TINJAUAN YURIDIS PADA PERJANJIAN PENGANGKUTAN TANDAN BUAH SEGAR (TBS) ANTARA PERUSAHAAN PERKEBUNAN NUSANTARA (PTPN) III DENGAN CV ULTRA
TINJAUAN YURIDIS PADA PERJANJIAN PENGANGKUTAN TANDAN BUAH SEGAR (TBS) ANTARA PERUSAHAAN PERKEBUNAN NUSANTARA (PTPN) III DENGAN CV ULTRA
SKRIPSI
OLEH
XXX XXXXXXX XXXXX 158400030
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MEDAN AREA 2020
ABSTRAK
TINJAUAN YURIDIS PADA PERJANJIAN PENGANGKUTAN TANDAN BUAH SEGAR ANTARA PT PERKEBUNAN NUSANTARA (PTPN) III DENGAN CV ULTRA
OLEH :
XXX XXXXXXX XXXXX NPM : 158400073
Pengangkutan merupakan perjanjian timbal balik antara pengangkutan dengan pengirim, dimana pengangkutan mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang dan/atau orang dari suatu tempat ke tempat tujuan tertentu dengan selamat sedangkan pengirim mengikatkan diri untuk membayar uang angkutan.
Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana aspek hukum pengangkutan barang menurut hukum perdata, bagaimana tanggung jawab hukum masing-masing pihak dalam pelaksanaan perjanjian pengangkutan, dan bagaimana perjanjian pengangkutan barang menurut undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang lalu lintas dan pengangkutan jalan.
Jenis penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah yuridis normative yang disebut juga sebagai penelitian perpustakaan atau studi dokumen,karena penelitian ini di lakukan dan ditunjukkan hanya pada peraturan-peraturan yang tertulis atau bahan hukum lain.
Hasil penelitian yang telah diperoleh dari aspek hukum pengangkutan barang,menurut hukum perdata adalah serangkaian perbuatan mulai dari pemuatan dalam alat angkut kemudian dibawa menuju ketempat yang telah ditentukan dan pembongkaran atau penurunan ditempat tujuan. Perjanjian Pengangkutan Barang Menurut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Pengangkutan adalah adanya timbul hak dan kewajiban bagi pihak pengangkut maupun pihak penumpang dan atau pengirim barang sesuai dengan hukum perikatan maka masing-masing pihak yaitu pengangkut dan pengguna jasa angkutan mempunyai kewajiban untuk melakukan prestasi dan para pihak mempunyai hak untuk saling penuntutan. Tanggung jawab Hukum masing- masing pihak dalam pelaksanaan perjanjian pengangkutan adalah tanggung jawab pengangkutan sebagai perjanjian timbal balik dimana pihak pengangkut yaitu perusahaan CV.Ultra dengan PT. Perkebunan Nusantara III Medan (Persero) mempunyai kedudukan yang sama dalam hal melaksanakan kewajibannya, dimana pihak pengangkut mempunya kewajiban untuk mengantarkan barang sampai dengan tujuan dengan keadaan selamat. Sedangkan pihak PT. Perkebunan Nusantara III Medan (Persero) mempunyai kewajiban untuk membayar biaya angkutannya.
Kata Kunci : Perjanjian, Pengangkutan, Perkebunan
ABSTRACT
JURIDICAL RIVIEW OF AGREEMENT FOR FRESH FRUIT BANCHES AGREEMENT BETWEEN PT PERKEBUNAN NUSANTARA III WITH CV.ULTRA
BY :
XXX XXXXXXX XXXXX NPM : 158400030
Transportation is a reciprocal agreement between transportation and the sender, in which transportation ties itself to carry out the transportation of goods and / or people from a certain place to a destination safely, while the sender ties himself to pay the transportation fee.
The problem in this study is how the legal aspects of transportation of goods according to civil law, how the legal responsibilities of each party in the implementation of the transportation agreement, and how the agreement of transportation of goods according to Law Number 22 of 2009 concerning road traffic and transportation.
This type of research used in this thesis is normative juridical which is also referred to as library research or document study, because this research is carried out and is shown only in written regulations or other legal materials.
The results of research that have been obtained from the legal aspects of the transportation of goods, according to civil law are a series of acts starting from loading in the conveyance then brought to the designated place and unloading or declining at the destination. According to Law Number 22 Year 2009 Concerning Traffic and Transportation is the existence of rights and obligations arising for the carrier and the passenger and / or sender of goods in accordance with the binding law, each party, ie the transporter and the user of the transport service has an obligation to make achievements and the parties have the right to mutual prosecution.
The legal responsibility of each party in the implementation of the transportation agreement is the responsibility of transportation as a reciprocal agreement where the carrier, namely the company CV. Ultra with PT.Freight Agreement
Keywords : Agreement, Transportation, Plantation
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kepada penulis untuk dapat menyelesaikan studi di Fakultas Hukum Universitas Medan Area.
Karya ilmiah bentuk skripsi merupakan salah satu syarat dalam memperoleh gelar Sarjana Hukum di Universitas Medan Area, maka harus melengkapi syarat tersebut dengan judul skripsi yang berjudul yaitu : “TINJAUAN YURIDIS PADA PERJANJIAN PENGANGKUTAN TANDAN BUAH SEGAR ANTARA PT. PERKEBUNAN NUSANTARA (PTPN) III DENGAN CV.ULTRA’’
Dalam Penulisan Skripsi ini penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan didalamnya, baik dari segi isi maupun dari segi penulisannya. Penulis juga berharap adanya kritik dan saran yang membangun agar tulisan ini dapat lebih sempurnanantinya.
Dalam penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Xxxx. Xx. Xxxxx Xxxxxx, M.Eng., X.Xx, selaku Rektor Universitas Medan Area
2. Xx. Xxxxxx Xxxxxxx, S.H., M.H, selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas MedanArea
3. Xxxxx Xxxxxxx, S.H., M.Hum, selaku Wakil Dekan FakultasHukum Universitas MedanArea.
4. Xx. Xxxxxx Xxxxxxx, S.H., M.H, selaku Wakil Dekan II Fakultas Hukum Universitas MedanArea
5. Xxxxx Xxxxxxx X.X., M.H, selaku Wakil Dekan III Fakultas Hukum Universitas MedanArea
6. Ika Xxxxxxxxxxx Xxxxxxxxxxx, S.H., M.H, selaku Ketua Ketua Bidang Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas MedanArea
7. X. Xxxxx Xxxxxx, S.H., M.H, selaku Dosen Pembimbing I yang membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsiini
8. Xxxxx Xxx Xxxxxxx, S.H., M.H, selaku Dosen Pembimbing II yang membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsiini
9. Xxxxxx, S.H., MM., X.Xx, selaku Seketaris Pembimbing penulis yang membimbing penulis dalam menyelesaian skripsiini
10. Xxxxx Xxxxxx X.X., M.H, selaku Dosen Penasehat AkademikPenulis
11. Bapak/Ibu yang telah membimbing dan memberikan ilmu kepada penulis selama penulis menempuh ilmu di Fakultas Hukum Universitas Medan Area
Ucapan terima kasih secara khusus saya sampaikan kepada kedua orang tua penulis, Xxxxxxx Xxxxx, S.E., dan Xxxxxx Xxxxxxxxx yang telah membesarkan, mendidik penulis sejak kanak-kanak sehingga saat ini dan atas
semua dorongan dan doa yang telah diberikan kepada penulis sehingga penulis sampai pada saat ini. Semoga pencapaian yang telah penulis peroleh ini dapat memberikan kebahagiaan di hati kedua orang tua penulis sebagai ungkapan rasa terima kasih yang tidak terhingga dari penulis.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTARISI iv
A. Latar Belakang 1
A. Tinjauan UmumTentang Pengangkutan 10
2. Jenis-Jenis Pengangkutan 17
B. Tinjauan Umum Menurut KUHPerdata 19
1. Pengertian dan Dasar Hukum Perjanjian 19
2. Subjek dan Objek Perjanjian 22
3. Syarat-Syarat Sahnya Suatu Perjanjian 24
A. Waktu dan Tempat Penelitian 32
3. Teknik Pengumpulan Data 23
4. Anaslisis Data 34
BAB IV PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 35
A. Hasil Penelitian
1. Gambaran Umum Perusahaan CV ULTRA 35
2. Tata Cara Pengangkutan CV ULTRA 37
B. Pembahasan
1. Aspek Hukum Pengangkutan Barang Menurut Hukum Perdata 38
2. Perjanjian Pengangkutan Barang Menurut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan angkutan Jalan 42
.3. Tanggung Jawab Hukum Masing-Masing Pihak Dalam Pelaksanaan Perjanjian Pengangkutan Tandan Buah Segar (TBS) Antara PT Perkebunan Nusantara III dengan Cv Ultra 51
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dunia bisnis sangat diperlukan adanya hukum perjanjian. Hukum kontrak atau hukum perjanjian merupakan tulang punggung yang sangat fundamental. Sebab bagaimanapun juga bisnis itu bermula dari adanya perjanjian antara pelaku bisnis itu sendiri. Karena itu, dapat dipastikan bahwa para pebisnis tidak dapat mengabaikan aspek- aspek hukum perjanjian dalam bisnisnya. Ini dilakukan untuk menghindari hal-hal fatal yang mungkin akan terjadi.1
Pertumbuhan ekonomi dalam dunia bisnis yang cukup tinggi, harus dicapai kenaikan produksi dan jasa di berbagai sektor pembangunan ekonomi yang meliputi : Pertanian, Pertambangan Energi, Perhubungan, Perdagangan, Pengangkutan dan lain-lain yang tetap berorientasi pada perluasan kerja, sehingga dapat mewujudkan struktur ekonomi yang seimbang dari segi nilai tambah maupun dari segi penyerapan tenaga kerja.
Transportasi/angkutan jalan sangatlah diperlukan sebab merupakan salah satu aspek penting dalam bidang ekonomi dan industri, terutama dalam dunia perdagangan adalah aspek transportasi. Angkutan jalan mempunyai peranan untuk memperlancar mobilitas orang maupun barang, hal ini juga nampak dalamkehidupan kita sehari-hari, begitu banyak kebutuhan kita yang berhubungandengan jasa angkutan jalan. Mengenai arti pentingnya angkutan jalan, dalam penjelasan Undang-undang Republik Indonesia No. 22 tahun 2009 tentang LaluLintas dan Angkutan Jalan, pada bagian umum, alinea II dijelaskan bahwa: “Lalu Lintas dan Angkutan Jalan mempunyai peran strategis dalam mendukungpembangunan dan integrasi nasional sebagai bagian dari upaya
1 Xxxxx Xxxxx, Hukum Kontrak ri Sudut Pandang Hukum Bisnis), (Jakarta: Citra Xxxxxx Xxxxx, 2001), hal. 2.
memajukankesejahteraan umum sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang DasarNegara Republik Indonesia Tahun 1945.”2
Undang-undang No. 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan memberikan definisi yang agak berbeda dengan apa yang lazim diterima dalam bidang industri mengenai angkutan. Pada bagian umum Pasal 1 dinyatakan bahwa yang dimaksud dengan angkutan adalah: “perpindahan orang dan/ataubarang dari satu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kendaraan di ruang lalu lintas jalan.”
Di bidang perdagangan dan industri, pengangkutan tidak dianggap secara tidak langsung menambah nilai suatu barang. Karena suatu barang hasil produksi yang ditinggalkan begitu saja tidak akan ada gunanya. Suatu barang berguna bila dapat dinikmati oleh konsumen. Jadi dalam hal ini, pengangkutan memiliki fungsi
sebagai sarana agar hasil produksi dapat sampai dipasaran atau ditempat yang dikehendaki dan akhirnya dapat dinikmati oleh konsumen.3
Dalam sektor pengangkutan misalnya, pengangkutan barang merupakan rangkaian kegiatan (peristiwa) pemindahan barang atau penumpang dari satu tempat pemuatan ke tempat tujuan sebagai tempat penurunan pembongkaran barang muatan.4 Adapun peristiwa hukum pengangkutan meliputi tiga pokok kajian, yaitu meliputi:5
1. serangkaian perbuatan hukum mengenai cara terjadi perjanjian pengangkutan;
2. saat terjadinya perjanjian pengangkutan;
3. pembuktian dengan dokumen pengangkutan.
2Ilik Xxxxxx, Tinjauan Xxxxxxx Xxlaksanaan Perjanjian Pengangkutan Barang Antara PT. Aqua Tirta Investama Klaten Dengan CV. Bintang Jaya, (Surakarta: USM, 2010), hal 4.
3 Haridjan Xxxxx, Hukum Perjanjian Indonesia dan Common Law, cetakan I, (Jakarta: Pusat Harapan, 1993), hal 4
4 Xxxxxxxx Xxxxxxxxxx, Hukum Pengangkutan, (Bandung, Citra Xxxxxx Xxxxx, 1998), hal.34.
5 H.S. Salim, Perkembangan Hukum Kontrak Innoninaat di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2003), hal 35.
Peristiwa penyelenggaraaan pengangkutan barang terjadi karena adanya perjanjian. Terjadinya perjanjian pengangkutan didahului oleh serangkaian perbuatan penawaran (ofter) dan penerimaan (acceptance) yang dilakukan oleh pengangkut dan pengirim secara timbal balik. Serangkaian perbuatan tersebut dilakukan atas “persetujuan” bersama antara pengangkut dan pengirim. Xxxxxxxx memperjelas keterangannya bahwa perjanjian pengangkutan niaga adalah persetujuan dengan mana pengangkutmengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan penumpang ataubarang dari suatu tempat ke tempat tujuan tertentu dengan selamat danpengirim mengikatkan diri untuk membayar biaya angkutan. Perjanjian pengangkutan selalu diadakan secara lisan tetapi didukung oleh dokumen pengangkutan yang membuktikan bahwa perjanjian sudah terjadi.6
Adanya sewa menyewa dalam perjanjian tersebut berisi antara lain hak dan kewajiban dari para pihak yang harus mereka penuhi, hubungan-hubungan apa yang terjadi diantara merekadan menentukan sejauh mana hukum yang mengatur antara pihak yang menandatangani perjanjian kerjasama tersebut. Perjanjian tersebut belum diatur dalam KUH Perdata khususnya dalam Hukum Perjanjian, akan tetapi perjanjian tersebut adalah sah, karena Hukum Perjanjian menganut sistem terbuka. Sistem terbuka disini artinya adalah memberikan kebebasan seluas-luasnya kepada masyarakat untuk membuat perjanjian yang berisi apa saja asalkan tidak melanggar ketertiban umum dan kesusilaan. Pasal-pasal hukum perjanjian dinamakan pelengkap berarti pasal-pasal yang membuat perjanjian.7
KUHPerdata memberikan kebebasan dalam berkontrak untuk pihak-pihakyang membuat perjanjian baik dalam bentuk tulisan ataupun lisan, yang bersifat mengikat
6 Xxxxxxxx Xxxxxxxxxx, Op.Cit, hal 48.
7 Subekti dan R. Xxxxxxxxxxxxx, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, (Jakarta: Xxxxxxx Xxxxxxxx, 2001) hal 13.
asalkan unsur-unsur seperti yang terdapat dalam Pasal 1320 dapat terpenuhi. Kekuatan mengikat dari perjanjian yang muncul seiring dengan asas kebebasan berkontrak yang memberikan kebebasan dan kemandirian kepada para pihak. Pada situasi tertentu masa berlakunya dibatasi. Pertama, daya mengikat perjanjian itudibatasi dengan itikad baik sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata, bahwa perjanjian itu harus dilaksanakan dengan itikad baik artiny adalam melaksanakan perbuatan ini kejujuran harus berjalan dalam hati sanubari seorang manusia. Sebagaimana dipahami bahwa pemahaman substansi itikad baikhanya muncul sebatas pada tahap pelaksanaan kontrak.
Menurut Pasal 1320 Kitab Undang-undang Hukum Perdata syarat sahnya perjanjian ada empat :8
1. Sepakat bagi mereka yang mengikatkan dirinya.
Sepakat maksudnya adalah bahwa para pihak yang mengadakan perjanjian itu harus bersepakat, setuju untuk seia sekata mengenai segala sesuatu yang diperjanjikan. Kata sepakat ini harus diberikan secara bebas, artinya tidak ada pengaruh dipihak ketiga dan tidak ada gangguan.
2. Cakap untuk membuat perjanjian.
Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian berarti mempunyaiwewenang untuk membuat perjanjian atau mngadakan hubungan hukum. Pada asasnya setiap orang yang sudah dewasa dan sehat pikirannya adalah cakap menurut hukum.
3. Mengenai suatu hal tertentu
8 Subekti dan X. Xxxxxxxxxxxxx, Xxxx, hal 17.
Suatu hal tertentu merupakan pokok perjanjian. Syarat ini diperlukan untuk dapat menentukan kewajiban debitur jika terjadi perselisihan. Pasal 1338 KUHPerdata menyatakan bahwa suatu perjanjian harus mempunyai sebagai suatu pokok yang paling sedikit ditetapkan jenisnya.
4. Suatu sebab yang halal
Sebab ialah tujuan antara dua belah pihak yang mempunyai maksud untuk mencapainya. Menurut Pasal 1337 KUHPerdata, sebab yang tidak halal ialah jika ia dilarang oleh Undang Undang, bertentangan dengan tata susila atau ketertiban. Menurut Pasal 1335 KUHPerdata, perjanjian tanpa sebab yang palsu atau dilarang tidak mempunyai kekuatan atau batal demi hukum.
Seperti hal nya perjanjian yang dilakukan oleh CV ULTRA Dengan PerusahaAN Perkebunan Nusantara III yang selanjutnya disebut PTPN yakni pengangkutan Tandan Buah Segar (TBS) melalui jalur darat, yang dimaksud dengan Tandan Buah Segar (TBS) disini adalah suatu bagian dari produksi kelapa sawit yang merupakan produk awal yang kelak akan diolah menjadi minyak kasar Crude palm oil (CPO) dan inti sawit (karnel) sebagai produk utama disamping produk lainnya.
Pada dasarnya proses pengangkutan dilakukan dengan memindahkan Tandan Buah Segar (TBS) dari lahan ke Tempat penampungan hasil (TPH) selanjutnya Tandan Buah Segar (TBS) kembali diangkut menuju Pabrik Kelapa Sawit (PKS) untuk dilakukan ekstraksi Minyak kasar (CPO). Adapun alat transportasi yang biasa digunakan untuk mengangkut Tandan buah segar itu adalah truk.9
Pengangkutan buah sawit dari Tempat penampungan hasil menuju pabrik harus dilakukan dengan segera untuk mencegah naiknya kadar asam lemak bebas (ALB) .
9 Xxxxx Xxxxxxx, Teknologi Agroindustri Kelapa Sawit, (Banjarmasin, Lambung mangkurat University prees, 2019), Hlm 22
Tandan buah segar yang dipanen harus diangkut dan sampai ke pabrik kelapa sawit pada hari itu juga, karena pengangkutan pada malam hari akan menyulitkan proses sortasi buah di Loading Ramp.10
Perjanjian pengangkutan barang dapat dilakukan oleh suatu pihak yaitu pengirim barang dengan PT. Perkebunan Nusantara III. Dapat juga terjadi perjanjian pengangkutan yang melibatkan dua (2) pihak, yaitu pihak perusahaan jasa pengangkutan, dan pihak perusahaan PTPN III. Dalam perjanjian pengangkutan barang yang terjadi dua pihak yang terlibat melakukan perjanjian pengangkutan.
Bagi pihak perusahaan jasa pengangkutan dan PT. Perkebunan Nusantara (PTPN) III, terjadi perjanjian sewa-menyewa. Perjanjian sewa-menyewa: suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk memberikan kepada pihak yang lain suatu kenikmatan dari suatu barang, selama suatu waktutertentu dan dengan pembayaran suatu harga yang oleh pihak tersebut terakhirdisanggupi pembayarannya.
Didalam hubungan sewa menyewa yang menyewakan (pemilik) hanya memberikan hak pemakaian saja kepada penyewa dan bukan hak milik. Hal ini dapat dilihat dalam ketentuan Pasal 1548 KUHPerdata yang berbunyi sebagai berikut:
“sewa menyewa adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk memberikan kepada pihak yang lainnya kenikmatan dari sesuatu barang, selama suatu waktu tertentu dengan pembayaran sesuatu harga yang oleh pihak tersebut di sanggupi pembayarannya”
Seperti halnya perusahaan jasa angkutan CV. Ultra yang menerima jasa pengangkutan barang dari PT Perkebunan Nusantara (PTPN) III. Perusahaan jasaangkutan CV. Ultra yang bertanggung mengurus dokumen-dokumenyang diperlukan saat dilakukan pengangkutan, pihak PT. Perkebunan Nusantara (PTPN) III sebagai pelaksana pengiriman barang, pengirim barang
10 Ibid
bertanggungjawabmembayar semua biaya sesuai dengan kesepakatan bersama antara pengirimdan perusahaan pengangkut barang.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, penelitian perjanjian khususnya dalam perjanjian pengangkutan dengan menggunakan sarana transportasi darat sebagai alat pengangkutannya. Maka penulis akan menguraikan secara lengkap dan cermat dalam sebuah skripsi yang berjudul “TINJAUAN YURIDIS PADA PERJANJIAN PENGANGKUTAN TANDAN BUAH SEGAR (TBS) ANTARA PT. PERKEBUNAN NUSANTARA (PTPN) III DENGAN CV. ULTRA”
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana aspek hukum pengangkutan barang menurut hukum perdata?
2. Bagaimana Perjanjian Pengangkutan Barang Menurut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan angkutan Jalan
3. Bagaimana tanggung jawab hukum masing-masing pihak dalam pelaksanaan perjanjian pengangkutan Tandan buah segar (TBS) antara PT. Perkebuan Nusantara (PTPN) III dengan CV. Ultra?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan utama dari penelitian skripsi ini adalah agar memenuhi syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Medan Area. Namun, berdasarkan uraian dari latar belakang yang telah diuraikan penulis, maka tujuan dari penelitian skripsi ini adalah:
1. Untuk mengetahui aspek hukum pengangkutan barang menurut hukum perdata
2. Untuk Mengetahui perjanjian pengangkutan barang menurut Undang-undang Nomor 22 tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan.
3. Untuk mengetahui tanggung jawab hukum masing-masing pihak dalam pelaksanaan perjanjian pengangkutan Tandan buah segar (TBS) anatara Perusahan perkebunan nusantara III dengan Cv Ultra
D. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian terbagi atas:
1. Secara Teoritis
Secara teoritis, penulisan skripsi ini diharapkan akan dapat bermanfaat dan dapat memberikan kontribusi baik dalam bentuk masukan, pemikiran, serta menambahkan khasanah ilmu pengetahuan dan literature dalam dunia akademis serta menambah kepastian hukum pada khususnya dan menjadi bahan masukan bagi mahasiswa serta dapat memperluas dan menambah pengetahuan mengenai hukum perdata.
2. Secara Praktis
Secara praktis uraian dalam skripsi ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dan menambah wawasan dan pengetahuan secara khusus bagi penulis dan secara umum bagi masyarakat tentang Tinjauan Yuridis perjanjian pengangkutan TBS antara PT. Perkebunan Nusantara (PTPN) III dengan CV. Ultra, juga sebagai bahan kajian untuk para akademisi dan peneliti lainnya.
E. Hipotesis
hipotesis adalah alat yang besar dayanya untuk memajukan pengetahuan karena membuat ilmuwan dapat keluar dari dirinya sendiri. Artinya, hipotesis disusun dan diuji untuk menunjukkan benar atau salahnya dengan cara terbebas dari nilai dan pendapat peneliti yang menyusun dan mengujinya.11
11xxxx://xxxxxxxx.xxx.xx.xx/xxxxxx/000000000/xxxxxxxxxx/XxxxxxxxXxxxxxxxx.xxx, diakses pada tanggal 4 April 2019.
1. Aspek hukum pengangkutan barang menurut hukum perdata adalah diatur dalam buku III Burgerlijk Wetboek Pada Pasal 1131 bahwa perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.
2. Perjanjian Pengangkutan barang menurut undang-undang no 22 tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan adalah untuk mewujudkan kepastian hukum bagi pihak- pihak yang terkait dengan penyelenggaraan jasa angkutan baik itu pengusaha angkutan,pekerja serta penumpang.
3. Tanggung jawab hukum masing-masing pihak dalam pelaksanaan perjanjian pengangkutan adalah tanggung jawab hukum para pihak dalam pelaksanaan perjanjian pengangkutan barang pada hakikatnya dapat dilihat dari dua aspek. yaitu tanggung jawab yang bersifat kewajiban yang harus dilaksanakan sebaik-baiknya (responsibility) dan tanggung jawab ganti rugi (liability).
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Tentang Pengangkutan
1. Pengertian Pengangkutan
Keberadaan kegiatan pengangkutan tidak dapat dipisahkan dari kegiatan atau aktivitas kehidupan manusia sehari-hari. Mulai dari zaman kehidupan manusia yang modern senantiasa didukung oleh pengangkutan. Bahkan salah satu barometer penentu kemajuan kehidupan dan peradaban suatu masyarakat adalah kemajuan dan perkembangan kegiatan maupun teknologi yang dipergunakan masyarakat tersebut dalam kegiatan pengangkutan.12
Istilah “Pengangkutan” berasal dari kata “angkut” yang berarti “mengangkut dan membawa”, sedangkan istilah “pengangkutan” dapat diartikan sebagai “pembawaan barang-barang atau orang-orang (penumpang)”.13
Pengangkutan berasal dari kata angkut yang berarti mengangkat dan membawa, memuat atau mengirimkan. Sedangkan pengangkutan dapat disimpulkan sebagai suatu proses kegiatan atau gerakan dari suatu tempat ke tempat lain.14 Pengangkutan dapat diartikan sebagai pemindahan barang dan manusia dari tempat asal ke tempat tujuan.15
Pengangkutan adalah perjanjian timbal balik antara pengangkut dengan pengirim, dimana pengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang
12 Xxxxx Xxxxx, Hukum Pengangkutan di Laut, (Medan:Pustaka Bangsa Press, 2005), hal 3.
13Ibid, hal 5.
14 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, cetakan ketujuh edisi II, (Jakarta: Balai Pustaka, 1996), hal 45.
15 Xxxxxx Xxxxxxxxx, Xxxxxxx Xxxxxxx, Xxx Xxxxxxxxx, dan Xxxxxxx Xxxxxxx, Pengantar Hukum Dagang Indonesia, Jilid 1, (Yogyakarta: Gama Media, 1999), hal 195.
dan/atau orang dari suatu tempat ke tempat tujuan tertentu dengan selamat, sedangkan pengirim mengikatkan diri untuk membayar uang angkutan.16
Pengertian lain dari pengangkutan adalah kegiatan pemindahan orang dan atau barang dari suatu tempat ke tempat lain baik melalui angkutan darat, angkutan perairan, maupun angkutan udara dengan menggunakan alat angkutan.17
Pada pokoknya pengangkutan adalah perpindahan tempat, baik mengenai benda- benda maupun orang-orang, karena perpindahan itu mutlak diperlukan untuk mencapai dan meninggikan manfaat serta efisiensi.18
Dalam kehidupan manusia, pengangkutan memegang peranan yang sangat penting, juga halnya dalam dunia perdagangan, bahkan pengangkutan memegang peranan yang mutlak, sebab tanpa pengangkutan perusahaan akan mengalami kesulitan untuk dapat berjalan. Nilai suatu barang tidak hanya tergantung dari barang itu sendiri, tetapi juga tergantung pada tempat dimana barang itu berada, sehingga dengan pengangkutan nilai suatu barang akan meningkat.19
Kemajuan pengangkutan adalah sebagai akibat kebutuhan manusia untuk bepergian ke lokasi atau tempat yang lain guna mencari barang yang dibutuhkan atau melakukan aktivitas, dan mengirim barang ke tempat lain yang membutuhkan suatu barang. Pengangkutan merupakan salah satu kunci perkembangan pembangunan dan masyarakat.
Pengangkutan didefinisikan sebagai perpindahan tempat, baik mengenai benda- benda maupun orang, karena perpindahan itu mutlak dibutuhkan dalam rangka mencapai
16 H.M.N Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Pengangkutan Indonesia, (Jakarta: Djambatan, 1995), hal 60.
17 Xxxxx Xxxxx, Op.Cit, hal 4.
18 Xxxxxx Xxxxx Xxxx, dkk, Hukum Pengangkutan di Indonesia, (Jakarta: Rineka Cipta, 1990), hal
1.
19Parlin Gultom, Tanggung Jawab Pengangkut Terhadap Pemilik Barang Atas Rusak Dan
Musnahnya Barang Pada Moda Pengangkutan Darat Dihubungkan Dengan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang Dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, (Bandung: Universitas Pasundan, 2016), hal 4.
dan meninggikan manfaat serta efisien.20 Pengangkutan adalah perpindahan tempat, baik mengenai benda-benda maupun orang-orang, karena perpindahan itu mutlak diperlukan untuk mencapai dan meninggikan maanfaat serta efisien.21
Menurut Xxxxxxxxxx Xxxxxxxx, Pengangkutan adalah proses kegiatan memuat barang dan penumpang ke dalam alat pengangkut, membawa barang dan penumpang dari tempat pemuatan ke tempat tujuan dan menurunkan dari alat pengangkut satu tempat yang ditentukan.22
Menurut Xxxxxxxxxx, bahwa yang dimaksud dengan perjanjian pengangkutan di sini adalah sebuah perjanjian timbal balik, pada mana pihak pengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang dan/atau orang ketempat tujuan tersebut. Sedangkan pihak lainnya (pengirim penerima, pengirim atau penerima dan penumpang) berkeharusan untuk menunaikan pembayaran biaya tertentu untuk pengangkutan tersebut.23
Dalam peraturan perundang-undangan tidak dijelaskan secara tegas mengenai definisi perjanjian pengangkutan, namun hanya mengatur mengenai inti dari perjanjian tersebut yaitu sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 186 Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan yang menyatakan bahwa “Perusahaan Angkutan Umum wajib mengangkut orang dan/atau barang setelah disepakati perjanjian angkutan dan/atau dilakukan pembayaran biaya angkutan oleh Penumpang dan/atau pengirim barang.”
Dari pengertian diatas dapat diartikan bahwa untuk adanya suatu perjanjian pengangkutan cukup dengan adanya kesepakatan (konsensus) diantara para pihak.
20 Xxxxx Xxx, Pengangkutan Suatu Tinjauan Hukum Multimoda Transport Angkutan Laut, Angkutan Darat dan Angkutan Udara, (Medan:USU Press, 2006), hal 20.
21 Xxxxxx Xxxxx Xxxx, dkk, Op.Cit, hal 1.
22 Xxxxxxxxxx Xxxxxxxx, Hukum Pengangkutan Niaga, (Bandung: Citra Xxxxxx Xxxxx, 2008), hal
19.
23 Xxxxxxxxxx, Hukum Dagang Di Indonesia, (Jakarta: Rajawali, 1981), hal 14.
Dengan kata lain perjanjian pengangkutan bersifat konsensual, maksudnya bahwa perjanjian dimana antara kedua belah pihak telah tercapai persesuaian kehendak untuk mengadakan perjanjian. Menurut KUHPerdata perjanjian ini sudah mempunyai kekuatan mengikat (Pasal 1338).Perjanjian pengangkutan terjadi setelah ada kesepakatan antara para pihak yang mengadakannya. Pihak pengangkut dikatakan menerima barang dan sepaka tuntuk mengantarkan barang kiriman pada alamat yang dituju dan pihak pengirim sepakat untuk membayar biaya pengangkutannya.
Perjanjian pengangkutan selain tergolong ke dalam bentuk perjanjian konsensual, juga merupakan bentuk perjanjian timbal balik dimana pihak pengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang dari dan ke tempat tujuan tertentu, dan pengiriman barang membayar biaya/ongkos angkutan sebagaimana yang disetujui bersama.
Menurut Xxxxxxxxxx Xxxxxxxx, terdapat beberapa asas-asas yang mendasari perjanjian pengangkutan antara lain :24
a. Asas konsensional
Asas ini mensyaratkan adanya perjanjian pengangkutan secara tertulis, sudah cukup apabila ada persetujuan kehendak antara pihak-pihak. Perjanjian pengangkutan dibuat secara tidak tertulis (lisan) namun didukung oleh surat angkutan. Surat angkutan tersebut bukanlah perjanjian tertulis melainkan hanya sebagai bukti bahwa persetujuan antara pihak-pihak itu ada.
b. Asas koordinasi
Asas ini mensyaratkan kedudukan yang sejajar antara pihak-pihak dalam perjanjian pengangkutan. Dalam hal ini, perjanjian keseluruhan tidak berlaku
24 Xxxxxxxxxx Xxxxxxxx, Hukum Pengangkutan Darat, Laut dan Udara, (Bandung: Citra Xxxxxx Xxxxx, 1994), hal 23.
dalam perjanjian pengangkutan. Pihak pengangkut baik dalam pengangkutan darat, laut dan udara bukan merupakan buruh pihak pengirim.
c. Asas campuran
Perjanjian pengangkut merupakan campuran dari tiga jenis perjanjian yaitu pemberian kuasa dari pengirim kepada pengangkut, penyimpan barang, dan melakukan perkerjaan pengangkutan yang diberikan oleh pengirim kepada pengangkut
d. Asas tidak ada hak retensi
Penggunaan hak retensi dalam perjanjian pengangkutan tidak dibenarkan. Penggunaan hak retensi bertentangan dengan fungsi dan tujuan pengangkutan. Penggunaan hak retensi akan menyulitkan pengangkutan sendiri misalnya penyediaan tempat penyimpanan, biaya penyimpanan, penjagaan, dan perawatan barang.
Dalam buku M.N. Xxxxxxxx pengangkutan didefinisikan sebagai pemindahan barang dan manusia dari tempat asal menuju tempat tujuannya. Selanjutnya dijelaskan bahwa proses pengangkutan tersebut merupakan gerakan dari tempat asal, dimana kegiatan angkutan itu dimulai, ke tempat tujuan, dan ke mana kegiatan pengangkutan diakhiri.25
Adapun proses dari pengangkutan itu merupakan gerakan dari tempat asal dari mana kegiatan angkutan dimulai ke tempat tujuan dimana angkutan itu diakhiri.26
Sehingga dapat ditarik kesimpulan pengangkutan merupakan perjanjian timbal balik antara pengangkut dengan pengirim, dimana pengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang dan/atau orang dari suatu tempat ke tempat
25 M.N. Xxxxxxxx, Manajemen Transportasi, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2008), hal 3.
26 Xxxxxxxxxxx Xxxxxxx, Beberapa Masalah Ekonomi dan Managemen Pengangkutan, (Jakarta: Lembaga penerbitan UI, 1981), hal 5.
tujuan tertentu dengan selamat, sedangkan pengirim mengikatkan diri untuk membayar uang angkutan. Bertujuan untuk meninggikan manfaat atas barang-barang tersebut dan juga efisien bagi orang-orang yang dapat diselenggarakan melalui angkutan darat, angkutan perairan, maupun angkutan udara.
Peranan pengangkutan mencakup bidang yang luas di dalam kehidupan manusia yang meliputi atas berbagai aspek, seperti yang akan diuraikan sebagai berikut:27
a. Aspek sosial dan budaya
Dampak sosial dari transportasi dirasakan pada peningkatan standar hidup. Transportasi menekan biaya dan memperbesar kuantitas keanekaragaman barang sehingga terbuka kemungkinan adanya perbaikan dalam perumahan, sandang, dan pangan, serta rekreasi. Dampak lain adalah terbukanya kemungkinan keseragaman dalam gaya hidup, kebiasaan, dan bahasa. Dalam bidang budaya dengan adanya pengangkutan di antara bangsa atau suku bangsa yang berbeda kebudayaan akan membuat mereka saling mengenal dan menghormati di antara masing-masing budaya yang berbeda tersebut.
b. Aspek politis dan pertahanan
Di negara maju maupun berkembang transportasi memiliki dua keuntungan politis, yaitu seperti transportasi dapat memperkokoh persatuan dan kesatuan nasional dan transportasi merupakan alat mobilitas unsur pertahanan dan keamanan yang harus selalu tersedia.
c. Aspek hukum
Di dalam pengoperasian dan pemilikan alat angkutan diperlukan ketentuan hukum mengenai hak, kewajiban, dan tanggung jawab serta perasuransian apabila terjadi kecelakaan lalu lintas, juga terhadap penerbangan luar negeri
27 M.N. Xxxxxxxx, Op.Cit, hal 4-5.
yang melewati batas wilayah suatu negara, diatur di dalam suatu perjanjian antar negara.
d. Aspek teknik
Hal-hal yang berkaitan dengan pembangunan dan pengoperasian alat transportasi adalah menyangkut aspek teknis yang harus menjamin keselamatan dan keamanan dalam penyelenggaraan angkutan.
e. Aspek ekonomi
Peran pengangkutan tidak hanya untuk melancarkan arus barang dan mobilitas manusia, pengangkutan juga membantu tercapainya pengalokasian sumber- sumber ekonomi secara optimal. Untuk itu, jasa angkutan harus cukup tersedia secara merata dan terjangkau oleh daya beli masyarakat.
Mengenai fungsi pengangkutan adalah sangat penting sekali dalam kehidupan bermasyarakat, terutama dalam dunia perdagangan, mengingat kegiatan pengangkutan merupakan sarana untuk memindahkan barang dari produsen ke agen/grosir dan selanjutnya sampai ke konsumen dalam hal angkutan barang. Selain itu pengangkutan berfungsi sebagai faktor penunjang dan perangsang pembangunan dan pemberi jasa. Sedangkan untuk pengangkutan penumpang (orang), maka kegiatan pengangkutan berfungsi untuk memindahkan penumpang (orang) dari satu tempat ke tenpat lain yang menjadi tujuannya. Dengan jasa kegiatan pengangkutan tersebutlah barang dan atau penumpang dapat berpindah dari tempat asal ke tempat tujuan.28
Menurut HMN Purwosutjipto, fungsi pengangkutan adalah memindahkan barang atau orang dari suatu tempat ke tempat yang lain dengan maksud untuk meningkatkan daya guna dan nilai.29
28Ibid, hal 5.
29 HMN. Purwosutjipto, Op.Cit, hal 1.
Salah satu yang menjadi sasaran fungsi pengangkutan itu adalah dengan dilakukannya kegiatan pengangkutan itu maka barang atau benda yang diangkut itu akan meningkat daya guna maupun nilai ekonomisnya. Sedangkan untuk pengangkutan penumpang (orang), maka kegiatan pengangkutan juga akan membawa fungsi bagi penumpang sebagai pengguna jasa angkutan. Artinya dengan dukungan jasa angkutan tersebut penumpang dapat sampai ke tempat yang dituju untuk selanjutnya melakukan kegiatan yang ia maksudkan. Sehingga dapat dilihat bahwa kegiatan pengangkutan itu mempunyai fungsi bukan hanya dalam kegiatan perdagangan saja, tetapi juga mendukung di segala bidang kehidupan masyarakat.
2. Jenis-Jenis Pengangkutan
Pembagian jenis-jenis pengangkutan pada umunya didasarkan pada jenis alat angkut yang dipergunakan dan keadaan geografis yang menjadi wilayah tempat berlangsungnya kegiatan pengangkutan. Menurut X.X.X Xxxxxxxxxxxxx dalam bukunya Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia, jenis-jenis pengangkutan terdiri dari pengangkutan darat, pengangkutan laut, pengangkutan udara, dan pengangkutan perairan darat.30
Secara umum, pengangkutan terbagi atas 3 (tiga jenis), yakni:31
a. Pengangkutan Darat
Ruang lingkup angkutan darat dinyatakan sepanjang dan selebar negara, yang artinya ruang lingkupnya sama dengan ruang lingkup negara. Angkutan darat dapat dilakukandengan berjenis-jenis alat pengangkutan, antara lain dengan kendaraan bermotor di atas jalan raya dan dengan kendaraan kereta api dan listrik di atas rel.
30Ibid, hal 2.
31 Xxxxxx Xxxxx, Hukum Pengangkutan, Kelompok Studi Hukum Fakultas Hukum USU, (Medan:USU, 2002), hal 22-27.
Pada dasarnya pengangkutan melalui darat digunakan untuk menghubungkan kota yang satu dengan kota yang lain atau daerah yang lain di satu pulau. Selain dari jenis angkutan tersebut, pengangkutan surat-surat/ paket melalui pos dan berita lewat kawat radio dan televisi termasuk juga pengangkutan darat.
b. Pengangkutan Laut
Laut memiliki fungsi yang beraneka ragam. Selain berfungsi sebagai sumber makanan dan mata pencaharian bagi umat manusia, sebagai tempat berekreasi, dan sebagai alat pemisah atau pemersatu bangsa, laut juga berfungsi sebagai jalan raya perdagangan. Ruang lingkup angkutan laut jauh berbeda dari ruang lingkup angkutan darat. Ruang lingkup angkutan laut meluas melampaui batas Negara, sehingga ruang lingkup itu dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu:
1) Ruang lingkup angkutan laut dalam negeri,
2) Ruang lingkup angkutan laut luar negeri.
Dalam hal ini, hubungan nasional dan internasional tidak hanya terletak pada satu bidang hukum saja, melainkan pada bidang yang beraneka ragam, sehingga dapat dikatakan bahwa hukum laut meliputi seluruh bidang hukum, baik hukum publik dan privat nasional maupun internasional.
c. Pengangkutan Udara
International Air Transport Association (IATA) sebagai organisasi internasional, yang mana tergabung sebagian besar pengangkut-pengangkut udara diseluruh dunia telah menyetujui syarat-syarat umum pengangkutan (General Condition of Carriage), baik untuk penumpang, bagasi maupun untuk barang. Syarat-syarat umum pengangkutan ini bertujuan untuk mengadakan keseragaman dalam syarat-syarat pengangkutan bagi para anggotanya. Syarat-syarat khusus ini perlu diketahui lebih dulu oleh calon penumpang
atau pengirim barang, sebab di dalam tiket penumpang selalu disebutkan bahwa
pengangkutan udara dengan tiket itu tunduk pada syarat-syarat khusus pengangkutan dan ordonansi pengangkutan udara di Indonesia (S. 1939-100). Dengan membeli tiket pengangkutan udara, maka telah terjadi perjanjian pengangkutan antara pengusaha dengan penumpang dan dengan sendirinya semua ketentuan-ketentuan yang tercantum pada tiket pengangkutan udara telah berlaku.
Menurut Xxxxxx Xxxxx Xxxx : “Pengangkutan melalui laut dapat dibagi atas pengangkutan antar pulau dan pengangkutan ke luar negeri, selain itu juga dapat dibagi atas pengangkutan dengan pelayaran tetap dan pengangkutan dengan tramp (kapal tambangan).”32
B. Tinjauan Umum Perjanjian Menurut KUHPerdata
1. Pengertian dan Dasar Hukum Perjanjian
Perjanjian merupakan sumber terpenting yang melahirkan perikatan. Perikatan yang berasal dari perjanjian dikehendaki oleh dua orang atau dua pihak yang membuat perjanjian, sedangkan perikatan yang lahir dari undang-undang dibuat atas dasar kehendak yang berhubungan dengan perbuatan manusia yang terdiri dari dua pihak.33Dalam bahasa Belanda, perjanjian disebut juga overeenkomst dan hukum perjanjian disebut overeenkomstenrech.34 Hukum perjanjian diatur dalam buku III KUHPerdata. Pada pasal 1313 KUHPerdata, dikemukakan tentang defenisi daipada perjanjian. Menurut ketentuan pasal ini, “perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih”.
Para Sarjana Hukum Perdata umumnya berpendapat bahwa defenisi perjanjian yang terdapat di dalam ketentuan di atas adalah tidak lengkap dan juga terlalu luas.35
32 Xxxxxx Xxxxx Xxxx, dkk, Op.Cit, hal 252.
33 Xxxxxxxxx, Hukum Perjanjian, (Jakarta: Prenada Media, 2004), hal 117.
34 C.S.T. Kansil, Modul Hukum Perdata Termasuk Asas-Asas Hukum Perdata, (Jakarta: PT.Xxxxxxx Xxxxxxxx, 2006), hal 36
35 C.S.T. Xxxxxx, Xxxx, hal 37
Adapun kelemahan-kelemahan dari defenisi di atas adalah seperti diuraikan berikut ini :36
a. Hanya menyangkut perjanjian sepihak saja. Hal ini diketahui dari perumusan “satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih lainnya”. Kata kerja “mengikatkan” sifatnya hanya datang dari satu pihak saja, tidak dari kedua belah pihak. Seharusnya perumusan itu “saling mengikatkan diri”, jadi ada konsensus antara pihak-pihak. Seperti misalnya pada perjanjian jual-beli, sewa-menyewa.
b. Kata perbuatan mencakup juga tanpa konsensus dalam pengertian “perbuatan” termasuk juga tindakan melaksanakan tugas tanpa kuasa (zaakwarneming), tindakan melawan hukum (onrechtmatigedaad) yang tidak mengandung konsensus, seharusnya digunakan kata persetujuan.
c. Pengertian perjanjian terlalu luas. Pengertian perjanjian dalam pasal tersebut terlalu luas, karena mencakup juga pelangsungan perkawinan, xxxxx xxxxx, yangdiatur dalam lapangan hukum keluarga. Padahal yang dimaksud adalah hubungan antara debitur dan kreditur dalam lapangan harta kekayaan saja. Perjanjian yang dikehendaki Buku III KUHPerdata sebenarnya hanyalah perjanjian yang bersifat kebendaan bukan perjanjian yang bersifat personal.
d. Tanpa menyebut tujuan. Dalam perumusan perjanjian tersebut tidak disebutkan tujuan mengadakan perjanjian, sehingga pihak-pihak yang mengikatkan diri itu tidak jelas untuk apa.
Atas dasar alasan-alasan yang dikemukakan di atas maka perlu dirumuskan kembali apa yang dimaksud dengan perjanjian itu. “Perjanjian adalah suatu persetujuan dengan mana dua orang atau lebih saling mengikatkan diri untuk melaksanakan suatu hal
36Ibid
dalam lapangan harta kekayaan”.37Dalam bentuknya perjanjian itu berupa suatu rangkaian kata-kata yang mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau tertulis.
Menurut X. Subekti yang dimaksud dengan perjanjian adalah sebagai berikut:38 “Perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada orang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal”.
Menurut Xxxxxxx Xxxxxxxxxxxx, yang dimaksud dengan perjanjian adalah “Sebagai suatu hubungan hukum mengenai harta benda antara dua pihak, dalam mana satu pihak berjanji atau dianggap berjanji untuk melakukan sesuatu hal atau tidak melakukan sesuatu hal, sedangkan pihak lain berhak menuntut pelaksanaan janji itu.”39
Menurut X. Xxxxx Xxxxxxx mengemukakan bahwa “Perjanjian atauverbintenis mengandung suatu hubungan hukum kekayaan atau harta benda antara dua orang atau lebih, yang memberi kekuatan hak pada satu pihak untuk memperoleh prestasi dan sekaligus mewajibkan pada pihak lain untuk menunaikan prestasi”.40
Menurut Xxxxxxxxxxxxxx menyatakan bahwa “Perjanjian adalah suatu perbuatan hukum berdasarkan kata sepakat diantara dua orang atau lebihuntuk menimbulkan akibat- akibat hukum yang diperkenankan oleh undang-undang”.41
Menurut Xxxxxxxxxx Xxxxxxxx menyatakan bahwa “Perjanjian adalah suatu persetujuan dengan mana dua orang atau lebih mengikatkan diri untuk melaksanakan sesuatu dalam lapangan harta kekayaan”.42
hal 83.
37 Komariah, Hukum Perdata, (Malang: UMM Press, 2008), hal 169.
38 R. Subekti, Hukum Perjanjian, (Bandung: PT. Intermasa, 1987), hal 9.
39 Xxxxxxx Xxxxxxxxxxx, Asas-Asas Hukum Perjanjian, (Bandung: Sumur, 1981), hal 9.
40 X. Xxxxx Xxxxxxx, Segi-Segi Hukum Perjanjian, (Bandung: Penerbit Alumni, 1986), hal 6.
41Tirtodiningrat, Ikhtisar Hukum Perdata dan Hukum Dagang, (Jakarta: PT. Pembangunan, 1986),
42 XxxxxxxxxxXxxxxxxx, Hukum Perjanjian, (Bandung: Citra Xxxxxx Xxxxx, 1990), hal 78.
Menurut Xxxxxxx Xxxxxxxxxxx mengemukakan bahwa “Perjanjian adalah hubungan hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum”.43
Perbedaan-perbedaan pendapat para sarjana mengenai defenisi dari perjanjian memang berbeda-beda. Hal ini merupakan sesuatu yang wajar sebab dalam mengemukakan defenisi dari perjanjian itu, para pakar hukum tersebut memiliki sudut pandang yang saling berbeda satu sama lain. Namun dalam setiap defenisi yang dikemukakan oleh para sarjana tersebut tetap mencantumkan secara tegas bahwa dalam perjanjian terdapat pihak-pihak yang menjadi subjek dan objek dari perjanjian tersebut yaitu adanya hubungan hukum yang terjadi diantara para pihak yang menyangkut pemenuhan prestasi dalam bidang kekayaan. Adapun yang menjadi dasar hukum dari perjanjian ini antara lain buku ketiga Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tentang perikatan.
2. Subjek dan Objek Perjanjian
Menurut X. Subekti, yang termasuk dalam subjek perjanjian antara lain:44
a. Orang yang membuat perjanjian harus cakap atau mampu melakukan perbuatan hukum tersebut, siapapun yang menjadi para pihak dalam suatu perjanjian harus memenuhi syarat bahwa mereka adalah cakap untuk melakukan perbuatan hukum.
b. Ada kesepakatan yang menjadi dasar perjanjian yang harus dicapai atas dasar kebebasan menentukan kehendaknya (tidak ada paksaan, kekhilafan, atau penipuan), dengan adanya kesepakatan diantara kedua belah pihak yang membuat perjanjian, maka perjanjian itu mengikat mereka yang membuatnya.
43 Xxxxxxx Xxxxxxxxxxx, Hukum Acara Perdata Indonesia, (Yogyakarta;Liberty, 2006), hal 97.
44 R. Subekti, Hukum Perjanjian, (Jakarta: PT. Pembimbing Masa, 1970), hal 16.
Apabila perjanjian tidak memenuhi syarat subjektif akibat hukumnya perjanjian tersebut dapat dibatalkan (veerneetigbaar), artinya perjanjian tersebut batal jika ada yang memohonkan pembatalan. Sedangkan untuk objek perjanjian, dinyatakan bahwa suatu perjanjian haruslaah mempunyai objek tertentu, sekurang-kurangnya objek tersebut dapat ditentukan.
Bahwa objek tersebut dapat berupa benda yang sekarang ada dan benda yang nanti akan ada. Sehingga dapat disimpulkan syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk menjadi objek perjanjian, antara lain:
a. Barang-barang yang dapat diperdagangkan (Pasal 1332 KUHPerdata).
b. Suatu barang yang sedikitnya dapat ditentukan jenisnya (Pasal 1333 KUHPerdata). Tidak menjadi halangan bahwa jumlahnya tidak tentu, asal saja jumlah itu di kemudian hari dapat ditentukan atau dihitung.
c. Barang-barang yang akan ada dikemudian hari (Pasal 1334 ayat (2) KUHPerdata).
Sedangkan barang-barang yang tidak boleh menjadi objek perjanjian adalah:45
a. Barang-barang di luar perdagangan, misalnya senjata resmi yang dipakai negara;
b. Barang-barang yang dilarang oleh undang-undang, misalnya narkotika; dan
c. Warisan yang belum terbuka.
Menurut Subekti, mengenai objek perjanjian ditentukan antara lain:46
a. Apa yang dijanjikan oleh masing-masing pihak harus cukup jelas untuk menetapkan kewajiban masing-masing.
45 Xxxxxx Xxxxx Xxxxxxxxxxx, Hukum Perdata Tentang Perikatan, (Medan: Penerbit Fakultas Hukum USU, 1974), hal 166.
46 R. Subekti, Op.Cit, hal 17.
b. Apa yang dijanjikan oleh masing-masing pihak tidak bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum atau kesusilaan.
Perjanjian yang tidak memenuhi syarat objektif, akibat hukumnya adalah perjanjian tersebut batal demi hukum (nietigbaar). Artinya dari semula tidak pernah dilahirkan suatu perjanjian dan tidak pernah ada suatu perikatan.
3. Syarat-syarat Sahnya Suatu Perjanjian
Menurut Xxxxx 1320 KUHPerdata, terdapat beberapa syarat agar suatu perjanjian dinyatakan sah, antara lain:
a. Kesepakatan bagi mereka yang mengikatkan dirinya.
Dengan sepakat dimaksudkan bahwa pihak-pihak yang mengadakan perjanjian itu harus bersepakat, setuju atau seia sekata mengenai hal-hal yang pokok dari perjanjian yang diadakan itu. Apa yang dikehendaki oleh pihak yang satu juga dikehendaki oleh pihak yang lain. Kesepakatan kedua belah pihak dalam suatu perjanjian itu harus diberikan secara bebas.47
Mereka menghendaki sesuatu hal yang sama secara timbal balik. Dalam hal persetujuan ini, kedua belah pihak dalam suatu perjanjian harus mempunyai kemauan yang bebas untuk mengikatkan diri dan kemauan itu harus dinyatakan. Dengan demikian kata sepakat antara kedua belah pihak atau lebih di dalam mengadakan perjanjian itu harus tanpa cacat, sebab jika terdapat cacat dalam perjanjian itu, persetujuan itu dapat dimintakan pembatalannya kepada pengadilan.48 Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 1321 KUHPerdata yang menyebutkan bahwa tiada kesepakatan sah apabila kesepakatan itu diberikan secara kekhilafan (dwaling) atau diperoleh dengan paksaan (dwang) atau penipuan (bedrog).
47 Komariah, Op.Cit, hal 175.
48 Xxxxxxx Xxxxxx, Xxxxxxx Xxxxxx, Bahan Dasar Hukum Perdata, (Medan: Akademi Keuangan dan Perbankan (Perbanas), 1993), hal 176-177.
Mengenai kekhilafan/ kekeliruan yang dapat dibatalkan, harus mengenai inti sari pokok perjanjian, harus mengenai objek atau prestasi yang dikehendaki. Sedangkan kekhilafan/ kekeliruan mengenai orangnya tidak menyebabkan perjanjian dapat menjadi batal.49
Paksaan (dwang) terjadi jika seseorang memberikan persetujuannya karena ia takut pada suatu ancaman. Dalam hal ini yang diancamkan oleh undang-undang harus merupakan suatu perbuatan yang dilarang atau yang tidak diizinkan (tidak dibenarkan) undang-undang. Jika suatu perbuatan yang diancam itu dibenarkan atau diizinkan oleh undang-undang, misalnya ancaman akan menggugat yang bersangkutan di muka hakim dengan penyitaan barang, hal seperti itu tidaklah dikatakan suatu paksaan.50
Mengenai pengertian penipuan (bedrog) ini terjadi, apabila suatu pihak dengan sengaja memberikan keterangan-keterangan yang tidak benar, disertai dengan kelicikan- kelicikan sehingga pihak lain terbujuk untuk melakukan sesuatu atau memberikan sesuatu.51
b. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan.
Syarat kedua sahnya perjanjian adalah adanya kecakapan atau cakap dalam hukum. Menurut Pasal 330 KUHPerdata, seseorang dikatakan cakap dalam hukum apabila telah berumur 21 tahun, atau yang telah melangsungkan pernikahan. Dalam Pasal 1330 KUHPerdata disebutkan bahwa orang-orang yang tidak cakap untuk membuat suatu perjanjian adalah :
1) Orang-orang yang belum dewasa;
2) Mereka yang di bawah pengampuan (curatelen); dan
49 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Pasal 1322 50 Xxxxxxx Xxxxxx, Xxxxxxx Xxxxxx Op.Cit, hal 177. 51Ibid, hal 178.
3) Perempuan yang telah kawin (dengan adanya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, ketentuan ini tidak berlaku lagi) dan pada umumnya semua orang kepada siapa undang-undang telah melarang membuat persetujuan tertentu.
Menurut Pasal 433 KUHPerdata, orang-orang yang diletakkan di bawah pengampuan adalah setiap orang dewasa yang berada dalam keadaan dungu, sakit otak, atau mata gelap dan boros. Apabila seseorang yang belum dewasa dan mereka yang diletakkan di bawah pengampuan itu mengadakan perjanjian, maka yang mewakilinya masing-masing adalah orang tua dan pengampunya.52
Ketiga hal ini, bila melakukan perjanjian tanpa izin dari yang mengawasinya maka dikatakan perjanjian itu bercacat. Oleh karena itu perjanjian itu dapat dibatalkan oleh hakim, baik secara langsung ataupun melalui orang yang mengawasinya.53 Menurut ketentuan Pasal 1329 KUHPerdata, setiap orang adalah cakap untuk membuat perikatan, jika ia oleh undang-undang tidak dinyatakan cakap. Pasal tersebut menyatakan bahwa semua orang dianggap mampu atau cakap untuk mengikatkan diri dalam suatu persetujuan. Hal ini memberikan kebebasan bagi setiap orang untuk melakukan perbuatan hukum. Ketidakmampuan seseorang untuk melakukan perbuatan hukum harus dinyatakan oleh undang-undang.
Hal ini dikarenakan dari sudut keadilan, orang yang membuat suatu perjanjian nantinya akan terikat oleh perjanjian itu, sehingga harus mempunyai cukup kemampuan untuk menginsafi benar-benar tanggung jawab yang dipikulnya dengan perbuatan itu. Sedangkan dari sudut hukum, karena orangyangmembuat suatu perjanjian itu berarti dengan sendirinya ia mempertaruhkan kekayaannya, maka orang tersebut haruslah orang yang sungguh-sungguh berhak berbuat dengan harta kekayaannya.54 Tegasnya syarat
52 Xxxxxx Xxxxx Xxxxxxxxxxx, Op. Cit, hal 165.
53 C.S.T Kansil, Op.Cit, hal 226.
54 Xxxxxxx Xxxxxx, Xxxxxxx Xxxxxx, Xx.Xxx, hal 178-179.
kecakapan untuk membuat suatu perjanjian mengandung kesadaran untuk melindungi baik bagi dirinya maupun dalam hubungan dengan keselamatan dirinya.
c. Suatu hal tertentu
Ketentuan untuk hal tertentu ini menyangkut objek hukum atau mengenai bendanya. Menurut Pasal 1333 KUHPerdata, suatu hal tertentu artinya barang yang menjadi objek perjanjian paling sedikit harus dapat ditentukan jenisnya, sedangkan jumlahnya tidak menjadi soal asalkan dapat ditentukan kemudian.55
Hal tertentu mengenai objek hukum benda itu oleh pihak-pihak ditegaskan di dalam perjanjian mengenai antara lain:56
1) Jenis barang;
2) Kualitas dan mutu barang;
3) Buatan pabrik dan dari Negara mana;
4) Buatan tahun berapa;
5) Warna barang;
6) Ciri khusus barang tersebut;
7) Jumlah barang; dan
8) Uraian lebih lanjut mengenai barang itu.
Dengan demikian, perjanjian yang objeknya tidak tertentu atau jenisnya tidak tertentu maka dengan sendirinya perjanjian itu tidak sah. Objek atau jenis objek merupakan syarat yang mengikat dalam perjanjian.
d. Suatu sebab yang halal.
55 Komariah, Op.Cit, hal 175.
56 C.S.T Kansil, Xx.Xxx, hal 227.
Sebab atau causa yang dimaksudkan undang-undang adalah isi perjanjian itu sendiri. Jadi sebab atau causa tidak berarti sesuatu yang menyebabkan seseorang membuat perjanjian yang dimaksud.57
Menurut Subekti, “Sebab atau causa harus dibedakan dengan motif atau desakan jiwa yang mendorong seseorang untuk membuat suatu perjanjian”.58 Menurut Pasal 1337 KUHPerdata, suatu sebab adalah terlarang, apabila dilarang oleh undang-undang, atau apabila berlawanan dengan kesusilaan atau ketertiban umum. Akibat hukum dari perjanjian yang berisi causa yang tidak halal, mengakibatkan perjanjian itu batal demi hukum. Dengan demikian tidak ada dasar untuk membuat pemenuhan perjanjian di muka hakim.
Dua syarat yang pertama disebut dengan syarat-syarat subjektif karena menyangkut subjek yang mengadakan perjanjian, sedangkan dua syarat terakhir disebut syarat-syarat objektif karena mengenai perjanjian itu sendiri atau objek dari perbuatan hukum yang dilakukan itu.59
Di dalam hukum perjanjian terdapat beberapa asas-asas, yakni sebagai berikut:60
1. Asas konsensualisme (persesuaian kehendak), artinya dengan adanya kata sepakat antara kedua belah pihak, perjanjian sudah mengikat. Jadi perikatan lahir sejak detik tercapinya kesepakatan. Terhadap asas ini terdapat pengecualian, yakni adanya perjanjian riil misalnya perjanjian penitipan barang (Pasal 1694 KUHPerdata), perjanjian pinjam pakai (Pasal 1740 KUHPerdata), perjanjian pinjam pakai sampai habis (Pasal 1754 KUHPerdata).
57 Xxxxxxxx, Op.Cit, hal 175.
58 Xxxxxxx Xxxxxx, Xxxxxxx Xxxxxx, Xx.Xxx, hal 180.
59Ibid, hal 181.
60 Xxxxxx Xxxxx Xxxxxxxxxxx, KUHPerdata Buku III Hukum Perikatan Dengan Penjelasan, (Bandung: Penerbit Alumni, 1983), hal 108-119.
2. Kebebasan berkontrak (partij otonomi)
Kebebasan berkontrak adalah salah satu asas yang sangat penting di dalam hukum perjanjian. Kebebasan ini adalah perwujudan dari kehendak bebas, pancaran hak asasi manusia. Asas kebebasan berkontrak dapat disimpulkan dari Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata yang menentukan : “semua perjanjian yang dibuat sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”. Dengan menekankan kata “semua”, pasal tersebut berisikan suatu pernyataan kepada masyarakat bahwa setiap orang diperbolehkan membuat perjanjian yang berupa dan berisi apa saja, dan perjanjian itu akan mengikat para pihak yang membuatnya seperti suatu undang-undang. Asas kebebasan berkontrak ini dibatasi oleh hukum yang sifatnya memaksa, sehingga para pihak yang membuat persetujuan harus menaati hukum yang sifatnya memaksa tersebut. Selain itu, meskipun setiap orang bebas untuk membuat perjanjian yang berupa dan berisi apa saja, namun isi perjanjian tersebut tidak boleh bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan dan ketertiban umum.
3. Asas kepercayaan
Seseorang yang mengadakan perjanjian dengan pihak lain, menumbuhkan kepercayaan diantara kedua belah pihak bahwa satu sama lain akan memenuhi janjinya, dengan kata lain akan memenuhi prestasinya. Tanpa ada kepercayaan pada kedua belah pihak maka perjanjian itu tidak mungkin diadakan oleh para pihak.
4. Asas kekuatan mengikat
Asas ini dapat disimpulkan dari Pasal 1338 ayat 1 KUHPerdata. Mengikat artinya masing-masing para pihak dalam perjanjian tersebut harus
menghormati dan melaksanakan isi perjanjian, serta tidak boleh melakukan perbuatan yang bertentangan dengan isi perjanjian. Terikatnya para pihak pada perjanjian tidak semata-mata terbatas pada apa yang diperjanjikan, tetapi juga terhadap beberapa unsur lain sepanjang dikehendaki oleh kebiasaan dan kepatutan serta moral.
5. Asas persamaan hukum
Asas ini menempatkan para pihak di dalam persamaan derajat dan tidak ada perbedaan di hadapan hukum. Masing-masing pihak wajib melihat adanya persamaan ini dan mengharuskan kedua belah pihak untuk menghormati satu sama lain sebagai manusia ciptaan Tuhan.
6. Asas Keseimbangan
Asas ini menghendaki kedua belah pihak memenuhi dan melaksanakan perjanjian itu. Asas keseimbangan ini merupakan kelanjutan dari asas persamaan.
7. Asas kepastian hukum
Menurut asas ini perjanjian harus mengandung kepastian hukum bagi para pihak yang mengadakan perjanjian. Kepastian ini terungkap dari kekuatan mengikat perjanjian itu yaitu sebagai undang-undang bagi para pihak.
8. Asas moral
Asas ini terlihat dalam perikatan wajar, dimana suatu perbuatan sukarela dari seseorang tidak menimbulkan hak baginya untuk menggugat kontra prestasi dari pihak debitur. Faktor-faktor yang memberikan motivasi pada yang bersangkutan melakukan perbuatan hukum itu berdasarkan pada kesusilaan (moral), sebagi panggilan dari hati nuraninya.
9. Asas kepatutan
Asas ini dituangkan dalam Pasal 1339 KUHPerdata. Asas ini berkaitan dengan ketentuan mengenai isi perjanjian, melalui asas ini ukuran tentang hubungan ditentukan juga oleh rasa keadilan dalam masyarakat.
10. Asas kebiasaan
Asas ini diatur dalam Pasal 1339 jo. 1347 KUHPerdata. Suatu perjanjian tidak hanya mengikat untuk apa yang secara tegas diatur, akan tetapi juga hal-hal yang dalam keadaan dan kebiasaan yang lazim diikuti.
Menurut Xxxxxxxx mengatakan bahwa “Setiap perjanjian dinyatakan sudah sah atau mengikat apabila sudah tercapai kesepakatan mengenai hal-hal yang pokok dari perjanjian itu. Isi perjanjian yang mengikat tersebut kemudian akan berfungsi sebagai undang-undang bagi para pihak yang membuatnya.”61
61 Komariah, Op.Cit, hal 173-174.
BAB III METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian
1. Waktu Penelitian
Waktu Penelitian akan dilakukan secara singkat yaitu setelah dilakukan seminar outline skripsi pertama dan telah dilakukan perbaikan seminar outline yang akan dilakukan secepatnya, dalam uraian waktu maka penelitian ini dapat dijabarkan sebagai berikut :
Waktu Penelitian
No. | Kegiatan | Juli 2019 | Januari 2020 | Pebruari 2020 | Mei 2020 | ||||||||||||
I | II | III | IV | I | II | III | IV | I | II | III | IV | I | II | III | IV | ||
1 | Penyusunan Proposal | ||||||||||||||||
2 | Bimbingan Proposal | ||||||||||||||||
3 | Perbaikan | ||||||||||||||||
4 | Seminar | ||||||||||||||||
5 | Bimbingan dan Perbaikan sebelum seminar hasil | ||||||||||||||||
6 | Seminar Hasil penyempurnaan | ||||||||||||||||
7 | Sidang |
2. Tempat Penelitian
Untuk Menentukan data dan informasi yang dibutuhkan dalam peneltian ini maka penulis mengadakan penelitian langsung dengan lokasi di CV ULTRA yang beralamat di Bandar Selamat Kecamatan Aek Kuo Kabupaten Labuhan Batu Utara Sumatera Utara.
B. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normative, Penelitian yuridis normative adalah metode penelitian yang mengacu pada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan.62,
62Xxxxxxxx Xxxxxxxx dan Xxx Xxxxxxx, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2009), hal 1.
a. Data priemer yaitu sumber data yang diperoleh secara langsung dengan mengajukan pertanyaan kepada narasumber yaitu kepada Direktur Cv Ultra.
b. Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari melalui data yang telah diteliti dan dikumpulkan oleh pihak-pihak yang berkaitan dengan masalah penelitian yang terdiri buku-buku ilmiah, makalah dan jurnal hukum.
pa
c. Data tersier yaitu suatu kumpulan dari data primer dan data sekunder dapat beru
kamus hukum dan biografi.
2. Sifat Penelitian
Sifat penelitian ini adalah penelitian deskriptif analisis. Penelitian ini melakukan analisis hanya sampai pada taraf deskripsi, yaitu menganalisis dan menyajikan fakta secara sistematis sehingga dapat lebih mudah untuk dipahami dan disimpulkan. Deskriptif dalam arti bahwa dalam penelitian ini, bermaksud untuk menggambarkan dan melaporkan secara rinci, sistematis dan menyeluruh, mengenai segala sesuatu yang berkaitan dengan aspek hukum pengangkutan dalam perjanjian menurut KUHPerdata.
3. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara penelitian lapangan (Field Research) dan kepustakaan (Library Research), yaitu:
a. Penelitian Lapangan (Field Research)
Penelitian ini dilakukan dengan cara mendatangi langsung ke lapangan untuk memperoleh data yang berkaitan dengan masalah yang dibahas, penelitian ini dilakukan melalui :
1) Observasi (Pengamatan Langsung), yaitu melakukan pengamatan secara langsung dilokasi untuk memperoleh data yang diperlukan.
2) Wawancara, adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan
dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan
perxxxxxan dan terwawancara (interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan tersebut.63 Pedoman wawancara dalam penelitian ini adalah wawancara terstuktur, yaitu wawancara dilakukan dengan mengajukan beberapa pertanyaan secara sistematis dan pertanyaan yang diajukan telah disusun.64
3) Dokumentasi, yaitu pengumpulan data dengan cara mencatat data yang berhubungan dengan masalah yang akan diteliti dari dokumen-dokumen dimiliki oleh pemiliki akun yang telah dipublikasikan.
b. Penelitian Kepustakaan (Library Research)
Penelitian kepustakaan yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara membaca buku-buku diperpustakaan dan tulisan-tulisan yang berkaitan dengan masalah-masalah yang akan diteliti oleh penulis.
4. Analisis Data
Analisis data yang digunakan adalah secara kualitatif. Kualitatif diartikan sebagai kegiatan menganalisis data secara komprehensif, yaitu data sekunder dari berbagai kepustakaan dan literatur, baik yang berupa buku, peraturan perundangan, dan hasil penelitian lainnya maupun informasi dari media massa. Analisis data ini dilakukan setelah setelah terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan, pengelompokkan, pengolahan dan evaluasi, sehingga diketahui reliabilitas data tersebut, lalu dianalisis secara kualitatif untuk menyelesaikan permasalahan yang ada. 65
63 Lexy J. Xxxxxxx, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung:Remaja Rosdakarya, 2010), hal 186.
64Ibid, hal 186.
65Lexy Xxxxxxx, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2004), hal 7.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian pada bab-bab sebelumnya, dapat dirumuskan kesimpulan sebagai berikut :
1. Aspek hukum mengenai pengangkutan barang menurut hukum perdata sebagai suatu proses (process) yaitu serangkaian perbuatan mulai dari pemuatan ke dalam alat angkut, kemudian dibawa menuju ketempat yang telah ditentukan, dan pembongkaran atau penurunan ditempat tujuan. KUHPerdata pada pokoknya pengangkutan adalah perpindahan tempat, baik mengenai benda-benda maupun orang-orang, karena perpindahan ini mutlak diperlukan untuk mencapai dan meninggikan manfaat serta efisiensi, sedangkan pengangkutan sebagai perjanjian(agreement), pada umumnya bersifat lisan (tidak tertulis) tetapi selalu didukung oleh dokumen angkutan. Perjanjian pengangkutan dapat juga dibuat tertulis yang disebut carter (charterparty). Jadi perjanjian pengangkutan pada umumnya diadakan secara lisan,yang didukung oleh dokumen yang membuktikan bahwa perjanjian itu sudah terjadi.
2. Perjanjian pengakutan barang menurut Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu lintas dan angkutan jalan harus adanya dokumen angkutan orang/barang dengan kendaraan bermotor umum sebagaimana tercantum dalam pasal 166 dan pasal
167. Perjanjian pengagkutan barang adanya hak dan tanggung jawab perusahaan angkutan umum yang tercantum dalam pasal 186 sampai dengan pasal 196. Dengan berlakunya Undang-undang Nomor 22 tahun 2009 tersebut diharapkan dapat membantu mewujudkan kepastian hukum bagi pihak-pihak yang terkait dengan
penyelenggaraan jasa angkutan baik itu pengusaha angkutan, sopir/pengemudi serta penumpang.
3. Tanggung jawab hukum para pihak dalam melaksanakan perjanjian pengangkutan selama jangka waktu yang ditetapkan dalam perjanjian tersebut antara PT. Perkebunan Nusantara III (PTPN) sebagai pihak pemakai jasa/pengirim, sedangkan CV. ULTRA sebagai pihak pengangkut atau transporter. Ada tiga prinsip tanggung jawab pengangkut dalam hukum pengangkutan yaitu pertama prinsip tanggung jawab berdasarkan kesalahan (fault liability), kedua prinsip tanggung jawab berdasarkan praduga (presumption of liability), ketiga prinsip tanggung jawab mutlak (absolute liability).
B. Saran
1. Pemerintah Republik Indonesia perlu membuat dan/atau merevisi Undang-undang tentang hukum pengangkutan barang dari setiap isinya mengenai perjanjian pengangkutan barang agar kedepannya lebih spesifik lagi. Sehingga perjanjian pengangkutan tersebut dapat menjauhkan dariasumsi yang tidak baik dari pandangan masyarakatdan menjadikan perjanjian pengangkutan barang inimenjadi kemaslahatan bagi masyarakat dan tidak melanggar.
2. Pemerintah Republik Indonesia perlu membuat dan/atau merevisi Undang-undang lalu lintas dan angkutan jalan mengenai pengangkutan barang masih banyak kekurangan/kelemahan terutama dalam pengurusan dokumen-dokumen membutuhkan waktu yang lama karena rumitnya kepengurusan dokumen- dokumen yang harus dilalui. Mengenai ganti rugi sebaiknya pemberian ganti rugi bukan hanya dari segi ganti rugi barang yang hilang atau rusak saja, tetapi juga pemberian ganti rugi pada nilai keuntungan yang tidak jadi diperoleh karena
kehilangan, kerusakan, musnanya barang, namun kenyataan dilapangan hanya
pemberian ganti rugi barang saja yang diberikan perusahaan
3. Pemerintah Republik Indonesia perlu adanya tindakan kongkrit, sejauh ini sangatlah sedikit aturan hukum yang membahas tentang tanggung jawab hukum perjanjian pengangkutan barang menurut KUHPerdata, hal tersebut perlu diadakan agar terjaminnya hak dan kewajibanserta perlindungan bagi kedua belah pihak dan untuk menghindari kecurangan yang selama initerjadi yang dapat merugikan semua pihak dalam perjanjian pengangkutan barang tersebut
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku;
Adji, Xxxxxx Xxxxx, dkk, Hukum Pengangkutan di Indonesia, Jakarta: Rineka Cipta, 1990
---------------------------------, Hukum Pengangkutan Di Indonesia, Jakarta:PT.Rineka Cipta, 1991
Xxxxxx, Xxxxxxx, Xxxxxx, Xxxxxxx,, Bahan Dasar Hukum Perdata, Medan: Akademi Keuangan dan Perbankan (Perbanas), 1993
Xxxxxxxxxxx, Xxxxxx Darus, Hukum Perdata Tentang Perikatan, Medan: Penerbit Fakultas Hukum USU, 1974
--------------------------------------, KUHPerdata Buku III Hukum Perikatan Dengan Penjelasan, Bandung: Penerbit Alumni, 1983
Xxxxx, Xxxxxx, Hukum Pengangkutan, Kelompok Studi Hukum Fakultas Hukum USU, Medan:USU, 2002
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, cetakan ketujuh edisi II, Jakarta: Balai Pustaka, 1996
Xxxxx, Xxxxx, Hukum Kontrak (Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis), (Jakarta: Citra Xxxxxx Xxxxx, 2001
Xxxxxx, Xxxxxx, Tanggung Jawab Pengangkut Terhadap Pemilik Barang Atas Rusak Dan Musnahnya Barang Pada Moda Pengangkutan Darat Dihubungkan Dengan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang Dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Bandung: Universitas Pasundan, 2016
Hartono, Sri Redjeki, Pengangkutan dan Hukum Pengangkutan Darat, Semarang:UNDIP, 2004
Xxxxxxx, M. Xxxxx, Segi-Segi Hukum Perjanjian, Bandung: Penerbit Alumni, 1986 Xxxxxxx, Xxxxxx, Hukum Pengangkutan, Malang: UMM Press, 2007
---------------------, Hukum Komersial, Malang: UMM Press, 2010
Kansil, C.S.T., Modul Hukum Perdata Termasuk Asas-Asas Hukum Perdata,
Jakarta: Xxxxxxx Xxxxxxxx, 2006
Xxxxxxxxx, Xxxxxx, Xxxxxxx Xxxxxxx, Xxx Xxxxxxxxx, dan Xxxxxxx Xxxxxxx, Pengantar Hukum Dagang Indonesia, Jilid 1, Yogyakarta: Gama Media, 1999
Komariah, Hukum Perdata, Malang: UMM Press, 2008
Xxxxxxxxxxx, Xxxxxxx, Hukum Acara Perdata Indonesia, Yogyakarta;Liberty, 2006
Xxxxxxx, Xxxx J., Metode Penelitian Kualitatif, Bandung : Remaja Rosdakarya, 2004
----------------------, Metode Penelitian Kualitatif, Bandung:Remaja Rosdakarya, 2010
Xxxxxxxx, Xxxxxxxxxx, Hukum Perjanjian, Bandung: Citra Xxxxxx Xxxxx, 1990
------------------------------, Hukum Pengangkutan Darat, Laut dan Udara, Cet.
Pertama, Bandung: Citra Xxxxxx Xxxxx, 1991
------------------------------, Hukum Pengangkutan Darat, Laut dan Udara, Bandung: Citra Xxxxxx Xxxxx, 1994
--------------------------------- , Hukum Pengangkutan, Bandung, Citra Xxxxxx Xxxxx, 1998
--------------------------------, Hukum Pengangkutan Niaga, Bandung: Citra Xxxxxx Xxxxx, 2008
Xxxxxxxx, M.N., Manajemen Transportasi, Bogor: Ghalia Indonesia, 2008 Xxxxxxxx, Xxxx, Hukum Pengangkutan Darat (Jalan dan Kereta Api), Jakarta:
Universitas Trisakti, 2009
Xxxxxxxxxxx, Xxxxxxx, Asas-Asas Hukum Perjanjian, Bandung: Sumur, 1981
Xxxxx, Xxxxx, Hukum Pengangkutan di Laut, Medan:Pustaka Bangsa Press, 2005 Purwosutjipto, H.M.N, Pengertian Pokok Hukum Dagang Pengangkutan
Indonesia, Jakarta: Djambatan, 1995
Xxxxx, Haridjan, Hukum Perjanjian Indonesia dan Common Law, cetakan I, Jakarta: Pusat Harapan, 1993
Xxxxx, H.S., Perkembangan Hukum Kontrak Innoninaat di Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika, 2003
Xxxxxxx, Xxxxxxxxxxx, Beberapa Masalah Ekonomi dan Managemen Pengangkutan, Jakarta: Lembaga penerbitan UI, 1981
Subekti, R., Hukum Perjanjian, Jakarta: PT. Pembimbing Masa, 1970
---------------., Hukum Perjanjian, Bandung: PT. Intermasa, 1987
Subekti, R., dan R. Xxxxxxxxxxxxx, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Jakarta: Xxxxxxx Xxxxxxxx, 2001
Xxxxxxxxx, Hukum Perjanjian, Jakarta: Prenada Media, 2004 Xxxxxxxxxx, Hukum Dagang Di Indonesia, Jakarta: Rajawali, 1981
Xxxxxxxx, Xxxxxxxx dan Xxx Xxxxxxx, Perlindungan Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1995
, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Singkat, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2009
Xxxxxx, Xxxx, Tinjauan Xxxxxxx Xxlaksanaan Perjanjian Pengangkutan Barang Antara PT. Aqua Tirta Investama Klaten Dengan CV. Bintang Jaya, Surakarta: USM, 2010
Xxxxxxxxxxxxxx, Ikhtisar Hukum Perdata dan Hukum Dagang, Jakarta: PT. Pembangunan, 1986
Xxx, Xxxxx, Pengangkutan Suatu Tinjauan Hukum Multimoda Transport Angkutan Laut, Angkutan Darat dan Angkutan Udara, Medan:USU Press, 2006
Warpanil, Suwardjoko, Merencanakan Sistem Pengangkutan, Bandung:Penerbit ITB, 1990
Xxxxxxxxxxx, Xxxxxxxxx, Tanggung Jawab Pengangkut Dalam Hukum Pengangkut Udara Internasional Dan Nasional, Yogyakarta: Liberty, 1989
B. Undang-Undang;
Undang-Undang Dasar Tahun 1945 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Kitab Undang Undang Hukum Dagang
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
C. Internet;
xxxx://xxxxxxxx.xxx.xx.xx/xxxxxx/000000000/xxxxxxxxxx/XxxxxxxxXxxxxxxxx.xxx, diakses pada tanggal 4 April 2019.
xxxx://xxxxxxxxxxx.xxx/0000/0/00/xxxxxxxxxx-xxxxxxxxx-xxx-xxxxxxx-xxxxxxxxx- hipotesis-html, diakses pada tanggal 4 April 2019.
Xxxxx, Xxxx Setyawan, “Perjanjian Pengangkutan dalam Kitab Undang-Undang HukumPerdata”, xxxxx://xxxxxxxx.xxxxxxxxx.xxx/0000/00/00/xxxxxxxxxx- pengangkutan-dalam-kuhperdata-html, diakses pada tanggal 28 Juni 2019
Xxxxxxx, Xxxxxxx, “Perjanjian Pengangkutan”, xxxx://xxxxxxx-xxxxxxxx. xx.xx/0000/00/xxxxxxxxxx-xxxxxxxxxxxx-xxxx, diakses pada tanggal 28 Juni 2019.
Sugiarti, Sri, “Pasal Pengangkutan dalam KItab Undang-Undang Hukum Perdata dan Hukum Dagang”, xxxx://xxxxxxxxx.xxxxxxxx.xx.xx/0000/00/xxxxx- pengangkutan-dalam-kuh-perdata_3.html, diakses pada tanggal 29 Juni 2019.
Xxxxxx, Xxxxx Afri, “Tanggung Jawab Perusahaan Jasa Pengangkutan Dalam Pengangkutan Barang Di Darat Dalam Hal Terjadinya Hilang/Dicurinya Barang”. xxxx://xxx.xxxxxxxxxxxxxxxxxxxx.xxx/xxxxxxxx-xxxxx- perusahaan-jasa-pengangkutan-dalam-pengangkutan-barang-di-darat- dalam-hal-terjadinya-hilang-dicurinya-barang-html, diakses pada tanggal 29 Juni 2019.
Wikipedia, “Sopir”, xxxxx://xx.xxxxxxxxx.xxx/xxxx/Xxxxx/xxxx, diakses pada tanggal 29 Juni 2019.