ECO-CRITICAL STUDIES IN THE SHORT STORY "PERJANJIAN TERAKHIR DENGAN MBAUREKSA GUNUNG BOGANG" BY BONARI NABONENAR
KAJIAN EKOKRITIK DALAM CERPEN “PERJANJIAN TERAKHIR DENGAN MBAUREKSA GUNUNG BOGANG” KARYA XXXXXX XXXXXXXXX
ECO-CRITICAL STUDIES IN THE SHORT STORY "PERJANJIAN TERAKHIR DENGAN MBAUREKSA GUNUNG BOGANG" BY XXXXXX XXXXXXXXX
1Juanda; 2Iswan Afandi
1Prodi Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas Negeri Makassar, Indonesia
2Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas Timor, Indonesia
0xxxxxx@xxx.xx.xx; 0xxxxx@xxxxxx.xx.xx
Abstrak
Lingkungan dan sastra merupakan dua aspek yang tidak bisa dipisahkan, karena sastra selalu mengambarkan lingkungan dalam menghidupkan suatu cerita. Tujuan penelitian ini mengeksplorasi unsur ekokritik dalam cerpen karya Xxxxxx Xxxxxxxxx. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif yang mendeskripsikan unsur ekokritik dalam cerpen. Data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah data dari cerpen yang dianalisis menggunakan kajian ekokritik. Adapun sumber data dalam penelitian ini adalahcerpen Jawa Pos yang berjudul “PerjanjianTerakhir dengan Mbaureksa Gunung Bogang” karya Xxxxxx Xxxxxxxxx. Sumber data dalam penelitian ini adalah cerpen karya Xxxxxx Xxxxxxxxx yang berjudul “Perjanjian Terakhir dengan Mbaureksa Gunung Bogang”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa unsur ekokritik yang ditemukan dalam cerpen karya Xxxxxx Xxxxxxxxx yang berjudul “Perjanjian Terakhir dengan Mbaureksa Gunung Bogang” terdiri atas empat fenomena lingkungan, yaitu: hutan, bencana, dan perumahan/tempat tinggal, dan binatang. Hasil penelitian ini dapat digunakan oleh guru dalam keterampilan literasi dan pembentukan karakter peduli lingkungan pada peserta didik dan pemerintah sebagai penentu kebijakan untuk membuat peraturan dalam pelestarian hutan.
Kata kunci: ekokritisisme, cerpen.
Abstract
Environment and literature are two inseparable aspects, because literature always describes the environment in bringing a story to life. The purpose of this research is to explore the eco-critical elements in short stories by Xxxxxx Xxxxxxxxx. This study uses a qualitative descriptive method because it describes the eco-critical elements in short stories. The data obtained in this study are data from short stories which are analyzed using eco-critical studies. The data source in this study is the Jawa Pos short story entitled "Perjanjian Terakhir dengan Mbaureksa Gunung Bogang" by Xxxxxx Xxxxxxxxx. The data source in this study is a short story by Xxxxxx Xxxxxxxxx. The results of the study show that the ecocritical elements found in the short story consist of four environmental phenomena, namely: forests, disasters, and housing/dwelling, and animals. The results of this study can be used by teachers in literacy skills and character building to care for the environment in students and the government as policy makers to make regulations in forest conservation.
Keywords: ecocriticism, short stories.
PENDAHULUAN
Ekokritisisme muncul sebagai tanggapan terhadap kondisi lingkungan global saat ini yang sedang memburuk (Juanda et al., 2024, p. 415), mencakup isu-isu seperti perubahan iklim (pemanasan global), pencemaran (polusi) (Afandi, 2021, p. 61), perburuan hewan, pemukiman, bencana alam, dan kerusakan hutan belantara, eksploitasi sumber daya alam, serta dampak dari
pertumbuhan populasi dan konsumsi yang tidak berkelanjutan (Garrard, 2004). Isu tersebut melatarbelakangi penelitian ini penting untuk dilakukan.
Penelitian yang menggunakan pendekatan ekokritik telah dilakukan oleh pakar sastra dan lingkungan, antara lain: (Xxxxx & Xxxxxxxxx, 2014); (Xxxxxx & Xxxxxxxxx, 2015); (Xxxxx et al., 2016); (Xxxxx et al., 2017); (Xxxxxxxx, 2017); (Wardani, 2022). Namun, beberapa peneliti tersebut belum mengkaji cerpen “Perjanjian Terakhir dengan Mbaureksa Gunung Bogang” karya Xxxxxx Xxxxxxxxx.
Penelitian lain mengenai cerpen ekokritik yang memfokuskan pada respon pembaca juga pernah dilakukan oleh: (Xxxxxxxx & Xxxxxx, 2012); (Xxxxxxxxxx et al., 2014); (Xxxxxx Xx et al., 2014); (Xxxxx, 2016); (Xxxxxx et al., 2018); (Xxxx, S., 2019); (Xxxxxxx, 2019); (Xxxxx et al., 2023). Beberapa penelitian tersebut hanya meneliti respon dan tanggapan pembacanya. Berbeda dengan penelitian yang menggunakan instrument (peneliti sekaligus pembaca). Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk melengkapi penelitian terdahulu.
Dalam penelitian Labrador (2022) ditemukan bahwa metode cerita telah terbukti menjadi sumber didaktik yang penting dalam pengajaran bahasa. Dengan demikian, penelitian tersebut juga memberikan celah dalam penelitian ini agar dianalisis cerpen lingkungan sebagai sebagai alat edukasi kepada pembaca mengenai pentingnya dilakukan pelestarian lingkungan di masa depan.
Berdasarkan beberapa penelitian terdahulu belum ada yang meneliti cerpen “Perjanjian Terakhir denganMbaureksa Gunung Bogang” denganpendekatan ekokritik. Padahal, cerpen ini memiliki nilai-nilai pendidikan lingkungan. Cerpen tersebut menggambarkanfenomena lingkungan yang terjadi di dalam masyarakat sekitar Gunung Bogang. Masalah dalam penelitian ini yaitu bagaimana unsurekokritik yang ada dalam cerpen “Perjanjian Terakhir denganMbaureksa Gunung Bogang. Tujuan dalam penelitian ini, yaitu mendeskripsikan unsur ekokritik dalam cerpen “PerjanjianTerakhir dengan Mbaureksa Gunung Bogang”.
Penelitian ekokritik pada cerpen "Perjanjian Terakhir dengan Mbaurkesa Gunung Bogang" oleh Xxxxxx Xxxxxxxxx memberikan kontribusi penting bagi dunia dengan memperkaya wacana ekokritik global melalui perspektif Indonesia, meningkatkan kesadaran lingkungan, memajukan pemahaman interkultural tentang hubungan manusia dan alam, dan menginspirasi aksi lingkungan. Lingkungan dan sastra merupakan dua aspek yang tidak bisa dipisahkan, karena sastra selalu mengambarkanlingkungan dalam menghidupkan suatucerita. Sastra turut andil dalam mengkaji persoalan lingkungan seperti dalam genre sastra novel, cerpen, puisi, drama, dan film (Afandi & Juanda, 2020a, p. 121). Lingkungan banyak digambarkan dalam karya sastra misalnya melalui media cerpen. Pengarang karya sastra ada yang menjadikan alam sebagai representasi imajinasi mereka melalui cerpen. Cerpen merupakan sebuah cerita yang selesai dibaca dalam sekali duduk, kira-kira berkisar antara setengah sampai dua jam suatu hal yang kiranya tak mungkin dilakukan kalau kita membaca sebuah novel. Cerpen juga diartikan sebagai cerita pendek yang berbentuk prosa yang singkat dan pendek. Selain itu, sastra juga tidak akanjauh dari kebudayaan manusia. Budaya- budaya yang berkembang di masyarakat. Keterkaitan dengan kearifan lokal setempat. Lingkungan
merupakan elemen pendukung kebudayaan tersebut (Juanda et al., 2023, p. 12).
Karya sastra pada dasarnya merupakan karya fiksi yang berasal dari hasil kreatif (Juanda & Afandi, 2024, p. 50), hasil ekspresi, ataupun hasil luapan emosi pengarang dengan menggunakan bahasa sebagai medianya dan mampu mengungkapkan makna yang dingin disampaikan. Cerpen adalah suatu cerita fiksi yang berbentuk prosa yang singkat dan pendek. Cerpen terdiri atas dua unsur yaitu unsur intrinsik danunsur ekstrinsik. Unsur intrinsik terdiri atastema, latar, amanat, alur, tokoh, sudut pandang, dan gaya bahasa. Sedangkan unsur ekstrinsik terdiri atas latar belakang
masyarakat, biografi pengarang, dan kondisi psikologis pengarang (Afandi & Juanda, 2023, p. 12). Kajian ekokritik sebagai kajian tentang hubungan antara sastra dan lingkungan. Ekokritik bentukan dari kata ecology dan kata criticism (Afandi, 2022, p. 40). Ekologidapat diartikan sebagai kajian ilmiah tentang pola hubungan tumbuh- tumbuhan, hewan-hewan, dan manusiaterhadap satu sama lain dan terhadap lingkungan-lingkungannya. Kritik dapat diartikan sebagai bentuk dan ekspresi penilaian tentang kualitas-kualitas baik atauburuk dari sesuatu (Afandi & Juanda, 2020b, p. 296). Secara sederhana ekokritik dapat dipahami sebagai kritik berwawasan lingkungan (Afandi et
al., 2024, p. 1044).
Garrard (2004, p. 20) mengemukakan ekokritisisme mengeksplorasi cara-cara mengenai bagaimana kita membayangkan dan menggambarkan hubungan antara manusiadan lingkungan dalam segala bidang hasil budaya. Ekokritisisme diilhami oleh (juga sebagai sikap kritis dari) gerakan-gerakan lingkungan modern. Berikut ini diuraikan konsep ekokritik menurut Xxxxxxx.
Pencemaran
Pencemaran merupakan proses,cara, perbuatan mencemari atau mengotori.Xxxxxxx (2004, p. 6) mengemukakan bahwa pencemaran merupakan masalah ekologis karena tidak menyebutkan substansi atau kelas zat, tetapi lebih merupakan klaim normatif implisit bahwa terlalu banyak sesuatu hadir di lingkungan, biasanya ditempat yang salah.
Hutan Belantara
Hutan pada dasarnya merupakan tanah luas yang ditumbuhi oleh pohon- pohon. Hutan biasanya berada di wilayah pegunungan. Konsep hutan menurut Xxxxxxx (2004, p. 4) mengacu pada keadaan alam yang tidak terkontaminasi oleh peradaban dan merupakan sebuahkonstruksi alam yang kuat. Hal tersebutdilakukan untuk melindungi ekosistem danspesies tertentu, dan agar tidak tercemaroleh manusia, orang berharap untuk lari dari ketidaksopanan dan tendensi materialkota dapat melarikan diri ke sana.
Bencana Alam
Bencana merupakan sesuatu yang bahaya yang dapat menyebabkan atau menimbulkan kesusahan, kerugian, atau penderitaan. Garrard (2004, p. 107) berpendapat bahwa bencana adalah keadaan berupa kondisi dari alam dan lingkungan yang tidak seperti biasanya, terjadinya perubahan iklim, kerusakan, kemerosotan hayati, kepunahan ekosistem dan meningkatnya bencana alam. Xxxxxxx menunjukkan kesadaran bahwa dunia tidak akan berakhir dan bahwa manusia seperti pemuda masa kini, seperti lingkungancenderung bertahan bahkan jika peradaban tidak dibangun. Perumahan/Tempat Tinggal
Garrard (2004, p. 108) berpendapat bahwa tempat tinggal/perumahan bukanlah hal yang sementara, sebaliknya ini menyiratkan penumpukan jangka panjang dari memori landskap manusia, leluhur dankematian, ritual, kehidupan dan pekerjaan. Perumahan/tempat tinggal adalah rumah yang berfungsi sebagai tempat tinggal atauhunian yang dilengkapi dasar lingkungan milsanya dengan penyediaan air minum, pembuangan sampah, tersedianya linstrik, telepon, dan jalan yang memungkinkan lingkungan pemukiman berfungsi sebagaimana mestinya.
Binatang
Binatang adalah makhluk bernyawayang mampu bergerak (berpindah tempat) dan mampu bereaksi terhadap rangsangan, tetapi tidak berakal budi (seperti anjing,kerbau, semut). Menurut Xxxxxxx (2004, p. 136), studi tentang hubungan antara binatang dan manusia dalam ilmu humaniora terbagi antara pertimbanganfilosofis hak-hak binatang dan analisis budaya representasi Binatang. Bumi
Bumi dalam kajian ekokritik Xxxxxxx mengarah kepada penyelamatan atau bumi.
Menyelamatkan bumi mencakup isi yang ada di dalamnya terkaithewan dan tumbuhan, upaya pelestarian yang ada di bumi dapat dilakukan dengan cara bersama-sama mengambil tugas dan tanggung jawab untuk menjaga bumi.
METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif-deskriptif. Metode penelitian kualitatif adalah metodepenelitian yang berlandaskan pada filsafat postpositivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah, peneliti adalah sebagai instrumen kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara triangulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif/kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna daripada generalisasi. Data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah kumpulan data dari cerpen yang dianalisis menggunakan kajian ekokritik. Adapun sumber data dalam penelitian ini adalahcerpen “PerjanjianTerakhir dengan Mbaureksa Gunung Bogang”. 27 Oktober 2019; xxxxx://xxx.xxxxxxx.xxx/xxxxxx/xxxxxx/00/00/0000/xxxxxxxxxx-xxxxxxxx-xxxxxx-xxxxxxxxx- gunung-bogang/. Aktivitas analisis data kualitiatif dilakukan secara interaktif dan terus menerus sampai tuntas,sehingga datanya jenuh. Analisis ini terdiri dari 3 hal utama: reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan/verifikasi (Xxxxx and Xxxxxxxx, 1984).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada bagian hasil dan pembahasan,penulis memaparkan beberapa temuandata berupa unsur ekokritik cerpen “Perjanjian Terakhir dengan Mbaureksa Gunung Bogang”. Hasil dan pembahasan diuraikan sebagai berikut. Unsurekokritik yang ditemukan terdiri atas empat fenomena lingkungan, yaitu hutan, bencana, dan perumahan/tempat tinggal, dan binatang. Fenomena lingkungan tersebut diuraikan sebagai berikut.
Hutan
Perjanjian Terakhir dengan Mbaureksa Gunung Bogang” menceritakan mengenai fenomena hutan yang dimanfaatkan olehwarga sekitar Gunung Bogang untuk mencari pakan kambing, kayu bakar, dan daun jati. Fenomena hutan dapat dilihat pada data berikut.
1) “Hampir tiap hari saya masuk-keluar hutan. Untuk mencari dedaunan, pakan kambing. Kadang mencari kayu bakar atau daun, jatiuntuk pembungkus ketika ada tetangga yang punya hajat. Sebagai anak-anak, saya belum punya keberanian untuk masuk hutan sendirian.”
2) “Ketika sekolah mengadakan kegiatanbersama mencari bibit pohon mahoni. Para murid merasasenang. Diajak masuk hutan. Setiap musim tanam, sekolah rajinmenggiring para murid kehutan untuk mengumpulkansebanyak-banyaknya bibit pohon mahoni. Kadang-kadang juga bibit porang.”
3) Di sekitaran kali itu biasanya ditanam pohon perindang. Wilayahnya pun dikeramatkan. Orang tak akan berani sembarangan memangkas dan apalagi menebang pohon yang tumbuh di sekitar kali.
4) Saya berhati-hati dan tidak mencabut atau memangkas ini-itu di bawah pohon besar seperti beringin, apak, atau pohon lainnya. Di hutan, atau di kawasan tutup sumber. Di mana pun. Bukan hanya di kawasan Gunung Bogang.
Berdasarkan kutipan data di atas,dapat diinterpretasikan bahwa pohon memberikan banyak manfaat bagi wargasekitar Gunung Bogang, yaitu dedaunanyang dijadikan pakan kambing, kayu
bakar,dan daun jati. Hal ini berarti adanya hubungan antara lingkungan dalam hal ini hutan dengan manusia. Hutan juga dimanfaatkan untuk keuntungan yaitu dengan mengumpulkanbibit pohon mahoni dan bibit porang untuk dijual. Hal ini menyiratkan kepada pembaca untuk tetap menjaga kelestarian hutan dan tidak merusaknya. Dalam cerpen “Perjanjian Terakhir dengan Mbaureksa Gunung Bogang” menyiratkan pesan pada pembaca untuk mengambil bibit pohon seperlunya saja dan tidak mengumpulkan bibit pohon tersebut sampai habis.
Bencana Alam
Bencana yang terjadi dalam cerpen adalah kekeringan akibat dari penebangan pohon mahoni sehingga mengakibatkan Gunung Bogang menjadigundul. Hal ini dapat dilihat pada kutipan data di bawah ini.
5) Sama, atau lebih besar daripada Sungai Brantas. Dan kampung saya pasti tidak akan jadi wilayah yang tandus, yang selalu kekurangan air setiap musim kemarau datang. Malahan, akan sangat berpotensi jadi desa wisata yang menarik perhatian dunia.
6) Pertanyaan-pertanyaan itu terus menggaung di benak saya, terutama ketika musim kemarau datang memanjang. Kampung saya jadi kering kerontang. Jangankan air bersih, air kotor untuk menyiram tanaman pun susah didapat.
7) “Dari tahun ke tahun,keadaan makin parah. Maksud saya, kekeringanitu. Apalagi, sejak ZamanReformasi, habis dibabat itupohon-pohon mahoni.Gunung Bogang benar- benar gundul. Segundul- gundulnya.”
8) Jika kemarau memanjang, sumber mengecil, dan sumur-sumur mengering, orang-orang pergi ke tepi jalan raya atau ke tempat air bersih bantuan pemerintah dibagikan. Sementara itu, pembuatan sumur-sumur baru dilakukan di puncak musim kemarau.”
9) “Ditambah lagi, warga jugamenanam sawit di pekarangan maupun dilahan yang dikuasai, perhutani, dan mereka kelola bersama. Padahal, sawit lebih rakus airdari pada pinus.”
Berdasarkan kutipan data di atas, dapat dideskripsikan bahwa kekeringan yang terjadi di pemukiman warga sekitar Gunung Bogang diakibatkan oleh pohon- pohon mahoni yang habis dibabat. Terjadinya kerusakan hutan tersebut akibat dari penebangan pohon menimbulkan suatu bencana yaitu kekeringan yang merugikan manusia. Hal ini menyiratkan kepada pembaca untuk tidak merusak hutan dan melakukan penanaman kembali pohon atau reboisasi setelah melakukan penebangan pohon.
Selain itu, kekeringan yang melanda warga Gunung Bogang juga merupakan kesalahan dari warga sendiri. Mereka menanam pohon sawit padahal mereka tahu bahwa pohon sawit sangat rakus dalam menyerap air sehinggamengakibatkan makin menipisnyakandungan air di dalam tanah. Rawa- rawa dan lahan gambut menjadi kering setelah ditanami pohon sawit. Hal ini dapat dilihatpada kutipan data di bawah ini.
Perumahan/Tempat Tinggal
Fenomena yang melanda perumahan/tempat tinggal warga sekitar Gunung Bogang yaitu kekeringan. Kekeringan tersebut diakibatkan olehpenebangan pohon-pohon mahoni yang adadi Gunung Bogang. Berikut ini disajikan kutipan data yang menunjukkan fenomena kekeringan
yang melandaperumahan/tempat tinggal warga sekitar Gunung Bogang tersebut.
10) Warga sekitar cemas, kalau-kalau perkampungan di sekitar Gunung Bogang akan tenggelam
11) “Jika kemarau memanjang, sumber mengecil, dan sumur-sumur mengering,orang-orang
pergi ke tepi jalan raya atau ke tempat air bersih bantuan pemerintahdibagikan.”
12) “Sekarang tidak ada lagi orang pergi ke kali untuk mandi atau mencuci. Semua itu bisa dilakukan di rumah, setelah setiap keluarga menarik air dari sumbernya atau dari sumur- sumur buatan di lereng Gunung Bogang dengan slang atau pipa.”
Pada kutipan data di atas dapat interpretasikan bahwa akibat dari ulahmanusia yang merusak lingkungan dengan melakukan penebangan pohon hingga membuat Gunung Bogang menjadi gundul dan penanaman pohon sawit mengakibatkan kemarau panjang, sumber air menjadi mengecil, dan sumur-sumur warga menjadi kering. Dampak ini sangat dirasakan oleh warga. Mereka pergi ke tepijalan raya atau ke tempat air bersih bantuanpemerintah untuk mendapatkan air bersih. Selain itu, lahan-lahan milik warga dan Perhutani pun dijadikan tempat untuk membuat sumur.
Binatang
13) Bahwa, pada zaman dahulu, air laut sempat menyembur di puncak Gunung Bogang. Ikan tongkol dan layur pun menampakkan diri.
14) dilemparkanlah seekor kambing kendhit, kambing berwarna hitam dengan garis bulu warna putih melingkar temu gelang di bagian badannya.
15) Sebagai cara halus nenek untuk meminta agar kami, saya dan anak-anak xxxxxx xxxx, berhati- hati kalau harus mencari pakan kambing atau kayu bakar ke lereng Gunung Bogang.
16) Kokok ayam hutan di lereng Gunung Bogang terdengar saban hari. Terutama pada pagi buta, seperti membangunkan warga yang masih bermimpi. Hidup yang nyata sudah harus dihadapi. Itu dulu. Kini tiada lagi. Kali Nglaran, Kali Dali, dan Kali Xxxxxxxx pun tinggal semacam reruntuhan masa silam.
Fenomen binatang yang dinarasikan oleh pengarang yaitu ayam hutan, ikan, dan binatang ternak kambing. Binatang ini khususnya ayam hutan terancam punah karena penggundulan hutan. Beberapa jenis hewan tersebut dijadikan representase dalam karangan cerpen pengarang. Secara tidak langsung pengarang menyampaikan gambaran relasi dan ketergantungan manusia pada hewan untuk beratahan hidup. Oleh karena itu, secara implisit pengarang memberikan edukasi agar kita melestarikan hewan, contohnya berternak kambing yang telah digambarkan dalam cerpen “PerjanjianTerakhir dengan Mbaureksa Gunung Bogang”.
PEMBAHASAN
Temuan penelitian ini yang berkaitan dengan fenomena lingkungan dalam cerpen terdiri atas empat fenomena lingkungan, yaitu: hutan, bencana, dan perumahan/tempat tinggal, dan bintang. Fenomena yang tidak ditemukan dalam cerpen “PerjanjianTerakhir dengan Mbaureksa Gunung Bogang” yaitu: polusi dan global warming, sesuai teori Xxxxxx (2004). Pengarang Nabonenar telah manarasikan secara detail krisis lingkungan di pegunungan Bogang, yang terletak di Jawa Barat, Indonesia dan narasi dideskrisipkan secara detail tentang dampak krisis lingkungan, hal ini sejalan penelitian (Hooti & Xxxxxxxxx, 2014) tentang krisis lingkungan dan pemanasan global (Habibi & Xxxxxxxxx, 2015).
Tokoh dalam cerpen ini telah menjalin hubungan antar manusia dengan alam (Xxxxx et al., 2016). Tokoh dalam cerpen sering keluar masuk hutan untuk pemenuhan kebutuhan hidup, kayu bakar, dan menjaga hutan sebagai sumber mata air. Pengarang menunjukkan karakter tokoh, tokoh utama yang pada masa kecilnya, sewaktu SD sering masuk hutan untuk mengambil keperluan hidup tanpa merusak hutan.
Pengarang Nabonenar menarasikan pemukiman warga di area pegunungan Bogang yang kekurangan air, mengalami bencana kekeringan terutama pada musim kemarau. Oleh karena itu, sangat mendesak diadakan penanaman pohon kembali. Hal ini sesuai rekomendsi penelitian (Jiang et al., 2017) menegaskan terjalinnya hubungan antara manusia dengan alam dan menanam pohon dikawasan tandus akan berdampak lebih besar daripada penanaman di area yang telah hijau. Bencana alam sering terjadi di pegunungan Bogang, pengarang dalam pendirian etisnya menyiratkan kepada pembaca untuk menghormati xxxx, xxxxx, dan fauna; di darat, laut dan udara, seperti yang direkomendasikan dalam penelitian (Khosravi, 2017); (Praet, xx.xx., 2023) dalam pertimbangan eko-etis menuju hutan belantara. Ada berbagai narasi yang disodorkan pengarang Nabonenar tentang kearifan lingkungan misalnya, tidak boleh memetik daun dan narasi adanya berbagai bentuk religi yang berkaitan dengan larangan menebang pohon di sekitar bantaran sungai. Seperti dalam penelitian (Wardani, 2022) tentang perilaku lingkungan dalam Kaba Minangkabau.
Cerpen ini memiliki banyak nilai didaktis, antara lain yang berkaitan peduli lingkungan dan pelestariannya, sesuai yang telah direkomendasikan pada penelitian (Labrador, 2022); (Xxxxxxxx & Xxxxxx, 2012), bahwa cerita sebagai sumber didaktik dalam pengajaran bahasa (Berkhuizen, 2017); (Ghazanfari et al., 2014); (Sukhan Ng et al., 2014). Selain itu, pengarang memberikan pemahaman nilai-nilai budaya dalam cerpen ini dengan menekankan berbagai narasi pada pendeskripsian ritual dan religi dalam menjaga kelestarian alam. Penelitian (Okumu, 2016) membaca cerpen dapat membandingkan antar budaya sendiri dengan budaya lain, termasuk unsur politik, lingkungan, dan budaya ( Xxxxxxx, 2020). Pembaca dapat melibatkan indera secara selektif (Cremin et al., 2018) dan visual (Seuk, S. ,2019), dan pemahaman eksistensialisme (Canavan, 2019). Seseorang yang mempelajari bahasa secara terpadu sangat erat kaitannya dengan mempelajari karya sastra, cerpen dengan fenomena lingkungan melalui kajian berbagai istilah-istilah ekologi (Xxxxxxx, 2014); (Li et al., 2020).
SIMPULAN
Berdasarkan hasil dan pembahasanyang telah diuraikan sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa unsur ekokritik yang ditemukan dalam cerpen “Perjanjian Terakhir dengan Mbaureksa Gunung Bogang” terdiri atas empat fenomena lingkungan, yaitu hutan,bencana, dan perumahan/tempat tinggal, dan bintang. Hutan memberikan banyak manfaat bagi masyarakat sekitar Gunung Bogang, yaitu dedaunan yang dijadikan pakan kambing, kayu bakar, daun jati, dan bibit mahoni danbibit porang yang dapat dijual. Namun, akibat dari penebangan pohon mahoni mengakibatkan Gunung Bogang menjadigundul dan terjadilah kerusakan hutan yangmenyebabkan suatu bencana yaitu kekeringan yang merugikan warga.Dampak ini sangat dirasakan oleh warga yang tinggal di pemukiman sekitar Gunung Bogang. Mereka pergi ke tepi jalan raya atau ke tempat air bersih bantuan pemerintah untuk mendapatkan air bersih. Selain itu, lahan-lahan milik warga dan Perhutani dijadikan tempat untuk membuat sumur. Hasil penelitian ini dapat digunakan oleh guru dalam keterampilan literasi dan pembentukan karakter peduli lingkungan pada peserta didik dan pemerintah sebagai penentu kebijakan untuk membuat peraturan dalam pelestarian hutan.
DAFTAR PUSTAKA
Xxxxxxxx, X., & Xxxxxx, Z. (2012). Exploring Meaning of a Short Story through Envisionment Building. 66, 312–320. xxxxx://xxx.xxx/00.0000/x.xxxxxx.0000.00.000
Xxxxxx, X. (2021). Nilai Kearifan Lingkungan dalam Cerpen Bisikan Tanah Melalui Persepsi Mahasiswa (Studi Ekologi Sastra). Jurnalistrendi : Jurnal Linguistik, Sastra, Xxx Xxxdidikan, 6(1), 60–
76. xxxxx://xxx.xxx/xxxxx://xxx.xxx/00.00000/xxxxxxxxxxxxxx.x0x0.000
Xxxxxx, X. (2022). Application of Reception Theory and Literary Ecology Through Reading Short Stories on Environmental Themes. Prosiding Seminar Nasional Xxx Xxxxxxxxxxxxx HISKI, 11, 38–49. xxxxx://xxx.xxx/xxxxx://xxx.xxx/00.00000/xxxx.x0x0.00
Xxxxxx, X., Xxxxxxx, X., Xxxxxxxxx XX, X., & Xxxxxx, J. (2024). Local Wisdom Through Online Short Story Literacy as a Means of Marine Conservation. Asian Journal of Social and Humanities, 2(5), 1042–1055. xxxxx://xxx.xxx/00.00000/xxxxx.x0x0.000
Xxxxxx, X., & Xxxxxx, X. (2023). Revitalisasi Nilai Lingkungan Melalui Literasi Cerpen Digital bagi Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Jubindo: Jurnal Ilmu Pendidikan Bahasa Dan Sastra Indonesia, 8(3), 11–22. xxxxx://xxxxxx.xxxxxx.xx.xx/xxxxx.xxx/XXX/xxxxxxx/xxxx/0000/0000
Xxxxxx, X., & Xxxxxx, N. (2020a). Fenomena Lingkungan dalam Cerpen Daring Melalui Tanggapan Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (Studi Ekokritik). UNDAS: Jurnal Hasil Penelitian Bahasa Dan Sastra, 16(2), 119–140. xxxxx://xxx.xxx/00.00000/xxx.x00x0.0000
Xxxxxx, X., & Xxxxxx, N. (2020b). Nilai Lingkungan dalam Cerpen “Apakah Rumah Kita Akan Tenggelam” Karya Anas S Malo Melalui Tanggapan Mahasiswa (Kajian Ekokritik). Kandai, 16(2), 295–314. xxxxx://xxx.xxx/00.00000/xx.x00x0.0000
Xxxxxxx, X. (2019). Annals of Tourism Research Tourism-in-literature : Existential comfort , confrontation and catastrophe in Xxx Xx Xxxxxxxxxx ’ s short stories. Annals of Tourism Research, 78(July), 102750. xxxxx://xxx.xxx/00.0000/x.xxxxxx.0000.000000
Xxxxxx, X., Xxxxxxx, X., Xxxxx, X., Xxxxxxxx, X., & Xxxxxxxxx, N. (2018). Storytelling and story- acting: Co-construction in action. Journal of Early Childhood Research, 16(1), 3–17. xxxxx://xxx.xxx/00.0000/0000000X00000000
Xxxxxx, X. X., & Xxxxxxxxx, S. S. (2015). Incredulity towards Global-Warming Crisis : Ecocriticism in Xxx
XxXxxx ’ s Solar. 21(1), 91–102.
Xxxxxxx, X. (2014). Ecological approaches in linguistics : a historical overview. Language Sciences, 41, 122–128. xxxxx://xxx.xxx/00.0000/x.xxxxxxx.0000.00.000
Xxxxx, X., & Xxxxxxxxx, A. (2014). X.X. Xxxxxxxx’x St. Mawr: An ecocritical study. 3L: Language, Linguistics, Literature, 20(2), 31–42. xxxxx://xxx.xxx/00.00000/0X-0000-0000-00
Xxxxx, N. F. S. A., Xxxxx, X. X. X., & Xxxx, H. (2016). Facilitating the grotesque reception and human-nature interrelationship in tunku Xxxxx’x dark demon rising. 3L: Language, Linguistics, Literature, 22(1), 55–66. xxxxx://xxx.xxx/00.00000/0x-0000-0000-00
Xxxxx, X., Xxxx, B., Xxx, X., Xxxxxx, X., Xxxxx, X., Xxxxx, X., & Xxxxxxxx, W. C. (2017). Landscape and Urban Planning Remotely-sensed imagery vs . eye-level photography : Evaluating associations among measurements of tree cover density. Landscape and Urban Planning, 157, 270– 281. xxxxx://xxx.xxx/00.0000/x.xxxxxxxxxxx.0000.00.000
Xxxxxx, & Xxxxxx, I. (2024). Assessing text comprehension proficiency: Indonesian higher education students vs ChatGPT. XLinguae, 17(1), 49–68. xxxxx://xxx.xxx/00.00000/XX.0000.00.00.00
Xxxxxx, X., Xxxxxx, X., & Xxxxx, A. F. (2024). Digital Short Story Literacy and the Character of Environmentally Concerned Students. Journal of Language Teaching and Research, 15(2), 415–427. xxxxx://xxx.xxx/00.00000/xxxx.0000.00
Xxxxxx, X., Xxxx, & Xxxxxx, I. (2023). PKM Peduli Lingkungan Guru SMPN Wonomulyo Melalui Cerpen Ekokritik. BIDIK: Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat, 4(1), 12–22. xxxxx://xxx.xxx/00.00000/xxxxx.x0x0.00000
Xxxxxxxx, G. D. R. V. and R. M. . (2017). Ecoethical Significance of Wilderness in Xxxxx Xxxxxx ’ s
Selected Poems. GEMA Online® Journal of Language Studies, 17(August), 55–69.
Labrador, B. (2022). Word sketches of descriptive modifiers in children ’ s short stories for teacher training in
teaching English as a foreign language. 69. xxxxx://xxx.xxx/00.0000/x.xxxxxx.0000.000000
Xx, X., Xxxx, X., & Xxxxx, X. (2020). Rethinking ecolinguistics from a distributed language perspective. Language & Communication, 80, 101277.
xxxxx://xxx.xxx/00.0000/x.xxxxxxx.0000.000000
Xx, X., Xxxxxxxx, X., & Xxxxx, N. Y. Y. (2014). The fox and the cabra : An ERP analysis of reading code switched nouns and verbs in bilingual short stories. Brain Research, 1557, 127–140. xxxxx://xxx.xxx/00.0000/x.xxxxxxxx.0000.00.000
Xxxxx, X. (2016). Using short Stories in Reading Skills Class. 232(April), 311–315. xxxxx://xxx.xxx/00.0000/x.xxxxxx.0000.00.000
Xxxxx, X., Xxxxxxx, J. B.-, Xxxx, X. Xx, Xxxxxxxx-xxxxxxx, X., Xxxxx, J. S., Xxxxxxxx, X., Xxxxxx, X., Xxxxxxxxx, X., Xxxxx, X., & Xxxxx, X. X. (2023). Bottle with a message : The role of story writing as an engagement tool to explore children ’ s perceptions of marine plastic litter. 186(December 2022). xxxxx://xxx.xxx/00.0000/x.xxxxxxxxx.0000.000000
Xxxxxxx, X. X. (2022). Representation of Functions of Natural Environment Settings in the Kaba Minangkabau : An Ecocritical Study. GEMA Online® Journal of Language Studies, 22(November).