT DI BIDANG TEKNOLOGI, ILMU PENGETAHUAN, MAUPUN SENI DAN
SASTRA.14 Atas hasil kreasi tersebut, dalam masyarakat beradab diakui bahwa yang menciptakan boleh menguasai untuk tujuan yang menguntungkannya. Kreasi sebagai milik berdasarkan postulat hak milik dalam arti seluas-luasnya yang juga meliputi milik yang tak berwujud.15
HAK ATAS KEKAYAAN INTELEKTUAL INI DIBERIKAN SEBAGAI BENTUK DARI PENGHARGAAN TERHADAP MANUSIA TERHADAP KARYA CIPTAANNYA. MENURUT WORLD INTELLECTUAL PROPERTY ORGANIZATION (WIPO) KEKAYAAN INTELEKTUAL MERUJUK PADA HASIL KREASI PIKIRAN SEPERTI : TEMUAN, KARYA SENI DAN
hlm. 41.
13Eddy Damian,Hukum Hak Cipta, cetakan kedua, Bandung, Penerbit Alumni, 2002,
14 Xxxxxxxx Xxxxxxx dan R Xxxxxxxxxxxx, Hak Milik Intelektual (Teori dan
Prakteknya di Indonesia), Bandung, Citra Xxxxxx Xxxxx, 1993, hlm. 16.
15IBID., HLM. 16-17.
SASTRA, DAN SIMBOL-SIMBOL, NAMA, GAMBAR, DAN DESAIN YANG DIGUNAKAN DI DALAM PERDAGANGAN.16
HAK ATAS KEKAYAAN INTELEKTUAL SECARA KONSEPTUAL MEMILIKI BEBERAPA BAGIAN DIANTARANYA, HAK CIPTA, HAK ATAS MEREK, HAK ATAS PATEN, HAK ATAS DESAIN INDUSTRI, HAK ATAS RAHASIA DAGANG DAN BEBERAPA BAGIAN HKI LAINNYA.17
Bagian-bagian HKI ini merupakan jabaran dari HKI sebagai hak yang umum. Semua bagian hak khusus tadi diberikan hak monopoli.
UNTUK MEMPEROLEH HAK MONOPOLI DI DALAM HKI DIXXXXKAN DENGAN DUA CARA, YAKNI:18
1. HAK MONOPOLI ITU DIBERIKAN OLEH NEGARA.
HAK MONOPOLI TERSEBUT DIBERIKAN OLEH UNDANG-UNDANG.
HAK KHUSUS YANG ADA MONOPOLINYA DAN DIBERIKAN OLEH NEGARA MELIPUTI PADA HAK ATAS MEREK, HAK ATAS PATEN, DAN HAK ATAS DESAIN INDUSTRI, SEDANGKAN HAK KHUSUS YANG ADA MONOPOLINYA DAN DIBERIKAN OLEH UNDANG-UNDANG MELIPUTI HAK CIPTA DAN HAK ATAS RAHASIA DAGANG.
DI DALAM WIPO HAK ATAS KEKAYAAN INTELEKTUAL DIBAGI MENJADI DUA, YAKNI;
16 xxxx://xxx.xxxx.xxx/xxxxx-xx/xx/ “Intellectual Property Rights” diakses 17 Desember 2011.
17xxxx://xxxxxxxx.xxx.xx.xx/xxxxxxxxxx/xxxxxxxxxx/xxxxxxx-xxx-xxxx-xxx-xxxx.xx ml “Istilah HKI dan HAKI” diakses 7 Januari 2012.
18Ibid.
1. KEKAYAAN INDUSTRI (INDUSTRIAL PROPERTY) YANG MELIPUTI PATEN, MEREK, DESAIN INDUSTRI, DAN INDIKASI GEOGRAFIS
HAK CIPTA, YANG MELIPUTI KARYA SASTRA DAN SENI SEPERTI NOVEL, PUISI, FILM, KARYA MUSIK, SENI RUPA SEPERTI GAMBAR, LUKISAN, FOTOGRAFI, DAN PAHATAN, DAN DESAIN ARSITEKTUR.
BERDASARKAN HAL TERSEBUT DIATAS, MAKA DAPAT DISIMPULKAN BAHWA HAK ATAS KEKAYAAN INTELEKTUAL BUKAN SEMATA-MATA UNTUK MENGHORMATI DAN MENGHARGAI PADA PENCIPTA ATAU PEMILIK HAK ATAS KEKAYAAN INTELEKTUAL, NAMUN KARENA ADANYA PEMANFAATAN EKONOMI YANG DAPAT DIAMBIL DARI HAK ATAS KEKAYAAN INTELEKTUAL TERSEBUT. OLEH KARENA ITU, PERAN HUKUM DIPERLUKAN UNTUK MELINDUNGI HAK ATAS KEKAYAAN INTELEKTUAL TERSEBUT. KHUSUSNYA DI DALAM PRAKTEKNYA DI DUNIA EKONOMI, HUKUM PERSAINGAN USAHA SANGAT ERAT KAITANNYA DENGAN HAK ATAS KEKAYAAN INTELEKTUAL, KARENA HUKUM PERSAINGAN USAHA DAPAT MEMBERI BATASAN-BATASAN TERHADAP PEMEGANG ATAU PEMILIK HAK ATAS KEKAYAAN INTELEKTUAL YANG DAPAT MENIMBULKAN ADANYA PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT.
PERJANJIAN LISENSI INILAH YANG BERSINGGUNGAN DENGAN HUKUM PERSAINGAN USAHA, YANG DI INDONESIA DITUANGKAN DI DALAM PASAL 50 HURUF B UNDANG-UNDANG NO. 5 TAHUN 1999.19
19 Lihat Peraturan KPPU Nomor 02 Tahun 2009 tentang Pedoman Pengecualian Penerapan Undang-Undang No. 5 Tahun 1999.
Di dalam penjelasan terhadap Pasal 50 huruf b Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 disebutkan bahwa perjanjian lisensi HKI tidak secara otomatis adalah tindakan monopoli. Perjanjian lisensi HKI dikategorikan sebagai praktek monopoli dan anti persaingan apabila terdapat penguasaan pasar atas produk atau jasa yang dilakukan oleh perjanjian lisensi HKI.20
TERKAIT PERJANJIAN LISENSI INI, TERDAPAT DOKTRIN YANG DIKENAL DENGAN SEBUTAN “NINE NO-NO’S” YANG BERISI SEMBILAN DAFTAR PRAKTEK LISENSI YANG DIAWASI, YAKNI:21
1. ROYALTI YANG TIDAK MASUK AKAL TERKAIT PENJUALAN PRODUK YANG DIPATENKAN.
PEMBATASAN PADA PERDAGANGAN PENERIMA LISENSI DILUAR CAKUPAN PATEN (TIE-OUTS)
MEWAJIBKAN KEPADA PENERIMA LISENSI UNTUK MEMBELI PRODUK YANG TIDAK DIPATENKAN DARI PEMBERI LISENSI (TIE-INS)
PAKET WAJIB LISENSI (MANDATORY PACKAGE LICENSING) MEWAJIBKAN PENERIMA LISENSI UNTUK MENETAPKAN KEPADA PEMEGANG PATEN, PATEN YANG AKAN DIBERIKAN KEPADA LICENSEE SETELAH PERJANJIAN LISENSI DILAKSANAKAN (EXCLUSIVE GRANTBACKS)
HAK VETO PENERIMA LISENSI TERHADAP PEMBERIAN LISENSI SELANJUTNYA.
PEMBATASAN PADA PENJUALAN PRODUK YANG TIDAK DIPATENKAN YANG DIBUAT BERSAMA DENGAN PRODUK YANG DIPATENKAN.
PEMBATASAN PASCA-PENJUALAN PADA PENJUALAN KEMBALI, DAN
MENETAPKAN HARGA MINIMUM PADA PENJUALAN KEMBALI PRODUK PATEN.
SEMBILAN DAFTAR PERJANJIAN LISENSI INI DIAWASI DENGAN TUJUAN MENCEGAH ADANYA PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT YANG DILAKUKAN OLEH PELAKU USAHA.
DISAMPING ITU UNTUK MENENTUKAN APAKAH SUATU
20IBID.
21Xxxxxxx Xxxxxxx and Xxxx Xxxxxxx, op. cit.,hlm. 285.
PERJANJIAN LISENSI TERMASUK DALAM PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT DAPAT DILIHAT APAKAH DI DALAM PERJANJIAN LISENSI TERDAPAT KLAUSUL MENGENAI KESEPAKATAN EKSKLUSIF (EXCLUSIVE DEALING), DIANTARANYA:22
1. PENGHIMPUNAN LISENSI (POOLING LICENSING) DAN LISENSI SILANG (CROSS LICENSING)
PENGIKATAN PRODUK (TYING ARRANGEMENT) PEMBATASAN DALAM BAHAN BAKU PEMBATASAN DALAM PRODUKSI DAN PENJUALAN
PEMBATASAN DALAM HARGA PENJUALAN DAN HARGA JUAL KEMBALI
LISENSI KEMBALI (GRANT BACK)
E. METODE PENELITIAN
1. METODE PENELITIAN YANG AKAN DIGUNAKAN DALAM PENULISAN TESIS INI ADALAH METODE PENELITIAN NORMATIF DENGAN MENGGUNAKAN BAHAN HUKUM YANG MELIPUTI:
A. BAHAN HUKUM PRIMER, YAITU BAHAN-BAHAN HUKUM YANG MENGIKAT DAN TERDIRI DARI NORMA-NORMA HUKUM ATAU KAIDAH DASAR, PERATURAN DASAR, PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN, BAHAN HUKUM YANG TIDAK TERKODIFIKASI, YURISPRUDENSI DAN BAHAN HUKUM YANG LAIN YANG MASIH BERLAKU SEBAGAI BAHAN HUKUM POSITIF.BAHAN HUKUM PRIMER YANG DIGUNAKAN DALAM PENELITIAN INI ANTARA LAIN:
1) KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA
22 Lihat Peraturan KPPU Nomor 02 Tahun 2009 tentang Pedoman Pengecualian Penerapan Undang-Undang No. 5 Tahun 1999.
(KUHPERDATA),
UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN MONOPOLI DAN PERSAINGAN TIDAK SEHAT, UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 2002 TENTANG HAK CIPTA,
UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN, UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK DAGANG,
UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2000 TENTANG RAHASIA DAGANG,
UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI,
UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU, DAN
PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR 02 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PENGECUALIAN
PENERAPAN UNDANG-UNDANG NO. 5 TAHUN 1999.
B. BAHAN HUKUM SEKUNDER, YAITU BAHAN HUKUM YANG DAPAT MENJELASKAN MENGENAI HUKUM PRIMER. MISALNYA RANCANGAN UNDANG-UNDANG, HASIL-HASIL PENELITIAN DARI HASIL KARYA-KARYA KALANGAN HUKUM, TESIS, MAKALAH-MAKALAH, ARTIKEL-ARTIKEL, MAJALAH ATAU SURAT KABAR, DAN JURNAL YANG BERKAITAN DENGAN PENELITIAN INI.
C. BAHAN HUKUM TERSIER
BAHAN HUKUM TERSIER ADALAH BAHAN-BAHAN YANG DAPAT MEMPERJELAS SUATU PERSOALAN ATAU SUATU ISTILAH YANG DITEMUKAN PADA BAHAN-BAHAN HUKUM PRIMER DAN SEUNDER, YANG TERDIRI DARI:
1) KAMUS-KAMUS HUKUM KAMUS BAHASA.
2. METODE PENDEKATAN. METODE PENDEKATAN YANG DIGUNAKAN ADALAH PENDEKATAN YURIDIS NORMATIF, YANG MENGKAJI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DAN PEDOMAN KPPU DENGAN TETAP MENGARAH PADA PERMASALAHAN YANG ADA.
TEKNIK PENGUMPULAN BAHAN HUKUM
A. TEKNIK PENGUMPULAN BAHAN HUKUM TERHADAP BAHAN-BAHAN HUKUM PRIMER, DILAKUKAN DENGAN CARA MENGINVENTARISASI, MEMPELAJARI, DAN MENCATAT KE DALAM KARTU PENELITIAN TENTANG ASAS-ASAS DAN NORMA HUKUM YANG MENJADI FOKUS PERMASALAHAN ATAUPUN YANG DAPAT DIJADIKAN ALAT ANALISIS PADA MASALAH PENELITIAN
TEKNIK PENGUMPULAN BAHAN HUKUM TERHADAP BAHAN-BAHAN HUKUM SEKUNDER DILAKUKAN DENGAN CARA MENELUSURI LITERATUR-LITERATUR ILMU HUKUM
ATAUPUN HASIL-HASIL PENELITIAN HUKUM YANG RELEVAN DENGAN MASALAH PENELITIAN
TEKNIK PENGUMPULAN BAHAN HUKUM TERHADAP
BAHAN-BAHAN HUKUM TERSIER DILAKUKAN DENGAN CARA MENELUSURI KAMUS-KAMUS HUKUM, KAMUS BAHASA DAN DOKUMEN TERTULIS LAINNYA YANG DAPAT MEMPERJELAS SUAUTU PERSOALAN ATAU ISTILAH YANG DITEMUKAN PADA BAHAN-BAHAN HUKUM PRIMER DAN SEKUNDER.
3. ANALISIS BAHAN HUKUM. PADA PENELITIAN NORMATIF INI, PENGOLAHAN BAHAN HUKUM HANYA DITUJUKAN PADA ANALISIS BAHAN HUKUM SECARA DESKRIPTIF KUALITATIF, DIMANA MATERI ATAU BAHAN-BAHAN HUKUM TERSEBUT UNTUK SELANJUTNYA AKAN
DIPELAJARI DAN DIANALISIS MUATANNYA, SEHINGGA DAPAT DIKETAHUI TARAF SINKRONISASINYA, KELAYAKAN NORMA,DAN PENGAJUAN GAGASAN-GAGASAN NORMATIF BARU.
F. SISTEMATIKA PENULISAN
TESIS INI TERDIRI DARI EMPAT BAB. BAB I ADALAH PENDAHULUAN YANG TERDIRI DARI LATAR BELAKANG MASALAH, RUMUSAN MASALAH, TUJUAN PENELITIAN, KAJIAN PUSTAKA, METODOLOGI PENELITIAN, DAN SISTEMATIKA PENULISAN.
BAB II BERISI KAJIAN TEORITIS. BAB INI MEMBAHAS TINJAUAN UMUM TENTANG LISENSI. PEMBAHASANNYA MELIPUTI PENGERTIAN PERJANJIAN LISENSI, PEMBATASAN LISENSI DI UNI EROPA DAN AMERIKA SERIKAT, DAN PEMBATASAN LISENSI DI INDONESIA.
BAB III PEMBAHASAN DAN ANALISIS TERKAIT HASIL PENELITIAN YANG RELEVAN DENGAN PERMASALAHAN. URAIANNYA TERDIRI DARI ANALISIS TENTANG PEDOMAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA (KPPU) NO. 2 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PENGECUALIAN PENERAPAN UNDANG-UNDANG NO. 5 TAHUN 1999 TERHADAP PERJANJIAN YANG BERKAITAN DENGAN HAK ATAS KEKAYAAN INTELEKTUAL DAN PEMBATASAN PERJANJIAN LISENSI DI INDONESIA.
BAB IV MERUPAKAN BAB PENUTUP, YANG TERDIRI ATAS KESIMPULAN DAN SARAN YANG DIAMBIL BERDASARKAN ANALISIS YANG TELAH DILAKUKAN.
BAB II
ASPEK HUKUM PERSAINGAN USAHA DAN PERJANJIAN LISENSI
A. HUKUM PERSAINGAN USAHA
KELAHIRAN UNDANG-UNDANG NO. 5 TAHUN 1999 DIMAKSUDKAN UNTUK MEMBERIKAN JAMINAN KEPASTIAN HUKUM DAN PERLINDUNGAN YANG SAMA KEPADA SETIAP PELAKU USAHA DALAM BERUSAHA, DENGAN CARA MENCEGAH TIMBULNYA PRAKTEK-PRAKTEK MONOPOLI DAN ATAU PERSAINGAN USAHA YANG TIDAK SEHAT LAINNYA, DENGAN HARAPAN DAPAT MENCIPTAKAN IKLIM USAHA YANG KONDUSIF, YAITU BERSAING SECARA WAJAR DAN SEHAT.23 UNDANG-UNDANG NO. 5 TAHUN 1999 BERTUJUAN UNTUK MEMELIHARA PASAR KOMPETITIF DARI PENGARUH KESEPAKATAN DAN KONSPIRASI YANG CENDERUNG MENGURANGI DAN ATAU MENGHILANGKAN PERSAINGAN.24
PENGERTIAN MONOPOLI MENURUT PASAL 1 AYAT (1) UNDANG-UNDANG NO. 5 TAHUN 1999 ADALAH:
“Penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau atas penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha.”
UNSUR-UNSUR DARI PENGERTIAN MONOPOLI DIATAS
23 Xxxxxxx Xxxxx, Hukum Persaingan Usaha di Indonesia, Jakarta, Ikrar Mandiriabadi, 2004, hlm. 8.
24 xxxxxx xxxxxx xxxxxx, XXXX://XXXXXXXXXXXXXXXXXX.XXXXXXXX.XXX/0000/00/XXXX-XXXX POLI-DAN-PERSAINGAN-USAHA.HTML, “ANTI MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT”, diakses 14 september 2012
ADALAH:25
1. Penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau atas penggunaan jasa tertentu
PELAKU USAHA ATAU SATU KELOMPOK PELAKU USAHA.
Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 memberikan pengertian mengenai praktek monopoli, yaitu:
“PEMUSATAN KEKUATAN EKONOMI OLEH SATU ATAU LEBIH PELAKU USAHA YANG MENGAKIBATKAN DIKUASAINYA PRODUKSI DAN ATAU PEMASARAN ATAS BARANG DAN ATAU JASA TERTENTU SEHINGGA MENIMBULKAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT DAN DAPAT MERUGIKAN KEPENTINGAN UMUM.”
Unsur-unsur dari praktek monopoli diatas adalah:26
1. PEMUSATAN KEKUATAN EKONOMI. MENURUT PASAL 1 AYAT (3) DIARTIKAN SEBAGAI PENGUSASAAN NYATA ATAS SUATU PASAR BERSANGKUTAN OLEH SATU ATAU LEBIH PELAKU USAHA SEHINGGA DAPAT MENENTUKAN HARGA BARANG DAN ATAU JASA
Satu atau lebih pelaku usaha.
MENGAKIBATKAN PENGUASAAN ATAS PRODUKSI DAN ATAU PEMASARAN BARANG DAN ATAU JASA TERTENTU.
Menimbulkan persaingan usaha yang tidak sehat DAPAT MERUGIKAN KEPENTINGAN UMUM.
Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 juga memberikan pengertian mengenai persaingan usaha tidak sehat yang tercantum dalam Pasal 1 ayat (6), yaitu:
“PERSAINGAN ANTAR PELAKU USAHA DALAM
25 Xxxx Xxxxxx et. al., Undang-Undang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, Jakarta: Katalis, 2001, hlm. 23-24
26 Ibid, hlm. 28
MENJALANKAN KEGIATAN PRODUKSI DAN ATAU PEMASARAN BARANG DAN ATAU JASA YANG DILAKUKAN DENGAN CARA TIDAK JUJUR ATAU MELAWAN HUKUM ATAU MENGHAMBAT PERSAINGAN USAHA.”
Unsur-unsur dari persaingan tidak sehat berdasarkan pengertian diatas adalah:27
1. PERSAINGAN ANTAR PELAKU USAHA DALAM MENJALANKAN KEGIATAN PRODUKSI DAN ATAU PEMASARAN BARANG DAN ATAU JASA
Dilakukan dengan cara tidak jujur atau melawan hukum MENGHAMBAT PERSAINGAN USAHA
Persaingan yang sehat memberikan kesempatan kepada konsumen untuk dapat secara bebas memilih barang dan jasa dengan harga yang kompetitif dan kualitas yang optimal sesuai dengan kemampuannya, serta mempunyai kebebasan dalam merencanakan penggunaan barang dan jasa di masa yang akan datang. Untuk memenuhi tujuan tersebut, maka pelaku usaha harus bersaing secara jujur dan sehat.28
HUKUM PERSAINGAN USAHA MENGENAL DUA MACAM PENDEKATAN YANG DITERAPKAN UNTUK MENILAI SUATU TINDAKAN TERTENTU DARI PELAKU BISNIS YANG MELANGGAR ATURAN PERSAINGAN USAHA.29 KEDUA PENDEKATAN TERSEBUT ADALAH:30
27 Ibid, hlm 66-69
28 Kerjasama antara Mahkamah Agung RI dan Pusat Pengkajian Hukum, Prosiding Undang-Undang Nomor 5/1999 dan KPPU, Jakarta 17-18 Mei 2004, Jakarta, Pusat Pengkajian Hukum, 2005, hlm. xiv
29 Xxxx Xxxxx Xxxxx.,dkk, Buku Ajar Hukum Persaingan Usaha Antara Teks dan Konteks, Jakarta, 2009, hlm. 55
30 IBID.
1. PENDEKATAN PER SE ILLEGAL
PENDEKATAN PER SE ILLEGAL ADALAH PENDEKATAN YANG MENYATAKAN MENYATAKAN SETIAP PERJANJIAN ATAU KEGIATAN USAHA TERTENTU SEBAGAI ILEGAL, TANPA PEMBUKTIAN LEBIH LANJUT ATAS DAMPAK YANG DITIMBULKAN DARI PERJANJIAN ATAU KEGIATAN USAHA TERSEBUT. PENERAPAN PENDEKATAN PER SE ILLEGAL BIASANYA DIPERGUNAKAN DALAM PASAL-PASAL YANG MENYATAKAN ISTILAH “DILARANG”, TANPA ANAK KALIMAT “…YANG DAPAT MENGAKIBATKAN…”.
2. Pendekatan Rule of Reason
Pendekatan Rule of Reason adalah suatu pendekatan yang digunakan oleh lembaga otoritas persaingan usaha untuk membuat evaluasi mengenai akibat perjanjian atau kegiatan usaha tertentu, guna menentukan apakah suatu perjanjian atau kegiatan tersebut bersifat menghambat atau mendukung persaingan. Penerapan pendekatan Rule of Reason mencantumkan kata-kata “yang dapat mengakibatkan” dan atau “patut diduga”. Kata-kata tersebut menyiratkan perlunya penelitian secara lebih mendalam, apakah suatu tindakan dapat menimbulkan praktek monopoli yang bersifat menghambat persaingan.
BEBERAPA HAL YANG DIATUR DI DALAM UNDANG-UNDANG NO. 5 TAHUN 1999 ADALAH SEBAGAI BERIKUT:
1. Perjanjian yang Dilarang, jenis-jenis perjanjian dilarang diatur dalam Pasal 4 sampai dengan Pasal 16, yaitu:31
A.A. OLIGOPOLI; (PASAL 4)
Penetapan harga; (Pasal 5 sampai Pasal 8) PEMBAGIAN WILAYAH; (PASAL 9)
Pemboikotan; (Pasal 10 ) KARTEL; (PASAL 11)
Trust; (Pasal 12)
OLIGOPSONI; (PASAL 13)
Integrasi vertikal; (Pasal 14) PERJANJIAN TERTUTUP; (PASAL 15)
Perjanjian dengan pihak luar negeri (Pasal 16)
2. KEGIATAN YANG DILARANG, JENIS-JENIS KEGIATAN YANG DILARANG SEBAGAI BERIKUT:32
A. MONOPOLI (PASAL 17)
B. MONOPSONI (PASAL 18) Penguasaan pasar (Pasal 19 dan 21)
PERSEKONGKOLAN (PASAL 22 SAMPAI PASAL 24)
3. Posisi dominan, bentuk-bentuk posisi dominan sebagai berikut:33
A. POSISI DOMINAN YANG BERSIFAT UMUM (PASAL 25) Posisi dominan karena jabatan rangkap (Pasal 26)
POSISI DOMINAN KARENA PEMILIKAN SAHAM MAYORITAS (PASAL 27)
Posisi dominan karena penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan (Pasal 28 dan Pasal 29).
UNDANG-UNDANG NO. 5 TAHUN 1999 JUGA MENGATUR MENGENAI PERJANJIAN YANG DIKECUALIKAN DARI ATURAN
31 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999
32 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999
33 Hermansyah, Pokok-Pokok Hukum Persaingan Usaha di Indonesia, Jakarta, Kencana, 2009, hlm. 44-49
TERSEBUT, YAITU DALAM PASAL 50. PENGECUALIAN DARI KETENTUAN UNDANG-UNDANG NO. 5 TAHUN 1999 ADALAH:
a. Perbuatan dan atau perjanjian yang bertujuan melaksanakan peraturan perundang-undangan yang berlaku; atau
PERJANJIAN YANG BERKAITAN DENGAN HAK ATAS KEKAYAAN INTELEKTUAL SEPERTI LISENSI, PATEN, MEREK DAGANG, HAK CIPTA, DESAIN PRODUK INDUSTRI, RANGKAIAN ELEKTRONIK
terpadu, dan rahasia dagang, serta perjanjian yang berkaitan dengan waralaba; atau
B. PERJANJIAN PENETAPAN STANDAR TEKNIS PRODUK BARANG DAN ATAU JASA YANG TIDAK
mengekang dan atau menghalangi persaingan; atau
C. PERJANJIAN DALAM RANGKA KEAGENAN YANG ISINYA TIDAK MEMUAT KETENTUAN UNTUK MEMASOK KEMBALI BARANG DAN ATAU JASA DENGAN HARGA YANG LEBIH RENDAH DARIPADA HARGA YANG TELAH DIPERJANJIKAN; ATAU
Perjanjian kerjasama penelitian untuk peningkatan atau perbaikan standar hidup masyarakat luas; atau
PERJANJIAN INTERNASIONAL YANG TELAH DIRATIFIKASI OLEH PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA; ATAU
Perjanjian dan atau perbuatan yang bertujuan untuk ekspor yang tidak mengganggu kebutuhan dan atau pasokan pasar dalam negeri; atau PELAKU USAHA YANG TERGOLONG DALAM USAHA KECIL; ATAU
Kegiatan usaha koperasi yang secara khusus bertujuan untuk melayani ANGGOTANYA.
Pasal 50 huruf b tersebut diatas membahas mengenai perjanjian yang
dikecualikan dari Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 terkait hak kekayaan intelektual. Ketentuan pengecualian dalam pasal 50 huruf b memiliki jangkauan luas, selain perjanjian lisensi yang meliputi hak atas kekayaan intelektual yang klasik juga meliputi perjanjian know-how elektronik dan perjanjian yang berkaitan dengan waralaba (franchise).34
Antara Pasal 15 dengan Pasal 50 huruf b Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 terdapat kontradiksi, dimana dalam Pasal 15 melarang tanpa kecuali perjanjan eksklusif dan perjanjian distribusi, sedangkan Pasal 50 huruf b mengecualikan sama sekali perjanjian lisensi dari jangkauan
undang-undang tersebut. Kedua Pasal ini saling bertolak belakang, sehingga dapat membingungkan pembaca undang-undang dan dapat diterjemahkan menurut kehendak masing-masing pihak yang berkepentingan. Hukum persaingan usaha berupaya untuk membatasi perjanjian eksklusif (perjanjian yang terkait hak atas kekayaan intelektual) yang dapat menghambat persaingan, karena perjanjian eksklusif tersebut dikhawatirkan akan disalahgunakan dalam upaya menguasai pasar.35 KEHARMONISAN ANTARA HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL DAN HUKUM PERSAINGAN USAHA DIAKUI DALAM SISTEM HUKUM INDONESIA, HAL INI DAPAT TERLIHAT DARI BEBERAPA KETENTUAN DALAM PERUNDANGAN NASIONAL TERKAIT HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL YANG MENGUTAMAKAN PEREKONOMIAN NASIONAL DAN PERSAINGAN YANG SEHAT SEBAGAI BATASAN EKSPLOITASI HAK EKSKLUSIF YANG DIMILIKI OLEH PEMEGANG HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL. ANTARA LAIN TERCANTUM DALAM PASAL 47 AYAT 1 UNDANG-UNDANG NO. 19 TAHUN
2002 TENTANG HAK CIPTA DAN PASAL 71 AYAT 1 UNDANG-UNDANG NO. 14 TAHUN 2002 TENTANG PATEN.36
Terkait dengan pasal 50 huruf b, KPPU mengeluarkan regulasi yang mengatur pembatasan mengenai perjanjian terkait hak kekayaan intelektual, yaitu di dalam Pedoman KPPU No. 02 Tahun 2009 tentang Pedoman Pengecualian Penerapan Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat
34 Xxxxx Xxxxxxx, Hukum Anti Monopoli, Jakarta, Sinar Grafika, 2009, hlm. 178 35 Ibid, hlm 179-180
36 Lihat Pedoman KPPU No. 2 Tahun 2009, hlm. 2
terhadap Perjanjian yang Berkaitan dengan Hak atas Kekayaan Intelektual. Penyusunan pedoman oleh KPPU tersebut sesuai dengan amanat Pasal 35 huruf f Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 yang memberikan kewenangan kepada KPPU untuk menyusun pedoman terkait Undang-undang tersebut. PEDOMAN TERSEBUT DISUSUN DENGAN TUJUAN:37
1. Terdapat kesamaan penafsiran terhadap masing-masing unsur dalam Pasal 50 huruf b Undang-Undang No. 5 Tahun 1999, sehingga terdapat kepastian hukum dan dapat dihindari terjadinya kekeliruan atau sengketa dalam penerapannya.
PASAL 50 HURUF B UNDANG-UNDANG NO. 5 TAHUN 1999 DAPAT SENANTIASA DITERAPKAN SECARA KONSISTEN, TEPAT, DAN ADIL DALAM SETIAP SENGKETA YANG BERKAITAN.
Berdasarkan tujuan tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa Pedoman KPPU No. 2 Tahun 2009 bertujuan untuk memberikan persamaan persepsi mengenai lisensi dan pembatasannya seperti tercantum dalam Undang-Undang No.
5 Tahun 1999, sehingga dapat diterapkan apabila di kemudian hari terdapat sengketa terkait perjanjian lisensi atas hak kekayaan intelektual.
B. PERJANJIAN LISENSI
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK ATAS KEKAYAAN INTELEKTUAL MENJAMIN PENGEMBANGAN KREASI MANUSIA AGAR BERJALAN LANCAR. UNTUK ITU DIPERLUKAN PERSYARATAN:38
1. PENCIPTA HARUS DIBERI KESEMPATAN UNTUK BERKEMBANG CEPAT.
37 Lihat Pedoman KPPU Nomor 2 Tahun 2009, hlm. 3.
38Xxxxxxxx Xxxxxxxx dan Xxxxxxxxxxxx, Hak Milik Intelektual (Teori dan Prakteknya di Indonesia), Bandung, Citra Xxxxxx Xxxxx, 1993, hlm. 27.
HASIL CIPTAAN YANG BERKEMBANG TERSEBUT HARUS DAPAT DIMANFAATKAN SELUAS-LUASNYA.
PEMANFAATAN CIPTAAN DAN PENEMUAN DALAM ILMU PENGETAHUAN, SENI DAN SASTRA SECARA MAKSIMAL HANYA DAPAT DILAKUKAN APABILA MASYARAKAT DIBERI KESEMPATAN YANG SEBESAR-BESARNYA UNTUK BERHUBUNGAN DENGAN, ATAU BERKECIMPUNG DALAM USAHA-USAHA PEMANFAATANNYA.39
PEMILIK ATAU PEMEGANG HAK ATAS KEKAYAAN INTELEKTUAL MENGHARAPKAN AGAR MILIKNYA DAPAT MEMBERIKAN MANFAAT EKONOMI SEBESAR-BESARNYA. UNTUK MENDAPATKAN NILAI EKONOMIS, MAKA HAK TERSEBUT MEMPUNYAI KESEMPATAN UNTUK DAPAT DIALIHKAN SESUAI KEHENDAKNYA. HAK ATAS KEKAYAAN INTELEKTUAL DAPAT DIALIHKAN DENGAN CARA YANG TELAH LAZIM DALAM PENGALIHAN KEKAYAAN, YAITU MELALUI PEWARISAN, WASIAT, HIBAH, PERJANJIAN, ATAU SEBAB-SEBAB LAIN YANG DIBENARKAN OLEH PERATURAN
PERUNDANG-UNDANGAN.40
DALAM PENGALIHAN HAK ATAS KEKAYAAN INTELEKTUAL, DIKENAL DUA ISTILAH YAITU:41
1. TRANSFER (PERPINDAHAN), YANG MENGACU PADA PENGALIHAN YANG BERUPA ATAU BERISIKAN PELEPASAN HAK KEPADA PIHAK LAIN. TRANSFER DAPAT DALAM BENTUK ATAU KARENA PEWARISAN, HIBAH, WASIAT, ATAUPUN KARENA PERJANJIAN JUAL BELI.
ASSIGNMENT (PENYERAHAN), YANG MENGACU PADA PENGALIHAN YANG BERUPA ATAU BERISIKAN PEMBERIAN PERSETUJUAN ATAU IZIN UNTUK MEMANFAATKAN DALAM
39Ibid. 40Ibid.
41Bambang Kesowo, Naskah Rangkuman Makalah Pengantar Umum mengenai Hak atas Kekayaan Intelektual (HAKI) di Indonesia, 2003, hlm. 51.
JANGKA WAKTU TERTENTU. BIASANYA ASSIGNMENT
MENGAMBIL BENTUK PERJANJIAN LISENSI.
SALAH SATU PENGALIHAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL ADALAH MELALUI LISENSI. LISENSI BERASAL DARI KATA LATIN “LICENTIA” YANG DALAM BAHASA INGGRIS DISEBUT “LICENSE”. BLACK’S LAW DICTIONARY, MEMBERIKAN PENGERTIAN LISENSI SEBAGAI BERIKUT:42
“A PERSONAL PRIVILEGE TO DO SOME PARTICULAR ACT OR SERIES OF ACTS ON LAND WITHOUT POSSESSING ANY ESTATE OR INTEREST THEREIN, AND IS AT THE WILL OF THE LICENSOR AND IS NOT ASSIGNABLE. THE PERMISSION BY COMPETENT AUTHORITY TO DO AN ACT WHICH, WITHOUT SUCH PERMISSION WOULD BE ILLEGAL, A TRESPASS, A TORT, OR OTHERWISE NOT ALLOW ABLE.”
Terjemahan dari pengertian lisensi itu adalah hak istimewa yang dimiliki oleh seseorang untuk melakukan tindakan tertentu atau serangkaian kegiatan dan hak tersebut melekat pada pemberi lisensi dan tidak dapat dialihkan. Izin atas hak istimewa tersebut dapat diberikan oleh pihak yang berwenang kepada pihak lain untuk dapat melakukan kegiatan, yang tanpa izin tersebut maka kegiatan tersebut akan menjadi terlarang, atau tidak sah, atau melawan hukum.
DEFINISI LAIN DARI LISENSI YAITU:43
“THE PERMISSION GRANTED BY COMPETENT AUTHORITY TO EXERCISE A CERTAIN PRIVILEGE THAT, WITHOUT SUCH AUTHORIZATION, WOULD CONSTITUTE AN ILLEGAL ACT, A TRESPASS OR A TORT. THE CERTIFICATE OR THE DOCUMENT ITSELF THAT CONFERS PERMISSION TO ENGAGE IN OTHERWISE PROSCRIBED CONDUCT.”
42Xxxxx Xxxxxxxx Xxxxx, op. cit., hlm 634.
43 xxxx://xxxxx-xxxxxxxxxx.xxxxxxxxxxxxxxxxx.xxx/xxxxxxx , “Legal Definition of License”, diakses 5 September 2012.
Terjemahan dari pengertian lisensi diatas adalah Izin yang diberikan oleh pihak yang berwenang untuk melaksanakan suatu keistimewaan, yang tanpa izin tersebut, dapat menyebabkan suatu perbuatan menjadi terlarang, tidak sah, atau melawan hukum. Izin yang diberikan untuk terikat dalam suatu perbuatan diberikan melalui sertifikat atau dokumen.
BEASARKAN KEDUA DEFINISI LISENSI DIATAS, DAPAT DITARIK KESIMPULAN BAHWA LISENSI MERUPAKAN IZIN YANG DIBERIKAN OLEH PIHAK YANG BERWENANG KEPADA SESEORANG SEBAGAI HAK ISTIMEWA UNTUK MELAKUKAN SUATU PERBUATAN, DAN APABILA ADA ORANG LAIN YANG INGIN MELAKUKAN SUATU PERBUATAN YANG TELAH DIBERI HAK ISTIMEWA TERSEBUT TANPA SEIZIN DARI PEMILIK HAK, MAKA PERBUATAN ORANG LAIN TERSEBUT AKAN MENJADI ILEGAL, TIDAK SAH, BAHKAN MELAWAN HUKUM.
LISENSI DIPERLUKAN OLEH MEREKA YANG KARENA KEBUTUHANNYA AKAN TEKNOLOGI HARUS MENGGUNAKAN IDE ATAU HASIL PEMIKIRAN ORANG LAIN DALAM PELAKSANAAN KEGIATANNYA. DENGAN MENGGUNAKAN LISENSI INI DIHARAPKAN AKAN MEMBANTU INDUSTRI DALAM NEGERI UNTUK MENCAPAI TUJUANNYA. UNTUK PENGALIHAN TEKNOLOGI YANG BAIK MAKA DIPERLUKAN SUATU PERJANJIAN LISENSI YANG BAIK YANG DENGAN JELAS MEMBERIKAN KEBEBASAN MAUPUN BATASAN YANG DIPERLUKAN OLEH PEMILIK IDE MAUPUN TEKNOLOGI ATAS HAL-HAL APA SAJA YANG DAPAT DAN TIDAK DAPAT DILAKUKAN SEHUBUNGAN DENGAN ALIH TEKNOLOGI TERSEBUT.44
MENGENAI PENGERTIAN PERJANJIAN YANG MELEKAT PADA ISTILAH PERJANJIAN LISENSI, TIDAK BERBEDA DENGAN PENGERTIAN PERJANJIAN PADA UMUMNYA YANG DIATUR DI DALAM KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA (KUHPERDATA). YAKNI PENGERTIAN PERJANJIAN YANG DIATUR DI DALAM PASAL
44Gunawan Suryomurcito, Laporan Akhir tentang Kompilasi Bidang Hukum Perjanjian Lisensi, Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Hukum Dan Hak Asasi Manusia, 2006.
1313 KUHPERDATA YANG BERBUNYI:“SUATU PERJANJIAN ADALAH SUATU PERBUATAN DIMANA SATU ORANG ATAU LEBIH MENGIKATKAN DIRINYA TERHADAP SATU ORANG LAIN ATAU
LEBIH”. 45 Menurut Subekti, 46 perjanjian adalah “suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal.” Selanjutnya menurut KRMT Xxxxxxxxxxxxxx, pengertian perjanjian adalah:47
“SUATU PERBUATAN HUKUM BERDASARKAN KATA SEPAKAT DIANTARA DUA ORANG ATAU LEBIH UNTUK MENIMBULKAN AKIBAT-AKIBAT HUKUM YANG DAPAT DIPAKSAKAN OLEH UNDANG-UNDANG.”
Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa perjanjian adalah suatu kegiatan atau peristiwa yang dilakukan oleh dua orang atau lebih dimana para pihak saling berjanji satu sama lainnya untuk melakukan sesuatu.
SEBAGAI SEBUAH PERJANJIAN, PERJANJIAN LISENSI TUNDUK PADA KETENTUAN PASAL 1320 KUHPERDATA YANG MENGATUR MENGENAI SYARAT SAHNYA PERJANJIAN, YAITU:48
A.1.1. KATA SEPAKAT.
Para pihak sepakat untuk mengikatkan diri. Xxxxxx Xxxxx Xxxxxxxxxxx
45Lihat Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
46SUBEKTI, HUKUM PERJANJIAN, JAKARTA: PEMBIMBING MASA, 1963, HLM.
1.
47 X. XXXXX XXXXXXX, POKOK-POKOK PERIKATAN BESERTA
PENGEMBANGANNYA, YOGYAKARTA: LIBERTY, 1985, HLM. 8.
48 Xxxx Xxxxx Xxxxxxx, Hukum Perjanjian Asas Proporsionalitas dalam Kontrak Komersial, Jakarta, Kencana, 2010, hlm. 157
melukiskan pengertian sepakat sebagai persyaratan kehendak yang disetujui (overeenstemende wilsverklaring) antara pihak-pihak. Pernyataan pihak yang menawarkan dinamakan tawaran (offerte). Pernyataan pihak yang menerima penawaran dinamakan akseptasi (acceptatie). 49 Dengan demikian, “kesepakatan” sebenarnya terdiri dari penawaran dan akseptasi.50
Kesepakatan dapat diungkapkan dengan berbagai cara, yaitu secara:
A. TERTULIS
Lisan SIMBOL
Diam-diam
PADA PEMBENTUKAN KATA SEPAKAT DAPAT TERJADI CACAT KEHENDAK. PASAL 1321 KUH PERDATA MENYATAKAN BAHWA JIKA DI DALAM SUATU PERJANJIAN TERDAPAT KEKHILAFAN, PAKSAAN ATAU PENIPUAN, MAKA BERARTI DI DALAM PERJANJIAN ITU TERDAPAT CACAT PADA KESEPAKATAN ANTAR PARA PIHAK DAN KARENANYA PERJANJIAN ITU DAPAT DIBATALKAN. CACAT KEHENDAK PADA PEMBENTUKAN KATA SEPAKAT PARA PIHAK TERJADI KARENA HAL-HAL SEPERTI:
a. Paksaan (dwang atau duress))
Menurut Xxxxxxx Xxxxxxx, paksaan adalah setiap tindakan intimidasi mental. Contohnya adalah ancaman kejahatan fisik dan hal ini dapat dibuat penuntutan terhadapnya. Akan tetapi jika ancaman kejahatan
49Xxxxxx Xxxxx Xxxxxxxxxxx, Aneka Hukum Bisnis, Bandung: Alumni, 1994, hlm. 24.
50J. Satrio, Hukum Perjanjian, Cetakan Pertama, Bandung: Citra Adtya Bakti, 1992, hlm.
163.
fisik tersebut merupakan suatu tindakan yang diperbolehkan oleh hukum, maka dalam hal ini ancaman tersebut tidak diberi sanksi hukum, dan dinyatakan bahwa tidak ada paksaan sama sekali. Selain itu paksaan juga dapat dikarenakan oleh pemerasan atau keadaan di bawah pengaruh terhadap seseorang yang mempunyai kelainan mental.51 Paksaan dapat menimbulkan rasa takut psikis,fisik dan menimbulkan ancaman bagi harta.
b. Penipuan (bedrog)
Penipuan adalah tindakan yang bermaksud jahat yang dilakukan oleh satu pihak sebelum perjanjian itu dibuat. Perjanjian tersebut mempunyai maksud untuk menipu pihak lain dan membuat mereka menandatangani perjanjian itu. Pernyataan yang salah itu sendiri bukan merupakan penipuan, tetapi hal ini harus disertai dengan tindakan yang menipu. Tindakan penipuan tersebut harus dilakukan oleh atau atas nama pihak dalam kontrak, seseorang yang melakukan tindakan tersebut haruslah mempunyai maksud atau niat untuk menipu, dan tindakan itu harus merupakan tindakan yang mempunyai maksud jahat. Contohnya, merubah nomor seri pada sebuah mesin (kelalaian untuk menginformasikan pelanggan atas adanya cacat tersembunyi pada suatu benda bukan merupakan penipuan karena hal ini tidak mempunyai maksud jahat dan hanya merupakan kelalaian belaka). Selain itu tindakan tersebut haruslah berjalan secara alami bahwa pihak yang ditipu tidak akan membuat
51Sudargo Gautama, Indonesian Business Law, Bandung: Citra Xxxxxx Xxxxx, 1995, hlm.
76.
perjanjian melainkan karena adanya unsur penipuan. 52 Unsur-unsur penipuan sebagaimana diatur dalam KUHP Pasal 378 adalah:
1) BARANG SIAPA (SESEORANG)
Dengan tipu muslihat atau tipu daya MENGGERAKKAN SESEORANG
Untuk melakukan atau menyerahkan sesuatu
PENIPUAN TERJADI DISAAT SEBELUM TERJADINYA SUATU PERJANJIAN. ADANYA PENIPUAN PADA PEMBUATAN SUATU PERJANJIAN TIDAK MENYEBABKAN PERJANJIAN ITU BATAL, TETAPI PERJANJIAN ITU AKAN BATAL APABILA ADA YANG MENGAJUAN PERMOHANAN PEMBATALAN PERJANJIAN KE PENGADILAN.
c. Kesesatan atau kekeliruan (dwaling)
Ada 2 (dua) macam kekeliruan, yang pertama error in persona, yaitu kekeliruan pada orangnya.Contohnya, sebuah perjanjian yang dibuat dengan artis yang terkenal tetapi kemudian perjanjian tersebut dibuat dengan artis yang tidak terkenal hanya karena dia mempunyai nama yang sama. Kesesatan yang kedua adalah error in substantia yaitu kekeliruan yang berkaitan dengan karakteristik suatu benda, contohnya seseorang yang membeli lukisan Xxxxxx Xxxxxxxx tetapi kemudian setelah sampai di rumah orang itu baru sadar bahwa lukisan yang dibelinya tadi adalah
52Ibid., hlm. 77.
lukisan tiruan dari lukisan Xxxxxx Xxxxxxxx.53
D. PENYALAHGUNAAN KEADAAN (MISBRUIK VAN OMSTANDIGHEIDENATAU UNDUE INFLUENCE)
Penyalahgunaan Keadaan merupakan suatu konsep yang berasal dari nilai-nilai yang terdapat di pengadilan. Konsep ini sebagai landasan untuk mengatur transaksi yang berat sebelah yang telah ditentukan sebelumnya oleh pihak yang dominan kepada pihak yang lemah. Penyalahgunaan keadaan ada ketika pihak yang melakukan suatu perbuatan atau membuat perjanjian dengan cara di bawah paksaan atau pengaruh teror yang ekstrim atau ancaman, atau paksaan penahanan jangka pendek. Ada pihak yang menyatakan bahwa Penyalahgunaan Keadaan adalah setiap pemaksaan yang tidak patut atau salah, akal bulus, atau bujukan dalam keadaan yang mendesak, di mana kehendak seseorang tersebut memiliki kewenangan yang berlebihan, dan pihak lain dipengaruhi untuk melakukan perbuatan yang tak ingin dilakukan, atau akan berbuat sesuatu jika setelahnya dia akan merasa bebas.54
SECARA UMUM ADA DUA MACAM PENYALAHGUNAAN KEADAAN YAITU:
1) seseorang menggunakan posisi psikologis dominannya yang digunakan secara tidak adil untuk menekan pihak
53 Xxxxxx Xxxxx Xxxxxxxxxxx, et. al., Kompilasi Hukum Perikatan, Bandung: Citra Xxxxxx Xxxxx, 2001, hlm. 75.
54Ridwan Xxxxxxxxx, Modul Hukum Kontrak, Yogyakarta, 2010, hlm. 10. Baca Xxxx D. Xxxxxxxx and Xxxxxx X. Perillo, Contracts, Second Edition, West Publishing Co., 1977, hlm. 273.
yang lemah supaya mereka menyetujui sebuah perjanjian di mana sebenarnya mereka tidak ingin menyetujuinya.
SESEORANG MENGGUNAKAN WEWENANG KEDUDUKAN DAN KEPERCAYAANNYA YANG DIGUNAKAN SECARA TIDAK ADIL UNTUK MEMBUJUK PIHAK LAIN UNTUK MELAKUKAN SUATU TRANSAKSI.55 PENYALAHGUNAAN KEADAAN DAPAT BERUPA KEUNGGULAN PSIKOLOGI ATAU KEJIWAAN DAN KEUNGGULAN EKONOMIS.
A.1.2. CAKAP, YAITU ORANG-ORANG YANG SUDAH DEWASA.
Pasal 39 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Peraturan Jabatan Notaris memberikan ketentuan umur 18 tahun sebagai standar usia dewasa yang berkorelasi dengan kecakapan melakukan perbuatan hukum. 56 Sementara itu, Pasal 1330 KUHPerdata yang membatasi kecakapan seorang perempuan yang bersuami, saat ini sudah dihapuskan.
A.1.3. OBJEK TERTENTU
Suatu perjanjian harus memiliki objek tertentu dan suatu perjanjian haruslah mengenai suatu hal tertentu (certainty of terms), berarti bahwa apa yang diperjanjikan, yakni hak dan kewajiban kedua belah pihak. Objek yang dimaksudkan dalam perjanjian paling sedikit dapat ditentukan jenisnya (determinable).57
55Ibid.
56 Xxxx Xxxxx Xxxxxxx, op. cit., hlm. 188 57Ibid., hlm. 12.
OBJEK PERJANJIAN (PRESTASI) HARUS TERTENTU, SETIDAK-TIDAKNYA DAPAT DITENTUKAN. SEPERTI DITENTUKAN UKURANNYA, BENTUKNYA, DAN LAIN SEBAGAINYA. OBJEK PERJANJIAN DAPAT BERUPA BARANG
YANG AKAN ADA. PASAL 1333 KUHPERDATA MENENTUKAN BAHWA BARANG YANG DIMAKSUD TIDAK HARUS DISEBUTKAN, ASALKAN NANTI DAPAT DIHITUNG ATAU DITENTUKAN. SEPERTI MEMBELI PADI YANG MASIH DITANAM DI BAWAH, YANG MASIH BELUM TUA. OBJEK PERJANJIAN HARUS MERUPAKAN BENDA DALAM PERDAGANGAN.
a.1.4. Kausa yang halal
PASAL 1335 JUNCTO 1337 KUH PERDATA MENYATAKAN BAHWA SUATU KAUSA DINYATAKAN TERLARANG JIKA BERTENTANGAN DENGAN UNDANG-UNDANG, KESUSILAAN, DAN KETERTIBAN UMUM. UNTUK MENENTUKAN APAKAH SUATU KAUSA PERJANJIAN BERTENTANGAN DENGAN KESUSILAAN (GEODE ZEDEN) BUKANLAH HAL YANG MUDAH, KARENA ISTILAH KESUSILAAN TERSEBUT SANGAT ABSTRAK, YANG ISINYA DAPAT BERBEDA-BEDA ANTARA DAERAH YANG SATU DAN DAERAH YANG LAINNYA ATAU ANTARA KELOMPOK MASYARAKAT YANG SATU DAN LAINNYA. SELAIN ITU PENILAIAN ORANG TERHADAP KESUSILAAN DAPAT PULA BERUBAH-UBAH SESUAI DENGAN PERKEMBANGAN JAMAN. 58 KAUSA HUKUM DALAM PERJANJIAN YANG TERLARANG JIKA BERTENTANGAN DENGAN KETERTIBAN UMUM. J. SATRIO MEMAKNAI
58J. Satrio, Hukum Perikatan, Perikatan Lahir dari Perjanjian, Buku II, Bandung: Citra Xxxxxx Xxxxx, 1995, hlm. 109.
KETERTIBAN UMUM SEBAGAI HAL-HAL YANG BERKAITAN DENGAN MASALAH KEPENTINGAN UMUM, KEAMANAN NEGARA, KERESAHAN DALAM MASYARAKAT DAN JUGA KERESAHAN DALAM MASALAH KETATANEGARAAN.59
SUATU PERJANJIAN HARUS MEMENUHI 4 SYARAT SAH PERJANJIAN YANG DIATUR OLEH PASAL 1320 KUHPERDATA SEPERTI TERSEBUT DIATAS. PERSYARATAN PERTAMA DAN KEDUA YAITU ADANYA KESEPAKATAN DAN KECAKAPAN UNTUK MEMBUAT PERJANJIAN MERUPAKAN SYARAT SUBYEKTIF. APABILA SYARAT INI TIDAK TERPENUHI MAKA AKIBAT HUKUMNYA ADALAH PERJANJIAN ITU DAPAT DIBATALKAN. ARTINYA PERJANJIAN YANG TIDAK MEMENUHI PERJANJIAN DAPAT DIBATALKAN DENGAN MENGAJUKAN PERMOHONAN PEMBATALAN PERJANJIAN KE PENGADILAN NEGERI. PERJANJIAN ITU MENJADI TIDAK BERLAKU SEJAK DIKABULKAN PERMOHONAN PEMBATALAN OLEH HAKIM.60
Syarat ketiga dan keempat yaitu suatu hal tertentu dan kausa yang halal merupakan syarat objektif perjanjian. Apabila syarat ini tidak terpenuhi, akibat hukumnya adalah perjanjian menjadi batal demi hukum. Artinya, perjanjian itu sejak awal dianggap tidak sah,dan tidak perlu diajukan permohonan pembatalan ke pengadilan.61
59IBID., HLM. 41.
60 xxxx://xxxxxxxxxx.xxx/xxxxxxxxxx/, “Xxxxxxxxan dan Syarat-syarat Perjanjian”, diakses 5 September 2012
61Ibid.
DI DALAM PERJANJIAN LISENSI TERDAPAT PIHAK PEMBERI LISENSI DAN PENERIMA LISENSI. DENGAN DEMIKIAN, PERJANJIAN LISENSI ADALAH PERJANJIAN ANTARA DUA ORANG ATAU LEBIH DIMANA SATU PIHAK YAKNI PEMEGANG HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL BERTINDAK SEBAGAI PEMBERI LISENSI, SEDANGKAN PIHAK LAIN BERTINDAK SEBAGAI PENERIMA LISENSI.
MENURUT LAW DICTIONARY, PERJANJIAN LISENSI ATAU LICENSING AGREEMENT ADALAH “AGREEMENT WHERE A PERSON IS GRANTED A LICENSE TO MANUFACTURE SOMETHING OR TO USE SOMETHING, BUT NOT AN OUTRIGHT SALE.” PERJANJIAN LISENSI ADALAH KESEPAKATAN ANTARA DUA PIHAK DIMANA SALAH SATU PIHAK DIBERI IZIN UNTUK MEMPRODUKSI SESUATU ATAU MEMPERGUNAKAN SESUATU, AKAN TETAPI TIDAK UNTUK MENJUALNYA SECARA SERTA MERTA.
BERDASARKAN PENGERTIAN DI ATAS DAPAT DIPAHAMI BAHWA PERJANJIAN LISENSI MERUPAKAN PERJANJIAN YANG DILAKUKAN OLEH DUA PIHAK, DIMANA PIHAK YANG SATU MEMBOLEHKAN PIHAK LAINNYA YAITU PENERIMA LISENSI UNTUK MEMPRODUKSI ATAU MEMAKAI SUATU BENDA AKAN TETAPI TIDAK UNTUK MENJUAL BENDA TERSEBUT. XXXXXXX XXXXXXX MENGEMUKAKAN BAHWA PENGERTIAN LISENSI MENGALAMI PERLUASAN ARTI KE DALAM BENTUK IZIN UNTUK MEMPRODUKSI ATAU MEMANFAATKAN SESUATU BENDA TETAPI TIDAK ATAU BUKAN MERUPAKAN SUATU BENTUK PENJUALAN TUNTAS ATAU PENGALIHAN HAK MILIK.62
MEXXXXX XXXXX-XXX XXXXXXX DAN XXXX XXXXXX, PERJANJIAN LISENSI DIARTIKAN SEBAGAI PERJANJIAN
00Xxxxxxx Xxxxxxx, Lisensi, Jakarta, Rajawali Pers, 2003, hlm. 8.
ANTARA DUA BADAN USAHA DIMANA LISENSOR (PEMBERI LISENSI) MEMBERIKAN IZIN KEPADA LICENSEE (PENERIMA LISENSI) UNTUK MENGGUNAKAN MEREK, PATEN, ATAU KEKAYAAN INTELEKTUAL LAIN, UNTUK MENDAPATKAN PEMBAYARAN ATAU ROYALTI.63
“CONTRACTUAL AGREEMENT BETWEEN TWO BUSINESSES ENTITIES IN WHICH LICENSOR PERMITS THE LICENSEE TO USE A BRAND NAME, PATENT, OR OTHER PROPERTY RIGHTS, IN EXCHANGE FOR A FEE OR ROYALTY”.
Berdasarkan pengertian diatas dapat dipahami bahwa perjanjian lisensi yang dilakukan antara lisensor dan lisensi memberikan hak kepada lisensee untuk mempergunakan hak yang telah diberikan dari lisensor atas hak kekayaan intelektual yang dimiliki lisensor dengan imbalan berupa pembayaran atau royalti.
DI DALAM PRAKTEK PEMBERIAN LISENSI, DIKENAL DUA MACAM LISENSI, YAITU:64
1. LISENSI UMUM. LISENSI UMUM ADALAH LISENSI YANG DIKENAL SECARA LUAS DI DALAM PRAKTEK, YANG MELIBATKAN SUTAU BENTUK NEGOSIASI ANTARA PEMBERI LISENSI DAN PENERIMA LISENSI.
LISENSI UMUM DAPAT DIBAGI MENJADI DUA MACAM, YAKNI:65
A. LISENSI EKSKLUSIF, YAITU SUATU PERJANJIAN DENGAN PIHAK LAIN UNTUK MELISENSIKAN SEBAGIAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL TERTENTU KEPADA PENERIMA
63 Xxxxx-Xxx Xxxxxxx dan Xxxx Xxxxx, Dictionary of Marketing Terms, New York: Barrons Educational Serries, 1994, hlm.455.
64Xxxxxxx Xxxxxxx, op. cit., hlm. 17.
65Xxx Xxxxxxx, et. al., Xxx Xxxxxxan Intelektual Suatu Pengantar, Bandung: Alumni, 2002, hlm. 97.
LISENSI UNTUK JANGKA WAKTU YANG DITENTUKAN DAN BIASANYA LISENSI DIBERLAKUKAN UNTUK DAERAH YANG DITENTUKAN. PEMBERI LISENSI BIASANYA MEMUTUSKAN UNTUK TIDAK MEMBERIKAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL TERSEBUT PADA PIHAK LAIN DALAM DAERAH TERSEBUT UNTUK JANGKA WAKTU BERLAKUNYA LISENSI KECUALI KEPADA PEMEGANG LISENSI EKSKLUSIF.
LISENSI NON-EKSKLUSIF, YAITU SUATU BENTUK LISENSI YANG MEMBERI KESEMPATAN KEPADA PEMILIK LISENSI YANG MEMBERIKAN LISENSI HAK KEKAYAAN INTELEKTUALNYA KEPADA PEMAKAI LISENSI LAINNYA DAN JUGA UNTUK MENAMBAH JUMLAH PEMAKAI LISENSI DALAM DAERAH YANG SAMA. LISENSI NON-EKSKLUSIF DAPAT DIBERIKAN KEPADA BERBAGAI PIHAK OLEH PEMEGANG ATAU PEMILIK LISENSI SESUAI DENGAN ATAU BERDASARKAN PERJANJIAN. LISENSI SEPERTI INI HANYA DAPAT DIPEROLEH SESEORANG SEMATA-MATA BERDASARKAN PERJANJIAN DENGAN PIHAK PEMILIK ATAU PEMEGANG LISENSI.
2. LISENSI PAKSA ATAU LISENSI WAJIB, (COMPULSORY LICENSE, NON VOLUNTARY LICENSE, OTHER USE WITHOUT THE AUTHORIZATION OF THE RIGHT HOLDER).
MEXXXXX XXXXXX X. XXXXXX, LISENSI PAKSA ATAU LISENSI WAJIB (COMPULSORY LICENSE) ADALAHSEBUAH IZIN YANG DIBERIKAN OLEH BADAN NASIONAL YANG BERWENANG KEPADA SESEORANG, TANPA ATAU BERTENTANGAN DENGAN PERSETUJUAN DARI PEMEGANG HAK, UNTUK EKSPLOITASI SUBYEK YANG DILINDUNGI OLEH PATEN ATAU HAK KEKAYAAN
INTELEKTUAL LAINNYA.66
“AN AUTHORIZATION GIVEN BY A NATIONAL AUTHORITY TO A PERSON, WITHOUT OR AGAINST THE CONSENT OF THE TITLE-HOLDER, FOR THE EXPLOITATION OF A SUBJECT MATTER PROTECTED BY A PATENT OR OTHER INTELLECTUAL PROPERTY RIGHTS.”
BERDASARKAN PENGERTIAN TERSEBUT DAPAT DIPAHAMI BAHWA LISENSI WAJIB DAPAT DIBERIKAN KEPADA ORANG LAIN BUKAN SECARA SUKARELA DARI PEMEGANG ATAU PEMILIK HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL YANG DILISENSIKAN SECARA PAKSA TERSEBUT MELAINKAN OLEH BADAN YANG MEMILIKI KEWENANGAN SECARA NASIONAL.67
ADA BEBERAPA ALASAN YANG MENJADI DASAR DIBERIKANNYA SUATU LISENSI WAJIB, YAITU:68
1. ADANYA PENOLAKAN UNTUK MEMBERIKAN LISENSI ATAS HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL (HKI) YANG DIBERIKAN PERLINDUNGAN (REFUSAL TO DEAL);
HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL YANG DIBERIKAN PERLINDUNGAN TIDAK DILAKSANAKAN, ATAU DILAKSANAKAN TETAPI TIDAK MENCUKUPI SEHINGGA MENGAKIBATKAN TERJADINYA KEKURANGAN PASOKAN DALAM PASAR (NON-WORKING AND INADEQUATE SUPPLY); KEPENTINGAN MASYARAKAT UMUM (PUBLIC INTEREST);
66 Xxxxxxx Xxxxxxx, Xxxx, hlm. 33, sebagaimana dikutip dari Xxxxxx X. Xxxxxx, “Intellectual Property Rights and The Use of Compulsory Licenses: Option for Developing Countries,”Trade Working Papers 5, South Center, October 1999.
67Ibid., hlm. 34.
68Ibid., hlm. 42.
MENGHINDARI TERJADINYA PRAKTEK PERSAINGAN USAHA YANG TIDAK SEHAT (ANTI-COMPETITIVE PRACTICES); KEPERLUAN PENGGUNAAN OLEH PEMERINTAH (GOVERNMENTAL USE);
FASILITAS ATAS PENGGUNAAN ATAU PEMANFAATAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL LAIN YANG SALING BERGANTUNG (DEPENDENT RIGHTS);
ADANYA KEPERLUAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN JENIS-JENIS PRODUK TERTENTU, SEPERTI OBAT-OBATAN; PEMBERIAN LISENSI PAKSA UNTUK HAK-HAK TERTENTU SECARA TERBATAS MISALNYA DALAM BENTUK IMPORTASI BARANG-BARANG YANG DILINDUNGI PATEN UNTUK MASA
EMPAT TAHUN TERAKHIR SEBELUM PERLINDUNGAN PATEN BERAKHIR (UK PATENTS ACT OF 1949 AS AMENDED IN 1977).
DI INDONESIA, LISENSI WAJIB DIATUR DI DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PERLINDUNGAN VARIETAS TANAMAN, UNDANG-UNDANG NOMOR
30 TAHUN 2000 TENTANG RAHASIA DAGANG, UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU, DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN. SECARA BERURUT-TURUT DAPAT DIKEMUKAKAN SEBAGAI BERIKUT:
A.I.1. PASAL 45 UNDANG-UNDANG NOMOR
29 TAHUN 2000 TENTANG PERLINDUNGAN VARIETAS TANAMAN, MENYATAKAN: “LISENSI WAJIB MERUPAKAN LISENSI UNTUK MELAKSANAKAN SUATU HAK PVT YANG DIBERIKAN OLEH PENGADILAN NEGERI SETELAH MENDENGAR
KONFIRMASI DARI PEMEGANG HAK PVT YANG BERSANGKUTAN DAN BERSIFAT TERBUKA.”
PASAL 15 UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2000 TENTANG RAHASIA DAGANG, MENYATAKAN: “PERBUATAN SEBAGAIMANA DIMAKSUD DALAM PASAL 13 TIDAK DIANGGAP PELANGGARAN RAHASIA DAGANG APABILA:
A. TINDAKAN PENGUNGKAPAN RAHASIA DAGANG ATAU PENGGUNAAN RAHASIA DAGANG TERSEBUT DIDASARKAN PADA KEPENTINGAN PERTAHANAN KEAMANAN, KESEHATAN, ATAU KESELAMATAN MASYARAKAT;
B. TINDAKAN REKAYASA ULANG ATAS PRODUK YANG DIHASILKAN DARI PENGGUNAAN RAHASIA DAGANG MILIK ORANG LAIN YANG DILAKUKAN SEMATA-MATA UNTUK KEPENTINGAN PENGEMBANGAN LEBIH LANJUT PRODUK YANG BERSANGKUTAN.”
A.I.2. PASAL 27 AYAT (1) UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU, MENYATAKAN: “PERJANJIAN LISENSI WAJIB DICATATKAN DALAM DAFTAR UMUM DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU PADA DIREKTORAT JENDERAL DENGAN DIKENAI BIAYA SEBAGAIMANA DIATUR
DALAM UNDANG-UNDANG INI”
PASAL 74 UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN, MENYATAKAN: “LISENSI-WAJIB ADALAH LISENSI UNTUK MELAKSANAKAN PATEN YANG DIBERIKAN BERDASARKAN KEPUTUSAN DIREKTORAT JENDERAL ATAS DASAR PERMOHONAN.”
SELANJUTNYA, TERKAIT DENGAN HAK YANG DIMILIKI OLEH PEMILIK HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL SECARA BERTURUT-TURUT DIKEMUKAKAN SEBAGAI BERIKUT:
A.I.2.A.I.1. PASAL 16
AYAT (1)
UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN
2001 TENTANG PATEN, MENYATAKAN:
“PEMEGANG PATEN MEMILIKI HAK EKSKLUSIF UNTUK MELAKSANAKAN PATEN YANG DIMILIKINYA DAN MELARANG PIHAK LAIN YANG TANPA PERSETUJUANNYA:
A. DALAM HAL PATEN-PRODUK: MEMBUAT, MENGGUNAKAN, MENJUAL, MENGIMPOR, MENYEWAKAN, MENYERAHKAN, ATAU MENYEDIAKAN UNTUK DIJUAL ATAU DISEWAKAN ATAU DISERAHKAN PRODUK YANG DIBERI PATEN;
B. DALAM HAL PATEN-PROSES: MENGGUNAKAN PROSES PRODUKSI YANG DIBERI PATEN UNTUK MEMBUAT BARANG DAN TINDAKAN LAINNYA SEBAGAIMANA DIMAKSUD DALAM HURUF A.”
A.I.2.A.I.2. PASAL 3
UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN
2001, MENYATAKAN:
"HAK ATAS MEREK ADALAH HAK EKSKLUSIF YANG DIBERIKAN OLEH NEGARA KEPADA PEMILIK MEREK YANG TERDAFTAR DALAM DAFTAR UMUM MEREK UNTUK JANGKA WAKTU TERTENTU DENGAN MENGGUNAKAN SENDIRI MEREK TERSEBUT ATAU MEMBERIKAN IZIN KEPADA PIHAK LAIN UNTUK MENGGUNAKANNYA.”
A.I.2.A.I.3. PASAL 2
UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN
2002, MENYATAKAN:
“(1) HAK CIPTA MERUPAKAN HAK EKSKLUSIF BAGI PENCIPTA ATAU PEMEGANG HAK CIPTA UNTUK MENGUMUMKAN ATAU MEMPERBANYAK CIPTAANNYA, YANG TIMBUL SECARA OTOMATIS SETELAH SUATU CIPTAAN DILAHIRKAN TANPA MENGURANGI PEMBATASAN MENURUT PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG BERLAKU.
(2) PENCIPTA ATAU PEMEGANG HAK CIPTA ATAS KARYA SINEMATOGRAFI DAN PROGRAM KOMPUTER MEMILIKI HAK UNTUK MEMBERIKAN IZIN ATAU MELARANG ORANG LAIN YANG TANPA PERSETUJUANNYA MENYEWAKAN CIPTAAN TERSEBUT UNTUK KEPENTINGAN YANG BERSIFAT KOMERSIAL.”
A.I.2.A.I.4. | PASAL | 9 |
AYAT | (1) |
UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN
2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI, MENYATAKAN:
“PEMEGANG HAK DESAIN INDUSTRI MEMILIKI HAK EKSKLUSIF UNTUK MELAKSANAKAN HAK DESAIN INDUSTRI YANG DIMILIKINYA DAN UNTUK MELARANG
ORANG LAIN YANG TANPA PERSETUJUANNYA MEMBUAT, MEMAKAI, MENJUAL, MENGIMPOR, MENGEKSPOR, DAN/ATAU MENGEDARKAN BARANG YANG DIBERI HAK DESAIN INDUSTRI.”
A.I.2.A.I.5. PASAL 8
AYAT (1)
UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN
2000 TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU, MENYATAKAN:
“PEMEGANG HAK MEMILIKI HAK EKSKLUSIF UNTUK MELAKSANAKAN HAK DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU YANG DIMILIKINYA DAN UNTUK MELARANG ORANG LAIN YANG TANPA PERSETUJUANNYA MEMBUAT, MEMAKAI, MENJUAL, MENGIMPOR, MENGEKSPOR DAN/ATAU MENGEDARKAN BARANG YANG DI DALAMNYA TERDAPAT SELURUH ATAU SEBAGIAN DESAIN YANG TELAH DIBERI HAK DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU”
A.I.2.A.I.6. PASAL 4
UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN
2000 TENTANG RAHASIA DAGANG, MENYATAKAN:
“PEMILIK RAHASIA DAGANG MEMILIKI HAK UNTUK:
A.I.2.A.I.6.A. M ENGG
UNAK AN SENDI RI RAHAS IA DAGA NG YANG DIMILI KINYA
; MEMBERIKANLISENSI KEPADA ATAU MELARANG PIHAK LAIN UNTUK MENGGUNAKAN RAHASIA DAGANG ATAU MENGUNGKAPKAN RAHASIA DAGANG ITU KEPADA PIHAK KETIGA UNTUK KEPENTINGAN YANG BERSIFAT KOMERSIAL.”
PASAL 50 HURUF (B) PADA UNDANG-UNDANG NO. 5 TAHUN 1999 MENYATAKAN:
“ YANG DIKECUALIKAN DARI KETENTUAN UNDANG-UNDANG INI ADALAH:
(B) PERJANJIAN YANG BERKAITAN DENGAN HAK ATAS KEKAYAAN INTELEKTUAL SEPERTI LISENSI, PATEN, MEREK DAGANG, HAK CIPTA, DESAIN PRODUK INDUSTRI, RANGKAIAN ELEKTRONIK TERPADU, DAN RAHASIA DAGANG, SERTA PERJANJIAN YANG BERKAITAN DENGAN WARALABA”
Melihat istilah lisensi yang dipakai di dalam pasal tersebut, maka dipandang perlu untuk melihat penormaan mengenai pengalihan lisensi di dalam pasal-pasal pada undang-undang terkait hak kekayaan intelektual sebagai berikut:
1. PASAL 69 AYAT (1) UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN, MENYATAKAN:“PEMEGANG PATEN BERHAK MEMBERIKAN LISENSI KEPADA PIHAK LAIN BERDASARKAN PERJANJIAN LISENSI UNTUK MELAKSANAKAN PERBUATAN SEBAGAIMANA DIMAKSUD
DALAM PASAL 16”
PASAL 43 AYAT (1) UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK, MENYATAKAN: “PEMILIK MEREK TERDAFTAR BERHAK MEMBERIKAN LISENSI KEPADA PIHAK LAIN DENGAN PERJANJIAN BAHWA PENERIMA LISENSI AKAN MENGGUNAKAN MEREK TERSEBUT UNTUK SEBAGIAN ATAU SELURUH JENIS BARANG ATAU JASA”
PASAL 45 AYAT (1) UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 2002 TENTANG HAK CIPTA, MENYATAKAN: “PEMEGANG HAK CIPTA BERHAK MEMBERIKAN LISENSI KEPADA PIHAK LAIN BERDASARKAN SURAT PERJANJIAN LISENSI UNTUK MELAKSANAKAN PERBUATAN SEBAGAIMANA DIMAKSUD DALAM PASAL 2”
PASAL 33 UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI, MENYATAKAN: “PEMEGANG HAK DESAIN INDUSTRI BERHAK MEMBERIKAN LISENSI KEPADA PIHAK LAIN BERDASARKAN PERJANJIAN LISENSI UNTUK MELAKSANAKAN SEMUA PERBUATAN SEBAGAIMANA DIMAKSUD DI DALAM PASAL 9, KECUALI JIKA DIPERJANJIKAN LAIN.”
PASAL 25 UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU, MENYATAKAN:
“PEMEGANG HAK BERHAK MEMBERIKAN LISENSI KEPADA PIHAK LAIN BERDASARKAN PERJANJIAN LISENSI UNTUK MELAKSANAKAN SEMUA PERBUATAN SEBAGAIMANA DIMAKSUD DALAM PASAL 8, KECUALI DIPERJANJIKAN LAIN.” PASAL 6 UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2000 TENTANG RAHASIA DAGANG, MENYATAKAN: “PEMEGANG HAK RAHASIA DAGANG BERHAK MEMBERIKAN LISENSI KEPADA PIHAK LAIN BERDASARKAN PERJANJIAN LISENSI UNTUK MELAKSANAKAN PERBUATAN SEBAGAIMANA DIMAKSUD DALAM PASAL 4, KECUALI JIKA DIPERJANJIKAN LAIN.”
PASAL-PASAL TERSEBUT DIATAS MENYATAKAN TERKAIT PENGALIHAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL DITUANGKAN DALAM BENTUK PERJANJIAN LISENSI. DENGAN DEMIKIAN, DAPAT DISIMPULKAN BAHWA YANG MAKSUD DENGAN “LISENSI” PADA PASAL 50 HURUF B UNDANG-UNDANG NO. 5 TAHUN 1999, BUKANLAH LISENSI YANG BERDIRI SENDIRI, MELAINKAN “PERJANJIAN LISENSI.”
DISAMPING ITU, TERDAPAT PERJANJIAN LAIN YANG TERKAIT
DENGAN HAK ATAS KEKAYAAN INTELEKTUAL YANG DIATUR DI DALAM UNDANG-UNDANG NO. 5 TAHUN 1999 YAKNI PERJANJIAN YANG BERKAITAN DENGAN WARALABA. PENGATURAN MENGENAI PERJANJIAN WARALABA TERDAPAT DI DALAM PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 42 TAHUN 2007 TENTANG WARALABA. PERJANJIAN WARALABA TERKAIT DENGAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL SESUAI DENGAN KRITERIA PERJANJIAN WARALABA YANG TERTUANG DIDALAM PASAL 3 HURUF F DALAM PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 42 TAHUN 2007 YANG MENYATAKAN BAHWA WARALABA HARUS MEMENUHI KRITERIA HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL YANG TELAH TERDAFTAR.
C. PEMBATASAN LISENSI DI UNI EROPA DAN AMERIKA
MENGINGAT BAHWA PEMBATASAN LISENSI HAK ATAS KEKAYAAN INTELEKTUAL DALAM HUKUM PERSAINGAN USAHA DI INDONESIA MASIH RELATIF BARU DAN BELUM BANYAK PEMBAHASAN TENTANG HAL INI, MAKA PADA BAGIAN INI AKAN MENGURAIKAN PENGATURAN PEMBATASAN LISENSI DI BEBERAPA NEGARA. HARAPANNYA ADALAH UNTUK MENAMBAH KHASANAH PEMIKIRAN, DAN MEMBERIKAN TAMBAHAN REFERENSI BAGI PEMAHAMAN DAN PERBAIKAN PENGATURAN PEMBATASAN LISENSI DALAM HUKUM PERSAINGAN USAHA DI INDONESIA.
A.1.1. PEMBATASAN LISENSI DI UNI EROPA
DI NEGARA-NEGARA UNI EROPA PEMBATASAN EKSKLUSIVITAS ATAS HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL DITUANGKAN DI DALAM PASAL 81 DAN 82 EUROPEAN COMMUNITY TREATY (PERJANJIAN MASYARAKAT UNI-EROPA)
YANG SELANJUTNYA DISEBUT DENGAN EC TREATY. PASAL 81 EC TREATY MENGATUR MENGENAI PERJANJIAN YANG DILARANG DI DALAM PERSAINGAN USAHA YANG MENGIKAT MASYARAKAT UNI EROPA. SEDANGKAN PASAL 82 EC TREATY MENGATUR MENGENAI POSISI DOMINAN YANG DAPAT MENYEBABKAN PERSAINGAN TIDAK SEHAT. PERJANJIAN YANG TERMASUK DI DALAM PERATURAN INI ADALAH PERJANJIAN YANG BERKAITAN DENGAN LISENSI ATAS HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL.
PASAL 81 DARI EC TREATY MENYATAKAN SEBAGAI BERIKUT:
“(1) THE FOLLOWING SHALL BE PROHIBITED AS INCOMPATIBLE WITH THE COMMON MARKET: ALL AGREEMENTS BETWEEN UNDERTAKINGS, DECISIONS BY ASSOCIATIONS OF UNDERTAKINGS AND CONCERTED PRACTICES WHICH MAY AFFECT TRADE BETWEEN MEMBER STATES AND WHICH HAVE AS THEIR OBJECT OR EFFECT THE PREVENTION, RESTRICTION OR DISTORTION OF COMPETITION WITHIN THE COMMON MARKET, AND IN PARTICULAR THOSE WHICH:
A. DIRECTLY OR INDIRECTLY FIX PURCHASE OR SELLING PRICES OR ANY OTHER TRADING CONDITIONS,
LIMIT OR CONTROL PRODUCTION, MARKETS, TECHNICAL DEVELOPMENT, OR INVESTMENT
SHARE MARKETS OR SOURCES OF SUPPLY
APPLY DISSIMILAR CONDITIONS TO EQUIVALENT TRANSACTIONS WITH OTHER TRADING PARTIES, THEREBY PLACING THEM AT A COMPETITIVE DISADVANTAGE
MAKE THE CONCLUSION OF CONTRACTS SUBJECT TO ACCEPTANCE BY THE OTHER PARTIES OF SUPPLEMENTARY OBLIGATIONS WHICH, BY THEIR NATURE OR ACCORDING TO COMMERCIAL USAGE, HAVE NO CONNECTION WITH THE SUBJECT OF SUCH CONTRACTS.
(2) ANY AGREEMENTS OR DECISIONS PROHIBITED PURSUANT TO THIS ARTICLE SHALL BE AUTOMATICALLY VOID
THE PROVISIONS OF PARAGRAPH 1 MAY, HOWEVER, BE DECLARED INAPPLICABLE IN THE CASE OF:
- ANY AGREEMENT OR CATEGORY OF AGREEMENT
BETWEEN UNDERTAKINGS
ANY DECISION OR CATEGORY OF DECISIONS BY ASSOCIATIONS OF UNDERTAKINGS
ANY CONCERTED PRACTICE OR CATEGORY OF CONCERTED PRACTICES,
WHICH CONTRIBUTES IMPROVING THE PRODUCTION OF GOODS OR TO PROMOTING TECHNICAL OR ECONOMIC PROGRESS, WHILE ALLOWING CONSUMERS A FAIR SHARE OF THE RESULTING BENEFIT, AND WHICH DOES NOT:
A. IMPOSE ON THE UNDERTAKINGS CONCERNED RESTRICTIONS WHICH ARE NOT INDISPENSABLE TO THE ATTAINMENT OF THESE OBJECTIVES
AFFORD SUCH UNDERTAKING POSSIBILITY OF ELIMINATING COMPETITION IN RESPECT OF A SUBSTANTIAL PART OF THE PRODUCTS IN QUESTION.”
DALAM PASAL TERSEBUT MELARANG PERJANJIAN YANG DILAKUKAN OLEH PERUSAHAAN, ASOSIASI PERUSAHAAN, DAN PRAKTEK BERSAMA YANG MELIPUTI BEBERAPA HAL SEBAGAI BERIKUT:
A. PENETAPAN HARGA JUAL DAN HARGA BELI BAIK SECARA LANGSUNG MAUPUN TIDAK LANGSUNG.
MEMBATASI ATAU MENGONTROL PRODUKSI, MEMBATASI ATAU MENGONTROL PASAR, PENGEMBANGAN TEKNIS, ATAU INVESTASI.
PEMBAGIAN PASAR ATAU SUMBER PERSEDIAAN. MENETAPKAN KONDISI YANG BERBEDA PADA TRANSAKSI YANG SAMA KEPADA PIHAK LAINNYA SEHINGGA MENYEBABKAN KERUGIAN PERSAINGAN.
MENETAPKAN SUBJEK KONTRAK YANG HARUS DITERIMA OLEH PIHAK LAIN BERUPA KEWAJIBAN TAMBAHAN YANG BERDASARKAN PENGGUNAAN KOMERSIAL TIDAK MEMILIKI HUBUNGAN DENGAN SUBJEK PADA KONTRAK SEJENIS.
LARANGAN DI DALAM PRAKTEK KEKAYAAN INTELEKTUAL INDUSTRIAL DAN KOMERSIAL YANG DIBERLAKUKAN OLEH ATURAN PERSAINGAN MASYARAKAT EROPA DAN ATURAN MENGENAI KEBEBASAN PERGERAKAN
BARANG FOKUS PADA TIGA AREA BERIKUT INI:69
A. LARANGAN DI DALAM PEMBERLAKUAN KEKAYAAN INTELEKTUAL INDUSTRIAL DAN KOMERSIAL. HAL INI TELAH JELAS DIDALAM KEPUTUSAN MAHKAMAH KEHAKIMAN BAHWA PASAL DI DALAM EC TREATY KHUSUSNYA PASAL 81, 82, DAN 28 DAPAT MENJADI DASAR PADA BEBERAPA HAL SEBAGAI PERLINDUNGAN TERHADAP PEMBERLAKUAN KEKAYAAN INTELEKTUAL INDUSTRIAL DAN KOMERSIAL.
LISENSI. LISENSI PADA KEKAYAAN INTELEKTUAL INDUSTRIAL DAN KOMERSIAL DAPAT TERMASUK DI DALAM LARANGAN YANG TERKANDUNG DIDALAM PASAL 81 (1) DIMANA MEREKA MEMASUKKAN ATURAN YANG MELARANG PEMBATASAN PERSAINGAN. NAMUN BANYAK PATEN,
KNOW-HOW, PERANGKAT LUNAK DAN LISENSI HAK DESAIN DAPAT DIKECUALIKAN DARI PASAL 81(1) DENGAN PENYESUAIAN DARI TECHNOLOGY TRANSFER BLOCK EXEMPTION (PENGECUALIAN KELOMPOK PADA ALIH TEKNOLOGI).
PERJANJIAN PENENTUAN BATASAN MEREK. HAL INI DIBERLAKUKAN KEPADA PEMILIK DARI MEREK YANG HAMPIR SAMA YANG DAPAT MENYEBABKAN KEBINGUNGAN, DIMANA MEREKA MEMBUAT PERJANJIAN TERKAIT DENGAN PENGGUNAAN MEREK.
SISTEM PENERAPAN ADMINISTRASI EROPA DITENTUKAN OLEH PERATURAN PENGECUALIAN KELOMPOK SEBAGAIMANA YANG TERTUANG DALAM PASAL 81 AYAT (3) EC TREATY. HAL TERSEBUT DIWUJUDKAN DENGAN ADANYA BEBERAPA
69Xxx Xxxx and Xxxxxx, op. cit., hlm. 584.
KETENTUAN SEBAGAI BERIKUT:70
A. KETENTUAN PEMBEBASAN KELOMPOK (BLOCK EXEMPTION REGULATION) NOMOR 240/96 MENGENAI PERJANJIAN TRANSFER TEKNOLOGI YANG MENGGANTIKAN KETENTUAN PEMBEBASAN KELOMPOK NOMOR 2349/84 MENGENAI PERJANJIAN LISENSI PATEN DAN KETENTUAN PEMBEBASAN KELOMPOK NOMOR 556/89 MENGENAI PERJANJIAN LISENSI KNOW-HOW.
KETENTUAN PEMBEBASAN KELOMPOK NOMOR 2790/1999 MENGENAI PERJANJIAN VERTIKAL, YANG MENJANGKAU SEMUA PERJANJIAN WARALABA, BD. PASAL 15 NO.ALINEA 36-38.
PADA PERJANJIAN TERKAIT DENGAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL, ADA BEBERAPA PERSYARATAN DALAM PERJANJIAN YANG DILARANG KARENA DAMPAK ANTI PERSAINGANNYA. PERSYARATAN INI DISEBUT SEBAGAI DAFTAR HITAM (BLACK LIST), YANG ISINYA ADALAH:71
A. BATASAN HARGA, YAITU SALAH SATU PIHAK DIBATASI HAK MENENTUKAN HARGA, KOMPONEN HARGA ATAU DISKON UNTUK PRODUK BERLISENSI.
TIDAK BERSAING, YAITU SALAH SATU PIHAK DIBATASI BERSAING DI PASAR BERSAMA DENGAN PIHAK SATUNYA, DENGAN PELAKU USAHA YANG TERKAIT DENGAN PIHAK SATUNYA BERKAITAN DENGAN PENELITIAN DAN
70Xxxx Xxxxxx, et. al., op. cit., hlm. 458. 71Ibid., hlm. 464-467.
PENGEMBANGAN, PRODUKSI, PENGGUNAAN ATAU DISTRIBUSI PRODUK BERSAING TANPA MENGURANGI HAK. HAMBATAN EKSPOR, YAITU SALAH SATU ATAU KEDUA PIHAK DIBATASI TANPA ALASAN JELAS, YAITU:
1) MENOLAK MEMENUHI PESANAN DARI PENGGUNA ATAU PENGECER DI KAWASAN MASING-MASING YANG AKAN MEMASARKAN PRODUK DI KAWASAN LAIN PASAR UMUM;
MENYULITKAN PENGGUNA ATAU PENGECER UNTUK MEMPEROLEH PRODUK DARI PENGECER LAINNYA DI DALAM PASAR UMUM DI KAWASAN MASING-MASING YANG AKAN MEMASARKAN PRODUK DI KAWASAN LAIN PASAR UMUM, DAN TERUTAMA UNTUK MELAKSANAKAN HAK KEPEMILIKAN INTELEKTUAL ATAU MENGAMBIL TINDAKAN UNTUK MENGHAMBAT PENGGUNA ATAU PENGECER MEMPEROLEH DARI LUAR, ATAU UNTUK MEMASARKAN DI PASAR DALAM KAWASAN LISENSI PRODUK-PRODUK YANG SECARA SAH DITEMPATKAN OLEH PEMBERI LISENSI ATAU DENGAN PERSETUJUANNYA DI DALAM PASAR UMUM, ATAU MELAKUKANNYA SEBAGAI AKIBAT PRAKTEK BERSAMA DI ANTARA MEREKA.
B. HAMBATAN PENGGUNA, YAITU PIHAK-PIHAK TERKAIT SUDAH MERUPAKAN PRODUSEN SALING BERSAING SEBELUM PEMBERIAN LISENSI, DAN SALAH SATU PIHAK DARI MEREKA DIBATASI HAKNYA, DALAM SEKTOR PENGGUNAAN TEKNOLOGI YANG SAMA ATAU DALAM PASAR PRODUK YANG SAMA, MENGENAI KONSUMEN YANG DIPASOKNYA, TERUTAMA DENGAN DILARANG MEMASOK KELOMPOK PENGGUNA TERTENTU, MENGGUNAKAN BENTUK-BENTUK DISTRIBUSI TERTENTU, ATAU DENGAN TUJUAN BERBAGI KONSUMEN, MENGGUNAKAN PEMBUNGKUSAN PRODUK TERTENTU;
BATASAN KUANTITAS, YAITU KUANTITAS PRODUK BERLISENSI YANG BOLEH DIPRODUKSI ATAU DIJUAL OLEH SALAH SATU PIHAK ATAU JUMLAH OPERASI MENGGUNAKAN TEKNOLOGI BERLISENSI TERKENA PEMBATASAN TERTENTU; UMPAN BALIK KUAT, YAITU PENERIMA LISENSI DIWAJIBKAN MENYERAHKAN SELURUH ATAU SEBAGIAN HAK PENYEMPURNAAN ATAU PENGGUNAAN BARU TEKNOLOGI BERLISENSI KEPADA PEMBERI LISENSI;
MASA BATASAN KAWASAN YANG BERLEBIHAN PANJANGNYA, YAITU PEMBERI LISENSI DISYARATKAN, WALAUPUN DALAM PERJANJIAN TERPISAH ATAU MELALUI PERPANJANGAN OTOMATIS DARI JANGKA WAKTU SEBENARNYA DALAM PERJANJIAN OLEH KARENA PENYERTAAN PENYEMPURNAAN APAPUN JUGA, UNTUK MASA MELEBIHI (LIMA ATAU SEPULUH TAHUN, BD PASAL 50 HURUF B NO ALINEA 53 DST.) UNTUK TIDAK MEMANFAATKAN TEKNOLOGI BERLISENSI DI KAWASAN PIHAK LAINNYA ATAU PENERIMA LISENSI LAINNYA.
DISAMPING KETENTUAN DALAM PASAL 81 EC TREATY, TERDAPAT KETENTUAN DIDALAM PASAL 82 YANG MENGATUR MENGENAI LARANGAN PENYALAHGUNAAN POSISI DOMINAN DALAM PASAR UMUM. KONSEP POSISI DOMINAN BERDASARKAN MAHKAMAH AGUNG EROPA DIARTIKAN SEBAGAI:72
“A POSITION OF ECONOMIC STRENGTH ENJOYED BY AN UNDERTAKING WHICH ENABLES IT TO PREVENT EFFECTIVE COMPETITION BEING MAINTAINED ON THE RELEVANT MARKET BY GIVING IT THE POWER TO BEHAVE TO AN APPRECIABLE EXTENT INDEPENDENTLY OF ITS COMPETITORS, CUSTOMERS, AND ULTIMATELY OF ITS CONSUMERS.”
POSISI DOMINAN DALAM KETENTUAN DI ATAS ADALAH POSISI ATAS KEKUATAN EKONOMI YANG DIMILIKI OLEH PERUSAHAAN YANG MEMUNGKINKAN PERUSAHAAN TERSEBUT UNTUK MENCEGAH PERSAINGAN EFEKTIF PADA PASAR
72Xxx Xxxx and Xxxxxx, op. cit., hlm. 117.
BERSANGKUTAN DENGAN MENGGUNAKAN KEKUATANNYA UNTUK BERTINDAK SESUAI KEHENDAKNYA PADA TINGKATAN TERTENTU PADA PESAINGNYA DAN TERUTAMA PADA KONSUMENNYA.
PASAL 82 EC TREATY MENGATUR MENGENAI PENYALAHGUNAAN POSISI DOMINAN ATAS:
A. SECARA LANGSUNG ATAU TIDAK LANGSUNG MEMBERLAKUKAN PEMBELIAN YANG TIDAK ADIL ATAU HARGA JUAL ATAU KONDISI PERDAGANGAN YANG TIDAK ADIL
MEMBATASI PRODUKSI, PASAR ATAU PENGEMBANGAN TEKNIS YANG MERUGIKAN KONSUMEN
MENERAPKAN KONDISI BERBEDA DENGAN TRANSAKSI PERDAGANGAN YANG SETARA DENGAN PIHAK LAIN, SEHINGGA MENEMPATKAN MEREKA PADA KERUGIAN KOMPETITIF
MEMBUAT KESIMPULAN DARI KONTRAK YANG TUNDUK PADA PENERIMAAN OLEH PIHAK LAIN DARI KEWAJIBAN TAMBAHAN YANG, MENURUT SIFATNYA ATAU MENURUT PENGGUNAAN KOMERSIAL, TIDAK MEMILIKI HUBUNGAN DENGAN SUBJEK KONTRAK TERSEBUT.
A.1.2. PEMBATASAN LISENSI DI AMERIKA SERIKAT
UNDANG-UNDANG DASAR AMERIKA SERIKAT MEMBERIKAN DASAR PENGATURAN ATAS HUKUM KEKAYAAN INTELEKTUAL DALAM PASAL 1, BAGIAN 8, PARAGRAF 8, YANG MEMBERIKAN WEWENANG PADA KONGGRES UNTUK “MENDUKUNG KEMAJUAN ILMU PENGETAHUAN DAN SENI YANG BERMANFAAT, DENGAN CARA MENJAMIN DALAM WAKTU
TERTENTU KEPADA PENULIS DAN PENEMU SEBUAH HAK EKSKLUSIF KEPADA TULISAN DAN PENEMUAN MEREKA
SENDIRI”. 73 Pembatasan lisensi di Amerika Serikat sendiri diatur secara spesifik di dalam U.S Department of Justice and Federal Trade Commission: Antitrust Guidelines for the Licensing of Intellectual Property (Pedoman Persaingan Usaha untuk Lisensi atas Hak Kekayaan Intelektual).
HAL-HAL DI DALAM PERJANJIAN LISENSI YANG MENJADI FOKUS PADA HUKUM PERSAINGAN USAHA DI AMERIKA YAITU:74
A. PASAR YANG TERPENGARUH OLEH PERJANJIAN LISENSI PERJANJIAN LISENSI MENIMBULKAN KEKHAWATIRAN DI DALAM HUKUM PERSAINGAN APABILA PERJANJIAN LISENSI TERSEBUT MEMPENGARUHI HARGA, JUMLAH, KUALITAS, ATAU MACAM-MACAM BARANG DAN JASA BAIK YANG TELAH TERJADI MAUPUN YANG BERPOTENSI TERJADI. EFEK PERSAINGAN DARI PERJANJIAN LISENSI CUKUP DINILAI DI DALAM PASAR YANG RELEVAN UNTUK BARANG DAN JASA YANG TERPENGARUH KARENA ADANYA PERJANJIAN. ADA BEBERAPA MACAM YANG TERKAIT YAITU:
1) PASAR BARANG
JUMLAH DARI PASAR BARANG YANG BERBEDA DAPAT
73Xxxxxx X. Xxxxx, Protecting Intellectual Property Rights, Issues and Controversies, Washington DC: American Enterprise Institute for Public Policy Research, 1987, hlm. 7.
74William C. Xxxxxx dan Dawn E. Xxxxxx, Antitrust Law Sourcebook for the United States and Europe 2005 Edition, St.Xxxx Xxxxxxxxx: West, 2004, Section I-271, hlm. 7.
MENJADI ACUAN UNTUK MENILAI EFEK DARI PERJANJIAN LISENSI. PEMBATASAN DI DALAM PERJANJIAN LISENSI MEMILIKI EFEK PERSAINGAN DI DALAM PASAR UNTUK BARANG ATAU JASA YANG BERSIFAT FINAL MAUPUN PERANTARA YANG DIBUAT DENGAN KEKAYAAN INTELEKTUAL, ATAU KARENA PERJANJIAN TERSEBUT DAPAT MEMBERIKAN EFEK KE HULU, PADA PASAR BARANG YANG DIGUNAKAN SEBAGAI INPUT, BERSAMA-SAMA DENGAN KEKAYAAN INTELEKTUAL, UNTUK MEMPRODUKSI BARANG LAIN. SECARA UMUM, UNTUK PASAR BARANG YANG TERPENGARUH OLEH PERJANJIAN LISENSI, MAKA PIHAK YANG BERWENANG AKAN MENANDAI PASAR YANG RELEVAN TERSEBUT DAN MELAKUKAN PENILAIAN PADA KEPEMILIKAN PASAR DI DALAM AREA KEKAYAAN INTELEKTUAL SEBAGAIMANA TERCANTUM DI DALAM BAGIAN 1 PADA U.S. DEPARTMENT OF JUSTICE AND FEDERAL TRADE COMMISSION HORIZONTAL MERGER GUIDELINES (PEDOMAN MERGER HORISONTAL KOMISI NASIONAL PERDAGANGAN DEPARTEMEN KEHAKIMAN AMERIKA SERIKAT).
2) PASAR TEKNOLOGI
PASAR TEKNOLOGI TERDIRI DARI KEKAYAAN INTELEKTUAL YANG DILISENSIKAN (TEKNOLOGI YANG
DILENSIKAN) DAN PENGGANTINYA, DIMANA TEKNOLOGI ATAU BARANG YANG CUKUP DEKAT SEBAGAI PENGGANTI SECARA SIGNIFIKAN MEMBATASI KEKUATAN PASAR DIMANA KEKAYAAN INTELEKTUAL DILISENSIKAN. SEBAGAI CONTOH, PEMILIK SEBUAH PROSES ATAS PRODUKSI BARANG TERTENTU DAPAT DIBATASI DARI TINDAKANNYA BERDASARKAN PROSES ITU TIDAK HANYA OLEH PROSES LAIN UNTUK MEMBUAT BARANG TERSEBUT, NAMUN JUGA OLEH BARANG LAIN YANG BERSAING DENGAN BARANG AKHIR DAN OLEH PROSES YANG DIGUNAKAN UNTUK MEMPRODUKSI BARANG LAIN TERSEBUT. KETIKA HAK ATAS KEKAYAAN INTELEKTUAL DIJUAL SECARA TERPISAH DENGAN PRODUK YANG DIGUNAKAN, MAKA PIHAK YANG BERWENANG AKAN BERGANTUNG PADA PASAR TEKNOLOGI UNTUK MENGANALISA EFEK PERSAINGAN DARI SEBUAH PERJANJIAN LISENSI.
3) RISET DAN PENGEMBANGAN: PASAR INOVASI
APABILA SEBUAH PERJANJIAN LISENSI MEMPENGARUHI SECARA BURUK PERSAINGAN UNTUK MENGEMBANGKAN BARANG ATAU PROSES YANG BARU MAUPUN YANG BARANG ATAU PROSES YANG DIKEMBANGKAN, PIHAK YANG BERWENANG AKAN MENGANALISA DAMPAK
SEBAGAI EFEK PERSAINGAN YANG TERPISAH DI DALAM PASAR BARANG ATAU PASAR TEKNOLOGI YANG RELEVAN. PERJANJIAN LISENSI MEMILIKI EFEK PERSAINGAN PADA INOVASI YANG TIDAK CUKUP HANYA DENGAN DILIHAT MELALUI ANALISA ATAS PASAR BARANG ATAU PASAR TEKNOLOGI. SEBAGAI CONTOH, PERJANJIAN DAPAT MEMPENGARUHI PENGEMBANGAN SEBUAH BARANG YANG BELUM ADA. CONTOH LAINNYA, PERJANJIAN LISENSI DAPAT MEMPENGARUHI PENGEMBANGAN ATAS BARANG ATAU PROSES BARU ATAU YANG SEDANG DIKEMBANGKAN DI DALAM PASAR GEOGRAFIS DIMANA TIDAK TERDAPAT PERSAINGAN ATAU POTENSI PERSAINGAN PADA BARANG YANG RELEVAN.
B. HUBUNGAN HORISONTAL DAN VERTIKAL
PERJANJIAN LISENSI MEMILIKI UNSUR VERTIKAL APABILA PERJANJIAN TERSEBUT MEMPENGARUHI AKTIVITAS YANG ADA PADA HUBUNGAN YANG BERSIFAT KOMPLEMENTER, DIMANA HAL TERSEBUT MERUPOAKAN HAL YANG BIASA PADA KASUS DI DALAM PERJANJIAN LISENSI. SEBAGAI CONTOH, BISNIS UTAMA SEORANG LISENSOR ADALAH PADA RISET DAN PENGEMBANGAN, DAN PENERIMA LISENSINYA, SEBAGAI PERUSAHAAN, MEMBELI HAK UNTUK UNTUK MENGGUNAKAN TEKNOLOGI YANG DIKEMBANGKAN OLEH
PEMBERI LISENSI.
SEBAGAI TAMBAHAN PADA UNSUR VERTIKAL INI, PEMBERI LISENSI DAN PENERIMA LISENSI DAPAT JUGA MEMILIKI HUBUNGAN HORIZONTAL, DIMANA PEMBERI LISENSI DAN PENERIMA LISENSI BERPERAN SEBAGAI PESAING ATAU BERPOTENSI SEBAGAI PESAING PADA PASAR YANG RELEVAN. KEBERADAAN DARI HUBUNGAN HORIZONTAL ANTARA PEMBERI LISENSI DAN PENERIMA LISENSI TIDAK SERTA MERTA MENGINDIKASIKAN BAHWA PERJANJIAN LISENSI TERSEBUT BERSIFAT ANTI PERSAINGAN. IDENTIFIKASI DARI HUBUNGAN TERSEBUT HANYA DILAKUKAN UNTUK MENENTUKAN APAKAH TERDAPAT EFEK ANTI PERSAINGAN YANG MUNCUL DARI PERJANJIAN LISENSI.
PEMBATASAN ATAS LISENSI TERSEBUT TERKAIT PADA HAL-HAL DIBAWAH INI:75
A. PEMBATASAN HORIZONTAL. KEBERADAAN PEMBATASAN HORIZONTAL PADA PERJANJIAN LISENSI YANG MEMPENGARUHI PIHAK-PIHAK DI DALAM HUBUNGAN HORIZONTAL TIDAK SECARA OTOMATIS MEMBUAT PERJANJIAN TERSEBUT BERSIFAT ANTI PERSAINGAN. DI DALAM KEGIATAN JOINT-VENTURE DIANTARA PESAING HORIZONTAL, PERJANJIAN LISENSI DIANTARA MEREKA JUSTRU DAPAT MENDUKUNG TERJADINYA KOMPETISI APABILA MEREKA MENGHASILKAN KOMBINASI YANG EFISIEN. EFISIENSI YANG DAPAT MUNCUL SEPERTI, REALISASI DARI SKALA EKONOMI DAN PENGGABUNGAN RISET DAN PENGEMBANGAN YANG BERINTEGRASI, PRODUKSI, DAN KEMAMPUAN PEMASARAN.
75Xxxxxxx X.Xxxxxx dan Dawn E. Xxxxxx, op. cit., Section I-288, hlm. 24.
PENETAPAN HARGA JUAL KEMBALI (RESALE PRICE MAINTENANCE)
PENETAPAN HARGA JUAL KEMBALI DILARANG APABILA BARANG ATAU JASA TELAH MASUK DALAM PERDAGANGAN DAN DIMILIKI OLEH PIHAK YANG BERSEPAKAT.
B. PERJANJIAN PENGIKATAN PRODUK (TYING AGREEMENT) PERJANJIAN PENGIKATAN PRODUK DIARTIKAN SEBAGAI PERJANJIAN YANG DILAKUKAN OLEH SALAH SATU PIHAK UNTUK MENJUAL SUATU PRODUK, PADA KEADAAN PEMBELI JUGA MEMBELI PRODUK YANG BERBEDA ATAU YANG TERIKAT DALAM PENJUALAN ATAS PRODUK TERSEBUT, ATAU SETIDAKNYA PEMBELI SETUJU UNTUK TIDAK MEMBELI PRODUK YANG TERIKAT DENGAN PRODUK LAIN TERSEBUT DARI PEMASOK YANG LAIN. PENGKONDISIAN KEMAMPUAN LICENSEE UNTUK MELISENSIKAN SATU ATAU LEBIH ITEM DARI KEKAYAAN INTELEKTUAL PADA PEMBELIAN LICENSEE ATAS ITEM LAINNYA YANG MENGANDUNG KEKAYAAN INTELEKTUAL ATAU BARANG ATAU JASA DALAM BEBERAPA KASUS TELAH MENGAKIBATKAN PENGIKATAN YANG DILARANG. PERJANJIAN PENGIKATAN PRODUK DALAM BEBERAPA KONDISI DAPAT DIKATEGORIKAN SEBAGAI ANTI PERSAINGAN APABILA MENGANDUNG UNSUR-UNSUR:
1) PENJUAL MENGUASAI ATAS PASAR PADA PRODUK
YANG DIIKAT TERSEBUT;
PERJANJIAN TERSEBUT MEMILIKI EFEK YANG BERLAWANAN PADA PERSAINGAN DI DALAM PASAR BERSANGKUTAN UNTUK PRODUK YANG DIIKAT TERSEBUT;
ALASAN EFISIENSI ATAS PERJANJIAN TERSEBUT TIDAK MELEBIHI EFEK ANTI PERSAINGAN.
C. KESEPAKATAN EKSKLUSIF (EXCLUSIVE DEALING) KESEPAKATAN EKSKLUSIF DI DALAM KONTEKS KEKAYAAN INTELEKTUAL, TERJADI APABILA PERJANJIAN LISENSI MEMUAT ATURAN UNTUK MENCEGAH PENERIMA LISENSI UNTUK MELISENSIKAN, MENJUAL, MENDISTRIBUSIKAN, DAN MENGGUNAKAN TEKNOLOGI PESAING.
D. LISENSI SILANG(CROSS LICENSING)DAN PENGHIMPUNAN LISENSI(POOLING ARRANGEMENTS)
LISENSI SILANG DAN PENGHIMPUNAN LISENSI ADALAH PERJANJIAN ANTARA DUA ATAU LEBIH DARI PEMILIK HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL YANG BERBEDA UNTUK MELISENSIKAN SATU SAMA LAIN ATAU MELISENSIKAN PADA PIHAK KETIGA. PERJANJIAN INI DAPAT MENDUKUNG PERSAINGAN DENGAN MENYATUKAN TEKNOLOGI PELENGKAP, MENGURANGI BIAYA TRANSAKSI (TRANSACTION COST), MEMBUKA POSISI KELOMPOK, DAN MENGHINDARI BIAYA DARI LITIGASI PELANGGARAN. DENGAN MENDUKUNG PERLUASAN TEKNOLOGI, LISENSI SILANG DAN PENGHIMPUNAN LISENSI JUSTRU MENDUKUNG ADANYA PERSAINGAN.
EFEK ANTI PERSAINGAN DARI LISENSI SILANG DAN PENGHIMPUNAN LISENSI DAPAT TERJADI DI BEBERAPA KEADAAN. SEBAGAI CONTOH, HARGA GABUNGAN ATAU PEMBATASAN OUTPUT DI DALAM PENGHIMPUNAN LISENSI, SEPERTI PADA PEMASARAN BERSAMA ATAS HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL YANG DIHIMPUN YANG TELAH DIATUR SEDEMIKIAN RUPA DAPAT DIANGGAP MELAWAN HUKUM JIKA PARA PELAKU USAHA MELAKUKANNYA TIDAK UNTUK TUJUAN MEMAKSIMALKAN EFISIENSI EKONOMI DIANTARA SESAMA.
E. GRANT-BACKS (LISENSI KEMBALI)
GRANTBACKS ADALAH PERJANJIAN YANG MEWAJIBKAN LICENSEE UNTUK MEMBERIKAN HAK ATAS PENGEMBANGAN KEKAYAAN INTELEKTUAL PADA LICENSOR YANG DILAKUKAN OLEH LICENSEE ATAS TEKNOLOGI YANG DILISENSIKAN. GRANTBACKS DAPAT BERSIFAT PRO PERSAINGAN APABILA HAL ITU DILAKUKAN PADA LISENSI NON EKSKLUSIF. GRANTBACKS DAPAT MENGHAMBAT PERSAINGAN APABILA PARA PELAKU USAHA SECARA SUBSTANSIAL MENGURANGI PERAN LICENSEE UNTUK TURUT SERTA DALAM RISET DAN PENGEMBANGAN (RESEARCH AND DEVELOPMENT) DAN KARENANYA MEMBATASI PERSAINGAN DI PASAR INOVASI.
F. ACQUISITION OF INTELLECTUAL PROPERTY RIGHTS
(PENGAMBILALIHANHAK KEKAYAAN INTELEKTUAL) PERJANJIAN AKUISISI DIPERSIAPKAN DENGAN TUJUAN MENJELASKAN SYARAT DAN KETENTUAN BAIK DALAM JUAL BELI SAHAM ATAU PENJUALAN ASET YANG AKAN DIJUAL.
TUJUAN DARI PERJANJIAN AKUISISI ADALAH UNTUK MENGIDENTIFIKASI ISU-ISU PENTING UNTUK TRANSAKSI TERTENTU, SEPERTI SAHAM ATAU ASET, HARGA PEMBELIAN, METODE PEMBAYARAN, TANGGAL PENUTUPAN DAN SETIAP PRASYARAT DIMANA PENJUAL ATAU PEMBELI DIHARAPKAN DAPAT MEMENUHI SEBELUM TANGGAL "PENUTUPAN". SELAIN ITU, DALAM KONTEKS KEKAYAAN INTELEKTUAL, PENJUAL BIASANYA AKAN DIMINTA UNTUK MEMBUAT REPRESENTASI TERTENTU DAN JAMINAN SEHUBUNGAN DENGAN ASET TIDAK BERWUJUD YANG AKAN DIJUAL.76
BEBERAPA PENGAMBIL-ALIHAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL PALING TEPAT DIANALISIS DENGAN MENERAPKAN PRINSIP-PRINSIP DAN STANDAR YANG DIGUNAKAN UNTUK MENGANALISIS MERGER, TERUTAMA YANG TERDAPAT DI PEDOMAN MERGER HORIZONTAL 1992.77
D. PEMBATASAN LISENSI DI INDONESIA
PEMBATASAN LISENSI DI INDONESIA TIDAK DIATUR DI DALAM UNDANG-UNDANG PERSAINGAN USAHA SEBAGAIMANA PENGATURAN ATAS PEMBATASAN LISENSI DI NEGARA-NEGARA UNI EROPA DAN AMERIKA SERIKAT. UNDANG-UNDANG NO. 5 TAHUN 1999 MEMBERIKAN PENGECUALIAN ATAS HAK KEKAYAAN
76 Lanning G. Xxxxx and Xxxxx X. Lebson, “Intellectual Property Assets in Mergers and Acquisitions”, xxxx://xxx.xxxx.xxx/xxx/xx/xxxxxxxxx/xxx/xxxxxxx.xxx, , akses 5 September 2012.
77 Xxxxxxx X. Xxxxx and Dawn E. Xxxxxx, op. cit., hlm 31
INTELEKTUAL DIMANA TERMASUK DIDALAMNYA TERTULIS MENGENAI LISENSI. PEMBATASAN MENGENAI LISENSI DITUANGKAN DI DALAM UNDANG-UNDANG TERKAIT HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL, AKAN TETAPI TIDAK MENJELASKAN SECARA EKSPLISIT BAGAIMANA PEMBATASAN TENTANG LISENSI ITU APABILA DITUANGKAN DI DALAM PERJANJIAN. HAL INI DAPAT DILIHAT PADA UNDANG-UNDANG TERKAIT HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL SEBAGAI BERIKUT:
1. PASAL 71 UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN, MENYATAKAN:
“PERJANJIAN LISENSI TIDAK BOLEH MEMUAT KETENTUAN, BAIK LANGSUNG MAUPUN TIDAK LANGSUNG, YANG DAPAT MERUGIKAN PEREKONOMIAN INDONESIA ATAU MEMUAT PEMBATASAN YANG MENGHAMBAT KEMAMPUAN BANGSA INDONESIA DALAM MENGUASAI DAN MENGEMBANGKAN TEKNOLOGI PADA UMUMNYA DAN YANG BERKAITAN DENGAN INVENSI YANG DIBERI PATEN TERSEBUT, PADA KHUSUSNYA.”
2. PASAL 47 AYAT (1) UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK, MENYATAKAN:
“PERJANJIAN LISENSI TIDAK BOLEH MEMUAT KETENTUAN, BAIK LANGSUNG MAUPUN TIDAK LANGSUNG, YANG DAPAT MERUGIKAN PEREKONOMIAN INDONESIA ATAU MEMUAT PEMBATASAN YANG MENGHAMBAT KEMAMPUAN BANGSA INDONESIA DALAM MENGUASAI DAN MENGEMBANGKAN TEKNOLOGI PADA UMUMNYA.”
3. PASAL 47 UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 2002 TENTANG HAK CIPTA, MENYATAKAN:
“PERJANJIAN LISENSI DILARANG MEMUAT KETENTUAN YANG DAPAT MENIMBULKAN AKIBAT YANG MERUGIKAN
PEREKONOMIAN INDONESIA ATAU MEMUAT KETENTUAN YANG MENGAKIBATKAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT.”
4. PASAL 9 AYAT (1) UNDANG-UNDANG NO 30 TAHUN 2000 TENTANG RAHASIA DAGANG, MENYATAKAN:
“PERJANJIAN LISENSI DILARANG MEMUAT KETENTUAN YANG DAPAT MENIMBULKAN AKIBAT YANG MERUGIKAN PEREKONOMIAN INDONESIA ATAU MEMUAT KETENTUAN YANG MENGAKIBATKAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT.”
5. PASAL 36 AYAT (1) UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI
“PERJANJIAN LISENSI DILARANG MEMUAT KETENTUAN YANG DAPAT MENIMBULKAN AKIBAT YANG MERUGIKAN PEREKONOMIAN INDONESIA ATAU MEMUAT KETENTUAN YANG MENGAKIBATKAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT.”
6. PASAL 28 AYAT (1) UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU, MENYATAKAN:
“PERJANJIAN LISENSI DILARANG MEMUAT KETENTUAN YANG DAPAT MENIMBULKAN AKIBAT YANG MERUGIKAN PEREKONOMIAN INDONESIA ATAU MEMUAT KETENTUAN YANG MENGAKIBATKAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT.”
Pembatasan yang ada didalam undang-undang terkait hak kekayaan intelektual diatas secara umum dapat diambil beberapa unsur, yaitu, bahwa perjanjian Lisensi dilarang apabila:78
1. MEMUAT KETENTUAN PEMBATASAN YANG DAPAT
78Gunawan Suryomurcito, loc. cit.
MERUGIKAN PEREKONOMIAN INDONESIA,
MEMUAT KETENTUAN PEMBATASAN YANG MENGHAMBAT KEMAMPUAN BANGSA INDONESIA DALAM MENGUASAI DAN MENGEMBANGKAN TEKNOLOGI PADA UMUMNYA DAN YANG BERKAITAN DENGAN INVENSI YANG DIBERI PATEN PADA KHUSUSNYA,
MEMUAT KETENTUAN PEMBATASAN YANG MENGAKIBATKAN TIMBULNYA PERSAINGAN USAHA YANG TIDAK SEHAT. NAMUN DIDALAM UNDANG-UNDANG TERKAIT HAK
KEKAYAAN INTELEKTUAL TERSEBUT TIDAK MEMBERIKAN PENJELASAN LEBIH LANJUT MENGENAI PEMBATASAN YANG DIMAKSUD PADA PASAL-PASALNYA. HAL TERSEBUT MENIMBULKAN KEBINGUNGAN DALAM MENENTUKAN BENTUK-BENTUK PEMBATASAN DALAM PRAKTEK PERJANJIAN LISENSI DI INDONESIA. PEMBATASAN PRAKTEK PERJANJIAN LISENSI YANG DINYATAKAN DALAM UNDANG-UNDANG TERSEBUT MASIH BERSIFAT UMUM, SEHINGGA DIBUTUHKAN PERATURAN YANG DAPAT MEMERINCI PEMBATASAN YANG DIMAKSUD DIDALAM UNDANG-UNDANG TERSEBUT TERKAIT PRAKTEK PERJANJIAN LISENSI.
TERKAIT PERATURAN YANG DIMAKSUD, TELAH DINYATAKAN DIDALAM UNDANG-UNDANG TERKAIT HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL SEBAGAI BERIKUT:
1. PASAL 73 UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN, MENYATAKAN: “KETENTUAN LEBIH LANJUT MENGENAI PERJANJIAN LISENSI DIATUR DENGAN PERATURAN PEMERINTAH.”
PASAL 49 UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK, MENYATAKAN:
“SYARAT DAN TATA CARA PERMOHONAN PENCATATAN PERJANJIAN LISENSI DAN KETENTUAN MENGENAI PERJANJIAN LISENSI DAN KETENTUAN MENGENAI PERJANJIAN LISENSI SEBAGAIMANA DIMAKSUD DALAM UNDANG-UNDANG INI DIATUR LEBIH LANJUT DENGAN KEPUTUSAN PRESIDEN.”
2. PASAL 47 AYAT (4) UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 2002 TENTANG HAK CIPTA, MENYATAKAN: “KETENTUAN LEBIH LANJUT MENGENAI PENCATATAN PERJANJIAN LISENSI DIATUR DENGAN KEPUTUSAN PRESIDEN.”
3. PASAL 9 AYAT (3) UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2000 TENTANG RAHASIA DAGANG, MENYATAKAN:“KETENTUAN MENGENAI PENCATATAN PERJANJIAN LISENSI DIATUR DENGAN KEPUTUSAN PRESIDEN.”
4. PASAL 36 AYAT (3) UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI, MENYATAKAN:“KETENTUAN MENGENAI PENCATATAN PERJANJIAN LISENSI DIATUR DENGAN KEPUTUSAN PRESIDEN.”
5. PASAL 28 AYAT (3) UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU, MENYATAKAN:“KETENTUAN MENGENAI PENCATATAN
PERJANJIAN LISENSI DIATUR DENGAN KEPUTUSAN PRESIDEN.”
AKAN TETAPI PADA KENYATAANNYA TIDAK ADA PERATURAN PEMERINTAH MAUPUN KEPUTUSAN PRESIDEN YANG MENGATUR MENGENAI LISENSI SEPERTI YANG DIMAKSUD DIDALAM UNDANG-UNDANG TERKAIT HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL TERSEBUT. SEJAUH INI, HANYA ADA SATU PERATURAN PEMERINTAH YANG MENGATUR MENGENAI PRAKTEK PERJANJIAN LISENSI, YAKNI PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 14 TAHUN 2004 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PENGALIHAN PERLINDUNGAN VARIETAS TANAMAN DAN PENGGUNAAN VARIETAS YANG DILINDUNGI OLEH PEMERINTAH.
BAB III
PEMBATASAN PERJANJIAN LISENSI HAK ATAS KEKAYAAN INTELEKTUAL DALAM HUKUM PERSAINGAN USAHA
A. PENGATURAN PEMBATASAN PERJANJIAN LISENSI DALAM PASAL 50 HURUF B UNDANG-UNDANG NO. 5 TAHUN 1999
Pada bab ini akan ditulis mengenai analisis terkait Pedoman KPPU Nomor 2 Tahun 2009 tentang Pedoman Pengecualian Penerapan Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat terhadap Perjanjian yang Berkaitan dengan Hak atas Kekayaan Intelektual yang selanjutnya disebut sebagai pedoman KPPU No. 2 Tahun 2009. Pedoman KPPU No. 2 Tahun 2009 dibuat dengan tujuan:79
2. TERDAPAT KESAMAAN PENAFSIRAN TERHADAP MASING-MASING UNSUR DALAM PASAL 50 HURUF B UNDANG-UNDANG NO. 5 TAHUN 1999, SEHINGGA TERDAPAT KEPASTIAN HUKUM DAN DAPAT DIHINDARI TERJADINYA KEKELIRUAN ATAU SENGKETA DALAM PENERAPANNYA.
Pasal 50 huruf b Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 dapat senantiasa diterapkan secara konsisten, tepat, dan adil dalam setiap sengketa yang berkaitan.
BERDASARKAN TUJUAN TERSEBUT DIATAS DAPAT DISIMPULKAN BAHWA PEDOMAN KPPU NO. 2 TAHUN 2009
79Lihat Pedoman KPPU Nomor 2 Tahun 2009, hlm. 3.
BERTUJUAN UNTUK MEMBERIKAN PERSAMAAN PERSEPSI MENGENAI LISENSI DAN PEMBATASANNYA SEPERTI TERCANTUM DALAM UNDANG-UNDANG NO. 5 TAHUN 1999, SEHINGGA DAPAT DITERAPKAN APABILA DI KEMUDIAN HARI TERDAPAT SENGKETA TERKAIT PERJANJIAN LISENSI ATAS HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL.
Pembatasan yang ada didalam undang-undang terkait hak kekayaan intelektual diatas secara umum dapat diambil beberapa unsur, yaitu, bahwa perjanjian Lisensi dilarang apabila:80
1. MEMUAT KETENTUAN PEMBATASAN YANG DAPAT MERUGIKAN PEREKONOMIAN INDONESIA,
Memuat ketentuan pembatasan yang menghambat kemampuan bangsa Indonesia dalam menguasai dan mengembangkan teknologi pada umumnya dan yang berkaitan dengan invensi yang diberi Paten pada khususnya,
MEMUAT KETENTUAN PEMBATASAN YANG MENGAKIBATKAN TIMBULNYA PERSAINGAN USAHA YANG TIDAK SEHAT.
Didalam Pedoman KPPU No. 2 Tahun 2009 tidak memberikan penjelasan mengenai pembatasan seperti yang dimaksud didalam undang-undang terkait hak kekayaan intelektual seperti tersebut diatas. Pedoman tersebut hanya memberikan penjelasan mengenai batasan pemberlakuan pengecualian yang isinya adalah:81
1. PERJANJIAN LISENSI HKI TIDAK SECARA OTOMATIS MELAHIRKAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT
80Gunawan Suryomurcito, loc. cit.
81Lihat Pedoman KPPU Nomor 2 Tahun 2009, hlm. 12.
Praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat yang timbul akibat pelaksanaan perjanjian lisensi adalah kondisi yang hendak dicegah melalui hukum persaingan usaha
UNTUK MEMBERLAKUKAN HUKUM PERSAINGAN USAHA TERHADAP PELAKSANAAN PERJANJIAN LISENSI HKI HARUSLAH DIBUKTIKAN:
a. Perjanjian lisensi HKI tersebut telah sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan dalam perundang-undangan di bidang HKI,dan
ADANYA KONDISI YANG SECARA NYATA MENUNJUKKAN TERJADINYA PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT
2. Pengecualian dari ketentuan hukum persaingan usaha terhadap perjanjian lisensi HKI hanya diberlakukan dalam hal perjanjian lisensi HKI yang bersangkutan tidak menampakkan secara jelas sifat anti persaingan usaha.
PADA POIN 3 HURUF A DIATAS MENUNJUKKAN BAHWA ANTARA PEMBATASAN YANG DITUANGKAN DIDALAM UNDANG-UNDANG TERKAIT HKI SUDAH BERKESINAMBUNGAN DENGAN PEDOMAN KPPU NO. 2 TAHUN 2009 DIMANA PEDOMAN KPPU AKAN TETAPI PADA PRAKTEKNYA ANTARA KPPU DENGAN DIREKTORAT JENDRAL HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL TIDAK MENERAPKAN PRINSIP INI. DENGAN ADANYA PEDOMAN KPPU TERSEBUT DIHARAPKAN DAPAT MEMBERIKAN PENJELASAN MENGENAI KETENTUAN PEMBATASAN YANG DAPAT MERUGIKAN PEREKONOMIAN INDONESIA DAN KETENTUAN PEMBATASAN YANG MENGHAMBAT KEMAMPUAN BANGSA INDONESIA DALAM MENGUASAI DAN MENGEMBANGKAN TEKNOLOGI PADA UMUMNYA DAN YANG BERKAITAN DENGAN INVENSI YANG DIBERI PATEN
PADA KHUSUSNYA. PADAHAL SECARA UMUM DAPAT DISIMPULKAN BAHWA PEDOMAN KPPU NO. 2 TAHUN 2009 MEMBERIKAN PENGATURAN MENGENAI PERJANJIAN LISENSI SEBAGAIMANA YANG DIMAKSUD DIDALAM UNDANG-UNDANG TERKAIT HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL.
Di dalam Pedoman KPPU No. 2 Tahun 2009 memberikan penjelasan atas istilah lisensi sebagaimana tertulis di dalam Pasal 50 huruf b Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 yaitu:
“YANG DIKECUALIKAN DARI KETENTUAN UNDANG-UNDANG INI ADALAH:
b. perjanjian yang berkaitan dengan hak atas kekayaan intelektual seperti lisensi, paten, merek dagang, hak cipta, desain produk industri, rangkaian elektronik terpadu, dan rahasia dagang, serta perjanjian yang berkaitan dengan waralaba.”
Pedoman KPPU No. 2 Tahun 2009 menjelaskan bahwa istilah lisensi di dalam pasal tersebut yang diikuti dengan istilah paten, merek dagang, hak cipta, dan seterusnya adalah perjanjian dalam lingkup rezim hukum Hak Kekayaan Intelektual (HKI) yang dapat diaplikasikan di semua jenis hak dalam rezim hukum HKI. Pedoman KPPU tersebut menyimpulkan bahwa perjanjian yang berkaitan dengan hak kekayaan intelektual yang dimaksud dalam Pasal 50 huruf b adalah perjanjian lisensi yang berada dalam lingkup hak paten, hak merek, hak cipta, hak desain indutri, hak desain tata letak sirkuit terpadu, dan hak rahasia dagang.
Pembatasan atas perjanjian lisensi atas hak kekayaan intelektual yang diatur didalam Pedoman KPPU No. 2 Tahun 2009 adalah terkait klausul yang bersifat anti persaingan terkait kesepakatan eksklusif (exclusive
dealing), yakni:82
1. PENGHIMPUNAN LISENSI (POOLING LICENSING) DAN LISENSI SILANG (CROSS LICENSING)
Penghimpunan Lisensi (Pooling Licensing) merupakan tindakan para pelaku usaha untuk saling bekerjasama dengan para mitra usahanya untuk menghimpun lisensi HKI terkait komponen produk tertentu. Sedangkan Lisensi Silang (Cross Licensing) merupakan tindakan saling melisensikan HKI antar para pelaku usaha dengan mitranya.Biasanya hal tersebut dilakukan dalam kegiatan Research and Development (R&D). Dengan melakukan Penghimpunan Lisensi dan/atau Lisensi Silang para pelaku usaha dapat mengurangi biaya transaksi (transaction cost) hak eksklusif yang pada akhirnya membuat produk yang dihasilkan menjadi lebih murah.
PADA PRINSIPNYA PEMBERI LISENSI (LISENSOR) DAPAT MELAKUKAN PENGHIMPUNAN LISENSI DAN LISENSI SILANG UNTUK MENGEFISIENSIKAN KEGIATAN USAHANYA. NAMUN APABILA DARI TINDAKAN TERSEBUT MEMBUAT PRODUKSI ATAU PEMASARAN TERHADAP SUATU PRODUK DIKUASAI SECARA DOMINAN OLEH SUATU PELAKU USAHA, SEHINGGA PELAKU USAHA LAIN SULIT UNTUK BERSAING SECARA EFEKTIF, MAKA KLAUSUL TERSEBUT DAPAT DIPANDANG SEBAGAI KLAUSUL YANG JELAS BERSIFAT ANTI PERSAINGAN USAHA.
2. Pengikatan Produk (Tying Arrangement)
PEMBERI LISENSI (LICENSOR) PADA PRINSIPNYA DAPAT MENGGABUNGKAN DUA ATAU LEBIH PRODUKNYA YANG TELAH DILINDUNGI HKI UNTUK DIPERDAGANGKAN KEPADA MASYARAKAT. NAMUN DEMIKIAN, KONSUMEN TETAPLAH
82Lihat Pedoman KPPU Nomor 2 Tahun 2009, hlm. 14-17.
HARUS DIBERIKAN PILIHAN UNTUK MEMBELI SALAH SATU PRODUK SAJA. OLEH KARENA ITU, KLAUSUL YANG MENGATUR TENTANG PENGGABUNGAN PRODUK YANG DISERTAI DENGAN KEHARUSAN BAGI PENERIMA LISENSI UNTUK MENJUAL PRODUK TERSEBUT SEBAGAI SATU KESATUAN KEPADA KONSUMEN, SEHINGGA KONSUMEN TIDAK DAPAT MEMBELI SALAH SATU PRODUK SAJA, MAKA DIPANDANG SEBAGAI KLAUSUL YANG JELAS BERSIFAT ANTI PERSAINGAN USAHA.
3. Pembatasan dalam bahan baku
PEMBERI LISENSI PADA PRINSIPNYA DAPAT MEMBERIKAN PEMBATASAN KEPADA PENERIMA LISENSI MENGENAI KUALITAS BAHAN BAKU YANG DIGUNAKAN. HAL INI DIPANDANG PERLU UNTUK MEMAKSIMALKAN FUNGSI TEKNOLOGI, MENJAGA KESELAMATAN, DAN UNTUK MENCEGAH BOCORNYA RAHASIA. WALAUPUN DEMIKIAN, SETIAP PIHAK PUN HENDAKNYA MEMAHAMI BAHWA PEMBATASAN TERHADAP SUMBER PENYEDIA BAHAN BAKU DAPAT MENGAKIBATKAN TIDAK ADANYA KEBEBASAN BAGI LICENSEE UNTUK MEMILIH KUALITAS BAHAN BAKU DAN PEMASOK (SUPPLIER) BAHAN BAKU; YANG PADA AKHIRNYA DAPAT MEMBUAT PELAKSANAAN PERJANJIAN LISENSI TERSEBUT JUSTRU TIDAK EFISIEN SECARA EKONOMI.
Selain itu pembatasan tersebut juga dapat merugikan perusahaan-perusahaan yang menyediakan bahan baku, karena
menghambat akses ke pasar tersebut. Oleh karena itu, klausul dalam perjanjian lisensi yang memuat kewajiban licensee untuk menggunakan bahan baku dari sumber yang ditentukan oleh licensor secara eksklusif, padahal bahan baku serupa telah tersedia di dalam negeri dalam jumlah dan harga yang memadai serta dengan kualitas yang sama, dapat dipandang sebagai klausul yang jelas bersifat anti persaingan usaha.
Pada prinsipnya licensor dapat memberikan pembatasan bagi licensee dalam hal proses produksi atau penjualan produk yang bersaing dengan produk milik licensor. Dalam hal pembatasan tersebut dibuat berdasarkan maksud untuk menjaga kerahasiaan know-how, atau untuk mencegah penggunaan teknologi secara tidak sah, maka pembatasan tersebut dapat dianggap tidak termasuk mengganggu persaingan usaha. Tetapi, apabila pembatasan terebut akan menghambat licensee dalam menggunakan teknologi secara efektif, maka pembatasan tersebut dapat menghilangkan para pesaing dari kesempatan dalam perdagangan. Oleh karena itu klausul dalam perjanjian lisensi yang memuat pembatasan dalam hal proses produksi atau penjualan produk yang bersaing dengan produk milik licensor, sehingga menghambat licensee dalam menggunakan teknologi secara efektif, dapat dipandang sebagai klausul yang secara jelas bersifat anti persaingan usaha.
4. PEMBATASAN DALAM PRODUKSI DAN PENJUALAN
Pada prinsipnya licensor dapat menetapkan pembatasan terhadap wilayah atau jumlah produk yang diproduksi dengan menggunakan teknologi milik licensee yang boleh dipasarkan. Walaupun demikian, setiap pihak pun hendaknya memahami bahwa pembatasan tersebut membuat licensee tidak dapat melakukan inovasi teknologi, maka hal tersebut dapat membuat pengembangan produk menjadi tidak efisien. Oleh karena itu, klausul dalam perjanjian lisensi yang memuat pembatasan wilayah dan jumlah produk yang dapat dipasarkan yang terbukti menghambat licensee dalam melakukan inovasi teknologi, sehingga pengembangan produk menjadi tidak efisien, dapat dipandang sebagai klausul yang jelas bersifat anti persaingan usaha.
5. PEMBATASAN DALAM HARGA PENJUALAN DAN HARGA
JUAL KEMBALI
Licensor dapat menentukan pada tingkat harga berapa produknya dapat dipasarkan sesuai dengan rasionalitas investasi dari produk yang bersangkutan. Walaupun demikian, setiap pihakpun hendaknya memahami bahwa pembatasan harga tersebut dapat mengakibatkan pembatasan persaingan kegiatan bisnis antara licensee dan distributor yang akan berdampak pada berkurangnya persaingan, yang pada akhirnya hak tersebut dapat membuat pengembangan produk menjadi tidak efisien. Oleh karena itu, klausul dalam perjanjian lisensi yang memuat pembatasan harga jual dan harga jual kembali dengan cara menetapkan harga bawah, dapat dipandang sebagai klausul yang jelas bersifat anti persaingan usaha.
6. Xxxxxxx kembali (Grant Back)
LISENSI KEMBALI (GRANT BACK) MERUPAKAN SALAH SATU KETENTUAN DALAM SUATU PERJANJIAN LISENSI DIMANA LICENSEE DISYARATKAN UNTUK SELALU MEMBUKA DAN MENTRANSFER INFORMASI KEPADA LICENSOR MENGENAI SELURUH PERBAIKAN DAN PENGEMBANGAN YANG DIBUAT TERHADAP PRODUK YANG DILISENSIKAN, TERMASUK DI DALAMNYA KNOW-HOW TERKAIT PENGEMBANGAN TERSEBUT.
Tindakan ini menghalangi licensee untuk memperoleh kemajuan dalam penguasaan teknologi dan mengandung unsur ketidakadilan karena melegitimasi pemberi lisensi untuk selalu memiliki hak atas suatu karya intelektual yang tidak dihasilkannya sendiri. Oleh karena itu, klausul dalam perjanjian lisensi yang memuat kewajiban lisensi kembali (Grant back), dapat dipandang sebagai klausul yang bersifat anti persaingan usaha.
MELIHAT PEMBATASAN DIATAS, DAPAT DIBANDINGKAN
DENGAN HUKUM ANTI MONOPOLI (ANTITRUST LAW) YANG DIAPLIKASIKAN DI AMERIKA SERIKAT. PEMBATASAN ATAS PERJANJIAN LISENSI DI INDONESIA TAMPAK BEGITU MIRIP DENGAN PEMBATASAN DI AMERIKA SERIKAT, DENGAN ISI PEMBATASAN YANG TIDAK JAUH BERBEDA DENGAN PEMBATASAN YANG TERTULIS DIDALAM ANTITRUST GUIDELINES FOR THE LICENSING OF INTELLECTUAL PROPERTY.
Perbedaan antara Pedoman KPPU No. 02 Tahun 2009 dengan Antitrust Guidelines for the Licensing of Intellectual Property yang dimiliki oleh Amerika Serikat adalah pada Pedoman KPPU No. 02 Tahun 2009 menerapkan pembatasan perjanjian lisensi dengan menganalisis ada atau tidaknya sifat anti persaingan di dalam klausul perjanjian terkait kesepakatan eksklusif (exclusive dealing).Sedangkan pada Antitrust Guidelines for the Licensing of Intellectual Property mengatur mengenai kesepakatan eksklusif (exclusive dealing) secara terpisah. Selain itu, dalam Pedoman KPPU No. 02 Tahun 2009 tidak terdapat aturan mengenai akuisisi Hak Kekayaan Intelektual sebagaimana yang diatur didalam Antitrust Guidelines for the Licensing of Intellectual Property. Namun, secara garis besar pembatasan lisensi atas hak kekayaan intelektual didalam hukum persaingan usaha Indonesia mengatur hal yang sama dengan apa yang diatur di hukum anti persaingan (antitrust law) yang diterapkan di Amerika Serikat, yakni terkait Penghimpunan Lisensi (Pooling Licensing) dan Lisensi Silang (Cross Licensing), Pengikatan Produk (Tying Arrangement), Kesepakatan Eksklusif (Exclusive Dealing), dan Xxxxxxx Xxxxxxx (Grantback).
PENGATURAN MENGENAI LISENSI YANG DIATUR DI INDONESIA SEHARUSNYA DIATUR SECARA SISTEMATIS DIDALAM UNDANG-UNDANG NO. 5 TAHUN 1999. HAL INI DISEBABKAN KARENA PENGATURAN MENGENAI LISENSI ATAS HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL YANG BERDIRI SENDIRI-SENDIRI YAITU YANG TERSEBAR DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN, UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2001
TENTANG MEREK, UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 2002 TENTANG HAK CIPTA, UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI, UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN TATA LETAK SIRKUIT TERPADU, SERTA UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2000 TENTANG RAHASIA DAGANG SEHINGGA PENGATURAN MENGENAI LISENSI MENJADI TIDAK EFISIEN.
B. Pembatasan terhadap Perjanjian Lisensi di Indonesia
Sebagaimana yang telah dibahas didalam bab sebelumnya, perjanjian Lisensi pada dasarnya adalah perjanjian. Seperti halnya perjanjian pada umumnya, maka perjanjian lisensi juga tunduk pada ketentuan perjanjian yang berlaku didalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata di Indonesia. Ada beberapa asas yang berlaku didalam perjanjian di Indonesia, yaitu:
A.1. ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK
Asas kebebasan berkontrak tertuang didalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata. Asas kebebasan berkontrak adalah salah satu asas yang sangat penting dalam Hukum Perjanjian. Kebebasan ini adalah perwujudan dari kehendak bebas, pancaran hak asasi manusia.83 Asas kebebasan berkontrak memberikan kebebasan yang sangat luas kepada individu untuk mengatur hak dan kewajiban para pihak didalam suatu perjanjian. Asas kebebasan berkontrak berhubungan dengan isi perjanjian, yaitu kebebasan menentukan
83Xxxxxx Xxxxx Xxxxxxxxxxx, xx.xx., Kompilasi… op. cit., hlm. 84.
“apa” dan dengan “siapa” perjanjian itu diadakan.84
Menurut Xxxxx Xxxxx asas kebebasan berkontrak berarti para pihak bebas membuat kontrak dan mengatur sendiri isi kontrak tersebut, sepanjang memenuhi kriteria sebagai berikut:85
A. MEMENUHI SYARAT SEBAGAI KONTRAK;
Tidak dilarang oleh undang-undang;
SESUAI DENGAN KEBEBASAN YANG BERLAKU;
Sepanjang kontrak tersebut dilaksanakan dengan iktikad baik.
Xxxxx Xxxx Xxxxxxxxx menyimpulkan ruang lingkup asas kebebasan berkontrak sebagai berikut:86
a. kebebasan untuk membuat atau tidak membuat perjanjian;
kebebasan untuk memilih dengan pihak siapa ia ingin membuat perjanjian; kebebasan untuk memilih causa perjanjian yang akan dibuatnya; kebebasan untuk menentukan objek suatu perjanjian;
kebebasan untuk menentukan bentuk suatu perjanjian kebebasan untuk menerima atau menyimpangi ketentuan undang-undang
yang bersifat opsional (aanvullen, optional).
PEMBATASAN TERKAIT ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK TERDAPAT DIDALAM PASAL 1337 KUHPERDATA, YANG MENYEBUTKAN BAHWA “SUATU SEBAB ADALAH TERLARANG APABILA DILARANG OLEH UNDANG-UNDANG, ATAU APABILA
84Ibid.
85 Xxxxx Xxxxx, Pengantar Hukum Bisnis Modern di Era Global, Cetakan Pertama, Bandung: Citra Xxxxxx Xxxxx, 2008, hlm. 30.
86Sutan Xxxx Xxxxxxxxx, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan yang Seimbang bagi Para Pihak dalam Perjanjian Kredit di Indonesia, Jakarta: Institut Bankir Indonesia,1993, hlm. 47.
BERLAWANAN DENGAN KESUSILAAN BAIK ATAU KETERTIBAN UMUM.” OLEH KARENA ITU, KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM SUATU PERJANJIAN DIBATASI OLEH KETENTUAN DIDALAM UNDANG-UNDANG, NORMA KESUSILAAN, DAN KETERTIBAN UMUM.
a.2.Asas Konsensualisme
ASAS KONSENSUALISME TERTUANG DIDALAM PASAL 1320 AYAT (1) KUHPERDATA.ASAS KONSENSUALISME INI BERARTI BAHWA PADA ASASNYA SUATU PERJANJIAN, TIMBUL SEJAK DETIK TERCAPAINYA KONSENSUS ATAU KESEPAKATAN ANTARA KEDUA PIHAK YANG MELAKUKAN PERJANJIAN. 87 ASAS KONSENSUALISME INI TERCERMIN DARI UNSUR PERTAMA PADA PASAL 1320 KUHPERDATA YANG MENGATUR TENTANG SYARAT SAHNYA PERJANJIAN.YAITU“SEPAKAT MEREKA YANG MENGIKATKAN DIRI.”88
A.3. ASAS PACTA SUNT SERVANDA
MENURUT ASAS INI KESEPAKATAN PARA PIHAK ITU MENGIKAT SEBAGAIMANA LAYAKNYA UNDANG-UNDANG BAGAI PARA PIHAK YANG MEMBUATNYA.89 ASAS INI TERCANTUM DI
00Xxxxxxx Xxxxxxx dan Xxxxxx Xxx, op. cit., hlm. 46. 88IBID.
89 Xxxxxx Xxxxxxxxx, Iktikad Baik dalam Kebebasan Berkontrak, Jakarta: Program
DALAM PASAL 1338 AYAT (1) KUH PERDATA YANG BERBUNYI: “SEMUA PERJANJIAN YANG DIBUAT SECARA SAH ADALAH BERLAKU SEBAGAI UNDANG-UNDANG BAGI YANG MEMBUATNYA.”
DENGAN ADANYA KONSENSUS DARI PARA PIHAK ITU, MAKA KESEPAKATAN ITU MENIMBULKAN KEKUATAN MENGIKAT PERJANJIAN SEBAGAIMANA LAYAKNYA UNDANG-UNDANG (PACTA SUNT SERVANDA). APA YANG DINYATAKAN SESEORANG DALAM SUATU HUBUNGAN MENJADI HUKUM BAGI MEREKA. ASAS INILAH YANG MENJADI KEKUATAN MENGIKATNYA PERJANJIAN. INI BUKAN KEWAJIBAN MORAL, TETAPI JUGA KEWAJIBAN HUKUM YANG PELAKSANAANNYA WAJIB DITAATI.90
a.4.Asas Personalitas
ASAS PERSONALITAS TERTUANG DIDALAM PASAL 1315 KUHPERDATA. ASAS PERSONALITAS INI DAPAT DITERJEMAHKAN SEBAGAI ASAS KEPRIBADIAN, YANG BERARTI BAHWA PADA UMUMNYA TIDAK SEORANG PUN DAPAT MENGADAKAN PERJANJIAN KECUALI UNTUK DIRINYA SENDIRI. 91 SUDAH SEWAJARNYA SUATU PERJANJIAN HANYA MENGIKAT BAGI PIHAK-PIHAK YANG MENGADAKAN PERJANJIAN ITU, DAN TIDAK MENGIKAT PIHAK YANG TIDAK TERLIBAT DALAM PERJANJIAN ITU.
A.5. ASAS IKTIKAD BAIK
Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2004, hlm. 28.
90Ibid., hlm. 29.
91 Xxxxxxx Xxxxxxx dan Xxxxxx Xxx, Hukum Perjanjian Indonesia, Cetakan Kedua, Yogyakarta: Fakultas Hukum UII, 1989, hlm. 47.
Asas Iktikad baik tertuang didalam Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata. Asas ini berarti bahwa isi perjanjian harus rasional dan patut, serta para pihak dalam menjalankan perjanjian itu harus secara rasional dan patut juga.Arti asas iktikad baik yang objektif adalah perjanjian yang dibuat itu mesti dilaksanakan dengan mengindahkan norma-norma kepatutan dan kesusilaan. Konsekuensinya di sini, Xxxxx boleh melakukan intervensi terhadap isi perjanjian yang telah dibuat para pihak yang bersangkutan. Arti asas iktikad baik yang subjektif adalah pengertian “iktikad baik” yang terletak dalam sikap batin seseorang.92
TERKAIT DENGAN ASAS-ASAS DAN SYARAT SAH PERJANJIANYANG BERLAKU DI DALAM PERJANJIAN DI INDONESIA, PEMBATASAN TERKAIT PERJANJIAN LISENSI DI INDONESIA DAPAT DIJABARKAN SEBAGAI BERIKUT:
a.i.1. Pembatasan perjanjian lisensi yang diatur di dalam undang-undang terkait hak kekayaan intelektual memberikan batasan terkait larangan perjanjian lisensi yang memuat ketentuan yang dapat merugikan perekonomian Indonesia. Dalam hal ini, perekonomian Indonesia dipandang sebagai kepentingan umum yang bersifat lebih tinggi. Asas kepentingan umum
92Ibid., hlm. 48.
berlaku didalam undang-undang terkait hak kekayaan intelektual. Dengan demikian, asas kebebasan berkontrak dibatasi dengan adanya asas yang lebih tinggi yakni asas kepentingan umum, yang tertuang di dalam undang-undangterkait hak kekayaan intelektual.93
BERDASARKAN PASAL 1320 KUHPERDATA, SYARAT SAHNYA PERJANJIAN ADALAH SEPAKAT MEREKA YANG MENGIKATKAN DIRI, KECAKAPAN, HAL TERTENTU DAN SEBAB YANG HALAL. HAL TERSEBUT DAPAT DIJELASKAN SEBAGAI BERIKUT:94
a.i.1.a. Sepakat mereka yang mengikatkan diri:
TERJADINYA KESEPAKATAN ATAU PERSESUAIAN KEHENDAK TERSEBUT HARUS DINYATAKAN SECARA BEBAS TANPA ADANYA KEKHILAFAN, PAKSAAN DAN PENIPUAN. SUPAYA TIDAK TERJADI KEKHILAFAN ATAU KESALAHPAHAMAN, MAKA SEBAIKNYA DICANTUMKAN KLAUSULA DEFINISI, MISALNYA APA YANG DIMAKSUD DENGAN MEREK DALAM KONTRAK INI, LISENSI, WILAYAH, DAN SEBAGAINYA.
A.I.1.B. CAKAP UNTUK MELAKUKAN PERBUATAN
93Xxxxxxx Xxxxxxxxxxxx, loc. cit.
94Ibid.
HUKUM.
Pada dasarnya setiap orang dewasa dan tidak berada di bawah pengampuan, cakap untuk melakukan perbuatan hukum. Dalam hal pemberi atau penerima Lisensi adalah suatu Perseroan, maka perlu diketahui apakah sudah dilaksanakan tata cara yang diatur dalam Undang-undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, misalnya mengenai siapa yang dapat menandatangani perjanjian lisensi.
a.i.1.c. Syarat objek tertentu, artinya objek yang diperjanjikan harus spesifik.
DALAM PASAL 1333 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DISEBUTKAN BAHWA OBJEK YANG DIPERJANJIKAN PALING TIDAK HARUS DAPAT DITENTUKAN JENISNYA DAN TIDAK HARUS DISEBUTKAN DENGAN PASTI JUMLAHNYA, YANG PENTING DAPAT DIHITUNG KEMUDIAN. MENURUT JENISNYA HAK CIPTA YANG DAPAT MENJADI OBJEK LISENSI ADALAH CIPTAAN DALAM BIDANG ILMU PENGETAHUAN, SENI DAN SASTRA, SEDANGKAN HAK ATAS MEREK YANG DAPAT DILISENSIKAN ADALAH MEREK BARANG DAN MEREK JASA. MEMANG DALAM KONTRAK-KONTRAK TERTENTU PENYEBUTAN JENIS OBJEK YANG DIPERJANJIKAN SUDAH CUKUP UNTUK MEMENUHI SYARAT HAL TERTENTU . AKAN
TETAPI DALAM PERJANJIAN LISENSI KARYA CIPTA TULISAN SEPERTI BUKU, DISEBUTKAN JUDUL BUKUNYA DAN SEBAIKNYA DISEBUTKAN JUGA BERAPA JUMLAHNYA YANG AKAN DIPERBANYAK OLEH PENERIMA LISENSI UNTUK MENGHINDARI SENGKETA BESARNYA PEMBAYARAN ROYALTI. APALAGI LISENSI MEREK JASA, YANG TIDAK DAPAT DIPISAHKAN DARI KEMAMPUAN, KUALITAS DAN KETRAMPILAN PRIBADI PEMBERI JASA, HARUS DISEBUTKAN SECARA SPESIFIK, SEPERTI PENATA RAMBUT XXXX XXXXXXXXXXX.
a.i.1.d. Syarat kausa yang halal.
PERJANJIAN LISENSI HARUS MEMENUHI SYARAT CAUSA YANG HALAL, ARTINYA ISI PERJANJIAN LISENSI TIDAK BERTENTANGAN DENGAN UNDANG-UNDANG, KETERTIBAN UMUM DAN KESUSILAAN. MISALNYA, PASAL 47 AYAT (1) UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 2002 TENTANG HAK CIPTA MENYEBUTKAN BAHWA PERJANJIAN LISENSI DILARANG MEMUAT KETENTUAN YANG DAPAT MENIMBULKAN AKIBAT YANG MERUGIKAN PEREKONOMIAN INDONESIA ATAU MENGAKIBATKAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT SEBAGAIMANA DIATUR DALAM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG BERLAKU.DEMIKIAN PULA DALAM PASAL 47 UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2001
TENTANG MEREK DISEBUTKAN BAHWA PERJANJIAN LISENSI MEREK DILARANG MEMUAT KETENTUAN BAIK YANG LANGSUNG MAUPUN TIDAK LANGSUNG MENIMBULKAN AKIBAT YANG MERUGIKAN PEREKONOMIAN INDONESIA ATAU MEMUAT PEMBATASAN YANG MENGHAMBAT KEMAMPUAN BANGSA INDONESIA DALAM MENGUASAI DAN MENGEMBANGKAN TEKNOLOGI PADA UMUMNYA. DALAM HAL SYARAT TERTENTU DAN CAUSA YANG HALAL TIDAK TERPENUHI, MAKA PERJANJIAN LISENSI TERSEBUT BATAL DEMI HUKUM, 95 ATAU HANYA KLAUSULA YANG BERTENTANGAN DENGAN UNDANG-UNDANG, KETERTIBAN UMUM DAN KESUSILAAN SAJA YANG BATAL DEMI HUKUM. ARTINYA PERJANJIAN LISENSI ATAU KLAUSULA DALAM PERJANJIAN TERSEBUT, TIDAK MENIMBULKAN PERIKATAN; TIDAK MENIMBULKAN AKIBAT HUKUM ANTARA PEMBERI LISENSI DENGAN PENERIMA LISENSI. DENGAN DEMIKIAN, TIDAK ADA DASAR BAGI MEREKA UNTUK SALING MENGAJUKAN TUNTUTAN DI MUKA HAKIM.
A.I.2. BERDASARKAN PASAL 584 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA, SUATU PENGALIHAN HAK SELAIN HARUS DIDASARKAN PADA PERJANJIAN
95Subekti, Hukum Perjanjian… op. cit., hlm. 22.
YANG DIBUAT SECARA SAH SEBAGAI ALAS HAK ATAU TITEL YANG SAH, JUGA HARUS DILAKUKAN OLEH PIHAK YANG BERWENANG MENGALIHKAN HAK TERSEBUT. KETENTUAN INI MERUPAKAN PENERAPAN DARI AZAS “NEMO PLUS IURIS IN ALIUM TRANSFEREE POTEST QUAM IPSE HIBET” . ARTINYA, TIADA SEORANGPUN YANG DAPAT MENYERAHKAN HAK-HAKNYA KEPADA ORANG LAIN MELEBIHI DARI HAK YANG DIMILIKINYA. KARENA ITU DALAM SUATU PENGALIHAN HAK MAUPUN LISENSI HARUS DILAKUKAN OLEH PEMILIK ATAU HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL.96
Selanjutnya, Pasal 50 huruf b Undang-Undang No.5 Tahun 1999 hanya memberikan pengecualian atas perjanjian yang berkaitan dengan hak kekayaan intelektual. Pembatasan perjanjian lisensi di Indonesia belum mengatur mengenai ketentuan posisi dominan sebagaimana aturan pembatasan perjanjian lisensi yang berlaku di Uni Eropa. Pembatasan terkait posisi dominan dipandang penting
96Gunawan Suryomurcito, loc. cit.
mengingat dampak yang mungkin dapat timbul dari posisi dominan tersebut.
DALAM KETENTUAN PASAL 25 UNDANG-UNDANG NO.5 TAHUN 1999 TERDAPAT KETENTUAN MENGENAI POSISI DOMINAN SEBAGAI BERIKUT:
“(1) Pelaku usaha dilarang menggunakan posisi dominan baik secara langsung maupun tidak langsung untuk:
E. MENETAPKAN SYARAT-SYARAT PERDAGANGAN DENGAN TUJUAN UNTUK MENCEGAH DAN ATAU MENGHALANGI KONSUMEN MEMPEROLEH BARANG DAN ATAU JASA YANG BERSAING, BAIK DARI SEGI HARGA MAUPUN KUALITAS, ATAU
Membatasi pasar dan pengembangan teknologi, atau MENGHAMBAT PELAKU USAHA LAIN YANG BERPOTENSI MENJADI PESAING UNTUK MEMASUKI PASAR BERSANGKUTAN
(2) Pelaku usaha memiliki posisi dominan sebagaimana dimaksud ayat
(1) apabila:
A. SATU PELAKU USAHA ATAU SATU KELOMPOK PELAKU USAHA MENGUASAI 50 % (LIMA PULUH PERSEN) ATAU LEBIH PANGSA PASAR SATU JENIS BARANG ATAU JASA TERTENTU, ATAU
b. Dua atau tiga pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha meguasai 75 % (tujuh puluh lima persen) atau lebih pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.”
BERDASARKAN PASAL TERSEBUT DIATAS, DAPAT DILIHAT BAHWA POSISI DOMINAN YANG DIMILIKI OLEH PELAKU USAHA DAPAT MEMPENGARUHI PERSAINGAN DIANTARA SESAMA PELAKU USAHA. BEBERAPA SYARAT YANG DIATUR DIDALAM PASAL 25 TERKAIT LARANGAN PENYALAHGUNAAN POSISI DOMINAN ADALAH:97
a.i.1. Menetapkan syarat-syarat perdagangan
97Lihat Undang-Undang No. 5 Tahun 1999.
dengan tujuan untuk mencegah dan atau menghalangi konsumen memperoleh barang dan atau jasa yang bersaing, baik dari segi harga maupun kualitas;
Membatasi pasar dan pengembangan teknologi;
Menghambat pelaku usaha lain yang berpotensi menjadi pesaing untuk memasuki pasar bersangkutan.
Konsep penyalahgunaan posisi dominan di dalam EC Treaty merupakan konsep objektif yang berkaitan dengan perilaku suatu perusahaan dalam posisi dominan dimana dengan posisi dominan tersebut dapat mempengaruhi struktur pasar sebagai akibat dari kehadiran perusahaan tersebut, tingkat persaingan melemah. Jalan lain untuk metode yang berbeda dimana kondisi dalam persaingan normal produk atau jasa berdasarkan transaksi dari operator komersial, memiliki efek menghambat persaingan yang masih ada di pasar atau pertumbuhan dari persaingan tersebut.98
Pada praktek pemberian lisensi di Eropa, terdapat 2 (dua) macam praktek penyalahgunaan posisi dominan yang dilarang, yaitu:99
A.1. PENYALAHGUNAAN DALAM PEROLEHAN LISENSI
Kasus Tetra Pak I membuktikan bahwa perusahaan yang berada pada posisi dominan dapat menyalahgunakan posisi dominan tersebut dengan perolehan lisensi. Pada kasus tersebut, Tetra Pak grup dominan di dalam pasar mesin yang menggabungkan teknologi untuk menyeterilkan karton susu, serta
98Xxx Xxxx dan Xxxxxx, op. cit., hlm. 904.
di pasar untuk pasokan karton tersebut. Pada tahun 1986, Tetra Pak mengambil alih Liquipak, yang memiliki lisensi eksklusif dari British Technology Grup (BTG) yang memiliki teknologi baru yang dapat memfasilitasi adaptasi karton gabel untuk pengisian aseptik pada cairan yang telah mengalami proses UHT (Ultra High Temperature), yaitu proses yang menggunakan panas untuk membuat susu cair tahan lama. 100 Dengan perolehan lisensi tersebut yang merupakan elemen kunci di dalam memasuki pasar, Komisi menganggap bahwa dominasi Tetra Pak atas pasar tersebut telah menghalangi masuknya Elopak sebagai pesaing sampai pada tingkat yang tidak dapat diatasi.
a.2. Penyalahgunaan kebijakan lisensi
PADA KASUS MICROSOFT, KOMISI MENOLAK KEBIJAKAN PERJANJIAN LISENSI YANG MEWAJIBKAN PERUSAHAAN PC (PERSONAL COMPUTER) UNTUK MEMBAYAR ROYALTI KEPADA MICROSOFT BERDASARKAN JUMLAH PC YANG DIKIRIMKAN, TERLEPAS DARI APAKAH PC TERSEBUT MENGANDUNG PERANGKAT LUNAK MICROSOFT ATAU TIDAK. DENGAN KOMBINASI PENGGUNAAN “KOMITMEN MINIMUM” DAN LAMANYA KONTRAK, KOMISI MENGANGGAP PERJANJIAN TERSEBUT DIANGGAP MEMILIKI EFEK MEMATIKAN PASAR
99Ibid., hlm. 974-976.
100xxxx://xxx.xxxxxxxx.xxx/xx/xxxxxx_xxx_xxxxxxx/xxxx_xxxxxxxxxx/xxx rosesan_susu/uht_treatment/Pages/default.aspx, “Pemanasan UHT”, akses 5 September 2012.