BAB I PENDAHULUAN
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Promo merupakan kata dasar dari Promosi. Promo adalah istilah yang pastinya sudah sering Anda dengar, terutama dalam aktivitas pemasaran. Sederhananya, promo adalah sebuah tawaran yang menguntungkan. Pengertian promo adalah penawaran yang biasanya dilakukan dalam kegiatan pemasaran dalam rangka untuk memperkenalkan produk ke masyarakat luas. promo adalah tawaran yang dilakukan oleh para marketer guna mendorong dan mempengaruhi para calon pembeli agar tertarik dengan produk mereka. Tanpa adanya promo, produk akan jauh lebih sulit dikenal oleh para calon pembeli. Hal ini dikarenakan promo memiliki peran penting jika Anda ingin meningkatkan penjualan atau sales. dengan adanya promo juga bisa untuk membentuk branding positif di mata calon pembeli terhadap produk. Ditambah lagi, promo dapat dijadikan sebagai langkah untuk menunjukkan keunggulan serta menjadi pembeda dari produk kompetitor.1
Sedangkan Promosi Menurut kamus besar bahasa Indonesia, promosi adalah perkenalan dalam rangka memajukan usaha dagang.2 Promosi merupakan salah satu jenis komunikasi yang sering dipakai oleh pemasar. Sebagai salah satu elemen bauran promosi, promosi penjualan merupakan unsur penting dalam kegiatan promosi produk Definisi promosi penjualan menurut American Marketing Association
1 xxxxx://xxx.xxxxxxxx.xxx/xx/xxxxxxx/0000/00/00/xxxxx-xxxxxx, diakses pada 01 februari 2023 pada pukul 18.00 WIB
2 Pusat Bahasa Departement Pendidikan Nasional , Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 2005, hlm. 898.
1
(AMA) yang dikutip dari bukunya Xxxxxxx adalah:
“Sales promotion is media and non media marketing pressure applied for a predetermined, limited period of time in order to stimulate trial, increase consumer demand, or improve product quality”.
Definisi di atas menunjukkan bahwa promosi merupakan upaya pemasaran yang bersifat media dan non media untuk merangsang coba-coba dari konsumen, meningkatkan permintaan dari konsumen atau untuk memperbaiki kualitas produk.3
Menurut Xxxxxx Xxxxxxxxx promosi merupakan salah satu variable dalam bauran pemasaran yang sangat penting dilaksanakan oleh perusahaan dalam memasarkan produk jasa. Kegiatan promosi bukan saja berfungsi sebagai alat komunikasi antara perusahaan dengan konsumen, melainkan juga sebagai alat untuk mempengaruhi konsumen dalam kegiatan pembelian atau penggunaan jasa sesuai dengan keinginan dan kebutuhannya.4
Bahwa promo atau promosi sangat erat kaitanya dengan jual-beli, sedangkan jual-beli merupakan bagian dari perikatan Secara garis besar di indonesia diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata pada buku ke III Tentang Perikatan. Dalam Pasal 1233 KUHPerdata dinyatakan sumber dari perikatan yaitu perikatan yang lahir dari persetujuan dan perikatan yang lahir dari Undang-Undang. Sesuai dengan materi penelitian penulis, pembahasan akan lebih terfokus pada perikatan yang lahir dari persetujuan dan lebih terperinci mengenai pelaksanaan jual beli.
3 Sustina, Perilaku Konsumen Dan Komunikasi Pemasaran, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2003, hlm. 299.
4 Xxxxxx Xxxxxxxxx, X.Xxxxxxx, Manajemen Pemasaran Jasa, Jakarta: Salemba Empat, 2006 hlm.120
Namun sekilas penulis akan menjabarkan apa yang dimaksud dengan perikatan yang timbul dari Undang-Undang.5
Pasal 1352 KUHPerdata menetukan bahwa perikatan-perikatan yang dilahirkan oleh Undang-Undang sebagai akibat dari perbuatan orang. Sehubungan dengan hal ini hendaknya diperhatikan bahwa dari Undang-Undang saja tidak akan timbul perikatan. Untuk terjadinya perikatan berdasarkan Undang-Undang harus selalu dikaitkan dengan suatu kenyataan atau peristiwa tertentu. Dengan kata lain untuk timbulnya perikatan selalu disyaratkan terdapatnya kenyataan hukum. Selain perikatan yang lahir dari Undang-Undang tersebut, pelaksanaan jual beli merupakan sumber perikatan lainnya.
Pengertian pelaksanaan jual beli diatur dalam Pasal 1313 KUHPerdata yang berbunyi, “persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”.
Pelaksanaan jual beli dapat berlaku atau tidak ditentukan berdasarkan syarat sahnya suatu perjanjian. Syarat sahnya suatu perjanjian diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata yang ditentukan syarat sahnya suatu perjanjian yaitu :
a. Sepakat mereka yang mengikatkan diri.
b. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan.
x. Xxxxx hal tertentu
d. Suatu sebab yang halal.6
5 Jurnal Repertorium, ISSN:2355-2646, Volume II No. 2 Juli - Desember 2015
6 Xxxxx Xxxxxxx, Hukum Agraria Indonesia, Djambatan, 2000, Jakarta, hlm. 25
Bahwa jual-beli yang berkaitan dengan promo sangatlah banyak, hal itu dapat ditemui dalam kegiatan sehari-hari diantaranya :
1. Diskon
2. Cashback
3. Beli 1 Gratis 1
4. Promo hari ulang tahun
5. Promo membuka akun baru7
Promo ini merupakan salah satu teknik atau cara bagi seseorang untuk menarik minat pembeli, prmo-promo yang seharusnya menjadi daya tarik guna mencari konsumen akan tetapi kadang kala promo tersbut tidak benar dan mengakibatkan sebuah penipuan yang mengakibatkan kerugian kepada konsumen. Bahwa kerugian yang dimaksud juga terjadi sebagaimana yang dimuat dalam Putusan dengan Nomor 10/Pdt.G.S/2020/PN Rhl. Xxxx mana kronologinya sebagai berikut :
Pada tanggal 15 Mei 2019 Penggugat/Xxxxxxxxx Xxxxx Xxxxxxxx, mendapatkan informasi Promo Tiket Garuda tujuan Pekan Baru – Balik Papan dari Tergugat/ Xxxxxxxxx Xxxxxxxxx, bahwa informasi diperoleh dari media elektronik facebook, Promo Tiket Garuda Pekan Baru – Balik Papan dengan harga tiket sebesar Rp. 1.550.000/orang untuk Pulang Pergi kemudian, mengetahui hal tersebut Penggugat/Xxxxxxxxx Xxxxx Xxxxxxxx mendatangi dan melakukan pembelian tiket pada Saudari Oktavini Xxxxxxxxx dengan jumlah pembelian tiket sebanyak 16 Tiket Pulang – Pergi (PP) dengan tujuan Pekan Baru – Balik Papan dengan total keseluruhan sebesar Rp. 24.800.000,- (dua puluh empat juta delapan ratus ribu rupiah) kemudian Bahwa pada tanggal 24 Mei 2019, Penggugat/Xxxxxxxxx Xxxxx Xxxxxxxx melalui anaknya melakukan pengecekan dan meyurati PT. Garuda Indonesia Tbk pada kantor resmi Garuda di jakarta ternyata tidak benar adanya Promo Tiket Garuda Tujuan Pekan Baru – Balik Papan, kemudian Penggugat/Xxxxxxxxx Xxxxx Xxxxxxxx meminta uang yang telah dibayarkanya dikembalikan , akan tetapi Tergugat/ Xxxxxxxxx Xxxxxxxxx tidak mengembalikanya hingga gugatan ini diajukan.
7 xxxxx://xxx.xxxxxxxx.xxx/xx/xxxxxxx/0000/00/00/xxxxx-xxxxxx, diakses pada o1 februari 2023 pada pukul 18.30 WIB
Bahwa sebagaimana kronologi diatas tergugat menawarkan tiket dengan harga murah kan tetapi tidak sesuai dengan sebenarnya sehingga mengakibatkan kerugian pada konsumen. Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang
Perlindungan Konsumen Pasal 13 ayat (1) bahwa, pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan, atau mengiklankan suatu barang dan jasa dengan cara menjanjikan pemberian hadiah berupa barang dan/atau jasa lain secara cuma-cuma dengan maksud tidak memberikannya atau memberikan tidak sebagaimana yang dijanjikannya. Sehingga mengakibatkan kerugian kepada konsumen
Berdasarkan uraian yang dimuat dalam Putusan dengan Nomor 10/Pdt.G.S/2020/PN Rhl. diatas sehingga penulis memilih judul, “Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Atas Penyalahgunaan Promo Yang Dilakukan Oleh Pelaku Usaha (Studi Putusan Nomor 10/Pdt.G.S/2020/PN Rhl)”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah penulis kemukakan di atas maka permasalahan pokok dalam penulisan skripsi ini penulis rumuskan sebagai berikut
1. Bagaimanakan Pengaturan Hukum di Indonesia mengenai Pembelian Tiket Promo yang dilakukan oleh Pelaku Usaha yang tidak sesuai dengan sebenarnya dan mengakibatkan kerugian kepada Konsumen.
2. Bagaimanakah Dasar Pertimbangan Hakim Dalam Memberikan Putusan terkait pembelian tiket Promo yang mengakibatan kerugian pada konsumen sebagaimana yang dimuat dalam Putusan dengan Nomor 10/Pdt.G.S/2020/PN Rhl.
X. Xxxxan Penulisan
Tujuan yang ingin dicapai oleh penulis dalam penulisan skripsi ini adalah:
1. Untuk Mengetahui Bagaimanakan Pengaturan Hukum di Indonesia mengenai Pembelian Tiket Promo yang dilakukan oleh Pelaku Usaha yang tidak sesuai dengan sebenarnya dan mengakibatkan kerugian kepada Konsumen.
2. Untuk Mengetahui Bagaimanakah Dasar Pertimbangan Hakim Dalam Memberikan Putusan terkait pembelian tiket Promo yang mengakibatan kerugian pada konsumen sebagaimana yang dimuat dalam Putusan dengan Nomor 10/Pdt.G.S/2020/PN Rhl.
D. Manfaat Penulisan
Penelitian ini memiliki kegunaan, baik secara teoritis maupun secara praktis.
Adapun kedua guna penelitian tersebut adalah antara lain sebagai berikut :
1. Secara Teoritis
Manfaat penelitian ini antara lain untuk dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi upaya pengembangan ilmu hukum pada umumnya, serta khususnya untuk pengembangan ilmu Hukum Perdata terkait dengan Promo jual-beli Tiket Pesawat yang mengakibatkan kerugian pada konsumen
2. Secara Praktis
Penelitian ini dapat memberikan masukan bagi pihak-pihak yang berkepentingan, termasuk bagi masyarakat serta para pelaku bisnis didalam rangka peningkatan dan efisiensi serta efektivitas bisnis, yang berkaitan dengan promo jual-beli , dan agar mengetahui atau memperhatikan hak-hak konsumen agar tidak dirugikan.
3. Manfaat bagi Peneliti
a. Untuk memperdalam ilmu khususnya mengenai promo dalam jual-beli yang terjadi dilingkungan masyarakat terkhusus bagi jual-beli tiket pesawat
b. Sebagai syarat untuk mendapatkan Gelar Sarjana Hukum
BAB II TINJUAN PUSTAKA
A. Tinjuan Umum Tentang Perlindungan Konsumen
1. Dasar Hukum dan Definisi Perlindungan Konsumen
Sebelum Indonesia merdeka, telah ada beberapa peraturan yang berkaitan dengan perlindungan konsumen, seperti: Undang-undang Nomor 10 Tahun 1961 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1961 Tentang Barang Menjadi Undang-Undang, Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1964 yang merupakan peraturan pelaksanaan dari Undang- undang Nomor 10 Tahun 1961, Peraturan Daerah DKI Jakarta tentang Wajib Uji Barang yang dikeluarkan tanggal 19 Juni 1968, dan Surat Keputusan Gubernur DKI Nomor Ib.3/2/32/68 tentang Ketentuan Syarat-syarat Pengujian Bagi Basil Industri sabun, Minyak Goreng, Tapal Gigi dan Sirop/Limun pada tanggal 15 Juli 1968.8 Selain itu, juga terdapat pada Pasal 4 Ayat (1) dan Pasal 20 Ayat (1) Undang-undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun, Saat ini sebagian besar peraturan itu sudah tidak berlaku lagi. Selain itu, dalam Kitab Undang- undang Hukum Perdata (KUHPer) juga terdapat ketentuan-ketentuan yang bertendensi melindungi konsumen, seperti tersebar dalam beberapa pasal buku III, bab V bagian II yang dimulai dari Pasal 1365.9
Di dalam Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD), juga terdapat ketentuan-ketentuan yang melindungi konsumen, ketentuan ini terdapat dalam buku
8 Az. Xxxxxxxx, “Perlindungan Konsumen (Suatu Tinjauan dari Sudut Hukum),”
(makalah disampaikan dalam seminar Perlindungan Konsumen, 15-16 Desember 1975).
9 Xxxxxxx Xxxxxxx dan Xxxxx Xxxx, Hukum Tentang Perlindungan Konsumen, cet. 3, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2003), hlm 18.
8
kesatu dan buku kedua.10 Demikian pula dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUH Pidana), misalnya tentang pemalsuan, penipuan, pemalsuan merek, persaingan curang, dan sebagainya. 11
Hukum perlindungan konsumen di atur dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan konsumen (yang selanjutnya disebut “UUPK). Undang-undang ini mulai berlaku sejak tanggal 20 April 2000, yang berarti satu tahun setelah disahkan. Dengan terbitnya UUPK ini, bukan berarti UUPK ini merupakan awal dan akhir dari hukum yang mengatur perlindungan konsumen, sebab sampai pada terbentuknya UUPK ini telah ada undang-undang yang materinya melindungi konsumen, seperti:
a. Undang-undang Nomor 10 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 1961 tentang Barang menjadi Undang- undang;
b. Undang-undang Nomor 2 Tahun 1966 tentang Hygiene;
c. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah;
d. Undang-undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal;
e. Undang-undang Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan;
f. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian;
g. Undang-undang Nomor 15 Tahun 1985 tentang Ketenagalistrikan;
h. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1987 tentang Kamar Dagang dan Industri;
i. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan;
j. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Agreement Establishing the World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia);
k. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas;
l. Undang-undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil;
m. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan;
n. Undang-undang Nomor 12 Tahun 1997 tentang Perubahan atas Undang- undang Hak Cipta sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1987;
10 Az Xxxxxxxx, Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar, cet. 2, (Jakarta: Diadit Media, 2002), hlm. 38.
11 Xxxxxxx Xxxxxxx dan Xxxxx Xxxx, op. cit., hlm. 19.
o. Undang-undang Nomor 13 Tahun 1997 tentang Perubahan atas Undang- undang Nomor 6 tahun 1989 tentang Paten;
p. Undang-undang Nomor 14 Tahun 1997 tentang Perubahan atas Undang- undang Nomor 19 Tahun 1989 tentang Merek;
q. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup;
r. Undang-undang Nomor 24 Tahun 1997 tentang Penyiaran;
s. Undang-undang Nomor 25 Tahun 1997 tentang Ketenagakerjaan;
t. Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang- undang Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan.12
Berdasarkan pada Pasal 64 UUPK yang berbunyi:
“Segala ketentuan peraturan perundang-undangan yang bertujuan melindungi konsumen yang telah ada pada saat Undang-undang ini diundangkan, dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak diatur secara khusus dan/atau tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Undang- undang ini.”
Maka, berbagai ketentuan mengenai perlindungan konsumen yang terdapat di dalam undang-undang yang disebutkan di atas, masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan di dalam UUPK. Pasal 64 ini dapat dipahami sebagai penegasan bahwa UUPK rnerupakan ketentuan khusus (lex specialis) terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan yang sudah ada sebelum UUPK, sesuai asas lex specialis derogat legi generali. Artinya, ketentuan-ketentuan di luar UUPK tetap berlaku sepanjang tidak diatur secara khusus dalam UUPK dan/atau tidak bertentangan dengan UUPK.13
Dalam berbagai literatur ditemukan sekurang-kurangnya dua istilah mengenai hukum yang mempersoalkan konsumen, yaitu “hukum konsumen” dan “hukum perlindungan konsumen”. Istilah “hukum konsumen” dan “hukum perlindungan
12 Ibid., hlm 19.
13 Xxxxx Xxxxxx, Perlindungan Konsumen dan Instrumen-intrumen Hukumnya, cet. 2, (Bandung: Citra Xxxxxx Xxxxx, 2003), hlm. 26.
konsumen” sudah sangat sering terdengar. Namun, belum jelas benar apa saja yang masuk ke dalam materi keduanya. Juga, apakah kedua “cabang” hukum itu identik.14
Karena posisi konsumen yang lemah maka ia harus dilindungi oleh hukum. Salah satu sifat sekaligus tujuan hukum adalah memberikan perlindungan (pengayoman) kepada masyarakat. Jadi, sebenarnya hukum konsumen dan hukum perlindungan konsumen adalah dua bidang hukum yang sulit dipisahkan dan ditarik batasnya.
Pengertian perlindungan konsumen menurut Xx. Xxxxxxxx dijelaskan bahwa kedua istilah itu berbeda, yaitu bahwa hukum perlindungan konsumen adalah bagian dari hukum konsumen. Hukum konsumen adalah keseluruhan asas-asas dan kaidah- kaidah yang mnengatur hubungan dan masalah antara berbagai pihak satu sama lain berkaitan dengan barang dan atau jasa konsumen di dalam pergaulan hidup.
Sedangkan hukum perlindungan konsumen diartikan sebagai keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah hukum yang mengatur dan melindungi konsumen dalam hubungan dan masalahnya dengan para penyedia barang dan atau jasa konsumen.15
Lebih lanjut mengenai definisinya Az. Xxxxxxxx menjelaskan sebagai berikut:
Hukum konsumen pada pokoknya lebih berperan dalam hubungan dan masalah konsumen yang kondisi para pihaknya berimbang dalam kedudukan sosial ekonomi, daya saing, maupun tingkat pendidikan. Rasionya adalah sekalipun tidak selalu tepat, bagi mereka masing-masing lebih mampu mempertahankan dan menegakkan hak-hak mereka yang sah. Hukum perlindungan konsumen dibutuhkan apabila kondisi pihak- pihak yang mengadakan hubungan hukum atau bermasalah dalam masyarakat itu tidak seimbang. Pada dasarnya baik hukum konsumen maupun hukum perlindungan
14 Xxxxxxxx,hukum perlindungan konsumen Indonesia, Grasindo, Jakarta, 2000, Hlm 9.
15 Az. Xxxxxxxx, Hukum Perlindungan Konsumen: Suatu Pengantar, Diadit Media, Jakarta, 2014, hlm12.
konsumen membicarakan hal yang sama, yaitu kepentingan hukum (hak- hak)konsumen.16
Berdasarkan Undang-Undang Perlindungan Konsumen menyatakan secara tegas bahwa hak-hak konsumen sebagai berikut :
a. Hak atas keamanan, kenyamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang atau jasa;
b. Hak untuk memilih dan mendapatkan barang sesuai dengan nilai tukar, kondisi serta jaminan yang dijanjikan;
c. Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang atau jasa;
d. Hak untuk didengarkan pendapat, keluhan atas barang yang digunakan;
e. Hak untuk dapat digunakan advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa konsumen secara patut;
x. Xxx untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen;
g. Hak untuk diperlakukan secara jujur tanpa diskriminatif;
x. Xxx untuk mendapatkan konpensasi ganti rugi atau pergantian barang jika barang tidak sesuai dan tidak sebagaimana mestinya;
i. Hak lainnya yang diatur dalam peraturan perundang-undangan lainnya.
Hukum perlindungan konsumen atau hukum konsumen dapat diartikan sebagai keseluruhan peraturan hukum yang mengatur hak-hak dan kewajiban- kewajiban konsumen dan produsen yang timbul dalam usahanya untuk memenuhi kebutuhannya. Kata keseluruhan dimaksudkan untuk menggambarkan bahwa di
16 Ibid, hlm 12.
dalamnya termasuk seluruh pembedaan hukum menurut jenisnya. Jadi termasuk di dalamnya baik aturan hukum perdata, pidana, admininstrasi negara maupun hukum internasional. Sedangkan cakupannya adalah hak dan kewajiban serta cara-cara pemenuhannya dalam usahanya untuk memenuhi kebutuhannya, yaitu bagi konsumen mulai dari usaha untuk mendapatkan kebutuhannya dari produsen, meliputi:
informasi, memilih, harga sampai pada akibat-akibat yang timbul karena pengguna kebutuhan itu, misalnya untuk mendapatkan pengganti kerugian.
Sedangkan bagi produsen meliputi kewajiban yang berkaitan dengan produksi, penyimpanan, peredaran dan perdagangan produk, serta akibat dari pemakaian produk itu. Dengan demikian jika perlindungan konsumen diartikan sebagai segala upaya yang menjamin adanya kepastian pemenuhan hak-hak konsumen sebagai wujud perlindungan kepada konsumen, maka hukum perlindungan konsumen tiada lain adalah hukum yang mengatur upaya-upaya untuk menjamin terwujudnya perlindungan hukum terhadap kepentingan konsumen. Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 memberi pengertian perlindungan konsumen sebagai segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberikan perlindungan kepada konsumen.17
Menurut Xxx Xxxxxxx kepentingan konsumen dapat dibagi menjadi empat macam kepentingan yaitu sebagai berikut:
1) Kepentingan fisik
Kepentingan fisik berkenaan dengan badan atau tubuh yang berkaitan dengan keamanan dan keselamatan tubuh dan jiwa dalam penggunaan barang dan/atau jasa. Kepentingan fisik ini juga berkaitan dengan kesehatan dan
17 Ibid, hlm 13.
keselamatan jiwa. Kepentingan fisik konsumen ini harus diperhatikan oleh pelaku usaha.
2) Kepentingan sosial dan lingkungan
Kepentingan sosial dan lingkungan konsumen adalah terwujudnya keinginan konsumen untuk memperoleh hasil yang optimal dari penggunaan sumber- sumber ekonomi mereka dalam mendapatkan barang dan jasa yang merupakan kebutuhan hidup, sehingga konsumen memerlukan informasi yang benar mengenai produk yang mereka konsumsi sebab jika tidak maka akan terjadi gejolak sosial apabila konsumen mengkonsumsi produk yang tidak aman.
3) Kepentingan ekonomi
Kepentingan ekonomi para pelaku usaha untuk mendapatkan laba yang sebesar-besarnya adalah sesuatu yang wajar, akan tetapi daya beli konsumen juga harus dipertimbangkan dalam artian pelaku usaha jangan memikirkan keuntungan semata tanpa merinci biaya riil produksi atas suatu produk yang dihasilkan.
4) Kepentingan perlindungan hukum
Kepentingan hukum konsumen adalah akses terhadap keadilan (acces to justice), konsumen berhak untuk dilindungi dari perlakuan-perrlakuan pelaku usaha yang merugikan.18
2. Asas Perlindungan Konsumen
Berbicara mengenai asas hukum, harus diketahui bahwa asas hukum yang melahirkan norma hukum, dan norma hukum yang melahirkan aturan hukum. Dari satu asas hukum dapat melahirkan lebih dari satu norma hukum hingga tak terhingga norma hukum, dan dari satu norma hukum dapat melahirkan lebih dari satu aturan hukum hingga tak terhingga aturan hukum.
Asas hukum mengandung nilai-nilai etis yang berfungsi menghilangkan dan menetralisir kemungkinan terjadinya suatu konflik dalam tatanan sistem hukum yang berlaku. Oleh karena asas hukum merupakan ratio-logis dari peraturan hukum, asas hukum tetap saja ada dan akan terus mampu melahirkan peraturan hukum secara berkesinambungan sesuai dengan kebutuhan. Asas-asas hukum mengandung nilai-
18 X. Xxx Xxxxxxx, Penegakan Hukum Tentang Tanggung Gugat Produsen Dalam Perwujudan Perlindungan Konsumen, Genta Press, Yogyakarta, 2007,Hlm 81.
nilai dan tuntutan estetis. Hukum sebagai suatu sistem tidak menghendaki adanya suatu konflik dalam sistem hukum itu, maka asas-asas hukumlah berfungsi untuk menyelesaikan konflik itu.
Dalam rangka memberikan perlindungan hukum bagi konsumen, terdapat beberapa asas yang menjadi pedoman bagi UUPK. Asas-asas in dirumuskan dalam Pasal 2 UUPK yang isinya:
“perlindungan konsumen berasaskan manfaat, keadilan, keseimbangan, keamanan dan keselamatan konsumen, serta kepastian hukum”.
Kemudian dalam penjelasannya ditegaskan bahwa perlindungan konsumen diselenggarakan sebagai usaha bersama berdasarkan 5 (lima) asas yang relevan dalam pembangunan nasional, yaitu :
1. Asas manfaat dimaksudkan untuk mengamanatkan bahwa segala upaya dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen harus memberikan manfaat sebesar- besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan;
2. Asas keadilan dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat dapat diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil;
3. Asas keseimbangan dimaksudkan untuk memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam arti materiil ataupun spiritual;
4. Asas keamanan dan keselamatan konsumen dimaksudkan untuk memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalam
penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan;
5. Asas kepastian hukum dimaksud agar baik pelaku usaha maupun konsumen menaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta negara menjamin kepastian hukum.
Memperhatikan substansi Pasal 2 Undang-Undang Perlindungan Konsumen demikian pula penjelasannya, tampak bahwa perumusannya mengaju pada filosofis pembangunan nasional yaitu pembangunan manusia Indonesia seutuhnya yang berlandaskan pada falsafah negara Republik Indonesia.19 Kelima asas yang disebutkan dalam pasal tersebut, bila diperhatikan substansinya, dapat dibagi menjadi 3 (tiga) asas yaitu:20
1. Asas kemanfaatan yang di dalamnya meliputi asas keamanan dan keselamatan konsumen;
2. Asas keadilan yang di dalamnya meliputi asas keseimbangan; dan
3. Asas kepastian hukum.
Asas keseimbangan yang dikelompokkan ke dalam asas keadilan, mengingat hakikat keseimbangan yang dimaksud adalah juga keadilan bagi kepentingan masing- masing pihak, yaitu konsumen, pelaku usaha dan pemerintah. Menyangkut asas keamanan dan keselamatan konsumen yang dikelompokkan ke dalam asas manfaat oleh karena keamanan dan keselamatan konsumen itu sendiri merupakan bagian dari
19 Xxxxxx Xxxx dan Xxxxxxxx Xxxx, Op. Cit, hlm. 26.
20 ibid
manfaat penyelenggaraan perlindungan yang diberikan kepada konsumen disamping kepentingan pelaku usaha secara keseluruhan.21
3. Tujuan Perlindungan Konsumen
Perlindungan hukum diperlukan bagi konsumen karena pada umumnya kedudukan konsumen berada pada kondisi yang lemah, baik karena pengetahuan mengenai hukum maupun kemampuan daya tawar dari pengusaha. Menurut Pasal 3 Undang-Undang Perlindungan Konsumen No 8 Tahun 1999 tujuan Perlindungan Konsumen yaitu :
1. Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian untuk melindungi diri;
2. Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa;
3. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen;
4. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi;
5. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha;
6. Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.
4. Pengertian Konsumen
Kata konsumen berasal dari kata dalam bahasa Inggris, yakni consumer, atau dalam bahasa Belanda “consument”, “konsument”, konsumen secara harfiah adalah orang yang memerlukan membelanjakan atau menggunakan; pemakai atau pembutuh. Pengertian tentang konsumen secara yuridis telah diletakan dalam pelbagai peraturan perundang-undangan, seperti UU No 8 Tahun 1999 Tentang UUPK pasal 1
21 Ibid, hlm. 28-30.
merumuskan sebagai berikut: “Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan / atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupunmakhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.”22
Dalam pengertian sehari-hari sering kali dianggap bahwa yang disebut konsumen adalah pembeli (Inggris; buyer, Belanda; koper). Pengertian konsumen secara hukum tidak hanya terbatas kepada pembeli, bahkan kalau disimak secara cermat pengertian konsumen sebagaimana terdapat di dalam Pasal 1 butir 2 UUPK, di situ tidak ada disebut kata pembeli, pengertian pemakai dalam definisi tersebut di atas menunjukan bahwa barang atau jasa dalam rumusan pengertian konsumen tidak harus sebagai hasil dan transaksi jual beli. Dengan demikian, hubungan konsumen dengan pelaku usaha tidak terbatas hanya Karena berdasarkan hubungan transaksi atau perjanjian jual beli saja, melainkan lebih dan pada hal tersebut seseorang dapat disebut sebagai konsumen.23
Banyak negara secara tegas menetapkan siapa yang disebut sebagai konsumen dalam perundang-undangannya, konsumen dibatasi sebagai "setiap orang yang membeli barang yang disepakati, baik menyangkut harga dan cara-cara pembayarannya, tetapi tidak termasuk mereka yang mendapatkan barang untuk dijual kembali atau lain-lain keperluan komersial. 24
Pengertian konsumen secara otentik telah dirumuskan di dalam Undang- undang Perlindungan Konsumen Pasal 1 angka 2 undang-undang No. 8 Tahun
22 Xxxx Xxxxxx dan Xxxx Xxxxxxxx, 2008. Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta, Raja Gratindo Persada, hlm 1
23 Xxxxxxx N.H.T, 2005. Hukum Konsumen Perlindungan Konsumen Dan Tanggung Jawab Produk, Jakarta, Pantai Rei, 2005 hlm 22-24
24 UU Perlindungan Konsumen 8 Tahun 1999 Pasal 7 huruf C.
1999. Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberikan perlindungan kepada konsumen, jelaslah bahwa adanya undang- undang ini untuk melindungi kita sebagai konsumen karena selama ini konsumen amat lemah posisinya.
Istilah konsumen berasal dan alih bahasa dari kata consumer (Inggris- Amerika), atau consument/itu tergantung dalam posisi dimana ia berada. Konsumen dapat berupa:
1. Pemakai barang hasil produksi;
2. Penerima pesan iklan;
3. Pemakai jasa (pelanggan).
5. Hak dan Kewajiban Konsumen
Sebagian besar konsumen sama sekali tidak mengetahui apa saja yang dilakukan produsen ataupun pelaku usaha sejak awal proses produksi hingga perdagangan, maka dengan itu konsumen hak-hak konsumen harus dijaga. Setiap konsumen dalam kegiatan jual beli memiliki hak dan kewajibannya tersendiri agar tidak terjadi miskomunikasi ataupun masalah dengan pihak lain. Dalam perkembangannya, terdapat 4(empat) hak dasar yang diakui secara internasional, yaitu:
1. “Hak untuk mendapatkan keamanan
Hak ini berarti bahwa, setiap konsumen berhak mendapatkan jaminan atas penggunaan barang dan/atau jasa, dan produsen bertanggung jawab atas
kualitas yang diproduksi serta dipasarkan agar tidak menimbulkan kerugian dalam bentuk materi ataupun terhadap jasmani pengguna.
2. Hak untuk mendapatkan informasi
Konsumen berhak untuk mengetahui secara jelas keterangan-keterangan mengenai barang dan/atau jasa yang akan digunakan, seperti nama barang, alamat perusahaan, nomor kode produksi, dan sebagainya.
3. Hak untuk memilih
Konsumen berhak untuk memilih sendiri barang dan/atau jasa tanpa dipengaruhi oleh pihak lain dengan kewajiban untuk mencari tahu terlebih dahulu untuk berjaga-jaga.
4. Hak untuk didengar
Terhadap suatu barang dan/atau jasa yang digunakan konsumen, apabila menimbulkan keluhan oleh pihak manapun, pelaku usaha selaku penjual serta pemerintah harus mendengarkan keluhan tersebut.”25
Adapun hak-hak konsumen yang diatur secara nasional dalam Undang- Undang No.8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, yakni:
1. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;
2. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;
3. Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;
4. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan;
25 “Hak – Hak Konsumen Indonesia | Talkwithfinger,” xxxxx://xxxxxxxxxxxxxx.xxxxxxxxx.xxx/xxxxxxxxxxxx-xxxxxxxx/xxx-xxx-xxxxxxxx-xxxxxxxxx/. Diakses pada senin 13maret 2023 pada pukul 13.00 WIB
5. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;
6. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;
7. Hak unduk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
8. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;
9. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
Berdasarkan hak-hak konsumen yang dipaparkan diatas, dapat diketahui bahwa keselamatan dan kenyamanan konsumen merupakan hal yang sangat penting. Meskipun demikian, terkadang beberapa konsumen “nakal” dapat melakukan apa saja demi mendapatkan keuntungan dirinya, sehingga untuk menjamin bahwa konsumen tidak bertindak yang tidak seharusnya, konsumen dibebani dengan kewajiban sebagaimana diatur dalam Pasal 5 UUPK, yakni:
1. Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan;
2. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa;
3. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;
4. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.
6. Pengertian Pelaku Usaha
Istilah produsen berasal dari bahasa Belanda yakni producent, dalam bahasa Inggris, producer yang artinya adalah penghasil.26 Produsen sering diartikan sebagai pengusaha yang menghasilkan barang dan jasa. Dalam pengertian ini termasuk di
26 N.H.T. Xxxxxxx, Hukum Konsumen, Perlindungan Konsumen, dan Tanggung Jawab Produk, Panta Rei, Jakarta, hlm. 26.
dalamnya pembuat, grosir, leveransir, dan pengecer profesional, yaitu setiap orang/ badan yang ikut serta dalam penyediaan barang dan jasa hingga sampai ke tangan konsumen. Dengan demikian, produsen tidak hanya diartikan sebagai pihak pembuat/pabrik yang menghasilkan produk saja, tetapi juga mereka yang terkait dengan penyampaian/peredaran produk hingga sampai ke tangan konsumen.27
Dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen tidak menggunakan istilah produsen melainkan menggunakan istilah pelaku usaha. Dalam Pasal 3 angka 1 disebutkan bahwa:28
“Pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian penyelenggaraan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.”
Pengertian pelaku usaha yang bermakna luas tersebut, akan memudahkan konsumen menuntut ganti kerugian. Konsumen yang dirugikan akibat penggunaan produk tidak begitu kesulitan dalam menemukan kepada siapa tuntutan diajukan karena banyak pihak yang dapat digugat, namun akan lebih baik lagi seandainya Undang-Undang Perlindungan Konsumen memberikan rincian sebagaimana dalam Directive. Pasal 3 Directive ditentukan bahwa:29
1) Produsen berarti pembuat produk akhir, produsen dari setiap bahan mentah, atau pembuat dari suatu suku cadang dan setiap orang yang memasang nama, mereknya atau suatu tanda pembedaan yang lain pada produk, menjadikan dirinya sebagai produsen;
2) Tanpa mengurangi tanggung gugat produsen, maka setiap orang yang mengimpor suatu produk untuk dijual, dipersewakan, atau untuk leasing, atau setiap bentuk pengedaran dalam usaha peredarannya dalam masyarakat Eropa,
27 Xxxxx Xxxxxxxxx, Op.Cit, hlm. 16.
28 Pasal 3 ayat (1), Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
29 Xxxxxx Xxxx dan Xxxxxxxx Xxxx, Op.Cit, hlm. 9.
akan dipandang sebagai produsen dalam arti Directive ini, dan akan bertanggung gugat sebagai produsen;
3) Dalam hal produsen suatu produk tidak dikenal identitasnya, maka setiap leveransir/supplier akan bertanggung gugat sebagai produsen, kecuali ia memberitahukan orang yang menderita kerugian dalam waktu yang tidak terlalu lama mengenai identitas produsen atau orang yang menyerahkan produk itu kepadanya. Hal yang sama akan berlaku dalam kasus barang/produk yang diimpor, jika produk yang bersangkutan tidak menunjukkan identitas impor sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (2), sekalipun nama produsen dicantumkan.
Istilah pelaku usaha adalah istilah yang digunakan oleh pembuat undang- undang yang pada umumnya lebih dikenal dengan istilah pengusaha. Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) menyebut empat kelompok besar kalangan pelaku ekonomi, tiga diantaranya termasuk kelompok pengusaha (pelaku usaha, baik privat maupun publik). Ketiga kelompok pelaku usaha tersebut adalah sebagai berikut:30
1) Kalangan investor, yaitu pelaku usaha penyedia dana untuk membiayai berbagai kepentingan, seperti perbankan, usaha leasing, tengkulak, penyedia dana lainnya, dan sebagainya;
2) Produsen, yaitu pelaku usaha yang membuat, memproduksi barang dan/atau jasa dari barang-barang dan/atau jasa-jasa lain (bahan baku, bahan tambahan/penolong, dan bahan-bahan lainnya). Mereka terdiri atas orang/badan usaha berkaitan dengan pangan, orang/badan yang memproduksi sandang, orang/usaha yang berkaitan dengan pembuatan perumahan, orang/usaha yang berkaitan dengan jasa angkutan, perasuransian, perbankan, orang/usaha yang berkaitan dengan obat- obatan, kesehatan, narkotika, dan sebagainya;
30 Xxxxxx Xxxxxx, Op.Cit, hlm. 11.
3) Distributor, yaitu pelaku usaha yang mendistribusikan atau memperdagangkan barang dan/atau jasa tersebut kepada masyarakat, seperti pedagang secara retail, pedagang kaki lima, warung, toko, supermarket, hypermarket, rumah sakit, klinik, warung dokter, usaha angkutan (darat, laut, udara), kantor pengacara, dan sebagainya.
Pelaku usaha sebagai penyelenggara kegiatan usaha merupakan pihak yang harus bertanggung jawab atas akibat-akibat negatif berupa kerugian yang ditimbulkan oleh usahanya terhadap pihak ketiga, yaitu konsumen, sama seperti seorang produsen.31 Meskipun demikian konsumen dan pelaku usaha ibarat sekeping mata uang dengan dua sisinya yang berbeda.32
7. Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha
a. Hak Pelaku Usaha
Hak Pelaku Usaha Dalam Pasal 6 Undang-Undang Perlindungan Konsumen, pelaku usaha mempunyai hak sebagai berikut:
1) Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
2) Hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik;
3) Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen;
4) Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
5) Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang- undangan lainnya.
31 Xxxxx Xxxxxxxxx, Op.Cit, hlm. 17.
32 Az. Xxxxxxxx, Konsumen dan Hukum Tinjauan Sosial, Ekonomi dan Hukum pada Perlindungan Konsumen Indonesia, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1995. hlm. 21.
Hak pelaku usaha untuk menerima pembayaran sesuai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan, menunjukkan bahwa pelaku usaha tidak dapat menuntut lebih banyak jika kondisi barang dan/atau jasa yang diberikannya kepada konsumen tidak atau kurang memadai menurut harga yang berlaku pada umumnya atas barang dan/atau jasa yang sama. Dalam praktek yang biasa terjadi, suatu barang dan/atau jasa yang kualitasnya lebih rendah daripada barang yang serupa, maka para pihak menyepakati harga yang lebih murah. Dengan demikian yang dipentingkan dalam hal ini adalah harga yang wajar.33
b. Kewajiban Pelaku Usaha
Undang-Undang Perlindungan Konsumen tidak hanya mengatur hak pelaku usaha saja, tetapi juga mengatur mengenai kewajiban pelaku usaha. Dalam Pasal 7 Undang-Undang Perlindungan Konsumen kewajiban pelaku usaha, antara lain:
1) Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;
2) Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan;
3) Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
4) Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku;
33 Xxxxxx Xxxx dan Xxxxxxxx Xxxx, Op.Cit, hlm. 51.
5) Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan;
6) Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan.
Dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen pelaku usaha diwajibkan beriktikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya, sedangkan bagi konsumen diwajibkan beriktikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa.34 Dalam Undang- Undang Perlindungan Konsumen tampak bahwa iktikad baik lebih ditekankan pada pelaku usaha, karena meliputi semua tahapan dalam melakukan kegiatan usahanya, sehingga dapat diartikan bahwa kewajiban pelaku usaha untuk beriktikad baik dimulai sejak barang dirancang/diproduksi sampai pada tahap purna penjualan, sebaliknya konsumen hanya diwajibkan beriktikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa. Hal ini tentu saja disebabkan karena kemungkinan terjadinya kerugian bagi konsumen dimulai sejak barang dirancang/diproduksi oleh produsen (pelaku usaha), sedangkan bagi konsumen, kemungkinan untuk dapat merugikan produsen mulai pada saat melakukan pada saat transaksi dengan produsen.35
34 Ibid, hlm. 54.
35 Ibid
8. Tanggungjawab Pelaku saha
Sebagai konsekuensi hukum dari pelarangan yang diberikan oleh Undang- Undang tentang Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999, dan sifat perdata dari hubungan hukum antara pelaku usaha dan konsumen,maka demi hukum, setiap pelanggaran yang dilakukan oleh pelaku usaha yang merugikan konsumen memberikan hak kepada konsumen yang dirugikan tersebut untuk meminta pertanggung jawaban dari pelaku usaha yang merugikannya, serta untuk menuntut ganti rugi atas kerugian yang diderita oleh konsumen tersebut. Hal tersebut tentunya akan terjadi ketika seseorang konsumen merasa dirugikan oleh pelaku usaha atas barang dan/atau jasa.
Pasal 19 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan konsumen menerangkan:
1. Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan gantirugi atas kerusakan, pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi baran dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan.
2. Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa pengembalian uang atau penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
3. Pemberian gati-rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal transaksi.
4. Pemberian ganti-rugi sebagaimna dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak menghapuskan kemungkinan adanya tuntunan pidana berdasarkan pembuktian lebih lanjut mengenai adanya unsur kesalahan.
5. Ketentutuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak berlaku apabila pelaku usaha dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut merupakan kesalahan konsumen. 36
Dengan demikian jika memperhatikan substansi dari tanggung jawab pelaku usaha yang di atutr dalam pasal 19 ayat (1) Undang-Undang Perlindungan Konsumen
36 X.Xxxxx dkk, op.cit, hlm.65
tersebuut diatas, maka dapat diketahui bahwa tanggung jawab dari pelaku usaha itu meliputi :
1. Tanggung jawab ganti kerugian atas kerusakan.
2. Tanggung jawab kerugian atas pencemaran; dan
3. Tanggung jawab ganti kerugian atas kerugian konsumen.
Hal ini berarti bahwa tanggung jawab pelaku usaha yang diberikan meliputi segala bentuk kerugian yang dialami oleh konsumen.37
B. Tinjauan Umum tentang Promo
a. Definisi Promo
Promo berasal dari bahasa Promosi (promotion) adalah usaha atau upaya untuk memajukan atau meningkatkan; misalnya untuk meningkatkan perdagangan atau memajukan bidang usaha38. Promosi berasal dari kata promote dalam bahasa Inggris yang diartikan sebagai mengembangkan atau meningkatkan. Pengertian tersebut jika dihubungkan dengan bidang penjualan berarti sebagai alat untuk meningkatkan omzet penjualan.39
Dari pendapat para ahli, promosi mempunyai pengertian yang berbeda-beda. Perbedaan tersebut dapat diketahui dari beberapa defenisi sebagai berikut. Basu Xxxxxxx mengemukakan, promosi adalah arus informasi atau persuasi satu-arah yang dibuat untuk mengarahkan seseorang atau organisasi kepada tindakan yang
37 Eli Wuria, Penjelasan Pasal 2,Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, gramedia , jakarta 2017 hlm. 6
38 Xxxxx Xxxxxxxxxxx, dkk, Kamus Lengkap Ekonomi, (Bandung: Pionir Jaya, 2002), hlm.399
39 Xxxxxx Xxxxxxxx, Strategi Promosi yang Kreatif dan Analisis Kasus Integrated Marketing Communication, (Jakarta: Anggota IKAPI, 2009), hlm. 49
menciptakan pertukaran dalam pemasaran40. Menurut Xxxxxx, promosi mencakup semua alat bauran pemasaran (marketing mix) yang peran utamanya adalah lebih mengadakan komunikasi yang sifatnya membujuk41.
Xxxxx Xxxxxxxx mengemukakan bahwa promosi adalah suatu bentuk komunikasi pemasaran. Yang maksud dengan komunikasi pemasaran adalah aktivitas pemasaran yang berusaha menyebarkan informasi, mempengaruhi/ membujuk, dan/atau mengingatkan pasar sasaran atas perusahaan dan produknya agar bersedia menerima, membeli, dan loyal pada produk yang ditawarkan perusahaan yang bersangkutan42.
Xxxxxxxxxxx menyatakan bahwa promosi adalah merupakan kegiatan-kegiatan yang ditujukan untuk mempengaruhi konsumen agar mereka dapat menjadi kenal akan produk yang ditawarkan oleh perusahaan kepada mereka dan kemudian mereka menjadi senang lalu membeli produk tersebut43.
Jadi, promosi dapat diartikan sebagai suatu upaya atau alat komunikasi untuk memperkenalkan suatu produk dari suatu perusahaan tertentu agar dapat dikenal publik dan menarik minat pembeli sehingga meningkatkan penjualan perusahaan. Dalam mengambil komunikasi dan program promosi secara menyeluruh maka langkah-langkah utama komunikator pada bidang pemasaran, yaitu44:
a. Mengindentifikasi pendengar atau pemirsa
40 Basu Xxxxxxx, Pengantar Bisnis Modern, Edisi ketiga, Cet ke-11, (Yogyakarta: Liberty Yogyakarta, 2007), hlm. 222
41 Xxxxxx Xxxxxxxx, loc.cit, hlm. 49
42 Xxxxx Xxxxxxxx, Strategi Pemasaran, Xx XXX, (Yogyakarta: XXXX, 2008), hlm. 219 43 Xxxxxxxxxxx, Manajemen Pemasaran, Cet ke-6, (Yogyakarta: BPFE, 2000), hlm.23 44 Xxxxxx Xxxxxx, Manajemen Pemasaran, (Surakarta: PT Pabelan, 1997), hlm. 356
b. Menentukan tujuan komunikasi
c. Merancang pesan
d. Mengalokasikan anggaran promosi
e. Merumuskan tentang bauran promosi
x. Xxxxukur hasil promosi
g. Mengelola dan mengkoordinasikan proses komunikasi pemasaran secara keseluruhan.
Perusahaan dapat melakukan kegiatan promosi secara langsung ataupun tidak langsung melalui media massa. Kegiatan promosi tersebut akan dipilih perusahaan tergantung dari faktor-faktor sebagai berikut45:
a. Jumlah dana promosi yang tersedia
b. Masa tahapan kehidupan produk
c. Pemberi sasaran yang dituju
d. Sifat khusus dari produk
lain46:
Dalam melaksanaan rencana promosi akan melibatkan beberapa tahap antara
a. Menentukan Tujuan
b. Mengindentifikasi Pasar yang dituju
c. Menyusun Anggaran
d. Memilih Berita
e. Menentukan Promotional Mix
hlm.179
45 Xxxxxxxx Xxxxxx, Kerangka Dasar Manajemen Pemasaran, (Jakarta: LPPM, 1997),
46 Xxxxxxx Xxxxxxxxxx, Basic Marketing, (Yogyakarta: Gosyen Publishing, 2014), hlm. 58
f. Memilih Media Mix
g. Mengukur Efektifitas
x. Xxxxxxxxxxkan dan Memodifikasi
2. Tujuan Promo
Promo yang berasal dari kata Promosi pada umumnya merupakan kegiatan dunia usaha yang ditujukan untuk meningkatkan penjualan atau produktivitas dan pendapatan perusahaan. Tujuan kegiatan promosi adalah memberitahukan dan mengkomunikasikan kepada masyarakat tentang keberadaan produk, kemanfaatan, keunggulan, atribut-atribut yang dimiliki, harga, dimana dan cara memperolehnya.
Menurut Xxxxx Xxxxxxxx, tujuan utama promosi adalah menginformasikan, mempengaruhi, dan membujuk, serta mengingatkan pelanggan sasaran tentang perusahaan dan bauran pemasarannya. Secara rinci ketiga tujuan promosi tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut47:
a. Menginformasikan (informing), dapat berupa:
1) Menginformasikan pasar mengenai keberadaaan suatu produk baru,
2) Memperkenalkan cara pemakaian yang baru dari suatu produk,
3) Menyampaikan perubahan harga kepada pasar,
4) Menjelaskan cara kerja suatu produk,
5) Menginformasikan jasa-jasa yang disediakan oleh perusahaan,
6) Meluruskan kesan yang keliru,
7) Mengurangi ketakutan atau kekhawatiran pembeli,
8) Membangun citra perusahaan.
47 Xxxxx Xxxxxxxx, Op.cit hlm. 221
b. Membujuk pelanggan sasaran (persuading) untuk:
1) Membentuk pilihan merek,
2) Mengalihkan pilihan merek tertentu,
3) Mengubah persepsi pelanggan terhadap atribut produk,
4) Mendorong pembeli untuk berbelanja saat itu juga,
5) Mendorong pembeli untuk menerima kunjungan waraniaga (salesman).
c. Mengingatkan (reminding), dapat terdiri atas:
1) Mengingatkan pembeli bahwa produk yang bersangkutandibutuhkan dalam waktu dekat,
2) Mengingatkan pembeli akan tempat-tempat yang menjual produk perusahaan,
3) membuat pembeli tetap ingat walaupun tidak ada kampanye iklan.
4) Menjaga ingatan pertama pembeli jatuh pada produk perusahaan.
Menelaah pemikiran-pemikiran diatas, maka dapat disimpulkanbetapa pentingnya kegiatan promosi, karena kegiatan promosi merupakan suatu proses memperkenalkan keberadaan, karakteristik, dan keunggulan dari produk perusahaan, sehingga menimbulkan minat calon konsumen untuk membeli dan mengkonsumsi produk yang ditawarkan, yang merupakan tujuan utama dari tindakan promosi.
Promosi memiliki tujuan yang lebih luas. Tujuan-tujuan jangka panjang kegiatan promosi tersebut tidak atau belum akan secara langsung dan dalam jangka waktu singkat menampakkan hasil. Apabila program promosi jangka panjang dapat berhasil maka hasilnya akan lebih baik. Sebab akan boleh jadi konsumen menjadi
setia dan loyal terhadap suatu produk. Secara jangka panjang promosi ditujukan untuk mencapai hal-hal berikut ini48:
a. Menguatkan asosiasi dan kesadaran merek,
b. Menguatkan loyalitas merek,
c. Memberikan kesan kualitas yang diinginkan.
Dengan adanya tujuan jangka panjang yang diharapkan agar untuk tindakan promosi dapat selalu mempengaruhi kosumen untuk menggunakan suatu produk dan tidak berpindah kepada jenis produk sejenis yang diproduksi oleh perusahaan pesaing.
C. Jenis-Jenis Promo
Dalam kegiatan pemasaran, kita mengenal macam-macam promo atau disebut juga dengan promotional mix. Promotional mix adalah kombinasi strategi yang paling baik dari variabel-variabel periklanan, personal selling, dan alat-alat promosi yang lain yang semuanya direncanakam untuk mencapai tujuan program penjualan49.
Adapun unsur-unsur bauran promosi menurut Xxxxxx dan Xxxxxxxxx variabel- variabel yang ada di promotional mix ada lima, yaitu50:
a. Periklanan (Advertising)
Segala biaya yang harus dikeluarkan sponsor untuk melakukan presentasi dan promosi non pribadi dalam bentuk gagasan, barang atau jasa.
48 Xxxxx Xxxxx, Xxxxxxxxx Xxxxxxx Merk, (Jakarta: Spektrum, 1997), hlm. 248 49 Xxxx Xxxxxxx, Manajemen Pemasaran, (Yogyakarta: Liberty, 2003), hlm. 249 50 Xxxxxxx Xxxxxxxxxx, Op.cit, hlm. 57
b. Penjualan perorangan (personal selling)
Presentasi pribadi oleh para wiraniaga perusahaan dalam rangka mensukseskan penjualan dan membangun hubungan dengan pelanggan.
c. Promosi penjualan (sales promotion)
Insentif jangka pendek untuk mendorong pembelian atau penjualan suatu produk atau jasa.
d. Hubungan masyarakat (public relation)
Membangun hubungan baik dengan publik terkait untuk memperoleh dukungan, membangun “citra perusahaan” yang baik dan menangani atau menyingkirkan gossip, cerita dan peristiwa yang dapat merugikan.
e. Pemasaran langsung (direct marketing)
Komunikasi langsung dengan pelanggan yang di incar secara khusus untuk memperoleh tanggapan langsung. Dengan demikian maka promosi merupakan kegiatan perusahaan yang dilakukan dalam rangka memperkenalkan produk kepada konsumen sehingga dengan kegiatan tersebut konsumen tertarik untuk melakukan pembelian. Menurut Xxxxx Xxxxxxxx, meskipun secara umum bentuk- bentuk promosi memiliki fungsi yang sama, tetapi bentuk-bentuk tersebut dapat dibedakan berdasarkan tugas-tugas khususnya. Beberapa tugas khusus itu atau sering disebut bauran promosi (promotion mix, promotion blend, communication mix), adalahpersonal selling, mass selling, terdiri atas periklanan dan publisitas), promosi penjualan,public relation (hubungan masyarakat), dan direct marketing51.
51 Xxxxx Xxxxxxxx, op.cit, hlm. 222
Secara lebih jelas, kelima komponen promosi di atas dapat dijelaskan sebagai berikut:
1) Personal selling
Personal selling adalah komunikasi langsung (tatap muka) antara penjual dan calon pelanggan untuk memperkenalkan suatu produk kepada calon pelanggan dan membentuk pemahaman pelanggan terhadap produk sehingga mereka kemudian akan mencoba dan membelinya.
2) Mass selling
Mass selling merupakan pendekatan yang menggunakan media komunikasi untuk menyampaikan informasi kepada khalayak ramai dalam satu waktu. Metode ini memang tidak sefleksibel personal selling namun merupakan alternatif yang lebih murah untuk menyampaikan informasi ke khalayak (pasar sasaran) yang jumlahnya sangat banyak dan tersebar luas.Ada dua bentuk utama mass selling, yaitu periklanan dan publisitas.
a) Iklan adalah bentuk komunikasi tidak langsung, yang didasari pada informasi tentang keunggulan atau keuntungan suatu produk, yang disusun sedemikian rupa sehingga menimbulkan rasa menyenangkan yang akan mengubah pikiran seseorang untuk melakukan pembelian.
b) Publisitas adalah bentuk penyajian dan penyebaran ide, barang dan jasa secara non personal, yang mana orang atau organisasi yang diuntungkan tidak membayar untuk itu. Publisitas merupakan pemanfaatan nilai-nilai berita yang terkandung dalam suatu produk untuk membentuk citra produk yang bersangkutan.
3) Promosi penjualan
Promosi penjualan adalah bentuk persuasi langsung melalui penggunaan berbagai insentif yang dapat diatur untuk merangsangpembelian produk dengan segera dan/atau meningkatkan jumlah barang yang akan dibeli pelanggan.
4) Public relation
Public relationmerupakan upaya komunikasi menyeluruh dari suatu perusahaan untuk mempengaruhi persepsi, opini, keyakinan, dan sikap berbagai kelompok terhadap perusahaan tersebut.
5) Direct marketing
Direct marketing adalah sistem pemasaran yang bersifat interaktif, yang memanfaatkan satu atau beberapa media iklan untuk menimbulkan respon yang terukur dan atau transaksi disembarang lokasi. Dalam direct marketing, komunikasi promosi ditujukan langsung kepada konsumen individual, dengan tujuan agar pesan-pesan tersebut ditanggapi konsumen yang bersangkutan, baik melalui telepon, pos atau dengan datang langsung ke tempat pemasar.
Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, dapat disimpulan bahwa unsur-unsur dari promosi yang akan dibiayai untuk kegiatan promosi adalah personal selling, mass selling, promosi penjualan, public relation (hubungan masyarakat), dan direct marketing.
BAB III METODELOGI PENULISAN
X. Xxxxx Lingkup Penulisan
Ruang lingkup penulisan ini bertujuan untuk membatasi sejauh mana masalah yang di bahas didalam penulisan skripsi ini. Adapun masalah penulisan skripsi adalah Bagaimana Pengaturan Hukum di Indonesia mengenai Pembelian Tiket Promo yang dilakukan oleh Pelaku Usaha yang tidak sesuai dengan sebenarnya dan mengakibatkan kerugian kepada Konsumen dan Dasar Pertimbangan Hakim Dalam Memberikan Putusan terkait pembelian tiket Promo yang mengakibatan kerugian pada konsumen sebagaimana yang dimuat dalam Putusan dengan Nomor 10/Pdt.G.S/2020/PN Rhl.
B. Metode Pendekatan Masalah
Menurut Xxxxx Xxxxxx Xxxxxxx, penelitian hukum adalah suatu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum yang menjawab isu-isu hukum yang dihadapi.52 Adapun metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu:
1. Pendekatan Undang-Undang ( Statute Approach )
Pendekatan undang-undang dilakukan dengan cara menelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang ditangani yaitu Undang- undang KUHPerdata tentang Perikatan dan Jual-Beli serta Undang-undang Perlindaungan Konsemen
2. Pendekatan Kasus (Case Approach)
ukum E
52 Xxxxx Xxxxxx Xxxxxxx, Penelitian H
utama,2015, hlm. 133
41 disi Revisi, Bandung : PT Xxxxxxxx Xxxxx
Dilakukan dengan cara melakukan telaah terhadap kasus-kasus yang berkaitan dengan isu yang dihadapi yang telah menjadi putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap yaitu Putusan dengan Nomor 10/Pdt.G.S/2020/PN Rhl.
3. Pendekatan Konseptual (Conseptual Approace),
Yaitu suatu metode pendekatan melalui pendekatan dengan merujuk dari pandangan- pandangan dan doktrin-doktrin yang berkembang di dalam ilmu hukum
C. Sumber Bahan hukum
Sumber bahan Hukum yang digunakan adalah :53
1. Bahan Hukum Primer
Adapun sumber data primer yang diperoleh penulis adalah dari peraturan perundang- undangan yang berkaitan dengan diundangkanya yaitu undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen
2. Bahan Hukum Sekunder
Yakni bahan-bahan yang memberi petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, misalnya Kamus Hukum, Ensiklopedia, Indeks Kumulatif dan sebagainya. Agar diperoleh informasi yang terbaru dan berkaitan erat dengan permasalahannya, maka kepustakaan yang di cari dan di pilih harus relavan dan mutakhir.
3. Bahan Hukum Tertier
Yakni bahan-bahan yang memberi petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, misalnya internet dan kamus-kamus yang berkaitan dengan hukum. Agar diperoleh informasi yang terbaru dan berkaitan erat dengan permasalahannya, maka kepustakaan yang di cari dan di pilih harus relavan dan mutakhir.
53 Xxxxxxxx Xxxxxxxx, Pengantar Penelitian Hukum, Penerbit Universitas Indonesia-UI Press cetakan ke- 3 tahun 1984, hlm 54.
D. Metode Pengumpulan Data
Metode Pengumpulan data yang disusun dalam penulisan skripsi ini adalah metode kepustakaan (Library Research) yaitu dengan membaca buku-buku, menganalisa buku-buku, peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan Promo yang berkaitan dnegan jual-beli yang mengakibatkan kerugian pada konsumen dan bahan-bahan kepustakaan yang berkaitan dengan literatur-literatur majalah, mas media, internet dan juga media informasi lainnya yang berkaitan dengan perumusan masalah dalam penulisan ini.
E. Metode Analisa Data
Metode analisa data yang digunakan dalam penulisan ini adalah yuridis deskriptif yaitu dengan menggambarkan sesuai dengan kenyataan-kenyataan yang ada dalam masyarakat dikaitkan dengan undang-undang yang berlaku.