PERJANJIAN PELAKSANAAN
PERJANJIAN PELAKSANAAN
PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT LUARAN TAMBAHAN PERIODE II TAHUN ANGGARAN 2021
NOMOR : 1301-Int-KLPPM/UNTAR/IX/2021
Pada hari ini Jumat tanggal 10 bulan September tahun 2021 yang bertanda tangan dibawah ini:
1. Nama : Ir. Jap Tji Beng, Ph.D.
Jabatan : Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Alamat : Xx. Xxxxxx X. Xxxxxx Xx. 0 Xxxxxxx Xxxxx 00000
selanjutnya disebut Pihak Pertama
2. Nama : Xxxxxxxxx Xxxxxxxx, SE.,X.Xx.,Ak,CA Jabatan : Dosen Tetap
Fakultas : Ekonomi
Alamat : Xx. Xxxxxxx Xxxxx Xxxxx, Xx. 0 Xxxxxxx Xxxxx 00000 selanjutnya disebut Pihak Kedua
Pihak Pertama dan Pihak Kedua sepakat mengadakan Perjanjian Pelaksanaan Pengabdian Kepada Masyarakat Luaran Tambahan sebagai berikut:
Pasal 1
(1). Perjanjian Luaran Tambahan Pelaksanaan Pengabdian kepada Masyarakat selanjutnya disebut Perjanjian Luaran Tambahan.
(2). Perjanjian ini dibuat untuk memastikan luaran tambahan dapat tercapai dan diselesaikan dengan baik.
(3). Besaran biaya pelaksanaan Luaran Tambahan dalam perjanjian ini adalah sebesar Rp. 2.000.000 (dua juta rupiah).
(4). Biaya pelaksanaan sesuai ayat (3) akan diberikan, jika luaran tambahan telah dihasilkan dan diserahkan ke LPPM.
(5). Biaya pelaksanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terlampir dalam Lampiran Rencana Penggunaan Biaya Luaran Lambahan yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam perjanjian ini.
Pasal 2
(1). Luaran tambahan hasil Pengabdian Kepada Masyarakat berupa publikasi di media massa, HKI, dan luaran lainnya (Teknologi Tepat Guna, Model, Purwarupa (prototype), Karya Desain/Seni/Kriya/Bangunan dan Arsitektur), Produk Terstandarisasi, Produk Tersertifikasi, Buku ISBN.
(2) Pihak Kedua wajib menyelesaikan luaran tambahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) di atas.
Pasal 3
(1). Apabila Pihak Kedua tidak mengumpulkan Luaran Tambahan sesuai dengan batas akhir yang disepakati, maka Pihak Pertama akan memberikan sanksi.
(2). Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) proposal pengabdian kepada masyarakat pada periode berikutnya tidak akan diproses untuk mendapatkan pendanaan pembiayaan oleh Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat.
Pasal 4
(1). Apabila terjadi perselisihan menyangkut pelaksanaan perjanjian ini, kedua belah pihak sepakat untuk menyelesaikannya secara musyawarah.
(2). Dalam hal musyawarah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak tercapai, keputusan diserahkan kepada Pimpinan Universitas Tarumanagara.
(3). Keputusan sebagaimana dimaksud dalam pasal ini bersifat final dan mengikat.
Demikian Perjanjian Luaran Tambahan Pelaksanaan Pengabdian Kepada Masyarakat ini dibuat dengan sebenar-benarnya pada hari, tanggal dan bulan tersebut xxxxxx xxxxx xxxxxx 0 (xxxx), yang masing-masing mempunyai kekuatan hukum yang sama.
Pihak Pertama Pihak Kedua
Ir. Jap Tji Beng, Ph.D. Rousilita Suhendah, SE.,X.Xx.,Ak,CA
RENCANA PENGGUNAAN BIAYA (Rp)
Rencana Penggunaan Biaya | Jumlah |
Biaya Pelaksanaan Luaran Tambahan | Rp 2.000.000,- |
REKAPITULASI RENCANA PENGGUNAAN BIAYA (Rp)
NO | POS ANGGARAN | TAHAP I (50 %) | TAHAP II (50 %) | XXXXXX |
0 | Xxxxxxxxxxx Xxxxxxxx | Rp 1.000.000,- | Rp 1.000.000,- | Rp 2.000.000,- |
Jumlah | Rp 1.000.000,- | Rp 1.000.000,- | Rp 2.000.000,- |
Jakarta,11 September 0000 Xxxxxxxxx XXX
(Xxxxxxxxx Xxxxxxxx, XX.,X.Xx.,Xx,XX)
PELATIHAN AKUNTANSI BIAYA UNTUK MENGHITUNG HARGA POKOK BAJU TENUN PADA UMKM GO NADS
Rousilita Suhendah1, Xxxx Xxxxxxxxxxxx N2,Xxxxxxxx Xxxxxx0 dan Xxxxx Xxxxxxxx 4
1Program Studi Akuntansi, Universitas Tarumanagara Jakarta Email: xxxxxxxxxx@xx.xxxxx.xx.xx
2 Program Studi Akuntansi, Universitas Tarumanagara Jakarta Email: xxxxxxxxxxxxxxxxx@xxxxx.xxx
3Program Studi Akuntansi, Universitas Tarumanagara Jakarta Email: xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx@xxxxx.xxx
4Program Studi Akuntansi, Universitas Tarumanagara Jakarta Email: xxxxxxxxxxxxx00@xxxxx.xxx
ABSTRACT
The basic human need other than food is the need for clothing. Clothing used by humans has developed along with creating culture, function, and fashion. Clothing made by world and local designers lately uses traditional Indonesian fabrics such as NTT woven fabrics and Sumba woven fabrics. This traditional cloth has different motifs and patterns in each region which shows the uniqueness of the regional culture. The process of making traditional cloth is very complicated, and it is causing the price of traditional cloth very expensive. It causes the price of clothes using traditional Indonesian fabrics to be expensive and used by the upper-middle class. Clothing made from traditional Indonesian fabrics cannot enter the lower-middle-class market. Go Nads saw existing opportunities to make the clothes with traditional Indonesian fabrics. She sold the clothes at competitive prices and the quality is no less competitive with those made by local designers. However, in running this business, the owner of Go Xxxx sets the selling price of the clothes he makes based on estimates. The purpose of this activity is so that Go Nads owners can calculate the cost of production and set the right selling price so they can earn a profit. Therefore, the Untar team gives cost accounting training to calculate the cost of woven clothes made by Go Nads. The method used is the lecture. The results of this activity show that Go Nads can calculate production prices and selling prices after being provided with assistance and training in calculating the cost of goods by the Untar team.
Keywords: cost of production, selling price, woven.
ABSTRAK
Kebutuhan dasar manusia selain pangan adalah kebutuhan pakaian. Pakaian yang digunakan manusia mengalami perkembangan beriringan dengan perkembangan budaya, fungsi, dan mode. Pakaian yang dibuat oleh para perancang dunia maupun lokal akhir- akhir ini menggunakan bahan kain yang diangkat dari wastra Indonesia seperti kain tenun NTT dan tenun Sumba. Kain tradisional ini memiliki motif dan corak berbeda di setiap daerah yang menunjukkan keunikan budaya daerah. Proses pembuatan kain tradisional yang rumit, menyebabkan harga kain tradisional sangat mahal. Hal tersebut menyebabkan harga pakaian yang menggunakan kain tradisional atau wastra Indonesia mahal harganya dan dipakai oleh golongan menengah ke atas. Pakaian yang dibuat dari kain wastra Indonesia tersebut tidak dapat memasuki pasar kalangan menengah ke bawah. Keadaan ini dilihat oleh UMKM Go Nads dengan memanfaatkan peluang yang ada untuk membuat baju dengan kain wastra Indonesia. Baju yang dibuatnya dijual dengan harga kompetitif dan kualitas yang tidak kalah bersaing dengan buatan perancang lokal. Namun dalam menjalankan usahanya ini, pemilik UMKM Go Nads menetapkan harga jual dari baju yang dibuatnya atas dasar estimasi. Tujuan dari kegiatan PKM ini adalah agar pemilik UMKM dapat menghitung harga pokok produksi dan menetapkan harga jual yang tepat sehingga mampu memperoleh laba. Oleh karena itu tim PKM Untar mengadakan pelatihan akuntansi biaya untuk menghitung harga pokok baju tenun yang dibuat oleh UMKM Go Nads. Metode yang digunakan adalah ceramah. Hasil kegiatan ini menunjukkan bahwa UMKM Go Nads dapat menghitung harga produksi dan harga jual setelah diberikan pendampingan dan pelatihan penghitungan harga pokok oleh tim PKM Untar.
Kata kunci: harga pokok produksi, harga jual, tenun
1. PENDAHULUAN
Kebutuhan pakaian merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia selain pangan. Setiap orang membutuhkan pakaian yang berfungsi untuk melindungi tubuh dari panas matahari di siang hari dan udara dingin di malam hari. Pakaian yang digunakan manusia mengalami perkembangan beriringan dengan perkembangan budaya, fungsi dan mode. Bahan pembuat pakaian pun mengalami perubahan dari masa ke masa mulai dari serat tanaman dan hewan, kemudian
berkembang dari bahan sintetis. Serat sintetis dan mineral lain sebagai pembuat pakaian baru dikenal pada abad ke-20 seiring dengan perkembangan pengetahuan manusia dan teknologi.
Pakaian yang dibuat oleh para perancang dunia maupun lokal akhir- akhir ini menggunakan bahan kain yang diangkat dari wastra Indonesia seperti kain tenun ikat, batik, ulos, songket, tenun rang- rang, tenun buna, tenun imam, tenun bulu, lurik, jumputan dan kain tradisional lainnya. Kain tradisional ini memiliki motif dan corak berbeda di setiap daerah yang menunjukkan keunikan budaya daerah tersebut.
Proses pembuatan kain tradisional melalui beberapa tahapan yang rumit, membutuhkan waktu lama dan pewarnaan alami, menyebabkan harga kain tradisional sangat mahal. Ini membuat harga pakaian yang menggunakan kain tradisional atau wastra Indonesia mahal harganya dan dipakai oleh golongan menengah ke atas. Pakaian yang dibuat dari kain wastra Indonesia tersebut tidak dapat memasuki pasar kalangan menengah ke bawah. Keadaan ini dilihat oleh seorang ibu dan memanfaatkan peluang yang ada dengan membuka usaha membuat baju dengan kain wastra Indonesia dengan harga kompetitif dan kualitas yang tidak kalah bersaing dengan buatan perancang lokal.
Proses membuat baju berbahan kain tradisional ini dimulai dengan mencari kain-kain tradisional lewat media sosial dan memberdayakan seorang karyawan sebagai penjahit untuk membuat baju dengan kain tradisional. Desain atau pola baju yang dibuatnya adalah merupakan kreasi dari ibu rumah tangga ini dengan mengkombinasikannya dengan kain tradisional dan kain lainnya. Naluri untuk berwirausahanya semakin tinggi dan mulai menekuni usaha membuat baju berbahan kain tradisional dengan harga yang lebih murah dan kompetitif dibandingkan dengan harga dari penjual lainnya. Usaha membuat baju berbahan dasar kain tradisional Indonesia seperti tenun dan batik ini dibuat untuk memenuhi baju ready stok, dan pesanan konsumen dengan disain yang dibuat sendiri oleh konsumen atau ide desain darinya. Beberapa baju yang berbahan kain tradisional yang dibuat oleh usaha Go Nads ada pada Gambar 1.
Menurut Xxxxxxx et al (2018), ada berbagai bentuk perusahaan dalam dunia usaha yaitu perusahaan perseorangan, persekutuan (firma) dan korporasi atau perseroan terbatas. Apabila dilihat usaha Go Nads ini termasuk sebagai usaha perseorangan. Kieso et al (2019) menjelaskan bahwa satu unit usaha harus membuat laporan keuangan yang terdiri dari laporan laba rugi, laporan perubahan ekuitas atau laporan saldo laba, laporan posisi keuangan, laporan arus kas, dan catatan atas laporan keuangan.
Gambar 1
Baju Berbahan Kain Tradisional Wastra Indonesia
Usaha Go Nads tergolong ke dalam usaha mikro, kecil dan menengah sehingga pembuatan laporan keuangan harus sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan Entitas Mikro Kecil dan Menengah (SAK EMKM, IAI, 2018). SAK EMKM ini mensyaratkan bahwa UMKM minimum membuat laporan keuangan yang terdiri dari laporan posisi keuangan pada akhir periode, laporan laba rugi selama periode dan catatan atas laporan keuangan. Usaha mikro yang dimiliki oleh Go Nads ini juga tergolong jenis usaha manufaktur.
Xxxxxx xxx Xxxxxx (2019) menjelaskan bahwa usaha manufaktur adalah suatu usaha yang mengolah bahan baku menjadi barang jadi melalui proses produksi. Usaha Go Nads menggunakan bahan baku kain tradisional yang diproses melalui kegiatan menjahit sampai menjadi pakaian etnik berbahan wastra Indonesa. Jika melihat dari kegiatan usaha UMKM Go Nads maka perhitungan biaya untuk sebuah baju dapat dikumpulkan atas dasar pesanan pelanggan. Pesanan pelanggan yang satu tentunya berbeda dengan dengan pesanan pelanggan lainnya, sehingga perhitungan biaya produksi untuk membuat baju berbeda untuk setiap pesanan pelanggan.
Menurut Hongren et al (2018) perhitungan harga pokok produksi dibagi menjadi dua yaitu harga pokok pesanan dan harga pokok proses. Metode harga pokok pesanan adalah suatu metode yang menghitung biaya produksi yang terjadi dan dikumpulkan untuk setiap pesanan. Harga pokok produksi per unit adalah dihitung dengan cara membagi total biaya produksi yang terjadi untuk masing-masing pesanan dibagi dengan jumlah unit produk yang dipesan. Metode harga pokok proses adalah suatu metode yang mengumpulkan biaya produksi untuk setiap proses produksi dalam jangka waktu tertentu. Biaya produksi atas dasar proses ini dihitung dengan cara membagi total biaya produksi dalam proses tertentu selama waktu atau periode tertentu, dengan jumlah produk yang dihasilkan dari proses tersebut selama jangka waktu tersebut (Mowen et al, 2016 )
Harga jual baju berbahan kain tradisional yang dibuat oleh Go Nads ditetapkan atas dasar estimasi biaya produksi. Pemilik usaha mengestimasi laba yang diperoleh sebesar 15%-50% tergantung tingkat kerumitan dan jenis bahan yang digunakan. Penentuan harga pokok produksi belum dihitung dengan cermat karena masih menggunakan perkiraan dari masing-masing biaya yang terjadi pada saat membuat baju etnik.
Carter et al (2015) menjelaskan bahwa biaya produksi terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja dan biaya overhead pabrik Biaya produksi merupakan biaya yang berhubungan dengan proses produksi pengubahan barang sampai barang tesebut siap untuk untuk dijual. Pada UMKM pembuatan baju etnik ini, pemilik tidak memahami klasifikasi dari biaya produksi. Ini berakibat pemilik tidak mengetahui dengan pasti berapa jumlah biaya produksi yang dikeluarkan untuk membuat sebuah baju etnik. Biaya produksi yang tidak diketahui dengan jelas ini menyebabkan penentuan harga poko produksi dan harga penjualan pun tidak dapat dibuat secara andal. Semua ditentukan atas dasar estimasi berdasarkan insting dari pemilik.
Dari permasalahan mitra yang dikemukakan oleh pemilik kepada Tim PKM Untar serta pengamatan yang dilakukan oleh Tim PKM Untar, maka secara garis besar permasalahan mitra akan dibagi menjadi beberapa yaitu :
1. Keuangan keluarga dan keuangan usaha masih dicampur jadi satu, sehingga pemilik Go Nads tidak dapat mengetahui jumlah pendapatan usaha. Pemilik beranggapan karena usaha pribadi jadi tidak perlu memisahkan catatan keuangan usaha dengan keuangan pribadi.
2. Semua kegiatan proses pembuatan baju etnik dilakukan sendiri, mulai dari pembelian kain tenun atau batik sampai pada kegiatan menjual baju yang telah selesai dibuat, kecuali pada kegiatan menjahit.
3. Pemilik masih menentukan harga pokok produksi dan harga pokok penjualan atas dasar estimasi pada saat menjual baju berbahan kain tradisional. Pemilik belum memahami biaya produksi yang terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja dan biaya overhead pabrik.
2. METODE PELAKSANAAN PKM
Tahapan kegiatan PKM ini dilakukan secara daring melalui media video whatsapp, zoom yang dilakukan secara sistematis dan terjadwal yang dibagi dalam beberapa kali pertemuan. Kegiatan PKM ini memiliki target agar pemilik UMKM Go Nads dapat mengerti serta memahami akuntansi biaya khususnya akuntansi untuk menghitung biaya produksi, harga pokok produksi dan harga pokok penjualan baju berbahan kain tradisional yang dibuat olehnya.
Kegiatan pelatihan dan pendampingan tentang akuntansi biaya perhitungan harga pokok produksi dan harga pokok penjualan dilakukan dalam beberapa pertemuan yang dilakukan secara daring. Pertemuan pertama yang dilakukan oleh tim Untar adalah memberikan materi tentang perbedaan akuntansi biaya dengan akuntansi keuangan, dan mengenalkan biaya produksi yang digunakan untuk membuat produk pakaian yang dibuat secara pesanan. Setelah pemilik UMKM Go Nads memahami tentang biaya produksi, maka Tim PKM Untar akan memberikan pelatihan kedua mengenai perhitungan harga pokok produksi dan harga pokok penjualan.
Materi pelatihan dikirimkan lewat email ke pemilik UMKM Go Nads agar pemilik UMKM dapat membaca materi terlebih dulu sehingga pada saat pelatihan ada diskusi mengenai materi akuntansi biaya yang hendak disampaikan oleh tim PKM Untar. Pemberian materi pelatihan akuntansi biaya ini dapat memberikan pemahaman bagi pemilik Go Nads bahwa perhitungan harga pokok produksi dan harga pokok penjualan dari produk pakaian yang dibuat oleh UMKM perlu dihitung, sehingga UMKM Go Nads mengetahui jumlah laba yang diperoleh untuk satu periode. Pemberian pelatihan tentang materi akuntansi biaya berupa perhitungan harga pokok produksi dan harga pokok penjualan UMKM ini bertujuan agar pemilik UMKM Go Nads dapat menghitung harga pokok produksi dan harga pokok penjualan dari satu unit pakaian yang dibuatnya.
Tahapan pelaksanaan kegiatan PKM selanjutnya adalah melakukan evaluasi terhadap kegiatan yang dilakukan oleh tim PKM Untar. Tim PKM Untar memberikan evaluasi kepada pemilik untuk menghitung harga pokok produksi dari satu sampel baju batik yang dibuat oleh UMKM Go Nads ini. Dari evaluasi ini diperoleh hasil bahwa UMKM Go Nads telah dapat menghitung harga pokok produksi baju batik tersebut dengan tepat.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Perhitungan biaya produksi baju yang berbahan kain tradisional dapat diukur dengan memahami komponen biaya yang dibutuhkan untuk membuat baju tersebut. Biaya yang digunakan untuk membuat suatu produk (baju) disebut biaya produksi atau manufacturing cost. Biaya produksi untuk membuat baju yang dibuat oleh UMKM Go Nads ini dikumpulkan berdasarkan pesanan dari masing-masing konsumen. Ini berarti setiap pesanan baju dari kosumen memiliki harga pokok produk yang berbeda tergantung desain, kain yang digunakan dan kerumitan model baju yang dibuat.
Biaya produksi terdiri dari biaya bahan baku langsung, biaya tenaga kerja langsung dan biaya overhead pabrik. Biaya bahan baku langsung (direct material cost) adalah biaya bahan baku yang digunakan untuk membuat sebuah produk. Bahan baku yang digunakan oleh UMKM Go Nads untuk membuat sebuah baju umumnya terdiri dari kain katun, brokat, lurik, kaos, tenun Sumba,
tenun NTT, tenun rang-rang Lombok, Songket Bali, tenun Imam, selendang tenun NTT, batik cap, batik tulis, dan tenun Jepara. Kain-kain ini digunakan untuk membuat baju pesanan pelanggan dari UMKM Go Nads. Biaya tenaga kerja langsung adalah biaya yang digunakan untuk membayar tenaga kerja langsung yang mengubah bahan baku menjadi barang jadi. Biaya tenaga kerja langsung pada usaha Go Nads ini adalah upah atau ongkos yang memotong kain dan menjahitnya menjadi baju (ongkos penjahit). Biaya overhead pabrik adalah biaya selain biaya bahan baku langsung dan biaya tenaga kerja langsung yang terjadi dalam proses produksi. Biaya overhead pabrik yang dikeluarkan oleh usaha Go Nads adalah biaya bahan baku tidak langsung dan biaya tenaga kerja tidak langsung meliputi biaya benang, kancing, zipper (resleting) dan label.
Informasi yang diperoleh dari UMKM Go Nads untuk membuat sebuah blouse katun dengan kombinasi selendang tenun NTT/Sumba (Gambar 2) adalah harga kain katun per meter @ Rp 55.000, harga selendang tenun NTT/ Sumba (satu selendang dapat dibuat 2 blouse ) @ Rp. 75.000, bahan bahan pelengkap untuk membuat baju seperti kancing baju biasa Rp 9.000 (200 kancing), benang jahit Rp.13.500 untuk panjang 5000 yard (1 blouse membutuhkan benang 0.6 cone atau 55 yard), ongkos jahit @ Rp. 65.000 (tergantung kerumitan), label Rp. 95.000 (per 20 meter, label ukuran 2 cm). Laba diestimasi 15-50% dari harga pokok tergantung kombinasi tenun atau jahit, kerumitan desain dan pemakaian kain furing. Dari informasi tersebut dapat dihitung harga sebuah baju blouse katun kombinasi tenun NTT (kancing satu di belakang) seperti pada Tabel 1.
Gambar 2
Blouse Tenun NTT dan Sumba
Tabel 1
Perhitungan Harga Pokok Produksi Atas Dasar Pesanan (Blouse Kombinasi Tenun NTT dengan Katun )
Keterangan | Kebutuhan | Harga Rp | Jumlah Rp |
Kain katun | 1,5 meter | 55.000 | 82.500,0 |
Selendang tenun NTT | 0,5 selendang | 75.000 | 37.500,0 |
Total | 120.000,0 | ||
Upah karyawan menjahit | 1 orang | 65.000 | 65.000,0 |
Total | 65.000,0 | ||
Benang | 55 yard | 13.500 per 5000 yard | 148,5 |
Kancing | 1 unit | 9.000 per 200 kancing | 45,0 |
Label | 1 unit ukuran 2 cm | 95.000 per 20 meter | 95,0 |
Total | 288,5 | ||
Total Biaya Produksi | 185.288,5 |
Tabel 1 menunjukkan perhitungan harga pokok produksi sebuah blouse yang berbahan kain katun dengan kombinasi selendang tenun NTT sebesar Rp. 185.288,50. UMKM Go Nads menawarkan harga jual blouse tersebut kepada konsumennya sebesar Rp. 157.000. UMKM Go Nads akan mendapatkan kerugian sebesar Rp 28.288,5 ( Rp 157.000-Rp. 185.288,5) atau rugi 15,3 % dari harga produksi. Apabila UMKM Go Nads menetapkan laba sebesar 15% dari harga pokok produksi seharusnya Go Nads menjual baju yang dibuatnya dengan harga Rp. 213.081,775. Dari perhitungan harga pokok produksi baju yang dibuat oleh Go Nads menunjukkan bahwa UMKM Go Nads belum menerapkan perhitungan harga pokok produksi yang tepat. Laba yang semula diperkirakan akan diperoleh sebesar 15% dari hasil usahanya, setelah dihitung kembali ternyata menimbulkan kerugian sebesar 15,3%.
Informasi lainnya yang diperoleh dari UMKM Go Nads adalah mengenai biaya pembuatan dari sebuah jaket yang menggunakan kain pasmina tenun Sumba alam yang dikombinasi dengan kain brokat (Gambar 3) sebagai berikut : harga kain brokat per meter @ Rp 65.000, harga pasmina tenun Sumba (satu pasmina dapat dibuat 2 jacket) @ Rp. 400.000, kain katun per meter @ Rp.55.000, bahan kaos per meter @ Rp. 35.000 (untuk list), bahan bahan pelengkap untuk membuat jacket, benang jahit Rp.10.000 untuk panjang 500 yard (1 jaket membutuhkan benang 1,2 cone atau 110 yard ), ritsleting/zipper bolak balik ykk 60 cm @Rp 280.000 per 12 pieces, ongkos jahit @ Rp. 100.000 (tergantung kerumitan), label Rp. 95.000 ( per 20 meter, label ukuran 2 cm). Perhitungan harga pokok produksi jaket tenun Sumba kombinasi brokat ada pada Tabel 2.
Gambar 3
Xxxxx Xxxxx Xxxxx Xxxx, Tenun Pahikung Sumba Kombinasi Brokat
Tabel 2
Perhitungan Harga Pokok Produksi Atas Dasar Pesanan (Jaket Tenun Sumba Alam Kombinasi Brokat)
Keterangan | Kebutuhan | Harga Rp | Jumlah Rp |
Kain katun | 0,75 meter | 55.000 | 41.250,0 |
Kain Brokat | 1 meter | 65.000 | 65.000,0 |
Pasmina tenun Sumba Alam | 0,5 selendang | 400.000 | 200.000,0 |
Kain kaos | 0,25 meter | 35.000 | 8.750,0 |
Total | 315.000,0 | ||
Upah karyawan menjahit | 1 orang | 100.000 | 100.000,0 |
Total | 100.000,0 | ||
Benang | 110 yard | 10.000 per 500 yard | 2.200,0 |
Ritsleting | I unit | 280.000 per 12 unit | 23.333,3 |
Xxxxx | 0 xxxx xxxxxx 0 cm | 95.000 per 20 meter | 95,0 |
Total | 25.628,3 | ||
Total Biaya Produksi | 440.628,3 |
Tabel 2 menunjukkan perhitungan harga pokok produksi sebuah jaket Tenun Sumba alam dengan kombinasi brokat sebesar Rp. 440.628,3. UMKM Go Nads menawarkan harga jual blouse tersebut kepada konsumennya sebesar Rp. 400.000. UMKM Go Nads akan mendapatkan kerugian sebesar Rp 40.628,3 (Rp 400.000-Rp. 440.628,3) atau rugi 9,2 % dari harga produksi. Apabila UMKM Go Nads menetapkan laba sebesar 15% dari harga pokok produksi seharusnya Go Nads menjual baju yang dibuatnya dengan harga Rp.506.722,545.
Dari perhitungan harga pokok produksi atas dasar pesanan untuk 2 produk yang dihasilkan oleh Go Nads di atas menunjukkan bahwa UMKM Go Nads belum mampu menghitung harga pokok produksi yang benar, sehingga penetapan harga jual produk juga keliru. Harga jual produk yang semula diperkirakan mendapatkan keutungan, tapi mengalami kerugian.
4. KESIMPULAN DAN SARAN
Kegiatan PKM yang dilakukan oleh tim Untar untuk UMKM Go Nads yang memproduksi blouse dan jaket dari kain tradisional Indonesia yaitu tenun Sumba mendapat apresiasi yang sangat baik dari pemilik UMKM Go Nads. Selama ini perhitungan harga jual yang ditetapkan oleh UMKM ini masih berupa estimasi sehingga penetapan harga jual produk masih keliru. Pemahaman mengenai perhitungan harga pokok produksi yang masih kurang membuat penetapan harga jual yang semula diperkirakan menghasilkan keuntungan malahan mendapat kerugian. Melalui kegiatan PKM ini pemilik Go Nads mampu menghitung harga pokok produksi dan menetapkan harga jual, sehingga pemilik dapat mengetahui jumlah keuntungan yang diperoleh dari produksi atas dasar pesanan untuk setiap produk yang dihasilkannya. Dengan demikian pemilik juga dapat mengetahui jumlah omset penjualan serta laba yang diperoleh selama satu bulan.
Keberlanjutan dari hasil PKM ini adalah pemilik UMKM Go Nads dapat menghitung harga pokok produksi dan harga jual yang tepat sehingga hasil dari usaha yang dikelolanya mampu memperoleh keuntungan dan dapat mengembangkan usahanya sehingga dapat meningkatkan pendapatan usaha
Ucapan Xxxxxx Xxxxx (Acknowledgement)
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) Universitas Tarumanagara yang telah mendanai kegiatan Pengabdian Kepada Masyarakat ini, juga kepada Mitra UMKM Go Nads yang telah mengijinkan Tim PKM Untar untuk melakukan kegiatan ini serta pihak-pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah memberikan bantuannya demi kelancaran pelaksanaan kegiatan ini.
REFERENSI
Xxxxxx, X.X., Xxxxx, X. X., & Xxxx, S. T. (2015). Cost accounting. Asia edition. Cengage Learning Asia Pte Ltd, Singapore.
Xxxxxxx, X.X., Xxxxx S., Xxxxx S.M., Xxxxx M.V., & Xxxxx X. (2018). Cost accounting: a managerial emphasis (16th ed). Pearson.
Ikatan Akuntan Indonesia (2018). Standar akuntansi keuangan entitas mikro kecil dan menengah.
IAI, Jakarta.
Xxxxx, D.E., Xxxxxxxx, X.X., Xxxxxxxx, T. D. (2019). Intermediate accounting (17th ed). Xxxxx Xxxxx, M.M., Xxxxxx, D.R., & Xxxxxxx, D.L. (2016). Cornerstones of managerial accounting
6th edition. Cengage Learning
Xxxxxx, C & Xxxxxx W.B. (2019). Managerial accounting (15th Ed). Cengage Learning.
Xxxxxxxx, X.X., Xxxxxx, P.D., & Xxxxx, D.E. (2018). Financial accounting with international financial reporting standards (4th Ed). Wiley.