PERJANJIAN SEWA MENYEWA RUMAH SUSUN YANG TIDAK LAYAK HUNI MENURUT MAZHAB SYAFI’I (STUDI KASUS RUSUNAWA KAYU PUTIH MEDAN DELI)
PERJANJIAN SEWA MENYEWA RUMAH SUSUN YANG TIDAK LAYAK HUNI MENURUT MAZHAB SYAFI’I (STUDI KASUS RUSUNAWA KAYU PUTIH MEDAN DELI)
Oleh:
XXXX XXXXXXXXX XXX: 24.14.3.012
FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA
MEDAN 2018 M/1439 H
PERJANJIAN SEWA MENYEWA RUMAH SUSUN YANG TIDAK LAYAK HUNI MENURUT MAZHAB SYAFI’I (STUDI KASUS RUSUNAWA KAYU PUTIH MEDAN DELI)
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Xxxxx Xxxxxxx (S1)
Dalam Ilmu Syari’ah Dan Hukum Pada Jurusan Muamalah Fakultas Syari’ah Dan Hukum UIN Sumatera Utara
Oleh:
XXXX XXXXXXXXX XXX: 24.14.3.012
FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA
MEDAN 2018 M/1439 H
PERJANJIAN SEWA MENYEWA RUMAH SUSUN YANG TIDAK LAYAK HUNI MENURUT MAZHAB SYAFI’I (STUDI KASUS RUSUNAWA KAYU PUTIH MEDAN DELI)
Oleh :
XXXX XXXXXXXXX
Nim : 24.14.3.012
Menyetujui:
Pembimbing I Pembimbing II
Dr. Mhd. Xxxx Xxxxxxx, XXX, MH Xxxxxx Xxxxxx, SH, M.Hum NIP.197907082009111013 NIP.198407192009012010
Mengetahui:
Ketua Jurusan Muamalah, Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN-SU Medan
Xxxxxxx Xxxxxx, MA
NIP. 197302081999032001
SURAT PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama : Xxxx Xxxxxxxxx
Nim : 24.14.3.012
Fakultas/Jurusan : Syari’ah dan Hukum/ Muamalah
Xxxxx Xxxxxxx :PERJANJIAN SEWA MENYEWA RUMAH SUSUN YANG TIDAK LAYAK HUNI MENURUT MAZHAB SYAFI’I (STUDI KASUS RUSUNAWA KAYU PUTIH MEDAN DELI)
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa judul di atas adalah benar/asli karya saya sendiri, kecuali kutipan-kutipan yang disebutkan sumbernya, saya bersedia menerima segala konsekuensinya bila pernyataan saya ini tidak benar.
Demikian surat pernyataan ini saya perbuat dengan sebenarnya. Atas perhatian Bapak/ Ibu saya ucapkan terimakasih.
Medan, 01 Oktober 2018 Yang membuat pernyataan,
XXXX XXXXXXXXX XXX: 24.14.3.012
IKHTISAR
Skripsi ini berjudul: “Perjanjian Sewa Menyewa Rumah Susun Yang Tidak Layak Huni Menurut Mazhab Syafi’i (Studi Kasus Rusunawa Kayu Putih Medan Deli)”. Sewa menyewa rumah susun merupakan bagian dari sewa menyewa manfaat atas suatu benda. Dalam hal ini bendanya tidak berkurang sama sekali, yang berpindah hanyalah manfaat dari suatu benda yang disewakan tersebut. Salah satu prinsip paling utama yang dimuat dalam sewa menyewa yaitu manfaat yang menjadi objek sewa harus diketahui secara jelas dan tidak boleh menyewakan suatu barang yang terdapat kerusakan atau cacat pada barang tersebut dengan tujuan agar tidak muncul perselisihan dikemudian hari. Permasalahan dalam penelitian ini muncul karena ada ketidaksesuaian antara pendapat Mazhab Syafi’i dengan penerapan yang terjadi di Rusunawa Kayu Putih Medan Deli. Untuk menjawab permasalahan dalam penelitian diatas, peneliti menggunakan metode yuridis empiris dengan cara 2 (dua) pendekatan yaitu pendekatan konseptual (conceptual approach) dan pendekatan Undang-Undang (statute approach). Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa penerapan sewa menyewa yang berada di Rusunawa Kayu Putih Medan Deli tidak sesuai dengan pendapat Mazhab Syafi’i karena menurut beliau salah satu prinsip yang utama dalam hal sewa menyewa yaitu tidak terdapat kerusakan atau cacat di dalamnya, sementara penerapannya saat ini di Rusunawa Kayu Putih Medan Deli tidak memperhatikan hal tersebut tanpa terlebih dahulu melihat
apakah objek sewa tersebut layak di huni atau tidak sehingga menyebabkan penyewa merasa dirugikan dalam hal sewa menyewa rumah susun. Penulis menyarankan agar tidak terjadi sengketa dalam hal objek sewa menyewa, maka terlebih dahulu si penyewa harus memperhatikan dengan jelas kondisi rumah susun yang akan di sewa dengan tujuan agar tidak terjadi perselisihan di kemudian hari.
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Subhana Wata‘ala, Tuhan Yang Maha Esa atas taufik dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi ini adalah untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Program Studi Muamalah (Hukum Ekonomi Syariah) Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Sumatera Utara.
Shalawat serta salam tak bosan-bosannya penulis hadiahkan kepada junjungan Nabi Besar Xxxxxxxx XXX sebagai pembawa rahmat, petunjuk dan nikmat kepada manusia yang telah mengeluarkan manusia dari alam kegelapan menuju alam yang terang benderang dan kaya akan ilmu pengetahuan seperti saat ini dan semoga kita mendapatkan syafaatnya di yaumil akhir nanti.
Selama mengerjakan skripsi ini ada beberapa rintangan yang penulis hadapi dalam upaya perampungan tugas ini hingga selesai, tetapi dengan doa dan usaha akhirnya skripsi ini dapat diselesaikan pada waktu yang direnacanakan. Penulis banyak menerima bantuan, bimbingan dan dukungan, baik dari segi moril maupun materil. Oleh karena itu, pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati dan hormat penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang setinggi-tingginya kepada:
1. Xxxxxxxx Xxxxxxxx Xxxxx dan Ibunda Xxxxx Xxxxxxx yang tercinta dan tersayang telah melahirkan, membesarkan, mendidik, memotivasi dan mengarahkan penulis tanpa mengenal lelah memberikan dukungan moril maupun materil, tanpa pernah bosan memberikan perhatian dan kasih sayangnya kepada penulis, dan selalu mendoakan yang terbaik dalam setiap sujudnya sehingga penulis dapat mengenyam pendidikan hingga Perguruan Tinggi. Dan kepada saudara-saudara kandung penulis: xxxxxxx Xxxxx Xxxxxxxx XX, xxxxxx Xxxxx Xxxxxxx, dan xxxxxx Xxxx Xxxxxx, serta kepada abangda Xxxxxxxx Xxxxx Xxxxxxxx Al-Hafidz yang selalu mendukung dan memotivasi penulis untuk selalu semangat dalam menyelesaikan skripsi ini.
2. Bapak Xxxx. Xx. Xxxxxxxxxxxx, XX selaku Rektor UIN Sumatra Utara.
3. Xx. Xxxxxx, X. Xxx selaku Dekan Fakultas Syari’ah Dan Hukum.
4. Xxx Xxxxxxx Xxxxxx, MA selaku ketua Jurusan Muamalah yang telah banyak membantu khususnya pada Jurusan Muamalah.
5. Xxx Xxxxx Xxxxxxx Xxxxxxx, X. Xx selaku sekretaris Jurusan Muamalah yang penuh kesabaran dalam menanggapi semua urusan di jurusan.
6. Bapak Xx. Xxx Xxxx Xxxxxxx, SHI, MH selaku Dosen Pembimbing I yang telah banyak meluangkan waktunya kepada penulis, memberikan arahan dan juga memberikan masukan serta motivasi kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.
7. Ibu Xxxxxx Xxxxxx, SH, M.Hum selaku Dosen Pembimbing II yang senantiasa memberikan motivasi, bimbingan dan arahan kepada penulis.
8. Dosen Fakultas Syari’ah Dan Hukum yang sudah memberikan ilmu kepada penulis selama masa perkuliahan.
9. Forum Kajian Ilmu Syariah (FoKIS) yang selama ini telah banyak memberikan wawasan dan pengalaman yang sangat berharga kepada penulis terkhusus untuk angkatan VII: Atikah, Ulfah, Xxxx, Xxxx, Xxxx, Xxxx, Aisyah, dan lain-lain.
10. Sahabat-sahabat setia penulis: Xxxxx Xxxxx Xxxxxxxxx, Putri Xxxxxxx, Xxxxxx Xxxxxxxx Xxxxxxx, Xxxx Xxxxxxx Xxxxxxx, Xxxxxx Sari yang selalu memberikan dukungan semangat dan motivasi.
11. Dan kepada seluruh teman-teman jurusan Muamalah stambuk 2014 terkhusus Muamalah B yang tidak bisa disebutkan namanya satu- persatu.
Penulis telah berupaya dengan segala upaya dalam menyelesaikan skripsi ini. Namun penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan kelemahan baik dari segi isi maupun tata bahasa. Untuk itu penulis
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca demi kesempurnaan skripsi ini. Kiranya isi skripsi ini dapat bermanfaat dalam memperkaya khazanah ilmu pengetahuan. Aamiin Ya Rabbal ‘Alamin.
Medan, 01 Oktober 2018 Penulis
XXXX XXXXXXXXX
NIM. 24.14.3.012
DAFTAR ISI
Halaman
PERSETUJUAN i
PENGESAHAN ii
PERNYATAAN iii
IKHTISAR iv
KATA PENGANTAR v
DAFTAR ISI ix
DAFTAR TABEL xii
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 11
C. Tujuan Penelitian 11
D. Manfaat Penelitian 12
E. Kerangka Pemikiran 12
F. Hipotesis 14
G. Metodologi Penelitian 14
H. Sistematika Pembahasan 19
BAB II TINJAUAN UMUM PERJANJIAN SEWA MENYEWA 21
A. Perjanjian dalam Hukum Islam dan KUHPerdata 21
1. Pengertian Perjanjian Dan Dasar Hukumnya 21
2. Syarat Sah Perjanjian 24
3. Asas-asas Perjanjian 28
4. Jenis-jenis Perjanjian 33
5. Berakhirnya Perjanjian 34
B. Sewa Menyewa dalam Hukum Islam dan KUHPerdata 36
1. Pengertian Sewa Menyewa Dan Dasar Hukumnya 36
2. Rukun, Syarat dan Macam-macam Sewa Menyewa 40
3. Hak dan Kewajiban Para Pihak 42
4. Resiko dalam Sewa Menyewa 44
5. Berakhirnya Sewa Menyewa 45
BAB III PERJANJIAN SEWA MENYEWA RUMAH SUSUN
DI RUSUNAWA KAYU PUTIH MEDAN DELI 48
X. Xxxxxxan Umum Rusunawa Kayu Putih Medan Deli 48
B. Pengaturan Rumah Susun Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 58
C. Perjanjian Sewa Menyewa Rumah Susun Di Rusunawa Kayu Putih Medan Deli 67
BAB IV PENERAPAN PERJANJIAN SEWA MENYEWA RUMAH SUSUN YANG TIDAK LAYAK HUNI MENURUT MAZHAB
SYAFI’I DI RUSUNAWA KAYU PUTIH MEDAN DELI 75
A. Perjanjian Sewa Menyewa Rumah Susun Yang Tidak Layak Huni Di Rusunawa Kayu Putih Medan Deli 75
B. Pendapat Mazhab Syafi’i Terhadap Perjanjian Sewa Menyewa Rumah Susun Yang Tidak Layak Huni 82
X. Xxxxxxxx Penulis 87
BAB V PENUTUP 91
A. Kesimpulan 91
B. Saran 93
DAFTAR PUSTAKA DAFTAR RIWAYAT HIDUP LAMPIRAN-LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Tabel I. Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin Rusunawa Kayu Putih Medan Deli 49
Tabel II. Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan Rusunawa Kayu Putih Medan Deli 50
Tabel III. Jumlah Penduduk Berdasarkan Pekerjaan Rusunawa Kayu Putih Medan Deli 51
Tabel IV. Jumlah Penduduk Berdasarkan Agama Rusunawa Kayu Putih Medan Deli 52
BAB I PENDAHULUAN
X. Xxxxx Belakang Masalah
Islam dalam mewujudkan pertumbuhan ekonomi masyarakat, tujuan dan fasilitas yang digunakan harus sesuai dengan nilai dan prinsip syariah yang berlandaskan Al-Quran dan Sunnah.1 Di antara salah satu bentuk muamalah yang diajarkan oleh agama Islam adalah sewa menyewa. Sewa menyewa (al-ijarah) merupakan akad suatu kemanfaatan yang mengandung maksud tertentu dan mubah, serta menerima pengganti atau kebolehan dengan pengganti tertentu.2
Sewa menyewa (al-ijarah) dalam perjanjian sewa menyewa suatu barang dalam waktu tertentu melalui pembayaran sewa adalah transaksi sewa menyewa atas suatu barang atau upah mengupah atas suatu jasa dalam waktu tertentu melalui pembayaran sewa ataupun imbalan jasa.3
Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) pasal 1548 dijelasakan bahwa sewa menyewa ialah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu mengikatkan diri untuk memberikan kenikmatan suatu barang kepada pihak yang lain selama waktu tertentu dengan pembayaran suatu harga, yang oleh pihak tersebut belakangan disanggupi pembayarannya.4
Sebagaimana layaknya sebuah perdagangan, maka prinsip-prinsip yang berlaku pada sewa menyewa sama dengan prinsip-prinsip yang berlaku
1 Xxxxxxxx Xxxxx, Islam Xxxxxx Xxxxxxxx, (Bandung: Citapustaka Media Perintis, 2010), h. 170.
2 Xxxxxxxx Xxxxxx Asy Xxxxxxxx, Xxxxxx Xx Xxxxxx, (Beirut: Dar Al Fikr), h. 332.
3 Xxxxxx Xxxxxxx, Xxxx Xxxxxxxx, (Jakarta: Raja Grapindo Persada, 2008), h. 114.
4 R. Subekti dan X. Xxxxxxxxxxxxx, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, (Jakarta: Pradya Paramita, 20029), h. 381.
pada perdagangan seperti tidak ada tipuan, jelas barangnya, jelas manfaatnya, dan berupa barang yang secara syariat dinyatakan halal untuk diperdagangkan. Allah SWT berfirman:
•⬩ 🕿✁❑🡬✡♦🖏✁◆🡭
🙞🢭⇦🙗🕭🟁🖉👓✁
👓⮹♑➓➂❒🕯🟑🕔♦➂
💣🡪⌛🞏✡⬃➍♦📭
🕱🡭🗏🞟🖲🕓◆❑⬂🖏❒🕮
🕿✁🗹❑🡺🖬🡪🗎🢬🕯🞟✍
♊♦🡬
🕑🞏♦➋🕔🞐♑🙗🖏
🙞♍❑🡭🗏🞟✍
♌❒🕮
☟⬩🙔✆
⮵🖎🙗⮊🕔♦⌛⬂🖲👓👓🙔📭
🗐 ⬀🕱🡭🗏🏶⭘🡪ÿ☼❒🕮 🕿✁🗹❑🡺🖬🡸☞⬂✆🞟✍ •⬩◆❒ 🗐 ⬀🕱🡭🗏☪🙗♓🖏 🖫⮛✁♦➋🞟✍
👓✞☺➉🙗🔾◆➏ ⬀🕱🡭🗏🙔📭 ♦♌🕭⌧📬 🟁🖉👓✁ 🞎♌🙔✆
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang bathil (tidak benar), kecuali dalam perdagangan yang berlaku atas dasar suka sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sungguh Allah Maha Penyayang kepadamu.” 5
Salah satu syarat sewa menyewa yaitu manfaat yang menjadi objek sewa menyewa harus diketahui, sehingga tidak muncul perselisihan dikemudian hari. Apabila manfaat yang menjadi objek tidak jelas, maka akadnya tidaklah sah. Kejelasan manfaat itu dapat dilakukan dengan menjelaskan jenis manfaatnya dan penjelasan berapa lama manfaat itu ditangan penyewanya.6
Definisi perjanjian telah diatur dalam KUHPerdata Pasal 1313, yaitu suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Dilihat dari suatu
5 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Semarang: Xxxx Xxxxx, 2010),
h. 83.
6 Xxxxx Xxxxxxx Xxxxxxx dkk., Xxxx Xxxxxxxx, (Jakarta: Prenada Media, 2010), h.
278.
perxxxxxxx, maka perjanjian itu apapun alasannya harus tetap ditaati sesuai dengan keumuman ayat pada surat Al-Maidah:
)١: ةدئالما( دوقعلاب اوفوا اونمآ نيذلا اهيأي
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, penuhilah akad-akad itu”.
Dalam melakukan akad sewa menyewa, baik orang yang menyewakan maupun yang menyewa sama-sama terkena kewajiban. Menurut Xxxxxxxxx, kewajiban bagi orang yang menyewakan adalah sebagai berikut:7
1. Mengizinkan pemakaian barang yang disewakan dengan memberikan kunci rumah bagi orang yang menyewanya. Dengan kata lain, orang yang menyewakan menyediakan barang yang disewa dilengkapi dengan hal-hal yang diperlukan dan layak adanya agar manfaat barang yang disewa dapat dinikmati oleh orang-orang yang menyewa.
2. Memelihara barang yang disewakan, seperti memperbaiki kerusakan. Sebab keadaan barang sewa yang rusak dapat menghilangkan manfaat dari barang tersebut, sehingga penyewa gagal menikmati manfaat yang telah ditentukan.
Pada prinsipnya sewa menyewa lahir sesudah ada perjanjian antara pihak yang menyewakan dengan penyewa. Perjanjian tersebut dapat
7 Xxxxxxxxx, Pokok-Pokok Hukum Islam, (Jakarta: Rineke Cipta, Cet. II, 2001), h. 422.
berbentuk tulisan maupun isyarat. Sewa menyewa berlaku sejak terjadinya perjanjian antara kedua belah pihak dan berakhir apabila:
1. Terdapat aib atau cacat pada barang yang disewakan;
2. Masa perjanjian sudah habis;
3. Terdapat penyalahgunaan barang yang disewakan;
4. Salah satu pihak meninggal dunia.
Rumah susun sewa merupakan public housing yang pembangunannya mayoritas mendapatkan subsidi dari pemerintah. Perumahan adalah kumpulan rumah sebagai bagian dari permukiman, baik perkotaan maupun perdesaan, yang dilengkapi dengan prasarana, sarana dan utilitas umum sebagai hasil upaya pemenuhan rumah yang layak huni.8
Pembangunan perumahan yang dilakukan oleh pemerintah maupun pengembang merupakan upaya untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia. Pembangunan perumahan ditujukan agar seluruh rakyat Indonesia menempati rumah yang layak dalam lingkungan yang sehat, aman, serasi dan teratur. Rumah yang layak adalah bangunan rumah yang sekurang- kurangnya memenuhi persyaratan keselamatan bangunan dan kecukupan minimum luas bangunan serta kesehatan penghuninya. Lingkungan yang sehat, aman, serasi dan teratur adalah lingkungan yang memenuhi
8 Sastra Xxxxxxx, Perencanaan Dan Pengembangan Perumahan, (Yogyakarta: Penerbit Andi, 2005), h. 29.
persyaratan penataan ruang, persyaratan penggunaan tanah, penguasaan hak atas tanah, dan kelayakan prasarana dan sarana lingkungannya.9
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun dalam penyelenggaraan rumah susun berasaskan pada:
1. kesejahteraan;
2. keadilan dan pemerataan;
3. kenasionalan;
4. keterjangkauan dan kemudahan;
5. keefisienan dan kemanfaatan;
6. kemandirian dan kebersamaan;
7. kemitraan;
8. keserasian dan keseimbangan;
9. keterpaduan;
10. kesehatan;
11. kelestarian dan berkelanjutan;
12. keselamatan, kenyamanan, dan kemudahan; dan
13. keamanan, ketertiban, dan keteraturan.
Bertujuan untuk:
1. menjamin terwujudnya rumah susun yang layak huni dan terjangkau dalam lingkungan yang sehat, aman, harmonis, dan berkelanjutan serta menciptakan permukiman yang terpadu guna membangun ketahanan ekonomi, sosial, dan budaya;
2. meningkatkan efisiensi dan efektivitas pemanfaatan ruang dan tanah, serta menyediakan ruang terbuka hijau di kawasan perkotaan dalam menciptakan kawasan permukiman yang lengkap serta serasi dan seimbang dengan memperhatikan prinsip pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan; dan
3. mengurangi luasan dan mencegah timbulnya perumahan dan permukiman kumuh.10
9 Xxxx Xxxxxxx, Pendaftaran Dan Peralihan Hak Atas Tanah, (Jakarta: Kencana Prenada Group, 2010), h. 75.
10 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun Pasal 2 dan 3.
Menurut pendapat mazhab Syafi’i, dapat dilihat dalam kitab Al Tanbih Fii Al-Fiqhi ‘Ala Madzhab Xxxx Xxx Xxxxx’x sebagai berikut:
هب ثدح وأ ابيع هب دجو ناف ىضمام نود ىقب اميف ةراجلإا تخسفنا ةرجأتسلما ينعلا تفلت نإو
11ىضمام ةرجأ هىم زل خسف ناف خسفلا رايخ هل تبث بيع
Artinya: “Apabila barang sewaan itu rusak, maka ijarah itu menjadi batal untuk masa yang masih tertinggal, tidak untuk masa yang sudah lalu. Jika orang yang menyewa itu mendapatkan aib (cacat) pada barang yang disewanya, atau terjadi aib (cacat) pada barang yang disewanya, maka dalam hal ini boleh memilih untuk membatalkan ijarah itu. Jika dibatalkannya, maka ia harus membayar sewa yang telah lalu”.
رايخ هل تبثي نىاثلاو خسفنب اهمدحأ نلا وق هيفف اهؤام عطقناف اضرأ وأ تمدنهاف اراد تناك ناف
12.خسفلا
Artinya: “Jika barang sewaan itu berupa rumah kemudian ambruk (roboh) atau sebidang tanah lalu terputus pengairannya, maka dalam hal ini ada dua qoul: pertama batal dan kedua ia boleh memilih antara membatalkan dan meneruskan sewaan tersebut”.
Dalam keterangan diatas, penyewa memiliki hak khiyar (hak pilih) untuk membatalkan perjanjian sewa tersebut apabila penyewa mengetahui kerusakan pada barang yang disewanya.
Dalam kitab Xxxxxx Xxxxx Al Mujib disebutkan bahwa:
11 Xxx Xxxxx Xxxxxxx, Xx Xxxxxx Xxx Xx-Xxxxx ‘Xxx Xxxxxxx Xxxx Xxx Xxxxx’x, (Mesir: Syirkah Maktabah, 1951), h. 182.
12 Ibid, h. 182.
ابم ةراجلإا نلاطبو , ةنيعلما ةبادلا تومو , رادلا مادنه اك , ةرج أتسلما ينعلا فلتب ةر اجلإا لطبتو
13يضاملل لا لبقتسملل رظنلاب ركذ
Artinya: “Akad ijarah menjadi batal sebab barang yang disewa dan telah ditentukan menjadi rusak seperti rumah yang disewa roboh, dan binatang tunggangan yang telah ditentukan mati. Batalnya akad ijarah sebab hal-hal yang telah dijelaskan tersebut memandang pada masa-masa setelah itu, tidak masa-masa yang telah lewat”.
Dan juga di dalam kitab Fiqhu Al Manhaji dijelaskan:
ولما ينعلا دري نأ رجاتسلما ىلع بجوو ,ةدساف ةراجلإا ناك ةراجلإا طو رش نم طرش لتخا اذإ
14.اهملتسا دق ناك اذإ ةرج
Artinya: “Apabila tidak sesuai salah satu syarat dari syarat-syarat sewa menyewa maka sewa-menyewa menjadi rusak dan wajib atas penyewa mengembalikan barang yang disewa apabila ia telah menerimanya”.
Apabila dikaitkan pendapat mazhab Syafi’i dengan kasus yang terjadi di lapangan perjanjian sewa menyewa tidak sesuai. Ditemukan bahwa di Rusunawa Kayu Putih Medan Deli menyewakan unit rumah susun yang tidak layak huni atau terdapat kerusakan pada bangunan. Dari 4 (empat) Blok
13 Xxx Xxxxxxxx Xxxxxxxxxx Xxxxxxxx, Xxxxxx Xxxxx Xx Xxxxx, (Beirut: Xxx Xxx Xxxx, 1512), h. 197.
14 Mustofa Al-Bugha, Fiqhu Al Manhaji, (Beirut: Darul Qolam, 1992), h. 151.
Rusunawa yang terdiri dari Blok A, Blok B, Blok C dan Blok D15, penulis meneliti sekitar 3 (tiga) unit rumah susun dari masing-masing Blok dan totalnya 12 (dua belas) unit rumah susun dalam kondisi rusak. Salah satu diantaranya dialami oleh penghuni blok A yang bernama Ibu Xxxx, menyatakan bahwa rumah susun yang disewanya terdapat keretakan pada dindingnya dan beliau baru mengetahuinya setelah terjadinya perjanjian.16
Untuk memenuhi pemerataan hak, Pemerintah atau Pengelola rumah susun seharusnya dapat mewujudkan permukiman fungsional yang menjamin kepastian hukum dalam pemanfaatannya, menjamin terwujudnya rumah susun yang layak huni dalam lingkungan yang sehat, aman, nyaman, berkelanjutan, dan mengutamakan tujuan pemenuhan kebutuhan permukiman yang layak serta mencegah timbulnya perumahan dan permukiman yang kumuh.
Dari uraian diatas terlihat bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan dan tempat tinggal yang layak. Oleh sebab itu, penulis tertarik untuk membahas masalah ini dan perlu diangkat menjadi kajian ilmiah untuk dijadikan sebuah skripsi dengan judul “PERJANJIAN SEWA MENYEWA RUMAH SUSUN YANG TIDAK LAYAK
HUNI MENURUT MAZHAB SYAFI’I (Studi Kasus Rusunawa Kayu Putih
Medan Deli).”
15 Wawancara Pribadi, Xxxxx Xxxxxx salah satu Pengelola Xxxxx, Tanggal 01 November 2017
16 Wawancara Pribadi, Ibu Mega salah satu Penyewa, Tanggal 12 November 2017
B. Rumusan Masalah
Bertolak dari latar belakang masalah yang telah dipaparkan diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan penelitian ini sebagai berikut:
1. Bagaimanakah bentuk perjanjian sewa menyewa dalam Hukum Islam dan KUHPerdata?
2. Bagaimanakah penerapan perjanjian sewa menyewa rumah susun yang tidak layak huni di Rusunawa Kayu Putih Medan Deli?
3. Bagaimanakah pendapat mazhab Syafi’i terhadap perjanjian sewa
menyewa rumah susun yang tidak layak huni?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui bentuk perjanjian sewa menyewa dalam Hukum Islam dan KUHPerdata.
2. Untuk mengetahui penerapan perjanjian sewa menyewa rumah susun yang tidak layak huni di Rusunawa Kayu Putih Medan Deli.
3. Untuk mengetahui pendapat mazhab Syafi’i terhadap perjanjian
sewa menyewa rumah susun yang tidak layak huni.
D. Manfaat Penelitian
1. Secara Teoritis
Skripsi ini diharapkan bermanfaat sebagai tambahan dalam segi hukum terhadap persoalan menyewakan bangunan rumah susun di Indonesia.
2. Secara Praktis
Diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan bagi siapapun yang memiliki ketertarikan pada bidang pelaksanaan pembangunan rumah susun di Indonesia. Bagi pengambil kebijakan negara, hasil penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai masukan dalam penyempurnaan undang- undang, peraturan Pemerintah yang berkaitan dengan perjanjian sewa menyewa rumah susun.
E. Kerangka Pemikiran
Pembangunan adalah upaya untuk mentransformasi kehidupan ke arah yang lebih baik dan lebih berkah. Itu semua akan terjadi manakala proses pembangunan dilakukan dalam kerangka jalan tazkiyyah yang didasarkan pada 3 (tiga) prinsip utama, yaitu: keadilan, keseimbangan, dan ketundukan penuh terhadap aturan Allah. 17
Berlandaskan dari keumuman QS. Al-Maidah yang berbunyi:
)١: ةدئالما( دوقعلاب اوفوا اونمآ نيذلا اهيأي
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, penuhilah oleh kalian akad-akad itu.”
17 Xxxxx Xxxxxx Xxxx dan Xxxxx Xxx Xxxxxxxxx, Ekonomi Pembangunan Syariah, (Jakarta: Rajawali Pers, 2016), h. 15.
Ayat ini menunjukkan kepada kita bahwa diwajibkan kepada orang- orang beriman untuk memenuhi akad yang telah disepakati bersama pada awal transaksi.
Dan juga berdasarkan sabda Nabi SAW., yang berbunyi:
انم سيلف انشغ نم
Artinya: “siapa yang menipu kita tidak termasuk golongan kita”.
Dalam perjanjian sewa menyewa yang terjadi di Rusunawa Kayu Putih, penghuni yang ditipu memiliki hak untuk memilih antara membatalkan akad dan bisa pula meneruskannya.
F. Hipotesis
Berdasarkan uraian diatas, penulis dapat mengambil kesimpulan sementara bahwa perjanjian sewa menyewa rumah susun yang tidak layak huni yang berada di Rusunawa Kayu Putih Medan Deli adalah akadnya batal dan tidak sesuai dengan pendapat mazhab Syafi’i dan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun, dikarenakan terdapat kerusakan pada objek sewa yaitu manfaat barang yang akan disewakan.
G. Metodologi Penelitian
Metode penelitian menurut Xxxxx Xxxxxx Xxxxxxx, bahwa penelitian hukum sebagai suatu proses yang menemukan aturan hukum, prinsip- prinsip hukum maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu-isu
hukum yang dihadapi.18 Adapun mengenai metode penelitian yang dipakai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Tipe Penelitian
Tipe penelitian ini adalah penelitian yuridis empiris yaitu permasalahan yang dikaji atas materi hukum atau peraturan-peraturan yang ada dikaitkan dengan materi penelitian kepustakaan untuk memperoleh data sekunder dan penelitian lapangan (field research) yaitu informasi dan data yang diperoleh dengan melakukan penelitian langsung ke lapangan yang berlokasi di Rusunawa Kayu Putih Medan Deli.19
2. Objek Penelitian
Objek penelitian ini adalah pengelola dan penghuni Rusunawa Kayu Putih Medan Deli yang melakukan perjanjian sewa menyewa rumah susun. Karena di Rusunawa Kayu Putih Medan Deli tersebut terdapat permasalahan- permasalahan terkait perjanjian sewa menyewa rumah susun yang tidak layak huni, sehingga penulis mengambil lokasi tersebut sebagai objek penelitian.
3. Pendekatan Penelitian
a. Pendekatan Konseptual (Conceptual Approach)
Pendekatan ini beranjak dari pandangan-pandangan dan doktrin- doktrin yang berkembang di dalam ilmu hukum. Dengan mempelajari pandangan/doktrin, peneliti akan menemukan ide-ide yang melahirkan
18 Xxxxx Xxxxxx Xxxxxxx, Penelitian Hukum. Cet 2, (Jakarta: Kencana, 2008), h. 35.
19 Xxx Xxxxxxx, Pokok-Pokok Metode Penelitian Hukum, (Surabaya: Universitas Press, 2007), h. 33.
pengertian-pengertian hukum, konsep-konsep hukum dan asas-asas hukum relavan dengan isu yang dihadapi. Pendekatan konseptual yang di pakai dalam penelitian ini adalah hasil pemikiran imam-imam yang bermazhab Syafi’i yaitu dalam kitab Al Tanbih Fii Al-Fiqhi ‘Ala Madzhab Xxxx Xxx Xxxxx’i oleh Xxx Xxxxx Xxxxxxx, Xxxxxx Xxxxx Xx Xxxxx oleh Xxx Xxxxxxxx Xxxxxxxxxx, Fiqhu Al Manhaji oleh Mustofa Al-Xxxxx, Xxxxxx Al Xxxxxx oleh Xxxxxxxx Xxxxxx Asy Xxxxxxxx.
b. Pendekatan Undang-Undang (Statute Approach)
Pendekatan undang-undang dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang ditangani.20 Adapun pendekatan undang-undang yang di pakai dalam penelitian ini adalah KUHPerdata, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun.
4. Bahan Hukum
Xxxxx Xxxxxx Xxxxxxx dalam bukunya yang berjudul Penelitian Hukum, menegaskan bahwa suatu penelitian hukum tidak membutuhkan data melainkan adalah sumber-sumber penelitian. Sumber-sumber penelitian hukum dapat dibedakan menjadi sumber penelitian yang berupa bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier.21
a. Bahan hukum primer
20 Xxxxx Xxxxxx Xxxxxxx, Penelitian Hukum. Cet 2, h. 93.
21 Ibid, h. 155.
Bahan hukum primer yaitu bahan hukum yang bersifat autoritatif (mempunyai otoritas). Bahan-bahan hukum primer terdiri dari Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun, KUH Perdata, berisi suatu hukum yang saat ini sedang diteliti.
b. Bahan hukum sekunder
Bahan hukum sekunder yaitu bahan penunjang terdiri dari teori-teori yang digunakan sebagai bahan untuk menganalisa perundang-undangan. Teori-teori dalam buku tersebut terdiri dari pandangan-pandangan para ahli yang kemudian dikompilasi untuk menjadi rujukan dalam menganalisis tentang perjanjian sewa menyewa rumah susun yang tidak layak huni dari berbagai kalangan yang bermazhab Syafi’i. Seperti dalam kitab Al Tanbih Fii Al-Fiqhi ‘Ala Madzhab Xxxx Xxx Xxxxx’x, Xxxxxx Xxxxx Al Xxxxx, Xxxxx Al Manhaji, Xxxxxx Al Xxxxxx dan sumber-sumber lain yang mendukung.
x. Xxxxx hukum tersier
Bahan hukum tersier yaitu bahan-bahan yang memberikan petunjuk terhadap bahan hukum sekunder, yang lebih dikenal dengan nama bahan acuan bidang hukum atau rujukan bidang hukum seperti kamus atau ensiklopedia, jurnal hukum dan lainnya.
5. Prosedur Pengumpulan Bahan Hukum
a. Studi Dokumen
Penulis mengumpulkan buku atau literatur untuk dikaji dan ditelaah, seperti bahan yang ada hubungannya dengan judul penelitian contohnya buku-buku dan jurnal yang berkaitan dengan penelitian ini. Buku-buku yang
dimaksud bisa merupakan buku hukum tentang perjanjian sewa menyewa dan juga berkaitan dengan permasalahan dalam penelitian ini.
x. Xxxxxxxxx (Interview)
Wawancara yaitu proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara penanya dan penjawab dengan menggunakan alat yang digunakan Interview Quide (Pedoman Wawancara).22 Dengan ini mengadakan tanya jawab secara langsung dengan penghuni dan pengelola Rusunawa Kayu Putih Medan Deli.
c. Pengolahan dan Analisis Bahan Hukum
Sebagai tindak lanjut proses pengolahan data di dalam penelitian hukum normatif, maka analisis data pada hakekatnya berarti kegiatan untuk mengadakan sistematisasi terhadap bahan-bahan hukum tertulis. Sistematisasi berarti membuat klasifikasi terhadap bahan-bahan hukum tertulis tersebut, untuk memudahkan pekerjaan analisis dan konstruksi.23
Dalam penelitian ini akan dianalisis dengan menggunakan metode deduktif. Metode deduktif yaitu cara analisis dari kesimpulan umum yang di uraikan menjadi contoh kongkrit untuk menjelaskan kesimpulan tersebut. Penelitian ini memakai metode deduktif karena peneliti berangkat dari
22 Xxxxxxxxx, Xxxxxxxx, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), h. 202.
23 Xxxxxxxx Xxxxxxxx, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995), h. 251.
sebuah teori maupun undang-undang yang kemudian dibuktikan dengan pencarian fakta-fakta di lapangan.
H. Sistematika Pembahasan
Penulisan skripsi ini disusun secara sistematis agar mempermudah pembahasan dalam penelitian ini, sistematika pembahasan yakni sebagai berikut :
BAB I yaitu pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, kerangka pemikiran, hipotesis, metode penelitian, dan sistematika pembahasan.
BAB II yaitu membahas tinjauan umum tentang perjanjian sewa menyewa yang terdiri dari pembahasan perjanjian dalam Hukum Islam dan KUHPerdata dan pembahasan sewa-menyewa dalam Hukum Islam dan KUHPerdata.
BAB III yaitu membahas tentang gambaran umum Rusunawa Kayu Putih Medan Deli, pengaturan rumah susun menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011, perjanjian sewa menyewa rumah susun di Rusunawa Kayu Putih Medan Deli.
BAB IV yaitu membahas tentang perjanjian sewa menyewa rumah susun yang tidak layak huni Di Rusunawa Kayu Putih Medan Deli, pendapat Mazhab Syafi’i terhadap perjanjian sewa menyewa rumah susun yang tidak layak huni dan analisis penulis.
BAB V yaitu penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran sebagai hasil dari pembahasan skripsi secara keseluruhan.
BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN SEWA MENYEWA
A. Perjanjian dalam Hukum Islam dan KUH Perdata
1. Pengertian Perjanjian
Dalam sejarah hukum Islam, salah satu prinsip dasar dari suatu transaksi adalah bahwa suatu transaksi haruslah digunakan secara benar dan tidak saling merugikan orang lain. Dalam hal ini Allah berfirman dalam surat An-Nisaa’ ayat 29:
•⬩ 🕿✁❑🡬✡♦🖏✁◆🡭
🙞🢭⇦🙗🕭🟁🖉👓✁
👓⮹♑➓➂❒🕯🟑🕔♦➂
💣🡪⌛🞏✡⬃➍♦📭
🕱🡭🗏🞟🖲🕓◆❑⬂🖏❒🕮
🕿✁🗹❑🡺🖬🡪🗎🢬🕯🞟✍
♊♦🡬
🕑🞏♦➋🕔🞐♑🙗🖏
🙞♍❑🡭🗏🞟✍
♌❒🕮
☟⬩🙔✆
⮵🖎🙗⮊🕔♦⌛⬂🖲👓👓🙔📭
🗐 ⬀🕱🡭🗏🏶⭘🡪ÿ☼❒🕮 🕿✁🗹❑🡺🖬🡸☞⬂✆🞟✍ •⬩◆❒ 🗐 ⬀🕱🡭🗏☪🙗♓🖏 🖫⮛✁♦➋🞟✍
👓✞☺➉🙗🔾◆➏ ⬀🕱🡭🗏🙔📭 ♦♌🕭⌧📬 🟁🖉👓✁ 🞎♌🙔✆
Artinya: Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang bathil (tidak benar), kecuali dalam perdagangan yang berlaku atas dasar suka sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sungguh Allah Maha Penyayang kepadamu.” 24
Kontrak atau perjanjian dalam hukum perdata Islam disebut dengan istilah akad. Pengertian akad dapat dilihat dari 3 (tiga) sudut pandang: etimologi (lughowi), terminologi (istilahin), dan perundang undangan (al- qanun al-wad'i). Secara etimologi, akad digunakan untuk beragam makna,
24 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Semarang: Xxxx Xxxxx, 2010), h. 83.
yaitu seluruhnya bermakna Al-Ribt (keterikatan, perikatan, pertalian). Sedangkan secara terminologi, akad dalam syariah dipergunakan untuk pengertian umum, akad adalah setiap kewajiban yang timbul dalam perjanjian yang dibuat manusia untuk dipenuhi baik sebagai perbandingan kewajiban yang lain seperti jual-beli dan lain sebagainya.25
Definisi perjanjian telah diatur dalam KUHPerdata Pasal 1313, bahwa perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana 1 (satu) orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap 1 (satu) orang lain atau lebih.26
Menurut Subekti berpendapat bahwa perikatan adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan dengan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu.27
Pada intinya, perjanjian ini menimbulkan perikatan diantara para pihak, dengan demikian terlihat adanya hubungan antara perjanjian dengan perikatan sebagai suatu hubungan sebab akibat (causalitas). Perjanjian sering pula diistilahkan dengan persetujuan, hal demikian disebabkan karena penekanan terhadap adanya unsur persetujuan para pihak untuk melahirkan hubungan hukum diantara para pihak.
Dari uraian tentang pengertian perjanjian di atas, kiranya dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam suatu perjanjian sekurang-kurangnya
25 Xxxxxx Xxxx, Hukum Perikatan Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2005), h. 42.
26 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek), Pasal 1313.
27 R. Subekti, Hukum Perjanjian, Cetakan VI, (Jakarta: Intermasa, 1979), h. 1.
terdapat dua pihak, di mana pihak-pihak tersebut saling bersepakat untuk melahirkan hubungan hukum diantara mereka.
Jumhur ulama berpendapat bahwa sewa menyewa disyariatkan berdasarkan Al-Quran dan As-Sunah.
Dalil ayat Al-Quran surah Al-Anfal ayat 56:
🙞♍❑🡪🙑🡪✆☪♦➂
▪🕱🡺🏳
⬀🕱🡯🙵⬃☸🙗🖏
🞈🕱➈⮹♑🕔♦🡬
🙞🢭⇦🙗🕭🟁🖉👓✁
🙞♍❑🡪✆🟏☞♦➂ •⬩ ⬀🕱🡺♎◆❒ 🖴🞏▪➎🞟👎 ⮵♏🖎🡪🗎 ➐🙔🗶 ⬀🕱🡺♎⮹➈⇳♑♦🡬
Artinya: (yaitu) orang-orang yang kamu telah mengambil Perjanjian dari mereka, sesudah itu mereka mengkhianati janjinya pada setiap kalinya, dan mereka tidak takut (akibat-akibatnya).
Hadis Riwayat Xxx Xxxxx dan Xxxxx:
وبا هاور( امهنيب نم تجرخ هناخ اذاف هبحاص اهمدحا نيح لمام نييكيرشلا ثلاث انا ىلعت لله لاق
)مكالحاو دود
Artinya: Allah SWT telah berfirman (dalam Hadits Qudsi-Nya) “Aku adalah yang ketiga dari dua orang yang berserikat selama salah seorang diantaranya tidak berkhianat terhadap temannya. Apabila salah seorang diantara kedua berkhianat, maka aku keluar dari perserikatan keduanya”.
2. Syarat Sah Perjanjian
Syarat sahnya perjanjian secara syariah adalah sebagai berikut:
a. Tidak menyalahi hukum syariah yang disepakati adanya, syarat ini mengandung pengertian setiap orang pada prinsipnya bebas membuat perjanjian tetapi kebebasan itu ada batasannya yaitu
tidak boleh bertentangan dengan syariah Islam baik yang terdapat dalam Alquran maupun Hadist. Apabila syarat ini tidak terpenuhi maka akan mempunyai konsekuensi yuridis perjanjian yang dibuat batal demi hukum;
b. Harus sama ridha dan ada pilihan, syarat ini mengandung pengertian perjanjian harus di dasari pada kesepakatan para pihak secara bebas dan sukarela, tidak boleh mengandung unsur paksaan, kekhilafan maupun penipuan. Apabila syarat ini tidak terpenuhi dan belum dilakukan tindakan pembatalan maka perjanjian yang dibuat tetap dianggap sah;
x. Xxxxx jelas dan gamblang, sebuah perjanjian harus jelas apa yang menjadi obyeknya, hak dan kewajiban para pihak yang terlibat dalam perjanjian. Apabila syarat ini tidak terpenuhi maka perjanjian yang dibuat oleh para pihak batal demi hukum sebagai konsekuensi yuridisnya.28
Menurut ketentuan pasal 1320 KUHPerdata, untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan 4 (empat) syarat, yaitu:
1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
3. Suatu hal tertentu; dan
28 Xxxxx Xxxxxx Xxxxxx, Pokok-Pokok Hukum Perjanjian Islam Di Indonesia, (Yogyakarta: Citra Media, 2006), h. 15.
4. Suatu sebab yang halal.
Untuk sahnya suatu perjanjian, harus dipenuhi keempat syarat tersebut. Jika salah satu syarat atau beberapa syarat bahkan semua syarat tidak dipenuhi, maka perjanjian itu tidak sah.
Keempat syarat sahnya perjanjian sebagaimana diatur dalam pasal 1320 KUHPerdata tersebut diatas lebih lanjut sebagai berikut:
1. Kesepakatan
Kesepakatan para pihak merupakan salah satu syarat yang penting dalam sahnya suatu perjanjian. Sepakat ditandai oleh penawaran dan penerimaan dengan cara:
a. Tertulis;
x. Xxxxx;
c. Diam-diam;
d. Simbol-simbol tertentu;
2. Kecakapan
Pasal 1330 KUHPerdata menentukan bahwa tidak cakap membuat perjanjian adalah:
a. Orang-orang yang belum dewasa;
b. Mereka yang ditaruh di bawah pengampuan;
c. Orang-orang perempuan dalam hal ditetapkan oleh Undang-Undang (dengan adanya Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 1963
dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, maka ketentuan ini tidak berlaku lagi);
Orang yang belum dewasa, sebagaimana ditentukan dalam pasal 1330 KUHPerdata adalah mereka yang belum genap berumur 21 tahun dan tidak lebih dahulu kawin, sedangkan mereka yang berada dibawah pengampuan sesuai ketentuan pasal 1433 KUHPerdata adalah orang yang dungu, sakit otak, mata gelap dan keborosannya.
3. Hal Tertentu
Hal tertentu dalam perjanjian disebut prestasi yang dapat berwujud barang, keahlian atau tenaga dan tidak berbuat sesuatu. Untuk menentukan barang yang menjadi objek perjanjian, dapat dipergunakan berbagai cara seperti: menghitung, menimbang, mengukur, atau menakar. Sementara itu, untuk menentukan tentang hal tertentu yang berupa tidak berbuat suatu juga harus dijelaskan dalam perjanjian.29
4. Suatu Sebab yang Halal
Pengertian dari suatu sebab yang halal adalah perjanjian harus ada sebab-sebab yang mendahuluinya dan dianggap sah oleh Undang-Undang. Sebab (causa) yang dianggap tidak sah, bilamana dilarang oleh Undang- Undang, bertentangan dengan kepentingan umum dan bertentangan dengan
29 Xxxxxx Xxxx, Hukum Kontrak dan Perancangan Kontrak, Cet. Ke-3, (Jakarta: Rajawali Pers, 2010), h. 30.
kesusilaan. Bila suatu perjanjian tidak ada sebabnya ataupun karena sebab palsu, akan berakibat perjanjian tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum. Dua syarat yang pertama dimanakan syarat subyektif karena mengenai orang-orangnya atau subyeknya yang mengadakan perjanjian. Dalam hal syarat subyektif jika syarat itu tidak dipenuhi, perjanjiannya bukan batal demi hukum akan tetapi salah satu pihak mempunyai hak untuk
meminta supaya perjanjian itu dibatalkan.
Sedangkan dua syarat yang terakhir dinamakan syarat-syarat obyektif karena mengenai perjanjiannya sendiri atau obyek dari perbuatan hukum yang dilakukan itu. Dalam hal syarat obyektif jika syarat itu tidak terpenuhi, perjanjian itu batal demi hukum.
3. Asas-Asas Perjanjian
Menurut hukum Islam, asas-asas dalam perjanjian atau kontrak syari’ah sebagai berikut:30
a. Al-Hurriyah (kebebasan), QS. Al-Baqarah ayat 256. Asas ini mengandung pengertian para pihak bebas membuat suatu perjanjian atau akad (freedom of making contract). Asas alhurriyah ini dikenal sebagai asas kebebasan berkontrak;
b. Al-Musawah (persamaan atau kesetaraan), QS Al-Hujurat ayat 13.
Asas ini mengandung pengertian bahwa para pihak dalam
30 Xxxxx Xxxxxx Xxxxxxx, Pokok-pokok Hukum Perjanjian Islam di Indonesia, (Yogyakarta: Citra Media, 2006), h. 26.
perjanjian mempunyai kedudukan yang sama yaitu mempunyai kesetaraan atau kedudukan yang seimbang dalam menentukan term of condition dari suatu akad. Asas ini menunjukkan bahwa semua orang mempunyai kedudukan yang sama di depan hukum (equality before the law) dan yang membedakan kedudukan seseorang disisi Allah adalah derajat ketakwaannya;
x. Xx-Xxxxxx (keadilan), bahwa perjanjian yang dibuat senantiasa mendatangkan keuntungan yang adil dan berimbang dan tidak boleh mendatangkan kerugian bagi salah satu pihak;
d. Al-Ridha (kerelaan), QS. An-Nisaa’ ayat 29, segala transaksi yang dilakukan atas dasar kerelaan antara masing-masing pihak dan didasarkan pada kesepakatan bebas dari para pihak dan tidak boleh mengandung unsur paksaan, tekanan, dan penipuan. Asas ini dikenal dengan asas konsensualisme dalam hukum Perdata;
e. Ash-Shidq (kebenaran dan kejujuran), QS. Al-Ahzab ayat 70, bahwa setiap muslim wajib untuk berkata benar dan jujur terutama dalam hal melakukan perjanjian dengan pihak lain, sehingga kepercayaan menjadi sesuatu yang esensial demi terlaksananya suatu perjanjian atau akad;
f. Al-Kitabah (tertulis), QS. Al-Baqarah ayat 282-283, bahwa setiap perjanjian hendaknya dibuat secara tertulis untuk kepentingan pembuktian jika dikemudian hari terjadi sengketa dan dalam
pembuatan perjanjian tersebut hendaknya disertai dengan adanya saksi-saksi serta prinsip tanggung jawab individu.
Menurut pasal 1338 KUHPerdata disebutkan semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai Undang-Undang bagi mereka yang membuatnya. Namun apabila dicermati pasal ini mengandung 4 (empat) hal pokok (asas) yang terkandung di dalamnya, yaitu:
a. Asas Kebebasan Berkontrak
Asas kebebasan berkontrak merupakan satu azas yang sangat penting dalam hukum perjanjian. Asas kebebasan berkontrak adalah asas dimana seseorang bebas untuk mengadakan perjanjian, bebas mengenai apa yang diperjanjikan, dan bebas pula menentukan bentuk perjanjian. Kebebasan berkontrak memberikan jaminan kebebasan seseorang untuk secara bebas dalam beberapa hal yang berkaitan dengan perjanjian, antara lain:
1. Bebas menentukan apakah ia akan melakukan perjanjian atau tidak;
2. Bebas menentukan dengan siapa ia akan melakukan perjanjian;
3. Bebas menentukan isi atau klausul perjanjian;
4. Kebebasan-kebebasan lainnya yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan;
x. Xxxx Konsensualisme
Berdasarkan asas konsensualisme, dimana perjanjian itu telah terjadi jika telah ada konsensus antara pihak-pihak yang mengadakan perjanjian.
Mengacu pada asas ini dimana suatu perjanjian itu lahir pada saat terjadinya kesepakatan.
c. Asas Mengikatnya Kontrak (Pacta Sunt Servanda)
Perjanjian itu merupakan Undang-Undang bagi para pihak yang membuatnya. Karena berlaku sebagi undang-undang maka perlu para pihak harus melaksanakan apa yang telah mereka sepakati dan wajib menaatinya.
d. Asas Itikad Baik
Asas itikad baik diatur dalam Pasal 1338 KUHPerdata yang menyatakan bahwa “..perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik”. Begitu pentingnya itikad baik tersebut sehingga dalam perundingan- perundingan atau perjanjian antara para pihak, kedua belah pihak akan berhadapan dalam suatu hubungan hukum khusus yang dikuasai oleh itikad baik dan hubungan khusus ini membawa akibat lebih lanjut bahwa kedua belah pihak harus bertindak dengan mengingat kepentingan-kepentingan yang wajar dari pihak lain.31
Disamping asas di atas, beberapa asas lain dalam standar perjanjian, antara lain:
a) Asas kepercayaan;
b) Asas persamaan hak;
c) Asas keseimbangan;
d) Xxxx moral;
e) Asas kepatutan;
f) Asas kebiasaan;
31 Xxxxx Xxxx, Hukum Kontrak Dan Perancangan Kontrak, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2010), h. 3.
g) Asas kepastian hukum.32
4. Jenis-Jenis Perjanjian
KUHPerdata mengklasifikasikan jenis-jenis perjanjian sebagai berikut:
a. Perjanjian Xxxxxx Xxxxx dan Perjanjian Sepihak. Perjanjian timbal balik adalah perjanjian yang membebani hak dan kewajiban kepada kedua belah pihak, sedangkan perjanjian sepihak adalah perjanjian yang memberikan kewajiban kepada satu pihak dan kepada pihak lainnya.
b. Perjanjian Percuma dan Perjanjian dengan Xxxx Xxx Membebani.
Perjanjian percuma adalah perjanjian yang hanya memberikan keuntungan kepada satu pihak saja, sedangkan perjanjian dengan alas hak yang membebani adalah perjanjian dimana terhadap prestasi dari pihak yang satu selalu terdapat kontra prestasi dari pihak lainnya, sedangkan kedua prestasi tersebut ada hubungannya menurut hukum.
x. Xxxxxxxxan Bernama dan tidak Bernama. Perjanjian bernama adalah perjanjian yang mempunyai nama sendiri yang terbatas, misalnya jual beli dan sewa menyewa, sedangkan perjanjian tidak bernama adalah perjanjian yang tidak mempunyai nama tertentu dan jumlahnya tidak terbatas.
d. Perjanjian Kebendaan dan Perjanjian Obligatoir. Perjanjian kebendaan adalah perjanjian untuk memindahkan hak milik dalam
32 Xxxxx X. Xxxxx, Esensi Hukum Bisnis Indonesia, (Jakarta: Prenada Media, 2004),
h.14.
perjanjian jual beli. Perjanjian kebendaan ini sebagai pelaksanaan dari perjanjian obligatoir. Perjanjian obligatoir sendiri adalah perjanjian yang menimbulkan perikatan, artinya sejak timbulnya hak dan kewajiban para pihak.
e. Perjanjian Konsensual dan Xxxxxxxxan Real. Perjanjian konsensual adalah perjanjian yang timbul karena ada perjanjian kehendak antara pihak-pihak, sedangkan perjanjian real adalah perjanjian disamping ada perjanjian kehendak juga sekaligus harus ada penyerahan nyata atas barang yang diperjanjikan.
5. Berakhirnya Perjanjian
Suatu perjanjian atau akad dapat berakhir karena:
a. Berakhirnya masa berlaku akad;
b. Dibatalkan oleh pihak-pihak yang berakad, maksudnya akad tersebut disepakati untuk tidak dilanjutkan pelaksanaannya;
x. Xxxxx satu pihak yang berakad meninggal dunia.33
Dalam KUHPerdata, berakhirnya perjanjian tidak diatur secara tegas melainkan hanya menyebutkan mengenai hapusnya perikatan pada pasal 1381 KUHPerdata. Walaupun demikian, ketentuan-ketentuan tentang hapusnya perikatan tersebut juga merupakan ketentuan tentang hapusnya perjanjian karena pada umumnya perjanjian lahir karena adanya perikatan.
33 Xxxxxx Xxxxx Xxxxxxxxxxx, dkk, Kompilasi Hukum Perikatan, (Bandung: Citra Xxxxxx Xxxxx, 2001), h. 249.
Berdasarkan pasal 1381 KUHPerdata hapusnya perikatan karena sebagai berikut:
a. Pembayaran;
b. Penawaran pembayaran tunai diikuti oleh penyimpanan produk yang hendak dibayarkan itu di suatu tempat;
c. Pembayaran utang;
d. Kompensasi;
e. Percampuran utang;
f. Pembebasan utang;
g. Musnahnya barang yang terutang;
h. Kebatalan atau pembatalan;
i. Akibat berlakunya suatu syarat pembatalan;
x. Xxxxx waktu.34
B. Sewa Menyewa dalam Hukum Islam dan KUH Perdata
1. Pengertian Sewa Menyewa dan Dasar Hukumnya
Salah satu bentuk kegiatan manusia dalam lapangan muamalah ialah sewa menyewa yang dalam fiqh Islam disebut ijarah. Sewa menyewa menurut bahasa berarti ajara yang berarti al-‘iwad (ganti) oleh sebab itu at- sawab (pahala) dinamai ajru yang berarti upah atau imbalan. Dalam fiqh sering disebut al-kira yang berarti sewa menyewa. Xxxxxx Xx-Zuhaili
34 Ibid, h. 35.
menjelaskan sewa menyewa menurut bahasa yaitu ةعفنلما عيب yang berarti jual
beli manfaat.
Menurut Xxx- Xxxxxxxx, pengertian sewa menyewa sebagai berikut:
35مولعم ضوعب ةحابلااو لدبتلا ةلباق ةمولعمو ةدوصقم ةعفنم ىلع دقع
Artinya: Akad atas suatu manfaat yang maksud tertentu dan mubah, serta menerima pengganti atau kebolehan dengan pengganti tertentu.
Beberapa definisi sewa menyewa yang dikemukakan oleh para ulama antara lain:
a. Ulama Mazhab Hanafi mendefinisikan:
ض وعب عف انلما ىلع دقع
“Transaksi terhadap suatu manfaat dengan suatu imbalan”.36
b. Ulama Asy-Syafi‟iyah mendefinisikan:
مولعم ضوعب ةح اب لإا و ل ذبلل ةلب اق ةح ابم ةمولعم ةدوصقم ةعفنم ىلع دقع
“Transaksi terhadap manfaat yang dituju, tertentu bersifat bisa dimanfaatkan, dengan suatu imbalan tertentu”.
c. Ulama Malikiyah dan Hanbaliyah mendefinisikannya:
ضوعب ةمولعم ة دم ةح ابم ءيش عف انم كيلتم
35 Xxxxxxxx Xxx Xxxxxx Xxx Xxxxxxx xxx- Xxxxxxxx, Xxxxxxxx asy-Syarqawi, Xxx XX (Beirut: Dar al- Fikr, 1996), h. 82.
36 Xxxxx Xxxxxxx, Xxxx Xxxxxxxx, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002), h.114.
“Pemilikan manfaat sesuatu yang dibolehkan dalam waktu tertentu dengan suatu imbalan”.
Menurut fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 09/DSN/MUI/IV/2000, sewa menyewa adalah akad pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang atau jasa dalam waktu tertentu melalui pembayaran sewa/upah, tanpa diikuti pemindahan kepemilikan barang itu sendiri, dengan demikian akad sewa menyewa tidak ada perubahan kepemilikan, tetapi hanya pemindahan hak guna saja dari yang menyewakan kepada penyewa.37
Pengertian sewa menyewa dalam KUHPerdata adalah perjanjian, dimana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk memberikan kepada pihak lainnya kenikmatan dari suatu barang selama suatu waktu tertentu dan dengan pembayaran sesuatu harga, yang oleh pihak tersebut belakangan itu disanggupi pembayarannya38
Berdasarkan defenisi diatas, dalam perjanjian sewa menyewa, terdapat 2 (dua) pihak yaitu pihak yang menyewakan dan pihak yang menyewa. Pihak yang menyewakan mempunyai kewajiban menyerahkan barangnya untuk dinikmati oleh pihak penyewa, sedangkan pihak penyewa mempunyai kewajiban untuk membayar harga sewa. Barang yang di
h, 70.
37 Xxxxxxxx Xxxxxx, Xxxxx Xxxxxxxx Xxxxxx, (Semarang: Karya Abadi Jaya, 2015),
38R. Subekti, dan R. Xxxxxxxxxxxxx, Kitab Undang-undang Hukum Perdata, (Jakarta:
Xxxxxxx Xxxxxxxx, 1995), Cet. ke-27,h. 381.
serahkan dalam sewa menyewa tidak untuk dimiliki seperti halnya dalam perjanjian jual beli, tetapi hanya untuk dinikmati kegunaannya.
Jumhur ulama berpendapat bahwa sewa menyewa disyariatkan berdasarkan Al-Quran dan As-Sunah.
Dalil ayat Al-Quran surah Al-Baqarah ayat 223:
🕿✁🗹❑🡬🡺⮲⮷⬃➌♦🖐⬄⭘◼🖎
♌❒🕮
⬀🕱🙜✍➉◆➏❒🕮
⬃♌🙔✆◆❒
⬀📭🡭🗏⬂🄌◼🖬♦🡮
⮹⮹👓◆☪🡬♉
•⌧🞟🢬
⬀📭🡭📬⮹➈🕔🞟🖲⬃❒❒🕮
☹🡭🡻⬂🄌🞟✍✁◆🡭
🖉👓🞎🖏
🕱🡸☞⇳☺🟑🖬⮹🙣
✁🞟➊🙔✆
🟁🖉👓✁
🕿✁❑🡪✆🞎✍👓✁◆❒
⮲👓❒🡩➍⬃🡺🞐☼🢬✈👓👓🙔📭
👓🞏ÿ🙗🗏
🟁🖉👓✁
🞎♌❒🕮
🕿✁🗹❑🡨☺◼🖬⇳🡬👓✁◆❒
39 ⮘➌➋⮲🕚♦📭
♦♌❑🡺🖬◆😐⬃🡺🞟✍
Artinya: Maka tidak ada dosa atas keduanya. dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain. Maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut, bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan.
Hadis Riwayat Xxxxxxx Xxxxxx:
لا لقف قرولاو بهذلاب ضرلأا ءرك نع جي دخ نب عف ار تلأس لاق ىراصنلا سيق نب ةلضنح نع
ادلجلاابقأو تانايذالما ىلع ملسو هيلع الله ىلص بىنلا لبق دهع ىلع نورجاؤي سانلا ناك انما هب سأب
39 Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahannya, h. 35.
مولعم ئش امأف .هنعرجز كلذلف اذه لاإ ءارك سانلل نكي ملف اذه كلهيف عرزلا نم ءايشأو لو
40.هب سأب لاف نومضم
Artinya: diriwayatkan dari Handola bin Xxxx Xx Xxxxxxx xxxxxxx aku mendengar dari Xxxx’ xxx Xxxxxxx tentang sewa menyewa tanah dengan emas dan perak maka dia berkata tidak apa-apa dahulu para manusia saling menyewakan tanah pada masa sebelum Xxxxxxxx xxxxxxxxxxx ‘alaihi wa sallam dengan hasil tanah pada bagian yang dekat dengan air dan bendungan, dan dengan bagian yang tertentu dari hasil tanam, sehingga bagian disini binasa dan bagian lain selamat. Dan manusia tidak melakukan sewa menyewa kecuali dengan hal tersebut karena itulah hal ini dilarang, adapun sewa menyewa dengan sesuatu yang jelas diketahui, maka tidak apa-apa.
2. Rukun, Syarat dan Macam-macam Sewa Menyewa
Sewa menyewa memiliki persamaan dengan jual beli, di dalamnya juga terkandung makna pertukaran harta dengan harta. Oleh sebab itu dengan rukun dan syaratnya, sewa menyewa juga memiliki rukun dan syaratnya yang berdekatan dengan jual beli. Jumhur ulama lebih memandang rukun sebagai unsur-unsur yang membentuk sebuah perbuatan.
Xxxxx sewa menyewa menurut mayoritas ulama terdiri:
a. ‘Aqidain (mu’jir dan musta’jir);
b. Sighat (ijab dan qabul);
c. Upah dan manfaat barang.41
Dan adapun syarat-syarat sewa menyewa terdiri dari 4 (empat) macam sebagaimana syarat jual beli yaitu:
a. Syarat terjadinya akad (syarth al-in’iqad);
40 Xxxxxxxx Xxxxxxxxxx Xx XxXxxx, Ringkasan Xxxxxx Xxxxxxx, h. 142.
41 Xxxxxxx Xxxxx’i, Fiqh Muamalah, (Bandung; Pustaka Setia, 2001), h. 125.
x. Xxxlangsungnya akad (syarth an-nafadz);
c. Syarat syahnya akad;
d. Dan syarat lazim.
Pembagian sewa menyewa biasanya dilakukan dengan cara memperhatikan objek sewa menyewa tersebut. Ditinjau dari segi objeknya, sewa menyewa ada 2 (dua) jenis yaitu sewa menyewa atas manfaat dan sewa menyewa atas pekerjaan.
a. Sewa Menyewa Atas Menfaat
Sewa menyewa atas manfaat, yaitu sewa menyewa yang objek akadnya adalah manfaat. Barang yang boleh disewakan adalah barang- barang mubah seperti sawah untuk ditanami, mobil untuk dikendarai, rumah untuk ditempati, wadah dan bejana untuk dipergunakan. Barang yang berada ditangan penyewa dibolehkan untuk dimanfaatkan sesuai kemauannya sendiri. Apabila terjadi kerusakan pada benda yang disewa, maka yang bertanggung jawab adalah pemilik barang (mu’jir) dengan syarat kerusakan tersebut bukan akibat dari kelalaian penyewa (musta’jir) maka yang bertanggung jawab atas kerusakan adalah penyewa itu sendiri.
b. Sewa Menyewa Atas Pekerjaan
Sewa menyewa atas pekerjaan yaitu sewa menyewa yang objek akadnya adalah pekerjaan, misalnya ongkos kendaraan umum dan upah proyek pembangunan. Pada dasarnya pemberian upah harus diberikan seketika itu juga, sebagai mana jual beli yang pembayarannya waktu itu juga tetapi sewaktu perjanjian boleh diadakan dengan mendahulukan upah atau
mengakhirkan. Jadi pembayarannya sesuai dengan perjanjiannya, tetapi jika adanya perjanjian harus segera diberikan jika pekerjaan sudah selesai.42
3. Hak dan Kewajiban para Pihak
Yang menjadi hak dan kewajiban dari para pihak yaitu pihak yang menyewakan dan pihak yang menyewa, menurut KUHPerdata adalah:
a. Hak dan Kewajiban Pihak Yang Menyewakan
Adapun yang menjadi hak dari pihak yang menyewakan adalah menerima harga sewa yang telah ditentukan, sedangkan yang menjadi kewajiban bagi pihak yang mnyewakan dalam perjanjian sewa menyewa tersebut, yaitu:
1. Menyerahkan barang yang disewakan kepada si penyewa (Pasal 1550 ayat (1) KUHPerdata);
2. Memelihara barang yang disewakan sedemikian rupa, sehingga dapat dipakai untuk keperluan yang dimaksudkan (Pasal 1550 ayat (2) KUHPerdata);
3. Memberikan hak kepada penyewa untuk menikmati barang yang disewakan (Pasal 1550 ayat (3) KUHPerdata);
4. Melakukan pembetulan pada waktu yang sama (Pasal 1551 KUHPerdata);
5. Menanggung cacat dari barang yang disewakan (Pasal 1552 KUHPerdata);
42 Xxxxxx Xx-Zuhaili, Fiqh Islam Wa Adillatuhu, xxxx. Xxxxx Xxxxxx dkk., (Depok: Dar al-Fikr, 2011), h. 412.
b. Hak dan Kewajiban Pihak Penyewa
Adapun yang menjadi hak bagi pihak penyewa adalah menerima barang yang disewakan dalam keadaan baik, sedangkan yang menjadi kewajiban para pihak penyewa dalam perjanjian sewa menyewa tersebut, yaitu:
1. Memakai barang sewa sebagaimana barang tersebut seakan-akan kepunyaan sendiri;
2. Membayar harga sewa pada waktu yang telah ditentukan (Pasal 1560 KUHPerdata).43
Dari ketentuan diatas cukuplah jelas bahwa kedua belah pihak tersebut memiliki hak dan kewajiban yang harus dipenuhi sesuai dengan perjanjian yang telah mereka sepakati.
4. Resiko dalam Sewa Menyewa
Menurut pasal 1553 KUHPerdata, dalam sewa menyewa resiko mengenai barang yang dipersewakan dipikul oleh sipemilik barang, yaitu pihak yang menyewakan. Namun menurut Subekti, risiko adalah kewajiban untuk memikul kerugian yang disebabkan oleh suatu peristiwa yang terjadi diluar kesalahan salah satu pihak, yang menimpa barang yang menjadi obyek perjanjian. Pembebanan resiko terhadap obyek sewa didasarkan terjadinya suatu peristiwa diluar dari keselahan para pihak yang menyebabkan musnahnya barang atau obyek sewa.
43 Xxxxx X.X., Perkembangan Hukum Kontrak Innominat di Indonesia, Cet. Ke- 5, (Jakarta: Sinar Grafika, 2010), h. 61.
Musnahnya barang yang menjadi obyek perjanjian sewa menyewa dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu:
a. Musnah secara total (seluruhnya). Jika barang yang menjadi obyek perjanjian sewa menyewa musnah yang diakibatkan oleh peristiwa di luar kesalahan para pihak maka perjanjian tersebut gugur demi hukum.
b. Musnah sebagian barang yang menjadi obyek perjanjian sewa menyewa disebut musnah sebagian apabila barang tersebut masih dapat digunakan dan dinikmati kegunaannya walaupun bagian dari barang tersebut telah musnah. Jika obyek perjanjian sewa menyewa musnah sebagian maka penyewa mempunyai pilihan, yaitu:
1) Meneruskan perjanjian sewa menyewa dengan meminta pengurangan harga sewa;
2) Meminta pembatalan perjanjian sewa menyewa.
5. Berakhirnya Sewa Menyewa
Sewa menyewa merupakan suatu akad yang lazim, yaitu suatu akad yang tidak boleh ada pembatalan pada salah satu pihak, baik orang yang menyewakan barang ataupun penyewa, kecuali ada sesuatu hal yang menyebabkan sewa menyewa itu batal yaitu:
a. Menurut Xxxxx Xxxxxxxxx berakhirnya dengan meninggalkan salah seorang dari dua orang yang berakad sewa menyewa hanya hak
manfaat, maka hak ini tidak dapat diwariskan, berlaku untuk benda yang dimiliki. Sedangkan Xxxxxx Xxxxx berpendapat bahwa sewa menyewa tidak batal karena kematian salah satu pihak yang berakad. Sifat akad sewa menyewa adalah sifat lazim (mengikut para pihak) seperti halnya dengan jual beli. Sewa menyewa merupakan milk al- manfaah (kepemilikan manfaat) maka dapat diwariskan;
b. Pembatalan akad sewa menyewa adalah iqalah, yaitu mengakhiri suatu akad kesepakatan kedua belah pihak, diantara penyebabnya adalah aib pada benda yang disewakan yang menyebabkan hilang atau berkurangnya benda pada manfaatnya itu sendiri;
c. Sesuatu yang disewakan hancur, rusak atau mati, misalnya hewan sewaan mati, rumah sewaan hancur. Jika barang yang disewakan kepada penyewa musnah pada masa sewa, perjanjian sewa menyewa itu gugur demi hukum dan yang menanggung resiko adalah pihak yang menyewakan;
d. Waktu perjanjian akad sewa menyewa telah habis. Kecuali ada udzur atau halangan. Apabila telah berakhir waktunya maka penyewa wajib mengembalikan barang sewaan pada waktunya dengan utuh seperti semula. Bila barang sewaan seperti tanah sawah pertanian yang ditanami dengan tanaman padi, maka boleh dtangguhkan padinya bisa dipetik dengan pembayaran yang sebanding dengan tenggang waktu
yang diberikan. Dalam hal ini sewa menyewa belum dianggap selesai.44
BAB III
PERJANJIAN SEWA MENYEWA RUMAH SUSUN DI RUSUNAWA KAYU PUTIH MEDAN DELI
X. Xxxxxxan Umum Rusunawa Kayu Putih Medan Deli
1. Kondisi Umum
Rusunawa ini berlokasi di Kecamatan Medan Deli, Jalan Kayu Putih. Rusunawa Kayu Putih memiliki memiliki 4 blok yaitu blok A, blok B, blok C, dan blok D. Blok B adalah blok yang berada di bagian depan dan ruangan Pengelola berada di laintai I sebagai tempat untuk mengurus keperluan pembayaran sewa, pemakaian listrik, dan iuran-iuran lain yang harus dibayar oleh penghuni. Ruang yang digunakan bersama oleh penghuni Rusunawa adalah mushola, aula, dan taman bermain.
2. Keadaan Geografis
a. Letak Geografis
Rusunawa Kayu Putih mempunyai batas-batas yaitu: Sebelah Utara : Jalan Kayu Putih
Sebelah Selatan : Permukiman Penduduk
44 Xxxxxx Xxxxx Xxxxxxx, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Bumi Aksara, 2013), h. 338.
Sebelah Barat : Rel Kereta Api Sebelah Timur : Gudang Cargo Medan
b. Luas Wilayah
Adapun luas wilayah Rusunawa Kayu Putih adalah 22.000 m2.
3. Keadaan Demografi
a. Laju Pertumbuhan dan Kepadatan Penduduk
Jumlah penduduk berdasarkan profil Rusunawa Kayu Putih sebesar 1960 jiwa yang terdiri dari 1044 jiwa laki-laki dan perempuan 916 jiwa.
b. Jumlah Penduduk
1) Menurut Jenis Kelamin
Tabel I. Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin
No | Blok Rusunawa | Laki-Laki | Perempuan |
1 | Blok A | 284 | 206 |
2 | Blok B | 299 | 191 |
3 | Blok C | 271 | 219 |
4 | Blok D | 255 | 235 |
Jumlah | 1109 | 851 |
2) Menurut Tingkat Pendidikan
Pendidikan adalah salah satu instrumen penting untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas sumber daya manusia. Begitu juga bagi penghuni Di Rusunawa Kayu Putih berhak mendapatkan pendidikan sesuai dengan pasal 31 ayat 1 UUD 1945 yang menyatakan bahwa “tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran”. Ini berarti bahwa setiap warga berhak mendapatkan pengajaran dan juga merupakan kewajiban sesuai dengan bunyi pembukaan UUD 1945 yang menyatakan bahwa negara ini didirikan untuk mewujudkan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa.
Tabel II. Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan
No | Tingkat Pendidikan | Laki-Laki | Perempuan |
1 | Tidak Tamat SD | - | - |
2 | Tamat SD | 102 | 115 |
3 | Tamat SMP | 253 | 103 |
4 | Tamat SMA | 1402 | 677 |
5 | Tamat Akademi/PT | - | 1 |
3) Menurut Pekerjaan
Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari penghuni Rusunawa Kayu Putih melakukan berbagai macam usaha yang mereka lakukan. Mata pencarian penghuni Rusunawa Kayu Putih rata-rata sebagai buruh, pedagang
dan nelayan. Sedangkan perbandingan berdasarkan pekerjaan penghuni Rusunawa Kayu Putih dapat di lihat pada tabel di bawah ini.
Tabel III. Jumlah Penduduk Berdasarkan Pekerjaan
No | Blok Rusunawa | Nelayan | Buruh | Pedagang | PNS |
1 | Blok A | 8 | 72 | 24 | - |
2 | Blok B | 17 | 64 | 15 | - |
3 | Blok C | 12 | 48 | 21 | - |
4 | Blok D | 10 | 41 | 11 | - |
Jumlah | 47 | 225 | 71 | - |
4) Menurut Agama
Agama merupakan kebutuhan fitrah yang sangat penting bagi manusia, dengan agama manusia dapat merasakan nikmatnya kehidupan dan kebahagiaan di dunia dan akhirat. Manusia tidak bisa terlepas dari agama karena agama merupakan suatu keyakinan yang melekat pada diri seseorang. Adanya agama pada diri seseorang akan membawanya kepada hidup yag lebih baik.
Di Rusunawa Kayu Putih mengenai tentang agama yang dianut oleh penghuni adalah mayoritas muslim. Sementara untuk agama lain seperti agama Kristen dan Budha lebih sedikit dari agama Islam.
Tabel IV. Jumlah Penduduk Berdasarkan Agama
No | Blok | Islam | Xxxxxxx | Xxxxx | Budha |
1 | Blok A | 489 | - | - | 1 |
2 | Blok B | 483 | 4 | - | 3 |
3 | Blok C | 490 | - | - | - |
4 | Blok D | 488 | 2 | - | - |
Jumlah | 1950 | 6 | - | 4 |
4. Struktur Pengelola Rusunawa
Rusunawa Kayu Putih dikelola oleh unit pelaksana teknis atau UPT. Badan pengelola sudah defenitif dibawah UPTD PU, tetapi hanya kepala badan pengelola (kepala UPT) yang PNS, sedangkan pengelola yang lain adalah pegawai honorer. Kepala UPT memiliki wewenang untuk memilih pengelola Rusunawa. Berikut adalah struktur UPT Rusunawa Kayu Putih berdasarkan hasil wawancara penulis bersama pengelola pada bulan Mei tahun 2018:45
BENDAHARA
FIRA
MEKANIK
PUTRA
SEKRETARIS
GIAN
PETUGAS KEBERSIHAN
UPT. RUSUNAWA KAYU PUTIH
Xxxxx Xxxxxx Xxxx, ST
BLOK D
XXX XXXX
XXXX C
XXXX XXXX
XXXX A
XXXXX XXXXX
BLOK B
XXXXXX XXXX
45 Wawan
ribadi dengan Ba
n sebagai Pengelol
unawa Kayu Putih
cara P pak Gia
tanggal 19 Mei 2018
a Rus ,
Rata-rata para pengelola tinggal di Rusunawa, misalnya seperti pengurus Rusunawa dan petugas kebersihan Rusunawa. Rusunawa memiliki kantor pengelola di lantai dasar dan kantor pusat pengelola berada di blok B. Fungsi utama kantor ini adalah sebagai tempat administrasi, juga tempat penghuni membayar iuran sewa, listrik dan air.
5. Prosedur Penghunian
Prosedur dalam sewa menyewa rusunawa Kayu Putih sebagai berikut:
a. Mengajukan permohonan tertulis kepada Pemerintah Daerah melalui Unit Pelaksana Teknis sesuai formulir yang ditentukan
b. Fotocopy Surat Nikah
c. Pas foto ukuran 4 x 6 sebanyak 2 lembar
d. Kartu Keluarga
e. Surat Keterangan Bekerja dari Pimpinan Perusahaan atau Surat Pernyataan berpenghasilan yang diketahui Lurah setempat.
f. Surat Keterangan belum memiliki rumah yang dikeluarkan oleh Lurah setempat.
g. Memenuhi panggilan wawancara dengan Unit Pelaksana Teknis.
x. Xxxxisi Surat Perjanjian Sewa sesuai formulir perjanjian sewa yang telah ditentukan.
i. Menyatakan sanggup memenuhi tata tertib/ketentuan penghunian serta sanksi yang diberikan.
6. Hak dan Kewajiban Pengelola
Menurut surat perjanjian sewa menyewa di Rusunawa Kayu Putih, pengelola sebagai pihak pertama berhak dan berkewajiban:
a. Berkewajiban melakukan pemeriksaan dan perbaikan sesegera mungkin secara teratur terhadap saluran air hujan, saluran limbah tinja, saluran listrik, dinding luar dan penerangan jalan/tangga menuju ruangan penghuni, pipa plumbing dan pipa gas;
b. Berkewajiban menegur penghuni apabila membuat kerusuhan atau pengerusakan fasilitas rumah susun;
x. Xxxhak untuk melakukan sanksi-sanksi pelanggaran tata tertib rumah susun kepada penghuni;
d. Berhak melakukan pemungutan sewa rumah, biaya pemakaian listrik, iuran sampah atau pemakaian air/gas/telepon/pemeliharaan gedung/lingkungan/keamanan/denda serta iuran-iuran lain.
7. Hak dan Kewajiban Penghuni
Selama jangka waktu berlakunya perjanjian sewa menyewa ini berlangsung maka penghuni berhak dan berkewajiban:
a. Menempati satuan rumah susun sewa yang dimaksud untuk keperluan tempat tinggal;
b. Berkewajiban menjaga keamanan di lingkungan Rusunawa, menjaga kualitas lingkungan yang bersih hijau dan asri;
c. Berhak untuk menggunakan fasilitas umum di lingkungan Rusunawa;
d. Berkewajiban membayar sewa dan segala iuran yang ditetapkan;
e. Membayar sewa rumah, biaya pemakaian listrik, iuran sampah atau pemakaian air/gas/telepon/pemeliharaan gedung/lingkungan/ keamanan/ denda serta iuran-iuran lain;
f. Membuang sampah setiap hari pada tempat yang disediakan;
g. Wajib melaporkan kepada pengelola apabila kedatangan tamu yang akan menginap di ruangan penghuni dalam waktu 1 x 24 jam.
8. Pembayaran Sewa
Pembayaran sewa hanya untuk biaya hunian Rusunawa, tidak termasuk biaya pemakaian listrik, air, dan biaya lainnya. Besaran harga sewa Rusunawa ini diperhitungkan untuk menutup biaya operasional dan pemeliharaan Rusunawa. Besarnya harga sewa Rusunawa tidak boleh melebihi 30% dari upah minimum regional kota Medan.
Berdasarkan perjanjian sewa menyewa diketahui bahwa besaran uang sewa rumah susun sederhana sewa (Rusunawa) Kayu Putih adalah: Lantai 1 : Rp 300.000 /Bulan;
Lantai 2 : Rp 230.000 /Bulan;
Lantai 3 : Rp 220.000 /Bulan;
Lantai 4 : Rp 210.000 /Bulan;
Lantai 5 : Rp 172.000 /Bulan.
Lantai I hanya terdiri dari 2 unit rumah susun saja dan diperuntukkan untuk lansia. Sebelum menghuni Rusunawa, penghuni wajib memberikan uang jaminan sebesar 3 (tiga) kali uang sewa perbulan, uang tersebut akan dikembalikan pada saat penghuni pindah dari Rusunawa Selain itu, warga yang telat membayar uang sewa rumah akan di denda Rp. 5000, termasuk juga untuk air dan listrik.
B. Pengaturan Rumah Susun Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011
1. Konsep Dasar Pengaturan Rumah Susun
Rumah susun dibentuk terlebih dahulu dasar hukumnya, yaitu dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun. Undang-Undang ini menggantikan Undang-Undang yang telah lalu, yaitu Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun dan Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 berupa Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1988 tentang Rumah Susun.
Hal ini berdasarkan ketentuan penutup pasal 118 huruf b undang- undang rumah susun, yang menyatakan bahwa semua peraturan perundang- undangan yang merupakan peraturan pelaksanaan dari undang-undang rumah susun yang lama dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak
bertentangan dengan atau belum diganti dengan peraturan pelaksanaan yang baru.46 Pasal inilah yang mendasari masih berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 4 tahun 1988 tentang Rumah Susun sebagai peraturan pelaksana Undang-Undang Rumah Susun.
Menurut X.X Xxxxxxxxxxan latar belakang diterbitkannya Undang- Undang Rumah Susun tersebut adalah untuk menjamin dan mengusahakan rakyat banyak agar dapat memiliki tempat tinggal dalam hal ini rumah susun, artinya disamping semakin sedikitnya tanah yang dapat digunakan untuk membangun rumah secara horizontal aspek ekonomi dalam arti kebutuhan akan adanya tempat tinggal/rumah untuk rakyat kebanyakan yang digunakan sebagai tempat hunian menjadi pertimbangan diterbitkannya undang-undang tersebut.47
2. Pengertian Rumah Susun
Rumah susun merupakan model perumahan yang baru di Indonesia. Zaman dahulu Indonesia mengenal tiga pola sistem pengadaan perumahan kota, antara lain:
a. Perumahan yang dibangun oleh pihak swasta, bermutu baik, mahal dan diperuntukkan penduduk yang berpenghasilan tinggi, utamanya untuk kalangan Eropa dan Timur Asing.
b. Perumahan yang pengadaannya untuk dipakai sendiri, baik pribadi maupun oleh badan usaha. Termasuk di dalamnya adalah
46 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun Pasal 118 huruf b.
47 Arie S Hutagalung, Tebaran Pemikiran Seputar Masalah Hukum Tanah, (Jakarta: Lembaga Pemberdayaan Hukum Indonesia, 2005), h. 282.
perumahan-perumahan pegawai negeri, karyawan swasta, dan lain-lain.
c. Perumahan kampung. Perumahan di kampung adalah perumahan masyarakat pribumi yang jumlahnya mencapai 2/3 (dua pertiga) rumah yang ada.48
Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun merumuskan bahwa rumah susun adalah bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional, baik dalam arah horizontal maupun vertikal dan merupakan satuan-satuan yang masing- masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, terutama untuk tempat hunian yang dilengkapi dengan bagian bersama, benda bersama dan tanah bersama.
Pengertian mengenai rumah susun tersebut dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 sama seperti yang disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun. Dengan demikian tidak ada perubahan mengenai pengertian tentang makna dari rumah susun itu baik yang dijelaskan dalam Undang-Undang Rumah Susun yang lama maupun yang baru.
Rumah susun di Indonesia, dibagi menjadi 3 (tiga) macam yaitu sebagai berikut:49
48 Xxxxxx Xxxxxx, Hukum Rumah Susun & Apartemen, (Jakarta: Sinar Grafika, 2012), h.
2.
a. Rumah susun sederhana (Rusun), yang pada umumnya dihuni oleh golongan yang kurang mampu. Biasanya dijual atau disewakan oleh Perumnas (BUMN);
b. Rumah susun menengah (Apartemen), biasanya dijual atau disewakan oleh perumnas/pengembang swasta kepada masyarakat konsumen menengah ke bawah;
c. Rumah susun mewah (Apartemen/condominium), selain dijual kepada masyarakat konsumen menengah ke atas juga kepada orang asing atau expatriate oleh pengembang swasta.
Semua pembangunan rumah susun/apartemen/condominium tersebut diatas termasuk flat, town house, baik untuk hunian maupun non hunian atau campuran keduanya, semuanya mengacu kepada Undang- Undang Rumah Susun sebagai dasar hukum pengaturannya. Hal ini disebabkan balam bahasa hukum semuanya disebut rumah susun.
3. Landasan dan Tujuan Pembangunan Rumah Susun
Dalam pembangunan rumah susun yang dilakukan oleh Pemerintah berlandaskan pada asas kesejahteraan umum, keadilan pemerataan, kenasionalan, keterjangkauan, kemudahan, keefisienan, kemanfaatan, kemandirian, kebersamaan, kemitraan, keserasian, keseimbangan,
49 X. Xxxxx Xxxx, Analisis Kepemilikan Hak Atas Tnah Satuan Rumah Susun di dalam Kerangka Hukum Benda, (Bandung: Nuansa Aulia, 2009), h. 71.
keterpaduan, kesehatan, kelestarian, berkelanjutan, keselamatan, kenyamanan, kemudahan, keamanan, ketertiban, dan keteraturan.50
Adapun asas-asas yang sangat berpengaruh dalam pembangunan rumah susun yaitu:
Asas kesejahteraan dipergunakan sebagai landasan pembangunan rumah susun dengan maksud untuk mewujudkan kesejahteraan lahir dan batin bagi seluruh rakyat Indonesia secara adil dan merata berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 melalui akan pemenuhan kebutuhan perumahan sebagai kebutuhan dasar bagi setiap warga Negara Indonesia.
Asas keadilan dan pemerataan memberikan landasan agar pembangunan rumah susun dapat dinikmati secara merata dan tiap-tiap warga negara dapat menikmati hasil-hasil pembangunan perumahan yang layak. Asas keserasian dan keseimbangan dalam perikehidupan mewajibkan adanya keserasian dan keseimbangan antara kepentingan-kepentingan dalam pemanfaatan rumah susun untuk mencegah timbulnya kesenjangan sosial.
Asas keselamatan, kenyamanan dan kemudahan memberikan landasan agar kemampuan bangunan rumah susun mendukung beban muatan, pengamanan bahaya kebakaran dan petir, persyaratan kenyamanan ruang, pengkondisian udara, kemudahan hubungan dari dalam bangunan dan
50 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun, Pasal 2.
kemudahan sarana/prasarana dan aksesibilitas bagi penyandang cacat dan lanjut usia.
Asas keamanan, ketertiban dan keteraturan memberikan landasan agar pengelolaan dan pemanfaatan rumah susun dapat menjamin bangunan, lingkungan dan penghuni dari segala gangguan dan ancaman keamanan, ketertiban dalam tempat tinggal dan kehidupan sosialnya serta keteraturan dalam pemenuhan ketentuan administratif.
Adapun tujuan pembangunan rumah susun untuk:
a. menjamin terwujudnya rumah susun yang layak huni dan terjangkau dalam lingkungan yang sehat, aman, harmonis, dan berkelanjutan serta menciptakan permukiman yang terpadu guna membangun ketahanan ekonomi, sosial, dan budaya;
b. meningkatkan efisiensi dan efektivitas pemanfaatan ruang dan tanah, serta menyediakan ruang terbuka hijau di kawasan perkotaan dalam menciptakan kawasan permukiman yang lengkap serta serasi dan seimbang dengan memperhatikan prinsip pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan;
c. mengurangi luasan dan mencegah timbulnya perumahan dan permukiman kumuh.51
Perumahan yang layak bagi rakyat adalah perumahan yang memenuhi syarat-syarat teknik, kesehatan, keamanan, keselamatan, dan norma-norma
51 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun, Pasal 3.
sosial budaya. Dalam hal peningkatan daya guna dan hasil guna tanah di daerah perkotaan harus sesuai dengan tata ruang kota dan tata daerah, serta tata guna tanah demi keserasian dan keseimbangan. Disamping itu pembangunan rumah susun untuk kepentingan bukan hunian harus mendukung berfungsinya pemukiman dan dapat memberikan kemudahan bagi kehidupan masyarakat.
4. Sasaran Penghunian Rumah Susun
Sasaran penghunian rumah susun adalah sebagai berikut:
a. Masyarakat yang terkena langsung proyek peremajaan dan pembangunan;
b. Masyarakat sekitar yang berada dalam lingkup kumuh yang segera akan dibebaskan;
c. Target ditujukan pada masyarakat berpenghasilan rendah antara Rp 600.000,- sampai dengan Rp 1.500.000,-.
5. Pengelolaan Rumah Susun
Satuan rumah susun yang merupakan milik perseorangan dikelola sendiri oleh pemiliknya, sedangkan yang merupakan hak bersama harus digunakan dan dikelola secara bersama karena menyangkut kepentingan dan kehidupan orang banyak. Penggunaan dan pengelolaannya harus dilakukan dan diatur oleh suatu perhimpunan penghuni yang diberi wewenang dan tanggung jawab untuk hal ini. Oleh karena itu penghuni rumah susun wajib membentuk perhimpunan penghuni rumah susun yang mempunyai tugas
dan wewenang mengelola dan memelihara rumah susun beserta lingkungannya, dan menetapkan peraturan-peraturan mengenai tata tertib penghunian.
Perhimpunan penghuni oleh undang-undang diberi kedudukan sebagai badan hukum dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga sehingga dapat bertindak kedalam dan keluar atas nama pemilik dan dengan wewenang yang dimilikinya dapat mewujudkan ketertiban dan ketentraman dalam lingkungan rumah susun. Perhimpunan penghuni dapat membentuk atau menunjuk badan pengelola yang bertugas untuk menyelenggarakan pengelolaan yang meliputi pengawasan terhadap penggunaan bagian bersama, benda bersama, tanah bersama, dan pemeliharaan serta perbaikannya. Dana yang dipergunakan untuk membiayai pengelolaan dan pemeliharaan rumah susun diperoleh dari pemungutan iuran dari para penghuni rumah susun.
C. Perjanjian Sewa Menyewa Rumah Susun Di Rusunawa Kayu Putih Medan Deli
Manusia merupakan makhluk Allah SWT yang telah banyak dianugerahi berbagai macam kelebihan yang tidak dimiliki oleh makhluk Allah lainnya. Dalam menjalani hidupnya di dunia ini manusia senantiasa bermasyarakat dan melakukan berbagai aktifitas dengan orang lain. Sebab
manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya tidak bisa dengan sendirinya tanpa bantuan orang lain. Dengan demikian, manusia pasti membutuhkan orang lain dalam memenuhi apa yang ia butuhkan dan inginkan dalam kehidupannya.
Salah satunya aktifitas yang sering dilakukan manusia dalam memenuhi kebutuhannya adalah transaksi sewa menyewa. Transaksi sewa menyewa merupakan salah satu kegiatan bentuk muamalah yang banyak dilakukan manusia untuk kebutuhan hidupnya.52 Sebagaimana dijelaskan pada bab sebelumnya bahwa sewa menyewa dalam Islam diperbolehkan dengan catatan bahwa pelaksanaan akad sewa menyewa tersebut harus tetap mengacu pada kaidah atau norma-norma hukum Islam.
Sewa menyewa rumah susun pada saat sekarang ini sangatlah penting, karena tidak semua orang memiliki rumah untuk tempat tinggal bersama keluarga, sehingga seseorang perlu menyewa rumah kepada pihak yang menyewakan. Rumah susun adalah bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional, baik dalam arah horizontal maupun vertikal dan merupakan satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, terutama untuk tempat hunian yang dilengkapi dengan bagian bersama, benda bersama dan tanah bersama.
Sewa-menyewa rumah susun di Rusunawa Kayu Putih dilakukan dengan sistem kontrak/jangka waktu yang ditentukan selama penyewa
52 Xxxxxx Xxxxx’i, Fiqh Muamlah, (Bandung: Pustaka Setia, 2004), h.124.
masih ingin menempatinya dan masih sesuai dengan akad sewa menyewa pada awalnya dan uang sewa dibayar perbulan, namun ada juga penyewa yang membayar pertahun dan telah ditetapkan tanggal pembayarannya sesuai dengan kesepakatan antara keduanya. Dalam pelaksanaan sewa menyewa rumah susun dengan sistem kontrak, terdapat perjanjian secara tertulis sesuai dengan surat perjanjian sewa menyewa yang diberikan kepada calon penghuni.
Adapun penelitian ini dilakukan terhadap beberapa responden yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah sebanyak 14 (empat belas) orang, yakni 2 (dua) orang dari pengelola Rusunawa, dan 12 (dua belas) orang dari penghuni Rusunawa, yang setiap blok nya penulis meneliti masing-masing 3 (tiga) orang.
Adapun nama ke-14 (empat belas) responden yang penulis maksud adalah Xxxxx Xxxxxx (Pengelola), Bapak Gian (Pengelola), Ibu Mega, Xxx Xxxxxx Xxxxxxxx, Xxx Xxxxxxx, Ibu Winda, Ibu Xxxxxxx, Ibu Kholilah, Ibu Sri, Xxxxx Xxxxx, Xxxxx Xxxxxxx, Xxxxx Xxxxx, Xxxxx Xxxxxxx, dan Xxxxx Xxx Xxxxxxx.
Adapun 2 (dua) responden merupakan pengelola Rusunawa dan dua belas responden lainnya merupakan penghuni Rusunawa Kayu Putih Medan Deli. Kedua belas penghuni diatas menyatakan bahwa satuan rumah susun yang disewanya terdapat kerusakan dan dinyatakan dengan tidak layak huni. Penulis melakukan wawancara dengan Pengelola Rusunawa yaitu
Xxxxx Xxxxxx dan Bapak Xxxx. Menurut Xxxxx Xxxxxx, Rusunawa Kayu Putih
Medan Deli merupakan bangunan baru sehingga sarana dan prasarananya masih baik dan bagus.53 Sementara Bapak Xxxx, mengungkapkan bahwa kerusakan-kerusakan besar yang terdapat pada rumah susun menjadi tanggung jawab Rusunawa dan kerusakan-kerusakan kecil yang terjadi pada penghuni itu menjadi tanggung jawab penghuni.54
Penulis melakukan wawancara dengan Ibu Mega (30 tahun) penghuni Rusunawa blok A, telah membuat perjanjian sewa menyewa selama 6 (enam) bulan dan menyatakan bahwa rumah yang disewanya terdapat keretakan pada dinding dan ia mengetahuinya setelah terjadi perjanjian.55
Wawancara selanjutnya dengan Xxx Xxxxxx Xxxxxxxx (28 tahun) penghuni Rusunawa Blok A, telah membuat perjanjian sewa menyewa selama 1 (satu) tahun dan menyatakan bahwa ada kerusakan pada pintu dapur setelah terjadinya perjanjian sewa menyewa. Beliau meminta diperbaiki tetapi pihak Rusunawa tidak menyetujuinya dikarenakan sudah terjadi perjanjian dan menjadi tanggung jawab si penghuni.56
Selanjutnya penulis mewawancarai Xxx Xxxxxxx (40 tahun) penghuni Rusunawa Blok A, telah membuat perjanjian sewa menyewa selama 1 (satu) tahun dan menyatakan bahwa kejadian hal yang sama dengan Ibu Mega yang
53 Xxxxx Xxxxxx sebagai Pengelola Rusunawa Kayu Putih Medan Deli, Wawancara Tanggal 10 Mei 2018.
54 Bapak Xxxx sebagai Pengelola Rusunawa Kayu Putih Medan Deli, Wawancara Tanggal 10 Mei 2018.
55 Ibu Mega, Penghuni Rusunawa Kayu Putih Medan Deli, Wawancara Tanggal 12 Mei 2018.
56 Xxx Xxxxxx Xxxxxxxx, Penghuni Rusunawa Kayu Putih Medan Deli, Wawancara Tanggal 15 Mei 2018.
sama-sama menghuni di blok A bahwa terdapat keretakan pada dinding rumah yang disewanya.57
Selanjutnya wawancara dengan Ibu Xxxxx (27 tahun) penghuni Rusunawa Blok B, telah membuat perjanjian sewa menyewa selama 6 (enam) bulan dan menyatakan bahwa kaca jendela rumahnya pecah tetapi belum diperbaiki oleh pihak Pengelola.58
Selanjutnya penulis mewawancarai Ibu Xxxxxxx (42 tahun) penghuni Rusunawa Blok B, telah membuat perjanjian sewa menyewa selama 6 (enam) bulan yang menyatakan bahwa lantai rumah yang disewanya terdapat retak- retak dan ingin diperbaiki tetapi sampai sekarang belum juga diperbaiki oleh pihak Xxxxxxxx.59
Selanjutnya penulis mewawancarai Ibu Kholilah (46 tahun) penghuni Rusunawa Blok B, telah membuat perjanjian sewa menyewa selama 1 (satu) tahun yang menyatakan bahwa di blok ini masih terkesan kumuh karena sampah berserakan dimana-mana padahal mereka setiap bulannya sudah membayar uang kebersihan tetapi dalam penerapannya masih banyak sampah sehingga yang mengganggu aktivitas penghuni.60
57 Xxx Xxxxxxx, Penghuni Rusunawa Kayu Putih Medan Deli, Wawancara Tanggal 15 Mei 2018.
58 Ibu Xxxxx, Penghuni Rusunawa Kayu Putih Medan Deli, Wawancara Tanggal 24 Mei 2018.
59 Ibu Xxxxxxx, Penghuni Rusunawa Kayu Putih Medan Deli, Wawancara Tanggal 24 Mei 2018.
60 Ibu Kholilah, Penghuni Rusunawa Kayu Putih Medan Deli, Wawancara Tanggal 28 Mei 2018.
Wawancara selanjutnya dengan Ibu Xxx (38 tahun) penghuni Rusunawa Blok C, telah membuat perjanjian sewa menyewa selama 6 (enam) bulan yang menyatakan bahwa aliran air nya kecil sehingga untuk menampung satu ember saja sangat sulit.61
Selanjutnya dengan Xxxxx Xxxxx (48 tahun) penghuni Rusunawa Blok C, telah membuat perjanjian sewa menyewa selama 6 (enam) bulan yang menyatakan bahwa lantai rumah yang disewanya terdapat keretakan dan Xxxxx Xxxxx xxxxxxxxx akan mengadukan hal ini kepada Pengelola Rusunawa.62
Selanjutnya penulis mewawancarai Xxxxx Xxxxxxx (50 tahun) penghuni Rusunawa Blok C, telah membuat perjanjian sewa menyewa selama 1 (satu) tahun yang menyatakan bahwa pelapon rumah yang disewanya bocor sehingga pada saat hujan rumah akan kemasukan air.63
Wawancara selanjutnya dengan Xxxxx Xxxxx (48 tahun) penghuni Rusunawa Blok D, telah membuat perjanjian sewa menyewa selama 1 (satu) tahun yang menyatakan hal yang sama dialami dengan Xxxxx Xxxxxxx yang berada di blok C bahwa pelapon nya juga terdapat kebocoran di ruangan tamu.64
2018.
Juli 018.
61 Ibu Sri, Penghuni Rusunawa Kayu Putih Medan Deli, Wawancara Tanggal 30 Mei
62 Xxxxx Xxxxx, Penghuni Rusunawa Kayu Putih Medan Deli, Wawancara Tanggal 02
63 Xxxxx Xxxxxxx, Penghuni Rusunawa Kayu Putih Medan Deli, Wawancara Tanggal 05 Juli 2018.
64 Bapak Xxxxx, Penghuni Rusunawa Kayu Putih Medan Deli, Wawancara Tanggal 06 Juli 2018.
Selanjutnya dengan Xxxxx Xxxxxxx (52 tahun) penghuni Rusunawa Blok D, telah membuat perjanjian sewa menyewa selama 1 (satu) tahun yang menyatakan bahwa ia kesulitan mendapatkan air bersih karena tersumbat di saluran airnya sehingga Xxxxx Xxxxxxx melaporkan hal tersebut kepada pengelola Rusunawa.65
Wawancara dengan penghuni terakhir yaitu Xxxxx Xxx Xxxxxxx (49 tahun) penghuni Rusunawa Blok D, telah membuat perjanjian sewa menyewa selama 6 (enam) bulan yang menyatakan bahwa terdapat keretakan pada dinding rumah yang disewanya.66
BAB IV
65 Xxxxx Xxxxxxx, Penghuni Rusunawa Kayu Putih Medan Deli, Wawancara Tanggal 07 Juli 2018.
66 Xxxxx Xxx Xxxxxxx, Penghuni Rusunawa Kayu Putih Medan Deli, Wawancara Tanggal 10 Juli 2018.
PENERAPAN PERJANJIAN SEWA MENYEWA RUMAH SUSUN YANG TIDAK LAYAK HUNI MENURUT MAZHAB SYAFI’I DI RUSUNAWA KAYU PUTIH MEDAN DELI
D. Perjanjian Sewa Menyewa Rumah Susun Yang Tidak Layak Huni Di Rusunawa Kayu Putih Medan Deli
Indonesia sebagai negara hukum harus memperhatikan dasar pembentukan hukum berupa Undang-Undang Dasar 1945. berdasarkan Amandemen Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 h:67
1. Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.
2. Setiap orang mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan.
3. Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat.
4. Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapa pun.
Berdasarkan kesimpulan pasal di atas, maka rakyat Indonesia memiliki hak, antara lain:
1. Hak untuk hidup sejahtera lahir dan batin;
2. Hak bertempat tinggal; dan
67 Amandemen Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 h.
3. Hak untuk mendapatkan lingkungan hidup baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.
Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun diatur dalam pasal 2 (dua) yang menyatakan bahwa dalam penyelenggaraan rumah susun berasaskan pada:
1. kesejahteraan;
2. keadilan dan pemerataan;
3. kenasionalan;
4. keterjangkauan dan kemudahan;
5. keefisienan dan kemanfaatan;
6. kemandirian dan kebersamaan;
7. kemitraan;
8. keserasian dan keseimbangan;
9. keterpaduan;
10. kesehatan;
11. kelestarian dan berkelanjutan;
12. keselamatan, kenyamanan, kemudahan; dan
13. keamanan, ketertiban, dan keteraturan.
Pasal 3 (tiga) menyatakan tujuan mendirikan rumah susun untuk:
1. menjamin terwujudnya rumah susun yang layak huni dan terjangkau dalam lingkungan yang sehat, aman, harmonis, dan berkelanjutan serta menciptakan permukiman yang terpadu guna membangun ketahanan ekonomi, sosial, dan budaya;
2. meningkatkan efisiensi dan efektivitas pemanfaatan ruang dan tanah, serta menyediakan ruang terbuka hijau di kawasan perkotaan dalam menciptakan kawasan permukiman yang lengkap serta serasi dan seimbang dengan memperhatikan prinsip pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan;
3. mengurangi luasan dan mencegah timbulnya perumahan dan permukiman kumuh;
4. memenuhi kebutuhan sosial dan ekonomi yang menunjang kehidupan penghuni dan masyarakat dengan tetap mengutamakan tujuan
pemenuhan kebutuhan perumahan dan permukiman yang layak, terutama bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR);
5. menjamin terpenuhinya kebutuhan rumah susun yang layak dan terjangkau, terutama bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR)dalam lingkungan yang sehat, aman, harmonis, dan berkelanjutan dalam suatu sistem tata kelola perumahan dan permukiman yang terpadu;
6. memberikan kepastian hukum dalam penyediaan, kepenghunian, pengelolaan, dan kepemilikan rumah susun.68
Sebenarnya tergambar bahwa apa yang dikehendaki pasal tersebut mencerminkan ketidaksesuaian apa yang seharusnya dilakukan oleh pihak pengelola kepada penghuni Rusunawa Kayu Putih Medan Deli.
Subekti berpendapat bahwa perikatan adalah suatu perhubungan hukum antara 2 (dua) orang atau 2 (dua) pihak, berdasarkan dengan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu.69
Dari pengertian di atas maka dapat dilihat ada 3 (tiga) unsur yang terkandung dalam sewa menyewa yaitu benda, harga, dan waktu. Dari ketiga unsur itu yang penting adalah benda yang dinikmati, harga sewa yang dibayar dan lamanya waktu sewa sudah ditentukan secara pasti di dalam perjanjian sewa menyewa tersebut. Tetapi di dalam penerapannya sering terdapat kerusakan pada barang yang disewa sehingga barang yang dinikmati akan berkurang manfaatnya.
Menurut pasal 1320 KUHPerdata, sahnya perjanjian harus memenuhi 4 (empat) syarat, yaitu:
68 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun Pasal 2 dan 3.
69 R. Subekti, Hukum Perjanjian, Cetakan VI, (Jakarta: Intermasa, 1979), h. 1.
1) Sepakat untuk mengikatkan dirinya;
2) Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian;
3) Suatu hal tertentu;
4) Sebab yang halal.
Berbicara masalah perjanjian di lihat dari KUHPerdata dapat dijumpai mengenai perikatan pada umumnya. Perikatan mempunyai pengertian yang lebih luas dari perjanjian kerena perikatan dapat berupa perjanjian yang disebut dengan perikatan yang bersumber dari perjanjian. Disamping itu ada juga perikatan yang bersumber dari Undang-Undang.
Perjanjian sewa menyewa di Rusunawa Kayu Putih bersumber dari perjanjian yang dimuat dalam surat perjanjian dan juga bersumber dari Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun. Artinya dalam Undang-Undang tersebut diatur secara tegas mengenai perjanjian dalam menyewakan rumah susun.
Sewa menyewa yang terjadi di Rusunawa Kayu Putih menggunakan perjanjian tertulis yang telah dimuat dalam surat perjanjian sewa menyewa Rusunawa. Dalam perjanjian sewa menyewa Rusunawa ini antara pihak yang menyewakan dengan pihak penyewa saling terlibat dalam pembuatan perjanjian sewa menyewa tersebut. Secara hukum, perjanjian sewa menyewa Rusunawa tersebut sudah memenuhi syarat sah perjanjian karena ada kata sepakat dari kedua belah pihak seperti halnya perjanjian konsensual.
Xxxxx xxxxxxxxx penulis dengan Pengelola Rusunawa Kayu Putih menunjukkan bahwa dalam perjanjian sewa menyewa para pihak membahas
harga sewa, ketentuan waktu sewa dan cara pembayaran uang sewa. Hal ini secara tegas ditentukan dalam isi perjanjian sewa menyewa tersebut.
Di dalam penerapan sewa menyewa di Rusunawa Kayu Putih terdapat beberapa unit satuan rumah susun dalam keadaan rusak atau cacat pada barang yang disewakan. Seperti dinding yang retak, lantai yang kurang baik kondisinya, aliran air bersih belum dapat dinikmati dengan nyaman, atap masih terdapat kebocoran sehingga kalau hujan rumah akan kemasukan air.70
Disini akan ditentukan tanggung jawab dari pihak penyewa terhadap rumah susun, dalam hal pengembaliannya misalnya mengenai kondisi rumah tersebut. Subekti mengemukakan bahwa menurut pasal 1553 KUHPerdata, dalam sewa menyewa itu resiko mengenai barang yang dipersewakan dipikul oleh si pemilik barang yaitu pihak yang menyewakan.71
Selanjutnya tentang tanggung jawab dari pihak penyewa terhadap kerusakan rumah susun, penyewa bertanggung jawab terbatas pada kerusakan yang kecil-kecil dan kerusakan yang besar menjadi tanggung jawab dari yang menyewakan, kerusakan yang dimaksud adalah pecahnya kaca, rusaknya lampu itu menjadi tanggung jawab dari pihak penyewa dan kerusakan itu terjadi setelah terjadinya sewa-menyewa, namun sebelumnya itu semua menjadi tanggung jawab pihak yang mempunyai barang wajib memelihara barang itu secara utuh.
70 Xxxxx Xxxxxxxxx Penulis dengan Penghuni Rusunawa Kayu Putih Medan Deli.
71 R. Subekti, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, (Jakarta: Xxxxxxx Xxxxxxxx, 1999), h. 382.
Uraian tersebut di atas sesuai dengan pasal 1583 KUHPerdata yang menyatakan bahwa: “Pembetulan-pembetulan kecil dan sehari-hari dipikul oleh penyewa”. Hak dan kewajiban dari pihak yang menyewakan adalah menerima harga sewa yang telah ditentukan, sedangkan kewajibannya adalah sebagai berikut (Pasal 1551-1552 KUHPerdata):
1. Barang yang disewakan harus diserahkan dalam keadaan baik;
2. Barang yang disewakan harus terus dijaga baik-baik dan yang rusak wajib diperbaiki (apabila hal tersebut menjadi tanggung jawabnya);
3. Menjamin terhadap penyewa untuk dapat memakai dan menggunakan barang yang disewa dengan aman selama berlaku perjanjian sewa menyewa;
4. Menanggung segala kekurangan pada benda yang disewakan, yaitu kekurangan-kekurangan yang dapat menghalang-halangi pemakaian benda itu, walaupun ia sejak berlakunya perjanjian itu tidak mengetahui adanya kekurangan atau cacat tersebut;72
Hak dan kewajiban dari penyewa adalah menerima barang yang disewakan dalam keadaan baik, sedangkan kewajibannya adalah sebagai berikut (Pasal 1560-1566 KUHPerdata):
1. Membayar uang sewa pada waktu yang telah ditentukan;
2. Tidak diperkenankan mengubah tujuan barang yang disewakan;
72 Ibid, h. 381.
3. Mengganti kerugian apabila terjadi kerusakan yang disebabkan oleh penyewa sendiri, atau oleh orang-orang yang diam di dalam rumah yang disewa;
4. Mengembalikan barang yang disewa dalam keadaan semua ketika perjanjian sewa menyewa tersebut telah habis waktunya;
5. Menjaga barang yang disewa sebagai tuan rumah yang bertanggung jawab;
6. Tidak boleh menyewakan lagi barang sewaannya kepada orang lain.
Apabila telah ditentukan demikian dan ketentuan tersebut dilanggar, maka perjanjian dapat dibubarkan dan penyewa dapat dituntut mengganti perongkosan, kerugian, serta bunga.73
E. Pendapat Mazhab Syafi’i Terhadap Penerapan Perjanjian Sewa Menyewa Rumah Susun Yang Tidak Layak Huni
Sewa menyewa pada prinsipnya dilakukan kepada segala sesuatu yang terjadi secara muamalah antara satu orang dengan yang lainnya sesuai dengan perjanjian masing-masing pihak yang melakukan perjanjian, hal tersebut dilandaskan kepada surah Al-Maidah ayat 1, sebagai berikut:
🕿✁🗹❑🡬✡♦🖏✁◆🡭
🙞🢭⇦🙗🕭🟁🖉👓✁
👓⮹♑➓➂❒🕯🟑🕔♦➂
🕱🡭🗏🞟🖲 ⇳💣🟑🖬🙗🔾🡹🕮 🗐 🙗➉❑🡪✆🡬🡺⬂🖲👓👓🙔📭 🕿✁❑🡺🢬⬃❒❒🕮
🗐➏◼🖬⬃☞🡬➂
👓♦🖏
∙⬩🙔✆
⮵🏳🕔⮹🡺⬃☼☞🏵👓✁
🡺🞐⮹☺➉🙕🙵◆🗄
🙗➈⬂➉🞆🕚🖲👓✁
➐🙫🙰✍🙗♦🡺👍
◆➌⬀➋⌧🡾
⬀🕱🡭🗏⬂🄌◼🖬♦🡮
73 Ibid, h. 383.
👓♦🖏
🡬🕱🡭🗏⬂♦🞟➅
🟁🖉👓✁
🞎♌🙔✆
🗏 🡾🏱🡬➋🡬🔾
⬀🕱🡸☞☼❒🕮◆❒
⮴⮷⮵ 🡨➈➂🙫➋🡬➂
Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu. Dihalalkan bagimu binatang ternak, kecuali yang akan dibacakan kepadamu. (yang demikian itu) dengan tidak menghalalkan berburu ketika kamu sedang mengerjakan haji. Sesungguhnya Allah menetapkan hukum-hukum menurut yang dikehendaki-Nya.
Sewa menyewa adalah akad atas manfaat dengan imbalan. Salah satu syarat sewa menyewa yaitu manfaat yang menjadi objek sewa harus diketahui, sehingga tidak muncul perselisihan dikemudian hari. Apabila manfaat yang menjadi objek sewa tidak jelas, maka akadnya tidak sah.
Syarat sahnya sewa menyewa yaitu manfaat yang menjadi objek sewa harus diketahui dan tidak boleh melakukan sewa menyewa yang terdapat cacat pada barang yang disewakan dengan tujuan agar tidak terjadinya perselisihan dikemudian hari. Apabila manfaat yang menjadi objek sewa rusak maka akadnya tidak sah. Mazhab Syafi’i memberikan ketentuan bahwa dalam sewa menyewa tidak boleh menyewakan barang yang rusak. Konteks yang demikian dapat menyebabkan seseorang merasa dirugikan dan merusak prinsip sewa menyewa.
Menurut pendapat mazhab Syafi’i, dapat dilihat dalam kitab Al Tanbih Fii Al-Fiqhi ‘Ala Madzhab Xxxx Xxx Xxxxx’x sebagai berikut:
هب ثدح وأ ابيع هب دجو ناف ىضمام نود ىقب اميف ةراجلإا تخسفنا ةرجأتسلما ينعلا تفلت نإو
74ىضمام ةرجأ هىم زل خسف ناف خسفلا رايخ هل تبث بيع
Artinya: “Apabila barang sewaan itu rusak, maka ijarah itu menjadi batal untuk masa yang masih tertinggal, tidak untuk masa yang sudah lalu. Jika orang yang menyewa itu mendapatkan aib (cacat) pada barang yang disewanya, atau terjadi aib (cacat) pada barang yang disewanya, maka dalam hal ini boleh memilih untuk membatalkan ijarah itu. Jika dibatalkannya, maka ia harus membayar sewa yang telah lalu”.
رايخ هل تبثي نىاثلاو خسفنب اهمدحأ نلا وق هيفف اهؤام عطقناف اضرأ وأ تمدنهاف اراد تناك ناف
75.خسفلا
Artinya: “Jika barang sewaan itu berupa rumah kemudian ambruk (roboh) atau sebidang tanah lalu terputus pengairannya, maka dalam hal ini ada dua qoul: pertama batal dan kedua ia boleh memilih antara membatalkan dan meneruskan sewaan tersebut”.
Dalam kitab Xxxxxx Xxxxx Al Mujib disebutkan bahwa:
ابم ةراجلإا نلاطبو , ةنيعلما ةبادلا تومو , رادلا مادنه اك , ةرج أتسلما ينعلا فلتب ةر اجلإا لطبتو
76يضاملل لا لبقتسملل رظنلاب ركذ
Artinya: “Akad ijarah menjadi batal sebab barang yang disewa dan telah ditentukan menjadi rusak seperti rumah yang disewa roboh, dan binatang tunggangan yang telah ditentukan mati. Batalnya akad ijarah sebab hal-hal yang telah dijelaskan tersebut memandang pada masa-masa setelah itu, tidak masa-masa yang telah lewat”.
74 Xxx Xxxxx Xxxxxxx, Xx Xxxxxx Xxx Xx-Xxxxx ‘Xxx Xxxxxxx Xxxx Xxx Xxxxx’x, (Mesir: Syirkah Maktabah, 1951), h. 182.
75 Ibid, h. 182.
76 Xxx Xxxxxxxx Xxxxxxxxxx Xxxxxxxx, Xxxxxx Xxxxx Xx Xxxxx, (Beirut: Xxx Xxx Xxxx, 1512), h. 197.
Dan juga di dalam kitab Fiqhu Al Manhaji dijelaskan:
ولما ينعلا دري نأ رجاتسلما ىلع بجوو ,ةدساف ةراجلإا ناك ةراجلإا طو رش نم طرش لتخا اذإ
77.اهملتسا دق ناك اذإ ةرج
Artinya: “Apabila tidak sesuai salah satu syarat dari syarat-syarat sewa menyewa maka sewa-menyewa menjadi rusak dan wajib atas penyewa mengembalikan barang yang disewa apabila ia telah menerimanya”.
Segala bentuk perjanjian dan perikatan terkait dengan isi dari perjanjian itu, bagi siapapun yang tidak melakukan perbuatan sebagaimana isi perjanjian, maka itu dianggap melanggar atas perjanjian tersebut. Menurut pendapat para mazhab Syafi’i dengan tegas dinyatakan bahwa apabila barang yang disewakan mengalami kerusakan atau cacat maka dalam hal ini perjanjian tersebut tidak sah dan boleh membatalkan perjanjian sewa menyewa tersebut.
Perjanjian harus dilakukan secara jelas dan lebih rinci, yang menjadi akar masalah ketika mengalami problematika muamalah yang tidak terakomodasi di dalam sewa menyewa atau perjanjian maka akan terjadi perselisihan antara kedua belah pihak. Maka di dalam sewa menyewa tersebut menggunakan asas konsensualisme, dimana perjanjian itu telah terjadi jika telah ada konsensus antara pihak-pihak yang mengadakan
77 Mustofa Al-Bugha, Fiqhu Al Manhaji, (Beirut: Darul Qolam, 1992), h. 151.
perjanjian. Mengacu pada asas ini dimana suatu perjanjian itu lahir pada saat terjadinya kesepakatan.
Bagi seseorang yang menyewakan harus memberikan penjelasan terhadap permasalahan-permasalahan umum terhadap penyewa tentang objek yang disewakan, misalnya rumah ini terdapat cacat dibagian dindingnya. Dan jika ada sesuatu hal diluar dari yang disepakati dalam perjanjian tersebut, maka hal tersebut harus didiskusikan terlebih dahulu dengan calon penyewa rumah susun.
Kenyataan yang terjadi di Rusunawa Kayu Putih antara pengelola maupun penghuni tidak sesuai pada pendapat mazhab Syafi’i tentang sewa menyewa rumah susun yang salah satu persyaratanya yaitu harus terpenuhinya unsur barang yang layak. Sehingga sewa menyewa rumah susun yang dilakukan antara pengelola dengan penyewa ini tidak sah hukumnya. Hal ini disebabkan karena rumah susun yang di sewakan terdapat kerusakan pada objek sewa menyewa tersebut.
X. Xxxxxxxx Penulis
Allah SWT memberikan seluas-luasnya bagi hambanya peluang untuk mencari rezeki di dunia ini selama hal tersebut tidak merugikan orang lain. Berbagai usaha dan kegiatan yang dilakukan oleh manusia di dunia bertujuan untuk memenuhi kebutuhan sehari- hari. Seperti, bercocok tanam, berdagang, sewa menyewa dan usaha lainnya.
Salah satu cita-cita perjuangan bangsa Indonesia adalah terwujudnya masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, seiring dengan tujuan pembangunan nasional adalah mewujudkan kesejahteraan lahir dan batin bagi seluruh rakyat Indonesia secara adil dan merata. Salah satu unsur pokok kesejahteraan rakyat adalah terpenuhinya kebutuhan perumahan, yang merupakan kebutuhan dasar bagi setiap warga negara Indonesia dan keluarganya, sesuai harkat dan martabatnya sebagai manusia.
Di Indonesia, kebutuhan terhadap perumahan juga telah mengalami peningkatan, sebagaimana yang terjadi pada masyarakat dunia, terutama pada masyarakat perkotaan, di mana populasi penduduknya sangat besar, sehingga memaksa Pemerintah untuk berupaya memenuhi kebutuhan akan perumahan di tengah berbagai kendala seperti keterbatasan lahan perumahan.
Sejalan dengan jumlah penduduk yang makin pesat, tuntutan akan tersedianya berbagai fasilitas yang mendukung kehidupan masyarakat juga mengalami peningkatan. Setiap individu selalu berkeinginan agar rumah yang dihuninya memenuhi standar kesehatan, standar konstruksi, tersedianya fasilitas umum, fasilitas sosial dan prasarana lingkungan yang memadai. Hal tersebut mendorong pihak Pemerintah maupun swasta untuk melaksanakan pembangunan, terutama di bidang perumahan.
Dalam Pasal 1 angka 2 dan 7 Undang-undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Permukiman ditentukan bahwa:
“Rumah adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal, atau hunian dan sarana pembinaan keluarga.”
“Perumahan adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana lingkungan”. 78
Dapat diketahui bahwa rumah adalah bangunan di mana manusia tinggal dan melangsungkan kehidupannya, di samping itu rumah juga merupakan tempat berlangsungnya proses sosialisasi pada saat seseorang diperkenalkan kepada norma dan adat kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat, maka tidaklah mengherankan bila masalah perumahan menjadi masalah yang penting bagi masyarakat.
Salah satu faktor utama yang menjadi kelemahan penghuni adalah tingkat kesadaran akan haknya memang masih sangat rendah, hal ini terutama disebabkan oleh kurangnya kesadaran dari pihak penyewa itu sendiri. Hal yang perlu diperhatikan penghuni adalah pada saat serah terima fisik. Rumah susun yang disewakan harus cocok spesifikasinya dengan isi perjanjian sewa menyewa tersebut. Jika tidak sesuai, maka ada hak penghuni untuk membatalkan sewa menyewa rumah susun tersebut.
Dengan tidak terpenuhinya manfaat barang yang disewakan, maka tidak terpenuhi pula syarat atau rukun dalam akad sewa menyewa tersebut dan dianggap batal atau tidak sah. Permasalahan tersebut diatas menurut
78 Undang-undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Permukiman, Pasal
1.
penulis, tidak boleh diterapkan karena adanya unsur ketidakadilan pada perjanjian tersebut dan dilarang oleh Allah SWT di dalam firmannya:
👓🞏✡◼🖬🡨🙣🡫➏
👓◆☪🢬🖬⮹🙣⬀➏❒🕮
⇳➈🞟✆🞟🖲
⮉🏳🡨♑⮹🡺♦🖏 👓◆☪⬂🖲♦➑☼❒🕮◆❒ 🙗💣🕔◆☪⮵♓➍♦🖮⬂🖲👓👓🙔📭
♦🏱❑🡪✆◆🄌🙗🖲
🙞♍✁◆➒➋🙗☺⬂🖲👓✁◆❒
🏶🖬🕔♦☝⮲🗏⬂🖲👓✁
🕿 ⮲⮉⬄⭘⮵✆⬂🖲👓👓🙔📭 🡫🞎👓🞎✡🖲👓✁
Artinya: Sesungguhnya Kami telah mengutus Rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka Al kitab dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan. (QS. Al-Hadid: 25)
Akhir dari kesimpulan penulis, dilihat dari segala aspek yang sudah dipaparkan di atas baik ditinjau dari landasan hukumnya dan pendapat mazhab Syafi’i terhadap penerapan perjanjian sewa menyewa rumah susun di Rusunawa Kayu Putih Medan Deli, maka penulis mendapatkan kesimpulan bahwa dikatakan tidak sah dengan alasan objek yang disewakan harus memenuhi manfaat barang secara menyeluruh.
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas, penulis dapat menyimpulkan penelitian ini dalam beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Dalam hukum Islam sesungguhnya diatur sedemikian rupa bentuk perjanjian sewa menyewa dalam bentuk tertulis untuk kepentingan pembuktian jika dikemudian hari terjadi sengketa begitu juga dengan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang dimuat dalam pasal 1320 KUHPerdata bahwa kata sepakat kedua belah pihak yang melakukan perjanjian harus dilakukan dalam bentuk tertulis dengan tujuan untuk kemaslahatan kedua belah pihak ketika terjadi perselisihan terhadap objek yang disewakan. Segala bentuk perjanjian apapun sifatnya harus dituangkan dalam bentuk tertulis untuk menghindari sengketa yang terjadi dikemudian hari. Sesungguhnya penjelasan tersebut telah diakomodir dalam hukum Islam maupun KUHPerdata. Artinya tidak ada perbedaan yang signifikan antara bentuk perjanjian sewa menyewa dalam hukum Islam dan KUHPerdata.
2. Penerapan perjanjian sewa menyewa rumah susun di Rusunawa Kayu Putih Medan Deli dibuat dalam bentuk akta perjanjian. Dalam
akta perjanjian tersebut memuat hak dan kewajiban Pengelola dan Penghuni Rusunawa. Penerapannya dilakukan dengan cara menyewakan rumah susun yang tidak layak di huni. Dalam perjanjian sewa menyewa tersebut terdapat permasalahan akan hak-hak penghuni yang tidak terpenuhi terhadap barang yang disewakan, yaitu terdapat kerusakan atau cacat pada unit rumah susun yang disewakan oleh pihak Rusunawa yang mengakibatkan penghuni merasa sangat dirugikan. Pengelola Xxxxxxxx dalam hal ini tidak mencerminkan keadilan bagi Penghuni Rusunawa, sesuai dengan isi perjanjian sewa menyewa Rusunawa yang menyatakan bahwa jika terjadi kerusakan harus dengan sesegera mungkin melakukan perbaikan tetapi pihak Pengelola mengabaikan hal tersebut. Sementara dalam pembangunan rumah susun berlandaskan pada asas keadilan, kenyamanan, keseimbangan, keselamatan dan kesejahteraan antara kepentingan-kepentingan dalam pemanfaatan rumah susun untuk mencegah timbulnya kesenjangan sosial dan untuk mewujudkan kesejahteraan lahir dan batin bagi seluruh rakyat Indonesia secara adil dan merata berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 melalui akan pemenuhan kebutuhan perumahan sebagai kebutuhan dasar bagi setiap warga Negara Indonesia.
3. Perjanjian sewa menyewa rumah susun yang tidak layak huni di Rusunawa Kayu Putih Medan Deli ditinjau dari pendapat mazhab
Syafi’i adalah tidak sah (batal) dan boleh membatalkan perjanjian apabila tidak sesuai syarat-syarat dari sewa menyewa tersebut. Hal ini disebabkan karena rumah susun yang disewakan terdapat kerusakan pada objek sewa menyewa tersebut. Dengan demikian penerapan sewa menyewa yang terjadi di Rusunawa Kayu Putih Medan Deli hukumnya adalah fasid (batal).
B. Saran
Dalam hasil temuan penlitian ini maka penulis mengemukakan beberapa saran sebagai berikut:
1. Pembangunan perumahan dan permukiman harus didukung oleh suatu kebijakan, strategi dan program yang komprehensif dan terpadu. Tujuannya, selain mampu memenuhi hak dasar rakyat, juga akan menghasilkan suatu lingkungan perumahan dan permukiman yang sehat, serasi, harmonis, aman dan nyaman.
2. Diharapkan dalam membangun rumah susun disertai dengan fasilitas dan sarana/prasarana yang mendukung sehingga dapat dikatakan layak huni agar masyarakat mau menempatinya dan kepada pihak Pemerintah agar mengevaluasi Rusunawa yang
belum layak huni dan dilanjutkan dengan revitalisasi untuk mengembalikan pada kondisi yang baik.
3. Diharapkan kepada penghuni Rusunawa agar memperhatikan rumah susun yang akan disewa dengan teliti pada saat serah terima fisik. Tujuannya agar tidak terjadi sengketa dikemudian hari.
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku
Al-Xxxxx, Xxxxxxx, Fiqhu Al Manhaji, Beirut: Darul Qolam, 1992.
Al-Xxxxxxxxx, Xxxxxxxx Xx-Xxxxxxx, Xxxxxx Al Xxxxxx, Beirut: Dar Al Fikr. Xxxxxxxx, Xxxxxxxxx, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Jakarta:
Rineka Cipta, 2002.
Az-Xxxxxxx, Xxxxxx, Fiqh Islam Wa Adillatuhu, Terjemahan Xxxxx Xxxxxx dkk, Depok: Dar Al-Fikr, 2011.
Xxxxxxxxxxx, Xxxxxx Xxxxx dkk, Kompilasi Hukum Perikatan, Bandung: Citra Xxxxxx Xxxxx, 2001.
Departemen Agama Ri, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Semarang: Xxxx Xxxxx, 2010.
Xxxx, Xxxxxx, Hukum Perikatan Islam di Indonesia, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2005.
Xxxxxxx, Xxxxx Xxxxxxx, Xxxx Xxxxxxxx, Jakarta: Prenada Media, 2010.
Ghofur Xxxxxx, Xxxxx, Pokok-pokok Hukum Perjanjian Islam di Indonesia, Yogyakarta: Citra Media, 2006.
X.X, Xxxxx, Perkembangan Hukum Kontrak Innominat di Indonesia, Cet. Ke-5, Jakarta: Sinar Grafika, 2010.
Xxxxxxxxxx, Xxxx S, Tebaran Pemikiran Seputar Masalah Hukum Tanah, Jakarta: Lembaga Pemberdayaan Hukum Indonesia, 2005.
Xxxx Xxxxxxx, Xxxxxxxx Xxxx Xxxxxx, Xxxxxxxx Xxx-Xxxxxxxx, Xxx XX, Beirut: Dar Al-Fikr, 1996.
Xxxxxxx, Xxx Xxxxx, Xx Xxxxxx Xxx Xx-Xxxxx ‘Xxx Xxxxxxx Xxxx Xxx Xxxxx’x, Mesir: Syirkah Maktabah, 1951.
Xxxxx, Xxxxxxxx, Islam Xxxxxx Xxxxxxxx, Bandung: Citapustaka Media Perintis, 2010.
Xxxxxx Xxxxxxx, Xxxxx, Penelitian Hukum. Cet 2, Jakarta: Kencana, 2008. Xxxxxxxxxxx, Xxxxxxxx, Mengenal Hukum, Yogyakarta: Liberty, 1988.
Xxxx, Xxxxxx, Hukum Kontrak dan Perancangan Kontrak, Cet. Ke-3, Jakarta: Rajawali Pers, 2010.
Xxxxxxx, Xxxxxx Xxxxx, Fiqh Muamalah, Jakarta: Bumi Aksara, 2013.
Xxxxxx, Xxxxxxxx, Xxxxx Xxxxxxxx Xxxxxx, Semarang: Karya Abadi Jaya, 2015.
Xxxxx, Xxxxx X, Esensi Hukum Bisnis Indonesia, Jakarta: Prenada Media, 2004.
Xxxxxxx, Xxx, Pokok-pokok Metode Penelitian Hukum, Surabaya: Universitas Press, 2007.
Xxxxxxx, Urip, Pendaftaran dan Peralihan Hak Atas Tanah, Jakarta: Kencana Prenada Group, 2010.
Xxxxxxxxx, Pokok-Pokok Hukum Islam, Jakarta: Rineke Cipta, Cet. Ii, 2001. Xxxxxxx, Xxxxxx, Fiqh Muamalah, Jakarta: Raja Grapindo Persada, 2008.
Xxxxxxx, Sastra, Perencanaan dan Pengembangan Perumahan, Yogyakarta: Penerbit Andi, 2005.
Xxxxxx, Xxxxxx, Hukum Rumah Susun dan Apartemen, Jakarta: Sinar Grafika, 2012.
Syafe’i, Rahmat, Fiqh Muamalah, Bandung: Pustaka Setia, 2004.
Xxxxxxxxxx Xxxxxxxx, Xxx Xxxxxxxx, Xxxxxx Xxxxx Xx Xxxxx, Beirut: Xxx Xxx Xxxx, 1512.
Syauqi Xxxx, Xxxxx dan Arsyianti, Xxxxx Xxx, Ekonomi Pembangunan Syariah, Jakarta: Rajawali Pers, 2016.
B. Perundang-Undangan
X. Xxxxxxx dan R. Xxxxxxxxxxxxx, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Jakarta: Xxxxxxx Xxxxxxxx, 1995.
Undang-Undang Dasar 1945.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun.
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Permukiman.