JURNAL ILMIAH
ANALISIS YURIDIS PERJANJIAN PINJAM NAMA ANTARA WARGA NEGARA ASING DENGAN WARGA NEGARA INDONESIA
DALAM PEMBELIAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN USAHA BERSAMA
JURNAL ILMIAH
O l e h :
SRI SAOMI HANDAYANI X0X000000
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MATARAM 2021
ANALISIS YURIDIS PERJANJIAN PINJAM NAMA ANTARA WARGA NEGARA ASING DENGAN WARGA NEGARA INDONESIA
DALAM PEMBELIAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN USAHA BERSAMA
SRI SAOMI HANDAYANI X0X000000
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MATARAM ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dua permasalahan yaitu apakah Perjanjian Pinjam Nama Antara WNA Dengan WNI dalam pembelian Tanah untuk kepentingan Usaha Bersama diatur di dalam Hukum Positif Indonesia kemudian Bagaimana Pelaksanaan Perjanjian Pinjam Nama Antara WNA dan WNI Dalam Pembelian Tanah Untuk Kepentingan Usaha Bersama . Penelitian ini menggunakan metode hukum normatif yang menggunakan metode pendekatan Perundang-Undangan, Konseptual. Dari hasil penelitian yang didapat bahwa perjanjian pinjam nama dalam pembelian tanah untuk kepentingan usaha bersama tidak sesuai dengan hukum positif Indonesia karena dikategorikan sebagai perjanjian Innominat tetapi perjanjian ini didasarkan pada Undang-undang Nomor 05 Tahun 1960 tentang UUPA yang membatasi hak atas tanah kepada WNA. kemudian pelaksanaan Perjanjian Pinjam Nama Antara WNA Dengan WNI merupakan perjanjian semu dan tidak memiliki dasar hukum yang sah. Karena perjanjian ini hanya didasarkan atas rasa saling saling percaya karena adanya simbiosismutualisme.
Kata Kunci : Perjanjian Pinjam Nama, WNA, Hukum
JURIDICAL ANALYSIS OF “THE BORROW NAME AGREEMENT” BETWEEN FOREIGN CITIZEN AND INDONESIA CITIZEN IN LAND PURCHASING MECHANISM FOR MUTUAL BENEFIT
ABSTRACT
This research aims are to know the answers of two problems, are is “borrow name agreement” between foreigner and Indonesian for mutual benefit and interest regulated in Indonesia positive law, also how is the implementation of “borrow name agreement” between foreign citizen and Indonesia citizen in the land purchasing mechanism. This research is normative legal research which applies statute and conceptual approaches. from the research’s result, it is found that the agreement is violate Indonesia positive law since according to Law
Number 5 of 1960 on UUPA even though it was not mentioned explicitly, in Article 21 UUPA has been prohibit the foreigner to have a land in Indonesia, thus it legal consequence is the agreement should be consider as null and void because of the cause is fake. Furthermore, the implementation of borrow name agreement between Indonesian and foreigner in land purchasing mechanism for mutual benefit is a pseudo agreement which not bound both parties as agreement in general. Because this agreement only founded by mutual trust because of mutual profit that raise from the agreement that for foreigner it will give them opportunity to own land in Indonesia and for the Indonesian they will get a capital from the agreement as honorarium of such name borrow.
Keywords: Name Borrow Agreement, Foreign Citizen, Law
I PENDAHULUAN
Pada Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Undang-Undang Pokok Agraria, membatasi hak atas tanah terhadap orang asing. Orang asing dan perusahaan asing yang berinvestasi di Indonesia hanya dapat diberikan hak atas tanah berupa Hak Pakai, Hak Guna Bangunan (HGB), sedangkan terhadap Hak Milik, pihak asing tidak berhak untuk memperolehnya (secara langsung maupun tidak langsung). Karena sesuai dengan azas dalam hukum pertanahan, yaitu asas kebangsaan, yang pada pokoknya menerangkan bahwa hanya warga negara Indonesia saja yang dapat mempunyai hak milik atas tanah. Hak milik tidak dapat di punyai oleh orang asing dan termasuk juga pemindahan hak milik kepada orang asing baik secara langsung maupun tidak langsung dilarang. Pasal 26 ayat 2 UU No. 5 Tahun 1960) 1.
Undang-undang Pokok Agraria telah mengatur secara tegas dan jelas mengenai larangan hak milik atas tanah oleh orang asing, akan tetapi masih banyak pihak asing dengan dalih berinvestasi, namun dibalik semua itu, senyatanya dengan menggunakan berbagai motif dan alasan bermaksud ingin memiliki secara mutlak terhadap tanah di Indonesia, yaitu dengan cara pengelabuan, penyeludupan hukum atau dengan cara lain yang pada prinsipnya bertentangan dengan peraturan yang ada.
Adapun hal tersebut dilakukan oleh pihak asing yaitu dengan melakukan pinjam nama terhadap Warga Negara Indonesia dalam pembelian tanah, terutama pada kawasan yang dekat dengan daerah pariwisata. Cara ini
1Indonesia, Undang-undang Nomor. 5 Pasal 26 ayat 2 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar-dasar Pokok Agraria.
dipergunakan agar pihak asing tersebut dapat menguasai tanah tersebut secara mutlak dan dapat secara leluasa melakukan segala sesuatu terhadap tanah tersebut, tentunya dengan didasari atas kesepakatan dalam suatu pernjanjian yang dilaksanakan baik secara lisan (atas dasar kepercayaan semata), dengan akta dibawah tangan, bahkan ada yang dengan menggunakan akta autentik yang di buat oleh Notaris.
Berdasarkan uraian singkat di atas, penyusun memberikan batas dengan mencantumkan rumusan masalah yang diteliti. Adapun rumusan masalah yang dikemukakan penyusun adalah sebagai berikut :
1. Apakah perjanjian pinjam nama antara Warga Negara Asing (WNA) dengan Warga Negara Indonesia (WNI) dalam Pembelian Tanah untuk Kepentingan Usaha Bersama diatur dalam Hukum Positif Indonesia?
2. Bagaimana Pelaksanaan perjanjian pinjam nama antara Warga Negara Asing (WNA) dengan Warga Negara Indonesia (WNI) dalam Pembelian Tanah untuk Kepentingan Usaha Bersama?
Adapun tujuan dan manfaat penelitian adalah sebagai berikut :
1. Tujuan penelitian
a. Bertujuan untuk mengetahui apakah pelaksanaan perjanjian Pinjam Nama (Nominee) antara Warga Negara Indonesia (WNI) dengan Warga Negara Asing (WNA) dalam Pembelian Tanah untuk Kepentingan Usaha Bersama diatur dalam Hukum Positif Indonesia.
b. Bertujuan untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan perjanjian Pinjam Nama (Nominee) antara Warga Negara Indonesia (WNI) dengan Warga Negara Asing (WNA) dalam Pembelian Tanah untuk Kepentingan Usaha Bersama.
2. Manfaat Penelitian
a. Secara Teoritis
Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai referensi atau bahan bacaan tambahan baik bagi mahasiswa fakultas hukum maupun masyarakat luas untuk mengetahui bagaimana bentuk pelaksanaan perjanjian Pinjam Nama (Nominee) antara Warga Negara Indonesia (WNI) dengan Warga Negara Asing (WNA) dalam Pembelian Tanah untuk Kepentingan Usaha Bersama.
b. Secara Praktis
a) Sebagai salah satu masukan dalam bidang hukum perdata terutama yang terkait dengan masalah perjanjian pinjam nama antara warga negara asing (WNA) dengan warga negara Indonesia (WNI) dalam pembelian tanah untuk kepentingan usaha bersama.
b) Sebagai bahan bacaan bagi setiap orang yang menyukai masalah yang terkait dengan hukum
II PEMBAHASAN
Apakah Perjanjian Pinjam Nama Antara Warga Negara Asing (WNA) Dengan Warga Negara Indonesia (WNI) Dalam Pembelian Tanah Untuk Kepentingan Usaha Besama di Atur di Dalam Hukum Positif Indonesia
Perjanjian pinjam nama (Nominee) dikategorikan sebagai salah satu bentuk dari perjanjian Innominaat karena belum ada pengaturan secara khusus tentangnya dan tidak secara tegas disebutkan dalam pasal-pasal KUH Perdata. Nominee adalah seseorang yang bertindak untuk nama pihak lain sebagai wakil dalam arti sempit yang terbatas. 2
Namun salah satu konsep yang sudah lama dibuat dan sudah menjadi peraturan dan hukum positif di Indonesia yaitu Undang-Undang 5 Tahun 1960 tentang Undang-Undang Pokok Agraria dan Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 Tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah.
Pasal 9 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Undang-Undang Pokok Agraria telah mengatur bagaimana tentang kepemilikan tanah yaitu,3
“Hanya Warga Negara Indonesia yang dapat mempunyai hubungan yang sepenuhnya Dengan bumi, air dan ruang angkasa dalam batas- batas ketentuan yang sepenuhnya Dengan bumi, air dan ruang angkasa dalam batas-batas ketentuan pasal 1 dan 2”.
2 Briyant A Xxxxxx, 1999, Xxxxx’x Law Dictionary With Guide To Pronuncation, Cet. 0, Xx. Xxxx. WestPublishing, hal.1072
3Indonesia, Pasal 9 ayat 1 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Kepemilikan
Tanah
Dengan perkataan lain hanya Warga Negara Indonesia saja yang dapat mempunyai Hak Milik, Warga Negara Asing dan Badan Hukum Asing yang berkedudukan di Indonesia hanya dapat diberikan Hak Pakai.
Untuk memperoleh Hak Milik atas tanah di Indonesia oleh Warga Negara Asing atau Badan Hukum Asing dapat dilakukan dengan berbagai cara yang sebenarnya bertentangan dengan ketentuan yang berlaku, namun ada celah-celah yang memungkinkan untuk pihak asing menguasai tanah di Indonesia.
Terjadinya penyeludupan hukum oleh pihak-pihak asing terhadap hukum di Indonesia sangat-sangat mungkin terjadi dikarenakan banyaknya kelemahan yang terdapat dalam hukum kita sendiri. Penyeludupan hukum dapat di bagi menjadi 2 (dua) yaitu penyeludupan hukum yang melanggar undang-undang dan penyeludupan hukum yang tidak melanggar undang- undang.4
Penyeludupan hukum yang melanggar undang-undang adalah ketika pihak asing melakukan pelanggaran hukum yang sebenarnya sudah nyata tertuang di dalam undang-undang yang terkait sedangkan pelanggaran hukum yang tidak melanggar undang-undang yaitu ketika suatu perbuatan hukum yang dilakukan oleh pihak asing dirasakan merugikan dan tidak sesuai dengan norma-norma yang hidup pada masyarakat setempat namun tidak dituangkan secara konkret dalam aturan perundang-undangan negara yang bersangkutan, seperti contoh suatu perkawinan antara Warga Negara Asing dengan Warga
4 xxxxx://xxxxx.xxxxxx.xxx/xxxxx/xxxxxxxxxxx/000000-xxxxxxxxx-xxxxxxx-xxxxxxxxxxxxx- hukum-per-49a0bf50.pdf diakses pada tanggal 04 November 2021
Negara Indonesia dengan maksud menguasai tanah yang berkedudukan di Indonesia yaitu dengan mengatas namakan tanah tersebut atas nama pasangannya yang berdomisili di Indonesia.
Perjanjian dengan menggunakan kuasa dari Warga Negara Indonesia merupakan penyeludupan hukum karenanya subtansinya bertentangan dengan UUPA, khususnya pasal 26 ayat (2) yang berbunyi sebagai berikut;5
”Setiap jual beli, penukaran, penghibahan, pembelian dengan wasiat dan perbuatan-perbuatan lain yang dimaksudkan untuk langsung atau tidak langsung memindahkan hak milik kepada orang asing, kepada seorang warga negara disamping kewarganegaraan Indonesianya mempunyai warga negara asing atau kepada suatu badan hukum kecuali yang ditetapkan oleh pemerintah”
termaksud dalam pasal 26 ayat (2) adalah batal karena hukum dan tanahnya jatuh kepada negara, dengan ketentuan bahwa hak-hak pihak lain yang membebaninya tetap berlangsung serta semua pembayaran yang telah diterima oleh pemilik tidak dapat di tuntut kembali.
Kemudian syarat sahnya suatu perjanjian harus memenuhi ketentuan di dalam Pasal 1320 KUHPerdata yaitu:6
1. Sepakat mereka yang telah mengikatkan dirinya
2. Kecekapan untuk membuat suatu perikatan
3. Suatu hal tertentu
4. Suatu sebab yang halal
5 Indonesia, pasal 26 ayat 2 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Undang-Undang Pokok Agraria
6 Indonesia, pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tentang Syarat Sahnya Perjanjian
Dua syarat pertama dinamakan syarat subjektif karena mengenai orang-orang atau subjeknya yang mengadakan perjanjian, sedangkan dua syarat terakhir disebut syarat objektif karena mengenai perjanjiannya sendiri atau objek dari perbuatan perbuatan hukum yang dilakukan. Dari ketentuan syarat syahnya perjanjian dapat dikatakan bahwa perjanjian Pinjam Nama tersebut merupakan perjanjian yang cacat atau tidak sah karena tidak memenuhi unsur perjanjian yang ke 4 (empat) suatu sebab yang halal.
Kedudukan hukum Warga Negara Asing dalam perjanjian pinjam nama adalah lemah karena dua alasan. Pertama, walaupun kedua belah pihak cakap bertindak dan mengikatkan diri secara sukarela tetapi kausanya atau sebabnya adalah palsu atau terlarang karena perjanjian itu mengakibatkan dilanggarnya ketentuan pasal 26 ayat (2) UUPA.
Pasal 1335 KUHPerdata menyatakan bahwa7
“suatu perjanjian yang dibuat dengan suatu kausa yang palsu atau terlarang tidak mempunyai kekuatan”.
Pasal ini juga sebenarnya hanya mempertegas kembali tentang tentang salah satu syarat objektif dari keabsahan perjanjian, yaitu mengenai sebab yang halal yang terkandung dalam Pasal 1320 KUH Perdata, dimana jika suatu perjanjian tidak mempunyai kekuatan atau yang lazim disebut batal demi hukum. Selanjutnya dalam pasal 1337 KUH Perdata menyatakan
“ suatu sebab adalah terlarang, apabila dilarang oleh undang-undang, atau apabila berlawanan dengan kesusilaan baik atau dengan ketertiban umum”.
7 Indonesia, Pasal 1337 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tentang sebab Terlarang
Maksud dari pasal tersebut ialah suatu sebab dinyatakan terlarang atau biasa disebut sebab tidak halal apabila bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan dan ketertiban umum. Larangan untuk melakukan perbuatan hukum pemindahan hak yang mengakibatkan tanah hak milik beralih kepemilikannya kepada pihak yang bukan merupakan subjek hak milik diatur secara tegas dalam pasal 26 ayat 2 Undang-Undang Pokok Agraria. Pasal 26 ayat 2 Undang-Undang Pokok Agraria menentukan;
“setiap jual beli perbuatan-perbuatan lain yang dimaksudkan untuk langsung atau tidak langsung memindahkan hak milik kepada orang asing, kepada seorang warga negara yang disamping kewarganegaraan Indonesianya mempunyai kewarganegaraan asing atau kepada suatu badan hukum, kecuali yang ditetapkan oleh pemerintah”
Pelaksanaan Perjanjian Pinjam Nama Antara Warga Negara Asing dengan Warga Negara Indonesia Dalam Pembelian Tanah Untuk Kepentingan Usaha Bersama
Proses perjanjian nominee umumnya dapat dilaksanakan melalui beberapa tahap, adapun tahap-tahap perjanjian nominee adalah sebagai berikut:8
1. Kesepakatan Pendahuluan
Kedua belah pihak dalam perjanjian nominee mengadakan kesepakatan pendahuluan yang bentuknya lisan, kesepakatan itu berisi tentang keinginan pihak Warga Negara Asing untuk membeli sebidang
8 xxxx://xxxxxxxxxx.xxxxx.xx.xx/00000/0/X.%00XXX%00XXX.xxx/Xxxxxxxxxxx- Perjanjian-Nominee-antara-Warga -Negara-Indonesia-Dengan-Warga-Negara-Asing- Dalam-Praktik-Jual-Beli-Tanah-Hak-Milik diakses pada tanggal 24 Oktober 2021 Jam 20:36 WITA
tanah hak milik dengan meminjam nama Warga Negara Indonesia dengan biaya dari Warga Negara Asing, yang kemudian disetujui pula nantinya tanah tersebut akan diserahkan penguasaannya dari Warga Negara Indonesia kepada Warga Negara Asing. Pada umumnya dalam kesepakatan tersebut akan disetujui pula mengenai sejumlah fee yang akan dibayar oleh Warga Negara Asing kepada Warga Negara Indonesia sebagai imbalan atas peminjaman namanya. Adanya kesepakatan antara kedua belah pihak merupakan salah satu syarat sahnya perjanjian sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 1320 KUH Perdata.
Walaupun telah ada kesepakatan di antara kedua belah pihak tetap harus memperhatikan syarat-syarat sahnya perjanjian yang lain, karena apabila terdapat syarat yang tidak terpenuhi maka perjanjian tersebut dapat dibatalkan atau dapat batal demi hukum.
2. Pembelian Tanah
Warga Negara Indonesia membeli tanah hak milik dengan menggunakan biaya dari Warga Negara Asing, kemudian mereka mendatangi kantor Notaris/PPAT setempat untuk membuat akta jual beli yang akan digunakan untuk membuat sertifikat tanah yang akan didaftarkan atas nama Warga Negara Indonesia pada kantor pertanahan setempat, demikian tanah tersebut secara yuridis kemudian menjadi milik dari Warga Negara Indonesia (nominee).
3. Pembuatan Perjanjian Nominee
Perjanjian nominee antara Warga Negara Indonesia dengan Warga Negara Asing dapat dibuat dengan bentuk perjanjian di bawah tangan maupun perjanjian dengan akta otentik. Perjanjian yang dibuat dengan akta di bawah tangan dibuat tanpa bantuan dari pejabat umum yang berwenang dalam hal ini notaris, jadi hanya dibuat oleh pihak-pihak yang berkepentingan saja yaitu Warga Negara Indonesia dengan Warga Negara Asing, tetapi biasanya untuk mendapatkan kepastian hukum Warga Negara Asing membuat perjanjian nominee dengan bentuk akta otentik yang dibuat di hadapan notaris. Berdasarkan pasal 1868 KUH Perdata, yang menyatakan “suatu akta otentik ialah akta yang di dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang, dibuat oleh atau di hadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu, ditempat dimana akta dibuatnya”.
“Dalam praktek, minat pihak asing untuk memiliki tanah (tanpa atau beserta bangunan) yang berstatus Hak Milik atau Hak Guna Bangunan di tempuh melalui cara-cara yang sejatinya merupakan penyeludupan hukum”.9 Penyeludupan hukum tersebut merupakan penyeludupan hukum yang melanggar undang-undang.
15 Juni 1994.
9 Xxxxx X.X. Sumardjono, WNA dan Pemilikan Hak Milik Terselubung, Kompas
Walaupun terdapat berbagai pilihan dalam perjanjian berkenaan dengan penguasaan tanah oleh warga Negara Asing, tetapi secara garis besar perjanjian yang di tempuh pada umumnya terdiri dari:10
1. Perjanjian induk yang terdiri dari Perjanjian Pemilikan Tanah dan Surat Kuasa.
2. Perjanjian Opsi :
3. Perjanjian sewa-menyewa
4. Kuasa menjual
5. Hibah wasiat
6. Surat pernyataan ahli waris
Bila dilihat sepintas, perjanjian (Notariil) tersebut diatas seolah-olah tidak menyelingi peraturan perundang-undangan yang berlaku karena tidak dalam bentuk pemindahan secara langsung. Namun apabila perjanjian diperiksa secara seksama dengan skema, maka semua perjanjian tersebut secara tidak langsung dimaksudkan untuk memindahkan tanah Hak Milik atau Hak Guna Bangunan kepada Warga Negara Asing. 11
1. Perjanjian Pemilikan Tanah dan Pemberian Kuasa
Dalam Perjanjian Pemilikan Tanah, pihak Warga Negara Indonesia mengakui bahwa tanah Hak Milik yang terdaftar atas namanya bukanlah
10 Xxxxxxx Xxxxxx, Kekuatan Pembuktian Perjanjian Pinjam Nama Antara WNA dengan WNI Untuk Kepentingan Pembelian Tanah, Vol. 3, No. 1 Juni 2020
11 Xxxxxx Xxxxxxxxx Xxxxxxx, Perjanjian Nominee Dalam Kepemilikan Tanah Bagi Warga Negara Asing yang Berkedudukan di Indonesia (Studi Putusan Pengadilan Tinggi Nomor: 12/PDT/2014/PT.DPS), ISSN: 2355-2646, Vol. II, no 2 Juli –Desember 2015.
miliknya, tetapi milik Warga Negara Asing yang telah menyediakan dana untuk pembelian tanah Hak Milik beserta Bangunan.
2. Perjanjian Opsi
Pihak Warga Negara Indonesia memberikan opsi untuk membeli tanah Hak Milik dan bangunan kepada pihak Warga Negara Asing karena dana untuk pembelian tanah Hak Milik dan bangunan itu disediakan pihak Warga Negara Asing.
3. Perjanjian sewa menyewa
Pada prinsipnya dalam perjanjian ini diatur tentang jangka waktu sewa berikut opsi untuk perpanjangan beserta hak dan kewajiban pihak yang menyewakan (Warga Negara Indonesia) dan penyewa (Warga Negara Asing).
4. Kuasa untuk menjual
Berisi pemberian kuasa Dengan hak subtitusi dari pihak Warga Negara Indonesia (pemberi kuasa) kepada pihak Warga Negara Asing (penerima kuasa) untuk melakukan perbuatan hukum menjual atau memindahkan tanah hak milik dan bangunan.
5. Hibah wasiat
Pihak Warga Negara Indonesia menghibahkan tanah Hak Milik dan bangunan atas namanya kepada pihak Warga Negara Asing.
6. Surat Pernyataan ahli waris
Istri pihak Warga Negara Indonesia dan anaknya menyatakan bahwa walaupun tanah Hak Milik bangunan terdaftar atas nama suaminya, tetapi
suaminya bukanlah milik sebenarnya atas tanah Hak Milik dan bangunan tersebut.
Dapat ditambahkan bahwa kedua belah pihak sepakat untuk menjaga kerahasiaan perjanjian beserta dokumen-dokumen terkait.
III PENUTUP
Kesimpulan
1. Perjanjian pinjam nama antara Warga Negara Asing dengan Warga Negara Indonesia atau nominee tidak sesuai dengan hukum positif indonesia karena perjanjian nominee dikategorikan sebagai perjanjian Innominat karena belum ada peraturan tentangnya dan belum diatur secara tegas di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, namun perjanjian ini didasarkan pada Undang-Undang Nomor 05 Tahun 1960 Tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Agraria yang membatasi hak atas tanah kepada Warga Negara Asing. Perjanjian ini hanya berdasarkan rasa saling percaya antara pihak yang melakukan perjanjian karena kedua belah pihak yang melakukan perjanjian memiliki kepentingan, di satu sisi pihak Warga Negara Asing ingin menguasai tanah di Indonesia dan di sisi lain Warga Negara Indonesia membutuhkan modal atau imbalan dari pinjaman nama tersebut. Meskipun tidak disebutkn secara khusus terkait dengan perjanjian pinjam nama atau nominee di dalam peraturan perundang-undangan tetapi di dalam pasal 9 ayat 1 UUPA, pasal 21 ayat (1) UUPA dan pasal 26 ayat (2) UUPA mengatur dengan tegas dan jelas mengenai larangan hak milik atas tanah kepada warga negara asing dan apabila pasal-pasal itu dilanggar maka akan menyebabkan suatu pelanggaran hukum. Dan akibat hukum dalam perjanjian pinjam nama antara Warga Negara
Asing dengan Warga Negara Indonesia dalam pembelian tanah untuk kepentingan usaha bersama menjadi tidak sah dan batal demi hukum karena sudah jelas melanggar syarat objektif suatu perjanjian karena causanya atau sebabnya adalah palsu atau terlarang dan mengakibatkan dilanggarnya pasal 21 ayat (1) dan ketentuan pasal 26 ayat (2) UUPA, maka perjanjian ini adalah batal sejak semula karena tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat dan tanah menjadi milik negara, dan hak-hak pihak lain yang membebaninya tetap berlangsung serta semua pembayaran yang telah diterima tidak dapat dituntut kembali..
2. Pelaksanaan Perjanjian pinjam nama untuk antara Warga Negara Asing dengan Warga Negara Indonesia dalam Pembelian Tanah Untuk Kepentingan Usaha Bersama yang dilakukan melalui proses kesepakatan pendahuluan, pembelian tanah, pembuatan perjanjian Nominee antara kedua belah pihak. Dan dalam pelaksanaan perjanjian pinjam nama ini dilalkukan oleh yang hanya berdasarkan rasa saling percaya antara pihak yang melakukan perjanjian karena kedua belah pihak memiliki kepentingan, di satu sisi pihak Warga Negara Asing ingin menguasai tanah di Indonesia dan di sisi lain Warga Negara Indonesia membutuhkan modal atau imbalan dari pinjaman nama tersebut. Jadi Perjanjian pinjam nama oleh Warga Negara Asing dan Warga Negara Indonesia merupakan perjanjian semu dan tidak memiliki dasar
hukum yang mengikat para pihak seperti perjanjian pada umumnya.
Saran
a. Perlunya peraturan yang mengatur secara spesifik tentang tidak diperbolehkannya perjanjian pinjam nama dengan alasan-alasan yang bersifat nasionalisme dan melecehkan aturan nasional
b. Bagi warga negara asing harus menaati aturan yang berlaku di Negara lain, karena perjanjian nominee bukanlah solusi untuk melakukan penyelundupan hukum, bahkan warga negara asing bisa dirugikan karena adanya perjanjian terebut.
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Xxxxxxxxxx, Xxxxx X.X., 2007, Alternatif Kebijakan Pengaturan Hak Atasa Tanah Beserta Bangunan Bagi Warga Negara Asing dan Badan Hukum Asing, Kompas, Jakarta.
Peraturan Perundang-Undangan
Indonesia, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 1320 Indonesia, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 1335 Indonesia, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 13337
Indonesia, Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar- Dasar Pokok Agraria.
Indonesia,Undang-Undang Nomor. 5 Pasal 9 ayat 1 Tahun 1960 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia.
Indonesia,Undang-Undang Nomor. 5 Pasal 21 ayat 1 Tahun 1960 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia.
Indonesia,Undang-Undang Nomor. 5 Pasal 26 ayat 2 Tahun 1960 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia.
Jurnal
Xxxxxx Xxxxxxxxx Xxxxxxx, Perjanjian Nominee Dalam Kepemilikan Tanah Bagi Warga Negara Asing yang Berkedudukan di Indonesia (Studi Putusan Pengadilan Tinggi Nomor: 12/PDT/2014/PT.DPS), ISSN: 2355-2646, Vol. II, no 2 Juli –
Desember 2015.
Xxxxxx Xxxxxx, Kajian Yuridis Perjanjian Nominee Dalam Kepemilikan Tanah Oleh Warga Negara Asing di Kabupaten Badung Bali, Vol. 15, no. 2 Agustus 2018.
Briyant A Xxxxxx, 1999, Black’s Law Dictionary With Guide To Pronuncation,Cet. 0, Xx. Xxxx. WestPublishing, hal.1072
Xxxxxxx Xxxxxx, Kekuatan Pembuktian Perjanjian Pinjam Nama Antara WNA dengan WNI Untuk Kepentingan Pembelian Tanah, Vol. 3, No. 1 Juni 2020
Internet
xxxx://xxxxxxxxxx.xxxxx.xx.xx/00000/0/X.%00XXX%00XXX.xxx/Xxxxxxxxxxx- Perjanjian-Nominee-antara-Warga -Negara-Indonesia-Dengan-Warga-Negara- Asing-Dalam-Praktik-Jual-Beli-Tanah-Hak-Milik diakses pada tanggal 24 Oktober 2021 Jam 20:36 WITA
xxxxx://xxxxx.xxxxxx.xxx/xxxxx/xxxxxxxxxxx/000000-xxxxxxxxx-xxxxxxx- penyelundupan-hukum-per-49a0bf50.pdf diakses pada tanggal 04 November 2021 Jam 12:27 WITA