PEMERINTAH KOTA LUBUKLINGGAU
PEMERINTAH KOTA LUBUKLINGGAU
KEBIJAKAN UMUM
ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH
KOTA LUBUKLINGGAU TAHUN 2021
PEMERINTAH KOTA LUBUKLINGGAU
2020
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR......................................................................................... i
DAFTAR ISI ....................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ 1
1.1 Latar Belakang Penyusunan Kebijakan UmumAnggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (KUA)...................................... 1
1.2 Tujuan Penyusunan Kebijakan UmumAnggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (KUA) .................................... 2
1.3 Dasar Hukum Penyusunan Kebijakan UmumAnggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (KUA)...................................... | 3 | |
BAB II | KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH ........................... 2.1 Perkembangan Indikator Ekonomi Makro Daerah Pada Tahun Sebelumnya ..................................................................... | 4 4 |
2.2 Rencana Target Ekonomi Makro Pada Tahun 2021 ................... | 15 | |
BAB III | ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAERAH (RAPBD)............................................................................................ | 16 |
3.1 Asumsi Dasar yang Digunakan dalam APBN ............................ | 16 | |
3.2 Laju Inflasi .................................................................................. | 16 | |
3.3 Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto ........................ | 21 | |
BAB IV | KEBIJAKAN PENDAPATAN, BELANJA DAN PEMBIAYAAN DAERAH ............................................................. | 26 |
4.1 Pendapatan Daerah ..................................................................... | 26 | |
4.2 Belanja Daerah ........................................................................... | 32 | |
4.3 Pembiayaan Daerah .................................................................... | 38 | |
BAB IV | PENUTUP ........................................................................................ | 42 |
ii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, atas karunia dan hidayahnya maka dalam waktu yang sangat singkat kami dapat menyiapkan salah satu kewajiban kami yaitu menyiapkan dan menyusun Dokumen Kebijakan Umum Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (KU-APBD) Kota Lubuklinggau Tahun Anggaran 2021.
KU-APBD Tahun Anggaran 2021 kami susun dalam rangka penyesuaian kebijakan penganggaran dalam APBD Kota Lubuklinggau dan sebagai acuan unsur Pemerintahan dan seluruh masyarakat Kota Lubuklinggau dalam merumuskan arah, target dan sasaran pembangunan Kota Lubuklinggau pada tahun 2021. Dengan harapan secara bertahap pola pembangunan di wilayah Kota Lubuklinggau akan terus menuju kepada pola pembangunan yang efektif, efisien dan tepat waktu serta sasaran dalam rangka mensejahterakan masyarakat.
Demikian KU-APBD Kota Lubuklinggau Tahun Anggaran 2021 ini kami susun semoga dapat bermanfaat bagi seluruh komponen Pemerintahan dan masyarakat Kota Lubuklinggau. Amin.
Lubuklinggau, Oktober 2020
WALIKOTA LUBUKLINGGAU,
H. SN. PRANA PUTRA SOHE
BAB I PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG PENYUSUNAN KEBIJAKAN UMUM ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (KUA)
Dalam rangka melaksanakan pembangunan di daerah secara berkelanjutan dan berkesinambungan, setiap daerah harus memiliki sistem perencanaan secara komprehensif, yang dituangkan dalam suatu dokumen perencanaan daerah sehingga menjadi pedoman dan arahan dalam proses pembangunan di daerah. Berdasarkan Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, suatu daerah harus memiliki perencanaan yang terdiri dari: pertama, Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) yang merupakan dokumen rencana resmi daerah yang dipersyaratkan dalam mengarahkan pembangunan daerah dalam jangka waktu 20 (dua puluh) tahun ke depan. Kedua, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) yang merupakan dokumen resmi daerah yang dipersyaratkan dalam mengarahkan pembangunan daerah selama 5 (lima) tahun ke depan. Ketiga, perencanaan jangka pendek yaitu Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) yang merupakan dokumen resmi daerah yang dipersyaratkan dalam mengarahkan pembangunan dalam jangka waktu 1 (satu) tahun ke depan. Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) mempunyai fungsi penting dalam sistem perencanaan daerah yaitu untuk menerjemahkan perencanaan strategis jangka menengah ke dalam rencana, program dan penganggaran tahunan, sehingga Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) tersebut menjembatani antara proses Perencanaan dan Penganggaran.
Sedangkan sebagai pedoman dan arahan dalam penganggaran daerah diperlukan suatu dokumen yang memuat kebijakan umum anggaran pada tahun yang bersangkutan yang disebut Kebijakan Umum Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (KU-APBD). Oleh karena itu Kebijakan Umum APBD tahun anggaran 2021 memuat petunjuk dan ketentuan-ketentuan umum yang disepakati sebagai pedoman penyusunan APBD Kota Lubuklinggau pada tahun anggaran 2021 yang
selanjutnya menjadi dasar untuk penilaian kinerja keuangan daerah selama satu tahun anggaran. Selanjutnya sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah Kebijakan Umum APBD Kota Lubuklinggau Tahun Anggaran 2021 disusun berdasarkan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Kota Lubuklinggau Tahun 2021 sehingga Penyusunan Kebijakan Umum Anggaran ini juga merupakan bagian dari upaya pencapaian visi, misi, tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan dalam Rencana Jangka Menengah Daerah (RPJMD). Disamping itu kebijakan umum anggaran adalah merupakan respon kebijakan terhadap dinamika isu strategis dan permasalahan utama yang menjadi perhatian dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan Kota Lubuklinggau pada Tahun Anggaran 2021 serta untuk mengarahkan kebijakan anggaran Kota Lubuklinggau untuk satu tahun ke depan. Perkembangan kondisi perekonomian Kota Lubuklinggau tetap menjadi perhatian dalam persiapan penyusunan Kebijakan Umum Anggaran ini, karena bagaimanapun juga kebutuhan akan tersedianya dana untuk belanja yang diperoleh dari pendapatan tidak terlepas dari prospek perekonomian Kota Lubuklinggau ke depan. Ketersediaan dana dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) nantinya akan digunakan dalam mendukung jalannya fungsi pemerintahan dan pemberian pelayanan kepada masyarakat sehingga dari pelaksanaan kedua fungsi tersebut baik harapan masyarakat maupun tantangan yang dihadapi pemerintah dapat diwujudkan yang pada akhirnya diharapkan pula dapat memberikan implikasi yang lebih luas lagi terhadap suksesnya pelaksanaan mandat yang diamanatkan kepada pemerintah serta semakin meningkatnya kesejahteraan warga Kota Lubuklinggau.
1.2. TUJUAN PENYUSUNAN KEBIJAKAN UMUM ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (KUA)
Tujuan disusunnya Kebijakan Umum Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (KU-APBD) Kota Lubuklinggau Tahun Anggaran 2021
adalah untuk menghasilkan kesepakatan bersama antara Pemerintah Kota Lubuklinggau dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Lubuklinggau atas kebijakan pembangunan dalam Rencana Kerja Pemerintah Daerah Kota Lubuklinggau Tahun 2021 dalam periode 1 (satu) tahun. Kebijakan pembangunan tersebut meliputi kebijakan pendapatan, belanja dan pembiayaan serta asumsi yang mendasarinya sebagai pedoman penyusunan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara serta Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kota Lubuklinggau Tahun Anggaran 2020.
1.3. DASAR HUKUM PENYUSUNAN KEBIJAKAN UMUM ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (KU-APBD)
Landasan hukum yang digunakan dalam penyusunan Kebijakan Umum Anggaran Kota Lubuklinggau Tahun 2020 meliputi :
1. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional;
2. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah;
3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah;
4. Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah;
5. Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah;
6. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 86 Tahun 2017 tentang Tata Cara Perencanaan, Pengendalian dan Evaluasi Pembangunan Daerah, Tata Cara Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah Tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah, Serta Tata Cara Perubahan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah, dan Rencana Kerja Pemerintah daerah;
7. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 90 Tahun 2019 tentang Klasifikasi, Kodefikasi dan Nomenklatur Perencanaan Pembangunan dan Keuangan Daerah;
8. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 64 Tahun 2020 tentang
Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah Tahun 2021;
9. Keputusan Menteri Dalam Negeri nomor 050-3708 Tahun 2020 tentang Hasil Verifikasi dan Validasi Pemuktahiran Klasifikasi, Kodefikasi dan Nomenklatur Perencanaan Pembangunan dan Keuangan Daerah;
10. Peraturan Daerah Kota Lubuklinggau Nomor 4 tahun 2019 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kota Lubuklinggau Tahun 2018-2023;
11. Peraturan Walikota Nomor 24 Tahun 2020 tentang Rencana Kerja Pemerintah Daerah Kota Lubuklinggau Tahun 2021 .
BAB II
KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH
2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya
Kondisi perekonomian suatu wilayah dapat dilihat dari tinjauan indikator makro seperti struktur ekonomi, laju pertumbuhan ekonomi, dan pendapatan perkapita. Struktur ekonomi menggambarkan perekonomian suatu wilayah apakah bersifat agraris, industri, atau niaga. Hal ini tergantung kategori ekonomi yang paling dominan di wilayah tersebut. Selain itu, perkembangan perekonomian dapat dilihat dari laju pertumbuhan perekonomian apakah meningkat atau melambat dibanding kurun waktu sebelumnya. Adapun pendapatan perkapita mencerminkan pendapatan rata-rata penduduk dalam kurun waktu tertentu.
Kondisi perekonomian suatu wilayah akan dipengaruhi oleh kondisi perekonomian wilayah yang lebih luas. Oleh karena itu, pasang surut perekonomian global akan berdampak pada perekonomian nasional sampai level kabupaten kota. Sama halnya dengan Kota Lubuklinggau, perekonomiannya akan dipengaruhi oleh kondisi perekonomian Sumatera Selatan, perekonomian nasional, bahkan perekonomian global.
2.1.1. Struktur Ekonomi
Struktur perekonomian menunjukkan besarnya kontribusi masing-masing kategori ekonomi di suatu daerah. Dengan mengamati struktur perekonomian akan tampak seberapa besar kekuatan ekonomi suatu negara atau daerah. Indikator makro semacam ini sangat penting bagi pengambilan keputusan untuk menentukan arah dan sasaran kebijakan pembangunan di masa yang akan datang. Selama lima tahun terakhir (2015 - 2019) struktur perekonomian Lubuklinggau didominasi oleh 5 (lima) kategori lapangan
usaha, diantaranya: Konstruksi; Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil, dan Sepeda Motor; Real Estat; Industri Pengolahan; dan Transportasi dan Pergudangan. Hal ini dapat dilihat dari peranan masing-masing lapangan usaha terhadap pembentukan PDRB Lubuklinggau.
Peranan terbesar dalam pembentukan PDRB Lubuklinggau pada tahun 2019 dihasilkan oleh lapangan usaha Konstruksi sebesar 23,39 persen (angka ini menurun dari 24,39 persen di tahun 2015). Selanjutnya lapangan usaha Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil, dan Sepeda Motor sebesar 21,46 persen (naik dari 18,56 persen di tahun 2015), disusul oleh lapangan usaha real estat sebesar 8,55 persen (naik dari 8,19 persen di tahun 2015). Berikutnya lapangan usaha Industri Pengolahan sebesar 6,93 persen (naik dari 6,38 persen di tahun 2015) dan lapangan usaha Transportasi dan Pergudangan sebesar 6,27 persen (naik dari 5,99 persen di tahun 2015)
Tabel 2.1 Perkembangan Kontribusi Sektor dalam PDRB Tahun 2015-2019 Atas Dasar Harga Berlaku (Hb) Kota Lubuklinggau
NO | SEKTOR | 2015 | 2016 | 2017 | 2018 | 2019 |
A | Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan | 5,83 | 5,65 | 5,42 | 5,10 | 4,96 |
B | Pertambangan & penggalian | 1,86 | 1,80 | 1,79 | 1,78 | 1,75 |
C | Industri pengolahan | 6,38 | 6,48 | 6,70 | 6,85 | 6,93 |
D | Pengadaan Listrik & Gas | 0,08 | 0,11 | 0,12 | 0,11 | 0,11 |
E | Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang | 0,22 | 0,21 | 0,20 | 0,19 | 0,18 |
F | Konstruksi | 24,39 | 24,58 | 24,64 | 24,34 | 23,39 |
G | Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor | 18,56 | 19,35 | 20,04 | 20,71 | 21,46 |
H | Transportasi dan Pergudangan | 5,99 | 5,98 | 6,07 | 6,20 | 6,27 |
I | Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum | 3,71 | 3,80 | 3,87 | 4,11 | 4,44 |
J | Informasi dan Komunikasi | 1,32 | 1,34 | 1,38 | 1,41 | 1,43 |
K | Jasa Keuangan dan Asuransi | 5,78 | 5,81 | 5,70 | 5,52 | 5,21 |
L | Real Estate | 8,19 | 8,27 | 8,24 | 8,34 | 8,55 |
M,N | Jasa Perusahaan | 1,17 | 1,18 | 1,20 | 1,25 | 1,32 |
O | Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib | 3,51 | 3,20 | 2,85 | 2,57 | 2,41 |
P | Jasa Pendidikan | 6,16 | 5,80 | 5,49 | 5,22 | 5,14 |
Q | Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial | 2,00 | 1,87 | 1,83 | 1,77 | 1,81 |
R,S,T,U | Jasa Lainnya | 4,87 | 4,57 | 4,45 | 4,54 | 4,64 |
PDRB | 100 | 100 | 100 | 100 | 100 |
Di antara kelima lapangan usaha tersebut, Industri Pengolahan dan Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor adalah kategori yang mengalami peningkatan peranan. Sedangkan tiga lapangan usaha yang lain, peranannya berfluktuasi.
Dari uraian tentang struktur perekonomian di atas, secara umum dapat disimpulkan bahwa struktur perekonomian Kota Lubuklinggau menunjukkan ciri yang sedikit berbeda dengan kondisi perekonomian Provinsi Sumatera Selatan. Dalam struktur perekonomian Provinsi Sumatera Selatan, peranan kategori pertanian masih cukup dominan meskipun secara berangsur kontribusinya dalam pembentukan PDRB semakin kecil. Sebaliknya, perekonomian Kota Lubuklinggau lebih mencirikan perekonomian daerah perkotaan di mana peranan kategori pertanian tidak lagi dominan, tetapi lebih didominasi oleh kategori tersier dan sekunder. Oleh karena itu, pengembangan kategori-kategori potensial tersebut perlu didukung oleh modal yang besar.
Dari sisi pengeluaran, terbentuknya keseluruhan PDRB atau total PDRB merupakan kontribusi dari semua komponen pengeluarannnya, yang terdiri dari konsumsi akhir rumah tangga (PK-RT), konsumsi akhir LNPRT (PK-LNPRT), konsumsi akhir pemerintah (PK-P), pembentukan modal tetap bruto (PMTB), ekspor neto (E) atau ekspor dikurangi impor.
Grafik 2.1. Distribusi PDRB Kota Lubuklinggau Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Pengeluaran (persen)
Sumber: BPS Kota Lubuklinggau 2020
Berdasarkan grafik 2.1 diatas terlihat bahwa selama periode 2015 – 2019, produk yang dikonsumsi di wilayah domestik sebagian besar masih untuk memenuhi kebutuhan konsumsi akhir rumah tangga (rata-rata di atas 60 persen). Ekspor juga mempunyai peran yang relatif besar, demikian halnya impor masih mempunyai peran yang relatif besar, karena sekitar 50 s.d. 70 persen permintaan domestik masih dipenuhi oleh produk dari impor, baik luar negeri, luar provinsi maupun luar kabupaten. Di sisi lain, pengeluaran untuk kapital (PMTB) juga mempunyai peran relatif besar dengan kontribusi sekitar 44 s.d. 49 persen. Proporsi konsumsi akhir pemerintah berada pada rentang 13 s.d. 15 persen. Hal ini menunjukkan bahwa peran pemerintah dalam menyerap produk domestik tidak terlalu besar.
2.1.2. Pertumbuhan ekonomi
Pertumbuhan ekonomi suatu daerah merupakan salah satu ukuran kinerja pembangunan daerah khususnya di bidang perekonomian. Pertumbuhan ekonomi ini dapat dilihat dari laju pertumbuhan PDRB atas dasar harga konstan, yaitu dengan menghilangkan faktor perubahan harga (inflasi) dan menggunakan faktor pengali harga konstan (at constant price inflation factor) sehingga diperoleh gambaran peningkatan produksi secara makro.
Sesuai dengan panduan dari “The System of National Accounts 1993 (SNA)”, pembagian nilai pertumbuhan ekonomi untuk negara Indonesia dibagi ke dalam dua bagian, yaitu pertumbuhan PDRB dengan Migas dan Tanpa Migas. Dengan demikian, maka nilai pertumbuhan PDRB Kota Lubuklinggau dengan dan tanpa migas adalah sama karena kegiatan sub sektor pertambangan dan industri pengolahan migas tidak ada di kota ini.
Pertumbuhan ekonomi tahun 2019 lebih lambat dibandingkan tahun sebelumnya walau masih bersifat angka sangat sementara. Pada tahun 2020 perlambatan tersebut akan bertambah dengan terjadinya pandemi wabah Covid-19 dan diperkirakan mampu tumbuh pada kisaran 0,03 % s.d. 5,32%. Pembatasan sosial dalam rangka pencegahan penyebaran covid-19 berdampak pada pendapatan masyarakat, dan penurunan produksi sehingga menurunkan prospek permintaan domestik, baik konsumsi rumah tangga maupun investasi yang berpengaruh besar pada perekonomian Kota Lubuklinggau.
Grafik 2.2
Data Pertumbuhan Ekonomi Kota Lubuklinggau
Seiring dengan ekspektasi telah meredanya penyebaran wabah covid-19 dan mulai dilonggarkannya social distancing serta pembatasan dunia usaha akan membuat konsumsi secara keseluruhan diperkirakan membaik namun belum akan kembali ke pola normal karena pemerintah masih akan mengalokasikan anggaran untuk pemulihan ekonomi dan adanya gelombang kedua wabah Covid-19. Melalui skema new normal, konsumsi rumah tangga akan diperkirakan tumbuh lebih tinggi dan akan mendorong perbaikan kinerja di sektor perdagangan dan penyedian akomodasi dan makan minum walaupun dengan pemberlakukan protokol kesehatan yang ketat akan membatasi pemulihan ekonomi yang akan terjadi.
Kecenderungan pertumbuhan peranan Konsumsi Pemerintah pada pembentukan output produksi di Kota Lubuklinggau perlu dicermati sebagai penanda bahwa masih banyak sektor-sektor ekonomi di Kota Lubuklinggau yang masih sangat bergantung pada belanja pemerintah. Hal ini harus diperhitungkan dalam penyusunan kebijakan ekonomi yang akan diambil oleh pemerintah sehingga dapat menghasilkan kebijakan ekonomi yang berdampak luas dan positif bagi masyarakat.
2.1.3. Pendapatan Regional Perkapita
PDRB perkapita menunjukkan besarnya pendapatan yang dapat dinikmati oleh setiap penduduk secara rata-rata. Besaran ini merupakan hasil bagi PDRB dengan jumlah penduduk pada pertengahan tahun. Dengan melihat pertumbuhan ekonomi dan laju pertumbuhan penduduk dapat dilihat peningkatan dalam pendistribusian PDRB per kapita maupun pendapatan regional per kapita. Pendapatan Regional per Kapita diperoleh setelah memperhitungkan nilai penyusutan dan pajak tidak langsung netto.
Pendapatan Regional perkapita penduduk Kota Lubuklinggau atas dasar harga konstan mengalami peningkatan menjadi Rp. 14.559.224,- pada tahun 2017, yang sebelumnya tahun 2013 sebesar Rp. 12.129.691,-. Peningkatan tersebut cukup menjadi dasar untuk memprediksikan bahwa lima tahun ke depan cenderung akan terus meningkat. Pada tahun 2018, Pendapatan Regional Perkapita Penduduk Kota Lubuklinggau atas dasar harga konstan mengalami peningkatan menjadi Rp. 14.775.737,-. Pada tahun 2019, Pendapatan Regional Perkapita Penduduk Kota Lubuklinggau mengalami peningkatan menjadi Rp. 15.465.115,-.
Grafik 2.3 Pertumbuhan Pendapatan Regional Per Kapita Kota Lubuklinggau Tahun 2015-2019
Sumber BPS Kota Lubuklinggau
2.1.4. Laju Inflasi
Inflasi merupakan salah satu indikator makro seperti halnya pertumbuhan ekonomi dan tingkat pengangguran. Inflasi dapat didefinisikan sebagai kenaikan tingkat harga yang terjadi secara terus-menerus dalam periode tertentu. Fluktuasi angka inflasi menggambarkan seberapa besar gejolak ekonomi terutama harga, yang terjadi di suatu negara atau daerah dan seberapa jauh pengaruhnya terhadap kemampuan daya beli masyarakat.
Secara umum laju inflasi di Kota Lubuklinggau dalam lima tahun terakhir mengalami fluktuasi. Pada tahun 2015 inflasi Kota Lubuklinggau 3,47 persen. Pada tahun 2016 inflasi mencapai 2,74 persen. Inflasi terendah di Kota Lubuklinggau terjadi pada tahun 2019, yaitu sekitar 2,1 persen.
Grafik 2.4 Laju Inflasi Kota Lubuklinggau 2015-2019
Sumber : BPS Kota Lubuklinggau, 2020
2.1.5. Ketenagakerjaan
Tenaga kerja merupakan penduduk yang berada dalam usia kerja. Menurut UU No. 13 tahun 2003 Bab I pasal 1 ayat 2 disebutkan bahwa tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat. Secara garis besar penduduk suatu negara dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu tenaga kerja dan bukan tenaga kerja. Penduduk tergolong tenaga kerja jika penduduk tersebut telah memasuki usia kerja. Batas usia kerja yang berlaku di Indonesia adalah berumur 15 tahun – 64 tahun. Menurut pengertian ini, setiap orang yang mampu bekerja disebut sebagai tenaga kerja. Ada banyak pendapat
mengenai usia dari para tenaga kerja ini, ada yang menyebutkan di atas 17 tahun ada pula yang menyebutkan di atas 20 tahun, bahkan ada yang menyebutkan di atas 7 tahun karena anak-anak jalanan sudah termasuk tenaga kerja.
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) tahun 2019 sebesar 69,10 persen. Angka ini naik dibanding tahun lalu yang mencapai 61,08 persen. TPAK laki-laki sebesar 84,44 persen naik dibanding tahun lalu yang sebesar 82,63 persen sedangkan TPAK perempuan sebesar 37,92 persen yang turun dibanding tahun lalu yang mencapai hampir 50 persen (48,29 persen). Pada tahun 2019 sekitar 70,76 persen penduduk bekerja di sektor tersier, 13,37 persen di sektor sekunder, dan sektor primer menyerap 15,87 persen tenaga kerja.
2.1.6 Tingkat Kemiskinan
Kemiskinan bisa dikelompokan dalam dua kategori , yaitu Kemiskinan absolut dan Kemiskinan relatif. Kemiskinan absolut mengacu pada satu set standard yang konsisten , tidak terpengaruh oleh waktu dan tempat / negara. Sebuah contoh dari pengukuran absolut adalah persentase dari populasi yang makan dibawah jumlah yg cukup menopang kebutuhan tubuh manusia (kira kira 2000-2500 kalori per hari untuk laki laki dewasa). Bank Dunia mendefinisikan Kemiskinan absolut sebagai hidup dengan pendapatan dibawah USD $1/hari dan Kemiskinan menengah untuk pendapatan dibawah $2 per hari.
Sedangkan kriteria Penduduk Miskin menurut BPS adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran perkapita perbulan dibawah garis kemiskinan. Perkembangan jumlah penduduk miskin di Kota Lubuklinggau pada periode 2005-2017 tampak berfluktuasi dari tahun ke tahun.
Ditinjau dari garis kemiskinan yang merupakan nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan dan non makanan, pada tahun 2019 Kota Lubuklinggau memiliki angka garis kemiskinan sebesar Rp. 477.756,00. Adapun persentase penduduk Kota Lubuklinggau yang berada di bawah garis kemiskinan pada tahun 2019 mencapai 12,95 persen, angka ini masih lebih tinggi bila dibandingkan dengan persentase kemiskinan Provinsi Sumatera Selatan tahun 2019 sebesar 12,71 persen dan lebih tinggi bila dibandingkan dengan persentase kemiskinan nasional pada tahun 2019 sebesar 9,22 persen.
Jumlah Penduduk miskin mulai mengalami peningkatan hingga mencapai 33,21 ribu jiwa (15,16 persen) pada tahun 2015 dan turun kembali pada tahun 2016 hingga 31,05 jiwa (13,99 persen) dan kembali turun pada tahun 2017 menjadi 29,54 jiwa (13,12 persen). Pada tahu 2018 mejadi 13,02 persen dan kembali turun pada tahun 2019 menjadi 12,95 persen.
Tabel 2.2 Garis Kemiskinan, Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Tahun 2015 – 2019
Tahun | Garis Kemiskinan | Penduduk miskin | |
(Rp./Kapita/Orang) | Ribu Jiwa | % | |
2015 | 393.365 | 33,21 | 15,16 |
2016 | 417.192 | 31,05 | 13,99 |
2017 | 435.956 | 29,54 | 13,12 |
2018 | 470.897 | 29,74 | 13,02 |
2019 | 477,756 | 29,98 | 12,95 |
Sumber : BPS Kota Lubuklinggau, 2020
Grafik 2.5 Perkembangan Tingkat Kemiskinan Tahun 2015 – 2019
Sumber : BPS Kota Lubuklinggau, 2020
2.1.7 Indeks Pembangunan Manusia
Angka IPM Kota Lubuklinggau relatif baik. Selama kurun waktu 2015 sampai 2019 angka IPM kota ini menunjukkan peningkatan yang cukup berarti. Selain itu, selama kurun waktu tersebut status pembangunan manusia di Kota Lubuklinggau masuk dalam kategori menengah atas.
Besar kecilnya angka IPM tidak terlepas dari unsur-unsur pembentuknya, yaitu angka harapan hidup, angka harapan sekolah dan rata-rata lama sekolah, serta standar hidup (GNP Per Kapita). Dengan status yang disandang Kota Lubuklinggau tersebut, maka ada indikasi bahwa pembangunan manusia di bidang kesehatan, pendidikan, dan ekonomi (daya beli) relatif baik. Peningkatan IPM terjadi karena peningkatan angka harapan hidup penduduk, rata- rata lama sekolah, harapan lama sekolah, dan pengeluaran perkapita masyarakat.
Tabel 2.3 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kota Lubuklinggau Tahun 2015-2019
IPM | 2015 | 2016 | 2017 | 2018 | 2019 |
Kota Lubuklinggau | 73,17 | 73,57 | 73,67 | 74,09 | 74,8 |
Provinsi Sumatera Selatan | 67,46 | 68,24 | 68,86 | 69,39 | 70,02 |
Nasional | 69,55 | 70,18 | 70,81 | 71,39 | 71,92 |
Sumber : BPS Kota Lubuklinggau, 2020
Grafik 2.6 Indeks Pembangunan Manusia Tahun 2015 - 2019
Sumber : BPS Kota Lubuklinggau, 2020
2.2 Rencana Target Ekonomi Makro Pada Tahun 2021
Sejalan dengan kebijakan pembangunan nasional yang tertuang dakam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) dengan Tema RKP Tahun 2021: “Mempercepat Pemulihan Ekonomi dan Reformasi Sosial” dan Tema RKPD Provinsi Sumatera Selatan tahun 2021 yakni “Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat melalui Percepatan Pemulihan Ekonomi yang Inklusif, Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia dan Pelayanan Publik yang Prima”, maka arah kebijakan pembangunan ekonomi Kota Lubuklinggau pada tahun 2021 adalah “Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat Melalui Pemulihan Ekonomi dan Penguatan Ketahanan Sosial”, dengan sasaran dan target yang harus dicapai antara lain:
1. Pertumbuhan ekonomi berkisar 3,79-5,65 persen
2. Tingkat inflasi berkisar antara 2,58-3,0 persen;
3. Sasaran tingkat kemiskinan pada kisaran 13,11 – 13,56 persen;
4. IPM menjadi 74,48-75,49; dan
5. Tingkat pengangguran terbuka 4,9-7,15 persen;
Untuk mendukung arah kebijakan tersebut, strategi pelaksanaan pembangunan dituangkan ke dalam 8 (delapan) Prioritas Daerah, yaitu:
1. Pengembangan Pariwisata, perdagangan dan Industri Sebagai Pendorong Ekonomi;
Prioritas Pengembangan Pariwisata, perdagangan dan Industri Sebagai Pendorong Ekonomi dilaksanakan untuk meningkatkan nilai tambah, pendapatan masyarakat dan lapangan kerja pada sektor unggulan industri, pariwisata dan ekonomi melalui
1) pengembangan dan pemberdayaan industri,
2) mengembangkan usaha perdagangan,
3) pengembangan dan pengelolaan pasar tradisional,
4) peningkatan pemberdayaan koperasi, usaha kecil dan dan menengah,
5) meningkatkan daya tarik pariwisata,
6) peningkatan pembudayaan olahraga,
7) meningkatkan Konektivitas Wilayah,
8) peningkatan Layanan Sistem Transportasi Perkotaan dan
9) peningkatan partisipasi masyarakat dalam pembangunan di kecamatan.
2. Pengembangan Infrastruktur Ekonomi Untuk Mendukung Iklim Usaha dan Investasi
Prioritas Pengembangan Infrastruktur Ekonomi Untuk Mendukung Iklim Usaha dan Investasi ini ditetapkan sebagai upaya percepatan terpenuhinya pelayanan infrastruktur wilayah terutama infrastruktur strategis untuk meningkatkan daya tarik Kota Lubuklinggau sebagai daerah tujuan investasi dengan tetap mengedepankan prinsip pembangunan berkelanjutan. Hal tersebut dilakukan dengan cara:
1) Meningkatkan keamanan wilayah dan penciptaan K3,
2) terbentuknya kawasan industri dan penyelenggaraan Infrastruktur Pendukung Kawasan,
3) peningkatan sinkronisasi pembangunan yang mengacu kepada RTRW; dan
4) perwujudan keterbukaan informasi publik.
3. Penyederhanaan Birokrasi Untuk Mendorong Investasi
Prioritas ini ditetapkan untuk:
a. mewujudkan kualitas penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan publik yang transparan, akuntabel dan partisipatif dengan meningkatkan efisiensi dan efektivitas dalam penyelenggaraan pemerintahan, meningkatkan akuntabilitas dan transparansi penyelenggaraan pemerintahan, meningkatkan profesionalisme dan kompetensi sumberdaya aparatur dan mengembangkan sistem pengelolaan keuangan dan aset daerah yang mendukung peningkatan penerimaan daerah; optimalisasi belanja daerah dan pemanfaatan aset daerah secara optimal;
b. mewujudkan peningkatan kapasitas kelembagaan dan aparatur pemerintah yang berorientasi pada prinsip-prinsip clean goverment dan good governance; dan
c. penerapan sistem hukum dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah dan Peningkatan pelayanan administrasi kependudukan dan catatan sipil.
Fokus kerja dalam prioritas ini adalah meliputi peningkatan:
1) Penerapan Teknologi Informasi Pendukung Pelayanan Publik;
2) Penerapan Inovasi Layanan;
3) Kualitas Data Kependudukan; dan
4) OPD yang menjadi Zona Integritas menuju WBK/WBBM.
4. Pelayanan Pendidikan yang Berkualitas / Berkarakter dan Merata
Prioritas ini ditetapkan untuk mewujudkan peningkatan taraf pendidikan masyarakat melalui :
1) Peningkatan Mutu Pendidikan,
2) Peningkatan Sarana Pendidikan Berkualitas yang merata, dan
3) Peningkatan Aksesibilitas Membaca Masyarakat
5. Pelayanan Kesehatan yang Berkualitas dan Unggul
Prioritas ini ditetapkan untuk mewujudkan peningkatan derajat kesehatan masyarakat melalui peningkatan
1) status kesehatan ibu dan anak,
2) mutu pelayanan kesehatan dasar masyarakat,
3) kemandirian masyarakat untuk hidup sehat;
4) pengendalian penyakit;
5) kualitas layanan rumah saki; dan
6. Penguatan Jaring Pengaman Sosial Daerah
Prioritas ini ditetapkan untuk mewujudkan Perlindungan sosial dilakukan dengan tujuan menurunnya tingkat kedalaman dan tingkat keparahan kemiskinan melalui
1) Meningkatnya mutu pelayanan kesehatan dasar masyarakat;
2) Meningkatnya gizi masyarakat;
3) Meningkatnya Akses Pendidikan;
4) Terkendalinya laju pertumbuhan punduduk dari kelahiran;
5) Meningkatnya kualitas pelayanan penanggulangan bencana;
6) Meningkatnya kualitas Perumahan; dan
7) Meningkatnya Kesempatan kerja
8) penyelengaraan jaminan kesehatan bagi penduduk miskin Fokus prioritas ini Pembayaran Premi BPJS bagi warga
miskin, Bantuan Pangan Non Tunai Lokal dan Bantuan Sosial, Menurunnya Stunting dan wasting pada balita; Meningkatnya Kepersertaan KB Masyarakat; dan Meningkatnya sarana prasrana dan logistik penanggulangan bencana.
7. Penyediaan Infrastruktur Dasar Untuk Penyehatan Lingkungan
Prioritas ini ditetapkan untuk mewujudkan infrastruktur sebagai penunjang kesejahteraan masyarakat dengan tujuan Meningkatkan infrastruktur dasar melalui:
1) peningkatan Kualitas Lingkungan Perumahan;
2) Meningkatnya kualitas jaringan jalan dan Jembatan;
3) Meningkatnya Sarana dan Prasarana keciptakaryaan; dan
4) Menurunnya pencemaran lingkungan hidup.
8. Pemantapan Ketahanan pangan daerah
Prioritas ini ditetapkan untuk mewujudkan penguatan ketahanan pangan di daerah melalui:
1) peningkatan produktivitas pertanian; dan
2) pemenuhan pangan masyarakat
Fokus prioritas ini adalah perwujudan Sumber Daya Air yang handal peningkatan pengelolaan on farm dan off farm pertanian.
Selain 8 prioritas daerah tersebut, untuk mendukung arah kebijakan pembangunan daerah dan strategi pelaksanaan pembangunan dituangkan ke dalam 4 (empat) kegiatan unggulan menuju Ayo ngelong Ke lubuklinggau pada tahun 2022, yaitu:
1. “Ayo Ngelong Ke Lubuklinggau 22.2.22”
Kegiatan ini merupakan kegiatan unggulan Pemerintah Kota Lubuklinggau pada periode pembangunan 2018-2023. Kegiatan ini telah di launching pada tanggal 17 Oktober 2019 pada saat peringatan HUT ke-18 Kota Lubuklinggau. Kegiatan ini dilaksanakan bertujuan agar orang berkunjung ke Kota Lubuklinggau. Sepanjang tahun 2022 akan dilaksanakan berbagai kegiatan yang berskala daerah, regional, nasional bahkan international. Penyelenggaraan pertemuan antar pemerintahan daerah baik bersekala regional maupun nasional; penyelenggaraan pertemuan organisasi profesi skala daerah, regional dan nasional; penyelenggaraan kegiatan olahraga, penyelenggaraan kegiatan kepemudaan; penyelenggaraan kegiatan sosial dan penyelenggaraan kegiatan lainnya. Kegiatan ini diharapkan mampu meningkatkan kegiatan perekonomian masyarakat Kota Lubuklinggau. Fokus kegiatan ini pada tahun 2021 adalah persiapan pelaksanaan kegiatan Ayo Ngelong Ke Lubuklinggau 22.2.22; kegiatan unggulan tingkat OPD dalam rangka mensukseskan kegiatan Ayo Ngelong Ke Lubuklinggau
22.2.22; penyelenggaraan event tingkat daerah, regional, nasional dan international.
2. Pengembangan Infrastruktur
Kegiatan pengembangan infrastruktur merupakan kegiatan pembangunan infrastruktur guna memberikan dukungan terhadap kegiatan Ayo Ngelong ke Lubuklinggau 22.2.22. Fokus kegiatan ini pada tahun 2021 adalah pembangunan sarana dan prasarana Gedung Kantor Pemerintahan; pembangunan fasilitas umum untuk mendukung kegiatan Ayo Ngelong Ke Lubuklinggau 22.2.22; Pembangunan sarana dan prasarana transportasi; pembangunan sarana dan prasarana pendukung destinasi wisata.
3. Digitalisasi Pelayanan Publik
Penyelenggaran pelayanan publik yang cepat, mudah terjangkau serta berkualitas menjadi kewajiban yang harus dilakukan oleh pemerintah Kota Lubuklinggau kepada masyarakatnya. Untuk mewujudkan hal tersebut pemerintah Kota Lubuklinggau memerlukan transformasi pelayanan publik ke arah “digital” untuk mempercepat dan mempermuda layanan. Digitalisasi pelayanan publik menjadi keharusan dalam upaya meningkatkan transparansi dan meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat. Fokus kegiatan ini pada tahun 2021 adalah penyelesaian pembangunan smart city; tranformasi pelayanan publik menjadi pelayanan public berbasis digital; menyiapkan sarana dan prasarana pendukung digitalisasi pelayanan public.
4. Pelayanan Kesehatan
Pelayanan kesehatan pada masa pandemi Covid-19 dihadapkan pada menjaga keseimbangan antara pemenuhan kebutuhan penanganan pandemi dan pemenuhan pelayanan kesehatan “esensial”. Keseimbangan ini wajib dijaga agar tidak terjadi peningkatan kasus penyakit lain selain Covid-19. Yang dimaksud dengan pelayanan kesehatan esensial adalah
pelayanan kesehatan rutin dasar yang kebutuhannya akan terus ada di masyarakat. Fokus kegiatan ini adalah Pelaksanaan pelayanan kesehatan berbasis protokol kesehatan; Pengembangan pelayanan kesehatan berbasis teknologi informasi (telemedicine); Penanganan dan pencegahan Covid-19.
Untuk menjamin keterjangkauan pelayanan kesehatan bagi penduduk miskin pemerintah juga menyelenggarakan jaminan kesehatan penduduk miskin melalui pembayaran premi BPJS bagi penduduk miskin.
Keterkaitan antara Prioritas pembangunan Daerah dengan Kegiatan Unggulan tergambar pada grafik 2.7.
Grafik 2.7 Keterkaitan Prioritas Daerah dengan Kegiatan Unggulan
BAB III
ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD)
3.1. Asumsi dasar yang digunakan dalam APBN
Asumsi dasar ekonomi makro mencakup variabel yang dinilai memiliki dampak signifikan terhadap postur APBN. Dengan memperhatikan perkembangan terkini dan proyeksi perekonomian global dan domestik ke depan. Perkiraan asumsi dasar ekonomi makro dalam penyusunan postur RAPBN 2021 Asumsi dasar ekonomi makro yang digunakan sebagai dasar penyusunan RAPBN tahun 2021, terdiri atas tujuh indikator utama, yaitu:
1. Pertumbuhan ekonomi diperkirakan sebesar 4,5 - 5,5 persen.
2. Tingkat inflasi dapat terkendali dalam level 3,0 persen.
3. Tingkat suku bunga SPN 10 tahun tahun 2021 diperkirakan sebesar 7,29 persen.
4. Nilai tukar rupiah diperkirakan sebesar Rp14.600/USD.
5. Harga minyak mentah Indonesia (ICP) pada tahun 2021 diperkirakan sebesar USD 45/barel.
6. Lifting minyak pada tahun 2021 diperkirakan sebesar 705 ribu barel per hari (bph).
7. Sedangkan lifting gas pada tahun 2021 diperkirakan sebesar 1.007 ribu barel setara minyak per hari (bsmph).
Penyusunan asumsi dasar ekonomi makro tersebut mengacu pada sasaran-sasaran pembangunan jangka menengah yang terdapat pada RPJMN 2019—2024, sasaran-sasaran tahunan dalam RKP tahun 2021, dan perkembangan ekonomi domestik maupun global.
3.2. Laju Inflasi
Inflasi dapat didefinisikan sebagai tingkat kenaikan harga umum secara terus-menerus dalam periode tertentu. Dalam arti sempit, laju
inflasi merupakan peningkatan harga barang dan jasa kebutuhan masyarakat secara agregat. Inflasi yang tinggi menunjukkan terjadinya kenaikan harga barang dan jasa kebutuhan masyarakat sehari-hari yang cukup tinggi. Dengan kata lain, terjadi penurunan kemampuan daya beli masyarakat untuk memperoleh barang dan jasa atau nilai riil menurun. Hal ini tidak hanya merugikan golongan penduduk yang menerima upah tetap, tetapi prospek penanaman modal atau investasi di berbagai sektor kegiatan menjadi terhambat.
Masalah inflasi seringkali menjadi topik yang hangat dalam menganalisis perekonomian suatu daerah atau negara. Laju inflasi yang tinggi dan berlangsung terus-menerus dalam jangka waktu panjang akan mengakibatkan perkembangan perekonomian terhambat. Apabila tingkat inflasi sangat rendah atau bahkan deflasi dapat mengakibatkan resesi ekonomi. Beberapa hal yang menyebabkan masalah inflasi ini menjadi hal yang menarik untuk dikaji secara serius, antara lain:
1. inflasi domestik yang tinggi menyebabkan tingkat balas jasa riil terhadap asset finansial domestik menjadi lebih rendah, bahkan seringkali negatif, sehingga dapat mengganggu mobilisasi dana domestik dan bahkan dapat mengurangi tabungan domestik yang menjadi sumber dana investasi;
2. inflasi dapat menyebabkan daya saing barang ekspor berkurang dan dapat menimbulkan defisit dalam transaksi berjalan dan sekaligus dapat meningkatkan utang luar negeri;
3. inflasi dapat memperburuk distribusi pendapatan dengan terjadinya transfer sumberdaya dari konsumen dan golongan berpenghasilan tetap kepada produsen;
4. inflasi yang tinggi dapat mendorong terjadinya pelarian modal ke luar negeri; dan
5. inflasi yang tinggi dapat menyebabkan kenaikan tingkat bunga nominal yang dapat mengganggu tingkat investasi yang
dibutuhkan untuk memacu tingkat pertumbuhan ekonomi tertentu.
Inflasi di suatu daerah atau negara pada waktu tertentu dapat berbeda-beda tergantung pada indikator dan tahun dasar yang digunakan. Salah satu indikator yang digunakan adalah perubahan Indeks Harga Konsumen (IHK) atau Indeks Biaya Hidup (IBH).
IHK merupakan ukuran rata-rata perubahan harga dari suatu paket komoditas dalam kurun waktu tertentu atau antar waktu. Untuk memudahkan membaca dan membandingkan rata-rata perubahan harga antar waktu, IHK dihitung mulai tahun dasar. Berdasarkan persentase perubahan IHK tersebut dihitung besaran laju inflasi.
Tabel 3.1. Perkembangan Inflasi Tahunan (%years on years) Per Kelompok Kota Lubuklinggau Tahun 2016, 2017 dan Triwulan II Tahun 2018
Tahun/ Bulan | Umum | Bahan Makanan | Makanan Jadi, Minuman, Rokok & Tembakau | Perumahan, Air, Listrik, Gas & BB | Sandang | Kesehatan | Pendidikan, Rekreasi dan Olah Raga | Transpor, Komunikasi dan Jasa Keuangan | |
2015 | 1 | 6.07 | 5.19 | 8.33 | 6.90 | 4.38 | 7.38 | 1.55 | 6.51 |
2 | 5.75 | 3.56 | 8.57 | 7.29 | 5.03 | 7.36 | 2.01 | 5.75 | |
3 | 6.26 | 3.38 | 9.54 | 7.92 | 5.05 | 7.04 | 2.01 | 7.14 | |
4 | 7.02 | 4.85 | 10.07 | 8.08 | 6.39 | 7.04 | 2.12 | 8.17 | |
5 | 7.60 | 7.07 | 10.31 | 7.99 | 6.43 | 6.99 | 2.16 | 8.59 | |
6 | 7.49 | 6.88 | 10.28 | 7.75 | 6.72 | 6.95 | 2.32 | 8.31 | |
7 | 7.67 | 7.96 | 10.81 | 7.80 | 6.29 | 6.90 | 1.95 | 7.88 | |
8 | 7.88 | 7.85 | 10.80 | 7.21 | 6.69 | 7.21 | 2.03 | 9.50 | |
9 | 6.99 | 6.25 | 10.19 | 6.54 | 7.59 | 8.21 | 3.22 | 7.14 | |
10 | 6.27 | 5.10 | 10.87 | 5.23 | 7.32 | 7.83 | 3.24 | 6.24 | |
11 | 4.75 | 2.91 | 11.10 | 4.96 | 6.83 | 7.26 | 3.28 | 1.49 | |
2015 | 12 | 3.10 | 4.03 | 9.11 | 3.15 | 5.76 | 5.67 | 3.53 | (3.91) |
2016 | 1 | 4.64 | 7.69 | 8.23 | 2.99 | 5.36 | 3.63 | 3.18 | 0.98 |
2 | 5.07 | 9.60 | 9.40 | 2.16 | 4.54 | 4.26 | 2.36 | 1.71 | |
3 | 5.05 | 11.96 | 8.63 | 1.64 | 4.81 | 4.01 | 2.42 | 0.15 | |
4 | 4.24 | 10.84 | 9.07 | 1.35 | 3.71 | 4.21 | 2.46 | (2.40) | |
5 | 4.31 | 9.34 | 10.42 | 1.25 | 4.66 | 5.53 | 2.54 | (2.06) | |
6 | 4.37 | 7.97 | 11.05 | 1.33 | 6.62 | 6.53 | 2.53 | (1.94) | |
7 | 4.28 | 6.09 | 11.52 | 1.42 | 6.77 | 6.48 | 5.17 | (1.57) | |
8 | 3.69 | 4.11 | 12.76 | 1.43 | 6.65 | 6.50 | 4.95 | (3.03) |
9 | 4.38 | 7.14 | 12.14 | 1.41 | 6.23 | 5.60 | 3.74 | (2.03) | |
10 | 4.22 | 6.57 | 11.57 | 1.75 | 6.12 | 5.46 | 3.71 | (2.17) | |
11 | 4.14 | 6.73 | 10.94 | 1.81 | 5.88 | 5.52 | 3.38 | (2.32) | |
2016 | 12 | 3.58 | 3.65 | 10.02 | 1.58 | 5.57 | 5.40 | 3.03 | (0.30) |
2017 | 1 | 3.81 | 3.34 | 9.78 | 1.42 | 5.37 | 6.44 | 3.44 | 1.40 |
2 | 4.07 | 3.57 | 8.33 | 2.85 | 5.40 | 5.57 | 3.76 | 1.86 | |
3 | 3.71 | 2.28 | 8.07 | 2.96 | 5.00 | 5.53 | 3.74 | 1.81 | |
4 | 3.91 | 1.34 | 6.88 | 4.16 | 4.82 | 4.98 | 3.57 | 3.81 | |
5 | 3.91 | 2.52 | 5.21 | 5.01 | 3.61 | 3.58 | 3.44 | 3.54 | |
6 | 4.31 | 3.23 | 4.77 | 6.10 | 2.83 | 3.23 | 3.22 | 4.47 | |
7 | 3.32 | 1.27 | 4.03 | 5.76 | 2.24 | 3.34 | 0.62 | 3.74 | |
8 | 3.44 | 2.39 | 2.73 | 5.62 | 1.96 | 3.01 | 3.09 | 3.52 | |
9 | 3.00 | (0.03) | 2.93 | 5.59 | 1.75 | 2.85 | 3.09 | 4.29 | |
10 | 3.12 | 0.77 | 2.62 | 5.49 | 1.82 | 2.96 | 3.26 | 4.22 | |
11 | 2.94 | (0.44) | 2.49 | 5.59 | 2.01 | 2.83 | 3.29 | 4.72 | |
2017 | 12 | 2.96 | 0.78 | 2.56 | 5.64 | 2.44 | 2.70 | 3.31 | 2.94 |
2018 | 1 | 3.03 | 2.40 | 3.05 | 5.00 | 2.76 | 1.85 | 3.34 | 1.69 |
2 | 2.86 | 2.81 | 3.13 | 4.15 | 2.97 | 2.17 | 3.32 | 1.01 | |
3 | 3.35 | 4.02 | 3.18 | 4.24 | 2.94 | 2.45 | 3.30 | 1.91 | |
4 | 3.71 | 5.89 | 3.69 | 3.39 | 3.00 | 2.48 | 3.37 | 2.10 | |
5 | 3.21 | 4.59 | 4.20 | 2.67 | 3.07 | 2.47 | 3.39 | 1.46 | |
6 | 2.93 | 4.64 | 3.96 | 1.49 | 2.47 | 1.91 | 3.37 | 1.94 |
Sumber: BPS Provinsi Sumatera Selatan, diolah
Perkembangan Inflasi tahunan sampai dengan triwulan II tahun 2018 secara umum mengalami penurunan dengan puncaknya pada bulan juni sebesar 2,93 persen. Hal ini tidak terlepas dari kontribusi pengendalian pasokan Bahan Makanan sehingga inflasi dari Bahan Makanan dapat ditekan sampai semester 1 tahun 2018.
Perkiraan asumsi dasar inflasi dalam penyusunan RAPBD tahun anggaran 2021 adalah sebagai berikut :
1. Memperhatikan asumsi ekonomi makro penyusunan RAPBN 2021 bahwa tekanan inflasi dalam tahun 2021 diperkirakan akan terkendali dan berkisar 3,0 persen seiring dengan kecenderungan penurunan tekanan harga-harga komoditas dan energi di pasar internasional akan secara tidak langsung akan berdampak pada Kota Lubuklinggau, khususnya untuk komoditi dimana peran Pemerintah Pusat sangat besar dalam penentuan kebijakan fiskal dan moneter dalam rangka stabilitas harga;
2. Memperhatikan asumsi ekonomi makro penyusunan RAPBN 2021 bahwa rata–rata nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat dalam tahun 2021 diperkirakan relatif lebih stabil pada kisaran Rp. 14.600,- akan berdampak terhadap inflasi di Kota Lubuklinggau khususnya harga barang-barang tersier;
3. Inflasi harga-harga komoditi kelompok barang/jasa diwilayah Kota Lubuklinggau tahun 2021 yang sebagian besar merupakan dampak dari banyaknya permintaan kebutuhan barang/jasa dengan ketersediaan yang tidak mencukupi permintaan pasar. Pelemahan nilai tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat mutlak berperan pemicu peningkatan inflasi khusunya barang/jasa tingkat sekunder dan tersier;
4. Peningkatan peran dari instansi pemerintah terkait dalam rangka menjaga penekanan inflasi dalam sektor perdagangan barang/jasa dan ketersediaan serta kelancaran distribusi barang/jasa khususnya komoditi bahan pangan diwilayah Kota Lubuklinggau.
Beberapa upaya yang dapat dilakukan oleh Pemerintah Kota Lubuklinggau dalam menekan inflasi pada tahun 2021 antara lain :
1. Mengefektikan Satgas pengendali inflasi daerah Kota Lubuklinggau dan daerah daerah tetangga yang bertugas melakukan pengendalian inflasi baik dalam konteks proses maupun konten. Termasuk menyusun strategi penanganan inflasi menjelang hari- hari besar keagamaan yang lebih antisipatif dan tepat sasaran.
2. Perlunya untuk menjaga keseimbangan permintaan dan penawaran produk- produk pertanian melalui :
a. Produksi
• pemetaan lahan pertanian masing-masing lahan potensi;
• pembangunan sistem pola, waktu dan lokasi penanaman produk-produk pertanian;
• pembangunan sentra-sentra produksi pertanian (termasuk perikanan)
• pelipatgandaan jumlah petani pakar dan klaster ketahanan pangan
• peningkatan produktivitas pangan melalui pendampingan dan pelatihan serta dukungan infrastruktur pertanian
• pengembangan industri agribisnis di dekat sentra-sentra produksi bahan pangan untuk menjamin keberlanjutan absorpsi produk bahan pangan, khususnya pada saat surplus produksi
b. Distribusi
• pengembangan terminal agribisnis untuk penjualan produk pertanian bersama;
• perbaikan pola distribusi bahan pangan;
• pembentukan lembaga pengawas perdagangan.
3.3. Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto
Produk regional merupakan produk domestik setelah ditambah pendapatan yang mengalir ke dalam wilayah/ daerah tersebut, kemudian dikurangi pendapatan yang mengalir ke luar wilayah/daerah). Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa produk regional merupakan yang betul-betul dihasilkan oleh faktor-faktor produksi (tenaga kerja, tanah, modal, enterpreneur) yang dimiliki penduduk wilayah/daerah yang bersangkutan. Kegiatan produksi tersebut berkontribusi dalam membentuk suatu struktur perekonomian yang secara sektoral dapat bertumbuh sesuai dengan karakteristik wilayah tersebut. Kota Lubuklinggau struktur pembentukan Produk Domestik Regional Bruto didominasi oleh sektor tersier yang mencerminkan suatu daerah yang berkembang.
Perkembangan perekonomian Kota Lubuklinggau selama lima tahun terakhir cenderung mengalami peningkatan. Hal ini menunjukkan kinerja pembangunan daerah yang semakin baik. Selain itu, peningkatan tersebut mengindikasikan adanya peningkatan teknologi, sumber daya manusia, dan pendapatan masyarakat.
Tabel 3.4. Sasaran Makro Pertumbuhan Nilai PDRB Atas Harga Konstan Tahun 2019
No | Lapangan Usaha | 2014 | 2015 | 2016 | 2017 | 2018 (prediksi) | 2019 (Target) |
1 | 2 | 3 | 4 | 5 | 6 | 7 | 8 |
A | Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan | 202,147.40 | 213,954.50 | 222,244.30 | 228,454.00 | 237,545.93 | 247,023.49 |
B | Pertambangan dan Penggalian | 51,372.90 | 56,596.20 | 59,888.80 | 65,375.80 | 70,525.41 | 76,120.00 |
C | Industri Pengolahan | 198,260.50 | 212,243.00 | 227,610.40 | 245,833.30 | 263,007.83 | 281,419.36 |
D | Pengadaan Listrik dan Gas | 2,985.20 | 3,097.80 | 3,695.20 | 3,905.40 | 4,461.81 | 5,131.48 |
E | Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang | 8,420.60 | 9,072.50 | 9,231.60 | 9,078.50 | 9,516.92 | 9,999.18 |
F | Konstruksi | 801,311.80 | 803,220.30 | 862,130.90 | 931,318.30 | 985,327.01 | 1,042,500.34 |
G | Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor | 544,628.60 | 566,971.30 | 604,886.30 | 644,305.30 | 681,818.05 | 721,547.50 |
H | Transportasi dan Pergudangan | 185,410.90 | 207,785.80 | 221,849.30 | 241,061.40 | 261,731.59 | 284,216.76 |
I | Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum | 103,265.20 | 114,573.80 | 124,305.70 | 134,335.90 | 146,114.84 | 158,969.44 |
J | Informasi dan Komunikasi | 54,301.60 | 60,105.30 | 63,849.40 | 68,726.90 | 74,273.98 | 80,308.83 |
K | Jasa Keuangan dan Asuransi | 199,360.90 | 212,729.10 | 229,137.00 | 236,400.40 | 249,308.13 | 262,951.49 |
L | Real Estate | 280,154.20 | 307,390.40 | 333,710.10 | 356,917.50 | 384,712.29 | 414,711.73 |
M | Jasa Perusahaan | 36,863.10 | 38,645.20 | 41,220.90 | 44,371.80 | 47,265.78 | 50,382.48 |
N | Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib | 101,813.60 | 115,223.00 | 119,481.80 | 124,266.70 | 132,809.18 | 141,975.29 |
O | Jasa Pendidikan | 212,498.50 | 240,101.10 | 248,722.10 | 252,790.00 | 270,796.37 | 290,123.02 |
P | Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial | 74,120.50 | 80,392.50 | 81,552.70 | 84,265.00 | 88,978.08 | 93,985.70 |
Q | Jasa Lainnya | 177,757.70 | 186,808.20 | 192,498.00 | 203,697.20 | 213,228.01 | 223,231.96 |
Produk Domestik Regional Bruto /Gross Regional Domestic Product | 3,234,673. 30 | 3,428,910. 00 | 3,646,014. 50 | 3,875,103. 50 | 4,121,421.22 | 4,384,598.04 |
Tabel 3.5. Perkembangan Pertumbuhan PDRB Atas Harga Konstan Dan asumsi pertumbuhan PDRB Tahun 2018
No | Lapangan Usaha | 2013 | 2014 | 2015 | 2016 | 2017 | 2018 (prediksi) | 2019 (Target) |
1 | 2 | 3 | 4 | 5 | 6 | 7 | 8 | 9 |
A | Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan | 1.20 % | 3.26 % | 5.84% | 3.87% | 2.79% | 3.98% | 3.99% |
B | Pertambangan dan Penggalian | 0.95 % | 5.32 % | 10.17 % | 5.82% | 9.16% | 7.88% | 7.93% |
C | Industri Pengolahan | 3.03 % | 5.39 % | 7.05% | 7.24% | 8.01% | 6.99% | 7.00% |
D | Pengadaan Listrik dan Gas | 4.53 % | 7.54 % | 3.77% | 19.28 % | 5.69% | 14.25% | 15.01% |
E | Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang | 3.09 % | 7.67 % | 7.74% | 1.75% | - 1.66% | 4.83% | 5.07% |
F | Konstruksi | 3.94 % | 7.54 % | 0.24% | 7.33% | 8.03% | 5.80% | 5.80% |
G | Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor | 3.53 % | 5.90 % | 4.10% | 6.69% | 6.52% | 5.82% | 5.83% |
H | Transportasi dan Pergudangan | 4.92 % | 6.49 % | 12.07 % | 6.77% | 8.66% | 8.57% | 8.59% |
I | Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum | 4.02 % | 6.99 % | 10.95 % | 8.49% | 8.07% | 8.77% | 8.80% |
J | Informasi dan Komunikasi | 3.54 % | 6.71 % | 10.69 % | 6.23% | 7.64% | 8.07% | 8.13% |
K | Jasa Keuangan dan Asuransi | 3.84 % | 4.05 % | 6.71% | 7.71% | 3.17% | 5.46% | 5.47% |
L | Real Estate | 3.31 % | 5.72 % | 9.72% | 8.56% | 6.95% | 7.79% | 7.80% |
M,N | Jasa Perusahaan | 3.20 % | 5.70 % | 4.83% | 6.66% | 7.64% | 6.52% | 6.59% |
O | Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib | 3.05 % | 6.14 % | 13.17 % | 3.70% | 4.00% | 6.87% | 6.90% |
P | Jasa Pendidikan | 4.24 % | 10.03 % | 12.99 % | 3.59% | 1.64% | 7.12% | 7.14% |
Q | Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial | 2.27 % | 8.57 % | 8.46% | 1.44% | 3.33% | 5.59% | 5.63% |
R,S ,T,U | Jasa Lainnya | 1.36 % | 4.56 % | 5.09% | 3.05% | 5.82% | 4.68% | 4.69% |
Produk Domestik Regional Bruto /Gross Regional Domestic Product | 3.37 % | 6.30 % | 6.00% | 6.33% | 6.28% | 6.36% | 6.39% |
Perkiraan asumsi dasar pertumbuhan PDRB dalam penyusunan RAPBD tahun anggaran 2021 adalah sebagai berikut :
1. Dengan kebijakan percepatan realisasi pelaksanaan proyek-proyek infrastruktur di Kota Lubuklinggau diharapkan dapat memberikan kontribusi positif terhadap pertumbuhan ekonomi;
2. Pada laju pertumbuhan PDRB dari sisi pengeluaran, selaras dengan upaya dan kebijakan fiskal dari Pemerintah Pusat dan upaya konkrit Pemerintah Kota Lubuklinggau dalam memperlancar distribusi bahan pangan dan non pangan kebutuhan masyarakat dalam menekan inflasi, konsumsi masyarakat baik untuk konsumsi pangan dan non pangan dapat terjaga dengan kencenderungan meningkat dengan asumsi bahwa dengan inflasi terjaga maka daya beli masyarakat Kota Lubuklinggau dapat meningkat;
3. Dengan kebijakan pemerintah daerah dalam penganggaran lebih memperhatikan peningkatan belanja modal maka kontribusi pertumbuhan PDRB pada konsumsi pemerintah dapat meningkat;
4. Kebijakan Pemerintah Kota Lubuklinggau dalam monitoring efektif penyerapan anggaran dengan lebih menitikberatkan penyerapan anggaran pada semester pertama diharapkan dapat memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi diwilayah Kota Lubuklinggau;
5. Upaya Pemerintah Kota Lubuklinggau dalam harmonisasi kebijakan dan peningkatan sarana dan prasarana infrastruktur
pendukung untuk memberikan kemudahan berinvestasi bagi investor diharapkan dapat menjadi pemicu pertumbuhan ekonomi sehingga diharapkan dapat memberikan efek ganda dalam pembentukan modal tetap bruto dan penyerapan tenaga kerja penduduk di Kota Lubuklinggau;
6. Dengan upaya kebijakan pemerintah dalam pembangunan ekonomi disektor riil dibidang pariwisata, pengembangan UMKM diharapkan dapat memicu pertumbuhan ekonomi disektor riil dan berdampak positif pada pertumbuhan PDRB secara global.
BAB IV
KEBIJAKAN PENDAPATAN, BELANJA DAN PEMBIAYAAN DAERAH
Pengelolaan keuangan daerah yang meliputi Pendapatan Daerah, Belanja Daerah dan Pembiayaan Daerah harus dikelola semaksimal mungkin agar tujuan pembangunan yang dilaksanakan dapat tercapai dan kebocoran pengelolaan dapat dihindari, hal tersebut akan dapat tercapai apabila didukung dengan sumber daya manusia pengelola keuangan daerah yang profesional, bijak dan punya komitmen wawasan maju kedepan, adanya regulasi yang jelas, adanya sarana prasarana yang baik dan modern, ada program kerja yang tepat, berkesinambungan dan dapat dipertanggungjawabkan baik secara hukum maupun kepada publik karena pengelolaan keuangan daerah yang profesional, transparan dan partisipatif merupakan urat nadinya pembangunan daerah.
Pengelolaan keuangan daerah sebagaimana telah diatur dengan beberapa regulasi yang mengikat dan jelas dan tegas diantaranya Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan sebagai pengganti Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005, dan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, selanjutnya ditindaklanjuti dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 90 Tahun 2019 tentang Klasifikasi, Kodefikasi dan Nomenklatur Perencanaan Pembangunan dan Keuangan Daerah yang telah mengalami pemuktahiran dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri nomor 050-3708 Tahun 2020 tentang Hasil Verifikasi dan Validasi Pemuktahiran Klasifikasi, Kodefikasi dan Nomenklatur Perencanaan Pembangunan dan Keuangan Daerah.
Dengan berlakunya kebijakan otonomi daerah, Pemerintah daerah diharapkan dapat melakukan keselarasan program dan kegiatan yang akan dilaksanakan pada tahun 2021 baik kepada Pemerintah Provinsi maupun kepada Pemerintah pusat sesuai dengan kondisi daerah masing masing dan diharapkan dapat memanfaatkan seluruh sumber daya yang ada di daerah agar peningkatan kesehjahteran rakyat yang berkeadilan dapat tercapai.
Kebijakan tersebut diatas juga tidak melupakan titik berat kepada recovery akibat pandemi covid-19 yang sebagian besar mempengaruhi ekonomi pembangunan Indonesia pada tahun 2021.
Kebijakan Umum Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (KU-APBD) Kota Lubuklinggau Tahun Anggaran 2021 disusun berdasarkan urusan pemerintahan
daerah, wajib dan pilihan sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 90 Tahun 2019 tentang Klasifikasi, Kodefikasi dan Nomenklatur Perencanaan Pembangunan dan Keuangan Daerah yang telah mengalami pemuktahiran dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri nomor 050-3708 Tahun 2020 tentang Hasil Verifikasi dan Validasi Pemuktahiran Klasifikasi, Kodefikasi dan Nomenklatur Perencanaan Pembangunan dan Keuangan Daerah. KU-APBD Tahun Anggaran 2021 memuat kebijakan anggaran dan gambaran kondisi kemampuan keuangan daerah Kota Lubuklinggau.
Kebijakan anggaran tersebut terdiri dari kebijakan pendapatan daerah, kebijakan belanja daerah dan kebijakan pembiayaan daerah untuk pembangunan daerah pada Tahun Anggaran 2021, sebagaimana uraian berikut ini.
4.1. PENDAPATAN DAERAH
Dalam konteks keuangan daerah, yang dimaksud dengan Pendapatan Daerah adalah hak‐hak pemerintah daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih, yang didapat dari sumber penerimaan internal maupun eksternal pemerintah daerah. Sumber penerimaan pendapatan daerah secara garis besar mencakup pendapatan asli daerah, pendapatan dari dana perimbangan pusat‐daerah, dan lain‐lain sumberpendapatan yang sah. Pendapatan daerah dari sumber pendapatan asli daerah didapat dari penerimaan pajak‐pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan sumber pendapatan asli daerah lainnya yang yang sah. Kemudian pendapatan daerah dari sumber dana perimbangan didapat dari bagi hasil pajak dan bukan pajak, dana alokasi umum, dan dana alokasi khusus yang mana kebijakan penetapannya merupakan kewenangan Pemerintah (pusat). Selanjutnya, untuk pendapatan dari sumber lain‐lain pendapatan daerah yang sah didapat dari penerimaan dana bagi hasil pajak dari provinsi dan pemerintah daerah lainnya, dana penyesuaian/otonomi khusus, bantuan keuangan dari provinsi atau pemerintah daerah lainnya, dan dana penguatandesentralisasi fiskal dan percepatan pembangunan daerah.
Kebijakan perencanaan Pendapatan Daerah Tahun 2021 dengan uraian
sebagai berikut :
1. Intensifikasi dan ekstensifikasi penerimaan pajak dan retribusi daerah, dengan tetap berpedoman pada prinsip keadilan dan sesuai peraturan
perundang-undangan yang berlaku serta tidak memberatkan masyarakat dan dunia usaha;
2. Pemutakhiran data potensi dan data pendukung sebagai dasar penghitungan Bagi Hasil Dana Perimbangan;
3. Melaksanakan kegiatan yang berorientasi pada terciptanya peningkatan sumber-sumber penerimaan baru;
4. Meningkatkan kapasitas sumber daya aparatur dalam teknis pengelolaan sumber-sumber pendapatan daerah;
5. Meningkatkan pelaksanaan pengawasan yang berkesinambungan terhadap sumber-sumber pendapatan;
6. Perbaikan atau pengelolaan sistem dan prosedur pengelolaan pelayanan penerimaan pendapatan asli daerah;
7. Peningkatan sarana dan prasarana pelayanan penerimaan pendapatan asli daerah.
Untuk mendukung kebijakan dimaksud, diterapkan pula norma dan prinsip anggaran yang berbasis kinerja, antara lain:
1. Transparansi dan akuntabilitas, yang merupakan persyaratan utama untuk menciptakan pemerintahan yang baik, bersih dan bertanggungjawab, sesuai Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi. Untuk dapat menilai kinerja dan tanggungjawab pemerintah daerah dalam mensejahterakan masyarakat, maka APBD harus menyajikan informasi yang jelas tentang tujuan, sasaran dan manfaat yang diperoleh masyarakat dari pelaksanaan setiap program dan kegiatan yang ditampung dalam APBD tahunan;
2. Disiplin anggaran, dimana struktur dan penekanan alokasi anggaran harus berorientasi pada kebutuhan masyarakat tanpa meninggalkan kesinambungan penyelenggaran pemerintahan era sebelumnya, pembangunan dan pelayanan umum. Karena itu, anggaran harus disusun berdasarkan azas efisiensi, tepat guna, tepat waktu dan dapat dipertanggungjawabkan;
3. Keadilan anggaran, yakni norma yang mewajibkan APBD disusun demi kepentingan pelayanan umum tanpa diskriminasi;
4. Efesiensi dan efektivitas anggaran, yakni n +orma yang mewajibkan anggaran dimanfaatkan sebaik mungkin untuk menghasilkan
kesejahteraan dan meningkatkan laju pertumbuhan.
Arah kebijakan yang perlu diambil dalam melaksanakan upaya‐upaya peningkatan pendapatan daerah melalui penggalian potensi dan penyuluhan kepada masyarakat perlu disertai dengan tertib administrasi sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku, Demikian pula peningkatan kualitas pelayanan publik yang dilaksanakan secara profesional melalui peningkatan kompetensi aparatur daerah,kualitas kinerja layanan lembaga serta penyederhanaan prosedur pengelolaan pendapatan daerah menuju terpenuhinya kepuasan pelayanan publik, Dalam upaya peningkatan pendapatan daerah yang berorientasi pada kepuasan pelayanan publik, maka strategi kebijakan di bidang pendapatan TA 2021 diarahkan pada upaya sebagai berikut :
1. Penggalian potensi Pendapatan Daerah melalui penyusunan Database Potensi;
2. Peningkatan partisipasi publik (swasta dan masyarakat) dalam pendapatan daerah melalui penerapan insentif dan disinsentif;
3. Peningkatan kualitas aparatur pendapatan daerah;
4. Optimalisasi sistem dan tata laksana pendapatan daerah, termasuk kualitas hubungan dan kerja sama antar SKPD penghasil;
5. Peningkatan keterlibatan seluruh stakeholder pendapatan daerah melalui koordinasi dan kemitraan;
6. Penegakan peraturan bidang pendapatan daerah melalui sosialisasi dan penertiban;
7. Optimalisasi penggunaan tapping box.
Upaya peningkatan pendapatan daerah dilakukan secara berkesinambungan dan dengan memperhatikan kemampuan daerah. Dengan demikian, perlu tahapan prioritas sebagai berikut:
1. Review dan penetapan dasar hukum Pajak Daerah, Retribusi Daerah dan Pendapatan Lain‐lain dan melakukan penyesuaian tarif untuk obyek pajak tertentu;
2. Penataan Administrasi Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dan
Pendapatan Lain‐lain;
3. Perumusan kembali Kebijakan Umum Pendapatan Daerah;
4. Koordinasi konsultasi dan pembinaan Pengelolaan Pendapatan Daerah
5. Intensifikasi dan ekstensifikasi Pendapatan Daerah;
6. Peningkatan kesadaran masyarakat dalam bidang Pendapatan Daerah ;
7. Peningkatan kompetensi aparatur pemungut pendapatan;
8. Peningkatan sarana dan prasarana pelayanan;
9. Penataan bidang perencanaan, pelaporan dan evaluasi pendapatan;
10. Pengembangan sumber‐sumber pendapatan.
Sumber Pendapatan Daerah terdiri dari tiga komponen utama, yaitu Pendapatan Asli Daerah, Pendapatan Transfer, dan Lain-lain Pendapatan Daerah yang sah. Penerimaan pendapatan daerah tahun 2021 direncanakan mencapai Rp. 869,876,552,545.00 Rincian sumber pendapatan daerah tersebut adalah sebagai berikut:
Tabel 4.1
Realisasi dan Proyeksi/Target Pendapatan Tahun 2018 s/d 2021
URAIAN | TARGET | |||
2018 | 2019 | 2020 | 2021 | |
PENDAPATAN DAERAH | 892.294.860.800 | 1.026.662.510.64 5 | 1.027.157.790.038 | 961,390,120,295.0 0 |
PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) | 101.818.673.241 | 101.411.322.487 | 59.111.638.223 | 108,035,966,287.0 0 |
Pajak Daerah | 38.458.611.583 | 41.196.544.298 | 30.231.815.023 | 51,631,946,287.00 |
Retribusi Daerah | 7.034.166.900 | 4.441.085.050 | 5.458.823.200 | 7,529,020,000.00 |
Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan | 1.722.814.965 | 1.874.875.354 | - | 1,850,000,000.00 |
Lain-lain PAD yang Sah | 54.603.079.793 | 53.898.817.785 | 23.421.000.000 | 47,025,000,000.00 |
PENDAPATAN TRANSFER | 790.476.187.559 | 896.653.588.158 | 962.380.151.815 | 847 ,688,154,008.00 |
Pendapatan Transfer Pemerintah Pusat | 723.905.116.266 | 774.751.781.295 | 816.622.201.966 | 683 ,594,168,750.00 |
Pendapatan Transfer Antar | 66.571.071.293 | 121.901.806.863 | 145.757.949.849 | 16 4,093,985,258.00 |
Daerah | ||||
LAIN-LAIN PENDAPATAN DAERAH YANG SAH | - | 28.597.600.000 | 5.666.000.000 | 5,666,000,000.00 |
Pendapatan Hibah | - | 28.597.600.000 | 5.666.000.000 | 5,666,00 0,000.00 |
Dana Darurat | - | - | - | - |
Lain-lain Pendapatan Sesuai dengan Ketentuan Peraturan Perundang- Undangan | - | - | - | - |
Sumber : Bappedalitbang Lubuklinggau, 2020
4.2. Arah Kebijakan Belanja Daerah
Belanja daerah harus digunakan untuk pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota yang terdiri dari urusan wajib dan urusan pilihan yang ditetapkan dengan ketentuan perundang-undangan. Belanja penyelenggaraan urusan wajib diprioritaskan untuk melindungi dan meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat dalam upaya memenuhi kewajiban daerah yang diwujudkan dalam bentuk peningkatan pelayanan dasar, pendidikan, kesehatan, fasilitas sosial dan fasilitas umum yang layak serta mengembangkan sistem jaminan sosial, serta recovery ekonomi pasca pandemi covid-19. Untuk itu dalam menghitung perkiraan anggaran belanja masih berpedoman pada perkiraan perolehan anggaran pendapatan. Berdasarkan kemampuan keuangan daerah serta memperhatikan tujuan dan sasaran pembangunan yang akan dicapai, maka alokasi pendanaan pembangunan dituntut lebih transparan, efisien, efektif, dan akuntabel serta berorientasi pada money follow program berbasis money follow function dimana pendekatan penganggaran lebih fokus pada program atau kegiatan yang terkait langsung dengan prioritas daerah serta memberikan dampak langsung bagi masyarakat dengan pendekatan pada tugas dan fungsi pokok organisasi perangkat daerah (OPD)
Belanja Daerah dipergunakan dalam rangka mendanai pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Kota Lubuklinggau yang terdiri dari urusan wajib, urusan pilihan dan urusan yang penanganannya
dalam bidang tertentu yang dapat dilaksanakan bersama antara pemerintah dan pemerintah daerah atau antar pemerintah daerah yang ditetapkan dengan ketentuan perundang-undangan.
Dalam menentukan besaran belanja yang dianggarkan senantiasa akan berlandaskan pada prinsip disiplin anggaran, yaitu prinsip kemandirian yang selalu mengupayakan peningkatan sumber-sumber pendapatan sesuai dengan potensi daerah, prinsip prioritas yang diartikan bahwa pelaksanaan anggaran selalu mengacu pada prioritas utama pembangunan daerah, prinsip efisiensi dan efektifitas anggaran yang mengarahkan bahwa penyediaan anggaran dan penghematan sesuai dengan skala prioritas.
Belanja daerah selain untuk mendanai pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah, juga digunakan untuk mendanai pelaksanaan unsur pendukung, unsur penunjang, unsur pengawas, unsur kewilayahan, unsur pemerintahan umum dan unsur kekhususan.
Selanjutnya, dalam pengalokasian belanja, difokuskan pada kegiatan yang berorientasi produktif dan memiliki manfaat untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia, pelayanan publik, pertumbuhan ekonomi daerah. Berkaitan dengan hal tersebut, Pemerintah Daerah juga mengalokasikan belanja untuk mendanai urusan Pemerintahan Daerah yang besarannya telah ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan, antara lain alokasi belanja untuk fungsi pendidikan, kesehatan, infrastruktur, pengawasan, peningkatan kompetensi sumber daya manusia, dan kelurahan atau desa.
Dalam penyusunan anggaran belanja daerah terdiri atas Struktur belanja daerah diuraikan sebagai berikut:
a. Belanja Operasi
Belanja operasi merupakan pengeluaran anggaran untuk kegiatan sehari-hari Pemerintah Daerah yang memberi manfaat jangka pendek. Belanja operasi dirinci atas jenis:
1) Belanja Pegawai
Belanja pegawai digunakan untuk menganggarkan kompensasi yang diberikan kepada Kepala Daerah, wakil Kepala Daerah,
pimpinan dan anggota DPRD, serta pegawai ASN dan ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. Penganggaran belanja pegawai antara lain berupa gaji/uang representasi dan tunjangan, tambahan penghasilan pegawai ASN, belanja penerimaan lainnya pimpinan dan anggota DPRD serta Kepala Daerah dan wakil Kepala Daerah, insentif pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah/jasa layanan lainnya yang diamanatkan dalam peraturan perundangundangan, dan honorarium.
2) Belanja Barang dan Jasa
Belanja barang dan jasa digunakan untuk menganggarkan pengadaan barang/jasa yang nilai manfaatnya kurang dari 12 (dua belas) bulan, termasuk barang/jasa yang akan diserahkan atau dijual kepada masyarakat/pihak ketiga/pihak lain dalam rangka melaksanakan program dan kegiatan Pemerintahan Daerah guna pencapaian sasaran prioritas daerah yang tercantum dalam RPJMD pada SKPD terkait serta diuraikan menurut objek, rincian objek, dan sub rincian objek.
Barang dan jasa dimaksud antara lain berupa belanja barang pakai habis, bahan/material, jasa kantor, jasa asuransi, perawatan kendaraan bermotor, cetak/penggandaan, sewa rumah/gedung/ gudang/parkir, sewa sarana mobilitas, sewa alat berat, sewa perlengkapan dan peralatan kantor, makanan dan minuman, pakaian dinas dan atributnya, pakaian kerja, pakaian khusus dan hari-hari tertentu, perjalanan dinas, perjalanan dinas pindah tugas, pemulangan pegawai, pemeliharaan, jasa konsultansi, jasa ketersediaan pelayanan (availability payment), lain-lain pengadaan barang/jasa, belanja lainnya yang sejenis, belanja barang dan/atau jasa yang diserahkan kepada masyarakat/pihak ketiga/pihak lain, belanja barang dan/atau jasa yang dijual kepada masyarakat atau pihak ketiga/pihak lain, belanja beasiswa pendidikan
ASN, belanja kursus, pelatihan, sosialisasi dan bimbingan teknis PNS, dan belanja pemberian uang yang diberikan kepada pihak ketiga/pihak lain/masyarakat.
3) Belanja Bunga
Belanja bunga digunakan Pemerintah Daerah untuk menganggarkan pembayaran bunga utang yang dihitung atas kewajiban pokok utang berdasarkan perjanjian pinjaman sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Belanja bunga antara lain berupa belanja bunga utang pinjaman dan belanja bunga utang obligasi.
4) Belanja Subsidi
Pemerintah Daerah dapat menganggarkan belanja subsidi kepada BUMD penyelenggara Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM),dalam APBD Tahun Anggaran 2021 agar harga jual produksi atau jasa yang dihasilkan oleh badan usaha milik negara, BUMD dan/atau badan usaha milik swasta, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang menghasilkan produk atau jasa pelayanan dasar masyarakat.
5) Belanja Hibah dan Bantuan Sosial
a) Belanja Hibah digunakan untuk menganggarkan pemberian hibah kepada pemerintah atau pemerintah daerah lainnya, perusahaan daerah, masyarakat, dan organisasi kemasyarakatan yang secara spesifik telah ditetapkan peruntukannya dan diberikan secara selektif dengan mempertimbangkan kemampuan keuangan daerah, rasionalitas serta ditetapkan dengan keputusan kepala daerah,
b) Belanja Bantuan Sosial, dianggarkan dalam rangka menjalankan dan memelihara fungsi pemerintahan di bidang kemasyarakatan dan kesejahteraan masyarakat yang diberikan dalam bentuk uang dan/atau barang kepada kelompok / anggota masyarakat, Pada APBD Tahun Anggaran 2021, anggaran belanja bantuan sosial ditetapkan untuk diberikan kepada organisasi kemasyarakatan berupa organisasi/kegiatan keagamaan, organisasi /kegiatan kepemudaan,bantuan kegiatan kemasyarakatan, kegiatan sosial,
kegiatan kependidikan dan bantuan organisasi profesi, Penganggaran untuk belanja bantuan sosial dimaksud sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2011 yang telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 99 Tahun 2019, harus dibatasi jumlahnya dan diberikan secara selektif, tidak terus menerus/tidak mengikat serta memiliki kejelasan peruntukan penggunaannya dengan mempertimbangkan kemampuan keuangan daerah, Bantuan sosial yang diberikan secara tidak terus menerus/tidak mengikat diartikan bahwa pemberian bantuan tersebut tidak wajib dan tidak harus diberikan setiap tahun anggaran, Selain itu, dalam menetapkan kebijakan anggaran untuk bantuan sosial harus mempertimbangkan rasionalitas dan kriteria yang jelas dengan memperhatikan asas manfaat, keadilan, kepatutan, transparan, akuntabilitas dan kepentingan masyarakat luas, Penyediaan anggaran untuk bantuan sosial harus dijabarkan dalam rincian obyek belanja sehingga jelas penerimanya serta tujuan dan sasaran penggunaannya;
b. Belanja Modal
Belanja modal digunakan untuk menganggarkan pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pengadaan aset tetap dan aset lainnya. Pengadaan aset tetap tersebut memenuhi kriteria:
1) mempunyai masa manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan;
2) digunakan dalam kegiatan Pemerintahan Daerah; dan
3) batas minimal kapitalisasi aset tetap.
Batas minimal kapitalisasi aset tetap diatur dalam Peraturan Kepala Daerah. Nilai aset tetap yang dianggarkan dalam belanja modal tersebut adalah sebesar harga beli atau bangun aset ditambah seluruh belanja yang terkait dengan pengadaan/pembangunan aset sampai aset siap digunakan, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
c. Belanja Tidak Terduga
Belanja tidak terduga merupakan pengeluaran untuk keadaan darurat termasuk keperluan mendesak yang tidak dapat diprediksi sebelumnya serta pengembalian atas kelebihan pembayaran atas
penerimaan daerah tahun-tahun sebelumnya. Belanja tidak terduga Tahun Anggaran 2021 dianggarkan secara memadai dengan mempertimbangkan kemungkinan adanya kebutuhan yang antara lain sifatnya tidak dapat diprediksi sebelumnya, di luar kendali Pemerintah Daerah, pengeluaran daerah lainnya yang apabila ditunda akan menimbulkan kerugian yang lebih besar bagi Pemerintah Daerah dan/atau masyarakat serta amanat peraturan perundang-undangan.
Proyeksi/Target Belanja Tahun 2020 s/d 2021 dituangkan dalam Tabel 4.2.
Tabel 4.2
Proyeksi/Target Belanja Tahun 2020 s/d 2021
URAIAN | ||
2020 | 2021 | |
BELANJA DAERAH | 1.022.990.186.13 1 | 1,158,890,120,295.00 |
BELANJA OPERASI | 656.205.374.812 | 807,721,310,840.00 |
Belanja Pegawai | 403.517.348.721 | 474,020,268,289.00 |
Belanja Barang dan Jasa | 233.293.141.091 | 104,393,157,115.00 |
Belanja Bunga | - | - |
Belanja Subsidi | - | - |
Belanja Hibah | 17.885.199.000 | 8,232,591,600.00 |
Belanja Bantuan Sosial | 1.509.686.000 | 585,000,000.00 |
BELANJA MODAL | 331.496.095.242 | 348,668,809,455.00 |
Belanja Modal Tanah | - | 9,545,000,000.00 |
Belanja Modal Peralatan dan Mesin | - | 33,746,430,142.00 |
Belanja Modal Gedung dan Bangunan | - | 68,951,859,838.00 |
Belanja Modal Jalan, Jaringan, dan Irigasi | - | 233,452,271,095.00 |
Belanja Modal Aset Tetap Lainnya | - | 2,973,248,380.00 |
BELANJA TIDAK TERDUGA | 34.789.402.076 | 2,500,000,000.00 |
Belanja Tidak Terduga | 34.789.402.076 | 2,500,000,000.00 |
BELANJA TRANSFER | 499.314.000 | - |
TARGET
Belanja Bagi Hasil | - | - |
Belanja Bantuan Keuangan | 499.314.000 | - |
Sumber : Bappedalitbang Lubuklinggau, 2020
4.3. Belanja Daerah berdasarkan Arah Kebijakan Pembangunan Daerah
Berpedoman pada prinsip-prinsip penganggaran, belanja daerah tahun 2021 disusun dengan pendekatan anggaran kinerja yang berorientasi pada pencapaian hasil dari input yang direncanakan dengan memperhatikan prestasi kerja setiap satuan kerja perangkat daerah dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya, Ini bertujuan untuk meningkatkan akuntabilitas perencanan anggaran serta menjamin efektivitas dan efisiensi penggunaan anggaran ke dalam program/kegiatan, dengan berpedoman pada RKPD Kota Lubuklinggau Tahun 2021, tema pembangunan Kota Lubuklinggau pada tahun 2021 adalah : “Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat Melalui Pemulihan Ekonomi dan Penguatan Ketahanan Sosial”, Berdasarkan isu strategis dan berbagai permasalahan yang ada 8 prioritas pembangunan Kota Lubuklinggau pada tahun 2021 seperti tertuang pada RKPD Kota Lubuklinggau Tahun 2021, sebagai berikut:
1. Pengembangan Pariwisata, perdagangan dan Industri Sebagai Pendorong Ekonomi;
2. Pengembangan Infrastruktur Ekonomi Untuk Mendukung Iklim Usaha dan Investasi
3. Penyederhanaan Birokrasi Untuk Mendorong Investasi
4. Pelayanan Pendidikan yang Berkualitas / Berkarakter dan Merata
5. Pelayanan Kesehatan yang Berkualitas dan Unggul
6. Penguatan Jaring Pengaman Sosial Daerah
7. Penyediaan Infrastruktur Dasar Untuk Penyehatan Lingkungan
8. Pemantapan Ketahanan pangan daerah
Selain 8 prioritas daerah tersebut, untuk mendukung arah kebijakan pembangunan daerah dan strategi pelaksanaan pembangunan dituangkan ke dalam 4 (empat) kegiatan unggulan menuju Ayo ngelong Ke lubuklinggau pada tahun 2022, yaitu:
1. “Ayo Ngelong Ke Lubuklinggau 22.2.22”
2. Pengembangan Infrastruktur
3. Digitalisasi Pelayanan Publik
4. Pelayanan Kesehatan
4.4. Pembiayaan Daerah
4.4.1. Kebijakan Penerimaan Pembiayaan
Penerimaan pembiayaan adalah semua penerimaan yang perlu dibayar kembali baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun pada tahun-tahun anggaran berikutnya, mencakup: sisa lebih perhitungan anggaran tahun anggaran sebelumnya (SiLPA); pencairan dana cadangan; hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan; penerimaan pinjaman daerah; penerimaan kembali pemberian pinjaman; dan penerimaan piutang daerah, Struktur pembiayaan daerah untuk sumber penerimaan pembiayaan tahun anggaran 2021 adalah bersumber dari perkiraan SiLPA tahun anggaran 2020.
Sumber penerimaan pembiayaan daerah Kota Lubuklinggau dilaksanakan dalam kerangka arah kebijakan sebagai berikut :
1. Penggunaan Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Tahun Lalu (Silpa) sebagai sumber penerimaan pada APBD tahun berikutnya;
2. Pembiayaan pembangunan dengan pola cost-sharing antara Pemerintah Pusat, dan provinsi;
3. Meningkatkan efektivitas dan efisiensi belanja APBD;
4. Optimalisasi lembaga keuangan mikro seperti: pengembangan model-model pembiayan tangung renteng.
5. Penerimaan pembiayaan pinjaman dari PT. SMI guna mendukung program Pemulihan Ekonomi Negara (PEN)
4.4.2. Kebijakan Pengeluaran Pembiayaan
Pengeluaran pembiayaan adalah pengeluaran yang akan diterima kembali baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun pada tahun-tahun anggaran berikutnya, mencakup : pembentukan dana cadangan, penyertaan modal (investasi) pemerintah daerah, pembayaran pokok utang, dan pemberian pinjaman daerah, Kebijakan pengeluaran pembiayaan tahun anggaran 2021 adalah untuk penyertaan modal (investasi) ke Bank Pembangunan Daerah Sumatera Selatan dan Bangka Belitung serta PT. Lubuklinggau Bisa.
Tabel 4.3.
URAIAN | ||
2020 | 2021 | |
PEMBIAYAAN DAERAH | (4.167.603.907) | 197.500.000.000 |
PENERIMAAN PEMBIAYAAN | 832.396.093 | 200.500.000.000 |
Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Tahun Sebelumnya | 832.396.093 | 500.000.000 |
Pencairan Dana Cadangan | - | - |
Hasil Penjualan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan | - | - |
Penerimaan Pinjaman Daerah | - | 200.000.000.000 |
Penerimaan Kembali Pemberian Pinjaman Daerah | - | - |
Penerimaan Pembiayaan Lainnya Sesuai dengan Ketentuan Peraturan Perundang- Undangan | - | - |
PENGELUARAN PEMBIAYAAN | 5.000.000.000 | 3.000.000.000 |
Pembentukan Dana Cadangan | - | - |
Penyertaan Modal Daerah | 5.000.000.000 | 3.000.000.000 |
Pembayaran Cicilan Pokok Utang yang Jatuh Tempo | - | - |
Pemberian Pinjaman Daerah | - | - |
Pengeluaran Pembiayaan Lainnya sesuai dengan Ketentuan Peraturan Perundang- | - | - |
Proyeksi/ Target Pembiayaan Daerah Kota Lubuklinggau Tahun 2020 s.d. Tahun 2021
TARGET
Sumber : Bappedalitbang Lubuklinggau, 2019
RINGKASAN KEBIJAKAN UMUM ANGGARAN KOTA LUBUKLINGGAU TAHUN ANGGARAN 2021
URAIAN | ESTIMASI 2021 |
PENDAPATAN | 961,390,120,295.00 |
PENDAPATAN ASLI DAERAH | 108,035,966,287.00 |
Pendapatan Pajak Daerah | 51,631,946,287.00 |
Hasil Retribusi Daerah | 7,529,020,000.00 |
Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan | 1,850,000,000.00 |
Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah | 47,025,000,000.00 |
PENDAPATAN TRANSFER | 847,688,154,008.00 |
Pendapatan Transfer Pusat | 683,594,168,750.00 |
Dana Perimbangan | 659,159,193,750.00 |
Dana Transfer Umum | 535,564,207,000.00 |
Bagi Hasil Pajak/Bagi Hasil Bukan Pajak | 63.379.235.750 |
Dana Alokasi Umum | 456.420.348.000 |
Dana Transfer Khusus | 139,359,610,000.00 |
Dana Alokasi Khusus Fisik | 76,992,622,000.00 |
Dana Alokasi Khusus Non Fisik | 62,366,988,000.00 |
Dana Insetif Daerah | 24,434,975,000.00 |
Dana Otonomi Khusus | - |
Dana Keistimewaan | - |
Dana Desa | - |
Pendapatan Transfer Antar Daerah | 164,093,985,258.00 |
Dana Bagi Hasil | 54,093,985,258.00 |
Dana Bantuan Keuangan | 110,000,000,000.00 |
LAIN-LAIN PENDAPATAN DAERAH YANG SAH | 5,666,000,000.00 |
Pendapatan Hibah | 5,666,000,000.00 |
Pendapatan Dana Darurat/ | - |
lain-lain pendapatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan | - |
BELANJA | 1,158,890,120,295.0 0 |
BELANJA OPERASIONAL | 807,721,310,840.00 |
Belanja Pegawai | 474,020,268,289.00 |
Belanja Barang dan Jasa | 104,393,157,115.00 |
Belanja Bunga | - |
Belanja Subsidi | - |
Belanja Hibah | 8,232,591,600.00 |
Belanja Bantuan Sosial | 585,000,000.00 |
BELANJA MODAL | 348,668,809,455.00 |
BELANJA TIDAK TERDUGA | 2,500,000,000.00 |
BELANJA TRANSFER | - |
Belanja Bagi Hasil | - |
Belanja Bantuan Keuangan | - |
SURPLUS / (DEFISIT) | (197,500,000,000.00 |
) | |
PEMBIAYAAN DAERAH | |
PENERIMAAN PEMBIAYAAN DAERAH | 500,000,000.00 |
Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Tahun Anggaran Sebelumnya | 500,000,000.00 |
PENGELUARAN PEMBIAYAAN DAERAH | 3,000,000,000.00 |
Penyertaan Modal (Investasi) Pemerintah Daerah | 3,000,000,000.00 |
Pembayaran Pokok Utang | |
PEMBIAYAAN NETTO | 197,500,000,000.00 |
SISA LEBIH PEMBIAYAAN ANGGARAN TAHUN BERKENAAN | - |
BAB V PENUTUP
Kebijakan Umum Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (KU-APBD) Kota Lubuklinggau Tahun Anggaran 2020, sebagai pedoman pelaksanaan APBD tahun 2021 yang merupakan penjabaran dari Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Kota Lubuklinggau Tahun 2021 yang merupakan periode pertama RPJMD 2018-2023 yang memperhatikan RPJPD Kota Lubuklinggau 2005-2025 serta memperhatikan Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Pusat Tahun 2021.
Dalam KU-APBD Tahun Anggaran 2021 ini berisi pedoman dan ketentuan- ketentuan lain yang telah disepakati oleh Pemerintah Kota Lubuklinggau dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Lubuklinggau yang berfungsi sebagai pedoman dan acuan dalam penyusunan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2021. Dalam rangka menjamin terwujudnya sinergitas pelaksanaan KU-APBD Tahun 2021, memerlukan pengelolaan pembangunan yang berkualitas dan akuntabel. Dengan demikian diharapkan dapat tercapainya sasaran yang efektif dan efisien, sehingga visi dan misi Pemerintah Kota Lubuklinggau segera menjadi kenyataan sesuai dengan tujuan, sasaran dan kebijakan yang telah ditetapkan dalam Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD).
Untuk menjabarkan KU-APBD Tahun Anggaran 2021 disusun Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS) Tahun Anggaran 2021 yang menggambarkan program dan kegiatan yang akan dibiayai dari APBD Kota Lubuklinggau Tahun Anggaran 2021. Keberhasilan perencanaan dan pelaksanaan program/kegiatan APBD Tahun Anggaran 2021 ditentukan oleh kerjasama yang mendalam pihak eksekutif dan legislatif dengan selalu berupaya melibatkan stakeholder Kota Lubuklinggau.
Demikian rancangan KU-APBD Tahun 2021 disusun dan selanjutnya dilakukan pembahasan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk disepakati oleh para pihak sebagai dasar penyusunan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS) Tahun Anggaran 2021.