KANTOR CABANG MAKASSAR AHMAD YANI
PENGARUH STRES KERJA, MOTIVASI KERJA DAN KEPUASAN KERJA TERHADAP KINERJA KARYAWAN PT. BANK RAKYAT INDONESIA (PERSERO) Tbk.
KANTOR CABANG MAKASSAR XXXXX XXXX
M XXXX XXXXXXX
DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR
i
2017
PENGARUH STRES KERJA, MOTIVASI KERJA DAN KEPUASAN KERJA TERHADAP KINERJA KARYAWAN PT. BANK RAKYAT INDONESIA (PERSERO) Tbk.
KANTOR CABANG MAKASSAR XXXXX XXXX
Sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi
Disusun dan diajukan oleh
M XXXX XXXXXXX
A211 11 126
Kepada
DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR
2017
ii
iii
iv
iv
v
PERNYATAAN KEASLIAN
vi
PRAKATA
Segala kemuliaan hanyalah bagi Allah SWT., sumber segala hikmat, rahmat dan berkah. Allah Yang Maha Suci dan Maha Perkasa, yang mencipta dan mengatur jagad semesta, Dia Maha Benar dengan segala firman-Nya. Dia yang Maha Mendengar dan Maha Melihat. Tidak ada Tuhan selain Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Segala puji dan puji bagi-Nya.
Salawat dan salam disampaikan kepada xxxxxxx Xxxxxxxxxx, Nabi terakhir utusan Allah SWT sebagai pembawa kabar gembira dan juru selamat untuk hamba-hamba-Nya yang xxxxxx, Xxxxx yang memanggil umat ke jalan yang benar, jalan lurus Allah, yakni Xxxxxxxx XXX.
Dalam penulisan karya ilmiah yang berjudul “Pengaruh Stres Kerja, Motivasi Kerja Dan Kepuasan Kerja Terhadap Kinerja Karyawan Pt. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. Kantor Cabang Makassar Xxxxx Xxxx”, Tentunya tidak terlepas dari peranan banyak pihak. Oleh sebab itu, penulis ingin menucapkan terima kasih kepada:
1. Orang tua penulis yaitu ibunda Alm. Xxxxxxxx, xxxxxxxx Ir. H. Muchlis A. Misbah, dan Ibunda X. Xxxxxxxxx Xxxxxxx. Terima kasih atas doa dan restunya kepada penulis sehingga dapat menempuh dan menyelesaikan tiap tahap pendidikan.
2. Ibu Dr. Fauziah, SE., MS selaku Pembimbing I dan Xxxxx Xxxxx R. Rahim, SE., X.Xx. selaku Pembimbing II yang telah banyak dan sabar memberikan bimbingan serta nasihat kepada penulis.
3. Ibu Xx. Xx. Xxxxxxxx Xxxxx, SE.,MSi selaku penguji I, Xxxxx X. Xxxxxxxxx
Xxxxxxxx, SE.,MM.,Ph.D selaku penguji II, dan Xxxxx Xxxx Xxxxxxxx,
vii
SE.,MSM selaku penguji III yang memberikan bimbingan dan nasihat kepada penulis dalam penyempurnaan karya ilmiah ini.
4. Segenap Dosen dan Staf pegawai Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Hasanuddin atas bantuan, arahan serta telah menjadi sosok orang tua penulis selama menempuh pendidikan di kampus.
5. Xxx Xxxxxxx, terima kasih atas doa, perhatian dan pengertiannya sehingga dapat memotivasi penulis.
6. PT. BRI (Persero) Tbk. Kantor Cabang Makassar Xxxxx Xxxx, atas izin yang diberikan untuk penulis mengadakan penelitian.
7. Xxxx-adik penulis, Xxxxx Xxxx, Xxx Xxxxxxx, Xxxxxxxxxx dan Qanitha. Terima kasih atas doa dan dukungannya selama ini.
8. KPA KALPATARU SMANSA MAKASSAR, terima kasih telah memperkenalkan dunia pecinta alam.
9. KPA HANDAKI MAKASSAR, terima kasih telah menunjukkan petualangan yang tidak terlupakan. Khususnya Xxxx Xxxxxxxx, Azwin, Awal, Satria, Sasky, Enggenk dan semuanya.
10. XXX XXXXXX, terima kasih telah mengajarkan hakikat pecinta alam.
Khususnya para senior pembimbing, rekan sejawat Xxxxxx, Xxx, Xxx, Xxxx, Xxxxx, Xxxx, Xxxxx, Xxxxx, Xxxxx, Xxxxx, Xxx, Xxx, Xxxx, Xxxx, Xxxxx, xxxxx dan adik-adik lainnya.
11. Rekan-rekan GALAXI; Xxxxx, Xxxx, Xxxxx, Xxxxx, Xxxx, Xxxx, Xxxx, Xxx dll.
REGALLIANS; Ardhi, Tory, Xxxx, Xxxxx dll. yang telah menjadi kawan bermain-main di kampus.
12. Xxxxxx, kawan dan adik-adik SENAT MAHASISWA FE UH, PHILOSOPHIA
serta IMMAJ. Terima kasih atas dukungan dan waktu berdiskusinya.
viii
13. Seluruh teman-teman penulis atas doa dan dukungan yang tidak sempat dituliskan pada kesempatan ini.
Penulis menyadari betul bahwa karya ilmiah ini masih sangat jauh dari kesempurnaan, maka kritik dan saran dari semua pihak sangatlah diharapkan. Semoga karya ilmiah ini bernilai manfaat serta berkonstribusi nilai akademis bagi banyak orang. Amin
Makassar, 29 November 2017
Penulis
ix
Pengaruh Stres Kerja, Motivasi Kerja dan Kepuasan Kerja terhadap Kinerja Karyawan PT. Bank Rakyat Indonesia (PERSERO) Tbk. Kantor Cabang Makassar Xxxxx Xxxx
M Xxxx Xxxxxxx Dr. Fauziah, SE., MS
Fauzi R. Xxxxx, SE., X.Xx.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dari stres kerja, motivasi kerja dan kepuasan kerja terhadap kinerja karyawan PT. Bank Rakyat Indonesia (PERSERO) Tbk. Kantor Cabang Xxxxx Xxxx Xxxxxxxx. Penelitian ini menggunakan jenis data kuantitatif dan teknik sampling Slovin dengan instrumen kuesioner (data peimer) sebagai alat ukur variable Stres kerja, Motivasi Kerja, Kepuasan Kerja dan Kinerja dengan total sampel 60 responden yang telah memberikan informasi dengan menjawab setiap pertanyaan dalam penelitian. Teknik analisis menggunakan uji asumsi klasik, regresi berganda dengan uji hipotesis, yaitu uji F (Simultan) dan uji T (parsial). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa stress kerja, motivasi kerja dan kepuasan kerja secara simultan berpengaruh dan signifikan terhadap kinerja karyawan PT. Bank Rakyat Indonesia (PERSERO) Tbk. Kantor cabang xxxxx xxxx Makassar. Secara parsial, semua variable bebas berpengaruh dan signifikan terhadap variable terikat dimana motivasi kerja merupakan variable yang dominan memengaruhi kinerja karyawan.
Kata Kunci : Stres kerja, motivasi kerja, kepuasan kerja, kinerja, perilaku organisasi
x
The Effect Of Job Stress, Job Motivation And Job Satisfaction On Employee Performance at PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk.
Branch Office Xxxxxxxx Xxxxx Xxxx
M Xxxx Xxxxxxx Dr. Fauziah, SE., MS
Fauzi R. Xxxxx, SE., X.Xx.
This research aimed to find the effect of job stress, job motivation and job satisfaction on employee performance at PT Bank Rakyat Indonesia (PERSERO) Tbk. Branch office Xxxxx Xxxx Xxxxxxxx. This study used quantitative data and Slovin technique sampling with questionnaire instrument (primary data) as a measurement instrument of the variable of job stress, job motivation, job satisfaction and by total sample of respondents was 60 that answered every question in the study. the analysis technique used was classical assumption, doubled regression, with hypotheses test of F test (simultaneous) and T test (partial). the result shows that job stress, job motivation and job satisfaction are simultaneously influencial and significant on employee performance at PT Bank Rakyat Indonesia (PERSERO) Tbk Branch Office Xxxxx Xxxx Xxxxxxxx. partially, all independent variables are influential and significant on dependent variable while job motivation is the dominant variable affecting employee performance.
KEYWORD: job stress, job motivation and job satisfaction, organizational Behavior
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN Error! Bookmark not defined.
1.5. Ruang Lingkup Penelitian 7
2.1. Manajemen Sumber Daya Manusia 9
2.1.1. Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia 9
xii
2.1.2. Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia 11
2.2.1. Pengertian Stres Kerja 15
2.2.3. Faktor-faktor Penyebab Stres 17
2.2.4. Dampak dan Gejala Stres 20
2.2.5. Xxxx menghilangkan Stres Kerja 27
2.2.6. Pendekatan Stres Kerja 29
2.3.1. Pengertian Motivasi Kerja 32
2.4.1. Pengertian Kepuasan Kerja 45
2.4.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi Kepuasan Kerja 47
2.4.3. Teori Kepuasan Kerja 51
2.4.4. Indikator Kepuasan Kerja 53
2.4.5. Dampak Ketidakpuasan Kerja 54
2.5.1. Pengertian Kinerja Karyawan 57
2.5.4. Faktor-faktor yang memengaruhi Kinerja 59
2.5.6. Tujuan Penilaian Kinerja 62
2.5.7. Metode Penilaian Kinerja 63
xiii
BAB III: METODE PENELITIAN 71
3.1. Rancangan Penelitian 71
3.2. Tempat dan Waktu 71
3.3. Populasi dan Sampel 71
3.4. Jenis Sumber Data 73
3.5. Teknik Pengumpulan Data 73
3.6. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 74
3.6.1. Variabel Penelitian 74
3.6.2. Definisi Operasional 75
3.7. Instrumen Penelitian 79
3.8. Analisis Data 81
3.8.1. Statistik Deskriptif 81
3.8.2. Analisis Regresi Berganda 81
3.8.3. Koefisien Determinasi (R2) 82
3.8.4. Pengujian Hipotesis 83
BAB VI: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 85
4.1. Deskripsi Objek Penelitian 85
4.1.1. Sejarah Berdirinya Bank Rakyat Indonesia 85
4.1.2. Sejarah Perkembangan Bank Rakyat Indonesia 86
4.1.3. Visi dan Misi Bank Rakyat Indonesia 88
4.1.4. Struktur Organisasi 88
4.1.5. Kegiatan Usaha Bank Rakyat Indonesia 90
4.2. Deskripsi Data 92
xiv
4.2.1. Karakteristik Responden 92
4.3. Penentuan Range 95
4.4. Deskripsi Variabel 95
4.4.1. Deskripsi Variabel Stres Kerja 95
4.4.1. Deskripsi Variabel Motivasi Kerja 97
4.4.2. Deskripsi Variabel Kepuasan Kerja 99
4.4.3. Deskripsi Variabel Kinerja Karyawan 101
4.5. Uji Instrumen 102
4.5.1. Uji Validitas 102
4.5.2. Uji Reliabilitas 104
4.6. Uji Asumsi Klasik 105
4.6.1. Uji Normalitas 105
4.6.2. UjiMultikolinieritas 106
4.6.3. Uji Heteroskedastisitas 107
4.7. Uji Regresi Berganda 108
4.7.1. Uji Koefisien Determinasi (R2) 110
4.8. Pengujian Hipotesis 111
4.8.1. Xxx X (Xxx Xxxxxxxx) 111
4.8.2. Xxx X (Uji Parsial) 112
4.8.2.1. Uji Parsial Variabel Stres Kerja 111
4.8.2.2. Uji Parsial Variabel Motivasi Kerja 112
4.8.2.3. Uji Parsial Variabel Kepuasan Kerja 111
4.9. Pembahasan 114
4.9.1. Pembahasan Stres Kerja Terhadap Kinerja 114
4.9.2. Pembahasan Motivasi Kerja Terhadap Kinerja 115
4.9.3. Pembahasan Kepuasan Kerja Terhadap Kinerja 117
xv
BAB V: PENUTUP 121
5.1 Kesimpulan 121
5.2 Saran 121
5.3 Keterbatasan Penelitian 122
DAFTAR PUSTAKA 124
LAMPIRAN 127
xvi
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
2.1 Penelitian Terdahulu 64
3.1 Definisi Operasional 78
3.2 Skala Likert dan Bobot Nilai 80
4.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin 92
4.2 Karakteristik Responden berdasarkan Usia 93
4.3 Karakteristik Responden berdasarkan Pendidikan Terakhir 93
4.4 Karakteristik Responden berdasarkan Masa Kerja 94
4.5 Frekuensi Jawaban Stres Kerja 96
4.6 Frekuensi Jawaban Motivasi Kerja 97
4.7 Frekuensi Jawaban Kepuasan Kerja 99
4.8 Frekuensi Jawaban Kinerja 101
4.9 Hasil Uji Validitas 103
4.10 Hasil Uji Reliabilitas 104
4.11 Hasil Uji Multikolinieritas 106
4.12 Hasil Uji Regresi Linear Berganda (Coefficientsa) 109
4.13 Xxxxx Xxx Xxxxxxxxx Xxxxxxxxxxx (R2), model summary 110
4.14 Xxxxx Xxx X (Simultan), ANOVA 111
4.15 Hasil Uji t (Parsial) 112
4.16 Hasil Uji Pengaruh Stres Kerja, Motivasi Kerja dan Kepuasan Kerja terhadap Kinerja Karyawan PT. Bank Rakyat Indonesia kantor cabang Makassar Xxxxx Xxxx 118
xvii
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
2.1. Hierarki Kebutuhan Maslow ........................................................... 35
2.2. Respon Terhadap Ketidakpuasan Kerja 55
2.3. Kerangka Pikir 70
4.1. Struktur Organisasi PT. Bank Rakyat Indonesia Kantor Cabang Makassar Xxxxx Xxxx 89
4.2. Grafik P-Plot 106
4.3. Hasil Uji Heteroskedastisitas pada diagram Scatterplot 108
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sumber daya manusia merupakan salah satu faktor yang penting dalam suatu organisasi atau perusahaan, di samping faktor lain seperti aktiva dan modal. Oleh karena itu sumber daya manusia harus dikelola dengan baik untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi organisasi, sebagai salah satu fungsi dalam perusahaan yang dikenal dengan manajemen sumber daya manusia.
Di dalam perusahaan, Karyawan sebagai sumber daya manusia adalah aset dan menjadi kunci yang menentukan perkembangan perusahaan, gagasan terkait manusia sebagai sebuah investasi muncul setelah Gery S. Xxxxxx menerima penghargaan Nobel dalam bidang ekonomi dengan karyanya yang berjudul Human Capital: a theoretical and empirical analysis, with special reference to education pada tahun 1975. Xxxxxx dalam Xxxxxxxx (2005) mengatakan bahwa sumber daya manusia sangat penting dalam rangka pertumbuhan ekonomi suatu negara di dunia modern seperti sekarang ini, perusahaan sebagai agen pertumbuhan ekonomi suatu negara perlu mengedepankan human capital.
Sementara Xxxxxxxx (2005: 47) menyimpulkan inti dari gagasan tersebut adalah bahwa pengeluaran untuk pengembangan sumber daya manusia bukanlah sebuah “expenses” melainkan ”investment”, karena itu manusia dianggap sebagai modal dari sebuah usaha produktif dan bukannya “pengeluaran”.
Revolusi industri sebagai awal kebangkitan era globalisasi yang kini di
tandai dengan dominasi teknologi informasi sebagai infrastruktur tidak serta-merta
mengesampingkan peran manusia dalam pembangunan, oleh sebab itu investasi sumber daya manusia menjadi hal yang begitu penting bagi perusahaan untuk karyawan agar dapat menyesuaikan diri dengan zaman. Konsekuensi yang dihadapi setelahnya, adalah laju persaingan yang begitu cepat yang menuntut manusia untuk terus berkembang, hal ini menimbulkan tekanan-tekanan yang harus dihadapi karyawan dalam lingkungan kerja, selain tekanan internal perusahaan, tekanan eksternal juga berpotensi menimbulkan kecemasan. Kecemasan adalah kondisi emosi manusia dari beberapa faktor, gangguan kecemasan dengan berbagai gejala dapat berujung pada stres sedemikian rupa sehingga mengganggu manusia menjalani hidup normal.
Menurut Xxxxxxx (2012a: 215), stres merupakan sesuatu yang menyangkut interaksi antar individu dan lingkungan, yaitu interaksi antara stimulus dan respons. Jadi stres adalah konsekuensi setiap tindakan dan situasi lingkungan yang menimbulkan tuntutan psikologis dan fisik yang berlebihan pada seseorang.
Pada umumnya, tekanan yang berujung pada stres dipandang sebagai kondisi yang negatif. Namun, tekanan kerja pada tingkatan tertentu justru dapat memicu kinerja karyawan untuk lebih baik dan meningkatkan motivasi kerja karyawan dalam bersaing di lingkungan kerja.
Xxxxxxxx (2011: 109) berpendapat bahwa motivasi kerja adalah hasil dari kumpulan kekuatan internal dan eksternal yang menyebabkan pekerja memilih jalan bertindak yang sesuai dan menggunakan perilaku tertentu. Idealnya, perilaku ini akan diarahkan pada pencapaian tujuan organisasi.
Ditinjau dari teori di atas, dapat disimpulkan bahwa stres dan motivasi saling memengaruhi, hal ini didukung oleh pendapat Munandar (2001: 374) yang menyatakan, bahwa semakin tinggi dorongan tuntutan tugas untuk berprestasi
makin tinggi pula tingkat stres kerja yang mengarah kepada tindakan produktif dan efisiensinya.
Stres kerja dan motivasi kerja pada dasarnya dipengaruhi oleh perasaan karyawan dalam bekerja dan mengarah pada psikologi karyawan yang lebih dikenal dengan kepuasan kerja. Hal itu juga dinyatakan oleh Xxxxxxx (2012a: 210), Kepuasan kerja adalah keadaan emosional yang menyenangkan atau tidak menyenangkan di mana para karyawan memandang pekerjaannya. Hal ini nampak pada sikap positif karyawan terhadap pekerjaannya dan segala sesuatu yang dihadapi di lingkungan kerjanya.
Studi yang dilakukan UNI Global Union tahun 2013 yang berbasis di Swiss menemukan lebih dari 80 persen perusahaan perbankan di berbagai negara melaporkan memburuknya kesehatan sebagai masalah yang dialami karyawannya, mereka kini disebut bekerja dalam iklim ketakutan dan mengeluhkan kehidupan pribadi mereka yang berada di bawah tekanan cukup besar karena memerangi krisis keuangan.
Dikutip dari Independent news (16/10/2013), Menurut Xxxx Xxxxxxxxx, penulis laporan Banking: the human crisis, mengatakan bahwa bankir sering disalahkan atas krisis keuangan global, hal ini juga berdampak pada pegawai bank lain yang jabatannya lebih rendah. Ia menambahkan, manajer bank yang menempatkan tekanan pada stafnya untuk bisa mencapai target kerja dan penjualan yang ideal bisa menjadi masalah utama.
Dalam arus persaingan yang cepat, Indonesia sebagai negara berkembang masih terus berjuang dalam meningkatkan pertumbuhan ekonominya, salah satu kunci pembangunan yang diharapkan mampu menggerakkan roda perekonomian adalah lembaga keuangan, khususnya
lembaga perbankan yang memegang peran penting dalam perekonomian modern suatu negara.
Perbankan sebagai badan usaha di bidang finansial dengan jasa perantara keuangan jelas membutuhkan kepercayaan dari nasabah demi mendukung kegiatannya, kinerja karyawan bank sangat berpengaruh terhadap kepercayaan nasabah yang menjadi salah satu tolok ukur keberhasilan perusahaan. Xxxxxxxx (2013: 3) menyatakan, Usaha bank tidak sebatas sebagai penyimpan dana dan pemberi kredit saja tetapi juga merupakan media pemerintah untuk menstabilkan moneter dan mendorong laju pertumbuhan perekonomian nasional sebagai agent of development.
Meninjau hasil kajian Banking: the human crisis, sudah semestinya kondisi karyawan bank menjadi hal yang urgent untuk diperhatiankan. Stres berlebihan yang dialami bankir berdampak pada kinerja karyawan yang memengaruhi perusahaan. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Xxxx (2016) pada PT. Bank BPD Bali Cabang Ubud, menunjukkan bahwa stres kerja memiliki pengaruh negatif terhadap karyawan. Namun, tingkatan tekanan yang tepat justru bisa meningkatkan motivasi seperti hasil penelitian oleh Marlina (2013) pada penyusunan anggaran pemerintah daerah kabupaten Soppeng, menunjukkan stres kerja dan motivasi kerja secara simultan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kinerja dalam penyusunan anggaran, walaupun timbul tekanan seperti stres dengan kapasitas yang kecil justru dapat membuat staf termotifasi untuk mendapatkan hasil yang baik.
Perusahaan sebagai wadah untuk mencapai tujuan dan pemberi tugas pada karyawan sudah seharusnya menerapkan pengembangan sumber daya manusia dengan tepat, mengingat karyawan adalah investasi dari human capital. Namun, perusahaan juga dihadapkan pada perubahan zaman yang begitu cepat
dan dinamis menuntut perusahaan untuk mengambil keputusan-keputusan sulit. Terlebih lagi di Indonesia pada Badan Usaha Milik Pemerintah (BUMN), permodalan BUMN seluruh atau sebagian besarnya dimiliki oleh pemerintah membuatnya terikat pada regulasi yang berbeda dengan perusahaan privat, begitu pula dengan bank milik negara, tekanan dari berbagai aspek tentunya membuat standar persaingan menjadi semakin ketat.
PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. merupakan salah satu bank terbesar di Indonesia yang dituntut untuk terus meningkatkan daya saingnya melalui peningkatan kualitas manajemen. Peningkatan kualitas manajemen bank jelas tidak terlepas dari kualitas sumber daya manusia yang dimiliki perusahaan, untuk pelayanan terhadap nasabah sesuai dengan visinya “Menjadi Bank komersial terkemuka yang selalu mengutamakan kepuasan nasabah”. Sebagai salah satu lembaga keuangan BUMN, karyawan PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. di tuntut untuk terus berkembang di tengah persaingan yang begitu ketat sebagai roda penggerak perusahaan.
Berangkat dari fenomena stres kerja perbankan global, peneliti bermaksud untuk mengadakan penelitian dengan judul “Pengaruh Stres Kerja, Motivasi Kerja dan Kepuasan Kerja terhadap Kinerja Karyawan PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. Kantor Cabang Xxxxx Xxxx Xxxxxxxx”.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka yang menjadi masalah pokok dalam penulisan ini yaitu:
1. Apakah stres kerja, motivasi kerja dan kepuasan kerja berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja karyawan PT. Bank Rakyat Indonesia Tbk. Cabang Xxxxx Xxxx Xxxxxxxx?
2. Diantara Stres kerja, motivasi kerja dan kepuasan kerja, Variabel manakah yang memiliki pengaruh dominan terhadap kinerja karyawan PT. Bank Rakyat Indonesia Tbk. Cabang Xxxxx Xxxx Xxxxxxxx?
1.3. Tujuan Penelitian
Secara umum tujuan penelitian ini yaitu:
1. Untuk mengetahui pengaruh stres kerja, motivasi kerja dan kepuasan kerja terhadap kinerja karyawan PT. Bank Rakyat Indonesia Tbk. Cabang Xxxxx Xxxx Xxxxxxxx.
2. Untuk Mengetahui variabel manakah yang paling dominan berpengaruh terhadap kepuasan kerja karyawan PT. Bank Rakyat Indonesia Tbk. Cabang Xxxxx Xxxx Xxxxxxxx.
1.4. Kegunaan Penelitian
1.4.1. Kegunaan Teoritis
Penelitian ini dapat dijadikan sebagai sarana informasi untuk meningkatkan wawasan dan pengetahuan tentang sejauh mana pengaruh Stres kerja, motivasi kerja dan kepuasan kerja terhadap Kinerja Karyawan pada PT. Bank Rakyat Indonesia Tbk. Cabang Xxxxx Xxxx Xxxxxxxx. Selain itu memberikan kontribusi sebagai bahan referensi untuk penelitian sejenis.
1.4.2. Kegunaan Praktis
Dengan adanya penelitian mengenai sejauh mana pengaruh Stres Kerja, motivasi kerja dan kepuasan kerja terhadap Kepuasan kerja Karyawan pada PT. Bank Rakyat Indonesia Tbk. Cabang Xxxxx Xxxx Xxxxxxxx, maka akan diketahui faktor-faktor apa saja yang bisa mempengaruhi Kepuasan Kerja secara signifikan untuk selanjutnya digunakan sebagai salah satu dasar pertimbangan dalam
pengambilan keputusan. Sekaligus sebagai saran dan masukan kepada PT. Bank Rakyat Indonesia Tbk. Cabang Xxxxx Xxxx Xxxxxxxx, dalam hal pemerhatian tingkat kepuasan karyawan, pemberian motivasi yang optimal serta mengenai penanggulangan stres kerja karyawan.
1.5. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian difokuskan pada pengaruh stres kerja, motivasi kerja dan kepuasan kerja terhadap kinerja karyawan. Penelitian ini dilakukan di PT. Bank Rakyat Indonesia Tbk. yang berlokasi di Xxxxx Xxxxx Xxxx Xxxxxxxx. Penelitian dilakukan sepanjang bulan agustus 2017.
Penelitian dibatasi pada permasalahan tingkat stres kerja, motivasi kerja dan kepuasan kerja karyawan khususnya pada karyawan yang masih aktif dan memiliki peluang dan rentan untuk mengalami stres kerja dan motivasi kerja pada karyawan.
1.6. Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan dalam penelitian ini dikemukakan dalam lima bab yang diuraikan sebagai berikut:
BAB I: Pendahuluan
Penelitian ini diawali dengan penjelasan tentang latar belakang masalah yang menjadi pemicu munculnya permasalahan. Berangkat dari latar belakang masalah tersebut, kemudian ditentukan rumusan masalah yang lebih terperinci sebagai acuan untuk menentukan hipotesis. Dalam bab ini pula dijabarkan tentang tujuan dan kegunaan penelitian, dan pada bab dijelaskan tentang sistematika penulisan penelitian yang digunakan.
BAB II: Tinjauan Pustaka
Pada bab ini akan menjelaskan uraian terkait landasan teori mengenai hal- hal yang ada dalam penelitian, penelitian empirik serupa sebagai pendukung, kerangka pikir penelitian hingga hiotesis.
BAB III: Metodologi Penelitian
Bab III berisi tentang rancangan penelitian, tempat dan waktu penelitian, populasi dan sampel, jenis data dan sumber data, metode pengumpulan, variabel penelitian dan definisi operasionalpenelitian, uji validitas dan uji reliabilitas serta metode analisis data.
BAB IV: Hasil Penelitian dan Pembahasan
Pada bab ini membahas tentang gambaran umum perusahaan, deskripsi data, deksripsi variabel, uji instrument penelitian, uji asumsi klasik, analisis data dan pengujian hipotesis.
BAB V: Penutup
Bab V merupakan bab penutup, meliputi tentang kesimpulan, saran dan keterbatasan yang dihadapi selama penelitian berlangsung.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Manajemen Sumber Daya Manusia
2.1.1. Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia
Dalam menghadapi persaingan global, perusahaan menuntut sumber daya manusia yang tangguh, hal ini menjadikan manusia sebagai objek untuk terus meningkatkan daya saingnya. Meski sumber daya manusia yang dibutuhkan perusahaan tidak hanya dilihat dari segi individual, melainkan kemampuannya dalam membentuk sinergitas.
Ada berbagai macam pendapat terkait manajemen sumber daya manusia. Beberapa para ahli menyepadankan manajemen sumber daya manusia dengan manajemen personalia hingga tenaga kerja. Namun, garis besarnya pada ruang lingkup manusia sebagai motor penggerak organisasi/perusahaan.
Adapun definisi Manajemen sumber daya manusia menurut para ahli beragam. Menurut Xxxxx dan Xxxx Xxxxxxx Xxxxxx (2011:1) “Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) merupakan salah satu bidang dari manajemen umum yang meliputi segi-segi perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengendalian.” Proses tersebut terdapat pada fungsi produksi, pemasaran, keuangan, maupun kepegawaian. Sebab, Manajemen sumber daya manusia merupakan komponen dalam penggeraknya, membuat peran manajemen sumber daya manusia menjadi kunci penting dalam pencapaian tujuan organisasi/perusahaan. Sedangkan, menurut Xxxxxxxx (2012:10) “Manajemen sumber daya manusia adalah ilmu dan seni mengatur hubungan dan peranan tenaga kerja agar efektif dan efisien membantu terwujudnya tujuan perusahaan,
9
karyawan, dan masyarakat.” Xxxxxxxx sendiri menganggap bahwa manajemen sumber daya manusia adalah sebuah metode untuk merekayasa peran manusia dalam pencapaian tujuan.
Pembahasan mengenai manajemen sumber daya manusia sarat akan eksploitasi tenaga kerja seperti yang diutarakan Xxxxxxxxxx (2014:3) “Manajemen Sumber Daya Manusia adalah pendayagunaan sumber daya manusia di dalam organisasi.” Namun secara umum dikemukakan oleh Xxxxx (2003: 2) berpendapat bahwa “Manajemen Sumber Daya Manusia adalah mengelola sumber daya manusia. Dari keseluruhan sumber daya yang tersedia dalam suatu organisasi, baik organisasi publik maupun swasta, sumber daya manusialah yang paling penting dan sangat menentukan.” Hal ini dapat diartikan bahwa sumber daya manusia juga berperan atas segala aktifitas interaksi sosial dalam pencapaian tujuan. Sementara, secara kolektif dikemukakan oleh Xxxxxxxxx dalam Xxxxxxx dan Xxxxxxx (2011: 28) berpendapat bahwa:
“Praktek manaejemn sumber daya manusia berkaitan dengan semua aspek tentang bagaimana orang bekerja dan dikelola dalam organisasi. Ini mencakup kegiatan seperti strategi SDM, manajemen SDM, tanggung jawab sosial perusahaan, manajemen pengetahuan, pengembangan organisasi, sumber-sumber SDM (perencanaan sumber daya manusia, rekrutmen dan seleksi, dan manajemen bakat), manajemen kinerja, pembelajaran dan pengembangan, manajemen imbalan, hubungan karyawan, kesejahteraan karyawan, kesehatan dan keselamatan, serta penyediaan jasa karyawan. Praktek SDM memiliki dasar konseptual yang kuat, yang diambil dari ilmu-ilmu perilaku dan dari manajemen strategis, modal manusia, dan teori hubungan indsutrial. Pemahaman ini telah dibangun dengan bantuan dari berbagai proyek-proyek penelitian.”
Masih ada banyak lagi pendapat tentang bagaimana memahami manajemen sumber daya manusia. Namun pada dasarmya, manajemen sumber daya manusia adalah pembahasan tentang manusia sebagai tenaga penggerak. Berdasarkan beberapa definisi di atas, jelas bahwa MSDM berkaitan erat dalam pengelolaan individu-individu yang terlibat dalam organisasi, sehingga setiap
individu memiliki peran dalam pencapaian tujuan organisasi. Model rekayasa kondisi yang dimaksud merupakan kegiatan perencanaan, pengembangan hingga pemberdayaan manusia dalam pencapaian tujuan organisasi/perusahaan. teori ini pun didukung oleh Xxxxxxxx (2009: 7):
“Manajemen sumber daya manusia mempunyai definisi sebagai suatu perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan atas pengadaan, pengembangan, kompensasi, pengintegrasian, pemeliharaan, dan pemutusan hubungan kerja dengan maksud untuk mencapai tujuan organisasi perusahaan secara terpadu.”
Hakikat urgensi Manajemen Sumber Daya Manusia adalah untuk mengoptimalkan kontribusi sumber daya manusia terhadap organisasi. Hal ini dapat dipahami bahwa semua kegiatan organisasi dalam mencapai tujuannya, bergantung pada manusia-manusia yang mengelola organisasi tersebut. Oleh sebab itu, karyawan sebagai sumber daya manusia harus dikelola dengan baik sehingga dapat membantu dalam pencapaian tujuan organisasi yang telah ditentukan.
2.1.2. Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia
Fungsi manajemen sumber daya manusia merupakan kebutuhan pokok yang dibutuhkan dalam perusahaan. Pada hakikatnya, setiap sumber daya manusia dalam hal perusahaan adalah karyawan, melakukan dua fungsi; yaitu fungsi manajerial dan fungsi operatif. Fungsi manajerial adalah pekerjaan pikiran dimana keterampilan menggunaka pikiran, akal, mental dibutuhkan. Sebaliknya, fungsi operatif adalah pekerjaan fisik, dimana membutuhkan kepiawaian dalam teknis pelaksanaan. Hal tersebut sesuai dengan pendapat X.X Xxxxxx dalam Xxxxxxx dan Xxxxxxx (2011: 28):
“
p u
Gambaran umum fungsi personel ialah sama halnya dengan erusahaan yang progresif. Fungsi ini terbagi menjadi dua kelompok tama, yaitu operasi dan manajerial. Fungsi teknis personel manajemen
mencakup kegiatan khusus yang berkaitan dengan pengadaan, pengembangan, memanfaatkan, dan memelihara pekerjaaan, pengorganisasian, mengarahkan, dan mengendalikan para karyawan yang melakukan fungsi teknis personil”
Meskipun diuraikan, fungsi manajerial dan operatif hadir untuk membantu kita agar memahami secara sistematis. Keduanya saling melengkapi dan tidak untuk didikotomikan, sebab pada hakikatnya manusia adalah mahluk yang berpikir sekaligus bekerja.
Adapun pendapat dari Xxxxx X. Flippo dalam Xxxxxxx dan Xxxxxxx (2011: 30), menguraikan fungsi manajemen SDM sebagai berikut:
1. Fungsi Manajerial
a. Perencanaanaan
Perencanaanaan adalah merencanakan tenaga kerja secara efektif serta efisien agar sesuai dengan kebutuhan perusahaan dalam membantu terwujudnya tujuan. Perencanaan merupakan dasar dari proses penentuan tindakan untuk mencapai tujuan yang diharapkan.
b. Pengorganisasian
Pengorganisasian adalah kegiatan untuk mengorganisasi semua karyawan dengan menetapkan pembagian kerja, hubungan kerja, delegasi wewenang, integrasi, dan koordinasi dalam bagan organisasi. Proses pengorganisasian adalah membentuk organisasi, kemudian membagi karyawan pada unit-unit tertentu sesuai dengan kapasitasnya dan kebutuhan perusahaan.
c. Pengarahan
Pengarahan adalah kegiatan mengarahkan semua karyawan, agar mau bekerja sama dan bekerja efektif serta efisien dalam membantu tercapainya tujuan perusahaan, karyawan, dan masyarakat. Pengarahan ini juga acapkali disebut dengan istilah lain, seperti penggerakkan (actuating),
motivasi (motivating), pemberian komando (commanding). Jadi pada dasarnya pengarahan adalah karyawan bekerja secara sukarela dan mau bekerja sama dalam perusahaan.
d. Pengendalian
Pengendalian adalah kegiatan mengendalikan semua karyawan, agar menaati peraturan perusahaan dan bekerja sesuai dengan rencana. Dalam hal ini, penggunaan istilah pengendalian (controling) dan bukan pengawasan, sebab pengawasan adalah bagian dari pengendalian. Di samping mengamati pegawai, pengendalian juga melihat kinerja yang telah dicapai oleh karyawan.
2. Fungasi Operatif
a. Pengadaan (Recruitment)
Pengadaan adalah proses penarikan, seleksi, penempatan, orientasi, dan induksi untuk mendapatkan karyawan yang sesuai dengan kebutuhan perusahaan.
b. Pengembangan (Development)
Pengembangan adalah proses peningkatan keterampilan teknis, teoritis, konseptual, dan moral karyawan melalui pendidikan dan pelatihan.
c. Kompensasi (Compensation)
Kompensasi adalah pemberian balas jasa langsung dan tidak langsung, uang atau barang kepada karyawan sebagai imbalan jasa yang diberikan kepada perusahaan.
d. Pengintegrasian (Integration)
Pengintegrasian adalah kegiatan untuk mempersatukan kepentingan perusahaan dan kebutuhan karyawan, agar tercipta kerja sama yang serasi dan saling menguntungkan.
e. Pemeliharaan (Maintenance)
Pemeliharaan adalah kegiatan untuk memelihara atau meningkatkan kondisi fisik, mental, dan loyalitas karyawan, agar mereka tetap mau bekerja sama sampai pensiun.
f. Pensiun (Searation)
Fungsi Separation berhubungan dengan karyawan yang telah habis masa kontrak kerjanya kepada perusahaan. Fungsi utama manajemen kepegawaian adalah menjamin karyawan akan pensiun. Dalam kasus perusahaan besar, karyawan yang telah pensiun diberikan jaminan untuk hidup dengan tenang di masa pensiun berupa kompensasi yang telah di atur dan disepakati sebelumnya.
2.2. Stres
Stres merupakan bentuk ketegangan emosi, mental, psikis maupun fisik. Bentuk ketegangan dan kemampuan setiap orang beraneka ragam dalam mengatasi jenis, kuantitas, dan kualitas masalah membuat stres mempunyai arti yang berbeda-beda bagi masing-masing individu. Menurut Xxxxxxx (2012a: 215) “Stres merupakan sesuatu yang menyangkut interaksi antar individu dan lingkungan, yaitu interaksi stimulasi dan respon”. Jadi, stres adalah konsekuensi dari setiap aksi dan situasi lingkungan yang dapat menimbulkan tekanan psikologis maupun fisik yang berlebihan pada seseorang.
Stres merupakan kondisi normal yang terjadi pada seseorang saat menerima tekanan di luar batas kemampuannya. Pada umumnya, stres dipandang sebagai kondisi negatif sebab dampaknya yang di acapkali dianggap mengganggu. Namun, pada kondisi tertentu stres justru dibutuhkan sebagai stimulus seseorang dalam menyelesaikan pekerjaan.
2.2.1. Pengertian Stres Kerja
Stres sebagai suatu istilah yang memayungi tekanan, konflik, beban, ketegangan, keletihan, panik, perasaan gemuruh, anxieti, kemurungan dan hilang daya. Berangkat dari pengertian stres, stres kerja sendiri adalah kondisi stres yang dialami seorang karyawan pada perusahaan dalam menjalankan pekerjaannya. stres dapat timbul sebagai akibat tekanan atau ketegangan yang bersumber dari ketidakselarasan antara seseorang dengan lingkungannya, dan ketidaksesuaian antara harapan dan realitas yang didapatkan. Dengan kata lain, apabila sarana dan tuntutan tugas tidak selaras dengan kebutuhan dan kemampuan seseorang, maka besar kemungkinan ia akan mengalami stres.
Beragam definisi terkait stres kerja dari para pakar, salah satunya menurut Xxxxxxxxxxxx (2008:28) Definisi stres kerja adalah “perasaan yang menekan atau merasa tertekan yang dialami karyawan dalam menghadapi pekerjaan.” Maka, dapat disimpulkan bahwa tekanan yang berlebih dari perusahaan menyebabkan stres kerja pada karyawan.
Pendapat Mangkunegara juga didukung oleh Xxxxx dan Mulyadi (2013: 308) yang berpendapat bahwa stres kerja adalah “dikarenakan adanya ketidakseimbangan antara karakteristik kepribadian karyawan dengan karakteristik aspek-aspek pekerjaanya dan dapat terjadi pada semua kondisi pekerjaan. Adanya beberapa atribut tertentu dapat memengaruhi daya tahan stres seorang karyawan.” karakteristik pekerjaan dan individu karyawan yang tidak selaras dapat menimbulkan perasaan tertekan sehingga peluang untuk stres menjadi semakin besar.
Meskipun kerap kali disandingkan pada konteks negatif, stres kerja adalah kondisi yang normal dan perihal yang wajar dihadapi oleh karyawan saat bekerja. Hal ini seperti yang di kemukakan oleh Xxxxxxx (2012b: 61) sebagai berikut:
“...adalah konsekuensi setiap tindakan dan situasi lingkungan yang menimbulkan tuntutan psikologis dan fisik yang berlebihan pada seseorang. Stres bukanlah sesuatu yang aneh atau yang tidak berkaitan dengan keadaan normal yang terjadi pada orang normal atau tidak semua stres bersifat negatif. Stres yang dialami oleh karyawan akibat lingkungan yang dihadapinyanakan memengaruhi kinerja. sehingga
manajemen perlu untuk meningkatkan mutu lingkungan organisasi bagi karyawan.”
Dari beberapa pendapat ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa yang disebut stres kerja adalah ketidak seimbangan antara tuntutan pekerjaan yang diberikan dengan kemampuan yang dimiliki sehingga dapat menimbulkan tekanan diluar kendali karyawan. Stres kerja dapat menjadi pemicu bagi karyawan untuk menjadi sulit dalam proses berpikir, peningkatan ketegangan pada emosi, serta kecemasan yang kronis.
2.2.2. Jenis-jenis Stres
Quick dan Quick dalam Xxxxx dan Mulyadi (2013: 308) mengategorikan jenis stres menjadi dua, yaitu:
1. “Eutstress, yaitu hasil dari respons terhadap stres yang bersifat sehat, positif, dan konstruktif (bersifat membangun).” Eustress ini merupakan gejala stres yang tidak berlebihan dan masih bisa di tangani, cukup untuk mendorong dan memotivasi seseorang agar dapat mencapai tujuan, mengubah lingkungan mereka dan berhasil dalam menghadapi tantangan dalam bekerja. Hal tersebut termasuk kesejahteraan individu, fleksibilitas, kemampuan adaptasi, dan tingkat performance yang tinggi.
2. “Distress, yaitu hasil dari respons terhadap stres yang bersifat tidak sehat, negatif, dan destruktif (bersifat merusak).” Bertentangan dengan eutstress, distress merupakan stres yang tidak dapat ditangani oleh seseorang dan dapat memengaruhi kemampuan bekerja, kesehatan rohani hingga jasmani
seseorang. Gejala yang timbul adalah memburuknya kesehatan fisik maupun mental seseorang yang kemudian berdampak pada memburuknya kinerja seseorang. Hal tersebut termasuk konsekuensi individu dan juga organisasi yakni derajat penyimpangan fisik, psikis, dan perilaku dari fungsi yang sehat.
2.2.3. Faktor-faktor Penyebab Stres
Stresor adalah penyebab stres, ada beragam hal yang dapat memicu stresor. Namun, beberapa penyebab stres yang umum menurut teori pakar adalah sebagai berikut:
Xxxx Xxxxxxxxxx dalam Xxxxxxx (2012b: 63-65), mengategorikan penyebab stres kerja menjadi beberapa kelompok seperti penyebab fisik, beban kerja, sifat pekerjaan, kebebasan dan kesulitan. Adapun penjelasannya, sebagai berikut:
1. Penyebab Fisik
Stres kerja karyawan yang disebabkan dari gangguan fisik, meliputi:
a. Kebisingan
Kebisingan merupakan suara ribut yang tidak dikehendaki dan mengganggu kenyamanan seseorang. Kebisingan dalam tempo terus- menerus dapat memicu ketegangan yang menyebabkan stres. Namun, pada dasarnya ketegangan dari faktor lain dapat pula menimbulkan stres.
b. Kelelahan
Kelelahan dapat menimbulkan stres karena sangat memengaruhi kualitas kinerja karyawan. saat kemampuan karyawan dalam bekerja menurun dikarenakan kelelahan, prestasinya dalam bekerja pun mengalami penurunan sehingga standar tidak tercapai.
c. Penggeseran Kerja
Perubahan pola kerja secara terus menerus memaksa karyawan untuk terus beradaptasi. Hal ini diterima sebagai tekanan terhadap karyawan dikarenakan dibutuhkan waktu dan tenaga untuk dapat beradaptasi pada setiap tugas yang baru.
d. Jetlag
Jetlag merupakan jenis kelelahan khusus yang dipicu oleh perubahan waktu sehingga memengaruhi kondisi fisik seseorang. Perjalanan panjang yang menempuh jarak perbedaan waktu juga mengganggu irama tubuh seseorang.
e. Suhu dan Kelembapan
Lingkungan kerja karyawan juga menentukan kualitas bekerja. Suhu dan kelembapan ruangan yang tidak stabil dapat mengganggu karyawan dalam menjalankan tugasnya.
2. Beban Kerja
Beban kerja yang berlebihan dapat menyebabkan tekanan pada karyawan. hal ini dapat diukur dari tuntutan waktu pengerjaan tugas yang terlalu cepat, volume kerja diluar kesanggupan karyawan, dan tuntutan-tuntutan kerja lainnya.
3. Sifat Pekerjaan
a. Situasi baru dan asing
Menghadapi situasi baru dan asing dalam pekerjaan membuat karyawan tertekan, besarnya tekanan yang muncul tergantung seberapa besar upaya karyawan dalam beradaptasi.
b. Ancaman pribadi
Tingkat pengawasan yang terlalu ketat dari supervisor dapat menyebabkan memengaruhi kebebasan karyawan sehingga merasa terancam.
c. Percepatan
Stres dapat terjadi ketika karyawan tidak sanggup untuk mengikuti persaingan yang menuntut percepatan dalam bekerja.
d. Ambiguitas
kurangnya kejelasan dari intruksi manajer kepada karyawan dapat menimbulkan kebingungan dan keraguan karyawan dalam mengerjakan tugas. Hal itu justru menjadi beban bagi karyawan dan berujung pada stres.
e. Umpan-balik
Ketidakjelasan standar kerja membuat karyawan tidak tau tingkat prestasi mereka sendiri sehingga menyebabkan rasa tidak puas dalam bekerja. Selain itu, dapat dipergunakan untuk menekan karyawan dalam memenuhi standar yang tidak jelas hingga menyebabkan stres pada karyawan.
4. Kebebasan
Kebebasan yang diberikan kepada karyawan belum tentu menjadi hal yang menyenangkan bagi karyawan. dalam beberapa kasus, kebebasan justru tidak memberikan batasan-batasan pada karyawan tentang pekerjaannya sehingga menimbulkan kebingungan terkait fokus target dan membuat pekerjaannya tidak terarah.
5. Kesulitan
Kesulitan karyawan baik pada perusahaan maupun kesulitan individu terkait rumah tangga dan keuangan pribadi menjadi penyebab stres karyawan yang dapat berdampak pada pekerjaannya di perusahaan.
2.2.4. Dampak dan Gejala Stres
Pengaruh stres kerja dapat berdampak menguntungkan dan merugikan bagi perusahaan, tergantung seberapa besar tingkat stres yang dialami karyawan. Stres pada tingkatan yang tepat dapat memacu karyawan untuk menuntaskan pekerjaannya sebaik mungkin. Sebaliknya, stres yang berlebihan justru berdampak buruk bagi karyawan hinggap perusahaan.
Dampak dari stres ini dapat merupakan reaksi psikologis maupun fisik. Pada umumnya, karyawan yang mengalami stres akan menunjukkan perubahan perilaku. Perubahan perilaku yang dimaksud beragam, masing-masing orang mempunyai cara untuk menghadapi stres. Namun, umumnya perubahan perilaku tersebut adalah bentuk seseorang dalam mengatasi stresnya. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Xxxxx dan Xxxxxxx (2013 : 316):
“... pekerja atau karyawan yang stres akan menunjukkan perubahan perilaku. Perubahan perilaku terjadi pada diri manusia sebagai usaha mengatasi stres. Usaha mengatasi stres dapat berupa perilaku melawan stres (fight) atau berdiam diri (freeza). Dalam kehidupan sehari-hari ... reaksi ini biasanya dilakukan secara bergantian, tergantung situasi dan bentuk stres”
Gejala Stres kerja merupakan dampak dari stres karyawan pada perusahaan tempatnya bekerja. Adapun gejala stres di tempat kerja menurut Xxxxx dan Mulyadi (2013:309), adalah:
1. Kepuasan kerja rendah
Stres dengan tingkatan yang tnggi memengaruhi kualitas dalam bekerja, hal inipun berdampak pada tingkat kepuasan kerja karyawan dalam menilai hasil kerjanya.
2. Kinerja yang menurun
Stres yang merupakan tekanan tinggi mampu menurunkan daya tahan dan
3. Semangat dan energi menjadi hilang
Semangat merupakan kekuatan dalam diri manusia yang bersifat non-materi, sementara energi adalah kekuatan fisik yang menggerakkan seseorang. Stres dapat memengaruhi kesehatan jasmani dan rohani seseorang, sehingga stres juga dapat mengurangi semangat dan energi karyawan dalam menghadapi pekerjaan.
4. Komunikasi tidak lancar
Tekanan yang yang dialami seseorang membuat kondisi psikologi menjadi tidak stabil, hal ini kemudian berdampak pada menurunnya kualitas komunikasi disebabkan karena kurang fokus.
5. Pengambilan keputusan jelek
Meskipun gejala ini tergantung tingkat stres yang dihadapi seseorang, tapi pengambilan keputusan yang baik seyogyanya diperlukan pemikiran yang sehat. sementara, seseorang yang mengalami stres cenderung tidak dapat memaksimalkan daya pikirnya karena terganggunya proses berpikir karena tekanan.
6. Kreativitas dan inovasi kurang
Perlu kita pahami bahwa kreativitas dan inovasi merupakan hal yang tidak sama. Jika kreativitas berbicara tentang kemampuan seseorang untuk berpikir sesuatu yang baru dan berbeda, maka inovasi adalah melakukan sesuatu yang baru dan berbeda. Kondisi psikologi yang tidak stabil karena stres membuat daya pikir seseorang terganggu, hal ini pun memengaruhi kemampuannya dalam menciptakan ide kreatif dan inovasi.
7. Bergulat pada tugas-tugas yang tidak produktif
Akibat kurang fokus, seseorang yang mengalami stres cenderung
Senada dengan Xxxxx dan Xxxxxxx, Xxxxx Xxxxx dan Xxxx Xxxxxx dalam Xxxxx dan Xxxxxxx (2013:317-318) mendukung teori tersebut dari kajian ulang beberapa kasus stres kerja dan menyimpulkannya pada tiga gejala dari stres pada individu, yaitu:
1. Gejala Psikologis
Gejala ini merupakan dampak stres kerja yang memengaruhi perilaku dan fungsi mental karyawan, diantaranya sebagai berikut:
a. Kecemasan, ketegangan, kebingungan, dan mudah tersinggung.
b. Perasaan frustasi, rasa marah, dan dendam.
c. Sensitif dan hyperractivity.
d. Memendam perasaan, penarikan diri, dan depresi.
e. Komunikasi yang tidak efektif.
f. Perasaan terkucil dan terasing.
g. Kebosanan dan ketidakpuasan kerja.
h. Kelelahan mental, penurunan fungsi intelektual, dan kehilangan konsentrasi.
i. Kehilangan spontanitas dan kreativitas.
j. Menurunnya rasa percaya diri
2. Gejala Fisiologis
Dampak dari stres dapat menciptakan perubahan metabolisme tubuh, adapun simptom-simptom yang dimaksud, yaitu :
a. Meningkatnya denyut jantung, tekanan darah, dan kecenderungan mengalami penyakit kardiovaskular.
b. Meningkatnya sekresi dan hormon stres. Pada kondisi stres, tubuh seseorang menghasilkan lebih banyak hormon kortisol dari biasanya.
Kortisol sendiri merupakan satu dari tiga hormon manusia yang berkaitan
berbagai organ tubuh seperti jantung, ginjal, sistem saraf pusat, dan kehamilan. Selain itu, kortisol juga terlibat pada respon stres, sistem imun dan peradangan. Hingga, stres pada tingkatan tinggi yang dialami seseorang dapat berujung pada serangan jantung.
c. Gangguan gastrointestinal. Stres dapat menyebabkan gangguan pada organ manusia seperti lambung, usus, dan beberapa saluran gastrointestinal lainnya. Gastrointestinal berkaitan dengan sistem pencernaan.
d. Meningkatnya frekuensi luka fisik dan kecelakaan. Sekresi yang memengaruhi stres kemudian dapat memperburuk sistem kekebalan tubuh. Hal ini memengaruhi penyembuan luka fisik sebab hormon kortisol yang di produksi lebih banyak saat merespon stres terlibat pada sistem kekebalan tubuh dan peradangan.
e. Kelelahan secara fisik dan kemungkinan mengalami sindrom kelelahan yang kronis (chronic fatigue syndrome).
f. Gangguan pernapasan, termasuk gangguan dari kondisi yang ada. Gejala gangguan pernapasan karena stres dapat muncul sebab kecemasan yang berlebih dapat membuat sempitnya saluran napas hingga memicu asma.
g. Gangguan pada kulit. Diketahui bahwa stres dapat memengaruhi tubuh, termasuk juga kulit seseorang. Pada lama web kesehatan, keadaan emosional seseorang memiliki dampak yang kuat pada kondisi fisiknya. Ketika dalam kondisi stres, produksi hormon kortisol meningkat dan menyebabkan tubuh memproduksi minyak berlebih. Produksi minyak berlebih mengarah pada berbagai gangguan pada kulit manusia. Gangguan kulit pada umumnya berupa gejala seperti timbulnya jerawat, peradangan
kulit seperti psoriasis dengan gejala ruam memerah, kulit terkelupas, dan
h. Sakit kepala, sakit pada punggung bagian bawah, ketegangan otot. Gejala psikologis memengaruhi kondisi fisiologis, kecemasan dan tekanan menciptakan tegangan pada otot-otot manusia hinggap pada gejala pusing dan sakit kepala.
i. Gangguan tidur. Kecemasan dapat mengganggu tidur seseorang, dengan tingkatan stres tertentu, cukup untuk mengganggu tidur seseorang di malam hari. Gejala gangguan tidur juga dapat berdampak pada rusaknya pola tidur yang mengakibatkan insomnia. Hal ini sampai pada wilayah terganggunya kondisi kesehatan pada tubuh seseorang.
j. Rusaknya fungsi imun tubuh, termasuk risiko tinggi kemungkinan terkena kanker.
3. Gejala Perilaku
a. Menunda, menghindari pekerjaan, dan absen dari pekerjaan. Gejala seperti ini merupakan perilaku seseorang dalam mencoba menangani stres dengan menghindari beberapa pekerjaan untuk mengurangi risiko stres menjadi semakin besar.
b. Menurunnya prestasi. Tingkatan stres yang tidak dapat ditangani seseorang membuat kinerja tidak optimal sehingga jauh dari pencapaian tujuan.
c. Meningkatnya penggunaan minuman keras dan obat-obatan. Gejala ini banyak ditemukan pada seseorang yang tidak sanggup mengatasi stres yang dihadapinya, sehingga mencari pelampiasan dengan mabuk atau mengonsumsi obat-obat penenang dan sejenisnya.
d. Perilaku sabotase dalam pekerjaan. Tindakan perusakan yang dilakukan karyawan dalam bekerja sebagai bentuk pelampiasan terhadap tekanan yang diterima.
e. Perilaku makan yang tidak normal sebagai pelampiasan, mengarah ke obesitas. Pada kasus beberapa orang, mengonsumsi makanan secara berlebihan adalah bentuk ekspresi dalam menangani stres. Pola makan seperti ini terbilang tidak sehat dan mengarah pada obesitas.
f. Perilaku makan yang tidak normal sebagai bentuk penarikan diri dan kehilangan berat badan secara tiba-tiba, kemungkinan berkombinasi dengan depresi. Berbeda dengan gejala makan yang berlebih, gejala yang satu ini sebaliknya, mengarah pada kurangnya nafsu makan secara drastis sehingga gairah dalam beraktivitas minim karena kurangnya tenaga.
g. Meningkatnya kecenderungan berperilaku beresiko tinggi, seperti menyetir dengan tidak berhati-hati dan berjudi. Perilaku ini adalah gejala stres pada seseorang sebagai bentuk pelarian diri yang lainnya, mendekatkan diri pada hal-hal yang beresiko membuat fokus teralihkan untuk sementara waktu dari faktor stres yang dihadapi. Namun, dalam beberapak kasus mendekati bahaya justru sebagai pelampiasan dari faktor stres.
h. Meningkatnya agresivitas, vitalisme, dan kriminalitas. Gejala stres yang satu ini membuat seseorang cenderung menjadi temprament dengan perasaan membenci hingga pada niat ingin melukai orang lain dengan kekerasan fisik maumpun verbal. Beranggapan bahwa keberadaan sejati adalah energi, daya, atau nafsu yang bersifat irasional. Kondisi terparahnya mengarah pada tindakan-tindakan kriminal sebagai bentuk ungkapan ekspresi dari gejala stres.
i. Menurunnya kualitas hubungan interpersonal dengan keluarga dan teman.
Stres berdampak pada kemampuan seseorang dalam berkomunikasi dengan baik, kecenderungan untuk menjauhkan diri dari keramaian dan
menutup diri demi mencari ketenangan justru menurunkan kualitas interaksi sosial dengan lingkungan sekitar.
j. Kecenderungan untuk melakukan bunuh diri. Pada gejala stres tingkat tinggi, seseorang tidak dapat berpikir rasional, ketidak sanggupan seseorang dalam menahan beban yang diterima cenderung berpikir untuk mengakhiri hidup agar terlepas dari tekanan-tekanan yang dianggap menyiksa.
Ketiga gejala stres yang dikemukakan oleh Xxxxx Xxxxx dan Xxxx Xxxxxx saling berkaitan, hal itu dapat dilihat dari gejala yang satu dapat berdampak pada yang lainnya sehingga menyebabkan gejala yang lainnya. Hal serupa juga di kategorikan menjadi tiga aspek dari dampak stres yang di kemukakan oleh Xxxxxx, menurut Sopiah (2008: 92) Dampak atau akibat dari stres, yaitu:
1. Fisik
Akibat stres pada fisik mudah dikenali. Ada beberapa gangguan kesehatan yang disinyalir seseorang mengalami stres yang cukup tinggi dan berkepanjangan, diantaranya adalah penyakit jantung, bisul, tekanan darah tinggi dan sakit kepala.
2. Psikis
Dampak stres pada aspek psikis dapat dikenali dengan gejala ketidakpuasan kerja, depresi, keletihan, kemurungan dan kurang bersemangat.
3. Perilaku
Perilaku karyawan akibat stres dapat dilihat dari gejalanya, seperti kinerja rendah, meningkatnya kecelakaan kerja, pengambilan keputusan yang tidak tepat, tingkat absensi yang tinggi, dan agresi ditempat kerja.
2.2.5. Xxxx menghilangkan Stres Kerja
Cara menghilangkan sumber stres ditempat kerja menurut Sopiah (2008:92) antara lain:
1. Remove the stressors
Ada berbagai opsi untuk menghilangkan sumber stres karyawan pada perusahaan. Salah satu solusi terbaik adalah dengan memberdayakan para karyawan sehingga mereka memiliki kontrol yang lebih atas pekerjaan dan lingkungan pekerjaan mereka. Mengurangi bahkan menghilangkan stressor yang menyebabkan time based conflict.
a. Penggunaan/pemanfaatan waktu yang fleksibel
Beberapa tim kerja pada perusahaan mengambil metode musyawarah terkait waktu kerja. Dimana manajer mengajak karyawan untuk berdiskusi menentukan waktu memulai dan mengakhiri jam kerja sesuai kesepakatan hingga masing-masing karyawan dapat bekerja lebih nyaman dan menyesuaikan antara aktivitas pribadi dan perusahaan.
b. Job sharing
Xxxxx memisahkan posisi karier antara dua orang sehingga mereka yang mengalami stres time-based lebih sedikit diantara pekerjaan dan keluarga.
c. Telecommuting
Telecommuting adalah bekerja dari rumah, biasanya dilakukan dengan mensingkronisasi perangkat kerja seperti komputer ke kantor, sehingga pekerjaan menjadi fleksibel dan lebih mudah membagi waktu untuk pekerjaan perusahaan dan pekerjaan rumah.
2. With drawing from the stresscors
Para karyawan biasanya mengalami stres ketika tinggal dan bekerja dalam kultur yang berbeda. Tidak cukup dengan asumsi-asumsi dan harapan yang
umum. Para ekspatriat harus membayar kontan- bagaimana cara berpikir, bersikap dan bertindaknya dipersepsikan atau direspons lingkungannya. Perlu waktu dab keinginan yang kuat agar mampu beradaptasi dengan cepat terhadap lingkungan baru.
3. Chaging stress perceptions
Tingkat stres yang dialami masing-masing karyawan dalam situasi yang serupa dapat berbeda-beda. Hal ini dikarenakan perbedaan persepsi dari masing-masing karyawan. Oleh sebab itu, seharusnya stres dapat diminimalisir melalui perubahan persepsi atas situasi dan kondisi yang dialami. penguatan self-esteem dapat menjadi solusi sehingga karyawan menerima pekerjaan sebagai tantangan mengembangkan diri dan bukan ancaman.
4. Controlling the consequences of stress
Tidak jarang para karyawan menghadapi stres dengan melarikan diri pada hal- hal yang tidak bermanfaat seperti mengonsumsi minuman keras dan obat- obatan sebagai pelarian. Oleh karenanya, program gaya hidup sehat dapat membantu karyawan untuk terhindar pada perilaku disfungsional dan tidak berfaedah. Dilain sisi, untuk menghadapi stres seseorang justru membutuhkan teman yang dapat membantunya menghadapi stres.
5. Receiving social support
Dukungan dari lingkungan sosial dapat mengurangi stres yang dialami karyawan. Dalam perusahaan, ada tiga hal yang bisa dilakukan untuk memberikan dukungan kepada karyawan yang mengalami stres, yaitu; memperbaiki persepsi mereka bahwa mereka bernilai dan bermanfaat bagi perusahaan, memberikan informasi untuk membantunya memahami persoalan yang sesungguhnya agar memungkinkan untuk menghilangkan sumber stres,
dan dukungan emosional rekan kerja dapat secara langsung membantu mengurangi stres yang dihadapi.
2.2.6. Pendekatan Stres Kerja
Stres pada tingkatan yang tepat (stres ringan) dianggap menguntungkan untuk perusahaan, akan tetapi dari sudut pandang karyawan hal itu bukan lah sesuatu yang diinginkan. Maka manajer akan mulai berpikir untuk memberikan tugas dengan beragam tantangan yang dapat memicu stres ringan agar karyawan dapat termotivasi dalam bekerja, namun sebaliknya hal itu akan diterima sebagai tekanan bagi karyawan. menurut Xxxxx dan Mulyadi (2013 :319-320), terdapat dua pendekatan stres kerja; yaitu pendekatan individu dan pendekatan organisasi. Berikut penjelasannya:
1. Pendekatan Individu
“seorang karyawan dapat berusaha sendiri untuk mengurangi level stresnya.” Strategi dengan orientasi individual yang cukup efektif yaitu;
a. Pengelolaan waktu
dengan manajemen waktu yang baik, maka seorang karyawan mampu menjalankan tugas dengan baik dan tepat waktu, sehingga tekanan dari mengerjakan tugas dengan tergesa-gesa dapat dihindari.
b. Bina fisik
menjaga dan meningkatkan kondisi tubuh agar tetap prima menjalankan tugas-tugas yang berat dan menyita energi. Selain demi mempppersiapkan diri untuk tugas yang berat, bina kebugaran lewat latihan-latihan fisik yang rutin juga bermanfaat bagi kesehatan.
c. Dukungan sosial.
Lingkungan yang positif mampu menjadi penyemangat bagi seseorang, dukungan dari keluarga, sahabat, rekan kerja dan sebagainya mampu memberikan motivasi eksternal bagi karyawan dalam menghadapi pekerjaan.
2. Pendekatan Organisasi.
“beberapa penyebab stres adalah tuntutan dari tugas dan peran serta struktur organisasi yang semuanya dikendalikan oleh manajemen, sehingga faktor- faktor itu dapat diubah.” pendekatan organisasi sepenuhnya di atur oleh pihak manajemen. Strategi-strategi yang dapat dilakukan manajer untuk menakar tingkat stres kerja karyawan adalah:
a. Seleksi dan penempatan, menempatkan karyawan pada pekerjaan yang sesuai dengan bidangnya.
b. Penetapan tujuan, agar tujuan yang ingin dicapai bersama jelas dan tujuan dari masing-masing stakeholder tidak keluar dari koridor tujuan perusahaan.
c. Redesain pekerjaan, melakukan pembenahan terhadap sistem pengelolaan kinerja untuk mendapatkan hasil yang lebih baik.
d. Pengambilan keputusan partisipatif, mempertimbangkan dan melibatkan setiap stakeholder perusahaan dalam pengambilan keputusan memberikan berbagai dampak positif bagi perusahaan. Karyawan akan merasa lebih dianggap dan di hargai eksistensinya dan juga membuka lebar kesempatan para karyawan dalam mengaktualisasikan diri dengan memberikan gagasan- gagasan cemerlang.
e. Komunikasi organisasional, baik buruknya atmosfir lingkungan kerja pada perusahaan diawali dengan bagaimana komunikasi stakeholder yang terbangun. Komunikasi yang sehat dan terbuka, akan menciptakan
lingkungan kerja yang nyaman. Sebaliknya, minimnya komunikasi dapat menimbulkan beragam masalah seperti saling mencurigai dan tidak terbangunnya sinergitas antar sesama karyawan bahkan terhadap atasan.
f. Program kesejahteraan, hal ini memberikan jaminan dan rasa aman pada karyawan selama menjalankan tugas-tugas dari perusahaan.
Dengan beberapa strategi tersebut, diharapkan karyawan memperoleh pekerjaan/tugas sesuai dengan keterampilannya. Karyawan dapat bekerja dengan tujuan yang mereka inginkan serta adanya hubungan interpersonal di lingkungan kerja yang sehat dan merasa aman selama bekerja.
2.3. Motivasi
Motivasi berasal dati kata latin yaitu movere yang artinya dorongan, daya penggerak atau kekuatan yang menyebabkan aksi, perbuatan, atau tindakan. Movere dalam bahasa inggris acapkali disepadankan dengan motivation yang berarti pemberian motif, sumber motif, ataupun hal-hal yang menimbulkan dorongan dalam melakukan sesuatu. Xxxxxxx dan Xxxxxxx (2011: 171) berpendapat bahwa “secara harfiah motivasi berarti pemberian motif”, dimana kita memahami motif adalah stimulus yang menggerakkan seseorang dalam bertingkah laku untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya.
Manusia membutuhkan motivasi dalam menjalani hidup, hal ini tidak dapat dipungkiri mengingat manusia butuh alasan untuk melakukan sesuatu. Dalam perusahaan, motivasi menjadi begitu penting bagi sumber daya manusia sebagai pengelola perusahaan.
Dalam melaksanakan pekerjaannya, karyawan membutuhkan motivasi dimana serangkaian sikap nilai-nilai yang mempengaruhi individu karyawan untuk mencapai hal yang spesifik sesuai dengan tujuannya. Sikap dan nilai tersebut
merupakan suatu yang invisible yang memberikan kekuatan untuk mendorong karyawan bertingkah laku dalam mencapai tujuan.
2.3.1. Pengertian Motivasi Kerja
Terdapat beragam definisi tentang motivasi dari para pakar. Di antaranya adalah Xxxxxx Xxxxxx dalam Wibowo (2015: 109) yang menyatakan bahwa “motivasi adalah keinginan untuk bertindak. Setiap orang dapat termotivasi oleh beberapa kekuatan yang berbeda. Di pekerjaannya, kita perlu memengaruhi bawahan untuk menyelaraskan motivasinya dengan kebutuhan organisasi.” Pendapat Heller mengarah pada peran supervisor dalam merancang sebuah metode untuk memicu motivasi kerja para karyawan demi tercapainya tujuan perusahaan.
Berbagai cara dapat meningkatkan motivasi, baik dari diri karyawan sendiri maupun dari luar, hal ini di dukung oleh Xxxxxxxx. menurut Xxxxxxxx (2011:109) “motivasi kerja adalah hasil dari kumpulan kekuatan internal dan eksternal yang menyebabkan pekerja memilih jalan bertindak yang sesuai dan menggunakan perilaku tertentu.” Idelnya, setiap perilaku yang dimaksud, dalam hal ini perilaku karyawan akan diarahkan pada pencapaian tujuan organisasi. Xxxxxxxx mengemukakan bahwa sebagai indikator motivasi adalah:
1. “Engagement. adalah xxxxx xxxxxxxx untuk menunjukkan tingkat antusiasme, inisiatif, dan usaha untuk meneruskan.” Ikatan perjanjian ini di dasari kontrak kerja antara perusahaan dengan karyawan.
Akan
2. “Commitment. Komitmen adalah suatu tingkatan di mana karyawan mengikat dengan organisasi dan menunjukkan tindakan organizational citizenship.” sangat membantu ketika tujuan perusahaan selaras dengan tujuan
karyawan, maka komitmen karyawan sebagai bagian dari perusahaan menjadi begitu penting.
3. “Satisfaction. Kepuasan merupakan refleksi pemenuhan kontrak psikologis dan memenuhi harapan di tempat kerja.” Tingkatan ini merupakan pemenuhan dari daya tarik motivasi akan kinerja yang diharapkan.
4. “Turnover, merupakan kehilangan pekerja yang dihargai.” Perusahaan membutuhkan jaminan produktifitas kinerja dari karyawan, tidak hanya pada dorongan untuk bekerja, ancaman terhadap pemutusan kontrak kerja menjadi tekanan pada porsi tertentu untuk menciptakan motivasi.
Definisi lain menyatakan bahwa motivasi sebagai proses yang memperhitungkan arah, ketekunan, dan intensitas usaha individual karyawan terhadap pencapaian tujuan perusahaan. “Motivasi pada umumnya berkaitan dengans etiap tujuan, sedangkan tujuan organisasional memfokus pada perilaku yang berkaitan dengan pekerjaan” (Xxxxxxx dan Judge, 2011:238).
Intensitas menggambarkan tentang seberapa keras karyawan berusaha untuk perusahaan. Intensitas yang tinggi tidak mngkin menghasilkan kinerja memuaskan kecuali jika usaha disalurkan dalam arah yang menguntungkan perusahaan. Karenanya, juga diperlukan kualitas maupun intensitasnya. Usaha dan konsistensi yang diarahkan pada tujuan perusahaan merupakan jenis usaha yang harus dicari. Sedangkan dimensi ketekunan mengukur seberapa lama karyawan dapat menjaga tingkat usahanya.
Sejalan dengan Xxxxxxx dan Judge, XxXxxxx dan Xxx Xxxxxx (2010:132) memberikan pendapat tentang motivasi sebagai “kekuatan dalam diri orang yang memengaruhi arah (direction), intensitas (intensity), dan ketekunan (persistence), perilaku sukarela.” Karyawan yang termotivasi berkeinginan menggunakan tingkat usaha tertentu (intensity), dalam waktu tertentu (persistence), terhadap
pencapaian tertentu (direction). Motivasi merupakan salah satu dari empat pendorong penting perilaku dan kinerja individual.
Dinyatakan pula oleh Xxxxxxxx dan Kinici (2010:212) bahwa “motivasi merupakan proses psikologis yang membangkitkan (arousal) dan ketekunan (persistence) dalam melakukan tindakan secara sukarela yang di arahkan pada pencapaian tujuan.” Karyawan yang termotivasi mendapatkan dorongan dari dalam diri yang membuatnya lebih bergairah dalam menjalankan tugas dan tidak segan-segan untuk mengerahkan segala kemampuan yang dimilikinya.
Sementara Xxxxxxxx, XxXxxx, dan Wesson (2011: 179) memberikan definisi “motivasi sebagai sekumpulan kekuatan energetik yang dimulai baik dari dalam maupun diluar pekerja, dimulai dari usaha yang berkaitan dengan pekerjaan, dan mempertimbangkan arah, intensitas dan ketekunannya.” Motivasi adalah pertimbangan kritis karena kinerja yang efektif sering memerlukan baik kemampuan dan motivasi tingkat tinggi.
Dari berbagai definisi tentang motivasi di atas, dapat disimpulkan bahwa motivasi merupakan dorongan untuk bertindak terhadap serangkaian proses perilaku manusia dengan mempertimbangkan arah, intensitas, dan ketekunan pada pencapaian tujuan. Sedangkan elemen yang terkandung dalam motivasi meliputi unsur membangkitkan, mengarahkan, menjaga, menunjukkan intensitas, bersifat terus-menerus dan adanya tujuan.
2.3.2. Xxxxx Xxxxxxxx
Untuk memahami motivasi secara ilmiah, kita perlu berpedoman pada beberapa teori motivasi menurut para ahli, adapun teori motivasi yang di kenal,
yaitu:
1. Hierarki Teori Kebutuhan (Hierarchical of Needs Theory)
Teori motivasi yang paling umum dikenal adalah teori kebutuhan yang dikemukakan oleh Xxxxxxx Xxxxxx. Kebutuhan manusia yang beragam umumnya adalah sebuah pembahasan yang sulit diukur. Namun, Xxxxxx meninjau kebutuhan manusia secara sistematis dan memetakannya dalam bentuk sebuah hirarki kebutuhan agar dapat diukur.
Gambar 2.1 Hierarki kebutuhan Maslow
Sumber: Xxxxxxxx Xxxx’i dan Xxxxxxx Xxxxxx, Manajemen Sumber Daya Manusia untuk perusahaan dari teori ke praktik, 2011.
Gambar di atas memetakan urutan dan rangkaian kebutuhan manusia selalu mengikuti alur yang dijelaskan oleh teori Xxxxxx. Semakin ke atas kebutuhan seseorang semakin sedikit dimana segitiga menjadi simbol jumlah atau kuantitas manusia yang memiliki kriteria kebutuhannya.
Menurut Xxxxxx dalam Xxxxx dan Sagala (2011: 840) bahwa pada setiap diri manusia terdiri atas lima kebutuhan yaitu yaitu:
a. “Kebutuhan Fisiologikal seperti: kebutuhan makan, minum, perlindungan fisik, bernafas dan lainnya. Kebutuhan ini merupakan kebutuhan tingkat dasar.” Kebutuhan ini merupakan hal yang paling mendasar yang dibutuhkan oleh manusia sebagai mahluk biologis yang berpikir.
b. “Kebutuhan Rasa Aman, yaitu kebutuhan akan perlindungan dari ancaman bahaya, pertentangan, dan lingkungan hidup. Tidak dalam arti fisik semata, akan tetapi juga mental, psikologikal, dan intelektual.” Setelah kebutuhan fisiologikal, seperti yang dikemukakan Maslow, manusia membutuhkan rasa aman dari segala aspek dalam menjalani hidup.
c. “Kebutuhan Sosial, yaitu kebutuhan untuk merasa memiliki yaitu kebutuhan untuk diterima dalam kelompok, berafiliasi, berinteraksi, dan kebutuhan untuk mencintai serta dicintai.” Manusia tidak bisa hidup seorang diri dan selalu membutuhkan orang lain, hal ini telah menjadi kodrat manusia sebagai mahluk sosial.
d. “Kebutuhan akan harga diri atau pengakuan, yaitu kebutuhan untuk dihormati dan dihargai oleh orang lain.” manusia memiliki hasrat untuk dipandang, dianggap keberadaannya, dan juga keinginan untuk dihormati.
e. “Kebutuhan aktualisasi diri, yaitu kebutuhan untuk menggunakan kemampuan, skill, potensi, kebutuhan untuk berpendapat, dengan menggunakan ide-ide, memberikan penilaian dan kritik terhadap sesuatu.” Pada tingkatan teratas menurut Xxxxxx, self actualization merupakan kebutuhan manusia untuk dapat mengekspresikan diri lewat keterampilannya.
2. Teori ERG (Existence, Relatedness and Growht)
Seperti halnya Xxxxxx, Xxxxxxx Xxxxxxx juga memandang kebutuhan manusia tersistematis dalam suatu hierarki. Xxxxxxx sepakat bahwa kebutuhan manusia cenderung meningkat saat setelah kebutuhannya akan sesuatu telah tercapai. Teori ERG dari Alfeder dalam Xxxxxxx (2012a: 194-195) mengelompokkan 3 kebutuhan yang utama; yaitu, eksistensi (existence), keterhubungan
(relatedness) dan pertumbuhan (growth), karena itu disebut sebagai teori ERG, yang berupa:
a. Kebutuhan akan keberadaan (existence needs)
“kebutuhan ini berhubungan dengan kebutuhan dasar termasuk juga kebutuhan fisiologis yang didalamnya meliputi kebutuhan makan, minum, pakaian, rumah dan keamanan.”
b. Kebutuhan akan afiliasi (relatedness needs)
“Kebutuhan ini menekankan akan pentingnya hubungan antara individu dan juga hubungan antara bermasyarakat tempat kerja di perusahaan tersebut.” Relatednes merupakan kebutuhan manusia akan adanya interaksi bermasyarakat dan interpersonal yang baik sebagai mahluk sosial.
c. Kebutuhan akan Pertumbuhan (growth needs)
“keinginan akan pengembangan potensi dalam diri seseorang untuk maju dan meningkatkan kemampuan pribadinya”, manusia sebagai mahluk yang memiliki hasrat untuk terus berkembang dan mengaktualisasikan potensi diri maupun kreativitas untuk berkonstribusi pada orang lain dan juga organisasi.
3. Teori X dan teori Y
Selanjutnya teori yang dikemukakan oleh Xxxxxxx XxXxxxxx dalam Xxxxxxx dan Xxxxxxx (2008: 225-226) mengajukan dua pandangan nyata yang bertentangan mengenai manusia; pandangan yang pertama pada dasarnya negatif dengan label X (Theory X), sementara pandangan yang kedua pada dasarnya positif dengan tanda label Y (Theory Y). XxXxxxxx merumuskan asumsi-asumsi dan perilaku manusia dalam organisasi setelah mengaji cara
para manajer berinteraksi dengan para karyawan. adapun asumsi-asumsi yang dimaksud adalah sebagai berikut:
Teori X (negatif), merumuskan asumsi seperti:
a. “Karyawan pada dasarnya tidak menyukai pekerjaan dan sebisa mungkin berusaha untuk menghindarinya” asumsi ini menggambarkan kondisi karyawan lebih memilih menghindari pekerjaan dan cenderung bermalas- malasan saat bekerja.
b. “karena karyawan tidak menyukai pekerjaan, mereka harus dipaksa, dikendalikan, atau diancam dengan hukuman untuk mencapai tujuan- tujuan” manajer berasumsi bahwa sanksi hukuman merupakan metode untuk mengatur karyawan mengerjakan tugasnya bahkan dengan paksaan agar karyawan dapat bekerja dengan sungguh-sunguh.
c. “Karyawan akan menghindari tanggung jawab dan mencari perintah formal bila mungkin.” Asumsi ini menjelaskan perilaku karyawan yang tidak bergairah dalam bekerja dan hanya mengerjakan pekerjaan sebagai bentuk formalitas kontak kerja, sehingga kinerja cenderung pasif.
d. “Sebagian karyawan menempatkan keamanan di atas semua faktor lain terkait pekerjaannya dan menunjukkan sedikit ambisi.” Perilaku ini menjelaskan karyawan yang berlindung atas keselamatan di atas segala- galanya, sehingga timbul ketakutan-ketakutan untuk berkembang hingga menurunkan hasrat mencapai tujuan yang maksimal.
Sebaliknya, XxXxxxxx merumuskan teori Y berdasarkan asumsi positif sebagai berikut:
a. “Karyawan menganggap kerja sebagai hal yang menyenangkan, seperti halnya istirahat atau bermain” asumsi perilaku ini menggambarkan karyawan yang dapat memandang tugas sebagai sesuatu yang dapat
diterima, wajar dan xxxxxxx seperti halnya dengan menghabiskan waktu luang dengan bermain dalam artian berdiskusi atau sekedar teman bicara.
b. “karyawan akan berlatih mengendalikan diri dan emosi untuk mencapai berbagai tujuan” manusia sebagai mahluk yang berpikir dan belajar akan melatih dan mengontrol diri sendiri jika saat telah berkomitmen pada suatu hal.
c. “Karyawan bersedia belajar untuk menerima, bahkan mencari tanggung jawab” asumsi ini menggambarkan bahwa karyawan mau membuka diri untuk belajar, berkembang dan siap untuk menerima tantangan pekerjaan.
d. “Karyawan mampu membuat berbagai keputusan inovatif yang diedarkan ke seluruh populasi, dan bukan hanya bagi mereka yang menduduki posisi manajemen.” Asumsi ini menjelaskan perilaku karyawan dari segala kalangan membuka potensi dalam diri untuk lebih aktif berkonstribusi dalam memberikan solusi atau saran yang cerdas meskipun bukan dari kalangan top management atau dewan pimpinan perusahaan.
Jadi, teori McGregor ini lebih memihak pada asumsi-asumsi Y (positive slide) dari perilaku sumber daya manusia di dalam organisasi. Sayangnya, meskipun teori XxXxxxxx terbilang rasional tapi tidak ada bukti empiris yang menguatkan bahwa asumsi-asumsi yang dimaksud valid ata sekedar menerima asumsi teori Y dan mengubah tindakan karyawan sesuai dengan hal tersebut akan memberikan output motivasi kepada para karyawan. teori- teori Perilaku Organisasi (Organizational Behavior) baiknya memiliki dukungan empiris agar dapat diterima. Sama halnya pada hierarki teori kebutuhan milik Xxxxxx, kurang adanya dukungan empiris semacam itu untuk teori X dan teori Y xxxx XxXxxxxx. Namun, teori ini masih terbilang diakui hingga hari ini untuk kemudian dikembangkan.
4. Pola Dasar Pemikiran Content Theory
Content Theory ini berkaitan dengan gagasan-gagasan dari beberapa pakar, seperti Xxxxxx, Xxxxxxxx, XxXxxxxxxx, XxXxxxxx dan Xxxxxxxx. Beberapa nama tersebut sudah tidak asing lagi dengan bagi cendekiawan yang mempelajari soal motivasi dan memengaruhi sudut pandang manajemen.
Teori ini menekankan bahwa faktor-faktor tertentu memiliki arti yang sangat penting pada individu dalam bertingkah laku. Seperti yang dikemukakan oleh Xxxxx dan Xxxxxx (2011: 844-845) menjelaskan bahwa:
“teori ini menekankan arti pentingnya pemahaman faktor-faktor yang ada dalam individu yang menyebabkan mereka bertingkah laku tertentu. Teori ini mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti kebutuhan apa yang dicoba dipuaskan oleh seseorang? Apa yang menyebabkan mereka melakukan sesuatu? Dalam pandangan ini, setiap individu mempunyai kebutuhan yang ada di dalam (inner needs) yang menyebabkan mereka didorong, ditekan atau dimotivasi untuk memenuhi. Kebutuhan tertentu yang mereka rasakan akan menentukan tindakan yang mereka lakukan. Para individu akan bertindak untuk memuaskan kebutuhan mereka.”
Ditinjau dari pendapat diatas, dapat kita pahami bahwa pendapat dari Maslow, Xxxxxxx, XxXxxxxx yang telah dijelaskan sebelumnya sangat lekat dengan content theory, teori ini sangat sederhana; ringkasnya dalam perusahaan, yang dibutuhkan oleh xxxxxxx adalah mengetahui apa yang dibutuhkan oleh para karyawan dengan mengamati perilaku mereka, kemudian mulai menyusun strategi dan memikirkan cara apa yang digunakan agar karyawan mau bertindak sesuai dengan keinginan manajer. Meskipun demikian, kita perlu memahami bahwa dalam perkara teknis sering didapati beberapa kesulitan seperti;
a. Kebutuhan setiap manusia sangat bervariasi. Manajer yang ambisius sangat terdorong akan pengakuan status dan kekuasaan sehingga mengesampingkan perhatian pada karyawan, tidak memahami
keberagaman karyawan dan memandang setiap karyawan pada nilai yang sama, hal ini berdampak pada gagalnya manajer untuk memahami bahwa tidak semua orang yang bekerja dibawah kepemimpinannya dapat didorong dengan nilai-nilai yang sama sehingga dapat dipastikan bahwa motivasi yang coba diberikan kepada karyawan tidak sepenuhnya berhasil.
b. Representasi kebutuhan setiap orang atas tindakan juga sangat beragam.
Seseorang dengan security need yang besar cenderung memilih untuk “bermain aman” dan menjauhi resiko besar dalam bekerja sehingga menghindari tanggung jawab yang lebih besar karena takut akan kegagalan. Sebaliknya, seseorang dengan kebutuhan yang sama justru mencari pekerjaan dengan tanggung jawab yang lebih besar karena takut diberhentikan karena prestasi kerja yang kurang atau tidak berkembang sama sekali.
c. Konsistensi seorang karyawan tidak selalu sama dalam menanggapi dorongan suatu kebutuhan. Suatu waktu seorang karyawan bekerja keras untuk menjalankan pekerjaan yang diberikan manajer, tetapi dilain waktu seorang karyawan menjalankan pekerjaan yang sama tidak sepenuh hati.
5. Pola Dasar Pemikiran Procces Theory
Procces Theory tidak menekan pembahasan pada isi kebutuhan dan sifat dorongan dari kebutuhan tersebut, melainkan pada proses bagaimana dan dengan tujuan apa setiap karyawan dimotivasi untuk mejalankan tugasnya dengan baik dan benar. Pada pandangan ini, kebutuhan hanyalah salah satu elemen pada suatu proses tentang bagaimana para karyawan bertingkah laku. Contohnya, seseorang melihat adanya peluang yang besar untuk menerima imbalan jika mereka melakukan tindakantertentu, misalnya bekerja lebih keras
dan sungguh-sungguh dari biasanya. Imbalan ini menjadi suatu stimulus (insentive) atau motif untuk perilaku mereka.
6. Pola Dasar Pemikiran Reinforcement Theory
Teori ini tidak menggunakan konsep suatu motif atau proses motivasi, tetapi menjelaskan bagaimana konsekuensi perilaku dari hokum kausalitas dalam suatu siklus belajar.
Dalam pandangan teori ini, individu bertingkah laku tertentu karena dimasa lalu individu tersebut telah belajar bahwa perilaku tertentu seseorang akan berdampak pada hasil yang menyenangkan terhadap orang lain, dan perilaku tertentu sebaliknya akan berdampak tidak menyenangkan. Pada umumnya, seseorang lebih menyukai dampak yang menyenangkan, karena dia akan mengulangi perilaku yang akan mengakibatkan konsekuensi yang menyenangkan. Analoginya adalah seseorang akan lebih menaati hukum yang berlaku karena akan mendapat pujian dari penegak hukum maupun dari masyarakat, sebaliknya jika melanggar hukum akan mendapatkan ganjaran seperti teguran hingga pada hukuman.
Suatu peristiwa merupakan sebab dengan akibat tertentu yang memengaruhi perilaku seseorang. Jika akibat tersebut positif, pada saat menghadapi situasi yang serupa, seseorang cenderung melakukan hal yang sama, tetapi jika akibat tersebut negative maka seseorang cenderung mengubah perilaku untuk menghindarinya.
Perilaku seseorang dapat diubah. Perilaku yang negative dapat diubah dengan imbalan agar berubah menjadi positif. Pada umumnya akan lebih efektif ketika memberikan imbalan untuk perilaku yang diinginkan daripada menghukum perilaku yang tidak diinginkan. Beberapa perilaku yang dapat
memotivasi karyawan menurut Xxxxx dan Xxxxxx (2011: 848) adalah sebagai berikut:
a. Cara berinteraksi;
b. Menjadi pendengar aktif;
c. Penyusunan tujuan yang matang;
d. Pendekatan penyelesaian masalah dan tujuan yang berfokus pada perilaku bukan pada pribadi;
e. Informasi yang menggunakan teknik penguatan.
2.3.3. Sumber Motivasi
Menurut Xxxxxxx dan Xxxxxxx (2011: 175-176) “Teori motivasi yang sudah lazim dipakai untuk menjelaskan sumber motivasi sedikitnya biasa digolongkan menjadi dua, yaitu sumber motivasi dari dalam diri (intrinsik) dan sumber motivasi dari luar (ekstrinsik).” Selain membutuhkan dowongan dari luar individu, manusia sebenarnya telah memiliki motivasi dalam dirinya, sebab keinginan untuk bergerak mencapai sesuatu adalah sebuah keniscayaan pada diri manusia. Berikut uraian motivasi intrinsik dan ekstrinsik yang dikemukakan oleh Xxxxxxx dan Priansah:
1. Motivasi Intrinsik
“yang dimaksud dengan motivasi intrinsik adalahmotif-motif yang menjadi aktif atau berfungsinya tidak perlu dirangsang dari luar, karena dalam diri setiap individu sudah ada dorongan untuk melakukan sesuatu.” Sederhananya, motivasi intrinsik adalah motivasi internal pada diri manusia. Dalam konteks perusahaan, Efek motivasi terhadap kinerja karyawan akan tercipta jika motivasi internal ini sudah ada. Motivasi internal berperan penting dalam menciptakan kinerja yang memuaskan.
Banyak hal yang dapat dilakukan manajer dalam meningkatkan motivasi internal karyawan, antara lain memberikan penghargaan kepada karyawan yang berprestasi. Memberikan kesempatan melanjutkan pendidikan serta membuka peluang bagi promosi karir, dan sebagainya.
Adapun faktor individual yang mampu memotivasi seseorang untuk melakukan sesuatu adalah:
a. Minat, seseorang akan merasa bergairah untuk melakukan sesuatu saat kegiatan tersebut sesuai dengan minatnya.
b. Sikap positif, seseorang yang memiliki sikap positif dalam merespon lingkungan akan akan terbuka terhadap suatu kegiatan dengan rela turut serta dalam kegitan tersebut dengan berusaha sebisa mungkin.
c. Kebutuhan, setiap diri seseorang memiliki kebutuahan tertentu dan senantiasa melakukan apa saja untuk memenuhi kebutuhannya.
Kesimpulannya, jenis motivasi intrinsik adalah motivasi yang timbul dalam diri seseorang tanpa ada paksaan dari pihak lain.
2. Motivasi Ekstrinsik
“Motivasi Ekstrinsik, adalah motif-motif yang aktif dan berfungsinya karena adanya perangsang dari luar. Motivasi ekstrinsik dapat juga dikatakan sebagai bentuk motivasi yang didalamnya aktivitas dimulai dan diteruskan berdasarkan dorongan dari luar yang tidak berkaitan dengan dirinya”, dengan kata lain motivasi ekstrinsik adalah motivasi eksternal dari diri seseorang yang dipicu oleh dorongan dari lingkungan seseorang. Pada kasus perusahaan, motivasi eksternal menjelaskan dorongan dari luar yang direspon oleh kekuatan di dalam individu (faktor internal) yang dikendalikan oleh manajer,
menurut F. Herzberg dalam Xxxxxxx dan Xxxxxxx (2011: 176) “ada dua faktor
puas terhadap pekerjaan yang dilakukannya, dan kepuasan tersebut akan mendorong mereka untuk bekerja lebih baik”, kedua faktor tersebut antara lain:
a. “Motivator, yaitu prestasi kerja, penghargaan (reward), tanggung jawab yang diberikan, kesempatan untuk mengembangkan diri, dan pekerjaannya itu sendiri.”
b. “Faktor kesehatan kerja, merupakan kebijakan dan administrasi perusahaan yang baik, sipervisi teknisi yang memadai, gaji yang memuaskan, kondisi kerja yang baik dan keselamatan kerja.”
Jenis motivasi ekstrinsik timbul akibat pengaruh dan dorongan dari luar kedirian seseorang, apakah itu berasal dari ajakan, perintah, atau bujukan dari orang lain sehingga seseorang mau menjalankan sebuah kegiatan, kebutuhan karyawan dalam kesempatan meraih kompensasi yang dijanjikan manajer-pun menjadi pendorong eksternal karyawan untuk mencapainya.
2.4. Kepuasan Kerja
Setiap dalam diri manusia tentunya ingin memenuhi segala kebutuhannya, dengan bekerja diharapkan segala kebutuhan finansial dapat terpenuhi dengan imbalan yang diterima setelahnya. Akan tetapi, banyak kasus dimana bagi karyawan imbalan saja dirasa belum cukup, karyawan juga menginginkan kepuasan dalam bekerja. Terhadap pekerjaan dan kompensasi finansial yang sama, kepuasan terhadap setiap karyawan dapat berbeda.
2.4.1. Pengertian Kepuasan Kerja
Di antara para pakar memandang pengertian kepuasan kerja atau job
satisfaction dengan definisi yang berbeda-beda terganung penekanan dan sudut pandang masing-masing. Akan tetapi, hal itu tidak untuk di perdebatkan karena
Xxxxxxx, XxXxxx dan Wesson (2011: 105) mengutarakan bahwa “Kepuasan kerja adalah tingkat perasaan menyenangkan yang diperoleh dari penilaian pekerjaan seseorang atau pengalaman kerja.” Meski agak berbeda, pendapat Xxxxxxx tentang kepuasan kerja juga meliputi perasaan yang kurang menyenangkan sekalipun, seperti dikutip dalam bukunya, Xxxxxxx (2012a: 210), “Kepuasan kerja adalah keadaan emosional yang menyenangkan atau tidak menyenangkan di mana para karyawan memandang pekerjaannya.” Dengan kata lain, kepuasan kerja adalah cerminan bagaimana kita merasakan tentang pekerjaan kita dan apa yang kita pikirkan tentang pekerjaan kita.
Sedangkan McShane dan VonGlinow (2010: 108) memandang “kepuasan kerja sebagai evaluasi seseorang atas pekerjaannya dan konteks pekerjaannya.” Ini dapat kita artikan bahwa kepuasan kerja merupakan penilaian karyawan terhadap lingkungan kerja, karakteristik pekerjaan, dan pengalaman emosional yang dirasakannya saat bekerja. Hal ini juga terkait dengan pendapat yang di kemukakan Xxxxxxxx dan Xxxxxxx (2010: 170) bahwa “kepuasan kerja adalah respon afektif atau emosional terhadap berbagai aspek dari pekerjaan seseorang”, secara tidak langsung defenisi ini menyatakan bahwa kepuasan kerja bukanlah merupakan konsep tunggal, melainkan karyawan dapat secara relatif puas dengan satu aspek dari pekerjaan dan lingkungan tempatnya bekerja.
Dari beberapa definisi pakar di atas, dapat kita simpulkan bahwa kepuasan kerja adalah hasil evaluasi dari perasaan karyawan dalam menghadapi pekerjaannya pada perusahaan. Dimana kepuasan kerja karyawan dapat di ekspresikan dalam beberapa hal, seperti perilaku dalam menjalankan tugas hingga pada kinerja karyawan.
2.4.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi Kepuasan Kerja
Banyak faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja. Faktor-faktor itu sendiri dalam peranannya memberikan kepuasan kepada karyawan bergantung pada pribadi masing-masing karyawan. Faktor-faktor yang memberikan kepuasan menurut Xxxx dalam As’ad (2001), adalah:
1. Fator individual, meliputi umur, kesehatan, watak, dan harapan.
2. Faktor sosial,meliputi hubungan kekeluargaan, pandangan pekerja, kebebasan berpolitik, dan hubungan kemasyarakatan.
3. Faktor utama dalam pekerjaan, meliputi upah, pengawasan, ketentraman kerja, kondisi kerja, dan kesempatan untuk maju. Selain itu, juga penghargaan terhadap kecakapan, ketepatan dalam menyelesaikan konflik antarmanusia, perasaan diperlakukan adil baik yang menyangkut pribadi maupun tugas.
Menurut Xxxxxx dalam Juanda (2013: 27), faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja adalah:
1. Kesempatan untuk maju. Dalam hal ini ada tidaknya kesempatan untuk memperoleh pengalaman dan peningkatan kemampuan selama kerja.
2. Keamanan kerja. Faktor ini disebut sebagai penunjang kepuasan kerja, baik bagi karyawan. Keadaan yang aman sangat memengaruhi perasaan karyawan selama kerja.
3. Gaji. Gaji lebih banyak menyebabkan ketidakpuasan, dan jarang orang mengekspresian kepuasan kerjanya dengan sejumlah uang yang diperolehnya.
4. Perusahaan dan manajemen. Perusahaan dan manajemen yang baik adalah yang mampu memberikan situasi dan kondisi kerja yang stabil. Faktor ini yang menentukan kepuasan kerja karyawan.
5. Pengawasan. Sekaligus atasannya. Supervisi yang buruk dapat berakibat absensi dan turn over.
6. Faktor intristik dari pekerjaan. Atribut yang ada dalam pekerjaan masyarakat keterampilan tertentu. Sukar dan mudahnya serta kebanggaan akan tugas dapat meningkatkan atau mengurangi kepuasan.
7. Kondisi kerja. Termasuk di sini kondisi tempat, ventilasi, penyiaran, kantin, dan tempat parkir.
8. Aspek sosial dalam pekerjaan. Merupakan salah satu sikap yang sulit digambarkan tetapi dipandang sebagai faktor yang menunjang puas atau tidak puas dalam bekerja.
9. Komunikasi. Komunikasi yang lancar antarkaryawan dengan pihak manajemen banyak dipakai alasan untuk menyukai alasan untuk menyukai jabatannya. Dalam hal ini adanya kesediaan pihak atasan untuk mau mendengar, memahami, dan mengakui pendapat ataupun prestasi karyawannya sangat berperan dalam menimbulkan rasa puas terhadap kerja.
10. Fasilitas. Fasilitas rumah sakit, cuti, dana pensiun, atau perumahan merupakan standar suatu jabatan dan apabila dapat dipenuhi akan menimbulkan rasa puas.
Penelitian yang dilalukan oleh Xxxxxxx dan Xxxxxxxx dalam Sutrisno (2009: 78-79), mengemukakan bahwa hal-hal yang menyebabkan rasa puas adalah:
1. Prestasi
Prestasi merupakan hasil atas usaha yang telah didapatkan. Dalam hal ini, prestasi karyawan merupakan pencapaian dan buah dari kerja kerasnya dalam perusahaan.
2. Penghargaan
Penghargaan (reward), adalah hadiah yang diberikan kepada seseorang atas keunggulannya dibidang tertentu. Dalam perusahaan yang baik, manajer memberikan reward pada karyawan yang teladan dan memberikan konstribusi yang memuaskan kepada perusahaan.
3. Kenaikan jabatan
Kenaikan jabatan atau promoso jabatan adalah salah satu bentuk pemberian penghargaan berupa kenaikan jabatan. Dalam perusahaan, promosi jabatan diberikan pada karyawan yang dinilai pantas menerima diukur dari keunggulannya menyelesaikan setiap tugas dari perusahaan.
4. Pujian
Pujian adalah menyatakan perihal positif tentang seseorang. Di dunia kerja, pujian merupakan hal yang sederhana tapi mampu membuat karyawan merasa bangga demi mempertahankan semangat kerja.
Adapun faktor-faktor yang menyebabkan ketidakpuasan kerja menurut Xxxxxxx dan Claypool, adalah:
1. Kebijakan perusahaan
Kebijakan perusahaan yang tidak jarang mengekang karyawan acapkali menjadi faktor ketidakpuasan dalam bekerja.
2. Supervisor
Cara atasan memperlakukan karyawan dapat memengaruhi kepuasan kerja, hal ini pun bisa berdampak pada perilaku karyawan memandang pekerjaannya.
3. Kondisi kerja
Kondisi kerja karyawan saat bekerja secara eksternal memengaruhi kepuasan kerja. lingkungan kerja, jenis pekerjaan, waktu bekerja dan sebagainya menjadi salah satu indikator dari kondisi kerja yang dimaksud.
4. Gaji
Xxxx sebagai salah satu kompensasi finansial menjadi motif utama karyawan dalam bekerja. Namun, gaji yang tidak sesuai dengan har apan karyawan dapat memengaruhi kepuasan kerja.
Sementara itu, Xxxxxx X. Xxxx dalam Xxxxxxx (2012b: 28) mengemukakan faktor-faktor kepuasan kerja, yakni:
1. Faktor hubungan antar karyawan
Adalah interaksi lingkungan kerja karyawan yang meliputi hubungan sosial antar sesama karyawan maupun kepada manajer.
2. Faktor Individual
Hubungan karyawan terhadap pekerjaannya, usia karyawan mengemban tugas, dan jenis kelamin.
3. Faktor keadaan keluarga karyawan
Kondisi keluarga seseorang dalam memberikan sugesti saat menjalankan peras sebagai karyawan.
4. Rekreasi, meliputi pendidikan
Bagaimana latar belakang pendidikan karyawan dan caranya melakukan penyegaran kembali jasmani dan rohaninya di samping pekerjaannya.
Xxxxxxxx xxx Xxxxx dalam Xxxxxxx (2012b: 29), juga berpendapat terkait faktor kepuasan kerja, sebagai berikut:
1. Kedudukan
Karyawan cenderung menganggap bahwa kepuasan kerja lebih tinggi ada pada pekerjaan yang yang lebih tinggi dari pada pekerjaan berkedudukan yang lebih rendah.
2. Pangkat
Perbedaan tingkat golongan adalah hal yang mendasar padaa pekerjaan, sehingga tugas yang dijalankan memberikan kedudukan tertentu pada karywan yang melakukannya. Jika terdapat kenaikan gaji, maka akan ada yang beranggapan sebagai kenaikan pangkat.
3. Umur
Umur sangat memengaruhi karyawan memandang pekerjaannya. Umur 35 hingga 34 tahun dan umur 40 sampai 45 tahun adalah masa-masa dimana karyawan cenderung kurang puas memandang pekerjaannya.
4. Mutu pengawasan
Perhatian dan hubungan yang baik dari supervisor kepada karyawan akan membuat karyawan merasa bahwa dirinya adalah aset yang penting bagi perusahaan sehingga menimbulkan rasa bangga dan mengarah pada kepuasan kerja.
2.4.3. Teori Kepuasan Kerja
Teori kepuasan kerja yang cukup dikenal merupakan gagasan dari Wexley dan Xxxx dalam Xxxxxxx (2012a: 211-212), adalah:
1. Teori ketidaksesuaian (Discrepancy theory)
Teori ini mengukur kepuasan kerja seseorang dengan menghitung selisih antara sesuatu yang seharusnya dengan kenyataan yang di rasakan. Sehingga apabila kepuasannya diperoleh melebihi dari yang diinginkan, maka
orang akan menjadi lebih puas lagi, sehingga terdapat discrepancy, tergantung pada selisih antara sesuatu yang dianggap akan didapatkan dengan apa yang di capai.
2. Teori keadilan (equity theory)
Teori ini mengemukakan bahwa orang akan merasa puas atau tidak puas, tergantung pada ada atau tidaknya keadilan (equity) dalam suatu situasi, khususnya situasi kerja. Pada dasarnya, prinsip teori ini mengemukakan bahwa orang akan merasa puas atau tidak puas tergantung pada keadilan yang dirasakan (equity). Perasaan equity dan inequity yang dimaksud adalah perasaan seseorang setelah menghukumi interaksinya pada lingkungan kerja kemudian membandingkan dirinya dengan orang lain pada tingkatan yang sekelas. Dalam perusahaan, komponen utama pada teori equity adalah input, hasil, keadilan dan ketidakadilan. Input yang dimaksud adalah modal personal bagi karyawan yang dianggap mendukung pekerjaannya, seperti latar belakang pendidikan, pengalaman kerja, kecakapan, jumlah tugas yang mampu diselesaikan dan keterampilan khusus saat menjalankan tugas. Hasilnya adalah sesuatu yang dianggap bernilai bagi karyawan atas pekerjaannya, seperti: gaji, bonus, penghargaan, status, dan kesempatan untuk sukses atau aktualisasi diri. Sementara itu, seseorang selalu membandingkan dirinya dengan karyawan lainnya pada perusahaan dan tingkatan yang sama, bahkan hingga perusahaan lain atau bisa pula dengan dirinya di masa lalu. Sederhananya, berangkat dari teori ini, setiap karyawan akan membandingkan rasio input hasil dirinya dengan rasio input hasil karyawan lain. jika perbandingan tersebut dianggap cukup adil atau menguntungkan dirinya, maka karyawan akan merasa puas. Sebaliknya, jika
perbandingan itu dianggap tidak seimbang dan xxxxxx menguntungkan bagi karyawan lain yang kelasnya sama, maka dirinya akan merasa tidak puas.
3. Teori dua faktor (Two factor theory)
Menurut teori ini kepuasan kerja dan ketidakpuasan kerja itu merupakan hal yan berbeda. Kepuasan dan ketidakpuasan terhadap pekerjaan itu bukan suatu variabel yang kontinu. Teori ini merumuskan karakteristik pekerjaan menjadi dua kelompok yaitu satisfies atau motivator dan dissatisfies. Satisfies ialah faktor-faktor atau situasi yang dibutuhkan sebagai sumber kepuasan kerja yang terdiri dari: pekerjaan yang menarik, penuh tantangan, ada kesempatan untuk berprestasi, kesempatan memperoleh penghargaan dan promosi. Terpenuhinyya fakrot tersebut akan menimbulkan kepuasan, namun tidak terpenuhinya faktor ini selalu mengakibatkan ketidakpuasan. Dissatisfies (hygiene factors) adalah faktor- faktor yang menjadi sumber ketidakpuasan, yang terdiri dari: gaji/upah, pengawasan, hubungan antarpribadi, kondisi kerja dan status. Faktor ini diperlukan untuk memenuhi dorongan biologis serta kebutuhan dasar karyawan. Jika tidak terpenuhi faktor ini, karyawan tidak akan puas. Namun, jika beesarnya faktor ini memadai untuk memenuhi kebutuhan tersebut, karyawan tidak akan kecewa meskipun belum terpuaskan.
2.4.4. Indikator Kepuasan Kerja
Indikator kepuasan kerja yang dikembangkan oleh Xxxxxxx, Xxxxxxx X dan Xxxxx X. Xx Xxxxx dalam Oktavi (2017: 21-22) antara lain:
1. Kepuasan terhadap gaji, yaitu senang atau tidak senangnya karyawan akan gaji yang diterima. Gaji yang merupakan kompensasi finansial adalah motif uama karyawan dalam bekerja. Akan tetapi, kepuasan kerja karyawan juga
berpengaruh pada kesesuaian antara gaji yang diharapkan dari kinerja yang dihasilkan karyawan.
2. Kepuasan dengan promosi, yaitu senang atau tidak senangnya karyawan akan promosi yang dilakukan perusahaan. Promosi yang sesuai dengan yang diharapkan karyawan dapat menimbulkan rasa puas. Sebaliknya, promosi jabatan di bawah ekspektasi karyawan menimbulkan kekecewaan.
3. Kepuasan terhadap rekan, yaitu sikap senang atau tidak senangnya karyawan akan dukungan dari rekan kerjanya. Rekan kerja memengaruhi kondisi lingkungan kerja karyawan, sebagaimana dipahami bahwa lingkungan kerja juga memengaruhi kepuasan dari karyawan.
4. Kepuasan terhadap supervisor, yaitu sikap senang atau tidak senangnya karyawan akan perlakuan dari pemimpin. Bagaimana cara atasan memperlakukan bawahannya menimbulkan kesan tersendiri bagi masing- masing karyawan. hal itu juga berdampak pada kepuasan kerja karyawan atas interaksinya dengan pimpinan.
2.4.5. Dampak Ketidakpuasan Kerja
Menurut Xxxxxxx dan Judge dalam Wibowo (2015: 144), “dampak dari ketidakpuasan pekerja dituangkan dalam model teoritik dinamakan EVLN-Model, yang terdiri dari exit, voice, loyality, dan neglect. Kerangka tanggapan pekerja terhadap ketidakpuasan kerja tersebut dibedakan dalam dua dimensi: konstruktif/distruktif dan aktif/pasif”, kondisi dari kurangnya kepuasan kerja berbanding lurus dengan ketidakpuasan kerja, EVLN-model dari Xxxxxxx dan Judge menjelaskan ekspresi dari perilaku karyawan dalam menghadapi ketidakpuasan kerja. Adapun memahami teori tersebut dengan mudah sebagaimana digambarkan di bawah ini:
Gambar 2.2 Respon terhadap ketidakpuasan kerja Sumber: Prof. Xx. Xxxxxx, Perilaku Dalam Organisasi, 2015.
1. “Exit. exit merupakan perilaku langsung dengan meninggalkan organisasi, termasuk mencari posisi baru atau mengundurkan diri.” Perilaku ini adalah gejala ketidakpuasan karyawan yang ditunjukkan dengan agresif dan destruktif, meninggalkan masalah hingga pada mundur dari jabatan menjadi bentuk protes yang dilakukan.
2. “Voice. Respon voice termasuk secara aktif dan konstruktif berusaha memperbaiki kondisi, termasuk menganjurkan perbaikan, mendiskusikan persoalan dengan atasan, dan melakukan beberapa bentuk aktivitas perserikatan.” Berbeda dengan exit, respon voice pada EVLN-model adalah perilaku dimana karyawan memilih untuk menghadapi ketidakpuasannya dengan speak up dan berusaha menyelesaikan persoalan yang mengganggunya bekerja dengan komunikasi persuasif.
3. “Loyality. Respon loyality berarti secara positif, tetapi secara optimistik menunggu kondsisi membaik, termasuk berbicara untuk organisasi menghadapi kritik eksternal dan mempercayai organisasi dan manajemennya melakukan sesuatu yang benar.” Perilaku ini menunjukkan kesetiaan karyawan pada perusahaan, dengan tidak begitu menghiraukan masalah yang
dihadapinya, mengesampingkan ketidakpuasan dalam bekerja dan tetap pasang badan untuk terus mengabdi pada perusahaan.
4. “Neglect. Respon neglect secara pasif memungkinkan kondisi memperburuk dan termasuk kemangkiran secara kronis atau keterlambatan, mengurangi usaha, dan meningkatkan tingkat kesalahan.” Perilaku karyawan dengan respon neglect juga cenderung mengabaikan hingga menghindari masalah. Namun, gejala selanjutnya dalam manghadapi ketidakpuasannya adalah dengan benar-benar menghindari pekerjaan, kurang bergairah dalam pekerjaan, hingga cenderung apatis terhadap perusahaan.
Berangkat dari penjelasan di atas, perilaku Exit dan Voice adalah respon ketidakpuasan yang agresif dari karyawan. perbedannya ada pada orientasi penyelesaian masalah dari keduanya. Jika exit merespon ketidakpuasan dengan meninggalkan pekerjaan sebagai bentuk kekecewaan, voice lebih kepada mencoba memperbaiki keadaan. Sementara Neglet dan Loyality lebih kepada respon pasif, perbedaannya neglet menerima ketidakpuasan dengan gejala-gejala negatif dalam pekerjaannya, sementara loyality cenderung tenang dan sabar dalam merespon ketidakpuasan. Wibowo (2015: 145) dalam karyanya menerangkan:
“Perilaku exit dan neglect mencakup variabel kinerja kita: produktivitas, kemangkiran, dan pergantian. Tetapi model ini memperluas respon pekerja termasuk voice dan loyality, perilaku konstruktif yang memungkinkan individu mentolerir situasi tidak menyenangkan atau menyegarkan kondisi kerja memuaskan.”
Maka sangat penting bagi manajer untuk dapat mengidentifikasi respon ketidakpuasan dari masing-masing karyawan agar dapat mengatur strategi yang tepat sesegera mungkin.
2.5. Kinerja
2.5.1. Pengertian Kinerja Karyawan
Kinerja merupakan suatu fungsi dan motivasi dan kemampuan, untuk menyelesaikan tugas atau pekerjaan seseorang sepatutnya memiliki derajat kesediaan dan tingkat kemampuan tertentu. Kesediaan dan keterampilan seseorang tidaklah cukup efektf untuk mengenakan sesuatu tanpa pemahaman yang jelas tentang apa yang dikerjakan dan bagaimana mengerjakannya. Kinerja merupakan perilaku nyata yang ditampilkan setiap orang sebagal prestasi kerja yang dihasilkan oleh karyawan sesuai dengan perannya dalam perusahaan, (Xxxxx dan Xxxx Xxxxxxx Xxxxxx, 2011:548).
Menurut Xxxxxx (2012:231), kinerja (performance) adalah hasil pekerjaan yang dicapai seseorang berdasarkan persyaratan-persyaratan pekerjaan(jobrequirement) Suatu pekerjaan mempunyai persyaratan tertentu untuk dapat diakukan dalam mencapai tujuan yang disebut juga sebagai standar pekenaan (job standard) Menurut Mangkunegara (2013:67) pengertian kinerja adalah hasil kerjasecara kualtas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.
Menurut Xxxxxx dan Xxxxxxx, dalam Xxxxxxx (2014:269) kinerjna pada dasarnya adalah apa yang dilakukan atau tidak dilakukan oleh karyawan dalam mengemban pekerjaannya sedangkan, menurut Xxxxxxx (2014:269) kinerja merupakan tingkat keberhasilan karyawan dalam menyelesaikan pekerjaannya. Ukuran-ukuran dari kinerja seharusnya dapat memberikan bukti tentang hasil yang dikehendaki telah tercapai atau tidak dan sejauh mana pemegang pekerjaan telah mencapai hasil tersebut, sehingga menjadi dasar untuk memberikan informasi umpan balik yang akan digunakan untuk memantau mereka sendiri.
Sedangkan menurut Xxxxxxxxxxxx (2001:91) Kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.
2.5.2. Xxxxxxxxx Xxxxxxx
Dharma (2013:25) mengemukakan bahwa manajemen kinerja adalah sebuah prosesuntuk menetapkan apa yangharus dicapai,dan pendekatannya untukmengelola dan pengembangan manusia melalui suatu cara yang dapat meningkatkan kemungkinan bahwa sasaran akan dapat dicapai dalam suatu jangka waktu tertentu baik pendek maupun panjang. Menurut Xxxxx (2010:3) manajemen kinerja adalah suatu ilmu yang memadukan seni didalamnya untuk menerapkan suatu konsep manajemen guna mewujudkan visi dan misi perusahaan dengan cara mempergunakan orang yang ada diorganisasi tersebut secara maksimal.
Menurut Xxxxxxx (2009) Manajemen kinerja merupakan proses yang bertujuan meningkatkan kinerja individu pegawai, kinerja tim kerja,dan kemudian meningkatkan kinerja oraganisasi. Proses manajemen kinerja dilakukan bersama antara manajer dan pegawai. Suatu organisasi yang profesional tidak akan mampu mewujudkan suatu manajemen kinerja yang baik tanpa ada dukungan yang kuat dari seluruh komponen manajemen perusahaan. Dengan demikian, manajemen kinerja adalah suatu cara untuk mendapatkan hasil yang lebih baik bagi organisasi dengan mengelola kinerja sesuai target yang telah direncanakan.
2.5.3. Penilaian Kinerja
Penilaian kinerja adalah pengukuran hasil kerja yang dinilai perusahaan selama periode tertentu. Menurut Xxxxxx (2012:231) penilaian kinerja adalah
proses yang dilakukan oraganisasi untuk mengevaluasi atau menilai keberhasilan karyawan dalam melaksanakan tugasnya. Penilaian dapat dilakukan dengan membandingkan hasil keria yang dicapai karyawan dengan standar pekerjaan. Penilaian kinerja juga harus dilaksanakan secara adil, yaitu penilaian harus dilaksanakan pada semua karyawan agar tercipta keadilan pada penilaian kinerja tersebut. Penilaian kinerja adalah proses mengevaluasi seberapa baik pegawai melakukan pekerjaan, jika dibandingkan dengan seperangkat standar dan kemudian mengomunikasikan informasi tersebut kepada karyawan, demikian dikemukakan oleh Xxxxxx dan Xxxxxxx, dalam Xxxxxxx (2014:272).
Berdasarkan dari beberapa pengertian mengenai penilaian kinerja dapat disimpulkan bahwa penilaian kinerja adalah proses pengukuran atau penilaian hasil dan pekerjaan yang dilakukan oleh karyawan yang selanjutnya membandingkan hasil dari pekerjaan dengan standar pekerjaan yang telah ditentukan oleh perusahaan yang dilaksanakan dalam suatu periode yang juga ditentukan.
2.5.4. Faktor-faktor yang memengaruhi Kinerja
Ada beberapa faktor yang dapat memengaruhi kinerja karyawan Menurut Xxxxxxxxxxxx (2013:67) faktor yang memengaruhi pencapaian kinerja adalah sebagai berikut:
1. Faktor Kemampuan
Secara psikologis, kemampuan karyawan terdiri dan potensi Intelegent Quotient (IQ), serta kemampuan pengetahuan dan keterampilan. Artinya, karyawan yang memiliki IQ di atas rata-rata (lQ 110.120) dengan pendidikan yang memadai untuk pekerjaan dan terampil dalam mengenakan tugas, maka
akan lebih mudah dalam mencapai kinerja yang diharapkan. Oleh karena itu, karyawan perlu ditempatkan pada pekerjaan yang sesuai dengan keahliannya.
2. Faktor motivasi
Motivasi terbentuk dari sikap seorang karyawan dalam menghadapi situasi kerja. Artinya, karyawan harus memiliki sikap mental yang siap, mampu secara fisik, memahami tujuan utama dan target kerja yang akan dicapai, mampu memanfaatkan, dan menciptakan situasi kerja. Motivasi merupakan kondisi yang menggerakkan diri karyawan yang terarah untuk berusaha mencapai prestasi kerja dan dalam mencapai tujuan perusahaan. Motivasi berprestasi adalah suatu dorongan dalam diri karyawan untuk melakukan suatu kegiatan atau tugas dengan sebaik-baiknya agar mampu mencapai kinerja. Flippo (2008:14) menyatakan terdapat beberapa faktor yang memengaruhi kinerja karyawanya itu, motivasi, kepemimpinan, lingkungankerja dan disiplin kerja.
Sedangkan menurut Xxxxxxxxxxx (2011:11) kinerja dapat dipengaruhi beberapa faktor, yaitu:
1. Kemampuan dan keterampilan individu
Kemampuan dan keterampilan individu adalah kemampuan dan keterampilan melakukan kerja.
2. Faktor dukungan organisasi
Kondisi dan syarat kerja setiap orang juga tergantung pada dukungan organisasi dalam bentuk pengorganisasian, penyediaan sarana dan prasarana kerja, kenyamanan lingkungan kerja, serta kondisi dan syarat kerja.
3. Faktor psikologis
Kinerja perusahaan dan kinerja setiap perorangan juga sangat tergantung pada kemampuan psikologis seperti persepsi, sikap dan motivasi.
2.5.5. Indikator Kinerja
Kinerja karyawan pada dasarnya diukur sesuai dengan kepentingan organisasi, sehingga indikator dalam pengukurannya disesuaikan dengan kepentingan perusahaan itu sendiri. Xxxxx, Xxx, Xxxxxxxx, dalam Xxxxxxx (2014:271) menyatakan bahwa pengukuran kinerja dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1. Kuantitas pekerjaan
Kuantitas pekerjaan berhubungan dengan volume pekerjaan dan produktivitas kerja yang dihasilkan oleh karyawan dalam kurun waktu tertentu atau hasil yang dicapai oleh karyawan dalam jumlah tertentu berdasarkan dengan standar yang telah ditentukan sebelumnya oleh perusahaan.
2. Kualitas pekerjaan
Kualitas pekeriaan berhubungan dengan standar hasil yang berkaitan dengan mutu yang dihasilkan karyawan. Dalam hal ini merupakan kemampuan karyawan menyelesaikan pekerjaaannya sesuai standar berupa ketelitian, kerapian, dan kelengkapan yang telah ditetapkan.
3. Ketepatan waktu
Karyawan dapat menyelesaikan pada waktu yang telah ditetapkan serta memaksimalkan waktu yang tersedia untuk aktivitas yang lain.
4. Kemandirian
Kemandirian berkaitan dengan kemampuan karyawan untuk bekerja dan mengemban tanggung jawab secara mandiri dengan meminimalisir bantuan orang lain
5. Inisiatif
Inisiatif dalam penyelesaian tugas yang artinya karyawan memutuskan atau melakukan sesuatu pekeraan dengan benar tanpa harus diberi tahu
6. Kerjasama
Berkaitan dengan kemampuan untuk bekerjasama dengan orang lain.
Senada dengan Xxxxxx dan Xxxxxxx (2011: 378), yang memberikan indikator meliputi:
1. Kuantitas dari hasil
Banyaknya pekerjaan yang dapat diselesaikan.
2. Kualitas dari hasil
Ketercapaian standar kerja yang dihasilkan.
3. Ketetapan waktu dan hasil Ketercapaian waktu pengerjaan.
4. Kehadiran
Komitmen dari eksistensi karyawan menghadapi pekerjaan.
5. Kemampuan bekerja sama
Kehadiran yang membuahkan manfaat bagi tim kerja.
2.5.6. Tujuan Penilaian Kinerja
Xxxxxxx dan Xxxxx, dalam Xxxxxxx (2014:272) menyatakan bahwa beberapa tujuan dari pelaksanaan penilaian kinerja terhadap karyawan yang dilakukan oleh perusahaan, antara lain:
1. Peningkatan kinerja,
2. Penyesuaian kompensasi,
3. Keputusan penempatan,
4. Kebutuhan pengembangan dan pelatihan,
5. Perencanaan dan pengembangan karir,
6. Prosedur perekrutan,
7. Umpan balik bagi karyawan.
2.5.7. Metode Penilaian Kinerja
Berbagai metode dapat digunakan untuk menilai kinerja karyawan, secara umum dapat dikelompokkan menjadi tiga oleh Bangun (2012:238), antara lain:
1. Metode Penilaian yang Mengacu pada Norma
Metode ini mengacu pada norma yang didasarkan pada kinerja yang paling baik. Penilaian dilakukan dengan hanya satu kritena penilaian saja yaitu penilaian kinerja secara keseluruhan. Metode-metode penilaian yang termasuk dalam kelompok ini antara lain:
a. Metode Ranking Langsung
Dalam metode ini, para karyawan diurut dari kinerja yang terbaik sampai yang terburuk.
b. Ranking Alternatif
Metode ranking alternatif, pada awalnya karyawan dibagi ke dalam dua kategori yaitu karyawan yang mempunyai kinerja terbaik dan terburuk
c. Perbandingan Antar Individu
Metode ini membandingkan kinerja antarindividu dalam organisasi, untuk menentukan karyawan yang terbaik.
d. Distribusi Paksaan
Metode ini membagi kinerja karyawan ke dalam beberapa kategori, seperti sangat buruk, buruk, menengah, baik dan sangat baik.
2. Penilaian Standar Absolut
Metode ini menggunakan standar absolut dalam menilai kinerja karyawan, penilaian mengevaluasi karyawan dengan mengaitkannya dengan faktor-faktor tertentu. Beberapa metode yang digunakan dalam metode penilaian absolut antara lain:
a. Skala Grafik
Penilaian dilakukan dalam berbagai faktor, penilai dapat memilih salah satu dari lima tingkat untuk setiap faktor. Penilai diberikan kebebasan dalam memilih salah satu jawaban dari lima pilihan yang telah disiapkan dalam format. Untuk memperoleh informasi yang benar, sangat diharapkan kejujuran penilai dalam mengevaluasi kinerja karyawan.
b. Metode Kejadian-kejadian Kritis
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan selama perang dunia kedua ketika kejadian-kejadian kritis (criticalinsidents) yang membedakan antara keberhasilan dan kegagalan disoroti. Supervisor melakukan pengamatan dan mencatat kejadian-kejadian kritis atas perilaku seorang karyawan dalam melaksanakan pekerjaannya.
c. Skala Penilaian Berdasarkan Perilaku
Metode ini dikembangkan untuk memberikan hasil yang dapat digunakan para karyawan dalam memperbaiki kinerjanya dan membantu atasan lebih nyaman dalam memberikan umpan balik.
3. Metode Penilaian Berdasarkan Output
Metode penilaian berdasarkan output berbeda dengan metode penilaian yang mengacu pada norma dan standar absolut, metode ini menilai kinerja berdasar pada hasil pekerjaan. Tetapi masih mempunyai kesamaan dalam penilaian yaitu berpedoman pada analisis pekerjaan sebagai dasar penilaian. Ada empat jenis metode penilaian antara lain:
a. Proses MBO
Penilaian dengan menggunakan metode MBO, melalui empat langkah diawali dari analisis pekerjaan, menetapkan standar keria, penetapan sasaran, sampai pada tahap penilaian kinerja itu sendiri.
b. Pendekatan Standar Kinerja
Pendekatan standar kinerja lebih banyak menggunakan ukuran-ukuran langsung dengan penekanan pada pengujian kinerja
c. Pendekatan Indeks Langsung
Pendekatan indeks langsung menekankan pada pengukuran kinerja. Mengukur kinerja menggunakan pendekatan yang dapat dlakukan dengan kriteria personal objektif, seperti produktivitas, tingkat absensi, dan perputaran karyawan.
d. Catatan Prestasi
Dalam pendekatan ini, dimensi pekerjaan ditentukan secara jelas. Kemudian penilaian dilakukan oleh sebuah tim yang terdiri atas pakar yang memiliki kompetensi pada bidang yang dinilai untuk menilai kinerja para profesional.
2.6. Penelitian Terdahulu
Penelitian ini mengumpulkan beberapa penelitian serupa sebagai bahan referensi, adapun penelitian terdahulu yang telah dirampungkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Penelitian yang dilakukan oleh Xxxxxx (2017) dengan judul “Pengaruh Motivasi, Lingkungan Kerja dan Kepuasan Kerja terhadap Kinerja Karyawan pada PT. RAJA INDO di Makassar” metode analisis yang digunakan adalah uji validitas, uji reliabilitas, uji asumsi klasik, analisis regresi linear berganda, uji koefisiensi determinasi, dan uji hipotesis. Temuan dari penelitian ini adalah motivasi kerja, lingkungan kerja, dan kepuasan kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan pada PT. Raja Indo di Makassar. Sedangkan variabel yang dominan berpengaruh terhadap kinerja karyawan
pada PT. Raja Indo di Makassar adalah lingkungan kerja, alasannya karena memiliki nilai beta terbesar jika dibandingkan dengan variabel motivasi dan kepuasan kerja karyawan.
2. Penelitian terkait stres kerja dilakukan oleh Xxxxxxx (2013) dengan judul penelitian “Pengaruh Stres Kerja dan Motivasi Kerja terhadap Kinerja staf dalam proses penyusunan anggaran pada pemerintah daerah kabupaten Soppeng” metode pengumpulan data yang digunakan adalah kuesioner dan wawancara. Data analisis dengan menggunakan regresi berganda dan sederhana dengan bantuan SPSS. Hasilnya, menunjukkan bahwa stres kerja dan motivasi kerja secara simultan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kinerja dalam penyusunan anggaran. Ini dilihat dari hasil pengujian yang menunjukkan hasil signifikan pada p<0,05. Pada penyusunan anggaran pengaruh stres kerja dan motivasi kerja saling mempengaruhi walaupun adanya timbul tekanan seperti stres tapi dengan kapasitas yang kecil dan tidak terlalu mempengaruhi kinerja para staf, justru dapat membuat para staf termotivasi untuk mendapatkan hasil yang lebih baik.
3. Penelitian yang dilakukan oleh Xxxxxxx (2016) dengan judul “Pengaruh stres kerja dan kepuasan kerja terhadap kinerja karyawan pada briton international english school Makassar”. Data penelitian ini diperoleh dari kuesioner mengenai stres kerja, kepuasan kerja dan kinerja karyawan dengan mengambil sampel 51 responden. Temuan penelitian menunjukkan bahwa variabel stres kerja dan kepuasan kerja secara parsial berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan Briton International English School dan variabel
kepuasan kerja karyawan memiliki pengaruh yang paling dominan terhadap
variabel kepuasan kerja dapat dijelaskan oleh variabel independennya sedangkan sisanya 87,3% dijelaskan oleh variabel-variabel lain diluar penelitian yang dilakukan oleh Mentari.
4. Untuk menganalisis pengaruh stres kerja dan kepuasan kerja terhadap kinerja karyawan, penelitian yang dilakukan oleh Tahir (2016) dapat dijadikan acuan, Tahir meneliti tentang “Pengaruh stres kerja dan kepuasan kerja terhadap kinerja PT. PELINDO IV CABANG MAKASSAR”. Data yang dihunakan adalah data primer dan sekunder, dari hasil penelitian tersebut, diketahui bahwa stres kerja dan kepuasan kerja memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kinerja karyawan. Variabel yang memiliki pengaruh dominan terhadap kinerja karyawan adalah kepuasan kerja.
5. Penelitian yang dilakukan oleh Xxxxxx (2009) menganalisis Pengaruh Stres Kerja dan Motivasi Kerja terhadap Kepuasan Kerja karyawan PT. BNI (PERSERO) Tbk Cabang Makassar. Data penelitian diperoleh dari kuesioner, studi kepustakaan, dan wawancara langsung dengan pihak terkait sesuai tujuan penelitian. Teknik analisisnya menggunakan regresi berganda dengan uji hipotesis, yaitu uji F dan uji t. Jumlah sampelnya sebanyak 53 karyawan dengan menggunakan metode Simple Random Sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa stres kerja dan motivasi kerja secara simultan berpengaruh dan signifikan terhadap kepuasan kerja karyawan. Secara parsial, variabel motivasi kerja merupakan variabel yang paling berpengaruh terhadap kepuasan kerja. Dari penelitian ini di peroleh nilai R Square sebesar
0.441 yang artinya bahwa 44,1% variasi kepuasan kerja dijelaskan oleh variasi
dalam variabel stres dan motivasi kerja ini, sisanya sebesar 55,9% dijelaskan
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
No. | Nama Peneliti | Tahun | Judul Penelitian | Keterangan |
1. | Xxxxxxxx Xxxx Xxxxxx | 2017 | Pengaruh Motivasi, Lingkungan Kerja dan Kepuasan Kerja terhadap Kinerja Karyawan pada PT. RAJA INDO di Makassar | motivasi kerja, lingkungan kerja, kepuasan kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan. variabel yang dominan berpengaruh terhadap kinerja karyawan adalah lingkungan kerja |
2. | Marlina | 2013 | Pengaruh Stres Kerja dan Motivasi Kerja terhadap Kinerja staf dalam proses penyusunan anggaran pada pemerintah daerah kabupaten Soppeng | stres kerja dan motivasi kerja secara simultan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kinerja staf stres dan motivasi saling memengaruhi |
3. | Hj. St. Anggraeni Putri Mentari | 2016 | Pengaruh stres kerja dan kepuasan kerja terhadap kinerja karyawan pada briton international english school Makassar. | variabel stres kerja dan kepuasan kerja secara parsial berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan Briton variabel kepuasan kerja memiliki pengaruh yang paling dominan terhadap kinerja. |
4. | Xxxx Xxxxxx P. Tahir | 2015 | Pengaruh stres kerja dan kepuasan kerja terhadap kinerja PT. | stres kerja dan kepuasan kerja memiliki pengaruh yang signifikan terhadap |
PELINDO IV CABANG MAKASSAR | kinerja karyawan. Kepuasan kerja adalah variabel yang memiliki pengaruh dominan | |||
5. | Dahlia X.X Xxxxxx | 2009 | Pengaruh Stres Kerja dan Motivasi Kerja terhadap Kepuasan Kerja karyawan PT. BNI (PERSERO) Tbk Cabang Makassar | stres kerja dan motivasi kerja secara simultan berpengaruh dan signifikan terhadap kepuasan kerja Secara parsial, variabel motivasi kerja merupakan variabel yang paling berpengaruh terhadap kepuasan kerja. |
2.7. Kerangka Pikir
Dalam penelitian ini, peneliti melihat ada hal yang menarik dalam sebuah perilaku organisasi terkait stres kerja, motivasi kerja dan kepuasan kerja terhadap kinerja karyawan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. Xxxxxx Xxxxx Xxxx.
Uraian pemikiran yang telah disampaikan di atas memberikan landasan dan arah untuk menuju pada penyusunan kerangka pemikiran teoritis, berikut kerangka pemikiran teoritis yang dimaksud:
Stres kerja (X1)
motivasi kerja (X2)
Kinerja (y)
Kepuasan kerja (X3)
Gambar 2.3 Kerangka Pikir
2.8. Hipotesis
Berdasarkan latar belakang, rumusan masalah, dan tujuan penelitian maka dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut:
1. Stres kerja, motivasi kerja dan Kepuasan Kerja berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja karyawan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk, Kantor Wilayah Makassar.
2. variabel Motivasi kerja merupakan variabel yang berpengaruh dominan terhadap kinerja karyawan pada PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk, Kantor Cabang Makassar Xxxxx Xxxx.