KODE ETIK ASOSIASI DAN KURATOR DAN PENGURUS INDONESIA (AKPI)
KODE ETIK ASOSIASI DAN KURATOR DAN PENGURUS INDONESIA (AKPI)
MUKADIMAH
Kode Etik Profesi ini menjadi pedoman dan standar perilaku yang berlaku bagi Kurator dan Pengurus pada Asosiasi Kurator dan Pengurus Indonesia disingkat AKPI (selanjutnya disebut "Asosiasi") dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Kurator dan/atau Pengurus yang Surat Bukti Pendaftaran Kurator dan Pengurus (“SBPKP”) dari Kemenkumham yang masih berlaku maupun yang masih dalam proses perpanjangan dan terdaftar di Asosiasi dan/atau (untuk selanjutnya disebut "Anggota"); dan
2. Anggota Luar Biasa Asosiasi sebagaimana dimaksud Anggaran Dasar Asosiasi.
Kode Etik Profesi terdiri 4 (empat) bagian, yaitu: Definisi, Prinsip Etika Profesi, Aturan Etika Profesional dan Pelaksanaan Kode Etik Profesi:
1. BAGIAN PERTAMA, DEFINISI adalah pengertian atau arti dari istilah yang dimuat atau digunakan dalam materi Kode Etik Profesi.
2. BAGIAN KEDUA, PRINSIP ETIKA PROFESI adalah prinsip-prinsip umum dan universal yang harus dihormati dan dipatuhi oleh setiap Anggota serta Anggota Luar Biasa Asosiasi sebagai wujud dari pertanggungjawaban profesi Kurator dan Pengurus kepada pihak-pihak terkait dan masyarakat/umum serta kewajibannya kepada Asosiasi.
3. BAGIAN KETIGA, ATURAN ETIKA PROFESI adalah aturan-aturan yang menjadi wujud dari Prinsip Etika Profesi, aturan-aturan yang dimuat dalam Standar Profesi dan ketentuan Anggaran Dasar Asosiasi yang mengatur sikap, perilaku dan perbuatan setiap Anggota dan Anggota Luar Biasa Asosiasi dengan tujuan memelihara integritas moral, harkat, martabat dan kewibawaan Anggota serta Anggota Luar Biasa Asosiasi sehubungan dengan menjalankan tugas dan tanggung jawab profesinya maupun kewajibannya kepada Asosiasi.
4. BAGIAN KEEMPAT, PELAKSANAAN KODE ETIK PROFESI adalah prosedur dan tata cara serta hal-hal terkait pengaduan, pemeriksaan persidangan pelanggaran etik dan pengambilan keputusan oleh Majelis dan Xxxxxxx Xxxxxx Banding Dewan Kehormatan.
Setiap perilaku, perbuatan atau sikap Anggota dan Anggota Luar Biasa yang melanggar atau bertentangan dengan Prinsip Etika Profesi dan/atau Aturan Etika Profesional dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Kode Etik Profesi ini.
BAGIAN PERTAMA DEFINISI
Pasal 1
1) Dewan Kehormatan Profesi adalah suatu badan yang Anggota-Anggotanya diangkat oleh
Rapat Anggota Asosiasi dan bertugas untuk mengawasi dan menegakkan ketaatan Anggota serta Anggota Biasa dan Pengurus terhadap Kode Etik Profesi (selanjutnya disebut “Dewan”).
2) Majelis Dewan Kehormatan adalah majelis yang dibentuk Dewan dan beranggotakan
3 (tiga) orang Anggota Dewan yang bertugas memeriksa, mengadili dan memutus perkara pengaduan dugaan pelanggaran Kode Etik Profesi di tingkat pertama (selanjutnya disebut “Majelis”).
3) Majelis Komisi Banding adalah majelis yang dibentuk oleh Dewan dan beranggotakan 3 (tiga) orang Anggota Dewan yang memeriksa, mengadili serta memutus perkara pengaduan dugaan pelanggaran Kode Etik di tingkat banding (selanjutnya disebut “Majelis Banding”).
4) Pengaduan adalah laporan tentang dugaan pelanggaran Kode Etik Profesi yang dilakukan oleh Anggota atau Anggota Asosiasi.
5) Pengadu adalah orang perorangan, kelompok orang dan atau pihak-pihak yang merasa kepentingannya dirugikan karena Anggota atau Anggota Asosiasi diduga melanggar Kode Etik Profesi.
6) Teradu adalah Anggota atau Anggota Asosiasi yang diadukan ke Dewan karena diduga melanggar Kode Etik Profesi.
7) Kurator atau Pengurus adalah Kurator atau Pengurus sebagaimana dimaksud Undang- Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.
8) Anggota adalah Anggota aktif dan Anggota pasif sebagaimana dimaksud dalam Anggaran Dasar Asosiasi.
9) Anggota Luar Biasa Asosiasi adalah sebagaimana dimaksud dalam Anggaran Dasar Asosiasi.
10) Standar Profesi adalah Standar Profesi Asosiasi.
11) Anggaran Dasar adalah anggaran dasar pendirian Asosiasi dan perubahannya terakhir yang ditetapkan dalam Rapat Anggota Tahunan Asosiasi.
12) Asosiasi adalah Asosiasi Kurator dan Pengurus Indonesia atau disingkat AKPI yang diwakili oleh Pengurus Asosiasi.
13) Pengurus Asosiasi adalah suatu badan yang Anggota-Anggotanya diangkat oleh Ketua Umum yang terpilih dalam Rapat Anggota dan bertugas untuk mewakili Asosiasi di dalam dan di luar pengadilan.
BAGIAN KEDUA PRINSIP ETIKA PROFESI
Pasal 2 Prinsip Independensi
Prinsip independensi bermakna prinsip bebas, mandiri dan merdeka dalam menjalankan tugasnya. Independensi harus tercermin dalam pelaksanaan tugas Anggota sebagai Kurator dalam kepailitan dan/atau sebagai Pengurus dalam penundaan kewajiban pembayaran utang, yang diwujudkan dalam hubungan dengan semua pihak yang terkait dan/atau berkepentingan.
Pasal 3
Prinsip Bebas Benturan Kepentingan
Bebas keterkaitan antara Kurator dan/atau Pengurus dengan debitor, kreditor dan/atau pihak lain yang dapat menghalangi pelaksanaan tugasnya dengan penuh tanggung jawab sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. |
Pasal 4 Prinsip Tindakan Sehubungan Dengan Harta Pailit Anggota, rekan, pegawai, saudara (sampai dengan derajat ketiga) dalam mendapatkan harta pailit atau mendapatkan kepentingan atas harta pailit yang dikuasai Anggota harus mendapatkan persetujuan Hakim Pengawas dengan mengungkapkan semua fakta terhadap siapa yang mendapatkannya, kecuali dalam hal pemberesan melalui pelelangan umum. |
Pasal 5 Prinsip Profesional Sikap dan perilaku Anggota dalam melaksanakan tugasnya sebagai Kurator dalam kepailitan dan Pengurus dalam Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang dengan bertanggung jawab berlandaskan dengan prinsip-prinsip pengetahuan sesuai peraturan perundang-undangan, Kode Etik Profesi, Standar Profesi serta selalu berupaya untuk meningkatkan keahliannya juga saling menghormati/menghargai rekan sesama Anggota dengan menjunjung tinggi nilai-nilai persaudaraan, solidaritas dan kesetaraan. |
Pasal 6 Prinsip Kepentingan Masyarakat/Umum Sebagai profesional, Anggota dituntut bertanggung jawab untuk memelihara kepercayaan masyarakat/umum terhadap kehormatan profesi. |
Pasal 7 Prinsip Integritas Sikap jujur, sebagai Kurator dalam kepailitan dan Pengurus dalam Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang yang berpedoman pada kebenaran serta keharusan untuk menaati peraturan perundang-undangan, Kode Etik Profesi dan Standar Profesi. |
Pasal 8 Prinsip Objektivitas Sikap adil, tidak memihak, tidak berprasangka atau bias, serta bebas dari kepentingan atau pengaruh orang/pihak lain dalam menjalankan tugas sebagai Kurator dalam kepailitan dan sebagai Pengurus dalam penundaan kewajiban pembayaran utang. |
Pasal 9 Prinsip Standar Profesi Setiap tindakan Anggota harus berlandaskan ketentuan yang berlaku pada standar profesi Asosiasi Kurator dan Pengurus Indonesia. |
Pasal 10 Prinsip Anggaran Dasar Tanggung jawab Anggota Asosiasi kepada Asosiasi harus dilakukan sesuai dengan Anggaran Dasar Asosiasi. |
BAGIAN KETIGA |
ATURAN PERILAKU PROFESI
BAB I KEWAJIBAN ANGGOTA
Pasal 11
1) Setiap Anggota wajib menaati dan melaksanakan dengan sungguh-sungguh segala peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam menjalankan profesinya sebagai Kurator atau Pengurus.
2) Setiap Anggota dalam menjalankan profesinya sebagai Kurator atau Pengurus wajib menghargai setiap hak dari pihak-pihak yang berhubungan dalam menerapkan peraturan perundangan-undangan yang berlaku.
3) Setiap Anggota dalam menjalankan profesinya sebagai Kurator atau Pengurus wajib bekerja secara bebas, mandiri dan tidak tergantung/terpengaruh dari dan oleh siapa pun atau apa pun.
4) Setiap Anggota wajib menolak penunjukan sebagai Kurator atau Pengurus jika Anggota yang bersangkutan menyadari atau sewajarnya mengetahui bahwa dalam melaksanakan tugasnya tidak dapat bersikap independen.
5) Setiap Anggota wajib menolak penunjukan sebagai Kurator atau Pengurus jika Anggota yang bersangkutan mengetahui atau sewajarnya mengetahui adanya benturan kepentingan yang menyebabkan Anggota tersebut tidak dapat melaksanakan tugasnya dengan penuh tanggung jawab.
6) Setiap Anggota setelah penunjukan ternyata muncul suatu benturan kepentingan wajib segera memberitahukan kepada Xxxxx Xxxxawas dan pihak-pihak yang berkepentingan dan mengundurkan diri.
7) Setiap Anggota dalam menjalankan profesinya sebagai Kurator atau Pengurus wajib menjaga integritas, bersikap jujur dan dapat dipercaya serta tidak mengorbankan kepercayaan publik demi kepentingan pribadi.
8) Setiap Anggota dalam menjalankan profesinya sebagai Kurator atau Pengurus wajib bersikap adil dan tidak memihak.
9) Setiap Anggota dalam menjalankan profesinya sebagai Kurator atau Pengurus wajib mempertimbangkan akibatnya terhadap kemaslahatan masyarakat dan negara.
10) Setiap Anggota yang mengetahui adanya penyelewengan atau tindakan sesama Anggota yang bertentangan dengan kode etik profesi wajib melaporkan kejadian tersebut kepada Dewan Kehormatan melalui Pengurus.
11) Setiap Anggota wajib menjaga perilaku profesional sebagai perwujudan tanggung jawabnya kepada profesi, kepentingan masyarakat/umum serta pihak-pihak yang terkait dalam rangka kepailitan dan/atau penundaan kewajiban pembayaran utang.
12) Setiap Anggota wajib saling bekerja sama dengan Anggota lainnya dalam rangka meningkatkan harkat, martabat, menjaga nama baik profesi dan Asosiasi.
13) Setiap Anggota wajib mempunyai tanggung jawab tak terputus untuk bekerja sama dengan sesama Anggota mengembangkan profesi Kurator dan Pengurus, memelihara kepercayaan masyarakat dan untuk menjalankan tanggung jawab profesionalnya dalam mengatur dirinya sendiri. Usaha Anggota secara bersama-sama diperlukan untuk memelihara dan meningkatkan tradisi profesionalisme;
14) Setiap Anggota luar biasa wajib menaati dan melaksanakan ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Anggaran Dasar untuk tujuan kebaikan bagi Asosiasi. Anggaran Dasar yang harus ditaati Anggota Asosiasi adalah Anggaran Dasar yang disahkan dalam Rapat Anggota Asosiasi.
XXX XX HAL-HAL YANG DILARANG Pasal 12 1) Setiap Anggota dilarang melepaskan harta pailit yang di bawah kekuasaannya kepada Anggota lain, rekan, pegawai dan saudara (sampai dengan derajat ketiga) tanpa persetujuan hakim pengawas. 2) Setiap Anggota dilarang menerima atau menawarkan janji, uang, hadiah, fasilitas atau segala sesuatu yang patut diduga dapat mempengaruhi pertimbangan dan/atau perilaku profesional. 3) Setiap Anggota dilarang dengan cara-cara curang menggantikan rekan sesama Anggota yang telah ditunjuk sebagai Kurator dan/atau Pengurus kecuali karena alasan-alasan yang dibenarkan oleh peraturan perundangan yang berlaku; 4) Setiap Anggota dilarang melalui media massa untuk mencari publisitas bagi dirinya sendiri atau untuk menarik perhatian masyarakat mengenai tindakan-tindakan sebagai Kurator atau Pengurus mengenai pekerjaan yang sedang, telah atau akan ditanganinya, kecuali apabila keterangan yang ia berikan itu bertujuan untuk menegakkan prinsip-prinsip hukum dalam rangka kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang yang wajib diperjuangkan oleh setiap Anggota. |
BAB III ATURAN HUBUNGAN PERILAKU PROFESIONAL SESAMA ANGGOTA Pasal 13 1) Setiap Anggota wajib menjaga hubungan dan kesetiakawanan demi kehormatan profesi dan organisasi dengan berpegang pada aturan Kode Etik Profesi dan peraturan perundangan yang berlaku. 2) Hubungan dengan rekan sesama Anggota harus dilandasi sikap saling menghormati, saling menghargai dan saling mempercayai. 3) Setiap Anggota jika berbicara dengan rekan sesama Anggota atau jika berhadapan satu sama lain dalam penanganan perkara kepailitan dan/atau penundaan kewajiban pembayaran utang dilarang menggunakan kata-kata yang tidak sopan baik secara lisan maupun tertulis. |
BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM ANGGOTA Pasal 14 1) Setiap Anggota berhak mendapatkan perlindungan dari Asosiasi dalam hal terjadi kriminalisasi terhadap dirinya sehubungan dengan pekerjaannya sebagai Kurator atau Pengurus. 2) Berkaitan tata cara perlindungan hukum lebih lanjut dapat diatur dalam surat keputusan Asosiasi. |
BAGIAN KEEMPAT |
PELAKSANAAN KODE ETIK PROFESI BAB I PELAKSANAAN KODE ETIK Pasal 15 1) Setiap Anggota wajib mematuhi dan melaksanakan ketentuan-ketentuan dalam Kode Etik Profesi. 2) Pengawasan atas pelaksanaan Kode Etik Profesi dilakukan oleh Dewan Kehormatan. 3) Perbuatan dan/atau sikap Anggota yang bertentangan dan/atau melanggar Kode Etik Profesi dikenakan sanksi oleh Dewan Kehormatan yang dirumuskan dalam putusan Majelis Dewan Kehormatan dan/atau Majelis Komisi Banding. |
XXX XX XXXXX, MAJELIS DAN MAJELIS KOMISI BANDING Pasal 16 1) Dewan diangkat oleh Rapat Anggota untuk masa tugas selama 3 (tiga) tahun. 2) Dewan terdiri dari 9 (sembilan) orang Anggota, tiga diantaranya disepakati sebagai Ketua, Sekretaris dan Xxxxxxxxx Xxxxx. 3) Dewan bertugas dan berkewajiban menegakkan Kode Etik Profesi serta melakukan pengawasan dan penindakan terhadap Anggota serta Anggota Luar Biasa yang terbukti melanggar Kode Etik Profesi. 4) Dewan berwenang melakukan pengawasan dan teguran terhadap Anggota, Anggota Luar Biasa, Pengurus Asosiasi dan Dewan Sertifikasi yang terbukti melanggar Anggaran Dasar dan/atau menyalahgunakan wewenang yang melekat pada jabatannya. 5) Pengurus dan/atau Anggota melalui Pengurus, dapat meminta Fatwa kepada Dewan tentang hal-hal yang berkenaan dengan Kode Etik Profesi dan Dewan setelah menerima permintaan Pengurus wajib dalam waktu 28 (dua puluh delapan) hari kerja mengeluarkan Fatwa yang diminta. 6) Dewan berwenang memeriksa dan mengadili pengaduan pelanggaran Kode Etik Profesi pada tingkat pertama dan tingkat banding. |
Pasal 17 1) Dewan membentuk dan menetapkan Xxxxxxx beranggotakan 3 (tiga) orang Anggota Dewan yang bertugas memeriksa, mengadili dan memutus perkara pengaduan dugaan pelanggaran Kode Etik Profesi di tingkat pertama. 2) Dewan terdiri dari 3 (tiga) Majelis dengan masing-masing beranggotakan 3 (tiga) Anggota Dewan. 3) Majelis memeriksa dan mengadili pengaduan pelanggaran Kode Etik Profesi pada tingkat pertama. 4) Tata cara pemeriksaan oleh Xxxxxxx ditetapkan oleh Xxxxx. |
Pasal 18 1) Majelis Komisi Banding dibentuk Dewan, beranggotakan 3 (tiga) orang yang terdiri dari 2 (dua)Anggota Dewan non Majelis dan 1 (satu) Anggota adhoc yang ditunjuk oleh Xxxxx. 2) Anggota adhoc ditunjuk Dewan adalah Anggota sebagaimana dimaksud dalam Kode Etik Profesi ini yang memiliki pengalaman dan pemahaman terkait Kode Etik Profesi Asosiasi. 3) Tata cara pemeriksaan oleh Xxxxxxx Xxxxxx Banding ditetapkan oleh Xxxxx. |
BAB III
SYARAT DAN TATA CARA PENGADUAN
Pasal 19
1) Pengaduan hanya berupa laporan tentang dugaan pelanggaran Kode Etik Profesi yang dilakukan oleh Anggota atau Anggota Luar Biasa.
2) Dewan Kehormatan wajib memeriksa pengaduan yang diajukan terhadap seorang atau lebih Anggota dalam tingkat pertama dan tingkat banding.
3) Pengaduan hanya dapat diajukan oleh pihak-pihak yang berkepentingan yang merasa dirugikan yaitu:
a. Anggota atau Anggota luar biasa
b. Kreditor atau Debitor
c. Pengurus Asosiasi
d. Pihak-pihak lain yang berkepentingan
4) Dalam hal Pengadu adalah Pengurus Asosiasi yang bertindak sebagai pengadu adalah Ketua dan Sekretaris Jenderal.
5) Pengaduan harus disampaikan secara tertulis kepada Dewan Kehormatan melalui Pengurus.
6) Dalam hal pengaduan dikirimkan oleh Pengadu melalui Asosiasi maka Asosiasi dalam waktu selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kalender setelah tanggal penerimaan, menyampaikan Pengaduan tersebut kepada Dewan dengan tetap memperhatikan kerahasiaannya.
7) Asosiasi wajib menyampaikan konfirmasi dan memverifikasi data diri Teradu selambat- lambatnya 7 (tujuh) hari kalender sejak diterimanya permintaan tertulis dari Dewan.
8) Setelah menerima surat Pengaduan dari baik yang diterima secara langsung oleh Dewan maupun dikirimkan melalui Asosiasi dan setelah melakukan verifikasi data Teradu, Dewan menunjuk Majelis yang akan memeriksa dan mengadili Pengaduan. Dalam waktu paling lambat 14 (empat belas) hari kalender terhitung setelah tanggal penerimaan surat Pengaduan, Dewan menyampaikan kepada Teradu salinan surat Pengaduan dengan ketentuan Pengadu sudah memenuhi/menyelesaikan persyaratan pembayaran administrasi yang disyaratkan Dewan untuk pemeriksaan perkara Pengaduan.
9) Pembayaran persyaratan administrasi sebagaimana dimaksud ayat (7) di atas wajib dipenuhi oleh Pengadu paling lambat 7 (tujuh) hari kalender sejak diberitahukan oleh Dewan dengan menyerahkan bukti pembayaran persyaratan administrasi melalui email atau surat tercatat. Selambat-lambatnya dalam waktu 28 (dua puluh delapan) hari kalender setelah disampaikannya surat Pengaduan kepada Teradu, maka Teradu harus menyampaikan jawabannya secara tertulis kepada Dewan, disertai dengan bukti-bukti yang dianggapnya perlu.
10) Jika setelah berlalunya batas waktu 28 (dua puluh delapan) hari tersebut, tetapi Teradu tidak memberikan jawaban tertulis, maka Dewan menyampaikan surat peringatan kepada Teradu, dan jika dalam waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal surat peringatan, Teradu tetap tidak memberikan jawaban tertulis, maka Teradu dianggap telah melepaskan haknya.
11) Majelis Dewan Kehormatan melaksanakan sidang dalam waktu selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kalender setelah Teradu dianggap telah melepaskan haknya atau dalam hal jawaban Teradu diterima, dan menyampaikan panggilan kepada Pengadu dan/atau Teradu untuk hadir di muka sidang tersebut.
12) Panggilan tersebut harus sudah diterima oleh yang bersangkutan paling lambat 3 (tiga) hari kalender sebelum hari sidang yang ditentukan.
BAB IV
PEMERIKSAAN DAN PUTUSAN TINGKAT PERTAMA
Pasal 20
1) Pengadu dan Teradu harus datang sendiri dan tidak dapat menguasakan kepada pihak lain.
2) Jika dikehendaki oleh Pengadu dan/atau Teradu maka atas biayanya sendiri, boleh didampingi penasihat hukum dan/atau membawa saksi.
3) Apabila Pengadu telah dipanggil sampai 2 (dua) kali tidak datang tanpa alasan yang sah, maka Pengaduan dinyatakan gugur dan ia tidak dapat mengajukannya lagi atas dasar yang sama.
4) Apabila Teradu, setelah dipanggil sampai 2 (dua) kali tidak datang tanpa alasan yang sah, maka pemeriksaan dan putusan dilaksanakan tanpa hadirnya Teradu.
5) Dalam melakukan pemanggilan untuk kedua kalinya, panggilan tersebut harus sudah diterima oleh yang bersangkutan paling lambat 3 (tiga) hari kalender sebelum hari sidang yang ditentukan.
6) Yang dimaksud dengan alasan yang sah adalah suatu keadaan karena sakit atau force majeure yang karenanya tidak dapat hadir yang dibuktikan dengan keterangan tertulis dari instansi atau pejabat yang berwenang.
7) Pada sidang pertama yang dihadiri oleh kedua belah pihak, Majelis menawarkan dan mengusahakan tercapainya perdamaian. Perdamaian senantiasa dapat diadakan selama pemeriksaan berjalan dan selama belum ada keputusan Majelis.
8) Xxxxxxx bersidang dalam persidangan secara tertutup yang dipimpin oleh 1 (satu) orang sebagai Ketua Majelis dan 2 (dua) orang sebagai Anggota Majelis. Bilamana perdamaian tercapai, maka Pengadu mencabut pengaduannya atau dibuat akta perdamaian yang bersifat final dan mengikat para pihak.
9) Di hadapan sidang, kedua pihak mengemukakan alasan Pengaduan dan pembelaan, bukti- bukti dan/atau saksi-saksi bila ada.
Pasal 21
1) Putusan harus memuat pertimbangan-pertimbangan yang menjadi dasarnya dan menunjuk pada pasal-pasal Kode Etik Profesi yang dilanggar.
2) Xxxxxxx mengambil keputusan dengan suara terbanyak dan mengucapkannya dalam sidang dengan atau tanpa dihadiri oleh pihak-pihak yangbersangkutan, setelah sebelumnya memberitahukan hari, tanggal dan waktu persidangan tersebut kepada pihak-pihak yang bersangkutan.
3) Majelis dalam memeriksa dan menjatuhkan putusan perkara Kode Etik Profesi diberikan jangka waktu selama 90 (sembilan puluh) hari kalender.
4) Anggota Majelis yang pendapatnya berbeda dari mayoritas berhak membuat catatan keberatan yang dicantumkan dalam putusan.
5) Putusan ditandatangani oleh Ketua dan semua Anggota Majelis, yang apabila berhalangan untuk menandatangani putusan, maka disebutkan dalam putusan.
6) Sanksi yang diberikan dalam putusan dapat berupa:
a. Teguran;
b. Peringatan Biasa;
c. Peringatan Keras;
d. Pemberhentian Sementara dari Anggota selama 3 (tiga) sampai 6 (enam) bulan;
e. Pemberhentian dari Anggota.
7) Sanksi yang dijatuhkan dengan mempertimbangkan sifat berat atau ringannya pelanggaran Kode Etik Profesi yang terbukti dilakukan, yaitu:
a. Teguran diberikan secara tertulis dan diberikan kepada Anggota atau Anggota Luar Biasa yang melanggar Anggaran Dasar Asosiasi.
b. Peringatan Biasa diberikan kepada Anggota bilamana pelanggaran yang dilakukan Anggota bersifat ringan.
c. Peringatan Keras diberikan kepada Anggota bilamana pelanggaran yang dilakukan Anggota bersifat sedang dan/atau karena Anggota kembali melanggar Kode Etik Profesi atau tidak memindahkan sanksi peringatan biasa yang pernah diberikan.
d. Pemberhentian Sementara dari Anggota selama 3 (tiga) sampai 6 (enam) bulan diberikan kepada Anggota bilamana pelanggaran yang dilakukan Anggota bersifat berat dan/atau tidak mengindahkan sanksi peringatan keras, atau bilamana setelah mendapat sanksi peringatan keras Anggota yang bersangkutan masih mengulangi melakukan pelanggaran Kode Etik Profesi.
8) Pemberhentian dari Anggota diberikan kepada Anggota bilamana pelanggaran Anggota bersifat sangat berat dan dijatuhi sanksi pemberhentian lebih dari 6 (enam) bulan dan/atau bilamana Anggota yang bersangkutan setelah mendapat sanksi pemberhentian sementara selama 3 (tiga) sampai 6 (enam) bulan masih juga melakukan pelanggaran Kode Etik Profesi.
9) Terhadap putusan yang diberikan kepada Anggota berupa sanksi pemberhentian sementara dan/atau sanksi pemberhentian dari Anggota harus diikuti dengan larangan kepada Anggota yang bersangkutan untuk tidak menjalankan profesi selama waktu tertentu.
BAB V
PEMERIKSAAN DAN PUTUSAN TINGKAT BANDING
Pasal 22
1) Apabila Pengadu atau Teradu tidak puas dengan putusan pada pemeriksaan tingkat pertama, maka dapat mengajukan permohonan banding untuk kemudian dilakukan pemeriksaan pada tingkat banding yang dilakukan oleh Majelis Komisi Banding yang dibentuk/ditunjuk Dewan.
2) Pengajuan permohonan banding menyebabkan ditundanya pelaksanaan putusan Majelis tingkat pertama.
3) Pengajuan permohonan banding dan memori banding yang sifatnya wajib harus disampaikan kepada Dewan dalam waktu selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kalender setelah tanggal penerimaan salinan putusan tingkat pertama.
4) Setelah menerima permohonan banding dan memori banding dari Pembanding, maka Dewan membentuk/menunjuk Majelis Komisi Banding yang akan menangani, dan kemudian dalam waktu paling lambat 14 (empat belas) hari kalender setelah tanggal penerimaan tersebut maka Dewan menyampaikan salinan surat permohonan banding dan memori banding kepada Terbanding, dengan ketentuan Pembanding telah memenuhi/menyelesaikan pembayaran persyaratan administrasi yang ditentukan Dewan
untuk pemeriksaan perkara tingkat banding.
5) Pembayaran persyaratan administrasi sebagaimana dimaksud ayat (4) di atas wajib dipenuhi oleh Pembanding paling lambat 7 (tujuh) hari kalender sejak diberitahukan oleh Dewan dengan menyerahkan bukti pembayaran persyaratan administrasi melalui email atau surat tercatat.
6) Terbanding dapat mengajukan Kontra Memori Banding selambat-lambatnya dalam waktu 14 (empat belas) hari kalender setelah tanggal penerimaan Memori Banding.
7) Jika setelah berlalunya batas waktu 14 (empat belas) hari kalender tersebut dalam ayat 4 (empat) di atas, tetapi Terbanding tidak menyampaikan Kontra Memori Banding, maka Dewan menyampaikan surat peringatan kepada Terbanding dan jika dalam waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal surat peringatan Terbanding tetap tidak menyampaikan Kontra Memori Banding maka Terbanding dianggap telah melepaskan haknya.
8) Dalam kondisi Terbanding dianggap telah melepaskan haknya atau dalam hal Kontra Memori Banding diterima maka Majelis Komisi Banding melaksanakan sidang dalam waktu selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kalender setelah Terbanding dianggap telah melepaskan haknya atau dalam hal Kontra Memori Banding diterima dan menyampaikan panggilan kepada Pembanding dan/atau Terbanding untuk hadir di muka sidang tersebut.
9) Panggilan tersebut harus sudah diterima oleh yang bersangkutan paling lambat 3 (tiga) hari kalender sebelum hari sidang yang ditentukan.
Pasal 23
1) Semua ketentuan dalam Pasal 20 yang berlaku untuk pemeriksaan pada tingkat pertama oleh Xxxxxxx mutatis mutandis berlaku untuk pemeriksaan pada tingkat banding oleh Xxxxxxx Xxxxxx Banding.
2) Putusan harus memuat pertimbangan-pertimbangan yang menjadi dasarnya dan menunjuk pada ketentuan-ketentuan Kode Etik Profesi.
3) Majelis dalam memeriksa dan menjatuhkan putusan perkara Kode Etik Profesi diberikan jangka waktu selama 90 (sembilan puluh) hari kalender.
4) Majelis Komisi Banding mengambil keputusan dengan suara terbanyak dan mengucapkannya dalam sidang terbuka dengan atau tanpa dihadiri oleh pihak-pihak yang bersangkutan, setelah sebelumnya memberitahukan hari, tanggal dan waktu persidangan tersebut kepada pihak-pihak yang bersangkutan.
5) Anggota Majelis Komisi Banding yang kalah dalam pengambilan suara berhak membuat catatan keberatan yang dicantumkan dalam putusan.
6) Putusan ditandatangani oleh Ketua d an semua Anggota Majelis Komisi Banding, yang apabila berhalangan untuk menandatangani putusan, maka disebutkan dalam putusan.
7) Putusan Majelis Komisi Banding dapat berupa menguatkan, merubah atau membatalkan putusan Majelis dengan mengadili sendiri.
8) Putusan Majelis Komisi Banding adalah final dan mengikat, dan terhadap putusan Majelis Komisi Banding berupa sanksi pemberhentian sementara atau sanksi pemberhentian dari Anggota harus diikuti dengan larangan untuk tidak menjalankan profesi dalam waktu tertentu.
9) Putusan Majelis Komisi Banding adalah final dan mengikat, dan terhadap putusan Majelis Komisi Banding berupa sanksi pemberhentian sebagai Anggota Asosiasi harus diikuti dengan larangan kepada Anggota Asosiasi yang bersangkutan untuk tidak menggunakan atribut, tanda pengenal dan/atau identitas Asosiasi.
10) Majelis Komisi Banding mengambil keputusan dengan suara terbanyak dan mengucapkannya dalam sidang terbuka dengan atau tanpa dihadiri oleh pihak-pihak yang bersangkutan, setelah sebelumnya memberitahukan hari, tanggal dan waktu persidangan tersebut kepada pihak-pihak yang bersangkutan. 11) Anggota Majelis Komisi Banding yang kalah dalam pengambilan suara berhak membuat catat an keberatan yang dicantumkan dalam putusan. 12) Putusan ditandatangani oleh Ketua dan semua Anggota Majelis Komisi Banding, yang apabila berhalangan untuk menandatangani putusan, maka disebutkan dalam putusan. 13) Putusan Majelis Komisi Banding dapat berupa menguatkan, merubah atau membatalkan putusan Majelis dengan mengadili sendiri. |
BAB VI PENYAMPAIAN PUTUSAN Pasal 24 1) Salinan putusan Majelis dan Majelis Komisi Banding harus disampaikan dalam waktu selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kalender setelah putusan diucapkan. 2) Salinan putusan Majelis dan Majelis Komisi Banding disampaikan melalui Asosiasi kepada: a. Pengadu dan Teradu untuk tingkat pertama. b. Pembanding dan Terbanding untuk tingkat banding. 3) Dalam hal putusan berupa sanksi pemberhentian sementara dan/atau sanksi pemecatan dari Anggota, maka salinan putusan disampaikan pula melalui Asosiasi kepada Kementerian Hukum dan HAM R.I. c.q Dirjen Administrasi Hukum Umum dan Panitera c.q Ketua Pengadilan Niaga di wilayah tempat domisili Anggota yang bersangkutan. 4) Putusan Majelis dan/atau Majelis Komisi Banding tidak dapat digugat secara perdata dan/atau laporan/pengaduan kepada pihak kepolisian. |
BAB VII BIAYA-BIAYA DAN HONORARIUM Pasal 25 1) Segala biaya yang berkaitan dengan pengaduan/banding, pemeriksaan dan sidang-sidang, ditanggung oleh dan dibebankan kepada Pengadu/Teradu atau Pembanding/Terbanding sebagaimana diputuskan oleh Dewan, Majelis atau Majelis Komisi Banding. 2) Majelis dan Xxxxxxx Xxxxxx Banding mempunyai hak berupa honorarium sesuai dengan yang ditentukan Dewan. |
BAB VIII KETENTUAN-KETENTUAN LAIN Pasal 26 1) Perubahan dan/atau penyempurnaan Kode Etik Profesi dilakukan Asosiasi bersama dengan Dewan dan disahkan dalam Rapat Anggota Asosiasi, yang wajib dipatuhi oleh |
setiap Anggota serta Anggota Luar Biasa Asosiasi.
2) Dengan diberlakukannya Kode Etik Profesi ini, maka Kode Etik Profesi yang sebelumnya dinyatakan tidak berlaku.
3) Kode Etik Profesi ini disahkan dalam Rapat Anggota Asosiasi yang diselenggarakan pada hari Kamis tanggal 9 Desember 2021 di Jakarta dan dinyatakan berlaku pada tanggal 9 Desember 2021.
Ditetapkan di Jakarta,
pada tanggal 9 Desember 2021
ASOSIASI DAN KURATOR DAN PENGURUS INDONESIA (AKPI) | |
Xx. XXXXX XXXXXXXXXXX, S.H., M.H. Ketua Umum | XXXX XXXXXXXX, S.H., M.H. Sekretaris Jenderal |