KEDUDUKAN KANTOR HUKUM DALAM PERSEKUTUAN PERDATA DEWASA INI
PERJANJIAN NO : III/LPPM/2012−09/78 − P
KEDUDUKAN KANTOR HUKUM DALAM PERSEKUTUAN PERDATA DEWASA INI
DISUSUN OLEH : DJAJA X. XXXXXXX, S.H.,M.H.
XXXXX XXXXXXXX, S.H.,M.H.
LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT UNIVERSITAS KATOLIK PARAHYANGAN
BANDUNG 2012
ABSTRAK
Tujuan penelitian tentang kedudukan persekutuan perdata dewasa ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana kedudukan dari kantor hukum, didalam persekutuan perdata. Selain itu pula penelitian ini juga dilakukan untuk mencari tahu tentang pertanggungjawaban dari kantor hukum yang merupakan suatu bentuk persekutuan perdata.
Dengan menggunakan mencoba metode yuridis empiris, penelitian ini akan mencoba menelusuri kedudukan kantor hukum dalam persekutuan perdata dan pertanggungjawaban kantor hukum dalam persekutuan perdata dewasa ini.
KATA PENGANTAR
Salah satu fungsi pokok peraturan menurut Ilmu Hukum adalah untuk menaggulangi kondisi kekosongan hukum. Artinya, dalam kehidupan hukum perlu dijaga agar setiap aspek kehidupan senantiasa terdapat peraturan yang mengatur dan mengayomi manusia dalam pergaulan hidupnya, baik sebagai makluk pribadi maupun makhluk sosial. Tema Penelitian ini adalah menganalisis dan menemukan jalan keluar dari kekosongan hukum mengenai Kedudukan Kantor Hukum dalam Persekutuan Perdata.
Puji Tuhan, bahwa penelitian tentang Kedudukan Kantor Hukum dalam Persekutuan Perdata ini selesai pada akhirnya. Ucapan terima kasih tentu saja kami sampaikan kepada para pihak yang telah membantu kelancaran jalannya penelitian itu sendiri. Dan, ini secara khusus ucapan terima kasih kami sampaikan kepada pihak Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Universitas Katolik Parahyangan yang telah memberikan kesempatan dalam melaksankan penelitian ini. Semoga kerjasama semacam ini dapat berlangsung di masa-masa mendatang
Bandung, Desember 2012
Djaja S Meliala Xxxxx Xxxxxxxx
KEDUDUKAN KANTOR HUKUM DALAM
PERSEKUTUAN PERDATA
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
ABSTRAK ii
DAFTAR ISI iii
BAB I : PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Perumusan Masalah 7
C. Tujuan Penelitian 8
D. Kegunaan Penilitian 8
BAB II : KAJIAN PUSTAKA 9
A. Tinjauan Persekutuan Perdata 9
1. Pengertian Perseketuan Perdata 9
2. Cara Mendirikan Persekutuan Perdata 14
3. Syarat untuk mendirikan Persekutuan Perdata 14
4. Bentuk Persekutuan perdata 16
5. Jenis Persekutuan Perdata 16
6. Berakhirnya Persekutuan Perdata 19
7. Perikatan Antara Para Sekutu 21
B. Firma 22
1. Pengertian Firma 22
2. Pendirian Firma 25
3. Berakhirnya Persekutuan Firma 29
C. Perseroan Komandinter 32
1. Pengertian Persekutuan Komandinter 32
2. Pendirian Persekutuan Komandinter 33
3. Jenis Persekutuan Komandinter 34
4. Berakhirnya Persekutuan Komandinter 36
D. Perseroan Terbatas 37
1. Pengertian Perseroan Terbatas 37
2. Pendirian Perseroan Terbatas 40
3. Organ-Organ Perseroan Terbatas 42
E. Kantor Hukum Indonesia 49
1. Pengertian Kantor Hukum 49
2. Istilah Kantor Hukum 51
BAB III : METODOLOGI PENELITIAN 53
A. Metode Pendekatan 53
B. Spesifikasi Penelitian 53
C. Lokasi Penelitian 54
D. Populasi dan Sampling 54
E. Jenis dan Sumber Data 55
F. Teknik Pengumpulan Data dan Instrumen Penelitian 56
G. Analisi Data 56
H. Sistematika Penulisan 57
BAB IV : KEDUDUKAN KANTOR HUKUM DALAM
PERSEKUTUAN PERDATA 60
A. Kedudukan Hukum dari Kantor Hukum dalam Persekutuan
Perdata 60
B. Pertanggungjawaban dari Suatu Kantor Hukum dalam
Persekutuan Perdata 63
BAB V : PENUTUP 67
A. KESIMPULAN 67
B. SARAN 69
DAFTAR PUSTAKA 70
A. Buku-Buku 70
B. Internet 70
C. Peraturan Perundang-undangan 70
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam rangka mencapai tujuan pembangunan nasional diperlukan berbagai sarana penunjang, antara lain berupa tatanan hukum yang mendorong, menggerakkan, dan mengendalikan berbagai kegiatan pembangunan di bidang ekonomi. Salah satu tatanan hukum yang diperlukan dalam menunjang pembangunan ekonomi adalah ketentuan di bidang Usaha Perseorangan yang pada saat ini belum ada pengaturannya sedangkan Badan Usaha Bukan Badan Hukum masih didasarkan pada KUH Perdata dan KUHD yang mengatur Persekutuan Perdata. Latar belakang terbentuknya Persekutuan Perdata lahir dari suatu Perkumpulan yang dimana pada dasarnya perkumpulan adalah bentuk dasar dari setiap badan usaha, baik yang berbentuk Persukutuan Perdata, firma, persekutuan komanditer, perseroan terbatas dan lain – lain. Unsur-unsur yang terkandung dalam suatu perkumpulan ialah;
1. Adanya kepentingan bersama
2. Adanya kehendak bersama
3. Adanya tujuan bersama, dan
4. Adanya kerjasama
Persekutuan perdata merupakan salah satu bentuk perkumpulan yang diatur dalam KUH Perdata. Menurut ketentuan Pasal 1618 KUH Perdata. Persekutuan perdata adalah suatu perjanjian dua orang atau lebih mengikatkan diri untuk memasukan sesuatu (inbreng) kedalam perserikatan dengan maksud untuk membagi keuntungan atau kemanfaatan yang diperoleh karenanya. Pada Pasal 1918 KUH Perdata ada 2 (dua) unsur yang harus dilakukan yakni:
1. Unsur Pemasukan (inbreng)
2. Unsur tujuan untuk memperoleh keuntungan bersama
Model berbisnis dengan persekutuan perdata banyak dilakukan dalam praktek, dengan berbagai variasinya. Sedemikian banyak variasinya sehingga undang-undang harus memberikan rambu-rambu yang jelas sampai seberapa longgar yang dapat diberikan terhadap suatu bentuk usaha agar masih dapat dikategorikan sebagai suatu persekutuan perdata. Persekutuan perdata model sebuah kantor hukum yang ketat hubungan di antara para partner, sampai dengan sebuah perkumpulan bisnis yang hanya merupakan semacam sekretariat bersama, yang praktis tidak ada persekutuan modal sama sekali, kecuali hanya pemikulan ongkos-ongkos yang dilakukan secara bersama-sama.
Pasca bergulirnya era reformasi pada tahun 1998, salah satu bisnis yang menjamur adalah bisnis jasa hukum, khususnya dalam bentuk kantor advokat. Bersamaan dengan itu, pilihan profesi hukum tiba-tiba menjadi populer, pendidikan tinggi hukum pun menjadi idaman para lulusan sekolah menengah. Fenomena ini konon muncul karena kesadaran warga negara atas hak-hak hukum pasca reformasi cenderung meningkat. Perselisihan antar individu atau antara individu dengan subyek hukum lainnya, termasuk dengan institusi negara sekalipun, dengan mudahnya bermuara ke pengadilan. Kondisi ini semakin didukung dengan maraknya restrukturisasi perusahaan khususnya perbankan akibat krisis moneter.
Akan tetapi pengaturan terhadap sebuah kantor hukum misalnya juga masih banyak terdapat variasi. Karena itu, ada baiknya pengaturan tentang hak, kewajiban dan tanggung jawab hukum dari masing-masing sekutu dalam suatu persekutuan perdata diatur sedemikian rupa sehingga dapat menampung semua versi persekutuan perdata yang terdapat dalam praktek. Dalam hal ini adalah harus jelas mana pengaturan yang merupakan hukum memaksa, sehingga tidak dapat dikesampingkan oleh para sekutu, dan mana yang merupakan hukum mengatur sehingga para sekutu dapat mengatur sendiri bagaimana maunya dengan menyimpang dari pengaturan yang ada.
Dalam praktek sebuah kantor hukum misalnya, terdapat praktek persekutuan perdata antara lain sebagai berikut :
1. Dalam bentuk “Law Firm.” Bentuk ini sebenarnya tidak lagi tergolong ke dalam sebuah persekutuan perdata tetapi, sesuai namanya, sudah termasuk ke dalam persekutuan firma, sehingga sering disebut juga sebagai “firma hukum.” Akan tetapi, karena para sekutu dalam sebuah firma hukum adalah para lawyer, yang merupakan para professional, yang selaku professional dituntut untuk bertanggung jawab sendiri-sendiri secara professional, yang disebut dengan tanggung jawab professional, maka bawaan dari sifat-sifat persekutuan perdata masih jelas kelihatan dalam hal ini.
2. Dalam bentuk “Law Office.” Dalam hal ini, persekutuan di antara para sekutu bernaung di dalam sebuah nama dalam suatu kantor, in casu kantor hukum. Berbeda dengan bentuk law firm (firma hukum) yang lebih mendekati bentuk persekutuan firma, maka bentuk law office (kantor hukum) mendekati persekutuan perdata, atau yang dikenal dengan bentuk “partnership.” Meskipun begitu, istilah “partnership” ini sebenarnya merupakan suatu istilah “umum” yang dalam sistem hukum di beberapa Negara istilah “partnership” ini bahkan ditujukan
juga terhadap persekutuan dalam bentuk firma, sementara dalam sistem hukum Indonesia dahulu kala ikatan usaha dalam bentuk kemitraan ini sering juga disebut dengan istilah “kongsi” atau “maskapai” yang merupakan ejaan bahasa Indonesia terhadap istilah “maatschap” yang memang merupakan suatu persekutuan perdata. Karena itu, saat itu di Indonesia dikenallah apa yang disebut dengan “Maskapai Andil Indonesia.”
3. Dalam bentuk “Law Offices.” Dalam “kantor-kantor hukum” (law offices) ini,terdapat banyak kantor hukum, yang dimiliki oleh masing- masing partner. Seolah-olah masing-masing sekutu memiliki kantor hukum sendiri-sendiri sehingga bertanggung jawab sendiri-sendiri meskipun mereka bernaung dalam sebuah nama kantor hukum. Jadi ikatan, demikian juga tanggung jawab, di antara masing-masing sekutu sangat longgar. Sebagai sebuah kantor tempat bernaungnya para professional, maka bentuk ini dipandang lebih ideal untuk sebuah persekutuan untuk memberikan jasa-jasa hukum.
Di samping itu, kedudukan, hak, kewajiban, tanggung jawab dan pembagian keuntungan di antara para sekutu di masing-masing kantor
hukum juga berbeda-beda. Terhadap para sekutu misalnya terdapat banyak jenisnya dan banyak tingkatannya, antara lain sebagai berikut :
1. Ada partner pendiri.
2. Ada partner biasa.
3. Ada partner diangkat (yang biasanya hanya di gaji, yang kalaupun ada pembagian keutungan untuknya, persentasenya sangat kecil).
4. Ada partner pengurus (managing partner), baik yang berasal dari partner diangkat maupun yang berasal dari partner biasa, bahkan mungkin juga berasal dari partner pendiri. Yang namanya dapat diangkat menjadi nama suatu kantor hukum biasanya para partner pendiri yang kadang-kadang ditambah dengan nama partner biasa.
Apa yang diharapkan dari pengaturan tentang persekutuan perdata adalah hendaknya pengaturan tersebut dapat mencakup berbagai bentuk alternatif kemitraan (partnership) tersebut di atas.
Di samping itu, perlu juga dicari istilah dan singkatan yang tepat untuk persekutuan perdata ini. Apakah dipakai singkatan PP (persekutuan perdata), ataupun dipakai istilah yang tempo hari dipakai di Indonesia yaitu istilah “maskapai.” Jadi ada misalnya suatu persekutuan perdata yang disebut dengan nama “PP Xxxxx & Rekan” yang berarti persekutuan perdata yang bernama Xxxxx & Rekan. Istilah singkatan
seperti ini mesti disebut dengan tegas dalam undang-undang. Selanjutnya, dalam hal pembubaran suatu persekutuan perdata, perlu dibeda-bedakan antara pembubaran by the operation of law (demi hukum) dengan pembubaran dalam arti voidable (dapat dibubarkan).
Dalam hal ini, persekutuan perdata akan bubar demi hukum manakala misalnya jangka waktunya berakhir, atau karena telah selesainya kegiatan usahanya. Sedangkan persekutuan perdata “dapat” dibubarkan jika misalnya terjadi musnahnya barang yang diinbrengkan, keluarnya atau meninggalnya salah satu atau lebih para sekutu, adanya kesepakatan para sekutu untuk pembubaran, persekutuan melakukan pelanggaran hukum, melanggar kepentingan umum, dan sebagainya.
B. Perumusan Masalah
peneliti mencoba mengutak-atik bagaimana permasalahan kedudukan kantor hukum dengan merumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana kedudukan hukum dari kantor hukum dalam perseketuan perdata?
2. Bagaimanakah pertanggungjawaban dari suatu kantor hukum dalam persekutuan perdata?
C. Tujuan Penelitian
Peneltian ini bertujuan untuk :
1. Mengetahui Kedudukan Hukum dari Kantor Hukum dalam Perseketuan Perdata.
2. Mengetahui Pertanggungjawaban dari Suatu Kantor Hukum dalam Persekutuan Perdata
D. Kegunaan Penelitian
Kegunaan yang diperoleh dari penelitian ini adalah:
1. Secara Teoritis
Hasil Penelitian ini diharapkan dapat memberi bahan masukan bagi perkembangan dan upaya penyempurnaan terhadap kedudukan kantor hukum dalam Persekutuan Perdata, serta peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan persekutuan.
2. Secara Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi penyusun kebijaksanaan dalam menetapkan aturan-aturan, terutama peraturan yang berkaitan dengan persekutuan.
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Tinjauan mengenai Persekutuan Perdata
1. Pengertian Pesekutuan Perdata
Maatschap adalah bentuk persekutuan yang diatur dalam Bab VIII Bagian Satu Buku III KUH Perdata yang dalam buku Terjemahan Subekti atas Wet Boek van Burgerlijk Wet diterjemahkan sebagai Persekutuan1. Persekutuan artinya persatuan orang-orang yang sama kepentingannya terhadap suatu perusahaan tertentu2, sedangkan “sekutu” disini artinya peserta pada suatu perusahaan3. Jadi, persekutuan berarti perkumpulan orang-orang yang menjadi peserta pada suatu perusahaan tertentu. Jika badan usaha tersebut tidak menjalankan perusahaan, maka badan itu bukanlah persekutuan perdata, tetapi disebut perserikatan perdata, perserikatan perdata Notaris Pasal 20 (1) UU No. 30 / 2004 tentang jabatan Notaris,merupakan penelitian lebih lanjut….
1 Xxxx.Xx.Xxxxx Xxxxxxxx, SH, Maatschap Firma dan Persekutuan Komandinter, Citra Xxxxxx Xxxxx, Bandung, 2004, hlm 1
2 H.M.N Purwosutjipto, SH, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia, Djambatan, Jakarta, 1999, hlm 17
3 Ibid
dan seterusnya, sedangkan orang-orang yang mengurus badan usaha itu disebut anggota, bukan sekutu. Sehingga ada dua istilah yang pengertiannya hampir sama yaitu, perserikatan perdata dan persekutuan perdata. Adapun perbedaannya adalah, perserikatan perdata, tidak menjalankan perusahaan, sedangkan persekutuan perdata menjalankan perusahaan. Dengan begitu, maka perserikatan perdata adalah suatu badan usaha termasuk dalam hukum perdata umum, sebab tidak menjalankan perusahaan, sedangkan persekutuan perdata adalah suatu badan usaha yang termasuk dalam hukum dagang, sebab menjalankan perusahaan. Kedua jenis badan usaha tersebut didalam peraturan yang sama yaitu Pasal 1618 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yaitu:
“suatu perjanjian dengan mana dua orang atau lebih mengikatkan diri untuk memasukkan sesuatu kedalam persekutuan dengan maksud untuk membagi keuntungan yang terjadi karenanya.”
Bahwa unsur-unsur yag tercantum dalam rumusan tersebut ialah :4
a. Adanya konsensus antara dua orang atau lebih;
b. Memasukkan sesuatu dalam persekutuan;
4 Xxxxx, HS.,SH, MS, Hukum Kontrak Teori & Teknik Penyusunan Kontrak, Sinar Grafika, Jakarta, 2011, hlm 62
c. Maksudnya membagi keuntungan yang terjadi karenanya
Bahwa sebagai konsekuensi dari adanya suatu Perjanjian para pihak yang turut dalam perjanjian mempunyai kewajiban yang harus dipenuhi untuk menjalankan usaha persekutuan. Adapun bidang usaha yang dapat dilakukan oleh persekutuan yang bermanfaat bagi para sekutu, tepatnya dalam Pasal 1619 ayat
(1) KUH Perdata yaitu:
“Usaha persekutuan adalah usaha yang halal dan dibuat untuk manfaat bersama para pihak”
Segala Persekutuan harus mengenai usaha yang halal dan harus dibuat untuk keuntungan bersama. Hal-hal yang dapat dimasukan oleh para sekutu, yaitu:5
a. Uang,
b. Barang lain,
c. Kerajinannya dalam perusahaan
Bahwa menurut, Xxxxxxx Xxxxxxx Pengertian Persekutuan dari Rumusan Pasal 1618 KUH Perdata dapat diketahui bahwa
5 Ibid, hlm 63
suatu persekutuan merupakan suatu perjanjian yang memiliki dua unsur esensialitas, yaitu:6
a. Kewajiban masing-masing Pihak dalam Persekutuan untuk memasukkan sesuatu ke dalam Persekutuan.
Kebendaan yang dimasukkan ke dalam Persekutuan ini selanjutnya akan menjadi milik bersama dari pihak-pihak dalam persekutuan tersebut, yang dapat digunakan, dimanfaatkan dan dikelola oleh pihak-pihak dalam persekutuan untuk memperoleh manfaat bersama bagi persekutuan.
b. Keberadaan dari suatu keuntungan yang diharapkan dari penggunaan, pemanfaatan, pengelolaan harta bersama yang dimasukan dalam persekutuan tersebut, yang selanjutnya dibagikan kepada masing-masing pihak dalam Persekutuan.
Pemasukan dalam suatu persekutuan perdata, dalam sudut pandang KUH Perdata, dapat dilakukan dalam bentuk :7
6 Xxxxxxx Xxxxxxx, Segi Aspek Hukum dalam Pasar Modal Penitipan Kolektif, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2005, hlm 78
a. Uang;
b. Benda;
c. Keahlian;
d. Kenikmatan suatu benda (yang dalam pandangan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata juga merupakan benda)
Pemasukan ini, kecuali dalam bentuk Keahlian, akan menjadi harta kekakayaan persekutuan, yang merupakan harta bersama dari para pihak dalam persekutuan tersebut. Oleh karena itu, hanya mereka yang berwenang saja yang berhak melakukan pemasukan ini. Jika tidak, maka pemasukan menjadi tidak sah, dan benda yang dimasukkan tersebut tidak dapat menjadi benda milik persekutuan, yang merupakan milik bersama yang terikat dari seluruh sekutu dalam persekutuan.8
Bahwa badan usaha yang disebut perserikatan perdata itu dapat berubah bentuknya menjadi persekutuan perdata, sebagaimana Pasal 1623 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yaitu:
“Persekutuan Khusus ialah persekutuan yang sedemikian yang hanya mengenai barang-barang tertentu saja, atau pemakainnya, atau hasil-hasil yang akan didapatnya dari barang-barang itu atau lagi mengenai suatu perusahaan
7 Ibid, hlm 78−79
8 Ibid, hlm 79
maupun mengenai hal menjalankan sesuatu perusahaan atau pekerjaan tetap.”
Dapat disimpulkan bahwa persekutuan perdata itu ialah persekutuan perdata yang menjalankan perusahaan, karena menjalankan perusahaan persekutuan perdata termasuk dalam hukum dagang.
2. Cara Mendirikan Persekutuan Perdata
Menurut Xxxxx 1618 KUHPerdata persekutuan perdata didirikan atas dasar perjanjian.9 Hanya saja dalam pasal ini tidak mengharuskan adanya syarat tertulis, maka perjanjian yang dimaksud bersifat konsensual, yakni dianggap cukup dengan adanya persetujuan kehendak atau kesepakatan (consensus). Perjanjian tersebut mulai berlaku sejak saat perjanjian itu menjadi sempurna atau sejak saat yang ditentukan dalam perjanjian (Pasal 1624). Untuk kepastian hukum, baik bagi para pendiri maupun pihak ketiga yang berhubungan dengan persekutuan pada umumnya persekutuan perdata dibuat dengan Akta Otentik, dalam hal ini Akta Notaris.10
9 H.M.N Purwosutjipto, SH, OpCit, hlm 21
10 Dr. Sentosa Sembiring, Hukum Dagang, Citra Xxxxxx Xxxxx, Bandung, 2008, hlm 37
3. Syarat-syarat Untuk Mendirikan Persekutuan Perdata
Dalam mendirikan persekutuan perdata haruslah dipenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a. Harus memenuhi syarat-syarat yang ditentukan dalam Pasal 1320 KUH Perdata
b. Tidak dilarang oleh hukum
c. Tidak bertentangan dengan tatasusila dan ketertiban umum
d. Harus merupakan kepentingan bersama yang dikejar, yaitu; suatu keuntungan.
e. Adanya suatu pemasukan (inbreng)
Pasal 1619 ayat (2) KUH Perdata menetapkan bahwa tiap-tiap sekutu dari persekutuan perdata diwajibkan memasukkan dalam kas persekutuan perdata yang didirikan itu yakni berupa:
a. Uang, atau
b. Benda-benda lain apa saja yang layak bagi pemasukan, misalnya: kredit, rumah/gedung, kendaraan bermotor/truk, alat perlengkapan kantor dan lain-lain
c. Tenaga kerja, baik tenaga fisik maupun tenaga pikiran
4. Bentuk Persekutuan Perdata
Bentuk-bentuk Persekutuan Perdata diantaranya:11
⮚ Persekutuan perdata dapat terjadi antara pribadi-pribadi yang melakukan suatu pekerjaan bebas (profesi).
Misalnya: Asosiasi Akuntan, dokter, pengacara, dll. Dalam bentuk ini, asosiasinya tidak menjalankan perusahaan tetapi mengutamakan anggotanya dan tidak menjadikan elemen modal organisatorisnya sebagai unsur utama.
⮚ Persekutuan bertindak keluar kepada pihak ketiga secara terang-terangan dan terus menerus untuk mencari laba maka persekutuan perdata tersebut dikatakan menjalankan perusahaan.
Misalnya: pengusaha A dan B membentuk persekutuan untuk melakukan usaha di bidang lain.
⮚ Perjanjian kerja sama dari suatu transaksi sekali segera setempat.
contoh: kerja sama membeli barang bersama-sama kemudian dijual dengan mendapatkan laba.
5. Jenis Persekutuan Perdata
Ada dua jenis Persekutuan Perdata, yakni:
a. Persekutuan Perdata Umum
Dalam jenis ini diperjanjikan suatu pemasukan yang terdiri dari seluruh harta kekayaan masing-masing sekutu atau bagian tertentu dari harta kekayaan secara umum (onder algemene title), yang artinya tanpa perincian. Persekutuan Perdata macam ini dilarang oleh Pasal 1621 Kitab Undang- Undang Hukum Perdata. Rasio dari larangan itu ialah bahwa dengan adanya pemasukan seluruh atau sebagian harta kekayaan tanpa perincian itu, orang tidak akan dapat membagi keuntungan secara adil seperti ditetapkan dalam Pasal 1633 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Dalam Pasal 1633 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ditentukan, bila bagian keuntungan dari masing-masing sekutu tidak ditentukan dalam perjanjian pendirian persekutuan masing-masing sekutu tidak ditentukan dalam perjanjian pendirian persekutuan perdata, maka pembagian keuntungan harus didasarkan atas keseimbangan pemasukan dari masing-masing sekutu.
Persekutuan perdata jenis ini diperkenalkan juga asal diperjanjikan bahwa masing-masing sekutu akan mencurahkan seluruh kekuatan kerjanya untuk
mendapatkan laba yang dapat dibagi-bagi antara para sekutu. Persekutuan perdata jenis ini oleh Pasal 1622 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dinamakan persekutuan perdata keuntungan (algehele maatschap van winst).12
b. Persekutuan Perdata Khusus
Dalam persekutuan perdata jenis khusus ini para sekutu masing-masing menjanjikan pemasukan benda-benda tertentu atau sebagian dari pada tenaga kerjanya (Pasal 1623 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata). Adapun bentuk-bentuk Persekutuan Perdata, yaitu:13
a. Persekutuan dengan harta bersama yang terdiri dari benda-benda tertentu, yang akan dipergunakan untuk memperoleh keuntungan melaluinya;
b. Persekutuan mengenai pemanfaatan bersama dari suatu benda-benda tertentu, untuk memperoleh keuntungan yang akan dibagikan untuk kepentingan bersama;
c. Persekutuan mengenai pemanfaatan bersama dan hasil- hasil yang diperoleh dari benda-benda tertentu;
12 H.M.N Purwosutjipto, SH, OpCit, hlm 23
13 Xxxxxxx Xxxxxxx, Op Cit, hlm 80
d. Persekutuan sebagai suatu perusahaan (dengan pengertian bahwa jenis persekutuan ini adalah persekutuan yang dilaksanakan secara terus menerus, tanpa suatu jangka waktu tertentu);
e. Persekutuan yang menjalankan suatu kegiatan usaha tertentu (yang akan berakhir dengan sendirinya setelah usaha tersebut selesai);
f. Persekutuan dari beberapa orang, untuk melaksanakan suatu pekerjaan tetap tertentu (yang didasarkan pada keahlian yang dimiliki oleh para pihak yang menjadi sekutu dalam persekutuan tersebut).
6. Berakhirnya Persekutuan Perdata
Berakhirnya Persekutuan Perdata diatur dalam Pasal 1646 – 1652 KUH Perdata. Dalam Pasal 1646 KUH Perdata disebutkan:14
Persekutuan perdata berakhir karena:
a. Lewatnya waktu untuk mana persekutuan didirikan;
b. Musnahnya barang atau telah diselesaikannya usaha yang menjadi tugas pokok persekutuan;
c. Atas kehendak dari seorang atau beberapa orang sekutu;
14 Dr Sentosa Sembiring, SH, MH, Op Cit, hlm 38
d. Salah seorang sekutu meninggal dunia atau di bawah pengampuan atau dinyatakan pailit.
Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal tersebut, keberadaan suatu perdata sangat bergantung kepada orang. Hal ini terlihat apabila salah seorang dari anggota persekutuan ingin agar persekutuan dibubarkan, secara yuridis permintaan tersebut tidak ada alasan menolak untuk membubarkan. Hal ini jika dilihat dari sudut pandang usaha adalah kurang tepat jika setiap kali ada permintaan salah seorang sekutu, pesekutuan dibubarkan.
Oleh karena itu, sesuai dengan sifat hukum perjanjian sebagai hukum pelengkap (optional law), para pihak dalam hal ini para pendiri persekutuan dapat menentukan lain dalam anggaran dasarnya. Dengan kata lain, sekalipun ada permintaan dari salah seorang sekutu untuk membubarkan persekutuan, tidak berarti persekutuan bubar. Artinya,jika salah seorang atau beberapa orang sekutu keluar dari persekutuan, persekutuan tetap berjalan. Demikian juga halnya, dalam hal memasukkan
pihak ketiga tidak harus ada izin dalam sekutu lainnya, asal dicantumkan dalam anggaran dasar persekutuan perdata.15
Penyebab persekutuan perdata berakhir berdasarkan ketentuan Pasal 1646 KUH Perdata tersebut tidak bersifat limitatif, tetapi demonstrative, sebab di samping ketentuan Pasal 1646 KUH Perdata masih ada sebab-sebab lain yang dapat menimbulkan berakhirnya Persekutuan Perdata. Misalnya:
1. Berdasarkan suara bulat dari sekutu;
2. Karena berlakunya syarat bubar (ontbindende voorwaarde) misalnya ditetapkan dalam perjanjian persekutuan perdata.
7. Perikatan Antara Para Sekutu
Perikatan antar para sekutu diatur dalam Buku III, Ban VIII, Bagian Kedua Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yaitu dalam Pasal 1624 – 1641. Adapun jenis Perikatan Antara Para Sekutu ini adalah:
a. Kewajiban memberikan Pemasukan;
b. Asas Kepentingan Bersama;
c. Pemeliharaan atau pengurusan;
15 Ibid, hlm 39
d. Perbedaan kedudukan hukum antara sekutu statute dan sekutu mandater;
e. Pengurus bukan sekutu;
f. Kekuasaan berbuat sekutu statuter;
g. Arti pengurusan dan penguasaan;
h. Pembagian tugas antar pengurus;
i. Peraturan pemeliharaan;
j. Cara membagi keuntungan dan kerugian;
k. Mutasi sekutu dari persekutuan perdata.
B. FIRMA
1. Pengertian Firma
Firma (fa) sebagai salah satu bentuk badan usaha secara Yuridis diatur dalam Pasal 16 sampai dengan Pasal 35 KUHD. Pengertian Firma secara sederhana dijelaskan dalam Pasal 16 KUHD, yaitu:
“Firma adalah tiap-tiap persekutuan perdata yang didirikan untuk menjalankan perusahaan dengan nama bersama”
Keberadaan Firma berdasarkan Pasal 16 KUHD sebagai badan usaha yang pada dasarnya adalah persekutuan perdata. Hanya dalam Firma secara eksplisit firma menjalankan perusahaan. Perusahaan dijalankan tersebut atas nama bersama. Akibat nama bersama dalam suatu Perusahaan maka harus terlebih dahulu
dipahami pengertian firma secara lengkap. Artinya, untuk mengerti secara utuh apa yang dimaksud dengan firma, maka ketentuan Pasal 16 harus dikaitkan dengan Pasl 17 dan 18 KUHD.16 Pasal 17 menyebutkan:
“Tiap-tiap persero yang tidak dikecualikan dari satu sama lain, berhak untuk bertindak, untuk mengeluarkan dan menerima uang atas nama perseroan, pula untuk mengikat perseroan itu dengan pihak ketiga dan pihak ketiga dengannya. Segala tindakan yang tidak bersangkut-paut dengan perseroan itu atau yang para pesero tidak berhak melakukannya, tidak termasuk dalam ketentuan di atas.”
Selanjutnya, Pasal 18 KUHD disebutkan:
“Dalam perseroan, firma adalah tiap-tiap pesero secara tanggung menanggung bertanggungjawab untuk seluruhnya atas segala perserikatan dari perseroan.”
Berdasarkan Pasal 16, Pasal 17 dan Pasal 18 KUHD, pengertian firma dapat dirumuskan sebagai berikut:
Firma adalah suatu persekutuan perdata yang menyelenggarakan atas nama bersama, di mana tiap-tiap anggiota firma yang tidak dikecualikan satu dengan yang lain dapat mengikatkan firma dengan pihak ketiga dan mereka masing-masing bertanggungjawab atas seluruh utang firma secara renteng.17
16 Ibid, hlm 40
17 Ibid, hlm 41
Dari pengertian tersebut, karakteristik firma adalah:
a. Menyelenggarakan perusahaan;
b. Mempunyai nama bersama;
c. Adanya tanggung jawab renteng (tanggung-menanggung); dan
d. Pada asasnya tiap-tiap anggota firma dapat mengikatkan firma dengan pihak ketiga.
Bahwa karakteristik firma salah satunya ialah menjalankan perusahaan, hal ini berarti menjalankan perusahaan merupakan unsur mutlak, sehingga berdasarkan hal tersebut persekutuan firma harus melaksankan ketentuan-ketentuan yang diharuskan bagi tiap-tiap perusahaan, Misalnya ketentuan dalam Pasal 6 KUHD, yang mengharuskan tiap orang yang menjalankan perusahaan melakukan pembukuan.
Firma yang berarti nama bersama, yaitu nama orang yang dipergunakan menjadi nama perusahaan. Mengenai hal tersebut telah ada putusan R.v.J Jakarta tanggal 02 September 1921, yang menentukan nama bersama atau firma itu dapat diambil dari:18
a. Nama dari salah seorang sekutu
18 H.M.N Purwosutjipto, SH, OpCit, hlm 45−46
b. Nama dari salah seorang sekutu dengan tambahan, misalnya Xxxxxxx Xxxxxxxxxx, Xxxxxx Xxxxxx & Xxxxxxx dan lain-lain.
c. Kumpulan nama dari semua atau sebagian dari nama para sekutu, Misalnya : Purisar, yang terjadi dari : Xxxxx, Xxxxxx dan Xxxxxxx.
d. Nama lain yang bukan nama keluarga (familienaam), misalnya mengenai Tujuan Perusahaan : Firma Perniagaan dan Perstektilan
2. Pendirian Firma
Pendirian Firma diatur di dalam Pasal 22 KUHD yang berbunyi: “tiap-tiap perseroan firma harus didirikan dengan akta otentik; akan tetapi ketiadaan akta yang demikian tidak dapat dikemukakkan untuk merugikan pihak ketiga”
Pendirian Firma apabila melihat dari kalimat pertama ketentuan Pasal tersebut adalah harus adanya Akta Otentik, akan tetapi apabila melihat kalimat selanjutnya bahwa akta otentik secara yuridis formal tidak harus dengan akta Otentik. Dengan kata lain pendirian firma bentuknya bebas, dalam arti dapat didirikan
dengan akta baik akta otentik ataupun dibawah tangan ataupun cukup secara lisan.
Namun, dalam praktek pada umumnya akta didirikan dengan Akta Notaris. Menurut X. Manullang, dalam persekutuan firma, beberapa sekutu mendirikan firma. Mereka secara bersama-sama membuat suatu akta resmi atau akta dibawah tangan. Akta tersebut di Amerika Serikat disebut dengan artichles of co partnership atau artichles of partnership. Fungsi akta ini adalah sebagai alat bukti jika ada perselisihan antara para pihak, baik intern maupun ekstern firma.19
Bahwa dengan didirikannya firma mempunyai konsekuensi hukum yaitu modal atau asset yang telah dimasukkan para pendiri kedalam firma jika firma bubar, tidak secara otomatis modal yang telah dimasukan kembali menjadi milik pribadi para pendiri firma. Sebagaimana Putusan Mahkamah Xxxxx Xxxxxxxx Indonesia No. 718K/Sip/1974 tanggal 21 Desember 1976, harta kekayaan firma yang telah bubar tidak dapat berubah menjadi harta pribadi selama belum diadakan verefening.
Adapun kelebihan dari Badan usaha berbentuk Firma ini adalah:
19 Dr Sentosa Sembiring, SH, MH, Op Cit, hlm 42
⮚ muncul resiko dalam dunia usaha dapat dibagi-bagi;
⮚ pertimbangan akumulasi modal;
⮚ perusahaan yang didirikan itu bergantung kepada kebijakan, perundingan dan tenaga pemiliknya.
Pendaftaran Firma diatur dalam Pasal 23 KUHD yaitu:
“Para Pesero Firma diharuskan untuk mendaftarkan akta pendirian di kepanitraan pengadilan negeri yang dalam daerah hukumnya firma bertempat kedudukan.”
Dalam Pasal 29 Ayat (2) KUHD ditetapkan bila terjadi perbedaan antara yang didaftarkan dan yang diumumkan, maka pihak ketiga cukup memegang apa yang diumumkan saja, sebab apa yang diumumkan inilah yang mengikat pihak ketiga.
Dalam ketentuan Pasal 23 KUHD mewajibkan para sekutu untuk mendaftarkan akta pendirian persekutuan firma itu kepada Kepanitraan Pengadilan Negeri yang mewilayahi persekutuan firma itu. Adapun yang didaftarkan ialah Akta Pendirian Persekutuan atau Iktisan Resminya yaitu sebagai berikut:20
a. Nama lengkap, pekerjaan dan tempat tinggal para sekutu;
b. Penetepan Nama bersama atau Firma;
20 H.M.N Purwosutjipto, SH, OpCit, hlm 51
c. Keterangan apakah Persekutuan Firma itu bersifat umum atau terbatas pada menjalankan sebuah cabang perusahaan khusus;
d. Nama-nama sekutu yang tidak diberi kuasa untuk menandatangani perjanjian bagi persekutuan firma;
e. Saat mulai dan berakhirnya persekutuan;
f. Hal-hal lain klausula-klausula mengenai hak pihak ketiga terhadap para sekutu;
Pendaftaran itu harus diberi tanggal pada hari iktisar resmi akta pendirian persekutuan itu dibawa ke Kepanitraan Pengadilan Negeri.
Dalam pasal 29 KUHD ditegaskan, selama pendaftaran dan pengumuman belum dilaksanakan, perseroan firma dianggap sebagai:
⮚ Perseroan umum;
⮚ Didirikan untuk waktu tidak terbatas;
⮚ Seolah-olah tidak ada seorang pesero pun yang dikecualikan dari hak bertindak perbuatan hukum dan hak untuk menandatangani firma.
Dari adanya sanksi dalam Pasal 29 KUHD tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa akta pendirian persekutuan firma tersebut harus tertulis, sebab jika tidak tertulis tentunya tidak dapat didaftarkan dan diumumkan sebagaimana ketentuan Pasal 29 KUHD.
Dalam Pasal 29 Ayat (2) KUHD ditetapkan bila terjadi perbedaan antara yang didaftarkan dan yang diumumkan, maka pihak ketiga cukup memegang apa yang diumumkan saja, sebab apa yang diumumkan inilah yang mengikat pihak ketiga. Ketentuan ini adalah tepat karena pihak ketiga tidak boleh dirugikan karena adanya perbedaan-perbedaan itu menurut Xxxx. Xxxxxxxxxx bahwa pihak ketiga itu harus jujur. Bila pihak ketiga tahu tentang isi sebenarnya dari akta yang didaftarkan itu maka dia tidak layak mendapat keuntungan dari adanya perbedaan itu.21
3. Berakhirnya Persekutuan Firma
Persekutuan Firma sama halnya dengan Persekutuan Perdata, maka mengenai bubarnya Persekutuan Perdata sama halnya dengan Persekutuan Firma yakni Bagian Kedelapan, Bab VIII, Buku III KUH Perdata, mulai Pasal 1646 s/d 1652 ditambah dengan Pasal
31 s/d 35 KUHD.22 Pada Pasal 31 KUHD menjelaskan secara khusus untuk kepentingan pihak ketiga, yang berbunyi “ membubarkan persekutuan firma sebelum waktu yang ditentukan dalam perjanjian pendirian atau sebagai akibat atau pemberhentian, begitu juga memperpanjang waktu sehabis waktu yang telah ditentukan, dan mengadakan perubahan-perubahan dalam perjanjian semula yang penting bagi pihak ketiga, semua itu harus dilakukan dengan akta otentik didaftarkan seperti tersebut di atas dan diumumkan dalam Tambahan Berita Negara R.I.”
Setelah persekutuan firma dinyatakan bubar perlu diadakan yang namanya pemberesan walaupun dalam Pasal 31 KUHD tidak menyebutkan adanya persekutuan firma yang bubar karena lampaunya waktu sebagai yang ditetapkan dalam perjanjian pendirian persekutuan. Pasal 32 KUHD menjelaskan tentang siapa yang menjalankan pemberesan pada persekutuan firma yang telah bubar, yakni dimana harus melihat pada ketentuan-ketentuan dalam perjanjian pendirian persekutuan, jika dalam perjanjian pendirian persekutuan tidak ada ketentuan apa-apa, maka:
a. Sekutu-sekutu penguruslah yang berkewajiban melakukan pemberesan
b. Dalam perjanjian pendirian persekutuan dapat ditentukan satu atau beberapa orang yang bukansekutu untuk bertindak sebagai pemberes
c. Para sekutu bersama, dengan suara terbanyak, dapat menunjuk sekutu yang bukan sekutu pengurus untuk mengadakan pemberesan
d. Kalau suara terbanyak tidak berhasil, maka sekutu-sekutu dapat minta bantuan kepada Hakim untuk menetapkan siapa-siapa pemberes itu.
Tugas pemberes ialah menyelesaikan semua hutang persekutuan firma dengan menggunakan kas, jika masih ada saldo maka saldo dibagi diantara para sekutu, jika ada kekurangan maka kekurangan itu harus ditanggung dari kekayaan pribadi para sekutu.23 Mengenai tugas dari para pemberes itu sendiri tidak diatur dalam KUHD, sehingga diserahkan sepenuhnya kepada para sekutu. Dalam pertanggungjawabannya menurut Pasal 1802 KUH Perdata menyatakan bahwa pemberes sebagai pemegang kuasa, bertanggung jawab atas segala perbuatannya kepada para sekutu
23 Xxxxxxxxxx Xxxxxxxx XX, Pengantar Hukum Perusahaan Indonesia, Citra Xxxxxx Xxxxx, Bandung, 1991, hlm. 62
dan berkewajiban untuk membayar ganti kerugian bila persekutuan menderita rugi karena kelalaian atau kesalahannya
C. PERSEROAN KOMANDITER (COMMANDITAIRE VENNOOTSCHAP (CV))
1. Pengertian Persekutuan Komanditer (CV)
Persekutuan Komanditer atau Commanditaire Vennotschap yang disingkat dengan CV ialah suatu perseroan dengan setoran uang dibentuk oleh satu atau lebih anggota aktif yang bertanggung jawab secara renteng di satu pihak dengan satu atau lebih orang lain sebagai pelepas uang di lain pihak. Pelepas uang itu sendiri sering disebut dengan pesero.
Menurut X. Xxx Xxxx, unsur-unsur perseroan komanditer yang terpenting adalah: Pertama, unsur-unsur yang lazim dalam persekutuan perdata, disebut demikian karena dasar hukum CV adalah persekutuan perdata. Untuk itu, dalam CV harus ada kerja sama, adanya pemasukan (inbreng) dan adanya tujuan membagi keuntungan. Kedua, menyelenggarakan perusahaan. Ketiga, ada dua macam persero, yakni:24
1. Pesero aktif (komplementer)
24 Dr Sentosa Sembiring, SH, MH, Op Cit, hlm. 44
Yakni pesero yang dapat mengikatkan perseroan komanditer dengan pihak ketiga dan bertanggung jawab secara tanggung- menanggung sampai kekayaan pribadi. Dalam hal ini Pesero bertindak sebagai pengurus.
2. Pesero pasif atau komanditer (silent partner)
Yakni pesero yang hanya memberikan pemasukan (inbreng) dan tidak ikut dalam mengurus perseroan. Tanggung jawab sebatas modal yang dimasukkan.
Pengaturan persekutuan komanditer diataur dalam KUHD dalam Pasal 19, Pasal 20 dan Pasal 21 KUHD.
2. Pendirian Persekutuan Komanditer (CV)
KUHD tidak mengatur secara khusus mengenai cara mendirikan Persekutuan Komanditer karena Persekutuan Komanditer adalah Firma. Persekutuan komanditer didirikan dengan pembuatan anggaran dasar yang dituangkan dalam akta pendirian yang dibuat dihadapan notaris, kemudian akta tersebut didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Negeri setempat setelah itu diumumkan dalam Tambahan Berita Negara.
Oleh Karena persekutuan komanditer bukan merupakan badan hukum, maka syarat pengesahan dari Menteri Kehakiman tidak diperlukan. Pada persekutuan komanditer tidak ada pemisahan
antara harta kekayaan persekutuan dan harta kekayaan pribadi para sekutu komplementer karena persekutuan komanditer adalah firma maka tanggung jawab sekutu komplementer secara pribadi untuk keseluruhan.25
3. Jenis Persekutuan Komanditer
Berdasarkan dari segi hubungan hukum dengan pihak ketiga persekutuan komanditer dibedakan menjadi 3 (tiga) jenis, yakni:26
a. Persekutuan Komanditer diam-diam.
Pihak ketiga mengetahui persekutuan ini sebagai firma tetapi mempunyai sekutu komanditer. Hubungan ke luar menggunakan nama firma, sedangkan hubungan ke dalam antar sekutu berlaku hubungan sekutu komplementer dan sekutu komanditer. Persekutuan komanditer diam-diam dapat disimpulkan Pasal 19-21 KUHD. Dengan demikian KUHD tidak melarang adanya persekutuan Komanditer diam-diam.
b. Persekutuan Komanditer terang-terangan
25 Xxxx. Xxxxxxxxxx Xxxxxxxx XX, Hukum Perusahaan Indonesia, Citra Xxxxxx Xxxxx, Bandung, 1999, hlm. 56
26 Ibid, hlm. 58
Pihak ketiga mengetahui secara terang-terangan bahwa persekutuan ini adalah persekutuan komanditer. Hal ini dapat diketahui dari penggunaan nama kantor, misalnya CV. Musi Jaya, surat ke luar dan masuk menggunakan bentuk hukum CV, bukan firma. Persekutuan komanditer terang-terangan tidak diatur secara khusus dalam KUHD sebab persekutuan komanditer pada hakikatnya adalah firma dengan kekhususan mempunyai sekutu komanditer. Jadi ketentuan-ketentuan yang berlaku bagi firma dapat diikuti. Sedangkan ketentuan mengenai sekutu komanditer diatur dalam anggaran dasar.
c. Persekutuan komanditer atas saham
Modal persekutuan komanditer dibagi atas saham-saham. Persekutuan semacam ini tidak diatur dalam KUHD, tetapi tidak dilarang oleh Undang-undang. Pembentukan modal dengan menerbitkan saham dibolehkan (Pasal 1337 KUH Perdata). Sifat kepribadian kekeluargaan pada persekutuan komanditer atas saham mulai mengendor jika dibandingkan dengan persekutuan komanditer terang-terangan yang pada hakikatnya adalah firma. Hal ini terbukti dari saham yang dapat dialihkan kepada pihak lain yang bukan keluarga, bukan kerabat dekat, bukan teman karib. Persekutuan komanditer
atas saham merupakan bentuk peralihan dari persekutuan komanditer ke Perseroan Terbatas (PT).
4. Berakhirnya Persekutuan Komanditer
Seperti telah dikatakan sebelumnya bahwa persekutuan komanditer adalah firma, maka cara berakhirnya firma pun berlaku pada persekutuan komanditer dimana sesuai dengan Pasal 31 KUHD:
a. Berakhirnya jangka waktu yang ditetapkan dalam anggaran dasar (akta pendirian)
b. Sebelum berakhir jangka waktu yang ditetapkan akibat pengunduran diri atau pemberhentian sekutu
c. Akibat perubahan anggaran dasar
Pembubaran persekutuan komanditer ini dilakukan dengan akta otentik yang dibuat di hadapan notaris, didaftarkan di kepaniteraan Pengadilan Negeri yang kemudian diumumkan dalam Tambahan Berita Negara. Jika pendaftaran dan pengumuman tidak dilakukan maka mengakibatkan tidak berlakunya pembubaran, pengunduran diri, pemberhentian, perubahan anggaran dasar pihak ketiga. Begitu pula setiap pembubaran persekutuan komanditer memerlukan yang namanya pemberesan mengenai keuntungan dan kerugian dalam persekutuan
komanditer dimana perhitungan dan pembagian berupa keuntungan dan kerugian ditentukan melalui anggaran dasar, apabila dalam anggaran dasar maka berlakulah ketentuan Pasal 1633-1635 KUH Perdata.
D. Perseroan Terbatas
1. Pengertian Perseroan Terbatas
Perseroan Terbatas merupakan perusahaan yang oleh undang- undang dinyatakan sebagai perusahaan yang berbadan hukum. Dengan status yang demikian itu, PT menjadi subyek hukum yang menjadi pendukung hak dan kewajiban, sebagai badan hukum, Perseroan Terbatas memiliki kedudukan mandiri (persona standi in judicio) yang tidak tergantung pada pemegang sahamnya. Dalam Perseroan Terbatas hanya organ yang dapat mewakili Perseroan Terbatas atau perseroan yang menjalankan perusahaan. Hal ini berarti Perseroan Terbatas dapat melakukan perbuatan- perbuatan hukum seperti seorang manusia dan dapat pula mempunyai kekayaan atau utang (ia bertindak dengan perantaraan pengurusnya).
Istilah Perseroan Terbatas (PT) dulunya dikenal dengan istilah Naamloze Vennootschap (NV). Istilah lainnya Corporate Limited (Co. Ltd.), Serikat Dagang Benhard (SDN BHD).27
Pengertian Perseroan Terbatas terdiri dari dua kata, yakni “perseroan” dan “terbatas”. Perseroan merujuk kepada modal PT yang terdiri dari sero-sero atau saham-saham. Adapun kata terbatas merujuk kepada pemegang yang luasnya hanya sebatas pada nilai nominal semua saham yang dimilikinya. 28
Perseroan Terbatas diatur dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas sebagai pengganti Undang- Undang No 01 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas sebagai pengganti ketentuan Perseroan Terbatas dalam Pasal 36 sampai dengan Pasal 56 KUHD. Menurut X.X.X Xxxxxxxxxxxxx, SH, Perseroan Terbatas adalah persekutuan yang berbentuk badan hukum.29
Menurut Xxxxxxxxxx Xxxxxxxx XX, Perseroan Terbatas adalah perusahaan akumulasi modal yang dibagi atas saham-saham, dan
27 xxx.xxxxxxxxx.xxx tertanggal 06 November 2012
28 xxx.xxxxxx.xxx tertanggal 06 November 2012
29 H.M.N Purwosutjipto, SH, OpCit, hlm 87
tanggung jawab sekutu pemegang saham terbatas pada jumlah yang dimilikinya.30
Perseroan Terbatas (PT), dulu disebut juga Naamloze Vennootschap (NV), adalah suatu badan hukum untuk menjalankan usaha yang memiliki modal terdiri dari saham- saham, yang pemiliknya memiliki bagian sebanyak saham yang dimilikinya. Karena modalnya terdiri dari saham-saham yang dapat diperjualbelikan, perubahan kepemilikan perusahaan dapat dilakukan tanpa perlu membubarkan perusahaan.31
Bahwa pengertian Perseroan Terbatas berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham, dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya.
Berdasarkan berbagai pengertian mengenai Perseroan Terbatas tersebut maka unsur-unsur dari Perseroan Terbatas adalah:
1. Berbentuk badan hukum yang merupakan persekutuan modal;
30 Xxxxxxxxxx Xxxxxxxx, SH, Op Cit, hlm 68
31 xxx.xxxxxxxxx.xxx tanggal 06 November 2012
2. Didirikan atas dasar perjanjian;
3. Melakukan kegiatan usaha;
4. Modalnya terbagi atas saham-saham;
5. Memenuhi peraturan perundang-undangan Perseroan Terbatas dan peraturan pelaksanaannya.
2. Pendirian Perseroan Terbatas
Pendirian Perseroan Terbatas dibagi dua syarat yaitu syarat formil dan syarat materiil. Adapun syarat formil sebagaimana ketentuan Pasal 7 Undang-Undang No 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas adalah sebagai berikut:
1) Perseroan didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih dengan akta notaris yang dibuat dalam bahasa Indonesia;
2) Setiap pendiri Perseroan wajib mengambil bagian saham pada saat persero didirikan;
3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku dalam rangka peleburan;
4) Perseroan memperoleh status badan hukum pada tanggal diterbitkan Keputusan Menteri mengenai badan hukum perseroan;
5) Setelah Perseroan memperoleh status badan hukum dan pemegang saham menjadi kurang dari 2 (dua) orang, dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan terhitung sejak keadaan tersebut pemegang saham yang bersangkutan wajib mengalihkan sebagian sahamnya kepada orang lain atau Perseroan mengeluarkan saham baru kepada orang lain;
6) Dalam hal jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (5) telah dilampui, pemegang saham tetap kurang dari 2 (dua) orang, pemegang saham bertanggungjawab secara pribadi atas segala perikatan dan kerugian perseroan dan atas permohonan pihak yang berkepentingan, pengadilan negeri dapat membubarkan Perseroan tersebut;
7) Ketentuan yang mewajibkan Perseroan didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ketentuan pada ayat (5) serta ayat (6) tidak berlaku lagi:
a. Persero yang seluruh sahamnya dimilik oleh Negara;
b. Perseroan yang mengelola bursa efek, lembaga kliring dan penjamin, lembaga penyimpanan dan penyelesaian, dan lembaga lain sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tentang Pasar Modal.
Di dalam Pengertian Perseroan Terbatas menurut Pasal 1 Undang- Undang No. 40 Tahun 2007 disebutkan bahwa Perseroan Terbatas adalah Persekutuan Modal yang terbagi saham. Sehingga dalam pendiriannnya Perseroan Terbatas tak dapat dilepaskan dari Modal. Sehingga dapat disimpulkan bahwa Modal merupakan syarat materiil Pendirian Perseroan Terbatas. Modal dalam Perseroan Terbata terdiri 3 Jenis, yakni :32
1. Modal Dasar atau sering juga disebut modal statutair yaitu jumlah modal yang disebutkan dalam Anggaran Dasar Perseroan Terbatas (ADPT).
2. Modal ditempatkan atau modal yang telah diambil yaitu sebagian dari modal perseroan telah disetujui untuk diambil oleh para pendiri dalam bentuk saham. Tepatnya dalam Pasal
33 Undang-Undang perseroan Terbatas ayat (1) disebutkan : paling sedikit 25 % dari modal dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 harus ditempatkan dan disetor penuh.
3. Modal disetor yaitu modal yang benar-benar telah ada dalam kas perseroan. Modal ini disetor oleh para pemegang saham.
3. Organ-Organ Perseroan Terbatas
a. Rapat Umum Pemegang Saham
32 Dr. Sentosa Sembiring, SH., MH, Hukum Perusahaan tentang Perseroan Terbatas, Nuansa Aulia, Bandung, 2007, hlm 12−13
⮚ RUPS mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi atau Dewan Komisaris, dalam batas yang ditentukan dalam Undang-Undang PT dan/atau anggaran dasar.
⮚ Dalam forum RUPS, pemegang saham berhak memperoleh keterangan yang berkaitan dengan Perseroan dari Direksi dan/atau Dewan Komisaris, sepanjang berhubungan dengan mata acara rapat dan tidak bertentangan dengan kepentingan Perseroan.
⮚ RUPS dalam mata acara lain-lain tidak berhak mengambil keputusan, kecuali semua pemegang saham hadir dan/atau diwakili dalam RUPS dan menyetujui penambahan mata acara rapat.
⮚ Keputusan atas mata acara rapat yang ditambahkan harus disetujui dengan suara bulat.
Adapun jenis-jenis dari Rapat Umum Pemegang Saham adalah: RUPS terdiri atas RUPS tahunan dan RUPS lainnya. RUPS tahunan wajib diadakan dalam jangka waktu paling lambat 6 (enam) bulan setelah tahun buku berakhir. Dalam RUPS tahunan, harus diajukan semua dokumen dari laporan tahunan Perseroan. RUPS lainnya dapat diadakan setiap waktu berdasarkan kebutuhan untuk kepentingan Perseroan. Direksi
menyelenggarakan RUPS tahunan dan RUPS lainnya dengan didahului pemanggilan RUPS.
Rapat Umum Pemegang saham dapat dilakukan atas 2 jenis permintaan yaitu:
1. 1 (satu) orang atau lebih pemegang saham yang bersama- sama mewakili 1/10 (satu persepuluh) atau lebih dari jumlah seluruh saham dengan hak suara, kecuali anggaran dasar menentukan suatu jumlah yang lebih kecil; atau
2. Dewan Komisaris.
⮚ Permintaan RUPS oleh Dewan Komisari diajukan kepada Direksi dengan Surat Tercatat disertai alasannya.
⮚ Surat Tercatat yang disampaikan oleh pemegang saham tembusannya disampaikan kepada Dewan Komisaris.
⮚ Direksi wajib melakukan pemanggilan RUPS dalam jangka waktu paling lambat 15 (lima belas) hari terhitung sejak tanggal permintaan penyelenggaraan RUPS diterima.
⮚ Dalam hal Direksi tidak melakukan pemanggilan RUPS :
a. permintaan penyelenggaraan RUPS diajukan kembali kepada Dewan Komisaris; atau
b. Dewan Komisaris melakukan pemanggilan sendiri RUPS,.
⮚ Dalam hal Direksi atau Dewan Komisaris tidak melakukan pemanggilan RUPS dalam jangka waktu 15 hari sejak tanggal permintaan, pemegang saham yang meminta penyelenggaraan RUPS dapat mengajukan permohonan kepada ketua pengadilan negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan Perseroan untuk menetapkan pemberian izin kepada pemohon melakukan sendiri pemanggilan RUPS tersebut.
⮚ Ketua pengadilan negeri setelah memanggil dan mendengar pemohon, Direksi dan/atau Dewan Komisaris, menetapkan pemberian izin untuk menyelenggarakan RUPS apabila pemohon secara sumir telah membuktikan bahwa persyaratan telah dipenuhi dan pemohon mempunyai kepentingan yang wajar untuk diselenggarakannya RUPS.
⮚ Penetapan ketua pengadilan negeri memuat juga ketentuan mengenai: a. bentuk RUPS, mata acara RUPS
sesuai dengan permohonan pemegang saham, jangka waktu pemanggilan RUPS, kuorum kehadiran, dan/atau ketentuan tentang persyaratan pengambilan keputusan RUPS, serta penunjukan ketua rapat, sesuai dengan atau tanpa terikat pada ketentuan Undang-Undang ini atau anggaran dasar; dan/atau b. perintah yang mewajibkan Direksi dan/atau Dewan Komisaris untuk hadir dalam RUPS.
b. Direksi
Direksi merupakan organ yang membela kepentingan perseroan (Prinsip Fiduciary Duties). Tugas ganda Direksi; melaksanakan kepengurusan dan perwakilan. Tugas kepengurusan secara kolegial oleh masing-masing anggota direksi. Direksi perseroan yang mengerahkan dana masyarakat, menerbitkan surat pengakuan hutang, Perseroan Terbatas: minimal 2 org anggota Direksi. Direksi diangkat oleh Rapat Umum Pemegang Saham. Xxxxxxx Xxxx dapat diangkat menjad anggota direksi adalah orang perseorangan yg mampu melaksanakan perbuatan hukum & tidak pernah dinyatakan pailit/dihukum karena merugikan keuangan negara dalam waktu 5 tahun sebelum pengangkatan. Adapun Kewajiban dari Direksi yaitu:
⮚ Kewajiban yang berkaitan dengan perseroan
⮚ Kewajiban yang berkaitan dengan RUPS
⮚ Kewajiban yang berkaitan dengan kepentingan kreditur/masyarakat
Sedangkan Hak dari kreditur adalah:
1. Hak untuk mewakili perseroan di dalam dan di luar pengadilan
2. Hak untuk memberikan kuasa tertulis kepada pihak lain.
3. Hak untuk mengajukan usul kepada Pengadilan Negeri agar perseroan dinyatakan pailit setelah didahului dengan persetujuan RUPS.
4. Hak untuk membela diri dalam forum RUPS jika Direksi telah diberhentikan untuk sementara waktu oleh RUPS/Komisaris
5. Hak untuk mendapatkan gaji dan tunjangan lainnya sesuai AD/Akte Pendirian.
c. Dewan Komisaris
Tugas utama dari Dewan Komisaris adalah mengawasi kebijakan direksi dalam menjalankan perseroan serta memberi nasihat direksi. Pengangkatan Komisaris oleh RUPS. Keanggotaan Komisaris, jika pemegang saham maka harus melaporkan kepemilikan sahamnya baik di perseroan yang diawasi maupun saham yang dimiliki di perseroan lain. Kriteria yang dapat menjadi Komisaris seperti halnya dengan kreteria direksi.
Dewan Komisaris mempunyai tugas atau kewajiban dan juga kewenangan didalam suatu Perseroan Terbatas. Adapun kewajiban dari Dewan Komisaris tersebut adalah:
1. Mengawasi Direksi
2. Memberi nasehat kepada Direksi
3. Melapor pada perseroan tentang kepemilikan sahamnya beserta keluarganya
Sedangkan kewenangan dari Dewan Komisaris adalah:
1. Alasan dapat memberhentikan direksi untuk sementara waktu
2. Jika direksi berhalangan dapat bertindak sebagi pengurus
3. Meminta keterangan pada Direksi
4. Berwenang memasuki ruangan/tempat penyimpanan barang milik perseroan.
E. Kantor Hukum di Indonesia
1. Pengertian Kantor Hukum
Suatu kantor hukum merupakan suatu bentuk permitraan yang digunakan dalam bidang komersial, dimana dalam hal ini adalah suatu usaha pelayanan/jasa yang didirikan untuk menjalankan usaha tersebut di bawah nama bersama. Pada dasarnya, bentuk kantor advokat tidak dibatasi pada suatu bentuk tertentu. Kantor hukum atau kantor advokat dapat berbentuk:
1) Usaha perseorangan.
2) Firma.
3) Persekutuan perdata atau maatschap (berdasarkan Pasal 1618 KUHPerdata atau lihat juga Pasal 1 angka 4 Kepmenhukham No. M.11-HT.04.02 Tahun 2004). Prosedur pendirian kantor advokat yang berbentuk persekutuan perdata
sama dengan yang berbentuk firma. Karena syarat pendirian persekutuan perdata sama dengan firma, yaitu harus didirikan oleh paling sedikit dua orang berdasarkan perjanjian dengan Akta Notaris yang dibuat dalam Bahasa Indonesia.
Jadi, jika ada lebih dari satu orang yang akan mendirikan kantor advokat, maka Anda dan rekan-rekan advokat lainnya dapat memilih bentuk firma atau maatschap. Dalam praktiknya, menurut Xxxx Xxxxxx Xxxxxxxxxxx, S.H., X.Xx. dalam buku Mendirikan Badan Usaha (hal. 20), para pengacara (advokat) di Indonesia sering menggunakan bentuk firma (Firma hukum). Namun, menurutnya, kantor advokat lebih tepat menggunakan bentuk maatschap karena dalam maatschap masing-masing advokat yang menjadi teman serikat bertindak sendiri dan bertanggung jawab secara pribadi (lihat Pasal 1642 KUHPerdata).
Selain itu, hal lain yang perlu diperhatikan dalam pendirian atau pembukaan kantor advokat adalah mengenai kewajiban menyampaikan pemberitahuan kepada Pengadilan Negeri, Organisasi Advokat, dan Pemerintah Daerah setempat (lihat Penjelasan Pasal 5 ayat [2] UU Advokat).
Adapun Pengertian Advokat menurut Pasal 1 Ayat (1) Undang- Undang No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat adalah orang yang berprofesi memberikan jasa hukum, baik di dalam maupun di luar pengadilan yang memenuhi persyaratan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan ini.
Sedangkan, menurut Pasal 1 huruf a Kode Xxxx Xxxxxxx Indonesia, Advokat adalah orang yang berpraktek memberi jasa hukum, baik di dalam maupun di luar pengadilan yang memenuhi persyartan berdasarkan peraturan perundang- undangan yang berlaku, baik sebagai Advokat, Pengacara, Penasehat Hukum, Pengacara Praktek ataupun sebagai Konsultan Hukum.
2. Istilah Kantor Hukum
Di Indonesia penggunaan Terminologi Kantor Hukum oleh Pengacara untuk membuka Kantor adalah tidak Mutlak. Berbagai Istilah seperti Partners, Counsellor at Law, ataupun Associates.
Adapun pengertian dari beberapa kata tersebut menurut Black Law Dictionary adalah:
⮚ Counsellor An attorney = Lawyer. Member of the legal profession who gives legal advice andhandles the legal affairs of client, including, if necessary, appearing on his or her
behalf in civil, criminal, or administrative actions and proceedings.
⮚ Partner = a member of partnership or firm; one who has united others to form a partnership in business.
⮚ Associates = signifies confederacy or unionfor a particular purpose, good or ill. To join together.
BAB III
METODELOGI PENELITIAN
a. Metode Pendekatan
Metode Pendekatan yang hendak dipergunakan dalam penelitian ini adalah metode pendekatan yuridis empiris. Artinya pertama-tama pengkajian dilakukan atas segenap peraturan perundang-undangan yang terkait erat dengan persekutuan perdata itu sendiri. Selanjutnya secara empiris akan diamati perkembangan dari suatu persekutuan perdata saat ini.
b. Spesifikasi Penelitian
Spesifikasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif analitis. Artinya penelitian ini akan mencoba menggambarkan secara menyeluruh dan sistematik tentang asas-asas hukum, kaidah-kaidah hukum dan doktrin serta peraturan perundang-undangan yang berlaku tentang persekutuan perdata. Selanjutnya akan dilakukan analisis
terhadap berbagai aspek hukum yang mendasari dan mengatur tentang pelaksanaan persekutuan perdata.
c. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini mengambil lokasi di Kota Bandung. Pengambilan Lokasi tersebut dengan pertimbangan bahwa di Kota Bandung sudah banyak Kantor Hukum di Kota tersebut dengan berbagai Istilah.
d. Populasi dan Sampling
Dalam penentuan akan digunakan metode purpose sampling. Artinya pengambilan sampel berdasarkan cirri-ciri tertentu.
Populasi adalah seluruh objek, individu, gejala, kejadian dan unit yang diteliti. Populasi dalam penellitian ini adalah objek, individu, kejadian dan unit yang memliki hubungan dengan kedudukan kantor hukum dalam persekutuan perdata.
Dalam penetuan Responden digunakan metode purposive sampling, yaitu pengambilan sampel berdasarkan ciri-ciri tertentu. Kriteria yang diambil adalah Kantor Hukum yang memiliki beberapa Patners di dalam Kantor Hukum tersebut.
e. Jenis dan Sumber Data
Jenis dan simber data yang dipergunakan dalam penelitian ini terdiri atas:
1. Data primer, yaitu data yang langsung dari sumber pertama di lapangan melalui penelitian. Data-data ini meliputi dokumen- dokumen resmi, buku-buku hasil penelitian yang berupa laporan, buku harian, dan sejenisnya. Sumber dari data primer diperoleh melalui hasil wawancara dengan responden.
2. Data sekunder, yaitu data yang bersumber dari:
a. Bahan-bahan hukum primer atau bahan-bahan hukum yang bersifat mengikat, yaitu:
1. KUHPerdata
2. KUHD
3. Undang-undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat
b. Bahan-bahan hukum sekunder atau bahan hukum yang menjelaskan bahan-bahan hukum primer, berupa berbagai
jenis literature, makalah, dan data-data yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti.
f. Teknik Pengumpulan Data dan Instrumen Penelitian
Pengumpulan data di lapangan dalam penelitian ini akan dilakukan dengan cara wawancara terhadap pelaku persekutuan perdata. Wawancara ini dilakukan guna menginventarisasi hal-hal yang baru muncul dilapangan mengenai kedudukan persekutuan perdata.
Instrument dalam penelitian ini terdiri dari Instrumen Utama dan Instrumen Penunjang. Instrument utama adalah peneliti sendiri, sedangkan instrument penunjang adaf daftar pertanyaan dan catatan lapangan.
g. Analisis Data
Analisis data yang dipergunakan di dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif. Artinya, penelitian yang menghasilkan data berupa persekutuan perdata yang bersifat deskriptif analisis. Hal ini digunakan guna mendapatkan suatu uraian yang sistematis serta menggambarkan fakta-fakta yang terkait dengan kedudukan kantor
hukum sebagai persekutuan perdata dewasa ini. Untuk kemudian akan ditarik kesimpulan yang merupakan jawaban atas permasalahan yang muncul dalam kedudukan persekutuan perdata pada dewasa ini. Pengertian analisis dimaksudkan sebagai suatu penjelasan secara logis dan sistematis, logis sistematis menunjukan cara berpikir deduktif dan mengikuti tata tertib dalam penulisan laporan penelitian ilmiah. Dari hasil tersebut maka dapat ditarik suatu kesimpulan yang merupakan jawaban atas permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini.
h. Sistematika Penulisan
Laporan Penelitian ini diawali dengan sebuah bab Pendahuluan yang memaparkan suatu gambaran umum mengenai pokok masalah yang terkandung dalam penulisan. Gambaran umum tersebut meliputi latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian.
Adapun tinjauan pustaka ataupun aspek teori yang melandasi proses penelitian itu sendiri dipaparkan dalam Bab II terdiri atas 5 (Lima) pokok permasalahan, yaitu:
1. TInjauan Persekutuan Perdata
a. Pengertian Perseketuan Perdata
b. Cara Mendirikan Persekutuan Perdata
c. Syarat untuk mendirikan Persekutuan Perdata
d. Bentuk Persekutuan perdata
e. Jenis Persekutuan Perdata
f. Berakhirnya Persekutuan Perdata
g. Perikatan Antara Para Sekutu
2. Firma
a. Pengertian Firma
b. Pendirian Firma
c. Pendaftaran Firma
3. Persereroan Komandinter
a. Pengertian Persereroan Komandinter;
b. Pendirian Persereroan Komandinter
c. Jenis-jenis Persereroan Komandinter
4. Perseroan Terbatas
5. KANTOR HUKUM
a. Pengertian Kantor Hukum
b. Istilah Penggunaan Kantor Hukum
Selanjutnya Bab III membahas tentang metode penelitian. Bab ini terdiri atas 8 (Delapan) pokok permasalahan yaitu:
1. Metode Pendekatabn
2. Spesifikasi Penelitian
3. Lokasi Penelitian
4. Populasi dan Sampling
5. Jenis dan Sumber Data
6. Teknik Pengumpulan Data dan Instrumen Penelitian
7. Analisi Data
8. Sistematika Penulisan
Hasil penelitian ini sendiri dipaparkan di dalam bab IV, yang terdiri atas 2 (Dua) pokok permasalahan, yaitu:
1. Kedudukan Hukum dari Kantor Hukum dalam Perseketuan Perdata
2. Pertanggungjawaban dari Suatu Kantor Hukum dalam Persekutuan Perdata
Laporan penelitian ini ditutup dengan Bab V yang berisi tentang Kesimpulan dari Permasalah dan Saran-Saran.
BAB IV
KEDUDUKAN KANTOR HUKUM DALAM
PERSEKUTUAN PERDATA
A. Kedudukan Kantor Hukum dalam Persekutuan Perdata
Persekutuan perdata merupakan salah satu bentuk perkumpulan yang diatur dalam KUHPerdata. Menurut ketentuan Pasal 1618 KUHPerdata: Persekutuan perdata adalah suatu perjanjian dua orang atau lebih mengikatkan diri untuk memasukan sesuatu (inbreng) kedalam perserikatan dengan maksud untuk membagi keuntungan atau kemanfaatan yang diperoleh karenanya.
Model berbisnis dengan persekutuan perdata banyak dilakukan dalam praktek, dengan berbagai variasinya. Sedemikian banyak variasinya sehingga undang-undang harus memberikan rambu-rambu yang jelas sampai seberapa longgar yang dapat diberikan terhadap suatu bentuk usaha agar masih dapat dikategorikan sebagai suatu persekutuan perdata. Persekutuan perdata model sebuah kantor hukum yang ketat hubungan di antara para patner, sampai dengan sebuah perkumpulan bisnis yang hanya merupakan semacam sekretariat bersama, yang praktis tidak ada
persekutuan modal sama sekali, kecuali hanya pemikulan ongkos-ongkos yang dilakukan secara bersama-sama.
Pada era reformasi, salah satu bisnis yang menjamur adalah bisnis jasa hukum, khususnya dalam bentuk kantor advokat. Bersamaan dengan itu, pilihan profesi hukum tiba-tiba menjadi populer, pendidikan tinggi hukum pun menjadi idaman para lulusan sekolah menengah. Fenomena ini konon muncul karena kesadaran warga negara atas hak-hak hukum pasca reformasi cenderung meningkat. Perselisihan antar individu atau antara individu dengan subyek hukum lainnya, termasuk dengan institusi negara sekalipun, dengan mudahnya bermuara ke pengadilan. Kondisi ini semakin didukung maraknya restrukturisasi perusahaan khususnya perbankan akibat krisis moneter.
Dalam praktek sebuah kantor hukum misalnya, terdapat praktek persekutuan perdata antara lain sebagai berikut :
1. Dalam bentuk “Law Firm.” Bentuk ini sebenarnya tidak lagi tergolong ke dalam sebuah persekutuan perdata tetapi, sesuai namanya, sudah termasuk ke dalam persekutuan firma, sehingga sering disebut juga sebagai “firma hukum.” Akan tetapi, karena para sekutu dalam sebuah firma hukum adalah para lawyer, yang merupakan para professional, yang selaku professional dituntut untuk bertanggung
jawab sendiri-sendiri secara professional, yang disebut dengan tanggung jawab professional, maka bawaan dari sifat-sifat persekutuan perdata masih jelas kelihatan dalam hal ini.
2. Dalam bentuk “Law Office.” Dalam hal ini, persekutuan di antara para sekutu bernaung di dalam sebuah nama dalam suatu kantor, in casu kantor hukum. Berbeda dengan bentuk law firm (firma hukum) yang lebih mendekati bentuk persekutuan firma, maka bentuk law office (kantor hukum) mendekati persekutuan perdata, atau yang dikenal dengan bentuk “partnership.” Maskipun begitu, istilah “partnership” ini sebenarnya merupakan suatu istilah “umum” yang dalam sistem hukum di beberapa Negara istilah “partnership” ini bahkan ditujukan juga terhadap persekutuan dalam bentuk firma, sementara dalam sistem hukum Indonesia dahulu kala ikatan usaha dalam bentuk kemitraan ini sering juga disebut dengan istilah “kongsi” atau “maskapai” yang merupakan ejaan bahasa Indonesia terhadap istilah “maatschap” yang memang merupakan suatu persekutuan perdata. Karena itu, saat itu di Indonesia dikenallah apa yang disebut dengan “Maskapai Andil Indonesia.”
3. Dalam bentuk “Law Offices.” Dalam “kantor-kantor hukum” (law offices) ini,terdapat banyak kantor hukum, yang dimiliki oleh masing- masing partner. Seolah-olah masing-masing sekutu memiliki kantor hukum sendiri-sendiri sehingga bertanggung jawab sendiri-sendiri meskipun mereka bernaung dalam sebuah nama kantor hukum. Jadi ikatan, demikian juga tanggung jawab, di antara masing-masing sekutu sangat longgar. Sebagai sebuah kantor tempat bernaungnya para professional, maka bentuk ini dipandang lebih ideal untuk sebuah persekutuan untuk memberikan jasa-jasa hukum.
B. Pertanggungjawaban Kantor Hukum dalam Persekutuan Perdata Kantor Hukum merupakan Persekutuan Perdata yang dapat terjadi anatar pribadi-pribadi yang melakukan pekerjaan bebas. Dalam bentuk ini asosiasi tidak menjalankan perusahaan tetapi mengutamakan anggotanya dan tidak menjadikan elemen modal organisatorisnya sebagai unsur utama.
Dalam Praktek Persekutuan Perdata, masing-masing Advokat yang tergabung dalam Persekutuan Perdata tersebut tetap bertindak untuk dirinya sendiri. Sehingga, pendirian Persekutuan Perdata tersebut hanyalah bertujuan untuk bersatu dalam kantor hukum yang sama. Advokat dalam Persekutuan Perdata mempunyai berbagai pertimbangan
atau dalam hal ini keuntungan jika kumpulan Advokat tersebut mendirikan Persekutuan Perdata dengan Nama bersama diantaranya yaitu:
1. Di kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung atau Surabaya, diperlukan suatu keahlian untuk menangani masalah-masalah tertentu. Sedangkan Advokat mempunyai kemampuan yang terbatas dalam menangani suatu perkara. Misalnya ada Advokat yang mempunyai keahlian khusus di Bidang Perniagaan, ada yang ahli di bidang HAKI dan lain-lain;
2. Perluasan pelayanan kepada Masyarakat, yaitu dengan adanya kumpulan Advokat tersebut, maka klien masing-masing Advokat bisa mendapatkan pelayanan dari pintu mana saja. Sehingga dapat memperluas jaringan dari Advokat yang ada dalam persekutuan tersebut.
3. Dengan berkumpulnya beberapa Advokat dalam suatu kantor maka dengan sendirinya akan terjadi penghematan biaya, seperti nuntuk masalah sewa ruangan atau bangunan, biaya listrik, air, telepon dan peralatan kelengkapan kantor lainnya.
4. Dengan berkumpulnya beberapa Advokat dalam Persekutuan Perdata dengan berbagai keahlian masing-masing yang berbeda, maka Para Advokat tersebut dapat saling membagi Pengetahuan dan
Pengalaman dibidang masing-masing keahlian Advokat tersebut atau mereka dapat bersama-sama menangani kasus missal Bidang Perniagaan yang sedang dikerjakan salah satu Advokat dalam Persekutuan tersebut, dimana Advokat yang mempunyai pengalaman dibidang Perniagaan tersebut akan bertindak sebagai Leader. Dengan demikian Advokat yang tadinya tidak mengetahui mengenai Perniagaan menjadi tahu seluk beluk bidang perniagaan tersebut.
Dalam prakteknya Para Advokat bertanggungjawab berdasarkan Surat Kuasa yang telah diberikan oleh Kliennya kepada beberapa Advokat dalam suatu persekutuan ataupun hanya kepada Advokat itu sendiri yang bernaung dalam suatu persekutuan. Akan tetapi, pertanggungjawaban advokat tidaklah kepada tempat Persekutuan dia bernaung akan tetapi dia bertanggungjawab secara professional kepada kliennya berdasarkan Kuasa yang tercantum dalam Surat Kuasa yang diberikan oleh Klien.
Dalam Kantor Hukum yang terdiri dari beberapa Advokat tersebut adalah hal sangat lumrah apabila seorang atau beberapa Advokat dalam kantor hukum tersebut tidak menetap dalam persekutuan tersebut. Akan tetapi tetaplah mempunyai hak dan kewajiban bagi Advokat yang tidak lagi
dalam Persekutuan ataupun Advokat yang masih di dalam Persekutuan tersebut, yaitu:
1. Terjadi apabila advokat diberhentikan atau pindah tempat kedudukan lain, dalam hal demikian, maka teman dalam persekutuan tersebut berhak untuk bertindak selaku pemegang protocol.
2. Dalam Kode Xxxx Xxxxxxx Xxxxx 0 xxxxx x, kewajiban Advokat adalah merahasiakan hal-hal yang diberitahukan oleh klien. Oleh karena itu, walaupun kumpulan Advokat tersebut sudah berbentuk Persekutuan, maka diantara Advokat tersebut, tidak boleh saling membeberkan rahasia klien masing-masing;
BAB V KESIMPULAN & SARAN
A. Kesimpulan
a. Bahwa Kedudukan Kantor Hukum dalam Persekutuan Perdata ialah:
⮚ Dalam bentuk “Law Firm.”, sesuai namanya, sudah termasuk ke dalam persekutuan firma, sehingga sering disebut juga sebagai “firma hukum.” Akan tetapi, karena para sekutu dalam sebuah firma hukum adalah para lawyer, yang merupakan para professional, yang selaku professional dituntut untuk bertanggung jawab sendiri-sendiri secara professional, yang disebut dengan tanggung jawab professional, maka bawaan dari sifat-sifat persekutuan perdata masih jelas kelihatan dalam hal ini.
⮚ Dalam bentuk “Law Office.” Dalam hal ini, persekutuan di antara para sekutu bernaung di dalam sebuah nama dalam suatu kantor, in casu kantor hukum. Bentuk law office (kantor hukum) mendekati persekutuan perdata, atau yang dikenal dengan bentuk “partnership.”
⮚ Dalam bentuk “Law Offices.” Dalam “kantor-kantor hukum” (law offices) ini,terdapat banyak kantor hukum, yang dimiliki oleh masing-masing partner. Seolah-olah masing-masing sekutu memiliki kantor hukum sendiri-sendiri sehingga bertanggung jawab sendiri-sendiri meskipun mereka bernaung dalam sebuah nama kantor hukum. Jadi ikatan, demikian juga tanggung jawab, di antara masing-masing sekutu sangat longgar. Sebagai sebuah kantor tempat bernaungnya para professional, maka bentuk ini dipandang lebih ideal untuk sebuah persekutuan untuk memberikan jasa-jasa hukum.
b. Para Advokat bertanggungjawab berdasarkan Surat Kuasa yang telah diberikan oleh Kliennya kepada beberapa Advokat dalam suatu persekutuan ataupun hanya kepada Advokat itu sendiri yang bernaung dalam suatu persekutuan. Akan tetapi, pertanggungjawaban advokat tidaklah kepada tempat Persekutuan dia bernaung akan tetapi dia bertanggungjawab secara professional kepada kliennya.
B. Saran
Bahwa pembuatanan Peraturan dalam bentuk perundan-undangan mengenai Persekutuan Perdata adalah hal urgenitas. Sehingga, Xxxaturan ini haruslah segera disahkan tidak berlarut-larut hanya dibahas di Dewan Perwakilan Rakyat, karena Persekutuan perdata masih berpatok sebagian besar kepada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang yang dibuat pada zaman Belanda yang sudah tidak sesuai lagi dengan Perkembangan zaman. Agar Peraturan menengenai Persekutuan perdata ini khususnya kedudukan Kantor Hukum dapat lebih jelas dalam hal hak dan kewajiban dan pertanggungjawaban dalam persekutuan perdata.
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku-buku
Xxxxxxxxxx Xxxxxxxx XX
1991 Pengantar Hukum Perusahaan Indonesia, Bandung, Citra Xxxxxx Xxxxx
1999 Hukum Perusahaan Indonesia , Bandung , Citra Xxxxxx Xxxxx Black Law Dictionary
Xxxxxxx Xxxxxxx
2005 Segi Aspek Hukum dalam Pasar Modal Penitipan Kolektif, Jakarta , Raja Grafindo Persada
X.X.X Xxxxxxxxxxxxx, SH
1999 Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia, Jakarta, Djambatan
Xxxx.Xx.Xxxxx Xxxxxxxx, SH
2004 Maatschap Firma dan Persekutuan Komandinter, Bandung, Citra Xxxxxx Xxxxx
Xxxxx, HS.,SH, MS
2011 Hukum Kontrak Teori & Teknik Penyusunan Kontrak, Jakarta, Sinar Grafika
Dr. Sentosa Sembiring
2007 Hukum Perusahaan tentang Perseroan Terbatas, Bandung.
Nuansa Aulia
2008 Hukum Dagang, Bandung, Citra Xxxxxx Xxxxx
B. Internet
xxx.xxxxxx.xxx xxx.xxxxxxxxx.xxx
C. Peraturan Perundang-Undangan
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Kitab Undang-Undang Hukum Dagang
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat Kode Xxxx Xxxxxxx
Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas