PENYELESAIAN PERTANGGUNGJAWABAN PIHAK DEBITUR DALAM PERJANJIAN KERJA SAMA SARANG BURUNG WALET AKIBAT WANPRESTASI
PENYELESAIAN PERTANGGUNGJAWABAN PIHAK DEBITUR DALAM PERJANJIAN KERJA SAMA SARANG BURUNG WALET AKIBAT WANPRESTASI
(STUDI PUTUSAN NOMOR 134/PDT.G/2020 PN SELONG)
JURNAL ILMIAH
Oleh :
XXXX XXXXXXXXX D1A019055
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MATARAM 2023
HALAMAN PENGESAHAN
PENYELESAIAN PERTANGGUNGJAWABAN PIHAK DEBITUR DALAM PERJANJIAN KERJA SAMA SARANG BURUNG WALET AKIBAT WANPRESTASI
(STUDI PUTUSAN NOMOR 134/PDT.G/2020 PN SELONG)
Oleh :
XXXX XXXXXXXXX D1A019055
Menyetujui,
Pembimbing Pertama,
X. Xxxxxx Xxxxxx Dilaga, SH., M.Hum
NIP. 0000000 0 0000000 002
PENYELESAIAN PERTANGGUNGJAWABAN PIHAK DEBITUR DALAM PERJANJIAN KERJA SAMA SARANG BURUNG WALET AKIBAT WANPRESTASI (STUDI PUTUSAN NOMOR 134/PDT.G/2020 PN SELONG)
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses penyelesaian perkara dalam wanprestasi perjanjian pemeliharaan burung walet berdasarkan putusan Pengadilan Xxxxxx Xxxxxx nomor 134/PDT.G/2020 dan akibat hukum yang timbul karena wanprestasi perjanjian burung walet dalam putusan Pengadilan Xxxxxx Xxxxxx nomor 134/PDT.G/2020. Jenis penelitian ini adalah hukum normatif, dengan metode pendekatan yang digunakan adalah metode pendekatan perundang-undangan (Statute Approach), pendekatan konseptual (Conseptual Approach), dan pendekatan analisis (Analytical Approach). Proses penyelesaian perkara dalam kasus wanprestasi perjanjian pemeliharaan burung walet adalah melalui pengadilan. Akibat hukum yang ditimbulkan dalam wanprestasi perjanjian pemeliharaan burung walet adalah ganti rugi yang diberikan oleh pihak tergugat kepada pihak penggugat dan hakim menggabulkan sebagian gugatan yang diajukan oleh xxxxxxxxx selaku pihak yang mengalami wanprestasi.
Kata Kunci : Penyelesaian Perkara, Wanprestasi, Akibat Hukum
THE RESOLUTION OF THE DEBTOR'S LIABILITY IN THE SWALLOW'S NEST COOPERATION AGREEMENT DUE TO DEFAULT
(STUDY in court DECISION NUMBER 134/PDT.G/2020 PN SELONG) ABSTRACT
The purpose of the study is to determine the process of dispute resolution in the Swallow's Nest cooperation agreement due to default based on the Selong District Court decision number 134/PDT.G/2020, and the legal consequences from the Swallow's Nest cooperation agreement due to default in the Selong District Court decision number 134/PDT.G/2020. The research method of the study is normative legal research with a statute approach, conceptual approach, and analytical approach. The process for resolving cases in the swallow's nest cooperation agreement due to default is through the courts. The legal consequences resulting from the swallow's nest cooperation agreement due to default are compensation given by the defendant to the plaintiff, and the judge granted part of the claims filed by the plaintiff who got damages from the default.
Keywords: Dispute resolution, Default, Legal Consequences
I. PENDAHULUAN
Dalam suatu usaha diperlukan adanya suatu kontrak atau perjanjian antara pihak yang satu dengan pihak lainnya yang bertujuan untuk saling mengikatkan dirinya agar memiliki kekuatan hukum yang biasanya dituangkan dalam perjanjian tertulis. Pada dasarnya setiap orang yang hidup di dunia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya tidak dapat dilakukan sendiri tanpa orang lain. Setiap orang memnpunyai hubungan dengan orang lain untuk memenuhi kebutuhannya.
Hubungan yang mempunyai akibat hukum. Akibat hukum adalah segala perbuatan hukum yang dilakukan oleh subjek hukum terhadap objek hukum ataupun akibat-akibat lain yang disebabkan karena kejadian-kejadiantertentu yang oleh hukum yang bersangkutan sendiri telah ditentukan atau dianggap sebagai akibat hukum. Hubungan yang mempunyai akibat hukum menimbulkan hak dan kewajiban. Hak adalah kebebasan yang dimiliki setiap manusia yang dilindungi oleh hukum yang berlaku. Sedangkan kewajiban adalah tindakan yang harus diambil seseorang baik secara hukum maupun moral. Mengenai pengertian perjanjian telah diatur dalam pasal 1313 KUH perdata. Pasal 1313 KUH perdata berbunyi: ”perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu pihak atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih.”1
Apabila dalam waktu membuat perjanjian ada kekurangan syarat seperti yang dimaksud dalam pasal 1320 KUH Perdata, maka perjanjian itu dinyatakan batal. Pasal 1320 KUH Perdata. Untuk syarat sahnya perjanjian diperlukan 4 syarat yaitu, adanya kesepakatan kedua belah pihak, kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum, adanya objek, adanya kausa yang halal.2 Dengan terpenuhinya empat syarat sahnya perjanjian maka secara hukum mengikat bagi para pihak yang membuat perjanjian. Namun di dalam pelaksanananya,
1 Xxxxx XX, Hukum Kontrak, Sinar Grafika, Jakarta, 2003, hlm.25
2 Xxxxx XX, Xxxxxxx, Xxxxxx Xxxxxxxxxxxx, Perancangan Kontrak dan Momerandum Of Understanding (MoU), Sinar Grafika, Jakarta, 2014, hlm.9
perjanjian bisa saja berjalan tidak sesuai dengan apa yang menjadi kesepakatan kedua belah pihak di awal perjanjian, atau salah satu pihak tidak melaksanakan hak dan atau kewajibannya sesuai yang telah diperjanjikan sebelumnya. Hal ini disebut dengan cidera janji atau yang kemudian dalam proposal penelitian ini akan penulis sebut dengan wanprestasi.Yang dimaksud dengan wanprestasi adalah tidak dilaksanakannya prestasi atau kewajiban sebagaimana mestinya yang dibebankan oleh kontrak terhadap pihak-pihak tertentu seperti yang disebutkan dalam kontrak yang bersangkutan.
Tindakan wanprestasi membawa konsekuensi terhadap timbulnya hak pihak yang dirugikan untuk menuntut pihak yang melakukan wanprestasi untuk memberikan ganti rugi sehingga oleh hukum diharapkan agar tidak ada satu pihak pun yang dirugikan karena wanprestasi tersebut. Tindakan wanprestasi ini terjadi karena kesengajaan, kelalaian, dan tanpa kesalahan (tanpa kesengajaan dan kelalaian).3
Maksud dari keadaan lalai adalah peringatan atau pernyataan dari kreditur tentang saat selambat- lambatnya debitur wajib memenuhi perestasi. Apabila saat ini dilampauinya, maka debitur tersebut dinyatakan ingkar janji (wanprestasi).
Dalam suatu perjanjian apabila salah satu pihak tidak dapat memenuhi atau melaksanakan secara sempurna apa yang diperjanjikannya, maka yang melanggar perjanjian tersebut dinyatakan telah melakukan wanprestasi. Sama halnya dengan putusan yang akan saya teliti dengan nomor putusan134/pdt.G/2020/PN.Selong. Tentang perjanjian pemeliharaan burung walet dimana salah satu pihak A dirugikan oleh pihak B, dimana pihak B secara sepihak memutuskan hubungan kerjasama tanpa ada alasan yang jelas sehingga sangat merugikan pihak A. Di masyarakat secara umum sering terjadi wanprestasi, terutama di masyarakat kami Lombok Timur khususnya masyarakat Labuan Lombok yang banyak sekali mengalami kerugian akibat dari wanprestasi.
3 Xxxxx Xxxxx, Hukum Kontrak, PT. Citra Xxxxxxx Xxxxx, Bandung, 2015, hlm.69
II METODE PENELITIAN
Di dalam tulisan ini, jenis penelitian yang digunakan yaitu penelitian normatif. Penelitian hukum normatif adalah penelitian hukum yang mengatakan bahwa hukum seringkali dikonsepkan sebagai apa yang tertulis didalam perturan perundang-undangan (law in books). Adapun pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : a. Pendekatan Perundang-Undangan (Statute Approach); b. Pendekatan Konseptual (Conceptual Approach); c. Pendekatan Kasus (case approach).
III PEMBAHASAN
3.1 Akibat hukum dari wanprestasi dalam perjanjian pemeliharaan burung wallet
3.1.1 Wanprestasi dan Akibat Hukumnya Dalam Perjanjian
Wanprestasi adalah suatu keadaan dimana seorang debitur tidak memenuhi atau melaksanakan prestasi sebagaimana telah ditetapkan dalam suatu perjanjian4. Wanprestasi sendiri dapat terjadi karena kelalaian salah satu pihak dalam melaksanakan prestasinya. Dalam wanprestasi (kelalaian atau kealpaan) terdapat beberapa bentuk kategori perbuatannya seperti:
1.Tidak bisa dilaksanakannya prestasi sama sekali 2.Dilaksanakanya prestasi akan tetapi waktunya tidak tepat 3.Dilaksanakannya akan tetapi tidak sama dengan perjanjian
4.Debitur melaksanakannya berdasarkan perjanjiannya yang tidak bisa dilakukannya.5
4 Niru Xxxxx Xxxxxx dan Xxxxxxx Xxxxxx, Wanprestasi dan Akibatnya Dalam Pelaksanaan Perjanjian,
Jurnal Ilmiah Mitra Manajemen, Vol. 7, No. 2, 2015
5 Prihatin Xxxxxxx, Desember 2015, “Kedudukan Para Pihak Dalam Perjanjian Standar Perbankan Ditinjau Dari Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen”, Jurnal Pro Hukum, Vol. 4 No. 2, xxxx://xxxxxxx,xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx.xx.xx/xxxxx.xxx/XxxxxxXxxX ukum/article/view/499,Diakses Tanggal 27 Oktober 2021.
Wanprestasi sendiri dapat terjadi karena kelalaian salah satu pihak dalam melaksanakan prestasinya. Dalam wanprestasi (kelalaian atau kealpaan) terdapat beberapa bentuk kategori perbuatannya seperti:6
a. Tidak bisa dilaksanakannya prestasi sama sekali
b. Dilaksanakanya prestasi akan tetapi waktunya tidak tepat
x. Xxlaksanakannya akan tetapi tidak sama dengan perjanjian
d. Debitur melaksanakannya berdasarkan perjanjiannya yang tidak bisa dilakukannya.
Dalam perjanjian apabila hak dan kewajiban tersebut tidak terlaksana tentunya akan menyebabkan kerugian bagi salah satu pihak, oleh karena itu para pihak dapat menuntut pihak yang menyebabkan kerugian tersebut. Tuntutan dapat dilakukan melalui tuntutan pemenuhan perjanjian, ganti rugi sampai pembatalan perjanjian.
Akibat hukum merupakan akibat suatu tindakan yang dilakukan untuk memperoleh suatu akibat yang dikehendaki oleh pelaku dan yang diatur oleh hukum. Tindakan yang dilakukannya merupakan tindakan hukum yakni tindakan yang dilakukan guna memperoleh suatu akibat yang dikehendaki hukum.
Akibat hukum dari dilakukannya sebuah perjanjian pada dasarnya tercipta dari adanya hubungan hukum karena suatu perikatan, yaitu dalam bentuk hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang dimiliki oleh kedua belah pihak. Hal ini berlaku juga dalam perjanjian pemeliharaan burung walet, jika perjanjian ini telah memenuhi persyaratan yang telah ditentukan dalam syarat sahnya suatu perjanjian, maka semua keawajiban yang timbul mengikat bagi kedua belah pihak, baik dari pihak penggugat
6 R. Subekti dan R. Tjitrosudiro, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Xxxxxxx Xxxxxxxx, Jakarta, 1999, Hal. 324
maupun pihak tergugat. Akibat hukum dari dilakukannya sebuah perjanjian tercantum di dalam ketentuan pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang dinyatakan sebagai berikut.7
Pasal 1338 menyatakan
“Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.”
Dalam suatu perjanjian kerap ditemukan pelanggaran kontrak perjanjian dalam melaksanakan prestasi oleh salah satu pihak yang dilakukan oleh pihak tergugat, seperti dalam kasus wanprestasi perjanjian pemeliharaan burung walet. Wanprestasi merupakan penggantian biaya rugi serta bunga dikarenakan tidak terpenuhi sesuatu ikatan, dari situlah dimulai dengan mewajibkannya, jika pihak yang berutang, sesudah dinyatakannya lalai untuk dipenuhinya perikatan, tetap dilalaikannya, ataupun apabila hal yang wajib diberikannya ataupun dibuat, hanya dapat dibuatnya ataupun diberikannya dalam waktu yang sudah ditentukannya.8
Tuntutan pembatalan perjanjian itu sendiri kemudian menyebabkan timbulnya perselisihan atau sengketa. Sengketa atau konflik pada umumnya bersumber dari adanya perbedaan pendapat atau ketidaksesuaian dianatara para pihak.
Apabila pihak-pihak berhasil menemukan bentuk penyelesaian yang tepat, maka perbedaan pendapat ini dapat berakibat buruk bagi kelangsungan hubungan dianatara keduanya. Oleh karena itu setiap menghadapi perbedaan pendapat (sengketa), para pihak selalu berupaya menemukan cara-cara penyelesaian yang tepat. Pada awalnya, bentuk-bentuk penyelesaian sengketa yang dipergunakan selalu berorientasi pada bagaimana supaya memperoleh kemenangan.
7 Xxxxx XX, Op.Cit.,hlm.7
8 R. Subekti dan R. Tjitrosudiro, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Xxxxxxx Xxxxxxxx, Jakarta, 1999, Hal. 324.
Oleh karena kemenangan yang menjadi tujuan utama, para pihak cendrung berupaya mempergunakan berbagai cara untuk mendapatkannya, sekalipun cara- cara melawan hukum. Akibatnya, apabila salah satu pihak memperoleh kemenangan tidak jarang hubungan diantara para pihak-pihak yang bersengketa menjadi buruk, bahkan berubah menjadi permusuhan. Dari kategori wanprestasi (kelalaian) tersebut, kategori wanprestasi dalam analisis kasus yang penulis teliti adalah wanprestasi dalam pemeliharaan burung walet. Baik keempat kategori wanprestasi tersebut, sama-sama membuat kerugian salah satu pihak.
a. Wanprestasi dari pihak penggugat
Dalam Putusan nomor 134/Pdt.G/2020/PN.Sel waprestasi tidak hanya dilakukan oleh pihak tergugat saja namun pihak penggugat juga melakukan tindakan wanprstasi antara lain.
1) selama 4 kali sarang burung walet selalu hilang sebelum dilakukannya panen.
Sesuai keterangan saksi yang dijelaskan oleh pihak tergugat bahwa cctv juga pernah dipasang untuk mengetahui penyebab hilangnya panen selama 4 kali tersebut namun hilangnya panen tersebut masih belum jelas. Karena sebelum dilakukannya panen cctv yang digunakan untuk memantau hasil panen tersebut mati. Sehingga tindakan yang dilakukan oleh pihak penggugat termasuk tindakan perbuatan melawan hukum.
Berdasarkan pasal 1365 KUH Perdata terdapat 4(empat) unsur yang harus dibuktikan dalam mengajukan gugatan atas dasar Perbuatan Melawan Hukum, Sebagai berikut:
a. Perbuatan melawan
Perbuatan yang dianggap melawan hukum didasarkan pada kaidah hukum tertulis maupun kaidah hukum tidak tertulis yang hidup di masyarkat seperti
asas kepantasan dan asas keputusan.
b. Kesalahan
Ada kesalahan yang dilakukan dengan kesengajaan atau kelalaian.
c. Kerugian
Terdapat kerugian materil (kerugian nyata yang diderita) dan atau kerugian inmateril (kerugian atas manfaat atau keuntungan yang mungkin diterima dikemudian hari).
d. Hubungan kausal antara perbuatan melawan hukum dengan kerugian.
Kerugian yang dialami harus merupakan akibat dari perbuatan melawan hukum yang dilakukan.9
2) Saksi tidak dilibatkan dalam pembagian hasil panen burung walet
sesuai dari keterangan saksi dari tergugat bahwa saksi tidak dilibatkan dalam pembagian hasil panen burung walet tersebut. oleh karena itulah saksi tidak tau berapa peresntase pembagian hasil panennya. Saksi hanya mengetahui bahwa perjanjian yang terjadi antara pihak penggugat dan tergugat dituangkan dalam perjanjian kerjasama pemeliharaan burung walet selama 30 tahun. Dan saksi mengetahui bahwa antara penggugat dan tergugat terjadi masalah hubungan kerjasama dalam perjanjian pembagian hasil panen sarang burung walet.
x. Xxxprestasi dari pihak tergugat tidak melakukan prestasi karena ingkar janji dan tidak beritikad baik.
1) Pemutusan hubungan kerja sama yang dilakukan secara sepihak
2021.
9 xxxxxxxxxxxx.xxxxx.xx.xx/xxxxxx-xxx-xxxxxxxxx-xxxxxxx-xxxxx/, Diakses Tanggal 5 November
Pemutusan hubungan kerjasama yang dilakukan secara sepihak oleh pihak tergugat tanpa adanya alasan yang jelas dimana putusan hubungan kerjasama tersebut telah dituangkan dalam surat pernyataan pemutusan hubungan kerjasama sarang burung walet pada tanggal 26 Agustus 2020. Sebelum pemutusan hubungan kerjasama tersebut tergugat juga tidak pernah memberikan peringatan-peringatan kepada penggugat tantang apa-apa hal yang dilanggar dalam perjanjian hubungan kerjasama.
2) Pihak penggugat sudah berupaya menyelesaikan masalah secara kekeluargaan namun pihak tergugat tidak menanggapinya dengan baik sehingga pihak penggugat terpaksa mengajukan gugatan ke Penggadilan Xxxxxx Xxxxxx dimana pihak penggugat mengajukan gugatannya pada tanggal 27 Oktober 2020 Dalam kasus wanprestasi perjanjian pemeliharaan burung walet dimana pihak
Tergugat melakukan wanprestasi maka terjadilah akibat hukum yaitu : 10
1. Ganti rugi
2. Membayar biaya perkara
Tuntutan ganti rugi dapat dilakukan berdasarkan perbuatan melawan hukum sebagai mana diatur dalam ketentuan Pasal 1365-1367 KUH Perdata. Menurut ketentuan Pasal 1365 KUH Perdata, perbuatan melawan hukum yang dilakukan seseorang karena salahnya telah menimbulkan kerugian bagi orang lain. 11
Dalam perjanjian apabila hak dan kewajiban tersebut tidak terlaksana tentunya akan menyebabkan kerugian bagi salah satu pihak, oleh karena itu para pihak dapat menuntut pihak yang menyebabkan kerugian tersebut. Tuntutan dapat dilakukan melalui tuntutan
10 Sasraw Fandapi Tarigan, Skripsi: Analisis Terhadap Wanprestasi Pihak Penyewa Dalam Perjanjian Sewa Menyewa Rumah (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung RI. No. 467/Pdt.
G/2014/PN.Dps), Xxx. 53-57, http:xxxxxxxxxx.xxx.xx.xx/xxxxxx/000000000/0000, Diakses Tanggal 27 Oktober 2021.
11 X.Xxxxxxxx, Pokok-Pokok Hukum Perjanjian, Putra Abidin, Jakarta 1999, cet 6, hlm 18
pemenuhan perjanjian, ganti rugi sampai pembatalan perxxxxxxx.
Di dalam masyarakat Indonesia sendiri penyelesaian terhadap sengketa akibat suatu perjanjian seperti halnya dalam wanprestasi perjanjian pemeliharaan burung walet.
Didalam Putusan Nomor 134/pdt.G/2020/PN.SELONG. Dalam wanprestasi perjanjian pemeliharaan burung walet ini para pihak telah sepakat dalam perjanjian yang berlokasi di labuhan lombok perjanjian ini telah disepakati oleh kedua belah pihak baik Penggugat maupun Tergugat. Namun tergugat tiba-tiba memutuskan hubungan kerja sama secara sepihak sehingga sangat merugikan penggugat dan tergugat dianggap telah melakukan wanprestasi.
Yang dimaksud dengan wanprestasi adalah suatu kaadaan dikarenakan kelalaian dalam menjalankan prestasi.12 Tergugat yang melakukan wanprestasi lantas mendapatkan sanksi yaitu berupa membayar kerugian yang dialami oleh penggugat, serta membayar biaya perkara.
Menurut pasal 1243 KUH Perdata “ kewajiban membayar ganti rugi tersebut tidak timbul seketika terjadi kelalaian, melainkan baru efektif setelah debitur dinyatakan lalai dan tetap tidak melaksanakan prestasinya”.
Pergantian biaya ganti rugi dan bunga karena tidak dipenuhinya suatu perjanjian, barulah mulai diwajibkan apabila debitur setelah dinyatakan lalai memenuhi perjanjiannya tetap melalaikannya, atau sesuatu yang harus diberikan atau dibuatnya, hanya dapat diberikan atau dibuat dalam tenggang waktu yang telah dilampaukannya( Pasal 1243 KUH Perdata).
Selanjutnya Pasal 1243-1252 mengatur lebih lanjut mengenai ganti rugi. Prinsip dasarnya adalah bahwa wanprestasi mewajibkan pergantian kerugian yang diganti
12 Xxxxx XX, Op.Cit, hlm 117
meliputi ongkos, kerugian dan bunga.
Dalam Putusan Nomor 134/pdt.G/2020/PN.SELONG. Sanksi dan ganti rugi yang dialami tergugat yaitu:
1. Membayar kerugian materiil akibat pemutusan kerjasama pembagian hasil panen sarang burung walet secara sepihak sejumlah Rp.835.200.000,- (delapan ratus tiga puluh lima juta dua ratus ribu rupiah).
2. Membayar biaya perkara yang timbul dalam perkara ini sejumlah Rp.1.602.500,-(satu juta enam ratus dua ribu lima ratus rupiah);
Berkaitan dengan kasus ini kesimpulan dari analisis penulis antara lain :
1. Wanprestasi yang dilakukan oleh pihak penggugat antara lain
a. Tidak memberikan alasan yang detail atas hilangnya hasil panen selama 3 kali sehingga pihak tergugat memasang cctv untuk panen yang ke 4. Namun pada saat akan dilakukannya panen yang ke 4 hasilnya pun nihil karena hasil panen tersebut hilang bersamaan dengan cctv. Pihak penggugat hanya menjelaskan bahwa hilangnya hasil panen selama 4 kali disebabkan karna dicuri/ hilang.
b. Tidak memberikan alasan yang detail mengapa sampai alat pengaman CCTV sampai mati dan hilang sama seperti hasil panen selama 4 kali.
c. Dalam melaksanakan pembagian hasil panen pihak penggugat dan tergugat tidak melibatkan saksi dalam pembagian hasil panen tersebut.
Setelah mendengar keterangan dari para saksi bahwa pihak penggugat dan tergugat tidak melibatkan saksi dalam pembagian hasil panen. Yang saksi tau hanyalah perjanjian hubungan kerja sama yang terjadi antara pihak penggugat dan tergugat terjadi selama 30 tahun. Namun perjanjian hubungan kerja tersebut telah diputuskan secara sepihak oleh pihak tergugat sehingga para saksi tidak tau tentang pembagian hasil panen antara penggugat dan tergugat.
2. Wanprestasi yang dilakukan oleh pihak tergugat antara lain
a. Tidak menepati perjanjian yang diperjanjikan sebagaimana mestinya. Di dalam
perjanjian yang telah disepakati oleh pihak penggugat dan tergugat bahwa perjanjian tersebut berlangsung selama 30 tahun. Namun perjanjian tersebut baru berjalan 1 tahun pihak tergugat memutuskan hubungan kerja sama yang telah disepakati tanpa adanya alasan yang jelas.
b. Sebelum pihak penggugat mengajukan gugatan ke pengadilan negeri pihak penggugat sudah berupaya menyelesaikan kasus ini secara kekeluargaan. Namun tidak ada tanggapan dan itikad baik dari pihak tergugat sehingga pihak penggugat terpaksa mengajukan gugatan ke pengadilan xxxxxx xxxxxx.
Dari uraian diatas menurut analisis penulis bahwa putusan hakim nomor 134/Pdt.G/2020/PN.Sel. tentang perjanjian pemeliharaan burung walet batal demi hukum karena pihak penggugat melakukan tindakan wanprestasi dan melanggar syarat objektif sahnya perjanjian sesuai dengan pasal 1320.
3.2 Penyelesaian sengketa terhadap wanprestasi dalam perjanjian pemeliharaan burung walet di labuan lombok sebagaimana tertuang dalam putusan 134/pdt.G/2020/PN.SELONG
Adapun yang dimaksud dengan wanprestasi adalah suatu kaadaan yang disebabkan kelalaian atau kesalahannya, debitur tidak dapat memenuhi prestasi seperti yang telah ditentukan dalam perjanjian dan bukan dalam keaadaan memaksa.13
3.2.1 Model Penyelesaian Sengketa Dalam Hukum Perdata
Hukum Perdata Penyelesaian Sengketa mengacu pada proses penyelesaian perselisihan antara dua pihak atau lebih yang terlibat dalam masalah perdata di Indonesia. Perselisihan perdata mencakup sejumlah isu, seperti kontrak, kepemilikan properti, kerjasama bisnis, tanggung jawab produk, dan banyak lagi. Tujuan utama dari hukum perdata penyelesaian sengketa adalah mencapai keadilan
13 Xxxxxx Xxxxxxx,Hukum Komersil, Universitas Terbuka, Jakarta, 2003,hlm 21
dan memastikan hak-hak semua pihak terlindungi.
Sumber hukum penyelesaian sengketa perdata bersumber dari Undang- Undang Dasar 1945 adalah sumber utama hukum di Indonesia, yang memberikan kerangka dasar untuk sistem peradilan di negara ini. Selain itu, Kitab Undang- Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) menjadi pijakan utama dalam menyelesaikan perselisihan perdata. Ada juga peraturan perundang-undangan lainnya dan putusan pengadilan yang membentuk bagian integral dari hukum perdata penyelesaian sengketa di Indonesia.
3.2.2 Dasar Pertimbangan Hakim
Para hakim harus memiliki alasan yang mendasar sebagai bahan pertimbangan. Putusan hakim juga harus dilandasi atas penumuan hukum, penafsiran hukum dan pertimbangan hukum yang komprehensif. Sebagaimana dijelaskan sebagai berikut :
a. Penemuan hukum oleh hakim
1. Pasal 50 Undang-Undang Nomor 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman menyatakan: “Putusan pengadilan harus memuat alasan dan dasar putusan, juga memuat pasal tertentu dari peraturan perundang- undangan yang bersangkutan atau sumber hukum tak tertulis yang dijadikan dasar untuk mengadili”.
2. Penafsiran perjanjian melalui penafsiran hakim
Pasal 5 ayat 1 Undang-Undan Nomor 48 tahun 2009 tentang kekuasaan kehakiman menyatakan”Hakim dan hakim konstitusi wajib menggali, mengkikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat”.
b. Perdamaian para pihak pada tahapan pra peradilan
Pasal 178 ayat (1) HIR/189 ayat (1) X.Xx. menyatakan: “Hakim karena jabatannya waktu bermusyawarah wajib mencukupkan segala alasan hukum yang tidak dikemukakan oleh kedua belah pihak”. 14
14 Xxxxxx, Hukum Acara Perdata, Sinar Grafika, Jakarta, 2011, hlm 479
Pasal tersebut secara tegas memerintahkan kepada hakim untuk memberikan pertimbangan yang cukup dan lengkap dalam setiap putusannya. Cukup dan lengkap di sini ditafsirkan sebagai keadaan di mana hakim tersebut telah mempertimbangkan seluruh alat-alat bukti yang diajukan para pihak, fakta-fakta hukum yang terungkap, serta seluruh bagian dari dalil gugatan Penggugat.15
Putusan pengadilan xxxxxx xxxxxx nomor 134/Pdt.G/2020/PN.Sel Bahwasanya alasan hakim mengabulkan gugatan penggugat untuk sebagian sebab yang menjadi dasar gugatan penggugat adalah wanprestasi dalam perjanjian pemeliharaan burung walet dan tergugat diminta membayar kerugian yang dialami oleh penggugat baik kerugian materiil dan kerugian moriil.
Suatu putusan adalah pernyataan hakim yang dituangkan dalam bentuk tertulis dan diucapankan oleh hakim, sebagai hasil dari pemeriksaan perkara gugatan16. Hakim dalam mengadili suatu perkara yang terpenting adalah fakta atau peristiwanya dan bukan hukumnya. Karena didalam peristiwa itu sendiri tersimpul hukumnya.17
3.2.3 Analisa Model Penyelesaian Sengketa Perdata Dalam Perjanjian
Penyelesaian konflik atau sengketa di masyarakat mengacu pada prinsip kebebasan yang menguntungkan kedua belah pihak, para pihak dapat menawarkan opsi penyelesaian sengketa dengan perantara. Para pihak tidak terpaku pada upaya pembuktian benar atau salah dalam sengketa yang mereka hadapi, tetapi mereka cenderung memikirkan penyelesaian untuk masa depan, dengan mengakomodasikan kepentingan-kepentingan mereka secara berimbang.
15 Ibid, 479
16 H. A. Xxxxx Xxxx, Praktek Perkara Perdata, Sinar Grafika, Jakarta,2008, hlm 245.
17 Ibid, hlm 246
Pada dasarnya penyelesaian sengketa dapat dilakukan melalui 2 (dua) proses. Proses penyelesaian sengketa melalui proses litigasi di dalam pengadilan, kemudian berkembang proses penyelesaian sengketa non litigasi melalui kerjasama (kooperatif) di luar pengadilan. Penyelesaian sengketa melalui pengadilan (litigasi) selama ini memiliki kekurangankekurangan yang membuat model penyelesaian ini tidak lagi sesuai dengan tuntutan perkembangannya, karena dianggap terlalu formalistis, berbelit-belit, dan penyelesaiannya membutuhkan waktu yang lama. Sebaliknya melalui proses di luar pengadilan (non litigasi) menghasilkan kesepakatan yang bersifat “win win solution”, dijamin kerahasiaan sengketa para pihak, dihindari keterlambatan yang diakibatkan karena prosedural dan administratif, menyelesaikan masalah secara komprehensif dalam kebersamaan dan tetap menjaga hubungan baik.
Paradigma pengembangan penyelesaian sengketa non litigasi bukan untuk menggantikan penyelesaian di pengadilan, namun agar penggunaan alternatif penyelesaian sengketa di luar pengadilan juga bisa menjadi pilihan masyarakat untuk menyelesaikan sengketa secara efektif dan efesien karena peraturan perundang-undangan yang berlaku memberi ruang untuk diselesaikan di luar pengadilan. Penyelesaian sengketa perdata di samping dapat diajukan ke peradilan umum juga terbuka kemungkinan diajukan melalui arbitrase dan alternatif penyelesaian sengket. Penyelesaian sengketa non litigasi yaitu penyelesaian sengketa secara musyawarah yang dibantu oleh pihak ketiga dengan keputusan konsensus atau kesepakatan bersama.
Di Indonesia, arbitrase sebagai salah satu mekanisme penyelesaian sengketa di luar pengadilan, sudah cukup lama dikenal. Arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian
arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa. Pada umumnya lembaga arbitrase mempunyai kelebihan dibandingkan dengan lembaga peradilan. Kelebihan arbitrase antara lain sebagai berikut: dijamin kerahasiaan sengketa para pihak, dapat dihindari kelambatan akibat hal prosedural dan administratif, para pihak dapat memilih arbiter, para pihak dapat menentukan pilihan hukum, dan putusan arbiter merupakan putusan yang mengikat para pihak. Sedangkan Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS) adalah lembaga penyelesaian sengketa atau pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni penyelesaian diluar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli”. Menurut undang-undang yang termasuk Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS) adalah metode penyelesaian sengketa di luar pengadilan, yaitu: konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli. Mekanisme penyelesaian sengketa melalui arbitrase adalah para pihak yang bersengketa terlebih dahulu membuat perjanjian untuk menyelesaikan sengketa melalui lembaga arbitrase, kemudian para pihak melakukan pendaftaran dan penyampaian Permohonan Arbitrase, selanjutnya para pihak menentukan arbiter, tahap ini disebut juga dengan tahap persiapan atau tahap permulaan. Setelah melalui tahap persiapan, maka dilanjutkan dengan tahap pemeriksaan. Tahap pemeriksaan ini meliputi: tanggapan termohon, tuntutan balik, dan jawaban tuntutan balik.
Terakhir adalah tahap pelaksanaan dari penyelesaian sengketa melalui arbitrase.
Selanjutnya adalah Mediasi-Arbitrase (med-arb) menggabungkan 2 (dua) metode yaitu mediasi dan arbitrase dalam sebuah hybrid proses. Pada med-arb, para pihak yang bersengketa baik 94 AJSH/2.2; 89-101; 2022 berdasarkan kesepakatan mereka sendiri ataupun saran dari pengacaranya terlebih dahulu memilih mediasi
untuk menyelesaikan sengketa mereka. Jadi ketika mereka memiliki sengketa mereka memilih jalur mediasi terlebih dahulu.
Namun jika sebagian atau keseluruhan proses tidak berhasil, atau dalam jangka waktu tertentu dalam proses mediasi ditemukan jalan buntu, maka mediator akan menyarankan para pihak untuk menggunakan arbitrase. Jika pihak setuju kemudian mediator akan membuat memorandum of agreement (nota persetujuan) yang menyatakan mereka menyerahkan sengketa mereka untuk diselesaikan melalui arbitrase. Dengan catatan dalam nota ini tertuang juga hasil yang telah dicapai dalam proses mediasi dan akan dipatuhi oleh para pihak. Jadi metode ini menjanjikan kepada para pihak sebuah hasil yang final dan mengikat terhadap masalah yang tidak bisa diselesaikan melalui mediasi, sehingga pada akhirnya semua masalah dapat diselesaikan.
Metode ini dapat menghindarkan para pihak dari proses pengadilan di kemudian hari. Melalui proses ini, para pihak juga mengembangkan partisipasi mereka dalam penyelesaian sengketa melalui mediasi, tanpa perlu khawatir, jika tidak tercapai kesepakatan maka penyelesaian sengketa akan macet di tengah jalan. Seperti yang dikutip dalam tulisan Xxxxxxxxxxx berikut ini tentang keuntungan beracara di hybrid arbitrase (Menack, 1995): ”The hybrid approach thereby encourages maximum authonomy, participation and creative problem solving by the disputant through mediation, while ensuring that, in any event, a final, binding resolution of all issue is near at hand.” Metode ini juga digunakan di Amerika Serikat untuk menyelesaikan kasus yang berkaitan dengan perburuhan.
IV. PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan dalam penulisan di atas maka dapat ditemukakan beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1. Akibat hukum pasca Putusan Pengadilan Xxxxxx Xxxxxx nomor 134/Pdt.G/2020/PN.Sel. Ialah hakim mengabulkan gugatan penggugat untuk sebagian karena pihak tergugat secara sepihak melakukan pemutusan hubungan kerjasama pembagian hasil sarang walet sehingga pihak tergugat dihukum membayar kerugian yang dialami oleh penggugat baik kerugian materil maupun kerugian moril. Namun sampai saat ini pihak tergugat belum membayar ganti rugi kepada pihak penggugat karena pihak tergugat sedang melakukan upaya hukum kasasi.
2. Proses penyelesaian perkara dalam wanprestasi perjanjian pemeliharaan burung walet terhadap putusan nomor 134/Pdt.G/2020/PN.Sel. Penyelesaian perkara yang dilakukan melalui mediasi, arbitrase dan pengadilan. Mediasi adalah metode penyelesaian sengketa dimana seorang mediator netral membantu pihak-pihak yang terlibat mencapai kesepakatan damai. Arbitrase adalah proses penyelesaian sengketa dimana pihak-pihak yang berselisih menyepakati untuk mengajukan sengketa mereka kepada pihat ketiga netral, yaitu arbiter atau panel arbiter. Pengadilan adalah tingkat pertama dari sistem peradilan di Indonesia. Prosedur di pengadilan negeri biasanya lebih formal dan melibatkan pengajuan berkas-berkas tertentu sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
4.2 Saran
Dalam membuat suatu perjanjian perlu adanya penegasan dalam membuat suatu perjanjian sehingga para pihak taat dan takut jika melanggar perjanjian yang dibuat
Oleh para pihak, serta untuk menghindari terjadimya wanprestasi dalam perjanjian pemeliharaan burung walet.
4.3 Dengan dilakukannya perjanjian dalam pemeliharaan burung walet di Labuhan Lombok, maka hendaknya para pihak mematuhi dan mentaati setiap kewajiban- kewajiban yang telah disepakati bersama oleh para pihak serta melaksanakan kewajiban tersebut dengan itikad baik sehingga tidak terjadi wanprestasi atau sesuatu hal yang tidak diinginkan.
DAFTAR PUSTAKA
1. BUKU
Xxxxx XX, Hukum Kontrak, Sinar Grafika, Jakarta, 2003.
, 2014, Xxxxxxx, Xxxxxx Wahyuningsih, Perancangan Kontrak danMomerandum Of Understanding (MoU), Sinar Grafika, Jakarta.
Xxxxx Xxxxx, Hukum Kontrak, PT. Citra Xxxxxxx Xxxxx, Bandung, 2015.
X. Xxxxxxxx, Pokok-Pokok Hukum Perikatan, Bina Cipta, Bandung, 1997.
Xxxxxx Xxxxxxx,Hukum Komersil, Universitas Terbuka, Jakarta, 2003. Xxxxxx, Hukum Acara Perdata, Sinar Grafika, Jakarta, 2011.
H. A. Xxxxx Xxxx, Praktek Perkara Perdata, Sinar Grafika, Jakarta,2008.
2. JURNAL
Niru Xxxxx Xxxxxx dan Xxxxxxx Xxxxxx, Wanprestasi dan Akibatnya Dalam Pelaksanaan Perjanjian, Jurnal Xxxxxx Xxxxx Xxxxxxxxx, Vol. 7, No. 2, 2015
Prihatin Xxxxxxx, Desember 2015, “Kedudukan Para Pihak Dalam Perjanjian Standar Perbankan Ditinjau Dari Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Dan Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen”, Jurnal Pro Hukum, Vol. 4 No. 2, xxxx://xxxxxxx,xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx.xx.xx/xxxxx.xxx/XxxxxxXxxX
ukum/article/view/499,Diakses Tanggal 27 Oktober 2021.
3. PERATURAN
X. Xxxxxxx dan R. Tjitrosudiro, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Xxxxxxx Xxxxxxxx, Jakarta, 1999, Hal. 324
4. SKRIPSI/ INTERNET
xxxxxxxxxxxx.xxxxx.xx.xx/xxxxxx-xxx-xxxxxxxxx-xxxxxxx-xxxxx/, Diakses Tanggal 5 November 2021.
Sasraw Fandapi Tarigan, Skripsi: Analisis Terhadap Wanprestasi Pihak Penyewa Dalam Perjanjian Sewa Menyewa Rumah (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung RI. No. 467/Pdt. G/2014/PN.Dps), Xxx. 53-57,
http:xxxxxxxxxx.xxx.xx.xx/xxxxxx/000000000/0000, Diakses Tanggal 27 Oktober 2021.