PERJANJIAN PELAKSANAAN PENELITIAN
PERJANJIAN PELAKSANAAN PENELITIAN
PERIODE I TAHUN ANGGARAN 2020 NOMOR: 481-Int-KLPPM/UNTAR/IV/2020
Pada hari ini Rabu tanggal 22 bulan April tahun 2020 yang bertanda tangan dibawah ini:
1. Nama : Xxx Xxx Xxxx, Ph.D.
Jabatan : Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat
Alamat : Letjen S. Xxxxxx St Xx.0, Xxxxxx, Xxxxxx petamburan, Jakarta Barat, 11440 selanjutnya disebut Pihak Pertama
2. Nama : Xxxx Xxxx Xxxxxx, X.Xx.,M.Ds Jabatan : Dosen Tetap
Fakultas : Seni Rupa dan Desain
Alamat : Letjen S. Xxxxxx St Xx.0, Xxxxxx, Xxxxxx petamburan, Jakarta Barat, 11440
Bertindak untuk diri sendiri dan atas nama anggota pelaksana Penelitian:
a. Nama : Xxx. X. Xxxxxx Xxxxxxxx, M.Hum.
Jabatan : Dosen Tetap selanjutnya disebut Pihak Kedua
Pihak Pertama dan Pihak Kedua sepakat mengadakan Perjanjian Pelaksanaan Penelitian Nomor 481-Int-KLPPM/UNTAR/IV/2020 sebagai berikut:
Pasal 1
(1). Pihak Pertama menugaskan Pihak Kedua untuk melaksanakan Penelitian atas nama Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Universitas Tarumanagara dengan judul “Analisis Dimensi Manusia di Ruang Pameran Tetap Museum Nasional Indonesia Jakarta”
(2). Biaya pelaksanaan penelitian sebagaimana dimaksud ayat (1) diatas dibebankan kepada
Pihak Pertama melalui anggaran Universitas Tarumanagara.
(3). Besaran biaya pelaksanaan yang diberikan kepada Pihak Kedua sebesar Rp 12.000.000,- (dua belas belas juta rupiah), diberikan dalam 2 (dua) tahap masing- masing sebesar 50%.
(4). Pencairan biaya pelaksanaan Tahap I akan diberikan setelah penandatanganan Perjanjian Pelaksanaan Penelitian.
(5). Pencairan biaya pelaksanaan Tahap II akan diberikan setelah Pihak Kedua
melaksanakan Penelitian, mengumpulkan:
a. Hard copy berupa laporan akhir sebanyak 5 (lima) eksemplar, logbook 2 (dua) eksemplar, laporan pertanggungjawaban keuangan sebanyak 2 (dua) eksemplar, draft artikel ilmiah sebanyak 1 (satu) eksemplar; dan
b. Softcopy laporan akhir, logbook, laporan pertanggungjawaban keuangan, dan draft artikel ilmiah dalam bentuk CD sebanyak 2 (dua) keping.
(6). Rincian biaya pelaksanaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) terlampir dalam Lampiran Rencana Penggunaan Biaya dan Rekapitulasi Penggunaan Biaya yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam perjanjian ini.
(7). Penggunaan biaya penelitian oleh Pihak Kedua wajib memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a. Tidak melampaui batas biaya tiap pos anggaran yang telah ditetapkan; dan
b. Peralatan yang dibeli dengan anggaran biaya penelitian menjadi milik Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat.
(8). Daftar peralatan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) diatas wajib diserahkan oleh Pihak Kedua kepada Pihak Pertama selambat-lambatnya 1 (satu) bulan setelah penelitian selesai.
Pasal 2
(1). Pelaksanaan kegiatan Penelitian akan dilakukan oleh Pihak Kedua sesuai dengan proposal yang telah disetujui dan mendapatkan pembiayaan dari Pihak Pertama.
(2). Pelaksanaan kegiatan penelitian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam Periode I, terhitung sejak Januari-Juni 2020
Pasal 3
(1). Pihak Pertama mengadakan kegiatan monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan penelitian yang dilakukan oleh Pihak Kedua.
(2). Pihak Kedua diwajibkan mengikuti kegiatan monitoring dan evaluasi sesuai dengan jadwal yang ditetapkan oleh Pihak Pertama.
(3). Sebelum pelaksanaanmonitoring dan evaluasi, Pihak Kedua wajib mengisi lembar monitoring dan evaluasi serta melampirkan laporan kemajuan pelaksanaan penelitian dan logbook.
(4). Laporan Kemajuan disusun oleh Pihak Kedua sesuai dengan Panduan Penelitian yang telah ditetapkan Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat.
(5). Lembar monitoring dan evaluasi, laporan kemajuan dan logbook diserahkan kepada Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat sesuai dengan batas waktu yang ditetapkan.
Pasal 4
(1). Pihak Kedua wajib mengumpulkan Laporan Akhir, Logbook, Laporan Pertanggungjawaban Keuangan, dan luaran/draf luaran.
(2). Laporan Akhir disusun oleh Pihak Kedua sesuai dengan Panduan Penelitian yang telah ditetapkan Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat.
(3). Logbook yang dikumpulkan memuat secara rinci tahapan kegiatan yang telah dilakukan oleh Pihak Kedua dalam pelaksanaan Penelitian.
(4). Laporan Pertanggungjawaban yang dikumpulkan Pihak Kedua memuat secara rinci penggunaan biaya pelaksanaan Penelitian yang disertai dengan bukti-bukti.
(5). Batas waktu pengumpulan Laporan Akhir, Logbook, Laporan Pertanggungjawaban Keuangan, dan luaran adalah Jurnal (Juni 2020)
(6). Apabila Pihak Kedua tidak mengumpulkan Laporan Akhir, Logbook, Laporan Pertanggungjawaban Keuangan, dan Luaran sebagaimana disebutkan dalam ayat (5), maka Pihak Pertama akan memberikan sanksi.
(7). Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (6) berupa proposal penelitian pada periode berikutnya tidak akan diproses untuk mendapatkan pendanaan pembiayaan oleh Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat.
Pasal 5
(1). Dalam hal tertentu Pihak Kedua dapat meminta kepada Pihak Pertama untuk memperpanjang batas waktu sebagaimana dimaksud pada Pasal 4 ayat (5) diatas dengan disertai alasan-alasan yang dapat dipertanggungjawabkan.
(2). Pihak Pertama berwenang memutuskan menerima atau menolak permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3). Perpanjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat diberikan 1 (satu) kali.
Pasal 6
(1). Pihak Pertama berhak mempublikasikan ringkasan laporan penelitian yang dibuat Pihak Kedua ke dalam salah satu jurnal ilmiah yang terbit di lingkungan Universitas Tarumanagara.
(2). Pihak Kedua memegang Hak Cipta dan mendapatkan Honorarium atas penerbitan ringkasan laporan penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
(3). Pihak Kedua wajib membuat poster penelitian yang sudah/sedang dilaksanakan, untuk dipamerkan pada saat kegiatan Research Week tahun terkait.
(4) Pihak Kedua wajib membuat artikel penelitian yang sudah dilaksanakan untuk diikutsertakan dalam kegiatan International Multidiciplinary Research Conference on Sustanaible Development (IMRCSD) yang diselenggarakan oleh Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat.
(5). Penggandaan dan publikasi dalam bentuk apapun atas hasil penelitian hanya dapat dilakukan oleh Pihak Kedua setelah mendapatkan persetujuan tertulis dari Pihak Pertama.
Pasal 7
(1). Apabila terjadi perselisihan menyangkut pelaksanaan Penelitian ini, kedua belah pihak sepakat untuk menyelesaikannya secara musyawarah.
(2). Dalam hal musyawarah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak tercapai, keputusan diserahkan kepada Pimpinan Universitas Tarumanagara.
(3). Keputusan sebagaimana dimaksud dalam pasal ini bersifat final dan mengikat.
Pihak Kedua
Xxxx Xxxx Xxxxxx, X.Xx.,M.Ds
Demikian Perjanjian Pelaksanaan Penelitian ini dibuat dengan sebenar-benarnya pada hari, tanggal dan bulan tersebut diatas dalam rangka 2 (dua), yang masing-masing mempunyai kekuatan hukum yang sama.
Pihak Pertama
Jap Tji Beng, Ph.D.
RENCANA PENGGUNAAN BIAYA (Rp)
Rencana Penggunan Biaya | Jumlah |
Honorarium | Rp 2.500.000,- |
Pelaksanaan penelitian | Rp 9.500.000,- |
REKAPITULASI RENCANA PENGGUNAAN BIAYA (Rp)
No. | Pos Anggaran | Tahap I | Tahap II | Jumlah |
1. | Honorarium | 1.250.000,- | 1.250.000,- | 2.500.000,- |
2. | Pelaksanaan penelitian | 4.750.000,- | 4.750.000,- | 9.500.000,- |
Jumlah | 6.000.000,- | 6.000.000,- | 12.000.000,- |
Jakarta, 22 April 2020
HALAMAN PENGESAHAN LAPORAN PENELITIAN
Semester Genap / Tahun 2019-2020
1. Judul : Analisis Dimensi Manusia di Ruang Pameran Tetap Museum Nasional Indonesia Jakarta
2. Ketua
a. Nama dan Gelar : Xxxx Xxxx Xxxxxx, X.Xx.,M.Ds.
b. NIDN/NIK : 0329116804/10614003
a. Jabatan/Gol : Asisten Ahli 150 / IIIB
c. Program Studi : Desain Interior
d. Fakultas : Fakultas Seni Rupa dan Desain
e. Bidang Keahlian : Desain Interior
f. Alamat Kantor : Jalan S. Xxxxxx Kav. 0, Xxxxxxx, Xxxxxxx Xxxxx
g. Nomor HP/Tlp/Email : 081310495625 / xxxxx@xxxx.xxxxx.xx.xx
3. Anggota Tim Penelitian
a. Jumlah Anggota : Dosen 1 orang
a. Nama Anggota I/Keahlian : Xxx. X. Xxxxxx Xxxxxxxx, M.Hum./Desain Interior
b. Jumlah Mahasiswa : 1 orang
c. Nama Mahasiswa/NIM : Xxxxx Xxxxxxx / 615180130
4. Lokasi Kegiatan Penelitian : Museum Nasional Indonesia, Xxxxx Xxxxx Xxxxxxx
Barat No. 12 Jakarta Pusat
5. Luaran yang dihasilkan : Jurnal
6. Jangka Waktu Pelaksanaan : Periode 1 (Januari-Juni)
7. Biaya yang disetujui LPPM : Rp 12.000.000,-
Jakarta, 22 Juli 2020
Mengetahui,
Dekan Fakultas Seni Rupa dan Desain Ketua,
Xxxxxx Xxxxxxxx, X.Xx.,M.Hum. Xxxx Xxxx Xxxxxx, X.Xx.,M.Ds. NIDN/NIK: 0303057303/10697009 NIDN/NIK: 0329116804/10614003
Menyetujui,
Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat
Xxx Xxx Xxxx, PhD. NIDN/NIK: 0323085501 / 10381047
LAPORAN PENELITIAN YANG DIAJUKAN
KE LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT
ANALISIS DIMENSI MANUSIA DI RUANG PAMERAN TETAP MUSEUM NASIONAL INDONESIA JAKARTA
Disusun oleh:
Ketua Tim
Xxxx Xxxx Xxxxxx, X.Xx.,M.Ds. (0329116804/10614003)
Anggota:
Xxx. X. Xxxxxx Xxxxxxxx, M.Hum. (0311016701/10696012)
PROGRAM STUDI DESAIN INTERIOR FAKULTAS SENI RUPA DAN DESAIN UNIVERSITAS TARUMANAGARA JAKARTA
2020
HALAMAN PENGESAHAN LAPORAN PENELITIAN
Semester Genap / Tahun 2019-2020
1. Judul : Analisis Dimensi Manusia di Ruang Pameran Tetap Museum Nasional Indonesia Jakarta
2. Ketua
a. Nama dan Gelar : Xxxx Xxxx Xxxxxx, X.Xx.,M.Ds.
b. NIDN/NIK : 0329116804/10614003
a. Jabatan/Gol : Asisten Ahli 150 / IIIB
c. Program Studi : Desain Interior
d. Fakultas : Fakultas Seni Rupa dan Desain
e. Bidang Keahlian : Desain Interior
f. Alamat Kantor : Jalan S. Xxxxxx Kav. 0, Xxxxxxx, Xxxxxxx Xxxxx
g. Nomor HP/Tlp/Email : 081310495625 / xxxxx@xxxx.xxxxx.xx.xx
3. Anggota Tim Penelitian
a. Jumlah Anggota : Dosen 1 orang
a. Nama Anggota I/Keahlian : Xxx. X. Xxxxxx Xxxxxxxx, M.Hum./Desain Interior
b. Jumlah Mahasiswa : 1 orang
c. Nama Mahasiswa/NIM : Xxxxx Xxxxxxx / 615180130
4. Lokasi Kegiatan Penelitian : Museum Nasional Indonesia, Xxxxx Xxxxx Xxxxxxx
Barat No. 12 Jakarta Pusat
5. Luaran yang dihasilkan : Jurnal
6. Jangka Waktu Pelaksanaan : Periode 1 (Januari-Juni)
7. Biaya yang disetujui LPPM : Rp 12.000.000,-
Jakarta, 22 Juli 2020
Mengetahui,
Dekan Fakultas Seni Rupa dan Desain Ketua,
Xxxxxx Xxxxxxxx, X.Xx.,M.Hum. Xxxx Xxxx Xxxxxx, X.Xx.,M.Ds. NIDN/NIK: 0303057303/10697009 NIDN/NIK: 0329116804/10614003
Menyetujui,
Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat
Xxx Xxx Xxxx, PhD. NIDN/NIK: 0323085501 / 10381047
DAFTAR ISI | |
HALAMAN PENGESAHAN ……………………………………………. | i |
DAFTAR ISI ……………………………………………………………... | ii |
RINGKASAN ……………………………………………………………. | iii |
BAB 1 PENDAHULUAN | 6 |
1.1. Latar Belakang | 6 |
1.2. Identifikasi Masalah | 8 |
1.3. Batasan Masalah | 9 |
1.4. Tujuan Penelitian | 9 |
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA | 11 |
2.1. Antropometri Manusia di Ruang Pameran Tetap | 11 |
2.2. Pencahayaan di Ruang Pameran Tetap | 14 |
2.3. Tata Suara di Ruang Pameran Tetap | 16 |
2.4. Tata Hawa di Ruang Pameran Tetap | 16 |
BAB 3 METODE PENELITIAN | 18 |
3.1. Objek dan Lokasi Penelitian | 22 |
3.2. Teknik Pengumpulan Data | 23 |
3.3. Metode Analisis | 25 |
3.4. Prosedur Penelitian | 26 |
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN | 28 |
4.1. Gedung Museum Nasional Indonesia – Jakarta | 28 |
4.2. Fungsi Ruangan Pada Gedung Museum Nasional | 30 |
4.3. Faktor Manusia Pada Ruang Pameran Tetap Museum Nasional | 32 |
4.4. Antropometrik Pengunjung Pada Ruang Pameran | 33 |
4.5. Hasil Pengukuran Pada Koleksi Didalam Vitrin | 34 |
4.6. Hasil Pengukuran Pada Koleksi Prasasti | 35 |
4.7. Alat Ukur Penelitian | 41 |
4.8. Analisis Data Penelitian | 44 |
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN | 52 |
5.1. Kesimpulan | 52 |
5.2. Saran | 55 |
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN Instrumen Penelitian |
RINGKASAN
Tugas museum adalah untuk mengoleksi, merawat, meneliti, memamerkan, mempublikasikan setiap hasil penelitian dan memberikan bimbingan edukasi budaya yang berkaitan dengan objek kesejarahan, budaya dan ilmiah. Pada umumnya masyarakat itu berbeda-beda dalam hal kesadarannya terhadap museum, minatnya terhadap daya tarik museum, sikapnya kepada museum dan juga kecenderungannya untuk berkunjung ke museum.
Tata pameran di museum dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu pameran tetap, pameran khusus/temporer, dan pameran keliling. Pameran tetap adalah pameran yang diselenggarakan dalam jangka waktu 2 sampai dengan 4 tahun. Tema pameran sesuai dengan jenis, visi, dan misi museum. Idealnya, koleksi yang disajikan di ruang pameran tetap adalah 25 sampai 40 persen dari koleksi yang dimiliki museum, dan harus dilakukan penggantian koleksi yang dipamerkan dalam jangka waktu tertentu. Pameran khusus/temporer adalah pameran koleksi museum yang diselenggarakan dalam waktu relative singkat (satu minggu sampai dengan tiga bulan). Fungsi utama pameran khusus/temporer adalah untuk menunjang pameran tetap, agar dapat lebih banyak mengundang pengunjung dating ke museum. Oleh karena itu, tema pameran harus aktual. Pameran keliling adalah pameran koleksi museum yang diselenggarakan di luar lingkungan museum dalam jangka waktu tertentu, dengan tema berskala luas (untuk persatuan dan kesatuan bangsa).
Ilmu yang secara khusus mempelajari tentang pengukuran tubuh manusia guna merumuskan perbedaan-perbedaan ukuran pada tiap individu ataupun kelompok dan lain sebagainya disebut antropometri. Ergonomi adalah studi tentang berbagai permasalahan manusia dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan mereka; ilmu yang berusaha untuk mengadaptasi kerja atau kondisi-kondisi kerja agar sesuai bagi pekerjanya. Data dalam peneltian ini terdapat dua jenis data yaitu data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang diambil langsung dari lapangan berupa hasil observasi dan wawancara dengan berbagai pihak. Sedangkan data sekunder adalah data yang didapat dari berbagai referensi atau pustaka yang mendukung.
Untuk memfokuskan penelitian dan menemukan hubungan antara satu kategori dengan kategori yang lain, maka pada tahap observasi dilakukan observasi terseleksi (mini tour observation),pada tahap wawancara dilakukan wawancara terstruktur (structured interview), dan angket tertutup. Ketiga data tersebut dianalisis dengan metode triangulasi data, yang kemudian data tersebut dideskripsikan sehingga data tersebut dapat mudah dipahami dan dapat dinformasikan kepada pihak lain.
Kata kunci : Pameran Tetap, Dimensi Manusia, Museum Nasional
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pengertian kata museum menurut Lembaga Permuseuman Internasional (ICOM) adalah lembaga non-profit yang bersifat permanen yang melayani masyarakat dan perkembangannya, terbuka untuk umum, yang bertugas untuk mengumpulkan, melestarikan, meneliti, mengkomunikasikan, dan memamerkan warisan sejarah kemanusiaan yang berwujud benda dan tak benda beserta lingkungannya, untuk tujuan pendidikan, penelitian, dan hiburan (Xxx Xxxxx, 2010:2).
Pedoman Museum Indonesia (2010), diuraikan bahwa museum melaksanakan kegiatan pemanfaatan melalui penelitian dan penyajian. Penelitian yang dilakukan adalah untuk pengembangan kebudayaan nasional, ilmu pengetahuan dan teknologi. Diperlukan izin dari kepala museum untuk melakukan penelitian di museum dan copy dari hasil penelitian diserahkan kepada museum (Direktorat Museum, 2010:17). Museum sebagai sebuah lembaga memiliki tugas dan fungsi sebagai:
a) Tempat penyajian benda bernilai budaya berskala nasional,
b) Fasilitasi di bidang pengkajian, pengumpulan, perawatan, pengamanan pengawetan dan penyajian benda bernilai budaya berskala nasional.
Bangunan Museum Nasional Indonesia terdiri dari gedung lama dan gedung baru dengan pintu masuk di gedung lama yang masih terlihat bersih dan terawat. Di depan gedung lama yang bergaya Yunani Klasik, terdapat kolam dengan patung gajah kecil di atasnya hadiah pemberian Raja Xxxxxxxxxxxxx dari Thailand pada 1871 yang menyebabkan museum ini dikenal juga sebagai Museum Gajah. Hingga saat ini, Museum Nasional Indonesia memiliki 141.899 benda, terdiri atas 7 jenis koleksi yaitu koleksi prasejarah, koleksi arkeologi, koleksi keramik, koleksi numismtik-heraldik, koleksi sejarah, koleksi etnografi dan koleksi geografi.
Tata pameran di museum dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu pameran tetap, pameran khusus/temporer, dan pameran keliling. Pameran tetap adalah pameran yang diselenggarakan dalam jangka waktu 2 sampai dengan 4 tahun. Tema pameran sesuai dengan jenis, visi, dan misi museum. Idealnya, koleksi yang disajikan di ruang pameran tetap adalah 25 sampai 40 persen dari koleksi yang dimiliki museum, dan harus dilakukan penggantian
koleksi yang dipamerkan dalam jangka waktu tertentu. Pameran khusus/temporer adalah pameran koleksi museum yang diselenggarakan dalam waktu relative singkat (satu minggu sampai dengan tiga bulan). Fungsi utama pameran khusus/temporer adalah untuk menunjang pameran tetap, agar dapat lebih banyak mengundang pengunjung datang ke museum. Oleh karena itu, tema pameran harus aktual. Pameran keliling adalah pameran koleksi museum yang diselenggarakan di luar lingkungan museum dalam jangka waktu tertentu, dengan tema berskala luas (untuk persatuan dan kesatuan bangsa) (Gatot Ghsutama, 2010).
Suatu pameran benda koleksi museum dapat disajikan secara : (1) Tematik ; yaitu dengan menata materi pameran dengan tema dan sub tema, misalnya mata pencaharian, (2) Taksonomik ; yaitu menyajikan koleksi dalam kelompok atau sistem klasifikasi, misalnya wadah tanah liat, keramik Tiongkok, (3) Kronologis ; yaitu menyajikan koleksi yang disusun menurut usianya dari yang tertua hingga sekarang.
Visi dan Misi Museum Nasional Indonesia, yaitu :
Visi ; Terwujudnya Museum Nasional sebagai pusat informasi budaya dan pariwisata yang mampu mencerdaskan kehidupan bangsa, meningkatkan peradaban dan kebanggaan terhadap kebudayaan nasional, serta memperkokoh persatuan dan persahabatan antar bangsa.
Misi ; Dalam upaya pencapaian visi, Museum Nasional mengemban misi sebagai
berikut:
a). Mengembangkan dan meningkatkan kualitas SDM yang profesional, dan sarana- prasarana di lingkungan Museum Nasional yang berdampak pada peningkatan keamanan dan kenyamanan;
b). Meningkatkan penyajian informasi koleksi yang mampu mencerdaskan kehidupan bangsa serta menumbuhkan daya apresiatif, inovatif, dan imajinatif;
c). Meningkatkan kualitas pemeliharaan dan penyajian koleksi yang mampu meningkat-kan pelestarian budaya dan apresiasi masyarakat terhadap kebudayaan nasional;
d). Meningkatkan kualitas pelayanan informasi yang berdampak pada peningkatan apresiasi masyarakat dan kunjungan ke Museum Nasional;
e).Meningkatkan kualitas pengelolaan dan pelayanan registrasi dan dokumentasi melalui database koleksi dan kepustakaan yang mudah diakses oleh pengguna data/user baik secara offline maupun online. (Myseum Nasional Indonesa, 2010).
Gambar 1: Tampak Depan Museum Nasional Indonesia
Museum di masa lalu dikenal dengan perlakuannya yang dingin kepada pengunjung. Mereka memberikan sedikit atau bahkan tanpa orientasi, beberapa pegawainya ditugaskan untuk menyambut dan membantu pengunjung dan tidak ada upaya untuk menambah bagian yang berarti di dalam ingatan pengunjung. Penelitian-penelitian telah menolong para manager museum merancang kembali program-programnya dan menyebarkan kembali sumber-sumber mereka untuk mencapai tingkat yang lebih tinggi dari kepuasan dari pengunjung. Manager harus datang untuk menghargai fakta bahwa kualitas dari museum akan pengalaman akan sebagian besar ditentukan apakah pengunjung akan mengunjungi lagi atau akan merekomendasikan museum untuk pengunjung potensial yang lainnya (Xxxxxx & Xxxxxx,1998).
Museum dalam hal ini lebih banyak pada aktivitas mendisplay, sehingga perlu dipahami mengenai prasarana komunikasi visual dari berbagai jenis sarana yang diperuntukan bagi pengamat potensialnya. Untuk dapat merancang instalasi display dengan tepat, perancang harus mempertimbangkan antropometrik dan elemen visual yang disertakan. Untuk itu diperlukan sebuah penelitian mengenai athropometri dan ergonomic dari pengunjung potensialnya. Data seperti tinggi mata pengamat, postur tubuh, kerucut pandangan, jarak pandang, dan posisi pengamat perlu diperhatikan, sehingga diharapkan penataan pameran dapat diamati dan dinikmata dengan nyaman.
Mendapatkan lingkungan ruang pameran yang nyaman menjadi salah satu tuntutan yang diinginkan oleh pengunjung museum. Karenanya faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kenyamanan pengunjung selama berada didalam ruang pameran sangat perlu diperhatikan.
1.2.Identifikasi Masalah
Dari latar belakang penelitian ini tampak bahwa, perancangan interior ruang pameran yang dirancang dengan baik haruslah dapat memberikan perhatian atas kebutuhan psikologis dan sosial dari orang yang menggunakannya dan atas kebutuhan fisik mereka.
Mengidentifikasi permasalahan yang ada dalam tata pameran tetap di Museum Nasional Indonesia-Jakarta, berkaitan dengan penelitian ini adalah dengan mendeskripsikan kondisi eksisting mengenai :
a). Bagaimana faktor antropometri manusia dalam lingkungan ruang pameran tetap ? b). Bagaimana kondisi suhu udara dalam lingkungan ruang pameran tetap ?
c). Bagaimana kondisi pencahayaan dalam lingkungan pameran tetap ? d). Bagaimana kondisi tingkat kebisingan dalam ruang pameran tetap ?
1.3.Batasan Masalah
Dari identifikasi masalah penelitian ini tampak bahwa, permasalahan dalam penelitian ini mencakup antropometri dan ergonomi. Hal yang berkenaan dengan antropometri, pengambilan datanya akan dibatasi pada :
a). Proporsi dimensi antropometri manusia pada ruang pameran tetap lantai 2 gedung B. b). Kenyamanan termal pada ruang pameran tetap lantai 2 gedung B.
c). Kenyamanan visual pada ruang pameran tetap lantai 2 gedung B. d). Kenyamanan audio pada ruang pameran tetap lantai 2 gedung B.
1.4.Tujuan Penelitian
a). Mengetahui dan memahami mengenai tingkat kenyamanan manusia yang didasarkan pada antropometri manusia. Faktor antropometri tersebut diterapkan guna mencegah munculnya kelelahan, cidera dan penyakit akibat beraktifitas diarea pameran tetap. Faktor yang mempengaruhi kenyamanan manusia dalam beraktifitas dalam ruang pameran yang berkaitan dengan antropometri adalah yang berkaitan dengan dimensi furniture display dan perletakan materi koleksi yang didisplay.
b). Mengetahui dan memahami megenai tingkat kenyamanan termal pada ruang pameran tetap guna meningkatkan kesejahteraan fisik dan mental. Faktor yang mempengaruhi kenyamanan termal adalah yang berkaitan dengan suhu, kelembaban, dan kecepatan angin dalam ruang pameran tetap.
c). Mengetahui dan memahami mengenai tingkat kenyamanan visual pada ruang pameran tetap guna mencegah kelelahan mata dan meningkatkan pengamatan yang fokus pada suatu obyek. Faktor yang mempengaruhi kenyaman visual adalah yang berkaitan dengan pencahayaan buatan yang berkaitan dengan armatur, jenis lampu, daya, dan warna cahaya lampunya.
d). Mengetahui dan memahami mengenai tngkat kenyamanan audiio pada ruang pameran tetap guna meningkatkan kesejahteraan psikologis. Faktor yang mempengaruhi kenyamanan audio adalah sumber suara dan tingkat kuat audio yang dihasilkan.
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Antropometri Manusia di Ruang Pameran Tetap
Museum Nasional Indonesia sebagai museum pendidikan dalam pengembangan program pamerannya sebaiknya memperhatikan kelompok umur atau dengan menentukan target audience nya. Dengan demikian maka program tata pameran yang diinginkan akan lebih terarah, dan dapat disesuaikan dengan tingkat pemahaman target audience nya. Mengantisipasi kebutuhan pengunjung potensialnya akan memberikan suatu gagasan yang tepat bagi penataan pameran yang atraktif yang dapat menarik pengunjung. Pelayanan terhadap pengunjung, berkenaan dengan reaksi psikologis manusia yang dipengaruhi oleh kegiatan fisik dan mekanik tubuh manusia.
Gambar 2:. Pergerakan Pengunjung di Ruang Pameran Tetap
Museum adalah tempat dipamerkannya benda tangible (fosil, artefak) dan intangible (nilai, tradisi, norma). Peran dan fungsi utama museum adalah sebagai lembaga edukatif.Tantangannya bagaimana visi misi museum sejalan dengan harapan
masyarakat.nPada umumnya museum-museum di Indonesia tak mampu menyajikan model edukasi atau alih pengetahuan secara menarik, informatif, dan atraktif kepada masyarakat (Tubagus P Svarajati, 2009).
Desain adalah suatu sistem yang berlaku untuk segala macam jenis perancangan dimana titik beratnya adalah melihat sesuatu persoalan tidak secara terpisah atau tersendiri, melainkan sebagai suatu kesatuan dimana suatu masalah dengan lainnya saling kait-mengait. Kerangka desain pada hakekatnya mencakup tiga komponen yang satu sama lain saling terkait, yaitu context, need dan form. Penelitian desain - sebagaimana penelitian pada umumnya - bertujuan menghasilkan pengetahuan. Akan tetapi, di dalam penelitian desain, pengetahuan itu diperoleh melalui dua model epistemologi. Pertama, penelitian murni, yang keluarannya adalah pengetahuan itu sendiri. Kedua, penelitian terapan atau penelitian desain, yang keluarannya adalah produk atau obyek, yang di dalamnya secara implisit terkandung pengetahuan tertentu. Berdasarkan dua keluaran itu, dapat dikatakan, bahwa penelitian desain dapat mempunyai dua tujuan yang berbeda, yaitu memahami (understanding, encoding) dan menciptakan (creating, encoding) (Xxxxxx Xxxx Xxxxxxx, 2010).
Dalam proses perancangan ruang pameran, manusia merupakan tokoh utama yang akan menempati atau menggunakan ruang, oleh karena itu harus mendapat perhatian khusus dan segala sesuatu yang berkenaan dengan masalah-masalah perilaku manusia tersebut disebut Behavior.
Gambar 3: Hubungan Antropometri Manusia dengan Display Materi Koleksi (Xxxxxx Xxxxxx, 2003)
Museum dalam hal ini lebih banyak pada aktivitas mendisplay, sehingga perlu dipahami mengenai prasarana komunikasi visual dari berbagai jenis sarana yang diperuntukan bagi pengamat potensialnya. Untuk dapat merancang instalasi display dengan tepat, perancang harus mempertimbangkan antropometrik dan elemen visual yang disertakan. Seperti tinggi mata pengamat, perlu diperhatikan tinggi mata pada posisi duduk atau pada posisi berdiri. Selain itu, perlu diperhatikan pula kerucut pandangan yang akan mengakomodasi persyaratan jangkauan pandangan. Selain itu ada permasalahan lain yaitu tinggi rendah postur tubuh pengamatnya.
Ruang pameran tetap yang dirancang dengan baik harus memberi respons atas kebutuhan psikologis dan sosial dari seseorang yang menggunakan fasilitas dalam ruangan dengan memperhatikan teritorialitas. Teritorialitas dalam hal ini adalah ruang pribadi atau lingkungan pribadi yang erat hubungannya dengan tingkat kenyamanan individu. Xxxxxx Xxxx, seorang antropolog menyatakan bahwa ada empat jarak dasar yang biasa digunakan untuk meneliti perilaku manusia dan berfungsi untuk merancang lingkungan.
a. Yang terdekat adalah jarak intimate, jarak ini berkisar antara kontak fisik hingga sekitar 6 inchi = 15,24 centimeter untuk jarak terdekat, dan hingga sekitar 18 inchi = 45,72 centimeter. Orang hanya mengijinkan orang lain untuk memasuki area intimate ini dalam kondisi dan keadaan khusus.
b. Jarak berikutnya adalah jarak pribadi, dari sekitar 1,5 kaki = 45,72 centimeter sampai dengan 2,5 kaki = 76,2 centimeter untuk tahap dekat dan dari 2,5 kaki = 76,2 centimeter sampai dengan 4 kaki = 121,92 centimeter untuk tahap jauh. Dalam jarak ini, orang akan mempertahankan sedikit jarak antara dirinya dengan orang lain.
c. Jarak sosial adalah jarak yang lebih jauh lagi dari jarak pribadi. Jarak sisial merupakan lingkungan lain yang tidak kelihatan, berkisar antara 4 kaki = 121,92 centimeter sampai dengan 7 kaki = 213,36 centimeter, untuk jarak dekat tahap sosialisasi. Dan pada jarak antara 7 kaki = 213,36 centimeter sampai dengan 12 kaki = 365,76 centimeter untuk jarak jauh tahap sosialisasinya.
d. Area territorial terjauh adalah jarak publik, dimana jarak ini berada antara 12 kaki = 365,76 centimeter keluar. Jarak ini merupakan jarak teraman bila pribadi atau individu untuk menyelamatkan diri bila merasa keselamatannya terancam. Penerapan area teritorial ini sangat dibutuhkan ketika perancang mengambil keputusan tentang jarak antara perabot dengan perabot lannya, atau keluasan area tempat berkumpul.
Gambar 4 : Area Teritorial Personal
2.2. Pencahayaan di Ruang Pameran Tetap
Pada umumnya, sumber cahaya yang digunakan dalam Museum adalah pencahayaan alami dan buatan. Pencahayaan alami didapatkan dari cahaya sinar matahari yang masuk melalui jendela sedangkan cahaya buatan didapatka dari penggunaan lampu TL, LED dan sebagainya. Menurut Egan dalam Winaya, 2010, jenis lampu yang biasa digunakan di dalam museum adalah flourescent (warm white cool white, daylight) dan Halogen (baik digunakan untuk memberikan fokus pada suatu objek , jika digunakan terlalu lama akan panas). Berikut standar SNI pencahayaan yang digunakan dalam Museum Nasional, sebagai berikut:
Tabel 2.1. Tingkat pencahayaan rata-rata, renderansi, dan temperatur warna yang direkomendasikan (Sumber : SNI 6197:2011)
Berikut pengelompokan renderasi warna dan daya listrik maksimum untuk pencahayaan dalam standar SNI, yaitu :
Tabel 2.2. Pengelompokkan Renderasi Warna (Sumber: SNI 03-6575-2001)
Tabel 2.3. Pengelompokkan Renderasi Warna (Sumber: SNI 03-6575-2001)
Tabel 2.4. Daya listrik maksimum untuk pencahayaan, (Sumber: SNI 6197:2011)
2.3. Tata Suara di Ruang Pameran Tetap
Pengaturan tata suara pada ruangan diperlukan agar tidak mengganggu para pengunjung Museum Nasional Indonesia terhadap kondisi suara yang terlalu sunyi atau sebaliknya yang terlalu bising. Untuk mengontrol kebisingan di Museum Nasional Indonesia, ada beberapa hal yang harus di perhatikan yaitu mencegah kebisingan yang bersumber dari luar gedung, dan yang berasal dari ruangan publik seperti lobby, area ticketing, dan ruang seminar. Penggunaan material tertentu juga dapat membantu meredam kebisingan yang ada di ruangan, seperti penggunaan laminated glass, plywood, panel/ sliding partition with glass wood, dll. Berikut Standar SNI untuk ruangan di Museum Nasional, yaitu:
Tabel 2.5. Tingkat Bunyi yang Dianjurkan dalam Ruangan, (Sumber:SNI 03-6386-2000)
2.4. Tata Hawa di Ruang Pameran Tetap
Cepat atau lambatnya, kondisi suhu udara dalam ruang pameran tetap dapat berkontribusi terhadap kerusakan bahan koleksi yang dipamerkan. Mulai dari kertas yang tahan beratus-ratus tahun sampai pada kertas yang rapuh hanya dalam waktu 10 tahun. Material lain yang beresiko mudah rusak dikarenakan suhu ruangan adalah materi koleksi dari bahan kain, bahan kayu, kulit kayu dan kulit hewan.
Kelembaban nisbi (relative humidity) dapat didefinisikan sebagai perbandingan antara berat uap air yang terkandung dalam udara pada volume tertentu dengan kandungan uap air maksimum yang dapat diserap oleh udara pada volume dan temperature yang sama. Udara panas dapat menyerap lebih banyak uap air jika dibandingkan dengan udara dingin. Oleh sebab itu kelembaban udara akan naik jika temperatur turun dan sebaliknya kelembaban udara akan turun jika temperatur naik selama kandungan uap air tidak berubah.
Kelembaban udara yang terlalu tinggi atau terlalu rendah akan menimbulkan masalah. Kombinasi antara temperatur yang tinggi dan kelembaban yang tinggi kan menyuburkan pertumbuhan jamur dan serangga.
Menurut Xxxxxan LPMB PU, penghawaan yang kita butuhkan agar dapat beraktifitas dengan baik pada ruang pameran meliputi:
1) Suhu
Standar kenyamanan termal untuk daerah tropis dibagi menjadi :
a) Sejuk nyaman, antara temperatur efektif 20,50C ~ 22,80C.
b) Nyaman optimal, antara temperatur efektif 22,80C ~ 25,80C.
c) Hangat nyaman. Antara temperatur efektif 25,80C ~ 27,10C.
2) Kelembaban
Untuk daerah tropis, kelembaban udara relatif yang dianjurkan antara 40% ~ 50%, tetapi untuk ruangan yang jumlah orangnya padat seperti ruang pertemuan, kelembaban udara relatif masih diperbolehkan berkisar antara 55% ~ 60%.
3) Kecepatan udara
Untuk mempertahankan kondisi nyaman, kecepatan udara yang jatuh diatas kepala tidak boleh lebih besar dari 0,25 m/detik dan sebaiknya lebih kecil dari 0,15 m/detik.
Gambar 5: Potongan Ruang Pameran di Museum Nasional Indonesia (Sumber: Museum Nasional Indonesia)
Kenyamanan termal dalam ruang yang dapat diamati sehubungan dengan fungsi ruang meliputi: aktivitas yang berlangsung dalam ruangan, jumlah pelaku aktivitas diwaktu kegiatan puncak, dan pola pakaian pelaku aktivitasnya.
Tabel 1: Pertambahan Kalor dari Pelaku Aktivitas dalam Ruangan yang Dikondisikan (SNI 03-6572- 2001)
Catatan :
a). Nilai dalam tabel didasarkan pada temperatur udara kering 210 C / 750 F. Untuk 26,70 C / 800 F temperatur udara kering, total panas tetap sama, tetapi nilai kalor sensibel harus diturunkan mendekati 20%, dan nilai kalor laten menyesuaikan naik.
b). Penambahan kalor yang diatur, didasarkan pada prosentase normal pria, wanita dan anak- anak sesuai daftar penggunaan, dengan rumus bahwa penambahan untuk wanita dewasa 85% dari pria dewasa, dan penambahan untuk anak-anak 75% dari pria dewasa.
c). Penambahan total kalor yang diatur untuk pekerjaan yang menerus, restoran, termasuk 60 Btu/jam makanan per orang (30 Btu/jam sensibel dan 30 Btu/jam laten).
d). Untuk Bowling, gambaran satu orang bermain bowling, dan lainnya duduk (400 Btu/jam) atau berdiri atau berjalan perlahan (550 Btu/jam),
e). Btu adalah singkatan dari British thermal unit merupakan satuan energi yang digunakan di Amerika Serikat dan Xxxxxxxx Xxxx pada sistem pemanas dan pendingin lama. Sekarang satuan ini mulai digantikan dengan satuan energi dari unit SI, yaitu Joule (J).
BAB 3 METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan pada tulisan ini adalah metode kualittatif. Metode Kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subyek penelitian. Misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain sebagainya secara holistik dengan cara deskriptif dalam bentuk kata-kata dan bahasa pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah (Xxxxxxx, 2006). Penelitian ini dilaksanakan untuk memahami dan mendeskripsikan secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai suatu fakta, sifat, dan hubungan yang muncul dalam peran museum dalam pembelajaran sejarah. Subyek penelitian merupakan orang-orang yang dianggap mampu memberikan informasi mengenai latar belakang dan keadaan yang sebenarnya dari objek yang diteliti sehingga data yang dihasilkan dapat akurat. Pihak-pihak yang dipilih menjadi subyek penelitian adalah Pengelola Museum, Pengunjung, dan pihak terkait yang berkaitan langsung dengan museum yang menjadi sumber data primer. Selain data primer juga ada data sekunder yang diolah dari buku, majalah, jurnal, surat kabar yang berkaitan dengan museum dan pembelajaran sejarah. Teknik pengumpulan data untuk mendapatkan data yang valid dan akurat, dilakukan beberapa hal:
a. Wawancara Teknik wawancara pada penelitian ini bersifat semi terstruktur, dimana dalam wawancara menggunakan pertanyaan terbuka, namun ada batasan tema dan alur pembicaraan serta ada pedoman wawancara yang digunakan sebagai kontrol dalam wawancara. Observasi Dalam penelitian ini menggunakan teknik obsevasi nonpartisan, dimana peneliti tidak terlibat dan hanya sebagai pengamat independen. Peneliti mengamati kegiatan pelayanan terhadap pengunjung museum.
b. Observasi terstruktur dilakukan apabila peneliti telah tahu variabel yang akan diamati.
c. Dokumentasi Usaha pendokumentasian yang dilakukan dalam penelitian ini untk mendapatkan data yang telah diolah baik dalam arsip tertulis maupun arsip lainnya Setelah data dikumpulkan, tahap selanjutnya adalah teknik analisi data yaitu mengolah data dan menganalisi data.
Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif yaitu dengan cara menghimpun fakta dan mendeskripsikannya. Analisis ini dilakukan pada seluruh data yang diperoleh dari hasil wawancara, obeservasi, dan dokumen. Menurut Xxxxxx X. Xxxxx dan X. Xxxxxxx
Xxxxxxxx dalam Xxxxxx (1992), mengatakan bahwa analisis kualitatif melalui empat tahap yaitu pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Oleh Xxxxxxx Xxxxxxx Xxxxxx disederhanakannya menjadi tiga tahap yaitu:
3.1. Objek dan Lokasi Penelitian
Penelitian mengambil objek penelitian di Gedung Museum Nasional Indonesia, yang berlokasi di xxxxx Xxxxx Xxxxxxx Xxxxx Xxxxxxx 00, Xxxxxxx Xxxxx.
Gedung A
Gedung B
Gambar 1: Denah Gedung Museum Nasional - Jakarta
Gambar 3.1: Denah Gedung Museum Nasional Indonesia- Jakarta (Sumber: Museum Nasional Indonesia)
Sarana Museum Nasional Indonesia yang digunakan sebagai obyek penelitian adalah gedung B atau gedung Arca. Sedangkan ruangan yang dilakukan penelitian adalah ruang pameran tetap di lantai 2 gedung B atau gedung Arca yang berada disisi Utara area Museum Nasional Indonesia.
Gambar 3.2 Lay Out Ruang Pameran Tetap di Lantai 2 Gedung B (Sumber : Museum Nasional Indonesia)
3.2. Teknik Pengumpulan Data
Dua hal utama yang mempengaruhi kualitas data hasil penelitian, yaitu kualitas instrumen penelitian, dan kualitas pengumpulan data. Kualitas instrumen penelitian berkenaan dengan validitas dan reliabilitas instrumen dan kualitas pengumpulan data berkenaan ketepatan cara-cara yang digunakan untuk mengumpulkan data (Xxxxxxxx, 2006: 193).
Data dalam penelitian ini terdapat dua jenis data yaitu data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang diambil langsung dari lapangan berupa hasil observasi, dan data sekunder adalah data yang didapat dari berbagai referensi atau pustaka yang mendukung.
Tabel 3.1. : Form Pengambilan Data Jarak Pengamat ke Obyek
PENGAMBILAN DATA JARAK PENGAMATAN MATERI KOLEKSI | ||||||||||
Hari / Tanggal : | ||||||||||
Lokasi : | ||||||||||
Penginput Data : | 1 | |||||||||
2 | ||||||||||
Metode : Menggambil Data Xxxxx Xxxxamat Dari Papan Informasi, Mengukur Dimensi, Material, dan Warna | ||||||||||
No. | Area Pengambilan Data | KODE | Jam | Jarak Pengamat | Tinggi Dari Lantai | Dimensi Koleksi | Warna Backgroun | Warna Benda | ||
Untuk mengambil data, peneliti dibantu oleh mahasiswa dari Program Studi Desain Interior Fakultas Seni Rupa dan Desain Universitas Tarumanagara, dan karyawan tetap Museum Nasional Indonesia. Data yang diambil selain jarak pengamat ke obyek, juga mengambil data temperatur ruangan dan tingkat kelembaban ruangan. Instrumen yang digunakan untuk mengambil data adalah Laser Length Meter, Humidity Meter, dan Laser Thermometer. Lokasi yang diambil datanya adalah obyek-obyek materi koleksi berbagai dimensi, berbagai material, berbagai warna,dan berbagai ketinggian.
Tabel 3.1. : Form Pengambilan Data Kuat Cahaya pada Obyek
PENGAMBILAN DATA KUAT PENERANGAN | |||||||||||
Hari / Tanggal : | |||||||||||
Lokasi : | |||||||||||
Penginput Data : | 1 | ||||||||||
2 | |||||||||||
Metode : Pengambilan Data Pada Obyek dan Per Jarak 60 cm Disekitar Obyek | |||||||||||
No. | Area Pengambilan Data | KODE | Jam | Jarak Sumber Cahaya | Data 1 | Data 2 | Data 3 | ||||
3.2.1. Posisi Area Pengambilan Data
Langkah awal pengambilan data adalah dengan pengurusan ijin penelitian, yang diajukan kepada Kepala Museum Nasional Indonesia melalui Lembaga Penenelitian dan Publikasi Ilmiah Universitas Tarumanagara. Setelah memperoleh ijin, maka peneliti mendapatkan data tentang lay out ruang pameran tetap di lantai 2 Gedung B (Arca),
kemudian memetakan area yang akan diambil datanya. Penentuan obyek yang akan diambil datanya berdasarkan variasi dimensi, variasi material, dan variasi tempat displaynya.
H
I
R
F
G
S
E
K
P
U
D
L
O
V
C
M
N
B
A
T
Q
J
Gambar 3.2 Denah Ruang Pameran Tetap di Gedung B Lantai 2 (Sumber : Museum Nasional Indonesia)
Ruang pameran tetap di lantai 2 ini penataannya menggunakan story line koleksi yang menceritakan tentang sosial budaya, perekonomian, ilmu pengetahuan dan teknologi, serta alat transportasi. Akses vertikal dari lantai 1 ke lantai 2 dengan menggunakan fasilitas eskalator dan lift/elevator. Sirkulasi didalam area pameran dibuat mengalir, sehingga pengunjung diarahkan memasuki ruangan dan terus berjalan menikmati koleksi pameran hingga keluar area pameran pada sisi yang lain. Dengan demikian dimaksudkan agar tidak terjadi sirkulasi silang didalam area pameran tetap. Pengambilan data di ruang pameran tetap ini mengikuti alur yang telah ditetapkan Story Line di lantai 2, pada denah diatas mengikuti tanda A, B, C, ... hingga V.
3.3. Metode Analisis
Proses analisis dimulai dengan menghimpun data kemudian menelaah seluruh data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatn dilapangan, dokumen tim, dokumen resmi, gambar, dan foto. Data-data yang telah terkumpul, kemudian dilakukan reduksi data dengan
membuatkan abstraksi, yaitu membuat rangkuman mengenai inti data yang dibutuhkan sesuai koridor penelitian ini. Menurut Xxxxxxxx (2007:335) “Analisis data kualitatif adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil pengamatan (observasi), wawancara, catatan lapangan, dan studi dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan data ke sintesis, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan mana yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri maupun orang lain”.
Obyek penelitian ini adalah pengunjung Museum Nasional Indonesia yang melakukan kegiatan melihat materi pameran tetap, dimana obyeknya bersifat homogen. Sehingga dalam penelitian ini peneliti menggunakan analisis komponensial terhadap fokus. Analisis komponensial, yang diorganisasikan bukanlah “kesamaan elemen” dalam domain, melainkan kontras antar elemen dalam domain yang diperoleh melalui observasi dan atau wawancara terseleksi (Xxxxxxxx, 1988: 137).
Untuk memfokuskan penelitian dan menemukan hubungan antara satu kategori dengan kategori yang lain, maka pada tahap observasi dilakukan observasi terseleksi (mini tour observation),pada tahap wawancara dilakukan wawancara terstruktur (structured interview), dan angket tertutup. Ketiga data tersebut dianalisa dengan metode triangulasi data, yang kemudian data tersebut dideskripsikan sehingga data tersebut dapat mudah dipahami dan dapat dinformasikan kepada pihak lain.
1.4. Prosedur Penelitian
Penelitian ini melalui beberapa tahap kegiatan yakni:
3.4.1. Tahap Pra-lapangan :
· Sebagai langkah awal penelitian akan disusun rancangan penelitian untuk menyusun pola rancangan penelitian yang sesuai dengan permasalahan penelitian
· Mengurus perijinan dengan instansi terkait untuk mempermudah pelaksanaan pengumpulan data di lapangan
· Melakukan pendekatan dan penjajakan ke lapangan sebagai objek penelitian
· Mengumpulkan informasi dari lapangan untuk menyusun strategi penelitian, memilih sampel, dan sumber data.
3.4.2. Tahap Kerja lapangan
· Mengumpulkan data penelitian dari sampel yang telah ditentukan
· Melakukan wawancara dengan beberapa pihak terkait
· Melakukan pencatatan dan membuat dokumentasi pada pelaksanaan observasi lapangan.
3.4.3. Tahap Analisis
· Mengurai dan menyusun data hasil penelitian lapangan secara sistemik
· Menyimpulkan hasil analisis dalam bentuk rumusan hasil penelitian
3.4.4. Tahap Laporan Penelitian
· Menyusun proses dan hasil penelitian dalam bentuk laporan secara sistematis dan membuat rumusan penelitian untuk rekomendasi penelitian lanjut.
Pengumpulan Data Lapangan
Pengumpulan Data Literatur
Tahap Pra Lapangan Pra Lapangan
Tahap Lapangan
Penyimpulan
BAB IV
BAHASAN
Rancangan
Penelitian
Penyusunan Konsep Penataan Xxxxxxx Xxxxx
Tahap Analisis
Mengurai dan Menyusun Data
THaahsial pPeLnaeploitriaann Laporan
Laporan Penelitian
Antropometri dan Ergonomi
Tahap Laporan Laporan
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Gedung Museum Nasional Indonesia – Jakarta
c
b
a
K
Gambar 4.1
Site Plan Museum Nasional1
eterangan :
a. Gedung ‘A’ (Gedung Gajah)
b. Gedung ‘B’ (Gedung Arca)
c. Rencana perluasan gedung ‘C’
Museum kini terdiri dari dua buah bangunan. Bangunan pertama, atau Gedung “A” adalah bangunan bekas Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Westenschappen dulu, dimana terdapat ruang penyimpanan koleksi dan sebagian besar pameran permanen. Bangunan kedua yaitu Gedung “B” adalah bangunan baru yang dibangun pada tahun 2003 dan sekarang menjadi kantor museum, beberapa pameran permanen dan biasanya digunakan sebagai tempat pameran temporer. Jika pengaturan galeri di Gedung “A” didasarkan pada bidang ilmu kajian (subject matter), bahan dan wilayah, seperti ruang Prasejarah, ruang
1 Sumber : Aboday Desain
Perunggu, ruang Tekstil dan lainnya, pengaturan pameran di Gedung “B” didasarkan pada tema aspek budaya dalam kehidupan manusia. Galeri di Gedung “B” terdiri dari empat tema yaitu Manusia dan Lingkungan, Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Eknonomi, Organisasi Sosial dan Pola Pemukiman dan Khasanah Emas dan Keramik. Pihak museum tidak merubah pengaturan penyajian di Gedung “A” karena mereka ingin mempertahankan konsep lama. Menurut Kepala Bidang Konservasi dan Penyajian, pihak museum ingin mempertahankan masa lalu dan bangunan Gedung “A” memang bangunan kolonial sehingga penyajian lama warisan dari masa kolonial tersebut akan dipertahankan. 2
4.2.Fungsi Ruangan Pada Gedung Museum Nasional
7
6
Lantai 7 :
Kantor Pengelola
Lantai Basement :
Ruang serba guna dan parkir
Connecting Bridge
Entrance Hall Gedung
Entrance Hall Gedung ‘A’
Lantai 2 : Koleksi Khasanah Emas
Lantai 1 : Pameran Tetap dan Pameran
Lantai 2 :
Pameran Tetap
Lantai 3 :
Pameran Tetap
Lantai 4 :
Pameran
Lantai 6 :
Laboratorium
Lantai 5 :
Ruang Koleksi
Area Terbuka /
B
1
2
3
4
Rencana Perluasan Gedung ‘C’
5
Lantai 1 : Pameran Tetap, Ruang
Gambar 4.3. : Penataan Ruang Pameran Tetap Museum Nasional
Gedung A (Gedung Gajah) merupakan ruang pameran lama yang tata pamerannya menggunakan sistem pendekatan jenis-jenis koleksi yang berdasarkan keilmuan, bahan dan kedaerahan. Dalam gedung ini terdapat ruang pameran etnografi, ruang pameran arkeologi, ruang pameran keramik, ruang pameran perunggu dan ruang pameran khasanah emas.
2 Widodo, Kepala Bidang Penyajian dan Publikasi Museum Nasional
Desain tata pameran yang lama terkesan terlalu penuh dengan koleksi, kurang memperhatikan segi estetika.3
Sedangkan Gedung B (Gedung Arca), merupakan gedung yang terdiri dari tujuh lantai. Sistem penyajian pameran di gedung B menggunakan dua jenis tata pameran, yaitu tata pameran temporer dan tata pameran tetap. Penataan pameran temporer digunakan guna menampilkan koleksi museum yang tidak tertampung di ruang pameran tetap, dan periode pamerannya singkat, berkisar 2 minggu hingga 2 bulan. Sedangkan tata pameran tetap diselenggarakan minimal 4 tahun dengan story line tetap sesuai klasifikasi regional (etnografi), klasifikasi kronologis (prasejarah, arkeologi, sejarah), klasifikasi bahan (batu, perunggu, emas, terakota, keramik), dan klasifikasi berdasarkan disiplin keilmuan (numesmatik, geografi). Story line penataan ruang pameran seperti ditunjukan pada gambar diatas.
Sistem penataan pameran di Gedung A (Gedung Gajah) berdasarkan pada jenis- jenis koleksi, baik berdasarkan keilmuan, bahan, maupun kedaerahan. Seperti Ruang pameran Prasejarah, Ruang Perunggu, Ruang Tekstil, Ruang Etnografi daerah Sumatra, dan lain-lain. Sedangkan penataan pameran di Gedung B (Gedung Arca) tidak lagi berdasarkan jenis koleksi melainkan mengarah kepada tema berdasarkan aspek-aspek kebudayaan yang mana manusia diposisikan sebagai pelaku dalam lingkungan tempat tinggalnya. Tema pameran yang berjudul “Keanekaragaman Budaya dalam Kesatuan” ini terdiri dari beberapa, yaitu tema pameran di lantai 1 Manusia dan Lingkungan, tema pameran di Lantai 2 Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Ekonomi, tema pameran di Lantai 3 Organisasi Sosial dan Pola Pemukiman, tema pameran di lantai 4 Khasanah Emas dan Keramik.
Penelitian ini mengambil lokasi di Gedung B (Gedung Arca) Museum Nasional Indonesia, lantai 2 yang menampilkan koleksi material yang menceritakan tentang Ilmu Pengetahuan, Teknologi, dan Ekonomi. Materi koleksi disini sangat beragam, baik dalam dimensi ukuran maupun jenis materialnya, sehingga untuk melakukan pengambilan data penelitian ini kami memutuskan untuk mengambil lokasi di ruangan ini.
4.3. Faktor Manusia Pada Ruang Pameran Tetap Museum Nasional
Manusia merupakan tokoh utama yang akan menggunakan ruangan dan fasilitasnya, sehingga segala sesuatu yang dirancang haruslah memperhatikan behavior penggunanya. Dalam ruang umum perlu kita memperhatikan faktor fisik dan non fisik yang
3 Xxxxxxxx Xxxxxxxxxxx, PENGEMBANGAN MUSEUM NASIONAL, Makalah dalam rangka hari ulang tahun Museum Nasional ke - 235, di Museum Nasional, 29 Mei 2013, halaman 6
melingkupinya, misalnya bila manusia yang saling tidak mengenal beradadalam satu area maka mereka akan saling menahan diri, menjaga jarak dan cenderung menghindar, oleh karena dalam perancangan perlu dipertimbangkan area nyaman bagi personal.
Gambar 4.4 : Diagram Dasar Pembentukan Ruang (Xxxxxxx Xxxxxxxxx, 1995:58)
4.4. Antropometrik Pengunjung Pada Ruang Pameran
Ilmu yang secara khusus mempelajari tentang pengukuran tubuh manusia guna merumuskan perbedaan-perbedaan ukuran pada tiap individu ataupun kelompok dan lain sebagainya disebut antropometri. 4 Penting untuk mengetahui ukuran tubuh anak-anak, karena dalam perancangan perabot tidak hanya mengarah pada fungsi saja, tetapi juga harus memperhatikan kenyamanan dan keselamatan.
Pengambilan data pada jarak pengamat terhadap obyek pameran, dimana obyek tersebut ada yang dipamerkan secara terbuka (materi pameran dapat disentuh) dan yang dipamerkan tertutup didalam vitrin (materi pameran tidak dapat disentuh). Dimensi materi koleksi ada yang kecil dan ada yang besar, sehingga jarak pengamat terhadap obyek bias
4 Xxxxxx Xxxxxx, Xxxxxx Xxxxxx, terjemahan Djoeliana Kurniawan, DIMENSI MANUSIA DAN RUANG INTERIOR, BUKU PANDUAN UNTUK STANDAR PEDOMAN PERANCANGAN, Erlangga, Jakarta, 1979, halaman 11
dekat dan xxxx juga jauh dari obyek. Untuk itu kami akan mengambil data bagaimana pengamat dapat menikmati dan memperhatikan materi koleksi pada jarak idealnya.
Gambar 4.5.
Xxxxxxxxx Xxxxx Xxxxx, mahasiswi yang membantu pengukuran (Dokumentasi Xxx)
Xxxxxxxxx Xxxxx Xxxxx adalah mahasiswi program studi Desain Interior (NIM : 615120038) yang membantu proses pengambilan data jarak pengamat ke obyek pameran di Museum Nasional. Anthropometri tinggi badan Xxxxxxxxx 152 cm dan tinggi mata 143 cm. Pengukuran pengamat dan jarak pengamat dilakukan oleh tim mahasiswa dengan obyek yang berada dilokasi pameran tetap di lantai 2 gedung B.
4.5. Alat Ukur Penelitian
Pengukuran dilakukan pada obyek yang terbuka, dengan sistem display menggunakan stage. Data yang diambil adalah dimensi obyek, detail obyek, dan jarak pengamat ke obyek dimana pengamat dapat mengamati dengan jelas detail obyeknya. Peralatan yang digunakan adalah meteran manual dan laser light meter. Obyek yang hanya berupa material saja seperti Menhir tanpa detail tulisan didalamnya, maka obyek dapat diamati dari jarak yang agak jauh. Berbeda dengan obyek yang ada aksara atau tulisan didalamnya, sehingga perlu jarak yang lebih dekat untuk mengamati obyek tulisannya.
Peralatan ukur yang digunakan ada dua macam, yaitu meteran manual dan alat ukur digital. Meteran manual yang digunakan berupa roll meter, yaitu alat ukur panjang yang bisa digulung, dengan panjang 7 meter. Ketelitian pengukuran dengan roll meter hingga 0,5 mm. Roll Meter ini pada umumnya dibuat dari bahan plastik atau plat besi tipis. Satuan yang dipakai dalam Roll Meter yaitu mm atau cm, feet atau inch. Alat ukur ini efektif digunakan dalam mengukur obyek-obyek pendek dan mudah dalam penggunaannya, karena tidak ada tombol-tombol khusus pengoperasiannya. Hanya dengan menarik pita meteran yang terbuat dari logam, dan menekan tombol tahan untuk menghentikan dan tombol untuk melepasnya.
Gambar 4.7
Roll Meter dari bahan plat logam cover karet (Dokumentasi Tim)
Alat ukur digital yang digunakan untuk mengukur dalam penelitian ini adalah produk BOSCH. Alat meteran BOSCH ini adalah alat ukur jarak ukuran kecil yang menggunakan sinar laser bertekhnologi tinggi dengan tingkat akurasi pengukuran yang sangat akurat dari ukuran milimeter sampai 250 meter, sangat cocok untuk mengukur jarak / panjang , tinggi, dan lebar. Untuk mengoperasikan alat ini harus memperhatikan tombol, seperti tombol on/off, tombol posisi ukur, tombol laser, tombol hold, tombol panjang, tombol luas, dan tombol volume. Namun dalam mengoperasikannya tidaklah terlalu sulit.
Gambar 4.8 Laser distance meter dengan teknologi laser modern
H
I
R
F
G
J
Q
T
S
E
P
K
U
D
L
O
V
c
M
N
B
A
Gambar4.9. Posisi pengambilan data pengamatan obyek
Dari hasil pengukuran di lokasi lantai 2 Gedung B Museum Nasional, selanjutnya akan dibandingkan dengan data sesuai literatur. Berikut data literatur yang digunakan sebagai data pembanding.
Gambar 4.10. Jarak pengamatan terhadap obyek (Xxxxxx Xxxxxx,1979, hal. 138)
Dari tabel diatas tentang Ergonomi, menunjukan jarak pandang pengamat ke obyek atau ke display artefak. Antropometrik tinggi mata merupakan bagian terpenting dalam pengukuran ini. Selain itu harus pula memperhatikan kerucut pandangan, yang mana dalam jarak tersebut memungkinkan mata dapat melihat detail-detail kecil dengan jelas. Dari tabel diatas dapat dilihat jarak pengamat ke obyek dapat kita gunakan data dari antara jarak terdekat (c) 76,2 cm hingga jarak (b) 152,4 cm.
Jarak pengamatan yang berkisar 76,2 cm hingga 152,4 cm ini yang diujikan ke obyek-obyek yang mendisplay materi koleksi Museum Nasional. Jarak ini dapat lebih dekat bila ada detail pada obyek yang harus diamati dengan seksama. Ketinggian obyek berada pada ketinggian sebagaimana ditunjukan pada tabel (d) 91,4 cm. Ketinggian ini pun dapat diujikan pada obyek yang didisplay, namun tentunya akan berbeda posisi ketinggiannya sesuai dengan dimensi bendanya.
Gambar 4.11 Bidang pandang optimal (Xxxxxx Xxxxxx, 1979, hal. 200)
Tampak dari tabel diatas bahwa ada dua kelompok yang berhubungan dengan bidang pandang seorang pengamat yang berukuran tubuh kecil dan bidang pandang dari sorang pengamat yang bertubuh lebih besar. Data pertama dari kelompok pengamat yang berukuran tubuh kecil diwakili oleh data kelompok wanita persenti ke-5, sedangkan data dari kelompok pengamat yang berukuran tubuh lebih besar diwakili oleh data kelompok pria persentil ke-95. Penerapan ukuran dilapangan, kita dapat menggunakan data tersebut, namun tidak bersifat kaku. Ukuran dapat digunakan dari data ukuran antara ukuran yang terendah dan ukuran yang tertinggi. Sehingga posisi tinggi mata yang dapat digunakan pada ukuran tinggi antara (B) 143 cm sampai dengan tinggi (A) 174,2 cm.
Posisi pengukuran pengamatan pada obyek prasasti ditunjukan pada
a. Posisi A, terdapat Prasasti Mulawarman berdimensi (PxLxT) 27 x 21 x 176 cm dapat diamati dengan jelas pada jarak 120 cm,
b. Posisi B, terdapat Prasasti Wukiran berdimensi 30 x 15 x 100 cm dapat diamati dengan jelas pada jarak 92 cm,
c. Posisi C, terdapat Prasasti Gajah Mada berdimensi 65 x 18 x 107 cm dapat diamati dengan jelas pada jarak 95 cm, dan
d. Posisi D, terdapat Prasasti Suracala berdimensi 50 x 12 x 25 cm dapat diamati dengan jelas pada jarak 73 cm.
Gambar 4.12 Tim mahasiswa sedang melakukan pengukuran pada koleksi prasasti Wukiran
Materi koleksi Batu Prasasti ini di display secara terbuka dengan diletakan pada stage atau panggung. Dimensi prasasti ini ada yang besar, sedang, dan kecil. Posisi mendisplay, ada yang berdiri menjulang, melebar, dan rebah. Posisi pengamatan diukur dimana pengamat dapat jelas melihat, sehingga bila diprasasti terdapat detail yang harus diamati, maka pengamatan akan lebih dekat bila dibandingkan jarak pengamat pada obyek yyang tanpa detail yang harus diamati.
Gambar 4.13 Pengukuran pada koleksi prasasti Mulawarman
Obyek Prasasti yang besar dapat dilihat dari jarak 400 cm, namun bila ada detail pada obyek Prasasti tersebut maka jarak pengamat terhadap obyek harus lebih mendekat.
Pengamatan terhadap detail hanya sebatas pada posisi yang dapat melihat obyek detail tersebut, tidak untuk mengamati lebih jauh, seperti membaca aksara yang ada pada prasasti.
4.6. Hasil Pengukuran Pada Koleksi Didalam Vitrin
Gambar 4.15. Tim mahasiswa sedang melakukan pengukuran pada koleksi miniatur candi Borobudur
Vitrine yaitu lemari pajang untuk menata benda-benda koleksi. Umumnya digunakan untuk memamerkan benda tiga dimensi, benda-benda yang tidak boleh disentuh, benda-benda yang kecil dan benda-benda yang tinggi nilainya sehingga rawan untuk dicuri. Bentuk vitrine harus memenuhi persyaratan-persyaratan sebagai berikut :
a. Keamanan koleksi harus terjamin.
b. Memudahkan pengunjung untuk mudah dan leluasa menikmati koleksi.
c. Penggunaan cahaya, tidak boleh merusak koleksi dan menyilaukan pengunjung.
d. Bentuk harus disesuaikan dengan ruanga yang akan ditempati vitrine.5
Vitrin sebagai wadah materi koleksi di Museum Nasional, struktur tutup bagian atas menggunakan kaca bening tempered tebal 12 mm dan dinding kaca di empat sisinya menggunakan kaca bening tempered tebal 10 mm dengan list sebagai corner bead dengan bahan stainlessteel. Kotak bagian bawah menggunakan bahan dasar plywood 18 mm finishing dengan lapisan HPL warna abu-abu dan bagian kakinya dilapis plat stainlessteel tebal 0,8 mm finishing hairline.
5 Xxxxxx Xxxxxxxx, PEDOMAN TATA PAMERAN DI MUSEUM, Proyek Peningkatan dan Pengembangan Permuseuman Jakarta 1978/1979, halaman 40-43
Gambar 4.16. Desain Vitrin Tipe 1
Plywood tersusun seperti sandwich, yaitu lapisan-lapisan yang berada diantara dua lembar veneer kayu pada bagian atas dan bawahnya. Jadi bagian tengah plywood merupakan partikel kayu atau serbuk kayu yang dipres sebagai intinya, dan veneer kayu sebagai pembungkus pada lapisan atas dan bawah. Sedangkan kaca tempered adalah kaca yang dipanaskan dan pendinginannya menggunakan blower khusus. Kaca tempered memiliki tiga kali hingga lima kali kekuatan kaca biasa, sehingga kaca tempered lebih tahan terhadap benturan dan tekanan.
90 cm
Gambar 4.17. Tinggi mata pengamat terhadap tinggi obyek dalam Vitrin
Posisi pengukuran pengamatan pada obyek dalam Vitrin ditunjukan pada :
a. Posisi F, terdapat Vitrin tempat Lentera Kapal berdimensi (PxLxT) dia. 24 x 36 cm dapat diamati dengan jelas pada jarak 52 cm,
b.Posisi H, terdapat Vitrin tempat Kompas Kapal berdimensi dia. 24 x 25 cm dapat diamati dengan jelas pada jarak 40 cm, dan
c. Posisi I, terdapat Vitrin tempat Republika Borobudur berdimensi 110 x 110 x 30 cm dapat diamati dengan jelas pada jarak 50 cm.
Gambar 4.18 Tim mahasiswa melakukan pengukuran pada Vitrin tempat Kompas Kapal
Gambar 4.19 Tim mahasiswa melakukan pengukuran pada Vitrin tempat Lentera Kapal
Vitrin lain yang menjadi wadah untuk mendisplay adalah vitrin dinding, dimana bagian muka dari vitrin terbuat dari kaca, sedangkan bagian sisi kanan, kiri dan belakang terbuat dari material yang solid. Sehingga untuk mengamati materi koleksi, pengamat hanya dapat mengaksesnya dari arah muka vitrin. Tinggi vitrin hingga menyentuh langit-langit ruangan pameran tetap.
Pengamatan pada Vitrin Dinding yang tinggi ini seperti ditunjukan pada posisi “P” dalam denah lokasi. Koleksi yang ditunjukan adalah uang masa kolonial yang berdimensi 20
x 14 cm, dimana obyek tersebut dapat diamati dengan jelas sesuai data pengukuran adalah pada jarak 35 cm. Bila pada tabel jarak pandang pada Vitrin Tinggi ditunjukan oleh “V” dan “W” yaitu jarak pngamatan berjarak 30,5 – 61 cm.
Gambar 4.23 Vitrin Dinding atau Vitrin Tinggi (Sumber: Museum Nasional)
Vitrin Tinggi selain digunakan sebagai tempat untuk memajang, furniture ini pun berfungsi sebagai penyekat ruangan. Bagian depan terbuat dari kaca bening 10 mm tempered dan bagian belakangnya dari bahan plywood 12 mm finishing cat duco warna abu-abu. Pencahayaan didalamnya menggunakan lampu spot dengan jenis lampu LED warna cahanya putih. Pengamatan pada obyek Sepeda Roda Tiga ini seperti ditunjukan pada posisi “S” dalam denah lokasi. Koleksi Sepeda Roda Tiga seperti ditunjukan foto diatas berdimensi 140 x 79 x 110 cm, dimana obyek tersebut dapat diamati dengan jelas sesuai data pengukuran adalah pada jarak 80 cm. Bila pada tabel jarak pandang dari Xxxxxx Xxxxxx tinggi obyek 110 cm berada disekitar “L” tinggi 107,8 cm dan “I” tinggi 121,5 cm, dimana jarak pengamatannya berada disekitar jarak yang ditunjukan “V” yaitu 61 cm dan “U” berjarak 91,4 cm.
Jarak tersebut cukup ideal karena sudah dapat mengamati detail-detail pada komponen Sepeda roda tiga. Hal ini juga didukung dari obyek yang diamati berukuran besar, tinggi benda yang ideal dengan posisi tinggi mata pengamat. Detail yang ada pun tidak terlalu rumit, sehingga pada jarak 80 cm sudah dapat terdeteksi dengan jelas segala detail yang ada. Tempat alas display yang sedikit dinaikan pada ketinggian 31 cm, membuat obyek berada posisi ideal untuk diamati.
Gambar 4.25. Jarak Pengamatan Pada Model Rumah Tinggal Tradisional (Dokumentasi Tim)
Obyek model Rumah Tradisonal berbentuk rumah panggung seperti foto diatas, hasil pengukurannya ditunjukan pada item ( l ) dimana dimensi bendanya 120 x 42 x 63 cm, diletakan pada stage setinggi 106 cm, dan dapat diamati dengan baik dari jarak 100 cm. Posisi ini ideal untuk dapat mengamati rumah tradisional tersebut dengan baik. Hasil pengukuran dibeberapa titik yang telah ditentukan mendapatkan hasil sebagai mana tersaji dalam kolom hasil pengukuran sebagai berikut :
Tabel 4.1: Hasil Pengambilan Data Xxxxx Xxxxamat
Dari tabel diatas dapat disampaikan bahwa area pengambilan data adalah posisi materi pameran dalam ruang pameran tetap dilantai 2 gedung B, dimana urutannya disesuaikan dari pintu masuk lalu ke dalam ruang pameran mengalir hingga kearah keluar ruang pameran tetap. Posisi tersebut diberi tanda “A” sampai dengan “V”, dimana koleksi tersebut menceritakan tentang sosial budaya, perekonomian, ilmu pengetahuan dan teknologi, serta alat transportasi.
Metode pengukuran pada titik yang telah ditetapkan adalah dengan mengukur pencehayaan kearah obyek, dan bergeser lebih kurang 60 cm ke kanan obyek dan ke kiri obyek. Hasil pengukuran yang diperoleh sebagaimana tersaji dalam tabel berikut.
Tabel 4.2: Hasil Pengambilan Data Kuat Pencahayaan
Dari hasil pengukuran didapati bahwa seluruh armatur yang digunakan untuk menerangi obyek materi koleksi yang berada di area pameran tetap lantai 2 adalah menggunakan Spot Light, dengan sumber cahaya yang digunakan adalah lampu jenis halogen, warna cahayanya kuning.
Gambar 4.26 : Pengukuran Jarak Sumber Cahaya ke Obyek
Sumber Cahaya dipasang di langit-langit dengan ketinggian rata-rata 264 cm. Kuat cahaya yang sampai pada obyek beragam, hal ini dikarenakan beberapa hal, diantaranya adalah tidak tepatnya arah sorot lampu kepada obyek yang seharusnya disinari.
Gambar 4.27: Tim Mahasiswa Melakukan Pengukuran Pada Prasasti Klurak
Hasil pengukuran terhadap kuat pencahayaan di area Prasasti Klurak tercatat ; 486 lux, 291 lux dan 293 lux, sehingga rata-rata kuat pencahayaannya adalah 357 lux. Bila dilihat pada foto diatas, cahaya lampu tidak tepat pada obyek yang disinari, sehingga cahaya tidak fokus pada obyek dan efek cahayanya menghasilkan bayangan. Namun demikian kuat cahaya 357 lux masih memenuhi persyaratan diarea pameran.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Dari kegiatan mengamati obyek yang sedang dipamerkan diketahui jarak pengamat ke obyek yang dipamerkan adalah sebagai berikut :
5.1.1. Jarak Pengamat Ke Obyek Display Berdasarkan Literatur
Pada Tabel diatas diinformasikan bahwa obyek yang dipamerkan agar dapat nyaman diamati, disyaratkan agar diletakan pada ketinggian 91,4 cm sebagai mana ditunjukan oleh jarak “U”. Sedangkan bagian teratas obyek yang dipamerkan berada pada titik tertinggi pada ketinggian 213,3 cm sebagai mana ditunjukan oleh jarak “U” + “T”. Ukuran ketinggian obyek display ini disesuaikan dengan kerucut pandangan dari pengamat yaitu 300 keatas dan 300 kebawah, sehingga pengamat dapat dengan mudah dan nyaman untuk mengamati obyek pameran bagian bawah dan bagian atas.
Untuk obyek yang tinggi dan obyek yang besar, tentunya akan sulit bila diletakan pada ketinggian 91,4 cm. Dari literatur, posisi terendah dari obyek yang didisplay disyaratkan berada pada posisi terendahnya adalah pada ketinggian 37,4 cm sebagaimana ditunjukan posisi ukuran “D”. Sedangkan untuk posisi tertinggi adalah setinggi 68,7 + 211,1
= 279,8 cm sebagaimana ditunjukan oleh jarak “C” + “M”. Jarak terendah diperoleh dari jarak pandang terendah dari persentil 5, yaitu ketinggian terendah dari anthropometri tinggi mata wanita, dan jarak pandang tertinggi diperoleh dari jarak pandang tertinggi dari persentil 95, yaitu ketinggian tertinggi dari anthropometri tinggi mata pria.
5.1.2. Jarak Pengamat Ke Obyek Display Berdasarkan Hasil Observasi
Dari hasil observasi tentang kegiatan mengamati obyek yang sedang dipamerkan diketahui jarak pengamat ke obyek yang dipamerkan adalah sebagai berikut :
Tabel 5.1. Jarak Pengamat ke Obyek Display Berdasarkan Hasil Observasi
No. | Area Pengambilan Data | Posisi | Jam | Jarak Pengamat | Tinggi Dari Lantai | Dimensi Koleksi (PxLxT) | Warna Background | Warna Benda | |||||
1 | Prasasti Mulawarman | A | 10,15 | 390 | cm | 67 | cm | 27 x 21 x 176 | cm | Kuning Lime | Abu-abu | ||
2 | Prasasti Wukiran | B | 10,35 | 92 | cm | 90 | cm | 30 x 15 x 100 | cm | Kuning Lime | Abu-abu | ||
3 | Prasasti Gajah Mada | C | 10,43 | 255 | cm | 41 | cm | 65 x 18 x 107 | cm | Xxx-xxx | Xxx-xxx | ||
4 | Prasasti Suracala | D | 10,52 | 364 | cm | 76 | cm | 50 x 12 x 25 | cm | Putih | Abu-abu | ||
5 | Tempayan | E | 10,58 | 121 | cm | 72 | cm | Dia. 30 x 55 | cm | Hijau | Abu-abu | ||
6 | Lentera Kapal | F | 11,05 | 52 | cm | 102 | cm | Dia. 24 x 36 | cm | Putih | Hitam | ||
7 | Miniatur Kapal Pinisi | G | 11,15 | 171 | cm | 31 | cm | 140 x 27 x 78 | cm | Abu-abu | Coklat | ||
8 | Kompas Kapal | H | 11,27 | 40 | cm | 102 | cm | Dia. 24 x 45 | cm | Putih | Kuningan | ||
9 | Replika Borobudur | I | 11,39 | 50 | cm | 80 | cm | 110 x 110 x 30 | cm | Putih | Hitam | ||
10 | Pancuran Air | J | 11,51 | 60 | cm | 31 | cm | 30 x 15 x 40 | cm | Xxx-xxx | Xxx-xxx | ||
11 | Model Rumah Tinggal | K | 12,12 | 90 | cm | 31 | cm | 110 x 79 x 80 | cm | Abu-abu | Coklat | ||
12 | Model Rumah Tinggal | L | 12,22 | 80 | cm | 62 | cm | 63 x 63 x 53 | cm | Putih | Coklat | ||
13 | Model Rumah Tinggal | M | 12,35 | 73 | cm | 106 | cm | 100 x 104 x 70 | cm | Putih | Coklat | ||
14 | Model Rumah Panggung | N | 12,47 | 100 | cm | 106 | cm | 120 x 42 x 63 | cm | Putih | Coklat | ||
15 | Gong | O | 12,59 | 100 | cm | 31 | cm | Dia. 80 x 91 | cm | Putih | Coklat | ||
16 | Uang Masa Kolonial | P | 13,11 | 35 | cm | 120 | cm | 20 x 14 | cm | Hitam | Abu-abu | ||
17 | Model Pasar | Q | 13,26 | 115 | cm | 102 | cm | 110 x 110 x 45 | cm | Putih | Coklat | ||
18 | Kano Tradisional Papua | R | 13,37 | 163 | cm | 70 | cm | 1370 x 53 x 35 | cm | Cream | Coklat | ||
19 | Sepeda Roda Tiga | S | 13,48 | 80 | cm | 31 | cm | 140 x 79 x 110 | cm | Cream | Hitam | ||
20 | Miniatur Perahu | T | 13,58 | 110 | cm | 62 | cm | 100 x 28 x 20 | cm | Putih | Biru | ||
21 | Model Pikulan | U | 14,07 | 90 | cm | 92 | cm | 60 x 26 x 85 | cm | Putih | Coklat | ||
22 | Lonceng | V | 14,18 | 100 | cm | 31 | cm | 66 x 80 x 180 | cm | Putih | Coklat |
Ketinggian terendah dari obyek yang dipamerkan adalah pada ketinggian 31 cm dari lantai, sebagaimana ditunjukan oleh data nomor 7 (Miniatur Kapal Pinisi), nomor 10 (Pancuran Air), nomor 11 (Model Rumah Tinggal), nomor 15 (Gong), nomor 19 (Sepeda Roda Tiga), dan nomor 22 (Lonceng).
Dari ke enam obyek tersebut, obyek Pancuran Air yang berdimensi (PxLxT) 30 x 15 x 40 cm adalah obyek yang kecil sehingga bila diletakan pada ketinggian 31 cm, maka ketinggian obyek akan tidak nyaman untuk diamati karena posisinya masih dibawah kerucut pandangan di ketinggian mata wanita persentil 5 yaitu 107 cm sebagaimana ditunjukan oleh ketinggian “L”. Demikian pula dengan obyek Kapal Pinisi yang bila dijumlahkan ketinggiannya masih berada sedikit diatas kerucut pandangan ketinggian mata wanita persentil 5, yaitu 109 cm untuk bagian atas obyek sehingga tidak nyaman untuk mengamati detail obyek tersebut.
Obyek lain yang masih kurang ideal untuk diamati dengan nyaman meskipun diletakan diatas ketinggian 31 cm namun total ketingggan obyek masih tergolong rendah, ditunjukan oleh data nomor 18 obyek Kano Tradisional Papua. Meskipun obyek ini diletakan pada ketinggian 71 cm, namun total tinggi bagian atas obyek (105 cm) masih berada dibawah kerucut pandangan ketinggian mata wanita persentil 5 (107 cm), sehingga sulit
untuk dapat mengamati detail obyek. Obyek nomor 12 Miniatur Rumah Tinggal yang total ketinggiannya tidak cukup tinggi (115 cm) sehingga menyulitkan pengamat dalam mendapatkan posisi nyaman guna mengamati detailnya. Demikian pula halnya dengan data nomor 20 obyek miniatur Perahu, dimana total ketinggian bagian atasnya hanya 82 cm, sulit untuk mengamati detail obyek tersebut yang dimensinya tidak besar.
5.2. Saran
Gambar 5.1
Tinggi Mata Wanita dan Pria Persenti 5 dan Persentil 95
Dalam menyiapkan dan menyusun tempat display benda koleksi museum yang akan dipamerkan, tabel diatas menunjukkan pada kolom “C” tinggi mata wanita dan pria pada persentil 5 dan persentil 95. Persentil 5 adalah batas bawah ukuran dan persentil 95 adalah batas atas ukuran. Untuk tinggi mata pada batas bawah, dapat merujuk pada tinggi mata wanita persentil 5, yaitu 143 cm. Sedangkan batas atas, dapat merujuk pada tinggi mata pria persentil 95, yaitu 174,2 cm.Sehingga dapat diambil ukuran tinggi mata berkisar dari ketinggian 143 cm hingga 174,2 cm. Ketinggian ini yang menjadikan pertimbangan agar obyek dapat dinikmati dengan baik oleh pengamat.
Gambar 5.2 Jarak Pandang Pada Obyek Pameran
Obyek di dalam vitrin perlu diperhatikan jarak pengamat ke partisi kaca sebagai mana ditunjukan pada ukuran “W”, yaitu 30,5 cm. Sedangkan untuk posisi obyek diletakan pada bidang pandang sebagai mana ditunjukan pada jarak “U”, yaitu 91,4 cm hingga jarak “T”, yaitu 121,9 cm. Ketinggian obyek dari lantai ditunjukan pada ketinggian “H”, yaitu 72,6 cm hingga ketinggian “J” yaitu 92,2 cm. Jarak pandang dan ketinggian obyek ini secara ergonomi, yang akan memberikan kenyamanan pengamat dalam menikmati pameran. Sedangkan ketinggian obyek yang diletekan pada ketinggian “H” ataupun “J” ditunjukan oleh ketinggian “P”, yaitu 105,6 cm. Sehingga total ketinggian benda tersebut dari lantai adalah setinggi (H + P), yaitu 178,2 cm hingga ketinggian (J + P), yaitu 197,8 cm.
Tentunya ada faktor lain yang mempengaruhi kenyamanan pengamat dalam menikmati pameran, seperti faktor pencahayaan terhadap obyek, faktor warna dari tempat obyek tersebut berada, dan faktor refleksi cahaya. Hal ini akan kami bahas dalam penelitian lanjutan, guna melengkapi pembahasan terhadap tingkat kenyamanan dalam mengamati obyek pameran. Dari simpulan dan saran ini, diharapkan pengelola Museum Nasional dapat mempertimbangkan guna menyajikan obyek pameran yang lebih ergonomis.
DATA LITERATUR
Xxxxx X Xxxxxxx, Interior Design Reference Manual, Profesional Publications,Inc.: Belmont, 1992
Xxxxxx Xxxxxxxx, Pedoman Tata Pameran Di Museum, Proyek Peningkatan Dan Pengembangan Permuseuman, Jakarta 1978/1979
Xxxxx Xxxx, Museum Exhibition, Theory and Practice, Routledge, New York, 1996 Xxxxxxxx Xxxx Xxxxxxx dan Xxxxxx Xxxxx Xxxxxxx, Pengantar Estetika, Rekayasa Sain :
Bandung, 2004
Xxxxxxxxx, X.X.X, Estetika Sebuah Pengantar, Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia : Bandung, 2001
Xxxxx Xxxxxx Adian, Pengantar Fenomologi, Koekoesan :Depok, 2010
Xxxxxx Xxxxxx-Xxxxxxxxx, The Educational Role of the Museum, Routledge : New York, 1996
Xxxxxx Xxxxxx, Elements Of Architectural Design, Xxxx Xxxxxx &Xxx.Xxx : New York, 2000 Xxxx Xxxxxx, Conference, Convention and Exhibition Facilities, A Handbook of Planning,
Design and Management, The Architectural Press, London, 1981
Xxxx Xxxxx, Xxxxx Xxxx, The Handbook for Xxxxxx, Xxxxxxxx : New York, 1996 Xxxxx Xxxxxxxx, Xxxxxxxxxxxx, Pedoman Museum Indonesia, Direktorat Museum Dirjen.
Sejarah dan Purbakala Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata, 2010
Xxxxxxx Xxxxxxxxx, Xxxxxxx Xxxx, Xxxxxxx Xxxxx, Sign, Symbols, and Architecture, Xxxx Xxxxx and Sons : New York, 1980
Xxxxxxxx Xxxxxxx, Xxxxx Xxxxxx, Museums After Modernism, Strategies of Engagement,
Blackwell, Oxford, 2007
Xxxxx Xxxxxx, Handbook Of Modern Sensor,Physics, Designs, and Aplication, Thermoscan : California, 1996
Jhon A. Walker, Desain, Sejarah, Budaya, Sebuah Pengantar Komprehensif, Jalasutra : Yogyakarta, 2010
Xxxxx Xxxxxxx, dkk., Pedoman Museum Indonesia, Direktorat Museum Dirjen Sejarah dan Purbakala Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata, Jakarta, 2010
Xxxxx Xxxxxxxxxxx dan Xxxxxx Xxxxxxx, Metode Penelitian Survay, LP3S : Jakrta, 1989 Xxxxxxx X. Fopp, Managing Museums and Galleries, Routledge : New York, 1996 Xxxxx Xxxxxx, Metode Penelitian Sosial Dan Pendidikan, Bumi Aksara : Jakarta, 2006
Xxxxxx, Xxxxxx dan Xxxxxx, Xxxxxx, Dimensi Manusia dan Ruang Interior. Erlangga: Jakarta 2003
Xxxxxxx Xxxxxxx, Museums 2000, Politics, People, Professionals, and Profit, Museums Association and Routledge : New York, 1994
Xxxx Xxxxxx and Xxxxxx Xxxxxxx, Wayfinding : People, Signs and Architecture, Xx Xxxx- Hill Ryerson : New York, 1992
Xxxxxx Xxxxxxxxx, A Companion to Museum Studies, Blackwell, Oxford, 2006
Xxxxxxx A Xxxxxxx, Xxxxxx Xxxxxxxxxx, Building Type Basics For Museums, Xxxx Xxxxx &Sons : New York, 2001
Xxxxxxxx, Memahami Penelitian Survay, Alfabeta : Bandung, 2005 Xxxxxxxx, Memahami Penelitian Kualitatif, Alfabeta : Bandung, 2005
Xxxxxx CW, Xxxxx Xxxxxxxx, Xxxx E Xxxxxxx, Provincial museums & Galleries, A Report of a Committee Appointed by The Paymaster General, Department of Educational & Science : London, 1973
------, Himpunan Peraturan Permuseuman Pemerintah DKI Jakarta, Dinas Museum dan Pemugaran DKI Jakarta, 1999
APA Format
Lexy J. Xxxxxxx (penulis). (2018). Metodologi penelitian kualitatif / penulis, Prof. XX. Xxxx
J. Xxxxxxx, X.X.. Bandung :: PT Remaja Rosdakarya,.
MLA Format
Lexy J. Xxxxxxx (penulis). Metodologi penelitian kualitatif / penulis, Prof. XX. Xxxx J. Xxxxxxx, X.X.. Bandung :: PT Xxxxxx Xxxxxxxxxx,, 2018
Chicago Format
Lexy J. Xxxxxxx (penulis). Metodologi penelitian kualitatif / penulis, Prof. XX. Xxxx J. Xxxxxxx, X.X.. Bandung :: PT Xxxxxx Xxxxxxxxxx,, 2018.
Laporan Kemajuan Penelitian yang dikirimkan dalam bentuk file pdf dan word (1997/2003)