SKRIPSI
ASPEK HUKUM TERHADAP PERJANJIAN KERJA SAMA PT. ANGKASA PURA II DENGAN PT. RAILINK PENYEDIA JASA TRANSPORTASI PADA BANDARA KUALANAMU
SKRIPSI
O L E H:
DENSIKA BR TARIGAN NPM: 14.840.0060
ASPEK HUKUM TERHADAP PERJANJIAN KERJA SAMA PT. ANGKASA PURA II DENGAN PT. RAILINK PENYEDIA JASA TRANSPORTASI PADA BANDARA KUALANAMU
SKRIPSI
O L E H:
DENSIKA BR TARIGAN NPM: 14.840.0060
Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Medan Area
ABSTRAK
ASPEK HUKUM TERHADAP PERJANJIAN KERJA SAMA PT. ANGKASA PURA II DENGAN PT. RAILINK PENYEDIA JASA TRANSPORTASI PADA BANDARA KUALANAMU
Oleh: DENSIKA BR TARIGAN
NPM: 14.840.0060
Perjanjian dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUH Perdata) tidak diatur secara baku dan kaku, bahkan bersifat terbuka. Hal ini berarti bahwa dalam suatu perjanjian, para pihak dapat menyesuaikan dengan apa yang dipikirkan dan tersirat dalam hati masing-masing yang kemudian dimusyawarahkan untuk diwujudkan secara nyata dengan cara merangkumnya dalam klausula isi perjanjian oleh mereka yang mengadakan perxxxxxxx. Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana prosedur pelaksanaan dan bentuk perjanjian kerja sama PT. Angkasa Pura II dengan PT. Railink Penyedia jasa transportasi, bagaimana tanggung jawab PT. Xxxxxxx sebagai penyedia jasa transportasi pada Bandara Kualanamu jika terjadi keterlambatan keberangkatan penumpang dan bagaimana proses penyelesaian jika terjadi pelanggaran perjanjian kerja sama antara PT. Angkasa Pura II dengan PT. Railink penyedia jasa transportasi antar moda ke Bandara Kualanamu. Metode penelitian yaitu menggunakan penelitian normatif yaitu jenis penelitian yang dilakukan dengan mempelajari norma-norma yang ada atau peraturan perundang-undangan yang terkait dengan permasalahan yang dibahas. Sifat penelitian yang dipergunakan dalam menyelesaikan skripsi ini adalah deskriptif analisis dari perjanjian kerja sama PT. Angkasa Pura II dengan PT. Railink Penyedia jasa transportasi. Analisis data menggunakan data kualitatif yang menekankan pada pemahaman mengenai masalah-masalah dalam kehidupan sosial. Prosedur pelaksanaan dan bentuk perjanjian kerja sama PT. Angkasa Pura II melakukan kerja sama dengan PT. XXX dan menghasilkan PT. Railink, PT. Angkasa Pura II menyediakan fasilitas dan PT. KAI menyediakan Akomodasi kereta api Hal ini dapat dilihat bahwa pelaksanaan perjanjian sudah memenuhi syarat sahnya dalam perjanjian dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Pasal 1338 tentang Asas Kebebasan Berkontrak yaitu sepakat bagi para pihak yang membuatnya dengan itikad baik. Tanggung jawab PT. Xxxxxxx sebagai penyedia jasa transportasi yang bekerja sama dengan PT. Angkasa Pura II jika terjadi keterlambatan terhadap penumpang adalah dengan memberikan ganti kerugian kepada penumpang terhadap keterlambatan kereta api bandara adalah berupa kompensasi. Proses penyelesaian jika terjadi pelanggaran perjanjian kerja sama antara PT. Angkasa Pura II dengan PT. Railink penyedia jasa transportasi antar moda ke bandara kualanamu adalah para pihak sepakat untuk diselesaikan secara musyawarah untuk mufakat dengan jangka waktu paling lama satu bulan apabila terjadi perbedaan pendapat yang berkaitan dengan perjanjian. Selain itu apabila tidak dapat diselesaikan dalam batas waktu tersebut maka para pihak sepakat untuk diselesaikan melalui jalur pengadilan di Republik Indonesia dimana objek perjanjian berada.
Kata Kunci : Perjanjian kerja sama, transportasi, Bandara Kualanamu
ABSTRACT
LEGAL ASPECT ON THE COOPERATION AGREEMENT OF PT. ANGKASA PURA II WITH PT. RAILINK TRANSPORTATION SERVICE PROVIDERS IN KUALANAMU AIRPORT
BY: XXXXXXX XX XXXXXXX
NPM: 14,840.0060
The agreement in the Civil Code (KUH Perdata) is not regulated in a standard and rigid, even open. This means that in an agreement, the parties can adjust to what is thought and implied in each other's heart which is then deliberated to be manifested by summarizing it in the clause of the agreement by those who make the agreement. The problem in this study is how the implementation procedures and forms of cooperation agreements of PT. Angkasa Pura II with PT. Railink Transportation service provider, how is the responsibility of PT. Railink as a provider of transportation services at Kualanamu Airport if there is a delay in passenger departures and how the settlement process will occur if there is a violation of the cooperation agreement between PT. Angkasa Pura II with PT. Railink is an intermodal transportation service provider to Kualanamu Airport. The research method is to use normative research, namely the type of research conducted by studying existing norms or legislation related to the issues discussed. The nature of the research used in completing this thesis is descriptive analysis of the cooperation agreement of PT. Angkasa Pura II with PT. Railink Transportation service provider. Data analysis uses qualitative data that emphasizes understanding of problems in social life. Implementation procedures and forms of cooperation agreements of PT. Angkasa Pura II cooperates with PT. KAI and produce PT. Railink, PT. Angkasa Pura II provides facilities and PT. XXX provides train accommodation It can be seen that the implementation of the agreement has fulfilled its legal requirements in the agreement in Article 1320 of the Civil Code and Article 1338 concerning the Principle of Freedom Contracting, namely agreeing to the parties who make it in good faith. The responsibility of PT. Railink as a transportation service provider that works with PT. Angkasa Pura II, if there is a delay in passengers, is to provide compensation to passengers for airport train delays in the form of compensation. The settlement process if there is a violation of the cooperation agreement between PT. Angkasa Pura II with PT. Railink intermodal transportation service provider to kualanamu airport is the parties agreed to be resolved by deliberation to reach a consensus with a maximum period of one month in the event of differences of opinion relating to the agreement. In addition, if the parties cannot settle within the time limit, the parties agree to be resolved through court channels in the Republic of Indonesia where the object of the agreement is located.
Keywords: cooperation agreement, transportation, Kualanamu Airport
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas perkenanNya telah memberikan karuniaNya berupa kesehatan dan kelapangan berpikir kepada penulis, sehingga tulisan ilmiah dalam bentuk skripsi ini dapat juga terselesaikan. Skripsi ini berjudul “Aspek Hukum Terhadap Perjanjian Kerja Sama PT. Angkasa Pura II Dengan PT. Railink Penyedia Jasa Transportasi Pada Bandara Kualanamu”.
Skripsi ini disusun untuk melengkapi syarat memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Medan Area. Skripsi ini menggambarkan kontrak kerja sama antara PT. Angkasa Pura II dengan perusahaan transportasi PT. Railink.
Secara khusus, penulis menghaturkan sembah sujud dan mengucapkan rasa terima-kasih tiada terhingga kepada kedua orang tua, Ayahanda Alm. Xxxxx Xxxxxxx dan Ibunda Sipi Br Sitepu yang telah memberikan pandangan kepada penulis betapa pentingnya ilmu dalam kehidupan. Semoga kasih-sayang mereka tetap menyertai penulis, Kepada Suami Tercinta Xxxxxxx Xxxxxx, dan annak-anak saya Xxxxxxx Xxxxxx Br Sitepu dan Dirga Satri Wibawa Sitepu yang memberikan dukungan dan semangat untuk menyelesaikan skripsi dan jenjang pendidikan di tingkat sarjana hukum dan semua pihak yang telah mendukung dan mendoakan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Dalam menyelesaikan skripsi ini penulis telah banyak mendapatkan bimbingan, petunjuk, arahan dan bantuan dari berbagai pihak, maka pada
kesempatan yang berbahagia ini penulis ingin mengucapkan terima-kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Xxxx. Xx. Xxxxx Xxxxxx, M.Eng, X.Xx, selaku Rektor Universitas Medan Area atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada kami untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Medan Area.
2. Bapak Xx. Xxxxxx Xxxxxxx, SH, MH, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Medan Area, atas kesempatan yang diberikan untuk dapat menjadi mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Medan Area.
3. Xxx Xxxxxxxxx Xxxxx Xxxxx, SH,M.Hum, selaku Wakil Dekan Bidang Akademik.
4. Bapak H. Xxxxx Xxxxxx Xxxxxxxx, SH, MH selaku Ketua Sidang Meja Hijau Penulis.
5. Xxxxx Xxxxx Xxxxxxx, SH, M.Hum, selaku Ketua Bidang Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Medan Area sekaligus Dosen Pembimbing I Penulis.
6. Xxx Xxxxx Xxxxxxxx Xxxxxxx, SH, MH, selaku Dosen Pembimbing II Penulis.
7. Ibu Xxx Xxxxxxxx, SH, M.Hum, selaku Sekretaris Seminar Outline Penulis.
8. Seluruh Staf Pengajar Fakultas Hukum Universitas Medan Area yang telah memberikan ilmu dan wawasan pengetahuan kepada penulis selama kuliah pada Fakultas Hukum Universitas Medan Area.
9. Seluruh rekan-rekan mahasiswa angkatan 2014 Fakultas Hukum Universitas Medan Area.
10. PT. Xxxxxxx Xxxx XX beserta jajarannya yang telah memberikan tempat bagi penulis untuk memperoleh dan menggali data yang diperlukan dalam penulisan skripsi ini.
Akhir kata, atas segala xxxx xxxx semua pihak kiranya mendapat lindungan Tuhan dan semoga ilmu yang telah dipelajari selama masa perkuliahan dapat berguna untuk kepentingan dan kemajuan Agama, Bangsa dan Negara.
Demikianlah penulis niatkan, semoga tulisan ilmiah penulis ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Medan, 11 April 2019 Penulis
DENSIKA BR TARIGAN
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK
KATA PENGANTAR ........................................................................... i
DAFTAR ISI.......................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN .................................................................... 1
A. Latar Belakang ................................................................ 1
B. Perumusan Masalah ......................................................... 8
C. Tujuan Penelitian............................................................. 8
D. Manfaat Penelitian........................................................... 9
E. Hipotesis .......................................................................... 10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................... 12
A. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian Kerja Sama ............. 12 1. Pengertian Perjanjian Xxxxx Xxxx .............................. 12 2. Syarat Sah Perjanjian Xxxxx Xxxx .............................. 16
B. Tinjauan Umum Tentang PT. Railink ............................... 22
1. Sejarah PT. Railink dan Kereta Api ........................... 22 2. Jenis-Jenis Kereta Api ................................................ 28
BAB III METODE PENELITIAN ...................................................... 34
A. Waktu dan Tempat Penelitian ............................................ 34
B. Metodologi Penelitian ........................................................ 35
1. Jenis Penelitian ........................................................... 35
2. Sifat Penelitian............................................................ 36
3. Teknik Pengumpulan Data ......................................... 36
4. Analisis Data ............................................................. 37
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN..................... 38
A. Hasil Penelitian .................................................................. 38
1. Prosedur Pelaksanaan Xxx Xxxxxx Perjanjian Kerja Sama PT. Angkasa Pura II Dengan PT. Railink Penyedia
Jasa Transportasi......................................................... 38
2. Tanggung Jawab PT. Xxxxxxx Sebagai Penyedia Jasa Transportasi Pada Bandara Kualanamu Jika Terjadi Keterlambatan Keberangkatan Penumpang................ 42
3. Proses Penyelesaian Jika Terjadi Pelanggaran Perjanjian Kerja Sama Antara PT. Angkasa Pura II Dengan
PT. Railink Penyedia Jasa Transportasi Antar Moda
Ke Bandara Kualanamu .............................................. 48
B. Hasil Pembahasan ............................................................. 54
1. Hak Dan Kewajiban Para Pihak Dalam Perjanjian Kerja Sama Antara PT. Angkasa Pura II Dengan
PT. Railink Penyedia Jasa Transportasi ...................... 54
2. Perlindungan Hukum Penumpang Pengguna Jasa
Antar Moda PT. Railink ke Bandara Kualanamu ....... 59
3. Proses Berakhirnya Perjanjian Kerja Sama Antara
PT. Angkasa Pura II dengan PT. Railink .................... 64
BAB V SIMPULAN DAN SARAN ...................................................... 71
A. Simpulan ............................................................................ 71
B. Saran ................................................................................... 72
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hukum adalah rangkaian peraturan-peraturan mengenai tingkah laku orang sebagai anggota suatu masyarakat dan bertujuan mengadakan tata tertib di antara anggota-anggota masyarakat.1 “Perjanjian adalah suatu peristiwa di mana seorang berjanji kepada orang lain atau di mana 2 (dua) orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal”.2
Hubungan antara kedua orang itu dinamakan perikatan sehingga dikatakan bahwa perjanjian menerbitkan dan menimbulkan suatu perikatan antara dua orang yang membuatnya. Dalam bentuknya, perjanjian itu berupa suatu rangkaian perkataan yang mengandung janji-janji kesanggupan yang diucapkan atau ditulis.
Perjanjian dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUH Perdata) tidak diatur secara baku dan kaku, bahkan bersifat terbuka. Hal ini berarti bahwa dalam suatu perjanjian, para pihak dapat menyesuaikan dengan apa yang dipikirkan dan tersirat dalam hati masing-masing yang kemudian dimusyawarahkan untuk diwujudkan secara nyata dengan cara merangkumnya dalam klausula isi perjanjian oleh mereka yang mengadakan perxxxxxxx.
Dalam perjanjian tidak terdapat hubungan hukum yang timbul dengan sendirinya seperti yang dijumpai pada harta benda kekeluargaan. Hubungan hukum itu tercipta oleh karena adanya “tindakan hukum” (rechtshandling). Tindakan atau perbuatan hukum menimbulkan hubungan hukum perjanjian sehingga terhadap satu pihak diberi oleh pihak yang lain untuk memperoleh
1 Djanianus Djamin, 2001, Pengantar Ilmu Hukum. Medan. Usu Press, hlm. 52
2 R. Subekti. 1980. Hukum Perjanjian. Jakarta, Pembimbing Masa. hlm. 1
prestasi, sedangkan pihak yang lain itu pun menunaikan prestasi. Jadi satu pihak memperoleh hak (recht) dan pihak lain memikul kewajiban (plicht) untuk menyerahkan atau menunaikan prestasi.
Hak dan kewajiban didasarkan pada sebab tertentu yang membuat terjadinya kesepakatan kedua belah pihak atas semua syarat perjanjian. Hal ini terikat pada Pasal 1337 KUH Perdata yang menyatakan bahwa: “Suatu sebab terlarang, apabila dilarang oleh undang-undang atau apabila berlawanan dengan kesusilaan atau ketertiban umum”. Sehingga terdapat keterikatan yang tidak dapat dilepas karena di dalam melakukan perjanjian dibutuhkan hukum untuk mengatur jalannya suatu perjanjian dengan baik antara hukum dan perjanjian.
Dalam pelaksanaan akta perjanjian biasanya telah ditentukan segala sesuatu yang menyangkut objek perjanjian tersebut. Prestasi itu adalah “objek” atau “voorwerp” dan “verbintenis”. Hubungan hukum yang dilakukan berdasarkan tindakan hukum sama sekali tidak berarti bagi hukum perjanjian tanpa adanya prestasi.
KUHPerdata memberi pengertian pada kontrak sesuai dengan Pasal 1313 KUH Perdata yang berbunyi, yaitu: “Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih”. Apabila terjadi wanprestasi maka hukum bertugas memberikan ganti rugi melalui subjek hukum yang terdapat dalam perjanjian dalam hal berkewajiban atas prestasi, terhadap subjek hukum lain yang terdapat dalam perjanjian tersebut dalam haknya atas prestasi.
Pada umumnya, suatu perjanjian dinamakan juga sebagai suatu persetujuan, oleh karena dua pihak itu setuju untuk melakukan sesuatu. Dapat
dikatakan bahwa antara perjanjian dan persetujuan itu adalah sama artinya. Dimana persetujuan atau yang dinamakan Overeenkomsten yaitu “suatu kata sepakat antara dua pihak atau lebih mengenai harta benda kekayaan mereka, yang bertujuan mengikat kedua belah pihak.”3
Salah satu prinsip yang mendasar dalam perjanjian yaitu prinsip perlindungan kepada pihak yang dirugikan akibat adanya wanprestasi dari pihak lainnya. Berdasarkan prinsip perlindungan pihak yang dirugikan maka apabila terjadi wanprestasi terhadap suatu perjanjian kepada pihak lainnya diberikan hak sebagai berikut:4
a. Exception non adimpleti contractus
Berdasarkan prinsip exeptio non adimpleti contractus maka pihak yang dirugikan akibat adanya suatu wanprestasi dapat menolak melakukan prestasinya atau menolak melakukan prestasi selanjutnya manakala pihak lainnya melakukan wanprestasi.
b. Penolakan prestasi selanjutnya dari pihak lawan.
Apabila pihak lawan telah melakukan wanprestasi, misalnya mulai mengirim barang yang rusak dalam suatu perjanjian jual beli maka pihak yang dirugikan berhak menolak pelaksanaan prestasi selanjutnya dari pihak lawan tersebut, misalnya menolak menerima barang selanjutnya yang akan dikirim oleh phak lawan dalam perjanjian jual beli tersebut.
3 Xxxxxxx Xxxxxxxxxxxx, 2001, Hukum Perdata Tentang Persetujuan-Persetujuan Tertentu, Bandung, Penerbit Sumur, hlm. 11
4 Xxxxx Xxxxx, 2001, Hukum Kontrak (Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis), Bandung, Citra Xxxxxx Xxxxx, hlm. 23
c. Menuntut restitusi
Ada kemungkinan sewaktu pihak lawan melakukan wanprestasi, pihak lainnya telah selesai atau telah mulai melakukan prestasinya seperti yang diperjanjikan, maka pihak yang melakukan prestasi tersebut berhak untuk menuntut agar kepadanya diberikan kembali atau dibayar setiap prestasi
Perjanjian pengangkutan adalah persetujuan dengan mana pengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan penumpang dan/atau barang dari satu tempat ke tempat tujuan tertentu dengan selamat, dan penumpang atau pengirim mengikatkan diri untuk membayar biaya angkutan. Perjanjian pengangkutan selalu diadakan secara lisan tetapi didukung oleh dokumen pengangkutan yang membuktikan bahwa perjanjian sudah terjadi.5
Dalam hukum pengangkutan terdapat perjanjian timbal-balik bagi para pihak, dimana pihak dalam pengangkutan yaitu pengankut dan pengirim. Pengangkut mengikatkan dirinya untuk mengangkut barang dan atau orang dari suatu tempat ke tempat lain dengan selamat, sedangkan pengirim mengikatkan dirinya dengan membayar uang angkutan.6
Dalam hukum pengangkutan dikenal adanya prinsip-prinsip tanggung jawab di bidang angkutan, setidaknya ada 3 (tiga) prinsip tanggung jawab, yaitu:7
1. Prinsip tanggung jawab berdasarkan atas kesalahan,
2. Prinsip tanggung jawab berdasarkan praduga.
3. Prinsip tanggung jawab mutlak.
5 Xxxxxxxxxx Xxxxxxxx., 2001, Hukum Pengangkutan Niaga, Bandung, Citra Xxxxxx Xxxxx, hlm.35.
6 X.X.X.Xxxxxxxxxxxxx, 2008, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia Hukum Pengangkutan, Jakarta. Djambatan, hlm.2
7 Xxxxxx Xxxxxxxxx, 2006, Pengantar Hukum Dagang, Yogyakarta, FH UII Press,
hlm.184
Pentingnya transportasi bagi masyarakat Indonesia disebabkan oleh beberapa faktor antara lain, keadaan geografis Indonesia yang terdiri dari ribuan pulau kecil dan besar, perairan yang terdiri dari sebagai besar laut, sungai, dan danau yang memungkinkan pengangkutan dilakukan melalui darat, perairan, dan udara guna menjangkau seluruh wilayah Indonesia.8
Transportasi mempunyai peranan yang sangat luas dan penting untuk pembangunan ekonomi bangsa. Dapat dilakukan melalui darat, laut dan udara untuk mengangkut orang dan barang.9 Transportasi itu merupakan perpindahan tempat, baik mengenai benda-benda maupun orang-orang, karena perpindahan tempat itu mutlak diperlukan untuk mencapai dan meninggikan manfaat serta efisiensi.10
Perkembangan Transportasi sangat berhubungan dengan berkembangnya perekonomian masyarakat. Semakin baik fasilitas dan peralatan pengangkutan yang tersedia menunjukkan semakin baik pula perekonomian masyarakat. Hal ini menunjukkkan bahwa masyarakat menjadi makin bertambah mudah untuk memperoleh sumber penghidupan yang ada.11
Jenis–jenis pengangkutan pada umumnya terdiri dari pengangkutan darat, pengangkutan laut, dan pengangkutan udara. Pada pengangkutan melalui darat, dapat dikelompokkan lagi menjadi 2 jenis yaitu pengangkutan melalui jalan raya dan pengangkutan melalui kereta api.
8 Ibid hlm.187
9E. Suherman., 2002, Tanggung Djawab Pengangkut dalam Hukum Udara Indonesia, Bandung, Eresco, hlm. 4.
10 Xxxxx, Xxx, 2006, Pengangkutan: Suatu Tinjauan Hukum Multimoda Transport, Angkutan Laut, Angkutan Darat, dan Angkutan Udara, Medan, USU press, hlm. 1
11Sution Xxxxx Xxxx, xx.xx., 2001, Hukum Pengangkutan diIndonesia, Jakarta. Rineka Cipta, hlm. 1
Salah satu aspek dalam rangka perlindungan hukum bagi pemakai jasa pengangkutan darat adalah masalah tanggung jawab atau liabilitas pihak penyelenggara pengangkutan darat. Masalah tanggung jawab tersebut akan senantiasa ada seiring dengan eksistensi penyelenggara pengangkutan darat itu sendiri.
Kereta api merupakan salah satu moda transportasi darat yang berbasis jalan rel yang memiliki karakteristik dan keunggulan yang khusus, terutama dalam kemampuannya untuk mengangkut baik orang maupun barang secara massal, menghemat energi, menghemat penggunaan ruang, mempunyai faktor keamanan yang tinggi serta lebih efisien dibandingkan sarana transportasi darat lainnya untuk jarak jauh dan untuk daerah yang padat lalu lintasnya.
Selain dari keunggulan khusus transportasi kereta api tersebut, kereta api juga menjadi solusi beberapa permasalahan transportasi nasional seperti: 12
a. Kondisi jalan raya yang mengalami banyak kerusakan.
b. Kemacetan di jalan raya akibat lalu lintas yang semakin padat dan jumlah kendaraan yang semakin meningkat.
c. Kenaikan harga BBM yang menyebabkan biaya transportasi meningkat.
Dengan perkembangan zaman pada saat ini, tingkat kebutuhan manusia terus meningkat sehingga secara tidak langsung memicu perkembangan dibidang lainnya. Dimana salah satu kebutuhannya adalah transportasi atau pengangkutan yang memadai. Pengangkutan orang melalui kereta api diatur dalam Bab XI bagian kedua, Pasal 130 sampai dengan Pasal 138 UUKA. Pada Pasal 132 UUKA dinyatakan:
12 Xxxxxxx Xxx Sapurto, 2007, Kebijakan Perkeretaapian Kemana Hendak Bergulir, Jakarta. Gibon Books, hlm.10
1. Penyelenggaraan sarana perkeretaapiaan wajib mengangkut orang yang telah memiliki karcis.
2. Orang yang telah memiliki karcis berhak memperoleh pelayanan sampai dengan tingkat pelayanan yang dipilih.
3. Karcis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan tanda bukti terjadnya perjanjian angkutan orang.
Tanggung jawab kereta api Indonesia sebagai sarana transportasi adalah menjaga keselamatan penumpang atau barang, mulai dari penumpang atau barang tersebut masuk ke kereta api. Untuk mewujudkan keselamatan penumpang dan barang dalam perkeretapian tersebut berdasarkan Keputusan Menteri Nomor KM.25 Tahun 2007 tentang Badge Komite Nasional Keselamatan Transportasi.13
PT. Xxxxxxx merupakan anak perusahaan dari PT. Kereta Api Indonesia (Persero) dengan PT. Angkasa Pura II (Persero) yang beroperasi mengangkut penumpang khusus untuk penumpang yang tujuannya ke Bandara Kualanamu. Sebagai salah satu perusahaan yang bergerak di bidang pengangkutan PT. Xxxxxxx memberikan kenyamanan pada penumpang melalui pemberian pelayanan pemenuhan dan perbaikan fasilitas, adapun hal seperti keterlambatan atau kerugian terhadap penumpang dapat saja terjadi.
Perlindungan hukum merupakan salah satu upaya hukum yang diberikan pihak pengangkut atau PT.Railink untuk mengantisipasi apabila terjadi keterlambatan atau kerugian terhadap penumpang selama pemenuhan perlengkapan demi kenyamanan penumpang PT. Railink. Kegiatan usaha jasa pengangkutan yang dilakukan PT. Railink, jelas memiliki dampak positif bagi
13 Keputusan Menteri Nomor KM.25 Tahun 2007 Tentang Badge Komite Nasional Keselamatan Transportasi
perekonomian bangsa dan negara. Usaha pengangkutan tersebut dapat menambah sumber pendapatan negara dari pajak yang dikenakan melalui penjualan tiket.
Mengingat pentingnya peranan transportasi yang diberikan PT. Railink sebagai pengangkut maka diperlukanlah bentuk Perjanjian Kerja Sama yang dilakukan dengan pihak PT. Angkasa Pura II. Berdasarkan uraian di atas maka hal tersebut adalah latar belakang penelitian ini dengan judul “Aspek Hukum Terhadap Perjanjian Kerja Sama PT. Angkasa Pura II Dengan PT. Railink Penyedia Jasa Transportasi Pada Bandara Kualanamu”.
B. Perumusan Masalah
Adapun permasalahan dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana prosedur pelaksanaan dan bentuk perjanjian kerja sama PT. Angkasa Pura II dengan PT. Railink Penyedia jasa transportasi?
2. Bagaimana tanggung jawab PT. Xxxxxxx sebagai penyedia jasa transportasi pada Bandara Kualanamu jika terjadi keterlambatan keberangkatan penumpang?
3. Bagaimana proses penyelesaian jika terjadi pelanggaran perjanjian kerja sama antara PT. Angkasa Pura II dengan PT. Railink penyedia jasa transportasi antar moda ke Bandara Kualanamu?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian yang peneliti lakukan adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui prosedur pelaksanaan dan bentuk perjanjian kerja sama PT. Angkasa Pura II dengan PT. Railink Penyedia jasa transportasi.
2. Untuk tanggung jawab PT. Xxxxxxx sebagai penyedia jasa transportasi pada Bandara Kualanamu jika terjadi keterlambatan keberangkatan penumpang.
3. Untuk mengetahui proses penyelesaian jika terjadi pelanggaran perjanjian kerja sama antara PT. Angkasa Pura II dengan PT. Railink penyedia jasa transportasi antar moda ke Bandara Kualanamu.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat diambil dari penelitian yang peneliti lakukan ini antara lain :
1. Secara teoritis
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan kajian lebih lanjut untuk melahirkan beberapa konsep ilmiah yang pada gilirannya akan memberikan sumbangan pemikiran bagi perkembangan ilmu hukum perdata khususnya mengenai transportasi dan perjanjian kerja sama.
2. Secara praktis
a. Sebagai pedoman dan masukan bagi semua pihak terutama masyarakat, dan pelaku usaha agar lebih berhati-hati dalam membuat suatu perjanjian kerja sama.
b. Sebagai bahan informasi semua pihak yang berkaitan dan kalangan akademis untuk menambah wawasan dalam bidang hukum keperdataan dalam hal ini dikaitkan dengan transportasi dan perjanjian kerja sama.
E. Hipotesis
Hipotesis dapat diartikan suatu yang berupa dugaan-dugaan atau perkiraan-perkiraan yang masih harus dibuktikan kebenaran atau kesalahannya, atau berupa pemecahan masalah untuk sementara waktu. 14 Adapun hipotesis penulis dalam permasalah yang dibahas adalah sebagai berikut :
1. Prosedur pelaksanaan dan bentuk perjanjian kerja sama PT. Angkasa Pura II dengan PT. Railink Penyedia jasa transportasi telah sesuai dengan ketentuan undang-undang serta tidak bertentangan dengan kesusilaan dan ketertiban umum. Hal ini dapat dilihat bahwa pelaksanaan perjanjian sudah memenuhi syarat sahnya dalam perjanjian sebagaimana yang telah diatur dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Pasal 1338 tentang Asas Kebebasan Berkontrak yaitu sepakat bagi para pihak yang membuatnya dengan itikad baik.
2. Tanggung jawab PT. Xxxxxxx sebagai penyedia jasa transportasi yang bekerja sama dengan PT. Angkasa Pura II jika terjadi keterlambatan terhadap penumpang adalah dengan memberikan ganti kerugian PT. Railink oleh penumpang terhadap keterlambatan kereta api bandara adalah berupa kompensasi, dimana kompensasi merupakan segala sesuatu yang diterima penumpang, dapat berupa fisik maupun non fisik dalam upaya perusahaan untuk memperoleh keseimbangan/mengurangi kekecewaan dari suatu kejadian sehingga terbentuk kepuasan pelanggan. Bahwa ganti rugi hanya diberikan terhadap penumpang yang memiliki tiket kereta api bandara dan telah memenuhi syarat dan ketentuan sebagaimana telah ditetapkan
14 Xxxxxxx Xxxxxx, 2012, Metode Penulisan Karya Ilmiah dan Penelitian Hukum, Medan Area University Press. hlm.38
3. Proses penyelesaian jika terjadi pelanggaran perjanjian kerja sama antara PT. Angkasa Pura II dengan PT. Railink penyedia jasa transportasi antar moda ke bandara kualanamu adalah para pihak sepakat untuk diselesaikan secara musyawarah untuk mufakat dengan jangka waktu paling lama satu bulan apabila terjadi perbedaan pendapat yang berkaitan dengan perjanjian. Selain itu apabila tidak dapat diselesaikan dalam batas waktu tersebut maka para pihak sepakat untuk diselesaikan melalui jalur pengadilan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian Kerja Sama
1. Pengertian Perjanjian Xxxxx Xxxx
Suatu perjanjian adalah semata-mata suatu persetujuan yang diakui oleh hukum. Persetujuan ini merupakan kepentingan yang pokok dalam dunia usaha, dan menjadi dasar dari kebanyakan transaksi dagang seperti jual beli barang, tanah, pemberian kredit, asuransi, pengangkutan, pembentukan organisasi usaha dan sebegitu jauh menyangkut juga tenaga kerja.1
Mengenai batasan pengertian perjanjian sebagaimana diatur dalam Pasal 1313 KUH Perdata, Para sarjana hukum perdata pada umumnya berpendapat bahwa definisi perjanjian yang terdapat di dalam ketentuan Pasal 1313 KUH Perdata kurang lengkap dan bahkan dikatakan terlalu luas banyak mengandung kelemahan-kelemahan.2
Tidak lengkap karena yang dirumuskan itu hanya mengenai perjanjian sepihak saja. Terlalu luas karena dapat mencakup hal-hal janji kawin, yaitu perbuatan di dalam hukum keluarga yang menimbulkan perjanjian juga. Namun istimewa sifatnya karena dikuasai oleh ketentuan-ketentuan tersendiri. Sehingga hukum ke III KUH Perdata secara langsung tidak berlaku juga mencakup perbuatan melawan hukum, sedangkan di dalam perbuatan melawan hukum ini tidak ada unsur persetujuan.3
1 Xxxxxxxxxx Xxxxxxxx, Op Cit hlm. 93.
2Purwahid Patrik, 2004, Dasar-Dasar Hukum Perikatan (Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian dan Dari Undang-Undang), Bandung, Mandar Maju, hlm. 45.
3 Xxxxxx Xxxxx Xxxxxxxxxxx, 2005, Aneka Hukum Bisnis, Bandung, Alumni hlm. 18.
Berdasarkan pengertian singkat di atas dijumpai di dalamnya beberapa unsur yang memberi wujud pengertian perjanjian, antara lain “hubungan hukum (rechtbetrekking) yang menyangkut Hukum Kekayaan antara dua orang (persoon) atau lebih, yang memberi hak pada satu pihak dan kewajiban pada pihak lain tentang suatu prestasi”.
Kalau demikian, perjanjian/verbintennis adalah hubungan hukum/ rechtbetrekking yang oleh hukum itu sendiri diatur dan disahkan cara perhubungannya. Oleh karena itu perjanjian yang mengandung hubungan hukum antara perseorangan/person adalah hal-hal yang terletak dan berada dalam lingkungan hukum.4
Itulah sebabnya hubungan hukum dalam perjanjian, bukan suatu hubungan yang bisa timbul dengan sendirinya seperti yang dijumpai dalam harta benda kekeluargaan. Dalam hubungan hukum kekayaan keluarga, dengan sendirinya timbul hubungan hukum antara anak dengan kekayaan orang tuanya seperti yang diatur dalam hukum waris. Lain halnya dalam perjanjian. Suatu perjanjian yang mengikat (perikatan) minimal harus ada salah satu pihak yang mempunyai kewajiban karena bila tidak ada pihak yang mempunyai kewajiban, maka dikatakan tidak ada perjanjian yang mengikat.
Hukum perjanjian itu adalah merupakan peristiwa hukum yang selalu terjadi dalam kehidupan bermasyarakat, sehingga apabila ditinjau dari segi yuridisnya, hukum perjanjian itu tentunya mempunyai perbedaan satu sama lain dalam arti kata bahwa perjanjian yang berlaku dalam masyarakat itu mempunyai
4 X. Xxxxx Xxxxxxx, 2006. Segi-Segi Hukum Perjanjian, Bandung, Alumni. hlm. 67
coraknya yang tersendiri pula. Corak yang berbeda dalam bentuk perjanjian itu, merupakan bentuk atau jenis dari perjanjian.
Bentuk atau jenis perjanjian tersebut, tidak ada diatur secara terperinci dalam undang-undang, akan tetapi dalam pemakaian hukum perjanjian oleh masyarakat dengan penafsiran pasal dari KUH Perdata terdapat bentuk atau jenis yang berbeda tentunya. Di dalam setiap pekerjaan timbal-balik selalu ada 2 (dua) macam subjek hukum, yang masing-masing subjek hukum tersebut mempunyai hak dan kewajiban secara bertimbal balik dalam melaksanakan perjanjian yang mereka perbuat.
Kelembagaan Perjanjian Kerja Bersama merupakan kelembagaan partisipasi yang berorientasi pada usaha-usaha untuk melestarikan dan mengembangkan keserasian hubungan kerja, usaha dan kesejahteraan bersama. Kontrak kerja sama memiliki tujuan yaitu:5
1. Kontrak wajib untuk dilaksanakan (memaksa) serta memberikan perlindungan terhadap suatu harapan yang wajar.
2. Kontrak berupaya mencegah terjadinya suatu penambahan kekayaan secara tidak adil.
3. Kontrak bertujuan untuk mencegah terjadinya kerugian tertentu dalam hubungan kontraktual.
Dengan dituangkannya prosedur serta syarat-syarat suatu transaksi bisnis dalam kontrak para pihak bermaksud:6
1. Untuk menyediakan bukti tertulis mengenai transaksi yang mereka lakukan.
2. Untuk mencegah terjadinya penipuan.
3. Untuk menetapkan hak dan kewajiban para pihak, dan.
5 Xxxx Xxxxx Hernako, 2010, Hukum Perjanjian Asas Proporsionalitas Dalam Kontrak Komresial, Jakarta, Kencana, hlm. 98
6 Ibid hlm. 99
4. Untuk mengatur secara lebih terperinci transaksi bisnis yang komplek, demi mencegah hambatan dalam pelaksanaan kontrak yang mereka buat.
Asas-asas hukum kontrak pada dasarnya tidak terpisah satu dengan lainya, namun dalam berbagai hal saling mengisi dan melengkapi. Tiga asas hukum kontrak adalah:7
1. Asas kebebasan berkontrak (menurut bentuk da nisi), dengan pengecualian kontak-kontrak formal dan rill (bentuk) dan syarat kausa yang diperbolehkan (isi).
2. Asas daya mengikat kontrak (pengecualian, daya pembatas itikad baik dan
overmacht), dan
3. Asa bahwa perjanjian hanya menciptakan perikatan diantara para pihak yang berkontrak (pengecualian janji demi kepentingan pihak ketiga).
Dalam teori hukum dikenal suatu ajaran yang disebut dengan resicoleer (ajaran tentang risiko), yang berarti seseorang berkewajiban untuk memikul kerugian jika ada sesuatu kejadian di luar kesalahan salah satu pihak yang menimpa benda yang menjadi objek perjanjian. Ajaran ini timbul apabila terdapat keadaan memaksa (overmacht). 8 Pengertian risiko selalu berhubungan dengan adanya overmacht, sehingga seharusnya ada kejelasan tentang kedudukan para pihak, yaitu pihak yang harus bertanggung gugat dan pihak yang harus menanggung risiko atas kejadian-kejadian dalam keadaan memaksa.
Dalam rangka meningkatkan tingkat perekonomian masyarakat, maka berbagai macam metode pelaksanaan untuk melakukan kegiatan usaha semakin gencar dilaksanakan, khususnya di dalam melakukan perjanjian kerja sama antara
7 Ibid hlm. 105
8 Xxxxxx Xxxx, 2010, Hukum Kontrak & Perancangan Kontak, Jakarta: Raja Grafindo Persada, hlm. 13
PT. Angkasa Pura II dengan PT. Railink penyedia jasa antar moda ke Bandara Kualanamu.
2. Syarat Sah Perjanjian Xxxxx Xxxx
Untuk sahnya suatu perjanjian harus dipenuhi ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata yaitu:
a. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya
b. Cakap untuk membuat suatu perjanjian
c. Mengenai suatu hal tertentu
d. Suatu sebab yang halal.
Dua syarat yang pertama, dinamakan syarat-syarat subyektif, karena mengenai orang-orangnya atau subyeknya yang mengadakan perjanjian, sedangkan dua syarat yang terakhir dinamakan syarat objektif karena mengenai perjanjian sendiri oleh obyek dari perbuatan hukum yang dilakukan itu.
Dengan sepakat atau juga dinamakan perizinan, dimaksudkan, bahwa kedua subyek yang mengadakan perjanjian itu harus bersepakat, setuju atau seia-sekata mengenai hal-hal yang pokok dari perjanjian yang diadakan itu. Apa yang dikehendaki oleh pihak yang satu, juga dikehendaki oleh pihak yang lain. Mereka menghendaki sesuatu yang sama secara timbal-balik, pembeli mengingini sesuatu barang penjual.9
Persetujuan atau kesepakatan dari masing-masing pihak itu harus dinyatakan dengan tegas, bukan diam-diam. Persetujuan itu juga harus diberikan bebas dari pengaruh atau tekanan yaitu paksaaan. Suatu kesepakatan dikatakan mengandung cacat, apabila kehendak-kehendak itu mendapat pengaruh dari luar sedemikian rupa, sehingga dapat mempengaruhi pihak-pihak bersangkutan dalam memberikan kata sepakatnya.
9 R. Subekti, Op.Cit, hlm. 17.
Contoh dari paksaan yang dapat mengakibatkan pembatalakan persetujuan ialah ancaman dengan penganiayaan, dengan pembunuhan atau dengan membongkar suatu rahasia. Dalam mempertimbangkan sifat ancaman ini harus diperhatikan kelainan serta kedudukan orang-orang yang bersangkutan.10
Perjanjian yang diadakan dengan kata sepakat yang cacat itu dianggap tidak mempunyai nilai. Lain halnya dalam suatu paksaaan yang bersifat relatif, dimana orang yang dipaksa itu masih ada kesempatan apakah ia akan mengikuti kemauan orang yang memaksa atau menolaknya, sehingga kalau tidak ada persetujuan dari orang yang dipaksa itu maka jelas bahwa persetujuan yang telah diberikan itu adalah persetujuan yang tidak sempurna, yaitu tidak memenuhi syarat-syarat yang ditentukan dalam Pasal 1320 KUH Perdata.
Paksaan seperti inilah yang dimaksudkan undang-undang dapat dipergunakan sebagai alasan untuk menuntut batalnya perjanjian, yaitu suatu paksaaan yang membuat persetujuan atau perizinan diberikan, tetapi secara tidak benar.
Mengenai kekeliruan atau kesilapan undang-undang tidak memberikan penjelasan ataupun pengertian lebih lanjut tentang apa yang dimaksud dengan kekeliruan. Menurut pendapat doktrin yang mana telah memberikan pengertian terhadap kekeliruan, terhadap sifat-sifat pokok yang terpenting dari obyek perjanjian. Dengan perkataan lain bahwa kekeliruan terhadap unsur pokok dari barang-barang yang diperjanjikan yang apabila diketahui, seandainya orang tidak silap mengenai hal-hal tersebut perjanjiann itu tidak akan diadakan. Jadi sifat pokok dari barang yang diperjanjikan itu adalah merupakan motif yang mendorong pihak-pihak yang bersangkutan untuk mengadakan perjanjian.
hlm. 33.
10 Xxxxxxx Xxxxxxxxxxxx. 2011, Azas-Azas Hukum Perjanjian. Bandung. Mandar Maju,
Sesuatu kekeliruan atau kesilapan untuk dapat dijadikan alasan guna menuntut pembatalan perjanjian maka haruslah dipenuhi persyaratan bahwa barang-barang yang menjadi pokok perjanjian itu dibuat, sedangkan sebagai pembatasan yang kedua dikemukakan oleh doktrin adalah adanya alasan yang cukup menduga adanya kekeliruan atau dengan kata lain bahwa kesilapan itu harus diketahui oleh lawan, atau paling sedikit pihak lawan itu sepatutnya harus mengetahui bahwa ia sedang berhadapan dengan seseorang yang kesalahan.
Misalnya sesorang membeli sebuah lukisan yang dikiranya lukisan Xxxxxx Xxxxxxxx, tetapi kemudian ternyata hanya turunan saja. Kekhilafan mengenai orang terjadi misalnya jika seorang Direktur Opera mengadakan suatu kontrak dengan orang yang dikiranya seorang penyanyi yang tersohor, padahal itu bukan orang yang dimaksudkan, hanyalah namanya saja yang kebetulan sama.11
Kekeliruan atau kesalahan sebagaimana yang dikemukakan di atas adalah kekeliruan terhadap orang yang dimaksudkan dalam perjanjian. Jadi orang itu mengadakan perjanjian justru karena ia mengira bahwa penyanyi tersebut adalah orang yang dimaksudkannya.
Dalam halnya ada unsur penipuan pada perjanjian yang dibuat, maka pada salah satu pihak terdapat gambaran yang sebenarnya mengenai sifat-sifat pokok barang-barang yang diperjanjikan, gambaran dengan sengaja diberikan oleh pihak lawannya.
Perihal adanya penipuan itu harus dibuktikan, demikian hal tersebut ditegaskan dalam Pasal 1328 ayat 1 KUH Perdata. Yuriprudensi dalam hal penipuan ini menerangkan bahwa untuk dapat dikatakan adanya suatu penipuan atau tipu muslihat tidak cukup jika seseorang itu hanya melakukan kebohongan mengenai suatu hal saja, paling sedikit harus ada sesuatu rangkaian kebohongan.
11 R. Subekti, Op.Cit., hlm. 24.
Karena muslihat itu, pihak yang tertipu terjerumus pada gambaran yang keliru dan membawa kerugian kepadanya. Syarat kedua untuk sahnya suatu perjanjian adalah, kecakapan para pihak. Untuk hal ini dikemukakan Pasal 1329 KUH Perdata, dimana kecakapan itu dapat kita bedakan:
a. Secara umum dinyatakan tidak cakap untuk mengadakan perjanjian secara sah.
b. Secara khusus dinyatakan bahwa seseorang dinyatakan tidak cakap untuk mengadakan perjanjian tertentu, misalnya Xxxxx 1601 KUH Perdata yang menyatakan batalnya suatu perjanjian perburuhan apabila diadakan antara suami isteri.
Perihal ketidakcakapan pada umumnya adalah sebagaimana yang diuraikan oleh Pasal 1330 KUH Perdata ada tiga, yaitu:
a. Anak-anak atau orang yang belum dewasa
b. Orang-orang yang ditaruh dibawah pengampunan
c. Wanita yang bersuami
Ketidakcakapan ini juga ditentukan oleh undang-undang demi kepentingan curatele atau orang yang ditaruh di bawah pengampuan itu sendiri. Menurut Xxxxx 1330 KUH Perdata diatas wanita bersuami pada umumnya adalah tidak cakap untuk bertindak dalam hukum, kecuali kalau ditentukan lain oleh undang-undang. Ia bertindak dalam lalu lintas hukum harus dibantu atau mendapat izin dari suaminya. Hal ini mengingat bahwa kekuasaan sebagai kepala rumah tangga adalah besar sekali, seperti yang kita kenal dengan istilah maritale macht.
Melihat kemajuan zaman, dimana kaum wanita telah berjuang membela haknya yang kita kenal dengan emansipasi, kiranya sudah tepatlah kebijaksanaan Mahkamah Agung yang dengan surat edarannya No. 3 Tahun 1963 tanggal 4 Agustus 1963 telah menganggap Pasal 108 dan Pasal 110 KUH Perdata tentang wewenang seorang isteri untuk melakukan perbuatan hukum dan untuk menghadap di depan pengadilan tanpa izin atau bantuan dari suaminya sudah tidak berlaku lagi.
Dalam hal perjanjian-perjanjian yang dibuat oleh mereka yang tergolong tidak cakap ini, pembatalan perjanjian hanya dapat dilakukan oleh mereka yang dianggap tidak cakap itu sendiri, sebab undang-undang beranggapan bahwa perjanjian ini dibatalkan secara sepihak, yaitu oleh pihak yang tidak cakap itu sendiri, akan tetapi apabila pihak yang tidak cakap itu mengatakan bahwa perjanjian itu berlaku penuh baginya, akan konsekuensinya adalah segala akibat dari perjanjian yang dilakukan oleh mereka yang tidak cakap dalam arti tidak berhak atau tidak berkuasa adalah bahwa pembatalannya hanya dapat dimintakan oleh pihak-pihak yang merasa dirugikan.
Pembatalan terhadap orang-orang tertentu dalam hal kecakapan membuat suatu perjanjian sebagaimana dikemukakan Pasal 1330 KUH Perdata tersebut, kiranya dapat kita mengingat bahwa sifat dari peraturan hukum sendiri pada hakekatnya selalu mengejar dua tujuan yaitu rasa keadilan di satu pihak dan ketertiban hukum dalam masyarakat di pihak lain. Bilamana dari sudut tujuan hukum yang pertama ialah mengejar rasa keadilan memang wajarlah apabila orang yang membuat suatu perjanjian dan nantinya terikat oleh perjanjian itu harus pula mempunyai cukup kemampuan untuk menginsyapi akan tanggung-
jawab yang harus dipikulkan dan tujuan yang satu inilah akan sulit diharapkan apabila orang-orang yang merupakan pihak dalam suatu perjanjian itu adalah orang-orang di bawah umur atau orang sakit ingatan atau pikiran yang pada umumnya dapat dikatakan sebagai belum atau tidak dapat menginsyafi apa sesungguhnya tanggung-jawab itu.
Syarat yang ketiga untuk sahnya satu perikatan adalah adanya hal tertentu yang diperjanjikan maka ini berarti bahwa apa yang diperjanjikan harus cukup jelas dalam arti barang atau benda yang dimaksudkan dalam perjanjian paling sedikit harus ditentukan jenisnya (Pasal 1333 ayat (1) KUH Perdata) dengan pengertian bahwa jumlahnya barang tidak menjadi syarat, asal saja kemudian dapat dihitung atau ditetapkan.
Syarat yang ketiga ini menjadi penting, terutama dalam hal terjadi perselisihan di antara kedua belah pihak, guna dapat menetapkan apa-apa saja yang menjadi hak dan kewajiban dari pada pihak-pihak dalam perjanjian yang mereka buat itu.
Akhirnya selalu syarat untuk sahnya suatu perjanjian itu, Pasal 1320 KUH Perdata menyebutkan sebagai syarat ke-empat ialah adanya suatu sebab yang halal. Dengan sebab ini dimaksudkan tiada lain dari pada isi perjanjian itu sendiri. Atau seperti dikemukakan X. Xxxxxxx Xxxxxxxxxxxx, yaitu “Azas-azas hukum perjanjian, bahwa dengan pengertian causa adalah bukan hal yang mengakibatkan hal sesuatu keadaan belaka. Dalam pandangan saya, causa dalam hukum perjanjian adalah isi dan tujuan suatu persetujuan, yang menyebabkan adanya persetujuan itu”.12
12 Xxxxxxx Xxxxxxxxxxxx, 2011, Op.Cit., hlm. 37.
Selaku suatu causa dalam perjanjian, haruslah berupa causa yang halal, dalam arti bahwa isi perjanjian itu harus bukan sesuatu hal yang terlarang. Sebagai contoh dari suatu perjanjian yang mengandung causa yang terlarang, adalah si penjual hanya bersedia menjual pisaunya kalau si pembeli membunuh orang.
B. Tinjauan Umum Tentang PT. Railink
1. Sejarah PT. Railink dan Kereta Api
Pada masa penjajahan Belanda hingga setelah pada masa penjajahan Jepang kita bisa melihat sejarah pengangkutan.13 Pada tahun 1800 alat angkut yang dipergunakan antara lain adalah tenaga manusia, hewan dan sumber tenaga dari alam seperti angin atau air. Barang–barang yang diangkut pada masa tersebut pun rata–rata dalam jumlah kecil dan waktu yang ditempuh juga relatif lama. Maka dari itu timbullah pemikiran untuk membangun jalan rel guna memenuhi kebutuhan tersebut.
Sejarah perkeretaapian sama seperti sejarah alat transportasi pada umumnya yang diawali dengan penemuan moda. Mulanya dikenal kereta kuda yang hanya terdiri dari satu kereta, kemudian dibuatlah kereta kuda yang lebih dari satu rel yang berjalan di jalur tertentu yang terbuat dari besi, dan digunakan khususnya di daerah pertambangan untuk menarik hasil tambang dengan tenaga kuda.14
Seiring dengan berkembangnya zaman maka mulai dimanfaatkanlah tenaga mekanik seperti kapal uap dan kereta api yang banyak digunakan sebagai alat transportasi. Pengangkutan itu diartikan sebagai pemindahan barang dan manusia
13 Xxxxxx Xxxxx. Xxxxxxx, 2002, Hukum Pengangkutan, Kelompok Studi Hukum Fakultas Hukum USU Medan, Medan, hlm.13
14 xxxx://xxxxxx-xxx.xx.xx/ sejarah perkeretaapian, Diakses Sabtu 07 Maret 2018 Pukul.
17.00 Wib
dari tempat asal ke tempat tujuan. Proses pengangkutan merupakan gerakan dari tempat asal, darimana kegiatan angkutan dimulai ke tempat tujuan, kemana kegiatan pengangkutan itu sendiri.15
Kehadiran kereta api di Indonesia diawali dengan pencangkulan pertama pembangunan jalan kereta api di Desa Kemijen pada 17 Juni 1864, oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Mr.L.A.J Baron Xxxxx Xxx Xxx Xxxxx yang diprakarsai oleh “Naamlooze Venootschap Nederlandsch Indische Spoorweg Maatschappij” (NV. NISM) yang dipimpin oleh Xx. J. P De Bordes dari Desa Kemijen menuju Desa Tanggung sepanjang 26 km dengan lebar spur 1435 mm. Empat tahun kemudian, tepatnya tanggal 17 Juni 1868, pengoperasian pertama perjalanan kereta api (KA) antara Stasiun Kemijen-Tanggung diresmikan. Ruas jalan ini dibuka untuk angkutan umum pada 10 Agustus 1867.16
Keberhasilan swasta NV.NISM membangun jalan kereta api antara Kemijen-Tanggung, yang kemudian pada tanggal 10 Februari 1870 dapat menghubungkan kota Semarang-Surakarta (110 km), akhirnya mendorong minat investor untuk membangun jalan kereta api di daerah lainnya.
Selain di Jawa, pembangunan jalan kereta api juga dilakukan di Aceh (1874), Sumatera Utara (1886), Sumatera Barat (1891), Sumatera Selatan (1914), bahkan tahun 1992 di Sulawesi juga telah dibangun jalan kereta api sepanjang 47 km antara Makassar-Takalar, yang pengoperasiannya dilakukan tanggal 1 Juli 1923, sisanya Ujung Pandang–Maros belum sempat diselesaikan. Sedangkan di Kalimantan, meskipun belum sempat dibangun studi jalan kereta api Pontianak– Sambas (220 km) sudah diselesaikan. Demikian juga di Pulau Bali dan Lombok juga pernah dilakukan studi pembangunan jalan kereta api.
15 Xxxxxxxxxxx Xxxxxxx, 2000, Beberapa Masalah Ekonomi dan Managemen Pengangkutan, Jakarta. Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, hlm.3
16 xxxx://XXX/Xxxxxxx.xxx, Diakses Sabtu 07 Maret 2018 Pukul. 17.30 Wib
Sampai dengan tahun 1939, panjang jalan kereta api di Indonesia mencapai 6811 km. Akan tetapi, pada tahun 1950 panjangnya berkurang menjadi 5910 km. Sekitar 901 km jalan kereta api raib, diperkirakan karena dibongkar semasa pendudukan Jepang dan diangkut ke Burma untuk pembangunan jalan kereta api di sana.
Tujuan didirikannya perusahaan Kereta Api oleh zaman Pemerintah Hindia Belanda adalah sebagai sarana logistik dan politik untuk kepentingan strategis peperangan dan untuk menunjang kebutuhan ekonomi Pemerintah Hindia Belanda, terutama setelah terjadinya revolusi industri di Eropa yang mendorong Pemerintah Hindia Belanda untuk mengekspor hasil bumi dari Indonesia.
Pada masa pendudukan Jepang seluruh jaringan jalan KA zaman Pemerintah Hindia Belanda dikuasai oleh Jepang dengan nama Xxxxxxx Xxxxx yang berkantor pusat di Bandung. Sedangkan perkeretaapian di Sumatera disebut Tedsudo Tai yang bekantor pusat di Bukit Tinggi.
Setelah kemerdekaan RI diproklamirkan, karyawan kereta api yang tergabung dalam “Angkutan Moda Kereta Api” (AMKA), mengambil alih kekuasaan perkeretaapian dari pihak Jepang. Peristiwa bersejarah yang terjadi pada tanggal 28 September 1945 di Balai Besar Kereta Api Bandung tersebut ditandai dengan pembacaan pernyataan sikap oleh Xxxxxxxx dan sejumlah anggota AMKA lainnya, menegaskan bahwa mulai tanggal 28 September 1945, kekuasaan perkeretaapian di Indonesia berada di tangan bangsa Indonesia. Orang Jepang tidak lagi diperkenankan campur tangan dengan urusan perkeretaapian di
Indonesia. Hal ini Kereta Api di Indonesia serta dibentuknya Djawatan Kereta Api Republik Indonesia (DKARI).17
Perkeretaapian di Sumatera Utara diawali oleh perusahaan swasta Belanda pada 17 Juli 1886 yang bernama Deli Spoorweg Maatchscapay (DSM). Hingga tahun 1931, panjang lintas mencapai 17 Km yang menghubungkan Labuhan dengan kota Medan. Pembukaan rute ini dilandasi dengan motif utamanya untuk membawa hasil perkebunan daari pedalaman ke pelabuhan Belawan.18
Pada masa pendudukan Jepang (1942-1945) semua kereta api di Indonesia berada di bawah pendudukan Jepang. Untuk daerah Sumatera Utara di bawah pemerintah Angkatan Laut Jepang dengan nama Tetsudo-Tai yang berpusat di Bukit Tinggi, Sumatera Barat. Setelah Indonesia merdeka, 17 Agustus 1945 perkeretaapian di Sumatera Utara dikembalikan kepada DSM sampai masa dilakukan alih wewenang pada perusahaan milik Belanda kepada penguasa militer daerah Sumatera Utara (14 Desember 1957, dasar SK Panglima T dan T1 Xx.XX/XX TS/045/12/97). Selanjutnya mulai tanggal 29 April 1963, berdasarkan UU No.80 Tahun 1963 jo PP 41 Tahun 1959 dengan SK XXXXXX No.37/1/20 tanggal 17 Januari 1963 maka seluruh kereta api ex DSM menjadi bagian Djawatan Kereta Api (DKA) yang berpusat di Bandung. Dan sejak 2 Januari 2001 telah ditetapkan perubahan nama dari Eksploatasi menjadi Divisi Regional I Sumatera Utara (Selanjutnya disingkat Divre I SU).19
Seiring dengan perkembangan zaman maka tidak terlepas dari peningkatan kebutuhan akan transportasi sehingga dibutuhkan alternatif untuk
17 Ibid
18 http:// sipil xxx.xxxxxxxxx.xxx, Diakses Sabtu 07 Maret 2018 Pukul 18.00 Wib
19 Ibid
memudahkan dan memberikan kenyamanan kepada masyarakat dimana salah satunya adalah dengan adanya jalur kereta api bandara yaitu Railink.
PT. Xxxxxxx merupakan anak perusahaan dari PT. Kereta Api Indonesia (Persero) dengan PT. Angkasa Pura II (Persero) yang beroperasi mengangkut penumpang khusus untuk penumpang yang tujuannya ke Bandara Kualanamu. Berbeda dengan PT. Kereta Api Indonesia (Persero) yang dapat mengangkut penumpang dan barang dari tempat asal ke tempat tujuan.20
PT. Railink merupakan kereta api bandara yang mempersembahkan layanan baru kali pertama di Indonesia yang berdiri pada tanggal 25 Juli 2013 bersamaan dengan pengoperasian perdana bandara kuala namu. PT. Xxxxxxx didirikan dengan visi untuk menyuguhkan semangat baru dalam pelayanan moda transportasi kereta api di Indonesia.
PT. Xxxxxxx sebagai kereta api bandara pertama ini melayani penumpang dari kota medan menuju bandara demikian juga sebaliknya. Sebagai layanan transportasi khusus, kereta api bandara ini memiliki fasilitas serta layanan yang menjadi standar baru dalam perkeretaapian Indonesia. Dimana angkutan kereta api bandara ini dirancang untuk mempermudah serta memberikan kenyamanan bagi para penumpang angkutan udara.
Perusahaan yang bergerak di bidang transportasi massal ini juga mempunyai visi dan misi yang mendukung pengoperasiannya sebagai salah satu angkutan kereta api. Adapun visi dan misi PT. Railink antara lain:21
20 xxxx://xxx.xxxxxxx.xx.xx/xxxxxx-xxxxxxx Diakses Sabtu 07 Maret 2018 Pukul 19.00 Wib
21 Ibid
1. Visi
Menyelenggarakan bisnis kereta api bandara serta kegiatan usaha lainnya terkait secara sehat, tumbuh dan berkembang dengan model organisasi yang baik dan praktek bisnis yang etis serta mengutamakan keselamatan dan keamanan operasional, kepuasaan pelanggan, kesejahteraan karyawan serta memberi manfaat bagi masyarakat dan kelestarian lingkungan.
2. Misi
Berusaha dalam bidang pengangkutan darat, dengan melaksanakan kegiatan usaha:
a. Pengoperasian, pengelolaan dan pengusahaan kereta api bandara;
b. Pengembangan dan pengelolaan stasiun;
c. Pengadaan dan pemeliharaan sarana dan prasarana kereta api;
d. Pembangunan prasarana kereta api;
e. Konsultasi dan desain sistem perkeretaapian;
f. Pengusahaan jasa lainnya yang menunjang usaha pokok
PT. Railink telah mengembangkan sistem layanan terpadu dalam pengelolaan dua stasiun yang menghubungkan rute Medan–Kuala Namu ini memiliki dua stasiun. Dua stasiun tersebut adalah City Railway Station di pusat kota Medan dan Airport Railway Station di Bandara Kualanamu. Masing-masing stasiun ini telah dibangun untuk melayani penumpang dengan berbagai fasilitas pendukung yang modern serta dikelola oleh sumber daya manusia yang cakap dan terampil.
Penumpang, pengantar maupun penjemput, akan mendapatkan tempat yang aman, sejuk, dan nyaman saat menunggu kereta api bandara, baik di stasiun
kereta api bandara Medan maupun di stasiun kereta api bandara Kuala Namu. Sejumlah fasilitas tersedia lengkap, dari fasilitas umum seperti toilet, musholla, serta ruang menyusui yang selalu dalam kondisi yang bersih dan nyaman. Tidak hanya itu pihak railink juga menyediakan galeri ATM, minimarket serta tempat makan dan minum. Penumpang kereta api bandara juga dapat menginap di hotel yang tempatnya masih didalam kawasan stasiun kereta api bandara Medan.
Adapun tujuan PT. Railink Medan sebagai salah satu perusahaan yang bergerak di bidang pengangkutan, antara lain:
a. Mewujudkan penyelenggara jasa angkutan penumpang guna memberikan manfaat utama bagi kepentingan pemerintah, publik, dan lingkungan setempat.
b. Menunjang upaya pengurangan kemacetan di jalan raya.
c. Membantu kelancaran kegiatan masyarakat khususnya di bidang pengangkutan.
2. Jenis-Jenis Kereta Api
Angkutan kereta api adalah kegiatan sarana perkeretaapian dengan tenaga gerak, baik berjalan sendiri maupun dirangkaikan dengan sarana perkeretaapian lainnya, yang akan ataupun sedang bergerak di jalan rel yang terkait dengan perjalanan kereta api.
Jenis pengangkutan perkeretaapian dibagi menjadi 2, yaitu:22
1. Angkutan orang
Adalah pengangkutan orang yang dilakukan oleh pihak pengangkut dengan menggunakan gerbong atas persetujuan pemerintah yang wajib memenuhi persyaratan dan memperhatikan keselamatan serta fasilitas minimumnya.
22 Xxxxxx Xxxxx Xxxx Op Cit hlm. 152
Bagi penyandang cacat, wanita hamil, anak dibawah lima tahun, orang sakit, dan lansia. Pihak penyelenggara pengangkutan wajib memberikan fasilitas khusus tanpa dipungut biaya tambahan.
Mengenai pengertian penumpang dalam pengangkutan dengan kereta api dapat terdiri dari:23
a. Satu orang
Untuk penumpang yang berpergian dengan kereta api satu orang dikenakan biaya angkutan sebesar tarif yang berlaku, baik dewasa maupun anak-anak. Untuk dewasa dikenakan tarif penuh sedangkan untuk penumpang anak-anak dikenakan biaya setengah harga.
b. Lebih dari satu orang
Kepada penumpang lebih dari satu orang oleh penyelenggara pengangkutan dapat dibebankan tarif khusus, dimana permohonan untuk mendapatkan tarif khusus tersebut harus diajukan suatu permintaan kepada kepala stasiun paling lambat 3 (tiga) hari sebelum pemberangkatan, dengan keterangan mengenai jumlah penumpang, tujuan dan lain-lain secara lengkap agar dapat diatur sebaik-baiknya oleh pihak pengangkut.
2. Angkutan barang
Adalah pengangkutan barang dengan kereta api dengan menggunakan gerbong. Angkutan barang terdiri atas sebagai berikut:
a) Barang umum,
b) Barang khusus,
c) Limbah bahan berbahaya dan beracun.
23Ibid hlm. 154
Syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk melalukan pengangkutan umum dan khusus yaitu:
1. Pemuatan, penyusunan dan pembongkaran barang pada tempat-tempat yang telah ditetapkan sesuai klasifikasinya.
2. Keselamatan dan keamanan barang yang diangkut.
3. Gerbong yang digunakan sesuai dengan klasifikasi barang yang diangkut.
Menurut jenisnya, kereta api terdiri dari: (Pasal 4 Undang-Undang No. 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian)
a. Kereta api kecepatan normal;
Adalah kereta api yang mempunyai kecepatan kurang dari 200 km/jam.
b. Kereta api kecepatan tinggi;
Adalah kereta api yang mempunyai kecepatan lebih dari 200 km/jam.
c. Kereta api monorel;
Adalah kereta api yang bergerak pada 1 (satu) rel.
d. Kereta api motor induksi linear;
Adalah kereta api yang menggunakan penggerak motor induksi linear dengan stator pada jalan rel dan rotor pada sarana perkeretaapian.
e. Kereta api gerak udara;
Adalah kereta api yang bergerak dengan menggunakan tekanan udara.
f. Kereta api levitasi magnetik;
Adalah kereta api yang digerakkan dengan tenaga magnetik sehingga pada waktu bergerak tidak ada gesekan antara sarana perkeretaapian dan jalan rel.
g. Trem;
Adalah kereta api yang bergerak di atas jalan rel yang sebidang dengan jalan.
h. Kereta gantung
Adalah kereta yang bergerak dengan cara menggantung pada tali baja.
Selain dari pada jenis kereta api tersebut diatas, jenis pengangkutan kereta api juga dapat dibedakan berdasarkan fungsinya, yaitu:
1. Perkeretaapian umum
Perkeretaapian umum adalah satu kesatuan sistem perkeretaapian yang disebut perkeretaapian nasional (Pasal 5 Undang-Undang No. 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian). Perkeretaapian umum digunakan untuk melayani angkutan orang ataupun barang dan dipungut biaya. Perkeretaapian umum dibagi menjadi 2, yaitu:
a) Perkeretaapian perkotaan
Adalah perkeretaapian yang melayani perpindahan orang di wilayah perkotaan dan/atau perjalanan ulang-alik dengan jangkauan:
1) Seluruh wilayah administrasi kota; dan/atau
2) Melebihi wilayah administrasi kota.
b) Perkeretaapian antarkota
Adalah perkeretaapian yang melayani perpindahan orang dan/atau barang dari satu kota ke kota yang lain.
Sedangkan jika ditinjau secara tatanan perkeretaapian umum dibagi menjadi 3 (tiga), yaitu:
1) Perkeretaapian nasional
Adalah tatanan perkeretaapian yang melayani angkutan orang dan/atau barang lebih dari satu provinsi.
2) Perkeretaapian provinsi
Adalah tatanan perkeretaapian yang melayani angkutan orang dan/atau barang yang melebihi satu kabupaten/kota dalam satu provonsi.
3) Perkeretaapian kabupaten/kota
Adalah tatanan perkeretaapian yang melayani angkutan orang dan/atau barang dalam satu kabupaten/kota.
2. Perkeretaapian khusus Bandara
Perkeretaapian khusus adalah perkeretaapian yang hanya digunakan untuk menunjang kegiatan pokok badan usaha tertentu dan tidak digunakan untuk melayani masyarakat umum. Perkeretaapian khusus diselenggarakan oleh badan usaha tertentu yang pengusahaan sarana dan prasarana perkeretaapiannya dilakukan berdasarkan norma, standard, dan kriteria perkeretaapian.
Perusahaan angkutan PT. Railink adalah perusahaan swasta dan sebagai perusahaan anak dari PT. Kereta Api Indonesia (Persero) yang bergerak di bidang pengangkutan khususnya tujuan bandara Internasional kualanamu. PT.Railink merupakan suatu moda sambungan yang membantu penumpang menuju Bandara Kualanamu atau dengan kata lain kereta api railink bukan merupakan angkutan utama melainkan angkutan yang mempermudah masyarakat pengguna pesawat udara menuju bandara. Hal ini tentu berbeda dengan PT.KAI yang merupakan angkutan utama yang memiliki banyak tujuan perjalanan seperti perjalanan dengan tujuan tebing, pematangsiantar, kisaran dan rantau prapat. Selain perbedaan tersebut di atas, perbedaan lainnya juga terdapat pada fasilitas setiap perusahaan. Pada dasarnya fasilitas yang
disediakan oleh kedua perusahaan ini adalah sama, hanya saja perbedaan terdapat pada standarisasi dimana PT.Railink segmentasinya adalah premium yang memiliki ruang tunggu ber AC sedangkan pada PT.KAI ruang tunggunya masih belum memiliki AC. Untuk kereta apinya sendiri pada dasarnya tidak memiliki perbedaan hal ini dikarenakan PT. Xxxxxxx tidak membedakan kelas penumpang seperti yang dimiliki oleh PT.KAI yang membedakan kelas penumpang ekonomi, eksekutif dan bisnis.
BAB III METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian
Waktu penelitian akan dilaksanakan secara singkat yaitu setelah dilakukan seminar outline skripsi pertama dan telah dilakukan perbaikan seminar outline yang akan dilakukan sekitar Bulan Agustus 2018.
Penelitian dilakukan di Bandara Kualanamu dengan mengambil contoh perjanjian kerja sama PT. Angkasa Pura II dengan PT. Xxxxxxx yang merupakan anak perusahaan PT. XXX dan melakukan wawancara dengan pihak terkait untuk melengkapi penulisan skripsi ini.
Tabel Kegiatan Skripsi
No | Kegiatan | Bulan | Keterangan | |||||||||||||||||||
Juni-Juli 2018 | Agustus- Oktober 2018 | November- Desember 2018 | Januari- Februari 2019 | Maret- April 2019 | ||||||||||||||||||
1 | 2 | 3 | 4 | 1 | 2 | 3 | 4 | 1 | 2 | 3 | 4 | 1 | 2 | 3 | 4 | 1 | 2 | 3 | 4 | |||
1 | Seminar Proposal | |||||||||||||||||||||
2 | Perbaikan Proposal | |||||||||||||||||||||
3 | Acc Perbaikan | |||||||||||||||||||||
4 | Penelitian | |||||||||||||||||||||
5 | Penulisan Skripsi | |||||||||||||||||||||
6 | Bimbingan Skripsi | |||||||||||||||||||||
7 | Seminar Hasil | |||||||||||||||||||||
8 | Meja Hijau |
B. Metodologi Penelitian
1. Jenis Penelitian
Adapun jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian normatif yaitu jenis penelitian yang dilakukan dengan mempelajari norma-norma yang ada atau peraturan perundang-undangan yang terkait dengan permasalahan yang dibahas.1 Pengelolahan dan analisis data yang hanya mengenal data sekunder saja, yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier.
Sumber data dalam mengerjakan skripsi ini terdapat beberapa bahan hukum untukcmelengkapi penulisan penelitian antara lain:
a. Bahan Hukum Primer: adalah bahan hukum yang mengikat. Dalam penulisan skripsi ini yang menjadi bahan hukum primer adalah Kitab Undang-Undang Hukum Perdata mengenai perjanjian dan juga Undang- Undang No. 23 Tahun 2007 tentang perkeretaapian dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 56 Tahun 2009, Tentang Penyelenggaraan Perkeretaapian.
b. Bahan Hukum Sekunder: adalah bahan hukum yang menjelaskan bahan hukum primer. Dalam penulisan skripsi ini yang menjadi bahan hukum sekunder adalah buku-buku literatur tentang perjanjian, hasil-hasil penelitian dan tulisan para ahli hukum, majalah hukum, dan lain-lain.
c. Bahan Hukum Tersier: adalah bahan hukum yang dapat memberikan petunjuk atau penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder. Dalam penulisan skripsi ini yang menjadi bahan hukum tersier adalah
kamus, ensiklopedia, dan lain sebagainya.
1 Xxxxxxxx Xxxxxxxx 2004, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta. UI Press.hlm. 15
2. Sifat Penelitian
Sifat penelitian yang dipergunakan dalam menyelesaikan skripsi ini adalah deskriptif analisis dari perjanjian kerja sama PT. Angkasa Pura II dengan PT. Railink Penyedia jasa transportasi. Studi kasus adalah penelitian tentang status subjek penelitian yang berkenaan dengan suatu fase spesifik atau kasus dari keseluruhan personalitas yang mengarah pada penelitian hukum normatif, yaitu suatu bentuk penulisan hukum yang mendasarkan pada karakteristik ilmu hukum yang berdasarkan pada karakteristik ilmu hukum yang normatif.2
Sifat penelitian ini secara deskriptif analisis yaitu untuk mengetahui pelaksanaan perjanjian kerja sama PT. Angkasa Pura II dengan PT. Railink Penyedia jasa transportasi.
3. Teknik Pengumpulan Data
Untuk mengetahui data yang dipergunakan dalam penulisan ini maka penulis mempergunakan 2 (Dua) metode:
a. Penelitian kepustakaan (Library Research) yaitu dengan melakukan penelitian terhadap berbagai sumber bacaan yaitu buku-buku, majalah hukum, pendapat para sarjana, peraturan undang-undang dan juga bahan- bahan kuliah.
b. Penelitian lapangan (Field Research) yaitu dengan melakukan kelapangan dalam hal ini penulis langsung melakukan studi pada bandara kualanamu dengan mengambil contoh surat perjanjian kerja sama PT. Angkasa Pura II
dengan PT. Xxxxxxx yang merupakan anak perusahaan PT. KAI.
2Astri Wijayanti, 2011, Strategi Penulisan Hukum, Bandung, Lubuk Agung, hlm 163.
4. Analisis Data
Penelitian ini menggunakan data kualitatif yang menekankan pada pemahaman mengenai masalah-masalah dalam kehidupan sosial berdasarkan kondisi realitas atau natural setting yang holistis, kompleks dan rinci.3
Data kualitatif yang diperoleh secara sistematis dan kemudian substansinya dianalisis untuk memperoleh jawaban tentang pokok permasalahan yang akan dibahas dalam penulisan skripsi ini secara kualitatif untuk mendapatkan jawaban yang pasti dan hasil yang akurat. Selanjutnya data yang disusun secara deskriptif sehingga dapat diperoleh gambaran secara menyeluruh terhadap perjanjian kerja sama antara PT. Angkasa Pura II dengan PT. Railink. Dan diakhiri dengan penarikan kesimpulan dengan menggunakan metode induktif sebagai jawaban dari permasalahan yang dirumuskan.
3 Xxxxxxx Xxxxxx Op Cit hlm. 66
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Prosedur Pelaksanaan Xxx Xxxxxx Perjanjian Kerja Sama PT. Angkasa Pura II Dengan PT. Railink Penyedia Jasa Transportasi
Bandar Udara Kualanamu Internasional Deli Serdang yang sudah berdiri sejak dari Tahun 2013 hingga saat ini, yang memiliki berbagai macam fasilitas baik sarana dan prasarana bagi para penggunanya, yang sudah dikelola oleh PT. Angkasa Pura II sejak Tahun 1984 yang kurang lebih sudah 33 (tiga puluh tiga) tahun lamanya.1
Fasilitas yang disediakan di bandara ini pun sudah canggih, yang dilengkapi dengan Integrated Baggage Handling Screening System (IBHSS) serta adanya sistem transportasi yang menghubungkan secara langsung antara bandara dan stasiun kereta api.2 Menjadi satu-satunya bandara dengan sertifikasi bintang 4 (empat) serta layanan kereta api secara langsung, membuat bandara kualanamu menjadi bandara Internasional yang sangat mewah dan dikagumi oleh banyak pengunjung yang selalu bepergian dengan menggunakan transportasi udara.
Proses melakukan kerja sama angkutan dengan PT. Angkasa Pura II dengan PT. Railink PT. Angkasa Pura II melakukan kerja sama dengan PT. XXX dan menghasilkan PT. Railink, PT. Angkasa Pura II menyediakan fasilitas dan PT. KAI menyediakan Akomodasi kereta api.3
1 Xxxxx Xxxxxxxxx dengan Xxxxx Xxxxxxxxx sebagai Tim Leader Customer Service PT. Angkasa Pura II Bandar Udara Kualanamu Pada Hari Rabu 17 Oktober 2018 Pukul. 11.30.Wib
2 Medan Advertising, xxxxx://xxxxxxxxxxxxxxxxxxx.xxx/xxxxx/xxxxx-xxxxxxxxxxx- kualanamu/ Diakses Rabu 24 Oktober 2018 Pukul. 10.00 Wib
3 Xxxxx Xxxxxxxxx dengan Xxxxx Xxxxxxxxx sebagai Tim Leader Customer Service PT. Angkasa Pura II Bandar Udara Kualanamu Pada Hari Rabu 17 Oktober 2018 Pukul. 11.30.Wib
Setelah sepakat melakukan kerja sama maka para pihak membuat perjanjian kerja sama secara tertulis. Dalam hal ini yaitu:
a. PT AP II merupakan Badan Usaha Milik Negara yang diberi wewenang untuk melaksanakan penyelenggaraan, pengelolaan, pengusahaan dan pengembangan sebagian Bandar Udara di Indonesia.
b. Mitra Usaha dalam rangka melaksanakan kegiatan usahanya menyewakan/memanfaatkan ruangan dan tanah PT AP II;
c. PT AP II telah memberikan persetujuan kepada Mitra Usaha untuk menyewakan/ memanfaatkan tanah sebagaimana dituangkan dalam surat PT AP II Nomor 15. 02. 01/00/l2/2014/072 Tanggal 24 Desember 20 14.
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas para pihak menyatakan sepakat dan setuju untuk mengadakan Perjanjian Kerjasama Sewa Menyewa Ruangan, Pemanfaatan Tanah dan Konsesi Usaha (selanjutnya disebut "Perjanjian') dengan ketentuan dan syarat-syarat sebagai berikut:
a. Obyek Perjanjian adalah ruangan dan tanah milik PT AP II yang dimanfaatkan oleh Xxxxx Xxxxx dengan rincian sebagai berikut:
Fasilitas Komersial | Lokasi Fasilitas Komersial | Peruntukan | Luas Ruangan | |
Ruangan Tanah | Bandara (Airport) | Detail Lokasi | Kegiatan Usaha | Tanah/Fasilitas Lain |
Bandara Kualanamu untuk selanjutnya disebut bandara. | Lantai I Airpot Railways Station (ARS) | Jasa angkutan darat | Sewa ruangan di area gedung ARS: 2.145 m2. Sewa tanah diPerkeras di area luar gedung: 1.731 m2. |
b. PT AP II memberikan izin penyewaan/pemanfaatan ruangan dan tanah kepada Mitra Usaha dan Mitra Usaha sepakat untuk memanfaatkan ruangan dan tanah milik PT AP II untuk dipergunakan dalam kegiatan usaha Mitra Usaha, dengan lokasi, peruntukan dan luas ruangan dan tanah sebagaimana tersebut pada ayat (1) Perjanjian ini.
c. Atas penyewaan/pemanfaatan ruangan dan tanah sebagaimana tersebut pada ayat (2) pasal ini, Mitra Usaha bersedia membayar biaya sewa ruangan dan Kompensasi Pemanfaatan Tanah sebagaimana diatur pada Perjanjian ini.
d. Atas izin pelaksanaan kegiatan usaha oleh Xxxxx Xxxxx xx Xxxxxxx, Xxxxx Xxxxx bersedia membayar konsesi usaha kepada PT. AP II sebagaimana diatur dalam perjanjian ini.4
Jangka waktu Perjanjian selama dua tahun terhitung sejak 25 Juli 2013 sampai dengan 24 Juli 2015.Biaya Sewa:
a. Tahun I: Rp 1.500.000.000,- (satu milyar lima ratus juta rupiah) (nilai belum termasuk biaya pemakaian utilitas komersial) biaya sewa ruangan Rp. 300.300.000 (tiga ratus juta tiga ratus ribu rupiah) per bulan dan Rp.
25.965.000 (dua puluh lima juta Sembilan ratus enam puluh lima ribu rupiah) per bulan untuk sewa pemanfaatan tanah/lahan;
b. Tahun II: Rp 1.800.000.000,- (satu milyar delapan ratus juta rupiah) (nilai belum termasuk biaya pemakaian utilitas komersial) ditambah nilai konsesi usaha pada tahun kedua sebesar Rp. 153.600.000 (serratus lima puluh tiga juta rupiah enam ratus ribu rupiah).
4 Perjanjian Kerja Sama Sewa Menyewa Ruangan dan Pemanfaatan tanah dan lahan PT. Angkasa Pura II Dengan PT. Railink hlm. 2-3
a. Dokumen-dokumen berikut merupakan satu-kesatuan dan bagian yang tidak terpisahkan dengan Perjanjian, oleh karenanya mempunyai kekuatan hukum yang sama dan mengikat dalam Perjanjian ini:5
1) Head Of Agreement (dokumen ini)
2) Syarat-syarat Umum Kontrak;
3) Persetujuan Kerjasama Sewa Menyewa Ruangan dan Tanah Diperkeras di Lantai I Airport Railways Station (ARS) Nomor 15.02.01/00/12/2014/072 Tanggal 24 Desember 2014 dari PT AP II;
4) Berita Acara Kesepakatan Kerjasama Sewa Ruangan dan Tanah Diperkeras di Lantai I Airport Railways Station (ARS) Bandara Internasional Kualanamu Nomor BAC. 009/DNT/XII/20 14 Tanggal 0B Desem b er 2014 ;
5) Surat-surat terkait proses Perjanjian Kerjasama.
b. Dokumen Perjanjian dibuat untuk saling menjelaskan satu sama lain, dan jika terjadi pertentangan antara ketentuan dalam suatu dokumen dengan ketentuan dalam dokumen yang lain, maka yang berlaku adalah ketentuan dalam dokumen yang lebih tinggi berdasarkan urutan hierarki di atas.
Perjanjian ini ditandatangani oleh para pihak di daerah hukum Deli Serdang dalam rangkap 2 (dua) asli dengan meterai cukup serta masing-masing mempunyai kekuatan hukum sama.
5 Ibid hlm. 4
2. Tanggung Jawab PT. Xxxxxxx Sebagai Penyedia Jasa Transportasi Pada Bandara Kualanamu Jika Terjadi Keterlambatan Keberangkatan Penumpang
Penyelenggara pengangkutan, dalam hal ini pihak PT.Railink haruslah bertanggung jawab atas penumpang dan/atau barang yang diangkutnya ke tempat tujuan. Dalam pengangkutan penumpang haruslah berdasarkan perjanjian pengangkutan yang telah mereka sepakati sebelumnya yaitu dengan penumpang membeli tiket perjalanan. PT.Railink sebagai pihak pengangkut bertanggung jawab atas kerugian yang dialami penumpang pada saat proses pengoperasian kereta api atau pada saat perjalanan kereta api sedang berlangsung.
Dalam hukum pengangkutan, dikenal adanya prinsip-prinsip tanggung jawab di bidang angkutan.Prinsip-prinsip tanggung jawab ini berkaitan dengan tanggung jawab pengangkut untuk membayar ganti kerugian kepada pengguna jasa. Prinsip-prinsip tersebut antara lain, yaitu:6
1. Prinsip tanggung jawab berdasarkan atas kesalahan
Prinsip tanggung jawab berdasarkan kesalahan ini diatur dalam Pasal 1365 KUH Perdata yang mengatur ketentuan tentang perbuatan melawan hukum. Prinsip tanggung jawab atas kesalahan ini merupakan tanggung jawab yang harus dibuktikan oleh pihak yang menuntut ganti kerugian dalam ini adalah penumpang bahwa benar tanggung jawab yang harus dilaksanakan pihak pengangkut tersebut sebagai akibat dari kelalaian atau ketidak hati-hatian pihak pengangkut.
6 Xxxx Xxxxxxxx, 2009, Hukum Pengangkutan Darat (jalan dan kereta api), Jakarta. Universitas Trisakti. hlm.25.
Pada pengangkutan kereta api, penyelenggara sarana perkeretaapian bertanggung jawab terhadap pengguna jasa yang mengalami kerugian luka- luka, atau meninggal dunia yang disebabkan oleh pengoperasian pengangkutan kereta api.
2. Tanggung jawab karena Praduga
Menurut prinsip ini, pengangkut dianggap selalu bertanggung jawab atas setiap kerugian yang timbul dari pengangkutan yang diselenggarakannya. Akan tetapi, jika pengangkut dapat membuktikan bahwa ia tidak bersalah, maka ia dibebaskan dari tanggung jawab membayar ganti kerugian.
3. Tanggung jawab Mutlak
Menurut prinsip ini, pengangkut harus bertanggung jawab atas setiap kerugian yang timbul dalam pengangkutan yang diselenggarakannya tanpa keharusan pembuktian ada tidaknya kesalahan pengangkut.Prinsip ini tidak mengenal beban pembuktian.
Berdasarkan ketentuan Pasal 157 dan 158 Undang-Undang No. 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian bahwa penyelenggara kereta api wajib mengasuransikan tanggung jawabnya terhadap pengguna jasa (penumpang) yang mengalami kerugian, luka-luka, atau meninggal dunia yang disebabkan oleh pengoperasian pengangkutan kereta api. Oleh karena itu PT.Railink sebagai pihak penyelenggara pengangkutan memiliki tanggung jawab terhadap penumpang yang memilih kereta api railink sebagai alat transportasinya. Tanggung jawab yang diberikan railink berupa asuaransi bagi penumpang
terhadap kerugian yang dialami penumpang baik luka-luka maupun yang meninggal dunia.7
Dalam pengangkutan yang diselenggarakan oleh PT.Railink tidak hanya tanggung jawab berupa asuransi terhadap penumpang saja yang diberikan. Namun PT.Railink yang selanjutnya disebut sebagai pihak pengangkut juga mempunyai tanggung jawab antara lain, sebagai berikut:8
1. Pengangkut kereta api, berdasarkan perjanjian pengangkutan bertanggung jawab terhadap kerugian yang diderita oleh penumpang dalam jangka waktu pengangkutan.
2. Gangguan teknis, terlambat berangkat atau terlambat datang tidak menimbulkan hak menuntut ganti kerugian.
3. Penumpang yang terlambat masuk kereta api, tidak mempunyai hak untuk mendapat ganti harga karcis.
4. Penumpang tidak berhak untuk mendapat kembali harga karcis bila dia salah masuk ke dalam kereta api yang lain.
Pihak pengangkut yaitu PT.Railink memberikan tanggung jawab atas kerugian yang dialami penumpang karena memang sudah kewajiban PT.Railink sebagai pihak pengangkut untuk bertanggung jawab. Namun harus diperhatikan juga faktor kesalahannya atau penyebabnya. Kerugian yang dialami penumpang haruslah karena kesalahan pihak pengangkut dan terjadi selama perjalanan kereta api atau dalam proses pengoperasian pengangkutan. Namun, sampai saat ini
7 Ibid hlm. 28
8 Xxxxx Xxxxxxxxx dengan Xxxxx Xxxxxxxxx sebagai Tim Leader Customer Service PT. Angkasa Pura II Bandar Udara Kualanamu Pada Hari Rabu 17 Oktober 2018 Pukul. 11.30.Wib.
belum pernah terjadi keterlambatan atau kerugian yang dialami penumpang yang menggunakan kereta apai sebagai antar moda ke Bandara Kualanamu.9
Penumpang juga harus mampu memperlihatkan kepada pihak pengangkut tiket perjalanannya sebagai bukti bagi pihak pengangkut bahwa benar ia sebagai penumpang kereta api railink yang berhak mendapatkan perlindungan hukum. Apabila kerugian yang dialami penumpang bukan berasal dari pihak pengangkut, maka PT.Railink tidak harus bertanggung jawab atas kerugian tersebut. Pengangkut dapat menentukan dalam perjanjian bahwa pengangkut tidak bertanggung jawab atas kehilangan atau kerusakan barang bawaan penumpang, kecuali terbukti bahwa kerusakan atau kehilangan barang bawaan penumpang tersebut disebabkan oleh kesalahan pengangkut atau kelalaian karyawannya.
Demikian juga halnya dengan yang dilakukan oleh PT.Railink, PT.Railink tidak bertanggung jawab atas kerusakan atau kehilangan barang bawaan penumpang. Hal ini dikarenakan pihak railink telah menyediakan bagasi atau tempat meletakkan barang tidak jauh dari tempat duduk penumpang, hal itu berarti bahwa barang bawaan penumpang masih dapat diawasi atau dilihat oleh penumpang itu sendiri.Barang bawaan penumpang tersebut haruslah dijaga sendiri oleh penumpang. Meskipun demikian pihak PT.Railink sebagai pengangkut juga memberikan bantuan kepada penumpang yaitu dengan memutar CCTV di areal stasiun dan kereta api untuk membantu penumpang mengetahui karena apa dan siapa penyebab kerusakan dan kehilangan tersebut. Tetapi apabila kerusakan atau kehilangan barang bawaan penumpang terbukti karena kesalahan pengangkut maka pihak pengangkut bertanggung jawab untuk mengganti kerugian berupa
9 Ibid
ganti rugi terhadap barang penumpang sesuai dengan harga atau nilai barang tersebut.
Resiko dalam proses pengoperasian pengangkutan dapat terjadi kapan saja. Persoalan yang sering terjadi adalah siapakah yang bertanggung jawab atas segala resiko dan kerugian yang disebabkan karena keadaan memaksa atau force majeur. Ketika kerugian atau resiko terjadi karena keadaan memaksa atau sering terjadi karena bencana alam, maka yang bertanggung jawab tetaplah pihak pengangkut dalam hal ini adalah PT. Railink.
Force Majeure adalah hal-hal yang terjadi bukan karena kehendak para pihak dan/atau hal-hal yang terjadi di luar kekuasaan manusia untuk mengatasinya yang secara langsung mempengaruhi pelaksanaan Perjanjian ini termasuk tetapi tidak terbatas pada kebakaran, banjir, gempa bumi, angin topan, kerusuhan massa, pemberontakan, perang dan huru-hara akibat politik, sehingga salah satu pihak atau para pihak tidak dapat melaksanakan hak dan kewajibannya.10
Jaminan atas keselamatan penumpang ditutup asuransinya oleh pengangkut kepada perusahaan asuransi kerugian dengan membayar premi yang penumpang ia bayarkan melalui pembelian tiket. Premi tersebut dipungut dari penumpang, premi tersebut ditambahkan dengan harga karcis. Pada PT.Railink, jaminan atas keselamatan penumpang ditutup asuransinya oleh perusahaan asuransi PT.Jasa Rahaarja dan PT.Jasa Raharja Putera. Perusahaan asuransi inilah yang akan memberikan ganti kerugian kepada penumpang.11
10 Perjanjian Kerja Sama Sewa Menyewa Ruangan dan Pemanfaatan tanah dan lahan PT. Angkasa Pura II Dengan PT. Railink. hlm. 16
00Xxxxx Xxxxxxxxx dengan Xxxxx Xxxxxxxxx sebagai Xxx Leader Customer Service PT. Angkasa Pura II Bandar Udara Kualanamu Pada Hari Rabu 17 Oktober 2018 Pukul. 11.30.Wib
Bila mengalami musibah dalam pengangkutan, maka penanggung memberikan santunan sebagai berikut:12
a. Biaya pengobatan dan perawatan hingga sembuh bagi penumpang yang mengalami luka-luka.
b. Biaya pengobatan dan perawatan hingga sembuh serta sejumlah uang santunan bagi penumpang yang menjadi cacat permanen.
c. Santunan dengan sejumlah uang diberikan kepada asli waris dari penumpang yang meninggal dunia.
Pihak pengangkut bertanggung jawab sepenuhnya atas keselamatan penumpang, yaitu sejak penumpang berada di atas kereta api dari suatu stasiun asal ke stasiun tujuan. Penumpang yang mengalami kerugian dapat mengklaim asuransinya kepada pihak pengangkut, namun terlebih dahulu pihak pengangkut memastikan tentang adanya kecelakaan tersebut dan melaporkannya ke kantor polisi. Lalu penumpang dapat mengklaim asuransinya dengan lebih dulu menunjukkan tiket perjalanannya sebagai bukti bagi ia agar dapat perlindungan dari pihak pengangkut. Setelah tiket yang ia tunjukkan barulah penumpang harus melengkapi data-data seperti KTP sebagai keperluan untuk mengklaim asuransi.
Dalam mendapatkan haknya, penumpang juga harus membawa bukti lain berupa surat keterangan dokter, kwitansi pembayaran perobatan dan lain-lain yang dianggap perlu untuk mrngklaim asuransinya. Hal tersebutlah menjadi bukti bagi perusahaan asuransi untuk memberikan santunan atau sejumlah uang sebagai ganti kerugian kepada pihak penumpang.
12 Xxxxxx Xxxxx, 2007, Mengenal Asuransi Angkutan Darat dan Udara, Jakarta. Djambatan, hlm.57.
3. Proses Penyelesaian Jika Terjadi Pelanggaran Perjanjian Kerja Sama Antara PT. Angkasa Pura II Dengan PT. Railink Penyedia Jasa Transportasi Antar Moda Ke Bandara Kualanamu
Dalam kehidupan sehari-hari terlebih didunia bisnis, pada dasarnya setiap orang yang melakukan perjanjian (kontrak) yang telah disepakati oleh para pihak tentu menghendaki segala sesuatu berjalan dengan baik, dilaksanakan secara sukarela atau dengan itikad baik tanpa adanya masalah yang timbul dalam perjanjian tersebut terlebih berupa sengketa. Akan tetapi pada kenyataannya dalam suatu perjanjian tidak memungkinkan timbulnya suatu permasalahan atau sengketa.
Para pihak dalam suatu perjanjian perlu mempersiapkan diri untuk menghadapi masalah dan atau sengketa sehingga tetap dapat menjaga kepentingannya. Dengan mengetahui beberapa segi pentingnya penyelesaian sengketa, para pihak di harapkan akan memiliki dasar pertimbangan untuk menggunakan penyelesaian sengketa secara tepat.
Untuk mengatasi penyelesaian perselisihan sengketa yang terjadi diantara para pihak yakni dapat dilakukan melalui dua pola penyelesaian sengketa yaitu pertama penyelesaian sengketa melalui jalur pengadilan (litigasi) dan yang kedua penyelesaian sengketa melalui alternatif penyelesaian sengketa (non litigasi).13 Beberapa lembaga dalam lembaga penyelesaian sengketa alternatif di luar pengadilan adalah sebagai berikut:
13 Xxxxxxxx Xxxx, 2010, Penyelesaian Sengketa Diluar Pengadilan, Yogyakarta. Pustaka Yustisia, hlm. 8
1. Negosiasi
Adalah proses konsensual yang digunakan para pihak untuk memperoleh kesepakatan di antara mereka yang bersengketa. Negosiasi dijadikan sarana bagi mereka yang bersengketa untuk mencari solusi pemecahan masalah yang mereka hadapi tanpa melibatkan pihak ketiga sebagai penengah. Negosiasi biasanya digunakan dalam kasus yang tidak terlalu pelik, di mana para pihak beritikad baik untuk secara bersama-sama memecahkan persoalannya.14
Negosiasi dilakukan jika komunikasi antara pihak masih terjalin dengan baik, masih ada rasa saling percaya dan ada keinginan baik untuk mencapai kesepakatan serta menjalin hubungan baik. 15 Negosiasi adalah sarana paling banyak digunakan. Sarana ini, telah telah dipandang sebagai sarana yang paling efektif. Negosiasi adalah cara penyelesaian sengketa yang palng dasar dan paling tua digunakan. Penyelesaian melalui negosiasi merupakan cara yang paling penting, karena penyelesaian melalui negosiasi paling mudah dilakukan dan mudah untuk mendapatkan kesepakatan para pihak yang bersengketa. Banyak sengketa diselesaikan setiap hari oleh negosiasi ini tanpa adanya publisitas atau menarik perhatian publik.16
2. Mediasi
Adalah proses negosiasi pemecahan masalah, di mana pihak luar yang tidak memihak bekerja sama dengan pihak yang bersengketa untuk mencari kesepakatan bersama. Mediator tidak berwenang untuk memutus sengketa, tetapi
hlm. 201
14 Ibid hlm. 9
15 Ibid. hlm. 10
16Xxxxx Xxxxx, 2011, Hukum Perdagangan Internasional, Jakarta. Raja Grafindo Persada.
hanya membantu para pihak untuk menyelesaiakan persoalan-persoalan yang dikuasakan padanya.17
Hampir sama dengan pengertian tersebut, menurut Xxxx Xxxxxxxxxx, mediasi adalah proses negosiasi pemecahan masalah di mana pihak luar yang tidak memihak (impartial) dan netral tetap bekerja dengan pihak yang bersengketa untuk membantu mereka memperoleh kesepakatan perjanjian dengan memuaskan.18
Tujuan mediasi adalah tidak untuk menghakimi salah atau benar namun lebih memberikan kesempatan kepada para pihak untuk menemukan jalan keluar dan pembaharuan perasaan, melenyapkan kesalahpahaman, menentukan kepentingan yang pokok, menemukan bidang-bidang yang mungkin dapat persetujuan dan menyatukan bidang-bidang tersebut menjadi solusi yang disusun sendiri oleh para pihak.19 Ketika para pihak gagal menyelesaikan sengketanya melalui mediasi, mereka masih dapat menyerahkan ke forum yang mengikat yaitu penyelesaian melalui hukum, yaitu pengadilan. Sedangkan yang menjadi Mediator dalam menyelesaikan perselisihan secara mediasi adalah kesepakatan para pihak namun, tidak memiliki hubungan kekeluargaan antara para pihak yang akan melakukan penyelesaian secara mediasi.
3. Konsiliasi
Jika pihak yang bersengketa tidak mampu merumuskan suatu kesepakatan dari pihak ketiga yang mengajukan usulan jalan keluar sebagai penyelesaian, proses ini disebut dengan konsiliasi. Proses penyelesaian model ini mengacu pada
17 Ibid hlm. 202
18 Gari Good Paster, 1995, Arbitrase di indonesia, Jakarta. Ghalia Indonesia. hlm. 11
19 Xxxxx Xx. 2003, Hukum Kontrak, Teori & Tekhnik Penyusunan Kontrak, Jakarta. Penerbit Sinar Grafika. hlm. 157
pola penyelesaian secara konsensus, yaitu pihak netral dapat berperan secara aktif ataupun secara pasif. Pihak yang bersengketa harus menyatakan persetujuan atas usulan pihak ketiga tersebut dan menjadikannya sebagai kesepakatan dalam penyelesaian sengketa.
Konsiliasi bisa juga diselesaikan oleh seorang individu atau suatu badan yang disebut dengan komisi konsiliasi. Komisi konsiliasi bisa yang sudah terlembaga atau ad hoc (sementara) yang berfungsi untuk menetapkan persyaratan-persyaratan penyelesaian yang diterima oleh para pihak. Namun, putusannya tidaklah mengikat para pihak.20
4. Arbitrase
Arbitrase adalah penyerahan sengketa secara sukarela kepada pihak ketiga yang netral. Pihak ketiga ini bisa individu, arbitrase terlembaga atau arbitrase sementara. 21 Para pihak sepakat menyetujui untuk menyelesaiakan sengketa kepada pihak yang netral. Dalam arbitrase, para pihak memilih sendiri pihak yang bertindak sebagai hakim dan hukum yang diterapkan. Arbiter hakikatnya merupakan hakim swasta sehingga mempunyai kompetensi untuk membuat putusan terhadap sengketa yang terjadi. Putusan yang dimaksud bersifat final and binding, serta merupakan win-loss solution.
Penyelesaian sengketa yang terjadi karena wanprestasi maupun karena perbuatan melawan hukum dapat diselesaiakan melalui jalur diluar pengadilan seperti yang telah dijelaskan di atas. Namun, pada kenyataannya belum tentu cara penyelesaian tersebut menghasilkan susuatu yang baik, bisa saja para pihak tetap tidak mau berdamai menyelesaikan sengketa dan perselisihan diantara mereka,
20 Xxxxx Xxxxx Op Cit hlm. 205
21 Ibid hlm.206
dengan kata lain maka sengketa atau permasalahan yang dihadapi masuk kepada proses hukum di Pengadilan Negeri yang berwenang mengadili perkara tersebut.
Adapun pelaksanaan acara perdata secara garis besar dapat digambarkan sebagai berikut; yaitu Pihak penggugat (yang merasa dirugikan) mengajukan surat gugatan kepada Kantor Panitera Pengadilan Negeri setempat. Berdasarkan surat gugatan tersebut, Juru sita menyampaikan sebuah surat pemberitahuan kepada pihak tergugat (yang menimbulkan kerugian) yang isi pokoknya menyatakan, bahwa pihak tergugat harus datang menghadap ke Kantor Pengadilan untuk diperiksa oleh hakim dalam suatu perkara keperdataan seperti yang disebutkan dalam surat pemberitahuan tersebut.22
Pada masa sekarang ini, berdasarkan surat gugatan dari pihak penggugat, hakim memanggil kedua pihak (penggugat dan tergugat) untuk datang menghadap ke sidang pengadilan yang akan melakukan pemeriksaan dalam perkara perdata seperti yang dijelaskan dalam surat gugatan tersebut. Pengajuan permohonan gugatan oleh penggugat dilakukan baik secara tertulis di atas kertas yang bermaterai, maupun disampaikan secara lisan kepada Ketua Pengadilan Negeri setempat. Pada waktu mengajukan gugatan, pihak penggugat diharuskan membayar sejumlah uang yang telah ditentukan kepada panitera Pengadilan Negeri untuk ongkos perkara yang bersangkutan, namun dapat juga dibebaskan jika penggugat tersebut tidak mampu membayar.
Apabila kedua pihak telah hadir pada hari yang telah ditentukan, hakim membuka sidang pengadilan. Mula-mula dalam sidang pengadilan itu, Ketua Pengadilan berusaha untuk mendamaikan kedua pihak yang bersengketa. Jika
22 C.S.T Kansil. 1986, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia. Jakarta.
PN.Balai Pustaka. hlm. 331
tercapai perdamaian, maka dibuatlah akte perdamaian yang isinya harus dilaksanakan oleh kedua pihak tersebut. Namun, jika pihak-pihak yang berpekara itu tidak dapat didamaikan lagi, maka hakim lalu membacakan surat gugatan yang telah diajukan oleh penggugat, dan kemudian hakim memeriksa baik penggugat maupun tergugat. Selama pemeriksaan masih berlangsung, masing-masing pihak diperkenankan mengajukan saksi-saksi untuk menguatkan kebenarannya. Sebelum memberikan kesaksiannya, para saksi itu terlebih dahulu harus mengangkat sumpah.
Ketua Pengadilan setelah selesai mendengarkan dan mempertimbangkan segala sesuatu yang berkenaan dengan perkara tersebut (keterangan kedua pihak yang berpekara, saksi-saksi dan bukti-bukti yang dikemukakan dalam sidang pengadilan), maka Ketua Pengadilan akan memutuskan siapa yang benar, yang sifatnya menerima gugatan dan berarti penggugat yang menang ataupun menolak gugatan yang berarti pihak penggugat dikalahkan. Pihak yang dikalahkan wajib membayar ongkos-ongkos perkara.23
Hakim pengadilan dapat mengadili dan memutuskan suatu perkara tanpa hadirnya pihak tergugat, dalam hal pihak tergugat tidak hadir pada hari pemeriksaan walaupun ia telah dipanggil dengan sepatutnya. Pihak tergugat terhukum juga dapat mengajukan perlawanan terhadap putusan tanpa hadirnya tergugat. Namun, dalam hal putusan dijatuhkan oleh hadirnya kedua belah pihak maka masing-masing pihak harus menerima putusan tersebut, jika tidak menerima dapat melakukan upaya hukum, namun akan memakan proses dan waktu yang lebih lama dan juga biaya yang lebih banyak.
23 Ibid hlm.332
Dalam perjanjian kerja sama pemanfaatan fasilitas komersial antara PT. Angkasa Pura II dengan PT. Railink, dibuat secara tertulis, perjanjian maupun perubahannya (termasuk lampiran perjanjian) diatur dan tunduk pada hukum serta hanya dapat ditafsirkan menurut dan berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku di Republik lndonesia.
Perselisihan yang timbul akibat pelaksanaan perjanjian akan diselesaikan oleh para pihak secara musyawarah untuk mencapai mufakat, paling lambat 14 (empat belas) hari. Apabila dengan cara musyawarah dan mufakat sebagaimana dimaksud tidak tercapai, maka para pihak sepakat untuk menyelesaikan perselisihan tersebut di Pengadilan Negeri tempat Bandara atau lokasi obyek perjanjian berada.24
Segala akibat yang timbul dalam pelaksanaan perjanjian kerjasama, para pihak memilih tempat kedudukan hukum (domisili) yang tetap dan umum di Pengadilan Negeri tempat fasilitas komersial yang menjadi obyek perjanjian berada. Dalam hal terjadi perselisihan dan masih dalam proses penyelesaian, para pihak tetap wajib memenuhi kewajibannya sebagaimana diatur dalam perjanjian.
B. Hasil Pembahasan
1. Hak Dan Kewajiban Para Pihak Dalam Perjanjian Kerja Sama Antara PT. Angkasa Pura II Dengan PT. Railink Penyedia Jasa Transportasi
Hak dan kewajiban dalam perjanjian kerja sama sewa menyewa ruangan, pemanfaatan tanah dan konsesi usaha antara PT. Angkasa Pura II dengan PT. Railink sebagaimana tersebut Mitra Usaha bersedia membayar biaya sewa pemanfaatan ruang dan tanah serta membayar imbalan konsesi sebagaimana diatur pada perjanjian kerja sama sewa menyewa pemanfaatan ruang dan tanah yang dibuat dan disepakati masing-masing pihak.
24 Perjanjian Kerja Sama Sewa Menyewa Ruangan dan Pemanfaatan tanah dan lahan PT. Angkasa Pura II Dengan PT. Railink hlm. 17
Dalam pelaksanaan perjanjian sewa menyewa pemanfaatan ruang dan tanah dalam hal ini berupa sewa ruangan dan dan sewa tanah untuk jasa angkutan yang akan dikelola oleh PT Railink merumuskan suatu hak dan kewajiban yang akan diterima dan dilaksanakan oleh masing-masing pihak. Adapun yang menjadi hak-hak yang akan diterima oleh pihak yang menyewakan dalam hal ini Mitra Usaha PT. Railink yaitu:25
1. Besaran biaya sewa fasilitas komersil atau kompensasi pemanfaatan tanah/lahan diperhitungkan dengan tariff sebagaimana tersebut pada head of agreement, belum termasuk pajak dan biaya pemakaian utilitas komersial antara lain;
a. Pajak pertambahan Nilai (PPN);
b. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB);
c. Biaya pemakaian listrik;
d. Biaya pemakaian air; dan/atau
e. Fasilitas penunjang usaha Mitra Usaha lainnya.
2. Biaya Sewa Fasilitas Komersial atau Kompensasi PemanfaatanTanah/Lahan diperhitungkan sejak tanggal yang ditetapkan dalam Head of Agreement
3. Cara pembayaran Biaya Sewa Fasilitas Komersial atau Kompensasi PemanfaatanTanah/Lahan adalah sebagairnana ditetapkan dalam Head of Agreement;
4. Mitra wajib mengirirn bukti setor pembayaran Biaya Sewa Fasilitas Komersial atau Kompensasi PemanfaatanTanah/Lahan kepada PT AP II dalam waktu paling lambat 3 (tiga) hari kerja setelah Mitra Usaha melakukan pembayaran, kecuali pembayaran melalui debet Jaminan Pembayaran pada Rekening Deposit Mitra Usaha.
Hal-hal yang menjadi kewajiban yang akan dilaksanakan oleh pihak yang menyewakan dalam perjanjian sewa menyewa ruangan pemanfaatan tanah yang terdapat di Bandar Udara Kualanamu Medan yaitu:
a. Dalam perjanjian sewa menyewa ruangan/pemanfaatan tanah ini kewajiban pihak yang menyewakan adalah menyerahkan ruangan dan tanah yang akan disewakan kepada Mitra Usaha yaitu PT. Railink untuk mengembangkan
25 Perjanjian Kerja Sama Sewa Menyewa Ruangan dan Pemanfaatan tanah dan lahan PT. Angkasa Pura II Dengan PT. Railink. hlm. 5
usaha yang akan dilakukan pihak penyewa di Bandar Udara Kualanamu Medan yang diserahkan dalam keadaan terpelihara.
b. Pihak yang menyewakan berkewajiban untuk menyediakan lampu penerangan dan AC sentral sesuai dengan standar yang telah ditetapkan oleh pihak;
c. PT. AP II dalam batas kewenangannya melakanakan tugas selaku pengelola bandara, dapat melakukan pengawasan, pemeriksaan, dan pengaturan terhadap kegiatan operasional Mitra Usaha di bandara selama melakukan usahanya,
Dalam hal pelaksanan pembayaran biaya sewa menyewa ruangan dan pemanfaatan tanah besaran biaya sewa pemanfaatan/ kompensasi fasilitas komersial diperhitungkan dengan tarif sebagaimana tersebut pada Head of Agreement, belum terrnasuk biaya pemakaian utilitas komersial dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Ketentuan mengenai pajak lainnya.
a. Biaya Sewa:
1) Tahun I: Rp 1.500.000.000,- (satu milyar lima ratus juta rupiah) (nilai belum termasuk biaya pemakaian utilitas komersial) biaya sewa ruangan Rp. 300.300.000 (tiga ratus juta tiga ratus ribu rupiah) per bulan dan Rp.
25.965.000 (dua puluh lima juta Sembilan ratus enam puluh lima ribu rupiah) per bulan untuk sewa pemanfaatan tanah/lahan;
2) Tahun II: Rp 1.800.000.000,- (satu milyar delapan ratus juta rupiah) (nilai belum termasuk biaya pemakaian utilitas komersial) ditambah nilai konsesi usaha pada tahun kedua sebesar Rp. 153.600.000 (serratus lima puluh tiga juta rupiah enam ratus ribu rupiah).
b. Diperhitungkan sejak tanggal 25 Juli 2013 sampai dengan 24 Juli 2015.
c. Cara pembayaran dilakukan adalah setiap1 (satu) bulan dibayarkan selambat lambatnya 14 (empat belas) hari kerja setelah faktur tagihan diterima Mitra Usaha.
d. lmbalan konsesi usaha untuk PT. AP II, diperhitungkan berdasarkan:
persentase, sebesar: 8 % per tahun.
Perjanjian yang dibuat oleh PT. Angkasa Pura II Dengan PT. railink berlaku selama dua tahun yaitu sejak tanggal 25 Juli 2013 sampai 24 Juli 2015. Dalam hal Mitra Usaha bermaksud memperpanjang perjanjian, maka wajib memberitahukan maksud tersebut kepada PT. Angkasa Pura II secara tertulis selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan sebelum masa berlaku perjanjian berakhir.
Dalam perjanjian apabila adanya kelalaian dalam hal pemenuhan hak dan kewajiban maka akan dikenakan sanksi dalam hal jika terjadi:26
a. Mitra Usaha terlambat melakukan pembayaran kewajiban berdasarkan perjanjian. Dengan tunggakan hutang lebih dari enam bulan atau memperoleh stiker berwarna merah 2 (dua) kali berturut-turut;
b. Mitra Usaha terlambat menyampaikan laporan pembukuan/catatan omzet atau laporan Mitra Usaha melewati tanggal tersebut Angka 4.4 syarat-syarat umum perjanjian ini selama 3 (tiga) bulan berturut-turut.
c. Mitra Usaha lalai atau secara sengaja tidak melaksanakan ketentuan- ketentuan yang diatur dalarn perjanjian.
d. PT AP II menerapkan dan/abu mensyaratkan penggunaan sistem aplikasi monitoring, E-POS (electronic point of sales/ atau SIGO (Sistem Informasi Kargo) atau sistem aplikasi monitoring lainnya, dalam aktifitas kegiatan usaha Mitra Usaha (namun Mitra Usaha tidak menyesuaikan (apabila Mitra Usaha telah memiliki sistem sendiri) atau tidak menggunakan, tidak mengoperasikan atau merusak peralatan e-POSISIGO atau sistem lainnya dimaksud.
e. Berdasarkan hasil evaluasi PT. AP II kegiatan usaha Mitra Usaha menganggu keamanan, keselamatan, kelancaran operasional bandara dan/atau kenyamanan pengguna bandara.
26 Perjanjian Kerja Sama Sewa Menyewa Ruangan dan Pemanfaatan tanah dan lahan PT. Angkasa Pura II Dengan PT. Railink. hlm. 12
f. Mitra Usaha tidak melaksanakan atau terlambat melaksanakan atau PT AP II tidak dapat melakukan pendebetan kewajiban Mitra Usaha sebagaimana diatur pada perjanjian.
Maka PT. AP II akan memberlakukan peringatan dan/atau sanksi sebagai berikut:
1) PT. AP II mengirimkan peringatan l (pertama);
2) 7 (tujuh) hari kalender setelah tanggal peringatan I (pertama) diterima Mitra Usaha, dan tidak ditanggapi positif oleh Mitra Usaha maka PT. AP II akan mengirimkan peringatan II (kedua) disertai dengan pengurangan fasilitas (pemutusan jaringan listrik dan atau jaringan fasilitas lainnya) yang digunakan Mitra Usaha;
3) 7 (tujuh) hari kalender setelah tanggal peringatan II (kedua) diterima Mitra Usaha, dan tidak ditanggapi positif oleh Xxxxx Xxxxx, maka PT. AP II akan mengirimkan peringatan 3 (ketiga) disertai dengan penyegelan terhadap fasilitas komersial yang disewa/dimanfaatkan oleh Mitra Usaha dan/atau pemutusan/pengakhiran perjanjian ini secara sepihak tanpa melalui perantara hakim dan mengeluarkan/memindahkan, dan/atau memusnahkan barang milik Mitra Usaha atau pihak lain yang terdapat dalam Fasilitas komersial ke tempat lain, dan/atau menyita/menjual aset Mitra Usaha sebagai kompensasi terhadap kewajiban pembayaran Mitra Usaha yang belum dilaksanakan kepada PT. AP II.
Segala biaya dan kerugian yang timbul akibat pengosongan, pemindahan dan atau pemusnahan barang-barang tersebut menjadi beban dan tanggung jawab Mitra Usaha sepenuhnya. Selanjutnya PT. AP II berhak mengalihkan hak pemanfaatan fasilitas komersial kepada pihak lain. Seluruh biaya serta akibat yang timbul dari dikenakannya sanksi menjadi resiko dan tanggung jawab Mitra Usaha sepenuhnya.
Dalam hal Mitra Usaha melanggar ketentuan yang berlaku dalam perjanjian kerjasama dan/atau peraturan dan prosedur yang berlaku di bandara yang berakibat pemutusan kerjasama, maka Mitra Usaha (baik perusahaan dan pemilik perusahaan) tidak diperkenankan untuk mengikuti seleksi dan/atau melakukan kerjasama dengan PT. AP II selama1 (satu) tahun sejak pemutusan kerjasama.
2. Perlindungan Hukum Penumpang Pengguna Jasa Antar Moda PT.
Railink ke Bandara Kualanamu
Perlindungan hukum merupakan salah satu upaya hukum yang diberikan pihak pengangkut untuk mengantisipasi apabila terjadi kerugian terhadap penumpang selama proses pengangkutan berlangsung. 27 Perlindungan hukum bertujuan mengintegrasikan dan mengkoordinasikan berbagai kepentingan dalam masyarakat karena dalam suatu lalu lintas kepentingan, perlindungan terhadap kepentingan tertentu hanya dapat dilakukan dengan cara membatasi berbagai kepentingan di lain pihak. Kepentingan hukum adalah mengurusi hak dan kepentingan manusia, sehingga hukum memiliki otoritas tertinggi untuk menentukan kepentingan manusia yang perlu diatur dan dilindungi.
Perlindungan hukum harus melihat tahapan yakni perlindungan hukum lahir dari suatu ketentuan hukum dan segala peraturan hukum yang diberikan oleh masyarakat yang pada dasarnya merupakan kesepakatan masyarakat tersebut untuk mengatur hubungan prilaku antara anggota-anggota masyarakat dan antara perseorangan dengan pemerintah yang dianggap mewakili kepentingan masyarakat.28
Menurut Xxxxxxxxx Xxxxxxx, perlindungan hukum adalah memberikan pengayoman terhadap hak asasi manusia (HAM) yang dirugikan orang lain dan perlindungan itu di berikan kepada masyarakat agar dapat menikmati semua hak- hak yang diberikan oleh hukum. Hukum dapat difungsikan untuk mewujudkan perlindungan yang sifatnya tidak sekedar adaptif dan fleksibel, melainkan juga
27 Xxxxxxxx Xxxxxxx, 2000, Ilmu Hukum, Bandung, PT. Citra Xxxxxx Xxxxx, hlm. 51
28 Ibid hlm. 54
prediktif dan antisipatif. Hukum dibutuhkan untuk mereka yang lemah dan belum kuat secara sosial, ekonomi dan politik untuk memperoleh keadilan sosial.29
Penumpang dapat diartikan seseorang (individu) dan satu perusahaan (kelompok) yang menggunakan jasa angkutan untuk suatu perjalanan tertentu dengan menggeluarkan sejumlah uang sebagai imbalan bagi pengangkut. Perlindungan terhadap penumpang dapat dilihat dari beberapa sisi, antara lain sebagai berikut:30
a. Perlindungan hukum terhadap barang angkutan berupa benda, dimana apabila terjadi kerugian terhadap barang tersebut perlindungan hukumnya adalah ganti kerugian atas kerusakan yang disebabkan oleh pihak pengangkut berupa pengembalian uang atau penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya.
b. Perlindungan hukum terhadap fisik yaitu penumpang itu sendiri, dimana kerugian yang ditimbulkan oleh pihak pengangkut maka perlindungan hukum yang didapatkan penumpang adalah berupa perawatan kesehatan, asuransi serta pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Aspek atau hal-hal yang perlu dilindungi dalam transportasi kereta api sama halnya juga dengan aspek atau hal-hal yang dilindungi dalam alat transportasi lainnya. Dimana perlindungan hukum yang diberikan kepada penumpang harus memperhatikan aspek-aspek yang harus dilindungi.
29 Ibid hlm. 55
30 Xxxxxxxx Xxxxx, 2000, Hukum Ekonomi Dalam Dinamika, Jakarta. Penerbit Djambatan, hlm.212
Adapun aspek-aspek perlindungan hukum bagi penumpang adalah sebagai berikut:31
a. Aspek keselamatan
Aspek keselamatan menjadi aspek yang utama yang harus dijamin oleh pihak penyelenggara angkutan atau penyelenggara transportasi kereta api. Pihak penumpang berhak untuk mendapatkan jaminan keselamatan dalam sebuah penyelenggaran angkutan. Aspek keselamatan tersebut berkaitan dengan keadaan fisik kereta api tersebut serta pemeliharaannya sehingga terpenuhilah suatu persyaratan bagi kereta api tersebut agar dapat dijalankan atau dioperasikan. Selain daripada itu aspek keselamatan ini juga berkaitan dengan sumber daya manusianya yang terlibat dalam proses penyelenggaraan angkutan tersebut. Dengan adanya keselamatan dalam suatu perjalanan maka terpenuhilah tujuan penyelenggaraan kereta api yang selamat, aman, nyaman, tertib, cepat dan lancar, tertib dan teratur (Pasal 3 Undang-Undang No. 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian).
b. Aspek keamanan
Keamanan dalam suatu perjalanan adalah suatu keadaan yang memberikan perlindungan atau jaminan kepada penumpang dari tindakan-tindakan yang dapat merugikan penumpang maupun pihak penyelenggara. Keamanan dalam suatu perjalanan tersebut maksudnya adalah aman dari berbagai jenis gangguan, baik gangguan dari luar maupun dari dalam atau bahkan baik pengguna teknis maupun non teknis. Dalam mewujudkan aspek keamanan ini, pihak angkutan kereta api wajib menjamin keamanan setiap
penumpangnya selama perjalanan kereta berlangsung.
31 Xxxx Xxxxxxxx, Op Cit hlm. 26
c. Aspek pelayanan
Aspek pelayanan ini sebagai indikator bagi calon penumpang yang akan menggunakan angkutan kereta api. Dimana pelayanan ini memberikan dampak positif bagi pihak pengangkut. Ketika seorang penumpang telah membayar tiket angkutan maka ia berhak mendapatkan pelayanan yang sesuai dari pihak pengangkut. Maka dari itu pihak pengangkut harus mengatur dengan baik masalah pembelian tiket hingga penentuan tempat duduk agar tidak ada dua penumpang duduk dalam satu tempat duduk atau agar displin tidak terjadi perebutan tempat duduk.
d. Aspek penentuan tarif atau ongkos
Tarif merupakan hal yang sangat penting juga bagi calon penumpang. Dimana tarif ini juga sebagai indikator untuk dijadikan pilihal oleh penumpang. Besarnya tarif biasanya sesuai dengan tingkat pelayanan atau fasilitas yang akan diterima oleh penumpang. Angkutan kereta api railink merupakan angkutan kereta api yang menetapkan tarif yang relatif tinggi/mahal tetapi sesuai dengan fasilitas yang diberikan oleh pihak pengangkut. Hal ini dikarenakan penumpang kereta api railink sebagian besar adalah golongan menengah keatas.
e. Aspek perjanjian pengangkutan
Salah satu unsur terpenting dalam rangka memberikan perlindungan penumpang transportasi kereta api adalah menyangkut aspek perjanjian pengangkutan. Dalam proses pengangkutan, pihak pengangkut memberikan tiket kepada penumpang sebagai tanda bukti bahwa terjadi suatu perjanjian antara kedua belah pihak, dimana tiket yang diberikan pihak pengangkut
dalam bentuk yang telah baku atau yang dikenal dengan perjanjian standard. Oleh karena tiket sebagai tanda bukti adanya suatu perjanjian maka haruslah ada jaminan bahwa adanya keseimbangan hak dan kewajiban diantara para pihak, baik pengangkut maupun penumpang.
f. Aspek perlindungan melalui asuransi
Pengangkutan melalui transportasi kereta api biasanya mengasuransikan diri mereka terhadap resiko-resiko yang mungkin akan timbul dalam penyelenggaraan kegiatan perjalanan kereta api, salah satunya mengasuransikan resiko tanggung jawab terhadap penumpang. Di Indonesia dikenal adanya asuransi wajib jasa raharja dimana asuransi ini yang membayar adalah penumpang itu sendiri melalui tiket yang dibayarkannya kepada pihak pengangkut dan pihak pengangkut hanyalah bertindak sebagai pihak pemungut saja.
g. Aspek pengajuan klaim
Kecelakaan tidak dapat dihindari dan dapat terjadi dalam suatu penyelenggaraan pengangkutan atau kegiatan perjalanan yang menimbulkan kerugian bagi penumpang. Oleh karena itu diperlukan perlindungan bagi penumpang, yaitu adanya prosedur pengajuan klaim yang mudah, cepat dan memuaskan. Maka dengan demikian penumpang atau ahli warisnya yang sudah jelas haknya tidak susah payah dan membayar biaya yang cukup mahal untuk mengajukan klaim. Biasanya penyelesaian yang digunakan dalam hal ini adalah penyelesaian sengketa diluar pengadilan karena dianggap lebih mudah dan tidak memerlukan waktu lama.
Dengan adanya aspek-aspek perlindungan hukum bagi penumpang transportasi kereta api untuk melindungi hak dan kewajiban sebagai penumpang dalam suatu alat pengangkutan. Serta adanya karcis atau tiket penumpang menjadi bukti bahwa penumpang tersebut menjadi tanggung jawab oleh penyelenggara pengangkutan. Dari hal tersebutlah penumpang memiliki hak untuk mendapatkan perlindungan hukum selama perjalanan kereta api berlangsung.
3. Proses Berakhirnya Perjanjian Kerja Sama Antara PT. Angkasa Pura II Dengan PT. Railink.
Perjanjian kerja sama dapat berakhir dengan sendirinya pada waktutertentu, setelah dihentikan dengan memperhatikan suatu tenggang tertentu. Meskipun perjanjian kerja sama merupakan suatu perjanjian yang konsensuil, namun oleh undang-undang diadakan perbedaan antara sewa tertulis. Pada dasarnya perjanjian sewa menyewa ruangan dan pemanfaatan lahan akan berakhir bila:
a. Berakhir sesuai dengan batas waktu yang ditentukan secara tertulis
Dalam perjanjian kerja sama sewa ruangan dan pemanfaatan tanah yang masa berakhirnya telah ditentukan secara tertulis, dengan sendirinya berakhir sesuai dengan batas waktu yang telah ditentukan para pihak. Jadi jika lama sewa ruangan sudah ditentukan dalam persetujuan secara tertulis, perjanjian sewa berakhir tepat pada saat yang telah ditetapkan. Pemutusan sewa dalam hal ini tidak perlu lagi diakhiri dengan surat lain.32
32 X. Xxxxx Xxxxxxx, Op Cit hlm. 238
b. Sewa ruangan yang berakhir dalam waktu tertentu yang diperjanjikan secara lisan.
Dalam hal ini berakhirnya sewa tidak disudahi sesaat setelah lewatnya batas waktu yang ditentukan. Melainkan setelah adanya pemberitahuan dari salah satu pihak yang menyatakan kehendak akan mengakhiri sewa. Pemberitahuan pengakhiran sewa tersebut harus memperhatikan jangkauan waktu yang layak menurut kebiasaan setempat. Batas waktu antara penghentian dengan pengakhiran inilah yang disebut jangka waktu penghentian. Jangka waktu penghentian tidak boleh terlampau pendek. Tetapi memberi jangka waktu yang layak memungkinkan pihak penyewa mempersiapkan segala sesuatu mengatasi akibat dari pengakhiran sewa.33
c. Pengakhiran sewa menyewa baik tertulis maupun dengan lisan yang tidak ditentukan batas waktu berakhirnya.
Dalam bentuk perjanjian sewa seperti ini, secara umum dapat disimpulkan bahwa penghentian dan berakhirnya berjalan sampai pada saat yang dianggap pantas oleh kedua belah pihak. Atau batas waktu pengehentian yang selayaknya ini berpedoman kepada kepatutan dan kebiasaan setempat. Misalnya pengakhiran sewa berjangka waktu seminggu seperti pada sewa menyewa penginapan ditempat rekreasi, dapat juga dengan jangka waktu sebulan tergantung pada pemakaian barang yang bersangkutan. Hal ini dikemukakan karena undang-undang tidak mengatur cara pengakhiran perjanjian sewa tanpa batas waktu.
33 Ibid., hlm. 239.
d. Ketentuan khusus pengakhiran sewa.
Berdasarkan ketentuan Pasal 1579 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menentukan bahwa: “Pihak yang menyewakan tidak boleh mengakhiri sewa dengan menyatakan hendak memakai sendiri barang yang disewakan, kecuali jika telah diperjanjikan. Namun apabila ketentuan seperti ini tidak disebut dalam persetujuan, maka pihak yang menyewakan tidak dapat mempergunakan alasan tersebut”.
Dalam perjanjian kerjasama sewa ruangan dan pemanfaatan tanah/lahan antara PT. Angkasa Pura II dengan PT. Railink.
1. Perjanjian berakhir bila:34
a. Jangka waktu perjanjian sebagaimana tersebut dalam Head of Agreement
telah berakhir;
b. Salah satu pihak atau para pihak dinyatakan pailit atau bangkrut oleh Keputusan Pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap;
c. Pemerintah/lnstansi berwenang tidak memperkenankan lagi terlaksananya atau diteruskannya perjanjian ini;
d. Dibatalkan/diakhiri oleh PT AP II karena Mitra Usaha terbukti telah melakukan korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) baik dalam proses negosiasi, persetujuan maupun dalam pelaksanaan perjanjian;
e. Pengenaan sanksi sebagaimana diatur pada angka 14;
f. Mitra Usaha atas kehendak sendiri mengajukan perrnohonan pengakhiran perjanjian sebelum berakhirnya jangka waktu; sebagaimana ditentukan dalam Head of Agreement. Untuk itu sekurang-kurangnya 60 (enam puluh) hari sebelum pengakhiran perjanjian, Mitra Usaha wajib memberitahukan maksudnya kepada PT. AP II secara tertulis. Sebagai konsekuensi penghentian perjanjian sepihak oleh Xxxxx Xxxxx, maka Xxxxx Xxxxx tidak
34 Perjanjian Kerja Sama Sewa Menyewa Ruangan dan Pemanfaatan tanah dan lahan PT. Angkasa Pura II Dengan PT. Railink hlm. 8
dapat menuntut biaya-biaya yang telah dibayarkan kepada PT. AP II dan Mitra Usaha wajib menyelesaikan seluruh hak dan kewajiban yang timbul sebelum perjanjian diakhiri;
g. Dalam masa perjanjian, kepentingan operasional bandara antara lain penataan/pengembangan bandara, keamanan dan keselamatan penerbangan, mengharuskan PT AP II menutup sebagian atau seluruh lokasi fasilitas komersial yang dimanfaatkan Mitra Usaha dan berdampak pada terminasi sebagian atau seluruh perjanjian, maka PT. AP II akan memberitahukan maksud tersebut secara tertulis kepada Xxxxx Xxxxx. Para pihak dapat rnenyepakati penyelesaian perrnasalahan akibat terminasi perjanjian tersebut;
h. Keadaan force majeure berlangsung lebih dari 30 (tiga puluh) hari.
2. Pengakhiran perjanjian karena kondisi sebagaimana tersebut pada huruf b, c, d, e, dan h, dilakukan melalui pemberitahuan tertulis oleh PT AP II kepada Mitra Usaha dan berlaku terhitung sejak tanggal yang ditetapkan dalam surat pemberitahuan.
3. Pengakhiran/pembatalan perjanjian dimaksud diatas tidak mengurangi hak dan kewajiban para pihak untuk menyelesaikan segala kewajiban yang timbul sebelum perjanjian diakhiri/dibatalkan. Dalam hal perjanjian berakhir karena kondisi sebagaimana tersebut para pihak sepakat menetapkan PT. AP II sebagai kreditur yang didahulukan pernbayarannya.
4. Pengakhiran perjanjian karena kondisi sebagaimana tersebut pada angka 1 huruf f dan g, berlaku terhitung sejak ditandatanganinya berita acara pengakhiran perjanjian oleh para pihak. Pengakhiran perjanjian dimaksud
tidak mengurangi hak dan kewajiban para pihak untuk menyelesaikan segala kewajiban yeng timbul sebelum perjanjian diakhiri.
5. Dalam waktu 14 (empat belas) hari kalender terhitung sejak tanggal akhir perjanjian atau jangka waktu tertentu (yang wajar) sesuai kesepakatan para pihak, Mitra Usaha diwajibkan menyerahkan fasilitas komersial yang disewa/dimanfaatkan kepada PT. AP II dalam keadaan baik dengan kondisi sekurang-kurangnya seperti saat dimulainya perjanjian, kecuali kemunduran karena usia dan atau kondisi setelah dilakukan perubahan sesuai ketentuan yang diatur dalam perjanjian, yang dituangkan dalam berita acara serah terima pengembalian fasilitas kornersial yang ditandatangani oleh para pihak
6. Apabila tenggang waktu tersebut pada angka 4 terlampaui dan Mitra Usaha belum menyerahkan fasilitas komersial yang disewa/dimanfaatkan, maka dengan ditandatanganinya perjanjian, Mitra Usaha menyatakan secara tegas memberi kuasa penuh kepada PT. AP II untuk melakukan pemindahan barang yang berada pada fasilitas komersial yang disewa/dimanfaatkan Mitra Usaha dan,/atau pemusnahan fasilitas usaha Mitra Usaha jika status fasilitas usaha tidak menjadi milik PT. AP II pada saat berakhirnya perjanjian), dengan biaya menjadi tanggung jawab Mitra Usaha sepenuhnya.
7. Apabila dalam waktu 14 (empat belas) hari setelah barang dipindahkan sebagaimana dimaksud pada angka.5 Mitra Usaha tidak mengarnbil barang tersebut maka dengan ditandatanganinya perjanjian, para pihak sepakat bahwa PT. AP II memiliki hak retensi dan/atau Mitra Usaha menyatakan secara tegas memberi kuasa penuh kepada PT. AP II untuk memusnahkan barang-barang yang telah dipindahkan tersebut antara lain dengan cara
menjual dan/atau melelang barang-barang tersebut dan hasilnya dapat diperhitungkan dengan kewajiban Mitra Usaha.
8. Apabila perjanjian berakhir oleh sebab apapun dan tidak ditentukan lain dalam dokumen terkait perjanjian, maka fasilitas usaha yang dibangun/ditempatkan/dilekatkan oleh Mitra Usaha pada fasilitas komersial milik PT. AP II, antara lain:
a. Bangunan sipil (konstruksi, plafond, lantai, dan lain-lain)
b. lnstalasi listrik (AC, dan lain-lain);
c. Jaringan telepon;
d. lnstalasi air;
e. Barang yang melekat secara permanen,
Menjadi milik PT. Angkasa Pura II tanpa kompensasi dalam bentuk apapun, dan wajib diserahkan kepada PT. Angkasa Pura II dalam waktu 14 (empat belas) hari setelah berakhimya perjanjian.
9. Serah terima fasilitas usaha Mitra Usaha. tersebut pada angka 7 dilaksanakan secara tertulis dalarn suatu berita acara serah terima pengembalian fasilitas (komersial yang ditandatangani oleh para pihak yang merupakan bagian tidak terpisahkan dengan perjanjian. Mitra Usaha menjamin dan menyatakan bertanggung jawab sepenuhnya bahwa pada saat serah terima fasilitas kornersial dan/atau fasilitas usaha bebas dari hak-hak pihak lain yang membebaninya.
10. Untuk keperluan tindakan PT. Angkasa Pura II sebagaimana tersebut pada angka 5, 6 dan 8, Mitra Usaha membebaskan PT. Angkasa Pura II untuk waktu sekarang dan seterusnya dari segala gugatan atau tuntutan baik dari
Mitra Usaha atau pihak lain yang bertindak untuk dan atas nama Mitra Usaha dalam bentuk apapun.
11. Untuk keperluan pengakhiran perjanjian, PT. Angkasa Pura II dan Mitra Usaha sepakat dan setuju mengesampingkan ketentuan Pasal 1266 dan Pasal 1267 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata lndonesia.
Berdasarkan Perjanjian berlaku selama dua tahun yaitu sejak tanggal 25 Juli 2013 sampai 24 Juli 2015. Dalam hal Mitra Usaha bermaksud memperpanjang perjanjian, maka wajib memberitahukan maksud tersebut kepada PT. Angkasa Pura II secara tertulis selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan sebelum masa berlaku perjanjian berakhir.
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
1. Prosedur pelaksanaan dan bentuk perjanjian kerja sama PT. Angkasa Pura II melakukan kerja sama dengan PT. XXX dan menghasilkan PT. Railink, PT. Angkasa Pura II menyediakan fasilitas dan PT. KAI menyediakan Akomodasi kereta api Hal ini dapat dilihat bahwa pelaksanaan perjanjian sudah memenuhi syarat sahnya dalam perjanjian sebagaimana yang telah diatur dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Pasal 1338 tentang Asas Kebebasan Berkontrak yaitu sepakat bagi para pihak yang membuatnya dengan itikad baik.
2. Tanggung jawab PT. Xxxxxxx sebagai penyedia jasa transportasi yang bekerja sama dengan PT. Angkasa Pura II jika terjadi keterlambatan terhadap penumpang adalah dengan memberikan ganti kerugian PT. Railink oleh penumpang terhadap keterlambatan kereta api bandara adalah berupa kompensasi, dimana kompensasi merupakan segala sesuatu yang diterima penumpang, dapat berupa fisik maupun non fisik dalam upaya perusahaan untuk memperoleh keseimbangan/mengurangi kekecewaan dari suatu kejadian sehingga terbentuk kepuasan pelanggan. Bahwa ganti rugi hanya diberikan terhadap penumpang yang memiliki tiket kereta api bandara dan telah memenuhi syarat dan ketentuan sebagaimana telah ditetapkan.
3. Proses penyelesaian jika terjadi pelanggaran perjanjian kerja sama antara PT. Angkasa Pura II dengan PT. Railink penyedia jasa transportasi antar moda ke bandara kualanamu adalah para pihak sepakat untuk diselesaikan secara
musyawarah untuk mufakat dengan jangka waktu paling lama satu bulan apabila terjadi perbedaan pendapat yang berkaitan dengan perjanjian. Selain itu apabila tidak dapat diselesaikan dalam batas waktu tersebut maka para pihak sepakat untuk diselesaikan melalui jalur pengadilan di Republik Indonesia dimana objek perjanjian berada.
B. Saran
Saran-saran yang hendak diketahui sebelum melakukan kontrak kerjasama
yaitu:
1. Sebaiknya pihak perusahaan atau pelaku usaha yang ingin melakukan kerjasama kepada pihak Bandar Udara Kualanamu harus memenuhi ketentuan yang dibuat, oleh PT. Xxxxxxx Xxxx XX sebagai pihak pengelola agar dapat menjalin kerja sama dengan tidak melanggar peraturan perundang- undangan dan peraturan yang dibuat oleh para pihak dalam perjanjian.
2. Mitra Usaha yang ingin melakukan kontrak kerja sama dengan PT. Angkasa Pura II harus memenuhi syarat-syarat yang ditentukan dan mengikuti proses yang dibuat untuk dapat menjalin kerjasama dengan PT. Angkasa Pura II untuk dapat memajukan usaha bisnisnya, terutama di bidang transportasi darat sebagai angkutan antar moda penumpang.
3. Penyelesaian perselisihan seharusnya dibuat dengan cara musyawarah mufakat tersebut, serta perihal mengenai biaya yang ditanggung pada saat melaksanakan penyelesaian perselisihan dengan cara musyawarah tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku
Xxxx Xxxxxx Xxxxx, xx.xx., 2001, Hukum Pengangkutan diIndonesia, Jakarta.
Rineka Cipta.
Xxxxx Xxxxx, 2011, Hukum Perdagangan Internasional, Jakarta. Raja Grafindo Persada.
Xxxxxx Xxxxxxx, 2012, Metode Penulisan Karya Ilmiah dan Penelitian Hukum,
Medan Area University Press.
Xxxxxxxxxxx Xxxxxx Xxxxx, 2005, Aneka Hukum Bisnis, Bandung, Alumni. Xxxxxx Xxxxxxxxx, 2001, Pengantar Ilmu Hukum. Medan. Usu Press.
Xxxxx Xxxxx, 2001, Hukum Kontrak (Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis), Bandung, Citra Xxxxxx Xxxxx.
Xxxxxxx M. Xxxxx, 2006. Segi-Segi Hukum Perjanjian, Bandung, Alumni. Xxxxxxx Xxxx Xxxxx, 2010, Hukum Perjanjian Asas Proporsionalitas Dalam
Kontrak Komresial, Jakarta, Kencana.
XX, Xxxxx. 2003, Hukum Kontrak, Teori & Tekhnik Penyusunan Kontrak, Jakarta.
Penerbit Sinar Grafika.
Kansil. C.S.T, 1986, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia. Jakarta.
PN.Balai Pustaka.
Xxxxxxxxx Xxxxxx, 2006, Pengantar Hukum Dagang, Yogyakarta, FH UII Press. Xxxx Xxxxxx, 2010, Hukum Kontrak & Perancangan Kontak, Jakarta: Raja
Grafindo Persada.
Xxxxxxxx Xxxxxxxxxx., 2001, Hukum Pengangkutan Niaga, Bandung, Citra Xxxxxx Xxxxx.
Xxxxxxxx, Xxxx, 2009, Hukum Pengangkutan Darat (jalan dan kereta api), Jakarta.
Universitas Trisakti.
Paster Gari Good, 1995, Arbitrase di indonesia, Jakarta. Ghalia Indonesia.
Xxxxxx Xxxxxxxx, 2004, Dasar-Dasar Hukum Perikatan (Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian dan Dari Undang-Undang), Bandung, Mandar Maju.
Xxxxxxxxxxxx Xxxxxxx, 2001, Hukum Perdata Tentang Persetujuan-Persetujuan Tertentu, Bandung, Penerbit Sumur.
, 2011, Azas-Azas Hukum Perjanjian. Bandung. Mandar Maju.
Purba Radiks, 2007, Mengenal Asuransi Angkutan Darat dan Udara, Jakarta.
Djambatan.
Purwosutjipto, H.M.N, 2008, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia Hukum Pengangkutan, Jakarta. Djambatan.
Xxxxxxx Xxxxxxxx, 2000, Ilmu Hukum, Bandung, PT. Citra Xxxxxx Xxxxx.
Sapurto Xxxxxxx Xxx, 2007, Kebijakan Perkeretaapian Kemana Hendak Bergulir, Jakarta. Gibon Books.
Xxxxxxx Xxxxxx Xxxxx, 2002, Hukum Pengangkutan, Kelompok Studi Hukum Fakultas Hukum USU Medan, Medan.
Xxxxxxx Xxxxxxxxxxx, 2000, Beberapa Masalah Ekonomi dan Managemen Pengangkutan, Jakarta. Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Soekanto Soerjono, 2004, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta. UI Press. Subekti. R, 1980. Hukum Perjanjian. Jakarta, Pembimbing Masa.
Xxxxxxxx, X. 2002, Tanggung Djawab Pengangkut dalam Hukum Udara Indonesia, Bandung, Eresco.
Xxx, Xxxxx, 2006, Pengangkutan: Suatu Tinjauan Hukum Multimoda Transport, Angkutan Laut, Angkutan Darat, dan Angkutan Udara, Medan, USU press.
Xxxx Xxxxxxxx, 2010, Penyelesaian Sengketa Diluar Pengadilan, Yogyakarta.
Pustaka Yustisia.
Xxxxx Xxxxxxxx, 2000, Hukum Ekonomi Dalam Dinamika, Jakarta. Penerbit Djambatan.
Xxxxxxxxx Xxxxx, 2011, Strategi Penulisan Hukum, Bandung, Lubuk Agung.
B. Peraturan Perundang-Undangan
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Undang-Undang No. 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian
C. Website
xxxx://xxxxxx-xxx.xx.xx/ sejarah perkeretaapian, xxxx://XXX/Xxxxxxx.xxx
http:// sipil xxx.xxxxxxxxx.xxx, Diakses Sabtu 07 M xxxx://xxx.xxxxxxx.xx.xx/xxxxxx-xxxxxxx
Medan Advertising, xxxxx://xxxxxxxxxxxxxxxxxxx.xxx/xxxxx/xxxxx-xxxxxxxxxxx- kualanamu/
D. Sumber Lain
Perjanjian Kerja Sama Sewa Menyewa Ruangan dan Pemanfaatan tanah dan lahan PT. Angkasa Pura II Dengan PT. Railink
Xxxxx Xxxxxxxxx dengan Xxxxx Xxxxxxxxx sebagai Xxx Leader Customer Service PT. Angkasa Pura II Bandar Udara Kualanamu Pada Hari Rabu 17 Oktober 2018 Pukul. 11.30.Wib
DATA WAWANCARA
Nama : Xxxxx Xxxxxxxxx
XXX 18047
Jabatan : Xxx Leader Customer Service Hari/Tanggal : Rabu 17 Oktober 2018
Waktu : 11. 30 Wib
1. Sudah berapa lama bekerja di PT. Railink? Jawab: sudah satu tahun
2. Sudah berapa lama PT. Railink berdiri ? Jawab: sudah lima tahun
3. Selain dibandara kualanamu dimana terdapat pengantar kereta apa dengan menggunakan PT. Railink ?
Jawab: baru ada di medan
4. Bagaimana proses melakukan kerja sama angkutan dengan PT. Angkasa Pura II dengan PT. Railink?
Jawab: PT. Angkasa Pura II melakukan kerja sama dengan PT. XXX dan menghasilkan PT. Railink, PT. Angkasa Pura II menyediakan fasilitas dan PT. KAI menyediakan Akomodasi kereta api.
5. Bagaimana mekanise dan pelaksanaan kontrak kerja sama antara PT. Angkasa Pura II dengan PT. Railink?
Jawab: mekanisme dan pelaksanaan diatur dan dibuat dalam berita acara kesepakatan bersama oleh PT. Angkasa Pura II dengan PT. Railink.
6. Apa saja yang menjadi hak dan kewajiban para pihak ?
Jawab: hak dan kewajiban diatur dalam berita acara kesepakatan kerja sama antara PT. Angkasa Pura II dan PT. Xxxxxxx, serta Perjanjian Kontrak kerja sama yang di tanda tangani para pihak.
7. Pengaturan hukum apa saja yang terkait kontrak kerja sama antara PT. Angkasa Pura II dengan PT. Railink?
Jawab: pengaturan hukum yang terkait adalah Kitab Undang-Undang Huku Perdata dan Perjanjian Kerja Sama yang dipatuhi oleh masing-masing pihak.
8. Bagaimana perlindungan hukum penumpang yang menggunakan PT. Railink
untuk ke bandara kualanamu? Jawab:adanya asuransi dari Jasa Raharja
9. Berapa tarif PT. Railink ke bandara kualanamu ?
Jawab: Regular Rp. 100.000 (serratus ribu rupiah) per orang
10. Fasilitas apa saja yang diterima penumpang menggunakan kereta api PT.
Railink ?
Jawab; Fasilitas yang diberikan Railink sendiri kepada penumpang itu khususnya yang berada di stasiun ada ruang tunggu yang dilengkapi dengan AC, free wifi, dan juga galeri ATM. Sedangkan untuk di dalam kereta api penumpang difasilitasi bagasi untuk menyimpang barang bawaan penumpang sehingga tidak mengganggu kenyamanan penumpang ketika sedang duduk.
11. Jika terjadi keterlambatan penumpang siapakah yang bertanggung jawab ? Jawab: tidak ada karena belum pernah terjadi keterlambatan
12. Tanggung jawab apa yang dilakukan oleh PT. Railink jika terjadi keterlambatan terhadap penumpang ?
Jawab: tidak ada karena belum pernah terjadi
13. Ganti rugi apa saja yang diterima penumpang ?
Jawab: tidak ada kecuali terjadinya kecelakaan dalam perjalanan sehingga pihak PT. KAI menanggung semua kerugia pengguna jasa yaitu penumpang
14. Bagaimana proses berakhirnya kontrak kerja sama antara PT. Angkasa Pura II dengan PT. Railink?
Jawab: berakhirnya perxxxxxan sesuai dengan kesepakatan bersama yaitu selama dua tahun semenjak ditanda tanganinya perjanjian kerja sama.
15. Bagaimana penyelesaian jika terjadi perselisihan dalam kontrak kerja sama antara PT. Angkasa Pura II dengan PT. Railink?
Jawab: penyelesaian diselesaikan secara musyawarah, namun jika tidak dapat diselesaikan secara musyawarah dilakukan menurut peraturan hukum Indonesia ditempat dibuatnya perjanjian.
Medan, 17 Oktober 2018 Mengetahui
Xxxxx Xxxxxxxxx 18047