KEBIJAKAN UMUM
ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KOTA SINGKAWANG TAHUN ANGGARAN 2021
PEMERINTAH KOTA SINGKAWANG TAHUN 2020
NOMOR : 900/ 299 /BAPPEDA
900/ 106 /DPRD
TENTANG :
KEBIJAKAN UMUM ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KOTA SINGKAWANG TAHUN ANGGARAN 2021
KOTA SINGKAWANG KEBIJAKAN UMUM APBD (KUA) TAHUN ANGGARAN 2021
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Penyusunan Kebijakan Umum APBD (KUA)
Kebijakan Umum APBD (KUA) adalah dokumen yang memuat kebijakan pendapatan, belanja, dan pembiayaan serta asumsi yang mendasarinya untuk periode 1 (satu) tahun. KUA Kota Singkawang Tahun Anggaran 2021 disusun dengan mendasarkan pada Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Kota Singkawang Tahun 2021. RKPD Kota Singkawang Tahun 2021 disusun melalui beberapa pendekatan perencanaan yaitu teknokratis, partisipatif, politis, atas-bawah (top- down) dan bawah-atas (bottom-up) melalui proses Musyawarah Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Singkawang. RKPD disusun untuk menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, dan pengawasan.
Pembangunan daerah dilaksanakan dengan memanfaatkan sumber daya yang dimiliki dan bertujuan untuk meningkatan kesejahteraan masyarakat baik dalam aspek pendapatan, kesempatan kerja, lapangan berusaha, akses terhadap pengambilan kebijakan, berdaya saing, maupun peningkatan indeks pembangunan manusia. Pembangunan daerah yang baik didasarkan pada perencanaan yang bertumpu pada penetapan prioritas pembangunan berbasiskan pada aspirasi masyarakat.
Sesuai dengan amanat Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, maka rencana pembangunan yang akan dianggarkan dalam APBD terlebih dahulu dibuat kesepakatan antara Pemerintah Daerah dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dalam bentuk Nota Kesepakatan tentang Kebijakan Umum Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
KUA Kota Singkawang Tahun Anggaran 2021 memuat kondisi ekonomi makro daerah, asumsi penyusunan APBD, kebijakan pendapatan daerah, kebijakan belanja daerah, kebijakan pembiayaan daerah, dan strategi pencapaiannya. Strategi pencapaian memuat langkah-langkah konkrit dalam mencapai target dan selanjutnya KUA Tahun Anggaran 2021 dituangkan dalam rancangan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS) Tahun Anggaran 2021 yang disusun dengan tahapan: a) menentukan skala prioritas pembangunan daerah; b) menentukan prioritas program untuk masing-masing urusan; dan c) menyusun plafon anggaran sementara untuk masing-masing program/kegiatan.
1.2. Tujuan Penyusunan KUA
Kebijakan Umum Anggaran (KUA) disusun dengan maksud agar terjadi sinkronisasi dan keterpaduan sasaran program dan kegiatan dengan kebijakan pemerintah di bidang keuangan dan menjaga kelangsungan penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan daerah, serta pelayanan masyarakat.
Tujuan penyusunan Kebijakan Umum APBD Kota Singkawang Tahun Anggaran 2021 adalah sebagai pedoman penyusunan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS) APBD Kota Singkawang Tahun Anggaran 2021 untuk selanjutnya dijadikan dasar dalam penyusunan Rancangan Peraturan Daerah tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kota Singkawang Tahun Anggaran 2021.
1.3. Dasar Hukum Penyusunan KUA
Kebijakan Umum APBD (KUA) Kota Singkawang Tahun Anggaran 2021 ini disusun mengacu kepada sejumlah peraturan perundangan sebagai berikut:
1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3857);
3. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2001 tentang Pembentukan Kota Singkawang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 92, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4119);
4. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);
5. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);
6. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggungjawab Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4400);
7. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421);
8. Undang–Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438);
9. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5049);
10.Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587), sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang- Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679);
11.Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2000 tentang Kedudukan Keuangan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 210, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4028);
12.Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4502) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2012 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 171, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5340);
13.Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 137, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4575);
14.Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2005 tentang Sistem Informasi Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 138, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4576) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2010 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2005 tentang Sistem Informasi Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 110, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5155);
15.Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4578);
16.Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4585);
17.Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4593);
18.Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 25, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4614);
19.Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 21, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4817);
20.Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pemberian dan Pemanfaatan Insentif Pemungutan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 119, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5161);
21.Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 123, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5165);
22.Peraturan Pemerintah Nomor 91 Tahun 2010 tentang Jenis Pajak yang Dipungut Berdasarkan Penetapan Kepala Daerah atau Dibayar Sendiri oleh Wajib Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5179);
23.Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2011 tentang Pinjaman Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5219);
24.Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2012 tentang Hibah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5272);
25.Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 92, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5533);
26.Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 114, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5887);
27.Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2017 tentang Hak Keuangan dan Administratif Pimpinan dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah;
28.Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah;
29.Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor
21 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 310);
30.Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pengelompokan Kemampuan Keuangan Daerah, Penganggaran dan Pertanggungjawaban Penggunaan Belanja Penunjang Operasional Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah serta Tatacara Pengembalian Tunjangan Komunikasi Intensif dan Dana Operasional;
31. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 86 Tahun 2017 tentang Tata Cara Perencanaan, Pengendalian dan Evaluasi Pembangunan Daerah, Tata Cara Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah Tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah dan Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Daerah, serta Tata Cara Perubahan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah, dan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 1312);
32.Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2011 tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial yang bersumber dari APBD sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 14 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2011 tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 541);
33.Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 19 Tahun 2016 tentang Pedoman Pengelolaan Barang Milik Daerah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 547);
34.Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 90 tahun 2019 tentang Klasifikasi, Kodefikasi, Dan Nomenklatur Perencanaan Pembangunan Dan Keuangan Daerah;
35. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor tahun 2020 tentang Penyusunan Rencana Kerja Pemerinta Daerah tahun 2021;
36. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 64 Tahun 2020 tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2021;
37.Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2013 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2013-2018;
38.Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2005 tentang Kedudukan Protokoler dan Keuangan Pimpinan dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Singkawang sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2007 tentang Kedudukan Protokoler dan Keuangan Pimpinan dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Singkawang;
39.Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2008 tentang Pokok-Pokok Pengelolaan Keuangan Daerah;
40.Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Kota Singkawang Tahun 2005- 2025;
41.Peraturan Daerah Kota Singkawang No. 3 Tahun 2018 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kota Singkawang Tahun 2018-2022;
42.Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2012 tentang Pembentukan Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kota Singkawang;
43.Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2016 tentang Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah (Lembaran Daerah Kota Singkawang Tahun 2016 Nomor 4, Tambahan Lembaran Daerah Kota Singkawang Nomor 51);
44.Peraturan Walikota Nomor 39 Tahun 2020 tentang Rencana Kerja Pemerintah Daerah Kota Singkawang Tahun 2021.
BAB II
KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH
2.1. Perkembangan Indikator Ekonomi Makro Daerah Pada Tahun Sebelumnya
2.1.1. Pertumbuhan Ekonomi
Rancangan Awal Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2021 menetapkan bahwa tema pembangunan nasional adalah “Mempercepat Pemulihan Ekonomi dan Reformasi Sosial”. Tema ini mengindikasikan adanya upaya secara nasional untuk fokus pembangunan diarahkan kepada Pemulihan Industri, Pariwisata dan Investasi, Reformasi Sistem Kesehatan Nasional, Reformasi Sistem Perlindungan Sosial dan Reformasi Sistem Ketahanan Bencana. Unsur-unsur yang terkandung dalam RKP Tahun 2021 terdiri atas Tujuh Prioritas Nasional yakni:
1. Memperkuat Ketahanan Ekonomi untuk Pertumbuhan yang Berkualitas dan Berkeadilan
2. Mengembangkan Wilayah untuk Mengurangi Kesenjangan dan Menjamin Pemerataan
3. Meningkatkan Sumber Daya Manusia yang Berkualitas dan Berdaya Saing
4. Revolusi Mental dan Pembangunan Kebudayaan
5. Memperkuat Infrastruktur untuk Mendukung Pengembangan Ekonomi dan Pelayanan Dasar
6. Membangun Lingkungan Hidup, Meningkatkan Ketahanan Bencana, dan Perubahan Iklim
7. Memperkuat Stabilitas Polhukhankam dan Transformasi Pelayanan Publik Implikasi Ranwal RKP 2021 bagi pembangunan daerah baik tingkat Provinsi maupun Kabupaten/ Kota adalah Pemerintah Daerah harus memasukkan unsur tersebut sebagai dasar untuk menetapkan arah kebijakan ekonomi daerah dalam rangka menjaga keselarasan/ sinkronisasi
program pembangunan yang dilaksanakan secara berkelanjutan dari tingkat pusat sampai di tingkat daerah.
Seperti halnya yang telah tertuang dalam dokumen Rancangan Awal Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota Singkawang Tahun 2018- 2022, kerangka makro ekonomi Kota Singkawang tergambar pada unsur atau kriteria sebagai berikut:
2.1.1.1. Kondisi Ekonomi Daerah
Kondisi ekonomi nasional saat ini berdampak terhadap pertumbuhan ekonomi regional kabupaten/kota di Indonesia. Pertumbuhan ekonomi mengacu pada laju pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dari tahun ke tahun.
Berdasarkan Berita Resmi Statistik yang dipublikasi oleh Badan Pusat Statistik Kota Singkawang dengan Tema Pertumbuhan Ekonomi Kota Singkawang Tahun 2019 Nomor 006/04/6172/Th.XIV tanggal 13 April 2020 menyatakan bahwa perekonomian Kota Singkawang berdasarkan besaran Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Menurut Lapangan Usaha atas dasar harga berlaku tahun 2019 mencapai Rp 10.255,96 miliar rupiah dan atas dasar harga konstan 2010 mencapai Rp 6.839,80 miliar rupiah.
Ekonomi Kota Singkawang Tahun 2019 tumbuh 4,53 persen. PDRB per kapita Kota Singkawang atas dasar harga berlaku tahun 2019 adalah sebesar 46,01 juta rupiah per tahun. Dari sisi produksi, lapangan usaha Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang mengalami pertumbuhan tertinggi mencapai 7,11%. Dari sisi pengeluaran, komponen Pengeluaran Konsumsi LNPRT mengalami pertumbuhan tertinggi sebesar 5,41%.
Gambar 2.1.1
3 Pertumbuhan Ekonomi Tertinggi Kota Singkawang Berdasarkan Kategori Lapangan Usaha Tahun 2019
7.2
7.1
7
6.9
6.8
6.7
6.6
6.5
6.4
6.3
6.2
7.11
6.73
6.54
Pengadaaan Air, Pengelolaan
Sampah, Limbah dan Daur Ulang
Perdagangan Besar dan
Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
Penyediaan Akomodasi dan
Makan Minum
Struktur PDRB Kota Singkawang tahun 2019 dari sisi produksi masih didominasi oleh lapangan usaha Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor (20,83%). Sementara itu, dari sisi pengeluaran, struktur PDRB Kota Singkawang didominasi oleh komponen Pengeluaran Rumah Tangga (50,20%).
Perekonomian Kota Singkawang tahun 2019 tumbuh sebesar 4,53%. Dalam 3 (tiga) tahun terakhir laju pertumbuhan Kota Singkawang terus mengalami perlambatan. Pada tahun 2017 laju pertumbuhan ekonomi Kota Singkawang adalah 5,38%, kemudian melambat menjadi 4,70% di tahun 2018 dan terus melambat menjadi 4,53% pada tahun 2019
Grafik 2.1.2
Laju Pertumbuhan Ekonomi Kota Singkawang Tahun 2015-2019 (Persen)
6.5
6
5.5
5
4.5
4
2014
6.17
5.217
5.38
5.17
4.86
5.07
4.7
5
4.53
2015
2016
2017
2018
2019
2020
Kota Singkawang
Struktur PDRB Kota Singkawang menurut komponen pengeluaran ditopang oleh komponen Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga. Kontribusi komponen ini setiap tahunnya lebih dari 50%. Komponen penopang berikutnya adalah komponen Pembentukan Modal Tetap Bruto dengan kontribusi lebih dari 35 persen setiap tahunnya.
Gambar 2.3
Distribusi Persentase PDRB Kota Singkawang Beberapa Komponen Pengeluaran Tahun 2019
60
50.2
50
40
37.05
30
20
12.79
10
3.06
0
Pengeluaran Konsumsi
Rumah Tangga
Pembentukan Modal Pengeluaran Konsumsi Pengeluaran Konsumsi
Tetap Bruto
Pemerintah
LNPRT
Sumber : BPS Kota Singkawang
Perekonomian Kota Singkawang tahun 2019 tumbuh sebesar 4,53%. Berdasarkan Gambar 3.4, 3 (tiga) pertumbuhan terbesar pada tahun 2019 terjadi pada komponen Pengeluaran Konsumsi LNPRT yaitu sebesar 5,41%; kemudian komponen Pengeluaran Konsumsi Pemerintah sebesar 4,94%; dan diikuti dengan komponen Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga, yaitu sebesar 4,72%. Pertumbuhan komponen Pengeluaran Konsumsi LNPRT pada tahun 2019 sedikit banyak dipicu oleh diselenggarakannya pemilihan umum presiden dan wakil presiden dan pemilihan umum legislatif.
Gambar 2.4
3 Pertumbuhan Ekonomi Tertinggi Kota Singkawang Berdasarkan Komponen Pengeluaran Tahun 2019
5.6
5.41
5.4
5.2
5
4.94
4.8
4.72
4.6
4.4
4.2
Pengeluaran Konsumsi
LNPRT
Pengeluaran Konsumsi
Pemerintah
Pengeluaran Konsumsi
Rumah Tangga
Sumber : BPS Kota Singkawang
Perencanaan pembangunan ekonomi suatu negara atau daerah, memerlukan bermacam-macam data statistik untuk dasar penentu strategi dan kebijaksanaan agar sasaran pembangunan dapat dicapai dengan tepat. Pembangunan di berbagai bidang tersebut, diperlukan adanya data penunjang yang akurat agar perencanaan pembangunan menjadi lebih baik dan terarah. Salah satu data yang dapat digunakan untuk keperluan tersebut adalah data statistik harga. Data tersebut merupakan data harga yang
menyangkut berbagai kebutuhan konsumsi rumah tangga, baik berupa barang maupun jasa yang pada umumnya dikonsumsi oleh masyarakat dengan menggunakan satuan eceran.
Dengan melihat tingkatan harga eceran konsumen pada kondisi tertentu, maka para pembuat kebijaksanaan (policy maker) akan mampu mengamati sejauh mana daya beli masyarakat dan harga umum (general price) yang terjadi. Statistik harga eceran selain diperlukan pemerintah juga diperlukan oleh kalangan luas seperti perusahaan, serikat buruh, organisasi sosial, badan peneliti, rumah tangga dan lain-lain. Selain itu juga diperlukan oleh penentu sistem penggajian/pengupahan, market research dan sebagainya.
Dengan merebaknya virus covid-19 ini sektor pariwisata merupakan sektor yang sangat terdampak , karena sektor pariwisata merupakan sektor yang mempunyai multiplier effect bagi kondisi perekonomian di Kota Singkawang. Sektor pariwisata menyerap tenaga kerja yang tidak sedikit, belum lagi meningkatkan daya beli baik dengan datangnya wisatawan dari luar kota singkawang maupun merupakan sumber bagi usaha kecil dan menengah seperti jasa warung kopi. Dengan kondisi sekarang daya beli masyarakat menurun, pajak retribusi yang diterima daerah juga berbanding lurus belum lagi jumlah pengangguran akan meningkat yang juga mempunyai dampak tidak hanya pada sektor ekonomi Singkawang juga pada meningkatnya tingkat kriminalitas.
Dalam situasi krisis seperti ini, sektor UMKM sangat perlu perhatian khusus dari pemerintah karena secara nasional merupakan penyumbang terbesar terhadap PDB dan dapat menjadi andalan dalam penyerapan tenaga kerja, mensubtitusi produksi barang konsumsi atau setengah jadi. Selama ini UMKM telah membuktikan kemampuannya bertahan dalam situasi ekonomi yang sulit. Sebagian besar UMKM belum berhubungan langsung dengan sektor keuangan domestik, apalagi global. Situasi tersebut menyebabkan UMKM selama ini mampu bertahan terhadap krisis keuangan global seperti pada tahun 1998.
Secara khusus kondisi UMKM di Kota Singkawang juga terdampak akibat wabah Covid-19, hal tersebut dibuktikan berdasarkan laporan Dinas Penanaman Modal dan Tenaga Kerja Kota Singkawang yang telah merekapitulasi kondisi beberapa perusahaan termasuk UMKM terhadap operasional dan karyawannya. Secara rinci rekapitulasi kondisi UMKM berdasarkan data yang diperoleh sampai dengan tanggal 30 April 2020 sesuai tabel dibawah:
Tabel 2.1.3
Data Kondisi Ketenagakerjaan s.d 30 April 2020
Jumlah Perusahaan/Pemberi Kerja Terdata | 110 | |
A | Kondisi Operasional | |
1 | Tutup Sementara | 20 |
2 | Pengurangan Jam Kerja | 11 |
3 | Normal | 79 |
Jumlah Naker yang Terdata 3120
B | Kondisi Karyawan | |
1 | PHK | 11 |
2 | Dirumahkan Tanpa Upah | 206 |
3 | Dirumah dengan Pemotongan Upah | 148 |
4 | Dirumah dengan Upah Normal | 444 |
Sumber : Dinas Penanaman Modal dan Tenaga Kerja
Berdasarkan data diatas, Pemerintah Kota Singkawang telah melakukan langkah-langkah dalam mengurangi dampak ekonomi yang lebih buruk lagi terhadap karyawan yang mengalami PHK dan pemotongan upah. Upaya yang dilakukan dalam bentuk program bantuan perlindungan sosial (social safety net) yang merupakan salah satu program yang diwajibkan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah dengan mengarahkan sasaran kebijakan tersebut ke salah satunya yaitu karyawan perusahaan yang terdampak Covid-19.
BAB III
ASUMSI–ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) TAHUN ANGGARAN 2021
3.1.Asumsi Dasar yang Digunakan dalam APBNPenyusunan APBD Tahun Anggaran 2021 didasarkan prinsip sebagai berikut:
1. sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah dan kemampuan pendapatan daerah;
2. tidak bertentangan dengan kepentingan umum dan peraturan perundang- undangan yang lebih tinggi;
3. berpedoman pada RKPD, KUA dan PPAS;
4. tepat waktu, sesuai dengan tahapan dan jadwal yang telah ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan;
5. transparan, untuk memudahkan masyarakat mengetahui dan mendapatkan akses informasi seluas-luasnya tentang APBD;
6. partisipatif, dengan melibatkan masyarakat; dan
7. tertib, taat pada ketentuan peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, bertanggung jawab dengan memperhatikan rasa keadilan, kepatutan dan manfaat untuk masyarakat.
3.2. Kebijakan Penyusunan APBD
Kebijakan yang perlu mendapat perhatian Pemerintah Daerah dalam penyusunan APBD Tahun Anggaran 2021 terkait dengan pendapatan daerah, belanja daerah, dan pembiayaan daerah adalah sebaga berikut:
1. Pendapatan Daerah
Struktur pendapatan daerah berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah atau
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, terdiri atas
1. Pendapatan Asli Daerah
a. Pajak Daerah;
b. Retribusi Daerah;
c. Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang dipisahkan;
d. Lain-lain Pendapatan Asli Daerah Yang Sah.
2. Pendapatan Transfer
1. Transfer Pemerintah Pusat
a) Dana Transfer Umum
(1) DBH; dan
(2) DAU.
b) Dana Transfer Khusus
(1) DAK Fisik; dan
(2) DAK Non Fisik.
c) Dana Insentif Daerah;
d) Xxxx Xxxxxxx Xxxxxx;
e) Xxxx Xxxxxxxxxxan;
f) Dana Kelurahan.
2. Transfer Antar-Daerah
a) Pendapatan Bagi Hasil;dan
b) Bantuan Keuangan.
3. Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah
a) Hibah;
b) Xxxx Xxxxxxx;
c) Lain-lain pendapatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
Pendapatan daerah yang dianggarkan dalam APBD Tahun Anggaran 2021 merupakan perkiraan yang terukur secara rasional dan memiliki kepastian serta harus berdasarkan pada ketentuan peraturan perundang- undangan, dengan mempedomani kebijakan sebagai berikut:
a. Pendapatan Asli Daerah (PAD)
1) Penganggaran pajak daerah dan retribusi daerah:
a) Peraturan daerah tentang pajak daerah dan retribusi daerah berpedoman pada Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor
97 Tahun 2012 tentang Retribusi Pengendalian Lalu Lintas dan Retribusi Perpanjangan Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing.
b) Penetapan target pajak daerah dan retribusi daerah harus didasarkan pada data potensi pajak daerah dan retribusi daerah di masing-masing pemerintah provinsi dan pemerintah Kabupaten/kota serta memperhatikan perkiraan pertumbuhan ekonomi pada Tahun 2020 yang berpotensi terhadap target pendapatan pajak daerah dan retribusi daerah.
c) Dalam rangka mengoptimalkan pajak daerah dan retribusi daerah, Pemerintah Daerah harus melakukan kegiatan pemungutan. Kegiatan pemungutan tersebut merupakan suatu rangkaian kegiatan mulai dari penghimpunan data objek dan subjek pajak atau retribusi, penentuan besarnya pajak atau retribusi yang terutang sampai kegiatan penagihan pajak atau retribusi kepada Wajib Pajak atau Wajib Retribusi serta pengawasan penyetorannya, dengan berbasis teknologi.
d) Pendapatan pajak daerah yang bersumber dari Pajak Kendaraan Bermotor paling sedikit 10% (sepuluh persen), termasuk yang dibagihasilkan kepada Kabupaten/kota, dialokasikan untuk mendanai pembangunan dan/atau pemeliharaan jalan serta peningkatan moda dan sarana transportasi umum sebagaimana diamanatkan dalam Pasal
8 ayat (5) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
e) Pendapatan pajak daerah yang bersumber dari Pajak Rokok, baik bagian provinsi maupun bagian Kabupaten/kota, dialokasikan paling sedikit 50% (lima puluh persen) untuk mendanai pelayanan kesehatan masyarakat dan penegakan hukum oleh aparat yang berwenang sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 31 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2016 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Pemungutan Pajak Daerah. Dalam rangka mendukung program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), Pemerintah Daerah menggunakan pendapatan yang bersumber dari pajak rokok yang merupakan bagian provinsi maupun bagian Kabupaten/kota, sebesar 75% (tujuh puluh lima persen) dari 50% (lima puluh persen) realisasi penerimaan pajak rokok bagian hak masing-masing Daerah provinsi/Kabupaten/kota untuk pendanaan program jaminan kesehatan nasional sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 82
Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan dan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 40 Tahun 2016 tentang Petunjuk Teknis Penggunaan Pajak Rokok Untuk Pendanaan Pelayanan Kesehatan Masyarakat, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 53 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 40 Tahun 2016.
f) Pendapatan pajak daerah yang bersumber dari Pajak Penerangan Jalan sebagian dialokasikan untuk penyediaan penerangan jalan sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 56 ayat (3) Undang- Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
g) Pendapatan retribusi daerah yang bersumber dari Retribusi Perpanjangan Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing dialokasikan untuk mendanai penerbitan dokumen izin, pengawasan di lapangan, penegakan hukum, penatausahaan, biaya dampak negatif dari perpanjangan Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing, dan kegiatan pengembangan keahlian dan keterampilan tenaga kerja lokal dan diatur
dalam peraturan daerah sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 16 Peraturan Pemerintah Nomor 97 Tahun 2012 Retribusi Pengendalian Lalu Lintas dan Retribusi Perpanjangan Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing.
h) Pendapatan retribusi daerah yang bersumber dari Retribusi Pengendalian Lalu Lintas dialokasikan untuk mendanai peningkatan kinerja lalu lintas dan peningkatan pelayanan angkutan umum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 9 Peraturan Pemerintah Nomor 97 Tahun 2012 Retribusi Pengendalian Lalu Lintas dan Retribusi Perpanjangan Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing.
i)Pendapatan retribusi daerah yang bersumber dari Retribusi Pelayanan Kesehatan yang merupakan hasil klaim kepada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) yang diterima oleh Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) atau Unit Kerja pada SKPD yang belum menerapkan Badan Layanan Umum Daerah (BLUD), dianggarkan pada akun pendapatan, kelompok pendapatan PAD, jenis pendapatan Retribusi Daerah, obyek pendapatan Retribusi Jasa Umum, rincian obyek pendapatan Retribusi Pelayanan Kesehatan.
j) Pemanfaatan dari penerimaan masing-masing jenis Retribusi diutamakan untuk mendanai kegiatan yang berkaitan langsung dengan peningkatan pelayanan sesuai dengan sumber penerimaan masing- masing jenis retribusi yang bersangkutan sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 161 ayat (1) Undang- Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
k) Larangan Pemerintah Daerah melakukan pungutan atau dengan sebutan lain berpedoman pada Pasal 286 ayat (2) Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Pasal 32 huruf a Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. Kepala daerah yang melakukan pungutan atau dengan sebutan lain di luar yang diatur dalam undang-
undang dikenai sanksi administratif berupa tidak dibayarkan hak-hak keuangannya yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang- undangan selama 6 (enam) bulan sebagaimana maksud Pasal 287 ayat
(1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Pasal 33 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah.
l)Larangan Pemerintah Daerah melakukan pungutan yang menyebabkan ekonomi biaya tinggi, menghambat mobilitas penduduk, lalu lintas barang dan jasa antar daerah, dan kegiatan impor/ekspor yang merupakan program strategis nasional berpedoman pada Pasal 32 huruf b Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah.
2) Penganggaran Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah Yang Dipisahkan Penganggaran hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan Tahun Anggaran 2021 memperhatikan nilai kekayaan daerah yang dipisahkan dan perolehan manfaat ekonomi, sosial dan/atau manfaat lainnya dalam jangka waktu tertentu, meliputi:
a) keuntungan sejumlah tertentu dalam jangka waktu tertentu berupa deviden, bunga dan pertumbuhan nilai Perusahaan Daerah yang mendapatkan investasi pemerintah daerah;
b) peningkatan berupa jasa dan keuntungan bagi hasil investasi sejumlah tertentu dalam jangka waktu tertentu;
c) peningkatan penerimaan daerah dalam jangka waktu tertentu sebagai akibat langsung dari investasi yang bersangkutan;
d) peningkatan penyerapan tenaga kerja sejumlah tertentu dalam jangka waktu tertentu sebagai akibat langsung dari investasi yang bersangkutan; dan/atau
e) peningkatan kesejahteraan masyarakat sebagai akibat dari investasi pemerintah daerah; sebagaimana maksud Pasal 2 dan Pasal 3
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 52 Tahun 2012 tentang Pedoman Pengelolaan Investasi Daerah.
3) Penganggaran Lain-lain PAD Yang Sah
a) Penganggaran Lain-lain PAD Yang Sah sebagaimana diatur dalam Pasal 31 ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, meliputi:
(1) hasil penjualan BMD yang tidak dipisahkan;
(2) hasil pemanfaatan BMD yang tidak dipisahkan; (3) hasil kerja sama daerah;
(4) jasa giro;
(5) hasil pengelolaan dana bergulir; (6) pendapatan bunga;
(7) penerimaan atas tuntutan ganti kerugian Keuangan Daerah; (8) penerimaan komisi, potongan, atau bentuk lain sebagai akibat penjualan, tukar-menukar, hibah, asuransi, dan/atau pengadaan barang dan jasa termasuk penerimaan atau penerimaan lain sebagai akibat penyimpanan uang pada bank, penerimaan dari hasil pemanfaatan barang daerah atau dari kegiatan lainnya merupakan Pendapatan Daerah;
(9) penerimaan keuntungan dari selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing;
(10) pendapatan denda atas keterlambatan pelaksanaan pekerjaan;
(11) pendapatan denda pajak daerah; (12) Pendapatan denda retribusi daerah;
(12) pendapatan hasil eksekusi atas jaminan; (14) pendapatan dari pengembalian;
(13) pendapatan dari BLUD; dan
(14) pendapatan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
b) Dalam rangka meningkatkan PAD, Pemerintah Daerah dapat mengoptimalisasikan pemanfaatan barang milik daerah dalam bentuk sewa, Bangun Guna Serah (BGS)/Bangun Serah Guna (BSG), Kerjasama Pemanfaatan (KSP) dan kerjasama penyediaan infrastruktur (KSPI) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai barang milik daerah.
b. Pendapatan Transfer/Dana Perimbangan/Lain-Lain Pendapatan Daerah Yang Sah
1) Xxxx Xxxx Xxxxx (DBH)
a) Pendapatan dari DBH-Pajak yang terdiri atas DBH-Pajak Bumi dan Bangunan (DBH-PBB) selain PBB Perkotaan dan Perdesaan, dan DBH-Pajak Penghasilan (DBH-PPh) yang terdiri dari DBH- PPh Pasal 25 dan Pasal 29 Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri (WPOPDN) dan PPh Pasal 21 dianggarkan paling tinggi sesuai dengan alokasi yang ditetapkan dalam Peraturan Presiden mengenai Rincian APBN Tahun Anggaran 2021 atau Peraturan Menteri Keuangan mengenai Alokasi DBH-Pajak Tahun Anggaran 2021, dengan memperhatikan kemungkinan realisasi penerimaan negara yang dinamis, diantaranya dengan mempertimbangkan penerimaan DBH 3 (tiga) tahun terakhir didasarkan pada realisasi pendapatan DBH-Pajak 3 (tiga) tahun terakhir yaitu Tahun Anggaran 2018, Tahun Anggaran 2017 dan Tahun Anggaran 2016. Dalam hal Peraturan Presiden mengenai Rincian APBN Tahun Anggaran 2021 atau Peraturan Menteri Keuangan mengenai Alokasi DBH-Pajak Tahun Anggaran 2021 ditetapkan dan/atau terdapat perubahan setelah Peraturan Daerah tentang APBD Tahun Anggaran 2021 ditetapkan, Pemerintah Daerah harus menyesuaikan alokasi DBH-Pajak dimaksud pada Peraturan Daerah tentang Perubahan APBD Tahun Anggaran 2021 atau ditampung dalam Laporan
Realisasi Anggaran (LRA) bagi Pemerintah Daerah yang tidak melakukan Perubahan APBD Tahun Anggaran 2021.
b) Pendapatan dari DBH-Cukai Hasil Tembakau (DBH- CHT) dianggarkan sesuai dengan alokasi yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai Rincian DBH-CHT menurut provinsi/kabupaten/kota Tahun Anggaran 2020. Apabila Peraturan Menteri Keuangan mengenai Rincian DBH- CHT menurut provinsi/kabupaten/kota Tahun Anggaran 2021 belum ditetapkan, penganggaran pendapatan DBH-CHT didasarkan pada tren realisasi pendapatan DBH-CHT 3 (tiga) tahun terakhir yaitu Tahun Anggaran 2019, Tahun Anggaran 2018 dan Tahun Anggaran 2017.
Dalam hal Peraturan Menteri Keuangan mengenai Rincian DBH- CHT menurut provinsi/kabupaten/kota Tahun Anggaran 2020terlah ditetapkan dan/atau terdapat perubahan setelah peraturan daerah tentang APBD Tahun Anggaran 2021 ditetapkan, Pemerintah Daerah harus menyesuaikan alokasi DBH-CHT dimaksud dengan terlebih dahulu melakukan perubahan peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD Tahun Anggaran 2021 dengan pemberitahuan kepada Pimpinan DPRD, untuk selanjutnya dituangkan dalam peraturan daerah tentang perubahan APBD Tahun Anggaran 2021 atau ditampung dalam LRA bagi Pemerintah Daerah yang tidak melakukan Perubahan APBD Tahun Anggaran 2021.
Sisa DBH-CHT di rekening kas umum daerah pemerintah kabupaten/kota, diprioritaskan untuk dianggarkan penggunannya pada Tahun Anggaran 2021 secara bertahap atau sekaligus.
c) Pendapatan Dana Bagi Hasil yang bersumber dari Sumber Daya Alam (DBH-SDA) yang terdiri dari DBH-Kehutanan, DBH- Pertambangan Mineral dan Batubara, DBH- Pertambangan Minyak Bumi, DBH-Pertambangan Gas Bumi, DBH- Pengusahaan Panas Bumi dan DBH-Perikanan, dianggarkan paling tinggi sesuai dengan alokasi yang ditetapkan dalam Peraturan Presiden mengenai Rincian APBN Tahun Anggaran 2021 atau Peraturan Menteri Keuangan mengenai Alokasi DBH- SDA Tahun Anggaran 2021 dengan memperhatikan kemungkinan realisasi penerimaan negara yang dinamis, diantaranya dengan mempertimbangkan penerimaan DBH 3 (tiga) tahun terakhir didasarkan pada realisasi pendapatan DBH- Pajak 3 (tiga) tahun terakhir yaitu Tahun Anggaran 2018, Tahun Anggaran 2017 dan Tahun Anggaran 2016.
Dalam hal Peraturan Presiden mengenai Rincian APBN Tahun Anggaran 2021 mengenai Alokasi DBH-SDA atau Peraturan Menteri Keuangan mengenai Alokasi DBH-SDA telah ditetapkan dan/atau terdapat perubahan alokasi DBH-SDA setelah peraturan daerah tentang APBD Tahun Anggaran 2021 ditetapkan, Pemerintah Daerah harus menyesuaikan alokasi DBH-SDA dimaksud pada peraturan daerah tentang Perubahan APBD Tahun Anggaran 2021 atau ditampung dalam LRA bagi Pemerintah Daerah yang tidak melakukan Perubahan APBD Tahun Anggaran 2021. Apabila terdapat pendapatan lebih DBH-SDA Tahun Anggaran 2021 seperti pendapatan kurang salur tahun-tahun sebelumnya atau selisih pendapatan Tahun Anggaran 2020, pendapatan lebih tersebut dituangkan dalam peraturan daerah tentang Perubahan APBD Tahun Anggaran 2021 atau ditampung
dalam LRA bagi Pemerintah Daerah yang tidak melakukan Perubahan APBD Tahun Anggaran 2021.
d) Xxxx Xxxxxxan DBH-Minyak dan Gas Bumi Tahun Anggaran 2021 dianggarkan sesuai dengan Peraturan Presiden mengenai Rincian APBN Tahun Anggaran 2021 atau Peraturan Menteri Keuangan mengenai Alokasi Dana Tambahan DBH-Minyak dan Gas Bumi Tahun Anggaran 2021.
Apabila Peraturan Presiden mengenai Rincian APBN Tahun Anggaran 2021 atau Peraturan Menteri Keuangan mengenai Alokasi Xxxx Xxxxxxan DBH-Minyak dan Gas Bumi Tahun Anggaran 2021 belum ditetapkan, penganggaran Dana Tambahan DBH-Minyak dan Gas Bumi tersebut didasarkan pada penganggaran Dana Tambahan DBH-Minyak dan Gas Bumi Tahun Anggaran 2021 dengan memperhatikan realisasi Tahun Anggaran 2019.
Dalam hal Peraturan Presiden mengenai Rincian APBN Tahun Anggaran 2021 atau Peraturan Menteri Keuangan mengenai Alokasi Dana Tambahan DBH-Minyak dan Gas Bumi Tahun Anggaran 2021 tersebut ditetapkan setelah peraturan daerah tentang APBD Tahun Anggaran 2021 ditetapkan, Pemerintah Daerah harus menyesuaikan Dana Tambahan DBH-Minyak dan Gas Bumi dimaksud dengan terlebih dahulu melakukan perubahan peraturan Kepala Daerah tentang penjabaran APBD Tahun Anggaran 2021 dengan pemberitahuan kepada Pimpinan DPRD, untuk selanjutnya dituangkan dalam peraturan daerah tentang perubahan APBD Tahun Anggaran 2021 atau ditampung dalam LRA bagi Pemerintah Daerah yang tidak melakukan Perubahan APBD Tahun Anggaran 2021.
Pendapatan DBH-Pajak, DBH-CHT dan DBH-SDA untuk daerah induk dan daerah otonom baru karena pemekaran, didasarkan pada ketentuan peraturan perundang-undangan.
2) Dana Alokasi Umum (DAU)
DAU bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
Pendapatan DAU dianggarkan sesuai dengan Xxxaturan Presiden mengenai Rincian APBN Tahun Anggaran 2021. Dalam hal Peraturan Presiden dimaksud belum ditetapkan, penganggaran pendapatan DAU didasarkan pada alokasi DAU Tahun Anggaran 2020.
Apabila Xxxaturan Presiden ditetapkan setelah peraturan daerah tentang APBD Tahun Anggaran 2021 ditetapkan, Pemerintah Daerah harus menyesuaikan alokasi DAU dimaksud pada peraturan daerah tentang Perubahan APBD Tahun Anggaran 2021 atau ditampung dalam LRA bagi Pemerintah Daerah yang tidak melakukan perubahan APBD Tahun Anggaran 2021.
3) Dana Alokasi Khusus (DAK)
Dialokasikan untuk mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Pemerintah Daerah yang ditetapkan oleh Pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan yang terdiri atas DAK Fisik dan DAK Non Fisik.
Pendapatan DAK dimaksud dianggarkan sesuai dengan Xxxaturan Presiden mengenai Rincian APBN Tahun Anggaran
2021 atau informasi resmi mengenai alokasi DAK Tahun Anggaran 2021 yang dipublikasikan melalui portal Kementerian Keuangan.
Dalam hal Rancangan KUA dan Rancangan PPAS disepakati bersama antara kepala daerah dengan DPRD sebelum Peraturan Presiden mengenai rincian APBN Tahun Anggaran 2021 ditetapkan atau sebelum informasi resmi mengenai alokasi DAK Tahun Anggaran 2021
dipublikasikan melalui portal Kementerian Keuangan, penganggaran DAK langsung dituangkan dalam rancangan peraturan daerah tentang APBD Tahun Anggaran 2020. Apabila Peraturan Presiden mengenai rincian APBN Tahun Anggaran 2021 ditetapkan atau informasi resmi mengenai alokasi DAK Tahun Anggaran 2021 melalui portal Kementerian Keuangan dipublikasikan setelah peraturan daerah tentang APBD Tahun Anggaran 2021 ditetapkan, maka Pemerintah Daerah harus menganggarkan DAK dimaksud dengan terlebih dahulu melakukan perubahan Peraturan Kepala Daerah tentang Penjabaran APBD Tahun Anggaran 2021 dengan pemberitahuan kepada pimpinan DPRD, untuk selanjutnya dituangkan dalam peraturan daerah tentang perubahan APBD Tahun Anggaran 2021 atau ditampung dalam LRA bagi Pemerintah Daerah yang tidak melakukan perubahan APBD Tahun Anggaran 2021.
4) Dana Insentif Daerah
Penganggaran Dana Insentif Daerah dialokasikan sesuai dengan Peraturan Presiden mengenai rincian APBN Tahun Anggaran 2021 atau Peraturan Menteri Keuangan mengenai Pedoman Umum dan Alokasi Dana Insentif Daerah Tahun Anggaran 2020.
Dalam hal Peraturan Presiden mengenai Rincian APBN Tahun Anggaran 2021 atau Peraturan Menteri Keuangan mengenai Pedoman Umum dan Alokasi Dana Insentif Daerah Tahun Anggaran 2021 ditetapkan dan/atau terdapat perubahan setelah peraturan daerah tentang APBD Tahun Anggaran 2021 ditetapkan, Pemerintah Daerah harus menyesuaikan alokasi Dana Insentif Daerah dimaksud dengan terlebih dahulu melakukan perubahan peraturan Kepala Daerah tentang penjabaran APBD Tahun Anggaran 2021 dengan pemberitahuan kepada Pimpinan DPRD, untuk selanjutnya dituangkan dalam peraturan daerah tentang Perubahan APBD Tahun Anggaran 2021 atau ditampung dalam LRA bagi Pemerintah Daerah yang tidak melakukan perubahan APBD Tahun Anggaran 2020. Pendapatan Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota yang bersumber dari Dana Insentif Daerah, penggunaannya harus berpedoman pada masing-masing Peraturan/Petunjuk Teknis yang melandasi penerimaan Dana Insentif Daerah dimaksud.
5) Dana Kelurahan
Dana desa bersumber dari APBN yang diperuntukkan bagi kelurahan yang ditransfer melalui APBD kabupaten/kota dan digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
6) Pendapatan bagi hasil
Pendapatan bagi hasil merupakan dana yang bersumber dari pendapatan daerah yang dialokasikan kepada daerah lain
berdasarkan angka persentase tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pendapatan kabupaten/kota yang bersumber dari Bagi Hasil Pajak Daerah yang diterima dari pemerintah provinsi didasarkan pada penganggaran belanja Bagi Hasil Pajak Daerah dari pemerintah provinsi Tahun Anggaran 2020.
Dalam hal penetapan APBD kabupaten/kota Tahun Anggaran 2021 mendahului penetapan APBD provinsi Tahun Anggaran 2020, penganggarannya didasarkan pada penganggaran Bagi Hasil Pajak Daerah Tahun Anggaran 2019 dengan memperhatikan realisasi Bagi Hasil Pajak Daerah Tahun Anggaran 2018.
Dalam hal terdapat bagian pemerintah kabupaten/kota yang belum direalisasikan oleh pemerintah provinsi akibat pelampauan target Tahun Anggaran 2019, dituangkan dalam peraturan daerah tentang Perubahan APBD Tahun Anggaran 2021 atau ditampung dalam LRA bagi Pemerintah Daerah yang tidak melakukan perubahan APBD Tahun Anggaran 2020.
7) Pendapatan bantuan keuangan
Pendapatan bantuan keuangan merupakan dana yang diterima dari daerah lainnya baik dalam rangka kerja sama daerah, pemerataan peningkatan kemampuan keuangan, dan/atau tujuan tertentu lainnya, dari pemerintah provinsi atau pemerintah kabupaten/kota lainnya sebagaimana diatur dalam Pasal 45 Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. Pendapatan bantuan keuangan tersebut dapat bersifat umum maupun bersifat khusus dan dianggarkan dalam APBD penerima bantuan
keuangan berdasarkan pada ketentuan peraturan perundang-undangan.
Apabila pendapatan daerah yang bersumber dari bantuan keuangan bersifat umum dimaksud diterima setelah peraturan daerah tentang APBD Tahun Anggaran 2021 ditetapkan, maka Pemerintah Daerah harus menyesuaikan bantuan keuangan dimaksud pada peraturan daerah tentang Perubahan APBD Tahun Anggaran 2021 atau ditampung dalam LRA bagi Pemerintah Daerah yang tidak melakukan Perubahan APBD Tahun Anggaran 2020.
Apabila pendapatan daerah yang bersumber dari bantuan keuangan bersifat khusus tersebut diterima setelah peraturan daerah tentang APBD Tahun Anggaran 2021 ditetapkan, maka Pemerintah Daerah harus menyesuaikan bantuan keuangan bersifat khusus dimaksud dengan terlebih dahulu melakukan perubahan peraturan Kepala Daerah tentang penjabaran APBD Tahun Anggaran 2021 dengan pemberitahuan kepada Pimpinan DPRD, untuk selanjutnya dituangkan dalam peraturan daerah tentang perubahan APBD Tahun Anggaran 2021 atau ditampung dalam LRA bagi Pemerintah Daerah yang tidak melakukan Perubahan APBD Tahun Anggaran 2020.
8) Pendapatan hibah
Pendapatan hibah merupakan bantuan berupa uang yang berasal dari Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah lainnya, masyarakat, dan badan usaha dalam negeri atau luar negeri yang tidak mengikat untuk menunjang peningkatan penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Penerimaan hibah termasuk sumbangan dari pihak ketiga/sejenis yang tidak mengikat, tidak berdasarkan perhitungan tertentu, dan tidak mempunyai konsekuensi pengeluaran atau pengurangan kewajiban kepada penerima maupun pemberi serta tidak menyebabkan biaya ekonomi tinggi.
Dari aspek teknis penganggaran, pendapatan hibah dimaksud dapat didasarkan pada dokumen pernyataan kesediaan untuk memberikan hibah dan dianggarkan pada akun Pendapatan, kelompok Lain-lain Pendapatan Daerah Yang Sah, dan diuraikan ke dalam jenis, obyek dan rincian obyek pendapatan masing-masing nama pemberi hibah atau sumbangan sesuai dengan kode rekening berkenaan.
9) Xxxx xxxxxxx
Dana darurat merupakan dana yang berasal dari APBN yang diberikan kepada Daerah pada tahap pasca bencana untuk mendanai keperluan mendesak yang diakibatkan oleh bencana yang tidak mampu ditanggulangi oleh Daerah dengan menggunakan sumber APBD sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
Dalam hal Pemerintah Daerah memperoleh dana darurat dari pemerintah dianggarkan pada akun pendapatan, kelompok Lain- lain Pendapatan Daerah Yang Sah, dan diuraikan ke dalam jenis, obyek dan rincian obyek pendapatan Dana Darurat.
Dana darurat diberikan pada tahap pasca bencana untuk mendanai perbaikan fasilitas umum untuk melayani masyarakat sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 296 ayat (3) dan ayat (4) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Pendapatan dana darurat dapat dianggarkan sepanjang sudah diterbitkannya Peraturan Presiden mengenai rincian APBN Tahun Anggaran 2021 atau Peraturan Menteri Keuangan mengenai Alokasi Dana Darurat Tahun Anggaran 2020.
Dalam hal Peraturan Presiden mengenai rincian APBN Tahun Anggaran 2021 atau Peraturan Menteri Keuangan mengenai alokasi Dana Darurat Tahun Anggaran 2021 ditetapkan setelah peraturan daerah tentang APBD Tahun Anggaran 2021 ditetapkan, maka Pemerintah Daerah harus menganggarkan dana darurat dimaksud dengan terlebih dahulu melakukan perubahan peraturan Kepala Daerah tentang penjabaran APBD Tahun Anggaran 2021 dengan pemberitahuan kepada Pimpinan DPRD, untuk selanjutnya dituangkan dalam peraturan daerah tentang perubahan APBD Tahun Anggaran 2021 atau ditampung dalam LRA bagi Pemerintah Daerah yang tidak melakukan Perubahan APBD Tahun Anggaran2020.
10) Bagi daerah kabupaten/kota yang memperoleh pendapatan berasal dari bonus produksi pengusahaan panas bumi, sesuai dengan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2014 tentang Panas Bumi dan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2016 tentang Besaran dan Tata Cara Pemberian Bonus Produksi Panas Bumi, dianggarkan pada akun Pendapatan, kelompok Lain-lain Pendapatan Yang Sah, jenis bonus produksi dari pengusahaan panas bumi yang diuraikan ke dalam obyek dan rincian obyek pendapatan berkenaan.
11) Hibah Xxxx XXX
Pendapatan Hibah Dana BOS untuk Satuan Pendidikan Negeri yang diselenggarakan kabupaten/kota pada APBD Tahun Anggaran 2020, dianggarkan pada Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah (SKPKD) akun pendapatan dan diuraikan ke dalam jenis, obyek pendapatan dan rincian obyek pendapatan sesuai dengan kode rekening berkenaan dengan mempedomani peraturan perundang- undangan.
Apabila pendapatan daerah yang bersumber dari Hibah Dana BOS tersebut diterima setelah peraturan daerah Kabupaten/Kota tentang APBD Tahun Anggaran 2021 ditetapkan, pemerintah Kabupaten/Kota harus menyesuaikan alokasi Hibah Dana BOS dimaksud dengan terlebih dahulu melakukan perubahan peraturan Kepala Daerah tentang penjabaran APBD Tahun Anggaran 2021 dengan pemberitahuan kepada Pimpinan DPRD, untuk selanjutnya dituangkan dalam peraturan daerah tentang perubahan APBD Tahun Anggaran 2021 atau ditampung dalam LRA bagi Pemerintah Daerah yang tidak melakukan Perubahan APBD Tahun Anggaran 2020.
Selanjutnya, terhadap sisa dana BOS Tahun Anggaran 2021 termasuk sisa dana BOS pada satuan pendidikan dasar negeri yang diselenggarakan kabupaten/kota akibat lebih salur yang telah ditransfer oleh pemerintah provinsi, diperhitungkan pada APBD Provinsi Tahun Anggaran 2021 dan sisa Dana BOS dimaksud tidak disetor kepada RKUD Provinsi.
Terhadap sisa Dana BOS Tahun Anggaran 2021 termasuk sisa Dana BOS pada Rekening Kas Umum Daerah Provinsi akibat belum disalurkan pada Tahun Anggaran 2021 ke rekening satuan Pendidikan Dasar Negeri yang
diselenggarakan kabupaten/kota, agar diperhitungkan pada APBD provinsi Tahun Anggaran 2021.
BAB IV
KEBIJAKAN PENDAPATAN, BELANJA DAN PEMBIAYAAN DAERAH
4.1. PENDAPATAN DAERAH
4.1.1. Upaya Pemerintah Dalam Mencapai Target
Dalam rangka mencapai target pendapatan daerah yang telah ditetapkan, Pemerintah Kota Singkawang akan melakukan beberapa upaya. Untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD), upaya yang akan dilakukan oleh Pemerintah Kota Singkawang sebagai berikut:
(1) Meningkatkan kualitas dan kuantitas sumber daya manusia dan infrastruktur penunjang bagi pengelolaan jenis-jenis pajak dan retribusi daerah.
(2) Khusus untuk pendapatan dari PBB Pedesaan dan Perkotaan adalah dengan melakukan pembaharuan terus menerus terhadap data wajib objek pajak melalui koordinasi dengan Kantor Pajak Pratama Kota Singkawang.
(3) Meningkatkan jumlah saham dan penyertaan modal pada PT. Bank Kalbar sehingga deviden yang diperoleh dari laba usaha PT. Bank Kalbar lebih meningkat. Begitu juga dengan Penyertaan Modal pada Perseroda.
(4) Melakukan upaya pengawasan yang intensif terhadap pengelolaan PAD.
(5) Untuk pendapatan dari BPHTB dan PBB Pedesaan dan Perkotaan adalah dengan melakukan perubahan penetapan besaran Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) yang lebih tinggi dari penetapan sebelumnya.
Dalam rangka memacu peningkatan dana perimbangan, khususnya yang berasal dari Dana Bagi Hasil maka upaya yang dilakukan adalah:
1. Memobilisasi penerimaan pajak pusat, seperti PPh Pasal 25 dan Pasal 29 Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri (WPOPDN) dan PPh Pasal 21.
2. Melakukan penagihan terhadap tunggakan-tunggakan pajak.
3. Melakukan upaya sosialisasi kepada wajib pajak, dan pembinaan secara terus menerus, sehingga diharapkan pendapatan dari sumber ini setiap tahun akan terus meningkat.
Peningkatan pendapatan daerah yang bersumber dari Lain- lain PAD yang Sah, khususnya yang berasal dari Dana Bagi Hasil Pajak dari Provinsi dilakukan dengan upaya sosialisasi kepada masyarakat melalui kegiatan Pekan Panutan Pajak untuk mendorong masyarakat agar tertib dalam pembayaran pajak kendaraan bermotor dan administrasi kepemilikan kendaraan bermotor (pengurusan bea balik nama kendaraan bermotor).
4.2. BELANJA DAERAH
Struktur belanja daerah berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah atau Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, terdiri atas:
1. Belanja Operasi
a. Belanja Pegawai;
b. Belanja Barang dan Jasa;
c. Belanja Bunga;
d. Belanja Subsidi;
e. Belanja Hibah; dan
f. Belanja Bantuan Sosial.
2. Belanja Modal
a. Belanja Tanah;
b. Belanja Peralatan dan Mesin;
c. Belanja Bangunan dan gedung
d. Belanja Jalan;
e. Belanja Irigasi dan Jaringan;
f. Belanja Modal Aset Tetap lainnya.
3. Belanja Tidak Terduga
4. Belanja Transfer
a. Belanja Bagi Hasil;
b. Belanja Bantuan Keuangan.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, belanja daerah digunakan untuk mendanai pelaksanaan urusan pemerintahan konkuren yang menjadi kewenangan daerah dan pelaksanaan tugas organisasi yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan serta harus memiliki dasar hukum yang melandasinya.
Belanja daerah tersebut diprioritaskan untuk mendanai urusan pemerintahan wajib terkait pelayanan dasar yang ditetapkan dengan Standar Pelayanan Minimal (SPM), sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2018 tentang Standar Pelayanan Minimal serta berpedoman pada standar teknis dan harga satuan regional sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Selanjutnya, belanja daerah untuk urusan pemerintahan wajib yang tidak terkait dengan pelayanan dasar dan urusan pemerintahan pilihan berpedoman pada analisis standar belanja dan standar harga satuan regional.
Berkaitan dengan itu, belanja daerah tersebut juga harus mendukung target capaian prioritas pembangunan nasional Tahun 2021 sesuai dengan kewenangan masing-masing tingkatan pemerintah daerah. Sehubungan dengan hal tersebut, penggunaan APBD harus lebih fokus
terhadap kegiatan yang berorientasi produktif dan memiliki manfaat untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia, pelayanan publik, pertumbuhan ekonomi daerah.
Pemerintah Daerah dalam pengadaan barang/jasa mengutamakan penggunaan produksi dalam negeri guna memberikan kontribusi dalam peningkatan penggunaan produk dalam negeri sebagaimana maksud Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
Pemerintah Daerah menetapkan target capaian kinerja setiap belanja, baik dalam konteks daerah, satuan kerja perangkat daerah, maupun program dan kegiatan, yang bertujuan untuk meningkatkan akuntabilitas perencanaan anggaran dan memperjelas efektifitas dan efisiensi penggunaan anggaran. Program dan kegiatan harus memberikan informasi yang jelas dan terukur serta memiliki korelasi langsung dengan keluaran yang diharapkan dari program dan kegiatan dimaksud ditinjau dari aspek indikator, tolok ukur dan target kinerjanya.
1. Belanja Operasi
Belanja operasi merupakan pengeluaran anggaran untuk kegiatan sehari-hari Pemerintah Daerah yang memberi manfaat jangka pendek. Belanja operasi terdiri dari:
a. Belanja Pegawai
Belanja pegawai digunakan untuk menganggarkan kompensasi yang diberikan kepada Kepala Daerah, wakil Kepala Daerah, pimpinan dan anggota DPRD, serta pegawai ASN dan ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Penganggaran belanja pegawai antara lain berupa gaji/uang representasi dan tunjangan, tambahan penghasilan pegawai ASN, belanja penerimaan lainnya pimpinan dan anggota DPRD serta Kepala Daerah dan wakil Kepala Daerah, insentif pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah/jasa layanan lainnya yang diamanatkan dalam peraturan perundangundangan, dan honorarium.
Penganggaran belanja pegawai tersebut bagi:
1) Kepala Daerah dan wakil Kepala Daerah dianggarkan pada belanja SKPD Sekretariat Daerah;
2) Pimpinan dan Anggota DPRD dianggarkan pada belanja SKPD Sekretariat DPRD; dan
3) Pegawai ASN dianggarkan pada belanja SKPD bersangkutan. Kebijakan penganggaran belanja pegawai dimaksud memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1) Penganggaran untuk gaji pokok dan tunjangan ASN disesuaikan dengan ketentuan peraturan perundangundangan serta memperhitungkan rencana kenaikan gaji pokok dan tunjangan ASN serta pemberian gaji ketiga belas dan tunjangan hari raya.
2) Penganggaran belanja pegawai untuk kebutuhan pengangkatan Calon ASN sesuai dengan formasi pegawai Tahun 2021.
3) Penganggaran belanja pegawai untuk kebutuhan kenaikan gaji berkala, kenaikan pangkat, tunjangan keluarga dan mutasi pegawai dengan memperhitungkan acress yang besarnya maksimum 2,5% (dua koma lima persen) dari jumlah belanja pegawai untuk gaji pokok dan tunjangan.
4) Penganggaran penyelenggaraan jaminan kesehatan bagi Kepala Daerah/wakil Kepala Daerah, pimpinan dan anggota DPRD serta ASN/PNS daerah dibebankan pada APBD Tahun Anggaran 2021 sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
5) Penganggaran penyelenggaraan jaminan kecelakaan kerja dan kematian bagi Kepala Daerah/wakil Kepala Daerah serta pimpinan dan anggota DPRD serta ASN, dibebankan pada APBD disesuaikan dengan yang berlaku bagi pegawai ASN sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
6) Penganggaran tambahan penghasilan kepada pegawai ASN memperhatikan kemampuan keuangan daerah dan memperoleh persetujuan DPRD sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. Penentuan kriteria pemberian tambahan penghasilan dimaksud didasarkan pada pertimbangan beban kerja, tempat bertugas, kondisi kerja, kelangkaan profesi, prestasi kerja, dan/atau pertimbangan objektif lainnya. Pemberian tambahan penghasilan kepada pegawai ASN daerah ditetapkan dengan Peraturan Kepala Daerah dengan berpedoman pada peraturan pemerintah. Dalam hal belum adanya peraturan pemerintah dimaksud, Kepala Daerah dapat memberikan tambahan penghasilan bagi pegawai ASN setelah mendapat persetujuan Menteri Dalam Negeri. Penetapan besaran standar satuan biaya tambahan penghasilan kepada pegawai ASN dimaksud memperhatikan aspek efisiensi, efektivitas, kepatutan dan kewajaran serta rasionalitas. Berkaitan dengan itu, dalam hal Kepala Daerah menetapkan pemberian tambahan penghasilan bagi pegawai ASN tidak sesuai dengan ketentuan, menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan melakukan penundaan dan/atau pemotongan Dana Transfer Umum atas usulan Menteri Dalam Negeri. Selanjutnya, tunjangan Profesi Guru PNSD, Xxxx Xxxxxxan Penghasilan Guru PNSD, dan Tunjangan Khusus Guru PNSD di Daerah Khusus yang bersumber dari APBN Tahun Anggaran 2021 melalui DAK Non Fisik, merupakan salah satu kriteria tambahan penghasilan berdasarkan pertimbangan objektif lainnya.
7) Penganggaran Insentif Pemungutan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Sebagai implementasi Pasal 58 Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 dan Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2010, pemberian Insentif Pajak Daerah dan Retribusi Daerah bagi Pejabat/ PNSD yang melaksanakan tugas pemungutan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah atau pelayanan lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan diperhitungkan sebagai salah satu
unsur perhitungan tambahan penghasilan berdasarkan pertimbangan objektif lainnya.
8) Penganggaran honorarium memperhatikan asas kepatutan, kewajaran, rasionalitas dan efektifitas dalam pencapaian sasaran program dan kegiatan sesuai dengan kebutuhan dan waktu pelaksanaan kegiatan dalam rangka mencapai target kinerja kegiatan dimaksud. Berkaitan dengan itu, pemberian honorarium tersebut meliputi honorarium penanggung jawab pengelola keuangan, honorarium pengadaan barang/jasa, dan honorarium perangkat Unit Xxxxx Xxxxadaan Barang dan Jasa (UKPBJ) sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 33 Tahun 2019 tentang Standar Harga Satuan Regional.
9) Larangan Pemerintah Daerah menganggarkan sub kegiatan yang hanya diuraikan ke dalam jenis belanja pegawai, objek belanja honorarium, rincian objek belanja dan sub rincian objek belanja honorarium ASN.
b. Belanja Barang dan Jasa
Belanja barang dan jasa digunakan untuk menganggarkan pengadaan barang/jasa yang nilai manfaatnya kurang dari 12 (dua belas) bulan, termasuk barang/jasa yang akan diserahkan atau dijual kepada masyarakat/pihak. ketiga/pihak lain dalam rangka melaksanakan program dan kegiatan Pemerintahan Daerah guna pencapaian sasaran prioritas daerah yang tercantum dalam RPJMD pada SKPD terkait serta diuraikan menurut objek, rincian objek, dan sub rincian objek.
Barang dan jasa dimaksud antara lain berupa belanja barang pakai habis, bahan/material, jasa kantor, jasa asuransi, perawatan kendaraan bermotor, cetak/penggandaan, sewa rumah/gedung/ gudang/parkir, sewa sarana mobilitas, sewa alat berat, sewa perlengkapan dan peralatan kantor, makanan dan minuman, pakaian dinas dan atributnya, pakaian kerja, pakaian khusus dan hari-hari tertentu, perjalanan dinas, perjalanan dinas pindah tugas, pemulangan
pegawai, pemeliharaan, jasa konsultansi, jasa ketersediaan pelayanan (availability payment), lain-lain pengadaan barang/jasa, belanja lainnya yang sejenis, belanja barang dan/atau jasa yang diserahkan kepada masyarakat/pihak ketiga/pihak lain, belanja barang dan/atau jasa yang dijual kepada masyarakat atau pihak ketiga/pihak lain, belanja beasiswa pendidikan ASN, belanja kursus, pelatihan, sosialisasi dan bimbingan teknis PNS, dan belanja pemberian uang yang diberikan kepada pihak ketiga/pihak lain/masyarakat.
Selanjutnya, kebijakan penganggaran belanja barang dan jasa memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1) Penganggaran belanja barang pakai habis disesuaikan dengan kebutuhan nyata yang didasarkan atas pelaksanaan tugas dan fungsi SKPD, standar kebutuhan yang ditetapkan oleh Kepala Daerah, jumlah pegawai dan volume pekerjaan serta memperhitungkan estimasi sisa persediaan barang Tahun Anggaran 2020 sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
2) Penganggaran jasa/honorarium/kompensasi bagi ASN dan Non ASN memperhatikan asas kepatutan, kewajaran, rasionalitas dan efektifitas dalam pencapaian sasaran program, kegiatan dan sub kegiatan sesuai dengan kebutuhan dan waktu pelaksanaan sub kegiatan dalam rangka mencapai target kinerja sub kegiatan dimaksud. Berkaitan dengan itu, jasa/honorarium/kompensasi tersebut dibatasi serta didasarkan pada pertimbangan bahwa keberadaannya dalam sub kegiatan memiliki peranan dan kontribusi nyata terhadap pelaksanaan sub kegiatan.
3) Penganggaran jasa narasumber/tenaga ahli besarannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
4) Penganggaran untuk Jaminan Kesehatan bagi kepala desa dan perangkat desa serta pekerja/pegawai yang menerima gaji/upah, dianggarkan dalam APBD sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
5) Dalam rangka mewujudkan Universal Health Coverage (UHC), Pemerintah Daerah wajib melakukan integrasi Jaminan Kesehatan Daerah dengan Jaminan Kesehatan Nasional guna terselenggaranya jaminan kesehatan bagi seluruh penduduk, di luar peserta penerima bantuan iuran yang bersumber dari APBN sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, yang dianggarkan pada SKPD yang menangani urusan kesehatan pemberi pelayanan kesehatan. Besaran kontribusi iuran penerima bantuan iuran Jaminan Kesehatan, iuran peserta pekerja bukan penerima upah dan bukan pekerja dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan kelas III, dan bantuan iuran peserta pekerja bukan penerima upah dan bukan pekerja dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan kelas III yang menjadi tanggungjawab Pemerintah Daerah mempedomani ketentuan peraturan perundangundangan. Sehubungan dengan hal tersebut, Pemerintah Daerah tidak diperkenankan mengelola sendiri (sebagian atau seluruhnya) Jaminan Kesehatan Daerahnya dengan manfaat yang sama dengan Jaminan Kesehatan Nasional, termasuk mengelola sebagian Jaminan Kesehatan Daerahnya dengan skema ganda. Kategori skema ganda, yaitu:
(a) Penjaminan atau pembayaran atas biaya pelayanan kesehatan masyarakat yang dibayarkan oleh Pemerintah Daerah kepada fasilitas kesehatan, yang jenis pelayanan kesehatan/manfaatnya sama sebagian atau seluruhnya dengan jenis/manfaat pelayanan kesehatan yang diatur dalam Program Jaminan Kesehatan Nasional yang dikelola oleh BPJS Kesehatan.
(b) Penjaminan/pembayaran pelayanan kesehatan oleh Pemerintah Daerah kepada fasilitas kesehatan atau langsung kepada masyarakat yang telah terdaftar dalam kepesertaan Program Jaminan Kesehatan Nasional dengan status kepesertaan aktif atau berstatus non aktif karena menunggak iuran.
Kategori bukan skema ganda, yaitu:
(a) Masyarakat yang sudah mendaftar atau didaftarkan sebagai peserta Jaminan Kesehatan Nasional kepada BPJS Kesehatan.
(b) Penduduk yang belum terdaftar sebagai peserta Jaminan Kesehatan Nasional dapat dijamin/ dibayarkan biaya pelayanan kesehatannya oleh Pemerintah Daerah.
(c) Penduduk yang sudah pernah mendaftar/ didaftarkan sebagai peserta Jaminan Kesehatan Nasional, namun sudah tidak ditanggung/sudah dinonaktifkan oleh penanggungnya.
(d) Penjaminan/pembayaran pelayanan kesehatan orang dengan gangguan jiwa dan penyandang masalah kesejahteraan sosial yang tidak memiliki identitas (NIK) sehingga tidak dapat didaftarkan sebagai peserta Jaminan Kesehatan Nasional.
(e) Penjaminan/pembayaran pelayanan kesehatan masyarakat yang jenis manfaat/pelayanan kesehatannya tidak dijamin oleh program Jaminan Kesehatan Nasional, seperti:
(1) Biaya ambulance peserta Jaminan Kesehatan Nasional dari rumah ke fasilitas kesehatan atau sebaliknya;
(2) Biaya transportasi peserta dan pendamping ke fasilitas kesehatan rujukan di luar kota yang tidak dijamin dalam Jaminan Kesehatan Nasional;
(3) Biaya rumah singgah pengantar khusus rujukan ke luar kota;
(4) Manfaat komplementer lainnya yang tidak dijamin dalam manfaat Jaminan Kesehatan Nasional sesuai dengan kebutuhan Pemerintah Daerah.
6) Pengembangan pelayanan kesehatan di luar cakupan penyelenggaraan jaminan kesehatan yang disediakan oleh BPJS Kesehatan dalam rangka pemeliharaan kesehatan berupa medical check up, kepada:
(a) Kepala Daerah/wakil Kepala Daerah sebanyak 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun, termasuk keluarga (satu istri/suami dan
dua anak), dianggarkan dalam bentuk program dan kegiatan pada SKPD yang secara fungsional terkait sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(b) Pimpinan dan anggota DPRD sebanyak 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun, tidak termasuk istri/suami dan anak, dianggarkan dalam bentuk program dan kegiatan pada SKPD yang secara fungsional terkait sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
dilakukan di dalam negeri dengan tetap memprioritaskan Rumah Sakit Umum Daerah terdekat, Rumah Sakit Umum Pusat di Provinsi atau Rumah Sakit Umum Pusat terdekat.
7) Penyediaan anggaran pendidikan dan pelatihan, bimbingan teknis atau sejenisnya yang terkait dengan peningkatan kapasitas bagi:
(a) pejabat daerah dan staf Pemerintah Daerah;
(b) pimpinan dan anggota DPRD; serta
(c) unsur lainnya yang dibutuhkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
diprioritaskan pelaksanaannya pada masing-masing wilayah provinsi/kabupaten/kota yang bersangkutan. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan, bimbingan teknis atau sejenisnya yang terkait dengan peningkatan kapasitas dilakukan secara selektif, efisiensi dan efektifitas penggunaan anggaran daerah serta tertib anggaran dan administrasi dengan memperhatikan aspek urgensi, kualitas penyelenggaraan, muatan substansi, kompetensi narasumber, kualitas advokasi dan pelayanan penyelenggara serta manfaat yang akan diperoleh. Dalam hal terdapat kebutuhan untuk menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan, bimbingan teknis, sosialisasi, workshop, lokakarya, seminar, atau sejenisnya dapat diselenggarakan di luar wilayah provinsi/kabupaten/kota yang bersangkutan.
Sehubungan dengan hal tersebut, dalam rangka memutus mata rantai penularan COVID-19, penerapan protokol pencegahan penularan COVID-19 serta penerapan tatanan normal baru, produktif dan aman COVID-19 di berbagai aspek kehidupan, baik aspek pemerintahan, kesehatan, sosial dan ekonomi, penyelenggaraan rapat, pendidikan dan pelatihan, bimbingan teknis, sosialisasi, workshop, lokakarya, seminar atau sejenis lainnya dapat dilaksanakan secara virtual berbasis teknologi informasi. Dalam hal penyelenggaraan rapat, pendidikan dan pelatihan, bimbingan teknis, sosialisasi, workshop, lokakarya, seminar atau sejenis lainnya tidak dapat dilaksanakan secara virtual berbasis teknologi informasi dengan pertimbangan antara lain keterbatasan dukungan sarana dan prasana teknologi dan infomasi, pelaksanaan kegiatan rapat, pendidikan dan pelatihan, bimbingan teknis, sosialisasi, workshop, lokakarya, seminar atau sejenis lainnya tersebut dapat dilakukan dengan tetap memperhatikan penerapan protokol pencegahan penularan COVID-19.
8) Penganggaran pemeliharaan barang milik daerah yang berada dalam penguasaan pengelola barang, pengguna barang atau kuasa pengguna barang berpedoman pada daftar kebutuhan pemeliharaan barang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
9) Penganggaran biaya sertifikasi atas barang milik daerah berupa tanah yang dikuasai Pemerintah Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
10)Pemerintah Daerah menganggarkan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBN-KB), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Sumbangan Wajib Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan (SWDKLLJ) dan administrasi perpajakan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
11)Penganggaran belanja perjalanan dinas dalam rangka kunjungan kerja atau studi banding, baik perjalanan dinas dalam negeri maupun perjalanan dinas luar negeri, dilakukan secara selektif, frekuensi, jumlah hari dan jumlah orang dibatasi serta memperhatikan target kinerja dari perjalanan dinas dimaksud sehingga relevan dengan substansi kebijakan Pemerintah Daerah. Hasil kunjungan kerja atau studi banding dilaporkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
12)Penganggaran belanja perjalanan dinas harus memperhatikan aspek pertanggungjawaban sesuai dengan biaya riil atau lumpsum, khususnya untuk hal-hal sebagai berikut:
(a) Sewa kendaraan dalam kota dibayarkan sesuai dengan biaya riil. Komponen sewa kendaraan tersebut hanya diberikan untuk gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, wali kota/wakil wali kota, pejabat pimpinan tinggi madya dan pejabat yang diberikan kedudukan atau hak keuangan dan fasilitas setingkat pejabat pimpinan tinggi madya.
(b) Biaya transportasi dibayarkan sesuai dengan biaya riil.
(c) Biaya penginapan dibayarkan sesuai dengan biaya riil.
Dalam hal pelaksanaan perjalanan dinas tidak menggunakan fasilitas hotel atau tempat penginapan lainnya, kepada yang bersangkutan diberikan biaya penginapan sebesar 30% (tiga puluh persen) dari tarif hotel di kota tempat tujuan sesuai dengan tingkatan pelaksana perjalanan dinas dan dibayarkan secara lumpsum.
(d) Uang harian dan uang representasi dibayarkan secara lumpsum.
(e) Biaya pemeriksaan kesehatan COVID-19 (rapid test/PCR test/swab test) sesuai dengan biaya riil (sepanjang dalam masa pandemi COVID-19).
Standar satuan biaya untuk perjalanan dinas dianggarkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Selanjutnya, penyediaan alokasi anggaran untuk perjalanan dinas tersebut termasuk yang mengikutsertakan Non ASN. Ketentuan perjalanan dinas dimaksud ditetapkan dengan Peraturan Kepala Daerah.
13)Pengadaan belanja barang/jasa yang akan diserahkan atau dijual kepada masyarakat/pihak lain dalam rangka melaksanakan program, kegiatan dan sub kegiatan Pemerintahan Daerah berdasarkan visi dan misi Kepala Daerah yang tertuang dalam RPJMD dan dijabarkan dalam RKPD, dianggarkan dalam jenis belanja barang dan jasa sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. Pengadaan belanja barang/jasa yang akan diserahkan kepada pihak ketiga/pihak lain/masyarakat pada tahun anggaran berkenaan dimaksud dianggarkan sebesar harga beli/bangun barang/jasa yang akan diserahkan kepada pihak ketiga/pihak lain/masyarakat ditambah seluruh belanja yang terkait dengan pengadaan/pembangunan barang/jasa sampai siap diserahkan.
14)Uang yang diberikan kepada pihak ketiga/pihak lain/masyarakat dianggarkan dalam rangka:
(a) hadiah yang bersifat perlombaan;
(b) penghargaan atas suatu prestasi;
(c) beasiswa kepada masyarakat;
(d) penanganan dampak sosial kemasyarakatan akibat penggunaan tanah milik Pemerintah Daerah untuk pelaksanaan pembangunan proyek strategis nasional dan non proyek strategis nasional sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan/atau
(e) TKDD yang penggunaannya sudah ditentukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
c. Belanja Bunga
Belanja bunga digunakan Pemerintah Daerah untuk menganggarkan pembayaran bunga utang yang dihitung atas kewajiban pokok utang berdasarkan perjanjian pinjaman sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Belanja bunga antara lain berupa belanja bunga utang pinjaman dan belanja bunga utang obligasi.
Pemerintah Daerah yang memiliki kewajiban pembayaran bunga utang dianggarkan pembayarannya dalam APBD Tahun Anggaran 2021 pada SKPD selaku SKPKD dan dirinci menurut objek, rincian objek, dan sub rincian objek.
Dalam hal unit SKPD melaksanakan BLUD, belanja bunga tersebut dianggarkan pada unit SKPD berkenaan dan dirinci menurut objek, rincian objek, dan sub rincian objek.
d. Belanja Subsidi
Pemerintah Daerah dapat menganggarkan belanja subsidi dalam APBD Tahun Anggaran 2021 agar harga jual produksi atau jasa yang dihasilkan oleh badan usaha milik negara, BUMD dan/atau badan usaha milik swasta, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan yang menghasilkan produk atau jasa pelayanan dasar masyarakat.
Belanja subsidi kepada badan usaha milik negara, BUMD dan/atau badan usaha milik swasta sebagai penerima subsidi yang dianggarkan dalam APBD Tahun Anggaran 2021, harus terlebih dahulu dilakukan audit keuangan dengan tujuan tertentu oleh kantor akuntan publik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Audit keuangan dengan tujuan tertentu yang dilakukan oleh kantor akuntan publik tersebut sebagai bahan pertimbangan untuk penganggaran pemberian subsidi.
Penerima subsidi sebagai objek pemeriksaan bertanggung jawab secara formal dan material atas penggunaan subsidi yang diterimanya, dan wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban kepada Kepala Daerah.
Pemerintah Daerah menganggarkan belanja subsidi tersebut dalam APBD Tahun Anggaran 2021 pada SKPD terkait dan dirinci menurut objek, rincian objek, dan sub rincian objek. Terhadap pemberian subsidi kepada BUMD penyelenggara Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM), Pemerintah Daerah dapat menganggarkan belanja subsidi kepada BUMD tersebut apabila telah menetapkan Peraturan Kepala Daerah mengenai Tata Cara Perhitungan dan Penetapan Tarif Air Minum serta Pemberian Subsidi dari Pemerintah Daerah kepada BUMD penyelenggara SPAM dengan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dalam hal Kepala Daerah menetapkan tarif lebih kecil dari usulan tarif yang diajukan Direksi BUMD penyelenggara SPAM yang mengakibatkan tarif rata-rata tidak mencapai pemulihan biaya secara penuh (full cost recovery), Pemerintah Daerah harus menyediakan subsidi untuk menutup kekurangannya melalui APBD setelah mendapat persetujuan dari dewan pengawas sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
e. Belanja Hibah dan Bantuan Sosial
1) Belanja hibah
Belanja hibah berupa uang, barang, atau jasa dapat dianggarkan dalam APBD sesuai dengan kemampuan keuangan daerah setelah memprioritaskan pemenuhan belanja urusan pemerintahan wajib dan Urusan Pemerintahan Pilihan, kecuali ditentukan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Belanja hibah diberikan kepada Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah lainnya, badan usaha milik negara, BUMD, dan/atau badan dan lembaga, serta organisasi kemasyarakatan yang berbadan hukum Indonesia yang secara spesifik telah ditetapkan peruntukannya.
Belanja hibah ditujukan untuk menunjang pencapaian sasaran program, kegiatan dan sub kegiatan Pemerintah Daerah sesuai
dengan kepentingan daerah dalam mendukung terselenggaranya fungsi pemerintahan, pembangunan, dan kemasyarakatan dengan memperhatikan asas keadilan, kepatutan, rasionalitas, dan manfaat untuk masyarakat.
Belanja hibah memenuhi kriteria paling sedikit:
(a) peruntukannya secara spesifik telah ditetapkan;
(b) bersifat tidak wajib dan tidak mengikat;
(c) tidak secara terus menerus setiap tahun anggaran, kecuali:
(1) kepada pemerintah pusat dalam rangka mendukung penyelenggaraan Pemerintahan Daerah untuk keperluan mendesak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan; dan/atau
(2) ditentukan lain oleh ketentuan peraturan perundang- undangan.
(d) memberikan nilai manfaat bagi Pemerintah Daerah dalam mendukung terselenggaranya fungsi pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan; dan
(e) memenuhi persyaratan penerima hibah.
Selanjutnya, belanja hibah juga berupa pemberian bantuan keuangan kepada partai politik yang mendapatkan kursi di DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Besaran penganggaran belanja bantuan keuangan kepada partai politik dimaksud sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
2) Belanja Bantuan Sosial
Belanja bantuan sosial berupa uang dan/atau barang dapat dianggarkan dalam APBD sesuai dengan kemampuan keuangan daerah setelah memprioritaskan pemenuhan belanja urusan pemerintahan wajib dan urusan pemerintahan pilihan, kecuali
ditentukan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
Belanja bantuan sosial digunakan untuk menganggarkan pemberian bantuan kepada individu, keluarga, kelompok dan/atau masyarakat yang sifatnya tidak secara terus menerus dan selektif yang bertujuan untuk melindungi dari kemungkinan terjadinya resiko sosial, kecuali dalam keadaan tertentu dapat berkelanjutan, yaitu bahwa bantuan sosial dapat diberikan setiap tahun anggaran sampai penerima bantuan telah lepas dari resiko sosial.
Alokasi anggaran belanja hibah dan bantuan sosial dalam rangka menunjang program, kegiatan dan sub kegiatan Pemerintah Daerah dicantumkan dalam RKPD Tahun 2021 berdasarkan hasil evaluasi Kepala SKPD atas usulan tertulis dari calon penerima hibah dan bantuan sosial, kecuali ditentukan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Berkaitan dengan itu, alokasi anggaran belanja hibah dan bantuan sosial dalam rangka menunjang program, kegiatan dan sub kegiatan Pemerintah Daerah dicantumkan dalam RKPD Tahun 2021 berdasarkan hasil evaluasi Kepala SKPD atas usulan tertulis dari calon penerima hibah dan bantuan sosial, kecuali ditentukan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Penganggaran belanja hibah dan bantuan sosial dalam APBD Tahun Anggaran 2021 mempedomani Peraturan Kepala Daerah yang mengatur tata cara penganggaran, pelaksanaan dan penatausahaan, pertanggungjawaban dan pelaporan serta monitoring dan evaluasi hibah dan bantuan sosial, sebagaimana diamanatkan dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.
Hibah dalam bentuk barang/jasa dan bantuan sosial dalam bentuk barang yang akan diserahkan kepada pihak ketiga/pihak lain/masyarakat pada tahun anggaran berkenaan yang didasarkan atas
usulan tertulis calon penerima kepada Kepala Daerah, dianggarkan pada jenis belanja barang dan jasa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang hibah dan bantuan sosial. Penganggaran belanja hibah dan bantuan sosial dianggarkan pada SKPD terkait dan dirinci menurut objek, rincian objek, dan sub rincian objek.
2. Belanja Modal
Belanja modal digunakan untuk menganggarkan pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pengadaan aset tetap dan aset lainnya. Pengadaan aset tetap tersebut memenuhi kriteria:
a. mempunyai masa manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan;
b. digunakan dalam kegiatan Pemerintahan Daerah; dan
c. batas minimal kapitalisasi aset tetap.
Batas minimal kapitalisasi aset tetap diatur dalam Peraturan Kepala Daerah.
Nilai aset tetap yang dianggarkan dalam belanja modal tersebut adalah sebesar harga beli atau bangun aset ditambah seluruh belanja yang terkait dengan pengadaan/pembangunan aset sampai aset siap digunakan, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Selanjutnya, kebijakan penganggaran belanja modal memperhatikan hal- hal sebagai berikut:
a. Pemerintah Daerah harus memprioritaskan alokasi belanja modal pada APBD Tahun Anggaran 2021 untuk pembangunan dan pengembangan sarana dan prasarana yang terkait langsung dengan peningkatan pelayanan publik serta pertumbuhan ekonomi daerah.
b. Belanja modal dirinci menurut objek belanja yang terdiri atas:
1) belanja modal tanah;
belanja modal tanah digunakan untuk menganggarkan tanah yang diperoleh dengan maksud untuk dipakai dalam kegiatan operasional Pemerintah Daerah dan dalam kondisi siap dipakai.
2) belanja modal peralatan dan mesin;
belanja modal peralatan dan mesin digunakan untuk menganggarkan peralatan dan mesin mencakup mesin dan kendaraan bermotor, alat elektronik, inventaris kantor, dan peralatan lainnya yang nilainya signifikan dan masa manfaatnya lebih dari 12 (dua belas) bulan dan dalam kondisi siap pakai.
3) belanja modal bangunan dan gedung;
belanja modal gedung dan bangunan digunakan untuk menganggarkan gedung dan bangunan mencakup seluruh gedung dan bangunan yang diperoleh dengan maksud untuk dipakai dalam kegiatan operasional Pemerintah Daerah dan dalam kondisi siap dipakai.
4) belanja modal jalan, jaringan, dan irigasi;
belanja modal jalan, jaringan dan irigasi digunakan untuk menganggarkan jalan, jaringan dan irigasi mencakup jalan, jaringan dan irigasi yang dibangun oleh Pemerintah Daerah serta dimiliki dan/atau dikuasai oleh Pemerintah Daerah dan dalam kondisi siap dipakai.
5) Belanja modal aset tetap lainnya;
belanja modal aset tetap lainnya digunakan untuk menganggarkan aset tetap lainnya mencakup aset tetap yang tidak dapat dikelompokkan ke dalam kelompok aset tetap sampai dengan huruf d, yang diperoleh dan dimanfaatkan untuk kegiatan operasional Pemerintah Daerah dan dalam kondisi siap dipakai.
6) Belanja modal aset tidak berwujud;
belanja modal aset tidak berwujud digunakan untuk menganggarkan aset tetap yang tidak memenuhi kriteria aset tetap, dan harus disajikan di pos aset lainnya sesuai dengan nilai tercatatnya.
x. Xxxxxx biaya yang dikeluarkan setelah perolehan awal aset tetap (biaya rehabilitasi/renovasi) sepanjang memenuhi batas minimal kapitalisasi aset, dan memperpanjang masa manfaat atau yang memberikan
manfaat ekonomi dimasa yang akan datang dalam bentuk peningkatan kapasitas, atau peningkatan mutu produksi atau peningkatan kinerja dianggarkan dalam belanja modal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
d. Penganggaran pengadaan tanah untuk kepentingan umum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Penganggaran pengadaan barang milik daerah dilakukan sesuai dengan kemampuan keuangan dan kebutuhan daerah berdasarkan prinsip efisiensi, efektif, transparan dan terbuka, bersaing, adil, dan akuntabel dengan mengutamakan produk dalam negeri. Penganggaran pengadaan dan pemeliharaan barang milik daerah didasarkan pada perencanaan kebutuhan barang milik daerah dan daftar kebutuhan pemeliharaan barang milik daerah yang disusun dengan memperhatikan kebutuhan pelaksanaan tugas dan fungsi SKPD serta ketersediaan barang milik daerah yang ada. Selanjutnya, perencanaan kebutuhan barang milik daerah merupakan salah satu dasar bagi SKPD dalam pengusulan penyediaan anggaran untuk kebutuhan barang milik daerah yang baru (new initiative) dan angka dasar (baseline) serta penyusunan RKA- SKPD. Perencanaan kebutuhan barang milik daerah dimaksud berpedoman pada standar barang, standar kebutuhan dan/atau standar harga, penetapan standar kebutuhan oleh Kepala Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pengadaan barang milik daerah dimaksud dalam pelaksanaannya juga harus sesuai dengan standarisasi sarana dan prasarana kerja Pemerintah Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Berkaitan dengan itu, standar harga pemeliharaan untuk satuan biaya pemeliharaan gedung atau bangunan dalam negeri, standar satuan biaya pengadaan kendaraan dinas, satuan biaya pemeliharaan kendaraan dinas dan satuan biaya pemeliharaan sarana kantor sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
3. Belanja Tidak Terduga
Belanja tidak terduga merupakan pengeluaran untuk keadaan darurat termasuk keperluan mendesak yang tidak dapat diprediksi sebelumnya serta pengembalian atas kelebihan pembayaran atas penerimaan daerah tahun-tahun sebelumnya. Belanja tidak terduga Tahun Anggaran 2021 dianggarkan secara memadai dengan mempertimbangkan kemungkinan adanya kebutuhan yang antara lain sifatnya tidak dapat diprediksi sebelumnya, di luar kendali Pemerintah Daerah, pengeluaran daerah lainnya yang apabila ditunda akan menimbulkan kerugian yang lebih besar bagi Pemerintah Daerah dan/atau masyarakat serta amanat peraturan perundang-undangan. Pengembalian atas kelebihan pembayaran atas penerimaan daerah tahun-tahun sebelumnya meliputi pengembalian atas kelebihan pembayaran atas penerimaan daerah yang bersifat tidak berulang yang terjadi pada tahun sebelumnya.
Pengeluaran untuk keadaan darurat, meliputi:
a. bencana alam, bencana nonalam, bencana sosial dan/atau kejadian luar biasa;
b. pelaksanaan operasi pencarian dan pertolongan; dan/atau
c. kerusakan sarana/prasarana yang dapat mengganggu kegiatan pelayanan publik.
Pengeluaran untuk keperluan mendesak, meliputi:
a. kebutuhan daerah dalam rangka pelayanan dasar masyarakat yang anggarannya belum tersedia dalam tahun anggaran berjalan;
b. belanja daerah yang bersifat mengikat dan belanja yang bersifat wajib;
c. pengeluaran daerah yang berada diluar kendali Pemerintah Daerah dan tidak dapat diprediksikan sebelumnya, serta amanat peraturan perundang-undangan; dan/atau
d. pengeluaran daerah lainnya yang apabila ditunda akan menimbulkan kerugian yang lebih besar bagi Pemerintah Daerah dan/atau masyarakat.
Kriteria keadaan darurat dan keperluan mendesak dimaksud ditetapkan dalam Peraturan Daerah tentang APBD Tahun Anggaran 2021.
Selanjutnya, pengeluaran untuk mendanai:
a. keadaan darurat di luar kebutuhan tanggap darurat bencana, konflik sosial, dan/atau kejadian luar biasa, digunakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan;
b. keperluan mendesak; dan/atau
c. pengembalian atas kelebihan pembayaran atas penerimaan daerah tahun-tahun sebelumnya;
yang belum tersedia anggarannya dan/atau tidak cukup tersedia anggarannya, diformulasikan terlebih dahulu dalam RKA-SKPD dan/atau Perubahan DPA-SKPD.
Dalam hal belanja tidak terduga tidak mencukupi, menggunakan:
a. dana dari hasil penjadwalan ulang capaian program, kegiatan dan sub kegiatan lainnya serta pengeluaran pembiayaan dalam tahun anggaran berjalan; dan/atau
b. memanfaatkan kas yang tersedia.
Penjadwalan ulang capaian program, kegiatan dan sub kegiatan tersebut diformulasikan dalam Perubahan DPA-SKPD dan dilaporkan kepada pimpinan DPRD, untuk selanjutnya dianggarkan dalam peraturan daerah tentang perubahan APBD Tahun Anggaran 2021 atau ditampung dalam LRA bagi Pemerintah Daerah yang tidak melakukan perubahan APBD Tahun Anggaran 2021.
Selanjutnya, belanja tidak terduga dianggarkan pada SKPD selaku SKPKD dan dirinci menurut objek, rincian objek, dan sub rincian objek.
4. Belanja Transfer
Belanja transfer merupakan pengeluaran uang dari Pemerintah Daerah kepada Pemerintah Daerah lainnya dan/atau dari Pemerintah Daerah kepada pemerintah desa.
Belanja transfer dirinci atas jenis:
a. Belanja Bagi Hasil
Belanja bagi hasil digunakan untuk menganggarkan bagi hasil yang bersumber dari:
1) pendapatan pajak daerah provinsi kepada kabupaten/kota Kebijakan penganggaran belanja bagi hasil pajak daerah pemerintah provinsi kepada pemerintah kabupaten/kota dianggarkan dalam APBD sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Hasil penerimaan pajak daerah provinsi sebagian diperuntukkan bagi pemerintah kabupaten/kota di wilayah provinsi yang bersangkutan dengan ketentuan sebagai berikut:
a) hasil penerimaan Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor diserahkan kepada kabupaten/kota sebesar 30% (tiga puluh persen);
b) hasil penerimaan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor diserahkan kepada kabupaten/kota sebesar 70% (tujuh puluh persen);
c) hasil penerimaan Pajak Rokok diserahkan kepada kabupaten/kota sebesar 70% (tujuh puluh persen); dan
d) hasil penerimaan Pajak Air Permukaan diserahkan kepada kabupaten/kota sebesar 50% (lima puluh persen). Khusus untuk penerimaan Pajak Air Permukaan dari sumber air yang berada hanya pada 1 (satu) wilayah kabupaten/kota, hasil penerimaan Pajak Air Permukaan dimaksud diserahkan kepada kabupaten/kota yang bersangkutan sebesar 80% (delapan puluh persen).
Besaran alokasi belanja bagi hasil pajak daerah pemerintah provinsi kepada pemerintah kabupaten/kota dianggarkan secara bruto, yaitu jumlah pendapatan daerah yang dianggarkan tidak boleh dikurangi dengan belanja yang digunakan dalam rangka menghasilkan pendapatan tersebut dan/atau dikurangi dengan bagian pemerintah pusat/daerah lain dalam rangka bagi hasil sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. Belanja bagi hasil pajak daerah
provinsi dianggarkan dalam APBD Tahun Anggaran 2021 dan diuraikan menurut objek, rincian objek, dan sub rincian objek pada SKPD selaku SKPKD. Selanjutnya, penganggaran belanja bagi hasil pajak daerah provinsi tersebut memperhitungkan rencana pendapatan pajak daerah pada Tahun Anggaran 2021. Penyaluran bagi hasil pajak daerah dimaksud dapat dilakukan setiap bulan berikutnya sesuai dengan hasil penerimaan pajak daerah provinsi. Dalam hal terdapat pelampauan realisasi penerimaan target pajak daerah pemerintah provinsi pada akhir Tahun Anggaran 2020, disalurkan kepada pemerintah kabupaten/kota pada Tahun Anggaran 2021 sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan- undangan. Larangan penganggaran belanja bagi hasil yang bersumber dari retribusi daerah provinsi untuk dianggarkan dalam APBD Tahun Anggaran 2021 sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
2) pendapatan pajak daerah dan retribusi daerah kabupaten/kota kepada pemerintahan desa
Pemerintah kabupaten/kota menganggarkan belanja bagi hasil pajak daerah dan retribusi daerah kepada pemerintah desa paling sedikit 10% (sepuluh persen) dari rencana pendapatan pajak daerah dan retribusi daerah kabupaten/kota pada Tahun Anggaran 2021 sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Besaran alokasi bagi hasil pajak daerah dan retribusi daerah kabupaten/kota kepada pemerintah desa dianggarkan secara bruto, yaitu jumlah pendapatan daerah yang dianggarkan tidak boleh dikurangi dengan belanja yang digunakan dalam rangka menghasilkan pendapatan tersebut dan/atau dikurangi dengan bagian pemerintah pusat/daerah lain dalam rangka bagi hasil sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. Penyaluran bagi hasil pajak daerah dan retribusi daerah dimaksud dilakukan setiap bulan berikutnya sesuai dengan hasil pendapatan pajak daerah dan
retribusi daerah. Dalam hal terdapat pelampauan realisasi penerimaan target pajak daerah dan retribusi daerah pemerintah kabupaten/kota pada akhir Tahun Anggaran 2020, disalurkan kepada pemerintah desa pada Tahun Anggaran 2021. Belanja bagi hasil pajak daerah kabupaten/kota dianggarkan dalam APBD Tahun Anggaran 2021 dan dirinci menurut objek, rincian objek, dan sub rincian objek pada SKPD selaku SKPKD.
b. Belanja Bantuan Keuangan
Belanja bantuan keuangan dapat dianggarkan sesuai dengan kemampuan keuangan daerah setelah memprioritaskan pemenuhan belanja urusan pemerintahan wajib dan urusan pemerintahan pilihan serta alokasi belanja yang diwajibkan oleh peraturan perundang- undangan, kecuali ditentukan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Belanja bantuan keuangan diberikan kepada daerah lain dalam rangka kerja sama daerah, pemerataan peningkatan kemampuan keuangan, dan/atau tujuan tertentu lainnya. Tujuan tertentu lainnya tersebut, yaitu dalam rangka memberikan manfaat bagi pemberi dan/atau penerima bantuan keuangan.
Belanja bantuan keuangan terdiri atas:
1) bantuan keuangan antar-daerah provinsi;
2) bantuan keuangan antar-daerah kabupaten/kota;
3) bantuan keuangan daerah provinsi ke daerah kabupaten/kota di wilayahnya dan/atau daerah kabupaten/kota di luar wilayahnya;
4) bantuan keuangan daerah kabupaten/kota ke daerah provinsinya dan/atau daerah provinsi lainnya; dan/atau
5) bantuan keuangan daerah provinsi atau kabupaten/kota kepada desa.
Pemberian bantuan keuangan bersifat umum atau bersifat khusus. Bantuan keuangan yang bersifat umum peruntukan dan pengelolannya diserahkan kepada Pemerintah Daerah dan/atau pemerintah desa penerima bantuan yang digunakan untuk mengatasi kesenjangan fiskal
dengan menggunakan formula jumlah penduduk, luas wilayah, indeks kemahalan konstruksi, produk domestik regional bruto per kapita, dan indeks pembangunan manusia.
Selanjutnya, bantuan keuangan yang bersifat khusus peruntukannya ditetapkan oleh Pemerintah Daerah pemberi bantuan dan pengelolaannya diserahkan sepenuhnya kepada penerima bantuan yang digunakan untuk membantu capaian kinerja program prioritas Pemerintah Daerah penerima bantuan keuangan sesuai dengan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan penerima bantuan. Pemberi bantuan keuangan bersifat khusus dapat mensyaratkan penyediaan dana pendamping dalam APBD atau anggaran pendapatan dan belanja desa penerima bantuan.
Pemerintah kabupaten/kota harus menganggarkan alokasi dana untuk desa yang diterima dari APBN dalam jenis belanja bantuan keuangan kepada pemerintah desa dalam APBD kabupaten/kota Tahun Anggaran 2021 untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Selain itu, pemerintah kabupaten/kota harus menganggarkan Alokasi Dana Desa (ADD) untuk pemerintah desa dalam jenis belanja bantuan keuangan kepada pemerintah desa paling sedikit 10% (sepuluh persen) dari dana perimbangan yang diterima oleh kabupaten/kota dalam APBD Tahun Anggaran 2021 setelah dikurangi DAK sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan. Dalam hal ADD yang dialokasikan dalam APBD tidak tersalur 100% (seratus persen), pemerintah kabupaten/kota menganggarkan sisa ADD yang belum tersalur tersebut dalam APBD tahun berikutnya sebagai tambahan ADD kepada pemerintah desa.
Selanjutnya, pemerintah provinsi dan kabupaten/kota dapat memberikan bantuan keuangan lainnya kepada pemerintah desa, sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.
Belanja bantuan keuangan dianggarkan dalam APBD Tahun Anggaran 2021 dan dirinci menurut objek, rincian objek, dan sub rincian objek pada SKPD selaku SKPKD.
4.3. SURPLUS DAN DEFISIT
Selisih antara anggaran pendapatan daerah dengan anggaran belanja daerah mengakibatkan terjadinya surplus atau defisit APBD. Defisit APBD terjadi apabila anggaran pendapatan daerah diperkirakan lebih kecil dari anggaran belanja daerah. Dalam hal APBD diperkirakan defisit, didanai dari penerimaan pembiayaan daerah yang ditetapkan dalam Peraturan Daerah tentang APBD yang pelaksanaannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Surplus APBD terjadi apabila anggaran pendapatan daerah diperkirakan lebih besar dari anggaran belanja daerah. Dalam hal APBD diperkirakan surplus, dapat digunakan untuk pengeluaran pembiayaan daerah yang ditetapkan dalam Peraturan Daerah tentang APBD yang pelaksanaannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pemerintah Daerah wajib melaporkan posisi surplus atau defisit APBD kepada Menteri Dalam Negeri dan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan setiap semester dalam tahun anggaran berkenaan.
Pelanggaran terhadap ketentuan tersebut, dapat dikenai sanksi penundaan penyaluran dana transfer umum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
4.4. PEMBIAYAAN DAERAH
Pembiayaan daerah meliputi semua penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran berkenaan maupun pada tahun anggaran berikutnya.
Pembiayaan daerah dianggarkan dalam APBD Tahun Anggaran 2021 dan dirinci menurut urusan Pemerintahan Daerah, bidang urusan
Pemerintahan Daerah, organisasi, kelompok, jenis, objek, rincian objek, dan sub rincian objek pembiayaan daerah pada SKPD selaku SKPKD.
Pembiayaan daerah tersebut terdiri atas:
1. Penerimaan Pembiayaan
Dalam hal APBD diperkirakan defisit, APBD dapat didanai dari penerimaan pembiayaan daerah yang ditetapkan dalam Peraturan Daerah tentang APBD.
Penerimaan Pembiayaan daerah bersumber dari:
a. SiLPA
Penganggaran Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Tahun Sebelumnya (SiLPA) harus didasarkan pada penghitungan yang cermat dan rasional dengan mempertimbangkan perkiraan realisasi anggaran Tahun Anggaran 2020 dalam rangka menghindari kemungkinan adanya pengeluaran pada Tahun Anggaran 2021 yang tidak dapat didanai akibat tidak tercapainya SiLPA yang direncanakan.
SiLPA tersebut bersumber dari:
1) pelampauan penerimaan PAD;
2) pelampauan penerimaan pendapatan transfer;
3) pelampauan penerimaan lain-lain Pendapatan Daerah yang sah;
4) pelampauan penerimaan Pembiayaan;
5) penghematan belanja;
6) kewajiban kepada pihak ketiga sampai dengan akhir tahun belum terselesaikan; dan/atau
7) sisa dana akibat tidak tercapainya capaian target kinerja dan sisa dana pengeluaran pembiayaan.
b. Pencairan Dana Cadangan
Pencairan dana cadangan digunakan untuk menganggarkan pencairan dana cadangan dari rekening dana cadangan ke Rekening Kas Umum Daerah dalam tahun anggaran berkenaan. Jumlah dana cadangan tersebut sesuai dengan jumlah yang telah ditetapkan dengan Peraturan Daerah tentang pembentukan dana cadangan bersangkutan.
Pencairan dana cadangan dalam 1 (satu) tahun anggaran menjadi penerimaan pembiayaan APBD dalam tahun anggaran berkenaan. Dalam hal dana cadangan tersebut belum digunakan sesuai dengan peruntukannya, dana cadangan dimaksud dapat ditempatkan dalam portofolio yang memberikan hasil tetap dengan risiko rendah.
Penggunaan atas dana cadangan yang dicairkan dari rekening dana cadangan ke RKUD dianggarkan dalam SKPD pengguna dana cadangan bersangkutan, kecuali ditentukan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
c. Hasil Penjualan Kekayaan Daerah yang dipisahkan
Hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Penerimaan atas hasil penjualan kekayaan daerah dicatat berdasarkan bukti penerimaan yang sah, seperti dokumen lelang, akta jual beli, nota kredit, dan dokumen sejenis lainnya.
d. Penerimaan Pinjaman Daerah;
Penerimaan pinjaman daerah didasarkan pada jumlah pinjaman yang akan diterima dalam tahun anggaran berkenaan sesuai dengan yang ditetapkan dalam perjanjian pinjaman bersangkutan.
Penerimaan pinjaman daerah digunakan untuk menganggarkan penerimaan pinjaman daerah termasuk penerimaan atas penerbitan obligasi daerah yang akan diterima pada tahun anggaran berkenaan.
Pemerintah Daerah dapat melakukan pinjaman daerah berdasarkan peraturan perundang-undangan di bidang pinjaman daerah.
Bagi Pemerintah Daerah yang berencana untuk melakukan pinjaman daerah harus dianggarkan terlebih dahulu dalam rancangan Peraturan Daerah tentang APBD tahun anggaran berkenaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
Pemerintah Daerah yang akan melakukan pinjaman bersumber dari:
1) Pemerintah Pusat;
2) Pemerintah Daerah lain;
3) Lembaga Keuangan Bank;
4) Lembaga Keuangan Bukan Bank; dan
5) Masyarakat (obligasi daerah),
harus mengajukan dan mendapat pertimbangan terlebih dahulu dari Menteri Dalam Negeri, dengan paling sedikit melampirkan sebagai berikut:
1) persetujuan DPRD yang dilengkapi dengan risalah sidang;
2) salinan berita acara pelantikan Kepala Daerah;
3) kerangka acuan kegiatan;
4) RPJMD;
5) RKPD;
6) Laporan Keuangan Pemerintah Daerah selama 3 (tiga) tahun terakhir;
7) APBD tahun anggaran berjalan;
8) Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD tahun anggaran berkenaan;
9) Rencana keuangan pinjaman daerah yang menginformasikan besaran pagu pinjaman, tenor waktu pinjaman, prakiraan penarikan pinjaman serta prakiraan pengembalian pokok dan bunga pinjaman;
10)Pernyataan tidak mempunyai tunggakan atas pengembalian pinjaman yang ditandatangani oleh Kepala Daerah;
11)Perhitungan tentang rasio kemampuan keuangan daerah untuk mengembalikan pinjaman/DSCR; dan
12)Perbandingan sisa pinjaman daerah ditambah jumlah pinjaman yang akan ditarik tidak melebihi 75% (tujuh puluh lima persen) dari jumlah penerimaan umum APBD tahun sebelumnya.
kecuali diatur lain dalam ketentuan peraturan perundangundangan. Untuk pinjaman jangka pendek digunakan hanya untuk menutup kekurangan arus kas. Untuk pinjaman jangka menengah digunakan
untuk membiayai pelayanan publik yang tidak menghasilkan penerimaan.
Untuk pinjaman jangka panjang yang bersumber dari pemerintah, Pemerintah Daerah lain, lembaga keuangan bank, dan lembaga keuangan bukan bank digunakan untuk membiayai infrastruktur dan/atau kegiatan investasi berupa kegiatan pembangunan prasarana dan/atau sarana dalam rangka penyediaan pelayanan publik yang menjadi urusan Pemerintahan Daerah, dengan tujuan:
1) menghasilkan penerimaan langsung berupa pendapatan bagi APBD yang berkaitan dengan pembangunan prasarana dan/atau sarana daerah;
2) menghasilkan penerimaan tidak langsung berupa penghematan belanja APBD yang seharusnya dikeluarkan apabila kegiatan tersebut tidak dilaksanakan; dan/atau
3) memberikan manfaat ekonomi dan sosial.
Pinjaman jangka panjang diperkenankan melewati masa jabatan Kepala Daerah, kecuali diatur lain dalam ketentuan peraturan perundang-undangan serta dalam rangka mendukung prioritas nasional dan/atau kepentingan strategis nasional sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Kepala Daerah dengan persetujuan DPRD dapat menerbitkan obligasi daerah untuk membiayai infrastruktur dan/atau investasi yang menghasilkan penerimaan daerah setelah memperoleh pertimbangan dari Menteri Dalam Negeri dan persetujuan dari menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pemerintah Daerah dapat melakukan pinjaman yang berasal dari penerusan pinjaman utang luar negeri dari menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan setelah memperoleh pertimbangan Menteri Dalam Negeri. Perjanjian
penerusan pinjaman dilakukan antara menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan dan Kepala Daerah.
e. Penerimaan Kembali Pemberian Pinjaman Daerah; dan/atau Penerimaan kembali pemberian pinjaman daerah digunakan untuk menganggarkan penerimaan kembali pinjaman yang diberikan kepada pihak penerima pinjaman sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
f. Penerimaan Pembiayaan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Penerimaan Pembiayaan lainnya digunakan untuk menganggarkan penerimaan Pembiayaan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
2. Pengeluaran Pembiayaan
Dalam hal APBD diperkirakan surplus, APBD dapat digunakan untuk pengeluaran pembiayaan daerah yang ditetapkan dalam Peraturan Daerah tentang APBD.
Pengeluaran Pembiayaan daerah dapat digunakan untuk:
a. Pembayaran Cicilan Pokok Utang Yang Jatuh Tempo;
Pembayaran cicilan pokok utang yang jatuh tempo didasarkan pada jumlah yang harus dibayarkan sesuai dengan perjanjian pinjaman dan pelaksanaannya merupakan prioritas utama dari seluruh kewajiban Pemerintah Daerah yang harus diselesaikan dalam tahun anggaran berkenaan berdasarkan perjanjian pinjaman jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang.
Pembayaran cicilan pokok utang yang jatuh tempo merupakan pembayaran pokok pinjaman, bunga dan kewajiban lainnya yang menjadi beban Pemerintah Daerah harus dianggarkan pada APBD setiap tahun sampai dengan selesainya kewajiban dimaksud.
Dalam hal alokasi anggaran dalam APBD tidak mencukupi untuk pembayaran cicilan pokok utang, Kepala Daerah dapat melakukan pelampauan pembayaran mendahului perubahan APBD, dengan
melakukan perubahan Peraturan Kepala Daerah tentang Penjabaran APBD Tahun Anggaran 2021 dan dilaporkan kepada Pimpinan DPRD, untuk selanjutnya dianggarkan dalam Peraturan Daerah tentang perubahan APBD Tahun Anggaran 2021 atau ditampung dalam LRA bagi Pemerintah Daerah yang tidak melakukan Perubahan APBD Tahun Anggaran 2021.
b. Penyertaan Modal Daerah;
Pemerintah Daerah dapat melakukan penyertaan modal pada BUMD dan/atau BUMN.
Penyertaan modal Pemerintah Daerah dapat dilaksanakan apabila jumlah yang akan disertakan dalam Tahun Anggaran 2021 telah ditetapkan dalam Peraturan Daerah mengenai penyertaan modal daerah bersangkutan dan pelaksanaannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Peraturan Daerah dimaksud ditetapkan sebelum persetujuan Kepala Daerah bersama DPRD atas rancangan Peraturan Daerah tentang APBD.
Pemerintah Daerah dalam melakukan penyertaan modal daerah memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1) Dalam hal akan melaksanakan penyertaan modal, Pemerintah Daerah terlebih dahulu menyusun perencanaan investasi Pemerintah Daerah yang dituangkan dalam dokumen rencana kegiatan investasi yang disiapkan oleh PPKD selaku pengelola investasi untuk disetujui oleh Kepala Daerah. Berdasarkan dokumen rencana kegiatan penyertaan modal daerah tersebut, Pemerintah Daerah menyusun analisis penyertaan modal daerah Pemerintah Daerah sebelum melakukan penyertaan modal daerah. Analisis penyertaan modal daerah dilakukan oleh penasehat investasi yang independen dan profesional, dan ditetapkan oleh Kepala Daerah sebagaimana diamanatkan dalam ketentuan peraturan perundangundangan. Penyertaan modal daerah bertujuan untuk
meningkatkan pendapatan daerah, pertumbuhan perkembangan perekonomian daerah dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat guna memperoleh manfaat ekonomi, sosial, dan/atau manfaat lainnya. Penyertaan modal dalam rangka pemenuhan kewajiban yang telah tercantum dalam Peraturan Daerah mengenai penyertaan modal pada tahun sebelumnya, tidak diterbitkan Peraturan Daerah tersendiri sepanjang jumlah anggaran penyertaan modal tersebut belum melebihi jumlah penyertaan modal yang telah ditetapkan pada Peraturan Daerah mengenai penyertaan modal. Dalam hal Pemerintah Daerah akan menambah jumlah penyertaan modal melebihi jumlah penyertaan modal yang telah ditetapkan dengan Peraturan Daerah mengenai penyertaan modal, Pemerintah Daerah melakukan perubahan Peraturan Daerah mengenai penyertaan modal yang bersangkutan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
2) Dalam rangka memperkuat struktur permodalan pada Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), Pemerintah Daerah dapat menambah modal yang disetor dan/atau melakukan penambahan penyertaan modal pada BUMD, sehingga BUMD tersebut dapat lebih berkompetisi, tumbuh dan berkembang. Khusus untuk BUMD sektor perbankan, Pemerintah Daerah dapat melakukan penambahan penyertaan modal dimaksud guna menambah modal inti sebagaimana dipersyaratkan Bank Indonesia dan untuk memenuhi Capital Adequacy Ratio (CAR) sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. Pemerintah Daerah yang merupakan pemegang saham pengendali, melakukan penyertaan modal kepada BUMD Perseroda guna memenuhi kepemilikan saham menjadi 51% (lima puluh satu persen) atau lebih. Pemenuhan kepemilikan saham minimal 51% (lima puluh satu persen) oleh 1 (satu) daerah tersebut, dilakukan paling lama 5 (lima) tahun sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
3) Dalam rangka pemberdayaan masyarakat, Pemerintah Daerah dapat menganggarkan investasi jangka panjang non permanen dalam bentuk dana bergulir. Dana bergulir dalam APBD dianggarkan pada akun pembiayaan, kelompok pengeluaran pembiayaan daerah, dan diuraikan ke dalam jenis, objek, rincian objek dan sub rincian objek. Dalam penyaluran dana bergulir, Pemerintah Daerah dapat melakukan kerjasama dengan BUMD Lembaga Keuangan Perbankan, Lembaga Keuangan Non Perbankan atau Lembaga Keuangan lainnya.
4) Dalam rangka mendukung pencapaian target Sustainable Development Goal’s (SDG’s) Tahun 2025 yaitu cakupan pelayanan air minum perpipaan di wilayah perkotaan sebanyak 80% (delapan puluh persen) dan di wilayah perdesaan sebanyak 60% (enam puluh persen), Pemerintah Daerah perlu memperkuat struktur permodalan Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). Penguatan struktur permodalan tersebut dilakukan dengan menambah penyertaan modal Pemerintah Daerah yang antara lain bersumber dari pemanfaatan laba bersih PDAM. Penyertaan modal dimaksud dilakukan untuk penambahan, peningkatan, perluasan prasarana dan sarana sistem penyediaan air minum, serta peningkatan kualitas dan pengembangan cakupan pelayanan. Selain itu, Pemerintah Daerah dapat melakukan penambahan penyertaan modal guna peningkatan kuantitas, dan kapasitas pelayanan air minum kepada masyarakat untuk mencapai SDG’s dengan berpedoman pada peraturan perundang-undangan. PDAM akan menjadi penyedia air minum di daerah sebagai implikasi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 85/PUUXI/2013 yang membatalkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air. Untuk itu Pemerintah Daerah dapat melakukan penambahan penyertaan modal kepada PDAM dalam rangka memperbesar skala usaha PDAM. Bagi PDAM yang skala usahanya belum sesuai dengan
fungsi PDAM sebagai penyedia air minum di daerah, agar dipertimbangkan untuk melakukan penggabungan PDAM dimaksud.
c. Pembentukan Dana Cadangan;
Pemerintah Daerah dapat membentuk dana cadangan yang penggunaannya diprioritaskan untuk mendanai kebutuhan pembangunan prasarana dan sarana daerah yang tidak dapat dibebankan dalam 1 (satu) tahun anggaran serta dapat digunakan untuk mendanai kebutuhan lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Dana cadangan bersumber dari penyisihan atas penerimaan daerah, kecuali dari:
1) DAK;
2) pinjaman daerah; dan
3) penerimaan lain yang penggunaannya dibatasi,
untuk pengeluaran tertentu berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dana cadangan tersebut ditempatkan dalam rekening tersendiri dan dikelola oleh PPKD selaku BUD.
Pembentukan dana cadangan ditetapkan dalam Peraturan Daerah tentang Pembentukan dana cadangan. Peraturan Daerah tersebut paling sedikit memuat:
1) penetapan tujuan pembentukan dana cadangan;
2) program, kegiatan dan sub kegiatan yang akan dibiayai dari dana cadangan;
3) besaran dan rincian tahunan dana cadangan yang harus dianggarkan dan ditransfer ke rekening dana cadangan;
4) sumber dana cadangan; dan
5) tahun anggaran pelaksanaan dana cadangan.
Selanjutnya, Peraturan Daerah tentang pembentukan dana cadangan dimaksud ditetapkan sebelum persetujuan Kepala Daerah bersama DPRD atas rancangan Peraturan Daerah tentang APBD.
d. Pemberian Pinjaman Daerah;
Pemberian pinjaman daerah digunakan untuk menganggarkan pemberian pinjaman daerah yang diberikan kepada pemerintah pusat, Pemerintah Daerah lainnya, BUMN, BUMD, dan/atau masyarakat.
Pemberian pinjaman daerah dilaksanakan setelah mendapat persetujuan DPRD dan menjadi bagian yang disepakati dalam KUA dan PPAS, kecuali diatur lain dalam ketentuan peraturan perundang- undangan.
Ketentuan mengenai tata cara pemberian pinjaman daerah diatur dalam Peraturan Kepala Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
e. Pengeluaran Pembiayaan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pengeluaran pembiayaan lainnya digunakan untuk menganggarkan pengeluaran pembiayaan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
4.5. SISA LEBIH PEMBIAYAAN (SILPA) TAHUN BERJALAN
1. Pemerintah Daerah menganggarkan Sisa Lebih Pembiayaan (SILPA) Tahun Anggaran 2021 bersaldo nihil.
2. Dalam hal perhitungan penyusunan rancangan Peraturan Daerah tentang APBD menghasilkan SILPA Tahun Berjalan positif, Pemerintah Daerah harus memanfaatkannya untuk penambahan program dan kegiatan prioritas yang dibutuhkan, volume program dan kegiatan yang telah dianggarkan, dan/atau pengeluaran pembiayaan.
3. Dalam hal perhitungan penyusunan rancangan Peraturan Daerah tentang APBD menghasilkan SILPA Tahun Berjalan negatif, Pemerintah Daerah melakukan pengurangan bahkan penghapusan pengeluaran pembiayaan yang bukan merupakan kewajiban daerah, pengurangan program dan kegiatan yang kurang prioritas dan/atau pengurangan volume program dan kegiatannya.
4.6. SASARAN PEMBANGUNAN DAERAH
Sesuai pasal 12 ayat (3) Peraturan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 86 Tahun 2017 Rencana kerja Pemerintah Daerah (RKPD) merupakan penjabaran dari RPJMD yang memuat rancangan kerangka ekonomi Daerah, prioritas pembangunan Daerah, serta rencana kerja dan pendanaan untuk jangka waktu 1 (satu) tahun yang disusun dengan berpedoman pada Rencana Kerja Pemerintah dan program strategis nasional yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat. Berdasar hal tersebut maka penyusunan RKPD Kota Singkawang Tahun 2021 berpedoman pada RPJMD Kota Singkawang Tahun 2018-2022, mengacu pada RKPD Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2021, serta mengacu pada Rancangan RKP Tahun 2021 untuk keselarasan program pembangunan daerah.
Berpedoman pada RPJMD maka tujuan dan sasaran yang hendak dicapai pada kerangka perencanaan pembangunan daerah Tahun 2021 harus realistis dan obyektif dengan mempertimbangkan potensi, isu permasalahan, hasil analisis dan evaluasi, capaian kinerja pembangunan pada tahun sebelumnya serta tingkat kepentingan berdasarkan usulan musrenbang. Tujuan dan sasaran pembangunan ini harus memberikan arahan bagi pelaksanaan setiap urusan pemerintah daerah. Adapun tujuan dan sasaran pada pelaksanaan masing-masing visi dan misi diuraikan dalam tabel 4.6.1 sebagai berikut :
TABEL 4.6.1
VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN PEMBANGUNAN
VISI : SINGKAWANG HEBAT 2022 | ||
TUJUAN | SASARAN | STRATEGI |
Misi 1 : Mewujudkan Dan Memelihara Harmonisasi Dalam Keberagaman Agama, Etnis Dan Budaya. | ||
Mewujudkan | Terciptanya | Meningkatkan persatuan dan sikap |
kehidupan | ketentraman dan | saling menghargai untuk |
masyarakat yang | ketertiban dalam | mendorong suasana harmonis |
xxxxxxxx, | kehidupan | dalam kehidupan masyarakat. |
kondusif dan toleran. | masyarakat. | |
Meningkatkan upaya penegakan gangguan kententraman dan | ||
ketertiban secara dini untuk | ||
menjaga keharmonisan | ||
antarmasyarakat. | ||
Terbinanya | Membangun komunikasi dan | |
pengembangan | informasi antar lembaga/organisasi | |
potensi | dan antaragama. | |
organisasi/lembag a kemasyarakatan sosial, politik dan keagamaan. | ||
Memfasilitasi aktivitas organisasi/lembaga kemasyarakatan, sosial, politik dan keagamaan. | ||
Mewujudkan | Meningkatnya | Menyelenggarakan event dalam |
pengembangan | pengembangan | mengekspresikan khazanah |
dan kelestarian budaya. | dan kelestarian budaya. | budaya. |
Melakukan pembinaan dan | ||
pengembangan warisan budaya. | ||
Misi 2 : Mewujudkan Pemberdayaan Ekonomi Kerakyatan Yang Handal, Kreatif Dan Mandiri. | ||
Mendorong | Meningkatnya | Melaksanakan pembinaan terhadap |
Pengembangan | kemandirian dan | pelaku UKM secara |
UKM yang handal dan mandiri. | kehandalan Koperasi dan UMKM. | berkesinambungan. |
Mengembangkan manajemen pengelolaan koperasi. | ||
Meningkatkan | Meningkatnya | Membina pelaku usaha industri |
kualitas dan | produktivitas | dalam mengembangkan |
KUA Kota Singkawang TA. 2021
76
kuantitas produk industri yang dihasilkan oleh masyarakat. | industri lokal. | keanekaragam produk industri. | |
Membantu akses permodalan dan peralatan. | |||
Mengembangkan akses informasi, pemasaran produk dan pengembangan teknologi industri. | |||
Membangun dan mengembangkan ekonomi kreatif dan ketenagakerjaan. | Terwujudnya pengembangan ekonomi kreatif. | Menyediakan ruang dalam mengekspresikan inovasi dan pengembangan ekonomi kreatif masyarakat. | |
Meningkatnya kualitas tenaga kerja dan informasi ketenagakerjaan. | Pengembangan regulasi ketenagakerjaan. | ||
Meningkatkan kapabilitas tenaga kerja. | |||
Meningkatkan penyelesaianper masalahan sosial. | Meningkatnya penyelesaian permasalahan sosial. | Memberikan fasilitasi dan kemudahan akses pelayanan dasar bagi penduduk miskin. | |
Pembinaan keterampilan PMKS. | |||
Memberikan dukungan berupa fasilitasi terhadap lembaga pengelola PMKS. | |||
Memperkuat kelembagaan pemberdayaan perempuan. | |||
Pembinaan keterampilan perempuan dalam meningkatkan kemandiriannya. | |||
Meningkatkan kinerja lembaga perlindungan anak. | |||
Misi 3 : Mengoptimalkan Pemanfaatan dan Pengendalian Potensi Sumber Daya Alam, dalam Upaya Peningkatan Pendapatan Masyarakat. | |||
Mengoptimalkan dan mengembangkan potensi sumber daya pertanian dan perikanan untuk | Meningkatnya produksi Pertanian dan terwujudnya ketahanan pangan. | Memberi bantuan stimulan berupa bantuan saprodi yang dibutuhkan dalam meningkatkan produksi. | |
Melakukan pembinaan terhadap petani guna meningkatkan kapasitas dan inovasi pengolahan produk pertanian. | |||
KUA Kota Singkawang TA. 2021 | 77 |
meningkatkan pendapatan masyarakat. | Memperkuat peran kelembagaan kelompok tani. | |
Pengembangan pemasaran dan pengelolaan pasca panen produksi pertanian. | ||
Membangun dan meningkatkan jaringan irigasi. | ||
Memperkuat pengelolaan ketersediaan pangan. | ||
Meningkatkan upaya pencegahan penyakit ternak untuk meningkatkan produksi peternakan. | ||
Pengembangan pemasaran ternak dan sistem penataan distribusi produksi. | ||
Meningkatnya produksi Perikanan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat. | Memberi bantuan stimulan berupa sarana prasarana perikanan tangkap dan budidaya. | |
Melakukan pembinaan terhadap nelayan dalam upaya meningkatkan nilai tambah produk perikanan. | ||
Mengembangkan sistem informasi dan sistem pemasaran perikanan. | ||
Memperkuat peran kelembagaan kelompok nelayan. | ||
Mengendalikan pemanfaatan sumber daya alam dalam upaya menjaga kelestarian lingkungan hidup. | Terkendalinya pemanfaatan sumber daya alam dalam upaya pelestarian lingkungan hidup. | Memperkuat regulasi dan upaya penegakan pelanggaran dalam pemanfaatan sumber daya alam. |
Meningkatkan pemahaman masyarakat tentang urgensi pemanfaatan sumber daya yang berorientasi kelestarian lingkungan. | ||
Melakukan upaya pengendalian dan pencegahan potensi kerusakan lingkungan. |
KUA Kota Singkawang TA. 2021
78
Meningkatkan sistem pengelolaan persampahan. | ||
Melaksanakan Perencanaan, Pemanfaatan dan Pengendalian Pemanfaatan ruang. | ||
Melakukan penataan terhadap bangunan dan lingkungan permukiman. | ||
Peningkatan pengelolaan areal pemakaman. | ||
Misi 4 : Mewujudkan Pemerintahan Yang Bersih, Tegas, Amanah Dan Efektif Yang Berorientasi Pada Pelayanan Publik Yang Prima Berbasis Teknologi Komunikasi Dan Informasi. | ||
Meningkatkan kualitas pelayanan publik. | Terwujudnya pelayanan publik yang prima, transparan dan akuntabel berbasis Teknologi Komunikasi dan Informasi. | Melaksanakan pembinaan terhadap aparatur pelayanan publik. |
Meningkatkan sarana prasarana pelayanan publik. | ||
Menata dan meningkatkan sistem pelayanan publik berbasis teknologi informasi. | ||
Meningkatkan kapabilitas dan akuntabilitas kinerja birokrasi. | Meningkatnya kapabilitas aparatur daerah. | Melakukan pendidikan dan pelatihan aparatur daerah. |
Meningkatnya pengelolaan keuangan daerah. | Pembinaan terhadap aparat pengelolaan keuangan daerah. | |
Meningkatkan sarana prasarana pengelolaan keuangan daerah. | ||
Mengembangkan pengelolaan pendapatan asli daerah. | ||
Terlaksananya sistem pengawasan yang efektif dan efisien. | Meningkatkan kapabilitas aparatur pengawas. | |
Mengoptimalkan penerapan Sistem Pengendalian Internal Pemerintah. | ||
Meningkatnya kinerja perencanaan pembangunan | Memperbaiki manajemen data dan informasi perencanaan pembangunan. | |
Memperkuat kelembagaan |
KUA Kota Singkawang TA. 2021
79
perencanaan. | ||
Meningkatkan kapasitas aparatur perencana. | ||
Membangun sistem perencanaan pembangunan berbasis teknologi informasi. | ||
Misi 5 : Mewujudkan Sumber Daya Manusia Yang Sehat Dan Cerdas | ||
Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dan pengendalian pertumbuhan penduduk. | Meningkatnya derajat kesehatan masyarakat. | Meningkatkan kualitas dan kuantitas infrastruktur pelayanan kesehatan. |
Melakukan promosi kepada masyarakat tentang prilaku hidup bersih dan sehat. | ||
Melaksanakan pengawasan dan pengendalian kualitas pangan. | ||
Melaksanakan pengelolaan obat dan perbekalan kesehatan. | ||
Melakukan upaya pencegahan dan penanggulangan penyakit menular dan tidak menular. | ||
Meningkatkan upaya pemenuhan standar pelayanan kesehatan. | ||
Meningkatkan kapabilitas dan kompetensi tenaga medis dan paramedis. | ||
Terkendalinya pertumbuhan penduduk. | Melakukan Penyuluhan program keluarga berencana. | |
Meningkatkan kualitas pendidikan. | Meningkatnya kualitas pendidikan. | Menyelenggarakan sistem pendidikan yang berkualitas. |
Meningkatkan kualitas dan kuantitas infrastruktur pendidikan. | ||
Meningkatkan kualitas dan kuantitas tenaga pendidik dan kependidikan. | ||
Meningkatkan manajemen pelayanan pendidikan. |
KUA Kota Singkawang TA. 2021
80
Mengembangkan pendidikan karakter yang terintegrasi. | ||
Meningkatnya minat baca masyarakat | Meningkatkan sarana prasarana pengembangan minat baca. | |
Mengembangkan inovasi pengelolaan perpustakaan yang berbasis teknologi informasi. | ||
Meningkatkan pembinaan pemuda dan pengembangan olahraga. | Meningkatnya kualitas dan peran pemuda . | Melakukan pembinaan terhadap pemuda dan organisasi kepemudaan. |
Melakukan event pengembangan potensi kepemudaan. | ||
Meningkatnya pembinaan dan prestasi olahraga. | Meningkatkan kuantitas dan kualitas infrastruktur olahraga. | |
Melakukan pembinaan terhadap cabang olahraga. | ||
Melaksanakan event kompetisi cabang olahraga. | ||
Misi 6 : Mewujudkan Pembangunan Infrastruktur yang Terarah dan Berkesinambungan. | ||
Meningkatkan kualitas dan kuantitas infrastruktur perkotaan. | Tersedianya infrastruktur perkotaan yang berkualitas. | Melakukan pembangunan/peningkatan infrastruktur perkotaan. |
Melakukan pemeliharaan terhadap infrastruktur perkotaan. | ||
Misi 7 : Mewujudkan Kota Singkawang sebagai Kota Perdagangan, Jasa dan Pariwisata. | ||
Mewujudkan kota Singkawang sebagai Kota Perdagangan, Jasa dan Pariwisata. | Meningkatnya pertumbuhan PDRB sektor perdagangan dan jasa | Meningkatkan infrastruktur perdagangan. |
Pembinaan terhadap pedagang dan pelaku usaha jasa. | ||
Penataan Manajemen dan sistem perdagangan. | ||
Meningkatnya PAD sektor pariwisata. | Meningkatkan infrastruktur pendukung pariwisata. | |
Pengelolaan sistem pemasaran pariwisata berbasis teknologi |
KUA Kota Singkawang TA. 2021
81
informasi. | ||
Melakukan kerjasama pengembagan pariwisata. | ||
Melakukan pembinaan terhadap pelaku pariwisata. |
Perencanaan pembangunan kota tidak dapat terlepas dari arah dan kebijakan perencanaan pembangunan pusat dan provinsi. Perencanaan pembangunan kota merupakan penjabaran pelaksanaan pembangunan provinsi dan pusat. Pembangunan nasional yang ditetapkan untuk tahun 2020 tertuang dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) tahun 2021 dengan tema : “Mempercepat Pemulihan Ekonomi dan Reformasi Sosial”. maka sasaran dan target yang harus dicapai pada akhir Tahun 2021, antara lain:
1. Pertumbuhan ekonomi nasional berkisar 4,5-5,1 persen Inflasi secara nasional berkisar antara 3,0 persen.
2. Sasaran tingkat kemiskinan pada kisaran 9,2 – 9,0 persen; IPM menjadi 72,78 – 72,90 ; gini rasio pada kisaran 0,377 – 0,379; dan tingkat pengangguran terbuka 7,5 - 8,2 persen.
3. Sasaran pemerataan pembangunan antar wilayah: kontribusi wilayah terhadap pembangunan nasional; Sumatera 3,9 - 5,1 persen, Jawa-Bali 4,8 – 5,5 persen, Kalimantan 3,6 – 5,7 persen, Sulawesi 5,4 – 7,0 persen, Nusa Tenggara 3,5 – 5,2 persen, Maluku 5,2 – 6,2 persen Papua 2.6 – 5,8 persen.
Sedangkan tema pembangunan Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat yang tertuang RKPD Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2021 adalah “Perencanaan Kolaboratif untuk Optimalisasi Sumberdaya Alam, Menuju Kalbar Sejahtera” yang selanjutnya dijabarkan melalui 6 Misi Pembangunan yaitu:
KUA Kota Singkawang TA. 2021
82
1. Mewujudkan percepatan pembangunan infrastruktur
2. Mewujudkan tata kelola pemerintahan berkualitas dengan prinsip-prinsip Good Governance
3. Mewujudkan masyarakat yang sehat, cerdas, produktif, dan inovatif
4. Mewujudkan masyarakat yang tertib
5. Mewujudkan masyarakat sejahtera
6. Mewujudkan pembangunan berwawasan lingkungan
Sasaran dan prioritas penyusunan RKPD Tahun 2021 diselaraskan untuk mendukung pencapaian pencapaian Visi dan Misi Presiden dan Wakil Presiden melalui 5 (lima) arahan utama Presiden, sebagai berikut:
1. Pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM), membangun Sumber Daya Manusia pekerja keras yang dinamis, produktif, terampil, menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi didukung dengan kerjasama industri dan talenta global;
2. Pembangunan Infrastruktur, melanjutkan pembangunan infrastruktur untuk menghubungkan kawasan produksi dengan kawasan distribusi, mempermudah akses ke kawasan wisata, mendongkrak lapangan kerja baru, dan mempercepat peningkatan nilai tambah perekonomian rakyat;
3. Penyederhanaan Regulasi, menyederhanakan segala bentuk regulasidengan pendekatan Omnibus Law, terutama menerbitkan 2 UndangUndang. pertama Undang-Undang Cipta Kerja dan kedua UndangUndang Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil Menengah (UMKM);
4. Penyederhanaan Birokrasi, memprioritaskan investasi untuk penciptaan lapangan kerja, memangkas prosedur dan birokrasi yang panjang, dan menyederhanakan eselonisasi; dan
5. Transformasi Ekonomi, Melakukan transformasi ekonomi dari ketergantungan SDA menjadi daya saing manufaktur dan jasa modern yang mempunyai nilai tambah tinggi bagi kemakmuran bangsa demi keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
KUA Kota Singkawang TA. 2021
83
Dalam rangka mendukung 5 (lima) arahan Presiden tersebut,maka diterjemahkan ke dalam 7 (tujuh) Agenda Pembangunan sesuai Tabel 4.2 berikut :
Tabel 4.6.2
Prioritas Nasional dan Program Prioritas RKP 2021
No. | Prioritas Nasional | Program Prioritas |
I. | Memperkuat Ketahanan Ekonomi untuk Pertumbuhan yang Berkualitas dan Berkeadilan | 1. Pemenuhan Kebutuhan Energi dengan Mengutamakan Peningkatan Energi Baru Terbarukan (EBT) 2. Peningkatan Kuantitas/Ketahanan Air Untuk Mendukung Pertumbuhan Ekonomi 3. Peningkatan Ketersediaan, Akses dan Kualitas Konsumsi Pangan 4. Peningkatan Pengelolaan Kemaritiman, Perikanan dan Kelautan 5. Penguatan Kewirausahaan, Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) dan Koperasi 6. Peningkatan Nilai Tambah, Lapangan Kerja, dan Investasi di Sektor Riil dan Industrialisasi 7. Peningkatan Ekspor Bernilai Tambah Tinggi dan Penguatan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) 8. Penguatan Pilar Pertumbuhan dan Daya Saing Ekonomi |
II. | Mengembangkan Wilayah untuk Mengurangi Kesenjangan dan Menjamin | 9. Pengembangan Sektor/Komoditas/Kegiatan Unggulan Daerah |
KUA Kota Singkawang TA. 2021
84
Pemerataan | 10. Distribusi Pusat-pusat Pertumbuhan (PKW) ke Wilayah belum berkembang 11. Peningkatan Daya Saing Wilayah yang Inklusif 12. Memperkuat Kemampuan Sumber Daya Manusia dan Ilmu Pengetahuan dan Tekhnologi berbasis Kewilayahan Dalam Mendukung Ekonomi Unggulan Daerah; dan Perluasan Teknologi Informasi dan Komunikasi. 13. Meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia Melalui Pemenuhan Pelayanan Dasar Secara Merata | |
III. | Meningkatkan Sumber Daya Manusia yang Berkualitas dan Berdaya Saing | 14. Perlindungan sosial dan tata kelola kependudukan, 15. Penguatan pelaksanaan perlindungan sosial, 16. Peningkatan Akses dan Mutu Pelayanan Kesehatan 17. Peningkatan kualitas anak, perempuan dan pemuda 18. Pengentasan kemiskinan 19. Peningkatan Produktivitas Dan Daya Saing |
IV. | Revolusi Mental dan Pembangunan Kebudayaan | 20. Revolusi Mental dan Pembinaan Ideologi Pancasila Untuk Memperkukuh Ketahanan Budaya Bangsa dan Membentuk Mentalitas Bangsa Yang Maju, Modern, dan Berkarakter |
KUA Kota Singkawang TA. 2021
85
21. Meningkatkan Pemajuan dan Pelestarian Kebudayaan Untuk Memperkuat Karakter dan Memperteguh Jati Diri Bangsa, Meningkatkan Kesejahteraan Rakyat, dan Mempengaruhi Arah Perkembangan Peradaban Dunia 22. Memperkuat Moderasi Beragama Untuk Mengukuhkan Toleransi, Kerukunan dan Harmoni Sosial 23. Peningkatan Budaya Literasi, Inovasi Dan Kreativitas Bagi Terwujudnya Masyarakat Berpengetahuan, Dan Berkarakter | ||
V. | Memperkuat Infrastruktur untuk Mendukung Pengembangan Ekonomi dan Pelayanan Dasar | 24. Infrastruktur Pelayanan Dasar 25. Infrastruktur Ekonomi 26. Infrastruktur Perkotaan 27. Energi dan Ketenagalistrikan 28. Transformasi Digital |
VI | Membangun Lingkungan Hidup, Meningkatkan Ketahanan Bencana, dan Perubahan Iklim | 29. Peningkatan Kualitas Lingkungan Hidup 30. Peningkatan Ketahanan Bencana dan Iklim 31. Pembangunan Rendah Karbon |
VII | Memperkuat Stabilitas Polhukhankam dan Transformasi Pelayanan Publik | 32. Konsolidasi Demokrasi 33. Optimalisasi Kebijakan Luar Negeri 34. Penegakan Hukum Nasional 35. Reformasi Birokrasi dan Tata Kelola 36. Menjaga Stabilitas Keamanan nasional |
KUA Kota Singkawang TA. 2021
86
Untuk mencapai melaksanakan arah kebijakan pembangunan tahun 2021 dan dalam upaya pencapaian Visi dan Misi Kalimantan Barat Tahun 2018-2023 sebagaimana Perda Nomor 2 Tahun 2019 tentang RPJMD Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2018-2023, maka prioritas pembangunan daerah adalah sebagai berikut:
1. Peningkatan Kualitas dan Kuantitas Infrastruktur
2. Peningkatan Tata Kelola Pemerintahan
3. Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia
4. Pengurangan Kemiskinan Dan Pengangguran Melalui Pembangunan Perekonomian Yang Merata
5. Ketentraman Dan Ketertiban Masyarakat
6. Peningkatan Kualitas Lingkungan Hidup
Melihat kondisi saat ini terkait dengan terjadinya wabah covid-19 maka perkiraan pertumbuhan ekonomi di tahun 2020 maka capaian tidak bisa melebihi capaian pada tahun 2019. Dampak dari pandemic ini berdampak pada banyak sektor, dan yang paling terdampak ialah sektor kesehatan dan sektor ekonomi. Dengan belum ditemukannya obat maupun vaksin dari covid-19 ini maka tidak dapat dipastikan kapan wabah ini akan segera berakhir. Hal tersebut membuat daerah mengalokasikan anggaran belanja pada penanggulangan dan pemulihan ekonomi daerah. Dengan kondisi demikian maka pengalokasian dilakukan pada sektor perdagangan, pertanian dan ketahanan pangan, koperasi, usaha kecil, pariwisata dan ekonomi kreatif. Infrastruktur juga menjadi prioritas guna percepatan pertumbuhan ekonomi pasca covid-19 sebagai pendukung kelancaran lalu lintas barang agar harga terutama bahan makanan pokok tetap stabil. Selain itu mendorong percepatan pemolihan ekonomi melalui sektor pariwisata.
Untuk mewujudkan keselarasan antara prioritas pembangunan Kota Singkawang dengan prioritas pembangunan Provinsi Kalimantan Barat dan Nasional, maka RKPD Kota Singkawang tahun 2021 ditetapkan dengan tema
KUA Kota Singkawang TA. 2021
87
“Mempercepat Pemulihan Ekonomi dengan Pembangunan Infrastruktur Menuju Singkawang Hebat 2022”
Berdasarkan hasil analisis terhadap isu-isu strategis pembangunan, prioritas pembangunan nasional, Rancangan Awal RKPD Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2021, Serta RPJMD Kota Singkawang tahun 2018-2022 maka perencanaan pembangunan Kota Singkawang Tahun 2019 menetapkan 8 (delapan) prioritas pembangunan sebagai berikut :
a) Peningkatan Kualitas Pendidikan Program Prioritas
• Program Pengelolaan pendidikan
• Program pengembangan kurikulum
• Program pendidik dan tenaga kependidikan
b) Peningkatan Derajad Kesehatan Program Prioritas
• Program pemenuhan upaya kesehatan perorangan dan upaya kesehatan masyarakat
• Program peningkatan kapasitas sumber daya manusia kesehatan
• Program sediaan farmasi, alat kesehatan dan makanan minuman
• Program pemberdayaan masyarakat bidang kesehatan
c) Penyediaan utilitas dan sarana prasarana publik. Program Prioritas
• Program penataan bangunan gedung
• Program penyelenggaraan jalan
• Program peningkatan prasarana, sarana dan utilitas umum (PSU)
• Program penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan (LLAJ)
d) Peningkatan pertumbuhan ekonomi Program Prioritas
• Program pelatihan kerja dan produktivitas tenaga kerja
• Program penempatan tenaga kerja
• Program hubungan industrial
KUA Kota Singkawang TA. 2021
88
• Program pengembangan UMKM
• Program pengembangan iklim penanaman modal
• Program pelayanan penanaman modal
• Program pengelolaan perikanan tangkap
• Program pengelolaan perikanan budidaya
• Program pengolahan dan pemasaran hasil perikanan
• Program peningkatan daya tarik destinasi pariwisata
• Program pemasaran pariwisata
• Program pengembangan sumber daya pariwisata dan ekonomi kreatif
• Program penyediaan dan pengembangan sarana pertanian
• Program penyediaan dan pengembangan prasarana pertanian
• Program stabilisasi harga barang kebutuhan pokok dan barang penting
• Program pengembangan ekspor
• Program perencanaan dan pembangunan industri
e) Pemantapan kinerja aparatur birokrasi Program Prioritas
• Program Optimalisasi Sistem Informasi e-Gov
• Program peningkatan kapasitas sumber daya aparatur
• Program Pembinaan dan Pengembangan Aparatur
• Program Peningkatan Sistem Pengawasan Internal dan Pengendalian Pelaksanaan Kebijakan Kepala Daerah
f) Pengembangan dan penataan kawasan Program Prioritas
• Program penyelenggaraan penataan ruang
• Program pengembangan perumahan
• Program kawasan permukiman serta permukiman kumuh
g) Pelestarian lingkungan hidup dan pemanfaatan ruang Program Prioritas
• Program perencanaan lingkungan hidup
• Program pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup
KUA Kota Singkawang TA. 2021
89
• Program pengelolaan keanekaragaman hayati (kehati)
• Program pengendalian bahan berbahaya dan beracun (b3) dan limbah bahan berbahaya dan beracun (limbah b3)
• Program penanganan pengaduan lingkungan hidup
• Program pengelolaan persampahan
h) Harmonisasi umat beragama dan kebudayaan Program Prioritas
• Program pengembangan kebudayaan
• Program pelestarian dan pengelolaan cagar budaya
• Program penguatan ideologi pancasila dan karakter kebangsaan
Implementasi program-program pembangunan yang secara operasional akan dilaksanakan melalui berbagai program/kegiatan pembangunan oleh Organisasi Perangkat Daerah (OPD) selaku ujung tombak dalam menentukan tercapainya sasaran pembangunan Kota Singkawang. Dengan keselarasan antara prioritas pembangunan Kota Singkawang dengan prioritas pembangunan Provinsi Kalimantan Barat dan Nasional, maka tercapainya sasaran-sasaran pembangunan Kota Singkawang akan mendukung pencapaian sasaran pembangunan nasional.
KUA Kota Singkawang TA. 2021
90
4.7. PEMBIAYAAN DAERAH
4.7.1. Kebijakan Penerimaan Pembiayaan
Dalam struktur APBD, disamping komponen pendapatan dan belanja daerah, APBD juga mencakup pembiayaan daerah yang meliputi sumber penerimaan daerah dan pengeluaran daerah. Timbulnya kebijakan pembiayaan dikarenakan daerah sering dihadapkan pada kondisi pengeluaran daerah yang lebih besar dari penerimaan yang diperoleh, sehingga menimbulkan defisit pada anggaran.
Kebijakan penerimaan pembiayaan daerah Kota Singkawang pada tahun 2021 adalah sebagai berikut:
1. Penganggaran Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Tahun Sebelumnya (SiLPA) harus didasarkan pada penghitungan yang cermat dan rasional dengan mempertimbangkan perkiraan realisasi anggaran Tahun Anggaran 2020 dalam rangka menghindari kemungkinan adanya pengeluaran pada Tahun Anggaran 2021 yang tidak dapat didanai akibat tidak tercapainya SiLPA yang direncanakan. Selanjutnya SiLPA dimaksud harus diuraikan pada obyek dan rincian obyek sumber SiLPA Tahun Anggaran 2020.
4.7.2. Kebijakan Pengeluaran Pembiayaan
Kebijakan pengeluaran pembiayaan daerah Kota Singkawang pada tahun 2021 diarahkan untuk tujuan investasi berupa penyertaan modal Pemerintah Daerah pada PT. Bank Kalbar dan PDAM Gunung Poteng yang akan ditetapkan dengan Peraturan Daerah tentang penyertaan modal.
KUA Kota Singkawang TA. 2021
91