SKRIPSI
KEABSAHAN PERJANJIAN JUAL BELI CRYPTO ASET MENGGUNAKAN SMART CONTRACT
SKRIPSI
Oleh:
XXXXX XXXXXXXX
NIM: 18410263
PRODI STUDI HUKUM PROGRAM SARJANA FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA
2023
KEABSAHAN PERJANJIAN JUAL BELI CRYPTO ASET MENGGUNAKAN SMART CONTRACT
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Guna Memperoleh
Gelar Sarjana (Strata-1) pada Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia
Yogyakarta
Oleh:
XXXXX XXXXXXXX
NIM: 18410263
PROGRAM STUDI ILMU HUKUM
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA
2023
KEABSAHAN JUAL BELI CRYPTO ASSET MENGUNAKAN SMART CONTRACT
Telah diperiksa dan disetujui Dosen Pembimbing Tugas Akhir untuk diajukanke depan TIM Penguji dalam Ujian Tugas Akhir / Pendadaran pada tanggal 10 April 2023
Yogyakarta, 18 maret 2023 Dosen Pembmbing Tugas Akhir,
Xxxxxxxxxxx Xx-Xxxxxx, X.X., M.A., LLM.
KEABSAHAN JUAL BELI CRYPTO ASSET MENGUNAKAN SMART CONTRACT
Telah Dipertahankan di Hadapan Xxx Xxxxuji dalam Ujian Tugas Akhir / Pendadaran
pada tanggal dan Xxnyatakan LULUS
Xxx Xxxxuji
Yogyakarta, 10 April 2023
Tanda Tangan
...........................
1. Ketua : Xxxx Xxxx Xxxxxxxx, Prof. Dr., S.H., M.Hum.
...........................
2. Anggota : Xxxxxxxxxxx Xx-Xxxxxx, S.H., M.A., LLM.
3. Anggota : Xxxxx Xxxxxxxx, S.H., LL.M.
Mengetahui: Universitas Islam Indonesia
Fakultas HukumDekan,
Xxxx. Xx. Xxxx Xxxx Xxxxxxxx, S.H., M.H.
N I K . 0 1 4 1 0 0 1 0 9
...........................
PERNYATAAN ORISINALITAS
CURRICULUM VITAE
1. Nama Lengkap : Xxxxx Xxxxxxxx
2. Tempat Lahir : Jakarta
3. Tanggal Lahir : 26 Desember 1999
4. Jenis Kelamin : Laki-Laki
5. Golongan Darah : O
6. Alamat Terakhir : Gandari Residence, Xx Xxxxxxxx, xxxxxxxxx, Xxxxxxx xxxxxxx
7. Alamat Asal : Gandari Residence, Xx Xxxxxxxx, xxxxxxxxx, Xxxxxxx xxxxxxx
8. Identitas Orang Tua/Wali
a. Ayah
Nama lengkap : Gurindo Permana
Pekerjaan : Pegawai Negeri Sipil Kementrian Agama
b. Ibu
Nama lengkap : Dini Fatia Pekerjaan : Pegawai Swasta
9. Riwayat Pendidikan
a. SD : SDN 12 Pagi Jakarta
b. SMP : SMPN 254 Jakarta
c. SMA : SMA Sumbangsih Jakarta
10. Organisasi : Business Law Community
Yogyakarta, 2023
Peneliti
NIM. 18410263
HALAMAN MOTTO
“Start small but never dream small”
HALAMAN PERSEMBAHAN
Skripsi ini penulis dedikasikan kepada kedua orang tua penulis,
Gurindo Permana dan Dini Fatia
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil’aalamiin, puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skirpsi yang berjudul KEABSAHAN JUAL BELI CRYPTO ASSET MENGGUNAKAN SMART CONTRACT. Dalam menyusun skripsi ini, penulis sangat berterima kasih karena adanya bantuan, bimbingan, dan juga dukungan baik moril dan materiil dari berabagai pihak sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang penulis buat ini. oleh sebab itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Kedua orang tua penulis, Bapak dan Ibu yang selalu memberikan doa, kasih sayang, dukungan, dan perhatian yang tiada habisnya kepada penulis.
2. Xxxxx Xxxx Xxxxxx Xxxxx,S.T.,X.Xx.,Ph.D selaku Rektor Universitas Islam Indonesia
3. Bapak Xxxx. Xx. Xxxx Xxxx Xxxxxxxx, S.H.,M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia.
4. Xxxxx Xxxxxxxxxxx Xx-Xxxxxx,S.H.,M.A.,LLM selaku dosen pembimbing skripsi penulis, yang senantiasa dengan sabar dalam membimbing serta memberikan masukan-masukan kepada penulis dalam proses penulisan skripsi ini.
5. Seluruh Bapak Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia yang telah membagikan ilmu pengetahuannya yang sangat bermanfaat bagi penulis selama penulis berkuliah. Semoga kedepannya ilmu pengetahuan
yang telah bapak ibu dosen ajarkan dapat penulis amalkan kembali dengan cara mengimplementasikannya di masyarakat.
6. Sahabat-sahabat penulis, Xxxxxxx Xxx Xxxxxxx, Xxxxx Xxxxxx, Xxxxxx Xxxx Xxxxxxxx, Xxxx Xxxxxxx, Xxxxxx Xxx ,Xxxxxx Xxxxxxxx dan Xxxx Xxxxxxxxx yang selalu memberi semangat, dan motivasi baik dalam hal perkuliahan dan penulisan tugas akhir ini.
7. Teman-teman penulis di Fakultas Hukum Universitas Islam Xxxxxxxxx, Xxxxxx, Xxxxxxx Xxxxx, Yulyanita, Xxxxx Xxxx, Xxxxxx Xxx, Xxxx Xxxxx Xxx Xxxxxxxx, Xxxxx Xxxxxxx Xxxxxxxx, Xxxxx Xxxxx Xxxxx, Xxxx, Xxxxx Xxxxx, Estri, Xxxxxxx, Xxxx Xxxxxx, Xxxxxxx, dan teman-teman lainnya yang tidak dapat penulis sebutkan satu-satu, yang telah memberikan semangat, bantuan, selama masa perkuliahan di Fakultas Hukum.
8. Teman-teman Kantor penulis dari Nusantara Harman & Partners, Bpk Xxxxxx Xxxxxxxxxx, Bpk Xxxxx K Xxxxxx, Xxxxx Xxxx Xxxxx, Xxxxx Xxxxxx, Xxxxx Xxxxx, Xxxxxxx Xxxxxxx, Xxxxxxx Xxxxx Xxxxxxx dan Xxxxxxxxx Xxxxxxxxx Xxxxxxxxx yang memberikan dukungan selama proses penulisan tugas akhir ini.
9. Semua pihak yang memberikan bantuan dan saran yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna, untuk itu penulis mengharap kritik dan saran yang membangun dalam rangka penyempurnaan penulisan ini. penulis juga berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi siapapun yang membacanya kedepannya, Aamiin
Yogyakarta, 2023
(Xxxxx Xxxxxxxx)
DAFTAR ISI
KEABSAHAN PERJANJIAN JUAL BELI CRYPTO ASET MENGGUNAKAN SMART CONTRACT 0
KEABSAHAN PERJANJIAN JUAL BELI CRYPTO ASET MENGGUNAKAN SMART CONTRACT 1
HALAMAN PENGESAHAN TUGAS AKHIR 3
13
16
17
17
23
35
36
TINJAUAN UMUM ATAS KEABSAHAN JUAL BELI CRYPTO ASSET
YANG MENGGUNAKAN SMART CONTRACT 40
A. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian
40
B. Tinjauan Umum Mengenai Perjanjian dalam Islam
49
1. Pengertian Pejanjian dalam Islam 49
2. Asas-Asas Perjanjian dalam Hukum Islam 50
C. Tinjauan Umum Mengenai Jual-Beli
52
2. Lahirnya Perjanjian Jual-Beli 53
3. Hak dan Kewajiban Penjual dan Pembeli 54
D. Tinjauan Umum Mengenai Transaksi Elektronik
54
1. Pengertian Transaksi Elektronik 54
2. Jenis-jenis Transaksi Elektronik 56
E. Pengertian Kontrak Elektronik atau E-Contract
58
F. Tinjauan Umum Mengenai Smart Contract
59
G. Tinjauan Umum Mengenai Blockchain
62
H. Tinjauan Umum Mengenai Crypto asset
63
HASIL PENELITIAN TERKAIT KEABSAHAN JUAL BELI CRYPTO ASSET YANG MENGGUNAKAN SMART CONTRACT 65
A. Keabsahan Transaksi Jual Beli Crypto Asset yang menggunakan Smart Contract
.....................................................................................................................65
B. Akibat Hukum yang Muncul dalam Penggunaan Smart Contract
90
95
96
Daftar Pustaka 97
Lampiran 102
ABSTRACT
The use of smart contracts in crypto asset transactions raises the question of whether smart contracts can be said to be a valid form of contract or not, starting from its form which consists of programming code to transactions with anonymous parties. This study aims to analyze the validity of the use of smart contracts in crypto asset transactions in Indonesian civil law and to find out what legal implications arise after conducting crypto assets transactions using smart contracts. This research is a juridical-normative legal research with a conceptual approach method, and Legislation. Data obtained from secondary data using a literature study data collection tool. The results of the study concluded that a smart contract can be said to be valid if it can prove the elements of the agreement stipulated in Article 1320 of the Civil Code. Both obligation clauses in the smart contract are automatically executed, in other words, there is no obligation that binds and forces the debtor letterlijk.
Keywords: Smart Contract, Crypto asset, Indonesia Civil Law
ABSTRACT
Penggunaan smart contract dalam transaksi crypto asset menimbulkan pertanyaan apakah smart contract dapat dikatakan sebagai suatu bentuk kontrak yang sah atau tidak, mulai dari bentuk nya yang terdiri dari kode pemograman sampai transaksi dengan pihak anonim. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis terkait keabsahan dari penggunaan smart contract dalam transaksi crypto asset dalam hukum perdata Indonesia serta untuk mengetahui apa implikasi hukum yang timbul setelah melakukan transaksi crypto asset menggunakan smart contract. Penelitian ini merupakan penelitian hukum yuridis-normatif dengan metode pendekatan konseptual, dan Perundang-Undangan . Data yang diperoleh dari data sekunder menggunakan alat pengumpul data Studi Kepustakaan. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa smart contract dapat dikatakan sah apabila ia dapat membuktikan unsur-unsur perjanjian yang diatur dalam Pasal 1320 KUH perdata. Kedua klausul kewajiban’dalam smart contract tereksekusi secara otomatis, dengan kata lain tidak ada kewajiban yang mengikat dan memaksa debitur secara letterlijk.
Kata kunci: Smart Contract, Crypto asset, Hukum Perdata Indonesia
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Peraturan terkait hukum kontrak di Indonesia diatur dalam pasal 1320 dan 1338 BW (burgerlijk wetboek) di mana kontrak terdiri dari kontrak tertulis dan kontrak lisan. Praktik dalam penyusunan kontrak perjanjian bisnis di Indonesia biasanya menggunakan kontrak konvensional di mana penyusunan kontrak dilakukan menggunakan tanda tangan dari para pihak dan pertemuan tatap muka. Namun perkembangan hukum yang telah disesuaikan dengan perkembangan peradaban teknologi tidak begitu disadari oleh masyarakat hukum khususnya di Indonesia bahwa terdapat beberapa varian kontrak baru yang lahir. smart contract merupakan salah satu variasi baru dalam perjanjian bisnis baik jual beli maupun hal yang berkaitan dengan bisnis.1
Penggunaan teknologi smart contract sudah mulai marak digunakan dalam e-commerce atau jual beli online melalui marketplace platform, salah satu marketplace platform yang menerapkan teknologi smart contract ini merupakan QuuBe. Quube merupakan e-marketplace yang dikembangkan oleh Qoo10, yang merupakan salah satu online marketplace terbesar di Asia yang berasal dari Singapura yang dibangun menggunakan teknologi blockchain. Setiap transaksi yang dilakukan dalam situs Qoo10 menggunakan koin Q* dengan dibantu
1 Tumangkar, Totok. "Kabsahan Kontrak dalam Transaksi Komersial Elektronik." Hukum Dan Dinamika Masyarakat 10, no. 1 (2016): 34
menggunakan sistem smart contract untuk setiap transaksi antara Pembeli dan Penjual.2
Mengutip dari Triple A, Indonesia berada di posisi 30 besar, di bawah Malaysia dan Vietnam untuk jumlah warga yang memiliki mata uang kripto. Di Indonesia diperkirakan terdapat 7,2 juta orang yang memiliki mata uang kripto. Namun berdasarkan data dari Asosiasi Blockchain Indonesia, per Juli 2021 mencatat pemilik mata uang kripto di Indonesia telah mencapai 7,4 juta orang dan angka ini meningkat sebanyak 85 persen dibandingkan pada tahun 2020 yang hanya berjumlah 4 juta orang.3
Indonesia juga memiliki beberapa platform yang telah menggunakan teknologi Smart Contract seperti, Ethereum, Bitcoin dan Nxt. Hampir semua crypto asset memiliki smart contract untuk efisisensi dan alasan xxxxxxxx0 Kehadiran dari teknologi Smart Contract memang membuat kegiatan e- commerce dalam internet menjadi semakin efisien, hal ini dikarenakan sifat dari smart contract itu sendiri yang mengeksekusi klausul kontrak secara otomatis (Self-Executing) hal ini yang menjamin kepastian dari pelaksanaan perjanjian jual beli yang telah dibentuk menggunakan smart contract. 5
2 Xxx Xxxxxxxxx Xxxxxxx, “Aplikasi Smart Contract dalam E-Commerce Prespektif Hukum Perjanjian Syariah“ Jurnal Qolamuna, Volume 6 Nomor 1 Juli 2020
3 Kompas, “Kilas Balik Perkembangan Kripto di Indonesia Sepanjang 2021, Artis hingga Pejabat Berlomba Jualan NFT” xxxxx://xxxxx.xxxxxx.xxx/xxxx/0000/00/00/000000000/xxxxx- balik-perkembangan-kripto-di-indonesia-sepanjang-2021-artis-hingga?page=all diakses pada tanggal 11 September pukul 13.00 WIB
4 Ibid. Xxx Xxxxxxxxx Xxxxxxx
5 Via Safira “Keabsahan Smart Contract Sebagai Perjanjian yang Mengikat Para Pihak” xxxxx://xxxxxxxxxxxx.xxx/xxxxxxxxx-xxxxx-xxxxxxxx-xxxxxxx-xxxxxxxxxx-xxxx-xxxxxxxx-xxxx-xxxxx/ diakses pada tanggal 20 Juni 2022
Smart Contract pada nyatanya tidak berjalan semulus yang telah dijelaskan diatas dikarenakan masih terdapat beberapa masalah dalam penerapannya, Seperti sifat dari smart contract itu sendiri yang berisfat absolut, hal ini menyebabkan kontrak yang dibuat menggunakan smart contract menjadi kaku karena smart contract tidak bisa mengakomodiasi konteks sosial antar manusia yang sering sekali muncul pada kontrak di dunia nyata, masalah selanjutnya adalah terkait privasi, hal ini dikarenakan smart contract tersebar di seluruh jaringan blockchain sehingga orang-orang dapat melihat kontrak yang telah dibuat, lalu kita juga tidak dapat menghiraukan kemungkinan adanya peretasan dalam smart contract itu sendiri seperti yang terjadi pada kasus Poly Network.6
Poly Network merupakan platform keuangan terdesentralisasi silang (DeFi), yang diluncurkan oleh para pendiri dari proyek Blockchain China Neo. ia memanfaatkan smart contract dan modul fungsional untuk mengubungkan antar blockchain. Pada tahun 2021 situs Poly Network mengalami peretasan yang dilakukan oleh seorang hacker, hacker tersebut berhasil mengumpulkan token lebih dari USD 600 juta atau sekitar Rp 8,62 triliun. Hacker tersebut melakukan pengeksploitasian terhadap kode situs milik Poly Network yang
6 Tech In Asia ID, “Apa itu smart contract? (dan Kontroversinya) – bitcoin”, xxxxx://xxx.xxxxxxx.xxx/xxxxx?xxxXXxxxxxxxx&xx000x ,diakses pada tanggal 27 Juni pukul
20.00 WIB
memungkinkan sang hacker untuk menlakukan ransfer aset ke dalam dompet kripto milik mereka.7
Poly Network memaparkan bahwa para peretas ini berhasil mengeksploitasi kerentanan dalam smart contract milik mereka, Menurut Xxxxx Xxxxxxx, yang merupakan programmer untuk Ethereum berpendapat bahwa para peretas nampaknya mengesampingkan instruksi kontrak pada masing-masing blockchain. Serta melakukan pengalihan dana ke tiga alamat dompet, tempat menyimpan token secara digital dan membuat bisa dilacak dan diterbitkan oleh Poly Network. Xxxxxxx berhasil membobol di lebih 12 crypto Asset yang berbeda. Salah satunya Ether dan satu jenis Bitcoin.8
Dari pemaparan diatas, smart contract yang pada awalnya bertujuan untuk memangkas proses transaksi menjadi lebih mudah, fleksibel, dan efisien, menjadi berpotensi menimbulkan masalah hukum khususnya berkaitan dengan keabsahan smart contract sebagai bentuk perjanjian elektronik yang baru dalam transaksi jual-beli.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana keabsahan jual beli crypto asset yang menggunakan teknologi
smart contract menurut hukum perdata Indonesia?
2. Bagaimana implikasi hukum dari jual beli crypto asset dalam menggunakan teknologi smart contract?
7 Xxxxxx Xxxxx Bestari, “Kisah Hacker Curi Uang Kripto Rp 8,8 T, Rekor Rampok Terbesar”, xxxxx://xxx.xxxxxxxxxxxxx.xxx/xxxx/00000000000000-00-000000/xxxxx-xxxxxx-xxxx-xxxx-xxxxxx- rp-88-t-rekor-rampok-terbesar ,diakses pada tanggal 28 juni pukul 10.00 WIB
8 Ibid.
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui keabsahan jual beli crypto asset yang menggunakan smart contract berdasarkan hukum Perdata Indonesia
2. Untuk menganalisis apakah terdapat akibat hukum yang muncul ketika melakukan transaksi crypto asset menggunakan smart contract.
D. Orisinalitas Penelitian
Berdasarkan hasil penelusuran yang telah dilakukan oleh penulis, terdapat satu buah penelitian terdahulu yang memiliki kemiripan atau persamaan dengan penelitian penulis. Namun, penelitian ini mempunyai permasalahan yang berbeda dengan penelitian sebelumnya, adapun perbedaan tersebut akan dipaparkan dalam bentuk tabel sebagai berikut:
No | Nama Penulis & Judul | Bentuk & Tahun | Keterangan pembeda |
1 | Xxx Xxxxxxxxx Xxxxxxx, Aplikasi Smart Contract dalam E-Commerce Prespektif Hukum | Jurnal Qolamuna, Volume 6 Nomor 1 Juli 2020 | Dalam Jurnal Qolamuna ini memiliki persamaan dengan penulis terkait pembahasaan yaitu sama-sama membahas terkait smart contract, namun yang menjadi pembeda dalam hal ini |
Perjanjian Xxxxxxx | adalah penulis mengkaji smart contract berdasarkan aturan hukum terkait kontrak perjanjian jual-beli di indonesia sedangkan jurnal ini membahas smart contract berdasarkan hukum perjanjian syariah | ||
2 | Xxxxx Xxxxxx Xxxxxxxx Xxxxx dan Xxxx Xxxxxx Xxxxxxxx. Urgensi Penggunaan Smart Contract Dalam Transaksi Jual- Beli di E- Commerce | Jurnal Hukum Lex Generalis. Vol.3.No.4 April 2022. | Dalam jurnal ini Laila dengan penulis mimiliki objek yang sama namun yang menjadi pembeda disini adalah jurnal ini membahas terkait mengapa Smart Contract harus segera digunakan dalam transaksi jual-beli dan apa yang menjadi |
kelebihan dari Smart Contract itu sendiri sedangkan penulis ingin membahas terkait hal apa yang membuat smart contract ini sah untuk dijadikan sebagai bentuk baru dari suatu perjanjian jual-beli. | |||
3. | Xxxxxxxxx Xxxxxxxx Karakteristik Perjanjian Jual Beli Dengan Smart Contract dalam E- Commerce | Jurist-Diction: Vol. 2 No. 5, September 2019 | Dalam Jurnal ini Dzulfikar dengan penulis memiliki objek yang sama di mana jurnal yang dibuat Dzulfikar ini membahas terkait Smart Contract akan tetapi hal yang dijadikan topik utama dalam jurnal milik Xxxxxxxxx adalah bagaimana cara kerja |
dari Smart Contract itu sendiri dan bagaimana perlindungan hukum dari penggunaan smart contract, dalam hal ini yang menjadi pembeda dengan penulis adalah penulis lebih menitik beratkan terhadap hal apa yang membuat smart contract ini boleh untuk digunakan dan apa implikasinya terhadap suatu perjanjian jual-beli. | |||
4. | Xxxxx Xxxxxxxx Xxxxxx, I Xxxxx Xxxxxxxx Keabsahan Kontrak Elektronik (e- contract) dalam | Jurnal Kertha Semaya, Vol. 8 No. 9 Tahun 2020 | Dalam jurnal ini Xxxxx dan penulis mengangkat isu tema terkait keabsahan kontrak elektronik namun walaupun smart contract dapat digolongkan sebagai |
kontrak elektronik sesuai yang tertera dalam Pasal 1 Angka 17 Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 jo Undang-Undang No. 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang berbunyi “Kontrak elektronik adalah perjanjian para pihak yang dibuat melalui Sistem Elektronik” akan tetapi Smart Contract berbeda dari kontrak elektronik pada umumnya hal ini dikarenakan smart contract merupakan kumpulan kode-kode coding di mana hal ini |
hanya bisa dipahami oleh sang penerbit perjanjian saja. | |||
5. | Xxxxxx Xxx Indiraharti Aspek keabsahan Perjanjian Dalam Hukum Kontrak (Suatu Perbandingan Antara Indonesia dan Korea Selatan) | Jurnal Hukum PRIORIS, Vol 4 No 1 tahun 2014 | Dalam hal ini Novina dan Penulis membahas terkait keabsahan suatu perjanjian namun dalam hal ini yang menjadi pembeda adalah penulis menspesifikasikan jenis perjanjian Smart Contract lalu penulis hanya membatasi pembahasan terkait keabsahaan dari kontrak smart contract ini dari segi hukum Indonesia saja tidak dengan negara lain. |
E. Tinjauan Pustaka
1. Perjanjian dan Kontrak
Pengertian istilah kontrak atau persetujuan (contract or agreement) yang diatur dalam Buku III Bab Kedua KUHPerdata (BW) Indonesia, sama saja dengan pengertian perjanjian.9 Pasal 1313 KUHPerdata mengatur bahwa suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lainnya. Pasal ini menerangkan secara sederhana tentang pengertian perjanjian yang menggambarkan tentang adanya dua pihak yang saling mengikatkan diri. Pengertian ini sebenarnya tidak begitu lengkap, tetapi dengan pengertian ini sudah jelas bahwa dalam perjanjian itu terdapat satu pihak mengikatkan dirinya kepada pihak lain.10
Menurut X. Subekti,11 “Perjanjian merupakan suatu peristiwa di mana terdapat seorang berjanji kepada orang lain atau dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal”. Hubungan kedua orang tersebut mengakibatkan timbulnya suatu ikatan yang berupa hak dan kewajiban kedua belah pihak atas suatu prestasi.
Menurut Xxxxxxx Xxxxxxxxxxx, perjanjian adalah suatu hubungan hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum. Maksudnya, kedua pihak tersebut sepakat untuk menentukan peraturan atau kaidah atau hak dan kewajiban yang mengikat
9 Pasal 1313 KUH-Perdata Indonesia
10 Xxxxxx Xxxx dan Xxxxx Xxxx, 2011, Hukum Perikatan, Jakarta, Rajagrafindo Persada, hlm.
63
11 R. Subekti, Aneka Perjanjian (Bandung; PT Alumni, 1984), hlm.1
mereka untuk ditaati dan dilaksanakan. Kesepakatan tersebut adalah untuk menimbulkan akibat hukum, yaitu menimbulkan hak dan kewajiban, sehingga apabila kesepakatan itu dilanggar maka akan ada akibat hukumnya atau sanksi bagi si pelanggar.12
Dari beberapa pendapat pakar hukum tentang pengertian kontrak/perjanjian diatas, dapat dipahami bahwa kontrak berisikan janji- janji yang sebelumnya telah disetujui. Yaitu berupa hak dan kewajiban yang melekat pada para pihak yang membuatnya dalam bentuk tertulis maupun lisan. Jika dibuat secara tertulis, kontrak itu akan lebih berfungsi untuk menjamin kepastian hukum.
2. Syarat Sah Pernjanjian
Berdasarkan hukum Indonesia mengenai syarat sahnya perjanjian, telah diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata antara lain:
a. Kesepakatan
Dengan diperlakukannnya kata sepakat mengadakan perjanjian, maka berarti bahwa kedua belah pihak haruslah mempunyai kebebasan kehendak. Para pihak tidak mendapat sesuatu tekanan yang mengakibatkan adanya cacat bagi perwujudan kehendak tersebut.13
12 Xxxxxxx Xxxxxxxxxxx, 1986, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), Yogyakarta, Liberti, hlm. 97-98.
13 X. Xxxxxx Xxxxxx, 2001, E-Commerce: Hukum dan Solusinya, Bandung, Mizan Grafika Sarana hlm. 97-98
Ada beberapa teori yang menjelaskan saat-saat terjadinya perjanjian antara para pihak, yaitu:14
1) Teori kehendak (wilstheorie) mengajarkan bahwa kesepakatan terjadi pada saat kehendak pihak penerima dinyatakan, misalnya dengan menuliskan surat.
2) Teori pengiriman (verzendtheori) mengajarkan bahwa kesepakatan terjadi pada saat kehendak yang dinyatakan itu dikirim oleh pihak yang meneria tawaran.
3) Teori pengetahuan (vermingstheorie) mengajarkan bahwa pihak yang menawarkan seharusnya sudah mengetahui tawaranya diterima.
4) Teori kepercayaan (vertrouwenstheorie) mengajarkan bahwa kesepakatan itu terjadi pada saat pernyataan kehendak dianggap layak diterima oleh pihak yang menawarkan. Pernyataan kehendak tersebut harus merupakan pernyataan bahwa kedua belah pihak menghendaki timbulnya hubungan hukum. Kesesuaian kehendak antara keduanya belum dapat melahirkan perjanjian, karena kehendak itu harus dinyatakan, harus nyata bagi yang lain. Apabila pihak lain telah menerima atau menyetujui, maka timbul kata sepakat.15
b. Kecakapan
14 Xxxxxx Xxxxx Xxxxxxxxxx, Xxxxx Xxxx Xxxxxxxxx, Xxxx Xxxxxxxxxxx, Xxxxxxxxxxx Xxxxxx, dan Xxxxxxx Xxxxxxxxx, 2001, Kompilasi Hukum Perikatan, Jakarta, Citra Xxxxxx Xxxxx, hlm. 73
15 Xxxxx Xxxxxxxxx, 2010, Keabsahan Kontrak Elektronik dalam Penyelenggaraan Transaksi Elektronik, hlm. 9
Kecakapan adalah adanya kecakapan untuk membuat suatu perjanjian. Menurut hukum, kecakapan termasuk kewenangan untuk melakukan tindakan hukum pada umumnya. Dan menurut hukum setiap orang adalah cakap untuk membuat perjanjian, kecuali orang-orang yang menurut undang-undang dinyatakan tidak cakap.16 Pasal 1329 KUHPerdata menyatakan bahwa setiap orang cakap untuk membuat perjanjian, kecuali apabila menurut undang- undang dinyatakan tidak cakap. Ketidak cakapan ini dijelaskan dalam Pasal 1330 KUHPerdata yaitu orang yang belum dewasa, di bawah pengampuan, dan perempuan. Berkaitan dengan perempuan, melalui SEMA (Surat Edaran Mahkamah Agung) Nomor 3 Tahun 1963 menetapkan bahwa perempuan dewasa
17
cakap melakukan perjanjian. Dalam Perkembangannya Mahkamah
Agung melalui putusan No. 447/SIP/1976 tanggal 13 Oktober 1976 menyatakan bahwa dengan berlakunya UU No. 1 Tahun 1974, maka batas seseorang dibawah kekuasaan perwalian adalah 18 tahun, bukan 21 tahun.18
c. Suatu hal tertentu
16 Xxxxxxxx Xxxxxx Xxxxxxxx, 2012, Perjanjian Jual Beli Secara Online Melalui Rekening Bersama pada Forum Jual Beli Kaskus, (Skripsi tidak diterbitkan Fakultas Hukum Universitas Xxxxxxxxx Xxxxxxxx), hlm. 24-25
17 Xxxxxx Xxxxxxxxx, 2010, Hukum Kontrak, Yogyakarta, FH UII Press, hlm. 2
18 Ibid
Suatu hal tertentu berkaitan dengan objek perjanjian (Pasal 1332 sampai dengan Pasal 1334 KUH Perdata). Objek perjanjian yang dapat dikategorikan dalam Pasal 1332 sampai dengan Pasal 1334 adalah:19
1) Objek yang akan ada, asalkan dapat ditentukan jenis dan dapat dihitung.
2) Objek yang dapat diperdagankan (barang-barang yang dipergunakkan untuk kepentingan umum tidak dapat menjadi objek perjanjian).
d. Suatu sebab yang halal
Syarat keempat untuk suatu perjanjian yang sah adalah adanya suatu sebab yang halal. Undang-undang tidak memberikan pengertian tentang sebab (bahasa Belanda oorzaak, bahasa Latin causa). Pengertian causa bukan sebab yang mendorong para pihak mengadakan perjanjian, karena apa yang menjadi motif dari seseorang untuk mengadakan perjanjian itu tidak menjadi perhatian hukum. Menurut yurisprudensi yang ditafsirkan dengan causa adalah isi atau maksud dari perjanjian. Melalui syarat causa, di dalam praktek maka ia merupakan upaya untuk menempatkan perjanjian di bawah pengawasan Hakim.20
Artinya apa yang hendak dicapai oleh kedua belah pihak dengan mengadakan perjanjian itu. Dimana dilarang untuk membuat perjanjian tanpa tujuan bersama, atau yang dibuat karena suatu sebab yang palsu atau terlarang. Akibatnya jika suatu perjanjian dibuat tanpa adanya hal tertentu
19 Xxxxxx Xxxxx Xxxxxxxxxxx, 2008, KUHPERDATA Buku III, Bandung, Alumni, hlm. 104
20 Xxxxxx Xxxxx Xxxxxxxxxxx, Xxxxx Xxxx Xxxxxxxxx, Xxxx Xxxxxxxxxxx, Xxxxxxxxxxx Xxxxxx, dan Xxxxxxx Xxxxxxxxx, 2001, Kompilasi Hukum Perikatan, Jakarta, Citra Xxxxxx Xxxxx, hlm. 81
dan tanpa suatu sebab yang halal, maka perjanjian tersebut batal demi hukum.21
Berdasarkan Pasal 1335 KUHPerdata yang isinya mengenai suatu syarat untuk sahnya perjanjian ini menyebutkan, “suatu perjanjian tanpa sebab atau yang telah dibuat karena sesuatu sebab yang palsu atau terlarang, tidak mempunyai kekuatan”. Sedangkan pengertian suatu sebab yang halal mengacu pada Pasal 1337 KUHPerdata adalah sebagai berikut:
1) Sebab yang tidak terlarang atau bertentangan dengan Undang-undang.
2) Sebab yang sesuai dengan kesusilaan.
3) Sebab yang sesuai dengan ketertiban umum.
Hampir sama dengan Pasal 1320 KUHPerdata, Hukum kontrak Amerika menentukan empat syarat sahnya suatu perjanjian, yaitu:22
1) Adanya penawaran (offer) dan penerimaan (acceptance)
2) Adanya persesuaian kehendak (meeting of minds)
3) Adanya prestasi (consideration)
4) Adanya kewenangan hukum para pihak (competent legal parties) dan pokok persoalan yang sah (legal subject matter)
21 Xxxxxxxx Xxxxx, Pengaruh Perkembangan Teknologi Informasi terhadap Keabsahan Perjanjian dalam Perdagangan secara Elektronik (E-Commerce) di Era Globalisasi, Jurnal Dinamika Hukum, Vol XI (Februari, 2011), hlm. 64
22 Xxxxx XX, 2003, Hukum Kontrak: Teori & Teknik Penyusunan Kontrak, Cetakan I, Jakarta, Sinar Grafika, hlm. 13-14
Syarat sahnya suatu perjanjian yang sudah tertuang di dalam Pasal 1320 KUHPerdata, apabila dua syarat pertama yaitu syarat sepakat antara kedua belah pihak dan kecakapan para pihak yang melakukan perjanjian tidak terpenuhi, maka perjanjian tersebut dapat dibatalkan. Pihak yang dapat meminta pembatalan tersebut merupakan pihak yang tidak memiliki kecakapan hukum atau pihak yang memberikan kesepakatannya tidak secara bebas atau dibawah tekanan atau paksaan. Maka, perjanjian yang sudah dibuat tersebut tetap mengikat selama tidak diminta pembatalan oleh pihak yang berjak meminta pembatalan tersebut. Dua syarat pertama dalam Pasal 1320 KUHPerdata ini dinamakan syarat subyektif karena berhubungan dengan subyek yang mengadakan perjanjian.
3. Unsur-unsur Perjanjian
Suatu perjanjian lahir jika disepakati tentang hal yang pokok atau unsur esensial dalam suatu perjanjian. Penekanan tentang unsur yang esensial tersebut karena selain unsur yang esensial masih dikenal unsur lain dalam suatu perjanjian. Dalam suatu perjanjian dikenal tiga unsur, yaitu : 23
a. Unsur Essensialia yaitu unsur yang harus ada dalam suatu kontrak karena tanpa adanya kesepakatan tentang unsur esensialia ini maka tidak ada kontrak. Sebagai contoh, dalam kontrak jual beli harus ada kesepakatan mengenai barang dan harga karena tanpa kesepakatan mengenai barang
23 Xxxxxx Xxxx, 2007, Hukum Kontrak & Perancangan Kontrak, Jakarta, RajaGrafindo Persada, hlm. 31-32
dan harga dalam kontrak jual beli, kontrak tersebut batal demi hukum karena tidak ada hal yang diperjanjikan.
b. Unsur Naturalia yaitu unsur yang telah diatur dalam undang-undang sehingga apabila tidak diatur oleh para pihak dalam perjanjian, undang- undang yang mengaturnya. Dengan demikian, unsur naturalia ini merupakan unsur yang selalu dianggap ada dalam kontrak. Sebagai contoh, jika dalam kontrak tidak diperjanjikan tentang cacat tersembunyi, secara otomatis berlaku ketentuan dalam KUHPerdata bahwa penjual harus menanggung cacat tersembunyi.
c. Unsur Aksidentalia yaitu unsur yang nanti ada atau mengikat para pihak jika para pihak memperjanjikannya. Sebagai contoh, dalam jual beli dengan angsuran diperjanjikan bahwa apabila pihak debitur lalai membayar utangnya, dikenakan denda dua persen perbulan keterlambatan, dan apabila debitur lalai membayar selama tiga bulan berturut-turut, barang yang sudah dibeli dapat ditarik kembali kreditor tanpa melalui pengadilan. Demikian pula klausul-klausul lainnya yang sering ditentukan dalam suatu kontrak, yang bukan merupakan unsur yang esensialia dalam kontrak tersebut.
4. Asas-asas dalam Perjanjian
Berdasarkan teori, di dalam suatu hukum kontrak terdapat 5 (lima) asas hukum perjanjian atau contract principle yang dikenal menurut ilmu hukum perdata. Kelima asas itu antara lain adalah: asas kebebasan berkontrak (freedom of contract), asas konsesualisme (consensualism), asas kepastian
hukum (pacta sunt servanda), asas itikad baik (good faith), dan asas kepribadian (personality). Berikut ini adalah penjelasan mengenai asas-asas yang dimaksud :24
a. Asas Kebebasan Berkontrak (freedom of contract)
Salah satu asas utama yang melandasi hukum perjanjian adalah asas kebebasan berkontrak. Pemahaman terhadap asas ini membawa pengertian bahwa setiap orang mempunyai kebebasan untuk mengikatkan dirinya pada orang lain. Asas kebebasan berkontrak ini diakui dalam hukum perjanjian di Indonesia, sehingga hukum perjanjian di Indonesia menganut sistem terbuka.25
Asas kebebasan berkontrak dapat dianalisis dari ketentuan Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata, yang berbunyi: “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.”
Asas kebebasan berkontrak sebenarnya merupakan salah satu asas perjanjian yang berlaku secara universal.26 Pengertian dari asas ini bahwa setiap orang mempunyai kebebasan untuk mengikat dirinya pada siapa saja sesuai kehendaknya. Asas ini merupakan suatu asas yang memberikakn kebebasan para pihak untuk: membuat atau tidak membuat perjanjian,
24 M. Muhtarom, Asas-Asas Hukum Perjanjian: Suatu Landasan dalam Pembuatan Kontrak, SUHUF, Vol. 26, (Mei, 2014), hlm. 50-53
25 Xxxx Xxxxxxx, Asas Kebebasan Berkontrak dalam Perjanjian Standar Baku, Vol. XIII No.
1, (Agustus 2012)
26 Xxxxxx Xxxxx Xxxxxxxxxxx, Kompilasi Hukum Perikatan, Citra Xxxxxx Xxxxxx, hlm. 12
mengadakan perjanjian dengan siapapun, menentukan isi perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratannya, serta menentukan bentuk perjanjiannya apakah tertulis atau lisan.
b. Asas Konsesualisme
Asas konsensualisme dapat disimpulkan dalam Pasal 1320 ayat (1) KUHPerdata. Pada pasal tersebut ditentukan bahwa salah satu syarat sahnya perjanjian adalah adanya kata kesepakatan antara kedua belah pihak. Asas ini merupakan asas yang menyatakan bahwa perjanjian pada umumnya tidak diadakan secara formal, melainkan cukup dengan adanya kesepakatan kedua belah pihak. Kesepakatan adalah persesuaian antara kehendak dan pernyataan yang dibuat oleh kedua belah pihak. Xxxx konsensualisme muncul diilhami dari hukum Romawi dan hukum Jerman. Di dalam hukum Jerman tidak dikenal istilah asas konsensualisme, tapi lebih dikenal dengan sebutan perjanjian riil dan perjanjian formal. Perjanjian riil adalah suatu perjanjian yang diibuat dan dilaksanakan secara nyata (dalam hukum adat disebut secara kontan). Sedangkan perjanjian formal adalah suatu perjanjian yang telah ditentukan bentuknya, yaitu tertulis (baik berupa akta otentik maupun akta bawah tangan). 27
c. Asas pacta surservanda
Asas kepastian hukum atau disebut juga dengan asas pacta sunt servanda merupakan asas yang berhubungan dengan akibat perjanjian.
Asas pacta sunt servanda merupakan asas bahwa hakim atau pihak ketiga harus menghormati substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak, sebagaimana layaknya sebuah undang-undang. Mereka tidak boleh melakukan intervensi terhadap substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak. Asas pacta sunt servanda dapat disimpulkan dalam Pasal 1338 ayat
(1) KUHPerdata. Asas ini pada mulanya dikenal dalam hukum gereja.
Dalam hukum gereja itu disebutkan bahwa terjadinya suatu perjanjian bila ada kesepakatan antar pihak yang melakukannya dan dikuatkan dengan sumpah. Hal ini mengandung makna bahwa setiap perjanjian yang diadakan oleh kedua pihak merupakan perbuatan yang sakral dan dikaitkan dengan unsur keagamaan. Namun, dalam perkembangan selanjutnya asas pacta sunt servanda diberi arti sebagai pactum, yang berarti sepakat yang tidak perlu dikuatkan dengan sumpah dan tindakan formalitas lainnya.
Sedangkan istilah nudus pactum sudah cukup dengan kata sepakat saja.28
d. Asas itikad baik
Asas itikad baik tercantum dalam Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata yang berbunyi : “ Perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik.” Asas ini merupakan asas bahwa para pihak yaitu pihak kreditur dan debitur harus melaksanakan substansi kontrak berdasarkan kepercayaan atau keyakinan yang teguh maupun kemauan baik dari para pihak. Asas itikad baik terbagi menjadi dua macam, yaitu itikad baik nisbi, itikad baik
mutlak. Pada itikad baik yang pertama, seseorang memperhatikan sikap dan tingkah laku yang nyata dari subjek. Pada itikad yang kedua, penilaian terletak pada keadilan serta dibuat ukuran yang obyektif untuk menilai keadaan (penilaian tidak memihak) menurut norma-norma yang objektif.29
e. Asas kepribadian
Asas kepribadian merupakan asas yang menentukan bahwa seseorang yang akan melakukan dan/atau membuat kontrak hanya untuk kepentingan perseorangan saja. Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 1315 dan Pasal 1340 KUHPerdata. Pasal 1315 KUHPerdata menegaskan: “Pada umumnya seseorang tidak dapat mengadakan perikatan atau perjanjian selain untuk dirinya sendiri”. Inti ketentuan ini sudah jelas bahwa untuk mengadakan suatu perjanjian, orang tersebut harus untuk kepentingan dirinya sendiri. Pasal 1340 KUHPerdata berbunyi: “Perjanjian hanya berlaku antara para pihak yang membuatnya.” Hal ini mengandung maksud bahwa perjanjian yang dibuat oleh para pihak hanya berlaku bagi mereka yang membuatnya.30
29 Xxxxx X.X., 20014, Hukum Kontrak: Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, Jakarta, Sinar Grafika, hlm. 3
F. Definisi Operasional
1. Smart Contract
Smart Contract merupakan perjanjian elektronik yang berbentuk kode computer yang memiliki kemampuan untuk mengeksekusi dan menegakkan ketentuan dala perjanjian tersebut secara otomatis.
2. Cryptocurrency
Cryptocurrency merupakan mata uang digital atau mata uang virtual yang berfungsi sebagai alat pertukaran layaknya uang pada umumnya, namun tidak seperti uang tradisional, mata uang ini tidak terikat dan bebas dari perbatasan wilayah teritorial, bank, pemerintah dan juga kelembagaan lain.31
3. Jual-beli
Menurut Pasal 1457 BW, jual beli merupakan suatu perjanjian, dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan. Dari pengertian jual beli tersebut, dapat diketahui bahwa dalam suatu perjanjian jual beli sekurang-kurangnya terlibat dua pihak, yaitu pihak penjual dan pihak pembeli. Dalam hal ini unsur enssensialia dapat diambil dari jual beli, di mana penjual menyerahkan barang (obyek jual beli), dan pembeli membayar harga barang tersebut. Pihak-pihak dalam jual-beli yaitu penjual dan pembeli. Setiap perjanjian jual beli akan menimbulkan hak dan
31 Cryptocurrency Market Capitalizations, xxxxx://xxxxxxxxxxxxx.xxx/xxx/xxxxx/xxx/ , diakses pada tanggal 1 Agustus 2022 pukul 13.40 WIB
kewajiban bagi kedua belah pihak atau bagi para pihak yang mengadakan perjanjian itu. Obyek dari jual beli adalah prestasi, yaitu debitur berkenan atas suatu prestasi dan kreditur berhak atas suatu prestasi. Pasal 1234 BW menjelaskan bahwa “ bentuk dari prestasi adalah memberi sesuatu, berbuat sesuatu, dan tidak berbuat sesuatu.”
G. Metode Penelitian
Metode Penelitian merupakan salah satu hal penting dalam suatu penelitian dikarenakan hal ini adalah suatu proses penelitian yang menggunakan cara penalaran berdasarkan teori-teori, dalil-dalil, rumus-rumus tertentu untuk menguji kebenaran dari suatu peristiwa hukum tertentu. Dalam metode penelitian penulis meliputi:
1. Jenis Penelitian
Metode penelitian yang penulis gunakan merupakan metode penelitian normatif, yaitu penelitian hukum dengan cara kepustakaan atau bahan dari data sekunder meliputi, norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan, asas-asas hukum, mengkaji peraturan perundang- undangan, buku-buku, jurnal dan lainnya guna menemukan ide, konsep, asas- asas hukum yang relevan dengan permasalahan dalam penelitian ini.
2. Objek Penelitian
Objek dalam penelitian ini adalah terkait keabsahan jual beli crypto asset
yang menggunakan smart contract
3. Pendekatan Penelitian
Berkaitan dengan jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian normatif maka pendekatan penelitian yang dilakukan adalah pendekatan konseptual, komparatif dan PerUdang-Undangan.
4. Sumber Data Penelitian
Sumber data yang digunakan dalam melakukan penelitian ini adalah menggunakan sumber data sekunder yang terdiri dari:
a. Bahan Hukum Primer, yaitu bahan hukum yang mengikat seperti peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan penelitian ini, antara lain:
1) Kitab Undang-Undang Perdata (KUHPer);
2) Undang-Udang Nomor 11 Tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik (UU ITE);
3) Undang-Udang Nomor 10 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 1997 Tentang Perdagangan Berjangka Komoditi;
4) Peraturan Menteri Perdagangan Tentang Kebijakan Umum Penyelenggaraan Perdagangan Berjangka Aset Kripto;
5) Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2019 (PP PSTE);
6) Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2019 (PP PSME);
7) Uniform Electronic Transaction Act (UETA);
8) Electronic Signatures in Global and National Commerce Act (ENSIGN);dan
9) Electronic Transaction Act (ETA).
b. Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan hukum yang tidak mempunyai kekuatan mengikat secara yuridis, seperti: rancangan peraturan perundang-undangan, literatur, buku-buku ilmu hukum, surat kabar, hasil karya dari kalangan hukum, penelusuran internet dan jurnal.
c. Bahan Hukum Tersier, yaitu bahan hukum pelengkap data primer dan sekunder, seperti kamus dan ensiklopedia.
5. Alat dan cara Penelitian
Dalam penelitian ini, data yang diperoleh dari data sekunder menggunakan alat pengumpul data berupa Studi Kepustakaan (library research) Studi Kepustakaan merupakan metode yang mengkaji secara kristis dan mengumpulkan data dan informasi yang berkaitan dengan masalah yang hendak dipecahkan oleh penulis, dalam hal ini data dan informasi yang dikumpulkan adalah literatur-literatur bahan hukum sekunder.
6. Analisis Data
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis data kualitatif, yaitu analisis data yang tidak mempergunakan angka-angka tetapi berdasarkan atas peraturan perundang-undangan, pandanganpandangan nara sumber hingga dapat menjawab permasalahan dari penelitian ini, kemudian dilanjutkan dengan menyusun kesimpulan.
7. Sistematika Kepenulisan
Sistematika penulisan merupakan rencana isi skripsi yang terdiri sebagai berikut:
1. BAB I PENDAHULUAN
Bab ini berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, definisi operasional, tinjauan pustaka, serta metode penelitian.
2. BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini akan membahas mengenai tinjauan pustaka atau kajian teoritik sesuai dengan rumusan masalah yaitu bagaimana keabsahan smart contract terhadap perjanjian jual-beli crypto asset menurut hukum yang berlaku di Indonesia dan bagaimana implikasi hukum yang timbul terhadap para pihak yang melakukan tranksaksi crypto asset menggunankan smart contract menurut hukum Indonesia .
3. BAB III PEMBAHASAN
Bab ini berisi mengenai hasil penelitian dan pembahasan mengenai judul dan rumusan masalah yaitu terkait keabsahan penggunaan smart contract sebagai perjanjian jual-beli crypto asset.
4. BAB IV PENUTUP
Bab ini berisi mengenai kesimpulan untuk menjawab rumusan masalah dan saran yang sekiranya bersangkutan dengan hasil penelitian yang telah dilakukan.
BAB II
TINJAUAN UMUM ATAS KEABSAHAN JUAL BELI CRYPTO ASSET
YANG MENGGUNAKAN SMART CONTRACT
A. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian
Black’s Law Dictionary menjelaskan bahwa perjanjian merupakan suatu kesepakatan antara dua orang atau lebih. Suatu perjanjian biasanya menimbulkan suatu kewajiban untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu secara sebagian. Defisini yang diberikan olah Black’s Law Dictionary ini menyiratkan bahwa kontrak atau perjanjian dilihat sebagai suatu persetujuan antara para pihak untuk melaksanakan suatu kewajiban, baik melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu secara sebagian. 32
Dalam Bahasa Belanda istilah perjanjian dikenal dengan sebutan overeenkomst yang artinya adalah persetujuan. Menurut Pasal 1233 Burgerlijk Wetboek (BW) sumber hukum perikatan berasal dari persetujuan dan Undang- Undang. 33Adapun dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyebutkannya sebagai berikut; “Tiap-tiap perikatan dilahirkan baik karena persetujuan, baik karena Undang-Undang”. Dapat ditafsirkan dalam ketentuan tersebut yang disebut “persetujuan” disini adalah perjanjian.
32 Xxxxx XX, Perkembangan Hukum Kontrak Innomhat di Indonesia, Jakarta; Sinar Grafika, 2003, hlm. 16
33 Titik Triwulan Tutik, Pengantar Hukum Perdata di Indonesia, Jakarta; Prestasi Pustaka, 2008, hlm. 242
Perjanjian sendiri diatur pada Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang menyebutkan bahwa; “Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”.
Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPER) juga menjelaskan terkait pengertian dari perjanjian itu sendiri dalam Pasal 1313 yang menggambarkan adanya lebih dari satu pihak yang saling mengikatkan dirinya satu sama lain. Pengertian ini dirasa kurang lengkap, tetapi dengan perngetian ini sudah jelas bahwa dalam suatu perjanjian terdapat satu pihak yang mengikatkan dirinya kepada pihak lain. 34
Menurut KUHPER itu sendiri perjanjian terjadi disebabkan karena adanya perbuatan hukum yang bersegi dua, sebab perjanjian tersebut diadakan dua atau lebih pihak.35 Menurut Xxx Xxxxx, yang diartikan dalam perjanjian adalah suatu hubungan hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum. Teori tersebut tidak hanya melihat perjanjian semata-mata, tetapi juga harus dilihat perbuatan-perbuatan sebelumnya atau yang didahuluinya.36
Istilah perjjanjian juga dijabarkan oleh Xxxxxxx Xxxxxxxxxxx, di mana menurutnya perjanjian merupakan suatu hubungan hukum antara dua pihak
34 Xxxxx Xxxx dan Xxxxx Xxxx, Hukum Perikatan, Jakarta; Raja Grafindo Persada, 2011, hlm. 63
35 Xxxxx Xxxxxxxx dan M.H. Tirtaamidjaja, Azas dan Dasar Hukum Perdata, Jakarta; Djambatan, 1963, hlm.128
36 Xxx Xxxxx sebagaimana dikutip dari Xxxxx XX, Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW), Jakarta; Sinar Grafika, 2003, hlm. 161
atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum.37 Adapun menurut pendapat para ahli lainnya yaitu pendapat dari Setiawan yang mengartikan perjanjian sebagai suatu perbuatan hukum, dimana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya atau saling mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih.38
Menurut Subekti, perjanjian merupakan peristiwa di mana seseorang berjanji kepada seseorang lain atau dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal. Dari peristiwa ini timbul suatu hubungan antara dua orang tersebut yang dinamakan dengan perikatan. 39Subekti menjelaskan perikatan adalah suatu hubungan hukum antara dua orang atau dua pihak berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu. Pada definisi tersebut dapat dilihat bahwa secara jelas terdapat konsensur antara para pihak satu dengan pihak lainnya. Sebagaimana diketahui bahwa perjanjian merupakan sumber daripada perikatan sehingga akan berhubungan dengan syarat-syarat sahnya perjanjian yang diatur pada Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
37 Sudikno Mortokusumo, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), Yogyakarta; Liberti, 1986, hlm. 97
38 Titik Triwulan Tutik, Op. cit, hlm. 243
39 R. Subekti, Op. cit. hlm. 1
Pada dasarnya dalam suatu perjanjian memiliki tiga unsur yang di bagi menjadi unsur pokok dan unsur bukan pokok, yaitu:40
a. Unsur essensialia (unsur pokok), merupakan bagian dari perjanjian mutlak harus ada, yang tanpa hal itu perjanjian tidak mungkin ada. Syarat ini ditentukan oleh Undang-Undang karena apabila dalam suatu perjanjian tidak terdapat unsur ini maka perjanjian tersebut tidak sah dan tidak mengikat. Contoh: barang dan harga.
b. Unsur naturalia (unsur bukan pokok), merupakan bagian yang oleh Undang-Undang ditentukan sebagai peraturan yang bersifat mengatur. Biasanya syarat ini dicantumkan dalam perjanjian namun apabila tidak dicantumkan, perjanjian tersebut tetap sah dan mengikat. Contoh: penjual menjamin tidak ada cacat pada barang yang di perjual belikan atau penanggungan (vrijwaring).
c. Unsur accsidentalia (unsur bukan pokok), merupakan bagian yang oleh para pihak ditambahkan dalam perjanjian karena Undang-Undang tidak mengaturnya. Unsur ini tidak harus ada, tetapi dapat dicantumkan oleh para pihak untuk keperluan tertentu dengan maksud sebagai suatu kepastian. Contoh: perjanjian sewa menyewa secara khusus diperjanjikan apabila telah berakhir perjanjian, penyewa wajib menyerahkan kwitansi pembayaran terakhir.
40 R. Setiawan, Pokok-pokok hukum perikatan, , Bandung : Binacipta, 1977, hlm 50
Menurut Subekti, untuk melakukan suatau perjanjian yang sah harus memenuhi empat syarat, yaitu:41
a. Perizinan yang bebas dari orang-orang yang mengikatkan diri
b. Kecapakan untuk membuat suatu perjanjian
c. Suatu hal tertentu yang diperjanjikan
d. Suatu sebab yang halal, yang berarti yang tidak dilarang
Syarat sahnya perjanjian yang diberikan oleh Subekti ini tidak bebrbeda jauh dengan Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Dalam pasal tersebut diatur mengenai syarat sahnya perjanjian yang berbunyi:
a. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya
b. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan
c. Suatu hal tertentu
d. Suatu sebab yang halal
Pada ketentuan Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tersebut, dua syarat pertama dinamakan syarat subyektif, karena syarat-syarat tersebut menjelaskan mengenai orang atau subyek hukum yang mengadakan perjanjian, sedangkan dua syarat terakhir dinamakan syarat obyektif karena kedua syarat tesebut menjelaskan mengenai perjanjian itu sendiri dan obyek
41 R. Subekti, Op, cit, hlm. 134
dari pada perjanjian tersebut.42 Adapun penjelasan memgenai syarat-syarat tersebut adalah sebagai berikut:
1. Sepakat
Mereka yang mengikatkan dirinya pada syarat ini yang dinamakan dengan sepakat atau perizinan yang bebas sebagaimana yang Subekti katakana bahwa para pihak yang mengadakan perjanjian tersebut haruslah sepakat, setuju atau terdapat kesesuaiian kehendak mengenai hal-hal pokok pada perjanjian tersebut. Hal-hal yang mereka sepakati atau kehendaki haruslah sama secara timbal balik. 43 Terdapat empat teori mengenai kapan terjadinya suatu kesepakatan antara para pihak yakni sebagai berikut:
a. Uitings Theorie (teori saat melahirkan kemauan)
Menurut teori ini, perjanjian terjadi apabila atas penawaran telah dilahirkan kemauan menerimanya dari pihak lain. Kemauan ini dapat dikatakan telah dilahirkan pada waktu pihak lain menulis surat penerimaan.
b. Verzend Theorie (teori saat mengirim surat penerimaan)
Menurut teori ini, perjanjian terjadi pada saat penerimaan dikirimkan kepada penawar.
c. Ontvangs Theorie (teori saat mengetahui surat penerimaan)
42 Ibid, hlm 17
43 ibid
Menurut teori ini, perjanjian terjadi pada saat menerima surat penerimaan sampai di alamat di penawar.
d. Vememings Theorie (teori saat mengetahui surat penerimaan)
Menurut teori ini, perjanjian baru terjadi apabila si penawar telah membuka dan membaca surat penerimaan itu.
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan
Syarat yang kedua adalah kecakapan para pihak yang mana diperlukan dalam membuat suatu perjanjian. Kecakapan ini adalah kemampuan untuk melakukan perbuatan hukum. Orang-orang yang akan membuat suatu perjanjian haruslah orang yang cakap dan berwenang untuk melakukan suatu perbuatan hukum. Dalam Pasal 1330 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dijelaskan mengenai orang- orang yang tidak cakap menurut hukum, yaitu:
a. Orang-orang yang belum dewasa
b. Mereka yang ditaruh dibawah pengampuan
c. Orang perempuan dalam hal-hal yang ditetapkan oleh Undang-Undang dan semua orang kepada siapa Undang-Undang telah melarang membuat perjanjian tertentu.
Usia seseorang untuk dapat dikatakan cakap menurut hukum diatur pada Pasal 330 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang menyatakan bahwa; “Mereka yang belum mencapai umur genap dua puluh satu tahun, tidak terlebih dahulu telah kawin”.
Pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan mengatur hal yang sama megenai usia cakap seseorang yaitu pada Pasal 47 ayat 1 yang mengatakan bahwa:
“Anak yang belum mencapai umur 18 (delapan belas tahun) atau belum pernah melangsungkan perkawinan ada dibawah kekuasaan orang tuanya selama mereka tidak dicabut dari kekuasaannya.”
Pada ketentuan Pasal 330 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, seseorang dapat dikatakan cakap apabila telah mencapai umur 21 (dua puluh satu tahun). Sedangkan Undang-Undang perkawinan mengatakan bahwa seseorang dapat dikatakan dewasa apabila telah mencapai umur 18 (delapan belas) tahun, melihat bahwa Kitab Undang-Undang Hukum Perdata bukanlah suatu aturan yang berlaku nasional dan hanya bersifat pedoman serta melihat asas lex posterior derogate legi priori maka untuk kecakapan ini akan terhitung pada usia 18 (delapan belas) tahun.
3. Suatu hal tertentu
Syarat ketiga adalah suatu hal tertentu, artinya dalam suatu perjanjian obyek atau hal yang diperjanjikan harus jelas. Syarat ini berkaitan erat dengan obyek perjanjian yang diatur pada Pasal 1332 sampai dengan Pasal 1334 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Obyek perjanjian yang dapat dikategorikan pada Pasal tersebut adalah:
a. Obyek yang akan ada, asalkan dapat ditenrukan jenis dan dapat dihitung
b. Obyek yang dapat diperdagangkan (barang-barang yang dipergunakan untuk kepentingan banyak/umum tidak dapat dijadikan sebagai obyek perjanjian)
Pada umumnya obyek dari perjanjian adalah barang, maka dalam suatu perjanjian yang obyeknya adalah barang harus jelas jenisnya,jumlahnya dan harganya. Setidak-tidaknya keterangan dari obyek yang di perjanjiakan harus dapat ditetapkan apa yang menjadi hak dan kewajiban para pihak.44
4. Suatu sebab yang halal
Syarat yang terakhir adalah sebab yang halal atau kausa yang halal. Pada Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tidak dijelaskan lebih rinci mengenai kuasa yang halal. Hanya pada Pasal 1337 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang sedikit menjelaskan hal tersebut yang mana disebutkan bahwa suatu sebab adalah terlarang apabila bertentangan dengan Undang-Undang, kesusilaan dan ketertiban umum.
Pada penjelasan Pasal 1337 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tersebut dapat disimpulkan bahwa suatu sebab yang halal adalah suatu sebab yang diperbolehkan oleh ketentuan hukum yang berlaku, kesusilaan dan tidak melanggar ketertiban umum.
44 C.S.T Kansil, Pokok-pokok Pengetahuan Hukum Dagang Indonesia, Jakarta; Sinar Grafika, 1992, hlm. 194
Dua syarat pertama yang disebut syarat subyektif memiliki suatu akibat yang mana apabila syarat tersebut tidak terpenuhi maka perjanjian tersebut dapat dibatalkan. Sedangkan syarat obyektif apabila tidak terpenuhi maka perjanjian batal demi hukum yang artinya dari semula perjanjian tersebut dianggap tidak pernah ada sehingga tidak perlu pembatalan. 45
B. Tinjauan Umum Mengenai Perjanjian dalam Islam
1. Pengertian Pejanjian dalam Islam
Hukum Islam Kontemporer menggunakan istilah “iltizam” untuk menyebutkan perikatan (Verbintenis) dan istilah “akad” untuk menyebut perjanjian dan juga untuk menyebut kontrak (contract). Istilah terakhir adalah akad yang merupakan istilah kuno yang sudah digunakan sejak zaman klasik sehigga sangat baku.46
Istilah “perjanjian” dalam hukum Indonesia disebut “akad” dalam hukum islam. Akad berasal dari kata al-‘aqad, yang memiliki arti sebagai mengikat, menyambung atau menghubungkan (ar-rabt). Menurut Xxxx. Xx. Xxxxxxx Xxxxx, X.X. xxxx merupakan pertemuan ijab dan Kabul sebagai pernyataan kehendak dua pihak atau lebih untuk membuat suatu akibat hukum terhadap objeknya.47 Definisi ini merupakan Tindakan hukum dua
45 R. Subekti, Op.cit, hlm. 20
46 Xxxxxxx Xxxxx, Hukum Perjanjian Syariah Studi Tentang Teori Akad dalam Fikih Muamalat, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada., 2007) hal. 47
pihak karena akad adalah pertemuan ijab yang merepresentasikan keinginan dari satu pihak dan Kabul yang menyatakan keinginan pihak lain.
2. Asas-Asas Perjanjian dalam Hukum Islam
Pada hukum islam perjanjian memiliki asas-asas yang meliputi:48
b. Asas Ibahah (Mabda’ al-Ibahah)
Asas ibahah adalah asas umum hukum islam dalam bidang muamalah secara umum. Asas ini adalah kebalikan dari asas yang berlaku dalam masalah ibahah. Dalam hukum islam, untuk tindakan-tindakan ibadah berlaku asas bahwa bentuk-bentuk ibadah yang sah adalah bentuk- bentuk yang disebutkan dalam dalil-dalil syariah. Namun, berbeda dengan tindakan-tindakan muamalah di mana segala sesuatu itu sah dilakukan sepanjang tidak ada larangan tegas terhadap tindakan tersebut. Bila dikaitkan dalam tindakan hukum khususnya perjanjian, maka tindakan hukum dan perjanjian apapun dapat dibuat sejauh tidak ada larangan khusus mengenai perjanjian tersebut.
b. Asas Kebebasan Berakad (Mabda ‘Hurriyah at-Ta ‘aquad)
Hukum Islam mengakui kebebasan berakad, yaitu sebagai sebuah prinsip hukum yang menyatakan bahwa setiap orang dapat membuat akad jenis apapun tanpa terikat kepada nama-nama yang telah ditentukan dalam Undang-Undang syariah dan memasukan klausul apa saja di dalam akad
yang dibuatnya sesuai dengan kepetingannya sejauh tidak berakibat memakan harta sesame dengan jalan batil.
c. Asas Konsensualisme (Xxxxx ‘ar-Radha ‘iyyah)
Xxxx konsensualisme menyatakan bahwa untuk terciptanya suatu perjanjian diperlukan adanya kata sepakat antara para pihak. Dalam hukum islam pada umumnya perjanjian-perjanjian itu bersifat konsensual.
d. Asas janji itu mengikat
Dalam al-qur’an dan hadits terdapat banyak perintah agar memenuhi janji. Dalam kaidah ushul fiqih menjelaskan bahwa perintah itu pada dasarnya menunjukan wajib. Hal ini mengindikasikan bahwa janji bersifat mengikat dan wajib dipenuhi.
e. Asas keseimbangan
Secara faktual jarang terjadi keseimbangan antara para pihak dalam melakukan transaksi, namun hukum perjanjian islam menekankan bahwa keseimbangan itu diperlukan, baik keseimbangan antara apa yang diberikan dan apa yang diterima maupun keseimbangan dalam memikul resiko.
f. Asas Kemaslahatan
Asas kemaslahatan merupakan akad yang dibuat oleh para pihak yang dibuat oleh para pihak bertujuan untuk mewujudkan kemaslahatan bagi mereka dan tidak boleh menimbulkan kerugian atau keadaan memberatkan.
g. Asas Amanah
Makna dalam asas ini ialah bahwasanya masing-masing pihak haruslah beriktikad baik dalam bertransaksi dengan pihak lainnya dan tidak dibenarkan salah satu pihak mengeksploitasi ketidaktahuan mitranya. Dalam hukum Islam, terdapat suatu bentuk perjanjian yang disebut dengan perjanjian amanah, yang mana salah satu pihak hanya bergantung kepada informasi jujur dari pihak lainnya untuk mengambil keputusan untuk menutup perjanjian bersangkutan.
h. Asas Keadilan
Keadilan merupakan dasar setiap perjanjian yang dibuat oleh para pihak. Tidak menutup kemungkinan bahwasanya dalam pelasanaannya akan lahir suatu kerugian kepada pihak yang menerima syarat baku karena didirong kebutuhan. Dalam hukum Islam kontemporer telah diterima suatu asas bahwasanya demi keadilan syarat baku tersebut dapat diubah oleh pengadilan apabila memang terdapat alasan yang jelas.
C. Tinjauan Umum Mengenai Jual-Beli
Berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dalam buku III mengenai perjanjian terdapat peraturan mengenai perjanjian jual-beli, Hal ini diatur dalam pasal 1457 hingga 1540 KUHPerdata. Pasal 1457 memberikan definisi mengenai jual beli ini yang mana dikatakan bahwa:
“Jual beli adalah suatu perjanjian dengan mana pihak satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan dan pihak lain untuk membayar harga yang telah di perjanjikan.”
Istilah ‘meyerahkan suatu kebendaan’ yang dimaksud dalam Pasal 1457 KUHPerdata diatas dapat diartikan bahwa adanya suatu penyerahan (pemindahan) hak milik atas benda tersebut yang menjadi objek dalam suatu jual beli. Dan menurut Subekti penyerahan yang dimaksud harusnya menyerahkan secara hukum atau levering.49 Yang dimaksud dengan membayar harga adalah menyerahkan alat tukar nilai barang yang saat ini digunakan ialah dalam bentuk uang.
Berdasarkan kamus besar Bahasa Indonesia, jual-beli diartikan sebagai persetujuan saling mengikat antara penjual yakni pihak yang menyerahkan barang dan pembeli sebagai pihak yang membayar harga yang dijual. 50
2. Lahirnya Perjanjian Jual-Beli
Proses terjadinya jual-beli menurut Pasal 1458 KUHperdata diantaranya:51
1. Apabila kedua belah pihak sepakat mengenai harga dan barang, walaupun barang belum diserahkan dan harganya belum dibayar, maka perjanjian jual-beli ini telah terjadi;
2. Jual-beli yang memakai masa percobaan dianggap terjadi untuk sementara.
Sejak disetujuinya perjanjian jual beli secara demikian, penjual akan
49 Ibid, hlm. 20
50 Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 2000, hlm. 366
51 C.S.T Kansil, Modul Hukum Perdata (Termasuk asas-asas hukum perdata), Jakarta: Xxxxxxx Xxxxxxxx, 2004, hlm. 236
terikat, sedangkan pembeli baru terikat apabila jangka waktu percobaan tersebut telah lewat dan telah dinyatakan setuju;
3. Sejak diterimanya uang muka dalam pembelian dengan pembayaran uang muka. Kedua belah pihak tidak dapat membatalkan perjanjian tersebut, meskipun pembeli membiarkan uang muka menjadi milik pennual atau penjual memberikan kembali uang muka itu kepada pembeli.
3. Hak dan Kewajiban Penjual dan Pembeli
Ada setiap perjanjian jual beli akan menimbulkan suatu kewajiban ataupun hak bagi masing-masing pihak yang terlibat dalam perjanjian tersebut. Adapun hak dan kewajiban yang dimaksud adalah:
1. Hak yang diberikan kepada penjual untuk mendesak pembeli membayar harga, tetapi penjual berkewajiban menyerahkan barangnya kepada pembeli
2. Hak yang diberikan kepada pembeli untuk mendesak kepada penjual menyerahkan barangnya yang telah dibeli, tetapi pembeli berkewajiban membayar harga atas pembelian tersebut.
D. Tinjauan Umum Mengenai Transaksi Elektronik
1. Pengertian Transaksi Elektronik
Transaksi elektronik merupakan istilah yang pada dasarnya di gunakan di Indonesia, yang dimana istilah pada umumnya adalah e-commerce yang digunakan oleh masyarakat global. Transaksi elektronik atau e-commerce ini merupakan bentuk baru dari pada jual beli pada umumnya, karena media yang
digunakan adalah dunia maya atau internet sehingga tidak ada transaksi langsung antara penjual dan pembeli.
Menurut Xxxxxx Xxxxx Xxxxxxxxxxx istilah lain yang dapat dipakai untuk e-commerce ini adalah kontrak dagang elektronik (KDE). Kontrak siber, transaksi dagang elektronik, dan kontrak web. Kemudian dalam sumber kutipan yang sama Kamlesh K Bajaj dan Debjani Nag mengatakan bahwa e- commerce merupakan suatu bentuk pertukaran informasi bisnis tanpa menggunakan kertas melainkan EDI (Elektronic Data Interchange), Electronic Mall (E-Mall), Electronic Funds Transfer (EFT) dan melalui jaringan lainnya.
Definsi lain dari e-commerce ini adalah kegiatan-kegiatan bisnis yang menyangkut konsumen, manufaktur, service providers dan pedagang perantara dengan menggunakan jaringan-jaringan computer yaitu internet. Definisi lainnya terdapat pula pada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik pada Pasal 1 ayat 1 yang mengatakan bahwa: “Transaksi elektronik adalah perbuatan hukum yang dilakukan dengan menggunakan computer, jaringan computer, dan/atau media elektronik lainnya”. Xxxx Xxxxxxxx berpendapat bahwa:
“Electronic commerce refers to all commercial transactions based on th electronic processing and transmission of data, including text, sound and images. This involves transaction over the internet, plus electronic funds transfer and electronic data interchange (EDI).”
Dapat diartikan bahwa e-commerce merujuk kepada semua transaksi perdagangan yang berdasarkan proses elekronik dan transmisi data, termasuk teks, suara dan gambar. Hal ini termasuk tranaksi melalui internet, ditambah
transfer dana elektronik dan Electronic Data Interchange (EDI). Adapun definisi lain yang komprehensif ialah definisi yang diberikan oleh Electronic Commerce Expert Group atau ECEG yang mengatakan bahwa e-commerce sebagai sebuah konsep yang luas yang meliputi setiap transaksi dagang yang dilakukan via alat-alat elektronik dan alat-alat seperti faksimili, teleks, EDI, internet dan telepon. Untuk tujuan laporan ini e-commerce dibatasi pada setiap transaksi perdagangan dan niaga yang menggunakan komunikasi computer baik menggunakan jaringan terbuka dan tertutup.
Begitu banyak definisi yang diberikan terhadap transaksi elektronik atau e-commerce ini, namun penulis menyimpulkan bahwa e-commerce ini merupakan suatu perbuatan hukum berupa perdagangan baik suatu barang atau jasa melalui media elektronik. Atau e-commerce juga dapat diartikan sebagai aktivitas transaksi jual beli barang, service atau transmisi dana atau data dengan menggunakan elektronik yang terhubung dengan internet. Transaksi e-commerce ini bukan lagi hal baru di tanah air, bahkan perkembangannya terbilang sangat pesat.
2. Jenis-jenis Transaksi Elektronik
Pada sebuah transaksi elektronik terdapat jenis-jenis tertentu tergantung sifat dan transaksi itu sendiri. Jenis-jenis yang dikenal saat ini adalah:
a. Business to consumer (B2C)
Pada jenis e-commerce B2C, perdagangan yang dilakukan ialah penjualan langsung kepada konsumen. Contoh situs jual beli online yang menerapkan sistem ini adalah xxxxxx.xxx dan xxxxxx.xxx. E- commerce
jenis ini mulai diminati oleh para penjual tradisional yang mana ia menawarkan produk atau jasanya melalui iklan elektronik namun tetap mengandalkan tatap muka saat bertransaksi namun jiwa dari pada e- commerce jenis ini telah berkembang di masyarakat luas.
b. Business to business (B2B)
E-commerce jenis B2B melibatkan transaksi elektronik pada kumpulan dan antara para pebisnis. Teknologi ini telah ada beberapa tahun melalui EDI. Pada beberapa tahun, internet telah meningkatkan transaksi jenis B2B dan membuat B2B menjadi segmen yang perkembangannya begitu pesat pada lingkungan e-commerce. Ketergantungan dari semua bisnis pada perusahaan lain untuk persediaan, utilitas, dan layanan telah meningkatkan popularitas B2B e- commerce.
c. Consumer to consumer (C2C)
E-commerce jenis C2C melibatkan transaksi dagang diantara para individu-individu dengan menggunakan internet dan teknologi situs internet. Menggunakan C2C, para konsumen dapat menjual langsung kepada konsumen lainnya. Sebagai contoh, dalam pengiklanan, seorang individu memperdagangkan jasa atau produk dalam situs internet atau melalui situs perlelangan seperti xxxx.xxx, xXxx.xxx, atau di Indonesia ialah XXX.xx.xx.
d. Consumer to business (C2B)
C2B melibatkan seorang individu yang menjual kepada seorang pebisnis. Inipun termasuk jasa dan/atau produk yang seorang konsumen ingin jual. Dalam beberapa kasus, terkadang seorang individu mungkin mencari penjual suatu produk dan jasa. Contoh yang tepat untuk jenis ini adalah Traveloka.
e. Non business to government
Jenis e-commerce ini biasanya dilakukan antara pihak non bisnis seperti Universitas dengan pemerintah dimana pihak-pihak non bisnis ini menggunakan aplikasi e-commerce untuk melakukan hubungan tertentu dengan organ pemerintah.
f. Organizational (intra business)
Organisasional atau intra bisnis e-commerce melibatkan semua aktifitas yang berhubungan dengan e-commerce yang mengambil tempat disebuah organisasi. Internet organisasi menyediakan platform yang tepat untuk aktifitas ini. Dan aktifitas yang dimaksud dalam hal ini ialah pertukaran barang, jasa dan/atau informasi antara para anggota dari suatu organisasi.
E. Pengertian Kontrak Elektronik atau E-Contract
Kontrak merupakan hasil kesepakatan yang telah disepakati oleh kedua belah pihak. Kontrak dibuat dan harus dibentukkan secara fisik yang kemudian disebut dengan perjanjian. Perjanjian harus bersifat tertulis agar lebih formalitas. Namun, dengan perkembangan informasi, teknologi dan internet, belakangan ini kontrak yang bersifat fisik berubah menjadi kontrak elektronik.
Kontrak elektronik dan kontrak fisik dalam isi dan bentuknya tidak jauh berbeda, hanya kontrak elektronik menggunakan koneksi internet. Jadi, para pihak yang bersangkutan tidak saling bertemu dalam sebuah forum. Menurut Xxxxxxxx Xxxxxxx, “kontrak elektronik adalah kontrak baku yang dirancang, dibuat, ditetapkan, digandakan, dan disebarluaskan secara digital melalui situs internet (website) secara sepihak oleh pembuat kontrak (dalam hal ini yang dimaksud adalah pelaku usaha), untuk ditutup secara digital pula oleh penutup kontrak (dalam hal ini konsumen)”. 52
Kontrak elektronik telah diatur tersendiri pada Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elekronik. Menurut penjelasan umum Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik pasal 1 ayat (17) dinyatakan bahwa Kontrak Elektronik adalah perjanjian para pihak yang dibuat melalui Sistem Elektronik. Yang membedakan kontrak elektronik dan kontrak pada umumnya yaitu, kontrak elektronik dibuat melalui sistem elektronik, sedangkan kontrak pada umumnya dibuat secara non elektronik. Kontrak elektronik dapat menjadi sah apabila kontrak tersebut tetap memenuhi syarat sahnya perjanjian yang telah diatur dalam KUH Perdata pada pasal 1320.
F. Tinjauan Umum Mengenai Smart Contract
Smart Contract adalah perjanjian antara dua orang dalam bentuk kode komputer. Smart contract berjalan di jaringan blockchain, sehingga mereka
52 Citra Xxxxxxxx Xxxxxxxx dkk, 2013. Op. Cit, hlm. 100
disimpan di database publik dan tidak dapat diubah. Transaksi yang terjadi dalam smart contract diproses oleh blockchain, yang berarti smart contract dapat dikirim secara otomatis tanpa pihak ketiga (bank, pemerintah, broker, dll). Transaksi hanya terjadi ketika kondisi dalam perjanjian terpenuhi. Dengan tidak adanya pihak ketiga, maka tidak ada entitas yang perlu dipercayai dalam menjalankan smart contract.53
Xxx Xxxxxx mendefinisikan smart contract sebagai perjanjian yang pelaksanaanya dilakukan secara otomatis menggunakan system komputer. Perjanjian tersebut dirancang secara otomatis menggunakan system komputer. Perjanjian tersebut dirancang secara otomatis untuk memastikan baik buruknya kinerja tanpa membutuhkan bantuan pengadilan dengan menghilangkan kebijaksanaan manusia dari pelaksanaan kontrak.54
Sedangkan Xxxx Xxxxx mengungkapkan smart contract merupakan sebuah perjanjian yang dituangkan dalam kode-kode pemograman dan diopresikan oleh suatu blockchain atau data ledger sehingga dapat mengeksekusi secara otomatis klausula yang sebelumnya telah disepakati dalam perjanjian.55 Dari definisi- definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa smart contract memiliki keunikan yaitu bersifat self executed atau dapat mengeksekusi ketentuan-
53 Xxxxx, “Apa itu Smart Contract dalam Ethereum”, xxxxx://xxx.xxxxx.xx.xx/0000/00/00/xxx- itu-smart-contract-pada-ethereum/ diakses pada tanggal 7 November 2022 pukul 01.28 WIB
54 Xxx Xxxxxx, The law and legality of Smart Contracts, Georgetown Law Technology Review, Vol.304, (2017), p. 306.
55 Xxxx Xxxxx Blockchain: Ultimate Guide to Understanding Blockchain, Bitcoin, Cryprocurrencies, Smart Contracts and the Future of Money Vol. 125, Penerbit CreateSpace Independent Publishing Platform Scotts Valley, 2017, p.3-5.
ketentuan yang ada di dalamnya seara otomatis. Selain itu karena bentuk dari perjanjian ini berupa kode pemograman yang terdistribusi melalui blockchain, maka karakteristik yang melekat selanjutnya adalah tidak dapat diubah klausulnya (immutable).56
Smart contract pertama kali dikenalkan oleh Xxxx Xxxxx sebagai kumpulan kode yang disimpan dan diproses dalam suatu sistem Distributed Ledger Technology (DLT). DLT merupakan teknologi yang memungkinkan jaringan komputer independent dan tersebar secara geografis memperbarui, berbagai dan menyimpan catatan definitive data (misalnya informasi transaksi) dalam database umum dan terdesentralisasi dengan cara peer to peer, tanpa memerlukan otoritas dari pusat.57
Terdapat dua model smart contract. Pertama, model eksternal yang mengharuskan para pihak memutuskan untuk membuat perjanjian secara konvensional terlebih dahulu. Namun, ketentuan tentang klausul operasional atau terkait hak dan kewajiban para pihak dibuat dalam bentuk kode yang berfungsi sebagai controller pelaksaan ketentuan kontrak dan secara otomatis akan mengeksekusi kontrak setelah terjadi kesepakatan. Kedua model internal yang keseluruhan isi kontrak diterjemahkan dalam bentuk kode/Coding. Namun tidak menutup kemungkinan pembuatan kontrak secara konvensional yang
56 Xxxxxxx Xxxxxxxxx, implementasi Smart Contract Pada Teknologi Blockchain dalam Kaitannya dengan Notaris sebagai Pejabat Umum, Jurnal Kertha Semaya, Vol 9, No 11 (2021), p.2210-2211.
57 Xxxxx Xxxxxx Xxxxxxxx Xxxxx, “Urgensi Penggunaan Smart Contract Dalam Transaksi Jual Beli di E-Commerce” , Jurnal Hukum Lex Generalis Vol.3. No 4
nantinya akan dituangkan kedalam bentuk kode sehingga model internal dikatakan mengikat para pihak dan menimbulkan akibat hukum (code as law atau code as contract).58
Smart Contract sendiri memiliki tiga komponen utama yaitu signatories (para pihak), subject kontrak, dan persyaratan kontrak. Pihak-pihak yang terlibat harus memenuhi persyaratan perjanjian (seperangkat aturan dan penalties) agar transaksi berhasil. Selain itu, jaringan blockchain yang terdesentralisasi memastikan bahwa transaksi tetap transparan, dapat dilacak, dan tidak dapat diubah.59
G. Tinjauan Umum Mengenai Blockchain
Xxxxxxx Xxxxxxxx memberikan definsi blockchain secara sederhana saat ini sebagai suatu metode desentralisasi dalam merekam setiap data, meliputi dan tidak terbatas untuk transaksi keuangan, namun dapat berupa nilai atau aset dalam buku besar yang dienkripsi dan tidak dapat diubah secara terus-menerus.60 Blockchain adalah serangkaian catatan data yang dikelola oleh suatu kelompok komputer yang di dalamnya tidak dimiliki oleh satu entitas apapun. Berbagai blok data ini diamankan dan juga diikat satu sama lain dengan
58 International Swaps and Derivatives Association, Whitepaper Smart Contracts and Distribudted Ledger – A Legal Perspective, Penerbit ISDA, new York, 2017, p.14.
59 Xxxxx Xxxxxxxxxx Xxxx,” Apa itu Smart Contract dan Bagaimana Cara Kerjanya”, xxxxx://xxx.xxxx.xx.xx/xxx-xxx-xxxxx-xxxxxxxx-xxx-xxxxxxxxx-xxxx-xxxxxxxx/ , diakses pada tanggal 10 november 2022 pada pukul 14.21 WIB.
60 Xxxxxxx Xxxxxxxx,”The Business Blockchain: Promises, Practice, and Application of The Next Internet Technology,” (1st edition; 2016) dikutip oleh Xxxxxx Xxxxxxxxx, et al dalam “Intellectual Property Law and Practice in the Blockchain Realm,” Computer Law and Security Review 34 (2018) 847-862.
menggunakan prinsip kriptografi. Jaringan di dalamnya tidak mempunyai otoritas pusat, karena di dalamnya adalah catatan buku besar yang dibagikan dan juga tidak berubah, seluruh informasi yang ada di dalamnya terbuka untuk siapa saja untuk mereka yang ingin melihatnya.
Oleh karena itu, setiap hal yang di bangun di dalam blockchain pada dasarnya bersifat transparan dan setiap orang yang terlibat di dalamnya bertanggung jawab atas tindakan mereka masing-masing. Blok yang ada di dalamnya diverifikasi oleh jutaan komputer dan didistribusikan dengan menggunakan internet. Blok yang diverifikasi ini lantas ditambahkan ke rantai dan disebar dalam suatu jaringan khusus, lalu membuat catatan dan juga riwayat yang unik.
Blockchain adalah suatu teknologi baru yang dikembangkan untuk sistem penyimpanan data digital. Teknologi yang satu ini terhubung dengan kriptografi dan penggunaannya sendiri tidak bisa dilepaskan dari mata uang bitcoin dan juga cryptocurrency.
H. Tinjauan Umum Mengenai Crypto asset
Crypto asset / cryptocurrency merupakan mata uang digital yang menggunakan teknologi kriptografi sebagai keamanan serta sulit untuk dipalsukan dan dimana transaksinya dapat dilakukan atau harus dilakukan dalam jaringan internet (online) untuk setiap transaksi data akan dilakukan penyandian menggunakan algoritma kriptografi tertentu.61
61 Xxxxxx Xxxxxxxxxx, “Akibat Hukum Yang Ditimbulkan Mengenai Cryptocurrency Sebagai Alat Pembayaran Di Indonesia”, Jurnal Privat Law Vol. VIII No. 2 Juli-Desember 2020.
Pasal 1 angka 7 Peraturan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi Nomor 8 Tahun 2021 tentang Pedoman Penyelenggaraan Perdagangan Pasar Fisik Aset Kripto (Peraturan BAPPEPTI 8/2021) mendefinisikan bahwa Aset Crypto adalah Komoditi tidak berwujud yang berbentuk digital, menggunakan kriptografi, jaringan informasi teknologi, dan buku besar yang terdistribusi, untuk mengatur penciptaan unit baru, memverifikasi transaksi, dan mengamankan transaksi tanpa campur tangan pihak lain. Melalui crypto asset muncul berbagai macam jenis Cryptocurrency yang beredar secara digital. Berdasarkan Pasal 202 Peraturan Bank Indonesia Nomor 23/6/PBI/2021 tentang Penyedia Jasa Pembayaran (PBI 23/2021), jenis- jenis Cryptocurrency yang berkembang saat ini diantaranya adalah Bitcoin, BlackCoin, Dash, Dogecoin, Litecoin, Namecoin, Nxt, Peercoin,
Primecoin, Ripple, dan Ven.
Perbedaan cryptocurrency dari mata uang yang ada yaitu mata uang kripto ini tidak dikeluarkan oleh otoritas pusat, tidak adanya campur tangan atau manipulasi oleh pemerintah. Pada awalnya mata uang kripto ini tidak dipandang sebagai nilai tukar yang bisa mewakili mata uang digital yang ada. Namun karena perkembangannya yang pesat menjadikan mata uang kripto ini segera diketahui oleh banyak orang. Bitcoin yang ditemukan oleh Xxxxxxx Xxxxxxxx pada tanggal 3 Januari 2009 dengan implementasi peer to peer (jaringan penghubung). Kemudian Ethereum (ETH), Bitcoin Cash, Lite Cash, dll.62
62 Ibid.
BAB III
HASIL PENELITIAN TERKAIT KEABSAHAN JUAL BELI CRYPTO ASSET YANG MENGGUNAKAN SMART CONTRACT
A. Keabsahan Transaksi Jual Beli Crypto Asset yang menggunakan Smart Contract
Jual beli Crypto asset di Indonesia telah mengalami perkembangan yang cukup signifikan saat ini. Salah satu jenis crypto asset yang memiliki nilai terbesar saat ini adalah Bitcoin. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya masyrakat Indonesia yang menggunakan Bitcoin dalam transaksi mereka serta mulai munculnya forum yang membahas terkait hal-hal yang berkaitan dengan Bitcoin. Hal ini juga didukung berdasarkan pernyataan yang dikemukakan oleh Xxxxx Xxxxxxx yang merupakan founder Xxxxxxx.xx.xx yang mengatakan bahwa Bitcoin telah mengalami peningkatan popularitas yang cukup tinggi di Indonesia.63
Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) telah menerbitkan peraturan yang mengatur terkait aset kripto yaitu, peraturan Nomor 5 Tahun 2019 tentang ketentuan teknis penyenglenggaraan pasar fisik kripto (crytpo asset) di bursa berjangka. Peraturan ini secara general mengatur terkait perdagangan aset kripto, perlindungan hukum bagi pelanggan aset kripto, serta
63 Xxx Xxxxxx Xxxxx, “Analisis Transaksi Digital Cryptocurrency Sebagai Investasi Global Dalam Perspektif Hukum Islam (Studi Kasus Dinar Dirham Di Makasar”, Makasar, Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Makasar, 20 Juni 2019, hlm 56.
mekanisme perdagangan aset kripto, mulai dari pembukaan rekening, penyimpanan dana, transaksi, penarikan dana aset kripto (crypto asset). Dengan ini crypto asset dapat disimpulkan sudah diakui dalam peraturan hukum di Indonesia.64
Mekanisme dari transaksi crypto asset itu sendiri berawal dari masuknya beberapa permintaan transaksi, lalu transaksi yang diminta akan disiarkan ke jaringan Peer to Peer (P2P) yang terdiri dari computer, yang dikenal sebagai node, jaringan node akan menvalidasi transaksi dan status pengguna menggunakan logaritma yang dikenal, transaksi yang diverivikasi dapat melibatkan crypto asset, kontrak catatan, atau informasi lainnya, Setelah diverivikasi transaksi akan digabungkan dengan transaksi lain untuk membuat blok data baru untuk buku besar, Blok baru kemudian ditambahkan ke blockchain yang ada, dengan cara yang permanen dan tidak dapat diubah, setelah blok baru sudah dimasukan kedalam blockchain transaksi pun sudah selesai. 65
Dikarenakan sifatnya yang permanen, seluruh transaksi menggunakan mata uang digital tidak bisa dibatalkan dengan alasan apapun. Oleh karena itu, seseorang yang baru masuk kedalam dunia crypto asset sebaiknya harus bersikap lebih bijak dan melakukan riset terlebih dahulu sebelum mekakukan transaksi jual beli crypto asset.
64 Ibid.
65 Ibid.
Smart contract merupakan salah satu varian baru dari kontrak elektronik yang dalam pelaksanaanya tidak membutuhkan pihak ketiga. Pihak ketiga dalam hal ini merupakan pihak bank yang berkaitan dengan pembayaran, pihak perusahaan sebagai perantara transaksi yang terjadi antar para pihak, pihak pemerintah dan lainnya. Bentuk dari Smart Contract itu sendiri berbeda dengan kontrak konvensional pada umumnya yang di mana kebanyakan dari kontrak konvensional dituangkan kedalam tulisan di atas kertas sedangkan smart contract tidak dituangkan kedalam kertas melainkan kedalam sebuah kode kriptografi, dan meskipun smart contract dilakukan secara elektronik, smart contract memiliki perbedaan dengan kontrak elektronik pada umumnya. Hal yang membedakan antara smart contract dengan kontrak elektronik adalah, klausula perjanjian yang dimiliki oleh smart contract berbentuk kode kriptografi, smart contract juga memerlukan blockchain sebagai tepenyimpanan terdistribusinya, serta sifat smart contract yang mengeksekusi klausula kontrak secara otomatis (self-executing).66
Smart Contract diciptakan oleh Xxxx Xxxxx pada tahun 1994, beliau merupakan seorang ilmuwan computer sekaligus sarjana hukum,di mana ia mendefinisikan smart contract sebagai seperangkat janji yang telah disepakati oleh para pihak dan kemudian kesepakatan tersebut akan diubah ke dalam bentuk digital di mana para pihak melaksanakan xxxxx-xxxxx yang telah disepakati
66 Xxxxxxx Xxxxxxxx, Xxxx Xxxxxxx dan Xxxxxx Xxxxxx, “Legal Tech, Smart Contracts and Blockchain,” (Singapore: Springer Singapore, 2019), p. 20.
sebelumnya secara otomatis tanpa adanya intervensi dari pihak ketiga.. Xxxxx menambahkan bahwa tujuan dari smart contract merupakan protokol transaksi terkomputerisasi yang mengeksekusi ketentuan suatu kontrak.67 Oleh karena itu smart contract dapat disimpulkan sebagai sebuah program komputer yang berbentuk perangkat lunak atau software yang beroperasi beserta disimpan dalam teknologi blockchain dan dalam pelaksanaanya smart contract tereksekusi secara otomatis berdasarkan syarat dan ketentuan yang sudah disepakati sebelumnya atau yang tertera dalam smart contract tersebut.
Pembuatan smart contract berawal dari lines of code atau barisan kode yang mengaplikasikan bahasa pemrograman computer atau dapat disebut juga sebagai solidity (meta data) yang menggambarkan syarat-syarat beserta ketentuan dari sebuah perjanjian atau kontrak, hal ini dilakukan agar sistem dapat mengeksekusi perjanjian atau kontrak tersebut secara otomatis. Setelah smart contract tersebut dibuat maka kumpulan dari lines of code tersebut akan disatukan oleh sistem ke dalam bentuk bytecode EVM. Bytecode EVM merupakan code biner dari smart contract sistem ini lah yang membuat smart contract dapat dioperasikan atau dieksekusi oleh sistem blockchain. Bytecode EVM ini nanti akan dikirim ke dalam sistem blockchain yang nantinya akan disebut sebagai “transaksi.” Maka dapat disimpulkan bahwa mulai dari bentuk
67 Xxxxxxxx X. Xxxxxxxxx, “Blockchain Technology and Smart Contracts: Privacy- Preserving Tools”, Tesis UPPSALA Universitet, 2017, p 16.
awal sampai bentuk akhir yaitu ketika smart contract tersimpan pada blockchain
ia akan tetap memiliki bentuk yang terdiri dari kumpulan kode-kode komputer.68
Smart Contract pada dasarnya memiliki 2 (dua) model, yaitu model eksternal dan model internal. Pada smart contract dengan model eksternal, para pihak dalam smart contract tersebut dapat membuat perjanjian secara konvensional atau tertulis terlebih dahulu sebelum diubah menjadi kode kriptografi atau dengan kata lain kontrak yang nantinya akan diaplikasikan menjadi smart contract memiliki bentuk fisik seperti kontrak konvensional pada umumnya yaitu dengan menggunakan media kertas, setelah itu terkait ketentuan- ketentuan yang berhubungan dengan klausul operasional atau ketentuan- ketentuan terkait hak dan kewajiban para pihak yang terikat dengan kontrak tersebut akan diubah menjadi kumpulan-kumpulan kode. Oleh karena itu, peranan kode dalam model smart contract eksternal adalah sebegai eksekutor terhadap ketentuan kontrak yang telah dibuat dalam bentuk kode tersebut, yang di mana ketika suatu kondisi tertentu telah dilaksanakan maka smart contract akan mengeksekusi kontrak tersebut secara otomatis.69
Maka dengan ini apabila terdapat perbedaan antara apa yang diperjanjinkan ketika sudah diubah kedalam bentuk kode tersebut dengan apa yang telah ditentukan oleh para pihak dalam kontrak yang dibuat secara
68 Xxxxxxx Xxxxxxxxx, “Implementasi Smart Contract Pada Teknologi Blockchain Dalam Kaitannya Dengan Notaris Sebagai Pejabat Umum”, Jurnal Kertha Semaya, Vol. 9 No. 11 Tahun 2021.
69 ISDA, “Whitepaper: Smart Contracts and Distributed Ledger – A Legal Perspective,” (New York: ISDA, 2017), p. 14.
konvensional, maka kontrak yang dibuat secara konvensional tersebut yang akan diutamakan. Ketika para pihak hendak menggunakan smart contract dengan model eksternal, maka para pihak tersebut harus menyatakan bahwa hubungan hukum yang terjadi di antara mereka diatur dalam kontrak konvensional dan bukan kode, sehingga kode tersebut tidak akan mengikat secara hukum para pihak yang terkait. 70
Berbeda dengan model smart contract eksternal, pada model smart contract internal kontrak yang dibuat oleh para pihak secara keseluruhan dituangkan dalam bentuk kode. Pembuatan kontrak secara tertulis pada model ini masih dimungkinkan, akan tetapi pada akhirnya kontrak tersebut akan direpresentasikan dalam bentuk kode yang dijalankan oleh komputer. Sehingga, dalam model ini suatu kode dianggap mengikat bagi para pihak dan dapat menimbulkan akibat hukum (code as law atau code as contract).71
Cara kerja smart contract yang dipaparkan oleh Xxxx Xxxxx ialah dengan mengikuti pernyataan sederhana yang berupa “jika” dan “maka” yang dituliskan ke dalam bentuk kode pada blockchain, di mana ketika kondisi-kondisi yang telah ditentukan oleh para pihak telah terpenuhi dan terverifikasi maka klausula kontrak akan dieksekusi dan diberikan notifikasi yang keseluruhannya dilakukan secara otomatis.72 Xxxxx menggambarkan bahwa cara kerja dari smart contract
70 Xxxxxxx Xxxxxxxxx, Loc.cit.
71 ISDA, Op.cit.
72 Xxxxxxx Xxxxx dan Xxxxxx Xxxxxxx, “Blockchain and Smart Contract : A Pioneering Approach of Inter-Firms Relationships? The Case of Franchise Networks,” Working Paper University of Lyon Saint-Xxxxxxx, Xxxxx 2019, p. 5.
menyerupai cara kerja dari sebuah “vending machine,”73 di mana jika seseorang hendak membeli minuman dan/atau makanan melalui mesin tersebut maka ia harus memasukkan uang terlebih dahulu sesuai dengan jumlah yang sudah ditentukan. Setelah sejumlah uang telah dimasukkan, maka pembeli dapat memilih jenis minuman dan/atau makanan yang diinginkan dan mesin akan mengeluarkan pilihannya tersebut, setelah minuman dan /atau makanan yang dipilih sudah dikeluarkan oleh mesin, maka pembeli tidak dapat merubah maupun membatalkan pilihannya dalam transaksi tersebut.
Smart contract pada umumnya memiliki siklus kerja yang dapat digambarkan ke dalam 4 (empat) fase, yaitu: 74
a. Penciptaan (create)
Fase penciptaan dapat dibagi menjadi negosiasi kontrak yang berulang dan fase implementasi. Pertama, seperti negosiasi kontrak konvensional pada umumnya di mana para pihak terlebih dahulu harus menyepakati isi dan tujuan kontrak yang dapat dilakukan secara online atau offline. Setelah menyetujui tujuan dan isi kontrak, perjanjian tersebut harus diubah menjadi kode. Untuk memvalidasi perilaku dan konten eksekusi smart contract,
73 Cashcash PRO, “Mengulas Fitur Smart Contract dalam Teknologi Blockchain,” xxxxx://xxxxxxxxxxx.xx/xxxx/Xxxx/Xxxxxxxx -Fitur-Smart-Contract-dalam-Teknologi- Blockchain, diakses 2 September 2021..
74 Christian Sillaber dan Xxxxxxxx Xxxxx, Life Cycle of Smart Contracts in Blockchain Ecosystems, Datenschutz und Datensicherheit, 2017, p. 498-499.
sebagian besar lingkungan smart contract menyediakan infrastruktur untuk membuat, memelihara, dan menguji kontrak.
Pengubahan klausula kontrak menjadi kode umumnya memerlukan beberapa interaksi antara pemangku kepentingan dan programmer (yang tidak memihak). Setelah para pihak menyetujui versi kontrak yang telah diubah kedalam bentuk kode tersebut, kontrak diserahkan atau diteruskan ke blockchain selama fase publikasi. Selama fase ini, node yang berpartisipasi dalam buku besar yang didistribusikan menerima kontrak sebagai bagian dari blok transaksi dan setelah blok telah dikonfirmasi oleh mayoritas node, kontrak siap untuk dieksekusi.
Dikarenakan smart contract yang terdesentralisasi tidak dapat dimodifikasi setelah diterima oleh blockchain, perubahan dalam smart contract tidak dimungkinkan dan apabila ingin mengubahnya maka harus membuat kontrak baru. Meskipun smart contract telah disimpan di blockchain, hal tersebut bukan berarti telah terjadinya perjanjian di antara para pihak dalam perjanjian, karena pada dasarnya siapa pun dapat mengirimkan smart contract ke blockchain.
b. Pembekuan (Freeze)
Setelah smart contract telah dikirim ke blockchain, tetap memerlukan konfirmasi oleh mayoritas node yang berpartisipasi. Mulai dari fase ini hingga seterusnya, kontrak serta para pihak yang terlibat dalam kontrak bersifat publik maka kontrak dapat diakses oleh siapa saja pada blockchain
tersebut. Transaksi smart contract pada blockchain umumnya menggunakan metode escrow, diimana setiap pembayaran yang dilakukan akan ditahan terlebih dahulu hingga terpenuhinya kontrak dan telah diterimanya barang dan/atau aset oleh pihak pembeli.
c. Pelaksanaan (Execute)
Kontrak yang disimpan pada buku besar yang didistribusikan dibaca oleh node yang berpartisipasi. Integritas kontrak divalidasi dan mesin penerjemah smart contract akan mengeksekusi kode. Eksekusi smart contract menghasilkan serangkaian transaksi baru serta keadaan baru dari smart contract. Himpunan hasil serta informasi keadaan baru akan tersebut kemudian diserahkan ke buku besar yang didistribusikan dan dimutasikan melalui protokol konsensus.
d. Finalisasi (Finalize)
Setelah smart contract dijalankan, transaksi yang terjadi dan informasi baru akan disimpan dalam buku besar yang didistribusikan dan dikonfirmasi sesuai dengan protokol konsensus. Aset digital yang dijanjikan sebelumnya ditransfusikan (tanpa aset) dan dengan konfirmasi semua transaksi telah terlaksana maka kontrak dianggap telah terpenuhi.Sementara itu, cara kerja smart contract yang melibatkan
peranan blockchain dalam suatu transaksi dapat terbagi menjadi 2 (jenis) yaitu:75
1. On-Chain
Transaksi on-chain adalah transaksi smart contract yang terjadi dalam blockchain. Adapun untuk transaksi dengan jenis on-chain ini hanya meliputi para pihak yang bertransaksi saja, tidak melibatkan pihak ketiga. Oleh karena itu, smart contract dikatakan memiliki ciri “tidak melibatkan pihak ketiga”. Cara kerja dari transaksi smart contract jenis on-chain dimulai dengan dibuatnya syarat dan ketentuan atau klausula kontrak mengenai suatu barang atau produk yang hendak dijual dalam bentuk kode pemrograman yang kemudian akan diteruskan ke dalam platform teknologi blockchain agar dapat tersimpan. Setelah smart contract tersimpan dalam blockchain, maka akan diteruskan lagi ke platform jual beli untuk dipasarkan. Apabila ada pembeli yang sepakat dengan syarat dan ketentuan kontrak yang ditampilkan, maka pembeli dapat menandatangani dan memverifikasi identitas dengan memasukkan private key miliknya serta melakukan pembayaran sejumlah yang telah ditetapkan dalam kontrak. Dana akan dilepaskan ke penjual apabila pembeli tersebut telah menerima
75Xxxx Xxxxxxxxx Xxxxxx, “Smart Contracts and Smart Derivative Contracts: Legal Guidelines,” xxxxx://xx.xxxxxxxxxxxx.xxxxxxxxxxxxxx.xxx/Xxxxxx/Xxxx/XxxxxxxxxXxx?xxxxxxxxxxXxxxxXxxxxxx& contextData=(sc.Default) ,diakses pada tanggal 10 December 2022, pada pukul 15.48 WIB.
barang yang sesuai dengan kontrak dan transaksi dapat dianggap selesai.
2. Off-chain
Berbeda dengan transaksi smart contract jenis on-chain, transaksi smart contract dengan jenis off-chain ini ialah hal-hal yang berkaitan dengan transaksi yang terjadi diluar teknologi blockchain. Oleh karena itu, masih dapat meliputi pihak ketiga contohnya seperti bank dalam kaitannya dengan pembayaran. Akan tetapi, peranan bank disini sekadar memberikan informasi tambahan yang dibutuhkan terkait dengan transaksi. Sebelum informasi tersebut masuk ke dalam teknologi blockchain dan digunakan oleh smart contract, informasi tersebut terlebih dahulu akan disaring dan diverifikasi oleh suatu perangkat atau software yang bernama “oracle”. Apabila telah diverifikasi oleh oracle dan informasi tersebut dinyatakan dapat memasuki blockchain, maka barulah dapat digunakan oleh smart contract.
Smart Contract saat ini sudah mulai digunakan oleh crypto asset lainnya salah satunya yaitu merupakan Ethereum, di mana smart contract dalam Ethereum merupakan bentuk kode komputer yang terdesentralisasi di mana computing power atau daya komputasi berasal dari kode Ethereum, setiap kode yang menyediakan daya komputasi dibayar untuk sumber daya di dalam token
Ether. 76 Cara pembelian crypto asset yang menggunakan smart contract adalah dengan memasukan terlebih dahulu jumlah crypto asset yang diinginkan dan segala dokumen yang disertakan dalam perjanjian, baru perjanjian akan berjalan, dan mendapatkan jumlah crypto yang kita inginkan.77
Konsep dasar dari setiap transaksi crypto asset, seluruh jaringan akan mencatat history yang berjalan, di mana besaran transaksi dan saldo yang dimiliki juga termasuk, Apabila seseorang telah berhasil melakukan transaksi dan dikonfimasi oleh penerima, maka seluruh jaringan yang terhubung dengan sistem blockchain akan langsung mengetahui informasi yang berisi penjelasan bahwa telah terjadi transaksi sejumlah tertentu dan telah ditandatangani secara digital dengan memberikan private key ke dalam sistem.78
Konfirmasi peneriman menjadi hal yang sangat krusial dari sebuah transaksi crypto asset. Transaksi yang terkonfirmasi tersebut akan disimpan ke dalam wadah yang disebut rantai (blocks). Catatan transaksi yang telah disimpan ke dalam blocks sifatnya permanen, tidak dapat diubah, dibajak, atau dipalsukan dan telah menjadi bagian di dalam blocks atau blockchain. Sifat permanen inilah
76Xxxx Xxxxxx, “ Apa aitu Smart Contract? Ini Dia Panduan Untuk Pemula”, xxxxx://xxxxxxxx.xx/xxxxxx-xxx-xxxxxxxxx/000000/xxx-xxx-xxxxx-xxxxxxxx-xxx-xxx-xxxxxxx-xxxxx- pemula , diakses pada tanggal 10 Desember 2022, Pada Pukul 09.17 WIB.
77 Ibid.
78Randi eka, “Mengenal Cryptocurrency dan mekanisme transaksinya”, xxxxx://xxxxxxxxxxx.xx/xxxx/xxxxxxxx-xxxxxxxxxxxxxx-xxx-xxxxxxxxx-xxxxxxxxxxxx , diakses pada tangagl 10 December 2022 pada pukul 10.28 WIB.
yang membuat transaksi crypto asset bersifat immutable alias tidak bisa diibatalkan saat sudah dikirim.79
Teknologi smart contract juga sudah mulai digunakan dalam sektor bisnis dan perdagangan di penjuru dunia. Terdapat beberapa contoh penggunaan smart contract seperti Fizzy AXA yang menggunakan smart contract sebagai alat pencairan kompensasi dalam kegagalan atau keterlambatan penerbangan
80
komersial yang dapat dilakukan dalam hitungan menit. Kemudian ada pula
Etherisc, yaitu asuransi pertanian yang menggunakan smart contract sebagai sistem pencairan klaim ganti rugi secara otomatis dalam waktu kurang dari satu hari.81
Smart Contract dan blockchain atau yang lebih dikenal sebagai “Distributed Ledeger Technolgy” sering dianggap sebagai suatu hal yang sama, akan tetapi pada dasarnya kedua hal tersebut merupakan dua teknologi yang berbeda, namun tetap bersifat saling melengkapi. Dalam kaitannya dengan smart contract, teknologi blockchain atau DLT tersebut hadir sebagai platform yang berfungsi untuk menyimpan kontrak- kontrak yang telah dibuat dalam bentuk kode, serta memicu eksekusi kontrak secara otomatis ketika suatu kondisi tertentu telah terpenuhi. Dengan adanya peranan blockchain pada smart contract, menunjukkan bahwa terdapat teknologi yang relative baru yang
79Ibid.
80 Fizzy AXA Official Website, ‘About Us’ <xxxxx://xxxxx.xxx/> diakses pada tanggal 11 December 2022, Pukul 08.20 WIB
81 Etherisc: Make Insurance Fair and Accessible, ‘Etherisc: Reinventing Insurance’, xxxxx://xxxxxxxx.xxx/#xxxx , diakses pada tanggal 11 Desember 2022, Pukul 09.00 WIB.
mengubah fungsi DLT menjadi sebuah sistem pelaksanaan kontrak yang selain berfungsi menjadi platform penyimpanan juga berfungsi untuk menanggapi kondisi tertentu sebagaimana yang telah ditetapkan sebelumnya.82 Adapun mekanismenya ialah ketentuan kontrak antara para pihak yang telah dirumuskan dalam bahasa pemrograman tersebut kemudian akan ditransfer ke blockchain dan akan dieksekusi secara otomatis ketika kondisi yang telah dikodekan oleh para pihak tersebut telah terpenuhi. 83
Penyimpanan smart contract pada blockchain dirasa penting karena mengedepankan keamanan, di mana ketika smart contract telah tersimpan dalam blockchain, maka para pihak tidak dapat mencegah eksekusi kontrak yang dilakukan secara otomatis tersebut, serta tidak dapat mengubah isi dari kontrak yang telah dikodekan, oleh karena itu teknologi blockchain dipilih karena dirasa dapat menghindari terjadinya praktek kecurangan yang mungkin dilakukan oleh para pihak terkait maupun pihak lain. Dalam pelaksanaannya, smart contract mungkin memerlukan informasi yang berasal dari luar blockchain, informasi dari luar blockchain tersebut akan diberikan melalui layanan yang disediakan oleh pihak ketiga yang dikenal sebagai “oracle.” Peran oracle sebagai pihak ketiga ialah untuk mengambil dan memverifikasi data yang diperoleh dari luar blockchain dan smart contract sebelum digunakan. 84
82 Xxxxxxx, Op cit.
83 Xxxxxxx Xxxxx, Op cit.
84 Ibid.
Blockchain sendiri terdiri atas beberapa jenis yang terbagi menjadi 3 (tiga) diantaranya ialah private blockcain, public blockchain dan juga consortium atau federated blockchain. Jenis yang paling umum digunakan ialah private blockchain dan juga public blockchain, oleh karena itu penting untuk diketahui terlebih dahulu definisi kedua jenis blockchain tersebut dan kemudian juga perlu dipahami apa yang membedakan kedua jenis blockchain tersebut. Private blockchain pada dasarnya merupakan milik seorang individu atau sebuah organisasi tertentu saja, karena dimiliki oleh orang tertentu maka dari itu untuk jenis blockchain ini terdapat seseorang yang dipercaya yang memiliki tanggung jawab untuk menjaga data yang tersimpan pada blockchain dan bertanggungjawab pula untuk menentukan siapa saja yang dapat melihat atau mengakses data yang tersimpan tersebut.
Berbeda dengan jenis private, untuk public blockchain memang pada dasarnya diperuntukkan bagi masyarakat. Oleh karena itu, untuk jenis ini blockchain tidak terdapat pihak yang secara khusus bertanggung jawab dan informasi yang tersimpan dalam blockchain tersebut disajikan secara terbuka dan transparan dan seluruh masyarakat dapat menggunakan dan juga mengakses blockchain. Sistem pada public blockchain bersifat anonim, sehingga akan sulit mengetahui identitas para pihak yang terlibat dalam pembuatan perjanjian. Hal ini pun mengarah pada kesulitan menentukan apakah pihak terkait mempunyai
kecakapan membut perjanjian atau tidak. Oleh karena itu, penggunaan private blockchain menjadi solusi untuk mengidentifikasi identitas para pihak.85
Pasal 1233 BW menyebutkan bahwa perikatan dapat terjadi apabila terdapat persetujuan atau karena disebutkan dalam Undang-Undang. Pasal 1234 BW mengisyaratkan bahwa perjanjian dapat bertujuan untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu. Perjanjian kemudian dijelaskan lebih rinci dalam Pasal 1313 BW sebagai “Suatu perbuatan dimana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih”.86
Smart Contract sebagai salah satu bentuk perjanjian yang meliputi kesepakatan antara para pihak memiliki dasar hukum yang dimuat dalam Pasal 1320 dan 1338 KUH Perdata. Di samping kedua aturan tersebut terdapat asas kebebasan berkontrak (Freedom of contract) yang mengisyaratkan bahwa hukum memberikan keleluasaan bagi pihak-pihak untuk: 87
a) membuat atau tidak membuat perjanjian;
b) mengadakan perjanjian dengan siapapun;
c) menentukan isi perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratannya;
d) menentukan bentuk perjanjian.
85 Xxxxxxx Xxxxxxxxx, Op Cit.
86 Xxxx Xxxxx Xxxxxxx, Hukum Perjanjian Asas Proporsionalitas Dalam Kontrak Komersil, (Kencana Prenada Media Group 2010).[15].
87 Xxxxx XX, Hukum Kontrak, Teori & Penyusunan Kontrak, Penerbit Sinar Grafika, Jakarta, 2011.
Menurut hukum Indonesia dalam Hukum perjanjian konvensional hanya mengenal dua bentuk perjanjian yaitu lisan dan tertulis. Namun, posisi smart contract dalam hal ini dapat dikatakan abu-abu.88 Sehingga, dengan merujuk pada ketentuan Pasal 1338 KUH perdata, smart contract dapat dikatakan sah apabila ia telah memenuhi syarat sahnya suatu perjanjian sesuai dengan yang diatur dalam Pasal 1320 KUH perdata yang secara substansif dicantumkan juga dalam Pasal 46 Ayat (2) PP PSTE. Syarat tersebut terdiri dari:
1) Kesepakatan para pihak;
2) Kecapakan para pihak;
3) Objek dari perjanjian tersebut jelas;
4) Memenuhi kausa yang halal
Selain itu, menurut Pasal 47 Ayat (3) PP PSTE, suatu kontrak elektronik harus memiliki informasi yang cukup mengenai transaksi yang dilakukan, setidaknya memuat hal-hal seperti:
a. Data identitas para pihak;
b. Objek dan spesifikasi;
c. Persyaratan Transaksi Elektronik
d. Harga dan biaya;
e. Prosedur dalam hal terdapat pembatalan oleh para pihak;
88 Xxxxxxxxx Xxxxxxxx Karakteristik Perjanjian Jual Beli dengan Smart Contract dalam E-Commerce, Jurist Diction, Vol.2, No 5 (September 2019), p.1665.
f. Ketentuan yang memberikan hak kepada pihak yang dirugikan untuk dapat mengembalikan barang dan/atau meminta penggantian produk jika terdapat cacat tersembunyi;dan
g. Pilihan hukum penyelesaian Transaksi Elektronik.
Hal ini juga diperkuat oleh pendefinisian kontrak elektronik dalam Pasal 1 Ayat (17) UU ITE yang berbunyi “kontrak elektronik adalah perjanjian para pihak yang dibuat melalui sistem elektronik” yang masih bersifat umum. Hal ini menyiratkan bahwa smart contract merupakan salah satu bentuk kontrak elektronik karena dibentuk melalui sistem elektronik.
Kesepakatan atau konsensus merupakan salah satu syarat keabsahan dari sebuah kontrak. Kesepakatan yang dimaksud dalam Pasal 1320 KUH Perdata adalah persesuaian kehendak antara para pihak, yaitu bertemunya antara penawaran dan penerimaan.89 Tujuan dari pembuatan suatu perjanjian adalah untuk memberikan suatu kepastian hukum bagi para pihak dan sebagai alat bukti yang kuat, apabila dikemudian hari terjadi sengketa.90
Hukum perikatan memiliki 4 (empat) teori untuk menentukan apakah terjadi kesepakatan diantara para pihak, teori munculnya suatu kesepakatan atau perjanjian telah dijelaskan oleh X. Satrio yaitu Teori Pernyataan (Uitings Theorie), Teori Pengiriman (Verzendings Theorie), Teori Penerimaan (ontvangst
89 Xxxxxx Xxxx dan Xxxxxxxx Xxxx, Hukum Perlindungan Konsumen, (Raja Grafindo Per- sada 2005).[68].
90 Xxxxx XX, Hukum Kontrak, Teori & Teknik Penyusunan Kontrak, (Sinar Grafika 2011).[33].
Theorie). Dalam hal penerapan Smart Contract dan bentuk kontrak yang serupa melalui internet, teori kesepakatan yang berlaku merupakan teori penerimaan, hal ini dikarenakan dalam mekanisme jual-beli crypto Asset yang menggunakan smart contract penjual menerima jawaban dari penawaran berupa pembayaran dari pembeli. Hal ini dikarenakan dalam proses pembayaran yang dilakukan oleh pembeli tidak dapat menyelesaikan pembayaran sebelum menyetujui syarat dan ketentuan yang telah disediakan dalam bentuk clickwrap agreement.
Kecapakan hukum para pihak merupakan salah satu unsur keabsahan suatu kontrak yang nantinya akan menentukan apakah kontrak yang diadakan oleh para pihak merupakan kontrak yang mengikat secara hukum. Artinya, kecapakan merupakan kemampuan menurut hukum untuk melakukan perbuatan hukum yang di mana dalam hal ini adalah perjanjian tersebut. Hukum kontrak Indonesia, Pasal 1329 KUH Perdata menyatakan bahwa semua orang berhak untuk mengadakan suatu perbuatan hukum, kecuali bagi orang yang dinyatakan oleh Undang-Undang sebagai orang yang tidak cakap. Perumusan dalam Pasal 1329 KUH Perdata kemudian dijelaskan juga lebih rinci dalam Pasal 1330 KUH Perdata mengenai orang yang dinyatakan tidak cakap merupakan orang yang belum dewasa, dibawah pengampuan, dan orang-orang perempuan yang telah kawin. Dengan penjelasan tersebut, para pihak yang menggunakan smart contract wajib memenuhi persyaratan berupa pengunggahan identifikasi diri kepada marketplace Crypto Asset untuk menunjukan bahawa para pihak merupakan orang yang didefinisikan dalam Pasal 1330 KUHPerdata sebagai cakap hukum.
Suatu Perjanjian tidak bisa dilakukan apabila tidak terdapat objek tertentu yang dijanjikan. Suatu hal tertentu yang dimaksud dalam syarat obyektif perjanjian di Pasal 1320 KUHPerdata merupakan prestasi yang akan dipenuhi. Hal ini dikarenakan prestasi merupakan obyek dari perjanjian, sehingga prestasi sekurang-kurangnya harus tertentu dan dapat ditentukan seperti jenisnya dan jumlahnya. Penentuan suatu prestasi dalam perjanjian sangatlah penting, karena apabila suatu perjanjian tidak dapat ditafsirkan atau tidak jelas maka perjanjian tersebut dapat dianggap tidak memiliki objek perjanjian dan perjanjian diangap batal demi hukum.
Kausa yang dilarang dalam Pasal 1320 dijelaskan lebih rinci dalam Pasal 1337 KUH Perdata sebagai “… sebab itu dilarang oleh Undang-Undang atau bila sebab itu bertentangan dengan kesusilaan atau ketertiban umum.” Menurut Pasal 1335 KUH Perdata perjanjian juga tidak memiliki kausa atau kausa yang palsu.
Smart Contract apabila ditinjau menggunakan hukum positif di Indonesia memungkin untuk diterapkan apabila tidak bertentangan dengan Pasal 1337 KUH Perdata, ditambah dengan adanya pengaturan terkait Kontrak elektronik sebagai perjanjian para pihak yang dibuat melalui sistem elektronik. Namun, tidak semua kausa dapat dijadikan sebagai obyek dalam smart contract. Salah satu contohnya adalah jual-beli tanah, yang mewajibkan proses jual-belinya harus dituangkan dalam akta otentik di hadapan PPAT.
Namun dalam hal jual-beli crypto asset dapat dikatakan sebagai kausa yang halal dikarenakan crypto asset sudah diakui keberadaannya di Indonesia
sebagai aset komoditi hal ini dapat dilihat dalam Pasal 2 Ayat (1) dan Ayat (2) Undang-Udang Nomor 10 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 1997 Tentang Perdagangan Berjangka Komoditi di mana Menteri telah menetapkan kebijakan dalam bidang Perdagangan Berjangka yang diatur dalam Peraturan Menteri, Peraturan yang dimaksud dalam hal ini adalah Pasal 2 Peraturan Menteri Perdagangan Tentang Kebijakan Umum Penyelenggaraan Perdagangan Berjangka Aset Kripto (Crypto Asset) yang menjelaskan bahwa penetapan terhadap Aset Kripto (Crypto Asset) sebagai komoditu dapat dijadikan sebagai subjek kontrak berjangka yang diperdagangkan di Bursa Berjangka, pembinaan, pengawasan, dan pengembangannya dilakukan oleh Kepala Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi.
Selain itu dalam Pasal 1 Angka 7 Peraturan Badan Pengawasan Perdagangan Berjangka Komoditi Nomor 5 Tahun 2019 tentang Ketentuan Teknis Penyelenggara Pasar Fisik Aset Kripto (Crypto Asset) Di Bursa Berjangkan mengatakan bahwa Aset kripto merupakan komoditi tidak berwujud yang berbentuk digital aset, yang menggunakan kriptografi, jaringan peer-to- peer, dan sistem blockchain. Digital asset merupakan suatu barang atau benda yang terdapat dalam sistem elektronik yang memiliki nilai yang dapat dimiliki dan dikuasai baik perseorangan ataupun badan hukum.91
91 Xxxxx Xxxxxx, Understanding Bitcoin : Cryptography, Engineering, and Economics (UK: TJ International Ltd, Great Britian UK, 2015)
Dengan bentuknya yang terdiri kode computer (computer code) smart contract dapat dikatakan mengikat para pihak dengan konsep dasarnya yang beranjak dari hukum kontrak.92 Sehingga smart contract apabila ditinjau menggunakan hukum positif di Indonesia memungkinkan untuk diterapkan sepanjang tidak bertentangan dengan hukum yang ada dan terlebih prinsip netral yang diterapkan dalam UU ITE, prinsip netral ini dapat ditemukan dalam Pasal
3 UU ITE yang menjelaskan bahwa dalam pemanfaatan teknologi ITE dilaksanakan berdasarkan asas kepastian hukum, manfaat, kehati-hatian, itikad baik, dan kebebasan dalam memilih teknologi atau netral teknologi.93
Prinsip tersebut memberikan artian bahwa: (1) penggunaan standar- standar teknis yang tercantum dalam pembuatan peraturan (hukum) ditujukan untuk membatasi dampak negative yang mungkin terjadi dan bukan membatasi pengadopsian inovasi teknologi apapun yang tepat dalam mencapai tujuan hukum atau peraturan tersebut; (2) peraturan yang dibentuk harus dapat berlaku terlepas dari teknologi yang digunakan; dan (3) pembuat peraturan haruslah menahan diri untuk tidak menggunakan peraturan yang dibentuk untuk mendorong pasar kearah struktur tertentu.
Dengan terdapatnya prinsip tersebut, hal ini dapat membuka peluang
futuristic terhadap penggunaan teknologi yang lebih maju, pada kemudian hari
92 Eureka Xxxxx Xxxxx, Xxxxx Xxxx Xxxxxx, dan Xxxxxxxxx Xxxxxx, “Keabsahan Blockchain- Smart Contract dalam Transaksi Elektronik: Indonesia, Amerika dan Singapura.”, Jurnakl Sains Sosio Humaniora, Volume 5 Nomor 1 Juni 2021.
dalam penyelenggaraan transaksi elektonik yang bertujuan memudahkan transaksi elektronik mendapat kepastian hukum yang jelas tanpa memerlukan peraturan baru dan khusus terhadap teknologi tertentu. Dalam halnya penerapan prinsip netral teknologi dalam penerimaan smart contract sebagai suatu kontrak elektronik, maka prinsip netral teknologi ini dapat memberikan artian bahwa penggunaan blockchain dalam smart contract tidak membatasi hal tersebut sebagai suatu informasi dan/atau dokumen elektronik yang sah dalam UU ITE.
Selain itu, dengan sifatnya yang otomatis sekalipun teknologi smart contract dapat dikatakan sebagi Agen Elektronik menurut Pasal 1 Angka 8 UU ITE yaitu perangkat dari suatu perangkat dari sistem elektronik yang dibuat untuk melakukan suatu Tindakan terhadap suatu informasi elektronik tertentu secara otomatis. Dalam Pasal 47 PP PMSE juga menyampaikan bahwa suatu kontrak elektronik dapat dibuat berdasarkan hasil interaksi dengan perangkat otomatis dan validitas atas kontrak elektronik tersebut tidak dapat disangkal kecuali dapat dibuktikan bahwa sistem otomatis tersebut tidak berjalan dengan semestinya.
Agen elektronik mempunyai banyak bentuk, seperti kode komputer atau bentuk lainnya, oleh karena itu penggunaan smart contract pada nyatanya tidak mengalami kekosongan hukum dalam penerapannya.94 Hal ini juga disinggung dalam Pasal 37 PP PSTE yang menjelaskan minimum Batasan fitur apa saja yang harus tersedia dalam penerapanya, seperti; fitur untuk melakukan pembenaran,
membatalkan perintah, memberikan perintah, memberikan verifikasi atau rekonfirmasi, memilih melanjutkan atau menghentikan pelaksanaan proses, melihat informasi berupa e-kontrak atau iklan, melihat status transaksi dan membaca perjanjian sebelum melakukan transaksi.
Dalam kenyataannya, meskipun dapat diakui sebagai informasi dan/atau dokumen elektronik yang mengikat, smart contract memiliki satu kelemahan di mana kemampuan dalam melakukan perbaikan terhadap klausul perjanjian yang terjadi dalam smart contract tidak dimungkinkan, hal ini dikarenakan sifatnya dari smart contract itu sendiri yang tidak dapat diubah, sehingga smart contract tidak sepenuhnya memberikan fitur yang serupa dengan fitur yang terdapat dalam agen elektronik, akan tetapi hal ini tidak membuat smart contract sebagai kontrak elektronik yang tidak sah karena pengaturan yang dimiliki oleh smart contract tidak bersifat memaksa.
Pemanfaatan teknologi smart contract juga telah marak digunakan dalam beberapa negara common law dalam kegiatan transaksi elektronik seperti Amerika. Smart Contract di Amerika sudah dinyatakan sebagai perjanjian yang dapat mengikat para pihak berdasarkan ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam Uniform Electronic Transaction Act (UETA) tahun 1999, Electronic Signatures in Global and National Commerce Act (ENSIGN) tahun 2000 hingga beberapa putusan Pengadilan serta hukum negara bagiannya.95
Seperti di Indonesia smart contract di Amerika juga sama dikategorikan sebagai agen elektronik dengan sifatnya yang otomatis. UETA telah mengakui agen elektronik dengan sifatnya yang otomatis. UETA sendiri telah mengakui dimukinkannya suatu transaksi secara otomatis yang dijalankan secara elektronik dengan mesin tanpa ada campur dari tangan manusia dalam membentuk dan menjalankan kewajiban dalam suatu kesepakatan dalam Section 2 dan 14 (1). Meskipun demikian, penggunaan informasi dan dokumen eletronik tetap dibatasi, terutama terhadap dokumen hukum mengenai:96
1) Penciptaan dan eksekusi wasiat dan hal-hal serupanya;
2) Dokumen resmi seperti adopsi,perceraian dan dokumen dokumen lainnya yang dikategorikan dalam hukum keluarga; dan/atau
3) Surat pernyataan atau penolakan atas klaim atas atau hak atas pelanggaran kontrak, penjualan barang (sale of goos) yang secara khusus diatur dalam U.C.C., dan/atau pengecualian lainnya yang diadopsi oleh masing-masing negara bagian.
Selain Amerika terdapat negara common law yang juga telah aktif dalam menjalankan kegiatan transaksi menggunakan smart contract, dengan berdirinya berbagai perusahaan yang bergerak dalam bidang jasa perdagangan, layanan Pendidikan hingga pertukaran dan jasa keuangan dalam sistem blockchain, seperti Quoine. Berbeda dengan Amerika Serikat, Singapura memiliki regulasi
tersendiri yaitu Electronic Transaction Act (ETA) sebagai dasar pengaturan perdagangan elektronik. 97
Pengaturan-pengaturan yang terdapat dalam ETA salah satunya bertujuan untuk memudahkan perdagangan elektronik dengan cara menghilangkan hambatan-hambatan yang timbul dari ketidakpastian atas persyaratan untuk tertulis serta mendorong pembangunan hukum dan infrastruktur bisnis untuk mampu mengamankan perdagangan elektronik. Sehingga suatu informasi dianggap tidak dapat disangkal akibat hukumnya, validitasnya ataupun keberlakuannya atas dasar bentuknya yang elektronik di mana hal ini tercantum dalam Article 3 (b) ETA. Ketentuan tersebut mendorong prinsip kebebasan berkontrak yang juga diatur dalam Article 5 ETA. Walaupun demikian, hal ini tentu saja dibatasi dengan adanya pengecualian dalam informasi-informasi yang diwajibkan dalam bentuk tertulis oleh hukum dan dengan konsekuensi hukum yang mengikat padanya.98
B. Akibat Hukum yang Muncul dalam Penggunaan Smart Contract
Penggunaan teknologi smart contract pada umumnya digunakan untuk transaksi jual beli, sehingga perjanjian dalam bentuk smart contract tersebut ditujukan agar dapat memudahkan para pihak dalam melakukan transaksi
97 Ibid
walaupun dalam praktiknya saat ini smart contract sudah digunakan secara lebih luas tidak terbatas pada perjanjian jual beli saja. 99
Ketika para pihak membuat perjanjian dalam bentuk smart contract, maka perjanjian yang dihasilkan oleh smart contract adalah berbentuk elektronik yang berisikan klausula dalam bentuk kode pemrograman yang nanti akan dikirim ke dalam system blockchain untuk disimpan dalam bentuk hash dan hash sudah tersimpan dalam blockchain tersebut bersifat publik maka kontrak dapat diakses oleh siapa saja pada blockchain tersebut dengan memasukkan beberapa informasi yang diperlukan.100
Sedangkan bentuk perjanjian umum atau yang dibuat oleh pejabat umum merupakan perjanjian tertulis yang bersifat autentik sehingga isi dari perjanjian tersebut dapat dipercaya kebenarannya. Dalam hukum Indonesia juga terdapat ketentuan yang menyatakan bahwa beberapa jenis perjanjian perlu dibuat dalam bentuk yang autentik yang dibuat oleh pejabat umum berwenang, sehingga bentuk smart contract tidak dapat digunakan.101
Kelebihan lain yang dimiliki oleh smart contract ialah berkaitan dengan keamanan di mana pengiriman dan penyimpanan melalui teknologi blockchain tersebut dapat mencegah terjadinya pemalsuan dokumen dan juga dapat menetapkan tanggal, waktu dan juga tempat domain serta mempercepat proses transaksi yang dilakukan oleh para pihak. 102
99 Xxxxxxx Xxxxxxxxx, Op Cit
100 Ibid.
101 Ibid.
102 Ibid.
Berkaitan dengan cepatnya proses transaksi, untuk transaksi yang dilakukan dalam bentuk smart contract dapat terjadi secara otomatis karena mengandalkan kode pemrograman dan juga teknologi, sementara pembuatan perjanjian tertulis yang dilakukan di hadapan Pejabat umum tidak dapat dilakukan secara cepat karena perlu melalui serangkaian proses pembuatan akta hingga terbitnya akta. 103
Selanjutnya berkaitan dengan verifikasi, dalam bentuk smart contract identitas para pihak dilakukan dengan memasukkan tanda tangan elektronik dengan model kode kriptografi asimetris dilakukan melalui pemberian Public Key Infrastructure (PKI) yang didalamnya memuat kunci privat (private key) yang hanya diketahui dan dikuasai oleh penanda tangan oleh karenanya kunci privat akan dibentuk secara unik dan berbeda untuk masing-masing individu.104 Sementara itu, Perjanjian konvensional yang dibuat di hadapan penjabat umum dalam praktiknya melakukan verifikasi terhadap kartu identitas para pihak serta memastikan bahwa perjanjian tersebut dilakukan atas dasar kehendak para pihak, proses verifikasi tersebut juga didukung oleh saksi pengenal yang berfungsi untuk memperkenalkan penghadap kepada Pejabat umum dan juga saksi instrumenter yang dapat memberikan kesaksian mengenai kebenaran isi
103 Ibid.
104 Xxxxxxx Xxxxxx, “Membangun Identitas Digital Indonesia,” xxxxx://xxx.xxxxxxx.xx.xx/xxxx/0xx000x0x0000000x0000xxx , diakses pada tanngal 12 December 2022, pada pukul 09.00 WIB.
akta dan terpenuhinya formalitas sebagaimana yang ditentukan dalam undang- undang.105
Berkaitan dengan perubahan isi perjanjian, dalam bentuk smart contract tidak dapat dilakukan perubahan dikarenakan smart contract yang terdesentralisasi tidak dapat dimodifikasi setelah diterima oleh blockchain, perubahan dalam smart contract tidak dimungkinkan dan apabila ingin mengubahnya maka harus membuat perjanjian baru. Sementara perjanjian konvensional biasa atau yang dibuat di hadapan pejabat umum masih dapat dilakukan perubahan sebelum ditandatanganinya akta atau yang dikenal dengan sebutan renvoi, dan setelah ditandatanganinya akta juga dapat dilakukan perubahan berupa pembetulan kesalahan tulis atau ketik yang terdapat pada minuta akta (perubahan yang tidak bersifat substansial). 106
Sekilas dilihat, terciptanya smart contract menyerupai dengan terbentuknya perjanjian. Perbedaannya adalah smart contract tidak dimaksudkan untuk digunakan sebagaimana perjanjian yang mengikat pada umumnya. Smart Contract hanya dapat dikualifikasikan sebagai perjanjian yang mengikat sebagai undang-undang ketika ia memenuhi syarat sahnya perjanjian
105 Xxxx Xxx Xxxxx, Perlindungan Hukum Terhadap Saksi Instrumenter Dalam Akta Notaris Yang Aktanya Menjadi Obyek Perkara Pidana Di Pengadilan, xxxx://xxxxxxxx.xxxxxx.xxxxxxxxxxx.xx.xx/xxxxxxx.xxx?xxxxxxxx0000000&xxxx0000&xxxxxxXXXXXXX UNGAN%20HUKUM%20TERHADAP%20SAKSI%20INSTRUMENTER%20DALAM%20AK TA%20NOTARIS%20YANG%20AKTANYA%20MENJADI%20OBJEK%20PERKARA%20PI DANA%20DI%20PENGADILAN , diakses pada tanggal 12 December 2022, pada pukul 09.45 WIB.
106 Xxxxxxx Xxxxxx, “Prosedur Jika Terdapat Kesalahan Dalam Akta Notaris,” xxxxx://xxx.xxxxxxxxxxx.xxx/xxxxxx/x/xxxxxxxx-xxxx-xxxxxxxx-xxxxxxxxx-xxxxx-xxxx-xxxxxxx- lt51e49bda7e30d , diakses pada tanggal 12 December 2022, pada pukul 10.20
secara umum sebagaimana yang diatur di dalam peraturan perundang-undangan. smart contract harus mengandung syarat dan kondisi tertentu yang telah disepakati bersama oleh para pihak kemudian menuangkannya ke dalam bahasa pemograman.
Kedua, smart contract dapat disebut sebagai perjanjian jual beli jika terdapat ‘penawaran’ dan ‘penerimaan’ lahirnya smart contract dikualifikasikan sebagai penawaran, sementara mengirimkan aset dalam bentuk digital diidentifikasikan sebagai penerimaan. Smart Contract dapat disebut sebagai perjanjian ketika padanya melekat kewajiban. Meskipun biasanya ‘klausul kewajiban’ dalam smart contract tereksekusi secara otomatis, dengan kata lain tidak ada kewajiban yang mengikat dan memaksa debitur secara letterlijk, bukan berarti tidak ada kewajiban hukum yang harus dipenuhi. 107
107 Effrida Ayni Fikri dan Xxxxx Xxxxxxx, “Penggunaan Smart Contract Pada Teknologi Blockchain Untuk Transaksi Jual Beli Benda Tidak Bergerak.”, Jurnal Ilmu Sosial Pendidikan, Vol. 6, No 3 J
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa:
1. Tidak terdapatnya suatu regulasi khusus terkait penggunaan smart contract pada teknologi blockchain, maka bukan berarti transaksi demikian dilarang. Dasar dari adanya perjanjian jual beli adalah kesepakatan, sementara kesepakatan tidak harus diwujudkan dalam bentuk tertulis atau kata-kata verbal. Kitab Undang-undang Hukum Perdata mendefinisikan perjanjian di dalam Pasal 1313, yang berarti perbuatan mengikatkan diri. Selanjutnya, Pasal 1338 KUHPer melengkapi, bahwa segala perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi para pihak yang membuatnya. Dari dua pasal tersebut, diketahui bahwa tidak ada keharusan untuk menuangkan kesepakan dalam bentuk perjanjian yang tertulis. Asal para pihak memenuhi empat unsur syarat sah perjanjian, yaitu: kesepakatan, kecakapan, objek perjanjian, kausa yang halal, maka para pihak saling terikat kepada konsekuensinya.
2. Terciptanya smart contract memiliki persamaan. Dengan terbentuknya suatu perjanjian, namun yang menjadi pembeda dalam hal ini adalah smart contract tidak dimaksudkan untuk digunakan sebagaimana perjanjian yang mengikat pada umumnya. Smart Contract hanya dapat dikualifikasikan sebagai perjanjian yang mengikat sebagai undang-undang ketika ia memenuhi syarat sahnya perjanjian secara umum sebagaimana yang diatur di dalam peraturan
PerUndang- Undangan. smart contract harus mengandung syarat dan kondisi tertentu yang telah disepakati bersama oleh para pihak kemudian menuangkannya ke dalam bahasa pemograman. lalu smart contract dapat disebut sebagai perjanjian jual beli jika terdapat ‘penawaran’ dan ‘penerimaan:’ lahirnya smart contract dikualifikasikan sebagai penawaran, sementara mengirimkan aset dalam bentuk digital diidentifikasikan sebagai penerimaan. Smart Contract dapat disebut sebagai perjanjian ketika padanya melekat kewajiban. Meskipun biasanya ‘klausul kewajiban’ dalam smart contract tereksekusi secara otomatis, dengan kata lain tidak ada kewajiban yang mengikat dan memaksa debitur secara letterlijk, bukan berarti tidak ada kewajiban hukum yang harus dipenuhi.
B. Saran
1. Dengan munculnya kehadran dari teknologi smart contract maka sebaiknya Pemerintah Indonesia mulai menerapkan regulasi khusus terkait Penggunaan smart contract seperti yang dilakukan oleh Singapura dan Amerika, agar smart contract tersebut memiliki legal standing yang lebih jelas, apabila mengacu dengan peraturan yang ada menurut penulis smart contract masih dapat dikatakan tidak sah apabila tidak memenuhi ketentuan standar dalam pembuatan perjanjian, terutama penggunaan smart contract ini masih terdapat yang masih menggunakan identitas yang bersifat anonym, maka perjanjian yang dilakukan para pihak secara anonym tersebut membuat transaksi yang menggunakan smart contract menjadi tidak sah, sehingga ketentuan-ketentuan turunannya juga tidak berlaku.