PELAKSANAAN PERJANJIAN SEWA MENYEWA PESAWAT HELIKOPTER
PELAKSANAAN PERJANJIAN SEWA MENYEWA PESAWAT HELIKOPTER
(STUDI PADA PT. DERAZONA AIR SERVICE)
(Skripsi)
Oleh:
XXXXXX XXXXXXXXX XXXXXXXXXXX DIVITRI 1812011168
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDARLAMPUNG
2022
ABSTRAK
PELAKSANAAN PERJANJIAN SEWA MENYEWA PESAWAT HELIKOPTER
(STUDI PADA PT. DERAZONA AIR SERVICE)
Oleh:
Xxxxxx Xxxxxxxxx Xxxxxxxxxxx Divitri
Perjanjian sewa menyewa merupakan bagian dari perjanjian bernama. Sebagai sebuah perjanjian, maka perjanjian sewa menyewa harus mengikuti prinsip-prinsip hukum perjanjian. Objek dalam perjanjian sewa menyewa salah satunya ialah pesawat helikopter. Perjanjian sewa menyewa pesawat helikopter dilakukan PT. Derazona Air Service dengan PT. Aero Indo Maleo. Pelaksanaan perjanjian ini pada kenyataannya dapat mengalami kendala wanprestasi hingga melahirkan akibat hukum tidak tercapainya tujuan. Penelitian ini bertujuan untuk menguraikan dengan rinci dan sistematis mengenai kesusaian perjanjian sewa menyewa pesawat helikopter dengan prinsip dasar hukum perjanjian, pelaksanaan perjanjian tersebut dan wanprestasi dalam perjanjian tersebut.
Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum normatif empiris dengan tipe penelitian deskriptif. Pendekatan masalah yang digunakan ialah pendekatan kasus (case approach). Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yang dikimpulkan melalui wawancara dan data sekunder terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier yang dikumpulkan dengan studi kepustakaan dan studi dokumen. Data tersebut diolah dengan metode pengolahan data (editing), klasifikasi (classifying), verifikasi (verification) dan pembuatan kesimpulan (conclusion) yang kemudian dianalisis secara kualitatif.
Hasil penelitian dan pembahasan menunjukan bahwa perjanjian sewa menyewa pesawat helikopter yang dilakukan PT. Derazona Air Service dan PT. Aero Indo Maleo telah sesuai dengan prinsip dasar hukum perjanjian. Namun dalam pelaksanaannya terjadi wanprestasi. Terdapat kendala dari PT. Aero Indo Maleo yang mengakibatkan adanya tunggakan. Hal ini mengakibatkan adanya pembatalan perjanjian. Upaya yang dilakukan PT. Derazona Air Service saat ini hanya menunggu itikad baik dari PT. Aero Indo Maleo atas pelunasan tunggakan tersebut.
Kata Kunci: PT. Derazona Air Service, Perjanjian Sewa Menyewa, Pesawat Helikopter, Wanprestasi.
THE IMPLEMENTATION OF THE HELICOPTER LEASE AGREEMENT (STUDY ON PT. DERAZONA AIR SERVICE)
By:
Xxxxxx Xxxxxxxxx Xxxxxxxxxxx Divitri
The lease agreement is part of the named agreement. As an agreement, the lease agreement must follow the principles of contract law. One of the objects in the lease agreement is a helicopter. The helicopter lease agreement was made by PT. Derazona Air Service with PT. Aero Indo Maleo. In fact, this implementation can experience defaults, resulting in legal consequences of not achieving its goals. This study aims to describe in detail and systematically the suitability of the helicopter lease agreement with the legal principles of the agreement, the implementation of the agreement and the default in the agreement.
This type of research is an empirical normative legal research with a descriptive type of research. The problem approach used is the case approach. The data used in this study are primary data collected through interviews and secondary data consisting of primary legal materials, secondary legal materials and tertiary legal materials collected by literature study and document study. The data is processed by data processing (editing), classification (classifying), verification (verification) and making conclusions (conclusion) which is then analyzed qualitatively.
The results of the research and discussion show that the helicopter lease agreement made by PT. Derazona Air Service and PT. Aero Indo Maleo has complied with the basic principles of contract law. However, in its implementation there was a default. There are obstacles from PT. Aero Indo Maleo which resulted in arrears. This results in the cancellation of the agreement. Efforts made by PT. Derazona Air Service is currently just waiting for the goodwill from PT. Aero Indo Maleo for the settlement of the arrears.
Keywords: PT. Derazona Air Service, Lease Agreement, Helicopter Aircraft, Default.
PELAKSANAAN PERJANJIAN SEWA MENYEWA PESAWAT HELIKOPTER
(STUDI PADA PT. DERAZONA AIR SERVICE)
Oleh
Xxxxxx Xxxxxxxxx Xxxxxxxxxxx Divitri
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar
SARJANA HUKUM
Pada
Bagian Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Lampung
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDARLAMPUNG
2022
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama lengkap Xxxxxx Xxxxxxxxx Xxxxxxxxxxx Xxxxxxx. Lahir di Jakarta, 12 Desember 1999, merupakan anak kedua dari lima bersaudara dari pasangan Bapak AKBP (Ajun Komisaris Besar Polisi) Xxx Xxxxxxxx, S.E. dan Xxx Xxxxxx Xxxxxxxxxx, S.H.
Mengawali pendidikan di Taman Kanak-Kanak Al-Fath pada tahun 2004 dan Taman Kanak-Kanak Trisula pada tahun 2005, kemudian melanjutkan ke Sekolah Dasar Negeri 6 Tangerang pada Tahun 2006 hingga tahun 2012, Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Tangerang pada tahun 2012 hingga tahun 2015, dilanjutkan Sekolah Menengah Terpadu Krida Nusantara pada tahun 2015 hingga tahun 2018. Pada tahun 2018, terdaftar sebagai Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lampung melalui seleksi penerimaan Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN).
Pada masa perkuliahannya aktif mengikuti kegiatan di bidang akademik seperti mengikuti kegiatan Kuliah Kerja Nyata Putra Daerah Daring selama 30 hari bertempat di Kelurahan Buaran Indah, Tangerang, Kota Tangerang, Banten pada tahun 2021 dam mengikuti Magang Mandiri di Pengadilan Tata Usaha Negera Bandar Lampung selama 30 hari pada September 2021.
viii
Selain aktif dibidang akademik, juga aktif mengikuti organisasi di lingkup Fakultas Hukum dan Universitas Lampung, yaitu Mahkamah Fakultas Hukum Unila dan menjabat sebagai staff Pengabdian Masyarakat Periode 2020-2021. Ditingkat Universitas, organisasi yang diikuti adalah Himpunan Mahasiswa Banten (HMB) dan menjabat sebagai Anggota Divisi Pemberdaya Sumber Daya Manusia (PSDM) pada Kepengurusan Periode 2020/2021. Selain itu, mengikuti organisasi Paduan Suara Mahasiswa Universitas Lampung (PSM Unila) pada tahun 2018 hingga 2022. Selama menjadi anggota PSM Unila, juga terlibat dalam beberapa kepanitiaan di dalamnya dan menjabat sebagai Anggota Divisi Dana dan Usaha pada periode kepengurusan tahun 2019-2020, menjabat sebagai Sekretaris Umum pada kepengurusan tahun 2021, serta menjabat sebagai Dewan Pendamping pada kepengurusan tahun 2022.
Prestasi yang didapat selama mengikuti Organisasi PSM Unila ialah mengikuti kompetisi tingkat nasional yaitu Xxxxxxxxxx Xxxxxxxxxxxxx Choral Festival dengan mendapatkan Medali Emas B pada kategori Folklore serta sebagai 1st Runner Up pada kategori Grand Prix, yang diselenggarakan oleh SMA Xxxxxxxxxx Xxxxxxxxxxxxx pada tahun 2019, serta mengikuti kompetisi tingkat internasional yaitu World Virtual Choral Festival dengan mendapatkan medali silver pada kategori Open yang diselenggarakan oleh Bandung Choral Society pada tahun 2021. Pengalaman lain di luar kampus pun diikuti oleh Penulis, yaitu Mental Health Volunteer Online melalui media sosial Instagram dengan isu World Mental Health Day 2020 yang diadakan oleh Xxxxxxxxx.xx dan Woman’s International Day 2021 yang diadakan oleh Xxxx Xxxxx.
MOTO
When you fall in love with the process rather than the product, you don’t have to wait to give yourself permission to be happy.
(Xxxxx Xxxxx)
“Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan”
(QS. Al-Insyirah : 5)
“Janganlah engkau bersedih, sesungguhnya Allah bersama kita.”
(QS. At-Taubah : 40)
PERSEMBAHAN
Atas Ridho Allah dan segala kerendahan hati, kupersembahkan skripsiku ini kepada:
Kedua orang tuaku tercinta, Papa AKBP Xxx Xxxxxxxx, S.E. dan Mama Xxxxxx Xxxxxxxxxx, S.H. yang selama ini dengan kesabaran dan keikhlasan telah mendidiku, memberikan kasih sayang, dukungan, kepercayaan, motivasi dan tiada hentinya mengiringiku dengan doa disetiap langkahku. Terima kasih atas segalanya yang telah diberikan kepadaku hingga aku bisa menjadi seseorang yang tegar dalam menjalankan hidup ini.
Teruntuk saudara kandungku, abangku, Xxxxxxxxx Xxxxx Xxxxxx Xxxxxxx, X.XX dan adik-adikku tercinta, Xxxxxx Xxxxxxxxx Xxxxxxxxx Xxxxxxx, Bulan Ratu Xxxxxxxxxx Divitri dan Bintang Raja Xxxxxxxxxx Divitra, terima kasih atas motivasi, doa, dukungan, kepercayaan, keceriaan dan kebahagiaan yang selalu diberikan selama ini. Semoga langkah kita selalu diridhoi oleh Allah SWT, serta selalu diberikan yang terbaik.
SANWACANA
Alhamdulillahirabbil’alamin, segala puji dan syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan semesta alam, pemilik langit, bumi dan segala isinya. Hanya kepada-Nya kita berserah diri dan atas kehendak serta pertolongan-Nya Penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “Pelaksanaan Perjanjian Sewa Menyewa Pesawat Helikopter (Studi Pada PT. Derazona Air Service)” sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Lampung dibawah bimbingan dari dosen pembimbing serta atas bantuan dari berbagai pihak lainnya. Shalawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada Xxxxxxx Xxxxxxxxxx, Xxxx Xxxxxxxx XXX beserta seluruh keluarga dan para sahabatnya yang Syafaatnya sangat kita nantikan di akhirat kelak.
Penyelesaian skripsi ini tidak lepas dari bantuan, bimbingan, dan saran dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini Penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Bapak Xx. Xxxxxxxx Xxxxx, S.H., M.S., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Lampung dan Pembahas I yang telah memberikan kritik, saran, dan masukan yang sangat membangun terhadap skripsi ini;
2. Bapak Xx. Xxxxxxx, S.H., M.Hum., selaku Ketua Bagian Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Lampung;
3. Xxx Xxxx Xxxxxxxx, S.H., M.H., selaku Sekretaris Bagian Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Univeristas Lampung;
4. Xxx Xxxxxxx Xxxxxxxxxxxxx, S.H., M.Hum., selaku Pembimbing I yang telah banyak membantu Penulis dengan penuh kesabaran, kesediaan meluangkan waktunya, mencurahkan segenap pemikirannya, memberikan bimbingan, saran dan kritik dalam proses penyelesaian skripsi ini;
5. Xxx Xxxx Xxxxxxxxxx, S.H., M.H., selaku Pembimbing II yang telah bersedia meluangkan waktunya, mencurahkan segenap pemikirannya, memberikan bimbingan, saran, dan kritik dalam proses penyelesaian skripsi ini;
6. Ibu Xxx Xxxxxxxx, S.H., X.Xx., selaku Pembahas II yang telah memberikan kritik, saran dan masukan yang sangat membangun terhadap skripsi ini;
7. Xxxxx Xxx Xxxxxxxxxx, S.H., M.H., selaku Pembimbing Akademik yang telah memberikan bimbingan, motivasi serta arahan selama Penulis menempuh pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Lampung;
8. Seluruh Dosen dan Karyawan/I Fakultas Hukum Universitas Lampung yang penuh dedikasi secara teknis maupun administratif yang diberikan kepada Penulis selama menyelesaikan studi;
9. Xxxxx Xxxxx Xxx Xxxxx selaku Legal Officer telah meluangkan waktu untuk membantu dan memberikan segenap informasi demi kelancaran penyelesaian skripsi ini;
10. Sahabat-sahabat semasa perkuliahanku, Xxxxx Xxxxxx T, S.H., Xxxxx Xxxxxxxx, S.H., Xxxxxx, S.H., Xxxxxx Xxxxxxxxxxxx dan Xxxxxx Xxxxxxxxxxx. Terima kasih selalu ada sejak menjadi Mahasiswa Baru hingga penulisan skripsi ini selesai. Penulis sangat bersyukur bisa dipertemukan dengan kalian;
11. Abangku sayang, Letda Pnb Khrisna Xxxx Xxxx Xxxxxxx, X.Xx.(Han). Terima kasih atas motivasi, dukungan, kasih sayang dan waktu yang telah diluangkan;
12. Teman-teman seperjuangan semasa perkuliahanku, Xxxxx, Xxxxx, Xxxxx, Ratu, Xxxxx, Xxxxxxxx, Xxxxx Xxxxxxx, Xxxxx Xxxxxxx Xxxxx, S.H., Xxxxxxx, Xxxxxx, Xxxxxx, dan lainnya. Terima kasih atas segala kebaikan yang telah diberikan;
13. Kakak dan rekan seperjuanganku di organisasi Paduan Suara Mahasiswa Universitas Lampung, Kak Ihsan, Xxx Xxxxxx, para senior alumni, Legation ’18, dan adik-adik;
14. Alamamater tercinta, Fakultas Hukum Universitas Lampung;
15. Semua pihak yang telah membantu dan memberikan semangat kepada Penulis dalam penulisan skripsi ini;
16. Last but not least, diriku. Terima kasih sudah menjadi orang yang tegar. Kamu keren bisa sampai dititik ini. Xxxxx berposes dengan ikhlas dan terus besyukur.
Akhir kata, Xxnulis menyadari masih terdapat kekurangan dalam penulisan skripsi ini karena keterbatasan dan pengetahuan yang dimiliki penulis, namun sedikit harapan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Bandar Lampung, 5 Agustus 2022 Penulis,
Xxxxxx Xxxxxxxxx Xxxxxxxxxxx Divitri
PELAKSANAAN PERJANJIAN SEWA MENYEWA PESAWAT HELIKOPTER
(STUDI PADA PT. DERAZONA AIR SERVICE)
(Skripsi)
Oleh:
XXXXXX XXXXXXXXX XXXXXXXXXXX DIVITRI 1812011168
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDARLAMPUNG
2022
DAFTAR ISI
HALAMAN PERSETUJUAN iv
HALMAMAN PENGESAHAN v
PERNYATAAN vi
A. Tinjauam Umum tentang Perjanjian 7
5. Jenis – Jenis Perjanjian 12
6. Syarat Sahnya Perjanjian 14
B. Tinjauan Umum tentang Perjanjian Sewa Menyewa 19
C. Tinjaun Umum tentang Isi dan Pelaksanaan Perjanjian 23
D. Tinjauan Umum tentang Penyelesaian Sengketa Pelaksanaan Perjanjian 32
1. Penyelesaian Sengketa di Pengadilan (Litigasi) 32
2. Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan (Non Litigasi) 33
D. Data dan Sumber Data Penelitian 42
1. Pemeriksaan Data (Xxxxxxx) 44
2. Klasifikasi (Classifying) 45
4. Pembuatan Kesimpulan (concluding) 45
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 47
A. Kesesuaian Prinsip-Prinsip Dasar Ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) tentang Sewa Menyewa terhadap Pelaksanaan Perjanjian Sewa Menyewa Pesawat Helikopter pada PT. Derazona Air Service 47
B. Pelaksanaan Perjanjian Sewa Menyewa Pesawat Helikopter PT. Derazona
Air Service dan PT. Aero Indo Maleo 53
1. Tahap Pre-Contractual 53
2. Tahap Contractual 57
3. Tahap Post-Contractual 59
4. Hapusnya Perjanjian 67
C. Wanprestasi dalam Perjanjian Menyewa Pesawat Helikopter PT. Derazona
Air Service dan PT. Aero Indo Maleo 69
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
DAFTAR GAMBAR
Gambar: Halaman
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perjanjian merupakan suatu hubungan hukum yang diatur dalam Kitab Undang- Undang Hukum Perdata (KUH Perdata). Pasal 1313 KUH Perdata menyebutkan bahwa perjanjian adalah suatu perbuatan dimana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih. Menurut Subekti, suatu perjanjian merupakan suatu peristiwa di mana seseorang berjanji kepada orang lain, atau di mana dua orang saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal.1 Adanya suatu perjanjian akan menerbitkan perikatan. Perikatan adalah suatu hubungan hukum antara dua pihak, berdasarkan itu pihak yang satu menuntut sesuatu dari pihak yang lainya yang berkewajiban memenuhi tuntutan itu.2 Perikatan yang mengikat para pihak dalam perjanjian dapat memberikan suatu ciri pada suatu perjanjian, seperti perjanjian sewa menyewa yang memiliki ciri mengikatkan pihak yang satu untuk memberikan kenikmatan suatu barang kepada pihak yang lainnya dengan jumlah biaya yang disanggupi oleh pihak tersebut selama waktu tertentu.
Perjanjian sewa menyewa merupakan bagian dari perjanjian bernama. Pengertian perjanjian bernama (benoemd/nominaat) adalah perjanjian yang memiliki nama khusus dan diatur dalam perundang-undangan. Perjanjian bernama diatur dalam
1 Subekti, Hukum Perjanjian, (Jakarta: Intermasa, 2001), hlm. 36.
2 Xxxxxxx Xxxx Xxxxxxx, Hukum Perdata Indonesia, (Bandung: Xxxxxx Xxxxxxx, 2017), hlm.
106.
Buku III KUH Perdata, Bab V hingga Bab XVIII. Dapat dikatakan bahwa perjanjian sewa menyewa merupakan bagian dari perjanjian bernama dikarenakan perjanjian sewa menyewa diatur dalam Bab VII KUH Perdata, Pasal 1548 hingga Pasal 1600.
Pengertian sewa menyewa sendiri dijelaskan pada Pasal 1548 KUH Perdata yang berbunyi, sewa menyewa adalah suatu persetujuan, dengan mana pihak yang satu mengikatkan diri untuk memberikan kenikmatan suatu barang kepada pihak yang lain selama waktu tertentu, dengan pembayaran suatu harga yang disanggupi oleh pihak tersebut terakhir itu. Orang dapat menyewakan berbagai jenis barang, baik yang tidak bergerak maupun yang bergerak. Selain itu menurut X. Xxxxx Xxxxxxx, sewa-menyewa adalah persetujuan antara pihak yang menyewakan dengan pihak penyewa. Pihak yang menyewakan menyerahkan barang yang hendak disewa kepada pihak penyewa untuk dinikmati sepenuhnya.3
Pada sewa menyewa, benda atau barang dalam hukum dapat dikatakan sebagai objek sewa. Menurut Pasal 499 KUH Perdata, kebendaan adalah tiap-tiap barang dan tiap-tiap hak yang dapat dikuasai oleh hak milik. Benda bergerak, diatur dalam Pasal 509 – Pasal 518 KUH Perdata.4 Benda bergerak adalah benda yang dapat berpindah atau dipindahkan, benda ini karena sifatnya atau telah ditentukan oleh undang-undang sebagai benda bergerak, salah satunya seperti pesawat helikopter. Pesawat helikopter dapat dijadikan sebagai suatu objek sewa dikarenakan pesawat helikopter dapat memberikan kenikmatan kepada penggunanya.
3 X. Xxxxx Xxxxxxx, Segi-Segi Hukum Perjanjian, Cetakan 2, (Bandung: Alumni, 1986), hlm.
220.
4 Xxxxxx Xxx Xxxx K, Aspek Hukum Benda Tidak Bergerak Sebagai Obyek Jaminan Fidusia,
Jurnal Notariil, Vol. 1, No. 2, Mei 2017, hlm. 15.
Penyewaan pesawat helikopter dapat ditemukan pada suatu perusahaan penerbangan, salah satu perusahaan tersebut adalah Perseroan Terbatas Derazona Air Service (PT. Derazona Air Service) atau dikenal juga sebagai Derazona Helicopters. Perusahaan ini merupakan suatu Perseroan Terbatas yang melakukan kegiatan usaha jasa penerbangan khususnya dalam bidang penyewaan pesawat helikopter. Sebagian besar pelayanan yang diberikan oleh PT. Derazona Air Service bertujuan untuk mendukung bisnis minyak dan gas. Namun, PT. Derazona Air Service juga memberikan pelayanan lainnya seperti pelayanan dalam bidang pariwisata. Salah satu pengguna jasa dari PT. Derazona Air Service yang melakukan penyewaan dalam bidang pariwisata adalah PT. Aero Indo Maleo.
Hal yang mengikatkan PT. Derazona Air Service dengan PT. Aero Indo Maleo adalah suatu perjanjian sewa menyewa. Sebagai sebuah perikatan yang timbul karena perjanjian, maka perjanjian sewa menyewa harus mengikuti prinsip-prinsip hukum perjanjian. Prinsip-prinsip dari hukum perjanjian adalah prinsip kebebasan berkontrak, konsensualisme, kepribadian, keseimbangan, kepastian hukum, kepatutan dan itikad baik. Selain harus mengikuti prinsip atau asas-asas hukum, sebuah perjanjian sewa menyewa juga memuat hak dan hewajiban para pihak.
Hal ini dituangkan secara tertulis, yaitu PT. Aero Indo Maleo sebagai debitur atau penyewa berhak atas pesawat helikopter yang disewakan beserta hal-hal lain yang bersangkutan dengan jangka waktu yang telah disepakti, serta memiliki kewajiban untuk membayar biaya sewa beserta biaya-biaya lain yang ditanggung dengan jumlah dan waktu yang telah disepakati, serta hal lainnya yang tertulis dalam surat perjanjian. Begitupun PT. Derazona Air Service sebagai kreditur atau pihak yang menyewakan memiliki hak untuk menerima pembayaran dari penyewa dengan
jumlah dan waktu yang telah disepakati dengan memiliki kewajiban memberikan pesawat helikopter, menyediakan kru pesawat helikopter, dan hal lainnya yang tertulis dalam surat perjanjian.
Hal yang tertuang dalam surat perjanjian tersebut harus dilaksanakan oleh para pihak. Menurut Xxxxxxxxxx Xxxxxxxx, pelaksanaan perjanjian adalah realisasi atau pemenuhan hak dan kewajiban yang telah diperjanjikan oleh pihak-pihak supaya perjanjian itu mencapai tujuannya.5 Tujuan yang dimaksud adalah tujuan bersama dari para pihak dalam mengadakan perjanjian tersebut. Selain itu, tujuan dibuatnya perjanjian adalah sebagai dasar penyelesaian apabila timbul masalah di kemudian hari agar para pihak terlindungi, mendapatkan kepastian hukum, dan keadilan.6 Pada kenyataannya perjanjian sewa menyewa pesawat helikopter antara PT. Derazona Air Service dengan PT. Aero Indo Maleo dalam pelaksanaannya dapat mengalami kendala karena terjadinya wanprestasi dari salah satu pihak, sehingga menimbulkan risiko baik dari penyewa maupun yang menyewakan. Sehingga akibat terjadinya wanprestasi adalah perjanjian tidak dapat mencapai tujuannya.
Berdasarkan uraian di atas, maka akan dilakukan penelitian tentang pelaksanaan perjanjian sewa menyewa pesawat helikopter antara PT. Derazona Air Service dan pengguna jasanya, serta akan dituangkan dalam bentuk skripsi dengan judul: “Pelaksanaan Perjanjian Sewa Menyewa Pesawat Helikopter (Studi Pada PT. Derazona Air Service)”.
5 Xxxx Xxxxxx Xxxxxx, Pelaksanaan Perjanjian Kerjasama antara PT. Serasi Autoraya dengan Audi Variasi, JOM Fakultas Hukum, Vol. II No. 1, Februari 2015, hlm. 6.
6 Xxxx Xxxxx Xxxxxx, Peranan Asas-Asas Hukum Perjanjian Dalam Mewujudkan Tujuan Perjanjian, Binamulia Hukum, Vol. 7 No.2, Desember 2018, hlm. 107.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang, maka dapat dirumuskan permasalahan yang dapat dibahas dalam penulisan skripsi ini, sebagai berikut:
1. Apakah perjanjian sewa menyewa pesawat helikopter pada PT. Derazona Air Service telah mengikuti prinsip-prinsip dasar hukum perjanjian sesuai Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) tentang sewa menyewa?
2. Bagaimana pelaksanaan perjanjian sewa menyewa pesawat helikopter pada PT. Derazona Air Service dan akibat hukumnya?
3. Bagaimana jika terjadi wanprestasi dalam pelaksaan perjanjian sewa menyewa pesawat helikopter pada PT. Derazona Air Service?
C. Ruang Lingkup
Ruang lingkup dalam penilitain ini adalah ruang lingkup keilmuan dan ruang lingkup objek kajian. Ruang lingkup keilmuan dalam penilitian ini adalah Hukum Keperdataan, khususnya perjanjian sewa menyewa. Ruang lingkup objek penelitian ini adalah pelaksanaan perjanjian sewa menyewa pesawat helikopter pada PT. Derazona Air Service.
D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah tersebut di atas, maka tujuan dari penilitan ini adalah menganalisis dan mendeskripsikan sebagai beirkut:
1. Kesesuaian perjanjian sewa menyewa pesawat helikopter antara PT. Derazona Air Service dan PT. Aero Indo Maleo dengan prinsip-prinsip dasar hukum perjanjian pada KUH Perdata.
2. Pelaksanaan dan akibat hukum perjanjian sewa menyewa pesawat helikopter pada PT. Derazona Air Service.
3. Wanprestasi dalam perjanjian sewa menyewa pesawat helikopter pada PT. Derazona Air Service.
E. Kegunaan Penelitian
Kegunaan yang hendak dicapai dalam penelitian adalah sebagai berikut:
a. Kegunaan Teoritis
Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pengembangan bidang Hukum keperdataan yang berkaitan dengan perjanjian sewa menyewa.
b. Kegunaan Praktis
Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat:
1. Memberikan dan mendapatkan pengetahuan serta pengalaman mengenai prinsip-prinsip dasar dalam pelaksanaan perjanjian sewa menyewa pesawat helikopter beserta akibat hukumnya dan wanprestasi dalam perjanjian tersebut.
2. Menjadi bahan referensi dan informasi bagi pihak yang membutuhkan, guna untuk kebutuhan penelitian yang berkaitan dengan pembahasan hukum mengenai pelaksanaan perjanjian sewa menyewa.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauam Umum tentang Perjanjian
1. Pengertian Perjanjian
Istilah perjanjian dalam Bahasa Inggris dikenal dengan istilah “contract”. Suatu perjanjian adalah suatu peristiwa di mana seorang berjanji ke pada seorang lain atau di mana dua orang itu saling berjanji untuk melakukan sesuatu hal.7 Menurut Pasal 1313 KUH Perdata, bahwa suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Perjanjian dikenal juga dengan istilah persetujuan atau overeekomsten. Merujuk pada ketentuan Pasal 1313 KUH Perdata, Xxxxxxxxxx Xxxxxxxx merumuskan bahwa yang disebut perjanjian adalah suatu persetujuan dengan dimana dua orang atau lebih saling mengikatkan diri untuk melaksanakan suatu hal dalam lapangan harta kekayaan.8 Menurut KRMT Xxxxxxxxxxxxxx perjanjian adalah suatu perbuatan hukum berdasarkan kata sepakat diantara dua orang atau lebih untuk menimbulkan akibat-akibat hukum yang dapat dipaksakan oleh Undang-undang9 dan menurut Xxxxxxx XX, dalam bentuknya perjanjian itu berupa suatu rangkaianperkataan yang mengan dung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau ditulis.10
7 I Xxxxx Xxx Xxxxxxxx, Hukum Perikatan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2019), hlm. 42.
8 Xxxxxxxxxx Xxxxxxxx, Hukum Perikatan, (Bandung: Citra Xxxxxx Xxxxx, 1992), hlm.78.
9 Xxxx Xxxxx Xxxxxxx, Hukum Perjanjian, Asas Proporsiobalitas dalam Kontrak Komersial, (Yogyakarta: LaksBang Mediatama, 2008), hlm. 43.
10 Syahmin, Hukum Kontrak Internasional, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006), hlm. 140.
2. Bentuk Perjanjian
Bentuk suatu perjanjian dapat dibuat secara tulisan maupun lisan. Perjanjian berbentuk lisan lazim terjadi pada masyarakat adat dengan kekuatan hukum yang sederhana. Perjanjian tulisan lazim dibuat oleh masyarakat modern. Perjanjian berbentuk tulisan memiliki bentuk berupa surat yang bersifat mengikat dan dapat dijadikan sebagai alat bukti apabila pihak-pihak yang terikat mengalami perselisihan. Untuk perjanjian tertentu, Undang-undang menentukan bentuk tersendiri sehingga bila bentuk itu diingkari maka perjanjian tersebut tidaklah sah.11 Setiap perjanjian hendaknya dibuat secara tertulis agar diperoleh kekuatan hukum, sehingga tujuan kepastian hukum dapat terwujud.12
3. Unsur – Unsur Perjanjian
Unsur yang harus terdapat dalam kontrak yaitu (1) Ada para pihak; (2) Ada kesepakatan yang membentuk kontrak; (3) Kesepakatan itu ditujukan untuk menimbulkan akibat hukum; dan (4) Ada objek tertentu.13 Unsur perjanjian tersebut di atas kemudian diklasifikasikan ke dalam 3 (tiga) klasifikasi, yaitu:
1. Unsur Essentialia
Unsur ini merupakan unsur yang secara mutlak harus ada agar suatu perjanjian menjadi sah, atau dapat dikatakan apabila unsur ini tidak ada maka suatu janji tidak pernah ada.
2. Unsur Naturalia
Unsur ini merupakan unsur yang diatur oleh suatu undang-undang. Undang-undang
11 I Xxxxx Xxx Xxxxxxxx, Loc. Cit.
12 Subekti, Hukum Perjanjian, (Jakarta: Intermasa, 1979), hlm.1.
13 Xxxxxx Xxxxxxxxx, Hukum Kontrak Indonesia Dalam Perspektif Perbandingan (Bagian Pertama), (Yogyakarta: FH UII Press, 2014), hlm. 66.
dalam hal ini bersifat mengatur atau menambah (reglend atau aanvullendrecht).14 Maka dari itu, unsur ini dapat dikesampingkan, disingkarkan atau digantikan oleh para pihak.
3. Unsur Accidentalia
Unsur ini merupakan unsur yang harus dimuat atau disebutkan secara tegas dalam apa yang perjanjikan oleh para pihak.
4. Xxxx – Asas Perjanjian
1. Asas Kebebasan Berkontrak
Kebebasam berkontrak merupakan asas yang penting, sebab asas ini merupakan suatu perwujudan dari kehendak bebas, pancaran dari hak manusia, dimana manusia bebas untuk membuat perjanjian. Pasal 1338 ayat (1) mengakui asas tersebut dengan menyatakan bahwa semua perjanjian yang dimuat secara sah mengikat para pihak sebagai Undang-undang.15 Secara historis, asas ini lahir dari prinsip individualisme yang menyatakan bahwa setiap orang bebas untuk memperoleh apa yang dikehendakinya.
2. Asas Konsensualisme
Asas ini memiliki arti bahwa sah dan mengikatnya suatu kontrak pada saat tercapainya kata sepakat dari para pihak. Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 1320 KUH Perdata yang didalamnya mengandung arti “kemauan” dari para pihak dalam mengikatakan dirinya. Tanpa adanya suatu kesepakatan, maka perjanjian dapat dibatalkan. Tidak ada seorangpun yang dapat dipaksa untuk memberikan kata sepakat. Adanya suatu paksaan menunjukan tidak adanya sepakat yang mungkin
14 I Xxxxx Xxx Xxxxxxxx, Op.cit., hlm. 44
15 Xxxxxx Xxxxxxxxx, Op.cit., hlm. 87
dilakukan oleh pihak lain adalah untuk memberikan pilihan kepadanya, yaitu untuk setuju mengikatkan diri pada perjanjian yang dimaksud.16
3. Asas Kepribadian
Asas ini diatur dalam Pasal 1315 KUH Perdata jo. Pasal 1340 KUH Perdata. Bunyi Pasal 1315 KUH Perdata, pada umumnya tak seorang dapat mengikatkan diri atas nama sendiri atau meminta ditetapkan suatu janji selain dari pada untuk dirinya sendiri. Pasal 1340 KUH Perdata berbunyi, persetujuan-persetujuan hanya berlaku antara pihak-pihak yang membuatnya. Bunyi-bunyi dari kedua pasal tersebut menjelaskan bahwa, apabila perjanjian itu hanya berlaku bagi pihak-pihak yang mengadakannya saja, maka perjanjian tersebut dikatakan menganut asas kepribadian.
4. Asas Keseimbangan
Asas ini merupakan asas yang menghendaki para pihak agar sama-sama memenuhi serta melaksanakan perjanjian. Menurut Xxxxxxx Xxxxxxx, dalam terbentuknya perjanjian, ketidakseimbangan dapat muncul, karena perilaku para pihak sebagai konsekuensi dari substansi (muatan isi) perjanjian atau pelaksanaan perjanjian. Pencapaian keadaan seimbang, mengimplikasikan, dalam konteks pengharapan masa depan yang objektif, upaya mencegah dirugikanya satu diantara dua pihak dalam perjanjian.17
5. Asas Kepastian Hukum (Pacta Sunt Servanda)
Asas kepastian hukum ini berhubungan dengan akibat dari suatu perjanjian. Dimana
16 Xxxxxx Xxxx Hutagalung, Kontrak Bisnis di Asean, Pengaruh sistem hukum Common Law dan Civil Law, (Jakarta: Sinar Grafika, 2013), hlm 49
17 Xxxxxx Xxxxxxx dalam Xxxxxxxx Xxxxxxxxxx, Hukum Kontrak Memahami Kontrak dalam Perspektif Filsafat, Teori, Dogmatik, dan Praktik Hukum, (Bandung: Mandar Maju, 2012), hlm. 97.
asas ini menggaris bawahi bahwa hakim atau pihak ketiga harus menghormati dan tidak boleh intervensi substansi dari kontrak yang telah dibuat oleh para pihak. Kepastian hukum ini dapat dikuatkan oleh sifat suatu perjanjian yang mengikat yaitu sebagai Undang-undang bagi para pihak. Asas Pacta Sunt Servanda dapat disimpulkan dalam pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata, yang berbunyi: “Perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai Undang-undang”.18
6. Asas Kepatutan
Asas ini selayaknya tetap dipertahankan karena melalui asas kepatutan ini dapat diketahui bahwa hubungan para pihak ditentukan juga oleh rasa keadilan dalam masyarakat.19 Asas ini tercantum dalam Pasal 1339 KUH Perdata, bahwa suatu perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas dinyatakan di dalamnya, tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat perjanjian diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan atau undang undang.
7. Asas Itikad Baik
Asas ini tercantum dalam Pasal 1338 KUH Perdata ayat (3), bahwa suatu perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik. Pasal ini bermakna perjanjian yang disepakati oleh para pihak harus dilaksanakan sesuai dengan kepatutan dan keadilan.20 Dapat dikatakan bahwa asas ini menetapkan para pihak dalam melaksanakan isi perjanjian harus didasari suatu kepercayaan atau keyakinan dan kemauan yang baik.
18 Xxxxxxxx Xxxxx, Perancangan kontrak & Memorandum of Understanding, (Jakarta : Sinar Grafika, 2007), hlm. 2-3.
19 Xxxxxx Xxxxx Xxxxxxxxxxx, Kompilasi Hukum Perikatan, Cetakan 1, (Bandung: Citra Xxxxxx Xxxxx, 2001), hlm. 89.
20 Xxxxxx Xxxxxx, Sa’xxx Xxxxxxxx, Sularto, Penerapan Asas Itikad Baik Tahap Prakontraktual Pada Perjanjian Jual Beli Perumahan, Mimbar Hukum, Vol. 24, No. 3, Oktober 2012, hlm. 505
8. Asas Force Majeure
Asas ini tercantum dalam Pasal 1244 dan 1245 KUH Perdata. Force Majeure atau overmacht merupakan suatu keadaan kahar, dimana salah satu pihak gagal melakukan kewajibannya akibat sesuatu yang terjadi diluar kuasa pihak tersebut. Hal ini berupa bencana alam, keadaan perang, kerusuhan, sabotase dan lainnya. Akibat hukumnya ialah tidak diwajibkan untuk membayar ganti kerugian.
9. Asas Exceptio Non Adimpleti Contactus
Asas Exceptio Non Adimpleti Contactus adalah tangkisan yang menyatakan bahwa ia (debitur) tidak melaksanakan perjanjian sebagaimana mestinya justru karena kreditur sendiri tidak melaksanakan perjanjian sebagaimana mestinya.21 Hal ini dapat dijelaskan bahwa wanprestasi terjadi dikarenakan pihak lainnya juga melakukan wanprestasi. Asas ini melindungi para pihak yang melakukan perjanjian, sebab pada dasarnya suatu perjanjian menuntut masing-masing pihak untuk melaksanakan kewajibannya hingga tercapai prestasi.
5. Jenis – Jenis Perjanjian
1. Perjanjian Sepihak dan Xxxxxx Xxxxx
Perjanjian Sepihak adalah suatu perjanjian yang dinyatakan oleh salah satu pihak saja, namun perjanjian ini mempunyai akibat bagi para pihak. Misalnya: hibah dan wasiat. Perjanjian Xxxxxx Xxxxx adalah perjanjian yang menimbulkan hak dan kewajiban pada kedua belah pihak dan sebaliknya. Misalnya: perjanjian kerjasama, perjanjian sewa menyewa, perjanjian jual beli, perjanjian tukar menukar.22
21 Xxxxxx Xxxxxxxx, Seluk-Beluk dan Asas-asas Hukum Perdata, (Bandung: Alumni., 2004), hal. 242.
22 Xxxxxx Xxxxxxx, Hukum Perjanjian Kontrak, (Yogyakarta: Cakrawala, 2012), hlm. 12.
2. Perjanjian Bernama dan Tidak Bernama
Perjanjian Bernama adalah perjanjian yang sudah memiliki nama sendiri, dimana perjanjian-perjanjian tersebut diatur dan diberi nama serta dikelompokkan dalam perjanjian khusus oleh pembentuk Undang-undang. Perjanjian khusus dapat dilihat dalam Bab V sampai dengan Bab XVIII KUH Perdata. Salah satu contohnya ialah perjanjian sewa menyewa. Perjanjian Tidak Bernama adalah perjanjian-perjanjian yang tidak diberi nama dan pengaturan secara khusus dalam Undang-undang.23
3. Perjanjian Konsensual dan Riil
Perjanjian Konsensual adalah perjanjian yang dilakukan oleh para pihak dan bersifat mengikat sejak adanya kesepakatan atau konsensus dari para pihak. Sejak itu maka berdasarkan Pasal 1338 KUH Perdata, perjanjian tersebut dapat memiliki kekuatan hukum yang mengikat bagaikan Undang-undang bagi para pihak. Perjnajian Riil adalah kebalikan dari Perjanjian Konsensual, di mana perjanjian ini mengikat jika disertai dengan perbuatan atau sesudah penyerahan barang, jadi perjanjian ini mengikat bukanlah akibat dari adanya konsensus.
4. Perjanjian Obligatoir dan Kebendaan
Perjanjian Obligatoir adalah suatu perjanjian yang mengharuskan atau mewajibkan seseorang membayar atau menyerahkan sesuatu. Misalnya:24
1. Penyewa wajib membayar sewa;
2. Penjual wajib menyerahkan barangnya;
3. Majikan harus membayar upah.
Perjanjian ini hanya menyoalkan kesepakatan dalam melakukan penyerahan suatu
23 I Xxxxx Xxx Xxxxxxxx, Op.cit., hlm. 52
24 Xxxxxx Xxxxxxx, Loc.Cit.
benda kepada pihak lain, namun hal ini belum mengakibatkan perpindahan haknya, sedangkan Pejanjian Kebendaan adalah perjanjian yang memindahkan hak kebendaan tersebut kepada pihak lain, barulah dalam perjanjian ini terjadi penyerahan hak atas benda tersebut.
5. Perjanjian Campuran
Perjanjian Campuran memiliki berbagai unsur dari berbagai jenis perjanjian bernama yang terjalin menjadi satu dan tidak dapat dipisahkan. Jenis perjanjian ini tidak diatur dalam KUH Perdata atau peraturan lainnya. Contoh dari Perjanjian Campuran adalah Perjanjian Sewa Beli atau Leasing yaitu gabungan dari sewa menyewa dan jual beli.
6. Perjanjian Tambahan (Addemdum)
Perjanjian Tambahan merupakan perjanjian yang baru dibuat setelah adanya perjanjian pokok. Perjanjian ini memiliki tujuan untuk memperjelas suatu klausul yang ada dalam perjanjian pokok.
Penjelasan mengenai jenis-jenis perjanjian di atas dapat mengklasifikasi bahwa perjanjian sewa menyawa termasuk bagian dari perjanjian bernama. Hal ini dibuktikan dengan perjanjian sewa menyewa diatur dalam Bab VII KUH Perdata, Pasal 1548 hingga Pasal 1600. Selain itu, sewa-menyewa merupakan suatu perjanjian konsensual, artinya perjanjian itu telah sah mengikat para pihak setelah mereka mencapai kata sepakat tentang dua hal yaitu barang dan harga.25
6. Syarat Sahnya Perjanjian
Syarat-syarat sahnya perjanjian tedapat di dalam Pasal 1320 KUH Perdata yang
25 I Xxxxx Xxx Xxxxxxxx, Op. Cit., hlm. 179
berbunyi, untuk sahnya perjanjian diperlukan empat syarat:26
a. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya,
b. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan,
c. Suatu hal tertentu,
d. Suatu sebab yang halal.
Syarat-syarat tersebut diatas dapat diuraikan secara jelas, sebagai berikut:
a. Kesepakatan
Syarat ini merupakan syarat subjektif karena bersangkutan dengan para pihak. Pasal 1321 KUH Perdata menyatakan bahwa suatu kesepakatan itu sah apabila diberikan tidak karena kekhilafan, atau tidak dengan paksaan, ataupun tidak karena penipuan.27 Menurut Xxxxxxxxxxx, pengertian sepakat dilukiskan sebagai pernyataan kehendak yang disetujui oleh kedua belah pihak. Pihak yang menawarkan dinamakan tawaran (offerte), sedangkan pihak yang menerima tawaran dinamakan akseptasi (acceptatie).28 Para pihak harus memiliki kebebasan untuk berkehendak, artinya tidak adanya tekanan atau paksanaan. Terdapat 3 (tiga) teori mengenai kesepakatan, yaitu:
1) Teori Kehendak (Wils Theorie)
Menurut teori ini, faktor yang menentukan adanya perjanjian adalah kehendak. Namun apabila terdapat ketidak sesuaian antara kehendak dan pernyataan, maka tidak terbentuk suatu perjanjian.29
26 Subekti dan Xxxxxxxxxxxxx, Hukum Pokok-Pokok Hukum Perikatan, (Bandung: PT Bina Cipta, 1994), hlm. 283
27 I. G. Xxx Xxxxxxx, Merancang Suatu Kontrak, (Bekasi : Megapoin, 2004), hlm. 47
28 Xxxxxx Xxxxx Xxxxxxxxxxx, KUH Perdata Buku III Hukum Perikatan dengan Penjelasan, Cetakan 1, (Bandung: Alumni, 1996), hlm. 98.
29 Xxxxxxx Xxxxxxx, Ajaran Umum Hukum Perjanjian dan Penerapannya di Bidang Kenotariatan, (Bandung: Citra Aditya, 2010), hlm. 76-77.
2) Teori Pernyataan (Verklaring Theorie)
Menurut teori pernyataan, pembentukan kehendak terjadi dalam ranah kejiwaan seseorang, sehingga pihak lawan tidak mungkin mengetahui apa yang sebenarnya ada di dalam benak seseorang. Teori ini menitikberatkan pada hal yang dinyatakan oleh seseorang. Lebih lanjut menurut teori ini, jika terdapat ketidaksesuaian antara kehendak dan pernyataan, maka hal ini tidak akan menghalangi terbentuknya perjanjian.30
3) Teori Kepercayaan (Vertrouwens Theorie)
Menurut teori ini, tidak semua pernyataan melahirkan perjanjian. Lebih lanjut menurut teori ini terbentuknya perjanjian bergantung pada kepercayaan atau pengharapan yang muncul dari pihak lawan sebagai akibat dari pernyataan yang diungkapkan.31
Kekhilafan atau Dwaling dapat mengakibatkan tidak sahnya suatu perjanjian apabila menyangkut hal-hal pokok dari perjanjian. Kekhilafan mengenai orangnya dinamakan error in persona dan mengenai hakikat barangnya dinamakan error in substantia. Dijelaskan pada Pasal 1324 KUH Perdata bahwa, paksaan telah terjadi jika perbuatan itu sedemikian rupa hingga dapat menakutkan seorang yang berpikiran sehat, dan apabila perbuatan itu dapat menimbulkan ketakutan pada orang tersebut bahwa dirinya atau kekayaannya terancam dengan suatu kerugian yang terang dan nyata. Paksaan dilahirkan dari adanya suatu ancaman, sehingga paksaan tersebut berupa paksaan rohani yang dapat membatalkan perjanjian. Alasan Penipuan atau Bedrog merupakan serangkaian kebohongan yang berupa
30 Ibid., hlm. 18.
31 Ibid., hlm. 79
memberikan keterangan palsu atau tidak benar. Penipuan di dalam tindakannya terdapat unsur kesengajaan salah satu pihak untuk mengikatkan dirinya. Penipuan tersebut harus dibuktikan oleh pihak yang ditipu.
b. Kecakapan
Kecakapan merupakan syarat subjektif suatu perjanjian. Para pihak dalam membuat suatu perjanjian harus cakap menurut hukum. Kecapakan yang dimaksud adalah menurut hukum seseorang memiliki kewenangan untuk melakukan tindakan hukum untuk dan atas namanya sendiri. Hal ini diatur dalam Pasal 1329 KUH Perdata, bahwa setiap orang adalah cakap untuk membuat perikatan-perikatan, jika oleh Undang-undang tidak dinyatakan tak cakap. Orang yang dinyatakan tidak cakap adalah orang yang secara umum cakap untuk bertindak, tetapi untuk hal-hal tertentu “tidak”.32
Pasal 1330 KUH Perdata menyatakan bahwa, yang tak cakap untuk membuat persetujuan adalah;
1) Anak yang belum dewasa;
2) Orang yang ditaruh dibawah pengampuan;
3) Perempuan yang telah kawin dalam hal-hal yang ditentukan Undang-undang dan pada umumnya semua orang yang oleh Undang-undang dilarang untuk membuat persetujuan tertentu.
Kriteria tersebut juga dijelaskan pada Pasal 330 KUH Perdata mengenai batasan umur dewasa. Pasal ini berbunyi, yang belum dewasa adalah mereka yang belum mancapai umur genap dua puluh satu tahun dan tidak kawin sebelumnya. Bila
32 J. Satrio, Hukum Perikatan, Perikatan yang lahir dari Perjanjian Buku II, Cetakan 1, (Bandung: Citra Xxxxxx Xxxxx, 1995), hlm. 3
perkawinan dibubarkan sebelum umur mereka genap dua puluh satu tahun, maka mereka tidak kembali berstatus belum dewasa.
c. Hal Tertentu
Syarat ini merupakan suatu syarat objek dalam perjanjian. “Hal tertentu” yang dimaksud adalah suatu perjanjian harus memiliki objek. Objek tertentu dapat berupa benda, yang sekarang ada ataupun nanti akan ada, kecuali warisan. Suatu objek perjanjian itu diatur dalam Pasal 1333 KUH Perdata menyatakan, bahwa suatu perjanjian harus mempunyai pokok suatu barang yang paling sedikit ditentukan jenisnya. Jumlah barang yang tidak tentu tidaklah menjadi halangan, asal saja terkemudian dapat ditentukan atau dihitung.
Menurut Xxxxx 1333 KUH Perdata dijelaskan bahwa semua jenis perjanjian pasti melibatkan kebendaan tertentu. Apabila melihat dari Pasal 1332 KUH Perdata, benda yang dapat menjadi pokok perjanjian adalah benda-benda yang dapat diperdagangkan atau kebendaan dalam lapangan hukum harta kekayaan. Pada perikatan untuk melakukan sesuatu, dalam pandangan Kitab Undang-undang Hukum Perdata, hal yang wajib dilakukan oleh satu pihak dalam perikatan tersebut (debitor) pastilah juga berhubungan dengan suatu kebendaan tertentu, baik itu berupa kebendaan berwujud.33
d. Sebab (Causa) yang Halal
Hal ini merupakan syarat ke empat dalam sahnya suatu perjanjian. Syarat ini juga bersifat objektif. Menurut Xxxxxxxxxxx, causa dalam hal ini bukanlah hubungan sebab akibat, sehingga pengertian causa di sini tidak mempunyai hubungan sama
33 Xxxxxxx dan Xxxxxxx Xxxxxxx, Perikatan yang lahir dari Undang-undang, (Jakarta: Raja Grafindo Perkasa, 2005), hlm. 156.
sekali dengan ajaran causaliteit, bukan juga merupakan sebab yang mendorong para pihak untuk mengadakan perjanjian.34 Suatu sebab yang halal diatur dalam Pasal 1335 hingga Pasal 1337 KUH Perdata. Pasal 1335 menyatakan, bahwa suatu perjanjian tanpa sebab, atau yang telah dibuat karena suatu sebab yang palsu atau yang terlarang, tidaklah mempunyai kekuatan. Pasal 1336 KUH Perdata menyatakan lebih lanjut, bahwa suatu perjanjian sah apabila tidak bertentangan dengan sebab yang dilarang. Selanjutnya, Pasal 1337 KUH Perdata menyatakan tidak bolehnya suatu sebab bertentangan dengan Undang-undang, ketertiban umum dan kesusilaan. Pengertian tidak boleh bertentangan dengan Undang-undang di sini adalah Undang-undang yang bersifat melindungi kepentingan umum, sehingga jika dilanggar dapat membahayakan kepentingan umum.35
B. Tinjauan Umum tentang Perjanjian Sewa Menyewa
1. Pengertian Sewa Menyewa
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), sewa memiliki arti sebagai suatu pemakaian dengan membayar uang, dan menyewa adalah memakai atau meminjam dengan membayar uang sewa. Pengertian sewa menyewa juga dijelaskan dalam Pasal 1548 KUH Perdata bahwa, sewa menyewa ialah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk memberikan kepada pihak yang lainnya kenikmatan dari suatu barang, selama suatu waktu tertentu dan dengan pembayaran sesuatu harga, yang oleh pihak tersebut belakangan itu disanggupi pembayarannya. Menurut pendapat Xxxxxxx Xxxxxxxxxxx, sewa menyewa barang adalah suatu penyerahan barang oleh pemilik kepada orang lain itu untuk memulai
34 Xxxxxx Xxxxx Xxxxxxxxxxx, 1996, Op.Cit., hlm. 100.
35 Xxxxxxxx Xxxxx, Hukum Perjanjian Indonesia dan Common Law, Cetakan 2, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1996), hlm. 99.
dan memungut hasil dari barang itu dan dengan syarat pembayaran uang sewa oleh pemakai kepada pemilik.36 Sewa menyewa (huur en verhuur) adalah persetujuan antara pihak yang menyewakan dengan pihak penyewa. Pihak yang menyewakan atau pemilik menyerahkan barang yang hendak disewa kepada pihak penyewa untuk “dinikmati” sepenuhnya.37 Sebagaimana halnya dengan jual-beli dan perjanjian-perjanjian lainnya, sewa-menyewa merupakan suatu perjanjian konsensual, artinya perjanjian itu telah sah mengikat para pihak setelah mereka mencapai kata sepakat tentang dua hal yaitu barang dan harga.38 Perjanjian sewa menyewa juga merupakan bagian dari perjanjian bernama.
2. Bentuk Perjanjian Sewa Menyewa
Terdapat dua bentuk perjanjian sewa menyewa. Meskipun sewa menyewa merupakan perjanjian konsesual, namun undang-undang membagi jenis perjanjian ini menjadi sewa tertulis dan lisan.39 Jika dibuat secara tertulis, maka di dalamnya memuat syarat dan ketentuan yang disepakati para pihak. Penyewaan akan berakhir demi hukum sesuai dengan waktu yang tertulis. Sewa-menyewa tertulis tercantum dalam Pasal 1570 KUH Perdata menyatakan, jika sewa dibuat dengan tulisan maka sewa itu berakhir demi hukum, apabila waktu yang ditentukan telah lampau, tanpa diperlukannya sesuatu pemberitahuan untuk itu. Perjanjian yang dibuat tertulis ini juga merupakan alat bukti yang kuat dari pada perjanjian secara lisan. Apabila dibuat secara lisan, maka cukup dengan kesepakatan yang diucapkan dari para
36 Xxxxxxx Xxxxxxxxxxx, Hukum Perdata tentang Persetujuan Tertentu, (Bandung: Alumni, 1981), hlm. 190
37 X .Xxxxx Xxxxxxx, Loc. Cit.
38 I Xxxxx Xxx Xxxxxxxx, Op. Cit., hlm. 179
39 Xxxx Xxxxxxxxxxxx, Perjanjian Sewa Menyewa Secara Tertulis dan Xxxxx, diakses dari xxxxx://xxx.xxxxxx.xxx/xxxxx/xxxx/0000/00/00/000000000/xxxxxxxxxx-xxxx-xxxxxxx-xxxxxx- tertulis-dan-lisan?page=all., pada tanggal 10 April 2022, pukul 17.56 WIB.
pihak. Hal ini tentu dilakukan atas dasar rasa percaya dari para pihak. Penyewaan akan berakhir atas kehendak pihak yang ingin mengehentikan sewanya. Mengenai perjanjian lisan dalam sewa menyewa ini juga diakui dan diatur dalam Pasal 1571 KUH Perdata.40 Bunyi dari pasal tersebut ialah jika sewa tidak dibuat dengan tulisan maka sewa itu tidak berakhir pada waktu yang ditentukan, melainkan jika pihak lain bahwa ia hendak menghentikan sewanya, dengan mengindahkan tenggang- tenggang waktu yang diharuskan menurut kebiasaan setempat.
3. Kewajiban Para Pihak
a. Kewajiban Pihak yang Menyewakan
Kewajiban-kewajiban para pihak yang menyewakan disebutkan dalam Pasal 1550 KUH Perdata yang menyatakan, bahwa:
“Pihak yang menyewakan diwajibkan karena sifat perjanjian, dan dengan tak perlu adanya sesuatu janji untuk itu:
a. Menyerahkan barang yang disewakan kepada si penyewa;
b. Memelihara barang yang disewakan sedemikian, hingga barang itu dapat dipakai untuk keperluan yang dimaksudkan.
c. Memberikan si penyewa kenikmatan yang tentram daripada barang yang disewakan selama berlangsungnya sewa”.
Selain yang tercantum dalam Pasal 1550 KUH Perdata, kewajiban pihak yang menyewakan menurut Subekti adalah pihak yang menyewakan wajib memberikan keamanan hukum kepada penyewa, maksudnya adalah untuk menanggulangi atau menangkis tuntutan hukum dari pihak ketiga, misalnya, membantah hak si penyewa untuk memakai barang yang disewanya, tetapi tidak termasuk pengamanan gangguan fisik, misalnya rumah yang disewa itu dilmepari dengan batu atau
40 A. A. , Pradnayaswari, Upaya Hukum Penyelesaian Wanprestasi Dalam Perjanjian Sewa Menyewa Kendaraan (Rent A Car), diakses dari xxxxx://xxxx.xxx/xxxxx-xxxxx-xxxxxxxxxxxx- wanprestasi-dalam-perjanjian-sewa-m.html, pada tanggal 9 April 2022, pukul 23.20 WIB.
tetangga membuang sampah di halaman rumah yang disewanya itu, dan lain- lainnya.41
b. Kewajiban Pihak yang Menyewa (Si Penyewa)
Kewajiban penyewa yang utama adalah menggunakan atau memakai barang yang di sewa layaknya seorang “bapak rumah yang baik” dan sesuai tujuan dari barang tersebut menurut perjanjian sewa, serta membayar biaya sewa pada waktu yang telah ditentukan di dalam perjanjian. Adapun yang dimaksud dengan memakai barang sewaan sebagai “bapak rumah yang baik”, adalah kewajiban untuk memakainya, seakan-akan itu barang miliknya.42 Selain kewajiban, terdapat larangan bagi penyewa yang disebutkan dalam Pasal 1559 KUH Perdata, bahwa:
“Si penyewa, jika kepadanya tidak telah diperizinkan, tidak diperbolehkan mengulangsewakan barang, yang disewanya, maupun melepaskan sewanya kepada seorang lain, atas ancaman pembatala perjanjian sewa dan penggantian biaya, rugi dan bunga, sedangkan pihak yang menyewakan, setelah pembatan itu, tidak diwajibkan menaati perjanjian ulang sewa. Jika yang disewakan itu berupa sebuah rumah yang didiami sendiri oleh si penyewa, maka dapatlah ia atas tanggungannya sendiri, menyewakan sebagian kepada orang lain, jika kekuasaan itu tidak telah dilarang dalam perjanjiannya”.
Si penyewa dalam hal mengulang sewa bertindak sendiri sebagai pihak dalam suatu perjanjian sewa-menyewa kedua yang diadakan olehnya dengan pihak ketiga. Sedangkan dalam melepas sewanya, ia mengundurkan diri sebagai penyewa dan menyuruh pihak ketiga untuk menggantikan dirinya sebagai penyewa.43 Jadi, kesimpulannya mengulangsewakan dan melepaskan sewanya kepada orang lain merupakan hal yang dilarang, namun jika hal itu diperjanjikan maka diperbolehkan.
41 Subekti, Aneka Perjanjian, Cetakan 8, (Bandung: Citra Xxxxxx Xxxxx, 1989), hlm. 42.
42 Ibid., hlm. 43.
43 Ibid., hlm. 46.
C. Tinjaun Umum tentang Isi dan Pelaksanaan Perjanjian
1. Isi Perjanjian
Suatu perjanjian yang dibuat oleh para pihak akan diberlakukan sebagai Undang- undang yang bersifat mengikat dan wajib ditaati oleh para pihak. Oleh karena itu, suatu perjanjian perlu dirancang secara cermat dan teiliti dengan memperhatikan teori, asas-asas dan kaidah yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. Perancangan suatu perjanjian atau kontrak dikenal dengan istilah Contract Drafting dalam Bahasa Inggris. Terdapat 3 (tiga) istilah yang berhubungan dengan perancangan yakni rancangan, merancang dan perancangan.44 Menurut X. Xxxxx XX, perancangan kontrak dapat diartikan sebagai suatu proses atau cara untuk merancang kontrak.45 Pembuatan suatu perjanjian pada kontrak minimal harus dicantumkan beberapa hal di dalam kontrak tersebut. Pembuatan suatu perjanjian pada kontrak harus didasari sebagai berikut:46
1. Kedudukan para pihak dalam kontrak tersebut;
2. Apa yang menjadi objek di dalam kontrak tersebut;
3. Jangka waktu itu berahkir;
4. Kentuan mengenai ingkar janji atau pelangaran bagi mereka yang tidak melaksanakan sesuai dengan isi kontrak tersebut;
5. Ketentuan mengenai keadaan yang di luar paksaan (overmacht);
6. Mekanisme penyelesaian apabila terjadi perselisihan;
7. Dan terahkir tandatangan oleh pihak yang bersangkutan.
44 X. Xxxxx XX, dkk., Perancangan Kontrak dan Memorandum of Understanding (MoU), (Jakarta: Sinar Grafdika, 2007), hlm. 1
45 Ibid, hlm. 1
46 I Xxxxx Xxxxx Xxx Xxxxxxx, Pelaksanaan Perancangan Kontrak dalam Pembuatan Struktur Kontrak Bisnis, Acta Comitas: Jurnal Hukum Kenotariatan, Vol. 3 No.2, 3 Desember 2018, hlm. 558.
Merancang kontrak dilakukan sebagaimana halnya untuk mengatur dan merencanakan struktur, anatomi dan substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak. Struktur kontrak adalah susunan dari kontrak yang akan dibuat atau dirancang oleh para pihak. Anatomi kontrak adalah berkaitan dengan letak dan hubungan antara bagian-bagian yang satu dengan bagian yang lainnya. Substansi kontrak merupakan isi yang akan dituangkan dalam kontrak yang akan dirancang oleh para pihak. Substansi kontrak ada yang dinegoisasi oleh para pihak dan ada yang telah ditentukan secara sepihak oleh salah satu pihak. Kontrak semacam ini lazim disebut dengan kontrak baku (standart kontrak).47 Substansi kontrak meliputi unsur-unsur perjanjian, yaitu unsur essentialia, naturalia dan accidentalia.
Struktur mengenai rangkaian kontrak berupa:48
a. Judul Kontrak: Judul harus jelas, padat dan singkat sehingga diberikan sebuah gambaran perjanjian yang akan dibuat.
b. Awal Kontrak: Pembuatan awal kontrak harus singkat serta memberikan rangkaian perkataan pembuka, serta tanggal dimulainya kontrak tersebut sebagai bukti dan perbuatan hukum para pihak yang dituangkan dalam kontrak tersebut.
c. Para Pihak: Pihak-pihak yang bersangkutan mengikat diri pada suatu perjanjian.
d. Premis: Apa yang melatarbelakangi perjanjian yang dibuat, sehingga terjadi bagaimana kesepakatan dalam kontrak tersebut terjadi harus diuraikan secara singkat.
47 Ibid, hlm. 558.
48 Xxxxx XX, Hukum Kontrak, (Jakarta: Sinar Grafika, 2011), hlm.105.
e. Isi Kontrak: Pada tahap ini, isi pada suatu perjanjian diwakili pasal-pasal serta pada tiap pasal diberikan judul. Isi pada suatu perjanjian kontrak meliputi tiga
(3) yakni sebagai berikut: essentialia, naturalia, dan accidentalia. Terdapat pula unsur yang tidak kalah penting, harusnya terdapat sebuah penyebutan tentang bagaimana mekanisme penyelesaian mengenai perselisihan ataupun sengketa.
f. Akhir Kontrak (Penutup): Pada tahap terahkir penyelesaian dilakukan dengan adanya pengesahan pihak-pihak yang bersangkutan serta juga terdapat saksi pada perjanjian kontrak tersebut.
2. Pelaksanaan Perjanjian
Perjanjian merupakan suatu media yang digunakan oleh para pihak untuk menjembatani keduanya dalam mewujudkan tujuan dari dibuatnya perjanjian tersebut. Tujuan dibuatnya perjanjian adalah sebagai dasar penyelesaian apabila timbul masalah di kemudian hari agar para pihak terlindungi, mendapatkan kepastian hukum, dan keadilan.49 Dibuatnya suatu perjanjian juga diharapkan agar para pihak dapat menepati dan melaksanakan prestasi atau hal-hal yang tertulis dalam perjanjian tersebut.
a. Prestasi
Suatu hal yang tercantum dalam perjanjian dan wajib dipenuhi serta dilaksanakan oleh para pihak disebut dengan prestasi. Menurut Pasal 1234 KUH Perdata terdapat 3 (tiga) wujud prestasi, yaitu tiap-tiap perikatan adalah untuk memberikan sesuatu,
49 Xxxx Xxxxx Xxxxxx, “Peranan Asas-Asas Hukum Perjanjian Dalam Mewujudkan Tujuan Perjanjian”, Binamulia Hukum, Vol. 7 No.2, Desember 2018, 107.
untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu. Hal yang dimaksud dalam 3 (tiga) wujud prestasi tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
1) Memberikan sesuatu adalah kewajiban pihak untuk menyerahkan suatu benda yang diperjanjikan.
2) Berbuat sesuatu adalah kewajiban pihak untuk melaksanakan perbuatan yang tercantum dalam perjanjian.
3) Tidak berbuat sesuatu adalah pihak tidak melakukan perbuatan yang tercantum dalam perjanjian.
b. Wanprestasi
Menurut Xxxxx 1338 ayat (1) KUH Perdata, dikatakan wanprestasi apabila tidak dilaksanakannya prestasi sesuai dengan apa yang telah diperjanjikan. Wanprestasi terjadi apabila salah satu pihak tidak dapat memenuhi kewajibannya sebagaimana yang telah di tetapkan dalam perikatan. Adanya wanprestasi dapat menimbulkan hapusnya suatu perjanjian. Wanprestasi memiliki 3 (tiga) bentuk, yaitu:
1) Tidak memenuhi prestasi sama sekali;
2) Terlambat dalam memenuhi prestasu;
3) Melanggar isi dalam perjanjian.
3. Hapusnya Perjanjian
Hapusnya suatu perjanjian dapat diakibatkan dari tidak terpenuhinya syarat sah suatu perjanjian yang tercantum pada Pasal 1320 KUH Perdata. Terdapat dua unsur yaitu syarat subjektif dan objektif. Apabila suatu perjanjian tidak memenuhi syarat subjektif, maka perjanjian tersebut dapat dibatalkan. Dapat dibatalkan artinya salah satu pihak dapat memintakan pembatalan itu. Perjanjiannya sendiri tetap mengikat kedua belah pihak, selama tidak dibatalkan (oleh hakim) atas permintaan pihak
yang berhak meminta pembatalan tadi (pihak yang tidak cakap atau pihak yang memberikan sepakatnya secara tidak bebas).50 Apabila suatu perjanjian tidak memenuhi syarat objektif, maka perjanjian tersebut adalah batal demi hukum. Batal demi hukum artinya adalah dari semula dianggap tidak pernah ada dilahirkan suatu perjanjian dan tidak pernah ada suatu perikatan.51 Penyebab dari tidak terlaksananya suatu perjanjian dapat diakibatkan oleh hal-hal berikut:
a. Wanprestasi
Terkadang dalam praktiknya seorang pihak tidak mematuhi apa yang telah menjadi kewajibannya, hal ini dikenal dengan istilah wanprestasi atau ingkar janji. Wanprestasi dalam bahasa Belanda, yaitu “Wanprestatie” yang artinya tidak dipenuhinya prestasi atau kewajiban yang telah ditetapkan terhadap pihak-pihak tertentu di dalam suatu perikatan. Menurut Kamus Hukum, wanprestasi berarti kelalaian, kealpaan, cidera janji, tidak menepati kewajibannya dalam perjanjian.52 Seorang debitur dikatakan lalai, apabila ia tidak memenuhi kewajibannya atau terlambat memenuhinya tetapi tidak seperti yang telah diperjanjikan.53 Pengertian yang umum mengenai wanprestasi adalah pelaksanaan kewajiban yang tidak tepat pada waktunya atau dilakukan tidak menurut selayaknya. Wanprestasi adalah pelaksanaan perjanjian yang tidak tepat waktunya atau dilakukan tidak menurut selayaknya atau tidak dilaksanakan sama sekali.54 Unsur-unsur dalam wanprestasi, yaitu:
50Pengadilan Negeri Tahuna, Perjanjian “Batal Demi Hukum” Dan “Dapat Dibatalkan”, diakses melalui xxxxx://xx-xxxxxx.xx.xx/xxxxxxx-xxxxxxxxxx/xxxxxx-xxxxxxxxxxx-xx/xxxxxxxx- pengadilan/item/perjanjian, pada tanggal 9 April 2022, pukul 22.37 WIB.
51Ibid.
52 Xxxxxxxxx, Kamus Hukum, (Jakarta: Rineka Cipta, 2007), hlm. 578.
53 Subekti, Kitab Undang-undang Hukum Perdata, (Jakarta: PT. Arga Printing, 2007), hlm.
146.
54 X. Xxxxx Xxxxxxx, 1986, Op.Cit., hlm. 60
1) Perjanjian yang sah oleh para pihak;
2) Terdapat kesalahan, baik kelalaian atau kesengajaan yang dilakukan oleh salah satu pihak;
3) Terdapat kerugian yang dialami oleh salah satu pihak;
4) Adanya sanksi yang berupa ganti rugi, pembatalan perjanjian, peralihan risiko, dan membayar biaya perkara jika masalahnya sampai dibawa ke pengadilan.
Wanprestasi diatur dalam Pasal 1236 KUH Perdata untuk perikatan yang memberikan sesuatu dan Pasal 1239 KUH Perdata untuk perikatan yang berbuat sesuatu. Menurut Subekti, bentuk wanprestasi ada empat macam yaitu:
1) Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukan;
2) Melaksanakan apa yang dijanjikannya tetapi tidak sebagaimana dijanjikannya;
3) Melakukan apa yang dijanjikannya tetapi terlambat;
4) Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan.
Menurut Xxxxxxxx, dalam praktik sering dijumpai ingkar janji dalam hukum perdata, ada 3 (tiga) bentuk ingkar janji, yaitu:55
1) Tidak memenuhi prestasi sama sekali;
2) Terlambat memenuhi prestasi;
3) Memenuhi prestasi secara tidak baik.
Apabila debitur sudah tidak mampu memenuhi prestasinya maka ia termasuk bentuk yang pertama, tetapi apabila debitur masih mampu memenuhi prestasi ia dianggap sebagai terlambat dalam memenuhi prestasi. Bentuk ketiga, debitur memenuhi prestasi tidak sebagaimana mestinya atau keliru dalam memenuhi
55 Yahman, Karakteristik Wanprestasi dan Tindak Pidana Penipuan Yang Lahir dari Hubungan Kontraktual, Cetakan 1, (Jakarta: Prestasi Pustakarya, 2011), hlm. 78
prestasinya, apabila prestasi masih dapat diharapkan untuk diperbaiki lagi ia sudah dianggap sama sekali tidak memenuhi prestasi.56 Membicarakan wanprestasi tidak bisa terlepas dari masalah pernyataan lalai (Xxxxxxxxxx stelling) dan kelalaian (verzuim). Kelalaian yang ditimbulkan oleh salah satu pihak dapat mengakibatkan hapusnya suatu perjanjian. Akibat yang timbul dari wanprestasi ialah keharusan bagi debitur membayar ganti atau dengan adanya wanprestasi salah satu pihak, maka pihak yang lainnya dapat menuntut “pembatalan kontrak/perjanjian”.57 Selain itu, berdasarkan Pasal 1236 dan 1239 KUH Perdata, maka bila terdapat debitur yang wanprestasi atau berprestasi buruk, debitur itu wajib memberikan ganti biaya, rugi dan bunga.58 Pasal 1267 KUH Perdata memberikan pilihan kepada pihak yang tidak terpenuhi prestasinya untuk memilih yaitu (1) pemenuhan perjanjian; (2) pemenuhan perjanjian disertai ganti kerugian; (3) pembatalan perjanjian; dan (4) pembatalan perjanjian disertai ganti kerugian.
Ganti rugi yang muncul dari wanprestasi adalah jika ada pihak-pihak dalam perjanjian yang tidak melaksanakan komitmennya yang sudah dituangkan dalam perjanjian, maka menurut hukum dia dapat dimintakan tanggung jawabnya, jika pihak lain dalam perjanjian tersebut menderita kerugian karenanya. KUH Perdata memperincikan kerugian (yang harus diganti) dalam tiga komponen sebagai berikut:
1. Biaya (kosten) adalah segala pengeluaran atau perongkosan yang nyatanya sudah dikeluarkan oleh suatu pihak.
56 Xxxxxxxx Xxxxxx, Dasar-Dasar Hukum Perikatan, (Bandung: Mandar Maju, 1994), hlm 11.
57 Yahman, Karakteristik Wanprestasi & Tindak Pidana Penipuan, (Surabaya: Kencana, 2014), hlm. 83
58 Xxxxxxxx Xxxxx, Op. Cit., hlm.133
2. Rugi (schaden) adalah kerugian karena kerusakan barang-barang kepunyaan kreditur yang diakibatkan oleh kelalaian si debitur.
3. Bunga (interesten) adalah kerugian yang berupa kehilangan keuntungan, yang sudah dibayangkan atau dihitung oleh kreditur.59
b. Overmacht
Overmacht dikenal juga dengan istilah force majeure atau keadaan memaksa. Keadaan memaksa/force majeure/overmacht adalah suatu keadaan yang terjadi setelah dibuatnya perjanjian, yang menghalangi debitur untuk memenuhi prestasinya, di mana debitur tidak dapat dipersalahkan dan tidak harus menanggung risiko serta tidak dapat menduga pada waktu perjanjian dibuat.60 Overmacht diatur dalam Pasal 1244 dan 1245 KUH Perdata pada bagian ganti rugi.
Pasal 1244 KUH Perdata berbunyi, jika ada alasan untuk itu, si berutang harus dihukum mengganti biaya, rugi dan bunga apabila ia tak dapat membuktikan, bahwa hal tidak atau tidak pada waktu yang tepat dilaksanakannya perikatan itu, disebabkan suatu hal yang tak terduga, pun tak dapat dipertanggungjawabkan padanya, kesemaunya itu pun jika itikad buruk tidaklah ada pada pihaknya. Pasal 1245 KUH Perdata berbunyi, tidaklah biaya rugi dan bunga, harus digantinya, apalagi lantaran keadaan memaksa atau lantaran suatu kejadian tak disengaja si berutang beralangan memberikan atau berbuat sesuatu yang diwajibkan, atau lantaran hal-hal yang sama telah melakukan perbuatan yang terlarang.
59 Xxxxx Xxxxx, Konsep Hukum Perdata, Cetakan 1, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2014), hlm. 223.
60 Xxxxx Xxxx Xxxxx, “Kajian Hukum Keadaan Memaksa (Force Majeure) Menurut Pasal 1244 Dan Pasal 1245 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata”, Lex Privatum, Vol. IV, No. 2, Februari 2016, 173.
Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya bahwa overmacht merupakan suatu keadaan dimana debitur tidak mampu memenuhi kewajiban atau prestasinya kepada kreditur setelah dilaksanakannya perjanjian, yang oleh karenanya debitur tidak dapat dipersalahkan dan tidak harus menanggung resiko serta tidak dapat menduga pada waktu perjanjian dilaksanakan akibatadanya kejadiaan yang berbeda di luar kuasanya. Seperti : gempa bumi, banjir, kecelakaan.61 Pasal 1244 dan 1245 KUH Perdata telah menetapkan overmacht sebagai alasan hukum yang membebaskan debitur dari kewajiban melaksanakan pemenuhan (nakoming) dan ganti rugi (schadevergoeding) sekalipun debitur telah melakukan perbuatan yang melanggar hukum atau onrechtmatig.62 Faktor yang mempengaruhi keadaan memaksa (force majeure), menurut KUH Perdata ada 3 (tiga) unsur yang harus dipenuhi untuk keadaan memaksa, yaitu:63
1) Tidak memenuhi prestasi;
2) Ada sebab yang terletak di luar kesalahan debitur;
3) Faktor penyebab itu tidak dapat di duga sebelumnya dan tidak dapat dipertanggungjawabkan kepada debitur.
Sifat overmacht dibagi menjadi dua yaitu overmacht yang bersifat tetap dan overmacht yang bersifat sementara.64 Overmacht bersifat tetap adalah dimana debitur tidak dapat melakukan kewajibannya karena overmacht, sedangkan overmacht sementara adalah debitur dapat kembali melakukan kewajibannya
61 Xxxxx Xxxxxxx,Xxxxx Xxxxxxxx, Xxxxxxx Xxxxxxxxx Xxxxxxx Xxxxxxx, Xxxxxx Xxxxx Xxxxxxxx, “Covid-19 sebagai Bentuk Overmacht dan Akibat Hukumnya Terhadap Pelaksanaan Perjanjian Kredit”, SASI, Vol. 27, No. 1, Januari-Maret 2021, 96-97.
62 Ibid.
63 Xxxxx Xxxx Xxxxx, Op. Cit., hlm.179
64 Aminah, “Pengaruh Pandemi Covid 19 Pada Pelaksanaan Perjanjian”, Diponegoro Private Law Review, Vol. 7, No., 1, Februari 2020, 652.
apabila keadaan overmacht tersebut berakhir. Akibat hukum overmacht/ force majeur/ keadaan memaksa yaitu :65
1) Debitur tidak perlu membayar ganti rugi (Pasal 1244 KUH Perdata);
2) Beban resiko tidak berubah, terutama pada keadaan memaksa sementara, dan
3) Xxxxxxxx tidak berhak atas pemenuhan prestasi, tetapi sekaligus demi hukum bebas dari kewajibannya untuk menyerahkan kontras prestasi.
D. Tinjauan Umum tentang Penyelesaian Sengketa Pelaksanaan Perjanjian
1. Penyelesaian Sengketa di Pengadilan (Litigasi)
Undang-undang tidak memberikan definisi mengenai litigasi, namun dapat disimpulkan bahwa litigasi merupakan proses menyelesaikan perselisihan hukum di pengadilan yang mana setiap pihak bersengketa memiliki hak dan kewajiban yang sama baik untuk mengajukan gugatan maupun membantah gugatan melalui jawaban.66 Prosedur pelaksanaan jalur litigasi bersifat formal dan sangat teknis. Seperti yang dikatakan X. Xxxxx Xxxxxxx “there is a long wait for litigants to get trial”, jangankan untuk mendapat putusan yang berkekuatan hukum tetap, untuk menyelesaikan pada satu instansi peradilan saja, harus antri menunggu.67
Menurut Xxxxx Xxxxxx Xxxxxxx, litigasi merupakan penyelesaian sengketa secara konvensional dalam dunia bisnis seperti dalam bidang perdagangan, perbankan, proyek pertambangan, minyak dan gas, energi, infrastruktur, dan sebagainya.
65 Ibid., hlm. 653
66 Xxxxx Xxxxx, Penyelesaian Sengketa Litigasi dan Non-Litigasi (Tinjauan Terhadap Mediasi dalam Pengadilan sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan), diakses dari xxxxx://xxx.xxxxxxxx.xxx/00000000/Xxxxxxxxxxxx_Xxxxxxxx_Xxxxxxxx_xxx_XxxXxxxxxxx_Xxxxxxxx
_terhadap_Mediasi_dalam_Pengadilan_sebagai_Alternatif, pada tanggal 30 September 2021, pukul
02.08 WIB.
67 Xxxxxxxxxxxx Xxxxxxx, Mediasi Alternatif Penyelesaian Sengketa di Pengadilan, (Jakarta: Grafindo Persada, 2012), hlm. 16.
Proses litigasi menempatkan para pihak saling berlawanan satu sama lain. Selain itu, penyelesaian sengketa secara litigasi merupakan sarana akhir (ultimum remidium) setelah upaya-upaya alternatif penyelesaian sengketa tidak membuahkan hasil.68
2. Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan (Non Litigasi)
Penyelesaian sengketa di luar pengadilan di kenal dengan istilah Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS) atau Alternative Dispute Resolution (ADR). Hal ini sudah diatur dalam Undang-undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS). Dijelaskan dalan Pasal 1 angka (10) Undang-undang Nomor 30 Tahun 1999, bahwa Alternatif Penyelesaian Sengketa adalah lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni penyelesaian sengketa di luar pengadilan dengan cara konsultasi, mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli. Penyelesaian sengketa melalui non-litigasi jauh lebih efektif dan efisien sebabnya pada masa belakangan ini, berkembangnya berbagai cara penyelesaian sengketa (settlement method) di luar pengadilan, yang dikenal dengan ADR dalam berbagai bentuk, seperti:69
a. Arbitrase
Dasar hukum mengenai arbitrase dapat dilihat dalam beberapa peraturan perundang-undangan di Indonesia. Arbitrase dapat berdiri sendiri, di samping dapat merupakan bagian dari Alternatif Penyelesaian Sengketa.70 Pengertian Aribitrase
68 Xxxxx Xxxxxx Xxxxxxx, Hukum Penyelesaian Sengketa Arbitrase Nasional Indonesia dan Internasional, (Jakarta: Sinar Grafika, 2012), hlm. 1-2.
69 Kelompok Kerja Alternatif Penyelesaian Sengketa Mahkamah Agung RI, Buku Tanya Jawab Mediasi di Pengadilan, Berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung No 1 Tahun 2016 Tentang Prosedur Mediasi Di Pengadilan, 2016, hlm. 1.
70 Xxxxxxx Xxxxxx, Prospek dan Pelaksanaan Arbitrase di Indonesia : Penyelesaian Sengketa Secara Alternatif (ADR), (Bandung: PT. Citra Xxxxxx Xxxxx, 2001), hlm. 122.
tercantum dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-undang No 30 Tahun 1999 yang menjelaskan bahwa arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar pengadilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa”.
b. Negosiasi
Negosiasi tidak diatur lebih lanjut sebagai salah satu alternatif penyelesaian sengketa dalam Undang-undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Negosiasi ialah proses tawar-menawar untuk mencapai kesepakatan dengan pihak lain melalui proses interaksi, komunikasi yang dinamis dengan tujuan untuk mendapatkan penyelesaian atau jalan keluar dari permasalahan yang sedang dihadapi oleh kedua belah pihak.71
c. Mediasi
Mediasi pada dasarnya merupakan negosiasi yang melibatkan pihak ketiga. Pasal 1 angka (1) Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan (selanjutnya disebut PERMA No. 1/2016) menyatakan, bahwa mediasi merupakan cara penyelesaian sengketa melalui proses perundingan untuk memperoleh kesepakatan Para Pihak dengan dibantu oleh Mediator. Meditor bersikap netral dan tidak membuat keputusan atau kesimpulan. Mediasi (mediation) melalui sistem kompromi (compromise) diantara para pihak, sedang pihak ketiga yang bertindak sebagai mediator hanya sebagai penolong (helper) dan fasilitator.72 Dapat disimpulkan bahwa mediator juga bersifat pasif.
71 Xxxxxxx Xxx Xxxxxxx, Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia, (Jakarta: Prenada Media, 2009), hlm. 21.
72 Xxxxxxxxxxxx Xxxxxx, Op.Cit., hlm. 34.
d. Konsiliasi
Hal ini merupakan lanjutan dari mediasi. Mediasi dan konsiliasi memiliki kesamaan, keduanya melibatkan pihak ketiga untuk menyelesaikan sengketa secara damai. Namun dalam konsiliasi, konsiliator bersifat aktif dalam mencari bentuk penyelesaian sengketa dan menawarkannya kepada para pihak.
e. Penilaian Ahli
Penilaian ahli merupakan cara penyelesaian sengketa oleh para pihak dengan meminta pendapat atau penilaian ahli terhadap perselisihan yang sedang terjadi.73 Pendapat (hukum) tersebut dapat berupa suatu masukan bagi para pihak dalam menyusun atau membuat perjanjian, maupun dalam memberikan penafsiran ataupun pendapat terhadap ketentuan dalam perjanjian yang telah dibuat oleh para pihak untuk memperjelas pelaksanaannya.
73 Xxxxxx Xxxxxxx, Mediasi Penyelesaian Sengketa Melalui Pendekatan Mufakat, (Jakarta: Rajawali Pers, 2011), hlm. 19.
E. Kerangka Pikir
PT. Derazona Air Service (Kreditur) | PT. Aero Indo Maleo (Debitur) | |||
Perjanjian Sewa Menyewa Pesawat Helikopter | ||||
Hak dan Kewajiban | ||||
Pelaksanaan Perjanjian | ||||
Wanprestasi dan Overmacht | ||||
Penyelesaian Sengketa secara Non Litigasi/Litigasi |
Gambar 1. Kerangka Pikir
Keterangan:
Terjadi suatu kesepakatan antara PT. Derazona Air Service (Kreditur) dengan PT. Aero Indo Maleo (Debitur). Kesepakatan tersebut melahirkan suatu perjanjian,
yaitu Perjanjian sewa menyewa pesawat helikopter. Isi perjanjian tersebut, tercantum hak beserta kewajiban para pihak yang keduanya harus terlaksana dan terpenuhi. Apabila dalam pelaksanaannya salah satu pihak tidak melakukan kewajibannya maka dapat terjadi suatu wanprestasi dan/atau overmacht. Wanprestasi dapat terjadi karena salah satu pihak tidak memenuhi prestasi sama sekali, terlambat memenuhi prestasi dan/atau memenuhi prestasi secara tidak baik, sedangkan overmacht dapat terjadi karena salah satu pihak tidak dapat melakukan prestai karena keadaan memaksa. Penyelesaian sengketa terhadapa hal tersebut dapat diselesaikan secara litigasi ataupun non litigasi, dengan tujuan untuk mengakhiri perjanjian tersebut dan mengembalikan atau mengganti kerugian yang dialami oleh pihak yang dirugikan.
III. METODE PENELITIAN
Metode penelitian atau metode ilmiah adalah prosedur atau langkah-langkah dalam mendapatkan pengetahuan atau ilmu.74 Penelitian juga dapat dikatakan sebagai suatu sarana pengembangan ilmu pengetahuan maupun teknologi. Hal ini dikarenakan penelitian memiliki tujuan untuk mengungkapkan kebenaran secara sistematis, metodologis dan konsisten. Penelitian hukum merupakan suatu proses untuk menentukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi.75
A. Jenis Penelitian
Menurut Xxxxxxxxxx Xxxxxxxx, bahwa penelitian hukum itu dibagi ke dalam 3 (tiga) jenis, yaitu: Penelitian Hukum Normatif, Penelitian Hukum Normatif- Empiris, dan Penelitian Hukum Empiris.76 Jenis penelitian hukun yang akan digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah penelitian hukum normatif empiris. Penelitian normatif empiris merupakan gabungan dari unsur hukum normative yang kemudian didukung dengan penambahan data atau unsur empiris. Pokok kajiannya adalah pelaksanaan atau implementasi ketentuan hukum positif dan kontrak secara
74 Suryana, Metodelogi Penelitian, Model Prakatis Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif, (Bandung: UPI, 2010), hlm. 16.
75 Xxxxxxxx Xxxxxxxx & Xxx Xxxxxxx, Penelitian Hukum Normative Suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,1985), hlm. 1.
76 Xxxxxxxxxx Xxxxxxxx, Hukum dan Penelitian, Cetakan 1, (Bandung: PT Citra Xxxxxx Xxxxx, 2004), hlm. 52.
faktual pada setiap peristiwa hukum tertentu yang terjadi dalam masyarakat guna mencapai tujuan yang telah ditentukan.77 Penelitian ini akan mengkaji tentang pelaksanaan perjanjian sewa menyewa pesawat helikopter antara PT. Derazona Air Service dengan PT. Aero Indo Maleo dengan melihat peraturan perundang- undangan dan literatur yang berkaitan dengan perjanjian sewa menyewa serta melakukan wawancara dengan pihak PT. Derazona Air Service yang dimana hal ini digunakan untuk mendapatkan informasi terkait dengan bahan penelitian.
B. Tipe Penelitian
Tipe penilitian yang akan digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah tipe penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang bertujuan untuk membuat deksripsi secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta dan sifat- sifat populasi daerah tertentu.78 Menurut Xxxxxxxx, Metode deskriptif adalah metode yang digunakan untuk menggambarkan atau menganalisis suatu hasil penelitian tetapi tidak digunakan untuk membuat kesimpulan yang lebih luas.79 Oleh karena itu, penelitian ini akan menggambarkan dan menganalisis pelaksanaan perjanjian sewa menyewa pesawat helikopter antara PT. Derazona Air Service dengan PT. Aero Indo Maleo.
C. Pendekatan Masalah
Pendekatan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kasus (case approach) yang akan dilakukan dengan menelaah kasus yang berkaitan dengan masalah hukum yang diteliti. Jenis pendekatan ini tujuannya adalah untuk
77 Xxxxxxxxxx Xxxxxxxx, 2004, Loc.Cit.
78 Suryana, Op.Cit., hlm. 14.
79 Xxxxxxxx, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, (Bandung: Afabeta, 2011), hlm. 21.
mencari nilai kebenaran serta jalan keluar terbaik terhadap peristiwa hukum yang terjadi sesuai dengan prinsip-prinsip keadilan.80 Pendekatan ini akan digunakan untuk menelaah kasus yang terjadi pada perjanjian sewa menyewa pesawat helikopter antara PT. Derazona Air Service dengan PT. Aero Indo Maleo.
D. Data dan Sumber Data Penelitian
Data yang akan digunakan dalam penelitian ini, yaitu:
1. Data Primer
Data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah data yang langsung diambil dari narasumber. Menurut Xxxxxxxx, data primer merupakan sumber data yang langsung memberikan data kepada pengepul data.81 Pengambilan data primer dalam suatu penelitian dapat diperoleh melalui wawancara.
2. Data Sekunder
Data ini merupakan data dari kepustakaan. Dalam hal ini diperoleh dari beberapa literatur atau dokumen-dokumen resmi, hasil–hasil penelitian, peraturan perundangundangan serta buku–buku ilmiah.82 Kegunaan data sekunder adalah untuk mencari data awal atau informasi, mendapatkan landasan teori atau landasan hukum, mendapatkan batasan, defenisi, arti suatu istilah.83 Data sekunder terdiri dari 3 (tiga) bahan, yaitu:
80 Xxxxxx Xxxx & Partners, Advocates & Legal Consultant, Pendekatan Perundang-Undangan (Statute Approach) Dalam Penelitian Hukum, diakses dari xxxxx://xxx.xxxxxx.xxx/xxxxxxxxxx- perundang-undangan-statute-approach-dalam-penelitian- hukum/#:~:text=Pendekatan%20Kasus%20(case%20approach)%20adalah,hukum%20yang%20ter jadi%20di%20lapangan. pada tanggal 24 Mei 2022, pukul 23.52 WIB.
81 Xxxxxxxx, 2016, Op.Cit., hlm. 137.
82 Xxxxx Xxxxxxxxx Soemitri, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1988), hlm. 52
83 Burhan Ashshofa, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: PT.Rineka Cipta, 1996), hlm..20-22.
a. Bahan Hukum Primer
Bahan hukum primer adalah bahan yang mengikat, seperti perundang-undangan, norma atau kaidah dasar. Penelitian ini menggunakan bahan hukum primer berupa Kitab Undang-Undangan Hukum Perdata.
b. Bahan Hukum Sekunder
Bahan hukum sekunder merupakan pendukung bahan hukum primer berupa literatur yang berkaitan dengan permasalahan penelitain dan dapat diperoleh dari buku-buku, jurnal atau makalah, karya tulis atau padangana ahli, sarjana hukum, serta internet ataupun media massa.
c. Bahan Hukum Tersier
Bahan hukum tersier memberikan penjelasan maupun petunjuk terhadap bahan primer dan sekunder. Hal ini diperoleh dari Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), artikerl, ensiklopedia, majalah, maupun internet.
E. Metode Pengumpulan Data
Terdapat beberapa metode pengumpulan data yang akan digunakan dalam penelitian ini, yaitu:
1. Data Primer
Metode pengumpulan data primer akan dilakukan dengan wawancara. Wawancara atau interview, yakni suatu proses tanya jawab lisan dimana dua orang atau lebih berhadapan secara fisik, yang suatu dapat melihat muka dan mendengarkan, yang lainya dengan telinganya sendiri dan suaranya sebagai alat informasi yang lansgung tentang data sosial yang baik yang terpandang maupun bermanfaat.84 Wawancara
84 Xxxxxxxxx Xxx, Metode Penelitian Hukum, (Palu: Sinar Grafika, 2009), hlm. 102.
dilakukan untuk memperoleh keterangan dari tujuan penelitian ini. Sifat dari metode wawancara yang akan dilakukan adalah terbuka, dimana akan ada penjelasan secara lengkap dan terbuka dari narasumber. Narasumber yang akan diwawancarai ialah Xxxxx Xxxxx Xxx Xxxxx, selaku Legal Officer di PT. Derazona Air Service; Bapak Capt. Xxx Xxxxxxxx, selaku Pilot di PT. Derazona Air Service; dan Xxxxx Xxxxxxxxx Xxxxxxxxx, selaku Presiden Direktur di PT. Aero Indo Maleo
2. Data Sekunder
Metode pengumpulan data sekunder akan dilakukan dengan melakukan studi kepustakaan dan studi dokumen. Studi kepustakaan merupakan pengumpulan data dengan membaca dan mempelajari literatur, buku, dokumen, peraturan perundang- undangan yang berkaitan dengan permasalahan penelitian. Studi dokumen merupakan pengumpulan data berupa arsip atau dokumen yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti. Hal ini merupakan dokumen yang tidak dipublikasikan secara umum namun boleh diketahui oleh pihak tertentu. Studi dokumen pada penelitian ini akan dilakukan dengan menganalisis dokumen Perjanjian Sewa Menyewa Pesawat Helikopter antara PT. Derazona Air Service dengan PT. Aero Indo Maleo, Nomor: DAS-XXX/0xx/0xxx.
F. Metode Pengolahan Data
Data-data yang telah terkumpul selanjutnya akan diolah melalui tahapan sebagai berikut:
1. Pemeriksaan Data (Editing)
Editing adalah meneliti data-data yang telah diperoleh, terutama dari kelengkapan jawaban, keterbacaan tulisan, kejelasan makna, kesesuaian dan relevansinya
dengan data yang lain.85 Hal ini diperlukan untuk mendapatkan kepastian, kejelasan serta kelengkapan dari data yang telah terkumpul, serta dapat mencegah kesalahan atau tidak relavannya data dengan permasalahan yang diteliti.
2. Klasifikasi (Classifying)
Tahapan ini merupakan proses pengelompokan dari keseluruhan data yang telah terkumpul. Seluruh data yang didapat tersebut dibaca dan ditelaah secara mendalam, kemudian digolongkan sesuai kebutuhan.86 Hal ini perlu dilakukan agar data yang terkumpul dapat mudah dibaca dan dipahami. Data-data tersebut diklasifikasikan atau dipilah ke dalam bagian-bagian yang memiliki persamaan, baik yang diperolah dari studi pustaka, wawancara maupun studi dokumen.
3. Verifikasi (Verifying)
Verifying adalag proses memeriksa data dan informasi yang telah didapat dari lapangan agar validitas data dapat diakui dan digunakan dalam penelitian.87 Hal ini dilakukan untuk menjamin data yang diperoleh adalah benar-benar valid dan tidak ada manipulasi.
4. Pembuatan Kesimpulan (concluding)
Tahapan ini adalah tahapan terakhir dalam proses pengolahan data. Kesimpulan nantinya akan menjadi sebuah data yang berkaitan dengan permasalahan penelitian.
85 Xxx Xxxxxxx dan Xxxxxx Xxxxxxx, Metode Penelitian, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2005), hlm. 85.
86 Lexy J. Xxxxxxx, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1993), hlm. 104-105.
87 Xxxx Xxxxxxxx dan Xxxxx Xxxxxx, Proposal Penelitian di Perguruan Tinggi, (Bandung: Sinar Baru Argasindo, 2002), hlm. 84
G. Analisis Data
Data-data yang terkumpul pada penelitian ini dengan pengolahan data secara sistematis akan dianalsisi menggunakan metode kualitatif. Analisa kualitatif ini untuk menghasilkan data deskriptif yang merupakan kata-kata tulisan dan uraian- uraian dari orang lain dan perilaku yang diamati.88 Hasil analisis kualitatif akan memperoleh kesimpulan sebagai jawaban dari permasalahan yang akan dikemukakan dalam penelitian ini.
88 Xxxxx X.X. Sumarjono, Pedoman Pembuatan Usulan Penelitian, (Yogyakarta: 1989), hlm.
16.
V. PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang dilakukan oleh penulis, maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Perjanjian sewa menyewa pesawat helikopter antara PT. Derazona Air Service dan PT. Aero Indo Maleo secara keseluruhan telah sesuai dengan prinsip- prinsip dasar hukum perjanjian pada KUH Perdata. Dimana perjanjian tersebut telah menganut asas-asas perjanjian seperti asas kebebasan berkontrak, asas konsensualisme, asas kepribadian, asas keseimbangan, asas kepastian hukum (pacta sunt servanda), asas kepatutan, asas itikad baik, dan asas force majeure. Namun asas exceptio non adimpleti contactus hanya dapat dibuktikan pada pelaksanaan perjanjian tersebut sebagai bentuk akibat hukumnya.
2. Terdapat kendala yang dialami oleh PT. Aero Indo Maleo dalam melaksanakan kewajibannya, sehingga dalam pelaksanaan Perjanjian Sewa Menyewa Helikopter tersebut terjadilah wanprestasi. Kendala tersebut terjadi karena adanya kesalahan strategi bisnis, sehingga PT. Aero Indo Maleo mengalami kekurangan costumer dan mengakibatkan adanya tunggakan atau tagihan yang belum bisa terbayarkan kepada PT. Derazona Air Service sebesar Rp 000.0xx.xxx.
3. Adanya wanprestasi tersebut tidak memuat asas exceptio non adimpleti contactus dan PT. Derazona Air Service sebagai pihak yang dirugikan telah mengambil langkah pembatalan perjanjian dengan mengeluarkan Surat Penghentian Kerja Sama (Termination Letter). Walaupun PT. Derazona Air Service telah berupaya untuk menyelesaikan wanprestasi tersebut secara musyawarah dan memberikan kemudahan kepada PT. Aero Indo Maleo, namun PT. Derazona Air Service belum juga menerima pembayaran dari PT. Aero Indo Maleo, sampai akhirnya PT. Derazona Air Service mengeluarkan Surat Peringatan kepada PT. Aero Indo Maleo agar dapat menuntaskan kewajibannya.
B. Saran
Berdasarkan penelitian dan data yang telah disajikan, ditemukan kendala dari PT. Aero Indo Maleo, dimana PT. Aero Indo Maleo mengalami kekurangan costumer hingga mengakibatkan terjadinya wanprestasi terhadap Perjanjian Sewa Menyewa Pesawat Helikopter dengan PT. Derazona Air Service. Hingga saat ini PT. Derazona Air Service belum juga menerima pembayaran atas tunggakan atau tagihan dari PT. Aero Indo Maleo. Namun, adanya wanprestasi tersebut tidak membuat PT. Derazona Air Service mengambil langkah penyelesaian sengketa secara litigasi dan hanya menunggu itikad baik saja dari PT. Aero Indo Maleo. Atas dasar permasalahan ini, hendaknya PT. Derazona Air Service menuntut haknya dalam pemenuhan Pasal 1267 KUH Perdata dalam bentuk jaminan sebagai ganti atas kerugiannya serta dapat mengambil jalur litigasi untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. Selain PT. Aero Indo Maleo sudah menyatakan akan bertanggungjawab apabila ada kelalaian menurut ranah hukum perdata maupun
pidana pada Surat Pernyataan yang dibuatnya, penyelesaian perselisihan wanprestasi melalui pengadilan merupakan upaya hukum yang tepat yang dapat dilakukan oleh PT. Derazona Air Service.
DAFTAR PUSTAKA
BUKU
Xxxxxxx, Xxx dan Xxxxxx Xxxxxxx. 2005. Metode Penelitian. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Xxxxxxx, Xxxxxxxxxxxx. 2012. Mediasi Alternatif Penyelesaian Sengketa di Pengadilan. Jakarta: Grafindo Persada.
Xxx, Xxxxxxxxx. 2009. Metode Penelitian Hukum. Palu: Sinar Grafika. Ashshofa, Burhan. 1996. Metode Penelitian Hukum. Jakarta: PT.Rineka Cipta.
Xxxxxxxxxxx, Xxxxxx Xxxxx. 1996. KUH Perdata Buku III Hukum Perikatan dengan Penjelasan. Cetakan 1. Bandung: Alumni.
Xxxxxxxxxxx, Xxxxxx Xxxxx. 2001. Kompilasi Hukum Perikatan. Cetakan 1.
Bandung: Citra Xxxxxx Xxxxx.
Xxxxx, Xxxxx. 2014. Konsep Hukum Perdata. Cetakan 1. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Xxxxxxx, Xxxxxxx. 2001. Prospek dan Pelaksanaan Arbitrase di Indonesia : Penyelesaian Sengketa Secara Alternatif (ADR). Bandung: PT. Citra Xxxxxx Xxxxx.
Xxxxxxx, X .Xxxxx. 1986. Segi-segi Hukum Perjanjian, Cetakan Kedua. Bandung: Alumni.
Xxxxxxxxx, Xxxxxx Xxxxx. 2005. Hukum Kebendaan Perdata: Hak-Hak Yang Memberi Kenikmatan. Ind-Hil-Co.
Xxxxxxx, Xxxx Xxxxx. 2008. Hukum Perjanjian, Asas Proporsiobalitas dalam Kontrak Komersial. Yogyakarta: LaksBang Mediatama.
HS, H. Xxxxx, dkk. 2007. Perancangan Kontrak dan Memorandum of Understanding (MoU). Jakarta: Sinar Grafdika.
XX, Xxxxx. 2007. Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia. Cetakan Ketiga.
Jakarta: Raja Grafindo Persada.
XX, Xxxxx. 2011. Hukum Kontrak. Jakarta: Sinar Grafika.
Xxxxxxxxxx, Xxxxxx Maru. 2013. Kontrak Bisnis di Asean, Pengaruh sistem hukum Common Law dan Civil Law. Jakarta: Sinar Grafika.
Xxxxxxxxx, Xxxxxx. 2014. Hukum Kontrak Indonesia Dalam Perspektif Perbandingan (Bagian Pertama). Yogyakarta: FH UII Press.
Kelompok Kerja Alternatif Penyelesaian Sengketa Mahkamah Agung RI. 2016. Buku Tanya Jawab Mediasi di Pengadilan, Berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung No 1 Tahun 2016 Tentang Prosedur Mediasi Di Pengadilan.
Xxxxxxxx, Xxxxxxxxxx. 1992. Hukum Perikatan. Bandung: Citra Xxxxxx Xxxxx.
. 2004. Hukum dan Penelitian. Cetakan 1. Bandung: PT Citra Xxxxxx Xxxxx. Xxxxxxx, Xxxx J. 1993. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
Xxxxxxx dan Xxxxxxx Xxxxxxx. 2005. Perikatan yang lahir dari Undang-undang.
Jakarta: RajaGrafindo Perkasa.
Xxxxxxx, Xxxxxxx Daru. 2017. Hukum Perdata Indonesia. Bandung: Xxxxxx Xxxxxxx.
Xxxxxxx, Xxxxxxx Xxx. 2009. Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia. Jakarta: Prenada Media.
Xxxxxx, Xxxxxxxx. 1994 Dasar-Dasar Hukum Perikatan. Bandung: Mandar Maju. Xxxxxxxxxxx, Xxxxxxx. 1990. Hukum Perdata tentang Persetujuan Tertentu.
Bandung: Alumni.
Xxxxxxx, Xxxxxx. 2011. Mediasi Penyelesaian Sengketa Melalui Pendekatan Mufakat. Jakarta: Rajawali Pers.
Xxxxx, Xxxxxxxx. 1996. Hukum Perjanjian Indonesia dan Common Law. Cetakan 2.
Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Xxxxx, Xxxxxxxx. 2007. Perancangan kontrak & Memorandum of Understanding.
Jakarta : Sinar Grafika.
Xxxxxxx, Xxxxxx. 2012. Hukum Perjanjian Kontrak. Yogyakarta: Cakrawala. Xxxxxx, X. 1995. Hukum Perikatan, Perikatan yang lahir dari Perjanjian Buku II.
Cetakan 1. Bandung: Citra Xxxxxx Xxxxx.
Xxxxxxxx, Xxxx dan Xxxxx Xxxxxx. 2002 Proposal Penelitian di Perguruan Tinggi. Bandung: Sinar Baru Argasindo.
Xxxxxxxx, Xxxxxxxx dan Xxx Xxxxxxx. 1985. Penelitian Hukum Normative Suatu Tinjauan Singkat. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Soemitri, Xxxxx Xxxxxxxxx. 1998. Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri.
Jakarta: Ghalia Indonesia.
Xxxxxxxx. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Afabeta.
Xxxxxxxxx, Xxxxx X.X. 1989. Pedoman Pembuatan Usulan Penelitian.
Yogyakarta.
Suryana. 2010. Metodelogi Penelitian, Model Prakatis Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Bandung: UPI.
Setiawan, I Xxxxx Xxx. 2019. Hukum Perikatan. Jakarta: Sinar Grafika. Subekti. 1979. Hukum Perjanjian. Jakarta: Intermasa.
. 1989. Aneka Perjanjian, Cetakan 8. Bandung: Citra Xxxxxx Xxxxx.
. 2001. Hukum Perjanjian. Jakarta: Intermasa.
. 2007. Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Jakarta: PT. Arga Printing. Subekti dan Xxxxxxxxxxxxx. 1994. Hukum Pokok-Pokok Hukum Perikatan. Bandung:
PT Bina Cipta.
Xxxxxxxxx. 2007. Kamus Hukum. Jakarta: Rineka Cipta.
Syahmin. 2006. Hukum Kontrak Internasional. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Xxxxxxxx, Xxxxxx. 2004. Seluk-Beluk dan Asas-asas Hukum Perdata. Bandung:
Alumni.
Xxxxxxxxxx, Xxxxxxxx. 2012. Hukum Kontrak Memahami Kontrak dalam Perspektif Filsafat, Teori, Dogmatik, dan Praktik Hukum. Bandung: Mandar Maju.
Xxxxxxx, X. X. Rai. 2004. Merancang Suatu Kontrak. Bekasi: Megapoin.
Xxxxxxx, Xxxxx Xxxxxx. 2012. Hukum Penyelesaian Sengketa Arbitrase Nasional Indonesia dan Internasional. Jakarta: Sinar Grafika.
Yahman. 2011. Karakteristik Wanprestasi dan Tindak Pidana Penipuan Yang Lahir dari Hubungan Kontraktual. Cetakan 1. Jakarta: Prestasi Pustakarya.
. 2014. Karakteristik Wanprestasi & Tindak Pidana Penipuan. Surabaya: Kencana.
JURNAL
Aminah. Februari 2020. Pengaruh Pandemi Covid 19 Pada Pelaksanaan Perjanjian.
Diponegoro Private Law Review. 7 (1). 650-656.
Diputra, I Xxxxx Xxxxx Xxx. 3 Desember 2018. Pelaksanaan Perancangan Kontrak dalam Pembuatan Struktur Kontrak Bisnis. Acta Comitas: Jurnal Hukum Kenotariatan. 3 (2). 495-560.
Xxxxxx, Xxxxxx. Sa’xxx Xxxxxxxx dan Sularto. Oktober 2012. Penerapan Asas Itikad Baik Tahap Prakontraktual Pada Perjanjian Jual Beli Perumahan. Mimbar Hukum. 24 (3). 504-515
Xxxxxx, Xxxx Xxxxxx. Februari 2015. Pelaksanaan Perjanjian Kerjasama antara PT. Serasi Autoraya dengan Audi Variasi. Jurnal Online Mahasiswa Fakultas Hukum. II(1). 1-15.
Xxxxxxxxxxxxx, Xxxxxx Xxx Xxxx. 2017. Aspek Hukum Benda Tidak Bergerak sebagai Obyek Jaminan Fidusia. Jurnal Notariil. 1(2). 13-22.
Xxxxxx, Xxxx Xxxxx. Desember 2018. Peranan Asas-Asas Hukum Perjanjian Dalam Mewujudkan Tujuan Perjanjian. Binamulia Hukum. 7(2). 107-120.
Xxxxx, Xxxxx Xxxx. Februari 2016. Kajian Hukum Keadaan Memaksa (Force Majeure) Menurut Pasal 1244 dan Pasal 1245 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Lex Privatum. IV (2). 173-180
Xxxxxxx, Xxxxx dkk. Januari-Maret 2021. Covid-19 sebagai Bentuk Overmacht dan Akibat Hukumnya Terhadap Pelaksanaan Perjanjian Kredit. SASI. 27 (1). 93-101.
WEBSITE
Xxxxx, Xxxxx. Penyelesaian Sengketa Litigasi dan Non-Litigasi (Tinjauan Terhadap Mediasi dalam Pengadilan sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan). Diakses pada tanggal 30 September 2021, melalui xxxxx://xxx.xxxxxxxx.xxx/00000000/Xxxxxxxxxxxx_Xxxxxxxx_Xxxxxxxx_xx n_NonLitigasi_Tinjauan_terhadap_Mediasi_dalam_Pengadilan_sebagai_ Alternatif0
Xxxxxxxxxxxx, Xxxx. Perjanjian Sewa Menyewa Secara Tertulis dan Xxxxx. Diakses pada tanggal 10 April 2022, melalui xxxxx://xxx.xxxxxx.xxx/xxxxx/xxxx/0000/00/00/000000000/xxxxxxxxxx- sewa-menyewa-secara-tertulis-dan-lisan?page=all.
Pradnayaswari, A. A., S.H., M.H. Upaya Hukum Penyelesaian Wanprestasi Dalam Perjanjian Sewa Menyewa Kendaraan (Rent A Car). Diakses pada tanggal
9 April 2022, melalui xxxxx://xxxx.xxx/xxxxx-xxxxx-xxxxxxxxxxxx- wanprestasi-dalam-perjanjian-sewa-m.html.
Pengadilan Negeri Tahuna. Perjanjian “Batal Demi Hukum” Dan “Dapat Dibatalkan”. Diakses pada tanggal 9 April 2022, melalui xxxxx://xx- xxxxxx.xx.xx/xxxxxxx-xxxxxxxxxx/xxxxxx-xxxxxxxxxxx-xx/xxxxxxxx- pengadilan/item/perjanjian.
Xxxxxx Xxxx & Partners, Advocates & Legal Consultant. 2017. Pendekatan Perundang-Undangan (Statute Approach) Dalam Penelitian Hukum. Diakses pada tanggal 24 Mei 2022, melalui xxxxx://xxx.xxxxxx.xxx/xxxxxxxxxx-xxxxxxxxx-xxxxxxxx-xxxxxxx- approach-dalam-penelitian- hukum/#:~:text=Pendekatan%20Kasus%20(case%20approach)%20adalah, hukum%20yang%20terjadi%20di%20lapangan.