PENERJEMAHAN ARAB;
PENERJEMAHAN ARAB;
KEJAYAANNYA PADA MASA ‘ABBÂSIYYAH SERTA ANALISIS PERKEMBANGAN TEORI PENERJEMAHAN
DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI SYARAT-SYARAT MENCAPAI GELAR MAGISTER AGAMA ISLAM (S2)
DALAM BIDANG BAHASA DAN SASTRA ARAB
Oleh :
XXXX XXXXXXX
298-BSA-004
PEMBIMBING :
XXXX. XX. X. XXXXXXXX XXXX DR. H. ROFI’I
PROGRAM STUDI BAHASA DAN SASTRA ARAB PROGRAM PASCASARJANA UIN “XXXXXX XXXXXXXXXXXX”
JAKARTA 2001-2002
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Tesis dengan judul “PENERJEMAHAN ARAB; KEJAYAANNYA PADA MASA
‘ABBÂSIYYAH SERTA ANALISIS PERKEMBANGAN TEORI
PENERJEMAHAN” yang ditulis oleh :
Nama : Xxxx Xxxxxxx
NIM : 298-BSA-004
Program studi : BAHASA DAN SASTRA ARAB Disetujui untuk dibawa ke dalam ujian/penilaian tesis.
Pembimbing I Pembimbing II
Xxxx. XX. X. Xxxxxxxx Xxxx Prof. DR. H. Rofi’I
Tanggal :………………… Tanggal :……………
PEDOMAN TRANSLITERASI
a | = | ء | |
b | = | ب | |
t | = | ت | |
ts | = | ث | |
j | = | ح | |
h | = | ح | |
kh | = | خ | |
d | = | د | |
dz | = | ذ | |
r | = | ر | |
z | = | ز | |
s | = | س | |
sy | = | ش | |
sh | = | ص | |
dl | = | ض | |
th | = | ط | |
zh | = | ظ | |
‘ | = | ع | |
gh | = | غ | |
f | = | ف | |
q | = | ق | |
k | = | ك | |
l | = | ل | |
m | = | م | |
n | = | ن | |
w | = | و | |
h | = | ه | |
y | = | ى | |
â | = | a | panjang |
î | = | i | panjang |
û | = | u | panjang |
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, seraya memanjatkan kalimat tasyakkur ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan ‘inâyah kepada kita semua, sehingga kita dapat menjalankan segala tugas dan kewajiban dengan sebaik-baiknya.
Shalawat dan salam semoga senantiasa terlimpah kepada Xxxx xxxxxxxxxxxân, Xxxxxxxx XXX, penuntun jalan umat Islam, dari alam kebodohan menuju alam yang penuh dengan ilmu pengetahuan, dan senantiasa kita nantikan syafâ ’atnya di hari akhir nanti. Amin......
Tiada kata yang dapat penulis lantunkan, selain ungkapan rasa haru dan bahagia yang dalam atas berakhirnya tugas penulisan tesis ini. Penulis menyadari, meskipun memakan waktu yang cukup lama, tesis ini belumlah mencapai taraf kesempurnaan, karena masih banyak kekurangan dan kelemahan di sana-sini. Di samping itu, penulis pun menyadari bahwa penyelesaian penulisan tesis ini tidak terlepas dari bantuan dan dorongan berbagai pihak. Untuk itu penulis merasa perlu untuk mengucapkan terima kasih kepada orang-orang yang telah memberikan sokongan dan dukungannya kepada penulis dalam penulisan tesis ini, baik secara moril maupun spirituil.
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Bapak Xxxx. XX. X. Xxxxxxxx Xxxx dan DR. H. Xxxx’x, yang telah dengan ikhlas dan sabar membimbing penulis dalam penyusunan tesis ini. Semua petunjuk dan arahannya merupakan pengetahuan yang amat berharga bagi penulis untuk
pengembangan ilmu berikutnya. Selanjutnya, kepada Bapak DR. H.D. Xxxxxxx, XX,
yang telah memberikan masukan dan saran dalam pemilihan judul tesis ini, juga kepada Bapak Xxxx. XX. Xxxx Xxxx Xxxxx al-Munawwar selaku Direktur pascasarjana UIN Xxxxxx Xxxxxxxxxxxx Jakarta dan para stafnya, terutama Bapak Xx. X. Xxxxx Xx’xxx sebagai asisten Direktur, yang telah memberikan segala kemudahan dalam pelayanan administrasi selama penulis melaksanakan kuliah hingga penulisan tesis ini. Kepada segenap dosen Pascasarjana UIN Xxxxxx Xxxxxxxxxxxx Jakarta, penulis menyampaikan ribuan terima kasih atas segala ilmu, didikan dan pemikiran yang diajarkan. Hanya kepada Allah SWT penulis serahkan, semoga Dia membalas semua itu dengan balasan yang setimpal, jazâkumullâh ahsanal jazâ , amin.
Selanjutnya, kepada ayahanda tercinta, KH. Drs. Moh. Xxxxx Xxxxx, xxxxx ’xxxxxxx bithûli hayâtihî wa syafâhullâh min maradlihî , penulis ucapkan banyak terima kasih atas segala motivasi, didikan dan ajarannya selama penulis menuntut ilmu, dari kecil hingga sekarang, bahkan walau di tengah sakitnya yang parah beliau masih memperhatikan penulis dengan memberikan masukan dan saran dalam penulisan tesis ini. Semoga Allah SWT senantiasa mengiringi kehidupannya dengan keridlaan yang tak pernah putus di dunia dan akhirat, amin. Juga kepada ibunda tersayang, terima kasih atas segala kasih sayang dan dukungan yang diberikan kepada penulis. Tiada kata yang pantas keluar dari mulut seorang anak kecuali doa yang tak pernah henti kepada Allah SWT, semoga Dia senantiasa membalas segala kesabaran dan pengorbanan ibunda yang telah mendidik dan merawat ananda hingga ananda menjadi seorang manusia seperti sekarang ini. Kepada saudara-saudaraku, khususnya adik laki-lakiku satu-satunya, Xxxxxx, yang telah ikut menyumbangkan sedikit pemikiran dalam penulisan tesis ini,
juga adik-adikku yang lain atas segala sokongan dan persaudaraan yang indah selama ini.Terima kasih.
Kepada suamiku terkasih, syukrân katsîrâ penulis ucapkan atas segala cinta, pengertian dan pengorbanan selama ini. Juga kepada kedua mujâhid kecilku, Mu’tazz dan ‘Xxxxxx, binar mata dan teriakan kecilmu telah mampu menyalakan semangat bunda agar tak patah semangat dalam menjalankan studi ini.
Akhirnya, kepada semua pihak yang tak dapat disebutkan satu per-satu, penulis mengucapkan banyak terima kasih atas segala bantuan dan dukungan yang telah diberikan kepada penulis demi terselesaikannya penyusunan tesis ini.
Harapan penulis, semoga sumbangan pemikiran yang amat sederhana dalam tesis ini dapat menambah khazanah pemikiran bagi para peminat bidang terjemah, khususnya di bumi Indonesia tercinta ini. Tak lupa pula, segala kritik dan saran amat penulis harapkan dari para pembaca untuk menyempurnakan tulisan ini di masa yang akan datang.
Tambun, 24 November 2002
19 Ramadlan 1423
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL……………………………………………………… i HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING………………………… ii
PEDOMAN TRANSLITERASI…………………………………………. iii
KATA PENGANTAR……………………………………………………. iv
DAFTAR ISI……………………………………………………………… vii
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar belakang masalah………………………………………... 1
B. Perumusan dan pembatasan masalah………………………….. 6
C. Tujuan penelitian……………………………………………... 7
D. Metodologi penelitian………………………………………… 7
E. Sistematika pembahasan……………………………………… 8
BAB II. KAJIAN HISTORIS PENERJEMAHAN ARAB
A. Cikal-bakal pertumbuhan aktivitas penerjemahan Arab……… 10
B. Sejarah penerjemahan Arab………………………………….. 14
C. Pelopor-pelopor penerjemahan Arab………………………… 34
D. Penemu teori penerjemahan pertama………………………… 38
BAB III. RUANG LINGKUP PENERJEMAHAN
A. Pengertian terjemah………………………………………… 40
B. Tujuan atau motif penerjemahan…………………………… 46
C. Prinsip dasar penerjemahan………………………………… 49
D. Perbedaan antara tarjamah, ta ’rîb dan tafsîr ………………. 53
E. Klasifikasi teori-teori penerjemahan………………………. 57
F. Macam-ragam penerjemahan……………………………… 87
BAB IV. ANALISIS PERKEMBANGAN PENERJEMAHAN ARAB
A. Urgensi penerjemahan di dunia Arab……………………… 89
1. Membangun kesefahaman di antara bangsa dan negara menuju hidup sejahtera di atas keadilan…………………………… 92
2. Memindahkan pemikiran ilmiah atau non ilmiah, antar anggota suatu bangsa yang sedang berkembang…………….. 93
3. Ia merupakan kesenangan jasmani dan rohani bagi seluruh umat manusia yang berbeda ras, warna kulit dan bahasa 94
4. Menaikkan derajat material dan spiritual kehidupan setiap Individu di atas bumi ini…………………………………… 94
5. Mengurangi resiko akibat konflik politik dan militer, dan menggiatkan hubungan pergagangan…………… 95
B. Terjemah Arab di antara teori dan praktek……………….. 96
C. Beberapa masalah dalam penerjemahan
1. Kurang pemahaman tentang sejarah naskah-naskah yang diterjemahkan……………………………………… 101
2. Kesalahan bahasa dalam menerjemahkan suatu teks 105
D. Eksistensi teori penerjemahan Arab di antara teori penerjemahan Asing………………………………………………………. 109
E. Penerjemahan Arab, sekarang dan akan datang…………… 117
BAB V. PENUTUP
A. Kesimpulan………………………………………………… 123
B. Saran-saran………………………………………………… 127
DAFTAR PUSTAKA
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang masalah.
Berabad-abad yang lalu sebelum kedatangan agama Islam, bangsa Arab telah dikenal sebagai bangsa yang aktif berakulturasi dengan bangsa lain, khususnya dalam bidang perdagangan. Hal itu disebabkan oleh karena jazirah Arab menjadi pusat perdagangan internasional yang senantiasa disinggahi oleh beraneka-ragam suku bangsa di dunia. Keadaan itu kemudian mempengaruhi bahasa yang mereka gunakan, yaitu bahasa Arab.
Pada awalnya, bahasa Arab hanya digunakan sebagai media komunikasi antar individu. Namun seiring dengan pertambahan kebutuhan hidup dan kemajuan pemikiran manusia, maka bahasa tersebut meningkat kegunaannya sebagai bahasa ilmiah di seluruh bidang ilmu pengetahuan. Sejarah telah mencatat bahwa penggunaan bahasa Arab sebagai bahasa ilmiah ditandai oleh kemunculan aktivitas penerjemahan buku-buku bangsa Yunani, Persia dan India.1 Aktivitas ini tumbuh subur pada masa daulat Abbasiyyah di bawah pimpinan Khalifah Al- Ma’mun.
Pada saat itu beliau mendirikan perpustakaan Dar el-Hikmah yang menghimpun buku - buku berbahasa asing dalam jumlah yang cukup besar. Kemudian beliau mempekerjakan para penerjemah untuk menerjemahkan buku-buku tersebut ke dalam bahasa Arab. Mulai saat itulah Dar el - Hikmah berkembang pesat sebagai pusat
1 Xxxxxxxx Xxxxxx dan xxxx Xxx. A Translation Course for Baccalaureate Students. (Libanon: Xxxxxxxx Xxxxxx Xxxxxxxx.1993), cet.5, h. 4.
penerjemahan bermacam-macam ilmu pengetahuan yang menjadi tolok ukur kejayaan dan kegemilangan Islam pada masa itu.
Sebenarnya, cikal-bakal aktivitas penerjemahan sudah tampak jauh sebelum masa kepemimpinan Khalifah Al-Ma’mun. Akan tetapi kedaannya masih bersifat individual dan tidak seramai aktivitas pada masa Al-Ma’mun. Hal itu disebabkan oleh karena perhatian kaum muslimin pada awal sejarah Islam masih sepenuhnya dicurahkan untuk pengembangan agama Islam dan melaksanakan ajaran Islam dengan sebaik-baiknya.
Keadaan yang demikian itu membuat mereka merasa berkecukupan dalam menjalani hidupnya, sehingga tidak tidak terbetik dalam benak mereka untuk memperhatikan perkembangan ilmu pengetahuan yang sedang terjadi di belahan bumi lain. Apalagi Kekuatan barisan mereka pada saat itu merupakan kekuatan yang solid yang selalu menjunjung tinggi nilai-nilai persatuan. Akan tetapi manakala kedamaian dan keharmonisan hidup yang mereka alami itu berubah, yang ditandai oleh timbulnya berbagai macam konflik di antara mereka, misalnya dalam memahami ajaran agama, maka kekuatan yang solid itu mulai goyah sedikit demi sedikit, terutama semenjak wafatnya Rasulullah. Tidak ada lagi yang dapat mereka jadikan tumpuan untuk membantu mereka dalam mengatasi berbagai macam persoalan.
Maka sebagai gantinya, mereka mencari cara lain sebagai kompensasi bentuk pemecahan masalah yang mereka hadapi. Contohnya : mereka mulai membuka hubungan diplomatic dengan bangsa lain yang berbeda agama dan keyakinan dengan mereka, juga
hubungan lain yang bersifat ilmiah. Seperti ketika terjadi perdebatan tentang qadha dan kebebasan berkehendak. Sedikit banyak hasil pemikiran para filosof Yunani mulai mempengaruhi dalil-dalil mereka. Seperti pemikiran Xxxxxxxxxxx, Xxxxx, Xxxxx dan lain-lain.2
Maka mulai saat, itu berkembanglah aktivitas penerjemahan naskah-naskah asing kedalam bahasa Arab. Begitu pula dengan para penerjemah Arab mulai bermunculan satu demi satu. Xxx xxxxxx-laun kemasyhuran nama mereka dapat disejajarkan dengan tokoh-tokoh terkenal bangsa Arab dan Persia, seperti : Xxxx xx-Xxxxxxx’, Anusyirwan, Bazarjamhar, Xxxxxxxx dan lain-lain.3 Mengenai tokoh-tokoh penerjemahan Arab ini akan diuraikan pada bagian lain.
Pada masa Abbasiyyah, Kebudayaan yang paling banyak memberi warna penerjemahan Arab adalah kebudayaan Persia. Hal ini disebabkan oleh karena daulat Abbasiyyah dikuasai oleh bangsa Persia. Karena pada saat itu bahasa Persia sedang mengalami kerusakan dan berada diambang kepunahan, maka mereka yang menjadi pemimpin berusaha untuk menjaga kelestariannya dengan menerjemahkan naskah-naskah karya mereka ke dalam bahasa Arab.
Di samping itu tujuan lain dari penerjemahan tersebut adalah agar terbentuk suatu masyarakat Islam dengan gaya Persia dalam tiga hal, yaitu : politik, sosial dan budaya.4 Maka tidak mengherankan apabila kebudayaan Persia dapat mendominasi aktivitas penerjemahan pada saat itu.
2 Mahir Xxxxx Xxxxx Xxxxxxxx. Al-Turats wa al-Hadharah al-Islamiyyah. .( Beirut: Dar al-. Nahdhah al-‘Arabiyyah, tt), h. 31.
3 Ibid., h. 21.
4 Xxxxx Xxxxx Xxxxxx. Al-Adab al-Muqaran wa al-Turats al-Isla my . ( Kairo: Maktabah al-Adab, tt.), h.
40.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi timbulnya aktivitas penerjemahan Arab, antara lain :
1. Faktor sosiologis bangsa Arab.
Faktor ini didasari oleh adanya konflik internal yang terjadi di tengah-tengah ummat Islam. Perpecahan ini timbul karena mereka saling berbeda dalam cara memahami ajaran agama Islam. Satu demi satu persoalan mulai muncul di hadapan Kaum muslimin, dari masalah khilafah sampai kepada persoalan yang berhubungan dengan masalah akidah Islam. Karena itulah, ummat Islam kemudian terpecah ke dalam beberapa kelompok, antara lain : Ahlussunnah wa al-jama’ah, Syi’ah, Mu’tazilah, Jabariyah dan lain-lain. Semua ini tidak terlepas dari upaya-upaya musuh Islam yang terdiri dari golongan Yahudi dan Xxxxxxx yang sengaja memecah-belah persatuan ummat Islam dengan menghembuskan angin permusuhan diantara mereka. Perbedaan pendapat telah mendorong mereka untuk mencari jawaban lain selain dari Al-qur’an, dan semua itu mereka dapatkan setelah mereka mempelajari hasil pemikiran ummat Yahudi dan Nasrani dalam bidang ilmu kalam dan filsafat. Inilah yang melatar- belakangi timbulnya aktivitas penerjemahan di kalangan bangsa Arab bila ditinjau dari sudut sosiologisnya.5
5 Mahir Xxxxx Xxxxx Xxxxxxxx. op.cit., h. 26-28.
2. Faktor psikologis bangsa Arab.
Dalam menggali ilmu pengetahuan, bangsa Arab terkenal sebagai bangsa yang cerdas dan memiliki semangat yang tinggi untuk menguasainya. Terkadang mereka perlu berjalan berbulan-bulan dalam mencari seorang guru untuk mempelajari suatu ilmu. Inilah ciri khas yang membedakan mereka dari bangsa - bangsa lain. Kerasnya alam gurun sahara telah menempa mereka untuk menjadi manusia yang dapat memiliki daya ingat yang kuat dan berfikir keras dalam memperoleh suatu ilmu.
Begitu pula dengan ajaran agama, akan lebih meresap ke dalam jiwa mereka apabila sudah dapat diterima oleh akal dan fikiran mereka.
Hal inilah yang kemudian mendorong bangsa Arab untuk berperan aktif dalam aktivitas penerjemahan, karena jiwa mereka sudah lama terisi oleh seruan dan anjuran dari Allah SWT dan Xxxx Xxxxxxxx XXX tentang pentingnya ilmu pengetahuan dan kewajiban untuk mencarinya. Demikianlah latar belakang yang mempengaruhi bangsa Arab dalam penerjemahan ditinjau dari sudut psikologisnya.
Dari uraian di atas, dapat ditarik suatu benang merah dalam sejarah awal penerjemahan Arab, yaitu meski apapun alasan-alasan yang melatar-belakangi minat kaum muslimin dalam menekuni aktivitas penerjemahan tersebut, kita tidak dapat memungkiri bahwa penerjemahan telah banyak memberikan kontribusi kemajuan yang amat besar bagi umat Islam. Hal ini terbukti di masa Abbasiyyah, saat kaum muslimin mengalami kemajuan yang amat pesat dalam bidang ilmu pengetahuan (hal ini akan dijelaskan lebih lanjut pada bab II ).
Dengan melihat fakta sejarah di atas, kami memandang perlunya diadakan penelitian yang lebih mendalam tentang peran penerjemahan Arab dalam perkembangan ilmu pengetahuan. Apalagi setelah dilihat bahwa dalam perkembangan selanjutnya banyak sekali teori-teori penerjemahan yang muncul dan saling bercampur-baur satu sama lain. Untuk itu kami sangat berminat untuk mengetahui tentang sejauh - manakah teori-teori tersebut saling berinteraksi dan berasimilasi, dan di manakah letak eksistensi teori penerjemahan Arab ketika teori-teori asing banyak bermunculan.
B. Perumusan dan pembatasan masalah.
Adapun masalah sentral dalam penelitian ini adalah perkembangan teori-teori penerjemahan secara umum, baik teori penerjemahan Arab, maupun teori penerjemahan asing. Sedangkan topik yang akan diangkat adalah teori penerjemahan manakah yang paling dominan di antara teori-teori penerjemahan itu, apakah teori penerjemahan asing, ataukah teori penerjemahan Arab, serta di manakah letak eksistensi teori penerjemahan Arab itu sendiri setelah teori penerjemahan asing banyak bermunculan.
Mengenai pembatasan masalah, maka penelitian ini akan dibatasi pada ketentuan- ketentuan sebagai berikut :
1. Penerjemahan Arab di sini maksudnya adalah penerjemahan dari bahasa asing ( sebagai bahasa sumber/pertama) ke dalam bahasa Arab (sebagai bahasa sasaran/kedua).
2. Kajian historis penerjemahan Arab dititik-beratkan pada masa Abbasiyah, sebab di masa itulah terjadi puncak kejayaan Islam dalam ilmu pengetahuan karena didorong oleh adanya aktivitas penerjemahan.
C. Tujuan penelitian.
Tujuan dari penelitian ini antara lain :
1. Untuk mengetahui sekilas perjalanan sejarah penerjemahan di dunia Arab, dan sebagai fokus sejarahnya adalah penerjemahan pada masa Abbasiyah.
2. Untuk mengetahui seberapa besar kontribusi yang diberikan oleh bidang penerjemahan bagi kemajuan dan kejayaan Islam di masa Abbasiyah, dan bagaimanakah dampak hal itu pada zaman sekarang.
3. Untuk mengetahui eksistensi teori penerjemahan Arab di antara teori-teori penerjemahan asing yang berkembang.
D. Metodologi penelitian.
Dalam melaksanakan penelitian ini, penulis menggunakan metodologi penelitian pustaka (library research), di mana langkah-langkahnya sebagai berikut :
1. mengumpulkan dan mengkaji secara mendalam buku-buku yang membahas tentang sejarah penerjemahan Arab, serta buku-buku yang menjelaskan tentang teori-teori
penerjemahan, baik teori penerjemahan Arab, maupun teori penerjemahan asing. Begitu pula buku-buku yang berisi tentang urgensi penerjemahan serta kontribusinya dalam mendorong terciptanya kemajuan dan kejayaan Islam pada masa Abbasiyah hingga sekarang.
2. Menyeleksi data-data tentang perkembangan teori penerjemahan secara umum dari buku-buku tersebut, kemudian dilakukan analisis data hingga dapat melahirkan suatu hipotesa tentang permasalahan yang dijumpai dalam perkembangan teori penerjemahan Arab.
3. Sebagai langkah akhir, penulis mencoba untuk memberikan kritik dan saran dalam upaya meningkatkan perkembangan teori penerjemahan Arab.
E. Sistematika pembahasan.
Mengenai sistematika pembahasan, maka penelitian mengandung 5 bab dan beberapa sub-bab :
Bab I : berisi pendahuluan yang meliputi latar belakang masalah, perumusan dan pembatasan masalah, tujuan penelitian, metodologi penelitian dan sistematika pembahasan.
Bab II : berupa kajian historis penerjemahan Arab yang diawali oleh cikal-bakal pertumbuhan aktivitas penerjemahan Arab, masa-masa penting perkembangan aktivitas penerjemahan Arab, gerakan penerjemahan pada abad ke-1 dan ke-2 H, gerakan penerjemahan pada abad ke-3 dan ke- 4 H, gerakan penerjemahan di Spanyol dan Mesir, para tokoh yang
paling berjasa dalam mengembangkan aktivitas penerjemahan di dunia Arab, serta teori- teori yang mereka ciptakan.
Bab III : Menjelaskan tentang ruang lingkup penerjemahan, antara lain : definisi terjemah, tujuan dan motif penerjemah, prinsip-prinsip dasar penerjemahan, perbedaan antara terjemah-tafsir dan ta’rib, klasifikasi teori-teori penerjemahan, dan Macam ragam penerjemahan
Bab IV : Menganalisa perkembangan teori penerjemahan Arab yang meliputi : urgensi penerjemahan di dunia Islam, terjemah di antara teori dan prakteknya, eksistensi teori penerjemahan Arab diantara teori-teori penerjemahan asing, serta Penerjemahan Arab, sekarang dan yang akan datang.
Bab V : Merupakan penutup yang berisi kesimpulan dan saran.
BAB II
KAJIAN HISTORIS PENERJEMAHAN ARAB
1. Cikal-bakal pertumbuhan aktivitas penerjemahan Arab.
Sebagaimana telah disinggung pada bab terdahulu, bahwa pada dasarnya aktivitas penerjemahan Arab sudah dimulai sejak Xxxxxxxxxx masih hidup, hanya saja keadaannya masih bersifat individual dan tidak segencar apa yang terjadi di masa Abbasiyyah, dimana khalifah al- Ma’mun memiliki perhatian yang cukup besar dalam bidang ini dengan mendirikan pusat penerjemahan yang disebut dengan Dar el-Hikmah.
Munculnya aktivitas penerjemahan pada abad ke-1 Hijriyah ditandai oleh adanya kegiatan pemindahan (transfering) ilmu pengetahuan dan kebudayaan bangsa lain kedalam dunia Islam yang dipelopori oleh dua tokoh dibawah ini :
1.Al-xxxxxx xxx Xxxxxx.
Ia adalah seorang dokter yang hidup sezaman dengan Nabi dan wafat pada tahun 33 H. Menurut Xxxxxx dan Xxxxxxxx, beliau adalah pelopor pertama dalam bidang ini. Ia menjalani studinya di Jandisabur, sebuah daerah dekat kota Sausah, yang mana daerah ini memiliki sebuah lembaga pendidikan termasyhur yang telah banyak sekali menghasilkan ahli-ahli terjemah yang ulung. Adapun Xxxxxxxxxx sendiri memang
mengakui kehebatan beliau dalam menyembuhkan berbagai-macam penyakit.1
2. Xxxxxx xxx Xxxxx xxx Mu’awiyah (wafat tahun : 85 H / 704 M).
Menurut Xxxxxx dan Xxxxxxxx, cucu dari Mu’awiyah bin Xxx Xxxxxx ini adalah salah satu khalifah Bani Umayyah yang pertama kali menaruh perhatian yang besar dalam bidang ilmu pengetahuan, khususnya dalam ilmu kimia. Pendapat ini dibenarkan oleh Xxxx Xxxxxx yang menurutnya ketika beliau merasa putus asa dalam memegang tampuk kepemimpinannya, maka kemudian ia memalingkan perhatiannya pada bidang ilmiah. Lalu beliau mulai mempelajari ilmu kimia pada seorang pendeta yang bernama Xxxxxxxx dan memerintahkan untuk menerjemahkan buku-buku kimia kedalam bahasa Arab.2
Namun ada sebagian ulama yang mengingkari peran Xxxxxx xxx Xxxxx xxx Mu’awiyah sebagai seorang pelopor penerjemahan di kalangan bangsa Arab pada abad permulaan Hijriyah. Diantaranya adalah Xxxx Xxxxxxx dalam kitabnya Al-muqaddimah . Beliau mengatakan bahwasanya memang ada yang menisbatkan sebagian mazhab adan pendapat kepada Xxxxxx xxx Xxxxx xxx Mu’awiyah, pengasuh xxxxxx xxx Xxxxx. Sedangkan kenyataannya, beliau merupakan salah satu generasi Arab yang sifat baduwinya masih sangat kental. Secara umum, beliau belum mengenal keilmuan. Maka,
1 Schact dan Boutrous. Turats al-Islam. Terjemah oleh Xxxxxx Xx’xxx dan Xxxxx Xxxxxxx xx-‘Amd. (Kuwait: ‘Alam al-Ma’rifah. 1978), jilid III., h. 85.
2 Ibid., h. 113.
bagaimana mungkin beliau bisa menciptakan suatu hal yang asing yang bersandar pada pengetahuan tentang tabiat molekul dan percampurannya. Apalagi pada saat itu kitab- kitab para tokoh kimia dan kedokteran belum begitu banyak dan belum diterjemahkan. Kecuali, jika yang dimaksud adalah Xxxxxx xxx Xxxxx lainnya dari tokoh kimia yang memiliki kesamaan nama.3
Meskipun ada perbedaan pendapat tentang keberadaan Xxxxxx xxx Xxxxx xxx Mu’awiyah ini, namun sebagian besar ulama melegitimasi keberadaan beliau sebagai salah seorang tokoh penerjemahan di abad permulaan Islam. Seperti al-Suyuthi dan Xxxx Xxxxx yang mensinyalir bahwa beliau seperti seorang hakim dalam keluarga Xxxxxx xxx Xxxxx yang memiliki pribadi yang istimewa, mempunyai semangat yang tinggi dan cinta kepada ilmu pengetahuan.4
Dari uraian tadi dapat disimpulkan bahwa pada hakikatnya hubungan ilmiyah bangsa Arab dengan bangsa lain telah lama dimulai sebelum abad ke-1 Hijriyah. Kemudian hubungan tersebut semakin erat lagi dengan kemunculan kedua tokoh tadi yang mempelopori pemindahan ilmu pengetahuan dan kebudayaan bangsa lain kedalam bahasa Arab dengan melalui aktivitas penerjemahan. Sedangkan ilmu pengetahuan yang digeluti oleh orang-orang Arab terdahulu berkisar seputar bidang kimia dan kedokteran.5 Lalu mulai saat itu berkembang kepada bidang-bidang lain seperti : filsafat, matematika, astronomi dan sebagainya.
3 Xxxx Xxxxxxx. Al-muqaddimah .,( tt)., h. 505.
4 Xxxx Xxxxx. Al-fihrasat.(tt), h. 242.
5 Mahir Xxxxx Xxxxx Xxxxxxxx. Op.cit.,h. 22.
Akan tetapi ada beberapa kelemahan yang dijumpai dari para penerjemah pada masa- masa awal perkembangannya, antara lain :
1. Bahwa sebagian besar mereka yang menerjemahkan buku-buku filsafat dan ilmu kalam masih belum cukup memadai kemampuannya dalam bidang ini, karena kebanyakan mereka terdiri dari para dokter.
2. Karena itu pula, mereka merasa kesulitan dalam memahami inti permasalahan dalam filsafat, ilmu kalam, dan ketuhanan secara lebih spesifik. Maka sering dijumpai suatu pendapat yang tidak dapat dipertanggungjawabkan keasliannya, karena pendapat tersebut mereka sandarkan kepada pendapat yang lain. Fakta seperti ini bersumber kepada suatu fenomena dalam penerjemahan Arab dimana terkadang apa yang diterjemahkan itu masih asing bagi orang Arab itu sendiri.
3. Sebagian besar penerjemah pada masa ini tidak menguasai seluk-beluk bahasa Arab secara sempurna, karena itu mereka tidak mampu menerjemahkan naskah asing kedalam bahasa Arab secara lebih detail dan terperinci.6
6 Ibid.., h. 31-32.
3. Masa-masa penting dalam perkembangan penerjemahan Arab.
X.Xxxxxxxx di masa Bani Umayyah.
Pada dasarnya, masa ini merupakan masa permulaan sejarah peradaban Islam. Sebagai masa pertama, tentunya masih banyak kekurangan maupun kelemahannya, karena itu, ia tidak bisa dibandingkan dengan masa-masa sesudahnya. Meskipun demikian, sesungguhnya secara umum, di masa inilah terjadi peletakan batu pertama gerakan penerjemahan dan sebagai tolok ukur pertama penerjemahan dalam dunia Islam, baik di belahan bumi bagian timur, maupun di bagian barat. Xxxxxx Xxxxxx menyebutkan bahwasanya penerjemahan pada masa ini terbatas pada sebagian ilmu-ilmu alam seperti kimia dan kedokteran, dan belum sampai kepada ilmu- ilmu logika seperti filsafat dan ilmu jiwa. Hal itu didasari oleh adanya kebutuhan manusia yang baru berkisar seputar ilmu-ilmu tersebut. Misalnya : manusia membutuhkan ilmu kedokteran karena ia ditimpa berbagai-macam penyakit.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa dalam aktivitas penerjemahan pada saat itu, manusia mendahulukan kebutuhan yang lebih penting dari kebutuhan-kebutuhan yang lain. Contohnya : penerjemahan ilmu kedokteran lebih penting dari penerjemahan ilmu logika.
B. Terjemah pada masa Khalifah al-Manshur dan al-Xxxxxx.
Penerjemahan pada masa ini berbeda dengan masa sebelumnya, karena terjadinya berbagai-macam perkembangan, baik dari segi materi yang diterjemahkan, jumlah penerjemah dan latar-belakang budaya mereka, kumpulan-kumpulan hasil terjemahan, dan ditambah lagi dengan adanya tuntutan materi atau immateri dari mereka maupun orang-orang
yang berkepentingan dengan mereka, dan lain sebagainya. Penerjemahan pada masa Bani Umayyah memang amat menonjolkan fenomena-fenomena tadi. Dan pada kenyataannya penerjemahan pada masa ini –sebagaimana ia berbeda dari penerjemahan masa sebelumnya- pun memiliki perbedaan dalam hal perkemabangannya antara satu masa dengan masa lainnya. Sebagai contoh, penerjemahan pada masa al-Manshur berbeda perkembangannya dengan penerjemahan pada masa Xxxxx xx-Xxxxxx. Pada masa al-Xxxxxx penerjemahan berkembang pesat melampaui perkembangan penerjemahan masa al-Manshur, begitu pula dengan bidang- bidang lainnya. Dan tentang penerjemahan pada masa al-Xxxxxx O’lery mengatakan bahwasanya para penerjemah di masa ini senantiasa bekerja keras dalam bidangnya, yang mana sebagian besar mereka terdiri dari orang-orang Nasrani, Yahudi dan orang-orang yang baru masuk Islam.7
C. Terjemah pada masa Khalifah al-Ma’mun.
Masa ini merupakan masa terakhir kejayaan penerjemahan dalam Islam, bahkan dapat dikatakan bahwa keutamaannya tidak dapat dicapai dalam kurun waktu empat abad lamanya. Khalifah al-Ma’mun benar-benar telah mengungguli para khalifah bani Abbasiyah yang lain dalam perhatian dan kepemimpinannya dalam bidang ini. Suatu predikat yang pantas disandarkan padanya karena kepiawannya dalam memimpin gerakan penerjemahan hingga mencapai tingkat kesempurnaan. Banyak penerjemah ulung yang muncul pada masa ini seperti
: Xxxxxx xxx Xxxxx xx-Xxxxxx, Xxxxxx bin Xxxxxxxx, Xx’xxx xxx Xxxxx xx-Kindy dan ‘Xxx xxx al-Xxxxxxx xx-Thabary. Begitu pula halnya dengan hasil-hasil terjemahan mereka. Hasil-hasil
7 Lady Lessey O’lery. Al-fikru a l- ‘Araby wa Makanuhu fi al-Tarikh. .,( tt),h. 120.
tersebut terkenal sebagai hasi-hasil penerjemahan yang tiada dapat menandinginya dari hasil- hasil penerjemahan masa sebelumnya. Banyak sekali para penerjemah yang berdatangan ke Baghdad yang menjadi pusat penerjemahan pada masa itu, diantaranya dari Xxxx, Xxxx, dan Persia. Diantara mereka ada yang beragama Nasrani, Majusi, Hindu dan Zoroaster.
.Mereka menerjemahkan naskah-naskah Yunani, Persia , India dan lain sebagainya. Mereka senantiasa berdiskusi dan bertukar-fikiran satu sama lain, sehingga hari-hari mereka penuh dengan berbagai penelitian dan pengkajian. Kejayaan penerjemahan pada masa ini terus berlangsung sampai terjadinya proses penerjemahan kitab-kitab kuno ke dalam bahasa Arab.8
D. Terjemah pada masa setelah Khalifah al-Ma’mun.
Masa terjemah keempat ini memiliki perbedaan dari aspek kandungan dan macamnya karena perbedaan dalam perhatian yang diberikan oleh orang-orang yang terlibat dalam penerjemahan ini. Sesungguhnya, bobot gerakan penerjemahan pada masa ini terasa semakin melemah, yaitu pada masa Khalifah al-Mu’tashim dan al-Watsiq. Hal itu berlanjut hingga masa Khalifah al-Mutawakkil, seakan-akan aktivitas penerjemahan pada masa itu berjalan mundur dan kembali seperti gerakan penerjemahan pada masa Khalifah al-Ma’mun. Kemunduran itu semakin berlanjut hingga permulaan abad ke-4 Hijriyah. Adapun tokoh-tokoh penerjemah pada masa ini antara lain : Xxxxxx xxx Xxxxxx, Xxxxx bin Xxxxxx xxx Xxxxxx, Xxxx xxx Xxxxx, Xxxxx xxx ‘Xxxx, Xxxxxx xxx Xxxx al-Ba’labaky dan Xxxx Xxx’xx.
Pada masa inipun terjadi penerjemahan barbagai-macam naskah seperti yang terjadi pada masa sebelumnya. Adapun mengenai bukti-bukti nyata kemunduran masa ini, al-ustadz
Xxxxx Xxxxx xx-‘Xxxxx pernah mengatakan bahwa sesungguhnya masa ini berjalan mundur setelah terjadi pergulatan atau perseteruan yang panjang tentang sebuah nama dalam bidang kedokteran Arab, yang sebenarnya dasar pendapat itu merupakan dasar yang kuat yang diambil dari kumpulan pendapat-pendapat ilmiah para dokter Arab dalam bidang kedokteran. Pendapat-pendapat itu diadopsi dari pemikiran kedokteran klasik, khususnya kedokteran Yunani, serta dipoles dengan seni kedokteran India dan Persia.9
4. Gerakan penerjemahan pada abad ke-1 Hijriyah.
Penerjemahan pada abad ke-1 Hijriyah memiliki ciri tersendiri dalam sejarah penerjemahan pada umumnya – meskipun ruang lingkupnya masih amat terbatas. Proses transformasi ilmu-ilmu orang asing ke dalam bahasa Arab pada masa ini merupakan proses transformasi pertama dalam sejarah Islam. Jadi, dapat dikatakan bahwa penerjemahan pada masa ini merupakan pembuka lembaran awal sejarah penerjemahan di dunia Arab.
Xxxx xx-Suyuti pernah mengatakan bahwa sesungguhnya ilmu-ilmu yang pertama kali muncul itu masuk ke dalam kehidupan umat Islam pada abad ke –1 Hijriyah ketika kaum muslimin mulai dapat menguasai beberapa wilayah, akan tetapi jumlahnnya masih amat minim serta belum dapat tersebar luas di antara mereka. Hal itu disebabkan oleh karena golongan ulama salaf melarang mereka untuk memperdalam bidang penerjemahan ini. 10 Pertumbuhan ilmu pengetahuan Arab dapat disaksikan pada masa ini, di mana sebagian besar bersumber dari bidang penerjemahan. Pada awal kebangkitan ini, bangsa Arab mulai memperhatikan ilmu
9 Xxxxx Xxxxx al-‘Alujy. Tarikh al-Thibb al-‘Iraqy.,( tt), h. 19.
Kimia, di mana sebelumnya mereka menggeluti bidang ilmu kedokteran. Dari sinilah, kelak mereka akan mempunyai jasa yang amat besar bagi perkembangan kedua ilmu ini .
Adapun di antara tokoh yang paling terkenal dalam bidang penerjemahan pada masa ini adalah al-Xxxx Xxxxxx xxx Xxxxx. Beliau bernama lengkap Xxx Xxxxxx Xxxxxx xxx Xxxxx xxx Xxxxxxxx xxx Xxx Xxxxxx xx-Umawy. Dia berketurunan suku Quraisy, dan yang paling faham tentang ilmu pengetahuan. Dialah yang memberikan perhatian yang mendalam pada buku-buku Kimia orang-orang terdahulu, dan dia terkenal sebagai seorang orator dan penyair yang fasih serta memiliki ide-ide cemerlang. Dan dialah orang yang pertama kali menerjemahkan buku- buku Kedokteran, Astronomi dan Xxxxx ke dalam bahasa Arab, sebagaimana dia pula orang Arab pertama yang membahas ilmu Logika.
Di antara naskah-naskah yang berhasil diterjemahkan pada masa ini adalah Kanasy fi al-Thib karangan Xxxxx xx-Xxx, yang diterjemahkan oleh Khalifah Xxxx xxx Xxxxx Xxxx (99- 101 H). Dalam hal ini, Khalifah didampingi oleh seorang dokter yang bernama Xxxxxxxxxxx. Menurut Xxxx xx-Xxxxx, ia adalah seorang dokter di Bashrah, berkebangsaan Israil, dan menguasai ilmu Kedokteran. Dialah yang memimpin Khalifah Xxxx xxx Xxxxx Xxxx dalam menerjemahkan buku tersebut, dan memili peran yang besar dalam penerjemahan tersebut.11
Dari uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa Khalifah Xxxxxx xxx Xxxxx dan Khalifah Xxxx xxx Xxxxx Xxxx adalah dua tokoh Bani Umayyah yang memiliki perhatian yang amat besar dalam bidang penerjemahan di masa ini. Bahkan Xxxxx Xxxx menganggap bahwa peran kedua tokoh ini tidak bisa disamakan dengan tokoh-tokoh lain (khususnya mereka yang
11 Xxxx Xxxxx. Al-fahrasat.( tt), h. 142-143.
mempelopori gerakan filsafat), meskipun itu dari tokoh-tokoh Abbasiyah.12
Akan tetapi pada dasarnya, penerjemahan pada masa Bani Umayyah masih bersifat individualistis yang eksistensi dan kehancurannya bergantung kepada para tokoh-tokoh penerjemahan pada masa ini. Berbeda dengan masa Abbasiyah, di mana gerakan penerjemahan dapat tumbuh subur dan memiliki ruang gerak yang amat luas. Menurut Xxxxxxxx Xxx Xxx Xxxxxx, perbedaan ini bersumber kepada kondisi dan situasi perpolitikan yang kurang kondusif pada masa Bani Umayyah, sehingga menghambat lajunya perkembangan ilmu pengetahuan pada masa itu.13
Pendapat ini dibantah oleh Xxxxxx xx-Jamily, di mana ia mengatakan bahwa sebenarnya kondisi perpolitikan pada masa Bani Umayyah tidak jauh berbeda dengan kondisi perpolitikan yang terjadi pada masa Bani Abbasiyah. Apalagi pada masa Abbasiyah, bukan hanya masalah politik saja yang meresahkan kehidupan umat Islam. masih banyak lagi permasalahan yang timbul pada masa itu, seperti masalah-masalah sosial dan keagamaan. Akan tetapi, gerakan penerjemahan masih bisa berjalan dengan baik, bahkan mencapai puncak kejayaannya. Menurutnya, Xxxxx para Khalifahlah yang amat menentukan kemajuan dan kemunduran gerakan penerjemahan. Bila dibandingkan, para Khalifah pada masa Bani Umayyah yang memiliki perhatian pada bidang ilmu pengetahuan, khususnya penerjemahan, jauh lebih sedikit jumlahnya dengan para Khalifah pada masa Abbasiyah. Pada masa Bani Umayyah hanya dua orang Khalifah yang diketahui memiliki perhatian penuh terhadap ilmu, yaitu Khalifah Xxxxxx xxx Xxxxx dan Khalifah Xxxx xxx Xxxxx Xxxx. Sedangkan pada masa Abbasiyah, hampir
12 Xxxxx Xxxx. Fajru al-Islam.( tt), h. 164-165.
13 Xxxxxxxx Xxx Xxx Xxxxxx. Tarikh al-Fikr al-Falsafy fi al-Islam . (Beirut. 1970), jilid 1, h. 54.
sebagian besar pemimpinnya menaruh perhatian yang mendalam bagi perkembangan ilmu pengetahuan. Sebut saja seperti Khalifah al-Xxxxxxx, Xxxxx al-Xxxxxx, al-Ma’mun, al- Mutawakkil dan lain-lain.14
5. Gerakan penerjemahan pada abad ke-2 Hijriyah.
Sudah tidak diragukan lagi, bahwa penerjemahan pada abad kedua Hijriyah ini lebih utama dari abad kesatu Hijriyah. Hal itu disebabkan oleh bahwasanya perhatian yang cukup besar dari sebagian besar Khalifah Abbasiyah telah memberikan tempat yang layak bagi perkembangan aktivitas penerjemahan . Di samping itu, kondisi masyarakat pada masa itu amat mendukung keberadaan penerjemahan ini, sehingga dapat terciptalah suatu iklim yang kondusif bagi perkembangan ilmu pengetahuan lewat bidang penerjemahan ini.
Berikut ini, penulis akan menjelaskan perkembangan penerjemahan berdasarkan kepemimpinan para Khalifah Bani Abbasiyah, sebagai tambahan penjelasan terdahulu.
1. Gerakan penerjemahan pada masa Khalifah al-Manshur.
Xxx xx-Xxxxx Xxx bin al-Xxxxxx xxx Ali menyebutkan bahwa Xxxxxxxx xx- Xxxxxxx adalah Khalifah pertama yang bergaul rapat dengan para ahli Nujum, dan mempraktekkan ilmu tersebut. Di antara ahli Nujum yang dekat dengan beliau adalah Nubkhat al-Majusi yang masuk agama Islam berkat pertolongannya, begitu pula Xxxxxxx xx-Fazary yang memiliki syair Kasidah Nujum dan Xxx xxx Xxx xx-Istharlabi.15
14 Xxxxxx xx-Jamily. Harakatu al-Tarjamah fi al-Masyriq al-Islamy fi al-Qarnaini al-Tsalits wa al-Rabi ’
li al-Hijrah.(Irak: Dar al-Syuun al Tsaqafiyyah al-‘Ammah, tt), h. 76.
15 Xxx xx-Xxxxx Xxx bin al-Xxxxxx xxx Ali. Muruju al-Zahab wa Ma ’xxxxx xx-Jauhar. (Kairo. 1958), jilid 4, h. 241-242.
Di antara naskah-naskah yang berhasil diterjemahkan ke dalam bahasa Arab pada masa ini adalah : kitab Kalilah wa Dimnah16, dan Sandahind17. Begitu pula karya- karya Xxxxxxxxxxx, Xxxxxxxxxxx, Ekledes, buku-buku Aritmatika dan buku-buku lain yang berbahasa asing yang berisi ilmu pengetahuan tentang Nujum, Matematika, kedokteran dan Filsafat.
Khalifah al-Manshur memang dikenal sebagai seorang Khalifah yang menaruh minat yang besar dalam ilmu Nujum, Arsitektur dan kedokteran. Karena itu pula, buku- buku asing yang banyak diterjemahkan pada masanya adalah buku-buku yang berisi ilmu-ilmu tersebut.18 Begitu pula dengan buku-buku ilmu Logika. T. Xxxxx Xx Xxxx pernah mengatakan bahwa Kitab-kitab ilmu Manthiq (logika) juga diterjemahkan kedalam bahasa Arab pada masa ini. Xxxx xx-Xxxxxxx’ adalah seseorang yang paling berjasa dalam gerakan penerjemahan buku-buku Logika tersebut. Gerakan ini terus berjalan pada masa-masa setelahnya. Akan tetapi Xxxx xx-Xxxxxxx’ xxxxx dikenal sebagai tokoh dalam bidang Filsafat.19
16 Kitab ini berasal dari India. Pertama kali diterjemahkan kedalam bahasa Persia oleh Xxxxxxxxxx xxx Xxxxxx xxx Xxxxxx. Kemudian diterjemahkan kedalam bahasa Arab oleh Xxxxxxxx Xxxx al-Xxxxxxx’ al- Xxxxxxx.Kitab ini berisi tuntunan dalam upaya mendidik jiwa dan membersihkan hati. Karena itu, kitab ini sangat besar manfaatnya serta memiliki tujuan yang mulia. (Lihat Thabaqat al-Umam, karangan Sha’id al-Andalusy, h. 17).
17 Sandahind adalah salah satu golongan mazhab di kalangan bangsa India yang mempelajari ilmu Nujum. (lihat Tarikh al-Ya ’quby, karangan Xxxxx xxx Xxx Xx’xxx. 1358 H. Xxxxx X, h. 65-66, dan Tarikh al-Falak ‘inda a l-“ Arab, karangan Xxxx Xxxxx. Kairo: 1960., h. 23). Ilmu ini dipelajari pula oleh beberapa ulama Islam, seperti : Xxxxxxxx xxx Xxxxxxx xx-Fazary, Habsy bin Xxxxxxxx xx-Xxxxxxxx, Xxxxxxxx bin Xxxx xx- Xxxxxxxxxx, dan al-Xxxxxx xxx Xxxxxxxx dan lain-lain. (lihat Tarikh al-Hukamaa, karangan al-Qifthy, h. 266 dan 270).
18 Xxxxx Xxxxxx. Tarikh al-Tamaddun al-Islamy .( tt), jilid III, h. 157 dan 210. Lihat pula Xxxxxxxx Xxx
Xxx Xxxxxx. Op.cit., jilid I, h. 87-88.
19 T. Xxxxx Xx Xxxx. The History of Philosophy in Islam . (London ; 1933), h. 17.
Khalifah al-Manshur sangat dihormati dan cintai oleh para ulama di masanya, karena kecerdasannya. Ia pun dekat dengan para sastrawan, karena ia adalah seorang sastrawan yang menggeluti berbagai-macam bidang ilmu dan seorang Khalifah Xxxx Xxxxx yang pertama kali menaruh perhatian terhadap ilmu pengetahuan. Ia lah yang mengumpulkan para ahli Astronomi dan Arsitektur dan lain-lain dalam istananya. Sejak saat itu, mulailah aktivitas penerjemahan buku-buku ilmiah dari bahasa-bahasa Yunani, Suryani dan Persia kedalam bahasa Arab. Bahkan tidak hanya itu, Khalifah al-Manshur juga memberlakukan penerjemahan buku-buku yng berisi adat-istiadat orang Nasrani dan Persia. 20
Adapun para penerjemah yang terkenal pada masa ini adalah : Xxxxxxxx xxx al- Xxxxxxx’ yang menerjemahkan buku-buku Xxxxxxxxxxx dalam ilmu Logika kedalam bahasa Arab, yaitu : Kotogorias, Bariarmenias dan Xxxxxxxxx, serta Xxx Xxxxx xx- Xxxxxxx yang menerjemahkan buku-buku kedokteran yang dikarang oleh Xxxxxxxx dan Xxxxxxx, dan anaknya yang bernama Xxxxx yang menerjemahkan buku Xxxxxxxxxxx yang berjudul al-Siyasah fi Tadbiri al-Riyasah .21 Ada pula penerjemah lain yang juga termasyhur pada masa ini , seperti : Xxxxxxx xxx Xxxxxxx xxx Bakhtisyu’ yang menerjemahkan buku-buku kedokteran, dan al-Xxxxxx xxx Xxxxx xxx Mathar yang menerjemahkan buku Arsitektur karya Xxxxxxx.
20 Xxxxxx X. Kirk. A Short History of the Middle East from the Rise of Islam to Modern Times. (London.
1959), h. 30.
21 Xxxx Xxx Xxxxxxx’xx. ‘Uyunu al-Anbaa.( tt), jilid II, h. 174.
Sebagai kesimpulan dari uraian di atas, bahwasanya Khalifah al-Manshur adalah Khalifah Xxxx Xxxxx yang pertama kali berjasa dalam bidang penerjemahan. Di masanya, banyak diterjemahkan buku-buku ilmiah bahasa Yunani, Xxxxxxx, Xxxxxx dan India kedalam bahasa Arab. Akan tetapi amat disayangkan, bahwa aktivitas penerjemahan ini tidak bisa Berlanjut dengan baik pada masa-masa sesudahnya, yaitu pada masa Khalifah al-Mahdi ( 158-169 H / 774-758 M) dan Khalifah xx-Xxxx ( 169- 170 H / 785-786 M). Dan barulah pada masa Khalifah Xxxxx xx-Xxxxxx, aktivitas ini dapat berjalan lagi dan mencapai kesuksesan yang lebih baik.
2. Gerakan penerjemahan pada masa Xxxxxxxx Xxxxx xx-Xxxxxx (170-193 H / 786-808 M).
Nama lengkap khalifah ini adalah Xxxxx xxx Xxxxxxxx xxx Xxxxxxxx xxx Xxxxxxxx xxx Xxx xxx Xxxxxxxx xxx al-‘Xxxxx. Dilahirkan pada tahun 145 Hijriyah di zaman Khalifah al-Manshur, dan wafat pada tahun 193 H.22
Beliau adalah seorang pakar dalam bidang keilmuan yang menggeluti bidang sastra dan dekat dengan para ulama.23Selain itu, beliau merupakan Khalifah Xxxx Xxxxx yang amat tersohor, sehingga namanya pun dikenal luas oleh bangsa-bangsa lain dan sering disebut dalam literatur-literatur mereka.24 Sesungguhnya, nama beliau menjadi teladan bagi kejayaan Khilafah di dunia timur, dan sebagai penopang utama bagi
22 Abu Ja’far Xxxxxxxx xxx Xxxxx xx-Thabary. Tarikh al-Umam wa al-Muluk . (Kairo. 1939), jilid VI, h.
441.
23 Xxxx xxx al-Xxxxx xxx Xxx xxx Xxxxxx xx-Kilaby. Al-Nibras fi Tarikh Khulafa Bani a l- ‘Xxxxx.
(Baghdad. 1946), h. 36.
24 Xxxxx Xxxxxxx al-‘Xxxxxx. Fi al-Tarikh al-‘Abba sy wa al-Fathimy .( Beirut. 1971), h. 80.
sastra Arab. Ia amat dikenal di Eropa setelah diterjemahkannya buku Alfu Lailah wa Lailah Ke dalam bahasa-bahasa Eropa.25
Khalifah ini sepanjang hidupnya senantiasa berminat penuh terhadap segala sesuatu yang berbau Persia. Dan dibawah kepemimpinannya terjadi peristiwa gerakan adopsi kebudayaan Helenisme.26Di samping itu, Khalifah al-Xxxxxx pun gemar mengembara untuk mencari ilmu. Al-Suyuthi mengatakan bahwa Khalifah ini pernah mengembara bersama kedua putranya yang bernama al-Amin dan al-Ma’mun dalam rangka untuk menemui al-Xxxx Xxxxx guna mempelajari kitabnya yang berjudul al- Muwaththa ’ .27Dengan demikian, Khalifah Xxxxx xx-Xxxxxx merupakan seorang Khalifah yang paling banyak jasanya dalam mengembangkan ilmu pengetahuan bangsa Arab, khususnya dalam penerjemahan naskah-naskah Yunani kedalam bahasa Arab. Padahal hal itu amat sulit untuk dilakukan. Pertama : para penerjemah Arab harus dapat menyingkap segala rahasia bangsa Yunani dalam bidang ilmu pengetahuan yang ditulis dengan bahasa Yunani yang amat rumit. Kedua : menerjemahkan semua itu kedalam bahasa Arab. Dan ketiga : mereka harus mampu berkreativitas dalam ilmu tersebut dengan membuat inovasi-inovasi terbaru dalam rangka pengembangan ilmu yang telah mereka miliki.28
Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa Khilafah Abbasiyah dibawah
pimpinan beliau merupakan rujukan utama para cendekiawan dan pakar peneliti
25 F.F. Arbuthnot. Arabic Authors : A Manual of Arabian History and Literature . (London. 1890), h. 95-
96.
26 Suatu kebudayaan yang didalamnya berisi banyak kebudayaan yang berbeda-beda, seperti : Yunani,
Mesir, Syiria dan Persia. (lihat Min Hadha ratina , karangan Xxxxxx ‘Xxxxxxxx.( Beirut. 1959), h. 31-32).
27 Al-Suyuthi. Husnu al-Muhadharah fi Tarikhi Mishr wa al-Qahirah. (Kairo. 1967), jilid II, h. 26.
28 Xxxxxxx Xxxxx Xxxxxxx. A Shorter History of Science. (Cambridge. 1944), h. 37-38.
ilmiah dalam membahas ilmu pengetahuan. Dan segala pengorbanannya dalam bidang ini telah mengharumkan nama dan periode kepemimpinannya sebagai yang termasyhur di belahan dunia timur dan barat.
Selain jasa Khalifah ini, ada nama lain yang tidak boleh dilupakan dalam masa ini yang juga berjasa dalam mengembangkan ilmu pengetahuan lewat penerjemahan, yaitu periode keturunan Xxxxx xxx Xxxxxx xx-Barmaky. Mereka dikenal sebagai peminat dan pengagum ilmu pengetahuan Yunani. Dan mereka disebut sebagai pemimpin bidang penerjemahan yang sangat terkenal pada masa Khalifah al-Xxxxxx.29
6. Gerakan penerjemahan pada abad ke-3 Hijriyah.
Perkembangan penerjemahan pada masa ini bertumpu kepada dua orang Khalifah Bani Abbasiyah, yaitu : al-Ma’mun dan al-Mutawakkil. Karakteristik penerjemahan pada paruh pertama masa ini umumnya lebih condong kepada penerjemahan kedalam bahasa Suryani. Sedangkan pada paruh kedua baru bertambah sedikit demi sedikit kepada penerjemahan kedalam bahasa Arab. Dalam masa ini pula terjadi gerakan pengoreksian hasil-hasil terjemahan pada masa sebelumnya.
Para penerjemah pada masa ini sebagian besar beragama Nasrani dan berbicara dengan bahasa Suryani, sedangkan beberapa diantaranya telah menguasai bahasa Yunani dan Persia.30
29 Xxxxxx xx-Jamily. Op.cit., h. 93.
30 Xxxxx Xxxxxx Xxxxxx. Al-Turats al-Yunani fi al-Hadharah al-Islamiyyah. (Kairo. 1946), h. 57-58.
Gerakan penerjemahan pada masa ini semakin meningkat dan kegiatan ilmiah pun semakin bertambah. Dimasa ini berbagai macam naskah ilmiah diterjemahkan, begitu pula naskah-naskah tentang Moral, Filsafat, Kejiwaan, Astronomi, Kedokteran dan Logika. Dalam ilmu Astronomi buku yang diterjemahkan adalah al-Majisthy karangan Xxxxxxxxxxx. Dalam ilmu Kedokteran diterjemahkan buku Xxxxxxxx xxxxx Xxxxxxxx. Dalam ilmu Logika diterjemahkan buku Xxxxxxxxxxx dan juga bukunya dalam ilmu Metafisika. Begitu pula karya- karya Xxxxx dalam ilmu Politik.31
Ada beberapa hal penting yang terjadi pada masa ini, ditinjau dari masalah pengkhususan dalam bahasa yang diterjemahkan. Tentang ini Xxxxxxxxx memberikan penjelasan sebagai berikut. Bahwasanya pada masa Khalifah al-Ma’mun muncul satu kelompok baru dari kalangan ulama yang mengkhususkan diri dalam segi bahasa apakah yang diterjemahkan kedalam bahasa Arab. Apakah bahasa Yunani, Suryani, atau Persia. Contohnya, ada sekelompuk penerjemah dari bahasa Persia, tokohnya adalah ‘Xxx xxx al-Xxxxxxx xx- Xxxxxxx, Xxxx bin Xxxxx dan Khalifah al-Ma’mun sendiri. Dari bahasa Yunani, pelopornya adalah : Xxxxxx xxx Xxxxx xx-‘Xxxxxx dan Ya’qub bin Xxxxx xx-Kindy. Dan dari bahasa Suryani adalah : Xxxxx xxx Xxxxxx dan Xxxxxxx xxx al-Xxxxx xx-A’sam.32
Masa al-Ma’mun adalah masa awal penerjemahan berkembang dalam ruang yang lebih luas dengan kedatangan kaum Nasrani kedalam Emporium Romawi Timur dalam rangka meneliti buku-buku terbaru. Begitu pula dengan umat Islam yang menerjemahkan naskah -
31 Xxxxxxxx Xxx Xxx Xxxxxx. Op.cit., h. 87-88 dan 92.
32 F.F. Arbuthnot. Op.cit., h. 90-91. Lihat pula Xxxxxx Xxxxxx. The Xxxx cens from the Earliest Times to the Fall of Baghdad. (London. 1886), h. 388-389.
naskah kuno yang sudah sangat sulit untuk dicari. Banyak pula golongan orang kaya yang meminta para penerjemah untuk menerjemahkan naskah yang mereka inginkan, dengan memberikan imbalan memuaskan bagi mereka.33
Secara khusus, Khalifah al-Ma’mun memberikan perhatian penuh dalam ilmu astronomi untuk diterjemahkan. Karena itu, ilmu ini berkembang pesat pada masanya, baik dalam bidang penerjemahan, maupun dalam aplikasinya. Salah satu sebabnya adalah karena Khalifah sendiri telah lama menggeluti budaya perbintangan, didorong pula oleh penelitiannya terhadap naskah-naskah Yunani dalam bidang ini. Maka, penerjemahan ilmu ini mencapai implementasi yang nyata pada masa ini, dan kajian-kajian tentang ilmu inipun mencapai jumlah yang banyak.
Selain ilmu Astronomi, Xxxxxxxx pun menarik perhatian Khalifah al-Ma’mun. Al-ustadz xx-Xxxx Xxxxx pernah mengatakan bahwa ilmu Filsafat tidak mencapai perkembangan yang baik kecuali pada masa Khalifah Xxxx Xxxxx : al-Ma’mun.34 Diantara faktor pendorong al- Ma’mun untuk menerjemahkan buku-buku Filsafat antara lain :
1. Kaum muslimin telah menyadari bahwa Xxxxxxxx tidak bertentangan dengan akidah mereka, dan mereka mengetahui keunggulan ilmu-ilmu bangsa Yunani.
2. Filsafat adalah suatu ilmu yang membutuhkan waktu luang dan memberikan ketenangan dalam hidup.
3. Filsafat juga merupakan suatu ilmu yang memberikan kesenangan jiwa.35
33 Xxxxxx Hell. Die Kultur der Uraber. (Leipzig. 1919) , h. 102. 34 Xxxxxx Xxxxxx. Turats al-Islam. (Kairo. 1936), jilid I, h. 248. 35 Xxxxxxxx Xxx Xxx Xxxxxx. Op.cit., h. 88 dan 91.
Sebelum berakhirnya khilafah al-Ma’mun, bangsa Arab telah menjadi bangsa yang senang mengarungi lautan ilmu, seperti ilmu kedokteran, Filsafat, Matematika dan sejarah, dimana mereka telah berhasil menerjemahkan buku-buku Xxxxxxxx, Xxxxxxxx, Xxxxxxxxxxx, Ekledes dan Xxxxxxxxxxx.36 Bahkan dapat dibayangkan, bila masa kejayaan penerjemahan itu terus berlangsung pada masa-masa setelah Khalifah al-Ma’mun, maka naskah terjemahan yang ditinggalkan oleh masanya adalah naskah-naskah yang hebat dan sempurna.
Akan tetapi, amat disayangkan, karena Khalifah Abbasiyah yang memegang tampuk kepemimpinan setelah al-Ma’mun kurang dapat meningkatkan perkembangan penerjemahan. Seperti Khalifah al-Mu’tashim dan al-Watsiq. Aktivitas peerjemahan pada masa kedua Khalifah ini memang masih berjalan, akan tetapi tidak segiat aktivitas pada masa Khalifah al- Ma’mun, bahkan mulai melemah dan berkurang jumlahnya.
Meskipun demikian, masa kemunduran itu tidak berjalan lama. Ketika Xxxxxxxx xx- Xxxxxxxxxx mulai berkuasa, kegiatan penerjemahan kembali merebak gairahnya. Keadaan ini pun tidak terlepas dari jasa Xxxxxx xxx Xxxxx xx-‘Xxxxxx yang mempelopori semangat penerjemahan. Karena itu, Khalifah al-Mutawakkil dianggap telah memberikan peran positif dalam menggerakkan kembali kegiatan penerjemahan, serta memberikan nafas baru untuk kedua kalinya bagi perkembangan kegiatan penerjemahan ini. Dalam hal ini, Xxx Xxxxxxxx menjelaskan bahwa sekitar tahun 241 H / 856 M, Khalifah al-Mutawakkil memperbarui sekolah terjemah dan perpustakaan di kota Baghdad, dimana beliau mempercayakan Xxxxxx xxx Xxxxx untuk menjalankannya. Para Khalifah dan individu-individu yang lain mengizinkan
36 X. Xxxxx Xxxxxx. The History of Mohammedanism . (London. 1851), h. 268-269.
dan memberikan bantuan kepada para pakar Nasrani yang sedang meneliti naskah-naskah yang akan diterjemahkan di kota Baghdad. Hal ini pun tidak jauh berbeda dengan Xxxxxx xxx Xxxxx yang mengembara di kota Baghdad, Suriah, Palestina dan Mesir ketika ia tidak menemukan naskah yang ia cari di kota Damaskus.37
Sesungguhnya, penerjemahan pada masa Khalifah al-Mutawakkil telah mampu mencakup sebagian besar peradaban bangsa asing. Di samping itu, faktor materi telah berperan penting dalam meningkatkan kuantitas penerjemahan, dimana al-Mutawakkil dan Khalifah lainnya serta para mentri, telah berani mengorbankan harta yang amat banyak untuk diberikan kepada para penerjemah. Sehingga hal itu dapat menambah semangat para penerjemah untuk giat menghasilkan terjemahan yang berguna bagi masyarakat pada masa itu.
7. Gerakan penerjemahan pada abad ke-4 Hijriyah.
Sebagaimana telah dijelaskan pada bab sebelumnya, bahwa abad ke-3 Hijriyah merupakan suatu masa dalam Khilafah Xxxx Xxxxx yang sarat dengan kegiatan penerjemahan, sehingga jumlah kegiatan tersebut tak terhitung jumlahnya. Kegiatan itu pun pada dasarnya telah menjadi pendorong tumbuhnya gerakan budaya masyarakat dalam bidang penyusunan sebuah karya tulis/buku ilmiah. Akan tetapi, kegiatan itu pun masih kalah jumlah bilangannya bila dibandingkan dengan aktivitas penerjemahan.
Adapun kondisi yang terjadi pada abad ke-4 Hijriyah ini merupakan kondisi sebaliknya yang terjadi pada abad ke-3 Hijriyah, dimana aktivitas penyusunan karya ilmiah lebih banyak
jumlahnya dibandingkan dengan jumlah aktivitas penerjemahan, karena kegiatan tersebut merupakan dampak langsung dari adanya proses penerjemahan tersebut. Xxxxxxxx Xxxxx xx- Xxx berbicara tentang hal ini dalam bukunya sebagai berikut : “Para ulama Baghdad dan kota- kota Islam lainnya telah menyibukkan dirinya di abad ke-2 dan ke-3 Hijriyah dengan aktivitas penerjemahan ilmu-ilmu asing kedalam bahasa Arab. Akan tetapi pada abad ke-4 Hijriyah mereka mulai berpaling kepada kegiatan yang lebih bersifat individualistis, dimana mereka lebih memperhatikan ilmu-ilmu keagamaan dari pada ilmu-ilmu seperti : Matematika dan Filsafat. Hal itu disebabkan oleh adanya factor agama yang sangat berpengaruh dalam membentuk jiwa dan kepribadian mereka untuk selalu menyibukkan diri dalam semua hal yang bersifat agamis, dan mendorong minat mereka untuk mempelajari ilmu bahasa, karena ilmu tersebut merupakan jalan dalam memahami ajaran agama.38
Pada abad ke-4 Hijriyah ini, aktivitas penerjemahan telah mencapai taraf kesempurnaan. Dan mulailah kegiatan penyusunan karya ilmiah menjadi aktivitas baru bagi bangsa Arab. Contohnya, ada beberapa buah buku ilmiah yang dikarang oleh mereka, seperti Xxxxxxxx xxx Xxx Xxxx xx-Razy, al-Faraby dan Xxxx Xxxx.Topik filsafat pada masa ini pun lebih umum dan luas dari masa-masa sebelumnya, karena ia mencakup ilmu Logika, ilmu Alam, Kimia, Ketuhanan, Matematika, ilmu Jiwa, Sosiologi dan lain sebagainya. Akan tetapi dengan berlalunya waktu, terjadi pula pemisahan ilmu-ilmu tersebut dari ruang lingkup ilmu Filsafat, dan menjadi ilmu yang berdiri sendiri, seperti ilmu Logika, Jiwa dan Sosiologi.
Maka secara umum dapat disimpulkan, bahwa bila pada abad ke-2 dan ke-3 Hijriyah
kaum Muslimin lebih menaruh perhatian pada aktivitas penerjemahan, dengan memindah ilmu- ilmu asing kedalam bahasa Arab serta mempelajari dan menguasainya, maka pada abad ke-4 Hijriyah ini lebih memfokuskan diri dalam belajar secara otodidak. Mereka tidak lagi beraktivitas dalam suatu kumpulan orang yang menghasilkan suatu karya terjemahan, akan tetapi berpindah kepada suatu kegiatan yang lebih bersifat individualistis, demi kepentingan masing-masing. Hasil terjemahan yang mereka kerjakan pun lebih dipengaruhi oleh kebudayaan-kebudayaan lain yang bersifat filosofis dan ilmiah, bukan lagi dipengaruhi oleh kebudayaan Yunani, Persia dan India.39
Meskipun gerakan penerjemahan pada masa ini telah berunah ruang lingkupnya, dari penerjemahan ilmu-ilmu yang bersifat ‘Aqly (rasio sebagai dalil) kepada ilmu-ilmu yang bersifat Naqly (menggunakan dalil agama) , akan tetapi diantara para pakar peneliti modern masih ada yang berpendapat bahwa kegiatan penerjemahan pada masa ini lebih terfokus pada penerjemahan ilmu Filsafat. Diantara mereka adalah : Xx Xxxx yang mengatakan bahwa proses penerjemahan pada masa ini masih berjalan. Dan dapat dipastikan bahwa kegiatan penerjemahan sejak masa Xxxxxx xxx Xxxxx lebih terbatas dalam penerjemahan buku-buku Xxxxxxxxxxx, maupun kumpulan ringkasan atau penjelasannya.40
Pendapat ini ditanggapi oleh al-Jamily, dimana menurutnya meskipun pada masa ini banyak karya-karya Xxxxxxxxxxx yang diterjemahkan, namun masih banyak karya lain yang juga diterjemahkan pada masa ini. Umpamanya, Xxxxxx xxx Xxxxx memang banyak menerjemahkan buku-buku Xxxxxxxxxxx, akan tetapi ia lebih banyak menerjemahkan buku-bukunya dalam
39 Xxxxxx xx-Jamily., op.cit., h. 127.
bidang kedokteran. Kemungkinan yang dimaksud De Boer di sini adalah Xxxxx xxx Xxxxxx yang memang mengkhususkan dirinya dalam penerjemahan ilmu-ilmu Filsafat.41
Para penerjemah pada masa ini termasuk penerjemah yang paling berjasa dalam bidangnya, sehingga namanya senantiasa diingat oleh bangsa Arab sepanjang masa. Bahkan kita seyogyanya dapat memberikan pujian yang tinggi kepada mereka, karena hasil-hasil terjemahannya adalah masterpiece diantara hasil-hasil terjemahan yang lain. Sebut saja seperti Xxxxx xxx Xxxxxx xxx Xxxxxx, Xxx Xxxxx Xxxx bin Xxxxx, Xxxxx xxx ‘Xxxx dan Xxx xxx Xxxxx xxx Zur’ah. Sedangkan sebagian besar buku-buku yang diterjemahkan itu berasal dari Yunani, dan diterjemahkan kedalam dua bahasa, yaitu : bahasa Suryani dan Arab.
Diantara ilmu-ilmu yang diterjemahkan dari Yunani adalah : ilmu Kedokteran, Matematika, Filsafat, Astronomi, Farmasi, Kimia, Botani dan lain-lain. Dan selebihnya adalah dari India, seperti : Sastra dan termasuk pula Kedokteran dan Matematika, dan dari Persia, seperti : Seni bercerita, Xxxxxx-xxxxxx, Pribahasa, menejemen politik dan perkantoran.
Pada umumnya, Khilafah Xxxx Xxxxx pada masa ini memiliki citra atau kesan positif dan juga negatif. Citra positif itu disebabkan oleh adanya perkembangan yang pesat dalam bidang ilmiah, seperti : bidang Seni Syair , Prosa, dan seluruh bidang Sains, khususnya Filsafat. Sedangkan citra negatif itu timbul dari adanya menejemen politik yang rusak. Misalnya : pelimpahan kekuasaan kepada orang yang bukan ahlinya, dan sarat dengan unsur- unsur korupsi, kolusi dan nepotisme. Sehingga dapat dikatakan, bahwa pada masa ini dunia Islam menjadi sarana untuk memuaskan ambisi, keinginan dan hawa nafsu keduniaan semata.
karena itu, sejak saat itulah dunia Islam mulai terperosok kedalam jurang kesesatan dan kehancuran.42 Keadaan ini terus berlangsung hingga terjadilah kebangkitan Islam di Spanyol.
8. Gerakan Penerjemahan di Spanyol.
Ketika umat Islam telah dapat menguasai daerah Afrika Utara dan Eropa Selatan, pengaruh Arab mulai memasuki kawasan tersebut, terutama di kawasan Spanyol, dengan ditandai oleh munculnya kajian-kajian pemikiran Arab. Meskipun peperangan antara umat Islam dengan kaum Nasrani masih berkecamuk, akan tetapi para ulama Islam terus berdatangan ke Spanyol dan kian bertambah jumlahnya. Imbas dari hasil pemikiran mereka memiliki pengaruh yang amat luas bagi kaum Yahudi dan bangsa Spanyol. Hal itu terbukti dengan adanya aktivitas penerjemahan baik kedalam bahasa Arab maupun kedalam bahasa yang lain. Sebagai contoh, mereka menerjemahkan kitab al-Hayawan kedalam bahasa Arab, begitu pula dengan kitab Maqamat al-Xxxxxx yang berisi bermacam-macam ilmu pengetahuan, mereka terjemahkan kedalam bahasa Ibrani dan Latin. Peristiwa ini terjadi pada masa pemerintahan raja Xxxxxxx XX.
Setelah kota Toledo dapat Ia kuasai,pada tahun 1085, lalu Xxxxxxx XX ini memerintahkan Xxxxxx Xxxxxxx –seorang ilmuwan Nasrani- untuk memimpin penerjemahan buku-buku orang Islam kedalam bahasa Latin. Maka pada tahun 1150 ia membangun sebuah pusat penerjemahan di kota Tolon dekat dengan Madrid. Kegiatan itu semakin hari semakin berkembang hingga sampai ke kota Pernis yang berbatasan dengan Prancis. Pada
42 Ibid., h. 137-138.
akhirnya kegiatan tersebut dapat masuk ke daratan Prancis dan negara-negara yang bertetangga dengannya. Maka semenjak itu, pusat penerjemahan itu berkembang pesat sebagai sebuah pusat penerjemahan dua kebudayaan besar, yaitu : Arab dan Yunani.43
9. Gerakan penerjemahan di Mesir.
Aktivitas penerjemahan di Mesir sebenarnya telah dimulai sejak dahulu kala ketika para Ramses berkuasa. Pada masa itu telah dimulai penerjemahan naskah-naskah kuno yang terdapat pada prasasti-prasasti dan lembaran kulit binatang yang ditulis dengan bahasa Mesir kuno kedalam bahasa yang digunakan pada saat itu meskipun jumlahnya tidak terlalu banyak.
Kemudian pada abad ke 3 SM peradaban manusia diKairo semakin maju dengan dirampungkannya dua aktivitas penerjemahan yang memiliki pengaruh yang amat besar bagi perkembangan agama dan ilmu pengetahuan. Kedua penerjemahan itu adalah :
1. Penerjemahan kitab Taurat dari bahasa Ibrani ke dalam bahasa Yunani yang dikerjakan pada masa raja Xxxxxxxxxxx XX.
2. Penerjemahan kitab Injil dari bahasa Ibrani ke dalam bahasa Qibti pada abad ke 3 M.
Setelah umat Islam dapat menguasai Mesir, maka Kairo kembali mengulang perannya yang amat penting dalam bidang penerjemahan dan ta’rib, dimana setelah sekian lama
43 Xxxx Xxxxxxxxx. Modern English Reading : Early Arab Civilization . (Longman. 1973), h. 26-27.
pemikiran dan kebudayaan Yunani dipelajari disana lalu diterjemahkan kedalam bahasa Arab. Peristiwa itu mendapat sambutan yang amat baik dari umat Islam yang mencerminkan bahwa mereka memiliki akidah yang benar. Sejak saat itu peradaban bangsa Arab memulai masa- masa kejayaannya. Apalagi setelah Kairo dijadikan sebagai salah satu pusat penerjemahan disamping pusat-pusat yang tersebar di wilayah Baghdad, Tunisia dan Spanyol.
Akan tetapi ketika bangsa Turki mulai menduduki wilayah Arab pada tahun 1514-1914
–sekitar 400 tahun- kejayaan tersebut semakin hari semakin terkikis, khususnya dalam kebudayaan, perekonomian dan pengajaran. Bahasa Arab yang sebelumnya mendominasi hampir di semua bidang kini mulai tergeser keberadaannya oleh bahasa Turki. Begitu pula halnya dengan aktivitas penerjemahan. Kegiatan ini mulai mengalami kevakuman yang cukup lama. Sehingga dapat dikatakan bahwa pendudukan Turki tersebut merupakan penghalang yang amat besar bagi kemajuan peradaban Arap maupun Eropa.
Kemudian di penghujung abad ke 18, yaitu sekitar tahun 1798 tentara Prancis mulai berdatangan ke wilayah Mesir. Inilah momentum sejarah awal penjajahan bangsa Eropa diatas bumi jazirah Arab. Meskipun demikian, penjajahan tersebut tidak dapat melumpuhkan sendi- sendi aktivitas penerjemahan yang telah berlangsung saat itu. Sebaliknya, kaum penjajah amat memperhatikan aktivitas tersebut dengan diadakannya penerjemahan naskah-naskah Arab kedalam bahasa Perancis. Karena itulah, penjajahan tersebut pada dasarnya telah memberikan keuntungan yang besar bagi bangsa Arab. Ada beberapa hasil yang dicapai dalam bidang ini, antara lain :
1. Penerjemahan kitab Taurat dari bahasa Ibrani ke dalam bahasa Yunani pada masa raja Xxxxxxxxxxx XX.
2. Penerjemahan kitab Injil dari bahasa Ibrani ke dalam bahasa Qibthi pada abad ke-3 Masehi.
Selanjutnya, penerjemahan Arab di Mesir mulai berkembang pesat pada masa Xxxxxxxx Xxx , dimana aktivitas tersebut memiliki peran yang amat vital dalam lembaga pendidikan formal. Lembaga tersebut mendatangkan staf pengajar dari Eropa dengan tujuan agar mereka dapat mengajarkan bagaimana mereka dapat berhasil dalam bidang sain dan teknologi pada saat itu. Hal ini merupakan motivasi yang besar bagi para penerjemah untuk menerjemahkan apa yang mereka sampaikan dalam bahasa Inggris atau Perancis kedalam bahasa Arab , kemudian terjemahan itu disampaikan kepada para pelajar yang sebagian besar mereka berkebangsaan Suriah, Libanon, Armenia, Tunisia dan Marokko.
Semenjak dipelopori oleh Xxxxxx xx-Xxxxxxx dan sahabat-sahabatnya perkembangan penerjemahan di Mesir semakin hari semakin maju. Sebelumnya mereka diutus oleh Xxxxxxxx Xxx untuk menuntut ilmu ke Eropa pada sekitar tahun 1930-an. Sekembalinya mereka dari sana mereka mulai berusaha keras untuk menerjemahkan buku-buku bangsa Eropa tentang sain, sastra dan seni kedalam bahasa Arab hingga akhir tahun 1940 . Pada tahun itu pula terjadi penyelewengan - penyelewengan dalam Penerjemahan dengan menjiplak istilah – istilah ilmiah bangsa Eropa , dan tidak diterjemahkan kedalam bahasa Arab yang benar. Keadaan ini segera diantisipasi oleh al-Azhar dengan mengeluarkan perbaikan- perbaikan atas kesalahan tersebut. Dan inilah universitas yang pertamakali mempelopori usaha perbaikan dalam terjemah dan ta’rib.
10. Pelopor-pelopor penerjemahan Arab.
Setelah al-Xxxxxx xxx Xxxxxx dan Xxxxxx xxx Xxxxx xxx Xxxxxxxx membuka jalan dalam kegiatan penerjemahan Arab, maka kemudian usaha mereka diikuti pula oleh beberapa tokoh yang namanya selalu diingat dalam sejarah penerjemahan Arab. Tokoh-tokoh itu adalah :
1. XXXXXX XXX XXXXX.
Dia adalah seorang penerjemah yang paling masyhur di abad ke 3 H. Dilahirkan pada tahun 194 H, berkebangsaan Arab dan beragama Nasrani. Dia menguasai sejarah Yunani, Persia dan Suryani. Begitu pula dengan sastra Arab, bahasa Arab dan sebagian besar ragam bahasa secara mendalam. Ilmu kedokteran pun ia tekuni. Hidupnya sezaman dengan al-Ma’mun, al-Mu’tashim, al-Watsiq dan al-Mutawakkil. Pada masa khalifah yang terakhir inilah ia memperoleh kedudukan terhormat sebagai pemimpin teratas penerjemahan pada masa itu. Yang paling mengagumkan dari karya-karyanya adalah penerjemahannya terhadap karya-karya Xxxxxxxxxxx. Dan karena inilah hidupnya senantiasa berkecukupan.
2. XXXXX XXX XXXX.
Ia merupakan seorang penerjemah termasyhur di abad ke 4 H. Berkebangsaan Arab dan menganut mazhab Ya’qub. Dia menuntut ilmu pada seorang ulama yang bernama Xxxx xxx Xxxxx. Keunggulannya dalam bidang ilmiah terlihat dalam ilmu
Filsafat, dan dalam cabang ilmu inilah ia banyak menerjemahkan buku-buku bahasa Suryani kedalam bahasa Arab.
3. QISTHA BIN LUQA AL-BA’LABAKI.
Dia seorang tokoh penerjemahan Arab di abad ke 3 H. Berkebangsaan Syam dan beragama Nasrani serta termasuk orang yang paling dekat dengan al-Muqtadir. Dia menuntut ilmu ke Eropa, lalu menetap di Baghdad untuk menekuni bidang penerjemahan. Keunggulannya dalam bahasa Yunani, Suryani dan Arab amat diakui oleh masyarakat pada saat itu. Ciri khas terjemahannya adalah kesempurnaan dalam memadankan kata dari bahasa satu ke bahasa yang lain, pandai dalam mengungkapkan maksud dari suatu naskah, dan cermat dalam menangkap apa yang tersirat dalam naskah itu sendiri. Sebagian besar terjemahannya adalah karya-karya Xxxxxxxxxxx dan Xxxxx, dan iapun melakukan perbaikan-perbaikan terhadap terjemahan-terjemahan sebelumnya.
4. XXX XXXXX XX-DIMASYQA.
Ia adalah seorang penerjemah ulung di abad ke 4 H. Kebanyakan hasil karyanya adalah menerjemahkan buku-buku ilmu kalam dan arsitektur. Sedangkan karya terpenting dalam hidupnya adalah penerjemahan buku Xxxxxxxxxxx yang berjudul Al- jadal yang ia kerjakan bersama Xxxxx xxx Xxxx.
5. XXXXXX XXX AL-BATHRIQ.
Ia hidup pada abad ke 3 H. Hasil penerjemahannya yang terkenal adalah kitab al-Hayawan yang dikarang oleh Xxxxxxxxxxx. Ia dalah orang yang amat dekat dengan al- Ma’mun. Sehingga ia dipercaya untuk menerjemahkan buku-buku kedokteran dan arsitektur.44
6. XXXX XX-XXXXXXX’.
Dilahirkan pada tahun 106 H dikota Gor Persia. Ketika menginjak remaja ia memeluk agama Islam.45 Sedangkan orangtuanya beragama Majusi. Ia tinggal di Bashrah, menuntut ilmu dan bergaul dengan para ulama dan kaum intelektual. Kemasyhurannya dalam bidang terjemah tertulis dalam sejarah bahwa ia adalah orang pertama yang menyatukan peradaban Persia dan Arab. Iapun orang yang pertama menerjemahkan karya-karya filosof Yunani kedalam bahasa Arab, seperti karya Xxxxxxxxxxx dan Porporios. Ia juga orang pertama yang menerjemahkan karya bangsa India, seperti kitab Kalilah wa Dimnah dan lain-lain.46
44 Mahir Xxxxx Xxxxx Xxxxxxxx., op.cit. , h. 34-35.
45 Xxxxxxxx Xxxx Xxx. Umara al-Bayan .(Beirut ; Dar al-Kutub. 1969), cet. 3, h. 86-88.
46 Xxxxx Xxxx Xxxxxx xx-Xxx. Al-Xxxxx xx-Tarbawi ‘xxxx Xxxx al-Xxxxxxx ’, al-Xxxxx, xxxxx Xxxxx a l- Katib. (Beirut : Dar al-Iqra’. 1985), cet. I , h. 119-120.
7. AL-XXXXX.
Ia adalah seorang penulis ulung yang memiliki jasa yang amat besar dalam mengembangkan prosa Arab. Dilahirkan pada tahun 160 H dan hidup dalam zaman ketika bahasa Arab dan ilmu pengetahuan sedang berada dipuncak kejayaan. Begitu pula halnya dengan bidang penerjemahan. Minatnya dalam mempelajari filsafat Yunani didorong oleh bakatnya dalam bidang dakwah. Disamping itu, filsafat Yunani pada masa itu sedang menjadi bahan yang hangat untuk didiskusikan. Selain itu pula, filsafat dapat dijadikan senjata untuk menghadapi mereka yang ingin merusak agama Islam ataupun sebagai cara dalam menanamkan akidah yang kuat.47 Menurutnya, seorang penerjemah harus memiliki dua hal, yaitu : kemampuan dalam menguasai bahan yang ia terjemahkan harus setara dengan kemampuan pengarang buku tersebut, dan kemampuan dalam menguasai bahasa untuk menerjemah harus sama dengan kemampuan dalam menguasai bahasa dari bahan yang akan ia terjemahkan. Dan kedua hal ini amat sulit untuk dimiliki oleh seorang penerjemah.48
47 Xxxxx Xxxxxxxx Xxxxxxxx ‘Xxxxxxxx. Al-Xxxxx al-Xxxx xx-Failasuf. (Libanon : Dar al-Kutub al-
‘Ilmiyyah. 1993) , cet I, h. 6-11.
48 Xxxxx Xxxxx Xxxxxx., op.cit., h. 39.
11. Penemu teori awal penerjemahan.
Dalam prakteknya, penerjemahan pada masa-masa awal menggunakan dua cara, yaitu :
A. Al-tarjamah al-harfiyyah.
Teori ini dipelopori oleh Xxxxxx xxx al-Xxxxxxx, Xxxx al-Na’imah al-Himsha dan lain-lain. Maksud dari teori ini adalah menerjemahkan kata demi kata dari bahasa asing kedalam bahasa Arab dengan susunan kalimat yang sama dan tidak ada perubahan. Teori ini menurut para ahli merupakan teori yang kurang sempurna, karena ia memiliki dua kelemahan, yaitu :
1. Antara kosa kata Arab dengan kosa kata asing tidak selamanya memiliki kesamaan, sehingga terkadang ada kata-kata asing yang tidak dapat diterjemahkan kedalam bahasa Arab.
2. Antara bahasa Arab dengan bahasa asing memiliki perbedaan dalam karakteristik penyusunan kalimat dan hubungan antar kata.
B. Al-tarjamah al-Uslubiyyah.
Teori ini dipelopori oleh Xxxxxx xxx Xxxxx, xx-Xxxxxxx dan lain-lain. Maksud dari teori ini adalah menerjemahkan secara global/umum isi dari suatu naskah dari bahasa asing kedalam bahasa Arab, meskipun berbeda susunan kalimatnya. Teori inilah yang diakui sebagai teori yang paling baik dari teori yang lain.49
00 Xxxxxxxx Xxxxxxx. Ilmu al-Tarjamah baina al-Nazhariyyah wa al-Tathbiq. (Tunisia : Dar al- Ma’arif. 1992), h. 31.
BAB III
RUANG LINGKUP PENERJEMAHAN
1. Definisi terjemah.
Kata terjemah adalah kata yang berasal dari bahasa Arab yaitu Tarjamatun . Bila dilihat dari sudut ilmu Sharaf1 maka kata tersebut mengikuti wazan Fa’lala. Fi’il Madhi2 kata tarjamatun adalah Tarjama yang berbentuk Fi’il Ruba’I Mujarrad Shahih yang artinya adalah fi’il (kata kerja) yang terdiri dari empat huruf yang tidak memiliki huruf tambahan dan bebas dari huruf ‘Illat (alif, wau dan ya’).3
Adapun arti dari kata tarjamatun atau tarjama adalah : memberikan penjelasan atau penafsiran dengan lisan atau bahasa yang lain.4 Dalam bahasa Inggris kata itu disebut dengan Translate -Translation-Interpret-Interpretation dan Explain-Explanation yang artinya : memindahkan dari satu bahasa ke bahasa yang lain atau memberi penafsiran dan penjelasan.5 Maka secara umum dapat dikatakan bahwa terjemah adalah suatu aktivitas pemindahan informasi yang melibatkan sedikitnya dua bahasa dan bisa lebih dari itu. Selain itu kata terjemah dapat pula mengandung arti memberi penafsiran atau penjelasan apabila ia
1Ilmu Sharaf adalah suatu ilmu yang membahas tentang perubahan bentuk (shighat) kata, dalam bahasa Indonesia disebut Morfologi. Lihat kitab Al-amtsilatu al-Tashrifiyyah karangan Xxxxxx Xxxxxxxx Xx’xxxx xxx Xxx h.8
2Fi’il Madhi adalah kata kerja dalam bahasa Arab yang menunjukan arti lampau.
3Xxxxxx Xxxxxxxx Xx’xxxx xxx Xxx. Al-amtsilatu al-Tashrifiyyah . Semarang: Pustaka al-Alawiyah.
1991 h. 8.
4Ferdinand Totl. Al-xxxxxx fi al-Lughah wa al-A’lam. Libanon: Dar al-Masyriq. 1986. Cet 28 h.60.
5Rohi Baalbaki. Al-maurid A Modern Arabic-Ennglish Dictionary . Libanon: Dar al-‘Ilm li al-Malayin.
1988. Cet 1 h. 307.
berada pada konteks kalimat tertentu. Seperti contoh : kalimat “Tarjama al-rajula ” , artinya ia memberikan penjelasan tentang riwayat hidup orang itu.6
Dari segi terminologi, para linguis saling berbeda-beda dalam memberikan definisi terjemah itu sendiri. Maka berikut ini kami akan uraikan beberapa definisi yang telah dikemukakan oleh mereka.
Xxxxxxxx Xxxxxxx menyebutkan dalam bukunya Ilmu al-Tarjamah baina al- Nazhariyyah wa al-Tathbiq bahwa terjemah adalah :
“ Menyampaikan suatu pemikiran dari satu bahasa ke dalam bahasa yang lain, dengan merubah metode penyampaiannya sesuai dengan padanan kata tersebut dalam bahasa yang lain, baik secara lisan maupun tulisan.” 7
Menurut J.C. Catford, terjemah adalah :
“The replacement of textual material in one language by equivalent textual material in another language (penggantian naskah berbahasa sumber dengan naskah berbahasa sasaran secara sepadan.” 8
J. Levy menguraikan definisi terjemah sebagai berikut :
6Ahmad Xxxxxx Xxxxxxxx. Al-xxxx xxxx Kamus Arab-Indonesia . Yogyakarta: Unit Pengadaan Buku- buku Ilmiah Keagamaan Pondok Pesantren Al-munawwir.1984. h 141.
7Muhammad Daidawy. Op.cit., h. 15.
8J.C. Catford. A Linguistic Theory of Translation . London: Oxford University Press. 1965. h.20.
“ Translation is a creative process which always leaves the translator a freedom of choice between several approximately equivalent possibilities of realizing situational meaning ( proses kreatif yang memberikan kebebasan bagi penerjemah untuk memilih kemungkinan padanan yang dekat dalam mengungkapkan makna yang sesuai dengan situasinya). ” 8
P. Newmark memberikan batasan sebagai berikut:
“ Translation is an exercise which consists in the attemp to replace a written message in one language by the same message in another language (latihan dalam upaya menggantikan pesan tertulis dari satu bahasa dengan pesan yang sama pada bahasa lainnya).” 9
Lain halnya dengan Xxxxxx X. Nida, ia mengatakan :
“ Transla ting consists in producing in the receptor language the closest natural equiva lent to the message of the source language, first in meaning and secondly in style (menciptakan padanan yang paling dekat dalam bahasa penerima terhadap pesan bahasa sumber, pertama dalam hal makna dan kedua dalam gaya bahasanya).” 10
Adapun Xxxxxxx Xxxxxx berpendapat bahwa terjemah adalah :
8J.Levy. Translation as A Decision Process. Mouton: The Hangue. 1967.
9P.Newmark. Further Proposition on Translation. The Incorporate Linguist. 1974. Jilid II.
10Eugene A. Nida. Principles of Translation as exemplified by Bible Translating. Leiden: Brill. 1964.
“ Translation as the transference of the content of a text from one language into another, bearing in mind that we cannot always dissociate the content from the form (terjemahan merupakan pemindahan isi naskah dari satu bahasa ke bahasa lainnya. Dan yang perlu diingat bahwa kita tidak selalu bia s memisahkan isi dari bentuk naskah tersebut). ” 11
Untuk lebih jelas lagi, berikut ini akan kami paparkan skema proses penerjemahan secara sederhana, yang pada hakikatnya adalah tidak lain dari sebuah alih pengertian :
BAHASA SUMBER BAHASA PENERIMA
Teks yang akan diterje mahkan
Terjemahan
Menemukan Menyatakan kembali
Pengertian Pengertian Pengertian
Gagasan A1
Teks bahasa sumber/ lain
Gagasan A2
Teks bahasa Indonesia
ALIH BAHASA
11Xxxxxxx Xxxxxx. Translation: An Introduction, in Aspects of Translation. . London: Secker and Warburg.
1958. Ed. by A.D. Booth.
Sang penerjemah memulai dengan teks bahasa sumber, dimana tugas utamanya adalah untuk menentukan pengertian teks sumber tersebut. Pengertian tersebut berada dalam kalbu sang penulis teks tersebut/asli ketika ia menuliskannya. Selain arti, sang penerjemahpun harus mampu mencari lambing yang tersembunyi dibalik teks tersebut. Ia dapat menemukan semua itu dengan meneliti kata-kata, kalimat-kalimat dan frasa-frasa ketika wacana itu dirangkaikan. Begitu ia yakin bahwa ia telah menguasai isi dari teks bahasa sumber tersebut, ia akan merekonstruksi kembali pengertian yang sama itu kedalam bahasa sasaran/penerima dengan memperhatikan pula siapa yang akan membacanya, kebudayaannya, pengetahuan tentang pokok persoalan, serta potensi bahasa penerima. Struktur bahasa penerima mungkin sangat berbeda dari struktur gramatika bahasa sumber .12 Namun sang penerjemah berusaha mengalihkan pengertian secara tepat.13
Dari uraian tadi, maka dapat disimpulkan bahwa penerjemahan pada hakikatnya adalah suatu proses yang bersifat kreatif dalam rangka pemindahan pesan atau makna dari satu bahasa ke bahasa yang lain, baik secara langsung maupun tidak langsung, dengan menggunakan bahasa lisan atau tulisan, yang harus dapat menyentuh keseluruhan unsur dan elemen kedua bahasa, serta sangat dipengaruhi oleh latar belakang pengarang naskah dan juga penerjemah nya. Adapun yang dimaksud dengan bersifat kreatif adalah karena proses penerjemahan akan melatih kemampuan penerjemah dengan melibatkan aspek kebebasan dalam menentukan
12 Oesman Rachman. Penerjemahan Sebagai Penunjang Perkembangan Bahasa dan Ilmu di Indonesia. Dalam Xxxx, Xxxxxxxxxxx dan Xxxxxxxx.Arti Penerjemahan dan Masa Depan Bahasa Indonesia . Jakarta: Xxxx Xxxxxx. 1989. h.28.
13Chatibul Umam. Metodologi dan Karakteristik Penerjemahan. Dalam makalah : Maharatu al-
Tarjamah min a l-‘Arabiyyah ila al-Indunisiyyah. Disampaikan pada Pekan Ilmiah Mahasiswa Bahasa Arab se- Jabotabek di XXXX Xxxxxx Xxxxxxxxxxxx Jakarta. 1994. h.5-6.
padanan-padanan kata yang ia gunakan untuk mengungkapkan makna yang tersembunyi dan sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada pada saat itu.
Suatu hasil yang sempurna dari penerjemahan tidak akan terlihat bahwa itu adalah sebuah terjemahan. Inilah yang dikatakan oleh J.B. Philips dalam bukunya Some Personal Reflections on New Testment Translation. 14 Hal ini didasari oleh adanya bukti-bukti yang memunjukan bahwa proses pemindahan makna tersebut dapat terlaksana dengan baik. Semua itu tentunya tidak terlepas pula dari faktor kredibilitas sang penerjemah dalam menguasai aspek-aspek kedua bahasa serta bahan yang ia terjemahkan. Aspek-aspek itu meliputi : kaidah tata bahasa atau gramatika, peristilahan, serta karakteristik dan perkamusan.15 Apabila semua itu dapat dikuasai dengan baik oleh seorang penerjemah, maka proses penerjemahan dapat berjalan dengan sempurna. Karena proses inilah yang merupakan tiang penyangga utama dan sangat berperan dalam penerjemahan.16
Dalam penerjemahan ada beberapa bagian penting yang harus diperhatikan, yaitu :
1. Bahasa sumber. Adalah bahasa asal atau bahasa asli yang digunakan oleh pengarang dalam mengungkapkan pesan, gagasan dan keterangan yang menjadi bahan untuk diterjemahkan.
2. Bahasa sasaran. Adalah bahasa terjemahan tempat pesan, gagasan dan keterangan pengarang bahasa asal itu tertuang.
14 J.B. Philips. Some Personal Reflections on New Testment Translation . 1953.
15 Xxxxxxxx Xxxx. Op.cit.,h. 3.
00 Xxxxxxxx Xxxxxxx. Op.cit., h. 16.
3. Teks. Teks biasanya merupakan satuan bahasa yang paling lengkap dan juga dapat bersifat abstrak yang diwujudkan secara lisan maupun tulisan. Teks dapat pula diartikan sebagai wacana, yaitu kesatuan bahasa yang paling lengkap dalam bentuk karangan utuh, seperti : buku, novel, cerpen, ensiklopedia dan lain-lain.
4. Padanan. Padanan disini tidak hanya menyangkut padanan formal bahasa berupa kata per-kata atau kalimat per-kalimat, melainkan juga padanan makna, baik makna pusat (central meaning), makna luas (extended meaning), makna denotative, konotatif, kiasan dan lain sebagainya.
Keseluruhan bagian penting ini memainkan peran utama dalam suatu proses penerjemahan. Apabila salah satu unsure tersebut ditiadakan, maka proses tersebut tidak akan mencapai target yang ingin dicapai. Karena itulah, seorang penerjemah yang baik adalah penerjemah yang berhasil menguasai kesemua unsur tadi. Bahkan bukan hanya itu saja, selain menguasai iapun harus dapat menggunakan daya nalarnya secara kreatif dan bebas dalam memindahkan satu teks kedalam teks lain yang berbeda bahasanya, sehingga hasil terjemahannya tidak berkesan monoton dan kaku. Adapun mengenai hal-hal yang berhubungan dengan skill atau kemampuan yang harus dimiliki oleh seorang penerjemah akan kami uraikan pada sub-bab tersendiri.
2.Tujuan atau motif penerjemahan.
Antara seorang penerjemah dengan penerjemah lainnya saling berbeda tujuan ketika menghadapi suatu bahan yang akan diterjemahkan. Beraneka macam tujuan tersebut akan selalu menguasai dirinya sehingga lebih bersifat pluralistis. Terkadang seorang penerjemah
memiliki lebih dari satu motif, kemudian motif-motif tersebut akan amat berpengaruh terhadap kualitas penerjemahannya Seperti contoh, seorang penerjemah yang bertujuan mendapatkan materi tidak mustahil melahirkan produk terjemahan yang berkualitas rendah. Boleh jadi ia menggunakan kata-kata seenaknya saja dengan tidak memiliki ide yang utuh, tidak peka terhadap isi teks, serta jauh dari jiwa dan spiritnya karena dikejar waktu.
Begitu pula ada seorang penerjemah yang melakukan tugasnya dengan tujuan kemanusiaan saja. Ia berbuat demi membantu orang yang tidak bias membaca naskah aslinya. Ia akan berusaha sebaik mungkin lewat penghayatan yang dalam, lantas memaparkannya dengan cermat dan baik. Kalau ia merasa tidak puas terhadap hasilnya maka tak heran jika ia mengoreksinya kembali berulang-ulang, sampai ia merasa hasilnya sudah pantas untuk disajikan. Dalam hal ini terkadang ia melakukan perubahan gaya bahasa.17
Berdasarkan motif-motif diatas, maka Xxxxx Xxxxxxxx menggolongkan penerjemah kedalam tiga karakter, yaitu :
1. Penerjemah ilmuwan yang tahu bidangnya, tetapi jika ia bermaksud menghasilkan terjemahan yang baik, maka ia terpaksa menambah kemampuannya dalam hal imajinasi dan gaya bahasa, serta bekerja lebih keras lagi.
2. Penerjemah yang tidak layak, tetapi memiliki niat baik. Yaitu penerjemah yang hanya membuat susunan kata, frase atau kalimat tanpa menimbulkan kejelasan makna dan gaya bahasanya tidak sempurna.
17 Xxxxxxxxx Xxxxxx. Teori dan Seni Menerjemahkan . Nusa Tenggara Timur: Penerbit Nusa Indah.
1986. Cet 1, hal 69.
3. Penerjemah sebagai penulis professional yang mungkin akan melakukan kesalahan karena daya nalarnya tidak setajam seorang penerjemah ilmuwan, atau mungkin ia akan melakukan tambal-sulam sehingga menyerupai karya aslinya.18
Motif yang bermacam-macam dari seorang penerjemah tadi pada dasarnya menunjukan adanya kesamaan . Yaitu mereka bertujuan untuk memberikan pemahaman bagi orang yang membacanya. Bagaimana suatu karya penerjemahan dapat mewakili naskah aslinya yang bahasanya tidak difahami oleh si pembaca, sehingga menjadikannya mampu menelaah dan memahami maksud yang terkandung dalam naskah asli tersebut. Karena dalam terjemah yang harus diprioritaskan adalah segi maknanya, maka untuk ini seorang penerjemah dituntut untuk menyampaikan makna tersebut dengan cara yang baik agar pemahaman yang akan diperoleh oleh pembaca dapat memiliki kesan yang amat dalam. Inilah yang dikataka oleh Xxxxxxxxx Xxxxxx dalam bukunya yang berjudul “ Hints on Translation from Latin into English. ” Bahwa seakan-akan seorang penerjemah itu dapat memberikan kesan langsung ke lubuk hati pembaca, dimana kesan tersebut menyerupai kesan yang dimiliki oleh teks aslinya.19
Jadi, yang lebih diutamakan dalam penerjemahan adalah bagaimana pesan yang tertulis dalam naskah /teks tersebut dapat diterima dengan baik oleh pembaca, sehingga ia dapat memahami secara benar apa yang terkandung didalamnya, bukan bagaimana pesan tersebut dirangkai dengan kata-kata yang indah serta kalimat-kalimat yang panjang dan sarat dengan unsur majaz. Adapun mengenai keunggulan suatu makna dari lafaznya, Nabi S.A.W pernah
18 Xxxxx Xxxxxxxx. Penterjemah dan Penterjemahan Karya Prosa. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka. 1997.
19 Xxxxxxxxx Xxxxxx. Hints on Translation from Latin into English . London: Society for Promoting Christian Knowledge. 1920.
menerangkan bahwa sesungguhnya suatu syair itu mengandung hikmah, sedangkan penjelasannya mengan dung sihir. Artinya, bahwa makna yang terkandung dalam sebuah kalimat akan lebih berat bobotnya daripada kalimat itu sendiri, meskipun ia amat indah kedengarannya. Dalam hal inipun Xxxx Xxxxx pernah mengatakan bahwa kata itu merupakan pelayan suatu makna dan yang dilayaninya itu lebih mulia daripada yang melayani.20 Untuk lebih jelasnya, maka akan kami uraikan pada bab selanjutnya.
3. Prinsip Dasar Penerjemahan.
Ada beberapa kriteria penerjemahan yang harus diketahui oleh seorang penerjemah, dimana kriteria-kriteria tersebut merupakan prinsip-prinsip dasar penerjemahan yang dapat mendorongnya untuk menciptakan sebuah hasil terjemahan yang baik. Prinsip-prinsip dasar penerjemahan ini sudah lama muncul semenjak adanya kegiatan penerjemahan beribu tahun yang lalu. Meskipun demikian, sebagian besar prinsip-prinsip tersebut masih tetap dijadikan pedoman sampai sekarang.
Xxxxxx Xxxxxx (1483-1546) mengajukan beberapa prinsip dasar penerjemahan.
Menurutnya, seorang penerjemah harus memiliki kemampuan dalam :
1. Mengalihkan aturan-aturan kata.
2. Mempergunakan kata kerja pembantu (auxiliary verbs ).
3. Mempergunakan kata penghubung bila memang diperlukan.
20 Xxxx Xxxxx. Al-khashaish. Juz 1.
4. Tidak memasukkan kata-kata atau istilah-istilah yang tidak ada padanan terjemahannya dalam bahasa sasaran.
5. Mempergunakan ungkapan/frase tertentu apabila satu kata bahasa sumber itu tidak ditemui padanannya dalam bahasa sasaran.
6. mampu mengamati ragam dan gaya bahasa sumber.
Begitu pula dengan Xxxxxx X. Nida (1964) memberikan pendapat bahwa seorang penerjemah itu harus memiliki kemampuan, antara lain :
1. Penerjemah harus mempunyai pengetahuan tentang bahasa sumber yang memadai –
tidak cukup kalau mengandalkan kamus saja.
2. Penerjemah harus berkemampuan memahami isi pesan yang disampaikan oleh penulis bahasa sumber.
3. Penerjemah juga harus memperhatikan kehalusan makna dan nilai emotif tertentu dari kosa kata bahasa sumber serta gaya bahasa yang akan dapat menentukan cita rasa (flavour and feel) pesan yang disampaikan.
Selain itu, Xxxx juga mengutip pendapat Xxxxxxxxx Xxxxxx Xxxxxx yang mengatakan bahwa karya terjemahan itu haruslah memberikan transkrip yang lengkap dari buah fikiran karya aslinya, disamping itu gaya dan cara penulisannya harus berkarakter sama seperti aslinya, serta terjemahannya itu harus memberikan kemudahan-kemudahan bagi mereka yang membacanya seperti kemudahan dalam membaca naskah aslinya.
Sementara itu, Xxxxxxxx Xxxxxx (1968) menawarkan beberapa prinsip penerjemahan, di antaranya :
1. Penerjemah harus dapat mencarikan padanan kata yang sesuai dengan makna kata-kata aslinya.
2. Penerjemah harus dapat menyajikan gagasan-gagasan karya aslinya.
3. Penerjemah hendaknya dapat menghasilkan karya terjemahan yang dapat dibaca dengan mudah.
4. Penerjemah hendaknya dapat merefleksikan gaya naskah pengarang aslinya.
5. Penerjemah hendaknya memilih gaya penerjemahan yang mandiri pula.
6. Penerjemah hendaknya dapat menghasilkan karya terjemahan yang dapat dibaca sesuai dengan bahasa kontemporer naskah aslinya.
7. Penerjemah juga hendaknya dapat membuat karya terjemahan yang dapat dibaca sesuai dengan bahasa kontemporer penerjemah.
8. Penerjemah dapat melakukan penambahan atau pengurangan bagian-bagian tertentu dari naskah aslinya.
9. Penerjemah juga boleh mengerjakan apa adanya, tidak mengurangi atau menambah bagian-bagian tertentu.
10. Penerjemah dapat menerjemahkan sebuah sajak dalam bentuk prosa.
11. Penerjemah dapat pula menerjemahkan sajak itu kedalam bentuk sajak lagi.
Menurut Xxx Xxxxxx (1971), seorang penerjemah itu haruslah :
1. Memiliki pengetahuan bahasa sumber yang sempurna dan up-todate.
2. Memahami materi yang akan diterjemahkan.
3. Mengetahui terminologi-terminologi padanan terjemahannya dalam bahasa sasaran
4. .Berkemampuan mengekspresikan, mengapresiasi serta mengahayati gaya, irama, nuansa, dan register kedua bahasa sumber dan sasaran. Karena hal demikian akan sangat membantu menciptakan mood atau keadaan yang diinginkan penulis aslinya
Xxxxxxx Xxxxxxx (1958) dalam Translation : An Introduction mengatakan bahwa sebuah karya terjemahan dapat dikatakan baik apabila terjemahan dapat meraih tujuan yang sama seperti yang terdapat dalam naskah aslinya, bukan hanya mendekati tujuan tersebut.
Adapun Xxxxxx (1972) Menyebutkan bahwa terjemahan itu hendaknya dapat dimengerti dengan benar dan mudah sebagaimana naskah aslinya dan kemudian menghadirkan respon yang sepadan pada bahasa sasarannya. Lain dari pada itu, J.B. Xxxxxx mengungkapkan bahwa penyimpangan-penyimpangan makna itu hendaknya terjadi sekecil mungkin. Xxx X.X. Tancock menjelaskan bahwa bahasa yang harus dipergunakan oleh penerjemah pada waktu menerjemahkan naskah bahasa sumber itu adalah bahasa pada waktu dan tempat di saat terjemahan itu dibuat.21
Demikianlah, ternyata kegiatan penerjemahan tidak semudah apa yang sering diperkirakan setiap orang. Semua prinsip dasar penerjemahan yang telah diuraikan tadi amatlah sukar untuk direalisasikan. Betapa tidak, seorang penerjemah setidaknya harus dapat mengupas naskah yang akan diterjemahkan secara keseluruhan, baik kulit luar maupun dalam naskah tersebut, sebelum ia berani menjalankan proses penerjemahan. Dengan kata lain, seorang penerjemah harus dapat mengungguli kemampuan sang pengarang apabila ia ingin karya terjemahannya meraih kesuksesan yang luar biasa.
21 Xxxxxxxx Xxxxx. Teori Terjemah Pengantar ke Arah Pendekatan Linguistik dan Sosiolinguistik .
Bandung: Penerbit Mandar Maju. 1994. h. 63-66.
4. Perbedaan antara Tarjamah, Ta’rib dan Tafsir.
Sebagaimana telah diuraikan bahwa tarjemah adalah sebuah proses pemindahan pesan atau makna dari satu bahasa ke bahasa yang lain, baik secara langsung maupun tidak langsung, dengan menggunakan bahasa lisan atau tulisan. Penerjemahan pada umumnya tidak terlepas dari unsur-unsur yang dimiliki oleh kedua bahasa tersebut. Begitu pula, suatu terjemahan akan amat dipengaruhi oleh faktor-faktor intrinsik dan ekstrinsik yang dimiliki oleh pengarang dan juga penerjemah. Oleh karena itu, dalam melaksanakan proses penerjemahan seseorang tidak bisa dengan seenaknya menerjemahkan suatu naskah atau sumber. Hal itu disebabkan oleh karena penerjemahan pada dasarnya merupakan suatu kerja kolektif yang ketika dilakukan ia tidak dapat terlepas dari beberapa aspek, baik aspek-aspek yang dimiliki oleh kedua bahasa, maupun aspek-aspek yang melatar – belakangi pengarang dan penerjemah.
Adapun yang dimaksud dengan ta’rib adalah pemakaian kata asing dalam ungkapan Arab dengan menerapkan seluruh kaidah bahasa Arab atas kata asing tersebut.22 Dalam bahasa Inggris disebut dengan istilah “Arabicising” yang berasal dari kata kerja ‘arraba-yu’arribu yang artinya pengaraban atau arabicise. Adapun kata yang mengalami proses ta’rib dinamakan “Mu’arrab”, sedangkan orang yang melakukannya disebut dengan “Mu’arrib”.23
Syahadah al-Khaury mengatakan dalam Dirasat fi al-Tarjamah wa al-Ta’rib bahwa istilah ta’rib memiliki arti yang berbeda-beda. Contohnya : Ia berarti membersihkan dalam
22 Xxxxx Xxxxxx Xxxxx Xxxxxx al- Xxxxxx xx- Madani al- Tatawi. Al- Mu’arrabat al- Rasyidiyyah.
Thahran. 1960. Juz 1.
23 Xxxxx Xxxxxx X. Ilyas. Al-qamus al-‘Xxxxx Xxxxx-Injlizy. Mathba’ah al-‘Ashriyyah. Cet 9 h. 431 dan
Mu’jam Xxxxxxx xx-Shihah h. 446.
perkataan : “Arraba fulaanun manthiqahu min al-lahni ” (Seseorang telah membersihkan perkataannya dari lahn atau kesalahan. Iapun berarti memberikan alasan dalam perkataan : “ Arraba ‘an shaahibihi” ( Ia berbicara tentang temannya dan memberikan alasan/pendapat tentangnya. Adapun ia dapat berarti mengarabkan bila terdapat dalam perkataan : “ Arraba al-isma al-a ’ja my” ( Ia mengarabkan kata asing itu).
Dari arti yang berbeda-beda tadi, lalu ia mengelompokkan arti ta’rib yang sering digunakan kedalam 3 kelompok , yaitu :
1. Ta’rib berarti al-iqtiradh . Yaitu penggunaan kata asing dengan lisan Arab, dimana ketika kata tertsebut masuk kedalam bahasa Arab ia dilafazkan dengan bahasa Arab berdasarkan abjad Arab yang berlaku sesuai dengan kemampuan bahasa Arab, sehingga jiwa dan irama Arab tetap terasa di dalamnya dan tidak hilang. Arti yang pertama ini sering diaplikasikan untuk nama binatang, tumbuhan, benda mati, obat-obatan, media- media ilmiah dan lain sebagainya. Contoh al-elektron, al-kalury, al-film, al-tilfiziyyun dan lain-lain.
2. Ta’rib berarti al-tarjamah . Yaitu memindah naskah bahasa asing kedalam bahasa Arab.
Contoh : Tarjamah al-‘ulum wa al-adab wa al-funun wa saairi ashnaafi al-ma ’rifah yang artinya mengarabkan ilmu pengetahuan, sastra, seni dan semua bentuk pengetahuan. Begitu pula kata : al-tarjamah al-qanuniyyah wa al-iqtishadiyyah wa al- idariyyah wa al-siyaasiyyah wa al-I ’lamiyyah wa al-tijariyyah yang artinya pengaraban undang-undang, perekonomian, perkantoran, perpolitikan, informasi dan perdagangan.
3. Ta’rib berarti menjadikan bahasa Arab sebagai bahasa yang mendasar bagi manusia dan juga bahasa kehidupan. Dalam hal ini bahasa tersebut menjadi bahasa ilmu pengetahuan, keseharian, fikiran, perasaan, dan aktivitas masyarakat. Contoh perkataan
: ‘Arrabnaa al-mujtama ’ yang artinya kami jadikan bahasa Arab sebagai bahasa kemasyarakatan/kami mengarabkan masyarakat. Begitu pula perkataan ‘Arrabnaa al- ta’liim yang artinya kami jadikan bahasa Arab sebagai bahasa pengajaran/kami mengarabkan pengajaran (menyangkut keseluruhan aspek dan fase-fasenya).24
Dari uraian tadi kita jumpai adanya perbedaan yang amat jelas antara tarjamah dan ta’rib yaitu: tarjamah bersifat lebih umum dari pada ta’rib karena ia berlaku dari satu bahasa ke bahasa yang lain tanpa adanya pengkhususan tersendiri, sedangkan ta’rib berlaku hanya dari bahasa asing kedalam bahasa Arab. Adapun perbedaan lain adalah bahwa tarjamah selalu berkaitan erat dengan unsur-unsur kedua bahasa dan pengarang naskah yang diterjemahkan (sebagaimana telah diuraikan pada halaman sebelumnya). Oleh karena itu tarjamah tidak bisa dilakukan dengan sepintas lalu, bahkan sebelum menerjemahkan seorang penerjemah harus dapat menguasai bahan yang akan diterjemahkan secara mendalam. Sedangkan ta’rib pada dasarnya tidak serumit tarjamah, ia bisa dilakukan tanpa harus melibatkan keseluruhan unsur- unsur kedua bahasa dan ia tidak pula berhubungan erat dengan pengarang.
24 Syahadah al-Khaury. Dirasat fi al-Tarjamah wa al-Musthalah wa al-Ta ’rib. Juz I h. 157-159.
Adapun tafsir, dalam prakteknya ia memiliki kesamaan dengan tarjamah dan ta’rib, akan tetapi skupnya lebih kecil bila dibandingkan dengan keduanya. Tafsir disebut juga al- ta’wil atau interpretation. Biasanya ia digunakan dalam menerjemahkan suatu ceramah, pidato atau kitab suci. Penerjemahannyapun lebih luas dengan menekankan detail arti yang dimiliki oleh masing-masing kata. Adapun Orang yang menafsirkan disebut dengan Mufassir atau Interpreter.
Jadi dapat diambil kesimpulan bahwa tarjamah, ta’rib dan tafsir secara garis besar memang meliki persamaan maupun perbedaan. Adapun persamaannya terletak pada adanya Transferring atau proses pemindahan pesan dari satu bahasa kedalam bahasa yang lain. Sedangkan perbedaannya antara lain :
1. Ruang lingkupnya.
2. Hubungannya dengan disiplin ilmu tertentu.
3. Tarjamah dan tafsir bisa dilakukan dalam semua bahasa, sedangkan ta’rib hanya berlaku dari bahasa asing kedalam bahasa Arab.
4. Tafsir bersifat lebih luas dari tarjamah dan ta’rib, karena itu ia dapat disebut pula dengan terjemah bebas.
5. Tarjamah dan tafsir sering digunakan untuk menyalin suatu teks, sedangkan ta’rib biasanya digunakan untuk menyalin istilah asing modern.
5. Klasifikasi teori-teori penerjemahan.
Secara umum penerjemahan dapat dibagi kedalam dua bentuk/model, yaitu :
a. Xxxxxxxx Xxxxx ( al-Tarjamah al-Syafawiyyah / Direct Translation ).
b. Terjemah Tulisan ( al-Tarjamah al-Tahririyyah / Written Translation ).
a. Xxxxxxxx Xxxxx.
Terjemah Lisan yang dalam bahasa Arab disebut dengan al-Tarjamah al-Syafawiyyah atau al-Tarjamah al-Fauriyyah telah digunakan orang sejak ribuan abad yang lalu, dan ia merupakan satu-satunya teori penerjemahan yang ada pada saat itu, khususnya bagi sebuah bangsa yang belum mengenal tulisan dalam pergaulan dengan bangsa lain.
Sejarah telah mencatat, bahwa pada abad ke-14 Xxxxxx Xxxxxx –seorang ilmuwan Perancis- pernah meminta bantuan kepada pemerintah Perancis agar segera mendatangkan para penerjemah yang menguasai bahasa Arab dan bahasa Perancis, dengan tujuan untuk menguasai belahan bumi bagian timur dengan cara damai.25 Pada saat itu pula ia minta dibuatkan sebuah bangunan sekolah bahasa-bahasa ketimuran, agar dapat menghasilkan para penerjemah lisan yang dapat berkomunikasi dengan selain bangsa Perancis, juga agar dapat memberikan pengaruh dan pengertian pada mereka sehingga tercapai maksud dan tujuan bangsa Perancis itu.
25 Xxxxx Xxxxxx. Al-xxxx xx-Shalibiyyah II. Dar al-Fikr al-‘Araby. 1970 h.118.
Kemudian pada abad ke-16 setelah Xxxxxxxxxxx Xxxxxxxx menguasai benua Xxxxxxx, Xxxxxx mengutus sejumlah pemuda India ke Spanyol untuk mempelajari bahasanya serta agama Nasrani dalam kurun waktu yang tidak begitu lama. Setelah kembali, mereka dapat menyebarkan bahasa dan akidah yang telah dipelajari itu ke seantero bumi Amerika Selatan dan tengah serta pulau-pulau yang mengelilinginya.
Semenjak itu, penerjemahan lisan menjadi kegemaran para individu di abad-abad pertengahan dan permulaan abad modern. Ketika itu penerjemahan model ini menjadi alat untuk berdiskusi di tingkat organisasi daerah dan negara, serta menjadi metode resmi penerjemahan dalam ruang lingkup nasional maupun internasional.
Setelah Konferensi Perdamaian di Paris tahun 1919, penerjemahan ini semakin menunjukan arah perkembangannya, dimana ia mulai dipraktekkan dalam dua bahasa utama yaitu : bahasa Inggris dan Perancis. Apalagi pada saat itu bahasa Perancis merupakan bahasa diplomatik yang digunakan oleh sebagian besar bangsa di dunia. Setelah itu, tepatnya setelah Perang Dunia II penerjemahan ini lebih meningkat fungsinya sebagai alat penerjemahan yang digunakan dalam acara-acara konferensi dan lain-lain.
Mesir mengenal terjemah ini setelah Perang Dunia II dimana terjemah ini disebut dengan al-Tarjamah al-Mushahabah. Penerjemahan ini mulai memasuki ruang aktivitas dan penyelidikan setelah setelah terjadinya Revolusi Mesir pada tahun 1952. Pada saat itu, Mesir terpilih sebagai sekretariat organisasi bangsa-bangsa Afaruasia dipertengahan dekade 50-an. Dan pada kenyataannya sekretariat inilah yang menjadi lembaga pertama dalam mengajarkan al-tarjamah al-fauriyyah dan al-tarjamah al-tatabbu’iyyah di Mesir.
Adapun tujuan yang ingin dicapai dari penerjemahan lisan adalah :
1. Agar antara manusia satu sama lain dapat saling berdekatan dan saling memahami apa yang ada diantara mereka secara lebih terarah.
2. Agar dapat memahami pola berfikir orang lain secara langsung dan cepat.
3. Agar menjadi perantara yang cepat dalam kaitannya dengan hubungan antar komponen masyarakat.
Sedangkan hal-hal yang perlu diperhatikan oleh seorang penerjemah lisan antara lain :
1. Kemampuan eksternal yang menyangkut kemudahan dalam mengungkapkan suatu maksud dan kuatnya imajinasi.
2. Kemampuan internal yang meliputi pemusatan fikiran, kecermatan dan daya ingat.
Artinya ia dapat langsung menghubungkan dan mempraktekkan kosa kata kedua bahasa yang sudah tersimpan dalam otaknya dalam waktu singkat untuk mengungkapkan suatu maksud tidak lebih dari satu jam.
3. Kemampuan moral yang menyangkut aspek penguasaan diri dan kepekaan terhadap tanggung jawab.
4. Kemampuan budaya yang meliputi pengayoman terhadap masalah-masalah politik, ekonomi, sosial, perundang-undangan dan organisasi kedaerahan.
5. Seorang penerjemah lisan harus memiliki pengetahuan yang luas dalam dua bahasa yang ia gunakan tersebut.26
26 Xxxxx Xxxxx Xxxxx Xxxxxx Xxxxxxxx. Op.Cit. h.122-123.
Maka dari kriteria-kriteria tadi dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya tidak mudah untuk menjadi seorang penerjemah lisan, karena ia dituntut untuk dapat terampil mengalihkan bahasa dan ujaran secara langsung, cepat dan tepat, tanpa diberi kesempatan sedikitpun untuk memperbaiki kesalahannya. Iapun harus memiliki kemampuan berbicara yang fasih atau jelas baik dalam bahasa sumber maupun bahasa sasaran, berpengetahuan luas dan mampu menafsirkan apa yang disampaikan oleh penutur bahasa yang ia terjemahkan itu.
Karena itu, untuk dapat menjadi seorang penerjemah lisan yang baik dibutuhkan waktu yang cukup lama untuk berlatih . Disamping itu iapun harus memiliki pengalaman yang banyak, karena ia bukan saja harus menjadi penerjemah, lebih dari itu ia harus pula menjadi seorang penafsir yang mahir. Karena itulah maka dalam bahasa Inggris seorang penerjemah lisan disebut pula dengan interpreter yang berarti orang yang menafsirkan.
b. Terjemah Tulisan.
Terjemah tulisan yang dalam bahasa Arab disebut dengan al-Tarjamah al-Tahririyyah merupakan suatu penerjemahan yang telah digunakan oleh para penguasa Arab sebelum adanya sistim percetakan ribuan tahun yang lalu. Iapun kerap digunakan oleh para raja dalam kumpulan diwan27 mereka.28
Bukti tentang adanya aktivitas penerjemahan tulisan di Mesir adalah batu Xxxxxx yang memiliki tiga bahasa. Selain itu ditemukan pula batu Tal al-‘Umranah di Assiyut yang berisi
27 Diwan adalah buku kumpulan syair dari seorang penyair
28 Xxxxxxx Xxxxxx al-Jailani. Ilmu al-Tarjamah wa Fadhlu al-Lughah a l- ‘Arabiyyah’ala al-Lughaat.
Mesir : Al-maktab al-‘Xxxxx xx al-Ma’arif. 1997. Cet. 1 h.63.
peristiwa surat-menyurat antara raja-raja Xxx’aun dengan raja-raja di belahan dunia timur, sedangkan batu al-Shal Shal yang berisi dua bahasa ; Sumeria dan Akadiyah juga ditemukan sebelumnya. Ada pula fakta sejarah yang menyebutkan bahwa ketika raja Xxxxxx mengumumkan kemenangannya ia menggunakan bermacam-macam bahasa.
Maka tidak dapat dipungkiri bahwa kebutuhan manusia terhadap terjemah didasari oleh perbedaan suku dan ras yang ada diantara mereka. Munculnya kelompok-kelompok masyarakat dalam bangsa Arab yang disebut dengan kabilah dalam jumlah yang amat banyak, dimana mereka hidup dan bertempat-tinggal dalam suatu komunitas masyarakat suatu bangsa dapat mendorong terciptanya suatu dialek yang tidak difahami oleh bangsa lainnya. Pada awalnya, penerjemahan diantara mereka adalah penerjemahan lisan, kemudian berkembang menjadi penerjemahan tulisan setelah meluasnya aktivitas tulis-menulis.
Perkembangan terjemah lisan kepada terjemah tulisan juga dipengaruhi oleh adanya- peperangan yang mengharuskan penandatanganan perjanjian-perjanjian antara kedua belah Yang saling bertikai. Selanjutnya penerjemahan tulisan ini semakin berkembang karena banyaknya pertempuran antara negara-negara Eropa pada abad ke-19 dan pendirian Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) hingga sekarang.
Lain halnya dengan terjemah lisan, dalam terjemah tulisan seorang penerjemah masih dapat diberi kesempatan untuk memperbaiki kembali unsur-unsur bahasa yang salah atau menurutnya memiliki padanan yang kurang tepat. Kefasihan berbicara seorang penerjemah tulisan tidaklah menjadi syarat yang mutlak. Begitu pula halnya dengan penguasaan bahasa, seorang penerjemah tulisanpun memang seharusnya menguasai dua bahasa, akan tetapi
kapasitasnya tidak seberat apa yang harus dikuasai oleh penerjemah lisan. Bahkan ada yang mengatakan bahwa penerjemah tulisan boleh menguasai kedua bahasa walaupun ia bersipat pasif.29
Bila kita kembali kedalam sejarah penerjemahan pada masa pertumbuhannya maka kita menemukan dua teori utama penerjemahan, yaitu : Terjemah Harfiyyah (terjemah kata per- kata) yang dipelopori oleh Xxxxxx xxx xx-Xxxxxxx xxx, dan Terjemah Ma’nawiyyah (terjemah makna yang terkandung di dalam teks) yang dipelopori oleh Xxxxxx xxx Xxxxx xxx.
Teori-teori inilah yang banyak digunakan para penerjemah pada masa lalu dan mengalami perkembangan yang pesat pada masa Abbasiyah hingga sekarang, disamping itu teori-teori ini pulalah yang sering diperdebatkan oleh para ahli terjemah.
Perdebatan-perdebatan itu berkisar seputar klasifikasi kedua teori tersebut. Sebut saja X.X Xxxxxxx dalam bukunya A Linguistic Theory of Translation (1978) menjelaskan dengan panjang lebar bahwa terjemah memiliki tiga kategori umum, yaitu :
A. Terjemah berdasarkan keluasan bahasa sumber.
B. Terjemah berdasarkan unsur-unsur linguistik bahasa sumber.
C. Terjemah berdasarkan tataran (ranks) linguistik.
A. Terjemah berdasarkan keluasan bahasa sumber.
Maksudnya adalah seberapa jauh unsur-unsur bahasa sumber itu dapat diterjemahkan kedalam bahasa sasaran, apakah seluruh bagian dari naskah bahasa sumber itu dapat dialihkan,
29 Xxxxxxxx Xxxxx . Op.Cit. h.14
atau hanya bagian-bagian tertentu saja yang dapat dipindahkan kedalam bahasa sasaran. Atas dasar inilah maka terjemah ini terbagi kedalam dua bagian, yaitu :
(1). Terjemah Penuh.
Dalam terjemah penuh atau Full Translation ini, keseluruhan naskah bahasa sumber sepenuhnya diterjemahkan, yaitu setiap bagian dari naskah bahasa sumber dialihkan dengan padanannya di dalam bahasa sasaran.
(2). Terjemah Parsial.
Pada jenis terjemah parsial atau Partial Translation ini, ada bagian atau beberapa bagian tertentu dari bahasa sumber yang tidak diterjemahkan. Malah, ada bagian-bagian tertentu yang dipindahkan begitu saja dan kemudian digabungkan dengan bahasa terjemahannya. Terjemah jenis ini banyak ditemukan dalam terjemah kesenisastraan. Mengapa ada unsur-unsur yang tidak diterjemahkan ?, alasannya adalah karena kosakata bahasa sumber tersebut memang tidak dapat diterjemahkan, atau tidak ditemukan padanannya yang tepat dalam bahasa sasaran. Alasan lainnya adalah untuk kepentingan-kepentingan tertentu, misalnya: untuk tetap memelihara ‘warna asli’ nya atau untuk memberikan cita rasa murni bahasa sumber dalam bahasa terjemahannya. Dalam hal ini, kemungkinan akan terjadi terjemah pinjam atau Loan Translation, yakni pemakaian unsure-unsur bahasa sumber di dalam bahasa sasaran dengan memberikan perubahan – perubahan dalam tulisan yang disesuaikan dengan pelafalan tata penulisan bahasa sasaran. Seperti dalam Bahasa Indonesia kita jumpai kata menejemen, televisi, kompleks, frekuensi, relatif, temperatur. Kata-kata tadi dinamakan sebagai kata yang mengalami proses transferensi.
Perbedaan antara terjemah penuh dengan terjemah parsial ini tidak terletak pada unsur- unsur kebahasaan, melainkan hanya pada seberapa banyak naskah bahasa sumber itu diterjemahkan.
B. Terjemah berdasarkan unsur-unsur linguistik bahasa sumber.
Maksudnya adalah unsur-unsur linguistik apa saja yang akan diterjemahkan dari bahasa sumber tersebut. Apakah semua bidang linguistik ( grafologi30, fonologi31, morfologi32, leksikal33 dan sintaksis34 ) yang akan diterjemahkan, atau hanya bidang-bidang tertentu saja. Bidang-bidang linguistik tadi kemudian akan menjadi jenis penerjemahan tersendiri yang akan diuraikan pada halaman selanjutnya. Adapun terjemah jenis ini terbagi kepada dua bagian pula: (1). Terjemah Tuntas.
Terjemah Tuntas atau Total Translation adalah jenis terjemah yang memindahkan semua unsur kebahasaan, yakni penggantian unsur tatabahasa dan kosakata bahasa sumber Dengan padanan terjemah tatabahasa dan kosakata bahasa sasaran, disertai dengan penggantian unsur-unsur fonologi dan grafologi bahasa sumber oleh fonologi dan grafologi bahasa sasaran.
Pada bahasa-bahasa yang mempergunakan tata huruf atau grafologi dan tata bunyi atau fonologi yang sama seperti bahasa Inggris dan bahasa Indonesia yang sama-sama menggunakan huruf latin dan tata bunyi yang relatif sama, pengalihan unsur-unsur tersebut
30 Grafologi adalah ilmu yang mempelajari tentang garis telapak tangan.
31 Fonologi adalah ilmu yang meneliti bunyi bahasa tertentu menurut fungsinya.
32 Morfologi adalah ilmu yang mempelajari struktur internal suatu kata.
33 Leksikal adalah perbendaharaan kata sebuah bahasa.
34 Sintaksis adalah cabang linguistik yang menyangkut susunan kata dalam kalimat.
Memang tidak dicari padanannya, oleh karena hampir tidak pernah ada proses penerjemahan pada unsur-unsur tersebut. Kalaupun ada, tentunya secara fonologis, bentuk bahasa sumber dan dan bahasa sasarannya adalah sama atau hampir sepadan, sehingga ada kecocokan dalam penggantian tata bunyi dan tata huruf bahasa sumber di dalam bahasa sasaran. Pada bahasa- bahasa yang mempergunakan tata huruf berlainan, seperti bahasa Arab dan Rusia, apabila diterjemahkan maka dengan sendirinya terjadi terjemah grafologis.
Yang kita kenal dengan istilah penerjemahan sehari-hari sebenarnya adalah jenis terjemah tuntas ini, meskipun kata tuntas ini pun merupakan istilah yang rancu dan masih banyak yang salah kaprah dalam menggunakannya. Di lain hal, meskipun penerjemahan secara tuntas ini memang terjadi, tidak semua unsur bahasa sumber bisa memperoleh padanan terjemahnya dalam bahasa sasaran.
(2). Terjemah Terbatas.
Pada Terjemah Terbatas atau Restricted Translation ini terjadi penggantian salah satu unsur saja dalam bahasa sumber dengan padanannya di dalam bahasa sasaran. Di dalamnya, penerjemah hanya mengalihkan unsur grafologi, fonologi, kosakata, atau tatabahasanya saja kedalam grafologi, fonologi, kosakata dan tatabahasa bahasa sasaran.
Meskipun penerjemahan grafologi dan fonologi bisa juga dikerjakan, kegiatan ini tidak sepenuhnya sebagai kegiatan penerjemahan, karena ia terbatas hanya pada pengalihan salah satu unsur dari suatu naskah dengan tidak mengikutsertakan penerjemahan kosakata dan tatabahasa. Dengan kata lain, suatu penerjemahan harus dapat melibatkan juga penerjemahan kosakata dan tatabahasa.
Terjemah terbatas ini kemudian dibagi-bagi menjadi beberapa bagian sebagai berikut. (a). Terjemah Fonologi.
Dalam terjemah fonologi atau Phonological Translation ini, fonem bahasa sumber diganti dengan padanannya dalam bahasa sasaran tanpa perubahan kosakata dan tatabahasa. Terjemah ini sering dengan sengaja dilakukan oleh para aktor, bintang film, pemain teater, drama, dan opera dalam menirukan aksen-aksen asing atau aksen-aksen suatu dialek tertentu. Misalnya, seorang bintang film jawa yang harus menirukan aksen bahasa padang karena ia berperan dalam film sebagai orang padang. Meskipun itu bisa dilakukan, sangatlah jarang ada pemain yang dapat melakukan terjemah fonologi ini dengan baik dan konsisten pada aturan kebahasaan bahasa asing atau dialek bahasa tersebut.
(b). Terjemah Grafologi.
Dalam terjemah grafologi atau Graphological Translation ini grafik atau grafem –yakni satuan terkecil yang distingtif dalam suatu sistem aksara- bahasa sumber digantikan oleh padanan grafik bahasa sasarannya tanpa disertai pengalihan unsur-unsur yang lainnya, kecuali apabila terjadi perubahan-perubahan yang melibatkan pengalihan kosakata dan tatabahasa yang terjadi secara kebetulan saja.
Terjemah grafologi ini sengaja dikerjakan untuk tujuan-tujuan tertentu, misalnya untuk menghasilkan tata huruf atau tipografi tertentu. Terjemah ini juga sering terjadi tanpa disengaja pada seorang pelajar bahasa asing yang sedang menulis bahasa tersebut.
Terjemah grafologi ini harus dibedakan dengan transliterasi, yakni proses pengalihan grafik yang melibatkan penerjemahan fonologi pada akhir penerjemahannya. Proses transliterasi ini dapat diuraikan sebagai berikut : satu unit grafik bahasa sumber digantikan menjadi unit-unit fonologi (fonem-fonem) bahasa sumber tersebut. Kemudian unit-unit fonologi itu dialihkan dengan padanannya dalam unit-unit fonologi bahasa sasaran, baru kemudian unit-unit fonologi bahasa sasaran itu digantikan oleh unit-unit grafologi bahasa sasaran. Perhatikan gambar proses transliterasi berikut ini.
Grafik bahasa sumber Grafik bahasa sasaran
Fonem bahasa sumber Fonem bahasa sasaran
Proses pengalihan
( c ). Terjemah Tatabahasa.
Dalam terjemah tatabahasa atau Grammatical Translation ini, terjadi pemindahan tatabahasa sumber dengan padanannya tatabahasa sasaran tanpa disertai pengalihan kosakata bahasa sumber tersebut. Dengan demikian, pada terjemah tatabahasa ini hanya terjadi penggantian unsur-unsur tatabahasa atau struktur bahasanya saja tanpa pengalihan unsure- unsur bahasa yang lainnya.
(d). Terjemah kosakata.
Pada terjemah kosakata atau Lexical Translation ini juga terjadi pengalihan kosakata bahasa sumber dengan padanannya kosakata bahasa sasaran tanpa disertai pemindahan unsur- unsur tatabahasa atau yang lainnya.
Kedua jenis terjemah diatas yaitu terjemah tatabahasa dan terjemah kosakata sukar dan jarang sekali terjadi, oleh karena keterhubungan dan keterpautan yang sangat erat antara unsur tatabahasa dan kosakata. Akan tetapi, dalam sebuah proses belajar bahasa, kedua jenis terjemah ini biasa dilakukan dalam rangka mendemontrasikan perbedaan antara keduanya.
X.Xxxxxxxx berdasarkan tataran (ranks) Linguistik.
Seperti telah dijelaskan diatas bahwa dalam suatu penerjemahan kita dapat menemukan padanan terjemah dalam bentuk kata per- kata, frase per- frase, klausa per-klausa, kalimat perkalimat dan seterusnya yang kemudian dapat diikuti dengan proses penyelarasan (restructuring), yaitu perubahan-perubahan struktur terhadap hasil transformasi bentuk bahasa sumber di dalam bahasa sasaran, menjadi bentuk stilistik yang lebih cocok dalam bahasa
sasaran. Penyelarasan ini dilakukan oleh karena seringkali penerjemahan apakah itu penerjemahan kata per-kata atau yang lainnya terasa ‘tidak enak’ untuk dibaca. Maka penyesuaian dan penyelarasan itu memang perlu dilakukan khususnya bagi kelompok pembaca tertentu sejauh tidak mencemari kandungan pesan bahasa sumbernya.
Dengan demikian, manakala pada terjemah tuntas dapat terjadi proses penerjemahan dalam semua tataran bahasa, baik kata, klausa, frase, kalimat dan seterusnya, maka dalam jenis terjemah ketiga ini hanya terjadi penerjemahan dalam satu tataran saja. Jenis terjemah ini dikenal dengan sebutan terjemah terikat. Kebalikan dari terjemah terikat adalah terjemah bebas, yaitu terjemah yang tidak hanya terikat pada satu tataran saja. Jadi, tataran kalimat misalnya, yidak harus mendapatkan padanan terjemah dengan tataran kalimat lagi, tataran kata tidak harus mendapatkan padanan terjemah tataran kata lagi dan seterusnya. Berdasarkan hal inilah maka terjemah jenis ketiga ini terbagi kedalam dua bagian, yaitu :
(1). Terjemah terikat.
Terjemah terikat atau Rank-Bound Translation ini adalah jenis terjemah yang terbatas secara lebih khusus lagi kepada penerjemahan dalam tataran kata dan morfem saja, yakni penggantian kosakata dan morfem bahasa sumber dengan padanannya kosakata dan morfem bahasa sasaran. Pada jenis terjemah terikat ini biasanya tidak terjadi penerjemahan pada tataran yang lebih tinggi daripada tataran kata dan morfem saja.
Maka dari itu, terjemah kata per-kata atau word for word dengan sendirinya masuk dalam terjemah terikat ini. Walaupun ia dikategorikan sebagai terjemahan yang ‘buruk’ terjemah kata per - kata ini biasa digunakan untuk kepentingan - kepentingan tertentu
misalnya, dalam penerjemahan puisi dan segala bentuk penerjemahan dalam usaha menunjukkan adanya perbedaan antara bahasa sumber dan bahasa sasaran dalam proses belajar bahasa.
(2) Terjemah bebas.
Terjemah bebas atau Unbounded Translation ini adalam jenis terjemah yang tidak dibatasi oleh keterikatan pada penerjemahan suatu tataran tertentu. Jenis terjemah ini selalu berada pada tataran yang lebih tinggi daripada tataran kata dan morfem, dan bisa lebih luas dari tataran kalimat.
Penerjemahan sebuah kalimat bahasa sumber yang sulit diterjemahkan secara kata per- kata atau harfiyah dapat dihasilkan dalam padanan terjemah dalam bahasa sasaran yang terdiri atas beberapa kalimat yang dapat membentuk sebuah padanan terjemahan, tergantung kepada interpretasi penerjemah dan keterpautan kalimat tersebut dengan konsep yang terkandung dalam bahasa sumber secara keseluruhan. Atau, penerjemahan itu terjadi karena bahasa sumbernya begitu rumit sehingga satu kkalimat bahasa sumber itu menyimpan pesan yang panjang dan memerlukan beberapa kalimat padanannya, baik sebagai kalimat yang dianggap sepadan pemakaiannya, atau sebagai kalimat penjelas yang memberikan keterangan tambahan pada konsep yang diterjemahkan.35
35 Xxxxxxxx Xxxxx. Op.Cit. h. 19-26.
Seorang linguis lain yang bernama Newmark pun memiliki pendapat lain tentang pembagian teori penerjemahan. Menurutnya, metode atau teori penerjemahan saat ini bukan lagi mengenai perdebatan antara penerjemahan harfiyah adan penerjemahan bebas seperti yang selama ini selalu mendominasi pembahasan tentang teori penerjemahan. Persoalan-persoalan di luar teks sepatutnya mendapat perhatian pula dalam pemilihan teori yang akan digunakan. Oleh karena itu Ia mengajukan dua kelompok metode penerjemahan. Kedua kelompok itu antara lain
:
1. Metode yang memberikan penekanan terhadap bahasa sumber.
2. Metode yang memberikan penekanan terhadap bahasa sasaran.
1. Metode yang memberikan penekanan terhadap bahasa sumber.
Metode ini berisi empat metode atau teori penerjemahan, yaitu :
(a). Penerjemahan kata demi kata.
Dalam metode ini biasanya kata-kata teks bahasa sasaran langsung diletakkan dibawah teks bahasa sumber. Kata-kata dalam teks bahasa sumber diterjemahkan di luar konteks, dan kata-kata yang bersifat cultural (misalnya kata ‘tempe’) dipindahkan apa adanya. Umumnya metode ini dipergunakan sebagai tahapan prapenerjemahan (sebagai gloss) pada penerjemahan teks yang sangat sukar atau untuk memahami mekanisme bahasa sumber.
Jadi, dalam proses penerjemahan, metode ini dapat terjadi pada tahap analisis atau tahap awal pengalihan. Dan dalam prakteknya, khususnya di Indonesia metode ini tidak umum Digunakan.
(b). Penerjemahan harfiyah.
Konstruksi gramatikal bahasa sumber dicarikan padanannya yang terdekat dalam teks bahasa sasaran, tetapi penerjemahan kosa katanya dilakukan terpisah dari konteks. Contohnya seperti kalimat It’s raining cats and dogs dalam bahasa Indonesia diartikan dengan Hujan kucing dan anjing. Penerjemahan semacam ini selain menghasilkan versi terjemahan yang tidak bermakna (kucing dan anjing tidak berjatuhan dari langit), juga menghasilkan terjemahan yang tidak lazim. Maka seperti halnya metode (1) diatas, dalam proses penerjemahan, metode ini dapat digunakan pada tahap awal pengalihan, bukan sebagai metode yang lazim. Sebagai proses penerjemahan awal, metode ini dapat membantu penerjemah dalam melihat permasalahan yang harus diatasi.
(c) . Penerjemahan setia.
Penerjemahan setia mencoba mereproduksi makna kontekstual teks bahasa sumber dengan masih dibatasi oleh struktur gramatikalnya. Disini kata-kata yang bermuatan budaya dialihbahasakan, tetapi penyimpangan dari segi tatabahasa dan pilihan kata masih tetap dibiarkan. Penerjemahan ini berpegang teguh pada maksud dan tujuan teks sumber, sehingga hasil terjemahan terasa kaku dan seringkali asing. Metode ini dapat dimanfaatkan untuk membantu penerjemah dalam proses awal pengalihan. Contohnya seperti kalimat Ben is too
well aware that he is naughty (kebetulan tanpa muatan budaya) diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia menjadi ‘ Ben menyadari terlalu baik bahwa ia nakal’. Terjemahan ini terasa sebagai terjemahan yang dihasilkan oleh mahasiswa asing yang belajar bahasa Indonesia pada tingkat pralanjutan. Meskipun maknanya sangat dekat (setia) dengan makna dalam teks sumber, versi terjemahannya dalam bahasa sasaran terasa kaku, dan akan terasa lebih wajar kalau dipoles lagi dalam tahap penyerasian serta disesuaikan dengan kaidah bahasa sasaran menjadi ‘ Ben sangat sadar kalau ia nakal’. Dalam penyerasian dengan kaidah bahasa sasaran yang tidak lagi setia dengan teks sumber ini terjadi pergeseran bentuk (dari frase too well menjadi ‘sangat’), dan pergeseran nuansa makna dalam penyangatan yang terkandung dalam frase too well tersebut.
(d). Penerjemahan semantis.
Apabila dibandingkan dengan metode penerjemahan setia, penerjemahan semantis memiliki kesan lebih luwes, dan penerjemahan setia lebih kaku dan tidak berkompromi dengan kaidah bahasa sasaran. Berbeda dengan penerjemahan setia, penerjemahan semantis harus pula mempertimbangkan unsur estetika teks bahasa sumber dengan mengkompromikan makna selama masih dalam batas kewajaran. Selain itu, kata yang hanya sedikit bermuatan budaya dapat diterjemahkan dengan kata yang netral atau istilah yang fungsional. Bila dibandingkan dengan penerjemahan setia, penerjemahan semantis lebih fleksibel, sedangkan penerjemahan setia lebih terikat oleh bahasa sumber. Contohnya, kalimat He is a book-worm yang diterjemahkan menjadi ‘dia (laki-laki) adalah seorang yang suka sekali membaca’. Hasil terjemahan tersebut bersifat fungsional (dapat dimengerti dengan mudah), sekalipun tidak ada
pemadanan budaya.
2. Metode yang memberikan penekanan terhadap bahasa sasaran.
Keempat metode diatas adalah metode yang lebih menekankan bahasa sumber. Selain melalui penekanan kepada bahasa sumber, metode penerjemahan dapat lebih ditekankan kepada bahasa sasaran. Ini berarti, selain pertimbangan kewacanaan, penerjemah juga mempertimbangkan hal-hal lain yang berkaitan dengan bahasa sasaran. Metode-metode tersebut adalah :
(a). Metode adaptasi.
Adaptasi merupakan metode penerjemahan yang paling bebas dan paling dekat dengan bahasa sasaran. Istilah “saduran” dapat dimasukkan disini asalkan penyadurannya tidak mengorbankan hal-hal penting dalam teks bahasa sumber, misalnya tema, karakter atau alur. Biasanya metode ini dipakai dalam penerjemahan drama atau puisi, yaitu yang mempertahankan tema, karakter dan alur. Tetapi dalam penerjemahan terjadi peralihan budaya bahasa sumber ke dalam budaya bahasa sasaran, dan teks asli ditulis kembali serta diadaptasikan dalam teks bahasa sasaran. Sebagai contoh adalah penerjemahan drama Xxxxxxxxxxx yang berjudul ‘Macbeth’ oleh WS Xxxxxx. Xxxxxx mempertahankan semua karakter dalam naskah asli, dan alur cerita juga dipertahankan, tetapi dialognya disadur dan disesuaikan dengan bahasa Indonesia.
(b). Metode penerjemahan bebas.
Metode ini merupakan penerjemahan yang mengutamakan isi dan mengorbankan bentuk teks bahasa sumber. Biasanya metode ini berbentuk sebuah parafrase yang dapat lebih panjang atau pendek dari aslinya. Metode ini sering dipakai di kalangan media massa. Di Indonesia sendiri metode ini dikenal dengan istilah ‘oplosan’, karena bentuk retorik atau kalimatnya sudah berubah sama sekali. Metode ini mempunyai kegunaan yang sangat khusus. Seorang penerjemah harus berhati-hati dalam memilih metode ini serta memikirkan kapan dan apa tujuan penerjemahannya.
( c). Metode penerjemahan Idiomatik.
Metode ini bertujuan mereproduksi pesan dalam teks bahasa sumber, tetapi sering dengan menggunakan kesan keakraban dan ungkapan idiomatic yang tidak didapati pada versi aslinya. Dengan demikian, banyak terjadi distorsi nuansa makna. Contohnya, dalam teks bahasa sumber terulis ungkapan : Mari minum bir sama-sama; saya yang bayar. Ungkapan ini kemudian diterjemahkan menjadi I’ll shout you a beer.
Dalam terjemahn di atas, versi bahasa Inggrisnya lebih idiomatic daripada versi asli.
Versi terjemahan yang tidak terlalu idiomatic dapat berbunyi : l et me buy you a beer.
(d). Penerjemahan komunikatif.
Metode ini merupakan reproduksi makna kontekstual yang sedemikian rupa, sehingga baik aspek kebahasaan maupun aspek isi langsung dapat dimengerti oleh pembaca. Oleh karena itu, versi teks bahasa sasarannya pun langsung dapat diterima. Sesuai dengan namanya,
metode ini memperhatikan prinsip-prinsip komunikasi, yaitu khalayak pembaca dan tujuan penerjemahan. Melalui metode ini, sebuah versi teks bahasa sumber dapat diterjemahkan menja di beberapa versi teks bahasa sasaran sesuai dengan prinsip-prinsip di atas. Contohnya adalah penerjemahan kata spine dalam frase thorns spines in old reef sediments. Apabila kata tersebut diterjemahkan untuk para ahli atau kalangan ilmuwan biologi, maka padanannya adalah spina (istilah teknis Latin), tetapi apabila diterjemahkan untuk khalayak pembaca yang lebih umum, maka kata tersebut dapat diterjemahkan menjadi ‘duri’.36
Dari delapan metode terjemah yang diciptakan oleh Newmark di atas, ada yang bersifat umum dan ada pula yang bersifat khusus. Yang bersifat khusus, khusus pula penggunaan dan tujuannya. Dan yang bersifat umum, hanya metode semantis dan komunikatif yang memenuhi tujuan utama penerjemahan, yaitu demi ketepatan dan efisiensi sebuah teks.
Secara umum dapat dikatakan, bahwa metode penerjemahan semantis dilakukan dengan mempertimbangkan tingkat kebahasaan penulis teks asli, sedangkan penerjemahan komunikatif lebih mempertimbangkan tingkat kebahasaan pembaca. Penerjemahan semantis sering digunakan dalam menerjemahkan teks yang ekspresif, sedangkan metode penerjemahan komunikatif untuk teks yang informatif atau yang bersifat imbauan (vokatif).
Demikianlah beberapa teori penerjemahan yang diusulkan oleh dua orang linguis barat yang sangat terkenal, yaitu J.C. Catford dan Newmark. Sebenarnya, bukan hanya mereka saja yang banyak mengusulkan teori-teori penerjemahan, akan tetapi masih banyak lagi yang lain yang memberikan usulan dalam cara menerjemahkan. Sebut saja seperti L. Xxxxxxx dan House. Masing-masing linguis memiliki ciri yang berbeda dalam tekhnik penerjemahan. Seperti House
36 Xxxxxxxx Xxxxxxx. Pedoman Bagi Penerjemah..Jakarta:PT. Grasindo. 2000. Cet.I h. 49-55
dengan cirinya : overt dan covert translation ( ), atau Xxxxxxx dengan cirinya : The unit is the individual, the unit is the sentence or phrase, and the
unit Is the whole work (
). 37Lain pula halnya dengan linguis
berkebangsaan Perancis yaitu X. Vinay dan A. Darbelinet. Keduanya mengusulkan tujuh macam teori penerjemahan, yaitu :
1. Al-iqtibas
2. Al-isti’arah Al-tarjamah al-Mubasyarah
3. Al-tarjamah al-Harfiyyah
4. Al-tabdil
5. Al-idkhal Al-tarjamah al-Multawiyah
6. Al-mu’adalah, dan
7. Al-taqrib
Adapun penjelasannya sebagai berikut :
1. Al-iqtibas (al-Ta ’rib atau al-Ta’xxx).
Para penerjemah terdahulu yang hidup pada masa kejayaan penerjemahan dibawah pemerintahan khalifah al-Ma’mun ataupun setelahnya telah mempraktekkan teori penerjemahan ini. Sebagai contoh, mereka mengadopsi kalimat- kalimat bahasa Persia dan latin kedalam bahasa Arab. Sehingga kemudian kalimat-kalimat tersebut banyak bertebaran di dalam kamus-kamus Arab dan tidak diketahui dari mana asalnya yang sebenarnya. Adapun
37 Xxxxxxxxx Xxxxxx. Op.Cit. h.54
dari mana asalnya yang sebenarnya. Adapun pengertian al-Iqtibas sama dengan al-Ta’rib atau al-Ta’xxx, yaitu: mengambil sebuah kata asing, lalu diterjemahkan kedalam bahasa Arab dengan mengganti huruf-huruf kata asing tersebut dengan padanannya di dalam huruf Arab. Dengan kata lain, teori ini hanya menerjemahkan dari segi penulisannya saja. Adapun bunyi kata-katanya masih terdengar sebagai kata asing. Contoh : banafsyah (Persia), sijil (Latin), ruh (Armenia), bustan (Persia), qalam (Yunani), handasah (Persia) dan lain sebagainya.
1. Al-isti’arah.
Maksud dari teori penerjemahan ini adalah menerjemahkan suatu ungkapan dalam satu bahasa kedalam bahasa lain. Terkadang teori ini dapat dipraktekkan pada dua bahasa yang bertetangga, seperti Amerika dan Inggris, atau Spanyol (asli) dan Spanyol Amerika Latin. Maka ketika ungkapan-ungkapan tersebut sudah dipergunakan dalam kamus, asal kata yang sebenarnya sudah tidak diketahui lagi. Hal inipun berlaku pada sebagian negara Arab. Contoh ungkapan asing yang masuk kedalam perkataan Arab adalah : ta’xxx xx-‘umlah, safir xxxxxxxxx xxxxx al-‘adah, yahdhuru ittifaqiyyah, al-sayyidah al-ula dan lain sebagainya.
2. Al-tarjamah al-Harfiyyah.
Maksud dari teori penerjemahan ini adalah mengganti suatu kata bahasa sumber dengan kata lain yang serupa dengannya dalam bahasa sasaran/bahasa kedua. Penerjemahan seperti ini banyak sekali digunakan dalam proses ta’rib (arabisasi) dan ta’xxx (perkamusan). Hanya saja para linguis kurang mendukung adanya teori ini, karena di dalamnya banyak
terdapat kekurangan dan seringkali menyebabkan timbulnya kerusakan dalam bahasa Arab. Banyak para linguis yang menggunakan komputer dalam melakukan penerjemahan jenis ini. Apalagi sekarang telah diciptakan kamus komputer di Kanada dan pangsa pasar Eropa lainnya. Hanya saja yang demikian itu dianggap sebagai hal yang tabu, karena hanya sebagai fasilitator yang memberikan kemudahan bagi para penerjemah.
Penerjemahan komputer ini dapat menyebabkan beberapa faktor berikut ini :
1. Perubahan arti.
2. Kosong dari arti yang dimaksud.
3. Arti yang dimaksud tidak mungkin tercapai karena tidak adanya kemiripan antara bahasa sumber dan bahasa sasaran dalam tekhnik penyusunan bahasanya.
4. Dalam proses penerjemahannya tidak diikuti dengan penelitian latar belakang kalimat tersebut dalam bahasa sumber.
5. Teks/kalimat tersebut sempurna, tetapi tidak memiliki tingkatan bahasa.
Contohnya seperti kalimat Arab : wadha’a al-habla yang diterjemahkan kedalam bahasa Inggris dengan komputer menjadi : to put the rope. Padahal, arti yang dimaksud adalah melepaskan ikatannya, bukan meletakkan ikatan. Dengan demikian, hasil penerjemahan tadi bukanlah penerjemahan yang sesuai dengan isi pesan yang dimaksud.
Meskipun berbagai cara telah ditempuh oleh para linguis dalam menyiasati agar teori penerjemahan ini dapat lebih sempurna, akan tetapi teori ini tetap dianggap sebagai teori yang buruk dan banyak kekurangan, bahkan teori inipun dianggap sebagai perusak bahasa. Menurut mereka, teori ini boleh digunakan hanya pada tahap awal penerjemahan saja, agar sesuai dengan redaksi kalimat aslinya.
Beberapa teori yang telah dijelaskan diatas, baik al-iqtibas, al-isti’arah dan al-tarjamah al-harfiyyah, kesemuanya itu dinamakan pula sebagai teori al-Tarjamah al-Mubasyarah , yaitu penerjemahan secara langsung yang masih terikat dengan teks aslinya. Adapun berikut ini akan dijelaskan beberapa teori yang masuk dalam kategori al-Tarjamah bitasharruf atau penerjemahan bebas. Teori-teori tersebut adalah :
1. Al-tabdil.
Teori penerjemahan ini dinamakan pula al-tabdil al-lughawy. Yaitu menggantikan suatu ungkapan dalam bahasa sumber dengan ungkapan lain dalam bahasa sasaran yang sesuai dalam segi tatabahasanya, seperti menggunakan mashdar sebagai ganti an + fi’il mudhari’. Contohnya seperti kalimat : ba’da an yaqraa al- kitaaba menjadi ba’da qiraati al-kitaabi.
Dalam al-tabdil ini terdapat dua komponen penting, yaitu Asas dan Badil. Asas adalah kalimat yang digantikan (ba’da an yaqraa al-kitaaba), sedangkan badil adalah kalimat yang menggantikan (ba’da qiraati al-kitaabi).
Terkadang di dalam al-tabdil ini terjadi perubahan arti, akan tetapi yang demikian itu tidak disyaratkan. Adapun proses penyandaran (antara asas dan badil) merupakan bagian dari al- tabdil , yaitu ketika suatu bahasa yang melakukan penerjemahan dengan teori ini sampai pada kesimpulan akhir berupa arti fi’il (pekerjaan), atau berupa fi’il , musnad dan musnad ilaih dalam susunan kalimatnya. Contohnya : kalimat he was blown away yang diterjemahkan kedalam bahasa Arab menjadi : zahaba adraaja al- Riyah. Kata zahaba (yang artinya pergi) sebagai kata kerja disini merupakan kesimpulan akhir kalimat tersebut. Dalam bahasa Indonesia, maksud dari kalimat tersebut adalah : Dia pergi bagaikan angin lalu.
Bila dilihat lebih dalam lagi, maka pembahasan tentang ijaz38 dan I’jaz39 dalam ilmu Balaghah masuk dalam pembahasan teori ini.
2. Al-idkhal.
Adapun yang dimaksud dengan teori ini adalah penerjemahan dengan cara membuat ungkapan-ungkapan baru yang sepadan dalam bahasa sasaran dari teks yang diterjemahkan. Teori ini dapat dilakukan ketika teori al-tarjamah al-harfiyyah yang telah diuraikan sebelumnya tidak lagi dapat lagi dipertahankan, karena bahasanya amat sulit. Ia (al-Idkhal) akan terkesan sebagai suatu pemaksaan ketika ungkapan yang diterjemahkan itu memang sesuatu yang wajib diterjemahkan atau memang ada sumbernya dalam kamus. Akan tetapi ia pun dapat terkesan sebagai suatu kepatuhan ketika seorang penerjemah yang memiliki kemampuan tentang bahasa yang sangat handal dan menguasai dengan baik seluk-beluk bahasanya, bersengaja menciptakan ungkapan baru yang sesuai dan sepadan dengan teks aslinya. Dengan kata lain, teori penerjemahan ini tidak dapat dilakukan kecuali oleh para penerjemah yang memiliki segudang pengalaman dalam bidang terjemah dan memiliki bakat dan minat bahasa yang tinggi.
38 Ijaz adalah kalimat yang sedikit memiliki arti yang banyak (lihat Al-xxxxxx Xxxxx xx-Hasyimy.
Xxxxxxx xx-Balaghah fi al-Ma ’ani wa al-Bayan wa al-Badi’. Libanon : Dar al-Fikr. 1994., h.192).
39 I’jaz adalah arti suatu kalimat lebih indah dan bernilai dari kalimat itu sendiri. Loc.Cit., h. 488.
3. Al-mu’adalah.
Merupakan suatu teori penerjemahan dengan cara menerjemahkan satu arti kalimat dengan berbagai macam arti, dimana arti-arti tersebut sangat jauh berbeda dari arti asalnya. Adapun yang termasuk dalam teori ini adalah bidang peristilahan, pribahasa dan yang serupa dengan hal itu. Contohnya adalah kalimat : sa’atu al-qahwah (waktu minum teh) diartikan dengan ba’da al-zhuhri (setelah waktu dzuhur ).
4. Al-taqrib.
Teori penerjemahan ini digunakan ketika kata yang diterjemahkan tidak ada padanannya sama sekali dalam bahasa sasaran. Arti dari al-Taqrib itu sendiri adalah mendekatkan . Maka al-taqrib dapat berarti mencari arti yang terdekat. Dibuatnya teori ini karena adanya perbedaan adat kebiasaan antara satu bangsa dengan bangsa lainnya. Misalnya, dalam cara mengucapkan salam. Orang Amerika kadang-kadang melakukannya dengan berjabat tangan, orang Eskimo mengucapkan salam dengan hidungnya, Orang Arab dengan cara memeluk dan mencium pipi, dan orang Inggris dengan cara mencium bibir.40
Demikianlah beberapa teori penerjemahan yang diusulkan oleh para linguis. Walaupun ada perbedaan dalam teori-teori tersebut, para linguis sepakat untuk menggunakan beberapa teori penerjemahan dibawah ini sebagai teori penerjemahan umum, yaitu :
00 Xxxxxxxx Xxxxxxx. Op.Cit. h.171-178.
1. Terjemah Kata demi Kata (Tarjamah al-Kalimat / Word for Word).
Penerjemahan ini menitik-beratkan pada terjemah kata per-kata. Adapun Xxxxxxx menyebutnya dengan interlineal version.
Di Eropa, penerjemahan dengan teori ini kerap dilakukan pada abad pertengahan dan berkembang cukup luas, terutama pada naskah-naskah yang dianggap sakral, seperti kitab suci. Di Indonesia sendiri, teori penerjemahan ini dipraktekkan untuk menerjemahkan kitab suci al- Qur’an.
Teori penerjemahan ini memiliki manfaat antara lain :
1. Naskah asli tetap mendapat perhatian, karena teori ini bertujuan untuk mempertahankan kemurnian produk terjemahan, agar sesuai dengan bentuk aslinya.
2. Cocok untuk beberapa hal tertentu saja, seperti kitab suci, puisi dan naskah-naskah pendek lainnya.
Sedangkan kelemahan teori ini antara lain :
1. Arti dari konteks kalimatnya seringkali bukan arti yang tepat. Ia lebih menonjolkan bentuk per-suku-kata, terutama bila kalimatnya cukup panjang dan kompleks. Apabila masih kurang dimengerti, maka ia diberi catatan atau keterangan tambahan lainnya.
2. Jika struktur kalimatnya sesuai dengan hasil terjemahannya maka penerjemahan ini dapat pula disebut sebagai terjemah harfiyah.
2.Terjemah Terikat (al-Tarjamah al-Harfiyyah / Literal Translation ).
Teori terjemah jenis kedua ini didasarkan pada konsepsi bahwa seorang penerjemah hendaknya berlaku setia kepada naskah aslinya, atau sejalan dengan naskah aslinya. Karena itu,
Xxxxxxxx Xxxxxx dalam bukunya yang berjudul The Art of Translation menyebutkan bahwa terjemah jenis ini merupakan ‘faithful translation’ (penerjemahan yang gagal).
Adapun manfaat yang dapat dipetik dari teori terjemah ini adalah :
1. Segi dan struktur kalimatnya lebih sesuai dengan aslinya. Dengan demikian, tugas penggarap naskah bukan hanya sebagai penerjemah, bahkan sekaligus ia berlaku sebagai transformer atau orang yang memindahkan satu naskah kedalam naskah bahasa yang lain.
2. Gaya penulisan penerjemah lebih sesuai dan tepat sebagaimana aslinya. Karena itu penerjemah telah berhasil menyentuh keinginan penulis aslinya.
Sedangkan kelemahan teori terjemah ini antara lain :
1. Karena penekanan jatuh pada bentuk dan struktur kalimat, maka secara otomatis makna menjadi korban utamanya. Padahal yang seharusnya menjadi prioritas utamanya adalah makna, dan ia tidak dijadikan korban. Sebab, apabila makna dapat tersirat dengan jelas, maka pembaca seolah-olah berhadapan langsung dengan penulisnya.
2. Terjemah ini bersifat dogmatis pada bentuk, sehingga tidak memiliki kesan luwes ketika dibaca, dan ia penuh dengan kekakuan dan terkesan dipaksakan.
3. Terjemah Bebas (al-Tarjamah al-Hurroh / Free Translation ).
Dalam teori terjemah bebas ini bukan berarti seorang penerjemah boleh menerjemahkan dengan sekehendak hati yang dapat menghilangkan inti penerjemahan itu sendiri. Arti bebas di sini adalah penerjemah tidak terlalu terikat oleh bentuk maupun struktur kalimat yang terdapat dalam naskah yang ia terjemahkan. Ia boleh memodifikasi kalimat agar pesan yang terkandung
di dalamnya mudah dimengerti oleh pembacanya.
Umumnya, terjemah ini menitik-beratkan penekanan pada bahasa sasaran. Itulah sebabnya, segala kemudahan dapat lebih tercermin agar pembaca dapat merasa puas. Seandainya terjadi perombakan, penghilangan dan penambahan pada bagian-bagian tertentu dari kalimatnya, maka hal itu dapat dibenarkan dalam terjemah ini, dengan tujuan mencapai kemudahan dalam pengertian. Karena itu, Savory menyebutkan pula bahwa terjemah ini merupakan Idiomatic Translation (penerjemahan idiom).
Adapun manfaat atau kelebihan teori terjemah ini antara lain :
1. Makna mendapat kedudukan yang amat penting. Lewat ketepatan makna, pembaca dengan mudah dapat menerka maksud penulis, sekalipun dipisahkan oleh latar belakang budaya, waktu dan tempat yang berbeda.
2. Kreativitas dalam mengungkapkan sesuatu mendapatkan tempat yang semestinya.
Penerjemah dapat mengembangkan kemampuannya semaksimal mungkin, dan dapat membuat kesan yang lebih indah daripada naskah aslinya.
Sedangkan kelemahan teori terjemah ini antara lain :
1. Produk terjemahan akan tak bernilai (valueless) kalau penerjemahannya terlalu bebas,
2. Gaya penulisan penulisnaskah asli akan terabaikan, dan tersalin dalam gaya ciptaan penerjemah. Kalau hal ini terjadi, akibatnya produk terjemahan dapat menjadi baik atau sebaliknya, sesuai dengan kemampuannya.
Agar perbedaan antara ketiga macam teori terjemah yang telah diuraikan tadi lebih jelas, maka berikut ini penulis akan menjelaskan beberapa contoh kalimat dari ketiga teori tersebut : kalimat : “ It’s raining cats and dogs” bila diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia dan Arab
menurut ketiga teori itu adalah :
1. Menurut al-tarjamah al-lafdziyyah : Dia sedang hujan kucing dan anjing.
(Al-samaa ’u) mumthirun (tun) qithathan wa killaaban.
2. Menurut al-tarjamah al-harfiyyah : Hujan kucing dan anjing.
Tamthuru (al-samaa ’u) qithathan wa killaaban.
3. Menurut al-tarjamah al-hurrah : Hujan lebat.
Al-matharu ghazirun, tamthuru al-samaa ’u bighazarah, yatahaathalu al-matharu midraaran. 41
Demikianlah penjelasan yang sederhana tentang berbagai macam teori dalam terjemah. Teori-teori diatas merupakan sebagian besar dari teori-teori penerjemahan yang berkembang sejak pertama kali dipelopori oleh Xxxxxx xxx al-Bathriq dan Xxxxxx xxx Xxxxx. Selanjutnya, bagimana seluk-beluk perkembangannya akan diuraikan pada bab yang akan datang.
6. Macam-ragam penerjemahan.
Ada beberapa macam bentuk penerjemahan, antara lain :
1. Al-tarjamah al-Adabiyyah. Adalah suatu penerjemahan yang meliputi bidang seni dan sastra. Kegiatan penerjemahan ini telah lama dimulai semenjak abad ke-18. Penerjemahan ini pernah mengalami masa kevakuman, khususnya ketika terjadi Perang Dunia. Kemudian penerjemahan ini dapat marak kembali pada abad ke-19 dengan
41 Xxxxxxxxx Xxxxxx. Op.Cit. h. 54-60.
bantuan dari lembaga pemerintah maupun swasta yang memiliki perhatian dalam bidang ini.
2. Al-tarjamah al-Sya ’biyyah. Merupakan suatu penerjemahan ringan yang meliputi hal- hal yang berhubungan dengan peristiwa-peristiwa sehari-hari yang terjadi di sekeliling kita. Biasanya peristiwa itu dimuat dalam surat kabar, majalah mingguan atau bulanan dan yang senada dengan hal itu dari bentuk media massa lainnya.
3. Al-tarjamah al-‘ilmiyyah. Adalah suatu penerjemahan yang meliputi bidang sains dan teknologi pada abad modern ini. Penerjemahan ini disebut pula dengan al-Tarjamah al- Shina’iyyah atau al-Tarjamah al-Taqniyyah karena ia merupakan proses pemindahan hasil-hasil kreativitas manusia yang berbentuk inovasi terbaru dalam bidang ilmiah dan pendidikan dari satu bahasa ke dalam bahasa yang lain. Begitu pula ia dinamakan sebagai terjemah ilmiah, karena berhubungan dengan alat-alat modern hasil ciptaan manusia.
4. Al-tarjamah al-‘Adiyyah. Merupakan suatu penerjemahan yang bergerak dalam bidang perundang-undangan, akad perjanjian dan kesepakatan antar negara, surat-surat penting, ijazah pendidikan dan lain sebagainya. 42
5. Al-tarjamah al-Aliyyah. Adalah suatu penerjemahan yang menggunakan bantuan program komputer. Penerjemahan ini dapat menambah nilai seorang penerjemah, menghindarkannya dari kesalahan bahasa, menganalisis penerjemahan dari segi ilmu tata bahasa dan lain-lain.
6. Al-tarjamah al-Qur ’aniyyah. Merupakan suatu penerjemahan yang melakukan kegiatannya dalam menerjemahkan kitab suci al-Qur’an al-Xxxxx. Penerjemahan ini dilakukan untuk pertama kalinya ke dalam bahasa Latin oleh dua orang penerjemah yang bernama Xxxxxx yang berkebangsaan Inggris dan Xxxxxxx yang berkebangsaan Jerman pada tahun 1141-1143 .43
Demikianlah klasifikasi umum macam-ragam penerjemahan yang berkembang dewasa ini. Selain itu masih ada lagi ragam penerjemahan lain yang yang masuk dalam kelompok ini, akan tetapi telah diuraikan bentuknya pada bab-bab terdahulu, seperti al-Tarjamah al-Tahririyyah (terjemah tulisan) dan al-Tarjamah al-Syafawiyyah (terjemah lisan).