UNSUR-UNSUR KEJAHATAN
Statuta Roma
UNSUR-UNSUR KEJAHATAN
Pengantar Umum
1. Mengikuti ketentuan pasal 9, Unsur-Unsur Kejahatan yang diuraikan berikut ini digunakan untuk membantu Mahkamah dalam menafsirkan dan menerapkan pasal 6, 7 dan 8, sesuai dengan ketentuan Statuta. Ketentuan-ketentuan dalam Statuta, termasuk pasal 21 dan prinsip-prinsip umum sebagaimana dinyatakan dalam Bagian 3, berlaku untuk Unsur-Unsur Kejahatan ini.
2. Sebagaimana telah dinyatakan dalam pasal 30, kecuali kalau dinyatakan sebaliknya, seseorang harus dinyatakan bertanggung jawab atas kejahatan dan pantas untuk dihukum atas perbuatan kejahatan dalam jurisdiksi Mahkamah hanya jika unsur-unsur materialnya dilakukan dengan sengaja dan sadar. Jika tidak ada petunjuk ditentukan dalam Unsur-Unsur Kejahatan menyangkut unsur mental dalam tindakan atau perbuatan khusus, konsekuensi atau kondisi dan keadaan yang termasuk dalam daftar, maka dapat dipahami bahwa unsur mental yang relevan, yaitu, niat (kesengajaan), pengetahuan (kesadaran), sebagaimana ditetapkan dalam pasal 30 berlaku. Pengecualian terhadap standar pasal 30, berdasarkan ketentuan Statuta, termasuk hukum yang dapat diterapkan sesuai ketentuan-ketentuan yang relevan dari Statuta, dinyatakan sebagai berikut.
3. Adanya niat dan pengetahuan dapat disimpulkan dari fakta-fakta dan keadan-keadaan yang relevan.
4. Berkenaan dengan unsur mental yang dipadukan dengan unsur-unsur yang melibatkan pertimbangan nilai, semisal pertimbangan yang menggunakan istilah “tidak manusiawi” atau “kejam”, tidak perlu bahwa pelakunya secara personal menyelesaikan suatu pertimbangan nilai yang khusus, kecuali kalau dinyatakan sebaliknya.
5. Dasar-dasar untuk menghilangkan tanggung jawab pidana atau ketiadaan tanggung jawab pidana umumnya tidak ditentukan secara khusus dalam unsur-unsur kejahatan yang terdaftar dalam masing-masing kejahatannya.1
6. Persayaratan soal “ketiadaan hukum sama sekali” (unlawfulness) yang ditemukan dalam Satuta atau dalam bagian-bagian lain dari hukum internasional, khususnya hukum humaniter internasional, umumnya tidak ditentukan secara khusus dalam unsur- unsur kejahatannya.
7. Unsur-unsur kejahatan umumnya disusun dengan mengikuti prinsip-prinsip berikut ini:
- Jika unsur-unsur kejahatan berfokus pada tindakan atau perilaku, konsekuensi dan keadaan yang disesuaikan dengan masing-masing jenis kejahatannya, maka unsur- unsur kejahatan itu didaftar mengikuti susunan itu;
- Jika diperlukan, suatu unsur mental yang khusus didaftar setelah tindakan, konsekuensi atau keadaan yang dipengaruhinya itu;
- Keadaan-keadaan kontekstual didaftar paling akhir.
8. Sebagaimana digunakan dalam Unsur-Unsur Kejahatan, istilah “pelaku” (perpetrator) bersifat netral terhadap hal bersalah (guilt) atau ketidakbersalahan (innocence). Unsur- unsur, termasuk unsur-unsur mental yang tepat, berlaku, secara mutatis mutandis, bagi pihak-pihak yang kewajiban pidananya dikenakan berdasarkan ketentuan Statuta dalam pasal 25 dan 28.
9. Suatu tindakan tertentu bisa menjadi bagian dari satu atau lebih kejahatan.
1 Ayat ini tidak mengandung prejudis atau tidak melanggar ketentuan mengenai kewajiban Penuntut Umum berdasarkan ketentuan Statuta dalam pasal 54, ayat 1.
10. Penggunaan nama-nama singkatan dari kejahatan tersebut tidak memiliki efek legal atau akibat hukum.
Pasal 6 Genosida
Pengantar
Berkaitan dengan unsur terakhir yang terdaftar untuk tiap-tiap kejahatan:
- Istilah “dalam konteks” (in the context of) akan mencakupi tindakan awal dalam pola yang mendesak;
- Istilah “manifes” adalah suatu istilah menyangkut kualifikasi objektif;
- Tanpa dipengaruhi oleh persyaratan normal untuk unsur mental yang dinyatakan dalam pasal 30, dan dengan mengakui bahwa kesadaran atau pengetahuan terhadap keadaaan- keadaan tersebut biasanya akan ditekankan dalam membuktikan niat dalam kejahatan genosida, persyaratan yang tepat, jika ada, untuk suatau unsur mental menyangkut keadaan-keadaan tersebut perlu diputuskan oleh Mahkamah berdasarkan pertimbangan kasus per kasus.
Pasal 6 (a)
Genosida dengan pembunuhan
Unsur-Unsurnya
1. Pelakunya membunuh (kill)2 satu atau lebih orang.
2. Orang atau orang-orang tersebut [yang dibunuh itu] berasal dari suatu bangsa tertentu, kelompok etnis, ras atau agama tertentu.
3. Pelaku tersebut memang berniat untuk menghancurkan, baik seluruh maupun sebagian, bangsa tersebut, kelompok etnis, ras atau agama tertentu tersebut.
4. Tindakan tersebut terjadi dalam konteks suatu pola yang manifes dari tindakan serupa yang diarahkan kepada kelompok tersebut atau tindakan tersebut merupakan tindakan yang tidak bisa tidak pasti akan berakibat pada kehancuran terhadap kelompok- kelompok tersebut.
Pasal 6 (b)
Genosida dengan menimbulkan luka fisik atau mental yang serius
Unsur-Unsurnya
1. Pelakunya menyebabkan luka fisik atau mental yang serius terhadap satu atau lebih orang.3
2. Orang atau orang-orang tersebut [yang dilukai itu] berasal dari suatu bangsa tertentu, kelompok etnis, ras atau agama tertentu.
3. Pelaku tersebut memang berniat untuk menghancurkan, baik seluruh maupun sebagian, bangsa tersebut, kelompok etnis, ras atau agama tertentu tersebut.
4. Tindakan tersebut terjadi dalam konteks suatu pola yang manifes dari tindakan serupa yang diarahkan kepada kelompok tersebut atau tindakan tersebut merupakan tindakan
2 Kata atau terminologi “membunuh” (kill) dapat digunakan secara bergantian dengan terminologi “menyebabkan kematian” (cause death).
3 Tindakan ini bisa mencakupi, tetapi tidak perlu dibatasi pada, tindakan penyiksaan, pemerkosaan, kekerasan seksual atau perlakuan tidak manusiawi atau merendahkan martabat.
yang tidak bisa tidak pasti akan berakibat pada kehancuran terhadap kelompok- kelompok tersebut.
Pasal 6 (c)
Genosida dengan secara sengaja menimbulkan kondisi kehidupan yang diperhitungkan akan menyebabkan kehancuran fisik
Unsur-Unsurnya
1. Pelaku tersebut dengan sengaja menimbulkan kondisi-kondisi kehidupan tertentu [yang akan mendatangkan kehancuran fisik] terhadap satu atau lebih orang.
2. Orang atau orang-orang tersebut [korban perbuatan pelaku pada unsur nomor 1 di atas] berasal dari suatu bangsa tertentu, kelompok etnis, ras atau agama tertentu.
3. Pelaku tersebut memang berniat untuk menghancurkan, baik seluruh maupun sebagian, bangsa tersebut, kelompok etnis, ras atau agama tertentu tersebut.
4. Kondisi kehidupan diperhitungkan akan mendatangkan kehancuran fisik dari kelompok tersebut, baik seluruhnya maupun sebagian.4
5. Tindakan tersebut terjadi dalam konteks suatu pola yang manifes dari tindakan serupa yang diarahkan kepada kelompok tersebut atau tindakan tersebut merupakan tindakan yang tidak bisa tidak pasti akan berakibat pada kehancuran terhadap kelompok- kelompok tersebut.
Pasal 6 (d)
Genosida dengan memaksakan tindakan-tindakan yang dimaksud untuk mencegah kelahiran
Unsur-Unsurnya
1. Pelaku memaksakan tindakan-tindakan tertentu itu terhadap satu atau lebih orang
2. Orang atau orang-orang tersebut [yang dipaksa itu] berasal dari suatu bangsa tertentu, kelompok etnis, ras atau agama tertentu.
3. Pelaku tersebut memang berniat untuk menghancurkan, baik seluruh maupun sebagian, bangsa tersebut, kelompok etnis, ras atau agama tertentu tersebut.
4. Tindakan-tindakan yang dipaksakan itu dimaksudkan untuk mencegah kelahiran di dalam kelompok tersebut.
5. Tindakan tersebut terjadi dalam konteks suatu pola yang manifes dari tindakan serupa yang diarahkan kepada kelompok tersebut atau tindakan tersebut merupakan tindakan yang tidak bisa tidak pasti akan berakibat pada kehancuran terhadap kelompok- kelompok tersebut.
Pasal 6 (e)
Genosida dengan memindahkan anak-anak secara paksa
Unsur-Unsurnya
4 Terminologi “kondisi kehidupan” (condition of life) bisa mencakupi, tetapi tidak perlu dibatasi pada, pencaplokan secara sengaja sumber-sumber yang tak bisa digantikan dengan apa pun untuk mempertahankan kehidupan, semisal makanan atau pelayanan kesehatan, atau pengusiran secara sistematis dari rumah atau tempat tinggal mereka.
1. Pelaku memindahkan secara paksa satu atau lebih orang.5
2. Orang atau orang-orang tersebut [yang dipaksa itu] berasal dari suatu bangsa tertentu, kelompok etnis, ras atau agama tertentu.
3. Pelaku tersebut memang berniat untuk menghancurkan, baik seluruh maupun sebagian, bangsa tersebut, kelompok etnis, ras atau agama tertentu tersebut.
4. Pemindahan tersebut adalah dari kelompok [yang dipaksa itu] ke kelompok lain
5. Orang-orang yang dipaksa pindah itu adalah yang berumur di bawah 18 tahun
6. Pelakunya mengetahui, atau seharusnya sudah mengetahui, bahwa orang atau orang- orang tersebut memang berusia di bawah 18 tahun.
7. Tindakan tersebut terjadi dalam konteks suatu pola yang manifes dari tindakan serupa yang diarahkan kepada kelompok tersebut atau tindakan tersebut merupakan tindakan yang tidak bisa tidak pasti akan berakibat pada kehancuran terhadap kelompok- kelompok tersebut.
5 Terminologi “secara paksa” (forcibly) tidak dibatasi pada paksaan secara fisik, melainkan juga mencakupi ancaman paksaan atau tekanan, semisal yang disebabkan oleh rasa takut akan tindakan kekerasan, penyekapan, penahanan, serangan psikologis atau penyalahgunaan wewenang, terhadap orang-orang seperti itu atau orang lain, atau dengan mengambil keuntungan dari suatu situasi atau lingkungan yang memaksa atau menekan.
Pasal 7
Kejahatan terhadap Kemanusiaan
Pengantar
1. Karena pasal 7 merupakan bagian dari hukum pidana internasional, maka ketentuan- ketentuannya, sejalan dengan pasal 22, harus sungguh-sungguh dipahami secara khusus, dan, dengan mempertimbangkan bahwa kejahatan terhadap kemanusiaan sebagaimana dinyatakan dalam pasal 7 adalah salah satu di antara kejahatan paling serius terhadap keberadaan komunitas internasional sebagai suatu keseluruhan, menjamin sekaligus memprasyaratkan adanya tanggung jawab pidana secara individual, dan menuntut tindakan yang tidak diperbolehkan di bawah hukum internasional yang dapat diterapkan secara umum, sebagaimana diakui oleh sistem- sistem hukum utama di dunia ini.
2. Dua unsur terakhir untuk masing-masing kejahatan terhadap kemanusiaan [yang dinyatakan dalam pasal 7] menggambarkan konteks di mana tindakan tersebut harus terjadi. Unsur-unsur tersebut mengklarifikasikan keterlibatan yang nyata atau perlu dalam, dan pengetahuan atas, suatu serangan meluas atau sistematik terhadap suatu kelompok penduduk sipil. Kendati demikian, unsur terakhir tidak boleh diinterpretasikan sebagai membutuhkan bukti bahwa pelaku memang memiliki pengetahuan atas semua karakteristik serangan atau detail-detail yang presis dari rencana atau kebijakan Negara atau organisasi yang melakukan tindakan kejahatan tersebut. Dalam hal terjadi serangan meluas dan sistematik yang mendadak terhadap suatu kelompok penduduk sipil, ketentuan soal niat dari unsur terakhir memberikan indikasi bahwa unsur mental tersebut menjadi terpenuhi apabila pelaku berniat untuk melanjutkan serangan semacam itu.
3. “Serangan yang ditujukan terhadap suatu kelompok penduduk sipil” dalam konteks unsur-unsur tersebut dipahami untuk memaknai suatu cara bertindak yang melibatkan perbuatan-perbuatan berganda dari tindakan yang dimaksudkan oleh Statuta pasal 7, ayat 1, terhadap sekelompok penduduk sipil, mengikuti atau sebagai kelanjutan dari kebijakan suatu Negara atau organisasi untuk melakukan serangan seperti itu. Perbuatan- perbuatan tersebut tidak perlu merupakan suatu serangan militer atau bagian dari serangan militer. Ini dipahami bahwa “kebijakan untuk melakukan serangan semacam itu” memprasyaratkan bahwa Negara atau organisasi tersebut secara aktif mempromosikan atau mendorong timbulnya serangan semacam itu terhadap sekelompok penduduk sipil.6
Pasal 7 (1) (a)
Kejahatan terhadap kemanusiaan berupa pembunuhan
Unsur-Unsurnya
6 Suatu kebijakan yang menjadikan suatu kelompok penduduk sipil sebagai objek serangan akan diimplementasikan oleh Negara atau aksi organisasional. Kebijakan semacam itu bisa, dalam keadaan- keadaan yang merupakan pengecualian, diimplementasikan dengan suatu kegagalan yang disengaja untuk mengambil tindakan, yang secara sadar diarahkan untuk mendorong timbul atau dilakukannya serangan semacam itu. Eksistensi kebijakan semacam itu tidak dapat semata-mata disimpulkan dari ketidak-adaan tindakan pemerintah atau tindakan organisasional.
1. Pelakunya membunuh7 satu atau lebih orang.
2. Tindakan tersebut dilakukan sebagai bagian dari serangan meluas dan sistematik yang ditujukan terhadap suatu kelompok penduduk sipil.
3. Pelaku mengetahui bahwa tindakan tersebut merupakan bagian dari atau memaksudkan tindakan itu untuk menjadi bagian dari serangan meluas atau sistematik terhadap suatu kelompok penduduk sipil.
Pasal 7 (1) (b)
Kejahatan terhadap kemanusiaan berupa pemusnahan
Unsur-Unsurnya
1. Pelakunya membunuh8 satu atau lebih orang, termasuk dengan menimbulkan kondisi- kondisi kehidupan yang diperhitungkan akan menyebabkan kehancuran bagian dari suatu kelompok penduduk.9
2. Tindakan tersebut merupakan, atau terjadi sebagai bagian dari,10 suatu pembunuhan masal terhadap anggota dari suatu kelompok penduduk sipil.
3. Tindakan tersebut dilakukan sebagai bagian dari serangan meluas dan sistematik yang ditujukan terhadap suatu kelompok penduduk sipil.
4. Pelaku mengetahui bahwa tindakan tersebut merupakan bagian dari atau memaksudkan tindakan itu untuk menjadi bagian dari serangan meluas atau sistematik terhadap suatu kelompok penduduk sipil.
Pasal 7 (1) (c)
Xxxxxxxxx xxxxxxxx xxxxxxxxxxx xxxxxx xxxxxxxxxx
Xxxxx-Xxxxxxxx
0. Pelakunya menggunakan kekuasaan apa pun yang melekat pada hak atas kepemilikan terhadap seseorang atau lebih, semisal dengan membeli, menjual, meminjamkan atau mempertukarkan orang atau orang-orang itu, atau dengan mengambil keuntungan dari mereka karena tercerabutnya kebebasan11 mereka.
2. Tindakan tersebut dilakukan sebagai bagian dari serangan meluas dan sistematik yang ditujukan terhadap suatu kelompok penduduk sipil.
7 Istilah “membunuh” (kill) dapat digunakan secara bergantian dengan terminologi “menyebabkan kematian” (cause death). Catatan ini berlaku bagi semua unsur-unsur yang menggunakan salah satu di antara dua konsep tersebut.
8 Tindakan tersebut bisa dilakukan dengan metode pembunuhan yang berbeda, baik secara langsung maupun tidak langsung.
9 Penimbulan kondisi-kondisi seperti itu bisa mencakupi pencaplokan akses terhadap makanan dan pelayanan kesehatan.
10 Terminologi “sebagai bagian dari” mencakupi tindakan permulaan dalam suatu pembunuhan masal.
11 Perlu dipahami bahwa tercaploknya atau tercerabutnya kebebasan semacam itu bisa, dalam beberapa hal tertentu, mencakupi kerja paksa yang berat atau sebaliknya menurunkan derajat seseorang sehingga ia memiliki kepatuhan yang berlebihan sebagaimana dinyatakan dalam Konvensi Pelengkap tentang Penghapusan Perbudakan, Perdagangan Budak, dan Institusi-Institusi dan Praktik-Praktik yang Sama dengan Perbudakan tahun 1956 (Convention on the Abolition of Slavery, the Slave Trade, and Initutions and Practices Similar to Slavery of 1956). Juga perlu dipahami bahwa tindakan yang digambarkan di dalam unsur-unsur ini mencakupi perdagangan orang, khususnya wanita dan anak-anak.
Pasal 7 (1) (d)
Kejahatan terhadap kemanusiaan berupa deportasi atau pemindahan penduduk secara paksa
Unsur-Usurnya
1. Pelaku mendeportasikan atau dengan cara xxxxxxx00 memindahkan,13 tanpa dasar- dasar yang membolehkan dalam hukum internasional, satu atau lebih orang ke Negara lain atau lokasi lain, dengan tindakan-tindakan berupa memaksa atau tindakan menekan lainnya.
2. Orang atau orang-orang tersebut secara legal berada di wilayah atau tempat dari mana mereka kemudian dideportasi atau dipindahkan.
3. Pelaku menyadari atau mengetahui keadaan-keadaan faktual yang memenuhi persyaratan legal dari keberadaan orang atau orang-orang itu di tempat mereka berada itu.
4. Tindakan tersebut dilakukan sebagai bagian dari serangan meluas dan sistematik yang ditujukan terhadap suatu kelompok penduduk sipil.
5. Pelaku mengetahui bahwa tindakan tersebut merupakan bagian dari atau memaksudkan tindakan itu untuk menjadi bagian dari serangan meluas atau sistematik terhadap suatu kelompok penduduk sipil.
Pasal 7 (1) (e)
Kejahatan terhadap kemanusiaan berupa pemenjaraan atau perampasan berat atas kebebasan fisik
Unsur-Unsurnya
1. Pelaku memenjarakan satu atau lebih orang atau sebaliknya secara kasar atau kejam mencaplok kebebasan fisik orang atau orang-orang tersebut.
2. Tingkat keseriusan tindakan tersebut termasuk dalam kategori tindakan pelanggaran terhadap aturan-aturan dasar hukum internasional.
3. Pelaku menyadari atau mengetahui keadaan-keadaan faktual yang turut menentukan kadar keseriusan tindakan tersebut.
4. Tindakan tersebut dilakukan sebagai bagian dari serangan meluas dan sistematik yang ditujukan terhadap suatu kelompok penduduk sipil.
12 Terminologi “secara atau dengan memaksa” (forcibly) tidak hanya terbatas pada pemaksaan secara fisik, tetapi juga mencakupi ancaman pemaksaan atau membuat seseorang mau tidak mau harus mengikuti kemauan yang memerintahkan itu. Hal ini bisa disebabkan oleh misalnya takut akan tindakan kekerasan yang bakal menimpanya, pemaksaan kehendak, penyekapan, serangan psikologis atau penyalagunaan kekuasaan terhadap orang atau orang-orang atau seorang lain, atau dengan mengambil keuntungan dari lingkungan yang memaksa/kursif.
13 “Dideportasikan atau dipindahkan dengan cara memaksa” (deported or forcibly transferred) bisa digunakan secara bergantian dengan maksud yang sama dengan frase “diusir dengan cara memaksa” (forcibly displace).
Pasal 7 (1) (f)
Kejahatan terhadap kemanusiaan berupa penyiksaan14
Unsur-Unsurnya
1. Pelaku membuat seseorang atau orang-orang mengalami rasa sakit atau penderitaan yang luar biasa baik secara fisik maupun mental.
2. Orang atau orang-orang itu berada dalam tahanan atau berada di bawah kontrol pelaku bersangkutan.
3. Rasa sakit atau penderitaan tersebut tidak hanya muncul dari, dan tidak inheren atau hanya sekadar mengikuti, sanksi-sanksi hukum.
4. Tindakan tersebut dilakukan sebagai bagian dari serangan meluas dan sistematik yang ditujukan terhadap suatu kelompok penduduk sipil.
5. Pelaku mengetahui bahwa tindakan tersebut merupakan bagian dari atau memaksudkan tindakan itu untuk menjadi bagian dari serangan meluas atau sistematik terhadap suatu kelompok penduduk sipil.
Pasal 7 (1) (g) – 1
Kejahatan terhadap kemanusiaan berupa pemerkosaan
Unsur-Unsurnya
1. Xxxxxx xxxxxxxx (xxxxxx)00 badan seseorang dengan tindakan yang berakibat pada penetrasi, bahkan dengan begitu kasar, pada bagian apa saja dari badan korban atau dari badan pelaku dengan organ seskual, atau pada bagian lubang dubur atau organ genital korban dengan menggunakan benda atau objek apa pun atau bagian apa pun dari badan pelaku.
2. Penyerbuan itu dilakukan dengan kekuatan memaksa, atau dengan tindakan paksaan atau menekan atau tindakan yang membuat seseorang mau tidak mau harus mengikuti kemauan yang memerintahkan itu; hal ini bisa disebabkan oleh misalnya takut akan tindakan kekerasan yang bakal menimpanya, pemaksaan kehendak, penyekapan, serangan psikologis atau penyalagunaan kekuasaan terhadap orang atau orang-orang atau seorang lain, atau dengan mengambil keuntungan dari lingkungan yang memaksa/kursif, atau penyerbuan itu dilakukan terhadap orang yang tidak memiliki kemampuan dalam memberikan kerelaan atau menyatakan kesediaan sejati.16
3. Tindakan tersebut dilakukan sebagai bagian dari serangan meluas dan sistematik yang ditujukan terhadap suatu kelompok penduduk sipil.
14 Perlu dipahami bahwa tidak ada tujuan khusus yang perlu dibuktikan untuk kejahatan ini.
15 Konsep “penyerbuan” (invasion) dimaksudkan untuk bercakupan luas sehingga bersifat netral-gender.
16 Perlu dipahami bahwa seseorang bisa dikatakan tidak memiliki kemampuan atau tidak mampu untuk menyatakan kesediaan atau kerelaan sejati jika hal itu telah disebabkan oleh ketidakcakapan alamiah, faktor lain di luar dirinya, atau berkenaan dengan umur. Catatan ini hanya berlaku untuk unsur-unsur yang berkaitan yaitu dalam pasal 7 (1) (g) – 3, 5 dan 6.
Kejahatan terhadap kemanusiaan berupa perbudakan seksual17
Unsur-Unsurnya
1. Pelakunya menggunakan kekuasaan apa pun yang melekat pada hak atas kepemilikan terhadap seseorang atau lebih, semisal dengan membeli, menjual, meminjamkan atau mempertukarkan orang atau orang-orang itu, atau dengan mengambil keuntungan dari mereka karena tercerabutnya kebebasan18 mereka.
2. Pelaku menyebabkan orang atau orang-orang itu terlibat dalam satu atau lebih tindakan yang bersifat seksual.
3. Tindakan tersebut dilakukan sebagai bagian dari serangan meluas dan sistematik yang ditujukan terhadap suatu kelompok penduduk sipil.
4. Pelaku mengetahui bahwa tindakan tersebut merupakan bagian dari atau memaksudkan tindakan itu untuk menjadi bagian dari serangan meluas atau sistematik terhadap suatu kelompok penduduk sipil.
Pasal 7 (1) (g) – 3
Kejahatan terhadap kemanusiaan berupa prostitusi yang dipaksakan
Unsur-Unsurnya
1. Pelaku menyebabkan orang atau orang-orang itu terlibat dalam satu atau lebih tindakan yang bersifat seksual dengan cara memaksa atau dengan tindakan paksaan, atau menekan, atau dengan tindakan yang membuat seseorang mau tidak mau harus mengikuti kemauan yang memerintahkan itu; hal ini bisa disebabkan oleh misalnya takut akan tindakan kekerasan yang bakal menimpanya, pemaksaan kehendak, penyekapan, serangan psikologis atau penyalagunaan kekuasaan terhadap orang atau orang-orang atau seorang lain, atau dengan mengambil keuntungan dari lingkungan yang memaksa/kursif atau dengan memanfaatkan ketidakcakapan orang atau orang- orang itu dalam memberikan atau menyatakan kesediaan dan kerelaan yang sejati.
2. Pelaku atau seorang lain memperoleh atau berharap untuk memperoleh imbalan uang atau keuntungan dalam bentuk lain sebagai balasan untuk atau berkenaan dengan dilakukannya tindakan yang bersifat seksual itu.
3. Tindakan tersebut dilakukan sebagai bagian dari serangan meluas dan sistematik yang ditujukan terhadap suatu kelompok penduduk sipil.
17 Oleh karena adanya hakikat kompleks dari kejahatan ini, maka perlu diakui bahwa pelaksanaan tindakan ini bisa melibatkan lebih dari satu pelaku sebagai bagian tak terpisahkan dari tujuan kejahatan secara umum.
18 Perlu dipahami bahwa tercaploknya atau tercerabutnya kebebasan semacam itu bisa, dalam beberapa hal tertentu, mencakupi kerja paksa yang berat atau sebaliknya menurunkan derajat seseorang sehingga ia memiliki kepatuhan yang berlebihan sebagaimana dinyatakan dalam Konvensi Pelengkap tentang Penghapusan Perbudakan, Perdagangan Budak, dan Institusi-Institusi dan Praktik-Praktik yang Sama dengan Perbudakan tahun 1956 (Convention on the Abolition of Slavery, the Slave Trade, and Initutions and Practices Similar to Slavery of 1956). Juga perlu dipahami bahwa tindakan yang digambarkan di dalam unsur-unsur ini mencakupi perdagangan orang, khususnya wanita dan anak-anak.
Kejahatan terhadap kemanusiaan berupa kehamilan yang dipaksakan
Unsur-Unsurnya
1. Pelaku menyekap satu atau lebih wanita untuk dibuat hamil secara paksa, dengan maksud untuk mempengaruhi komposisi etnik dari berbagai populasi atau dengan maksud untuk melakukan pelanggaran serius terhadap hukum internasional.
2. Tindakan tersebut dilakukan sebagai bagian dari serangan meluas dan sistematik yang ditujukan terhadap suatu kelompok penduduk sipil.
3. Pelaku mengetahui bahwa tindakan tersebut merupakan bagian dari atau memaksudkan tindakan itu untuk menjadi bagian dari serangan meluas atau sistematik terhadap suatu kelompok penduduk sipil.
Pasal 7 (1) (g) – 5
Kejahatan terhadap kemanusiaan berupa sterilisasi yang dipaksakan
Unsur-Unsurnya
1. Pelaku menghilangkan kemampuan reproduktif biologis dari satu atau lebih orang.19
2. Tindakan tersebut tidak sah baik dari dimensi perlakuan medis atau rumah sakit terhadap orang atau orang-orang yang disteril itu maupun karena kenyataan bahwa hal itu dilakukan dengan persetujuan atau kesediaan mereka yang sejati.20
3. Tindakan tersebut dilakukan sebagai bagian dari serangan meluas dan sistematik yang ditujukan terhadap suatu kelompok penduduk sipil.
4. Pelaku mengetahui bahwa tindakan tersebut merupakan bagian dari atau memaksudkan tindakan itu untuk menjadi bagian dari serangan meluas atau sistematik terhadap suatu kelompok penduduk sipil.
Pasal 7 (1) (g) – 6
Kejahatan terhadap kemanusiaan berupa kekerasan seksual
Unsur-Unsurnya
1. Pelaku melakukan suatu tindakan yang bersifat seksual terhadap satu atau lebih orang atau menyebabkan orang atau orang-orang semacam itu terlibat atau terkait dalam suatu tindakan yang bersifat seksual dengan cara memaksa atau dengan tindakan paksaan, atau menekan, atau dengan tindakan yang membuat seseorang mau tidak mau harus mengikuti kemauan yang memerintahkan itu; hal ini bisa disebabkan oleh misalnya takut akan tindakan kekerasan yang bakal menimpanya, pemaksaan
19 Penghilangan itu tidak dimaksudkan untuk mencakupi tindakan-tindakan menyangkut kontrol kelahiran [atau program keluarga berencana, dalam konsep Indonesia] yang tidak memiliki pengaruh permanen dalam praktiknya.
20 Perlu dipahami bahwa “persetujuan atau kerelaan sejati” (genuine consent) tidak mencakupi persetujuan atau kerelaan yang didapatkan melalui tipu daya atau rayuan untuk menggauli seseorang.
orang atau orang-orang atau seorang lain, atau dengan mengambil keuntungan dari
lingkungan yang memaksa/kursif atau dengan memanfaatkan ketidakcakapan orang atau orang-orang itu dalam memberikan atau menyatakan kesediaan dan kerelaan yang sejati.
2. Tindakan semacam itu merupakan suatu tindakan yang tingkat keseriusannya dapat dibandingkan dengan tindakan-tindakan penyerangan lain dalam Statuta pasal 7, ayat 1 (g).
3. Pelaku menyadari atau mengetahui keadaan-keadaan faktual yang turut menentukan kadar keseriusan tindakan tersebut.
4. Tindakan tersebut dilakukan sebagai bagian dari serangan meluas dan sistematik yang ditujukan terhadap suatu kelompok penduduk sipil.
5. Pelaku mengetahui bahwa tindakan tersebut merupakan bagian dari atau memaksudkan tindakan itu untuk menjadi bagian dari serangan meluas atau sistematik terhadap suatu kelompok penduduk sipil.
Pasal 7 (1) (h)
Xxxxxxxxx xxxxxxxx xxxxxxxxxxx xxxxxx xxxxxxxxxxxx
Xxxxx-Xxxxxxxx
0. Pelaku secara kasar atau dengan kejam menghilangkan atau mencaplok, bertentangan dengan ketentuan hukum internasional,21 hak-hak fundamental dari satu atau lebih orang.
2. Pelaku menjadikan orang atau orang-orang itu sebagai target dengan alasan identitas dari suatu kelompok atau berdasarkan identitas kolektif atau menyasarkan tindakannya pada suatu kelompok atau kolektif secamam itu secara keseluruhan.
3. Penargetan semacam itu didasarkan pada bias politik, ras, nasional/kebangsaan, etnis, budaya, agama, gender sebagaimana dinyatakan dalam Statuta pasal 7, ayat 3, atau dasar-dasar lain yang diakui secara universal sebagai tindakan yang tidak dibolehkan dalam hukum internasional.
4. Tindakan itu dilakukan dalam kaitan dengan berbagai perbuatan yang dimaksudkan dalam Statuta pasal 7, ayat 1, atau berbagai jenis kejahatan yang termasuk dalam jurisdiksi Mahkamah.22
5. Tindakan tersebut dilakukan sebagai bagian dari serangan meluas dan sistematik yang ditujukan terhadap suatu kelompok penduduk sipil.
6. Pelaku mengetahui bahwa tindakan tersebut merupakan bagian dari atau memaksudkan tindakan itu untuk menjadi bagian dari serangan meluas atau sistematik terhadap suatu kelompok penduduk sipil.
Pasal 7 (1) (i)
Kejahatan terhadap kemanusiaan berupa penghilangan paksa terhadap orang- orang23,24
21 Persayaratan ini adalah tanpa prejudis atau tidak melanggar ketentuan ayat 6 dari Pengantar Umum dari Unsur-Unsur Kejahatan ini.
22 Perlu dipahami bahwa tidak ada unsur mental tambahan yang perlu untuk unsur kejahatan ini selain dari unsur yang secara inheren terdapat dalam unsur 6.
23 Oleh karena adanya hakikat kompleks dari kejahatan ini, maka perlu diakui bahwa pelaksanaan tindakan ini bisa melibatkan lebih dari satu pelaku sebagai bagian tak terpisahkan dari tujuan kejahatan secara umum.
1. Pelaku:
(a) Menangkap, menahan25,26 atau menculik satu atau lebih orang; atau
(b) Menolak untuk mengakui penangkapan, penahanan atau penculikan, atau menolak memberikan informasi menyangkut apa yang diketahuinya bakal terjadi atau soal tempat beradanya orang atau orang-orang itu.
2. (a) Penangkapan, penahanan atau penculikan tersebut, diikuti atau disertai dengan suatu penolakan untuk mengakui penghilangan kebebasan atau menolak memberikan informasi tentang apa yang bakal terjadi atau soal tempat beradanya orang atau orang-orang yang diperlakukan demikian itu; atau
(b) Penolakan semacam itu dilakukan atau disertai dengan dihilangkannya kebebasan termaksud.
3. Pelakunya menyadari bahwa:27
(a) Penangkapan, penahanan atau penculikan tersebut akan diikuti dengan suatu rangkaian tindakan yang bisanya dilakukan dengan penolakan untuk mengakui adanya pencaplokan atau penghilangan kebebasan semcam itu atau untuk memberikan informasi tentang hal yang bakal menimpa atau soal tempat beradanya orang atau orang-orang yang terkena unsur kejahatan ini;28 atau
(b) Penolakan semacam itu dilakukan atau disertai dengan dihilangkannya kebebasan termaksud.
4. Penangkapan, penahanan atau penculikan tersebut dilakukan dengan, atau melalui otorisasi atau pengesahan, dukungan atau bantuan dari, suatu Negara atau organisasi politik.
5. Penolakan untuk mengakui dihilangkannya atau dicaplokannya kebebasan tersebut atau penolakan untuk memberikan informasi tentang apa yang bakal menimpa atau soal tempat beradanya orang atau orang-orang yang terkena kejahatan ini dilakukan dengan, atau melalui otorisasi atau pengesahan, dukungan atau bantuan dari, suatu Negara atau organisasi politik.
6. Pelaku bermaksud untuk mengeluarkan orang atau orang-orang itu dari payung perlindungan hukum untuk suatu jangka waktu lama yang tak tentu.
7. Tindakan tersebut dilakukan sebagai bagian dari serangan meluas dan sistematik yang ditujukan terhadap suatu kelompok penduduk sipil.
8. Pelaku mengetahui bahwa tindakan tersebut merupakan bagian dari atau memaksudkan tindakan itu untuk menjadi bagian dari serangan meluas atau sistematik terhadap suatu kelompok penduduk sipil.
Pasal 7 (1) (j)
Kejahatan terhadap kemanusiaan berupa kejahatan apartheid
24 Kejahatan ini termasuk dalam jurisdiksi Mahkamah hanya jika serangan yang dimaksudkan dalam unsur 7 dan 8 terjadi setelah Statuta sudah dinyatakan berlaku.
25 Kata “menahan” (detain) akan mencakupi pelaku yang melanggengkan penahanan yang sudah dilakukan. 26 Perlu dipahami bahwa dalam kondisi-kondisi tertentu, penangkapan atau penahanan bisa bersifat legal atau mendapatkan pemebenaran secara hukum.
27 Unsur ini, yang disisipkan karena adanya kompleksitas kejahatan ini, adalah tanpa prejudis atau tidak dimaksudkan untuk melanggar ketentuan dalam Pengantar Umum dari Unsur-Unsur Kejahatan ini.
28 Perlu dipahami bahwa, dalam hal seorang pelaku yang melanggengkan penahanan yang dilakukan itu, unsur ini akan memenuhi persyaratan jika pelakunya menyadari atau mengetahui bahwa penolakan semacam itu telah terjadi atau telah dilakukan.
1. Pelaku menjalankan tindakan-tindakan tidak manusiawi terhadap satu atau lebih orang.
2. Tindakan semacam itu adalah suatu tindakan yang dimaksudkan dalam Stauta pasal 7, ayat 1, atau merupakan suatu tindakan yang berkarakter sama dengan tindakan- tindakan yang dimaksudkan itu.29
3. Pelaku menyadari atau mengetahui keadaan-keadaan faktual yang turut menentukan kadar keseriusan tindakan tersebut.
4. Tindakan tersebut dilakukan dalam konteks suatu rezim terinstitusionalisasi dari suatu opresi atau kelaliman dan dominasi atau kesewenangan yang sistematik oleh suatu kelompok ras tertentu terhadap kelompok atau kelompok-kelompok ras lainnya.
5. Pelaku bermaksud untuk melanggengkan rezim semacam itu dengan atau melalui tindakan tersebut.
6. Tindakan tersebut dilakukan sebagai bagian dari serangan meluas dan sistematik yang ditujukan terhadap suatu kelompok penduduk sipil.
7. Pelaku mengetahui bahwa tindakan tersebut merupakan bagian dari atau memaksudkan tindakan itu untuk menjadi bagian dari serangan meluas atau sistematik terhadap suatu kelompok penduduk sipil.
Pasal 7 (1) (k)
Kejahatan terhadap kemanusiaan berupa perbuatan tidak manusiawi lainnya
Unsur-Unsurnya
1. Pelaku mendatangkan penderitaan luar biasa, atau gangguan serius terhadap kesehatan badan atau mental atau fisik, dengan cara melakukan tindakan-tindakan yang tidak manusiawi.
2. Tindakan tersebut merupakan suatu tindakan yang berkarakter sama dengan berbagai tindakan lainnya yang dimaksudkan dalam Statuta pasal 7, ayat 1.30
3. Pelaku menyadari atau mengetahui keadaan-keadaan faktual yang turut menentukan kadar keseriusan tindakan tersebut.
4. Tindakan tersebut dilakukan sebagai bagian dari serangan meluas dan sistematik yang ditujukan terhadap suatu kelompok penduduk sipil.
5. Pelaku mengetahui bahwa tindakan tersebut merupakan bagian dari atau memaksudkan tindakan itu untuk menjadi bagian dari serangan meluas atau sistematik terhadap suatu kelompok penduduk sipil.
29 Perlu dipahami bahwa istilah “karakter” (character) mengacu pada kadar atau tingkat keseriusan tindakan tersebut.
30 Perlu dipahami bahwa istilah “karakter” (character) mengacu pada kadar atau tingkat keseriusan tindakan tersebut.
Pasal 8
Kejahatan Perang
Pengantar
Unsur-unsur kejahatan perang berdasarkan ketentuan pasal 8, ayat 2 (c) dan (e), tunduk pada ketentuan pembatasan yang ditetapkan dalam pasal 8, ayat 2 (d) dan (f) yang bukan merupakan unsur kejahatan.
Unsur-unsur kejahatan perang di bawah pasal 8, ayat 2, dari Stauta Roma harus ditafsirkan dengan memperhatikan kerangka kerja yang telah dikembangkan dalam hukum internasional tentang konflik bersenjata yang mencakupi, sebagaimana mestinya, hukum iternasional tentang konflik bersenjata yang dapat diterapkan dalam konflik bersenjata di laut.
Berkenaan dengan dua unsur terakhir yang terdapat dalam masing-masing kejahatan:
• Tak diperlukan persayaratan untuk evaluasi legal atau hukum oleh pelaku tentang eksistensi atau status konflik bersenjata atau karakternya sebagai bersifat nasional ataukah internasional;
• Dalam konteks itu, tidak diperlukan persyaratan soal kesadaran dari pelaku untuk fakta- fakta yang menentukan karakter konflik sebagai konflik nasional ataukan internasional;
• Hanya ada persyaratan soal kesadaran akan situasi atau keadaan faktual yang menyebabkan atau menentukan eksistensi konflik bersenjata yang implisit dalam term “terjadi dalam konteks (dengan) dan dalam kaitan dengan dengan”.
Pasal 8 (2) (a)
Pasal 8 (2) (a) (i)
Kejahatan perang berupa pembunuhan yang dilakukan dengan sadar
Unsur-Unsurnya
1. Pelaku membunuh satu atau lebih orang.31
2. Orang atau orang-orang tersebut [yang dibunuh itu] dilindungi satu atau lebih Konvensi Jenewa tahun 1949.
3. Pelaku menyadari atau tahu soal keadaan atau situasi faktual yang menentukan status dilindungi itu.32,33
31 Istilah “membunuh” (kill) dapat digunakan secara bergantian dengan terminologi “menyebabkan kematian” (cause death). Catatan ini berlaku bagi semua unsur-unsur yang menggunakan salah satu di antara dua konsep tersebut.
32 Unsur mental ini mengakui kesalingpengaruhan antara pasal 30 dan 32. Catatan kaki ini juga berlaku bagi unsur-unsur terkait dalam masing-masing kejahatan berdasarkan ketentuan pasal 8 (2) (a), dan bagi unsur lain dalam kejahatan berdasarkan pasal 8 (2) yang menyangkut kesadaran akan keadaan faktual yang menentukan status orang yang bersangkutan atau properti yang dilindunig di bawah ketentuan hukum internasional tentang konflik bersenjata.
4. Tindakan atau perbuatan tersebut terjadi dalam konteks dan dalam kaitan dengan konflik bersenjata internasional.34
5. Pelaku menyadari atau tahu soal keadaan atau situasi faktual yang menentukan eksistensi konflik bersenjata itu.
Pasal 8 (2) (a) (ii) – 1
Kejahatan perang berupa penyiksaan
Unsur-Unsurnya35
1. Pelaku mendatangkan siksaan fisik atau derita mental atau kesengsaraan terhadap satu atau lebih orang.
2. Pelaku mendatangkan derita atau kesengsaraan bagi orang lain karena tujuan atau alasan-alasan untuk mendapatkan informasi atau pengakuan, karena hukuman, intimidasi, atau pemaksaan atau karena berbagai alasan yang didasarkan pada diskriminasi dalam berbagai bentuknya.
3. Orang atau orang-orang itu dilindungi oleh satu atau lebih Konvensi Jenewa 1949.
4. Pelaku menyadari atau tahu soal keadaan-keadaan faktual yang menentukan status dilindungi itu.
5. Tindakan atau perbuatan tersebut terjadi dalam konteks dan dalam kaitan dengan konflik bersenjata internasional.
6. Pelaku menyadari atau tahu soal keadaan atau situasi faktual yang menentukan eksistensi konflik bersenjata itu.
Pasal 8 (2) (a) (ii) – 2
Kejahatan perang berupa perlakuan tidak manusiawi
Unsur-Unsurnya
1. Pelaku mendatangkan siksaan fisik atau derita mental atau kesengsaraan terhadap satu atau lebih orang.
2. Orang atau orang-orang itu dilindungi oleh satu atau lebih Konvensi Jenewa 1949.
3. Pelaku menyadari atau tahu soal keadaan-keadaan faktual yang menentukan status dilindungi itu.
4. Tindakan atau perbuatan tersebut terjadi dalam konteks dan dalam kaitan dengan konflik bersenjata internasional.
5. Pelaku menyadari atau tahu soal keadaan atau situasi faktual yang menentukan eksistensi konflik bersenjata itu.
Pasal 8 (2) (a) (ii) – 3
Kejahatan perang berupa percobaan biologis
33 Berkaitan dengan kebangsaan atau nasionalitas, perlu dipahami bahwa pelaku hanya perlu mengetahui bahwa korban menjadi milik dari pihak yang menentang atau mengalami kerugian dari konflik itu. Catatan kaki ini juga berlaku bagi unsur-unsur terkait dalam masing-masing kejahatan berdasarkan ketentuan pasal 8 (2) (a).
34 Istilah “konflik bersenjata internasional” mencakupi juga pendudukan militer. Catatan kaki ini juga berlaku bagi unsur-unsur terkait dalam masing-masing kejahatan berdasarkan ketentuan pasal 8 (2) (a).
35 Sebagaimana dipersyaratkan oleh unsur 3 dari kejahatan ini bahwa semua korban harus merupakan “orang- orang yang dilindungi” di bawah satu atau lebih Konvensi Jenewa 1949, unsur-unsur ini tidak mencakupi syarat penahanan atau pengawasan yang ditemukan di dalam unsur-unsur kejahatan pasal 7 (1) (e).
Unsur-Unsurnya
1. Pelaku menjadikan satu atau lebih orang tunduk pada suatu percobaan biologis tertentu.
2. Eksperimen tersebut membahayakan secara serius kesehatan fisik atau mental atau integritas orang atau orang-orang semacam itu.
3. Tujuan atau maksud dari eksperimen tersebut tidak untuk terapi atau pengobatan (non- therapeutic) dan juga tidak dibenarkan baik berdasarkan alasan-alasan medis maupun berdasarkan kepentingan orang atau orang-orang itu.
4. Orang atau orang-orang itu dilindungi oleh satu atau lebih Konvensi Jenewa 1949.
5. Pelaku menyadari atau tahu soal keadaan-keadaan faktual yang menentukan status dilindungi itu.
6. Tindakan atau perbuatan tersebut terjadi dalam konteks dan dalam kaitan dengan konflik bersenjata internasional.
7. Pelaku menyadari atau tahu soal keadaan atau situasi faktual yang menentukan eksistensi konflik bersenjata itu.
Pasal 8 (2) (a) (iii)
Kejahatan perang berupa secara sadar menyebabkan penderitaan berat
Unsur-Unsurnya
1. Pelaku menyebabkan penderitaan fisik atau mental yang luar biasa atau kesengsaraan, atau luka serius terhadap badan atau menyebabkan kerusakan kesehatan seluruhnya dari satu atau lebih orang.
2. Orang atau orang-orang itu dilindungi oleh satu atau lebih Konvensi Jenewa 1949.
3. Pelaku menyadari atau tahu soal keadaan-keadaan faktual yang menentukan status dilindungi itu.
4. Tindakan atau perbuatan tersebut terjadi dalam konteks dan dalam kaitan dengan konflik bersenjata internasional.
5. Pelaku menyadari atau tahu soal keadaan atau situasi faktual yang menentukan eksistensi konflik bersenjata itu.
Pasal 8 (2) (a) (iv)
Xxxxxxxxx xxxxxx xxxxxx xxxxxxxxx xxx xxxxxxxxxx xxx xxxxx
Xxxxx-Xxxxxxxx
0. Pelaku menghancurkan atau merampas hak milik tertentu dari orang lain.
2. Penghancuran atau perampasan tersebut tidak dibenarkan demi kepentingan militer.
3. Penghancuran atau perampasan itu bersifat ekstensif atau besar-besaran dan dilakukan secara tidak berperikemanusiaan.
4. Hak milik semacam itu dilindungi oleh satu atau lebih Konvensi Jenewa 1949.
5. Pelaku menyadari atau tahu soal keadaan-keadaan faktual yang menentukan status dilindungi itu.
6. Tindakan atau perbuatan tersebut terjadi dalam konteks dan dalam kaitan dengan konflik bersenjata internasional.
7. Pelaku menyadari atau tahu soal keadaan atau situasi faktual yang menentukan eksistensi konflik bersenjata itu.
Pasal 8 (2) (a) (v)
Kejahatan perang berupa pemaksaan untuk berdinas dalam pasukan tentara yang sebenarnya adalah musuh
Unsur-Unsurnya
1. Pelaku memaksa satu atau lebih orang, dengan tindakan atau ancaman, untuk turut dalam operasi militer menentang atau melawan negara atau pasukan tentara dari orang atau orang-orang itu sendiri [orang yang dipaksa itu] atau kalau tidak memaksa orang atau orang-orang itu untuk berdinas di dalam pasukan tentara musuh atau pelaku yang memaksa itu.
2. Orang atau orang-orang itu dilindungi oleh satu atau lebih Konvensi Jenewa 1949.
3. Pelaku menyadari atau tahu soal keadaan-keadaan faktual yang menentukan status dilindungi itu.
8. Tindakan atau perbuatan tersebut terjadi dalam konteks dan dalam kaitan dengan konflik bersenjata internasional.
4. Pelaku menyadari atau tahu soal keadaan atau situasi faktual yang menentukan eksistensi konflik bersenjata itu.
Pasal 8 (2) (a) (vi)
Kejahatan perang berupa penolakan atau pengingkaran terhadap peradilan yang adil
Unsur-Unsurnya
1. Pelaku menghalangi satu atau lebih orang dari proses peradilan yang adil atau peradilan biasa dengan menolak jaminan judisial sebagaimana ditetapkan, secara khusus, di dalam Konvensi Jenewa ketiga dan keempat tahun 1949.
2. Orang atau orang-orang itu dilindungi oleh satu atau lebih Konvensi Jenewa 1949.
3. Pelaku menyadari atau tahu soal keadaan-keadaan faktual yang menentukan status dilindungi itu.
4. Tindakan atau perbuatan tersebut terjadi dalam konteks dan dalam kaitan dengan konflik bersenjata internasional.
5. Pelaku menyadari atau tahu soal keadaan atau situasi faktual yang menentukan eksistensi konflik bersenjata itu.
Pasal 8 (2) (a) (vii) – 1
Kejahatan perang berupa deportasi atau pemindahan secara tidak sah
Unsur-Unsurnya
1. Pelaku mendeportasi atau memindahkan satu atau lebih orang ke Negara lain atau ke tempat lain.
2. Orang atau orang-orang itu dilindungi oleh satu atau lebih Konvensi Jenewa 1949.
3. Pelaku menyadari atau tahu soal keadaan-keadaan faktual yang menentukan status dilindungi itu.
4. Tindakan atau perbuatan tersebut terjadi dalam konteks dan dalam kaitan dengan konflik bersenjata internasional.
5. Pelaku menyadari atau tahu soal keadaan atau situasi faktual yang menentukan eksistensi konflik bersenjata itu.
Pasal 8 (2) (a) (vii) – 2
Kejahatan perang berupa penahanan secara tidak sah
Unsur-Unsurnya
1. Pelaku membatasi atau terus membatasi satu atau lebih orang di sebuah lokasi tertentu.
2. Orang atau orang-orang itu dilindungi oleh satu atau lebih Konvensi Jenewa 1949.
3. Pelaku menyadari atau tahu soal keadaan-keadaan faktual yang menentukan status dilindungi itu.
4. Tindakan atau perbuatan tersebut terjadi dalam konteks dan dalam kaitan dengan konflik bersenjata internasional.
5. Pelaku menyadari atau tahu soal keadaan atau situasi faktual yang menentukan eksistensi konflik bersenjata itu.
Pasal 8 (2) (a) (viii)
Kejahatan perang berupa menahan sandera
Unsur-Unsurnya
1. Pelaku menyekap, menahan, atau menawan satu atau lebih orang.
2. Pelaku mengancam untuk membunuh, melukai, atau terus menahan orang atau orang- orang tersebut.
3. Pelaku bermaksud untuk mendesak suatu Negara, organisasi internasional, seseorang baik orang dalam pengertian alamiah maupun orang dalam pengertian legal atau diakui sebagai orang dalam pengertian hukum ataupun sekumpulan orang-orang untuk menghentikan tindakan di mana tindakan tersebut secara eksplisit ataupun implisit akan mendatangan keselamatan atau pembebasan bagi orang atau orang-orang termaksud.
4. Orang atau orang-orang itu dilindungi oleh satu atau lebih Konvensi Jenewa 1949.
5. Pelaku menyadari atau tahu soal keadaan-keadaan faktual yang menentukan status dilindungi itu.
6. Tindakan atau perbuatan tersebut terjadi dalam konteks dan dalam kaitan dengan konflik bersenjata internasional.
7. Pelaku menyadari atau tahu soal keadaan atau situasi faktual yang menentukan eksistensi konflik bersenjata itu.
Pasal 8 (2) (b)
Pasal 8 (2) (b) (i)
Kejahatan perang berupa penyerangan terhadap penduduk sipil
Unsur-Unsurnya
1. Pelaku mengarahkan sebuah serangan.
2. Sasaran serangan tersebut adalah penduduk sipil atau warga sipil perorangan yang tidak mengambil bagian secara langsung di dalam perang atau pertempuran itu.
3. Pelaku memaksudkan penduduk sipil atau warga sipil perorangan yang tidak mengambil bagian secara langsung di dalam perang atau pertempuran itu sebagai objek dari serangan tersebut.
4. Tindakan atau perbuatan tersebut terjadi dalam konteks dan dalam kaitan dengan konflik bersenjata internasional.
5. Pelaku menyadari atau tahu soal keadaan atau situasi faktual yang menentukan eksistensi konflik bersenjata itu.
Pasal 8 (2) (b) (ii)
Kejahatan perang berupa penyerangan terhadap objek-objek sipil
Unsur-Unsurnya
1. Pelaku mengarahkan sebuah serangan.
2. Sasaran serangan tersebut adalah sasaran warga sipil, yaitu, sasaran-sasaran yang bukan merupakan sasaran militer.
3. Pelaku memaksudkan sasaran warga sipil tersebut sebgai sasaran serangan.
4. Tindakan atau perbuatan tersebut terjadi dalam konteks dan dalam kaitan dengan konflik bersenjata internasional.
5. Pelaku menyadari atau tahu soal keadaan atau situasi faktual yang menentukan eksistensi konflik bersenjata itu.
Pasal 8 (2) (b) (iii)
Kejahatan perang berupa penyerangan terhadap personel atau objek-objek yang terlibat dalam bantuan kemanusiaan atau misi penjaga perdamaian
Unsur-Unsurnya
1. Pelaku mengarahkan sebuah serangan.
2. Sasaran serangan tersebut adalah personel, instalasi, bahan-bahan, unit atau kendaraan yang termasuk dalam misi bantuan kemanusiaan atau misi penjaga perdamaian dalam kaitan dengan ketentuan Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa.
3. Pelaku memaksudkan personel, instalasai, bahan-bahan, unit atau kendaraan yang dimaksudkan itu sebagai sasaran serangan.
4. Personel, instalasi, bahan-bahan, unit atau kendaraan yang dimaksudkan itu disediakan untuk memberikan perlindungan kepada warga sipil atau sasaran sipil berdasarkan ketentuan hukum internasional tentang konflik bersenjata.
5. Pelaku menyadari atau tahu soal keadaan-keadaan faktual yang menentukan status perlindungan itu.
6. Tindakan atau perbuatan tersebut terjadi dalam konteks dan dalam kaitan dengan konflik bersenjata internasional.
7. Pelaku menyadari atau tahu soal keadaan atau situasi faktual yang menentukan eksistensi konflik bersenjata itu.
Pasal 8 (2) (b) (iv)
Kejahatan perang berupa pertikaian eksesif yang mendatangkan atau menyebabkan kematian, kerugian, atau kerusakan
Unsur-Unsurnya
1. Pelaku melancarkan sebuah serangan.
2. Serangan tersebut adalah serangan yang bisa menyebabkan kematian segera atau luka bagi warga sipil atau kehancuran bagi sasaran-sasaran sipil atau kerusakan meluas, berjangka panjang dan berat terhadap lingkungan alam dan kematian, luka atau kerusakan itu merupakan akibat lanjutan yang sangat eksesif dalam kaitan dengan pengantisipasian keseluruhan keuntungan militer yang konkret dan langsung.36
3. Pelaku mengetahui bahwa serangan tersebut bisa menyebabkan kematian atau luka terhadap warga sipil atau kerusakan terhadap sasaran-sasaran sipil atau kerusakan meluas, berjangka panjang dan berat terhadap lingkungan alam dan kematian, luka atau kerusakan itu merupakan akibat lanjutan yang sangat eksesif dalam kaitan dengan pengantisipasian keseluruhan keuntungan militer yang konkret dan langsung.37
4. Tindakan atau perbuatan tersebut terjadi dalam konteks dan dalam kaitan dengan konflik bersenjata internasional.
5. Pelaku menyadari atau tahu soal keadaan atau situasi faktual yang menentukan eksistensi konflik bersenjata itu.
Pasal 8 (2) (b) (v)
Kejahatan perang berupa penyerangan terhadap tempat-tempat yang tidak dilindungi atau tidak dalam posisi dipertahankan oleh pasukan musuh38
Unsur-Unsurnya
1. Pelaku menyerang satu atau lebih kota, kampung, hunian atau bangunan-bangunan.
2. Kota, kampung, hunian atau bangunan semacam itu terbuka untuk pendudukan tanpa paksaan.
3. Kota, kampung, hunian atau bangunan semacam itu bukan merupakan sasaran militer.
4. Tindakan atau perbuatan tersebut terjadi dalam konteks dan dalam kaitan dengan konflik bersenjata internasional.
5. Pelaku menyadari atau tahu soal keadaan atau situasi faktual yang menentukan eksistensi konflik bersenjata itu.
Pasal 8 (2) (b) (vi)
Kejahatan perang berupa pembunuhan atau melukai seorang prajurit atau kombatan yang sudah menyerah (hors de combat)
36 Ungkapan “keseluruhan keuntungan militer yang konkret dan langsung” mengacu pada keuntungan militer yang dapat diperkirakan oleh pelaku pada waktu yang bersangkutan. Besarnya keuntungan semacam itu bisa saja tidak terhubungkan secara temporal atau geografis dengan sasaran serangan tersebut. Kenyataan bahwa kejahatan ini mengizinkan kemungkinan akan adanya luka ringan yang dibenarkan secara hukum dan kerusakan tambahan, bagaimanapun juga, tidak membenarkan kekerasan sebagai akibat diiterapkannya sebuah ketentuan hukum di dalam konflik bersenjata. Hal ini tidak mengatur soal justifikasi bagi perang atau aturan lain yang berkaitan dengan jus ad be//um [keadilan perang]. Ketentuan ini merefleksikan kebutuhan proporsionalitas inheren dalam menentukan legalitas berbagai tindakan militer yang dilakukan dalam konteks konflik bersenjata.
00 Xxxxxxxxxxx xxxxx xxxxxxxxxxxxxxx dengan aturan umum yang dinyatakan di dalam ayat 4 Pengantar Umum, unsur pengetahuan ini mensyaratkan bahwa pelaku membuat penilaian atau pertimbangan nilai sebagaimana digambarkan di dalamnya. Evaluasi terhadap pertimbangan nilai tersebut harus didasarkan pada informasi penting yang tersedia bagi pelaku pada saat berlangsungnya tindakan tersebut.
38 Hadirnya polisi di tempat orang-orang yang secara khusus dilindungi di bawah Konvensi Jenewa 1949 atau adanya pasukan polisi yang ditempatkan untuk semata-mata menjaga hukum dan tatanan tidak dengan sendirinya menyebabkan tempat tersebut sebagai sasaran militer.
Unsur-Unsurnya
1. Pelaku membunuh atau melukai satu atau lebih orang.
2. Orang atau orang-orang tersebut merupakan prajurit atau kombatan yang sudah menyerah (hors de combat).
3. Pelaku menyadari keadaan-keadaan faktual yang menentukan status tersebut.
4. Tindakan atau perbuatan tersebut terjadi dalam konteks dan dalam kaitan dengan konflik bersenjata internasional.
5. Pelaku menyadari atau tahu soal keadaan atau situasi faktual yang menentukan eksistensi konflik bersenjata itu.
Pasal 8 (2) (b) (vii) – 1
Kejahatan perang berupa memanfaatkan secara tidak benar bendera gencatan senjata
Unsur-Unsurnya
1. Pelaku menggunakan bendera gencatan senjata.
2. Pelaku melakukan hal semacam itu untuk berpura-pura memiliki niat melakukan negosiasi sementara niat seperti itu sama sekali tidak ada pada pihak yang melakukannya atau menggunakan bendera gencatan senjata itu.
3. Pelaku mengetahui atau seharusnya sudah mengetahui hakikat atau perihal dilarangnya penggunaan semacam itu.39
4. Tindakan tersebut berakibat pada kematian atau luka personal yang serius.
5. Pelaku mengetahui bahwa tindakan tersebut dapat berakibat pada kematian atau luka personal yang serius.
6. Tindakan atau perbuatan tersebut terjadi dalam konteks dan dalam kaitan dengan konflik bersenjata internasional.
7. Pelaku menyadari atau tahu soal keadaan atau situasi faktual yang menentukan eksistensi konflik bersenjata itu.
Pasal 8 (2) (b) (vii) – 2
Kejahatan perang berupa menggunakan secara tidak benar bendera, lencana atau seragam pihak lawan
Unsur-Unsurnya
1. Pelaku menggunakan bendera, lencana atau seragam pihak lawan.
2. Pelaku melakukan tindakan semacam itu dengan cara yang dilarang oleh ketentuan hukum internasional tentang konflik bersenjata sementara tetap terlibat dalam sebuah serangan.
3. Pelaku mengetahui atau seharusnya sudah mengetahui hakikat atau perihal dilarangnya penggunaan semacam itu.40
4. Tindakan tersebut berakibat pada kematian atau luka personal yang serius.
39 Unsur mental ini mengakui irisan atau persinggungan antara pasal 30 dan pasal 32. Term “hakikat atau perihal dilarang” bermakna ilegalitas.
40 Unsur mental ini mengakui irisan atau persinggungan antara pasal 30 dan pasal 32. Term “hakikat atau perihal dilarang” bermakna ilegalitas.
5. Pelaku mengetahui bahwa tindakan tersebut dapat berakibat pada kematian atau luka personal yang serius.
6. Tindakan atau perbuatan tersebut terjadi dalam konteks dan dalam kaitan dengan konflik bersenjata internasional.
7. Pelaku menyadari atau tahu soal keadaan atau situasi faktual yang menentukan eksistensi konflik bersenjata itu.
Pasal 8 (2) (b) (vii) – 3
Kejahatan perang berupa menggunakan secara tidak benar bendera, lencana atau seragam Perserikatan Bangsa-Bangsa
Unsur-Unsurnya
1. Pelaku menggunakan bendera, lencana atau seragam Perserikatan Bangsa-Bangsa.
2. Pelaku melakukan penggunaan semacam itu dengan cara yang dilarang oleh hukum internasional tentang konflik bersenjata.
3. Pelaku mengetahui hakikat atau perihal dilarangnya tindakan semacam itu.41
4. Tindakan tersebut berakibat pada kematian atau luka personal yang serius.
5. Pelaku mengetahui bahwa tindakan tersebut dapat berakibat pada kematian atau luka personal yang serius.
6. Tindakan atau perbuatan tersebut terjadi dalam konteks dan dalam kaitan dengan konflik bersenjata internasional.
7. Pelaku menyadari atau tahu soal keadaan atau situasi faktual yang menentukan eksistensi konflik bersenjata itu.
Pasal 8 (2) (b) (vii) – 4
Kejahatan perang berupa menggunakan secara tidak benar tanda-tanda khusus dari Konvensi Jenewa
Unsur-Unsurnya
1. Pelaku menggunakan tanda-tanda khusus dari Konvensi Jenewa.
2. Pelaku melakukan penggunaan semacam itu untuk tujuan-tujuan kombatan42 dengan cara yang dilarang dalam hukum internasional tentang konflik bersenjata.
3. Pelaku mengetahui atau seharusnya sudah mengetahui hakikat atau perihal dilarangnya penggunaan semacam itu.43
4. Tindakan tersebut berakibat pada kematian atau luka personal yang serius.
5. Pelaku mengetahui bahwa tindakan tersebut dapat berakibat pada kematian atau luka personal yang serius.
6. Tindakan atau perbuatan tersebut terjadi dalam konteks dan dalam kaitan dengan konflik bersenjata internasional.
41 Unsur mental ini mengakui irisan atau persinggungan antara pasal 30 dan pasal 32. Pemeriksaan unsur “seharusnya sudah mengetahui” (should have known) yang disyaratkan atau diperlukan dalam serangan lain yang ditemukan dalam pasal 8 (2) (b) (vii) tidak dapat diterapkan di sini karena hakikat variabel atau regulatoris dari larangan yang relevan di sini.
42 “Tujuan-tujuan kombatan” dalam hal ini bermakna tujuan-tujan yang secara langsung berhubungan dengan aksi peperangan atau pertempuran dan tidak termasuk tindakan-tindakan medis, religius atau tindakan- tindakan serupa dengan itu.
43 Unsur mental ini mengakui irisan atau persinggungan antara pasal 30 dan pasal 32. Term “hakikat atau perihal dilarang” bermakna ilegalitas.
7. Pelaku menyadari atau tahu soal keadaan atau situasi faktual yang menentukan eksistensi konflik bersenjata itu.
Pasal 8 (2) (b) (viii)
Kejahatan perang berupa pemindahan, secara langsung atau tidak langsung, oleh Pasukan Pendudukan terhadap sebagian dari penduduk sipilnya sendiri ke dalam wilayah yang baru didudukinya itu, atau deportasi atau pemindahan semua atau sebagian penduduk dari wilayah yang diduduki itu baik di dalam wilayah itu sendiri maupun keluar wilayah tersebut
Unsur-Unsurnya
1. Pelaku:
(a) Memindahkan,44 secara langsung atau tidak langsung, sebagian dari penduduknya sendiri ke dalam wilayah yang didudukinya; atau
(b) Mendeportasikan atau memindahkan semua atau sebagian penduduk dari wilayah yang didudukinya itu di dalam atau keluar dari wilayah pendudukan itu.
2. Tindakan atau perbuatan tersebut terjadi dalam konteks dan dalam kaitan dengan konflik bersenjata internasional.
3. Pelaku menyadari atau tahu soal keadaan atau situasi faktual yang menentukan eksistensi konflik bersenjata itu.
Pasal 8 (2) (b) (ix)
Kejahatan perang berupa penyerangan terhadap objek-objek yang dilindungi [yang bukan merupakan objek militer, misalnya rumah sakit dan gedung sekolah]45
Unsur-Unsurnya
1. Pelaku mengarahkan sebuah serangan.
2. Sasaran serangan tersebut adalah satu atau lebih bangunan yang digunakan untuk kepentingan agama, pendidikan, seni, pengetahuan atau tujuan-tujuan karitatif, monumen-monumen sejarah, rumah sakit atau tempat-tempat di mana orang-orang sakit dan luka dikumpulkan, yang bukan merupakan sasaran-sasaran militer.
3. Pelaku memaksudkan bangunan yang digunakan untuk kepentingan agama, pendidikan, seni, pengetahuan atau tujuan-tujuan karitatif, monumen-monumen sejarah, rumah sakit atau tempat-tempat di mana orang-orang sakit dan luka dikumpulkan, yang bukan merupakan sasaran-sasaran militer itu, untuk menjadi sasaran serangan.
4. Tindakan atau perbuatan tersebut terjadi dalam konteks dan dalam kaitan dengan konflik bersenjata internasional.
5. Pelaku menyadari atau tahu soal keadaan atau situasi faktual yang menentukan eksistensi konflik bersenjata itu.
Pasal 8 (2) (b) (x) – 1
44 Istilah “memindahkan” perlu dipahami atau ditafsirkan dalam kaitan dengan ketentuan relevan dalam hukum humaniter internasional.
45 Hadirnya polisi di tempat orang-orang yang secara khusus dilindungi di bawah Konvensi Jenewa 1949 atau adanya pasukan polisi yang ditempatkan untuk semata-mata menjaga hukum dan tatanan tidak dengan sendirinya menyebabkan tempat tersebut sebagai sasaran militer.
Kejahatan perang berupa mutilasi
Unsur-Unsurnya
1. Pelaku menjadikan satu atau lebih orang sebagai sasaran mutilasi, khususnya dengan secara permanen memotong-motong atau merusak seluruh badan seseorang atau orang- orang, atau dengan secara permanen melumpuhkan atau memindahkan salah satu organ tubuh atau perpanjangan dari organ tubuh (alat bantu organ tubuh) seseorang atau orang- orang.
2. Tindakan tersebut menyebabkan kematian atau secara serius membahayakan kesehatan fisik atau mental dari orang atau orang-orang itu.
3. Tindakan tersebut tidak dibenarkan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan kesehatan medis, gigi atau pengobatan rumah sakit atau juga tidak dibenarkan berdasarkan kepentingan atau permintaan orang atau orang-orang itu sendiri.46
4. Orang atau orang-orang tersebut berada di dalam kekuasaan pihak yang menjadi lawan atau musuh itu.
5. Tindakan atau perbuatan tersebut terjadi dalam konteks dan dalam kaitan dengan konflik bersenjata internasional.
6. Pelaku menyadari atau tahu soal keadaan atau situasi faktual yang menentukan eksistensi konflik bersenjata itu.
Pasal 8 (2) (b) (x) – 2
Kejahatan perang berupa percobaan medis atau ilmiah
Unsur-Unsurnya
1. Pelaku menjadikan satu atau lebih orang untuk kepentigan percobaan medis atau ilmiah.
2. Percobaan tersebut menyebabkan kematian atau secara serius membahayakan kesehatan fisik atau mental atau integritas dari orang atau orang-orang itu.
3. Tindakan tersebut tidak dibenarkan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan kesehatan medis, gigi atau pengobatan rumah sakit atau juga tidak dibenarkan berdasarkan kepentingan atau permintaan orang atau orang-orang itu sendiri.
4. Orang atau orang-orang tersebut berada di dalam kekuasaan pihak yang menjadi lawan atau musuh itu.
5. Tindakan atau perbuatan tersebut terjadi dalam konteks dan dalam kaitan dengan konflik bersenjata internasional.
6. Pelaku menyadari atau tahu soal keadaan atau situasi faktual yang menentukan eksistensi konflik bersenjata itu.
Pasal 8 (2) (b) (xi)
Kejahatan perang berupa pembunuhan atau melukai secara curang
46 Kesediaan atau persetujuan (consent) tidak dapat dijadikan alasan untuk jenis kejahatan ini. Kejahatan ini melarang berbagai prosedur medis yang tidak diindikasikan oleh keadaan kesehatan orang yang dimaksud dan yang tidak sesuai dengan standar-standar medis yang diterima secara umum yang akan dipakai dalam keadaan-keadaan medis yang serupa terhadap orang yang merupakan warga dari pihak yang melakukan atau menjalankan prosedur dan yang tidak dibenarkan untuk dicaplok kebebasannya. Catatan juga berlaku untuk unsur yang sama dari pasal 8 (2) (b) (x) – 2.
Unsur-Unsurnya
1. Pelaku mengundang munculnya rasa percaya atau yakin dari satu atau lebih orang yang disyaratkan untuk, atau diwajibkan untuk menyetujui, perlindungan di bawah aturan hukum internasional yang dapat diterapkan dalam konflik bersenjata.
2. Pelaku berniat untuk menghancurkan atau mengkhianati kepercayaan atau keyakinan tersebut.
3. Pelaku membunuh atau melukai orang atau orang-orang itu.
4. Pelaku menarik manfaat dari kepercayaan atau keyakinan semacam itu dalam pembunuhan atau pencederaan orang atau orang-orang tersebut.
5. Orang atau orang-orang tersebut menjadi milik pihak yang menjadi lawan atau musuh itu.
6. Tindakan atau perbuatan tersebut terjadi dalam konteks dan dalam kaitan dengan konflik bersenjata internasional.
7. Pelaku menyadari atau tahu soal keadaan atau situasi faktual yang menentukan eksistensi konflik bersenjata itu.
Pasal 8 (2) (b) (xii)
Kejahatan perang berupa penolakan untuk memberikan tempat tinggal
Unsur-Unsurnya
1. Pelaku menyatakan atau memerintahkan bahwa tidak boleh ada yang dibiarkan tetap hidup [tidak ada survivor].
2. Pernyataan atau perintah semacam itu diberikan untuk mengancam pihak lawan atau untuk melakukan pertempuran dengan alasan atau sikap dasar bahwa tidak akan ada yang dibiarkan tetap hidup.
3. Pelaku berada dalam posisi bisa memberikan perintah efektif atau pengawasan terhadap pasukan tentara yang sedang dalam posisi lemah yang kepada merekalah pernyataan atau perinah tersebut dialamatkan.
4. Tindakan atau perbuatan tersebut terjadi dalam konteks dan dalam kaitan dengan konflik bersenjata internasional.
5. Pelaku menyadari atau tahu soal keadaan atau situasi faktual yang menentukan eksistensi konflik bersenjata itu.
Pasal 8 (2) (b) (xiii)
Kejahatan perang berupa penghancuran atau perampasan harta milik musuh
Unsur-Unsurnya
1. Pelaku menghancurkan atau merampas harta milik tertentu.
2. Harta milik atau hak milik itu merupakan hak milik dari pihak lawan.
3. Harta milik tersebut dilindungi dari penghancuran atau perampasan berdasarkan ketentuan hukum internasional tentang konflik bersenjata.
4. Pelaku menyadari keadaan-keadaan faktual yang menentukan status kepemilikan tersebut.
5. Penghancuran atau perampasan tersebut tidak dibenarkan demi kepentingan atau keperluan militer.
6. Tindakan atau perbuatan tersebut terjadi dalam konteks dan dalam kaitan dengan konflik bersenjata internasional.
7. Pelaku menyadari atau tahu soal keadaan atau situasi faktual yang menentukan eksistensi konflik bersenjata itu.
Pasal 8 (2) (b) (xiv)
Kejahatan perang berupa pencabutan hak-hak kewarganegaraan dan tidak diakuinya tindakan sebagai warga negara dari pihak musuh
Unsur-Unsurnya
1. Pelaku menyebabkan adanya penghapusan, penghentian atau pengakiran perihal dapat diterimanya di pengadilan hak-hak atau tindakan tertentu.
2. Penghapusan, penghentian atau pengakhiran tersebut diarahkan untuk suatu bangsa pihak lawan.
3. Pelaku memaksudkan penghapusan, penghentian atau pengakhiran tersebut diarahkan untuk suatu bangsa pihak lawan.
4. Tindakan atau perbuatan tersebut terjadi dalam konteks dan dalam kaitan dengan konflik bersenjata internasional.
5. Pelaku menyadari atau tahu soal keadaan atau situasi faktual yang menentukan eksistensi konflik bersenjata itu.
Pasal 8 (2) (b) (xv)
Kejahatan perang berupa pemaksaan untuk berpartisipasi dalam operasi militer
Unsur-Unsurnya
1. Pelaku memaksa atau menekan satu atau lebih orang dengan tindakan atau ancaman untuk mengambil bagian dalam operasi militer menentang atau melawan orang-orang atau pasukan tentara negerinya sendiri.
2. Orang atau orang-orang itu adalah warga negara atau warga bangsa dari pihak yang dilawan itu.
3. Tindakan atau perbuatan tersebut terjadi dalam konteks dan dalam kaitan dengan konflik bersenjata internasional.
4. Pelaku menyadari atau tahu soal keadaan atau situasi faktual yang menentukan eksistensi konflik bersenjata itu.
Pasal 8 (2) (b) (xvi)
Xxxxxxxxx xxxxxx xxxxxx xxxxxxxxxx
Xxxxx-Xxxxxxxx
0. Pelaku menjarah harta milik tertentu.
2. Pelaku bermaksud untuk menjauhkan pemilik dari harta miliknya dan menjarahnya untuk penggunaan pribadi atau personal dari pelaku.47
3. Penjarahan atau pengambilalihan itu dilakukan tanpa persetujuan pemiliknya.
47 Sebagaimana ditunjukkan dengan pemakaian term “penggunaan pribadi atau personal”, pengambilalihan atau penjarahan demi kepentingan militer bukan merupakan bagian dari pengertian kejahatan penjarahan itu.
4. Tindakan atau perbuatan tersebut terjadi dalam konteks dan dalam kaitan dengan konflik bersenjata internasional.
5. Pelaku menyadari atau tahu soal keadaan atau situasi faktual yang menentukan eksistensi konflik bersenjata itu.
Pasal 8 (2) (b) (xvii)
Kejahatan perang berupa penggunaan racun atau senjata beracun
Unsur-Unsurnya
1. Pelaku menggunakan bahan kimia beracun atau senjata yang mengeluarkan racun sebagai akibat atau hasil dari penggunaannya.
2. Bahan kimia tersebut merupakan jenis racun yang menyebabkan kematian atau kerusakan serius terhadap kesehatan dalam kejadian biasa, melalui alat-alat yang menyalurkan kekuatan racunnya.
3. Tindakan atau perbuatan tersebut terjadi dalam konteks dan dalam kaitan dengan konflik bersenjata internasional.
4. Pelaku menyadari atau tahu soal keadaan atau situasi faktual yang menentukan eksistensi konflik bersenjata itu.
Pasal 8 (2) (b) (xviii)
Kejahatan perang berupa penggunaan gas yang dilarang, cairan, bahan-bahan atau peralatan serupa yang semuanya dilarang
Unsur-Unsurnya
1. Pelaku menggunakan gas atau bahan kimia analog lain atau bahan peledak lainnya.
2. Gas, bahan kimia, atau bahan peledak itu adalah sejenis zat yang menyebabkan kematian atau kerusakan serius terhadap kesehatan dalam kejadian biasa, melalui pernafasan atau alat-alat yang menyalurkan kekuatan racunnya.48
3. Tindakan atau perbuatan tersebut terjadi dalam konteks dan dalam kaitan dengan konflik bersenjata internasional.
4. Pelaku menyadari atau tahu soal keadaan atau situasi faktual yang menentukan eksistensi konflik bersenjata itu.
Pasal 8 (2) (b) (xix)
Kejahatan perang berupa penggunaan peluru yang dilarang
Unsur-Unsurnya
1. Pelaku menggunakan peluru tertentu.
2. Peluru tersebut adalah jenis peluru yang penggunaannya berarti melanggar hukum internasional tentang konflik bersenjata karena peluru tersebut melebar atau menjadi rata dengan mudah di dalam tubuh seseorang.
48 Tak satu pun dalam unsur ini boleh ditafsirkan sebagai pembatasan atau pelanggaran dengan cara apa pun terhadap aturan yang ada atau aturan yang berlaku dari hukum internasional berkenaan dengan pembuatan, produksi, penyimpanan dan penggunaan senjata kimia.
3. Pelaku menyadari bahwa hakikat peluru tersebut adalah jenis peluru yang jika digunakan akan mendatangkan penderitaan tambahan atau mendatangkan luka yang membuat penderitanya tidak mampu melakukan apa pun.
4. Tindakan atau perbuatan tersebut terjadi dalam konteks dan dalam kaitan dengan konflik bersenjata internasional.
5. Pelaku menyadari atau tahu soal keadaan atau situasi faktual yang menentukan eksistensi konflik bersenjata itu.
Pasal 8 (2) (b) (xx)
Kejahatan perang berupa penggunaan senjata, proyektil atau bahan-bahan serta metode perang yang dilarang sebagaimana dicantumkan dalam Lampiran dari Statuta [Statuta Roma]
Unsur-Unsurnya
[Unsur-unsurnya harus dibuat rancangannya ketika senjata, proyektil atau bahan-bahan atau metode perang yang dilarang itu telah dicantumkan dalam lampiran dari Statuta.]
Pasal 8 (2) (b) (xxi)
Kejahatan perang berupa kebiadaban terhadap martabat pribadi manusia
Unsur-Unsurnya
1. Pelaku melecehkan, merendahkan atau bahkan melanggar martabat satu atau lebih orang.49
2. Kadar pelecehan, perendahan atau pelanggaran itu digolongkan pada kadar yang secara umum dikenal sebagai pengingkaran serius terhadap martabat pribadi manusia.
3. Tindakan atau perbuatan tersebut terjadi dalam konteks dan dalam kaitan dengan konflik bersenjata internasional.
4. Pelaku menyadari atau tahu soal keadaan atau situasi faktual yang menentukan eksistensi konflik bersenjata itu.
Pasal 8 (2) (b) (xxii) – 1
Kejahatan perang berupa pemerkosaan
Unsur-Unsurnya
1. Pelaku menyerbu50 tubuh seseorang dengan tindakan yang manghasilkan penetrasi, kendatipun lubangnya kecil, pada bagian mana pun dari tubuh korban, atau pada tubuh pelaku itu sendiri dengan organ seksual, atau organ anal atau genital yang terbuka dari tubuh korban.
2. Penyerbuan itu dilakukan dengan paksa, atau dengan ancaman pemaksaaan atau tekanan, seperti yang disebabkan oleh rasa takut akan kekerasan, pemaksaan kehendak, penyekapan atau penahanan, tekanan psikologis atau penyalahgunaan kekuasaan,
49 Untuk kejahatan ini, “orang-orang” bisa mencakupi orang-orang yang mati. Perlu dipahami bahwa korban tidak perlu secara personal menyadari adanya pelecehan atau perbuatan merendahkan atau pelanggaran lainnya. Unsur ini mencakupi juga aspek-aspek relevan soal latar belakang budaya korban.
50 Konsep “penyerbuan” dimaksudkan untuk menjangkau lebih luas pada pengertian yang bersifat netral secara gender.
terhadap orang tersebut atau orang lain, atau yang disebabkan pengambilan keuntungan dari lingkungan yang koersif, atau penyerbuan itu dilakukan terhadap seseorang yang pada hakikatnya tidak mampu memberikan rasa persetujuannya yang sejati terhadap diambilnya suatu tindakan terhadap dirinya.51
3. Tindakan atau perbuatan tersebut terjadi dalam konteks dan dalam kaitan dengan konflik bersenjata internasional.
4. Pelaku menyadari atau tahu soal keadaan atau situasi faktual yang menentukan eksistensi konflik bersenjata itu.
Pasal 8 (2) (b) (xxii) – 0
Xxxxxxxxx xxxxxx xxxxxx xxxxxxxxxx xxxxxxx00
Unsur-Unsurnya
1. Pelaku menerapkan sedikit atau seluruh kekuasaan yang melekat pada kepemilikannya terhadap satu atau lebih orang, seperti dengan membeli, menjual, meminjamkan, atau menukar orang atau orang-orang itu, atau dengan menghadapkan mereka pada tindakan diambilnya kebebasan dari diri mereka.53
2. Pelaku menyebabkan orang atau orang-orang tersebut terlibat atau terkait dengan satu atau lebih tindakan berkarakter seksual.
3. Tindakan atau perbuatan tersebut terjadi dalam konteks dan dalam kaitan dengan konflik bersenjata internasional.
4. Pelaku menyadari atau tahu soal keadaan atau situasi faktual yang menentukan eksistensi konflik bersenjata itu.
Pasal 8 (2) (b) (xxii) – 3
Kejahatan perang berupa prostitusi yang dipaksakan
Unsur-Unsurnya
1. Pelaku menyebabkan satu atau lebih orang terlibat atau terkait dengan satu atau lebih tindakan berkarakter seksual dengan paksaan, ancaman pemaksaaan atau tekanan, seperti yang disebabkan oleh rasa takut akan kekerasan, pemaksaan kehendak, penyekapan atau penahanan, tekanan psikologis atau penyalahgunaan kekuasaan, terhadap orang tersebut atau orang lain, atau yang disebabkan pengambilan keuntungan dari lingkungan yang koersif, atau tindakan itu dilakukan terhadap seseorang yang pada hakikatnya tidak mampu memberikan rasa persetujuannya yang sejati terhadap diambilnya suatu tindakan terhadap dirinya.
51 Perlu dipahami bahwa seseorang bisa saja tidak mampu memberikan persetujuan atau kesediaannya yang sejati atau murni jika dipengaruhi oleh lingkungan dan bisa juga karena ketidakcakapan yang disebabkan faktor umur. Catatan ini juga berlaku untuk unsur yang terkait dari pasal 8 (2) (b) (xxii)-3, 5 dan 6.
52 Karena kejahatan jenis ini bersifat rumit, maka diakui bahwa pelaksanaan tindak kejahatan ini bisa melibatkan lebih dari satu pelaku sebagai bagian dari tujuan kejahatan yang bersifat umum.
53 Perlu dipahami bahwa pencaplokan atau penghilangan kebebasan semacam itu bisa, dalam beberapa hal atau keadaan tertentu, termasuk juga perintah kerja paksa atau bahkan merendahkan seseorang pada status perhambaan sebgaimana dinyatakan di dalam Konvensi Pelengkap tentang Penghapusan Perbudakan, Perdagangan Budak, dan Praktik-Praktik Menyerupai Perbudakan (Supplementary Convention on the Abolition of Slavery, the Slave Trade, and Institutions and Practices Similar to Slavery) tahun 1956. Perlu dipahami juga bahwa tindakan yang digambarkan dalam unsur ini mencakupi juga perdagangan gelap terhadap orang-orang, khususnya wanita dan anak-anak.
2. Pelaku atau orang lain memperoleh atau berharap untuk memperoleh keuntungan berupa uang atau keuntungan lain sebagai imbalan dari atau berkenaan dengan tindakan yang berkarakter seksual tersebut.
3. Tindakan atau perbuatan tersebut terjadi dalam konteks dan dalam kaitan dengan konflik bersenjata internasional.
4. Pelaku menyadari atau tahu soal keadaan atau situasi faktual yang menentukan eksistensi konflik bersenjata itu.
Pasal 8 (2) (b) (xxii) – 4
Kejahatan perang berupa kehamilan yang dipaksakan
Unsur-Unsurnya
1. Pelaku membatasi ruang gerak atau menyekap satu atau lebih perempuan yang dengan paksa dibuat hamil, dengan maksud atau niat untuk mempengaruhi komposisi etnis dari populasi atau niat untuk mendatangkan pelanggaran serius terhadap hukum internasional.
2. Tindakan atau perbuatan tersebut terjadi dalam konteks dan dalam kaitan dengan konflik bersenjata internasional.
3. Pelaku menyadari atau tahu soal keadaan atau situasi faktual yang menentukan eksistensi konflik bersenjata itu.
Pasal 8 (2) (b) (xxii) – 5
Kejahatan perang berupa sterilisasi yang dipaksakan
Unsur-Unsurnya
1. Pelaku menghilangkan dari satu atau lebih orang kemampuan reproduktif biologis.54
2. Tindakan tersebut tidak dibenarkan secara medis atau dari sudut pandang tindakan penanganan kesehatan rumah sakit terhadap orang atau orang-orang termaksud ataupun tidak dilakukan dengan persetujuan sejati dari mereka [yang jadi korban atau sasaran tindakan tersebut].55
3. Tindakan atau perbuatan tersebut terjadi dalam konteks dan dalam kaitan dengan konflik bersenjata internasional.
4. Pelaku menyadari atau tahu soal keadaan atau situasi faktual yang menentukan eksistensi konflik bersenjata itu.
Pasal 8 (2) (b) (xxii) – 6
Kejahatan perang berupa kekerasan seksual
Unsur-Unsurnya
1. Pelaku melakukan perbuatan atau tindakan berkarakter seksual dengan paksaan, ancaman pemaksaaan atau tekanan, seperti yang disebabkan oleh rasa takut akan kekerasan, pemaksaan kehendak, penyekapan atau penahanan, tekanan psikologis atau penyalahgunaan kekuasaan, terhadap orang tersebut atau orang lain, atau yang
54 Penghilangan tersebut tidak dimaksudkan sebagai bagian dari tindakan pengontrolan kelahiran yang tidak memiliki pengaruh permanen dalam praktiknya.
55 Perlu dipahami bahwa “persetujuan sejati” tidak mencakupi persetujuan melalui tindakan tipu muslihat.
disebabkan pengambilan keuntungan dari lingkungan yang koersif, atau tindakan itu dilakukan terhadap seseorang yang pada hakikatnya tidak mampu memberikan rasa persetujuannya yang sejati terhadap diambilnya suatu tindakan terhadap dirinya.
2. Tindakan tersebut adalah perbuatan yang kadar keseriusannya dapat disepadankan dengan pelanggaran serius terhadap Konvensi Jenewa.
3. Pelaku menyadari keadaan faktual yang menentukan kadar keseriusan tindakan semacam itu.
4. Tindakan atau perbuatan tersebut terjadi dalam konteks dan dalam kaitan dengan konflik bersenjata internasional.
5. Pelaku menyadari atau tahu soal keadaan atau situasi faktual yang menentukan eksistensi konflik bersenjata itu.
Pasal 8 (2) (b) (xxiii)
Kejahatan perang berupa pemanfaatan orang-orang yang dilindungi sebagai tameng
Unsur-Unsurnya
1. Pelaku memindahkan atau bahkan mengambil keuntungan dari keberadaan suatu lokasi dari satu atau lebih penduduk sipil atau orang-orang lain yang dilindungi di bawah hukum internasional tentang konflik bersenjata.
2. Pelaku berniat melindungi sasaran militer dari serangan atau berniat melindungi, memilih atau menunda operasi militer.
3. Tindakan atau perbuatan tersebut terjadi dalam konteks dan dalam kaitan dengan konflik bersenjata internasional.
4. Pelaku menyadari atau tahu soal keadaan atau situasi faktual yang menentukan eksistensi konflik bersenjata itu.
Pasal 8 (2) (b) (xxiv)
Kejahatan perang berupa penyerangan terhadap objek-objek atau orang-orang yang menggunakan lencana yang khas dan jelas dari Konvensi Jenewa
Unsur-Unsurnya
1. Pelaku menyerang satu atau lebih orang, bangunan, unit-unit medis atau transportasi atau penggunaan objek lainnya, yang mengikuti ketentuan hukum internasional, suatu tanda khusus atau metode lain soal identifikasi yang menunjukkan perlindungan di bawah Konvensi Jenewa.
2. Pelaku memaksudkan orang-orang semacam itu, bangunan, unit-unit atau alat-alat transportasi atau objek-objek lainnya yang menggunakan identifikasi semacam itu menjadi sasaran serangan.
3. Tindakan atau perbuatan tersebut terjadi dalam konteks dan dalam kaitan dengan konflik bersenjata internasional.
4. Pelaku menyadari atau tahu soal keadaan atau situasi faktual yang menentukan eksistensi konflik bersenjata itu.
Pasal 8 (2) (b) (xxv)
Kejahatan perang berupa pemanfaatan kelaparan penduduk sipil sebagai metode peperangan
Unsur-Unsurnya
1. Pelaku menjauhkan penduduk sipil dari sasaran atau hal-hal yang secara hakiki menunjang kehidupan mereka.
2. Pelaku bermaksud untuk mendatangkan kelaparan pada penduduk sipil itu sebagai salah satu metode perang.
3. Tindakan atau perbuatan tersebut terjadi dalam konteks dan dalam kaitan dengan konflik bersenjata internasional.
4. Pelaku menyadari atau tahu soal keadaan atau situasi faktual yang menentukan eksistensi konflik bersenjata itu.
Pasal 8 (2) (b) (xxvi)
Kejahatan perang berupa pemakaian tenaga anak-anak, memberlakukan wajib militer atau mendaftar anak-anak ke dalam angkatan bersenjata nasional
Unsur-Unsurnya
1. Pelaku memberlakukan wajib militer atau mendaftar secara paksa satu atau lebih orang ke dalam angkatan bersenjata atau menggunakan satu atau lebih orang untuk berpartitipasi secara aktif dalam aksi peperangan.
2. Orang atau orang-orang tersebut berada di bawah usia 15 tahun.
3. Pelaku mengetahui atau seharusnya sudah mengetahui bahwa orang atau orang-orang itu memang berada di bawah usia 15 tahun.
4. Tindakan atau perbuatan tersebut terjadi dalam konteks dan dalam kaitan dengan konflik bersenjata internasional.
5. Pelaku menyadari atau tahu soal keadaan atau situasi faktual yang menentukan eksistensi konflik bersenjata itu.
Pasal 8 (2) (c)
Pasal 8 (2) (c) (i) – 1
Kejahatan perang berupa pembunuhan
Unsur-Unsurnya
1. Pelaku membunuh satu atau lebih orang.
2. Orang atau orang-orang itu adalah kombatan yang sudah menyerahkan diri (hors de combat), atau penduduk sipil, personel medis, atau petugas keagamaan56 yang tidak mengambil bagian apa pun dalam aksi peperangan itu.
3. Pelaku menyadari keadaan-keadaan faktual yang menentukan status orang atau orang- orang itu.
4. Tindakan atau perbuatan tersebut terjadi dalam konteks dan dalam kaitan dengan konflik bersenjata internasional.
5. Pelaku menyadari atau tahu soal keadaan atau situasi faktual yang menentukan eksistensi konflik bersenjata itu.
Pasal 8 (2) (c) (i) – 2
56 Terminologi “petugas keagamaan” mencakupi mereka yang bukan sebagai personal militer non-kombatan yang menjalankan fungsi yang sama.
Kejahatan perang berupa mutilasi
Unsur-Unsurnya
1. Pelaku menjadikan satu atau lebih orang sebagai sasaran mutilasi, khususnya dengan secara permanen memotong-motong atau merusak seluruh badan seseorang atau orang- orang, atau dengan secara permanen melumpuhkan atau memindahkan salah satu organ tubuh atau perpanjangan dari organ tubuh (alat bantu organ tubuh) seseorang atau orang- orang.
2. Tindakan tersebut tidak dibenarkan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan kesehatan medis, gigi atau pengobatan rumah sakit atau juga tidak dibenarkan berdasarkan kepentingan atau permintaan orang atau orang-orang itu sendiri.
3. Orang atau orang-orang itu adalah kombatan yang sudah menyerahkan diri (hors de combat), atau penduduk sipil, personel medis, atau petugas keagamaan yang tidak mengambil bagian apa pun dalam aksi peperangan itu.
4. Pelaku menyadari keadaan-keadaan faktual yang menentukan status orang atau orang- orang itu.
5. Tindakan atau perbuatan tersebut terjadi dalam konteks dan dalam kaitan dengan konflik bersenjata internasional.
6. Pelaku menyadari atau tahu soal keadaan atau situasi faktual yang menentukan eksistensi konflik bersenjata itu.
Pasal 8 (2) (c) (i) – 3
Xxxxxxxxx xxxxxx xxxxxx xxxxxxxxx xxxx xxxxx
Xxxxx-Xxxxxxxx
0. Pelaku mendatangkan penderitaan fisik atau derita mental yang berat atau kesengsaraan terhadap satu atau lebih orang.
2. Orang atau orang-orang itu adalah kombatan yang sudah menyerahkan diri (hors de combat), atau penduduk sipil, personel medis, atau petugas keagamaan yang tidak mengambil bagian apa pun dalam aksi peperangan itu.
3. Pelaku menyadari keadaan-keadaan faktual yang menentukan status orang atau orang- orang itu.
4. Tindakan atau perbuatan tersebut terjadi dalam konteks dan dalam kaitan dengan konflik bersenjata internasional.
5. Pelaku menyadari atau tahu soal keadaan atau situasi faktual yang menentukan eksistensi konflik bersenjata itu.
Pasal 8 (2) (c) (i) – 4
Kejahatan perang berupa penyiksaan
Unsur-Unsurnya
1. Pelaku mendatangkan penderitaan fisik atau derita mental yang berat atau kesengsaraan terhadap satu atau lebih orang.
2. Pelaku mendatangkan penderitaan fisik atau derita mental yang berat atau kesengsaraan tersebut untuk tujuan seperti: mendapatkan informasi atau pengakuan, untuk
menghukum, intimidasi, atau pemaksaan kehendak atau dengan alasan apa pun yand didasarkan pada tindakan diskriminasi dalam segala bentuknya.
3. Orang atau orang-orang itu adalah kombatan yang sudah menyerahkan diri (hors de combat), atau penduduk sipil, personel medis, atau petugas keagamaan yang tidak mengambil bagian apa pun dalam aksi peperangan itu.
4. Pelaku menyadari keadaan-keadaan faktual yang menentukan status orang atau orang- orang itu.
5. Tindakan atau perbuatan tersebut terjadi dalam konteks dan dalam kaitan dengan konflik bersenjata internasional.
6. Pelaku menyadari atau tahu soal keadaan atau situasi faktual yang menentukan eksistensi konflik bersenjata itu.
Pasal 8 (2) (c) (ii)
Kejahatan perang berupa kebiadaban terhadap martabat pribadi manusia
Unsur-Unsurnya
1. Pelaku melecehkan, merendahkan atau bahkan melanggar martabat satu atau lebih orang.57
2. Kadar pelecehan, perendahan atau pelanggaran itu digolongkan pada kadar yang secara umum dikenal sebagai pengingkaran serius terhadap martabat pribadi manusia.
3. Orang atau orang-orang itu adalah kombatan yang sudah menyerahkan diri (hors de combat), atau penduduk sipil, personel medis, atau petugas keagamaan yang tidak mengambil bagian apa pun dalam aksi peperangan itu.
4. Pelaku menyadari keadaan-keadaan faktual yang menentukan status orang atau orang- orang itu.
5. Tindakan atau perbuatan tersebut terjadi dalam konteks dan dalam kaitan dengan konflik bersenjata bukan berkarakter internasional.
6. Pelaku menyadari atau tahu soal keadaan atau situasi faktual yang menentukan eksistensi konflik bersenjata itu.
Pasal 8 (2) (c) (iii)
Xxxxxxxxx xxxxxx xxxxxx xxxxxxxxx xxxxxxx
Xxxxx-Xxxxxxxx
0. Pelaku menangkap, menahan atau bahkan menyandera satu atau lebih orang.
2. Pelaku mengancam membunuh, melukai atau terus menahan orang atau orang-orang itu.
3. Pelaku bermaksud untuk mendesak suatu Negara, organisasi internasional, seseorang baik orang dalam pengertian alamiah maupun orang dalam pengertian legal atau diakui sebagai orang dalam pengertian hukum ataupun sekumpulan orang-orang untuk menghentikan tindakan di mana tindakan tersebut secara eksplisit ataupun implisit akan mendatangan keselamatan atau pembebasan bagi orang atau orang-orang termaksud.
57 Untuk kejahatan ini, “orang-orang” bisa mencakupi orang-orang yang mati. Perlu dipahami bahwa korban tidak perlu secara personal menyadari adanya pelecehan atau perbuatan merendahkan atau pelanggaran lainnya. Unsur ini mencakupi juga aspek-aspek relevan soal latar belakang budaya korban.
4. Orang atau orang-orang itu adalah kombatan yang sudah menyerahkan diri (hors de combat), atau penduduk sipil, personel medis, atau petugas keagamaan yang tidak mengambil bagian apa pun dalam aksi peperangan itu.
5. Pelaku menyadari keadaan-keadaan faktual yang menentukan status orang atau orang- orang itu.
6. Tindakan atau perbuatan tersebut terjadi dalam konteks dan dalam kaitan dengan konflik bersenjata bukan berkarakter internasional.
7. Pelaku menyadari atau tahu soal keadaan atau situasi faktual yang menentukan eksistensi konflik bersenjata itu.
Pasal 8 (2) (c) (iv)
Kejahatan perang berupa penghukuman atau eksekusi (penghukuman mati) tanpa proses pengadilan
Unsur-Unsurnya
1. Pelaku memberikan hukuman atau mengeksekusi satu atau lebih orang.58
2. Orang atau orang-orang itu adalah kombatan yang sudah menyerahkan diri (hors de combat), atau penduduk sipil, personel medis, atau petugas keagamaan yang tidak mengambil bagian apa pun dalam aksi peperangan itu.
3. Pelaku menyadari keadaan-keadaan faktual yang menentukan status orang atau orang- orang itu.
4. Sebelumnya tidak ada pertimbangan atau persidangan yang diumumkan oleh pengadilan, atau pengadilan yang menyelenggarakan persidangan itu bukan merupakan pengadilan yang “berwatak biasa”, artinya, ia tidak mengupayakan jaminan esensial soal kebebasan dan imparsialitas, atau pengadilan yang menyelenggarakan persidangan itu tidak mengupayakan semua jaminan judisial lain yang umumnya diakui sebagai jaminan yang tidak terkena pengecualian apa pun dalam hukum internasional.59
5. Pelaku menyadari tiadanya pertimbangan atau persidangan sebelumnya atau penolakan jaminan yang relevan dan fakta bahwa jaminan itu adalah esensial atau tidak bisa dinafikan bagi terwujudnya suatu peradilan yang jujur dan adil (fair trial).
6. Tindakan atau perbuatan tersebut terjadi dalam konteks dan dalam kaitan dengan konflik bersenjata bukan berkarakter internasional.
7. Pelaku menyadari atau tahu soal keadaan atau situasi faktual yang menentukan eksistensi konflik bersenjata itu.
Pasal 8 (2) (e)
Pasal 8 (2) (e) (i)
Kejahatan perang berupa penyerangan terhadap penduduk sipil
Unsur-Unsurnya
58 Unsur yang terdapat dalam dokumen ini tidak menekankan perbedaan bentuk dari tanggung jawab pidana, sebagaimana dienunsiasikan dalam Statuta pasal 25 dan 28.
59 Berkenaan dengan unsur 4 dan 5, Mahkamah [maksudnya Mahkamah Pidana Internasional], harus mempertimbangkan apakah, dengan mempertimbangkan semua keadaan atau hal-hal relevan, efek kumulatif dari faktor-faktor berkaitan denga jaminan itu akan menjauhkan orang atau orang-orang itu dari proses peradilan yang jujur dan adil (fair trial).
1. Pelaku mengarahkan sebuah serangan.
2. Sasaran serangan tersebut adalah penduduk sipil atau warga sipil perorangan yang tidak mengambil bagian secara langsung di dalam perang atau pertempuran itu.
3. Pelaku memaksudkan penduduk sipil atau warga sipil perorangan yang tidak mengambil bagian secara langsung di dalam perang atau pertempuran itu sebagai objek dari serangan tersebut.
4. Tindakan atau perbuatan tersebut terjadi dalam konteks dan dalam kaitan dengan konflik bersenjata bukan berkarakter internasional.
5. Pelaku menyadari atau tahu soal keadaan atau situasi faktual yang menentukan eksistensi konflik bersenjata itu.
Pasal 8 (2) (e) (ii)
Kejahatan perang berupa penyerangan terhadap objek-objek atau orang-orang yang menggunakan lencana yang khas dan jelas dari Konvensi Jenewa
Unsur-Unsurnya
1. Pelaku menyerang satu atau lebih orang, bangunan, unit-unit medis atau transportasi atau penggunaan objek lainnya, yang mengikuti ketentuan hukum internasional, suatu tanda khusus atau metode lain soal identifikasi yang menunjukkan perlindungan di bawah Konvensi Jenewa.
2. Pelaku memaksudkan orang-orang semacam itu, bangunan, unit-unit atau alat-alat transportasi atau objek-objek lainnya yang menggunakan identifikasi semacam itu menjadi sasaran serangan.
3. Tindakan atau perbuatan tersebut terjadi dalam konteks dan dalam kaitan dengan konflik bersenjata bukan berkarakter internasional.
4. Pelaku menyadari atau tahu soal keadaan atau situasi faktual yang menentukan eksistensi konflik bersenjata itu.
Pasal 8 (2) (e) (iii)
Kejahatan perang berupa penyerangan terhadap personel atau objek-objek yang terlibat dalam bantuan kemanusiaan atau misi penjaga perdamaian
Unsur-Unsurnya
1. Pelaku mengarahkan sebuah serangan.
2. Sasaran serangan tersebut adalah personel, instalasi, bahan-bahan, unit atau kendaraan yang termasuk dalam misi bantuan kemanusiaan atau misi penjaga perdamaian dalam kaitan dengan ketentuan Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa.
3. Pelaku memaksudkan personel, instalasai, bahan-bahan, unit atau kendaraan yang dimaksudkan itu sebagai sasaran serangan.
4. Personel, instalasi, bahan-bahan, unit atau kendaraan yang dimaksudkan itu disediakan untuk memberikan perlindungan kepada warga sipil atau sasaran sipil berdasarkan ketentuan hukum internasional tentang konflik bersenjata.
5. Pelaku menyadari atau tahu soal keadaan-keadaan faktual yang menentukan status perlindungan itu.
6. Tindakan atau perbuatan tersebut terjadi dalam konteks dan dalam kaitan dengan konflik bersenjata bukan berkarakter internasional.
7. Pelaku menyadari atau tahu soal keadaan atau situasi faktual yang menentukan eksistensi konflik bersenjata itu.
Pasal 8 (2) (e) (iv)
Kejahatan perang berupa penyerangan terhadap objek-objek yang dilindungi [yang bukan merupakan objek militer, misalnya rumah sakit dan gedung sekolah]60
Unsur-Unsurnya
1. Pelaku mengarahkan sebuah serangan.
2. Sasaran serangan tersebut adalah satu atau lebih bangunan yang digunakan untuk kepentingan agama, pendidikan, seni, pengetahuan atau tujuan-tujuan karitatif, monumen-monumen sejarah, rumah sakit atau tempat-tempat di mana orang-orang sakit dan luka dikumpulkan, yang bukan merupakan sasaran-sasaran militer.
3. Pelaku memaksudkan bangunan yang digunakan untuk kepentingan agama, pendidikan, seni, pengetahuan atau tujuan-tujuan karitatif, monumen-monumen sejarah, rumah sakit atau tempat-tempat di mana orang-orang sakit dan luka dikumpulkan, yang bukan merupakan sasaran-sasaran militer itu, untuk menjadi sasaran serangan.
4. Tindakan atau perbuatan tersebut terjadi dalam konteks dan dalam kaitan dengan konflik bersenjata bukan berkarakter internasional.
5. Pelaku menyadari atau tahu soal keadaan atau situasi faktual yang menentukan eksistensi konflik bersenjata itu.
Pasal 8 (2) (e) (v)
Xxxxxxxxx xxxxxx xxxxxx xxxxxxxxxx
Xxxxx-Xxxxxxxx
0. Pelaku menjarah harta milik tertentu.
2. Pelaku bermaksud untuk menjauhkan pemilik dari harta miliknya dan menjarahnya untuk penggunaan pribadi atau personal dari pelaku.61
3. Penjarahan atau pengambilalihan itu dilakukan tanpa persetujuan pemiliknya.
4. Tindakan atau perbuatan tersebut terjadi dalam konteks dan dalam kaitan dengan konflik bersenjata bukan berkarakter internasional.
5. Pelaku menyadari atau tahu soal keadaan atau situasi faktual yang menentukan eksistensi konflik bersenjata itu.
Pasal 8 (2) (e) (vi) – 1
Kejahatan perang berupa pemerkosaan
Unsur-Unsurnya
60 Kehadiran orang-orang yang secara khusus dilindungi di bawah ketentuan Konvensi Jenewa 1949 atau pasukan polisi yang ditugaskan untuk tujuan-tujuan murni penegakan hukum dan tata tertib di lokasi atau medan sengketa tidak dengan sendirinya diterjemahkan bahwa daerah tersebut adalah objek militer.
61 Sebagaimana ditunjukkan dengan pemakaian term “penggunaan pribadi atau personal”, pengambilalihan
atau penjarahan demi kepentingan militer bukan merupakan bagian dari pengertian kejahatan penjarahan itu.
1. Pelaku menyerbu62 tubuh seseorang dengan tindakan yang manghasilkan penetrasi, kendatipun lubangnya kecil, pada bagian mana pun dari tubuh korban, atau pada tubuh pelaku itu sendiri dengan organ seksual, atau organ anal atau genital yang terbuka dari tubuh korban.
2. Penyerbuan itu dilakukan dengan paksa, atau dengan ancaman pemaksaaan atau tekanan, seperti yang disebabkan oleh rasa takut akan kekerasan, pemaksaan kehendak, penyekapan atau penahanan, tekanan psikologis atau penyalahgunaan kekuasaan, terhadap orang tersebut atau orang lain, atau yang disebabkan pengambilan keuntungan dari lingkungan yang koersif, atau penyerbuan itu dilakukan terhadap seseorang yang pada hakikatnya tidak mampu memberikan rasa persetujuannya yang sejati terhadap diambilnya suatu tindakan terhadap dirinya.63
3. Tindakan atau perbuatan tersebut terjadi dalam konteks dan dalam kaitan dengan konflik bersenjata bukan berkarakter internasional.
4. Pelaku menyadari atau tahu soal keadaan atau situasi faktual yang menentukan eksistensi konflik bersenjata itu.
Pasal 8 (2) (e) (vi) – 0
Xxxxxxxxx xxxxxx xxxxxx xxxxxxxxxx xxxxxxx00
Unsur-Unsurnya
1. Pelaku menerapkan sedikit atau seluruh kekuasaan yang melekat pada kepemilikannya terhadap satu atau lebih orang, seperti dengan membeli, menjual, meminjamkan, atau menukar orang atau orang-orang itu, atau dengan menghadapkan mereka pada tindakan diambilnya kebebasan dari diri mereka.65
2. Pelaku menyebabkan orang atau orang-orang tersebut terlibat atau terkait dengan satu atau lebih tindakan berkarakter seksual.
3. Tindakan atau perbuatan tersebut terjadi dalam konteks dan dalam kaitan dengan konflik bersenjata bukan berkarakter internasional.
4. Pelaku menyadari atau tahu soal keadaan atau situasi faktual yang menentukan eksistensi konflik bersenjata itu.
Pasal 8 (2) (e) (vi) – 3
Kejahatan perang berupa prostitusi yang dipaksakan
Unsur-Unsurnya
62 Konsep “penyerbuan” dimaksudkan untuk menjangkau lebih luas pada pengertian yang bersifat netral secara gender.
63 Perlu dipahami bahwa seseorang bisa saja tidak mampu memberikan persetujuan atau kesediaannya yang sejati atau murni jika dipengaruhi oleh lingkungan dan bisa juga karena ketidakcakapan yang disebabkan faktor umur. Catatan ini juga berlaku untuk unsur yang terkait dari pasal 8 (2) (e) (vi)-3, 5 and 6.
64 Karena kejahatan jenis ini bersifat rumit, maka diakui bahwa pelaksanaan tindak kejahatan ini bisa melibatkan lebih dari satu pelaku sebagai bagian dari tujuan kejahatan yang bersifat umum.
65 Perlu dipahami bahwa pencaplokan atau penghilangan kebebasan semacam itu bisa, dalam beberapa hal atau keadaan tertentu, termasuk juga perintah kerja paksa atau bahkan merendahkan seseorang pada status perhambaan sebgaimana dinyatakan di dalam Konvensi Pelengkap tentang Penghapusan Perbudakan, Perdagangan Budak, dan Praktik-Praktik Menyerupai Perbudakan (Supplementary Convention on the Abolition of Slavery, the Slave Trade, and Institutions and Practices Similar to Slavery) tahun 1956. Perlu dipahami juga bahwa tindakan yang digambarkan dalam unsur ini mencakupi juga perdagangan gelap terhadap orang-orang, khususnya wanita dan anak-anak.
1. Pelaku menyebabkan satu atau lebih orang terlibat atau terkait dengan satu atau lebih tindakan berkarakter seksual dengan paksaan, ancaman pemaksaaan atau tekanan, seperti yang disebabkan oleh rasa takut akan kekerasan, pemaksaan kehendak, penyekapan atau penahanan, tekanan psikologis atau penyalahgunaan kekuasaan, terhadap orang tersebut atau orang lain, atau yang disebabkan pengambilan keuntungan dari lingkungan yang koersif, atau tindakan itu dilakukan terhadap seseorang yang pada hakikatnya tidak mampu memberikan rasa persetujuannya yang sejati terhadap diambilnya suatu tindakan terhadap dirinya.
2. Pelaku atau orang lain memperoleh atau berharap untuk memperoleh keuntungan berupa uang atau keuntungan lain sebagai imbalan dari atau berkenaan dengan tindakan yang berkarakter seksual tersebut.
3. Tindakan atau perbuatan tersebut terjadi dalam konteks dan dalam kaitan dengan konflik bersenjata bukan berkarakter internasional.
4. Pelaku menyadari atau tahu soal keadaan atau situasi faktual yang menentukan eksistensi konflik bersenjata itu.
Pasal 8 (2) (e) (vi) – 4
Kejahatan perang berupa kehamilan yang dipaksakan
Unsur-Unsurnya
1. Pelaku membatasi ruang gerak atau menyekap satu atau lebih perempuan yang dengan paksa dibuat hamil, dengan maksud atau niat untuk mempengaruhi komposisi etnis dari populasi atau niat untuk mendatangkan pelanggaran serius terhadap hukum internasional.
2. Tindakan atau perbuatan tersebut terjadi dalam konteks dan dalam kaitan dengan konflik bersenjata bukan berkarakter internasional.
3. Pelaku menyadari atau tahu soal keadaan atau situasi faktual yang menentukan eksistensi konflik bersenjata itu.
Pasal 8 (2) (e) (vi) – 5
Kejahatan perang berupa sterilisasi yang dipaksakan
Unsur-Unsurnya
1. Pelaku menghilangkan dari satu atau lebih orang kemampuan reproduktif biologis.66
2. Tindakan tersebut tidak dibenarkan secara medis atau dari sudut pandang tindakan penanganan kesehatan rumah sakit terhadap orang atau orang-orang termaksud ataupun tidak dilakukan dengan persetujuan sejati dari mereka [yang jadi korban atau sasaran tindakan tersebut].67
3. Tindakan atau perbuatan tersebut terjadi dalam konteks dan dalam kaitan dengan konflik bersenjata bukan berkarakter internasional.
4. Pelaku menyadari atau tahu soal keadaan atau situasi faktual yang menentukan eksistensi konflik bersenjata itu.
Pasal 8 (2) (e) (vi) – 6
66 Penghilangan tersebut tidak dimaksudkan sebagai bagian dari tindakan pengontrolan kelahiran yang tidak memiliki pengaruh permanen dalam praktiknya.
67 Perlu dipahami bahwa “persetujuan sejati” tidak mencakupi persetujuan melalui tindakan tipu muslihat.
Kejahatan perang berupa kekerasan seksual
Unsur-Unsurnya
1. Pelaku melakukan perbuatan atau tindakan berkarakter seksual dengan paksaan, ancaman pemaksaaan atau tekanan, seperti yang disebabkan oleh rasa takut akan kekerasan, pemaksaan kehendak, penyekapan atau penahanan, tekanan psikologis atau penyalahgunaan kekuasaan, terhadap orang tersebut atau orang lain, atau yang disebabkan pengambilan keuntungan dari lingkungan yang koersif, atau tindakan itu dilakukan terhadap seseorang yang pada hakikatnya tidak mampu memberikan rasa persetujuannya yang sejati terhadap diambilnya suatu tindakan terhadap dirinya.
2. Tindakan tersebut adalah perbuatan yang kadar keseriusannya dapat disepadankan dengan pelanggaran serius terhadap pasal 3 yang berlaku umum pada empat Konvensi Jenewa.
3. Pelaku menyadari keadaan faktual yang menentukan kadar keseriusan tindakan semacam itu.
4. Tindakan atau perbuatan tersebut terjadi dalam konteks dan dalam kaitan dengan konflik bersenjata bukan berkarakter internasional.
5. Pelaku menyadari atau tahu soal keadaan atau situasi faktual yang menentukan eksistensi konflik bersenjata itu.
Pasal 8 (2) (e) (vii)
Kejahatan perang berupa pemakaian tenaga anak-anak, memberlakukan wajib militer atau mendaftar anak-anak ke dalam angkatan bersenjata nasional
Unsur-Unsurnya
1. Pelaku memberlakukan wajib militer atau mendaftar secara paksa satu atau lebih orang ke dalam angkatan bersenjata atau menggunakan satu atau lebih orang untuk berpartitipasi secara aktif dalam aksi peperangan.
2. Orang atau orang-orang tersebut berada di bawah usia 15 tahun.
3. Pelaku mengetahui atau seharusnya sudah mengetahui bahwa orang atau orang-orang itu memang berada di bawah usia 15 tahun.
4. Tindakan atau perbuatan tersebut terjadi dalam konteks dan dalam kaitan dengan konflik bersenjata bukan berkarakter internasional.
5. Pelaku menyadari atau tahu soal keadaan atau situasi faktual yang menentukan eksistensi konflik bersenjata itu.
Pasal 8 (2) (e) (viii)
Kejahatan perang berupa pemindahan penduduk sipil
Unsur-Unsurnya
1. Pelaku memerintahkan suatu pemindahan penduduk sipil.
2. Perintah semacam itu tidak dibenarkan demi keamanan penduduk sipil yang terlibat dalam atau demi kepentingan aksi militer.
3. Pelaku berada dalam posisi bisa mendatangkan pengaruh tehadap pemindahan tersebut dengan memberikan perintah untuk itu.
4. Tindakan atau perbuatan tersebut terjadi dalam konteks dan dalam kaitan dengan konflik bersenjata bukan berkarakter internasional.
5. Pelaku menyadari atau tahu soal keadaan atau situasi faktual yang menentukan eksistensi konflik bersenjata itu.
Pasal 8 (2) (e) (ix)
Kejahatan perang berupa pembunuhan atau melukai secara curang
Unsur-Unsurnya
1. Pelaku mengundang munculnya rasa percaya atau yakin dari satu atau lebih orang yang disyaratkan untuk, atau diwajibkan untuk menyetujui, perlindungan di bawah aturan hukum internasional yang dapat diterapkan dalam konflik bersenjata.
2. Pelaku berniat untuk menghancurkan atau mengkhianati kepercayaan atau keyakinan tersebut.
3. Pelaku membunuh atau melukai orang atau orang-orang itu.
4. Pelaku menarik manfaat dari kepercayaan atau keyakinan semacam itu dalam pembunuhan atau pencederaan orang atau orang-orang tersebut.
5. Orang atau orang-orang tersebut menjadi milik pihak yang menjadi lawan atau musuh itu.
6. Tindakan atau perbuatan tersebut terjadi dalam konteks dan dalam kaitan dengan konflik bersenjata bukan berkarakter internasional.
7. Pelaku menyadari atau tahu soal keadaan atau situasi faktual yang menentukan eksistensi konflik bersenjata itu.
Pasal 8 (2) (e) (x)
Kejahatan perang berupa penolakan untuk memberikan tempat tinggal
Unsur-Unsurnya
1. Pelaku menyatakan atau memerintahkan bahwa tidak boleh ada yang dibiarkan tetap hidup [tidak ada survivor].
2. Pernyataan atau perintah semacam itu diberikan untuk mengancam pihak lawan atau untuk melakukan pertempuran dengan alasan atau sikap dasar bahwa tidak akan ada yang dibiarkan tetap hidup.
3. Pelaku berada dalam posisi bisa memberikan perintah efektif atau pengawasan terhadap pasukan tentara yang sedang dalam posisi lemah yang kepada merekalah pernyataan atau perinah tersebut dialamatkan.
4. Tindakan atau perbuatan tersebut terjadi dalam konteks dan dalam kaitan dengan konflik bersenjata bukan berkarakter internasional.
5. Pelaku menyadari atau tahu soal keadaan atau situasi faktual yang menentukan eksistensi konflik bersenjata itu.
Pasal 8 (2) (e) (xi) – 1
Kejahatan perang berupa mutilasi
Unsur-Unsurnya
1. Pelaku menjadikan satu atau lebih orang sebagai sasaran mutilasi, khususnya dengan secara permanen memotong-motong atau merusak seluruh badan seseorang atau orang- orang, atau dengan secara permanen melumpuhkan atau memindahkan salah satu organ tubuh atau perpanjangan dari organ tubuh (alat bantu organ tubuh) seseorang atau orang- orang.
2. Tindakan tersebut menyebabkan kematian atau secara serius membahayakan kesehatan fisik atau mental dari orang atau orang-orang itu.
3. Tindakan tersebut tidak dibenarkan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan kesehatan medis, gigi atau pengobatan rumah sakit atau juga tidak dibenarkan berdasarkan kepentingan atau permintaan orang atau orang-orang itu sendiri.68
4. Orang atau orang-orang tersebut berada di dalam kekuasaan pihak yang menjadi lawan atau musuh itu.
5. Tindakan atau perbuatan tersebut terjadi dalam konteks dan dalam kaitan dengan konflik bersenjata bukan berkarakter internasional.
6. Pelaku menyadari atau tahu soal keadaan atau situasi faktual yang menentukan eksistensi konflik bersenjata itu.
Pasal 8 (2) (e) (xi) – 2
Kejahatan perang berupa percobaan medis atau ilmiah
Unsur-Unsurnya
1. Pelaku menjadikan satu atau lebih orang untuk kepentigan percobaan medis atau ilmiah.
2. Percobaan tersebut menyebabkan kematian atau secara serius membahayakan kesehatan fisik atau mental atau integritas dari orang atau orang-orang itu.
3. Tindakan tersebut tidak dibenarkan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan kesehatan medis, gigi atau pengobatan rumah sakit atau juga tidak dibenarkan berdasarkan kepentingan atau permintaan orang atau orang-orang itu sendiri.
4. Orang atau orang-orang tersebut berada di dalam kekuasaan pihak yang menjadi lawan atau musuh itu.
5. Tindakan atau perbuatan tersebut terjadi dalam konteks dan dalam kaitan dengan konflik bersenjata bukan berkarakter internasional.
6. Pelaku menyadari atau tahu soal keadaan atau situasi faktual yang menentukan eksistensi konflik bersenjata itu.
Pasal 8 (2) (e) (xii)
Kejahatan perang berupa penghancuran atau perampasan harta milik musuh
Unsur-Unsurnya
1. Pelaku menghancurkan atau merampas harta milik tertentu.
68 Kesediaan atau persetujuan (consent) tidak dapat dijadikan alasan untuk jenis kejahatan ini. Kejahatan ini melarang berbagai prosedur medis yang tidak diindikasikan oleh keadaan kesehatan orang yang dimaksud dan yang tidak sesuai dengan standar-standar medis yang diterima secara umum yang akan dipakai dalam keadaan-keadaan medis yang serupa terhadap orang yang merupakan warga dari pihak yang melakukan atau menjalankan prosedur dan yang tidak dibenarkan untuk dicaplok kebebasannya. Catatan juga berlaku untuk unsur yang sama dari pasal 8 (2) (e) (xi) – 2.
2. Harta milik atau hak milik itu merupakan hak milik dari pihak lawan.
3. Harta milik tersebut dilindungi dari penghancuran atau perampasan berdasarkan ketentuan hukum internasional tentang konflik bersenjata.
4. Pelaku menyadari keadaan-keadaan faktual yang menentukan status kepemilikan tersebut.
5. Penghancuran atau perampasan tersebut tidak dibenarkan demi kepentingan atau keperluan militer.
6. Tindakan atau perbuatan tersebut terjadi dalam konteks dan dalam kaitan dengan konflik bersenjata bukan berkarakter internasional.
7. Pelaku menyadari atau tahu soal keadaan atau situasi faktual yang menentukan eksistensi konflik bersenjata itu.