Contract
2. ANALISIS DAN TINJAUAN TEORI
2.1 Tinjauan Judul Perancangan
Judul Tugas Akhir ini yaitu: Perancangan Cergam Kisah Nyata Tragedi Merapi. Dari uraian judul tersebut, masing-masing komponennya akan dijelaskan secara terperinci dengan tujuan untuk menguraikan:
2.1.1. Perancangan Komunikasi Visual
2.1.2. Gambar Ilustrasi Cergam
2.1.3. Kisah Nyata
2.1.4. Tragedi
2.1.5. Merapi
Dengan merinci judul perancangan tersebut, juga dikemukakan beberapa landasan teoritis berupa rangkaian asumsi, konsep, proporsi, definisi yang dipergunakan untuk menjelaskan fenomena sosial secara sistematis dalam bentuk hubungan antar konsep.
2.1.1 Perancangan Komunikasi Visual
Desain Komunikasi Visual memiliki pengertian sebagai seni yang komersial dan berfungsi untuk mencari solusi yang fungsional, estetis, tepat, sederhana (simple) dan ekonomis dengan mempergunakan unsur-unsur tipografi, simbolis (simbol-simbol tertentu), ilustrasi dan fotografi sebagai pendekatannya serta berhubungan dengan masyarakat industri, institusi (lembaga) dan pemerintahan, dimana massa atau masyarakat adalah penikmatnya. Komunikasi Visual berhubungan dengan lambang, pola, drawing dan patern dan juga mempunyai tujuan khusus, yaitu mengajak orang lain mempunyai pemahaman yang sama. Sedangkan desain, sebagai upaya perancangan komunikasi visual, diartikan sebagai gagasan awal, rancangan, perencanaan, pola, susunan, rencana, membuat, mencipta, menyusun, proyek, produksi, dst. yang meliputi konsep, pranata, aktivitas dan hasil. Hakekat desain yaitu sebagai upaya manusia dalam memecahkan masalah sehari-hari untuk meningkatkan kualitas hidup.
2.1.1.1. Perkembangan Desain Komunikasi Visual
Di dalam perjalanan sejarah, faktor-faktor desain senantiasa berubah dan bertambah sesuai dengan perkembangan kebutuhan, antara Iain: daya pikir, teknologi (mendukung daya pikir), tingkat pendidikan dan kebiasaan sosial. Sehingga desain modern berfungsi sebagai upaya pemecahan masalah yang dilengkapi oleh berbagai faktor penentu yang baru dan tidak pemah ada sebelumnya. Menurut Xxxx Xxxxxxxxx (15) Pemahaman desain dari waktu ke waktu semakin berkembang antara lain:
a. Desain sebagai keterampilan tangan (karya desain tradisional)
b. Desain sebagai keterampilan menggambar (secara visual, gambar berkaitan dengan desain). Dengan perkembangan tersebut, desain sering diartikan sebagai jenis penampilan-gambar, produk-hasil akhir-fisik-nyata serta proses (desain merupakan suatu perencanaan yang terarah dan detail). Hubungan desain terhadap Ilmu Pengetahuan, Seni dan Teknologi sangal erat, dimana Seni Rupa dan Teknologi memberikan Keterampilan sedangkan Teknologi dcngan Ilmu Pengetahuan menghasilkan Engineering, sementara Seni Rupa dengan Ilmu Pengetahuan menghasilkan Teori Seni Rupa. Perpaduan antara Seni Rupa, Teknologi dan Ilmu Pengetahuan menghasilkan Desain. Perkembangan peranan Desain Komunikasi Visual antara Iain:
a. Pada awal mekanisasi, Zaman klasik Form Follow Meaning (bentuk mengikuti arti/makna). Desain sebagai penghias yang mengacu kepada subjek tertentu sehingga lebih dikaitkan pada masalah ornamen saja, desain sebagai barang atau aktivitas tambahan. misalnya: kursi untuk raja harus dibuat seindah mungkin sesuai dengan kesan mewah, berbeda dengan kursi untuk rakyat biasa. Contoh desain di Zaman ini: gaya Victorian dan Art and Craft. Kedua gaya ini sangat menonjolkan unsur makna dan dekoratif yang dominan. Sedangkan bagi gaya Art Noveau, Xxxxxxxxxxx dan Glassgow, unsur dekoratif telah mengalami perkembangan menjadi bentuk lengkungan sehingga merupakan generasi baru dan inovatif. Hal ini menyebabkan Art Noveau menjadi gaya peralihan yang tidak lagi full meaning dan dikategorikan sebagai awal dari desain modern (Early Modern).
b. Pada awal tahun 1950-an, Zaman strukturalis Form Follow Function (bentuk mengikuti kegunaan/fungsi) ungkapan visual dalam desain tidak lagi melihat pola-
pola masa lalu sebagai acuan. Desain tidak dekoratif namun mencari kemungkinan-kemungkinan lain sehingga mengalami penambahan dan perubahan total. Desain hanya mengacu kepada fungsi atau kegunaan semata Pada Zaman ini, gaya desain termasuk gaya modern, yaitu: Plakatstijl, Futurism, Constructivism, Bauhaus, dsb.
c. Pasca Perang Dunia, Post Strukturalis/Post Modern. Form Follow Fun (bentuk mengikuti konsep) sesuai dengan selera pribadi, bersifat subjektif dan sebagai reaksi anti logika yang menjadi penyebab Perang Dunia. Desain bersifat pemberontakan dan sindiran dan hanya dapat dimengerti oleh desainer pembuatnya saja. Fase ini merupakan gejala timbulnya Postmodernisme. Gaya Postmodernisme meliputi: American New Wave, Memphis, American Punk, American Post-Modern, European New Wave.
2.1.1.2. Perancangan Yang Efektif
Perancangan yang efektif adalah perancangan yang mampu memenuhi tujuan perancangan dan memiliki keseimbangan antara nilai estetik dan nilai fungsinya, sehingga keduanya bisa saling mendukung. Ciri-ciri perancangan yang efektif adalah sebagai berikut:
a. Target perancangannya jelas.
b. Mampu berkomunikasi dengan targetnya.
c. Memiliki konsep perancangan yang jelas.
d. Memberikan solusi pemecahan masalah komunikasi visual.
e. Memperhitungkan aspek fungsionalis dan estetik.
Perancangan yang efektif harus memiliki target perancangan yang jelas, karena jika tidak maka tujuan perancangannya nantinya dapat melenceng dan menjadi tidak efektif. Dengan memiliki target perancangan yang jelas, maka dapat diketahui karakteristik dan kebutuhan yang harus dipenuhi untuk mencapai tujuan perancangan, selain itu informasi yang ingin disampaikan dalam perancangan dapat disampaikan kepada target yang tepat.
Perancangan yang efektif harus mengkomunikasikan pesan yang terkandung didalamnya kepada targetnya. Sehingga target perancangan mampu memahami keseluruhan isi pesan yang ingin disampaikan dengan baik, sehingga
tidak terjadi kesalahpahaman. Hal ini berhubungan dengan bentuk, makna dan penyajian pesan yang harus disesuaikan dengan segmentasi dan karakteristik target perancangan sehingga tidak terjadi kerancuan dan ambiguitas.
Konsep perancangan juga memiliki peran yang sangat penting dalam menentukan keefektifan perancangan dalam mencapai tujuan. Karena itu, konsep perancangan harus sesuai dengan tujuan perancangan agar dapat mewujudkan harapan yang ingin dicapai.
Tujuan utama dan terpenting dari perancangan ini adalah dapat menghasilkan solusi atau pemecahan masalah komunikasi visual. Konsep perancangan berfungsi sebagai problem-solving. Tingkat keefektifan suatu perancangan dapat dinilai dari sejauh mana perancangan tersebut dapat memecahkan masalah komunikasi visual yang ada.
2.1.2 Gambar Ilustrasi
Ilustrasi diartikan sebagai upaya untuk memberikan penjelasan atau membuat sesuatu menjadi jelas dalam bentuk gambar, diagram, dan sebagainya pada buku, majalah, dsb. Ilustrasi juga merupakan segala tipe gambar dan dekorasi yang dipergunakan sebagai penghubung dengan teks untuk menghiasi penampilan atau untuk memperjelas makna yang disampaikan. Salah satu unsur Desain Komunikasi Visual, Ilustrasi juga diartikan sebagai:
a. Proses grafis membuat goresan atau menciptakan sosok dan bentuk pada suatu permukaan dengan menggunakan alat-alat tertentu.
b. Upaya untuk mengekspresikan kesan atau menampakkan secara visual yang ada di sekitar kita sehingga orang lain mampu untuk menangkap gagasan kita.
c. Upaya untuk menjelaskan obyek dan lingkungan dengan mendetailkan suatu bentuk.
d. Memahami, mengevaluasi dan mencari pemecahan masalah desain. Misalnya mcnjadikan suatu bentuk menjadi bentuk lain.
Ilustrasi dapat berupa diagram, bilangan/angka. Ilustrasi Vocabulary atau kata-kata dan huruf, fotografi, dsb. Namun yang dimaksud dengan llustrasi di dalam perancangan ini yaitu Gambar Ilustrasi yang menjelaskan sesuatu subjek dengan Iukisan ataupun gambar, Ilustrasi mempergunakan teknik gabungan antara
manual clan komputerisasi. Material pendukung, seperti cat air, pensil, komputer dan sebagainya.
2.1.2.1. Perkembangan Ilustrasi
Ilustrasi sama lamanya dengan tulisan, dimana keduanya bersumber dari Piktograf, yaitu gambar yang memiliki fungsi sebagai kata-kata. Dengan dikenalnya teknik pencetakkan. maka seni melukis dengan tangan dikembangkan di dalam bentuk Buku Ilustrasi. Buku Ilustrasi awal berbentuk gulungan daun Papirus dan kertas kulit yang ditemukan di Mesir pada tahun 1980 BC. Ciri khas ilustrasinya berupa dekorasi naskah dengan pewarnaan, gambar dengan tepian ornamental yang disepuh emas serta dekorative inisial merupakan salah satu bentuk penggambaran buku pada awal kemunculannya.
Oleh karena itu manfaat aspek visual juga sangat besar, yaitu membantu pemahaman lebih mendalam karena lebih bersifat konkret daripada kata-kata. Kehadiran Ilustrasi mampu menggambarkan sesuatu yang terlalu abstrak untuk dibayangkan, menjadi jembatan untuk memahami teks dan mengarahkan imajinasi pembaca sesuai dengan keinginan penulis. Di samping itu, ilustrasi juga berfungsi untuk menghindarkan kesan monoton pada buku bacaan, memberikan daya tarik yang besar terhadap aspek visual. Dengan tertariknya perasaan, maka emosi pembaca semakin tergugah untuk mendalami ceritera. Namun demikian apabila ilustrasi baik dan verbalisasi kurang ataupun sebaliknya, maka buku bacaan tetap dipandang kurang berkualitas.
2.1.2.2. Buku Cerita Bergambar
Pengertian buku menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah lembar kertas yang berjilid, berisi tulisan atau kosong. Pengertian cerita menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah:
a. Tuturan yang membentangkan bagaimana terjadinya suatu hal (peristiwa, kejadian, dan sebagainya).
b. Karangan yang menuturkan perbuatan, pengalaman, atau penderitaan orang; kejadian dan sebagainya. (baik yang sungguh-sungguh terjadi maupun yang hanya rekaan belaka)
c. Lakon yang diwujudkan atau dipertunjukkan dalam gambar hidup (sandiwara, wayang, dan sebagainya).
d. Omong kosong; dongengan (yang tidak benar); omongan.
Gambar adalah tiruan barang (orang, binatang, tumbuhan, dan sebagainya); yang dibuat dengan coretan pensil dan sebagainya pada kertas dan sebagainya; lukisan. Sedangkan bergambar adalah dihiasi dengan gambar; ada gambarnya (Kamus Besar Bahasa Indonesia 288).
Sehingga secara keseluruhan, buku cerita bergambar adalah buku yang berisi karangan cerita yang menuturkan perbuatan, pengalaman, atau penderitaan orang, kejadian, dongeng (baik yang sungguh-sungguh terjadi maupun yang hanya rekaan belaka), dan sebagainya yang disertai dengan gambar.
2.1.2.3. Sejarah Buku Cerita bergambar
Sebelum adanya penemuan mesin cetak yang dapat mencetak banyak eksemplar buku, maka penulisan buku ataupun pembuatan ilustrasi dibust secara manual, yaitu dengan tangan, yang dilakukan sendiri oleh pengarang buku ataupun ilustratornya.
Sejarah buku bergambar berawal dari Perancis, yang bermula dari masa pra sejarah digua Lascaux, Perancis selatan, ditemukan torehan berupa gambar- gambar bison, binatang sejenis banteng atau kerbau Amerika. Gambar-gambar ini ditemukan didalam goa, dimana gambar tersebut memiliki sandi atau makna yang ingin disampaikan, tettapi karena pada zaman tersebut belum mengenal tulisan, maka pesan-pesan tersebut digambarkan dengan gambar-gambar untuk menyampaikan informasi non verbal yang paling kuno.
Gambar 2.1. Contoh gambar pada dinding goa jaman prasejarah.
Sumber: xxxx://xxxxxxx0000.xxxxxxxxx.xxx/0000/00/00/xxx000-xxxxxxxxx- producers-and-audience/
Kemudian, sekitar tahun 3500 SM (sebelum masehi), bangsa Mesir telah memanfaatkan tanaman papirus (nama ilmiah: Cyperus papyrus), sejenis tanaman air yang dikenal sebagai bahan untuk membuat kertas pada zaman kuno. Tanaman ini umumnya dijumpai di tepi dan lembah Sungai Nil. Pada zaman itu, bangsa Mesir membuat kertas dari kulit-kulit tipis atau kulit-kulit papirus, sebelum kertas yang kita kenal sekarang ini ditemukan.
Gambar 2.2. Lukisan bangsa Mesir di kertas papyrus.
Sumber: xxxx://xxx.xxxxxxx.xxx/xxxxxxx/xxxxxx-00000000- 10669012/Egyptian_Papyrus_Drawing.html
Ilustrasi cetak yang pertama berasal dari Cina, yaitu Xxxxxxx Xxxxx (868 SM), dengan sampul woodcut, yang saat ini masih berada di British Museum. Buku cerita bergambar ini dicetak dalam tujuh potongan kertas yang sudah menguning. Potongan-potongan kertas tersebut dicetak dari balok kayu berukir dan digabungkan untuk membentuk sebuah gulungan yang panjangnya lebih dari 5 meter. Hal tersebut dapat dilihat dari huruf-huruf Cina yang tertulis disana, dimana huruf-huruf tersebut dicetak pada kertas tersebut. Karya tersebut menceritakan tentang nilai-nilai agama Budha.
Gambar 2.3. Diamond Sutra
Sumber: xxxx://xxx.xxxxxxx-xxxxx.xxx/xxxxxxx_xxxxx_xxxxxxxxxx.xxxx
Gambar 2.4. Diamond Sutra
Sumber: xxx.xxxxxxx-xxxxx.xxx/xxxxxxx_xxxxx_xxxxxxxxxx.xxxx
Woodcut merupakan gaya teknik grafis cukil kayu, suatu teknik dan memilliki kecenderungan menampilkan karakter garis yang tegas dan kuat. Pada akhir abad 14 dibarat, woodcut digunakan untuk kartu permainan. Sampai pada pertengahan abad 15, yakni pada awal mesin cetak dengan huruf yang bisa dipindahkan, teknik woodcut ini baru digunakan dan muncul pada buku-buku. Dari masa ini, banyak block books, dimana teks dan ilustrasi dicukil diatas papan kayu. Karya Xxxxxx Xxxxx, Xxx Xxxxxxxxx (1461), yang dicetak oleh Xxxxxxxx Xxxxxxx dari Bamberg, merupakan buku bergambar yang pertama kali dicetak. Dalam buku ini, woodcut dicetak setelah teks. Adanya kesulitan-kesulitan teknis diperkirakan telah menghambat dicetaknya buku bergambar. Penggunaan warna belum digunakan oleh pencetak pada zaman ini, sedangkan pewarnaan dengan tangan biasanya kasar.
Xxx banyak ilustrator woodcut pada masa itu, salah satunya adalah Xxxxxxx Xxxxxx (1478 – 1557). Berikut ini adalah contoh hasil karyanya.
Gambar 2.5. Salah satu karya Xxxxxxx Xxxxxx Xxxxxx: xxxx://xxx.xxx.xxx/xxxxxxxx/xxxxxxxxx/xxx000.xxxx
Setelah mengenal mesin cetak, para pengarang buku tidak lagi memperbanyak bukunya dengan menulisnya sendiri, dengan menggunakan mesin cetak, pembuatan buku dapat diselesaikan dengan lebih cepat.
Kemudian pada tahun 1960-an, ilustrasi yang bagus dan imajinatif mulai digunakan pada buku anak-anak. Banyak teknik-teknik pencetakan dan pewarnaan yang telah diperkenalkan, dan pencetakan warna adalah yang paling meningkat dengan pesat. Gambar yang telah dibebaskan dari batasan-batasan penyajian sesuatu yang realis, mulai mempengaruhi banyaknya gambar-gambar fantasi yang bermunculan.
Selain penggambaran dari segi manual, beberapa teknik digital juga mulai diterapkan dalam penyajian gambar di buku cerita, salah satunya juga melalui fotografi. Sehingga akhirnya sampai saat ini, jenis teknik pembuatan gambar pada buku cerita sudah semakin beragam.
2.1.2.4. Karakteristik Buku Cerita Bergambar
Dilihat dari perkembangannya, walaupun seiring perubahan jaman, jenis teknik yang digunakan juga berubahan buku cerita bergambar memiliki beberapa karakteristik yang tetap sama antara lain:
a. Memuat cerita yang menuturkan perbuatan, pengalaman, kejadian, dongeng (baik yang sungguh-sungguh terjadi maupun yang hanya rekaan belaka)
b. Menggunakan tulisan sebagai cara penyampaian isi cerita tersebut.
c. Penggunaan visualisasi ilustrasi manual maupun digital, dalam memvisualkan alur ceritanya.
Karakteristik antara buku cerita bergambar hampir sama dengan karakteristik komik-komik, karena pada zaman dulu teknik dan teknologi yang ada mempengaruhi bentuk fisik dari buku cerita bergambar tersebut.
2.1.2.5. Jenis Buku Cerita Bergambar
Buku cerita bergambar, menurut dari cerita dan jenis penyampaiannya dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu:
a. Komik
Menurut Xxxx Xxxxxx dalam bukunya Graphic Storytelling, komik adalah tatanan gambar dan balon kata yang berurutan. Xxxxx XxXxxxx memiliki pendapat lain lagi, dalam bukunya Understanding Comics, komik didefinisikan sebagai gambar yang menyampaikan informasi atau menghasilkan respon estetik pada yang melihatnya. Ada juga yang menyebut komik sebagai cerita bergambar, gambar yang dinarasikan, kisah ilustrasi, picto-fiksi dan lain-lain. Menurut Xxx Xxxxxx, komik adalah cerita bergambar (Xxxxxxx, par. 3).
Komik dapat dibedakan menjadi beberapa jenis, komik yang dikenal biasanya dibedakan menjadi komik Jepang (manga) dan komik Amerika. Perbedaan komik tersebut mayoritas dilihat dari cara membaca komik tersebut. Komik Jepang (manga) biasanya dibaca dari kanan ke kiri, sedangkan komik Amerika biasanya dibaca dari kiri ke kanan (Lestari, par. 8).
Berikut ini merupakan beberapa contoh komik, baik komik Jepang (manga) maupun komik Amerika.
Gambar 2.6. Contoh komik Jepang “Fairy Tail”
Sumber : xxxxx://xxxxx.xxxxxxxxxx.xxx/xx/xxxxx/Xxxxx_Xxxx/0/000/00/0
Gambar 2.7. Contoh komik Amerika “Spiderman”
Sumber : xxxx://xxxxxx.xxx/xxxxxx/xxxxxxx/xxxxx/00000/xxxxxx_xxxx_xxxxxxx_xxxxxx- man_1999_600/image/453125
b. Novel Grafis
Novel grafis adalah sebuah narasi di mana cerita ini disampaikan kepada pembaca menggunakan visualisasi gambar dalam format komik tradisional.
Menurut R.C. Xxxxxx, ketika istilah ini pertama kali digunakan oleh Xxxxxxx Xxxx, pada 1964 novel grafis adalah buku komik berformat panjang. Kata “panjang” di sini merujuk pada jumlah halaman yang tebal, dan bukan ukuran fisik komik tersebut (Darmawan 18).
Makna ini pulalah yang dimaksud oleh Xxxxxx Xxxxxxx ketika mencantumkan istilah itu dalam karyanya, Beyond Time and Again. Dalam makna ini, lanjut Xxxxxx, ada beberapa karya komik/grafis yang memenuhi pengertian tersebut sebelum Xxxxxx menerbitkan A Contract With God, seperti: He Done Her Wrong karya Xxxx Xxxxx pada 1930, dan His Name Is …Xxxxxx karya Xxx Xxxx dan Xxxxxx Xxxxxxx pada 1968. Untuk karya Xxxx & Xxxxxxx itu, Xxxxxx menambahi embel-embel deskripsi “a book length comic” (sebuah komik setebal buku). Maknanya tentu sama dengan “a long form comic book” tadi (Darmawan 20).
Gambar 2.8. Contoh novel grafis karya Xxxx Xxxxxx
Sumber : xxxx://xxxxxxxxxxxxxx.xxxxxxxxx.xxx/0000/00/00/xxxxx-xxxxxx-xxxxx- sih-bagian-1/
c. Buku Cerita Bergambar
Buku yang menceritakan tentang suatu cerita, yang dimana cerita tersebut divisualisasikan melalui gambar-gambar.
Menurut Web Page Wikipedia English, buku cerita bergambar adalah buku cerita yang menggabungkan narasi visual dan verbal dalam format buku, paling sering ditujukan pada anak-anak muda. Gambar dalam buku-buku gambar menggunakan berbagai media seperti cat minyak, akrilik, cat air dan pensil.
Gambar 2.9. Contoh gambar buku cerita bergambar
Sumber: xxxx://xx.xxxxxxxxx.xxx/xxxx/Xxxx:Xxxxx_Xxx_Xxxx_Xxxxxx_Xxx.xxx
2.1.2.6. Perkembangan Buku Cerita Bergambar di Indonesia
Cerita bergambar atau komik pertama kali terbit di Indonesia sejalan dengan munculnya media masa berbahasa Melayu Cina dimasa pendudukan Belanda. Cergam Put On karya Xxx Xxx Xxx tahun 1930 diharian Sin Po, menceritakan sosok gendut bermata sipit yang melindungi rakyat kecil bercerita Indonesia sebagai tanah kelahiranya. komik ini sangat populer masa itu,sedangkan nama Put on adalah jenis cerita bergambar yang bercorak humor berbentuk kartun.
Gambar 2.10. Salah satu karya Xxx Xxx Xxx Xxxxxx:xxxx://xxxxxxxx00.xxxxxxxx.xxx/xxxxxx/xxxxx/000/Xxx_Xxx_Xxx_Xxxxx
_Put_On_Komik_Pertama_Indonesia_kenangan#photo=1
Merujuk kepada Xxxxxx maka komik Indonesia pada awal kelahirannya dapat di bagi menjadi dua kategori besar, yaitu komik strip dan buku komik. Kehadiran komik-komik di Indonesia pada tahun 1930-an dapat ditemukan pada media Belanda seperti De Java Bode dan D’orient dimana terdapat komik-komik seperti Flippie Flink and Xxxxx Xxxxxx. Put On, seorang peranakan Tionghoa adalah karakter komik Indonesia yang pertama kali merupakan karya Xxx Xxx Xxx yang terbit rutin di surat kabar Sin Po.
Put On menginspirasi banyak komik strip lainnya sejak tahun 1930-an sampai 1960-an seperti pada Majalah Star (1939 – 1942) yang kemudian bertukar menjadi Star Weekly. Sementara itu di Xxxx, Xxxxxxx A.S. membuahkan karya komik stripnya yang berjudul Mentjcari Poetri Xxxxxxx melalui mingguan Ratu Xxxxx.
Di awal tahun 1950-an, salah satu pionir komik bernama Xxxxxxxxxx menerbitkan komik strip heroiknya di harian Kedaulatan Rakyat, Yogyakarta, salah satunya berjudul “Kisah Pendudukan Jogja”, bercerita tentang agresi militer Belanda ke atas kota Yogyakarta. Komik ini kemudian dibukukan oleh harian “Pikiran Rakyat” dari Bandung. Sebagian pengamat komik berpendapat bahwa inilah buku komik pertama-tama oleh artis komik Indonesia.
Pada masa pendudukan Jepang 1942 muncul cerita legenda Roro Mendut Gambaran B. Xxxxxxx, di harian Sinar Matahari Jogjakarta. Setelah Indonesia merdeka harian Kedaulatan Rakyat memuat komik Xxxxxxxx Xxxxxxxxxx dan Xxxx Xxxxxxx dan pada tahun 1948 cerita kisah kependudukan
Jepang oleh Xxxxx Xxxxx. Cerita yang bertemakan petualangan dan kisah-kisah Kepahlawanan/ Heroisme yang diangkat dari cerita rakyat sehubungan dengan situasi politik pada masa itu, buku komik jenis ini banyak muncul pada tahun 1952, misalnya "Sri Asih" (1952) karya R.A. Xxxxxxx, "Kapten Xxxx", "Panglima Najan "(Xxxx Xxxxx), Xxxx Xxxxx "Mala pahlawan rimba" (1957) dan sebagainya.
Gambar 2.11. Sri Asih karya R.A. Kosasih
Sumber: xxxx://xx.xxxxxxxxx.xxx/xxxx/Xxxxxx:Xxxxxxx0.xxx
Masa keemasan dan kebangkitan kedua komik Indonesia (1980) ditandai banyaknya ragam dan judul komik yang diterbitkan pada masa itu. Ragam komik yang disukai pada priode ini, yakni komik roman remaja yang bertemakan roman kehidupan kota. beberapa komikus yang dominan adalah Xxxxxxxxx, Xxxxx, Xxx dan Mintaraga, karya Xxx Xxxxxxxxx yang cukup poluler adalah Sebuah Noda Hitam. Komik silat, yang bertemakan petualangan pendekar-pendekar ahli silat. Ganes TH spesialis dalam jenis komik ini, karya-karya lainnya Serial Si Buta dari Gua Hantu, Siluman serigala Putih, Tuan Tanah Kedaung, Si Djampang, Panji tengkorak dengan (Xxxx Xxxxxxxx), Godam (Wid NS) dan Gundala karya Xxxxx.
Gambar 2.12. Gundala dan Xxxxx tampil di komik “RADO VS PENYELUNDUP OBAT BIUS” terbitan tahun 1973
Sumber: xxxx://xxxxxxxxxxxxxxxx.xxxxxxxxx.xxx/
2.1.3 Kisah Nyata
2.1.3.1. Tinjauan Kisah
Kisah adalah cerita tentang kejadian (riwayat) dalam kehidupan seseorang; kejadian (riwayat). Kisahan adalah wacana yang bersifat cerita, baik berdasarkan pengamatan maupun berdasarkan rekaan; narasi. (Kamus Besar Bahasa Indonesia 729)
2.1.3.2. Tinjauan Nyata
Nyata berarti benar-benar ada; ada buktinya; berwujud: tunjukkan kasih sayangmu dengan tindakan; terbukti: makin lama makin terbukti kecurangannya. Menyatakan berarti menerangkan; menjadikan nyata; menjelaskan: ucapannya belum menjelaskan siapa di antara mereka yang bersalah. (Kamus Besar Bahasa Indonesia 1011)
2.1.4 Tragedi
Tragedi adalah sandiwara sedih (pelaku utamanya menderita kesengsaraan lahir dan batin yg luar biasa atau sampai meninggal); peristiwa yg menyedihkan; (Kamus Besar Bahasa Indonesia 1543)
2.1.5 Merapi
Merapi adalah gunung berapi di bagian tengah Pulau Jawa dan merupakan salah satu gunung api teraktif di Indonesia. Lereng sisi selatan berada dalam administrasi Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, dan sisanya berada dalam wilayah Provinsi Jawa Tengah, yaitu Kabupaten Magelang di sisi barat, Kabupaten Boyolali di sisi utara dan timur, serta Kabupaten Klaten di sisi tenggara. Kawasan hutan di sekitar puncaknya menjadi kawasan Taman Nasional Gunung Merapi sejak tahun 2004.
Gunung ini sangat berbahaya karena menurut catatan modern mengalami erupsi (puncak keaktifan) setiap dua sampai lima tahun sekali dan dikelilingi oleh pemukiman yang sangat padat. Sejak tahun 1548, gunung ini sudah meletus sebanyak 68 kali. Kota Magelang dan Kota Yogyakarta adalah kota besar terdekat, berjarak di bawah 30 km dari puncaknya. Di lerengnya masih terdapat pemukiman sampai ketinggian 1700 m dan hanya berjarak empat kilometer dari puncak. Oleh karena tingkat kepentingannya ini, Merapi menjadi salah satu dari enam belas gunung api dunia yang termasuk dalam proyek Gunung Api Dekade Ini (Decade Volcanoes) (Wikipedia, par.1)
2.2 Tinjauan Buku Bacaan
2.2.1. Pengertian Buku Bacaan
Berdasarkan Kamus Oxford Advanced Learner’s Dictionary, maka buku didefinisikan sebagai sejumlah lembaran kertas yang ditulisi dan dicetak serta disatukan di dalam satu sampul buku, serta merupakan sebuah komposisi penulisan. Sedangkan membaca diartikan sebagai periode aktivitas membaca buku, dsb. sehingga akan diperoleh pengetahuan sekaligus hiburan. Maka dapat disimpulkan secara sederhana bahwa buku bacaan merupakan karya tulis yang dikomposisikan untuk memberikan informasi baik pengetahuan maupun yang bersifat hiburan bagi orang yang membacanya.
Aspek visual dan verbal dari buku bacaan memiliki tujuan untuk menyajikan keseluruhan ceritera secara berurutan dengan kualitas yang maksimal. Kualitas disini dimaksudkan bahwa antara visual dan verbal dapat tampil secara maksimal dan saling mendukung karena selain pembaca dapat menikmati kualitas
estetis buku bacaan, ia juga harus dapat menikmati pula pada saat membaca kata- kata verbal yang disampaikan.
Buku bacaan bermanfaat untuk menumbuh-kembangkan masyarakat yang semakin cerdas, mengembangkan intelektualitasnya, juga kreativitas serta membentuk pola pikir dan budaya masyarakat. Namun, buku juga dapat menjadi tidak berguna apabila berorientasi kepada kepentingan pribadi dan tidak berorientasi kepada kepentingan dan manfaatnya bagi masyarakat umum. Sehingga buku bacaan harus memperhatikan segmennya, tujuan apa yang dikehendaki dan metode apa yang dipergunakan serta apakah dengan metode tersebut segmen konsumennya dapat menyerap dengan baik isi buku tcrsebut.
Membaca merupakan kebutuhan yang bermanfaat dan berperan di dalam perubahan pribadi pembacanya baik mental, cara pandang, sikap atau perilaku karena berbagai penulisan memberikan pengaruh yang besar bagi pernbacanya. Buku yang memberikan nilai positif dengan memberi pengetahuan dan dorongan visi ke depan, juga akan membangun semangat positif namun demikian pula sebaliknya. Buku bacaan merupakan alat dan sarana yang tepat untuk mempropagandakan ide baik itu positif maupun negatif.
2.2.2. Sejarah Buku Bacaan di Dunia
Asal mula bacaan, berasal dari piktograf yang banyak ditemukan di berbagai gua dan prasasti purbakala, dimana banyak ditemukan gambar yang saling berurutan merangkai cerita. Pada perkembangannya, penulisan cerita maupun dokumen dilakukan di atas ternpurung hewan seperti kura-kura namun bahan tersebut memiliki jumlah yang terbatas. Dalam perkembangan selanjutnya, buku bacaan modern berasal dari abad ke-15 yang saat itu berbentuk balok-balok kayu yang diukir, setiap halaman berisi teks maupun ilustrasi. Teks dan ilustrasi tersebut berasal dari kayu yang sama dan dipotong-potong. Buku Ilustrasi dari balok-balok kayu yang sangat terkenal berasal dari Jepang dan Tiongkok karena dicetak dengan warna-warna yang sangat indah. Sedangkan bagi buku-buku Ilustrasi Eropa, lebih terkesan kasar, belum selesai dan juga tidak mahal dari segi proses pembuatannya. Buku ilustrasi dari balok kayu yang paling terkenal yailu Biblia Pauperum (Poor Man 's Bible).
Gbr 2.13 : Biblia Pauperum
Sumber: xxxx://xxxxxxxxxxx.xxx.xx.xx/xxxx/X00000/xxxxx-xxxxxx-xxxxxxxx/
Pembuatan dokumen penting, maupun gambar yang dilakukan di atas papan dan bambu dilakukan sejak zaman kerajaan dan terjadi saat belum ditemukannya mesin cetak. Perkembangan buku bacaan mengikuti perkembangan di dalam hal proses percetakkan. Pada abad ke-16 dan 17, penggunaan potongan- potongan kayu tersebut mulai digantikan oleh lempengan-lempengan/papan tembaga yang diberi ukiran dan juga digambar dengan semacam zat asam seperti tembaga atau mineral yang memberikan lapisan asam tipis. Namun dcmikian penemuan ini hanya berlangsung hingga abad ke-18, dimana terjadi revolusi di dalam seni membuat buku bacaan dengan ukiran kayu dan teknik lithografi ( teknik cetak offset). Proses ini kemudian semakin dikembangkan di dalam percetakkan buku-buku ilustrasi dan majalah.
Pada akhir abad ke-19, seni mengukir pada kayu dan juga lithografi kemudian digeser dengan teknik atau proses foto mekanik yang memungkinkan reproduksi teknik melukis dan rnenggambar dengan variasi yang lebih banyak. Namun demikian, eksploitasi dari proses yang cepat dan murah ini, mengaburkan potensi artistik pembuatnya. Beberapa pelukis dan ilustrator besar memilih tetap menggunakan cara-cara lama yang dihidupkan kembali melalui buku-buku ilustrasi mereka, namun sejumlah ilustrator dan pelukis terkenal juga mempergunakan teknik foto mekanik untuk menghasilkan efek yang bagus di
dalam reproduksi karya seni mereka. Buku-buku Ilustrasi yang bertema fiksi menjadi semakin populer pada abad ke-19, bahkan lebih populer dibandingkan dengan abad ke-20. Banyak buku bacaan yang penggarapan ilustrasinya sangat baik, dijumpai pada buku anak-anak. Beberapa karya buku llustrasi yang populer untuk anak-anak yaitu: Xxxxx in Wonderland karya Xxxxxxx Xxxxxxx, karya-karya Xxxxxxx Xxxxxx, dsb.
Ilustrasi di negara-negara Asia dan Timur Tengah juga rnengalarni perkembangan yang besar. Di Timur Tengah, teknik pencetakkan yang tinggi bagi buku-buku ilustrasi mengalami perkembangan hingga sekarang. Sedangkan di Asia Timur, seni buku bacaan telah berumur sangat tua. Teknik pencetakkan telah berkembang di Tiongkok pada abad ke-9 sehingga buku Ilustrasi papan kayu yang dicetak sempurna dan bagus, dikembangkan menjadi semakin banyak. Tema-tema yang diambil biasanya mengisahkan ilustrasi romantis, panen, pengobatan, pemberontakan, bahkan juga ilustrasi tulisan/vocabulary illustration. Jepang mengadopsi teknik orang-orang Tionghua pada awal abad ke-9 dan menggunakan proses kuno bagi pencetakan buku bacaan tersebut. Gaya visual buku-buku bacaan Jepang saat itu adalah gaya Ukiyo-e yang popular dan memiliki ciri penggambaran dunia yang seolah-olah sedang mengapung (The Floating World), merupakan lukisan landscape khas Jepang yang sangat digemari. Gaya ini terutama berkembang pada abad ke-13. Teknik pencetakkan buku-buku Ilustrasi di Jepang semakin didukung oleh proses yang semakin lama semakin maju.
Gbr. 2.14 : Spring scene at Akibasan -HOKUSAI (1760-1849) Sumber: xxxx://xxx.xxxxx-x.xx/xxxxxx00.xxxx
2.2.3. Sejarah Buku Bacaan di Indonesia
Pada masa kolonialisme, kontribusi buku-buku dan berbagai media cetak lainnya sangat besar di dalam perjuangan kemerdekaan karena dapat menjadi sarana yang kritis untuk menumbuhkan kesadaran bahwa dibutuhkan suatu bentuk pergerakan bersama untuk mencapai masyarakat yang merdeka dan bersatu. Namun demikian, hal tersebut tidak berjalan lama karena pemerintah kolonial melakukan aksi penghancuran buku-buku yang dianggap mengganggu situasi politik. Pada saat itu, dunia literatur selalu diawasi dan dimusuhi oleh pemerintahan sehingga pengekangan banyak ditemui di zaman ini. Kejadian tersebut terulang kembali pada pemerintahan Orde Baru, berbagai buku bacaan di Indonesia mengalami pengekangan, beberapa buku yang dianggap kritis dan membahayakan pemerintahan dilarang beredar. Akibatnya rakyat seperti tidak ada kebebasan untuk mengeluarkan pendapat seolah-olah pemerintahan mengalami ketakutan akan pemikiran kritis oleh rakyat. Seluruh media massa, baik cetak maupun elektronik dikontrol ketat dan apabila menghadirkan wacana yang terlampau kritis dan berani, maka akan dilakukan pencabutan SIUPP. Pencabutan ini dilakukan oleh Departemen Penerangan yang dikuasai pemerintahan. Pengekangan termasuk berbagai bidang kehidupan rakyat lainnya baik politik, sosial, ekonomi dan budaya. Semua aspek diseragamkan dan perbedaan diharamkan, dengan alasan demi persatuan dan kesatuan bangsa. Buku-buku yang diperbolehkan untuk beredar terkesan datar dan menutup-nutupi apa yang ada di dalam kenyataan.
Sama seperti pemerintahan Kolonial, Orde Baru juga beralasan bahwa buku-buku bacaan tersebut dianggap mengganggu ketertiban umum, menghina pemerintahan, tidak sesuai dengan ideologi negara, bertentangan dengan ajaran agama, merusak nilai agama, menurunkan kewibawaan pemerintahan, dsb. Alasan-alasan bertujuan untuk tidak mengakui perbedaan perspektif, kemajemukan sudut pandang dan keragaman pendapat pribadi serta upaya pelecehan dan pembodohan masyarakat.
2.2.4. Tinjauan Kondisi Buku Bacaan dan Cergam di Indonesia
Perkembangan literatur di Indonesia menjadi kian semarak terutama setelah Orde Baru. Perkembangan Cergam dan Komik Indonesia sendiri banyak diwarnai oleh masuknya Komik dan Cergam asing yang telah diterjemahkan, seperti Manga (komik Jepang). Cergam Xxxx Xxxxxx (Beauty and the Xxxxx, Xxxxxx The Pooh, dsb.) Berbagai hambatan yang bermunculan yaitu bahwa beberapa Komik dan Cergam tersebut temyata tidak layak untuk dikonsumsi oleh segmennya seperti Xxxxxx Xxxxxxx, dsb. Di samping itu, segi terjemahan buku asing yang menurunkan kualitas isi buku tersebut padahal mungkin buku tersebut tergolong bagus di luar negeri (bestseller, dsb.). Permasalahan lainnya, industri perbukuan baik Cergam, Komik, dan juga buku-buku lainnya, lebih mengutamakan orientasi pasar (market oriented) daripada perkembangan buku dalam negeri. Penerbit diuntungkan dengan permintaan masyarakat akan buku- buku asing yang lebih digemari dibandingkan dengan buku-buku dalam negeri. Akibatnya penerbit-penerbit buku raksasa di negara kita juga lebih banyak memproduksi buku-buku impor yang diterjemahkan.
Namun kita tidak dapat hanya menyalahkan Komik dan Cergam impor yang makin booming tersebut karena Cergam dalam negeri sendiri juga memiliki kekurangan. Cergam di Indonesia umumnya kurang memiliki kesatuan antara penulis, ilustrator dan juga editor. Hal ini berdampak pada kualitas Cergam yang tidak memiliki keseimbangan antara aspek visual dan verbal, karena keduanya tidak dapat saling rnendukung sebagai elemen yang sama pentingnya. Di dalam negeri sendiri, banyak bermunculan para ilustrator dan penulis (Komik terutama) yang justru meningkatkan kecintaan masyarakat, terutama anak-anak terhadap Komik asing. Hal ini disebabkan oleh turut sertanya para penulis dan ilustrator di dalam mengadopsi gaya asing secara mentah-mentah dan kehilangan identitas budaya sendiri. Sedangkan bila ditinjau dari aspek masyarakat kita, pemahaman isi buku di Indonesia masih rendah, didukung oleh harga buku yang mahal, banyaknya persentase keuntungan yang diambil oleh pihak penerbit dan penjual tanpa memberikan potongan harga. Padahal negara-negara maju, menjadi sedemikian tinggi tingkat intelektualitasnya oleh karena tradisi membaca yang
telah membudaya di samping itu juga terdapat fasilitas perpustakaan umum yang memungkinkan warga untuk memperoleh buku-buku yang bermanfaat.
Dari berbagai kenyataan tersebut. Cergam merupakan sebuah alternatif terbaik untuk menarik minat membaca. Jika sebelumnya cergam dikategorikan paling efektif untuk anak-anak, maka Xxxxxx untuk dewasa ternyata juga memberikan efektivitas penyerapan informasi. Hal ini disebabkan karena tampilan visual memberikan pengaruh yang sangat besar untuk mempermudah pemahaman teks, aspek visual menjadi penerjemah teks dan merangsang ketertarikan untuk membaca. Tidak diragukan lagi, Xxxxxx juga efektif untuk orang dewasa, terutama di Indonesia dimana tingkat penyerapan terhadap informasi masih rendah sehingga aspek ilustrasi sangat terasa manfaatnya.
2.2.5. Potensi Cergam di Indonesia
Tujuan masyarakat membaca yaitu untuk mengetahui tentang dirinya dan situasi yang ada di sekelilingnya. Oleh karena itu, dengan membaca manusia dapat semakin bertambah pengetahuan dan membantu perkembangan pemikirannya. Sayangnya hal ini kurang disadari masyarakat Indonesia karena rendahnya kemampuan baca mereka ditambah kurangnya Cergam yang menyajikan kualitas yang baik di dalam negeri. Padahal sebagai negara yang sedang berkembang, potensi Cergam sebagai salah satu sarana pendidikan sangat besar manfaatnya. Xxxxxx memang tidak terlalu menjamur sebanyak komik, namun dapat mendorong kemajuan dalam dunia pendidikan, ilmu pengetahuan serta berbagai bidang lainnya.
Sebenarnya cukup banyak Cergam yang bagus di Indonesia namun pengolahannya kurang menarik, cetakannya terkadang juga kurang berkualitas. Di samping itu gaya desain juga kurang tersalurkan di dalam aspek visual buku. Hal tersebut mengakibatkan semakin banyak orang berpaling kepada buku-buku impor walaupun mungkin isi dari buku-buku lokal sebenarnya cukup kompetitif. Yang tetap menjadi masalah yaitu bagaimana mau membaca kalau apresiasi masyarakat terhadap budaya membaca sangat rendah. Solusinya adalah dengan memberikan dukungan untuk menarik minat membaca dengan melakukan pengolahan desain yang bagus, gambar visual yang berkualitas serta ditunjang
oleh kualitas pencetakan yang baik pula. Apabila Cergam lokal dapat mencapai kualitas tersebut, maka akan makin besar pula dukungan dan dorongan bagi masyarakat untuk membaca buku sebab masyarakat kita lebih gemar melihat bahasa gambar dan ciri fisik terlebih dahulu jika menemukan pilihan bacaan. Dengan visualisasi yang mendukung serta aspek verbal yang dapat tampil maksimal, maka menimbulkan kesadaran dan semangat membaca sehingga akhirnya Xxxxxx mampu memecahkan daya baca dan minat rnembaca yang rendah di Indonesia. Sebab suatu negara yang maju umumnya didukung oleh tradisi membaca buku yang tinggi.
2.3 Tinjauan Gunung Merapi
2.3.1. Letak Geografis
Menurut X. Kusumadinata (250) dalam bukunya Data Dasar Gunungapi Indonesia, Gunung Merapi terletak di dalam wilayah provinsi Jawa Tengah: Kabupaten Magelang, Kabupaten Boyolali dan Kabupaten Klaten; dan Daerah Istimewa Yogyakarta: Kabupaten Sleman. Jarak puncak Merapi dari kota terdekat adalah sekitar 30km dari Yogyakarta, kira-kira 26,5 km dari Magelang, lebih kurang 25 km dari Klaten dan sekitar 27,5 km dari Boyolali. Menurut Atlas Tropische van Nederland (1938) lembar 21, gunung ini terletak pada posisi geografi 7°32.5‟ Lintang Selatan dan 110° 26,5‟ Bujur Timur dengan tinggi pinggir kawah sebelah timur sebelum longsor tahun 1958 adalah 2911 m di atas permukaan air laut. Sementara, menurut Xxxxx (18) tinggi merapi adalah 2914 m di atas permukaan air laut. Pendakian puncak gunung ini termudah jika dilakukan melalui Boyolali, dengan melewati Pos Observasi Vulkanologi yang terletak di Kecamatan Selo yang memakan waktu pendakian sekitar 3,5 sampai 4 jam
2.3.1.1. Geologi
Gunung Merapi digolongkan sebagai gunung api jenis strato karena sering mengalami pelongsoran pada puncaknya. Ciri Strato yang dimilikinya adalah lereng terjal, topografinya berubah-ubah akibat tumpukan material di sekitar kepundannya labil dan melongsor sewaktu-waktu, teristimewa di musim penghujan. Gunung ini dianggap sebagai gunung api paling berbahaya di
Indonesia selain Gunung Kelud di Jawa Timur dan Gunung Awu di Pulau Sangir, Sulawesi Utara (Pardyanto, et al. 18), dan dimasukkan ke dalam tipe A didasarkan pernah meletus dalam data sejarah, baik data yang didapatkan secara lisan melalui penduduk setempat maupun data yang diperoleh para ahli geologi.
Gunung yang sangat giat ini terletak di titik silang dua buah sesar, yaitu sesar transversal yang memisahkan Jawa Timur dan Jawa Tengah, dan sebuah sesar longitudinal lewat Jawa. Titik kegiatan Gunung Merapi selalu berpindah- pindah dari utara ke barat laut kemudian ke barat daya hingga kini (Suryo dan Kusumadinata 1973:4). Puncak Merapi acap berubah-ubah, kadang-kadang ditempati oleh doma lava. Di puncak Merapi terdapat empat buah kawah yaitu Pasar Bubar, Pusung London, Kawah 48 dan 46, dengan lima buah lapangan fumarola yaitu Woro I, II, III dan Gendol A, B (Xxxxxxxxxxx 250). Terdapat tiga belas sungai yang akan dipenuhi banjir material Merapi terutama lahar di saat-saat meletus dan musin penghujan, ialah Sungai Woro, Gendol, Kuning, Code, Xxxxxx, Xxxxxx, Krasak, Batang, Putih, Lamat, Blongkeng, Senowo, dan Pabean.
Gbr. 2.15: Foto Merapi tampak dari satelit di Museum Gunung Merapi
Sumber: Dokumen Pribadi
2.3.1.2. Bentuk dan Struktur
Menurut Neumann van Padang (121-122), gunung yang sangat giat ini, terletak di titik silang dua buah sesar yang penting dilihat dari sudut regional, yakni sebuah sesar transversal yang memisahkan Jawa Timur dan Jawa Tengah dan sebuah sesar longitudinal lewat Jawa.
Bagian yang lebih tua Batulawang, secara dalam tergerus oleh erosi dan terpotong-potong oleh beberapa sesar, dapat dibedakan dari kerucut Merapi yang giat. Menurut van Bemmelen (560), bagian barat dari Gunung Batulawang, Merapi telah disokong oleh sejumlah sesar licin berbentuk busur sedikit banyak serupa hiperbola, cekung ke barat. Ini mungkin terjadi dalam 1006.
Puncak Gunung Merapi kadang-kadang mengandung sebuah kawah, lain kali ditempati oleh sebuah atau lebih doma lava. Dari 1872 hingga 1883 umpamanya terdapat kawah di puncaknya. Lava kental naik dalam kawah ini, pada Juli 1883 hingga November 1884 membentuk sebuah doma di sini, yang kemudian dinamai doma timur. Bagian barat dari doma ini dihancurkan dalam 1888, dan dari 1902 hingga 1913 sebuah masa lava baru muncul di sini, dan dalam 1911 membentuk doma barat yang mencapai ketinggian 2963 m, pusatnya terletak 130 m sebelah barat dari doma timur. Dalam 1922 lava mengalir lagi dari gunungapi ini, dan kali ini aliran lava juga di sebelah baratnya, pada jarak 180 m dari pusat doma barat. Doma lava ini dihancurkan selama letusan Desember 1930, sebagian oleh esplosi, sebagian lagi runtuh dari sebuah kawah yang terbentuk di puncaknya.
Xxxxxxxxxxx (25) menulis, bahwa lidah lava 1930 mengalir ke arah barat dari hulu kemudian disusul oleh keluarnya lava 1934, 1942 dan 1943 di sebelah selatannya. Sebelumnya, tepat di puncaknya muncul doma lava 1940 (puncak sekarang) yang sisanya sekarang masih terlihat jelas dari Pos Observasi Volkanologi Ngepos (Data Dasar Gunungapi Indonesia 1979, hal 251). Setelah itu dalam 1948 muncul lava di sebelah baratlaut (antara K. Trising – K. Apu). Lava 1953 dan 1954 muncul di timurnya. Dalam 1956 doma lava masih tampak di lereng utara, tetapi dalam 1958 lava baru muncul di bagian barat laut. Kemudian dalam 1961 muncullah doma lava di Lurah Batang. Demikian pula pada 1967, 1968, 1969 dan 1973.
Menurut Xxxxx (1) isi doma tahun 1967 dan 1968 adalah 2,85 juta m³, dan mempunyai titik ketinggian 2866,7 m, menurut pengincaran Harjowarsito (7- 8). Letusan awanpanas menghancurkan lereng dan kaki gunung, hingga jarak 3-13 km. Di sini dapat dibedakan 2 macam awanpanas yakni:
I. Awanpanas yang terbentuk oleh guguran menurut Xxxxxxx.
II. Awanpanas dibentuk oleh letusan gunungapi, ialah awanpanas tipe S. Xxxxxxx, menurut Xxxxxx atau awanpanas gunungapi menurut Xxxxxxx. Awanpanas letusan terarah tidak pernah diamati di Merapi.
Bagian bawah dari awanpanas mengandung guguran berbentuk pijar (ladu), mengikuti jurang dalam. Awan dari gas panas, bercampur dengan debu halus, lepas secara esplosif dari bubuk ini, dan merupakan bagian lebih atas dari gejala ini.
Karena letusan merubah bagian besar dari gunungnya menjadi lereng gersang, yang tidak dapat ditembus oleh debu gunungapi, hujan mempunyai pengaruh erosi lebih kuat dan menghanyutkan sejumlah banyak abu dan bahan lepas ke bawah secara dahsyat, menghancurkan jembatan dan meluap dari sungainya (laharhujan).
Urutan fase kegiatan Gunung merapi, yang disusun berdasarkan hasil pengamatan dan klasifikasi Xxxxxxx, 1933 (Xxxxxxxxxxxx, 1984)
Tabel 2.1 Fase kegiatan Gunung Merapi
Fase Kegiatan | Uraian Jenis Kegiatan | Keterangan |
Fase 1 | Kegiatan awal (pembuka, dapat berupa letusan ultravulkanian | Pada kegiatan ini dapat disertai awan panas guguran atau letusan. Dapat terjadi penghancuran kubah lava lama. Mungkin pula hanya letusan gas yang intensitasnya sangat kecil. |
Fase 2 | Leleran lava kental atau menengah, berupa kubah atau lidah lava | Kegiatan ini disertai awan panas letusan maupun guguran lava pijar, bersama dengan pertumbuhan kubah/lidah lava. Bila kemiringan lereng curam dapat terjadi longsoran kubah lava sehingga terjadi awan panas guguran. Jarak luncur sangat tergantung pada volum lava |
Fase 3 | Letusan utama atau paroksismal, menghancurkan kubah/lidah lava yang telah terbentuk dalam fase 2 | Erupsi disertai awan panas letusan yang terarah dan jarak luncur lebih jauh dibandingkan dengan awan panas guguran, serta tidak tergantung pada volume kubah lava yang telah ada. Asap letusan dapat lebih tinggi dari 3.000 m. Ada kecenderungan bahwa letusan semacam ini terjadi setelah fase 2 berhenti beberapa lama, dapat lebih dari 6 bulan. |
Fase 4 | Pembentukan kubah lava baru, merupakan kegiatan akhir | Kegiatan berupa pembentukan sumbat lava baru, berupa kubah atau lidah lava. Kegiatan berhenti. |
2.3.2. Erupsi Merapi
Letusan Merapi mulai tercatat pertama kali ketika seorang sarjana geologi Belanda, X.X. xxx Xxxxxlen, mengemukakan teori kepindahan Kerajaan Mataram Hindu di bawah pemerintahan Wawa dari Jawa Tengah ke Jawa Timur akibat letusan Merapi pada 1006 yang merusakbinasakan kerajaan itu (Kartodirdjo, et al., 98). Kartakusumah (169) yang melakukan pengamatan terhadap salah satu endapan ladu atau endapan awas panas berpendapat bahwa
ladu tersebut telah berumur 1900 tahun. Ini berarti Merapi yang berusia berabad- abad telah melaukan aktivitasnya sebelum tahun 1006, sehingga dapat dikatakan bahwa di antara gunung-gunung api di Indonesia, Gunung Merapi-lah yang paling aktif. Sejak tahun 1900 hingga saat ini Merapi ini telah lebih dari 37 kali meletus dan selama empat abad belakangan ini rata-rata Merapi mengadakan letusan besar dengan interval 7,5 tahun (Xxxxxxxxxxx 2). Sejak tahun 1900 istirahat terpendek Merapi lebih kurang satu tahun yakni tahun 1914 dan 1941, dan paling lama lebih kurang lima tahun yaitu antara tahun 1925-1966 (Suryo dan Kusumadinata 1).
Bahaya Gunung Merapi sangat ditentukan jenis produk dan sebarannya. Jenis hasil letusan menurut Prof. Xxxx X. Xxxxxx, X. Sc. dan Xxxxxxx S. Xxxxxxxxxxxx dalam bukunya Pemantauan Gunungapi di Filipina dan Indonesia (112), yang dimaksud adalah sebagai berikut:
a. Leleran Lava dan awan panas (aliran piroklastik)
Pola letusan Gunung Merapi merupakan gambaran kegiatan gunungapi dengan jenis magma yang sangat kental. Lava Gunung Merapi tumbuh secara perlahan. Pertumbuhannya dapat dipengaruhi oleh beratnya massa, kemiringan lereng dan dorongan magma. Lava yang keluar ke permukaan dapat membentuk lidah lava, bila kekentalannya lebih tinggi akan membentuk kubah lava.apabila kubah berada pada dasar kawah yang miring, maka leleran lava tersebut dapat longsor karena beratnya. Longsoran tersebut dapat menyebabkan terjadinya awan panas (nuee ardente d’avalanche) yang dikenal sebagai awan panas longsoran tipe Merapi, karena lava masih dalam keadaan pijar dan mengandung gas. Jangkauan luncurannya sangat tergantung pada volum lava dan kondisi lerengnya. Bila kejadiannya bersamaan dengan letusan, luncurannya akan lebih jauh lagi.
Selama kandungan gas dalam magma Gunung Merapi masih tinggi, letusan selalu disertai aliran piroklastik. Letusan semacam ini tidak dapat dihindari kecuali bila menyingkir sebelum letusan berlangsung. Di Gunung Merapi kecepatan luncurannya dapat mencapai 60 sampai 100 km per jam. Diperkirakan suhunya berkisar antara 400-600° C. Bahaya jenis ini tidak dapat dicegah atau dihindari.
Seperti diketahui awan panas adalah gas yang menggerakkan longsoran yang eruptif. Pecahan material pijar yang besar meluncur mengikuti lembah di
lereng gunungapi dan menyebar di sepanjang daerah alirannya. Sebaran tersebut diikuti pula oleh pecahan yang lebih kecil bercampur dengan gas, pasir, abu dan udara panas bergumpal-gumpal di atasnya.
Gbr. 2.16 Letusan Gunung Merapi disertai luncuran aliran piroklastik tahun 2006 di Museum Gunung Merapi
Sumber: Dokumen Pribadi
Di Gunung Merapi awan panas terbentuk oleh letusan dan longsoran seperti diterangkan di atas. Kejadian yang pertama dapat meluncur sampai sejauh 13,5 km dan merupakan jarak maksimum yang tercatat sejak kegiatan 1953-1954. Jarak tempuh luncuran tersebut tidak tergantung pada volume kubah lava.
b. Lahar (hujan)
Meskipun lahar (hujan) merupakan jenis bahaya sekunder, tetapi faktor pengrusakannya dapat lebih besar dari pada letusannya, karena sebarannya dapat mencapai puluhan kilometer dari pusat kegiatan. Lahar hujan adalah kejadian sangat khusus, terjadi setelah atau selama hujan berlangsung sesudah letusan. Khususnya berhubungan dengan endapan awan panas atau ladu dengan sejumlah besar endapan gunungapi yang belum padat di lereng atas gunungapi. Bahan yang berbentuk lumpur merupakan campuran dengan berat jenis besar (kira-kira 2,5) sehingga sanggup mengangkut bongkah-bongkah besar batuan yang volumenya
beberapa meter kubik. Batuan sebesar itu dapat bergerak seolah-olah terapung pada massa lumpur.
Tidak seperti sungai yang biasa mengangkut bahan yang halus di bagian atas dan yang besar di bawah; aliran lahar justru sebaliknya. Jika aliran berhenti, batuan besar biasanya menyembul ke permukaan dan seringkali membendung aliran sungai dan menyebabkan arah alirah berubah. Aliran lahar sulit diduga kemampuan merusaknya, kadang-kadang terjadi di daerah yang datar dan mengerosinya dalam waktu singkat menjadi sungai yang dalam dan lebar, atau sebaliknya, lembah sungai ditimbuni oleh endapan lahar dan dalam waktu yang sangat singkat dan menjadi daerah yang datar.
Suatu aliran lahar tidak selalu harus terbentuk ketika turun hujan, karena sangat tergantung pada kuantitas endapan abu halus dan jumlah air yang tercurah dalam satuan waktu tertentu. Menurut pengalaman di Gunung Merapi, lahar dapat terjadi bila hujan turun di lereng Gunung Merapi pada ketinggian sekitar 1.200 m dml dan curah hujan mencapai 70 mm dalam 35 menit.
Gejala menjelang letusan Gunung Merapi
Menurut Prof. Xxxx X. Xxxxxx, X. Sc. dan Xxxxxxx S. Xxxxxxxxxxxx (116) sulit untuk membuat suatu patokan yang dipakai sebagai pegangan yang baku dalam menyusun pola gejala sebelum letusan yang terjadi di Gunung Merapi. Kendala yang utama adalah tiap letusan memberikan pola yang tidak selalu sama. Kendala tersebut dapat dikurangi dengan makin beragamnya gejala kegiatan gunungapi yang diamati dan makin canggihnya alat yang digunakan dalam pemantauan kegiatan Gunung Merapi. Perkembangan tersebut sejalan dengan kemajuan teknologi. Misalnya, pengamatan gempabumi dapat dilakukan dengan menempatkan seismometer sedekat mungkin ke titik kegiatan dan pembesaran alat pun sangat besar. Sistem perekaman datanya pun dapat dilakukan dengan cara numerik, sehingga otomatisasi pengolahan data makin baik, akurat dan lebih cepat. Selain gempabumi yang dipantau secara terus-menerus dan direkam secara numerik, gejala pembubungan lereng pun dipantau dengan teknologi yang sama. Selain itu pengukuran kandungan SO2 pada asap solfatara yang terhembus ke udara juga dilakukan dari jarak jauh menggunakan alat yang dinamakan COSPEC.
Untuk mendukung semua gejala yang dipantau tersebut pengukuran secara tradisional gejala lainnya tetap dilakukan secara periodik.
2.3.2.1. Sejarah Letusan
Salah satu letusan yang terbesar yaitu tahun 1672 telah merenggut korban 3000 jiwa manusia. Dua abad setelah itu, yaitu pada 1872, letusan Merapi menghancurkan tiga buah desa dan mematikan korban 200 jiwa manusia. Setelah sepuluh tahun berhenti meletus dahsyat, pada 1930 gunung ini meletus kembali dan memakan korban jiwa sebanyak 64 jiwa manusia, memusnahkan dua desa dan menghancurkan beribu-ribu hektar perkebunan, sawah, tegal dan hutan.
Tujuh tahun kemudian, pada 1961, Merapi telah melontarkan material perut bumi sebanyak 9,2 meter juta meter kubik abu vulkanik yang diembus angin setinggi 5.000 m dari atas kawah dan kemudian disebarkan angin ke barat daya, sebanyak 20.172 juta meter kubik ladu dimuntahkan ke sungai-sungai yang ada di lereng-lereng Merapi. Jumlah total material yang dikeluarkan Merapi pada tahun itu sebanyak 42,4 juta meter kubik (Suryo 9-28). Delapan tahun kemudian terjadi letusan hebat yang disertai banjir lahar besar sehingga menelan banyak korban jiwa manusia di sepanjang aliran Krasak dan merusakbinasakan banyak desa.
Tahun 1976 letusan Merapi kembali merusakkan banyak desa dan hingga saat ini gunung tersebut masih menunjukkan tanda-tanda kegiatan yang setiap saat dapat mengeluarkan letusan besar.
Pada 1979 letusan menghancurkan sebagian kubah 1976 dengan awan panas hingga mencapai 6 km.
Tahun 1984 terjadi lima kali letusan, diawali gempa, dan awan panas yang mencapai 7 km dari puncak dan hujan abu hingga Xxxxxx, Xxxxxx, Semarang.
Tahun 1994 aktivitas vulkanik terbagi menjadi lima tahapan erupsi. Pertama, rayapan dari blok lava yang terdapat di bagian atas kubah. Kedua, munculnya kubah 1994 sehingga terbentuk awan panas berskala kecil. Ketiga, morfologi kubah tidak memperlihatkan perubahan. Keempat, hampir semua kubah 1994 runtuh yang menghasilkan awan panas sejauh 6 km dari puncak yang
menyebabkan hancurnya desa Turgo. Kelima, pembentukan kubah lava baru yang disebut kubah lava 1995.
Tahun 1997 letusan menghasilkan guguran kubah lava Merapi membentuk aliran piroklastik dan letusan vulkanian.
Tahun 1998. Letusan 11 Juli 1998 menghasilkan awan panas ke barat daya sejauh 7 km dan 25 kali awan panas sejauh 5,5 km pada 19 Juli 1998.
Selanjutnya tahun 2001, menghasilkan awan panas guguran kubah lava ke arah barat dengan jarak luncur sekitar 4 km.
Dan di tahun 2006, aktifitas Merapi kembali meningkat pada 15 Maret 2006, dengan pembentukkan kubah lava baru yang meruntuhkan dinding kawah Geger Buaya. Guguran kubah lava ini membentuk awan panas ke Kali Krasak dan Boyong dengan jarak luncur 4 - 4,5 km dan luncuran awan panas terbesar melalui kali Adem sejauh 8 km dari puncak Merapi. (Museum Gunung Merapi 1)
2.3.2.2. Erupsi Merapi 2010
Gunung Merapi, gunung berapi paling aktif di Indonesia, Selasa 26 Oktober 2010 petang sekitar pukul 18.10 WIB kembali meletus. Letusan tidak hanya berhenti pada hari itu saja, tapi terus berlanjut pada hari-hari berikutnya secara terus menerus, dan bahkan pada tanggal 5 November terjadi letusan yang tercatat sebagai letusan Merapi paling dahsyat dalam waktu 100 tahun terakhir ini.
Letusan diawali dengan keluarnya awan panas dari puncak gunung menuju barat daya atau ke Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, serta arah selatan- tenggara, atau ke arah Kabupaten Sleman dan Klaten. Dari pukul 17.02-17.42 WIB, awan panas telah muncul enam kali. Karena situasi mulai tampak gawat, maka sirine di Kaliurang Sleman pun dibunyikan pada pukul 17.57 WIB dan pada pukul 18.05 WIB Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian (BPPTK) Jogjakarta menarik semua petugas dari pos pengamatan. Beberapa menit kemudian, sekitar pukul 18.00 WIB terjadi letusan sebanyak tiga kali. Letusan itu terdengar dari Pos Jrakah dan Pos Selo yang disusul dengan asap membumbung setinggi 1,5 kilometer mengarah ke selatan.
Akibat letusan itu puluhan orang ditemukan meninggal dengan kulit sekujur tubuh melepuh karena diterjang lava dan awan panas. Di dalamnya
termasuk juru kunci Merapi, Mbah Maridjan, yang tewas dalam posisi bersujud di ruangan rumahnya.
Lokasi rumah Mbah Maridjan di Dusun Kinahrejo, Umbulharjo, Cangkringan memang paling mungkin menjadi tempat pertama yang diterjang aliran lava dan awan panas karena lokasinya yang paling dekat dengan puncak Merapi.
Dua hari setelah letusan, kondisi sekitar kediaman Xxxx Xxxxxxxx masih porak-poranda. Di kanan-kiri jalan masih dipenuhi puluhan bangkai hewan ternak seperti sapi dan ayam. Bahkan ada juga beberapa hewan peliharaan seperti anjing yang bangkainya masih berserakan di pinggir jalan.
Jalan menuju kediaman Mbah Maridjan sulit dilewati karena terselubung pasir setebal 10-15 sentimeter. Debu vulkanik yang sebelumnya menempel di mana-mana kini tersapu bersih oleh air hujan. Namun pasir-pasir yang masih berserakan di mana-mana membuat jalanan sukar dilalui. Sementara itu semua pepohonan yang didominasi pohon bambu tercabut dan bertumbangan.
Sekitar sebulan sebelum meletus, tepatnya pada tanggal 20 September 2010, status Gunung Merapi telah ditingkatkan dari „normal aktif‟ menjadi
„waspada‟ oleh Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian (BPPTK) Jogjakarta. Setelah sekitar satu bulan, pada tanggal 21 Oktober 2010 status berubah menjadi „siaga‟ sejak pukul 18.00 WIB. Pada tingkat ini kegiatan pengungsian sudah harus dipersiapkan. Karena aktivitas yang semakin meningkat, ditunjukkan dengan tingginya frekuensi gempa multifase dan gempa vulkanik, sejak pukul 06.00 WIB tanggal 25 Oktober 2010 BPPTK Jogjakarta merekomendasi peningkatan status Gunung Merapi menjadi „awas‟ dan semua penghuni wilayah dalam radius 10 km dari puncak harus dievakuasi dan diungsikan ke wilayah aman.
Namun sayangnya, sebanyak 30 orang enggan ikut mengungsi, termasuk Mbah Maridjan dan sejumlah tetangganya. Mereka inilah yang menjadi korban terjangan awan dan lava panas. Setelah letusan terjadi, arus pengungsi mulai memadati barak-barak pengungsian. Saat itu jumlah mereka sudah mencapai 19 ribu orang. Mereka terpaksa harus berjejal dan berdesak-desakan di barak
pengungsian di Kabupaten Sleman karena sebenarnya daya tampungnya hanya 13 ribu orang saja.
Paska letusan, status gunung Merapi masih tetap awas. Untuk itu para pengungsi diminta agar tetap di tempat pengungsian. Larangan bagi pengungsi untuk kembali ke rumah memang beralasan. Setelah 26 Oktober, aktivitas Gunung Merapi terus berlanjut. Rabu (27/10) pukul 12.00 WIB, otoritas pemantau gunung mencatat terjadinya gejala gempa, yaitu gempa guguran sebanyak 38 kali dan gempa multifase 19 kali.
Keesokan harinya Kamis, 28 Oktober pukul 16.10 WIB Merapi kembali mengeluarkan letusan yang disertai luncuran awan panas dengan tekanan sedang dan mengarah ke Kali Gendol, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman, Jogjakarta. Selain itu, Merapi juga menebarkan hujan abu di tiga desa di Magelang, dengan radius 15 km dari puncak Gunung Merapi.
Walaupun Xxxxxx masih sangat mengancam, banyak di antara pengungsi yang nekat kembali ke rumah. Berbagai alasan, mulai dari rasa percaya letusan sudah mencapai titik akhir hingga mau memberi makan hewan ternak dikemukakan. Termasuk di antaranya adalah mereka yang kawasan tempat tinggalnya telah dihancurkan letusan Merapi, seperti Pelemsari, Umbulharjo, Cangkringan, dan Sleman.
Dusun Pasir Pelemsari bertetangga dengan Dusun Nangkrak dan Kinahrejo. Tiga dusun tersebut diapit oleh Kali Adem dan Kali Kuning. Persis di seberang Kali Kuning, hutan masih tampak lebat. Sehingga, pemandangan kontras nampak terlihat antara ketiga kampung itu dengan wilayah di sekitarnya yang selamat dari amukan wedhus gembel.
Merapi masih terus bergolak. Jumat, 29 Oktober 2010 pukul 05.30 dan
06.10 WIB, Merapi mengeluarkan awan panas untuk kedua kalinya yang muncul dalam skala besar dengan radius jangkauan kurang lebih 2 km. Awan berwarna gelap pekat meluncur ke arah selatan tepatnya ke arah Kali Gendol dan Kali Woro. Untungnya wedhus gembel yang meluncur ke selatan ini terbawa angin dan tidak sampai menjangkau pemukiman terdekat. Walaupun begitu, gejala alam itu sempat membuat warga yang tinggal di Sambungrejo, Balerante, dan Kemalang
panik karena melihat awan panas ke arah mereka. Xxxxx sempat membunyikan kentongan dan ebrteriak kepada warga lain untuk meminta mereka keluar rumah.
Pada pukul 11.35 WIB, Xxxxxx kembali memuntahkan awan panas. Para saksi mengatakan, muntahan awan panas itu terlihat jelas dari Jalan Kaliurang, Sleman km 14. Awan panas bersuhu lebih dari 500 derajat itu menjadi tontonan warga. Xxx patroli segera menurunkan personil untuk menjaga agar tidak ada warga yang mendekat ke arah Merapi. Namun entah mengapa, masih aja ada yang nekat mendekati gunung yang kondisinya masih membahayakan itu. (wawancara dan data pribadi)
Gbr. 2.17: Kondisi rumah setelah terkena awan panas erupsi Merapi 2010 Sumber: xxxx://xxx.xxxxxxxx.xxx/xxxxxxx
2.3.2.2.1. Hujan Xxx
Xxxxxx kembali meletus pada Sabtu (30/10/2010) dinihari. Sepanjang hari itu, Gunung Merapi terus-menerus memuntahkan material panas. Di samping lava panas, Merapi mulai memuntahkan hujan abu. Menyusul letusan pada pukul
00.40 WIB, beberapa wilayah DIY diguyur hujan abu pekat. Hujan abu terpantau di Kecamatan Ngemplak, Ngadlik dan Mlati. Di wilayah Sleman, hujan abu pekat mengguyur hingga sejauh 20 km dari puncak Merapi. Awalnya hujan berupa abu bercampur pasir, lalu kemudian sempat pula turun bersama air.
Pukul 02.00 WIB, di beberapa titik, abu bercampur pasir menutupi jalan setinggi setengah cm. Lalu-lintas pengungsi dari arah lereng Merapi yang melalui Kaliurang mulai berkurang. Sesekali terlihat ambulan menuju arah Merapi untuk melakukan evakuasi warga yang masih tersisa di lereng. Hingga pukul 02.15 WIB, hujan abu di Jogja dan sekitarnya masih berlangsung.
Menjelang subuh, hujan abu mulai mereda. Atap rumah dan pepohonan menjadi putih tertutup abu di kawasan tengah Kota Jogjakarta hingga kawasan Wates dan Sleman bagian barat. Abu yang menyelimuti Jogjakarta membuat warga kesulitan oksigen. Sejumlah warga mulai mengeluh pusing-pusing, selain itu juga sesak nafas. Debu yang menyelimuti hampir seluruh wilayah Jogjakarta sangat tebal. Debu juga dirasakan oleh warga yang tinggal di Jogjakarta bagian selatan, bahkan daerah Bantul yang berjarak lebih dari 60 km dari Gunung Merapi. Hujan abu juga sempat mengguyur Bandara Adisucipto, Jogjakarta, Sabtu (30/10). Hal ini membuat maskapai penerbangan Garuda Indonesia mengalihkan rute penerbangan tujuan Jogjakarta ke Solo.
Gbr. 2.18: Kondisi jalan di Yogyakarta saat hujan abu Sumber: xxxx://xxx.xxxxxxxx.xxx/xxxxxxx
Hujan abu juga sampai di kawasan Candi Borobudur. Akibatnya hampir seluruh bagian Candi Borobudur tertutup abu vulkanik. Selanjutnya jumlah pengunjung atau wisatawan baik mancanegara maupun dalam negeri, terus
mengalami penurunan hingga mencapai 10 persen. Selain dampak kerusakan candi, kendala lainnya adalah pemulihan sektor pariwisata.
Suara letusan terdengar lagi dari puncak Gunung Merapi pada Minggu, 31 Oktober 2010 pada pukul 14.45 WIB. Tak lama, kepulan asap berwarna keabu- abuan terlihat dari puncak gunung tersebut. Sebagian asapnya membumbung tinggi, sebagian lagi bergerak turun ke arah selatan. Suara letusan memang tidak terlalu keras. Namun masih bisa didengar oleh warga yang berada di Desa Umbulharjo, Sleman, Jogjakarta, yang berjarak sekitar 10 km dari Merapi. Meski demikian warga Umbulharjo tidak panik. Sebab alarm yang ada di gunung tidak berbunyi yang menandakan tidak ada pergerakan awan panas ke arah pemukiman warga. Ditengarai awan tersebut selain membumbung ke atas, ada yang turun ke selatan menuju Kali Gendol. Total korban meninggal akibat letusan Gunung Merapi menjadi 37 orang. Sementara itu, korban luka bakar ada 3 orang. Korban luka ringan tinggal 2 orang, 7 orang lainnya sudah dipulangkan.
Jumlah pengungsi di Sleman mencapai 18.929 orang. Jumlah ini bertambah paska letusan Sabtu dini hari. Di Magelang ada 25.354 orang pengungsi, di Klaten 3.500 orang, dan di Boyolali 3.970 orang.
Pada Senin (1/11/2010), aktivitas Merapi mereda. Selasa (2/11/2010) malam, Gunung Merapi kembali mengeluarkan suara gemuruh, dengan meluncurkan pijar berwarna merah terang yang menampilkan pemandangan indah di tengah cuaca cerah. Luncuran lava pijar tersebut bergerak ke bawah dalam kondisi relatif pelan, sesekali diikuti semburan awan panas yang juga mengalir lamban dan mengarah ke selatan, Kabupaten Sleman.
Aktivitas vulkanik Merapi tersebut terlihat jelas dari Desa Kalibening, Kecamatan Dukun, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, sekitar 10 kilometer dari puncak Merapi. Sejak pukul 19.57 WIB sampai menjelang dini hari, luncuran lava pijar masih terlihat oleh penduduk setempat yang sejak Merapi meletus melakukan ronda 24 jam. (Xxxxxxxx Xxxxxxxx 9)
2.3.2.2.2. Xxxxx Xxxxxxx
Ledakan Merapi yang benar-benar dahsyat terjadi pada 3-5 November 2010. Letusan yang disebut-sebut sebagai yang terdahsyat sejak 1870, menelan korban seanyak 88 jiwa. Kronologi musibah: (Xxxxxxxx Xxxxxxxx 19)
Rabu, 3 November 2010
Pukul 14.30 WIB: Belasan pemantau letusan Gunung Merapi di Dusun Jambu, Kelurahan Kepuharjo, Kecamatan Cangkringan, Sleman, memilih turun. Pasalnya, Xxxxxx terus menggeliat dengan mengeluarkan lava panas yang mengalir deras melewati Kali Gendol. Aliran lava itu mengeluarkan asap berwarna putih. Selain lava panas, kondisi bahaya terpantau dengan terus terganggunya radio pemantau. Malamnya Badan Geologi tidak bisa lagi menghitung jumlah gempa Merapi dikarenakan begitu hebatnya peningkatan aktivitas.
Kamis, 4 November 2010
Pukul 22.30 WIB: Gemuruh kencang terdengar dari Merapi hingga jarak 40 km dari Gunung Merapi.
Pukul 23.00 WIB: Suara gemuruh Merapi terus terdengar di perbatasan Magelang-Jogjakarta, diduga berasal dari guguran material dan lahar dingin Merapi.
Pukul 23.40 WIB: Gemuruh terdengar sangat keras. Setelah bunyi itu, Camat Pakem Budiharjo menginstruksikan pengungsi direlokasi.
Jumat, 5 November 2010
Pukul 00.30 WIB: Ratusan pengungsi dari Desa Krinjing dievakuasi menuju Balai Desa Deyangan, Kecamatan Mungkid, Magelang yang berjarak 30 km dari puncak Merapi.
Pukul 00.45 WIB: Hujan kerikil mulai dirasakan warga.
Pukul 01.00 WIB: Zona bahaya lereng Gunung Merapi diperluas menjadi 20 km. Pukul 01.30 WIB: Hujan kerikil hingga kawasan Universitas Gajah Mada (UGM) yang berjarak sekitar 25 km dari Merapi.
Pukul 02.30 WIB: Kota Jogjakarta gelap gulita penuh abu vulkanik.
Pukul 03.37 WIB: Korban luka mulai masuk ke RS Sardjito, Jogjakarta. Tak lama kemudian, sejumlah jenazah tiba di rumah sakit.
Pukul 05.59 WIB: Korban tewas Xxxxxx menjadi 40 orang, puluhan lainnya luka- luka bakar sangat gawat. Korban kebanyakan bertempat tinggal pada wilayah yang berjarak 17 km dari Merapi yang sebelumnya masuk zona aman. Rumah- rumah di Cangkringan terbakar.
Pukul 07.47 WIB: Bandara Xxx Xxxxxxxx ditutup mulai pukul 06.00-11.00 WIB. Kampus dan sekolah di Jogja diliburkan.
Pukul 09.06 WIB: RS Soeradji Klaten merawat 20 korban luka bakar akibat letusan Merapi.
Pukul 10.00 WIB: Walhi meminta kepada Presiden SBY menetapkan status bencana nasional untuk Merapi. Korban jiwa hingga saat ini mencapai 54 orang dan 66 orang luka bakar berat.
Pukul 11.21 WIB: Pengelola Bandara Adisutjipto memutuskan untuk menutup bandara hingga jam kantor berakhir pada pukul 21.00 WIB.
2.3.2.2.3. Korban dan Pengungsi
Korban meninggal akibat letusan tiga hari berturut-turut telah mencapai 88 jiwa. Rinciannya, korban jiwa terdiri dari 35 laki-laki dewasa, 35 perempuan dewasa, 11 anak-anak, dan tujuh jenazah tidak diketahui jenis kelaminnya. Sebanyak 31 jenazah dapat teridentifikasi, tetapi baru sembilan jenazah yang diambil keluarganya.
Selain korban jiwa, letusan itu juga mengakibatkan 138 orang mengalami luka bakar. Beberapa hari kemudian, 61 orang di antaranya telah diizinkan pulang. Karena sulit diindentifikasi, Rumah Sakit Umum Pusat Sardjito menerima instruksi untuk pemakaman massal terhadap 69 korban erupsi Gunung Merapi. Pemakaman massal itu akhirnya dilaksanakan pada Minggu, 7 November 2010 di tempat pemakaman umum (TPU) Kabupaten Sleman sekitar pukul 18.15 WIB. Jumlah korban yang dimakamkan telah menyusut dari semula 69 menjadi
64 jenazah. Tampaknya dalam waktu beberapa hari 5 jenazah telah berhasil diindentifikasi.
Sementara itu, jumlah keseluruhan pengungsi pada Rabu, 10 November 2010 mencapai 320.090 jiwa. Sehari kemudian berkurang menjadi 270.845 jiwa. Banyak diantara mereka memilih mencari lokasi mengungsi yang lebih baik.
Kerugian akibat erupsi Gunung Merapi di wilayah Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, diperkirakan mencapai total 5,4 triliun rupiah. “Berdasarkan pendataan, erupsi Merapi mengakibatkan kerusakan senilai 894,35 miliar rupiah dan kerugian senilai 4,51 triliun rupiah atau total perkiraan kerusakan dan kerugian mencapai 5,405 triliun rupiah,” kata Bupati Sleman Sri Purnomo saat menerima kunjungan Komisi VI DPR RI di Dusun Candi, Kecamatan Turi, Jumat (11/2). Menurut Bupati, angka kerugian dan kerusakan tersebut meliputi sektor permukiman, infrastruktur, sosial, ekonomi, dan lintas sektor. (Koran Jakarta, 12 Februari 2011)
Bahkan mungkin angka ini akan bertambah mengingat sampai saat ini bahaya sekunder Gunung Merapi berupa lahar dingin masih mengancam. Ia mengatakan erupsi Merapi 2010 yang cukup besar, bahkan kawasan daerah aman sempat mencapai radius 20 kilometer, membawa pengaruh pada aktivitas perekonomian masyarakat.
2.3.2.2.4. Bahaya Lahar Dingin
Selain material panas, Gunung Merapi masih menyimpan potensi bencana lainnya, lahar dingin. Jika hujan lebat terjadi di lereng, lahar dingin akan mengalir ke sejumlah sungai yang berhulu di Merapi.
Sejumlah alur sungai yang perlu dihindari karena kemasukan materi vulkanik adlaah Kali Woro, Kali Gendol, Kali Kuning, Kali Boyong, Kali Bedog, Kali Krasak, Kali Bebeng, Kali Sat, Kali Lamat, Kali Senowo, Kali Trising dan Kali Apu. Diperkirakan jumlah material vulkanik hasik erupsi Merapi sejak 26 Oktober hingga sekarang telah mencapai sekitar 100 juta meter kubik.
Gbr. 2.19: Banjir lahar dingin di Kali Putih
Sumber: xxxx://xx.xxxxxxx.xxx/xxxxxxxx/0000/00000000/xxxxx-xxxxxx-xxxxxx-xxxxxx- jalan-magelang-yogya.htm
Hingga sekarang banjir lahar dingin pascaerupsi Gunung Merapi 2010 telah mengakibatkan 636 rumah di wilayah Kabupaten Magelang, Jawa Tengah rusak. Kepala Subbidang Penyelamatan dan Penanggulangan Bencana Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) dan Penanganan Bencana Kabupaten Magelang, Xxxx Xxxxxxx, di Magelang, Ahad (27/3), mengatakan bahwa rumah rusak tersebut tersebar di enam kecamatan, yakni Muntilan, Salam, Mungkid, Srumbung, Ngluwar, Sawangan, dan Dukun. Sejumlah rumah rusak tersebut terdiri atas 106 hanyut, 323 rusak berat, 105 rusak sedang, 91 rusak ringan, dan 11 rumah terancam.
Ia menyebutkan, dari enam wilayah kecamatan itu kondisi paling parah terjadi di Kecamatan Salam dengan jumlah kerusakan mencapai 413 rumah, 67 di antaranya hanyut, 266 rusak berat, 32 rusak sedang, dan 48 rusak ringan. Wilayah yang menjadi korban bencana banjir lahar dingin di Kecamatan Salam meliputi Desa Jumoyo, Sirahan, Seloboro, Sucen, dan Gulon.
Heri mengatakan, daerah yang menjadi korban banjir lahar dingin di Kabupaten Magelang karena meluapnya Sungai Putih dan Sungai Pabelan. Selain rumah rusak, katanya, banjir lahar dingin telah mengakibatkan 11 jembatan runtuh, empat jembatan rusak, dan tiga ruas jalan rusak.
Ia mengatakan, hingga sekarang sekitar 3.452 orang korban banjir lahar dingin masih berada di 11 lokasi pengungsian tersebar di lima kecamatan. Hingga sekarang pemerintah terus melakukan normalisasi aliran Sungai Putih dengan sejumlah alat berat. Material lahar berupa pasir dan batu yang menutup dasar sungai dikeruk ke pinggir sungai yang difungsikan sebagai tanggul. Namun, upaya tersebut belum mampu mencegah meluapnya banjir lahar karena tanggul pasir tersebut mudah jebol. (Republika 27 Maret 2011)
Gbr. 2.20: Keadaan desa Jumoyo paska lahar dingin Sumber: Dokumen pribadi
2.3.3. Faktor Alam
2.3.3.1. Letak Geografis
Menurut Xxxxx Xxxxxxxx (15) dalam bukunya Merapi dan Orang Jawa: Persepsi dan Kepercayaannya: Terdapat tiga desa yang terletak di lereng Gunung Merapi, yaitu Desa Kawastu (Turgo) dan Desa Korijaya (Kinahrejo) di lereng selatan dan Desa Wikursari (Plalangan) di lereng utara. Masing-masing desa berada pada ketinggian lebih kurang 984 m, 1134 m, dan 1695 m di atas permukaan air laut dengan topografi bergelombang naik turun. Keadaan tanahnya mengandung pasir dan batuan vulkanik yang relatif banyak; semakin naik mendekati puncak Merapi, kandungan pasir dan batuan vulkaniknya semakin tinggi sehingga perembesan air tanah menjadi tinggi.
Desa Kawastu merupakan salah satu pedukuhan dalam wilayah administrasi Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Dua buah sungai yang cukup besar-lebar dan bermata air di Merapi mengalir membatasi Kawastu dengan desa-desa lainnya. Di sebelah barat desa mengalir Sungai Krasak yang terkenal sebagai salah satu sungai terganas di Pulau Jawa; acapkali sungai ini membawa banjir muntahan Merapi berupa lahar panas maupun dingin yang mengakibatkan kerugian baik harta benda maupun korban jiwa manusia. Sungai ini juga merupakan pembatas Daerah Istimewa Yogyakarta dengan Provinsi Jawa Tengah. Di sebelah timur desa mengalir Sungai Boyong yang selalu mengering di musim kemarau. Sedangkan, hunung Kawastu yang menjulang tinggi sekitar 1.200 m dari permukaan air laut dengan berada di sebelah utara desa dianggap sebagai Gunung keramat yang memagari desa dari bahaya Merapi. Desa ini dapat dicapai melalui jalan setapak naik-turun menyeberangi Sungai Boyong dari Kaliurang dan memakan waktu sekitar 25 menit atau sekitar 30 menit dengan kendaraan bermotor melewati jalan tembus yang terjal dari Pakem.
Desa Korijaya adalah desa tertinggi letaknya untuk Daerah Istimewa Yogyakarta yang terletak di dalam wilayah administrasi Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman. Dibandingkan dengan desa-desa lainnya di lereng Merapi, desa ini relatif terisolasi letaknya. Korijaya dapat dicapai melalui Kaliurang mengikuti jalan setapak naik-turun menembus hutan lindung dan menyeberangi Sungai Kuning selama perjalanan sekitar 45 menit. Sama seperti Kawastu, desa ini dibatasi oleh dua buah sungai yang besar dan lebar. Sungai Kuning yang permukaannya dilapisi lava dingin mengeras, membatasi desa ini dengan hutan lindung di sebelah barat. Di sebelah timur Korijaya mengalirlah Sungai Gendol yang permukaannya selalu ditutupi pasir dan batuan vulkanik, membatasi desa ini dengan desa-desa lainnya di sebelah timur. Di sebelah barat laut desa menjulanglah Gunung Korijaya setinggi 1275 m di atas permukaan air laut. Di atas gunung yang dianggap sebagai benteng keramat desa ini terdapat sebuah Pos Observasi Vulkanologi milik pemerintah yang setiap saat memantau kegiatan Merapi.
Desa Wukirsari terletak di lereng utara Merapi dalam kawasan administrasi Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali, Provinsi Jawa Tengah. Desa ini berada di lembah dua buah gunung, yaitu Gunung Merapi yang terletak di sebelah selatan dan Gunung Merbabu yang terletak di sebelah utara; karena itu penduduk desai ini menyebut kedua gunung itu dengan sebutan khusus sesuai arahnya, yakni Gunung Kidul untuk Merapi dan Gunung Lor untuk Merbabu. Meskipun letaknya paling tinggi dibandingkan dengan dua desa terdahulu, Desa Wukirsari relatif tidak terisolasi dari komunikasi dan transportasi. Di utara, sekitar perjalanan sepuluh menit dari desa, terdapat jalan tembus Magelang-Boyolali yang diaspal sekitar tahun 1970-an.
2.3.3.2. Iklim
Menurut Xxxxx Xxxxxxxx (20): Data curah hujan diperoleh melalui data sekunder dengan didasarkan pada jarak terdekat dengan puncak Merapi. Pertama, unutk lereng selatan pengukuran dilakukan di Kaliurang dan Cangkringan, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta yang mempunyai ketinggian letak masing-masing sekitar 900 m di atas permukaan air laut. Kedua, untuk lereng utara pengukuran dilakukan di stasiun penakar hujan, Kabupaten Boyolali, Provinsi Jawa Tengah, dengan ketinggian letak sekitar 1.500 m di atas permukaan air laut.
Di lereng selatan Merapi terdapat curah hujan dan hari hujan yang relatif cukup tinggi. Keadaan ini juga terdapat pada lereng Merapi sebelah utara. Dalam keadaan normal, musim penghujan dimulai pada bulan November dan diakhiri pada bulan Mei tahun berikutnya. Sedangkan musim kemarau dimulai sekitar bulan Juli sampai September. Musim kemarau ini diawali dengan mangsa mereng yang lamanya satu bulan dan jatuh pada bulan Juni dan diakhiri ddengan mangsa labuh selama satu bulan yang jatuh pada bulan Oktober. Hujan banyak turun pada bulan Januari dan mencapai rata-rata curah hujan 536,9 mm dengan 17,8 hari hujan untuk Kecamatan Kaliurang dan pada bulan November untuk Kecamatan Cangkringan yang mencapai rata-rata curah hujan 540,4 mm selama hari hujan 17,9.
Di lereng utara terlihat adanya curah hujan dan hari hujan yang relatif cukup tinggi seperti di lereng selatan. Dalam keadaan normal, musim penghujan jatuh pada bulan November dan berakhir pada bulan Mei tahun berikutnya. Hujan banyak turun pada bulan Februari dan mencapai rata-rata curah hujan 392 mm selama hari hujan 15,3. Seperti pada lereng selatan musim kemarau akan diawali dengan masa mereng dan diakhiri dengan masa labuh pada bulan Juni dan Oktober.
Baik untuk lereng selatan maupun utara, musim kemarau lamanya tidak lebih dari tiga bulan yang dimulai sekitar bulan Juli dan diakhiri pada bulan September. Menurut Schmit dan Xxxxxxxx (Pranowo DS. 12) rata-rata curah hujan yang setiap bulan lebih dari 100 mm dikategorikan sebagai bulan basa dan rata- rata curah hujan di bawah 60 mm dikategorikan sebagai bulan kering. Berdasarkan kategori ini di lereng selatan terdapat tiga bulan kering di bawah 60 mm yaitu bulan Xxxx, Xxxx, dan Agustus. Sedangkan, di lereng utara tidak terdapat bulan kering di bawah 60 mm kecuali di bawah 100 mm sehingga musim kering di lereng selatan merupakan musim lengas bagi lereng utara. Dengan kategori ini dan panjangnya musim penghujan dapat dikatakan kedua lereng Merapi mempunyai tipe iklim agak basah. Adapun menurut sistem klasifikasi Koppen, wilayah kompleks Merapi dan Merbabu tipe iklimnya tergolong Am, yaitu iklim tropika dengan musim kering yang cukup seimbang sehingga menhuntungkan pertanian padi basah yang mempergunakan sistem pranatamangsa.
Suhu udara untuk lereng selatan dan utara Gunung Merapi relatif cukup dingin. Data temperatur suhu udara secara lengkap dalam satu tahun untuk masing-masing lokasi penelitian tidak diperoleh selama di lapangan. Untuk lereng selatan pengukuran dilakukan di Desa Korijaya mulai bulan November 1984 hingga Februari 1985 menunjukkan suhu rata-rata bergeser antara 13°C-24°C. Pranowo DS (1985) yang melaukan pengukuran di Kawastu mendapatkan suhu rata-rata bergeser antara 16°C-24°C pada bulan November 1981 sampai Februari 1982. Untuk lereng utara pengukuran dilakukan di Desa Wikursari pada bulan Februari 1985 dan diakhiri pada bulan Mei 1985 menunjukkan suhu rata-rata bergeser antara 13°C-25°C.
Keadaan suhu udara yang relatif dingin ini mengakibatkan desa-desa lokasi penelitian hampir setiap hari diliputi kabut. Suhu udara semacam ini memengaruhi berbagai aspek kehidupan sehari-hari penduduk setempat. Biasanya, menjelang magrib mereka mulai mengelilingi tungku dapur untuk menghangatkan tubuh hingga larut malam. Tak jarang dijumpai bocah berumur sekitar enam-tujuh tahun telah mulai merokok untuk mengusir rasa dingin. Penduduk akan mulai bekerja apabila kabut mulai menghilang dan jika turun hujan mereka akan menghentikan kegiatan di tegalan atau di padang rumput.
2.3.3.3. Flora dan Fauna
Menurut Xxxxx Xxxxxxxx (23): Tumbuhnya suatu tanaman tergantung dari iklim, jenis tanah, dan campur tangan manusia. Tinggi rendahnya dataran membawa pengaruh terhadap iklim; jenis tanah dipengaruhi antara lain oleh aktivitas vulkanik sehingga turut menentukan pula jenis tetumbuhannya.
Penduduk di lereng selatan dan utara Merapi mengklasifikasikan tetumbuhan di Merapi menjadi tiga golongan didasarkan atas tumbuhnya. Golongan pertama, tumbuhan yang sengaja ditanam dan dipelihara di tegalan dan di pekarangan untuk memenuhi konsumsi keluarga sehari-hari. Golongan ini dibagi lagi menjadi tanaman pangan, obat-obatan, dan tanaman keras serta tanaman perdagangan.
Tanaman pangan yang diusahakan antara lain jagung (Zea mays), ubi jalar (Impomoea batata), ketela pohon (Minihot utilissma), keladi (Colococsia esculentas), kentang (Solamun tuberosum), bayam (Amaranthus tricolor), cabe rawit (Capsium tuberosum), kara (Phaseolus lunatus), dan sebagainya. Sementara, tanaman obat-obatan yang diusahakan antara lain adas (Foeniculum vulgare Mill), pulosari (Alyzia spec), kencur (Kaempferia galanga L.), kunyit (Curcuma domestica Val), dan sebagainya. Tanaman perdagangan yang ditanam adalah tembakau (Nicotiana tabacum L.), cengkeh (Xxxxxxx aromatica) dan sebagainya. Kemudian tanaman keras yang ditanam antara lain pinus (Pinus mercusii), dada serep (Erythrina subumbrans (Hassk Merr), nangka (Artocarpus sp.), kopi (Coffea robusta) dan sebagainya. Meskipun terdapat empat golongan tanaman yang sengaja ditanam dan dipelihara, seringkali terjadi tumpang tindih antara
golongan tanaman satu dengan yang lainnya. Misalnya, tanaman keras atau tanaman pangan dapat saja dimasukkan ke dalam golongan tanaman perdagangan apabila diperjualbelikan.
Golongan kedua, tanaman liar yang dipelihatan dengan diberi pupuk kimia dan daerah sekeliling tanaman itu acapkali dibersihkan. Tanaman ini kebanyakan berupa jenis rerumputan dan belukar, seperti alang-alang (Imerata cylindrica), suket grinting (Cinodon dactylon), suket teki (Cyperus retundas), glagah (Thevioda Sp.), serunen (Speeblues osper Lour) dan sebagainya. Tanaman rerumputan dan belukar ini tumbuh terutama di tanah tegalan yang diberokan atau di pekarangan. Pemeliharaan tanaman seperti ini ditujukan untuk menyediakan makanan ternak sapi yang mendukung sistem pertanian tegalan.
Golongan ketiga atau terakhir, tanaman liar yang banyak dijumpai di lereng atas, jurang-jurang dan di kawasan hutan kecuali tanaman yang sengajai ditanam pemerintah. Jenis tanaman ini beragam, dari tanaman keras hingga tanaman melata yang berakar panjang dan tahan udara dingin maupun terpaan angin, seperti brondongan (Symplocos Cochinensis (Lour) S. Xxxxx), ipal balik (Anaphalis Javanica (BL) Boerl), gondopuro (Gaul-therica punctata BC), manis rejo (Vaccenicum varingceefolum (BL) Mig), rumput-rumputan, dan berbagai jenis bunga-bungaan.
Untuk faunanya, baik di lereng selatan maupun di lereng utara Merapi banyak ditemui berbagai jenis satwa yang menguntungkan dan merugikan. Jenis satwa tersebut antara lain berbagai jenis ular, berbagai jenis burung terutama burung betet (kesturi), celeng (Sus serofa melleri), kijang (Muntiacus muncak), rusa (Cervus timorensis), ayam hutan (Acrormis mornosus), tupai (Sciururs notatus), kera (Macaque), harimau (Panthera pardus) dan satwa lainnya.
2.3.4. Penduduk dan Pola Permukiman (Xxxxx Xxxxxxxx 31-42)
2.3.4.1. Organisasi Sosial
Kebanyakan setiap rumah desa di lereng Merapi dihuni oleh sebuah keluarga batih monogam yang terdiri dari sepasang suami istri beserta anak-anak mereka yang belum kawin. Akan tetapi, dalam keluarga batih tersebut sering didapati bahwa selain sepasang suami istri beserta anak-anak mereka yang belum
kawin, juga ditambah dengan anak angkat, kemenakan, atau orang tua keluarga xxxxx atau mertua. Baik penduduk yang tinggal di lereng selatan maupun utara biasa menyebut kepala batih dengan sebutan kepala somah.
Setiap keluarga batih merupakan satuan unit produksi yang setiap anggotanya mempunyai hak dan kewajiban untuk mengolah tanah tegalan dan pekarangan serta mengurusi dan merumputkan ternak keluarga. Pembagian warisan didasarkan pada garis laki-laki, yaitu seorang anak laki-laki akan mendapat warisan tanah dua kali lipat banyaknya daripada seorang anak perempuan. Ini disebabkan bila terjadi perkawinan pihak pengantin perempuan akan masuk ke dalam keluarga pengantin laki-laki.
2.3.4.2. Agama dan Kepercayaan
Seperti pada kebanyakan masyarakat pedesaan, penduduk di lereng selatan maupun utara Merapi mengaku memeluk agama besar yang diakui pemerintah RI, terutama Islam. Kenyataannya, dalam kehidupan sehari-hari mereka tidak penuh dan ketat melaksanakan dogma-dogma dan ajaran Islam. Masjid maupun langgar yang terdapat di ketiga desa sehari-harinya sepi dari orang-orang yang menunaikan ibadah, kecuali anak-anak yang belajar mengaji setelah magrib, pada hari-hari tertentu. Mereka percaya akan adanya Tuhan, Nabi, atau Rasul, tetapi juga percaya akan adanya makhluk-makhluk halus yang menghuni jagad raya. Makhluk-makhluk halus ini hanya dapat dilihat oleh orang- orang tertentu yang telah mengolah dan memiliki kekuatan batin seperti orang- orang sakti ataupun dukun. Akan tetapi, sering pula terjadi orang biasa dapat melihat makhluk halus jika makhluk itu ngetoki dengan tujuan bersahabat atau mengganggu. Kepercayaan, adat-istiadat dan tradisi yang diwariskan nenek- moyang mereka masih merupakan basis utama kehidupan.
Mereka lebih suka jika dikatakan sebagai penganut agama Islam Jawa yang berarti memeluk agama Islam tetapi masih melakukan praktik kepercayaan (dan ini yang terpokok) terhadap makhluk halus dalam kehidupan sehari-hari. Bagi mereka, selama naluri nenek moyang seperti laku prihatin, selamatan dan mengikuti tata cara yang diperuntukkan bagi Eyang Merapi tetap dilaksanakan maka mereka pada khususnya dan rakyat Mataram pada umumnya akan dijaga
keselamatannya oleh Xxxxx Xxxxxx. Laku prihatin merupakan salah satu jalan bagi mereka untuk menjaga keselarasan hidup dengan jagad raya dan untuk mencapai sangkan paraning dumadi.
Selain dengan laku prihatin, untuk memecahkan persoalan-persoalan hidup mereka juga meminta bantuan kepada dukun, juru kunci, atau orang-orang tua yang dianggap mempunyai kesaktian. Peranan orang-orang seperti ini adalah untuk menambah kepercayaan dan keberanian masyarakat dalam bertindak dan melakukan sesuatu, dengan keyakinan bahwa apa yang mereka lakukan tidak melanggar pantangan atau tata cara yang akan mengakibatkan bencana pada diri sendiri, keluarga, maupun desa. Misalnya, dalam membangun suatu bangunan, mengadakan pesta perkawinan, sunatan, dan sebagainya, mereka terlebih dahulu akan meminta bantuan kepada orang-orang sakti tersebut untuk menanyakan hari yang baik, mohon doa, mohon srana dan sebagainya.
2.3.4.3. Pola Permukiman
Topografi desa-desa yang naik turun bergelombang menyebabkan penduduk memilih bidang-bidang tanah yang rata -acapkali mereka meratakan tanah bergelombang- yang terbebas dari batu besar dan pasir untuk mendirikan bangunan tempat tinggal atau untuk tanah pertanian. Rumah-rumah tempat tinggal dibangun mengelompok dikelilingi ileh tegalan-tegalan dan hutan lindung. Di samping rumah kediaman didirikan kandang-kandang ternak sapi dan kambing. Bahan-bahan yang dipergunakan untuk mendirikan bangunan adalah bahan-bahan lokal seperti kayu dan bambu. Sementara, untuk atap rumah dan bangunan digunakan genting dan alang-alang kering untuk kandang ternak. Beberapa keluarga yang tergolong relatif kaya membangun rumah mereka secara permanen dengan bahan batu bata dan batu alam yang banyak terdapat di sekeliling desa. Biasanya rumah tempat tinggal itu berarsiktektur tradisional Jawa; berbentuk sinom atau kampung dengan berbagai varian. Rumah-rumah tersebut menghadap ke arah jalan utama desa, menghindari arah hadap Gunung Merapi untuk desa- desa di lereng selatan dan menghindari arah hadap Gunung Merapi dan Merbabu bagi desa-desa di lereng utara. Dari pagi hingga siang hari, biasanya rumah-rumah itu akan menjadi sepi karena ditinggalkan pemiliknya untuk bekerja di tegalan, di
kebun yang terletak di pekarang rumah yang luas atau merumput. Tegalan mereka kebanyakan terletak di pinggir desa atau di pinggir-pinggir jurang dan hutan lindung.
2.3.4.4. Sistem Pertanian dan Peternakan
2.3.4.4.1. Sistem Pertanian
Pemilikan tanah pertanian keluarga petani di lereng Gunung Merapi relatif lebih besar dibandingkan pemilikan tanah pertanian keluarga di dataran rendah yang memiliki kepadatan penduduk tinggi. Rata-rata pemilikan tanah tegalan dalam satu keluarga petani Merapi kurang lebih satu hektar yang dimanfaatkan secara intensif. Pengolahan tanah secara intensif ini terutama akibat pengukuhan hutan lindung yang dilakukan Pemerintah Jajahan Belanda sejak tahun 1912 dan diteruskan Pemerintah RI hingga kini. Tidak semua tanah tegalan dapat diolah dengan baik karena sebagian besar mengandung batu-batuan dan pasir vulkanik. Sebelum tahun 1912 penduduk melakukan peladangan di dalam hutan. Pada waktu itu setiap keluarga rata-rata memiliki areal peladangan di dalam hutan sebanyak tiga sampai empat tempat. Masing-masing tanah garapan diolah maksimum sebanyak tiga sampai empat kali masa panen, kemudian diberokan selama dua tahun lebih. Setelah pohon-pohon keras ditebang dan proses pembakaran selesai, dimulailah segera masa tanam pertama. Panen pertama akan tidak begitu berhasil akibat belum semua daun mengalami pembusukan. Panen kedua dan ketiga merupakan panen yang berhasil baik karena daun-daunan telah membusuk secara sempurna sehingga kesuburan tanah meningkat. Panen keempat, biasanya, hasilnya kembali berkurang atau menyusut seperti panen pertama; tanah mulai berkurang kesuburannya. Ini berarti tanah harus segera diberokan sehingga sebidang tanah baru perlu dibuka dan diolah. Proses itu berlangsung selama beberapa tahun dan akan kembali ke bidang tanah yang pertama setelah diperkirakan kesuburannya pulih.
Tanaman utama di tegalan adalah jagung yang merupakan makanan utama sehari-hari. Tanaman lainnya yang diusahakan di tegalan dan berfungsi sebagai tanaman penyeling adalah kara, kentang, garut (Maranta arundianacea), keladi, dan jenis umbi-umbian lainnya. Pekarangan rumah dijadikan kebun sayur-
sayuran, obat-obatan, umbi-umbian, buah-buahan, juga tanaman keras seperti nangka, sengon, dan sebagainya. Khusus di Wukirsari, pekarangan banyak ditanami tanaman obat-obatan seperti adas, pulosari, dan sejenisnya, sedangkan tanaman yang diusahakan secara khusus untuk diperdagangkan adalah tembakau.
Hasil tegalan dan pekarangan biasanya hanya pas-pasan untuk dikonsumsi keluarga. Apabila terdapat kelebihan hasil pertanian barulah kelebihannya dibawa ke pasar terdekat untuk ditukarkan dengan kebutuhan sehari- hari seperti garam, minyak goreng, minyak tanah, sabun, gula, dan sebagainya.
Diberlakukannya pengukuhan hutan lindung sejak tahun 1912 terhadap hutan-hutan Merapi tidak berarti penduduk melepaskan hutan sama sekali. Sebagai pelengkap sistem pertanian, acap kali terjadi pengambilan kayu bakar secara sembunyi-sembunyi, yang selain dipergunakan untuk keperluan sendiri juga merupakan barang komoditi yang laris di pasar. Bagi mereka, hutan juga berfungsi sebagai sumber perumputan untuk memenuhi kebutuhan makanan ternak. Masing-masing keluarga memiliki beberapa tempat khusus untuk perumputan di dalam hutan, yang dipotong secara bergilir. Meskipun tidak ada peraturan tertulis yang mengatur batas-batas dan pemilikan sumber perumputan di dalam hutan, jarang sekali ditemui seorang anggota keluarga tertentu merumput di perumputan milik keluarga lain. Pada musim kemarau rumput akan menjadi barang komoditi yang dijual di pasar-pasar terdekat.
2.3.4.4.2. Sistem Peternakan
Pemeliharaan ternak teristimewa sapi perah dan sapi kampung dilakukan di dalam kandang yang terletak di samping rumah kediaman. Sebelum tahun 1912, pemeliharaan ternak dilakukan dengan menggembalakannya di dalam hutan oleh anak laki-laki berumur belasan tahun. Menurut mereka, penggembalaan ternak ke dalam hutan selain mengurangi tenaga kerja merumput yang dapat dialokasikan ke pekerjaan lain yang lebih produktif, juga terutama akan mempercepat pertumbuhan ternak dan menambah kekebalan tubuh ternak terhadap penyakit. Perubahan pemeliharaan ternak dari teknik penggembalaan ke teknik kandang membawa akibat bertambahnya fungsi ternak. Sebelum tahun 1912 ternak hanya berfungsi sebagai tabungan dan status sosial, kemudian
bertambah fungsinya sebagai pendukung sistem pertanian, yaitu sebagai penghasil pupuk kandang untuk menyuburkan tanah tegalan dan pekarangan. Selain itu, peternakan sapi terutama sapi perah akan menghasilkan susu untuk meningkatkan kesehatan keluarga atau untuk menambah penghasilan keluarga. Selain dikonsumsi sendiri susu perah ini mereka pasarkan ke KUD setempat. Beberapa di antara mereka memasarkan susu tersebut secara eceran sehingga pembayaran kontan segera dapat diperoleh. Tak dapat dipisahkannya peternakan sapi dengan sistem pertanian tegalan, membuat tak jarang mereka yang tak mampu membeli ternak sapi, terpaksa nggaduh ternak milih tetangganya.
Bertambahnya fungsi ternak membawa akibat bertambahnya fungsi rumput sebagai makanan ternak yang harus dicukupi setiap hari. Perumputan di pekarangan, tegalan, dan di dalam hutan, dilakukan oleh hampir seluruh anggota keluarga laki-laki secara bergantian. Bila rumput di pekarangan habis, mereka akan meninggalkannya dan mulai merumput di tegalan yang sedang diberokan. Begitu pula jika rumput di tegalan habis, mereka akan merumput ke dalam hutan. Begitu seterusnya.
2.3.5. Kepercayaan terhadap Gunung Merapi (Xxxxx Xxxxxxxx 43-82)
Sejak zaman dahulu gunung api telah menarik perhatian nenek moyang kita, teristimewa yang berkait erat dengan kepercayaan mereka sehari-hari. Pada zaman prasejarah mereka mempunyai kepercayaan bahwa roh orang mati dianggap masih tinggal di sekeliling mereka-di pohon, di batu, di sungai, di laut, di gunung- dan dianggap sebagai pelindung kuat yang dapat dimintai pertolongan. Dalam pertunjukkan wayang kulit-media komunikasi dengan roh nenek moyang- yang timbul pertama kali pada zaman Neolithicum atau kurang lebih 1.500 SM (Mulyono 53-54), replika gunung, yaitu gunungan, diperlukan sebagai simbol kehidupan. Sebelum pertunjukkan wayang kulit dimulai, gunungan ditancapkan di tengah-tengah kelir, untuk melambangkan awal mula dunia sebelum ada manusia kecuali tetumbuhan dan binatang seperti yang tergambar dalam gunungan. Kemudian gunungan ditarik ke bawah dan berhenti tiga kali; melambangkan adanya cipta, rasa, dan karsa, yang mempunyai arti akan ada kelahiran. Kelahiran
terjadi setelah dalang memisahkan dua gunungan di sampingan kiri dan kanan untuk melambangkan pecahnya lapisan plasenta (Mulyono 108-109).
Menurut Xxxx (28), gunungan beserta isinya merupakan lukisan kehidupan duniawi dan batiniah di mana Tuhan Yang Maha Esa menentukan segala kegiatan di alam semesta. Di dalam gunungan terdapat lukisan makhluk raksasa menjulurkan lidahnya yang merah panjang, kera memanjat pohon bertarung dengan hewan lainnya, burung-burung beterbangan dan segala jenis hewan lainnya, pohon-pohon dan bunga-bungaan. Kesemuanya itu melambangkan pohon kehidupan duniawi yang diciptakan Tuhan. Di tengah-tengah gunungan terdapat lukisan sebuah rumah Jawa dengan dua pintunya terkunci rapat dan masing-masing sisinya dijaga oleh seorang raksasa bersenjata gada. Ini emlambangkan hukuman bagi orang yang berbuat salah atau jahat. Dua pintu yang terkunci rapat dalam lukisan itu melambangkan kedamaian batin yang tersembunyi di belakang kedua pintu itu.
Dimulai zaman prasejarah itu pulalah, mulai terdapat kepercayaan bahwa roh orang mati bertempat tinggal di atas dunia atau di gunung. Kepercayaan seperti ini diungkapkan dalam bentuk-bentuk bangunan pemujaan nenek moyang yang menjulang tinggi, berundak-undak menyerupai gunung; melambangkan tingkatan-tingkatan yang harus dilalui untuk mencapai tempat tertinggi, sempurna. Acapkali pula, roh nenek moyang dinyatakan dalam bentuk patung-patung yang diletakkan di atas bangunan pemujaan yang terdapat di bukit atau di gunung (Soekmono 72-73).
Pada zaman kerajaan-kerajaan Jawa Kuno terutama yang terletak di pedalaman dan didasarkan atas pertanian, mulai terdapat kepercayaan bahwa gunung merupakan tempat tinggal para dewa. Kerajaan-kerajaan itu biasanya mengambil lokasi di lembah-lembah atau di dataran-dataran tinggi yang subur, di antara kompleks-kompleks gunung api, seperti misalnya Kerajaan Mataram Hindu yang terletak di lembah Gunung Merapi. Pada zaman itu masuklah konsepsi- konsepsi India; gunung merupakan tempat tinggal para dewa dan raja dianggap sebagai titisan dewa (Wales, 1951). Bangunan-bangunan yang didirikan di kompleks-kompleks gunung api dilambangkan sebagai kekuasaan dan sifat abadi
para dewa sehingga diharapkan agar para dewa selalu melindungi raja, keluarga raja, pemerintahannya beserta rakyatnya.
2.3.5.1. Asal-usul Gunung Merapi
Alkisah, di dunia belum terdapat kehidupan manusia kecuali para Dewa di khayangan. Pada saat itu keadaan dunia tidak stabil, miring, tidak seimbang. Menyadari hal itu, Batara Guru segera memerintahkan para dewa untuk memindahkan Gunung Jamurdipo yang terletak di Laut Selatan ke Pulau Jawa bagian tengah, sebagai batas utara Yogyakarta. Sebelum memerintahkan para dewa untuk memindahkan gunung tersebut, Batara Guru telah mengutus Empu Rama dan Permadi untuk membuat keris pusaka Tanah Jawa di perapian tempat Jamurdipo akan dipindahkan. Merasa telah mendapat perintah Batara Guru, kedua empu tadi tidak mau memindahkan kegiatannya; mereka tetap berpegang teguh pada sabda pandhita ratu datan kenging wola-wali. Terjadilah peperangan antara para dewa melawan kedua empu itu. Peperangan tersebut dimenangkan oleh Xxxx Xxxx dan Permadi. Mendengar kekalahan para dewa, Batara Guru selanjutnya memerintahkan Batara Bayu untuk segera menghukum, mengubur hidup-hidup kedua empu pembangkang itu dengan Jamurdipo. Akhirnya dari Laut Selatan, Jamurdipo ditiup oleh Batara Bayu dan terbang, kemudian jatuh tepat di atas perapian, dan menguburmatikan kedua pembangkang itu. Karena dipindahkan ke perapian Empu Rama dan Permadi, maka Jamurdipo akhirnya dinamakan Gunung Merapi. Roh kedua empu tadi kemudian menjadi penguasa makhluk halus yang tinggal di Merapi.
Selanjutnya, Batara Narada diutus Batara Guru untuk memeriksa keadaan Merapi. Dalam melaksanakan tugasnya, Xxxxxx menemukan seekor ular naga yang belum menghadap para dewa karena terhalang luh gunung yang bernama Cupumanik. Xxxxxx kemudian membawa Cupumanik untuk menghadap para dewa. Karena terlambat menghadap para dewa, Xxxxxxxxx dijatuhi hukuman mati. Kesaktian dirinya membuahkan segala cara hukuman yang dijatuhkan padanya tidak menampakkan hasil. Mengetahui hal itu, murkalah Batara Guru, tubuh Xxxxxxxxx kemudian diangkat dan dibanting di atas tanduk lembu Andini, kendaraan pribadi Batara Guru. Tubuh Cupumanik hancur berantakan dan dari
tubuhnya muncul seorang putri cantik bernama Xxxx Xxxxxxi. Akan halnya dengan lembu Andini, karena kerasnya bantingan tubuh Cupumanik, tanduk sebelah kiri Andini patah menjadi dua. Kecantikan Xxxxxxx membuat Xxxx jatuh cinta dan bermaksud untuk memperistrinya. Merasa tidak pantas mendampingi Guru, dengan menyesal Luhwati menolak pinangan Guru. Hal ini membuat marah Batara Xxxx sehingga ia segera menghunus senjata trisula. Melihat hal itu, dengan segera Luhwati menubrukkan dirinya kepada senjata trisula sehingga menemui ajalnya seketika.
Sementara itu, di bumi telah berdiri sebuah kerajaan, bernama Medangkamulyan, yang dipimpin oleh Xxx Xxxxxxxkukuhan alias Xxxx Xxxtani Among Tuwuh. Xxxxx Xxxxxxi oleh para dewa dibuang ke bumi dan jatuh tepat di Medangkamulyan. Tubuh Luhwati tersebar ke seluruh pelosok kerajaan; tulang- tulangnya menjadi segala macam pohon kayu yang mengisi bumi. Isi perutnya berubah menjadi segala macam tanaman biji-bijian yang diusahakan manusia sebagai makanan sehari-hari seperti padi, jagung, gandum, kedelai dan sebagainya.
Salah seorang sahabat Luhwati di xxxxxxxxx, Xxxx Xxxkembang, merasa sedih dan kehilangan mendengar kematian sahabatnya. Ia memohon kepada Guru agar diperbolehkan menyusul Luhwati ke bumi. Berangkatlah Srikembang diantar Batara Wisnu, yang ditugaskan menjaga Srikembang selama perjalanan. Di tengah jalan Srikembang mendapat gangguan dari Batara Kala yang bermaksud mengawininya. Terjadilah kejar-mengejar antara Srikembang dengan Batara Kala; masuk-keluar hutan, masuk-keluar desa, dan seterusnya. Di sebuah desa, Srikembang yang tubuhnya ramping, berhasil bersembunyi, masuk ke dalam sebuah rumpun bambu. Karena terlalu besar badannya, Kala tidak dapat masuk ke dalam rumpun bambu tersebut. Tetapi ia tidak kehabisan akal, dicabutinya batang- batang bambu yang menyembunyikan Srikembang. Terdesak ulah Batara Kala, Srikembang segera melarikan diri menuju ke tanaman pertanian tempat Luhwati dikebumikan, seraya berseru, “Beginikah tingkah lakumu Batara Kala, engkau mengaku sebagai batara akan tetapi tingkah lakumu seperti celeng!” Kesaktian Srikembang menjadikan ucapannya menjadi kenyataan, seketika itu juga Batara Kala berubah menjadi celeng. Akan halnya Srikembang, sesampainya di tanaman
pertanian ia musnah dan bersatu dengan Xxxxxxi sahabatnya. Kedua dewi tersebut oleh Xxxx Xxxtani Among Tuwuh kemudian dinamakan Xxxx Xxx, xxxx xxxxxxxxx yang selalu memberikan makanan kepada manusia. Akan halnya Xxxx yang telah berubah menjadi celeng akan tetap berusaha mencari Srikembang untuk dijadikan istrinya. Oleh sebab itu ia akan selalu menjadi musuh utama para petani yang menjaga Xxxx Xxx.
Mengenai asal-usul nama Merapi terdapat versi lain yang beredar di kalangan abdi dalem yang melaksanakan upacara Labuhan ke Merapi. Konon, di bumi telah berdiri beberapa kerajaan yang saling berperang. Salah satu kerajaan, yaitu Xxxxxxxx, merupakan pemenang di bawah pimpinan Maharaja Xxxxxxxxxxxxx.
Waktu itu Resi Sengkala atau Jaka Sengkala atau Jitsaka (umum mengatakan Ajisaka) telah memberikan nama-nama gunung di seluruh Jawa. Sebelum datang ke Pulau Jawa, Resi Sengkala adalah raja yang bertahta di Kerajaan Xxxxxxxx (saat ini Ceylon). Dengan kemenangan Maharaja Xxxxxxxxxxxxx, segala sesuatu yang berada di bawah kekuasaannya, diganti namanya disesuaikan dengan kebudayaan Mamenang; namanya Gunung Candrageni yang diberikan oleh Resi Sengkala diganti dengan nama Gunung Merapi, Gunung Candramuka diubah namanya menjadi Gunung Merbabu atau Mahameru atau Merawu, Gunung Soda diganti dengan Wilis, Gunung Sadora diubah menjadi Gunung Sumbing, Gunung Mahendra diubah Gunung Lawu, Gunung Udarapi diubah menjadi Arjuna, dan sebagainya.
2.3.5.2. Keraton Makhluk Halus
Penduduk di elreng Gunung Merapi mempunyai kepercayaan bahwa selain manusia, dunia semesta alam juga dihuni makhluk lain yang mereka sebut dengan bangsa halus atau makhluk halus. Layaknya kehidupan manusia, dalam dunia makhluk halus terdapat organisasi tersendiri yang mengatur hierarki pemerintahan dengan segala atribut dan aktivitasnya. Salah satu hierarki pemerintahan makhluk halus yang erat di hati penduduk adalah Keraton Makhluk Halus Gunung Merapi.
Ada beberapa versi cerita menurut penduduk setempat, salah satunya adalah menurut penduduk Kawastu.
Merapi tidak hanya merupakan sebuah gunung saja, melainkan terutama, sebagai keraton makhluk halus yang dipimpin oleh Xxxx Xxxx dan Permadi. Keraton ini dilukiskan sebagai Keraton Xxxxxx Xxxxxxxxxxxxxx di Yogyakarta yang memiliki prasarana-prasana kehidupan organisasi pemerintahan: prajurit, rakyat, kendaraan, ternak, tanah pertanian, jalan raya, dan sebagainya. Rakyat keraton ini adalah segala jenis makhluk halus yang tinggal di Gunung Merapi. Sedangkan pasukan dan abdi dalem yang bertugas di Keraton Merapi adalah roh- roh manusia yang semasa hidupnya berkelakuan baik.
Roh orang mati dianggap masih mempunyai hubungan dengan anak- cucunya, maupun dengan penduduk yang masih hidup. Hubungan tersebut dapat berupa pertolongan atau bencana. Orang yang semasa hidupnya banyak berbuat kebajikan, jujur, dan suka menolong, akan selalu membantu, menolong, dan melindungi penduduk dari bencana tanpa diminta. Roh semacam ini akan memberikan wejangan-wejangan dalam bentuk mimpi atau tanda-tanda alam. Mereka yang semasa hidupnya banyak melakukan kejahatan, merongrong kententeraman masyarakat, mencuri, berbuat tidak jujur, dan sebagainya, rohnya akan selalu mengganggu dan berbuat jahat seperti ketika masih hidup di dunia.
Mereka yang semasa hidupnya berkelakuan baik dan meninggal dunia secara wajar, rohnya akan diperbolehkan tinggal di Keraton Merapi atau di Keraton Makhluk Halus Laut Selatan yang dipimpin Kanjeng Ratu Kidul. Roh tersebut akan dipekerjakan sebagai abdi dalem atau pasukan keraton. Bagi mereka yang mati tidak wajar –bunuh diri, dibunuh, kecelakaan dan semacamnya- tetapi semasa hidupnya banyak berbuat kebajikan, rohnya diizinkan tinggal di luar Keraton Merapi. Sedangkan bagi mereka yang banyak melakukan kejahatan semasa hidupnya, rohnya akan melayang-layang ke barat dan timur tanpa tujuan. Pada saat-saat tertentu roh ini akan berhenti untuk menghuni batu-batu besar, pohon-pohon besar, jembatan, dan sebagainya.
Penempatan roh di Merapi didasarkan atas penggolongan berkelakuan baik dan sebab-sebab kematiannya. Tempat teratas atau di dalam keraton, diperuntukkan bagi roh yang meninggal secara wajar dan berkelakuan baik
semasa hidupnya. Tempat di bawahnya, yakni diluar keraton, disediakan bagi roh yang semasa hidupnya berkelakuan baik tetapi mati tidak wajar. Pada waktu- waktu tertentu Keraton Merapi mengadakan pencacahan roh untuk mengetahui jumlah roh yang telah memenuhi Keraton Merapi. Tujuan pencacahan ini untuk menyeimbangkan jumlah roh dengan keraton; mengurangi roh-roh yang memenuhi keraton agar keraton dapat selalu menampung roh-roh lain yang selalu bertambah jumlahnya. Roh yang telah lama tinggal di keraton dan telah tiba saatnya, seperti apa yang telah digariskan Tuhan, dipersilakan meninggalkan Merapi untuk menuju surga. Tempat roh yang telah pergi menuju surga itu kemudian diisi oleh roh-roh yang selama hidupnya berbuat kebajikan dan roh-roh yang telah lama berada di luar Keraton Merapi.
Nama-nama tokoh pengxxxx Xxxxxxx Xxxxxx, selain Xxxx Xxxx dan Permadi, dikenal penduduk melalui doa-doa selamatan, yang selalu menyebutkan nama-nama makhluk halus penghuni Merapi, untuk dimintai berkat keselamatan. Tokoh itu adalah Nyai Gadung Melati. Tokoh ini disebut Gadung Melati karena selalu mengenakan pakaian berwarna hijau daun melati. Kemungkinan warna ini diidentikkan dengan tugasnya, memelihara kehijauan tanaman Merapi. Selanjutnya adalah Kartadimeja. Tokoh ini bertugas memelihara ternak keraton dan sebagai komandan pasukan makhluk halus Merapi. Ia merupakan tokoh yang paling terkenal dan dicintai penduduk karena acapkali memberi tahu kapan Xxxxxx akan meletus dan apa yang harus dilakukan penduduk untuk menyelamatkan diri. Kemudian, Eyang Sapujagad yang tinggal di Pasar Bubar di bawah kawah, bertugas mengatur keadaan alam Merapi. Tokoh lainnya adalah Xxxx Xxxxxx yang dikenal sebagai salah satu prajurit Merapi. Seperti tokoh Kartadimeja, ia acapkali memberi tahu penduduk bila akan terjadi letusan dan cara-cara menyelamatkan diri.
Sebagai suatu kerajaan, Xxxxxx mempunyai hubungan dengan kerajaan- kerajaan lainnya; baik kerajaan manusia maupun kerajaan makhluk halus, yakni Keraton Yogyakarta yang dirajai Xxxxxx Xxxxxxxxxxxxxx dan Keraton Laut Selatan yang diratui oleh Kanjeng Ratu Kidul. Hubungan tersebut diwujudkan dalam bentuk, antara lain upacara labuhan dari Sultan kepada penguasa Laut Selatan dan Gunung Merapi; dan lampor, yakni barisan pasukan makhluk halus
yang mengendarai kuda dan kereta kuda dari Keraton Laut Selatan maupun Gunung Merapi, kedua keraton makhluk halus tersebut saling mengadakan kunjungan. Atau, utusan kedua keraton makhluk halus tersebut mengadakan kunjungan ke Keraton Yogyakarta. Pasukan makhluk halus itu melewati sungai- sungai yang menghubungkan Keraton Yogyakarta, seraya menimbulkan suara berisik –gemerincing terutama menjelang magrib. Hubungan antara keraton- keraton tersebut bersifat kekeluargaan, yaitu melalui perkawinan antara warga keraton satu dengan warga keraton lainnya. Juga saling tolong-menolong dalam bidang pertahanan, ekonomi, dan kebudayaan. Dalam bidang pertahanan, Keraton Merapi dan Laut Selatan, akan membantu Keraton Yogyakarta jika terjadi serangan dari musuh terhadap Xxxxxx Xxxxxxxxxxxxxx. Dalam bidang ekonomi, kedua keraton makhluk halus tersebut akan menjaga tanah pertanian dan tanaman milik seluruh rakyat Xxxxxx Xxxxxxxxxxxxxx. Sedangkan dalam bidang kebudayaan, kedua keraton makhluk halus tersebut akan mengirimkan utusannya untuk menhadiri pesta-pesta maupun kesenian yang diadakan Keraton Yogyakarta.
Ada versi lain yang juga terkenal ceritanya di kalangan penduduk Korijaya (Kinahrejo), yaitu keberadaan Kyai Sapu Jagad, sosok gaib penunggu Gunung Merapi.
Penduduk Xxxxxxxx percaya dengan kehidupan sesudah mati. Roh tidak akan mati, tetapi hidup bersama Xxxx Xxxx dan Permadi di Keraton Makhluk Halus Merapi dan akan tetap berhubungan dengan keluarganya yang masih hidup. Roh-roh itu akan ditempatkan dan ditugaskan Eyang Merapi sesuai dengan tindakan sewaktu hidup di dunia. Para roh yang selama hidupnya banyak berbuat kebajikan, menolong sesama, akan diberi tempat di dalam Keraton Merapi dan diberi tugas sebagai prajurit pengawal atau abdi dalem Merapi. Mereka yang selama hidupnya tidak banyak melakukan kejahatan dan tidak begitu banyak merugikan sesama akan ditempatkan di sekitar Gunung Wutoh. Gunung Wutoh adalah sebuah Gunung Kecil yang diselimuti kerimbunan hijau tanaman hutan dan merupakan pintu gerbang utama Keraton Merapi, yang menghadap ke selatan. Roh-roh ini bertugas sebagai rakyat Merapi yang melakukan pekerjaan sama seperti ketika yang bersangkutan masih hidup sebagai manusia. Mereka yang
semasa hidupnya bertani, rohnya akan diberi tugas memelihara tanaman pertanian milik Keraton Merapi. Begitu seterusnya. Pada saat-saat tertentu, para roh ini diizinkan tinggal bersama Eyang Merapi di dalam keraton, khususnya para roh yang telah melaksanakan tugas dengan baik. Pada saat lain, jika Xxxxx Xxxxxx membutuhkan tenaga baru yang memiliki keahlian tertentu seperti dalang, penari, pemain gamelan, pemain kethoprak dan sebagainya, ia akan mengutus pasukannya untuk mencari manusia yang memiliki keahlian seperti yang diharapkan. Manusia yang dipilih Xxxxx Xxxxxx tiba-tiba akan mati kalap. Manusia yang kalap karena dikersake, rohnya kadangkala muncul kembali di desa, entah dalam wujud mimpi atau bayang-bayang yang terbang melayang- layang untuk menolong atau karena rindu kepada sanak saudaranya. Para roh yang semasa hidupnya banyak melakukan kejahatan; merugikan sesama dan engara akan ditempatkan di sekitar Gebyok gede di bawah Gunung Gajah Mungkur hingga Gunung Hijau. Di situ berkumpul roh-roh pencuri lembu, perampok, para anggota G-30-S PKI dan MMC, penjudi dan roh-roh jahat lainnya. Roh-roh ini bersifat mengganggu dan merusak, serta dapat mempengaruhi manusia untuk berbuat jahat.
Para makhluk halus, leluhur Mataram yang berada di Keraton Merapi, tidak semuanya dapat dikenal dan dideskripsikan penduduk dengan jelas. Hanya makhluk halus tertentu yang acapkali menampakkan diri dalam mimpi dan yang selalu disebut-sebut dalam doa keselamatan. Makhluk halus itu adalah Xxxx Xxxxxxxxx. Tokoh ini tidak hanya dikenal oleh penduduk setempat tetapi juga para abdi dalem Keraton Yogyakarta sebagai perubahan wujud dari Ki Juru taman, abdi dalem Panembahan Senopati pendiri dinasi Mataram. Konon, waktu itu Panembahan Senopati diberi endhog Jagad oleh kekasihnya, Kanjeng Ratu Kidul, untuk dimakan. Karena khawatir akan berubah menjadi makhluk halus, Senopati memberikan endhog jagad tersebut kepada Ki Juru Taman. Setelah memakan endhog jagad tiba-tiba, Ki Juru Taman berubah menjadi makhluk halus berwujud raksasa yang mengerikan. Untuk menyembunyikan rasa malu, Ki Juru Taman kemudian ditugaskan menjaga Kerajaan Mataram dan diberi kedudukan di Gunung Merapi dengan gelar Kyai Sapu Jagad. Sebagai imbalannya, Xxxxxxxx beserta keturunannya paling sedikit sekali dalam setahun akan mengirimkan
makanan dan pakaian kepada Sapu Jagad yang diwujudkan dalam upacara Labuhan. Oleh Xxxx Xxxx dan Permadi, raja Keraton Merapi, Sapu Jagad diangkat menjadi patih yang membawahi seluruh pasukan Merapi dan bertanggung jawab terhadap keadaan alam Gunung Merapi.
Tokoh lainnya adalah Eyang Antaboga. Tokoh ini bertugas memimpin segenap makhluk halus yang berada di dasar Merapi untuk menjaga keseimbangan berat tubuh Gunung Merapi. Sedang yang bertugas mengatur cuaca dan udara Merapi adalah Eyang Megantara. Tokoh yang mengendarai kuda terbang ini membawahi pasukan makhluk halus yang bertugas di angkasa Merapi. Sedangkan tokoh Xxxx Xxxx Xxxxx adalah pejabat Merapi yang mengatur arah dan deru kecepatan angin di Merapi. Empu Anjani merupakan pejabat yang menangani membuatan senjata untuk pasukan makhluk halus Merapi. Nyai Gadung Melati yang mengenakan pakaian berwarna hijau daun melati bertugas untuk mengontrol desa-desa dan tanaman di wilayah Merapi. Ia acapkali menampakkan diri dalam bentuk mimpi untuk memberitahukan kapan letusan akan terjadi dan daerah mana saja yang akan terkena bencana. Selain tokoh-tokoh di atas, penduduk juga mengenal tokoh-tokoh Kyai Xxxxxxxxxxxxx, Xxxx Xxxxxxxxxx, Xxxx Xxxxxxxxxxx dan Kyai Wola-wali, sebagai pejabat teras Keraton Makhluk Halus Merapi.
Penduduk Xxxxxxxx mempunyai kesamaan dengan penduduk Kawastu dalam melukiskan keadaan Keraton Merapi. Begitu pula dengan hubungan antara Keraton Merapi, Keraton Yogyakarta dan Keraton Laut Selatan. Kesamaan ini disebabkan lokasi Kawastu dan Korijaya relatif berdekatan dan di masa lampau keduanya berada dalam wilayah kekuasaan Kesultanan Yogyakarta.
Menurut Penduduk Wukirsari
Seperti penduduk Kawastu dan Korijaya, penduduk Wukirsari mempunyai kepercayaan bahwa Gunung Merapi merupakan suatu keraton makhluk halus yang dipimpin oleh Kyai Merlapa. Keadaan keraton ini selain didapatkan dari cerita-cerita leluhur secara turun temurun, didapat pula dari penduduk yang pernah mengalami kalap beberapa hari di Keraton Merapi dan hidup kembali. Keraton Merapi dilukiskan sebagai keraton besar dan terindah
seperti Keraton Surakarta. Keraton ini menggunakan soko tunggal berukirkan emas berlian untuk menyangga atapnya. Paku yang dipergunakan satu dengan lainnya terbuat dari bayi manusia yang masih hidup bergerak-gerak, dengan kaki tertancap pada sambungan kerangka bangunan keraton. Bayi-bayi iyu didapatkan Eyang Merapi ketika ia mulai membangun keratonnya. Di setiap pintu terdapat prajurit keraton yang bertugas menjaga pintu, lengkap dengan busana Jawa dan senjatanya. Di luar keraton terdapat segala jenis kendaraan, mulai dari kereta kuda, mobil, kereta api, hingga pesawat terbang, yang setiap saat siap mengantarkan Eyang Merapi beserta rombongannya. Sedangkan di alun-alun keraton, terdapat kandang-kandang berisikan binatang hutan seperti macan, kijang, dan binatang hutan lainnya. Keraton ini dikelilingi oleh pertamanan bunga, sawah-sawah dan tegalan, padang gembalaan, peternakan lembu, kuda, kambing, dan unggas.
Suatu kerajaan atau pemerintahan, biasanya tidak berdiri sendiri, tetapi mempunyai hubungan dengan pemerintah lainnya, baik bersifat politis, ekonomis, sosial, kebudayaan maupun militer. Demikian pula halnya dengan Keraton Merapi. Keraton ini mempunyai hubungan dengan Keraton Makhluk Halus Laut Selatan dan Keraton Surakarta yang dirajai Xxxxx Xxxxxxxxxx. Hubungan itu diwujudkan dalam bentuk perkawinan antara warga keraton satu dengan warga- warga keraton lainnya. Acapkali pula terjadi hubungan anjangsana antarkeraton yang diketahui penduduk lewat lampor. Hubungan rahasia, antara raja Xxxxxx dan ratu Laut Selatan dilakukan lewat terowongan bawah tanah yang menghubungkan kepunden Merapi dengan Laut Selatan.
Di daerah Yogyakarta terdapat kepercayaan bahwa Sumur Gumuling yang terdapat di Tamansari, Keraton Yogyakarta, merupakan terowongan di bawah tanah yang menghubungkan Keraton Yogyakarta dengan Keraton Laut Selatan. Terowongan ini dipergunakan Xxxxxx Xxxxxxxxxxxxxx untuk melakukan hubungan rahasia dengan Kanjeng Ratu Kidul.
Penduduk Xxxxxxxxx mempunyai kepercayaan bahwa roh orang mati akan menghuni Gunung Merapi dan berkumpul dengan roh para leluhur. Roh yang selama hidupnya berbuat baik terhadap sesama diperbolehkan tinggal di Keraton Merapi. Sedangkan roh yang selama ini berbuat banyak kejahatan, tidak
mendapatkan tempat di dalam Keraton Merapi dan tinggal tidak menentu seperti di batu-batu, pohon-pohon, dan sebagainya. Roh-roh yang berada di dalam Keraton Merapi dipekerjakan Kyai Merlapa sesuai dengan profesinya sewaktu masih hidup sebagai manusia.
Pada saat-saat tertentu apabila Kyai Merlapa membutuhkan roh-roh baru untuk dipekerjakan di keraton, ia akan menyuruh pasukannya mengambil roh-roh manusia yang masih hidup. Mereka yang diambil rohnya, tiba-tiba akan sakit dan meninggal, hilang di lautan, mati masuk jurang, dilanda lahar, mati menghirup gas beracun dan sebagainya.
Penduduk juga percaya bahwa berhasilnya seseorang dalam melaksanakan tugas dan pekerjaan dipengaruhi oleh roh-roh leluhur. Roh-roh ini akan membantu seseorang apabila selama hidup mereka sebagai manusia dihargai, dihormati, dan dicintai. Sebaliknya apabila selama hidup mereka dimusuhi, tidak dihargai, tidak dihormati, dan tidak dicintai, roh-roh itu akan mengadakan pembalasan dendam. Balas dendam ini dapat berupa bencana alam, gagal panen, sakit tiba-tiba sehingga menghalangi pekerjaan atau bahkan dapat mengakibatkan kematian seseorang.
Tokoh-tokoh makhluk halus yang tertanam dalam hati penduduk Xxxxxxxxx adalah tokoh-tokoh yang selalu disebut dalam doa modin desa dan tokoh-tokoh yang selalu menampakkan diri dalam mimpi. Tokoh-tokoh itu adalah Xxxx Xxxx Xxxxx dan Xxxxx Xxxxxx Anom yang bertindak bersama-sama sebagai patih di Keraton Merapi, Xxxxx Xxxxxxxxx, Xxxxxxxxx, Xxxxxxxxxxx, dan Xxxxx Xxxxxx alias Handokokusuma. Dari kesemua tokoh itu, yang paling mendapat hati dan paling dikenal adalah Xxxxx Xxxxxx. Ia selalu menampakkan dirinya dalam bentuk mimpi, memberitahukan kapan Merapi meletus dan cara-cara untuk menyelamatkan diri.
2.3.5.3. Makhluk Halus Penghuni Merapi
Penduduk membagi makhluk halus ke dalam tiga golongan besar, yaitu leluhur, dhanhyang, dan lelembut.
Leluhur
Leluhur adalah roh semua orang yang telah meninggal. Segera setelah
orang meninggal, rohnya akah berubah menjadi makhluk halus yang melayang- layang di atas rumahnya. Empat puluh hari setelah kematian, rohnya melayang menjauhi rumah. Semakin lama semakin melayang jauh. Roh yang semasa hidupnya di dunia berkelakuan baik kemudian akan menetap di Keraton Merapi dan akan menjaga keselamatan anak cucunya yang masih hidup. Pada saat yang telah digariskan Tuhan atau saat kiamat, roh tersebut akan naik ke surga. Dalam kepercayaan ini, Keraton Merapi – dan Laut Selatan dipercayai sebagai surga perantauan. Orang yang semasa hidupnya banyak berbuat kejahatan dan merugikan sesama, rohnya tidak diperbolehkan tinggal di Keraton Merapi dan akan melayang-layang terus tanpa tujuan. Roh itu akan menempati batu, pohon, sungai, dan tempat-tempat lainnya. Roh semacam ini digolongkan sebagai lelembut yang jahat, merusak, mengganggu dan dapat membuat kesurupan.
Roh leluhur, terutama yang semasa hidupnya mempunyai status tinggi seperti cikal bakal desa, abdi dalem, para wali, para nabi, dan roh orang-orang besar, seringkali menampakkan diri dalam mimpi untuk menolong atau memberitahukan letusan Merapi mendatang dan tindakan apa saja yang harus dilakukan untuk menghadapinya. Roh leluhur acapkali disebut pula sebagai pepundhen.
Dhanhyang
Sebutan ini ditujukan kepada makhluk halus yang menempati dan menguasai suatu tempat tertentu, seperti jurang, sungai, mata air, desa, mata angin, bukit, dan sebagainya. Makhluk ini bersifat baik, suka menolong dan mau bersahabat dengan manusia. Dhanhyang diberi nama sesuai dengan nama daerah yang dikuasai, misalnya dhanhyang Hutan Pijen disebut Dhanhyang Pijen, dhanhyang Desa Wikursari disebut Dhanhyang Wukirsari da seterusnya. Xxxxxxxxx disebut pula sebagai bahureksa karena ia menjaga dan menguasai suatu tempat tertentu.
Makhluk halus dhanhyang tidak berasal dari roh manusia. Ada dua pendapat mengenai asal-usulnya. Versi pertama mengatakan makhluk ini ada sejak dunia diciptakan dan berasal dari jin yang telah mengakui adanya Tuhan
atau jin ngiman. Makhluk ini berujud sinar berwarna putih, hitam, hijau, kuning, dan merah. Versi kedua mengatakan dhanhyang berasal dari wahyu anugerah Tuhan sejak dunia diciptakanNya dan berwujud sinar dengan variasi warna-warna bertumpuk-tumpuk di atas suatu daerah.
Lelembut
Lelembut adalah jenis makhluk halus yang terendah derajatnya. Ada dua versi mengenai asal-usul lelembut. Versi pertama mengatakan, makhluk ini telah ada sejak dunia diciptakan. Versi kedua mengatakan, ia berasal dari roh manusia jahat. Fungsi lelembut adalah mengganggu, merusak, membuat sakit dan mematikan. Lelembut acapkali medeni dengan menampakkan dirinya atau membuat suara-suara yang menakutkan sehingga disebut juga sebagai memedi. Seringkali makhluk halus golongan ini disebut sebagai lelembut bekasakan gentayangan; karena menempati apa saja yang dikehendakinya seperti batu, kayu, dan sebagainya; serta „bentuk‟ tubuhnya menakutkan dan tidak beraturan. Lelembut ini terdiri dari pelbagai jenis, dari yang dapat dideskripsikan hintta yang tidak dapat diperkirakan.
Jenis lelembut yang dikenal penduduk lereng utara dan selatan Gunung Merapi adalah:
Banaspati. Lelembut ini berbentuk bola api yang muncul dari tanah yang retak tiba-tiba. Bola api ini kemudian membesar dan membentuk ular berkepala manusia yang menjulurkan lidah api untuk menghisap tubuh manusia ke dalam bumi. Makhluk jenis ini ada di tempat-tempat angker atau sepi seperti di pekuburan, hutan, jurang, sungai, dan sebagainya.
Jin. Makhluk ini berasal dari unsur panas dengan warna bermacam-macam seperti merah, hijau, putih, hitam, dan sebagainya. Lelembut ini terdiri dari dua jenis, yaitu jin yang telah beriman kepada Allah dan memeluk agama Islam, dan jin liar yang belum mengenal Tuhan. Jenis terakhir ini sering mengganggu manusia. Dia dapat memba menjadi salah satu anggota keluarga atau kerabat seseorang yang diganggunya. Ia dapat juga memasuki tubuh manusia sehingga menimbulkan sakit atau kematian. Selain tinggal di tempat-tempat sepi dan angker, makhluk ini tinggal di dalam desa, seperti di mesjid, di jembatan, sumber atau bak air, dan sebagainya. Seseorang yang mempunyai kesaktian dapat menyuruh makhluk ini
untuk tujuan-tujuan tertentu dan apabila dikehendaki makhluk ini dapat menjadi abdinya.
Wewe. Lelembut berkelamin wanita yang suka menculik ini memiliki buah dada besar menjulur ke bawah hingga perut, berambut terurai panjang tidak teratur, dan mengenakan kain panjang sebatas perut. Seperti jin, lelembut ini dapat memba untuk mengelabui orang yang akan diculiknya. Biasanya, orang yang diculik wewe merasa diajak oleh salah seorang saudaranya atau kenalannya ke pasar atau ke tempat-tempat tertentu yang sudah dikenal. Orang diculik wewe akan mengalami kelainan jiwa, sakit atau meninggal.
Selain menculik orang dewasa, makhluk ini juga menculik anak-anak. Mereka yang diculik akan dijepit dengan ketiaknya, dibawa keluar desa, dan ditempatkan di atas dahan pohon yang tinggi. Salah satu kegemaran makhluk penculik ini adlaah menjemur celana dalamnya –terbuat dari robekan kain panjang- di atas dahan pohon beringin di pagi hari. Jika seseorang dapat mencuri celana dalam wewe yang sedang dijemur ia akan menjadi sakti dan dapat berkomunikasi dengan makhluk halus.
Genderuwo. Makhluk ini berkelamin laki-laki, bertubuh tinggi besar dan hitam kulitnya. Sedang kegemarannya adalah menggoda wanita yang suaminya sedang bepergian. Ia dapat memba menjadi laki-laki tampan atau menjadi suami yang mengajak wanita itu tidur bersama. Hubungan badan tersebut dapat membuahkan anak yang berparas buruk, berkulit hitam dan tidak memiliki lekukan di atas bibirnya. Biasanya anak ini tidak dapat berumur panjang. Genderuwo tinggal di pohon randu (Ceiba petandra) baik yang berada di hutan maupun di dalam desa.
Peri. Lelembut ini berkelamin wanita, berparas cantik, dan berbau harum mewangi, rambutnya terurai menutupi punggungnya yang berlubang berbau busuk. Makhluk ini disebut pula sebagai sundel bolong. Ia gemar menggoda laki- laki hidung belang atau laki-laki kesepian untuk mengadakan hubungan badan. Peri tinggal di tempat-tempat sepi atau angker, baik di dalam desa maupun di luar desa.
Jrangkong. Makhluk ini berasal dari roh manusia jahat. Ia berwujud kerangka manusia yang melayang-layang mengikuti orang yang sedang berjalan, sambil
mengeluarkan suara klithik-klithik karena tulang-tulangnya saling bersentuhan. Jrangkong tinggal di pekuburan, di hutan, dan tempat-tempat angker.
Wedon. Wedon berasal dari roh manusia mati yang ikatan tali kafannya tidak dilepas. Ia berwujud mayat terbungkus kain kafan –disebut juga sebagai pocong- dan bergerak meloncat-loncat. Tempat tinggal makhluk ini adalah pekuburan.
Buta. Makhluk bertubuh besar menakutkan ini tinggal di dalam hutan. Makanan utamanya adalah daging mentah.
Thethekan. Makhluk ini tidak diketahui bentuk tubuhnya. Kegemarannya adalah menakut-nakuti manusia yang berada di dalam hutan pada malam hari. Disebut thek-thekan karena makhluk ini menakut-nakuti manusia dengan mengeluarkan suara thethek.
Xxxxxxx Xxxxxxx. Lelembut yang berasal dari roh manusia ini berwujud kepala manusia yang bergerak menggelinding seperti bola. Menakut-nakuti manusia karena apabila terlihat manusia, makhluk ini akan menggelinding sambil meringis. Ia tinggal di pekuburan, tempat-tempat sepi dan angker.
Masih banyak jenis lelembut yang bersifat merusak dan mengganggu, dikenal penduduk di lereng selatan dan utara Merapi, baik yang berasal dari roh manusia jahat maupun yang tidak diketahui secara pasti asal-usulnya. Lelembut ini biasanya tidak dapat dideskripsikan secara jelas dan disebut demit, iblis, atau setan.
2.3.5.4. Binatang-binatang Sakral
Sebagai suatu keraton makhluk halus, di Merapi terdapat binatang- binatang tertentu milik Eyang Merapi yang dipergunakan baik sebagai binatang piaraan ataupun budidaya. Kuda yang dipergunakan sebagai binatang tunggangan, penarik kereta dan pembawa beban banyak dipelihara di Hutan Patuk Alap-alap, di sekitar Gunung Wutoh, dan di antara Gunung Selokopo Ngisor hingga Gunung Gajah Mungkur. Tanaman di tempat-tempat itu dipelihara tidak hanya untuk memoles dan mempercantik lingkungan Keraton Merapi, tetapi juga sebagai padang gembalaan dan penyedia makanan ternak milik Eyang Merapi.
Binatang hutan, terutama macan putih, adalah binatang keramat milik Keraton Merapi yang tinggal di dalam hutan Merapi, khususnya di dalam Hutan
Xxxxxxxx, pantang ditangkap atau dibunuh. Makanan utama binatang ini adalah manusia julung.
Pada waktu-waktu tertentu tatkala gunung akan meletus, binatang- binatang yang ada di dalam hutan diutus Eyang Merapi masuk ke desa-desa untuk memberitahu penduduk akan hal ini, sehingga mereka dapat mempersiapkan diri dengan baik menghadapi bencana yang mungkin akan tiba.
2.3.5.5. Pantangan-pantangan (Xxxxx Xxxxxxxx 101)
Gunung Merapi, dipercayai sebagai sebuah keraton makhluk halus yang mempunyai trapsila yang harus ditaati oleh seluruh penduduk. Pelanggaran terhadapnya akan menimbulkan malapetaka tidak hanya oleh pelanggarnya saja, tetapi juga dirasakan oleh seluruh warga desa. Selain pantangan merumput, menebang pohon dan memindahkan benda-benda di tempat-tempat angker, bercocok tanam dan mendirikan bangunan di atas pasir dan batuan vulkanik, mendirikan rumah tempat tinggal menghadap ke arah gunung, masih banyak lagi pantangan yang harus ditaati penduduk setempat.
Penduduk pantang mengenakan pakaian berwarna hijau daun melati, lebih-lebih jika mendaki lereng Merapi di luar desa. Warna tersebut merupakan warna kesukaan Nyai Gadung Melati dan pasukan makhluk halus Merapi. Orang yang mengenakan pakaian warna itu berarti menyamakan dirinya dengan Nyai Gadung Melati atau pasukan makhluk halus Merapi sehingga mengakibatkan kemarahan mereka.
Jika Merapi meletus, mengeluarkan lahar besar, hujan abu, hujan es, hujan air, dan material lainnya, penduduk pantang mengatakan sesuatu yang berhubungan dengan keadaan Merapi saat itu karena ora diparengake Eyang Merapi. Pelanggaran terhadap pantangan itu dapat menimbulkan kematian. Salah satu contoh kejadiannya menurut Pak Kemis, pegawai Dinas Kehutanan:
“Bencana Gunung Merapi tahun 1960-an telah merenggut nyawa seorang penduduk Korijaya karena melanggar trapsila. Waktu itu penduduk berbondong- bondong menyaksikan banjir lahar di Sungai Kuning di sebelah barat desa. Salah seorang penduduk berseru sambil menunjuk ke arah banjir lahar yang menghanyutkan pasir dan batuan, “Wah lihat! Banjir mengamuk seperti jaran
kepang” Sepulang dari menyaksikan banjir lahar, di muka rumahnya orang tersebut tiba-tiba muntah darah dan menghembuskan nafasnya seketika. Menurut kepercayaan, orang tersebut mati dibunuh makhluk halus Xxxxxx yang merasa diolok-olok sewaktu memperbaiki jalan raya Keraton Merapi di Sungai Kuning”
Pantangan biasanya disampaikan kepada penduduk oleh leluhur yang telah meninggal dunia atau makhluk utusan Eyang Merapi lewat mimpi sebelum Merapi meletus; seperti tidak boleh menengok ke arah lahar atau puncak Merapi ketika gunung itu meletus, menyembunyikan kentongan, dan sebagainya. Penduduk mempunyai kepercayaan bahwa lahar, hujan abu, hujan es, kilat dan material lainnya yang dilontarkan gunung berapiitu adalah makhluk halus yang sedang bekerja, sehingga mereka akan marah apabila dibicarakan.
Untuk mendaki lereng atas atau puncak Merapi yang merupakan daerah kekuasaan Eyang Merapi, mereka tidak diperkenankan marah, mengeluh atau mengekspresikan perasaan hati secara terbuka dalam bentuk kata-kata, berkata kotor atau jorok, berbuat cabul atau tidak senonoh, heran melihat sesuatu, dan tidak diperkenankan mempunyai maksud jahat. Jika selama pendakian kedinginan, tidak diperbolehkan berkata, “aku kedinginan‟, karena dengan segera Eyang Merapi akan mengirim hujan deras dan angin besar. Begitu pula jika merasa lelah, lapar, haus dan sebagainya, tidak diperkenankan mengeluh dalam bentuk kata-kata kecuali di dalam hati.
Jika melihat keadaan alam yang menakutkan, seperti melihat batu-batu besar menggelinding dari puncak tidak diperbolehkan bersuara apa pun, kecuali sapaan permisi dan minta keselamatan.
Sapaan-sapaan permisi membuat senang Eyang Mearpi sehingga ia memberikan keselamatan. Biasanya, sebelum meninggalkan rumah untuk mendaki puncak Merapi, di muka rumah mereka akan mengucapkan salam dan mohon keselamatan kepada Eyang Merapi.
Di daerah batuan di bawah puncak diharuskan melepas alas kaki dan berjalan merangkak atau lampah ndhodhok, seperti jika memasuki Keraton Yogyakarta, untuk menghormati Eyang Merapi karena daerah ini merupakan istana Keraton Merapi.
Pantangan lainnya, tidak diperkenakan melangkahi puncak Merapi atau istana Keraton Merapi. Penduduk setempat pantang mendaki gunung dari lereng selatan atau utara dan menuruni Merapi menuju arah sebaliknya. Misalnya mendaki dari Korijaya dan turun ke arah Wukirsari dan sebaliknya. Ini berarti menghina dan memerangi Keraton Merapi sehingga dapat menimbulkan murka dan pembalasan dendam dari Eyang Merapi.
2.3.5.6. Upacara dan Fungsinya (Xxxxx Xxxxxxxx 105-123)
Upacara dan selamatan yang diadakan secara turun-temurun dimaksudkan untuk memperoleh keselamatan lahir dan batin dari gangguan makhluk halus penghuni gunung. Bagi mereka, alam semesta tidak hanya dihuni makhluk manusia saja tetapi juga makhluk halus yang berasal dari roh manusia mati, dhanhyang, dan lelembut. Fungsi utama dari selamatan yang diadakan adalah untuk menetralisir bencana yang datangnya dari luar kekuasaan manusia, terutama yang datangnya dari Keraton Makhluk Halus Merapi. Melalui makhluk halus pengganggu yang dapat dinetralisir, bahkan dapat berbalik menjadi penolong. Dalam selamatan terjadi perdamaian antara manusia dengan makhluk halus yang diwujudkan dalam bentuk makan bersama.
Dalam selamatan, selain diucapkan doa-mantera, harus disediakan sesaji makanan, bunga dan kemenyan. Dengan memberi sedekah diharapkan makhluk halus mau membalas jasa, yaitu tidak mengganggu kehidupan dan memberikan keselamatan kepada penduduk. Sesaji kemenyan dan bunga adalah makanan utama makhluk halus yang harus ada pada setiap selamatan karena benda-benda tersebut merupakan syarat utama agar perdamaian dapat diterima pihak makhluk halus.
Terdapat berbagai jenis selamatan yang dilakukan penduduk, seperti selamatan yang berkisar pada krisis kehidupan, dari kelahiran hingga dengan kematian atau life cycle, selamatan memperingati hari-hari raya Islam dan selamatan lainnya yang umum dilakukan oleh masyarakat pedesaan Jawa melibatkan seluruh warga desa serta selamatan yang diadakan berkenaan dengan peristiwa dan keperluan tertentu dari individu atau keluarga.
Pada hakikatnya, selamatan adalah salah satu unsur terpenting dari sistem kepercayaan, di samping ziarah ke makam dan petilasan leluhur. Di dalam selamatan, semua hadirin makan bersama-sama dengan seluruh makhluk halus yang dimintai permohonan. Biasanya, selamatan rutin diadakan secara bersama- sama oleh seluruh keluarga pada bulan-bulan atau hari tertentu yang dianggap keramat. Selamatan ini kebanyakan dilakukan di rumah Kepala Desa pada malam hari, seusai magrib, kecuali di Kawastu yang dilakukan sekitar pukul 14.00. Mula- mula Kepala Desa membunyikan kentongan untuk memanggil penduduk laki-laki teristimewa kepala keluarga, bahwa selamatan akan segera dimulai. Setelah semua kepala keluarga laki-laki berkumpul dengan membawa ambengan masing-masing, selamatan dibuka oleh Kepala Desa dengan sambutan basa-basi selamat datang dan penjelasan makna serta tujuan selamatan. Biasanya setelah itu, untuk beberapa saat selamatan menjadi ajang pertemuan membicarakan pembangunan desa; seperti merencanakan pembangunan jalan desa secara gotong-royong, merencanakan pertunjukan wayang orang untuk pesta, dan sebagainya. Kemudian Kepala Desa menyerahkan acara kepada modin untuk memimpin doa selamatan dan menyerahkan sesaji kepada segenap makhluk halus yang menghuni Merapi. Pada saat itu, masing-masing kepala keluarga menyerahkan uang wajib kepada modin. Xxxxx kemudian berdoa dan menyerahkan sesaji. Dalam doa tersebut selain disebut nama-nama tokoh makhluk halus yang berkuasa di Gunung Merapi dan Laut Selatan, disebut pula nama-nama Allah, Xxxx Xxxxxxxx XXX dan nabi-nabi lainnya, para Sunan penyebar Islam dan nama-nama tokoh besar lainnya seperti nama-nama leluhur raja di Jawa.
Bahasa doa yang dipergunakan dalam selamatan adalah bahasa Jawa Krama Madya dan Arab. Bahasa Jawa Krama Madya dipergunakan dalam doa untuk menyerahkan sesaji kepada para makhluk halus yang dipercayai. Doa ini diucapkan dengan irama lagu yang monoton dan cepat. Di saat irama lagu menurun, yang berarti modin mengakhiri sebuah kalimat doa, hadirin menjawab dengan kata nggih. Seusai menyerahkan sesaji, modin akan menyucikan makanan sesaji dengan doa berbahasa Arab yang tidak dimengerti artinya oleh kebanyakan penduduk yang secara serempak dijawab hadirin dengan kata amin, tatkala suara modin mulai mendatar turun yang menandakan akhir kalimat. Selesai berdoa,
semua hadirin yang duduk bersila dan menengadahkan tangannya ke atas selama doa berlangsung, kemudian mengusap muka dengan kedua belah telapak tangan masing-masing. Segera setelah itu, ambengan ditukar-tukarkan untuk kemudian dimakan bersama-sama. Sisanya dibawa pulang masing-masing kepala keluarga dengan tujuan agar seluruh anggota keluarga dapat menikmati keselamatan dan kesejahteraan yang telah dan akan diberikan.
Selamatan yang diadakan berkenaan dengan peristiwa dan keperluan tertentu dari individu atau keluarga, biasanya dilakukan di rumah keluarga atau individu yang bersangkutan dan mempunyai pola sama dengan selamatan rutin yang diadakan di rumah Kepala Desa.
• Selamatan Rutin
Selamatan Sedekah Gunung
Selamatan yang dilakukan pada bulan Rejeb ini hanya dilakukan oleh penduduk Wukirsari dan ditujukan untuk memohon dan memberi sedekah, kepada penghuni Keraton Merapi. Dalam selamatan ini, masing-masing keluarga membuat jagung, sempurna, bothok tempe gembus, bongko, bonggol pisang yang dikukur dimasak bercampur santan dan garam serta tempe kedelai yang diiris-iris, daun ranti yang dimasak hingga lemas, lanjahan, ditambah kemenyan dan bunga- bungaan.
Secara bergilir setiap rumah didatangi modin dan kepadanya diserahkan sesaji makanan untuk disucikan dan diserahkan kepada Eyang Merapi beserta seluruh pasukannya. Seusai didoakan atau disucikan dan diserahkan kepada penghuni Keraton Merapi, makanan sesaji tidak dibagi-bagikan kepada para tetangga melainkan hanya dimakan oleh seluruh anggota keluarga yang bersangkutan.
Selamatan Ternak
Selamatan yang diadakan pada bulan Pasa ini bertujuan untuk memohon kepada Eyang Merapi agar memberikan keselamatan ternak mereka dan agar kebutuhan rumput terpenuhi. Untuk selamatan ini, masing-masing keluarga membuat masakan gudhangan. Setelah disucikan dan diserahkan kemudian dimakan bersama-sama oleh segenap anggota keluarga yang bersangkutan.
Selamatan Malam Selasa Kliwon dan Xxxxx Xxxxxx
Menurut kepercayaan mereka, pada hari Selasa Kliwon dan Jumat Kliwon banyak makhluk halus Merapi berkeliaran ke desa-desa untuk mencari makan sesaji. Pada hari-hari itu, penduduk membakar kemenyan dan menyediakan bunga-bungaan yang ditempatkan di dalam pinggan atau tempurung kelapa yang diisi air dan diletakkan pada tempat tertentu khususnya di sekitar rumah dan pekarangan, petilasan, dan tempat angker lainnya. Dengan menyediakan sesaji, diharapkan para makhluk halus tidak mengganggu, dan mau berdamai, menjaga keselamatan dan kesejahteraan seluruh anggota keluarga.
Khusus penduduk Wukirsari, selain membakar kemenyan, dan menyediakan bunga-bungaan, mereka juga menyediakan sesaji sebatang rokok kretek, segelas kopi pahit dan uli goreng, untuk roh Xxxx Xxxxxx leluhur Wukirsari yang menjaga pintu gerbang Gunung Merapi. Tujuan utama pemberian sesaji ini adalah supaya roh Xxxx Xxxxxx selalu menjaga keselamatan dan kesejahteraan desa Wukirsari beserta penduduknya dari bencana Merapi.
• Selamatan Insidental
Selamatan Mencari Orang Hilang
Penduduk di lereng Merapi mempunyai kepercayaan bahwa makhluk halus seperti wewe, gendruwo, roh manusia jahat, jin, dan sejenisnya, acapkali mengganggu manusia dengan jalan menculik dan menyembunyikannya di sungai, jurang, atau tempat sepi dan angker lainnya.
Setelah diketahui ada seorang penduduk hilang, dengan beramai-ramai penduduk pergi mencari warganya ke dalam hutan, jurang, sungai dan bukit di lereng Merapi, seraya membunyikan bunyi-bunyian. Pencarian ini biasanya dipimpin oleh seorang dukun atau juru kunci atau orang yang dituakan dan dianggap sakti. Jika selama beberapa hari warga desa yang hilang tidak diketemukan, maka pihak keluarga akan mengadakan selamatan untuk meminta kepada makhluk halus penculik sudi mengembalikan warga desa tersebut. Jenis sesajian yang utama adalah kemenyan dan bunga, dan sesaji lainnya yang telah ditentukan oleh dukun atau juru kunci atau orang yang dituakan dan dianggap sakti, seperti ayam, dan nasi beserta lauk pauknya. Setelah diketemukan, biasanya,
orang yang baru saja dibawa pergi makhluk halus akan mengalami sakit, bisu atau kelainan jiwa. Untuk itu, pihak keluarga yang bersangkutan akan meminta pertolongan seorang dukun untuk menyembuhkannya. Kecuali itu, pihak keluarga yang bersangkutan akan mengadakan selamatan lagi dengan tujuan memohon kesehatan seperti sediakala. Selamatan ini disebut syokuran dan diadakan di rumah keluarga yang bersangkutan dengan mengundang tetangga.
Selamatan Orang Kesurupan
Biasanya, orang yang kesurupan akan mengalami dan mempunyai tenaga berlebih, suhu badan meningkat, mata melotot, kejang, mulut berbusa dan mengigau. Jika tidak tertolong, ia akan lemas, kehabisan tenaga, bahkan menemui ajalnya. Untuk mengatasi hal ini, penduduk meminta bantuan seorang dukun, juru kunci, atau orang yang dianggap sakit. Setelah membakar kemenyan dan menyediakan bunga-bungaan, penolong kemudian mengajak bicara kepada makhluk halus pengganggu melalui raga orang yang kesurupan untuk meminta agar makhluk halus pengganggu segera meninggalkan raga orang tersebut. Kebanyakan, sebelum makhluk halus pergi, ia akan meminta sesaji yang harus disediakan, misalnya kopi, makanan dari pasar, dan sebagainya, sebagai syarat kepergiannya. Setelah makhluk halus pengganggu terusir, kadangkala pihak keluarga orang yang kesurupan tadi kemudian mengadakan selamatan syokuran untuk mengucapkan terima kasih atas keselamatan yang diberikan dan mohon agar di masa-masa mendatang tidak terjadi musibah gangguan dari makhluk halus. Sesaji makanan selamatan syokuran biasanya berupa nasi jagung atau nasi beras, sayur-sayuran, telur, tempe, dan kadangkala ditambah dengan buah pisang. Ragam sesaji makanan tersebut akan bertambah variasinya tergantung dari kemampuan keluarga yang bersangkutan.
Selamatan Sekul Bali
Selamatan ini diadakan jika terjadi musibah kecelakaan yang menimpa seseorang warga desa tatkala mendaki Merapi, seperti masuk ke jurang, tertimpa longsoran batu dan sejenisnya. Selamatan yang dipimpin modin ini biasanya diadakan di rumah korban dengan mengundang beberapa tetangga. Sesaji yang dihidangkan selain bunga-bungaan dan kemenyan adalah nasi jagung atau nasi beras, sayur tempe yang disantani dan dihancurkan dengan kelapa yang telah
dikukur, telur rebus dan kerupuk lempeng. Ragam sesaji ini dapat pula bertambah, misalnya ditambah dengan buah pisang, sesuai dengan kemampuan keluarga yang bersangkutan. Dinamakan selamatan sekul bali karena tujuan utama selamatan ini adalah meminta Eyang Merapi beserta seluruh pasukannya agar luka-luka yang diderita korban segera pulih kembali, sehat seperti sediakala.
Selamatan Mengambil Jenazah
Selamatan ini diadakan untuk mengambil jenazah korban kecelakaan pendakian Gunung Merapi. Sebelum selamatan diadakan, juru kunci atau orang yang dianggap sakti dan bertugas memimpin pengambilan jenazah di Merapi, melakukan puasa selama tiga hari berturut-turut untuk mendapatkan tanda-tanda gaib dari Eyang Merapi. Tujuan dari tindakan ini adalah meminta izin Eyang Merapi untuk mengambil jenazah yang berada dalam kekuasaannya dan memohon agar selama pengambilan jenazah tidak terjadi gangguan atau bencana. Jika tanda- tanda gaib telah diperoleh, biasanya melalui mimpi yang berlangsung dini hari antara pukul 02.00 sampai pukul 03.00, juru kunci atau orang yang dianggap sakti tadi segera membakar kemenyan dan menyediakan bunga-bungaan, makanan yang dibeli dari pasar dan sesaji lainnya sesuai dengan permintaan Eyang Merapi lewat mimpi tadi, sebagai ucapan terima kasih kepada penguasa Keraton Merapi. Selain itu, dengan segera ia menghubungi kepala desa dan para penduduk untuk bersama-sama mengambil jenazah di Merapi.
Pengambilan jenazah tadi dilangsungkan pada pagi hari. Setelah jenazah diketemukan, untuk memudahkan membawanya, jenazah dimasukkan ke dalam karung atau dalam keranjang bambu yang biasa dipergunakan untuk membawa babi. Selama pengambilan jenazah berlangsung, pihak keluarga yang berkabung menyiapkan selamatan kematian yang dihadiri oleh segenap penduduk, dengan sesaji antara lain nasi jagung atau beras, sambal goreng, ayam ingkung, perkedel, nasi yang dibentuk seperti bola kecil, kerupuk, telur rebus, buah pisang dan sebagainya. Pada hari itu pula, setelah dimandikan dan dikafan jenazah dikuburkan di pemakaman desa.
Selamatan pengambilan jenazah seperti ini hanya dilangsungkan jika korban kecelakaan pendakian Merapi telah berbulan-bulan atau bertahun-tahun berada dalam kekuasaan Eyang Merapi. Jika jenazah dapat diambil segera pada
hari terjadinya kecelakaan atau beberapa hari setelah kejadian itu, maka selamatan yang diadakan hanya selamatan kematian biasa. Jika terjadi bencana atau kesulitan pengambilan jenazah berarti Eyang Merapi masih menginginkan jenazah orang yang menjadi korban, sehingga penduduk terpaksa menunggu selama waktu yang cukup lama, selama berbulan-bulan atau bahkan selama bertahun-tahun. Untuk itulah perlu diadakan selamatan pengambilan jenazah yang dipimpin oleh juru kunci atau orang yang dianggap sakti setelah mendapat izin gaib dari penguasa Keraton Merapi.
Selamatan Menghadapi Bahaya Merapi
Selain mengadakan selamatan dan sesaji pada setiap hari Selasa Kliwon dan Jumat Kliwon, pada saat banjir lahar atau Merapi meletus, penduduk mengadakan selamatan tersendiri untuk menghadapi bencana yang sedang berlangsung, tergantung dari permintaan Eyang Merapi lewat mimpi sebelum peristiwa lahar atau letusan terjadi. Selamatan yang diadakan oleh masing-masing keluarga ini ditujukan untuk meminta keselamatan dari Eyang Merapi beserta segenap pasukannya yang sedang melakukan arak-arakan dalam wujud lahar atau letusan. Sesaji yang disediakan adalah bunga-bungaan, kemenyan dan sesaji lainnya sesuai dengan permintaan Eyang Merapi.
Jika hujan abu dengan kerikil atau batu-batuan mulai terasa di desa dan aliran lahar semakin dahsyat, sebagian besar penduduk mulai mengungsi dari desa menuju ke tempat-tempat yang lebih aman. Sedangkan orang-orang tua yang dianggap sakti tetap tinggal di desa mohon kepada pimpinan makhluk halus lewat doa dan kemenyan, supaya kembali ke jalan semula, yaitu sungai-sungai dan jurang-jurang di Merapi. Untuk lereng selatan permohonan ini ditujukan kepada Kartadimeja. Untuk lereng utara permohonan ini ditujukan kepada Xxxx Xxxxxx alias Bupati Handokokusuma, penjaga pintu gerbang Keraton Merapi. Setelah bencana reda, penduduk segera kembali ke rumah masing-masing dan mengadakan selamatan untuk mengucap terima kasih kepada Xxxxx Xxxxxx.
Di samping mengadakan selamatan-selamatan seperti tersebut, sebelum melakukan kegiatan harian atau kegiatan rutin, lazimnya penduduk mengucapkan doa mantra yang diajarkan leluhur secara turun-temurun, untuk menghindari
gangguan makhluk halus. Tindakan ini didasari atas kepercayaan bahwa selain dihuni manusia alam semesta juga dihuni makhluk halus.
• Selamatan Labuhan
o Asal Usul
Minimal setahun sekali, yaitu pada bulan Bakdamulud, Desa Korijaya menjadi pusat perhatian masyarakat Jawa pada umumnya. Pada bulan itu, ratusan orang berdatangan dari segala penjuru Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah, untuk mengikuti dan mendapatkan tuah keselamatan Labuhan ke Gunung Merapi yang sejak dahulu dilakukan raja-raja dinasti Mataram.
Ada dua versi asal-usul Labuhan ke Merapi. Versi pertama mengatakan, Labuhan merupakan tradisi turun-temurun raja-raja di Pulau Jawa. Diceritakan, pada waktu itu Kerajaan Xxxxxxannya diperintah Prabu Xxxxxxxx yang beragama Buddha mendapat musibah beraneka penyakit dan paceklik sehingga keadaan kerajaan dan rakyat tidak tenteram. Untuk mengatasi hal itu, raja mengutus Brahmana Xxxxx untuk mengadakan selamatan Rajawedha yang diselenggarakan atas nama raja beserta seluruh keluarganya. Kecuali itu, raja memerintah segenap rakyat untuk mengadakan selamatan Brahmawedha. Setelah kedua selamatan itu dilaksanakan, ternyata segala penyakit dan paceklik sirna. Bahkan tanah menjadi subur sehingga membuat raja, keluarganya, dan rakyat sejahtera.
Selamatan Rajawedha diteruskan oleh Prabu Xxxxamasa dari Pengging. Dikisahkan, Kerajaan Pengging mendapat malapetaka, diserang para raksasa dari Kerajaan Nginamantaka. Ajipamasa lalu mengadakan selamatan Rajawedha yang telah diubahnya menjadi selamatan Mahesalawung, yaitu menanam kepala kerbau hutan di hutan Krendhowahono, untuk meminta bantuan makhluk halus yang bernama Xxxxxx Xxxxxxxxxx, putri Xxxxxx Xxxxx yang bertakhta di Hutan Xxxxxxxxxxxxx. Akhirnya atas bantuan Kalayuwati, musuh tersebut dapat dikalahkan. Bahkan, Kerajaan Pengging menjadi lebih tenteram dan tercukupi sandang pangannya. Secara rutin setiap tahun raja mengadakan selamatan Mahesalawung; meminta bantuan Batari Kalayuwati untuk menjaga Pengging dan menolak segala marabahaya yang mengancam.
Ketika Pulau Jawa diperintah oleh kerajaan Islam dari Demak, segala upacara tersebut ditiadakan. Situasi ini membawa akibat Demak dilanda paceklik, kerusuhan, dan epidemi. Atas saran para wali, selamatan-selamatan yang selama itu ditolak, diselenggarakan lagi. Selamatan Rajawedha dan Xxxxxxxxxxxx kemudian dikawinkan dengan ajaran Islam untuk menyembunyikan unsur-unsur Buddha. Xxxxx Xxxx dan Xxxxx Xxxxxx mengubah doa Buddha ke dalam doa berbahasa campur, yaitu bahasa Buddha, Jawa, dan Arab. Hasilnya, kerajaan Demak terbebas dari marabahaya.
Selamatan-selamatan tersebut tetap dilakukan oleh raja-raja Mataram hingga kini dan dikenal dengan nama selamatan Labuhan untuk memohon keselamatan dari segala makhluk halus yang ada di Pulau Jawa.
Versi kedua mengenai asal usul Labuhan ke Gunung Merapi didasarkan pada mitologi Xxxx Xxxxxxxxx yang telah dibahas sebelumnya.
o Tujuan Selamatan Labuhan
Paling sedikit sekali dalam satu tahun, para raja Mataram sejak Panembahan Senopati melakukan selamatan Labuhan ke pelbagai tempat: memberi sedekah kepada Kanjeng Ratu Kidul di Laut Selatan, Kanjeng Ratu Sekar Kedaton dan Kyai Sapu Jagad di Gunung Merapi, Kanjeng Xxxxx Xxxx di Gunung Lawu, dan khusus pada tahun Jawa Dal dilakukan pula sedekah kepada Sang Hyang Pramoni di Khayangan, Dlepih, Wonogiri.
Selamatan Labuhan diselenggarakan jika terjadi peristiwa-peristiwa penting di dalam keraton, yaitu penobatan raja baru, penobatan putera mahkota, pernikahan raja atau putra mahkota, pernikahan raja atau putra raja dan hari ulang tahun raja. Tujuan selamatan ini adalah memberi sedekah kepada makhluk halus sekutu raja yang menjaga keempat penjuru alam semesta di bawah pimpinan Kanjeng Ratu Kidul, agar raja, keluaga raja, dan rakyat senantiasa diberi keselamatan, kedamaian, dan terbebas dari segala marabahaya.
Saat ini selamatan Labuhan diadakan secara rutin setiap tahun sekali pada tanggal penobatan Sultan Xxxxxxxxxxxxxx XX yaitu pada tanggal 25 bulan Bakdamulud, sedangkan pihak Kasunanan Surakarta semenjak Xxxxx Xxxxxxxxxx X (1893-1939) wafat meniadakan selamatan Labuhan secara rutin karena ketiadaan biaya. Beberapa bangsawan Surakarta mengaitkan dengan
kebakaran yang memusnahkan tiga bangunan utama Keraton Surakarta tanggal 31 Januari 1986 dengan kemarahan Kanjeng Ratu Kidul kepada pihak Kasunanan Surakarta yang mengabaikan selamatan Labuhan. Dengan tujuan agar keraton dapat dibangun kembali, menambah wibawa raja, dan meredakan kemarahan Kanjeng Ratu Xxxxx, xxx sisa kebakaran Keraton Surakarta dilabuh ke Laut Selatan.
Gbr 2.21: Ilustrasi pelaksanaan Labuhan di Museum Gunung Merapi
Sumber: Dokumen pribadi
o Pelaksanaan Selamatan Labuhan di Gunung Merapi
Persiapan di Desa Korijaya dimulai beberapa bulan sebelum selamatan Labuhan tiba. Juru kunci, jajar, dan para pembantunya memperbaiki jalan setapak menuju lokasi Labuhan di lereng atas Merapi di bawah Kendit, daerah perbatasan antara hutan daerah batu-batuan. Beberapa hari sebelum Labuhan tiba, juru kunci menerima abdi dalem utusan Sultan untuk memberitahukan kapan selamatan Labuhan di Merapi harus diselenggarakan. Setelah itu, juru kunci menghadap ke Keraton Yogyakarta untuk melaporkan bahwa persiapan telah selesai. Xxxxx Xxxxxxx kemudian memberikan bantuan biaya pelaksanaan Labuhan kepadanya. Pada saat itu pula, penduduk Korijaya sibuk membangun warung makan dan minum di sekitar rumah juru kunci dan mempercantik rumah mereka untuk akomodasi para tamu yang berdatangan dari pelbagai tempat.
Pada tanggal 25 bulan Bakdamulud, tepat pukul 08.00, dari Bangsal Manganti Keraton Yogyakarta, benda-benda Labuhan diberangkatkan ke pelbagai
tempat tujuan oleh Xxxxxxxx Xxxxxxx, xxxxx Xxxxxx. Benda Labuhan untuk Keraton Makhluk Halus Merapi disimpan dalam kotak kayu berukuran sekitar panjang 60 cm, lebar 40 cm, dan tinggi 40 cm, diberangkatkan dengan mobil menuju Kecamatan Depok dan dari situ dibawa lagi ke Kecamatan Cangkringan. Benda-benda tersebut adalah kain panjang bermotif kawung kemplang, cangkring, kampuh poleng; kain ikat pinggang wanita bermotif bangun tulak, gadung melati, xxxx-abir, biru sundengan tengah; ikat kepala laki-laki bermotif bangun tulak; rokok klobot; minyak wangi; dupa ratus, dan uang sebesar Rp 100,00
Sementara itu, pada hari yang sama, tepat pukul 06.00 dengan mengenakan busana Jawa lengkap dan membawa payung pusaka berwarna kuning, juru kunci bersama seorang wakilnya berjalan kaki sekitar dua jam menuju kecamatan Cangkringan untuk menjemput benda-benda Labuhan. Bersamaan itu pula, para ibu sibuk mempersiapkan sesaji makanan di ruang dapur juru kunci, yang berupa dua ekor ayam panggang, seekor ayam ingkung, nasi golong, nasi tumpeng, gudhangan, jajan pasar, uli goreng, sayur-mayur, lemper, kerupuk, dan makanan lainnya. Dalam mempersiapkan makanan sesaji itu, mereka terlebih dahulu membuat sesaji bunga-bungaan, dan jajan pasar yang diletakkan di dapur, pogo, baik air dan cucian, serta pada tungku yang dipergunakan untuk memasak makanan sesaji Labuhan. Tujuan pemberian sesaji itu adalah memberi sedekah para dhanhyang penunggu tempat-tempat itu, agar selama mempersiapkan makanan Labuhan tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan dan makanan menjadi lebih enak dan lezat.
Sekitar pukul 13.00 dengan menumpang mobil, juru kunci dan wakilnya tiba di Korijaya diantar oleh para pejabat kecamatan dan kabupaten. Para tamu yang berjumlah ratusan orang pada saat itu semakin bertambah banyak memenuhi Korijaya dan akan bertambah banyak menjelang tengah malam. Tepat pukul 24.00 selamatan Labuhan dimulai dan dihadiri oleh 15 abdi dalem utusan Sultan Xxxxxxxxxxxxxx X, para pejabat kecamatan dan kabupaten, serta tamu lainnya. Pertama-tama juru kunci sebagai pimpinan selamatan membakar kemenyan dan membaca mantra seorang diri di dapur, dikelilingi makanan sesaji Labuhan. Kemudian makanan sesaji dibawa ke ruang tengah untuk didoakan bersama-sama di bawah pimpinan modin, seusai modin membakar kemenyan. Dalam doa itu
disebutkan, Sultan Xxxxxxxxxxxxxx X dengan segenap cinta kasihnya memberi sedekah kepada para leluhur yang bersemayan di Merapi, dengan harapan agar Sultan dan keluarganya, negara RI beserta pemimpinnya, dan rakyat Indonesia, selalu diberi kesehatan, umur panjang, kedamaian, dijauhkan dari segala bencana alam dan malapetaka. Selamatan malam itu diakhiri dengan makan bersama, memakan sesaji yang dihidangkan.
Selamatan di rumah juru kunci itu hanya boleh diikuti oleh orang yang mengenakan busana adat Jawa. Mereka yang tidak mengenakan busana adat Jawa diperkenankan mengikuti jalannya selamatan dengan duduk di belakang orang yang mengenakan pakaian adat Jawa, atau mengikutinya dari luar rumah juru kunci. Baik kaum lelaki maupun perempuan, tua maupun muda, sengaja datang ke Korijaya dan mengikuti selamatan Labuhan dengan maksud ngalap berkah atau meminta berkat.
Gbr. 2.22: Pelaksanaan Labuhan
Sumber: xxxx://xxx.xxxxxxxxxx.xxxxxxxx.xxx/
Keesokan harinya, pukul 06.00, kotak kayu berisi benda-benda sesaji dari Keraton Yogyakarta ditimang dan dipayungi, dibawa oleh para abdi dalem menuju lokasi Labuhan, di bawah daerah Kendit. Ikut dalam rombongan, para ibu yang bertugas membawa sesaji makanan, bunga, dan kemenyan. Di belakang rombongan pembawa sesaji makanan dan sesaji labuhan lainnya terdapat beratus- ratus tamu yang mengikuti arak-arakan itu. Setelah berjalan sekitar dua jam, rombongan berhenti pada sebuah batu yang disebut Pelabuhan, yaitu tempat
melabuh benda-benda Labuhan. Juru kunci kemudian membakar kemenyan dan berdoa untuk menyerahkan semua sesaji Labuhan kepada Kyai Sapu Jagad wakil dari Keraton Merapi. Sehabis itu mereka makan sesaji makanan Labuhan bersama. Benda-benda Labuhan yang kebanyakan berupa kain busana adat Jawa dibagikan kepada orang-orang tertentu yang telah memesannya lama, sebelum selamatan diadakan. Para pemesan kebanyakan adalah tokoh-tokoh masyarakat seperti bupati, camat, polisi, jaksa, dan sebagainya, memberikan imbalan jasa ala kadarnya kepada juru kunci sebagai balas jasa dan menutupi biaya selamatan. Benda-benda Labuhan itu disimpan oleh para pemesan sebagai jimat bertuah untuk menolak santet atau ilmu hitam, menolak bencana, menambah kewibawaan, meningkatkan karier dan sebagainya.