DAFTAR ISI
NOTA KESEPAKATAN KEBIJAKAN UMUM ANGGARAN APBD TAHUN ANGGARAN 2023
PEMERINTAH KOTA TANJUNGPINANG
BAB I PENDAHULUAN I.1
1.1. Latar Belakang Penyusunan Kebijakan Umum APBD (KUA) ……… I.1
1.2. Maksud dan Tujuan Penyusunan KUA ……………………………...... I.5
1.3. Dasar Hukum Penyusunan KUA ………………………………………. I.6
BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH II.1
2.1. Kondisi Ekonomi Makro Daerah Tahun 2019 dan Tahun 2020
………………………… II.1
2.2. Proyeksi Kondisi Ekonomi Makro Daerah Tahun 2021-2022 ………. II.4
BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) III.1
3.1. Asumsi Dasar yang Digunakan dalam APBN ………………………... III.1
3.2. Asumsi Dasar yang digunakan dalam RAPBD Provinsi .................. III. 6
3.3. Asumsi Dasar yang digunakan dalam RAPBD Kota Tanjungpinang. III.12
BAB IV | KEBIJAKAN PENDAPATAN, BELANJA DAN PEMBIAYAAN DAERAH | IV.1 |
4.1. Pendapatan Daerah …………………………………………………...... | IV.1 | |
4.1.1. Kebijakan Perencanaan Pendapatan Daerah ................... | IV.2 |
4.1.2. Target Pendapatan Daerah ............................................. IV.3
4.1.3. Upaya-upaya Pemerintah Daerah Dalam Mencapai
Target ………………………………………………………… IV.5
4.2. Belanja Daerah V.5
4.2.1. Kebijakan terkait dengan Perencanaan Belanja Daerah Meliputi Total Perkiraan Belanja Daerah …………………. IV.5
4.2.2. Kebijakan Belanja Pegawai, Bunga, Subsidi, Hibah,
Bantuan Sosial, Belanja Bagi Hasil, Bantuan Keuangan
dan Belanja Tidak Terduga ………………………………… IV.27
4.2.3. | Kebijakan Pembangunan Daerah, Kendala yang dihadapi, strategi dan prioritas pembangunan daerah yang disusun secara terintegrasi dengan kebijakan dan prioritas pembangunan nasional yang akan dilaksanakan di daerah ……………………………………………………... | ||||
IV.29 | |||||
4.2.4. | Kebijakan Belanja berdasarkan ……………………………. | IV.42 | |||
- | Organisasi Perangkat Daerah (OPD) ……………. | IV.42 | |||
4.3. | Pembiayaan Daerah …………………………………………………….. | IV.44 | |||
4.3.1. | Kebijakan Penerimaan Pembiayaan ……………………… | IV.45 | |||
4.3.2. | Kebijakan Pengeluaran Pembiayaan ……………………... | IV.45 | |||
BAB V | PENUTUP | V.1 |
B A B I
P E N D A H U L U A N
1.1. Latar Belakang Penyusunan KUA
Penyusunan Kebijakan Umum APBD (KUA) merupakan pelaksanaan dari Undang-Undang nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah serta Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 77 Tahun 2020 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, yang menyebutkan bahwa Kepala Daerah menyusun Rancangan Kebijakan Umum APBD (KUA) dan Rancangan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS).
Lebih lanjut, sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 77 Tahun 2020, bahwa materi KUA mencakup hal-hal yang sifatnya kebijakan umum dan tidak menjelaskan hal-hal yang bersifat teknis. Adapun substansi KUA antara lain :
a) Gambaran kondisi ekonomi makro termasuk perkembangan indikator ekonomi makro daerah.
b) Asumsi dasar penyusunan RAPBD termasuk laju inflasi, pertumbuhan PDRB dan asumsi lainnya terkait dengan kondisi ekonomi daerah.
c) Kebijakan Pendapatan Daerah yang menggambarkan prakiraan rencana sumber dan besaran Pendapatan Daerah.
d) Kebijakan Belanja Daerah yang mencerminkan program utama dan langkah kebijakan dalam upaya peningkatan pembangunan daerah yang merupakan refleksi sinkronisasi kebijakan pusat dan kondisi riil daerah.
e) Kebijakan Pembiayaan yang menggambarkan sisi defisit dan surplus.
f) strategi pencapaian, yang memuat langkah-langkah konkrit dalam mencapai target kondisi ekonomi makro daerah, asumsi
penyusunan APBD, kebijakan pendapatan daerah, kebijakan belanja daerah, dan kebijakan pembiayaan daerah..
Penyusunan Kebijakan Umum APBD (KUA) merupakan tahapan perencanaan pembangunan untuk menghasilkan dokumen yang berisi kebijakan bidang pendapatan, belanja, dan pembiayaan serta asumsi yang mendasarinya untuk periode 1 (satu) tahun, sebagai acuan dalam penyusunan Plafon dan Prioritas Anggaran Sementara (PPAS) dan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD).
Penyusunan Rancangan Kebijakan Umum Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (KUAPBD) Tahun Anggaran 2023, berpedoman pada Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah yang dalam pelaksanaannya berpedoman kepada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 77 Tahun 2020 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.
Kebijakan Umum APBD Kota Tanjungpinang Tahun Anggaran 2023 memuat program-program yang akan dilaksanakan oleh pemerintah daerah untuk setiap urusan pemerintahan daerah yang disertai dengan proyeksi pendapatan daerah, alokasi belanja daerah, sumber dan penggunaan pembiayaan yang disertai dengan asumsi yang mendasarinya.
Serta menyesuaikan dengan amanat Undang-undang Nomor 17 tahun 2003 pasal 18, Pemerintah Daerah bersama-sama DPRD menyusun Kebijakan Umum APBD yang memuat petunjuk dan ketentuan-ketentuan umum yang disepakati bersama yang selanjutnya akan dijadikan dokumen perencanaan pembangunan daerah dalam menetapkan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara yang dapat dijadikan dasar dalam penyusunan APBD tahun anggaran 2023 yang digunakan sebagai acuan bagi setiap Organisasi Perangkat Daerah dalam menyusun RKA-OPD.
Rancangan Kebijakan Umum APBD yang memuat Kondisi Ekonomi Makro Daerah, Asumsi Penyusunan APBD, Kebijakan Pendapatan Daerah, Kebijakan Belanja Daerah, Kebijakan Pembiayaan Daerah dan Strategi Pencapaiannya, hal tersebut disesuaikan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara
Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota.
Rancangan Kebijakan Umum APBD Tahun 2023 yang juga merupakan kebijakan politik pemerintah daerah dirumuskan dengan maksud agar proses penyusunan APBD dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien, serta mampu mengakomodir dinamika pembangunan Pemerintah Pusat dan Daerah secara komprehensif sehingga dapat mempertahankan sinergitas pencapaian tujuan pembangunan pemerintah pusat dan daerah, sekaligus menjadi indikator kinerja yang akan digunakan dalam menilai efektivitas pelaksanaannya selama kurun waktu satu tahun ke depan.
Untuk itu, pemerintah kota harus mendukung tercapainya sasaran bidang-bidang pembangunan nasional tersebut sesuai dengan potensi dan kondisi masing-masing daerah, mengingat keberhasilan pencapaian sasaran dan bidang-bidang pembangunan nasional dimaksud sangat tergantung pada sinkronisasi kebijakan antara pemerintah kota dengan pemerintah dan pemerintah provinsi.
Sinkronisasi kebijakan pemerintah daerah dan pemerintah lebih lanjut dituangkan dalam rancangan Kebijakan Umum APBD (KUA) dan rancangan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS) yang disepakati bersama antara pemerintah daerah dan DPRD sebagai dasar dalam penyusunan Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD Tahun Anggaran 2023.
Selanjutnya Rancangan Kebijakan Umum APBD Tahun 2023 merupakan dasar dalam menyusun Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS) Tahun 2023 serta Rencana Kerja dan Anggaran Organisasi Perangkat Daerah (RKA-OPD) tahun anggaran 2023 di lingkungan Pemerintah Kota Tanjungpinang dalam menyelenggarakan pembangunan selama satu tahun anggaran yang secara keseluruhan merupakan bagian tidak terpisahkan dari upaya pencapaian visi dan misi pembangunan Kota Tanjungpinang.
Skenario pembangunan tahunan daerah Kota Tanjungpinang yang dituangkan dalam Rencana Kerja Pembangunan Daerah tahun 2023, merupakan agenda kebijakan pembangunan daerah sebagai jabaran dari kebijakan pembangunan jangka panjang dan jangka menengah daerah, serta skenario pembangunan regional maupun nasional.
Dalam periode 2018 - 2023, Visi Pembangunan Kota Tanjungpinang yang termuat di dalam RPJMD Kota Tanjungpinang adalah “Tanjungpinang sebagai Kota yang Maju, Berbudaya dan Sejahtera dalam Harmoni Kebhinekaan Masyarakat Madani”.
Sebagai penjabaran visi Pemerintah Kota Tanjungpinang diatas disusunlah misi pembangunan Kota Tanjungpinang 2018 – 2023 dalam rangka mewujudkan visi “Tanjungpinang sebagai Kota yang Maju, Berbudaya dan Sejahtera dalam Harmoni Kebhinekaan Masyarakat Madani”, dengan rincian sebagai berikut :
1. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang agamis, berkarakter, berwawasan kebangsaan dan berdaya saing global.
2. Meningkatkan pengembangan pariwisata dan pengembangan ekonomi kreatif, dan usaha masyarakat.
3. Mengembangkan dan melestarikan khasanah budaya lokal dan nusantara untuk menciptakan kehidupan masyarakat yang harmonis, bertoleransi dan kebhinekaan guna mendukung pembangunan berkelanjutan.
4. Mewujudkan tata kelola pemerintahan yang profesional, berwibawa, amanah, transparan dan akuntabel didukung aparatur yang berintegritas dan kompeten.
5. Melanjutkan pemerataan pembangunan infrastruktur, dan penciptaan iklim investasi dan usaha yang kondusif berwawasan lingkungan.
Selanjutnya untuk menjabarkan misi pembangunan ini maka pemerintah Kota Tanjungpinang telah menetapkan Tema Pembangunan Tahun 2023 yaitu “Perwujudan Masyarakat yang Sejahtera”, mengacu pada agenda Prioritas Pembangunan Nasional yang tertuang dalam RKP (Rencana Kerja Pemerintah) tahun 2023 adalah sebagai berikut :
1. Percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem;
2. peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) dalam hal kesehatan dan pendidikan;
3. penanggulangan pengangguran yang disertai peningkatan decent job. Keempat, mendorong pemulihan dunia usaha;
4. Mendorong Pemulihan Dunia Usaha;
5. revitalisasi industri dan penguatan riset terapan dalam rangka mendorong produktivitas;
6. Ekonomi Hijau;dan
7. percepatan pembangunan infrastruktur dasar, antara lain air bersih dan sanitasi.
1.2. Maksud dan Tujuan Penyusunan KUA
Maksud dari penyusunan Kebijakan Umum APBD adalah untuk menyerasikan dan menyelaraskan berbagai aspirasi dari seluruh potensi pembangunan Kota Tanjungpinang agar terjadi kesinergian dalam perencanaan program, kegiatan dan anggaran serta pelaksanaannya dalam satu tahun anggaran.
Kebijakan Umum APBD termasuk formulasi kebijakan anggaran (budget policy formulation) yang dimaksudkan sebagai acuan dalam perencanaan operasional anggaran serta pedoman penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
Adapun tujuan dari penyusunan kebijakan umum APBD adalah :
1) Tersedianya Dokumen Kebijakan Umum APBD Tahun 2023 dan diharapkan dapat memberikan gambaran tentang kebijakan- kebijakan umum Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) untuk Tahun Anggaran 2023, yang memuat kondisi ekonomi makro daerah, asumsi-asumsi dasar penyusunan RAPBD, Kebijakan Pendapatan Daerah, Kebijakan Belanja Daerah, Kebijakan Pembiayaan Daerah.
2) Meningkatkan koordinasi antara eksekutif dan legislatif dalam memantapkan penyusunan perencanaan anggaran yang transparan dan akuntabel;
3) KUA Tahun 2023 merupakan pedoman dalam penyusunan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS) Kota Tanjungpinang Tahun 2023;
4) Memperlancar penyusunan perencanaan operasional anggaran (budget operation planning);
5) Memperlancar pencapaian visi, misi, tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan dalam RPJMD serta dokumen perencanaan lainnya;
6) Untuk mensinkronkan program dan kegiatan dalam RKPD, Kebijakan Umum APBD (KUA) dan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS) sesuai amanat dalam pasal 310 ayat (1) undang
– undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah;
7) Untuk menselaraskan dokumen perencanaan dan penganggaran mulai dari RKPD, KUA/PPAS dan APBD;
8) Sebagai petunjuk dan pedoman dalam penyusunan APBD serta menjadi dasar penyusunan program/kegiatan untuk penilaian kinerja keuangan daerah selama satu tahun anggaran.
1.3. Dasar Hukum Penyusunan KUA
Kebijakan Umum APBD Kota Tanjungpinang Tahun Anggaran 2023 disusun berdasarkan :
1. Undang-undang Nomor 5 Tahun 2001 tentang Pembentukan Kota Tanjungpinang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4112);
2. Undang-undang Nomor 25 Tahun 2002 tentang Pembentukan Provinsi Kepulauan Riau (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 111, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4237);
3. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4286);
4. Undang–undang Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4355);
5. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4421);
6. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4438);
7. Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan dengan Undang-undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 109 tahun 2000, tentang Kedudukan Keuangan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 210, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4028);
9. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2004 tentang Kedudukan Protokoler dam Keuangan Pimpinan dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 90, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4416) sebagaimana telah dirubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2004 tentang Kedudukan Protokoler dan Keuangan Pimpinan dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4712);
10. Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2005 Tentang Pinjaman Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 136, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4574) ;
11. Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 Tentang Dana Perimbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 137, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4575);
12. Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2005 Tentang Sistem Informasi Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 138, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4576);
13. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 Tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4737);
14. Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2009 tentang Bantuan Keuangan kepada Partai Politik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 18, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4972);
15. Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Nomor 6322);
16. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional Dalam Rangka Mendukung Kebijakan Keuangan Negara untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) Dan/Atau Menghadapi Ancaman yang membahayakan Perekonomian Nasional Dan/Atau Stabilitas Sistem Keuangan serta Penyelamatan Ekonomi Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 186, Tambahan Lembaran Negara Nomor 6542);
17. Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2016 tentang Perubahan Keempat Atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 5);
18. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 14 Tahun 2016 tentang Perubahan ke empat atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2011 tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial Yang Bersumber Dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 541);
19. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 90 Tahun 2019 Tentang Klasifikasi, Kodefikasi, dan Nomenklatur Perencanaan Pembangunan dan Keuangan Daerah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 1447);
20. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 77 Tahun 2020 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 1781);
21. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 84 Tahun 2022 Tentang Pedoman Penyusunan Anggaran pendapatan dan Belanja DaerahnTahun Anggaran 2023 (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 972);
22. Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2019 tentang RPJMD Kota Tanjungpinang Tahun 2018-2023, dan
23. Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kota Tanjungpinang No. 11 Tahun 2016 tentang Pembentukan dan susunan Perangkat Daerah Kota Tanjungpinang.
BAB II
KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH
2.1. Kondisi Ekonomi Makro Daerah Tahun 2020 dan Tahun 2021
2.1.1 Pertumbuhan Ekonomi
Pembangunan yang telah dilaksanakan oleh pemerintah, khususnya dalam rangka pengembangan bidang ekonomi. Pertumbuhan ekonomi menggambarkan tingkat perubahan ekonomi yang terjadi di suatu wilayah tertentu. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan menjadi salah satu tolok ukur keberhasilan pembangunan. Dalam kurun waktu tahun 2017- 2021, Pertumbuhan Ekonomi di Kota Tanjungpinang terjadi penurunan dari sebesar 5,01% pada tahun 2016 menjadi -3,45% pada tahun 2020. Kondisi ini hampir sama dengan Provinsi Kepulauan Riau dan Nasional. Pada tahun 2020 pertumbuhan ekonomi terjadi kontraksi akibat pembatasan aktivitas sosial ekonomi akibat pandemi covid-19. Pada tahun 2021 pertumbuhan ekonomi Kota Tanjungpinang meningkat menjadi 0,59%. Meskipun menunjukan peningkatan namun pertumbuhan ekonomi Kota Tanjungpinang masih dibawah Provinsi Kepulauan Riau dan Nasional. Secara jelas dapat dilihat pada gambar berikut ini.
Gambar 2.1 Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi Kota Tanjungpinang,Provinsi Kepulauan Riau dan Nasional Tahun 2017-2021
(%)
Sumber : BPS, 2022
PDRB per kapita secara relatif menggambarkan kesejahteraan masyarakat di suatu daerah. Xxxxx PDRB per kapita Tanjungpinang Atas Dasar Harga Berlaku sejak tahun 2016 hingga 2019 senantiasa mengalami kenaikan tapi menurun pada tahun 2020. Pada tahun 2016 PDRB per kapita tercatat sebesar 83,41 juta rupiah. Secara nominal terus mengalami kenaikan hingga tahun 2019 mencapai 95,32 juta rupiah tapi menurun hingga 92,07 juta rupiah pada tahun 2020. Perubahan angka PDRB per kapita yang cukup tinggi ini disebabkan oleh menurunnya nilai produksi dari sebagian besar lapangan usaha dan masih dipengaruhi oleh faktor inflasi. Dengan mengeluarkan faktor inflasi, tercatat bahwa PDRB per kapita Tanjungpinang pada tahun 2020 juga mengalami penurunan. PDRB per kapita Tanjungpinang Atas Dasar Harga Konstan 2010 pada tahun 2020 adalah sebesar 65,26 juta rupiah, lebih rendah dari tahun 2019 yang sebesar 68,23 juta rupiah. Perkembangan PDRB Per Kapita Kota Tanjungpinang tahun 2016 hingga tahun 2020 Secara rinci dapat dilihat pada Gambar berikut :
Gambar 2.2 Perkembangan PDRB Perkapita Kota Tanjungpinang Tahun 2016-2020 (Juta Rupiah)
Sumber : BPS, 2022
2.1.2 Inflasi
Inflasi merupakan persentase tingkat kenaikan harga sejumlah barang
dan jasa yang secara umum dikonsumsi rumah tangga dan kegiatan industri. Inflasi di Kota Tanjungpinang pada triwulan I 2022 bersumber dari kelompok makanan, minuman, dan tembakau serta kelompok penyediaan makanan dan minuman/restoran yang mengalami inflasi masingmasing sebesar 0,36% (mtm) dan 0,70% (mtm) dengan andil masing-masing sebesar 0,10% (mtm) dan 0,75% (mtm). Inflasi pada kelompok makanan, minuman, dan tembakau didorong oleh peningkatan harga minyak goreng, cabai merah, dan daging ayam ras. Peningkatan harga minyak goreng terjadi sejalan dengan meningkatnya harga CPO secara global yang mendorong kenaikan harga minyak goreng di dalam negeri. Adapun peningkatan harga cabai merah dan daging ayam ras disebabkan oleh terbatasnya pasokan dari sentra produsen seiring dengan terganggunya siklus panen akibat pergeseran musim tanam dan meningkatnya permintaan daging ayam. Sementara itu, inflasi pada kelompok penyediaan makanan dan minuman/restoran didorong oleh kenaikan harga bahan baku salah satunya minyak goreng.
Pada bulan April 2022, Kota Tanjungpinang mencatatkan inflasi sebesar 0,84% (mtm) atau sebesar 3,39% (yoy). Komoditas utama penyumbang inflasi pada bulan April 2022 yakni minyak goreng, mobil, dan bayam. Peningkatan harga minyak goreng terjadi sejalan dengan meningkatnya harga CPO secara global yang mendorong kenaikan harga minyak goreng di dalam negeri. Adapun peningkatan harga bayam dan telur ayam ras disebabkan oleh pergeseran musim tanam dan kenaikan harga bahan baku pakan. Sementara itu, inflasi kelompok transportasi didorong oleh kenaikan harga mobil seiring dengan peningkatan harga jual dari produsen dan PPnBM.
Laju inflasi Kota Tanjungpinang selama kurun waktu lima tahun mengalami fluktuasi dengan kecenderungan menurun dari sebesar 3,02% pada tahun 2017 menjadi sebesar 1,66 % pada tahun 2021. Secara rinci perkembangan inflasi dapat dilihat pada Gambar berikut ini.
Gambar 2.3 Tingkat Inflasi Kota Tanjungpinang 2017-2021
Sumber : BPS Kota Tanjungpinang, tahun 2022
Sementara itu, jika dibandingkan dengan tingkat inflasi provinsi, inflasi Kota Tanjungpinang tahun 2018 lebih rendah tetapi tahun 2020 inflasi Kota Tanjungpinang di atas inflasi Provinsi Kepulauan Riau (1,66%). Sedangkan jika dibandingkan dengan tingkat inflasi nasional, inflasi Kota Tanjungpinang tahun 2018 dan tahun 2019 inflasi Kota Tanjungpinang di bawah inflasi nasional (2,72%).
2.1.3 Garis Kemiskinan
Dalam mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach), yaitu kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran yang dikonseptualisasikan dengan Garis Kemiskinan. Garis Kemiskinan merupakan representasi dari jumlah rupiah minimum yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan pokok minimum makanan yang setara dengan 2.100 kilokalori per kapita per hari dan kebutuhan pokok bukan makanan. Garis Kemiskinan yang digunakan oleh BPS terdiri dari dua komponen, yaitu Garis Kemiskinan Makanan (GKM) yang terdiri atas 52 jenis komoditi dan Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM) yang terdiri dari 51
jenis komoditi di perkotaan dan 47 jenis komoditi di perdesaan, di mana GK merupakan penjumlahan dari GKM dan GKNM. Penduduk yang memiliki rata- rata pengeluaran konsumsi per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan dikategorikan sebagai penduduk miskin. Perkembangan Garis Kemiskinan Kota Tanjungpinang pada tahun 2017 hingga tahun 2021 mengalami perkembangan meningkat, yaitu pada tahun 2017 sebesar Rp598.631,-
/kapita/bulan dan tahun 2021 sebesar Rp719.776,- /kapita/bulan. Kondisi tersebut relevan dengan Provinsi Kepulauan Riau dan Nasional yang sama- sama mengalami peningkatan setiap tahunnya. Garis kemiskinan Kota Tanjungpinang berada diatas provinsi dan nasional. Tren perkembangan sejalan dengan Provinsi dan Nasional yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Secara rinci dapat dilihat pada Gambar berikut ini.
Gambar 2.4
Perkembangan Garis Kemiskinan Kota Tanjungpinang, Provinsi Kepulauan Riau dan Nasional Tahun 2017-2021 (Rupiah/Kapita/Bulan)
Sumber : BPS Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2022
2.1.4 Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) menjadi indikator penting untuk mengukur keberhasilan dalam upaya membangun kualitas hidup manusia
(penduduk). IPM menjelaskan bagaimana penduduk dapat mengakses hasil pembangunan dalam memperoleh pendapatan, kesehatan, pendidikan dan sebagainya. IPM dibentuk oleh 3 (tiga) dimensi dasar: (1) Umur panjang dan hidup sehat (a long and healthy life); (2) Pengetahuan (knowledge); (3) Standar hidup layak (decent standard of living). Indikator pada metode baru meliputi: angka harapan hidup, harapan lama sekolah, rata-rata lama sekolah dan pengeluaran perkapita. Perkembangan IPM Kota Tanjungpinang dari tahun 2017 hingga tahun 2021 mengalami peningkatan setiap tahunnya, dari sebesar 78, 00 menjadi 78,93 pada tahun 2021. Kondisi tersebut sejalan dengan kondisi Provinsi Kepulauan Riau dan Nasional yang juga mengalami kenaikan setiap tahunnya, secara rinci dapat dilihat Gambar 2.5 dibawah ini.
Gambar 2.5
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kota Tanjungpinang, Provinsi Kepulauan Riau dan Nasional Tahun 2017-2021
Sumber : BPS Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2022
Posisi relatif IPM Kota Tanjungpinang tahun 2021 sebesar 78,93 berada di atas Provinsi Kepulauan Riau (75,79) dan Nasional (72,29) dan merupakan kota dengan IPM tertinggi kedua di Kepulauan Riau setelah Kota Batam sebesar 81,12.
2.2 Proyeksi Kondisi Ekonomi Makro Daerah Tahun 2021-2022
2.2.1 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi Kota Tanjungpinang pada tahun 2022 diperkirakan sebesar 3,66 persen, dengan asumsi diperkirakan trend harga minyak dunia relatif stabil; sesuai dengan target nasional vaksinasi Covid19 akan tuntas pada april tahun 2022; masa recovery setelah covid 19 akan berakhir pada tahun 2022, sehingga permintaan barang dan jasa dan recovery ekonomi akan meningkat secara gradual.
Inflasi diperkirakan sebesar 2,97%, dengan asumsi tidak ada kebijakan pemerintah yg ekstrim (Kenaikan BBM, Gas LPG, Listrik, dll); tidak ada gejolak di pasar keuangan dunia/global yg dapat memicu kenaikan harga; arus barang/distribusi berjalan lancar; diimplementasikannya kerjasama antar daerah antara TPID di wilayah Provinsi Kepulauan Riau; tidak ada gangguan cuaca ekstrim di daerah sentra-sentra penghasil bahan makanan; tidak ada kebijakan untuk menaikan HET Beras, Gula pasir, Minyak secara signifikan; tersedianya prasarana pendukung kelancaran pasokan barang dari luar daerah; dan digunakannya informasi harga pangan sebagai dasar dalam pengambilan kebijakan.
Tingkat pengangguran terbuka diperkirakan menurun menjadi sebesar 9,18%, dengan asumsi seiring dengan proyeksi pertumbuhan ekonomi dimana covid berakhir tahun 2022; jumlah investor tetap; kenaikan ekonomi diharapkan kesempatan lapangan kerja akan menyerap SDM masyarakat setempat (lokal). Diharapkan pada tahun 2020 pemerintah daerah, sektor swasta beserta seluruh elemen masyarakat mulai dapat meningkatkan aktivitas dalam menggerakkan seluruh sektor usaha. Persntase penduduk miskin diperkirakan menurun menjadi sebesar 9,43%, dengan asumsi mengikuti trend proyeksi penduduk untuk tahun 2022; kebijakan dan belanja Pemda sama dengan 5 tahun kebelakang; Kenaikan UMR tetap dijaga pada periode sebelumnya dimana Kenaikan UMR lebih besar dari kenaikan harga.
Indeks pembangunan manusia diperkirakan sebesar 80,36 dengan asumsi: kebijakan dan anggaran terkait dengan kesehatan, lingkungan,
pendidikan dan sumber daya manusia tidak ada yang berubah secara signifikan; tidak ada gejolak perekonomian, tingkat inflasi tidak bergejolak, daya beli konsumen/rumah tangga tetap terjaga, kesempatan kerja tetap terjaga, investasi yang masuk tetap terjaga. Proyeksi perekonomian Kota Tanjungpinang tahun 2022 disesuaikan dengan mempertimbangkan masih adanya pengaruh Pandemi Covid-19. Target indikator makro ekonomi Kota Tanjungpinang tahun 2022 dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 2.1
Realisasi dan Proyeksi Indikator Makro Ekonomi Kota Tanjungpinang Tahun 2020 -2023
Sumber: RPJMD Kota Tanjungpinang Tahun 2018-2023
Selain itu Usaha Mikro Kecil (UMK) yang mendominasi memberi andil dalam menjaga stabilitas perekonomian. Dalam mencapai kinerja perekonomian yang optimal, terdapat beberapa faktor pendukung baik dari dalam maupun luar. Faktor pendukung yang utama adalah kualitas SDM, kualitas SDM yang tinggi akan mendukung peningkatan produktivitasnya. Tingginya kualitas SDM terlihat dari IPM Kota Tanjungpinang yang tinggi. Selain SDM, faktor sarana dan prasarana juga sangat menentukan keberhasilan pembangunan. Dari aspek ini Tanjungpinang sudah mempunyai infrastruktur yang mumpuni dalam mendukung kegiatan perekonomian. Oleh sebab itu pembangunan yang merata antarwilayah menyebabkan persebaran aktivitas ekonomi yang tersebar di beberapa wilayah. Dari beberapa hasil
analisis yang digunakan seperti Location Quotient (LQ), Analisis Model Rasio Pertumbuhan (MRP); Analisis Shift Share (SS); dan Analisis Tipologi Klassen dengan mengambil wilayah referensi Kepulauan Riau maka diperoleh bahwa di Kota Tanjungpinang memiliki 10 (sepuluh) lapangan usaha yang unggulan baik dalam penyerapan tenaga kerja maupun terhadap pertumbuhan yang pesat. Lapangan usaha Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi dan Perawatan Mobil dan Sepeda Motor dan Penyediaan Akomodasi dan Penyediaan Makan Minum merupakan sektor unggulan dalam penyerapan tenaga kerja dan memiliki potensi baik di Tanjungpinang maupun di wilayah Kepulauan Riau serta memiliki pertumbuhan yang pesat. Lapangan usaha Konstruksi dan Aktivitas Keuangan dan Asuransi merupakan sektor unggulan pada wilayah Kota Tanjungpinang maupun Provinsi Kepulauan Riau tetapi memiliki pertumbuhan yang terhambat. Sedangkan kategori Informasi dan Komunikasi merupakan lapangan usaha unggulan dalam penyerapan tenaga kerja serta menjadi penunjang perekonomian Kota Tanjungpinang. Kegiatan Pengangkutan dan Pergudangan (H) merupakan lapangan usaha yang berpotensi dalam perekonomian Kota Tanjungpinang meskipun tidak memiliki keunggulan dalam penyerapan tenaga kerja. Sedangkan lapangan usaha yang memiliki keunggulan dalam penyerapan tenaga kerja dengan pertumbuhan terhambat tetapi berkembang di wilayah Tanjungpinang adalah Real Estate, Jasa Perusahaan , Pendidikan, Aktivitas Kesehatan Manusia dan Aktivitas Sosial, dan Jasa Lainnya.
Perkembangan perekonomian Kota Tanjungpinang tidak terlepas dari perkembangan ekonomi dunia, nasional dan provinsi. Perkembangan perekonomian dapat dilihat dari indikator-indikator makro antara lain Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), pertumbuhan ekonomi, struktur perekonomian dan pendapatan perkapita masyarakat.
Pembangunan ekonomi Kota Tanjungpinang dititikberatkan pada tiga sektor unggulan yaitu perdagangan, industri dan transportasi. Ketiga sektor tersebut diharapkan akan mampu dan dapat merangsang perkembangan serta pertumbuhan sektor-sektor ekonomi lainnya.
Oleh karena itu, jelas bahwa kinerja dan pembangunan ekonomi akan makin terkait erat dengan kinerja penyelenggaraan fasilitasi usaha oleh pemerintah daerah. Hanya bila pemerintahan daerah melaksanakan tanggung jawab tersebut dengan mengembangkan berbagai inovasi dalam pembangunan ekonomi yang dibarengi pula dengan peningkatan transparansi dan akuntabilitas, maka perwujudan suatu perekonomian daerah yang sehat dan berdaya saing serta mampu menciptakan kesempatan kerja yang luas bagi masyarakat setempat akan tercipta. Pada gilirannya, terwujudnya kondisi ini akan memperkuat ketahanan dan daya saing ekonomi nasional secara keseluruhan.
Laju pertumbuhan ekonomi baik secara agregat maupun menurut lapangan usaha dihitung berdasarkan PDRB atas dasar harga konstan, bukan atas dasar harga berlaku. PDRB atas dasar harga berlaku belum menggambarkan kenaikan atau pertumbuhan yang riil, karena masih dipengaruhi kenaikan tingkat harga atau inflasi.
2.2.2 Rencana Target Ekonomi Makro pada Tahun Perencanaan
Kondisi perekonomian Kota Tanjungpinang dipengaruhi oleh beberapa faktor dari sisi perdagangan, intensitas pembangunan oleh pemerintah, kemampuan daya beli masyarakat, dan investasi Kemajuan perekonomian di Tanjungpinang dilihat dari stabilitas kebutuhan pokok terus meningkat dari tahun ke tahun, namun tidak diikuti daya beli masyarakat. Disisi lain aktivitas pembangunan dari pemerintah cenderung sedikit, sehingga kurang mampu mendongkrak kemajuan ekonomi. Permasalahan perizinan dalam berinvestasi masih menjadi alasan utama lambannya kemajuan perekonomian di Kota Tanjungpinang. Lambatnya investasi di Tanjungpinang juga dipengaruhi oleh belum memadai akses sarana dan prasarana infrastruktur di kawasan FTZ Pulau Dompak dan Senggarang.
Tanjungpinang letaknya tak begitu jauh dari negara tetangga Singapura, Malaysia, Thailand dan Vietnam. Namun demikian Kota Tanjungpinang sebagai salah satu pintu gerbang perdagangan Internasional di Indonesia seringkali terhambat soal izin ekspor dan impor barang. Potensi perdagangan impor mau pun ekspor dari Tanjungpinang merupakan peluang
besar untuk meningkatkan perekonomian daerah. Akses kebutuhan pokok baik impor maupun ekspor lebih dekat dari Tanjungpinang ke beberapa negara tetangga, dapat dimanfaatkan lebih optimal dengan mendorong pemerintah pusat mengembangkan kawasan FTZ sebagai pintu gerbang ekspor dan impor barang ke negara tetangga.
Kondisi perekonomian Kota Tanjungpinang tahun 2022 diharapkan semakin membaik sejalan dengan kondisi perekonomian nasional dan dunia. Dengan memperhatikan perkembangan perekonomian dunia dan nasional, pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau.
Proyeksi pertumbuhan ekonomi Kota Tanjungpinang diperkirakan akan berfluktuasi pada tahun 2019 – 2023 dengan struktur ekonomi yang tidak berubah secara signifikan. Pertumbuhan ekonomi dapat didorong antara lain dengan menjaga iklim investasi yang baik. Sumber pertumbuhan ekonomi baru perlu segera dikembangkan seperti sektor pariwisata dengan membuat promosi wisata, pembangunan infrastruktur pendukung, pemberdayaan masyarakat sadar wisata, dan revitalisasi daerah wisata.
Gambar 2.6
Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Tanjungpinang (%,yoy)
Sumber : BPS Kota Tanjungpinang Tahun 2022
Kondisi TPT Kota Tanjungpinang tahun 2017 hingga tahun 2021 mengalami fluktuasi dengan kecenderungan meningkat, yaitu pada tahun 2017 sebesar 7,16%, mengalami peningkatan menjadi sebesar 9,30% pada tahun 2020, tetapi menurun di tahun 2021 mencapai 6,31%. Kondisi tersebut salah satu penyebabnya adalah masih rendahnya penempatan kerja dikarenakan peluang kerja yang tersedia tidak sebanding dengan jumlah pencari kerja. Jika dibandingan dengan Provinsi kepulauan Riau dan Nasional, kondisi TPT Kota Tanjungpinang dibawah Provinsi dan Nasional. Selengkapnya dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
gambar 2.7
Jumlah tingkat Pengangguran terbuka 3 Tahun terakhir 2019 – 2021
Sumber : BPS Kota Tanjungpinang Tahun 2022
Untuk jumlah penduduk miskin kota Tanjungpinang pada tiga tahun terakhir mengalami peningkatan dimana pada tahun 2019 jumlah penduduk miskin sebesar 19.05 ribu Jiwa pada Bulan Maret tahun 2021 mengalami peningkatan menjadi sebesar 20.85 Ribu Jiwa yang artinya Pemerintahan belum mampu mengatasi atau menekan angka kemiskinan di Kota Tanjungpinang terlihat dari Gambar berikut.
Gambar 2.8 Perkembangan Jumlah Penduduk Miskin Kota Tanjungpinang Tahun 2017-2021
(ribu jiwa)
Sumber : BPS Kota Tanjungpinang Tahun 2022
2.2.3 Strategi dan Arah Kebijakan Ekonomi Daerah
Sejalan dengan strategi dan arah kebijakan ekonomi provinsi, maka ditetapkan strategi dan arah kebijakan ekonomi daerah Kota Tanjungpinang sebagai berikut:
1. Menjaga ketersediaan pasokan melalui pelaksanaan sidak pasar dan koordinasi dengan distributor untuk memastikan ketersediaan stok bahan pangan; Melakukan pemetaan dan pengawasan terhadap pasokan dan produksi bahan pangan, dan mengembangkan bahan pangan lokal yang menjadi komoditas penyumbang inflasi volatile food.
2. Peningkatan produksi bahan pangan komoditas penyumbang inflasi dengan mendorong pemanfaatan lahan pekarangan rumah untuk penerapan budidaya hidroponik/urban farming.
3. Mengintensifkan Kerjasama Antar Daerah (KAD) dan koordinasi antara pemerintah kota dengan distributor, pelaku usaha dan pihak terkait untuk membangun komitmen bersama dalam rangka pengendalian inflasi, dan menjamin pemenuhan kebutuhan pasokan bahan makanan, dan distribusi BBM dan LPG khususnya BBM dan LPG Subsidi ke Kota.
4. Mendorong pemanfaatan digitalisasi untuk mendukung pemasaran bahan pangan secara online dan penggunaan pembayaran non-tunai terutama QRIS. Selain mempermudah pembayaran, penggunaan QRIS juga akan mempermudah pedagang dalam melakukan pencatatan transaksi yang akan mendekatkan pada akses pembiayaan.
5. Mendorong realisasi belanja bansos secara tepat waktu dan percepatan realisasi belanja daerah terutama belanja modal terkait infrastruktur untuk menjaga daya beli masyarakat, dan menjaga optimisme sektor swasta untuk merealisasikan investasinya sebagai upaya memperkuat pemulihan ekonomi.
6. Meningkatkan koordinasi dalam rangka pemulihan ekonomi pada sektor- sektor yang terdampak Pandemi Covid-19, seperti sektor pariwisata, ekonomi kreatif dan perdagangan.
7. Mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif dengan mengarahkan UMKM untuk mengembangkan Komoditas, Produk, dan/atau Jasa usaha unggulan termasuk peningkatan literasi keuangan digital.
BAB III
ASUMSI – ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD)
3.1 ASUMSI DASAR YANG DIGUNAKAN DALAM APBN
Berdasarkan Nota Keuangan beserta APBN 2022, dan Rencana Kerja Pemerintah (RKP) tahun 2023, asumsi dasar ekonomi makro jangka menengah tahun 2023 dapat dilihat pada Tabel 3.1 berikut ini.
Tabel 3.1 Asumsi Dasar Ekonomi makro Nasional Tahun 2023
Indikator | 2023 |
Pertumbuhan Ekonomi (%,yoy) | 5,3-6,1 |
Inflasi (%,yoy) | 2,0-4,0 |
Tingkat Suku Bunga SPN 10 Bulan (%) | 6,32-7,48 |
Xxxxx Xxxxx (Rp/US$) | 13.800-15.000 |
Harga Minyak Mentah Indonesia (US$/barel) | 55-70 |
Lifting Minyak Mentah (ribu barel per hari) | 652-750 |
Lifting Gas (ribu barel setara minyak per hari) | 1.082-1.195 |
Sumber : Kementerian Keuangan (Nota Keuangan beserta RAPBN 2022)
Penjelasan mengenai asumsi dasar ekonomi makro nasional tahun 2023 diuraikan sebagai berikut.
a. Pertumbuhan Ekonomi
Pelaksanaan reformasi struktural yang konsisten diperkirakan mampu mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam jangka menengah. Langkah reformasi fundamental yang keluar dari pola business as usual diperlukan guna mengakselerasi pertumbuhan ekonomi kembali ke jalur alamiah di masa sebelum pandemi sekaligus menyongsong pencapaian visi Indonesia Maju 2045. Kebijakan reformasi struktural diarahkan untuk meningkatkan peran investasi dan ekspor sebagai driver pertumbuhan ekonomi. Hal ini tidak terlepas dari upaya perbaikan sisi supply, yakni mendorong peningkatan daya saing dan
produktivitas nasional. Efektivitas pelaksanaan UU Cipta Kerja dan peran Lembaga Pengelola Investasi harus berhasil dalam menarik potensi investasi yang sangat besar pada sektor-sektor strategis yang bernilai tambah tinggi, baik yang bersumber dari dalam negeri maupun asing (foreign direct investment). Tingginya investasi diyakini akan mendorong penciptaan lapangan kerja (decent jobs) yang formal dan berproduktivitas tinggi sehingga menaikkan level pendapatan.
Keberhasilan reformasi struktural akan menjadi pembeda trajectory pertumbuhan ekonomi dalam jangka menengah. Hasil asesmen terhadap proyeksi pertumbuhan jangka menengah menunjukkan bahwa kebijakan reformasi struktural yang efektif akan mampu mengakselerasi pertumbuhan ke level di atas 6 persen. Namun, langkah reformasi yang kurang efektif akan menahan laju pertumbuhan ekonomi pada pola business as usual di kisaran 5 persen, pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2023 diperkirakan dalam kisaran 5,3 – 5,9 persen.
b. Inflasi
Dalam jangka menengah, Pemerintah berkomitmen untuk
menjaga laju inflasi bergerak sesuai dengan target sasaran inflasi yang telah ditetapkan. Laju inflasi diupayakan untuk bergerak rendah dan stabil mencerminkan keseimbangan penawaran dan permintaan yang realistis dan efisien. Sasaran inflasi ditetapkan untuk menciptakan jangkar ekspektasi inflasi, terutama di masa pemulihan ekonomi nasional dengan segala potensi gejolak yang dapat terjadi. Sasaran inflasi yang ditetapkan telah mempertimbangkan perkiraan kondisi ekonomi ke depan dengan tetap memberikan ruang insentif bagi dunia usaha. Berbagai upaya juga terus dilakukan untuk menjaga stabilitas harga pangan secara nasional, di antaranya dengan kebijakan yang mendukung terkendalinya harga konsumen dengan tetap memerhatikan tingkat kesejahteraan konsumen, peningkatan kapasitas produksi pangan nasional, serta perbaikan tata kelola pangan. Hal ini diharapkan dapat menurunkan tingkat volatilitas harga pangan, termasuk hingga ke tingkat
daerah. Untuk mendukung pencapaian laju inflasi secara jangka menengah, Pemerintah telah merancang peta jalan pengendalian inflasi nasional sebagai rencana aksi dalam mencapai target pengendalian inflasi nasional. Hal ini juga didukung dengan kerja sama dan koordinasi yang baik antara Pemerintah Pusat dan Daerah dan Bank Indonesia dalam kerangka Tim Pengendalian Inflasi Nasional. Dalam pengendalian inflasi nasional, empat strategi utama mencakup aspek Keterjangkauan Harga, Ketersediaan Pasokan, Kelancaran Distribusi, dan Komunikasi Efektif dalam rangka menjaga ekspektasi inflasi agar tetap positif. Dengan memerhatikan hal-hal tersebut, laju inflasi pada periode 2023– 2025 diperkirakan mencapai kisaran 1,5 – 4,0 persen.
c. SPN Suku Bunga 10 Tahun
Pasar keuangan global diperkirakan masih akan didukung oleh adanya kebijakan moneter yang longgar di negara maju dalam merespon kondisi ekonomi akibat pandemi Covid-19. Hal ini akan menghambat capital outflow dari emerging market, termasuk Indonesia. Namun, kemungkinan percepatan penanganan pandemi Covid-19 di negara maju akan mendorong percepatan pemulihan ekonominya. Selanjutnya, percepatan pemulihan ekonomi tersebut akan mendorong negara maju untuk menerapkan kebijakan normalisasi moneter melalui kenaikan tingkat suku bunga dan mendorong capital outflow dari emerging market. Hal ini akan meningkatkan risiko kenaikan tingkat suku bunga SUN 10 tahun dengan lebih cepat.
Dari sisi domestik, beberapa faktor yang mampu memberikan pengaruh positif terhadap pergerakan suku bunga SUN 10 tahun antara lain adalah stabilitas perekonomian nasional yang akan tetap terjaga tercermin dari laju inflasi yang cukup rendah dan nilai tukar yang relatif stabil. Kondisi inflasi yang terkendali tersebut akan memberikan ruang bagi kebijakan moneter yang lebih longgar. Pengelolaan fiskal yang sehat dan disiplin fiskal, serta perbaikan struktural akan dijalankan Pemerintah guna mendukung penguatan perekonomian nasional, sehingga mampu meningkatkan kepercayaan investor. Selanjutnya, hal
ini akan berpengaruh positif terhadap pergerakan tingkat suku bunga 10 tahun yang akan memberikan efisiensi terhadap biaya bunga utang. Dengan memerhatikan faktor-faktor tersebut, rata-rata suku bunga SUN
10 tahun pada tahun 2023– 2025 diperkirakan akan bergerak pada kisaran 6,30 – 7,72 persen.
d. Nilai Tukar Rupiah
Perkembangan nilai tukar rupiah dalam jangka menengah masih akan dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik yang berasal dari domestik maupun global. Dalam upaya pemulihan ekonomi domestik yang terus berlanjut maka akan berimplikasi terhadap tingginya kebutuhan valuta asing di dalam negeri, salah satunya yang bersumber dari kegiatan importasi untuk memenuhi kebutuhan aktivitas pembangunan dan peningkatan kapasitas produksi domestik. Selain itu, kebutuhan untuk refinancing sebagai konsekuensi atas pembiayaan pemulihan krisis akibat pandemi Covid-19 diperkirakan turut berpengaruh terhadap kebutuhan valuta asing di pasar keuangan domestik. Di sisi lain, peningkatan aktivitas perekonomian global terutama yang terjadi di negara-negara mitra dagang utama Indonesia diharapkan mampu mendorong peningkatan kinerja ekspor Indonesia sehingga pada akhirnya dapat mendukung pasokan valuta asing di dalam negeri serta menjaga kinerja defisit transaksi berjalan dalam level yang rendah.
Di samping itu, dinamika yang terjadi di pasar keuangan global akan turut memengaruhi perkembangan supply valuta asing di dalam negeri. Preferensi investor untuk berinvestasi ke negara-negara emerging market terutama akan sangat dipengaruhi oleh kondisi perekonomian yang terjadi di AS. Kemajuan ekonomi AS diperkirakan akan memengaruhi berbagai stance kebijakan yang akan diambil oleh otoritas moneter dan fiskal Pemerintah AS, sehingga akan memberi pengaruh yang cukup kuat terhadap aliran modal ke negara-negara emerging market, termasuk Indonesia.
Namun, kebijakan reformasi struktural yang terus dilakukan diharapkan dapat menopang fundamental perekonomian domestik.
Selain itu, kebijakan fiskal yang responsif diharapkan dapat menjaga iklim investasi sehingga diharapkan mampu menjaga minat investor untuk tetap berinvestasi ke dalam negeri. Koordinasi dengan berbagai stakeholder terutama Bank Indonesia sebagai otoritas moneter juga terus dilaksanakan secara kontinu untuk menjaga stabilitas perekonomian dan inflasi dalam level yang rendah. Di sisi sektor keuangan, upaya pendalaman pasar keuangan diharapkan mampu menjaga stabilitas sistem keuangan dan memberikan kesempatan dalam melakukan diversifikasi sumber pendanaan di pasar keuangan domestik sehingga diharapkan dapat mengurangi ketergantungan terhadap investor asing dan mampu meredam gejolak di keuangan domestik akibat tingginya volatilitas di pasar keuangan global. Berdasarkan gambaran dan faktor-faktor tersebut di atas, nilai tukar rupiah selama tahun 2023 hingga 2025 diperkirakan akan bergerak stabil pada kisaran Rp13.500 – 15.000 per dolar AS.
e. Harga Minyak Mentah Indonesia
Dalam jangka menengah, pergerakan harga minyak mentah dunia dipengaruhi oleh kondisi perekonomian global, terutama setelah masa pemulihan pasca pandemi Covid-19. Sisi permintaan diperkirakan akan terus mengalami pemulihan seiring aktivitas ekonomi dunia yang kembali normal. Produksi minyak juga akan terus melakukan penyesuaian seiring dengan perkembangan permintaan. Namun, meningkatnya penggunaan energi alternatif yang lebih ramah lingkungan akan menahan kenaikan harga minyak mentah seiring dengan agenda transisi energi oleh sebagian negara. Mempertimbangkan faktor-faktor tersebut, ICP dalam jangka menengah diperkirakan bergerak pada kisaran US$55 – 70 per barel, mengikuti pola pergerakan harga minyak mentah dunia.
f. Lifting Minyak dan Gas Bumi
Dalam jangka menengah, upaya peningkatan kinerja hulu migas terus diupayakan dengan berbagai kebijakan sejalan dengan arah transformasi target produksi sektor hulu migas sebesar 1 juta barel
minyak per hari dan 12 miliar standar kaki kubik gas per hari di tahun 2030. Pemerintah akan berupaya meningkatkan produksi migas melalui pelaksanaan program pengeboran rutin, percepatan plan of development, peningkatan recovery factor lapangan eksisting dengan Enhanced Oil Recovery, maupun dengan melakukan perbaikan daya tarik investasi secara berkelanjutan dalam rangka mendorong aktivitas eksplorasi baru yang masif.
Peningkatan investasi di sektor hulu migas tersebut akan diupayakan melalui perbaikan baik dari sisi fiskal, khususnya melalui perbaikan skema kontrak bagi hasil (production sharing contract/PSC), maupun dengan terus melakukan reformasi birokrasi untuk menyederhanakan proses perizinan dan mendorong kemudahan berusaha. Aktivitas eksplorasi yang masif menjadi faktor kunci dalam menambah cadangan sumber daya, terutama pada cekungan (basin) yang masih belum tersentuh. Beberapa potensi proyek pengembangan lapangan migas besar (giant field) yang diharapkan dapat menjadi sumber produksi baru di masa depan, di antaranya Blok Indonesian Deep Water (IDD) di perairan Sulawesi, Blok Masela di Maluku, serta Sakakemang di wilayah Sumatera.
Dengan melihat kondisi eksisting, potensi dan tantangan, serta upaya reformasi kebijakan dan tata kelola hulu migas, lifting minyak dan gas bumi dalam jangka menengah diprediksi masing-masing berada pada kisaran 575 – 808 ribu bph dan 1.082 – 1.195 ribu bsmph.
3.2 Asumsi Dasar yang digunakan dalam RAPBD Provinsi Kepulauan Riau
Tema pembangunan daerah Provinsi Kepulauan Riau pada Tahun 2023 yaitu: “Peningkatan Ekonomi Melalui Optimalisasi Potensi Daerah dan Pembangunan Infrastruktur serta Tata Kelola Pemerintahan yang Baik dengan Menjunjung Nilai-nilai Budaya Melayu dan Nasional”. Berdasarkan tema diatas, ditetapkan prioritas pembangunan daerah Provinsi Kepulauan Riau tahun 2023 yaitu: 1. Pembangunan manusia yang berkualitas, unggul dan berbudaya 2. Peningkatan kesejahteraan ekonomi yang Merata 3. Pembangunan Infrastruktur dan Lingkungan Hidup yang Berkelanjutan 4.
Peningkatan Tata kelola Pemerintahan yang Optimal. Berdasarkan RKPD Provinsi Kepulauan Riau tahun 2023,
1. Perkembangan kondisi Perekonomian Daerah Provinsi Kepulauan Riau diuraikan sebagai berikut.
a. Pertumbuhan Ekonomi
Berdasarkan Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau edisi Bulan Februari Tahun 2022, perekonomian Provinsi Kepulauan Riau pada triwulan IV 2021 tumbuh lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya sejalan dengan peningkatan mobilitas dan aktivitas masyarakat, serta kegiatan dunia usaha. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Kepri tercatat Rp47.439,27 miliar (ADHK) atau tumbuh sebesar 5,27% (yoy), menguat dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 2,97% (yoy) dan secara keseluruhan Tahun 2021 tumbuh sebesar 3,43% (yoy). Pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepri pada triwulan IV 2021 didorong oleh akselerasi komponen utama yakni konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah dan net ekspor. Komponen konsumsi rumah tangga tumbuh sebesar 0,46% (yoy), terakselerasi dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar -0,72% (yoy), sejalan dengan membaiknya permintaan masyarakat. Selain itu, komponen konsumsi pemerintah juga mengalami pertumbuhan sebesar 1,13% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang terkontraksi sebesar -19,04% (yoy) yang didorong oleh peningkatan realisasi belanja utamanya belanja modal. Sejalan dengan pemulihan ekonomi di negara mitra dagang utama, kinerja net ekspor Provinsi Kepri juga mengalami akselerasi dan mencatatkan pertumbuhan sebesar 32,40% (yoy), jauh lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 19,70% (yoy). Dari sisi Lapangan Usaha (LU), kebijakan pelonggaran pembatasan mobilitas sejalan dengan penurunan kasus Covid-19 serta adanya momentum akhir tahun menjadi pendorong ekonomi Provinsi Kepri pada triwulan IV 2021. Perbaikan ekonomi di negara mitra dagang juga turut pendorong pertumbuhan ekonomi pada triwulan IV 2021. Percepatan pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepri utamanya terjadi pada LU utama khususnya LU industri pengolahan, LU perdagangan, dan pertambangan
dan penggalian. Pada saat yang sama LU konstruksi justru mengalami perlambatan.
Realisasi pendapatan dan belanja Pemerintah Daerah (Pemda) di wilayah Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) sampai triwulan IV 2021 mengalami penurunan dibandingkan triwulan yang sama di tahun sebelumnya. Realisasi pendapatan Pemda di wilayah Provinsi Kepri sampai dengan triwulan IV 2021 (atau secara keseluruhan tahun 2021) tercatat sebesar 95,33%, sementara realisasi belanja mencapai 87,15% dari total anggaran. Pencapaian tersebut lebih rendah jika dibandingkan realisasi pendapatan dan belanja tahun lalu yang tercatat masing-masing sebesar 99,77% dan 91,94%. Perkembangan kasus Covid-19 yang masih tinggi berdampak pada penurunan penerimaan pos pendapatan asli daerah (PAD), transfer pemerintah pusat, dan realisasi belanja pemerintah.
Pada triwulan IV 2021 inflasi Provinsi Kepri tercatat 2,26% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 2,07% (yoy) seiring dengan peningkatan aktivitas dan mobilitas masyarakat setelah sempat tertahan pada bulan Juli - Agustus. Inflasi pada triwulan IV 2021 terutama dipengaruhi oleh peningkatan inflasi kelompok transportasi khususnya tarif angkutan udara, dan peningkatan harga pada kelompok makanan, minuman, dan tembakau khususnya harga minyak goreng, cabai rawit, dan telur ayam ras.
Sejalan pertumbuhan ekonomi yang membaik, kinerja perbankan di Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) pada triwulan IV 2021 mengalami perbaikan yang tercermin dari penyaluran kredit berdasarkan lokasi proyek yang tumbuh 16,53% (yoy). Lebih lanjut, jumlah dana pihak ketiga (DPK) tumbuh sebesar 8,53% (yoy), meningkat dari sebelumnya 5,07% (yoy). Dengan perkembangan tersebut, Loan to Deposit Rasio (LDR) Kepri pada triwulan IV 2021 meningkat menjadi sebesar 93,22%, dari triwulan sebelumnya sebesar 88,15%. Di sisi lain, kualitas penyaluran kredit mengalami perbaikan, tercermin dari rasio Non Performing Loan (NPL) yang mengalami penurunan menjadi sebesar 3,26%. Aktivitas transaksi pembayaran tunai pada triwulan IV 2021 tercatat mengalami
peningkatan ditandai dengan net outflow sebesar Rp1,89 triliun atau tumbuh sebesar 7,72% (yoy). Demikian halnya, transaksi nontunai melalui RTGS tercatat mencapai Rp46,8 triliun atau tumbuh sebesar 55,91% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar Rp36,9 triliun. Serta transaksi nontunai melalui SKNBI yang terkontraksi sebesar 13,03% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang terkontraksi 19,81% (yoy). Nilai transaksi SKNBI juga meningkat dari Rp2,40 triliun pada triwulan sebelumnya menjadi sebesar Rp2,60 triliun. Selain itu, transaksi penggunaan APMK baik debet maupun kredit, transaksi UE, serta transaksi QRIS mengalami peningkatan pada triwulan IV 2021.
Kondisi ketenagakerjaan di Provinsi Kepulauan Riau (Provinsi Kepri) pada Agustus 2021 tercatat mengalami perbaikan dibandingkan posisi Agustus 2020. Hal ini ditunjukkan dari Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) pada periode Agustus 2021 sebesar 9,91%, menurun dibandingkan periode Agustus 2020 sebesar 10,34%. Pada saat yang sama jumlah Angkatan Kerja yang Bekerja pada Agustus 2021 berjumlah
1.087.419 orang, meningkat dibandingkan dengan periode Agustus 2020 yang berjumlah 1.016.600 orang. Secara spasial, TPT di wilayah perdesaan mengalami penurunan lebih besar dibandingkan wilayah perkotaan yang menunjukkan aktivitas ekonomi di wilayah perdesaan telah mengalami pemulihan. Selain itu, NTP pada triwulan IV 2021 tercatat sebesar 106,20 lebih baik dari triwulan sebelumnya sebesar 105,02. Perbaikan tersebut terjadi seiring peningkatan Indeks yang Diterima (It) petani yang lebih tinggi dibandingkan kenaikan Indeks yang Dibayar (Ib) petani. Kenaikan It terutama disebabkan oleh kenaikan harga jual komoditas dan peningkatan hasil panen. Secara keseluruhan tahun 2022, perekonomian Kepri diperkirakan mengalami perbaikan yang didorong oleh meningkatnya mobilitas dan aktivitas usaha seiring terkendalinya kasus Covid-19. Pertumbuhan ekonomi Kepri diperkirakan akan ditopang oleh komponen investasi yang meningkat seiring kinerja net ekspor yang membaik pada sisi pengeluaran serta peningkatan pertumbuhan LU industri pengolahan, LU konstruksi, dan LU perdagangan
pada sisi lapangan usaha. Dukungan belanja pemerintah melalui penyaluran bansos akan turut menjaga daya beli masyarakat dan memberikan berdampak terhadap peningkatan konsumsi rumah tangga. Selain itu, dalam mendorong perkembangan pariwisata khususnya menarik kedatangan wisata mancanegara, travel bubble antara Singapura dan Batam-Bintan telah disepakati oleh kedua negara pada 24 Januari 2022.
Tekanan inflasi Provinsi Kepri secara keseluruhan tahun 2022 diperkirakan lebih tinggi dibandingkan tahun 2021 sejalan dengan membaiknya permintaan masyarakat. Membaiknya kinerja lapangan usaha utama akan mendorong peningkatan pendapatan masyarakat dan mendorong konsumsi. Sementara itu, pasokan bahan pangan diperkirakan sedikit terpengaruh oleh risiko “La Nina” pada awal tahun yang dapat meningkatkan risiko penurunan pasokan pangan dan pergeseran musim tanam. Rencana peningkatan harga sembako oleh beberapa perusahaan Fast Moving Consumer Goods (FMCG) juga akan mendorong peningkatan inflasi di Provinsi Kepri. Secara keseluruhan tahun 2022 dan 2023, perekonomian Kepri diperkirakan mengalami perbaikan dibandingkan tahun sebelumnya yang didorong oleh meningkatnya mobilitas dan aktivitas usaha seiring terkendalinya kasus Covid-19. Pertumbuhan ekonomi Kepri diperkirakan akan ditopang oleh komponen investasi yang meningkat seiring kinerja net ekspor yang membaik pada sisi pengeluaran serta peningkatan pertumbuhan lapangan usaha industri pengolahan, lapangan usaha konstruksi, dan lapangan usaha perdagangan pada sisi lapangan usaha. Dukungan belanja pemerintah melalui penyaluran bansos akan turut menjaga daya beli masyarakat dan memberikan berdampak terhadap peningkatan konsumsi rumah tangga. Perlambatan pertumbuhan ekonomi dunia maupun volume perdagangan dunia pada tahun 2022 dan 2023 diperkirakan berdampak pada kinerja lapangan usaha industri pengolahan Kepri. Adapun kinerja lapangan usaha konstruksi diperkirakan masih dapat tumbuh menguat pada tahun 2022 dan 2023 seiring realisasi proyek infrastruktur pemerintah maupun swasta yang masih terus berjalan yang sebelumnya tertunda pada tahun
2021. Sementara itu, kinerja lapangan usaha perdagangan diperkirakan tumbuh membaik sejalan dengan perbaikan daya beli dan konsumsi masyarakat.
Dari sisi eksternal, semakin terkendalinya penyebaran Covid-19 di berbagai negara dan progres pelaksanaan vaksinasi akan mendorong mobilitas secara global dan permintaan ekspor dari negara mitra utama terhadap Provinsi Kepri. Investasi masih akan menjadi penopang utama pertumbuhan ekonomi Kepri pada 2022 dan 2023, baik investasi pemerintah maupun swasta. Dukungan kebijakan Pemerintah untuk memberikan kemudahan investasi dan berusaha akan turut meningkatkan kinerja investasi pada tahun 2022 dan 2023. Pada komponen investasi bangunan, berlanjutnya proyek infrastruktur pemerintah akan menjadi pendorong utama disamping dari berlanjutnya beberapa proyek apartemen, hotel dan resort di kawasan pariwisata. Sementara itu, investasi non bangunan akan bersumber dari sektor swasta terutama untuk mendukung peningkatan kapasitas produksi. Faktor pendorong investasi lainnya yakni rencana investasi dan pengajuan beberapa Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) baru di Provinsi Kepri seperti KEK Kesehatan Sekupang dapat mendorong laju investasi di tahun 2022 dan 2023. Selain itu juga terdapat rencana pengembangan energi hijau dan terbarukan dengan memanfaatkan permukaan waduk Tembesi dan waduk Duriangkang. Hasil liaison Bank Indonesia menunjukkan bahwa realisasi investasi swasta pada tahun depan diperkirakan akan meningkat dibanding Tahun 2021. Konsumsi rumah tangga pada Tahun 2022 dan 2023 diperkirakan masih melanjutkan tren pemulihan seiring dengan mobilitas masyarakat yang meningkat didukung progress vaksinasi Covid-
19 dan penerapan protokol kesehatan. Peningkatan konsumsi juga didorong oleh berlanjutnya stimulus pemerintah melalui bansos dan kartu pra kerja untuk menjaga daya beli masyarakat.
Grafik 3.1 Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi Kota Tanjungpinang Provinsi Kepulauan Riau dengan Nasional Tahun 2012-2021
Sumber : BPS Provinsi Kepulauan Riau, 2022
b. Inflasi
Inflasi Provinsi Kepri pada triwulan IV 2021 tercatat sebesar 2,26%
meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 2,07% (yoy) seiring dengan meningkatnya mobilitas masyarakat. Peningkatan terutama didorong oleh kenaikan tarif angkutan udara, minyak goreng, dan cabai rawit. Dengan realisasi tersebut, inflasi Kepri pada tahun 2021 masih berada dalam rentang sasaran inflasi 2021 sebesar 3 ± 1% (yoy).
Pada triwulan IV 2021 inflasi Provinsi Kepri tercatat 2,26% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 2,07% (yoy) seiring dengan peningkatan aktivitas dan mobilitas masyarakat setelah sempat tertahan pada bulan Juli - Agustus. Inflasi pada triwulan IV 2021 terutama dipengaruhi oleh peningkatan inflasi kelompok transportasi khususnya tarif angkutan udara, dan peningkatan harga pada kelompok makanan, minuman, dan tembakau yang terutama didorong peningkatan harga minyak goreng, cabai rawit, dan telur ayam ras. Inflasi lebih tinggi tertahan oleh deflasi pada kelompok informasi, komunikasi, dan jasa keuangan sebesar 0,05% (yoy).
Secara spasial, inflasi Kota Batam tercatat mengalami kenaikan dibandingkan triwulan sebelumnya. Inflasi Kota Batam tercatat sebesar
2,45% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan III 2021 sebesar 2,17% (yoy). Sementara itu, Kota Tanjungpinang mengalami inflasi sebesar 0,86% (yoy), menurun dibandingkan triwulan III 2021 sebesar 1,31% (yoy). Pada saat yang sama, inflasi Nasional meningkat dari 1,60% (yoy) pada triwulan sebelumnya menjadi sebesar 1,87% (yoy) pada triwulan IV 2021.
Laju inflasi pada triwulan I 2022 diperkirakan meningkat, namun masih dalam rentang target inflasi Nasional 3 ± 1% (yoy). Pada bulan Januari 2022, Provinsi Kepri tercatat mengalami inflasi sebesar 0,69% (mtm), meningkat dibandingkan inflasi bulan Desember 2021 sebesar 0,56% (mtm). Secara tahunan, inflasi Januari 2022 juga meningkat menjadi sebesar 2,29% (yoy) dibandingkan Desember 2021 sebesar 2,26% (yoy). Adapun komoditas utama penyumbang inflasi pada bulan Januari 2022 adalah telur ayam ras, daging ayam ras, dan kangkung Kenaikan harga telur dan daging ayam ras dipengaruhi terlambatnya regenerasi ayam petelur dan kenaikan harga pakan serta peningkatan permintaan menjelang Hari Raya Imlek. Adapun kenaikan harga kangkung didorong oleh berkurangnya pasokan. Sementara itu, inflasi kelompok penyediaan makanan dan minuman/ restoran didorong oleh peningkatan harga kue kering berminyak seiring dengan peningkatan permintaan menjelang Hari Raya Imlek.
Tabel 3.2 Perkembangan Inflasi Nasional, Provinsi Kepulauan Riau, Kota Batam dan Kota Tanjungpinang
Tahun 2020 - Desember 2021
Sumber : Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Riau, 2022
Dalam rangka pengendalian inflasi di daerah, Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) dan Satgas Pangan terus berkoordinasi dan meningkatkan sinergi dalam menjalankan strategi 4K (ketersediaan pasokan, kelancaran distribusi, keterjangkauan harga, dan komunikasi efektif). Upaya pengendalian inflasi oleh TPID pada Februari akan terus difokuskan untuk memastikan ketersediaan stok, menjaga kelancaran distribusi, dan memastikan keterjangkauan harga antara lain dengan: (1) Mengawasi harga bahan pangan dan lonjakan harga pangan serta melakukan operasi pasar jika diperlukan; (2) Memastikan kelancaran aktivitas bongkar muat dan ketersediaan stok bahan pangan strategis pada Bulog dan distributor; dan (3) Pengembangan budidaya cabai hijau dan replikasi Proliga cabai merah bersama Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kota Batam serta BPTP Kepri.
Dalam jangka panjang, TPID akan mendorong upaya peningkatan produktivitas petani dan nelayan agar pengendalian inflasi dapat semakin optimal antara lain melalui penguatan kelembagaan, perluasan lahan dan implementasi teknik budidaya yang lebih baik seperti Program Lipat Ganda, program urban farming, dan digital farming. TPID juga akan terus mendorong digitalisasi dalam pemasaran bahan pangan secara online yang diintegrasikan dengan pembayaran secara digital (QRIS) untuk mengurangi risiko penularan Covid-19.
c. Kemiskinan
Indikator kesejahteraan masyarakat lainnya yakni tingkat kemiskinan yang diukur dari jumlah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan. Jumlah penduduk miskin di Provinsi Kepri pada September 2021 tercatat sebanyak 137.750 orang, menurun dibandingkan periode September 2020 sebesar 142.611 orang. Penurunan tersebut terjadi di tengah garis kemiskinan yang meningkat dari Rp617.532/bulan/kapita pada September 2020 menjadi Rp653.853bulan/kapita pada September 2021. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pendapatan masyarakat terus membaik sejalan perbaikan ekonomi.
Indeks Kedalaman Kemiskinan pada September 2021 tercatat sebesar 0,95%, lebih rendah dibandingkan dengan periode September 2020 sebesar 1,21%. Penurunan indeks kedalaman kemiskinan mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin semakin menjauhi garis kemiskinan. Demikian halnya Indeks Keparahan Kemiskinan pada September 2021 juga mengalami penurunan menjadi sebesar 0,21%, lebih rendah dibandingkan periode September 2020 sebesar 0,42%. Kedua indikator tersebut menunjukkan bahwa tingkat kemiskinan di Provinsi Kepri semakin berkurang.
Tabel 3.3 Profil Kemiskinan Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2017- September 2021
Sumber : Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Riau, 2022
Pada September 2021 Gini Ratio2 Provinsi Kepri tercatat sebesar 0,339, meningkat dibandingkan September 2020 sebesar 0,334. Peningkatan Gini Ratio mengindikasikan bahwa tingkat kesenjangan pendapatan antar penduduk di Provinsi Kepri sedikit melebar pada periode September 2020 – September 2021. Berdasarkan lokasi, tingkat ketimpangan pendapatan di wilayah perkotaan tercatat lebih tinggi dibandingkan masyarakat di wilayah perdesaan. Gini Ratio di perkotaan pada September 2021 tercatat sebesar 0,337, sementara Gini Ratio di perdesaan tercatat sebesar 0,253. Jika dibandingkan dengan provinsi lain di wilayah Sumatera, Indeks Gini Ratio di Provinsi Kepri terbilang cukup
tinggi (urutan kedua paling tinggi se-Sumatera), meski masih lebih rendah dibandingan Gini Ratio secara nasional. Namun demikian, gini ratio Provinsi Kepri di wilayah perdesaan relatif cukup rendah (terendah ketiga) dibandingkan provinsi lain di Sumatera.
Grafik 3.2 Perkembangan Gini Ratio Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2017 – September 2021
Sumber : Bank Indonesia Provinsi Kepulauan Riau, 2022
d. PDRB Per kapita
Xxxxx PDRB per kapita Kepulauan Riau Atas Dasar Harga Berlaku sejak tahun 2016 hingga tahun 2019 senantiasa mengalami kenaikan hingga tahun 2019 mencapai 263,01 juta rupiah. Kenaikan angka PDRB per kapita yang cukup tinggi ini disebabkan masih dipengaruhi oleh faktor inflasi, tetapi pada tahun 2020 mengalami penurunan ini menjadi 252,23 juta rupiah dikarena terjadinya pandemic Covid-19 di seluruh Dunia, Sama halnya dengan PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2010 pada tahun 2019 adalah sebesar 177,51 juta rupiah, lebih tinggi dibanding tahun 2018 yang sebesar 169,48 juta rupiah, namun mengalami penurunan pada tahun 2020 sehingga menjadi 171,66 juta rupiah
Grafik 3.3 Perkembangan PDRB Per Kapita Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2016-2020 (Juta Rupiah)
300.000.000,00
250.000.000,00
200.000.000,00
150.000.000,00
100.000.000,00
50.000.000,00
-
2016
2017
2018
2019
2020
Tahun
Atas Dasar Harga Berlaku
Atas Dasar Harga Konstan
Sumber : BPS Provinsi Kepulauan Riau, 2020
e. Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) menjadi indikator penting untuk mengukur keberhasilan dalam upaya membangun kualitas hidup manusia (penduduk). IPM menjelaskan bagaimana penduduk dapat mengakses hasil pembangunan dalam memperoleh pendapatan, kesehatan, pendidikan dan sebagainya. IPM dibentuk oleh 3 (tiga) dimensi dasar (komponen pembentuk): (1) Umur panjang dan hidup sehat (a long and healthy life) ; (2) Pengetahuan (knowledge) ; (3) Standar hidup layak (decent standard of living). Indikator pada metode baru meliputi: angka harapan hidup, angka harapan sekolah, rata-rata lama sekolah dan pengeluaran perkapita. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Provinsi Kepri pada tahun 2021 tercatat 75,79 meningkat 0,2 poin dibandingkan tahun sebelumnya yaitu sebesar 75,59. Secara nasional, IPM Provinsi Kepri termasuk dalam kategori tinggi (nilai IPM 70 < IPM < 80). Peningkatan IPM Provinsi Kepri menunjukkan adanya perbaikan kesejahteraan yang tercermin dari Umur Harapan Hidup (UHH), rata-rata lama sekolah (RLS), dan standar hidup layak yang diukur dari nilai pengeluaran per kapita. Secara nasional, IPM Provinsi Kepri menduduki urutan ke-4 setelah provinsi DKI Jakarta, Yogyakarta, dan Kalimantan
Timur. Sementara itu di kawasan Sumatera, IPM Provinsi Kepri menempati posisi teratas (tertinggi) dibandingkan provinsi lain.
Umur Harapan Hidup penduduk di Provinsi Kepri pada tahun 2021 tercatat 70,12 tahun, meningkat dibandingkan tahun sebelumnya yaitu 69,96 tahun yang menunjukkan kualitas hidup masyarakat semakin baik. Tingkat Harapan Lama Sekolah (HLS) juga mengalami peningkatan menjadi 12,98 tahun yang diikuti peningkatan rata-rata lama sekolah menjadi 10,18 tahun. Peningkatan angka harapan sekolah maupun rata- rata lama sekolah memberikan sinyal positif bahwa kualitas SDM di Provinsi Kepri akan semakin baik. Namun demikian, tingkat pengeluaran per kapita mengalami penurunan menjadi sebesar Rp14,12 juta, lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya sebesar Rp14,20 juta.
Secara kewilayahan, seluruh daerah di Provinsi Kepri mengalami peningkatan IPM dimana IPM Kota Batam termasuk dalam kelompok IPM sangat tinggi dengan skor 81,12. Sementara itu 4 (empat) kota/kabupaten lainnya termasuk dalam kelompok IPM tinggi yang meliputi Kota Tanjungpinang, Kabupaten Bintan, Kabupaten Karimun, dan Kabupaten Natuna. Kabupaten Kepulauan Anambas dan Kabupaten Lingga masuk dalam kategori IPM sedang (nilai IPM 60<IPM<70). Seluruh daerah mencatatkan peningkatan IPM dibandingkan tahun sebelumnya yang menunjukan adanya perbaikan kualitas manusia.
Grafik 3.4 Perkembangan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2010-2021
Sumber : BPS Pusat, 2022
Tabel 3.4 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Provinsi Kepulauan Riau Menurut KomponenTahun 2017-2021
Sumber : BPS Pusat, 2022
Tabel 3.5 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Provinsi Kepri Berdasarkan Wilayah Tahun 2017-2021
Sumber : BPS Pusat, 2022
2. Kerangka Ekonomi Daerah Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2023 Perekonomian daerah Provinsi Kepulauan Riau pada tahun 2021 dan
2022 diperkirakan masih akan melanjutkan trend pemulihan meski secara terbatas dan masih dibawah level sebelum pandemi COVID-19. Dari sisi eksternal dengan semakin terkendalinya penyebaran COVID-19 di negara maju akan mendorong dilakukannya aktivitas yang akan mendorong permintaan ekspor dari negara lain termasuk indonesia. Kondisi ini menjadi peluang untuk mendorong ekspor termasuk dari Kepri khususnya ekspor elektronik, logam dasar dan alat transportasi. Sementara dari sisi internal
berlanjutnya stimulus fiskal pada tahun depan termasuk program bantuan sosial kepada rumah tangga akan mendorong daya beli dan tingkat konsumsi masyarakat.
Adanya peningkatan permintaan produk ekspor dari Kepri khususnya produk industri pengolahan akan mendorong terjadinya peningkatan investasi yang diperlukan guna meningkatkan kapasitas produksi maupun upgrade teknologi mesin yang digunakan. Selain itu rencana investasi yang tertunda pada tahun 2020 diperkirakan akan mulai direalisasikan pada tahun 2021 dan 2022. Faktor pendorong lainya yang juga diharapkan berasal dari domestik yakni realisasi belanja pemerintah yang diharapkan dapat dilakukan pada awal tahun. Apabila realisasi belanja dapat dilakukan pada awal tahun, maka dampak terhadap perekonomian yang dihasilkan akan lebih optimal.
Dari sisi lapangan usaha, hampir seluruh lapangan usaha utama akan mengalami peningkatan, yaitu industri pengolahan, konstruksi, serta pertambangan dan penggalian. Peningkatan kinerja industri pengolahan terjadi seiring dengan pelonggaran aktivitas di negara mitra dagang Kepri yang akan mendorong peningkatan ekspor produk elektronik yang didukung kelancaran supply bahan baku industri di Kepri. Realisasi investasi sektor swasta dan belanja pemerintah juga akan mendorong perbaikan kinerja pada lapangan usaha konstruksi. Sejalan dengan pemulihan ekonomi secara global, permintaan minyak dan gas juga diperkirakan akan mengalami peningkatan dan mendorong kenaikan harga minyak dunia. Sementara itu jumlah wisatawan yang masuk ke wilayah Kepri diperkirakan masih terbatas jika belum ada kesepakatan untuk membuka akses kunjungan wisatawan asing.
Dari sisi pengeluaran perbaikan ekonomi pada tahun 2021 dan 2022 akan terjadi pada semua komponen PDRB, terutama konsumsi rumah tangga, investasi serta kinerja net ekspor yang meningkat seiring dengan optimisme pemulihan kesehatan dan kondisi ekonomi. Konsumsi rumah tangga diperkirakan meningkat yang didukung optimisme pemulihan kinerja dunia usaha yang mendorong permintaan tenaga kerja. Optimisme tersebut terindikasi dari indeks penghasilan konsumen dan indeks ketersediaan
lapangan kerja pada survey konsumen Bank Indonesia yang menunjukkan peningkatan. Selain itu, program pemulihan ekonomi nasional pada tahun 2021 dan 2022 akan mendorong daya beli masyarakat khususnya pada kelompok masyarakat berpenghasilan rendah. Tingkat inflasi yang rendah dan terkendali diharapkan dapat mendukung terjaganya daya beli masyarakat sehingga mendorong konsumsi.
Dengan memperhatikan perkembangan perekonomian dunia dan nasional, pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau pada tahun 2023 diproyeksikan sebesar 4,9-15,8%, dan inflasi dijaga pada kisaran angka 3,13±1, Tingkat Pengangguran Terbuka diproyeksikan sebesar 9,50%, Persentase penduduk miskin ditargetkan sebesar 5,74%, dan Indeks Gini diproyeksikan sebesar 0,34±0,01, Persentase penduduk miskin menurun menjadi sebesar 5,74%, dan Indeks Pembangunan Manusia sebesar 77,14%.
Target indikator makro ekonomi Provinsi Kepulauan Riau tahun 2023 dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 3.6 Realisasi dan Proyeksi Indikator Ekonomi Makro Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2020 – 2023
No | Indikator | Satuan | Realisasi | Target | ||
2020 | 2021 | 2022 | 2023 | |||
1 | Pertumbuhan Ekonomi | % | -3,80 | 3,34 | 4,8-5,6 | 4,9-5,8 |
2 | Laju Inflasi | % | 1,18 | 1,42 | 3,14+1 | 3,13+1 |
3 | Tingkat Pengangguran Terbuka | % | 10,34 | 9,91 | 10,10 | 9,5 |
4 | Indeks Gini | Indeks | 0,34 | 0,34 | 0,33 | 0,33 |
5 | Persentase Penduduk Miskin | % | 5,92 | 5,75 | 6,01 | 5,74 |
6 | Indeks Pembangunan Manusia | Indeks | 75,59 | 75,79 | 76,70 | 77,14 |
Sumber : RPJMD Provinsi Kepulauan Riau
3.3 asumsi Dasar yang digunakan dalam RAPBD Kota Tanjungpinang
Perekonomian daerah pada tahun 2022 dan 2023 diproyeksikan tumbuh positif meski terdapat beberapa risiko yang dapat menjadi faktor penahan. Perbaikan ekonomi tersebut didorong oleh semakin luasnya program vaksinasi
di Kota Tanjungpinang, Provinsi Kepulauan Riau dan Nasional. Pertumbuhan ekonomi Kota Tanjungpinang pada tahun 2023 diperkirakan sebesar 5,34 persen, dengan asumsi diperkirakan trend harga minyak dunia relatif stabil; sesuai dengan target nasional vaksinasi Covid-19 akan tuntas pada april tahun 2022; masa recovery setelah covid 19 akan berakhir pada tahun 2022, sehingga permintaan barang dan jasa dan recovery ekonomi akan meningkat secara gradual. Dukungan belanja pemerintah melalui penyaluran bansos akan turut menjaga daya beli masyarakat dan memberikan berdampak terhadap peningkatan konsumsi rumah tangga yang akan berpengaruh terhadap peningkatan pertumbuhan ekonomi. Diharapkan pada tahun 2023 pemerintah daerah, sektor swasta beserta seluruh elemen masyarakat mulai dapat meningkatkan aktivitas dalam menggerakkan seluruh sektor usaha. Pada bulan Januari 2022, inflasi Kota Tanjungpinang tercatat sebesar 0,67% (yoy). Adapun komoditas penyumbang inflasi terbesar di Kota Tanjungpinang pada bulan Januari 2022 adalah telur ayam ras, bahan bakar rumah tangga, dan daging ayam ras. Kenaikan harga terutama disebabkan oleh berkurangnya pasokan akibat keterlambatan regenerasi dan kenaikan harga pakan, serta kondisi cuaca yang kurang kondusif dan berpengaruh terhadap penurunan hasil panen ditengah peningkatan permintaan menjelang Hari Raya Imlek. Sementara itu inflasi pada kelompok perumahan, air, listrik, dan bahan bakar rumah tangga didorong oleh kenaikan harga bahan bakar rumah tangga sebagai dampak dari kenaikan harga elpiji non subsidi. Pertumbuhan yang semakin membaik diperkirakan akan diiringi oleh tekanan inflasi yang meningkat di tahun 2022 dan 2023. Inflasi di Kota Tanjungpinang bersumber dari kelompok transportasi dan kelompok makanan, minuman dan tembakau yaitu angkutan udara, cabai rawit, dan minyak goreng seiring dengan peningkatan mobilitas masyarakat serta kenaikan harga CPO yang mendorong produsen menaikkan harga. Untuk mengendalikan inflasi diperlukan sinergi antar stakeholders anggota Tim Pengendali Inflasi Daerah. Inflasi Kota Tanjungpinang ditargetkan maksimal pada angka 3,50%, dengan asumsi tidak ada tidak ada kebijakan pemerintah yang ekstrim (Kenaikan BBM, Gas LPG, Listrik, dll).
Persentase penduduk miskin ditargetkan menurun menjadi sebesar 9,00% dan tingkat pengangguran terbuka ditargetkan menurun menjadi 5,11% dengan
asumsi ada perbaikan kondisi perekonomian daerah, peningkatan investasi, dan optimisme peningkatan penghasilan dan ketersediaan lapangan kerja. Indeks pembangunan manusia diperkirakan sebesar 79,21 dengan asumsi: kebijakan dan anggaran terkait dengan kesehatan, pendidikan dan sektor penunjang pendapatan masyarakat tidak berubah. Proyeksi perekonomian Kota Tanjungpinang tahun 2023 disesuaikan dengan mempertimbangkan masih adanya pengaruh Pandemi Covid-19. Target indikator makro ekonomi Kota Tanjungpinang tahun 2023 dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 3.7 Realisasi dan Proyeksi Indikator Makro Ekonomi Kota Tanjungpinang Tahun 2020 – 2023
No | Indikator | Satuan | Realisasi | Target | ||
2020 | 2021 | 2022 | 2023 | |||
1 | Pertumbuhan Ekonomi | % | -3,45 | 0,59 | 3,66 | 5,34 |
2 | Laju Inflasi | % | 1,66 | 0,86 | 2,97 | 3,50 |
3 | Tingkat Pengangguran Terbuka | % | 9,30 | 6,31 | 5,28 | 5,11 |
4 | Indeks Gini | Indeks | 0,32 | 0,32 | 0,32 | 0,32 |
5 | Persentase Penduduk Miskin | % | 9,37 | 9,57 | 9,43 | 9,00 |
6 | Indeks Pembangunan Manusia | Indeks | 78,91 | 78,93 | 78,97 | 79,21 |
Sumber : RPJMD Kota Tanjungpinang Tahun 2018-2023
Sejalan dengan strategi dan arah kebijakan ekonomi provinsi, maka ditetapkan strategi dan arah kebijakan ekonomi daerah Kota Tanjungpinang sebagai berikut:
a. Menjaga ketersediaan pasokan melalui pelaksanaan sidak pasar dan koordinasi dengan distributor untuk memastikan ketersediaan stok bahan pangan; Melakukan pemetaan dan pengawasan terhadap pasokan dan produksi bahan pangan, dan mengembangkan bahan pangan lokal yang menjadi komoditas penyumbang inflasi volatile food; menjaga kelancaran arus bongkar muat dan
distribusi angkutan barang komoditas pangan strategis yang berpotensi menyumbang inflasi.
b. Peningkatan produksi bahan pangan komoditas penyumbang inflasi dengan mendorong pemanfaatan lahan pekarangan rumah untuk penerapan budidaya hidroponik/urban farming.
c. Mengintensifkan Kerjasama Antar Daerah (KAD) dan koordinasi antara pemerintah kota dengan distributor, pelaku usaha dan pihak terkait untuk membangun komitmen bersama dalam rangka pengendalian inflasi, dan menjamin pemenuhan kebutuhan pasokan bahan makanan, dan distribusi BBM dan LPG khususnya BBM dan LPG Subsidi ke Kota Tanjungpinang.
d. Mendorong pemanfaatan digitalisasi untuk mendukung pemasaran bahan pangan secara online dan penggunaan pembayaran non-tunai terutama QRIS. Selain mempermudah pembayaran, penggunaan QRIS juga akan mempermudah pedagang dalam melakukan pencatatan transaksi yang akan mendekatkan pada akses pembiayaan.
e. Mendorong realisasi belanja bansos secara tepat waktu dan percepatan realisasi belanja daerah terutama belanja modal terkait infrastruktur untuk menjaga daya beli masyarakat, dan menjaga optimisme sektor swasta untuk merealisasikan investasinya sebagai upaya memperkuat pemulihan ekonomi.
f. Meningkatkan koordinasi dalam rangka pemulihan ekonomi pada sektor-sektor yang terdampak Pandemi Covid-19, seperti sektor pariwisata, ekonomi kreatif dan perdagangan.
g. Mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif dengan mengarahkan UMKM untuk mengembangkan Komoditas, Produk, dan/atau Jasa usaha unggulan termasuk peningkatan literasi keuangan digital.
BAB IV
KEBIJAKAN PENDAPATAN,BELANJA DAN PEMBIAYAAN DAERAH
4.1. Pendapatan Daerah
Pendapatan daerah sebagaimana didefinisikan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Pemerintah Daerah, adalah semua hak Daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih dalam periode tahun yang bersangkutan. Sumber pendapatan daerah meliputi pendapatan asli daerah, pendapatan transfer dan lain-lain pendapatan daerah yang sah. Pendapatan asli daerah (PAD) adalah pendapatan yang bersumber dan dipungut sendiri oleh Pemerintah Daerah, yang bersumber dari pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan Daerah yang dipisahkan (laba dari Badan Usaha Milik Daerah), dan PAD lainnya yang sah. Pendapatan transfer dapat berasal dari Pemerintah Pusat maupun Daerah lainnya. Dalam penganggaran Kota Tanjungpinang, pendapatan transfer teralokasi dana perimbangan dari Pemerintah Pusat yang terdiri atas Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK).
Dalam rangka memaksimalkan penerimaan pendapatan daerah, kebijakan umum pengelolaan pendapatan daerah diarahkan kepada upaya untuk meningkatkan kapasitas fiskal daerah. Upaya tersebut dilakukan melalui peningkatan intensitas dan efektifitas program intensifikasi dan ekstensifikasi. Pengelolaan sumber-sumber pendapatan daerah mengacu pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Memperhatikan aspek kewenangan, potensi daerah, aspek keadilan dan kepatutan, serta kemampuan masyarakat. Hal ini dimaksudkan untuk terus meningkatkan kemandirian daerah dengan semakin memperbesar peranan PAD sebagai sumber pembiayaan utama dalam struktur APBD.
4.1.1. Kebijakan Perencanaan Pendapatan Daerah yang akan Dilakukan Pada Tahun Anggaran 2023
Rencana Pendapatan daerah yang dianggarkan dalam APBD Tahun Anggaran 2023 merupakan perkiraan yang terukur secara rasional dan memiliki kepastian serta dasar hukum penerimaannya, Pendapatan Daerah terdiri atas :
a. Pendapatan Asli Daerah;
b. Pendapatan Transfer;dan
c. Lain-lain Pendapatan Daerah Yang Sah
Kebijakan perencanaan pendapatan daerah dengan memperhatikan regulasi yang mengatur dan sinkronisasi dengan kebijakan Nasional, dapat dijelaskan sebagai berikut :
1) Pendapatan Daerah
1.1) Pajak Daerah
a) Peraturan daerah tentang pajak daerah dan retribusi daerah berpedoman pada Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah;
b) Ketentuan tentang Pajak Daerah diatur dalam Peraturan Daerah Kota Tanjungpinang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah;
c) Pajak Daerah yang dipungut sesuai Peraturan Daerah tentang Pajak Daerah, meliputi meliputi (1) Pajak Hotel; (2) Pajak Restoran; (3) Pajak Hiburan; (4) Pajak Reklame; (5) Pajak Penerangan Jalan; (6) Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C; (7) Pajak Parkir; (8) Air Bawah Tanah; (9) Pajak Sarang Burung Walet; (10) Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan; dan (11) Pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB);
d) Hasil penerimaan pajak daerah sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 56 ayat (3) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 dan Pasal 44 ayat (2) Peraturan Daerah Kota Tanjungpinang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah bahwa hasil penerimaan pajak penerangan jalan sebagian dialokasikan untuk penyediaan penerangan jalan.
1.2) Retibusi Daerah
a) Peraturan daerah tentang retribusi daerah berpedoman pada Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah;
b) Ketentuan tentang retribusi jasa umum diatur dalam Peraturan Daerah Kota Tanjungpinang Nomor 4 Tahun 2018 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kota Tanjungpinang Nomor 5 Tahun 2012 Tentang Retribusi Perizinan Jasa Umum. Retribusi Jasa Umum yang dipungut meliputi : Retribusi Pelayanan Kesehatan; Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan; Retribusi Penyediaan dan/Atau Penyedotan Kakus; Retribusi Pelayanan Tera dan Tera Ulang;
c) Ketentuan tentang retribusi jasa usaha diatur dalam Peraturan Daerah Kota Tanjungpinang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2012 tentang Retribusi Jasa Usaha. Retribusi Jasa Usaha yang dipungut meliputi : Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah; Retribusi Tempat Pelelangan; Retribusi Terminal; Retribusi Tempat Khusus Parkir; Retribusi Rumah Potong Hewan; Retribusi Pelayanan Kepelabuhanan; Retribusi Tempat Olahraga; Retribusi Penjualan Produksi Usaha Daerah;
d) Jenis retribusi perizinan tertentu yang dipungut mengacu pada Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Retribusi Perizinan Tertentu yang dipungut meliputi : Retribusi Izin Mendirikan Bangunan; Retribusi Izin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol; Retribusi Izin Trayek;
e) Retribusi pelayanan kesehatan yang bersumber dari hasil klaim kepada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) yang diterima oleh Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) atau Unit Kerja pada SKPD yang belum menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan-Badan Layanan Umum Daerah (PPKBLUD), dianggarkan pada akun pendapatan, kelompok pendapatan
PAD, jenis pendapatan Retribusi Daerah, obyek pendapatan Retribusi Jasa Umum, rincian obyek pendapatan Retribusi Pelayanan Kesehatan;
f) Pemerintah daerah dilarang melakukan pungutan atau dengan sebutan lain di luar yang diatur dalam Undang-Undang sebagaimana maksud Pasal 286 ayat (2) UndangUndang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah;
g) Pemerintah daerah dilarang menetapkan peraturan daerah tentang pendapatan yang menyebabkan ekonomi biaya tinggi, menghambat mobilitas penduduk, lalu lintas barang dan jasa antar daerah, dan kegiatan impor/ekspor yang merupakan program strategis nasional berpedoman pada Pasal 32 huruf b Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah.;
h) Pemanfaatan dari penerimaan masing-masing jenis retribusi diutamakan untuk mendanai kegiatan yang berkaitan langsung dengan penyelenggaraan pelayanan yang bersangkutan dan ketentuan mengenai alokasi pemanfaatan penerimaan retribusi ditetapkan dengan Peraturan Daerah sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 161 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009.
1.3) Hasil Pengelolaan Kekayaan yang dipisahkan
a) Penganggaran hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dengan memperhitungkan rasionalitas nilai kekayaan daerah yang dipisahkan dan memperhatikan perolehan manfaat ekonomi, sosial dan/atau manfaat lainnya dalam jangka waktu tertentu, dengan berpedoman pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 52 Tahun 2012 tentang Pedoman Pengelolaan Investasi Daerah;
b) Ketentuan tentang hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan diatur dalam Peraturan Daerah Kota Tanjungpinang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Penyertaan Modal Pemerintah
Kotatanjungpinangpada Pt. Bank Riaukepri, Pt. Riau Air Lines, Perusahaan Daerah Bank Perkreditan Rakyat Bestari,Dan Pt. Tanjungpinang Makmur Bersama.
1.4) Lain-lain Pendapatan Asli Daerah Yang Sah
a) Penganggaran Lain-lain PAD Yang Sah sebagaimana diatur dalam Pasal 31 ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, meliputi: Pendapatan pada akun Pendapatan, kelompok PAD, jenis Lain- lain PAD Yang Sah, obyek yang dialokasikan antara lain : (1) hasil penjualan BMD yang tidak dipisahkan; (2) hasil pemanfaatan BMD yang tidak dipisahkan; (3) hasil kerja sama daerah; (4) jasa giro; (5) hasil pengelolaan dana bergulir; (6) pendapatan bunga; (7) penerimaan atas tuntutan ganti kerugian Keuangan Daerah; (8) penerimaan komisi, potongan, atau bentuk lain sebagai akibat penjualan, tukar-menukar, hibah, asuransi, dan/atau pengadaan barang dan jasa termasuk penerimaan atau penerimaan lain sebagai akibat penyimpanan uang pada bank, penerimaan dari hasil pemanfaatan barang daerah atau dari kegiatan lainnya merupakan Pendapatan Daerah; (9) penerimaan keuntungan dari selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing; (10) pendapatan denda atas keterlambatan pelaksanaan pekerjaan; (11) pendapatan denda pajak daerah; (12) Pendapatan denda retribusi daerah; (13) pendapatan hasil eksekusi atas jaminan; (14) pendapatan dari pengembalian; (15) pendapatan dari BLUD; dan (16) pendapatan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
b) Dalam rangka meningkatkan PAD, Pemerintah Daerah dapat mengoptimalisasikan pemanfaatan barang milik daerah dalam bentuk sewa, Bangun Guna Serah (BGS)/Bangun Serah Guna (BSG), Kerjasama Pemanfaatan (KSP) dan kerjasama penyediaan infrastruktur (KSPI) sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan mengenai barang milik daerah.;
2) Pendapatan Transfer
2.1) Xxxx Xxxx Xxxxx
a) Pendapatan dari DBH-Pajak yang terdiri atas DBH-Pajak Bumi dan Bangunan (DBH-PBB) selain PBB Perkotaan dan Perdesaan, dan DBH-Pajak Penghasilan (DBH-PPh) yang terdiri dari DBHPPh Pasal
25 dan Pasal 29 Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri (WPOPDN) dan PPh Pasal 21 dianggarkan paling tinggi sesuai dengan alokasi yang ditetapkan dalam Peraturan Presiden mengenai Rincian APBN Tahun Anggaran 2022 atau Peraturan Menteri Keuangan mengenai Alokasi DBH Pajak Tahun Anggaran 2022, dengan memperhatikan kemungkinan realisasi penerimaan negara yang dinamis, diantaranya dengan mempertimbangkan penerimaan DBH 3 (tiga) tahun terakhir didasarkan pada realisasi pendapatan DBH-Pajak 3 (tiga) tahun terakhir yaitu Tahun Anggaran 2022, Tahun Anggaran 2021 dan Tahun Anggaran 2020. Dalam hal Peraturan Presiden mengenai Rincian APBN Tahun Anggaran 2023 atau Peraturan Menteri Keuangan mengenai Alokasi DBH-Pajak Tahun Anggaran 2023 ditetapkan dan/atau terdapat perubahan setelah Peraturan Daerah tentang APBD Tahun Anggaran 2023 ditetapkan, Pemerintah Daerah harus menyesuaikan alokasi DBH-Pajak dimaksud pada Peraturan Daerah tentang Perubahan APBD Tahun Anggaran 2022 atau ditampung dalam Laporan Realisasi Anggaran (LRA) bagi Pemerintah Daerah yang tidak melakukan Perubahan APBD Tahun Anggaran 2023.
b) Pendapatan dari DBH-Cukai Hasil Tembakau (DBH-CHT) dianggarkan sesuai dengan alokasi yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai Rincian DBH-CHTmenurut provinsi/kabupaten/kota Tahun Anggaran 2023.Apabila Peraturan Menteri Keuangan mengenai Rincian DBHCHT menurut provinsi/kabupaten/kota Tahun Anggaran 2023 belum ditetapkan,
penganggaran pendapatan DBH-CHT didasarkan pada tren realisasi pendapatan DBH-CHT 3 (tiga) tahun terakhir yaitu Tahun Anggaran 2022, Tahun Anggaran 2021 dan Tahun Anggaran 2020. Dalam hal Peraturan Menteri Keuangan mengenai Rincian DBHCHT menurut provinsi/kabupaten/kota Tahun Anggaran 2023 telah ditetapkan dan/atau terdapat perubahan setelah peraturan daerah tentang APBD Tahun Anggaran 2023 ditetapkan, Pemerintah Daerah harus menyesuaikan alokasi DBH-CHT dimaksud dengan terlebih dahulu melakukan perubahan peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD Tahun Anggaran 2023 dengan pemberitahuan kepada Pimpinan DPRD, untuk selanjutnya dituangkan dalam peraturan daerah tentang perubahan APBD Tahun Anggaran 2023 atau ditampung dalam LRA bagi Pemerintah Daerah yang tidak melakukan Perubahan APBD Tahun Anggaran 2023. Sisa DBH-CHT di rekening kas umum daerah pemerintah kabupaten/kota, diprioritaskan untuk dianggarkan penggunannya pada Tahun Anggaran 2023 secara bertahap atau sekaligus.
c) Pendapatan Dana Bagi Hasil yang bersumber dari Sumber Daya Alam (DBH-SDA) yang terdiri dari DBH-Kehutanan, DBHPertambangan Mineral dan Batubara, DBH-Pertambangan Minyak Bumi, DBH-Pertambangan Gas Bumi, DBH Pengusahaan Panas Bumi dan DBH-Perikanan, dianggarkan paling tinggi sesuai dengan alokasi yang ditetapkan dalam Peraturan Presiden mengenai Rincian APBN Tahun Anggaran 2022 atau Peraturan Menteri Keuangan mengenai Alokasi DBHSDA Tahun Anggaran 2022 dengan memperhatikan kemungkinan realisasi penerimaan negara yang dinamis, diantaranya dengan mempertimbangkan penerimaan DBH 3 (tiga) tahun terakhir didasarkan pada realisasi pendapatan DBHPajak 3 (tiga) tahun terakhir yaitu Tahun Anggaran 2021, Tahun Anggaran 2020 dan Tahun Anggaran 2019. Dalam hal Peraturan Presiden mengenai Rincian APBN Tahun Anggaran 2023 mengenai Alokasi DBHSDA atau Peraturan Menteri Keuangan mengenai Alokasi DBH-SDA telah ditetapkan dan/atau terdapat
perubahan alokasi DBH-SDA setelah peraturan daerah tentang APBD Tahun Anggaran 2023 ditetapkan, Pemerintah Daerah harus menyesuaikan alokasi DBH-SDA dimaksud pada peraturan daerah tentang Perubahan APBD Tahun Anggaran 2023 atau ditampung dalam LRA bagi Pemerintah Daerah yang tidak melakukan Perubahan APBD Tahun Anggaran 2023. Apabila terdapat pendapatan lebih DBH-SDA Tahun Anggaran 2023 seperti pendapatan kurang salur tahun-tahun sebelumnya atau selisih pendapatan Tahun Anggaran 2022, pendapatan lebih tersebut dituangkan dalam peraturan daerah tentang Perubahan APBD Tahun Anggaran 2023 atau ditampung dalam LRA bagi Pemerintah Daerah yang tidak melakukan Perubahan APBD Tahun Anggaran 2023.
d) Xxxx Xxxxxxan DBH-Minyak dan Gas Bumi Tahun Anggaran 2023 dianggarkan sesuai dengan Peraturan Presiden mengenai Rincian APBN Tahun Anggaran 2022 atau Peraturan Menteri Keuangan mengenai Alokasi Dana Tambahan DBH Minyak dan Gas Bumi Tahun Anggaran 2022. Apabila Peraturan Presiden mengenai Rincian APBN Tahun Anggaran 2023 atau Peraturan Menteri Keuangan mengenai Alokasi Dana Tambahan DBH-Minyak dan Gas Bumi Tahun Anggaran 2023 belum ditetapkan, penganggaran Dana Tambahan DBH-Minyak dan Gas Bumi tersebut didasarkan pada penganggaran Dana Tambahan DBH-Minyak dan Gas Bumi Tahun Anggaran 2022 dengan memperhatikan realisasi Tahun Anggaran 2021. Dalam hal Peraturan Presiden mengenai Rincian APBN Tahun Anggaran 2023 atau Peraturan Menteri Keuangan mengenai Alokasi Dana Tambahan DBH-Minyak dan Gas Bumi Tahun Anggaran 2023 tersebut ditetapkan setelah peraturan daerah tentang APBD Tahun Anggaran 2023 ditetapkan, Pemerintah Daerah harus menyesuaikan Dana Tambahan DBH-Minyak dan Gas Bumi dimaksud dengan terlebih dahulu melakukan perubahan peraturan Kepala Daerah tentang penjabaran APBD Tahun Anggaran 2023 dengan pemberitahuan kepada Pimpinan DPRD, untuk selanjutnya
dituangkan dalam peraturan daerah tentang perubahan APBD Tahun Anggaran 2023 atau ditampung dalam LRA bagi Pemerintah Daerah yang tidak melakukan Perubahan APBD Tahun Anggaran 2023. Pendapatan DBH-Pajak, DBH-CHT dan DBH-SDA untuk daerah induk dan daerah otonom baru karena pemekaran, didasarkan pada ketentuan peraturan perundang-undangan.
2.2) Dana Alokasi Umum
DAU dianggarkan sesuai dengan Xxxaturan Presiden mengenai Rincian APBN Tahun Anggaran 2023. Dalam hal Peraturan Presiden dimaksud belum ditetapkan, penganggaran DAU didasarkan pada alokasi DAU Tahun Anggaran 2022. Apabila Xxxaturan Presiden ditetapkan setelah peraturan daerah tentang APBD Tahun Anggaran 2023 ditetapkan, pemerintah daerah harus menyesuaikan alokasi DAU dimaksud pada peraturan daerah tentang Perubahan APBD Tahun Anggaran 2023 atau dicantumkan dalam LRA bagi Pemerintah Daerah yang tidak melakukan perubahan APBD Tahun Anggaran 2023.
2.3) Xxxx Xxxxxxx Khusus
a) DAK dianggarkan sesuai Peraturan Presiden mengenai Rincian APBN Tahun Anggaran 2023 atau informasi resmi mengenai alokasi DAK Tahun Anggaran 2023 yang dipublikasikan melalui portal Kementerian Keuangan. Apabila Xxxaturan Presiden mengenai rincian APBN Tahun Anggaran 2023 atau informasi resmi mengenai alokasi DAK Tahun Anggaran 2023 melalui portal Kementerian Keuangan dipublikasikan setelah peraturan daerah tentang APBD Tahun Anggaran 2023 ditetapkan, maka pemerintah daerah harus menganggarkan DAK dimaksud dengan terlebih dahulu melakukan perubahan Peraturan Kepala Daerah tentang Penjabaran APBD Tahun Anggaran 2023 dengan pemberitahuan kepada pimpinan DPRD, untuk selanjutnya ditampung dalam peraturan daerah tentang perubahan APBD tahun anggaran 2023 atau dicantumkan dalam LRA bagi
pemerintah daerah yang tidak melakukan perubahan APBD tahun anggaran 2023;
b) Dalam hal KUA dan PPAS disepakati bersama antara kepala daerah dengan DPRD sebelum Peraturan Presiden mengenai rincian APBN Tahun Anggaran 2023 atau sebelum adanya informasi resmi mengenai alokasi DAK Tahun Anggaran 2023 yang dipublikasikan melalui portal Kementerian Keuangan, penganggaran DAK dalam mekanisme pembahasan rancangan peraturan daerah tentang APBD Tahun Anggaran 2023.
3) Lain-lain Pendapatan Daerah Yang Sah
3.1) Pendapatan Hibah
Pendapatan hibah untuk tahun 2023 dialokasikan atas penganggaran Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dialokasikan sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan mengenai Pedoman Umum dan Alokasi Dana Bantuan Operasional Sekolah. Dalam hal Peraturan Menteri Keuangan dimaksud belum ditetapkan, penganggaraan dana BOS tersebut didasarkan pada alokasi dana BOS Tahun Anggaran 2022. Apabila Xxxaturan Menteri Keuangan tersebut diterbitkan setelah peraturan daerah tentang APBD Tahun Anggaran 2023 ditetapkan, maka Pemerintah Daerah harus menyesuaikan alokasi Dana BOS dimaksud pada Peraturan Daerah tentang Perubahan APBD Tahun Anggaran 2023.
3.2) Xxxx Xxxxxxx
Sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan nomor 81/PMK.07/2013 tentang Tata Cara Pengelolaan Dana Darurat menyebutkan bahwa Xxxx Xxxxxxx adalah dana yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang dialokasikan kepada daerah yang mengalami bencana nasional dan/atau peristiwa luar biasa.
3.3) Dana Bagi Hasil Pajak dari Provinsi dan Pemerintah Daerah Lainnya
Dana Bagi Hasil Pajak dari Provinsi berpedoman pada Undang- Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, yaitu bagi hasil dari pajak kendaraan bermotor, bea balik nama kendaraan bermotor, pajak bahan bakar kendaraan bermotor, pajak air permukaan dan pajak rokok.
3.4) Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus
a) Penganggaran Dana Insentif Daerah (DID) dimasukkan dalam Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus, dengan dialokasikan sesuai dengan Xxxaturan Presiden mengenai Rincian APBN Tahun Anggaran 2022. Apabila Xxxaturan Presiden mengenai Rincian APBN Tahun Anggaran 2023 ditetapkan, maka pemerintah daerah harus menyesuaikan alokasi DID dimaksud pada peraturan daerah tentang Perubahan APBD Tahun Anggaran 2023;
b) Dalam hal KUA dan PPAS disepakati bersama antara kepala daerah dengan DPRD sebelum Peraturan Presiden mengenai rincian APBN Tahun Anggaran 2023 atau sebelum adanya informasi resmi mengenai alokasi DID Tahun Anggaran 2023 yang dipublikasikan melalui portal Kementerian Keuangan, penganggaran DID dalam mekanisme pembahasan rancangan peraturan daerah tentang APBD Tahun Anggaran 2023.
4.1.2. Target Pendapatan Daerah Meliputi Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Perimbangan dan Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah Tahun 2023
Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebagai salah satu sumber penerimaan daerah mempunyai kedudukan yang sangat strategis menuju kemandirian daerah di bidang pembiayaan. Di dalam komponen PAD tercermin bagaimana kemampuan daerah untuk membiayai sendiri penyelenggaraan pemerintahannya.
Perkembangan Pendapatan Daerah Kota Tanjungpinang sehubungan dengan Pendapatan Asli Daerah (PAD), secara langsung dan tidak langsung merupakan indikator kinerja OPD dalam menggali sumber pendapatan dari tahun ke tahun.
Adapun perkembangan besaran PAD dalam memberikan kontribusi terhadap APBD merupakan salah satu tolak ukur untuk menilai kemampuan
dan tingkat kemandirian suatu daerah dalam melaksanakan otonomi daerah. Tingkat kemandirian ini juga dapat dilihat sebagai indikator bagi pemerintah daerah apakah strategi yang dilaksanakan sudah mampu menjawab semua permasalahan yang dihadapinya.
Pada APBD Murni Tahun Anggaran 2022 Pendapatan Daerah Kota Tanjungpinang dianggarkan sebesar Rp. 891.720.889.607 sedangkan pada Tahun Anggaran 2023 diproyeksikan Rp. 957.182.850.597 sehingga mengalami peningkatan sebesar Rp. 00.000.000.000 atau 7,34%. Pendapatan Daerah Kota Tanjungpinang Tahun Anggaran 2023, diproyeksikan sebagaimana pada tabel berikut :
Tabel 4.1
Proyeksi Anggaran Pendapatan Daerah TA. 2023
Kota Tanjungpinang Menurut Sumber-sumber Penerimaannya
KODE REKENING | URAIAN | ||||
APBD 2022 | RAPBD 2023 | BERTAMBAH/(BERKURANG) | |||
4 | PENDAPATAN PENDAPATAN ASLI DAERAH Pajak Daerah Retribusi Daerah Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah PENDAPATAN TRANSFER Pendapatan Transfer Pemerintah Pusat Dana Transfer Umum-Dana Bagi Hasil (DBH) Dana Alokasi Umum Dana Alokasi Khusus (Fisik) Dana Alokasi Khusus (Non Fisik) Dana Insentif Daerah Pendapatan Transfer Antar Daerah LAIN-LAIN PENDAPATAN DAERAH YANG SAH Lain-lain Pendapatan Sesuai dengan Ketentuan Peraturan Perundang-Undangan Jumlah Pendapatan | ||||
4 . 1 | 149.807.834.978,00 | 187.931.384.364,00 | 38.123.549.386,00 | 25,45 | |
4 . 1 . 01 | 88.393.300.000,00 | 133.618.818.883,00 | 45.225.518.883,00 | 51,16 | |
4 . 1 . 02 | 5.917.650.000,00 | 11.188.621.500,00 | 5.270.971.500,00 | 89,07 | |
4 . 1 . 03 | 2.349.133.088,00 | 2.777.079.095,00 | 000.000.000,00 | 18,22 | |
4 . 1 . 04 | 53.147.751.890,00 | 40.346.864.886,00 | (00.000.000.000,00) | (24,09) | |
4 . 2 | 732.990.756.741,00 | 760.027.049.977,00 | 27.036.293.236,00 | 3,69 | |
4 . 2 .01 | 673.966.013.000,00 | 676.305.804.000,00 | 2.339.791.000,00 | 0,35 | |
89.021.055.000,00 | 76.711.388.000,00 | (00.000.000.000,00) | (16,05) | ||
448.777.293.000,00 | 464.484.498.000,00 | 15707205000,00 | 3,38 | ||
00.000.000.000,00 | 00.000.000.000,00 | (00.000.000.000,00) | (40,21) | ||
00.000.000.000,00 | 00.000.000.000,00 | 0.000.000.000,00 | 9,26 | ||
0,00 | 10.104.220.000,00 | 10.104.220.000,00 | 100,00 | ||
4 . 2 . 02 | 59.024.743.741,00 | 83.721.245.977,00 | 24.696.502.236,00 | 41,84 | |
4 . 3 | 8.932.288.888,00 | 9.224.416.256,00 | 000.000.000,00 | 3,27 | |
1 . 3 . 1 | 8.932.288.888,00 | 9.224.416.256,00 | 000.000.000,00 | 3,27 | |
891.730.880.607,00 | 957.182.850.597,00 | 65.451.969.990,00 | 7,34 |
1 2 3 4 5 = (4-3) 6
Adanya penurunan proyeksi atas target Pendapatan Daerah Tahun Anggaran 2023 dibanding dengan Pendapatan Daerah yang dianggarkan pada APBD Murni Tahun Anggaran 2022 lebih diakibatkan oleh karena setelah mengalami peristiwa penyembaran virus Covid-19 serta beberapa akun pada Pendapatan Transfer yang tidak diproyeksi untuk sementara waktu sampai adanya kejelasan plafon anggaran yang diterbitkan oleh portal dari Kementerian Keuangan atau ditetapkannya pagu anggaran ke daerah pada Peraturan Presiden terkait TKDD pada APBN Tahun Anggaran 2023.
Pencantuman Plafon atas akun pada Pendapatan Transfer masih dapat memungkinkan setelah proses kesepakatan KUA dana PPAS melalui mekanisme pembahasan rancangan peraturan daerah tentang APBD Tahun Anggaran 2023.
Terdapat beberapa hal yang cukup signifikan terkait dengan prospek keuangan daerah kedepan, antara lain adalah :
1) Bahwa peranan sektor Pajak Daerah dan BUMD dalam memberikan sumbangan kepada Penerimaan Asli Daerah (PAD), kedepan tampaknya akan semakin penting. Untuk itu, upaya untuk terus melakukan baik ekstensifikasi melalui perluasan basis pajak tanpa harus menambah beban kepada masyarakat maupun intensifikasi melalui upaya yang terus menerus dalam melakukan perbaikan kedalam dan senantiasa meningkatkan kesadaran wajib pajak dan retribusi dalam memenuhi kewajibannya adalah hal yang mutlak untuk tetap dilanjutkan secara konsisten.
2) Upaya ekstensifikasi pajak sebagaimana yang telah disampaikan, tampaknya tidak cukup hanya mengandalkan kondisi sarana dan prasarana yang ada seperti saat ini. Untuk itu, kedepan, prioritas pembangunan harus benar-benar fokus pada sektor-sektor yang mampu menarik investasi guna mendorong pertumbuhan ekonomi dalam upaya meningkatkan daya beli masyarakat yang dalam hal ini tentunya harus dilakukan dengan tanpa mengesampingkan konsistensi dalam menekan ketimpangan pendapatan masyarakat sebagai bentuk upaya untuk menekan angka kemiskinan, serta tetap memperhatikan keseimbangan dalam segala aspek kehidupan masyarakat .
Secara umum, upaya yang perlu dilakukan oleh Pemerintah Daerah dalam rangka meningkatkan pendapatan daerah melalui optimalisasi intensifikasi pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah, antara lain dapat dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut :
1. Pendapatan daerah merupakan perkiraan yang terukur secara rasional dan memiliki kepastian serta dasar hukum;
2. Penetapan target pajak daerah berdasrkan potensi rill dengan memperhatikan pertumbuhan ekonomi tahun 2021;
3. Mengoptimalkan pajak daerah dan restribusi dengan melalui penghimpunan data objek dan subjek, penentuan besarnya perhitungan piutang dan kegiatan penagihan serta pengawasan penyetroan;
4. Kebijakan pengelolaan pajak hotel, restoran, hiburan dalam pengembangan sektor pariwisata, pajak penerangan jalan umum (PJU dalam pembiayaan beban PJU, pemeliharaan hingga pengadaan baru PJU dan implementasi pajak bumi sektor P2 dan BPHTB dalam upaya peningkatan pelayanan infrastruktur lingkungan;
5. Bagi hasil pajak provinsi, terutama PKB, BBNKB dan PBBKB minimal 10% dialokasikan mendanai pembanguna n dan pemeliharaan jalan serta peningkatan modal sarana dan prasarana transportasi umum;
6. Paling sedikit 37,5% dana bagi hasil pajak rokok terintegrasi dengan pelayanan pada badan penyelenggaraan jaminan sosial (Bpjs) kesehatan);
7. Pengalokasian pendapatan trasfer dari dana alokasi umum dan dana bagi hasil untuk belanja infrastruktur minimal 25% dimana infrastruktur yang dimaksud, bukan hanya pembangunan fisik, tetapi juga untuk pembangunan sosial dan pendidikan;
8. Pengalokasian dana bagi hasil pajak untuk dapat memperhatikan kecenderungan penerimaan perpajakan negara dalam kurun waktu 4 tahun terakhir (2016 s.d 2019) naik dengan rasio 15% per tahun;
9. Pengalokasian DBH migas untuk dapat memperhatikan perkembangan harga minyak mentah dunia, nilai tukar rupiah dan Indonesian Crude Price (ICP) yang bergerak seiring dengan perkembangan harga minyak mentah dunia dengan rasio terendah 2019 sebesar 10,7% dibanding tahun 2018 setelah sempat anjlok tahun 2015 ke level 36% dari tahun 2014;
10. SDA non migas, ada kecendrungan tren menurun pada tahun 2021, meski alokasi DBH untuk non migas masih sangat minim (tanjungan sebagai daerah penerima pemerataan;
11. DBH pajak provinsi, lebih dititikberatkan alokasi penyaluran yang dapat tepat waktu sejalan dengan realisasi penerimaan sebagai sumber pembiayaan belanja earmarking pengelolaan pajak provinsi dan transfer umum.
4.1.3. Upaya-upaya Pemerintah Daerah Dalam Mencapai Target
Pendapatan Daerah Kota Tanjungpinang masih didominasi oleh Pendapatan Transfer dari Pemerintah Pusat/Provinsi, namun kemandirian penganggaran Daerah terus harus diupayakan dengan meningkatkan potensi Pendapatan Asli Daerah. Dalam rangka untuk pencapaian target pendapatan daerah, upaya-upaya pemerintah yang dilakukan, Arah dan Kebijakan tahun 2023 yang ditempuh dalam meningkatkan Pendapatan Daerah adalah :
1. Pendapatan Asli Daerah
a. Intensifikasi dan ekstensifikasi sumber-sumber pendapatan asli daerah, melalui pelaksanaan pemungutan atas obyek pajak/retribusi baru dan pengembangan sistem operasi penagihan atas potensi pajak dan retribusi yang tidak memenuhi kewajibannya;
b. Meningkatkan kesadaran, kepatuhan dan kepercayaan serta partisipasi aktif masyarakat/lembaga dalam memenuhi kewajibannya membayar pajak dan retribusi melalui penyebarluasan informasi pajak dan retribusi daerah;
c. Meningkatkan sarana prasarana dan kompetensi SDM untuk menunjang pelayanan dan pemungutan pajak dan retribusi daerah, perluasan pemungutan pajak secara elektronik, serta pemberian kemudahan kepada masyarakat dalam membayar pajak;
d. Meningkatkan koordinasi antar perangkat daerah dalam rangka meningkatkan pendapatan retribusi daerah;
e. Mengoptimalkan pemberdayaan dan pendayagunaan aset daerah secara professional agar mampu meningkatkan pendapatan asli daerah;
f. Meningkatkan pendapatan yang bersumber dari deviden BUMD dengan revitalisasi BUMD melalui upaya: pengelolaan BUMD secara profesional, peningkatan sarana, prasarana, kemudahan prosedur pelayanan terhadap konsumen/nasabah, serta mengoptimalkan peran Badan Pengawas, agar
XXXX berjalan sesuai dengan peraturan sehingga mampu bersaing dan mendapat kepercayaan dari perbankan dan masyarakat;
g. Mengoptimalkan penerimaan pajak orang pribadi dalam negeri (PPh OPDN), PPh pasal 21, pajak ekspor, dan PPh badan dengan melakukan rekonsilisasi dengan KPP Pratama maupun KPPN, dan sosialisasi secara terus menerus mengenai pungutan pajak penghasilan dalam upaya peningkatan kesadaran masyarakat dalam pembayaran pajak;
h. Meningkatkan akurasi data potensi pajak maupun potensi sumber daya alam sebagai dasar perhitungan bagi hasil dalam dana transfer bekerjasama dengan Kementerian Keuangan cq. Direktorat Jenderal Pajak;
i. Meningkatkan koordinasi secara intensif dengan pemerintah pusat (Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Keuangan, Kementerian teknis) dan pemerintah Provinsi untuk obyek pendapatan sesuai kewenangan pemerintah pusat dan provinsi; dan
j. Pemberian data yang akurat untuk pembiayaan yang bersifat hibah baik dari pemerintah pusat maupun Lembaga lain.
2. Dana Transfer
a. Formula alokasi DBH Pajak dan DBH SDA sudah diatur dalam peraturan perundang-undangan serta Formula alokasi DAU pada APBN sudah bersifat final, sehingga Pemerintah Daerah mengupayakan untuk mengoptimalkan pengajuan usulan Daerah melalui Dana Alokasi Khusus;
b. Penginventarisir kebutuhan daerah yang menjadi menjadi kewenangan daerah sesuai dengan program prioritas nasional, untuk dilakukan pemetaan usulan melalui mekanisme DAK;
c. Pemerintah Daerah lebih dapat mengupayakan perolehan DID (Dana Insentif Daerah) dengan meningkatkan indicator kinerja pemerintah daerah, seperti WTP, SAKIP dan lainnya;
d. Dana Bagi Hasil Pajak Provinsi dan Bantuan Keuangan Provinsi menyesuaiakan mekanisme yang diatur pada kewenangan Pemerintah Pusat/Provinsi.
4.2. Belanja Daerah
4.2.1 Kebijakan Perencanaan Belanja Daerah
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014, belanja daerah digunakan untuk mendanai pelaksanaan urusan pemerintahan konkuren yang menjadi kewenangan daerah dan pelaksanaan tugas organisasi yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Belanja daerah tersebut diprioritaskan untuk mendanai urusan pemerintahan wajib terkait pelayanan dasar yang ditetapkan dengan Standar Pelayanan Minimal (SPM), sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2018 tentang Standar Pelayanan Minimal serta berpedoman pada standar teknis dan harga satuan regional sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.Selanjutnya, belanja daerah untuk urusan pemerintahan wajib yang tidak terkait dengan pelayanan dasar dan urusan pemerintahan pilihan berpedoman pada analisis standar belanja dan standar harga satuan regional. Berkaitan dengan itu, belanja daerah tersebut juga harus mendukung target capaian prioritas pembangunan nasional tahun 2021 sesuai dengan kewenangan masing-masing tingkatan pemerintah daerah. Sehubungan dengan hal tersebut, penggunaan APBD harus lebih fokus terhadap kegiatan yang berorientasi produktif dan memiliki manfaat untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia, pelayanan publik, pertumbuhan ekonomi daerah. Pemerintah daerah menetapkan target capaian kinerja setiap belanja, baik dalam konteks daerah, satuan kerja perangkat daerah, maupun program dan kegiatan, yang bertujuan untuk meningkatkan akuntabilitas perencanaan anggaran dan memperjelas efektifitas dan efisiensi penggunaan anggaran. Program dan kegiatan harus memberikan informasi yang jelas dan terukur serta memiliki korelasi langsung dengan keluaran yang diharapkan dari program dan kegiatan dimaksud ditinjau dari aspek indikator, tolok ukur dan target kinerjanya. Penganggaran belanja daerah dibagi ke dalam 2 (dua) alokasi, yaitu Belanja Operasi dan Belanja Modal.
Dalam perencanaan belanja daerah perlu dilihat perkiraan kondisi surplus atau defisit APBD, dari selisih antara anggaran pendapatan daerah dengan kebutuhan penganggaran belanja daerah.
1) APBD diperkirakan surplus, dapat digunakan untuk pembiayaan pembayaran pokok utang, penyertaan modal (investasi) daerah, pembentukan dana cadangan, dan/atau pemberian pinjaman kepada pemerintah pusat/pemerintah daerah lain dan/ataupendanaan belanja peningkatan jaminan sosial. Pendanaan belanja peningkatan jaminan social tersebut diwujudkan dalam bentuk program dan kegiatan pelayanan dasar masyarakat yang dianggarkan pada Perangkat Daerah yang secara fungsional terkait dengan tugasnya melaksanakan program dan kegiatan tersebut.
2) APBD diperkirakan defisit, pemerintah daerah menetapkan penerimaan pembiayaan untuk menutup defisit tersebut, yang bersumber dari sisa lebih perhitungan anggaran tahun anggaran sebelumnya, pencairan dana cadangan, hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan, pinjaman daerah dan penerimaan pembiayaan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
3) Dalam hal pemerintah daerah melakukan pinjaman daerah, maka pemerintah daerah wajib mempedomani penetapan batas maksimal jumlah kumulatif pinjaman daerah yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
Belanja menurut kelompok belanja terdiri dari belanja Operasi yaitu merupakan belanja yang dianggarkan terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan, dan belanja Modal yang merupakan belanja yang dianggarkan terkait langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan tentang pengadaan Barang (Modal).
Belanja penyelenggaraan urusan wajib diprioritaskan untuk melindungi dan meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat dalam upaya memenuhi kewajiban daerah yang diwujudkan dalam bentuk peningkatan pelayanan dasar, pendidikan, kesehatan, fasilitas sosial dan fasilitas umum yang layak serta mengembangkan sistem jaminan sosial.
Peningkatan kualitas kehidupan masyarakat diwujudkan melalui prestasi kerja dalam pencapaian standar pelayanan minimal berdasarkan urusan wajib pemerintahan daerah sesuai dengan peraturan perundangundangan. Belanja daerah diklasifikasikan menurut organisasi,
fungsi, program dan kegiatan, serta jenis belanja. Sedangkan klasifikasi belanja menurut organisasi disesuaikan dengan susunan organisasi pemerintahan daerah.
Adapun klasifikasi belanja menurut fungsi terdiri dari:
1) Klasifikasi berdasarkan urusan pemerintahan; dan
2) Klasifikasi untuk tujuan keselarasan serta keterpaduan dalam rangka pengelolaan keuangan negara.
Klasifikasi belanja berdasarkan urusan pemerintahan diklasifikasikan menurut kewenangan pemerintahan provinsi dan kabupaten/kota. Ada 26 (dua puluh enam) urusan wajib dan 7 (tujuh) urusan pilihan yang masuk di dalam kerangka postur anggaran RAPBD Kota Tanjungpinang Tahun 2023. Sedangkan klasifikasi belanja menurut fungsi digunakan untuk tujuan keselarasan dan keterpaduan pengelolaan keuangan negara terdiri dari:
a. pelayanan umum;
b. ketertiban dan keamanan;
c. ekonomi;
d. lingkungan hidup;
e. perumahan dan fasilitas umum;
f. kesehatan;
g. pariwisata dan budaya;
h. agama;
i. pendidikan; serta
x. xxxlindungan sosial.
Klasifikasi belanja menurut program dan kegiatan disesuaikan dengan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah. Beberapa asumsi pokok yang akan mempengaruhi kebijakan belanja daerah kedepan:
1. Perkiraan penerimaan pendapatan daerah diharapkan dapat terpenuhi, sehingga dapat memberikan dukungan terhadap pertumbuhan perekonomian daerah dan mampu mencukupi kebutuhan pelayanan dasar serta penyelenggaraan pemerintahan;
2. Perkiraan kebutuhan belanja daerah dapat mendanai program-program strategis daerah dalam mendukung dan menjaga target-target.
Tabel 4.2
Proyeksi Anggaran Belanja Daerah TA. 2023 Kota Tanjungpinang
KODE REKENING | URAIAN | ||||
APBD 2022 | RAPBD 2023 | BERTAMBAH/(BERKURANG) | |||
1 | 2 | 3 | 4 | 5 = (4-3) | 6 |
5 | BELANJA BELANJA OPERASI Belanja Pegawai Belanja Barang dan Jasa Belanja Subsidi Belanja Hibah Belanja Bantuan Sosial BELANJA MODAL Belanja Modal Tanah Belanja Modal Peralatan dan Mesin Belanja Modal Gedung dan Bangunan Belanja Modal Jalan, Jaringan dan Irigasi Belanja Modal Aset Tetap lainnya Belanja Modal Aset lainnya BELANJA TIDAK TERDUGA Belanja Tidak Terduga Jumlah Belanja | ||||
5.1 | 840.409.050.092,00 | 897.508.625.288,00 | 57.099.575.196,00 | 6,79 | |
5 . 1 . 01 | 454.230.446.795,00 | 508.660.248.718,00 | 54.429.801.923,00 | 11,98 | |
5 . 1 . 02 | 358.240.667.495,00 | 370.280.456.570,00 | 12.039.789.075,00 | 3,36 | |
5 . 1 . 00 | 000.000.000,00 | 0,00 | (475.672.500,00) | (100,00) | |
5 . 1 . 05 | 27.062.263.302,00 | 18.192.920.000,00 | (8.869.343.302,00) | (32,77) | |
5 . 1 . 00 | 000.000.000,00 | 000.000.000,00 | (00.000.000,00) | (6,25) | |
5 . 2 | 123.321.830.515,00 | 152.674.225.309,00 | 29.352.394.794,00 | 23,80 | |
5 . 2 . 01 | 0,00 | 0,00 | 0,00 | 0,00 | |
5 . 2 . 02 | 50.250.896.887,00 | 22.238.328.513,00 | (00.000.000.000,00) | (55,75) | |
5 . 2 . 03 | 31.484.794.428,00 | 36.152.560.155,00 | 4.667.765.727,00 | 14,83 | |
5 . 2 . 04 | 36.832.062.787,00 | 89.856.360.541,00 | 53.024.297.754,00 | 143,96 | |
5 . 2 . 05 | 4.754.076.413,00 | 4.416.987.300,00 | (337.089.113,00) | (7,09) | |
5 . 2 . 06 | 4.754.076.413,00 | 9.988.800,00 | (4.744.087.613,00) | (99,79) | |
5 . 3 | 9.000.000.000,00 | 2.000.000.000,00 | (7.000.000.000,00) | (77,78) | |
5 . 3 . 01 | 9.000.000.000,00 | 2.000.000.000,00 | (7.000.000.000,00) | (77,78) | |
972.730.880.607,00 | 1.052.182.850.597,00 | 79.451.969.990,00 | 8,17 |
Sumber : Data APBD Kota Tanjungpinang (diolah)
4.2.2. Kebijakan Belanja Daerah
Struktur belanja daerah berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah atau Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, belanja daerah digunakan untuk mendanai pelaksanaan urusan pemerintahan konkuren yang menjadi kewenangan daerah dan pelaksanaan tugas organisasi yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan serta harus memiliki dasar hukum yang melandasinya.
Belanja daerah tersebut diprioritaskan untuk mendanai urusan pemerintahan wajib terkait pelayanan dasar yang ditetapkan dengan Standar Pelayanan Minimal (SPM), sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2018 tentang Standar Pelayanan Minimal serta berpedoman pada standar teknis dan harga satuan regional sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Selanjutnya, belanja daerah untuk urusan pemerintahan wajib yang tidak terkait dengan pelayanan dasar dan urusan pemerintahan pilihan berpedoman pada analisis standar belanja dan standar harga satuan regional. Berkaitan dengan itu, belanja daerah tersebut juga harus mendukung target capaian prioritas pembangunan nasional Tahun 2021 sesuai dengan kewenangan masing-masing tingkatan pemerintah daerah. Sehubungan dengan hal tersebut, penggunaan APBD harus lebih fokus terhadap kegiatan yang berorientasi produktif dan memiliki manfaat untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia, pelayanan publik, pertumbuhan ekonomi daerah. Pemerintah Daerah dalam pengadaan barang/jasa mengutamakan penggunaan produksi dalam negeri guna memberikan kontribusi dalam peningkatan penggunaan produk dalam negeri sebagaimana maksud Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
Pemerintah Daerah menetapkan target capaian kinerja setiap belanja, baik dalam konteks daerah, satuan kerja perangkat daerah, maupun program dan kegiatan, yang bertujuan untuk meningkatkan akuntabilitas perencanaan anggaran dan memperjelas efektifitas dan efisiensi penggunaan anggaran. Program dan kegiatan harus memberikan informasi yang jelas dan terukur serta memiliki korelasi langsung dengan keluaran yang diharapkan dari program dan kegiatan dimaksud ditinjau dari aspek indikator, tolok ukur dan target kinerjanya.
a. Belanja Pegawai
Belanja pegawai digunakan untuk menganggarkan kompensasi yang diberikan kepada Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah, pimpinan/anggota DPRD, dan Pegawai ASN yang dianggarkan pada belanja SKPD bersangkutan serta ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Selanjutnya, penganggaran belanja pegawai memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1. Penganggaran untuk gaji pokok dan tunjangan Aparatur Sipil Negara (ASN) disesuaikan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan serta memperhitungkan rencana kenaikan gaji pokok dan tunjangan ASN serta pemberian gaji ketiga belas dan tunjangan hari raya.
2. Penganggaran belanja pegawai untuk kebutuhan kenaikan gaji berkala, kenaikan pangkat, tunjangan keluarga dan mutasi pegawai dengan memperhitungkan acress yang besarnya maksimum 2,5% (dua koma lima persen) dari jumlah belanja pegawai untuk gaji pokok dan tunjangan.
3. Penganggaran penyelenggaraan jaminan kesehatan bagi Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah, Pimpinan dan Anggota DPRD serta ASN/PNS Daerah dibebankan pada APBD Tahun Anggaran 2022 dengan mempedomani Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial dan Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.
4. Penganggaran penyelenggaraan jaminan kecelakaan kerja dan kematian bagi ASN dibebankan pada APBD dengan mempedomani Peraturan Pemerintah Nomor 70 Tahun 2015 tentang Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian Bagi Pegawai Aparatur Sipil Negara, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 70 Tahun 2015 tentang Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian Bagi Pegawai Aparatur Sipil Negara. Penganggaran penyelenggaraan jaminan kecelakaan kerja dan kematian bagi Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah serta Pimpinan dan Anggota DPRD, dibebankan pada APBD disesuaikan dengan yang berlaku bagi pegawai Aparatur Sipil Negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
5. Penganggaran tambahan penghasilan kepada pegawai ASN memperhatikan kemampuan keuangan daerah dan memperoleh persetujuan DPRD sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan sebagaimana diatur dalam Pasal 58 Peraturan
Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. Penentuan kriteria pemberian tambahan penghasilan dimaksud didasarkan pada pertimbangan beban kerja, tempat bertugas, kondisi kerja, kelangkaan profesi, prestasi kerja, dan/atau pertimbangan objektif lainnya. Pemberian tambahan penghasilan kepada pegawai ASN daerah ditetapkan dengan Peraturan kepala daerah dengan berpedoman pada peraturan pemerintah. Dalam hal belum adanya peraturan pemerintah dimaksud, kepala daerah dapat memberikan tambahan penghasilan bagi pegawai ASN setelah mendapat persetujuan Menteri Dalam Negeri. Berkaitan dengan itu, dalam hal kepala daerah menetapkan pemberian tambahan penghasilan bagi pegawai ASN tidak sesuai dengan ketentuan, menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan melakukan penundaan dan/atau pemotongan Dana Transfer Umum atas usulan Menteri Dalam Negeri. Penetapan besaran standar satuan biaya tambahan penghasilan kepada pegawai ASN dimaksud memperhatikan aspek efisiensi, efektivitas, kepatutan dan kewajaran serta rasionalitas.
6. Penganggaran Insentif Pemungutan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah mempedomani Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, dan Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pemberian dan Pemanfaatan Insentif Pemungutan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
7. Sebagai implementasi Pasal 58 Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 dan Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2010, pemberian Insentif Pajak Daerah dan Retribusi Daerah bagi Pejabat/PNSD yang melaksanakan tugas pemungutan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah atau pelayanan lainnya sesuai peraturan perundang-undangan diperhitungkan sebagai salah satu unsur perhitungan tambahan penghasilan berdasarkan pertimbangan objektif lainnya.
8. Tunjangan Profesi Guru PNSD, Dana Tambahan Penghasilan Guru PNSD, dan Tunjangan Khusus Guru PNSD di Daerah Khusus yang bersumber dari APBN Tahun Anggaran 2021 melalui DAK Non Fisik dianggarkan dalam APBD provinsi dan kabupaten/kota pada jenis belanja pegawai, obyek
Gaji dan Tunjangan, dan rincian obyek belanja sesuai dengan kode rekening berkenaan.
9. Penganggaran honorarium bagi ASN dan Non ASN memperhatikan asas kepatutan, kewajaran, rasionalitas dan efektifitas dalam pencapaian sasaran program dan kegiatan sesuai dengan kebutuhan dan waktu pelaksanaan kegiatan dalam rangka mencapai target kinerja kegiatan dimaksud. Berkaitan dengan hal tersebut, pemberian honorarium bagi ASN dan Non ASN dibatasi dan hanya didasarkan pada pertimbangan bahwa keberadaan ASN dan Non ASN dalam kegiatan memiliki peranan dan kontribusi nyata terhadap efektifitas pelaksanaan kegiatan dimaksud dengan memperhatikan pemberian tambahan penghasilan kepada pegawai ASN sesuai dengan ketentuan tersebut pada butir 2.a).6), sedangkan pemberian Insentif Pemungutan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sesuai dengan ketentuan tersebut pada butir 2.a).7).
10. Larangan Pemerintah Daerah menganggarkan kegiatan yang hanya diuraikan ke dalam jenis belanja pegawai, obyek belanja honorarium dan rincian obyek belanja honorarium ASN dan/atau Non ASN.
b. Belanja Bunga
Pemerintah Kota Tanjungpinang tidak memiliki kewajiban pembayaran bunga pinjaman, baik jangka pendek, jangka menengah, yang harus dibayarkan dalam APBD Tahun Anggaran 2023.
c. Belanja Subsidi
Pemerintah Daerah dapat menganggarkan belanja subsidi dalam APBD Tahun Anggaran 2023 kepada perusahaan/lembaga tertentu yang menyelenggarakan pelayanan publik, antara lain dalam bentuk penugasan pelaksanaan Kewajiban Pelayanan Umum (Public Service Obligation). Belanja Subsidi tersebut hanya diberikan kepada perusahaan/lembaga tertentu agar harga jual dari hasil produksinya terjangkau oleh masyarakat yang daya belinya terbatas. Perusahaan/lembaga tertentu yang diberi subsidi tersebut menghasilkan produk yang merupakan kebutuhan dasar dan menyangkut hajat hidup orang banyak. Dalam rangka pertanggungjawaban
pelaksanaan APBD, penerima subsidi menyampaikan laporan pertanggungjawaban penggunaan dana subsidi kepada Kepala Daerah. Sebelum belanja subsidi tersebut dianggarkan dalam APBD Tahun Anggaran 2023, perusahaan/lembaga penerima subsidi harus terlebih dahulu dilakukan audit sesuai dengan ketentuan pemeriksaan pengelolaan dan tanggungjawab keuangan negara. Audit tersebut dilakukan oleh kantor akuntan publik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan hasil audit dimaksud merupakan bahan pertimbangan untuk memberikan subsidi sebagaimana diatur dalam Pasal 61 ayat (3) dan ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah.
Pemerintah Daerah dapat menganggarkan belanja subsidi kepada BUMD apabila telah menetapkan peraturan kepala daerah mengenai Tata Cara Perhitungan dan Penetapan Tarif Air Minum serta Pemberian Subsidi dari Pemerintah Daerah kepada BUMD penyelenggara Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) dengan berpedoman pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 70 Tahun 2016 tentang Pedoman Pemberian Subsidi dari Pemerintah Daerah kepada BUMD Penyelenggara Penyediaan Air Minum.
Dalam hal Kepala Daerah memutuskan tarif lebih kecil dari usulan tarif yang diajukan Direksi BUMD penyelenggara SPAM yang mengakibatkan tarif rata-rata tidak mencapai pemulihan biaya secara penuh (full cost recovery) dan setelah mendapat persetujuan dari dewan pengawas, Pemerintah Daerah harus menyediakan subsidi untuk menutup kekurangannya melalui APBD, sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 70 Tahun 2016 tentang Pedoman Pemberian Subsidi dari Pemerintah Daerah kepada BUMD Penyelenggara Penyediaan Air Minum.
d. Belanja Hibah dan Belanja Bantuan Sosial
Penganggaran belanja hibah dan bantuan sosial yang bersumber dari APBD mempedomani peraturan Kepala Daerah yang mengatur tata cara penganggaran, pelaksanaan dan penatausahaan, pertanggungjawaban dan pelaporan serta monitoring dan evaluasi hibah dan bantuan sosial, sebagaimana diamanatkan Pasal 42 ayat (1) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2011 tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial
yang Bersumber dari Anggaran dan Pendapatan Belanja Daerah, sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 123 Tahun 2018 tentang Perubahan Keempat atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2011 tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial yang Bersumber dari Anggaran dan Pendapatan Belanja Daerah, serta peraturan perundang-undangan lain di bidang hibah dan bantuan sosial.
a. Belanja Hibah
Belanja hibah diberikan kepada Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah lainnya, badan usaha milik negara, BUMD, dan/atau badan dan lembaga, serta organisasi kemasyarakatan yang berbadan hukum Indonesia, yang secara spesifik telah ditetapkan peruntukannya, bersifat tidak wajib dan tidak mengikat, serta tidak secara terus menerus setiap tahun anggaran, kecuali ditentukan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Belanja hibah tersebut ditujukan untuk menunjang pencapaian sasaran program dan kegiatan Pemerintah Daerah sesuai dengan kepentingan daerah dalam mendukung terselenggaranya fungsi pemerintahan, pembangunan, dan kemasyarakatan dengan memperhatikan asas keadilan, kepatutan, rasionalitas, dan manfaat untuk masyarakat. Belanja hibah dianggarkan dalam APBD sesuai dengan kemampuan keuangan daerah setelah memprioritaskan pemenuhan belanja urusan pemerintahan wajib dan urusan pemerintahan pilihan, kecuali ditentukan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
Selanjutnya, penganggaran belanja hibah juga berupa pemberian bantuan keuangan kepada partai politik yang mendapatkan kursi di DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan sebagaimana maksud Penjelasan Pasal 62 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. Besaran penganggaran bantuan keuangan kepada partai politik dimaksud berpedoman kepada Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2009 tentang Bantuan Keuangan Kepada Partai Politik, sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 1 Tahun 2018 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2009 tentang Bantuan Keuangan Kepada Partai Politik dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 77 Tahun 2014 tentang Pedoman Tata Cara Penghitungan, Penganggaran Dalam Anggaran dan Pendapatan Belanja Daerah dan Tertib Administrasi Pengajuan, Penyaluran dan Laporan Pertanggungjawaban Penggunaan Bantuan Keuangan Partai Politik sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 6 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 77 Tahun 2014 tentang Pedoman Tata Cara Penghitungan, Penganggaran Dalam Anggaran dan Pendapatan Belanja Daerah dan Tertib Administrasi Pengajuan, Penyaluran dan Laporan Pertanggungjawaban Penggunaan Bantuan Keuangan
Partai Politik.
b. Belanja Bantuan Sosial
Belanja bantuan sosial digunakan untuk menganggarkan pemberian bantuan berupa uang dan/atau barang kepada individu, keluarga, kelompok dan/atau masyarakat yang sifatnya tidak secara terus menerus dan selektif yang bertujuan untuk melindungi dari kemungkinan terjadinya resiko sosial, kecuali dalam keadaan tertentu dapat berkelanjutan, yaitu diberikan setiap tahun anggaran sampai penerima bantuan telah lepas dari resiko sosial. Belanja bantuan social dianggarkan dalam APBD sesuai dengan kemampuan Keuangan Daerah setelah memprioritaskan pemenuhan belanja Urusan Pemerintahan Wajib dan Urusan Pemerintahan Pilihan, kecuali ditentukan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perulndang-undangan.
e. Belanja Bagi Hasil Pajak Daerah
1. Penganggaran belanja bagi hasil pajak daerah provinsi kepada pemerintah kabupaten/kota mempedomani Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Besaran alokasi belanja bagi hasil pajak daerah provinsi dianggarkan secara bruto, sebagaimana maksud Pasal 24 ayat (7) Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. Penganggaran
belanja bagi hasil pajak daerah provinsi tersebut memperhitungkan rencana pendapatan pajak daerah pada Tahun Anggaran 2021. Dalam hal terdapat pelampauan realisasi penerimaan target pajak daerah provinsi Tahun Anggaran 2020 pada akhir tahun anggaran yang belum disalurkan kepada pemerintah kabupaten/kota, dibayarkan pada tahun anggaran berikutnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan.
2. Larangan Penganggaran dana bagi hasil yang bersumber dari retribusi daerah provinsi untuk dianggarkan dalam APBD Tahun Anggaran 2021 sebagaimana maksud Pasal 94 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dan Pasal 24 ayat (6) Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah.
3. Pemerintah kabupaten/kota menganggarkan belanja bagi hasil pajak daerah dan retribusi daerah kepada pemerintah desa paling sedikit 10% (sepuluh persen) dari rencana pendapatan pajak daerah dan retribusi daerah kabupaten/kota pada Tahun Anggaran 2021 dengan mempedomani Pasal 72 ayat (1) huruf c dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa dan Pasal 97 Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Dalam hal terdapat pelampauan realisasi penerimaan target pajak daerah dan retribusi daerah kabupaten/kota Tahun Anggaran 2020 pada akhir tahun anggaran yang belum direalisasikan kepada pemerintah desa, dibayarkan pada tahun anggaran berikutnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan.
4. Dari aspek teknis penganggaran, belanja bagi hasil pajak daerah dari pemerintah provinsi kepada pemerintah kabupaten/kota harus diuraikan ke dalam daftar nama pemerintah kabupaten/kota selaku penerima sebagai rincian obyek penerima bagi hasil pajak daerah sesuai dengan kode rekening berkenaan.
5. Selanjutnya, untuk belanja bagi hasil pajak daerah dan retribusi daerah dari pemerintah kabupaten/kota kepada pemerintah desa harus diuraikan ke dalam daftar pemerintah desa selaku penerima sebagai rincian obyek penerima bagi hasil pajak daerah dan retribusi daerah sesuai dengan kode rekening berkenaan.
f. Belanja Bantuan Keuangan
1. Belanja bantuan keuangan diberikan kepada daerah lain dalam rangka kerja sama daerah, pemerataan peningkatan kemampuan keuangan, dan/atau tujuan tertentu lainnya yaitu dalam rangka memberikan manfaat bagi pemberi dan/atau penerima bantuan keuangan. Bantuan keuangan dapat dianggarkan sesuai dengan kemampuan keuangan daerah setelah memprioritaskan pemenuhan belanja. Urusan Pemerintahan Wajib dan Urusan Pemerintahan Pilihan serta alokasi belanja yang diwajibkan oleh peraturan perundangundangan, kecuali ditentukan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pemberian bantuan keuangan dapat bersifat umum dan bersifat khusus. Bantuan keuangan yang bersifat umum digunakan untuk mengatasi kesenjangan fiskal dengan menggunakan formula antara lain variabel: pendapatan daerah, jumlah penduduk, jumlah penduduk miskin dan luas wilayah yang ditetapkan dengan peraturan Kepala Daerah. Bantuan keuangan yang bersifat khusus digunakan untuk membantu capaian kinerja program prioritas Pemerintah Daerah penerima bantuan keuangan sesuai dengan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan penerima bantuan. Pemanfaatan bantuan keuangan yang bersifat khusus ditetapkan terlebih dahulu oleh pemberi bantuan. Dari aspek teknis penganggaran, dalam APBD pemberi bantuan keuangan harus diuraikan daftar nama Pemerintah Daerah selaku penerima bantuan keuangan sebagai rincian obyek penerima bantuan keuangan sesuai dengan kode rekening berkenaan.
2. Sistem dan prosedur penganggaran, pelaksanaan dan pertanggungjawaban belanja bantuan keuangan ditetapkan dalam peraturan kepala daerah.
g. Belanja Tidak terduga
Penganggaran belanja tidak terduga dilakukan secara rasional dengan mempertimbangkan realisasi Tahun Anggaran sebelumnya dan kemungkinan adanya kegiatan-kegiatan yang sifatnya tidak dapat diprediksi sebelumnya, diluar kendali dan pengaruh pemerintah daerah. Belanja tidak terduga merupakan belanja untuk mendanai kegiatan yang sifatnya tidak biasa atau tidak diharapkan terjadi berulang, seperti kebutuhan tanggap darurat bencana, penanggulangan bencana alam dan bencana sosial, kebutuhan mendesak lainnya yang tidak tertampung dalam bentuk program dan kegiatan, termasuk pengembalian atas kelebihan penerimaan daerah tahun- tahun sebelumnya.
h. Xxxxxxx Xxxxxx dan Jasa
Belanja barang dan jasa digunakan untuk menganggarkan pengadaan barang/jasa yang nilai manfaatnya kurang dari 12 (dua belas) bulan, termasuk barang/jasa yang akan diserahkan atau dijual kepada masyarakat/pihak ketiga dalam rangka melaksanakan program dan kegiatan pemerintahan daerah. Selanjutnya, penganggaran belanja barang dan jasa memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1. Pemberian jasa narasumber/tenaga ahli dianggarkan dalam kegiatan yang besarannya ditetapkan dengan keputusan Kepala Daerah dengan memperhatikan ketentuan peraturan perundangundangan.
2. Penganggaran untuk Jaminan Kesehatan bagi Kepala Desa dan Perangkat desa serta pekerja/pegawai yang menerima gaji/upah dianggarkan dalam APBD dengan mempedomani Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial dan Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.
3. Penganggaran uang untuk diberikan kepada pihak ketiga/masyarakat, hanya diperkenankan dalam rangka pemberian hadiah pada kegiatan yang bersifat perlombaan atau penghargaan atas suatu prestasi.
4. Penganggaran uang untuk penanganan dampak sosial kemasyarakatan, hanya diperkenankan dalam rangka pemberian uang kepada masyarakat
yang terkena dampak sosial kemasyarakatan akibat penggunaan tanah milik Pemerintah Daerah untuk pelaksanaan pembangunan proyek strategis nasional dan non proyek strategis nasional, sebagaimana maksud Peraturan Presiden Nomor 62 tahun 2018 tentang Penanganan Dampak Sosial Kemasyarakatan Dalam Rangka Penyediaan Tanah untuk Pembangunan Nasional dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 117 Tahun 2018 tentang Pendanaan Penanganan Dampak Sosial Kemasyarakatan Dalam Rangka Penyediaan Tanah Untuk Pembangunan Nasional yang Bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
5. Penganggaran biaya sertifikasi atas barang milik daerah berupa tanah yang dikuasai Pemerintah Daerah mempedomani Pasal 49 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.
6. Penganggaran belanja barang pakai habis disesuaikan dengan kebutuhan nyata yang didasarkan atas pelaksanaan tugas dan fungsi SKPD, jumlah pegawai dan volume pekerjaan serta memperhitungkan estimasi sisa persediaan barang Tahun Anggaran 2020 dengan mempedomani Pasal 9 Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah dan Pasal 28 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 19 Tahun 2016 tentang Pedoman Pengelolaan Barang Milik Daerah.
7. Pengembangan pelayanan kesehatan di luar cakupan penyelenggaraan jaminan kesehatan yang disediakan oleh BPJS Kesehatan dalam rangka pemeliharaan kesehatan berupa medical check up, kepada:
a. Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah sebanyak 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun, termasuk keluarga (satu istri/suami dan dua anak), dianggarkan dalam bentuk program dan kegiatan pada SKPD yang secara fungsional terkait sebagaimana maksud Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2000 tentang Kedudukan Keuangan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.
b. Pimpinan dan Anggota DPRD sebanyak 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun, tidak termasuk istri/suami dan anak, dianggarkan dalam bentuk program dan kegiatan pada SKPD yang secara fungsional terkait sebagaimana maksud Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun
2017 tentang Hak Keuangan dan Administratif Pimpinan dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Berkaitan dengan itu, pelaksanaan medical check up dimaksud dilakukan di dalam negeri dengan tetap memprioritaskan Rumah Sakit Umum Daerah setempat, Rumah Sakit Umum Pusat di Provinsi atau Rumah Sakit Umum Pusat terdekat.
8. Dalam rangka mewujudkan Universal Health Coverage (UHC), Pemerintah Daerah melakukan integrasi Jaminan Kesehatan Daerah dengan Jaminan Kesehatan Nasional guna terselenggaranya jaminan kesehatan bagi seluruh penduduk, di luar peserta penerima bantuan iuran yang bersumber dari APBN dengan mempedomani Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2012 tentang Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 76 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2012 tentang Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan dan Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan, yang dianggarkan dalam bentuk program dan kegiatan pada SKPD yang menangani urusan kesehatan pemberi pelayanan kesehatan.
9. Pemerintah Daerah menganggarkan Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor milik Pemerintah Daerah sesuai dengan amanat Pasal 6 dan Pasal 9 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah pada masing-masing SKPD serta besaran tarifnya sesuai dengan masingmasing peraturan daerah.
10. Pengadaan barang/jasa yang akan diserahkan kepada pihak ketiga/masyarakat pada tahun anggaran berkenaan yang didasarkan atas usulan tertulis calon penerima kepada kepala daerah, dianggarkan pada jenis belanja barang dan jasa dengan mempedomani Pasal 298 ayat (4) dan ayat (5) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2011 tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial yang Bersumber
dari Anggaran dan Pendapatan Belanja Daerah, sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 123 Tahun 2018 tentang Perubahan Keempat atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2011 tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial yang Bersumber dari Anggaran dan Pendapatan Belanja Daerah, serta peraturan perundang-undangan lain di bidang hibah dan bantuan sosial. Pengadaan belanja barang/jasa yang akan diserahkan kepada pihak ketiga/masyarakat pada tahun anggaran berkenaan dimaksud dianggarkan sebesar harga beli/bangun barang/jasa yang akan diserahkan kepada pihak ketiga/masyarakat ditambah seluruh belanja yang terkait dengan pengadaan/pembangunan barang/jasa sampai siap diserahkan.
11. Pengadaan belanja barang/jasa yang akan diserahkan atau dijual kepada masyarakat/pihak ketiga dalam rangka melaksanakan program dan kegiatan Pemerintahan Daerah berdasarkan visi dan misi Kepala Daerah yang tertuang dalam RPJMD dan dijabarkan dalam RKPD, dianggarkan dalam jenis belanja barang dan jasa dengan mempedomani Pasal 59 Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah.
12. Penganggaran belanja perjalanan dinas dalam rangka kunjungan kerja atau studi banding, baik perjalanan dinas dalam negeri maupun perjalanan dinas luar negeri, dilakukan secara selektif, frekuensi, jumlah hari dan jumlah orang dibatasi serta memperhatikan target kinerja dari perjalanan dinas dimaksud sehingga relevan dengan substansi kebijakan pemerintah daerah. Hasil kunjungan kerja dan studi banding dilaporkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Khusus penganggaran perjalanan dinas luar negeri berpedoman pada Instruksi Presiden Nomor 11 Tahun 2005 tentang Perjalanan Dinas Luar Negeri dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2016 tentang Pedoman Perjalanan Dinas Ke Luar Negeri bagi Aparatur Sipil Negara Kementerian Dalam Negeri dan Pemerintah Daerah, Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, Pimpinan dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
13. Penganggaran belanja perjalanan dinas harus memperhatikan aspek pertanggungjawaban sesuai dengan biaya riil atau lumpsum, khususnya untuk hal-hal sebagai berikut:
a. Sewa kendaraan dalam kota dibayarkan sesuai dengan biaya riil. Komponen sewa kendaraan tersebut hanya diberikan untuk Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati, Wali Kota/Wakil Wali Kota, Pejabat Pimpinan Tinggi Madya dan pejabat yang diberikan kedudukan atau hak keuangan dan fasilitas setingkat Pejabat Pimpinan Tinggi Madya.
b. Biaya transportasi dibayarkan sesuai dengan biaya riil.
c. Biaya penginapan dibayarkan sesuai dengan biaya riil. Dalam hal pelaksanaan perjalanan dinas tidak menggunakan fasilitas hotel atau tempat penginapan lainnya, kepada yang bersangkutan diberikan biaya penginapan sebesar 30% (tiga puluh persen) dari tarif hotel di kota tempat tujuan sesuai dengan tingkatan pelaksana perjalanan dinas dan dibayarkan secara lumpsum.
d. Uang harian dan uang representasi dibayarkan secara lumpsum. Standar satuan uang harian perjalanan dinas, besarannya harus rasional sesuai dengan pengeluaran untuk kebutuhan transportasi lokal, uang makan dan uang saku di daerah tujuan. Standar satuan biaya untuk perjalanan dinas dianggarkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan ditetapkan oleh Kepala Daerah dengan memperhatikan aspek transparansi, akuntabilitas, efisiensi, efektivitas, kepatutan dan kewajaran serta rasionalitas.
Selanjutnya, penyediaan alokasi anggaran untuk perjalanan dinas tersebut termasuk yang mengikutsertakan Non ASN. Ketentuan perjalanan dinas dimaksud ditetapkan dengan peraturan Kepala Daerah.
14. Penyediaan anggaran pendidikan dan pelatihan, bimbingan teknis atau sejenisnya yang terkait dengan peningkatan kapasitas bagi:
a. pejabat daerah dan staf pemerintah daerah;
b. pimpinan dan anggota DPRD; serta
c. unsur lainnya yang dibutuhkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, diprioritaskan pelaksanaannya pada masing- masing wilayah provinsi/kabupaten/kota yang bersangkutan.
Dalam hal terdapat kebutuhan untuk menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan, bimbingan teknis, sosialisasi, workshop, lokakarya, seminar, atau sejenisnya dapat diselenggarakan di luar wilayah provinsi/kabupaten/kota yang bersangkutan. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan, bimbingan teknis atau sejenisnya yang terkait dengan peningkatan kapasitas dilakukan secara selektif dengan memperhatikan aspek urgensi, kualitas penyelenggaraan, muatan substansi, kompetensi narasumber, kualitas advokasi dan pelayanan penyelenggara serta manfaat yang akan diperoleh guna efisiensi dan efektifitas penggunaan anggaran daerah serta tertib anggaran dan administrasi.
15. Penganggaran untuk penyelenggaraan kegiatan rapat, pendidikan dan pelatihan, bimbingan teknis, sosialisasi, workshop, lokakarya, seminar atau sejenis lainnya diprioritaskan untuk menggunakan fasilitas aset daerah, seperti ruang rapat atau aula yang sudah tersedia milik pemerintah daerah.
16. Penganggaran pemeliharaan barang milik daerah yang berada dalam penguasaan pengelola barang, pengguna barang atau kuasa pengguna barang berpedoman pada daftar kebutuhan pemeliharaan barang, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (1) dan ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 19 Tahun 2016 tentang Pedoman Pengelolaan Barang Milik Daerah.
i. Belanja Modal
Belanja modal digunakan untuk menganggarkan pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pengadaan aset tetap dan aset lainnya. Selanjutnya, penganggaran belanja modal memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1. Pemerintah Daerah harus memprioritaskan alokasi belanja modal pada APBD Tahun Anggaran 2023 untuk pembangunan dan pengembangan
sarana dan prasarana yang terkait langsung dengan peningkatan pelayanan publik serta pertumbuhan ekonomi daerah.
2. Penganggaran belanja modal digunakan untuk pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pembelian/pengadaan aset tetap yang memenuhi kriteria mempunyai masa manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan, digunakan dalam kegiatan pemerintahan daerah, dan batas minimal kapitalisasi aset. Nilai asset tetap yang dianggarkan dalam belanja modal tersebut adalah sebesar harga beli atau bangun aset ditambah seluruh belanja yang terkait dengan pengadaan/pembangunan aset sampai aset siap digunakan, sesuai dengan yang dimaksud dalam Pasal 64 ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah dan Lampiran I Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) 01 dan PSAP 07, Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan serta Buletin Teknis Standar Akuntansi Pemerintahan Nomor 17 tentang Akuntansi Aset Tak Berwujud Berbasis Akrual.
3. Segala biaya yang dikeluarkan setelah perolehan awal aset tetap (biaya rehabilitasi/renovasi) sepanjang memenuhi batas minimal kapitalisasi aset, dan memperpanjang masa manfaat atau yang memberikan manfaat ekonomi dimasa yang akan datang dalam bentuk peningkatan kapasitas, atau peningkatan mutu produksi atau peningkatan kinerja dianggarkan dalam belanja modal sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I PSAP Nomor 7, Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan.
4. Penganggaran pengadaan barang milik daerah dilakukan sesuai dengan kemampuan keuangan dan kebutuhan daerah berdasarkan prinsip efisiensi, efektif, transparan dan terbuka, bersaing, adil, dan akuntabel dengan mengutamakan produk dalam negeri. Penganggaran pengadaan dan pemeliharaan barang milik daerah didasarkan pada perencanaan kebutuhan barang milik daerah dan daftar kebutuhan pemeliharaan barang milik daerah yang disusun dengan memperhatikan kebutuhan pelaksanaan tugas dan fungsi SKPD serta ketersediaan barang milik daerah yang ada. Selanjutnya, perencanaan kebutuhan barang milik
daerah merupakan salah satu dasar bagi SKPD dalam pengusulan penyediaan anggaran untuk kebutuhan barang milik daerah yang baru (new initiative) dan angka dasar (baseline) serta penyusunan RKA-SKPD. Perencanaan kebutuhan barang milik daerah dimaksud berpedoman pada standar barang, standar kebutuhan dan/atau standar harga, penetapan standar kebutuhan oleh Gubernur/Bupati/Wali Kota berdasarkan pedoman yang ditetapkan Menteri Dalam Negeri sebagaimana diatur dalam Pasal 9 ayat (1), ayat (3), ayat (4) dan ayat (6) Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah. Pengadaan barang milik daerah dimaksud dalam pelaksanaannya juga harus sesuai dengan standarisasi sarana dan prasarana kerja Pemerintah Daerah sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 7 Tahun 2006 tentang Standarisasi Sarana dan Prasarana Kerja Pemerintah Daerah, sebagaimana diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 11 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 7 Tahun 2006 tentang Standarisasi Sarana dan Prasarana Kerja Pemerintahan Daerah.
5. Penganggaran pengadaan tanah untuk kepentingan umum mempedomani Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 148 Tahun 2015 tentang Perubahan Keempat atas Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012 tentang Penyelenggaran Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 72 Tahun 2012 tentang Biaya Operasional dan Biaya Pendukung Penyelenggaraan Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum Yang Bersumber dari APBD serta Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 19 Tahun 2016.
Untuk tahun anggaran 2023 ini, rancangan rencana belanja daerah adalah sebesar Rp. 1.052.182.850.597 yang mengalami peningkatan target sebesar Rp. 00.000.000.000 (8,17%) dari total belanja pada tahun anggaran
APBD 2022 yaitu sebesar Rp. 972.730.880.607 Peningkatan ini disebabkan sudah masukanya estimasi pendapatan dari sektor Hasil Dana Alokasi Khusus Fisik dan Non Fisik serta masih menggunakan target Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Tahun Sebelumnya (SiLPA), yang sebetulnya menunjukkan bahwa kinerja OPD yang kurang baik dalam merealisasikan program dan kegiatan yang tertuang pada Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) OPD.
Kebijakan untuk Belanja Operasi tahun anggaran 2023 direncanakan sebesar Rp. 975.322.809.339 Sedangkan untuk kebijakan Belanja Modal adalah sebesar Rp 152.674225.309,-
4.2.3. Kebijakan Belanja Pegawai, Bunga, Subsidi, Hibah, Bantuan Sosial, Belanja Bagi Hasil, Bantuan Keuangan dan Belanja Tidak Terduga
Kebijakan belanja pegawai yang dimaksud merupakan kompensasi dalam bentuk gaji dan tunjangan serta penghasilan lainnya yang diberikan kepada pegawai negeri sipil yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Selain itu pemerintah daerah juga dapat memberikan tambahan penghasilan kepada pegawai negeri sipil berdasarkan pertimbangan yang obyektif dengan memperhatikan kemampuan keuangan daerah. Kebutuhan belanja pegawai dengan mengantisipasi adanya kenaikan gaji berkala, tunjangan keluarga, mutasi dan penambahan PNSD, diperhitungan acress yang besarnya dibatasi maksimum 2,5% dari jumlah Belanja Pegawai (gaji dan tunjangan). Di samping itu juga telah memperhitungkan pemberian gaji bulan ke-13 dan ke-14.
Belanja Pegawai pada pos Belanja Operasi tahun anggaran 2023 sebesar Rp. 508.660.248.718,-.
Belanja hibah digunakan untuk menganggarkan pemberian hibah dalam bentuk uang, barang dan/atau jasa kepada pemerintah atau pemerintah daerah lainnya, dan kelompok masyarakat/perorangan yang secara spesifik telah ditetapkan peruntukannya. Untuk tahun anggaran 2023 ini, Pemerintah Kota Tanjungpinang menyiapkan anggaran bagi belanja hibah sebesar Rp. 00.000.000.000,-.
Belanja bantuan sosial digunakan untuk menganggarkan pemberian bantuan dalam bentuk uang dan/atau barang kepada masyarakat yang
bertujuan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat sebagai upaya untuk memenuhi fungsi APBD sebagai instrumen keadilan dan pemerataan untuk meningkatkan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat. Kebijakan tahun anggaran 2023 ini, belanja bantuan sosial dianggarkan sebesar Rp. 375.000.000.
Tahun 2022 Belanja Subsidi direncanakan untuk diberikan di Kota Tanjungpinang sebesar Rp 0,-.
Sedangkan belanja bantuan keuangan kepada provinsi/kabupaten/kota dan pemerintah desa dan Partai Politik untuk tahun anggaran 2023 tidak dianggarankan.
Belanja tidak terduga merupakan belanja untuk kegiatan yang sifatnya tidak biasa atau tidak diharapkan berulang seperti penanggulangan bencana alam dan bencana sosial yang tidak diperkirakan sebelumnya. Untuk tahun anggaran 2023, belanja tidak terduga dianggarkan sebesar Rp.2.000.000.000,-.
Tabel 4.3
Proyeksi Anggaran Belanja TA. 2023
KODE REKENING | URAIAN | ||||
APBD 2022 | RAPBD 2023 | BERTAMBAH/(BERKURANG) | |||
1 | 2 | 3 | 4 | 5 = (4-3) | 6 |
5 | BELANJA BELANJA OPERASI Belanja Pegawai Belanja Barang dan Jasa Belanja Subsidi Belanja Hibah Belanja Bantuan Sosial BELANJA MODAL Belanja Modal Tanah Belanja Modal Peralatan dan Mesin Belanja Modal Gedung dan Bangunan Belanja Modal Jalan, Jaringan dan Irigasi Belanja Modal Aset Tetap lainnya Belanja Modal Aset lainnya BELANJA TIDAK TERDUGA Belanja Tidak Terduga Jumlah Belanja | ||||
5.1 | 840.409.050.092,00 | 897.508.625.288,00 | 57.099.575.196,00 | 6,79 | |
5 . 1 . 01 | 454.230.446.795,00 | 508.660.248.718,00 | 54.429.801.923,00 | 11,98 | |
5 . 1 . 02 | 358.240.667.495,00 | 370.280.456.570,00 | 12.039.789.075,00 | 3,36 | |
5 . 1 . 00 | 000.000.000,00 | 0,00 | (475.672.500,00) | (100,00) | |
5 . 1 . 05 | 27.062.263.302,00 | 18.192.920.000,00 | (8.869.343.302,00) | (32,77) | |
5 . 1 . 00 | 000.000.000,00 | 000.000.000,00 | (00.000.000,00) | (6,25) | |
5 . 2 | 123.321.830.515,00 | 152.674.225.309,00 | 29.352.394.794,00 | 23,80 | |
5 . 2 . 01 | 0,00 | 0,00 | 0,00 | 0,00 | |
5 . 2 . 02 | 50.250.896.887,00 | 22.238.328.513,00 | (00.000.000.000,00) | (55,75) | |
5 . 2 . 03 | 31.484.794.428,00 | 36.152.560.155,00 | 4.667.765.727,00 | 14,83 | |
5 . 2 . 04 | 36.832.062.787,00 | 89.856.360.541,00 | 53.024.297.754,00 | 143,96 | |
5 . 2 . 05 | 4.754.076.413,00 | 4.416.987.300,00 | (337.089.113,00) | (7,09) | |
5 . 2 . 06 | 4.754.076.413,00 | 9.988.800,00 | (4.744.087.613,00) | (99,79) | |
5 . 3 | 9.000.000.000,00 | 2.000.000.000,00 | (7.000.000.000,00) | (77,78) | |
5 . 3 . 01 | 9.000.000.000,00 | 2.000.000.000,00 | (7.000.000.000,00) | (77,78) | |
972.730.880.607,00 | 1.052.182.850.597,00 | 79.451.969.990,00 | 8,17 |
4.2.4. Kebijakan Pembangunan Daerah, kendala yang dihadapi, strategi dan prioritas pembangunan daerah yang disusun secara terintegrasi dengan kebijakan dan prioritas pembangunan nasonal yang akan dilaksanakan di daerah.
A. KEBIJAKAN PEMBANGUNAN DAERAH
Untuk mendukung Tema Pembangunan Kota Tanjungpinang Pada Tahun 2023 yaitu “Perwujudan Masyarakat yang Sejahtera”, maka pembangunan daerah dititikberatkan pada :
1. Peningkatan kompetensi pencari kerja dan kemampuan kewirausahaan.
2. Peningkatan penyelenggaraan bursa kerja
3. Optimalisasi pengembangan usaha ekonomi produktif
4. Optimalisasi penanganan rumah tidak layak huni dan kawasan kumuh.
5. Optimalisasi penanganan penyandang masalah kesejahteraan sosial.
6. Optimalisasi kualitas pendidikan Anak Xxxx Xxxx dan Pendidikan dasar
7. Optimalisasi kualitas pelayanan kesehatan dasar dan rujukan.
8. Peningkatan pemantauan harga dan pasokan pangan pokok
9. Peningkatan diversifikasi pangan pada masyarakat berbasis sumberdaya lokal
10. Peningkatan patroli dan operasi yustisi
11. Peningkatan pembinaan kesadaran dan pengetahuan politik masyarakat.
12. Optimalisasi pengembangan kota menuju smart city.
B. KENDALA YANG DIHADAPI
a. Pendidikan
a. Belum optimalnya partisipasi Pendidikan pada jenjang PAUD karena faktor ekonomi serta wabah covid 19 yang masih belum selesai, sehingga orang tua belum berkeinginan untuk menyekolahkan anak-anaknya di KB/Pos PAUD dan TK, dengan alasan pembelajaran tatap muka yang belum maksimal dilaksanakan.
b. Masih banyaknya SD/MI, SMP/MTs yang belum terakreditasi minimal B disebabkan terdapat lembaga yang tidak memperpanjang atau memperbaharui akreditasi secara berkesinambungan, dan masih banyak sekolah yang belum memenuhi 8 standar akreditasi : standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar tenaga pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan dan standar penilaian.
b. Kesehatan
a. Menurunnya capaian BOR disebabkan Peningkatan kasus Covid-19 di Kota Tanjungpinang dan adanya pembatasan kegiatan selama masa pandemi Covid-19 menyebabkan kekhawatiran pasien untuk datang ke rumah sakit, sehingga menurunkan minat masyarakat dalam memanfaatkan fasilitas pelayanan rawat inap.
b. Tingginya NDR (Net Death Rate) dan GDR (Gross Death Rate) disebabkan peningkatan frekuensi kasus Covid-19 di Kota Tanjungpinang yang signifikan menyebabkan kasus kematian 48 jam setelah dirawat yang diakibatkan oleh kasus Covid-19 pun meningkat.
c. Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang
a. Kurangnya kualitas infrastruktur jalan dan drainase perkotaaan.
b. Kurangnya ketersediaan rencana tata ruang sebagaimana diamanatkan peraturan perundang-undangan.
c. Belum optimalnya penyediaan air bersih dan sanitasi.
d. Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman
a. Belum optimalnya penanganan kawasan kumuh disebabkan terdapat penambahan luasan kawasan kumuh berdasar sk no 594 thn 2019 ttg perubahan atas Keputusan Walikota No 37 thn 2014 ttg penetapan lokasi lingkungan perumahan dan permukiman kumuh di kota tanjungpinang.
b. Belum optimalnya penanganan rumah tidak layak huni.
c. Belum optimalnya penyediaan prasarana dan utilitas umum perumahan.
e. Ketentraman, Ketertiban Umum dan Perlindungan Masyarakat
a. Masih minimnya jumlah Satlinmas aktif di Kota Tanjungpinang.
b. Masih adanya masyarakat yang tidak mengindahkan Perda dan Perkada meskipun sebagian besar sudah mengetahuinya.
c. Belum optimalnya penanganan kebakaran sesuai respon time disebabkan jumlah pos pelayanan kebakaran tidak sebanding dengan luas wilayah Kota Tanjungpinang.
d. Belum optimalnya kesiapsiagaan terhadap bencana dan kurangnya sarana prasarana penanggulangan bencana.
f. Sosial
a. Kurangnya pemberdayaan terhadap potensi TKSM dan PSKS dan penyediaan sarana prasarana Lembaga kesejahteraan social dan WKBSM.
b. Belum optimalnya penanggulangan kemiskinan disebabkan masih banyak terdapat data kependudukan yang bermasalah (NIK Ganda, belum pecah KK, belum mengurus akte kematian), kurangnya kesadaran masyarakat dalam melaksanakan graduasi mandiri, belum ada sinkronisasi terkait indikator kemiskinan dengan realita di lapangan, dan belum maksimalnya peran instansi terkait dalam pengelolaan DTKS.
c. Belum optimalnya pemberdayaan PMKS disebabkan minimnya pemberdayaan anggota KUBe dan UEP.
d. Tidak tersedianya kendaraan operasional untuk mengangkut barang bantuan bencana alam dan sosial.
g. Tenaga Kerja
a. Kurangnya keterampilan dan kompetensi pencari kerja.
b. Masih adanya pengangguran dan kurangnya penempatan kerja disebabkan tidak adanya info lowongan pekerjaan dari perusahaan pada masa pandemi Covid-19.
c. Belum optimalnya pemenuhan hak pekerja oleh perusahaan sesuai ketentuan ketenagakerjaan.
h. Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
a. Masih adanya kekerasan terhadap perempuan dan anak.
b. Belum optimalnya pencapaian kota layak anak.
c. Masih rendahnya anggaran responsif gender.
i. Pangan
a. Belum terpenuhinya kecukupan energi ketersediaan.
b. Kurangnya Persentase produk pangan asal hewan yang aman dan sehat disebabkan kurangnya pengawasan peredaran hewan dan produk hewan, dan belum adanya produk hukum daerah yang mengatur detail perizinan usaha, lalu lintas produk hewan dan kewajiban atas pemenuhan persyaratan teknis kesmavet pada unit usaha Pangan Asal Hewan.
j. Pertanahan
a. Belum Optimalnya Penyelesaian Masalah Pertanahan.
k. Lingkungan Hidup
a. Belum optimalnya kualitas lingkungan.
b. Belum optimalnya Penanganan Sampah.
l. Administrasi Kependudukan dan Pencatatan Sipil
a. Belum optimalnya kepemilikan Kartu Identitas Anak (KIA) dan KTP elektronik.
b. Belum optimalnya kepemilikan akte kelahiran
m. Pemberdayaan Masyarakat dan Desa
a. Belum optimalnya ketersediaan dan kualitas Posyantek.
b. Belum optimalnya kualitas kelembagaan masyarakat.
n. Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana
a. Masih banyaknya PUS yang ingin ber-KB tidak terpenuhi (unmet need).
o. Perhubungan
a. Kurangnya fasilitas perhubungan dan sarana prasarana angkutan dalam keadaan baik.
b. Kurangnya Fasilitas keselamatan lalulintas terpasang dibandingkan kebutuhan.
c. Kurangnya pemenuhan persyaratan teknis dan layak jalan moda angkutan umum.
p. Komunikasi dan Informatika
a. Belum optimalnya pemanfaatan domain dan sub domain.
b. Belum optimalnya akses internet pada perangkat daerah dan ruang public.
c. Kurangnya pemberdayaan kelompok informasi masyarakat di tingkat kecamatan.
d. Belum optimalnya pencapaian Skor Penilaian Mandiri Indeks SPBE.
q. Koperasi, Usaha Kecil Dan Menengah
a. Rendahnya persentase Koperasi aktif dan KSP yang berizin.
b. Kurangnya Kemitraan Bagi Pelaku Usaha Mikro.
c. Kurangnya usaha mikro yang terbina dan terfasilitasi perizinan usaha.
r. Penanaman Modal
a. Belum optimalnya nilai investasi dan kurangnya promosi investasi
b. Belum tersedianya dokumen perencanaan dan kebijakan investasi daerah.
s. Kepemudaan dan Olahraga
a. Belum optimalnya kualitas pemuda dan terbatasnya pemuda wirausaha.
b. Belum optimalnya prestasi olahraga ditingkat provinsi dan nasional.
c. Belum terpenuhinya standar sarana dan prasarana olahraga.
t. Statistik
a. Belum optimalnya penyediaan statistik sektoral dan Pengembangan satu data Kota Tanjungpinang.
u. Persandian
a.Belum optimalnya pemanfaatan persandian dalam pengamanan informasi.
v. Kebudayaan
a. Kurangnya penyelenggaraan festival seni dan budaya.
b. Belum optimalnya pemeliharaan koleksi dan pengelolaan museum.
c. Terbatasnya bangunan berciri khas melayub. Belum optimalnya jumlah pengunjung museum.
w. Perpustakaan
a. Belum optimalnya pengunjung perpustakaan.
b. Belum optimalnya pembinaan terhadap perpustakaan masyarakat, sekolah dan Taman Bacaan Masyarakat.
x. Kearsipan
a. Belum optimalnya pengelolaan arsip secara baku oleh perangkat daerah dan kelurahan.
b. Masih kurangnya perangkat daerah dan kelurahan yang menyerahkan arsip statis kepada Lembaga Kearsipan Daerah.
y. Kalautan dan Perikanan
a. Belum optimalnya produksi perikanan tangkap dan budidaya
b. Belum optimalnya persentase pembudidaya ikan menerapkan cara budidaya ikan yang baik.
z. Pariwisata
a. Kurangnya kunjungan wisata disebabkan adanya pembatasan dan penutupan pintu masuk kedatangan Wisman dan Wisnus kerena pandemi COVID-19.
b. Belum optimalnya promosi pariwisata dan penyelenggaraan event pariwisata daerah.
å. Pertanian
a. Belum optimalnya produksi pertanian disebabkan tidak adanya kegiatan pendukung dalam peningkatan produksi tanaman pangan/palawija, dengan beralihnya petani tanaman pangan/palawija menjadi tanaman hortikultura.
b. Belum optimalnya produksi peternakan disebabkan: Alih fungsi lahan pertanian sebagai dampak pembangunan dan legalitas peruntukan lahan pertanian/peternakan; Keterbatasan modal pengembangan usaha sektor peternakan yang berdampak pada skala usaha yang terbatas dan rendahnya daya saing peternak; Return of Investment (ROI) yang cukup tinggi pada usaha subsektor peternakan serta resiko ekonomi atas kejadian kematian karena penyakit ternak berdampak pada minat usaha menurun dan rendah; Disparitas harga ditingkat petani dan tingkat konsumen yang menyebabkan margin peternak cukup rendah; dan Tingkat pengetahuan SDM peternakan baik peternak maupun petugas teknis yang belum optimal.
c. Tingkat kematian ternak terjadi kenaikan akibat terjadinya wabah penyakit hewan Menular Strategis yang merebak pertama kalinya di Tanjungpinang yaitu penyakit Jembrana.
ä. Perdagangan
a. Kurangnya pasar dalam kondisi baik.
b. Belum optimalnya pembinaan dan penataan pedagang kaki lima
ö. Perindustrian
a. Terbatasnya Industri Kecil dan Menengah yang berkembang.
aa. Perencanaan Pembangunan
a.Belum optimalnya kualitas dokumen perencanaan pembangunan daerah.
bb. Keuangan Daerah
a. Belum optimalnya Pertumbuhan Pajak Daerah.
b. Kurangnya ketaatan wajib pajak dalam membayar pajak daerah.
c. Belum optimalnya pengelolaan keuangan dan barang milik daerah.
cc. Kepegawaian, Pendidikan dan Pelatihan
a. Masih adanya Pejabat PNS yang belum mengikuti pendidikan dan pelatihan struktural, dikarenakan Keterbatasan anggaran dan tidak tersedianya sarana dan prasarana Diklat di Kota Tanjungpinang.
b. Belum optimalnya persentase penetapan jabatan pimpinan tinggi dan persentase penetapan jabatan administrasi.
dd. Sekretariat DPRD
Kurangnya Persentase RanPerda yang difasilitasi pembahasan nya, disebabkan perlu adanya perubahan Naskah Akademik oleh Pemrakarsa. dan tidak adanya pengajuan Rancangan Peraturan Daerah berdasarkan inisiatif atau usulan DPRD.
ee. Sekretariat Daerah
a. Belum optimalnya fasilitasi dan pelayanan hukum, pengadaan barang jasa, pengelolaan administrasi pembangunan, pengelolaan administrasi pemerintahan, penataan organisasi, layanan protokol dan komunikasi pimpinan.
ff. Penelitian dan Pengembangan
a. Kurangnya implementasi rencana kelitbangan.
gg. Pengawasan
a. Belum optimalnya sertifikasi bagi tenaga pemeriksa dan aparatur pengawasan.
hh. Kecamatan
a. Tidak tercapainya peningkatan wawasan kebangsaan tingkat kecamatan dan kelurahan.
b. Belum optimalnya pemberdayaan lembaga Tingkat Kecamatan dan Kelurahan (RT/RW dan PKK) akti.
C. STRATEGI DAN PRIORITAS PEMBANGUNAN DAERAH
Program Prioritas yang mendukung tema pembangunan 2023 adalah :
1. Penguatan Sektor Ekonomi Terdampak Pandemi Covid-19.dengan memprioritaskan Pembangunan pada pada:
a. Optimalisasi pengembangan usaha ekonomi produktif.
b. Peningkatan pemantauan harga dan pasokan pangan pokok.
c. Penerapan Protokol Kesehatan dalam pengelolaan wisata dan pengembangan ekonomi kreatif berbasis sejarah dan budaya, wisata kuliner.
d. Pengembangan daya saing industri dan usaha mikro kecil serta peningkatan kualitas koperasi.
e. Peningkatan kualitas pelayanan perijinan investasi melalui penggunaan OSS RBA dan optimalisasi Mall Pelayanan Publik.
f. Peningkatan pemberdayaan dan penyediaan sarana prasarana perikanan tangkap dan budidaya.
2. Pengurangan kemiskinan, pengangguran dan pengembangan Sumber Daya Manusia Dengan memprioritas pembangunan pada:
a. Peningkatan kompetensi pencari kerja dan kemampuan kewirausahaan.
b. Peningkatan penyelenggaraan bursa kerja dan memfasilitasi penempatan tenaga kerja.
c. Penyediaan layanan dasar penduduk miskin dan optimalisasi penanganan penyandang masalah kesejahteraan sosial.
d. Optimalisasi kualitas pendidikan Anak Xxxx Xxxx dan Pendidikan dasar, dan penanganan anak tidak sekolah.
e. Penanganan stunting dan Optimalisasi kualitas pelayanan kesehatan dan pembudayaan hidup bersih dan sehat.
f. Kelurahan Ramah Perempuan dan Peduli Anak (KRPPA).
3. Peningkatan kualitas infrastruktur dan lingkungan Dengan berprioritas pada:
a. Penataan kawasan permukiman kumuh dan rumah tidak layak huni.
b. Peningkatan akses air bersih dan sanitasi layak dan aman.
c. Peningkatan kualitas jalan dan penataan sistem drainase.
d. Peningkatan kualitas lingkungan hidup dan pengelolaan persampahan.
4. Pengembangan Smart City dan Peningkatan Kualitas Tata Kelola Pemerintahan. Dengan prioritas pembangunan sebagai berikut:
a. Peningkatan layanan SPBE (Administrasi pemerintahan, ASN, Bisnis, dan Publik) didukung pengembangan infrastuktur, integrasi dan pemanfaatan aplikasi e-goverment.
b. Optimalisasi kelembagaan, tata laksana dan penerapan standar pelayanan publik.
c. Peningkatan pendapatan daerah dan kualitas pengelolaan keuangan daerah.