DAFTAR ISI
KEBIJAKAN UMUM ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH
(KUA)
TAHUN ANGGARAN 2023
KABUPATEN KOTABARU TAHUN 2022
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR | ISI ........................................................................................................ | ii |
DAFTAR | TABEL ................................................................................................. | iii |
BAB 1. | PENDAHULUAN ……………………………...................................... | 1 - 1 |
1.1. Latar belakang penyusunan Kebijakan Umum APBD (KUA) | 1 - 1 | |
1.2. Tujuan penyusunan KUA ................................................... | 1 - 2 | |
1.3. Dasar hukum penyusunan KUA ......................................... | 1 - 3 | |
BAB 2. | KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH ............................. | 2 - 1 |
2.1 Arah kebijakan makro . .................................................... | 2 - 1 | |
2.2 Arah kebijakan keuangan daerah …………………………….……. | 2 - 20 | |
BAB 3. | ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN | |
ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) …………………………………………………………… | 3 - 1 | |
3.1. Asumsi dasar yang digunakan dalam APBN ....................... | 3 - 1 | |
3.2. Asumsi dasar yang digunakan dalam APBD ....................... | 3 - 5 | |
BAB 4. | KEBIJAKAN PENDAPATAN DAERAH ................................... | 4 - 1 |
4.1 Pendapatan daerah.. ........................................................... 4.2 Kebijakan Perencanaan Pendapatan Daerah yang akan dilaksanakan pada Tahun Anggaran 2023……………..……...….. | 4 – 1 4 - 3 | |
BAB 5. | KEBIJAKAN BELANJA DAERAH .......................................... | 5 - 1 |
5.1 Rencana Belanja Operasi, Belanja Modal, Belanja Transfer dan Belanja Tidak Terduga………………....................................... | 5 - 1 | |
5.2 Kebijakan perencanaan belanja….. .................................... | 5 - 38 | |
BAB 6. | KEBIJAKAN PEMBIAYAAN DAERAH .................................... | 6 - 1 |
6.1 Kebijakan penerimaan pembiayaan..................................... | 6 - 1 | |
6.2 Kebijakan pengeluaran pembiayaan .................................. | 6 - 6 | |
BAB 7. | STRATEGI PENCAPAIAN ..................................................... | 7 - 1 |
BAB 8. | PENUTUP .............................................................................. | 8 - 1 |
DAFTAR TABEL | ||
Halaman | ||
Tabel 2.1 | Nilai dan Kontribusi Sektor dalam PDRB Tahun 2017s.d 2021 atas Dasar Harga Konstan Tahun 2010 Kabupaten Kotabaru....................... | 2 - 3 |
Tabel 2.2 | Nilai dan Kontribusi Sektor dalam PDRB Tahun 2017 s.d 2021 atas Dasar Harga Berlaku Kabupaten Kotabaru ......................................... | |
2 - 4 | ||
Tabel 2.3 | Laju Pertumbuhan PDRB Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2017 sampai 2021 Kabupaten Kotabaru ..................................................... | |
2 - 5 | ||
Tabel 2.4 | Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Kotabaru Berdasarkan Harga Berlaku Menurut Pengeluaran Tahun 2017 s/d Tahun 2021 (Miliar Rupiah)................................................................................... | |
2 - 6 | ||
Tabel 2.5 | Laju Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Kotabaru Atas Dasar Harga Konstan Menurut Pengeluaran Tahun 2017 s/d Tahun 2021 (Persen) .................................................................. | |
2 -7 | ||
Tabel 2.6 | Perkembangan Inflasi Tahunan Kabupaten Kotabaru Tahun 2016 - 2021 (Persen) .................................................................................. | 2 - 11 |
Tabel 2.7 | PDRB Perkapita DHB dan ADHK Kabupaten Kotabaru Tahun 2017 - 2021 (Juta Rupiah) ........................................................................... | 2 - 13 |
Tabel 2.8 | Indeks Gini Kabupaten Kotabaru ......................................................... | 2 - 14 |
Tabel 2.9 | Jumlah dan persentase penduduk miskin serta garis kemiskinan di Kabupaten Kotabaru . ..................................................................... | 2 - 15 |
Tabel 2.10 | Indeks Pembangunan Manusia (Xxxxxx Xxxx) dan Indikatornya Kabupaten Kotabaru ........................................................................... | 2 - 16 |
Tabel 3.1 | Evaluasi Capaian Sasaran Pembangunan RKP Tahun 2021…………. ..….. | 3 - 1 |
Tabel 3.2 | Hasil Evaluasi RKP 2021…………………………………………………….………….... | 3 - 2 |
Tabel 3.3 | Prioritas Nasional, Prioritas Provinsi Kalimantan Selatan dan | |
Prioritas Kabupaten Kotabaru Tahun 2023……………………..……..…………. | 3 -10 | |
Tabel 4.1. | Rancangan Rencana Pendapatan Tahun Anggaran 2023....................... | 4 - 2 |
Tabel 4.2 | Rencana Kerja Anggaran Pendapatan Daerah Tahun 2023 | |
Kabupaten Kotabaru……………………………………………………….................. | 4 - 11 | |
Tabel 5.1. | Plafon Anggaran Sementara untuk belanja operasi, belanja modal, belanja transfer dan belanja tidak terdugaTahun Anggaran 2023 ....................................................................................................... | |
5 - 40 | ||
Tabel 6.1 | Realisasi dan Proyeksi/Target Pembiayaan Daerah Kabupaten Kotabaru Tahun 2019 s.d Tahun 2023…………………….………………………….…….…… | 6 - 11 |
Tabel 7.1 | Strategi dan Arah Kebijakan Pembangunan Kabupaten Kotabaru……….. | 7 - 1 |
Bab 1 - 4
Pemerintah Kabupaten Kotabaru
Bab 1 - 5
Pemerintah Kabupaten Kotabaru
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Penyusunan Kebijakan Umum APBD (KUA)
Kebijakan Umum APBD (KUA) adalah dokumen yang memuat kebijakan bidang pendapatan, belanja, dan pembiayaan serta asumsi yang mendasarinya untuk periode 1 (satu) tahun. Dalam rangka pelaksanaan pembangunan daerah secara berkelanjutan dan berkesinambungan, setiap daerah harus memiliki sistem perencanaan secara komprehensif yang dituangkan dalam suatu dokumen perencanaan daerah, sehingga menjadi pedoman dalam proses pelaksanaan pembangunan daerah. Perencanaan pembangunan daerah tersebut meliputi Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) untuk jangka waktu 20 tahun, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) untuk jangka waktu 5 tahun dan Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) untuk jangka waktu 1 tahun yang menjadi pedoman dalam penyusunan (APBD). Selanjutnya dalam melaksanakan pembangunan di Kabupaten Kotabaru baik yang bersifat fisik maupun non fisik perlu direncanakan pengeluaran daerah yang memenuhi kriteria efisien, efektif, transparan dan akuntabel serta harus didukung dengan adanya kepastian tersedianya penerimaan dalam jumlah yang cukup. Adapun pengeluaran daerah yang terdiri dari belanja daerah dan pengeluaran pembiayaan daerah, pengalokasian belanja daerah harus dilaksanakan secara adil dan merata agar relatif dapat dinikmati oleh seluruh kelompok masyarakat tanpa diskriminasi terlebih dalam pemberian pelayanan umum.
Sebagaimana telah disebutkan dalam penyusunan APBD Tahun 2023 adalah Berpedoman pada RKPD, KUA dan PPAS, penyusunan Kebijakan Umum APBD (KUA) merupakan Salah satu tahapan dalam penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Kebijakan Umum Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (KUA) Provinsi Kalimantan Selatan Tahun Anggaran 2023 merupakan dokumen kebijakan daerah yang menjadi petunjuk dan ketentuan umum, memuat kondisi ekonomi makro daerah, kebijakan pendapatan, belanja, pembiayaan dan strategi pencapaiannya, yang disepakati sebagai pedoman
penyusunan Rancangan APBD Tahun Anggaran 2023. Undang undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang telah mengalami perubahan terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah mengamanatkan bahwa Kepala Daerah menyusun Kebijakan Umum APBD (KUA) dan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS) berdasarkan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD), hal ini berarti bahwa proses penyusunan KUA harus mengikuti program dan kegiatan baik dalam penyusunan dokumen rencana anggaran dan kegiatan, pelaksanaan hingga pemantauan dan evaluasi, baik dalam kerangka regulasi maupun dalam kerangka anggaran yang telah tercantum pada RKPD.
Pembangunan daerah dilaksanakan dengan memanfaatkan sumber daya yang dimiliki dan bertujuan untuk meningkatan kesejahteraan masyarakat baik dalam aspek pendapatan, kesempatan kerja, lapangan berusaha, akses terhadap pengambilan kebijakan, berdaya saing, maupun peningkatan indeks pembangunan manusia. Pembangunan daerah yang baik didasarkan pada perencanaan yang bertumpu pada penetapan prioritas pembangunan berbasiskan pada keinginan/aspirasi rakyat. Kebijakan Umum APBD adalah dokumen yang memuat kebijakan pendapatan, belanja, dan pembiayaan serta asumsi yang mendasarinya untuk periode 1 (satu) tahun.
Kebijakan Umum APBD Kabupaten Kotabaru disusun berdasarkan pada Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) Kabupaten Kotabaru. Rencana Kerja Pembangunan Daerah Kabupaten Kotabaru disusun melalui beberapa pendekatan perencanaan yaitu teknokratis, partisipatif, politis, atas-bawah dan bawah-atas melalui proses Musyawarah Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Kotabaru. RKPD disusun untuk menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, dan pengawasan. Sebagaimana tercantum dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah maka rencana pembangunan yang akan dianggarkan dalam APBD terlebih dahulu dibuat kesepakatan antara Pemerintah Daerah dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dalam bentuk Nota Kesepakatan tentang Kebijakan Umum Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
Penyusunan KUA Kabupaten Kotabaru Tahun Anggaran 2023 mengacu pada RKPD Kotabaru Tahun 2023 yang merupakan Dokumen Rencana Kerja Tahunan Daerah yang memuat kondisi ekonomi makro daerah Kabupaten Kotabaru, asumsi
penyusunan APBD Tahun Anggaran 2023, kebijakan pendapatan daerah, kebijakan belanja daerah, kebijakan pembiayaan daerah dan strategi pencapaiannya berupa langkah-langkah konkrit dalam mencapai target.
Penyusunan KUA Kabupaten Kotabaru Tahun Anggaran 2023 berpedoman pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Kotabaru Tahun 2021-2026 dan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Kabupaten Kotabaru Tahun 2005-2025. Rancangan KUA memuat target pencapaian kinerja terukur dari program yang akan dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah pada setiap urusan Pemerintahan Daerah disertai proyeksi pendapatan daerah, alokasi belanja daerah, sumber dan penggunaan pembiayaan dengan asumsi yang mendasarinya. Berdasarkan hal tersebut diatas, maka perlu untuk memperhatikan kebijakan Prioritas Pembangunan Tahun Anggaran 2023 Pemerintah Pusat dan Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan guna mewujudkan sinkronisasi arah pembangunan daerah, kebijakan belanja daerah, kebijakan pembiayaan daerah, dan strategi pencapaiannya untuk periode Tahun 2023 yang akan datang.
Bupati Kotabaru menyampaikan Rancangan KUA dan Rancangan PPAS kepada DPRD Kabupaten Kotabaru dalam waktu yang bersamaan, dengan demikian diharapkan terbentuk konsistensi dan percepatan pembahasan Rancangan KUA dan Rancangan PPAS, selanjutnya hasil pembahasan kedua dokumen tersebut disepakati bersama antara Kepala Daerah dengan DPRD pada waktu yang bersamaan, sehingga keterpaduan substansi KUA dan PPAS dalam proses penyusunan Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD Tahun Anggaran 2023 akan lebih efektif.
1.2. Tujuan Penyusunan KUA
Kebijakan Umum Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (KUA) Kabupaten Kotabaru Tahun Anggaran 2023 merupakan dokumen kebijakan daerah yang menjadi petunjuk dan ketentuan umum, memuat kondisi ekonomi makro daerah, kebijakan pendapatan, belanja, pembiayaan dan strategi pencapaiannya, yang disepakati sebagai pedoman penyusunan Rancangan APBD Tahun Anggaran 2023. Penyusunan KUA Kabupaten Kotabaru Tahun Anggaran 2023 adalah untuk menyiapkan dokumen kebijakan dalam penggunaan APBD Kabupaten Kotabaru Tahun Anggaran 2023 agar lebih fokus pada kebijakan dan program kegiatan dalam rangka pencapaian target-target yang ditetapkan dalam RPJMD Kabupaten
Kotabaru Tahun 2021-2026 dan RKPD Kabupaten Kotabaru Tahun 2023. Penyusunan Kebijakan Umum Anggaran dan Pendapatan Belanja Daerah Kabupaten
Kotabaru Tahun 2023 bertujuan untuk :
1. Menyajikan gambaran kerangka ekonomi makro daerah Tahun 2021 sebagai dasar perencanaan pembangunan.
2. Menyusun Asumsi dasar penyusunan APBD yang rasional dan realistis yang akan digunakan sebagai dasar Penyusunan APBD Kabupaten Kotabaru Tahun Anggaran 2023
3. Sebagai pedoman yang digunakan dalam penyusunan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS) APBD TA. 2023 yang selanjutnya dijadikan pedoman dalam penyusunan rancangan APBD TA. 2023
4. Menyusun kebijakan Pendapatan Daerah, Belanja Daerah dan Pembiayaan Daerah yang sistematis untuk dijadikan dasar dalam penyusunan Rancangan APBD Tahun Anggaran 2023.
1.3. Dasar Hukum Penyusunan KUA
1. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 1959 tentang Penetapan Undang-Undang Darurat Nomor 3 Tahun 1953 tentang Pembentukan Daerah Tingkat II di Kalimantan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1953 Nomor 9) sebagai Undang- Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1959 Nomor 72, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1820);
2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);
3. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);
4. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Negara Republik Indonesia Nomor 4421);
5. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4700);
6. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2007 Nomor 4725);
7. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang- undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 5234);
8. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587), sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679);
9. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 292, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5601);
10. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja (Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6573):
11. Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2020 Tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional;
12. Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2022 tentang Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri;
13. Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 137, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4575);
14. Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2005 tentang Sistem Informasi Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 138, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4576) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2010 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2005 tentang Sistem Informasi Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 110, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5155);
15. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4578);
16. Peraturan Pemerintah Nomor 08 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara
Penyusunan, Pengendalian, dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 4817);
17. Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 91, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4864);
18. Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2009 tentang Bantuan Keuangan kepada Partai Politik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 18, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4972);
19. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pemberian dan Pemanfaatan Insentif Pemungutan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 119, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5161);
20. Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 123, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5165);
21. Peraturan Pemerintah Nomor 91 Tahun 2010 tentang Jenis Pajak Daerah yang Dipungut Berdasarkan Penetapan Kepala Daerah atau Dibayar Sendiri (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5179);
22. Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2011 tentang Pinjaman Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5219);
23. Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2012 tentang Hibah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5272);
24. Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2012 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 171, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5340);
25. Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 114, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5887);
26. Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2017 tentang Hak Keuangan dan Administratif Pimpinan dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2017 Nomor 106, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6057);
27. Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2017 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negam Republik Indonesiatahun 2017 Nomor 73);
28. Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2018 tentang Standar Pelayanan Minimal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 2);
29. Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 6322);
30. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 187);
31. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional dalam Rangka Mendukung Kebijakan Keuangan Negara untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan serta Penyelamatan Ekonomi Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 131);
32. Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2020 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2020-2024 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 10);
33. Instruksi Presiden No. 9 Tahun 2000 Tentang Pengarusutamaan Gender Dalam Pembangunan Nasional
34. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun 2008 Tentang Pedoman Umum Pelaksanaan Pengarusutamaan Gender Di Daerah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 67 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun 2008 Tentang Pedoman Umum Pelaksanaan Pengarusutamaan Gender Di Daerah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2011);
35. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 53 Tahun 2011 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 694);
36. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 86 Tahun 2017 Tentang Tata Cara Perencanaan, Pengendalian Dan Evaluasi Pembangunan Daerah, Tata Cara Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah Tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang
Daerah Dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah, Serta Tata Cara Perubahan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah, Dan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (Berita Negara Republik Indonesia tahun 2017 nomor 1312);
37. Peraturan Menteri Dalam Xxxxxx Xxxxxxxx Indonesia Nomor 100 Tahun 2018 Tentang Penerapan Standar Pelayanan Minimal (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 1540);
38. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 123 Tahun 2018 tentang Perubahan Keempat Atas Permendagri Nomor 32 Tahun 2011 tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial yang Bersumber dari APBD (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 15);
39. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 70 Tahun 2019 tentang Sistem Informasi Pemerintahan Daerah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 1114);
40. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 90 Tahun 2019 tentang Klasifikasi, Kodefikasi dan Nomenklatur Perencanaan Pembangunan dan Keuangan Daerah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 1447);
41. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 20 Tahun 2020 Tentang Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) di Lingkungan Pemerintah Daerah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 249);
42. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 77 Tahun 2020 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Daerah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 1781);
43. Peraturan Menteri Dalam Xxxxxx Xxxxxxxx Indonesia Nomor 18 Tahun 2020 Tentang Peraturan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2019 Tentang Laporan Dan Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 288);
44. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 050-3708 Tahun 2020 tentang Hasil Verifikasi dan Validasi Pemutakhiran Klasifikasi, Kodefikasi dan Nomenklatur Perencanaan Pembangunan dan Keuangan Daerah;
45. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 81 Tahun 2022 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Kerja Pemerintah Daerah Tahun 2023 (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 590);
46. Surat Edaran Menteri Dalam Xxxxxx Xxxxxxxx Indonesia nomor 640/16/SJ tentang Penyusunan dokumen Perencanaan Pembangunan Daerah Pasca Pemilihan Kepala
Daerah Serentak Tahun 2021;
47. Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Selatan Nomor 17 Tahun 2009 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Provinsi Kalimantan Selatan Tahun 2005 - 2025 (Lembaran Daerah Provinsi Kalimantan Selatan Tahun 2009 Nomor 17);
48. Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Selatan Nomor 11 Tahun 2013 tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Daerah Tahun 2013- 2028 (Lembaran Daerah Provinsi Kalimantan Selatan Tahun 2013 Nomor 11, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Kalimantan Selatan Tahun 2013 Nomor 71);
49. Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Selatan Nomor 09 Tahun 2015 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Kalimantan Selatan Tahun 2015-2035 (Lembaran Daerah Provinsi Kalimantan Selatan Tahun 2015 Nomor 9);
50. Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Selatan Nomor 13 Tahun 2018 tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Provinsi Kalimantan Selatan Tahun 2018-2038 (Lembaran Daerah Provinsi Kalimantan Selatan Tahun 2018 Nomor 13, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Kalimantan Selatan Nomor 113);
51. Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Selatan Nomor 03 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Peraturan Daerah Nomor 07 Tahun 2016 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Provinsi Kalimantan Selatan Tahun 2016 – 2021 (Lembaran Daerah Provinsi Kalimantan Selatan Tahun 2019 Nomor 03);
52. Peraturan Daerah Kabupaten Kotabaru Nomor 19 Tahun 2007 tentang Urusan Pemerintahan yang Menjadi Kewenangan Pemerintahan Daerah kabupaten Kotabaru (Lembaran Daerah Kabupaten Kotabaru Tahun 2007 Nomor 19);
53. Peraturan Daerah Kabupaten Kotabaru Nomor 05 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Kabupaten Kotabaru Tahun 2005-2025 (Lembaran Daerah Kabupaten Kotabaru Tahun 2010 Nomor 05);
54. Peraturan Daerah Kabupaten Kotabaru Nomor 01 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kabupaten Kotabaru Nomor 21 Tahun 2016 Tentang Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah (Lembaran Daerah Kabupaten Kotabaru Tahun 2019 Nomor 1);
55. Peraturan Daerah Kabupaten Kotabaru Nomor 30 Tahun 2017 tentang Pokok-Pokok Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Daerah Kabupaten Kotabaru Tahun 2017 Nomor 30, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Kotabaru Nomor 21);
56. Peraturan Bupati Kotabaru Nomor 20 Tahun 2021 tentang Pedoman dan Tata Cara Pengendalian dan Evaluasi Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Kotabaru (Berita Daerah Kabupaten Kotabaru Tahun 2021 Nomor 20);
57. Peraturan Bupati Kotabaru Nomor 8 Tahun 2022 tentang Rencana Kerja Pemerintah Daerah tahun 2023 (Berita Daerah Kabupaten Kotabaru Tahun 2022 Nomor 8);
BAB 2 KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH
2.1. Arah Kebijakan Makro
2.1.1. Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi adalah peningkatan nilai serta jumlah produksi barang dan jasa yang dihitung suatu negara dalam suatu kurun waktu tertentu. Pertumbuhan ekonomi juga bisa diartikan sebagai proses perubahan yang secara berkesinambungan menuju kondisi yang lebih baik dalam suatu perekonomian suatu negara. Pertumbuhan ekonomi lebih menunjuk pada perubahan yang biasanya diukur dengan menggunakan data Produk Domestik Bruto (PDRB) atau pendapatan perkapita, berkurangya tingkat kemiskinan, penurunan angka penggangguran. Data pertumbuhan ekonomi menjadi indikator bagi Pemerintah untuk membuat perencanaan mengenai penerimaan/ pendapatan dan menentukan arah kebijakan Pembangunan, sementara bagi pelaku usaha tingkat pertumbuhan ekonomi dapat dijadikan sebagai dasar dalam membuat rencana pengembangan produk serta kemampuan dari sumber daya.
Gambar 2.1. Laju Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Kotabaru Tahun 2016- 2021
6
5,02 4,89
4,17
3,36
2017
2018
2019
2020
2021
5
4
3
2
1
0
-1
-2
-3
-1,87
Sumber : BPS Kotabaru
Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Kotabaru pada Tahun 2021 mengalami kenaikan sebesar 3,36 persen setelah pada Tahun 2020 penurunan sebesar -1,87 persen, hal tersebut merupakan dampak adanya pandemi Covid-19 yang mempengaruhi melemahnya perekonomian dari seluruh sektor di Kabupaten Kotabaru. Memasuki Tahun 2021 perekenomian berangsur pulih terlihat adanya pertumbuhan positif diberbagai sektor utama sebagai akibat adanya pegendalian pandemi dan pulihnya permintaan domestik sehingga mendorong aktivitas produksi.
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan salah satu indikator penting untuk mengetahui kondisi ekonomi di suatu daerah dalam suatu periode tertentu, baik atas dasar harga berlaku maupun atas dasar harga konstan. PDRB pada dasarnya merupakan jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu daerah tertentu, atau merupakan jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi pada suatu daerah. PDRB atas dasar harga berlaku menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga pada tahun berjalan, sedangkan PDRB atas dasar harga konstan menunjukkan nilai tambah barang dan jasa tersebut yang dihitung menggunakan harga yang berlaku pada satu tahun tertentu sebagai tahun dasar. PDRB menurut harga berlaku digunakan untuk mengetahui kemampuan sumber daya ekonomi, pergeseran, dan struktur ekonomi suatu daerah. Sementara itu, PDRB harga konstan digunakan untuk mengetahui pertumbuhan ekonomi secara riil dari tahun ke tahun atau pertumbuhan ekonomi yang tidak dipengaruhi oleh faktor harga. Laju pertumbuhan ekonomi merupakan suatu indikator ekonomi makro yang menggambarkan seberapa jauh keberhasilan pembangunan suatu daerah dalam periode waktu tertentu. Dengan demikian indikator ini dapat pula dipakai untuk menentukan arah kebijakaan pembangunan yang akan datang. Untuk mengukur besarnya laju pertumbuhan tersebut dapat dihitung dari data PDRB atas dasar harga konstan.
Salah satu manfaat dari PDRB adalah untuk mengetahui tingkat produk neto atau nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh faktor industri, laju pertumbuhan ekonomi, dan pola struktur perekonomian pada satu periode tertentu pada suatu Negara yang biasanya pada satu tahun. PDRB atas dasar harga konstan menggunakan tahun dasar sebagai patokan perhitungannya. Tahun dasar merupakan suatu konsep penting yang spesifik digunakan untuk perhitungan PDB/PDRB. Konsep ini digunakan untuk menghitung PDB/PDRB baik dari sisi sektoral maupun dari sisi penggunaan. Dari pendekatan ini dapat diturunkan estimasi PDRB atas dasar harga konstan yang menggunakan perubahan nilai
PDRB yang dipengaruhi oleh perubahan volume atau kuantum. Secara total estimasi tersebut menggambarkan perubahan ekonomi secara nyata di suatu wilayah.
Tabel 2.1. Nilai dan Kontribusi Sektor dalam PDRB Tahun 2017 s.d 2021 atas Dasar Harga Konstan Tahun 2010 Kabupaten Kotabaru
PDRB Lapangan Usaha | PDRB Atas Dasar Harga Konstan (Juta Rupiah) | |||||||||
201 7 | 201 8 | 201 9 | 202 0 | 202 1 | ||||||
Rp | (%) | Rp | (%) | Rp | (%) | Rp | (%) | Rp | (%) | |
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan | 3.033.644,46 | 18,79 | 3.153.118,73 | 18,62 | 3.270.880 | 18,54 | 3.291.670 | 19,01 | 3.357.090 | 18,77 |
Pertambangan dan Penggalian | 3.853.933,70 | 23,87 | 4.009.336,49 | 23,67 | 4.135.520 | 23,44 | 4.024.010 | 23,24 | 4.169.130 | 23,31 |
Industri Pengolahan | 5.235.493,43 | 32,42 | 5.477.349,58 | 32,34 | 5.658.170 | 32,07 | 5.430.700 | 31,37 | 5.656.850 | 31,63 |
Pengadaan Listrik dan Gas | 5.305,54 | 0,03 | 5.705,64 | 0,03 | 6.010 | 0,03 | 6.260 | 0,04 | 6.560 | 0,04 |
Pengadaan Air; Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Daur Ulang | 12.725,03 | 0,08 | 13.243,53 | 0,08 | 13.390 | 0,08 | 14.320 | 0,08 | 14.150 | 0,08 |
Konstruksi | 800.889,80 | 4,96 | 853.606,46 | 5,04 | 914.650 | 5,18 | 908.110 | 5,25 | 932.570 | 5,21 |
Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor | 703.209,15 | 4,35 | 755.607,97 | 4,46 | 812.240 | 4,6 | 797.800 | 4,61 | 813.110 | 4,55 |
Transportasi dan Pergudangan | 880.507,78 | 5,45 | 949.516,89 | 5,61 | 1.007.180 | 5,71 | 974.940 | 5,63 | 997.870 | 5,58 |
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum | 97.700,01 | 0,61 | 106.846,83 | 0,63 | 117.020 | 0,66 | 115.770 | 0,67 | 121.840 | 0,68 |
Informasi dan Komunikasi | 75.845,25 | 0,47 | 81.740,46 | 0,48 | 88.420 | 0,5 | 96.110 | 0,56 | 103.910 | 0,58 |
Jasa Keuangan dan Asuransi | 167.296,62 | 1,04 | 179.083,04 | 1,06 | 189.010 | 1,07 | 194.530 | 1,12 | 197.410 | 1,10 |
Real Estate | 154.950,12 | 0,96 | 163.425,89 | 0,96 | 170.170 | 0,96 | 175.030 | 1,01 | 179.250 | 1,00 |
Jasa Perusahaan | 21.547,86 | 0,13 | 22.580,62 | 0,13 | 23.680 | 0,13 | 23.440 | 0,14 | 23.960 | 0,13 |
Administrasi Pemerintahan , Pertahanan, dan Jaminan Sosial Wajib | 568.204,36 | 3,52 | 590.023,41 | 3,48 | 618.220 | 3,5 | 629.280 | 3,63 | 659.940 | 3,69 |
Xxxx Xxxdidikan | 298.059,26 | 1,85 | 322.743,61 | 1,91 | 349.360 | 1,98 | 354.180 | 2,05 | 360.800 | 2,02 |
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial | 144.775,02 | 0,9 | 153.861,29 | 0,91 | 161.750 | 0,92 | 172.120 | 0,99 | 186.650 | 1,04 |
Jasa Lainnya | 94.053,48 | 0,58 | 100.466,35 | 0,59 | 107.930 | 0,61 | 104.750 | 0,61 | 106.130 | 0,59 |
Produk Domestik Regional Bruto | 16.148.140 ,88 | 100 | 16.938.256,7 7 | 100 | 17.643.6 10 | 100 | 17.313.0 30 | 100 | 17.887.220 | 100 |
Sumber : BPS Kotabaru
PDRB atas Dasar Harga Konstan Kabupaten Kotabaru Tahun 2021 mencapai 17.887,22 Miliar Rupiah, hal ini menunjukkan adanya kenaikan dari sisi Produksi setelah mengalami penurunan pada Tahun 2020 sebesar 17.313,030 Miliar Rupiah. Pada umumnya Sektor Lapangan Usaha mengalami kenaikan nilai kontribusi terhadap PDRB terlihat pada Tabel 2.1. sedangkan Persentase konstribusi pada setiap Sektor Lapangan Usaha relatif sama dengan persentase pada Tahun 2020.
PDRB Lap
Usaha
PDRB Atas Dasar Harga Berlaku (Juta Rupiah)
2017
Rp
2018
Rp
2019
2020
2021
(%)
(%)
Rp
(%)
Rp
(%)
Rp
(%)
Tabel 2.2 Nilai dan Kontribusi Sektor dalam PDRB Tahun 2017 s.d 2021 atas Dasar Harga Berlaku Kabupaten Kotabaru
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
4.015.979,6118,8 4.278.310 18,7 4.510.900 18,71 4.570.980 19,08 4.829.980 18,76
Pertambangan dan Penggalian
4.134.586,47 19,4 4.349.980 19
4.470.680 18,54 4.356.740 18,18 4.850.150 18,84
Industri Pengolah an
7.488.121,9435,1 7.971.370 34,9 8.282.310 34,35 8.093.670 33,78 8.739.060 33,95
Pengadaan Listrik dan 7.909,98 Gas | 0,04 | 9.020 | 0,04 | 9.760 | 0,04 | 10.430 | 0,04 | 11.180 | 0,04 |
Pengadaan Air; Pengelolaan 16.809,88 Sampah, Limbah, dan Daur Ulang | 0,08 | 17.920 | 0,08 | 18.590 | 0,08 | 20.040 | 0,08 | 20.010 | 0,08 |
Konstruksi 1.109.925,24 | 5,2 | 1.210.890 | 5,3 | 1.332.530 | 5,53 | 1.330.890 | 5,55 | 1.421.770 | 5,52 |
Perdagangan Besar dan Eceran; 1.032.204,20 | 4,84 | 1.143.630 | 5 | 1.266.390 | 5,25 | 1.270.490 | 5,30 | 1.342.220 | 5,21 |
Reparasi Mobil dan Sepeda | ||||||||
Motor | ||||||||
Transportasi dan | 1.234.868,56 5,79 | 1.370.950 | 1.490.210 | 6,18 | 1.464.830 | 6,11 | 1.508.500 | 5,86 |
Pergudangan |
Penyedia an
Xxxxxxx si dan Makan Minum
131.021,31 0,61 145.860 0,64 162.800 0,68 164.940 0,69 177.960 0,69
Informasi dan 94.420,39 0,44 | 104.960 0,46 | 116.840 | 0,48 | 126.590 | 0,53 | 137.690 | 0,53 | |
Jasa 236.180,51 1,11 dan Asuransi | 262.610 1,15 | 285.830 | 1,19 | 295.450 | 1,23 | 312.990 | 1,22 | |
Real Estate 200.453,85 0,94 | 214.610 0,94 | 233.700 | 0,97 | 242.460 | 1,01 | 253.290 | 0,98 | |
Jasa Perusahaan | 31.910,29 0,15 | 34.550 0,15 | 37.370 | 0,15 | 37.810 | 0,16 | 39.280 | 0,15 |
Komunikasi
Keuangan
Administrasi Pemerintahan, | |||||||
Pertahanan, 853.473,68 dan Jaminan Sosial Wajib | 919.910 4,02 | 979.440 | 4,06 1.018.410 4,25 1.083.790 4,21 | ||||
Jasa 408.814,11 1,92 n | 455.440 1,99 | 510.530 | 2,12 531.180 2,22 556.480 2,16 | ||||
Jasa Kesehatan dan Kegiatan 204.284,30 0,96 | 223.560 0,98 | 239.510 | 0,99 | 259.430 | 1,08 | 290.180 | 1,13 |
Sosial Jasa Lainnya 135.604,85 0,64 | 149.450 0,65 | 165.950 | 0,69 | 165.200 | 0,69 | 169.620 | 0,66 |
Produk Domestik 21.336.569,18 100 22.863.020 100 24.113.340,00 100 23.959.540 100 25.744.150 100 Regional Bruto |
Pendidika
Sumber : BPS Kotabaru
PDRB atas Dasar Harga Berlaku Kabupaten Kotabaru menunjukkan adanya peningkatan nilai pada setiap Sektor Lapangan Usaha sehingga PDRB Kabupaten Kotabaru mengalami peningkatan sebesar 25.744, 15 Miliar Rupiah dari Tahun 2020 yang bernilai 23.959,540 Miliar Rupiah. Sedangkan persentase kontibusi untuk tiap sektor Lapangan Usaha relatif sama dengan Tahun 2020. PDRB menurut harga berlaku digunakan untuk mengetahui kemampuan sumber daya ekonomi, pergesaran, dan struktur ekonomi suatu daerah.
Tabel 2.3 Laju Pertumbuhan PDRB Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2017 s.d 2021
Kabupaten Kotabaru | |||||
Laju Pertumbuhan PDRB Atas Dasar Harga PDRB Lap Usaha Konstan (Persen) | |||||
2017 | 2018 | 2019 | 2020 | 2021 | |
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan | 4,64 | 3,94 | 3,73 | 0,64 | 1,99 |
Pertambangan dan Penggalian | 3,16 | 4,03 | 3,14 | -2,7 | 3,61 |
Industri Pengolahan | 5,69 | 4,62 | 3,3 | -4,02 | 4,25 |
Pengadaan Listrik dan Gas | 2,98 | 7,54 | 5,37 | 4,07 | 4,8 |
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Daur Ulang | 3,1 | 4,07 | 1,09 | 6,95 | -1,19 |
Konstruksi | 5,92 | 6,58 | 7,15 | -0,71 | 2,69 |
Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor | 7,77 | 7,45 | 7,5 | -1,78 | 1,92 |
Transportasi dan Pergudangan | 7,27 | 7,84 | 6,07 | -3,2 | 2,45 |
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum | 9,27 | 9,36 | 9,53 | -1,07 | 5,24 |
Informasi dan Komunikasi | 8,25 | 7,77 | 8,17 | 8,71 | 8,11 |
Jasa Keuangan dan Asurans | 6,39 | 7,05 | 5,55 | 2,92 | 1,48 |
Real Estate | 5,3 | 5,47 | 4,13 | 2,86 | 2,41 |
Jasa Perusahaan Administrasi Pemerintahan, Pertahanan, dan | 6,23 2,05 | 4,79 3,84 | 4,88 4,86 | -1,04 1,79 | 2,23 5,01 |
Jaminan Sosial Wajib | |||||
Xxxx Xxxdidikan | 8,19 | 8,28 | 8,25 | 1,38 | 1,87 |
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial | 6,2 | 6,28 | 5,13 | 6,41 | 8,44 |
Xxxx Xxxxnya | 6,59 | 6,82 | 7,43 | -2,94 | 1,31 |
Produk Domestik Regional Bruto | 5,02 | 4,89 | 4,17 | -1,87 | 3,36 |
Sumber : BPS Kotabaru
Perlambatan ekonomi Kabupaten Kotabaru tahun 2020 sebesar -1,87 persen mengalami kontraksi jika dibandingkan tahun 2017 yang sebesar mencapai 5,02 persen. Hal ini disebabkan adanya perlambatan pertumbuhan pada beberapa kategori dominan, yaitu industri pengolahan dan pertanian, kehutanan, dan perikanan. Ditambah pada Tahun 2020 akibat tekanan pengaruh pandemi Covid-19. Sedangkan pada tahun 2021 laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Kotabaru mengalami pertumbuhan sebesar 3,36 persen dari Tahun 2020.
Pergeseran struktur ekonomi ini merupakan fenomena yang menarik untuk dicermati. Peran sektor primer dan sekunder sebaiknya lebih dikendalikan karena masih bergantung pada sumber daya alam dan lebih banyak berdampak kepada degradasi lingkungan. Kedepannya diharapkan sektor tersier akan semakin berkembang serta terjalin simbiosis mutualisme (saling menguntungkan) antara satu sektor dengan sektor lain, yang artinya masing-masing sektor tidak berdiri sendiri. Dengan begitu bukan tidak mungkin akan tercipta suatu sistem perekonomian yang berbasis kuat dan lebih stabil, serta lebih memperhatikan keberlangsungan alam dan lingkungan.
Tabel 2.4
Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Kotabaru Berdasarkan Harga Berlaku Menurut Pengeluaran Tahun 2017 s/d Tahun 2021 (Miliar Rupiah)
Komponen Pengeluaran/Compon ent Of Expenditure | 2017 | 2018 | 2019 | 2020 | 2021 |
Konsumsi Rumah Tangga/Household Consumption | 5,828.42 | 6,246.02 | 6,792.70 | 6,880.40 | 7,055.58 |
Makanan, minuman, dan rokok/Foods, beverages, and tobacco | 2,580.74 | 2,753.26 | 2,984.13 | 3,050.74 | 2,203,01 |
Pakaian dan alas kaki/Clothing and footwear | 236.81 | 252.71 | 273.13 | 275.89 | 189.60 |
Perumahan, perkakas, perlengkapan dan penyelenggaraan rumah tangga/Housing, equipment, household supplies and operational | 519.77 | 547.82 | 592.52 | 615.89 | 458.89 |
Kesehatan dan pendidikan/Health and education | 331.98 | 353.19 | 376.26 | 402.4 | 286.80 |
Transportasi, komunikasi, rekreasi, dan budaya/Transport, communications, recreation, and culture | 1,516.16 | 1,650.22 | 1,809.19 | 1,775.30 | 1,235.58 |
Hotel dan restoran/Hotel and restaurant | 427.63 | 461.84 | 510.68 | 497.45 | 299.38 |
Lainnya/Others | 215.33 | 226.97 | 246.79 | 262.73 | 183.93 |
Konsumsi LNPRT/NPISHs Consumption | 129.7 | 142.2 | 156.87 | 155.13 | 161.04 |
Konsumsi Pemerintah/Government Consumption | 1,818.33 | 1,961.21 | 2,031.47 | 1,998.31 | 2,134.31 |
PMTB/GFCF | 3,832.81 | 4,141.29 | 4,584.64 | 4,610.56 | 4,742.85 |
Bangunan/Construction | 2,594.90 | 2,804.56 | 3,098.11 | 3,116.60 | 3,182.39 |
Non-bangunan/Non-construction | 1,237.91 | 1,336.74 | 1,486.53 | 1,493.96 | 1,560.46 |
Perubahan Inventori/Change in Inventories | 5.89 | 88.15 | 37.14 | 5.12 | 6.7 |
Ekspor/Export | 17,711.07 | 21,296.7 9 | 20,085.28 | 16,977.43 | 21,796.81 |
Impor/Import | 7,989.65 | 11,012.6 6 | 9,564.97 | 6,657.29 | 10,153.14 |
TOTAL PDRB | 21,336.5 7 | 22,863. 02 | 24,123.1 2 | 23,969.6 6 | 25,744.1 5 |
Sumber : BPS Kotabaru, 2022
PDRB menurut pendekatan pengeluaran adalah besaran nilai produk barang dan jasa (output) yang dihasilkan di dalam suatu daerah untuk digunakan sebagai konsumsi akhir oleh rumah tangga, Lembaga Non-Profit yang melayani rumah tangga (LNPRT), dan pemerintah ditambah dengan investasi (pembentukan modal tetap bruto dan perubahan inventori), serta ekspor neto (merupakan ekspor dikurang impor).
PDRB berdasarkan pengeluaran dan perannya dalam pengambilan kebijakan ekonomi daerah, berikut data-data PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) dari Kabupaten Kotabaru serta Laju Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Kotabaru Atas Dasar Harga Konstan Menurut Pengeluaran Tahun 2017-2021.
Tabel 2.5
Laju Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Kotabaru Atas Dasar Harga Konstan Menurut Pengeluaran Tahun 2017 s/d Tahun 2021 (Persen)
Komponen Pengeluaran/Compon ent of Expenditure | 2017 | 20218 | 2019 | 2020 | 2021 | |
Konsumsi Rumah Tangga/Household Consumption | 4.85 | 5.02 | 4.31 | -0.20 | 0.72 | |
a | Makanan, minuman, dan rokok/Foods, beverages, and tobacco | 4.61 | 4.84 | 3.77 | 0.98 | 1.75 |
b | Pakaian dan alas kaki/Clothing and footwear | 3.94 | 3.81 | 3.22 | -1.31 | -0.89 |
c | Perumahan, perkakas, perlengkapan dan penyelenggaraan rumah tangga/Housing, equipment, household supplies and operational | 3.82 | 4.01 | 4.6 | 2.56 | 3.37 |
d | Kesehatan dan pendidikan/Health and education | 3.24 | 3.4 | 3.04 | 3.25 | 4.50 |
e | Transportasi, komunikasi, rekreasi, dan budaya/Transport, communications, recreation, and culture | 6.5 | 6.67 | 5.34 | -2.87 | -1.70 |
f | Hotel dan restoran/Hotel and restaurant | 4.3 | 4.37 | 5.87 | -4.31 | -2.94 |
g | Lainnya/Others | 3.5 | 3.04 | 3.21 | 1.90 | 1,06 |
Konsumsi LNPRT/NPISHs Consumption | 6.25 | 7.21 | 6.09 | -2.30 | 1.22 |
Konsumsi Pemerintah/Government Consumption | 0.77 | 1.77 | 2.64 | -3.70 | 5.42 | |
PMTB/GFCF | 4.85 | 5.17 | 6.07 | -0.85 | 0.93 | |
a | Bangunan/Construction | 4.87 | 5.25 | 5.91 | -0.86 | 1.14 |
b | Non-bangunan/Non-construction | 4.81 | 4.98 | 6.45 | -0.84 | 0.43 |
Ekspor/Expor | 8.44 | 6.47 | 1.7 | -8.89 | 14.06 | |
Impor/Import | 12.6 | 8.94 | -1.02 | -16.26 | 25.75 | |
Total PDRB/Total GRDP | 5.02 | 4.89 | 4.17 | -1.87 | 3.36 |
Sumber : BPS Kotabaru, 2022
Jika dirinci menurut lapangan usaha selama periode 2017-2021, dari ke 16 sektor yang ada, seluruh sektor mengalami pertumbuhan. Sektor Impor/Import yang memiliki rata-rata pertumbuhan yaitu sebesar 6,002 persen per tahun, sektor ini yang memiliki rata-rata pertumbuhan tertinggi selama periode tersebut. Sektor Konsumsi LNPRT/NPISHs Consumption tumbuh sebesar 3,69 persen per tahun. Sektor Transportasi, Komunikasi, Rekreasi, dan Budaya/Transport, Communications, Recreation, and Culture sebesar 2,78 persen per tahun.
Ada dua sektor yang memiliki rata-rata pertumbuhan terendah diurutkan dari yang terkecil adalah sektor Konsumsi Pemerintah/Government Consumption yang hanya tumbuh sebesar 1,38 persen per tahun, disusul sektor Pakaian dan alas kaki/Clothing and footwear yang hanya tumbuh sebesar 1,754 persen per tahun.
Pada Tahun 2017 sektor yang mengalami pertumbuhan tertinggi adalah sektor Impor/Import sebesar 12,6 persen. Dan selanjutnya diurutkan hingga sektor dengan pertumbuhan rendah, yaitu Sektor Ekspor/Expor sebesar 8,44 persen. Sektor Transportasi, komunikasi, rekreasi, dan budaya/Transport, communications, recreation, and culture sebesar 6,50 persen. Sektor Konsumsi LNPRT/NPISHs Consumption sebesar 6,25 persen. Sektor Bangunan/Construction sebesar 4,87 persen. Sektor Konsumsi Rumah Tangga/Household Consumption sebesar 4,85 persen. Sektor PMTB/GFCF sebesar 4,85 persen. Sektor Non-bangunan/Non-construction sebesar 4,82 persen. Sektor Makanan, minuman, dan rokok/Foods, beverages, and tobacco sebesar 4,61 persen. Sektor Hotel dan restoran/Hotel and restaurant sebesar 4,30 persen. Sektor Pakaian dan alas kaki/Clothing and footwear sebesar 3,94 persen. Sektor Perumahan, perkakas, perlengkapan dan penyelenggaraan rumah tangga/Housing, equipment, household supplies and operational sebesar 3,82 persen. Sektor Lainnya/Others sebesar 3,50 persen. Sektor Kesehatan dan pendidikan/Health and education sebesar 3,24 persen. Dan sektor Konsumsi Pemerintah/Government Consumption sebesar 0,77 persen.
Pada tahun 2018 sektor yang mengalami pertumbuhan tertinggi adalah sektor Impor/Import sebesar 8,94 persen. Dan selanjutnya diurutkan hingga sektor dengan pertumbuhan rendah, yaitu sektor Konsumsi LNPRT/NPISHs Consumption sebesar 7,21 persen. Sektor Transportasi, komunikasi, rekreasi, dan budaya/Transport, communications, recreation, and culture sebesar 6,67 persen. Sektor Ekspor/Expor sebesar 6,47 persen. Sektor Bangunan/Construction sebesar 5,25 persen. Sektor
PMTB/GFCF ebesar 5,17 persen. Sektor Konsumsi Rumah Tangga/Household Consumption sebesar 5,02 persen. Sektor Non-bangunan/Non-construction sebesar 4,98 persen. Sektor Makanan, minuman, dan rokok/Foods, beverages, and tobacco sebesar 4,84 persen. Sektor Hotel dan restoran/Hotel and restaurant sebesar 4,37 persen. Sektor Perumahan, perkakas, perlengkapan dan penyelenggaraan rumah tangga/Housing, equipment, household supplies and operational sebesar 4,01 persen. Sektor Pakaian dan alas kaki/Clothing and footwear sebesar 3,81 persen. Sektor Kesehatan dan pendidikan/Health and education sebesar 3,40 persen. Sektor Lainnya/Others sebesar 3,04 persen. Dan sektor Konsumsi Pemerintah/Government Consumption sebesar 1,77 persen.
Pada tahun 2019 sektor yang mengalami pertumbuhan tertinggi adalah sektor Non-bangunan/Non-construction sebesar 6,45 persen. Dan selanjutnya diurutkan hingga sektor dengan pertumbuhan rendah, yaitu sektor Konsumsi LNPRT/NPISHs Consumption sebesar 6,09 persen. Sektor PMTB/GFCF sebesar 6,07 persen. Sektor Bangunan/Construction sebesar 5,91 persen. Sektor Hotel dan restoran/Hotel and restaurant sebesar 5,87 persen. Sektor Transportasi, komunikasi, rekreasi, dan budaya/Transport, communications, recreation, and culture sebesar 5,34 persen. Sektor Perumahan, perkakas, perlengkapan dan penyelenggaraan rumah tangga/Housing, equipment, household supplies and operational sebesar 4,60 persen. Sektor Konsumsi Rumah Tangga/Household Consumption sebesar 4,31 persen. Sektor Makanan, minuman, dan rokok/Foods, beverages, and tobacco sebesar 3,77 persen. Sektor Pakaian dan alas kaki/Clothing and footwear sebesar 3,22 persen. Sektor Lainnya/Others sebesar 3,21 persen. Sektor Kesehatan dan pendidikan/Health and education sebesar 3,04 persen. Sektor Konsumsi Pemerintah/Government Consumption sebesar 2,64 persen. Sektor Ekspor/Expor sebesar 1,70 persen. Dan sektor Impor/Import sebesar -1,02 persen.
Pada tahun 2020 banyak sektor yang mengalami pertumbuhan negatif, yaitu sektor Impor/Import sebesar -18,04 persen. Sektor Ekspor/Expor sebesar -9,70 persen. Sektor Hotel dan restoran/Hotel and restaurant sebesar -4,31 persen. Sektor Konsumsi Pemerintah/Government Consumption sebesar -3,88 persen. Sektor Transportasi, komunikasi, rekreasi, dan budaya/Transport, communications, recreation, and culture sebesar -2,87 persen. Sektor Konsumsi LNPRT/NPISHs Consumption sebesar -2,30 persen. Sektor Perumahan, perkakas, perlengkapan dan penyelenggaraan rumah tangga/Housing, equipment, household supplies and operational -1,33 persen. Sektor
Bangunan/Construction sebesar -0,86 persen. Sektor PMTB/GFCF sebesar -0,85 persen. Sektor Non-bangunan/Non-construction sebesar -0,84 persen. Dan Sektor Konsumsi Rumah Tangga/Household Consumption sebesar -0,16 persen. Sektor yang memiliki pertumbuhan tertinggi pada tahun 2020 yaitu sektor Kesehatan dan pendidikan/Health and education sebesar 3,25 persen. Sektor Perumahan, perkakas, perlengkapan dan penyelenggaraan rumah tangga/Housing, equipment, household supplies and operational sebesar 2,79 persen. Sektor Lainnya/Others sebesar 2,46 persen. Dan sektor yang memiliki nilai rendah yaitu sektor Makanan, minuman, dan rokok/Foods, beverages, and tobacco sebesar 0,98 persen.
Pada tahun 2021, sektor yang mengalami pertumbuhan tertinggi yaitu sektor Impor/Import (25,75 persen). Dan selanjutnya diurutkan sektor Ekspor/Export sebesar 14,06 persen, sektor Konsumsi Pemerintah/Government Consumption sebesar 5,42 persen, sektor Kesehatan dan pendidikan/Health and education sebesar 4,5 persen, sektor Perumahan, perkakas, perlengkapan dan penyelenggaraan rumah tangga/Housing, equipment, household supplies and operational sebesar 3,37 persen, sektor Makan, Minuman, dan Rokok/Foods, Beverages, and Tobacco sebesar 1,75 persen, sektor konsumsi LNPRT/NPISHs Consumpsion sebesar 1,22 persen, sektor Bangunan/Construction sebesar 1,14 persen, sektor Lainnya/Others sebesar 1,06 persen, sektor PMTB/GFCF sebesar 0,93 persen, Sektor Konsumsi Rumah Tangga/Household Consumption sebesar 0,72 persen, sektor Non-bangunan/Non-construction sebesar 0,43 persen. Masih ada sektor yang mengalami pertumbuhan negatif yakni sektor Pakaian dan alas kaki/Clothing and footwear sebesar -0,89 persen, sektor Transportasi, Komunikasi, Rekreasi, dan Budaya/Transport, Communications, Recreation, and Culture yaitu sebesar
-1,7 persen, dan sektor Hotel dan restoran/Hotel and restaurant sebesar -2,94 persen.
Dari hasil Laju Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Kotabaru Atas Dasar Harga Konstan Menurut Pengeluaran Tahun 2017-2021 mengalami penurunan nilai khususnya pada tahun 2020. Total PDRB di tahun 2020 mengalami pertumbuhan negatif yaitu sebesar -1,87 persen. Namun pada tahun 2021 PDRB mengalami pertumbuhan positif sebesar 3,36 persen Berdasarkan PDRB dengan pendekatan produksi dan pendekatan pengeluaran.
2.1.2. Laju Inflasi
Inflasi merupakan persentase kenaikan harga sejumlah barang dan jasa yang secara umum dikonsumsi rumah tangga. Sepanjang Tahun 2021, inflasi Kabupaten Kotabaru tercatat berada pada level 2,68 persen (year-on-year). Hal ini berarti bahwa secara rata-rata terjadi kenaikan harga berbagai komoditas pada periode tahun 2021 dibandingkan tahun sebelumnya.
Tabel 2.6 Perkembangan Inflasi Tahunan Kabupaten Kotabaru Tahun 2016 -
2021 (Persen)
Tahun | 2016 | 201 7 | 201 8 | 2019 | 2020 | 2021 |
Inflasi | 3,80 | 3,03 | - | 5,46 | 1,44 | 2,68 |
Sumber: Badan Pusat Statistik Tahun 2022
Kelompok pengeluaran yang menjadi pendorong inflasi di Tahun 2021 adalah makanan, minuman dan tembakau, pakaian dan alas kaki, perlengkapan, peralatan dan pemeliharaan rumah tangga, dan transportasi. Sedangkan kelompok penahan inflasi adalah informasi, komunikasi dan jasa keuangan serta perawatan pribadi dan jasa lainnya.
Gambar 2.2 Inflasi Kabupaten Kotabaru Tahun 2021
2.1.3. PDRB Perkapita
PDRB perkapita adalah rata-rata nilai tambah perkapita yang mencerminkan tingkat kesejahteraan masyarakat suatu daerah. Angka PDRB perkapita diperoleh dengan membagi PDRB baik atas dasar harga berlaku maupun atas dasar harga konstan dengan jumlah penduduk pertengahan tahun.PDRB perkapita adalah rata-rata nilai tambah perkapita yang mencerminkan tingkat kesejahteraan masyarakat suatu daerah. Namun karena dalam nilai PDRB masih terdapat komponen-komponen yang tidak dapat dinikmati oleh masyarakat secara langsung seperti penyusutan, pajak tak langsung neto, dan faktor pendapatan neto, maka penggunaan PDRB perkapita sebagai indikator untuk mengukur tingkat kesejahteraan perlu dibandingkan lagi dengan indikator lain seperti konsumsi masyarakat perkapita atau indikator lain yang relevan.
Tabel 2.7
PDRB Perkapita DHB dan ADHK Kabupaten Kotabaru Tahun 2017 - 2021 (Juta Rupiah)
No | Uraia n | 0000 | 0000 | 0000 | 0000* | 2021* * |
1 | PDRB Perkapita ADHB (juta rupiah) | 64,27 | 68,37 | 74,45 | 73,61 | 78,13 |
2 | PDRB Perkapita ADHK (juta rupiah) | 48,73 | 50,29 | 54,46 | 53,17 | 54,29 |
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
*) Angka Sementara; **) Angka Sangat Sementara
PDRB perkapita atas dasar harga berlaku menunjukkan pendapatan per satu orang penduduk yang memberikan gambaran mengenai tingkat kesejahteraan masyarakat. Namun karena dalam nilai PDRB masih terdapat komponen-komponen yang tidak dapat dinikmati oleh masyarakat secara langsung seperti penyusutan, pajak tak langsung neto, dan faktor pendapatan neto (net factor income), maka penggunaan PDRB perkapita sebagai indikator untuk mengukur tingkat kesejahteraan perlu dibandingkan lagi dengan indikator lain seperti konsumsi masyarakat perkapita atau indikator lain yang relevan.
Sementara itu PDRB perkapita atas dasar harga konstan memiliki fungsi yang berbeda yaitu untuk menggambarkan pertumbuhan nyata ekonomi per kapita penduduk suatu negara. Dari gambar dapat dilihat bahwa PDRB perkapita atas dasar harga berlaku pada tahun 2020 adalah 73,61 juta rupiah, sedangkan pada tahun 2021 meningkat menjadi 78,13 juta rupiah. Sedangkan PDRB perkapita atas dasar harga konstan tahun 2020
adalah sebesar 53,17 juta rupiah, dan meningkat pada tahun 2021 menjadi 54,29 juta rupiah.
2.1.4. Ketimpangan Pendapatan (Ratio Gini)
Ratio Gini atau Indeks Gini adalah salah satu ukuran umum untuk distribusi pendapatan atau kekayaan yang menunjukkan seberapa merata pendapatan dan kekayaan didistribusikan di antara populasi. Indeks Gini memiliki kisaran 0 sampai 1. Nilai 0 menunjukkan distribusi yang sangat merata yaitu setiap orang memiliki jumlah penghasilan atau kekayaan yang sama persis. Nilai 1 menunjukkan distribusi yang timpang sempurna yaitu satu orang memiliki segalanya dan semua orang lain tidak memiliki apa- apa.
Tabel 2.8
Indeks Gini Kabupaten Kotabaru
No | Tahun | Indeks Gini |
1 | 2015 | 0,349 |
2 | 2016 | 0,327 |
3 | 2017 | 0,326 |
4 | 2018 | 0,337 |
5 | 2019 | 0,337 |
6 | 2020 | 0,287 |
7 | 2021 | 0,306 |
Sumber : BPS Kalimantan Selatan, BPS Kotabaru
Indeks Gini Kabupaten Kotabaru Tahun 2021 adalah 0,306 artinya Kabupaten Kotabaru meningkat sebanyak 0,009 poin dibanding Tahun 2020 yang hanya sebesar 0,287.
2.1.5. Garis Kemiskinan
Salah satu indikator sosial ekonomi yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat kesejahteraan penduduk adalah perkembangan penduduk miskin. Tinggi rendahnya tingkat kemiskinan di daerah tergantung dua faktor. Pertama, tingkat pendapatan daerah rata-rata. Kedua, lebar sempitnya kesenjangan dalam distribusi pendapatan yang diperoleh dari perbandingan angka persentase penduduk dan pendapatan riil tahunan.
Tabel 2.9
Jumlah dan persentase penduduk miskin serta garis kemiskinan di Kabupaten Kotabaru
No | Indikator | Tahun | |||||
2016 | 2017 | 2018 | 2019 | 2020 | 2021 | ||
1 | Garis Kemiskinan (Rupiah) | 369.147 | 384.977 | 401.300 | 416.388 | 466.121 | 481.452 |
2 | Jumlah Penduduk Miskin (Orang) | 14.780 | 14.440 | 15.167 | 17.022 | 14.600 | 16.834 |
3 | % Penduduk Miskin | 4,56 | 4,38 | 4,52 | 4,49 | 4,22 | 4,26 |
4 | Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) | 0.62 | 0.76 | 0.51 | 0.72 | 0.6 | 0.368 |
5 | Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) | 0.11 | 0.23 | 0.14 | 0.15 | 0.12 | 0.036 |
Sumber: BPS Kotabaru Tahun 2022
2.1.6. Indeks Pembangunan Manusia
Perubahan paradigma pembangunan pada pembangunan SDM terus dilakukan oleh pemerintah baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, hal itu dapat dilihat dari komitmen Pemerintah Kabupaten Kotabaru untuk menaikkan anggaran pendidikan sehingga dapat mencapai 20 persen dari total anggaran (APBD) setiap tahunnya.
Indikator yang mewakili bidang pendidikan untuk menggambarkan IPM adalah angka melek huruf penduduk dewasa serta rata-rata lama sekolah. Faktor-faktor lainnya yang bepengaruh terhadap kualitas pendidikan adalah belum idealnya rasio siswa terhadap guru, rasio siswa terhadap daya tampung sekolah dan rasio guru terhadap sekolah. Pencermatan atas data sebaran rata-rata lamanya sekolah dan angka melek huruf menunjukkan bahwa ketersediaan sarana dan prasarana, aksesibilitas serta kondisi sosial ekonomi, berpengaruh pada peningkatan kualitas sumber daya manusia
Salah satu alat ukur yang dianggap dapat merefleksikan status pembangunan manusia adalah Human Development Indeks (HDI) atau Indeks Pembangunan Manusia (IPM). IPM merupakan suatu indeks komposit yang mencakup 3 (tiga) bidang pembangunan manusia yang dianggap sangat mendasar yaitu :
1. Usia hidup.
2. Pengetahuan dan
3. Standar hidup layak.
Tingkatan status pembangunan manusia suatu wilayah dibagi ke dalam empat kelompok kelas yaitu: rendah (<60), sedang (60- <70), tinggi (antara 70 - < 80) dan sangat tinggi
(≥80) (BPS, 2015).
Dengan metode baru, IPM Kabupaten Kotabaru tahun 2021 tercatat sebesar 69,13. Angka ini mengalami peningkatan dibandingkan IPM pada tahun 2020 sebesar 68,86 mengalami peningkatan sebesar 0,07. Kenaikan ini disebabkan adanya peningkatan pada seluruh komponen IPM.
Tabel 2.10
Indeks Pembangunan Manusia dan Indikatornya Kabupaten Kotabaru
Uraia n | 2016 | 2017 | 2018 | 2019 | 2020 | 2021 |
Indeks Pembangunan Manusia | 67,1 | 67,79 | 68,32 | 68,95 | 68,86 | 69,13 |
Rata-rata Lama Sekolah (Tahun) | 7,02 | 7,18 | 7,19 | 7,42 | 7,43 | 7,46 |
Angka Harapan Lama Sekolah (Tahun) | 11,66 | 11,82 | 11,83 | 11,92 | 11,93 | 11,95 |
Angka Harapan Hidup Saat Lahir (Tahun) | 68,61 | 68,72 | 68,89 | 69,1 | 69,21 | 69,32 |
Pengeluaran Per Kapita Disesuaikan (Ribu Rupiah/Orang/Ta hun) | 10.777 | 11.065 | 11.579 | 11.731 | 11.530 | 11.720 |
Sumber : BPS 2022
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat sejauh mana posisi pencapaian pembangunan manusia di wilayah Kabupaten Kotabaru. Berdasarkan kriteria tersebut maka secara umum dapat diperoleh suatu gambaran bahwa pembangunan manusia di Kabupaten Kotabaru tahun 2021 dengah nilai 69,13 termasuk dalam kelas sedang, dengan rentang nilai 60 ≤ IPM ≤70.
70,72
70,91
71,28
70,17
69,65
69,05
68,95
68,86
69,13
68,32
67,79
67,1
2016
2017
2018
2019
2020
2021
Kab. Kotabaru
Prov. Kalimantan Selatan
Gambar 2.3 Indeks Pembangunan Manusia Kab Kotabaru
a. Rata – Rata Lama Sekolah (RLS)
Rata-rata lama sekolah merupakan salah satu komponen penyusun Indeks Pembangunan Manusia (IPM) pada dimensi pendidikan. Rata-rata lama sekolah ini berguna untuk menunjukkan kualitas penduduk dalam hal mengenyam pendidikan. Semakin tinggi rata-rata lama sekolah di suatu wilayah menunjukkan semakin lama atau semakin tinggi jenjang pendidikan yang ditamatkan oleh penduduk suatu wilayah. Pada tahun 2021 Rata- Rata Lama Sekolah Kabupaten Kotabaru 7,46 dan Rata-Rata Lama Sekolah Provinsi Kalimantan Selatan 8,34.
Rata - Rata Lama Sekolah
Kabupaten Kotabaru
Provinsi Kalimantan Selatan
8,34
7,89
7,99
8,00
8,20
8,29
7,42
7,43
7,46
7,02
7,18
7,19
2016
2017
2018
2019
2020
2021
Gambar 2.4 Rata-rata Lama Sekolah
.
Berdasarkan Gambar 2.4 terlihat bahwa dari tahun 2016 hingga tahun 2021 rata- rata lama sekolah penduduk usia 25 tahun keatas di Kabupaten Kotabaru senantiasa mengalami kenaikan. Pada tahun 2016 rata-rata lama sekolah mencapai 7,02 tahun. Sementara itu, pada tahun 2021 rata-rata lama sekolah penduduk di Kabupaten Kotabaru sudah mencapai 7,46 tahun.
Angka rata-rata lama sekolah di Kabupaten Kotabaru ini masih lebih rendah jika dibandingkan angka rata-rata lama sekolah Provinsi Kalimantan Selatan yang sejak 2016 hingga 2021. Hal ini perlu menjadi perhatian bagi pemerintah daerah Kabupaten Kotabaru selaku penanggung jawab penyelenggaraan pendidikan dasar di daerah, sebab setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan dasar atau dikenal dengan wajib belajar 9 tahun.
b. Angka Harapan Lama Sekolah
Harapan Lama Sekolah (HLS) yaitu lamanya sekolah (dalam tahun) yang diharapkan akan dirasakan oleh anak pada umur tertentu di masa mendatang. Diasumsikan bahwa peluang anak tersebut akan tetap bersekolah pada umur-umur berikutnya sama dengan peluang penduduk yang bersekolah per jumlah penduduk untuk umur yang sama saat ini. Angka harapan lama sekolah dihitung untuk penduduk berusia 7 tahun keatas.
Angka Harapan lama sekolah digunakan untuk mengetahui kondisi pembangunan system pendidikan di berbagai jenjang yang ditunjukkan dalam bentuk lamanya pendidikan (dalam tahun) yang diharapkan dapat dicapai oleh setiap anak.
Angka Harapan Lama Sekolah
Kabupaten Kotabaru
Provinsi Kalimantan Selatan
12,81
12,46
12,50
12,52
12,52
12,29
11,82
11,83
11,92
11,93
11,95
11,66
2016
2017
2018
2019
2020
2021
Gambar 2.5 Angka Harapan Lama Sekolah
Berdasarkan Gambar 2.5 terlihat bahwa dari tahun 2016 hingga tahun 2021 rata- rata harapan lama sekolah di Kabupaten Kotabaru senantiasa mengalami kenaikan. Pada tahun 2016 rata-rata harapan lama sekolah mencapai 11,66 tahun. Sementara itu, pada tahun 2021 rata-rata harapan lama sekolah penduduk di Kabupaten Kotabaru sudah mencapai 11,95 tahun.
Angka rata-rata harapan lama sekolah di Kabupaten Kotabaru ini masih lebih rendah jika dibandingkan angka rata-rata harapan lama sekolah Provinsi Kalimantan Selatan yang sejak 2016 hingga 2021 sudah lebih dari 12 tahun. Hal ini perlu menjadi perhatian bagi pemerintah daerah Kabupaten Kotabaru.
c. Usia Harapan Hidup (UHH)
Usia Harapan Hidup (UHH) merupakan indikator yang digunakan untuk mencerminkan status kesehatan dalam pencapaian Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Secara keseluruhan UHH Kabupaten Kotabaru lebih baik dibandingkan dengan UHH Provinsi
Kalimantan Selatan. Tahun 2021, UHH Kabupaten Kotabaru sebesar 69,32 tahun, artinya setiap bayi yang akan lahir di Kabupaten Kotabaru pada tahun 2021 secara rata-rata akan mempunyai harapan untuk dapat hidup selama 69,32 tahun. Sedangkan UHH Provinsi Kalimantan Selatan hanya 68,83 tahun.
Gambaran UHH Kabupaten Kotabaru selama lima tahun terakhir terus mengalami peningkatan. Meningkatnya usia harapan hidup ini antara lain terkait dengan meningkatnya status sosial ekonomi masyarakat, disamping kesadaran masyarakat tentang pola kebiasaan hidup sehat. Dan sudah pasti andil dari semakin gencarnya peningkatan fasilitas kesehatan oleh pemerintah.
Usia Harapan Hidup Kabupaten Kotabaru Propinsi Kalimantan Selatan 68,89 69,10 69,21 68,72 68,66 68,49 | 69,32 | ||||||
68,61 | 68,83 | ||||||
67,92 | 68,02 | 68,23 | |||||
2016 | 2017 | 2018 | 2019 | 2020 | 2021 |
Gambar 2.6 Usia Harapan Hidup
Proyeksi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Kotabaru tahun 2021- 2026 diasumsikan terhadap masing-masing pos jenis pendapatan, belanja dan pembiayaan daerah dengan menggunakan data APBD kabupaten periode sebelumnya. Disamping itu juga dilakukan justifikasi kualitatif expert judgement secara rasional pada beberapa pos pendapatan dan belanja daerah yang inline dengan perkiraan pertumbuhan ekonomi Kabupaten Kotabaru dalam periode lima tahun yang akan datang.
Pada tahun 2023, diasumsikan pandemi Covid-19 sudah bisa ditangani dengan baik di level lokal Kalimantan Selatan maupun Nasional. Hal ini berimplikasi terhadap kembali normalnya kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat, sehingga mobilisasi sumber-sumber pendapatan daerah juga sudah dapat berlangsung secara normal. Dihadapkan pada permasalahan tersebut, agenda pemulihan ekonomi pascapandemi Covid-19 menjadi bagian penting dalam kerangka ekonomi makro RKP tahun 2023 Berbagai langkah kebijakan yang telah diambil Pemerintah diharapkan dapat menghentikan penyebaran wabah Covid-19 dan memberikan bantalan terhadap turunnya kondisi ekonomi Indonesia
pada tahun tersebut. Namun mengingat besarnya dampak yang dihasilkan dan ketidakpastian penyelesaian wabah Covid-19, langkah-langkah pemulihan yang cepat diperlukan untuk mengejar gap sasaran RPJMN dan mewujudkan visi Indonesia masuk menjadi negara maju pada tahun 2045.
2.2. Arah Kebijakan Keuangan Daerah
Pelaksanaan otonomi daerah yang berdasar pada Undang Undang No 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah telah mengamanatkan pembagian kewenangan antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota yang dibagi dalam
3 (tiga) klasifikasi urusan pemerintahan, yakni urusan pemerintahan absolut yang sepenuhmya menjadi kewenangan Pemerintah Pusat, urusan pemerintahahn umum yang menjadi kewenangan Presiden sebagai Kepala Pemerintahan dan urusan konkuren yaitu urusan pemerintahan yang dibagi antara pemrintah pusat, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota. Dari 3 (tiga) klasifikasi urusan pemerintahan tersebut yang menjadi dasar pelaksanaan otonomi daerah adalah urusan konkuren yang terdiri atas urusan pemerintahan wajib dan urusan pemerintahan pilihan. Hal ini menjadikan semakin luasnya kewenangan yang diterima Pemerintah Daerah sehingga potensi keuangan harus dimanfaatkan secara optimum, efisien, dan efektif berlandaskan anggaran berbasis kinerja dikelola secara transparan agar tercipta akuntabilitas publik dengan perubahan kebijakan anggaran tidak berdasarkan money follow function tapi money follow program dan digunakan sebesar-besarnya untuk kepentingan publik.
BAB 3 ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN
PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH
(RAPBD)
3.1 Asumsi dasar yang digunakan dalam APBN
Hasil evaluasi capaian sasaran pembangunan RKP Tahun 2021 sebagai berikut:
Tabel 3.1 Evaluasi Capaian Sasaran Pembangunan RKP Tahun 2021
Identifikasi isu-isu yang mempengaruhi Pembangunan Nasional Tahun 2023 sebagai berikut:
Tabel 3.2 Hasil Evaluasi RKP 2021*
Gambar 3.1 Identifikasi Isu Strategis pada RKP Tahun 2023
Kebijakan Fiskal Tahun 2023 mengusung tema “Peningkatan Produktivitas untuk Transformasi Ekonomi yang Inklusif dan Berkelanjutan” yang fokus pada 5 (lima) strategi yaitu:
1. Peningkatan kualitas SDM yang mencakup kesehatan, perlindungan sosial, dan pendidikan
2. Percepatan pembangunan infrastruktur
3. Penguatan reformasi birokrasi
4. Revitalisasi industri
5. Pengembangan ekonomi hijau.
Untuk mendukung strategi kebijakan tersebut diperlukan reformasi fiskal yang holistik melalui mobilisasi pendapatan, komitmen belanja yang lebih baik (spending better), dan inovasi pembiayaan yang inovatif dan berkelanjutan akan dijalankan dan terus diperkuat. Mobilisasi pendapatan dilakukan dengan tetap menjaga iklim investasi dan keberlanjutan dunia usaha serta kelestarian lingkungan. Hal ini ditempuh dengan menjaga efektivitas reformasi perpajakan (UU HPP), mendorong agar sistem perpajakan lebih sehat dan adil sehingga dapat mendorong perluasan basis pajak serta peningkatan kepatuhan wajib pajak. Sementara itu, optimalisasi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) ditempuh dengan peningkatan inovasi layanan dan reformasi pengelolaan aset.
Sistem perpajakan terus dibangun untuk dapat menjawab tantangan dan merespons dinamika perekonomian di masa depan. Penerimaan negara yang semakin baik akan diikuti dengan pelebaran ruang fiskal untuk membiayai program-program produktif dalam mengakselerasi transformasi ekonomi yang berkelanjutan dan inklusif. Selanjutnya, spending better dilakukan dengan mengarahkan dukungan APBN kepada kegiatan yang memberi manfaat nyata dan langsung pada masyarakat dengan output dan outcome yang semakin berkualitas. Untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, belanja negara akan fokus ke pemerataan pembangunan, pengentasan kemiskinan, pengurangan kesenjangan, perluasan kesempatan kerja, peningkatan produktivitas, serta peningkatan daya beli masyarakat. Untuk meningkatkan produktivitas, belanja negara akan difokuskan pada peningkatan kualitas sumber daya manusia, percepatan pembangunan infrastruktur, penguatan implementasi reformasi birokrasi, mendukung revitalisasi industri dan pengembangan ekonomi hijau. Sementara itu, untuk antisipasi ketidakpastian, dibutuhkan strategi mitigasi risiko yang lebih solid dengan mendorong implementasi automatic stabilizer. Pemerintah juga akan melakukan penghematan belanja barang, penguatan belanja modal, reformasi belanja pegawai, peningkatan efektivitas termasuk ketepatan sasaran belanja bantuan sosial dan subsidi, serta penguatan kualitas transfer ke daerah dan dana desa. Pengelolaan pembiayaan, di sisi lain, akan terus dilakukan secara efisien, hati-hati, dan berkelanjutan. Defisit dan rasio utang akan tetap dikendalikan dalam batas aman sekaligus mendorong keseimbangan primer yang positif. Kebijakan pembiayaan investasi akan terus dilakukan dengan memberdayakan peran BUMN, Sovereign Wealth Fund (SWF), Special Mission Vehicle (SMV), dan Badan Layanan Umum (BLU) dalam mengakselerasi pembangunan infrastruktur dan meningkatkan akses pembiayaan bagi masyarakat berpenghasilan
rendah, UMKM, dan Ultra Mikro (UMi). Pemerintah akan terus mendorong peran swasta dalam pembiayaan pembangunan melalui kerangka Kerjasama Pemerintah dan Badan
Usaha (KPBU) maupun mendorong penerbitan instrumen pembiayaan kreatif lainnya.
Pemerintah mengusulkan Indikator Ekonomi Makro sebagai asumsi dasar penyusunan RAPBN 2023 sebagai berikut:
1. Pertumbuhan ekonomi 5,3% s.d. 5,9%
2. Inflasi 2,0% s.d 4,0%
3. Nilai tukar Rupiah terhadap USD Rp14.300 s.d Rp14.800 per USD
4. Tingkat suku bunga SBN 10 tahun 7,34% s.d 9,16%
5. Harga minyak mentah Indonesia USD80 s.d USD100 per barel
6. Lifting minyak bumi 619 ribu s.d 680 ribu barel per hari
7. Lifting gas 1,02 juta s.d 1,11 juta barel setara minyak per hari.
8. Pendapatan negara akan meningkat dalam kisaran 11,19% sampai dengan 11,70% PDB
9. Belanja negara mencapai 13,80% sampai dengan 14,60%
10. PDB serta keseimbangan primer yang mulai bergerak menuju positif di kisaran -0,46% sampai dengan -0,65% PDB
11. Defisit juga diarahkan kembali di bawah 3% antara -2,61% sampai dengan
- 2,90% PDB
12. Rasio utang tetap terkendali dalam batas manageable di kisaran 40,58% sampai dengan 42,42% PDB.
Pemerintah mengharapkan dukungan, masukan, dan kerja sama seluruh anggota Dewan dalam pembahasan KEM-PPKF 2023 tersebut sesuai peraturan perundang- undangan yang berlaku.
Arah kebijakan pada RKP Tahun 2023 :
1. Percepatan penghapusan kemiskinan ekstrim.
2. Peningkatan kualitas SDM, kesehatan dan pendidikan.
3. Penanggulangan pengangguran disertai dengan peningkatan decent job.
4. Mendorong pemulihan dunia usaha.
5. Revitalisasi industri dan penguatan riset terapan.
6. Pembangunan rendah karbon dan transisi energi (respon terhadap perubahan iklim).
7. Percepatan pembangunan infrastruktur dasar antara lain: air bersih dan sanitasi.
8. Pembangunan Ibu Kota Nusantara.
Adapun Prioritas Nasional pada RKP Tahun 2023 adalah:
1. Memperkuat Ketahanan Ekonomi untuk Pertumbuhan Berkualitas dan Berkeadilan;
2. Mengembangkan Wilayah untuk Mengurangi Kesenjangan dan Menjamin Pemerataan;
3. Meningkatkan Sumber Daya Manusia Berkualitas dan Berdaya Saing;
4. Revolusi Mental dan Pembangunan Kebudayaan;
5. Memperkuat Infrastruktur untuk Mendukung Pengembangan Ekonomi dan Pelayanan Dasar;
6. Membangun Lingkungan Hidup, Meningkatkan Ketahanan Bencana, dan Perubahan Iklim;
7. Memperkuat Stabilitas Polhukhankam dan Transformasi Pelayanan.
3.2. Asumsi Dasar yang Digunakan dalam APBD
3.2.1 Asumsi APBD Provinsi Kalimantan Selatan
Berdasarkan Rancangan RPJMD Provinsi Kalimantan Selatan Tahun 2021-2026, permasalahan pokok pembangunan Kalimantan Selatan adalah:
1. Ketimpangan Antar Wilayah.
2. Kemiskinan dan Ketimpangan Pendapatan.
3. Disparitas Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Antar Wilayah.
4. Pandemi Corona virus-2019 (Covid-19).
5. Struktur Perekonomian Daerah Berkelanjutan Yang Masih Belum Kuat.
6. Sumber Daya Manusia Yang Belum Berdaya Saing.
7. Pengelolaan Lingkungan Hidup yang Belum Optimal.
8. Kualitas Tata Kelola Pemerintahan yang Masih Perlu Ditingkatkan.
9. Keterbatasan Kemampuan Pembiayaan Pembangunan.
Sedangkan isu Provinsi Kalimantan Selatan Tahun 2021-2026 adalah:
1. Sumber Daya Manusia.
2. Ekonomi.
3. Infrastruktur.
4. Peningkatan Tata Kelola Pemerintahan.
5. Peningkatan Kualitas Lingkungan.
6. Gerbang Ibukota Negara dan Food Estate.
Identifikasi permasalahan daerah yang dihadapi oleh Provinsi Kalimantan Selatan pada Tahun 2023 adalah:
a. Permasalahan daerah berkaitan dengan pandemi Covid-19:
1. Penyesuaian Anggaran Pendapatan Belanja Daerah dalam rangka penanganan
Covid 19,
2. Meningkatnya pengangguran karena pekerja pada perusahaan yang dirumahkan dan di PHK,
3. Meningkatnya kemiskinan di Provinsi Kalimantan Selatan,
4. Menurunnya kontribusi UMKM dan IKM dalam menunjang perekonomian.
b. Permasalahan daerah yang berhubungan dengan prioritas dan sasaran pembangunan daerah:
1. Pandemi Novel Corona virus-2019 (Covid-19),
2. Struktur perekonomian daerah berkelanjutan yang masih belum kuat,
3. Sumber daya manusia yang belum berdaya saing,
4. Pengelolaan lingkungan hidup dan kebencanaan yang belum optimal,
5. Keterbatasan kemampuan pembiayaan pembangunan,
6. Perpindahan Ibu Kota Negara Baru ke Kalimantan Timur dan penetapan Food Estate di Kalimantan Tengah,
7. Belum efektifnya peningkatan tata kelola pemerintahan.
Demikian maka isu strategi yang dihadapi Provinsi Kalimantan Selatan pada tahun 2023 diidentifikasi sebagai berikut:
1. Lingkungan Hidup
Masih terjadinya kerusakan lingkungan (pencemaran air, lubang tambang, dan deforestasi) dan belum optimalnya mitigasi bencana (banjir dan kebakaran hutan lahan).
2. Infrastruktur
Belum mantapnya infrastruktur dasar dan infrastruktur pendukung ekonomi (termasuk energi dan konektivitas).
3. Sumber Daya Manusia
Belum optimalnya kualitas sumber daya manusia.
4. Ekonomi
Belum terdiversifikasinya sektor ekonomi di Kalimantan Selatan dalam mendukung transformasi struktur ekonomi daerah (pertanian, pariwisata, hilirisasi komoditas unggulan, dan pelaku UMKM).
5. Tata Kelola Pemerintahan
Belum optimalnya tata kelola pemerintahan daerah dan pelayanan ke masyarakat berbasis digital.
6. Gerbang IKN Baru dan Food Estate
Kalimantan Selatan memiliki peluang besar menjadi gerbang Food Estate di Kalteng dan Ibu Kota Negara di Kaltim (jalur logistik dan konektivitas).
Rancangan RKPD Provinsi Kalimantan Selatan tahun 2023 dengan tema “Penguatan Daya Saing Sumber Daya Manusia (SDM) untuk meningkatkan Perekonomian Berkelanjutan”. Dengan fokus pembangunan:
1. Kesehatan, Pendidikan, dan Keterampilan.
2. UMKM dan Ketenagakerjaan.
3. Investasi Hilirisasi Industri, Pertanian, dan Pariwisata.
4. Banjir dan Covid-19.
Adapun prioritas daerah Provinsi Kalimantan Selatan pada tahun 2023 adalah:
1. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang unggul dan berdaya saing:
a. Peningkatan Angka Rata-Rata Lama Sekolah
b. Peningkatan Indeks Pembangunan Pemuda
c. Penurunan Penyakit Melalui GERMAS
d. Pengendalian Prevalensi Stunting
e. Penurunan Angka Pernikahan Anak
f. Peningkatan Indeks Pembangunan Kebudayaan
g. Peningkatan Prestasi Olahraga
2. Optimalisasi Sektor Industri, UMKM, Pertanian dan Pariwisata:
a. Peningkatan nilai tambah, daya saing hasil industri, UMKM dan pertanian berkelanjutan
b. Peningkatan Kualitas Tenaga Kerja
c. Pengembangan pariwisata dan Ekonomi Kreatif berbasis Geopark
d. Peningkatan jumlah dan kelas wirausaha baru berbasis digital
e. Peningkatan realisasi investasi yang berdampak ke daerah
3. Memperkuat infrastruktur untuk pemenuhan pelayanan dasar dan pengembangan perekonomian daerah:
a. Pemenuhan Pencapaian Infrastruktur Dasar
b. Pembangunan Infrastruktur Kewilayahan yang Terintegrasi
c. Pengembangan Kawasan Prioritas dan Perdesaan
4. Meningkatkan tata kelola pemerintahan yang fokus pada pelayanan publik:
a. Penguatan Reformasi Birokrasi
b. Perencanaan Penganggaran yang Responsif Gender dan Inklusif
c. Pengembangan Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) dalam rangka meningkatkan Pelayanan Publik
d. Pengembangan Satu Data Kalsel
5. Meningkatkan pengelolaan lingkungan hidup untuk mendukung ketahanan bencana:
a. Pengelolaan dan Perlindungan Lingkungan Hidup
b. Pelaksanaan Mitigasi dan Pemulihan Pasca Bencana
6. Mewujudkan Kalsel sebagai gerbang Ibu Kota Negara dan sebagai pendukung Food Estate:
a. Peningkatan Peran Kalsel sebagai Lumbung Pangan IKN
b. Peningkatan Konektivitas Menuju Food Estate dan IKN
3.2.2. Asumsi Dasar yang Digunakan dalam Penyusunan APBD Kabupaten Kotabaru
Program dan prioritas Pemerintah Kabupaten Kotabaru berisi program–program untuk mencapai visi dan misi pembangunan jangka menengah maupun pelayanan perangkat daerah dalam menyelenggarakan urusan pemerintah daerah, serta mengakomodir program prioritas kepala daerah.
Visi pada RPJMD Kabupaten Kotabaru Tahun 2021 – 2026 adalah “Terwujudnya
masyarakat kotabaru yang semakin mandiri dan sejahtera melalui peningkatan di bidang agrobisnis dan kepariwisataan”. Dengan memperhatikan isu dan permasalahan yang berkembang di Kabupaten Kotabaru maka beberapa sektor masih harus menjadi perhatian dan fokus untuk mencapai visi yang dimaksud dalam RPJMD tersebut.
Ada pun yang menjadi perhatian dalam rencana pembangunan di Kabupaten Kotabaru Tahun 2023, antara lain:
1. Sektor Ekonomi:
a. distribusi barang dan orang antar pulau (termasuk rehab dermaga)
2. belum terintegrasinya budidaya perikanan dengan pengolahan sampai pemasaran produk
3. masih ada potensi pariwisata yang belum termanfaatkan
4. banyaknya alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian
5. terbatasnya irigasi yang terintegrasi
6. masih tingginya angka pengangguran terbuka
2. Sektor Lingkungan:
a. cakupan pelayanan sanitasi dan persampahan belum melayani keseluruhan wilayah Kabupaten Kotabaru,
b. penyediaan Tempat Pembuangan Akhir masih menggunakan sistem open dumping,
c. pengelolaan sanitasi dan persampahan berbasis masyarakat belum maksimal,
d. pengurangan resiko bencana daerah termasuk abrasi pantai
e. belum terbentuknya masyarakat sadar bencana,
f. belum tersedianya laboratorium daerah,
g. ketersediaan ruang terbuka hijau (RTH) belum memadai,
h. tidak tersedianya air minum aman dan layak pada saat musim kemarau, berlimpah pada saat musim hujan.
i. belum tersedianya sarana pengujian berkala emisi karbon kendaraan bermotor.
3. Sektor Infrastruktur:
Sarana dan prasarana Pendidikan, Kesehatan, Ekonomi, Pariwisata, Komunikasi dan Informatika, Konektivitas antar pusat penduduk, pusat ekonomi, pusat pemerintahan belum tersedia dengan baik.
Menimbang hal-hal yang berkembang di Kabupaten Kotabaru maka dapat dikelompokkan isu-isu strategis dalam pembangunan Kabupaten Kotabaru tahun 2023 adalah:
1. Belum optimalnya pemenuhan pelayanan penunjang sektor perekonomian.
2. Belum Optimalnya Penanganan Lingkungan Hidup Xxx Xxxxxxxx Bencana.
3. Belum Meratanya Pembangunan Infrastruktur.
4. Belum Optimalnya Tata Kelola Pemerintahan.
5. Belum optimalnya kualitas SDM.
Adapun Tema Rencana Kerja Pemerintah Daerah Kabupaten Kotabaru Tahun 2023 adalah “Percepatan Pembangunan Infrastruktur Untuk Menunjang Pengembangan Pariwisata dan Agrobisnis”. Dengan fokus pembangunan:
1. Pengembangan agrobisnis, pariwisata dan peningkatan ikim investasi
2. Penanganan Covid-19
3. Pemenuhan infrastruktur
4. UMKM, tenaga kerja dan penanggulangan kemiskinan
5. Pendidikan dan Kesehatan
RKPD Kabupaten Kotabaru Tahun 2023 menjadi pedoman bagi Rencana Kerja Perangkat Daerah dalam melaksanakan pembangunan di Tahun 2023 dengan Prioritas Daerah Kabupaten Kotabaru Tahun 2023, adalah:
1. Meningkatkan sarana dan prasarana penunjang sektor perekonomian:
1) Peningkatan nilai tambah dan daya saing
2) Peningkatan dan pengembangan pariwisata dan ekonomi kreatif
3) Peningkatan investasi
4) Peningkatan kemandirian desa
2. Meningkatkan Kualitas Lingkungan Hidup dan Mitigasi Bencana:
1) Peningkatan pengelolaan mitigasi bencana
2) Peningkatan kualitas lingkungan hidup
3. Meningkatkan Pemerataan Pembangunan Infrastruktur:
1) Peningkatan kualitas infrastruktur jalan
2) Peningkatan kualitas rumah, sanitasi dan air minum
3) Penyediaan Lahan Untuk Pembangunan Infrastruktur
4) Pengembangan Infrastruktur Bangunan Gedung
5) Pengendalian pemanfaatan ruang
4. Tata kelola pemerintahan:
1) Peningkatan akuntabilitas kinerja pemerintah
2) Pengembangan satu data Kabupaten Kotabaru
5. Meningkatkan kualitas SDM:
1) Peningkatan kualitas pendidikan
2) Peningkatan derajat kesehatan masyarakat
3) Pengendalian prevalansi stunting
4) Peningkatan lapangan kerja
Tabel 3.3
Prioritas Nasional, Prioritas Provinsi Kalimantan Selatan dan Prioritas Kabupaten Kotabaru Tahun 2023
No | Prioritas RKP Tahun 2023 | Prioritas RKPD Provinsi Kalimantan Selatan Tahun 2023 | Prioritas RKPD Kabupaten Kotabaru Tahun 2023 |
1 | Memperkuat Ketahanan Ekonomi untuk Pertumbuhan Berkualitas dan Berkeadilan | Optimalisasi Sektor Industri, UMKM, Pertanian dan Pariwisata | Meningkatkan sarana dan prasarana penunjang sektor perekonomian |
2 | Mengembangkan Wilayah untuk Mengurangi Kesenjangan dan Menjamin Pemerataan | Mewujudkan Kalsel sebagai gerbang Ibu Kota Negara dan sebagai pendukung Food Estate | |
3 | Meningkatkan Sumber Daya Manusia Berkualitas dan Berdaya Saing | Meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang unggul dan berdaya saing | Meningkatkan kualitas SDM |
4 | Revolusi Mental dan Pembangunan Kebudayaan | ||
5 | Memperkuat Infrastruktur untuk Mendukung Pengembangan Ekonomi dan Pelayanan Dasar | Memperkuat infrastruktur untuk pemenuhan pelayanan dasar dan pengembangan perekonomian daerah | Meningkatkan Pemerataan Pembangunan Infrastruktur |
6 | Membangun Lingkungan Hidup, Meningkatkan Ketahanan Bencana, dan Perubahan Iklim | Meningkatkan pengelolaan lingkungan hidup untuk mendukung ketahanan bencana | Meningkatkan kualitas lingkungan hidup dan mitigasi bencana |
7 | Memperkuat Stabilitas Polhukhankam dan Transformasi Pelayanan | Meningkatkan tata kelola pemerintahan yang fokus pada pelayanan publik | Tata kelola pemerintahan |
BAB 4 KEBIJAKAN PENDAPATAN DAERAH
4.1. Pendapatan Daerah
Penerimaan daerah merupakan rencana yang terukur secara rasional yang dapat dicapai untuk setiap sumber penerimaan daerah dan berdasarkan pada ketentuan peraturan perundang-undangan, yang terdiri atas pendapatan daerah dan penerimaan pembiayaan daerah. Pengeluaran daerah merupakan rencana pengeluaran daerah sesuai dengan kepastian tersedianya dana atas penerimaan daerah dalam jumlah yang cukup dan harus memiliki dasar hukum yang melandasinya, yang terdiri atas belanja daerah dan pengeluaran pembiayaan daerah.
Seluruh penerimaan daerah dan pengeluaran daerah dimaksud dianggarkan secara bruto dalam APBD, yaitu jumlah pendapatan daerah yang dianggarkan tidak boleh dikurangi dengan belanja yang digunakan dalam rangka menghasilkan pendapatan tersebut dan/atau dikurangi dengan bagian pemerintah pusat/daerah lain dalam rangka bagi hasil. Selanjutnya, APBD sebagai dasar pengelolaan keuangan daerah dalam masa 1 (satu) tahun anggaran sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai keuangan negara, merupakan satu kesatuan yang terdiri atas pendapatan daerah, belanja daerah, dan pembiayaan daerah.
Peran Pendapatan Daerah sangat vital dalam upaya-upaya penyelenggaraan pemerintah daerah serta menjamin pembangunan yang berkelanjutan serta menunjukan kemandirian daerah di era desentralisasi. Dengan mengacu kepada desentralisasi fiskal sebagai bagian dari era otonomi daerah Pemerintah Kabupaten Kotabaru terus berusaha memperbaikai kemampuan dan kewenangan untuk menggali sumber-sumber keuangan sendiri, mengelola, dan menggunakannya secara optimal untuk mendanai kegiatan pemerintahan.
Oleh karena itu optimalisasi perolehan PAD melalui intensifikasi pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah terus dilakukan. Namun demikian tantangan peningkatan PAD melalui ekstensifikasi dengan dikeluarkannya Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah merupakan peluang strategis yang membutuhkan perhatian dan sinergi yang maksimal dari setiap lini pemerintahan yang disebabkan kebijakan pengaturan pajak dan retribusi oleh pemerintah yang belum begitu memihak kepada daerah.
Tanpa mengesampingkan bahwa PAD merupakan tolak ukur keuangan daerah secara otonom, maka dengan sudut pandang bahwa Pendapatan Daerah secara keseluruhan merupakan pendanaan yang diperlukan untuk pelaksanaan kegiatan pemerintahan di daerah diluar pembiayaan, optimalisasi perolehan dari Dana Perimbangan, dan Lain-lain Penerimaan Daerah Yang Sah akan terus dilaksanakan. Optimalisasi perolehan Dana Perimbangan dilakukan pada jenis pendapatan Bagi Hasil Pajak dan Bagi Hasil Bukan Pajak melalui usaha rekonsiliasi data perhitungan bagi hasil dengan Pemerintah Pusat. Sedangkan pada jenis pendapatan Lain-lain Pendapatan Daerah Yang Sah dilakukan dengan pemanfaatan issu sentral untuk optimalisasi Bantuan dari Propinsi, dan upaya kerjasama partisipasi fasilitasi pemungutan pajak provinsi dalam rangka optimalisasi perolehan Bagi Hasil Pajak dari Propinsi.
Tabel 4.1
Realisasi dan Proyeksi/Target Pendapatan Kabupaten Kotabaru Tahun 2019 s.d tahun 2023
No | Uraian | Jumlah | ||||
Realisasi APBD Tahun 2019 | Realisasi APBD Tahun 2020 | Proyeksi/Target pada APBD Tahun 2021 | Proyeksi /Target pada APBD Tahun 2022 | Proyeksi /Target pada APBD Tahun 2023 | ||
(1) | ( 2 ) | (3) | (4) | (5) | (6) | (7) |
1.1 | Pendapatan asli daerah | 130.669.444.314,80 | 141.663.783.904,02 | 146.627.106.186,00 | 130.238.223.307,00 | 140.739.896.998,24 |
1.1.1 | Pajak daerah | 00.000.000.000,00 | 00.000.000.000,00 | 00.000.000.000,00 | 00.000.000.000,00 | 00.000.000.000,64 |
1.1.2 | Retribusi daerah | 6.995.835.427,00 | 5.322.859.753,00 | 6.984.301.294,00 | 6.114.934.960,00 | 7.763.985.654,55 |
1.1.3 | Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan | 5.146.790.214,00 | 7.851.196.105,00 | 9.945.870.420,00 | 12.670.000.000,00 | 12.963.873.065,89 |
1.1.4 | Lain-lain pendapatan asli daerah yang Sah | 00.000.000.000,00 | 00.000.000.000,00 | 00.000.000.000,00 | 00.000.000.000,00 | 00.000.000.000,16 |
1.2 | Dana perimbanga n | 1.106.940.376.412,00 | 973.319.571.783,00 | 1.080.747.810.120,00 | 1.056.005.775.000,00 | 1.149.497.420.321,00 |
1.2.1 | Dana bagi hasil pajak/Bagi hasil bukan pajak | 266.053.312.872,00 | 214.168.516.181,00,0 0 | 220.934.608.000,00 | 235.419.188.000,00 | 225.092.079.128,34 |
1.2.2 | Dana alokasi umum | 637.069.672.000,00 | 590.032.258.000,00 | 582.990.513.000,00 | 584.509.383.000,00 | 600.865.329.579,75 |
1.2.3 | Dana alokasi khusus | 203.817.391.540,00 | 169.118.797.602,00 | 276.822.689.120,00 | 236.077.204.000,00 | 323.540.011.612,91 |
1.3 | Lain-lain pendapatan daerah yang sah | 357.609.036.091,00 | 367.692.351.351,00 | 377.044.426.231,00 | 280.097.314.231,00 | 403.742.351.498,28 |
1.3.1 | Hibah | 00.000.000.000,00 | 00.000.000.000,00 | 00.000.000.000,00 | - | 00.000.000.000,00 |
No | Uraian | Jumlah | ||||
Realisasi APBD Tahun 2019 | Realisasi APBD Tahun 2020 | Proyeksi/Target pada APBD Tahun 2021 | Proyeksi /Target pada APBD Tahun 2022 | Proyeksi /Target pada APBD Tahun 2023 | ||
1.3.2 | Bagi hasil pajak dari provinsi dan dari pemerintah daerah lainnya | 136.929.118.576,00 | 101.784.157.851,00 | 115.820.224.231,00 | 115.820.224.231,00 | 119.072.859.704,23 |
1.3.3 | Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus | 177.903.918.000,00 | 219.787.703.500,00 | 205.672.002.000,00 | 164.277.090.000,00 | 234.055.461.794,05 |
- Dana Insentif Daerah (DID) | 00.000.000.000,00 | 52.076.082.000,00 | 35.023.661.000,00 | 1.847.236.000,00 | 39.857.049.425,10 | |
- Xxxx Xxxx (DD) | 165.433.272.000,00 | 167.711.621.500,00 | 170.648.341.000,00 | 162.429.854.000,00 | 194.198.412.368,95 | |
1.3.4 | Bantuan Keuangan dari provinsi pemerintah daerah lainnya**) | - | - | - | - | |
JUMLAH PENDAPATAN DAERAH | 1.595.218.856.817,8 0 | 1.482.675.707.038,02 | 1.604.419.342.537,0 0 | 1.466.341.312.538,0 0 | 1.693.979.668.817,5 1 |
4.2.Kebijakan Perencanaan Pendapatan Daerah yang akan dilaksanakan pada Tahun Anggaran 2023
Dengan sudut pandang bahwa pendapatan daerah yang terdiri dari PAD, Dana Perimbangan, dan Lain-lain Pendapatan yang Sah merupakan sumber penerimaan untuk membiayai kegiatan pemerintahan dan pembangunan secara keseluruhan maka selain melakukan upaya intensifikasi dan ekstensifikasi pemungutan PAD Pemerintah Kabupaten Kotabaru juga melakukan intensifikasi pendapatan Bagi Hasil Pajak dan Bagi Hasil Bukan Pajak yang pada hakikatnya merupakan bagian daerah atas kegiatan ekonomi dan eksplorasi/eksploitasi sumber daya alam yang pemungutannya dilakukan oleh Pemerintah Pusat. Selain itu untuk mengoptimalkan penerimaan Lain-lain Pendapatan Daerah Yang Sah Pemerintah Daerah Kabupaten Kotabaru melakukan koordinasi kepada Pemerintah yang lebih tinggi untuk memperoleh Dana Bantuan Pembangunan.
Kebijakan pendapatan Kabupaten Kotabaru untuk tahun anggaran 2023 diarahkan untuk “peningkatan penerimaan pendapatan daerah dan penataan administrasi pemungutan pendapatan asli daerah (PAD) yang efisien, efektif sesuai ketentuan yang berlaku”.
Guna peningkatan Penerimaan Keuangan dan dalam rangka menjamin likuiditas
pendanaan kagiatan Pembangunan dan Pelayanan kepada Masyarakat yang nantinya akan dipergunakan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Kotabaru, Kebijakan Perencanaan Pendapatan daerah yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Kotabaru pada Tahun Anggaran 2021-2026 terdiri dari:
(1) Penyesuaian regulasi sebagai dasar hukum pemungutan dan penguatan pengelolaan pemungutan;
(2) Penguatan kelembagaan dan SDM petugas pemungut pajak dan retribusi
(3) Penggalian potensi pendapatan baru sesuai kewenangan dan peraturan perundang- undangan, terutama di luar pajak dan retribusi daerah;
(4) Meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan pendapatan daerah dengan memanfaatkan sistem informasi yang berbasis teknologi informasi;
(6) Meningkatkan koordinasi, kerjasama dan dukungan antar SKPD yang terkait dengan pengelolaan pendapatan daerah;
(7) Meningkatkan evaluasi, monitoring dan pengawasan atas pengelolaan pendapatan daerah;
(8) Meningkatkan partisipasi dan peranan Pihak Ketiga penyediaan biaya pembangunan daerah;
(9) Khusus untuk Pajak Daerah, peningkatan pengelolaan pajak dilakukan melalui:
a) meningkatkan intensitas dan efektivitas penagihan tunggakan pajak;
b) meningkatkan kemudahan pembayaran pajak melalui: Peningkatan kapasitas sistem on line pembayaran pajak, one-stop service, penyederhanaan sistem dan prosedur pembayaran pajak.
c) meningkatkan informasi dan komunikasi perpajakan daerah;
d) meningkatkan efektivitas koordinasi dan keterbukaan antar instansi yang terkait dengan pelayanan perpajakan daerah.
e) membentuk sistem pembayaran pajak melalui electronic payment (e-payment) dan secara bertahap menghapuskan sistem pembayaran pajak yang face to face.
4.2.1. Kebijakan Perencanaan Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Kebijakan Perencanaan pendapatan daerah yang bersumber dari PAD memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
a) Kondisi perekonomian yang terjadi pada tahun-tahun sebelumnya, perkiraan pertumbuhan ekonomi dan realisasi penerimaan PAD tahun sebelumnya, serta ketentuan peraturan perundang-undangan terkait.
b) Tidak memberatkan dunia usaha.
c) Pemenuhan fasilitas dan sarana pelayanan secara bertahap sesuai dengan
kemampuan anggaran.
d) Perbaikan manajemen pemungutan dan pengelolaan pendapatan asli daerah.
e) Pendapatan Dana Kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) pada fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP) dalam rangka pelayanan kesehatan di tingkat Puskesmas
f) Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan atas penyertaan modal atau investasi daerah lainya, harus rasional dan memperhitungkan nilai kekayaan daerah yang dipisahkan, sesuai dengan tujuan penyertaan modal. Pengertian hasil yang rasional dalam konteks hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan adalah sebagai berikut :
1) Bagi perusahaan daerah yang menjalankan fungsi pemupukan laba (profit oriented) adalah selain menjamin kelangsungan dan pengembangan usaha, juga mampu menghasilkan keuntungan atau deviden dalam rangka meningkatkan PAD.
2) Bagi perusahaan daerah yang menjalankan fungsi kemanfaatan umum (public service oriented) adalah mampu menjamin kelangsungan dan pengembangan usaha.
g) Penerimaan hasil pengelolaan dan bergulir sebagai salah satu bentuk investasi jangka panjang non permanen, dianggarkan pada akun pendapatan, kelompok PAD, jenis lain-lain PAD yang sah, objek hasil pengelolaan dana bergulir, rincian objek hasil pengelolaan dana bergulir, rincian objek hasil pengelolaan dana bergulir dari kelompok masyarakat penerima.
h) Penerimaan bunga atau jasa giro dari lembaga cadangan, dianggarkan pada akun pendapatan, kelompok PAD, jenis lain-lain PAD yang sah, objek bunga atau jasa Giro Cadangan sesuai peruntukannya.
i) Pendapatan BLUD Rumah Sakit Umum Daerah digunakan dalam rangka pengelolaan BLUD Rumah Sakit dan operasionalnya.
4.2.2 Dana Perimbangan
Dalam rangka pelaksanaan desentralisasi penyelenggaraan pemerintahan daerah, daerah diberikan dana perimbangan melalui APBN yang bersifat transfer dengan prinsip money follows function. Salah satu tujuan pemberian dana perimbangan tersebut adalah untuk mengurangi kesenjangan fiskal antara pemerintah dengan daerah dan antar daerah, serta meningkatkan kapasitas daerah dalam menggali potensi ekonomi daerah.
Kebijakan perencanaan pendapatan Dana Perimbangan pada APBD Tahun Anggaran 2016- 2021 adalah;
a. Peningkatan akurasi data potensi baik potensi pajak maupun potensi sumber daya alam bekerja sama dengan Kementrian Keuangan cq. Direktorat Jenderal Xxxxx sebagai dasar perhitungan pembagian dana perimbangan keuangan.
b. Meningkatkan koordinasi dengan Pemerintah Pusat dalam peningkatan Dana Perimbangan.
x. Xxxxxxxxxx dengan Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Keuangan dan Kementerian Teknis untuk mengupayakan peningkatan besaran DAU.
d. Pendapatan yang bersumber dari dana alokasi umum, dana bagi hasil, hibah, dana darurat, dan sumbangan pihak ketiga dalam penyusunan APBD akan dianggarkan pada Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah (SKPKD).
e. Penyusunan program yang tepat dan sesuai dengan potensi daerah dalam rangka mendapatkan Dana Alokasi Khusus (DAK) yang meningkat setiap tahun.
4.2.3 Lain-Lain Pendapatan Daerah Yang Sah
a. Pemerintah Kabupaten Kotabaru dalam menetapkan pendapatan bagi hasil yang diterima dari Provinsi akan menggunakan pagu tahun sebelumnya dengan memperhatikan kemungkinan kenaikan dengan memperhatikan pertumbuhan kenaikan pada tahun-tahun sebelumnya. Sedangkan bagian pemerintah kabupaten yang belum direalisasikan oleh pemerintah provinsi akibat pelampauan target penerimaan yang belum direalisasikan akan ditampung dalam Perubahan APBD;
b. Pencantuman rencana penerimaan hibah berupa uang dalam APBD didasarkan atas Naskah Perjanjian Hibah (NPH) yang telah direncanakan;
c. Penerimaan hibah yang bersumber dari APBN atau sumbangan pihak ketiga yang tidak mengikat dan telah diarahkan penggunaannya untuk dana bergulir, dianggarkan dalam APBD pada akun pendapatan, kelompok lain-lain pendapatan daerah yang sah, jenis pendapatan hibah sesuai dengan obyek dan rincian obyek berkenaan;
d. Sumbangan yang diterima dari organisasi/lembaga tertentu/perorangan atau pihak ketiga, yang tidak mempunyai konsekuensi pengeluaran maupun pengurangan kewajiban pihak ketiga/pemberi pendapatan yang ditetapkan pemerintah termasuk dana penyesuaian dan dana otonomi khusus dianggarkan pada lain-lain pendapatan daerah yang sah; Dana bagi hasil pajak dari provinsi yang diterima oleh Kabupaten
merupakan lain-lain pendapatan daerah yang sah. sumbangan diatur dalam peraturan daerah;
e. Lain-lain pendapatan yang ditetapkan pemerintah termasuk dana penyesuaian dan dana otonomi khusus dianggarkan pada lain-lain pendapatan daerah yang sah; Dana bagi hasil pajak dari provinsi yang diterima oleh Kabupaten merupakan lain-lain pendapatan daerah yang sah.
f. Akurasi data potensi Desa dalam rangka peningkatan Alokasi Dana Desa.
4.2.4. Upaya-Upaya Pemerintah Daerah Mencapai Target
Upaya yang dilakukan Pemerintah Kabupaten Kotabaru untuk mencapai target yang ditetapkan dalam hal kegiatan intensifikasi dan Ekstensifikasi penerimaan antara lain :
1. Melakukan revisi dasar hukum penerimaan atau menyesuaikan tarif pajak & retribusi yang sudah tidak sesuai dengan kondisi saat ini;
2. Melakukan perluasan cakupan pajak dan retribusi daerah
3. Intensifikasi pendataan wajib pajak dan retribusi, sosialisasi dan penagihan;
4. Pemberian penghargaan kepada wajib pajak dan retribusi potensial dan aktif memenuhi kewajiban pajak dan melaksanakan pembayaran retribusi;
5. Melakukan penelitian identifikasi potensi penerimaan daerah yang belum digali dan melakukan pertukaran informasi penerimaan daerah dengan daerah lain yang lebih maju dan pengelolaan pendapatan daerah;
6. Meningkatkan sarana dan prasarana pengelolaan pendapatan daerah dengan mengusulkan kepada Pemerintah Provinsi melalui pembukaan unit/kantor cabang pelayanan pajak kendaraan bermotor di wilayah-wilayah perbatasan dengan kabupaten/kota lain dalam rangka mendekatkan pelayanan kepada masyarakat, sehingga mempermudah dalam pengurusan perijinan dan mencegah masyarakat mengurus perijinan di wilayah lain;
7. Meningkatkan sosialisasi untuk mendorong agar plat Nomor kendaraan milik penduduk di wilayah Kabupaten Kotabaru sesuai dengan aturan wilayah, atau dengan kata lain ”lokalisasi” plat nomor kendaraan sehingga potensi pendapatan masuk ke Kabupaten Kotabaru;
8. Mewujudkan pelayanan prima administrasi;
9. Menyederhanakan prosedur pengurusan pajak PBB untuk mendorong masyarakat dalam melunasi PBB;
10. Menggerakkan pemerintah desa untuk menggunakan sebagian alokasi bagi hasil desa untuk mendata potensi PBB di desa tersebut;
11. Melakukan penuntasan validasi data piutang PBB ;
12. Meninjau kembali ketentuan tarif dan pengembangan sasaran setiap komponen pendapatan sesuai dengan peraturan daerah yang ada dan mengkaji ulang peraturan daerah apabila perlu dilakukan perubahan;
13. Meningkatkan pemahaman masyarakat tentang tujuan penarikan pajak dan retribusi melalui sosialisasi dengan penyebaran brosur/pamflet sehingga meningkatkan kesadaran masyarakat dalam membayar pajak;
14. Meningkatkan pengendalian dan pengawasan atas pemungutan PAD.
Tanpa mengesampingkan bahwa PAD merupakan tolak ukur keuangan daerah secara otonom, maka dengan sudut pandang bahwa Pendapatan Daerah secara keseluruhan merupakan sumber penerimaan daerah yang diperlukan untuk pelaksanaan kegiatan pemerintahan didaerah diluar pembiayaan, optimalisasi perolehan pendapatan dari Dana Perimbangan, dan Lain-lain Penerimaan Daerah Yang Sah akan terus dilaksanakan pada tahun selanjutnya. Optimalisasi perolehan Dana Perimbangan dilakukan pada jenis pendapatan Bagi Hasil Pajak dan Bagi Hasil Bukan Pajak melalui usaha rekonsiliasi data perhitungan bagi hasil dengan Pemerintah Pusat. Sedangkan pada jenis pendapatan Lain- lain Pendapatan Daerah Yang Sah dilakukan dengan intensifikasi dan pengawasan SP3, pemanfaatan issu sentral untuk optimalisasi Bantuan Dari Propinsi, dan upaya kerjasama partisipasi fasilitasi pemungutan pajak provinsi dalam rangka optimalisasi perolehan Bagi Hasil Pajak Dari Propinsi.
Sedangkan kegiatan-kegiatan yang akan dilaksanakan dalam rangka optimalisasi target pendapatan pada APBD selama tahun anggaran 2021-2026 adalah:
1. Melakukan peremajaan data obyek pajak dan retribusi daerah;
2. Melaksanakan kegiatan tindakan penertiban perpajakan untuk mendorong kesadaran membayar pajak dan memperkecil upaya penghindaran membayar pajak masyarakat dan dunia usaha;
3. Melaksanakan manajemen kas daerah;
4. Pembinaan manajemen BUMD;
5. Pemenuhan sarana dan prasarana pemungutan PAD terutama pada Unit Pendapatan yang ada di kecamatan serta pemberian biaya pemungutan pajak daerah secara lebih proporsional dan berkeadilan;
6. Rasionalisasi target sumber-sumber pendapatan dengan kemungkinan pencapaian yang dapat dipertanggungjawabkan;
7. Pembentukan tim evaluasi dan pembinaan aparat pengelola pendapatan daerah pada masing-masing SKPD penghasil pendapatan;
8. Fasilitasi kegiatan pemungutan PBB, pendataan obyek PBB, dan pembinaan obyek PBB;
9. Intensifikasi penerimaan dana bagi hasil pajak dan dana bagi hasil bukan pajak melalui pemenuhan pendataan penyetoran pajak dan bukan pajak ke Kas Negara sebagai bahan rekonsiliasi bagi hasil dengan meningkatkan koordinasi dengan perusahaan- perusahaan yang melakukan kegiatan di Kabupaten Kotabaru;
10. Melakukan Koordinasi intensif dengan pemerintah yang lebih tinggi untuk mengoptimalkan dana bantuan dari pemerintah yang lebih tinggi.
11. Peningkatan Sistem Informasi Pendapatan daerah, yang memungkinkan terjadinya koneksitas data dan informasi pendapatan daerah secara elektronik antar SOPD penghasil.
Pemerintah Daerah berusaha merealisasikan penerimaan daerah yang sudah ditargetkan dengan melakukan Intensifikasi dan Ekstensifikasi sumber sumber pendapatan daerah. Adapun upaya yang sudah ditempuh oleh pemerintah daerah dalam hal kegiatan intensifikasi dan ekstensifikasi penerimaan yaitu :
1. Melakukan revisi dasar hukum penerimaan atau menyesuaikan tarif pajak & retribusi yang sudah tidak sesuai dengan kondisi saat ini;
2. Pendataan wajib pajak dan retribusi, sosialisasi dan penagihan;
3. Sedangkan pada kegiatan ekstensifikasi yaitu melakukan penelitian identifikasi potensi penerimaan daerah yang belum digali; dan
4. Melakukan pertukaran informasi penerimaan daerah dengan daerah lain yang lebih maju.
5. Pemanfaatan sistem untuk mempermudah cara pembayaran pajak dan retribusi.
Untuk melaksanakan arah dan kebijakan di bidang anggaran pendapatan, strategi dalam bidang pendapatan lebih ditekankan pada kegiatan sebagai berikut:
1. Melakukan kebijakan pelayanan penerimaan pendapatan dengan mengoptimalkan peran Unit Pelayanan Terpadu Satu Pintu.
2. Mengoptimalkan kegiatan ekstensifikasi dan intensifikasi potensi pajak serta pendapatan lain-lain yang sah pada subjek pajak perusahaan- perusahaan yang
mempunyai skala ekonomi tinggi di daerah. Optimalisasi meliputi peningkatan penerimaan pada objek pajak :
a. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan;
b. Pajak Penerangan Jalan Umum;
x. Xxxx Kepelabuhanan; dan
d. Produksi Usaha Perkebunan.
3. Pemenuhan sarana dan prasarana pemungutan PAD terutama pada Unit Pendapatan yang ada dikecamatan serta pemberian biaya pemungutan pajak daerah secara lebih proporsional dan berkeadilan;
4. Melakukan peremajaan data (updating data) atas sumber-sumber pendapatan berupa data Pendapatan Asli Daerah, dana bagi hasil pajak dan bagi hasil bukan pajak, serta bagi hasil dari produksi.
5. Melakukan konsolidasi dan rekonsiliasi dana-dana bagi hasil ke Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Pusat.
6. Melakukan penjajagan dana-dana block grant dan specific grant yang dikucurkan oleh Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Pusat untuk mendukung pendanaan atas pembangunan dan prasarana struktur dan infrastruktur yang diperlukan daerah berdasarkan skala prioritas.
7. Peningkatan kerja sama dan koordinasi antar SOPD penghasil pendapatan dan SOPD penyelenggara perijinan.
8. Peningkatan produk hukum dan perundang-undangan di bidang pendapatan.
9. Peningkatan sistem pengawasan pengelolaan pendapatan khususnya dalam pengelolaan surat-surat berharga yang digunakan dalam pemungutan pendapatan daerah.
10. Peningkatan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah daerah.
11. Peningkatan sarana dan prasarana untuk memperlancar kegiatan di bidang pendapatan.
12. Pembentukan tim evaluasi dan pembinaan aparat pengelola pendapatan.
Berdasarkan analisis data-data yang ada maka Badan Pendapatan Daerah Kabupaten Kotabaru menyampaikan proyeksi pendapatan daerah Kabupaten Kotabaru Tahun 2023 sebagai berikut:
Tabel 4.2
Rencana Kerja Anggaran Pendapatan Daerah Tahun 2023 Kabupaten Kotabaru
Kod e Rek. | URAIAN | TARGET | SELISIH | % | |
202 2 | 202 3 | ||||
4. | PENDAPATAN DAERAH | 1.466.341.312.538 ,00 | 1.528.469.836.986, 00 | 62.128.524.448,0 0 | 4,24% |
4.1. | PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) | 130.238.223.307,0 0 | 187.535.142.380,0 0 | 57.296.919.073,0 0 | 43,99% |
4.1.01. | Pajak Daerah | 00.000.000.000,00 | 00.000.000.000,00 | 3.033.230.245,00 | 5,46% |
4.1.01.06 | Pajak Hotel | 525.760.000,00 | 000.000.000,00 | 00.000.000,00 | 6,51% |
4.1.01.07 | Pajak Restoran | 6.834.800.000,00 | 7.275.398.413,00 | 000.000.000,00 | 6,45% |
4.1.01.08 | Pajak Hiburan | 128.500.000,00 | 000.000.000,00 | -2.356.561,00 | -1,83% |
4.1.01.09 | Pajak Reklame | 319.600.000,00 | 000.000.000,00 | 00.000.000,00 | 5,86% |
4.1.01.10 | Pajak Penerangan Jalan | 00.000.000.000,00 | 00.000.000.000,00 | 0.000.000.000,00 | 16,84% |
4.1.01.11 | Pajak Parkir | 60.440.495,00 | 00.000.000,00 | -12.237.809,00 | -20,25% |
4.1.01.12 | Pajak Air Tanah | 23.463.000,00 | 00.000.000,00 | 577.996,00 | 2,46% |
4.1.01.13 | Pajak Sarang Burung Walet | 600.000.000,00 | 000.000.000,00 | -134.986.567,00 | -22,50% |
4.1.01.14 | Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan | 00.000.000.000,00 | 00.000.000.000,00 | 9.000,00 | 0,00% |
4.1.01.15 | Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBBP2) | 2.320.594.219,00 | 2.494.932.875,00 | 174.338.656,00 | 7,51% |
4.1.01.16 | Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) | 7.549.781.577,00 | 7.564.104.974,00 | 14.323.397,00 | 0,19% |
4.1.02. | Retribusi Daerah | 6.114.934.960,00 | 12.486.208.385,00 | 6.371.273.425,00 | 104,19 % |
4.1.02.01 | Retribusi Jasa Umum | 1.309.000.000,00 | 7.210.000.000,00 | 5.901.000.000,00 | 450,80 % |
4.1.02.02 | Retribusi Jasa Usaha | 3.746.434.960,00 | 4.216.708.385,00 | 000.000.000,00 | 12,55% |
4.1.02.03 | Retribusi Perizinan Tertentu | 1.059.500.000,00 | 1.059.500.000,00 | 0,00 | 0,00% |
4.1.03. | Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan | 00.000.000.000,00 | 00.000.000.000,00 | 0,00 | 0,00% |
4.1.03.02 | Bagian Laba yang Dibagikan kepada Pemerintah Daerah (Dividen) atas Penyertaan Modal pada BUMD | 00.000.000.000,00 | 00.000.000.000,00 | 0,00 | 0,00% |
4.1.04. | Lain-lain PAD yang Sah | 00.000.000.000,00 | 000.000.000.000,0 0 | 00.000.000.000,0 0 | 85,74% |
4.1.04.01 | Hasil Penjualan BMD yang Tidak | 10.000.000,00 | 00.000.000,00 | 00.000.000,00 | 100,00 % |
Dipisahkan | |||||
4.1.04.05 | Jasa Giro | 1.719.500.000,00 | 1.719.500.000,00 | 0,00 | 0,00% |
4.1.04.07 | Pendapatan Bunga | 3.000.000.000,00 | 3.000.000.000,00 | 0,00 | 0,00% |
4.1.04.08 | Penerimaan atas Tuntutan Ganti Kerugian Keuangan Daerah | 2.500.000.000,00 | 2.500.000.000,00 | 0,00 | 0,0% |
4.1.04.09 | Penerimaan Komisi, Potongan, atau Bentuk Lain | 632.415.403,00 | 1.264.830.806,00 | 632.415.403,00 | 100,00 % |
4.1.04.11 | Pendapatan Denda atas Keterlambatan Pelaksanaan Pekerjaan | 500.000.000,00 | 500.000.000,00 | 0,00 | 0,00% |
4.1.04.12 | Pendapatan Denda Pajak Daerah | 0 | 0 | 0 | |
4.1.04.14 | Pendapatan Hasil Eksekusi atas Jaminan | 200.000.000,00 | 000.000.000,00 | 0,00 | 0,00% |
4.1.04.15 | Pendapatan dari Pengembalian | 44.080.077,00 | 00.000.000,00 | 0,00 | 0,00% |
4.1.04.16 | Pendapatan BLUD | 40.000.000.000,00 | 80.000.000.000,00 | 40.000.000.000,00 | 100,00 % |
4.1.04.18 | Pendapatan Dana Kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) | 7.250.000.000,00 | 00.000.000.000,00 | 7.250.000.000,00 | 100,00 % |
4.2. | PENDAPATAN TRANSFER | 1.336.103.089.231 ,00 | 1.340.934.694.606, 00 | 4.831.605.375,00 | 0,36% |
4.2.01. | Pendapatan Transfer Pemerintah Pusat | 1.220.282.865.000 ,00 | 1.215.114.470.375, 00 | - 5.168.394.625,00 | -0,42% |
4.2.01.0 1 | Dana Perimbangan | 1.056.005.775.000 ,00 | 1.050.837.380.375, 00 | - 5.168.394.625,00 | -0,49% |
4.2.01.01 .01 | Dana Transfer Umum- Xxxx Xxxx Xxxxx (DBH) | 235.419.188.000,00 | 466.327.997.375,00 | 230.908.809.375,00 | 98,08% |
4.2.01.01 .02 | Dana Transfer Umum- Dana Alokasi Umum (DAU) | 584.509.383.000,00 | 584.509.383.000,00 | 0,00 | 0,00% |
4.2.01.01 .03 | Dana Transfer Khusus- Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik | 00.000.000.000,00 | 0,00 | -82.264.992.000,00 | - 100,0 0 % |
4.2.01.01 .04 | Dana Transfer Khusus- Dana Alokasi Khusus (DAK) Non Fisik | 153.812.212.000,00 | 0,00 | - 153.812.212.000, 00 | - 100,0 0 % |
4.2.01.0 2 . | Dana Insentif Daerah (DID) | 1.847.236.000,00 | 1.847.236.000,00 | 0,00 | 0,00% |
4.2.01.0 5 . | Dana Desa | 162.429.854.000,0 0 | 162.429.854.000,0 0 | 0,00 | 0,00% |
4.2.02. | Pendapatan Transfer Antar Daerah | 115.820.224.231,0 0 | 125.820.224.231,0 0 | 10.000.000.000,0 0 | 8,63% |
4.2.02.0 1 | Pendapatan Bagi Hasil | 115.820.224.231,0 0 | 125.820.224.231,0 0 | 10.000.000.000,0 0 | 8,63% |
4.2.02.01 .01 | Pendapatan Bagi Hasil Pajak | 115.820.224.231,00 | 125.820.224.231,00 | 10.000.000.000,00 | 8,63% |
BAB 5 KEBIJAKAN BELANJA DAERAH
5.1. Belanja Daerah
a. Belanja daerah meliputi semua pengeluaran dari rekening kas umum daerah yang tidak perlu diterima kembali oleh daerah dan pengeluaran lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan diakui sebagai pengurang ekuitas yang merupakan kewajiban daerah dalam 1 (satu) tahun anggaran.
b. Belanja daerah disusun dengan menggunakan pendekatan:
1) Kerangka pengeluaran jangka menengah daerah;
dilaksanakan dengan menyusun prakiraan maju yang dilakukan secara bertahap.
2) Penganggaran terpadu;
berisi perkiraan kebutuhan anggaran untuk program, kegiatan dan sub kegiatan yang direncanakan dalam tahun anggaran berikutnya dari tahun anggaran yang direncanakan.
3) Penganggaran berbasis kinerja;
dilakukan dengan memperhatikan keterkaitan antra pendanaan dengan keluaran yang diharapkan dari kegiatan/sub kegiatan, hasil dan manfaat yang dimanfaatkan, dan efisiensi dalam pencapaian hasil keluaran.
c. Pemerintah Daerah menyusun program pembangunan daerah sesuai dengan prioritas dan kebutuhan daerah yang berorientasi pada
pemenuhan kebutuhan urusan pemerintahan wajib yang terkait dengan pelayanan dasar publik dan pencapaian sasaran pembangunan.
d. Belanja untuk kebutuhan perintahan wajib yang terkait dengan pelayanan dasar publik disesuaikan dengan kebutuhan untuk pencapian standar pelayanan minimal. Belanja daerah dapat dialokasikan untuk pelaksanaan urusan pemerintahan wajib yang tidak terkait dengan pelayanan dasar dan urusan pemerintahan pilihan setelah mempertimbangkan pemenuhan kebutuhan urusan pemerintahan wajib yang terkait dengan pelayanan dasar publik.
e. Alokasi anggaran untuk setiap perangkat daerah ditentukan berdasarkan target kinerja pelayanan publik masing-masing urusan pemerintahan dan tidak dilakukan berdasarkan petimbangan pemerataan antar perangkat daerah atau berdasarkan alokasi anggaran pada tahun anggaran sebelumnya.
f. Dalam rangka memfokuskan pencapaian target pelayanan publik perangkat daerah tidak harus menganggarkan seluruh program dan kegiatan yang menjadi kewenangan daerah.
g. Belanja daerah harus mendukung target capaian prioritas pembangunan nasional Tahun 2023 sesuai dengan kewenangan masing-masing tingkatan Pemerintah Daerah, mendanai pelaksanaan urusan Pemerintahan Daerah yang menjadi kewenangan daerah, dan kemampuan pendapatan daerah.
x. Xxxxxxan penanganan dengan fokus pelayanan kesehatan:
1) optimalisasi pencegahan dengan melakukan screening test dan traching dan tracking, sistem surveilans penyakit terintegrasi dan real time, penguatan kapasitas pengujian di laboratorium;
2) optimalisasi fasilitas kesehatan dan farmalkes dengan memenuhi APD, ruang isolasi dan alat test, ruang rawat, ruang ICU, ruang isolasi mandiri, dan manajemen kasus/tata laksana yang jelas;
3) peningkatan kapasitas tenaga kesehatan dengan memenuhi jumlah tenaga kesehatan, beserta insentifnya;
4) efisiensi pemanfaatan pembiayaan kesehatan.
i. Pemerintah Daerah menetapkan target capaian kinerja setiap belanja, baik dalam konteks daerah, SKPD maupun program dan kegiatan dengan tetap memperhatikan perangkat daerah tidak harus menganggarkan seluruh program dan kegiatan yang menjadi kewenangan daerah, yang bertujuan untuk meningkatkan akuntabilitas perencanaan anggaran dan memperjelas efektifitas dan efisiensi penggunaan anggaran.
j. Belanja Daerah berpedoman pada standar harga satuan regional, analisis standar belanja, dan/atau standar teknis sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
k. Standar harga mencakup standar harga untuk belanja operasi dan standar kinerja ASN pada Pemerintah Daerah.
l. Standar harga untuk belanja operasi disusun berdasarkan standar harga satuan regional dengan mempertimbangkan kebutuhan, kepatutan, dan kewajaran.
m. Standar harga obat-obatan dan Bahan Medis Habis Pakai (BMHP) dalam rangka pelayanan kesehatan dilaksanakan secara akuntabel dengan mempertimbangkan fleksibilitas kebutuhan perangkat daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
n. Standar tunjangan kinerja ASN pada Pemerintah Daerah disusun dengan mempertimbangkan antara lain capaian reformasi birokrasi daerah yang bersangkutan.
o. Analisis standar belanja disusun berdasarkan penilaian kewajaran atas beban kerja dan biaya yang digunakan untuk melaksanakan suatu kegiatan.
p. Daerah wajib mengalokasikan belanja untuk mendanai urusan pemerintahan daerah tertentu yang besarannya telah ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
q. Belanja daerah yang berasal dari Transfer Ke Daerah (TKD) yang telah ditentukan penggunaanya dianggarkan dan dilaksanakan sesuai kententuan peraturan perundang-undangan.
r. Dalam hal Daerah tidak memenuhi alokasi belanja untuk mendanai urusan pemerintahan daerah, menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan melakukan penundaan dan/atau pemotongan penyaluran Dana Transfer Umum, setelah berkoordinasi dengan Menteri dan menteri teknis terkait.
s. Struktur belanja daerah pada APBD.
1) Belanja Operasi
Belanja operasi merupakan pengeluaran anggaran untuk kegiatan sehari- hari Pemerintah Daerah yang memberi manfaat jangka pendek. Belanja operasi dirinci atas jenis:
a) Belanja Pegawai
(1) Belanja pegawai digunakan untuk menganggarkan kompensasi yang diberikan kepada Kepala Daerah, wakil Kepala Daerah, pimpinan dan anggota DPRD, serta pegawai ASN dan ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Pemerintah Daerah mengalokasikan belanja pegawai diluar tunjangan guru yang dialokasikan melalui TKD maksimal 30% (tiga puluh persen) dari total belanja APBD.
(3) Belanja pegawai tidak termasuk belanja untuk tambahan penghasilan guru, tunjangan khusus guru, tunjangan profesi guru dan tunjangan sejenis lainnya yang bersumber dari TKD yang telah ditentukan penggunaannya.
(4) Dalam hal persentase belanja pegawai daerah telah melebihi 30% (tiga puluh persen), Pemerintah Daerah menyesuaikan porsi belanja pegawai daerah secara bertahap dalam waktu 5 (lima) tahun.
(5) Penganggaran belanja pegawai antara lain berupa gaji/uang representasi dan tunjangan, tambahan penghasilan pegawai ASN, belanja penerimaan lainnya pimpinan dan anggota DPRD serta Kepala Daerah dan wakil Kepala Daerah, insentif pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah/jasa layanan lainnya yang diamanatkan dalam peraturan perundang-undangan, dan honorarium.
(6) Penganggaran belanja pegawai tersebut bagi:
(a) Kepala Daerah dan wakil Kepala Daerah dianggarkan pada belanja SKPD Sekretariat Daerah;
(b) Pimpinan dan Anggota DPRD dianggarkan pada belanja SKPD Sekretariat DPRD; dan
(c) Pegawai ASN dianggarkan pada belanja SKPD bersangkutan.
(7) Kebijakan penganggaran belanja pegawai dimaksud memperhatikan ketentuan:
(a) Penganggaran untuk gaji pokok dan tunjangan ASN disesuaikan dengan ketentuan peraturan perundang- undangan serta memperhitungkan rencana kenaikan gaji pokok dan tunjangan ASN serta pemberian gaji ketiga belas dan tunjangan hari raya.
(b) Penganggaran belanja pegawai untuk kebutuhan pengangkatan Calon ASN (PNS dan PPPK) sesuai dengan formasi pegawai Tahun 2023.
(c) Penganggaran belanja pegawai untuk kebutuhan kenaikan gaji berkala, kenaikan pangkat, tunjangan keluarga dan
mutasi pegawai dengan memperhitungkan acress yang besarnya maksimum 2,5% (dua koma lima persen) dari jumlah belanja pegawai untuk gaji pokok dan tunjangan.
(d) Penganggaran penyelenggaraan jaminan kesehatan bagi Kepala Daerah/wakil Kepala Daerah, pimpinan dan anggota
DPRD serta ASN/PNS dan PPPK dibebankan pada APBD Tahun Anggaran 2023 sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(e) Penganggaran penyelenggaraan jaminan kecelakaan kerja dan kematian bagi Kepala Daerah/wakil Kepala Daerah serta pimpinan dan anggota DPRD serta ASN/PNS dan PPPK dibebankan pada APBD sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(f) Penganggaran tambahan penghasilan kepada pegawai ASN memperhatikan kemampuan keuangan daerah dan memperoleh persetujuan DPRD sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
i. Penentuan kriteria pemberian tambahan penghasilan dimaksud didasarkan pada pertimbangan beban kerja, tempat bertugas, kondisi kerja, kelangkaan profesi, prestasi kerja, dan/atau pertimbangan objektif lainnya.
ii. Pemberian tambahan penghasilan kepada pegawai ASN daerah ditetapkan dengan peraturan kepala daerah dengan berpedoman pada peraturan pemerintah.
iii. Penetapan besaran standar satuan biaya tambahan penghasilan kepada pegawai ASN dimaksud memperhatikan aspek efisiensi, efektivitas, kepatutan dan kewajaran serta rasionalitas.
iv. Dalam hal belum adanya peraturan pemerintah dimaksud, kepala daerah dapat memberikan tambahan penghasilan bagi pegawai ASN setelah mendapat persetujuan Menteri Dalam Negeri.
Persetujuan Menteri diberikan setelah mendapatkan pertimbangan dari Menteri yang menyelenggarakan urusan di bidang keuangan.
v. Berkaitan dengan itu, dalam hal Kepala Daerah menetapkan pemberian tambahan penghasilan bagi pegawai ASN tidak sesuai dengan ketentuan,
menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan melakukan penundaan dan/atau pemotongan Dana Transfer Umum atas usulan Menteri Dalam Negeri.
vi. Selanjutnya persetujuan diajukan melalui Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah dengan menggunakan Sistem Informasi Pemerintahan Daerah sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri, dengan kebijakan TPP untuk tahun anggaran 2023, dengan ketentuan:
i) Alokasi anggaran TPP sama dengan tahun anggaran sebelumnya;
ii) Alokasi TPP dapat melebihi alokasi tahun anggaran sebelumnya sepanjang:
(i) merupakan hasil realokasi anggaran belanja pegawai dalam APBD, antara lain uang lembur dan/atau kompensasi lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yang diterima pegawai ASN pada tahun anggaran 2023;
(ii) merupakan pemberian TPP berdasarkan kriteria kondisi kerja kepada perangkat daerah yang terkait langsung melaksanakan urusan kesehatan, SKPD yang melaksanakan urusan pengawasan, SKPD yang melaksanakan urusan pengelolaan keuangan, SKPD yang melaksanakan urusan perencanaan daerah, SKPD yang melaksanakan urusan trantibumlinmas, SKPD yang melaksanakan urusan perhubungan, dan SKPD lainnya sesuai kebijakan kepala daerah.
(iii) Alokasi anggaran TPP yang diberikan kepada pejabat dan pegawai Inspektorat Daerah lebih besar daripada perangkat daerah lain dan lebih kecil dari Sekretariat Daerah yang ditetapkan oleh kepala daerah.
iii) Persetujuan diajukan setelah Pemerintah Daerah melakukan validasi perhitungan pemberian tambahan penghasilan dengan memperhatikan tata cara persetujuan Menteri Dalam Negeri terhadap tambahan penghasilan pegawai aparatur sipil negara di lingkungan Pemerintah Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(g) Tunjangan Profesi Guru ASN Daerah, Dana Tambahan Penghasilan Guru ASN Daerah, dan Tunjangan Khusus Guru ASN Daerah di Daerah Khusus yang bersumber dari APBN Tahun Anggaran 2023 melalui DAK Non Fisik, merupakan salah satu kriteria tambahan penghasilan berdasarkan pertimbangan objektif lainnya atau berdasarkan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
(h) Penganggaran Insentif Pemungutan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(i) Sebagai implementasi Pasal 58 Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah dan Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pemberian Dan Pemanfaatan Insentif Pemungutan Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah, pemberian Insentif Pajak Daerah dan Retribusi Daerah bagi Pejabat/ASN Daerah yang melaksanakan tugas pemungutan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah atau pelayanan lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan diperhitungkan sebagai salah satu unsur perhitungan tambahan penghasilan berdasarkan pertimbangan objektif lainnya.
(j) Penganggaran Belanja Jasa Pengelolaan BMD yang menghasilkan pendapatan merupakan tambahan penghasilan yang dapat diberikan sebagai penghargaan atas kinerja tertentu yang melaksanakan pemanfaatan Barang Milik Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
(k) Sebagai implementasi Pasal 58 Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 63 Tahun 2020 tentang Pedoman Pemberian Insentif dan/atau Tunjangan kepada Pejabat Atau Pegawai yang Melaksanakan Pengelolaan Barang Milik Daerah, diperhitungkan sebagai salah satu unsur perhitungan tambahan penghasilan berdasarkan pertimbangan objektif lainnya.
(l) Penganggaran honorarium memperhatikan asas kepatutan, kewajaran, rasionalitas dan efektifitas dalam pencapaian sasaran program dan kegiatan sesuai dengan kebutuhan dan waktu pelaksanaan kegiatan dalam rangka mencapai target kinerja kegiatan dimaksud.
i. Penganggaran honorarium memperhatikan penetapan honorarium yang diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 33 tahun 2020 tentang Standar Satuan Harga Regional (SHSR).
ii. Kepala daerah dapat menetapkan standar honorarium selain SHSR tersebut di atas, dengan memperhatikan prinsip efisiensi, efektifitas, kepatuhan, dan kewajaran dengan mempedomani ketentuan pasal 3 ayat (2) Peraturan Presiden Nomor 33 tahun 2020 tentang Standar Satuan Harga Regional.
iii. Honorarium yang diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 33 Tahun 2020 tentang Standar Satuan Harga Regional dan honorarium lainnya yang diterima ASN diperhitungkan sebagai salah satu unsur perhitungan tambahan penghasilan berdasarkan pertimbangan objektif lainnya.
(m) Larangan Pemerintah Daerah menganggarkan sub kegiatan yang hanya diuraikan ke dalam jenis belanja pegawai, objek belanja honorarium, rincian objek belanja dan sub rincian objek belanja honorarium ASN.
(n) Larangan Pemerintah Daerah menganggarkan dalam jenis belanja pegawai untuk tenaga non ASN dikarenakan belanja pegawai hanya diperuntukan bagi ASN Daerah, PPPKD, Kepala Daerah dan DPRD.
b) Belanja Barang dan Jasa
(1) Belanja barang dan jasa digunakan untuk menganggarkan pengadaan barang/jasa yang nilai manfaatnya kurang dari 12 (dua belas) bulan, termasuk barang/jasa yang akan diserahkan atau dijual kepada masyarakat/pihak lain dalam rangka melaksanakan program, kegiatan dan sub kegiatan Pemerintahan Daerah guna pencapaian sasaran prioritas daerah yang tercantum dalam RPJMD pada SKPD terkait.
(2) Belanja barang dan jasa diuraikan dalam objek belanja barang, belanja jasa, belanja pemeliharaan, belanja perjalanan dinas, dan Belanja Uang dan/atau Jasa untuk diberikan kepada Pihak Ketiga/Pihak Lain/Masyarakat.
(3) Kebijakan penganggaran belanja barang dan jasa memperhatikan ketentuan:
(a) Belanja Barang digunakan untuk menganggarkan pengadaan barang berupa barang pakai habis, barang tak habis pakai, dan barang bekas dipakai.
i. Penganggaran belanja barang pakai habis disesuaikan dengan kebutuhan nyata yang didasarkan atas pelaksanaan tugas dan fungsi SKPD, standar kebutuhan yang ditetapkan oleh Kepala Daerah, jumlah pegawai dan volume pekerjaan serta memperhitungkan estimasi sisa persediaan barang Tahun Anggaran 2022 sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
ii. Belanja Barang untuk dijual/diserahkan kepada masyarakat/pihak ketiga/pihak lain memperhatikan asas kepatutan, kewajaran, rasionalitas dan efektifitas dalam pencapaian sasaran program, kegiatan dan sub kegiatan sesuai dengan kebutuhan dan waktu pelaksanaan sub
kegiatan dalam rangka mencapai target kinerja sub kegiatan dimaksud.
iii. Pengadaan belanja barang untuk dijual/diserahkan kepada masyarakat/pihak ketiga/pihak lain dalam rangka melaksanakan program, kegiatan dan sub kegiatan Pemerintahan Daerah berdasarkan visi dan misi Kepala Daerah yang tertuang dalam RPJMD dan dijabarkan dalam RKPD, dianggarkan dalam jenis belanja barang dan jasa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
iv. Pengadaan belanja barang untuk dijual/diserahkan kepada masyarakat/pihak ketiga/pihak lain pada tahun anggaran berkenaan dimaksud dianggarkan sebesar harga beli/bangun atas barang yang akan diserahkan kepada masyarakat/pihak ketiga/pihak lain ditambah seluruh belanja yang terkait dengan pengadaan / pembangunan sampai siap diserahkan.
(b) Belanja Jasa digunakan untuk menganggarkan pengadaan jasa yang nilai manfaatnya kurang dari 12 bulan yang dibatasi serta didasarkan pada pertimbangan bahwa keberadaannya dalam sub kegiatan memiliki peranan dan kontribusi nyata terhadap pelaksanaan sub kegiatan dan pencapaian target kinerjanya. Belanja Jasa terdiri atas:
i. Penganggaran Jasa Kantor meliputi:
i) Penganggaran honorarium sebagai imbalan yang diberikan kepada ASN dan Non ASN berdasarkan penugasan dan besarannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
ii) Penganggaran jasa sebagai imbalan yang diberikan kepada ASN dan Non ASN berdasarkan keahlian/profesi secara spesifik yang dituangkan dalam perjanjian/penugasan dan besarannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
iii) Penganggaran jasa sebagai imbalan yang diberikan kepada pihak lain atas pemberian layanan antara lain listrik, air, telepon, internet dan jasa-jasa lainnya;
iv) Penganggaran biaya sertifikasi atas barang milik daerah berupa tanah yang dikuasai Pemerintah Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
ii. Penganggaran Iuran Jaminan/Asuransi meliputi:
i) Pemerintah Daerah menganggarkan untuk Jaminan Kesehatan selaku pemberi kerja untuk pekerja/pegawai yang menerima gaji/upah dianggarkan dalam APBD antara lain:
(i) kepala desa dan perangkat desa; serta
(ii) Pegawai Non Pegawai Negeri Sipil Daerah (PNPNSD);
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang - undangan.
ii) Dalam rangka menjamin keberlangsungan dan kesehatan keuangan Jaminan Kesehatan:
(i) Pemerintah Provinsi berkontribusi dalam membayar luran bagi Peserta PBI Jaminan Kesehatan sesuai kapasitas fiskal daerah sebagaimana diatur dalam peraturan perundang- undangan, yang dianggarkanpada SKPD yang menangani urusan kesehatan pemberi pelayanan kesehatan;
(ii) Pemerintah Daerah menganggarkan luran dan bantuan iuran bagi penduduk yang didaftarkan oleh Pemerintah Daerah;
(iii) Selain itu Pemerintah Daerah juga menganggarkan Bantuan luran bagi penduduk yang mendaftar secara mandiri dengan manfaat pelayanan di Ruang Perawatan Kelas III sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
iii) Dalam rangka mewujudkan Universal Health Coverage (UHC), Pemerintah Daerah dapat menganggarkan iuran bagi seluruh penduduk yang didaftarkan oleh Pemerintah Daerah dengan manfaat pelayanan diruang perawatan kelas III selain peserta Jaminan Kesehatan Nasional yaitu Pekerja Penerima Upah (PPU) dan Penerima Bantuan Iuran (PBI). Selanjutnya Pemerintah Daerah wajib melakukan integrasi Jaminan Kesehatan Daerah dengan Jaminan Kesehatan Nasional guna terselenggaranya jaminan kesehatan bagi seluruh penduduk.
iv) Pemerintah Daerah tidak diperkenankan mengelola sendiri (sebagian atau seluruhnya) Jaminan Kesehatan Daerahnya dengan manfaat yang sama dengan Jaminan Kesehatan Nasional, termasuk mengelola sebagian Jaminan Kesehatan Daerahnya dengan skema ganda.
(i) Kategori skema ganda, yaitu Penjaminan atau pembayaran atas biaya pelayanan kesehatan masyarakat yang dibayarkan oleh Pemerintah Daerah kepada fasilitas kesehatan, yang jenis pelayanan kesehatan/manfaatnya sama sebagian atau
seluruhnyadenganjenis/manfaat pelayanan kesehatan yang diatur dalam Program Jaminan Kesehatan Nasional yang dikelola oleh BPJS Kesehatan, dan penjaminan/ pembayaran pelayanan kesehatan oleh Pemerintah Daerah kepada fasilitas kesehatan atau langsung kepada masyarakat yang telah terdaftar dalam kepesertaan Program Jaminan Kesehatan
Nasional dengan status kepesertaan aktif atau berstatus non aktif karena menunggak iuran.
(ii) Kategori bukan skema ganda, antara lain Penjaminan/pembayaran pelayanan kesehatan orang dengan gangguan jiwa dan penyandang masalah kesejahteraan sosial yang tidak memiliki identitas (NIK) sehingga tidak dapat didaftarkan sebagai peserta Jaminan Kesehatan Nasional, dan pembayaran pelayanan kesehatan masyarakat yang jenis manfaat/pelayanan kesehatannya tidak dijamin olehprogram Jaminan Kesehatan Nasional, (seperti Biaya ambulance peserta Jaminan Kesehatan Nasional dari rumah ke fasilitas kesehatan atau sebaliknya, Biaya transportasi peserta dan pendamping ke fasilitas kesehatan rujukan di luar kota yang tidak dijamin dalam Jaminan Kesehatan Nasional, Biaya rumah singgah pengantar khusus rujukan ke luar kota, dan manfaat komplementer lainnya yang tidak dijamin dalam manfaat Jaminan Kesehatan Nasional sesuai dengan kebutuhan Pemerintah Daerah.
iii. Pemerintah Daerah dapat mengalokasikan dukungan anggaran kategori bukan skema ganda diluar cakupan layanan BPJS yang dilakukan untuk fasilitas kesehatan masyarakat/swasta dan
fasilitas kesehatan milik Pemerintah Daerah pada SKPD yang melaksanakan urusan kesehatan.
iv. Pengembangan pelayanan kesehatan di luar cakupan penyelenggaraan jaminan kesehatan yang disediakan oleh BPJS Kesehatan dalam rangka pemeliharaan kesehatan berupa medical check up, kepada:
i) Kepala daerah/wakil kepala daerah sebanyak 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun, termasuk keluarga (satu istri/suami dan dua anak), dianggarkan dalam bentuk program dan kegiatan pada SKPD yang secara fungsional terkait sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
ii) pimpinan dan anggota DPRD sebanyak 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun, tidak termasuk istri/suami dan anak, dianggarkan dalam bentuk program dan kegiatan pada SKPD yang secara fungsional terkait sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan, dilakukan di dalam negeri dengan tetap memprioritaskan Rumah Sakit Umum Daerah terdekat, Rumah Sakit Umum Pusat di Provinsi atau Rumah Sakit Umum Pusat terdekat.
v. Belanja Iuran Jaminan Kecelakaan Kerja bagi Non ASN digunakan untuk menganggarkan belanja iuran jaminan kecelakaan kerja bagi tenaga non ASN yang dipekerjakan melalui perjanjian kerja/kontrak sebagai perlindungan atas risiko kecelakaan kerja atau penyakit akibat kerja berupa perawatan, santunan, dan tunjangan cacat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
vi. Belanja Iuran Jaminan Kematian bagi Non ASN digunakan untuk menganggarkan belanja iuran jaminan kematian bagi tenaga non ASN yang dipekerjakan melalui perjanjian kerja/kontrak sebagai perlindungan atas risiko kematian bukan akibat kecelakaan kerja berupa santunan kematian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
vii. Penganggaran sewa terdiri atas sewa tanah, sewa peralatan dan mesin, sewa gedung dan bangunan, sewa jalan, jaringan dan irigasi, dan sewa asset tetap lainnya;
viii. Penganggaran Jasa Konsultansi khususnya untuk jasa konsultansi non konstruksi, sedangkan jasa konsultansi kontruksi mengikuti konsep full costing atau nilai aset tetap yang dianggarkan dalam belanja modal adalah sebesar harga beli/bangun aset ditambah seluruh belanja yang terkait dengan pengadaan/pembangunan aset sampai siap digunakan.
ix. Pemerintah Daerah dapat menganggarkan jasa konsultansi untuk konsultansi kontruksi apabila diamanatkan lain oleh ketentuan peraturan perundangan- undangan dan diakui sebagai Kontruksi Dalam Pengerjaan (KDP) sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan.
x. Penganggaran ketersediaan layanan (availibility payment) digunakan untuk menganggarkan belanja jasa ketersediaan layanan (availibility payment) untuk pembayaran secara berkala oleh kepala daerah kepada badan usaha pelaksana atas tersedianya layanan yang sesuai dengan kualitas dan/atau kriteria sebagaimana ditentukan dalam perjanjian KPDBU.
xi. Penganggaran beasiswa pendidikan PNS, kursus, pendidikan dan pelatihan, sosialisasi, dan bimbingan teknis meliputi:
i) Penyediaan anggaran beasiswa pendidikan bagi PNS sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
ii) Penyediaan anggaran pendidikan dan pelatihan, sosialisasi dan bimbingan teknis atau sejenisnya yang terkait dengan peningkatan kapasitas bagi pejabat daerah dan staf Pemerintah Daerah, pimpinan dan anggota DPRD, serta unsur lainnya yang dibutuhkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, diprioritaskan pelaksanaannya pada masing-masing wilayah provinsi / kabupaten / kota yang bersangkutan.
(i) Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan,
sosialisasi dan bimbingan teknis atau sejenisnya yang terkait dengan peningkatan kapasitas dilakukan secara selektif, efisiensi dan efektifitas penggunaan anggaran daerah serta tertib anggaran dan administrasi dengan memperhatikan aspek urgensi, kualitas penyelenggaraan, muatan substansi, kompetensi narasumber, kualitas advokasi dan pelayanan penyelenggara serta manfaat yang akan diperoleh.
(ii) Dalam hal terdapat kebutuhan untuk menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan, bimbingan teknis, sosialisasi, workshop, lokakarya, seminar, atau sejenisnya dapat diselenggarakan di luar wilayah provinsi/ kabupaten/ kota yang bersangkutan.
(iii) Dalam rangka memutus mata rantai penularan Corona Virus Disease 19, penerapan protokol pencegahan penularan Corona Virus Disease 19 serta penerapan tatanan normal baru, produktif dan aman Corona Virus Disease 19 di berbagai aspek kehidupan, baik aspek pemerintahan, kesehatan, sosial dan ekonomi, penyelenggaraan rapat, pendidikan dan pelatihan, bimbingan teknis, sosialisasi, workshop, lokakarya, seminar atau sejenis lainnya dapat dilaksanakan secara virtual berbasis teknologi informasi.
(iv) Dalam hal penyelenggaraan rapat, pendidikan dan pelatihan, bimbingan teknis, sosialisasi, workshop, lokakarya, seminar atau sejenis
lainnya tidak dapat dilaksanakan secara virtual berbasis teknologi informasi dengan pertimbangan antara lain keterbatasan dukungan sarana dan prasana teknologi dan infomasi, pelaksanaan kegiatan rapat, pendidikan dan pelatihan, bimbingan teknis, sosialisasi, workshop, lokakarya, seminar atau sejenis lainnya tersebut dapat dilakukan dengan tetap memperhatikan penerapan protokol pencegahan penularan Corona Virus Disease 19.
xii. Penganggaran insentif pemungutan pajak daerah bagi
pegawai non ASN, dan insentif pemungutan retribusi daerah bagi pegawai non ASN sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(c) Belanja Pemeliharaan:
i. Penganggaran pemeliharaan barang milik daerah yang berada dalam penguasaan pengelola barang, pengguna barang atau kuasa pengguna barang berpedoman pada daftar kebutuhan pemeliharaan barang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
ii. Pemerintah Daerah menganggarkan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), Bea Balik Nama
Kendaraan Bermotor (BBN-KB), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Sumbangan Wajib Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan (SWDKLLJ) dan
administrasi perpajakan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(d) Belanja Perjalanan Dinas digunakan untuk menganggarkan belanja perjalanan dinas dalam negeri dan belanja perjalanan dinas luar negeri diuraikan:
i. Belanja Perjalanan Dinas Dalam Negeri
i) Belanja Perjalanan Dinas Biasa digunakan untuk menganggarkan perjalanan dinas jabatan melewati batas kota dan perjalanan dinas pindah bagi pejabat
daerah, pegawai negeri, pegawai tidak tetap dan pihak lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
ii) Belanja Perjalanan Dinas Tetap digunakan untuk menganggarkan perjalanan dinas tetap yang dihitung dengan memerhatikan jumlah pejabat yang melaksanakan perjalanan dinas. Pengeluaran oleh Pemerintah Daerah untuk pelayanan masyarakat. Contoh: perjalanan dinas oleh tenaga penyuluh pertanian, juru penerang, penyuluh agama, dan lainnya;
iii) Belanja Perjalanan Dinas Dalam Kota digunakan untuk menganggarkan perjalanan dinas di dalam kota bagi pejabat daerah, pegawai negeri, pegawai tidak tetap, dan pihak lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Terdiri atas perjalanan dinas yang dilaksanakan lebih dari 8 (delapan) jam dan perjalanan dinas yang dilaksanakan kurang dari 8 (delapan) jam. Perjalanan dinas di dalam kota yang kurang dari 8 (delapan) jam hanya diberikan uang transport lokal termasuk pemberian uang transportasi pada masyarakat dalam rangka menghadiri rapat, seminar, dan sejenisnya;
iv) Belanja Perjalanan Dinas Paket Meeting Dalam Kota.
(i) digunakan untuk menganggarkan perjalanan dinas dalam rangka rapat, seminar, dan sejenisnya yang dilaksanakan di dalam kota pada Pemerintah Daerah penyelenggara dan dibiayai seluruhnya oleh Pemerintah Daerah penyelenggara maupun yang dilaksanakan Pemerintah Daerah penyelenggara di dalam kota Pemerintah Daerah peserta dan biaya
perjalanan dinasnya ditanggung oleh Pemerintah Daerah peserta, yang meliputi:
• Biaya transportasi peserta, panitia/ moderator, dan/atau narasumber baik yang berasal dari dalam kota maupun dari luar kota;
• Biaya paket meeting (halfday/fullday/ fullboard/ residence);
• Uang saku peserta, panitia/moderator, dan/atau narasumber baik yang berasal dari dalam kota maupun dari luar kota;
• Uang harian dan/atau biaya penginapan peserta, panitia/moderator, dan/atau narasumber yang mengalami kesulitan transportasi.
(ii) Besaran nilai biaya paket meeting, uang transport, uang saku, dan uang harian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
v) Belanja Perjalanan Dinas Paket Meeting Luar Kota.
(i) Digunakan untuk menganggarkan perjalanan dinas dalam rangka rapat, seminar, dan sejenisnya yang dilaksanakan di luar kota pada Pemerintah Daerah penyelenggara dan dibiayai seluruhnya oleh Pemerintah Daerah penyelenggara, serta dilaksanakan di luar kota Pemerintah
Daerah peserta dengan biaya perjalanan dinas yang ditanggung oleh Pemerintah Daerah peserta, meliputi:
• Biaya transportasi peserta, panitia/ moderator, dan/atau narasumber baik yang berasal dari dalam kota maupun dari luar kota;
• Biaya paket meeting (halfday/fullday/ fullboard/ residence);
• Uang saku peserta, panitia/moderator dan/atau narasumber baik yang berasal dari dalam kota maupun dari luar kota;
• Uang harian dan/atau biaya penginapan peserta, panitia/moderator, dan/atau narasumber yang mengalami kesulitan transportasi.
(ii) Besaran nilai biaya paket meeting, uang transport, uang saku, dan uang harian mengikuti ketentuan yang mengatur mengenai standar biaya tahun berkenaan.
ii. Belanja Perjalanan Dinas Luar Negeri
i) Belanja Perjalanan Dinas Biasa Luar Negeri digunakan untuk menganggarkan perjalanan dinas biasa yang dilaksanakan di luar negeri.
ii) Ketentuan mengenai standar biaya perjalanan dinas luar negeri bagi Pemerintah Daerah mengacu pada ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai standar biaya masukan yang berlaku pada APBN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 33 Tahun 2020 tentang Standar Satuan Harga Regional.
iii. Penganggaran belanja perjalanan dinas dalam negeri dan luar negeri memperhatikan ketentuan:
i) Penganggaran belanja perjalanan dinas dalam rangka kunjungan kerja atau studi banding, baik perjalanan dinas dalam negeri maupun
perjalanan dinas luar negeri, dilakukan secara selektif, frekuensi, jumlah hari dan jumlah orang dibatasi serta memperhatikan target kinerja dari perjalanan dinas dimaksud sehingga relevan dengan substansi kebijakan Pemerintah Daerah. Hasil
kunjungan kerja atau studi banding dilaporkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
ii) ASN, Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, pimpinan dan anggota DPRD dapat melakukan perjalanan keluar negeri. Perjalanan luar negeri mempedomani ketentuan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2019 tentang Tata Cara Perjalanan ke Luar Negeri di Lingkungan Kementerian Dalam Negeri dan Pemerintahan Daerah.
iv. Penganggaran belanja perjalanan dinas harus memperhatikan aspek pertanggungjawaban sesuai dengan biaya riil atau lumpsum, khususnya meliputi:
i) Sewa kendaraan dalam kota dibayarkan sesuai dengan biaya riil. Komponen sewa kendaraan tersebut hanya diberikan untuk gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, wali kota/wakil wali kota, pejabat pimpinan tinggi madya dan pejabat yang diberikan kedudukan atau hak keuangan dan fasilitas setingkat pejabat pimpinan tinggi madya.
ii) Biaya transportasi dibayarkan sesuai dengan biaya riil.
iii) Biaya penginapan dibayarkan sesuai dengan biaya riil. Dalam hal pelaksanaan perjalanan dinas tidak menggunakan fasilitas hotel atau tempat penginapan lainnya, kepada yang bersangkutan diberikan biaya penginapan sebesar 30% (tiga puluh persen) dari tarif hotel di kota tempat tujuan sesuai dengan tingkatan
pelaksana perjalanan dinas dan dibayarkan secara lumpsum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
iv) Uang harian dan uang representasi dibayarkan secara lumpsum.
v) Biaya pemeriksaan kesehatan Corona Virus Disease
19 (Genose/rapid test/PCR test/swab test) sesuai dengan biaya riil (sepanjang dalam masa pandemi Corona Virus Disease 19).
v. Standar satuan biaya untuk perjalanan dinas dianggarkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
vi. Penyediaan alokasi anggaran untuk perjalanan dinas tersebut termasuk yang mengikutsertakan Non ASN. Ketentuan perjalanan dinas dimaksud ditetapkan dengan Peraturan Kepala Daerah.
(e) Belanja Uang dan/atau jasa untuk Diberikan kepada Pihak Ketiga/Pihak Lain/Masyarakat digunakan untuk menganggarkan Uang dan/atau Jasa untuk Diberikan Kepada Pihak Ketiga/Pihak Lain/Masyarakat memperhatikan asas kepatutan, kewajaran, rasionalitas dan efektifitas dalam pencapaian sasaran program, kegiatan dan sub kegiatan sesuai dengan kebutuhan dan waktu pelaksanaan sub kegiatan dalam rangka mencapai target kinerja sub kegiatan dimaksud.
i) Belanja barang dan jasa berupa pemberian Uang yang diberikan kepada masyarakat/pihak lain diberikan dalam bentuk:
(i) pemberian hadiah yang bersifat perlombaan;
(ii) penghargaan atas suatu prestasi;
(iii) pemberian beasiswa kepada masyarakat;
(iv) penanganan dampak sosial kemasyarakatan akibat penggunaan tanah milik Pemerintah Daerah untuk pelaksanaan pembangunan proyek strategis nasional dan non proyek strategis nasional sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
(v) Transfer Ke Daerah dan Dana Desa yang penggunaannya sudah ditentukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
(vi) Bantuan fasilitasi premi asuransi pertanian; dan/atau (vii)Belanja barang dan jasa berupa pemberian uang lainnya yang diamanatkan oleh peraturan
perundang-undangan.
ii) Pengadaan belanja jasa yang akan diserahkan atau dijual kepada masyarakat/pihak lain dalam rangka melaksanakan program, kegiatan dan sub kegiatan Pemerintahan Daerah berdasarkan visi dan misi Kepala Daerah yang tertuang dalam RPJMD dan dijabarkan dalam RKPD, dianggarkan dalam jenis belanja barang dan jasa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
iii) Pengadaan belanja jasa yang akan diserahkan kepada masyarakat/pihak ketiga/pihak lain pada tahun anggaran berkenaan dimaksud dianggarkan sebesar harga beli yang akan diserahkan kepada pihak ketiga/pihak lain/masyarakat ditambah seluruh belanja yang terkait dengan pengadaan jasa sampai siap diserahkan.
c) Belanja Bunga
(1) Belanja bunga digunakan Pemerintah Daerah untuk menganggarkan pembayaran bunga utang yang dihitung atas kewajiban pokok utang berdasarkan perjanjian pinjaman sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Belanja bunga antara lain berupa belanja bunga utang pinjaman dan belanja bunga utang obligasi daerah.
(2) Belanja bunga berupa belanja bunga utang pinjaman, belanja bunga utang obligasi dianggarkan pembayarannya dalam APBD tahun anggaran berkenaan.
(3) Belanja bunga yang digunakan untuk menganggarkan pembayaran bunga utang yang tidak berasal pembayaran atas
kewajiban pokok utang, dianggarkan pembayarannya dalam APBD tahun anggaran berkenaan.
(4) Pemerintah Daerah yang memiliki kewajiban pembayaran bunga utang dianggarkan pembayarannya dalam APBD Tahun Anggaran 2023 pada SKPD selaku SKPKD.
(5) Dalam hal unit SKPD melaksanakan BLUD, belanja bunga tersebut dianggarkan pada unit SKPD berkenaan.
d) Belanja Subsidi
(1) Pemberian subsidi kepada BUMD penyelenggara Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM), Pemerintah Daerah dapat menganggarkan belanja subsidi kepada BUMD tersebut apabila telah menetapkan Peraturan Kepala Daerah mengenai Tata Cara Perhitungan dan Penetapan Tarif Air Minum serta Pemberian Subsidi dari Pemerintah Daerah kepada BUMD penyelenggara SPAM dengan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
(2) Dalam hal Kepala Daerah menetapkan tarif lebih kecil dari usulan tarif yang diajukan Direksi BUMD penyelenggara SPAM yang mengakibatkan tarif rata-rata tidak mencapai pemulihan biaya secara penuh (full cost recovery), Pemerintah Daerah harus menyediakan subsidi untuk menutup kekurangannya melalui APBD setelah mendapat persetujuan dari dewan pengawas sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Pemberian subsidi berupa bunga atau bagi hasil kepada usaha mikro kecil dan menengah pada perorangan tidak perlu dilakukan pemeriksaan dengan tujuan tertentu.
e) Belanja Hibah dan Bantuan Sosial
(1) Belanja hibah
(a) Belanja hibah berupa uang, barang, atau jasa dapat dianggarkan dalam APBD sesuai dengan kemampuan keuangan daerah setelah memprioritaskan pemenuhan belanja urusan pemerintahan wajib dan Urusan Pemerintahan Pilihan, kecuali ditentukan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(b) Belanja hibah diberikan kepada:
i. Pemerintah Pusat;
ii. Pemerintah Daerah lainnya;
iii. Badan Usaha Milik Negara;
iv. BUMD; dan/atau
v. Badan dan lembaga, serta organisasi kemasyarakatan yang berbadan hukum Indonesia;
vi. Partai Politik.
i) Penggunaan hibah bantuan keuangan partai politik selama pada masa status keadaan darurat bencana non alam, Corona Virus Disease 19 yang ditetapkan secara resmi oleh Pemerintah Pusat antara lain digunakan untuk penanggulangan pandemi Corona Virus Disease 19 melalui kegiatan pendidikan politik kepada anggota partai politik dan masyarakat, dukungan penyediaan obat dan perbekalan kesehatan sekretariat partai politik.
ii) Penganggaran hibah kepada partai politik mempedomani Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 36 Tahun 2018 tentang Tata Cara Penghitungan, Penganggaran dalam APBD dan Tertib Administrasi Pengajuan, Penyaluran, dan Laporan Pertanggungjawaban Penggunaan Bantuan Keuangan Partai Politik dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 78 tahun 2020 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 36 Tahun 2018 tentang Tata Cara Penghitungan, Penganggaran dalam APBD dan Tertib Administrasi Pengajuan, Penyaluran, dan Laporan Pertanggungjawaban Penggunaan Bantuan Keuangan Partai Politik.
iii) Pemberian Hibah bantuan keuangan kepada partai politik tidak dituangkan dalam naskah perjanjian hibah daerah (NPHD) yang pelaksanaannya
berpedoman pada Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2009 tentang Bantuan Keuangan Partai Politik sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2018 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2009 tentang Bantuan Keuangan Partai Politik dan Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 36 Tahun 2018 tentang Tata Cara Penghitungan, Penganggaran dalam APBD dan Tertib Administrasi Pengajuan, Penyaluran, dan Laporan Pertanggungjawaban Penggunaan Bantuan Keuangan Partai Politik dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 78 tahun 2020 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 36 Tahun 2018 tentang Tata Cara Penghitungan, Penganggaran dalam APBD dan Tertib Administrasi Pengajuan, Penyaluran, dan Laporan Pertanggungjawaban Penggunaan Bantuan Keuangan Partai Politik.
(c) Hibah kepada Pemerintah Pusat diberikan kepada satuan kerja dari kementerian/lembaga non kementerian yang wilayah kerjanya berada dalam daerah yang bersangkutan, dengan ketentuan:
i. Wilayah kerjanya termasuk dari kabupaten/kota kepada instansi vertikal yang wilayah kerjanya pada provinsi.
ii. Hibah kepada pemerintah pusat dapat diberikan lebih dari 1 (satu) kali dalam tahun berkenaan sesuai kemampuan keuangan daerah kecuali hibah kepada unit kerja kementerian dalam negeri yang membidangi urusan administrasi kependudukan untuk penyediaan blanko KTP.
(d) Belanja hibah dianggarkan sesuai dengan tugas dan fungsi perangkat daerah terkait yaitu:
i. Belanja Hibah terkait urusan dan kewenangan daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan dianggarkan pada SKPD;
ii. Belanja Hibah terkait hubungan antar lembaga pemerintahan dan/atau instansi vertikal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dianggarkan pada SKPD yang melaksanakan urusan Pemerintahan Umum;
iii. Belanja Hibah yang bukan urusan dan kewenangan Pemerintah Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mendukung program dan kegiatan Pemerintah Daerah dianggarkan pada Sekretariat Daerah.
(e) Alokasi anggaran belanja hibah dalam rangka menunjang program, kegiatan dan sub kegiatan Pemerintah Daerah dicantumkan dalam RKPD Tahun 2023 berdasarkan hasil evaluasi Kepala SKPD atas usulan tertulis dari calon penerima hibah, kecuali ditentukan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(f) Dalam hal Pengelolaan hibah tertentu diatur lain dengan peraturan perundang-undangan, maka pengaturan pengelolaan hibah dikecualikan dari peraturan ini.
(g) Penganggaran belanja hibah dalam APBD Tahun Anggaran 2023 mempedomani Peraturan Kepala Daerah yang mengatur tata cara penganggaran, pelaksanaan dan penatausahaan, pertanggungjawaban dan pelaporan serta monitoring dan evaluasi hibah, sebagaimana diamanatkan dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Belanja Bantuan Sosial
(a) Belanja bantuan sosial dapat dianggarkan dalam APBD sesuai dengan kemampuan keuangan daerah setelah memprioritaskan pemenuhan belanja urusan pemerintahan wajib dan urusan pemerintahan pilihan,
kecuali ditentukan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(b) Belanja bantuan sosial digunakan untuk menganggarkan pemberian bantuan berupa uang dan/atau barang kepada:
i. individu;
ii. keluarga;
iii. kelompok dan/atau masyarakat, yang mengalami risiko sosial;
iv. lembaga non pemerintahan bidang pendidikan, keagamaan, dan bidang lain yang berperan untuk melindungi individu, kelompok, dan/atau masyarakat yang mengalami keadaan yang tidak stabil sebagai dampak risiko sosial.
(c) yang sifatnya tidak secara terus menerus dan selektif yang bertujuan untuk melindungi dari kemungkinan terjadinya risiko sosial, kecuali dalam keadaan tertentu dapat berkelanjutan.
(d) Bantuan sosial terdiri dari bantuan sosial yang direncanakan dan bantuan sosial yang tidak dapat direncanakan sebelumnya.
(e) Bantuan sosial yang tidak dapat direncanakan sebelumnya dialokasikan untuk kebutuhan akibat risiko sosial yang tidak dapat diperkirakan pada saat
penyusunan APBD yang apabila ditunda penanganannya akan menimbulkan risiko sosial yang lebih besar bagi individu dan/atau keluarga yang bersangkutan.
(f) Pagu alokasi anggaran yang tidak dapat direncanakan sebelumnya tidak melebihi pagu alokasi anggaran yang direncanakan, kecuali bantuan sosial yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan.
(g) Pengecualian bantuan sosial yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan antara lain amanat bantuan sosial dalam rangka penanganan pandemi Corona Virus
Disease 19 dan dampaknya, pemberian uang duka bagi masyarakat miskin dengan kriteria
dan besaran diatur dalam perkada yang merupakan pelaksanaan program dan kegiatan Pemerintah Daerah yang tercantum dalam RPJMD, serta keadaan tidak stabil yang terjadi secara tiba-tiba sebagai akibat dari situasi krisis sosial, ekonomi, politik, bencana, dan fenomena alam sebagaimana dimaksud pada penjelasan Pasal 15 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial.
(h) Penganggaran bantuan sosial yang tidak dapat direncanakan sebelumnya dianggarkan dalam Belanja Tidak Terduga.
(i) Belanja bantuan sosial dianggarkan sesuai dengan tugas dan fungsi perangkat daerah terkait yaitu:
i. Belanja Bantuan Sosial terkait Urusan dan Kewenangan daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan dianggarkan pada SKPD;
ii. Belanja Bantuan Sosial yang bukan Urusan dan Kewenangan Pemerintah Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mendukung program, kegiatan dan sub kegiatan Pemerintah Daerah dianggarkan pada Sekretariat Daerah;
(j) Alokasi anggaran bantuan sosial dalam rangka menunjang program, kegiatan dan sub kegiatan Pemerintah Daerah dicantumkan dalam RKPD Tahun 2023 berdasarkan hasil evaluasi Kepala SKPD atas usulan tertulis dari calon penerima bantuan sosial, kecuali ditentukan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(k) Dalam hal Pengelolaan bantuan sosial tertentu diatur lain dengan peraturan perundang-undangan, maka pengaturan pengelolaan bantuan sosial dikecualikan dari peraturan ini.
(l) Penganggaran bantuan sosial dalam APBD Tahun Anggaran 2023 mempedomani Peraturan Kepala Daerah yang mengatur tata cara penganggaran,
pelaksanaan dan penatausahaan, pertanggungjawaban dan pelaporan serta monitoring dan evaluasi bantuan sosial, sebagaimana diamanatkan dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.
2) Belanja Modal
a) Belanja modal digunakan untuk menganggarkan pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pengadaan aset tetap dan aset lainnya.
b) Nilai aset tetap yang dianggarkan dalam belanja modal tersebut adalah sebesar harga beli atau bangun aset ditambah seluruh belanja yang terkait dengan pengadaan/pembangunan aset sampai aset siap digunakan, sesuai dengan yang dimaksud dalam Pasal 64 ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 12 tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah dan Lampiran I Pernyataan Standar Akuntasi Pemerintahan (PSAP) 01 dan PSAP 07, Peraturan Pemerintah Nomor 71 tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan serta Buletin Teknis Standar Akuntansi Pemerintahan Nomor 17 tentang Akuntansi Aset Tak Berwujud Berbasis Akrual.
c) Pengadaan aset tetap tersebut memenuhi kriteria mempunyai masa manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan, digunakan dalam kegiatan Pemerintahan Daerah, dan batas minimal kapitalisasi aset tetap.
d) Dalam hal tidak memenuhi kriteria batas minimal kapitalisasi aset tetap dianggarkan dalam belanja barang dan jasa. Batas minimal kapitalisasi aset tetap diatur dalam Peraturan Kepala Daerah.
e) Selain kriteria sebagaimana dimaksud pada huruf c), juga memuat kriteria lainnya yaitu: berwujud, biaya perolehan aset tetap dapat diukur secara andal, tidak dimaksudkan untuk dijual dalam operasi normal entitas, dan diperoleh atau dibangun dengan maksud untuk digunakan.
f) kebijakan penganggaran belanja modal memperhatikan ketentuan:
(1) Pemerintah Daerah harus memprioritaskan alokasi belanja modal pada APBD Tahun Anggaran 2023 untuk pembangunan dan pengembangan sarana dan prasarana yang terkait langsung
dengan peningkatan pelayanan publik serta pertumbuhan ekonomi daerah.
(2) Belanja modal dirinci menurut jenis belanja yang terdiri atas:
(a) belanja modal tanah;
(b) belanja modal peralatan dan mesin;
(c) belanja modal bangunan dan gedung;
(d) belanja modal jalan, jaringan, dan irigasi;
(e) belanja modal aset tetap lainnya;
(f) belanja aset lainnya;
g) Segala biaya yang dikeluarkan setelah perolehan awal aset tetap (biaya rehabilitasi/renovasi) sepanjang memenuhi batas minimal kapitalisasi aset, dan memperpanjang masa manfaat atau yang memberikan manfaat ekonomi dimasa yang akan datang dalam bentuk peningkatan kapasitas, atau peningkatan mutu produksi atau peningkatan kinerja dianggarkan dalam belanja modal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
h) Penganggaran pengadaan tanah untuk kepentingan umum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
i) Dalam rangka efisiensi dan efektifitas, Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum yang luasnya tidak lebih dari 5 (lima) hektar, dapat dilakukan:
(1) secara langsung oleh instansi yang memerlukan tanah dengan pihak yang berhak, dengan cara jual beli, tukar menukar, atau cara lain yang disepakati; atau
(2) dengan menggunakan tahapan pengadaan tanah.
(3) penetapan lokasi untuk tahapan diterbitkan oleh bupati/wali kota dengan mempedomani Pasal 126 Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum.
j) Penganggaran pengadaan barang milik daerah dilakukan sesuai dengan kemampuan keuangan dan kebutuhan daerah berdasarkan prinsip efisiensi, efektif, transparan dan terbuka, bersaing, adil, dan akuntabel dengan mengutamakan produk dalam negeri.
k) Penganggaran pengadaan dan pemeliharaan barang milik daerah didasarkan pada perencanaan kebutuhan barang milik daerah dan daftar kebutuhan pemeliharaan barang milik daerah yang disusun dengan memperhatikan kebutuhan pelaksanaan tugas dan fungsi SKPD serta ketersediaan barang milik daerah yang ada. Selanjutnya, perencanaan kebutuhan barang milik daerah merupakan salah satu dasar bagi SKPD dalam pengusulan penyediaan anggaran untuk kebutuhan barang milik daerah yang baru (new initiative) dan angka dasar (baseline) serta penyusunan RKA-SKPD. Perencanaan kebutuhan barang milik daerah dimaksud berpedoman pada standar barang, standar kebutuhan dan/atau standar harga, penetapan standar kebutuhan oleh Kepala Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
l) Dalam rangka pendayagunaan pengelolaan aset secara optimal, khususnya aset yang telah diserahkan melalui berita acara serah terima operasional khususnya dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat kepada Pemerintah Daerah, maka perlu pengalokasian anggaran terkait pemeliharaan atas aset tersebut sesuai dengan kententuan peraturan perundang-undangan.
m) Pengadaan barang milik daerah dimaksud dalam pelaksanaannya juga harus sesuai dengan standarisasi sarana dan prasarana kerja Pemerintah Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
n) Standar harga pemeliharaan untuk satuan biaya pemeliharaan gedung atau bangunan dalam negeri, standar satuan biaya pengadaan kendaraan dinas, satuan biaya pemeliharaan kendaraan dinas dan satuan biaya pemeliharaan sarana kantor sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
3) Belanja Tidak Terduga
a) Belanja tidak terduga digunakan untuk menganggarkan:
(1) pengeluaran untuk keadaan darurat termasuk keperluan mendesak yang tidak dapat diprediksi sebelumnya. Keadaan darurat meliputi
bencana alam, bencana non-alam, bencana sosial dan/atau kejadian luar biasa, pelaksanaan operasi pencarian dan pertolongan, dan/atau kerusakan sarana/prasarana yang dapat mengganggu kegiatan pelayanan publik.
(2) Keperluan mendesak sesuai dengan karakteristik masing-masing Pemerintah Daerah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Kriteria keadaan darurat dan keperluan mendesak ditetapkan dalam Peraturan Daerah tentang APBD Tahun Anggaran 2023.
b) pengembalian atas kelebihan pembayaran atas penerimaan daerah tahun-tahun sebelumnya untuk menganggarkan pengembalian atas kelebihan pembayaran atas penerimaan daerah yang bersifat tidak berulang yang terjadi pada tahun sebelumnya;
c) Bantuan sosial yang tidak dapat direncanakan sebelumnya.
d) Pemerintah Daerah dapat mengalokasikan anggaran penanganan Corona Virus Disease 19 dan dampaknya pada Belanja Tidak Terduga dengan memperhatikan kebijakan kesehatan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
4) Belanja Transfer
a) Belanja transfer merupakan pengeluaran uang dari Pemerintah Daerah kepada Pemerintah Daerah lainnya dan/atau dari Pemerintah Daerah kepada pemerintah desa. Belanja transfer dianggarkan pada SKPD selaku SKPKD.
b) Belanja transfer dirinci atas jenis:
(1) Belanja Bagi Hasil, digunakan untuk menganggarkan bagi hasil yang bersumber dari:
(a) pendapatan pajak daerah provinsi kepada kabupaten/kota.
(b) kebijakan penganggaran belanja bagi hasil pajak daerah dianggarkan dalam APBD sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(c) hasil penerimaan pajak daerah provinsi sebagian diperuntukkan bagi pemerintah kabupaten/kota di wilayah provinsi yang bersangkutan dengan ketentuan:
i. hasil penerimaan Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor diserahkan kepada kabupaten/kota sebesar 30% (tiga puluh persen);
ii. hasil penerimaan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor diserahkan kepada kabupaten/kota sebesar 70% (tujuh puluh persen);
iii. hasil penerimaan Pajak Rokok diserahkan kepada kabupaten/kota sebesar 70% (tujuh puluh persen);
iv. hasil penerimaan Pajak Air Permukaan diserahkan kepada kabupaten/kota sebesar 50% (lima puluh persen); dan
v. Khusus untuk penerimaan Pajak Air Permukaan dari sumber air yang berada hanya pada 1 (satu) wilayah kabupaten/kota, hasil penerimaan Pajak Air Permukaan dimaksud diserahkan kepada kabupaten/kota yang bersangkutan sebesar 80% (delapan puluh persen).
(d) Besaran alokasi belanja bagi hasil pajak daerah pemerintah provinsi kepada pemerintah kabupaten/kota dianggarkan secara bruto, yaitu jumlah pendapatan daerah yang dianggarkan tidak boleh dikurangi dengan belanja yang digunakan dalam rangka menghasilkan pendapatan tersebut dan/atau dikurangi dengan bagian pemerintah pusat/daerah lain dalam rangka bagi hasil sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(e) Belanja bagi hasil pajak daerah provinsi dianggarkan dalam APBD Tahun Anggaran 2023.
(f) Penganggaran belanja bagi hasil pajak daerah provinsi tersebut memperhitungkan rencana pendapatan pajak daerah pada Tahun Anggaran 2023.
(g) Penyaluran bagi hasil pajak daerah dimaksud dapat dilakukan setiap bulan berikutnya sesuai dengan hasil penerimaan pajak daerah provinsi.
(h) Dalam hal terdapat pelampauan realisasi penerimaan target pajak daerah pemerintah provinsi pada akhir Tahun Anggaran 2022, disalurkan kepada pemerintah kabupaten/kota pada Tahun Anggaran 2023 sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan.