ABSTRAK
ASPEK HUKUM PERJANJIAN BERLANGGANAN TELKOM Flexi DI KOTA PALU
I KADEK MAPRA BAWA MANDA / D 101 09 650
ABSTRAK
Calon pelanggan sebelum mengikatkan diri dalam kontrak berlangganan dengan PT. Telkom, masih merupakan pihak yang bebas, artinya sebelum adanya kesepakatan berlangganan dengan PT. Telkom maka kedudukannya belum berubah menjadi pelanggan sehingga masih tetap mempunyai pilihan untuk menerima tawaran dari PT. Telkom untuk berlangganan atau tidak. Apabila calon pelanggan menolak tawaran yang diberikan PT. Telkom karena merasa keberatan dengan isi perjanjian atau kontrak yang ditawarkan, calon pelanggan tidak dapat melakukan tawar menawar untuk merubah isi kontrak yang berakibat perjanjian tidak jadi dibuat karena tidak ada kesepakatan antara kedua belah pihak. Penerapan perjanjian baku semacam ini dapat menimbulkan kerugian pada masyarakat sebagai konsumen pengguna jasa telepon, karena pihaknya sama sekali tidak diberi kesempatan untuk mengutarakan keinginan dan kebebasannya dalam menentukan isi perjanjian. Pihak yang membuat isi perjanjian bebas dalam membuat dan menentukan isi perjanjian sehingga dapat sedemikian rupa menempatkan pihak lain di bawah kekuasaannya, sehingga kedudukan pihak lain tersebut menjadi lemah. Adapun di dalam perjanjian antara kedua belah pihak yaitu PT. Telkom dengan Pelanggan, harus memperhatikan kepentingan Pelanggan di dalam perjanjian tersebut karena di dalam penerapan perjanjian tersebut antara PT. Telkom dengan Pelanggan harus bisa lebih menjamin kepentingan Pelanggan, sehingga di dalam perjanjian antara PT. Telkom dengan Pelanggan harus memperhatikan juga upaya perlindungan konsumen yang didasarkan pada sejumlah asas dan tujuan yang telah diyakini bisa memberikan arahan dalam implementasinya di tingkat praktis. Dengan adanya asas dan tujuan yang jelas, hukum perlindungan konsumen memilki dasar pijakan yang benar-benar kuat.
Kata Kunci : kontrak, hak-hak dan pertanggungjawaban
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keberadaan suatu perjanjian atau yang saat ini lazim dikenal sebagai kontrak, tidak terlepas dari terpenuhinya syarat-syarat mengenai sahnya suatu perjanjian/kontrak seperti yang tercantum dalam Pasal 1320 KUH Perdata, antara lain sebagai berikut:
1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan
3. Suatu hal tertentu
4. Suatu sebab yang halal
Dipenuhinya empat syarat sahnya perjanjian tersebut, maka suatu perjanjian menjadi sah dan mengikat secara hukum bagi
para pihak yang membuatnya. Pada dasarnya perjanjian dibuat berdasarkan kesepakatan bebas antara dua belah pihak yang cakap untuk bertindak demi hukum (pemenuhan syarat subjektif) untuk melaksanakan suatu prestasi yang tidak bertentangan dengan aturan hukum yang berlaku, kepatutan, kesusilaan, ketertiban umum, serta kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat luas (pemenuhan syarat objektif). Namun adakalanya “kedudukan” dari kedua belah pihak dalam suatu negosiasi tidak seimbang, yang pada akhirnya melahirkan suatu perjanjian yang
“tidak terlalu menguntungkan” bagi salah satu
pihak.1
Praktik dunia usaha juga menunjukkan bahwa “keuntungan” kedudukan tersebut sering diterjemahkan dengan pembuatan perjanjian baku dan/atau klausula baku dalam setiap dokumen atau perjanjian yang dibuat oleh salah satu pihak yang “lebih dominan” dari pihak lainnya. Dikatakan bersifat “baku” karena, baik perjanjian baku maupun klausula tersebut, tidak dapat dan tidak mungkin dinegosiasikan atau ditawar-tawar oleh pihak lainnya.2
Latar belakang tumbuhnya perjanjian baku karena keadaan sosial ekonomi. Perusahaan pemerintah mengadakan kerjasama dalam suatu organisasi dan untuk kepentingan mereka, ditentukan syarat-syarat secara sepihak. Pihak lawannya (wederpartij) pada umumnya mempunyai kedudukan (ekonomi) lemah baik karena posisinya maupun karena ketidaktahuannya, hanya menerima apa yang disodorkan.3
Tujuan semula diadakannya perjanjian baku yakni alasan efisiensi dan praktis. Sebagai contoh dapat ditemukan perjanjian baku seperti dalam perjanjian kredit perbankan, perjanjian asuransi, perjanjian penitipan barang, perjanjian konsumen/pelanggan dengan PT. Telkom, perjanjian konsumen/pelanggan dengan Perusahaan Daerah Air Minum. Kesemuanya pada dasarnya selalu membuat perjanjian tersebut tidak mengikutsertakan pelanggan/konsumen didalam menyusun pasal-pasal didalam isi perjanjian tersebut, sehingga bisa dikatakan bahwa perjanjian tersebut selalu menguntungkan kepentingan pihak perusahaan (pembuat perjanjian) tersebut dibanding kepentingan pelanggan. Hal ini juga terdapat pada sanksi/hukuman yang ada di dalam perjanjian baku tersebut.
0 Xxxxxxx Xxxxxxx, Hukum Tentang Perlindungan Konsumen, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2003, hlm. 53
2 Ibid, hlm. 9.
3 Ningrum Xxxxxxx Xxxxxx, Intisari Perkuliahan Azas Kebebasan Berkontrak dan Perjanjian Baku, 2008.
Sasaran pembahasan ini adalah “TELKOM Flexi”, yaitu produk dari PT. Telkom yang dapat dimanfaatkan sebagai fixed wireless digital yang digunakan sebagai telepon rumah (fixed phone) dan telepon bergerak (mobility), dengan menawarkan fasilitas sekelas seluler, tetapi dengan tarif pulsa telepon rumah. Untuk saat ini sudah tersedia 2 (dua) layanan unggulan, yaitu : (1). Pra Bayar (Flexi Trendy) dan (2). Pasca Bayar (Flexy Classy) yang terdapat di Kota Palu.
Hubungan antara PT. Telkom dengan pelanggan “TELKOM Flexi” Pasca Bayar (flexi Classy) terbentuk melalui sebuah perjanjian atau kontrak berlangganan. Perjanjian yang digunakan sebagai alat bukti perikatan antara PT. Telkom dengan pelanggannya berupa Kontrak Berlangganan Sambungan Telekomunikasi “TELKOM Flexi”. Dalam perjanjian tersebut terdapat dua pihak yang mengikatkan dirinya, yaitu PT. Telkom sebagai supplier jasa sambungan telepon atau disebut sebagai penyelenggara pelayanan (survive provider), dan pelanggan. Perjanjian Berlangganan Sambungan Telekomunikasi “TELKOM Flexi” yang dibuat oleh PT. Telkom berupa kontrak berlangganan yang dibuat oleh PT. Telkom berupa kontrak berlangganan yang dibuat dalam bentuk baku (Standart Contract) yaitu, suatu bentuk perjanjian dimana didalamnya telah terdapat syarat-syarat tertentu yang dibuat oleh salah satu pihak dalam hal ini adalah PT. Telkom dan pihak lain tinggal menyetujuinya. Bentuk perjanjian semacam ini menimbulkan ketidak adilan bagi pelanggan, karena semua isi perjanjian ditentukan oleh satu pihak saja yaitu PT. Telkom, sedangkan pihak lain tidak diberi kesempatan untuk ikut mengutarakan kehendaknya dalam membuat isi perjanjian. Hal ini telah melanggar asas kebebasan berkontrak yang merupakan salah satu syarat sahnya perjanjian.
Penerapan perjanjian baku semacam ini dapat menimbulkan kerugian pada masyarakat sebagai konsumen pengguna jasa telepon, karena pihaknya sama sekali tidak diberi kesempatan untuk mengutarakan keinginan dan kebebasannya dalam menentukan isi
perjanjian. Pihak yang membuat isi perjanjian bebas dalam membuat dan menentukan isi perjanjian sehingga dapat sedemikian rupa menempatkan pihak lain di bawah kekuasaannya, sehingga kedudukan pihak lain tersebut menjadi lemah.
Jenis perjanjian semacam ini akan memberikan keuntungan bagi pihak pembuat perjanjian, karena untuk semua pelanggan diberlakukan ketentuan dan syarat-syarat yang sama dan di bawah kekuasaan pihak pembuat isi perjanjian. Bagi pelanggan penerapan perjanjian yang demikian menimbulkan rasa ketidakadilan, karena hanya satu pihak saja yang membuat dan menentukan isi dari perjanjian sedangkan pihak lain hanya tinggal menyetujui saja.
Perjanjian baku, seringkali tidak ada kesetaraan kedudukan secara ekonomis antara para pihak, keadaan yang demikian ini dimanfaatkan pihak yang mempunyai kedudukan ekonomi yang lebih tinggi, untuk membuat ketentuan-ketentuan yang menguntungkan pihaknya. Dengan ketidaksetaraan para pihak dalam membuat perjanjian, maka nampaknya tidak ada pula kebebasan untuk mengadakan kontrak.4
Pasal 1338 Ayat (3) KUH Perdata disebutkan, bahwa semua perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik. Menurut Xxxxx dalam Xxxxxxxx Xxxxxx, pasal ini berarti bahwa kita harus menafsirkan perjanjian itu menurut kepatutan dan keadilan. Menafsirkan, berarti menetapkan akibat-akibat dari perjanjian tersebut. Dengan mengacu pada itikad baik ini, maka para pihak pembuat perjanjian dapat merubah atau melengkapi perjanjian di luar kata-kata aslinya.5
Dicantumkan klausula yang membatasi, mengecualikan atau bahkan meniadakan tanggung jawab produsen menyebabkan perjanjian baku sering dituding sebagai perjanjian yang tidak adil. Klausula yang
4 Xxxxxxxx Xxxxxxxxxxxxx, Misteri Dibalik Kontrak Bermasalah, Mandar Maju, Bandung,2002, hlm. 23
5 Xxxxxxxx Xxxxxx, Peranan Perjanjian Baku dalam Masyarakat, Seminar Masalah Standar Kontrak dalam Perjanjian Kredit, IKADIN Surabaya, Garden Palace Hotel, 11 Desember 1993, hlm. 11.
membatasi atau meniadakan tanggung jawab kreditur atau produsen atas risiko-risiko tertentu yang mungkin timbul dikemudian hari. Biasa disebut dengan klausula eksonerasi atau exemption clause.6
Keberadaan klausula eksonerasi dalam kontrak standar dinilai bertentangan dengan asas itikad baik, karena pihak penyusun kontrak dapat memasukkan ketentuan- ketentuan yang menguntungkan pihaknya untuk membatasi tanggung jawabnya, apabila terjadi wanprestasi atau muncul masalah- masalah yang menimbulkan kerugian baik salah satu pihak maupun kedua belah pihak, dengan cara mengalihkan tanggung jawab atas masalah tersebut kepada pihak konsumen. Hal ini akan sangat merugikan pihak konsumen, apabila ternyata masalah yang timbul terjadi di luar kemampuan dan kekuasaan dari pihaknya. Adapun di dalam perjanjian antara kedua belah pihak yaitu, PT. Telkom dengan Pelanggan, harus memperhatikan kepentingan Pelanggan di dalam perjanjian tersebut karena di dalam penerapan perjanjian tersebut antara PT. Telkom dengan Pelanggan harus bisa lebih menjamin kepentingan Pelanggan, sehingga di dalam perjanjian antara PT. Telkom dengan Pelanggan harus memperhatikan juga upaya perlindungan konsumen yang didasarkan pada sejumlah asas dan tujuan yang telah diyakini bisa memberikan arahan dalam implementasinya di tingkat praktis. Dengan adanya asas dan tujuan yang jelas, hukum perlindungan konsumen memilki dasar pijakan yang benar-benar kuat. Asas-asas yang terkandung di dalam perlindungan konsumen sesuai dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen, yaitu :
1. Asas Manfaat : Maksud asas ini adalah untuk mengamanatkan bahwa segala upaya dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen harus memberikan manfaat sebesarbesarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha itu sendiri secara keseluruhan.
6 Xxxxxxxx Xxxxxxx, Penggunaan Perjanjian Standar dan Implementasinya pada Asas Kebebasan Berkontrak, Majalah Pro Justitia, Universitas Katholik Parahyangan, Bandung, 1987, hlm. 71.
2. Asas Keadilan : Asas ini dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat bisa diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil.
3. Asas Keseimbangan : Asas ini dimaksudkan untuk memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan Pemerintah dalam arti material atau spiritual.
4. Asas Keamanan dan Keselamatan Konsumen : Asas ini dimaksudkan untuk memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalam penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang/jasa yang dikonsumsi atau digunakan.
5. Asas Kepastian Hukum : Asas ini dimaksudkan agar baik pelaku usaha maupun konsumen menaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta negara menjamin kepastian hukum.7
B. Rumusan Masalah
Terkait dengan latar belakang di atas maka penulis mengajukan permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimanakah hak-hak pihak Konsumen Dalam Hubungan Kontraktual yang terjadi?
2. Bagaimanakah Pertanggungjawaban Pelaku Usaha Jasa telekomunikasi “TELKOM Flexi“ ?
II. PEMBAHASAN
A. Hak-Hak Konsumen dalam Perjanjian
Berlangganan “TELKOM Flexi”
Perjanjian pada umumnya terdapat para pihak dimana masing-masing pihak mempunyai hak dan kewajiban yang timbul dari perjanjian yang telah mereka sepakati bersama. Hak dan kewajiban itu harus dilaksanakan secara sukarela sebagai implikasi dari sebuah perjanjian, demikian juga pada perjanjian penyediaan jasa berlangganan “TELKOM Flexi” antara penyedia jasa dan konsumen antara para pihak terdapat suatu
hubungan hukum yang saling mengikat serta menimbulkan hak dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh semua pihak.
Seperti halnya perjanjian pada umumnya, perjanjian penyediaan jasa berlangganan alat telekomunikasi “TELKOM Flexi” antara penyedia jasa dan konsumen juga merupakan perjanjian timbal-balik. Kewajiban bagi pihak yang lainnya, demikian pula sebaliknya hak dari pihak yang satu menjadi kewajiban bagi pihak lawan. Para pihak akan memperoleh beban yang seimbang dalam pelaksanaan hak dan kewajibannya.8 Oleh karena itu, setiap perjanjian termasuk perjanjian berlangganan alat telekomunikasi “TELKOM Flexi” tidak terjadi dengan cuma- cuma. Akan tetapi disertai dengan pembayaran atas suatu transaksi sebagai imbalan dari harga objek perjanjian. Hak dan Kewajiban dalam perjanjian penyediaan jasa alat telekomunikasi “TELKOM Flexi” antara penyedia jasa dan konsumen yang terlibat dalam perjanjian tersebut.
Konsumen merupakan pihak yang sangat rentan terhadap perilaku merugikan yang dilakukan oleh pelaku usaha, sehingga konsumen perlu mendapat perlindungan. Perlindungan konsumen merupakan segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen. Dengan adanya perlindungan konsumen maka diharapkan tindakan sewenang-wenang pelaku usaha yang merugikan konsumen dapat ditiadakan. Adapun yang menjadi tujuan dari perlindungan konsumen, di muat dalam Pasal
3 Undang-Undang Perlindungan Konsumen, yang menyatakan bahwa:
Perlindungan konsumen bertujuan untuk :
a. Meningkatkan kesadaran, kemampuan, dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri;
b. Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa;
7 Xxxxx Xxxxxxx, Hak-Hak Konsumen Jika Dirugikan, Visi Media, Jakarta, 2008, hlm. 17-18.
8Ahmad Miru, Hukum Kontrak (Perancangan Kontrak), Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2007, hlm.3.
c. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan, dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen;
d. Menciptakan sistem perlindungan yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi;
e. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha;
f. Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.
Perlindungan konsumen itu sendiri diselenggarakan sebagai usaha bersama berdasarkan lima asas sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 2 UUPK, yaitu asas manfaat, asas keadilan, asas keseimbangan, asas keamanan dan keselamatan konsumen, serta asas kepastian hukum sebagaimana yang dijelaskan sebelumnya. Dalam perjanjian berlangganan alat telekomunikasi “TELKOM Flexi” terdapat dua pihak yaitu pihak operator sebagai penyedia jasa dengan konsumen sebagai pengguna jasa telekomunikasi “TELKOM Flexi” tersebut. Masing-masing pihak mempunyai hak dan kewajiban. Kewajiban di satu pihak merupakan hak bagi pihak lain. Hak dan kewajiban ini lahir setelah tercapainya kata sepakat mengenai unsur pokoknya. Baik konsumen maupun pelaku usaha, memiliki hak dan kewajiban yang harus diperhatikan dan dilaksanakan oleh mereka.
Pelanggaran akan hak-hak konsumen atau konsumen akan mengalami kerugian sebagai akibat dari pelaku usaha yang tidak melaksanakan apa yang menjadi kewajibannya, maka konsumen dapat menuntut pelaku usaha tersebut untuk bertanggung jawab. Sebaliknya, konsumen tidak dapat menuntut pelaku usaha untuk bertanggung jawab jika konsumen tidak melaksanakan apa yang menjadi kewajibannya.
Secara umum, terdapat empat hak dasar konsumen yang mengacu pada President
Xxxxxxx’x 1962 Consumer’s Bill of Right. Ke empat hak tersebut yaitu: 9
a. Hak untuk memperoleh keamanan (the right to safety);
b. Hak untuk mendapat informasi (the right to be informed);
c. Hak untuk memilih (the right too choose);
d. Hak untuk didengar (the right to be heard).
Empat hak dasar yang dikemukakan oleh Xxxx X. Xxxxxxx tersebut merupakan bagian dari Deklarasi Hak-Hak Asasi Manusia yang dicanangkan oleh PBB.10 Selain dari empat hak dasar yang dikemukakan di atas, dalam literature hukum terkadang hak-hak dasar tersebut digandeng dengan hak untuk mendapatkan lingkungan hidup yang bersih sehingga kelima-limanya disebut dengan ”Panca Hak Konsumen”.11 Dalam perkembangannya, Organisasi Konsumen Sedunia (International Organization of Consumers Union – IOCU) menambahkan beberapa hak konsumen lainnya, yaitu hak memperoleh kebutuhan hidup, hak memperoleh ganti xxxx, hak memperoleh pendidikan konsumen, dan hak memperoleh lingkungan hidup yang bersih dan sehat. Selain itu, Masyarakat Eropa (Europese Ekonomische Gemeenschap atau EEG) juga telah menyepakati lima hak dasar konsumen, yaitu: 12
a. Hak perlindungan kesehatan dan keamanan (recht op bescherming van zijn gezendheid en veiligheid);
b. Hak perlindungan kepentingan ekonomi (recht op bescherming van mijn economische belangen);
c. Hak mendapat ganti rugi (recht op schadevergoeding);
d. Hak atas penerangan (recht op voorlichting en vorming);
e. Hak untuk didengar (recht om te worden gehord).
9 Xxxxxxxx, Op Cit, hlm. 16
10 Xxxxxx Xxxx & Xxxxxxxx Xxxx, Op Cit, hlm.
39.
11 Xxxxx Xxxxxx, Penyelesaian Sengketa Konsumen Menurut UUPK; Teori dan Penegakan Hukum, Citra Xxxxxx Xxxxx, Bandung, 2003, hlm. 15.
12 Ibid., hlm. 40.
Ketentuan perlindungan konsumen dalam hal ini Undang-Undang Perlindungan Konsumen tidak hanya mencantumkan hak dan kewajiban konsumen tetapi juga hak dan kewajiban operator sebagai pelaku usaha atau penyedia jasa. Menurut ketentuan Pasal 4 Undang-Undang Perlindungan Konsumen, konsumen memiliki hak sebagai berikut :
a. Hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;
b. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa, serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi, serta jaminan yg dijanjikan;
c. Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;
d. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan;
e. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;
f. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;
g. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar, jujur, serta tidak diskriminatif;
h. Hak untuk mendapat kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;
i. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
Selanjutnya di dalam Pasal 5 UUPK menyebutkan bahwa selain memiliki hak tertentu yang berhubungan dengan perjanjian berlangganan alat telekomunikasi “TELKOM Flexi”, maka pihak konsumen juga memiliki kewajiban tertentu yang harus dipenuhi dan dilaksanakan dengan baik. Kewajiban pihak konsumen secara otomatis akan menjadi hak pihak produsen sebagai penyedia jasa. Adapun yang menjadi kewajiban pihak konsumen tersebut yaitu:
1. Membaca dan mengikuti petunjuk informasi dan produsen pemakaian atau
pemanfaatan alat dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan, hal ini bertujuan untuk memudahkan pihak konsumen dalam melakukan tuntutan;
2. Memudahkan pihak konsumen dalam melakukan tuntutan garansi apabila nantinya dibelakang hari terjadi kerusakan atas alat/jasa yang dibelinya;
3. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian alat dan/atau jasa;
4. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati dan;
5. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.
Kemudian pihak pelaku usaha atau produsen dan penyedia rasa mempunyai hak dan kewajiban sebagaimana diatur dalam Pasal 6 dan Pasal 7 UUPK, yang menentukan bahwa :
Hak Produsen (Pasal 6 Undang-Undang Perlindungan Konsumen)
1. Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan.
2. Hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik;
3. Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen;
4. Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila tidak terbukti secara hokum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
5. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
Kewajiban produsen/pelaku usaha (Pasal 7 Undang-Undang Perlindungan Konsumen)
a. Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;
b. Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan;
c. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
d. Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku;
e. Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan;
f. Memberi kompensasi, ganti rugi, dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
g. Memberi kompensasi, ganti rugi, dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.
B. Pertanggungjawaban Pelaku Usaha Jasa TELKOM Flexi
Melihat kenyataan bahwa kedudukan konsumen pada prakteknya jauh di bawah pelaku usaha termasuk dalam hal ini konsumen jasa berlangganan alat telekomunikasi “TELKOM Flexi”, makaUndang-Undang Perlindungan Konsumen merasakan perlu pengaturan mengenai ketentuan perjanjian baku dan/atau pencantuman klausula baku dalam setiap dokumen atau perjanjian yang dibuat oleh pelaku usaha.
Penyelenggaraan jasa termasuk dalam hal ini jasa berlangganan alat telekomunikasi “TELKOM Flexi” dilarang mempergunakan klausul baku. Hal ini sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 18 Undang-Undang Perlindungan Konsumen bahwa pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang membuat atau mencantumkan klausula baku pada setiap dokumen dan/atau perjanjian apabila:13
1. Menyatakan pengalihan tanggung jawab pelaku usaha;
2. Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali barang yang dibeli konsumen;
13 Pasal 18 Undang-Undang Perlindungan Konsumen.
3. Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali uang yang dibayarkan atas barang dan/atau jasa yang dibeli oleh konsumen;
4. Menyatakan pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku usaha, baik secara langsung maupun tidak langsung untuk melakukan segala tindakan sepihak yang berkaitan dengan barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran;
5. Mengatur perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan barang atau pemanfaatan jasa yang dibeli oleh konsumen;
6. Memberi hak kepada pelaku usaha untuk mengurangi manfaat jasa atau mengurangi harta kekayaan konsumen yang menjadi objek jual beli jasa;
7. Menyatakan tunduknya konsumen kepada peraturan yang berupa aturan baru, tambahan, lanjutan, dan/atau pengubahan lanjutan yang dibuat sepihak oleh pelaku usaha dalam masa konsumen memanfaatkan jasa yang dibelinya;
8. Menyatakan bahwa konsumen memberi kuasa kepada pelaku usaha untuk pembebanan hak tanggungan, hak gadai, atau hak jaminan terhadap barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran. Selanjutnya pelaku usaha dilarang mencantumkan klausula baku yang letak atau bentuknya sulit terlihat atau tidak dapat dibaca secara jelas, atau pengungkapannya sulit dimengerti.
Sebagaimana konsekuensi atas pelanggaran menyatakan batal demi hukum setiap klausula baku yang telah ditetapkan oleh pelaku usaha pada dokumen atau perjanjian yang memuat ketentuan yang dilarang dalam Pasal 18 Ayat (1) maupun perjanjian baku atau klausula baku yang memiliki format sebagaimana dimaksud pada Pasal 18 Ayat (2).
Atas kebatalan demi hukum dari klausula baku sebagaimana disebutkan dalam Pasal 18 Ayat (3), Pasal 18 Ayat (4) Undang- Undang Perlindungan Konsumen selanjutnya mewajibkan para pelaku usaha untuk menyesuaikan klausula baku yang bertentangan dengan Undang-Undang
Perlindungan Konsumen ini. Apabila kasus mengenai klausula baku dimajukan ke sidang pengadilan, pada sidang pertama hakim harus menyatakan bahwa perjanjian atau klausula itu batal demi hukum.14
III. PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Adapun hak-hak pelanggan atau konsumen, maka sebagai dasar perlindungan haknya diatur menurut ketentuan Pasal 4 Undang- Undang Perlindungan Konsumen dan Selanjutnya di dalam Pasal 5 Undang- Undang Perlindungan Konsumen juga menyebutkan bahwa selain memiliki hak tertentu yang berhubungan dengan perjanjian berlangganan alat telekomunikasi “TELKOM Flexi”, maka pihak konsumen juga memiliki kewajiban tertentu yang harus dipenuhi dan dilaksanakan dengan baik. Kewajiban pihak konsumen secara otomatis akan menjadi hak pihak produsen sebagai penyedia jasa.
2. Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang membuat atau mencantumkan klausula baku pada setiap dokumen dan/atau perjanjian selanjutnya Atas kebatalan demi hukum dari klausula baku sebagaimana disebutkan dalam Pasal
18 Ayat (3), Pasal 18 Ayat (4) Undang- Undang Perlindungan Konsumen selanjutnya mewajibkan para pelaku usaha untuk menyesuaikan klausula baku yang bertentangan dengan Undang-Undang Perlindungan Konsumen ini. Jadi apabila kasus mengenai klausula baku dimajukan ke sidang pengadilan, pada sidang pertama hakim harus menyatakan bahwa perxxxxxxx atau klausula itu batal demi hukum.
B. Saran
Agar dalam pra pelaksanaan hubungan kontraktual diharapkan pihak Telkom untuk
memberikan kesempatan kepada pihak pelanggan (konsumen) untuk membaca isi kontrak dimaksud juga memberikan pemahaman dan/atau sosialisasi terkait pelaksanaan kontraktual secara detail.
14 Xxxx Xxxxxxxx, “Ketentuan Hukum (baru) yang Diatur dalam UU Perlindungan Konsumen dan Mekanisme Penyelesaian Sengketa,” Makalah, disampaikan pada Program Pembekalan PPDN, diadakan Yayasan Patra Cendikia, Jakarta, 4 November 2000, hlm. 3.
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku-Buku
Xxxxx Xxxx dan Xxxxxxxx Xxxx, Hukum Perlindungan Konsumen, Raja Grafndo Persada, Jakarta, 2007.
Xxxxxxx Xxxxxxx, Hukum Tentang Perlindungan Konsumen, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2003.
Xxxxx Xxxxxxx, Hak-Hak Konsumen Jika Dirugikan, Visi Media, Jakarta, 2008.
Ningrum Xxxxxxx Xxxxxx, Intisari Perkuliahan Azas Kebebasan Berkontrak dan Perjanjian Baku, 2008.
Xxxxxxxx Xxxxxxxxxxxxx, Misteri Dibalik Kontrak Bermasalah, Mandar Maju, Bandung,2002.
Xxxxxxxx, HukumPerlindungan Konsumen Indonesia, Grasindo, Jakarta, 2000
Xxxxx Xxxxxx, Penyelesaian Sengketa Konsumen Menurut UUPK; Teori dan Penegakan Hukum, Citra Xxxxxx Xxxxx, Bandung, 2003.
B. Makalah, Jurnal
Xxxx Xxxxxxxx, “Ketentuan Hukum (baru) yang Diatur dalam UU Perlindungan Konsumen dan Mekanisme Penyelesaian Sengketa,” Makalah, disampaikan pada Program Pembekalan PPDN, diadakan Yayasan Patra Cendikia, Jakarta, 4 November 2000.
Xxxxxxxx Xxxxxxx, Penggunaan Perjanjian Standar dan Implementasinya pada Asas Kebebasan Berkontrak, Majalah Pro Justitia, Universitas Katholik Parahyangan, Bandung, 1987.
Xxxxxxxx Xxxxxx, Peranan Perjanjian Baku dalam Masyarakat, Seminar Masalah Standar Kontrak dalam Perjanjian Kredit, IKADIN Surabaya, Garden Palace Hotel, 11 Desember 1993.
C. Peraturan Perundang-Undangan
Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.