DALAM PELAKSANAAN KUNJUNGAN KERJA JURNAL ILMIAH
PELAKSANAAN PERJANJIAN KERJA SAMA ANTARA CV. COREN LOMBOK DENGAN BPSDM KEMENTERIAN RI
DALAM PELAKSANAAN KUNJUNGAN KERJA JURNAL ILMIAH
Oleh:
XXXXXX XXXX XXXXXXX D1A019012
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MATARAM MATARAM
2023
HALAMAN PENGESAHAN
PELAKSANAAN PERJANJIAN KERJA SAMA ANTARA CV. COREN LOMBOK DENGAN BPSDM KEMENTERIAN RI
DALAM PELAKSANAAN KUNJUNGAN KERJA
JURNAL ILMIAH
Oleh:
XXXXXX XXXX XXXXXXX D1A019012
Menyetujui, Pembimbing Pertama
Xxxxxxxxx, SH,.M.H.
NIP. 19631231 199203 1 016
PELAKSANAAN PERJANJIAN KERJA SAMA ANTARA CV. COREN LOMBOK DENGAN BPSDM KEMENTERIAN RI
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan perjanjian kerja sama antara CV. Coren Lombok dengan BPSDM Kementerian RI dan akibat hukum apabila terjadi wanprestasi oleh salah satu pihak. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif empiris, dengan metode pendekatan perundang-undangan (statute approach), pendekatan konseptual (conceptual approach) dan pendekatan sosiologis (sociological approach). Pelaksanaan perjanjian kerja sama kunjungan kerja antara CV. Coren Lombok dengan BPSDM Kementerian RI, diawali dengan pengajuan dan penawaran atas jasa kepada BPSDM yang kemudian disepakati oleh kedua belah pihak. Lalu dikeluarkannya surat SPPBJ, SPK, dan SPMK oleh BPSDM RI kepada CV. Coren Lombok untuk memulai pelaksanaan pekerjaan. Akibat hukum jika terjadi wanprestasi dalam perjanjian kerja sama kunjungan kerja antara CV. Coren Lombok dengan BPSDM Kementerian RI apabila terjadi wanprestasi dari kedua belah pihak para pihak akan mencoba menyelesaikan wanprestasi tersebut secara damai dalam jangka waktu 60 hari sejak diterimanya pemberitahuan oleh salah satu pihak pemberitahuan dari pihak lainnya mengenai adanya wanprestasi, apabila tidak ada kesepakatan antara kedua belah pihak untuk menyelesaikan wanprestasi dalam jangka waktu 60 hari maka pihak manapun dapat mengajukan gugatan, BPSDM Kementerian RI dapat menggugat CV.Coren Lombok di Pengadilan Xxxxxx Xxxxxxx, dan Pihak CV.Coren Lombok dapat menggugat BPSDM Kementerian RI di Pengadilan Negeri Tangerang Selatan.
Kata Kunci : Pelaksanaan, Perjanjian Kerja sama
IMPLEMENTATION OF COOPERATION AGREEMENT BETWEEN CV. COREN LOMBOK WITH BPSDM MINISTRY OF THE RI
ABSTRACT
This research aims to determine the implementation of the cooperation agreement between CV. Coren Lombok with BPSDM Ministry of the Republic of Indonesia and the legal consequences if there is a default by one of the parties. The type of research used in this research is empirical normative legal research, using a statutory approach, a conceptual approach and a sociological approach. Implementation of the working visit cooperation agreement between CV. Coren Lombok with BPSDM Ministry of the Republic of Indonesia, starting with a submission and offer of services to BPSDM, which was then agreed upon by both parties. Then, the SPPBJ, SPK and SPMK letters were issued by BPSDM RI to CV. Coren Lombok to start work activities. Legal consequences if there is a default in the work visit cooperation agreement between CV. Coren Lombok with the BPSDM Ministry of the Republic of Indonesia is that If there is a default from both parties, the parties will try to resolve the default amicably within a period of 60 days from the receipt of notification by one party of notification from the other party regarding the default, if there is no agreement between the two parties to resolve the default within a period of time. within 60 days then any party can file a lawsuit, BPSDM Ministry of the Republic of Indonesia can sue CV.Coren Lombok at the Mataram District Court, and CV.Coren Lombok can sue BPSDM Ministry of the Republic of Indonesia at the South Tangerang District Court.
Keywords: Implementation, Cooperation Agreement
I. PENDAHULUAN
Pariwisata merupakan suatu kebutuhan yang harus dipenuhi oleh manusia untuk rekreasi (liburan) karena banyaknya kegiatan yang kita lakukan setiap hari akan menimbulkan rasa jenuh di dalam diri kita. Pariwisata di Indonesia pada saat ini telah tumbuh berkembang menjadi devisa Negara. Oleh karena itu pariwisata adalah kegiatan dinamis yang melibatkan banyak manusia serta menghidupkan berbagai bidang usaha.1 Menurut UU No. 10 tahun 2009 tentang Kepariwisataan menyatakan bahwa:
“Pariwisata memiliki pengertian berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, pemerintah, dan pemerintah daerah”.2
Menurut Suwantoro mendefinisikan istilah pariwisata, yaitu:
“Suatu perubahan tempat tinggal sementara seseorang diluar tempat tinggalnya karena suatu alasan dan bukan untuk melakukan kegiatan yang menghasilkan upah. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau lebih dengan tujuan antara lain untuk mendapatkan kenikmatan dan memenuhi hasrat ingin mengetahui sesuatu. Dapat juga karena kepentingan yang berhubungan dengan kegiatan olahraga untuk kesehatan, konvensi, keagamaan, dan keperluan usaha lainnya”.3
Namun dalam melaksanakan pariwisata beberapa travel agent baik yang berizin maupun yang beroperasi secara liar, diindikasikan melakukan sejumlah pelanggaran. hal ini berakibat pada menurunnya kualitas pelayanan kepada wisatawan secara keseluruhan dan relative meningkatnya berbagai persoalan antara travel agent dengan wisatawan.
1 Ismayanti, Pengantar Pariwisata, Universitas Sahid Jakarta, Grasindo, Jakarta, 2020, hlm. 9.
2 Indonesia, Undang-Undang Tentang Kepariwisataan, UU No. 10 Tahun 2009, LN Nomor 11, Tahun 2009, TLN Nomor 4966, Pasal. 1.
3 Xxxxxxx Xxxx Xxx, (Strategi Pengembangan Fasilitas Guna Meningkatkan Daya Tarik Minat Wisatawan Di Darajat Pass (Waterpark) Kecamatan Pasir Wangi Kabupaten Garut),(Tesis Universitas Pendidikan Indonesia) Garut, 2016, hlm. 9.
Minimnya pengetahuan wisatawan akan hak-haknya dan rendahnya jasa travel agent memenuhi kewajibannya terhadap suatu kesepakatan untuk melakukan suatu kegiatan tertentu, artinya antara kedua belah pihak telah terikat dalam suatu perjanjian yang mengikat serta menciptakan hubungan hukum antara keduanya. Dalam pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (selanjutnya disingkat KUHPerdata), menjelaskan, yang dimaksud dengan perjanjian yakni:
“Suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana satu pihak atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang atau lebih”.4
Tidak hanya itu terjadinya suatu perjanjian disebabkan oleh kesepakatan antara kedua belah pihak, kecakapan untuk membuat suatu perikatan, adanya suatu pokok tertentu dan juga adanya suatu sebab yang tidak terlarang. Hal ini terdapat di dalam KUH Perdata Pasal 1320.
Travel Agent menyediakan jasanya bukan hanya digunakan oleh wisatawan, Travel Agent juga bisa digunakan oleh Lembaga negara maupun swasta untuk melaksanakan tugas kerja sekaligus berwisata.
Oleh karena itu, melalui penelitian ini penulis ingin mencoba meneliti apakah dasar hukum yang mengatur perjanjian travel agent dengan konsumen dan pertanggungjawaban yang didapatkan apabila terdapat perjanjian, sehingga pada kesempatan kali ini penulis akan melakukan penelitian tentang “Pelaksanaan Perjanjian Kerja Sama Antara CV. Coren Lombok dengan BPSDM Kementerian RI dalam Pelaksanaan Kunjungan Kerja”.
Rumusan masalah dalam penelitian ini mempersoalkan tentang Bagaimana pelaksanaan perjanjian kerja sama kunjungan kerja antara CV. Coren Lombok dengan BPSDM
4 Admiral, Aspek Hukum Kontrak Leasing dan Kontrak Financing, Vol. 02, No. 2, Oktober 2018, Universitas Islam Riau, Riau, hlm. 397.
Kementerian RI dan Apa akibat hukum jika terjadi wanprestasi dalam perjanjian kerja sama kunjungan kerja antara CV. Coren Lombok dengan BPSDM Kementerian RI.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan perjanjian kerja sama kunjungan kerja antara CV. Coren Lombok dengan BPSDM KEMENTERIAN RI dan Untuk mengetahui akibat hukum jika terjadi wanprestasi dalam Perjanjian kerja sama kunjungan kerja antara CV. Coren Lombok dengan BPSDM Kementerian RI.
Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini berupa teoritis yaitu diharapkan dapat memberikan pemahaman dan pengetahuan bagi ilmu pengetahuan khususnya di bidang hukum perdata serta memperluas wawasan mengenai perjanjian kerja sama kunjungan kerja. Kemudian ada juga manfaat praktis yaitu ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dan solusi yang tepat bagi pihak khususnya CV. Coren lombok dalam pelaksanaan perjanjian kerja sama dan konsumen dalam melakukan perjanjian.
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif empiris yang mengkaji hukum sebagai norma dalam perundang-undangan dan ketentuan lainnya, serta mengkaji fakta-fakta hukum yang terjadi di lapangan. Dengan melakukan metode pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konseptual. Pendekatan Perundang- undangan adalah pendekatan yang digunakan untuk mengkaji dan menganalisa semua Undang- Undang dan pengaturan yang bersangkut-paut dengan isu hukum yang sedang ditangan dan pendekatan konseptual yaitu gambaran bagaimana hubungan antara konsep- konsep yang akan diteliti dan pandangan ahli dengan permasalahan yang akan dibahas.
II. PEMBAHASAN
A. Pelaksanaan Perjanjian Kerja Sama Kunjungan Kerja antara CV. Coren Lombok dengan BPSDM Kementerian RI
1. Proses Pelaksanaan Perjanjian Kerja Sama Kunjungan Kerja antara CV. Coren Lombok dengan BPSDM Kementerian RI.
Dalam penelitian ini, penulis mengkaji pelaksanaan perjanjian kerja sama yang telah dibentuk berdasarkan perjanjian kerja sama antara CV. Coren Lombok dengan BPSDM Kementerian RI. Berdasarkan wawancara yang dilakukan penulis dengan CV. Coren Lombok mengenai perjanjian kerja sama menyatakan bahwasanya dalam perjanjian kerja sama ini dimana sebelum perjanjian ini ditandatangani oleh para pihak format perjanjian sudah disiapkan oleh pihak CV. Coren Lombok, kemudian isinya dimusyawarahkan dan dilakukan beberapa kali pembahasan tentang isi dari perjanjian tersebut, kemudian disepakati oleh CV. Coren Lombok dengan BPSDM Kementerian RI. Hal ini menunjukan bahwa CV. Coren Lombok dengan BPSDM Kementerian RI telah melaksanakan prosedur pembuatan perjanjian.
Adapun proses pelaksanaan perjanjian dari pihak CV. Coren Lombok dengan BPSDM Kementerian RI diawali dengan CV. Coren Lombok mengajukan diri dengan memberikan penawaran kepada pihak BPSDM Kementerian RI, penawaran yang diberikan CV. Coren Lombok berisi kebutuhan BPSDM Kementerian RI dalam melaksanakan acara dengan memberikan SURAT PENUNJUKAN PENYEDIA BARANG/ JASA (SPPBJ) dan SURAT PERINTAH KERJA (SPK) dari BPSDM Kementerian RI, Surat Penunjukan Penyedia Barang/Jasa (SPPBJ) berisi pemberitahuan bahwa CV. Xxxxx telah terpilih sebagai Travel yang digunakan, perintah untuk menandatangani Surat Perintah Kerja
(SPK). Surat Perintah Kerja berisi perintah untuk memulai pelaksanaan perjanjian dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan yang diberikan oleh BPSDM Kementerian RI, ketentuan-ketentuan tersebut meliputi Harga kontrak, Lingkup pekerjaan, Tanggal mulai kerja, Syarat-syarat pekerjaan, Waktu penyelesaian, dan Denda.
Kemudian setelah Surat Perintah Kerja ditandatangani oleh CV. Coren Lombok, BPSDM Kementerian RI memberikan Surat Perintah Mulai Kerja (SPMK), dimana surat ini berisi waktu bagi CV. Coren Lombok untuk memulai pelaksanaan pekerjaan.
Pelaksanaan perjanjian dari pihak CV. Coren Lombok memulai kerja dengan prosedur utama, yaitu membuat kontrak kerja yang kemudian isi dari kontrak tersebut dinegosiasikan beberapa kali dengan pihak BPSDM Kementerian RI melalui penanggung jawabnya. Sehubungan dengan perjanjian kerja sama pelaksanaan kunjungan kerja antara CV. Coren Lombok dengan BPSDM Kementerian RI pada prinsipnya telah memenuhi persyaratan sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 1320 KUHPerdata.
2. Implementasi Hak dan Kewajiban dalam Pelaksanaan Perjanjian Kerja Sama dalam Pelaksanaan Kunjungan Kerja antara CV Coren Lombok dengan BPSDM Kementerian RI Implementasi atau Pelaksanaan hak dan kewajiban CV. Coren Lombok dengan BPSDM Kementerian RI yang terdapat dalam Pasal 4 dan 5 Perjanjian Kerja sama No.
025/CN/Core Natives Lombok.
Kedua belah pihak telah melaksanakan hak dan kewajiban masing-masing sesuai dengan isi dari surat perjanjian kerjasama yang telah dibuat, namun ada kesalah pahaman antara kedua belah pihak karena kurangnya komunikasi antara panitia kedua belah pihak baik dari pihak CV. Coren Lombok ataupun dari pihak BPSDM Kementerian RI, dimana pihak BPSDM Kementerian RI mengajukan keberatannya karena mengira jumlah kamar
hotel yang dipesan tidak sesuai dengan jumlah yang telah disepakati. Masalah ini diselesaikan dengan cara mengumpulkan semua panitia dari kedua belah pihak untuk merundingkan masalah tersebut.
B. Akibat Hukum Jika Terjadi Wanprestasi Dalam Perjanjian Kerja Sama Kunjungan Kerja Antara CV. Coren Lombok Dengan BPSDM Kementerian RI
1. Bentuk Wanprestasi dalam Pelaksanaan Perjanjian Kerja Sama Kunjungan Kerja antara CV Coren Lombok dengan BPSDM Kementerian RI.
a. Pengertian Wanprestasi
Dasar hukum wanprestasi dimuat dalam KUHPerdata sebagaimana diterangkan di Pasal 1238 KUHPerdata wanprestasi adalah kondisi di mana debitur dinyatakan lalai dengan surat perintah, atau dengan akta sejenis itum atau berdasarkan kekuatan dari perikatan sendiri, yaitu bila perikatan ini mengakibatkan debitur harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan.5
Wanprestasi dapat berupa:
1) Memenuhi prestasi tapi tidak tepat pada waktunya.
2) Tidak memenuhi prestasi, artinya prestasi itu tidak hanya terlambat, tetapi juga tidak bisa lagi dijalankan.
3) Memenuhi prestasi tidak sempurna, artinya prestasi diberikan, tetapi tidak sebagaimana mestinya.6
Apabila seorang debitur wanprestasi, maka akibatnya adalah:
5 R. Subekti dan R. Tjitsudibio, Kitab Undang-undang Hukum Perdata, PT. Xxxxxxx Xxxxxxxx, Jakarta, 1992, hlm. 80.
6 Ibid. hlm. 50.
1) Kreditur tetap berhak atas pemenuhan perikatan, jika hal itu masih dimungkinkan.
2) Xxxxxxxx juga mempunyai hak atas ganti kerugian baik bersamaan dengan pemenuhan prestasi maupun sebagai gantinya pemenuhan prestasi.
3) Sesudah adanya wanprestasi, maka overmacht tidak mempunyai kekuatan untuk membebaskan debitur.
4) Pada perikatan yang lahir dari kontrak timbal balik, maka wanprestasi dari pihak pertama memberi hak kepada pihak lain untuk meminta pembatalan kontrak oleh hakim, sehingga penggugat dibebaskan dari kewajibannya.
Dalam gugatan pembatalan kontrak ini juga dapat dimintakan ganti kerugian.7
b. Akibat Terjadinya Wanprestasi
Ada empat akibat adanya wanprestasi, sebagaimana dikemukakan sebagai berikut:
1) Perikatan tetap ada
Kreditor masih dapat menuntut kepada debitor pelaksanaan prestasi, apabila ia terlambat memenuhi prestasi.
2) Debitor harus membayar ganti rugi kepada kreditor (Pasal 1243 KUHPerdata)
3) Xxxxx resiko beralih untuk kerugia debitor jika halangan itu timbul setelah debitor wanprestasi, kecuali bila ada kesengajaan atau kesalahan besar dari pihak kreditor. Oleh karena itu, debitor tidak dibenarkan untuk berpegang pada keadaan memaksa.
4) Jika perikatan lahir dari perjanjian timbal balik, kreditor dapat membebaskan diri dari kewajibannya memberikan kontra prestasi dengan menggunakan Pasal 1266 KUHPerdata.8
c. Tuntutan atas Dasar Wanprestasi
7 Xxxxxxx Xxxxxxx, Arbitrase VS Pengadilan Persoalan Kompetensi (Absolut) Yang Tidak Pernah Selesai, Kencana Prenada Media, Jakarta, 2008, hal. 106.
8 Xxxx Xxxxx Xxxxxx, Xxxxxxx Xxxxxx, Wanprestasi dan Akibatnya dalam Pelaksanaan Perjanjian, Vol 7, N0.2, 2015, Jurnal Mitra Manajemen, Jakarta, hlm. 11
Kreditor dapat menuntut kepada debitor yang telah melakukan wanprestasi hal-hal sebagai berikut.9
1) Kreditor dapat meminta pemenuhan prestasi saja dari debitor.
2) Kreditor dapat menuntut prestasi disertai ganti rugi kepada debitor (Pasal 1267 KUH Perdata).
3) Kreditor dapat menuntut dan meminta ganti rugi, hanya mungkin kerugian karena keterlambatan (H.R. 1 November 1918).
4) Kreditor dapat menuntut pembatalan perjanjian.
5) Kreditor dapat menuntut pembatalan disertai ganti rugi kepada debitor. Ganti rugi itu berupa pembayaran uang denda10.
Akibat kelalaian Kreditor yang dapat dipertanggungjawabkan, yaitu:
1) Xxxxxxx berada dalam keadaan memaksa;
2) Beban risiko beralih untuk kerugian kreditor, dan dengan demikian debitor hanya bertanggung jawab atas wanprestasi dalam hal ada kesengajaan atau kesalahan besar lainnya;
3) Kreditor tetap diwajibkan memberi prestasi balasan (Pasal 1602 KUHPerdata).
2. Akibat Hukum jika Terjadi Wanprestasi dalam Pelaksanaan Perjanjian Kerja Sama Kunjungan Kerja antara CV Coren Lombok dengan BPSDM Kementerian RI.
Dalam perjanjian kerja sama antara CV. Coren Lombok dengan BPSDM Kementerian RI dalam pelaksanaan kunjungan kerja telah terlaksana tanpa adanya wanprestasi dari kedua belah pihak, jika terjadi wanprestasi dalam pembayaran oleh pihak kedua maka, akan dikenakan denda 1% per hari keterlambatan dari total biaya kegiatan. Jika alat tranportasi tidak bisa digunakan pada hari pelaksanaan, maka pihak CV. Coren Lombok akan melakukan musyawarah dengan pihak BPSDM Kementerian RI untuk mengganti transportasi dengan yang lain sampai pihak kedua menerima atau menyetujuinya. Jika adanya keterlambatan acara karena cuaca sehingga acara tidak memungkinkan untuk dilaksanakan maka pihak pertama akan berunding atau
9 Xxxxx X.X, Hukum Kontrak, Teori & Teknik Penyusunan Kontrak, Sinar Grafika, Jakarta. 2009, hlm. 99
10 Xxxx Xxxxx Xxxxxx, Xxxxxxx Xxxxxx, Op. Cit hlm. 8
musyawarah pihak kedua untuk melewati acara tersebut. Jadi, apabila terjadi wanprestasi dari kedua belah pihak para pihak akan mencoba menyelesaikan wanprestasi tersebut secara damai dalam jangka waktu 60 hari sejak sejak diterimanya pemberitahuan oleh salah satu pihak pemberitahuan dari pihak lainnya mengenai adanya wanprestasi, apabila tidak ada kesepakatan antara kedua belah pihak untuk menyelesaikan wanprestasi dalam jangka waktu 60 hari maka pihak manapun dapat mengajukan gugatan, BPSDM Kementerian RI dapat menggugat CV.Coren Lombok di Pengadilan Xxxxxx Xxxxxxx, dan Pihak CV.Coren Lombok dapat menggugat BPSDM Kementerian RI di Pengadilan Negeri Tangerang Selatan.
3. Penyelesaian jika Terjadi Wanprestasi dalam Pelaksanaan Perjanjian Kerja Sama Kunjungan Kerja antara CV. Coren Lombok dengan BPSDM Kementerian RI dalam Pelaksanaan Kunjungan Kerja.
Dalam perjanjian kerja sama antara CV. Coren Lombok dengan BPSDM Kementerian RI memiliki penyelesaiannya tersendiri yang diatur dalam Pasal 8 Perjanjian Kerja sama No. 025/CN/Core Natives Lombok, yaitu:
a. Perjanjian in tunduk pada dan karenanya wajib ditafsirkan menurut ketentuan hukum dan peraturan perundang-undangan negara Republik Indonesia.
b. Para Pihak sepakat apabila timbul perbedaan, perselisihan, konflik atau pertentangan yang berkenaan dengan Perjanjian ini atau pelaksanaannya termasuk namun tidak terbatas pada perselisihan berkenaan dengan pelaksanaan, keabsahan, berakhirnya hak dan kewajiban dari salah satu pihak dalam perjanjian ini, para pihak akan mencoba untuk menyelesaikan perselisihan tersebut secara damai antara para pihak, dalam jangka waktu 60 (enam puluh) hari kalender sejak
diterimanya ole salah satu pihak pemberitahuan dari pihak lainnya mengenai adanya perselisihan.
c. Apabila tidak ada kesepakatan antara Para Pihak untuk menyelesaikan Perselisihan dalam jangka waktu 60 (enam puluh) hari kalender sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tersebut di atas, maka Pihak manapun juga dapat mengajukan Perselisihan kepada Pengadilan Negeri Tangerang Selatan.
III. PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa:
1. Proses pelaksanaan kerjasama diawali dengan pengajuan dan penawaran atas jasa oleh CV. Coren Lombok kepada BPSDM RI. Selanjutnya dilakukan musyawarah kedua belah pihak mengenai isi perjanjian kerjasama yang disepakati oleh kedua belah pihak. Setelah isi perjanjian disepakati, pihak BPSDM mengeluarkan Surat Penunjukan Penyediaan Barang/Jasa (SPPBJ) dan Surat Perintah Kerja (SPK) kepada CV. Coren Lombok yang mana akan ditandatangani. Dan yang terakhir, BPSDM memberikan Surat Perintah Mulai Kerja (SPMK) kepada CV. Coren Lombok untuk memulai pelaksanaan pekerjaan.
2. Akibat hukum jika terjadi wanprestasi dalam perjanjian kerja sama kunjungan kerja antara CV. Coren Lombok dengan BPSDM Kementerian RI adalah apabila terjadi wanprestasi dari kedua belah pihak, para pihak akan mencoba menyelesaikan wanprestasi tersebut secara damai dalam jangka waktu 60 hari sejak sejak diterimanya pemberitahuan oleh salah satu pihak pemberitahuan dari pihak lainnya mengenai adanya wanprestasi, apabila tidak ada kesepakatan antara kedua belah pihak untuk menyelesaikan wanprestasi dalam jangka waktu 60 hari maka pihak manapun dapat mengajukan gugatan, BPSDM Kementerian RI dapat menggugat CV.Coren Lombok di Pengadilan Xxxxxx Xxxxxxx, dan Pihak CV.Coren Lombok dapat menggugat BPSDM Kementerian RI di Pengadilan Negeri Tangerang Selatan.
Saran
1. Disarankan kepada kedua belah pihak mengikuti dan mentaati alur pelaksanaan kerjasama sesuai prosedur yang telah disepakati.
2. Dalam melakukan perjanjian kerjasama, diharakan kedua belah pihak berkonsultasi kepada ahli hukum berkaitan dengan isi dan kesepakatan Kerjasama kedua belah pihak. Hal ini dilakukan untuk mencegah perselisihan kearah tindakan hukum.
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku dan Jurnal
Admiral, Oktober 2018, Aspek Hukum Kontrak Leasing dan Kontrak Financing, Vol. 02, No.
2, Fakultas Hukum Universitas Islam Riau.
Xxxxxxx Xxxx Xxx, 2016, Strategi Pengembangan Fasilitas Guna Meningkatkan Daya Tarik Minat Wisatawan Di Darajat Pass (Waterpark) Kecamatan Pasir Wangi Kabupaten Garut, Universitas Pendidikan Indonesia, Garut.
Xxxxx Xxxxxx Xxxxxx dan Ambar Budhisulistyawati, Januari-Juni 2020, Tinjauan Xxxxxxx Xxxxxxx Pelaksanaan Perjanjian Kerjasama Kemitraan, Vol. VIII, No. 1, Fakultas Hukum, Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Xxxxxxx Xxxxxxx, SAHBD, 2008, Arbitrase VS Pengadilan Persoalan Kompetensi (Absolut) Yang Tidak Pernah Selesai, Cet 1, Pernada media group, Jakarta.
Ismayanti, 2020, Pengantar Pariwisata, Gramedia Widiasarana Indonesia, Universitas Sahid, Jakarta.
Niru Xxxxx Xxxxxx, Xxxxxxx Xxxxxx, 2015, Wanprestasi dan Akibatnya dalam Pelaksanaan Perjanjian, Jurnal Mitra Manajemen, Vol 7, N0.2, Universitas Suryadarma, Jakarta.
R. Subekti dan R. Tjitsudibio, 1992, Kitab Undang-undang Hukum Perdata, PT. Xxxxxxx Xxxxxxxx, Jakarta.
Xxxxx X.X, 2009, Hukum Kontrak, Teori & Teknik Penyusunan Kontrak, Sinar Grafika, Jakarta.
B. Peraturan Perundang-undangan
Indonesia, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009, Tentang Kepariwisataan.