AINUL YAKIN SAHBANA D1A019036
JURNAL ILMIAH
TINJAUAN XXXXXXX XXXXXXXXAN DI BAWAH TANGAN
TERHADAP TUKAR-MENUKAR TANAH PEKARANGAN DENGAN TANAH PERSAWAHAN DI DESA SENYIUR, KECAMATATAN KERUAK, KABUPATEN
LOMBOK TIMUR
Oleh :
AINUL YAKIN SAHBANA D1A019036
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MATARAM 2023
HALAMAN PERSETUJUAN JURNAL ILMIAH
TINJAUAN XXXXXXX XXXXXXXXAN DI BAWAH TANGAN
TERHADAP TUKAR-MENUKAR TANAH PEKARANGAN DENGAN TANAH PERSAWAHAN DI DESA SENYIUR, KECAMATATAN KERUAK, KABUPATEN
LOMBOK TIMUR
Oleh :
Ainul Yakin Sahbana D1A019036
Menyetujui,
Pembimbing I,
Xxxxxxxxx, SH., MH. 19631231 199203 1 016
TINJAUAN YURIDIS PERJANJIAN DI BAWAH TANGAN TERHADAP TUKAR-MENUKAR TANAH PEKARANGAN DENGAN TANAH PERSAWAHAN DI DESA SENYIUR, KECAMATAN KERUAK, KABUPATEN LOMBOK TIMUR
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MATARAM ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keabsahan dan akibat hukum yang ditimbulkan perjanjian di bawah tangan terhadap tukar-menukar tanah pekarangan dengan tanah persawahan di Desa Senyiur, Kecamatan Keruak, Kabupaten Lombok Timur. Penelitian ini berjenis penelitian empiris. Hasil penelitian ini antara lain: perjanjian di bawah tangan terhadap tukar-menukar tanah pekarangan dengan tanah persawahan di Desa Senyiur ditinjau dari KUHPerdata, PP No.24/1997, dan Hukum Adat adalah sah, karena telah memenuhi syarat sahnya tukar-menukar tanah. Adapun akibat hukum yang ditimbulkan adalah beralihnya hak dan tanggungjawab masing-masing tanah yang ditukarkan, sama-sama bertanggungjawab atas permasalahan dikemudian hari, dan tidak dapat didaftarkannya peralihan atas tanah yang ditukarkan.
Kata Kunci : Perjanjian di bawah tangan, Tukar-menukar, Tanah
JURIDICAL REVIEW OF UNDER THE HANDS AGREEMENTS EXCHANGING YARD LAND WITH RICE LAND IN SENYIUR VILLAGE, KERUAK SUB-DISTRICT, LOMBOK TIMUR REGENCY ABSTRACT
This study aims to determine the legitimacy and legal consequences of an underhand agreement on exchanging yard land for rice fields in Senyiur Village, Keruak District, East Lombok Regency. This research is an empirical research type. The results of this study include: an underhand agreement on the exchange of yard land for rice fields in Senyiur Village in terms of the Civil Code, Government Regulation No. 24/1997, and Customary Law is valid because it has fulfilled the legal requirements for land swaps. The legal consequences that arise are the transfer of rights and responsibilities of each exchanged land, both are responsible for future problems, and the transfer of exchanged land cannot be registered.
Keywords: Agreement under the hand, Exchange, Land
I. PENDAHULUAN
Indonesia menjadi salah satu negara dengan jumlah penduduk terbesar di dunia. Tentu dengan jumlah penduduk yang begitu besar mengakibatkan semakin banyak pula tanah yang dibutuhkan untuk tempat tinggal. Selain kebutuhan tempat tinggal, tanah juga menjadi aspek utama dalam kelangsungan hidup. Kemajuan dan perkembangan ekonomi, sosial, budaya dan teknologi juga tidak terlepas dari tanah. Namun, tanah yang akan dibahas disini hanyalah tanah dalam pengertian yuridis yang disebut sebagai hak. Tanah merupakan bagian permukaan bumi, yang dalam pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA), yaitu atas dasar hak menguasai dari negara sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 2 ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi, yang disebut tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang-orang lain serta badan-badan hukum.1
Adapun salah satu cara untuk memperoleh hak atas tanah adalah dengan peralihan. Terdapat dua cara peralihan hak atas tanah, yaitu beralih dan dialihkan. Beralih menyatakan berpindahnya hak atas tanah tanpa ada perbuatan hukum yang dilakukan oleh pemiliknya, misalnya melalui pewarisan. Sedangkan dialihkan menandakan pada berpindahannya hak atas tanah melalui perbuatan hukum yang dilakukan pemiliknya, salah satunya melalui tukar-menukar.2 Peralihan hak atas tanah melalui tukar-menukar sendiri tentu saja melahirkan
1 Urip Santoso, Hukum Agraria, Kencana, Jakarta, 2017, hlm. 9.
2 Xxxxx Xxxxxxx, Hukum Agraria Indonesia, Himpunan Peraturan-Peraturan Hukum Tanah,
Djambatan, Jakarta, 2002, hlm. 25.
suatu hubungan antara kedua pihak tersebut yang dinamakan perikatan. Perikatan tersebut didasarkan atas perjanjian yang telah disepakatai kedua pihak. Berdasarkan asas perjanjian, maka syarat sahnya perjanjian tukar-menukar juga mengikuti syarat sahnya perjanjian pada umumnya. Sehingga peralihan hak atas tanah melalui tukar-menukar tidak jarang dilakukan melalui perjanjian tukar- menukar di bawah tangan, yaitu perjanjian yang di buat para pihak tanpa adanya campur tangan pejabat umum yang berwenang. Mengingat pentingnya kepastian hukum yang kuat dalam setiap peralihan tanah sebagai akibat dari perjanjian tukar-menukar, yang apabila dikaji lebih mendalam perjanjian tukar-menukar yang dilakukan di bawah tangan tetap rawan, karena tidak memberikan kepastian hukum. Kepastian hukum yang dimaksud menunjuk kepada pemberlakuan hukum yang jelas, tetap, konsisten dan konsekuen, yang pelaksanaannya tidak dapat dipengaruhi oleh keadaan-keadaan yang sifatnya subjektif. Namun Salah satu desa di Kabupaten Lombok Timur, Kecamatan Keruak, yaitu Desa Senyiur terdapat warga desa yang melakukan perjanjian tukar-menukar tanah, yaitu tanah pekarangan dengan tanah persawahan yang dilakukan secara dibawah tangan.
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana keabsahan perjanjian tukar-menukar tanah pekarangan dengan tanah persawahan yang dilakukan secara dibawah tangan di Desa Senyiur, Kecamatan Keruak, Kabupaten Lombok Timur ? 2. Bagaimana akibat hukum perjanjian tukar- menukar tanah pekarangan dengan tanah persawahan yang dilakukan secara
dibawah tangan di Desa Senyiur, Kecamatan Kexxxx, Xxxxxxxxx Xxxxxx Xxxxx
? Adapun tujuan dalam penelitian ini untuk menganalisis keabsahan dan mengetahui akibat hukum dari perjanjian tukar-menukar tanah pekarangan dengan tanah persawahan yang dilakukan secara dibawah tangan di Desa Senyiur, Kecamatan Keruak, Kabupaten Lombok Timur. Sedangkan manfaat dalam penelitian ini, yaitu : 1. Secara teoritis, diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam pengembangan ilmu pengetahuan hukum pada umumnya dan Hukum Perjanjian, khususnya yang berkaitan dengan keabsahan dan akibat hukum dari perjanjian tukar-menukar antara tanah pekarangan dengan tanah persawahan yang dilakukan secara di bawah tangan. 2. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan kepada masyarakat umum terkait keabsahan perjanjian dan akibat hukum yang dapat ditimbulkan dari tukar- menukar tanah pekarangan dengan tanah persawahan yang dilakukan secara di bawah tangan. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian empiris, yaitu penelitian hukum yang menganalisis dan mengkaji bekerjanya hukum di dalam masyarakat.3 Penelitian terhadap efektifitas hukum merupakan penelitian yang membahas bagaimana hukum beroprasi dalam masyarakat. Pendekatan dalam penelitian ini yaitu pendekatan konseptual, pendekatan undang-undang dan pendekatan sosiologis. Jenis dan sumber data dalam penelitian ini yaitu data primer, sekunder dan tersier. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini diperoleh dengan teknik wawancara dan kepustakaan.
3 Xxxxx XX dan Xxxxxx Xxxxxxx, Penerapan Teori Hukum Pada Penelitian Tesis dan Disertasi,
PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2013, hlm.7.
Adapun analisis data yang digunakan dalam penelitian hukum ini menggunakan analisis deskriptif-analisis.
II. PEMBAHASAN
A. Keabsahan Tukar-Menukar Tanah Pekarangan Dengan Tanah Persawahan Yang Dilakukan Secara Dibawah Tangan Di Desa Senyiur, Kecamatan Keruak, Kabupaten Lombok Timur
1. Sejarah Perjanjian Tukar-Menukar Tanah di Masyarakat
Dalam kehidupan sehari-hari masyarakat sangat berhubungan erat dengan namanya perjanjian, sangat banyak macam-macam perjanjian yang bisa kita temui diberbagai kegiatan masyarakat. Dari banyaknya macam perjanjian, salah satunya perjanjian tukar-menukar yang sudah ada sejak lama dilakukan oleh masyarakat Indonesia dan dikenal dengan sistem barter. Tukar Menukar adalah kebiasaan nenek moyang bangsa Indonesia yang sudah ada turun temurun. Perjanjian tukar-menukar merupakan metode yang sangat efektif dan sangat menguntungkan pada zaman dahulu. Tukar-menukar dulu dilakukan dengan cara bertemu langsung hanya para pihak dan menukarkan barang yang dipunyai dengan barang orang lain dengan kesepakatan bersama yang tidak merugikan satu sama lain. Tukar-menukar tanah dahulu belum banyak memikirkan pentingnya bukti perjanjian tukar-menukar untuk kedepannya. Pertukarannya masih dilakukan dengan sangat sederhana, artinya tukar- menukar ini masih menggunakan rasa kekeluargaan yang saling percaya satu sama lain tanpa melibatkan banyak pihak.
2. Perjanjian Tukar-Menukar Tanah Yang Terjadi di Desa Senyiur
Desa Senyiur, Kecamatan Keruak yang sebelumnya tergabung dengan Desa Sepit, namun pada tanggal 1 Desember 2009 Desa Senyiur dimekarkan berdasarkan peraturan bupati Lombok Timur. Perjanjian tukar- menukar tanah di Desa Senyiur masih terjadi dan terdapat fakta pertukaran tanah yang dilakukan dengan perjanjian di bawah tangan oleh masyarakat. Tukar-menukar tanah pekarangan dengan tanah persawahan di Desa Senyiur terjadi pada tahun 2017 antara Hasbi dengan Xxxx Xxxxxx. Tanah keduanya merupakan tanah milik yang berasal dari tanah warisan dari masing-masing orang tuanya. Pelaksanaan tukar-menukar berawal dari Xxxx Xxxxxx yang ingin membangun rumah untuk anaknya, menawarkan kepada Xxxxx untuk melakukan tukar-menukar antara tanah persawahan miliknya dengan tanah pekarangan milik Xxxxx. Pada saat itu Xxxxx tidak langsung menyanggupi tawaran dari Xxxx Xxxxxx karna kedua adiknya belum pulang dari Malaysia dan ingin menceritakan hal itu terlebih dahulu kepada kedua adiknya. Tanggal 23 September Hasbi dan Xxxx Xxxxxx bertemu kembali untuk bernegoisasi membicarakan mengenai perjanjian tukar-menukar tanah yang dimiliki keduanya, sekaligus kedua belah pihak membicarakan isi perjanjian. Hasbi yang memiliki tanah pekarangan dengan luas ± 2200 m² yang terletak di kesubakan Senyiur, Desa Senyiur, Kecamatan Keruak, Kabupaten Lombok
Timur, sedangkan Amaq Muhram sendiri memiliki tanah persawahan dengan luas ± 3300 m² yang terletak di kesubakan Jangkrung, Desa Senyiur, Kecamatan Kexxxx, Xxxxxxxxx Xxxxxx Xxxxx. Walaupun tanah milik Xxxx Xxxxxx jauh lebih luas dari pada tanah milik Hasbi, nilainya dianggap sama karna mengingat tanah milik Hasbi berada di tempat yang lebih strategis dan Amaq Muhram setuju dengan tukar-menukar tersebut tanpa mempermasalahkan kelebihan tanahnya. Sehingga pada 17 Oktober keduanya sepakat melakukan perjanjian tukar-menukar tanah pekarangan dengan tanah persawahan yang dilakukan secara dibawah tangan, yang dihadiri tokoh masyarakat, tokoh agama sekaligus disaksikan oleh kepala wilayah dusun Senyiur, yaitu Xxxxx dan pekasih subak Senyiur, yaitu Xxxxx Xxxxx sekaligus dihadiri dan dibenarkan oleh xxxxx Xxxxxx X.Xx xxxxxx kepala Desa Senyiur.
3. Keabsahan Perjanjian Tukar-Menukar Tanah Di Bawah Tangan
a. Tukar-Menukar Tanah Di Bawah Tangan Berdasarkan KUHPerdata Sebagaimana diketahui bahwa perjanjian tukar menukar sesuai
dengan beberapa ketentuan di dalam Buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Kedudukan tukar menukar dalam KUHPerdata dikatakan dalam Pasal 1541. Adapun beberapa ketentuan umum yang terkait dengan perjanjian tukar-menukar tersebut antara lain : Pasal 1320 yang secara implisit berisikan asas konsesualisme menjadi dasar bagi para pihak membuat perjanjian; Pasal 1338 menjadi dasar keterikatan para pihak dalam melaksanakan isi perjanjian; Pasal 1233
yang menjadi sumber perikatan diantara para pihak; Pasal 1234 yang menjadi acuan penentuan jenis prestasi para pihak dalam perjanjian; dan yang terpenting adalah Pasal 1320 yang mengatur keabsahan perjanjian. Tukar-menukar merupakan sebuah perjanjian sama halnya seperti jual beli. Untuk melakukan sebuah perjanjian tukar menukar yang sah, maka harus dipenuhi syarat sahnya perjanjian yang disebutkan dalam ketentuan Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yaitu : 1) Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya, 2) Kecakapan untuk membuat suatu perikatan, 3) Suatu hal tertentu, 4) Suatu sebab (causa) yang halal.
Keabsahan perjanjian di bawah tangan terhadap tukar menukar tanah pekarangan dengan tanah persawahan di Desa Senyiur yang ditinjau dari Kitab Undang-Undang Hukum Perdata adalah sah, karna kedua belah pihak telah memenuhi pasal 1541-1545 tentang perjanjian tukar-menukar, sekaligus perjanjian yang dilakukan tersebut telah memenuhi syarat sahnya perjanjian yang termuat di dalam pasal 1320 KUH Perdata.
b. Tukar-Menukar Tanah Di Bawah Tangan Berdasarkan UUPA
Syarat tukar-menukar tanah menurut UUPA harus memenuhi syarat materil dan formil baik mengenai subyek maupun obyeknya. 1) Syarat Materiil, merupakan syarat yang menentukan subyek dan obyek tukar-menukar tanah tersebut antara lain : a) Kewenangan untuk melakukan pertukaran tanah; Artinya pemilik tanah ini memiliki
kewenangan untuk menukarkan tanahnya kepada pihak yang lainnya, suatu bidang tanah berhak dipertukarkan oleh si pemegang yang sah dari hak atas tanah tersebut (pemilik). b) Hak atas tanah bisa dipertukarkan dan obyek pertukaran tidak dalam sengketa; Artinya hak- hak tanah yang boleh dipertukarkan menurut UUPA antara lain Hak Milik (pasal 20), Hak Guna Usaha (Pasal 28) Hak Guna Bangunan (Pasal 35), Hak Pakai (Pasal 41), dan objek pertukaran atau tanah yang dimiliki para pihak ini tidak bermasalah atau tidak dalam sengketa dengan pihak lain yang akan merugikan pihak lain dalam perjanjian tukar-menukar yang dilaksanakan. 2) Syarat Formil, merupakan formalitas telah terjadinya perjanjian tukar-menukar, yang meliputi akta yang menjadi bukti perjanjian tukar-menukar serta pejabat yang berwenang membuat akta tersebut, dalam hal ini PPAT.4
Keabsahan perjanjian tukar-menukar tanah yang terjadi di Desa Senyiur yang ditinjau Undang-Undang Pokok Agraria adalah sah, walaupun tidak memenuhi syarat formil, karna syarat formil bukan merupakan syarat sahnya tukar-menukar tanah melainkan hanya menjadi salah satu syarat untuk mendaftarkan peralihan nama hak atas tanah yang terjadi karna tukar-menukar.
c. Tukar-Menukar Tanah Ditinjau Dari Hukum Adat
Syarat sahnya tukar-menukar hak atas tanah menurut Hukum Adat adalah terpenuhinya tiga unsur yaitu kontan atau tunai, riil dan
4 Xxxx Xxx Xxxxxxxx, dkk., Problematika Keabsahan Peralihan Tanah Dibawah Tangan di Kawasan Transmigrasi, Jurnal Tunas Agraria, Januari 2021, Vol. 4, No. 1, hlm. 32.
terang. Kontan atau tunai berarti penyerahan haknya dan harga dilakukan pada saat yang bersamaan, pada saat itu tukar-menukar menurut hukum telah selesai. Riil berarti bahwa kehendak atau niat yang diucapkan harus diikuti dengan perbuatan yang nyata untuk menunjukkan tujuan tukar-menukar tersebut. Sedangkan terang berarti bahwa perbuatan hukum tersebut haruslah dilakukan dihadapan Kepala Desa (Kepala Adat).
Keabsahan perjanjian tukar-menukar tanah yang terjadi di Desa Senyiur yang ditinjau dari Hukum Adat adalah sah, karena sudah memenuhi syarat sahnya tukar-menukar menurut hukum adat, yaitu kontan atau tunai, riil dan terang yang dilakukan oleh kedua belah pihak.
4. Pendaftaran Peralihan Hak Atas Tanah di Kantor Pertanahan
a. Peralihan Hak Atas Tanah Yang Belum Bersertifikat
Peralihan hak atas tanah yang belum bersertifikat yang dilakukan sebelum berlakunya PP 24/1997, alat bukti peralihan haknya dapat berupa akta otentik yang dibuat oleh PPAT, namun apabila dilakukan dengan akta di bawah tangan yang dibuat oleh para pihak dengan disaksikan oleh Kepala Desa atau Lurah, maka akta tersebut dapat dijadikan bukti perolehan hak atas tanah dan dapat didaftarkan ke Kantor Pertanahan. Sedangkan tukar-menukar hak atas tanah yang belum bersertifikat, yang dilakukan setelah berlakunya PP 24/1997, maka harus dibuktikan dengan akta tukar-menukar yang dibuat oleh
atau dihadapan PPAT. Apabila tidak dibuat dengan akta tukar-menukar yang dibuat oleh PPAT, maka proses tukar-menukar tersebut harus diulang dengan akta tukar-menukar yang dibuat oleh PPAT. Hal ini untuk memenuhi syarat dan ketentuan peralihan hak atas tanah tersebut dapat didaftarkan dengan mendasarkan pada PP 24/1997 tentang Pendaftaran Tanah.5
b. Peralihan Hak Atas Tanah Yang Sudah Bersertifikat
Peralihan hak atas tanah yang sudah bersertifikat hanya memerlukan atau mempersiapkan dokumen-dokumen untuk melakukan proses pembuatan akta tukar-menukar dihadapan PPAT. Adapun dokumen-dokumen yang harus dipersiapkan para pihak, yaitu
(1) sertifikat asli, (2) SPPT PBB asli tahun terakhir dan bukti pembayaran, (3) Izin Mendirikan Bangunan dan dokumen lainnya, mengenai tanah dan bangunan, jika obyek tukar-menukar tanah adalah tanah dan bangunan, (4) fotocopy KTP dan KK, (5) fotocopy surat nikah, jika sudah menikah. Jika belum, persiapkan surat pernyataan yang menyatakan belum menikah, (6) fotocopy NPWP, (7) fotocopy surat keterangan kematian apabila pemilik sudah meninggal, (8) fotocopy surat keterangan waris yang dilegalisir oleh Desa tau Kelurahan.
5 Christiana, Peralihan Hak Atas Tanah Tanpa Sertifikat, Jurnal Ilmu Hukum, Juni 2018, Vol. 4, No. 2, hlm. 690.
B. Akibat Hukum Perjanjian Tukar-Menukar Tanah Pekarangan Dengan Tanah Persawahan Yang Dilakukan Secara Dibawah Tangan Di Desa Senyiur, Kecamatan Keruak, Kabupaten Lombok Timur
Pada pasal 1430 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menjelaskan mengenai bahwa perjanjian-perjanjian yang dibuat hanya akan berlaku bagi pihak-pihak yang membuatnya, dimana hal ini juga berlaku bagi perjanjian tukar-menukar. Subjek hukum dalam perjanjian tukar-menukar merupakan pihak pertama dan pihak kedua yang memiliki hubungan timbal balik, baik perjanjian tersebut dilakukan antara orang dengan orang atau orang dengan badan hukum atau badan hukum dengan badan hukum, yang harus dapat dipastikan bahwa para pihak adalah benar pemilik dari barang yang akan diperjanjikan untuk yang nantinya akan diserahkan sebagai objek dari tukar- menukar.6 Untuk mengetahui dapat tidaknya tanah sebagai obyek tukar- menukar, selain ketentuan-ketentuan yang telah diuraikan dalam KUH Perdata kita harus melihat ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam Undang- Undang Pokok Agraria Nomor 5 tahun 1960 beserta peraturan-peraturan pelaksananya. Menurut Pasal 21 Undang-Undang Pokok Agraria hanya warga Negara Indonesia dan badan-badan hukum yang ditetapkan oleh Pemerintah yang dapat mempunyai hak milik atas tanah.
6 Nuri, “Perjanjian Tukar Menukar (Barter) Tanah Hak Milik (Studi Kasus : Gugatan Perdata Nomor:06/Pdt.G/2006/PN. Tembilahan-Riau), Skripsi Universitas Sumatera Utara, Medan, 2008, hlm. 33.
Adapun objek peralihan Hak melalui tukar-menukar adalah sebagai berikut : 7
Hak Milik, dasar hukum terjadinya peralihan Hak Milik dapat dilihat berdasarkan ketentuan Pasal 20 ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang UUPA yang menyebutkan bahwa Hak milik dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain. Selain itu, ketentuan Pasal 26 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang UUPA menyebutkan bahwa salah satu cara peralihannya adalah dengan penukaran.
Hak Guna Usaha, dasar hukum terjadinya peralihan Hak Guna Usaha dapat dilihat berdasarkan ketentuan Pasal 28 ayat (3) UndangUndang Nomor 5 Tahun 1960 tentang UUPA yang menyebutkan bahwa Hak Guna Usaha dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain. Selain itu, ketentuan Pasal 16 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 menyebutkan bahwa salah satu cara peralihannya adalah dengan tukar-menukar.
Hak Guna Bangunan, dasar hukum terjadinya peralihan Hak Guna Bangunan dapat dilihat berdasarkan ketentuan Pasal 35 ayat (3) UndangUndang Nomor 5 Tahun 1960 tentang UUPA yang menyebutkan bahwa Hak Guna Bangunan dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain. Selain itu, ketentuan Pasal 34 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 menyebutkan bahwa salah satu cara peralihannya adalah dengan tukar-menukar.
Hak Pakai, dasar hukum terjadinya peralihan Hak Pakai diatur dalam ketentuan Pasal 43 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang UUPA. Ketentuan tersebut menyebutkan bahwa sepanjang mengenai tanah yang dikuasai langsung oleh negara maka hak pakai hanya dapat dialihkan kepada pihak lain dengan izin penjabat yang berwenang. Hak pakai atas tanah milik hanya bisa dialihkan pada pihak lain, jika hal itu dimungkinkan dalam perjanjian yang bersangkutan. Sementara itu ketentuan Pasal 54 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 menjelaskan bahwa Hak Pakai yang diberikan atas tanah negara untuk jangka waktu tertentu dan Hak Pakai atas tanah Hak Pengelolaan dapat beralih dan dialihkan pada pihak lain. Selain itu, Hak Pakai atas tanah Hak Milik hanya dapat dialihkan apabila hak tersebut dimungkinkan dalam perjanjian pemberian Hak Pakai atas tanah Hak Milik yang bersangkutan. Salah satu cara beralihnya Hak Pakai adalah dengan tukar-menukar.
7 Prami Yunita, Akibat Hukum Terhadap Pembeli Yang Melakukan Wanprestasi Dalam Perjanjian Sewa Beli Sepeda Motor, Kertha Xxxxxx, xxxxxxx 2017, Vol. 5, No. 2, hlm. 63.
Adapun akibat hukum yang ditimbulkan dari perjanjian di bawah tangan terhadap tukar-menukar tanah pekarangan dengan tanah persawahan di Desa Senyiur, diantaranya pihak pertama berkewajiban untuk melepaskan hak kepemilikan atas tanah pekarangannya seluas ± 2200 m² kepada pihak kedua, begitu juga sebaliknya pihak kedua berkewajiban untuk melepaskan hak kepemilikan atas tanah persawahannya seluas ± 3300 m² kepada pihak pertama, sama-sama berhak untuk menerimanya, dan sama-sama bertanggung jawab atas permasalahan tukar-menukar tanah yang timbul di kemudian hari, selain itu juga akibat yang ditimbulkan karna perjanjian dilakukan di bawah tangan adalah tidak dapat didaftarkannya peralihan nama hak atas tanah tersebut.
III. PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian pembahasan yang telah di uraikan di atas, maka peneliti dapat menarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Keabsahan perjanjian di bawah tangan terhadap tukar-menukar tanah pekarangan dengan tanah persawahan di Desa Senyiur yang ditinjau berdasarkan KUHPerdata adalah sah, karena kedua belah pihak telah memenuhi pasal 1541-1545 tentang perjanjian tukar-menukar dan telah memenuhi syarat sahnya perjanjian yang termuat di dalam pasal 1320 KUHPerdata, untuk keabsahan perjanjian tukar-menukar di bawah tangan terhadap tanah pekarangan dengan tanah persawahan di Desa Senyiur ditinjau dari Undang-Undang Pokok Agraria adalah sah, walaupun tidak
memenuhi syarat formil tentang formalitas bukti dari tukar-menukar tanah yang ditentukan oleh UUPA. Karena syarat formil bukan merupakan syarat sahnya tukar-menukar melainkan merupakan salah satu syarat untuk bisa melakukan pendaftaran peralihan hak atas tanah yang dilakukan melalui tukar-menukar tersebut, dan untuk keabsahan perjanjian tukar- menukar di bawah tangan terhadap tanah pekarangan dengan tanah persawahan di Desa Senyiur ditinjau dari hukum adat adalah sah, karna sudah memenuhi semua syarat sahnya tukar-menukar menurut hukum adat yaitu kontan atau tunai, riil dan terang.
2. Akibat hukum dari perjanjian di bawah tangan terhadap tukar-menukar tanah pekarangan dengan tanah persawahan di Desa Senyiur adalah beralihnya hak dan tanggung jawab terhadap masing-masing tanah yang di tukarkan, sama-sama bertanggung jawab atas permasalahan dikemudian hari, selain itu tidak dapat didaftarkannya peralihan nama atas tanah yang ditukarkan.
B. Saran
Adapun saran-saran yang dapat penulis sampaikan dalam tulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :
1. Mengingat bahwa masalah pertanahan merupakan masalah yang mendasar dan sering terjadi di Desa Senyiur, diharapkan adanya kesadaran dari masyarakat Desa Senyiur untuk tidak melakukan tukar-menukar di bawah tangan, karena pada akhirnya hal itu akan merugikan para pihak yang melakukan perjanjian tukar-menukar secara di bawah tangan.
2. Diharapkan BPN dan pemerintah Desa Senyiur khususnya untuk melakukan penyuluhan-penyuluhan serta penjelasan-penjelasan yang berhubungan dengan perbuatan hukum dan akibat hukum khususnya tukar- menukar tanah yang masih sering terjadi untuk dilakukan dihadapan pejabat tanah yang berwenang sebagaimana yang ditentukan oleh peraturan perundang-undangan terkait.
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku, Makalah dan Artikel
Xxxxx Xxxxxxx, 2002, Hukum Agraria Indonesia, Himpunan Peraturan-Peraturan Hukum Tanah, Djambatan, Jakarta.
Xxxxx XX dan Xxxxxx Xxxxxxx, 2013, Penerapan Teori Hukum Pada Penelitian Tesis dan Disertasi, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta.
Xxxx Xxxxxxx, 2017, Hukum Agraria, Kencana, Jakarta.
B. Perundang-Undangan
Indonesia, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, LN No. 104 Tahun 1960, TLN No. 2043
Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, LN No. 59 Tahun 1997, TLN No. 3696
C. Internet dan sumber lainnya
Nuri, 2008, Perjanjian Tukar Menukar (Barter) Tanah Hak Milik (Studi Kasus : Gugatan Perdata Nomor:06/Pdt.G/2006/PN. Tembilahan, Riau),. URL : xxxxx://xx.000xxx.xxx/xxxxxxxx/xxxx00xx-xxxxxxxxxx-xxxxx-xxxxxxx-
barter-tanah-hak-milik-studi-kasus-gugatan-perdata-nomor-06-pdt-g-2006- pn-tembilahan-riau.html.