TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PEMUTUSAN PERJANJIAN KERJASAMA ANTARA PEMERINTAH KOTA BANDAR LAMPUNG DAN PT PRABU ARTHA DEVELOPER TENTANG PEMBANGUNAN DAN PENATAAN ULANG PASAR SMEP KOTA BANDAR LAMPUNG
TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PEMUTUSAN PERJANJIAN KERJASAMA ANTARA PEMERINTAH KOTA BANDAR LAMPUNG DAN PT XXXXX XXXXX DEVELOPER TENTANG PEMBANGUNAN DAN PENATAAN ULANG PASAR SMEP KOTA BANDAR LAMPUNG
(Skripsi)
Oleh: XXXXXXXXX
XXXXXXXX HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG
2019
ABSTRAK
TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PEMUTUSAN PERJANJIAN KERJASAMA ANTARA PEMERINTAH KOTA BANDAR LAMPUNG DAN PT XXXXX XXXXX DEVELOPER TENTANG PEMBANGUNAN DAN PENATAAN ULANG PASAR SMEP KOTA BANDAR LAMPUNG
Oleh: SALESTINA
Pemutusan perjanjian adalah perbuatan yang timbul dari pelanggaran terhadap hak dan kewajiban para pihak yang saling mengikatkan diri di dalam suatu perjanjian. Penulisan sekripsi ini bertujuan untuk mengetahui alasan dan akibat hukum pemutusan perjanjian kerjasama antara Pemerintah Kota Bandar Lampung dan PT Xxxxx Xxxxx Xxxxxxxxx Tentang pembangunan dan penataan ulang Pasar Smep Kota Bandar Lampung.
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan jenis penelitian hukum normatif dengan didukung data empiris. Penelitian ini menggunakan pendekatan hukum normatif dan analisis data secara kualitatif. Metode pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan studi kepustakaan dan wawancara sebagai data pendukung. Data yang terkumpul kemudian disajikan dalam bentuk teks dan disusun secara sistematis.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa berdasarkan perjanjian kerjasama Bangun Guna Serah atau BOT (Build Operate Transfer) Nomor :20/PK/HK/2013, Nomor
:888/PAD/VII/2013 antara pemerintah Kota Bandar Lampung dengan PT Xxxxx Xxxxx Developer tentang pembangunan dan penataan ulang Pasar Smep, dan telah dilakukan Addendum perjanjian kerjasama pada tanggal 7 September 2015 Nomor :23/PK/KH/2015, Nomor :018/IX/PAD/2015 yang telah dibuat dan ditandatangani para pihak adalah sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang- Undangan mengenai Pengadaan Barang dan Jasa, Undang Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Kontruksi dan Peraturan Mentri Dalam Negeri Nomor 19 Tahun 2016 tentang Pedoman Pengelolaan Barang Milik Daerah yang secara khusus mengatur mengenai perjanjian BOT (Build Operate Transfer). Dimana
para pihak yang telah mengikatkan dirinya untuk melaksanakan hak dan kewajiban para pihak. tetapi sampai dengan berakhirnya waktu yang diperjanjikan PT Xxxxx Xxxxx Xxxxxxxxx tidak dapat melenyelesaikan pekerjaan pembangunan dan penataan ulang Pasar Smep Kota Bandar Lampung sehingga Pemerintah Kota Bandar Lampung mengambil keputusan untuk memutus perjanjian kerjasama dengan PT Xxxxx Xxxxx Xxxxxxxxx dikarenakan lalai dalam melaksanakan tugasnya hal ini telah sesuai dengan Peraturan Perundang-Undangan sebagaimana diatur dalam pasal 10 ayat (1) addenndum perjanjian yang secara khusus diatur dalam Peraturan Mentri Dalam Negeri Nomor 19 Tahun 2016 tentang Pedoman Pengelolaan Barang Milik Daerah yang secara khusus mengatur mengenai perjanjian BOT (Build Operate Transfer).
Akibat hukum pemutusan perjanjian pembangunan dan penataan ulang Pasar Smep Kota Bandar Lampung adalah Pemerintah Kota Bandar Lampung berhak menerima Bank Garansi dari PT Xxxxx Xxxxx Xxxxxxxxx sebagaimana tertuang dalam Pasal 5 dan Pasal 6 addendum perjanjian senilai 5% dari nilai yaitu sebesar Rp. 00.000.000.000,- (empat belas miliyar tiga ratus empat puluh satu juta lima ratus delapan belas ribu tiga ratus tujuh puluh lima rupiah). tidak hanya itu pemutusan perjanjian pembangunan dan penataan ulang pasar smep juga berdampak kepada pihak lain yakni pedagang Pasar Smep yang terkena dampak berupa uang muka untuk ruko di lokasi yang akan dibangun yang besaran uang muka senilai Rp. 2.000.000,- (dua juta rupiah) s/d Rp.5.000.000,- (lima juta rupiah) dengan jumlah keseluruhan uang muka kios sebesar Rp. 5.800.000.000,- (lima miliyar delapan ratus juta rupiah) yang hingga saat ini belum dikembalikan.
Kata Kunci: Tinjauan Xxxxxxx, Pemutusan Perjanjian, Pembangunan, Penataan Ulang
ABSTRACT
XXXXXXXXX REVIEW OF THE DECISION OF COOPERATION AGREEMENT BETWEEN THE GOVERNMENT OF THE BANDAR LAMPUNG CITY AND XXXXX XXXXX DEVELOPER ABOUT DEVELOPMENT AND RETURNING OF MARKETS OF SMEP BANDAR LAMPUNG CITY
By: SALESTINA
Termination of the agreement is an act that arises from a violation of the rights and obligations of the parties that mutually tie themselves into an agreement. The writing of this description aims to find out the reasons and consequences of the legal termination of the cooperation agreement between Bandar Lampung City Government and PT Xxxxx Xxxxx Xxxxxxxxx concerning the development and rearrangement of Bandar Lampung Smep Market.
This research was conducted using a type of normative legal research supported by empirical data. This study uses a normative legal approach and qualitative data analysis. The method of data collection is done by using literature studies and interviews as supporting data. The collected data is then presented in text form and arranged systematically.
The results of this study indicate that based on the cooperation agreement for Build Operate Transfer Number: 20 / PK / HK / 2013, Number: 888 / PAD / VII / 2013 between Bandar Lampung City Government and PT Xxxxx Xxxxx Xxxxxxxxx regarding development and the rearrangement of Smep Market, and the Addendum of the cooperation agreement on September 7, 2015 Number: 23 / PK / KH / 2015, Number: 018 / IX / PAD / 2015 which has been signed and signed by the parties is in accordance with the provisions of the Legislation regarding Procurement of Goods and Services, Law Number 2 of 2017 concerning Construction Services and Minister of Home Affairs Regulation Number 19 of 2016 concerning Guidelines for Regional Property Management which specifically regulates BOT (Build Operate Transfer) agreements. Where the parties who have bound themselves to carry out the rights and obligations of the parties. but until the end of the promised time PT Xxxxx Xxxxx Xxxxxxxxx was
unable to complete the construction work and rearrangement of the Bandar Lampung Smep Market so that the Bandar Lampung City Government made a decision to decide on a cooperation agreement with PT Xxxxx Xxxxx Xxxxxxxxx due to negligence in carrying out its duties. Legislation as stipulated in article 10 paragraph (1) of the agreement which is specifically regulated in the Minister of Home Affairs Regulation Number 19 of 2016 concerning Guidelines for Regional Property Management which specifically regulates the BOT (Build Operate Transfer) agreement
The legal consequences of terminating the development agreement and rearrangement of the City of Bandar Lampung Smep Market are the Bandar Lampung City Government entitled to receive a Bank Guarantee from PT Xxxxx Xxxxx Xxxxxxxxx as stated in Article 5 and Article 6 of the addendum agreement worth 5% of the value of Rp. 14,341,518,375, - (fourteen billion three hundred forty one million five hundred eighteen thousand three hundred seventy five rupiahs). not only that the termination of the construction agreement and the rearrangement of the smep market also had an impact on other parties, namely the Smep Market traders who were affected in the form of advances for shophouses in the location to be built, the amount of advance payments of Rp. 2,000,000 (two million rupiahs) up to Rp.5,000,000 (five million rupiahs) with the total amount of the kiosk down payment of Rp. 5,800,000,000 (five billion eight hundred million rupiah) which until now has not been returned.
Keywords: Juridical Review, Termination of Agreement, Development, Rearrangement
TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PEMUTUSAN PERJANJIAN KERJASAMA ANTARA PEMERINTAH KOTA BANDAR LAMPUNG DAN PT XXXXX XXXXX DEVELOPER TENTANG PEMBANGUNAN DAN PENATAAN ULANG PASAR SMEP KOTA BANDAR LAMPUNG
Oleh: XXXXXXXXX
Xxxxxxx
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar SARJANA HUKUM
Pada
Bagian Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Lampung
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG
2019
RIWAYAT HIDUP
Nama lengkap penulis adalah Salestina. Penulis dilahirkan di Semuli Jaya, pada 18 Oktober 1996, dan merupakan anak kedua dari tiga bersaudara, penulis merupakan putri dari xxxxxxxx Xxxxxx Xxx dan Xxxxxxx.
Penulis mengawali pendidikan di Taman Kanak Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Semuli Jaya pada tahun 2003, Kemudian melanjutkan ke Sekolah Dasar Negeri 01 Semuli Jaya hingga tahun 2009, Sekolah Menengah Pertama Negeri 01 Abung Semuli hingga tahun 2012 dan Sekolah Menengah Atas Negeri 01 Abung Semuli hingga tahun 2015.
Penulis tercatat sebagai Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lampung melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) Pada pertengahan Juni tahun 2015. Pada awal tahun 2018 penulis mengabdikan diri dengan mengikuti Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Pekon Ampai, Kecamatan Limau Kabupaten Tanggamus.
MOTO
“Kemenangan yang seindah-indahnya dan sesukar-sukarnya yang boleh direbut oleh manusia ialah menundukan diri sendiri”
( RA. Kartini )
“Success needs a process” (Kesuksesan itu memerlukan suatu proses)
( Penulis )
”Hiduplah seperti pohon kayu yang lebat buahnya, Hidup ditepi jalan, Dilempari batu Tetapi dibalas dengan Buah”
(Xxx Xxxxx As. Sidiq)
PERSEMBAHAN
Atas Ridho Allah SWT dan dengan segala kerendahan hati Kupersembahkan skripsi kecilku ini kepada:
Orang Tuaku Tercinta,
Ayahku Xxxxxx Xxx, Bapakku Xxxxxxxx dan Ibuku Wakijah
Terima kasih atas segala curahan kasih sayang yang diberikan dengan tidak henti- hentinya menasihati, mendidik dan mendoakan keberhasilanku, memberikan keringat, pengorbanan, kritik, semangat, serta motivasi yang semuanya adalah demi masa depan dan kebahagiaanku.
SANWACANA
Segala Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, Tuhan yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang yang telah melimpahkan Nikmat, Hidayah dan Karunia-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Shalawat serta salam senantiasa tercurah kepada Xxxx Xxxxxxxx Xxxxxxxxxx Xxxxxxxx XXX berserta keluarga dan para sahabat serta seluruh Umat Muslim.
Skripsi dengan judul” Tinjauan Xxxxxxx terhadap Pemutusan Perjanjian Kerjasama antara Pemerintah Kota Bandar Lampung dan PT Xxxxx Xxxxx Xxxxxxxxx tentang Pembangunan dan Penataan Ulang Pasar Smep Kota Bandar Lampung” adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas HukumUniversitas Lampung.
Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Lampung. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan dan penyelesaian skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bimbingan dan saran dari berbagai pihak, oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis menyampaikan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Prof. Xx. Xxxxxx, X.X., M.H. selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Lampung;
2. Bapak Xxxx. Xx. X Xxxx Xxxxxxxx, S.H., M.H., selaku Wakil Dekan Bidang Akademik dan Kerjasama Fakultas Hukum Universitas Lampung;
3. Bapak Xx. Xxxxxxx, S.H, M.Hum., selaku Ketua Bagian Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Lampung;
4. Xxxxx Xxxxxx Xxxxxx Xxxxxx, S.H., M.H., selaku Dosen Pembimbing I yang telah banyak membantu penulis dengan penuh kesabaran, kesediaan meluangkan waktunya, memberikan bimbingan, semangat, arahan, kritik dan saran dalam proses penyelesaian skripsi ini;
5. Xxx Xxxxxx Xxxxxxxxx X.X., M.H., selaku Dosen Pembimbing II yang telah banyak membantu penulis dengan penuh kesabaran, kesediaan meluangkan waktunya, memberikan bimbingan, semangat, arahan, kritik dan saran dalam proses penyelesaian skripsi ini;
6. Xxx Xxxxx Xxxxxxxx, S.H., M.Hum., selaku Dosen Pembahas I yang telah memberikan banyak masukan, kritik dan saran kepada penulis dalam proses perbaikan skripsi ini;
7 Xxxxx X. Xxxxx Xxxxxxx, S.H., M.H. selaku Dosen Pembahas II yang telah memberikan banyak masukan, kritik dan saran kepada penulis dalam proses perbaikan skripsi ini;
8. Xxx Xxxxx Xxxxxx, S.H., M.H., selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah memberikan motivasi, bimbingan dan arahan selama penulis menempuh pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Lampung;
9. Seluruh Dosen Fakultas Hukum Universitas Lampung yang dengan penuh dedikasi telah memberikan banyak ilmu yang bermanfaat bagi penulis selama
penulis melaksanakan studi serta kepada staf administrasi Fakultas Hukum Universitas Lampung;
10. Para Narasumber yakni Xxxxx Xxxxxxx Xxxxxxx, S.E. selaku Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Bandar Lampung Xxxxx Xxxxxx, S.E. selaku Kepala UPT Pasar Smep serta para Pedagang Pasar Smep yakni Ibu Xxxxxxx dan Xxxxx Xxxxxx yang telah turut memberikan arahan dan bantuan kepada penulis dalam proses penelitian skripsi ini;
11. Orang Tua penulis yang menjadi semangat terbesar penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, Xxxxxxxx Xxxxxx Xxx, Bapak Xxxxxxxx dan Ibunda Wakijah, serta Kakak Xxxx Xxxxxx dan Xxxku Muhrim Ardiyansyah yang selalu memberikan dukungan, doa, dan motivasi kepada penulis;
12. Sahabat-sahabat seperjuangan yang selalu memberikan semangat dan motivasi, Xxxxx Xxxxxxxx Xxxxx, Xxxxx Xxxxx Xxxxx dan Memoria Xxxxx telah banyak cerita suka dan duka yang kita rasakan selama masa perkuliahan dan semoga persahabatan dan persaudaraan kita akan selalu terjaga, serta Xxxx Xxx Xxxxx sahabat seperjuangan yang juga telah banyak membantu dan memberikan masukan kepada penulis dalam proses penulisan skripsi ini;
13. Sahabat-sahabat angkatan 2015 Findi Xxxxx Xxxxxxx, Xxxxxxx Xxxxxxx, Xxxxxx Xxxxxxx, Alfa Xxxxxxxx, Xxxxxxxxxxx, Xxxxx Xxxxxx, Xxxxxx Rizkia Xxxxx,Xxxxxxxx Xxxxxxxx, Xxx Xxxxxxxxxx, Harvinas, Xxxxx Xxxxxxx, Xxxxx Xxxx, Xxxxxx, Xxxxx Xxxxxxxxxx, Xxxxx Xxx, Xxx Xxxxxxxxx, Xxxxxx Xxxxx, Xxxxx Xxxxxxxxx, Xxxxxxxxx Xxxxxx, Xxxxxx Xxxxxx, Xxxxxx Xxxxx, Xxxxx,
Xxxxxx, dan lain-lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu, semoga tali silaturahmi kita akan selalu terjaga;
14. Sahabat-sahabat semasa KKN Desa Pekon Ampai, Kecamatan Limau, Tanggamus Xxxxx Xxxxx, Xxx Xxxxxxx, Xxxx, Xxxxx Xxxxxxx, Xxxx Xxxxxxx, Egga Xxx Xxxxx Keluarga besar Abah dan Ibu, teh Pipit, Teh Nong, Yayang, Teh ju serta seluruh warga Desa Pekon Ampai terima kasih atas 40 hari yang sangat berharga dan pengalaman yang luar biasa dan tak akan telupakan;
15. Kepada semua pihak yang terlibat yang tidak dapat disebutkan satu persatu, penulis mengucapkan terima kasih atas dukungan dan bantuannya dalam menyelesaikan skripsi ini;
16. Almamaterku tercinta, Universitas Lampung.
Akhir kata atas bantuan, dukungan, serta doa dan semangat yang telah diberikan, penulis hanya mampu mengucapkan mohon maaf apabila terdapat banyak kesalahan dalam penulisan skripsi ini dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan menambah wawasan keilmuaan pada umumnya dan ilmu hukum khususnya hukum keperdataan.
Bandar Lampung, 26 Juni 2019 Xxxxxxx,
Xxxxxxxxx
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK i
SAMPUL DALAM i i
HALAMAN PERSETUJUAN i i i
HALAMAN PENGESAHAN iv
PERNYATAAN v
RIWAYAT HIDUP v i
MOTO v i i
HALAMAN PERSEMBAHAN v i i i
SANWACANA i x
DAFTAR ISI xiii
I. PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Permasalahan dan Ruang Lingkup 7
1. Permasalahan 7
2. Ruang Lingkup 7
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 8
1. Tujuan Penelitian 8
2. Kegunaan Penelitian 9
II. TINJAUAN PUSTAKA 10
A. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian 10
1. Pengertian Perjanjian 10
2. Unsur dalam Perjanjian 11
3. Asas-asas dalam Perjanjian 12
4. Jenis-jenis Perjanjian 14
5. Akibat Suatu Perjanjian 16
6. Pembatala Perjanjian 18
B. Tinjauan Umum Perjanjian Xxxx Xxxxxxxxx 19
1. Pengertian Perjanjian Xxxx Xxxxxxxxx 19
2.Bentuk-bentuk Perjanjian Jasa Kontruksi 22
3.Para Pihak dalam Perjanjian Jasa Kontruksi 28
4. Hubungan Hukum dalam Perjanjian Jasa Kontruksi 29
C. Tinjauan Umum Wanprestasi 31
1. Pengertian Wanprestasi 31
2. Bentuk-bentuk Wanprestasi 33
3. Akibat Hukum Wanprestasi 34
4. Keadaan yang Membebaskan dari Wanprestasi 35
D. Tinjauan Umum Hak Pengelolaan Lahan (HPL),Hak Guna Bangunan (HGB), Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun (HMSRS) 37
1. Hak Pengelolahan Lahan (HPL) 37
2. Hak Guna Bangunan (HGB) 38
3. Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun (HMSRS) 38
E. Kerangka Pikir 40
III. METODE PENELITIAN 42
A. Jenis Penelitian 42
B. Pendekatan Masalah 43
C. Pendekatan Masalah 43
D. Data dan Sumber Data 44
E. Metode Pengumpulan Data 46
F. Pengolahan Data 47
G. Analisis Data 47
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 48
A. Alasan Pemutusan Perjanjian Kerjasama Antara Pemerintah Kota Bandar Lampung dan PT Xxxxx Xxxxx Xxxxxxxxx 48
1. Hubungan Hukum Pemerintah Kota Bandar Lampung dengan
PT Xxxxx Xxxxx Xxxxxxxxx 48
2. Perjanjian Kerjasama Pemerintah Kota Bandar Lampung Dengan PT Xxxxx Xxxxx Xxxxxxxxx Tentang Pembangunan
dan Penataan Ulang Pasar Smep Kota Bandar Lampung 58
3. Pemutusan Perjanjian Kerjasama Pemerintah Kota Bandar Lampung dengan PT Xxxxx Xxxx Developer Tentang Pembangunan dan Penataan Ulang Pasar Smep Kota
Bandar Lampung 73
B. Akibat Hukum dari Pemutusan Perjanjian Kerjasama antara Pemerintah Kota Bandar Lampung Dengan PT Xxxxx Xxxxx Xxxxxxxxx Tentang Pembangunan dan Penataan Ulang Pasar
Smep Kota Bandar Lampung 91
1. Akibat Hukum Terhadap Pemerintah Kota Bandar Lampung 91
2. Akibat Hukum Terhadap PT Xxxxx Xxxxx Xxxxxxxxx 93
3. Akibat Hukum Terhadap Pedagang 94
V. PENUTUP 99
A. Kesimpulan 99
B. Saran 101
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembangunan adalah usaha untuk menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat, oleh karena itu hasil-hasil pembangunan harus dapat dinikmati seluruh rakyat sebagai upaya untuk meningkatan kesejahteraan rakyat secara adil dan merata. Sebaliknya, berhasil atau tidaknya pembangunan tergantung pada partisipasi rakyat. Hal ini berarti pembangunan harus dilaksanakan secara merata oleh segenap lapisan masyarakat. Bentuk nyata dari pembangunan yang telah dilakukan oleh pemerintah seperti pembangunan gedung-gedung perkantoran maupun sekolah, pembangunan jalan raya serta sarana infrastruktur lainnya. Pelaksanaan dari pembangunan selain dilaksanakan oleh Pemerintah juga melibatkan masyarakat yang dalam hal ini adalah pihak swasta atau pengusaha dan kontraktor atau pemborong. Hubungan kerjasama dalam melaksanakan pembangunan dilakukan dalam bentuk perjanjian pemborongan, karena dengan menggunakan sistem pemborongan ini dirasakan akan lebih efektif dan efisien untuk mempercepat pembangunan yang diperlukan.
Kerjasama antara Pemerintah dan pihak kontraktor dalam pengadaan bangunan diperlukan adanya perjanjian yang dikenal sebagai Perjanjian Xxxx Xxxxxxxxxx
dimana pihak Pemerintah bertindak sebagai pihak penggguna jasa, dan pihak kontraktor sebagai pihak penyedia jasa. Perjanjian jasa konstruksi dibuat dalam bentuk tertulis yang dituangkan dalam bentuk formulir-formulir tertentu. Perjanjian untuk proyek Pemerintah yang disebut dengan perjanjian standar1, yaitu pelaksanaan perjanjian yang mendasarkan pada berlakunya peraturan standar yang menyangkut segi yuridis dan segi tekhnisnya yang ditunjuk dalam rumusan perjanjian, maka pelaksanaan perjanjian jasa konstruksi selain mengindahkan ketentuan-ketentuan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (selanjutnya disebut KUHPdt) juga pada ketentuan-ketentuan dalam perjanjian standar atau Algemene Voorwarden Voorde Unitvoering Bij Aanneming Van Openbare Werken In Indonesian (selanjutnya disebut AV Tahun 1941) yang menyangkut segi yuridis dan segi tekhnisnya yang ditunjuk dalam rumusan perjanjian.2
Menurut ketentuan Pasal 1 Angka 44 Peraturan presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, mengatakan bahwa perjanjian pengadaan barang/jasa yang selanjutnya disebut perjanjian konstruksi adalah perjanjian tertulis antara pejabat pembuat komitmen dengan penyedia barang/jasa atau pelaksana swakelola, yang obyeknya atau lingkup pekerjaan adalah konstruksi termasuk juga jasa konsultansi untuk pekerjaan perencanaan proyek infrastruktur. Jasa Konstruksi di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi yang (selanjutnya disebut Undang-Undang
1 (Perjanjian Standar) adalah perjanjian yang mendasarkan pada berlakunya peraturan standar yang menyangkut segi yuridis dan segi tekhnisnya yang ditunjuk dalam rumusan perjanjian.
2 Xxxxxx xxxx,Manajemen Kontrak Kontruksi,(Jakarta: PT Gramedia,2017), hlm. 20.
Xxxx Xxxxxxxxxx) di mana Xxxx Xxxxxxxxxx berarti layanan jasa konsultansi perencanaan pekerjaan konstruksi, layanan jasa pelaksanaan pekerjaan konstruksi, dan layanan jasa konsultansi pengawasan pekerjaan konstruksi. Berdasarkan Pasal 1 Angka (3) Undang-Undang Jasa Konstruksi, yang dimaksud dengan pekerjaan konstruksi adalah keseluruhan atau sebagian rangkaian kegiatan perencanaan dan/atau pelaksanaan beserta pengawasan yang mencakup pekerjaan arsitektural, sipil, mekanikal, elektrikal, dan tata lingkungan masing-masing beserta kelengkapannya untuk mewujudkan suatu bangunan atau bentuk fisik lain. Secara lebih khusus, terdapat Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 yang mengatur tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang atau Jasa Pemerintah yang mengatur mengenai pengadaan barang/jasa di lingkungan Pemerintah, dan Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi.
Berdasarkan Undang-Undang Jasa Konstruksi diatur mengenai perjanjian kerja konstruksi sebagai landasan adanya hubungan kerja antar subyek hukum pelaku jasa konstruksi atau pengadaan barang atau jasa. Letak keterhubungan tersebut ada pada konsep perjanjian kerja konstruksi antar subyek hukum dalam proyek jasa konstruksi, pelaksanaan, dan pengawasan.
Hubungan hukum antara pengguna jasa dengan penyedia jasa tertuang dalam perjanjian kerja konstruksi yang dapat menimbulkan hak dan kewajiban sehingga bisa dikatakan bahwa hubungan hukumnya bersifat kontraktual atau didasarkan pada sebuah perjanjian. Berdasarkan ketentuan Pasal 1 Angka 8 Undang-Undang
Jasa Konstruksi perjanjian kerja konstruksi merupakan keseluruhan dokumen yang mengatur hubungan hukum antara pengguna jasa dan penyedia jasa dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi. Proyek konstruksi selalu dihadapkan pada parameter penting penyelenggaraan proyek yang sering dikenal sebagai sasaran proyek. Salah satu sasaran proyek itu adalah jadwal sehingga salah satu ukuran keberhasilan proyek konstruksi ditentukan oleh penyelesaian proyek sesuai jangka waktu dan tanggal akhir yang semestinya
Perjanjian konstruksi telah memenuhi syarat-syarat sah dan memenuhi asas-asas suatu perjanjian sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang, akan tetapi tidak menutup kemungkinan dalam pelaksanaannya terjadi suatu hal yang dapat menimbulkan tidak terpenuhinya prestasi sesuai dengan apa yang diperjanjiakan, yaitu seperti terjadi keterlambatan telah ditetapkan dalam dokumen perjanjian dan sesuai pula dengan rencana dan jadwal pembangunan, ketidaksesuaian bangunan dengan konsep dan spesifikasi dalam perjanjian sampai yang terburuk adalah terjadinya kegagalan pembangunan.
Salah satu contoh permasalahan yang terjadi karena tidak terlaksananya perjanjian sesuai dengan apa yang telah diperjanjikan sebelumnya adalah perjanjian pembangunan dan penataan ulang Pasar Smep di Jalan Xxxx Xxxxxx, Tanjung karang Pusat, Bandar Lampung yang dibuat antara Pemerintah Kota Bandar Lampung dengan PT Xxxxx Xxxxx Xxxxxxxxx. Berdasarkan kasus ini, pihak PT Xxxxx Xxxxx Xxxxxxxxx sebagai pihak penyedia jasa diindikasi telah lalai dalam
pelaksanaan isi kontrak. Hal ini dikarenakan PT Xxxxx Xxxxx Xxxxxxxxx tidak bisa menyelesaikan pembangunan.
PT Xxxxx Xxxxx Xxxxxxxxx menjadi pemrakarsa dalam bekerjasama dengan Pemerintah Kota Bandar Lampung dalam pembangunan dan penataan ulang Pasar Smep dengan konsep pasar modern. Mitra Pemerintah yang akan mengajukan kerjasama dengan Pemerintah Kota Bandar Lampung sebagai pemilik Hak Pengelolaan Lahan (HPL) seluas 7.074m2 dengan pola yang diajukan BOT (Build, Operate, Tranfer ) dengan jangka waktu 30 (tiga puluh) tahun. Dengan adanya revitalisasi3 Pasar Smep tersebut diharapkan akan merubah keadaan menjadi kawasan komersial dan perdagangan yang representatif4, medern, nyaman dan teratur.
Objek perjanjian kerjasama ini adalah pembangunan dan penataan ulang Pasar Smep Sukajawa Baru Tanjung Karang Barat Kota Bandar Lampung oleh Pihak Kedua sesuai rencana gambar yang telah disepakati sebagai berikut berupa bangunan 8 (delapan) lantai yang luas bangunannya 5.113 m2 x 8 lantai sebagaimana ketentuan pasal 2. Pelaksanaan pembangunan oleh Pihak Kedua untuk basement daparkir dan lantai semi basement dilaksanakan dengan jangka waktu pembangunan selambat-lambatnya 12 (dua belas) bulan terhitung sejak tanggal ditandatangani perjanjian kerjasama sedangkan untuk pembangunan lantai 1(satu) sampai dengan lantai 4 (empat) dilaksanakan 24 (dua puluh empat) bulan
3 Revitalisas adalah proses atau cara dan atau perbuatan untuk menghidupkan atau mengiatkan kembali berbagai program kegiatan apapun.
4 Representative adalah perbuatan yang dapat mewakili sesuai fungsinya dengan baik.
selesainya lantai semi permanent. biaya investasi dalam pembangunan dan penataan Pasar Smep yang dikerjakan oleh PT Xxxxx Xxxxx Xxxxxxxxx sebesar Rp. 286.830.367.500,- (dua ratus delapan puluh enam miliyar delapan ratus tiga puluh tiga juta tiga ratus enam puluh tujuh ribu lima ratus rupiah) dan biaya non-fisik sebesar Rp. 00.000.000.000,- (empat puluh delapan juta enam ratus sembilan puluh satu juta delapan ratus enam puluh tujuh ribu lima ratus rupiah) sebagaimana ketentuan Pasal 3 surat perjanjian.
Pelaksanaan pekerjaan sebagaimana jangka waktu yang telah disepakati dalam addendum bahwa Pihak Kedua PT Xxxxx Xxxxx Xxxxxxxxx harus menyelesaikan pekerjaan pembangunan lantai basemennt Pasar Semp dengan jangka waktu pembangunan selambat–lambatnya 18 (delapan belas) bulan terhitung sejak ditandatanganinnya addendum ini sedangkan pembangunan lantai I s/d VI dilaksakan 24 (dua puluh empat) bulan sejak selesainya lantai semi basement. Sampai dengan jangka waktu pelaksanaan pekerjaan telah berakhir akan tetapi pembangunan Pasar Smep tidak dapat diselesaikan oleh Pihak Kedua PT Xxxxx Xxxxx Xxxxxxxxx sehingga Pemerintah Kota Bandar Lampung melakukan pemutusan perjanjian kerjasama dengan PT Xxxxx Xxxxx Xxxxxxxxx.
Berdasarkan keadaan-keadaan serta masalah yang telah dijelaskan diatas, maka peneliti berkeinginan untuk melakukan penelitian hukum berupa skripsi yang dituangkan dalam judul “Tinjauan Xxxxxxx terhadap Pemutusan Perjanjian Kerjasama antara Pemerintah Kota Bandar Lampung dan PT Xxxxx Xxxxx Xxxxxxxxx tentang Pembangunan dan Penataan Ulang Pasar Smep Kota Bandar Lampung”.
B. Permasalahan dan Ruang Lingkup
1. Permasalahan
Identifikasi masalah dalam penelitian ini bertujuan untuk memfokuskan dan membatasi uraian penelitian pada hal-hal yang berhubungan dengan masalah yang diteliti. untuk menganalisis permasalahhan diatas, penelitian dilakukan dengan menggunakan pertanyaan–pertanyaan sebagai berikut:
a. Apakah yang menjadi alasan pemutusan perjanjian kerjasama antara Pemerintah Kota Bandar Lampung dan PT Xxxxx Xxxxx Xxxxxxxxx tentang pembangunan dan penataan ulang Pasar Smep Kota Bandar Lampung?
b. Apakah akibat hukum yang timbul dari pemutusan perjanjian kerjasama antara Pemerintah Kota Bandar Lampung dan PT Xxxxx Xxxxx Xxxxxxxxx tentang pembangunan dan penataan ulang Pasar Smep Kota Bandar Lampung?
2. Ruang Lingkup
Ruang lingkup penelitian merupakan bingkai penelitian yang menggambarkan batas penelitian, mempersempit penelitian dan membatasi area penelitian. lingkup penelitian juga menunjukan secara pasti faktor-faktor mana yang akan diteliti dan mana yang tidak, atau untuk menentukan apakah semua faktor yang berkaitan dengan penelitian akan diteliti ataukan akan dieliminasi sebagian. dalam hal ini ruang lingkup dapat dijabarkan sebagai berikut:
a. Ruang Lingkup Keilmuan
Ruang lingkup dalam penelitian ini meliputi ruang lingkup hukum perdata, khususnya pada hukum Hukum Perjanjian yang memuat peraturan-peraturan hukum yang mengatur hubungan hukum seseorang yang satu dengan yang lainnya untuk sepakat saling mengikatkan dirinya dalam suatu perjanjian.5
b. Ruang Lingkup Objek Kajian
Ruang lingkup objek kajian ini adalah mengkaji tentang alasan dan akibat hukum pemutusan perjanjian kerjasama pembangunan dan penataan ulang Pasar Smep oleh Pemerintah Kota Bandar Lampung dengan PT Xxxxx Xxxxx Xxxxxxxxx.
C Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan penelitian ini adalah :
a. Mengetahui dan menganalisis alasan terjadinya pemutusan perjanjian kerjasama antara Pemerintah Kota Bandar Lampung dan Pihak kedua PT Xxxxx Xxxxx Xxxxxxxxx tentang pembangunan dan penataan ulang Pasar Smep Suka Jawa Baru Tajung Karang Barat.
b. Mengetahui dan menganalisis apakah akibat hukum yang timbul akibat pemutusan perjanjian kerjasama antara Pemerintah Kota Bandar Lampung dan
5 Xxxxxxx Xxxxxxxx, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,2005), hlm. 111.
Pihak kedua PT Xxxxx Xxxxx Xxxxxxxxx tentang pembangunan dan penataan ulang Pasar Smep Suka Jawa Baru.
2. Kegunaan Penelitian
a. Kegunaan Teoritis
Secara teoritis manfaat penelitian ini adalah dalam rangka pengembangan keilmuan, khususnya bidang hukum perjanjian. Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan pemahaman lebih mendalam tentang pemutusan perjanjian kerja bagi para pihak berdasarkan Peraturan Perundang–Undangan yang terkait dan langkah atau cara penyelesaian pemutusan perjanjian kerjasama supaya tidak menimbulkan akibat hukum pemutusan perjanjian kerjasama dikemudian hari.
b. Kegunaan Praktis
1. Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan yang berupa masukan bagi pemerintah sebagai pengambil kebijakan guna melakukan pembenahan dan penyempurnaan perangkat hukumnya yang berkaitan dengan praktek perjanjian.
2. Hasil penelitian ini juga secara praktis diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi masyarakat dan menambah wawasan bagi para pembaca terkait dengan akibat hukum pemutusan perrjanjian kerjasama.
3. Sebagai salah satu syarat dalam menempuh ujian sarjana di Fakultas Hukum Universitas Lampung.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian
1. Pengertian Perjanjian
Perjanjian adalah suatu peristiwa ketika satu orang atau lebih berjanji atau saling berjanji untuk melakukan perbuatan hukum tertentu. Meskipun dimungkinkan adanya perjanjian lisan, sebaiknya suatu perjanjian bentuknya tertulis hal ini berkaitan dengan sistem pembuktian perdata di Indonesia yang lebih mengutamakan kebenaran formal. Dikemudian hari, jika terjadi sengketa berkenaan dengan perjanjian itu sendiri, para pihak dapat mengajukan perjanjian tersebut sebagai salah satu alat bukti. istilah perjanjian berasal dari bahasa Inggris, yaitu contract. Sedangkan dalam bahasa Belanda disebut dengan overeenkomst (perjanjian).
Menurut Xxxxxxxxxx Xxxxxxxx perjanjian adalah suatu persetujuan dengan mana dua orang atau lebih saling mengikatkan diri untuk melaksanakan suatu hal mengenai harta kekayaan. Apabila diperinci, maka perjanjian itu mengandung unsur-unsur sebagai berikut1:
a. Ada pihak-pihak sedikit-dikitnya dua orang (subjek)
b. Ada persetujuan antara pihak-pihak itu (konsensus).
1 Xxxxxxxxxx Xxxxxxxx, 2000, Hukum Perdata Indonesia, Citra Xxxxxx Xxxxx: Bandung, hlm. 224-225.
c. Ada objek yang berupa benda.
d. Ada tujuan bersifat kebendaan (mengenai harta kekayaan).
e. Ada bentuk tertentu, lisan atau tulisan.
2. Unsur-Unsur Perjanjian
Apabila dirinci, menurut Xxxxxxx xxxxxxxxxxx perjanjian mengandung unsur- unsur sebagai berikut:
a. Essentialia, ialah unsur yang mutlak harus ada bagi terjadinya perjanjian. Unsur ini mutlak harus ada agar perjanjian itu sah, merupakan syarat sahnya perjanjian. Unsur essentialia dalam perjanjian mewakili ketentuan-ketentuan berupa prestasi-prestasi yang wajib dilakukan oleh salah satu atau lebih pihak, yang mencerminkan sifat dari perjanjian tersebut, yang membedakannya secara prinsip dari jenis perjanjian lainnya. Unsur essentialia ini pada umumnya dipergunakan dalam memberikan rumusan, definisi, atau pengertian dari suatu perjanjian.
b. Naturalia, yaitu unsur yang lazimnya melekat pada perjanjian, yaitu unsur yang tanpa diperjanjikan secara khusus dalam perjanjian secara diam-diam dengan sendirinya dianggap ada dalam perjanjian karena sudah merupakan pembawaan atau melekat pada perjanjian. Unsur naturalia pasti ada dalam suatu perjanjian tertentu, setelah unsur essentialia diketahui secara pasti. Misalnya dalam perjanjian yang mengandung unsur essentialia jual-beli, pasti akan terdapat unsur naturalia berupa kewajiban dari penjual untuk menanggung kebendaan yang dijual dari cacat-cacat tersembunyi. Sehubungan dengan hal itu, maka berlakulah ketentuan Pasal 1339 KUHPerdata yang menyatakan bahwa:
“Perjanjian-perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas dinyatakan didalamnya, melainkan juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat perjanjian diharuskan oleh kepatutan, kebisaaan, atau Undang-Undang.”2
c. Accidentalia, yaitu unsur pelengkap dalam suatu perjanjian, yang merupakan ketentuan-ketentuan yang dapat diatur secara menyimpang oleh para pihak sesuai dengan kehendak para pihak merupakan persyaratan khusus yang ditentukan secara bersama-sama oleh para pihak. Dengan demikian, maka unsur ini pada hakekatnya bukan merupakan suatu bentuk prestasi yang harus dilaksanakan atau dipenuhi oleh para pihak3.
3. Xxxx – Asas Perjanjian
a. Asas Konsensualisme
Xxxx konsensualisme sering diartikan sebagai kesepakatan untuk lahirnya kesepakatan. Dalam asas ini memperlihatkan bahwa pada dasarnya suatu perjanjian yang dibuat secara lisan antara dua atau lebih orang telah mengikat, dan karenanya telah melahirkan kewajiban bagi salah satu atau lebih pihak dalam perjanjian tersebut, segera setelah orang-orang tersebut mencapai kesepakatan atau consensus, meskipun kesepakatan tersebut telah dicapai secara lisan semata-mata.
Hal ini pada prinsipnya perjanjian yang mengikat dan berlaku sebagai perikatan bagi para pihak yang berjanji tidak memerlukan formalitas, walau demikian, untuk menjaga kepentingan pihak debitor (atau yang berkewajiban
2 Xxxxxxx Xxxxxxxxxxx, 2009, Hukum Acara Perdata Indonesia Terjemahan, Liberty: Yogyakarta, hlm. 118-119.
3 Xxxxxxx Xxxxxxx dkk, 2006, Perikatan yang Lahir dari Perjanjian, Kencana: Jakarta, hlm., 85-90.
untuk memenuhi prestasi) diadakanlah bentuk-bentuk formalitas atau dipersyaratkan adanya suatu tindakan tertentu.4
b. Asas Kebebasan Berperjanjian
Asas kebebasan berperjanjian merupakan asas yang menduduki posisi sentral di dalam hukum perjanjian. Meskipun asas ini tidak dituangkan menjadi aturan hukum namun mempunyai pengaruh yang sangat kuat dalam hubungan kontraktual para pihak. Kebebasan berperjanjian pada dasarnya merupakan perwujudan dari kehendak bebas, pancaran hak asasi manusia yang perkembangannya dilandasi semangat liberalisme yang mengagungkan kebebasan individu.
Menurut Xxxxx Xxxx Xxxxxxxxx asas kebebasan berperjanjian menurut hukum perjanjian Indonesia meliputi ruang lingkup sebagai berikut :5
1. Kebebasan untuk membuat atau tidak membuat perjanjian.
2. Kebebasan untuk memilih pihak dengan siapa ia ingin membuat perjanjian.
3. Kebebasan untuk menentukan atau memilih kuasa dari perjanjian yang akan dibuatnya.
4. Kebebasan untuk menentukan objek perjanjian.
5. Kebebasan untuk menentukan bentuk suatu perjanjian.
6. Kebebasan untuk menerima atau menyimpangi ketentuan undang – undang yang bersifat opsional (anvullend optional).
4Ibid., hlm. 34
5 Xxxx Xxxxx Xxxxxxx, Hukum Kontrak Asas Proporsionalitas dalam Perjanjian Komersial, Kencana: Jakarta, 2011, hlm.110.
c. Asas Pelengkap
Asas ini mempunyai arti bahwa ketentuan Undang-Undang boleh tidak diikuti apabila pihak-pihak menghendaki dan membuat ketentuan sendiri yang menyimpang dari ketentuan Undang-Undang. Akan tetapi, apabila dalam perjanjian yang mereka buat tidak ditentukan lain, berlakunya ketentuan Undang-Undang. Asas ini hanya mengenai rumusan hak dan kewajiban para pihak.
d. Asas Obligator
Asas ini mempunyai arti bahwa perjanjian yang dibuat oleh pihak-pihak itu baru dalam taraf menimbulkan hak dan kewajiban saja, belum mengalihkan hak milik. Hak milik baru beralih apabila dilakukan dengan perjanjian yang bersifat kebendaan (zakelijke ovareenkomst), yaitu melalui penyerahan (levering).
Perjanjian yang dibuat itu sekaligus bersifat (zekelijk), yaitu memindahkan hak milik. hukum perdata Perancis tidak mengenal lembaga penyerahan (levering). misalnya dalam jual beli, sejak terjadi perjanjian jual beli secara otomatis hak milik beralih dari penjual kepada pembeli tanpa penyerahan (lavering).6
4. Jenis-jenis Perjanjian
a. Perjanjian Xxxxxx Xxxxx dan Sepihak
Pembedaan jenis ini berdasarkan kewajiban berprestasi. Perjanjian timbal balik adalah perjanjian yang mewajibkan kedua belah pihak berprestasi secara timbal
6 Xxxxxxxxxxx xxxxxxxx, Op.Cit., hlm 295
balik, misalnya jual beli, sewa-menyewa, tukar-menukar. Perjanjian sepihak adalah perjanjian yang mewajibkan pihak yang satu berprestasi dan memberi hak kepada pihak yang lain untuk menerima prestasi, misalnya perjanjian hibah dan hadiah.
b. Perjanjian Bernama dan Tak bernama
Perjanjian bernama adalah perjanjian yang sudah mempunya nama sendiri, yang dikelompokan sebagai perjanjian-perjanjian khusus dan jumlahnya terbatas. Misalnya jual beli, sewa-menyewa, tukar-menukar, pertanggungan, pengakutan, dan melakukan pekerjaan. Perjanjian tak bernama diatur dalam KUHPerdata titel V sampai dengan XVIII dan diatur dalam Kitab Undang- Undang Hukum Dagang (KUHD). Perjanjian tak bernama adalah perjanjian yang tidak mempunyai nama tertentu dan jumlahnya tidak terbatas.7
c. Perjanjian Cuma-Cuma dan Perjanjian Atas Beban
Perjanjian cuma-cuma adalah perjanjian di mana pihak yang satu memberikan suatu keuntungan bagi pihak lain tanpa menerima suatu manfaat baginya. Misalnya hibah, pinjam meminjam tanpa bunga, pinjam pakai dan penitipan tanpa sewa. Perjanjian atas beban adalah perjanjian yang mewajibkan pihak yang satu melakukan prestasi berkaitan langsung dengan prestasi yang harus dilakukan pihaknya. Misalnya jual beli, sewa menyewa, dan pinjam meminjam dengan bunga.
d. Perjanjian Konsensual, Xxxxxxxxan Riil dan Perjanjian Formil.
Perjanjian konsensual adalah perjanjian yang mengikat sejak adanya kesepakatan dari kedua belah pihak. Misalnya perjanjian jual beli dan sewa
7 Ibid., hlm.227.
menyewa. Perjanjian riil adalah perjanjian yang tidak hanya mensyaratkan kesepakatan, namun juga mensyaratkan penyerahan objek perjanjian atau bendanya. Misalnya perjanjian penitipan barang dan perjanjian pinjam pakai. Perjanjian formil adalah perjanjian yang selalu dibutuhkan kata sepakat juga dibutuhkan formalitas tertentu, sesuai dengan apa yang telah di tentukan oleh Undang-Undang.
5. Akibat Suatu Perjanjian
Akibat dari suatu perjanjian yang dibuat secara sah adalah sebagai berikut :
a. Perjanjian yang dibuat hanya berlaku diantara para pihak yang membuatnya (Pasal 1340 ayat (1) KUHPerdata). Oleh karena itu apa yang menjadi kewajiban atau prestasi yang harus dilaksanakan oleh debitur dalam perjanjian hanya merupakan dan menjadi kewajibannya semata-mata.8
b. Perjanjian berlaku sebagai Undang-Undang bagi pihak-pihak artinya perjanjian mempunyai kekuatan mengikat dan memaksa serta memberikan kepastian hukum kepada pihak-pihak yang membuatnya.9
c. Tidak dapat ditarik kembali secara sepihak. Karena perjanjian itu adalah persetujuan kedua belah pihak, maka jika akan ditarik kembali atau dibatalkan adalah wajar jika disetujui oleh kedua belah pihak pula.akan tetapi, jika ada alasan yang cukup menurut Undang-Undang, perjanjian dapat dibatalkan secara sepihak. Alasan-alasan ditetapkan Undang-Undang itu adalah sebagai berikut:
8 Xxxxxxx Xxxxxxx & Xxxxxxx Xxxxxxx.,Op.Cit.hlm.165.
9 Xxxxxxxxxx Xxxxxxxx, Op.Cit., hlm 234.
1) Perjanjian yang bersifat terus-menerus, berlakunya dapat diberhentikan secara sepihak. Misalnya, Pasal 1571 KUHPerdata tentang sewa- menyewa yang dibuat secara tidak tertulis dapat dihentikan dengan pemberitahuan kepada penyewa’
2) Perjanjian sewa suatu rumah Pasal 1587 KUHPerdata setelah berakhir waktu sewa seperti ditentukan dalam perjanjian tertulis, penyewa tetap mengusai rumah tersebut tanpa ada teguran dari pemilik yang menyewakan, maka penyewa dianggap telah meneruskan pengusaan rumah itu atas dasar sewa-menyewa dengan syarat-syarat yang sama untuk waktu yang ditentukan menurut kebiasaan setempat. harus memberitahukan kepada penyewa menurut kebiasaan setempat.
3) Perjanjian pemberian kuas (lastgevering) Pasal 1814 KUHPerdata, pemberi kuasa dapat menarik kembali kuasanya apabila dia menghendakinya.
4) Perjanjian pemberian kuasa (lastgevering) Pasal 1817 KUHPerdata, penerima kuasa dapat membebaskan diri dari kuasa yang diterimanya dengan pemberitahuan kepada pemberi kuasanya.10
d. Pelaksanaan dengan itikad baik (te goeder trouw, in good faith) dalam pasal 1338 KUHPerdata adalah ukuran objektif untuk menilai pelaksanaan perjanjian, apakah pelaksanaan perjanjian itu mengindahkan norma-norma kepatutan dan kesusilaan serta apakah pelaksanaan perjanjian itu telah berjalan di atas rel yang benar.
10 Ibid. hlm.305
6. Pembatalan Perjanjian
Syarat perjanjian yang menyangkut kesepakatan dan kecakapan disebut syarat subjektif, sedangkan yang berkenaan dengan hal tertentu dan sebab yang halal disebut dengan syarat objektif. Masing-masing syarat tersebut membawa konsekuensi sendiri-sendiri. Apabila syarat subjektif perjanjian (kesepakatan dan kecakapan pihak-pihak) cacat atau tidak dipenuhi maka perjanjian itu dapat dimintakan pembatalan (canceling) oleh salah satu pihak ke pengadilan.
Perihal yang dimaksud tersebut adalah pihak yang tidak cakap menurut hukum, maka yang mengajukan pembatalan adalah orang tua atau walinya, atau ia sendiri bila ia sudah menjadi dewasa, dan pihak yang tidak bebas, karena cacat subjektif dari suatu janji yang menyangkut kepentingan seseorang, misalnya, walaupun seorang yang menurut Undang-Undang belum cakap, tetapi merasa mampu bertanggung jawab penuh atas janji yang dibuatnya atau seseorang yang memberikan persetujuan karena khilaf atau tertipu, mungkin segan atau malu minta perlindungan hukum.
Kedua hal itu tidak begitu saja dapat dketahui oleh Hakim maka pembatalan haruslah diajukan mungkin saja disangkal oleh pihak lawannya, untuk itu diperlukan pembuktian. Jadi mengenai cacat subjektif dari suatu perjanjian, Undang-Undang menyerahkan kepada pihak yang berkepentingan untuk mengajukan pembatalan atau tidak kepada pengadilan.
Bila syarat objektif (hal tertentu dari sebab yang halal) tidak terpenuhinya atau cacat, maka perjanjian itu menjadi batal demi hukum karenanya (null and void). Dalam hal ini secara hukum sejak semula tidak ada suatu perjanjian diantara
mereka. Konsekuensi dari batal demi hukum ini tak dapatlah pihak yang satu menuntut pihak yang lain di depan hakim, karena jabatan wajib menyatakan tidak pernah ada suatu perjanjian atau perikatan.11
B. Tinjauan Umum Perjanjian Jasa Konstruksi
1. Pengertian Perjanjian Xxxx Xxxxxxxxxx
Perjanjian jasa konstruksi sebelumnya tidak diatur secara khusus dalam Peraturan Perundang-Undangan di Indonesia. Perjanjian ini sebelumnya lebih dikenal sebagai perjanjian pemborongan. Menurut Pasal 1601 b KUHPerdata (Kitab Undang-Undang Hukum Perdata), perjanjian pemborongan adalah perjanjian dengan mana pihak satu (si pemborong), mengikatkan diri untuk menyelenggarakan suatu pekerjaan bagi pihak lain (pihak yang memborongkan) dengan menerima suatu harga yang ditentukan.12
Namun dalam pelaksanaannya dewasa ini, perjanjian pemborongan yang tertuang dalam KUHPerdata pengaturannya masih sederhana. Hal ini karena masih menyesuaikan dengan perkembangan jasa konstruksi pada masa BW (Burgelijk Wetboek) diundangkan sehingga dalam pelaksanaannya mengalami permasalahan antara lain, kedudukan hak dan kewajiban para pihak tidak setara dimana kedudukan pengguna jasa lebih tinggi dari penyedia jasa dan banyak ketidakpastian mengenai istilah-istilah yang digunakan serta bentuk-bentuk perjanjian kerja konstruksi.
11 I Xxxxx Xxx Xxxxxxxx,2015,Hukukm Perikatan, PT Sinar Grafika: Jakarta, hlm.73.
12 F.X. Xxxxxxxxxx, 1991, Perjanjian Pemborongan, PT Rineka Cipta: Jakarta, hlm 3.
Oleh karena itu kemudian dibentuk peraturan baru untuk mengakomodasi perlindungan hukum terkait perjanjian kerja konstruksi yaitu Hukum Jasa Konstruksi. Perjanjian Konstruksi termasuk perjanjian untuk melakukan pekerjaan (Pasal 1601 b KUHPerdata) isinya diatur oleh pihak-pihak yang terlibat dan sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku.
Proses pembentukan perjanjian diawali dengan adanya dua pihak atau lebih yang telah saling menyetujui untuk mengadakan suatu transaksi, umumnya berupa kesanggupan oleh satu pihak untuk melakukan sesuatu bagi pihak lainnya dengan sejumlah imbalan yang telah disepakati bersama. Namun demikian, tidak semua persetujuan dan transaksi akan dilanjutkan dalam bentuk perjanjian.
Persetujuan hanya dapat dilanjutkan dalam bentuk perjanjian apabila memenuhi dua aspek utama, yaitu saling menyetujui dan ada penawaran serta penerimaan.13
Ditinjau dari aspek yuridis, dasar hukum perjanjian adalah Pasal-Pasal dalam Buku III KUHPerdata tentang perjanjian/perikatan, serta pasal-pasal KUHPerdata tentang pemborongan, Undang-undang Jasa Konstruksi beserta Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi dan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pegadaan Barang/Jasa Pemerintah. Syarat-syarat sahnya perjanjian berpedoman pada ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata, yakni diperlukan empat syarat, yaitu sepakat mereka yang mengikatkan dirinya, kecakapan untuk membuat suatu perikatan, suatu hal tertentu, dan suatu sebab yang halal.
13 Xxxxxxx X. Ervianto, 2005, Manajemen Proyek Konstruksi, YogyakArtha: X.X Xxxx, hlm. 106.
Jasa konstruksi adalah layanan jasa konsultansi perencanaan pekerjaan konstruksi, layanan jasa pelaksanaan pekerjaan konstruksi, dan layanan jasa konsultansi pengawasan pekerjaan konstruksi. Pekerjaan konstruksi adalah keseluruhan atau sebagian rangkaian kegiatan perencanaan dan/atau pelaksanaan beserta pengawasan yang mencakup pekerjaan arsitektural, mekanikal, elektrikal, dan tata lingkungan masing-masing beserta kelengkapannya, untuk mewujudkan suatu. Menurut Pasal 1 Angka 8 Undang-undang Jasa Kontruksi, Perjanjian kerja konstruksi adalah keseluruhan dokumen yang mengatur hubungan hukum antara pengguna jasa dan penyedia jasa dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi.
Jasa konstruksi merupakan salah satu kegiatan dalam bidang ekonomi, sosial, dan budaya yang mempunyai peranan penting dalam pencapaian berbagai sasaran guna menunjang terwujudnya tujuan pembangunan nasional. Oleh karena itu, penyelenggaraan jasa konstruksi perlu diatur lebih lanjut untuk mewujudkan tertib pengikatan dan penyelenggaraan pekerjaan konstruksi. Peraturan mengenai jasa konstruksi diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi dan Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi perjanjian kerja konstruksi tunduk pada hukum yang berlaku di Indonesia. Perjanjian kerja konstruksi ini juga dibuat dalam Bahasa Indonesia. Dalam hal perjanjian kerja konstruksi dengan pihak asing, maka dapat dibuat dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris (dual language). Berdasarkan definisi tersebut diatas, dapat dikatakan bahwa perjanjian konstruksi adalah suatu ikatan perjanjian atau negosiasi antara pemilik proyek dengan agen- agen yang mengkoordinasikan seluruh kegiatan proyek dengan tujuan untuk meminimalkan biaya dan jadwal serta menjaga mutu proyek.
2. Xxxxxx-Xxxxxx Perjanjian Konstruksi
Bentuk-bentuk perjanjian konstruksi ditinjau dari empat aspek atau sisi pandang, yaitu14:
a. Aspek Perhitungan Biaya
Berdasarkan aspek ini bentuk perjanjian konstruksi didasarkan pada cara menghitung biaya pekerjaan yang akan dicantumkan dalam perjanjian. aspek ini terdapat dua macam bentuk perjanjian konstruksi yang sering digunakan, yaitu:
(1) Perjanjian Harga Pasti / Fixed Lump Sump Price
Perjanjian Fixed Lump Sump Price adalah suatu perjanjian dimana volume pekerjaan yang tercantum dalam perjanjian tidak boleh diukur ulang. Perjanjian kerja konstruksi dalam bentuk imbalan lump sum diatur dalam Pasal 21 ayat (6) Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Jasa Kontruksi dikatakan bahwa perjanjian kerja konstruksi dengan bentuk imbalan lump sum merupakan perjanjian jasa atas penyelesaian seluruh pekerjaan dalam jangka waktu tertentu dengan jumlah harga yang pasti dan tetap serta semua risiko yang mungkin terjadi dalam proses penyelesaiaan pekerjaan yang sepenuhnya ditanggung oleh penyedia jasa sepanjang gambar dan spesifikasinya tidak berubah.
(2) Perjanjian Harga Satuan / Unit Price
Perjanjian Unit Price adalah perjanjian dimana volume pekerjaan yang tercantum dalam perjanjian hanya merupakan perkiraan dan akan diukur ulang untuk menentukan volume pekerjaan yang benar-benar dilaksanakan.
14 Xxxxxxxxx Xxxxx, Mengenal Perjanjian Konstruksi di Indonesia, PT Gramedia Pustaka Utama: Jakarta, 2006, hlm. 19.
Menurut Pasal 21 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Jasa Kontruksi, menyebutkan bahwa perjanjian kerja konstruksi dengan bentuk imbalan harga satuan merupakan perjanjian jasa atas penyelesaiaan seluruh pekerjaan dalam waktu tertentu berdasarkan harga satuan yang pasti dan tetap untuk setiap satuan atau unsur pekerjaan dengan spesifikasi teknis tertentu yang volume pekerjaannya didasarkan pada hasil pengukuran bersama atas volume pekerjaan yang benar-benar telah dilakansakan penyedia jasa.
b. Aspek Perhitungan Jasa
Perjanjian konstruksi ini merupakan penggolongan perjanjian berdasarkan atas jenis usaha atau pekerjaan yang dilakukan oleh penyedia jasa yaitu:
(1) Biaya Tanpa Jasa
Perjanjian biaya tanpa jasa adalah bentuk perjanjian dimana penyedia jasa hanya dibayar biaya pekerjaan yang dilasanakan tanpa mendapatkan imbalan jasa. Bentuk perjanjian seperti ini dilakukan untuk pekerjaan yang bersifat sosial (charity purpose).
(2) Biaya ditambah Jasa
Dalam bentuk perjanjian ini, penyedia jasa membayar seluruh biaya untuk melaksanakan pekerjaan, ditambah jasa yang bisanya dalam bentuk persentase dari biaya (misalnya 10%).
(3) Biaya ditambah Jasa Pasti
Dalam bentuk perjanjian ini, besarnya imbalan penyedia jasa bervariasi tergantung besarnya biaya. Dengan demikian, dalam perjanjian ini sejak awal
sudah ditetapkan jumlah imbalan penyedia jasa yang pasti dan tetap walaupun biaya berubah.
c. Aspek Cara Pembayaran
Perjanjian kerja konstruksi berdasarkan cara pembayaran hasil pekerjaan, perjanjian kerja konstruksi ini merupakan penggolongan perjanjian berdasarkan cara pembayaran yang dilakukan oleh pengguna jasa, apakah sesuai kemajuan atau secara15. Menurut cara pembayaran prestasi pekerjaan penyedia jasa dibedakan kedalam tiga macam, yaitu:
(1) Pembayaran Bulanan
Berdasarkan sistem pembayaran ini, prestasi penyedia jasa dihitung setiap akhir bulan. Setelah prestasi tersebut diakui pengguna jasa maka penyedia jasa dibayar sesuai prestasi tersebut.
(2) Pembayaran atas Prestasi
Berdasarkan bentuk perjanjian seperti ini, pembayaran kepada penyedia jasa dilakukan atas dasar prestasi pekerjaan yang telah dicapai sesuai dengan ketentuan dalam perjanjian. Jadi tidak atas dasar prestasi yang dicapai dalam satuan waktu (bulanan).
(3) Pra Pendanaan Penuh dari Penyedia Jasa
Berdasarkan bentuk perjanjian dengan sistem pembayaran seperti ini, penyedia jasa harus mendanai dahulu seluruh pekerjaan sesuai perjanjian setelah pekerjaan selesai 100% dan diterima baik pengguna jasa barulah penyedia jasa mendapatkan pembayaran sekaligus. Berdasarkan perjanjian ini pengguna jasa
15 Xxxxx X.X, 2010, Perkembangan Hukum Kontrak Innominaat di Indonesia, PT Sinar Grafika: Jakarta, hlm. 92.
membayar sebesar 95% dari nilai perjanjian karena yang 5% ditahan selama masa tanggung jawab atas cacat atau pembayaran penuh 100%
d. Aspek Pembagian Tugas
Dalam aspek ini terdapat enam macam bentuk perjanjian konstruksi, yaitu:
1. Bentuk Perjanjian Konvensional
Berdasarkan bentuk perjanjian ini, pembagian tugasnya sederhana, yaitu pengguna jasa menugaskan penyedia jasa untuk melaksanakan suatu pekerjaan. Pekerjaan tersebut sudah dibuat rencananya oleh pihak lain, sehingga penyedia jasa hanya melaksanakannya sesuai perjanjian.
2. Bentuk Perjanjian Spesialis
Berdasarkan bentuk perjanjian ini terdapat lebih dari satu perjanjian konstruksi, dimana dalam pembangunan sebuah proyek konstruksi pihak pengguna jasa melakukan kerjasama dengan lebih dari satu penyedia jasa yang masing- masing disesuaikan dengan bidang spesialis masing-masing penyedia jasa.
3. Bentuk Perjanjian Engineering, Procurement and Construction (EPC)
Bentuk dari perjanjian ini sesungguhnya adalah perjanjian rancang bangun, namun dalam perjanjian rancang bangun dimaksudkan untuk pekerjaan sipil atau bangunan gedung, sedangkan perjanjian EPC dimaksudkan untuk pembangunan pekerjaan-pekerjaan dalam industri minyak, gas bumi, dan petrokimia. Dalam perjanjian EPC yang dinilai bukan hanya selesainya pekerjaan melainkan unjuk kerja dari pekerjaan tersebut.
4. Bentuk Perjanjian Build, Operate, and Transfer
Bentuk perjanjian ini merupakan pola kerjasama antara pemilik lahan dan investor yang akan menjadikan lahan tersebut menjadi satu fasilitas untuk perdagangan, hotel, atau jalan tol. Perjanjian dalam bentuk ini setelah fasilitas dibangun oleh pihak investor, maka investor tersebut berhak untuk mengelola dan memungut hasil dari fasilitas tersebut selama kurun waktu tertentu. Setelah masa pengoperasian/konsesi selesai, maka fasilitas tadi dikembalikan kepada pengguna jasa. pengaturan mengenai BOT (Build, Operate, Tranfer) terdapat dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 19 Tentang Pedoman Pengelolaan Barang Milik Daerah pengaturan tentang BOT (Build, Operate, Tranfer) biasa dikenal dengan istilah Bangun Guna Serah (BGS) adalah pemanfaatan barang milik daerah berupa tanah oleh pihak lain dengan cara mendirikan bangunan dan/atau sarana berikut fasilitasnnya, kemudian didayagunakan oleh pihak lain tersebut dalam jangka waktu tertentu yang telah disepakati, untuk selanjutnya diserahkan kembali tanah berserta bangunan dan
/atau sarana berikut fasilitasnya setelah berakhirnya jangka waktu. BOT (Build, Operate, Tranfer) barang milik daerah dilaksanakan dengan pertimbangan:
a. Penggunaan barang memerlukan bangunan dan fasilitas bagi penyelenggaraan Pemerintahan Daerah untuk kepentingan pelayanan umum dalam rangka penyelenggaraan tugas dan fungsi, dan.
b. Tidak tersedia atau cukup tersedia dana dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk penyediaan bangunan dan fasilitas tersebut.
Jangka waktu BOT (Buid, Operate, Tranfer) paling lama 30 (tiga puluh) tahun sejak ditandatangani jangka waktu tersebut hanya berlaku satu kali perjanjian dan tidak dapat dilakukan perpanjangan. Pelaksanaan BOT (Build, Operate, Tranfer) dituangkan dalam perjanjian yang ditandatangani antara Gubernur, Bupati atau Walikota dengan mitra.
Perjanjian BOT (Build, Operate, Tranfer) dituangkan dalam bentuk akta notaris. Penandatanganan perjanjian ini dilakukan setelah mitra menyampaikan bukti setoran pembayaran kontribusi tahunan pertama merupakan salah satu dokumen pada lampiran dan tidak terpisahkan dari perjanjian. Pihak pihak yang dapat melakukan BOT (Build, Operate, Tranfer) adalah pengelola barang yang artinya adalah pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab melakukan koordinasi pengeloaan barang milik daerah. Pihak yang dapat menjadi mitra BOT (Build, Operate, Tranfer) meliputi:
a. Badan Usaha Milik Negara.
b. Badan Usaha Milik Daerah.
c. Swasta Kecuali Perorangan, dan/atau
d. Badan Hukum Lainnya.
(6) Xxxxxx Xxxxxxxxan Swakelola (Force Account)
Sesungguhnya swakelola bukanlah suatu bentuk perjanjian karena pekerjaan dilaksanakan sendiri tanpa memborongkannya kepada penyedia jasa. Swakelola sendiri adalah suatu tindakan pemilik proyek ang melibatkan diri dan bertanggung jawab secara langsung dalam pelaksanaan proyek tersebut.
3. Para Pihak dalam Perjanjian Jasa Konstruksi
Para pihak dalam perjanjian jasa konstruksi, yaitu pengguna jasa dan penyedia jasa. Penyedia jasa terdiri atas perencana konstruksi, pelaksana konstruksi, dan pengawas konstruksi. Masing-masing penyedia jasa ini harus terdiri dari orang- perorangan atau badan usaha yang berbeda antara satu dengan yang lainnya. Pengguna jasa mempunyai hubungan dengan para perencana konstruksi, pelaksana konstruksi, dan pengawas konstruksi. Para pihak dalam perjanjian konstruksi disajikan sebagai xxxxxxx00:
a. Perencanaan Konstruksi
Ada dua pihak yang terikat dalam pelaksaaan perjanjian perencanaan konstruksi, yaitu pengguna jasa dan perencana konstruksi. Pengguna jasa adalah perseorangan atau badan huum sebagai pemberi tugas atau pemilik perkerjaan yang memerlukan layanan jasa perencanaan. Perencana konstruksi adalah penyedia jasa orang perorangan atau badan usaha yang dinyatakan ahli di bidang perencanaan jasa konstruksi. Perencana jasa konstruksi itu mampu mewujudkan suatu hasil perencanaan menjadi bentuk bangunan atau bentuk fisik lain.
b. Pelaksana Konstruksi
Pelaksana konstruksi adalah penyedia jasa orang perseorangan atau badan usaha yang dinyatakan ahli atau profesional di bidang pelayanan jasa konstruksi. Pelaksana konstruksi tersebut mampu menyelenggarakan kegiatannya untuk mewujudkan hasil perencanaan menjadi bentuk bangunan
16 Ibid. hlm. 95.
atau bentuk fisik lainnya. Syarat dari pelaksana konstruksi ini harus profesional dalam bidang pekerjaannya.
c. Pengawas Konstruksi
Pengawas konstruksi merupakan salah satu pihak dalam perjanjian konstruksi yang bertugas melaksanakan pekerjaan pengawasan sejak awal pelaksanaan pekerjaan konstruksi sampai selesai dan disejahterakan. Pengawas konstruksi adalah penyedia jasa orang perorangan dan badan usaha. Lingkup layanan jasa pengawasan pekerjaan konstruksi dapat terdiri dari pengawasan pelaksanaan pekerjaan konstruksi dan pengawasan keyakinan mutu dan ketetapan waktu dan proses perusahaan dari hasil pekerjaan konstruksi.
4. Hubungan Hukum dalam Perjanjian Jasa Konstruksi
Hubungan hukum adalah suatu hubungan di antara para subjek hukum yang diatur oleh hukum. 17Hubungan yang diatur oleh hukum itu adalah hak dan kewajiban warga, pribadi yang satu terhadap warga, pribadi yang lain dalam hidup bermasyarakat. Jadi, hubungan hukum adalah hak dan kewajiban hukum setiap warga atau pribadi dalam hidup bermasyarakat. Hak dan kewajiban tersebut apabila tidak dipenuhi dapat dikenakan sanksi menurut hukum.
Xxxxxxx berpendapat bahwa dalam tiap hubungan hukum terdapat pihak yang berwenang/berhak meminta prestasi yang disebut prestatie subject dan pihak yang wajib melakukan prestasi yang disebut plicht-subject.18
Dalam pelaksanaan perjanjian jasa konstruksi antara pengguna jasa dan penyedia jasa memiliki suatu hubungan dalam hal untuk melakukan pemenuhan prestasi
hlm. 49.
17 Dudu Xxxxxxx Xxxxxxxxx, 2010, Pengantar Ilmu Hukum, Xxxxxx Xxxxxxx: Bandung,
18 R. Xxxxxxx, 2011, Pengantar Ilmu Hukum, PT Sinar Grafika: Jakarta, hlm. 270.
masing-masing pihak. Hubungan antara pengguna jasa dan penyedia jasa konstruksi dalam satu bagan organisasi dapat terdiri dari dua hubungan kerja, yaitu:
a. Hubungan Fungsional
Hubungan fungsional adalah hubungan sesuai fungsi masing-masing pihak yang terlibat dalam proyek seperti hubungan antara konsultan perencana dan kontraktor. Misalnya ada tahap disain dimana konsultan perencana berfungsi sebagai perencana, kontraktor belum berfungsi. Demikian pula sebaliknya pada saat kontraktor berfungsi sebagai pelaksana konstruksi, konsultan perencana sudah tidak berfungsi. Bila pada saat pelaksanaan konstruksi terdapat masalah yang berkaitan dengan perencanaan, penyelesaian masalah tergantung hubungan kerjasama (perjanjian) antara pengguna jasa dengan konultan perencana dan penyedia jasa.
b. Hubungan Perjanjian
Perjanjian memunculkan asas daya mengikat yang ditimbulkan dari adanya hubungan kontraktual para pihak. Asas daya mengikat perjanjian (the binding force of contract) dipahami sebagai mengikatnya kewajiban kontraktual (terkait isi perjanjian atau prestasi) yang harus dilaksanakan para pihak. Selanjutnya untuk memberikan kekuatan daya berlaku atau daya mengikatnya perjanjian, maka perjanjian yang dibuat secara sah mengikat serta dikualifikasikan mempunyai kekuatan mengikat setara dengan daya berlaku dan mengikatnya undang-undang yang diatur dalam Pasal 1338 KUHPerdata.
Terkait kompleksitas hubungan kontraktual, khususnya terkait dengan aspek keadilan dalam perjanjian komersial, maka keadilan dalam perjanjian harus memadukan konsep kesamaan hak dalam pertukaran (prestasi-kontra prestasi) sebagaimana dipahami dalam konteks keadilan komutatif maupun konsep kea2dilan distributif sebagai dasar landasan hubungan kontraktual.
Hubungan kerjasama (perjanjian) adalah hubungan berdasarkan perjanjian antara para pihak yang terlibat dalam sebuah kerjasama perjanjian konstruksi. Perjanjian merupakan kesepakatan secara sukarela antara 2 pihak yang mempunyai kekuatan hukum. Kesepakatan ini dicapai setelah satu pihak penerima penawaran yang diajukan oleh pihak lain untuk melakukan seseuatu sebagaimana yang diajukan oleh pihak lain untuk melakukan sesuatu sebagaimana yang tercantum dalam penawaran.
C. Tinjauan Umum Wanprestasi
1. Pengertian Wanprestasi
Wanprestasi artinya tidak memenuhi sesuatu yang diwajibkan seperti yang telah ditetapkan dalam perikatan. Tidak dipenuhinya kewajiban oleh debitur disebabkan oleh dua kemungkinan alasan, yaitu: karena kesalahan debitur, baik dengan sengaja tidak dipenuhi kewajiban maupun karena kelalaian dan karena keadaan memaksa (overmacht atau force majeure), jadi di luar kemampuan debitur. 19 Tindakan wanprestasi ini dapat terjadi karena:
a. Kesengajaan;
b. Kesalaha
19 Xxxxx X.X,Op. Cit., hlm. 203.
c. Tanpa kesalahan (tanpa kesengajaan atau kelalaian).20
Wanprestasi diatur di dalam Pasal 1238 KUHPerdata yang menyatakan bahwa yang berutang adalah lalai, apabila ia dengan surat perintah atau dengan sebuah akta sejenis itu telah dinyatakan lalai, atau demi perikatannya sendiri, ialah jika ini menetapkan, bahwa si berutang harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan21.
Untuk mengetahui sejak kapan debitur dalam keadaan wanprestasi, perlu diperhatikan apakah dalam perkataan itu ditentukan tenggang waktu pelaksanaan pemenuhan prestasi atau tidak. Menurut hal tenggang waktu pelaksanaan pemenuhan prestasi “tidak ditentukan”, perlu memperingatkan debitur supaya ia memenuhi prestasi. Tetapi dalam hal telah ditentukan tenggang waktunya, debitur dianggap lalai dengan lewatnya tenggang waktu yang telah ditetapkan dalam perikatan. Debitur perlu diberi peringatan tertulis, yang isinya menyatakan bahwa debitur wajib memenuhi prestasi dalam waktu yang ditentukan. ika dalam waktu itu debitur tidak memenuhinya, debitur dinyatakan telah lalai atau wanprestasi.
ialah:22
a. Untuk pemenuhan prestasi berlaku tenggang waktu yang fatal
b. Debitur menolak pemenuhan
c. Debitur mengakui kelalaiannya
d. Pemenuhan prestasi tidak mungkin
e. Pemenuhan tidak lagi berarti
20 Xxxxx Xxxxx, 2007, Hukum Kontrak (Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis), PT Citra Xxxxxx Xxxxx: Bandung, hlm. 88.
21 Subekti dan Xxxxxxxxxxxxx, 2008, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, PT Xxxxxxx Xxxxxxxx: Jakarta, hlm. 323.
22 Xxxx Xxxxx Xxxxxxx, Op. Cit., hlm. 262.
Peringatan tertulis dapat dilakukan secara resmi dan dapat juga secara tidak resmi. Peringatan tertulis secara resmi yang disebut somasi. Somasi dilakukan melalui Pengadilan Negeri yang berwenang, kemudian Pengadilan Negeri dengan perantara juru sita menyampaikan surat peringatan tersebut kepada debitur, yang disertai berita acara penyampaiannya. Peringatan tertulis tidak resmi misalnya melalui surat tercatat, telegram, atau disampaikan sendiri oleh kreditur kepada debitur dengan tanda terima. Surat peringatan ini disebut “ingebreke stelling”.23
2. Bentuk-Bentuk Wanprestasi
Untuk menentukan apakah seorang debitur bersalah melakukan wanprestasi, perlu ditentukan dalam keadaan bagaimana debitur dikatakan sengaja atau lalai tidak memenuhi prestasi. Tiga keadaan tersebut yaitu:
a. Debitur tidak memenuhi prestasi sama sekali.
b. Debitur memenuhi prestasi, tetapi tidak baik atau keliru.
c. Debitur memenuhi prestasi, tetapi tidak tepat waktunya atau terlambat24.
Wanprestasi berupa tidak sempurna memenuhi prestasi dalam ilmu hukum perjanjian dikenal dengan suatu doktrin yang disebut dengan “Doktrin Pemenuhan Prestasi Substansial” (Substansial Performance). Doktrin Pemenuhan Prestasi Substansial adalah suatu doktrin yang mengajarkan bahwa sungguhpun satu pihak tidak melaksanakan prestasinya secara sempurna, tetapi jika dia telah melaksanakan prestasinya tersebut secara substansial, maka pihak lain harus juga melaksanakan prestasinya secara sempurna. Apabila suatu pihak tidak
23 Xxxxxxxxxx Xxxxxxxx, Op.Cit., hlm. 204.
24 J. Satrio,1999, Hukum Perikatan (Perikatan Pada Umumnya), PT Alumni: Bandung,hlm 122.
melaksanakan prestasinya secara substansial, maka dia disebut telah tidak melaksanakan perjanjian secara “material” (material breach).25
Karena itu, jika telah dilaksanakan substansial performance terhadap perjanjian yang bersangkutan, tdaklah berlaku lagi doktrin exception non adimpleti contractus, yakni doktrin yang mengajarkan bahwa apabila satu pihak tidak melaksanakan prestasinya, maka pihak lain dapat juga tidak melaksanakan prestasinya. Akan tetapi tidak terhadap semua perjanjian dapat diterapkan doktrin pelaksanaan perjanjian secara substansial.
Untuk perjanjian-perjanjian yang tidak berlaku doktrin pemenuhan prestasi secara substansial, berlaku doktrin pelaksanaan prestasi secara penuh, atau sering disebut dengan istilah-istilah sebagai berikut:
a. Strict performance rule; atau
b. Full performance rule; atau
c. Perfect tender rule.
Oleh karena itu, berdasarkan doktrin pelaksanaan perjanjian secara penuh ini, misalnya seorang penjual menyerahkan barang dengan tidak sesuai (dari segala aspek) dengan perjanjian, maka pihak pembeli dapat menolak barang tersebut.
3. Akibat Hukum Wanprestasi
Akibat hukum bagi debitur yang telah melakukan wanprestasi adalah hukuman atau sanksi hukum berikut ini:
89-90.
25 Xxxxx Xxxxx, Hukum Perjanjian (Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis), Op.Cit., hlm.
a. Debitur diwajibkan membayar ganti kerugian yang telah diderita oleh kreditur (Pasal 1243 KUHPerdata).
b. Apabila perikatan itu timbal balik, kreditur dapat menuntut pemutusan atau pembatalan perikatan melalui hakim (Pasal 1266 KUHPerdata).
c. Apabila perikatan itu untuk memberikan sesuatu, risiko beralih kepada debitur sejak terjadi wanprestasi (Pasal 1237 ayat (2) KUHPerdata).
d. Debitur diwajibkan memenuhi perikatan jika masih dapat dilakukan, atau pembatalan disertai pembayaran ganti kerugian (Pasal 1267 KUHPerdata).
e. Debitur wajib membayar biaya perkara jika diperkenankan di muka Pengadilan Negeri, dan debitur dinyatakan bersalah.26
4. Keadaan yang Membebaskan dari Wanprestasi
Kegagalan pelaksanaan perjanjian oleh pihak debitur memberikan hak gugat kepada kredit dalam upaya menegakkan hak-hak kontrktualnya. Hak kreditor tersebut, meliputi pemenuhan, pembubaran dan ganti rugi. penegakkan hak kontraktual kreditor berbanding terbalik dengan hak-hak kontraktual debitur. Artinya, hukum memberikan penghargaan yang sama kepada debitur untuk mempertahanan hak-hak kontraktualnya dengan mengajukan eksepsi atau tangkisan melalui beberapa cara, yaitu:27
a. Berdasarkan doktrin pelepasan hak. (rechtsverwerkin).
Pelepasan hak didasarkan pada sikap kreditor yang terkesan menerima prestasi debitur, meskipun prestasi tersebut tidak sesuai dengan yang diperjanjiakan.
26 Xxxxxxxxxx Xxxxxxxx, Op.Cit., hlm 203-205.
27 Xxxx Xxxxx Xxxxxxx, Op. Cit., hlm 269.
b. Berdasarkan doktrin ,exceptio non adimpleti contractus’.
Doktrin ini merupakan sarana pembelaan bagi debitur terhadap dalil gugatan kreditur, dimana tangkisan debitur tersebut isinya menyatakan bahwa kreditur sendiri tidak melaksanakan prestasi.
c. Mengajukan eksepsi karena adanya keadaan memaksa atau over-macht.
Keadaan memaksa adalah suatu keadaan di mana debitur tidak dapat melakukan prestasinya kepada kreditur, yang disebabkan adanya kejadian yang berada di luar kekuasaannya. Misalnya karena adanya gempa bumi, banjir, lahar, dan lain-lain.
Ketentuan tentang overmacht (keadaaan memaksa) terdapat dalam Pasal 1244 KUHPerdata yang berbunyi debitur harus dihukum untuk mengganti biaya, kerugian, dan bunga, bila tak dapat membuktikan bahwa tidak dilaksanakannya perikatan itu atau tidak tepatnya waktu dalam melaksanakan perikatan itu disebabkan oleh suatu hal yang tidak terduga, yang tak dapat dipertanggung jawabkan kepadanya, walaupun tidak ada itikad buruk padanya. Berdasarkan Pasal 1245 KUH Perdata berbunyi: “Tidak ada penggantian biaya kerugian dan bunga bila karena keadaan memaksa atau karena hal yang terjadi secara kebetulan debitur terhalang untuk memberikan atau berbuat sesuatu yang diwajibkan atau melakukan sesuatu perbuatan yang terhalang olehnya.
Ada dua hal yang menyebabkan debitur tidak melakukan penggantian biaya, kerugian dan bunga, yaitu:
a. Adanya suatu hal yang tak terduga sebelumnya, atau
b. Terjadinya secara kebetulan.
D. Tinjauan Umum Hak Pengelolaan Lahan (HPL), Hak Guna Bangunan (HGB), Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun (HMSRS)
1. Hak Pengelolaan Lahan (HPL)
Pengertian Hak Pengelolaan Lahan (HPL) disebutkan dalam Pasal 1 angka 2 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 Tentang Hak Pengelolaan Lahan, yaitu hak menguasai Negara yang kewenangan pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada pemegangnya. Pengertian yang lebih lengkap tentang hak pengelolaan dinyatakan dalam penjelasan Pasal 2 ayat (3) huruf f Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1997 Tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), Pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 1997 tentang Pengenaan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan karena pemberian Hak Pengelolaan yang dinyatakan tidak berlaku lagi oleh Pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 112 Tahun 2000 tentang Pengenaan Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan Karena Pemberian Hak Pengelolaan, yaitu hak menguasai dari Negara atas tanah yang kewenangan pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada pemegang haknya untuk merencanakan peruntukan dan penggunaan tanah, menggunakan tanah untuk keperluan pelaksanaan tugasnya, menyerahkan bagian-bagian tanah hak pengelolaan kepada pihak ketiga dan atau bekerja sama dengan pihak ketiga.28
28 Urip santoso, Hukum Agraria Kajian Komprehensif, Kencana: Jakarta, 2012. Hlm. 165
2. Hak Guna Bangunan (HGB)
Pengertian Hak Guna Bangunan (HGB) menurut Pasal 35 Undang-undang Nomor
5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria (UUPA) adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bagunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri dengan jangka waktu 30 tahun, yang atas permintaan pemegang hak mengikat keperluan serta keadaan bangunan-bangunannya. Jangka waktu 30 tahun terhadap pemegang hak guna bangunan tersebut dapat diperpanjang sampai dengan jangka waktu maksimum 20 tahun.
Berdasarkan Pasal 21 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai atas Tanah, tanah yang dapat diberikan dengan Hak Guna Bangunan (“HGB”) adalah:
a. Tanah Negara;
b. Tanah Hak Pengelolaan;
c. Tanah Hak Milik.
Berdasarkan Peraturan Menteri Negara Agraria Nomor 9 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan, dalam hal tanah yang dimohon merupakan tanah Hak Pengelolaan Lahan (“HPL”), maka harus terlebih dahulu terdapat penunjukan berupa perjanjian penggunaan tanah dari pemegang HPL.
3. Hak Milik atas Satuan Rumah Susun (HMSRS)
Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun. Kemudian yang dimaksud dengan Rumah Susun adalah bangunan gedung
bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian- bagian yang distrukturkan secara fungsional, baik dalam arah horizontal maupun vertikal dan merupakan satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, terutama untuk tempat hunian yang dilengkapi dengan bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama.
Berdasarkan pengertian tersebut diatas, jenis sertifikat atas bangunan-bangunan vertikal baik berupa perkantoran strata title dan bangunan komersil lainnya seperti kios-kios komersil nonpemerintah ataupun residensial seperti apartemen, condominium, flat, dan rumah susun adalah Sertifikat Hak Milik atas Satuan Rumah Susun atau SHMSRS. Istilah strata title sebenarnya tidak dikenal dalam terminologi hukum Indonesia, istilah strata title berasal dari luar negeri seperti Singapura dan Australia yang memungkinkan kepemilikan bersama secara horizontal dan secara vertikal. Tapi karena target pasar ruang perkantoran di Indonesia juga untuk pelaku bisnis asing maka penamaan strata title-pun diberikan supaya target pasar lebih mengerti mengenai status hukum objek yang ditawarkan.
E. Kerangka Pikir
Prakualifikasi
PT Xxxxx Xxxxx Xxxxxxxxx
Pemerintah Kota Bandar Lampung
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah , maka dibuat kerangka pikir sebagai berikut :
Kualifikasi
Pengumuman
Perjanjian BOT (Build Operate Transfer)
Pemutusan Perjanjian BOT (Build Operate Transfer)
Alasan pemutusan Perjanjian pembangunan dan penataan ulang Pasar Smep
Akibat hukum yang timbul akibat pemutusan perjanjian
Penjelasan :
Pihak Pemerintah Kota Bandar Lampung mengadakan perjanjian jasa konstruksi dengan pihak penyedia jasa. Berdasarkan kesepakatan antara kedua belah pihak maka dibuat perjanjian jasa konstruksi yang memuat hak dan kewajiban yang harus dipenuhi baik oleh pengguna jasa maupun penyedia jasa. Secara yuridis telah terjadi hubungan hukum antara pihak Pemerintah Kota Bandar Lampung dan pihak PT Xxxxx Xxxxx Xxxxxxxxx yang akan mengikat kedua belah pihak.
Mengenai pemenuhan isi perjanjian terdapat aspek prestasi yang belum terpenuhi oleh pihak PT Xxxxx Xxxxx Xxxxxxxxx sehingga pihak PT Xxxxx Xxxxx Xxxxxxxxx diindikasikan melakukan kelalaian dalam pemenuhan prestasi dari perjanjian yang telah disepakati. Kelalaian pemenuhan prestasi tersebut berupa keterlambatan penyelesaian proyek pembangunan dan renovasi kembali Pasar Smep Bandar Lampung sesuai dengan jadwal yang ditentukan. Hal ini menyebabkan kerugian baik di pihak Pemerintah Kota Bandar Lampung maupun pihak pedagang Pasar Smep yang kios tempat berdagangnya telah dibongkar.
III. METODE PENELITIAN
Metode penelitian terhadap permasalahan yang akan dibahas, memerlukan metode yang terstruktur untuk memberikan informasi yang sesuai terhadap aspek keilmuan yang kemudian mudah dipahami publik secara umum. Metode penelitian hukum artinya ilmu tentang cara melakukan penelitian hukum dengan teratur (sistematis).1
Metode penelitian sebagai ilmu selalu berdasarkan fakta empiris yang ada didalam masyarakat. Fakta empiris tersebut dikerjakan secara metodis, disusun secara sistematis, dan diuraikan secara logis dan analitis. Fokus penelitian selalu diarahkan pada penemuan hal-hal baru atau pengembangan ilmu yang sudah ada. Secara garis besar metode penelitian meliputi rangkaian metode kegiatan:
a. Rencana penelitian (research design) dan penulisan proposal.
b. Melakukan penelitian sesuai dengan rencana/proposal penelitian.
c. Menulis laporan penelitian.
A. Jenis penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif adalah penelitian hukum yang mengkaji
1 Xxxxxxxxxx Xxxxxxxx, 2004, Hukum Dan Penelitian Hukum, Bandung: PT Citra Xxxxxx Xxxxx, hlm. 57.
hukum tertulis dari berbagai aspek, yaitu aspek teori, sejarah, filosofi, perbandingan, struktur dan komposisi, lingkup dan materi, konsistensi, penjelasan umum dan pasal demi pasal, formalitas dan kekuatan mengikat suatu undang- undang, serta bahasa hukum yang digunakan, tetapi tidak mengkaji aspek terapan atau implementasinya.2 Penelitian ini mengkaji mengenai alasan dan akibat hukum pemutusan perjanjian kerjasama antara Pemerintah Kota Bandar Lampunng dan PT Xxxxx Xxxxx Xxxxxxxxx tentang pembangunan dan penataan ulang Pasar Smep Kota Bandar Lampung.
B. Tipe Penelitian
Tipe penelitian adalah tipe penelitian deskriptif yaitu suatu penelitian yang menggambarkan secara jelas, rinci dan sistematis mengenai objek yang akan diteliti. Penelitian deskriptif dilakukan dengan tujuan untuk melihat secara jelas, rinci, dan sistematis mengenai bagaimana aturan Perundang-Undangan dan teori serta doktrin yang berlaku di tempat tertentu, atau mengenai gejala yuridis yang ada mengenai alasan dan akibat hukum pemutusan perjanjian kerjasama antara Pemerintah Kota Bandar Lampunng dan PT Xxxxx Xxxxx Xxxxxxxxx tentang pembangunan dan penataan ulang Pasar Smep Kota Bnadar Lampung, kemudian hasil analisis akan dideskripsikan secara lengkap dan sistematis.
C. Pendekatan Masalah
Pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan normatif. Langkah awal untuk menggunakan pendekatan normatif dengan menentukan pendekatan yang lebih sesuai dengan rumusan masalah dan tujuan
2 Ibid, hlm.101-102.
penelitian, mengidentifikasi pokok bahasan berdasarkan rumusan masalah penelitian, membuat rincian subpokok bahasan berdasarkan setiap pokok bahasan hasil identifikasi, pengumpulan, pengolahan, penganalisisan data, dan kesimpulan, serta laporan hasil penelitian dalam bentuk karya ilmiah.3
D. Data dan Sumber Data
Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh langsung dari sumber pertama, yakni prilaku para pihak melalui penelitian. Data primer yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dengan cara turun langsung kelapangan guna mengumpulkan data yang diperlukan melalui wawancara dengen narasumber terkait.
Data sekunder antara lain mencakup dokumen-dikumen resmi, buku-buku, hail- hasil penelitian yang berwujud laporan dan seterusnya. Data sekunder terdiri dari:
1. Bahan Hukum Primer, yaitu bahan hukum yang mempunyai kekuatan hukum tetap mengikat yaitu meliputi:
a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
b. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
c. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria (UUPA).
d. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000 Tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan.
e. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Satuan Rumah Susun.
f. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi.
3 Ibid., hlm. 112.
g. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi.
h. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 Tentang Hak Pengelolaan Lahan.
i. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai atas Tanah.
j. Peraturan presiden Nomor 16 Tahun 2018 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
k. Peraturan Menteri Negara Agraria Nomor 9 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan.
l. Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 yang mengatur tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
m. perjanjian kerjasama antara Pemerintah Kota Bandar Lampunng dan PT Xxxxx Xxxxx Xxxxxxxxx tentang pembangunan dan penataan ulang Pasar Smep Kota Bandar Lampung.
2. Bahan Hukum Sekunder, yaitu Bahan-bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer seperti hasil penelitian, buku, artikel, makalah, prinsip-prinsip yang diakui dan hasil dari para ahli hukum di bidang hukum perjanjian.
3. Bahan Hukum Tersier, yaitu Bahan hukum tersier yang digunakan, yaitu segala bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder atau disebut juga sebagai bahan hukum penunjang dalam penelitian.
E. Metode Pengumpulan Data
1. Studi Kepustakaan
Studi Pustaka yaitu pengkajian informasi tertulis mengenai hukum yang berasal dari berbagai sumber dan dipublikasikan secara luas serta dibutuhkan dalam penelitian hukum normatif. Studi kepustakaan dilakukan untuk memperoleh data sekunder dengan cara membaca dan mengutip literatur- literatur, mengkaji peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan permasalahan yang dibahas.
2. Studi dokumen
Studi dokumen yaitu pengkajian informasi tertulis mengenai hukum yang tidak dipublikasikan secara umum tetapi boleh diketahui oleh pihak tertentu. Setelah melakukan pengumpulan data Dalam hal ini mengkaji perjanjian kerjsama antara Pemrintah Kota Bandar Lampung dan PT Xxxxx Xxxxx Developer tentang pembangunan dan Penataan ulang Pasar Smep Kota Bandar Lampung Nomor : 20/PK/HK/2013 Nomor : 888/PAD/VII/2013.
3. Wawancara
Wawancara adalah kegiatan pengumpulan data yang bersumber langsung dari responden penelitian dilapangan. Narasumber yang diwawancarai antara lain Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Bandar Lampung, Direktur Utama PT Xxxxx Xxxxx Xxxxxxxxx, Pedang ex. Pasar Smep Kota Bndar Lampung, Kepala UPT Pasar Smep.
F. Metode Pengolahan Data
selanjutnya pengolahan data yang diperoleh digunakan untuk menganalisis permasalahan yang diteliti. Pengolahan data dalam penulisan skripsi ini dilakukan dengan cara:
a. Pemeriksaan Data
yaitu memeriksa data yang dikumpulkan serta memastikan bahwa data yang diperoleh sudah cukup lengkap, sudah cukup benar dan sesuai dengan permasalahan.
b. Klasifikasi Data
yaitu mengelompokkan data yang diperoleh sesuai dengan bidang pokok bahasan agar memudahkan dalam proses Analisa menjawab permasalahan.
c. Penyusunan data
yaitu kegiatan penyusunan dan menempatkan data yang diperoleh pada tiap- tiap pokok bahasan dengan susunan yang sistematis sehingga memudahkan ketika proses tahapan pembahasan.
G. Analisis Data
Analisis data, yang dilakukan oleh penulis adalah secara kualitatif. Metode analisis data secara kualitatif yaitu suatu kegiatan yang dilakukan oleh penulis untuk menentukan isi atau makna aturan hukum yang dijadikan rujukan dalam menyelesaikan permasalahan hukum yang menjadi objek kajian.4
4 X. Xxxxxxxxx Xxx, 2011, Metode Penelitian Hukum, Jakarta: PT. Sinar Grafika, hlm.
107.
V. PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian hasil penelitian dan pembahasan dalam skripsi ini, maka penulis menarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Bahwa berdasarkan perjanjian kerjasama Bangun Guna Serah atau BOT (Build Operate Transfer) Nomor :20/PK/HK/2013, Nomor :888/PAD/VII/2013 antara Pemerintah Kota Bandar Lampung dengan PT Xxxxx Xxxxx Xxxxxxxxx tentang pembangunan dan penataan ulang Pasar Smep, dan telah dilakukan Addendum perjanjian kerjasama pada tanggal 7 September 2015 Nomor :23/PK/KH/2015, Nomor :018/IX/PAD/2015 yang telah dibuat dan ditandatangani para pihak adalah sah sesuai dengan ketentuan Pasal 1320 KUHPdt dan mengikat para pihak sesuai dengan ketentuan pasal 1338 KUHPdt dan surat perjanjian tersebut tidak bertentangan dengan ketentuan Peraturan Perundang-Undangan mengenai Pengadaan Barang dan Jasa yang secara khusus diatur dalam Peraturan Mentri Dalam Negeri Nomor 19 Tahun 2016 tentang Pedoman Pengadaan Barang dan/atau Jasa Milik Daerah mengenai ketentuan Perjanjian BOT (Build, Operate, Transfer). Dimana para pihak yang telah mengikatkan dirinya untuk melaksanakan hak dan kewajiban para pihak. Pihak kedua PT Xxxxx Xxxxx Xxxxxxxxx bertanggung jawab untuk melaksanakan pekerjaan pembangunan dan penataan ulang Pasar Smep beserta fasilitas pendukung
lainnya sesuai dengan gambar teknis dan spesifikasi sebagaimana ketentuan pasal 2 perjanjian dengan jangka waktu yang telah ditentukan akan tetapi sampai dengan berakhirnya waktu yang diperjanjikan pihak kedua tidak dapat menyelesaikan pekerjaan pembangunan dan penataan ulang Pasar Smep Kota Bandar Lampung sehingga Pemerntah Kota Bandar Lampung mengambil keputusan untuk memutus perjanjian kerjasama dengan PT Xxxxx Xxxxx Developer dikarenakan pihak kedua lalai dalam melaksanakan tugasnya hal ini telah sesuai dengan Peraturan Perundang-Undangan sebagaimana diatur yang secara khusus diatur dalam Peraturan Mentri Dalam Negeri Nomor 19 Tahun 2016 tentang Pedoman Pengadaan Barang dan/atau Jasa Milik Daerah mengenai ketentuan Perjanjian BOT (Build, Operate, Transfer) dan pasal 10 ayat (1) addenndum perjanjian yang menerangkan bahwa perjanjian kerjasama ini dapat berakhir secara sepihak oleh pihak pertama apabila pihak kedua karena suatu hal yang tidak dapat diterima oleh pihak pertama berdasarkan pertimbangan tertentu tidak melakukan kegiatan pembangunan dalam waktu 90 (sembilan puluh) hari sejak ditandatanganinya addendum.
2. Akibat hukum pemutusan perjanjian pembangunan dan penataan ulang Pasar Smep Kota Bandar Lampung adalah Pemerintah Kota Bandar Lampung berhak menerima Bank Garansi dari pihak kedua PT Xxxxx Xxxxx Xxxxxxxxx sebagaimana tertuang dalam Pasal 5 dan Pasal 6 addendum perjanjian senilai 5% dari nilai investasi Rp. 286.830.367.500,- (dua ratus delapan puluh enam miliar delapan ratus tiga puluh tiga juta tiga ratus enam puluh tujuh ribu lima ratus rupiah) yaitu sebesar Rp. 00.000.000.000,- (empat belas miliyar tiga ratus empat puluh satu juta lima ratus delapan belas ribu tiga ratus tujuh puluh lima
rupiah) yang diserahkan kepada saat penandatangan perjanjian kerjasama. Sebagai syarat mutlak pemutusan perjanjian. Tidak hanya itu pemutusan perjanjian pembangunan dan penataan ulang pasar smep juga berdampak kepada pihak lain yakni pedagang Pasar Smep yang terkena dampak berupa pembangunan yang tertunda menyisakan kubangan besar seperti kolam yang sekarang dipenuhi sampah dan mengelurkan aroma tidak sedap sehingga berdampak terhadap jumlah pembeli selain itu banyak pedagang yang menutup lapaknya dan memililh untuk berdagang dipasar harian karena menurunnya tingkat konsumen di Pasar Smep tidak hanya itu banyak pedagang yang telah memerikan uang muka untuk ruko di lokasi yang akan dibangun yang besaran uang muka senilai Rp. 2.000.000,- (dua juta rupiah) s/d Rp.5.000.000,- (lima juta rupiah) dengan jumlah keseluruhan uang muka kios sebesar Rp. 5.800.000.000,- (lima miliyar delapan ratus juta rupiah) yang hingga saat ini belum dikembalikan.
B. Saran
1. Mengingat asas manfaat dan kerugian yang akan timbul apabila pekerjaan pembangunan dan penataan ulang Pasar Smep Kota Bandar Lampung tidak diselesaikan sesuai rencana maka Pemerintah Kota Bnadar Lampung dapat segera kembali melanjutkan pelaksanaan pembangunan dan penataan ulang Pasar Smep dengan investor lain.
2. Kepada PT Xxxxx Xxxxx Xxxxxxxxx untuk segera melunasi kewajibannya kepada pedagang Pasar Smep yang berupa pengembalian uang muka kios
senilai Rp. 5.800.000.000,- (lima miliyar delapan ratus juta rupiah) dan segala bentuk kerugian yang timbul akibat pemutusan perjanjian tersebut.
3. Kepada Pemerintah Kota Bandar lampung untuk meminta dan memberikan teguran maupun surat peringatan kepada PT Xxxxx Xxxxx Xxxxxxxxx untuk melaksanakan kewajibannya terhadap pedagang Pasar Smep yaitu pengembalian uang muka kios senilai Rp. 5.800.000.000,- (lima miliyar delapan ratus juta rupiah)
DAFTAR PUSTAKA
Buku Literatur:
Xxx ,X. Xxxxxxxxx, 2011, Metode Penelitian Hukum, Jakarta: PT. Sinar Grafika.
Ervianto ,Dudu Xxxxxxx, 2010, Pengantar Ilmu Hukum, Xxxxxx Xxxxxxx: Bandung. Xxxxxxxx, Xxxxxxx I,2005, Manajemen Proyek Konstruksi, YogyakArtha: X.X Xxxx.
Xxxxx ,Xxxxx. 2007, Hukum Kontrak (Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis), PT Citra Xxxxxx Xxxxx: Bandung,
Xxxxxxx ,Xxxx Xxxxx. 2011,Hukum Kontrak Asas Proporsionalitas dalam Perjanjian Komersial, Kencana: Jakarta.
XX, Xxxxx dkk. 2008,Perancangan Kontrak & Memorandum of Understanding (MoU), PT Sinar Grafika: Jakarta.
Xxxxxxxxxxx, Xxxxxxx. 2009, Hukum Acara Perdata Indonesia, Liberty: Yogyakarta. Xxxx, Xxxxxx. 2011, Hukum Kontrak Perancangan Kontrak, PT Rajawali Press: Jakarta. Xxxxxxxx , Xxxxxxxxx. 2000, Hukum Perdata Indonesia, Citra Xxxxxx Xxxxx: Bandung.
.2004,Hukum Dan Penelitian Hukum, Bandung: PT Citra Xxxxxx Xxxxx, Xxxxxxx , Xxxxxxx & Xxxxxxx Xxxxxxx, 2008 Hak-Hak atas Tanah, Kencana: Jakarta.
, 2006, Perikatan yang Lahir dari Perjanjian, Kencana: Jakarta. Xxxxxxx ,Xxxx. 2012, Hukum Agraria Kajian Komprehensif, Kencana: Jakarta.
Xxxxxx ,X. 1999, Hukum Perikatan (Perikatan Pada Umumnya), PT Alumni: Bandung. Xxxxxxx, R. 2011, Pengantar Ilmu Hukum, PT Sinar Grafika: Jakarta.
Subekti dan Xxxxxxxxxxxxx. 2008, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, PT Pradya Paramita, Jakarta.
Peraturan Perundang-Undangan:
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria (UUPA).
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000 Tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Satuan Rumah Susun. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi.
Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 Tentang Hak Pengelolaan Lahan.
Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai atas Tanah.
Peraturan presiden Nomor 16 Tahun 2018 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Peraturan Menteri Negara Agraria Nomor 9 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian dan
Pembatalan Hak atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan.
Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 yang mengatur tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
perjanjian kerjasama antara Pemerintah Kota Bandar Lampunng dan PT Xxxxx Xxxxx Xxxxxxxxx tentang pembangunan dan penataan ulang Pasar Smep Kota Bandar Lampung.