THE IMPLEMENTATION OF GIVING THE LEGAL SERVICES IN THE FIELD OF NOTARY IN MAKING A DEED OF SALE AND PURCHASE AGREEMENT FOR THE LOW-INCOME CLASS IN MAKASSAR
TESIS
[
IMPLEMENTASI PEMBERIAN JASA HUKUM DI BIDANG KENOTARIATAN DALAM PEMBUATAN AKTA PERJANJIAN PENDAHULUAN JUAL BELI
BAGI MASYARAKAT BERPENGHASILAN RENDAH DI KOTA MAKASSAR
IMPLEMENTASI PEMBERIAN JASA HUKUM DI BIDANG KENOTARIATAN DALAM PEMBUATAN AKTA PERJANJIAN PENDAHULUAN JUAL BELI BAGI MASYARAKAT BERPENGHASILAN RENDAH
DI KOTA MAKASSAR
THE IMPLEMENTATION OF GIVING THE LEGAL SERVICES IN THE FIELD OF NOTARY IN MAKING A DEED OF SALE AND PURCHASE AGREEMENT FOR THE LOW-INCOME CLASS
IN MAKASSAR
Disusun dan diajukan oleh: ALFIANA
B022201023
PROGRAM STUDI MAGISTER KENOTARIATAN FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR
2022
HALAMAN JUDUL
[
IMPLEMENTASI PEMBERIAN JASA HUKUM DI BIDANG KENOTARIATAN DALAM PEMBUATAN AKTA PERJANJIAN PENDAHULUAN JUAL BELI
BAGI MASYARAKAT BERPENGHASILAN RENDAH DI KOTA MAKASSAR
IMPLEMENTASI PEMBERIAN JASA HUKUM DI BIDANG KENOTARIATAN DALAM PEMBUATAN AKTA PERJANJIAN PENDAHULUAN JUAL BELI BAGI MASYARAKAT BERPENGHASILAN RENDAH
DI KOTA MAKASSAR
THE IMPLEMENTATION OF GIVING THE LEGAL SERVICES IN THE FIELD OF NOTARY IN MAKING A DEED OF SALE AND PURCHASE AGREEMENT FOR THE LOW-INCOME CLASS
IN MAKASSAR
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar Magister Pada Program Studi Magister Kenotariatan
Disusun dan diajukan oleh: ALFIANA
B022201023
PROGRAM STUDI MAGISTER KENOTARIATAN FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR
2022
i
ii
,
iii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirobbil’alamin. puji dan syukur kehadirat Allah SWT karena atas berkat rahmat, dan kasih-Nya sehingga peneliti dapat merampungkan penelitian tesis yang berjudul IMPLEMENTASI PEMBERIAN JASA HUKUM DI BIDANG KENOTARIATAN DALAM PEMBUATAN AKTA PERJANJIAN PENDAHULUAN JUAL BELI BAGI MASYARAKAT BERPENGHASILAN RENDAH DI KOTA MAKASSAR
sebagai prasyarat untuk memperoleh gelar Magister Kenotariatan pada Program Pascasarjana Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin. Tak lupa shalawat dan salam terhaturkan kepada Nabi Besar Xxxxxxxx XXX beserta keluarga dan sahabatnya.
Peneliti menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan suatu karya ilmiah tidaklah mudah, oleh karena itu tidak tertutup kemungkinan dalam penyusunan tesis ini masih terdapat kekurangan, sehingga peneliti sangat mengharapkan masukan, saran, dan kritikan yang bersifat membangun guna kesempurnaan tesis ini. Proses penyusunan tesis ini tidak terlepas dari berbagai rintangan, mulai dari pengumpulan literatur sampai pada tahap wawancara. Namun dengan kesabaran dan ketekunan yang dilandasi dengan rasa tanggung jawab selaku mahasiswa, maka tesis ini dapat terselesaikan.
Seluruh kegiatan penyusunan tesis ini tentunya tidak akan berjalan lancar tanpa adanya bantuan dan kerjasama dari berbagai pihak, baik material dan moril. Untuk itu, melalui tulisan ini peneliti mengucapkan rasa
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang telah membantu dari penelitian hingga penyusunan tesis ini. Peneliti menyadari bahwa dalam proses penyusunan menemui banyak kendala dan hambatan. Oleh karena itu, perkenankanlah peneliti menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan kepada:
1. Rektor Universitas Hasanuddin: Prof. Xx. Xx. Xxxxxxxxxx Xxxxx, X.Xx.
Wakil Rektor Bidang Akademik dan Kemahasisswaan: Prof. drg. Xxxxxxxx Xxxxxx, X.Xxx., Ph.D,. Xx.XX(K). Wakil Rektor Bidang Perencanaan, Pengembangan dan Keuangan: Xxxx. Xxxxxxx, X.Xx., M.Pharm., Sc., Ph.D., Apt. Wakil Rektor Bidang Sumber Daya Manusia, Alumni dan Sistem Informasi: Xxxx. Xx. Xxxxxx Xxxxxxxxxx, S.H., M.Hum. dan Wakil Rektor Bidang Kemitraan, Inovasi, Kewirausahaan dan Bisnis: Prof. Dr. Eng. Xxx Xxxxxxx, S.T., M.Phil.
2. Dekan Fakultas Hukum Universitas Hasasnuddin: Xxxx. Xx. Xxxxxx Xxxxx, S.H., M.H., M.AP. Wakil Dekan Bidang Akademik dan Kemahasiswaan: Xx. Xxxxxx, X.X., LL.M. Wakil Dekan Bidang Perencanaan, Sumber Daya dan Alumni: Xxxx. Xx. Xxx Xxxxxx Xxxxxxx, S.H., M.A. Wakil Dekan Bidang Kemitraan, Riset dan Inovasi: Xx. Xxxxxxxxx, X.X., M.H.
3. Ketua Program Studi Magister Kenotariatan: Dr. Xxx Xxxxxxxx Xxx, S.H., M.H.
4. Pembimbing Utama: Prof. Dr. Andi. Xxxxxxxxx Xxxxxx X.X., M.H., DFM. dan Pembimbing Pendamping: Xx. Xxxxxxxx Xxxxx, S.H.,
X.Xx. yang telah meluangkan waktunya dengan penuh perhatian dan kesabaran, memberikan sumbangsih ilmu, dorongan, bimbingan, saran, serta arahan yang sangat bermanfaat dan membantu peneliti selama penyusunan tesis ini.
5. Dewan Penguji Prof. Xx. Xxxxxxxxx, S.H., M.H., Xx. Xxxxx Xxxxxxx, S.H., M.H., dan Xx. Xxx Xxxxxxxxxxx X.X., M.H. yang telah memberikan banyak masukan-masukan dan arahan dalam penyusunan tesis ini.
6. Segenap dosen pengajar Program Pascasarjana Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin yang telah memberikan ilmu pengetahuan dan pengalaman yang dimilikinya selama perkuliahan berlangsung, sehingga banyak manfaat yang peneliti peroleh.
7. Kedua Orang Tua saya: H. Xxxxx dan Hj. Rostati, Kedua Mertua saya : Xxx. Xxxx Xxxxx dan Xxx. Xxxx Xxxxx yang dengan penuh ketulusan, kesabaran dan kasih sayang dalam memberikan semangat serta nasihat kepada peneliti selama proses menimba ilmu pengetahuan. Pencapaian peneliti tidak lepas dari doa dan dukungan mereka.
8. Pendamping hidup saya, Xxxx Xxxxxx Xxxxx, S.TP. tanpa restu dan izin-nya saya tidak akan bisa sampai ditahap ini.
9. Saudara kandung dan saudara ipar saya, yang telah menjadi pelipur lara dan pelangi dengan warna-warna yang begitu indah.
10. Sahabat saya: Xxxxx Xxxxx As’Ad, Xxx Xxx Xxxxxxx Xxxxx, Xxx Xxxxxxx, Xxxxxxx, Xxxxxxx Xxxxxxxxx dan Xxxxx Xxx Xxxxxxxxxx yang selalu
ada saat dibutuhkan, semua kebaikan dan kenangan yang kita jalani bersama sangat berarti.
11. Informan saya, Anggota MPWN dari unsur Akademisi Bapak Xxxx. Xx.
Xxxxxxx Xxxxxx, S.H., M.S. Notaris: Xx. Xxxxxxxxxx, S.H., X.Xx., Xxxxxx Xxxxxxxxx, S.H., Xxxxxxxxxx Xxxxx, S.H., M. J. Xxxxx Xxxx Xxxxxxxx, S.H., Xxxxxxxx Xxxxxxx, S.H., Xxxxxx Xxxxxx, S.H., Xxxxxxx Xxxx Xxx, S.H., Xxxx Xxxxxxx, S.H., Xxxxxxxx Xxxxx Xxxx, S.H., M,Xx., dan Xxxxxxxxxx Xxx, S.H., X.Xx. Ketua MPDN Kota Makassar Xxxxx Xxxxxxxx Xxxx, S.H., M.H., dan Sekretaris MPDN Kota Makassar Xxxxx Xxxx Xxxxxxxxxx, S.H., M.H., Pelaku Pembangunan: Junaidi.
12. Teman-teman Mahasiswa Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin Angkatan 2020 Semester Ganjil serta para pihak yang turut memberikan dukungan serta bantuan peneliti
Peneliti memohon maaf atas segala kekhilafan dalam penyusunan penelitian dan berharap semoga tesis ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan menambah referensi kepustakaan di bidang hukum secara umum dan di bidang kenotariatan secara khusus serta berguna bagi masyarakat yang bernilai jariyah. Aamiin Yaa Rabbal’alaamiin.
Makassar, 31 Agustus 2022
ALFIANA
ABSTRAK
Kewajiban notaris dalam memberikan jasa hukum di bidang kenotariatan khususnya dalam pembuatan akta Perjanjian Pendahuluan Jual Beli yang berkaitan dengan honorarium dan secara cuma-cuma kepada masyarakat berpenghasilan rendah dan masyarakat yang tidak mampu ditentukan dalam Pasal 36 ayat (1) (2) UUJN, 37 UUJN-P ayat (1)
(2) dan Pasal 1 angka 10, 11, 37, Pasal 22 K Peraturan Pemerintah 12/21 Tentang Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Pemukiman. Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Bagaimana implementasi pemberian jasa hukum di bidang kenotariatan dan pemberian sanksi terhadap notaris yang menolak memberikan jasa hukum di bidang kenotariatan dalam pembuatan akta Perjanjian Pendahuluan Jual Beli bagi masyarakat berpenghasilan rendah di Kota Makassar.
Penelitian ini menggunakan tipe penelitian hukum empiris dan dianalisis secara deskriptif kualitatif. Penelitian ini menggunakan data primer yang didapat dari hasil wawancara dan data sekunder yang diperoleh dari bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.
Dari hasil penelitian yang dilakukan ditentukan bahwa pemberian jasa berupa bantuan hukum khususnya dalam pembuatan akta Perjanjian Pendahuluan Jual Beli bagi pelaku pembangunan dan user-usernya yang dikategorikan ke dalam masyarakat berpenghasilan rendah di Kota Makassar ternyata tidak efektif. Salah satu faktor yang menyebabkan tidak efektifnya pelaksanaan kewajiban tersebut adalah karena notaris maupun pelaku pembangunan baru mengetahui adanya aturan tentang bantuan hukum dalam bidang kenotariatan. Pemberian sanksi bagi notaris yang menolak memberikan jasa berupa bantuan hukum khususnya dalam pembuatan akta Perjanjian Pendahuluan Jual Beli juga tidak efektif. Salah satu faktor yang menyebabkan tidak efektifnya pemberian sanksi tersebut karena tidak pernah ada laporan yang masuk terkait adanya penolakan memberikan bantuan hukum dalam bidang kenotariatan. Dengan demikian, tidak mungkin ada penjatuhan sanksi administratif maupun sanksi etik.
Kata Kunci: Jasa Hukum, Notaris, Sanksi.
ABSTRACT
The obligation of a notary to provide legal services in the notarial field, especially in the making of a Preliminary Sale and Purchase Agreement deed related the honorarium and free of charge the low- income class and people who cannot afford it is stipulated in Article 36 paragraph (1) (2) UUJN, 37 UUJN -P paragraph (1) (2) and Article 1 points
10, 11, 37, Article 22 K Government Regulation 12/21 concerning the Implementation of Housing and Settlement Areas. The formulation of the problem in this study was how to implement the provision of legal services in the notarial field and the provision of sanctions to notaries who refuse to provide legal services in the notarial field in the making of the Preliminary Sale and Purchase Agreement deed for low-income class in Makassar.
This research used empirical legal research type and was analyzed descriptively qualitative. This study used primary data obtained from interviews and secondary data obtained from primary legal materials and secondary legal materials.
From the results of the research conducted, it was determined that the provision of services in the form of legal assistance, especially in making the Preliminary Sale and Purchase Agreement deed for development actors and their users who were categorized into low-income class in Makassar was not yet effective. One of the factors that caused the ineffective implementation of these obligations was because the notary and the new development actors were aware of rules on legal aid in the notarial field. The imposition of sanctions for notaries who refuse to provide services in the form of legal assistance, especially in making the Preliminary Sale and Purchase Agreement deed had also not effective. One of the factors that caused the ineffectiveness of the sanctions because there had never been a report regarding the refusal to provide legal assistance in the notarial field. So, there was no possibility of imposing administrative sanctions or ethical sanctions.
Keywords: Legal Services, Notary, Sanctions.
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN JUDUL i
PERSETUJUAN PEMBIMBING ii
PERNYATAAN XXXXXXXX xxx
KATA PENGANTAR iv
ABSTRAK viii
ABSTRACT ix
DAFTAR ISI x
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang Masalah 1
B. Rumusan Masalah 16
C. Tujuan Penelitian 16
D. Manfaat Penelitian 17
E. Orisinalitas Penelitian 17
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 24
A. Tinjauan Umum Tentang Praktik Notaris 24
1. Tinjauan Umum Kewajiban 24
2. Tinjauan Umum Jabatan Notaris 26
3. Tinjauan Umum Jasa Hukum Dengan Honorarium 29
4. Tinjauan Umum Jasa Hukum Cuma-Cuma 30
5. Tinjauan Umum Perjanjian Pendahuluan Jual Beli. 32
6. Tinjauan Umum Masyarakat Berpenghasilan
Rendah ...................................................................... 34
7. Tinjauan Umum Masyarakat yang Tidak Mampu 36
8. Tinjauan Umum Sanksi 38
B. Landasan Teori 42
1. Teori Efektivitas Hukum 42
2. Teori Hukum Progresif. 44
C. Kerangka Pikir 46
BAB III METODE PENELITIAN 49
A. Tipe Penelitian 49
B. Lokasi Penelitian 49
C. Informan.......................................................................... 49
D. Pendekatan Masalah 51
E. Jenis dan Sumber Data 53
F. Teknik Pengumpulan Data 54
G. Analisis Data 55
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 56
A. Implementasi Pemberian Jasa Hukum Di Bidang Kenotariatan Dalam Pembuatan Akta Perjanjian Pendahuluan Jual Beli Bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah di Kota Makassar 56
1. Pelaksanaan Pemberian Jasa dalam pembuatan
Akta PPJB bagi MBR 56
2. Syarat MBR dalam Memperoleh Jasa Berupa Bantuan Hukum 76
B. Pemberian Sanksi Terhadap Notaris Yang Menolak Memberikan Jasa Hukum Di Bidang Kenotariatan Dalam Pembuatan Akta Perjanjian Pendahuluan Jual
Beli Bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah 85
1. Pemberian Sanksi Administratif bagi Notaris yang Menolak Memberikan Jasa Barupa Bantuan Hukum . 85
2. Pemberian Sanksi Etik bagi Notaris yang Menolak Memberikan Jasa Barupa Bantuan Hukum 102
BAB V PENUTUP 111
A. Kesimpulan 111
B. Saran 111
DAFTAR PUSTAKA 113
LAMPIRAN
.
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Negara Indonesia ialah negara kesatuan yang berbentuk Republik.1 Indonesia merupakan negara hukum yaitu negara yang menjunjung tinggi hak asasi manusia dimana setiap orang mempunyai hak untuk menerima manfaat dan perlindungan hukum dengan tidak membedakan apapun latar belakangnya. Setiap orang yang menjadi bagian dari Warga Negara Indonesia memiliki hak untuk diperlakukan sama di hadapan hukum (equality before the law). Apabila di kemudian hari terjadi permasalahan yang berkaitan dengan hukum baik terhadap seorang atau beberapa orang, orang mampu atau orang yang tidak mampu harus diimbangi pula dengan persamaan perlakuan (equal treatment). Persamaan perlakuan di hadapan hukum dapat diwujudkan melalui suatu tindakan hukum.
Pasal 34 Ayat (1) Undang-Undang Dasar Tshun 1945 menentukan “Fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara.” Xxxxx, miskin dan anak-anak yang terlantar adalah orang yang tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Hal ini bisa diartikan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia mempunyai tanggung jawab dalam menyebarluaskan manfaat dan perlindungan menjadi bentuk dari tindakan aturan, bukan hanya terhadap orang yang mampu melainkan hak
1 Pasal 1 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1959 Nomor 75).
orang yang tidak mampu juga harus dijamin oleh negara. Negara menjadi tolak pangkalnya bahwa kemudian notaris mempunyai tanggung jawab sosial agar bisa mengalokasikan waktu dan juga memanfaatkan segala daya dan upaya berupa energi, pikiran, sarana dan prasarana yang dimilikinya bagi orang yang tidak mampu pada khususnya merupakan sangat dianjurkan dalam pasal pada peratuan perundang-undangan tersebut.
Negara Indonesia adalah negara hukum, seperti halnya notaris dalam perilaku dan pelaksanaan jabatannya harus sesuai dengan Undang-Undang Jabatan Notaris (UUJN) dan undang-undang lainnya. Artinya notaris tidak bisa untuk sehendaknya dalam melayani masyarakat. Pasal 1 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahunn 2014 Tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris (UUJN-P) menentukan bahwa “Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksudkan dalam undang-undang ini atau berdasarkan undang-undang lainnya.” Suatu akta autentik memberikan di antara para pihak beserta ahli warisnya atau orang-orang yang mendapat hak dari mereka suatu bukti yang sempurna tentang apa yang dimuat di dalamnya.2
Notaris dalam menjalankan jabatannya wajib: bertindak amanah, jujur, saksama, mandiri, tidak berpihak dan menjaga kepentingan pihak
2 Pasal 1870, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Burgerlijk Wetboek.
yang terkait dalam perbuatan hukum3 apabila di kemudian hari datang seorang klien di hadapannya. Dalam menuntaskan konflik-perseteruan yang membutuhkan jasa notaris, khususnya dalam menyusun akta notaris, notaris tidak diperkenankan Jika hanya mengandalkan pada contoh-contoh akta sebelumnya tanpa mengetahui apa yang menjadi landasan hukumnya. Notaris sebelum menentukan akta apa yang harus dirancang perlu pertimbangan hukum terlebih dahulu boleh atau tidaknya dibuatkan akta notaris untuk suatu insiden atau maksud serta tujuan dari penghadap. Isi muatan akta notaris harus didasarkan dari unsur-unsur perbuatan hukum yang dimaksudkan para kliennya termasuk syarat- kondisi sahnya serta ketentuan lain seperti asas-asas aturan, teori hukum, logika hukum, doktrin, yurisprudensi, serta peraturan perundang- undangan yang berlaku, hal tersebut mengingat bahwa notaris wajib mempertanggungjawabkan akta yang akan dibuatnya.4
Notaris adalah salah satu jabatan profesi yang mempunyai peranan yang sangat besar dalam mengakomodasi perbuatan hukum yang dikehendaki masyarakat. Jabatan ini sangat penting karena sesuai dengan tuntutan zaman dimana masyarakat semakin terbuka untuk melaksanakan tertib administratif. Hal ini sejalan dengan lahirnya undang- undang jabatan Notaris itu dikarenakan rakyat membutuhkannya, bukan
3 Pasal 16 Undang-Undang RI Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 3).
4 Xxxxxxx Xxxxxxx, Demikian Akta Ini, Citra Xxxxxx Xxxxx, Bandung, 2018, h. 1.
suatu jabatan yang sengaja diciptakan lalu baru disosialisasikan pada khalayak.5
Meskipun demikian notaris yang diangkat oleh negara dan di bawah naungan Kementerian Hukum dan Hak Asasi manusia, tidaklah menerima honorarium berupa upah/gaji dari pemerintah tersebut. Akan tetapi, akta notaris yang menjadi produk dari notaris harusnya mendapat penghargaan, karena akta tersebut adalah wujud dari keilmuan notaris. Mengingat setiap akta notaris pada pembuatannya membutuhkan keterampilan khusus dari notaris yang bersangkutan. Sehingga notaris berhak untuk menerima honorarium atas jasa yang diberikan sesuai dengan kewenangannya.6 Peraturan perundang-undangan juga peraturan pelaksanaannya tidak menentukan honorarium secara jelas atas jasa notaris, maka notaris dapat menentukan honorariumnya sendiri karena akta notaris dinilai menjadi alat bukti yang memiliki kekuatan verifikasi yang tepat dan akurat.
Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mencatat, jumlah penduduk Indonesia sebanyak 272,23 juta jiwa pada 30 Juni 2021.7 Hal ini menunjukkan adanya perbedaan status sosial dalam masyarakat, yaitu masyarakat dengan penghasilan tinggi dan masyarakat yang mampu
5 Xxxxx Xxxxxxxxxx, “Pelaksanaan Pemberian Bantuan Hukum di Bidang Kenotariatan Secara Cuma-cuma Terhadap Orang Yang Tidak Mampu”, Lex Specialis, 2017, h. 99.
6 Pasal 36 Undang-Undang RI Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 117).
7 Xxxxxx Xxxxx, Dukcapil: Jumlah Penduduk Indonesia 272,23 Juta Jiwa pada 30 Juni 2021, xxxxxxxx.xxxxxxxx.xx.xx, 2021.
(masyarakat menengah ke atas) masyarakat dengan penghasilan rendah dan masyarakat yang tidak mampu (masyarakat menengah ke bawah). Perbedaan status sosial dalam masyarakat Indonesia semakin terlihat jelas perbandingannya pada akhir tahun 2020 dan awal tahun 2021, golongan masyarakat menengah ke atas semakin bertambah jumlah kekayaannya, Sedangkan golongan masyarakat menengah ke bawah semakin berkurang jumlah kekayaannya. Hal demikian dibuktikan karena adanya kebijakan pemerintah yang menutup sebagian sektor usaha dan industri khususnya di bidang perdagangan di masa pandemi guna mengurangi penyebaran virus covid-19.
Perlu diketahui bahwa seluruh golongan masyarakat, apabila hendak melakukan perbuatan hukum atau tindakan hukum misalnya hendak membuat akta Perjanjian Pendahuluan Jual Beli (PPJB) yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Pemukiman, Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2016 Tentang Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Pemukiman kemudian diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2021 (PP 12/21) Tentang Perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2016 Tentang Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Pemukiman. Selain bentuk dan tata cara pembuatan akta PPJB tersebut harus sesuai dengan UUJN, materi atau isi aktanya harus mengacu pada PP 12/21. Tidak terlepas juga bahwa penggunaan jasa kenotariatan oleh seluruh golongan masyarakat wajib
memberikan honorarium kepada notaris dan notaris berhak menerima honorariumnya.
Dalam setiap pembuatan akta, notaris berhak untuk mendapatkan honorarium, sebagaimana diatur dalam Pasal 36 Ayat (1) dan (2) Undang- Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris yang menentukan bahwa “(1) Notaris berhak menerima honorarium atas jasa hukum yang diberikan sesuai dengan kewenangannya. (2) Besarnya honorarium yang diterima oleh notaris didasarkan pada nilai ekonomis dan nilai sosiologis dari setiap akta yang dibuatnya.” Namun, khusus untuk pembuatan akta PPJB yang dibuat oleh pelaku pembangunan dan user- usernya yang digolongkan sebagai masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), pemerintah ikut campur dalam menetapkan honorarium terhadap akta PPJB tersebut yang dibuat di hadapan notaris. Sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1 Angka 10, 11, 37 dan Pasal 22 K Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2021 (PP 12/2021) Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2016 Tentang Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Pemukiman.
Pasal 1 Angka 10 menentukan bahwa
“Sistem Perjanjian Pendahuluan Jual Beli yang selanjutnya disebut sistem PPJB adalah rangkaian proses kesepakatan antara setiap orang dengan pelaku pembangunan dalam kegiatan pemasaran yang dituangkan dalam perjanjian pendahuluan jual beli atau Perjanjian Pengikatan Jual Beli sebelum ditandatangani AJB.”
Pasal 1 Angka 11 menentukan bahwa
“Perjanjian Pendahuluan Jual Beli atau Perjanjian Pengikatan Jual Beli yang selanjutnya disebut PPJB adalah kesepakatan antara pelaku pembangunan dan setiap orang untuk melakukan jual beli Rumah atau satuan Rumah susun yang dapat dilakukan oleh pelaku pembangunan sebelum pembangunan untuk Rumah susun atau dalam proses pembangunan untuk Rumah tunggal dan Rumah deret yang dibuat di hadapan Notaris.“
Selanjutnya dalam Pasal 1 Angka 37 menentukan bahwa “Masyarakat Berpenghasilan Rendah yang selanjutnya disebut MBR adalah masyarakat yang mempunyai keterbatasan daya beli sehingga perlu mendapat dukungan pemerintah untuk memperoleh rumah.”
Pasal 22 K menentukan bahwa:
(1) Calon pembeli berhak mempelajari PPJB sebelum ditandatanganinya
PPJB.
(2) Calon pembeli mempelajari PPJB sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) dilakukan dalam jangka waktu paling singkat 7 (tujuh) hari kerja.
(3) PPJB ditandatangani oleh calon pembeli dan pelaku pembangunan yang dibuat di hadapan notaris.
(4) Dalam hal calon pembeli merupakan MBR, honorarium atas jasa hukum notaris ditetapkan sebesar 1 Permil [‰] = 0,1 Persen [%] dari harga jual Rumah umum yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.
Terkait PPJB sebelumnya telah diatur dalam Peraturan Menteri Nomor 11/PRT/M/2019 Tentang Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat tentang Sistem Perjanjian Pendahuluan Jual Beli Rumah yang dibuat di hadapan notaris. Namun ternyata, peraturan menteri tersebut tidak mempan, tidak ada pelaku pembangunan yang taat untuk membuat akta PPJB di hadapan notaris, mengingat peraturan
menteri ini tidak memiliki kedudukan di dalam hierarki peraturan perundang-undangan maka peraturan menteri tersebut dicabut.8
Rumah sebagai tempat tinggal telah diformulasikan sebagai hak setiap orang untuk menempati hunian yang memadai dan terjangkau, hal ini dinyatakan dalam Konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Permukiman Manusia di Istanbul bahwa “adequate shelter for all and sustainable human settlements development in an urbanizing world” dalam terjemahan bebasnya adalah setiap orang berhak untuk memiliki tempat tinggal yang memadai dan membangun pemukiman yang berkelanjutan di dunia urbanisasi.9
Hak untuk bertempat tinggal sudah menjadi hak konstitusional setiap warga Negara Indonesia. Pasal 28H Ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (Amandemen Kedua Tahun 1999) (selanjutnya disingkat UUD) menentukan bahwa “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.” Selanjutnya dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman (selanjutnya disingkat UUPKP) dalam Konsideran “Menimbang” huruf b menentukan bahwa “Negara bertanggung jawab melindungi segenap bangsa Indonesia melalui penyelenggaraan perumahan dan permukiman
8 Wawancara dengan Notaris Kota Makassar, Ria Trisnomurti, pada tanggal 2 Agustus 2022.
9 United Nations, “United Nations Conference on Human Settlements (Habitat II)”, Reports, Istanbul (Turkey), 1996, p. 7.
agar masyarakat mampu bertempat tinggal serta menghuni rumah yang layak dan terjangkau di dalam perumahan yang sehat, aman, harmonis dan berkelanjutan di seluruh wilayah Indonesia.”
Meningkatnya permintaan akan perumahan dan terbatasnya pasokan tanah, industri real estat (biasa juga disebut sebagai usaha properti) menjadi semakin menarik terutama bagi sebagian besar dari mereka yang berkeinginan untuk memperoleh hak kepemilikan. Dalam industri ini, tanah menjadi dasar dari segala bentuk operasional di atas tanah, seperti pembangunan rumah, apartemen, gedung dan menara, serta kegiatan lainnya.10
Usaha properti dalam pemasarannya dikenal dengan menggunakan sistem Pre Project Selling yang sangat identik dengan belum terpenuhinya syarat untuk melakukan proses peralihan hak yang merupakan tujuan akhir dari pihak yang melakukan proses jual beli. Apalagi objek yang ditawarkan masih berupa gambar, yang artinya objek tersebut masih akan ada. Maka dari itu para pihak perlu melakukan Perjanjian Pengikatan Jual Beli (untuk selanjutnya disebut PPJB).
Peraturan tersebut di atas jelas ditujukan kepada pelaku pembangunan dan user-usernya dalam hal ini masyarakat berpenghasilan rendah dalam melaksanakan pembangunan dan pemasarannya diwajibkan untuk membuat akta PPJB secara notaril. Sehingga tidak diperkenankan lagi dibuat di bawah tangan.
10 Xxxxx Xxxxx, Untung Besar dengan Bisnis Properti, KOBIS, Yogyakarta, 2014, h. 15.
Sebaliknya, apabila masyarakat yang tidak mampu akan membuat akta berupa kepentingan pribadi atau kelompok, akan terkendala dalam pemberian honorarium kepada notaris ketika hendak menggunakan jasanya. Pada dasarnya notaris tidak dianjurkan untuk menolak setiap klien yang datang menghadap kepadanya, tidak peduli apakah kliennya mampu atau tidak mampu, notaris akan tetap memberikan jasanya meskipun tanpa honorarium. Sebagaimana Pasal 37 Ayat (1) UUJN-P telah menentukan bahwa “Notaris wajib memberikan jasa hukum dibidang kenotariatan secara cuma-cuma (atau biasa disebut gratis) kepada orang yang tidak mampu.” Pasal tersebut menunjukkan adanya perlakuan yang sama dihadapan hukum.
Jauh sebelum terbitnya peraturan undang-undang jabatan Notaris Indonesia memberlakukan Reglement op het Notaris-ambt in Indonesie (Peraturan Jabatan Notaris Indonesia) S. 1860-3 Pasal 8 yang menentukan bahwa: Para Notaris diwajibkan untuk memberi bantuan tanpa biaya kepada mereka yang membuktikan ketidakmampuannya menurut cara tersebut dalam pasal 875 Reglemen Acara Perdata (Rv.), sebagaimana bunyi pasal itu sebelum berlakunya ordonansi tanggal 13 Nopember 194 (S.1941-511) dan pasal 238 Reglemen Indonesia yang Diperbaharui atau pasal 274 Reglemen Acara Hukum untuk daerah luar Jawa dan Madura (RBg.). Bantuan tersebut diberikan dengan biaya yang dikurangi sampai setengahnya, bila diperintahkan untuk itu oleh hakim keresidenan dari tempat tinggal yang berkepentingan. Hakim keresidenan
tidak akan mengeluarkan perintah itu sebelum ketidakmampuan orang yang berkepentingan terbukti secara meyakinkan berdasarkan surat-surat atau keterangan-keterangan tentang penghasilan dan kemampuannya. Sebelum mengambil keputusannya, hakim keresidenan dapat meminta keterangan-keterangan yang diperlukan kepada pejabat pamong praja, juga kepada administrator Pajak. Pasal 876 alinea ketiga dan keempat dari Reglemen Acara Perdata (Rv.) berlaku juga dalam hal ini. Bukti ketidakmampuan yang dimaksud dalam alinea pertama dan perintah dari hakim keresidenan yang dimaksud dalam alinea kedua, harus memuat akta yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dibuat tanpa biaya atau dengan biaya setengahnya. Notaris akan melampirkan surat yang dimaksud dalam minuta akta.
Perlu diketahui bahwa masyarakat yang tidak mampu sebagaimana yang disebut dalam Pasal 37 Ayat (1) UUJN-P dan masyarakat berpenghasilan rendah sebagaimana yang disebut dalam Pasal 1 Angka 37 PP 12/21 adalah golongan masyarakat yang berbeda, tidak bisa dikatakan sama, karena memiliki kriteria tersendiri.
Salah satu kewenangan Notaris yaitu membuat akta. Apabila klien yang datang bermaksud untuk dibuatkan akta adalah masyarakat yang tidak mampu, maka notaris berkewajiban memberikan jasa secara cuma- cuma. Sebagaimana yang termaktub dalam Pasal 37 Ayat (1) UUJN-P Sedangkan, masyarakat yang berpenghasilan rendah maka notaris berhak untuk menerima honorarium, dalam menentukan besarnya nilai
honorariumnya dijelaskan dalam Pasal 36 Ayat (2) dan (4) yaitu didasarkan pada nilai sosiologis berdasarkan fungsi sosial dari objek setiap akta dengan honorarium yang diterima paling besar Rp. 5.000.000,- (lima juta rupiah).
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (UUJN) berbeda halnya dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (UUJN-P). Perbedaan yang mendasar yaitu adanya tambahan Ayat (2) pada Pasal 37 yang sebelumnya hanya ada satu Ayat. Hal ini menandakan bahwa praktik jasa cuma-cuma ini sebelum keluarnya UUJN-P tidak memiliki sanksi yang tegas terhadap Notaris yang tidak melaksanakan pasal tersebut. Dengan adanya perubahan ini, tidak menutup kemungkinan sebelumnya telah terjadi penyelewengan jabatan yang tidak memberikan hak orang tidak mampu sesuai dengan porsinya.
Hak untuk mendapatkan manfaat dan perlindungan hukum merupakan hak yang diakui secara nasional, tidak boleh ada diskriminasi. Apabila hal ini terjadi dalam bidang kenotariatan maka akan mendapat sanksi tegas sesuai dengan ketentuan Pasal 37 Ayat (2) pada UUJN-P menentukan bahwa “Notaris yang melangggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) dapat dikenai sanksi berupa: a. peringatan lisan;
b. peringatan tertulis; c. pemberhentian sementara; d. pemberhentian dengan hormat; atau e. pemberhentian dengan tidak hormat.” Pasal
tersebut menentukan adanya pelanggaran apabila tidak melaksanakan ketentuan yang terdapat dalam Pasal 37 Ayat (1) UUJN-P akan dijatuhi sanksi. Sanksi tersebut dikategorikan sebagai sanksi administratif yang dijatuhkan oleh Xxxxxxx Xxxxawas Notaris.
Selain itu juga terdapat sanksi etik yang bersifat internal, subjeknya adalah notaris sebagaimana diatur dalam Pasal 1 Ayat (8) Kode Etik Notaris INI menegaskan bahwa bila notaris melakukan pelanggaran kode etik maka akan ditindak lanjuti oleh penegak Kode Etik Notaris INI yaitu Dewan Kehormatan Notaris. Pengawasan terhadap notaris dalam Kode Etik Notaris INI, diatur dalam Pasal 7 Kode Etik Notaris INI yang memuat lembaga yang dapat melakukan pengawasan terhadap notaris yaitu Dewan Kehormatan. Namun, ketentuan pasal selanjutnya tidak menjelaskan secara rinci bagaimana kewenangan dan kewajibannya dari Dewan Kehormatan. Praktik yang terjadi di lapangan, Dewan Kehormatan hanya menerima laporan saja dari masyarakat. Apabila benar terjadi pelanggaran yang dilakukan oleh notaris maka Dewan Kehormatan akan menindak dan memberikan sanksi. Sanksi yang diberikan kepada notaris yang melakukan pelanggaran berupa:
a. Teguran
b. Peringatan
c. Pemberhentian sementara dari keanggotaan Perkumpulan
d. Pemberhentian dengan hormat dari keanggotaan Perkumpulan
e. Pemberhentian dengan tidak hormat dari keanggotaan Perkumpulan.
Pemberian jasa hukum dalam pembuatan akta kepada orang yang tidak mampu secara gratis menjadi kewajiban notaris yang harus dilaksanakan karena sejalan dengan peraturan perundang-undangan. Meskipun demikian, terdapat notaris yang melakukan penolakan dalam memberikan jasa tersebut. Namun, alasan penolakan tersebut harus dipahami oleh penghadap. Selain itu, pemberian jasa hukum dengan honorarium berdasarkan nilai sosiologis kepada masyarakat berpenghasilan rendah juga menjadi salah satu kewajiban notaris meskipun tidak diatur secara jelas mengenai sanksinya dalam perundang- undangan. Tidak bisa dipungkiri notaris memiliki kehidupan yang matrealistis, bukan hanya untuk dirinya sendiri tetapi juga untuk pegawai notaris yang harus terpenuhi haknya, serta sarana dan prasarana tempat kerja harus dilengkapi, tidak sedikit juga harus diperbaharui guna menunjang kinerja notaris serta pegawainya. Dilain hal pula membutuhkan biaya pembuatan akta, serta pengeluaran lainnya bila dalam pembuatan akta ada kaitannya terhadap instansi lain. Terlebih terhadap Notaris di daerah khususnya yang berada di pinggiran kota, dapat dipastikan kemungkinan untuk melayani masyarakat tidak mampu semakin besar serta semakin berat beban notaris.11
11 Xxxxxx Xxxxxx Xxxxxxxxx Kristyanto dan Xxxxxxx Xxxxxxxx, “Pemberian Jasa Hukum Bidang Kenotariatan Berdasarkan Pasal 37 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Jabatan Notaris (Studi Kasus Notaris Di Kota Semarang)”, Notarius, Nomor 2, 2018, h. 267.
Notaris dengan wilayah hukum Kota Makassar menurut Xxxx Xxxxxxxxxx dengan jabatan sebagai Sekretaris Majelis Pengawas Daerah Notaris (MPDN) di Kota Makassar dalam hal ini yang mewakili pemerintah mengatakan bahwa: saat ini Kota Makassar merupakan kategori daerah A sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 Ayat (3) huruf a dan Pasal 10 huruf j Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 19 Tahun 2021 Tentang Formasi Jabatan Notaris dan Penentuan Kategori Daerah, tambahnya selama tiga tahun terakhir masa jabatannya terdapat notaris yang pernah membuat akta dengan menentukan honorarium berdasarkan nilai sosiologis dan secara cuma-cuma, juga terdapat notaris yang menolak. Namun, tidak serta merta dinyatakan bahwa Notaris tersebut melakukan pelanggaran, karena notaris berhak untuk melakukan perlawanan dengan memberikan keterangan berupa alasan terkait penolakannya. Dalam hal pemeriksaan sanksi administratif, belum pernah dilakukan karena tidak ada laporan yang masuk baik dari masyarakat maupun dari notaris. Lebih lanjut terkait jenis akta apa, apakah itu dalam pembuatan akta PPJB atau bukan, beliau menyarankan peneliti turun langsung ke lapangan untuk mendapatkan informasi terkait.12
Pasal 36 Ayat (1) (2) UUJN, Pasal 37 Ayat (1) (2) UUJN-P dan Pasal 1, 22 K PP 12/2021 tersebut di atas dalam penjelasan umum memberikan pernyataan bahwa pasal ini telah jelas. Namun, menurut peneliti, pasal ini memberikan pemahaman yang belum jelas. Sehingga
12 Wawancara dengan Sekretaris MPDN Kota Makassar, Xxxx Xxxxxxxxxx, pada tanggal 29 Oktober 2021.
untuk memahami pasal tersebut, peneliti akan menuangkannya dalam sebuah penelitian tesis yang berjudul IMPLEMENTASI PEMBERIAN JASA HUKUM DI BIDANG KENOTARIATAN DALAM PEMBUATAN AKTA PERJANJIAN PENDAHULUAN JUAL BELI BAGI MASYARAKAT BERPENGHASILAN RENDAH DI KOTA MAKASSAR.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana implementasi pemberian jasa hukum di bidang kenotariatan dalam pembuatan akta Perjanjian Pendahuluan Jual Beli bagi masyarakat berpenghasilan rendah di Kota Makassar?
2. Bagaimana pemberian sanksi terhadap notaris yang menolak memberikan jasa berupa bantuan hukum hukum di bidang kenotariatan dalam pembuatan akta Perjanjian Pendahuluan Jual Beli bagi masyarakat berpenghasilan rendah di Kota Makassar?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk menganalisis implementasi pemberian jasa hukum di bidang kenotariatan dalam pembuatan akta Perjanjian Pendahuluan Jual Beli bagi masyarakat berpenghasilan rendah di Kota Makassar.
2. Untuk menganalisis pemberian sanksi terhadap notaris yang menolak memberikan jasa berupa bantuan hukum hukum di bidang kenotariatan dalam pembuatan akta Perjanjian Pendahuluan Jual Beli bagi masyarakat berpenghasilan rendah di Kota Makassar.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoretik
Penelitian ini dibutuhkan agar dapat memberikan sumbangsih pemikiran terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya terhadap para akademisi, mahasiswa Magister Kenotariatan, notaris dan masyarakat luas sebagai akibatnya dapat memahami lebih komprehensif tentang salah satu kewajiban notaris yang ditentukan dalam UUJN dan juga memahami pemberian sanksi apabila tidak terpenuhinya kewajiban ini.
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini dibutuhkan agar dapat menjawab permasalahan yang dirumuskan dalam penelitian serta dapat dijadikan sebagai masukan serta referensi kepada pembaca baik itu notaris yang akan melaksanakan kewajibannya dalam memberikan jasa hukum dan mahasiswa yang akan melakukan penelitian dengan masalah yang sama di dalam penelitian ini.
E. Orisinalitas Penelitian
Sebagai pembanding dari penelitian ini, peneliti mengajukan dua judul yang berkaitan dengan penelitian ini, yang diperoleh dengan cara pencarian melalui internet, adapun judul tersebut yang dimaksud adalah sebagai berikut:
1. Xxxxxxx Xxxx Xxxxxxx, Mahasiswa Program Magister (S2) Kenotariatan (X.Xx) Program Pasca Sarjana Universitas Islam
Xxxxxx Xxxxx Semarang, 2018, “Pemberian Jasa Hukum di Bidang Kenotariatan Secara Cuma-Cuma oleh Notaris Berdasarkan Undang-Undang Jabatan Notaris Pasal 37 Ayat (1) dan (2) Di Kabupaten Brebes”: Rumusan masalah penelitian Khairul meliputi: a. Bagaimanakah implementasi jasa hukum bidang kenotariatan secara cuma-cuma oleh notaris sebagaimana Pasal 37 Ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014?
b. Bagaimanakah problematika pelaksanaan jasa hukum bidang kenotariatan secara cuma-cuma oleh notaris dan sanksinya menurut Pasal 37 Ayat (1) dan (2)? c. Bagaimanakah akibat hukumnya pelaksanaan jasa hukum bidang kenotariatan yang dilakukan secara cuma-cuma yang diberikan oleh notaris? Penelitian Khairul menggunakan penelitian yuridis empiris, karena meneliti tentang makna pemberian jasa hukum secara cuma-cuma oleh notaris kepada orang (Analisis Pasal 37 Ayat (1) dan (2) Undang-Undang Jabatan Notaris Nomor 2 Tahun 2014). Penelitian yang dilakukan dengan mengamati dan menganalisis fenomena yang terjadi di Kabupaten Brebes dengan adanya kantor notaris yang sudah buka, dan seharusnya dapat pemberian jasa hukum di bidang kenotariatan dengan mudah dan cepat maka hal ini bisa meningkatkan kinerja notaris yang sesuai dengan Undang-Undang Jabatan Notaris No. 2 Tahun 2014 dan keabsahan sebuah akta. Penelitian Xxxxxxx menjelaskan bahwa
gagasan negara hukum menuntut agar penyelenggaraan kenegaraan dan pemerintah harus didasarkan pada undang- undang dan memberikan jaminan kepastian terhadap hak-hak dasar rakyat yang tertuang dalam undang-undang. Notaris sebagai pejabat umum diangkat oleh negara, tidak menerima honorarium dari negara, akan tetapi menerima honorarium atas jasa hukum yang diberikan sesuai dengan kewenangannya sesuai pasal 36 Ayat (2) UUJN. Hasil penelitian ini berkaitan dengan Implementasi pasal 37 Ayat 1 dan Ayat (2) UUJN nomor 2 tahun 2014 didasari beberapa hal, yaitu segi kemanusiaan, kejujuran penghadap sebagai klien, dan keyakinan notaris. Problematika dalam pemberian jasa hukum meliputi kurangnya sosialisasi, pengawasan yang rendah oleh Majelis Pengawas Daerah (MPD), Majelis Pengawas Wilayah (MPW) dan Majelis Pengawas Pusat (MPP). Akibat hukum dalam pelaksanaan jasa hukum di bidang kenotariatan, notaris mempunyai tanggung jawab yang besar.
2. Florence Permenta Br. Manik, Mahasiswa Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan, 2020. “Analisis Yuridis Terhadap Pasal 37 UUJN-P Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris dan Kode Etik Notaris Mengenai Sanksi Bagi Notaris yang menolak memberikan jasa berupa bantuan hukum Hukum Secara Cuma-cuma Kepada Orang yang Tidak Mampu”: Rumusan masalah Florence meliputi:
a. Apa pengertian jasa hukum yang diberikan oleh notaris secara cuma-cuma? b. Bagaimana persyaratan dalam penentuan pelaksanaan jasa hukum cuma-cuma oleh notaris kepada orang yang tidak mampu di wilayah kerjanya? c. Bagaimana analisis terhadap pasal 37 UUJN-P dan Kode Etik Notaris mengenai sanksi bagi notaris yang menolak memberikan jasa berupa bantuan hukum secara cuma-cuma? Penelitian Xxxxxxxx menggunakan penelitian yuridis empiris yang bersifat dekriptif analitis, maksudnya adalah dari penelitian ini diharapkan diperoleh gambaran secara rinci dan sistematis tentang permasalahan yang akan diteliti. Analisis dilakukan berdasarkan gambaran, fakta yang diperoleh dan akan dilakukan secara cermat, bagaimana manjawab permasalahan dalam menyimpulkan suatu solusi sebagai jawaban dari permasalahan tersebut. Penelitian Florence menjelaskan Pasal 37 Ayat (1) dan (2) UUJN-P bahwa Notaris wajib memberikan jasa hukum di bidang kenotariatan secara cuma-cuma kepada orang yang tidak mampu, notaris yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) dapat dikenai sanksi berupa peringatan lisan, peringatan tertulis, pemberhentian sementara, namun ketentuan pasal tersebut tidak menjelaskan secara rinci mengenai jenis jasa hukum yang dapat diberikan oleh notaris secara cuma-cuma dan kriteria orang yang tidak mampu. Sehingga ketentuan tersebut akan membebani
secara ekonomis mengingat di dalam pembuatan akta diperlukan materai, kertas, listrik, gaji pegawai notaris dan lain-lain biaya yang harus dikeluarkan terkait dengan instansi lain. Hasil dari penelitian Florence yaitu bahwa jasa hukum yang diberikan Notaris kepada orang yang tidak mampu adalah berupa konsultasi dan penyuluhan hukum, hal ini dikarenakan jika jasa hukum berupa pembuatan akta diberikan kepada orang tidak mampu rasanya terlalu memberatkan Notaris, sebab banyak biaya yang harus dikeluarkan dalam pembuatan akta. Persyaratan dalam penentuan pelaksanaan jasa hukum cuma-cuma kepada Masyarakat yang tidak mampu di wilayah kerjanya pada dasarnya tidak diatur dalam UUJN maupun Kode Etik Notaris, namun notaris dapat menentukan sendiri kriterianya. Adapun analisis terhadap pasal 37 UUJN-P dan Kode Etik Notaris bahwa sudah selayaknya notaris memberikan jasa hukum secara cuma-cuma berupa penyuluhan dan konsultasi hukum kepada masyarakat, sebab notaris merupakan profesi yang mulia, namun dalam hal memberikan jasa hukum berupa akta notaris, maka seharusnya tidak ada paksaan kepada notaris tersebut, mengingat tidak semua notaris mempunyai finansial yang cukup. Jikapun memang diharuskan memberikan bantuan berupa jasa hukum secara cuma-cuma harusnya pemerintah ikut campur dalam hal ini.
Berdasarkan dua judul tersebut di atas bahwa penelitian ini tidak sama dengan penelitian sebelumnya maka secara akademis dapat dipertanggungjawabkan. Adapun perbedaanya adalah sebagai berikut:
1. Perbedaan dengan peneltian Khairul:
a. Penentuan Judul dari kedua penelitian ini sudah berbeda.
b. Penentuan Rumusan Masalah kedua penelitian ini sudah berbeda.
c. Penelitian Khairul menggunakan dasar hukum Pasal 37 Ayat (1)
(2) UUJN-P, sedangkan penelitian ini menggunakan dasar hukum Pasal 36 Ayat (1) (2) UUJN, Pasal 37 Ayat (1) (2) UUJN-P dan Pasal 1, 22 K PP 12/2021.
d. Penelitian Khairul tidak menentukan akta secara khusus, sedangkan penelitian ini menentukan akta secara khusus yaitu akta PPJB.
e. Penelitian Khairul menggunakan subjek orang yang tidak mampu, sedangkan penelitian ini subjeknya masyarakat berpenghasilan rendah dan masyarakat yang tidak mampu, serta pelaku pembangunan.
2. Perbedaan dengan peneltian Florence:
a. Penentuan Judul dari kedua penelitian ini sudah berbeda.
b. Penentuan Rumusan Masalah kedua penelitian ini sudah berbeda.
c. Penelitian Khairul menggunakan dasar hukum Pasal 37 Ayat (1)
(2) UUJN-P, sedangkan penelitian ini menggunakan dasar hukum
Pasal 36 Ayat (1) (2) UUJN, Pasal 37 Ayat (1) (2) UUJN-P dan
Pasal 1, 22 K PP 12/2021.
d. Penelitian Khairul tidak menentukan akta secara khusus, sedangkan penelitian ini menentukan akta secara khusus yaitu akta PPJB.
e. Penelitian Khairul menggunakan subjek notaris dan orang yang tidak mampu, sedangkan penelitian ini subjeknya notaris, masyarakat berpenghasilan rendah dan masyarakat yang tidak mampu, serta pelaku pembangunan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Tentang Praktik Notaris
1. Tinjauan Umum Kewajiban
Kamus hukum mendefinisikan kewajiban sebagai "segala macam tanggung jawab yang dibebankan oleh hukum pada individu atau badan hukum."13
Xxxx Xxxxxx, di sisi lain, berpendapat bahwa kewajiban adalah tindakan yang diamanatkan secara sosial dan dilakukan dengan rasa penuh tanggungjawab. Seseorang berkewajiban untuk bertindak dengan cara tertentu jika sistem sosial mengharuskannya. Seseorang memiliki kewajiban untuk berperilaku dengan cara tertentu ketika mereka mengklaim "suatu perilaku diperintahkan." Karena sifat sistem hukum sebagai struktur sosial, setiap tindakan yang dilakukan oleh seseorang pasti mengakibatkan beberapa bentuk gejala sosial bagi orang lain. Menurut definisi undang-undang, perilaku baru dapat dianggap sebagai sesuatu yang diperintahkan secara objektif oleh hukum (dan oleh karena itu merupakan isi dari kewajiban hukum) jika norma-norma hukum memaksakan tindakan paksaan sebagai akibat dari perilaku yang berlawanan. Norma hukum dan kewajiban hukum umumnya dipisahkan, dan beberapa berpendapat bahwa norma definisikan sebagai kewajiban berdasarkan hukum. Norma hukum dan
13 Xxxxxx xxx Xxxxx, Kamus Hukum, Reality Publisher, Surabaya, 2009, h.
361.
kewajiban hukum dalam bertindak memiliki cara tertentu bukanlah konsep yang saling berbanding terbalik. Seseorang dengan kewajiban sudah menjadi bagian mendasar dari hukum. Secara hukum diharuskan untuk berperilaku dengan cara tertentu ini sama dengan mengatakan bahwa individu diharuskan mengikuti norma hukum. Dengan demikian kewajiban adalah sikap atau tindakan orang dan/atau badan hukum untuk menegakkan perilaku tertentu apabila tidak dilaksanakan maka akan dikenai sanksi dengan menjatuhkan hukuman pada mereka yang terlibat dalam perilaku yang bertentangan dengan hukum.14
Kewajiban notaris merupakan sesuatu yang wajib dilakukan oleh Notaris yang jika tidak dilakukan atau dilanggar, maka atas pelanggaran tersebut akan dikenakan sanksi. Sehubungan dengan kewajiban serta kekuatan pembuktian dari akta autentik yang dibuat oleh atau di hadapan notaris, maka Xxxxx Xxxxx menyimpulkan 2 (dua) hal sebagai berikut:15
a. Bagian penting dari pekerjaan notaris adalah memastikan bahwa semua niat dan tindakan para pihak dituangkan dalam akta autentik yang mematuhi semua aturan perundang- undangan yang relevan.
14 Xxxx Xxxxxx, Teori Hukum Murni: Dasar-Dasar Ilmu Hukum Normatif, Nusa Media, Bandung, 2018, h. 131.
15 Xxxxx Xxxxx dalam Xxxxx Xxxxx Xxxx, “Analisis Yuridis Tentang Kewajiban Notaris Dalam Memberikan Jasanya Kepada Masyarakat Yang Tidak Mampu Berdasarkan UU No. 2 Tahun 2014”, Lex Privatum, Volume V, Nomor 1, 2017, h. 90.
b. Akta notaris sebagai akta autentik mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna, sehingga tidak perlu dibuktikan atau ditambah dengan aiat bukti lainnya jika ada orang/pihak yang meniiai atau menyatakan bahwa akta tersebut tidak benar, maka orang/pihak yang menilai atau menyatakan tidak benar tersebut, wajib membuktikan penilaian atau pernyataannya sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
2. Tinjauan Umum Jabatan Notaris
Menurut arti gramatikal "pejabat" adalah pegawai pemerintah yang memegang jabatan penting yang berbeda dari setiap institus,i sesuai dengan fungsi dan tujuan (unsur pimpinan). Istilah "Pejabat" dalam bahasa Belanda disebut juga dengan "ambtdrager", yang mengacu pada orang yang diangkat untuk bekerja pada pemerintahan (Negara Bagian, Provinsi, Kotapraja, dan sebagainya). Diungkapkan oleh X. Utrecht bahwa jabatan mempunyai kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum (rechtsdelingen) baik menurut hukum publik maupun hukum privat. Ditambahkan bahwa jabatan dapat menjadi pihak dalam suatu perselisihan hukum (process party) baik di luar maupun pada pengadilan perdata dan administrasi. Sebagai personifikasi hak dan tanggung jawab, pejabat, entitas manusia atau badan hukum diperlukan agar kekuasaan dapat dilaksanakan. Dengan kata lain, pejabat adalah pemangku kepentingan sebagai
orang yang memegang jabatan atau menjadi wakil untuk melakukan jabatan.
Menurut kamus hukum notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik mengenai semua perbuatan, perjanjian dan ketetapan yang diharuskan oleh sesuatu peraturan umum atau dikehendaki oleh yang berkepentingan agar dinyatakan dalam suatu akta autentik. Notaris menjamin bahwa tanggal dan waktu penandatanganan adalah benar, dan notaris akan menyimpan akta tersebut dan memberikan salinannya, yang kesemuanya itu tidak dikecualikan dikecualikan kepada pejabat umum lainnya yang memiliki kewenangan untuk membuat akta autentik.16
Pasal 1 Ayat (1) UUJN-P dalam pasal tersebut mengenal notaris sebagai seorang pejabat yang dapat mengautentikasi akta dan memiliki kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang ini. Inilah peran notaris sebagai fungsionaris masyarakat hingga masih disegani sampai sekarang. Seorang Notaris biasanya dianggap sebagai seorang pejabat tempat seseorang dapat memperoleh nasihat yang boleh diandalkan. Secara umum, Notaris dianggap sebagai sumber informasi yang dapat dipercaya. Segala sesuatu yang ditulis serta ditetapkannya (konstatir) benar dan akurat ketika beracara di pengadilan.17
16 Xxxxxx dan Xxxxx, Op.Cit., h. 459.
00 Xxx Xxxxx Xxx, Xxxxx Xxxxxxxx, Xxxxxxx Baru Van Hoeve, Jakarta, 2017, h. 444.
Pada tahun 1686 Xxxxx Xxxxx, raadsheer in ‘Hof van Frieslandt, mengatakan bahwa notaris seorang yang jujur, yang pandai membuat segala tulisan, dan ditunjuk oleh seorang pejabat publik. Tiada orang yang diizinkan memegang jabatan notaris melainkan orang-orang yang terkenal, sopan, dan pandai serta berpengalaman.18
Berdasarkan hasil wawancara dengan Xxxx Xxxxxxxxxx bahwa terdapat 143 notaris yang tersebar di wilayah hukum Kota Makassar. Populasi ini tidak pernah meningkat di tiga tahun terakhir masa jabatannya. Dari jumlah tersebut di atas, sudah termasuk yang memegang jabatan sebagai Majelis Pengawas Daerah Notaris (MPDN), Majelis Pengawas Wilayah Notaris (MPWN) dan Majelis Kehormatan Notaris Wilayah (MKNW).19
Keberadaan sebuah institusi negara tentu harus didasarkan pada peraturan perundang-undangan. Begitu juga dengan keberadaan institusi Notaris hanya boleh ada jika diwajibkan oleh undang-undang. Kuasa yang diberikan kepada notaris berdasarkan UUJN salah satunya adalah wewenang untuk mengautentifikasi akta. Ketetapan tersebut jelas terdapat dalam UUJN dan tidak perlu diragukan lagi tentunya sangat diperlukan untuk keberadaan entitas suatu negara hukum mana pun.20
18 Ibid., h. 459-460.
19 Wawancara dengan Sekretaris MPDN Kota Makassar, Xxxx Xxxxxxxxxx, pada tanggal 29 Oktober 2021.
20 Xxxxx, Peraturan Jabatan Notaris, Sinar Grafika, Jakarta, 2018, h.6-7.
3. Tinjauan Umum Jasa Hukum Dengan Honorarium Honorarium/ho·no·ra·ri·um/ n upah sebagai imbalan jasa (yang
diberikan kepada pengarang, penerjemah, dokter, pengacara, konsultan, tenaga honorer); upah di luar gaji.21
Jasa hukum di bidang kenotariatan dengan honorarium diberikan kepada seseorang yang telah menggunakan jasa notaris. Honorarium notaris diatur dalam pasal 36 UUJN yang ditentukan bahwa:
(1) Notaris berhak menerima honorarium atas jasa hukum yang diberikan sesuai dengan kewenangannya.
(2) Besarnya honorarium yang diterima oleh Notaris didasarkan pada nilai ekonomis dan nilai sosiologis dari setiap akta yang dibuatnya.
(3) Nilai ekonomis sebagaimana dimaksud pada Ayat (2) ditentukan dari objek setiap akta sebagai berikut:
a. sampai dengan Rp.100.000.000,00 (seratus juta rupiah) atau ekuivalen gram emas ketika itu, honorarium yang diterima paling besar adalah 2,5% (dua koma lima persen);
b. di atas Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) sampai dengan Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) honorarium yang diterima paling besar 1,5 % (satu koma lima persen); atau
21 Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Kamus versi online/daring (dalam jaringan) diakses xxxxx://xxxx.xxx.xx/xxxxxxxxxx, pada tanggal 8 Agustus 2022.
c. di atas Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) honorariumyang diterima didasarkan pada kesepakatan antara notaris dengan para pihak, tetapi tidak melebihi 1% (satu persen) dari objek yang dibuatkan aktanya.
(4) Nilai sosiologis ditentukan berdasarkan fungsi sosial dari objek setiap akta dengan honorarium yang diterima paling besar Rp. 5.000.000,00 (lima juta rupiah).
Dengan demikian notaris pengurus wilayah dihimbau untuk menetapkan batas bawah honorarium akta notaris disesuaikan dengan kondisi masing-masing wilayahnya. Di dalam Pasal 36 UUJN tersebut di atas telah ditentukan mengenai honorarium maksimal sebesar 1%, 1,5% dan 2,5% sesuai nilai ekonomis dari objek akta. urgensi pengaturan ini agar tidak terjadi persaingan yang tidak sehat dikalangan notaris sehingga menimbulkan kesan buruk di mata masyarakat.22
4. Tinjauan Umum Jasa Hukum Cuma-Cuma
Konsep bantuan hukum umumnya adalah menawarkan pelayanan hukum kepada orang yang tidak mampu membayar tanpa memandang agama, asal, suku, maupun keyakinan politik masing- masing. Demikian halnya apabila alasan dan tujuan pemberian jasa dan/atau bantuan hukum berbeda satu sama lain. Xxxxxxx mendifinisikan jasa adalah sebuah "layanan" yang merupakan suatu
22 Pengurus Pusat Ikatan Notaris Indonesia (INI), Keputusan Rapat Pleno Pengurus Pusat Yang Diperluas Ikatan Notaris Indonesia Baltkpapan, 12 Januart 2017.
tindakan yang dapat diberikan dari seseorang untuk orang lain pada dasarnya bersifat intangible tidak berwujud dan tidak menghasilkan kepemilikan apapun. Sedangkan menurut Xxxxxxx Xxxxxxx jasa didefinisikan sebagai aktivitas yang memberikan manfaat, tidak dapat dialihkan atau diberikan kepada pihak lain untuk dimiliki pihak tersebut.23
Pro bono dan Pro Deo adalah dua istilah yang digunakan untuk menggambarkan praktik dalam pemberian layanan gratis kepada mereka yang membutuhkan. Pro Bono adalah praktik pemberian jasa hukum secara cuma-cuma dimana perbuatan hukum notaris tidak akan dibiayai oleh negara. Pro Deo, sebaliknya, notaris tidak menanggung segala biaya dalam memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma karena hal tersebut menjadi tanggung jawab negara untuk memberikan anggaran yang ditujukan oleh pemerintah ialah institusi Pengadilan Tata Usaha Negara.24
Anggaran sebagaimana yang dimaksud pada pembahasan sebelumnya dijelaskan di dalam Sub ke III Instruksi Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor: M-03-UM.06.02 Tahun 1999 dengan judul “Petunjuk Pelaksanaan Program Bantuan Hukum Bagi
23 Xxxxxxx dan Xxxxxxx Xxxxxxx dalam Florence Permenta Br. Manik, Analisis Yuridis Terhadap Pasal 37 UUJN-P Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris Dan Kode Etik Notaris Mengenai Sanksi Bagi Notaris Yang menolak memberikan jasa berupa bantuan hukum Hukum Secara Cuma-cuma Kepada Orang Yang Tidak Mampu, Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan, 2020, h. 27.
24 Wawancara dengan Notaris Kab. Xxxxx, Xxxxxxxxxx, pada tanggal 20 Mei
2022.
Golongan Masyarakat Tidak Mampu Melalui Pengadilan Negeri dan Peradilan Tata Usaha Negara.25
Pemberian jasa hukum dibidang kenotariatan secara cuma- cuma oleh seorang notaris yang didasari atas dasar keyakinan yang diperoleh dari pendapat notaris terhadap visual klien yang datang menghadap dan bentuk jasa hukum yang dibutuhkan, maka notaris dapat membuat pilihan apakah akan menerima atau menolak klien tersebut untuk memberikan jasa hukum secara gratis berdasarkan penilaian tersebut.26
5. Tinjauan Umum Perjanjian Pendahuluan Jual Beli
Perjanjian Pendahuluan Jual Beli (PPJB) yang berkaitan dengan proses peralihan hak atas tanah telah diatur dalam peraturan perundang-undangan. Adapun salah satu peraturan yang telah menggunakan istilah dan memberikan penjelasan secara terminologi terkait PPJB ditentukan dalam Pasal 1 Angka 10, 11, dan Pasal 22 K Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2021 (PP No. 12/2021) Tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2016 Tentang Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman, yang berturut-turut akan disebutkan sebagai berikut:
Angka 10 menentukan bahwa
“Sistem Perjanjian Pendahuluan Jual Beli yang selanjutnya disebut Sistem PPJB adalah rangkaian proses kesepakatan
25 Xxxxxxx Xxxx Xxxxxxx, Pemberian Jasa Hukum di Bidang Kenotariatan Secara Cuma-cuma Oleh Notaris Berdasarkan Undang-Undang Jabatan Notaris Pasal
37 Ayat (1) dan (2) Di Kabupaten Brebes, Program Magister Kenotariatan Program Pasca Sarjana Universitas Islam Xxxxxx Xxxxx Semarang, 2018, h. 27
26 Xxxxx Xxxxx Xxxx, Op.Cit., h. 91.
antara Setiap Orang dengan pelaku pembangunan dalam kegiatan pemasaran yang dituangkan dalam perjanjian pendahuluan jual beli atau Perjanjian Pengikatan Jual Beli sebelum ditandatangani akta jual beli.”
Angka 11 menentukan bahwa
“Perjanjian Pendahuluan Jual Beli atau Perjanjian Pengikatan Jual Beli yang selanjutnya disebut PPJB adalah kesepakatan antara pelaku pembangunan dan setiap orang untuk melakukan jual beli Rumah atau satuan Rumah susun yang dapat dilakukan oleh pelaku pembangunan sebelum pembangunan untuk Rumah susun atau dalam proses pembangunan untuk Rumah tunggal dan Rumah deret yang dibuat di hadapan Notaris.”
Pasal 22 K menentukan bahwa:
(1) Calon pembeli berhak mempelajari PPJB sebelum ditandatanganinya
PPJB.
(2) Calon pembeli mempelajari PPJB sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) dilakukan dalam jangka waktu paling singkat 7 (tujuh) hari kerja.
(3) PPJB ditandatangani oleh calon pembeli dan pelaku pembangunan yang dibuat di hadapan notaris.
(4) Dalam hal calon pembeli merupakan MBR, honorarium atas jasa hukum notaris ditetapkan sebesar 1 Permil [‰] = 0,1 Persen [%] dari harga jual Rumah umum yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.
Mengacu pada ketentuan hukum yang terkandung dalam pasal di atas, maka secara umum dapatlah dipahami bahwa Perjanjian awal antara penjual dan pembeli yang memperjanjikan akan dilakukannya transaksi jual beli berupa benda tidak bergerak, seperti tanah, rumah, biasa disebut dengan PPJB. Dalam hal akad PPJB, baik calon penjual maupun pembeli wajib memenuhi janjinya mengenai pembelian dan penjualan barang atas hak milik dan akan terhitung sejak waktu akad namun belum ada kepemilikan karena tidak terpenuhinya salah satu sebab sahnya jual beli yaitu
pembayaran suatu barang yang diperjualbelikan demikian disebut hanya dibayar sebagian.27
6. Tinjauan Umum Masyarakat Berpenghasilan Rendah
Pasal 1 Ayat (1) Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Permen PUPR) Nomor 1 tahun 2021 tentang Kriteria Masyarakat Berpenghasilan Rendah dan Persyaratan Kemudahan Pembangunan dan Perolehan Rumah menentukan bahwa: Masyarakat berpenghasilan rendah yang selanjutnya disingkat sebagai MBR adalah masyarakat yang mempunyai keterbatasan daya beli sehingga perlu mendapat dukungan pemerintah untuk memperoleh rumah.
Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk di daerah kawasan, maka kebutuhan akan fasilitas berupa sarana dan prasarana khususnya untuk rumah tinggal juga meningkat. Rumah yang tersedia tidak sebanding dengan jumlah penduduk sehingga hal ini membuat pemerintah kesulitan dalam pemenuhan kebutuhan rumah umumnya bagi masyarakat berpenghasilan rendah dengan daya beli di bawah standar. Masalah tersebut sampai saat ini masih sulit untuk dipecahkan.28
Sumarwanto memberikan gambaran terkait seperti apa itu masyarakat berpenghasilan rendah yaitu dapat ditunjukkan oleh
27 Xxxxxx Pompana, Kedudukan Hukum PPJB Dalam Proses Jual Beli Tanah,
xxxxxxxxxxx.xxx, 2021.
28 Xxxxx Xxxxxxx dalam Xxxxxx Xxxxxxx, Masyarakat Berpenghasilan Rendah yang selanjutnya disingkat MBR, xxxxx://xxxx.xxx/xxx-xx-xxxxxx-xxxxx-Xxxxxxxxxx- berpenghasilan-rendah-yang-se.html, 2022.
keadaan sosial ekonomi dan oleh kondisi perumahan yang mereka tinggali. Baik di pedesaan maupun perkotaan, kondisinya masih memprihatinkan, rumah-rumah dengan dinding kayu, daun untuk atap, dan berlantai tanah masih sering kita jumpai dengan keadaan infrastruktur, fasilitas, dan utilitas rumah mereka, yang semuanya masih belum mencukupi untuk kelangsungan hidup juga menunjukkan ketidaklayakan untuk dijadikan tempat berlindung. Disamping itu ada juga yang tinggal di permukiman kumuh, di tepi sungai, di bawah jembatan, dan di fasilitas umum lainnya yang tidak memenuhi standar kebutuhan kesehatan, kenyamanan, dan keselamatan hidup.29
Lebih lanjut Xxxxxx dalam Xxxxxxx menyatakan bahwa terdapat kaitan antara keadaan kondisi ekonomi dengan tingkat prioritas kebutuhan perumahan pada setiap masyarakat. Umumnya bagi masyarakat golongan berpenghasilan rendah menentukan tiga kriteria kebutuhan perumahan dengan pertimbangan pertama adalah jarak; kedua status tanah dan rumah; dan ketiga bentuk dan kualitas rumah.30
Menurut Xxxxxx dalam Budihardjo, pembangunan rumah tinggal untuk MBR bukanlah usaha yang sulit untuk dilakukan, hal yang perlu diingat bahwa pembangunan ini memiliki multiplier effect
29 Sumarwanto dalam Xxxxxx Xxxxxxx, Masyarakat Berpenghasilan Rendah yang selanjutnya disingkat MBR, xxxxx://xxxx.xxx/xxx-xx-xxxxxx-xxxxx-Xxxxxxxxxx- berpenghasilan-rendah-yang-se.html, 2022.
30 Turner dalam Xxxxxx Xxxxxxx, Masyarakat Berpenghasilan Rendah yang selanjutnya disingkat MBR, xxxxx://xxxx.xxx/xxx-xx-xxxxxx-xxxxx-Xxxxxxxxxx- berpenghasilan-rendah-yang-se.html, 2022.
yang kuat, baik dalam hal peningkatan perekonomian maupun penciptaan lapangan kerja baru.31
7. Tinjauan Umum Masyarakat Yang Tidak Mampu
Masyarakat tidak mampu atau masyarakat miskin adalah keadaan dimana ada ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan. Kemiskinan dapat disebabkan oleh kelangkaan alat pemenuh kebutuhan dasar, ataupun sulitnya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan. Kemiskinan merupakan masalah global dan kompleks. Kemiskinan dipahami dalam berbagai cara, atau Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, masyarakat kurang mampu atau masyarakat miskin adalah masyarakat dalam keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan. Kemiskinan dapat disebabkan oleh kelangkaan alat pemenuh kebutuhan dasar, ataupun sulitnya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan. Pemahaman utamanya mencakup:
a. Gambaran kekurangan materi, yang biasanya mencakup kebutuhan pangan sehari-hari, sandang, perumahan, dan pelayanan kesehatan. Kemiskinan dalam arti ini di pahami sebagai situasi kelangkaan barang-barang dan pelayanan dasar.
31 Wijaya dalam Xxxxxx Xxxxxxx, Masyarakat Berpenghasilan Rendah yang selanjutnya disingkat MBR, xxxxx://xxxx.xxx/xxx-xx-xxxxxx-xxxxx-Xxxxxxxxxx- berpenghasilan-rendah-yang-se.html, 2022.
b. Gambaran tentang kebutuhan sosial, termasuk keterkucilan sosial, ketergantungan, dan ketidakmampuan untuk berpartisispasi dalam masyarakat. Hal ini termasuk pendidikan dan informasi. Keterkucilan sosial biasanya sosial biasanya dibedakan dari kemiskinan, karena hal ini mencakup masalah- masalah politik dan moral, dan tidak di batasi pada bidang ekonomi. Gambaran kemiskinan jenis ini lebih mudah di batasi daripada dua gambaran yang lainnya.
c. Gambaran tentang kurangnya penghasilan dan kekayaan yang memadai. Makna “memadai” di sini dangat berbeda- beda melintasi bagian-bagian politik dan ekonomi di seluruh duni. Gambaran tentang ini dapat diatasi dengan mencari objek penghasilan di luar profesi secara halal. Perkecualian apabila institusi tempatnya bekerja melarang.32
Kemiskinan didasarkan pada suatu standar tertentu yaitu dengan membandingkan tingkat pendapatan orang atau keluarga dengan tingkat pendapatan yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan pokok minimum. Berdasarkan kriteria ini, maka dikenal kemiskinan absolut dan kemiskinan relatif, kemiskinan absolut adalah mereka yang tidak mampu memenuhi kebutuhan pokok minimum, Sedangkan komunitas yang termasuk dalam kemiskinan relatif adalah mereka yang memiliki kemampuan untuk memenuhi kebutuhan pokok
32 Wikipedia, Kemiskinan, (Online) di akses xxxxx://xx.xxxxxxxxx.xxx/xxxx/xxxxxxxxxx, pada 8 Agustus 2022.
minimum tetapi secara relatif mereka masih di bawah rata-rata pendapat masyarakat yang ada di sekitarnya.
8. Tinjauan Umum Sanksi
Sanksi menurut kamus hukum diartikan sebagai “sarana paksaan untuk ditaatinya suatu peraturan, hukum, atau standar hukum; akibat suatu tindakan atau reaksi pihak lain terhadap sesuatu yang lain.33
Jika dilihat melalui kacamata Xxxx Xxxxxx, sanksi (atau biasa disebut hukuman) memiliki dua arti yang berbeda: hukuman (dalam arti kata yang paling ketat) sebagai eksekusi sipil adalah Kejahatan yang dipaksakan atau jika direpresentasikan secara negatif, pencabutan suatu nilai. Demikian maksudnya bahwa nyawa akan dicabut ketika seseorang dijatuhi hukuman mati; anggota badan seseorang akan dicabut ketika hukuman fisik digunakan; kebebasan seseorang akan dicabut dalam hal pemenjaraan; dan aset individu termasuk properti akan dicabut dalam kasus denda. Selain itu pencabutan hak-hak lain seperti pencabutan hak jabatan atau hak politik, juga dapat didefinisikan sebagai hukuman.34
Sanksi hukum, yang dalam bahasa Inggris disebut dengan legal sanctions, atau bahasa Belanda disebut dengan wettelijke sancties, merupakan tindakan atau hukuman yang memaksa orang untuk menaati kontrak atau menaati peraturan perundang-undangan
33 Xxxxxx dan Xxxxx, Op.Cit., h. 552.
34 Xxxx Xxxxxx, Op.Cit., h. 124.
yang berlaku. Sanksi hukum dapat dibedakan menjadi tiga macam, yang meliputi sanksi perdata, sanksi pidana, dan sanksi administratif.35 Penjatuhan snaksi dalam lingkup kenotariatan juga dikenal adanya sanksi etik.
Sanksi administratif merupakan sanksi atau hukuman yang dijatuhkan kepada notaris yang telah melakukan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku.36 Pasal 37 Ayat (2) UUJN-P menentukan lima jenis sanksi administratif, yaitu: a. teguran lisan; b. teguran tertulis; c. pemberhentian sementara; d. pemberhentian dengan hormat; dan e. pemberhentian tidak hormat. Xxxxxxx Xxxxawas Notaris sebagai instansi yang melakukan pengawasan, pemeriksaan dan menjatuhkan sanksi terhadap notaris, selanjutnya Pasal 68 UUJN menentukan bahwa pengawasan terhadap notaris, terdiri atas: a. Majelis Pengawas Daerah Notaris (MPDN); b. Majelis Pengawas Wilayah Notaris (MPWN); dan c. Majelis Pengawas Pusat Notaris (MPPN).
Majelis Pengawas Notaris adalah lembaga yang memegang jabatan untuk memantau dan memeriksa notaris yang berada di bawah yurisdiksinya. Adanya anggota Majelis Pengawas dari kalangan notaris sehingga dapat melakukan pengawasan secara internal, artinya dilakukan oleh sesama notaris yang tentunya lebih memiliki pemahaman yang mendalam tentang dunia notaris serta
35 Xxxxx, Xx.Xxx., h. 204.
36 Ibid., h. 205
paham akan penggunaan aturan hukum yang berlaku dengan berpegang teguh pada UUJN dalam menjalankan tugasnya. Sedangkan pengawasan lainnya ialah pengawasan eksternal yang mewakili dunia akademik, pemerintah, dan masyarakat. Dengan adanya gabungan unsur tersebut, diharapkan Majelis Pengawas mampu melakukan pengawasan dan pemeriksaan yang objektif sehingga dapat sinergis antara pengawasan internal dan pengawasan eksternal.37
Pasal 1 Ayat (8) Kode Etik Notaris INI menegaskan bahwa bila notaris melakukan pelanggaran kode etik maka akan ditindak lanjuti oleh penegak Kode Etik Notaris INI yaitu Dewan Kehormatan Notaris. Pengawasan terhadap notaris dalam Kode Etik Notaris INI, diatur dalam Pasal 7 Kode Etik Notaris INI yang memuat lembaga yang dapat melakukan pengawasan terhadap notaris yaitu Dewan Kehormatan. Namun, ketentuan pasal selanjutnya tidak menjelaskan secara rinci bagaimana kewenangan dan kewajibannya dari Dewan Kehormatan. Praktik yang terjadi di lapangan, Dewan Kehormatan hanya menerima laporan saja dari masyarakat. Apabila benar terjadi pelanggaran yang dilakukan oleh notaris maka Dewan Kehormatan akan menindak dan memberikan sanksi. Sanksi yang diberikan kepada notaris yang melakukan pelanggaran berupa:
f. Teguran
37 Xxxxx Xxxxx, Sanksi Perdata dan Administratif Terhadap Notaris Sebagai Pejabat Publik, Xxxxxx Xxxxxxx, Bandung, 2017, h. 130.
g. Peringatan
h. Pemberhentian sementara dari keanggotaan Perkumpulan
i. Pemberhentian dengan hormat dari keanggotaan Perkumpulan
j. Pemberhentian dengan tidak hormat dari keanggotaan Perkumpulan.
Sanksi digunakan untuk mencegah reputasi pejabat publik lainnya tercoreng karena satu orang pejabat yang telah melakukan pelanggaran, demikian sangat dibutuhkan sistem hukuman yang langsung seperti pemecatan atau ketidakaktifan. Sanksi dijatuhkan dan ditentukan oleh pengadilan sebagai bentuk upaya penanganan pelanggaran di antara pihak, tidak lain halnya juga untuk mendorong individu dan badan hukum agar bertanggung jawab atas tindakan mereka.38
Hakikat sanksi sebagai suatu paksaan yang ditujukan terhadap notaris juga merupakan sebagai penyadaran dan untuk mengembalikan tindakan notaris dalam melaksanakan tugas jabatannya untuk selalu tertib sesual dengan UUJN. Sebagai contoh apabila akta yang dibuat tidak mengikuti petunjuk aturan yang terdapat dalam UUJN, notaris dapat dinyatakan telah melakukan pelanggaran. Dari pelanggaran tersebut sah hukumnya notaris untuk dijatuhkan sanksi sebagai bentuk pertanggungjawaban dari
38 Xxxxx Xxxxxxxxxxx, Peradilan Etik dan Etika Konstitusi, Sinar Grafika, Jakarta, 2017, h. 24.
perbuatannya, demi menjaga nama baik notaris sebagai sumber kepercayaan masyarakat. Hukuman individu terhadap notaris merupakan risiko yang harus diterima demikian halnya masyarakat mungkin akan mempertimbangkan untuk menggunakan kembali jasa notaris yang bersangkutan.39
B. Landasan Teori
Salah satu komponen penelitian adalah teori, yang digunakan sebagai sarana penyederhanaan suatu fenomena sehingga dapat dikuantifikasi. Teori adalah hubungan antara konsep yang saling menopang untuk memberikan dasar yang logis sehingga pembahasan dalam penelitian ini akan lebih terfokus dan terarah. Selain itu, teori berfungsi untuk menciptakan gambaran dan pengetahuan yang lebih nyata terhadap masalah yang dianalisis secara sistematis.40 Adapun landasan teori penelitian ini adalah:
1. Teori Efektivitas Hukum
Teori efektivitas hukum adalah teori yang berkaitan dengan penerapan hukum dalam masyarakat. Penerapan teori ini sangat penting di negara berkembang seperti Negara Indonesia, karena hukum yang ada saat ini seringkali sulit untuk diwujudkan dalam kehidupan yang bermasyarakat, sehingga membuat hukum menjadi tidak efektif. Teori ini juga dapat dianggap sebagai teori komparatif antara law in books dengan law in action. Xxxxxxxx Xxxxxxxx
39 Ibid., h. 90-91.
40 Xxxxxx Xxxxxx Xxxxxxx, Signifikansi Teori Dan Theory Building Dalam Penelitian Ilmiah, xxxxxxx.xxx, 2021.
mengungkap faktor-faktor yang mempengaruhi berlakunya hukum dalam penelitian yang menggunakan teori efektivitas hukum, diantaranya adalah sebagai berikut:41
a. Faktor hukumnya sendiri;
b. Faktor penegak hukum;
c. Faktor yang berhubungan dengan fasilitas penunjang penegakan hukum;
d. Faktor masyarakat, yaitu lingkungan dimana hukum itu diterapkan atau ditegakkan; dan
e. Faktor budaya, yakni hasil kreativitas dan inisiatif manusia yang berperan dalam interaksi sehari-hari dengan orang lain.
Dalam penelitian akademis sering dirujukan oleh pendapat Xxxxxxxx X. Xxxxxxxx yang mengklasifikasikan faktor yang mempengaruhi tindakan hukum sebagai berikut: a. Faktor struktur hukum, yaitu orang-orang yang menegakkan hukum; b. Faktor substansi hukum, yaitu isi undang-undang yang akan diberlakukan atau diterapkan; c. Faktor budaya hukum adalah sikap dan nilai sosial dimana hukum itu diterapkan.42
Menurut Xxxxxxx Xxxxx (1996), masyarakat kontemporer memiliki pemerintahan terstruktur, lembaga hukum di mana kepatuhan terhadap aturan hukum selalu berdampingan dengan sanksi hukum. Diketahui dalam sejarah hukum dikenal adanya masyarakat primitif,
41 Xxxxxxxx Xxxxxxxx dalam Kahar, Penelitian Hukum Normatif dan Empiris,
Gunadarma Ilmu, Samata-Gowa, 2017, h. 80-81.
42 Ibid., h. 81.
masyarakat yang seperti itu adalah masyarakat yang tidak memliliki kemampuan untuk membedakan aturan sosial yang harus ditegakan dan aturan yang tidak perlu untuk ditegakkan.43
Hal ini menunjukkan bahwa untuk menentukan efektif atau tidaknya hukum, terlebih dahulu harus dipahami dampak timbal balik antara hukum dan masyarakat. Akan lebih mudah dipahami dengan menggunakan perspektif hukum empiris, yang melihat hukum terkait langsung dengan masyarakat.
2. Teori Hukum Progresif
“Progressive Legal Theory” demikian yang dikenal dengan pandangan dan pemikiran dari Xxxxxxxx Xxxxxxxx tentang hukum sebagai alat rekayasa sosial.44
Pandangan Xxxxxxxx Xxxxxxxx merupakan suatu penjelajahan gagasan yang berintikan sembilan pokok pikiran, yang kemudian dijabarkan sebagai berikut:
a. Hukum menolak tradisi analytical jurisprudence atau rechtsdogmatick dan berbagi paham dengan aliran, seperti legal realism, freirechtslehre, sociological jurisprudence, interressenjurisprudenz di Jerman, teori hukum alam dan critical legal studies.
43 Xxxxxxx Xxxxx dalam Xxxxxx Xxx dan Xxxxx Xxxxxxx, Menjelajahi Kajian Empiris Terhadap Hukum, Kencana, Jakarta, 2012, h. 132.
44 Xxxxxxxx Xxxxxxxx dalam Irwansyah, Kajian Ilmu Hukum, Mirra Buana Media, Yogyakarta, 2020, h. 236.
b. Hukum menolak gagasan bahwa lembaga negara adalah satu- satunya alat untuk menegakkan ketertiban.
c. Hukum progresif ditujukan untuk mengayomi masyarakat umum ke arah cita-cita hukum.
d. Hukum menolak status quo dan tidak ingin menjadikan hukum sebagai teknologi tanpa hati nurani, melainkan menjadikan lembaga memiliki moral.
e. Hukum adalah suatu institusi yang bertujuan untuk mencapai keadilan, kemakmuran, dan kebahagiaan dalam kehidupan yang bermasyarakat.
f. Hukum progresif adalah “hukum yang pro-rakyat” dan “hukum yang pro-keadilan”.
g. Asumsi dasar hukum progresif adalah bahwa “hukum adalah untuk manusia”, bukan sebaliknya. Dalam pengertian ini, hukum tidak dibentuk untuk kepentingannya sendiri, tetapi untuk sesuatu yang jauh lebih besar. Akibatnya, setiap kali ada masalah dengan dan dalam hukum, hukum itu sendiri yang diperiksa dan diperbaiki, bukan manusianya yang dipaksa menjadi bagian dari sistem.
h. Hukum bukan merupakan suatu institusi yang absolut dan final, namun cara orang memandang dan menerapkannya memiliki dampak yang signifikan terhadap keefektifannya. Artinya, manusialah yang merupakan penentu.
i. Hukum selalu berada dalam proses untuk terus menjadi (law as a process, law in making).45
Ramuan Satjipto dalam menuangkan gagasannya merujuk pada beberapa teori dan konsep pemikiran yang berkembang pada saat itu, antara lain pada analytical jurisprudence, tipe hukum responsif dari Nonet & Selznick, pemikiran dari legal realism dan freirechtslehre, terkait dengan tujuan sosial pada sosiological jurisprudence dari Xxxxxx Xxxxx, termasuk pengaruh pemikiran teori hukum alam.46
C. Kerangka Pikir
Penelitian ini difokuskan pada variabel utama yaitu implementasi pemberian jasa hukum di bidang kenotariatan dalam pembuatan akta Perjanjian Pendahuluan Jual Beli bagi masyarakat berpenghasilan rendah dan variabel kedua yaitu pemberian sanksi terhadap notaris yang menolak memberikan jasa berupa bantuan hukum kenotariatan.
Variabel pertama diuraikan dengan dua indikator yaitu pelaksanaan pemberian jasa dalam pembuatan akta PPJB bagi MBR dan syarat MBR dalam memperoleh jasa berupa bantuan hukum. Dari kedua indikator tersebut akan diuraikan bagian dari indikatornya yaitu kategori MBR, pemeriksaan dokumen, maksud dan tujuan untuk mendapatkan jasa pembuatan akta PPJB dan sebab notaris memberikan jasa berupa bantuan hukum.
45 Ibid., h. 237.
46 Supra., catatan kaki nomor 34 .
Variabel kedua juga terdiri dari dua indikator yaitu pemberian sanksi administratif sanksi etik bagi notaris yang menolak memberikan jasa berupa bantuan hukum. Indikator tersebut akan diuraikan melalui beberapa faktor yang terdapat di dalam undang-undang dan pendapat penegak hukum. Untuk memberikan gambaran umum tentang variabel dalam penelitian ini maka dapat dikemukakan bagian kerangka pikir pada halaman berikutnya:
I
Implementasi Pemberian Jasa Hukum di Bidang Kenotariatan dalam Pembuatan Akta Perjanjian Pendahuluan Jual Beli bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah di Kota Makassar
BAGAN KERANGKA PIKIR
1. Pemberian sanksi
administratif bagi notaris yang menolak.
2. Pemberian sanksi etik bagi
notaris yang menolak.
Pemberian sanksi terhadap notaris
yang menolak memberikan jasa bantuan hukum kenotariatan
1. Pelaksanaan pemberian jasa dalam pembuatan akta PPJB.
2. Syarat MBR dalam memperoleh jasa berupa
bantuan hukum.
Pemberian jasa kenotariatan
dalam pembuatan akta PPJB bagi MBR.
Efektifnya kewajiban notaris dalam memberikan bantuan hukum khususnya pembuatan akta PPJB bagi MBR