Pasal 1
KODE ETIK PEMERIKSA
BAB I KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan :
1. Badan Pemeriksa Keuangan, yang selanjutnya disingkat BPK, adalah lembaga negara yang bertugas untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
2. Anggota BPK adalah Pejabat Negara pada BPK yang dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah dan diresmikan oleh Presiden.
3. Pemeriksa adalah orang yang melaksanakan tugas pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara untuk dan atas nama BPK.
4. Pelaksana BPK Lainnya adalah pejabat struktural pada Unit Pelaksana Tugas Pemeriksaan dan BPK Perwakilan Provinsi sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya serta Pejabat dan/ atau pegawai lainnya sesuai surat tugas yang sah untuk melakukan pemeriksaan keuangan negara.
5. Pemeriksaan adalah proses identifikasi masalah, analisis, dan evaluasi yang dilakukan secara independen, obyektif, dan profesional berdasarkan standar pemeriksaan, untuk menilai kebenaran, kecermatan, kredibilitas, dan keandalan informasi mengenai pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.
6. Hasil Pemeriksaan adalah hasil akhir dari proses penilaian kebenaran, kepatuhan, kecermatan, kredibilitas, dan keandalan data/informasi mengenai pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang dilakukan berdasarkan standar pemeriksaan yang dituangkan dalam Laporan Hasil Pemeriksaan sebagai Keputusan BPK.
7. Kewajiban adalah segala sesuatu yang harus dilakukan sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan dan apabila tidak dilakukan akan dikenakan hukuman.
8. Larangan adalah segala sesuatu yang tidak diperbolehkan untuk dilakukan dan apabila dilanggar akan dikenakan hukuman.
9. Integritas adalah mutu, sifat, atau keadaan yang menunjukkan kesatuan yang utuh, dimilikinya sifat jujur, kerasnya upaya, serta kompetensi yang memadai.
10. Independensi adalah suatu sikap dan tindakan dalam melaksanakan pemeriksaan untuk tidak memihak kepada siapapun dan tidak dipengaruhi oleh siapapun.
11. Profesionalisme adalah kemampuan, keahlian, dan komitmen profesi dalam menjalankan tugas.
12. Kode Etik BPK, yang selanjutnya disebut Kode Etik, adalah norma-norma yang harus dipatuhi oleh setiap Anggota BPK, Pemeriksa, dan Pelaksana BPK lainnya selama menjalankan tugasnya untuk menjaga martabat, kehormatan, citra, dan kredibilitas BPK.
BAB II
TUJUAN DAN RUANG LINGKUP
Pasal 2
Kode Etik bertujuan untuk memberikan pedoman yang wajib ditaati oleh Anggota BPK, Pemeriksa, dan Pelaksana BPK Lainnya untuk mewujudkan BPK yang berintegritas, independen, dan profesional demi kepentingan negara.
Pasal 3
Kode Etik ini berlaku bagi Anggota BPK, Pemeriksa, dan Pelaksana BPK Lainnya.
BAB III KODE ETIK
Pasal 4
(1) Nilai Dasar merupakan kristalisasi moral yang Primus Inter Pares dan melekat pada diri manusia serta menjadi patokan dan ideal (cita-cita) dalam kehidupan sehari-hari.
(2) Nilai Dasar Kode Etik BPK terdiri dari Integritas, Independensi, dan Profesionalisme.
Pasal 5
Kode Etik harus diwujudkan dalam sikap, ucapan, dan perbuatan Anggota BPK, Pemeriksa, dan Pelaksana BPK Lainnya selaku Aparatur Negara/Pejabat Negara dalam melaksanakan pemeriksaan dan dalam kehidupan sehari-hari, baik selaku Individu dan Anggota Masyarakat, maupun selaku Warga Negara.
BAB IV IMPLEMENTASI KODE ETIK
Bagian Kesatu
Anggota BPK, Pemeriksa, dan Pelaksana BPK Lainnya Selaku Individu dan Anggota Masyarakat
Pasal 6
(1) Anggota BPK, Pemeriksa, dan Pelaksana BPK Lainnya wajib:
a. mengakui persamaan derajat, hak, dan kewajiban asasi setiap manusia;
b. menghormati perbedaan dan menjaga kerukunan hidup bermasyarakat;
c. bersikap jujur dan bertingkah laku sopan; dan
d. menjunjung tinggi nilai moral yang berlaku dalam masyarakat.
(2) Anggota BPK, Pemeriksa, dan Pelaksana BPK Lainnya dilarang:
a. menunjukkan keberpihakan dan dukungan kepada kegiatan-kegiatan politik praktis;
b. memaksakan kehendak pribadi kepada orang lain dan/atau masyarakat;
c. melakukan kegiatan baik secara sendiri-sendiri maupun dengan orang lain yang secara langsung atau tidak langsung merugikan keuangan negara; dan
d. melakukan kegiatan yang dapat menguntungkan kelompoknya dengan memanfaatkan status dan kedudukannya baik langsung maupun tidak langsung.
Bagian Kedua
Anggota BPK, Pemeriksa, dan Pelaksana BPK Lainnya Selaku Warga Negara
Pasal 7
(1) Anggota BPK, Pemeriksa, dan Pelaksana BPK Lainnya wajib:
a. mempertahankan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 serta menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
b. mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; dan
c. menjaga nama baik, citra, dan kehormatan bangsa dan negara.
(2) Anggota BPK, Pemeriksa, dan Pelaksana BPK Lainnya dilarang:
a. menjadi anggota organisasi yang dinyatakan dilarang secara sah di wilayah Republik Indonesia dan organisasi lain yang menimbulkan keresahan masyarakat; dan
b. menjadi perantara dalam pengadaan barang dan/atau jasa di lingkungan pemerintah.
Bagian Ketiga
Anggota BPK selaku Pejabat Negara
Pasal 8
(1) Anggota BPK selaku Pejabat Negara wajib:
a. melaksanakan sumpah atau janji yang diucapkan ketika mulai memangku jabatannya;
b. menjaga rahasia negara atau rahasia jabatan;
c. mengutamakan kepentingan negara daripada kepentingan pribadi, seseorang, dan/atau golongan;
d. menghindari terjadinya benturan kepentingan;
e. menunjukkan sikap kemandirian dalam pengambilan keputusan;
f. bertanggung jawab, konsisten, dan bijak; dan
g. menerapkan secara maksimal prinsip tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih.
(2) Anggota BPK selaku Pejabat Negara dilarang:
a. memanfaatkan status, kedudukan, dan peranannya selaku pejabat negara untuk kepentingan pribadi, seseorang, dan/atau golongan;
b. memanfaatkan hasil pemeriksaan untuk kepentingan pribadi, seseorang, dan/atau golongan;
c. memanfaatkan fasilitas negara untuk kepentingan pribadi, seseorang, dan/atau golongan;
d. menjalankan pekerjaan dan profesi lain yang dapat mengganggu independensi, integritas, dan profesionalismenya selaku Anggota BPK;
e. mengungkapkan temuan pemeriksaan yang masih dalam proses penyelesaian kepada pihak lain di luar BPK;
f. mempublikasikan hasil pemeriksaan sebelum diserahkan kepada lembaga perwakilan;
g. memberikan asistensi dan jasa konsultasi terhadap kegiatan entitas yang menjadi obyek pemeriksaan; dan
h. memerintahkan dan/atau mempengaruhi dan/atau mengubah temuan pemeriksaan, opini, kesimpulan, dan rekomendasi hasil pemeriksaan yang tidak sesuai dengan fakta dan/atau bukti-bukti yang diperoleh pada saat pemeriksaan, sehingga temuan pemeriksaan, opini, kesimpulan, dan rekomendasi hasil pemeriksaan menjadi tidak obyektif.
Bagian Keempat
Pemeriksa dan Pelaksana BPK Lainnya selaku Aparatur Negara
Pasal 9
(1) Pemeriksa dan Pelaksana BPK Lainnya selaku Aparatur Negara wajib:
a. bersikap jujur, tegas, bertanggung jawab, obyektif, dan konsisten dalam mengemukakan pendapat berdasarkan fakta pemeriksaan;
b. menjaga kerahasiaan hasil pemeriksaan kepada pihak yang tidak berkepentingan;
c. mampu mengendalikan diri dan bertingkah laku sopan, serta saling mempercayai untuk mewujudkan kerja sama yang baik dalam pelaksanaan tugas;
d. menunjukkan sikap kemandirian dalam melaksanakan tugas pemeriksaan, menghindari terjadinya benturan kepentingan;
e. menyampaikan hasil pemeriksaan yang mengandung unsur pidana sesuai dengan prosedur kepada Pimpinan BPK;
f. melaksanakan tugas pemeriksaan secara cermat, teliti, dan akurat sesuai dengan standar dan pedoman yang telah ditetapkan;
g. memberikan kesempatan kepada pihak yang diperiksa untuk menanggapi temuan dan kesimpulan pemeriksaan serta mencantumkannya dalam laporan hasil pemeriksaan;
h. meningkatkan pengetahuan dan keahliannya; dan
i. melaksanakan pemeriksaan sesuai dengan standar dan pedoman pemeriksaan.
(2) Pemeriksa dan Pelaksana BPK Lainnya selaku Aparatur Negara dilarang:
a. meminta dan/atau menerima uang, barang, dan/atau fasilitas lainnya baik langsung
2 JUNI 2012
Warta BPK
maupun tidak langsung dari pihak yang terkait dengan pemeriksaan;
b. menyalahgunakan dan melampaui wewenangnya baik sengaja atau karena kelalaiannya;
c. menghambat pelaksanaan tugas pemeriksaan untuk kepentingan pribadi, seseorang, dan/atau golongan;
d. memanfaatkan rahasia negara yang diketahui karena kedudukan atau jabatannya untuk kepentingan pribadi, seseorang, dan/atau golongan;
e. memaksakan kehendak pribadi kepada pihak yang diperiksa;
x. xxxjadi anggota/pengurus partai politik;
g. menjadi pengurus yayasan, dan/atau badan-badan usaha yang kegiatan nya dibiayai anggaran negara;
x. xxxberikan asistensi atau jasa konsultasi atau menjadi narasumber dalam bidang pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara;
i. mendiskusikan pekerjaannya dengan pihak yang diperiksa di luar kantor BPK atau di luar kantor atau area kegiatan obyek yang diperiksa;
j. melaksanakan pemeriksaan terhadap pejabat pengelola keuangan negara yang memiliki hubungan pertalian darah dan semenda sampai derajat ketiga;
k. melaksanakan pemeriksaan pada obyek dimana Pemeriksa pernah bekerja selama 2 (dua) tahun terakhir;
l. merubah tujuan dan lingkup pemeriksaan yang telah ditetapkan dalam program pemeriksaan tanpa persetujuan Penanggung Jawab Pemeriksaan;
m. mengungkapkan laporan hasil pemeriksaan atau substansi hasil pemeriksaan kepada media massa dan/atau pihak lain, tanpa ijin atau perintah dari Anggota BPK;
n. mengubah temuan atau memerintahkan untuk mengubah temuan pemeriksaan, opini, kesimpulan, dan rekomendasi hasil pemeriksaan yang tidak sesuai dengan fakta dan/atau bukti bukti yang diperoleh pada saat pemeriksaan, opini, kesimpulan, dan rekomendasi hasil pemeriksaan menjadi tidak obyektif; dan
o. mengubah dan/atau menghilangkan bukti hasil pemeriksaan.
BAB V HUKUMAN KODE ETIK
Bagian Kesatu Tingkat dan Jenis Hukuman
Pasal 10
(1) Jenis hukuman bagi Anggota BPK berupa:
a. peringatan tertulis; atau
b. pemberhentian dari keanggotaan BPK.
(2) Hukuman tersebut pada ayat (1) ditetapkan oleh Majelis Kehormatan Kode Etik yang disahkan melalui Sidang Pleno BPK.
(3) Tingkat dan jenis hukuman bagi Pemeriksa dan Pelaksana BPK Lainnya berupa:
a. hukuman ringan berupa teguran tertulis dan dicatat dalam Daftar Induk Pegawai (DIP);
b. hukuman sedang yang terdiri dari:
1. penangguhan kenaikan peran Pemeriksa dan tidak melaksanakan pemeriksaan paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun;
2. penurunan peran Pemeriksa dan tidak melaksanakan pemeriksaan paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun; atau
3. diberhentikan sementara sebagai peran Pemeriksa paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun;
c. hukuman berat yang terdiri dari:
1. diberhentikan sementara sebagai Pemeriksa paling singkat 1 (satu) tahun, paling lama 5 (lima) tahun; atau
2. diberhentikan sebagai Pemeriksa.
(4) Hukuman tambahan berupa pengembalian uang dan/atau barang dan fasilitas lainnya yang telah diperoleh secara tidak sah dan/atau pengurangan penghasilan yang diterima.
(5) Data dan informasi yang diperoleh selama penelitian dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan jenis hukuman.
Bagian Kedua
Jenis Pelanggaran dan Jenis Hukuman Bagi Anggota BPK
Pasal 11
(1) Jika Anggota BPK melakukan pelanggaran terhadap kewajiban dan larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, Pasal 7, dan Pasal 8 yang berdampak negatif terhadap organisasi BPK, maka dijatuhi hukuman peringatan tertulis.
(2) Jika Anggota BPK melakukan pelanggaran terhadap kewajiban dan larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, Pasal 7, dan Pasal 8 yang berdampak negatif pada pemerintah dan/ atau negara, maka dijatuhi hukuman pemberhentian dari keanggotaan BPK.
Bagian Ketiga
Jenis Pelanggaran dan Jenis Hukuman Bagi Pemeriksa dan Pelaksana BPK Lainnya
Pasal 12
(1) Jika Pemeriksa dan Pelaksana BPK Lainnya melakukan pelanggaran terhadap kewajiban dan larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, Pasal 7, dan Pasal 9 yang berdampak negatif pada unit kerja, maka dijatuhi hukuman ringan berupa teguran tertulis.
(2) Jika Pemeriksa dan Pelaksana BPK Lainnya melakukan pelanggaran terhadap kewajiban dan
larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, Pasal 7, dan Pasal 9 yang berdampak negatif pada organisasi BPK, maka dijatuhi hukuman sedang.
(3) Jika Pemeriksa dan Pelaksana BPK Lainnya melakukan pelanggaran terhadap kewajiban dan larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, Pasal 7, dan Pasal 9 yang berdampak negatif pada pemerintah dan/atau negara, maka dijatuhi hukuman berat.
Pasal 13
Hukuman atas pelanggaran Kode Etik bagi Pemeriksa dan Pelaksana BPK Lainnya tidak membebaskan dari tuntutan atas pelanggaran disiplin Pegawai Negeri Sipil.
Pasal 14
Untuk menegakkan Kode Etik, BPK membentuk Majelis Kehormatan Kode Etik yang pengaturan dan penetapannya sebagai berikut:
a. Peraturan BPK tentang Majelis Kehormatan Kode Etik yang mengatur mengenai keanggotaan, tugas, wewenang, dan tata cara persidangan/ pemeriksaan sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 30 ayat (3) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan; dan
b. Keputusan BPK tentang Majelis Kehormatan Kode Etik yang merupakan penetapan Anggota Majelis Kehormatan Kode Etik.
BAB VI KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 15
(1) Pengaduan indikasi pelanggaran Kode Etik yang diterima sebelum Peraturan ini ditetapkan dan belum diproses, penyelesaiannya berdasarkan peraturan ini.
(2) Pengaduan indikasi pelanggaran Kode Etik yang terjadi sebelum Peraturan ini ditetapkan dan sedang dalam proses oleh Majelis Kehormatan Kode Etik, penyelesaiannya berdasarkan Peraturan BPK No. 2 Tahun 2007 tentang Kode Etik Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia.
BAB VII KETENTUAN PENUTUP
Pasal 16
Pada saat peraturan ini mulai berlaku, Peraturan BPK No. 2 Tahun 2007 tentang
Kode Etik Badan Pemeriksaan Keuangan Republik Indonesia, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 17
Peraturan BPK ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan mengundangkan Peraturan ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2011 NOMOR 98
Warta BPK JUNI 2012 3
DARI KAMI
PENGARAH :
Xxxxxx Xxxxxxxxxx Daeng M. Xxxxxx Xxxxx Xxxxxxxxxxx
PENANGGUNG JAWAB :
Xxxxxxx Xxxx
SUPERVISI PENERBITAN :
Xxxxxxxxxx Xxxx Xxxxxx
KETUA DEWAN REDAKSI :
Xxxxxxx
XXXX REDAKSI :
Xxxx Xxxxx Xxxxxxxxx Xxxxxxx Xxx Xxxxxxx Xxxxxx Xxxx Xxxxxx
Xxxxx Xxxxxxxx (Desain Grafis)
KEPALA SEKRETARIAT :
Sri Haryati
STAF SEKRETARIAT :
Sumunar Mahanani Xxxxxxxx
Xxxxxx Xxxxxxx (Fotografer) Indah Lestari
Xxxx Xxxxxxxx Xxxxxxxxxxxx
ALAMAT REDAKSI:
Gedung BPK-RI
Jalan Xxxxx Xxxxxxx No. 31 Jakarta
Telepon :
021-25549000
Pesawat 1188/1187
Faksimili :
021-57854096
E-mail : xxxxx@xxx.xx.xx xxxxxxxx@xxxxx.xxx
DITERBITKAN OLEH:
SEKRETARIAT JENDERAL BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Majalah Warta BPK tidak pernah meminta sumbangan/sponsor dalam bentuk apapun yang mengatasnamakan
Warta BPK
I N D E P E N D E N S I - I N T E G R I T A S - P R O F E S I O N A L I S M E
Opini WTP dan Stempel Bebas Korupsi
“Kok dapat Opini Wajar Tanpa Pengecualian, masih ada korupsi sih?” Demikian pertanyaan banyak pihak menanggapi adanya entitas yang mengantongi opini WTP dari BPK tetapi ditemukan juga tindak korupsi. Ini bisa
disimpulkan betapa ekspektasi masyarakat terhadap laporan hasil pemeriksanaan BPK sangat tinggi. Artinya, opini WTP dari BPK dianggap semacam stempel bebas korupsi.
Apa benar begitu?
Tentu saja tidak. BPK
tidak dalam posisi sebagai peneliti ada tidaknya korupsi dalam satu entitas. Mandat yang dipegang BPK adalah melakukan pemeriksaan untuk menilai kewajaran laporan keuangan lembaga negara, BUMN/BUMD, dan pemerintah-pemerintah daerah.
Wakil Ketua BPK Xxxxx Xxxxx mengibaratkan opini WTP sebagai suatu general check up kesehatan. Dalam melakukan general check up ternyata semua baik-baik saja dan dinyatakan sehat. Namun, di
waktu kemudian bisa ada gangguan kesehatan.
Namun yang harus dihindarkan adalah adanya pihak-pihak yang memanfaatkan opini WTP ini untuk kepentingan yang tidak benar. Artinya, opini WTP dijadikan semacam jaminan bahwa di entitas itu tidak mungkin ada
korupsi. Di sinilah perlunya sosialisasi dan koordinasi antarlembaga negara. Masalah standar pemeriksaan atas dana bantuan untuk bencana dibahas oleh BPK-BPK se-dunia dalam INTOSAI
Working Group on Accountability
for and Audit Disaster Related Aid (WG AADA). Sejumlah delegasi itu membahas agenda utama yakni
merumuskan pedoman standar international pengelolaan keuangan bantuan bencana.
Melalui pertemuan ini akan ditetapkan konsep
panduan pemeriksaan keuangan bencana.
Untuk rubrik Sosok edisi ini, kami menampilkan Ruliaman, petugas keamanan senior yang sudah mengabdi selama 30 tahun dengan pengalaman mengamankan enam sosok ketua BPK.
Sebaliknya, pada rubrik Tokoh, seorang yang masih muda usia sudah tampil di ajang politik di era reformasi ini sebagai bupati termuda, yaitu Bupati Tanah Bumbu Provinsi Kalimantan Selatan, Mardani H. Maming.
Redaksi juga mengucapkan selamat menunaikan ibadah puasa di bulan suci Ramadan. Selamat membaca.
Redaksi menerima kiriman artikel, naskah, foto dan materi lain dalam bentuk softcopy atau via email sesuai dengan misi Warta BPK. Naskah diketik satu setengah spasi, huruf times new roman, 11 font maksimal 3 halaman kuarto. Redaksi berhak mengedit naskah sepanjang tidak mengubah isi naskah.
ISI MAJALAH INI TIDAK BERARTI SAMA DENGAN PENDIRIAN ATAU PANDANGAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
4 JUNI 2012
Warta BPK
18 - 24 LAPORAN KHUSUS
‘Opini WTP Ibarat General Check Up’
31 - 34 WAWANCARA
“Pemerintahan Bersih & Berwibawa Bisa Terwujud”
35 - 37 REFORMASI BIROKRASI
Menanam Sikencur di Pusdiklat
38 - 39 BPK DAERAH
Lakukan Mapping, Cari Solusi Perbaikan Opini
42 - 43 TEMPO DOELOE
Lambang BPK dari Masa ke Masa
44 - 47 AKSENTUASI
Adipura di tengah Ekonomi Hijau dan Tahun Badak
00 - 00 XXXX TO WTP
Opini WTP Bukan Tujuan Akhir
AGENDA
“BUMN Lanjut WTP, PU Masih WDP”
25 - 30
DAFTAR ISI
LAPORAN UTAMA
Audit Dana Bantuan Bencana Distandardisasi
50 - 55 INTERNASIONAL
Workshop on QA
Upaya Tingkatkan Pengendalian Mutu
57 - 59 PROFESI
Widyaiswara bangun kompetensi PNS
60 - 61 PANTAU
BPK ‘Mencium’ Ketidakwajaran Proyek Hambalang
62 - 66 HUKUM
Pemalak BLBI Ditangkap di San Fransisco
67 - 69 UMUM
Label Bintang DPR versus Saweran Rakyat
70 - 71 TOKOH : XXXXXXX X. XXXXXX
Xxxxxx Termuda di Era Reformasi
72 - 73 SERBA-SERBI
JULI 2012
5
Mau Pensiun Nyaman, Anda Butuh Rp3,7 Miliar
LAPORAN UTAMA
Ketua BPK Xxxx Xxxxxxxx berfoto bersama dengan para peserta INTOSAI Working Group on Accountability for and Audit Disaster Related Aid (WG AADA).
Audit Dana Bantuan Bencana Distandardisasi
Dana bantuan bagi bencana akan diaudit menyusul dirumuskannya panduan standar audit sedunia dalam pertemuan INTOSAI Working Group on Accountability for and Audit Disaster Related Aid (WG AADA).
S
Kelompok kerja itu terdiri dari 14 negara yaitu Amerika, European
Court of Auditors (ECA), Belanda, Chile, China, Indonesia, India, Jepang, Korea Selatan, Norwegia, Pakistan, Rusia, Turki, dan Ukraina.
Xxxxx dalam pertemuan itu Ketua INTOSAI WGA XXX Xxxx X.
Xx Xxxxx, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Xxxxxxx Xxxxxx, Anggota BPK RI, dan anggota organisasi internasional UNCERF dan
Transparency International. Gubenur Provinsi Yogyakarata Xxx Xxxxxx Xxxxxxxxxxxx X juga hadir sebagai tuan rumah.
Ketua BPK Xxxx Xxxxxxxx dalam sambutannya mengungkapkan bahwa pertemuan badan pemeriksa tingkat dunia kali ini merupakan
EJUMLAH delegasi dari Organisasi Badan Pemeriksa se-Dunia (INTOSAI) bertemu di
Hotel Ambarukmo, Yogyakarta, belum lama ini. Mereka tergabung dalam INTOSAI Working Group on
Accountability for and Audit Disaster Related Aid (WG AADA) membahas agenda utama yakni merumuskan pedoman standar international pengelolaan keuangan bantuan bencana.
kelanjutan dari pertemuan sebelumnya yang digelar di Antalya, Turki. “Suatu kehormatan bagi BPK sebagai tuan rumah kelompk kerja ini,” katanya.
Melalui pertemuan ini akan
6 JUNI 2012
Warta BPK
LAPORAN UTAMA
Ketua BPK Xxxx Xxxxxxxx memukul gong tanda dibukanya pertemuan INTOSAI Working Group on Accountability for and Audit Disaster Related Aid (WG AADA) disaksikan oleh Gubernur DIY Xxxxxx Xxxxxxxx Xxxxxx X dan Ketua INTOSAI WGA XXX Xxxx M. Xx Xxxxx.
tersebut. “Bila hal ini dibiarkan dapat memberi peluang terjadinya penyimpangan dalam pengelolaan bantuan tersebut,” tegasnya.
Untuk meningkatkan akuntabilitas pengelolaan bantuan bencana tersebut,
INTOSAI membentuk kelompok kerja bidang pertangungjwaban pengelolaan bantuan bencana. Salah
satu caranya dengan mengembangkan panduan untuk akuntabilitas pengelolaan dan panduan untuk audit bantuan bencana.
“Dengan adanya panduan ini, diharapkan dapat menumbuhkan praktek pengelolaan bantuan bencana yang baik,” tuturnya.
Pedoman Audit Bantuan
Menurut Xxxx Xxxxxxxx, ada beberapa konsep panduan yang dikembangkan di antaranya panduan
ditetapkan konsep panduan pemeriksaan keuangan bencana yang selanjutnya akan diajukan sebagai konsep International Standards of Supreme Audit Institution (ISSAI) atau standar INTOSAI pada sidang di Beijing, China tahun depan.
Terpilihnya Yogyakarta sebagai tempat pertemuan karena kota dan masyarakatnya dinilai memiliki ketangguhan dalam menghadapi berbagai bencana. Seperti pada
bencana bencana gempa bumi pada 2006 dan letusan gunung merapi dua tahun lalu.
Ketua BPK RI mengungkapkan bencana merupakan bagian dari kehidupan manusia. Peristiwa tsunami yang melanda Aceh pada 2004 atau gempa bumi yang disertai tsunami di Jepang pada 2011 merupakan sesuatu yang tidak bisa dihindari.
Seiring dengan meningkatkan intensitas terjadinya bencana tersebut, lanjutnya, masyarakat dunia juga semakin dituntut kepeduliannya untuk membantu korban bencana.
Pemerintah dan lembaga sosial memfasilitasi pengumpulan bantuan tersebut agar dapat diterima dan
yang dikelola juga semakin meningkat.
Xxxx Xxxxxxxx mencontohkan pada bencana tsunami yang melanda Aceh terkumpul dana bantuan sebesar Rp19,85 triliun.
Menurut dia, selama ini kepedulian terhadap penanggulangan bencana ini belum diikuti dengan pedoman pengelolaan yang memadai dalam akuntabilitas pengelolaan bantuan
pemeriksaan tata kesiagaan, panduan pemeriksaan tanggap darurat, dan prosedur pemeriksan.
“Pada pertemuan ini seluruh proses panduan pemeriksan tersebut akan dibahas untuk kemudian diajukan pada sidang INTOSAI tahun depan di Bejing, China,” katanya.
Dengan adanya konsep panduan pemeriksaan, tambahnya, merupakan
dimanfaatkan oleh para korban bencana. Selain itu, jumlah bantuan
Ketua BPK Xxxx Xxxxxxxx memberikan sambutan dalam pertemuan INTOSAI Working Group on Accountability for and Audit Disaster Related Aid (WG AADA).
Warta BPK JUNI 2012 7
LAPORAN UTAMA
Ketua INTOSAI WGA XXX Xxxx M. Xx Xxxxx, memberikan sambutan dalam pertemuan INTOSAI Working Group on Accountability for and Audit Disaster Related Aid.
menceritakan inisiatif membuat standar audit bencana berawal dari pengalaman tsunami Aceh. Dana lebih dari Rp19 triliun dari dalam maupun luar negeri telah dikucurkan. Dengan jumlah bantuan sebesar itu ada kemungkinan yang sangat terbuka akan terjadinya korupsi.
Di sisi lain, ada juga pemahaman situasi darurat sehingga muncul akan kurangnya akuntabilitas dana bantuan serta pemborosan.“Karena itulah, kita mungkin tak bisa benar-
benar menghentikan korupsi. Namun, setidaknya dengan standar audit dana bencana, potensi itu bisa diminimalisir seminim mungkin,” kata Gjis M. Xx Xxxxx.
Kearifan Lokal
Gubernur DIY Xxx Xxxxxx Xxxxxxxx Xxxxxx X mengharapkan
bukti kerja sama dan komitemen yang tinggi dari seluruh anggota kelompok untuk mewujudkan akuntabilitas pengelolaan bantuan bencana.
Selain itu, dalam pertemuan tersebut juga membahas rencana pemeriksaan pararel pengelolaan bantuan bencana yang akan dikoordinasikan oleh BPK.
“Pararel audit ini bertujuan untuk mengujicobakan prosedur pemeriksaan yang telah dikembangkan dan
akan memberikan masukan pada pengembangan panduan pemeriksaan selanjutnya,” kata Xxxx Xxxxxxxx.
Ketua INTOSAI WGAADA Gjis M.
Xx Xxxxx mengatakan ada dua tujuan utama dilaksanakannya pembuatan standardisasi audit dana bencana. Pertama, menciptakan prosedur bagi badan pemeriksa di negara-negara anggota ketika hendak melakukan audit dana yang digunakan dalam penanggulangan bencana.
“Dana tersebut bukan hanya yang dianggarkan dalam APBN, tetapi juga dana bantuan masyarakat lokal dan asing,” katanya.
Hal itu dianggap penting karena untuk memastikan para korban bencana menerima bantuan. Pasalnya, seringkali ditemukan politisi berjanji
membantu, tetapi bantuan tak sampai. “Kita harus pastikan uang pajak digunakan untuk membantu korban,” tegasnya.
Tujuan kedua, mencari cara bagaimana mengaudit kesiapan negara dalam menghadapi bencana. Hal ini sangat penting bagi masyarakat untuk mengetahui apakah pemerintahnya sudah bersiap dengan baik dalam menghadapi kemungkinan bencana. “Jadi apabila ada bencana di masa depan, bisa dihadapi. Semua ini juga perlu diujikan. Persiapan ini harus diaudit. Inilah tujuan kita,” kata Gjis M. Xx Xxxxx.
Pada kesempatan itu, dia
organisasi badan pemeriksa keuangan se-dunia memperhitungkan unsur kearifan lokal masyarakat sebelum melaksanakan finalisasi draf standar audit terhadap penanganan dan
dana bencana alam. Kearifan lokal seharusnya bisa dipahami oleh para auditor keuangan yang biasanya menginginkan keteraturan dan organisasional pencatatan.
Kesepakatan 4 Draf Panduan
1. Panduan audit persiapan penanggulangan bencana
2. Panduan audit penanggulangan bencana
3. Panduan audit bencana terkait dugaan korupsi dan penyelewengan dalam proses
4. Penanggulangan bencana Penggunaan sistem informasi geografi sebagai alat audit.
Xxx Xxxxxx mencontohkan dalam mengatasi bencana gempa Yogyakarta pada 2006, ada 173.000 lebih rumah warga yang rusak dan harus dibangun kembali. Saat itu, ekonomi terhenti dan sama sekali tidak bergerak. Dia mengusulkan ke pemerintah pusat agar masyarakat dibantu untuk membangun rumah.
Pemerintah pun setuju dengan memberikan senilai Rp15 juta untuk pembangunan rumah baru.
Namun, masalah muncul karena negara dan BPK mendesak agar warga benar-benar menggunakan uang bantuan itu untuk membangun rumah baru. Caranya dengan membuang semua bekas bangunan rumah yang lama. Sementara warga sendiri melihat ada sisa bangunan lama yang masih bisa dipakai untuk merenovasi atau membangun rumah
8 JUNI 2012
Warta BPK
LAPORAN UTAMA
Para peserta pertemuan INTOSAI Working Group on Accountability for and Audit Disaster Related Aid (WG AADA) tengah menyimak sambutan dari Gubernur DIY Xxxxxx Xxxxxxxx Xxxxxx X.
Xxxxxxxxx, dalam sambutan penutupannya mengungkapkan pihaknya berharap semua peserta pertemuan dan anggota INTOSAI bisa mendukung draf panduan itu untuk diusulkan menjadi standar internasional. Pengusulan itu akan dilaksanakan dalam pertemuan INTOSAI sedunia yang rencananya dilakukan di Beijing, China, pada Oktober 2013.
“Indonesia sendiri sudah pasti akan mengadopsi hasil ini sebagai standar audit dalam penanggulangan bencana,” kata Sapto.
Dia juga mengungkapkan peserta pertemuan juga sepakat untuk membuat proses audit paralel di tiga negara di antaranya Indonesia dan Pakistan. Dia mengumpamakan audit paralel ini semacam test drive bagi kendaraan baru. Dengan begitu nantinya bisa diketahui tingkat
baru. Belakangan akhirnya tetap dibolehkan menggunakan genteng lama.
“Saya kira nanti ke depan itu seharusnya ditoleransi. Inikan kearifan lokal. Tetap butuh kompromi, tetapi saya harap hal seperti itu dimungkinkan,” kata Xxx Xxxxxx.
Dia mengingatkan dalam pengelolaan bencana, provinsi DIY memiliki keutamaan untuk
mengedepankan kearifan lokal, baik saat bencana maupun pascabencana. Bagi masyarakat Yogyakarta, pelajaran untuk menghadapi bencana adalah kewaspadaan dan hidup harmoni dengan bencana. Pengalaman menunjukkan bahwa pasca bencana, kearifan lokal memiliki peran besar untuk penanganan bencana itu sendiri. “Artinya masyarakat sendiri yang tahu apa yang mereka butuhkan,” kata Sultan.
Sepakati Draf
Alhasil, pertemuan yang berlangsung selama 3 hari itu berhasil menyelesaikan seluruh draf panduan audit itu. Para peserta akhirnya sepakat
persiapan penanggulangan bencana, panduan audit penanggulangan bencana, panduan audit bencana terkait dugaan korupsi dan penyelewengan dalam proses penanggulangan bencana, serta draf penggunaan sistem informasi geografi sebagai alat audit.
Anggota BPK Sapto Amal
keefektifannya saat digunakan oleh negara anggota INTOSAI.
Selain itu dengan audit paralel, juga dapat diketahui apakah standar audit ini bisa diaplikasikan di berbagai negara.“Kami harap forum itu
sekalian bisa menjadi ajang berbagi pengalaman untuk kita semua,” kata Sapto. bw
untuk menyetujui empat bagian draf panduan yaitu panduan audit
Anggota BPK Sapto Amal Xxxxxxxxx memberikan sambutan dalam pertemuan INTOSAI Working Group on Accountability for and Audit Disaster Related Aid (WG AADA).
Warta BPK JUNI 2012 9
LAPORAN UTAMA
Meningkatkan Kesadaran Atas Risiko Bencana
Masyarakat internasional semakin sadar akan kebutuhan untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pemberian bantuan bencana.
XXXXXXX telah mengakibatkan banyak kerugian. Tidak hanya material, tetapi juga nonmaterial.
Bayangkan, pada 2011 saja sedikitnya ada 205 juta orang di dunia menjadi korban bencana alam.
Menurut Ketua INTOSAI WGAADA Gjis M. De Vries, masyarakat international kini semakin meningkatkan kesadarannya akan pentingnya meningkatkan risiko bencana dan melakukan adaptasi dan mitigasi terhadap perubahan iklim.
Bahkan, untuk mengurangi risiko bencana, Persatuan Bangsa-Bangsa membuat strategi dan menjadikan isu penting.
Tak hanya itu saja, lanjut Xx Xxxxx, masyarakat internasional juga semakin sadar akan kebutuhan untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pemberian bantuan bencana. “Topik itu juga menjadi agenda utama dalam pertemuan INTOSAI kali ini,” katanya.
Selain itu, lanjutnya, beberapa negara donor juga sudah menuliskan standing committee untuk meningkatkan transparansi bantuan kemanusiaan. Untuk itu, mereka sepakat perlunya sistem pelaporan yang sama yang dapat mencerminkan sumber daya dan hasil yang dicapai.
Hal seperti ini, lanjut Xx Xxxxx, juga merupakan hal yang sedang dikembangkan oleh INTOSAI dalam rangka akuntabilitas manajemen keuangan international. “Parlemen Eropa sudah mengadopsi resolusi yang memberikan apresiasi hasil
Gjis M. Xx Xxxxx
kerja INTOSAI Working Group untuk dapat meningkatkan akuntabilitas dan pemeriksaan bantuan bencana,” paparnya.
Menurut dia, bencana tsunami pada 2004 menewaskan lebih dari
200.000 orang di 14 negara. Saat itu, Indonesia terkena dampak yang paling besar bersama dengan Srilangka dan Pakistan. “Di Aceh, bencana tsunami telah menjadikan ombak laut naik ke daratan lebih dari 30 meter,” kata Xx Xxxxx.
Dalam pandangannya, Indonesia merupakan negara yang rawan bencana karena merupakan bagian dari Cincin Api Pasifik. Indonesia juga memiliki banyak gunung berapi. Akibatnya, selama 1980- 2010 tidak kurang terjadi 321 bencana alam terjadi di Indonesia,” jelasnya.
Dia memberikan apresiasi kepada pemerintahan Presiden Xxxxxx Xxxxxxx Xxxxxxxxx yang telah menjadikan pengurangan
bencana menjadi salah satu prioritas nasional. Selain itu, Indonesia juga telah membuat cetak biru untuk pengurangan risiko bencana.
Tak hanya itu, lanjut Xx Xxxxx, Indonesia juga telah membuat UU penanggulangan bencana.
Dengan adanya UU ini setiap provinsi di Indonesia memiliki badan penanggulangan bencana daerah.
Dengan begitu, Indonesia siap menghadapi dan menanggulangi bencana.
“Tahun lalu Sekretaris Jenderal
PBB memberikan penghargaan kepada Presiden SBY sebagai global champion pertama dalam pengurangan risiko bencana,” jelasnya.
Dia menilai kelompok kerja INTOSAI tentang bantuan bencana sangat tepat dilaksanakan di Indonesia. Selain itu, gagasan pertemuan ini juga berdasarkan pengalaman BPK terkait dengan bencana tsunami 2004.
Selain itu, lanjutnya, Indonesia juga telah memainkan peranan penting dalam keberadaan kelopok kerja ini. Indonesia juga telah memberikan kontribusi penting dalam membuat pedoman untuk pemeriksaan bantuan bencana.
“Pencapaian penting yang telah dicapai Indonesia saya ingin memberikan penghargaan kepada
Ketua BPK atas berbagai hal yang telah dilakukan untuk audit sektor eksternal
10 JUNI 2012
Warta BPK
LAPORAN UTAMA
Gjis M. Xx Xxxxx tengah memberikan penjelasan dalam jumpa pers.
yang telah menyumbangkan dana.
Menyinggung mengenai peran lembaga pemeriksa untuk melakukan audit kinerja, perlu dilakukan dalam bantuan bencana. Hal ini terkait dengan akurasi aliran dana bantuan dan untuk mengetahui apakah dana tersebut digunakan secara efektif. “Badan pemeriksa juga dapat melakukan peran ini sebelum terjadinya bencana dan sesudah terjadinya bencana,” kata Xx Xxxxx.
Audit bencana dilakukan untuk mengetahui apakah bantuan tersebut telah digunakan secara tepat dan efektif. Adapun, audit sebelum terjadinya bencana badan pemeriksa dapat memberikan saran kepada pemerintah agar selalu siap dalam menghadapi bencana.
Dalam pandangan Xx Xxxxx semakin siap suatu negara menghadapi bencana dan semakin jelas aturan
di Indonesia,” katanya.
Menurut dia, dalam 10 tahun terakhir ini BPK juga telah mengubah organisasinya menjadi badan pemeriksa yang independen dan memiliki mandat yang kuat. “Saat ini, BPK juga telah menjadi Ketua ASEANSAI dan pada 2013, BPK juga akan menjadi ketua kelompok kerja INTOSAI untuk audit lingkungan hidup,” papar Xx Xxxxx.
Dengan adanya pencapaian tersebut, BPK telah memberikan peran penting bagi Indonesia. Selain itu, dalam kegiatan pelaporannya BPK juga berperan dalam meningkatkan transparansi dan akuntabilitas sektor publik.
”BPK juga memainkan peran penting dalam memerangi korupsi,” jelasnya.
Fokus Kegiatan
Menyinggung mengenai perkembangan tim kerja INTOSAI, sejak Oktober 2007 kelompok ini telah memfokuskan kegiatan pada upaya untuk merampungkan dua tujuan. Pertama, untuk meningkatkan akuntabilitas bantuan domestik dan internasional atas terjadinya bencana.
Kedua, untuk menyiapkan pedoman
bagi BPK se-dunia melakukan pemeriksaan.
Hal ini dilakukan karena seringkali organisasi pemeriksa perlu memberikan intervensi atas bantuan
bencana dengan melihat aspek-aspek finansial dari bantuan yang telah diberikan setelah terjadinya suatu bencana.
Untuk itu, lanjut Xx Xxxxx, tugas penting bagi masyarakat pemeriksa internasional yaitu melakukan pemeriksaan terhadap transparansi dalam aliran bantuan bencana.
“Baik itu bantuan bencana yang berasal dari anggaran domestik atau bantuan bencana dari masyarakat internasional. Kami membuat pedoman untuk meningkatkan transparansi bantuan bencana,” tuturnya.
Menurut dia, pentingnya audit terhadap dana bantuan bencana tak lain untuk membuktikan kepada
para korban bahwa uang publik telah dibelanjakan untuk korban. Untuk itu, membutuhkan audit bantuan bencana. Selain itu, juga untuk memastikan agar lembaga donor dapat menunjukan akuntabilitasnya kepada pihak-pihak
yang ada sebelum tejadinya bencana, risikonya semakin kecil.
Menurut dia, anggota kelompok kerja ini sangat menyadari pentingnya pedoman audit dana bantuan. “Draf ini akan diusulkan kepada INTOSAI pada pertemuan di Beijing untuk menjadi standar audit international,” katanya.
bw
Diamenilai kelompok kerja INTOSAI tentang bantuan bencana sangat tepat dilaksanakan di Indonesia. Selain itu, gagasanpertemuan ini juga berdasarkan pengalaman BPK
terkait denganbencana tsunami 2004.
Warta BPK JUNI 2012 11
LAPORAN UTAMA
‘Penanggulangan Bencana Tak Korbankan Akuntabilitas’
Sejumlah persoalan masih dihadapi dalam penanggulangan bencana seperti akuntabilitas dan transparansi penggelolaan dana bantuan bencana. Penanggulangan bencana diupayakan secara cepat tanpa mengorbankan tertib administrasi dan akuntabilitas.
Xxxxxxx Xxxxxx
B
mewujudkan masyarakat Indonesia yang tangguh dalam menghadapi bencana,” katanya.
Untuk mewujudkan masyarakat yang tangguh terhadap bencana, lanjutnya, ada beberapa kriteria yang mesti dipenuhi di antaranya harus memiliki kapasitas untuk mengantisipasi setiap ancaman bahaya. Untuk mencapai tahap ini, kata Xxxxxxx Xxxxxx, masyarakat harus memiliki kemampuan melakukan prediksi, analisis, identifikasi dan mengkaji risiko bencana.
Selain itu menurut Xxxxxxx Xxxxxx masyarakat juga harus memiliki kemampuan untuk menghindari dari potensi bencana. Kemampuan ini tergantung dari besar kecilnya ancaman bencana. “Apakah sumber daya yang ada akan mampu mengatasi atau menangani dampak bencana yang akan dialami,” tegasnya.
Dia mencontohkan letusan Gunung Merapi di Yogyakarat pada 2010. Dalam bencana itu, awan panas meluncur di lereng gunung hingga jarak 17 km dari puncak gunung. Persoalannya apakah
ENCANA bisa terjadi kapan saja dan dimana saja. Untuk itu, dibutuhkan kesiagaan dalam menanggulanginya.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), lembaga yang dibentuk untuk menanggulangi bencana yang terjadi di Indonesia, tak henti-hentinya melakukan upaya mengantisipasi dampak terjadinya bencana.
Kepala BNPB Xxxxxxx Xxxxxx menjelaskan untuk mengantisipasi dampak bencana perlu upaya untuk mengurangi risiko bencana. Salah satunya dengan meningkatkan
pengetahuan mengenai bencana kepada masyarakat. Selain itu, juga perlu memperkuat kesiagaan masyarakat dalam menghadapi bencana.
Menurut dia, untuk mengurangi risiko bencana, pemerintah Indonesia telah mengesahkan
UU No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. Selain itu. juga telah membentuk BNPB dan Penanggulangan Bencana Daerah (PBD). Bahkan, unsur penanggulangan bencana menjadi salah satu prioritas nasional
untuk 2010-2014. “Upaya ini guna
masyarakat dapat menghindari material panas yang meluncur dengan temperatur 800 derajat Celsius tersebut.
“Apabila tidak mampu menghindari, masyarakat harus dipindahkan dari lintasan awan panas tersebut,” katanya.
Namun bila tidak memiliki kemampuan untuk menghindari potensi bencana, harus dapat menerima risiko bencana tersebut. Hanya saja, untuk menerima bencana dibutuhkan kemampuan melakukan adaptasi terhadap dampak buruk yang ditimbulkan
12 JUNI 2012
Warta BPK
LAPORAN UTAMA
dari bencana.
Upaya lain yang perlu dilakukan untuk mengurangi dampak bencana yakni dengan membangun bangunan tahan gempa, membangun tempat penampungan, dan membangun
jalur evakuasi. Selain itu, pengalihan risiko juga perlu digalakkan. Salah satunya dengan adanya asuransi bencana. Antisipasi bencana untuk meningkatkan kapasitas masyarakat dalam menerima risiko.
“Hal ini terkait dengan filosofi, hidup selaras dan secara damai dengan bencana,” kata Xxxxxxx Xxxxxx.
Dalam menghadapi bencana juga perlu memiliki kemampuan untuk memulihkan diri dengan cepat. Sebab, ketahanan masyarakat dalam menanggulangi dampak bencana dapat dilihat dari kemampuannya untuk memulihkan dirinya kembali setelah ditimpa bencana.
Terkait dengan pemulihan pascabencana ini, Xxxxxxx Xxxxxx memberikan apresiasi kepada masyarakat di Yogyakarta, khususnya di Kabupaten Bantul
yang telah berhasil membuktikan
menurut Xxxxxxx Xxxxxx, cara ini tidak mudah untuk dilakukan.
Membutuhkan pendekatan sosial yang tepat kepada masyarakat.
“Sebab tidak mudah memindahkan manusia dari lingkungan tempat kelahiran mereka yagn sudah demikian menyatu dengan kehidupan mereka,” kata Xxxxxxx Xxxxxx .
Namun bila kedua langkah
yang paling baik untuk melawan, menghindari dan melakukan adaptasi atas risiko bencana,” kata Xxxxxxx Xxxxxx .
Selama ini, tambahnya, menanggulangi bencana di Indonesia juga tak mudah. Sebab Indonesia memiliki 13 jenis bencana dengan berbagai ciri yang berbeda. “Ada bencana yang bersifat cepat, ada pula yang bersifat lambat.
ketangguhannya dalam menghadapi bencana gempa bumi pada 2006. Bahkan, pemerintah daerah dan masyarakat di Yogyakarta
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Xxxxxxx Xxxxxx memberikan sambutan dalam acara pembukaan pertemuan INTOSAI Working Group on Accountability for and Audit Disaster Related Aid (WG AADA).
berhasil melakukan rehabilitasi dan rekontruksi kehidupan dan penghidupan mereka.
Tak heran bila upaya masyarakat Yogyakarta dalam pemulihan bencana gempa bumi mendapatkan pujian dari masyarakat international. “Sebab tidak semua bencana dapat dipulihkan dengan cepat. Apalagi bila bencana tersebut telah merusak ekonomi dan masyarakat,” katanya.
Menurut dia, secara filosofis bencana dan risiko bencana dapat ditanggulangi dengan berbagai cara. Salah satunya, yakni menjauhkan potensi ancaman bencana tersebut dari manusia. Selain itu, juga menjauhkan manusia dari ancaman bencana tersebut. Hanya saja,
tersebut sulit dilakukan, yang dilakukan menyelaraskan dengan bencana yang ada. Untuk itu, perlu mengetahui atau mengenal karaktristik dari sifat alam.
Dengan begitu manusia dapat mengadaptasikan perilakunya sesuai dengan alam.
Untuk memahaminya dapat dimulai dengan pemahaman terhadap potensi bencana yang ada, waktu kejadian dan siklus kejadiannya, serta dampak- yang ditimbulkan.
“Manusia diberikan akal dan pikiran untuk dapat melakukan adaptasi terhadap lingkungan alam sekitarnya. Masyarakat selalu berusaha melakukan cara
Bencana yang datangnya lambat seperti kekeringan termasuk erupsi gunung berapi relatif masih bisa diantisipasi. Adapun, bencana yang datangnya begitu cepat seperti gempa bumi dan tsunami akan lebih sulit untuk diantisipasi.”
Kendala lain, menurut dia, Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki lebih dari 17.000 pulau. Kondsisi ini juga mempersulit penanggulangan bencana. Faktor lain seperti masih banyaknya penduduk yang miskin, urbanisasi , gradasi lingkungan
hidup, anggaran yang terbatas, dan keterbatasannya ketersediaanya logistik.
Terkait dengan tugas BNPB,
Warta BPK JUNI 2012 13
LAPORAN UTAMA
Presiden Xxxxxx Xxxxxxx Xxxxxxxxx juga meminta bupati dan wali kota menjadi penanggungjawab utama dalam penanggulangan bencana
di daerah masing-masing. Selain itu, gubenur juga diminta untuk memberikan dukungan terhadap daerah yang terkena bencana.
Bila pemerintah daerah tidak dapat menangani bencana, BNPB
melakukan pengelolaan anggaran penanggulangan bencana masih ada beberapa kelemahan yaitu soal akuntabilitas pengelolaan dana bantuan bencana. Hal ini terjadi lantaran ada sejumlah persoalan dalam penanggulangan bencana.
“Seperti adanya tuntutan respons yang cepat dalam penanggulangan bencana. Selain itu kebutuhan
Berangkat dari pengalaman itulah, BNPB selalu melibatkan BPKP untuk mengawasi penggunaan anggaran terkait bencana. Hal ini dilakukan karena BNPB sangat menjunjung tinggi prinsip pengadministrasian yang tertib dalam keuangan dan prinsip transparansi dan akuntabilitas. bw
Jumpa Pers INTOSAI Working Group on Accountability for and Audit Disaster Related Aid (WG AADA).
juga diminta untuk memberikan dukungan terhadap bencana yang dapat memberikan dampak ektrim. Tidak ketinggalan, pihak milter dan Xxxxx juga dilibatkan dalam penanggulangan bencana.
Keterbatasan Penanggulangan Bencana
Hanya saja diakui Xxxxxxx Xxxxxx, selama ini dalam melakukan penanggulangan bencana PBD dihadapkan pada pendanaan yang terbatas, baik untuk prabencana, tanggap darurat, maupun progam pasca bencana.
Dana yang tersedia untuk badan penanggulangan bencana daerah sangatlah terbatas, hanya 0,3% dari APBD. Untuk itulah, BNPB di tingkat nasional memberikan bantuan kepada penanggulangan bencana di daerah.
Dia juga mengakui dalam
daerah-daerah yang terkena dampak bencana harus dipenuhi dengan segera, karena tekait upaya untuk menyelamatkan jiwa manusia .
Belum lagi dengan infrastruktur yang hancur lebur terkena bencana.”
Seiring dengan kondisi tersebut, lanjut Xxxxxxx Xxxxxx, para pelaksana penanggulangan bencana juga diharuskan untuk tranparan dan akuntabel. Hal ini seringkali membuat pelaku penanggulangan bencana bersifat hati-hati dan membutuhkan arahan dari gubenur atau bupati dan wali kota.
Sementara di sisi lain, adanya ancaman pidana terkait dalam penggunaan anggaran juga membuat para pejabat takut untuk mengambil tindakan. “Karena itu perlu ada kompromi antara tindakan yang sifatnya segera dengan pengadminitrasian yang bersifat tertib,” kata Xxxxxxx Xxxxxx.
Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki lebih dari
17.000 pulau. Kondisi ini juga mempersulit penanggulangan bencana. Faktor lain
seperti masih banyaknya penduduk yang miskin, urbanisasi , gradasi lingkungan hidup, anggaran yang terbatas, dan keterbatasan ketersediaan logistik.
14 JUNI 2012
Warta BPK
LAPORAN UTAMA
TNI dan sukarelawan membantu korban bencana letusan Gungung Merapi di DIY.
P
XXXXXXXXX adalah guru yang paling berharga.
Ungkapan itu sepertinya dipahami betul oleh
masyarakat Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Gempa bumi yang menimpa DIY pada 2006 memberikan pengalaman berharga. Belajar dari pengalaman itulah, mereka berusaha bangkit ketika Gunung Merapi meletus empat tahun kemudian.
Tak heran bila upaya masyarakat DIY untuk bangkit dari bencana pascameletusnya gunung merapi mendapat ancungan jempol dari berbagai kalangan. Masyarakat intenational juga memuji langkah
Kearifan Lokal & Kebangkitan dari Bencana
Bencana alam di Yogyakarta memberikan pelajaran berharga bagi masyarakat untuk hidup harmoni dengan alam. Kearifan local menjadi modal utama untuk bangkit dan memulihkan kehidupan.
yang dilakukan masyarakat DIY karena hanya dua tahun mereka bisa bangkit dan pulih.
Gubenur DIY Sri Sultan Xxxxxxxxxxxxxx X mengungkapkan bahwa bencana
gempa bumi dan bencana erupsi Merapi memberikan pelajaran berharga bagi masyarakat. Salah satunya adalah untuk hidup harmoni dengan alam dalam mengantisipasi bencana yang terjadi kapan saja.
Berangkat dari pengalaman itulah, lanjut Xxx Xxxxxx, berbekal
keanekaragaman budaya dan kearifan lokal, masyarakat DIY kembali bangkit dari kesedihan akibat bencana.
Kearifan lokal itu seperti semangat
Warta BPK JUNI 2012 15
LAPORAN UTAMA
kebersamaan, persahabatan, kesabaran , toleransi, dan upaya penyerahan diri kepada Tuhan yang Maha Kuasa.
“Semua itu menjadi modal sosial yang sangat berharga untuk melakukan upaya memulihkan kehidupan mereka kembali.
Sebelum tersedianya rumah yang permanen, masyarakat di Kabupaten Bantul dan Sleman membangun tempat tinggal sementara,“ kata Sultan.
Dalam menghadapi situasi darurat pascabencana, kondisinya sangat kompleks. Di tengah situasi yang serba kacau itu, juga muncul desas-desus bahwa gelombang tsunami akan datang dari pantai laut selatan. Kasus lainnya, muncul desas-desus bahwa penguasa Merapi akan memuntahkan letusan yang lebih dashyat. “Tidak bisa dibayangkan bagaimana situasi saat itu,” jelasnya.
Sekalipun begitu, tambahnya, orang-orang dengan kemampuan dan keahlian sendiri berusaha membantu para korban. Tidak ketinggalan, para xxxxxxxxxxx juga berinisiatif membantu. Upaya ini memainkan peran besar dalam mengatasi situasi tersebut. “Mereka juga mengorganisir diri untuk membantu korban berdasarkan kearifan lokal yaitu semangat gotong royong,” kata Sultan.
Di sisi lain, korban juga mulai berjatuhan. Banyaknya korban yang meninggal dan terluka membuat kapasitas rumah sakit tidak bisa menampung. Sementara saat itu, pemerintahan juga tidak berfungsi, terutama di pusat bencana. Ini terjadi karena sebagian pejabat dan staf juga menjadi korban bencana. “Mereka semua syok sehingga ketika itu tidak tahu harus melakukan apa,” jelasnya.
Menurut dia, berangkat dari pengalaman itulah banyak hal yang diambil sebagai pelajaran berharga.
Program rehalibilitasi dan rekonstruksi yang dilakukan Pemda DIY juga didasarkan pada prinsip pemberdayaan masyarakat. Artinya, program rehabilitasi dilaksanakan secara gotong royong.
Hal ini perlu dilakukaan karena mereka hidup di daerah rawan bencana.
Sekalipun begitu latihan dan simulasi dalam mengatasi bencana juga tetap dilakukan.”
Seharusnya, untuk membangun tanggap darurat pemerintah bertanggungjawab untuk membangun sebuah sistem yang dapat diandalkan. Sistem itu perlu juga diuji untuk memastikan
bahwa bisa diandalkan dalam menanggulangi setiap bencana. Selain itu, juga perlu dilatih tim cepat tanggap darurat yang selalu diuji untuk menjaga kemampuannya.
Xxxxxx juga mengingatkan seharusnya para pejabat tidak memberikan janji palsu demi memberi kenyaman kepada para korban. Sebab, tidak jarang janji-janji mereka tidak direalisasikan. “Mereka
hanya menghibur para korban yang sesungguhnya bertentangan dengan kemanusiaan,” katanya.
Selain itu, pengalaman lain juga muncul ketidakpercayaaan rakyat kepada pemerintah. Ini terjadi karena mereka menganggap respons pemerintah dianggap tidak memuaskan.
Dia juga menyoroti masalah pengelolaan sukarelawan dan bantuan bencana. Selain itu, yang tak kalah pentingnya, yakni respons pemerintah atas keluhan dan kritik dari para korban. Hal ini dilakukan untuk memberikan dukungan moral
kepada masyarakat dan memberikan keyakinan bahwa pemerintah memperhatikan masalah mereka.
Bagi masyarakat DIY, kearifan lokal di masyarakat menjadi modal sosial untuk menghadapi masa depan.
Masyarakat juga percaya bahwa bencana adalah sesuatu yang harus terjadi dalam hidup mereka.
Sebaliknya, mereka menerima bencana dengan penuh kesabaran sebagai bentuk iman kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Semangat inilah yang mendorong masyarakat untuk menyadari bahwa mereka harus bangun dari mimpi buruk dan mulai membangun kembali kehiduan dari awal.
“Bahwa bencana adalah waspada dan hidup harmoni dengan alam.
TNI dan sukarelawan membantu korban bencana letusan Gungung Merapi di DIY.
16 JUNI 2012
Warta BPK
LAPORAN UTAMA
Dengan modal sosial itu, kebijakan rehabilitasi dan rekonstruksi dilaksanakan. Sekalipun begitu, disadari oleh Sultan jika beban itu sangat berat bagi rakyat. Masyarakat juga menyadari bahwa mereka tidak bisa mengelola dampak bencana tanpa bantuan dari daerah lain. “Karena itu pihak-pihak yang telah membantu korban digunakan
secara maksimal untuk kepentingan masyarakat,” kata Sultan .
Xxxxxx mengungkapkan dalam pemulihan pascabencana, pihaknya juga membangun kemandirian masyarakat DIY. Bantuan dari pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten kota menjadi bagian tugas pemerintah untuk membantu dan melindungi warga negaranya. Oleh
TNI dan sukarelawan membantu korban bencana letusan Gungung Merapi di DIY.
karena itu, masyarakat Yogyakarta tidak bersedia menerima bantuan dalam bentuk pinjaman karena akan membebani rakyat.
Program rehalibilitasi dan rekonstruksi yang dilakukan Pemda DIY juga didasarkan pada prinsip pemberdayaan masyarakat. Artinya, program rehabilitasi dilaksanakan secara gotong royong. Selain itu, rehabilitasi dan rekonstruksi tidak semata-mata untuk aspek fisik saja tetapi juga aspek sosial budaya.
“Untuk itu nilai budaya dan kearifan lokal menjadi dasar dalam perencanaan pelaksanaan program,” kata Sultan.
Manajemen penanggulangan bencana dimaknai sebagai proses kegiatan untuk menangani risiko bencana. Oleh karena itu, manajemen bencana berkesinambungan dengan semua individu dan kelompok masyarakat dalam penanggulangan bencana. Dengan begitu manajemen penanggulangan bencana merupakan sistem yang terintegrasi secara menyeluruh juga melibatkan tingkatan pemerintah.
Paradigma Bencana
Selama ini, dalam pandangan Sultan, telah terjadi pergeseran paradigma mengenai pengertian
bencana. Secara konseptual bencana dipandang sebagai fenomena alam yang terjadi secara tiba-tiba. Namun saat ini perlu ada paradigma baru mengenai bencana. Artinya, bencana harus dimaknai sebagai bagian dari kehidupan normal manusia.
Dalam banyak kasus bencana dapat dikategorikan dalam suatu risiko dalam ketidakpastian.
Perbedaan mendasar antara risiko dan ketidakpastian adalah risiko dikaitkan dengan ketersediaan dana dan informasi sehingga kemungkinan terjadinya bencana dapat diprediksi. Adapun,
ketidakpastian akibat dari kurangnya data dan informasi untuk mengukur kemungkinan kapan bencana terjadi.
Xxxxxx juga mengungkapkan kunci keberhasilan dari rehabilitasi dan rekonstruksi adalah berbasis masyarakat. Melalui konsep ini telah memberikan ruang bagi rakyat untuk menentukan sendiri jenis rehabilitasi yang sesuai dengan kebutuhan. Dengan begitu, rasa kebersamaan, solidaritas, dan toleransi akan muncul di masyarakat.
“Semangat kebersamaan dan gotong royong adalah dua kata kunci yang digunakan dalam menangani rehabilitasi dan rekonstruksi di Yogyakarta,” katanya.
Dalam proses rehabilitasi dan rekonstruksi, pemda selalu mensosialisasikan pendekatan
kepada masyarakat. Pendekatan ini dilakukan untuk mengidentifikasi rumah yang rusak berat dan tidak layak huni. Untuk mendapat
dana rehabilitasi, masyarakat juga diwajibkan tergabung dalam kelompok masyarakat.
“Prinsip-prinsip dasar kebijakan rehabilitasi dan rekonstruksi di Kabupaten Bantul memprioritaskan kebutuhan masyarakat miskin terlebih dahulu, dan membangun rumah yang dilakukan swadaya berbasis masyarakat,” kata Sultan.
Dalam menangani hibah dan bantuan sosial juga mengutamakan akuntabilitas dan transparansi.
Akuntabilitas pelaksanan proses rekonstruksi dilakukan oleh masyarakat dan dilakukan pendampingan mulai dari proses perencanaan , pelaksanaan hingga pertanggungjawaban. Adapun, monitoring dan evaluasi rekonstuksi dan rehabilitasi, juga melibatkan BPKP .
”Bukan sekadar untuk akuntabilitas administrasinya saja, tetapi juga sesuai dengan kondisi riil di lapangan,” kata Sultan. bw
Warta BPK JUNI 2012 17
LAPORAN KHUSUS
‘Opini WTP Ibarat
General Check Up’
B
ANYAK
kalangan yang menyalah-artikan pemberian
opini “Wajar Tanpa Pengecualian” (WTP) atas laporan keuangan entitas. Kondisi ini membuat prihatin Wakil Ketua BPK Xxxxx Xxxxx.
Menurut dia, ada perbedaan pandangan dalam memaknai laporan hasil pemeriksaan
BPK antara auditor dengan masyarakat, stakeholder, bahkan entitas yang diperiksa sendiri. Khususnya hasil pemeriksaan BPK atas laporan keuangan entitas yang berupa opini.
Masyarakat pada umumnya berpandangan
Xxxxx Xxxxx
dari praktek korupsi, kolusi dan
Namun, lebih pada tingkat kewajaran penyajian
laporan keuangan yang sesuai Standar Akuntansi Pemerintah (SAP). Jika informasi
dalam laporan keuangan mencukupi, memadai, dan tidak menyesatkan, serta sesuai dengan SAP, laporan keuangan itu wajar tanpa pengecualian.
Walau ada perbedaan persepsi mengenai opini WTP, tetapi wajar saja jika entitas yang diperiksa memasang target untuk meraih opini WTP dalam laporan keuangan. Opini WTP memang bukanlah segala- galanya dalam menciptakan aparatur yang bersih. Namun, opini WTP merupakan salah satu indikatornya. Bagaimana
laporan keuangan entitas bisa
opini WTP menggambarkan kondisi
tata kelola keuangan entitas yang mendapatkannya bersifat ‘bebas korupsi’. Sehingga ketika suatu entitas mendapat opini WTP, kemudian terjadi kasus korupsi di entitas tersebut, masyarakat meragukan pemberian opini WTP tersebut.
Bahkan, di kalangan pejabat pemerintah pun berbeda-beda dalam memandang opini WTP yang diberikan BPK kepada entitas terhadap laporan keuangan. Ada yang mempertanyakan kenapa suatu entitas tertentu mendapat
opini WTP, padahal kinerjanya buruk. Atau, entitas di pemerintahan yang menyatakan bahwa jika instansinya mendapat opini WTP, maka bebas
nepotisme (KKN).
Perbedaan pandangan ini coba diluruskan BPK. Xxxxx Xxxxx mengkiaskan Opini WTP sebagai suatu general check up kesehatan. Dalam melakukan general check up ternyata semua baik-baik saja dan
dinyatakan sehat. Namun, di waktu kemudian ada gangguan kesehatan. “Ada risiko sesuatu yang tidak terdeteksi oleh si dokter pada waktu
dia melakukan prosedur general check up,” ujarnya.
Kiasan ini menjelaskan bahwa pemeriksaan atas laporan keuangan entitas yang berujung opini WTP dan opini lainnya, bukan melulu soal ada-tidaknya kasus korupsi atau ada tidaknya peningkatan kinerja.
dipertanggungjawabkan, sesuai
SAP, dan berpegangan pada prinsip akuntabilitas dan transparansi.
“Sama dengan pemerintah menetapkan program reformasi birokrasi, salah satu indikatornya adalah diperolehnya opini WTP pemerintah pada tahun 2013. Ini target pemerintah,” paparnya.
Xxxxx menilai tidak salah kalau pemerintah pusat, pemerintah daerah, kementerian/lembaga memasang target memperoleh opini pada waktu tertentu. Hal
itu memberikan motivasi kepada aparatnya untuk bekerja lebih tertib, sesuai dengan aturan, transparan dan akuntabel.
Seperti yang telah dijelaskan,
18 JUNI 2012
Warta BPK
LAPORAN KHUSUS
pemeriksaan laporan keuangan itu kriterianya berdasarkan
SAP. Dengan kata lain, SAP ini merupakan ketetapan pemerintah dalam mengatur bagaimana cara melaporkan aset, belanja, kewajiban, dan pendapatan.
Sejalan dengan hal itu, laporan keuangan akan dinilai wajar jika disusun dengan berpedoman pada SAP, dimana informasinya mencukupi, memadai, dan tidak menyesatkan. BPK bertugas memastikan bahwa laporan keuangan disusun berdasarkan hal itu. Memberikan suatu assurance,
bahwa seluruh angka yang disajikan itu wajar.
Konteks wajar di sini bukan benar.
Sebab, kalau benar itu sampai satu
sen-nya itu harus benar. Ini wajar. Artinya, bisa jadi ada yang tidak terungkapkan. Tapi, mungkin tidak terlalu material. Tidak terlalu besar.
“Makanya, kami menggunakan konsep wajar. Ini konsep di seluruh dunia. Bukan konsep yang dibuat oleh BPK saja. Sebab, standar akuntansi yang dibuat pemerintah juga mengacu standar-standar yang dipakai oleh negara lain,” terang Xxxxx Xxxxx.
Sasaran pemeriksaan laporan keuangan sendiri adalah kewajaran penyajian laporan keuangan sesuai dengan SAP dan outputnya adalah opini yang diberikan BPK. Opini itu ada empat: WTP, WDP, Disclaimer dan Tidak Wajar. Selain opini BPK juga melaporkan mengenai kondisi
pengendalian intern atau SPI. Dan, BPK juga mengungkapkan laporan mengenai kepatuhan.
Metode Sampling
Pemeriksaan atas laporan keuangan sendiri menggunakan metode sampling. BPK dalam menguji laporan keuangan, tidak mungkin seluruh transaksi yang ada di entitas yang diperiksa harus diuji seluruhnya. Karena, jika dilakukan, maka akan memakan waktu lama. Selama entitas membuat laporan keuangan. Padahal BPK sendiri diberi batasan waktu, yaitu selama dua bulan. Selain itu juga tidak efisien kalau pemeriksaan itu dilakukan secara populasi (keseluruhan).
Kecuali, untuk kondisi tertentu dimana BPK meragukan seluruh transaksi. Bisa jadi, BPK melakukan pemeriksaan secara populasi.
Meskipun itu jarang sekali dilakukan.
Karena menggunakan metode sampling, maka ada risiko yang terjadi. Resiko itu adalah adanya kemungkinan transaksi yang bermasalah. Misalkan saja, transaksi yang tidak dilakukan sampling.
Dengan adanya risiko ini, BPK membekali auditor suatu metodologi yang disebut risk based audit. Jadi, pengambilan sampling pemeriksaan pada transaksi pada pos anggaran tertentu harus berdasarkan risiko.
Artinya, transaksi yang berisiko yang memiliki unsur materialitas cukup berarti dari keseluruhan anggaran itu yang harus di- sampling. Ini dibutuhkan kejelian dan sensitivitas Ketua Tim Pemeriksa untuk melakukan sampling-nya.
Namun, tidak tertutup kemungkinan justru yang tidak di- sampling itu kemudian bermasalah. Walaupun, mungkin tidak terlalu material, atau tidak terlalu besar jika dibandingkan dengan dari keseluruhan jumlah anggaran yang tersedia di entitas tertentu.
Laporan keuangan sendiri mencakup empat hal, yaitu: neraca, laporan realisasi anggaran, laporan
Warta BPK JUNI 2012 19
LAPORAN KHUSUS
arus kas, dan catatan atas laporan keuangan. Neraca isinya kekayaan suatu entitas. sampai dengan posisi tanggal tertentu. Misalnya, posisi 31 Desember 2011, suatu entitas
memiliki harta apa saja, jenisnya dan berapa nilainya. Entitas ini punya kewajiban apa saja dan kepada siapa. Harta dikurangi kewajiban akan muncul berapa kekayaan bersihnya.
Laporan realisasi anggaran isinya adalah realisasi pendapatan dan belanja pada tahun berjalan yang dibandingkan dengan anggaran yang disetujui oleh DPR atau DPRD. Kalau di kementerian dibandingkan anggaran yang ditetapkan dalam DIPA (Daftar Isian Penggunaan Anggaran)-nya masing-masing.
Adapun, laporan arus kas atau uang kas melaporkan tentang keluar-masuknya uang kas. Dan, catatan atas laporan keuangan isinya penjelasan mengenai laporan
keuangan itu sendiri. Masing-masing pos dijelaskan.
“Kalau dia punya tanah berapa meter persegi, di mana saja, digunakan untuk apa, nilainya berapa, berapa yang sudah sertifikat, berapa yang belum. Kalau punya kendaraan dijelaskan, roda duanya berapa, roda empatnya berapa, nilainya berapa. Itu catatan laporan keuangan,” jelas Xxxxx.
Dengan membaca laporan keuangan secara keseluruhan, maka
akan diperoleh gambaran berapa harta, utang, pendapatan, belanja, defisit atau surplus yang dimiliki suatu entitas. Pemeriksaan BPK sendiri memberikan opini apakah angka-angka pada pos-pos tersebut wajar atau tidak. Bisa dipercaya atau tidak. Laporan keuangan ini nantinya berguna bagi DPR atau DPRD untuk melihat APBN atau APBD tahun sebelumnya.
Berpijak pada hal itu, maka laporan keuangan tidak berbicara mengenai bagaimana caranya entitas menggunakan uang; membeli dan mengelola aset; dan memperoleh pendapatan. Tetapi lebih pada informasi kondisi empat unsur laporan keuangan tersebut. Selain
itu akan ada informasi kewajaran
laporan keuangan itu sendiri.
Dari sinilah awal dari suatu prinsip transparansi dan akuntabilitas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Karena untuk
bisa menyusun laporan keuangan tersebut, tidaklah mudah. Butuh proses. Tak heran jika suatu entitas yang menyusun laporan keuangan, sudah delapan tahun masih disclaimer.
Laporan keuangan yang terdiri dari empat unsur tersebut bukanlah hal yang sudah lama dilakukan.
Baru pada tahun anggaran 2004 yang dibuat tahun 2005, penyajian laporan keuangan harus mencakup empat unsur itu. Sesuai standar internasional. Dari sejak itupula, BPK mengeluarkan opini atas laporan keuangan entitas. Sebelumnya, laporan keuangan lebih sederhana. Dikenal dengan laporan realisasi anggaran. Hanya mencakup penerimaan anggaran, penggunaan atau realisasi, dan sisa anggaran.
“Belanjanya dianggarkan sekian, realisasinya sekian, sisanya sekian. Sudah selesai. Nggak bicara untuk beli apa atau utangnya nambah atau kurang. Kalau dengan laporan keuangan sekarang, bisa ketahuan, utangnya semakin meningkat dari tahun ke tahun atau tidak, asetnya meningkat terus dari tahun ke tahun atau tidak,” jelas Xxxxx Xxxxx. and
20 JUNI 2012
Warta BPK
18 - 24 laporan khusus.indd 20 9/12/2012 4:25:46 PM
LAPORAN KHUSUS
Tiga Jenis Pemeriksaan BPK
KONSTITUSI negara, UUD’45,
menyatakan bahwa APBN selaku wujud pengelolaan keuangan negara ditetapkan oleh undang-undang. Dilaksanakan secara bertanggungjawab, terbuka, dan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Jadi amanat undang-undang dasar itu menyatakan bahwa APBN harus dikelola secara terbuka, akuntabel, dapat dipertanggungjawabkan, dan sebesar- besarnya untuk kemakmuran rakyat.
Dalam konstitusi pula dinyatakan bahwa untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara dibentuk suatu
Xxxxx Xxxxx
menyediakan ruang kelas yang cukup. Selain itu, apakah anggaran yang disediakan program itu digunakan secara efektif dan mencapai sasaran.
“Kalau di luar Jawa banyak sekolah dibangun tetapi di tengah hutan yang sulit sekali dijangkau oleh anak sekolah. Maka itu mungkin bisa kita katakan tidak efektif,” Xxxxx Xxxxx mencontohkan.
Pemeriksaan kinerja ini bisa mengisi celah hasil dari pemeriksaan laporan keuangan entitas. Misalnya, ada suatu entitas yang memperoleh opini WTP, tetapi belum mampu menyediakan
badan pemeriksa keuangan. Artinya, bahwa untuk mengawal serta memastikan agar keuangan negara dikelola secara akuntabel dan transparan, serta untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat maka dibentuk BPK.
Jadi, BPK tugasnya hanya satu: mengawal amanat undang- undang dasar agar keuangan negara betul-betul dikelola secara akuntabel, transparan dan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Oleh karena itu, dalam Undang-Undang No. 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, BPK diberikan mandat untuk melakukan pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.
Dalam Undang-Undang No. 15 Tahun 2004 tersebut, diatur tiga jenis pemeriksaan yang dilakukan BPK: Pemeriksaan atas Laporan Keuangan, Pemeriksaan Kinerja, dan Pemeriksaan dengan Tujuan Tertentu.
Untuk memastikan keuangan negara dikelola secara transparan dan akuntabel, dilakukanlah pemeriksaan laporan keuangan. Sementara, untuk memastikan keuangan negara dikelola untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, atau secara efektif, efisien, dan ekonomis (hemat), maka BPK diberikan mandat untuk melakukan pemeriksaan kinerja.
Kalau dua jenis pemeriksaan itu tidak cukup, karena belum bisa mengungkap suatu dugaan tertentu, maka BPK diberikan mandat untuk melakukan pemeriksaan dengan tujuan tertentu. Atau, sering disebut special audit. Di sinilah, BPK melaksanakannya dalam bentuk, antara lain pemeriksaan investigasi. Jadi, khusus untuk mengungkap dugaan ada tidaknya tindak pidana korupsi dilakukan pemeriksaan dengan tujuan tertentu.
Objek pemeriksaan kinerja biasanya suatu kebijakan, program, kegiatan, atau suatu tugas dan fungsi. Misalnya, Program Pendidikan Wajib Belajar 9 Tahun. BPK melakukan pemeriksaan bagaimana kinerja pemerintah dalam mengentaskan Program Wajib Belajar 9 Tahun. Kriterianya misalnya: apakah pemerintah daerah sudah mampu
layanan kepada masyarakat secara memadai. Sama halnya dengan perusahaan-perusahaan BUMN atau BUMD. Bisa saja perusahaan itu merugi terus, tetapi laporan keuangannya WTP.
“Banyak itu BUMN yang merugi terus tetapi laporan keuangannya WTP. Karena rugi atau untung itu menyangkut kinerja direksi, sementara laporan keuangan menyangkut bagaimana dia melaporkan apa yang diterimanya, apa yang dikeluarkannya, dan apa yang dia kelola, ini agak beda,” ungkap Xxxxx Xxxxx lagi.
Kriteria BPK dalam melakukan pemeriksaan kinerja adalah peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah dalam bentuk target-target atau program. Bisa juga menggunakan indikator- indikator lain. Penggunaan berbagai kriteria tersebut harus disepakati antara auditor dan auditee.
Sasaran dari pemeriksaan kinerja sendiri untuk menilai efektivitas, keekonomisan (tingkat kehematan) dan efisiensi suatu program. Hasil dari pemeriksaan kinerja adalah sebuah laporan yang mencakup kesimpulan, temuan pemeriksaan, dan rekomendasi BPK untuk perbaikan. Tujuannya agar program itu mencapai apa yang dituju dan ditargetkan.
Sedangkan Pemeriksaan dengan Tujuan Tertentu objeknya bisa apa saja. Bisa khusus pengadaan barang, pembayaran utang, masalah subsidi BBM, masalah bantuan sosial, dan lain- lain. Sifatnya sebagian-sebagian tetapi lebih mendalam.
Kriterianya bisa peraturan atau indikator lain. Dan, pengujiannya adalah apakah semua kegiatan sudah dilakukan sesuai dengan aturan atau standar yang mereka tetapkan.
Laporan pemeriksaan dengan Tujuan Tertentu ini akan menghasilkan sebuah kesimpulan yang lebih detail.
“Kita bisa mengatakan bahwa pengelolaan pendapatan negara bukan pajak di suatu kementerian, ternyata
belum intensif, ada kelemahan yang begitu besar dalam pengendalian pendapatan sehingga memudahkan aparatnya melakukan penyimpangan. Itu pemeriksaan dengan
tujuan tertentu. Tapi, tidak memberikan opini,” Xxxxx Xxxxx mencontohkan. and
Warta BPK JUNI 2012 21
18 - 24 laporan khusus.indd 21 9/12/2012 4:25:47 PM
LAPORAN KHUSUS
“Ada Kesalahpahaman Terhadap Makna Opini WTP“
Xxxx Xxxxxxxx
Beberapa waktu lalu BPK mendapat sorotan dari berbagai pihak termasuk media masa. Pangkal persoalannya menyangkut pemberian opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) terhadap kementerian dan lembaga yang belakangan terungkap perkara korupsi. Akibatnya sejumlah kalangan menilai opini BPK tidak obyektif. Bahkan, ada pula yang menilai kalau opini BPK bisa diperjualbelikan.
Kondisi itu tentu membuat BPK perlu melakukan klarifikasi terhadap persoalan tersebut. Sebab apa yang
dilakukan BPK telah sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku. Selain itu, opini atas laporan keuangan juga tidak semata- mata mendasarkan kepada apakah pada entitas tertentu terdapat korupsi atau tidak. Sebab pemeriksaan keuangan tidak ditujukan untuk menemukan adanya suatu kecurangan atau korupsi. Untuk lebih jelasnya berikut petikan wawancara Warta BPK dengan Ketua BPK Xxxx Xxxxxxxx.
BPK menjadi sorotan publik
terkait pemberian opini WTP
kepada kementerian atau lembaga yang belakangan terjadi tindak pidana korupsi. Tanggapan Anda?
Tentu saja adanya pemberitaan itu membuat BPK merasa prihatin. Meskipun begitu, BPK tidak menyalahkan media massa atau pihak-pihak yang dimintai pendapat oleh media massa. Sebab pendapat tersebut disebabkan masih terbatasnya pengetahuan mengenai apa opini WTP dan bagaimana opini tersebut diberikan.
Masyarakat sering bertanya,
mengapa pada kementerian tertentu terjadi korupsi padahal laporan keuangannya memperoleh opini WTP dari BPK?
BPK juga menilai ada harapan dari masyarakat yang sangat besar terhadap BPK atas pemberian opini WTP, yang seolah minta garansi kepada BPK bahwa setelah menerima opini itu pasti tidak ada korupsi di entitas. Di sinilah telah terjadi kesalahpahaman terhadap makna opini WTP. Bahkan, opini WTP dari BPK sering dijadikan tameng oleh pihak tertentu yang
menyatakan bahwa di kementerian atau lembaganya tidak mungkin ada korupsi karena BPK telah memberikan opini WTP.
Bisa dijelaskan mengenai jenis
pemeriksaan yang dilakukan BPK?
Dalam menjalankan tugasnya, ada tiga jenis pemeriksaan yang dilaksanakan oleh BPK yaitu, pemeriksaan keuangan, pemeriksaan kinerja, dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu. Pemeriksaan keuangan ditujukan untuk memberikan opini apakah laporan keuangan sudah disajikan secara wajar dalam semua hal yang material sesuai dengan Standar Akutansi
22 JUNI 2012
Warta BPK
LAPORAN KHUSUS
Pemerintah (SAP).
Bagaimana dengan pemeriksaan kinerja dan pemeriksan dengan tujuan tertentu ?
Pemeriksaan kinerja ditujukan untuk menilai kinerja entitas apakah pelaksanaan suatu program atau kegiatan entitas sudah ekonomis, efisien dan efektif. Adapun, pemeriksaan dengan tujuan tertentu (PDTT) adalah pemeriksaan selain dua jenis tersebut. Termasuk disini adalah pemeriksaan investigasi untuk mengungkap adanya kecurangan atau korupsi.
Artinya setiap pemeriksaan
memiliki tujuan yang berbeda?
Tentu saja masing-masing jenis pemeriksaan memiliki tujuan berbeda. Karena itu pemeriksaan keuangan tidak bisa dilaksanakan
untuk menilai kinerja suatu entitas. Demikian pula pemeriksaan kinerja tidak dapat dilaksanakan untuk menilai kewajaran penyajian laporan keuangan.
Bagaimana dengan opini WTP
yang diberikan BPK?
Opini WTP merupakan produk dari pemeriksan keuangan. Dalam pemeriksaan keuangan, BPK dapat memberikan empat jenis opini yaitu Wajar Tanpa Pengecualian, Wajar Dengan Pengecualian, Tidak memberikan Pendapat, dan Tidak Wajar.
Bisa dijelaskan apa dasar BPK
dalam memberikan opini kepada kementerian atau lembaga?
Ada sejumlah pertimbangan BPK dalam memberikan opini.
Keempat jenis opini tersebut dasar pertimbangannya adalah kewajaran penyajian pos-pos laporan keuangan dalam semua hal yang material sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintah (SAP). Kewajaran disini bukan berarti kebenaran mutlak atas suatu pos dalam laporan keuangan.
Opini atas laporan keuangan juga tidak semata-mata mendasarkan kepada apakah pada entitas
tertentu terdapat korupsi atau
tidak. Pemeriksaan keuangan tidak ditujukan untuk menemukan adanya suatu kecurangan atau korupsi.
Bagaimana jika dalam
pemeriksaan keuangan ditemukan ada kecurangan?
Jika auditor menemukan adanya kecurangan maka auditor akan memperluas pemeriksaannya untuk memastikan apakah kecurangan tersebut benar-benar terjadi dan bagaimana pengaruhnya secara langsung terhadap kewajaran penyajian laporan keuangan. Jika ternyata kecurangan atau kekeliruan benar-benar terjadi dan jumlahnya
matrial, maka dapat berpengaruh terhadap kewajaran laporan keuangan. Namun jika besarannya tidak matrial maka tidak akan berpengaruh terhadap kewajaran laporan keuangan.
Jika dalam pemeriksaan
terjadi penyimpangan, seperti adanya mark up, apakah akan mempengaruhi laporan keuangan?
Jika dalam pemeriksaan atas keseluruhan pos-pos laporan keuangan ditemuka adanya proses pengadaan barang ata jasa yang menyimpang dari ketentuan, misalnya tidak dilakukan pelelangan
Warta BPK JUNI 2012 23
LAPORAN KHUSUS
sehingga terjadi kemahalan harga (mark Up), akan dilihat besarnya transaksi pengadaan tersebut apakah material dibandingkan dengan total anggarannya. Jika material maka akan berpengaruh terhadap kewajaran laporang keuangan.
Artinya WTP tidak menjamin
tidak adanya korupsi?
Opini WTP tidak menjamin bahwa pada entitas yang bersangkutan tidak ada korupsi. Karena pemeriksaan laporan keuangan tidak ditujukan secara khusus untuk mendeteksi adanya korupsi. Namun demikian, BPK wajib mengungkapkan apabila menemukan kekeliruan atau kecurangan, baik yang berpengaruh atau tidak berpengaruh terhadap kewajaran opini atas laporan keuangan.
Bisa dijelaskan mengenai
laporan audit kepatuhan terhadap perundang-undangan dan laporan audit atas kepatuhan terhadap system pengendalian intern?
Jadi dalam pemeriksaan keuangan, BPK selalu memuat tiga buah laporan. Yaitu laporan yang memuat opini atas laporan
keuangan, laporan atas kepatuhan terhadap peraturan perundang- undangan, dan laporan kepatuhan atas sistem pengendalian intern.
Ketiga laporan tersebut harus dibaca secara keseluruhan dan bersama-sama. Tidak bisa hanya membaca laporan yang memuat opini, sementara mungkin dalam laporan yang lain ada permasalahan- permasalahan, termasuk di antaranya jika ada temuan yang berindikasi korupsi.
Apakah temuan
ketidakpatuhan berpengaruh terhadap kewajaran laporan keuangan?
Temuan ketidakpatuhan yang berpengaruh terhadap kewajaran laporan keuangan, sesuai dengan standar pemeriksaan keuangan negara, harus dicantumkan di
laporan yang memuat opini atas laporan keuangan. Seperti contoh, LK Kemenpora tahun 2011 memperoleh opini WDP dari BPK dengan pengecualian
antara lain ditemukannya realisasi belanja barang berupa penyaluran bantuan sebesar Rp1,8 triliun yang tidak didukung dengan laporan pertanggungjawaban pengunaan dana bantuannya.
Oleh karena itu, realisasi penggunaan dan bantuan tidak dapat diyakini kewajarannya. Dampak atas laporan keuangan adalah pos belanja barang dalam LK tahun 2011 juga tidak diyakini kewajarannya.
Bisa dijelaskan lebih jauh?
Artinya, contoh pada kementerian tersebut menjelaskan bahwa dalam laporan yang memuat opini atas laporan keuangan, secara jelas dicantumkan pengecualiannya yang berpengaruh terhadap kewajaran laporan keuangan. Temuan yang menjadi pengecualian tersebut secara lebih jelas dimuat dalam laporan audit kepatuhan terhadap perundang-undangan dan
laporan kepatuhan tehadap sistem pengendalian intern.
Kementerian Agama
memperoleh opini WTP dengan Paragraf Penjelasan. Bisa dijelaskan?
Untuk Kementerian Agama BPK memberikan opini WTP dengan Paragaraf Penjelasan. Dalam LHP atas LK Kemenag terdapat hal yang perlu mendapat perhatian khusus, yaitu pada laporan persediaan per eselon I di Ditjen Bimas Islam karena terhadap kenaikan saldo persediaan
yang sangat signifikan dibandingkan dengan tahun sebelumnya, dari sebesar Rp1,49 miliar tahun 2010 menjadi Rp31,11 miliar tahun 2011. Jika dilihat dari peningkatan saldo persediaan tersebut, membuat
BPK perlu melakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk memastikan apakah proses pengadaannya sudah dilakukan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
Oleh karena itu, pada 13 juni 2012 lalu BPK melakukan pemeriksaan dengan tujuan tertentu (PDTT) atas pengadaan barang dan jasa tahun anggaran 2010, 2011, dan 2012 pada Ditjen Bimas Islam Kementerian Agama, termasuk di antaranya proses pengadaan Al-Quran. bw/dr
Opini WTP tidak menjamin bahwa pada entitas yang bersangkutan tidak ada korupsi.
Karena pemeriksaan laporan keuangan tidak ditujukan secara khusus untuk mendeteksi adanya korupsi. Namun demikian, BPK wajib mengungkapkan apabila menemukan kekeliruan atau kecurangan.
24 JUNI 2012
Warta BPK
BPK Serahkan LHP
B
Kementerian ESDM
PK menyampaikan Laporan Hasil Pemeriksaan atas Laporan Keuangan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Tahun 2011 (ESDM) kepada Menteri ESDM Xxxx Xxxxx di kantor
kementerian di Jakarta, belum lama ini.
“Reklamasi sebagai bagian dari pelaksanaan kegiatan tambang sangatlah penting, oleh karena itu setiap perusahaan yang tidak melaksanakan reklamasi dan revegetasi dengan baik, harusnya tidak diperpanjang izin pertambangannya,” kata Anggota BPK Xxx Xxxxxxx Xxxx, dalam sambutannya.
Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Laporan Keuangan Kementerian ESDM 2011 tersebut terdiri Ringkasan Eksekutif Hasil Pemeriksaan atas LK Kementerian ESDM Tahun 2011, LHP atas LK Kementerian ESDM Tahun 2011, LHP atas Sistem Pengendalian Intern (SPI) Kementerian ESDM Tahun 2011, dan LHP atas Kepatuhan terhadap Peraturan Perundang-Undangan Kementerian ESDM Tahun 2011.
Objek pemeriksaan kementerian terdiri dari Neraca Kementerian ESDM per 31 Desember 2011, Laporan Realisasi APBN (LRA), serta Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK) untuk tahun yang berakhir pada 31 Desember 2011. BPK memberikan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) atas Laporan Keuangan Kementerian ESDM Tahun 2011.
BPK berharap pemberian opini WTP ini dapat memotivasi Kementerian ESDM untuk mempertahankan sistem pengelolaan dan penatausahaan keuangan negara sehingga dapat menjadi contoh bagi kementerian lain.
Hal ini karena laporan keuangan yang berkualitas dihasilkan melalui sistem akuntansi yang andal (reliable) serta data yang dapat ditelusuri (traceable) dan layak diaudit (auditable).
Namun demikian, perlu disadari bahwa opini laporan keuangan bukan merupakan tujuan akhir, tetapi merupakan sasaran antara menuju tertib administrasi pengelolaan keuangan negara yang lebih akuntabel dan transparan.
Xxx Xxxxxxx Xxxx menjelaskan selain pemeriksaan keuangan, BPK juga melakukan pemeriksaan kinerja dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu yang berperspektif lingkungan.
Selain itu, pada 2013 BPK akan menjadi ketua Working Group on Environmental Audit (WGEA) yaitu kelompok kerja yang beranggotakan BPK se-dunia
Anggota BPK Xxx Xxxxxxx Xxxx memberikan LHP BPK atas laporan keuangan Kementerian ESDM yang diterima oleh Menteri ESDM Xxxx Xxxxx.
untuk meningkatkan pemeriksaan yang berperspektif lingkungan. Hal tersebut akan membawa konsekuensi perlunya penataan dan pengelolaan lingkungan hidup di Indonesia yang lebih baik.
Selama ini Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari sektor sumber daya alam meningkat dari tahun ke tahun rata-rata sebesar 26%.
Namun demikian, kerusakan lingkungan juga diidentikkan dengan kegiatan pertambangan yang tidak berwawasan lingkungan. Hasil pemeriksaan BPK pada 2010 sampai dengan 2011 di tiga provinsi yang
menjadi sampel pemeriksaan, menemukan 64 pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) belum menyampaikan rencana reklamasi dan/atau rencana reklamasi dan/atau rencana pascatambang, dan 73 pemegang IUP, serta dua Pemegang Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) belum menempatkan Jaminan Reklamasi dan/atau Jaminan Pascatambang sesuai ketentuan yang berlaku. xxx
Xxxxx BPK JUNI 2012 25
AGENDA
“BUMN Lanjut WTP, PU
Masih WDP”
Ketua BPK Xxxx Xxxxxxxx berjabat tangan dengan Menteri BUMN Xxxxxx Xxxxx menandai penyerahan Laporan Hasil Pemeriksaan atas Laporan Keuangan Kementerian BUMN, di Kantor BPK Pusat Jakarta, belum lama ini. Hadir dalam acara itu Anggota BPK Xxxxxxxxx Xxxxx.
ini. “Sebagai persiapan menjadi Ketua Audit Lingkungan BPK se-dunia, BPK akan meningkatkan kualitas dan kuantitas objek pemeriksaan yang berkaitan dengan lingkungan.”
BPK memberikan opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) atas Laporan Keuangan Kementerian PU Tahun 2011. Hal-hal yang dikecualikan dalam LK Kementerian PU Tahun 2011 meliput Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), Persediaan, Aset tetap, dan Aset tak berwujud.
Hal tersebut antara lain disebabkan karena nilai yang disajikan belum berdasarkan dokumen sumber yang memadai, lemahnya sistem pengendalian intern atas penatausahaan PNBP atas pemanfaatan Rumah Negara,
lemahnya sistem pengendalian intern
BPK menyerahkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Laporan Keuangan Kementerian BUMN Tahun 2011 kepada Menteri BUMN Xxxxxx Xxxxx.
Penyerahan LHP dilakukan oleh Ketua BPK Xxxx Xxxxxxx yang didampingi oleh Anggota BPK Xxxxxxxxx Xxxxx dan Auditor Utama Keuangan Negara VII Xxxxx Xxxxxx. Adapun, dari kementerian BUMN hadir juga Wakil Menteri BUMN Xxxxxxxx Xxxxx dan Sekretaris Kementerian BUMN Xxxxx Xxxxxxx.
BPK memberikan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) atas Laporan Keuangan Kementerian BUMN Tahun 2011. Dengan pemberian opini WTP ini berarti Kementerian BUMN dapat mempertahankan komitmennya dalam menyajikan laporan keuangan
secara wajar dengan Standar Akuntansi Pemerintahan secara berturut-turut selama 4 tahun.
Selain menghasilkan opini atas kewajaran laporan keuangan, BPK
juga menghasilkan laporan atas penelaahan Sistem Pengendalian Intern (SPI) dan Kepatuhan terhadap Peraturan Perundang-undangan. Hasil pemeriksaan mengungkapkan masih adanya kelemahan SPI dan Kepatuhan terhadap Peraturan perundang- undangan pada Kementerrian BUMN.
BPK berharap pimpinan Kementerian BUMN dapat menyusun rencana aksi agar kelemahan- kelemahan yang ditemui dalam pemeriksaan laporan keuangan segera diperbaiki dan dibenahi serta ditindaklanjuti dalam waktu 60 hari untuk mewujudkan tercapainya transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara.
PU dapat WDP
Pada bagian lain, Anggota BPK Xxx Xxxxxxx Xxxx menyampaikan LHP Kementerian Pekerjaan Umum Tahun 2011 kepada Menteri Pekerjaan Umum Xxxxx Xxxxxxxx di Kantor Kementerian Pekerjaan Umum, Jakarta, belum lama
atas penatausahaan aset tetap, belum seluruhnya dilakukan inventarisasi dan penilaian serta sinkronisasi pencatatan Tanah untuk Jalan Nasional antara Kementerian PU dengan Pemerintah Daerah yang mengakibatkan BPK
RI tidak dapat melakukan prosedur alternatif untuk menilai kewajaran akun tersebut.
Tanpa mengurangi banyaknya keberhasilan yang telah dicapai, BPK menemukan beberapa kelemahan atas sistem pengendalian intern (SPI) dan ketidakpatuhan terhadap
peraturan dan perundang-undangan. Salah satunya, penganggaran belanja modal atas kegiatan yang tidak bersifat menambah aset tetap pada Direktorat Jenderal Sumber Daya Air Minimal sebesar Rp2 miliar.
Selain itu, akun realisasi belanja pada LRA Xxxxxx Direktorat PPLP TA 2011 belum diterbitkan Surat Perintah Pembukuan dan Pengesahan(SP3) minimal sebesar Rp4,67 miliar.
26 JUNI 2012
Warta BPK
Setjen Patok Hasil Konkrit
Sekjen BPK Xxxxxx Xxxxxxxxxx memberikan penjelasan dalam Rapat Koordinasi Kesetjenan BPK tahun 2012, di Jakarta belum lama ini. Xxxxx juga Wakil Ketua BPK Xxxxx Xxxxx.
AGENDA
bidang kesetjenan yang memerlukan solusi dan koordinasi.
Hal menarik diungkap Xxxxxx xxxxxxx dengan contoh solusi dari persoalan dan koordinasi dalam metode sosialisasi di lingkungan kerja BPK. Dia mengharapkan agar tim sosialisasi tidak harus melulu dari kantor pusat. Bisa juga dibentuk tim
-tim sosialisasi lainnya yang dibentuk di BPK Perwakilan.
Para peserta sebelum rapat koordinasi sudah diminta kepada seluruh satuan kerja untuk mengidentifikasi permasalahan- permasalahan yang perlu dibahas. Tujuannya, agar pelaksanaan kegiatan tahun anggaran 2012 dan 2013 bisa berjalan dengan baik.
Sebab, permasalahan yang sudah diidentifikasi itu kemudian bisa dicarikan jalan keluarnya.
Namun, Xxxxxx meminta agar para kepala satuan kerja, baik di pusat maupun di perwakilan, tidak hanya mengidentifikasi permasalahana saja, tetapi juga menampilkan kondisi saat ini seperti apa.
“Juga menampilkan apa yang diharapkan pada bidang-bidang
KEPERCAYAAN masyarakat terhadap BPK meninggi. Hal ini menjadi sebuah kebanggaan sekaligus tantangan tersendiri. Mau tidak mau, BPK harus menjadi lembaga sebagai contoh yang baik terhadap entitas lainnya. Khususnya, menjadi contoh yang baik dari sisi kinerja. Oleh karena itu, BPK dituntut untuk bekerja lebih baik lagi. Inilah kesimpulan dari Wakil Ketua BPK Xxxxx Xxxxx pada saat membuka acara Rapat Koordinasi Kesetjenan BPK tahun 2012.
“Banyak masyarakat yang mengatakan, ‘sudahlah kalau BPK sudah bilang begitu kita harus yakin bahwa itu benar, ini kata BPK lho, bukan kata saya’, kalimat-
kalimat seperti ini maknanya bahwa masyarakat menaruh kepercayaan kepada BPK, tetapi sekaligus memberikan pesan kepada kita untuk bekerja lebih baik lagi. Bekerja
secara profesional, nyaman, mencintai,
dan memahami pekerjaan yang dilakukan, ” paparnya.
Dia menambahkan ada beberapa hal yang perlu dibahas dan diformulasikan dalam rapat koordinasi kali ini. Khususnya, terkait dengan permasalahan-permasalahan yang masih ada di lingkungan Sekretariat Jenderal BPK. Hal-hal yang perlu dibahas itu di antaranya pengelolaan sumber daya manusia, proses perencanaan dan penganggaran, pengelolaan sarana dan prasarana, pengembangan teknologi informasi dalam pemeriksaan, kehumasan dan kesekretariatan.
Sekretaris Jenderal BPK Xxxxxx Xxxxxxxxxx dalam pengarahannya menyatakan, rapat koordinasi ini dilaksanakan untuk mengatasi persoalan-persoalan yang dihadapi satuan-satuan kerja pada unsur penunjang BPK. Terutama yang menyangkut lintas satuan kerja di
kegiatan masing-masing, yang
menjadi kondisi seharusnya. Tak lupa menentukan level, area, dan uraian kesenjangan dan bagaimana menampilkan rencana aksi untuk mengatasi kesenjangan itu.”
Dia berharap agar output dari rapat koordinasi sudah sampai pada rincian kegiatan atau rencana aksi untuk mengatasi persoalan yang terkait dengan bidang kesetjenan.
“Jadi selesai rakor di sini, tidak ada lagi pekerjaan yang sisa. “ xxxx Xxxxxx.
Rapat koordinasi kesetjenan kali ini mengambil tema Mendukung Peningkatan Kinerja BPK berlangsung 12-14 Juni 2012 yang bertempat
di Hotel Mercure, Ancol, Jakarta. Rapat koordinasi diikuti unsur-unsur dari satuan kerja pelaksana dan penunjang di BPK, baik di kantor pusat maupun di kantor perwakilan.
and
Warta BPK JUNI 2012 27
AGENDA
Anggota BPK Xxx Xxxxxxx Xxxx dan Menteri Lingkungan Xxxxx Xxxxxxxxx Xxxxxxxx bersama dengan sejumlah mantan menteri lingkungan hidup pada Lokakarya BPK Peduli Lingkungan di Ruang Pola Gedung Arsip BPK Pusat Jakarta, belum lama ini.
Masukan Bagi Pemeriksaan Lingkungan
B
PK menyelenggarakan lokakarya bertajuk BPK Peduli Lingkungan yang digelar di Ruang Pola, Gedung Arsip,
Kantor Pusat BPK, belum lama ini. Hadir dalam acara ini Ketua BPK Xxxx Xxxxxxxx, Anggota BPK Xxx Xxxxxxx Xxxx, Sekjen BPK Xxxxxx Xxxxxxxxxx, Auditor Utama Keuangan Negara IV Xxxxxx Xxxxx Xxxxxxxx, Auditor Utama Keuangan Negara VII BPK Xxxxx Xxxxxx, pejabat eselon II dan III di lingkungan BPK.
Lokakarya juga menghadirkan pembicara dari luar BPK sebanyak 12 narasumber. Salah satu, narasumber yang berasal dari pemerintah adalah
Menteri Lingkungan Xxxxx Xxxxxxxxx Xxxxxxxx. Selain yang masih aktif, terdapat pula mantan menteri lingkungan hidup, yaitu Menteri Lingkungan Hidup periode 1978- 1993 Xxxx Xxxxx, Menteri Lingkungan Hidup periode 1999-2001 Xxxxx Xxxxx, dan Menteri Lingkungan Hidup periode periode 2004.-2009 Xxxxxxx Xxxxxxxx.
Lembaga swadaya masyarakat (LSM) atau NGO (Non Governmental Organization) yang berkecimpungan dalam masalah lingkungan hidup juga turut berpartisipasi. Terlihat, Koordinator Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Xxxxxx X.
Xxxxxx, perwakilan dari Yayasan Keanekaragaman Hayati Indonesia, World Wide Fund for Nature Indonesia (WWF Indonesia), Greenpeace Indonesia, dan lainnya.
Dalam laporannya, Sekjen BPK Xxxxxx Xxxxxxxxxx menyatakan bahwa lokakarya ini diselenggarakan sebagai salah satu wujud pelaksanaan tugas
BPK dalam pemeriksaan keuangan negara. Khususnya pemeriksaan yang berprespektif lingkungan.
Seiring dengan itu, acara ini dimaksudkan sebagai media komunikasi antara BPK dengan para praktisi, penggerak dan pemerhati
28 JUNI 2012
Warta BPK
AGENDA
lingkungan, dengan beberapa tujuan. Pertama, meningkatkan hubungan kerja sama dengan para stakeholder lingkungan.
Kedua, memperoleh masukan guna menyusun topic dan working plan INTOSAI WGEA (International Organization of Supreme Audit Intitutions Working Group on
Environmental Auditing) tahun 2014- 2016, di mana BPK terpilih sebagai ketuanya yang ditetapkan pada 2013.
Lokakarya lingkungan ini sendiri diarahkan dalam model komunikasi satu arah dan sifatnya
tertutup. Masing-masing narasumber menyampaikan pandangan dan harapannya, terkait permasalahan lingkungan, pelaksanaan tugas
BPK dalam pemeriksaan keuangan negara berprespektif lingkungan, dan peran BPK sebagai Ketua Kelompok Kerja Pemeriksaan Lingkungan INTOSAI (INTOSAI WGEA).
Sementara, para peserta dari BPK hanya akan mendengarkan pemaparan dari para narasumber.
Tujuannya untuk menyerap berbagai pemikiran dan masukan yang diberikan para narasumber.
Dalam kata sambutannya, Ketua BPK Xxxx Xxxxxxxx mengatakan bahwa selama enam dasawara ini, Indonesia mengalami kemajuan yang pesat dalam pembangunan ekonomi. Sementara pembangunan ekonomi ini adalah pilar yang penting dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat. Namun, pembangunan ini masih bersifat parsial dan kuantitatif. Sebab, mengabaikan sejumlah isu kualitatif. Diantara isu kualitatif yang diabaikan itu adalah usaha perbaikan kualitas lingkungan hidup guna mencapai pembangunan yang berkelanjutan.
Dalam pembangunan saat ini, sumber-sumber alam yang digunakan dieksploitasi besar-
besaran sebagai mesin penggerak ekonomi. Sayangnya, tidak disertai dengan upaya perbaikan kualitas sumber daya alam. Sehingga
membuat lingkungan hidup menjadi rusak dan berdampak pada perubahan iklim yang ekstrim dan
pemanasan global yang mulai terasa. “Pertumbuhan ekonomi yang
tinggi menjadi kurang berarti apabila proses untuk mencapai perbaikan taraf ekonomi telah mengakibatkan suatu permasalahan lingkungan,” ucap Hadi.
Lebih lanjut dikatakan, bahwa seharusnya pembangunan berprespektif jangka panjang.
Artinya, kesejahteraan ekonomi dan sumber daya alam yang dinikmati rakyat saat ini dapat dinikmati dan diwariskan generasi mendatang.
Oleh karena itu pembangunan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan harus dilaksanakan secara konkrit.
Pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan sendiri tertuang dalam peraturan
BPK merasa wajib memastikan bahwa pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah
tidak merusak lingkungan dan dapat menyejahterakan bagi masyarakat, tidak hanya untuk generasi sekarang tetapi juga generasi yang akan datang
perundang-undangan. Bahkan dalam konstitusi, UUD 1945. Oleh karena itu, segala kebijakan pemerintah dan pembangunan harus tunduk pada ketentuan perundang-undangan dan hak asasi manusia. Salah satu untuk
menindaklanjuti amanah konstitusi, BPK melaksanakan pemeriksaan lingkungan hidup sebagai upaya menjaga kualitas lingkungan
hidup menuju pembangunan yang berkelanjutan.
“BPK merasa wajib memastikan bahwa pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah tidak merusak lingkungan dan dapat menyejahterakan bagi masyarakat,
tidak hanya untuk generasi sekarang tetapi juga generasi yang akan datang,” ujarnya.
Pemeriksaan lingkungan ini bisa dilakukan melalui pemeriksaan kinerja dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu. Pemeriksaan
BPK ini merupakan upaya BPK dalam mendorong pemerintah dalam memperbaiki kualitas
lingkungan hidup. BPK sendiri sudah mengaplikasikan pemeriksaan lingkungan. Sampai saat ini, telah dilakukan pemeriksaan pada entitas- entitas terkait pada aspek kehutanan, pertambangan, pengelolaan sampah, dan sumber daya air.
Anggota BPK Xxx Xxxxxxx Xxxx menegaskan bahwa bumi dan alam harus diselamatkan. BPK yang memiliki kewenangan dalam melakukan pemeriksaan
keuangan negara dan menghitung kerugian negara. Khususnya dalam menghitung kerugian negara yang salah satu akibat dari kerusakan lingkungan hidup terpanggil dan akan meningkatkan kualitas dan kuantitas pemeriksaan lingkungan hidup. Apalagi BPK baru saja terpilih
sebagai ketua (INTOSAI WGEA).
Untuk memperkuat kompetensi dalam pemeriksaan lingkungan hidup, BPK melakukan peningkatan kapasitas auditor dalam melaksanakan pemeriksaan lingkungan hidup. Termasuk di dalamnya memberikan masukan
dalam pengembangan manual audit serta memberikan pemeriksaan lingkungan hidup. and
Warta BPK JUNI 2012 29
AGENDA
S
EKOLAH Tinggi Akuntansi Negara (STAN) mendapat kesempatan didatangi BPK dalam rangka BPK
Goes to Campus. Perguruan tinggi yang melahirkan sarjana akuntansi ini menggelar acara BPK Goes to Campus dengan model kuliah umum mengenai pemeriksaan keuangan negara, audit secara elektronik.
Sebagai pengisi materi kuliah umum, Ketua BPK Xxxx Xxxxxxxx memberikan topik tentang penerapan e-audit dan BPK Sinergi secara umum. Sementara mengenai sisi teknis penerapan e-audit disampaikan oleh Kabiro Teknologi Informasi BPK Xxxx Xxxxxxxx.
Acara BPK Goes to Campus di STAN ini diselenggarakan di
Gedung G, kompleks kampus STAN Jurang Mangu, Tangerang, Banten, pada 21 Juni 2012. Tema yang diangkat adalah E-audit Menuju BPK Sinergi. Selain ketua BPK, hadir pula Sekjen BPK Xxxxxx Xxxxxxxxxx, Kabiro Humas dan Kerjasama Luar Negeri BPK Xxxxxxx Xxxx, Kabiro Teknologi Informasi BPK Xxxx
Xxxxx BPK
Beri Kuliah Umum di STAN
Ketua BPK Xxxx Xxxxxxxx tengah berdialog dengan mahasiswa Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN) dalam rangka BPK Goes to Campus di kampus STAN, baru-baru ini.
Ruslandi, Kepala Pusdiklat BPK
Xxxx Xxxxxxx, Plt. Kabiro Sekretariat Pimpinan BPK Xxxxxxxxxx, Direktur XXXX Xxxxxxxxxx, Kepala Bidang Akademis Pendidikan Akuntan
Lies Sunarmintyastuti, dan jajaran pengajar dan pejabat di lingkungan STAN lainnya.
Sementara peserta kuliah umum adalah semua mahasiswa dari Diploma IV Keuangan Spesialisasi Akuntansi STAN. Mereka sebenarnya merupakan lulusan Diploma III yang telah menjadi pegawai di berbagai instansi termasuk BPK. Secara keseluruhan mahasiswa yang hadir dalam acara tersebut berjumlah sekitar 364 orang.
Dalam kata sambutannya, Direktur XXXX Xxxxxxxxxx menyampaikan rasa bahagianya karena ketua BPK berkesempatan untuk mengisi kuliah umum di
perguruan tinggi yang dipimpinnya. Ini baru pertama kali yang memberikan kuliah umum adalah ketua BPK.
“Ini acara penting yang sangat langka karena kuliah umum disampaikan langsung oleh ketua BPK. Saya mengucapkan terima kasih kepada Bapak Ketua BPK yang telah bersedia meluangkan waktunya di tengah kesibukan. Kami mendapatkan kehormatan yang sangat besar,” ucap Xxxxxxxxxx.
Dia menambahkan kuliah umum merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari proses pembelajaran di STAN. Dalam proses pembelajaran ini, kuliah umum diselenggarakan untuk topik-topik yang terkait dengan bidang studi mahasiswanya, yaitu keuangan negara.
Tema umum pemeriksaan keuangan negara ini sangat relevan bagi civitas akademika STAN,
Kuliah umum merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
proses pembelajaran di STAN. Dalam proses
pembelajaran ini, kuliah umum diselenggarakan untuk topik-topik yang terkait dengan bidang studi mahasiswanya, yaitu keuangan negara.
khususnya mahasiswa yang sedang menjalani pendidikan di STAN ini. Apalagi tema yang diangkat kali ini pemeriksaan berbasiskan elektronik juga hal yang baru bagi STAN. Sehingga ini merupakan tambahan pengetahuan, bukan saja bagi mahasiswa tetapi juga staf pengajar STAN. and
30 JUNI 2012
Warta BPK