BAB III
BAB III
PELAKSANAAN PERJANJIAN KERJA OUTSOURCING DENGAN PERUSAHAAN BUMN DIKOTA BANDUNG BERDASARKAN PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG SYARAT-SYARAT PENYERAHAN SEBAGIAN PELAKSANAAN PEKERJAAN KEPADA PERUSAHAAN LAIN
A. Profil Badan Usaha Milik Negara di Kota Bandung
Badan Usaha Milik Negara (BUMN) merupakan perusahaan publik yang memberi sumbangan bagi perkembangan ekonomi/pendapatan negara, perintis kegiatan usaha dan penunjang kebijakan pemerintah di bidang ekonomi dan pembangunan.Selain itu, BUMN juga merupakan alat untuk memupuk keuntungan. BUMN dalam hal ini terdiri dari beberapa bentuk seperti Persero (Perusahaan Perseroan), Perjan (Perusahaan Jawatan) dan Perum (Perusahaan Umum).49 Badan Usaha Milik Negara atau BUMN merupakan suatu unit usaha yang sebagian besar atau seluruh modal berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan serta membuat suatu produk atau jasa yang sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. BUMN juga sebagai salah satu sumber penerimaan keuangan negara yang nilainya cukup besar.
49 Xxxxxx Xxxxxxx, 2012, Hukum perusahaan transnasional dan franchise, Arus Timur, Makasar. hal. 78
73
1. Graha Pos Indonesia Bandung
PT. Pos Properti Indonesia yang beralamat di Xxxxx Xxxxx Xxxxx 00, Xxxxxxx, XxxxxxxXxxxx, Xxxx Xxxxxxx, Xxxx Xxxxx, 00000 didirikan dengan Akte Notaris No. 35 oleh Notaris Xxxxx Xxxxxxx Xxxxxxxxxxxxxx, SH, Sp N. pada Tanggal 31 Desember 2013, adalah sebuah entitas bisnis yang memiliki core business Properti dengan berbagai Bidang Usaha Jasa. Sebagai anak Perusahaan PT Pos Indonesia (Persero), diharapkan mampu menjadi salah satu penggerak mesin pendapatan dan memiliki nilai tambah. Dalam upaya memanfaatkan setiap business opportunity PT Pos Properti Indonesia berkomitment untuk berperan serta dalam menumbuhkan pariwisata di kota-kota di Indonesia yang memiliki potensi besar khususnya di sektor industri perhotelan. Kunjungan wisatawan manca negara maupun domestik yang semakin meningkat harus diiringi dengan ketersediaan layanan hotel dengan tarif yang terjangkau oleh masyarakat kelas menengah namun tetap mampu memberikan kualitas pelayanan yang optimal. Selain kebutuhan akan layanan hotel sebagai fasilitas menginap, kebutuhan ruang pertemuan (meeting room) juga sangat tinggi seiring dengan pesatnya pertumbuhan bisnis khususnya di kota-kota besar di seluruh Indonesia. Selain melakukan ekspansi usaha di sektor perhotelan, PT. Pos Properti Indonesia juga telah mempersiapkan diri untuk melakukan ekspansi di sektor bisnis konstruksi dan properti lainnya yang
saat ini masih menjadi primadona bisnis yang profitable. Usaha ini diharapkan mampu mempercepat perkembangan usaha dalam mengoptimalkan pemanfaatan serta memberikan nilai tambah terhadap asset/properti milik Perseroan yang selama ini belum optimal dalam mendayagunakan, namun justru menjadi beban perawatan dan operasional. Melalui keberadaan dan usaha yang dijalankan oleh PT. Pos Properti Indonesia, aset/properti tersebut dapat dijadikan sebagai profit generator sehingga PT. Pos Properti Indonesia bisa memberikan kontribusi profit terbesar di lingkungan PT. Pos Indonesia (Persero).
PT. Pos Properti Indonesia telah mempersiapkan diri sebagai pelaku bisnis di sektor properti dan konstruksi dengan bidang usaha yaitu:
a. Jasa Agen Properti, Jasa Pengelolaan dan Penyewaan Gedung Perkantoran, Taman Hiburan / Rekreasi dan Kawasan Berikat.
b. Jasa Pengelolaan dan Pengusaha Properti meliputi Jasa Pengelolaan Tanah dan Bangunan, Jasa Pengembang, Jasa Konstruksi / Sipil Gedung, Jalan dan bangunan lainnya, Mekanikal dan Elektrikal.
c. Jasa Konsultasi Manajemen Properti meliputi Manajemen Gedung Perkantoran, Apartemen, Hotel, Mall, Rumah Sakit, Ruko dan lain-lain.
d. Jasa Penyewaan Ruangan dan MICE (Meeting, Incentive, Conference, Exhibition), penyewaan ruang perkantoran, dan ruang usaha perdagangan.
e. Jasa Rekayasa (Engineering) dan Konsultan Bidang Pekerjaan Umum / Sipil, Arsitektur dan Design.
f. Jasa Konsultasi Bidang Manajemen Operasi dan Pemeliharaan Properti.
g. Jasa Keselamatan Kerja, Keamanan dan Kebersihan meliputi Jasa Penyediaan Personil Satuan Pengamanan (Satpam) serta Petugas Kebersihan (Cleaning Service).50
2. PT. Inti
PT Inti yang beralamat di Jl. Moh. Xxxx Xx. 00 Xxxxxxxxxx, Xxxxx, Xxxx Xxxxxxx, Xxxx Xxxxx 40253, Perusahaan didirikan sebagai evolusi dari kerja sama PN Telekomunikasi dan Siemen AG pada Tahun 1966. Kerja sama ini berlanjut pada pembentukan Pabrik Telepon dan Telegraf (PTT) sebagai Bagian dari LPP Postel pada Tahun 1968. Pada Tahun 1974, bagian ini dipisahkan dari LPP Postel menjadi sebuah Perseroan Terbatas yang berada di bawah naungan Direktorat Jenderal Pos dan Telekomunikasi. Pendirian Perusahaan ini didasarkan pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No: 34 Tahun 1974 Tanggal 23 September 1974 tentang Penyetoran Modal Negara Republik Indonesia untuk Pendirian Perusahaan Perseroan (Persero) di Bidang Industri Telekomunikasi dan Surat Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No: Kep-
50 xxxx://xxxxxxxxxxx.xx.xx Diunduh Pada Tanggal 05 Mei 2018, Pukul 02:09 WIB
1771/MK/IV/12/1974 Tanggal 28 Desember 1974 tentang Penetapan Modal Perusahaan Perseroan. Anggaran Dasar Perusahaan dibuat oleh Akta Notaris Pengganti Xxxxx Xxxxxxx Xxxxxxx, S.H., Nomor 322 Tanggal 30 Desember 1974 dan telah disahkan oleh Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor: Y.A.5/273/10 Tanggal 1 Agustus 1975, sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Akta Notaris Xxxxxxxx Xxxxxx, S.H., Nomor: 30 Tanggal 19 Juli 2012, dan telah mendapat persetujuan berdasarkan Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor: AHU-40994.A.H.01.02, Tahun 2012 Tanggal 27 Juli 2012.
Berdasarkan Keputusan Menteri Negara BUMN Nomor: 036/MPBUMN/ 1988, PT INTI (Persero) dimasukkan ke dalam kelompok Industri Strategis. Pada Tanggal 17 Januari 1998 dikeluarkan sebuah Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No: 12 Tahun 1998 yang menghilangkan peran departemen teknis dalam mengelola BUMN. Sebagai tindak lanjutnya, pembinaan PT INTI beralih ke Kementrian Negara Pendayagunaan BUMN. Pada tahun yang sama BPIS (Badan Pengelola Industri Strategis) beralih status menjadi sebuah holding company dengan nama PT Bahana Pakarya Industri Strategis (Persero) atau PT BPIS dan sepuluh BUMN strategis di bawahnya menjadi anak perusahaan. Kondisi ini berakhir pada Tahun 2002, dimana PT BPIS dibubarkan pada bulan Maret 2002 sesuai Peraturan Pemerintah Nomor: 52 Tahun 2002.
Selanjutnya pengelolaan PT INTI beralih kembali ke Kementrian Negara Pendayagunaan BUMN.
PT INTI (Persero) memantapkan langkahnya untuk memasuki bisnis solusi Engineering, system integrator dan pengembangan produk-produk genuine. Beberapa produk genuine unggulan PT INTI antara lain: Smart PBX, General Purpose Agent (INTI Power Utilities Monitoring & Control, Flood Forecasting and Warning System) I-PERISALAH dan KWH Meter. Pengembangan untuk produk produk genuine INTI lainnya masih berlanjut, seperti Converter Kit untuk BBM ke Gas, Smart meter untuk Gas dan Air, EDC berbasis USSD dengan Telkomsel, Pembaca KTP Elektronik, kerja sama pengembangan dan produksi untuk sistem transportasi dengan PT KAI dengan produk Garansi (Pencegahan Pelanggaran Sinyal).51
B. Syarat-Syarat Penyerahan Sebagian Pekerjaan Kepada Perusahaan Lain Menurut Pasal 64 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 menyatakan: “Perusahaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lainnya melalui perjanjian pemborongan pekerjaan atau penyediaan jasa pekerja/buruh yang dibuat secara tertulis”. Disebutkan pula pada Pasal 2 Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 19 Tahun 2012 Tentang Syarat-Syarat Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan Kepada Perusahaan
51 xxxx://xxx.xxxx.xx.xx/xxxxx.xxx/xx/0000-00-00-00-00-00/xxxxxxx-xxxxxxx DIunduh pada tanggal 29 Juni 2018 Pukul 20:03 WIB
Lain “Penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lain dapat dilakukan melalui perjanjian pemborongan pekerjaan atau perjanjian penyediaan jasa pekerja/buruh”.
Penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lain dapat dilakukan melalui perjanjian pemborongan pekerjaan atau perjanjian penyediaan jasa pekerja/buruh.
1. Perjanjian Pemborongan Pekerjaan
Perjanjian pemborongan pekerjaan menurut Pasal 1601 b KUH Perdata adalah sebagai berikut:
“Pemborongan pekerjaan adalah perjanjian dengan mana pihak yang satu si pemborong mengikatkan diri untuk menyelenggarakan suatu pekerjaan bagi pihak lain, pihak yang memborongkan, dengan menerima suatu harga yang ditentukan”.
Xxxxxxxxxx menyatakan defenisi perjanjian pemborongan pekerjaan yang terdapat di dalam Pasal 1601 b KUHPerdata tersebut kurang tepat, karena perjanjian pemborongan adalah perjanjian sepihak, sebab si pemborong hanya mempunyai kewajiban saja sedangkan yang memborongkan hanya mempunyai hak saja. Defenisi perjanjian pemborongan menurut Xxxxxxxxxx yaitu bahwa:
“Pemborongan Pekerjaan adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu, si pemborong, mengikatkan diri untuk menyelenggarakan suatu pekerjaan, sedangkan pihak yang lain, yang memborong, mengikatkan diri untuk membayar suatu harga yang ditentukan”.52
52 Xxxxxxxxxx 1, Op.Cit., hlm.4
Sedangkan menurut Pasal 1 Angka 4 Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 19 Tahun 2012 Tentang Syarat-Syarat Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan Kepada Perusahaan Lain yaitu:
“Perjanjian pemborongan pekerjaan adalah perjanjian antara perusahaan pemberi pekerjaan dengan perusahaan penerima pemborongan yang memuat hak dan kewajiban para pihak”.
Berdasarkan penjelasan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa pemborongan pekerjaan adalah tindakan perusahaan yang menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lain melalui perjanjian tertulis dengan memenuhi syarat-syarat tertentu.53
Suatu perjanjian pemborongan pekerjaan dapat dikatakan sebagai perjanjian yang sah apabila telah memenuhi syarat-syarat tercantum dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan. Syarat syahnya perjanjian yang diatur dalam Pasal 52 UndangUndang Ketenagakerjaan, yaitu:
a. Kesepakatan kedua belah pihak
b. Kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum
c. Adanya pekerjaan yang diperjanjikan
d. Pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku
53 xxxx://xxx.xxxxxxxxxxx.xxx/xxxxxx/xxxxxx/xx000x00x00xx00/xxxxxxxx-xxxxxxxxxxx- pekerjaandan-pekerja-borongan.html. Diunduh Pada Tanggal 05 Mei 2018 Pukul 02:15 WIB
Apabila dikaji lebih jauh, sebenarnya ketentuan Pasal 52 Undang- Undang Ketenagakerjaan itu mengadopsi ketentuan Pasal 1320 KUH Perdata (Burgerlijk Wetboek).54
Persyaratan pemborongan pekerjaan menurut Pasal 3 Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 19 Tahun 2012 Tentang Syarat- Syarat Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan Kepada Perusahaan Lain adalah sebagai berikut:
a. Perusahaan pemberi pekerjaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan penerima pemborongan.
b. Pekerjaan yang dapat diserahkan kepada perusahaan penerima pemborongan sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) harus memenuhi syarat sebagai berikut:
1) Dilakukan secara terpisah dari kegiatan utama baik manajemen maupun kegiatan pelaksanaan pekerjaan.
2) Dilakukan dengan perintah langsung atau tidak langsung dari pemberi pekerjaan, dimaksudkan untuk memberi penjelasan tentang cara melaksanakan pekerjaan agar sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh perusahaan pemberi pekerjaan.
3) Merupakan kegiatan penunjang perusahaan secara keseluruhan, artinya kegiatan tersebut merupakan kegiatan yang mendukung
54 Xxxx Xxxxxxxxx, 2010, Hukum Ketenagakerjaan Pasca Reformasi, Sinar Grafika, Jakarta,
hlm. 42.
dan memperlancar pelaksanaan kegiatan utama sesuai dengan alur kegiatan proses pelaksanaan pekerjaan yang ditetapkan oleh asosiasi sektor usaha yang dibentuk sesuai peraturan Perundang- Undangan.
4) Tidak menghambat proses produksi secara langsung, artinya kegiatan tersebut merupakan kegiatan tambahan yang apabila tidak dilakukan oleh perusahaan pemberi pekerjaan, proses pelaksanaan pekerjaan tetap berjalan sebagaimana mestinya.
Menurut Pasal 9 Ayat (2) Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 19 Tahun 2012 perjanjian pemborongan pekerjaan sekurang-kurangnya harus memuat:
a. Hak dan kewajiban masing-masing pihak
b. Menjamin terpenuhinya perlindungan kerja dan syarat-syarat kerja bagi pekerja/buruh sesuai peraturan perundang-undangan; dan
c. Memiliki tenaga kerja yang mempunyai kompetensi di bidangnya.
Adapun Syarat-syarat bagi perusahaan penerima pemborongan pekerjaan menurut Pasal 12 Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 19 Tahun 2012 adalah sebagai berikut:
a. Berbentuk badan hukum
b. Memiliki tanda daftar perusahaan
c. Memiliki izin usaha
d. Memiliki bukti wajib lapor ketenagakerjaan di perusahaa
Berakhirnya perjanjian pemborongan pekerjaan dapat disebabkan karena beberapa hal seperti yang diatur dalam ketentuan Pasal 61 Undang-Undang Ketenagakerjaan mengenai berakhirnya perjanjian kerja yaitu:
a. Pekerja meninggal dunia;
b. Berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja;
c. Adanya putusan pengadilan dan/atau putusan atau penetapan Lembaga Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap; dan
d. Adanya keadaan atau kejadian tertentu yang dicantumkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama yang menyebabkan berakhirnya hubungan kerja.
2. Perjanjian Penyediaan Jasa Pekerja/Buruh
Perjanjian penyediaan jasa pekerja/buruh adalah perjanjian antara perusahaan pemberi pekerjaan dengan perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh yang memuat hak dan kewajiban para pihak, hal ini tertuang dalam Pasal 1 Ayat (5) Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 19 Tahun 2012 Tentang Syarat-Syarat Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan Kepada Perusahaan Lain.
Pasal 17 Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 19 Tahun 2012 menjelaskan bahwa, perusahaan pemberi pekerjaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh melalui perjanjian penyediaan jasa pekerja/buruh yang
dibuat secara tertulis. Selanjutnya pekerjaan yang dapat diserahkan kepada perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh harus merupakan kegiatan jasa penunjang atau yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi. Kegiatan jasa penunjang tersebut meliputi:
a. Usaha pelayanan kebersihan (cleaning service)
b. Usaha penyediaan makanan bagi pekerja/buruh (catering)
c. Usaha tenaga pengaman (security/satuan pengamanan)
d. Usaha jasa penunjang di pertambangan dan perminyakan; dan
e. Usaha penyediaan angkutan bagi pekerja/buruh
Pasal 19 Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 19 Tahun 2012 Tentang Syarat-Syarat Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan Kepada Perusahaan Lain juga menjelaskan bahwa, perjanjian penyediaan jasa pekerja/buruh sekurang-kurangnya memuat:
a. Jenis pekerjaan yang akan dilakukan oleh pekerja/buruh dari perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh
b. Penegasan bahwa perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh bersedia menerima pekerja/buruh dari perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh sebelumnya untuk jenis pekerjaan yang terus menerus ada di perusahaan pemberi pekerjaan dalam hal terjadi penggantian perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh
c. Hubungan kerja antara perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh dengan pekerja/buruh yang dipekerjakannya berdasarkan perjanjian
kerja waktu tidak tertentu (PKWTT) atau perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT).
Lalu Persyaratan Perusahaan Penyedia Jasa Pekerja/Buruh menurut Pasal 24 Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 19 Tahun 2012 Tentang Syarat-Syarat Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan Kepada Perusahaan Lain:
a. Perusahaan penyedia jasa pekerjaan harus berbentuk badan hukum Perseroan Terbatas (PT) yang didirikan berdasarkan peraturan Perundang-Undangan
b. Perusahaan tersebut harus memiliki tanda daftar perusahaan
c. Memiliki izin usaha
d. Memiliki bukti wajib lapor ketenagakerjaan di perusahaan
e. Memiliki izin operasional
f. Mempunyai kantor dan alamat tetap
g. Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) atas nama perusahaan Selanjutnya dalam Pasal 56 ayat (1) Undang-Undang Ketenagakerjaan
diatur secara tegas mengenai penentuan macam-macam perjanjian kerja yang menyebutkan “perjanjian kerja dibuat untuk waktu tertentu dan waktu tidak tertentu”. Sehingga dapat dilihat dalam implementasinya: Hubungan kerja antara pekerja/buruh dengan pengusaha terdiri atas hubungan kerja tetap dan hubungan kerja tidak tetap. Dalam hubungan kerja tetap, perjanjian kerja antara pekerja/buruh dengan pengusaha berdasarkan perjanjian kerja untuk waktu
tidak tertentu (PKWTT), sedangkan dalam hubungan kerja tidak tetap antara pekerja/buruh dengan pengusaha didasarkan pada perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT).55
1. Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT)
Dalam Pasal 56 sampai dengan Pasal 63 Undang-Undang Ketenagakerjaan telah diatur secara tegas mengenai perjanjian kerja untuk waktu tertentu. Perjanjian kerja untuk waktu tertentu didasarkan atas jangka waktu atau selesainya suatu pekerjaan tertentu. Dengan demikian jelaslah bahwa Perjanjian Kerja Untuk Waktu Tertentu (PKWT) tidak dapat dilakukan secara bebas oleh pihak-pihak, tetapi harus memenuhi ketentuan sebagaimana yang telah diatur dalam UndangUndang Ketenagakerjaan.56
Perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) menurut Pasal 1 angka 1 Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor KEP 100/MEN/VI/2004 tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu adalah perjanjian kerja antara pekerja/buruh dengan pengusaha untuk mengadakan hubungan kerja dalam waktu tertentu atau untuk pekerjaan tertentu yang bersifat sementara. Jadi, dalam perjanjian kerja untuk waktu tertentu maksudnya dalam perjanjian telah
55 Xxxxxx Xxxxxx, Hukum Perburuhan, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 48.
56 Ibid, hlm. 49.
ditetapkan suatu jangka waktu yang dikaitkan dengan lamanya hubungan kerja antara pekerja/buruh dengan pengusaha.57
Pengertian tersebut sejalan dengan pendapat Xxxxxxx Xxxxxxxxxxx bahwa, “PKWT adalah perjanjian kerja antara pekerja/buruh dengan pengusaha untuk melaksanakan pekerjaan yang diperkirakan selesai dalam waktu tertentu yang relatif pendek yang jangka waktunya paling lama dua tahun dan hanya dapat diperpanjang satu kali untuk paling lama sama dengan waktu perjanjian kerja pertama, dengan ketentuan seluruh (masa) perjanjian tidak boleh melebihi tiga tahun lamanya”.58
2. Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT)
Berdasarkan Pasal 1 angka 2 Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor KEP 100/MEN/VI/2004 tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu pengertian dari “perjanjian kerja waktu tidak tertentu adalah perjanjian kerja antara pekerja/buruh dengan pengusaha untuk mengadakan hubungan kerja yang bersifat tetap”. Pada perjanjian kerja waktu tidak tertentu disyaratkan ada masa percobaan kerja paling lama 3 (tiga) bulan. Dalam masa percobaan selama tiga bulan tersebut, pengusaha dilarang membayar upah dibawah upah minimum yang berlaku. Dalam hal
57 Xxxxxx Xxxxxx, loc.cit
58 Xxxxxx Xxxxxx, loc.cit
Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT) dibuat secara lisan, maka pengusaha wajib membuat surat pengangkatan bagi pekerja/buruh yang bersangkutan. Jadi dalam Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT) tidak boleh dibuat secara lisan, kalaupun dibuat secara lisan maka pekerja/buruh statusnya berubah menjadi tenaga kerja tetap.
C. Pelaksanaan Perjanjian Kerja Antara Tenaga Kerja Outsourcing Dengan Perusahaan Jasa Penyedia Tenaga Kerja
Hubungan hukum antara pekerja/buruh dan perusahaan penyedia jasa itu sendiri dimuat dalam perjanjian kerja yang berisikan tentang hak dan kewajiban antara perusahaan dengan tenaga kerja sehingga hubungan hukum yang terjadi adalah hubungan hukum yang lahir karena perjanjian. Pengertian dari hubungan kerja adalah suatu hubungan yang dilakukan oleh minimal dua subyek hukum mengenai suatu pekerjaan. Subyek hukum yang melakukan hubungan kerja adalah pengusaha/ pemberi kerja dengan pekerja/buruh. Hubungan kerja merupakan inti dari hubungan industrial. Menurut Pasal 1 Ayat 5 Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 19 Tahun 2012 Tentang Syarat-Syarat Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Kegiatan Pekerjaan Kepada Perusahaan lain, Perjanjian yang dilakukan oleh perusahaan penyediaan jasa pekerja/buruh adalah perjanjian antara perusahaan pemberi pekerjaan dengan perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh yang memuat hak dan kewajiban para pihak.
Dari istilah Perjanjian Penyediaan Jasa Pekerja/Buruh ini, setidaknya ada 2 (dua) pihak dalam perjanjian ini, yaitu:
1. Perusahaan pemberi pekerjaan, yaitu perusahaan yang menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaannya kepada perusahaan penerima pemborongan atau perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh.
2. Perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh, yaitu perusahaan yang berbentuk badan hukum Perseroan Terbatas (PT) yang memenuhi syarat untuk melaksanakan kegiatan jasa penunjang perusahaan pemberi pekerjaan.
Pasal 66 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan menjelaskan bahwa Pekerja/buruh dari perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh tidak boleh digunakan oleh pemberi kerja untuk melaksanakan kegiatan pokok atau kegiatan yang berhubungan langsung dengan proses produksi, kecuali untuk kegiatan jasa penunjang atau kegiatan yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi.
D. Perlindungan Bagi Tenaga Kerja Outsourcing Yang Diberikan Graha Pos Indonesia dan PT Inti
Dari kedua badan usaha milik negara yang penulis teliti yakni Graha Pos Indonesia Bandung dan PT Inti pada umumnya keduanya memberikan perlindungan yang sama kepada tenaga kerja outsourcing hanya saja pada PT Inti ada 1 (satu) perbedaan yakni pada BUMN tersebut memberikan tunjangan
akhir kontrak, perlindungan yang diberikan Graha Pos Indonesia Bandung dan PT Inti kepada tenaga kerja otsourcing hanya meliputi jaminan sosial saja yakni BPJS Kesehatan, sedangkan untuk BPJS Ketenagakerjaan nya sendiri yang meliputi: jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun dan jaminan kematian tidak di berikan kepada tenaga kerja outsourcing di kedua BUMN tersebut, adapun perlindungan yang diberikan penjelasannya di bawah ini:
a. BPJS Kesehatan
BPJS Kesehatan berfungsi menyelenggarakan program jaminan kesehatan.
b. Tunjangan Hari Raya
Merupakan hak pendapatan tenaga kerja yang wajib dibayarkan oleh pengusaha kepada karyawan menjelang Hari Raya Keagamaan dalam bentuk uang
c. Upah Lembur
Merupakan upah yang diterima tenaga kerja atas pekerjaannya sesuai dengan jumlah waktu lembur yang dilakukannya
d. Jaminan Akhir Kontrak
Merupakan upah yang diterima tenaga kerja pada saat waktu kontrak habis dan disesuaikan dengan gaji tenaga kerja itu sendiri